n
konservans jaringan organik karena sifat
merangsangnya dan baunya yang tajam.
Menjelang akhir tahun 2005 timbul kehebohan mengenai pemakaian formalin sebagai pengawet makanan seperti mi basah, tahu,
bakso dan ikan laut. Zat ini sejatinya termasuk
bahan pengawet (a.l. mayat) yang dilarang
dipakai untuk makanan sesuai Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 722/1988, namun
secara sembunyi dipakai sejak bertahuntahun.
berdasar survey periodik Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) terhadap
berbagai jenis produk pangan, diketemukan
makanan yang mengandung formalin sebagai
bahan pengawet. Hasil penemuan ini marak
diberitakan di media massa cetak maupun
elektronik dengan mengemukakan bahayabahaya (laten) yang dapat ditimbulkan oleh
formalin, dari kerusakan hati, ginjal, saraf,
sampai kanker.
Dampak dari masalah ini sangat memengaruhi produsen maupun penyalur bahan
makanan tersebut yang dicurigai mengandung formalin, dengan akibat menurunnya
dengan drastis produksi maupun penjualannya.
– Formalin (Solutio Formaldehydi, F.I.) adalah larutan HCOH 36%.
* Paraformaldehida (HCOH)3
yaitu polimer
padat yang pada pemanasan menghasilkan
gas HCOH. Senyawa ini dipakai untuk
sterilisasi tekstil, ruangan, alat-alat, dan
sebagainya pada kelembapan relatif udara
dari 70% atau lebih.
* Glutaral (glutaraldehida) yaitu di-aldehida
dari pentan (1963), yang berkhasiat lebih kuat
dan cepat daripada HCOH; larutan 2% efektif
dalam lebih kurang 2 menit. Spektrum kerjanya sama luasnya, termasuk Pseudomonas
dan spura. Baunya tidak tajam, tidak bersifat
merangsang dan tidak dihambat oleh zatzat organik, sehingga larutannya banyak
dipakai sebagai desinfektans alat-alat dan
instrumen bedah. Pada larutan 2% dalam
isopropanol perlu dibubuhi bikarbonat 0,3%
untuk membuat pH basa (pH ± 8) dan hanya
aktif selama 14 hari! Larutan dengan pH
asam tidak bekerja sporosid.
4c. Asam asetat: acidum aceticum, asam cuka
Asam cuka pada konsentrasi 5% berkhasiat
bakterisid dengan spektrum luas dan terutama sangat aktif terhadap Pseudomonas
dan Hemofilus, juga terhadap Candida albicans
dan Trichomonas, dua mikroorganisme yang
sering kali mengakibatkan vaginitis. Oleh
karena itu, dahulu larutan asam ini banyak
dipakai sebagai bilasan vagina (0,25%).
Asam ini juga berkhasiat spermisid. Dalam
industri pangan dan di rumah tangga banyak
dipakai sebagai konservans makanan.
* Asam borat (F.I.) Asam ini pada konsentrasi
jenuh (±3%) berkhasiat bakteriostatik lemah.
Asam borat dapat diabsorpsi oleh kulit yang
rusak, terutama pada bayi dan anak kecil,
untuk kemudian ditimbun dalam tubuh
sebagai racun kumulatif. Oleh karena itu
pemakaian nya dalam bedak tabur dan salep
tidak dianjurkan lagi. Sebagai obat cuci mata
sebaiknya dipakai larutan 2% (kurang
merangsang daripada 3%), ditambah dengan
benzalkoniumklorida 0,01% sebagai pengawet,
tetapi pengawet ini dapat menyebabkan
mata berair dan peka terhadap cahaya.
* Asam benzoat dan asam salisilat: lihat juga
Bab 6, Antimikotika.
Asam salisilat berkhasiat keratolitik dan
sering dipakai sebagai obat ampuh terhadap kutil kulit, yang berciri penebalan epidermis setempat dan disebabkan oleh infeksi dengan virus papova. Salisilat lebih efektif
daripada fluorurasil dan dinitroklorbenzen
(BMJ 2002;325:461-4). Sediaan terkenal yaitu
larutan asam salisilat 10% dan asam laktat
10% dalam collodium (Collodium ad verrucas).
* Asam mandelat: lihat Bab 8, Antiseptika
saluran kemih.
5. SENYAWA LOGAM BERAT
Sejak zaman purbakala sudah diketahui bahwa air yang disimpan dalam bejana yang
dibuat dari perak tidak cepat “rusak”. Efek
germisid dari ion logam ini dalam kadar
rendah sekali disebut kerja oligodinamik
(Yun. oligo = sedikit). Walaupun tidak larut
dalam air, ion Ag+ dapat membunuh dengan
cepat semua kuman yang berada di dalam
bejana tersebut. Berkat khasiat germisid ini,
dahulu dalam pengobatan terutama digunakan garam-garam air raksa dan perak
sebagai antiseptika, tetapi berhubung sifat
merangsangnya dan toksisitasnya, kini sudah
terdesak oleh antiseptika modern.
Khasiatnya berdasar pembentukan
kompleks dengan protein yang mengendap
dan perintangan enzim dengan gugusan -SH
dari bakteri maupun dari sel-sel manusia.
Khasiatnya dihambat oleh zat-zat organik.
5a. Merkuriklorida (F.I.): sublimat
Berkhasiat bakteriostatik dan fungistatik.
Sangat toksik bila termakan dan bersifat merangsang pada pemakaian lokal, di samping
sering kali mengakibatkan reaksi alergi. Oleh
karena itu merkuriklorida tidak dipakai
lagi sebagai antiseptikum kulit (larutan 0,1%
diberi warna biru sebagai tanda bahaya) atau
obat tetes mata (maks. 1: 4.000). Bagi logamlogam lain bersifat korosif.
5b. Merbromin: merkurokrom
Derivat dibrommerkuri dari fluorescein
(1930) bekerja bakteriostatik lemah terhadap stafilokoki dan streptokoki, sehingga tidak begitu bermanfaat sebagai antiseptikum lokal. Mekanisme kerjanya
berdasar blokade dari enzim sulfhidril.
Daya kerjanya sangat dikurangi bila ada
zat-zat organik (nanah). Tetapi berguna
sekali untuk mempercepat keringnya luka
dan pembentukan kerak (“korst“, granulasi).
Oleh karena itu adakalanya merbromin
masih dipakai pada bedah plastik
(larutan dalam air 5-10%).
5c. Fenilmerkurinitrat, -borat dan -asetat
yaitu senyawa-senyawa merkuri organik
dengan khasiat bakteriostatik dan fungisid
kuat, tetapi aktivitasnya diperlemah oleh
cairan tubuh. Oleh sebab itu dan juga karena
toksik dan dapat menimbulkan sensitasi,
sekarang senyawa ini tidak dipakai lagi
untuk desinfeksi luka dan kulit. Dewasa ini
fenilmerkurinitrat masih dipakai sebagai pengawet tetes mata (0,004%) dan adakalanya sebagai spermisida dalam sediaan
kontraseptif. Karena toksisitasnya obat tetes
mata demikian sebaiknya jangan dipakai
untuk jangka waktu lama.
5d. Peraknitrat (F.I.)
Ion perak berkhasiat bakterisid kuat,
larutan 0,1% mampu membunuh bakteri
hanya dalam beberapa detik. Bersifat kaustik
(membakar) pada konsentrasi tinggi dan
adstringens pada konsentrasi rendah, di
samping meninggalkan noda-noda hitam di
kulit, karena endapan logam perak. Sebagai
kaustikum dalam bentuk batang dipakai
untuk menghilangkan kutil (mole, wrat). Juga
dipakai untuk desinfeksi air yang optis
jernih.
Dahulu peraknitrat banyak dipakai dalam tetes mata (recentus paratus 1%) dan sebagai profilaktikum terhadap gonore pada
bayi baru lahir. Karena dapat menimbulkan
conjunctivitis, sejak lama diganti dengan sediaan benzilpenisilin.
5e. Silversulfadiazin: Flammazine, Darmazin,
Silvadene
Senyawa kompleks dari perak dengan
sulfadiazin ini memiliki daya kerja bakterisid kuat terhadap banyak bakteri, khususnya Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiella, E. coli, Proteus dan Pseudomonas.
Zat ini lambat laun terurai dalam sulfadiazin dan perak, yang memberikan sifat bakterisidnya. Silversulfadiazin sukar larut, maka tidak mengendapkan protein dan tidak
menyebabkan noda-noda di kulit dan tidak
merangsang atau menimbulkan rasa nyeri
pada pemakaian lokal (krem 1-3%). Jarang
dilaporkan efek samping alergi maupun
resistensi. Sangat efektif untuk pengobatan luka bakar parah. Lihat juga Bab 8, Sulfonamida. 5f. Sengsulfat (F.I.)
Berkhasiat bakteriostatik lemah dan adstringens, juga bersifat emetik (menyebabkan
muntah) pada dosis tinggi. dipakai dalam
tetes mata (0,5-2%) atau dalam obat kumur
dengan sengklorida sebagai adstringens. Per
oral sengsulfat dipakai untuk mempercepat penyembuhan borok terbuka (ulcus
cruris), terutama pada pasien dengan defisiensi seng. Penyembuhan dapat 2-3 kali
dipercepat dengan memberikan dosis oral 3
dd 200 mg selama maksimal 4 bulan. Untuk
pemakaian nya sebagai antioksidan, lihat
Bab 53, Vitamin dan Mineral.
* Sengoksida (F.I. stearat/karbonat basa)
bekerja bakteriostatik lemah dan banyak
dipakai dalam berbagai sediaan farmasi,
misalnya salep dan bedak tabur.
* Sengpirition yaitu sulfida dari hidroksipiridin dengan khasiat bakteriostatik, fungistatik dan anti-seborrhoeic, yaktu merintangi hipersekresi sebum dari kelenjar lemak
kulit. Zat ini terutama dipakai dalam
shampo anti ketombe (1-2%) [seperti juga
selensulfida(Selsun)].
6. OKSIDANSIA
6a. Hidrogenperoksida (F.I.)
Hidrogenperoksida yaitu antiseptikum yang relatif lemah dengan kerja singkat,
karena khasiat bakterisidnya berdasar
oksigen, yang dibebaskan pada kontak dengan jaringan atau zat organik lainnya.
Sebagai larutan 3-6%, H2
O2
berguna untuk
membersihkan luka yang kotor: oksigen
yang terbentuk membantu secara mekanis
pengeluaran jaringan mati dan bakteri. Obat
ini juga dipakai sebagai desinfektans dan
deodorans dalam obat kumur (1,5%) dan tetes
telinga (30 mg/ml) untuk mengeluarkan „tai
kuping“ (cerumen).
* Sengperoksida dan magnesiumperoksida
yaitu zat-zat padat dengan khasiat yang
sama. Senyawa ini dipakai sebagai desinfektans lemah dan deodoran dalam pasta
gigi dan salep/suspensi pada luka bakar.
6b. Kaliumpermanganat
Dalam konsentrasi yang tidak merangsang
kulit (maksimal 1: 5.000) oksidator berwarna
ungu ini berkhasiat bakterisid dan fungisid
lemah. Daya kerjanya agak lambat (1:10.000
efektif dalam 1 jam), lagi pula singkat karena
cepat direduksi oleh zat-zat organik. Pada
reaksi penguraian ini terbentuk ion mangano
yang berkhasiat adstringens dan anti
radang.
Sebagai antiseptikum (0,1%) kaliumpermanganat dipakai untuk membersihkan
abses dan borok, untuk kompres (1:5.000)
pada eksem dan penyakit kulit lainnya, serta
sebagai obat kumur (1:4.000) pada infeksi
tenggorok. Terhadap infeksi jamur (kutu
air) dibutuhkan larutan yang lebih pekat,
sampai 1%. Di rumah tangga berguna pula
sebagai desinfektans (larutan 0,1%) sayuran
dengan membasuhnya selama minimal ½
jam.
6c. Kaliumklorat (F.I.)
Zat ini juga yaitu suatu oksidator
yang berkhasiat bakteriostatik dan adstringens ringan. Mekanisme kerjanya juga
berdasar pembebasan oksigen dan
dahulu terutama dipakai sebagai
desinfektans mulut dan tenggorok dalam
konsentrasi 3%. Tidak boleh ditelan karena
toksik (gangguan saluran cerna, ginjal dan
darah) dan sebaiknya jangan dipakai
terlalu lama.
6d. Natriumperborat (NaBO3
)
Natriumperborat berkhasiat bakterisid,
juga berkat pembebasan oksigen. dipakai
sebagai desinfektans dalam obat kumur
dengan konsentrasi 40 mg/ml. Untuk desinfeksi alat-alat (disamping sterilisasi) 20mg/
ml, juga terkombinasi dengan desinfektansia
lainnya.
7. LAINNYA
7a. Belerang (F.I.): sulfur precipitatum, sublimatum dan depuratum
Elemen ini memiliki khasiat bakterisid
dan fungisid lemah berdasar dioksidasinya menjadi asam pentathionat (H2
S5
O6
) oleh
kuman tertentu di kulit. Zat ini juga ber-
sifat keratolitik (melarutkan kulit tanduk),
sehingga banyak dipakai bersama asam
salisilat dalam salep dan lotion (2-10%)
untuk pengobatan jerawat dan kudis. Sulfur
precipitatum yaitu yang paling aktif, karena serbuknya terhalus.
Dahulu zat ini dipakai sebagai laksans
lemah berkat perombakannya dalam usus
menjadi sulfida (natrium/kalium) yang merangsang peristaltik usus.
7b. Ichtammol (F.I.): ichtyol.
Ichtyol yaitu cairan kental berwarna
cokelat-hitam dengan bau khas dan diperoleh dari batu bituminus yang mengandung sisa-sisa ikan dari zaman purbakala
(Yun. ichtys = ikan, Latin: oleum = minyak).
Susunannya tidak menentu, mengandung
± 10% belerang sebagai amoniumsulfat dan
sulfonat. Ichtyol memiliki daya kerja bakteriostatik lemah, juga antiradang dan
antigatal. Zat ini masih banyak dipakai
dalam salep (10-15% dalam vaselin) untuk
mempercepat masak dan pecahnya bisul.
7c. Balsem Peru
Balsem Peru yaitu getah yang berbau
aromatis dari pohon Myroxylon pereira di
Amerika Selatan. Berkhasiat bakteriostatik
lemah berdasar zat aktifnya cinnameïne,
yaitu campuran ester benzoat, sinamat dan
alkohol. Walaupun sering kali menimbulkan
sensitasi dan reaksi alergi, obat ini masih
banyak dipakai dalam salep dan bedak
tabur (Purol) 3-4% untuk mengobati luka,
eksem dan kudis.
7d. Gentianviolet (F.I.): metilrosanilin, kristalviolet
Zat warna dari kelompok rosanilin
ini berkhasiat bakterisid terhadap terutama bakteri Gram-positif, khususnya
Stafilokokus dan fungisid terhadap beberapa jamur patogen, misalnya Candida
albicans yang yaitu mikro-organisme
yang normal menghinggapi selaput lendir
mulut anak-anak4
.
Tidak bermanfaat terhadap C. albicans
usus5 dan kurang aktif terhadap kuman
Gram-negatif dan sama sekali tidak terhadap spura. Adakalanya obat ini masih
dipakai sebagai larutan antiseptik (0,5-
1% dalam air) untuk di oleskan pada luka
di mulut (seriawan) dengan efektivitas 66-
75%, hanya keberatannya yaitu warnanya
yang dapat mengotori baju. Sekarang penggunaan ini dianggap sudah obsolet dan digantikan dengan obat topikal mikonazol gel
20 mg/g (4 dd dioleskan) dengan efektivitas 96-100%.
pemakaian nya sebagai obat cacing kermi
juga sudah obsolet.
7e. Nitrofural (nitrofurazone, Furacine)
Derivat nitrofuran ini memiliki sifat bakterisid (10-100 mcg/ml berdasar hambatan enzim, kecuali terhadap Pseudomonas
yang selalu resisten. Nitrofural dipakai
untuk profilaksis dan pengobatan infeksi
kulit yang ditimbulkan oleh kuman yang
peka terhadap nitrofural (salep atau lotion
dari 2 mg/g). Efek sampingnya berupa reaksi kulit, seperti urticaria dan erythema akibat
alergi kontak, maka pemakaian nya tidak
dianjurkan lagi.
7f. Etilenoksida
Gas tak berwarna ini bersifat bakterisid,
fungisid, virusid dan juga sporosid. Etilenoksida dipakai tersendiri atau dicampur dengan gas inert lain, misalnya gas
asam arang (CO2
) untuk sterilisasi peralatan
medik yang tidak tahan panas (kateter,
pacemakers). Gas ini memiliki kemampuan
penetrasi kuat dan diadsorbsi pada karet
dan bahan buatan (plastics). Harap waspada
karena mudah terbakar dan bersifat eksplosif!
Efek sampingnya berupa sifatnya yang mutagen dan karsinogen.
7g. Heksetidin: Bactidol, *Hexadol
Derivat pirimidin ini berkhasiat terhadap
kuman Gram-positif dan Gram-negatif, protozoa dan ragi Candida albicans (1956).
Heksetidin dipakai sebagai larutan
0,1% dalam etanol 9% sebagai obat kumur
untuk desinfeksi mulut pada stomatitis dan
gingivitis. Tidak boleh diminum; kerjanya
bertahan 10-12 jam.
OBAT-OBAT
GANGGUAN
SALURAN CERNA
Sistem saluran cerna, lambung dan usus
yaitu pintu gerbang bagi zat-zat gizi makanan, vitamin, mineral dan cairan ke dalam
tubuh. Fungsi sistem ini yaitu mencernakan makanan dengan menghaluskan dan
kemudian mengubah secara kimiawi ketiga bagian utamanya (protein, lemak dan karbohidrat) menjadi unit-unit yang siap diresorpsi tubuh. Proses pencernaan ini dibantu
oleh enzim-enzim pencernaan yang ada
pada ludah, getah lambung dan getah pankreas.
Produk-produk hasil pencernaan yang bermanfaat bagi tubuh beserta vitamin, mineral
dan cairan, melintasi selaput lendir usus untuk masuk ke aliran darah dan sistem getah
bening.
A. STRUKTUR
LAMBUNG-USUS
1. Lambung
Lambung yaitu suatu tabung elastis,
yang lebar dan lunak dengan volume dalam keadaan kosong ±1,5 l. Sesudah makan,
lambung dapat membesar sampai 30 cm panjangnya dengan volume 3-4 liter! Dindingnya
terdiri dari 3 lapisan otot yang dari dalam
diselubungi oleh selaput lendir dan dari luar
oleh selaput perut. Otot-otot ini berfungsi
menggerakkan peristaltik yang meremas makanan menjadi bubur.
Lambung dibagi dalam tiga bagian, yaitu
bagian atas (fundus), bagian tengah (corpus)
dan bagian bawah (antrum) yang meliputi
pelepasan lambung (pylorus). Selain otot penutup pylorus, di bagian atas lambung juga
ada otot melingkar lain, yakni sfingter
kerongkongan lambung (katup gastro-oesophagus). Sfingter tersebut bekerja sebagai
katup dan berfungsi menyalurkan makanan
ke hanya satu jurusan, yaitu ke arah usus.
Dinding lambung terdiri dari tiga lapis, yang
luar bersifat membujur, yang tengah sirkuler
dan yang paling dalam otot polos. Sel-sel
mukosanya menghasilkan berbagai senyawa,
sebagai berikut:
– Sel-sel utama(chief cells) di mukosa fundus
mensekresi precursor enzim pepsinogen;
– Sel-sel parietal ada di dinding
mukosa fundus dan corpus yang melalui
histamin melepaskan HCl (asam lambung)
dan hormon intrinsic factor. Sel-sel fundus
lainnya membentuk pula hormon lapar
ghrelin.
– Sel-sel G ada di mukosa antrum dan
mengeluarkan hormon lambung gastrin.
Di lokasi ini ada pula sel-sel mucus
yang mensekresi lendir.
Mucus terdiri dari glikoprotein (mucin) dan
berfungsi melindungi epitel lambung terhadap efek buruk dari asam empedu dan obatobat merangsang seperti mis. alkohol, aspirin
dan NSAIDs. Prostaglandin menstimulasi sekresi mucus, sedangkan somatostatin yang
diproduksi oleh sel-sel D dari pankreas menghambat pelepasan gastrin dan histamin, sehingga sekresi asam lambung juga dihambat.
Fungsi lambung yaitu sebagai penampung
makanan dan di tempat inilah makanan
diaduk secara intensif dengan getah lambung
dan terjadi absorpsi (minimal) dari bahan
makanan tertentu.
Proses pencernaan dimulai dalam mulut,
tempat di mana makanan dihaluskan sambil diaduk dengan ludah. Kelenjar liur mensekresi enzim amilase (ptyalin) yang dapat
menguraikan karbohidrat. Ludah juga mengandung mucin, yang berfungsi “melumas” makanan sehingga lebih mudah ditelan. Dalam kerongkongan (oesophagus), yang
panjangnya ±25 cm, makanan kemudian
didorong dengan gerakan peristaltik melalui katup gastro-oesofagus (sfingter, otot lingkar) pada ujung oesophagus ke arah lambung. Gerakan berombak yang terdiri dari
gerakan kontraksi dan relaksasi ini, ditimbulkan oleh otot-otot pada dinding esofagus.
* Getah lambung. Adukan makanan dalam
lambung diremas sampai sempurna menjadi
bubur (chymus) oleh gerakan peristaltik. Akibat tekanan makanan pada dinding lambung,
mukosanya melepaskan hormon gastrin,
yang berfungsi merangsang sekresi getah
lambung, khususnya HCl dan pepsinogen,
lagi pula menstimulasi fungsi-fungsi motorik
lambung. Mukosa lambung memiliki berjuta-juta
kelenjar kecil yang menghasilkan getah lambung sebanyak ±3 l per hari dengan derjajat keasaman antara pH 0,9 - 1,5 . Getah ini
terdiri dari HCl, pepsin dan lendir. Sekresi
ini juga dipicu melalui stimulasi N. vagus dan
diprodusirnya asetilkolin pada saat orang
melihat atau mencium makanan. Alkohol dan
kopi juga dapat menstimulasi sekresi gastrin
melalui efek langsung terhadap mukosa
lambung. Hasilnya yaitu peningkatan nafsu
makan dan daya pencernaan.
Asam lambung terbentuk di sel-sel parietal
dan berfungsi membantu pencernaan dan
mengaktivasi pepsin, yang hanya efektif dalam lingkungan asam. Fungsi lainnya yaitu
membunuh kuman yang masuk bersamaan
dengan makanan.
Pepsinogen yaitu prekursor dari
enzim proteolitik pepsin, yang disintesis oleh
sel-sel utama.
Lendir berfungsi sebagai suatu rintangan/
pelindung (barrier) mekanis (dengan ketebalan ±500 mu) pada permukaan lambung
dan duodenum proksimal, tahan asam dan
tahan pepsin, yang kedua-duanya dapat merusak jaringan lambung.
Glukokortikoida (lihat Bab 46, ACTH dan
Kortikosteroida) mengurangi sekresi mucus,
mengubah susunannya dan dengan melemahkan barrier ini mengakibatkan predisposisi bagi tukak lambung. Hal ini yaitu
efek samping yang potensial berbahaya dari
pemakaian kortikoida untuk jangka waktu
lama. Intrinsic factor yaitu suatu glikoprotein
dengan berat molekul 60.000, yang juga
dibentuk oleh sel-sel parietal. Zat ini mutlak
diperlukan untuk absorpsi vitamin B12 dari
usus halus. Caranya yaitu melalui pengikatan vitamin B12 dan mengangkutnya ke
reseptor spesifik pada permukaan mukosa
ileum. sesudah diserap B12 langsung disalurkan
ke sumsum tulang oleh protein pengantar
transkobalamin II (TC II). Intrinsic factor
tidak diserap, tetapi tertinggal dalam rongga
usus (lumen). Di dalam darah vitamin B12
bersirkulasi terutama terikat pada TC I dan
TC III.
* Kecepatan pengosongan lambung ke duodenum tergantung pada jenis makanan.
Misalnya makanan yang mengandung banyak hidratarang meninggalkan lambung
dalam waktu beberapa jam. Makanan yang
terdiri dari banyak protein lebih lambat penerusannya ke usus, sedangkan yang paling
lambat yaitu bila ada banyak lemak.
Faktor-faktor psikis juga memengaruhi
sekresi getah lambung dan gerakannya.
Keadaan tegang dan marah mempercepat sedangkan perasaan cemas dan
depresi mengurangi sekresi getah lambung
dan memperlambat pengosongannya.
Efek “anti-mabuk” dari lemak. Karena
lemak memperlambat pengosongan isi lambung, ada sementara orang yang terlebih
dahulu mengonsumsi makanan yang kaya
akan lemak sebelum menghadiri suatu jamuan cocktail. Dengan demikian alkohol yang
diminum akan diperlambat penyerapannya
dalam lambung, sehingga kenaikan drastis
dari kadar alkohol dalam darah dengan efek
buruknya dapat dihindari.
Perjalanan chymus
sesudah chymus melewati pylorus, maka terusan ini yang dikelilingi otot-otot melingkar,
menutup kembali secara reflektoris karena
pengaruh keasaman. Di dalam usus chymus
dinetralisir oleh alkali (natriumbikarbonat) dari
getah pankreas dan empedu dari hati. Segera
sesudah netralisasi, pylorus terbuka lagi dan
sebagian chymus dapat lewat. Dengan demikian seluruh isi lambung berangsur-angsur
disalurkan ke duodenum.
Getah pankreas. Dengan perantaraan enzim
pankreas (pankreatin), pencernaan chymus
diselesaikan. Enzim-enzimnya amilase, lipase
dan trypsin menguraikan masing-masing zat
hidratarang, lemak dan protein yang masih
utuh.
Empedu setiap hari dibuat ±0,5–1 liter
oleh hati, yang ditimbun secara berangsur di
kandung empedu dan dipekatkan sampai 5-10
kali. Sekitar 80-90% dari zat ini diabsorpsi
kembali di ujung usus halus, sehingga setiap
hari hanya sebagian kecil saja dari empedu
harus disintesis.
Empedu terdiri dari asam-asam empedu
(garam kolat dan desoksikolat), glisin, taurin dan
lesitin. Zat terakhir ini yaitu esensial bagi
proses emulsifikasi lemak dari chymus untuk
diubah menjadi butir-butir kecil yang mudah
diserap. Empedu juga meningkatkan daya
kerja lipase yang penting sekali dalam proses
resorpsi vitamin yang larut dalam lemak,
seperti vitamin A D, E dan K. Kekurangan
empedu memperburuk absorpsi lemak dengan terjadinya “diare lemak”. Di samping
ini empedu juga mengandung zat-zat warna
empedu yang terdiri dari produk penguraian
eritrosit, antara lain bilirubin.
2. Usus halus
Panjangnya ±6 m dan di tempat ini berlangsung hampir seluruh proses pencernaan.
Usus halus terdiri dari 3 bagian utama,
yakni duodenum (usus duabelas jari) yang
ber-bentuk huruf C, jejunum dan akhirnya
ileum (ujung usus halus), yakni bagian
tersempit dari usus halus.
a. Duodenum. Organ ini dibentuk dari otototot luar membujur dan otot polos bagian
dalam, panjangnya ±25 cm. Ujungnya ters-ambung dengan jejunum dan selanjutnya
dengan ileum. Penampang duodenum pada
permulaan ±5 cm dan menyusut sampai sekitar separonya. Struktur dasar usus halus
sama dengan lambung dan otot dindingnya
menimbulkan gerakan peristaltik untuk
meneruskan chymus. Di mukosa duodenum
ada kelenjar yang mensekresi lendir
alkalis. Mucus ini menetralisasi asam lam- bung bersamaan dengan getah pankreas dan
empedu, yang melalui suatu saluran kecil
(katup dari Oddi) masuk ke dalam duodenum.
Di bagian usus ini unsur-unsur makanan
mulai dicernakan dan diserap oleh villi.
Fungsi pada sistem imun. Di samping fungsi mencernakan makanan, duodenum juga
memegang peranan penting pada sistem
imun tubuh. Pada mukosanya ada kelompok sel yang disebut plak dari Peyer
yang melalui limfosit B berperan pada
pembentukan antibodi, khususnya imunoglobulin A. IgA ini berperan penting pada
daya tangkis imun. Lihat selanjutnya Bab 49,
Dasar-Dasar Imunologi.
b. Jejunum dan ileum Jejunum yaitu bagian kedua dari usus halus (2,5 m) disusul oleh
bagian ketiga yaitu ileum yang panjangnya
±3,5 m. Permukaannya sangat diperluas
oleh lipatan-lipatan mukosa dan berjuta-juta
jonjot-jonjot laksana jari-jari tangan kecil
(villi). Tiap villi terdiri dari inti pembuluh
darah, pembuluh limfe dan sel-sel dengan
daya kerja absorpsi. Sel-sel ini berfungsi hanya dua sampai tiga hari, lalu dilepaskan dan
dikeluarkan lewat tinja.
Fungsi dari usus halus yaitu :
– pencernaan karbohidrat, protein dan lemak dengan bantuan enzim-enzim pencernaan (disaccharidase, protease) yang dihasilkan oleh usus halus dan lipase dari
pankreas;
– penyerapan dari bahan gizi (asam amino,
asam lemak dan glukosa), vitamin yang
melarut dalam air, mineral (kalsium, besi)
dan sebagian besar air.
Kebanyakan unsur gizi masuk ke dalam
sirkulasi darah dan melalui pembuluh besar
(vena portae) diangkut ke hati dan seterusnya
ke jantung dan sirkulasi besar. Asam lemak
dan zat lipida lainnya, termasuk vitamin
yang tidak melarut dalam air (vitamin A, D, E
dan K) diserap melalui sistem limfe di bagian
atas dari usus halus. Pencernaan berakhir
bila chymus mencapai usus buntu (coecum).
Di tempat ini zat-zat sampah yang tidak
bermanfaat untuk tubuh dikumpulkan dan
kemudian diteruskan ke usus besar.
3. Usus besar dan
rektum
Bagian pertama dari colon atau usus besar
dinamakan coecum dengan umbai usus buntu (appendix) pada dinding belakangnya.
Panjangnya usus besar ±1,5 m dan terdiri dari
bagian menaik (ascending), bagian mendatar
(transversal), bagian menurun dan bagian
sigmoid yang menghubungi usus besar dengan bagian terakhirnya, yakni poros usus
(rectum). Lihat gambar III-1.
Usus besar yang mukosanya dilapisi dengan sel-sel epitel tanpa villi memiliki daya
absorpsi kuat untuk cairan. Di tempat ini
kebanyakan air yang tertinggal dalam chymus diserap kembali, sehingga sisanya dipadatkan. Bersama air juga natrium dan
mineral diserap kembali. Dengan peragian
tanpa oksigen (fermentasi anaerob) pencernaan
diselesaikan dalam colon.
* Flora usus. Sejumlah besar kuman, sekitar
1014 menghuni usus halus dan colon. Flora
ini terdiri dari dua kelompok yang seimbang,
yaitu jenis Lactobacilli (batang Gram-positif)
yang membentuk asam laktat dan kuman
Gram-negatif, a.l. Escherichia coli, Enterobacter
aerogenes dan Enterococci. Fungsinya yaitu
membantu perncernaan dengan memproduksi enzim dan sintesis vitamin K, biotin dan
B-kompleks. Selain itu juga membentuk lendir
(mucus) dan memegang peranan penting
pada sistem imun. Lihat selanjutnya Bab 49.
Dasar-Dasar imunologi.
Akhirnya, sisa yang mengandung zat-zat
yang tidak dapat dicernakan (serat-serat
makanan: hemi/selulosa, lignin, sel-sel jonjot
mati, kuman dan sedikit air) dikeluarkan
sebagai tinja melalui poros usus (rectum) dan
dubur (anus). Dubur memiliki katup internal
dan eksternal yang berfungsi pada proses
defekasi.
B. GANGGUAN SALURAN
CERNA
Di saluran lambung-usus dapat timbul berbagai gangguan yang berkaitan dengan proses pencernaan, resorpsi bahan gizi, transpor isi usus yang terlampau cepat (diare) atau
terlampau lambat (konstipasi), serta infeksi
usus oleh mikroorganisme.
Dalam bab-bab berikut akan dibahas sejumlah obat penting yang dipakai pada
pengobatan gangguan tersebut, yaitu antasida dan obat tukak lambung/usus, obat
penguat cerna untuk memperbaiki pencernaan, obat antimual, obat diare dan obat pencahar terhadap sembelit. OBAT-OBAT LAMBUNG
bab 1 6
A. PENYAKIT SALURAN
LAMBUNG-USUS
Penyakit saluran cerna yang paling sering
terjadi yaitu radang kerongkongan (reflux
oesophagitis), radang mukosa lambung (gastritis), tukak lambung-usus (ulcus pepticum)
dan kanker lambung-usus. Gangguan usus
seperti penyakit Crohn, colitis, polip-polip,
divertikel, IBS dan wasir pada hakekatnya
tidak termasuk dalam bab ini dan hanya
sekadar disinggung untuk melengkapi. Sebelum membahas obat-obat yang dipakai
untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut,
untuk lebih mendapatkan pengertian yang
baik, terlebih dahulu akan dibahas secara
singkat etiologi, gejala, sifat-sifat lain dan penanganannya.
1. Radang Kerongkongan (oesophagitis)
Seperti telah diuraikan di atas, kerongkongan
tahan terhadap ludah, tetapi peka terhadap
getah lambung dan getah duodenum. Bila
otot penutup cardia (di permulaan lambung)
tidak menutup dengan sempurna dan peristaltik tidak bekerja dengan baik, dapat terjadi aliran balik dari isi lambung ke oesofagus.
Bila reflux ini berlangsung sering atau untuk
jangka waktu yang cukup lama, mukosa
dapat dirusak oleh asam lambung-pepsin.
Luka (erosi) yang timbul berubah menjadi
peradangan (oesophagitis) dan akhirnya dapat
berkembang menjadi tukak.
Gejalanya berupa perasaan terbakar (pyrosis, heartburn) dan perih di belakang tulang
dada, yang disebabkan karena luka-luka mukosa bersentuhan dengan makanan atau minuman yang merangsang (alkohol, sari buah,
minuman bersoda). Timbul pula rasa asam
atau pahit di mulut akibat mengalirnya kembali isi lambung (reflux). Sebagai reaksi terhadap rangsangan asam itu pada mukosa
oesofagus secara otomatis akan timbul sekresi ludah. Sifat alkalis dari ludah selanjutnya akan menetralisasi keasaman getah
lambung. Tetapi bila refluxnya terlalu banyak
mekanisme perlindungan tersebut tidak
mencukupi.
Penderita dengan gejala reflux parah memiliki ±8 kali kemungkinan mendapatkan
kanker kerongkongan (adenokarsinoma) dengan risiko yang tambah besar seiring dengan
frekuensi dan parahnya gejala tersebut.
Terapi. Tindakan umum yang perlu diamati
yaitu menaikkan bagian kepala tempat tidur
dengan 10-15 cm, juga jangan mengenakan
pakaian ketat atau membungkukkan badan
ke depan. Pengobatan terdiri dari zat-zat
yang menetralisasi asam lambung (antasida),
obat penghambat produksi asam (H2-blockers
dan penghambat pompa-proton) atau obat yang
menstimulasi peristaltik lambung (prokinetika,
propulsiva). Antasida bekerja cepat, tetapi
efeknya hanya bertahan singkat.
2. Radang lambung (gastritis)
Bila mukosa lambung sering kali atau dalam
waktu cukup lama bersentuhan dengan aliran balik getah duodenum yang bersifat alkalis, peradangan sangat mungkin terjadi
dan akhirnya malah berubah menjadi tukak
lambung. Hal ini disebabkan mekanisme penutupan pylorus tidak bekerja dengan sempurna,
sehingga terjadi refluks tersebut. Mukosa
lambung dikikis oleh garam-garam empedu dan
lysolesitin (dengan kerja detergens). Akibatnya timbul luka-luka mikro, sehingga getah
lambung dapat meresap ke jaringan-jaringan
dalam dan menyebabkan keluhan-keluhan. Penyebab lain yaitu hipersekresi asam sehingga dinding lambung dirangsang secara
terus-menerus dan akhirnya dapat terjadi
gastritis dan tukak. Sekresi berlebihan dapat
yaitu efek samping dari suatu tukak
usus yang, agak jarang disebabkan oleh suatu
tumor di pankreas (gastrinom atau Sindrom
Zollinger-Ellison) dengan pembentukan gastrin yang menstimulasi produksi asam.
Akhirnya gastritis dapat pula disebabkan
oleh turunnya daya tahan mukosa, yang dalam
keadaan sehat sangat tahan terhadap sifat
agresif HCl-pepsin. Keutuhan dan dayaregenerasi sel-sel mukosa dapat diperlemah
tidak saja oleh sekresi HCl berlebihan, tetapi
juga oleh obat-obat NSAIDs, lihat Bab 21,
Analgetika antiradang. Juga kortikosteroida
dan alkohol dalam kadar tinggi dapat merusak barrier mucus lambung dan mengakibatkan perdarahan.
Gejala-gejala umumnya tidak ada atau kurang nyata, kadangkala dapat berupa gangguan pada pencernaan (indigesti, dispepsia),
nyeri lambung dan muntah-muntah akibat
erosi kecil di selaput lendir. Adakalanya terjadi perdarahan.
Penanganan hanya dengan menghindari
penyebab-penyebab tersebut di atas dan makanan yang merangsang (cabe, merica), juga
hindari makan terlalu banyak sekaligus. Pengobatan spesifik tidak diperlukan, kadangkadang hanya diberikan H2
-blockers untuk
mengurangi sekresi asam.
3. Tukak lambung-usus
(ulcus pepticum)
Selain gastritis masih ada banyak faktor lain yang memegang peranan pada
terjadinya tukak lambung usus. Hanya ±20%
dari semua tukak terjadi di lambung (ulcus
ventriculi), bagian terbesar (2-3 kali) terjadi
di usus duabelas jari (ulcus duodeni). Orang
berusia antara 20 dan 50 tahun (terutama juga
lansia) sering kali menderita tukak lambung/
usus dan empat kali lebih banyak pada pria
daripada wanita. Rata-rata 90% dari semua
tukak lambung diakibatkan oleh infeksi kuman H. pylori, dibandingkan dengan 100%
dari tukak usus.
a. Tukak lambung. Selain disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori dengan peradangan
dan kerusakan sel sebagai penyebab utama,
masih ada beberapa faktor ulcerogen yang
menstimulasi terjadinya tukak lambung.
* ada nya gastritis kronis seperti diuraikan diatas
* gangguan motilitas lambung, khususnya terhambatnya peristaltik dan pengosongan
lambung
* stress, ketegangan psikis dan emosional
dengan produksi kortisol berlebihan dan
merokok
b. Tukak usus. Duodenum tahan terhadap
garam empedu, lisolesitin dan tripsin, tetapi
peka terhadap asam. Akibat hiperreaktivitas lambung, gangguan motilitas dan/atau
gangguan fungsi pylorus, isi lambung yang
asam dapat diteruskan ke usus terlampau
cepat dan dalam jumlah berlebihan. Bila
mukosa duodenum untuk jangka waktu
lama bersentuhan dengan asam tersebut,
timbullah radang usus halus (duodenitis) dan
kemudian tukak duodenum. Fungsi bikarbonat dari getah pankreas yaitu untuk
menetralisasi asam tersebut. Oleh karena itu
pada patogenesis tukak usus, asam lambung
memegang peranan utama: lazimnya tukak
usus disertai hiperaciditas di bagian proksimal duodenum. Hal ini berlainan dengan
tukak lambung pada mana derajat asam yaitu
normal atau bahkan lebih rendah daripada
orang-orang sehat.
* Helicobacter pylori memproduksi urease,
berbentuk spiral dengan 4-6 benang cambuk,
yang mengikat diri pada bagian dalam
selaput lendir. Bila kuman memperbanyak
diri terbentuklah sangat banyak enzim dan
protein toksik yang merusak mukosa. Khususnya urease, yang mengubah urea menjadi
amonia dan air. Amonia menetralisasi HCl,
yang juga toksik bagi mukosa. Bagian-bagian yang rusak tersebut tidak dilindungi
lagi oleh barrier mucus dan dapat “dikikis”
oleh HCl (dan pepsin). Akibatnya yaitu
reaksi peradangan mukosa kronis (gastritis,
duodenitis) yang pada umumnya berlangsung
tanpa gejala dan bertahan seumur hidup. keHelicobacter pylori dan tukak lambung-usus.
H. pylori yaitu kuman Gram-negatif yang ditemukan di seluruh dunia pada hampir separuh dari
semua orang sehat, terutama pada lansia dan anak-anak kecil. Ternyata di negara-negara berkembang
banyak infeksi sudah terjadi pada usia kanak-kanak melalui fekal-oral. Antara insidensi infeksi dan
status sosial-ekonomi rendah ada hubungan erat, yang berkaitan dengan keadaan higiene yang
kurang baik.
Pada tahun 1982 dua dokter Australia R.Warren dan B.Marshall menemukan, bahwa H.pylori yaitu
penyebab tukak lambung dan tukak usus. Pada permulaan mereka tidak dipercaya oleh dunia
kedokteran, karena saat itu dianggap tukak diperkirakan akibat produksi asam berlebihan ditambah
dengan kebiasaan makan yang keliru dan stres. Walaupun tersedia banyak zat baru penghambat asam
yang memang mampu menyembuhkan penyakit, namun tukak selalu kambuh kembali. Penemuan
baru ini yaitu “revolusi” dalam pengobatan tukak lambung-usus, karena menunjukkan bahwa
tukak sebetulnya yaitu suatu penyakit infeksi kuman yang dapat disembuhkan tuntas dengan
antibiotika. Pada separuh orang H.pylori ada dalam lambung tanpa menyebabkan keluhan.
Hanya pada 10-15% berkembang menjadi tukak.
Warren dan Marshall pada bulan Oktober 2005 dianugerahi hadiah Nobel ilmu kedokteran umtuk
penemuannya. Hanya pada 10-20% dari pasien gastritis
berkembang menjadi tukak.
Pada tes napas urea, pasien diberi urea dalam
makanannya, yang oleh H. pylori dipecah
menjadi amoniak dan karbondioksida. Gas
ini dapat dideteksi dalam napasnya berdasarkan reaksi kimia yang berlangsung dalam
lambung sebagai berikut:
Tes ini mudah, cepat dan dipakai sebagai
screening-test yang memiliki kepekaan tinggi
(98%) dan sangat spesifik (95%). Pemeriksaan
ini juga dilakukan untuk mendapatkan kepastian bahwa kuman H.pylori telah diberantas dengan tuntas sesudah pengobatan
eradikasi (lihat di bawah).
Diagnosis baru ditetapkan dengan pasti melalui pemeriksaan gastroduodenoscopy dengan
penelitian mikroskopis dan biakan dari jaringan (biopsi). Di samping itu, masih diperlukan tes-tes tambahan berupa tes terhadap
antibodies dalam darah terhadap H. pylori (tes
ELISA).
Gejala. Pada tukak lambung gejala permulaan berupa perasaan terbakar dan perih di lambung 15-60 menit sesudah makan,
adakalanya memancar ke punggung. Pada
tukak usus rasa nyeri terbakar timbul lebih
lambat, yakni 1-4 jam sesudah makan, jadi
lazimnya pada perut agak kosong ataupun pada
waktu malam. Sebagai komplikasi dapat terjadi
perdarahan lambung dan perforasi (terjadinya
lubang di dinding lambung). Penderita akan
kehilangan darah yang tampak sebagai tinja
hitam (melaena), merasa letih dan timbulnya
anemia. Pengosongan isi lambung yang
lambat juga akan menimbulkan perasaan
kembung dan mual.Tindakan umum terpenting yang harus ditaati oleh penderita tukak lambung-usus
yaitu makan tiga kali sehari pada waktuwaktu tertentu, agar obat dapat diminum
secara tertentu pula. Harus menghindari
makanan yang menstimulasi produksi asam,
seperti makanan pedas, alkohol dan kafein (kopi, teh, cola); merokok mutlak harus dihentikan sama sekali. Di samping itu pola hidup harus tenang dengan menjauhkan kesibukan, kegelisahan dan faktor stress sebanyak mungkin serta memperhatikan cukup
istirahat dan hiburan.
Penanganan. Dahulu sering kali dilakukan
pembedahan reseksi atau vagotomi untuk
menyembuhkan tukak. Pada vagotomi selektif
cabang-cabang saraf vagus (saraf otak ke sepuluh) di bagian atas lambung yang memberikan rangsangan untuk sekresi asam,
diputus secara selektif. Tukak sembuh dengan persentase kambuh ringan sekali (2%
setahun). Keberatan vagotomi ini yaitu sifat
invasifnya bagi pasien dan biayanya yang
relatif tinggi.
Pengobatan lazimnya dilakukan dengan
sejumlah obat yang hanya bekerja simtomatis,
yaitu meringankan gejala-gejalanya dengan
jalan menurunkan keasaman isi lambung
(antasida, H2
-blockers, penghambat pompa-proton, antikolinergika) atau obat yang menutupi
tukak dengan lapisan pelindung (bismut).
Pengobatan dengan penghambat sekresi
asam (H2
-blockers dan proton-pump inhibitors)
dapat menyembuhkan tukak tetapi harus
dilakukan beberapa tahun untuk menghindari kambuhnya penyakit. Namun persentase
residif berjumlah sampai 30% setahun.
Terapi eradikasi Helicobacter. Baru sejak
permulaan tahun 1990-an dikembangkan terapi kombinasi dari tiga atau empat obat
untuk mengeluarkan Helicobacter dari lambung secara definitif dan menyembuhkan
tukak praktis seluruhnya dalam waktu
singkat (1-2 minggu). sesudah eradikasi jarang
sekali timbul residif. Lagi pula biayanya
jauh lebih rendah daripada cara penanganan
lainnya. Oleh karena itu kini cara ini
dianggap sebagai terapi pilihan pertama dan
semua penderita tukak lambung dan usus
dianjurkan untuk menjalani terapi ini.
Kombinasi dari hanya dua obat (dual therapy) ternyata mencapai eradikasi yang lebih
rendah, misalnya klaritromisin + lansoprazol
selama 14 hari efektif untuk rata-rata 74%.
a. Triple therapy yang dewasa ini banyak
dipakai yaitu kombinasi dari 2 antibiotika dan suatu proton-inhibitor selama satu
minggu, misalnya metronidazole 400 mg +
klaritromisin 500 mg + omeprazole 20 mg.
Atau juga amoksisillin 1 g + klaritromisin
500 mg + omeprazole 20 mg 2 kali sehari
Kombinasi klasik terdiri dari amoksisilin atau
tetrasiklin + metronidazol + sediaan bismut.
b. Quadruple therapy biasanya dipakai
bila triple therapy kurang efektif dan mencakup 4 obat dari kedua kelompok tersebut.
Misalnya omeprazol 2x 20mg, bismutsubsalisilat
(BSS) 4x 120 mg, metronidazol 3x 500 mg dan
tetrasiklin 4x 500 mg selama 1-2 minggu.
Ikhtisar dari banyak kombinasi lain dengan
efektivitasnya dimuat dalam artikel dari
Wermeille. Eradikasi dari H. pylori pada penderita yang tukak lambung/ususnya telah
sembuh ternyata bisa menghindari kambuhnya penyakit. Di samping itu juga dipakai
obat-obat yang memperkuat peristaltik (domperidon, metoklopramida).
4. Kanker lambung
Kanker lambung yaitu sejenis kanker saluran cerna dengan insidensi paling tinggi.
Menurut data 20% dari semua jenis kanker
terjadi di saluran lambung usus. Sekitar 10%
dari kanker lambung berupa limfoma (nonHodgkin), yakni terdiri dari jaringan-jaringan limfoid (mirip jaringan kelenjar limfe)
yang tidak ada di lambung sehat.
Akhir tahun 1997 telah dibuktikan bahwa
Helicobacter pylori juga memegang peranan
kausal pada semua tumor ini ; banyak pengidap kanker lambung semula menderita tukak
lambung. Kuman H. pylori melalui gastritis
kronis dan atrofia sel diperkirakan berangsur-angsur mengakibatkan berkembangnya
tumor ganas. Pembedahan dan radiasi kini
tidak diperlukan lagi karena kuman dapat
dibasmi tuntas dengan antibiotika. Faktor
risiko akan kanker lambung meningkat dengan a.l. merokok, alkohol dan makanan
yang mengandung banyak garam dan nitrat.
Lihat selanjutnya Bab 14, Sitostatika.
PENYAKIT SALURAN
PENCERNAAN LAINNYA
ada sejumlah gangguan saluran cerna
lain khususnya yang mengenai usus. Karena
pada hakikatnya tidak termasuk dalam Bab
Obat-obat lambung ini, maka sebetulnya tidak perlu dibahas disini. Tetapi karena gangguan-gangguan ini agak sering terjadi dan
untuk lengkapnya, penyakit usus dan pengobatannya akan dibicarakan dengan singkat,
yaitu penyakit radang Crohn, colitis ulcerosa,
IBS, diverticulosis, polip-polip dan wasir.
a. Peradangan usus kronis
Dikenal dua penyakit auto-imun kronis, yang
penyebabnya tidak diketahui, yaitu penyakit
Crohn dan colitis ulcerosa.
* penyakit Crohn berupa radang mukosa
dari terutama usus halus bagian akhir
(ileum) dan bercirikan a.l. demam, nyeri
perut dan diare. Sering kali menghinggapi penderita dewasa muda. Bila terjadi ulserasi hebat bagian usus yang bersangkutan perlu diangkat dengan pembedahan. Pengobatan dilakukan dengan
imunosupresiva (kortikoida, sikloserin,
azatioprin, MTX), obat antiradang (salazopirin, EPA/DHA) dan antagonis TNFalfa (etanercept, infliximab).
* colitis ulcerosa berupa radang mukosa
usus besar bagian akhir dekat rektum
dan bercirikan diare hebat dengan darah,
demam, mual, muntah, anemia dan penderita menjadi kurus dengan cepat. Bila
terjadi perforasi perlu dilakukan pembedahan. Pengobatannya juga dengan kortikoida, salazopirin, 5-ASA dan azatioprin.
b. Irritable Bowel Syndrome (IBS)
Nama gabungan untuk segala gangguan
fungsional dari usus besar dengan ciri motilitas dan sekresi lendir yang meningkat dengan kontraksi spastis tak menentu. Disebabkan oleh diet miskin-serat, laksansia berlebihan dan stres psikis. Gejalanya berupa
perut kembung, nyeri perut dengan kejang,
obstipasi diselingi diare, usus “berbunyi” dan banyak buang angin (flatus).
Pengobatannya terdiri dari diet kaya-serat
yang tak merangsang, juga sedativa dan
spasmolitika (oksifenonium, fentonium), lih
Bab 32. Antikolinergika.
c. Diverticulosis
Diverticula yaitu penonjolan-penonjolan
lapisan mukosa usus melalui bagian yang
lemah dari lapisan otot, akibat tekanan kuat
dari dalam lumen. Sering kali timbul pada
colon, terutama di bagian sigmoid dan ±
50% diderita para lansia. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan
makanan rendah serat. Peradangan diverticula dapat mengakibatkan perforasi usus,
terbentuknya abses sampai peradangan selaput lambung (peritonitis).
Penanganan diverticula tanpa komplikasi
berupa diet serat (20 g sehari) dan bila perlu
bersama suatu pencahar. Pengobatan terdiri
dari antibiotikum cefalosporin atau gentamisin dan metronidazol.
d. Polip-polip
yaitu benjolan ke dalam rongga usus
dari beberapa mm sampai beberapa cm di
permukaan mukosa usus dengan potensial
berkembang menjadi kanker usus besar/
rektum. Oleh karena itu dianjurkan untuk
sedapat mungkin dikeluarkan (melalui pembedahan). Juga perlu kewaspadaan bahwa
sebagian besar dari polip tidak memberikan
gejala dan biasanya ditemukan secara kebetulan pada waktu diperiksa karena mis.
perdarahan dari rektum atau ketika menjalani
pemeriksaan Röntgen atau colonoscopy.
Penanganannya berupa diet berserat dan
rendah lemak, di samping pemeriksaan colonoscopy secara periodik bagi mereka yang
berdasar keturunan berisiko tinggi.
e. Wasir (haemorrhoid)
Wasir (eksternal atau internal) mengakibatkan
perdarahan dari rektum dan pruritus ani.
Penanganannya tergantung dari parahnya
gangguan dan dapat berupa injeksi dengan
suatu zat “pengeras” (sclerotic) seperti fenol
atau pembedahan. Pengobatannya secara
swamedikasi dapat dengan salep atau suppositoria yang mengandung antiseptikum, zat
penciut dan zat antiradang. Lihat buku Swamedikasi hal. 125 dari penulis yang sama.
Penggolongan
berdasar mekanisme kerjanya, obat-obat
tukak lambung-usus dapat digolongkan sebagai berikut.
A. Antasida (senyawa magnesium, aluminium
dan bismut, hidrotalsit, kalsium karbonat, Nabikarbonat). Zat pengikat asam atau antasida
(anti = lawan, acidus = asam) yaitu basa-
basa lemah yang dipakai untuk mengikat
secara kimiawi dan menetralisasi asam lambung. Efeknya yaitu peningkatan pH, yang
menyebabkan berkurangnya kerja proteolitik
dari pepsin (optimal pada pH 2). Di atas pH
4, aktivitas pepsin menjadi minimal.
pemakaian nya berbagai macam, selain
pada tukak lambung-usus juga pada indigesti
dan rasa “terbakar” (heartburn), pada gastrooesophageal reflux ringan dan pada gastritis.
Obat ini mampu mengurangi rasa nyeri di
lambung dengan cepat (dalam beberapa
menit). Efeknya bertahan 20-60 menit bila
diminum pada perut kosong dan sampai
3 jam bila diminum 1 jam sesudah makan.
Makanan dengan efek mengikat asam (misalnya susu) sama efektifnya terhadap nyeri.
Peningkatan pH. Garam-garam magnesium
dan Na-bikarbonat menaikkan pH isi lambung sampai 6-8, CaCO3
sampai pH 5-6 dan
garam-garam alumiumhidroksida sampai
maksimum pH 4-5. Beberapa antasida (Alhidroksida, sukralfat dan bismut koloidal) memiliki khasiat melindungi tukak dengan menutupnya dengan suatu lapisan pelindung terhadap serangan asam-pepsin.
Kehamilan dan laktasi. Wanita hamil sering
kali dihinggapi gangguan refluks dan rasa
“terbakar asam”. Antasida dengan aluminium
hidroksida dan magnesium hidroksida boleh
diberikan selama kehamilan dan laktasi.
* Senyawa magnesium dan aluminium dengan sifat menetralisasi baik tanpa diserap
usus yaitu pilihan pertama. Karena
garam magnesium bersifat mencahar, maka
biasanya dikombinasi dengan senyawa aluminium (atau kalsiumkarbonat) yang justru
bersifat obstipasi (dalam perbandingan 1:5).
Persenyawaan molekuler dari Mg dan Al
yaitu hidrotalsit yang juga sangat efektif.
* Natriumbikarbonat dan kalsiumkarbonat
bekerja kuat dan pesat tetapi dapat diserap
usus dengan menimbulkan alkalosis. Adanya
alkali berlebihan di dalam darah dan jaringan menimbulkan gejala mual, muntah, anoreksia, nyeri kepala dan gangguan perilaku. Semula pemakaian nya tidak dianjurkan karena terbentuknya banyak CO2
pada
reaksi dengan asam lambung, yang diduga
justru mengakibatkan hipersekresi asam
lambung (rebound effect). Tetapi penelitian
baru (1996) tidak membenarkannya.
* Bismutsubsitrat dapat membentuk lapisan
pelindung yang menutupi tukak, lagi pula
berkhasiat bakteriostatik terhadap H. pylori. Kini
banyak dipakai pada terapi tukak, selalu
bersama dua atau tiga obat lain.
Waktu makan obat. Sudah diketahui umum
bahwa keasaman di lambung menurun segera
sesudah makan dan mulai naik lagi satu jam
kemudian hingga mencapai dataran tinggi
tiga jam sesudah makan. Berhubung dengan
data ini maka antasida harus dipakai lebih
kurang 1 jam sesudah makan dan sebaiknya
dalam bentuk suspensi. Telah dibuktikan
bahwa tablet bekerja kurang efektif dan lebih lambat, mungkin karena proses pengeringan selama pembuatan mengurangi daya
netralisasinya.
Pentakaran. Pada oesophagitis dan tukak
lambung 1 jam sesudah makan dan sebelum
tidur. Pada tukak usus 1 dan 3 jam sesudah
makan dan sebelum tidur.
B. Antibiotika. Antara lain amoksisilin, tetrasiklin, klaritromisin, metronidazol dan tinidazol.
Obat-obat ini dipakai dalam kombinasi
sebagai triple therapy untuk membasmi H.
pylori dan penyembuhan tukak lambung/
usus dengan tuntas.
C. Antikolinergika. Dahulu agak banyak
dipakai , tetapi dengan introduksi triple
therapy untuk eradikasi H.pylori, saat ini dianggap kuno dan sudah ditinggalkan seluruhnya. Untuk data antikolinergika terpenting, lihat Bab 32 B.
D. Obat penguat motilitas: metoklopramida,
cisaprida dan domperidon. Obat-obat ini juga
dinamakan prokinetika atau propulsiva dan
yaitu antagonis dopamin. Bekerja antiemetik, memperkuat peristaltik dan mempercepat pengosongan lambung yang dihambat oleh neurotransmitter dopamin. Penghambatan ini ditiadakan oleh zat-zat antagonis dopamin dengan menduduki reseptor
yang banyak ada di saluran cerna dan
otak. Blokade dari reseptor ini di otak menimbulkan gangguan ekstrapiramidal. Cisaprida
dan domperidon tidak dapat melintasi barrier
da-rah-otak, sehingg