Tampilkan postingan dengan label obat 13. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label obat 13. Tampilkan semua postingan

obat 13





alamiah. Obat anti malaria seperti primakuin 

meningkatkan fragilitas sel darah merah 

dengan akibat menimbulkan anemia hemolitik parah pada orang yang menderita defisiensi enzim ini.

Dosis: sebagai penyembuh radikal 1 x sehari 

15 mg basa (= 27 mg difosfat) selama 14 hari 

atau 1 x seminggu 45 mg selama 6-8 minggu. 

Sebagai pencegah penularannya ke nyamuk: 3 x 

sehari 7,5 mg basa selama 3 hari.

5. Proguanil: kloroguanida HCl, Paludrine

Derivat biguanida ini (1946) yaitu  antagonis folat yang terutama berkhasiat mematikan bentuk-EE primer P. falciparum, tetapi terhadap P. vivax tidak begitu aktif. 

Juga tidak efektif terhadap bentuk-EE sekunder, sehingga tidak dapat menghindari serangan “delayed” dari P.vivax/ovale. Sebagai 

skizontisida darah efeknya jauh lebih lemah 

daripada klorokuin dan kinin, sehingga kurang efektif terhadap serangan akut malaria. 

Di samping itu bekerja sebagai gametosida yaitu merusak gametosit, sehingga di 

dalam tubuh nyamuk tidak berkembang 

menjadi sporozoit. berdasar  sifat-sifat 

ini proguanil khusus dipakai  sebagai profilaktik kausal, terutama untuk daerah di mana 

tidak ada  resistensi, seperti negara kita . 

Kadangkala proguanil juga dipakai  sebagai obat supresif.

Mekanisme kerjanya menghambat aktivitas 

enzim dihidrofolat-reduktase, sehingga parasit 

tidak dapat mensintesis asam folat yang 

yaitu  unsur mutlak bagi asam nukleinat 

(RNA/DNA), sehingga pembelahan intinya 

terhenti.

Resorpsi di usus agak lambat tetapi baik, 

PP-nya ± 75%, plasma-t½-nya panjang, ± 20 

jam. Di dalam hati zat ini dirombak menjadi 

sikloguanil aktif yang diekskresi bersama zat 

utuhnya lewat saluran kemih. 

Efek samping jarang dan ringan, berupa 

muntah, nyeri lambung, stomatitis dan anoreksia. Dari semua obat malaria proguanil 

yaitu  yang paling tidak toksik. Resistensi

dapat terjadi untuk semua jenis Plasmodium 

dan juga ada  resistensi silang dengan 

pirimetamin, yang juga bersifat antagonis 

asam folat. Kombinasi kedua obat ini tidak

diperbolehkan, karena meningkatkan toksisitas masing-masing.

Dosis: sebagai pencegah kausal bagi orang 

yang tidak semi-imun, 2 x sehari 100 mg sesudah makan pada jam yang sama, dimulai 

1 minggu sebelum tiba di daerah malaria 

sampai 4 minggu sesudah  meninggalkannya.

6. Pirimethamin: Daraprim, *Fansidar

Derivat pirimidin ini memiliki rumus yang 

berkaitan dengan gugusan biguanida dari 

proguanil. Sebagai antagonis folat kegiatannya 

lebih kurang sama, tetapi jauh lebih kuat. 

Berkat daya gametosidnya (secara tidak 

langsung) pirimetamin dipakai  juga pada 

pemberantasan malaria tersiana dan kwartana 

di daerah endemik untuk menghentikan penularan melalui nyamuk. Obat ini tidak aktif 

terhadap gametosit falciparum, maka harus 

dipakai  primakuin. 

pemakaian nya terutama sebagai pencegah kausal malaria tropika untuk jangka 

wak-tu singkat. Sebagai zat supresif pada 

semua jenis malaria juga efektif, tetapi 

sebagai zat kuratif pada serangan akut 

tidak cocok karena kerjanya terlalu lambat. 

Kombinasinya dengan suatu skizontisida 

darah sering kali dipakai , misalnya 

dengan klorokuin. Kombinasinya dengan 

proguanil meningkatkan toksisitas, maka 

harus dihindari. 

Resorpsi dari usus lengkap tetapi lambat, 

begitu pula ekskresinya melalui ginjal dan 

tinja sebagai metabolit. Zat ini ditimbun 

dalam berbagai organ, antara lain hati. 

Plasma-t½-nya panjang sekali, lebih kurang 4 

hari. PP-nya 87%.

Efek samping pada pemakaian  satu kali 

seminggu hanya ringan. Pada dosis yang 

lebih besar dapat terjadi gangguan saluran 

cerna, sedangkan pada pemakaian  lama 

terjadi depresi sumsum tulang dan anemi 

defisiensi asam folat. Zat ini tidak dapat digunakan sebagai obat tunggal untuk pengobatan maupun profilaksis, karena tingginya 

resistensi terhadap P. falciparum. Karena bersifat 

teratogen, obat ini tidak boleh diminum oleh 

wanita hamil.

Dosis: sebagai pencegah kausal terutama 

pada malaria tropika dan sebagai obat supresif (untuk orang tidak semi imun) oral 1 

kali seminggu 25 mg atau 1 tablet *Fansidar

terhadap P. falciparum yang resisten untuk 

klorokuin, sebaiknya maksimal 4 minggu. 

Penduduk setempat yang sudah semi imun 

lebih baik jangan diberikan obat ini mengingat bahaya resistensi.

* Fansidar = pirimetamin 25 mg + sulfadoksin 

500 mg.

Sulfadoksin yaitu  suatu sulfonamida 

kerja panjang yang berdaya skizontisid darah, seperti klorokuin. Efek pirimetamin diperkuat oleh sulfadoksin yang juga merintangi sintesis asam folat dari PABA, tetapi 

dengan titik kerja berlainan, atas dasar prinsip “blokade berturut”, lihat Bab 8, Sulfonamida, 

Kotrimoksazol. 

pemakaian nya terutama untuk mengobati 

(dan mencegah) infeksi akibat P. falciparum. 

Obat ini kurang aktif terhadap P. vivax dan 

P. malariae, juga terhadap toksoplasmosis, yaitu 

suatu infeksi dengan protozoa Toxoplasma 

gondii.

Farmakokinetik sulfadoksin mirip dengan 

pirimetamin. Resorpsi di usus baik, plasma 

t½-nya lama (4-8 hari) dan ekskresi melalui 

urin sebagai metabolitnya.

Efek samping tidak sering terjadi, tetapi 

sebagian orang sangat peka untuk sulfonamida yang dapat menimbulkan reaksi kulit. Misalnya Sindrom Stevens-Johnson yang 

ditandai semacam eritema bernanah ganas 

dengan demam dan mortalitas tinggi, fotosensitif, demam, penyakit kuning dan agranulositosis. Mengingat efek ini, maka tidak 

dianjurkan pemakaian nya sebagai obat 

pencegah.

Dosis: sebagai kurativum pada serangan akut 

malaria di atas 13 tahun: oral dosis tunggal 3 

tablet p.c.; anak-anak 9-13 tahun: 2 tablet; 5-8 

tahun: 1 tablet dan 1-4 tahun: ½ tablet. Sebagai 

pencegah kausal orang “luar” (di atas 15 th) 1x 

seminggu 1 tablet; orang semi imun 2-3 tablet 

setiap 4 minggu. Pada toksoplasmosis: 1 x 2 

tablet seminggu sampai 4-6 minggu sesudah  

sembuh.

* Trimetoprim (kotrimoksazol, *Bactrim) yaitu  

derivat (1961) yang berkhasiat sama dengan 

pirimetamin, tetapi lebih aktif terhadap bakteri daripada terhadap Plasmodium. Oleh 

karena itu, obat ini banyak dipakai  dalam kombinasi dengan sulfametoksazol (= 

kotrimoksazol) sebagai kemoterapeutik bakterisid kuat pada berbagai macam infeksi 

bakteri, lihat Bab 8, Sulfonamida.

7. Artemeter

Senyawa benzodioksepin ini (1995) yaitu  

derivat semi sintetik dari artemisinin yang 

terkandung dalam tumbuhan kuno China 

qinghaosu (sweet wormwood, Artemisia annua). 

[Pelafalan: cinghausu, dalam bah. China 

berarti: tumbuhan hijau]. Penemuan ini 

yaitu  suatu “hadiah” (true gift) berasalkan 

pengobatan asli China dan yaitu  suatu 

cerita menakjubkan dari ditemukannya suatu 

“obat baru” dari “cara pengobatan tua”. Tu 

Youyou, Nature Medicine, 2011.

Tumbuhan ini banyak ada  di China 

dan Vietnam, juga di Eropa dan AS. Godokan 

tumbuhan ini sudah sejak abad keempat 

dipakai  di China untuk mengobati wasir 

dan penyakit demam, termasuk malaria. 

Tetapi baru pada tahun 1972 zat aktif diisolasi 

dan ditentukan struktur kimianya. 

Kimia. Artemisinin yaitu  senyawa sesquiterpenlacton dengan suatu jembatan peroksida di dalam cincin ke-7, yang diperoleh 

dari ekstrak eter daun dan kembang A. annua. 

sesudah  reduksi sampai derivat dihidro dan 

lalu dimetilasi terbentuk artemeter (hasilnya 

60%), sedangkan etilasi menghasilkan arteeter. Artesunat yaitu  hemisuksinat dari dihidro-artemisinin dengan aktivitas sama.

Khasiat. Berkhasiat skizontisid kuat dan 

sangat cepat terhadap skizont darah dari 

P. falciparum dan P. vivax, juga yang multiresisten. Semua parasit dimatikan dalam 

waktu 24 jam! Khasiat artemisinin ini berdasarkan 2 langkah; pertama jembatan endoperoksida di dalam molekulnya dibuka, 

sehingga terbentuk radikal bebas (RB). Pada 

fase ke- 2 parasit dimusnahkan oleh RB dengan 

jalan mengalkilasi proteinnya. “Penangkap” 

RB (antioksidansia) seperti vitamin C, E dan

asetilsistein mengurangi khasiat anti malarianya. Begitu pula zat-zat yang mengikat 

besi, karena artemisinin bekerja selektif terhadap Plasmodium dengan jalan aktivasi 

oleh besi dari hemoglobin darah.

pemakaian . Sudah lebih dari 20 tahun 

senyawa ini dipakai  secara eksperimental 

dengan efektif di China Selatan (Hainan), 

Vietnam, Thailand dan Birma terhadap P. 

falciparum yang resisten terhadap klorokuin 

dan sulfadoksin-pirimethamin. Efek obat ini 

pada malaria otak ternyata sama efektifnya 

dengan kinin (Vietnam, Gambia). Di China 

dan Thailand sudah diregistrasi. Guna mengurangi risiko residif yang tinggi, WHO 

menganjurkan kombinasi (ACT = artemisinin 

combination therapy) dari obat kerja pendek 

yang unggul dan agak murah ini bersama 

meflokuin dengan kerja lebih panjang untuk 

efektif memberantas malaria, di samping menghindari resistensi. Di benua Afrika ratarata 3000 penderita malaria per hari menggunakan obat ini.

Catatan: dilaporkan bahwa parasit malaria 

juga mulai resisten (Cambodia) terhadap 

artemisinin (New England Journal of Medicine, 

2008;359:2619-20). Oleh karena itu WHO telah melarang pemakaian  obat ini sebagai 

monoterapi (“Stop the marketing of oral artemisinine monotherapy“) dan menganjurkan 

pemakaian nya dikombinasi dengan obat 

anti malaria lain. 

1. Nature, 2009;460:310-1

2. Dondorp AM, Nosten F, Poravuth Y, et 

al. Artemisinin Resistance in Plasmodium 

falciparum malaria. N Engl J Med 2009; 

361: 455-467.

Terhadap infeksi P. vivax, senyawa ini perlu 

dikombinasi dengan primakuin, karena tidak 

aktif terhadap hipnozoit. Di samping itu 

diperkirakan berkhasiat gametosid sehingga 

berguna untuk mengurangi transmisi penyakit.

pemakaian  kombinasi dengan lumefantrin (Coartem) yaitu  pengobatan lini 

pertama yang sangat efektif terhadap malaria 

di benua Afrika.18

Tetapi artemisinin jangan dipakai  sebagai obat pencegah karena masa paruhnya 

yang singkat. 

Selain daya kerja anti malarianya, qinghaosu juga berdaya anti tumor dan memperkuat sistem imun, mungkin berkat kandungan lain daripada artemisinin.

Kinetik. Dalam hati hampir lengkap diubah menjadi zat aktif dihidro-artemisinin. 

PP-nya ± 77%, plasma-t½-nya 1-2 jam, dari 

metabolitnya ± 4 jam.

Efek samping pada pemakaian oral berupa 

mual, muntah dan sakit perut, intramuskuler: 

nyeri di tempat injeksi. Pada dosis tinggi sekali bekerja neurotoksik pada binatang percobaan.

Sediaan dalam bentuk supositoria (10 mg/

kg) dipakai  bagi penderita (anak-anak) 

yang tidak dapat menelan, misalnya karena 

muntah. Resorpsinya cepat dan terutama 

penting sebagai pertolongan pertama di daerah terpencil yang tidak memiliki fasilitas 

pengobatan yang memadai. 

Dosis: hari pertama oral 1 x sehari 6 tabl 

dari 50 mg, hari ke 2-5 1 x sehari 100 mg, i.m. 

hari pertama 300 mg (= 3 ml), hari 2-5 i.m. 100 

mg.

Artemisinin: oral hari pertama 25 mg/kg, 

hari 2-7 12,5 mg/kg.

Artesunat: oral hari pertama 4 mg/kg, hari 

2-3 2 mg/kg, hari 4-7 1 mg/kg.

8. Atovaquon: Wellvone, * Malarone

Senyawa naftochinon ini (1994) berkhasiat 

anti protozoa dengan jalan merintangi sintesis asam nukleinat dan ATP. Efektif terhadap a.l. Pneumocystis carinii pneumoniae, Toxoplasma gondii dan P. falciparum. dipakai  

pada pneumonia akibat Pneumocystis pada 

pasien yang tidak dapat minum kotrimoksazol. Mu-lai tahun 2000 semakin banyak 

dipakai  bersama proguanil sebagai zat 

skizontisid darah/hati untuk mencegah dan 

mengobati malaria tropica yang resisten terhadap obat lain. Untuk profilaksis perlu 

dimulai 1-2 hari menjelang keberangkatan ke 

suatu tempat berisiko dan tiap hari selama 

bermukim di tempat ini. sesudah  kembali ke 

rumah pemakaian nya harus diteruskan selama 7 hari (GnmBull 2001,35,81; Ph Wkbl 

2002;137: 1056).

Kinetik.Walaupun bersifat lipofil, BA-nya 

rendah dan variabel. Makanan berlemak 

meningkatkan BA dengan faktor 2-3, sampai 

23% bagi tablet dan 47% bagi suspensi. PPnya hampir tuntas (99.9%). Masa paruhnya 

panjang yaitu 2-3 hari. sesudah  mengalami 

siklus enterohepatik, tanpa dirombak obat 

diekskresi bersama feses.

Efek samping yang tersering berupa ruam 

kulit, diare, mual, sakit perut dan kepala, 

pusing, demam dan sukar tidur. 

Dosis: pneumonia 3 x sehari 1 tablet (750 

mg) atau 2 x sehari 750 mg suspensi pada 

waktu makan (yang kaya akan lemak). 

Malaria tropica akut: 1 x sehari 1000 mg + 

proguanil 400 mg selama 3 hari, anak 31- 40 

kg: 1 x sehari 750 + 300 mg, 21-30 kg 1 x sehari 

500 + 200 mg, 11-20 kg 1 x sehari 250 + 100 mg 

proguanil d.c.

Prevensi malaria tropica (bila meflokuin 

tidak dapat dipakai ): dewasa 1 x sehari 

1 tablet d.c. Malarone (= atovaquon 250 + 

proguanil 100 mg) selama maks. 4 minggu. Anak-anak di bawah 40 kg tidak dianjurkan 

minum obat ini.



OBAT-OBAT AMEBIASIS dan

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

bab 1 2

A. AMEBIASIS INTESTINALIS

A1. Disentri ameba (amebiasis intestinalis)

yaitu  penyakit infeksi usus yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica, suatu mikroorganisme anaerob bersel tunggal (protozoa). Dewasa ini dapat dibedakan 2 jenis 

spesies, yakni E. histolytica yang bersifat 

patogen dan E. dispar yang non patogen 

dan manusia yaitu  tuan rumah (host)

tunggal dari protozoa ini. Karena kista dari 

kedua spesies ini identik, maka kadangkala 

timbul kekeliruan identifikasi mengenai 

penyebabnya pembawa kista asimtomatik. 

Untuk membedakan kedua jenis ini dapat 

dilakukan reaksi diagnostik yang disebut 

polymerase chain reaction (PCR). 

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan 

banyak terjadi di negara (sub)tropik dengan 

tingkat sosio-ekonomi yang rendah dan 

kondisi higiene yang belum memadai. Bila 

tidak diobati penyakit dapat menjadi sistemik 

dan menjalar ke organ-organ lain, khususnya 

hati. Bentuk serius ini disebut amebiasis hati 

dan ditandai dengan abses dan/atau radang 

hati.

Jenis Entamoeba

Entamoeba histolytica memiliki dua bentuk, 

yaitu bentuk-minuta dan bentuk-histolitika. 

a. Bentuk-minuta (= bentuk-usus): amebiasis 

intestinalis menularkan penyakit langsung 

dari orang ke orang (kontak seksual) atau 

melalui makanan dan air minum (fecal-oral 

route) yang telah terinfeksi kista, yaitu bentuk 

inaktif dari ameba (Lat. minuta = kecil). Kista 

diliputi oleh suatu membran pelindung 

yang ulet, tahan asam (getah lambung) dan 

dapat hidup di luar tubuh. Di dalam usus 

halus kista berkembang menjadi bentuk 

aktif, yakni trofozoit yang terutama hidup 

dalam usus besar dan memperbanyak diri 

dengan cara pembelahan. Trofozoit biasanya 

hidup di colon sebagai komensal non-patogen, 

yakni membentuk kista tanpa menimbulkan 

gejala penyakit. Kemudian kista-kista ini 

meninggalkan tubuh lewat tinja bersama 

trofozoit yang tak berubah

Kista inilah yang memegang peranan 

dalam penularan penyakit lebih lanjut bila 

terbawa ke bahan makanan atau air minum 

oleh lalat atau tangan manusia yang tidak 

bersih. Dengan demikian lengkaplah siklus 

penyebarannya. Banyak orang yang disebut 

pembawa kista asimtomatis menjadi sumber 

infeksi bagi lingkungannya.

Trofozoit juga dapat berubah menjadi bentuk 

patogen dan dengan bantuan toksinnya sendiri 

serta enzim proteolitik, dapat menyerang 

mukosa usus. Terjadilah luka-luka kecil dan 

diare. Luka-luka ini sering menimbulkan 

infeksi sekunder dengan bakteri dan timbullah pemborokan (ulcerative colitis). Sering kali 

amebiasis usus berlangsung juga tanpa diare 

atau gejala lainnya yang nyata.

b. Bentuk histolitika (= bentuk jaringan): 

amebiasis hati. Dalam keadaan tertentu trofozoit dapat menembus dinding usus dan 

mengalami perubahan, yakni tumbuh menjadi kurang lebih dua kali lebih besar. Trofozoit

besar ini menjalar melalui vena porta ke organorgan lain, a.l. jantung, paru-paru dan otak, 

khususnya hati. Di sini trofozoit hidup dari 

eritrosit dan sel-sel jaringan yang dilarutkan 

olehnya melalui fagositosis. Karena itu disebut 

juga bentuk jaringan (Yun: histos = jaringan,

lisis = melarutkan). Akibatnya ialah nekrosis

(jaringan mati), abses intra-hepatik dan reaksi 

radang yang dapat merusak hati (a.l. hepatitis). 

Penyakit ini sangat serius dan melalui diafragma dapat menjalar ke paru-paru dan 

menimbulkan abses amoebik di bagian kanan 

bawah paru-paru. Bila tidak segera diobati 

sering kali berakibat fatal. Bentuk-jaringan 

tidak dapat membentuk kista.

Gejalanya

Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 

beberapa hari dan beberapa bulan sampai 

satu tahun. 

Amebiasis usus(disenteri ameba) yang 

akut memperlihatkan gejalanya yang 

menyerupai disentri basiler (Shigellosis). 

Awal infeksi ditandai oleh diare akut yang  

ringan dan berselang-seling (intermittent), 

biasanya berlanjut dengan diare yang 

mengandung lendir dan darah, kejangkejang, nyeri perut serta mulas pada hajat 

(tenesmus). Gejala lainnya berupa sakit 

kepala, mual dan anoreksia. 

Amebiasis hati gejalanya demam tinggi, 

mual, muntah-muntah dan nyeri di daerah hati yang memancar ke punggung 

atau bahu, juga pembesaran hati (hepatomegalia) tetapi dalam kebanyakan kasus 

tidak terjadi diare. 

Komplikasi jarang terjadi tetapi dapat 

menimbulkan a.l. perforasi dinding kolon, 

peritonitis dan perdarahan. Komplikasi juga dapat menimbulkan jaringan granulasi 

fibrosis, biasanya di coecum dan bagian rectosigmoid, yang disebut amoeboma. Kasus ini 

terjadi pada kira-kira 10% penderita yang 

dapat menimbulkan perdarahan, obstruksi 

dan kadang-kadang terdiagnosis keliru 

sebagai karsinoma (kanker).

Makanan atau minuman yang tercemar 

kista melalui mulut masuk ke dalam tubuh 

dan berkembang menjadi trofozoit dalam 

usus, dan hidup sebagai bentuk minuta dalam 

rongga usus, yang selanjutnya menjadi kista 

dalam kolon yang dikeluarkan melalui feses. 

Bentuk minuta dapat menembus dinding 

usus dan melalui darah mencapai organorgan yang menimbulkan abses amuba. 

Disentri amuba diakibatkan oleh invasi dan 

peradangan dinding usus.

Ref.: Ned Tijdschr Geneeskd 2004, sept;148 

(37)

Diagnosis

Diagnosis amebiasis dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopis dari kerokan (scrapings) rektal atau feses terhadap trofozoit 

atau kista. Tetapi perlu berhati-hati untuk 

membedakannya dari ameba non-patogen 

atau dari sel darah putih. Karena gejala 

tersebut di atas tidak selalu tampak dengan 

jelas, maka penyakit agak sukar dikenali. 

Sering kali juga orang keliru dengan tukak 

usus atau radang kantung empedu. Pada 

amebiasis paru parasit dapat dideteksi dari 

sputum.

Pencegahan

Penyakit ini sukar dibasmi karena banyaknya 

pembawa kista tanpa gejala. Yang terpenting 

yaitu  peningkatan higiene perorangan dan 

pengadaan air bersih. Kista dapat dimusnahkan dengan memasak air sekurang-kurangnya 10 menit, sedangkan pemurnian air melalui klorinasi diragukan efektivitasnya.

Penggolongan Obat

Obat antiprotozoa pada umumnya digunakan untuk infeksi oleh Entamoeba histolytica, 

Trichomonas vaginalis, Giardia lamblia dan 

Pneumocystis carinii, walaupun batasan spesifisitasnya tidak tajam. Beberapa dari obatobat ini dapat dipakai  sekaligus terhadap 

beberapa protozoa tersebut di atas.

Obat amebiasis dapat dibagi dalam dua 

kelompok besar, yaitu zat amebisida kontak dan 

zat amebisida jaringan.

1. Obat amebisida kontak berdaya mematikan dengan jalan kontak langsung bentuk 

minuta dalam rongga usus, tetapi tidak di 

dalam hati. Obat-obat ini terdiri dari beberapa 

senyawa kimia, yakni:

a. senyawa nitro-imidazol: metronidazol dan

tinidazol. Obat ini juga aktif terhadap bentuk jaringan dan dapat dianggap obat 

amebisida umum. Karena senyawa imidazol ini diserap dengan baik di usus 

halus, maka efeknya terhadap kista di 

dalam rongga usus kurang efektif.

Di samping itu senyawa-senyawa ini 

juga berkhasiat terhadap protozoa lain, 

misalnya Trichomonas vaginalis dan Giardia 

lamblia. Obat-obat ini juga dipakai  

bagi penderita E. histolytica tanpa gejala 

(asimptomatik).

b. antibiotika: tetrasiklin, eritromisin dan azitromisin. Kerjanya tidak langsung tetapi melalui pemusnahan bakteri usus 

sehingga ameba tidak dapat hidup. Obat 

yang bekerja langsung terhadap kista belum ada.

2. Obat amebisid jaringan berkhasiat terhadap bentuk histolitika di dinding usus 

dan jaringan lain, yaitu zat-zat nitro-imidazol,

(dehidro)emetin dan klorokuin. Pilihan pertama yaitu  nitro-imidazol, karena juga aktif 

terhadap ameba bentuk usus. Emetin mematikan parasit di semua jaringan tubuh, tetapi 

jarang dipakai  lagi karena kardiotoksisitasnya. Derivat dehidronya yang kurang 

toksis masih dipakai  parenteral di daerah 

endemik.

Pengobatan 

1. Disentri ameba akut atau kronis pertamatama diobati dengan metronidazol (atau 

derivatnya), yang aktif terhadap semua 

bentuk Entamoeba. Guna menghindari 

kambuhnya penyakit maka terapi perlu 

dilanjutkan dengan suatu amebisid kontak untuk membasmi seluruh kista dalam 

rongga usus. Untuk tujuan ini dipakai  

diloksanida furoat (Furamide). 

Hilangnya gejala tidak berarti bahwa 

penyakit sudah sembuh dengan tuntas. 

Penyakit dikatakan sembuh total bila tinja 

tidak mengandung ameba lagi selama 6 

bulan.

Pemberian serentak tetrasiklin atau antibiotika lain dianjurkan pada keadaan 

parah yang disertai infeksi sekunder oleh 

bakteri akibat pengobatan terlantar atau 

kondisi tubuh menurun.

2. Amebiasis hati dan abses hati. Pengobatan juga dimulai dengan satu dosis 

metronidazol, bila perlu bersama klorokuin

yang sekarang jarang dipakai  lagi. 

Akhirnya perlu juga diberikan dosis dengan suatu amebisid kontak (diloksanida 

furoat) untuk mematikan bentuk minuta 

yang tersisa dan menghindarkan residif. 

3. Karier kista tanpa gejala juga mutlak 

harus diobati, karena yaitu  sumber 

infeksi potensial bagi orang lain maupun 

bagi dirinya sendiri, karena setiap waktu 

penyakit dapat menjadi akut lagi. Hal ini 

terutama penting sekali bila karier kista 

tersebut bekerja dengan bahan makanan 

dan kurang memperhatikan dasar-dasar 

higiene. Pengobatan yang efektif dapat 

dilakukan dengan diloksanida (atau kliokinol) hingga tinja bebas dari kista.

Di bawah ini diberikan rangkuman obatobat amebiasis dengan khasiatnya terhadap 

bentuk minuta dan bentuk histolitika.

A2. Giardiasis

Giardia lamblia/intestinalis yaitu  protozoa 

dengan benang cambuk (flagelat) dan seperti 

Etamoeba histolytica dapat menimbulkan infeksi melalui air atau makanan yang tercemar kista. Kista dalam usus halus segera 

memperbanyak diri dan hidup di mukosa, 

hanya jarang menembusnya. Kebanyakan 

infeksi tidak menimbulkan gejala, misalnya 

mual, diare, sakit perut, kembung dan malabsorpsi dari bahan makanan a.l. lemak. Giardiasis banyak ditemukan di daerah tropik dan 

pada wisatawan yang yaitu  salah satu 

penyebab traveller’s diarrhea. Untuk pengobatan giardiasis dapat dipakai  2 g metronidazol sebagai dosis oral tunggal selama 3 

hari berturut-turut. Juga dapat dipakai  

tinidazol. 

A3. Trichomonas

Lihat dibawah B1

B. PENYAKIT MENULAR 

SEKSUAL (PMS)

Penyakit Menular Seksual yaitu  sama tuanya 

dengan peradaban manusia.

Pada dasawarsa terakhir jumlah penyakit/infeksi menular seksual [(Sexually Transmitted Disease (STD)] telah meningkat secara 

eksplosif di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh sikap yang lebih terbuka dan terus 

terang terhadap seks, yang telah dimulai sekitar tahun tujuhpuluhan di abad yang lampau. Pada revolusi seksual ini segala sesuatu yang sebelumnya yaitu  tabu bagi 

masyarakat umum tiba-tiba diperbolehkan 

oleh kelompok-kelompok pembaru masyarakat. Walau-pun banyak orang tetap tidak 

dapat menyetujui penyimpangan normanorma yang dapat diterima masyarakat pada 

umumnya, lambat laun sikap keterbukaan 

terhadap seks tidak dapat dihentikan lagi 

dan merambah ke semua lapisan masyarakat. Dampaknya yaitu  hubungan seksual 

tidak aman, perilaku berganti-ganti pasangan seksual, terutama antar sesama jenis 

mengakibatkan meningkatnya penyakit menular seksual (PMS) dengan pesat. Munculnya penyakit AIDS pada awal tahun delapanpuluhan, yang semula selalu bersifat fatal, 

tidak dapat menghentikan perkembangan 

ini.

Catatan: Di tahun 1997 pada Kongres 

IUVDT (International Union of Venereal Diseases and Treponematosis) di Australia, istilah 

PMS diubah menjadi IMS (Infeksi Menular 

Seksual), oleh karena semua penyakit yang 

termasuk dalam kelompok tersebut merupakan penyakit infeksi (Djajakusumah, 2008). 

Tetapi dalam bab ini kami akan tetap 

menggunakan istilah PMS untuk kelompok 

penyakit ini.

Penularan

Di samping kontak seksual langsung dengan 

penderita yang sudah terinfeksi, sering kali 

ada  juga beberapa cara penularan lain, 

yaitu lewat darah, sebagai berikut.

a. Pada kegiatan merajah (tato) dan tindik 

dengan alat kurang higienis

b. Alat suntik (antar pemakai narkoba) yang 

terinfeksi (lebih dari 51% kasus sejak 

tahun 2001)

c. Ibu hamil kepada bayinya (HIV, hepatitis 

B/C, herpes simplex, gonore, sifilis)

d. Selama proses melahirkan bayi 

e. Transfusi darah yang terinfeksi

PMS tidak dapat ditularkan melalui kontak 

dengan gelas bekas penderita, batuk atau sengatan serangga, juga tidak karena WC bekas 

dipakai  penderita HIV.

Gejala PMS

PMS tidak selalu menunjukkan gejala (simtomatik) baik pada pria maupun wanita, walaupun penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain. Pada beberapa PMS 

gejala atau tanda-tanda terinfeksi baru muncul sesudah  berminggu-minggu, berbulanbulan bahkan sampai bertahun-tahun.

PMS sebaiknya ditangani sedini mungkin agar dapat disembuhkan dengan tuntas. 

Bila tidak, penyakit dapat berlangsung terus 

tanpa keluhan, menjadi sangat parah dan tak 

dapat disembuhkan lagi.

Gejala-gejala yang dapat mengarah ke suatu 

PMS, tetapi yang juga dapat diakibatkan oleh 

penyakit lain, yaitu  sebagai berikut:

a. getah (sekret) dari penis, vagina, atau anus, 

yang pada wanita jumlahnya bertambah, 

berwarna lain (kuning, hijau) atau berbau 

b. rasa terbakar, iritasi, atau nyeri selama 

atau sesudah berkemih atau sesudah bersenggama

c. tukak-tukak, gelembung-gelembung kecil, 

atau kutil pada alat kelamin dan sekitar 

mulut penderita

d. kelenjar bengkak atau nyeri perut bagian 

bawah

e. nyeri pada buah zakar

f. nyeri sewaktu berhubungan badan atau 

pendarahan abnormal pada wanita.

PMS yang paling sering terjadi

Di bawah ini diberikan rangkuman beberapa 

penyebab penyakit menular seksual (PMS) 

yang dewasa ini paling banyak ada  di 

seluruh dunia.

A. Protozoa: Trichomonas

B. Ragi: Candida

C. Virus: herpes simplex virus, human papilloma 

virus, virus Hepatitis B/C dan HIV

D. Kuman: Chlamydia, Neisseria gonorroea dan 

Treponema pallidum

Kebanyakan PMS ini dapat disembuhkan bila 

dikenali dan diobati pada fasa dini. Dalam 

semua kasus pasangan penderita juga perlu 

ditangani supaya infeksi tidak menjalar lebih 

lanjut.

Pada bab ini akan dibahas hanya infeksi 

akibat Trichomonas dan kuman Chlamydia 

trachomatis, berikut penyakit gonore dan 

sifilis. PMS lainnya telah dibahas di Bab 6, 

Antimikotika dan Bab 7, Virusstatika.

Insidensi/epidemiologi

Pekerja Seks Komersial (PSK) yang dijangkiti 

PMS dari tahun ke tahun meningkat. Estimasi tahun 2006 menunjukkan jumlah Pekerja Seks Komersial sebesar 221.000 orang 

dan pelanggan 3.160.000 orang memiliki 

prevalensi PMS sangat tinggi di wilayah 

Bandung yaitu antara lain gonore 37,4%, klamidia 34,5% dan sifilis 25,2%; besaran angkaangka ini hampir sama untuk kota Jakarta 

(Adhitama, 2008).

Karena para PSK cenderung bertukar 

pasangan seks, maka risiko penularan PMS 

pada kelompok masyarakat ini sangat besar.

Penyakit PMS membuat individu rentan 

terhadap infeksi HIV. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional mengemukakan bahwa 

pengidap HIV/AIDS di negara kita  sebagian 

besar ditemukan diantara Pekerja Seks Komersial yang jumlahnya diperkirakan berkisar 190.000-270.000 orang.

Di seluruh dunia diperkirakan bahwa 

sekitar 35 juta orang terinfeksi HIV yang 

70% ada  di Afrika, khususnya di daerah 

Selatan dari gurun Sahara dan 5% terdiri dari 

orang dewasa. Infeksi kronis yang untuk 

waktu lama tidak diobati atau tidak dikenali 

pada waktunya, di samping menurunnya 

jumlah sel CD4+ lebih rendah dari 200 juta/L, 

akan selalu menjurus ke penyakit-penyakit 

oportunistik sangat serius dan fatal. 

Perlu diwaspadai bahwa memakan waktu 

sekitar 6-10 tahun sebelum gejala klinis dari 

infeksi-HIV timbul, bahkan dapat lebih lama 

dari 15 tahun (“long-term progressors”). 

Ref.: World Health Organization. Report on 

the global AIDS epidemic. Geneva: UNAIDS; 

2011.

B1. Trichomoniasis

Trichomonas vaginalis yaitu  protozoa berekor yang bermukim di saluran genital manusia yang terinfeksi, khususnya di uretra 

dan vagina. Infeksi terutama terjadi akibat 

kontak seksual. Bayi (perinatal) dapat tertular pada saat dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi. Sering kali infeksi berlangsung tanpa gejala atau hanya ringan. Infeksi pada 

pria umumnya berlangsung tanpa gejala, 

walaupun kadangkala terjadi radang saluran kemih (uretritis). Pada wanita gangguan 

ini menyebabkan radang vagina (vaginitis) 

dengan sekret kuning kehijauan yang berbusa dan berbau busuk (keputihan), gatal-gatal 

dan sukar berkemih. Penyebab lain dari vaginitis yaitu  ragi Candida albicans (lihat Bab 6, 

Antimikotika).

Pengobatan

Obat pilihan pertama yaitu  metronidazol 

dengan dosis oral tunggal 2 g sewaktu sarapan pagi, atau juga 2 x sehari 500 mg selama 

7 hari. Pasangannya juga perlu menjalani pengobatan ini, ditambah obat yang efektif 

terhadap radang kandung kemih (cystitis) dan 

uretritis yang turut dideritanya. Bila ada  

resistensi terhadap metronidazol, dapat diberikan derivatnya tinidazol (Tindamax).Pada 

infeksi ekstravaginal dapat dipakai  secara 

topikal krem klotrimazol.

Wanita hamil tidak boleh diberikan obatobat ini selama trimester pertama dan sewaktu laktasi karena obat dikeluarkan melalui 

ASI dan menyebabkan rasa logam pada air 

susu.

B2. Kutil kelamin (jengger ayam)

Kutil kelamin diakibatkan oleh Human papilloma Virus (papilloma = bintil/kutil) dan 

sebetulnya tidak berbahaya, hanya menyusahkan dan menjengkelkan. Sebuah tipe 

tertentu dari virus ini yaitu  pembangkit 

kanker leher-rahim pada wanita, untuk ini 

sejak beberapa tahun terakhir tersedia vak- sin profilaktik (2006, Gardasil). Selain secara seksual, infeksi juga dapat ditularkan 

melalui jari-jari atau handuk seorang penderita. Infeksi kebanyakan berlangsung tanpa gejala, tetapi pembawa virus bisa menularkannya pada orang lain. Berhubung 

bentuknya yang terkadang menyerupai bunga kol atau jengger ayam, awam menyebutnya sebagai penyakit kelamin jengger 

ayam atau dalam istilah kedokteran Condyloma acuminata.

Masa inkubasinya antara beberapa minggu sampai berbulan-bulan sesudah  kontak 

dengan virus tipe mukosa yaitu yang menyerang selaput lendir. Pada wanita, kutil terutama ada  di atau sekitar labia, liang vagina dan dubur, pada pria sekitar ujung penis, 

testis dan juga dubur. Gejalanya yaitu  gatalgatal, nyeri dan rasa terbakar pada waktu 

berkemih. Tipe mukosa ini juga disebut HPV 

genital, karena terutama ada  di daerah 

sekitar alat kelamin luar dan liang dubur.

Pengobatan. Terhadap kutil yang berbentuk 

seperti kembang kol ini dahulu dipakai  

damar (larutan 25% dalam alkohol) yang 

diperoleh dari akar tanaman Podophyllum peltatum yang a.l. mengandung zat antimitotik 

podophyllotoxin. Lihat Bab 14, Sitostatika.

Obat terbaru untuk Condyloma acuminata (genital dan peri-anal) yaitu  krem 

imikuimod (Aldara, krem 5%), suatu imunmodulator. dipakai  lokal 3 kali seminggu 

selama maksimal 16 minggu. Untuk sebagian 

kecil sekali diabsorpsi melalui kulit dan 

diekskresi lewat urin. Efek samping: gatal 

dan nyeri setempat, eritema, sakit kepala dan 

mual. 

Dalam kebanyakan kasus, kutil kelamin 

sembuh dengan spontan tanpa diberi obat, 

tetapi kadangkala baru hilang sesudah  bertahun-tahun. Dokter dapat membekukan kutil 

dengan zat nitrogen cair, atau bila berbentuk 

untaian dokter memotongnya sesudah  dimatirasakan. Sebaiknya orang dengan kutil genital diperiksakan juga infeksi PMS lain.

B3. Klamidia

Chlamydia trachomatis yaitu  bakteri yang 

tersering menyebabkan PMS pada selaput 

lendir alat kelamin dan anus. Infeksi terjadi 

melalui kontak seksual dan kontak langsung 

dari mukosa, sering kali terkombinasi dengan PMS lain. Sering kali, masing-masing 

50% sampai 80% dari kasus pria dan wanita, infeksi berlangsung asimtomatis (tanpa 

gejala) dan tidak diobati, sehingga penyakit 

menjalar dengan mengakibatkan pelengketan dan parut-parut di alat reproduksi dengan 

efek penderita dapat menjadi mandul.

Gejala pada pria berupa perasaan terbakar ketika berkemih, nyeri dan demam, radang saluran kemih (uretritis), disuria dengan mengeluarkan nanah dari uretra dan 

frekuensi berkemih menjadi lebih sering, juga 

radang buah zakar. 

Pada wanita berupa urgensi (keinginan) 

berkemih yang lebih sering, rasa nyeri ketika 

berkemih, sekresi vagina berlebihan dan perdarahan, nyeri di perut bagian bawah, kadangkala infeksi mencapai rahim dan saluran telur dengan akibat radang saluran telur 

(salpingitis). Juga dapat mengakibatkan radang selaput mata (conjunctivitis) dan pneumonia.

Kuman ini menyebabkan sekitar 50% infeksi uretra pada laki-laki yang bukan oleh 

gonore dan pada wanita infeksi leher rahim 

(serviks) yang juga bukan disebabkan oleh 

gonore. 

Diagnosis dapat ditegakkan melalui pembiakan kuman dari urin atau lebih pasti dari 

apus endoservikal.

Pengobatan: azitromisin dosis tunggal 2 tablet dari 500 mg. Juga dapat diberikan eritromisin 1x sehari 500 mg selama 7 hari atau 

doksisiklin 2 x sehari 100 mg selama 7 hari. Keberatan dari jangka waktu pengobatan selama 

1 minggu menurunkan kesetiaan terapi.

Pasangan seksualnya juga perlu diobati. 

B4. Gonore (kencing nanah)

Penyebab penyakit ini ditemukan oleh Albert Neisser (1855-1916) yang menggambarkannya sebagai pasangan mikrokoki yang 

membentuk angka 8, ialah Neisseria gonorrhoeae, yang di tahun 1933 diberi nama resmi 

sesuai nama penemunya. 

Gonokok yaitu  suatu diplokok Gram negatif yang dapat menginfeksi selaput lendir 

saluran urogenital, poros usus, mulut dan 

mata. Bakteri sangat peka terhadap hawa ke-

ring. Infeksi terutama berlangsung dan disebarkan lewat kontak seksual, tetapi bisa 

terjadi asimtomatik (10-50% pada masingmasing pria dan wanita) dan sering kali 

menyebabkan kemandulan.

Masa inkubasi 2-14 hari, gejala muncul 

sesudah  2- 5 hari. Pada pria berupa uretritis, 

disuria dan getah bernanah. Pada wanita 

timbul getah vaginal berlebihan, nyeri pinggul (pelvis) dan perdarahan, pada tahap 

lebih lanjut bisa tersebar pada sendi (artritis). 

Bayi yang dilahirkan ibu terinfeksi sering kali 

terpapar conjunctivitis, maka diberikan tetes 

mata dengan antibiotika.

Diagnosis dapat dilakukan secara mikroskopis dari persemaian sampel getah atau 

urin.

Pengobatan.

Pilihan pertama yaitu  seftriakson (Rocephin) 

1dd 500 mg i.m. 

Per oral dapat dipakai  dosis tunggal

amoksisilin 3 g + probenesid 1 g.

Terhadap siprofloksasin ada  resistensi 

yg meningkat (37% di tahun 2011).

A.L.S. Neisser (1855-1916)

Discoverer of N.gonorrhoeae

B5. Sifilis (lues; raja singa)

“One night with Venus and a lifetime with 

Mercury.”

Joseph Gruenpeck, on syphilis, 1503 (“Semalam 

dengan dewi cinta dan seumur hidup dengan 

merkuri”)

Treponema pallidum, penyebab sifilis yang 

ditemukan oleh Fritz Schaudinn (1871-1906) 

dan Erich Hoffmann (1868-1959), yaitu  

spiroketa (berbentuk spiral) yang masuk ke 

dalam tubuh manusia melalui selaput lendir 

(misalnya di vagina atau mulut) via kontak 

seksual. Membelah sangat lambat sesudah  30 

jam dan pada tahap lanjut lebih lambat lagi. 

Masa inkubasinya berkisar antara 10-90 hari. 

Pada awal abad ke-16 senyawa merkuri

(lihat kutipan di atas) yaitu  obat universal terhadap sifilis di Eropa, walaupun 

kurang efektif. 

Di tahun 1909 Paul Ehrlich (1854-1915) bersama pembantunya Sahachinro Hata (1873-

1938) menemukan (1910) obat antimikroba 

pertama, yang diberi nama Salvarsan dan 

ternyata sangat efektif terhadap Treponema 

pallidum tanpa merugikan sel-sel sehat. Berhubung dengan toksisitasnya kemudian Salvarsan dimodifikasi dan dinamakan Neosalvarsan.

sesudah  Perang Dunia Pertama penyakit 

sifilis baru dapat diterapi secara efektif dengan ditemukannya penisilin oleh Alexander 

Fleming (1881-1955) pada tahun 1929. Untuk 

penemuannya Fleming dianugerahkan hadiah Nobel di tahun 1945. 

Dewasa ini sifilis dapat disembuhkan dengan baik, tetapi bila tidak diobati dapat 

menyerang banyak organ lain dan berakhir 

fatal.

Gejalanya. Pada fase primer timbul suatu 

ulkus (chancre keras) di penis atau vulva/

vagina tanpa nyeri yang sembuh spontan 

dalam waktu 2-3 minggu. 

Fase sekunder sesudah 4-10 minggu 

ditandai dengan demam, sakit tenggorok dan 

sendi, ruam kulit berwarna cokelat merah 

dengan bintil-bintil, radang mukosa genital 

dan oral, juga gejala neurologi. Sekitar 50% 

pasien menderita pembesaran kelenjar getah 

bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% 

menderita peradangan mata.

Fase Laten. sesudah  penderita sembuh dari 

fase sekunder, penyakit akan memasuki fase 

laten tanpa gejala sama sekali. Fase ini bisa 

berlangsung bertahun-tahun atau berpuluhpuluh tahun atau bahkan sepanjang hidup 

penderita. Pada awal fase laten kadangkadang luka yang infeksius timbul kembali.

Akhirnya fase ketiga yang bervariasi 

dari ringan sampai sangat parah, bercirikan 

gangguan jantung (sifilis kardiovaskuler), 

kelumpuhan umum dan tabes dorsalis (kerusakan sumsum tulang belakang).

Diagnosis

1. Tes penyaringan antibodi (mudah dan 

tidak mahal): yang dinamakan VDRL 

(venereal disease research laboratory) atau 

RPR (rapid plasma reagin).

2. Tes serologis (tes cardiolipin) dengan mikroskop medan gelap (dark-field microscope) untuk memperkuat hasil tes penyaringan yang positif.

Sebaiknya penderita diperiksa juga terhadap PMS lain.

Kit untuk pemeriksaan sendiri (self tests) 

dapat dibeli di beberapa apotik.

Pengobatan. Pada kedua fasa awal digunakan dosis tunggal kerja panjang benzatinpenisilin G 2,4 juta E (Penidural) terbagi injeksi pada kedua bokong selama minimal 7 

hari. Penderita perlu dimonitor selama 2-3 

tahun.

MONOGRAFI

1. Emetin (F.I.)

Alkaloid ini ada  dalam akar tumbuhan Psychotria ipecacuanha (“Brazil root”)dan 

berkhasiat sebagai amebisid sistemik, terutama terhadap bentuk histolitika. Emetin 

kurang aktif terhadap bentuk minuta, walaupun sangat efektif untuk meredakan 

gejala parah akut dari amebiasis usus maupun amebiasis hati. Dehidroemetin memiliki sifat farmakologi yang sama tetapi 

kurang toksik dibanding emetin. sesudah  

metronidazol yang memiliki khasiat lebih luas 

dan kardiotoksisitas lebih ringan, dipasarkan 

pertama kali sekitar tahun 1960, pemakaian  

emetin dan dehidroemetin sebagai obat amebiasis hati sudah sangat berkurang, kecuali 

bila ada  kontraindikasi terhadap penggunaan metronidazol. Kini emetin praktis 

tidak dipakai  lagi. Untuk data lebih lanjut, 

lihat Edisi 4, p. 207.

2. Klorokuin (F.I.): Nivaquine, Resochin, Avloclor.

Senyawa 4-aminokinolin ini selain berkhasiat anti malaria dan anti radang (lihat 

Bab 11, Obat Malaria dan Bab 21, Analgetika 

antiradang) juga berkhasiat amebisid terhadap bentuk jaringan (amebiasis hati). Kerjanya kurang kuat, sehingga biasanya hanya 

dipakai  dalam kombinasi dengan metronidazol atau bila pengobatan dengan metronidazol tidak efektif atau ada  kontraindikasi 

terhadap pemakaian nya. Tidak efektif terhadap bentuk minuta dalam kolon, karena 

kadar pada dinding usus jauh lebih rendah 

daripada di hati, juga karena resorpsinya di 

usus cepat dan praktis lengkap. Klorokuin 

berakumulasi di dalam hati sampai konsentrasi yang sangat tinggi (beberapa ratus kali 

lebih tinggi daripada kadar dalam plasma), 

sehingga sangat efektif terhadap abses hati dan 

amebiasis hati. Lewat pengobatan beberapa 

hari saja, gejala amebiasis hati sudah hilang. 

Pengobatan dengan klorokuin perlu disusul 

dengan diloksanida.

Efek samping jarang terjadi dan biasanya 

berupa sakit kepala, gatal-gatal, gangguan 

saluran cerna ringan (diare) dan gangguan 

akomodasi. Selain di dalam hati, klorokuin 

juga ditimbun di ginjal dan mata, sehingga 

pada terapi jangka panjang perlu diadakan 

pemeriksaan mata setiap 3 sampai 6 bulan.

Anak-anak sangat peka terhadap senyawa 

4-amino-kinolin sehingga pemakaiannya pa-

da anak-anak berusia 1-3 tahun perlu sangat 

hati-hati. Lihat selanjutnya Bab 11, Obat-Obat 

Malaria.

Dosis: pada amebiasis hati 2 kali sehari 300 

mg basa untuk 2 hari, kemudian 1 kali sehari 

300 mg selama 2-3 minggu. Anak-anak: 10 

mg/kg sehari selama 2-3 hari, maks. 300 mg/

hari.

- Klorokuin difosfat(Resochin, Avoclor) 250 

mg = 150 mg basa

- Klorokuin sulfat(Nivaquin) 137 mg = 100 

mg basa

3. Metronidazol: Flagyl, *Flagystatin, *Rodogyl.

Senyawa nitro-imidazol ini (1960) memiliki 

spektrum anti protozoa dan antibakterial 

yang luas. Berkhasiat kuat terhadap semua 

bentuk Entamoeba (a.l. E. histolytica), juga terhadap protozoa patogen anaerob lainnya, 

seperti Trichomonas dan Giardia. Obat ini 

juga aktif terhadap semua kokus dan basil 

anaerob Gram positif dan Gram negatif, 

tetapi tidak aktif terhadap kuman aerob.

Metronidazol berkhasiat amebisid jaringan 

kuat dan amebisid kontak lemah, karena 

resorpsinya di usus yang cepat, sehingga 

kadar dalam rongga usus tidak sempat 

mencapai kadar terapeutik tinggi.

Mekanisme kerja. Gugus nitro pada C5 dalam 

struktur kimia metronidazol yaitu  yang 

esensial bagi daya kerjanya. Metronidazol 

yaitu  suatu zat yang baru aktif (prodrug) 

sesudah  dalam organisme/bakteri gugusan 

nitro direduksi oleh enzim dan membentuk 

zat-zat-antara yang menghalangi sintesis 

DNA dan/atau merusak DNA, sehingga sintesis asam nukleinat terganggu. Efek mutagen diperkirakan juga berdasar  mekanisme ini. Toksisitasnya juga lebih ringan 

dibandingkan emetin. 

pemakaian  obat ini yaitu  pilihan 

pertama untuk amebiasis hati. Pada infeksi 

Helicobacter pylori (tukak usus duabelas jari) 

dipakai  sebagai pengobatan tripel/kuadrupel bersama 2 atau 3 obat lain (bismut 

oksida, omeprazol, amoksisilin). Kombinasi 

multi-drug ini diperlukan karena cepatnya 

timbul resistensi dari Helicobacter terhadap 

metronidazol.

Metronidazol ada  dalam sediaan oral, 

intravena, intravaginal dan topikal.

Resorpsinya di usus baik sekali dengan 

BA 80%. PP-nya hanya ±11% dan plasmat½-nya 8 jam. Daya penetrasi ke jaringan 

dan cairan tubuh baik, termasuk ludah, air 

susu ibu, sperma, sekret vagina dan juga ke 

cairan serebro spinal (CCS) kecuali plasenta. 

Ekskresinya cepat melalui empedu (siklus 

enterohepatik).

Efek samping ringan dan berupa gangguan 

saluran cerna, mual, mulut kering dan rasa 

logam, sakit kepala, rash kulit dan ada kalanya leukopenia. Pengobatan harus dihentikan bila timbul hilang rasa pada kaki/

tangan. Air kemih dapat menjadi cokelat 

kemerahan yang disebabkan oleh zat warna 

yang terbentuk. Selama terapi tidak boleh 

minum alkohol karena dapat menimbulkan 

efek disulfiram (efek Antabus), yaitu intoksikasi 

asetaldehida dengan vasodilatasi perifer, muka 

merah, jantung berdebar-debar dan nyeri 

kepala. Penelitian pada tikus dan dosis tinggi 

pada manusia, obat ini ternyata bersifat 

mutagen dan karsinogen, yakni menimbulkan 

kanker pada paru-paru dan buah dada. Oleh 

karena ini metronidazol tidak dianjurkan 

pemakaian nya untuk gangguan ringan seperti vaginitis, karena tersedianya obat-obat 

lain yang juga efektif. 

Metronidazol juga tidak boleh dipakai  

selama kehamilan triwulan pertama dan selama

laktasi.

Dosis: pada amebiasis 3 x sehari 750 mg (= 

3 tablet senyawa benzoat) selama 5-10 hari, 

atau 1x sehari 2,5 g selama 2-5 hari; anak-anak 

30-50 mg/kg/hari dalam 3 dosis selama 5-10 

hari. Pada keadaan parah dapat dikombinasi 

dengan klorokuin atau tetrasiklin 4 x sehari 

250-500 mg.

Pada trichomoniasis oral sekaligus 2 g sebagai dosis tunggal, bila tidak efektif (karena 

sering timbul resistensi) atau ada residif, terapi diulang dengan pemberian 2 x sehari 500 

mg selama 7 hari. Tablet vaginal dari 500 mg 

malam hari selama 10 hari dapat membantu 

keberhasilan pengobatan. Bila perlu kur dapat diulang sesudah  4-6 minggu. Untuk mencegah reinfeksi, pasangan prianya juga harus 

diobati. Keberhasilannya melebihi 90% terhadap infeksi trichomonas pada pria maupun 

wanita.

Pada giardiasis (lambliasis): 1 x sehari 2 g 

untuk 3 hari atau 3 x sehari 250 mg selama 

5-7 hari; anak-anak sampai 10 tahun: sehari 

20 mg/kg berat badan dibagi dalam 2-3 dosis 

selama 7 hari.

• Tinidazol (Fasigyn, Flatin). Derivat ini juga memiliki khasiat antiprotozoa yang luas 

dengan sifat lipofil yang lebih besar dibandingkan derivat-derivat nitro-imidazol lainnya. Berkhasiat lebih lama daripada metronidazol dengan efek samping yang sangat 

ringan. yaitu  pengobatan lini pertama 

terhadap giardiasis.

Dosis pada amebiasis: sekaligus 4 tablet 500 

mg selama 3 hari, pada trichomoniasis dan 

giardiasis: dosis tunggal 4 tablet sudah mencukupi.

4. Diloksanida: Furamide

Ester furoat dari derivat diklorasetamida ini 

(1957) sangat efektif terhadap bentuk minuta 

dalam usus. Diperkirakan furamide lebih 

efektif daripada kliokinol, tetapi terhadap 

bentuk jaringan tidak berkhasiat. dipakai  

pula dalam bentuk ester furoat dengan resorpsi lebih ringan dan lambat daripada 

senyawa induknya diloksanida, sehingga dapat melakukan aktivitasnya dalam rongga 

usus secara lebih intensif. Diloksanida furoat 

yaitu  obat pilihan pertama untuk 

pengobatan karier kista yang asimtomatis. 

Efek samping ringan, antara lain gangguan saluran cerna, terutama flatulensi, yaitu 

banyak gas tertimbun dalam usus.

Dosis: sebagai amebisid kontak untuk 

anak-anak di atas 12 tahun: 3 x sehari 1 tablet 

dari 500 mg a.c. selama 10 hari. Anak-anak 

di bawah 12 tahun: 20 mg/kg/berat badan 

sehari dalam 3 dosis.

5. Antibiotika amebisid.

Beberapa antibiotika berkhasiat anti amebiasis intestinal, yaitu beberapa senyawa 

tetrasiklin dan eritromisin. Kedua zat ini 

mengganggu flora usus yang dibutuhkan 

untuk perkembangan ameba patogen.



ANTHELMINTIKA

b a b 1 3

Lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia 

terinfeksi oleh cacing dan sering kali oleh 

beberapa jenis cacing sekaligus terutama di 

daerah tropik miskin.

Anthelmintika atau obat cacing (Yun. 

anti = lawan, helmins = cacing) yaitu  obat 

yang dapat memusnahkan cacing dalam 

tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah 

ini termasuk semua zat yang bekerja lokal 

menghalau cacing dari saluran cerna maupun 

obat-obat sistemik yang membasmi cacing 

serta larvanya yang menghinggapi organ 

dan jaringan tubuh. Obat-obat yang tidak 

diresorpsi (mebendazol dan tiabendazol) lebih diutamakan untuk cacing di dalam rongga 

usus agar kadar setempat setinggi mungkin, lagi pula karena kebanyakan anthelmintika juga bersifat toksik bagi tuan-rumah. 

Sebaliknya, terhadap cacing yang dapat 

menembus dinding usus dan menjalar ke 

jaringan dan organ lain, misalnya cacing gelang, hendaknya dipakai  obat sistemik 

(ivermectin dan dietilkarbamazin) yang justru diresorpsi baik ke dalam darah hingga 

bisa mencapai jaringan.

PENYAKIT CACING

Infeksi cacing yaitu  salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru yang lebih spesifik dengan kerja lebih 

efektif, pembasmian penyakit cacing masih 

tetap yaitu  suatu masalah a.l. disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang 

dihinggapinya juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan 

udara. Proyek-proyek irigasi untuk meningkatkan agrikultur dapat pula menyebabkan 

perluasan kemungkinan infeksi. Misalnya 

schistosomiasis (bilharziasis), penyakit ini berkembang karena timbulnya kondisi yang menunjang pengembangan keong-keong, yang 

menjadi tuan rumah-antara bagi cacing schistosoma.

Pada umumnya cacing jarang menimbulkan penyakit serius, tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang 

yaitu  suatu faktor ekonomis sangat 

penting. Di negara berkembang, termasuk 

negara kita , penyakit cacing yaitu  penyakit 

rakyat umum yang sama pentingnya dengan 

misal-nya malaria atau TB. Infeksinya pun 

dapat terjadi simultan oleh beberapa jenis 

cacing sekaligus. Diperkirakan bahwa lebih 

dari 60% anak-anak di negara kita  menderita 

infeksi cacing.

Penularan

Infeksi cacing umumnya terjadi melalui 

mulut, adakalanya langsung melalui luka 

di kulit (cacing tambang dan benang) atau 

lewat telur (kista) atau larvanya, yang ada 

di mana-mana di atas tanah. Terlebih lagi 

bila pembuangan kotoran (tinja) dilakukan 

dengan sembarangan (sistem riol terbuka) 

dan tidak memenuhi persyaratan higiene. 

Terutama anak kecil yang biasanya belum 

mengerti azas higiene, mudah sekali terkena 

infeksi. Tergantung dari jenisnya, cacing 

tetap bermukim dalam saluran cerna atau 

berpenetrasi ke jaringan. Jumlah cacing 

yaitu  faktor menentukan apakah orang 

menjadi sakit atau tidak. 

Diagnosis. Prosedur esensial untuk mendiagnosis infeksi cacing yaitu  melalui peme-

riksaan mikroskopis dari telur atau larvanya 

dalam tinja, urin, darah dan jaringan. Penentuan ini yaitu  penting sekali karena 

daya kerja obat cacing kebanyakan tergantung dari jenis parasitnya.

Gejala

Gejala dan keluhan dapat disebabkan oleh 

efek toksik dari produk pertukaran zat 

cacing, penyumbatan usus halus dan saluran 

empedu (obstruksi) atau penarikan zat gizi 

yang penting bagi tubuh. Sering kali gejala 

tidak begitu nyata dan hanya berupa gangguan lambung-usus, seperti mual, muntah, 

mulas, kejang-