obat 19




 a aktivitasnya terbatas 

pa-da saluran cerna. Lihat selanjutnya Bab 

17, Antiemetika. Dengan stimulasi peristaltik 

pengaliran kembali dari empedu dan enzim 

pencernaan dari duodenum ke jurusan lambung dicegah. Tukak tidak dirangsang lebih 

lanjut dan dapat sembuh dengan lebih cepat.

Cisaprida (dan domperidon) dapat menyebabkan gangguan ritme jantung berbahaya 

(meningkatkan QTc-interval, fibrilasi ventrikel), oleh karena itu Prancis dan Belanda telah 

menariknya dari peredaran. 

E. Penghambat sekresi asam

a. H2

-blockers (antagonis H2

-reseptor): simetidin, ranitidin, famotidin, roksatidin dan nizatadin. Obat-obat ini menempati reseptor histamin-H2

 secara selektif di permukaan sel-sel 

parietal sehingga sekresi asam lambung dan 

pepsin sangat dikurangi. Antihistaminika 

(H1

-blockers) lainnya tidak memiliki khasiat 

ini, lihat selanjutnya Bab 51, Antihistaminika. 

Efektivitas obat-obat ini pada penyembuhan 

tukak lambung dan usus dengan terapi kombinasi melebihi 80%. H2

–blockers paling efektif untuk pengobatan tukak duodeni yang 

khusus berkaitan dengan hiperasiditas. Pada terapi tukak lambung obat ini kurang 

efektivitasnya. 

Kehamilan dan laktasi. Simetidin, ranitidin 

dan nizatadin (Naxidine) dapat melintasi 

plasenta dan mencapai air susu, sehingga 

tidak boleh dipakai  oleh wanita hamil dan 

ibu-ibu yang menyusui. Dari famotidin dan 

roksatidin belum ada  cukup data.

b. Penghambat pompa-proton (PPP): omeprazol, lansoprazol, pantoprazol dan esomeprazol.

Obat-obat ini menghambat dengan tuntas 

sekresi asam lambung melalui blokade enzim 

H+/K+-ATPase secara selektif dalam sel-sel 

parietal. Dengan demikian produksi asam 

lambung yang di”pompa” ke dalam lambung 

dihalangi. PPP lebih efektif dibandingkan 

dengan antagonis-H2

.

Kerjanya panjang akibat kumulasi di selsel tersebut. Kadar penghambatan asam tergantung dari dosis dan pada umumnya lebih 

kuat daripada perintangan oleh H2

-blockers. 

Kehamilan dan laktasi. Bagi pemakaian nya 

selama kehamilan dan laktasi belum tersedia 

cukup data.

F. Lainnya 

a. Sedativa: meprobamat, diazepam, dan lainlain. Sudah lama diketahui bahwa stress 

emosional membuat penyakit tukak lambung 

bertambah parah, sedangkan pada waktu 

serangan akut biasanya timbul kegelisahan dan

kecemasan pada penderita. Untuk mengatasi 

hal-hal tersebut, penderita sering kali diobati 

dengan antasida dan penambahan obat penenang, misalnya meprobamat, oksazepam atau 

benzodiazepin lain. Lihat Bab 24, Sedativa 

dan Hipnotika.

b. Analogon prostaglandin-E1

: misoprostol 

(Cytotec) menghambat secara langsung selsel parietal. Lagi pula melindungi mukosa 

dengan merangsang produksi mucus dan 

bikarbonat. Oleh karena itu ditambahkan 

pada terapi dengan NSAIDs. 

* Arthrotec (= diklofenak + misoprostol), lihat 

selanjutnya Bab 21, Obat-obat rema.

c. Zat-zat pembantu: asam alginat, succus dan 

dimethicon. Kadang-kadang pada formulasi 

antasida ditambahkan pula suatu adsorbens

yang pada permukaannya dapat menyerap 

secara fisis zat-zat aktif dari getah lambung 

atau penambahan zat-zat pelindung yang 

menutupi mukosa dengan suatu lapisan hidrofob. Kegunaan zat-zat tambahan ini tidak 

selalu dapat dibuktikan dengan pasti.

Antasida yang mengandung alginat merupakan obat yang paling sering dipakai  

pada nyeri yang disertai gangguan refluks/

heartburn.

MONOGRAFI

A. ANTASIDA 

1. Aluminiumhidroksida: *Gelusil, *Maalox, 

*Polysilane.

Zat koloidal ini sebagian terdiri dari 

aluminiumhidroksida dan sebagian lagi sebagai 

aluminiumoksida terikat pada molekul air 

(hydrated). Zat ini berkhasiat adstringens, yaitu 

menciutkan selaput lendir berdasar  sifat 

ion aluminium yang membentuk kompleks 

dengan antara lain protein. Juga dapat menutupi tukak lambung dengan suatu lapisan 

pelindung. 

Dosis: dalam bentuk gel 3 dd 0,5-1 g.

* Sukralfat (aluminiumsukrosasulfat basis, Ulsanic) dapat membentuk suatu kompleks 

protein pada permukaan tukak yang melindunginya terhadap HCl, pepsin dan empedu. Kompleks ini bertahan ±6 jam di sekitar 

tukak. Di samping itu juga menetralisasi asam, 

menahan kerja pepsin dan mengadsorpsi asam 

empedu. Resorpsinya ringan (3-5%). Efek 

sampingnya berupa obstipasi, mulut kering 

dan erythema. 

Dosis: esofagitis 4 dd 1 g p.c. sebelum tidur. 

Tukak lambung/usus: 4 dd 1 g 0,5 jam a.c. dan 

sebelum tidur selama 4-6 minggu, bila perlu 

12 minggu. Profilaksis kambuh tukak: 2 dd 1 

g sebelum santap pagi dan sebelum tidur.

* Sediaan kombinasi Mg/Al: *Caved-S, *Neusilin, *Polycrol (+ dimeticon) dan *Neo Gastrolet 

(+papaverin).

2. Bismutsubsitrat: De-Nol.

Garam ini (1972) berkhasiat bakteriostatik

dan terutama dipakai  pada terapi membasmi H. pylori pada tukak lambung/usus. 

Zat ini juga berfungsi sebagai pelindung mukosa

berdasar  terbentuknya kompleks bismutglikoprotein dalam lambung yang menutupi 

tukak. Sebagian zat di dalam lambung diubah menjadi bismutoksiklorida yang tak larut. 

Khusus dipakai  bersama suatu protonpump-blocker (omeprazol dan lain-lain) dan 

antibiotik sebagai multiple therapy untuk 

membasmi H. Pylori. Bismutsitrat juga berkhasiat bakteriostatik terhadap H. pylori.

Resorpsi buruk, kurang dari 1% dan tergantung pada keasaman lambung, pada pH 

>6 resorpsinya meningkat. Plasma-t½-nya 

panjang sekali, rata-rata 20 hari. 

Efek samping. Pada pemakaian  lama dan 

dalam dosis tinggi zat ini dapat diserap 

usus dan menyebabkan kerusakan otak 

(encefalopatia) dengan kejang-kejang, ataksia 

dan perasaan kacau. Lidah dan tinja dapat 

berwarna gelap/hitam. Perasaan mual, muntah dan reaksi kulit adakalanya terjadi.

Dosis: tukak lambung/usus 4 dd 120 mg 

0,5 jam pada waktu makan dan sebelum tidur 

selama 1-2 minggu bersama 2 atau 3 obat 

lainnya (terapi kombinasi).

* Bismutsubnitrat (komb. Stomadex) berkhasiat adstringens dan antiseptik lemah, juga 

dapat mengikat asam. Pada dosis tinggi 

dapat diserap dan mengakibatkan intoksikasi 

bismut dan nitrat. Oleh karena itu obat ini 

jarang dipakai  lagi, begitu pula garamgaram bismut lainnya seperti Bi-subkarbonat

dan Bi-subsalisilat (Scantoma).

Dosis: hiperasiditas 3 dd 200-600 mg p.c. 

maks. 10 hari.

3. Kalsiumkarbonat: kapur, *Stomagel

Kalsiumkarbonat yaitu  karbonat pertama 

yang dipakai  sebagai antasidum yang 

memiliki efek baik sekali. Zat ini menetralkan 

asam lambung sambil melepaskan banyak 

gas karbondioksida yang diduga dapat merangsang dinding dan menyebabkan perforasi dari tukak. Pertama-tama terjadi peredaan nyeri, tetapi segera disusul oleh rasa 

nyeri yang lebih hebat akibat bertambahnyapelepasan asam. Namun efek rebound ini tidak 

pernah dipastikan secara ilmiah.

Efek samping berupa sembelit yang dapat 

diatasi dengan kombinasi dari dua garam 

magnesium (MgO 20%, Mgsulfat). 

Dosis: 1-4 gram seharinya.

* Natriumbikarbonat (soda kue, *Gelusil II)

bersifat alkalis dengan efek antasid yang sama 

dengan kalsiumkarbonat. Efek samping pada 

pemakaian  berlebihan yaitu  terjadinya

alkalosis dengan gejala sakit kepala, perasaan 

haus sekali, mual dan muntah-muntah. Seperti Ca-karbonat zat ini juga dihubungkan 

dengan pelonjakan produksi asam secara 

reflektoris (efek rebound). 

Dosis: 1-4 gram seharinya.

4. Magnesiumoksida: *Stomadex.

Dalam dosis yang sama (1 g), MgO lebih 

efektif untuk mengikat asam daripada natrium-bikarbonat, tetapi memiliki sifat pencahar sebagai efek sampingnya (lebih ringan dari Mg-sulfat). Untuk mengatasi hal 

ini, maka zat ini diberikan dalam kombinasi dengan aluminiumhidroksida atau kalsiumkarbonat (perbandingan MgCO3

/CaCO3

= 1:5) yang memiliki sifat sembelit. Mgoksida tidak diserap usus sehingga tidak 

menyebabkan alkalosis. 

Dosis:1-4 dd 0,5-1 g.

* Magnesiumhidroksida (*Gelusil, *Maalox, 

*Mylanta) memiliki daya netralisasi kuat, 

cepat dan banyak dipakai  dalam sediaan 

terhadap gangguan lambung bersama Alhidroksida, karbonat, dimetikon dan alginat. 

Dosis: 1-4 dd 500-750 mg.

* Magnesiumtrisilikat (*Gelusil, *Polysilane)

bekerja lebih lambat dan lebih lama dari 

pada natriumbikarbonat. Efek netralisasinya 

cukup baik, juga berkhasiat adsorbens (menyerap zat-zat lain pada permukaannya). Obat 

ini bereaksi dengan asam lambung dan 

membentuk silisiumhidroksida yang menutupi 

tukak lambung dengan suatu lapisan pelindung yang berbentuk gel. Efek samping.

pemakaian  kronis dari zat ini dapat menimbulkan pembentukan batu ginjal (batu 

silikat).Dosis: 1-4 dd 0,5-2 g.

* Hidrotalsit (Talsit, Ultacit) yaitu  MgAlhidroksikarbonat dengan daya netralisasi 

pesat tetapi agak lemah: pH tidak meningkat 

di atas 5. Zat ini juga bekerja sebagai antipepsin

dan dapat mengikat dan menginaktivasi empedu

yang mengalir naik ke dalam lambung akibat 

refluks. sesudah  kembali di suasana basa dari 

usus, garam-garam empedu dibebaskan lagi. 

Efek sampingnya sering kali berupa pencaharan (Mg), tetapi adakalanya juga obstipasi (Al).

Dosis: 2 dd 2 tablet dari 0,5 g dikunyah 

halus 1 jam p.c. dan 2 tablet a.n. Juga dalam 

bentuk suspensi.

B. ANTIBIOTIKA

Yang banyak dipakai  pada triple therapy 

yaitu  amoksisilin, klaritromisin, tetrasiklin 

dan metronidazol. Lihat Bab 5, Antibiotika

C. PROKINETIKA

5. Metoklopramida: Primperan

Derivat aminoklorbenzamida ini (1964) berkhasiat memperkuat motilitas dan pengosongan lambung (propulsivum) berdasar  

stimulasi saraf-saraf kolinergis, khasiat antidopamin di pusat dan perifer, serta kerja 

langsung terhadap otot polos. Zat ini sering 

dipakai  untuk gangguan peristaltik lemah dan sesudah  pembedahan. Selain itu, 

obat ini juga berdaya anti-emetik sentral 

kuat berdasar  blokade reseptor dopamin 

di CTZ. Oleh karena itu metoklopramida 

dipakai  pada semua jenis mual/muntah, 

termasuk akibat sitostatikum cisplatin-/radioterapi dan pada migrain, kecuali yang 

disebabkan oleh mabuk jalan. Lihat juga Bab 

17, Antiemetika.

Resorpsi dari usus cepat, BA-nya tidak 

menentu, rata-rata di atas 30% karena FPE 

besar. Mulai kerjanya dalam 20 menit, PP 

20% dan plasma-t½-nya lebih kurang 4 jam. 

Ekskresi berlangsung untuk 80% dalam keadaan utuh melalui urin.

Efek samping terpenting berupa efek sentral: sedasi dan gelisah berhubung metoklopramida dapat melintasi sawar darah-otak. 

Efek samping lainnya berupa gangguan 

lambung-usus serta gangguan ekstrapiramidal, terutama pada anak-anak.Interaksi. Obat seperti digoksin, yang terutama diserap di lambung, dikurangi resorpsinya bila diberikan bersamaan dengan 

metoklopramida. Resorpsi dari obat-obat 

yang diserap di usus halus justru dapat dipercepat, antara lain alkohol, asetosal, diazepam 

dan levodopa.

Dosis: 3-4 dd 5-10 mg, anak-anak maks. 0,5 

mg/kg/sehari. Rektal 2-3 dd 20 mg.

6. Cisaprida: Prepulsid, Acpulsif

Senyawa piperidil ini (1988) berkhasiat 

menstimulasi motilitas lambung-usus yang 

diduga berdasar  pelepasan asetilkolin. 

Tidak bekerja antidopamin atau kolinergis. 

Khu-sus dipakai  pada gangguan 

pengosong-an lambung dan pada refluksoesophagitis ringan sampai agak berat.

Resorpsinya dari usus cepat dan lengkap, 

tetapi BA-nya hanya 40% karena FPE besar. 

PP-nya kurang lebih 98% dan plasma-t½-nya 

kurang lebih 11 jam. sesudah  biotransformasi 

di hati, metabolit-metabolitnya diekskresi 

dengan kemih dan tinja.

Efek sampingnya berupa kejang-kejang usus, 

perut berbunyi dan diare, jarang konvulsi, 

efek ekstrapiramidal, kepala nyeri dan dirasakan ringan.

Pada pengobatan refluks oesofagus pada 

anak-anak kecil perlu berhati-hati karena 

telah dilaporkan beberapa kasus aritmia akibat perpanjangan-QT dan kematian mendadak (Ph Wkbl 2002; 137:1337).

Kehamilan dan laktasi. Belum ada cukup data 

mengenai pemakaian nya selama kehamilan. 

Selama menyusui tidak dianjurkan karena 

zat ini masuk ke dalam air susu ibu.

Dosis: 2 dd 10 mg a.c., pada esofagitis 2 dd 

20 mg. Juga rektal 1-3 dd 30 mg.

Catatan: Mulai bulan Juli 2000 Dep.Kes. 

R.I. telah menarik obat ini dari peredaran 

sesudah  di Amerika Serikat ditemukan efek 

samping berupa gangguan irama jantung 

yang berakhir fatal. Namun kemudian obat 

ini diizinkan beredar kembali di negara kita  

dengan peringatan khusus.

7. Domperidon: Motilium, Vometa

Derivat benzimidazolinon ini (1979) juga 

berkhasiat anti-emetik berdasar  perintangan reseptor dopamin di CTZ (Chemo 

Trigger Zone) beserta stimulasi peristaltik 

dan pengosongan lambung. Pada keadaan 

normal, pengosongan lambung dimulai ratarata 35 menit sesudah makan. Pada penderita 

penyakit diabetes, periode ini bisa mencapai 

sekitar satu jam (gastroparese). Penderita merasa kenyang, kurang nafsu makan yang 

berakibat menjadi kurus. 

Domperidon dianjurkan pada terapi tukak 

lambung dengan menghindari refluks empedu 

dari duodenum ke lambung (duodeno-gastric 

reflux). Dengan demikian pemborokan dari 

mukosa tidak memburuk dan tukak bisa 

sembuh dengan lebih mudah. Obat ini juga 

dipakai  pada reflux-oesophagitis untuk 

mencegah pengaliran kembali dari asam 

lambung ke tenggorok. Begitu pula terhadap 

mual dan muntah karena berbagai sebab, a.l. 

pada migrain (bersama parasetamol), lihat 

juga Bab 17, Antiemetika.

Di samping pemakaian nya untuk meringankan keluhan lambung, mual dan muntah, secara off-label obat ini dipakai  di 

negeri Belanda untuk merangsang pengeluaran air susu ibu. Domperidon yaitu  antagonis dopamin yang melalui peningkatan 

kadar hormon prolaktin dapat merangsang 

produksi air susu ibu. Walaupun obat ini 

dapat masuk ke dalam air susu, tetapi menurut penelitian jumlahnya sangat rendah 

(0,01%-0,04%), di samping bioavailability hanya sekitar 15%, sehingga efek sistemiknya 

pada bayi hanya terbatas. Oleh karena itu risiko bagi bayi yaitu  minimal pada penggunaan dalam waktu singkat oleh sang ibu.

Dosis yang efektif untuk menstimulasi 

produksi air susu pada ibu-ibu muda yang 

sehat yaitu  3 dd 10 mg selama 1 sampai 2 

minggu.

Berhubung dengan kekhawatiran mengenai efek samping kardiovaskuler (gangguan 

ritme jantung) yang diberitakan di tahun 

2013, wanita dengan gangguan kardiovaskuler harus berhati-hati, juga bila menggunakan obat-obat yang memperpanjang QTinterval (lihat Bab 37, Obat jantung) atau 

menggunakan obat yang memperlambat 

penguraian domperidon. 

Resorpsi dari usus baik, dari poros usus 

buruk. PP 92%, plasma-t½-nya lebih kurang


7 jam. Sesudah biotransformasi, zat ini 

diekskresi khusus melalui empedu. Berlainan 

dengan metoklopramida, zat ini tidak memasuki CCS sehingga tidak berefek sedatif. 

Untuk menghindari efek samping neurologis 

pada anak-anak di bawah usia 1 tahun, dosisnya harus ditentukan secara hati-hati dan 

saksama, karena sawar darah-otak pada bayi 

belum berkembang dengan sempurna.

Efek sampingnya jarang terjadi dan berupa 

kejang-kejang usus sementara dan reaksi 

kulit alergik. Antikolinergika dan obat-obat 

penyakit Parkinson tidak dapat diberikan 

bersamaan karena obat-obat ini meniadakan 

efek domperidon. 

Suatu efek samping serus dari obat ini 

yaitu  gangguan ritme jantung (ventrikel 

aritmi) dan perpanjangan QT-interval (lihat 

Bab 37, Obat-obat Jantung. QT interval). Oleh 

karena itu sejak tahun 2014 dianjurkan hanya 

dipakai  untuk mual dan muntah, tetapi 

tidak untuk gangguan lambung, seperti perut 

kembung dan refluks gastro-oesofageal. Untuk membatasi risiko ini dosis standar dan 

dosis maksimal telah diturunkan dengan 

drastis dan pemakaian nya dibatasi sampai 

maksimal 1 minggu. 

Dosis dewasa (> 35 kg): 1 dd 10 mg dan 

maks. 3 x sehari (30 mg/hari); Anak dan remaja (<35 kg): 0,25 mg/kg, maks 3 x sehari 

(0,75mg/kg sehari). 

Lagipula obat ini jangan dipakai  

bersamaan dengan obat-obat yang juga 

mengakibatkan gangguan ritme jantung atau 

yang merintangi penguraiannya. Juga harus 

waspada bila dikombinasi dengan obatobat yang memperpanjang QT-interval, a.l. 

kinidin, disopiramida, sotalol, antidepresiva 

trisiklik, antibiotik makrolida dan senyawa 

kuinolon. 

Ref.: Rekomendasi dari Pharmacovigilance 

Risk Assessment Committee (PRAC) mengenai pembatasan pemakaian  domperidon 

karena efek samping jantung (Mei 2014).

Kehamilan dan laktasi: data mengenai ini 

belum mencukupi. Dalam jumlah kecil, domperidon memasuki air susu ibu, sehingga 

harus waspada pada anak-anak (yang masih menyusu) karena mereka sangat peka 

terhadap zat ini (efek ekstrapiramidal).

Dosis: 3-4 dd 10-20 mg a.c.; anak-anak 3-4 

dd 0,3 mg/kg; rektal anak-anak 0-2 tahun 2-4 

dd 10 mg; i.m./i.v. 0,1-0,2 mg per kg berat 

badan dengan maks. 1 mg/kg sehari.

D. PENGHAMBAT PRODUKSI 

ASAM

8. Simetidin: Tagamet, *Algitec

Perintang-H2

 pertama ini (1977) menduduki reseptor histamin H2

 di mukosa lambung yang memicu produksi asam klorida 

(reseptor-H2

 ada  pula di Susunan Sa-raf 

Pusat dan pembuluh darah). Dengan demikian, seluruh sekresi asam dihambat olehnya yaitu baik yang basal (alamiah) maupun 

yang disebabkan oleh rangsangan makanan, 

insulin atau kofein. Juga produksi pepsin dan 

seluruh getah lambung berkurang, pH-nya 

dapat meningkat sampai pH 6-7.

pemakaian nya pada terapi dan profilaksis 

tukak lambung-usus, reflux-oesophagitis ringan sampai sedang dan Sindroma ZollingerEllison. Pada tukak usus, simetidin ternyata sangat efektif dengan persentase penyembuhan di atas 80%, keluhan-keluhan lenyap 

dalam beberapa hari dan tukak sembuh dalam beberapa minggu. Efeknya terhadap tukak lambung lebih ringan.

Resorpsi dari usus pesat dan hampir lengkap 

dengan BA ±70%. PP ±20%, plasma-t½ singkat, hanya 2 jam. Dapat melintasi sawar darah-otak. Dalam hati hanya 25% dibiotransformasi menjadi sulfoksida yang bersama 

sisanya yang tidak diubah diekskresi terutama melalui ginjal. Untuk menghambat resorpsinya dari usus agar supaya efeknya bertahan lama, tablet harus ditelan pada waktu 

makan.

Efek samping jarang terjadi dan berupa diare 

(sementara), nyeri otot, pusing-pusing dan 

reaksi kulit. Pada pemakaian  lama dengan 

dosis tinggi adakalanya terjadi impotensi dan 

gynecomastia ringan, yakni buah dada pria 

membesar. Simetidin merintangi enzim-enzim 

oksidatif hati sehingga perombakan obat-obat 

lain dapat diperlambat. Oleh karenanya dosis 

obat-obat demikian perlu dikurangi bila digunakan bersamaan. Contohnya yaitu  teofilin, karbamazepin, fenitoin dan zat-zat kumarin (kecuali fenprokumon), mungkin juga nife-

dipin, diltiazem, verapamil, diazepam dan klordiazepoksida. Efek psikis juga dilaporkan.

Dosis: gastritis 1 dd 800 mg sesudah  makan 

malam. Ulcus pepticum 2 dd 400 mg pada 

waktu makan dan a.n.(sebelum tidur) atau 1 

dd sehari 800 mg a.n., selama 4 minggu dan 

maksimum 8 minggu. Dosis pemeliharaan 

guna mencegah kambuh: malam hari 400 mg 

selama 3-6 bulan. Intravena 4-6 dd 200 mg.

9. Ranitidin: Zantac, Rantin

Daya menghambat senyawa furan ini (1981) 

terhadap sekresi asam lebih kuat daripada 

simetidin. Tidak merintangi perombakan 

oksidatif dari obat-obat lain sehingga tidak 

mengakibatkan interaksi yang tidak diinginkan.

Resorpsi pesat dan baik, tidak dipengaruhi 

oleh makanan. BA 50-60%, plasma-t½ ± 2 jam. 

Sifatnya sangat hidrofil maka PP-nya ringan 

(15%) dan sukar memasuki CCS. Ekskresi 

melalui urin terutama dalam keadaan utuh. 

Efek samping mirip simetidin tetapi tidak 

menimbulkan gynecomastia karena tidak bersifat antiandrogen dan efek psikis (perasaan 

kalut).

Dosis: 1 dd 300 mg sesudah makan malam 

selama 4-8 minggu, sebagai pencegah 1 dd 

150 mg, i.v. 50 mg sekali. 

10. Famotidin: Famocid

Senyawa thiazol (cincin-5 dengan N dan S) 

ini (1987) mirip ranitidin bila mengenai sifatsifat farmakokinetik dan efek sampingnya. 

Plasma-t½ ± 3 jam. Efek menekan sekresinya 

lebih kuat daripada ranitidin.

Dosis: pada esofagitis 2 dd 20-40 mg, tukak 

lambung-usus 1 dd 40 mg malam hari p.c. 

selama 4-8 minggu, profilaksis 1 dd 20 mg.

* Roksatidin (Roxan, Roxit) yaitu  senyawa 

piperidin (1986), yang diresorpsi hampir lengkap dengan BA rata-rata 85% dan plasma-t½ 

6-7 jam. Diekskresi secara utuh 60% melalui 

urin. 

Dosis: pada esofagitis 2 dd 75 mg (garam 

asetat-HCl) selama 6-8 minggu. Pada tukak 

lambung-usus 1 dd 150 mg malam hari selama 4-6 minggu, profilaksis 1 dd 75 mg malam 

hari.

11. Omeprazol: Inhipump, Losec

Senyawa benzimidazol ini yaitu  penghambat pompa-proton pertama (1988) yang 

dipakai  dalam terapi untuk menurunkan 

dengan sangat kuat produksi asam lambung. pemakaian nya sama dengan H2

-

blockers pada gastritis, tukak lambung-usus 

sedang dan Sindrom Zollinger-Ellison. Obat ini 

sering kali –secara kurang tepat– diresepkan 

berlebihan, pada kasus-kasus yang sebetulnya dapat ditangani oleh suatu H2

-blocker 

dengan inhibisi asam tidak begitu kuat.

Resorpsi lengkap, dalam waktu 2-5 jam, PP 

tinggi (95%), plasma-t½ hanya ±1 jam, tetapi 

efeknya bertahan ±24 jam. Dalam hati zat 

ini dirombak seluruhnya menjadi metabolitmetabolit inaktif yang diekskresi dengan 

urin untuk 80%. Antara kadar darah dan 

efeknya tidak ada  korelasi. Omeprazol 

terurai dalam suasana asam, sehingga perlu 

diberikan salut tahan asam (e.c.).

Efek samping tidak sering terjadi dan berupa gangguan lambung-usus, nyeri kepala, 

nyeri otot dan sendi, vertigo, gatal-gatal 

dan mengantuk atau sukar tidur. Eliminasi 

dari zat-zat yang juga dirombak oleh sistem 

oksidatif cytochrom P-450 dapat dihambat, a.l. 

diazepam dan fenitoin.

Dosis: gastritis dan tukak 1 dd 20-40 mg 

(kapsul e.c.) selama 4-8 minggu, tukak usus 

selama 2-4 minggu, profilaksis tukak usus 1 

dd 10-20 mg. Pada Sindrom Zollinger -Ellison 

permula 1 dd 80 mg, lalu dosis disesuaikan 

secara individual. Juga secara intravena 

(infus).

* Esomeprazol (Nexium, 2000) yaitu  enantiomer-kiri dari omeprazol (campuran racemis) dengan efek menghambat asam yang 

lebih kuat. BA antara 60-80%, PP ±97% dan 

masa paruh 75 menit. Dirombak dalam lingkungan asam dan metabolitnya diekskresi 

melalui urin (80%) dan feses. 

Dosis: reflux-oesofagitis 1 dd 40 mg selama 

4-8 minggu, prevensi 1 dd 20 mg. Eradikasi

H.pylori (triple therapy) 2 dd 20 mg selama 1 

minggu.

* Lansoprazol (Prosogan, Ulceran) yaitu  derivat piridil (1992) dengan sifat-sifat yang

dalam garis besar sama dengan omeprazol 

(tidak tahan asam, PP > 95%, t½ ±1,4 jam). 

Dosis: pada esofagitis dan ulcus 1 dd 30 mg 

1 jam sebelum makan pagi selama 4-8 minggu, pada ulcus duodeni selama 2-4 minggu.

* Pantoprazol (Pantozol) yaitu  juga derivat 

piridil dengan sifat-sifat yang mirip (1995).

Dosis: pada esofagitis dan tukak 1 dd 40-

80 mg (tablet e.c. dengan garam Na) a.c./d.c. 

selama 4-8 minggu, pada tukak usus selama 

2-4 minggu.

E. LAINNYA

12. Misoprostol: Invitec

Analogon prostaglandin ini berfungsi menstimulasi mekanisme perlindungan mukosa 

lambung dan menghambat sekresi asam lambung. berdasar  ini membantu pengobatan tukak lambung dan juga dipakai  sewaktu pengobatan dengan obat-obat NSAIDs 

untuk menghindari timbulnya tukak, lihat 

selanjutnya Bab 21, Arthrotec

13. Succus liquiritiae

Ekstrak kering ini dibuat dari akar tumbuhan Glycyrrhiza glabra. Kandungan aktifnya yaitu  asam glisirizinat (glycyrrhizin, 

sangat manis) dan ester dari asam glisiretinat 

(enoxolon, tidak manis). Glisirizinat menghambat suatu enzim yang bekerja sebagai 

katalisator pada pengubahan androstendion 

menjadi testosteron. Dalam hati zat ini dihidrolisis menjadi glisiretinat yang berkhasiat mineralokortikoid (hormon anak-ginjal 

DOCA). Kedua zat asam juga memiliki sifatsifat ekspektoran dan antiradang lemah. 

Selain itu succus mengandung pula zat-zat 

estrogen, liquiritin dan flavonoida yang berkhasiat spasmolitik dan memperbaiki fungsi 

pelindung mukosa lambung. 

pemakaian nya sebagai obat tambahan pada 

tukak lambung, terhadap tukak usus tidak 

efektif. Lagi pula obat ini banyak dipakai  

sebagai obat batuk untuk mempermudah 

pengeluaran dahak dan sebagai corrigens rasa 

(lihat Bab 41, Obat-Obat batuk).

Efek sampingnya pada dosis besar (di atas 

3 g) berupa nyeri kepala, udema dan gangguan keseimbangan elektrolit karena efek 

DOCA-nya, juga dapat meningkatkan tekanan darah bila dipakai  terus-menerus 

(gula-gula, “drop”). Succus yang telah dikeluarkan asam-asamnya, yakni succus deglycyrrhizinatus (*Caved-S), tidak menimbulkan efek samping tersebut tetapi masih bermanfaat untuk pengobatan tukak lambung.

Dosis: pada tukak lambung 3 dd 800 mg 

ekstrak.

14. Asam alginat:*Gelusil II

Polisakarida koloidal ini diperoleh dari 

ganggang laut. Obat ini dipakai  dalam 

sediaan antasida pada refluks esofagitis berdasarkan khasiatnya untuk membentuk suatu 

larutan sangat kental dari Na- atau Mg-alginat. 

Gel ini mengembang sebagai lapisan tebal 

pada permukaan isi lambung dan dengan 

demikian melindungi mukosa esofagus terhadap asam lambung.

Zat ini juga dipakai  sebagai hemostatik

untuk menghentikan perdarahan dari borok 

atau fistel, di mana Ca-alginat diabsorpsi 

oleh jaringan. Di reseptur berguna untuk 

pembuatan suspensi sebagai zat penebal

atau sebagai zat pembantu pada pembuatan 

tablet.

Dosis: 4 dd 0,5-1 g dalam sediaan antasida 

(garam Na dan Mg). 

15. Dimetikon: dimetilpolisiloksan, *Polysilane, 

Disflatyl

Kelompok polisiloksan yaitu  cairan yang 

tak larut dalam air atau alkohol dan larut 

dalam pelarut lemak. Berkat sifat hidrofobnya 

(waterrepellant) dimetikon banyak dipakai  

dalam krem pelindung (barrier creams) untuk 

melindungi kulit terhadap zat-zat hidrofil 

yang bersifat merangsang, mis. asam dan 

basa. Untuk memperkuat khasiatnya pada 

pemakaian  oral sering kali ditambahkan 

silisiumoksida, yang disebut simetikon atau 

dimetikon yang diaktivasi.

Dimetikon juga bersifat menurunkan ketegangan permukaan, sehingga gelembunggelembung gas dalam lambung-usus lebih 

mudah penguraiannya menjadi gelembunggelembung yang lebih kecil yang dapat 

diresorpsi oleh usus. Oleh karena itu zat ini 

sangat efektif pada keadaan di mana terkumpul banyak gas (“angin”) di lambung atau 

usus (flatulensi, sering kentut) dan sering bersendawa (meteorisme). Kadang-kadang timbul 

pula perasaan nyeri di perut akibat rangsangan gelembung-gelembung gas terhadap 

dinding usus.

Dosis: oral 3-4 dd 40-160 mg, dalam krem 

200 mg/g.

B. OBAT PENCERNAAN

Obat-obat pencernaan atau digestiva digunakan untuk membantu proses pencernaan 

di seluruh lambung-usus. Obat yang sering 

kali dipakai  yaitu  asam hidroklorida, enzim lambung pepsin dan enzim pankreas pankreatin,temu lawak serta garam empedu (kolat).

Zat-zat ini terutama dipakai  pada keadaan defisiensi dari zat pembantu pencernaan 

bersangkutan. Meskipun tidak ada kaitannya 

dengan proses pencernaan, di sini akan dibicarakan pula pemakaian  derivat-kolat pada 

terapi batu empedu.

Batu empedu

Batu empedu lazimnya terbentuk di kantong 

empedu dan terdiri dari kolesterol, garam kalsium, bilirubin dan protein. Kebanyakan batu 

terdiri lebih dari 80% kolesterol dan hanya sebagian kecil yang tidak atau hanya sedikit 

mengandung kolesterol. Batu-batu kecil dapat 

menyumbat saluran empedu yang dindingnya berkontraksi untuk mengeluarkannya: 

gerakan-gerakan ini menimbulkan nyeri kolik yang hebat. Gejalanya sering kali berupa 

nyeri akut berupa kejang (kolik) di bagian 

kanan atas perut. Nyeri kolik ini dapat bertahan lebih dari 15 menit, adakalanya lebih lama 

atau disertai demam, menggigil dan muntah, 

juga sering timbul rasa terbakar (heartburn). 

Rasa nyeri bisa menjalar ke bagian atas tubuh 

sampai ke bahu. 

Penanganan standar berupa pembedahan 

yang aman dan efektif dengan jalan laparoscopy (pembedahan melalui tabung), lebih jarang melalui penghancuran dengan gelombang getaran (shock waves) atau dengan penggunaan obat-pelarut batu.

Zat-pelarut batu empedu hanya dipakai  

untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu sebab tak bisa dibedah. Batu ini 

terbentuk karena ada  kelebihan kolesterol yang tidak dapat dilarutkan lagi oleh 

garam empedu dan lesitin. Obat yang kini 

tersedia yaitu  kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasar  

penghambatan sekresi kolesterol sehingga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan 

batu dapat melarut lagi. Obat pertama menghambat sintesis kolesterol dalam hati, sedangkan yang kedua meningkatkan pengubahan kolesterol menjadi asam kolat, sehingga kadarnya dalam empedu menurun. Terapi 

memerlukan waktu lama, yaitu 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 

bulan sesudah  semua batu melarut. Residif

dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam 

waktu 1 tahun, dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.

MONOGRAFI

1. Asam hidroklorida (HCl)

Fungsi pertama asam mineral ini yaitu  

mengubah pepsinogen yang dihasilkan oleh 

selaput lendir lambung menjadi pepsin. Lagi 

pula untuk memberikan suasana asam yang 

cocok bagi kerja proteolitik enzim ini. Suasana 

asam tersebut juga penting sekali untuk 

resorpsi dari garam-garam yang esensiil untuk tubuh, misalnya garam kalsium dan besi. 

Selanjutnya asam hidroklorida menstimulasi 

pengosongan isi lambung ke usus duabelas-jari 

dan merangsang sekresi getah lambung, pankreas 

dan hati. 

pemakaian nya khusus pada kekurangan 

atau langkanya asam hidroklorida di labung 

(hipoklorhidri/aklorhidri). Sering kali asam mineral ini diberikan dalam kombinasi dengan 

pepsin yang harus bekerja dalam lingkungan 

asam. Dalam kadar rendah zat ini dipakai  

untuk merangsang nafsu makan (julapium).

Berhubung HCl mampu melarutkan email

gigi maka kontak dengan gigi perlu dihindari 

(minum melalui sedotan).

Efek samping. Dalam kadar tinggi asam 

hidroklorida menghancurkan selaput lendir 

hingga pemakaian nya harus dalam keadaan 

yang cukup diencerkan.  Dosis biasa yaitu  4 ml HCl 10% diencerkan 

25-50 kali dengan air dan diminum sewaktu 

atau sesudah makan. 

2. Pepsin: Enzynorm

Enzim yang dikeluarkan oleh mukosa lambung ini bersifat proteolitik, yakni menguraikan 

zat putih telur menjadi peptida. Di samping 

pepsin beberapa enzim dari usus juga bersifat 

proteolitik sehingga tidak adanya pepsin di 

dalam lambung tidaklah mengkhawatirkan. 

Kerjanya optimal pada pH 1,8.

Pepsin diperoleh dari mukosa lambung 

binatang menyusui, 1 mg harus memiliki aktivitas dari sekurang-kurangnya 0,5 U (Ph 

Eur). Daya proteolitiknya distandarisasikan 

sedemikian rupa sehingga 1 bagian pepsin 

dapat menguraikan 300 bagian zat putih telur 

dalam waktu 2,5 jam. 

Dosis biasa yaitu  100-300 mg sekali dan 

0,3-1 g sehari sesudah makan.

3. Pankreatin: *Pankreon comp, *Enzymfort, 

*Cotazym, *Combizym

Pankreatin yaitu  ekstrak dari pankreas dan terdiri atas amilase, tripsin serta 

lipase. Umumnya dipakai  pada keadaan di 

mana sekresi dari pankreas tidak mencukupi. 

Misalnya pada radang pankreas dan untuk 

membantu pencernaan di usus, misalnya pada penyakit seriawan usus (“sprue”). Lipase 

diinaktifkan pada pH < 4 sedangkan protease yaitu  stabil pada pH 1-7 tetapi diuraikan oleh pepsin lambung. Oleh karena 

itu pankreatin hanya dapat bekerja dalam 

suasana pH 4-7 dan harus diberikan dalam 

sediaan enteric coated. Pankreatin dibuat dari 

pankreas sapi atau babi dan USP menuntut 

aktivitas minimal untuk protease, lipase dan 

amilase dari masing-masing 25.000, 2.000, 

dan 25.000 U-USP/g.

Efek samping pada dosis di atas 90.000 U/

hari lipase berupa hiperurikemia dan hiperurikosuria. Kontak dengan serbuk pankreatin 

dapat mencetuskan reaksi alergi (bersin, mata 

berair, exanthema, bronchospasme). Garamgaram kalsium dan magnesium mengikat asam 

lemak dan garam empedu sehingga absorpsi 

lemak berkurang dan efeknya ditiadakan.

Bagi wanita hamil dan yang menyusui sampai 

sekarang tidak ada kontra-indikasi untuk 

pemakaian nya.

Dosis: 20.000 unit lipase per kali makan. 

4. Temu lawak: Curcuma xanthorrhiza

Rimpang ini sangat terkenal sebagai obat 

tradisional untuk gangguan pencernaan 

yang berkaitan dengan kekurangan empedu. 

yaitu  contoh khas dari Teori Signature 

kuno mengenai bentuk dan warna obat tanaman. Bentuk rimpangnya menyerupai kandung empedu dan ditambah warna kuningnya, maka dipakai  pada penyakit kuning (hepatitis). Berkhasiat koleretis dan kolekinetis, yakni merangsang pembentukan 

dan sekresi empedu oleh hati ke duodenum 

berdasar  zat warna kuning curcumin dan 

minyak-minyak atsiri yang ternyata juga berdaya bakteriostatik terhadap bakteri Grampositif. Banyak dipakai  pada gangguan 

kandung empedu yang bersifat ringan serta 

akibat sekresi empedu terlampau sedikit. Juga untuk prevensi sekunder terjadinya batu 

empedu.

Dosis: serbuk 0,5 - 1 g sehari, godokan 5 g 

dengan 500 ml air 3 dd 2 cangkir. 

* Curcumin (diferuloylmetan) selain dalam 

temu lawak juga banyak ada  dalam kunyit/kunir (turmeric, Curcuma longa). Polifenol 

ini yaitu  bahan penting dari kari 

(curry), juga dipakai  sebagai zat warna 

kuning (E 100) dalam industri makanan 

(a.l. mustard, keju, margarin). Pada tahuntahun terakhir telah dibuktikan khasiat antioksidannya yang sangat kuat terhadap radikal hidroksil, superoksida dan proses-proses 

peroksidasi. Juga berkhasiat anti radang

yang menyerupai efek NSAID dan juga 

diperkirakan berfungsi menurunkan dengan 

kuat pembentukan plak di pembuluh dan selsel otak. Telah diketahui pula bahwa di negara-negara di mana banyak dipakai  curcuma prevalensi demensia jauh lebih kecil. 

Selain itu curcumin menghambat penggumpalan pelat darah (antiagregasi) dan menurunkan kolesterol plasma dengan menstimulasi 

pengubahannya menjadi asam empedu di 

samping meningkatkan kelarutan empedu 

dan dengan demikian menghindari pembentukan batu empedu. 

pemakaian . berdasar  efek antioksidannya curcumin dapat menghambat proliferasi 

sel-sel tumor dari kanker usus besar dan payudara. Maka kini sering dipakai  pada 

terapi alternatif dari jenis kanker ini. Lagipula sifat ini melindungi saraf otak terhadap 

lipida-peroksidasi dan produknya (amiloidbeta), yang bertanggung jawab bagi terjadinya demensia Alzheimer. [Lipida-peroksidasi 

walaupun penting bagi pengoperan oksigen, 

tetapi menyebabkan suatu reaksi rantai dari 

FR (radikal bebas) yang merusak]. Di samping 

itu juga berkhasiat menginaktifkan radikal 

NO (nitrit-oksida), yang ada  dalam kadar meningkat di neuron pasien Alzheimer. 

Ditambah dengan efek antiradangnya yang 

juga bekerja protektif terhadap demensia, 

maka curcumin mulai dipakai  pada prevensi dan pengobatan alternatif penyakit ini. 

Lihat juga Bab 28 Obat-obat Parkinson dan 

Demensia. Akhirnya berkat efek protektifnya 

terhadap hati, curcumin juga dipakai  pada 

gangguan hati dan empedu (lihat di atas).

Efek samping pada dosis biasa belum dilaporkan. Tidak boleh diminum pada penyakit 

hati serius. Bagi lansia perlu dikurangi dosisnya karena berefek antikoagulans terbatas.

Dosis: kanker colon dan payudara 3 dd 600 

mg sebagai ekstrak kunir 95% d.c., rema 1-2 

dd 600 mg. Prevensi kanker dan demensia 1 

dd 600 mg d.c.

5. Kenodeoksikolat: chenodiol, Chenofalk

Derivat asam kolat ini berumus steroida 

(1975) dan ada  secara alamiah di dalam 

hati, tempat zat ini menghambat sintesis 

kolesterol. Resorpsinya dari usus baik tetapi 

BA-nya hanya ±30% karena FPE tinggi. Setelah konyugasi di dalam hati diekskresikan 

dengan empedu, lalu dalam usus dirombak 

menjadi lithocholic acid toksik yang akhirnya 

untuk 80% dikeluarkan bersama feses. Zat 

ini dipakai  untuk melarutkan batu empedu “bening” (radio-lucent), yang lebih dari 

80% terdiri dari kolesterol. Untuk batu yang 

terutama mengandung garam kalsium, bilirubin dan protein, zat ini tidak berguna. 

Efek samping yang tersering berupa diare 

intermiten, juga kadang-kadang peningkatan 

nilai fungsi hati. LDL-kolesterol dinaikkan 

±10%, HDL tidak dipengaruhi. 

Obat ini tidak boleh dipakai  selama 

kehamilan karena bersifat teratogen. Wanita 

dalam usia subur perlu melakukan antikonsepsi untuk menghindari kehamilan.

Dosis: 2 dd 750-1250 mg d.c.

* Ursodeoksikolat (ursodeoxycholic acid, ursodiol, Urdafalk) yaitu  derivat (1979) yang berbeda mekanisme kerjanyanya dengan kenodeoksikolat dan bersifat hidrofil. Khasiatnya lebih kuat dengan efek samping lebih 

ringan. Bekerja melalui peningkatan pengubahan kolesterol menjadi asam kolat sehingga kadarnya dalam empedu menurun. 

Juga mengalami siklus enterohepatik dengan 

pembentukan lebih sedikit lithocholic acid. 

Dosis: 2 dd 400-600 mg d.c. atau 1 dd 1 g 1 

jam sebelum tidur, dipakai  sampai 3 bulan 

sesudah  batu-batu terlarut.





ANTIEMETIKA

b a b 1 7

Mual dan muntah yaitu  peristiwa 

yang dapat berlangsung sendiri-sendiri atau 

sering kali bersamaan karena mekanisme 

gejalanya melalui jaringan saraf yang sama. 

Kedua-duanya yaitu  gejala yang diakibatkan oleh berbagai gangguan, seperti 

gangguan lambung akut (usus buntu), penyakit hati, saluran empedu atau pankreas, 

infeksi saluran pencernaan, gangguan yang 

berkaitan dengan hormon-hormon (hiperemesis gravidarum atau mual/muntah kehamilan), sesudah  pembedahan, mabok jalan dan 

akibat efek samping tertentu (sitostatika, 

kemoterapi). Gejala tersebut dapat juga diakibatkan oleh faktor-faktor psikologis. Oleh 

karena itu sebelum menggunakan antiemetika, sebaiknya penyebabnya di telusuri terlebih dahulu untuk kemudian ditangani (terapi kausal). 

Lihat uraian di bawah mengenai etiologi 

gejala muntah. 

Muntah (Yun. emesis) dapat dianggap sebagai suatu cara perlindungan alamiah dari 

tubuh terhadap zat-zat merangsang dan 

beracun yang ada dalam makanan. Segera 

sesudah  zat-zat tersebut dikeluarkan dari 

saluran cerna, muntah juga akan berhenti. Namun demikian, sering kali muntah 

hanya yaitu  gejala penyakit, misalnya 

dari kanker lambung, penyakit Menière, 

mabuk darat dan pada masa hamil. Tidak 

jarang muntah yaitu  efek samping

yang tidak nyaman dari obat-obat, seperti 

onkolitika/sitostatika, obat Parkinson, 

digoksin dan sebagai akibat radioterapi 

kanker. Dalam semua hal terakhir ini, 

muntah dapat diatasi dengan antimual

(antiemetika).

Etiologi

Muntah pada umumnya didahului oleh rasa 

mual (nausea), yang bercirikan muka pucat, 

berkeringat, liur berlebihan, tachycardia dan 

pernapasan tidak teratur. Pada saat ini lambung mengendur dan di usus halus timbul 

aktivitas anti peristaltik yang menyalurkan isi usus halus bagian atas ke lambung. 

Gejala-gejala tersebut kemudian disusul oleh 

menutupnya glottis (bagian pangkal tenggorok), napas ditahan, katup oesophagus dan 

lambung merelaks. Akhirnya timbul kontraksi ritmis dari diafragma serta otot-otot 

pernapasan disusul oleh lambung memuntahkan isinya. 

Muntah diakibatkan oleh stimulasi dari 

pusat muntah di sumsum lanjutan (medulla 

oblongata) dan berlangsung menurut beberapa 

mekanisme, yaitu akibat rangsangan langsung melalui CTZ, atau melalui kulit otak 

(cortex).

a. Akibat rangsangan langsung dari saluran 

cerna. Bila peristaltik dan pelintasan lambung tertunda, terjadilah dispepsi dan mual. 

Jika gangguan tersebut menghebat, pusat 

muntah dirangsang melalui saraf vagus (saraf 

otak ke-10) dengan akibat muntah. Susunan 

makanan dalam hal ini memegang peranan 

penting. Pusat muntah dirangsang pula bila 

ada  kerusakan pada mukosa lambung-usus,

seperti pada radioterapi dan oleh sitostatika. 

Organ-organ lain juga dapat secara langsung 

merangsang pusat muntah, yaitu jantung 

(infark) dan buah zakar (tekanan).

b. Secara tak-langsung melalui CTZ. Chemoreceptor Trigger Zone yaitu  suatu daerah 

dengan banyak reseptor, yang letaknya berdekatan dengan pusat muntah di sumsum

lanjutan, tetapi di luar rintangan sawar darahotak. Dengan bantuan neurotransmitter dopamin (DA), CTZ dapat menerima isyaratisyarat mengenai kehadiran zat-zat kimiawi 

asing di dalam sirkulasi. Rangsangan tersebut 

lalu diteruskan ke pusat muntah. Menurut 

perkiraan, CTZ juga berhubungan langsung 

dengan darah dan cairan otak.

Obat-obat yang terkenal merangsang kemoreseptor itu sebagai efek samping yaitu  

glikosida digitalis, alkaloid ergot, estrogen, morfin dan sitostatika. Menurut mekanisme ini, 

gangguan pada fungsi labirin (= organ keseimbangan di bagian dalam telinga) juga dapat 

menimbulkan mual dan muntah, misalnya 

pada mabuk darat. Gangguan metabolisme 

keto-acidosis dan uremia (adanya keton/asam 

dan urea dalam darah) dapat juga menyebabkan muntah. Begitu pula diabetes dan 

penyakit ginjal, seperti juga naik-turunnya 

kadar estrogen atau naiknya dengan pesat kadar 

gonadotropin pada wanita hamil.

c. Melalui kulit otak (cortex cerebri), misalnya pada waktu melihat, memcium, atau 

merasakan sesuatu sudah cukup untuk menimbulkan mual dan muntah. Oleh karena 

itu orang menggunakan kata-kata ‘nauseating 

smells’ dan ‘sickening sights’.

ANTI-EMETIKA

Obat antimual yaitu  zat-zat yang berkhasiat 

menekan rasa mual dan muntah. berdasar  

mekanisme kerjanya dapat dibedakan 

empat kelompok besar dan beberapa obat 

tambahan, sebagai berikut:

1. Antikolinergika: skopolamin dan antihistaminika tertentu (siklizin, meklizin, sinarizin, 

prometazin dan dimenhidrinat). Obat-obat ini 

ampuh pada mabuk darat, penyakit Menière 

dan mual kehamilan (antihistaminika). Efeknya berdasar  sifat antikolinergis dan 

mungkin juga karena blokade reseptor-H1

 di 

CTZ.

2. Antagonis reseptor dopamin. ada  sejumlah obat yang menyebabkan mual dan 

muntah sebagai efek samping akibat rangsangan langsung CTZ atau rangsangan mukosa lambung. Zat-zat ini berkhasiat menentang perasaan mual berdasar  blokade 

neurotransmisi dari CTZ ke pusat muntah 

dengan jalan merintangi reseptor dopamin. 

Yang terpenting yaitu :

a. propulsiva (prokinetika): metoklopramida dan

domperidon. Karena DA juga berkhasiat 

mengurangi motilitas lambung-usus, maka zat-zat antagonis ini juga bekerja menstimulasi motilitas dan dengan demikian 

memperkuat efek antiemetiknya. Obat 

ini banyak dipakai  pada segala jenis 

muntah. 

b. derivat butirofenon: haloperidol dan droperidol

terutama dipakai  pada muntah-muntah sebagai efek samping zat-zat opioid 

atau sesudah  pembedahan.

c. derivat fenotiazin: proklorperazin dan thië-

tilperazin (Torecan).Efek sampingnya (sedasi, efek ekstrapiramidal) membatasi penggunaannya. 

3. Antagonis serotonin: granisetron, ondansetron dan tropisetron. Mekanisme kerja kelompok zat ini belum begitu jelas, tetapi 

mungkin karena blokade serotonin yang 

memicu refleks muntah dari usus halus 

dan rangsangan terhadap CTZ. Terutama 

efektif pada hari-hari pertama terapi dengan 

sitostatika yang bersifat emetogen kuat, juga 

pada radioterapi.

4. Antagonis NKI (neurokinin): aprepitan

5. Lainnya

– Kortikosteroida, a.l. deksametason dan metilprednisolon ternyata efektif terhadap muntah-muntah yang diakibatkan oleh sitostatika dan radioterapi. Maka sering kali 

dipakai  sebagai obat tambahan pada 

antiemetika. Mekanisme kerjanya tidak 

diketahui. pemakaian nya sering kali bersamaan dengan suatu antagonis serotonin.

– Dronabinol (marihuana, THC= tetrahidrocanabinol). Efektif dalam dosis tinggi 

pada muntah akibat sitostatika (MTX, 

kombinasi siklofosfamida, adriamisin 

dan fluorurasil). Juga dipakai  untuk 

menstimulasi nafsu makan pada pasien 

AIDS. Di banyak negara zat ini termasuk di dalam Daftar Narkotika. Dosis tinggi 

menimbulkan a.l. halusinasi dan gejalagejala paranoida. Lihat juga Bab 23, 

Drugs.

– Alizaprida (Litican) dipakai  sesudah  

pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Khasiatnya berdasar  penghambatan refleks muntah secara sentral. Juga 

bersifat anksiolitis.

– Benzodiazepin memengaruhi sistem kortikal/limbis dari otak dan tidak mengurangi frekuensi dan hebatnya emesis, 

tetapi memperbaiki sikap pasien terhadap 

peristiwa muntah. Terutama lorazepam

ternyata efektif sebagai pencegah muntah. 

Secara skematis, mekanisme muntah dan 

pengobatannya dapat digambarkan sebagai 

berikut: lihat Gambar 17-1

JENIS-JENIS MUAL-MUNTAH

1. Mabuk Darat (Motion Sickness)

Penyebabnya. Sejak lama sekali diperkirakan 

bahwa mabuk darat khusus disebabkan oleh 

gerakan kendaraan. Gerakan-gerakan ini merangsang secara berlebihan labirin di bagian 

dalam telinga dan kemudian juga pusat 

muntah melalui CTZ. Akan tetapi sejak beberapa tahun teori konflik indra sudah diterima umum. Menurut teori ini penyebab 

utama mabuk darat yaitu  pertentangan antara informasi yang disalurkan oleh organ keseimbangan ke otak di satu pihak dan informasi 

dari indra-indra lain di lain pihak. Khususnya 

menyangkut pertentangan antara mata dan 

indra perasa, yang sebetulnya harus bekerja 

sama dengan organ keseimbangan(labirin), 

yang pada mabuk darat (jalan) memegang peran esensial.

Contohnya, seorang penumpang mobil 

yang membaca koran di kendaraan yang 

sedang berjalan. Organ keseimbangannya 

mencatat gerakan, tetapi matanya tidak. 

Maka terjadilah suatu keadaan bertentangan 

(konflik sensoris), yang mendorong labirin 

untuk me-lepaskan isyarat-isyarat pada inti 

vestibuler. Sinyal-sinyal itu diteruskan ke 

pusat muntah dan dengan demikian timbul 

rasa mual dan kecenderungan untuk muntah. 

Proses ini terutama dikuasai oleh asetilkolin 

(M) dan histamin (H1

).

Tindakan pencegahan. Untuk menghindari 

mabuk darat, penting sekali untuk dalam 

mobil atau bus duduk di bagian depan, di 

samping pengemudi, agar mata dapat selalu 

diarahkan ke jalanan. Sebaiknya jendela dibuka agar hawa segar masuk dengan cukup. 

Selain itu tidak dianjurkan makan terlalu 

banyak atau merokok sebelum memulai 

perjalanan. 

 Obat-obat pencegah. Sebagai pencegahan dapat dipakai  siklizin untuk perjalanan singkat (sampai 4 jam) atau meklizindan skopolamin untuk perjalanan sampai 16 

jam lamanya. Dimenhidrinat dan prometazin

juga efektif, tetapi efek sampingnya terjadi 

lebih sering, terutama perasaan mengantuk 

(sedatif). Ternyata obat yang sangat efektif 

yaitu  kombinasi dari sinarizin 20 mg + 

domperidon 15 mg.Sinarizin 50 mg ternyata 

manjur untuk ± 63% sebagai obat pencegah 

mabuk laut. Jahe sejak dahulu kala sudah 

dipakai  sebagai obat tradisional ampuh untuk mencegah mabuk darat dan juga untuk 

mengatasi mual kehamilan. Efek baiknya 

berdasar  kandungan minyak atsiri dengan 

gingerol dan zingerone. Dosis yang dianjurkan 

1 g serbuk (= ± 1 sendok teh) sebelum berangkat.

Apabila perjalanan relatif panjang sehingga diperlukan pemakaian  lama dan antihistaminika ingin dihindari, maka dapat digunakan skopolamin transdermal.

Pengobatan mabuk darat lebih sukar daripada pencegahannya, karena obat-obat tersebut tidak dapat diberikan secara oral berhubung akan segera dimuntahkan kembali. 

Lain halnya bila obat-obat tersebut diberikan sebagai injeksi atau suppositoria. Antipsikotika ternyata tidak efektif terhadap mabuk darat.

2. Muntah kehamilan (“morning 

sickness”)

Jenis muntah ini biasanya terjadi antara 

minggu ke-6 dan ke-14 dari masa kehamilan 

akibat kenaikan pesat dari HCG (human 

chorion-gonadotropin). Gejalanya pada umumnya tidak hebat dan hilang dengan sendirinya, 

maka sedapat mungkin jangan diobati agar 

tidak mengganggu perkembangan organorgan janin. Pada kasus hebat sebaiknya 

diberikan siklizin 3 x sehari 50 mg, meklizin

1 x sehari 12,5-25 mg atau proklorperazin 2 x 

sehari 25 mg rektal.Vitamin B6 (piridoksin) 3 x 

sehari 25 mg telah dibuktikan efektivitasnya 

sebagai obat tunggal atau bersamaan dengan 

suatu antihistamin. Pada kasus berat juga 

diperlukan penambahan cairan (rehidrasi) 

untuk menghindari gangguan terhadap keseimbangan air-elektrolit.

Prometazin pun memiliki efek sedatif kuat 

dan menurut data (terbatas) dianggap aman. 

Jahe sejak dahulu kala dipakai  di Cina 

untuk mengurangi muntah kehamilan. Pada 

dosis yang dipakai , obat-obat ini ternyata 

tidak mengganggu perkembangan janin.

3. Muntah akibat sitostatika

Sitostatika dapat menimbulkan muntahmuntah akibat rangsangan langsung dari 

CTZ, stimulasi dari retroperistaltik (= terbalik) dan pelepasan serotonin di saluran 

lambung-usus. Emesis akut timbul selama 24 

jam pertama sesudah  kemoterapi dan muntah 

yang baru dimulai pada hari ke-2 sampai ke-6 

disebut muntah terlambat (delayed emesis).

Terakhir ada pula sejenis reaksi terhadap 

sitostatika yang disebut emesis terantisipasi, 

khusus pada (20-40%) pasien yang pernah 

diterapi dengan sitostatika. Pada mereka 

gejala mual dan muntah sudah dapat timbul 

pada ingatan akan menjalani kemoterapi 

atau bila melihat rumah sakit (penanganan 

dengan antiemetika plus lorazepam).

Skala aktifitas emetogen akut dan frekuensi 

mual dari beberapa sitostatika tunggal yaitu  

sebagai berikut.

– Berat >90: karmustin, sisplatin, siklofosfamida.

– Kurang berat 60-90: karboplatin, sitarabin, doksorubisin, metotreksat, prokarbazin

– Lebih ringan 30-60: ifosfamida, mitoksantron, topotekan 

– Ringan 10-30: kapesitabin, dosetaksel, etoposida, 5-fluorourasil, gemsitabin, merkaptopurin, mitomisin, paklitaksel

– <10: bleomisin, busulfan, klorambusil, 

melfalan, vinblastin, vinkristin

Kerja emetogen kuat dari beberapa sitostatika, terutama senyawa-senyawa platina dan 

doksorubisin, sering kali sukar ditangani, terlebih lagi dari bentuk ‘delayed’ dan bila pasien sudah pernah diobati dengan sitostatika. Penanganan terbaik yaitu  prevensi 

mual melalui pemakaian  suatu antiemetikum yang cocok sejak permulaan terapi. Karena bila sudah timbul muntah, maka jauh lebih sulit untuk menanggulanginya. 

Berhubung sitostatika biasanya diberikan dalam kombinasi, maka untuk memperoleh hasil yang optimal juga perlu digunakan kombinasi dari beberapa jenis antiemetika. Bila pemakaian  per oral tidak 

memungkinkan pada keadaan muntah berat, obat harus diberikan dalam bentuk supositoria atau per injeksi.

Suatu kebijakan untuk penanganan muntah 

akibat sitostatika yaitu  sebagai berikut.

a. pada obat-obat emetogen ringan/sedang:

metoklopramida oral 10-20 mg