tidak dianjurkan, sebab
dapat mengurangi jumlah trombosit darah.
Dosis: malam hari 1 mg selama 1 minggu,
lalu 2 dd 1-2 mg (fumarat).
6b. Oksatomida: Tinset
Derivat piperazin ini (1982) berkhasiat
memblokir reseptor histamin, serotonin
dan leukotriën di otot, juga menstabilisasi
mastcells. Dianjurkan sebagai obat pemeliharaan dan pencegah pada asma alergik,
rhinitis alergik (hay fever) dan urticaria kronis
(berkat efek antiserotonin). Tidak berguna
pada serangan akut.
Resorpsi dari usus cepat, PP 90% dan metabolisasi dalam hati berlangsung cepat. Ekskresi berlangsung lewat urin.
Efek samping berupa rasa kantuk (selewat)
dan bertambahnya nafsu makan yang berkaitan dengan sifat antiserotonin. Kombinasi
dengan alkohol dan zat-zat penekan SSP lainnya memperkuat efeknya.
Dosis: 2 dd 30-60 mg sesudah makan.7. ANTAGONIS LEUKOTRIËN
7a. Zafirlukast: Accolate
Zat antileukotriën ini (1996) melindungi
terhadap bronchokonstriksi dan peradangan
yang dipicu oleh berbagai stimuli, seperti
mengeluarkan tenaga, hawa dingin, berbagai
alergen dan PAF. Khasiat ini berdasar
pengikatan pada reseptor leukotriën tertentu,
sehingga daya kerja leukotriën LTC4, LTD4
dan LTE4 dihindari. dipakai untuk pengobatan asma bila ICS dan β2
-mimetika
tidak atau kurang efektif.
Resorpsi dari usus dikurangi oleh makanan
dengan 40%, oleh sebab itu harus diminum
pada perut kosong. PPP 99% dan masa paruh 10 jam. Dalam hati dirombak dengan
drastis dan metabolitnya dikeluarkan dengan
feses (90%) dan urin (10%). Keluhan asma
berkurang sesudah beberapa hari sampai
satu minggu.
Efek samping utama yaitu gangguan lambung- usus (ringan), nyeri kepala dan reaksi
alergi kulit. Obat ini masuk ke ASI.
Dosis: permulaan 2 dd 20 mg a.c., berangsur-angsur dinaikkan sampai 2 dd 40 mg,
anak-anak 7-12 thn 2 dd 10 mg a.c.
7b. Montelukast: Singulair
LT-reseptorblocker selektif dengan efek
bronchodilatasi ini (1997) memberikan efek
dalam waktu 2 jam. Berkhasiat menghambat
reaksi alergik, baik yang dini maupun yang
lambat, juga menurunkan jumlah eosinofil
dalam darah (seperti kortikoid). dipakai
sebagai terapi kombinasi dengan obat asma
lainnya, juga untuk prevensi serangan asma
sesudah kegiatan yang meletihkan. Untuk
menanggulangi serangan akut tidak efektif.
Resorpsi cepat dengan BA 73% yang tidak
dipengaruhi oleh makanan, t½ ± 4 jam,
ekskresi terutama dengan feses. Obat ini
masuk ke dalam air susu ibu.
Efek samping yang tersering yaitu gangguan saluran cerna dan sakit kepala, juga
gejala flu, pusing, mulut kering dan rash (kulit).
Dosis pemeliharaan: di atas 15 tahun 1 tablet
kunyah (10 mg) sebelum tidur dengan perut
kosong. Anak-anak 6-14 thn 5 mg.
8. KORTIKOSTEROIDA
8a. Hidrokortison, predniso(lo)n, deksametason, triamsinolon.
Obat-obat ini hanya diberikan peroral pada asma parah yang tidak dapat dikendalikan dengan obat asma lainnya. Untuk
menghindari supresi anak-ginjal, biasanya
obat diberikan sebagai suatu kur singkat
dari 2 dan maksimal 3 minggu. Pada status
asthmaticus, hidrokortison atau prednisolon
dipakai sebagai injeksi i.v. dengan dosis
tinggi. Ternyata bahwa obat ini memperkuat
efek adrenergika dan teofilin, juga mengurangi sekresi dahak.
Efek samping yang terpenting yaitu gejala
Cushing (osteoporosis, moonface, hipertrichosis, impotensi) serta penekanan fungsi
anakginjal.
Kehamilan: predni(sol)on tidak memengaruhi janin pada dosis rendah (5-20 mg sehari).
Dosis: prednisolon untuk kur singkat 25-
40 mg sesudah makan pagi yang setiap dua
hari dikurangi dengan 5 mg sampai kur
selesai dalam waktu 2-3 minggu. Untuk
pemeliharaan 5-10 mg prednisolon setiap
48 jam, deksametason/betametason setiap
hari 0,5 mg. Kemudian terapi dilanjutkan dengan suatu ICS. Bila kambuh lagi biasanya
serangan asma hebat atau terjadi infeksi,
perlu dijalani kur kembali.
Lihat selanjutnya Bab 46, ACTH dan Kortikosteroida.
* Kortikosteroid inhalasi (ICS)
Pada COPD kortikosteroid inhalasi kini
dipakai sebagai obat yang setaraf dengan
zat bronchodilator, bahkan lebih penting
untuk memperlambat memburuknya penyakit. pemakaian nya secara tracheal (melalui
tenggorok) sebagai semprotan aerosol dan
juga secara nasal (melalui hidung) untuk
profilaksis dan terapi rhinitis alergik. Kombinasi dari steroid dengan β2-mimetika
long-acting yang banyak dipakai yaitu
budesonida+salmeterol (*Seretide) dan flutikason+formoterol (* Symbicort).
Efek samping dari pemakaian kortikosteroid inhalasi berupa penurunan ketahanan
lokal dari mukosa terhadap infeksi fungi
dengan akibat timbulnya infeksi ragi Candida albicans (candidiasis) di mulut (5% penderita)
dan suara parau akibat iritasi tenggorok
dan pita suara. Risiko infeksi ini dapat dihindari bila berkumur dengan air tiap kali
sesudah menyemprotkan obat inhalasi. Pada
inhalasi nasal juga dapat terjadi candidiasis,
di samping bersin, perdarahan dan atrofia
mukosa hidung.
Kehamilan dan laktasi. Belum ada cukup
data untuk menilai keamanannya bagi janin
pada pemakaian secara tracheal (inhalasi);
beklometason dan flutikason bersifat teratogen pada binatang percobaan. Tidak diketahui apakah zat-zat ini dapat mencapai air
susu ibu.
8b. Beklometason (dipropionat): Becotide,
Beconase, *Ventide
Derivat betametason ini (1967), yang atom
fluornya digantikan oleh klor, mempunyai
daya larut buruk dan hanya sedikit diresorpsi oleh mukosa bronchi. Obat ini dengan
cepat diinaktivasi melalui esterase. sebab
sebagian besar dari suatu inhalasi (80%)
terendap di mulut dan tenggorok, risiko
resorpsi meningkat pada dosis tinggi dan
bagi beklometason pada dosis di atas 1000
mcg sehari. Glukokortikoid ini dapat dipakai secara lokal dalam bentuk aerosol
(Nebuhaler), serbuk inhalasi (turbuhaler) atau
cairan inhalasi. Dengan cara pemberian ini,
efek samping sistemik dari pemakaian oral
dapat dihindari.
Dosis: tracheal 3-4 dd 2 puff dari 50 mcg
(dipropionat), intranasal 2-4 dd 1 puff di
setiap lubang hidung (Beconase).
8c. Budesonida: Pulmicort, Rhinocort,
*Symbicort, Obucort swinghaler
Derivat tanpa atom halogen ini (1980)
memiliki efek lokal yang dua kali lebih kuat daripada beklometason, sebab tidak
diinaktivasi di paru-paru (dan di kulit). Dari
dosis inhalasi 10-30% mengendap di paruparu. Efeknya baru nyata sesudah 10 hari
dan mencapai puncaknya sesudah beberapa
minggu. Obat yang diberikan per oral diserap
dan dengan pesat dirombak untuk 90%
dalam hati (FPE besar). Untuk menghindari
infeksi Candida juga perlu berkumur setiap
kali sesudah inhalasi.
Dosis: tracheal 2 dd 2 puff dari 200 mcg,
intranasal 2 dd 1 puff (Rhinocort). Salep/krem
0,25 mg/g.
* Symbicort: budesonida 100/200 + formoterol
6/6 microgram per inhalasi
8d. Flutikason: Flixonase, Flixotide, Cutivate,
*Seretide
Derivat difluor (dalam inti steroida) ini
dengan rantai samping -CO-S-CH2F pada
C17 (1990), pada pemakaian tracheal tidak
diinaktifkan dalam paru-paru. Efeknya menjadi nyata sesudah 1 minggu, daya kerjanya bertahan lebih panjang dari kedua
obat lainnya (plasma-t½ 3 jam). Dosis yang
diminum hanya untuk sebagian kecil diserap,
kemudian dirombak dalam hati menjadi
metabolit inaktif.
Efek samping. Pada dosis tinggi (di atas
500 mcg/hari) ternyata memicu efek
sistemik: a.l. anak-anak dihambat pertumbuhannya. pemicu nya mungkin sebab
bersifat sangat lipofil dengan volume pembagian lebih besar dan ikatan reseptornya
yang lebih erat daripada obat lain. (Todd G et
al. Lancet 1996;348:27-9; Editorial. Lancet 1996;
348:765)
Dosis: pemeliharaan asma 2 dd 100-500
mcg (propionat), maksimal 2 mg sehari, anakanak 4-16 tahun 2 dd 50-100 mcg. Untuk kulit:
krem 0,05% (Cutivate).
* Seretide: flutikason 100/250/500+salmeterol
50/50/50 microgram per inhalasi.
8e. Flunisolida: Syntaris
Pada pemakaian inhalasi intranasal,
derivat fluor ini (1978) diresorpsi 50%, namun
FPE besar dan cepat diinaktivasi oleh hati.
Plasma- t½ 105 menit.
Dosis: pada rhinitis alergik intranasal 2-3
dd 25-50 mcg.
9. PENGOBATAN
IMUNOMODULATOR
a. Terapi imunosupresif
Ternyata kurang efektif pada asma (metotreksat, siklosporin A) dan memiliki lebih
banyak efek samping daripada kortikosteroid
oral.
b. Terapi Anti-IgE
Suatu antibodi monoklonal omalizumab (Xolair, Avila, 2007) dapat memblokir pengikatan
IgE pada reseptor IgE di mastcel, menghindari
aktivasinya oleh alergen dan menghindari
peradangan kronis. Juga menurunkan jumlah
IgE dalam sirkulasi. Hanya dipakai pada
penderita asma yang sangat parah berhubung
biayanya yang sangat mahal.
dipakai sebagai injeksi subkutan tiap
2-4 minggu dengan dosis yang tergantung
dari titer IgE yang bersirkulasi.
Efek samping utamanya reaksi anafilaktik
yang jarang timbul ,
OBAT-OBAT BATUK
“Love and a cough cannot be hidden” (pepatah
lama, sumber tidak diketahui)
FISIOLOGI BATUK
Batuk yaitu suatu refleks fisiologi protektif
yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan
membersihkan saluran pernapasan dari dahak, debu, zat-zat perangsang asing yang
dihirup, partikel-partikel asing dan unsurunsur infeksi. Orang sehat hampir sama sekali
tidak batuk berkat mekanisme pembersihan dari
bulu getar di dinding bronchi, yang berfungsi
menggerakkan dahak keluar dari paru-paru
menuju batang tenggorok. Cilia ini bantu
menghindarkan masuknya zat-zat asing ke
saluran pernapasan.
Etiologi
Pada banyak gangguan saluran pernapasan,
batuk merupakan gejala penting yang ditimbulkan oleh terpicunya refleks batuk.
Misalnya pada alergi (asma), sebab-sebab
mekanik (asap rokok, debu) tumor paru,
perubahan suhu yang mendadak dan rangsangan kimiawi (gas, bau). Sering kali juga
disebabkan oleh peradangan akibat infeksi
virus seperti virus selesma (common cold),
influenza, bronchitis dan pharyngitis. Virusvirus ini dapat merusak mukosa saluran
pernapasan, sehingga menciptakan “pintu
masuk” untuk infeksi sekunder oleh kuman,
misalnya Pneumococci dan Haemophilus. Batuk
dapat mengakibatkan menjalarnya infeksi
dari suatu bagian paru ke yang lain dan juga
merupakan beban tambahan bagi pasien
penyakit jantung.
Penyebab batuk lainnya yaitu peradangan
dari jaringan paru (pneumonia), tumor dan
juga akibat efek samping beberapa obat
(penghambat ACE).
Pada 5-20% pasien, pengguna ACE (Angiotensin-converting enzyme) inhibitors terhadap
hipertensi dapat timbul batuk kering yang
menjemukan dan disebabkan oleh akumulasi
di paru dari senyawa-senyawa bradikinin,
zat P dan/atau prostaglandin. Untuk menghindari gejala ini dosis penghambat ACE
dikurangi atau beralih ke obat-obat dari kelompok ARB (Angiotensin Receptor Blocker).
Bila pemakaian obat penghambat ACE
dihentikan, gejala batuk kering ini biasanya
juga akan hilang dalam waktu 4 hari.
Batuk juga merupakan gejala terpenting
pada penyakit kanker paru. Penyakit tuberkulosa di lain pihak, tidak selalu harus disertai batuk, walaupun gejala ini sangat penting. Selanjutnya batuk yaitu gejala lazim
pada penyakit tifus dan dekompensasi jantung,
terutama manula, begitu pula pada asma
dan keadaan psikis (kebiasaan atau “tic”).
Akhirnya batuk yang tidak sembuh-sembuh
dan “batuk darah” terutama pada anak-anak
dapat pula disebabkan oleh penyakit cacing,
misalnya oleh cacing gelang.
Di samping gangguan-gangguan ini ,
batuk bisa juga dipicu oleh stimulasi reseptorreseptor yang ada di mukosa dari seluruh
saluran pernapasan, (termasuk tenggorok),
juga dalam lambung. Bila reseptor ini yang
peka bagi zat-zat perangsang distimulasi,
timbullah refleks batuk. Saraf-saraf tertentu
menyalurkan isyarat-isyarat ke pusat batuk
di sumsum lanjutan (medulla oblongata), yang
kemudian mengkoordinasi serangkaian proses yang menjurus ke respons batuk.
Batuk yang berlarut-larut merupakan beban serius bagi banyak penderita dan me-
nimbulkan berbagai keluhan lain seperti sukar tidur, keletihan dan inkontinensi urin.
* Selesma (common cold) yang umumnya
disebut flu yaitu infeksi akut oleh suatu
rhinovirus yang ada dalam jumlah besar
di udara. Gejalanya timbul sesudah suatu
periode inkubasi singkat (1-3 hari) dan berupa
batuk-pilek, bersin dan sakit tenggorok
yang sembuh dengan sendirinya bila tidak
ada komplikasi lain dan sering kali tanpa
demam. pemicu nya yaitu peradangan
pada saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung, tenggorok, larynx (pangkal
tenggorok) dan bronchi. Pada musim hujan,
keluhan yang banyak sekali timbul yaitu
flu, batuk dan infeksi saluran pernapasan.
Dahak bronchi
Dahak bronchi terdiri dari larutan suatu
persenyawaan rumit mukopolisakarida dan
glikoprotein, yang saling terikat melalui jembatan sulfur. Kekentalan dan keliatannya
tergantung dari jumlah air dan jembatan-SH
(sulfhidril) ini . Dalam keadaan normal
saluran pernapasan membentuk sekitar 100
ml sekret seharinya, yang untuk sebagian
besar ditelan. Pada keadaan sakit, seperti
pada pasien asma dan bronchitis, produksi
dahak bertambah, begitu pula kekentalannya
meningkat hingga sukar dikeluarkan (lihat
Bab 40, Obat asma dan COPD). Sering kali
keadaan ini dipersulit lagi oleh terganggunya
fungsi bulu getar.
Jenis batuk
Dapat dibedakan 2 jenis batuk, yaitu batuk
produktif (dengan dahak) dan batuk non-produktif
(kering).
1. Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan zat-zat asing (kuman, debu, dan
sebagainya) dan dahak dari batang tenggorok seperti diuraikan di atas. Batuk ini
pada hakikatnya tidak boleh „ditekan“ oleh
obat pereda. namun dalam praktik sering
kali batuk yang hebat mengganggu tidur
dan meletihkan pasien ataupun berbahaya,
misalnya sesudah pembedahan. Untuk meringankan dan mengurangi frekuensi batuk
umumnya dilakukan terapi simtomatis dengan obat-obat batuk (antitussiva), yaitu zat
pelunak, ekspektoransia, mukolitika dan
pereda batuk.
2. Batuk non-produktif bersifat „kering“
tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk
rejan (pertussis, kinkhoest), atau juga sebab
pengeluarannya memang tidak mungkin,
seperti pada tumor. Batuk menggelitik ini
tidak ada manfaatnya, menjengkelkan dan
sering kali mengganggu tidur. Bila tidak
diobati, batuk demikian akan berulang terus
sebab pengeluaran udara yang cepat pada
waktu batuk akan kembali merangsang
mukosa tenggorok dan farynx.
Obat-obat batuk
Antitussiva (L. tussis = batuk) dipakai
untuk pengobatan batuk sebagai gejala dan
dapat dibagi dalam sejumlah kelompok dengan mekanisme kerja yang sangat beranekaragam, yaitu:
a. zat pelunak batuk (emolliensia, L. mollis =
lunak), yang memperlunak rangsangan
batuk, melumas tenggorok agar tidak
kering dan melunakkan mukosa yang
teriritasi. Untuk tujuan ini banyak dipakai sirop (Thymi dan Altheae), zat-zat
lendir (Infus Carrageen) dan gula-gula
seperti drop (akar manis, succus liquiritiae),
permen, pastilles hisap (memperbanyak
sekresi ludah), dan sebagainyanya.
b. ekspektoransia (L. ex = keluar; pectus
= dada): minyak terbang, guaiakol, Radix
Ipeca (dalam tablet/pulvis Doveri) dan
amoniumklorida (dalam Obat Batuk Hitam). Zat-zat ini memperbanyak produksi dahak (encer) dan dengan demikian
mengurangi kekentalannya, sehingga
mempermudah pengeluarannya melalui
batuk. Mekanisme kerjanya yaitu merangsang reseptor-reseptor di mukosa
lambung yang kemudian meningkatkan
kegiatan kelenjar sekresi dari saluran
lambung-usus dan sebagai refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang
berada di saluran pernapasan. Diperkirakan bahwa kegiatan ekspektoransia
juga dapat dipicu dengan meminum
banyak air.
c. mukolitika: asetilsistein, mesna, bromheksin
dan ambroksol. Zat-zat ini berefek merombak dan melarutkan dahak (L. mucus
= lendir, lysis = melarutkan) sehingga
viskositasnya dikurangi dan pengeluarannya dipermudah. Lendir memiliki gugus sulfhidril (-SH) yang saling mengikat
makromolekulnya. Senyawa-sistein dan
mesna efektif membuka jembatan disulfida
ini. Bromheksin dan ambroksol bekerja dengan memutuskan „serat-serat“ (rantai
panjang) dari mukopolisakarida.
Mukolitika dipakai dengan efektif
pada batuk dengan dahak yang kental
sekali, seperti pada bronchitis, emfisema
dan mucoviscidosis (= cystic fibrosis). namun
pada umumnya zat-zat ini tidak berguna
bila gerakan bulu getar terganggu seperti
pada perokok atau akibat infeksi.
d. zat pereda: kodein, noskapin, dekstrometorfan
dan pentoksiverin (Tuclase). Obat-obat dengan kerja sentral ini ampuh sekali pada
batuk kering yang menggelitik.
e. antihistaminika: prometazin, oksomemazin,
difenhidramin dan d-klorfeniramin. Obatobat ini sering kali juga efektif berdasar efek sedatifnya dan juga dapat
menekan perasaan menggelitik di tenggorok. Antihistaminika banyak dipakai terkombinasi dengan obat-obat batuk lain dalam bentuk sirop OTC. Lihat
selanjutnya Bab 51, Antihistaminika.
f. anestetika lokal: pentoksiverin. Obat ini
menghambat penerusan rangsangan batuk ke pusat batuk.
Efektivitas dari emolliensia, ekspektoransia
dan mukolitika untuk meringankan batuk
menurut sejumlah peneliti masih diragukan,
sebab belum pernah dibuktikan secara
objektif ilmiah. Efek baik yang sering kali
dihasilkan oleh obat-obat ini terutama berdasar perasaan subjektif dan diperkirakan berkat efek plasebo yang terkenal
besar pengaruhnya pada terapi batuk.
Penggolongan lain dari antitussiva dapat
dilakukan sesuai titik-kerjanya, yaitu dalam
otak (SSP) atau di luar SSP, yakni zat-zat
sentral dan zat-zat perifer.
1. Zat-zat sentral. Kebanyakan antitusiva
bekerja sentral dengan menekan pusat batuk
di sumsum lanjutan dan mungkin juga
bekerja terhadap pusat saraf lebih tinggi (di
otak) dengan efek menenangkan. Dengan
demikian zat-zat ini dapat menaikkan ambang bagi impuls batuk.
Lalu juga dapat dibedakan antara zat-zat
yang dapat memicu adiksi (ketagihan)
dan zat-zat yang bersifat non-adiktif.
a. zat adiktif: candu (Pulvis Opii, Pulvis
Doveri), kodein. Zat-zat ini termasuk
dalam kelompok obat yang disebut “opioid”, yaitu obat-obat yang memiliki
(sebagian) sifat farmakologi dari candu
(opium) atau morfin. sebab adanya risiko ketagihan yang agak besar, candu
kini tidak dipakai lagi. Kodein hanya
dalam dosis tinggi dan bila dipakai
untuk jangka waktu lama merupakan
risiko adiksi.
b. zat non-adiktif: noskapin, dekstrometorfan,
pentoksiverin. Antihistaminika dianggap
termasuk juga dalam kelompok ini, misalnya prometazin dan difenhidramin. Obatobat ini tidak termasuk dalam Daftar
Narkotika, bahkan dijual bebas tanpa
resep.
2. Zat-zat perifer. Obat-obat ini bekerja di
luar SSP (di periferi) dan dapat dibagi pula
dalam beberapa kelompok yang sudah
diuraikan di atas, yaitu emolliensia, ekspektoransia,mukolitika, anestetika lokal dan zat-zat
pereda.
Penanganan batuk
Tindakan penting yaitu terutama berhenti
merokok untuk menghindari perangsangan
lebih lanjut pada saluran pernapasan. Di
samping itu dapat dilakukan inhalasi uap
air (mendidih) yang dihirup untuk memperbanyak sekret yang diproduksi di tenggorok.
Metode ini efektif dan murah, terutama pada batuk „dalam“, artinya bila rangsangan
batuk timbulnya dari pangkal tenggorok. Sering kali minum banyak air juga dapat
menghasilkan efek yang sama.
Untuk meningkatkan efek inhalasi uap
sering kali dibubuhkan minyak atsiri atau
mentol pada air mendidih, agar uapnya turut
dihirup yang memicu vasodilatasi serta
perasaan lega di saluran pernapasan.
Pengobatan3
.
.Farmakoterapi batuk pertamatama hendaknya ditujukan pada mendeteksi
dan mengobati pemicu nya (terapi kausal),
seperti pemakaian antibiotika terhadap infeksi kuman dari saluran pernapasan, misalnya bronchitis, pneumonia dan batuk rejan
(lihat boks).
* Pneumonia orang dewasa diobati dengan
doksisiklin selama 7 hari (permulaan 200
mg, lalu 1 dd 100 mg), bagi wanita hamil dan
menyusui amoksisilin 3 dd 500 mg selama 7
hari atau eritromisin 4 dd 500 mg selama 7
hari. Anak-anak dapat diberikan amoksisilin
30mg/kg selama 7 hari, bila ada kontraindikasi: azitromisin (Zithromax) 1 dd 10 mg/
kg selama 3 hari.
* Batuk rejan pada hakikatnya hanya diobati
dengan antibiotika bila di lingkungan dekat
ada bayi atau wanita hamil, jadi untuk
prevensi penularan. Dalam hal ini pada anakanak diberikan azitromisin 1 dd 10 mg/kg
selama 3 hari, dewasa 1 dd 500 mg selama 3
hari, wanita hamil dan menyusui eritromisin
4 dd 500 mg selama 7 hari.
Kemudian baru dapat dipertimbangkan
apakah perlu diberikan terapi simtomatis untuk meniadakan atau meringankan gejala
batuk berdasar jenisnya batuk, yaitu batuk
produktif dengan (banyak) dahak atau batuk
“kering.“ Dalam hal pertama dapat diberikan
emolliensia, ekspektoransia, mukolitika atau
anthistaminika, sedangkan dalam hal kedua
zat pereda rangsangan bersama emolliensia
yaitu lebih efektif. Dalam kasus parah
obat pilihan utama untuk anak-anak yaitu
noskapin (2-4 dd 7,5-15 mg tergantung usia)
dan untuk dewasa noskapin 3-4 dd 15-30 mg
atau kodein 3-4 dd 10-20 mg.
Kehamilan dan laktasi
Kodein, noskapin dan dekstrometorfan boleh
dipakai selama kehamilan dan laktasi,
begitu pula mukolitika, amoniumklorida
dan Ipeca. Bagi oksolamin dan mesna belum
tersedia cukup data mengenai keamanannya.
Pentoksiverin tidak boleh dipakai selama
laktasi, sebab mencapai air susu ibu dan
dapat mengakibatan sesak napas pada bayi.
Batuk rejan (pertussis) yaitu penyakit infeksi akibat inhalasi kuman Gram-negatif Bordetella
pertussis yang terutama menyerang anak-anak kecil, namun juga dewasa dapat terinfeksi.Masa
inkubasinya 7-10 hari. Penyakit bersifat sangat menular dan terdiri dari tiga fasa. Dalam fasa pertama
terbentuk banyak lendir akibat radang mukosa saluran pernapasan bagian atas, gejala lainnya ialah
perasaan lemah, malaise, anoreksia dan conjunctivitis. Kira-kira seminggu kemudian menyusul fasa
kedua dengan serangan-serangan batuk hebat dengan suara tinggi khas, yang sangat meletihkan dan
umumnya berakhir dengan muntah. Fasa ketiga yaitu masa penyembuhan yang berlangsung 7- 10
hari. Dengan pemberian eritromisin dalam fasa permulaan gejala-gejalanya dapat diperlunak dan
masa penularannya (dari ±4 minggu) bisa dipersingkat. Di banyak negara Barat di mana bayi diimunisasi secara rutin dengan vaksin DKTP, kasus batuk rejan sudah menjadi jarang sekali. Lihat Bab
50, Vaksin.
*Radang paru (pneumonia) yaitu penyakit infeksi akibat berbagai mikro-organisme, kebanyakan
oleh kuman, yaitu Stafilokok, Streptokok, Pneumokok, Coli, Proteus, Haemophilus influenzae,
Pseudomonas, Legionella, dan lain-lain. Ciri-cirinya yaitu kombinasi dari batuk kering, diare,
demam 38° C atau lebih dan kadar CRP > 20 mg per liter atau lebih (faktor radang).
sesudah kuman di determinasi melalui persemaian, pengobatan dilakukan dengan penisilin-G
dan amoksisilin terhadap kuman Gram-positif serta kombinasi dari sefalosporin + aminoglikosida
terhadap kuman Gram-negatif, lihat juga Bab 5, Antibiotika. Untuk infeksi oleh Legionella dan
Mycoplasma dipakai eritromisin.MONOGRAFI
1.ZAT-ZAT PEREDA SENTRAL
1a. Kodein (F.I.): metilmorfin, *Codipront
Alkaloid candu ini memiliki sifat yang
menyerupai morfin, namun efek analgetik
dan meredakan batuknya jauh lebih lemah,
begitu pula efek depresinya terhadap pernapasan. Obat ini banyak dipakai sebagai
pereda batuk dan penghilang rasa sakit,
biasanya dikombinasi dengan asetosal yang
memberikan efek potensiasi. Dosis analgetik
yang efektif terletak di antara 15 - 60 mg.
Sama dengan morfin, kodein juga dapat
membebaskan histamin (histamin-liberator).
Resorpsi dari usus jauh lebih baik daripada
morfin, begitu pula FPE-nya lebih ringan,
sehingga ±70% mencapai sirkulasi besar. PP
hanya 7%, plasma-t½ 3-4 jam. Dalam hati zat
ini diuraikan menjadi norkodein dan 10%
menjadi morfin yang mungkin memegang
peranan atas efek analgetiknya. Metabolitnya
diekskresi sebagai glukuronida melalui urin
dan 5-15% dalam keadaan utuh.
Efek samping jarang terjadi pada dosis
biasa dan terbatas pada obstipasi, mual dan
muntah, pusing dan termangu-mangu. Pada
anak kecil dapat terjadi konvulsi dan depresi
pernapasan. Dosis tinggi dapat memicu
efek sentral ini . Walaupun kurang hebat
dan lebih jarang daripada morfin, obat ini
dapat pula mengakibatkan ketagihan.
Dosis: oral sebagai analgetikum dan pereda
batuk 3-5 dd 10-40 mg dan maks. 200 mg
sehari. Pada diare 3-4 dd 25-40 mg.
*Sediaan kombinasi dengan feniltoloksamin
yaitu *Codipront di mana kedua obat terikat
pada suatu resin (damar), yang memberikan
efek kerja panjang.
1b. Noskapin: narkotin, Mercotin, Longatin
Alkaloid candu alamiah ini tidak memiliki rumus fenantren seperti kodein dan morfin,
namun termasuk dalam kelompok benzilisokinolin seperti alkaloid candu lainnya (papaverin dan tebain). Efek meredakan batuknya tidak sekuat kodein, namun tidak mengakibatkan depresi pernapasan atau obstipasi,
sedangkan efek sedatifnya dapat diabaikan.
Risiko adiksinya ringan sekali. Berkat sifat
baik ini, obat ini banyak dipakai
dalam berbagai sediaan obat batuk populer.
Noskapin tidak bersifat analgetik dan
merupakan pembebas histamin yang kuat
dengan efek bronchokonstriksi dan hipotensi
(selewat) pada dosis besar.
Efek samping jarang terjadi dan berupa
nyeri kepala, reaksi kulit dan perasaan lelahletih tidak bersemangat.
Dosis: oral 3-4 kali sehari 15-50 mg, maks.
250 mg sehari.
1c. Dekstrometorfan: metoksilevorfanol, *Romilar/exp, *Benadryl DMP, *Quelidrine, *Triaminic
Derivat fenantren non-narkotik sintetik
ini (1953) berkhasiat menekan rangsangan
batuk yang sama kuatnya dengan kodein,
namun bertahan lebih lama. Tidak berkhasiat
analgetik, sedatif, sembelit atau adiktif, oleh
sebab itu tidak termasuk dalam Daftar
Narkotika. Mekanisme kerjanya berdasar
peningkatan ambang pusat batuk di otak.
Pada penyalahgunaan dengan dosis tinggi
dapat terjadi efek stimulasi SSP dengan memicu semacam euforia, maka kadangkala dipakai oleh pecandu drugs.
Resorpsi dari usus cepat dan mengalami
FPE luas, padamana terbentuk glukuronida
aktif dari dekstrorfan (= isomer-dekstro dari
levorfanol). Plasma-t½ bervariasi individual
dari 2-4 jam sampai 45 jam.
Efek samping hanya ringan dan terbatas
pada mengantuk, termangu-mangu, pusing,
nyeri kepala dan gangguan lambung-usus.
Dosis: oral 3-4 dd 10-20 mg (bromida) p.c.,
anak-anak 2-6 tahun 3-4 dd 8 mg , 6-12 tahun
3-4 dd 15 mg.
2. ANTIHISTAMINIKA
2a. Prometazin: Phenergan, *Phenergan exp.
Derivat fenotiazin ini (1949) sebagai antihistaminikum berkhasiat meredakan rangsangan batuk berkat sifat sedatif dan antikolinergiknya yang kuat. Obat ini terutama
dipakai bagi anak-anak di atas usia 1
tahun pada batuk malam yang menggelitik.
Perlu diperhatikan bahwa obat ini jangan
diberikan kepada anak kecil di bawah usia 1 tahun, sebab dapat mengakibatkan
depresi pernapasan dan kematian mendadak („sudden infant death“).
Efek samping antikolinergiknya dapat menyebabkan retensi urin dan gangguan akomodasi pada manula.
Dosis: 3 dd 25-50 mg (garam HCl) d.c.,
anak-anak di atas 1 tahun 2-4 dd 0,2 mg/kg.
Lihat selanjutnya Bab 51, Antihistaminika.
* Oksomemazin (Doxergan, *Toplexil) yaitu
derivat dengan khasiat dan pemakaian
yang sama (1964), efek antikolinergiknya
lemah. Dosis: 2-3 dd 15 mg, anak-anak 1-2
tahun 2,5-10 mg sehari, 2-5 tahun 10-20 mg
sehari, 5-10 tahun 2-3 dd 10 mg.
2b. Difenhidramin: Benadryl
Sebagai zat antihistamin (H1
-blocker), senyawa ini bersifat hipnotik-sedatif dan
dengan demikian meredakan rangsangan
batuk. Pada bayi dapat memicu perangsangan paradoksal, misalnya mengeringnya
selaput lendir sebab efek antikolinergik.
Dosis: 3-4 dd 25-50 mg.
3. MUKOLITIKA
3a. Asetilsistein: Fluimucil
Derivat dari asam amino alamiah sistein
ini berkhasiat mencairkan dahak yang liat
melalui pemutusan jembatan disulfida, sehingga rantai panjang antara mukoprotein
terbuka dan lebih mudah dikeluarkan melalui proses batuk. Sebagai precursor dari
glutathion, zat ini juga bersifat antioksidan
dengan melindungi sel terhadap oksidasi
dan perusakan oleh radikal bebas; derivatnya
karbosistein dan mukolitik lainnya mesna
(Misatabron) tidak memiliki sifat ini.
Asetilsistein juga mampu memperbaiki
gerakan bulu getar (cilia) dan membantu
efek antibiotik (doksisiklin, amoksisiklin
dan tiamfenikol). Zat ini terutama efektif
terhadap dahak yang kental sekali dan sangat bermanfaat bagi pasien COPD dan
mucoviscidosis. Asetilsistein juga merupakan
zat penawar (antidotum) terhadap keracunan
parasetamol melalui peningkatan persediaan
glutation. Zat ini mengikat metabolit toksik
dari parasetamol dan dengan demikian dapat menghindari necrosis hati bila diberikan
dalam waktu 10 jam (per oral atau i.v.) sesudah
intoksikasi.
Resorpsi pesat, namun BA hanya ±5% akibat
FPE tinggi. Seperti semua asam amino, distribusinya dalam tubuh baik dengan mencapai kadar tinggi, a.l. di saluran pernapasan dan sekret bronchi. Dalam hati diubah
menjadi sistein, sistin dan taurin, sedangkan
ekskresinya berlangsung melalui urin.
Efek samping yang paling sering terjadi
yaitu mual dan muntah, maka penderita
tukak lambung perlu waspada. Sebagai obat
inhalasi, zat ini dapat memicu kejang
bronchi pada penderita asma. Pada dosis
tinggi (seperti pada intoksikasi parasetamol)
dapat timbul reaksi anafilaktis dengan rash,
gatal, udema, hipotensi dan bronchospasme.
Dosis: oral 3-6 dd 200 mg atau 1-2 dd 600
mg granulat, anak-anak 2-7 tahun 2 dd 200
mg, di bawah 2 tahun 2 dd 100 mg. Sebagai
antidotum keracunan parasetamol, oral 150
mg/kg berat badan dari larutan 5%, disusul
dengan 75 mg/kg setiap 4 jam.
* Karbosistein (karboksimetilsistein, Mucocil,
Rhinathiol, Solmux) yaitu derivat dengan
pemakaian yang sama namun khasiat mukolitiknya lebih lemah. Diperkirakan bahwa
efeknya terhadap lambung lebih jarang
terjadi. Plasma-t½ 2 jam. Dosis: oral 3-4 dd 750
mg, anak-anak 3 dd 100-375 mg.
3b. Bromheksin: Bisolvon, Mosavon
Derivat sikloheksil ini berkhasiat mukolitik pada dosis yang cukup tinggi. Viskositas
dahak dikurangi melalui depolimerisasi seratserat mukopolisakaridanya. Bila dipakai
melalui inhalasi efeknya sudah tampak
sesudah 20 menit, sedangkan per oral baru
sesudah beberapa hari dengan berkurangnya
rangsangan batuk.
Resorpsi dari usus baik, mulai kerjanya
per oral sesudah ±5 jam, sedangkan sebagai
inhalasi sesudah 15 menit. Dalam hati zat
ini dirombak praktis tuntas menjadi a.l.
metabolit aktif ambroksol (Ambril, Mucopect),
yang juga dipakai sebagai mukolitikum.
Efek samping berupa gangguan saluran
cerna, pusing dan berkeringat, namun jarang
terjadi. Pada inhalasi dapat terjadi bronchokonstriksi ringan.
Dosis: oral 3-4 dd 8-16 mg (klorida), anakanak 3 dd 1,6-8 mg, tergantung dari usia.
4. EKSPEKTORANSIA
4a. Kaliumiodida
Iodida menstimulasi sekresi mucus di cabang tenggorok dan mencairkannya, namun
sebagai obat batuk (hampir) tidak efektif.
Namun obat ini banyak dipakai dalam
sediaan batuk, khususnya pada asma, walaupun risiko efek samping besar sekali.
Kaliumiodida terutama dipakai untuk
profilaksis dan terapi struma (gondok) dan
hipertirosis (lihat Bab 48, Tiroksin dan tiroistatika), serta sebagai obat tetes mata (larutan
1%) untuk lensa mata keruh (katarak).
Efek samping kuat dan berupa gangguan
tiroid, struma, urticaria dan iod-akne, juga
hiperkaliëmia (pada fungsi ginjal buruk).
Dosis: pada batuk oral 3 dd 0,5-1 g, maks.
6 g sehari. Bagi pasien yang tidak boleh
diberikan kalium, obat ini dapat diganti
dengan natriumiodida dengan khasiat yang
sama.
4b. Amoniumklorida
Berkhasiat diuretik lemah yang menyebabkan acidosis, yaitu kelebihan asam dalam
darah, lihat Bab 33, Diuretika. Keasaman
darah merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi napas meningkat dan
gerakan bulu getar (cilia) di saluran napas
distimulasi. Sekresi dahak juga meningkat.
Maka senyawa ini banyak dipakai dalam
sediaan sirop batuk, misalnya Obat Batuk
Hitam.
Efek samping hanya terjadi pada dosis tinggi
dan berupa acidosis (khusus pada anakanak dan pada pasien ginjal) dan gangguan
lambung (mual, muntah), sebab sifatnya
yang merangsang mukosa.
Dosis: oral 3-4 dd 100-150 mg, maks. 3 g
seharinya.
4c. Guaifenesin (gliserilguaiakolat, *Toplexil)
yaitu derivat guaiakol yang banyak dipakai sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis sediaan batuk populer. Pada
dosis tinggi bekerja merelaksasi otot, seperti
mefenesin.
Efek samping kadangkala berupa iritasi
lambung (mual, muntah) yang dapat dikurangi bila diminum dengan segelas air.
Dosis: oral 4-6 dd 100-200 mg.
4d. Minyak atsiri
Minyak atsiri/mudah menguap, seperti
minyak kayu putih, minyak permen dan
minyak adas (Oleum foeniculi) berkhasiat
menstimulasi sekresi dahak, bekerja spasmolitik
(melawan kejang), antiradang dan juga bersifat
bakteriostatik lemah. berdasar sifat-sifat ini
minyak terbang banyak dipakai dalam
sirop batuk atau juga sebagai obat inhalasi uap
(obat sedot), yaitu ±10 tetes dimasukkan ke
dalam 1 liter air panas dan dihisap uapnya.
Terbukti bahwa inhalasi demikian juga
sangat efektif untuk meringankan selesma
akibat infeksi virus, yang ternyata dapat
diinaktifkan oleh suhu di atas 40° C.
4e. Ipecacuanhae radix (F.I.): *Doveri pulvis
Akar tambahan dari tumbuhan Psychotria
ipecacuanha (Rubiaceae) ini mengandung dua
alkaloid, yakni emetin dan sefaelin. Zat-zat
ini bersifat emetik (memicu muntah),
spasmolitik terhadap kejang saluran pernapasan dan menstimulasi sekresi bronchi
secara reflektoris. pemakaian utamanya
yaitu sebagai emetikum yang efektif pada peristiwa keracunan, terutama pada
anak-anak. Sebagai ekspektorans hanya dipakai dalam kombinasi dengan obatobat batuk lain, misalnya dalam Pulvis/Tablet
Doveri, yakni campuran dengan serbuk candu
dan dalam sediaan ini Ipeca juga berfungsi
mencegah penyalahgunaannya.
Efek samping pada dosis biasa berupa reaksi
hipersensitasi dan muntah-muntah pada
dosis lebih tinggi.
Dosis: oral 3 dd 50 mg.
5. EMOLLIENSIA
5a. Succus liquiritiae: *Obat Batuk Hitam.
Serbuk yang berwarna hitam ini diperoleh
dari ekstrak akar tumbuhan Glycyrrhiza
glabra (akar manis) dan mengandung dua asam (glycyrrhizic acid dan glycyrrhetic
acid), liquiritin yang bersifat spasmolitik
dan flavonoida lain, seperti fito-estrogen (Yun.
phyto- : berasal tumbuhan). Obat ini banyak
dipakai sebagai salah satu komponen dari
sediaan obat batuk untuk mempermudah
pengeluaran dahak dan untuk memperbaiki
rasa (corrigens rasa).
Efek samping pada dosis lebih tinggi dari
3 g sehari berupa nyeri kepala, udema dan
terganggunya keseimbangan elektrolit,
akibat efek mineralokortikoid dan hipernatriëmia
dari asam glycyrrizinat. Yang terkenal yaitu
hipertensi pada mereka yang makan terlalu
banyak drop (gula-gula dengan succus).
Dosis: oral 1-3 g sehari.
HORMON-HORMON
Hormon yaitu zat kimiawi yang disekresikan oleh kelenjar endokrin dan masuk
langsung ke dalam aliran darah. Efeknya
terjadi di suatu organ lain dari tubuh yang
membutuhkannya untuk dapat berfungsi
secara normal.
Kelenjar endokrin yaitu kelenjar dengan
sekresi intern dan yang terpenting yaitu
hipofisis, hipotalamus dan epifisis di otak, kelenjar kelamin (ovaria dan testes), anak-ginjal,
pankreas, tiroid,paratiroid dan timus.
pemakaian
Sediaan hormon banyak dipakai sebagai
terapi substitusi untuk menggantikan kekurangan yang terjadi akibat hipofungsi
suatu kelenjar endokrin, misalnya insulin
pada diabetes dan estrogen pada masa setelah menopause. namun jumlah terbanyak
dipakai sebagai obat pada gangguan
yang tidak bersifat endokrin, namun berdasar kegiatannya yang khas. Misalnya
pemakaian kortikosteroida pada antara
lain gangguan yang berkaitan dengan peradangan dan hormon kelamin wanita dalam
pil antihamil.
Dahulu sering kali dipakai sediaan organnya sendiri, yaitu kelenjar hewan (sapi,
babi, domba) yang telah dikeringkan, dihaluskan dan distandardisasi. namun sediaan
ini dewasa ini praktis sudah seluruhnya
ditinggalkan, sebab banyak hormon sudah
dapat dibuat secara sintesis, yang lebih murni dan kerapkali lebih kuat aktivitasnya.
Sejak akhir tahun 1990-an, sejumlah hormon
malah dibuat secara biosintetik melalui teknik rekombinan-DNA, misalnya insulin, hormon pertumbuhan somatropin dan FSH
(folitropine,Puregon).
HORMON-HORMON
HIPOFISIS
HIPOFISIS
DAN HIPOTALAMUS
Hypophysis cerebri (embelan otak) atau
glandula pituitaria yaitu sebuah umbai
kecil yang terikat dengan tangkai pada dasar
otak. Kelenjar ini beratnya hanya 1 g, namun
merupakan mata rantai terpenting antara
SSP dan kelenjar-kelenjar endokrin lainnya
dan terkadang juga disebut Kelenjar Utama
(Master gland).
Hypothalamus yaitu organ kecil yang secara anatomis dan fungsional berhubungan
erat dengan hipofisis. Hipotalamus yaitu
bagian dari otak-tengah (diencephalon) bersama talamus dan merupakan pusat sangat
penting, yang meregulasi a.l. suhu tubuh,
tekanan darah serta sekresi hormon-hormon
seks dan kortikosteroida.
Kedua organ endokrin ini menghasilkan hormon-hormonnya sendiri. Sekresi
dari sebagian besar hormon hipofisis
dikendalikan oleh hormon-hormon hipotalamus, yang disebut releasing hormones dan
inhibiting factors. Contohnya yaitu PRH
(Prolactine Releasing Hormone) yang menstimulasi sekresi prolaktin, sedangkan PIF
(Prolactine Inhibiting Factor) yang identik
dengan dopamin, justru menghambatnya.
Produksi hormon-hormon peptida ini di hipotalamus diatur oleh neurotransmitter seperti
noradrenalin, serotonin dan dopamin.
Hormon-hormon hipofisis
Hipofisis terdiri dari dua bagian, yakni umbai
depan dan umbai belakang yang membentuk hormonnya masing-masing.
1. Adenohipofisis: umbai depan (lobus anterior) merupakan bagian terbesar, kira-kira
duapertiga dari seluruh organ dan terdiri
dari jaringan kelenjar (= Lat. adeno). Adenohipofisis menghasilkan minimal 10 peptida,
yang disebut hormon trophic (akhiran -troph
berasal Yun. trophikos = beri makan, to feed).
Hormon-hormon ini memiliki fungsi regulasi
untuk organ endokrin lain yang didorong
olehnya untuk mengeluarkan hormonnya
sendiri. Pengecualian yaitu prolaktin dan
somatropin yang berefek langsung terhadap
masing-masing laktasi dan pertumbuhan
jaringan.
Hormon-hormon adenohipofisis kini dapat
disintesis dalam keadaan agak murni dan
yang terpenting yaitu :
a. gonadotropin atau hormon gonadotrop:
sekresinya distimulasi oleh hormon hipotalamus GnRH, lihat di bawah. Gonadotropin terdiri dari dua hormon, yakni:
– FSH(= Follicle Stimulating Hormone):
menstimulasi perkembangan folikel
(de Graaf) dalam ovaria dan pembentukan spermatozoa dalam testes
– LH(= Luteinizing Hormone), dahulu
juga disebut ICSH(= Interstitial Cell
Stimulating Hormone), menstimulasi
antara lain transformasi folikel masak menjadi badan kuning(Corpus
luteum) serta produksi estrogen dan
progesteron oleh ovaria. Juga mendorong sel-sel Leydig (=sel-sel interstitium
testes) untuk memproduksi testosteron.
b. kortikotropin, hormon kortikotrop atau
ACTH (= Adreno-Corticotropic Hormone)
menstimulasi kulit anak-ginjal untuk
memproduksi kortisol dan hormon-hormon kelamin
c. tirotropin, hormon tirotrop atau TSH
menstimulasi produksi tiroksin oleh kelenjar tiroid
d. somatropin (STH) atau hormon pertumbuhan (Growth hormone, GH) menstimulasi
pertumbuhan umum dari jaringan, juga
berefek laktogen
e. prolaktin menstimulasi sekresi air susu
ibu yang telah “disiap-sediakan” oleh
estrogen dan progesteron selama masa
hamil. Juga untuk memelihara laktasi.
Struktur molekul peptidanya mirip dengan STH.
Hormon-hormon lainnya belum diidentifikasi dengan tuntas dan mungkin juga
berfungsi meregulasi. Beberapa hormon yang
ini di atas, selain di adenohipofisis, juga disintesis di plasenta, misalnya chorion
gonadotropin dengan efek sama seperti LH.
2. Neurohipofisis: umbai belakang (lobus
posterior) terutama terdiri dari jaringan saraf.
Kedua hormonnya yaitu :
a. oksitosin (oxytocin): berkhasiat mengkontraksi rahim dan menstimulasi dimulainya laktasi
b. vasopresin atau ADH(Anti Diuretic Hormone) mencegah ekskresi air berlebihan
oleh ginjal. Kedua hormon ini disintesis
di dalam hipotalamus dan diangkut sebagai paket-paket kecil melalui ujungujung neuron di tangkai hipofisis ke
umbai belakangnya.
A. HORMON ADENOHIPOFISIS
Gonadotropin
Efek atas ovaria. Setiap bulan FSH bersama
LH menstimulasi pemasakan satu sel telur
(ovum) hingga berkembang menjadi sebuah
gelembung kecil, yaitu Folikel de Graaf. Produksi estrogen oleh ovaria juga distimulasi
olehnya. Kira-kira 2 minggu kemudian, pada pertengahan siklus haid, produksi LH
memuncak dan terjadilah ovulasi, yaitu folikel masak melepaskan sel telurnya. Juga
di bawah pengaruh LH sisa folikel berkembang lagi menjadi suatu Badan kuning
(Corpus luteum), yang distimulasinya untuk
mensekresi progesteron dan estrogen dalam
jumlah besar. saat terjadi kehamilan,
sesudah ovaria menghentikan produksinya
sekitar bulan ke-4, plasenta membentuk
HCG (gonadotropin) yang mendorong sekresi
progesteron untuk memelihara kehamilan.
Efek atas testes. FSH khusus bertanggung
jawab atas perkembangan testes dan pembentukan sel-sel mani (spermatogenesis), sedangkan LH bekerja terhadap sel-sel Leydig
dalam testes untuk meningkatkan sintesis
dan sekresi testosteron.
Sediaan
Gonadotropin dapat diperoleh dari air kemih
wanita hamil dan wanita sesudah menopause. berdasar ini tersedia 2 sedia-an,
yaitu gonadotropin chorion dan gonadotropin
menopausal.
a. Human chorion gonadotropine (HCG).
Telur yang sudah dibuahi dalam tuba sesudah
kira-kira 8 hari tiba di rahim dan bersarang
di endometrium. Janin muda berkembang
dengan cepat dan sel-sel tertentu dari plasenta (= uri, organ penghubung antara ibu
dan janin) tumbuh ke dalam pembuluh ibu.
Sel-sel ini secara khas membuat chorion gonadotropin (chorion = selubung janin bagian
luar). Gonadotropin juga memasuki sirkulasi
ibu untuk kemudian diekskresi lewat kemih,
dari mana isolasi dapat dilakukan.
b. Human menopausal gonadotropine (menotropin, HMG). Pada wanita sesudah menopause produksi estrogen yang sangat menurun memicu bertambahnya sekresi FSH
(dan LH) oleh hipofisis melalui feedback
negatif. HMG ini diekskresi lewat urin.
*Tes kehamilan semuanya didasarkan atas
indikasi adanya HCG dalam urin dan dikenal tes biologis serta tes imunokimiawi. HCG
terbentuk pada 6 hari pertama sesudah pembuahan dan 9 sampai 11 hari sesudah ovulasi
HCG sudah dapat dideteksi dalam urin. Pada
8-12 minggu pertama dari nifas, kadarnya
sangat meningkat sampai puncak 100–250.000
U/l urin dan kemudian menurun lagi.
Tes lama dapat mendeteksi HCG ±2 minggu
sesudah tanggal haid yang diperkirakan. Tes
mutakhir jauh lebih sensitif dan sudah mampu menentukannya pada kadar 25-50 mlU/
ml, jadi sangat dini, bahkan sudah pada
tanggal haid ini . Keberatan dari deteksi
dini yaitu bahwa rata-rata 30% dari semua
kasus kehamilan, pada permulaan nifas berakhir dengan abortus spontan. sebab itu, tes
kehamilan sebaiknya dilakukan beberapa
waktu seusai tanggal haid.
Tes kehamilan yang tersedia di negara kita
antara lain Testpack Plus (sensitivitas 25 mIU/
ml), Acon hCG Card/Strip Test (sensitivitas 25
mIU/ml), Sensitif (sensitivitas 25 mIU/ml;
Plasmatec (UK), dan Trusty (Blue Cross).
B. Hormon hipotalamus
Hormon-hormon hipotalamus menstimulasi
atau menghambat sintesis dan pelepasan
semua hormon hipofisis yang ini di
atas. Kini dikenal tujuh hormon polipeptida
dengan aktivitas khusus terhadap adenohipofisis, yaitu:
1. GnRH (= Gonadotropin RH), juga disebut
LHRH (Luteinizing Hormone RH) atau gonadorelin
2. CRH (= Corticotropin RH) atau kortikorelin
3. TRH (= Thyrotropin RH) atau protirelin
4. GHRH (= Growth Hormone RH) atau somatorelin
5. GHRIF (= GH Release Inhibiting Factor)
menghambat sekresi somatotropin (dan
tirotropin). Selain di hipotalamus dan
otak, hormon ini juga disintesis di usus
halus dan pankreas. Di saluran pencernaan hormon ini menghambat sekresi
asam lambung, pepsin serta gastrin dan
di pankreas menghambat sekresi insulin
serta glukagon.
6. PRL-RH (= Prolactine RH)
7. PIF (=Prolactine Inhibiting Factor) yaitu
identik dengan neurotransmitter dopamin (DA)
Semua hormon ini sekarang dapat disintesis
secara kimiawi. Gonadorelin dan analogon
sintetiknya terutama dipakai berdasar
efek tak-langsungnya terhadap kadar hormon kelamin. Kortikorelin, protirelin dan
somatorelin dipakai sebagai diagnostika,
sedangkan somatostatin dan analogonnya
oktreotide untuk terapi. Lihat Tabel 42-1.
Mekanisme feedback negatif
Sekresi hormon adenohipofisis tidak hanya
dikendalikan oleh peptida-peptida hipotalamus, namun juga oleh kadar hormon bersangkutan dalam darah. Umpamanya bila
kadar kortisol meningkat di atas nilai tertentu,
sekresi ACTH akan ditekan. Bila kadarnya
turun, sekresi ACTH ditingkatkan untuk mendorong anak ginjal memperbanyak produksi
kortisolnya. Begitu pula sekresi FSH, LH dan
tirotropin juga diatur oleh kadar masing-masing estrogen, progesteron/testosteron dan
tiroksin dalam darah. Fenomena ini disebut
mekanisme feedback negatif.
Mekanisme feedback positif dapat pula
terjadi, yaitu bila suatu hormon memengaruhi
hipofisis secara positif. Contohnya yaitu
estradiol: peningkatan kuat dari produksinya
pada fase pemasakan folikel, menstimulasi
sekresi LH optimal sehingga terjadi ovulasi.
Sekresi FSH justru agak dihambat, mungkin
untuk mencegah agar jangan sampai lebih
dari satu folikel menjadi masak. Lihat Gambar
42-2: Progesteron pun dapat memperlihatkan
feedback positif demikian, sedangkan zat-zat
androgen tidak.
pemakaian
Terutama dipakai pada gangguan yang
disebabkan oleh defisiensi hormon hipofisis,
seperti gonadotropin pada kemandulan wanita akibat anovulasi dan vasopresin pada diabetes insipidus. Atau pada kekurangan
Releasing Hormone dari hipotalamus, misalnya gonadorelin pada cryptorchisme (buah
zakar tidak turun ke dalam kandung buah
zakar). Di samping itu juga dipakai sebagai
diagnostikum untuk menentukan fungsi
suatu organ, seperti protirelin untuk diagnosis
hipo- atau hiperfungsi tiroid. Akhirnya, dipakai juga pada keadaan khusus, misalnya
oksitosin untuk memperkuat his pada permulaan persalinan dan somastatin pada perdarahan lambung-usus yang hebat.
C. HORMON EPIFISIS
Epiphysis cerebri atau glandula pinealis (kelenjar nenas) yaitu kelenjar sangat kecil
yang terletak di atas hipotalamus (di tengah
otak) dan memproduksi melatonin dan serotonin. Letaknya di atas titik di mana saraf
mata bersilang (nucleus suprachiasmaticus),
titik ini dihubungi langsung melalui
serat-serat saraf dengan kelenjar epifisis.
Beberapa dasawarsa yang lalu, kelenjar epifisis masih dianggap sebagai suatu organ sisa
dari evolusi yang tak berguna. namun kini
sudah dipastikan bahwa melatonin memiliki
berbagai fungsi vital dalam tubuh.
Fungsi faal utama melatonin yaitu mengatur
ritme siang-malam, yang dikendalikan oleh
nucleus suprachiasmaticus (SCN = inti di atas
lintasan), yaitu “lonceng biologis pusat” yang
letaknya di hipotalamus. Rangsangan cahaya
masuk ke dalam mata dan via retina dan jalur
saraf mencapai SCN yang kemudian melalui
SS simpatik berhubungan dengan epifysis,
lihat Gambar. Dengan tibanya malam,
stimulasi adrenerg akan bertambah yang
berakibat meningkatnya produksi melatonin.
Bila jumlah cahaya meningkat, pelepasan
melatonin akan ditekan. Pada tengah malam
kadar melatonin mencapai puncaknya dan
dengan demikian merupakan pertanda khas
dari senja dan bukannya dari tidur.
Orang tunanetra tanpa persepsi cahaya
ternyata juga memiliki ritme siang-malam
yang dihasilkan oleh SCN dengan siklus dari
±25 jam, sehingga ritmenya bergeser setiap
hari.12
Khasiat lain dan pemakaian .13,14 Kelenjar
epifisis orang sehat setiap hari memproduksi ±29 mcg melatonin. Berbagai obat seperti
beta-blocker, dapat menekan produksi ini.
Sekresinya terutama pada waktu malam hari
dan dihambat oleh cahaya; produksi malam
hari yaitu 5-10 x lebih besar daripada
waktu siang hari. Fungsi utamanya yaitu
sebagai antioksidans dan zat pelindung
kuat terhadap kerusakan oksidatif akibat
sinar-UV, juga meregulasi bioritme siangmalam, memperlancar tidur alamiah dan
memperkuat sistem imun. sebab bersifat
lipofil maupun hidrofil, distribusinya ke
seluruh jaringan tubuh baik sekali. Daya
kerjanya di tubuh sebagai neurohormon dan
neuromodulator melalui reseptor melatonin
yang banyak ada antara lain di hipotalamus, hipofisis, retina dan sistem kelamin. Melatonin dan serotonin yaitu derivat
indolil, seperti juga triptofan yang merupakan
bahan pangkal untuk sintesis alamiahnya.
Lihat persamaan reaksi di bawah ini dan juga
rumus bangun Bab 30, Antidepresiva.
MONOGRAFI
A. HORMON ADENOHIPOFISIS
1. Chorion Gonadotropin: HCG, Pregnyl,
Profasi
Glikoprotein ini yang dibentuk oleh plasenta, diperoleh dari air kemih wanita hamil dan terdiri dari khusus LH. Terutama
dipakai pada infertilitas wanita akibat
terganggunya pemasakan folikel dan anovulasi. Biasanya terapi dimulai dengan pemberian HMG dengan aktivit