ahar betulbetul diperlukan. Untuk fisiologi dari proses
defekasi, lihat Seksi III, Obat-obat Gangguan
Saluran Cerna dan Bab 18, Obat-Obat Diare.
Penyebab
Ada berbagai penyebab sembelit, yang terpenting di antaranya yaitu :
a. kurang mengonsumsi serat gizi dan/
atau kurang minum air. Serat dari sayur-
sayuran dan buah-buahan memperbesar
isi usus, sehingga meningkatkan peristaltik. Juga karena kurang bergerak.
b. adanya penyakit organik, gangguan metabolik/endokrin, misalnya:
- obstruksi dari usus (penyumbatan)
akibat adanya divertikel, penyempitan,
tumor, diabetes dan penyakit Parkinson;
- gangguan motilitas, seperti terjadi
pada penyakit-penyakit tertentu, a.l.
hiperkalsiemia, hipotirosis, colitis,
penyakit Crohn, diverticulosis, luka
pada anus (fisura) dan IBS. IBS (Irritable Bowel Syndrome) bercirikan obstipasi dan diare berselang-seling dengan kejang-kejang dan sakit perut,
kembung dan lambung berbunyi.
Umumnya dapat ditangani dengan
makanan yang kaya serat, bila perlu
obat antikejang dan suatu sedativum.
c. sebagai efek samping dari pemakaian
obat-obat tertentu, seperti morfin dan
derivat-derivatnya, antikolinergika (a.l.
atropin), Ca-channel blockers, antidepresiva dan beberapa garam logam (bismut,
besi, kalsium), juga diuretika kuat dapat
mencetuskan sembelit karena menarik air
dan mengeringkan tinja.
d. ketegangan saraf dan emosi (“stress”),
karena misalnya orang yang marah atau
cemas mengalami kejang pada ususnya.
Peristaltik usus terhenti dan usus besar
dapat kesempatan untuk menyerap kembali terlalu banyak air dari isi usus.
e. kehamilan, di mana kadar progesteron
yang meningkat menghambat kontraksi
dari otot polos usus, sehingga peristaltik
berkurang.
Penanganan
Prevensi. Sembelit lebih banyak terjadi pada
lansia, terutama kaum wanita, disebabkan
kurangnya pergerakan badan dan susunan
diet yang kurang seimbang atau kurang
minum. Tindakan pencegahan umum yang
dapat dilakukan berupa minum lebih banyak (1-2 gelas air hangat sebelum sarapan
pagi), makan lebih banyak sayuran (sebaiknya sebagai lalap, ±200 g sehari) dan
olahraga secara teratur, misalnya berjalancepat ½-1 jam sehari. Penting pula untuk
jangan mengabaikan dorongan alamiah untuk
buang air.
Dahulu obat pencahar sering dipakai
untuk berbagai jenis penyakit dan yang
paling terkenal yaitu minyak kastor sebagai
obat ‘pencuci perut’. Ketika itu terutama anakanak, meskipun dengan sangat segan, diharuskan secara periodik minum minyak kastor
dengan tujuan untuk memelihara kesehatan.
Dewasa ini di sementara kalangan alternatif
pencucian usus masih dipakai pada gangguan-gangguan tertentu.
Pengobatan. Pada umumnya pengobatan
sembelit diarahkan pada penyebabnya, mis.
perbaikan susunan diet sehari-hari seperti
diuraikan di atas, gerak badan yang cukup,
a.l. pada masa penyembuhan (rekuperasi)
sesudah mengalami pembedahan dan jangan
menekan refleks defekasi. Bila diperlukan
pemakaian suatu obat pencahar, umumnya
diberikan dengan dosis efektif yang serendahrendahnya untuk jangka waktu singkat.
* Obstipasi insidentil yang disebabkan
oleh tinja keras sebaiknya ditangani dengan menggunakan suatu laksans dengan
daya melunakkan dalam bentuk suppositoria,
yakni gliserol atau bisakodil. Sembelit akibat sebab-sebab lain dapat diobati dengan
bisakodil per oral untuk beberapa hari.
* Obstipasi kronis dapat diatasi dengan laksansia yang memperbesar isi usus (laktulosa,
Psyllium). Sebagai pilihan kedua dapat digunakan garam-garam anorganik, khususnya
garam magnesium seperti MgSO4 dan Mgoksida. Obat ini yaitu paling aman untuk
dipakai selama waktu yang panjang.
Baru sesudah obat ini tidak memberikan hasil
yang diinginkan, zat-zat perangsang peristaltik
dapat diberikan, misalnya bisakodil. Bila
obstipasi kronis tidak ditangani, akhirnya
dapat mengakibatkan tinja “membatu”, wasir, kerusakan di anus (fisura) dan bahkan
inkontinensi tinja dan urin.
*Obstipasi kehamilan sebaiknya ditangani
dengan laktulosa, begitu pula sembelit pada
lansia dan anak-anak.
LAKSANSIA
Obat-obat pencahar dapat menstimulasi
proses defekasi dengan menjaga agar supaya
feses tidak mengeras, menghindari mengedan
terutama lansia dan pasien penyakit jantung
atau penderita hernia. Tujuannya yaitu
untuk memulihkan proses defekasi normal
dan menghindari terjadinya ketergantungan
pada obat pencahar.
Di samping sembelit, laksansia juga digunakan pada sejumlah keadaan tertentu,
yaitu:
– gangguan usus teriritasi (IBS), dengan keluhan sakit di bagian bawah perut tanpa
adanya kelainan organik
– untuk mengosongkan usus(diagnostis) sebelum menjalani pembedahan atau sebelum
pemeriksaan dengan sinar Röntgen dari
saluran lambung-usus, kandung empedu
dan sebagainya
– pada peristiwa keracunan oral akut, untuk
mengeluarkan zat racunnya dari tubuh
secepat mungkin. Dalam hal ini terutama
dipakai sebagai pencahar garamgaram anorganik seperti MgSO4
(= garam
Inggeris, 30 g) dan natriumsulfat (16 g).
Obat pencahar yang merangsang harus
dihindari.
– terapi obat cacing, sebelum atau sesudah
pemakaian obat cacing, untuk mengekspose parasit-parasit terhadap obat cacing atau untuk mengeluarkan cacing
dan sisa-sisa obat cacing bila diberikan
sesudahnya.
Bahayanya
Sering kali obat pencahar dianggap sebagai
obat yang tidak berbahaya dan dapat digunakan setiap waktu. pemakaian yang
terlalu sering dari obat-obat ini, pada hakikatnya akan merugikan kesehatan karena
laksansia menimbulkan masalah-masalah
berikut :
a. mengganggu absorpsi normal dari bahanbahan gizi di usus kecil. Sintesis vitamin K
dan B-kompleks oleh flora usus besar juga
akan dihambat. Elemen-elemen spura
dan mineral-mineral penting, seperti kalium dan natrium, tidak diserap kembali dalam usus besar, sehingga keseimbangan air dan elektrolit (Na dan K)
maupun susunan flora usus akan kacau.
Akibatnya yaitu kemungkinan timbulnya kelemahan otot, kejang perut dan
diare.
b. menimbulkan berbagai gangguan saluran
cerna, misalnya usus besar berkejang
(spastic colon). Terutama laksansia kontak
bila dipakai terus-menerus dapat mencetuskan diare cair dengan kehilangan air
dan elektrolit, juga kerusakan jaringan
saraf usus sehingga motoriknya menjadi
lumpuh.
c. menimbulkan ketergantungan, sehingga obat,
terutama laksansia kontak, harus diminum
terus menerus. Dosisnya pun harus terus
ditingkatkan untuk mendapatkan hasil
yang sama karena kepekaan usus telah
menurun dan tidak lagi bereaksi terhadap
rangsangan normal. Akibat rangsangan
yang kontinu dan rusaknya saraf-saraf
dinding usus, akhirnya timbul gejala yang
lazim disebut ‘usus malas’.
Karena bahaya-bahaya itu, pemakaian
obat pencahar secara terus-menerus harus
dihindari, terutama senyawa antrakinon dan
parafin.
Penyalahgunaan. Harus diwaspadai pula
bahwa ada ‘obat’ pengurus badan yang
mengandung pencahar. Jelas bahwa sediaan
demikian membahayakan kesehatan karena
di samping efek buruk tersebut di atas, juga
dapat terjadi defisiensi vitamin dan elemenelemen spura yang tidak diabsorpsi.
Kontra indikasi. Semua jenis laksansia
tidak boleh diberikan kepada orang yang
mendadak nyeri perut karena misalnya ileus,
radang usus atau radang usus buntu (appendicitis; appendix bisa pecah). Begitu pula
kepada mereka yang sakit perut hebat tanpa
sebab yang jelas atau mereka yang menderita
kejang, kolik, mual dan muntah-muntah.
Wanita hamil pada hakikatnya jangan menggunakannya karena risiko keguguran.
Kepada penderita penyakit kandung empedu
tidak boleh diberikan obat pencahar MgSO4,
karena garam ini dapat menyebabkan kontraksi hebat dari organ tersebut.
Penggolongan
Pada masa lalu obat pencahar digolongkan
berdasar intensitas dari efeknya sesuai
dengan urutan daya kerjanya yang meningkat
sebagai berikut: laksansia, katarktika, purgativa
dan drastika. Ketiga kelompok obat terakhir
bekerja sangat drastis dan sekarang sudah
tidak dipakai lagi (obsolet). Lebih
tepat dan rasional bila penggolongan obat
pencahar didasarkan atas farmakologi dan
sifat kimiawinya yaitu:
1. laksansia kontak (zat perangsang).
2. laksansia osmotik
3. zat-zat pembesar volume
4. zat-zat pelicin dan emollientia (pelembut)
Ketiga kelompok terakhir meningkatkan
jumlah air dalam rongga usus dengan
memengaruhi keseimbangan antara absorpsi
dan sekresi. Beberapa faktor memegang
peranan dalam proses ini, yaitu daya osmotik,
daya mengikat air dan efek langsung terhadap
sel-sel mukosa. Mekanisme yang terlibat pada peningkatan cairan usus yang berefek
pembesaran volume dan pelunakan chymus
diperkirakan berdasar stimulasi sistem
adenilsiklase, penghambatan enzim natriumATP-ase dan perubahan permeabilitas sel-sel
mukosa.
1. Laksansia kontak: derivat antrakinon
(Rhamnus = Cascara sagrada, Senna, Rhei),
derivat-derivat difenilmetan(bisakodil, pikosulfat,
fenolftalein) dan minyak kastor.
Zat-zat ini merangsang secara langsung
dinding usus dengan akibat peningkatan
peristaltik dan pengeluaran isi usus dengan
cepat. Mekanisme kerjanya yang tepat tidak
diketahui, walaupun ada perubahan
morfologi dari epitel dinding usus dan
perubahan transpor dari air dan elektrolit.
Senna, Rhei, fenolftalein dan minyak kastor tidak
begitu sering lagi pemakaian nya. Pada
akhir 1997 fenolftalein ditarik dari peredaran,
karena percobaan pada tikus dengan dosis
sangat tinggi menunjukkan sifat karsinogen.
2. Laksansia osmotik:magnesium sulfat/sitrat
dan natriumsulfat, gliserol, manitol dan sorbitol,
juga laktulosa dan laktitol.
Garam-garam anorganik dari ion-ion divalen, senyawa polialkohol dan disakarida
ini berkhasiat mencahar berdasar lambat
absorpsinya oleh usus, sehingga menarik air
dari “luar” usus melalui dinding ke dalam
usus via proses osmosa. Tinja menjadi lebih
lunak dan volumenya diperbesar yang merupakan suatu rangsangan mekanis atas
dinding usus. Peristaltik diperkuat yang
mempermudah pengeluaran isi usus. Pada
disakarida terbentuknya asam-asam yang
merangsang dinding usus juga memegang
peranan. Gliserol dipakai dalam bentuk
suppositoria, karena dapat menimbulkan refleks defekasi di poros usus (rektum).
3. Zat-zat pembesar volume: zat-zat lendir
(agar-agar, metilselulosa, CMC) dan zat-zat nabati Psyllium, gom Sterculia dan katul.
Semua senyawa polysakarida ini sukar
dipecah dalam usus dan tidak diserap
(dicernakan), a.l. serat-serat alamiah: selulosa,
hemiselulosa, pektin, lignin, gom-gom dan zatzat lendir. Zat-zat ini berdaya menahan air
sambil mengembang. Di samping itu pada
perombakan oleh kuman-kuman usus terbentuklah asam-asam organik dan gas-gas (CO2
,
O2
, H2
, CH4
), sedangkan massa bakteri juga
meningkat; semua ini turut memperbesar
volume chymus. Dengan demikian khasiat
mencaharnya berdasar rangsangan mekanis
dan kimiawi terhadap dinding usus ditambah
dengan pelunakan tinja. Selama pemakaian
zat-zat ini penting sekali untuk minum banyak air, sampai 3 liter sehari.
Sayur-mayur dan buah-buahan juga
mengandung banyak serat nabati yang terdiri
dari polisakarida tersebut di atas. Kombinasi
dari zat-zat pembesar volume ini dengan
laksansia kimia lainnya (mis. senyawa
antrakinon) tidak dianjurkan, karena
kegiatannya akan dihambat.
4. Zat-zat pelicin dan emollientia: natriumdocusat, natriumlauril-sulfo-asetat dan parafin
cair. Kedua zat pertama memiliki aktivitas
permukaan (detergensia) dan mempermudah
defekasi, karena melunakkan tinja dengan
meningkatkan penetrasi air ke dalamnya.
Parafin melicinkan penerusan tinja dan bekerja sebagai bahan pelumas.
Efek samping umum
Laksansia kontak, zat-zat pembesar volume dan
laktulosa/laktitol dapat menimbulkan perasaan
kembung dan banyak angin (flatulensi).Gejala ini dapat dikurangi dengan pentakaran awal rendah yang berangsur-angsur
dinaikkan. Laksansia kontak bila dipakai
kronis melumpuhkan motilitas usus. Bila zatzat pembesar volume diminum dengan terlalu
sedikit air, obstipasi justru bisa memburuk
atau bahkan terjadi obstruksi usus! Minyak
kastor dan fenolftalein menimbulkan sejumlah
efek samping buruk, maka kini jarang digunakan lagi.
Kehamilan dan laktasi. Semua laksansia
boleh dipakai oleh wanita hamil, kecuali minyak kastor, yang bisa memicu his. Sebaiknya berhati-hati dengan bisakodil, karena dapat menimbulkan kejang-kejang. Laktulosa dianggap sebagai laksans paling aman
selama kehamilan. Senyawa antrakinon, magnesiumsulfat dan fenolftalein masuk ke dalam
air susu ibu, sehingga tidak boleh diberikan
selama menyusui.
MONOGRAFI
1. LAKSANSIA KONTAK
1a. Tumbuhan yang mengandung glikosida
antrakinon
Laksansia ini juga dinamakan pencahar
emodin dan baru menjadi aktif sesudah glikosida dihidrolisis dalam usus menjadi bentuk
aglukonnya. Efeknya tampak sesudah 6 jam
atau lebih, karena hidrolisis berlangsung
lambat. Mekanisme kerjanya berdasar
stimulasi peristaltik usus besar.
Efek samping. Pada pemakaian Senna dan
Rhei Radix, ginjal akan mengeluarkan asam
krisofan yang memberikan warna kuningcokelat kepada air seni yang bereaksi asam
atau merah-ungu bila alkalis.
Kehamilan dan laktasi. pemakaian nya tidak dianjurkan selama laktasi, karena dapat mencapai air susu ibu. Untuk uraian
mengenai Rhamni Cortex (Cascara sagrada =
Lat. kulit pohon yang kudus) yang kini tidak
dipakai lagi, lihat Edisi IV.
1b. Sennae Foliolum
Daun-daun dari pohon Cassia angustifolia
ini mengandung sebagai zat aktif terpenting
a.l. dua senyawa glikosida isomer: sennosida
A dan B. Zat-zat ini memiliki daya laksatif
terkuat dari semua zat antrakinon alamiah
lainnya. Kacangnya (Sennae folliculum) juga
dapat dipakai sebagai obat pencahar yang
jarang menimbulkan efek samping kejangkejang.
Sediaan yang dahulu dibuat dari tumbuhan
ini yaitu Infusum Sennae Compositum (‘Senna
tea’), yang pembuatannya harus menurut
suatu prosedur tertentu untuk menghindari
anthranol bebas yang dapat menyebabkan
kejang-kejang dan sakit perut. Kini jarang
dipakai lagi
1c. Rhei Radix
Akar tinggal dari tumbuhan Rhei palmatum
(kelembak) yang berasal dari Cina yaitu
suatu obat pencahar yang dahulu dipakai
sebagai serbuk maupun sebagai ekstrak dan
sirop. Dewasa ini akar Rhei jarang dipakai
lagi dalam ilmu kedokteran resmi.
1d. Bisakodil: Dulcolax
Derivat difenilmetan ini yaitu laksans
kontak populer yang bekerja langsung terhadap dinding usus besar (colon) dengan
memperkuat peristaltiknya. Tinja pun menjadi lunak. Di samping pemakaian nya sebagai
pencahar umum, juga sering dipakai
untuk mengosongkan usus besar sebelum
pembedahan atau pemeriksaan dengan sinar
Röntgen.
Resorpsi. Dalam usus halus bisakodil
diresorpsi sampai 50% dan sesudah desasetilasi
dalam hati sebagian dikeluarkan dengan
empedu dan mengalami siklus enterohepatik.
Metabolitnya juga aktif. Sisanya diekskresi
melalui ginjal. Bagian yang tidak diserap
berkhasiat terhadap dinding usus. Defekasi
terjadi sesudah ± 7 jam, pada pemakaian
rektal sesudah ± 30 menit. Karena resorpsi
tidak diperlukan bagi khasiat mencaharnya
dan supaya jangan membebankan hati, tablet
diberikan sebagai tablet e.c. tahan-asam yang
baru pecah di bagian bawah usus halus.
Dengan demikian resorpsi dibatasi sampai
sedikit mungkin, lagi pula iritasi terhadap
dinding lambung dihindari.
Efek samping jarang terjadi dan berupa
kejang-kejang perut; secara rektal obat ini
dapat merangsang selaput lendir rektum.
Tidak boleh dipakai bersamaan dengan
susu atau zat-zat yang bereaksi alkalis
(antasida) karena bisa merusak lapisan
enteric-coating dari tablet.
Kehamilan. Obat ini dapat dipakai
selama kehamilan, walaupun harus berhatihati karena dapat menimbulkan kejang perut.
Dosis: sebelum tidur 1-2 tablet-salut dari
5 mg; suppositoria 10 mg (asetat) pada pagi
hari. Sebagai klisma: larutan 10 mg/5 ml
dalam polietilenglikol.
* Natriumpikosulfat (Laxoberon) yaitu
derivat sulfat sintetik dengan khasiat dan
sifat yang sama. Zat ini baru aktif sesudah
dihidrolisis oleh enzim hidrolase (dari bakteri) di dalam colon dan coecum menjadi
metabolit-metabolitnya. Daya kerjanya lambat, sesudah 10-12 jam dan sering kali digunakan sebagai laksans sebelum pembedahan.
Resorpsinya di usus ringan sekali dan
dikeluarkan sebagai glukuronidanya melalui
kemih dan feses. Secara rektal tidak efektif.
Dosis: malam hari sebelum tidur 5-10 mg,
anak-anak dari 4-6 tahun 2,5-5 mg.
1e. Fenolftalein: *Agarol , *Laxadine
Serbuk yang berwarna putih ini yaitu
derivat difenilmetan yang kerja laksatifnya
berdasar terutama atas rangsangannya
terhadap usus besar. Zat ini sukar larut dalam
air, tidak ada rasanya dan tidak berbau.
Jarang dipakai lagi sebagai laksans umum
(bersama agar-agar). Dalam analisis kimia,
fenolftalein dipakai sebagai indikator pada titrasi asam-basa.
Resorpsinya. Di dalam usus kecil, zat ini
dilarutkan oleh kegiatan garam-garam dan
empedu. Mulai kerjanya 4-8 jam sesudah
pemberian. Sebagian zat diserap dan masuk ke dalam sirkulasi untuk kemudian
diekskresi dalam empedu. Disebabkan siklus
enterohepatik kerjanya bisa bertahan sampai
2-3 hari.
Efek sampingnya serius dan berupa kolik,
kolaps, lupus erythematodes dan reaksi kepekaan pada kulit, juga pigmentasi yang dapat
bertahan selama beberapa waktu sesudah
pengobatan dihentikan. Zat ini bersifat
karsinogen pada tikus dan di banyak negara
telah dibatalkan registrasinya (1997).
Dosis: 50-200 mg (maks. 300 mg), diberikan
pada malam hari sebelum tidur.
*Laxadine = fenolftalein 55 + gliserin 378 mg
dalam paraff liq 1200 ml
1f. Oleum ricini: minyak kastor, minyak jarak.
Minyak kastor diperas dari biji pohon
jarak (Ricinus communis) dan mengandung
trigliserida dari asam risinoleat, suatu asam
lemak tak-jenuh. Di dalam usus halus sebagian zat ini diuraikan oleh enzim lipase dan
menghasilkan asam risinoleat yang memiliki
efek stimulasi terhadap usus halus. sesudah
2-8 jam timbul defekasi yang cair.
Efek sampingnya berupa kolik, mual dan
muntah. Oleum ricini tidak boleh dipakai
oleh wanita hamil.
Dosis: dewasa 15-30 ml; anak-anak 4-15 ml.
2. LAKSANSIA OSMOTIK
2a. Magnesiumsulfat: garam Inggris, garam
Epsom
Mekanisme kerjanya di dalam usus berdasarkan penarikan air (osmosis) dari bahan
makanan karena tigaperempat dari dosis oral
tidak diserap. Akibatnya yaitu pembesaran
volume usus dan meningkatnya peristaltik
di usus halus dan usus besar, di samping
melunakkan tinja.
Resorpsi. Antara 15-30% dari dosis diserap
oleh usus yang dapat mengakibatkan kadar magnesium darah terlampau tinggi,
khususnya bila fungsi ginjal kurang baik
(lansia). Oleh karena itu garam Inggris
hendaknya jangan dipakai untuk waktu
lama. Mulai kerjanya sesudah 1-3 jam. Boleh
dipakai selama kehamilan; obat ini masuk
ke dalam air susu ibu.
Dosis: 15-30 g sekaligus di dalam segelas
air hangat dan diminum pada perut kosong.
Daya kerjanya cepat (2-4 jam) dan efektif.
Catatan: magnesiumoksida (MgO) pada
dosis 2-5 g juga bekerja sebagai pencahar
* Laxasium = suspensi Mg(OH)2 400 mg /
5ml
* Magnesiumsitrat dahulu dipakai sebagai sediaan Magnesii citras effervescens dan
Mixtura Magnesii Citratis (Limonade purgative)
yang terdiri dari campuran magnesium karbonat dan asam sitrat. Efek samping: gangguan
fungsi ginjal serius.
2b. Natriumsulfat: garam Glauber
Dosis: 15 g dalam 150-500 ml air. Dosis lebih
besar dapat mengakibatkan muntah-muntah.
2c. Laktulosa: Duphalac
Derivat sintetik dari laktosa ini yaitu
suatu disakarida yang terdiri dari 1 molekul
fruktosa dan 1 molekul galaktosa. Di dalam usus halus laktulosa tidak diresorpsi
karena tidak ada enzim yang tepat
untuk menghidrolisisnya. Baru di dalam
usus besar, zat ini diuraikan dengan cepat
oleh bakteri-bakteri tertentu (Lactobacillus)
dan menghasilkan asam laktat dan asam asetat. Asam-asam organik ini menahan air
berdasar proses osmosis dengan efek
stimulasi peristaltik, sehingga tinja menjadi
lunak dan defekasi distimulasi. Efeknya baru
tampak sesudah 24-48 jam.
pemakaian nya selain sebagai laksans
juga pada coma hepaticum yang sewaktuwaktu terjadi pada penderita cirrhosis hati,
di mana amoniak dari usus masuk ke dalam
peredaran darah dan otak. Klisma dengan
laktulosa ternyata sama efektifnya dengan
neomisin, berdasar pengikatan gas
NH3
dalam usus. Dalam keadaan normal,
pengubahan amoniak menjadi ureum di
dalam hati dapat terhambat bila fungsi hati
terganggu.
Efek sampingnya berupa perut kembung
dan banyak gas, terutama selama hari-hari
pertama. Pada overdosis terjadi nyeri perut
dan diare.
Dosis: permulaan 30 ml larutan 50% (pagi
hari), dosis pemeliharaan 15 ml. Pada coma
hepaticum: 3 dd 30 ml. Pada salmonellosis:
3 dd 15 ml minimal 14 hari, sampai hasil
pembiakan tinja tiga kali berturut-turut negatif.
* Laktitol (Importal) yaitu derivat sintetik
dari laktosa (1989) dengan daya kerja dan
pemakaian sama dengan laktulosa. Di samping itu, zat ini dipakai sebagai zat pemanis,
daya manisnya 40% dari sakarosa.
Dosis: 1 dd 20 g d.c. pagi atau malam hari.
2d. Gliserol
Gliserol dipakai sebagai sediaan rektal
untuk segera mengosongkan usus besar.
Secara rektal zat ini praktis tidak diserap
sedangkan daya kerjanya sudah tampak
sesudah 15-30 menit. Kadar yang tinggi dalam
suppositoria dapat menimbulkan iritasi lokal.
Dosis: dewasa dan anak-anak usia 6 tahun
ke atas 3 g dalam suppositoria (70% dalam
gelatin) atau klisma (4-5 g untuk dewasa,
anak-anak 2-3 g).
2e. Sorbitol: *Microlax, *Klyx
Alkohol-gula ini (C6
H14O6
) dipakai sebagai laksan secara oral maupun dalam
klisma. Resorpsinya dari usus lambat dan
tidak menentu. Dalam hati sorbitol lambat
laun diubah menjadi fruktosa dan untuk
sebagian kecil langsung menjadi glukosa.
Daya manisnya 50% dari sakarosa; pasien
diabetes boleh menggunakan sorbitol sebagai
zat pemanis, maksimal 50 g sehari .
Efek samping pada dosis besar berupa diare
dan flatulensi. Hati-hati pada penderita gangguan fungsi ginjal. Kontra-indikasi pada
gangguan fungsi hati dan encok.
Dosis: 30-50 g; dalam klisma 120 ml dari
larutan 250-300 mg/ml.
3. ZAT-ZAT YANG MENGEMBANG
3a. Agar-agar: *Agarol
Agar-agar yaitu zat lendir yang dikeringkan dari tumbuhan genus Gelidium (Asia
Timur) dan terutama terdiri dari hemiselulosa
yang tidak dapat dicerna. Zat ini jarang
dipakai tunggal, umumnya dalam sediaan
kombinasi. Dalam industri juga dipakai
sebagai stabilisator emulsi. Mulai kerjanya
dalam waktu 24 jam.
Dosis: 1-2 dd 4-16 g dengan air tetapi
kebanyakan dalam sediaan kombinasi.
3b. Metilselulosa: Tylose, Methocel
Metilselulosa yaitu metileter dari selulosa
yang ada dengan berbagai derajat
viskositas. Zat ini banyak dipakai sebagai
zat ‘pengental’ dalam industri pangan dan
dalam sediaan farmasi, a.l. dalam tetes mata
dan liur buatan pada kekurangan air mata
dan liur, juga sebagai cairan untuk lensa
kontak keras. Begitu pula sebagai zat pelekat
untuk kertas dinding.
Efek sampingnya berupa kembung (flatulensi)
dan bila dipakai tanpa cukup air dapat
menimbulkan obstruksi esofagus.
Dosis: 4 dd 1-1,5 g dalam segelas air.
* Carmellose (karboksimetilselulosa, C.M.C.)
yaitu derivat karboksi yang viskositasnya
tergantung dari tipenya. Di dalam tubuh
carmellose sama sekali tidak bereaksi (indifferen). Efeknya tampak dalam waktu 24
jam. Kadangkala zat ini dipakai pada
penanganan obesitas untuk menghilangkan
perasaan lapar tetapi efektivitasnya diragukan.
Dosis: 4 dd 1-1,5 g (garam-Na) dalam segelas air.
3c. Plantago: Psyllium, *Metamucil
Benih-benih ini diperoleh dari berbagai jenis
tumbuhan Plantago ovata yang mengandung
hemiselulosa dan zat lendir (mucilago) dalam
jumlah besar dan dapat membentuk suatu gel
bila bersentuhan dengan air. Kulit benih juga
dipakai sebagai laksan. Bulk-nya tidak
dicernakan tetapi diekskresi dalam keadaan
utuh. Obat ini terutama berguna untuk
sembelit dengan tinja yang kering dan keras.
Selain itu plantago dipakai pada diare cair
kronis untuk memadatkan tinja. Efek samping:
reaksi alergi (rhinitis).
Dosis: 1-3 dd 4-10 g dalam air.
3d. Gom Sterculia: gom karaya, Normacol
Gom ini diperoleh dari a.l. tumbuhan
Sterculia urens dan terdiri dari suatu kompleks
polisakarida yang mulai kerjanya dalam
waktu 24 jam.
Dosis: 2 dd 5-10 g granulat (600 mg/g) p.c.
3e. Serat-serat nabati
Secara kimiawi serat-serat nabati merupakan kompleks polimer dari hidratarang
dan terdiri atas selulosa, lignin dan/atau
pektin. Dalam tumbuhan, serat-serat khusus
ada sebagai dinding sel dari beberapa jenis gandum, sayur-mayur dan buncis
(beans), juga dalam buah-buahan (terutama
sebagai pektin). Polisakarida tersebut tidak
dapat dicerna, sehingga tidak dapat diserap
oleh usus. Hemiselulosa untuk sebagian difermentasi oleh kuman-kuman usus besar
dengan menghasilkan asam-asam organik
dan gas..
Khasiat mencaharnya berdasar strukturnya yang terdiri atas rantai-rantai selulosa
dan berupa bunga karang berlubang-lubang
lembut (porous), yang berdaya menyerap
dan mengikat molekul air dengan efek mengembang. Karenanya, isi usus diperbesar
dan peristaltik distimulasi, sehingga defekasi lancar. berdasar sifatnya yang dapat mengikat air dan zat-zat lainnya, selain
sebagai laksan, serat-serat nabati juga digunakan untuk beberapa gangguan, yaitu:
– untuk menurunkan kadar kolesterol yang
meningkat, dianjurkan diet dengan ±200
g sayuran + 2-3 butir buah-buahan sehari.
Menurut penelitian, diet tersebut dapat
menurunkan kolesterol sekitar 10%. Lihat
Bab 36, Antilipemika. Pengobatan hiperlipidemia.
– sebagai pencegah kanker usus besar berdasarkan kemampuan serat-serat untuk
mengikat metabolit-metabolit karsinogen
tertentu dari garam empedu dan kolesterol. Zat-zat ini dibentuk oleh kumankuman anaerob dari flora usus. Lihat Bab
14, Sitostatika, Makanan dan Kanker.
– sebagai zat pembantu pada kur menguruskan
tubuh. Makanan yang kaya akan serat
mengandung kalori rendah dan harus
dikunyah lebih lama. Juga berdaya memperbesar volume isi lambung, sehingga
lebih cepat menimbulkan perasaan kenyang dibandingkan zat-zat gizi yang
berkalori tinggi; dengan kata lain, seratserat memiliki nilai saturasi tinggi.
* Katul yaitu selaput luar dari butir-butir
beras (gandum) yang tertinggal pada proses
penggilingan. Di samping banyak vitamin
dan mineral, katul juga mengandung banyak
serat dengan polisakarida tersebut di atas.
Efek sampingnya berupa perasaan lambung
penuh dan flatulensi. Efeknya tampak dalam
24 jam. Perlu minum minimal 1,5 liter air
sehari.
Dosis: 20-30 g sehari dalam 2-3 kali dicampur dengan makanan.
4. ZAT PELICIN DAN EMOLLIENTIA
4a. Parafinum cair: Paraffinum liquidum (spissum), *Agarol
Parafinum terdiri atas campuran senyawa
hidrokarbon cair jenuh yang diperoleh dari
minyak bumi. Zat ini tidak dicerna dalam
saluran lambung-usus dan hanya bekerja
sebagai zat pelicin bagi isi usus dan tinja.
Gunanya untuk melunakkan tinja, terutama sesudah pembedahan rektal atau pada
penyakit wasir. pemakaian nya dapat menimbulkan iritasi sekitar dubur. Zat ini digunakan sebagai emulsi yang kadang-kadang
dikombinasi dengan fenolftaleine.
Keburukannya yaitu sifatnya yang mengurangi penyerapan oleh tubuh dari zat-zat
gizi, a.l. vitamin yang larut dalam lemak (A,
D, E dan K). Bila diinhalasi (tersedak), zat ini
dapat mengakibatkan sejenis radang paruparu berbahaya (pneumonia lipoid). Penggunaannya selama kehamilan tidak dianjurkan.
Oleh karena masalah ini parafin cair praktis
tidak dipakai lagi.
Dosis: 15-30 ml, diberikan pada malam hari
sebelum tidur.
4b. Natrium dokusinat: dioctyl-Na-sulfosuccinate, *Klyx
Asam sulfonat yang berantai panjang (C21)
ini, memiliki aktivitas permukaan (detergens),
sehingga mempermudah pemasukan air ke
dalam chymus dan melunakkan tinja. Efeknya dimulai 1-3 hari sesudah pemakaian
peroral, secara rektal sangat cepat, sesudah
5-12 menit.
Efek samping jarang dan ringan, a.l. gangguan lambung-usus, ruam kulit dan iritasi
tenggorok.
Dosis: oral malam hari 50 -360 mg, rektal
100 mg dalam suppositoria.
* Natriumlaurylsulfoasetat (*Microlax) adalah derivat dengan sifat yang sama dan penggunaannya sebagai klisma (45 mg) bersama
PEG-400 625 mg/5 ml.
OBAT SUSUNAN
SARAF PUSAT
Pada umumnya sistem saraf yang mengkoordinasi sistem-sistem lainnya di dalam
tubuh dibagi dalam dua kelompok, yakni:
a. Susunan Saraf Pusat (SSP), yang terdiri
dari otak dan sumsum tulang belakang dan
b. Susunan Saraf Perifer yang dapat dibagi
lagi dalam dua bagian, yakni:
– saraf-saraf motoris atau saraf eferen yang
menghantarkan impuls (isyarat) listrik
dari SSP ke jaringan perifer melalui neuron eferen (motorik);
– saraf-saraf sensoris atau sarat aferen yang
menghantarkan impuls dari periferi ke
SSP melalui neuron aferen (sensory).
Saraf eferen dapat dibagi pula dalam 2 subsistem utama:
c. Sistem Saraf Otonom, yang mengendalikan
organ-organ dalam secara tidak sadar. Menurut fungsinya SSO ini dibagi dalam dua
cabang, yakni Sistem (Orto) Simpatis dan
Sistem Parasimpatis ( SO dan SP)
d. Sistem Saraf Motoris, yang mengendalikan
fungsi-fungsi tubuh secara sadar.
Impuls eksogen diterima oleh sel-sel penerima (reseptor) untuk kemudian diteruskan
ke otak atau sumsum belakang. Rangsangan
dapat berupa perangsang (stimuli) nyeri,
suhu, perasaan, penglihatan, pendengaran,
dan lain-lain. Yang khusus akan dibahas
dalam seksi ini yaitu impuls saraf yang berhubungan dengan pusat nyeri (di otak), pusat
tidur (di hipothalamus) dan kapasitas mental,
yang menjadi fungsi kulit otak (cortex).
Kesadaran akan perasaan sakit terbentuk dari
dua proses, yakni penerimaan perangsang
nyeri di otak besar dan reaksi emosional dari individu terhadapnya. Analgetika memengaruhi proses pertama melalui peningkatan
ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotika menekan reaksi psikis
yang diakibatkan oleh perangsang nyeri
tersebut.
Di pihak lain, fungsi SSP dapat ditekan seluruhnya secara tidak spesifik oleh zat-zat
pereda pusat seperti hipnotika dan sedativa. Sebagai akibatnya kesadaran untuk
impuls eksogen diturunkan serta aktivitas
fisik dan mental dikurangi. Obat-obat ini
tidak memengaruhi tingkah laku (behaviour)
secara spesifik, sebagaimana halnya dengan
tranquilizers, yang di samping itu juga berkhasiat depresif terhadap SSP. Antagonis faali
dari obat-obat tersebut yaitu zat-zat yang
berkhasiat menstimulasi seluruh SSP, yaitu
analeptika (wekamin) dan antidepresiva.
Kedua jenis obat ini memengaruhi semangat
dan suasana jiwa berdasar kegiatan
langsung terhadap otak.
Untuk praktisnya, obat yang bekerja terhadap
SSP dapat dibagi dalam beberapa golongan
besar, yang diuraikan di bab-bab tersendiri,
yakni:
1. psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi:
a. psikoleptika: jenis obat yang pada
umumnya menekan dan/atau menghambat fungsi-fungsi tertentu dari
SSP, yakni hipnotika, sedativa dan
tranquilizers (Bab 24), dan antipsikotika (Bab 29).
b. psiko-analeptika: jenis obat yang menstimulisasi seluruh SSP, yakni antidepresiva dan psikostimulansia (wekamin) (Bab 30).
2. jenis obat untuk gangguan neurologis,
seperti antiepileptika (Bab 27), MS (multiple sclerosis), penyakit Parkinson dan
demensia (Bab 28).
3. jenis obat yang menghalau atau memblokir perasaan sakit: analgetika, antiradang/rematik dan narkotika (Bab 20, 21
dan 22), anestetika umum dan lokal (Bab
25 dan 26).
4. jenis obat vertigo dan obat migrain (Bab
52).
ANALGETIKA PERIFER
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
(perbedaan dengan anestetika umum).
RASA NYERI DAN DEMAM
Definisi. Nyeri yaitu perasaan sensoris dan
emosional yang tidak nyaman, berkaitan
dengan ada nya atau ancaman timbulnya kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat memengaruhi nyeri, misalnya emosi
dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindari
sensasi rangsangan nyeri. Nyeri yaitu
suatu perasaan subyektif dan ambang
toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap
orang. Batas nyeri untuk suhu konstan, yaitu
pada 44-45°C.
Hubungan antara nyeri akut dengan kerusakan jaringan mudah dideteksi, tetapi
pada nyeri kronis hubungan ini sering kali
kurang atau tidak jelas dan banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek psikis dan sosial.
Nyeri kronis yaitu nyeri yang berlangsung
lebih lama dari 6 bulan, sedangkan nyeri
subakut bila berlangsung dari 2 sampai 6
bulan. Nyeri akut bila kurang dari 2 bulan.
Rasa nyeri dalam kebanyakan kasus hanya
yaitu suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan (rema,
encok), infeksi mikroorganisme atau kejang
otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan
mekanik, kimiawi, atau fisik (kalor, listrik)
dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zatzat tertentu yang disebut mediator nyeri,
antara lain histamin, bradikinin, leukotriën
dan prostaglandin.
Semua mediator nyeri itu merangsang
reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung
saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan
lain dan demikian menimbulkan antara lain
reaksi radang dan kejang-kejang. Nosiseptor
ini juga ada di seluruh jaringan dan
organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat
ini rangsangan disalurkan ke otak melalui
jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan
sangat banyak sinaps via sumsum belakang,
sumsum lanjutan dan otak tengah. Dari
thalamus impuls kemudian diteruskan ke
pusat nyeri di otak besar, di mana impuls
dirasakan sebagai nyeri.
Nyeri berdasar nosiseptor memberikan
respons baik terhadap analgetika seperti parasetamol, NSAID’s dan analgetik narkotik.
Sedangkan nyeri non-nosiseptor seperti nyeri
neuropatik (saraf), kurang responsif terhadap
analgetika.
* Mediator nyeri penting yaitu amin histamin yang bertanggung jawab untuk kebanyakan reaksi alergi (bronchokonstriksi,
pengembangan mukosa, pruritus) dan nyeri.
Bradikinin yaitu polipeptida (rangkaian
asam amino) yang dibentuk dari protein
plasma. Prostaglandin mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam
arakidonat. Menurut penelitian zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung saraf sensoris bagi
rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat-zat ini berefek vasodilatasi
kuat dan meningkatkan permeabilitas kapiler
yang mengakibatkan radang dan udema.
Berhubung kerja serta inaktivasinya cepat
dan bersifat lokal, maka zat-zat ini juga dinamakan hormon lokal. Mungkin sekali zatzat ini juga bekerja sebagai mediator demam.
Lihat juga Bab 21, Analgetika anti radang.
PROSTAGLANDIN (penemu Von Euler dan Goldblatt)
Nama prostaglandin (PG) diberikan pada sekelompok senyawa yang farmakologik sangat aktif
dan pertama kali diekstraksi dari kelenjar vesikular kambing, kemudian diisolasi dari cairan semen
manusia oleh Von Euler dan Goldblatt (1935). Tetapi ternyata bahwa prostaglandin mencakup
suatu kelompok besar dari senyawa-senyawa yang secara kimiawi sangat dekat berkaitan dan
ada di berbagai jaringan dan bukan hanya di prostat (Bergström et al.,1963).
Prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan yaitu kelompok asam lemak tidak-jenuh
terhidroksilasi dengan rangkaian panjang, yang dalam kadar sangat rendah dapat mencetuskan
sejumlah efek biologis yang sangat luas di berbagai jaringan. Dibentuk dari asam arachidon melalui
a.l. enzim siklo-oksigenase.
Prostaglandin berperan pada banyak proses-proses fisiologi seperti vasodilatasi, vasokonstriksi,
pengaturan suhu badan, agrgasi trombosit, kehamilan, proses peradangan, motilitas dan efek
sitoprotektif saluran gastro-intestinal, neurotransmis otonom dan fungsi endokrin dari ginjal.
Tromboksan berperan pada reaksi peradangan dan permeabilitas mukosa lambung,
mempertahankan tonus dari vena/arteri serta neurotransmisi.
Prostasiklin (PGI2
; diketemukan tahun 1976) memiliki daya hambatan kuat terhadap vasokonstriksi
dan agregasi trombosit. Oleh karena itu dipakai sebagai vasodilator dan untuk menghindari
agregasi trombosit.
Prostaglandin dibentuk dari precursor utamanya yaitu asam esensial arachidon sama seperti
leukotriën (dahulu disebut SRS-A atau Slow Reacting Substance of Anaphylaxis), yang berperan pada
pathogenesis penyakit alergi seperti asma.
Struktur kimia dan penamaan (nomenclatuur)
Semua prostaglandin dibentuk dari inti siklopentan dengan 2 cabang-sisi dari seluruhnya 20 atom
karbon sehingga membentuk struktur seperti jepit rambut (asam prostan). Senyawa-senyawa ini
dibagi dalam 2 golongan induk:
– prostaglandin E dengan gugusan satu -–OH-(hidroksi)- dan satu ==O-(okso)- ;
– prostaglandin F dengan 2 gugusan hidroksi pada cincin pentan.
Tiap tipe prostaglandin diberi huruf kelompok A, B, C, D, E atau F sesuai dengan struktur cincin
siklopentan. Huruf kelompok diikuti oleh suatu nomor (= jumlah ikatan ganda), lalu indeks klasifikasi
(alfa atau beta) berdasar konfigurasi stereo dari gugusan C9
-hidroksil.
Yang terutama ada dalam tubuh yaitu prostaglandin E2
dan F2α , yang disebut prostaglandin
klasik.
Prostasiklin ditandai dengan huruf I, sedangkan tromboksan disingkat sebagai TXA dan TXB.
Di bawah ini ikthtisar dari efek-efek fisiologi dan penerapan dari prostaglandin.
Efek terhadap organ-organ:
Otot licin (uterus, saluran darah, gastro-intestinal)
Trombosit: aggregasi
Hormon: produksi hormon
Susunan Saraf Pusat
Reaksi peradangan
Ginjal
Penerapan klinik:
Asma
Hipertensi
Trombosis
Penyakit pembuluh perifer
Sitoprotekti saluran gastro-intestinal
Ginekologi
Kehamilan (penghentian kehamilan, abortus)
* Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) pada saat nyeri dirasakan untuk
pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas
rangsangan yang terendah saat seseorang
merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang
nyerinya konstan.
Demam. Pada umumnya demam yaitu suatu gejala dan bukan yaitu penyakit
tersendiri. Kini para ahli bersependapat bahwa demam yaitu suatu reaksi yang berguna
dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu di atas
37° C limfosit dan makrofag menjadi lebih
aktif. Bila suhu melampaui 40-41° C, barulah
terjadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal,
karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh.
PENGGOLONGAN
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika
dibagi dalam dua kelompok besar, yakni:
a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang
terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Analgetika anti radang termasuk kelompok ini.
b. Analgetika narkotik khusus dipakai
untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti
pada fraktur dan kanker. Obat-obat ini
dibahas di Bab 22.
PENANGANAN RASA NYERI
berdasar proses terjadinya, rasa nyeri dapat “dilawan” dengan beberapa cara, yakni
dengan:
a. Analgetika perifer, yang menghalangi
terbentuknya rangsangan pada reseptor
nyeri perifer
b. Anestetika lokal, yang menghalangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris
c. analgetika sentral (narkotika), yang
memblokir pusat nyeri di SSP dengan
anestesi umum
d. Antidepresif trisiklis, yang dipakai
pada nyeri kanker dan saraf, mekanisme
kerjanya belum diketahui, misalnya
amitriptilin
e. Antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pada
nyeri, mis. pregabalin, karbamazepin,
okskarbazepin, fenitoin dan valproat.
Pada pengobatan nyeri dengan analgetika,
faktor-faktor psikis turut memegang
peranan seperti sudah diuraikan di atas,
misalnya kesabaran individu dan daya
mengatasi nyerinya. Obat-obat di bawah ini
dapat dipakai sesuai jenis nyerinya.
Penanganan jenis-jenis nyeri
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat
perifer, seperti parasetamol, asetosal, asam mefenamat, propifenazon atau aminofenazon, begitu
pula rasa nyeri dengan demam. Untuk nyeri
sedang dapat ditambahkan kafein atau kodein.
Nyeri yang disertai pembengkakan atau
akibat trauma (jatuh, tendangan, tubrukan) sebaiknya diobati dengan suatu analgetika anti
radang, seperti aminofenazon dan NSAID
(ibuprofen, asam mefenamat, dan lain-lain ). Nyeri hebat perlu ditanggulangi dengan morfin
atau opiat lainnya (Tramadol). Nyeri kepala
migrain dapat ditangani dengan obat-obat
khusus, lihat Bab 52.
Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu
pemberian:
1. Obat perifer (non-opioid) per oral atau
rektal: parasetamol, asetosal.
2. Obat perifer bersama kodein, atau tramadol
3. Obat sentral (opioid) per oral atau rektal
4. Obat opioid parenteral.
Untuk memperkuat efek analgetik dapat
ditambahkan suatu co-analgetikum, seperti
psikofarmaka (amitriptilin, levopromazin)
atau prednison.
Nyeri saraf kronis. Antara lain dikenal nyeri
saraf nosiseptif yang disebabkan oleh saraf
terluka atau terjepit, nyeri neuropati perifer dan
nyeri saraf yang berasal dari SSP.
Neuropati perifer yaitu suatu gangguan
saraf perifer dengan perasaan seperti ditusuktusuk, lemah otot, mati rasa dan hilang
refleks yang diawali dari jari-jari, kemudian
menimbulkan kelumpuhan pada kedua kaki
atau tangan. Penyebab-penyebabnya yaitu :
1. diabetes, penyebab terpenting akibat kerusakan sel saraf karena kadar gula darah
yang tinggi; perasaan nyeri diawali dari
kaki kemudian ke tangan;
2. infeksi misalnya herpes zoster (neuralgi
postherpetik) dan HIV;
3. metabolisme, misalnya defisiensi vitamin
(B1
, B6
, B12);
4. gangguan imunologi (sindrom GuillainBarré, hilang refleks dan lumpuh otot);
5. berbagai jenis tumor (myeloma);
6. gangguan akibat keturunan;
7. saraf terjepit;
8. trauma;
9. minum alkohol berlebihan;
10. intoksikasi zat kimia dan logam berat;
11. obat-obat: sitostatika (senyawa platina
karboplatin, cisplatin), taksan (docetaxel,
paclitaxel), alkaloid vinca (vincristin), bortezumib, talidomida dan lenalidomida,
antibiotika (nitrofurantoin, siprofloksasin,
doksisiklin), obat malaria (meflokuin),
antimikotika (itrakonazol), antiprotozoa
(metronidazol), obat antiretroviral (NRTI
didanosin), obat TB (isoniazida dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6), obat
antihipertensi (amlodipin, enalapril, losartan, metoprolol), statin (atorvastatin,
simvastatin), perintang TNF-alfa (etanercept, infliksimab, adalimumab), antidepresiva (paroksetin, mirtazapin, venlafaksin).
Ref. Geneesmiddelengeinduceerde perifere
neuropathie. Geneesmiddelen bulletin 48, 4,
2014 (Ned Tijdschr geneeskd 2014).
Dasar keluhan-keluhan ini sangat bervariasi
karena berbagai sistem reseptor memegang
peranan. Oleh sebab itu umumnya digunakan kombinasi dari dua atau lebih obat.
Nyeri ini sukar diatasi dengan analgetik
klasik (parasetamol, NSAIDs dan opioid)
karena tidak bersifat nosiseptif. Yang ternyata
lebih efektif yaitu antidepresif trisiklis dan
antiepileptik, tunggal atau juga sebagai tambahan pada zat opioid seperti tramadol dan
fentanil.
Dapat dibedakan antara polineuropati dan
mononeuropati. Pada mononeuropati ada kerusakan pada satu saraf, misalnya
akibat trauma, sedangkan polineuropati merupakan gangguan menyeluruh simetris
dari saraf-saraf perifer termasuk saraf perifer
sensibel, motorik, otonom atau bersamaan.
Istilah perifer menyatakan bahwa Susunan
Saraf Pusat (SSP), seperti otak dan sumsum
tulang belakang, tidak termasuk dalam definisi ini.
Neuralgia postherpetik (sesudah sembuh dari
Herpes zoster) di sekitar bagian atas tubuh dan
neuralgia trigeminus di wajah juga yaitu
gangguan saraf perifer.
Untuk pengobatan umumnya dipakai
amitriptilin, karbamazepin6,7 atau juga gabapentin, fenitoin dan valproat.
Pada nyeri neuropati akut yang terasa
seperti tertusuk-tusuk jarum, karbamazepin
ternyata paling efektif, sedangkan pada nyeri
terus-menerus atau seperti perasaan terbakar,
amitriptilin dan gabapentin lebih ampuh .
Pada polineuropati yang bertalian dengan
HIV, lamotrigin paling efektif, sedangkan
kebanyakan obat lainnya yang ampuh pada
polineuropati diabetes, tidak efektif.
* Pregabalin8
. Obat ini (2004) telah dipasarkan dengan indikasi khusus nyeri neu-
ropati. Rumus kimianya mirip GABA, tetapi mekanisme kerjanya tidak melalui pendudukan reseptor GABA. Pregabalin mengurangi jumlah noradrenalin, glutamat
dan substance-P di ruang sinaps, dengan efek
berkurangnya nyeri. Efektivitasnya belum
bisa dipastikan.
Efek samping utamanya yaitu perasaan pusing hebat yang mirip keadaan mabuk dan
kejang kaki yang tidak hilang sesudah 4-5
hari seperti halnya pada obat-obat nyeri saraf
lain. Efek-efek ini membatasi pemakaian nya
sebagai obat tunggal. Keberatan lain yaitu
harganya yang sama tingginya dengan gabapentin (yang patennya kini sudah kadaluwarsa).
ANALGETIKA PERIFER
Penggolongan
Secara kimiawi, analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:
a. Parasetamol
b. Salisilat: asetosal, salisilamida dan benorilat
c. Penghambat prostaglandin (NSAIDs):
ibuprofen, dan lain-lain
d. Derivat antranilat: mefenaminat, glafenin
e. Derivat pirazolinon: propifenazon, isopropilaminofenazon dan metamizol
f. Lainnya: benzidamin (Tantum)
Co-analgetika yaitu obat yang khasiat dan
indikasi utamanya bukan menghilangkan
perasaan nyeri, mis. antidepresif trisiklis
(amitriptilin) dan antiepileptik (karbamazepin,
pregabalin, fenitoin, valproat). Obat-Obat ini
dipakai tunggal atau terkombinasi dengan analgetik lain pada keadaan-keadaan
tertentu, seperti pada nyeri neuropatik.
pemakaian
Obat-obat ini mampu meringankan atau
menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga
tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan
zat ini juga berdaya anti piretik dan/atau
anti radang. Oleh karena itu tidak hanya
dipakai sebagai obat anti nyeri, tetapi
juga pada demam (infeksi virus/kuman,
selesma, pilek) dan peradangan seperti rema dan encok. Obat-obat ini sering kali
diberikan untuk nyeri ringan sampai sedang,
yang penyebabnya beranekaragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau sendi (rema,
encok), perut, nyeri haid (dismenore), nyeri
akibat benturan atau kecelakaan (trauma).
Untuk kedua nyeri terakhir, NSAID lebih
layak. Pada nyeri lebih berat mis. sesudah
pembedahan atau fraktur (tulang patah),
kerjanya kurang ampuh.
* Khasiat anti piretiknya berdasar rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di
hipothalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya
pengeluaran kalor yang disertai keluarnya
banyak keringat.
* Khasiat anti radang (anti flogistik). Kebanyakan analgetika memiliki daya antiradang, khususnya kelompok besar dari zatzat penghambat prostaglandin (NSAIDs,
termasuk asetosal), begitu pula benzidamin.
Zat-zat ini banyak dipakai untuk rasa
nyeri yang disertai peradangan dan akan
dibahas lebih mendalam di Bab 21, Obat-obat
Rema.
* Kombinasi dari dua atau lebih analgetik
sering kali dipakai , karena terjadi efek
potensiasi. Lagi pula efek sampingnya dapat
berkurang, sehingga dosis masing-masing
analgetik dapat diturunkan. Kombinasi analgetik dengan kofein dan kodein sering kali
dipakai , khususnya dalam sediaan
dengan parasetamol dan asetosal.
Efek samping
Yang paling umum terjadi yaitu gangguan
lambung usus (b,c,e), kerusakan darah (a, b,
d, dan e), kerusakan hati dan ginjal (a,c) dan
juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping
ini terutama terjadi pada pemakaian lama
atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu
pemakaian analgetika secara kontinu tidak
dianjurkan.
Interaksi. Kebanyakan analgetika memperkuat efek antikoagulansia, kecuali parasetamol dan glafenin. Kedua obat ini pada dosis
biasa dapat dikombinasi dengan aman untuk
waktu maksimal dua minggu.
Kehamilan dan laktasi
Hanya parasetamol yang dianggap aman
bagi wanita hamil dan menyusui, walaupun
dapat dikeluarkan melalui air susu. Asetosal
dan salisilat, NSAIDs dan metamizol dapat
mengganggu perkembangan janin, sehingga
sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon dan
propifenazon belum ada cukup data.
MONOGRAFI
1. Aminofenazon: aminopirin (F.I.), amidopirin,
Pyramidon
Derivat pirazolinon ini (1887) berkhasiat
analgetik, anti piretik dan anti radang.
Resorpsi di usus cepat, mulai kerjanya sesudah
30-45 menit, plasma-t½ 2-7 jam. Karena efek
samping terhadap darah (agranulositosis,
leukopenia) sering kali fatal, obat berbahaya ini
sejak tahun 1980-an dilarang peredarannya
di banyak negara. Bila timbul borok-borok
kecil di mulut, nyeri tenggorok atau demam
(tanda-tanda agranulositosis), pengobatan
harus segera dihentikan!
Kehamilan dan laktasi. Semua obat dari
kelompok pirazolinon tidak boleh dipakai
selama kehamilan dan laktasi!
Dosis: 3 x sehari 300-600 mg, maksimal 3 g/
hari.
a. Isopropilaminofenazon (isopirin *Pehazon,
*Migran) yaitu derivat aminopirin dengan
khasiat yang sama. Zat ini juga berefek sedatif
dan pada dosis tinggi hipnotik. Toksisitasnya
lebih ringan.
Dosis: oral, rektal atau i.v. 3 x sehari 400 mg
selama 1 minggu, kemudian 600 mg/hari.
b. Fenazon (F.I.) (antipirin) yaitu senyawa
induk dari obat-obat tersebut di atas tanpa
khasiat anti radang (1884). Karena berkhasiat
lebih lemah dan lebih sering menimbulkan
reaksi kulit, obat ini kini praktis sudah ditinggalkan. Adakalanya fen