Tampilkan postingan dengan label obat 21. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label obat 21. Tampilkan semua postingan

obat 21





 ahar betulbetul diperlukan. Untuk fisiologi dari proses 

defekasi, lihat Seksi III, Obat-obat Gangguan 

Saluran Cerna dan Bab 18, Obat-Obat Diare.

Penyebab

Ada berbagai penyebab sembelit, yang terpenting di antaranya yaitu : 

a. kurang mengonsumsi serat gizi dan/

atau kurang minum air. Serat dari sayur- 

sayuran dan buah-buahan memperbesar 

isi usus, sehingga meningkatkan peristaltik. Juga karena kurang bergerak.

b. adanya penyakit organik, gangguan metabolik/endokrin, misalnya:

- obstruksi dari usus (penyumbatan) 

akibat adanya divertikel, penyempitan, 

tumor, diabetes dan penyakit Parkinson; 

- gangguan motilitas, seperti terjadi 

pada penyakit-penyakit tertentu, a.l. 

hiperkalsiemia, hipotirosis, colitis, 

penyakit Crohn, diverticulosis, luka 

pada anus (fisura) dan IBS. IBS (Irritable Bowel Syndrome) bercirikan obstipasi dan diare berselang-seling dengan kejang-kejang dan sakit perut, 

kembung dan lambung berbunyi. 

Umumnya dapat ditangani dengan 

makanan yang kaya serat, bila perlu 

obat antikejang dan suatu sedativum.

c. sebagai efek samping dari pemakaian  

obat-obat tertentu, seperti morfin dan 

derivat-derivatnya, antikolinergika (a.l. 

atropin), Ca-channel blockers, antidepresiva dan beberapa garam logam (bismut, 

besi, kalsium), juga diuretika kuat dapat 

mencetuskan sembelit karena menarik air 

dan mengeringkan tinja. 

d. ketegangan saraf dan emosi (“stress”), 

karena misalnya orang yang marah atau 

cemas mengalami kejang pada ususnya. 

Peristaltik usus terhenti dan usus besar 

dapat kesempatan untuk menyerap kembali terlalu banyak air dari isi usus. 

e. kehamilan, di mana kadar progesteron 

yang meningkat menghambat kontraksi 

dari otot polos usus, sehingga peristaltik 

berkurang.

Penanganan 

Prevensi. Sembelit lebih banyak terjadi pada 

lansia, terutama kaum wanita, disebabkan 

kurangnya pergerakan badan dan susunan 

diet yang kurang seimbang atau kurang 

minum. Tindakan pencegahan umum yang 

dapat dilakukan berupa minum lebih banyak (1-2 gelas air hangat sebelum sarapan 

pagi), makan lebih banyak sayuran (sebaiknya sebagai lalap, ±200 g sehari) dan 

olahraga secara teratur, misalnya berjalancepat ½-1 jam sehari. Penting pula untuk 

jangan mengabaikan dorongan alamiah untuk 

buang air.

Dahulu obat pencahar sering dipakai  

untuk berbagai jenis penyakit dan yang 

paling terkenal yaitu  minyak kastor sebagai 

obat ‘pencuci perut’. Ketika itu terutama anakanak, meskipun dengan sangat segan, diharuskan secara periodik minum minyak kastor 

dengan tujuan untuk memelihara kesehatan. 

Dewasa ini di sementara kalangan alternatif 

pencucian usus masih dipakai  pada gangguan-gangguan tertentu.

Pengobatan. Pada umumnya pengobatan 

sembelit diarahkan pada penyebabnya, mis. 

perbaikan susunan diet sehari-hari seperti 

diuraikan di atas, gerak badan yang cukup, 

a.l. pada masa penyembuhan (rekuperasi) 

sesudah  mengalami pembedahan dan jangan 

menekan refleks defekasi. Bila diperlukan 

pemakaian  suatu obat pencahar, umumnya 

diberikan dengan dosis efektif yang serendahrendahnya untuk jangka waktu singkat. 

* Obstipasi insidentil yang disebabkan 

oleh tinja keras sebaiknya ditangani dengan menggunakan suatu laksans dengan 

daya melunakkan dalam bentuk suppositoria, 

yakni gliserol atau bisakodil. Sembelit akibat sebab-sebab lain dapat diobati dengan 

bisakodil per oral untuk beberapa hari.

* Obstipasi kronis dapat diatasi dengan laksansia yang memperbesar isi usus (laktulosa, 

Psyllium). Sebagai pilihan kedua dapat digunakan garam-garam anorganik, khususnya 

garam magnesium seperti MgSO4 dan Mgoksida. Obat ini yaitu  paling aman untuk 

dipakai  selama waktu yang panjang. 

Baru sesudah  obat ini tidak memberikan hasil 

yang diinginkan, zat-zat perangsang peristaltik

dapat diberikan, misalnya bisakodil. Bila 

obstipasi kronis tidak ditangani, akhirnya 

dapat mengakibatkan tinja “membatu”, wasir, kerusakan di anus (fisura) dan bahkan 

inkontinensi tinja dan urin.

*Obstipasi kehamilan sebaiknya ditangani 

dengan laktulosa, begitu pula sembelit pada 

lansia dan anak-anak.

LAKSANSIA

Obat-obat pencahar dapat menstimulasi 

proses defekasi dengan menjaga agar supaya 

feses tidak mengeras, menghindari mengedan 

terutama lansia dan pasien penyakit jantung 

atau penderita hernia. Tujuannya yaitu  

untuk memulihkan proses defekasi normal 

dan menghindari terjadinya ketergantungan 

pada obat pencahar.

Di samping sembelit, laksansia juga digunakan pada sejumlah keadaan tertentu, 

yaitu: 

– gangguan usus teriritasi (IBS), dengan keluhan sakit di bagian bawah perut tanpa 

adanya kelainan organik

– untuk mengosongkan usus(diagnostis) sebelum menjalani pembedahan atau sebelum 

pemeriksaan dengan sinar Röntgen dari 

saluran lambung-usus, kandung empedu 

dan sebagainya

– pada peristiwa keracunan oral akut, untuk 

mengeluarkan zat racunnya dari tubuh 

secepat mungkin. Dalam hal ini terutama 

dipakai  sebagai pencahar garamgaram anorganik seperti MgSO4

 (= garam 

Inggeris, 30 g) dan natriumsulfat (16 g). 

Obat pencahar yang merangsang harus 

dihindari.

– terapi obat cacing, sebelum atau sesudah 

pemakaian  obat cacing, untuk mengekspose parasit-parasit terhadap obat cacing atau untuk mengeluarkan cacing 

dan sisa-sisa obat cacing bila diberikan 

sesudahnya.

Bahayanya

Sering kali obat pencahar dianggap sebagai 

obat yang tidak berbahaya dan dapat digunakan setiap waktu. pemakaian  yang 

terlalu sering dari obat-obat ini, pada hakikatnya akan merugikan kesehatan karena 

laksansia menimbulkan masalah-masalah 

berikut :

a. mengganggu absorpsi normal dari bahanbahan gizi di usus kecil. Sintesis vitamin K 

dan B-kompleks oleh flora usus besar juga 

akan dihambat. Elemen-elemen spura 

dan mineral-mineral penting, seperti kalium dan natrium, tidak diserap kembali dalam usus besar, sehingga keseimbangan air dan elektrolit (Na dan K) 

maupun susunan flora usus akan kacau. 

Akibatnya yaitu  kemungkinan timbulnya kelemahan otot, kejang perut dan 

diare.

b. menimbulkan berbagai gangguan saluran 

cerna, misalnya usus besar berkejang 

(spastic colon). Terutama laksansia kontak 

bila dipakai  terus-menerus dapat mencetuskan diare cair dengan kehilangan air 

dan elektrolit, juga kerusakan jaringan 

saraf usus sehingga motoriknya menjadi 

lumpuh.

c. menimbulkan ketergantungan, sehingga obat, 

terutama laksansia kontak, harus diminum 

terus menerus. Dosisnya pun harus terus 

ditingkatkan untuk mendapatkan hasil 

yang sama karena kepekaan usus telah 

menurun dan tidak lagi bereaksi terhadap 

rangsangan normal. Akibat rangsangan 

yang kontinu dan rusaknya saraf-saraf 

dinding usus, akhirnya timbul gejala yang 

lazim disebut ‘usus malas’.

Karena bahaya-bahaya itu, pemakaian  

obat pencahar secara terus-menerus harus 

dihindari, terutama senyawa antrakinon dan

parafin.

Penyalahgunaan. Harus diwaspadai pula 

bahwa ada ‘obat’ pengurus badan yang 

mengandung pencahar. Jelas bahwa sediaan 

demikian membahayakan kesehatan karena 

di samping efek buruk tersebut di atas, juga 

dapat terjadi defisiensi vitamin dan elemenelemen spura yang tidak diabsorpsi.

Kontra indikasi. Semua jenis laksansia 

tidak boleh diberikan kepada orang yang 

mendadak nyeri perut karena misalnya ileus, 

radang usus atau radang usus buntu (appendicitis; appendix bisa pecah). Begitu pula 

kepada mereka yang sakit perut hebat tanpa 

sebab yang jelas atau mereka yang menderita 

kejang, kolik, mual dan muntah-muntah. 

Wanita hamil pada hakikatnya jangan menggunakannya karena risiko keguguran.

Kepada penderita penyakit kandung empedu

tidak boleh diberikan obat pencahar MgSO4,

karena garam ini dapat menyebabkan kontraksi hebat dari organ tersebut.


Penggolongan

Pada masa lalu obat pencahar digolongkan 

berdasar  intensitas dari efeknya sesuai 

dengan urutan daya kerjanya yang meningkat 

sebagai berikut: laksansia, katarktika, purgativa 

dan drastika. Ketiga kelompok obat terakhir 

bekerja sangat drastis dan sekarang sudah 

tidak dipakai  lagi (obsolet). Lebih 

tepat dan rasional bila penggolongan obat 

pencahar didasarkan atas farmakologi dan 

sifat kimiawinya yaitu:

1. laksansia kontak (zat perangsang).

2. laksansia osmotik

3. zat-zat pembesar volume

4. zat-zat pelicin dan emollientia (pelembut)

Ketiga kelompok terakhir meningkatkan 

jumlah air dalam rongga usus dengan 

memengaruhi keseimbangan antara absorpsi 

dan sekresi. Beberapa faktor memegang 

peranan dalam proses ini, yaitu daya osmotik, 

daya mengikat air dan efek langsung terhadap 

sel-sel mukosa. Mekanisme yang terlibat pada peningkatan cairan usus yang berefek 

pembesaran volume dan pelunakan chymus

diperkirakan berdasar  stimulasi sistem 

adenilsiklase, penghambatan enzim natriumATP-ase dan perubahan permeabilitas sel-sel 

mukosa.

1. Laksansia kontak: derivat antrakinon 

(Rhamnus = Cascara sagrada, Senna, Rhei),

derivat-derivat difenilmetan(bisakodil, pikosulfat, 

fenolftalein) dan minyak kastor.

Zat-zat ini merangsang secara langsung 

dinding usus dengan akibat peningkatan 

peristaltik dan pengeluaran isi usus dengan 

cepat. Mekanisme kerjanya yang tepat tidak 

diketahui, walaupun ada  perubahan 

morfologi dari epitel dinding usus dan 

perubahan transpor dari air dan elektrolit. 

Senna, Rhei, fenolftalein dan minyak kastor tidak 

begitu sering lagi pemakaian nya. Pada 

akhir 1997 fenolftalein ditarik dari peredaran, 

karena percobaan pada tikus dengan dosis 

sangat tinggi menunjukkan sifat karsinogen.

2. Laksansia osmotik:magnesium sulfat/sitrat 

dan natriumsulfat, gliserol, manitol dan sorbitol,

juga laktulosa dan laktitol.

Garam-garam anorganik dari ion-ion divalen, senyawa polialkohol dan disakarida 

ini berkhasiat mencahar berdasar  lambat 

absorpsinya oleh usus, sehingga menarik air 

dari “luar” usus melalui dinding ke dalam 

usus via proses osmosa. Tinja menjadi lebih 

lunak dan volumenya diperbesar yang merupakan suatu rangsangan mekanis atas 

dinding usus. Peristaltik diperkuat yang 

mempermudah pengeluaran isi usus. Pada 

disakarida terbentuknya asam-asam yang 

merangsang dinding usus juga memegang 

peranan. Gliserol dipakai  dalam bentuk 

suppositoria, karena dapat menimbulkan refleks defekasi di poros usus (rektum). 

3. Zat-zat pembesar volume: zat-zat lendir 

(agar-agar, metilselulosa, CMC) dan zat-zat nabati Psyllium, gom Sterculia dan katul.

Semua senyawa polysakarida ini sukar 

dipecah dalam usus dan tidak diserap 

(dicernakan), a.l. serat-serat alamiah: selulosa, 

hemiselulosa, pektin, lignin, gom-gom dan zatzat lendir. Zat-zat ini berdaya menahan air 

sambil mengembang. Di samping itu pada 

perombakan oleh kuman-kuman usus terbentuklah asam-asam organik dan gas-gas (CO2

O2

, H2

, CH4

), sedangkan massa bakteri juga 

meningkat; semua ini turut memperbesar 

volume chymus. Dengan demikian khasiat 

mencaharnya berdasar  rangsangan mekanis 

dan kimiawi terhadap dinding usus ditambah 

dengan pelunakan tinja. Selama pemakaian  

zat-zat ini penting sekali untuk minum banyak air, sampai 3 liter sehari.

Sayur-mayur dan buah-buahan juga 

mengandung banyak serat nabati yang terdiri 

dari polisakarida tersebut di atas. Kombinasi

dari zat-zat pembesar volume ini dengan 

laksansia kimia lainnya (mis. senyawa 

antrakinon) tidak dianjurkan, karena 

kegiatannya akan dihambat. 

4. Zat-zat pelicin dan emollientia: natriumdocusat, natriumlauril-sulfo-asetat dan parafin 

cair. Kedua zat pertama memiliki aktivitas 

permukaan (detergensia) dan mempermudah 

defekasi, karena melunakkan tinja dengan 

meningkatkan penetrasi air ke dalamnya. 

Parafin melicinkan penerusan tinja dan bekerja sebagai bahan pelumas.

Efek samping umum

Laksansia kontak, zat-zat pembesar volume dan 

laktulosa/laktitol dapat menimbulkan perasaan 

kembung dan banyak angin (flatulensi).Gejala ini dapat dikurangi dengan pentakaran awal rendah yang berangsur-angsur 

dinaikkan. Laksansia kontak bila dipakai  

kronis melumpuhkan motilitas usus. Bila zatzat pembesar volume diminum dengan terlalu 

sedikit air, obstipasi justru bisa memburuk 

atau bahkan terjadi obstruksi usus! Minyak 

kastor dan fenolftalein menimbulkan sejumlah 

efek samping buruk, maka kini jarang digunakan lagi.

Kehamilan dan laktasi. Semua laksansia 

boleh dipakai  oleh wanita hamil, kecuali minyak kastor, yang bisa memicu his. Sebaiknya berhati-hati dengan bisakodil, karena dapat menimbulkan kejang-kejang. Laktulosa dianggap sebagai laksans paling aman 

selama kehamilan. Senyawa antrakinon, magnesiumsulfat dan fenolftalein masuk ke dalam 

air susu ibu, sehingga tidak boleh diberikan 

selama menyusui.

MONOGRAFI

1. LAKSANSIA KONTAK

1a. Tumbuhan yang mengandung glikosida 

antrakinon

Laksansia ini juga dinamakan pencahar 

emodin dan baru menjadi aktif sesudah  glikosida dihidrolisis dalam usus menjadi bentuk 

aglukonnya. Efeknya tampak sesudah  6 jam 

atau lebih, karena hidrolisis berlangsung 

lambat. Mekanisme kerjanya berdasar  

stimulasi peristaltik usus besar.

Efek samping. Pada pemakaian  Senna dan 

Rhei Radix, ginjal akan mengeluarkan asam 

krisofan yang memberikan warna kuningcokelat kepada air seni yang bereaksi asam 

atau merah-ungu bila alkalis.

Kehamilan dan laktasi. pemakaian nya tidak dianjurkan selama laktasi, karena dapat mencapai air susu ibu. Untuk uraian 

mengenai Rhamni Cortex (Cascara sagrada = 

Lat. kulit pohon yang kudus) yang kini tidak 

dipakai  lagi, lihat Edisi IV.

1b. Sennae Foliolum

Daun-daun dari pohon Cassia angustifolia 

ini mengandung sebagai zat aktif terpenting 

a.l. dua senyawa glikosida isomer: sennosida 

A dan B. Zat-zat ini memiliki daya laksatif 

terkuat dari semua zat antrakinon alamiah 

lainnya. Kacangnya (Sennae folliculum) juga 

dapat dipakai  sebagai obat pencahar yang 

jarang menimbulkan efek samping kejangkejang.

Sediaan yang dahulu dibuat dari tumbuhan 

ini yaitu  Infusum Sennae Compositum (‘Senna 

tea’), yang pembuatannya harus menurut 

suatu prosedur tertentu untuk menghindari 

anthranol bebas yang dapat menyebabkan 

kejang-kejang dan sakit perut. Kini jarang 

dipakai  lagi 

1c. Rhei Radix

Akar tinggal dari tumbuhan Rhei palmatum 

(kelembak) yang berasal dari Cina yaitu  

suatu obat pencahar yang dahulu dipakai  

sebagai serbuk maupun sebagai ekstrak dan 

sirop. Dewasa ini akar Rhei jarang dipakai  

lagi dalam ilmu kedokteran resmi.

1d. Bisakodil: Dulcolax

Derivat difenilmetan ini yaitu  laksans 

kontak populer yang bekerja langsung terhadap dinding usus besar (colon) dengan 

memperkuat peristaltiknya. Tinja pun menjadi lunak. Di samping pemakaian nya sebagai 

pencahar umum, juga sering dipakai  

untuk mengosongkan usus besar sebelum 

pembedahan atau pemeriksaan dengan sinar 

Röntgen.

Resorpsi. Dalam usus halus bisakodil 

diresorpsi sampai 50% dan sesudah  desasetilasi 

dalam hati sebagian dikeluarkan dengan 

empedu dan mengalami siklus enterohepatik. 

Metabolitnya juga aktif. Sisanya diekskresi 

melalui ginjal. Bagian yang tidak diserap 

berkhasiat terhadap dinding usus. Defekasi 

terjadi sesudah  ± 7 jam, pada pemakaian  

rektal sesudah  ± 30 menit. Karena resorpsi 

tidak diperlukan bagi khasiat mencaharnya 

dan supaya jangan membebankan hati, tablet 

diberikan sebagai tablet e.c. tahan-asam yang 

baru pecah di bagian bawah usus halus. 

Dengan demikian resorpsi dibatasi sampai

sedikit mungkin, lagi pula iritasi terhadap 

dinding lambung dihindari.

Efek samping jarang terjadi dan berupa 

kejang-kejang perut; secara rektal obat ini 

dapat merangsang selaput lendir rektum. 

Tidak boleh dipakai  bersamaan dengan 

susu atau zat-zat yang bereaksi alkalis 

(antasida) karena bisa merusak lapisan 

enteric-coating dari tablet. 

Kehamilan. Obat ini dapat dipakai  

selama kehamilan, walaupun harus berhatihati karena dapat menimbulkan kejang perut.

Dosis: sebelum tidur 1-2 tablet-salut dari 

5 mg; suppositoria 10 mg (asetat) pada pagi 

hari. Sebagai klisma: larutan 10 mg/5 ml 

dalam polietilenglikol.

* Natriumpikosulfat (Laxoberon) yaitu  

derivat sulfat sintetik dengan khasiat dan 

sifat yang sama. Zat ini baru aktif sesudah  

dihidrolisis oleh enzim hidrolase (dari bakteri) di dalam colon dan coecum menjadi 

metabolit-metabolitnya. Daya kerjanya lambat, sesudah 10-12 jam dan sering kali digunakan sebagai laksans sebelum pembedahan. 

Resorpsinya di usus ringan sekali dan 

dikeluarkan sebagai glukuronidanya melalui 

kemih dan feses. Secara rektal tidak efektif. 

Dosis: malam hari sebelum tidur 5-10 mg, 

anak-anak dari 4-6 tahun 2,5-5 mg.

1e. Fenolftalein: *Agarol , *Laxadine

Serbuk yang berwarna putih ini yaitu  

derivat difenilmetan yang kerja laksatifnya 

berdasar  terutama atas rangsangannya 

terhadap usus besar. Zat ini sukar larut dalam 

air, tidak ada rasanya dan tidak berbau. 

Jarang dipakai  lagi sebagai laksans umum 

(bersama agar-agar). Dalam analisis kimia, 

fenolftalein dipakai  sebagai indikator pada titrasi asam-basa. 

Resorpsinya. Di dalam usus kecil, zat ini 

dilarutkan oleh kegiatan garam-garam dan 

empedu. Mulai kerjanya 4-8 jam sesudah  

pemberian. Sebagian zat diserap dan masuk ke dalam sirkulasi untuk kemudian 

diekskresi dalam empedu. Disebabkan siklus 

enterohepatik kerjanya bisa bertahan sampai 

2-3 hari.

Efek sampingnya serius dan berupa kolik, 

kolaps, lupus erythematodes dan reaksi kepekaan pada kulit, juga pigmentasi yang dapat 

bertahan selama beberapa waktu sesudah  

pengobatan dihentikan. Zat ini bersifat 

karsinogen pada tikus dan di banyak negara 

telah dibatalkan registrasinya (1997).

Dosis: 50-200 mg (maks. 300 mg), diberikan 

pada malam hari sebelum tidur.

*Laxadine = fenolftalein 55 + gliserin 378 mg 

dalam paraff liq 1200 ml

1f. Oleum ricini: minyak kastor, minyak jarak.

Minyak kastor diperas dari biji pohon 

jarak (Ricinus communis) dan mengandung 

trigliserida dari asam risinoleat, suatu asam 

lemak tak-jenuh. Di dalam usus halus sebagian zat ini diuraikan oleh enzim lipase dan 

menghasilkan asam risinoleat yang memiliki 

efek stimulasi terhadap usus halus. sesudah  

2-8 jam timbul defekasi yang cair.

Efek sampingnya berupa kolik, mual dan 

muntah. Oleum ricini tidak boleh dipakai  

oleh wanita hamil.

Dosis: dewasa 15-30 ml; anak-anak 4-15 ml.

2. LAKSANSIA OSMOTIK

2a. Magnesiumsulfat: garam Inggris, garam 

Epsom

Mekanisme kerjanya di dalam usus berdasarkan penarikan air (osmosis) dari bahan 

makanan karena tigaperempat dari dosis oral 

tidak diserap. Akibatnya yaitu  pembesaran 

volume usus dan meningkatnya peristaltik

di usus halus dan usus besar, di samping 

melunakkan tinja.

Resorpsi. Antara 15-30% dari dosis diserap 

oleh usus yang dapat mengakibatkan kadar magnesium darah terlampau tinggi, 

khususnya bila fungsi ginjal kurang baik 

(lansia). Oleh karena itu garam Inggris 

hendaknya jangan dipakai  untuk waktu 

lama. Mulai kerjanya sesudah  1-3 jam. Boleh 

dipakai  selama kehamilan; obat ini masuk 

ke dalam air susu ibu.

Dosis: 15-30 g sekaligus di dalam segelas 

air hangat dan diminum pada perut kosong. 

Daya kerjanya cepat (2-4 jam) dan efektif.

Catatan: magnesiumoksida (MgO) pada 

dosis 2-5 g juga bekerja sebagai pencahar

* Laxasium = suspensi Mg(OH)2 400 mg / 

5ml

* Magnesiumsitrat dahulu dipakai  sebagai sediaan Magnesii citras effervescens dan 

Mixtura Magnesii Citratis (Limonade purgative)

yang terdiri dari campuran magnesium karbonat dan asam sitrat. Efek samping: gangguan 

fungsi ginjal serius.

2b. Natriumsulfat: garam Glauber

Dosis: 15 g dalam 150-500 ml air. Dosis lebih 

besar dapat mengakibatkan muntah-muntah.

2c. Laktulosa: Duphalac

Derivat sintetik dari laktosa ini yaitu  

suatu disakarida yang terdiri dari 1 molekul 

fruktosa dan 1 molekul galaktosa. Di dalam usus halus laktulosa tidak diresorpsi 

karena tidak ada  enzim yang tepat 

untuk menghidrolisisnya. Baru di dalam 

usus besar, zat ini diuraikan dengan cepat 

oleh bakteri-bakteri tertentu (Lactobacillus)

dan menghasilkan asam laktat dan asam asetat. Asam-asam organik ini menahan air

berdasar  proses osmosis dengan efek 

stimulasi peristaltik, sehingga tinja menjadi 

lunak dan defekasi distimulasi. Efeknya baru 

tampak sesudah  24-48 jam.

pemakaian nya selain sebagai laksans 

juga pada coma hepaticum yang sewaktuwaktu terjadi pada penderita cirrhosis hati, 

di mana amoniak dari usus masuk ke dalam 

peredaran darah dan otak. Klisma dengan 

laktulosa ternyata sama efektifnya dengan 

neomisin, berdasar  pengikatan gas 

NH3

 dalam usus. Dalam keadaan normal, 

pengubahan amoniak menjadi ureum di 

dalam hati dapat terhambat bila fungsi hati 

terganggu.

Efek sampingnya berupa perut kembung 

dan banyak gas, terutama selama hari-hari 

pertama. Pada overdosis terjadi nyeri perut 

dan diare. 

Dosis: permulaan 30 ml larutan 50% (pagi 

hari), dosis pemeliharaan 15 ml. Pada coma 

hepaticum: 3 dd 30 ml. Pada salmonellosis: 

3 dd 15 ml minimal 14 hari, sampai hasil 

pembiakan tinja tiga kali berturut-turut negatif.

* Laktitol (Importal) yaitu  derivat sintetik 

dari laktosa (1989) dengan daya kerja dan 

pemakaian  sama dengan laktulosa. Di samping itu, zat ini dipakai  sebagai zat pemanis, 

daya manisnya 40% dari sakarosa. 

Dosis: 1 dd 20 g d.c. pagi atau malam hari.

2d. Gliserol

Gliserol dipakai  sebagai sediaan rektal 

untuk segera mengosongkan usus besar. 

Secara rektal zat ini praktis tidak diserap 

sedangkan daya kerjanya sudah tampak 

sesudah  15-30 menit. Kadar yang tinggi dalam 

suppositoria dapat menimbulkan iritasi lokal.

Dosis: dewasa dan anak-anak usia 6 tahun 

ke atas 3 g dalam suppositoria (70% dalam 

gelatin) atau klisma (4-5 g untuk dewasa, 

anak-anak 2-3 g). 

2e. Sorbitol: *Microlax, *Klyx

Alkohol-gula ini (C6

H14O6

) dipakai  sebagai laksan secara oral maupun dalam 

klisma. Resorpsinya dari usus lambat dan 

tidak menentu. Dalam hati sorbitol lambat 

laun diubah menjadi fruktosa dan untuk 

sebagian kecil langsung menjadi glukosa.

Daya manisnya 50% dari sakarosa; pasien 

diabetes boleh menggunakan sorbitol sebagai 

zat pemanis, maksimal 50 g sehari .

Efek samping pada dosis besar berupa diare 

dan flatulensi. Hati-hati pada penderita gangguan fungsi ginjal. Kontra-indikasi pada 

gangguan fungsi hati dan encok. 

Dosis: 30-50 g; dalam klisma 120 ml dari 

larutan 250-300 mg/ml.

3. ZAT-ZAT YANG MENGEMBANG

3a. Agar-agar: *Agarol

Agar-agar yaitu  zat lendir yang dikeringkan dari tumbuhan genus Gelidium (Asia 

Timur) dan terutama terdiri dari hemiselulosa

yang tidak dapat dicerna. Zat ini jarang 

dipakai  tunggal, umumnya dalam sediaan 

kombinasi. Dalam industri juga dipakai  

sebagai stabilisator emulsi. Mulai kerjanya 

dalam waktu 24 jam.

Dosis: 1-2 dd 4-16 g dengan air tetapi 

kebanyakan dalam sediaan kombinasi.

3b. Metilselulosa: Tylose, Methocel

Metilselulosa yaitu  metileter dari selulosa 

yang ada  dengan berbagai derajat 

viskositas. Zat ini banyak dipakai  sebagai 

zat ‘pengental’ dalam industri pangan dan 

dalam sediaan farmasi, a.l. dalam tetes mata 

dan liur buatan pada kekurangan air mata 

dan liur, juga sebagai cairan untuk lensa 

kontak keras. Begitu pula sebagai zat pelekat 

untuk kertas dinding.

Efek sampingnya berupa kembung (flatulensi) 

dan bila dipakai  tanpa cukup air dapat 

menimbulkan obstruksi esofagus. 

Dosis: 4 dd 1-1,5 g dalam segelas air.

* Carmellose (karboksimetilselulosa, C.M.C.)

yaitu  derivat karboksi yang viskositasnya 

tergantung dari tipenya. Di dalam tubuh 

carmellose sama sekali tidak bereaksi (indifferen). Efeknya tampak dalam waktu 24 

jam. Kadangkala zat ini dipakai  pada 

penanganan obesitas untuk menghilangkan 

perasaan lapar tetapi efektivitasnya diragukan. 

Dosis: 4 dd 1-1,5 g (garam-Na) dalam segelas air.

3c. Plantago: Psyllium, *Metamucil

Benih-benih ini diperoleh dari berbagai jenis 

tumbuhan Plantago ovata yang mengandung 

hemiselulosa dan zat lendir (mucilago) dalam 

jumlah besar dan dapat membentuk suatu gel 

bila bersentuhan dengan air. Kulit benih juga 

dipakai  sebagai laksan. Bulk-nya tidak 

dicernakan tetapi diekskresi dalam keadaan 

utuh. Obat ini terutama berguna untuk 

sembelit dengan tinja yang kering dan keras. 

Selain itu plantago dipakai  pada diare cair 

kronis untuk memadatkan tinja. Efek samping: 

reaksi alergi (rhinitis). 

Dosis: 1-3 dd 4-10 g dalam air.

3d. Gom Sterculia: gom karaya, Normacol

Gom ini diperoleh dari a.l. tumbuhan 

Sterculia urens dan terdiri dari suatu kompleks 

polisakarida yang mulai kerjanya dalam 

waktu 24 jam. 

Dosis: 2 dd 5-10 g granulat (600 mg/g) p.c.

3e. Serat-serat nabati

Secara kimiawi serat-serat nabati merupakan kompleks polimer dari hidratarang 

dan terdiri atas selulosa, lignin dan/atau 

pektin. Dalam tumbuhan, serat-serat khusus 

ada  sebagai dinding sel dari beberapa jenis gandum, sayur-mayur dan buncis 

(beans), juga dalam buah-buahan (terutama 

sebagai pektin). Polisakarida tersebut tidak 

dapat dicerna, sehingga tidak dapat diserap 

oleh usus. Hemiselulosa untuk sebagian difermentasi oleh kuman-kuman usus besar 

dengan menghasilkan asam-asam organik 

dan gas..

Khasiat mencaharnya berdasar  strukturnya yang terdiri atas rantai-rantai selulosa 

dan berupa bunga karang berlubang-lubang 

lembut (porous), yang berdaya menyerap 

dan mengikat molekul air dengan efek mengembang. Karenanya, isi usus diperbesar 

dan peristaltik distimulasi, sehingga defekasi lancar. berdasar  sifatnya yang dapat mengikat air dan zat-zat lainnya, selain 

sebagai laksan, serat-serat nabati juga digunakan untuk beberapa gangguan, yaitu:

– untuk menurunkan kadar kolesterol yang 

meningkat, dianjurkan diet dengan ±200 

g sayuran + 2-3 butir buah-buahan sehari. 

Menurut penelitian, diet tersebut dapat 

menurunkan kolesterol sekitar 10%. Lihat 

Bab 36, Antilipemika. Pengobatan hiperlipidemia.

– sebagai pencegah kanker usus besar berdasarkan kemampuan serat-serat untuk 

mengikat metabolit-metabolit karsinogen 

tertentu dari garam empedu dan kolesterol. Zat-zat ini dibentuk oleh kumankuman anaerob dari flora usus. Lihat Bab 

14, Sitostatika, Makanan dan Kanker.

– sebagai zat pembantu pada kur menguruskan 

tubuh. Makanan yang kaya akan serat 

mengandung kalori rendah dan harus 

dikunyah lebih lama. Juga berdaya memperbesar volume isi lambung, sehingga 

lebih cepat menimbulkan perasaan kenyang dibandingkan zat-zat gizi yang 

berkalori tinggi; dengan kata lain, seratserat memiliki nilai saturasi tinggi.

* Katul yaitu  selaput luar dari butir-butir 

beras (gandum) yang tertinggal pada proses 

penggilingan. Di samping banyak vitamin 

dan mineral, katul juga mengandung banyak 

serat dengan polisakarida tersebut di atas.

Efek sampingnya berupa perasaan lambung 

penuh dan flatulensi. Efeknya tampak dalam 

24 jam. Perlu minum minimal 1,5 liter air 

sehari. 

Dosis: 20-30 g sehari dalam 2-3 kali dicampur dengan makanan.

4. ZAT PELICIN DAN EMOLLIENTIA

4a. Parafinum cair: Paraffinum liquidum (spissum), *Agarol

Parafinum terdiri atas campuran senyawa 

hidrokarbon cair jenuh yang diperoleh dari 

minyak bumi. Zat ini tidak dicerna dalam 

saluran lambung-usus dan hanya bekerja 

sebagai zat pelicin bagi isi usus dan tinja. 

Gunanya untuk melunakkan tinja, terutama sesudah  pembedahan rektal atau pada 

penyakit wasir. pemakaian nya dapat menimbulkan iritasi sekitar dubur. Zat ini digunakan sebagai emulsi yang kadang-kadang 

dikombinasi dengan fenolftaleine.

Keburukannya yaitu  sifatnya yang mengurangi penyerapan oleh tubuh dari zat-zat 

gizi, a.l. vitamin yang larut dalam lemak (A, 

D, E dan K). Bila diinhalasi (tersedak), zat ini 

dapat mengakibatkan sejenis radang paruparu berbahaya (pneumonia lipoid). Penggunaannya selama kehamilan tidak dianjurkan. 

Oleh karena masalah ini parafin cair praktis 

tidak dipakai  lagi.

Dosis: 15-30 ml, diberikan pada malam hari 

sebelum tidur.

4b. Natrium dokusinat: dioctyl-Na-sulfosuccinate, *Klyx

Asam sulfonat yang berantai panjang (C21) 

ini, memiliki aktivitas permukaan (detergens), 

sehingga mempermudah pemasukan air ke 

dalam chymus dan melunakkan tinja. Efeknya dimulai 1-3 hari sesudah  pemakaian  

peroral, secara rektal sangat cepat, sesudah 

5-12 menit. 

Efek samping jarang dan ringan, a.l. gangguan lambung-usus, ruam kulit dan iritasi 

tenggorok. 

Dosis: oral malam hari 50 -360 mg, rektal 

100 mg dalam suppositoria.

* Natriumlaurylsulfoasetat (*Microlax) adalah derivat dengan sifat yang sama dan penggunaannya sebagai klisma (45 mg) bersama 

PEG-400 625 mg/5 ml.





OBAT SUSUNAN 

SARAF PUSAT



Pada umumnya sistem saraf yang mengkoordinasi sistem-sistem lainnya di dalam 

tubuh dibagi dalam dua kelompok, yakni:

a. Susunan Saraf Pusat (SSP), yang terdiri 

dari otak dan sumsum tulang belakang dan

b. Susunan Saraf Perifer yang dapat dibagi 

lagi dalam dua bagian, yakni:

saraf-saraf motoris atau saraf eferen yang 

menghantarkan impuls (isyarat) listrik 

dari SSP ke jaringan perifer melalui neuron eferen (motorik);

saraf-saraf sensoris atau sarat aferen yang 

menghantarkan impuls dari periferi ke 

SSP melalui neuron aferen (sensory).

Saraf eferen dapat dibagi pula dalam 2 subsistem utama:

c. Sistem Saraf Otonom, yang mengendalikan 

organ-organ dalam secara tidak sadar. Menurut fungsinya SSO ini dibagi dalam dua 

cabang, yakni Sistem (Orto) Simpatis dan 

Sistem Parasimpatis ( SO dan SP)

d. Sistem Saraf Motoris, yang mengendalikan 

fungsi-fungsi tubuh secara sadar.

Impuls eksogen diterima oleh sel-sel penerima (reseptor) untuk kemudian diteruskan 

ke otak atau sumsum belakang. Rangsangan 

dapat berupa perangsang (stimuli) nyeri, 

suhu, perasaan, penglihatan, pendengaran, 

dan lain-lain. Yang khusus akan dibahas 

dalam seksi ini yaitu  impuls saraf yang berhubungan dengan pusat nyeri (di otak), pusat 

tidur (di hipothalamus) dan kapasitas mental,

yang menjadi fungsi kulit otak (cortex).

Kesadaran akan perasaan sakit terbentuk dari 

dua proses, yakni penerimaan perangsang 

nyeri di otak besar dan reaksi emosional dari individu terhadapnya. Analgetika memengaruhi proses pertama melalui peningkatan 

ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotika menekan reaksi psikis 

yang diakibatkan oleh perangsang nyeri 

tersebut.

Di pihak lain, fungsi SSP dapat ditekan seluruhnya secara tidak spesifik oleh zat-zat 

pereda pusat seperti hipnotika dan sedativa. Sebagai akibatnya kesadaran untuk 

impuls eksogen diturunkan serta aktivitas 

fisik dan mental dikurangi. Obat-obat ini 

tidak memengaruhi tingkah laku (behaviour)

secara spesifik, sebagaimana halnya dengan 

tranquilizers, yang di samping itu juga berkhasiat depresif terhadap SSP. Antagonis faali 

dari obat-obat tersebut yaitu  zat-zat yang 

berkhasiat menstimulasi seluruh SSP, yaitu 

analeptika (wekamin) dan antidepresiva.

Kedua jenis obat ini memengaruhi semangat 

dan suasana jiwa berdasar  kegiatan 

langsung terhadap otak.

Untuk praktisnya, obat yang bekerja terhadap 

SSP dapat dibagi dalam beberapa golongan 

besar, yang diuraikan di bab-bab tersendiri, 

yakni:

1. psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi:

a. psikoleptika: jenis obat yang pada 

umumnya menekan dan/atau menghambat fungsi-fungsi tertentu dari 

SSP, yakni hipnotika, sedativa dan

tranquilizers (Bab 24), dan antipsikotika (Bab 29).

b. psiko-analeptika: jenis obat yang menstimulisasi seluruh SSP, yakni antidepresiva dan psikostimulansia (wekamin) (Bab 30).

2. jenis obat untuk gangguan neurologis, 

seperti antiepileptika (Bab 27), MS (multiple sclerosis), penyakit Parkinson dan

demensia (Bab 28).

3. jenis obat yang menghalau atau memblokir perasaan sakit: analgetika, antiradang/rematik dan narkotika (Bab 20, 21 

dan 22), anestetika umum dan lokal (Bab 

25 dan 26).

4. jenis obat vertigo dan obat migrain (Bab 

52).






ANALGETIKA PERIFER



Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau 

rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran 

(perbedaan dengan anestetika umum).

RASA NYERI DAN DEMAM

Definisi. Nyeri yaitu  perasaan sensoris dan 

emosional yang tidak nyaman, berkaitan 

dengan ada nya atau ancaman timbulnya kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat memengaruhi nyeri, misalnya emosi 

dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindari 

sensasi rangsangan nyeri. Nyeri yaitu  

suatu perasaan subyektif dan ambang 

toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap 

orang. Batas nyeri untuk suhu konstan, yaitu 

pada 44-45°C.

Hubungan antara nyeri akut dengan kerusakan jaringan mudah dideteksi, tetapi 

pada nyeri kronis hubungan ini sering kali 

kurang atau tidak jelas dan banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek psikis dan sosial.

Nyeri kronis yaitu  nyeri yang berlangsung 

lebih lama dari 6 bulan, sedangkan nyeri 

subakut bila berlangsung dari 2 sampai 6 

bulan. Nyeri akut bila kurang dari 2 bulan.

Rasa nyeri dalam kebanyakan kasus hanya 

yaitu  suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan (rema, 

encok), infeksi mikroorganisme atau kejang 

otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan 

mekanik, kimiawi, atau fisik (kalor, listrik) 

dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. 

Rangsangan tersebut memicu pelepasan zatzat tertentu yang disebut mediator nyeri, 

antara lain histamin, bradikinin, leukotriën 

dan prostaglandin.

Semua mediator nyeri itu merangsang 

reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung 

saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan 

lain dan demikian menimbulkan antara lain 

reaksi radang dan kejang-kejang. Nosiseptor 

ini juga ada  di seluruh jaringan dan 

organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat 

ini rangsangan disalurkan ke otak melalui 

jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan 

sangat banyak sinaps via sumsum belakang, 

sumsum lanjutan dan otak tengah. Dari 

thalamus impuls kemudian diteruskan ke 

pusat nyeri di otak besar, di mana impuls 

dirasakan sebagai nyeri.

Nyeri berdasar  nosiseptor memberikan 

respons baik terhadap analgetika seperti parasetamol, NSAID’s dan analgetik narkotik. 

Sedangkan nyeri non-nosiseptor seperti nyeri 

neuropatik (saraf), kurang responsif terhadap 

analgetika.

* Mediator nyeri penting yaitu  amin histamin yang bertanggung jawab untuk kebanyakan reaksi alergi (bronchokonstriksi, 

pengembangan mukosa, pruritus) dan nyeri. 

Bradikinin yaitu  polipeptida (rangkaian 

asam amino) yang dibentuk dari protein 

plasma. Prostaglandin mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam

arakidonat. Menurut penelitian zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung saraf sensoris bagi

rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat-zat ini berefek vasodilatasi

kuat dan meningkatkan permeabilitas kapiler

yang mengakibatkan radang dan udema. 

Berhubung kerja serta inaktivasinya cepat 

dan bersifat lokal, maka zat-zat ini juga dinamakan hormon lokal. Mungkin sekali zatzat ini juga bekerja sebagai mediator demam.

Lihat juga Bab 21, Analgetika anti radang.

PROSTAGLANDIN (penemu Von Euler dan Goldblatt)

Nama prostaglandin (PG) diberikan pada sekelompok senyawa yang farmakologik sangat aktif 

dan pertama kali diekstraksi dari kelenjar vesikular kambing, kemudian diisolasi dari cairan semen 

manusia oleh Von Euler dan Goldblatt (1935). Tetapi ternyata bahwa prostaglandin mencakup 

suatu kelompok besar dari senyawa-senyawa yang secara kimiawi sangat dekat berkaitan dan 

ada  di berbagai jaringan dan bukan hanya di prostat (Bergström et al.,1963).

Prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan yaitu  kelompok asam lemak tidak-jenuh 

terhidroksilasi dengan rangkaian panjang, yang dalam kadar sangat rendah dapat mencetuskan 

sejumlah efek biologis yang sangat luas di berbagai jaringan. Dibentuk dari asam arachidon melalui 

a.l. enzim siklo-oksigenase.

Prostaglandin berperan pada banyak proses-proses fisiologi seperti vasodilatasi, vasokonstriksi, 

pengaturan suhu badan, agrgasi trombosit, kehamilan, proses peradangan, motilitas dan efek 

sitoprotektif saluran gastro-intestinal, neurotransmis otonom dan fungsi endokrin dari ginjal.

Tromboksan berperan pada reaksi peradangan dan permeabilitas mukosa lambung, 

mempertahankan tonus dari vena/arteri serta neurotransmisi.

Prostasiklin (PGI2

; diketemukan tahun 1976) memiliki daya hambatan kuat terhadap vasokonstriksi 

dan agregasi trombosit. Oleh karena itu dipakai  sebagai vasodilator dan untuk menghindari 

agregasi trombosit.

Prostaglandin dibentuk dari precursor utamanya yaitu asam esensial arachidon sama seperti 

leukotriën (dahulu disebut SRS-A atau Slow Reacting Substance of Anaphylaxis), yang berperan pada 

pathogenesis penyakit alergi seperti asma.

Struktur kimia dan penamaan (nomenclatuur)

Semua prostaglandin dibentuk dari inti siklopentan dengan 2 cabang-sisi dari seluruhnya 20 atom 

karbon sehingga membentuk struktur seperti jepit rambut (asam prostan). Senyawa-senyawa ini 

dibagi dalam 2 golongan induk: 

– prostaglandin E dengan gugusan satu -–OH-(hidroksi)- dan satu ==O-(okso)- ;

– prostaglandin F dengan 2 gugusan hidroksi pada cincin pentan.

Tiap tipe prostaglandin diberi huruf kelompok A, B, C, D, E atau F sesuai dengan struktur cincin 

siklopentan. Huruf kelompok diikuti oleh suatu nomor (= jumlah ikatan ganda), lalu indeks klasifikasi 

(alfa atau beta) berdasar  konfigurasi stereo dari gugusan C9

-hidroksil.

Yang terutama ada  dalam tubuh yaitu  prostaglandin E2

 dan F2α , yang disebut prostaglandin 

klasik. 

Prostasiklin ditandai dengan huruf I, sedangkan tromboksan disingkat sebagai TXA dan TXB.

Di bawah ini ikthtisar dari efek-efek fisiologi dan penerapan dari prostaglandin.

Efek terhadap organ-organ:

Otot licin (uterus, saluran darah, gastro-intestinal)

Trombosit: aggregasi

Hormon: produksi hormon

Susunan Saraf Pusat

Reaksi peradangan

Ginjal

Penerapan klinik:

Asma 

Hipertensi

Trombosis

Penyakit pembuluh perifer

Sitoprotekti saluran gastro-intestinal

Ginekologi

Kehamilan (penghentian kehamilan, abortus)



* Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) pada saat nyeri dirasakan untuk 

pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas 

rangsangan yang terendah saat seseorang 

merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang 

nyerinya konstan.

Demam. Pada umumnya demam yaitu  suatu gejala dan bukan yaitu  penyakit 

tersendiri. Kini para ahli bersependapat bahwa demam yaitu  suatu reaksi yang berguna 

dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu di atas 

37° C limfosit dan makrofag menjadi lebih 

aktif. Bila suhu melampaui 40-41° C, barulah 

terjadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal, 

karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh.

PENGGOLONGAN

Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika 

dibagi dalam dua kelompok besar, yakni:

a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang 

terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. 

Analgetika anti radang termasuk kelompok ini.

b. Analgetika narkotik khusus dipakai  

untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti 

pada fraktur dan kanker. Obat-obat ini 

dibahas di Bab 22.

PENANGANAN RASA NYERI

berdasar  proses terjadinya, rasa nyeri dapat “dilawan” dengan beberapa cara, yakni 

dengan:

a. Analgetika perifer, yang menghalangi 

terbentuknya rangsangan pada reseptor 

nyeri perifer 

b. Anestetika lokal, yang menghalangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris

c. analgetika sentral (narkotika), yang 

memblokir pusat nyeri di SSP dengan 

anestesi umum

d. Antidepresif trisiklis, yang dipakai  

pada nyeri kanker dan saraf, mekanisme 

kerjanya belum diketahui, misalnya 

amitriptilin

e. Antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pada 

nyeri, mis. pregabalin, karbamazepin, 

okskarbazepin, fenitoin dan valproat.

Pada pengobatan nyeri dengan analgetika, 

faktor-faktor psikis turut memegang 

peranan seperti sudah diuraikan di atas, 

misalnya kesabaran individu dan daya 

mengatasi nyerinya. Obat-obat di bawah ini 

dapat dipakai  sesuai jenis nyerinya.

Penanganan jenis-jenis nyeri

Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat 

perifer, seperti parasetamol, asetosal, asam mefenamat, propifenazon atau aminofenazon, begitu 

pula rasa nyeri dengan demam. Untuk nyeri 

sedang dapat ditambahkan kafein atau kodein.

Nyeri yang disertai pembengkakan atau 

akibat trauma (jatuh, tendangan, tubrukan) sebaiknya diobati dengan suatu analgetika anti 

radang, seperti aminofenazon dan NSAID 

(ibuprofen, asam mefenamat, dan lain-lain ). Nyeri hebat perlu ditanggulangi dengan morfin 

atau opiat lainnya (Tramadol). Nyeri kepala 

migrain dapat ditangani dengan obat-obat 

khusus, lihat Bab 52.

Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu 

pemberian:



1. Obat perifer (non-opioid) per oral atau 

rektal: parasetamol, asetosal.

2. Obat perifer bersama kodein, atau tramadol

3. Obat sentral (opioid) per oral atau rektal

4. Obat opioid parenteral.

Untuk memperkuat efek analgetik dapat 

ditambahkan suatu co-analgetikum, seperti 

psikofarmaka (amitriptilin, levopromazin) 

atau prednison.

Nyeri saraf kronis. Antara lain dikenal nyeri

saraf nosiseptif yang disebabkan oleh saraf 

terluka atau terjepit, nyeri neuropati perifer dan 

nyeri saraf yang berasal dari SSP.

Neuropati perifer yaitu  suatu gangguan 

saraf perifer dengan perasaan seperti ditusuktusuk, lemah otot, mati rasa dan hilang 

refleks yang diawali dari jari-jari, kemudian 

menimbulkan kelumpuhan pada kedua kaki 

atau tangan. Penyebab-penyebabnya yaitu :

1. diabetes, penyebab terpenting akibat kerusakan sel saraf karena kadar gula darah 

yang tinggi; perasaan nyeri diawali dari 

kaki kemudian ke tangan;

2. infeksi misalnya herpes zoster (neuralgi

postherpetik) dan HIV;

3. metabolisme, misalnya defisiensi vitamin 

(B1

, B6

, B12);

4. gangguan imunologi (sindrom GuillainBarré, hilang refleks dan lumpuh otot);

5. berbagai jenis tumor (myeloma);

6. gangguan akibat keturunan;

7. saraf terjepit;

8. trauma;

9. minum alkohol berlebihan;

10. intoksikasi zat kimia dan logam berat;

11. obat-obat: sitostatika (senyawa platina 

karboplatin, cisplatin), taksan (docetaxel, 

paclitaxel), alkaloid vinca (vincristin), bortezumib, talidomida dan lenalidomida, 

antibiotika (nitrofurantoin, siprofloksasin, 

doksisiklin), obat malaria (meflokuin), 

antimikotika (itrakonazol), antiprotozoa 

(metronidazol), obat antiretroviral (NRTI 

didanosin), obat TB (isoniazida dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6), obat 

antihipertensi (amlodipin, enalapril, losartan, metoprolol), statin (atorvastatin, 

simvastatin), perintang TNF-alfa (etanercept, infliksimab, adalimumab), antidepresiva (paroksetin, mirtazapin, venlafaksin).

Ref. Geneesmiddelengeinduceerde perifere 

neuropathie. Geneesmiddelen bulletin 48, 4, 

2014 (Ned Tijdschr geneeskd 2014).

Dasar keluhan-keluhan ini sangat bervariasi 

karena berbagai sistem reseptor memegang 

peranan. Oleh sebab itu umumnya digunakan kombinasi dari dua atau lebih obat. 

Nyeri ini sukar diatasi dengan analgetik 

klasik (parasetamol, NSAIDs dan opioid) 

karena tidak bersifat nosiseptif. Yang ternyata 

lebih efektif yaitu  antidepresif trisiklis dan

antiepileptik, tunggal atau juga sebagai tambahan pada zat opioid seperti tramadol dan 

fentanil.

Dapat dibedakan antara polineuropati dan 

mononeuropati. Pada mononeuropati ada  kerusakan pada satu saraf, misalnya 

akibat trauma, sedangkan polineuropati merupakan gangguan menyeluruh simetris 

dari saraf-saraf perifer termasuk saraf perifer 

sensibel, motorik, otonom atau bersamaan. 

Istilah perifer menyatakan bahwa Susunan 

Saraf Pusat (SSP), seperti otak dan sumsum 

tulang belakang, tidak termasuk dalam definisi ini.

Neuralgia postherpetik (sesudah  sembuh dari 

Herpes zoster) di sekitar bagian atas tubuh dan 

neuralgia trigeminus di wajah juga yaitu  

gangguan saraf perifer. 

Untuk pengobatan umumnya dipakai  

amitriptilin, karbamazepin6,7 atau juga gabapentin, fenitoin dan valproat.

Pada nyeri neuropati akut yang terasa 

seperti tertusuk-tusuk jarum, karbamazepin 

ternyata paling efektif, sedangkan pada nyeri 

terus-menerus atau seperti perasaan terbakar, 

amitriptilin dan gabapentin lebih ampuh .

Pada polineuropati yang bertalian dengan 

HIV, lamotrigin paling efektif, sedangkan 

kebanyakan obat lainnya yang ampuh pada 

polineuropati diabetes, tidak efektif.

* Pregabalin8

. Obat ini (2004) telah dipasarkan dengan indikasi khusus nyeri neu-

ropati. Rumus kimianya mirip GABA, tetapi mekanisme kerjanya tidak melalui pendudukan reseptor GABA. Pregabalin mengurangi jumlah noradrenalin, glutamat 

dan substance-P di ruang sinaps, dengan efek 

berkurangnya nyeri. Efektivitasnya belum 

bisa dipastikan. 

Efek samping utamanya yaitu  perasaan pusing hebat yang mirip keadaan mabuk dan 

kejang kaki yang tidak hilang sesudah 4-5 

hari seperti halnya pada obat-obat nyeri saraf 

lain. Efek-efek ini membatasi pemakaian nya 

sebagai obat tunggal. Keberatan lain yaitu  

harganya yang sama tingginya dengan gabapentin (yang patennya kini sudah kadaluwarsa).

ANALGETIKA PERIFER

Penggolongan

Secara kimiawi, analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:

a. Parasetamol

b. Salisilat: asetosal, salisilamida dan benorilat

c. Penghambat prostaglandin (NSAIDs): 

ibuprofen, dan lain-lain

d. Derivat antranilat: mefenaminat, glafenin

e. Derivat pirazolinon: propifenazon, isopropilaminofenazon dan metamizol

f. Lainnya: benzidamin (Tantum)

Co-analgetika yaitu  obat yang khasiat dan 

indikasi utamanya bukan menghilangkan 

perasaan nyeri, mis. antidepresif trisiklis 

(amitriptilin) dan antiepileptik (karbamazepin,

pregabalin, fenitoin, valproat). Obat-Obat ini 

dipakai  tunggal atau terkombinasi dengan analgetik lain pada keadaan-keadaan 

tertentu, seperti pada nyeri neuropatik.

pemakaian 

Obat-obat ini mampu meringankan atau 

menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga 

tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan 

zat ini juga berdaya anti piretik dan/atau 

anti radang. Oleh karena itu tidak hanya 

dipakai  sebagai obat anti nyeri, tetapi 

juga pada demam (infeksi virus/kuman, 

selesma, pilek) dan peradangan seperti rema dan encok. Obat-obat ini sering kali 

diberikan untuk nyeri ringan sampai sedang, 

yang penyebabnya beranekaragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau sendi (rema, 

encok), perut, nyeri haid (dismenore), nyeri 

akibat benturan atau kecelakaan (trauma). 

Untuk kedua nyeri terakhir, NSAID lebih 

layak. Pada nyeri lebih berat mis. sesudah  

pembedahan atau fraktur (tulang patah), 

kerjanya kurang ampuh.

* Khasiat anti piretiknya berdasar  rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di 

hipothalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya 

pengeluaran kalor yang disertai keluarnya 

banyak keringat. 

* Khasiat anti radang (anti flogistik). Kebanyakan analgetika memiliki daya antiradang, khususnya kelompok besar dari zatzat penghambat prostaglandin (NSAIDs, 

termasuk asetosal), begitu pula benzidamin. 

Zat-zat ini banyak dipakai  untuk rasa 

nyeri yang disertai peradangan dan akan 

dibahas lebih mendalam di Bab 21, Obat-obat 

Rema.

* Kombinasi dari dua atau lebih analgetik 

sering kali dipakai , karena terjadi efek 

potensiasi. Lagi pula efek sampingnya dapat 

berkurang, sehingga dosis masing-masing 

analgetik dapat diturunkan. Kombinasi analgetik dengan kofein dan kodein sering kali 

dipakai , khususnya dalam sediaan 

dengan parasetamol dan asetosal.

Efek samping

Yang paling umum terjadi yaitu  gangguan 

lambung usus (b,c,e), kerusakan darah (a, b, 

d, dan e), kerusakan hati dan ginjal (a,c) dan 

juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping 

ini terutama terjadi pada pemakaian  lama 

atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu 

pemakaian  analgetika secara kontinu tidak 

dianjurkan.

Interaksi. Kebanyakan analgetika memperkuat efek antikoagulansia, kecuali parasetamol dan glafenin. Kedua obat ini pada dosis 

biasa dapat dikombinasi dengan aman untuk 

waktu maksimal dua minggu.

Kehamilan dan laktasi

Hanya parasetamol yang dianggap aman 

bagi wanita hamil dan menyusui, walaupun 

dapat dikeluarkan melalui air susu. Asetosal 

dan salisilat, NSAIDs dan metamizol dapat 

mengganggu perkembangan janin, sehingga 

sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon dan 

propifenazon belum ada  cukup data.

MONOGRAFI

1. Aminofenazon: aminopirin (F.I.), amidopirin,

Pyramidon

Derivat pirazolinon ini (1887) berkhasiat 

analgetik, anti piretik dan anti radang. 

Resorpsi di usus cepat, mulai kerjanya sesudah 

30-45 menit, plasma-t½ 2-7 jam. Karena efek 

samping terhadap darah (agranulositosis,

leukopenia) sering kali fatal, obat berbahaya ini 

sejak tahun 1980-an dilarang peredarannya 

di banyak negara. Bila timbul borok-borok 

kecil di mulut, nyeri tenggorok atau demam 

(tanda-tanda agranulositosis), pengobatan 

harus segera dihentikan!

Kehamilan dan laktasi. Semua obat dari 

kelompok pirazolinon tidak boleh dipakai  

selama kehamilan dan laktasi!

Dosis: 3 x sehari 300-600 mg, maksimal 3 g/

hari.

a. Isopropilaminofenazon (isopirin *Pehazon,

*Migran) yaitu  derivat aminopirin dengan 

khasiat yang sama. Zat ini juga berefek sedatif 

dan pada dosis tinggi hipnotik. Toksisitasnya 

lebih ringan. 

Dosis: oral, rektal atau i.v. 3 x sehari 400 mg 

selama 1 minggu, kemudian 600 mg/hari.

b. Fenazon (F.I.) (antipirin) yaitu  senyawa 

induk dari obat-obat tersebut di atas tanpa 

khasiat anti radang (1884). Karena berkhasiat 

lebih lemah dan lebih sering menimbulkan 

reaksi kulit, obat ini kini praktis sudah ditinggalkan. Adakalanya fen