ac (Parfenac). Benzidamin berkhasiat antiradang agak kuat,
tetapi kurang efektif pada gangguan
rematik.
pemakaian lokal. Sejumlah NSAID dipakai
topikal dalam krem atau gel, misalnya piroxicam 0,5%, naproxen 10% (gel), niflumic
acid dan diklofenac (dietilamonium) 1%, juga
benzidamin dan bufexamac (krem 5%).
Dalam praktik bedah mata dipakai 2
jenis obat perintang peradangan, yaitu kelompok kortikosteroid dan NSAID’s. Sebagai
tetes mata NSAID’s dipakai untuk menghindari reaksi peradangan sesudah bedah
katarak, a.l. diklofenak, bromfenak (Yellox)
dan nepafenak (Nevanac).
Sistem Prostaglandin
dan Leukotriën
A. Prostaglandin, juga disebut hormon jaringan, memiliki rumus asam-lemak takjenuh yang dihidroksilasi. Semula diduga
sintesisnya hanya dalam prostat, sehingga
diberi nama demikian. Tetapi kemudian ternyata senyawa ini dapat dibentuk lokal di
seluruh tubuh, misalnya di dinding lambung
dan pembuluh, trombosit, ginjal, rahim dan
paru-paru. Senyawa ini memiliki sejumlah
efek fisiologi dan farmakologi luas, antara
lain terhadap otot polos (di dinding pembuluh, rahim, bronchi dan lambung-usus), agregasi trombosit, produksi hormon, lipolysis di
depot lemak dan SSP.
Sintesisnya. Bila membran sel mengalami
kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi,
fisik atau mekanis, maka enzim fosfolipase
diaktifkan untuk mengubah fosfolipida yang
ada di situ menjadi asam arachidonat.
Asam lemak poli-tak-jenuh ini (C20, delta)
kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim
Cyclo-oxigenase menjadi asam endoperoksida
dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan. Bagian
lain dari arachidonat diubah oleh enzim
lipoxygenase menjadi zat-zat leukotriën. Baik
prostaglandin maupun leukotriën bertanggung jawab untuk sebagian besar dari
gejala peradangan dan nyeri. Peroksida
melepaskan radikal bebas oksigen yang juga
memegang peranan pada timbulnya rasa
nyeri (lihat Bab 40, Obat-Obat Asma, boks
Radikal-Radikal Bebas).
Cyclo-oxigenase yaitu enzim pusat
pada proses ini dan terdiri dari dua iso-enzim,
yakni COX-1 dan COX-2, dengan berat molekul dan daya enzimatik yang sama. COX-1
ada di kebanyakan jaringan, antara lain
di pelat-pelat darah, ginjal dan saluran cerna.
Zat ini berperan pada antara lain pemeliharaan
perfusi ginjal, perlindungan mukosa lambung
dengan membentuk bikarbonat dan lendir,.
serta juga menghambat produksi asam.
COX-2 dalam keadaan normal tidak ada di jaringan, tetapi dibentuk oleh sel-sel
radang selama proses peradangan; kadarnya
dalam sel meningkat sampai 80 kali. Menurut
perkiraan penghambatan COX-2-lah yang
memberikan NSAIDs efek anti-radangnya.
Penghambatan COX-1 menghindari pembentukan prostacyclin (PgI2
) yang bekerja
melindungi mukosa lambung dan ginjal, sehingga demikian bertanggung jawab untuk
efek samping iritasi lambung-usus serta nefrotoksisitasnya. Atas dasar ini telah dikembangkan NSAIDs selektif, yang terutama
menghambat COX-2 dan kurang atau tidak
memengaruhi COX-1, sehingga PgI2 tetap
dibentuk dan iritasi lambung-usus dihindari.
Obat ini dinamakan penghambat COX-2
selektif dan yang kini dikenal yaitu senyawa-senyawa coxib rofecoxib, valdecoxib, celecoxib, etorixoxib dan parecoxib. Dua obat
dengan selektivitas lebih rendah yaitu nabumeton dan meloxicam.
Penggolongan. Jenis prostaglandin yang dikenal termasuk dalam 3 kelompok, yaitu:
a. Prostaglandin A-F (PgA-PgF), yang dapat
dibentuk oleh semua jaringan.
Yang terpenting yaitu PgE2 dan PgF2.
Setiap Pg memiliki nomor sebanyak jumlah
ikatan tak-jenuhnya, bila perlu dengan tambahan alfa atau beta tergantung dari posisi
rantai sisinya dalam ruang. Misalnya, PgE2a
yaitu stereoisomer-alfa dengan 2 ikatan tak-
jenuh. Zat-zat ini berefek meradang melalui
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh dan membran sinovial.
Selain itu reseptor nyeri disensibilisasi hingga
efek dari mediator lain (histamin, bradykinin
dan lain-lain) diperkuat. Zat ini sendirinya
tidak mengakibatkan nyeri.
* PgE2
dan terjadinya tumor. PgE2
berkhasiat
menstimulasi pertumbuhan tumor dan ada dalam kadar tinggi di mukosa usus.
Penghambatan sintesisnya untuk waktu yang
lama menghasilkan efek antitumor kuat terhadap kanker di usus besar dan rectum. Sifat
ini khusus ada pada NSAIDs dengan
siklus enterohepatik, seperti indometasin
dan piroxicam. Supresi langsung dari pelepasan bradykinin, penghambatan migrasi
dan fagositosis dari granulosit juga memegang peranan.
b. Prostacyclin (PgI2
) dibentuk terutama di
dinding pembuluh. Berefek vasodilatasi
(bronchi, lambung, rahim, dan lain-lain) dan
antitrombotik, juga memiliki efek protektif
terhadap mukosa lambung. Pada perokok
dan pasien tukak lambung produksi PgI2
menurun.
c. Tromboxan (TxA2
, TxB2
) khusus dibentuk
dalam trombosit. Berefek vasokonstriksi (antara lain di jantung) dan menstimulasi agregasi
pelat darah (trombotik).
Dalam otak prostaglandin dibentuk sebagai
reaksi terhadap zat-zat pirogen berasal dari
bakteri (infeksi). Pg menstimulasi pusat regulasi suhu di hipotalamus dan menimbulkan
demam.
Di rahim Pg mengakibatkan kontraksi
dengan menimbulkan kekurangan darah
(ischaemia) dari otot rahim, yang mengakibatkan nyeri hebat. Keadaan ini timbul sewaktu gangguan haid (dysmenorrea primer),
pada mana kadar Pg di endometrium sangat
meningkat. Akibatnya reseptor nyeri di rahim
disensibilisasi, yang menyebabkan kontraktilitas berlebihan dan nyeri seperti kolik.
Selain itu zat ini juga dapat mengakibatkan
nyeri kepala, nausea, muntah dan diare, yang
intensitasnya berkaitan langsung dengan
kadar Pg.
berdasar efek kontraksinya di rahim,
prostaglandin sudah banyak dipakai di
kebidanan untuk menginduksi persalinan.
Zat ini juga dapat menimbulkan abortus
sesudah bulan ketiga, misalnya pada kematian janin. Zat yang dipakai yaitu dinoprost = PgF2a(Prostin) dan dinoproston =
PgE2 (Prostin E2
).
B. Leukotriën
Leukotriën LTB4
, LTC4
, LTD4
dan LTE4 adalah senyawa sisteinil (sulfidopeptida) yang
dibentuk sebagai hasil metabolisme asam
arachidonat. Zat-zat ini juga yaitu
mediator radang dan nyeri. Melalui jalur
lipoksigenase terbentuk LTA4
tidak stabil,
yang oleh hidrolase diubah menjadi LTB4
atau LTC4
. Yang terakhir dapat diubah lagi
menjadi LTD4
dan LTE4
, lihat skema berikut
ini.
Gambar 21-3: Skema pembentukan
zat-zat leukotriën
LTB4 khusus disintesis di makrofag dan
neutrofil alveoler dan bekerja chemotaxis
(taxis-bergerak, terpengaruhi oleh chemo: zat
kimiawi) yaitu menstimulasi migrasi leukosit
dengan meningkatkan mobilitas dan fungsinya. Tertarik oleh leukotriën, leukosit dalam
jumlah besar menginvasi daerah peradangan
dan mengakibatkan banyak gejala radang.
NSAIDs hampir tidak dapat merintangi
pembentukan LT dan efek chemotaxis granulosit tersebut, oleh karena itu gejala radang
tidak dapat dihilangkan dengan tuntas oleh
senyawa-senyawa ini. Sintesis LTB4 melalui
lipoksigenase dapat secara tak-langsung ditingkatkan oleh penghambatan COX.
LTC4
, LTD4
dan LTE4
terutama dibentuk di
mastcells dan granulosit eosinofil, berkhasiat vasokonstriksi di bronchi dan mukosa
lambung, juga meningkatkan hiper reaktivitas bronchi dan permeabilitas pembuluh
paru dengan menimbulkan udema. Berdasarkan peranannya sebagai mediator peradangan pada pathofisiologi asma, telah dikembangkan zat-zat yang bersifat antagonis
leukotriën, a.l. montelukast (lihat Zat-zat antileukotriën) dan anakinra (Kineret). Anakinra
yaitu LT1
-receptorblocker, yang dibuat via
teknik rekombinan DNA dan dipakai
dalam kombinasi dengan metotreksat pada
kasus medis yang sulit. Pada pasien rema
ada kadar LT1 meningkat di cairan sinovial dan plasma (Ph Wkbl 2002;137:710).
Leukotriën juga memegang peranan pada
pathogenesis penyakit kulit psoriasis.
Mekanisme kerja NSAIDs
dan kortikosteroid
Cara kerja NSAIDs untuk sebagian besar
berdasar hambatan sintesis prostaglandin, pada mana kedua jenis siklo-oxygenase
diblokir. NSAID ideal hendaknya hanya
menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak
COX-1 (perlindungan mukosa lambung), lagi
pula menghambat lipooxygenase (pembentukan leukotriën). Meskipun sejak akhir tahun 1980-an telah diupayakan secara intensif, hingga kini obat ideal demikian belum
ditemukan. Dewasa ini hanya tersedia tiga
obat dengan kerja agak selektif, artinya lebih
kuat menghambat COX-2 daripada COX-
1, yaitu COX-2 inhibitors nabumeton dan
meloxicam. Celecoxib(Celebrex,1999) diklaim
tidak menghambat COX-1 sama sekali pada
dosis biasa, tetapi efek klinik mengenai keamanannya terhadap mukosa lambung belum
dipastikan dengan tuntas. Diklofenac, naproksen dan ketoprofen juga kurang lebih
bekerja selektif, sedangkan sulfasalazin diperkirakan menghambat kedua enzim COX.
* Antagonis leukotriën. Banyak riset juga
dilakukan untuk mengembangkan antagonis
leukotriën, yang dapat dipakai sebagai obat
antiradang pada rema dan asma.Contohnya
yaitu LT-receptorblocker mon-telukast
(Singulair) dan zafirlukast (Accolate). Lihat juga
Bab 40, Obat-obat asma, Anti-leukotriën.
* Kortikosteroid berefek menghambat fosfolipase, sehingga pembentukan prostaglandin
maupun leukotriën dirintangi. Oleh karena
itu efeknya terhadap gejala rema lebih baik
daripada NSAIDs. Keberatannya yaitu efek
sampingnya yang lebih berbahaya pada dosis
tinggi dan pemakaian lama.
Efek samping. Sejumlah efek samping berkaitan dengan penghambatan sintesis prostaglandin yang terutama timbul pada lambung-usus, ginjal dan fungsi trombosit. Frekuensinya berbeda-beda untuk berbagai obat
dan pada umumnya efek-efek ini meningkat
dengan besarnya dosis dan jangka waktu
pemakaian , terkecuali efeknya terhadap
trombosit.
a. efek ulcerogen: mual, muntah, nyeri lambung, gastritis, tukak lambung-usus dan
perdarahan samar (occult) yang disebabkan oleh perintangan sintesis prostacyclin
dan kehilangan daya pelindungnya. Karena perintangan ini bersifat sistemik,
maka efek ini juga terjadi pada penggunaan rektal! Risikonya besar terutama
pada mereka di atas 60 tahun, khususnya kaum wanita. pemakaian serentak
dari kortikosteroid meningkatkan risiko.
Profilaksis dapat dilakukan dengan pemberian misoprostol sebagai substitusi PgI2
dengan efek protektif terhadap mukosa.
Juga antagonis reseptor-H2 (H2-blocker:
ranitidin, simetidin) dan penghambat pompa proton (omeprazol, pantoprazol) banyak
dipakai untuk maksud ini28-29.
Obat dengan masa paruh panjang mengakibatkan risiko gangguan lambung usus
lebih besar daripada obat dengan masa
paruh pendek. Obat yang terbanyak menimbulkan keluhan lambung-usus serius
yaitu indometasin, azapropazon dan
piroksikam. Obat dengan jumlah keluhan
sekitar separuhnya yaitu ketoprofen, naproksen, flurbiprofen, sulindac dan diklofenac, sedangkan ibuprofen paling sedikit.
b. gangguan fungsi ginjal: insufisiensi, nefritis interstisiil dan kelainan pada regulasi
air dan elektrolit (udema, hiperkaliëmia).
Prostaglandin mengatur volume darah
yang mengalir melalui ginjal (perfusi).
Zat ini juga menghalangi vasokonstriksi
dalam ginjal terlampau kuat pada misalnya pasien gagal-jantung, cirrosis hati dan
penyakit ginjal kronis. Karena terhambatnya sintesis Pg, maka perfusi dan laju
filtrasi glomeruler berkurang dengan efekefek tersebut. Para lansia sangat peka untuk efek ginjal ini dan dapat menderita
nefritis irreversibel, khususnya pada indometasin. Efek diuretika dikurangi oleh
NSAIDs.
c. agregasi trombosit dikurangi sehingga
masa perdarahan diperpanjang. Efek ini
reversibel, kecuali pada asetosal
d. reaksi kulit: ruam dan urticaria relatif
sering terjadi pada diklofenac dan sulindac
e. bronchokonstriksi pada penderita asma
yang hipersensitif bagi NSAIDs
f. efek sentral: nyeri kepala, pusing, tinnitus (telinga berdengung), termangu-mangu, sukar tidur, adakalanya depresi dan
gangguan penglihatan
g. lain-lain: gangguan fungsi hati (khususnya diklofenac), gangguan haid (diklofenac, indometasin), jarang anemia aplastik
Wanita hamil tidak boleh diberikan NSAIDs
selama triwulan terakhir karena menghambat his dan memperlambat persalinan.
NSAID masuk ke dalam air susu, oleh karena
itu sebaiknya jangan dipakai selama laktasi. Pengecualiannya yaitu ibuprofen, flurbiprofen, naproksen dan diklofenac, yang pada
dosis biasa hanya timbul sedikit dalam air
susu ibu. Penderita asma dan gangguan lambung juga tidak boleh diberikan obat-obat ini.
Interaksi. NSAIDs yaitu asam-asam organik yang terikat kuat pada protein darah, yang
mampu menggeser obat-obat lain de-ngan PP
tinggi dan demikian memperkuat kerjanya.
Contohnya: antikoagulansia dan antidiabetika oral. Juga ekskresi dari asam-asam organik lain seperti penisilin, furosemida, HCT
dan metotreksat diperlambat, sehingga obatobat ini lebih lama kerjanya.
MONOGRAFI
A. ANALGETIKA ANTIRADANG
(NSAID)
A1. Asam mefenaminat: mefenamic acid, Menin, Ponstan, Mefinal
Derivat anthranilat (=o-aminobenzoat) ini
(1956) memiliki daya antiradang sedang,
±50% dari khasiat fenilbutazon. Plasma-t½-
nya 2-4 jam. Banyak sekali dipakai sebagai
obat antinyeri dan antirema, walaupun dapat
menimbulkan gangguan lambung-usus, terutama dispepsia dan diare pada orang-orang
yang sensitif. Tidak dianjurkan untuk anakanak.
Dosis: pada nyeri akut, pemula 500 mg
d.c./p.c., kemudian 3-4 dd 250 mg selama
maks. 7 hari.
A2. Celecoxib (Celebrex)
Derivat benzoilsulfonamida ini (1998) adalah NSAID pertama dengan khasiat menghambat selektif COX-2. Pada dosis biasa
Cox-1 tidak dirintangi, oleh karena itu PgI2
dengan khasiat protektifnya terhadap mukosa lambung-usus tetap dibentuk sehingga
praktis tidak menyebabkan efek buruk pada
lambung-usus. sesudah diserap mencapai
kadar darah maksimal sesudah 2-3 jam. PP
97%, masa paruh eliminasi 8-12 jam. Dalam
hati diubah menjadi metabolit inaktif yang
dikeluarkan dengan urin. Wanita hamil dan
laktasi tidak dianjurkan minum obat ini. Flukonazol menghambat perombakannya, maka
dosisnya perlu dikurangi dengan 50%.
Berkaitan dengan efek jantung yang berbahaya akibat senyawa coxib lainnya, maka
hendaknya dipakai dengan dosis serendah
mungkin untuk jangka waktu singkat. Pasien
jantung, hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes harus berhati-hati minum obat ini.
Dosis: 2 dd 100-200 mg p.c.
* Etoricoxib (Arcoxia). Derivat ini (2002)
sama khasiat dan efek sampingnya dengan
celecoxib, begitu pula kontra-indikasinya.
Efek samping khas dari obat ini yaitu meningkatkan tekanan darah. Dapat dipakai
pada encok akut.
Dosis: artrosis 1 dd 60 mg, rema 1 dd 90 mg
dan encok akut 1 dd 120 mg untuk maks. 8
hari.
A3. Diklofenac: Voltaren, Cataflam, Flamar,
*Arthrotec
Derivat fenilasetat ini (1974) termasuk
NSAID yang terkuat daya antiradangnya
tetapi dengan efek samping yang lebih lemah
dibandingkan dengan obat lainnya (indometasin, piroxicam). Sering kali dipakai untuk berbagai jenis nyeri, juga pada migrain
dan encok. Lagi pula melalui parenteral sangat efektif untuk menanggulangi nyeri
kolik hebat (kandung kemih dan kandung
empedu). Kerusakan hati fatal telah dilaporkan.
Resorpsi dari usus cepat dan lengkap, tetapi
BA-nya rata-rata 55% akibat FPE besar. Efek
analgetiknya dimulai sesudah 1 jam, melalui
rektal dan intramuskuler lebih cepat, masingmasing sesudah 30 dan 15 menit. Penyerapan
garam-K (Cataflam) lebih cepat daripada garam-Na. PP di atas 99%, plasma-t½ ±1 jam.
Ekskresi melalui urin berlangsung untuk 60%
sebagai metabolit dan untuk 20% dengan
empedu dan feses.
Dosis: oral 3 dd 25-50 mg garam-Na/K d.c./
p.c., rektal 1 dd 50-100 mg, i.m. pada nyeri
kolik atau serangan encok 1-2 dd 75 mg selama 1-3 hari. Pra- dan pasca-bedah (“staar”,
bular mata) dalam 0,1% tetes mata 3-5 x 1 tetes, juga dalam krem/gel 1 %. pemakaian diklofenak sebagai obat luar misalnya dalam
bentuk gel pada osteoartritis lutut dan tangan,
ternyata sama efektifnya dengan penggunaan per oral. Terutama bagi lansia dengan
risiko efek buruk bagi lambung (perdarahan
lambung), pemakaian topikal lebih aman
dibanding pemakaian secara sistemik.
A4. Fenilbutazon: Butazolidin, Irgapan, *Pehazon, *New Skelan
Derivat pyrazolidin ini (1949) sebagai penghambat sintesis prostaglandin, berkhasiat antiradang lebih kuat daripada kerja analgetiknya. Juga berkhasiat urikosurik lemah,
tetapi kini tidak dipakai lagi dalam terapi
encok. Karena efek buruknya terhadap darah, pemakaian nya sudah banyak terdesak. Dewasa ini khusus dianjurkan hanya
pada kasus-kasus tertentu yang tidak dapat
ditanggulangi oleh NSAIDs lainnya, misalnya
pada p. Bechterew dan Sindrom Reiter.
Resorpsi di usus baik, PP 98%, plasma-t½
rata-rata 77 jam, dari oksifenbutazon 77 - 105
jam (pada lansia). Di dalam hati zat ini diubah
menjadi metabolit aktifnya oksifenbutazon
dan hidroksifenbutazon, yang dimetabolisasi lebih lanjut dan dikeluarkan terutama
melalui urin.
Efek sampingnya timbul pada rata-rata 30%
dari pasien dan tidak tergantung dari dosis.
Yang terpenting yaitu supresi sumsum tulang parah, dengan agranulositosis, anemia
aplastik (dengan angka kematian tinggi!),
leukopenia dan kelainan darah lainnya. Yang
sering terjadi yaitu keluhan lambung, pusing, reaksi alergi pada kulit dan udema
akibat resorpsi kembali dari natrium dan air
sehingga volume plasma meningkat. Gangguan fungsi hati, kerusakan ginjal dan
memburuknya tukak lambung serta perforasi
jarang terjadi. Pembesaran tiroid dengan
hipotirosis telah dilaporkan.
Dosis: di atas 14 tahun oral 1 dd 300-400 mg
d.c./p.c. selama 1 minggu, pemeliharaan 1 dd
100-200 mg. Pemantauan darah secara teratur
mutlak dilakukan.
* Oksifenilbutazon (Sponderil, Tanderil) adalah metabolit hidroksi (1955) dengan khasiat dan sifat hampir sama, terkecuali tidak berdaya urikosurik. Pada tahun 1985,
di kebanyakan negara Barat obat ini telah
ditarik dari peredaran, karena banyak disalahgunakan sebagai analgetik umum.
Dosis: oral 1 dd 200-300 mg d.c./p.c. selama
1 minggu, pemeliharaan 1 dd 100 mg pagi
hari.
* Skelan : Ca fenilbutazon 200 dan karisoprodol 125 mg
A5. Ibuprofen: Brufen, Arthrofen, Proris, Advil
Obat dari kelompok propionat (1969) ini
yaitu NSAID pertama yang paling banyak
dipakai , berkat efek sampingnya yang
relatif ringan dan status OTC-nya di kebanyakan negara. Zat ini yaitu campuran
rasemis, dengan bentuk dekstro yang aktif.
Khasiat analgetik dan antiradangnya cukup
baik dan sudah banyak mendesak salisilat
pada penanganan rema yang tidak begitu
hebat dan gangguan alat gerak. Ibuprofen 400
mg oral sama efeknya dengan 500 mg rektal.
Resorpsi dari usus cepat dan baik (±80%),
resorpsi rektal lebih lambat. PP 90-99%,
plasma-t½ ±2 jam. Ekskresi berlangsung terutama sebagai metabolit dan konyugatnya.
Dosis: nyeri (haid), demam dan rema, permulaan 400 mg p.c./d.c., lalu 3-4 dd 200-400 mg,
demam pada anak-anak: 6-12 bulan 3 dd 50 mg,
1-3 th 3-4 dd 50 mg, 4-8 th 3-4 dd 100 mg,
9-12 th 3-4 dd 200 mg. Pada migrain singledose 600 mg, 15-30 menit sesudah diberikan
domperidon atau metoklopramida.
Rektal: 3-4 dd 500 mg.
* Ketoprofen (Profenid, Orudis, Oscorel) yaitu
derivat benzoil (1973) yang sedikit lebih kuat
khasiatnya. Sifat-sifat lainnya hampir sama
dengan ibuprofen. Efek samping lebih sering
terjadi. Dosis: 1-3 dd 25-50 mg p.c./d.c., pada
rema 2-4 dd 25-50 mg, rektal 2-3 dd 100 mg.
A6. Indometasin: Confortid, Indocid
Derivat indolilasetat ini (1963) berkhasiat
sangat kuat, dapat disamakan dengan diklofenac, tetapi lebih sering menimbulkan efek
samping, khususnya efek ulcerogen dan perdarahan occult. pemakaian nya juga sama,
termasuk dalam tetes mata untuk mencegah
udema macula lutea (bercak kuning di selaput jala) sesudah pembedahan bular mata
(cataract, “staar”). pemakaian lokal dari gel
3% diberitakan efektif terhadap nyeri sendi
(jari-jari).
Resorpsi dari usus cepat dan lengkap; via
rektum tergantung basis suppositoria-nya
(Carbowax) dan dapat menurun sampai 60%.
Efek samping berupa gejala umum, terutama
pada permulaan dan pada dosis tinggi sering kali terjadi gangguan lambung-usus
dan efek sentral, seperti nyeri kepala, perasaan tidak teratur, rasa lelah dan depresi.
Dosis: oral 2-3 dd 25-50 mg d.c./p.c., maks.
200 mg sehari, rektal 1-2 dd 100 mg, i.m.
sebagai permulaan terapi 25-100 mg garamNa. Okuler untuk profilaksis udema: 3-5x 1 tetes
sebelum dan sesudah pembedahan.
Dosis: oral 1-2 dd 100-200 mg d.c./p.c.
A7. Naproksen: Naxen, Naprosyn.
Derivat 6-metoksi-2-naftil dari propionat
(1973) ini berkhasiat analgetik dan antiradang
baik, maka sering dipakai pada berbagai
keadaan nyeri, juga untuk mengatasi serangan encok akut. Di banyak negara obat
ini dapat dibeli bebas (seperti ibuprofen dan
diclofenac).
Resorpsi dari usus cepat dan lengkap, mulai
kerjanya sesudah 1 jam dan bertahan 7 jam.
PP lebih dari 99%, plasma-t½ panjang (10-16
jam). Ekskresi terutama melalui urin sebagai
konyugatnya.
Dosis: oral dan rektal 2 dd 375-500 mg
(garam-Na) d.c./p.c., nyeri haid permulaan
500 mg, lalu 2-3 dd 250 mg. Serangan encok:
permulaan 750 mg, sesudah 8 jam 500 mg, lalu
setiap 8 jam 250 mg. Migrain: sekaligus 1000
mg 15-30 menit sesudah minum domperidon
atau metoklopramida. Juga dalam krem/gel
1%.
* Nabumeton (Goflex, Mebutan) yaitu juga
derivat 6-metoksi-2-naftil, dengan rumus mirip naproksen (1985) tetapi tidak bersifat
asam. Prodrug ini memiliki khasiat antiradang lemah yang agak selektif, artinya lebih
kuat menghambat COX-2 daripada COX-1.
Karena itu efek sampingnya terhadap lambung lebih ringan. Dari usus diserap untuk
90%, PP- tinggi (±98%), ekskresi untuk 80%
melalui kemih. Dalam hati diubah menjadi
metabolit aktif 6-MNA (6-metoksi-2-naftilasetat) dengan masa paruh ±25 jam. Dosis: 1
dd 1000 mg malam hari, maks. 2 dd 1000 mg;
manula 500 – 1000 mg.
A8. Piroxicam: Feldene, Pirofel, *Brexine
Derivat benzothiazin ini (1979) berkhasiat
analgetik, antipiretik, antiradang kuat dan
bekerja lama (plasma-t½ rata-rata 50 jam).
Kompleksnya dengan betadex (= cyclodextrin)
(Brexine) lebih cepat resorpsinya dari usus,
tetapi diperlambat oleh makanan. Obat ini
sering dipakai untuk nyeri haid dan
serangan encok.
Dosis: oral, rektal dan i.m. 1 dd 20 mg (d.c./
p.c.); dysmenorrea primer: 1 dd 40 mg selama 2
hari, lalu bila perlu 1 dd 20 mg. Pada serangan
encok: permulaan 40 mg, lalu 2 dd 20 mg
selama 4-6 hari.
* Tenoxicam (Tilflam) yaitu juga derivat
oxicam (1986) dengan khasiat dan sifat yang
mirip piroxicam. Plasma-t½ lebih panjang,
rata-rata 72 jam. Dosis: oral 1 dd 20 mg, pemeliharaan 1 dd 10 mg d.c.
* Meloxicam (Movi-Cox) yaitu derivat oxicam (1995) yang agak selektif menghambat
COX-2 lebih kuat daripada COX-1, sehingga
kurang merangsang mukosa lambung. Plasma-t½ 20 jam. Dosis: oral 1 dd 7,5-15 mg d.c.
B . OBAT-OBAT BUKAN NSAID
B1. Benzidamin: Tantum
Struktur derivat imidazol ini (1964) mirip
rumus indometasin, tetapi mekanisme kerja
antiradangnya berlainan dari analgetika antiflogistik dan kortikosteroid. Oleh karena
itu obat ini tidak dipakai sebagai obat
rema, tetapi terhadap peradangan dan pembengkakan sesudah pembedahan atau trauma,
misalnya luka akibat olahraga (jatuh, keseleo,
dan sebagainya), juga sebagai obat kumur
pada radang mulut dan tenggorok (stomatitis,
pharyngitis).
Resorpsi dari usus agak lambat, plasma-t½
±2 jam, PP agak besar.
Efek samping agak ringan dan berupa gangguan lambung-usus, kadang-kala juga
penglihatan ganda, tachycardia dan debar
jantung (palpitasi). Pada pemakaian lokal
(krem 3%) dapat terjadi iritasi.
Dosis: oral 2-3 dd 50 mg garam-HCl p.c.,
anak-anak 25-50 mg sehari. Sebagai obat kumur 0,15%: 6 dd 15 ml, juga sebagai krem 5%.
B2. Glucosamin dan chondroitin: Oste, Osteotin30, OsteoBiflex
Kombinasi ini kini banyak dipakai pada
artrose kronis dengan efek menghilangkan
atau meringankan nyeri dan memperbaiki
fungsi sendi. Pembentukan tulang rawan
baru distimulasi sedangkan perombakannya
dihindari, cacat tulang rawan juga diperbaiki.
Dengan demikian kombinasi ini berkhasiat
menghentikan proses artrose.
Belum tersedia data apakah monoterapi
dengan salah satu zat tersendiri menghasilkan efek yang sama dengan kombinasinya.
Suatu studi baru-baru ini telah menunjukkan
bahwa kombinasi ini tidak efektif pada ar- trosis lutut yang nyeri. Tetapi yang digunakan pada studi tersebut yaitu garam HCl
dari glukosamin dan bukan sulfatnya, yang
pada banyak penelitian lain sudah membuktikan keampuhannya.
Ref. 1. Clegg DO et al. Glucosamin, chond-roitin
sulfate and the two in combination for
painful knee osteoarthtritis . N Engl J Med
2006;354:795-808
2. Timmerman H. Effectiviteit van voedingssupplementen bij artrose: de twij-fel
blijft. Ned Tijdschr Geneeskd 2006: 150: 1800-
01).
* Glucosaminsulfat (GS) yaitu zat alamiah
yang ada dalam tubuh dan berbagai
bahan makanan, khususnya daging hewan.
Struktur kimianya terdiri dari glukosa dan
glutamin yang sangat penting bagi pemeliharaan keseimbangan dari susunan tulang
rawan. Hal ini dicapai antara lain melalui
stimulasi pembentukan proteoglycan baru
dan dengan demikian mencegah penyusutan tulang rawan. Di samping itu obat ini
berkhasiat menghilangkan rasa nyeri dan
memperbaiki fungsi sendi yang sudah terkena artrose. Glucosamin juga mampu “mereparasi” tulang rawan yang sudah cacat.
Kinetik. Resorpsi 80%, di lambung terionisasi tuntas dan glucosamin bebas tersedia
untuk diserap di usus kecil. BA hanya 25%
karena FPE dalam hati dirombak menjadi
CO2, air dan urea.
* Chondroitinsulfat (CS) bersifat menarik
air dan juga menstimulasi produksi proteoglycan, GAG dan kolagen, juga mendorong
proteoglycan untuk mengikat air yang perlu
bagi kelenturan sendi. CS juga berperan
pada inaktivasi dari enzim-enzim tertentu
yang merombak tulang rawan. Berhubung
masa paruh kedua obat singkat, sebaiknya
diminum minimal 3 kali sehari. Kombinasi
kedua obat juga dianjurkan untuk prevensi
artrose pada orang berisiko tinggi, yaitu
orang gemuk atau dengan pembawaan/
keturunan (genetik) atau mereka dengan profesi yang membebankan sendi seperti penari
balet atau sesudah cedera hebat pada sendi.
Dosis tergantung dari berat badan: antara
45-75 kg 3 dd 500 mg GS + 400 mg CS d.c.
Efek baru tampak sesudah 3–4 minggu. sesudah
gejala berkurang dosis dapat diturunkan
sampai dosis pemeliharaan 1-2 x sehari.
B3. Misoprostol: Cytotec, *Arthrotec
Ester metil dari prostaglandin-E1
ini (1985)
berkhasiat menghambat produksi asam lambung dan melindungi mukosa (cytoprotective). Selain itu meningkatkan sekresi mucus
dan bikarbonat serta memperbaiki sirkulasi
darah di mukosa lambung. Misoprostol khusus dipakai untuk prevensi tukak lambung selama pemakaian NSAIDs pada mana ada kekurangan prostasiklin yang
berefek melindungi. Dibandingkan zat-zat
penghambat asam (H2
-blockers) obat ini
kurang efektif untuk prevensi tukak.
Resorpsi cepat dan baik. Di dalam hati zat
ini dirombak menjadi metabolit aktif asam
misoprostolat dengan PP ±85% dan t½ 20-40
menit. Ekskresi berlangsung terutama lewat
urin dan sebagian kecil dengan feses.
Efek samping sering kali berupa diare (selewat) dan gangguan lambung-usus lain (mual,
dispepsi, nyeri perut, flatulensi), sakit kepala,
pusing-pusing, dysmenorrea dan perdarahanantara (“breakthrough” bleeding). Wanita
hamil tidak boleh diberikan obat ini karena
risiko kontraksi uterus. Obat ini juga digunakan untuk terminasi kehamilan pada kasuskasus tertentu. (Am.J.Obstetr.Gyne-col. 2003;
189:710-13).
Dosis: sebagai pencegah tukak 2 dd 200-400
mcg, bersama suatu NSAID.
*Arthrotec = diklofenac Na 50 + misoprostol
0,2 mg
B4. Metilsulfonilmetan: MSM32
MSM yaitu senyawa sulfur alamiah yang
ada dalam semua organisme hidup,
mis. daging, susu hewan, sayur-mayur dan
buah-buahan segar (1-4 mg/kg). MSM adalah sumber sulfur terpenting bagi manusia
untuk pembentukan a.l. tulang rawan, keratin
(kulit, rambut dan kuku) dan beberapa asam
amino esensial (sistein, metionin dan taurin).
dipakai dalam kedokteran alternatif terutama sebagai zat antinyeri dan antiradang pada rema dan artrosis, untuk menghambat degenerasi dan memelihara tulang
rawan serta kelenturan sendi. MSM memper-
kuat efek dari kombinasi glukosamin dan
chondroitin.
Kimia. MSM (DMSO2
) yaitu produk oksidasi dari DMSO (dimetilsulfoksida) suatu
jenis pelarut bagi SO2
dan gas-gas lain dengan khasiat antioksidan, antiradang dan
analgesik lebih kuat daripada MSM. MSM
bersifat menguap, maka kadarnya menurun
bila disimpan. lama atau diolah (pemanasan
atau pendinginan).
Khasiatnya analgetik, antiradang, relaksasi
otot dan vasodilatasi. Juga berkhasiat mereparasi cross-linking dalam kolagen, yang
umumnya timbul pada parut luka, sehingga
menjadi lentur dan tidak mengeras. Lagipula
mengurangi berbagai reaksi alergi (makanan, inhalasi dan kontak) melalui pengikatan
pada mukosa saluran cerna. Dengan demikian terjadi suatu lapisan protektif sehingga histamin yang dilepaskan mastcells tidak
dapat menempati reseptor-reseptor mukosa
lagi. Di samping ini MSM juga berkhasiat antioksidans dan menstimulasi sistem
imun. Masa paruhnya 48 jam, efek sampingnya tidak dilaporkan, bahkan pada dosis
tinggi sekali. Untuk rema dan artrosis MSM
bermanfaat untuk meringankan rasa nyeri
kronis dan juga memperkuat efek dari
kombinasi glukosamin dan chondroitin.
Dosis: pertama kali 3 dd 750 – 1000 mg d.c,
sesudah 4 -6 minggu atau bila keluhan sudah
berkurang 2 dd 750-1000 mg, pemeliharaan
1 dd 1000 mg; dosis maks. 8 g sehari. Anakanak di bawah usia 12 tahun diberikan dosis
separuhnya. Berhubung efeknya (merangsang energi) sebaiknya jangan diminum pada
waktu akan tidur.
C. DMARDs
C1. Sulfasalazin: salazosulfapiridin, Sulcolon,
Salazopyrin
Senyawa dari mesalazin (5-ASA) dan sulfapiridin ini (1944) disintesis sebagai obat
rema (Dr Svarts, Swedia), tetapi terdesak oleh
obat lain seperti senyawa emas dan kortikosteroid. sesudah ditemukan efektivitasnya
terhadap peradangan usus kronis (Crohn,
colitis), obat ini banyak dipakai untuk
terapi gangguan-gangguan tersebut. Akhir
tahun 1970-an, sufasalazin diselidiki lebih
lanjut dan segera dipakai kembali sebagai obat rema DMARD. Dewasa ini merupakan pilihan pertama bersama MTX untuk dipakai pada rema aktif. Efeknya
agak cepat dan sudah nyata dalam waktu
4 minggu, dengan efek yang lebih ringan
dibanding obat DMARD lainnya.
Efek antiradang dari mesalazin pada colitis diperkirakan berdasar efek langsung
terhadap mukosa usus yang berakibat penghambatan sintesis prostaglandin (dan leukotriën). Pada proses ini pelepasan sitokin
oleh limfosit dan inaktivasi radikal oksigen
memegang peranan penting. Sulfasalazin
sebagai molekul utuh berefek baik pada penyakit Bechterew (dan rema).
Kinetik. Dalam usus zat ini dirombak secara
enzimatis menjadi kedua komponennya. Sulfapiridin diresorpsi hampir tuntas, sedangkan mesalazin hanya untuk 30%. Dalam hati
dimetabolisasi untuk kemudian diekskresi
melalui urin dan feses. Lihat juga Bab 8, Sulfonamida.
Efek samping agak sering terjadi dan berupa
mual, muntah, anoreksia, nyeri kepala, demam dan erythema. Yang lebih serius yaitu
kelainan darah dan supresi sumsum tulang,
juga oligospermia dan infertilitas (reversibel).
Dosis: 1 dd 500 mg d.c. selama 5-7 hari, dinaikkan setiap 5-7 hari dengan 500 mg sampai 2 g sehari, maksimal 3 g/hari.
C2. Klorokuin (F.I.) : Resochin, Nivaquin.
Selain pada rema, derivat 4-aminokuinolin
ini (1934) dipakai juga terhadap malaria
(terapi dan profilaksis), amebiasis hati dan
S.L.E. Mekanisme kerjanya berdasar pengikatan pada DNA/RNA di inti sel, penghambatan sintesis protein dan antibodiesautoimun patologik. Obat ini ditimbun dalam
kadar tinggi di hati, limpa, paru serta ginjal
dan terikat pada sel-sel yang mengandung
melanin (pigmen cokelat-hitam) seperti mata
dan kulit. Lihat selanjutnya Bab 11, Obat-obat
Malaria, Obat-obat tersendiri.
Kinetik. Sifat farmakokinetiknya yang terpenting yaitu plasma-t½ yang sangat panjang, antara 3-6 hari. Pada pemakaian kronis
bahaya kumulasi besar sekali dan dianjurkan
untuk menghentikan pengobatan 2 hari se- tiap minggu. Sifat penting lainnya yaitu
afinitasnya untuk retina dan berbagai jenis
jaringan tubuh lain, antara lain sel-sel darah
(granulosit, dan lain-lain).
Efek samping pada terapi lama berupa gangguan lambung-usus, reaksi kulit, sakit kepala
dan pusing. Yang lebih serius yaitu penglihatan menjadi guram akibat endapan di
kornea (reversibel), juga retinopati akibat
penggeseran pigmen yang dapat mengakibatkan kebutaan, ketulian irreversibel dan
kelainan darah. Oleh karena itu kondisi mata
dan gambaran darah harus selalu diawasi
secara teratur. Overdosis dapat mengakibatkan konvulsi, berhentinya pernapasan dan
jantung.
Dosis: pada rema permulaan 150-300 mg
d.c. sehari (garam difosfat/sulfat) selama
7-10 hari, pemeliharaan 100-200 mg sehari.
* Hidroksiklorokuin (Plaquenil) yaitu derivat dengan khasiat sama tetapi kurang toksik
bagi mata, sehingga lebih banyak dipakai
untuk terapi jangka panjang.
Dosis: permulaan oral 2 dd 200 mg (garamsulfat), sesudah 1-3 bulan 1 dd 200 mg.
C3. Kortikosteroid
Glukokortikoid berkhasiat antiradang kuat
dengan efek agak cepat; pada dosis yang lazim dipakai untuk A.R. tidak bekerja anti-erosif. Mekanisme kerjanya sebagian berdasarkan atas hambatan fosfolipase yang
mengakibatkan rintangan sintesis prostaglandin maupun leukotriën. Mungkin juga
berdasar stabilisasi lisosom lekosit
dengan efek fagositosis dan berkurangnya
aktivitas cyclic GMP(lihat Gambar 46-1). Keberatan obat-obat ini yaitu bila dipakai
kronis terjadi susut tulang (osteoporosis) akibat perombakan tulang yang meningkat dan
pembentukannya berkurang dengan akibat
bertambahnya risiko fraktur. Lihat juga Bab
46, Kortikosteroid.
pemakaian pada umumnya peroral bersama suatu zat imunosupresif atau sebagai
injeksi di sendi.
* Per oral terutama dipakai deksametason,
betametason dan prednisolon, yang memiliki
efek mineralokortikoid ringan (retensi garam
dan air). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa prednisolon 7,5 mg/hari selama 6 bulan mengurangi nyeri, memperbaiki fungsi
jari-jari tangan dan sangat menghambat proses pemburukan penyakit.
* Melalui intra-artikuler hanya dipakai di
sendi-sendi besar yang membengkak, nyeri
dan kebal terhadap terapi lain. Efek baiknya
dapat bertahan bulanan. Berhubung dengan
meningkatnya risiko infeksi dan kerusakan
pada tulang rawan, injeksi intra-artikuler tidak boleh dilakukan lebih dari dua kali pada
satu sendi.
Efek samping yang dikhawatirkan pada
pemakaian prednison dalam dosis rendah
untuk jangka waktu lama yaitu penyusutan
tulang, yaitu berkurang kepadatannya
dengan risiko besar akan fraktur. Penyusutan
ini dapat dihindari dengan kombinasi
vitamin D3 dengan kalsium 800UI/1000
mg sehari atau dengan senyawa bisfosfonat
(alendronat, risedronat).
Dosis lazimnya dibatasi sampai oral 5-10
mg prednisolon sehari karena di atas 10
mg timbul supresi sistem H-H-A. Di atas 20
mg malah dapat timbul perubahan tulang
(rawan). Deksametason (Oradexon) atau betametason (Benoson) oral 0,5-1 mg sehari. Intraartikuler triamsinolon 2,5-15 mg (fosfat: Kenacort A) atau deksametason 4-12 mg (Nafosfat: Oradexon, Fortecortin).
C4. Penisilamin: Cuprimin, Kelatin, Gerodyl
Derivat penisilin ini yaitu zat chelasi,
yaitu dapat mengikat logam berat secara kimiawi (Cu, Pb, Hg) dan mempermudah pengeluarannya dari tubuh (1953). Berkhasiat
antiradang serta antierosif dan dianggap sebagai obat slow-acting yang paling efektif.
Mulai kerjanya baru tampak sesudah 4-8
minggu. Plasma-t½ hanya ±1 jam. Selain pada
A.R. zat ini juga dipakai pada keracunan
logam berat dan penyakit Wilson (degenerasi
sel hati dengan endapan tembaga di kornea).
Efek samping sering terjadi dan berupa gangguan lambung-usus dan cita-rasa, reaksi
alergi dan yang lebih serius yaitu kelainan
darah, ginjal, paru dan saraf mata. Sering
kali terjadi defisiensi vitamin B6
, yang dapat
diatasi dengan pemberian piridoksin 25 mg/
hari.
Dosis: 1 dd 125-250 mg a.c., bila perlu setiap
1-3 bulan dapat dinaikkan dengan 125-250
mg sehari, maks. 1,5 g sehari.
C5. Auranofin: Ridaura
Senyawa emas-glukosa ini (1982) berkhasiat antiradang dan imunosupresif, juga
menghambat produksi faktor rema (IgM).
Dalam makrofag auranofin tidak mencegah
pelepasan enzim-enzim lysosomal, tetapi merintangi efeknya. Efektivitasnya dapat disamakan dengan klorokuin, tetapi kurang ampuh dibandingkan sediaan emas parenteral
aurothioglukosa (Auromyose) dan aurothiomaleat (Tauredon). Plasma-t½ panjang, 17-26
hari.
Efek samping hebat terutama pada sediaan
i.m sering kali mengakibatkan penghentian
dan gagalnya terapi. Sangat berbahaya karena tidak jarang menimbulkan kematian
disebabkan aplasia sumsum tulang dengan
kelainan darah (agranulositosis, leukopeni, anemia aplastik) dan gangguan ginjal (proteinuria).
Di samping itu timbul juga gangguan lambung-usus, reaksi kulit, pruritus, stomatitis
dan conjunctivitis.
Dosis: oral 2 dd 3 mg, sebaiknya 1 dd 6 mg,
maks. 9 mg/hari. Bila terjadi diare hebat 3 mg
sehari.
C6. Leflunomida: Arava
DMARD ini yaitu suatu prodrug yang
berkhasiat imunosupresif, antiproliferatif dan
antiradang. dipakai pada rema aktif dan
psoriasis. Efeknya baru nyata sesudah 4-6 minggu.
Absorpsinya baik, ±90%, keadaan stabil dicapai sesudah 3 hari. Metabolisme berlangsung cepat di mukosa usus dan di hati mengalami FPE, eliminasinya lambat, lewat urin
dan feses.
Efek sampingnya berupa imunodefisiensi
parah dengan kemunduran fungsi sumsum
tulang, leukopenia dan trombopenia, juga a.l.
insufisiensi ginjal, gangguan lambung-usus,
rambut rontok dan eksem.
D. IMUNOSUPRESIVA
Untuk mencegah sendi-sendi cepat aus, sitostatika imunosupresif sekarang di diberikan pada stadium dini dari rema aktif. Sebagai pilihan pertama dipakai metotreksat (atau sulfasalazin). Di samping khasiat
imunosupresifnya (menekan imunitas seluler dan humoral) obat-obat ini juga berkhasiat antiradang, yang mekanisme kerjanya
belum diketahui dengan jelas. Semua sitostatika bersifat teratogen dan karsinogen,
maka pada dasarnya tidak boleh diberikan
pada wanita di bawah usia 40-50 tahun.Lihat
selanjutnya Bab 14. Sitostatika.
*Metotrexat: MTX, Farmitrexat, Ledertrexat
Metotrexat dapat merintangi radang sendi
kronis dengan efek lebih cepat dan efektif
daripada azatioprin. Efek samping terpenting
yaitu penurunan daya tahan tubuh sehingga
sangat rentan terhadap infeksi, a.l. tbc. Obat
ini juga toksik bagi hati.
Dosis: oral, i.m. atau i.v. 3 x seminggu 2,5-5
mg dengan interval 12 jam, atau 1 x 10 mg.
Bila perlu dinaikkan setiap 6 minggu dengan
2,5 mg sampai maks. 25 mg seminggu.
*Azatioprin (Imuran) Dosis: oral 1 mg/kg/
hari dalam 1-2 dosis, bila perlu dinaikkan
setiap 4 minggu dengan 0,5 mg/kg, maks. 2,5
mg/kg/hari
*Siklofosfamida (Endoxan). Dosis: oral 1
mg/kg/hari, sering kali bersama prednison.
D1. Etanercept: Enbrel
Protein reseptor-TNF human ini (1998)
merintangi secara kompetitif pengikatan TNF
pada reseptornya di permukaan sel. Dilaporkan efektif pada rema parah untuk menghentikan erosi (efek DMARD). Masa paruh
±70 jam dan BA ±76%. Injeksi subkutan
menghasilkan efek sesudah 2 minggu.
Efek samping berupa a.l. infeksi saluran
pernapasan dan sinusitis, gangguan lambung-usus, sakit kepala dan pusing. Juga kelainan darah (anemia, leukopenia) dan gangguan saraf (demyelinisasi seperti pada MS).
Dosis: s.k. 2 x seminggu 25 mg.
D2. Infliximab: Remicade
Antibodi monoklonal chimeric (human-tikus) ini mengikat TNF dengan membentuk
kompleks stabil (1998). Terjadi imunosupresi
yang tidak lengkap, tetapi infiltrasi lekosit ke
bagian-bagian sendi yang meradang berkurang. Pada penyakit Crohn kadar TNF di usus halus juga menurun. Biasanya dipakai
sebagai obat tambahan pada MTX untuk
mengurangi erosi sendi (efek DMARD) dan
untuk memelihara remisi pada penyakit
Crohn. Ternyata bahwa obat ini maupun
etanercept lebih efektif daripada MTX pada
rema parah untuk menghentikan kerusakan
sendi lebih lanjut. (Lipsky PE. Infliximab
and MTX in the treatment of R.A. New Engl J
Med 2000; 343: 1546-602). Dalam percobaan
infliximab ternyata juga ampuh terhadap
penyakit kulit psoriasis dibanding etanercept
(±76% versus 40%). Masa paruhnya panjang
sekali 8-9 hari dan efeknya baru nampak
sesudah 2-3 minggu.
Efek samping berkaitan dengan supresi
TNF endogen: pasien mudah terkena infeksi,
khususnya TBC akut. Bila hal ini terjadi pengobatan harus dihentikan. Yang sering kali
timbul yaitu gangguan lambung-usus dan
hati, sesak napas, demam dan sakit kepala.
Dosis: pada RA dalam kombinasi dengan
MTX melalui infus i.v. 3 mg/kg bobot badan,
diulang sesudah 2 dan 6 minggu, lalu setiap
8 minggu. Pada penyakit Crohn hebat 5 mg/
kg, bila perlu diulang sesudah 14 minggu.
Colitis: juga 5 mg/kg infus 2 jam, diulang
sesudah 2 dan 6 minggu, kemudian setiap 8
minggu.
Dosis: awal 1 dd 100 mg selama 3 hari, lalu
pemeliharaan 1 dd 10-20 mg
II. OBAT-OBAT ENCOK
Arthritis urica
Encok (gout) yaitu nama sekelompok gangguan pada metabolisme purin dan asam urat,
pada mana kadar berlebihan dalam plasma
menimbulkan pengendapan kristal natriumurat di sendi dan cairan synovialnya. Yang
paling sering ada yaitu encok sendi
(arthritis urica). Selain sendi gangguan ini
terutama juga timbul pada jaringan ikat kulit
(tophi, cellulitis) dan ginjal (nefropathy, batu
kalsium-urat/fosfat). Seperti rematik, encok berlangsung bergelombang dan bila tidak segera
diobati akhirnya terjadi artrose, karena tulang
rawan berangsur-angsur dirusak.
Faktor risiko. Dahulu di Eropa encok
dianggap sebagai penyakit orang kaya dan
terutama orang gemuk. Diperkirakan encok
disebabkan oleh makanan dan minum alkohol terlampau banyak. Pengidap encok termasyhur yaitu antara lain Iskandar Besar,
Michelangelo, Luther dan Darwin. Sampai
sekarang tidak diketahui dengan tepat penyebab encok, tetapi kini diketahui bahwa
memang ada sejumlah faktor risiko selain
kadar urat yang meningkat (hiperurikemia), yaitu keturunan, kelamin dan pola hidup
dengan kurang aktivitas fisik. Ditemukan
tanda-tanda kuat tentang adanya hubungan
antara penyakit jantung (hipertensi, gagal
jantung) dan encok. Penyelidikan kecil dalam
suatu praktik dokter memperlihatkan bahwa
pasien hipertensi lebih sering mengidap
encok, masing-masing 43% dibanding 20% di
kelompok kontrol. Anggapan umum bahwa
diuretika dapat memicu serangan encok
tidak dapat dibuktikan.
Dianjurkan untuk menghindari jeroan,
otak, kaldu daging, bayam, kacang-kacangan,
duren, salmon, ikan sardencis dan herring
karena kandungan purinnya yang tinggi,
Juga untuk mengurangi asupan ikan salem,
tongkol, kalkun, daging merah, asparagus
dan jamur.
Juga alkohol harus dihindari, karena
walaupun tidak mengandung purin tetapi
menghambat ekskresi asam urat.
Prevalensinya di Eropa dan AS ditaksir
2,6 per 1.000 orang sampai 10% pada pria
Maori di New Zealand. Penderita encok pria
±10 kali lebih besar daripada wanita. Mulainya encok pada pria biasanya pada usia
antara 40-60 tahun, sedangkan pada wanita
kebanyakan sesudah menopause.
Pathogenesis. Serangan akut diprovokasi
oleh endapan urat tinggi yang jarum-jarum
kristalnya merusak sel dengan menimbulkan
nyeri hebat. Sendi membengkak, menjadi
panas, merah dan sangat sakit bila disentuh
(dolor, tumor, calor dan rubor), tersering di
jempol kaki atau pergelangan kaki-tangan
dan bahu. Sering kali juga demam tinggi
dan pada stadium lanjut timbul tophi (Lat.
tophus = batu gunung berapi), yaitu benjolan
keras di cuping telinga, kaki atau tangan dan
jempol kaki.
Peradangan di sendi mengakibatkan
pelepasan zat-zat chemotactic yang menarik neutrofil ke cairan synovial. Granulosit ini
«memakan» kristal urat melalui fagositosis,
kemudian dengan sendirinya pun musnah
sambil melepaskan beberapa zat, antara lain
suatu glikoprotein, radikal oksigen dan enzimenzim lisosomal(protease, fosfatase), yang bersifat
destruktif bagi tulang rawan. Glikoprotein
tersebut bila diinjeksikan intra-artikuler dapat menimbulkan serangan encok! Selain itu
terbentuk pula asam laktat yang karena sifat
asamnya mempermudah presipitasi urat
selanjutnya. Mungkin terjadi pula aktivasi
sistem prostaglandin. Dengan demikian proses peradangan diperkuat dan terpelihara
terus menerus. Bandingkan patologi rematik. Fisiologi urat
Pada perombakan protein inti (DNA/RNA)
terbentuk basa-basa purin adenin dan guanin. Adenin dirombak menjadi hypoxanthin,
guanin menjadi xanthin. Hypoxanthin
diubah menjadi xanthin oleh enzim xanthinoxydase dan selanjutnya menjadi asam urat.
Lihat skema reaksi berikut ini.
Seluruh asam urat dalam tubuh berjumlah
±1 g, sedangkan produksi dan ekskresinya
seimbang. Sebagian kecil dari urat dipergunakan kembali untuk sintesis protein inti,
tetapi sisanya diekskresi melalui ginjal (70%)
dan usus (30%). Urat difiltrasi oleh glomeruli ginjal dan diresorpsi kembali oleh tubuli
proximal (bagian pertama), akhirnya baru diekskresi hingga 75% oleh tubuli distal (bagian jauh). Diuretika menghambat ekskresi di
tubuli distal, begitu pula alkohol dalam jumlah tinggi, yang di samping itu juga menstimulasi produksi urat.
Nilai urat dalam darah yang dianggap
normal bagi pria yaitu 0,20-0,42 mmol/l,
bagi wanita 0,15-0,36 mmol/l (Jacobs JWG.
De standaard ‘Jicht’ van het NHG. NTvG 2002;
146:295-6). Titik jenuh teoretis dari urat dalam
plasma 37° C yaitu 0,42 mmol/l (= 7 mg/100
ml). Pada umumnya bila nilai urat melebihi
6 mg/100 ml, risiko terkena serangan encok
besar sekali. Oleh karena itu hiperurikemia
di atas 0,55 mmol/l (= 9 mg/100 ml) sudah
cukup serius untuk diobati.
Hiperurikemia/encok primer dapat disebabkan oleh berkurangnya ekskresi (pada 80-
90% dari kasus) atau oleh produksi urat
berlebihan (10-20%).
Hiperurikemia/encok sekunder dapat terjadi antara lain oleh hiperproduksi urat
dengan perombakan masal dari protein inti,
seperti selama terapi dengan sitostatika atau
akibat berkurangnya ekskresi urat seperti pada insufisiensi ginjal, pemakaian lama dari
diuretika dan sesudah pembedahan. Obat TB
(INH, pirazinamida dan ethionamida) juga
dapat meningkatkan kadar urat dan memprovokasi encok. Menurut laporan rifabutin
juga menimbulkan artritis.
Diagnosis. Kadar urat tinggi tidaklah spesifik bagi encok dan tidak begitu sering menimbulkan gejala. Penderita “tersembunyi”
(dengan hiperurikemiaasimtomatik) memiliki
risiko besar akan kerusakan ginjal. Kristal urat
dapat mengendap di jaringan tanpa diketahui
dan hanya ±30% dari mereka menderita
batu ginjal urat. Selama serangan pun, pada
hampir separuh dari pasien, tidak ditemukan kadar urat tinggi. Oleh karena itu
hiperurikemia tidak selalu harus disertai encok. Namun, semakin tinggi kadar asam
urat, semakin besar risiko akan gejalanya.
Artritis kronis atau sering kambuh, pada
akhirnya dapat merusak tulang rawan. Foto
Röntgen memperlihatkan ruang sendi yang
menyempit akibat susutnya tulang rawan.
Diagnosis dapat dipastikan dengan jalan
penentuan kristal urat dalam cairan synovial
dan isi tofi melalui mikroskop polarisasi.
Bila perlu juga dilakukan punctio sendi. Pada
pseudo-encok tidak ditemukan kristal urat
melainkan kristal kalsium-pyrofosfat (Jacobs
L .NTvG 2002 ; 146 : 295).
Tindakan umum
Untuk prevensi kambuhnya serangan encok
dapat dituruti suatu aturan hidup tertentu.
Bila ada overweight, perlu menjalani
diet menguruskan tubuh, banyak minum
(minimal 2 l sehari), membatasi asupan alkohol (bir), menghindari stres fisik dan mental serta diet purin (daging merah, ikan tertentu). pemakaian diuretika tiazida harus
dihentikan dan diganti dengan obat (hipertensi) lain.
* Diet yang miskin purin dengan hanya sedikit daging atau ikan dan tanpa organ dalam
seperti otak, hati, ginjal dan juga terubuk.
Tetapi kini diketahui bahwa kebanyakan
purin menurunkan kadar urat dengan hanya
10-15% dan tidaklah mencukupi untuk menurunkannya sampai kadar ideal < 6 mg/dl,
sehingga tidak dapat mengurangi timbulnya
serangan encok, lagipula kesetiaan terapinya
sulit. Tetapi diet ini bermanfaat sebagai tambahan dari terapi terhadap batu ginjal (urat).
Usahakan untuk menghindari alkohol dan
kopi.
Pengobatan
* Terapi serangan akut: kolkisin dan NSAID.
Serangan encok dapat ditangani secara efektif dengan kolkisin. Efek yang berhasil dari
obat encok tertua ini memberikan kepastian mengenai tepatnya diagnosis. Obat ini
bersifat kumulasi yang perlu diperhatikan.
Semua NSAID memiliki keampuhan yang
sama, tetapi daya kerjanya lebih cepat dan
kurang toksik daripada kolkisin Yang sering
kali dipakai yaitu diklofenac, naproksen, piroxicam dan indometasin. Obatobat ini paling bermanfaat bila diminum
sedini mungkin. Bila tidak berhasil biasanya
diberikan kortikosteroid sampai gejalanya
mereda. *Terapi prevensi dengan penghambat xantinoxidase. Pasien yang menderita 3 serangan atau lebih dalam satu tahun, dapat
melakukan terapi interval segera sesudah
serangan terakhir lewat. Maksudny