alamiah. Obat anti malaria seperti primakuin
meningkatkan fragilitas sel darah merah
dengan akibat menimbulkan anemia hemolitik parah pada orang yang menderita defisiensi enzim ini.
Dosis: sebagai penyembuh radikal 1 x sehari
15 mg basa (= 27 mg difosfat) selama 14 hari
atau 1 x seminggu 45 mg selama 6-8 minggu.
Sebagai pencegah penularannya ke nyamuk: 3 x
sehari 7,5 mg basa selama 3 hari.
5. Proguanil: kloroguanida HCl, Paludrine
Derivat biguanida ini (1946) yaitu antagonis folat yang terutama berkhasiat mematikan bentuk-EE primer P. falciparum, tetapi terhadap P. vivax tidak begitu aktif.
Juga tidak efektif terhadap bentuk-EE sekunder, sehingga tidak dapat menghindari serangan “delayed” dari P.vivax/ovale. Sebagai
skizontisida darah efeknya jauh lebih lemah
daripada klorokuin dan kinin, sehingga kurang efektif terhadap serangan akut malaria.
Di samping itu bekerja sebagai gametosida yaitu merusak gametosit, sehingga di
dalam tubuh nyamuk tidak berkembang
menjadi sporozoit. berdasar sifat-sifat
ini proguanil khusus dipakai sebagai profilaktik kausal, terutama untuk daerah di mana
tidak ada resistensi, seperti negara kita .
Kadangkala proguanil juga dipakai sebagai obat supresif.
Mekanisme kerjanya menghambat aktivitas
enzim dihidrofolat-reduktase, sehingga parasit
tidak dapat mensintesis asam folat yang
yaitu unsur mutlak bagi asam nukleinat
(RNA/DNA), sehingga pembelahan intinya
terhenti.
Resorpsi di usus agak lambat tetapi baik,
PP-nya ± 75%, plasma-t½-nya panjang, ± 20
jam. Di dalam hati zat ini dirombak menjadi
sikloguanil aktif yang diekskresi bersama zat
utuhnya lewat saluran kemih.
Efek samping jarang dan ringan, berupa
muntah, nyeri lambung, stomatitis dan anoreksia. Dari semua obat malaria proguanil
yaitu yang paling tidak toksik. Resistensi
dapat terjadi untuk semua jenis Plasmodium
dan juga ada resistensi silang dengan
pirimetamin, yang juga bersifat antagonis
asam folat. Kombinasi kedua obat ini tidak
diperbolehkan, karena meningkatkan toksisitas masing-masing.
Dosis: sebagai pencegah kausal bagi orang
yang tidak semi-imun, 2 x sehari 100 mg sesudah makan pada jam yang sama, dimulai
1 minggu sebelum tiba di daerah malaria
sampai 4 minggu sesudah meninggalkannya.
6. Pirimethamin: Daraprim, *Fansidar
Derivat pirimidin ini memiliki rumus yang
berkaitan dengan gugusan biguanida dari
proguanil. Sebagai antagonis folat kegiatannya
lebih kurang sama, tetapi jauh lebih kuat.
Berkat daya gametosidnya (secara tidak
langsung) pirimetamin dipakai juga pada
pemberantasan malaria tersiana dan kwartana
di daerah endemik untuk menghentikan penularan melalui nyamuk. Obat ini tidak aktif
terhadap gametosit falciparum, maka harus
dipakai primakuin.
pemakaian nya terutama sebagai pencegah kausal malaria tropika untuk jangka
wak-tu singkat. Sebagai zat supresif pada
semua jenis malaria juga efektif, tetapi
sebagai zat kuratif pada serangan akut
tidak cocok karena kerjanya terlalu lambat.
Kombinasinya dengan suatu skizontisida
darah sering kali dipakai , misalnya
dengan klorokuin. Kombinasinya dengan
proguanil meningkatkan toksisitas, maka
harus dihindari.
Resorpsi dari usus lengkap tetapi lambat,
begitu pula ekskresinya melalui ginjal dan
tinja sebagai metabolit. Zat ini ditimbun
dalam berbagai organ, antara lain hati.
Plasma-t½-nya panjang sekali, lebih kurang 4
hari. PP-nya 87%.
Efek samping pada pemakaian satu kali
seminggu hanya ringan. Pada dosis yang
lebih besar dapat terjadi gangguan saluran
cerna, sedangkan pada pemakaian lama
terjadi depresi sumsum tulang dan anemi
defisiensi asam folat. Zat ini tidak dapat digunakan sebagai obat tunggal untuk pengobatan maupun profilaksis, karena tingginya
resistensi terhadap P. falciparum. Karena bersifat
teratogen, obat ini tidak boleh diminum oleh
wanita hamil.
Dosis: sebagai pencegah kausal terutama
pada malaria tropika dan sebagai obat supresif (untuk orang tidak semi imun) oral 1
kali seminggu 25 mg atau 1 tablet *Fansidar
terhadap P. falciparum yang resisten untuk
klorokuin, sebaiknya maksimal 4 minggu.
Penduduk setempat yang sudah semi imun
lebih baik jangan diberikan obat ini mengingat bahaya resistensi.
* Fansidar = pirimetamin 25 mg + sulfadoksin
500 mg.
Sulfadoksin yaitu suatu sulfonamida
kerja panjang yang berdaya skizontisid darah, seperti klorokuin. Efek pirimetamin diperkuat oleh sulfadoksin yang juga merintangi sintesis asam folat dari PABA, tetapi
dengan titik kerja berlainan, atas dasar prinsip “blokade berturut”, lihat Bab 8, Sulfonamida,
Kotrimoksazol.
pemakaian nya terutama untuk mengobati
(dan mencegah) infeksi akibat P. falciparum.
Obat ini kurang aktif terhadap P. vivax dan
P. malariae, juga terhadap toksoplasmosis, yaitu
suatu infeksi dengan protozoa Toxoplasma
gondii.
Farmakokinetik sulfadoksin mirip dengan
pirimetamin. Resorpsi di usus baik, plasma
t½-nya lama (4-8 hari) dan ekskresi melalui
urin sebagai metabolitnya.
Efek samping tidak sering terjadi, tetapi
sebagian orang sangat peka untuk sulfonamida yang dapat menimbulkan reaksi kulit. Misalnya Sindrom Stevens-Johnson yang
ditandai semacam eritema bernanah ganas
dengan demam dan mortalitas tinggi, fotosensitif, demam, penyakit kuning dan agranulositosis. Mengingat efek ini, maka tidak
dianjurkan pemakaian nya sebagai obat
pencegah.
Dosis: sebagai kurativum pada serangan akut
malaria di atas 13 tahun: oral dosis tunggal 3
tablet p.c.; anak-anak 9-13 tahun: 2 tablet; 5-8
tahun: 1 tablet dan 1-4 tahun: ½ tablet. Sebagai
pencegah kausal orang “luar” (di atas 15 th) 1x
seminggu 1 tablet; orang semi imun 2-3 tablet
setiap 4 minggu. Pada toksoplasmosis: 1 x 2
tablet seminggu sampai 4-6 minggu sesudah
sembuh.
* Trimetoprim (kotrimoksazol, *Bactrim) yaitu
derivat (1961) yang berkhasiat sama dengan
pirimetamin, tetapi lebih aktif terhadap bakteri daripada terhadap Plasmodium. Oleh
karena itu, obat ini banyak dipakai dalam kombinasi dengan sulfametoksazol (=
kotrimoksazol) sebagai kemoterapeutik bakterisid kuat pada berbagai macam infeksi
bakteri, lihat Bab 8, Sulfonamida.
7. Artemeter
Senyawa benzodioksepin ini (1995) yaitu
derivat semi sintetik dari artemisinin yang
terkandung dalam tumbuhan kuno China
qinghaosu (sweet wormwood, Artemisia annua).
[Pelafalan: cinghausu, dalam bah. China
berarti: tumbuhan hijau]. Penemuan ini
yaitu suatu “hadiah” (true gift) berasalkan
pengobatan asli China dan yaitu suatu
cerita menakjubkan dari ditemukannya suatu
“obat baru” dari “cara pengobatan tua”. Tu
Youyou, Nature Medicine, 2011.
Tumbuhan ini banyak ada di China
dan Vietnam, juga di Eropa dan AS. Godokan
tumbuhan ini sudah sejak abad keempat
dipakai di China untuk mengobati wasir
dan penyakit demam, termasuk malaria.
Tetapi baru pada tahun 1972 zat aktif diisolasi
dan ditentukan struktur kimianya.
Kimia. Artemisinin yaitu senyawa sesquiterpenlacton dengan suatu jembatan peroksida di dalam cincin ke-7, yang diperoleh
dari ekstrak eter daun dan kembang A. annua.
sesudah reduksi sampai derivat dihidro dan
lalu dimetilasi terbentuk artemeter (hasilnya
60%), sedangkan etilasi menghasilkan arteeter. Artesunat yaitu hemisuksinat dari dihidro-artemisinin dengan aktivitas sama.
Khasiat. Berkhasiat skizontisid kuat dan
sangat cepat terhadap skizont darah dari
P. falciparum dan P. vivax, juga yang multiresisten. Semua parasit dimatikan dalam
waktu 24 jam! Khasiat artemisinin ini berdasarkan 2 langkah; pertama jembatan endoperoksida di dalam molekulnya dibuka,
sehingga terbentuk radikal bebas (RB). Pada
fase ke- 2 parasit dimusnahkan oleh RB dengan
jalan mengalkilasi proteinnya. “Penangkap”
RB (antioksidansia) seperti vitamin C, E dan
asetilsistein mengurangi khasiat anti malarianya. Begitu pula zat-zat yang mengikat
besi, karena artemisinin bekerja selektif terhadap Plasmodium dengan jalan aktivasi
oleh besi dari hemoglobin darah.
pemakaian . Sudah lebih dari 20 tahun
senyawa ini dipakai secara eksperimental
dengan efektif di China Selatan (Hainan),
Vietnam, Thailand dan Birma terhadap P.
falciparum yang resisten terhadap klorokuin
dan sulfadoksin-pirimethamin. Efek obat ini
pada malaria otak ternyata sama efektifnya
dengan kinin (Vietnam, Gambia). Di China
dan Thailand sudah diregistrasi. Guna mengurangi risiko residif yang tinggi, WHO
menganjurkan kombinasi (ACT = artemisinin
combination therapy) dari obat kerja pendek
yang unggul dan agak murah ini bersama
meflokuin dengan kerja lebih panjang untuk
efektif memberantas malaria, di samping menghindari resistensi. Di benua Afrika ratarata 3000 penderita malaria per hari menggunakan obat ini.
Catatan: dilaporkan bahwa parasit malaria
juga mulai resisten (Cambodia) terhadap
artemisinin (New England Journal of Medicine,
2008;359:2619-20). Oleh karena itu WHO telah melarang pemakaian obat ini sebagai
monoterapi (“Stop the marketing of oral artemisinine monotherapy“) dan menganjurkan
pemakaian nya dikombinasi dengan obat
anti malaria lain.
1. Nature, 2009;460:310-1
2. Dondorp AM, Nosten F, Poravuth Y, et
al. Artemisinin Resistance in Plasmodium
falciparum malaria. N Engl J Med 2009;
361: 455-467.
Terhadap infeksi P. vivax, senyawa ini perlu
dikombinasi dengan primakuin, karena tidak
aktif terhadap hipnozoit. Di samping itu
diperkirakan berkhasiat gametosid sehingga
berguna untuk mengurangi transmisi penyakit.
pemakaian kombinasi dengan lumefantrin (Coartem) yaitu pengobatan lini
pertama yang sangat efektif terhadap malaria
di benua Afrika.18
Tetapi artemisinin jangan dipakai sebagai obat pencegah karena masa paruhnya
yang singkat.
Selain daya kerja anti malarianya, qinghaosu juga berdaya anti tumor dan memperkuat sistem imun, mungkin berkat kandungan lain daripada artemisinin.
Kinetik. Dalam hati hampir lengkap diubah menjadi zat aktif dihidro-artemisinin.
PP-nya ± 77%, plasma-t½-nya 1-2 jam, dari
metabolitnya ± 4 jam.
Efek samping pada pemakaian oral berupa
mual, muntah dan sakit perut, intramuskuler:
nyeri di tempat injeksi. Pada dosis tinggi sekali bekerja neurotoksik pada binatang percobaan.
Sediaan dalam bentuk supositoria (10 mg/
kg) dipakai bagi penderita (anak-anak)
yang tidak dapat menelan, misalnya karena
muntah. Resorpsinya cepat dan terutama
penting sebagai pertolongan pertama di daerah terpencil yang tidak memiliki fasilitas
pengobatan yang memadai.
Dosis: hari pertama oral 1 x sehari 6 tabl
dari 50 mg, hari ke 2-5 1 x sehari 100 mg, i.m.
hari pertama 300 mg (= 3 ml), hari 2-5 i.m. 100
mg.
Artemisinin: oral hari pertama 25 mg/kg,
hari 2-7 12,5 mg/kg.
Artesunat: oral hari pertama 4 mg/kg, hari
2-3 2 mg/kg, hari 4-7 1 mg/kg.
8. Atovaquon: Wellvone, * Malarone
Senyawa naftochinon ini (1994) berkhasiat
anti protozoa dengan jalan merintangi sintesis asam nukleinat dan ATP. Efektif terhadap a.l. Pneumocystis carinii pneumoniae, Toxoplasma gondii dan P. falciparum. dipakai
pada pneumonia akibat Pneumocystis pada
pasien yang tidak dapat minum kotrimoksazol. Mu-lai tahun 2000 semakin banyak
dipakai bersama proguanil sebagai zat
skizontisid darah/hati untuk mencegah dan
mengobati malaria tropica yang resisten terhadap obat lain. Untuk profilaksis perlu
dimulai 1-2 hari menjelang keberangkatan ke
suatu tempat berisiko dan tiap hari selama
bermukim di tempat ini. sesudah kembali ke
rumah pemakaian nya harus diteruskan selama 7 hari (GnmBull 2001,35,81; Ph Wkbl
2002;137: 1056).
Kinetik.Walaupun bersifat lipofil, BA-nya
rendah dan variabel. Makanan berlemak
meningkatkan BA dengan faktor 2-3, sampai
23% bagi tablet dan 47% bagi suspensi. PPnya hampir tuntas (99.9%). Masa paruhnya
panjang yaitu 2-3 hari. sesudah mengalami
siklus enterohepatik, tanpa dirombak obat
diekskresi bersama feses.
Efek samping yang tersering berupa ruam
kulit, diare, mual, sakit perut dan kepala,
pusing, demam dan sukar tidur.
Dosis: pneumonia 3 x sehari 1 tablet (750
mg) atau 2 x sehari 750 mg suspensi pada
waktu makan (yang kaya akan lemak).
Malaria tropica akut: 1 x sehari 1000 mg +
proguanil 400 mg selama 3 hari, anak 31- 40
kg: 1 x sehari 750 + 300 mg, 21-30 kg 1 x sehari
500 + 200 mg, 11-20 kg 1 x sehari 250 + 100 mg
proguanil d.c.
Prevensi malaria tropica (bila meflokuin
tidak dapat dipakai ): dewasa 1 x sehari
1 tablet d.c. Malarone (= atovaquon 250 +
proguanil 100 mg) selama maks. 4 minggu. Anak-anak di bawah 40 kg tidak dianjurkan
minum obat ini.
OBAT-OBAT AMEBIASIS dan
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL
bab 1 2
A. AMEBIASIS INTESTINALIS
A1. Disentri ameba (amebiasis intestinalis)
yaitu penyakit infeksi usus yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica, suatu mikroorganisme anaerob bersel tunggal (protozoa). Dewasa ini dapat dibedakan 2 jenis
spesies, yakni E. histolytica yang bersifat
patogen dan E. dispar yang non patogen
dan manusia yaitu tuan rumah (host)
tunggal dari protozoa ini. Karena kista dari
kedua spesies ini identik, maka kadangkala
timbul kekeliruan identifikasi mengenai
penyebabnya pembawa kista asimtomatik.
Untuk membedakan kedua jenis ini dapat
dilakukan reaksi diagnostik yang disebut
polymerase chain reaction (PCR).
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan
banyak terjadi di negara (sub)tropik dengan
tingkat sosio-ekonomi yang rendah dan
kondisi higiene yang belum memadai. Bila
tidak diobati penyakit dapat menjadi sistemik
dan menjalar ke organ-organ lain, khususnya
hati. Bentuk serius ini disebut amebiasis hati
dan ditandai dengan abses dan/atau radang
hati.
Jenis Entamoeba
Entamoeba histolytica memiliki dua bentuk,
yaitu bentuk-minuta dan bentuk-histolitika.
a. Bentuk-minuta (= bentuk-usus): amebiasis
intestinalis menularkan penyakit langsung
dari orang ke orang (kontak seksual) atau
melalui makanan dan air minum (fecal-oral
route) yang telah terinfeksi kista, yaitu bentuk
inaktif dari ameba (Lat. minuta = kecil). Kista
diliputi oleh suatu membran pelindung
yang ulet, tahan asam (getah lambung) dan
dapat hidup di luar tubuh. Di dalam usus
halus kista berkembang menjadi bentuk
aktif, yakni trofozoit yang terutama hidup
dalam usus besar dan memperbanyak diri
dengan cara pembelahan. Trofozoit biasanya
hidup di colon sebagai komensal non-patogen,
yakni membentuk kista tanpa menimbulkan
gejala penyakit. Kemudian kista-kista ini
meninggalkan tubuh lewat tinja bersama
trofozoit yang tak berubah
Kista inilah yang memegang peranan
dalam penularan penyakit lebih lanjut bila
terbawa ke bahan makanan atau air minum
oleh lalat atau tangan manusia yang tidak
bersih. Dengan demikian lengkaplah siklus
penyebarannya. Banyak orang yang disebut
pembawa kista asimtomatis menjadi sumber
infeksi bagi lingkungannya.
Trofozoit juga dapat berubah menjadi bentuk
patogen dan dengan bantuan toksinnya sendiri
serta enzim proteolitik, dapat menyerang
mukosa usus. Terjadilah luka-luka kecil dan
diare. Luka-luka ini sering menimbulkan
infeksi sekunder dengan bakteri dan timbullah pemborokan (ulcerative colitis). Sering kali
amebiasis usus berlangsung juga tanpa diare
atau gejala lainnya yang nyata.
b. Bentuk histolitika (= bentuk jaringan):
amebiasis hati. Dalam keadaan tertentu trofozoit dapat menembus dinding usus dan
mengalami perubahan, yakni tumbuh menjadi kurang lebih dua kali lebih besar. Trofozoit
besar ini menjalar melalui vena porta ke organorgan lain, a.l. jantung, paru-paru dan otak,
khususnya hati. Di sini trofozoit hidup dari
eritrosit dan sel-sel jaringan yang dilarutkan
olehnya melalui fagositosis. Karena itu disebut
juga bentuk jaringan (Yun: histos = jaringan,
lisis = melarutkan). Akibatnya ialah nekrosis
(jaringan mati), abses intra-hepatik dan reaksi
radang yang dapat merusak hati (a.l. hepatitis).
Penyakit ini sangat serius dan melalui diafragma dapat menjalar ke paru-paru dan
menimbulkan abses amoebik di bagian kanan
bawah paru-paru. Bila tidak segera diobati
sering kali berakibat fatal. Bentuk-jaringan
tidak dapat membentuk kista.
Gejalanya
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara
beberapa hari dan beberapa bulan sampai
satu tahun.
• Amebiasis usus(disenteri ameba) yang
akut memperlihatkan gejalanya yang
menyerupai disentri basiler (Shigellosis).
Awal infeksi ditandai oleh diare akut yang
ringan dan berselang-seling (intermittent),
biasanya berlanjut dengan diare yang
mengandung lendir dan darah, kejangkejang, nyeri perut serta mulas pada hajat
(tenesmus). Gejala lainnya berupa sakit
kepala, mual dan anoreksia.
• Amebiasis hati gejalanya demam tinggi,
mual, muntah-muntah dan nyeri di daerah hati yang memancar ke punggung
atau bahu, juga pembesaran hati (hepatomegalia) tetapi dalam kebanyakan kasus
tidak terjadi diare.
Komplikasi jarang terjadi tetapi dapat
menimbulkan a.l. perforasi dinding kolon,
peritonitis dan perdarahan. Komplikasi juga dapat menimbulkan jaringan granulasi
fibrosis, biasanya di coecum dan bagian rectosigmoid, yang disebut amoeboma. Kasus ini
terjadi pada kira-kira 10% penderita yang
dapat menimbulkan perdarahan, obstruksi
dan kadang-kadang terdiagnosis keliru
sebagai karsinoma (kanker).
Makanan atau minuman yang tercemar
kista melalui mulut masuk ke dalam tubuh
dan berkembang menjadi trofozoit dalam
usus, dan hidup sebagai bentuk minuta dalam
rongga usus, yang selanjutnya menjadi kista
dalam kolon yang dikeluarkan melalui feses.
Bentuk minuta dapat menembus dinding
usus dan melalui darah mencapai organorgan yang menimbulkan abses amuba.
Disentri amuba diakibatkan oleh invasi dan
peradangan dinding usus.
Ref.: Ned Tijdschr Geneeskd 2004, sept;148
(37)
Diagnosis
Diagnosis amebiasis dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopis dari kerokan (scrapings) rektal atau feses terhadap trofozoit
atau kista. Tetapi perlu berhati-hati untuk
membedakannya dari ameba non-patogen
atau dari sel darah putih. Karena gejala
tersebut di atas tidak selalu tampak dengan
jelas, maka penyakit agak sukar dikenali.
Sering kali juga orang keliru dengan tukak
usus atau radang kantung empedu. Pada
amebiasis paru parasit dapat dideteksi dari
sputum.
Pencegahan
Penyakit ini sukar dibasmi karena banyaknya
pembawa kista tanpa gejala. Yang terpenting
yaitu peningkatan higiene perorangan dan
pengadaan air bersih. Kista dapat dimusnahkan dengan memasak air sekurang-kurangnya 10 menit, sedangkan pemurnian air melalui klorinasi diragukan efektivitasnya.
Penggolongan Obat
Obat antiprotozoa pada umumnya digunakan untuk infeksi oleh Entamoeba histolytica,
Trichomonas vaginalis, Giardia lamblia dan
Pneumocystis carinii, walaupun batasan spesifisitasnya tidak tajam. Beberapa dari obatobat ini dapat dipakai sekaligus terhadap
beberapa protozoa tersebut di atas.
Obat amebiasis dapat dibagi dalam dua
kelompok besar, yaitu zat amebisida kontak dan
zat amebisida jaringan.
1. Obat amebisida kontak berdaya mematikan dengan jalan kontak langsung bentuk
minuta dalam rongga usus, tetapi tidak di
dalam hati. Obat-obat ini terdiri dari beberapa
senyawa kimia, yakni:
a. senyawa nitro-imidazol: metronidazol dan
tinidazol. Obat ini juga aktif terhadap bentuk jaringan dan dapat dianggap obat
amebisida umum. Karena senyawa imidazol ini diserap dengan baik di usus
halus, maka efeknya terhadap kista di
dalam rongga usus kurang efektif.
Di samping itu senyawa-senyawa ini
juga berkhasiat terhadap protozoa lain,
misalnya Trichomonas vaginalis dan Giardia
lamblia. Obat-obat ini juga dipakai
bagi penderita E. histolytica tanpa gejala
(asimptomatik).
b. antibiotika: tetrasiklin, eritromisin dan azitromisin. Kerjanya tidak langsung tetapi melalui pemusnahan bakteri usus
sehingga ameba tidak dapat hidup. Obat
yang bekerja langsung terhadap kista belum ada.
2. Obat amebisid jaringan berkhasiat terhadap bentuk histolitika di dinding usus
dan jaringan lain, yaitu zat-zat nitro-imidazol,
(dehidro)emetin dan klorokuin. Pilihan pertama yaitu nitro-imidazol, karena juga aktif
terhadap ameba bentuk usus. Emetin mematikan parasit di semua jaringan tubuh, tetapi
jarang dipakai lagi karena kardiotoksisitasnya. Derivat dehidronya yang kurang
toksis masih dipakai parenteral di daerah
endemik.
Pengobatan
1. Disentri ameba akut atau kronis pertamatama diobati dengan metronidazol (atau
derivatnya), yang aktif terhadap semua
bentuk Entamoeba. Guna menghindari
kambuhnya penyakit maka terapi perlu
dilanjutkan dengan suatu amebisid kontak untuk membasmi seluruh kista dalam
rongga usus. Untuk tujuan ini dipakai
diloksanida furoat (Furamide).
Hilangnya gejala tidak berarti bahwa
penyakit sudah sembuh dengan tuntas.
Penyakit dikatakan sembuh total bila tinja
tidak mengandung ameba lagi selama 6
bulan.
Pemberian serentak tetrasiklin atau antibiotika lain dianjurkan pada keadaan
parah yang disertai infeksi sekunder oleh
bakteri akibat pengobatan terlantar atau
kondisi tubuh menurun.
2. Amebiasis hati dan abses hati. Pengobatan juga dimulai dengan satu dosis
metronidazol, bila perlu bersama klorokuin
yang sekarang jarang dipakai lagi.
Akhirnya perlu juga diberikan dosis dengan suatu amebisid kontak (diloksanida
furoat) untuk mematikan bentuk minuta
yang tersisa dan menghindarkan residif.
3. Karier kista tanpa gejala juga mutlak
harus diobati, karena yaitu sumber
infeksi potensial bagi orang lain maupun
bagi dirinya sendiri, karena setiap waktu
penyakit dapat menjadi akut lagi. Hal ini
terutama penting sekali bila karier kista
tersebut bekerja dengan bahan makanan
dan kurang memperhatikan dasar-dasar
higiene. Pengobatan yang efektif dapat
dilakukan dengan diloksanida (atau kliokinol) hingga tinja bebas dari kista.
Di bawah ini diberikan rangkuman obatobat amebiasis dengan khasiatnya terhadap
bentuk minuta dan bentuk histolitika.
A2. Giardiasis
Giardia lamblia/intestinalis yaitu protozoa
dengan benang cambuk (flagelat) dan seperti
Etamoeba histolytica dapat menimbulkan infeksi melalui air atau makanan yang tercemar kista. Kista dalam usus halus segera
memperbanyak diri dan hidup di mukosa,
hanya jarang menembusnya. Kebanyakan
infeksi tidak menimbulkan gejala, misalnya
mual, diare, sakit perut, kembung dan malabsorpsi dari bahan makanan a.l. lemak. Giardiasis banyak ditemukan di daerah tropik dan
pada wisatawan yang yaitu salah satu
penyebab traveller’s diarrhea. Untuk pengobatan giardiasis dapat dipakai 2 g metronidazol sebagai dosis oral tunggal selama 3
hari berturut-turut. Juga dapat dipakai
tinidazol.
A3. Trichomonas
Lihat dibawah B1
B. PENYAKIT MENULAR
SEKSUAL (PMS)
Penyakit Menular Seksual yaitu sama tuanya
dengan peradaban manusia.
Pada dasawarsa terakhir jumlah penyakit/infeksi menular seksual [(Sexually Transmitted Disease (STD)] telah meningkat secara
eksplosif di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh sikap yang lebih terbuka dan terus
terang terhadap seks, yang telah dimulai sekitar tahun tujuhpuluhan di abad yang lampau. Pada revolusi seksual ini segala sesuatu yang sebelumnya yaitu tabu bagi
masyarakat umum tiba-tiba diperbolehkan
oleh kelompok-kelompok pembaru masyarakat. Walau-pun banyak orang tetap tidak
dapat menyetujui penyimpangan normanorma yang dapat diterima masyarakat pada
umumnya, lambat laun sikap keterbukaan
terhadap seks tidak dapat dihentikan lagi
dan merambah ke semua lapisan masyarakat. Dampaknya yaitu hubungan seksual
tidak aman, perilaku berganti-ganti pasangan seksual, terutama antar sesama jenis
mengakibatkan meningkatnya penyakit menular seksual (PMS) dengan pesat. Munculnya penyakit AIDS pada awal tahun delapanpuluhan, yang semula selalu bersifat fatal,
tidak dapat menghentikan perkembangan
ini.
Catatan: Di tahun 1997 pada Kongres
IUVDT (International Union of Venereal Diseases and Treponematosis) di Australia, istilah
PMS diubah menjadi IMS (Infeksi Menular
Seksual), oleh karena semua penyakit yang
termasuk dalam kelompok tersebut merupakan penyakit infeksi (Djajakusumah, 2008).
Tetapi dalam bab ini kami akan tetap
menggunakan istilah PMS untuk kelompok
penyakit ini.
Penularan
Di samping kontak seksual langsung dengan
penderita yang sudah terinfeksi, sering kali
ada juga beberapa cara penularan lain,
yaitu lewat darah, sebagai berikut.
a. Pada kegiatan merajah (tato) dan tindik
dengan alat kurang higienis
b. Alat suntik (antar pemakai narkoba) yang
terinfeksi (lebih dari 51% kasus sejak
tahun 2001)
c. Ibu hamil kepada bayinya (HIV, hepatitis
B/C, herpes simplex, gonore, sifilis)
d. Selama proses melahirkan bayi
e. Transfusi darah yang terinfeksi
PMS tidak dapat ditularkan melalui kontak
dengan gelas bekas penderita, batuk atau sengatan serangga, juga tidak karena WC bekas
dipakai penderita HIV.
Gejala PMS
PMS tidak selalu menunjukkan gejala (simtomatik) baik pada pria maupun wanita, walaupun penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain. Pada beberapa PMS
gejala atau tanda-tanda terinfeksi baru muncul sesudah berminggu-minggu, berbulanbulan bahkan sampai bertahun-tahun.
PMS sebaiknya ditangani sedini mungkin agar dapat disembuhkan dengan tuntas.
Bila tidak, penyakit dapat berlangsung terus
tanpa keluhan, menjadi sangat parah dan tak
dapat disembuhkan lagi.
Gejala-gejala yang dapat mengarah ke suatu
PMS, tetapi yang juga dapat diakibatkan oleh
penyakit lain, yaitu sebagai berikut:
a. getah (sekret) dari penis, vagina, atau anus,
yang pada wanita jumlahnya bertambah,
berwarna lain (kuning, hijau) atau berbau
b. rasa terbakar, iritasi, atau nyeri selama
atau sesudah berkemih atau sesudah bersenggama
c. tukak-tukak, gelembung-gelembung kecil,
atau kutil pada alat kelamin dan sekitar
mulut penderita
d. kelenjar bengkak atau nyeri perut bagian
bawah
e. nyeri pada buah zakar
f. nyeri sewaktu berhubungan badan atau
pendarahan abnormal pada wanita.
PMS yang paling sering terjadi
Di bawah ini diberikan rangkuman beberapa
penyebab penyakit menular seksual (PMS)
yang dewasa ini paling banyak ada di
seluruh dunia.
A. Protozoa: Trichomonas
B. Ragi: Candida
C. Virus: herpes simplex virus, human papilloma
virus, virus Hepatitis B/C dan HIV
D. Kuman: Chlamydia, Neisseria gonorroea dan
Treponema pallidum
Kebanyakan PMS ini dapat disembuhkan bila
dikenali dan diobati pada fasa dini. Dalam
semua kasus pasangan penderita juga perlu
ditangani supaya infeksi tidak menjalar lebih
lanjut.
Pada bab ini akan dibahas hanya infeksi
akibat Trichomonas dan kuman Chlamydia
trachomatis, berikut penyakit gonore dan
sifilis. PMS lainnya telah dibahas di Bab 6,
Antimikotika dan Bab 7, Virusstatika.
Insidensi/epidemiologi
Pekerja Seks Komersial (PSK) yang dijangkiti
PMS dari tahun ke tahun meningkat. Estimasi tahun 2006 menunjukkan jumlah Pekerja Seks Komersial sebesar 221.000 orang
dan pelanggan 3.160.000 orang memiliki
prevalensi PMS sangat tinggi di wilayah
Bandung yaitu antara lain gonore 37,4%, klamidia 34,5% dan sifilis 25,2%; besaran angkaangka ini hampir sama untuk kota Jakarta
(Adhitama, 2008).
Karena para PSK cenderung bertukar
pasangan seks, maka risiko penularan PMS
pada kelompok masyarakat ini sangat besar.
Penyakit PMS membuat individu rentan
terhadap infeksi HIV. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional mengemukakan bahwa
pengidap HIV/AIDS di negara kita sebagian
besar ditemukan diantara Pekerja Seks Komersial yang jumlahnya diperkirakan berkisar 190.000-270.000 orang.
Di seluruh dunia diperkirakan bahwa
sekitar 35 juta orang terinfeksi HIV yang
70% ada di Afrika, khususnya di daerah
Selatan dari gurun Sahara dan 5% terdiri dari
orang dewasa. Infeksi kronis yang untuk
waktu lama tidak diobati atau tidak dikenali
pada waktunya, di samping menurunnya
jumlah sel CD4+ lebih rendah dari 200 juta/L,
akan selalu menjurus ke penyakit-penyakit
oportunistik sangat serius dan fatal.
Perlu diwaspadai bahwa memakan waktu
sekitar 6-10 tahun sebelum gejala klinis dari
infeksi-HIV timbul, bahkan dapat lebih lama
dari 15 tahun (“long-term progressors”).
Ref.: World Health Organization. Report on
the global AIDS epidemic. Geneva: UNAIDS;
2011.
B1. Trichomoniasis
Trichomonas vaginalis yaitu protozoa berekor yang bermukim di saluran genital manusia yang terinfeksi, khususnya di uretra
dan vagina. Infeksi terutama terjadi akibat
kontak seksual. Bayi (perinatal) dapat tertular pada saat dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi. Sering kali infeksi berlangsung tanpa gejala atau hanya ringan. Infeksi pada
pria umumnya berlangsung tanpa gejala,
walaupun kadangkala terjadi radang saluran kemih (uretritis). Pada wanita gangguan
ini menyebabkan radang vagina (vaginitis)
dengan sekret kuning kehijauan yang berbusa dan berbau busuk (keputihan), gatal-gatal
dan sukar berkemih. Penyebab lain dari vaginitis yaitu ragi Candida albicans (lihat Bab 6,
Antimikotika).
Pengobatan
Obat pilihan pertama yaitu metronidazol
dengan dosis oral tunggal 2 g sewaktu sarapan pagi, atau juga 2 x sehari 500 mg selama
7 hari. Pasangannya juga perlu menjalani pengobatan ini, ditambah obat yang efektif
terhadap radang kandung kemih (cystitis) dan
uretritis yang turut dideritanya. Bila ada
resistensi terhadap metronidazol, dapat diberikan derivatnya tinidazol (Tindamax).Pada
infeksi ekstravaginal dapat dipakai secara
topikal krem klotrimazol.
Wanita hamil tidak boleh diberikan obatobat ini selama trimester pertama dan sewaktu laktasi karena obat dikeluarkan melalui
ASI dan menyebabkan rasa logam pada air
susu.
B2. Kutil kelamin (jengger ayam)
Kutil kelamin diakibatkan oleh Human papilloma Virus (papilloma = bintil/kutil) dan
sebetulnya tidak berbahaya, hanya menyusahkan dan menjengkelkan. Sebuah tipe
tertentu dari virus ini yaitu pembangkit
kanker leher-rahim pada wanita, untuk ini
sejak beberapa tahun terakhir tersedia vak- sin profilaktik (2006, Gardasil). Selain secara seksual, infeksi juga dapat ditularkan
melalui jari-jari atau handuk seorang penderita. Infeksi kebanyakan berlangsung tanpa gejala, tetapi pembawa virus bisa menularkannya pada orang lain. Berhubung
bentuknya yang terkadang menyerupai bunga kol atau jengger ayam, awam menyebutnya sebagai penyakit kelamin jengger
ayam atau dalam istilah kedokteran Condyloma acuminata.
Masa inkubasinya antara beberapa minggu sampai berbulan-bulan sesudah kontak
dengan virus tipe mukosa yaitu yang menyerang selaput lendir. Pada wanita, kutil terutama ada di atau sekitar labia, liang vagina dan dubur, pada pria sekitar ujung penis,
testis dan juga dubur. Gejalanya yaitu gatalgatal, nyeri dan rasa terbakar pada waktu
berkemih. Tipe mukosa ini juga disebut HPV
genital, karena terutama ada di daerah
sekitar alat kelamin luar dan liang dubur.
Pengobatan. Terhadap kutil yang berbentuk
seperti kembang kol ini dahulu dipakai
damar (larutan 25% dalam alkohol) yang
diperoleh dari akar tanaman Podophyllum peltatum yang a.l. mengandung zat antimitotik
podophyllotoxin. Lihat Bab 14, Sitostatika.
Obat terbaru untuk Condyloma acuminata (genital dan peri-anal) yaitu krem
imikuimod (Aldara, krem 5%), suatu imunmodulator. dipakai lokal 3 kali seminggu
selama maksimal 16 minggu. Untuk sebagian
kecil sekali diabsorpsi melalui kulit dan
diekskresi lewat urin. Efek samping: gatal
dan nyeri setempat, eritema, sakit kepala dan
mual.
Dalam kebanyakan kasus, kutil kelamin
sembuh dengan spontan tanpa diberi obat,
tetapi kadangkala baru hilang sesudah bertahun-tahun. Dokter dapat membekukan kutil
dengan zat nitrogen cair, atau bila berbentuk
untaian dokter memotongnya sesudah dimatirasakan. Sebaiknya orang dengan kutil genital diperiksakan juga infeksi PMS lain.
B3. Klamidia
Chlamydia trachomatis yaitu bakteri yang
tersering menyebabkan PMS pada selaput
lendir alat kelamin dan anus. Infeksi terjadi
melalui kontak seksual dan kontak langsung
dari mukosa, sering kali terkombinasi dengan PMS lain. Sering kali, masing-masing
50% sampai 80% dari kasus pria dan wanita, infeksi berlangsung asimtomatis (tanpa
gejala) dan tidak diobati, sehingga penyakit
menjalar dengan mengakibatkan pelengketan dan parut-parut di alat reproduksi dengan
efek penderita dapat menjadi mandul.
Gejala pada pria berupa perasaan terbakar ketika berkemih, nyeri dan demam, radang saluran kemih (uretritis), disuria dengan mengeluarkan nanah dari uretra dan
frekuensi berkemih menjadi lebih sering, juga
radang buah zakar.
Pada wanita berupa urgensi (keinginan)
berkemih yang lebih sering, rasa nyeri ketika
berkemih, sekresi vagina berlebihan dan perdarahan, nyeri di perut bagian bawah, kadangkala infeksi mencapai rahim dan saluran telur dengan akibat radang saluran telur
(salpingitis). Juga dapat mengakibatkan radang selaput mata (conjunctivitis) dan pneumonia.
Kuman ini menyebabkan sekitar 50% infeksi uretra pada laki-laki yang bukan oleh
gonore dan pada wanita infeksi leher rahim
(serviks) yang juga bukan disebabkan oleh
gonore.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui pembiakan kuman dari urin atau lebih pasti dari
apus endoservikal.
Pengobatan: azitromisin dosis tunggal 2 tablet dari 500 mg. Juga dapat diberikan eritromisin 1x sehari 500 mg selama 7 hari atau
doksisiklin 2 x sehari 100 mg selama 7 hari. Keberatan dari jangka waktu pengobatan selama
1 minggu menurunkan kesetiaan terapi.
Pasangan seksualnya juga perlu diobati.
B4. Gonore (kencing nanah)
Penyebab penyakit ini ditemukan oleh Albert Neisser (1855-1916) yang menggambarkannya sebagai pasangan mikrokoki yang
membentuk angka 8, ialah Neisseria gonorrhoeae, yang di tahun 1933 diberi nama resmi
sesuai nama penemunya.
Gonokok yaitu suatu diplokok Gram negatif yang dapat menginfeksi selaput lendir
saluran urogenital, poros usus, mulut dan
mata. Bakteri sangat peka terhadap hawa ke-
ring. Infeksi terutama berlangsung dan disebarkan lewat kontak seksual, tetapi bisa
terjadi asimtomatik (10-50% pada masingmasing pria dan wanita) dan sering kali
menyebabkan kemandulan.
Masa inkubasi 2-14 hari, gejala muncul
sesudah 2- 5 hari. Pada pria berupa uretritis,
disuria dan getah bernanah. Pada wanita
timbul getah vaginal berlebihan, nyeri pinggul (pelvis) dan perdarahan, pada tahap
lebih lanjut bisa tersebar pada sendi (artritis).
Bayi yang dilahirkan ibu terinfeksi sering kali
terpapar conjunctivitis, maka diberikan tetes
mata dengan antibiotika.
Diagnosis dapat dilakukan secara mikroskopis dari persemaian sampel getah atau
urin.
Pengobatan.
Pilihan pertama yaitu seftriakson (Rocephin)
1dd 500 mg i.m.
Per oral dapat dipakai dosis tunggal
amoksisilin 3 g + probenesid 1 g.
Terhadap siprofloksasin ada resistensi
yg meningkat (37% di tahun 2011).
A.L.S. Neisser (1855-1916)
Discoverer of N.gonorrhoeae
B5. Sifilis (lues; raja singa)
“One night with Venus and a lifetime with
Mercury.”
Joseph Gruenpeck, on syphilis, 1503 (“Semalam
dengan dewi cinta dan seumur hidup dengan
merkuri”)
Treponema pallidum, penyebab sifilis yang
ditemukan oleh Fritz Schaudinn (1871-1906)
dan Erich Hoffmann (1868-1959), yaitu
spiroketa (berbentuk spiral) yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui selaput lendir
(misalnya di vagina atau mulut) via kontak
seksual. Membelah sangat lambat sesudah 30
jam dan pada tahap lanjut lebih lambat lagi.
Masa inkubasinya berkisar antara 10-90 hari.
Pada awal abad ke-16 senyawa merkuri
(lihat kutipan di atas) yaitu obat universal terhadap sifilis di Eropa, walaupun
kurang efektif.
Di tahun 1909 Paul Ehrlich (1854-1915) bersama pembantunya Sahachinro Hata (1873-
1938) menemukan (1910) obat antimikroba
pertama, yang diberi nama Salvarsan dan
ternyata sangat efektif terhadap Treponema
pallidum tanpa merugikan sel-sel sehat. Berhubung dengan toksisitasnya kemudian Salvarsan dimodifikasi dan dinamakan Neosalvarsan.
sesudah Perang Dunia Pertama penyakit
sifilis baru dapat diterapi secara efektif dengan ditemukannya penisilin oleh Alexander
Fleming (1881-1955) pada tahun 1929. Untuk
penemuannya Fleming dianugerahkan hadiah Nobel di tahun 1945.
Dewasa ini sifilis dapat disembuhkan dengan baik, tetapi bila tidak diobati dapat
menyerang banyak organ lain dan berakhir
fatal.
Gejalanya. Pada fase primer timbul suatu
ulkus (chancre keras) di penis atau vulva/
vagina tanpa nyeri yang sembuh spontan
dalam waktu 2-3 minggu.
Fase sekunder sesudah 4-10 minggu
ditandai dengan demam, sakit tenggorok dan
sendi, ruam kulit berwarna cokelat merah
dengan bintil-bintil, radang mukosa genital
dan oral, juga gejala neurologi. Sekitar 50%
pasien menderita pembesaran kelenjar getah
bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10%
menderita peradangan mata.
Fase Laten. sesudah penderita sembuh dari
fase sekunder, penyakit akan memasuki fase
laten tanpa gejala sama sekali. Fase ini bisa
berlangsung bertahun-tahun atau berpuluhpuluh tahun atau bahkan sepanjang hidup
penderita. Pada awal fase laten kadangkadang luka yang infeksius timbul kembali.
Akhirnya fase ketiga yang bervariasi
dari ringan sampai sangat parah, bercirikan
gangguan jantung (sifilis kardiovaskuler),
kelumpuhan umum dan tabes dorsalis (kerusakan sumsum tulang belakang).
Diagnosis
1. Tes penyaringan antibodi (mudah dan
tidak mahal): yang dinamakan VDRL
(venereal disease research laboratory) atau
RPR (rapid plasma reagin).
2. Tes serologis (tes cardiolipin) dengan mikroskop medan gelap (dark-field microscope) untuk memperkuat hasil tes penyaringan yang positif.
Sebaiknya penderita diperiksa juga terhadap PMS lain.
Kit untuk pemeriksaan sendiri (self tests)
dapat dibeli di beberapa apotik.
Pengobatan. Pada kedua fasa awal digunakan dosis tunggal kerja panjang benzatinpenisilin G 2,4 juta E (Penidural) terbagi injeksi pada kedua bokong selama minimal 7
hari. Penderita perlu dimonitor selama 2-3
tahun.
MONOGRAFI
1. Emetin (F.I.)
Alkaloid ini ada dalam akar tumbuhan Psychotria ipecacuanha (“Brazil root”)dan
berkhasiat sebagai amebisid sistemik, terutama terhadap bentuk histolitika. Emetin
kurang aktif terhadap bentuk minuta, walaupun sangat efektif untuk meredakan
gejala parah akut dari amebiasis usus maupun amebiasis hati. Dehidroemetin memiliki sifat farmakologi yang sama tetapi
kurang toksik dibanding emetin. sesudah
metronidazol yang memiliki khasiat lebih luas
dan kardiotoksisitas lebih ringan, dipasarkan
pertama kali sekitar tahun 1960, pemakaian
emetin dan dehidroemetin sebagai obat amebiasis hati sudah sangat berkurang, kecuali
bila ada kontraindikasi terhadap penggunaan metronidazol. Kini emetin praktis
tidak dipakai lagi. Untuk data lebih lanjut,
lihat Edisi 4, p. 207.
2. Klorokuin (F.I.): Nivaquine, Resochin, Avloclor.
Senyawa 4-aminokinolin ini selain berkhasiat anti malaria dan anti radang (lihat
Bab 11, Obat Malaria dan Bab 21, Analgetika
antiradang) juga berkhasiat amebisid terhadap bentuk jaringan (amebiasis hati). Kerjanya kurang kuat, sehingga biasanya hanya
dipakai dalam kombinasi dengan metronidazol atau bila pengobatan dengan metronidazol tidak efektif atau ada kontraindikasi
terhadap pemakaian nya. Tidak efektif terhadap bentuk minuta dalam kolon, karena
kadar pada dinding usus jauh lebih rendah
daripada di hati, juga karena resorpsinya di
usus cepat dan praktis lengkap. Klorokuin
berakumulasi di dalam hati sampai konsentrasi yang sangat tinggi (beberapa ratus kali
lebih tinggi daripada kadar dalam plasma),
sehingga sangat efektif terhadap abses hati dan
amebiasis hati. Lewat pengobatan beberapa
hari saja, gejala amebiasis hati sudah hilang.
Pengobatan dengan klorokuin perlu disusul
dengan diloksanida.
Efek samping jarang terjadi dan biasanya
berupa sakit kepala, gatal-gatal, gangguan
saluran cerna ringan (diare) dan gangguan
akomodasi. Selain di dalam hati, klorokuin
juga ditimbun di ginjal dan mata, sehingga
pada terapi jangka panjang perlu diadakan
pemeriksaan mata setiap 3 sampai 6 bulan.
Anak-anak sangat peka terhadap senyawa
4-amino-kinolin sehingga pemakaiannya pa-
da anak-anak berusia 1-3 tahun perlu sangat
hati-hati. Lihat selanjutnya Bab 11, Obat-Obat
Malaria.
Dosis: pada amebiasis hati 2 kali sehari 300
mg basa untuk 2 hari, kemudian 1 kali sehari
300 mg selama 2-3 minggu. Anak-anak: 10
mg/kg sehari selama 2-3 hari, maks. 300 mg/
hari.
- Klorokuin difosfat(Resochin, Avoclor) 250
mg = 150 mg basa
- Klorokuin sulfat(Nivaquin) 137 mg = 100
mg basa
3. Metronidazol: Flagyl, *Flagystatin, *Rodogyl.
Senyawa nitro-imidazol ini (1960) memiliki
spektrum anti protozoa dan antibakterial
yang luas. Berkhasiat kuat terhadap semua
bentuk Entamoeba (a.l. E. histolytica), juga terhadap protozoa patogen anaerob lainnya,
seperti Trichomonas dan Giardia. Obat ini
juga aktif terhadap semua kokus dan basil
anaerob Gram positif dan Gram negatif,
tetapi tidak aktif terhadap kuman aerob.
Metronidazol berkhasiat amebisid jaringan
kuat dan amebisid kontak lemah, karena
resorpsinya di usus yang cepat, sehingga
kadar dalam rongga usus tidak sempat
mencapai kadar terapeutik tinggi.
Mekanisme kerja. Gugus nitro pada C5 dalam
struktur kimia metronidazol yaitu yang
esensial bagi daya kerjanya. Metronidazol
yaitu suatu zat yang baru aktif (prodrug)
sesudah dalam organisme/bakteri gugusan
nitro direduksi oleh enzim dan membentuk
zat-zat-antara yang menghalangi sintesis
DNA dan/atau merusak DNA, sehingga sintesis asam nukleinat terganggu. Efek mutagen diperkirakan juga berdasar mekanisme ini. Toksisitasnya juga lebih ringan
dibandingkan emetin.
pemakaian obat ini yaitu pilihan
pertama untuk amebiasis hati. Pada infeksi
Helicobacter pylori (tukak usus duabelas jari)
dipakai sebagai pengobatan tripel/kuadrupel bersama 2 atau 3 obat lain (bismut
oksida, omeprazol, amoksisilin). Kombinasi
multi-drug ini diperlukan karena cepatnya
timbul resistensi dari Helicobacter terhadap
metronidazol.
Metronidazol ada dalam sediaan oral,
intravena, intravaginal dan topikal.
Resorpsinya di usus baik sekali dengan
BA 80%. PP-nya hanya ±11% dan plasmat½-nya 8 jam. Daya penetrasi ke jaringan
dan cairan tubuh baik, termasuk ludah, air
susu ibu, sperma, sekret vagina dan juga ke
cairan serebro spinal (CCS) kecuali plasenta.
Ekskresinya cepat melalui empedu (siklus
enterohepatik).
Efek samping ringan dan berupa gangguan
saluran cerna, mual, mulut kering dan rasa
logam, sakit kepala, rash kulit dan ada kalanya leukopenia. Pengobatan harus dihentikan bila timbul hilang rasa pada kaki/
tangan. Air kemih dapat menjadi cokelat
kemerahan yang disebabkan oleh zat warna
yang terbentuk. Selama terapi tidak boleh
minum alkohol karena dapat menimbulkan
efek disulfiram (efek Antabus), yaitu intoksikasi
asetaldehida dengan vasodilatasi perifer, muka
merah, jantung berdebar-debar dan nyeri
kepala. Penelitian pada tikus dan dosis tinggi
pada manusia, obat ini ternyata bersifat
mutagen dan karsinogen, yakni menimbulkan
kanker pada paru-paru dan buah dada. Oleh
karena ini metronidazol tidak dianjurkan
pemakaian nya untuk gangguan ringan seperti vaginitis, karena tersedianya obat-obat
lain yang juga efektif.
Metronidazol juga tidak boleh dipakai
selama kehamilan triwulan pertama dan selama
laktasi.
Dosis: pada amebiasis 3 x sehari 750 mg (=
3 tablet senyawa benzoat) selama 5-10 hari,
atau 1x sehari 2,5 g selama 2-5 hari; anak-anak
30-50 mg/kg/hari dalam 3 dosis selama 5-10
hari. Pada keadaan parah dapat dikombinasi
dengan klorokuin atau tetrasiklin 4 x sehari
250-500 mg.
Pada trichomoniasis oral sekaligus 2 g sebagai dosis tunggal, bila tidak efektif (karena
sering timbul resistensi) atau ada residif, terapi diulang dengan pemberian 2 x sehari 500
mg selama 7 hari. Tablet vaginal dari 500 mg
malam hari selama 10 hari dapat membantu
keberhasilan pengobatan. Bila perlu kur dapat diulang sesudah 4-6 minggu. Untuk mencegah reinfeksi, pasangan prianya juga harus
diobati. Keberhasilannya melebihi 90% terhadap infeksi trichomonas pada pria maupun
wanita.
Pada giardiasis (lambliasis): 1 x sehari 2 g
untuk 3 hari atau 3 x sehari 250 mg selama
5-7 hari; anak-anak sampai 10 tahun: sehari
20 mg/kg berat badan dibagi dalam 2-3 dosis
selama 7 hari.
• Tinidazol (Fasigyn, Flatin). Derivat ini juga memiliki khasiat antiprotozoa yang luas
dengan sifat lipofil yang lebih besar dibandingkan derivat-derivat nitro-imidazol lainnya. Berkhasiat lebih lama daripada metronidazol dengan efek samping yang sangat
ringan. yaitu pengobatan lini pertama
terhadap giardiasis.
Dosis pada amebiasis: sekaligus 4 tablet 500
mg selama 3 hari, pada trichomoniasis dan
giardiasis: dosis tunggal 4 tablet sudah mencukupi.
4. Diloksanida: Furamide
Ester furoat dari derivat diklorasetamida ini
(1957) sangat efektif terhadap bentuk minuta
dalam usus. Diperkirakan furamide lebih
efektif daripada kliokinol, tetapi terhadap
bentuk jaringan tidak berkhasiat. dipakai
pula dalam bentuk ester furoat dengan resorpsi lebih ringan dan lambat daripada
senyawa induknya diloksanida, sehingga dapat melakukan aktivitasnya dalam rongga
usus secara lebih intensif. Diloksanida furoat
yaitu obat pilihan pertama untuk
pengobatan karier kista yang asimtomatis.
Efek samping ringan, antara lain gangguan saluran cerna, terutama flatulensi, yaitu
banyak gas tertimbun dalam usus.
Dosis: sebagai amebisid kontak untuk
anak-anak di atas 12 tahun: 3 x sehari 1 tablet
dari 500 mg a.c. selama 10 hari. Anak-anak
di bawah 12 tahun: 20 mg/kg/berat badan
sehari dalam 3 dosis.
5. Antibiotika amebisid.
Beberapa antibiotika berkhasiat anti amebiasis intestinal, yaitu beberapa senyawa
tetrasiklin dan eritromisin. Kedua zat ini
mengganggu flora usus yang dibutuhkan
untuk perkembangan ameba patogen.
ANTHELMINTIKA
b a b 1 3
Lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia
terinfeksi oleh cacing dan sering kali oleh
beberapa jenis cacing sekaligus terutama di
daerah tropik miskin.
Anthelmintika atau obat cacing (Yun.
anti = lawan, helmins = cacing) yaitu obat
yang dapat memusnahkan cacing dalam
tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah
ini termasuk semua zat yang bekerja lokal
menghalau cacing dari saluran cerna maupun
obat-obat sistemik yang membasmi cacing
serta larvanya yang menghinggapi organ
dan jaringan tubuh. Obat-obat yang tidak
diresorpsi (mebendazol dan tiabendazol) lebih diutamakan untuk cacing di dalam rongga
usus agar kadar setempat setinggi mungkin, lagi pula karena kebanyakan anthelmintika juga bersifat toksik bagi tuan-rumah.
Sebaliknya, terhadap cacing yang dapat
menembus dinding usus dan menjalar ke
jaringan dan organ lain, misalnya cacing gelang, hendaknya dipakai obat sistemik
(ivermectin dan dietilkarbamazin) yang justru diresorpsi baik ke dalam darah hingga
bisa mencapai jaringan.
PENYAKIT CACING
Infeksi cacing yaitu salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru yang lebih spesifik dengan kerja lebih
efektif, pembasmian penyakit cacing masih
tetap yaitu suatu masalah a.l. disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang
dihinggapinya juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan
udara. Proyek-proyek irigasi untuk meningkatkan agrikultur dapat pula menyebabkan
perluasan kemungkinan infeksi. Misalnya
schistosomiasis (bilharziasis), penyakit ini berkembang karena timbulnya kondisi yang menunjang pengembangan keong-keong, yang
menjadi tuan rumah-antara bagi cacing schistosoma.
Pada umumnya cacing jarang menimbulkan penyakit serius, tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang
yaitu suatu faktor ekonomis sangat
penting. Di negara berkembang, termasuk
negara kita , penyakit cacing yaitu penyakit
rakyat umum yang sama pentingnya dengan
misal-nya malaria atau TB. Infeksinya pun
dapat terjadi simultan oleh beberapa jenis
cacing sekaligus. Diperkirakan bahwa lebih
dari 60% anak-anak di negara kita menderita
infeksi cacing.
Penularan
Infeksi cacing umumnya terjadi melalui
mulut, adakalanya langsung melalui luka
di kulit (cacing tambang dan benang) atau
lewat telur (kista) atau larvanya, yang ada
di mana-mana di atas tanah. Terlebih lagi
bila pembuangan kotoran (tinja) dilakukan
dengan sembarangan (sistem riol terbuka)
dan tidak memenuhi persyaratan higiene.
Terutama anak kecil yang biasanya belum
mengerti azas higiene, mudah sekali terkena
infeksi. Tergantung dari jenisnya, cacing
tetap bermukim dalam saluran cerna atau
berpenetrasi ke jaringan. Jumlah cacing
yaitu faktor menentukan apakah orang
menjadi sakit atau tidak.
Diagnosis. Prosedur esensial untuk mendiagnosis infeksi cacing yaitu melalui peme-
riksaan mikroskopis dari telur atau larvanya
dalam tinja, urin, darah dan jaringan. Penentuan ini yaitu penting sekali karena
daya kerja obat cacing kebanyakan tergantung dari jenis parasitnya.
Gejala
Gejala dan keluhan dapat disebabkan oleh
efek toksik dari produk pertukaran zat
cacing, penyumbatan usus halus dan saluran
empedu (obstruksi) atau penarikan zat gizi
yang penting bagi tubuh. Sering kali gejala
tidak begitu nyata dan hanya berupa gangguan lambung-usus, seperti mual, muntah,
mulas, kejang-