anyakan infeksi
(via transfusi dan jarum yang tercemar)
berlangsung tanpa gejala nyata, seperti
halnya pada hepatitis akut.
4. VIRUS INFLUENZA
Influenza disebabkan oleh virus-RNA yang
dapat hidup pada manusia, kuda, babi, ikan
paus, ayam, itik dan burung. Virus-RNA
terdiri atas inti protein dengan antara lain RNA
dan polimerase. Di bagian luarnya ada
membran albumin dan membran lemak, di mana
ada tajuk-tajuk glycopeptida. «Spikes» ini
terdiri dari protein hemagglutinin (H) dan
neuraminidase (N), yang berfungsi sebagai
antigen permukaan (lihat Gambar 50-1).
Hemagglutinin dan neuraminidase terdiri
dari banyak varian dan berdasar ini jenis
virus influenza diberikan namanya, misalnya
H1N1, H3N2.
Infeksi terjadi melalui inhalasi dari tetesan
liur (pada waktu bersin, batuk, berbicara).
Masa inkubasinya 1-3 hari. Gejalanya muncul
sesudah masa inkubasi dan berupa demam
sampai 40°C, nyeri sendi dan otot di seluruh
tubuh, sakit tenggorok dan kepala, radang
mukosa hidung dan batuk kering yang dapat
bertahan berminggu-minggu. Pada sebagian
kecil penderita, terutama yang memiliki daya tahan menurun, infeksi ini berlangsung
parah sampai fatal.
Rhinovirus dan selesma. Di samping
virus influenza masih ada lebih dari
seratus jenis rhinovirus penyebab selesma/
pilek(masuk angin, «common cold»). Gangguan
ini sering kali dikelirukan dengan influenza,
karena gejala-gejalanya sama walaupun tidak
sehebat dan praktis tidak pernah mengakibatkan kematian. Selesma juga sembuh spontan melalui pengobatan simtomatis dengan
analgetika, obat batuk dan tetes hidung/telinga.
Jenis-jenis virus influenza yang dikenal dibagi berdasar 3 tipe, yakni:
• tipe A, dengan 5 subtipe, yakni H1
-H2
-
H3
-H4
dan H5
, yang bermutasi setiap 1-2
tahun.
• tipe B, yang bermutasi setiap 4-5 tahun.
• tipe C, yang jarang sekali ada .
Seusai suatu epidemi dan setiap tahun, virusvirus influenza A dan B bermutasi ringan,
khusus mengenai enzim hemagglutinnya.
Berhubung dengan mutasi-mutasi kecil ini
(“antigenic drift”) glikoproteinnya (H dan
N) selalu berubah sedikit, sehingga secara
sangat berangsur-angsur “menjauhkan diri”
(‘drifting away’) dari antibodies yang sudah
terbentuk dalam tubuh. Oleh karena itu tidak
mungkin membuat suatu vaksin influenza
universal, lihat Bab 50, Sera dan vaksin, Vaksin influenza.
Mutasi besar (“antigenic shift”) terjadi setiap 8-15 tahun pada virus-A, di mana terbentuk suatu subtipe A baru dengan protein
permukaan yang seluruhnya berlainan. Mutan demikian dapat mengakibatkan epidemi
hebat. Munculnya virus-virus A baru dalam
abad ini sudah beberapa kali menimbulkan
pandemi. Yang terkenal yaitu pandemi di
tahun 1919 (“Spanish flu”) dengan 20-50 juta
kematian, terutama orang muda. Menurut
penyelidikan baru, epidemi itu disebabkan
oleh subtipe H1-N1 yang “berkerabat” dengan virus flu babi. Begitu pula pandemi 1946
(strain baru A1), 1957 (“flu Asia”,subtipe A2:
H2-N2), 1968 (“flu Hongkong”, subtipe A2: H3-
N2,) dan 1977 (“Rusia”, H1).Virus-virus yang
ada dewasa ini yaitu turunan dari tipe
H3-N2. Virus influenza yang ada pada
babi pada tahun 1976 menimbulkan epidemi
Fort Dixon.
Flu burung. Akhir 1997 di Hongkong telah
muncul suatu virus influenza-A baru (avian
influenza tipe H5-N1) yang berasal dari burung/unggas dan dapat ditularkan kepada
manusia melalui percikan lendir yang keluar
dari unggas atau melalui udara (kotoran
unggas yang sudah mengering). Sumber
infeksi lain yaitu pemakaian kotoran unggas sebagai pupuk. Gejalanya pada manusia yaitu demam tinggi (di atas 38° C), sakit
kepala, tenggorok, myalgia (sakit otot), batuk
pilek dan radang parah paru-paru.
Virus ini kemudian menyebar ke berbagai
negara di Asia a.l. negara kita pada tahun
2003. Dari ± 120 orang di Asia yang terinfeksi
sekitar 60 orang telah meninggal. Walaupun
kemungkinan penularan dari manusia ke
manusia kecil, tetapi karena virus flu terkenal
bersifat sangat lincah, dikhawatirkan virus
ini akan berintegrasi/berkombinasi dengan
virus influenza manusia dan menciptakan
mutan-mutan baru yang lebih ganas dan
memudahkan transmisinya dari manusia ke
manusia.
Dalam usaha mencegah penyebarannya
dan timbulnya pandemi, maka lebih dari satu
juta (anak) ayam dan itik telah dimusnahkan
di banyak negara, misalnya di negara kita
dan negeri Belanda (2002). Awal 2005 telah
dilaporkan lagi kasus-kasus infeksi dengan
H5N1 di Vietnam, Thailand, Kamboja dan
juga negara kita .
Medio bulan September 2005 kekhawatiran merebak di negara kita mengenai penyebaran virus flu ini yang dipicu dengan meninggalnya beberapa korban yang positif
terinfeksi avian flu H5N1. Juga terinfeksinya
sejumlah unggas di Taman Margawatwa
Ragunan mengakibatkan kebun binatang ini
ditutup bagi publik selama 3 minggu untuk
memberikan kesempatan ‘mensterilkan’ beberapa bagian yang tercemar. Untuk menanggulangi penyebaran penyakit ini dengan lebih
efektif dan menyeluruh, maka Departemen
Kesehatan telah mengumumkan situasi KLB
(Kejadian/kondisi Luar Biasa) Nasional Flu
burung.
Menurut laporan terakhir (2007) negara kita
menempatkan peringkat pertama di dunia
sesudah Vietnam mengenai terjangkitnya dan
angka kematian akibat flu burung H5N1.
Hampir seluruh provinsi di negara kita merupakan endemik virus ini dengan hanya 3
provinsi yang bebas. Hingga akhir bulan
Januari tahun 2007 jumlah orang yang positif
terinfeksi di seluruh negara kita sebanyak 79
orang dan 61 di antaranya telah meninggal
(DirJen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan DepKes R.I.).
Di samping ini kurang lebih 30 juta unggas
telah dimusnahkan. Dalam rangka memberantas penyakit virus ganas ini, dalam bulan
Januari 2007 telah diterbitkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.5 tahun 2007 tentang
larangan memelihara unggas di kawasan
pemukiman.
Catatan: Epidemi yaitu peningkatan pesat
dari jumlah penderita suatu penyakit.
Pandemi yaitu epidemi sangat meluas
yang mis. menyerang beberapa negara sekaligus.
Penanganan. Sebagai tindakan prevensi
ayam dan itik dapat divaksinasi dengan
vaksin H5N1 (Sanofi Pasteur, Prancis) yang
sudah tersedia sejak beberapa tahun, sedangkan unggas yang sudah terinfeksi dimusnahkan. Tetapi masih terlampau dini untuk
menyatakan keampuhan dan keselamatan
dari pemakaian vaksin ini karena pengalamannya masih terbatas.
Pengobatan terdiri atas istirahat (bedrest) dan
suatu analgetikum untuk mengatasi rasa nyeri
(parasetamol, asetosal). Obat-obat lain yang
dapat memengaruhi jalannya infeksi yaitu
vitamin C, seng, amantadin dan penghambat
neuraminidase.
a. Vitamin C dalam dosis tinggi (3-4 dd
1000 mg) berkhasiat meringankan gejala
dan mempersingkat lamanya infeksi, berdasarkan stimulasi perbanyakan dan aktivitas limfosit-T (Br J Nutr 1992; 67: 3).
b. Seng-glukonat dalam bentuk tablet-hisap
dengan 13,3 mg Zn (kurang lebih 92,5
mg Zn-glukonat) yang dipakai sedini
mungkin pada awal infeksi 5-6 x sehari
dapat mempersingkat lamanya masa sakit
dari rata-rata 7,6 menjadi rata-rata 4,4
hari (Ann Int Med 1996; 125: 81). Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasar
blokade dari tempat-tempat di permukaan
virus yang dapat mengikat pada sel-sel
tubuh. Atau juga atas dasar daya kerja ionZn yang menghambat pembelahan polipeptida
virus serta aktivasi limfosit.
c. Virustatika dipakai sebagai prevensi
atau untuk meringankan gejala penyakit,
bila terjadi infeksi.
• Amantadin dapat dipakai selama
10 hari bersama injeksi vaksin influenza guna melindungi terhadap virus-A2 selama masa vaksin belum
aktif (masa inkubasi 10 hari), terutama
pada orang-orang dengan daya-tangkis lemah.
• Oseltamivir dan zanamivir termasuk
kelompok neuraminidase-inhibitors
(1998) yang ternyata efektif untuk
mencegah dan menangani influenza.
Obat-obat ini dapat menurunkan
kematian pada orang dewasa yang
terinfeksi virus influenza A H1N1,
bila dipakai dalam 2 hari sesudah
timbulnya gejala-gejala pertama.
Obat ini menghambat enzim neuraminidase pada permukaan virus. Dengan
demikian pelepasan partikel-partikel
virus (virion) ke luar sel tuan rumah
dihindarkan, sehingga sel-sel yang
berdekatan di dalam saluran napas
tidak ditulari. Zanamivir dipakai
sebagai inhalasi 1-2 dd 10 mg (Ph Wkbl
1998; 133: 1590). pemakaian oseltamivir lebih praktis karena per oral,
(lih. Monografi).
d. Antibiotika hanya dipakai pada
orang yang berisiko tinggi dengan dayatangkis lemah, seperti penderita bronchitis kronis, jantung atau ginjal. Penderitapenderita ini mudah dihinggapi infeksi
bakterial sekunder, khususnya radang
paru (pneumonia) yang tak jarang berakhir
fatal. Oleh karena itu di Eropa orangorang yang berisiko tinggi dianjurkan
untuk setiap tahun pada permulaan
musim dingin melindungi diri dengan
injeksi vaksin influenza. Malah di negeri
Belanda semua lansia diatas 65 tahun
diberi vaksinasi ini dengan cuma-cuma.
Sindrom postviral yaitu kompleks gejala sesudah sembuh dari infeksi influenza (atau infeksi virus lain) yang bercirikan perasaan sangat lelah, letih, kurang
energi serta depresi. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh toksin-toksin virus
yang masih beredar di dalam darah
selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Selama kurun waktu ini
sebaiknya jangan melakukan kerja fisik
berat sambil memperkuat daya tahan
tubuh dengan makanan bergizi dan
cukup vitamin.
5. VIRUS-VIRUS LAIN
a. Virus dengue (pelafalan: denggi; Ing =
menyerupai dandy).
Sekitar setengah dari populasi dunia bermukim di negara-negara yang endemik bagi
virus-RNA (flavivirus) ini, terutama di Asia
dan Afrika, tetapi dewasa ini juga di Amerika.
Infeksi terjadi oleh gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan penularannya mirip penularan
malaria. Tetapi berbeda dengan nyamuk
Anopheles, nyamuk ini menyengat terutama
pada siang hari. [Nyamuk tersebut juga
yaitu penyebab penularan flavivirus
lain, yaitu demam kuning (yellow fever) di
Afrika dan Amerika Latin]. Dikenal empat
serotipe virus dengue, masa inkubasinya 5-8
hari. Menurut perkiraan WHO, setiap tahun
dengue menimbulkan korban fatal ±20.000
orang. Pada tahun 1994 terjadi epidemi di
Amerika Tengah (Puerto Rico, Kuba) dan di
tahun 1996 di negara kita , Malaysia, Filipina
dan India. Pada awal tahun 2004 kembali
terjadi epidemi di negara kita dengan ±24 ribu
orang terinfeksi dan ± 360 yang meninggal.
Total kasus DBD di seluruh negara kita untuk
tahun 2005 tercatat kurang lebih 67.800 pasien dan lebih dari 900 telah meninggal (Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Dep Kes RI). Sedangkan di
DKI Jakarta hingga pertengahan bulan Desember 2006 tercatat kurang lebih 24300
kasus dan k.l. 50 telah meninggal (situs web
Antara). Kini virus tersebut sudah ditemui
di 17 negara bagian AS. Sampai sekarang
pengendalian penyakit virus ini masih
mengalami kesulitan. Di tahun 2010 sekitar
4 miliar orang di seluruh dunia berisiko
terinfeksi oleh salah satu dari 4 virus dengue
(DENV1-4) dan lebih dari 390 juta orang telah
terinfeksi.
Ref. Halstead S.B. Stumbles on the path
to dengue control.The Lancet Infectious
Diseases, Volume 14, Issue 8, Pages 661 - 662,
2014
Deteksi virus dilakukan dengan penentuan
antibodies di dalam darah. Transmisi dari
manusia ke manusia tidak mungkin.
Penelitian untuk membuat vaksin terhadap
dengue telah dilaksanakan di Thailand (Sanofi Pasteur), tetapi masih mengecewakan
karena praktis tidak dapat memberikan
perlindungan terhadap serotype 2. Vaksin tersebut mengandung virus hidup rekombinan yang aman. Dari hasil penelitian
ini terbukti untuk pertama kali bahwa suatu
vaksin yang aman terhadap dengue dapat
dibuat, tetapi masih memerlukan studi
follow-up lebih lanjut.
Ref. Lancet. 2012; epub 11 september
Gejalanya berupa demam-menggigil sampai 40°C, nyeri sendi dan otot yang hebat,
terutama di tungkai, sakit kepala berat,
nyeri otot/persendian dan timbulnya bintikbintik merah (petechiae) yang khas di muka,
kaki dan tubuh. sesudah 2-4 hari demam
mendadak hilang untuk kemudian (sesudah
24 jam) kambuh lagi. Naik-turunnya suhu
ini yaitu karakteristik bagi dengue. Pada
awalnya timbul leukopeni, trombositopeni
dan kemudian leukositosis. Trombositopeni
diperkirakan karena depresi sumsum tulang
dan rusaknya trombosit. sesudah 3-6 hari
lagi ruam dan demam lenyap sama sekali.
Prognosisnya baik, masa penyembuhannya
dapat memakan waktu lama. Tes diagnosis
yang umum dipakai yaitu tourniquettest
(Rumpell-Leede test) disusul konfirmasi deteksi
virus melalui penentuan antibodies dengan
pemeriksaan IgM (respons primer) dan IgG
(respons sekunder) di dalam darah. Sampai
sekarang belum ada terapi kausal terhadap
dengue dan penanganan hanya terdiri dari
terapi penunjang seperti infus dengan larutan
garam, pemberian zat asam, istirahat dan
parasetamol terhadap demam. Bila terjadi
perdarahan serius dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi darah. Dengan terapi
penunjang yang baik mortalitas penyakit
infeksi ini terbatas sampai 1-3%, tetapi bila
diabaikan dapat meningkat sampai 50%.
Demam berdarah dengue (DBD) dan Sindrom shock dengue (SSD) yaitu bentuk-bentuk parah dari dengue. Menurut
perkiraan disebabkan oleh 2 infeksi berturutturut dari jenis-jenis (serotipe-serotipe) yang
berlainan. Selama infeksi kedua terjadi suatu
reaksi imunologi dengan aktivasi sistem
komplemen serta terganggunya endotel dan
permeabilitas pembuluh. Mungkin juga virulensi abnormal dari virus memegang peranan.
Pada bentuk-bentuk ganas ini dari hari ke-2
sampai ke-5, di samping demam, juga terjadi
hipotensi, shock dan perdarahan dari kulit,
hidung dan telinga, yang tanpa perawatan
akan berakhir fatal dalam 50% dari kasus.
DBD (hemorrhagic fever) terutama menghinggapi anak-anak. Prevensi dilakukan
dengan jalan memberantas nyamuk dari
tempat-tempat pembiakannya (air yang
tidak mengalir, tong air hujan). Untuk ini
dapat dipakai suatu insektisid yang dapat
memusnahkan jentik-jentik (larva) nyamuk,
misalnya senyawa organotiofosfat temephos(
Abate), 10 g per 100 liter air.
Pengobatannya hanya simtomatis dengan
transfusi darah untuk menanggulangi shock
di samping analgetika/antipiretika. Dengan
penanganan yang layak, angka kematian
DBD dan SSD terbatas sampai ±5%.
Obat antiviral yang ampuh terhadap dengue belum diketemukan, walaupun sedang
diadakan penelitian terhadap senyawa penghambat alfa-glukosidase celgosivir untuk
pengobatan demam berdarah akut.
Ref. The Lancet Infectious Diseases, Volume
14, Issue 8, Pages 706 - 715, 2014
b. Virus Ebola yaitu virus-RNA, yang pada
tahun 1995 mengakibatkan epidemi di Zaire
sesudah virus “tidur” selama 16 tahun. Ebola
yaitu nama suatu sungai di Zaire, di mana
penyakit ini dideteksi untuk pertama kalinya
di tahun 1979. Sampai sekarang belum diketahui vektor-nya, yaitu hewan perantara
yang meneruskan virus kepada manusia.
Tetapi diduga bahwa carriernya yaitu
kelelawar, walaupun hewan ini sendiri tidak
memperlihatkan gejala penyakit. Mungkin
sekali hewan ini sudah menyesuaikan diri
dan sejak lama sudah menjadi pembawa
virus tersebut. 24
Pertengahan tahun 2014 timbul epidemi
Ebola yang menurut para ahli kesehatan
yaitu “letusan” Ebola paling mematikan dalam sejarah. Epidemi ini timbul di
Afrika Barat dan pertama kali di Guinea
yang lalu menjalar ke Liberia, Sierra Leone,
Senegal, Mali dan Nigeria. Menurut WHO
tercatat lebih dari 20.600 kasus terinfeksi,
dengan angka kematian lebih dari 8.150
(Januari 2015). WHO telah menyatakan
epidemi ini sebagai “public health emergency
of international concern.”
Infeksi terjadi melalui kontak langsung (tidak
melalui udara) dengan darah (seperti AIDS)
atau dengan cairan tubuh lain (liur, urin,
tinja, mani), begitu pula melalui barang yang
terkontaminasi oleh cairan tubuh penderita.
Masa inkubasi 2 sampai 21 hari dengan gejala nyeri kepala, nyeri persendian, muka dan
mata bengkak, ruam kulit, demam, muntah,
diare serta gangguan ginjal dan hati. Gejalagejala ini disusul oleh perdarahan hebat dari
semua liang tubuh dan organ-organ dalam,
karena darah tidak membeku lagi. Akibatnya
syok dan fatal (90%) dalam beberapa (±10)
hari bagi kebanyakan pengidap. Penyakit
infeksi ini sangat menular dengan angka
kematian berkisar antara 50%-90%! Hingga
kini belum ada obat maupun vaksin terhadap
infeksi virus ini. Selama epidemi ini ada satu
experimental drug (ZMapp, serum dengan
suatu monoklonal antibodi) yang belum
melalui proses clinical trial diberikan kepada
beberapa penderita infeksi Ebola dengan
hasil sementara yang memberikan harapan.
c. Virus Hanta. Penyakit virus ini ditularkan kepada manusia melalui kotoran (urin,
feses) binatang-binatang (zoönose), a.l. binatang mengerat seperti tikus, tetapi tidak dapat ditulari dari manusia ke manusia (tuanrumah terakhir). Infeksinya timbul melalui
debu kotoran yang dihirup melalui pernapasan.
Di tahun 1951, untuk pertama kalinya muncul di Korea dengan gejala demam, shock
dan perdarahan. Suatu jenis Hanta baru telah
menimbulkan pandemi di AS Barat di tahun
1993 pada suku Indian Navajo dan kini sudah
ditemukan di lebih dari 20 negara bagian AS.
Akhir-akhir ini (2006) infeksi Hanta virus yang
sangat meresahkan telah timbul di beberapa
negara Eropa Barat.25
Infeksi ditandai dengan gangguan fungsi
ginjal serius dan trombopeni di samping
terisinya paru-paru oleh cairan dan tekanan
darah yang sangat meningkat. Mortalitasnya
tinggi, kurang lebih 60% dan sampai sekarang
belum dikenal obat atau vaksin terhadap
virus ganas ini.
d. Human Papillomavirus (HPV). VirusDNA ini termasuk famili papovavirus dan
mencakup lebih dari 80 jenis (subtipe). Virus
ini mengakibatkan timbulnya kutil-kutil (verucca, wart) di kulit dan di daerah anogenital
dengan jalan proliferasi sel-sel epitelnya. Kutil-kutil kelamin ini yaitu penyakit kelamin nomor dua sesudah gonore dan Herpes
genitalis. HPV juga penyebab kanker leher
rahim (cervix), dengan angka kematian di
atas 40%! Deteksi dini melalui diagnostikDNA dapat menurunkan angka ini.
Pengobatan. Kutil-kutil di tangan dan kaki
sering kali sembuh secara spontan. Dalam
kasus serius dapat dilakukan prosedur pembakaran dengan listrik (electrocautery) atau
pembedahan sesudah pembekuan dengan
kloretil. Selain itu dapat dipakai keratolitika (larutan asam salisilat + asam laktat aa
17% dalam collodium, salep salisilat 40%).
Atau dikompres dengan formaldehida 2-5%
dengan efek baik.
e. Virus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome
Awal tahun 2003 dunia dikejutkan oleh
timbulnya epidemi suatu penyakit infeksi
virus yang dinamakan epidemi SARS. Berasal
dari Cina SARS dalam waktu beberapa bulan
melanda seluruh dunia. Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) epidemi ini menyebabkan ±8000 orang di seluruh dunia,
terutama di Asia dan Kanada (Toronto), telah terinfeksi dan ±10% meninggal. Walaupun informasi mengenai penyakit ini dihambat oleh pemerintah China berdasar beberapa alasan sehingga pemberantasannya dipersulit, namun dunia internasional tanpa
ragu-ragu mengerahkan kerja sama yang
erat antara berbagai pusat penelitian dan
laboratoria untuk menanggulanginya. Dalam
waktu hanya dua bulan sesudah epidemi dilaporkan, penyebab SARS sudah dapat dideteksi dan dalam lima bulan epidemi ini
telah berhasil diatasi.
Penyebabnya. SARS yaitu suatu penyakit
saluran napas yang diakibatkan oleh suatu
coronavirus yang dinamakan SARS-associated
coronavirus atau SARS-CoV. Virus ini diperkirakan yaitu suatu zoönose (penyakit hewan
yang dapat pindah ke manusia) yang menyerang manusia melalui transmisi dari
hewan ke manusia. Identifikasi melalui reaksi
rantai polymerase dari hewan-hewan pembawa virus SARS-CoV sangat penting untuk
menjamin kesehatan masyarakat
Gejalanya. Yang terutama yaitu demam
tinggi (99%) sampai melebihi 38° C, batuk
tidak produktif (69%), myalgia (sakit otot)
(49%) dan dyspnoe (sesak napas) (42%). Gejala lain yaitu sakit kepala, diare (10-20%)
dan sebagian besar menderita pneumonia.
Penyakit ini terutama fatal bagi penderita
diabetes
Cara penularan. SARS terutama ditularkan
melalui hubungan erat person-to-person, yakni kontak langsung dengan sekret pernapasan atau cairan tubuh. Virus dengan mudah
sekali ditulari melalui percikan pernapasan
(droplet spread). Cara transmisinya yaitu
bila seorang penderita batuk atau bersin dan
percikannya tiba pada selaput lendir dari
mulut, hidung dan mata dari seorang yang
berdekatan. Virus juga dapat ditulari bila
seorang bersentuhan dengan benda yang
tercemar dengan percikan ini atau melalui
udara (airborn).
Pengobatan. Obat yang dipakai terhadap infeksi virus SARS yaitu ribavirin.
Suatu vaksin telah dikembangkan dari virus
influenza yang diperlemah, pada mana
ditambahkan suatu gen dari virus SARS.
Vaksin ini hanya efektif pada anak-anak,
tidak pada orang dewasa
• Di tahun 2012 di Jordania timbul penyakit
infeksi saluran pernapasan akibat suatu
virus baru yang dinamakan ‘Middle East
respiratory syndrome coronavirus’ (MERSCoV-RNA), yang penularannya diperkirakan
dari manusia ke manusia.
Clinical Infectious Diseases ,
f. Virus Nile Barat
Virus ‘baru’ ini pertama kali muncul pada
tahun 1937 di Uganda dan kemudian secara
acak melanda di Afrika dan Israel. Baru pada
tahun1999 disinyalir timbulnya di New York.
Penyebarannya terjadi oleh burung perantau
dan nyamuk Culex, yang ditularkan virus
sesudah menyengat burung yang terinfeksi.
Sementara ini sudah meninggal 104 orang
di 32 negara bagian A.S. Yang sangat meresahkan yaitu bahwa semakin banyak hewan
tewas akibat penularan (burung, kuda, bajing) Penularan bisa juga terjadi melalui
transfusi darah. Gejala infeksi mirip flu ringan,
tetapi menjadi sangat berbahaya bila timbul
demam tinggi, mengigau dan koma, karena
dapat mengakibatkan meningitis yang fatal.
Juga dilaporkan perlumpuhan mirip polio
irreversibel dan hilang ingatan.
Di laboratoria kini para ilmiawan bekerja
keras untuk membuat vaksin antivirus.
Kehamilan dan laktasi. Karena belum tersedia cukup data mengenai keamanan obat
antiviral untuk janin dan bayi, beberapa tahun
yang lalu obat antiviral tidak dianjurkan
pemakaian nya oleh wanita hamil dan
selama laktasi. Akan tetapi penelitian pada
tahun-tahun terakhir menunjukkan, bahwa
guna menghindari transmisi vertikal dari ibu
yang terinfeksi HIV ke bayi, terapi HAART
yaitu aman, efektif dengan sedikit efek
samping. Wanita hamil yang belum pernah
diberikan medikasi, kini dianjurkan memulai
dengan terapi HAART antara minggu ke-20
dan ke-28.20
MONOGRAFI
A. OBAT ANTIRETROVIRAL
1. Indinavir: Crixivan
Obat baru ini (1995) berkhasiat terutama
terhadap HIV tipe-1, tetapi efeknya kurang
kuat terhadap tipe-2. Menghambat proteaseHIV(PI), yaitu enzim yang ‘memutuskan’
rantai polipeptida menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil. Dengan demikian menjadi
“masaknya” virus-virus baru dihalangi dan
terbentuklah virus-virus yang belum masak
dan tidak bersifat menular lagi. Khusus
dipakai dalam kombinasi dengan satu
atau lebih penghambat RT (RTI).
Resorpsi dan BA-nya sangat berkurang oleh
makanan yang kaya protein dan lemak, maka
harus diminum pada perut kosong. Plasma-t½-nya rata-rata 1,8 jam. Dimetabolisasi
dalam hati oleh sistem oksidasi P 450,
ekskresinya melalui tinja (80%) dan kemih
(20%).
Efek-efek samping yang tersering berupa
gangguan lambung-usus, agak sering juga
timbulnya batu ginjal dengan kencing berdarah (hematuria) yang mungkin akibat kristalisasi dalam urin. Untuk mengurangi risiko
ini perlu minum sekurang-kurangnya 1,5 l
air sehari. Selain itu dapat pula terjadi nyeri
otot dan kepala, pusing, rasa letih dan penat,
exanthema, gatal-gatal, kesemutan dan sukar
tidur.
Interaksi. Zat-zat yang juga dimetabolisasi
oleh sistem-P450 hati tidak dapat dipakai
pada waktu bersamaan, karena kadarnya
dalam darah dapat meningkat secara toksis.
Contohnya: rifampisin/rifabutin, terfenadin, astemizol dan cisaprida (dengan efek
gangguan ritme), juga alprazolam, midazolam dan triazolam (efek sedasi berlebihan
dan supresi pernapasan). Kadar indinavir
dalam darah dikurangi oleh deksametason,
rifampisin, fenitoin dan karbamazepin.
Resistensi silang dapat terjadi dengan ritonavir dan praktis tidak dengan saquinavir.
Dosis: 3 dd 800 mg 1 jam a.c., bila dikombinasi dengan didanosin perlu diminum dengan interval 1 jam.
* Ritonavir (Norvir) yaitu derivat (1996)
dengan khasiat PI yang sama, tetapi kerjanya
lebih panjang (t½ = 3-5 jam). Makanan meningkakan resorpsinya, BA-nya lebih dari
60%. Efek samping dan interaksi sama dengan indinavir.
Dosis: 2 dd 600 mg d.c.
* Saquinavir (Invirase) yaitu derivat (1996)
dengan daya kerja dan sifat-sifat yang sama.
Plasma-t½-nya 13 jam, tetapi resorpsinya
buruk dengan BA hanya kurang lebih 4%.
Dosis: 3 dd 600 mg p.c.
2. Nevirapin: Viramune
Derivat diazepin-dipirido ini (1998), sama
dengan efevirenz, bukan derivat nukleosida,
tetapi khasiatnya sama, yaitu menghambat
reverse transcriptase Bila dipakai sebagai
monoterapi dengan cepat terjadi resistensi,
maka selalu dipakai bersama dua RTInukleosida: lamivudin + AZT atau stavudin.
Kombinasi dengan penghambat protease (PI)
tidak mungkin karena menurunkan kadar
plasma PI. Nevirapin mencapai otak dan dapat dipakai pada demensia akibat AIDS.
Resorpsinya dari usus baik dengan BA 93%,
PP-nya l.k. 60%. Dapat melintasi CCS dan
kadarnya di cairan otak k.l. 45% dari kadar
plasma. Masa paruhnya 25-30 jam. Ekskresinya melalui urin untuk 80% sebagai glukuronida atau metabolit hidroksilnya, hanya 5%
secara utuh.
Efek sampingnya relatif sedikit tetapi agak
serius, khususnya rash dan gangguan fungsi
hati yang hebat. Selain itu juga dilaporkan
demam, mual dan sakit kepala. Efek positif
yang tak terduga yaitu peningkatan HDLkolesterol dengan 35% lebih (dibandingkan
maks. 15% dengan obat-obat statin).
Interaksi terjadi dengan obat TBC rifampisin
dan rifabutin, yang kadar plasmanya diturunkan. Begitupula efektivitas pil antihamil
dapat dikurangi.
Dosis: permula 1 dd 200 mg selama 14 hari,
lalu 2 dd 200 mg ac atau pc.
3. Tenofovir:Viread
Derivat-purin ini (2001) sebagai analogon
nukleosida termasuk kelompok RTI. Berlainan
dengan analoga nukleosida lainnya, obat ini
di dalam limfosit langsung diubah menjadi
difosfat aktif, yang menghambat reverse
transcriptase.
Absorpsinya dari usus buruk sesudah pemberian oral, maka diberikan sebagai garam
fumaratnya, yang BA-nya kurang lebih 40%
d.c. Ekskresinya melalui urin , sebagian besar
secara utuh. Masa-paruhnya kurang lebih 10
jam.
Efek samping yang dilaporkan yaitu gangguan lambung-usus, nyeri kepala, rasa lelah
dan peningkatan nilai enzim hati.
Dosis: oral 1 dd 300 mg (disoproxil fumarat) d.c, infus i.v. 1-3 mg/kg sehari.
4. Zidovudin: azidothymidine, AZT, Retrovir,
* Combivir.
Derivat-timidin ini (1987) berkhasiat terhadap retrovirus termasuk HIV, dengan jalan
menghambat enzim reverse-transcriptase
(RT). yaitu prodrug, yang di dalam sel
diubah secara enzimatis menjadi trifosfat
aktifnya. Trifosfat bekerja sebagai substrat
penyaing dan penghambat bagi RT viral, juga
diinkorporasi dalam rantai RNA, sehingga
pembentukan DNA-viral digagalkan. Sebagai efek terapi sistem imun diperkuat, jumlah virus dalam darah agak menurun dan
progres penyakit diperlambat, harapan hidup diperpanjang. Mekanisme kerja ini juga
ber-laku untuk semua derivatnya. Semakin
dini terapi dimulai, semakin baik efeknya.
Zidovudin hanya bekerja rata-rata 6 bulan.
Karena terjadi resistensi, maka tidak digunakan lagi sebagai obat tunggal. Kini 10-15%
dari pasien baru ternyata sudah resisten
untuk AZT.
Kombinasi dengan penghambat-RT lainnya
(didanosin, zalcitabin atau lamivudin) memperkuat dan memperpanjang daya kerjanya.
Triple-therapy, yakni kombinasi dari dua
penghambat-RT dengan satu penghambatprotease ternyata sangat memperkuat efektivitasnya dengan menurunkan jumlah virus
dan memperbanyak sel-sel CD4+. Lagi pula
menghindarkan terjadinya resistensi. Sediaan kombinasi dari zidovudin dan lamivudin yaitu *Combivir.
Resorpsinya cepat dengan BA 60-70%, PPnya ±36%, plasma-t½-nya kurang lebih 1 jam.
Ekskresinya untuk ±75% sebagai glukuronida
melalui kemih. Juga dapat melintasi CCS.
Efek-efek samping. Paling serius yaitu depresi sumsum tulang (leukopenia, anemia)
yang lazimnya timbul sesudah 4-6 minggu.
Selain itu mual, nyeri kepala, nyeri otot
(myalgia) dan sukar tidur.
Dosis: oral 4-5 dd 120-240 mg.
* Didanosin (dideoksiinosin, DDI, Videx) adalah derivat-purin (1991) dengan khasiat lebih
lemah daripada AZT. Resorpsinya dikurangi
oleh makanan dan asam lambung, maka
perlu ditambahkan zat penyangga (buffer).
Plasma-t½-nya kurang lebih 1,5 jam. Ekskresi
berlangsung melalui kemih (20%).
Efek samping terpenting berupa neuropati
perifer dan pankreatitis, lebih jarang gangguan lambung-usus (nausea, muntah, diare)
demam, nyeri kepala dan konvulsi. Praktis
tidak menekan sumsum tulang.
Dosis: oral 2 dd 125-200 mg a.c. sebagai
tablet-kunyah yang mengandung zat penyangga untuk menaikkan pH lambung, karena DDI dalam lingkungan asam terurai
dengan pesat.
* Zalcitabin (dideoksisitidin, DDC, Hivid) adalah derivat-sitidin (1992) dengan aktivitas
sama. Obat ini kurang toksis bagi sumsum
tulang daripada AZT. pemakaian nya dibatasi pada kasus di mana AZT tidak efektif
atau penderita tidak tahan terhadap efekefek sampingnya, juga dalam kombinasi
dengan AZT. Kombinasi dengan didanosin
tidak dianjurkan karena toksisitasnya sama
(neuropati perifer, efek samping yang paling
sering terjadi).
Resorpsinya per oral baik, BA-nya ±88%, PPnya lebih kurang 4%, plasma-t½-nya 2 jam,
ekskresinya untuk 75% secara utuh melalui
kemih. Penetrasinya ke CCS baik.
Dosis oral 3 dd 0,75 mg a.c.
* Stavudine (D4T, Zerit) yaitu derivat pirimidin (1994) yang juga kurang mendepresi
sumsum tulang daripada AZT. Neurotoksisitasnya sama dengan DDI dan DDC. Obat ini
dipakai bila ada resistensi untuk AZT,
yang lebih jarang terjadi. Resorpsinya baik dan
diekskresi untuk 40-60% utuh dengan kemih.
Plasma-t½-nya l.k. 1 jam. Dosis: oral 2 dd 20-40
mg.
* Lamivudin (3TC, Epivir, *Combivir) yaitu
derivat (1995) yang khusus dipakai dalam
terapi cocktail (HAART) dengan AZT dan
suatu protease-blocker, mis. nevirapin. Efek
sampingnya lebih ringan. Dosis: 2 dd 150 mg.
Combivir* = zidovudin + lamivudin.
B. LAINNYA
5. Amantadin: Symmetrel
Amin trisiklis ini khusus berkhasiat terhadap virus-RNA dan hanya terhadap virus
influenza tipe-A2, juga sebagai profilaksis.
Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan pencegahan penetrasi virus ke dalam
sel tuan-rumah. Jika diberikan dalam waktu 48 jam sesudah gejala influenza timbul,
amantadin dapat mempersingkat lamanya
masa sakit. Oleh karena spektrum kerjanya
sempit, vaksin influenza lebih dianjurkan.
Amantadin juga dipakai pada penyakit Parkinson, lihat Bab 28 A, Obat-obat Parkinson.
Dosis: oral 2 dd 100 mg p.c. selama 10 hari,
sedini mungkin sesudah kontak dengan pengidap influenza. Di atas usia 65 tahun 1 dd
100 mg p.c.
* Tromantadin (Viru-Merz) yaitu derivat
dengan khasiat dan cara kerja sama, tetapi
juga aktif terhadap virus DNA, khususnya
HSV. Obat ini terutama dipakai secara
lokal sebagai salep 1% pada infeksi HSV di
kulit dan mukosa.
6. Asiklovir: acycloguanosine, Zovirax1
, Clinovir, Poviral
Derivat-guanosin (asikloguanosin) ini
(1981) berkhasiat spesifik terhadap virus Herpes tanpa mengganggu fisiologi sel-sel tuanrumah.
Ditemukan dan dikembangkan (1977-8)
oleh peneliti dari Wellcome Laboratories
(UK) dan Burroughs Welcome (USA).
Mekanisme kerjanya khas, yakni obat baru
menjadi aktif sesudah difosforilasi oleh enzim
tymidinkinase, yang khusus ada dalam
sel-sel yang diinfeksi virus. Asiklovirtrifosfat
yang terbentuk dipakai oleh virus untuk
membangun DNA-nya. Dengan demikian,
pembentukan DNA virus dikacaukan dan
terhenti sama sekali, sedangkan pembentukan DNA dari sel-sel tuan-rumah tidak terganggu. Terutama dipakai pada semua
infeksi dengan Herpes simplex dan Herpes
zoster, tetapi tidak memusnahkannya. Kombinasi dengan zidovudin dapat bekerja sinergistis.
Resorpsinya dari usus buruk dengan BA
hanya 12-20%, maka pentakaran oral perlu
tinggi sekali. PP-nya rata-rata 21%, plasmat½-nya lebih kurang 3 jam. Ekskresinya untuk
lebih kurang 75% secara utuh dengan kemih.
Bersifat cukup lipofil untuk dapat melintasi
CCS, maka juga dipakai pada infeksi otak
(encephalitis herpetica) sebagai infus.
Efek sampingnya berupa gangguan lambung-usus, ruam kulit dan pusing-pusing.
Adakalanya anoreksia, sukar tidur dan nyeri
sendi. pemakaian lokal sebagai salep dapat
menimbulkan nyeri untuk sementara, rasa
terbakar, gatal-gatal dan erythema, di mata:
radang pinggir kelopak mata dan radang
selaput mata.
Dosis: infeksi HSV: oral 5 dd 200 mg setiap
4 jam selama minimal 5 hari. Profilaksis
Herpes genitalis: 4 dd 200 mg, H. zoster: 5 dd
800 mg setiap 4 jam selama 7 hari. Infus i.v. 3
dd 5 mg/kg (perlahan) selama 5 hari. Salep
kulit 5% dan salep mata 3% 5 dd setiap 4 jam
selama 5 hari.
* Valasiklovir (Zelitrex, Valtrex) yaitu prodrug (1995) dengan resorpsi baik, yang segera
dihidrolisis hampir lengkap menjadi asiklovir
dan asam amino alamiah l-valine. BA asiklovir
yang terbentuk yaitu l.k. 54%, jadi 4-5x
lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian
sebagai asiklovir sendiri. dipakai pada H.
zoster dengan dosis: oral 3 dd 1000 mg selama
7 hari.
* Famsiklovir (Famvir) yaitu derivat (1995)
yang pertama-tama diubah menjadi pensiklovir untuk kemudian difosforilasi menjadi trifosfatnya. Zat ini diinkorporasi dalam
DNA-virus sehingga sintesis DNA viral terhenti. Resorpsinya juga lebih baik daripada
asiklovir. Khusus dipakai pada infeksi H.
zoster.
Dosisnya: oral 3 dd 250 mg selama 7 hari.
* Gansiklovir (Cymevene) yaitu derivat
asiklovir (1988) yang khusus dipakai pada
infeksi cytomegalovirus pada pasien AIDS
parah. Obat anti-CMV lainnya yaitu virustatikum foscarnet (Foscavir) dan cidofovir
yang yaitu analogon dari pirofosfat
dan berbeda dengan analoga nukleosida dan
nukleotida tidak membutuhkan aktivasi di
dalam sel.
Dosisnya: infus i.v. 2 dd 5 mg/kg setiap 12
jam selama 14-21 hari.
* Valgansiklovir (Valcyte) yaitu L-valil ester
prodrug dari gansiklovir.
Valgansiklovir diabsorpsi dengan baik dan
oleh esterase di usus dan hati cepat dihidrolisis seluruhnya menjadi gansiklovir. Untuk
terapi pemeliharaan pemakaian nya per oral
lebih mudah daripada gansiklovir (i.v.)7. Idoksuridin: IDU, Cendrid
Zat nukleosida ini memiliki struktur kimia yang mirip asam-asam amino dari DNA
(1962). Berkhasiat virusstatik terhadap sejumlah virus DNA, antara lain HSV, varicella dan vaccinia (cacar sapi). Seperti zatzat nukleosida lainnya (RT-blockers) di dalam sel difosforilasi menjadi trifosfatnya
yang aktif. Dengan dimasukkannya zat ini
ke dalam DNA-virus sebagai pengganti thymidin, replikasi virus dikacaukan. Akibatnya
sintesis DNA tuan-rumah juga turut terhambat,
sehingga dapat terjadi efek-efek yang merusak, terutama pada sel-sel yang membelah
pesat. Oleh karena itu IDU terlampau toksis
untuk dipakai secara sistemis dan hanya
dipakai secara lokal sebagai salep dan tetes
mata pada infeksi mata oleh HSV-1(keratitis
herpetica). Resistensi dapat timbul bila IDU
dipakai terlalu lama. IDU tidak boleh
dipakai oleh wanita hamil dan anak-anak
karena bersifat mutagen.
Dosis: tetes mata 0,1% siang hari 1 tetes
setiap jam, malam hari setiap 2 jam atau salepmata 0,2% sampai 3-5 hari sesudah penyembuhan.
* Trifluridin (trifluorthymidine, TFT-0phtiole)
yaitu derivat-fluor (1975) dengan khasiat
dan pemakaian sama. Kerjanya lebih cepat
dan ternyata lebih efektif dari IDU, mungkin
disebabkan kelarutannya yang lebih baik
dalam air.
Dosis: Pada H. keratitis: tetes mata 0,1% siang
hari 1-2 tetes setiap 2 jam, malam hari setiap
4 jam sampai 8 hari sesudah penyembuhan.
* Ribavirin (Virazole, Rebetol) yaitu analogguanosin sintetis (1986) dengan khasiat terhadap banyak virus-RNA dan virus-DNA.
Mekanisme kerjanya sama dengan IDU.
Obat ini dipakai sebagai inhalasi serbuk
terhadap virus influenza, HSV dan SARS.
8. Interferon-alfa: IFN-alfa, Roferon-A (2a),
Intron-A (2b).
Glikopeptida ini terdiri atas 165 asam-amino dan diperoleh dari E. coli dengan teknik
rekombinan-DNA. Interferon tersedia dalam
bentuk 2a, 2b (dan 2c), dengan masing-masing asam amino lysin dan arginin pada posisi 23, sedangkan angka 2 menunjukkan
subtipenya. Interferon-alfa yaitu zat
alamiah dengan daya kerja antiviral dan
imunomodulasi.
Khasiat antiviralnya diperkirakan melalui
pengubahan metabolisme sel tuan-rumah, sehingga replikasi virus terhambat. Kerja antitumornya berdasar supresi proliferasi sel
dan stimulasi NK-cells. Obat ini dipakai
pada hepatitis-B dan -C kronis dan pada
jenis-jenis kanker darah (leukemia), a.l. sarkoma Kaposi pada AIDS. pemakaian nya
sebagai obat AIDS (Kerlon) praktis sudah ditinggalkan karena efeknya tidak tetap. Adakalanya dikombinasi dengan sitostatika dan
virustatika lainnya. Hanya dapat diberikan
secara injeksi i.m./s.c. karena terurai dalam
saluran lambung-usus. IF-alfa dalam kombinasi dengan ribavirin, ternyata efektif juga
pada hepatitis-C, pada mana khasiatnya
dapat ditingkatkan bila diikat pada polietilenglikol (peginterferon; Pegasys).
Peginterferon yaitu ikatan dari polietilenglikol (PEG) dengan interferon.
Akibat dari proses pengikatan ini bersihan
ginjal berkurang, t½ meningkat dan terbentuk kelompok-kelompok interferon dalam
serum yang stabil.
Kinetik. BA-nya sesudah injeksi yaitu di
atas 80%, plasma-t½-nya rata-rata 5 jam. Dirombak terutama di ginjal dan metabolitmetabolitnya direabsorpsi lengkap dan tidak
dapat dideteksi dalam kemih.
Efek sampingnya tergantung dari dosis dan
mirip gejala flu, yakni demam-dingin, nyeri
kepala, otot dan sendi, anoreksia dan perasaan sangat lelah. Selain itu dapat pula terjadi
gangguan lambung-usus, darah, hati dan
jantung.
Interaksi. Interferon menghambat sistem
enzim hati dan dalam kombinasi dengan
zidovudin dapat meningkatkan toksisitasnya, sehingga dosisnya perlu diturunkan.
Efek dan toksisitas sitostatika juga dapat
diperkuat.
Dosis: hepatitis-B s.c. 3 x seminggu 2,5-5 juta
UI/m2 permukaan tubuh selama 4-6 bulan.
Leukemia myeloid kronis s.c./ i.m. 1x sehari 3-9
juta UI selama minimal 3 bulan, pemeliharaan
3 x seminggu 9 juta UI.* Interferon-β-1b (IFN-β1b, Betaferon). Glikopeptida ini dengan 165 asam-amino tersedia
dalam bentuk-bentuk 1a dan 1b, yang memiliki masing-masing sistein dan serin diposisi 17 (1993). Obat ini khusus dipakai
pada MS (multiple sclerosis), suatu penyakit autoimun kronis yang mungkin dipicu
oleh infeksi virus (lihat Bab 28, Obat-obat
Parkinson). Bercirikan lenyapnya salut-myelin urat saraf dan pembentukan plak-plak
keras di otak dan sumsum belakang. Selain
berkhasiat antiviral, juga menekan aktivitas
limfo-T sehingga produksi interferon-g berkurang, yang buruk bagi MS. Frekuensi serangan dikurangi dengan sepertiga dan juga
jumlah luka menurun.
Dosis: IFN-β1a, di atas 18 tahun s.c. 1 dd 8
juta UI setiap 2 hari.
* Interferon-gamma (Immukine, 1992). Ada
140 asam-amino dengan bentuk-bentuk 1a
dan 1b, yang memiliki masing-masing glutamin atau arginin di posisi 137. Khasiatnya
memperkuat sistem-imun dan menurut perkiraan dengan cara meningkatkan aktivitas
makrofag dan monosit yang dapat ‘melarutkan’ mikroba, lihat juga Bab 49, DasarDasar Imunologi. Obat ini dipakai sebagai
imunostimulator guna mencegah infeksi
parah pada pasien penyakit gawat kronis
tertentu.
Dosis: IFN-ɤ1b, s.c. 3 x seminggu 1,5 mikrogram/m2.
9. Oseltamivir: Tamiflu
Derivat-sikloheksen ini (1999) berkhasiat
menghambat enzim neuraminidase, enzim
permukaan dari virus influenza yang melepaskan virion-virion baru dari permukaan
sel-sel saluran napas yang terinfeksi. Berhubung bekerjanya pada saat replikasi virus,
maka pemberiannya harus sedini mungkin
(24-72 jam).30
Obat ini yaitu prodrug yang sesudah diserap di usus dihidrolisis dalam hati menjadi
metabolit-karboksilat aktifnya. PP-nya 3% dan
t½-nya 6-10 jam. Ekskresinya melalui urin
dan untuk kurang lebih 20% dengan tinja.
Efek sampingnya yang tersering terjadi berupa mual dan muntah selama dua hari
pertama, nyeri perut, juga bronchitis, vertigo
dan sukar tidur. Tentang keamanan dari
pemakaian nya selama kehamilan dan laktasi belum terdata.
Dosis: oral di atas 13 tahun 2 dd 75 mg
(fosfat) d.c. selama 5 hari, di bawah 13 tahun
2 dd 30-60 mg tergantung berat badan. Profilaksis 1 dd 75 mg selama minimal 7 hari.
10. Zanamivir: Relenza
Derivat guanidin ini (1999) yaitu juga
penghambat neuraminidase dengan sifatsifat yang kurang lebih sama dengan oseltamivir. Hanya pemakaian ya tidak per oral,
melainkan dipakai sebagai inhalasi yang
bekerja seketika (dalam 10 detik).30 sesudah
inhalasi hanya 20% dari dosis diabsorpsi dan
dikeluarkan secara utuh dengan urin. Masaparuhnya 2,5 – 5 jam. Efek samping jarang terjadi dan berupa batuk dan kejang bronchi.
Dosisnya: inhalasi 2 dd 5 mg, sebagai profilaksis 1 dd 10 mg.
Catatan: Akhir-akhir ini diberitakan bahwa
oseltamivir maupun zanamivir mempersingkat gejala dengan sekitar setengah hari, tetapi
tidak pasti apakah obat-obat antiviral ini
dapat menghindari komplikasi. Oleh karena
itu penimbunan obat-obat oleh beberapa negara dengan biaya besar yang efektivitasnya
diragukan menjadi pertanyaan.
1. Cochrane Database Syst Rev. 2014;
4: CD008965
2. BMJ 2014;348:g2263
11. Imiquimod
yaitu suatu senyawa baru dengan daya
kerja imunomodulasi yang efektif untuk
pemakaian topikal (krem 5%) terhadap
condylomata acuminata (genital dan perianal
warts) dan lain-lain gangguan kulit yang diakibatkan oleh infeksi dengan virus DNA
(Skinner RB Jr. Imiquimod. Dermatol Clin,
2003, 21:291-300). Mekanisme kerjanya berdasarkan efek antiviral dan imunomodulasi
dari sitokin dan kemokin yang terbentuk.
12. Sofosbuvir: Sovaldi
yaitu senyawa pertama dari kelompok obat-obat antiviral baru (2013) yang digunakan dalam kombinasi dengan obat lain
terhadap Hepatitis C kronis. Mekanisme kerjanya sebagai perintang
polimerase RNA yang mutlak bagi replikasi
virus.
Efek sampingnya tidak bisa tidur, sakit kepala, anemi, depresi dan menurunnya kadar
hemoglobin.
Dosis: 1 dd 400 mg dikombinasi dengan
ribavirin.
Sulfonamida dan senyawa kuinolon merupakan kelompok obat penting pada penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK). Pertamatama akan diuraikan secara singkat beberapa
aspek dari ISK, termasuk penanganannya.
Kemudian pada bagian berikutnya akan
dibahas secara mendalam kedua kelompok
obat tersebut.
Antibiotika ISK lain seperti penisilin/sefalosporin dan aminoglikosida telah dibahas
pada Bab 5, Antibiotika.
A. INFEKSI SALURAN
KEMIH
Infeksi saluran kemih (ISK) hampir selalu
diakibatkan oleh bakteri aerob dari flora
usus. Penyebab utama ISK bagian bawah
atau sistitis (radang kandung kemih) yaitu
kuman Gram-negatif, terutama E. coli (±
80%) dan dalam beberapa kasus Proteus,
Klebsiella, Enterobacter dan Pseudomonas.
Penyebab kuman Gram-positif adakalanya
Enterokokus dan pada beberapa kasus Stafilokokus. Pada umumnya seseorang dianggap menderita ISK bila ada lebih dari
100.000 kuman dalam 1 ml urinnya.
Prevalensi. Antara usia ±15 dan 60 tahun
jauh lebih banyak wanita daripada pria
yang menderita ISK bagian bawah, dengan
perbandingan ± 2 kali sekitar pubertas dan
lebih dari 10 kali pada usia 60 tahun. Hal ini
dapat dijelaskan dengan fakta bahwa sumber
infeksi kebanyakan yaitu flora usus. Pada
wanita uretranya hanya pendek (2-3 cm)
sehingga kandung kemih mudah dicapai
oleh kuman-kuman dari dubur melalui
perineum, khususnya basil E. coli. Pada pria
di samping uretranya yang lebih panjang
(15-18 cm) cairan prostatnya juga memiliki
sifat bakterisid sehingga menjadi pelindung
terhadap infeksi oleh kuman uropatogen.
Jenis ISK. Dapat dibedakan dua bentuk
infeksi saluran kemih, yaitu ISK bagian bawah
dan ISK bagian atas.
a. ISK bagian bawah (tanpa komplikasi),
umumnya radang kandung kemih pada
pasien dengan saluran kemih normal.
b. ISK bagian lebih atas (dengan komplikasi)
ada pada pasien dengan saluran kemih abnormal, misalnya ada batu, penyumbatan atau diabetes. Contoh-contoh
dari ISK ini yaitu radang paru-ginjal
(pyelitis), pyelonephritis dan prostatitis, pada
mana jaringan organ terinfeksi. Kombinasi
dari infeksi dan obstruksi saluran kemih
dapat menimbulkan kerusakan ginjal
serius dalam waktu singkat. Keadaan ini
yaitu penyebab penting terjadinya
keracunan darah (septikemia, sepsis) oleh
kuman-kuman Gram-negatif yang dapat
membahayakan jiwa.
Gejala khas ISK bagian bawah — yang tidak
perlu selalu tampak — berkaitan dengan peradangan kandung kemih atau uretra dapat
berupa:
• sering kencing siang dan malam (polakisuria)
• sukar kencing (menetes) (stranguria)
• perasaan sakit atau “terbakar” pada saat
berkemih (dysuria)
• nyeri perut dan pinggang
• ada darah dalam urin (hematuria)
• urin yang baunya abnormal
Pada anak-anak terjadi malaise umum, demam,
sakit perut, ngompol malam dan hambatan
pertumbuhan. Pada lansia juga malaise (tidak
enak badan), demam, inkontinensi serta
kadang-kadang perasaan kacau yang timbul
mendadak.
ISK bagian lebih tinggi bergejala demam,
kadang-kadang dengan menggigil dan sakit
pinggang (di lokasi ginjal).
Tes diagnosis. Untuk menentukan bakteriuria,
artinya ISK dengan bakteri, tersedia beberapa
cara diagnosis, yaitu:
a. tes sedimentasi mendeteksi mikroskopis
adanya kuman dan lekosit di endapan
urin. Tes positif perlu dipastikan dengan
dip-slide test.
b. tes nitrit (Nephur R) menggunakan strip
mengandung nitrat yang dicelupkan ke
dalam urin. Praktis semua kuman Gramnegatif dapat mereduksi nitrat menjadi
nitrit, yang tampil sebagai perubahan
warna tertentu pada strip. Kuman-kuman
Gram-positif tidak dideteksi.
c. dip-slide test (Uricult) menggunakan persemaian kuman di kaca obyek, yang seusai inkubasi ditentukan jumlah koloninya secara mikroskopis. Tes ini dapat
dipercaya dan lebih cepat daripada pembiakan lengkap dan jauh lebih murah.
d. pembiakan lengkap terutama dilakukan sesudah terjadinya residif 1-2 kali, terlebihlebih pada ISK anak-anak dan pria.
e. tes ABC (antibody coated bacteria) yaitu
cara imunologi guna menentukan ISK
yang letaknya “lebih atas”. Dalam hal
ini tubuli secara lokal membentuk antibodies terhadap kuman, yang bereaksi
dengan antigen yang berada di dinding
kuman. Kompleks yang terbentuk dapat
diperlihatkan dengan cara imunofluoresensi.
Derajat keasaman kemih. Pada umumnya
urin bereaksi netral atau asam lemah. Namun
pada infeksi dengan sejumlah kuman, reaksinya menjadi basa. Misalnya Proteus,
Enterobacter, suku-suku Pseudomonas dan
Stafylococcus sapr. dapat membentuk enzim
urease yang menguraikan ureum dengan
membebaskan amoniak dalam urin.
Keasaman urin dapat memengaruhi aktivitas obat sebagai berikut:
• pH asam (di bawah 5,5) memperkuat efek
nitrofurantoin, tetrasiklin, kloksasilin, nalidiksat, pipemidinat dan methenamin
• pH basa memperkuat efek sefalosporin,
gentamisin dan eritromisin
• pH tidak penting pada ampisilin, amoksisilin, trimetoprim, dan kotrimoksazol.
Bila perlu, urin dapat dibuat asam dengan
pemberian amoniumnitrat, tetapi usaha ini
tidak berguna bila ada infeksi dengan
kuman yang mampu menguraikan ureum.
Pada penderita gangguan ginjal perlu berhati-hati berhubung bahaya acidosis. Urin
dapat dibuat alkalis dengan pemberian natrium
bikarbonat (4 dd 3 g) atau natriumsitrat.
Resistensi kolonisasi (RK) yaitu ketahanan suatu organ (saluran cerna dan saluran
kencing, bronchi, rongga mulut atau tenggorok) terhadap kolonisasi, yaitu pertumbuhan kuman patogen berlebihan pada
mukosanya. Pada ISK, efek pembilasan uretra
dengan jalan berkemih secara teratur memegang
peranan penting karena menyebabkan pelepasan sel-sel epitel kandung kemih, yaitu
tempat melekatnya kuman. Sebetulnya
saluran kencing yaitu steril namun bila
ada ISK dan kolonisasi SK, maka dalam kebanyakan kasus sudah terjadi juga
kolonisasi di dalam usus besar. Di usus besar
biasanya ada keseimbangan antara
kuman aerob yang dapat menimbulkan ISK
dan kuman anaerob yang jumlahnya berganda. Antibiotika broad-spectrum yang diserap kurang baik oleh usus, seperti ampisilin,
tetrasiklin dan sulfonamida (usus) membunuh
banyak bakteri anaerob dengan akibat terganggunya keseimbangan. Oleh karena itu
kuman aerob (Coli, Klebsiella, Proteus, dan
sebagainya) tidak terbendung lagi perbanyakannya dan terjadilah kolonisasi usus.
Dengan demikian risiko penularan ke SK dan
terjadinya ISK meningkat.
Faktor risiko. Ada beberapa faktor penting
yang mempermudah timbulnya infeksi yaitu: a. jarang kencing. Pengeluaran urin (mictio)
yaitu mekanisme daya tahan penting dari kandung kemih. Bila mic