Tampilkan postingan dengan label obat 23. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label obat 23. Tampilkan semua postingan

obat 23

 




ac (Parfenac). Benzidamin berkhasiat antiradang agak kuat, 

tetapi kurang efektif pada gangguan 

rematik.

pemakaian  lokal. Sejumlah NSAID dipakai  

topikal dalam krem atau gel, misalnya piroxicam 0,5%, naproxen 10% (gel), niflumic 

acid dan diklofenac (dietilamonium) 1%, juga 

benzidamin dan bufexamac (krem 5%).

Dalam praktik bedah mata dipakai  2 

jenis obat perintang peradangan, yaitu kelompok kortikosteroid dan NSAID’s. Sebagai 

tetes mata NSAID’s dipakai  untuk menghindari reaksi peradangan sesudah  bedah 

katarak, a.l. diklofenak, bromfenak (Yellox)

dan nepafenak (Nevanac).

Sistem Prostaglandin 

dan Leukotriën

A. Prostaglandin, juga disebut hormon jaringan, memiliki rumus asam-lemak takjenuh yang dihidroksilasi. Semula diduga 

sintesisnya hanya dalam prostat, sehingga 

diberi nama demikian. Tetapi kemudian ternyata senyawa ini dapat dibentuk lokal di 

seluruh tubuh, misalnya di dinding lambung 

dan pembuluh, trombosit, ginjal, rahim dan 

paru-paru. Senyawa ini memiliki sejumlah 

efek fisiologi dan farmakologi luas, antara 

lain terhadap otot polos (di dinding pembuluh, rahim, bronchi dan lambung-usus), agregasi trombosit, produksi hormon, lipolysis di 

depot lemak dan SSP.

Sintesisnya. Bila membran sel mengalami 

kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, 

fisik atau mekanis, maka enzim fosfolipase

diaktifkan untuk mengubah fosfolipida yang 

ada  di situ menjadi asam arachidonat.

Asam lemak poli-tak-jenuh ini (C20, delta)

kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim 

Cyclo-oxigenase menjadi asam endoperoksida

dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan. Bagian 

lain dari arachidonat diubah oleh enzim 

lipoxygenase menjadi zat-zat leukotriën. Baik 

prostaglandin maupun leukotriën bertanggung jawab untuk sebagian besar dari 

gejala peradangan dan nyeri. Peroksida 

melepaskan radikal bebas oksigen yang juga 

memegang peranan pada timbulnya rasa 

nyeri (lihat Bab 40, Obat-Obat Asma, boks 

Radikal-Radikal Bebas).

Cyclo-oxigenase yaitu  enzim pusat 

pada proses ini dan terdiri dari dua iso-enzim,

yakni COX-1 dan COX-2, dengan berat molekul dan daya enzimatik yang sama. COX-1 

ada  di kebanyakan jaringan, antara lain 

di pelat-pelat darah, ginjal dan saluran cerna. 

Zat ini berperan pada antara lain pemeliharaan 

perfusi ginjal, perlindungan mukosa lambung 

dengan membentuk bikarbonat dan lendir,. 

serta juga menghambat produksi asam. 

COX-2 dalam keadaan normal tidak ada  di jaringan, tetapi dibentuk oleh sel-sel 

radang selama proses peradangan; kadarnya 

dalam sel meningkat sampai 80 kali. Menurut 

perkiraan penghambatan COX-2-lah yang 

memberikan NSAIDs efek anti-radangnya. 

Penghambatan COX-1 menghindari pembentukan prostacyclin (PgI2

) yang bekerja 

melindungi mukosa lambung dan ginjal, sehingga demikian bertanggung jawab untuk 

efek samping iritasi lambung-usus serta nefrotoksisitasnya. Atas dasar ini telah dikembangkan NSAIDs selektif, yang terutama 

menghambat COX-2 dan kurang atau tidak 

memengaruhi COX-1, sehingga PgI2 tetap 

dibentuk dan iritasi lambung-usus dihindari. 

Obat ini dinamakan penghambat COX-2 

selektif dan yang kini dikenal yaitu  senyawa-senyawa coxib rofecoxib, valdecoxib, celecoxib, etorixoxib dan parecoxib. Dua obat 

dengan selektivitas lebih rendah yaitu  nabumeton dan meloxicam.

Penggolongan. Jenis prostaglandin yang dikenal termasuk dalam 3 kelompok, yaitu:

a. Prostaglandin A-F (PgA-PgF), yang dapat 

dibentuk oleh semua jaringan. 

Yang terpenting yaitu  PgE2 dan PgF2.

Setiap Pg memiliki nomor sebanyak jumlah 

ikatan tak-jenuhnya, bila perlu dengan tambahan alfa atau beta tergantung dari posisi 

rantai sisinya dalam ruang. Misalnya, PgE2a

yaitu  stereoisomer-alfa dengan 2 ikatan tak-

jenuh. Zat-zat ini berefek meradang melalui 

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas 

dinding pembuluh dan membran sinovial. 

Selain itu reseptor nyeri disensibilisasi hingga 

efek dari mediator lain (histamin, bradykinin 

dan lain-lain) diperkuat. Zat ini sendirinya 

tidak mengakibatkan nyeri. 

* PgE2

 dan terjadinya tumor. PgE2

 berkhasiat 

menstimulasi pertumbuhan tumor dan ada  dalam kadar tinggi di mukosa usus. 

Penghambatan sintesisnya untuk waktu yang 

lama menghasilkan efek antitumor kuat terhadap kanker di usus besar dan rectum. Sifat 

ini khusus ada  pada NSAIDs dengan 

siklus enterohepatik, seperti indometasin 

dan piroxicam. Supresi langsung dari pelepasan bradykinin, penghambatan migrasi 

dan fagositosis dari granulosit juga memegang peranan.

b. Prostacyclin (PgI2

) dibentuk terutama di 

dinding pembuluh. Berefek vasodilatasi 

(bronchi, lambung, rahim, dan lain-lain) dan 

antitrombotik, juga memiliki efek protektif

terhadap mukosa lambung. Pada perokok 

dan pasien tukak lambung produksi PgI2

 menurun.

c. Tromboxan (TxA2

, TxB2

) khusus dibentuk 

dalam trombosit. Berefek vasokonstriksi (antara lain di jantung) dan menstimulasi agregasi 

pelat darah (trombotik).

Dalam otak prostaglandin dibentuk sebagai 

reaksi terhadap zat-zat pirogen berasal dari 

bakteri (infeksi). Pg menstimulasi pusat regulasi suhu di hipotalamus dan menimbulkan 

demam.

Di rahim Pg mengakibatkan kontraksi

dengan menimbulkan kekurangan darah 

(ischaemia) dari otot rahim, yang mengakibatkan nyeri hebat. Keadaan ini timbul sewaktu gangguan haid (dysmenorrea primer),

pada mana kadar Pg di endometrium sangat 

meningkat. Akibatnya reseptor nyeri di rahim 

disensibilisasi, yang menyebabkan kontraktilitas berlebihan dan nyeri seperti kolik.


Selain itu zat ini juga dapat mengakibatkan 

nyeri kepala, nausea, muntah dan diare, yang 

intensitasnya berkaitan langsung dengan 

kadar Pg. 

berdasar  efek kontraksinya di rahim, 

prostaglandin sudah banyak dipakai  di 

kebidanan untuk menginduksi persalinan. 

Zat ini juga dapat menimbulkan abortus 

sesudah  bulan ketiga, misalnya pada kematian janin. Zat yang dipakai  yaitu  dinoprost = PgF2a(Prostin) dan dinoproston = 

PgE2 (Prostin E2

).

B. Leukotriën

Leukotriën LTB4

, LTC4

, LTD4

dan LTE4 adalah senyawa sisteinil (sulfidopeptida) yang 

dibentuk sebagai hasil metabolisme asam 

arachidonat. Zat-zat ini juga yaitu  

mediator radang dan nyeri. Melalui jalur 

lipoksigenase terbentuk LTA4

 tidak stabil, 

yang oleh hidrolase diubah menjadi LTB4

atau LTC4

. Yang terakhir dapat diubah lagi 

menjadi LTD4

 dan LTE4

, lihat skema berikut 

ini. 

Gambar 21-3: Skema pembentukan 

zat-zat leukotriën

LTB4 khusus disintesis di makrofag dan 

neutrofil alveoler dan bekerja chemotaxis 

(taxis-bergerak, terpengaruhi oleh chemo: zat 

kimiawi) yaitu menstimulasi migrasi leukosit 

dengan meningkatkan mobilitas dan fungsinya. Tertarik oleh leukotriën, leukosit dalam 

jumlah besar menginvasi daerah peradangan 

dan mengakibatkan banyak gejala radang. 

NSAIDs hampir tidak dapat merintangi 

pembentukan LT dan efek chemotaxis granulosit tersebut, oleh karena itu gejala radang 

tidak dapat dihilangkan dengan tuntas oleh 

senyawa-senyawa ini. Sintesis LTB4 melalui 

lipoksigenase dapat secara tak-langsung ditingkatkan oleh penghambatan COX. 

LTC4

, LTD4

dan LTE4

 terutama dibentuk di 

mastcells dan granulosit eosinofil, berkhasiat vasokonstriksi di bronchi dan mukosa 

lambung, juga meningkatkan hiper reaktivitas bronchi dan permeabilitas pembuluh 

paru dengan menimbulkan udema. Berdasarkan peranannya sebagai mediator peradangan pada pathofisiologi asma, telah dikembangkan zat-zat yang bersifat antagonis 

leukotriën, a.l. montelukast (lihat Zat-zat antileukotriën) dan anakinra (Kineret). Anakinra 

yaitu  LT1

-receptorblocker, yang dibuat via 

teknik rekombinan DNA dan dipakai  

dalam kombinasi dengan metotreksat pada 

kasus medis yang sulit. Pada pasien rema 

ada  kadar LT1 meningkat di cairan sinovial dan plasma (Ph Wkbl 2002;137:710). 

Leukotriën juga memegang peranan pada 

pathogenesis penyakit kulit psoriasis.

Mekanisme kerja NSAIDs 

dan kortikosteroid

Cara kerja NSAIDs untuk sebagian besar 

berdasar  hambatan sintesis prostaglandin, pada mana kedua jenis siklo-oxygenase 

diblokir. NSAID ideal hendaknya hanya 

menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak 

COX-1 (perlindungan mukosa lambung), lagi 

pula menghambat lipooxygenase (pembentukan leukotriën). Meskipun sejak akhir tahun 1980-an telah diupayakan secara intensif, hingga kini obat ideal demikian belum 

ditemukan. Dewasa ini hanya tersedia tiga 

obat dengan kerja agak selektif, artinya lebih 

kuat menghambat COX-2 daripada COX-

1, yaitu COX-2 inhibitors nabumeton dan 

meloxicam. Celecoxib(Celebrex,1999) diklaim 

tidak menghambat COX-1 sama sekali pada 

dosis biasa, tetapi efek klinik mengenai keamanannya terhadap mukosa lambung belum 

dipastikan dengan tuntas. Diklofenac, naproksen dan ketoprofen juga kurang lebih 

bekerja selektif, sedangkan sulfasalazin diperkirakan menghambat kedua enzim COX. 

* Antagonis leukotriën. Banyak riset juga 

dilakukan untuk mengembangkan antagonis


leukotriën, yang dapat dipakai  sebagai obat 

antiradang pada rema dan asma.Contohnya 

yaitu  LT-receptorblocker mon-telukast 

(Singulair) dan zafirlukast (Accolate). Lihat juga 

Bab 40, Obat-obat asma, Anti-leukotriën.

* Kortikosteroid berefek menghambat fosfolipase, sehingga pembentukan prostaglandin 

maupun leukotriën dirintangi. Oleh karena 

itu efeknya terhadap gejala rema lebih baik 

daripada NSAIDs. Keberatannya yaitu  efek 

sampingnya yang lebih berbahaya pada dosis 

tinggi dan pemakaian  lama.

Efek samping. Sejumlah efek samping berkaitan dengan penghambatan sintesis prostaglandin yang terutama timbul pada lambung-usus, ginjal dan fungsi trombosit. Frekuensinya berbeda-beda untuk berbagai obat 

dan pada umumnya efek-efek ini meningkat 

dengan besarnya dosis dan jangka waktu 

pemakaian , terkecuali efeknya terhadap 

trombosit.

a. efek ulcerogen: mual, muntah, nyeri lambung, gastritis, tukak lambung-usus dan 

perdarahan samar (occult) yang disebabkan oleh perintangan sintesis prostacyclin

dan kehilangan daya pelindungnya. Karena perintangan ini bersifat sistemik, 

maka efek ini juga terjadi pada penggunaan rektal! Risikonya besar terutama 

pada mereka di atas 60 tahun, khususnya kaum wanita. pemakaian  serentak 

dari kortikosteroid meningkatkan risiko. 

Profilaksis dapat dilakukan dengan pemberian misoprostol sebagai substitusi PgI2 

dengan efek protektif terhadap mukosa. 

Juga antagonis reseptor-H2 (H2-blocker: 

ranitidin, simetidin) dan penghambat pompa proton (omeprazol, pantoprazol) banyak 

dipakai  untuk maksud ini28-29.

Obat dengan masa paruh panjang mengakibatkan risiko gangguan lambung usus 

lebih besar daripada obat dengan masa 

paruh pendek. Obat yang terbanyak menimbulkan keluhan lambung-usus serius 

yaitu  indometasin, azapropazon dan

piroksikam. Obat dengan jumlah keluhan 

sekitar separuhnya yaitu  ketoprofen, naproksen, flurbiprofen, sulindac dan diklofenac, sedangkan ibuprofen paling sedikit.

b. gangguan fungsi ginjal: insufisiensi, nefritis interstisiil dan kelainan pada regulasi 

air dan elektrolit (udema, hiperkaliëmia). 

Prostaglandin mengatur volume darah 

yang mengalir melalui ginjal (perfusi).

Zat ini juga menghalangi vasokonstriksi 

dalam ginjal terlampau kuat pada misalnya pasien gagal-jantung, cirrosis hati dan 

penyakit ginjal kronis. Karena terhambatnya sintesis Pg, maka perfusi dan laju 

filtrasi glomeruler berkurang dengan efekefek tersebut. Para lansia sangat peka untuk efek ginjal ini dan dapat menderita 

nefritis irreversibel, khususnya pada indometasin. Efek diuretika dikurangi oleh 

NSAIDs.

c. agregasi trombosit dikurangi sehingga 

masa perdarahan diperpanjang. Efek ini 

reversibel, kecuali pada asetosal

d. reaksi kulit: ruam dan urticaria relatif 

sering terjadi pada diklofenac dan sulindac

e. bronchokonstriksi pada penderita asma 

yang hipersensitif bagi NSAIDs

f. efek sentral: nyeri kepala, pusing, tinnitus (telinga berdengung), termangu-mangu, sukar tidur, adakalanya depresi dan 

gangguan penglihatan

g. lain-lain: gangguan fungsi hati (khususnya diklofenac), gangguan haid (diklofenac, indometasin), jarang anemia aplastik

Wanita hamil tidak boleh diberikan NSAIDs 

selama triwulan terakhir karena menghambat his dan memperlambat persalinan. 

NSAID masuk ke dalam air susu, oleh karena 

itu sebaiknya jangan dipakai  selama laktasi. Pengecualiannya yaitu  ibuprofen, flurbiprofen, naproksen dan diklofenac, yang pada 

dosis biasa hanya timbul sedikit dalam air 

susu ibu. Penderita asma dan gangguan lambung juga tidak boleh diberikan obat-obat ini.

Interaksi. NSAIDs yaitu  asam-asam organik yang terikat kuat pada protein darah, yang 

mampu menggeser obat-obat lain de-ngan PP 

tinggi dan demikian memperkuat kerjanya. 

Contohnya: antikoagulansia dan antidiabetika oral. Juga ekskresi dari asam-asam organik lain seperti penisilin, furosemida, HCT 

dan metotreksat diperlambat, sehingga obatobat ini lebih lama kerjanya.

MONOGRAFI

A. ANALGETIKA ANTIRADANG 

(NSAID)

A1. Asam mefenaminat: mefenamic acid, Menin, Ponstan, Mefinal

Derivat anthranilat (=o-aminobenzoat) ini 

(1956) memiliki daya antiradang sedang, 

±50% dari khasiat fenilbutazon. Plasma-t½-

nya 2-4 jam. Banyak sekali dipakai  sebagai 

obat antinyeri dan antirema, walaupun dapat 

menimbulkan gangguan lambung-usus, terutama dispepsia dan diare pada orang-orang 

yang sensitif. Tidak dianjurkan untuk anakanak.

Dosis: pada nyeri akut, pemula 500 mg 

d.c./p.c., kemudian 3-4 dd 250 mg selama 

maks. 7 hari. 

A2. Celecoxib (Celebrex)

Derivat benzoilsulfonamida ini (1998) adalah NSAID pertama dengan khasiat menghambat selektif COX-2. Pada dosis biasa 

Cox-1 tidak dirintangi, oleh karena itu PgI2 

dengan khasiat protektifnya terhadap mukosa lambung-usus tetap dibentuk sehingga 

praktis tidak menyebabkan efek buruk pada 

lambung-usus. sesudah  diserap mencapai 

kadar darah maksimal sesudah  2-3 jam. PP 

97%, masa paruh eliminasi 8-12 jam. Dalam 

hati diubah menjadi metabolit inaktif yang 

dikeluarkan dengan urin. Wanita hamil dan 

laktasi tidak dianjurkan minum obat ini. Flukonazol menghambat perombakannya, maka 

dosisnya perlu dikurangi dengan 50%. 

Berkaitan dengan efek jantung yang berbahaya akibat senyawa coxib lainnya, maka 

hendaknya dipakai  dengan dosis serendah 

mungkin untuk jangka waktu singkat. Pasien 

jantung, hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes harus berhati-hati minum obat ini.

Dosis: 2 dd 100-200 mg p.c.

* Etoricoxib (Arcoxia). Derivat ini (2002) 

sama khasiat dan efek sampingnya dengan 

celecoxib, begitu pula kontra-indikasinya. 

Efek samping khas dari obat ini yaitu  meningkatkan tekanan darah. Dapat dipakai  

pada encok akut.

Dosis: artrosis 1 dd 60 mg, rema 1 dd 90 mg 

dan encok akut 1 dd 120 mg untuk maks. 8 

hari.

A3. Diklofenac: Voltaren, Cataflam, Flamar, 

*Arthrotec

Derivat fenilasetat ini (1974) termasuk 

NSAID yang terkuat daya antiradangnya 

tetapi dengan efek samping yang lebih lemah 

dibandingkan dengan obat lainnya (indometasin, piroxicam). Sering kali dipakai  untuk berbagai jenis nyeri, juga pada migrain 

dan encok. Lagi pula melalui parenteral sangat efektif untuk menanggulangi nyeri 

kolik hebat (kandung kemih dan kandung 

empedu). Kerusakan hati fatal telah dilaporkan.

Resorpsi dari usus cepat dan lengkap, tetapi 

BA-nya rata-rata 55% akibat FPE besar. Efek 

analgetiknya dimulai sesudah  1 jam, melalui 

rektal dan intramuskuler lebih cepat, masingmasing sesudah  30 dan 15 menit. Penyerapan 

garam-K (Cataflam) lebih cepat daripada garam-Na. PP di atas 99%, plasma-t½ ±1 jam. 

Ekskresi melalui urin berlangsung untuk 60% 

sebagai metabolit dan untuk 20% dengan 

empedu dan feses.

Dosis: oral 3 dd 25-50 mg garam-Na/K d.c./

p.c., rektal 1 dd 50-100 mg, i.m. pada nyeri 

kolik atau serangan encok 1-2 dd 75 mg selama 1-3 hari. Pra- dan pasca-bedah (“staar”, 

bular mata) dalam 0,1% tetes mata 3-5 x 1 tetes, juga dalam krem/gel 1 %. pemakaian  diklofenak sebagai obat luar misalnya dalam 

bentuk gel pada osteoartritis lutut dan tangan, 

ternyata sama efektifnya dengan penggunaan per oral. Terutama bagi lansia dengan 

risiko efek buruk bagi lambung (perdarahan 

lambung), pemakaian  topikal lebih aman 

dibanding pemakaian  secara sistemik.

A4. Fenilbutazon: Butazolidin, Irgapan, *Pehazon, *New Skelan

Derivat pyrazolidin ini (1949) sebagai penghambat sintesis prostaglandin, berkhasiat antiradang lebih kuat daripada kerja analgetiknya. Juga berkhasiat urikosurik lemah, 

tetapi kini tidak dipakai  lagi dalam terapi 

encok. Karena efek buruknya terhadap darah, pemakaian nya sudah banyak terdesak. Dewasa ini khusus dianjurkan hanya 

pada kasus-kasus tertentu yang tidak dapat  

ditanggulangi oleh NSAIDs lainnya, misalnya 

pada p. Bechterew dan Sindrom Reiter.

Resorpsi di usus baik, PP 98%, plasma-t½ 

rata-rata 77 jam, dari oksifenbutazon 77 - 105 

jam (pada lansia). Di dalam hati zat ini diubah 

menjadi metabolit aktifnya oksifenbutazon

dan hidroksifenbutazon, yang dimetabolisasi lebih lanjut dan dikeluarkan terutama 

melalui urin.

Efek sampingnya timbul pada rata-rata 30% 

dari pasien dan tidak tergantung dari dosis. 

Yang terpenting yaitu  supresi sumsum tulang parah, dengan agranulositosis, anemia 

aplastik (dengan angka kematian tinggi!), 

leukopenia dan kelainan darah lainnya. Yang 

sering terjadi yaitu  keluhan lambung, pusing, reaksi alergi pada kulit dan udema 

akibat resorpsi kembali dari natrium dan air 

sehingga volume plasma meningkat. Gangguan fungsi hati, kerusakan ginjal dan 

memburuknya tukak lambung serta perforasi 

jarang terjadi. Pembesaran tiroid dengan 

hipotirosis telah dilaporkan.

Dosis: di atas 14 tahun oral 1 dd 300-400 mg 

d.c./p.c. selama 1 minggu, pemeliharaan 1 dd 

100-200 mg. Pemantauan darah secara teratur 

mutlak dilakukan.

* Oksifenilbutazon (Sponderil, Tanderil) adalah metabolit hidroksi (1955) dengan khasiat dan sifat hampir sama, terkecuali tidak berdaya urikosurik. Pada tahun 1985, 

di kebanyakan negara Barat obat ini telah 

ditarik dari peredaran, karena banyak disalahgunakan sebagai analgetik umum. 

Dosis: oral 1 dd 200-300 mg d.c./p.c. selama 

1 minggu, pemeliharaan 1 dd 100 mg pagi 

hari.

* Skelan : Ca fenilbutazon 200 dan karisoprodol 125 mg

A5. Ibuprofen: Brufen, Arthrofen, Proris, Advil

Obat dari kelompok propionat (1969) ini 

yaitu  NSAID pertama yang paling banyak 

dipakai , berkat efek sampingnya yang 

relatif ringan dan status OTC-nya di kebanyakan negara. Zat ini yaitu  campuran 

rasemis, dengan bentuk dekstro yang aktif. 

Khasiat analgetik dan antiradangnya cukup 

baik dan sudah banyak mendesak salisilat 

pada penanganan rema yang tidak begitu 

hebat dan gangguan alat gerak. Ibuprofen 400 

mg oral sama efeknya dengan 500 mg rektal.

Resorpsi dari usus cepat dan baik (±80%), 

resorpsi rektal lebih lambat. PP 90-99%, 

plasma-t½ ±2 jam. Ekskresi berlangsung terutama sebagai metabolit dan konyugatnya.

Dosis: nyeri (haid), demam dan rema, permulaan 400 mg p.c./d.c., lalu 3-4 dd 200-400 mg, 

demam pada anak-anak: 6-12 bulan 3 dd 50 mg, 

1-3 th 3-4 dd 50 mg, 4-8 th 3-4 dd 100 mg, 

9-12 th 3-4 dd 200 mg. Pada migrain singledose 600 mg, 15-30 menit sesudah diberikan 

domperidon atau metoklopramida. 

Rektal: 3-4 dd 500 mg.

* Ketoprofen (Profenid, Orudis, Oscorel) yaitu  

derivat benzoil (1973) yang sedikit lebih kuat 

khasiatnya. Sifat-sifat lainnya hampir sama 

dengan ibuprofen. Efek samping lebih sering 

terjadi. Dosis: 1-3 dd 25-50 mg p.c./d.c., pada 

rema 2-4 dd 25-50 mg, rektal 2-3 dd 100 mg.

A6. Indometasin: Confortid, Indocid

Derivat indolilasetat ini (1963) berkhasiat 

sangat kuat, dapat disamakan dengan diklofenac, tetapi lebih sering menimbulkan efek 

samping, khususnya efek ulcerogen dan perdarahan occult. pemakaian nya juga sama, 

termasuk dalam tetes mata untuk mencegah 

udema macula lutea (bercak kuning di selaput jala) sesudah  pembedahan bular mata 

(cataract, “staar”). pemakaian  lokal dari gel 

3% diberitakan efektif terhadap nyeri sendi 

(jari-jari).

Resorpsi dari usus cepat dan lengkap; via 

rektum tergantung basis suppositoria-nya 

(Carbowax) dan dapat menurun sampai 60%. 

Efek samping berupa gejala umum, terutama 

pada permulaan dan pada dosis tinggi sering kali terjadi gangguan lambung-usus 

dan efek sentral, seperti nyeri kepala, perasaan tidak teratur, rasa lelah dan depresi.

Dosis: oral 2-3 dd 25-50 mg d.c./p.c., maks. 

200 mg sehari, rektal 1-2 dd 100 mg, i.m. 

sebagai permulaan terapi 25-100 mg garamNa. Okuler untuk profilaksis udema: 3-5x 1 tetes 

sebelum dan sesudah  pembedahan.

Dosis: oral 1-2 dd 100-200 mg d.c./p.c.

A7. Naproksen: Naxen, Naprosyn.

Derivat 6-metoksi-2-naftil dari propionat 

(1973) ini berkhasiat analgetik dan antiradang 

baik, maka sering dipakai  pada berbagai 

keadaan nyeri, juga untuk mengatasi serangan encok akut. Di banyak negara obat 

ini dapat dibeli bebas (seperti ibuprofen dan 

diclofenac).

Resorpsi dari usus cepat dan lengkap, mulai 

kerjanya sesudah  1 jam dan bertahan 7 jam. 

PP lebih dari 99%, plasma-t½ panjang (10-16 

jam). Ekskresi terutama melalui urin sebagai 

konyugatnya.

Dosis: oral dan rektal 2 dd 375-500 mg 

(garam-Na) d.c./p.c., nyeri haid permulaan 

500 mg, lalu 2-3 dd 250 mg. Serangan encok: 

permulaan 750 mg, sesudah  8 jam 500 mg, lalu 

setiap 8 jam 250 mg. Migrain: sekaligus 1000 

mg 15-30 menit sesudah  minum domperidon 

atau metoklopramida. Juga dalam krem/gel 

1%.

* Nabumeton (Goflex, Mebutan) yaitu  juga 

derivat 6-metoksi-2-naftil, dengan rumus mirip naproksen (1985) tetapi tidak bersifat 

asam. Prodrug ini memiliki khasiat antiradang lemah yang agak selektif, artinya lebih 

kuat menghambat COX-2 daripada COX-1. 

Karena itu efek sampingnya terhadap lambung lebih ringan. Dari usus diserap untuk 

90%, PP- tinggi (±98%), ekskresi untuk 80% 

melalui kemih. Dalam hati diubah menjadi 

metabolit aktif 6-MNA (6-metoksi-2-naftilasetat) dengan masa paruh ±25 jam. Dosis: 1 

dd 1000 mg malam hari, maks. 2 dd 1000 mg; 

manula 500 – 1000 mg.

A8. Piroxicam: Feldene, Pirofel, *Brexine

Derivat benzothiazin ini (1979) berkhasiat 

analgetik, antipiretik, antiradang kuat dan 

bekerja lama (plasma-t½ rata-rata 50 jam). 

Kompleksnya dengan betadex (= cyclodextrin)

(Brexine) lebih cepat resorpsinya dari usus, 

tetapi diperlambat oleh makanan. Obat ini 

sering dipakai  untuk nyeri haid dan 

serangan encok.

Dosis: oral, rektal dan i.m. 1 dd 20 mg (d.c./

p.c.); dysmenorrea primer: 1 dd 40 mg selama 2 

hari, lalu bila perlu 1 dd 20 mg. Pada serangan 

encok: permulaan 40 mg, lalu 2 dd 20 mg 

selama 4-6 hari. 

* Tenoxicam (Tilflam) yaitu  juga derivat 

oxicam (1986) dengan khasiat dan sifat yang 

mirip piroxicam. Plasma-t½ lebih panjang, 

rata-rata 72 jam. Dosis: oral 1 dd 20 mg, pemeliharaan 1 dd 10 mg d.c.

* Meloxicam (Movi-Cox) yaitu  derivat oxicam (1995) yang agak selektif menghambat 

COX-2 lebih kuat daripada COX-1, sehingga 

kurang merangsang mukosa lambung. Plasma-t½ 20 jam. Dosis: oral 1 dd 7,5-15 mg d.c.

B . OBAT-OBAT BUKAN NSAID

B1. Benzidamin: Tantum

Struktur derivat imidazol ini (1964) mirip 

rumus indometasin, tetapi mekanisme kerja 

antiradangnya berlainan dari analgetika antiflogistik dan kortikosteroid. Oleh karena 

itu obat ini tidak dipakai  sebagai obat 

rema, tetapi terhadap peradangan dan pembengkakan sesudah  pembedahan atau trauma, 

misalnya luka akibat olahraga (jatuh, keseleo, 

dan sebagainya), juga sebagai obat kumur 

pada radang mulut dan tenggorok (stomatitis, 

pharyngitis).

Resorpsi dari usus agak lambat, plasma-t½ 

±2 jam, PP agak besar. 

Efek samping agak ringan dan berupa gangguan lambung-usus, kadang-kala juga 

penglihatan ganda, tachycardia dan debar 

jantung (palpitasi). Pada pemakaian  lokal 

(krem 3%) dapat terjadi iritasi.

Dosis: oral 2-3 dd 50 mg garam-HCl p.c., 

anak-anak 25-50 mg sehari. Sebagai obat kumur 0,15%: 6 dd 15 ml, juga sebagai krem 5%.

B2. Glucosamin dan chondroitin: Oste, Osteotin30, OsteoBiflex

Kombinasi ini kini banyak dipakai  pada 

artrose kronis dengan efek menghilangkan 

atau meringankan nyeri dan memperbaiki 

fungsi sendi. Pembentukan tulang rawan 

baru distimulasi sedangkan perombakannya 

dihindari, cacat tulang rawan juga diperbaiki. 

Dengan demikian kombinasi ini berkhasiat 

menghentikan proses artrose. 

Belum tersedia data apakah monoterapi 

dengan salah satu zat tersendiri menghasilkan efek yang sama dengan kombinasinya. 

Suatu studi baru-baru ini telah menunjukkan 

bahwa kombinasi ini tidak efektif pada ar- trosis lutut yang nyeri. Tetapi yang digunakan pada studi tersebut yaitu  garam HCl 

dari glukosamin dan bukan sulfatnya, yang 

pada banyak penelitian lain sudah membuktikan keampuhannya. 

Ref. 1. Clegg DO et al. Glucosamin, chond-roitin 

sulfate and the two in combination for 

painful knee osteoarthtritis . N Engl J Med 

2006;354:795-808 

2. Timmerman H. Effectiviteit van voedingssupplementen bij artrose: de twij-fel 

blijft. Ned Tijdschr Geneeskd 2006: 150: 1800-

01).

* Glucosaminsulfat (GS) yaitu  zat alamiah 

yang ada  dalam tubuh dan berbagai 

bahan makanan, khususnya daging hewan. 

Struktur kimianya terdiri dari glukosa dan 

glutamin yang sangat penting bagi pemeliharaan keseimbangan dari susunan tulang 

rawan. Hal ini dicapai antara lain melalui 

stimulasi pembentukan proteoglycan baru 

dan dengan demikian mencegah penyusutan tulang rawan. Di samping itu obat ini 

berkhasiat menghilangkan rasa nyeri dan 

memperbaiki fungsi sendi yang sudah terkena artrose. Glucosamin juga mampu “mereparasi” tulang rawan yang sudah cacat.

Kinetik. Resorpsi 80%, di lambung terionisasi tuntas dan glucosamin bebas tersedia 

untuk diserap di usus kecil. BA hanya 25% 

karena FPE dalam hati dirombak menjadi 

CO2, air dan urea.

* Chondroitinsulfat (CS) bersifat menarik 

air dan juga menstimulasi produksi proteoglycan, GAG dan kolagen, juga mendorong 

proteoglycan untuk mengikat air yang perlu 

bagi kelenturan sendi. CS juga berperan 

pada inaktivasi dari enzim-enzim tertentu 

yang merombak tulang rawan. Berhubung 

masa paruh kedua obat singkat, sebaiknya 

diminum minimal 3 kali sehari. Kombinasi 

kedua obat juga dianjurkan untuk prevensi 

artrose pada orang berisiko tinggi, yaitu 

orang gemuk atau dengan pembawaan/

keturunan (genetik) atau mereka dengan profesi yang membebankan sendi seperti penari 

balet atau sesudah  cedera hebat pada sendi.

Dosis tergantung dari berat badan: antara 

45-75 kg 3 dd 500 mg GS + 400 mg CS d.c. 

Efek baru tampak sesudah  3–4 minggu. sesudah  

gejala berkurang dosis dapat diturunkan 

sampai dosis pemeliharaan 1-2 x sehari.

B3. Misoprostol: Cytotec, *Arthrotec

Ester metil dari prostaglandin-E1

 ini (1985) 

berkhasiat menghambat produksi asam lambung dan melindungi mukosa (cytoprotective). Selain itu meningkatkan sekresi mucus 

dan bikarbonat serta memperbaiki sirkulasi 

darah di mukosa lambung. Misoprostol khusus dipakai  untuk prevensi tukak lambung selama pemakaian  NSAIDs pada mana ada  kekurangan prostasiklin yang 

berefek melindungi. Dibandingkan zat-zat 

penghambat asam (H2

-blockers) obat ini 

kurang efektif untuk prevensi tukak.

Resorpsi cepat dan baik. Di dalam hati zat 

ini dirombak menjadi metabolit aktif asam 

misoprostolat dengan PP ±85% dan t½ 20-40 

menit. Ekskresi berlangsung terutama lewat 

urin dan sebagian kecil dengan feses.

Efek samping sering kali berupa diare (selewat) dan gangguan lambung-usus lain (mual, 

dispepsi, nyeri perut, flatulensi), sakit kepala, 

pusing-pusing, dysmenorrea dan perdarahanantara (“breakthrough” bleeding). Wanita 

hamil tidak boleh diberikan obat ini karena 

risiko kontraksi uterus. Obat ini juga digunakan untuk terminasi kehamilan pada kasuskasus tertentu. (Am.J.Obstetr.Gyne-col. 2003; 

189:710-13).

Dosis: sebagai pencegah tukak 2 dd 200-400 

mcg, bersama suatu NSAID. 

*Arthrotec = diklofenac Na 50 + misoprostol 

0,2 mg

B4. Metilsulfonilmetan: MSM32

MSM yaitu  senyawa sulfur alamiah yang 

ada  dalam semua organisme hidup, 

mis. daging, susu hewan, sayur-mayur dan 

buah-buahan segar (1-4 mg/kg). MSM adalah sumber sulfur terpenting bagi manusia 

untuk pembentukan a.l. tulang rawan, keratin 

(kulit, rambut dan kuku) dan beberapa asam 

amino esensial (sistein, metionin dan taurin). 

dipakai  dalam kedokteran alternatif terutama sebagai zat antinyeri dan antiradang pada rema dan artrosis, untuk menghambat degenerasi dan memelihara tulang 

rawan serta kelenturan sendi. MSM memper-

kuat efek dari kombinasi glukosamin dan 

chondroitin.

Kimia. MSM (DMSO2

) yaitu  produk oksidasi dari DMSO (dimetilsulfoksida) suatu 

jenis pelarut bagi SO2

 dan gas-gas lain dengan khasiat antioksidan, antiradang dan 

analgesik lebih kuat daripada MSM. MSM 

bersifat menguap, maka kadarnya menurun 

bila disimpan. lama atau diolah (pemanasan 

atau pendinginan). 

Khasiatnya analgetik, antiradang, relaksasi 

otot dan vasodilatasi. Juga berkhasiat mereparasi cross-linking dalam kolagen, yang 

umumnya timbul pada parut luka, sehingga 

menjadi lentur dan tidak mengeras. Lagipula 

mengurangi berbagai reaksi alergi (makanan, inhalasi dan kontak) melalui pengikatan 

pada mukosa saluran cerna. Dengan demikian terjadi suatu lapisan protektif sehingga histamin yang dilepaskan mastcells tidak 

dapat menempati reseptor-reseptor mukosa 

lagi. Di samping ini MSM juga berkhasiat antioksidans dan menstimulasi sistem 

imun. Masa paruhnya 48 jam, efek sampingnya tidak dilaporkan, bahkan pada dosis 

tinggi sekali. Untuk rema dan artrosis MSM 

bermanfaat untuk meringankan rasa nyeri 

kronis dan juga memperkuat efek dari 

kombinasi glukosamin dan chondroitin.

Dosis: pertama kali 3 dd 750 – 1000 mg d.c, 

sesudah 4 -6 minggu atau bila keluhan sudah 

berkurang 2 dd 750-1000 mg, pemeliharaan 

1 dd 1000 mg; dosis maks. 8 g sehari. Anakanak di bawah usia 12 tahun diberikan dosis 

separuhnya. Berhubung efeknya (merangsang energi) sebaiknya jangan diminum pada 

waktu akan tidur. 

C. DMARDs

C1. Sulfasalazin: salazosulfapiridin, Sulcolon, 

Salazopyrin

Senyawa dari mesalazin (5-ASA) dan sulfapiridin ini (1944) disintesis sebagai obat 

rema (Dr Svarts, Swedia), tetapi terdesak oleh 

obat lain seperti senyawa emas dan kortikosteroid. sesudah  ditemukan efektivitasnya 

terhadap peradangan usus kronis (Crohn, 

colitis), obat ini banyak dipakai  untuk 

terapi gangguan-gangguan tersebut. Akhir 

tahun 1970-an, sufasalazin diselidiki lebih 

lanjut dan segera dipakai  kembali sebagai obat rema DMARD. Dewasa ini merupakan pilihan pertama bersama MTX untuk dipakai  pada rema aktif. Efeknya 

agak cepat dan sudah nyata dalam waktu 

4 minggu, dengan efek yang lebih ringan 

dibanding obat DMARD lainnya. 

Efek antiradang dari mesalazin pada colitis diperkirakan berdasar  efek langsung 

terhadap mukosa usus yang berakibat penghambatan sintesis prostaglandin (dan leukotriën). Pada proses ini pelepasan sitokin 

oleh limfosit dan inaktivasi radikal oksigen 

memegang peranan penting. Sulfasalazin 

sebagai molekul utuh berefek baik pada penyakit Bechterew (dan rema).

Kinetik. Dalam usus zat ini dirombak secara 

enzimatis menjadi kedua komponennya. Sulfapiridin diresorpsi hampir tuntas, sedangkan mesalazin hanya untuk 30%. Dalam hati 

dimetabolisasi untuk kemudian diekskresi 

melalui urin dan feses. Lihat juga Bab 8, Sulfonamida.

Efek samping agak sering terjadi dan berupa 

mual, muntah, anoreksia, nyeri kepala, demam dan erythema. Yang lebih serius yaitu  

kelainan darah dan supresi sumsum tulang, 

juga oligospermia dan infertilitas (reversibel).

Dosis: 1 dd 500 mg d.c. selama 5-7 hari, dinaikkan setiap 5-7 hari dengan 500 mg sampai 2 g sehari, maksimal 3 g/hari.

C2. Klorokuin (F.I.) : Resochin, Nivaquin.

Selain pada rema, derivat 4-aminokuinolin 

ini (1934) dipakai  juga terhadap malaria 

(terapi dan profilaksis), amebiasis hati dan 

S.L.E. Mekanisme kerjanya berdasar  pengikatan pada DNA/RNA di inti sel, penghambatan sintesis protein dan antibodiesautoimun patologik. Obat ini ditimbun dalam 

kadar tinggi di hati, limpa, paru serta ginjal 

dan terikat pada sel-sel yang mengandung 

melanin (pigmen cokelat-hitam) seperti mata 

dan kulit. Lihat selanjutnya Bab 11, Obat-obat 

Malaria, Obat-obat tersendiri.

Kinetik. Sifat farmakokinetiknya yang terpenting yaitu  plasma-t½ yang sangat panjang, antara 3-6 hari. Pada pemakaian  kronis 

bahaya kumulasi besar sekali dan dianjurkan 

untuk menghentikan pengobatan 2 hari se- tiap minggu. Sifat penting lainnya yaitu  

afinitasnya untuk retina dan berbagai jenis 

jaringan tubuh lain, antara lain sel-sel darah 

(granulosit, dan lain-lain).

Efek samping pada terapi lama berupa gangguan lambung-usus, reaksi kulit, sakit kepala 

dan pusing. Yang lebih serius yaitu  penglihatan menjadi guram akibat endapan di 

kornea (reversibel), juga retinopati akibat 

penggeseran pigmen yang dapat mengakibatkan kebutaan, ketulian irreversibel dan 

kelainan darah. Oleh karena itu kondisi mata 

dan gambaran darah harus selalu diawasi 

secara teratur. Overdosis dapat mengakibatkan konvulsi, berhentinya pernapasan dan 

jantung.

Dosis: pada rema permulaan 150-300 mg 

d.c. sehari (garam difosfat/sulfat) selama 

7-10 hari, pemeliharaan 100-200 mg sehari.

* Hidroksiklorokuin (Plaquenil) yaitu  derivat dengan khasiat sama tetapi kurang toksik 

bagi mata, sehingga lebih banyak dipakai  

untuk terapi jangka panjang.

Dosis: permulaan oral 2 dd 200 mg (garamsulfat), sesudah 1-3 bulan 1 dd 200 mg. 

C3. Kortikosteroid

Glukokortikoid berkhasiat antiradang kuat

dengan efek agak cepat; pada dosis yang lazim dipakai  untuk A.R. tidak bekerja anti-erosif. Mekanisme kerjanya sebagian berdasarkan atas hambatan fosfolipase yang 

mengakibatkan rintangan sintesis prostaglandin maupun leukotriën. Mungkin juga 

berdasar  stabilisasi lisosom lekosit

dengan efek fagositosis dan berkurangnya 

aktivitas cyclic GMP(lihat Gambar 46-1). Keberatan obat-obat ini yaitu  bila dipakai  

kronis terjadi susut tulang (osteoporosis) akibat perombakan tulang yang meningkat dan 

pembentukannya berkurang dengan akibat 

bertambahnya risiko fraktur. Lihat juga Bab 

46, Kortikosteroid.

pemakaian  pada umumnya peroral bersama suatu zat imunosupresif atau sebagai 

injeksi di sendi. 

* Per oral terutama dipakai  deksametason, 

betametason dan prednisolon, yang memiliki 

efek mineralokortikoid ringan (retensi garam 

dan air). Beberapa penelitian menunjukkan 

bahwa prednisolon 7,5 mg/hari selama 6 bulan mengurangi nyeri, memperbaiki fungsi 

jari-jari tangan dan sangat menghambat proses pemburukan penyakit.

* Melalui intra-artikuler hanya dipakai  di 

sendi-sendi besar yang membengkak, nyeri 

dan kebal terhadap terapi lain. Efek baiknya 

dapat bertahan bulanan. Berhubung dengan 

meningkatnya risiko infeksi dan kerusakan 

pada tulang rawan, injeksi intra-artikuler tidak boleh dilakukan lebih dari dua kali pada 

satu sendi.

Efek samping yang dikhawatirkan pada 

pemakaian  prednison dalam dosis rendah 

untuk jangka waktu lama yaitu  penyusutan 

tulang, yaitu berkurang kepadatannya 

dengan risiko besar akan fraktur. Penyusutan 

ini dapat dihindari dengan kombinasi 

vitamin D3 dengan kalsium 800UI/1000 

mg sehari atau dengan senyawa bisfosfonat 

(alendronat, risedronat).

Dosis lazimnya dibatasi sampai oral 5-10 

mg prednisolon sehari karena di atas 10 

mg timbul supresi sistem H-H-A. Di atas 20 

mg malah dapat timbul perubahan tulang 

(rawan). Deksametason (Oradexon) atau betametason (Benoson) oral 0,5-1 mg sehari. Intraartikuler triamsinolon 2,5-15 mg (fosfat: Kenacort A) atau deksametason 4-12 mg (Nafosfat: Oradexon, Fortecortin).

C4. Penisilamin: Cuprimin, Kelatin, Gerodyl

Derivat penisilin ini yaitu  zat chelasi,

yaitu dapat mengikat logam berat secara kimiawi (Cu, Pb, Hg) dan mempermudah pengeluarannya dari tubuh (1953). Berkhasiat 

antiradang serta antierosif dan dianggap sebagai obat slow-acting yang paling efektif. 

Mulai kerjanya baru tampak sesudah 4-8 

minggu. Plasma-t½ hanya ±1 jam. Selain pada 

A.R. zat ini juga dipakai  pada keracunan 

logam berat dan penyakit Wilson (degenerasi 

sel hati dengan endapan tembaga di kornea).

Efek samping sering terjadi dan berupa gangguan lambung-usus dan cita-rasa, reaksi 

alergi dan yang lebih serius yaitu  kelainan 

darah, ginjal, paru dan saraf mata. Sering 

kali terjadi defisiensi vitamin B6

, yang dapat 

diatasi dengan pemberian piridoksin 25 mg/

hari.

Dosis: 1 dd 125-250 mg a.c., bila perlu setiap 

1-3 bulan dapat dinaikkan dengan 125-250 

mg sehari, maks. 1,5 g sehari.

C5. Auranofin: Ridaura

Senyawa emas-glukosa ini (1982) berkhasiat antiradang dan imunosupresif, juga 

menghambat produksi faktor rema (IgM). 

Dalam makrofag auranofin tidak mencegah 

pelepasan enzim-enzim lysosomal, tetapi merintangi efeknya. Efektivitasnya dapat disamakan dengan klorokuin, tetapi kurang ampuh dibandingkan sediaan emas parenteral 

aurothioglukosa (Auromyose) dan aurothiomaleat (Tauredon). Plasma-t½ panjang, 17-26 

hari. 

Efek samping hebat terutama pada sediaan 

i.m sering kali mengakibatkan penghentian 

dan gagalnya terapi. Sangat berbahaya karena tidak jarang menimbulkan kematian 

disebabkan aplasia sumsum tulang dengan 

kelainan darah (agranulositosis, leukopeni, anemia aplastik) dan gangguan ginjal (proteinuria). 

Di samping itu timbul juga gangguan lambung-usus, reaksi kulit, pruritus, stomatitis 

dan conjunctivitis.

Dosis: oral 2 dd 3 mg, sebaiknya 1 dd 6 mg, 

maks. 9 mg/hari. Bila terjadi diare hebat 3 mg 

sehari. 

C6. Leflunomida: Arava

DMARD ini yaitu  suatu prodrug yang 

berkhasiat imunosupresif, antiproliferatif dan 

antiradang. dipakai  pada rema aktif dan 

psoriasis. Efeknya baru nyata sesudah  4-6 minggu.

Absorpsinya baik, ±90%, keadaan stabil dicapai sesudah 3 hari. Metabolisme berlangsung cepat di mukosa usus dan di hati mengalami FPE, eliminasinya lambat, lewat urin 

dan feses.

Efek sampingnya berupa imunodefisiensi 

parah dengan kemunduran fungsi sumsum 

tulang, leukopenia dan trombopenia, juga a.l. 

insufisiensi ginjal, gangguan lambung-usus, 

rambut rontok dan eksem.

D. IMUNOSUPRESIVA

Untuk mencegah sendi-sendi cepat aus, sitostatika imunosupresif sekarang di diberikan pada stadium dini dari rema aktif. Sebagai pilihan pertama dipakai  metotreksat (atau sulfasalazin). Di samping khasiat 

imunosupresifnya (menekan imunitas seluler dan humoral) obat-obat ini juga berkhasiat antiradang, yang mekanisme kerjanya 

belum diketahui dengan jelas. Semua sitostatika bersifat teratogen dan karsinogen, 

maka pada dasarnya tidak boleh diberikan 

pada wanita di bawah usia 40-50 tahun.Lihat 

selanjutnya Bab 14. Sitostatika.

*Metotrexat: MTX, Farmitrexat, Ledertrexat

Metotrexat dapat merintangi radang sendi 

kronis dengan efek lebih cepat dan efektif 

daripada azatioprin. Efek samping terpenting 

yaitu  penurunan daya tahan tubuh sehingga 

sangat rentan terhadap infeksi, a.l. tbc. Obat 

ini juga toksik bagi hati.

Dosis: oral, i.m. atau i.v. 3 x seminggu 2,5-5 

mg dengan interval 12 jam, atau 1 x 10 mg. 

Bila perlu dinaikkan setiap 6 minggu dengan 

2,5 mg sampai maks. 25 mg seminggu.

*Azatioprin (Imuran) Dosis: oral 1 mg/kg/

hari dalam 1-2 dosis, bila perlu dinaikkan 

setiap 4 minggu dengan 0,5 mg/kg, maks. 2,5 

mg/kg/hari

*Siklofosfamida (Endoxan). Dosis: oral 1 

mg/kg/hari, sering kali bersama prednison.

D1. Etanercept: Enbrel

Protein reseptor-TNF human ini (1998) 

merintangi secara kompetitif pengikatan TNF 

pada reseptornya di permukaan sel. Dilaporkan efektif pada rema parah untuk menghentikan erosi (efek DMARD). Masa paruh 

±70 jam dan BA ±76%. Injeksi subkutan 

menghasilkan efek sesudah 2 minggu.

 Efek samping berupa a.l. infeksi saluran 

pernapasan dan sinusitis, gangguan lambung-usus, sakit kepala dan pusing. Juga kelainan darah (anemia, leukopenia) dan gangguan saraf (demyelinisasi seperti pada MS).

Dosis: s.k. 2 x seminggu 25 mg.

D2. Infliximab: Remicade

Antibodi monoklonal chimeric (human-tikus) ini mengikat TNF dengan membentuk 

kompleks stabil (1998). Terjadi imunosupresi 

yang tidak lengkap, tetapi infiltrasi lekosit ke 

bagian-bagian sendi yang meradang berkurang. Pada penyakit Crohn kadar TNF di usus halus juga menurun. Biasanya dipakai  

sebagai obat tambahan pada MTX untuk 

mengurangi erosi sendi (efek DMARD) dan 

untuk memelihara remisi pada penyakit 

Crohn. Ternyata bahwa obat ini maupun 

etanercept lebih efektif daripada MTX pada 

rema parah untuk menghentikan kerusakan 

sendi lebih lanjut. (Lipsky PE. Infliximab 

and MTX in the treatment of R.A. New Engl J 

Med 2000; 343: 1546-602). Dalam percobaan 

infliximab ternyata juga ampuh terhadap 

penyakit kulit psoriasis dibanding etanercept 

(±76% versus 40%). Masa paruhnya panjang 

sekali 8-9 hari dan efeknya baru nampak 

sesudah  2-3 minggu. 

Efek samping berkaitan dengan supresi 

TNF endogen: pasien mudah terkena infeksi, 

khususnya TBC akut. Bila hal ini terjadi pengobatan harus dihentikan. Yang sering kali 

timbul yaitu  gangguan lambung-usus dan 

hati, sesak napas, demam dan sakit kepala.

Dosis: pada RA dalam kombinasi dengan 

MTX melalui infus i.v. 3 mg/kg bobot badan, 

diulang sesudah 2 dan 6 minggu, lalu setiap 

8 minggu. Pada penyakit Crohn hebat 5 mg/

kg, bila perlu diulang sesudah 14 minggu. 

Colitis: juga 5 mg/kg infus 2 jam, diulang 

sesudah  2 dan 6 minggu, kemudian setiap 8 

minggu.

Dosis: awal 1 dd 100 mg selama 3 hari, lalu 

pemeliharaan 1 dd 10-20 mg

II. OBAT-OBAT ENCOK

Arthritis urica

Encok (gout) yaitu  nama sekelompok gangguan pada metabolisme purin dan asam urat, 

pada mana kadar berlebihan dalam plasma 

menimbulkan pengendapan kristal natriumurat di sendi dan cairan synovialnya. Yang 

paling sering ada  yaitu  encok sendi 

(arthritis urica). Selain sendi gangguan ini 

terutama juga timbul pada jaringan ikat kulit 

(tophi, cellulitis) dan ginjal (nefropathy, batu 

kalsium-urat/fosfat). Seperti rematik, encok berlangsung bergelombang dan bila tidak segera 

diobati akhirnya terjadi artrose, karena tulang 

rawan berangsur-angsur dirusak.

Faktor risiko. Dahulu di Eropa encok 

dianggap sebagai penyakit orang kaya dan 

terutama orang gemuk. Diperkirakan encok 

disebabkan oleh makanan dan minum alkohol terlampau banyak. Pengidap encok termasyhur yaitu  antara lain Iskandar Besar, 

Michelangelo, Luther dan Darwin. Sampai 

sekarang tidak diketahui dengan tepat penyebab encok, tetapi kini diketahui bahwa 

memang ada  sejumlah faktor risiko selain 

kadar urat yang meningkat (hiperurikemia), yaitu keturunan, kelamin dan pola hidup 

dengan kurang aktivitas fisik. Ditemukan 

tanda-tanda kuat tentang adanya hubungan 

antara penyakit jantung (hipertensi, gagal 

jantung) dan encok. Penyelidikan kecil dalam 

suatu praktik dokter memperlihatkan bahwa 

pasien hipertensi lebih sering mengidap 

encok, masing-masing 43% dibanding 20% di 

kelompok kontrol. Anggapan umum bahwa 

diuretika dapat memicu serangan encok 

tidak dapat dibuktikan. 

Dianjurkan untuk menghindari jeroan, 

otak, kaldu daging, bayam, kacang-kacangan, 

duren, salmon, ikan sardencis dan herring 

karena kandungan purinnya yang tinggi, 

Juga untuk mengurangi asupan ikan salem, 

tongkol, kalkun, daging merah, asparagus 

dan jamur.

Juga alkohol harus dihindari, karena 

walaupun tidak mengandung purin tetapi 

menghambat ekskresi asam urat.

Prevalensinya di Eropa dan AS ditaksir 

2,6 per 1.000 orang sampai 10% pada pria 

Maori di New Zealand. Penderita encok pria 

±10 kali lebih besar daripada wanita. Mulainya encok pada pria biasanya pada usia 

antara 40-60 tahun, sedangkan pada wanita 

kebanyakan sesudah menopause. 

Pathogenesis. Serangan akut diprovokasi 

oleh endapan urat tinggi yang jarum-jarum 

kristalnya merusak sel dengan menimbulkan 

nyeri hebat. Sendi membengkak, menjadi 

panas, merah dan sangat sakit bila disentuh 

(dolor, tumor, calor dan rubor), tersering di 

jempol kaki atau pergelangan kaki-tangan 

dan bahu. Sering kali juga demam tinggi

dan pada stadium lanjut timbul tophi (Lat. 

tophus = batu gunung berapi), yaitu benjolan 

keras di cuping telinga, kaki atau tangan dan 

jempol kaki. 

Peradangan di sendi mengakibatkan 

pelepasan zat-zat chemotactic yang menarik neutrofil ke cairan synovial. Granulosit ini 

«memakan» kristal urat melalui fagositosis,

kemudian dengan sendirinya pun musnah 

sambil melepaskan beberapa zat, antara lain 

suatu glikoprotein, radikal oksigen dan enzimenzim lisosomal(protease, fosfatase), yang bersifat 

destruktif bagi tulang rawan. Glikoprotein 

tersebut bila diinjeksikan intra-artikuler dapat menimbulkan serangan encok! Selain itu 

terbentuk pula asam laktat yang karena sifat 

asamnya mempermudah presipitasi urat 

selanjutnya. Mungkin terjadi pula aktivasi 

sistem prostaglandin. Dengan demikian proses peradangan diperkuat dan terpelihara 

terus menerus. Bandingkan patologi rematik. Fisiologi urat

Pada perombakan protein inti (DNA/RNA) 

terbentuk basa-basa purin adenin dan guanin. Adenin dirombak menjadi hypoxanthin, 

guanin menjadi xanthin. Hypoxanthin 

diubah menjadi xanthin oleh enzim xanthinoxydase dan selanjutnya menjadi asam urat. 

Lihat skema reaksi berikut ini.

Seluruh asam urat dalam tubuh berjumlah 

±1 g, sedangkan produksi dan ekskresinya 

seimbang. Sebagian kecil dari urat dipergunakan kembali untuk sintesis protein inti, 

tetapi sisanya diekskresi melalui ginjal (70%) 

dan usus (30%). Urat difiltrasi oleh glomeruli ginjal dan diresorpsi kembali oleh tubuli 

proximal (bagian pertama), akhirnya baru diekskresi hingga 75% oleh tubuli distal (bagian jauh). Diuretika menghambat ekskresi di 

tubuli distal, begitu pula alkohol dalam jumlah tinggi, yang di samping itu juga menstimulasi produksi urat.

Nilai urat dalam darah yang dianggap 

normal bagi pria yaitu  0,20-0,42 mmol/l, 

bagi wanita 0,15-0,36 mmol/l (Jacobs JWG. 

De standaard ‘Jicht’ van het NHG. NTvG 2002; 

146:295-6). Titik jenuh teoretis dari urat dalam 

plasma 37° C yaitu  0,42 mmol/l (= 7 mg/100 

ml). Pada umumnya bila nilai urat melebihi 

6 mg/100 ml, risiko terkena serangan encok 

besar sekali. Oleh karena itu hiperurikemia 

di atas 0,55 mmol/l (= 9 mg/100 ml) sudah 

cukup serius untuk diobati. 

Hiperurikemia/encok primer dapat disebabkan oleh berkurangnya ekskresi (pada 80-

90% dari kasus) atau oleh produksi urat 

berlebihan (10-20%).

Hiperurikemia/encok sekunder dapat terjadi antara lain oleh hiperproduksi urat 

dengan perombakan masal dari protein inti, 

seperti selama terapi dengan sitostatika atau 

akibat berkurangnya ekskresi urat seperti pada insufisiensi ginjal, pemakaian  lama dari 

diuretika dan sesudah  pembedahan. Obat TB 

(INH, pirazinamida dan ethionamida) juga 

dapat meningkatkan kadar urat dan memprovokasi encok. Menurut laporan rifabutin 

juga menimbulkan artritis.

Diagnosis. Kadar urat tinggi tidaklah spesifik bagi encok dan tidak begitu sering menimbulkan gejala. Penderita “tersembunyi” 

(dengan hiperurikemiaasimtomatik) memiliki 

risiko besar akan kerusakan ginjal. Kristal urat 

dapat mengendap di jaringan tanpa diketahui 

dan hanya ±30% dari mereka menderita 

batu ginjal urat. Selama serangan pun, pada 

hampir separuh dari pasien, tidak ditemukan kadar urat tinggi. Oleh karena itu 

hiperurikemia tidak selalu harus disertai encok. Namun, semakin tinggi kadar asam 

urat, semakin besar risiko akan gejalanya. 

Artritis kronis atau sering kambuh, pada 

akhirnya dapat merusak tulang rawan. Foto 

Röntgen memperlihatkan ruang sendi yang 

menyempit akibat susutnya tulang rawan. 

Diagnosis dapat dipastikan dengan jalan 

penentuan kristal urat dalam cairan synovial 

dan isi tofi melalui mikroskop polarisasi. 

Bila perlu juga dilakukan punctio sendi. Pada

pseudo-encok tidak ditemukan kristal urat 

melainkan kristal kalsium-pyrofosfat (Jacobs 

L .NTvG 2002 ; 146 : 295).

Tindakan umum

Untuk prevensi kambuhnya serangan encok 

dapat dituruti suatu aturan hidup tertentu. 

Bila ada  overweight, perlu menjalani 

diet menguruskan tubuh, banyak minum 

(minimal 2 l sehari), membatasi asupan alkohol (bir), menghindari stres fisik dan mental serta diet purin (daging merah, ikan tertentu). pemakaian  diuretika tiazida harus 

dihentikan dan diganti dengan obat (hipertensi) lain.

* Diet yang miskin purin dengan hanya sedikit daging atau ikan dan tanpa organ dalam 

seperti otak, hati, ginjal dan juga terubuk. 

Tetapi kini diketahui bahwa kebanyakan 

purin menurunkan kadar urat dengan hanya 

10-15% dan tidaklah mencukupi untuk menurunkannya sampai kadar ideal < 6 mg/dl, 

sehingga tidak dapat mengurangi timbulnya 

serangan encok, lagipula kesetiaan terapinya 

sulit. Tetapi diet ini bermanfaat sebagai tambahan dari terapi terhadap batu ginjal (urat). 

Usahakan untuk menghindari alkohol dan 

kopi. 

Pengobatan

* Terapi serangan akut: kolkisin dan NSAID. 

Serangan encok dapat ditangani secara efektif dengan kolkisin. Efek yang berhasil dari 

obat encok tertua ini memberikan kepastian mengenai tepatnya diagnosis. Obat ini 

bersifat kumulasi yang perlu diperhatikan.

Semua NSAID memiliki keampuhan yang 

sama, tetapi daya kerjanya lebih cepat dan 

kurang toksik daripada kolkisin Yang sering 

kali dipakai  yaitu  diklofenac, naproksen, piroxicam dan indometasin. Obatobat ini paling bermanfaat bila diminum 

sedini mungkin. Bila tidak berhasil biasanya 

diberikan kortikosteroid sampai gejalanya 

mereda. *Terapi prevensi dengan penghambat xantinoxidase. Pasien yang menderita 3 serangan atau lebih dalam satu tahun, dapat 

melakukan terapi interval segera sesudah  

serangan terakhir lewat. Maksudny