guan lambung-usus (mual, muntah), pengosongan lambung dihambat, sehingga absorpsi obat yang diberikan diperlambat. Oleh sebab itu pengobatan dengan analgetika sebaiknya disertai suatu
prokinetikum (domperidon atau cisaprida).
Lamanya fasa ini ±½ - 1 jam lebih.
Serangan. Aura dihubungkan dengan
ischemia (tak menerima darah) dari arteri
otak yang menciut kuat (vasokonstriksi)
selama kira-kira 15 menit sampai 1 jam.
Kemudian disusul oleh vasodilatasi,udema
dari pembuluh darah dan sakit kepala yang
berdenyut-denyut. Penyaluran darah ke bagian kepala meningkat dan denyutan arteri
(pulsasi) diperkuat sehingga tampak jelas
di permukaan pelipis (sebelah atau kedua
pelipis). Gejala ini memicu nyeri hebat,
seolah-olah kepala mau « pecah ». Perasaan
mual meningkat, timbul muntah dan pasien
cenderung tiduran di tempat yang gelap.
Setelah beberapa jam, serangan migrain
ini berhenti, kemudian dapat timbul diare
dan pasien cenderung banyak kencing dan
mengantuk.
Jenis-jenis migrain
Bila ditemukan semua gejala ini di atas,
penyakit disebut migrain cum aura (dahulu
disebut migrain klasik), dengan insidensi 10-
15%. Pada migrain biasa tanpa aura, serangan
berlangsung tanpa gejala neurologik. Migrain
biasa paling sering terjadi dengan gejala sakit
kepala yang timbul-hilang, perasaan mual
serta malaise.
* Insidensi. Migrain terhitung penyakit keturunan dan banyak pasien menderita gangguan
ini; wanita dua sampai tiga kali lebih sering
terserang migrain daripada pria, terutama
menjelang haid atau saat menopause. Frekuensi dan intensitas serangan kadang-kadang
meningkat saat pemakaian pil antihamil,
selama hamil dan ketika timbul hipertensi.
Di atas usia 55 tahun, insidensinya lebih
rendah dan terus menurun. Serangan migrain pada umumnya tidak lebih dari 6
kali sebulan, namun bila lebih sering dapat
disebabkan oleh sebab-sebab lain, contoh
sakit kepala tegang (tension headache) atau
sakit kepala yang dicetuskan oleh obat-obat
(medicamenteus, contoh oleh ergotamin
dan analgetika).
Patogenesis
Penyebab migrain belum diketahui dengan
pasti, walaupun dikenal beberapa teori, lihat
di bawah. Hanya jarang sekali diakibatkan
oleh suatu penyakit organik, seperti tumor
otak atau cedera kepala. Namun sudah
dipastikan bahwa migrain yaitu suatu
gangguan sirkulasi darah, yang memicu
vasodilatasi dan penyaluran darah berlebihan
ke selaput otak (meninges)dengan efek nyeri
hebat di sebelah kepala.
Keturunan memegang peranan pada kepekaan sesepasien untuk migrain. Para peneliti
di Edinburg (1997) telah menemukan suatu
gen yang terlibat pada kambuhnya migrain.
Gen yang dapat diturunkan ini menghambat
kemampuan sel-sel tubuh memakai kalsium agar dapat berkomunikasi satu dengan
yang lain. namun faktor keturunan ini tidak
selalu menentukan. Ada juga pasien -pasien
yang mempunyai predisposisi demikian,
namun baru mendapat serangan migrain
bila ada faktor-faktor lain yang memicunya,
contoh faktor lingkungan.
Teori. Ada sejumlah teori tentang terjadinya
migrain, yang terpenting yaitu teori neurovaskuler dan teori agregasi trombosit.
a. Teori neurovaskuler. Pada keadaan tertentu, contoh stres, terjadi hiperaktivitas saraf
adrenergik, yang melepaskan NA dan 5-HT
berlebihan dengan efek vasokonstriksi kuat.
Akibatnya ialah kekurangan penyaluran darah setempat di dalam otak (intracranial) dan
timbul kekurangan oksigen. Hipoksia ini
memicu fase prodromal dan aura, juga
mendorong sel-sel otak untuk mensekresi
neurokinin. Zat mediator ini mengakibatkan
vasodilatasi dari arteri extracranial, antara
lain arteri leher. Oleh sebab itu, penyaluran
darah ke otak bertambah dengan terjadinya
udema. Membran dari sel-sel dengan hipoksia menjadi lebih permeabel bagi ion kalsium,
yang kemudian menginvasi sel-sel itu dengan memicu vasospasme. Dengan
demikian keadaan hipoksia ditunjang terus
dan prosesnya seperti lingkaran setan (vicious
circle) dengan serangan-serangan yang berlangsung terus pula.
b. Teori agregasi trombosit. Seperti telah dibicarakan di Bab 31 Adrenergika dan Bab
30 Antidepresiva, praktis semua serotonin
dalam darah diangkut oleh trombosit. Pelatpelat darah ini bergumpal di bawah pengaruh induktor, seperti adrenalin (stress)
dan tiramin (keju) pada pasien yang peka.
Pada proses agregasi ini, serotonin dilepaskan
ke dalam darah, yang membuat trombosit
lain lebih peka terhadap induktor tersebut.
Dengan demikian pada migrain proses
agregasi dipercepat dan juga berlangsung
lebih cepat daripada keadaan normal. Oleh
sebab itu pada permulaan serangan, kadar
serotonin (dan NA) dalam darah naik sedikit,
namun kemudian menurun, sedangkan dalam
urin kadar metabolitnya (5HIAA) meningkat.
Serotonin memicu vasodilatasi atau
konstriksi, tergantung dari tipe reseptor-5HT
yang berada di pembuluh tertentu. Pada
arteri besar serotonin berefek vasokonstriksi
kuat, namun pada arteriole berefek dilatasi, sedangkan kapiler antara arteri-vena (anastomose
arteriovena) ditutup (konstriksi). Penurunan
kadar serotonin mengakibatkan efek kebalikannya, antara lain mendilatasi arteri otak,
juga dapat menurunkan ambang nyeri.
Pada migrain, khususnya reseptor 5-HT1D
dan 5-HT2
memegang peranan. Reseptor
5-HT2A antara lain bertanggung jawab atas kontraksi otot polos pembuluh, sedangkan
reseptor 5HT meningkatkan nafsu makan.
Obat-obat anti-agregasi trombosit, seperti
asetosal dan propranolol, ternyata efektif pada penanganan jenis migrain ini.
Faktor-faktor pencetus serangan
Ada sejumlah faktor yang dapat memicu
serangan migrain, yang untuk setiap penderita harus ditentukan secara individual.
a. Stress fisik dan mental, contoh terlalu
letih, sibuk atau kurang tidur, serta emosi
berlebihan dan ketegangan, memicu anakginjal melepaskan noradrenalin (NA). Yang
terkenal yaitu migrain yang muncul justru
setelah ketegangan reda dan stres sudah
lewat (‘weekend migraine’, “let-down headache”).
b. Diet yang mengandung amin vasoaktif,
artinya yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi, seperti tiramin dalam keju masak
(terutama jenis keju dari Prancis, seperti brie,
camembert, dan sebagainya), anggur merah
(wine) dan feniletilamin dalam cokelat pahit.
Bahan makanan lain yang diketahui dapat
menginduksi serangan yaitu ikan, telur,
susu, mentega, pisang, tomat dan berbagai
jenis buncis, juga alkohol dalam minuman,
mungkin sebab meningkatkan resorpsi
amin ini dari saluran cerna.
c. Alergen, yaitu zat-zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi, contoh bau-bauan
(bensin, ter, aspal) dan wangi-wangian (parfum, khususnya muskus), juga sinar matahari
kuat (silau) dan perubahan suhu yang mendadak.
d. Perubahan hormonal. Sejak lama diduga
bahwa ada hubungan antara hormon seks
tertentu dan migrain.
* Masa haid. Sebagian wanita menderita
sakit kepala sewaktu haid, sebab turunnya
kadar estrogen dan progesteron pada akhir siklus, atau juga sebab naiknya kadar-kadar
itu.
* Selama minum pil antihamil kadar hormonhormon ini meningkat, yang juga dapat
mencetuskan serangan.
* Gangguan ginekologi. Wanita dengan masalah ginekologi mempunyai kecenderungan
dua kali lipat untuk serangan sakit kepala
berat kronis dibandingkan dengan wanita
lainnya. contoh wanita dengan siklus haid
yang tidak teratur, adanya kista di indung
telur, atau setelah menjalani pembedahan
hysterectomia (pengangkatan rahim).
* Selama masa kehamilan sering kali migrain
tidak timbul, juga setelah masa peralihan
(klimacterium), yang berkaitan pula dengan
perubahan kadar hormon dalam darah.
e. Hipoglikemia, kadar gula darah terlampau
rendah, contoh sebab puasa atau lapar
sebab makan terlambat.
Pencegahan
Pertama-tama penderita perlu menentukan
faktor mana dari daftar di atas yang mencetuskan serangan dan menghindarinya sejauh mungkin. Pencegahan ini termasuk
menghentikan pemakaian pil antihamil
atau mengganti jenisnya. Di samping ini,
penderita harus berusaha menjalani pola
hidup yang tenang dan teratur. Makan dan
tidur tepat pada waktunya, jangan melampaui
kemampuan diri sendiri, baik fisik maupun
psikis dan menjauhi sedapat mungkin segala
jenis stres dan emosi berlebihan. Selain itu,
psikoterapi (‘terapi wicara’) bermanfaat untuk meningkatkan semangat penderita serta
menghilangkan kegelisahan.
Pengobatan serangan akut
a. Kombinasi antiemetikum/prokinetikumanalgetikum. Untuk melawan dengan efektif serangan akut yang ringan sampai sedang, pilihan pertama terdiri atas kombinasi
dari obat antimual dan analgetik. Sedini
mungkin, sebaiknya di fasa prodromal,
penderita diberi domperidon (20 mg) atau
metoklopramida (10 mg) terhadap mual
dan meniadakan terhambatnya peristaltik
yang biasanya menyertai serangan. Cara ini
memperbaiki resorpsi obat antinyeri yang
diminum ½ jam kemudian. Pilihan utama
yaitu parasetamol (1 g), yang bila kurang
memberikan efek dapat diulang setelah 4
jam. Bilamana obat itu belum juga efektif,
dapat diberikan asetosal atau suatu NSAID
dengan dosis tinggi, contoh asetosal 1200
mg, ibuprofen 600 mg atau naproksen 1 g. Kofein dengan khasiat vasokonstriktif sering kali ditambahkan pada parasetamol dan
asetosal untuk memperkuat daya kerjanya.
Indometasin dapat pula dipakai , yang di
samping bekerja analgetik juga berkhasiat
vasokonstriktif terhadap arteri otak cukup
baik.
*Suppositoria. Penderita yang sudah mual
dan tidak dapat minum obat-obat tersebut,
dapat memakai kedua jenis obat secara
rektal dalam bentuk suppositoria.
b. Vasokonstriktiva. Bila penanganan di atas
tidak menghasilkan efek, barulah dipakai
obat klasik ergotamin dan suatu triptan,
contoh sumatriptan. Kedua zat ini ini
yaitu obat migrain spesifik yang mampu
menghentikan serangan secara lebih efektif,
namun efek sampingnya juga lebih banyak.
Sebagai agonis serotonin obat ini menstimulir
reseptor 5HT1D, yang menurut perkiraan
memicu konstriksi kuat arteri otak yang
telah mendilatasi, mengurangi peradangan
neurogen sekitarnya dan meningkatkan ambang
nyeri di SSP.
* Ergotamin dapat diberikan oral, namun
sebaiknya rektal dengan dosis 1 mg, yang
bila perlu dapat diulang maksimal 3 kali
sehari dengan interval 30-60 menit. Sering
kali ergotamin dikombinasi dengan kofein
untuk meningkatkan resorpsi (oral dan rektal) dan memperkuat efeknya. Keberatan
ergotamin ialah efek sampingnya yang
berupa sakit kepala dan mual, yang dapat
disalahtafsirkan sebagai gejala migrain dengan bahaya overdosis dan keracunan. Oleh
sebab itu, sebaiknya obat ini dicadangkan untuk kasus yang parah saja. Dihidroergotamin yaitu derivat dihidronya dengan
khasiat sama, yang sewaktu juga dipakai
untuk menghentikan serangan.
* Sumatriptan. Sama efektifnya dengan
ergotamin untuk menanggulangi serangan
yang belum begitu hebat (oral 100 mg). Boleh
diulang setelah setiap 1 jam sampai maksimal 300 mg per 24 jam. Pada serangan hebat,
sumatriptan lebih baik diberikan subkutan
6 mg, jika perlu setelah 1 jam diulang satu
kali.
Senyawa triptan lain yang tersedia yaitu
zolmitriptan, naratriptan, rizatriptan dan yang
lebih baru almotriptan serta eletriptan. Semua
derivat ini bekerja lebih lama dan lebih
sedikit efek sampingnya dibanding dengan
sumatriptan.
Efektivitas pengobatan. Sejumlah penelitian
menentukan bahwa perbandingan efektivitas
dari ergotamin dan sumatriptan yaitu 50 : 75%.
namun setelah terapi dengan sumatriptan, banyak penderita migrain kambuh lagi serangannya sesudah beberapa jam. Sumatriptan
oral mulai bekerja sesudah 30 menit, secara
intranasal dan injeksi subkutan lebih cepat
efeknya (sesudah 10-15 menit).
c. Obat-obat tambahan. Di samping kofein
yang memperkuat efek parasetamol, asetosal
dan ergotamin, adakalanya juga ditambahkan diazepam (5 mg) terhadap perasaan
gelisah dan takut serta merelaksasi otot-otot
yang tegang.
Singkatnya pengobatan serangan akut yaitu
sebagai berikut.:
Step 1: prokinetikum + 1000 mg parasetamol
atau 1200 mg karbasalat-Ca; Bila kurang
bermanfaat atau sebab efek samping:
Step 2: prokinetikum + 600 mg ibuprofen
atau 500 mg naproksen atau 50-100 mg
diklofenak. Bila kurang bermanfaat atau
sebab efek samping:
Step 3: untuk serangan berlangsung lama
(2-3 hari): prokinetikum + 1-2 mg ergotamin
(maks. 4 mg dan 1x seminggu) (+ kofein)
Ref. Farmaceutisch Kompas 2012
Profilaksis
Terapi interval (terapi prevensi) pada umumnya baru dilakukan bila pasien menderita lebih
dari dua serangan sebulannya. Maksudnya ialah
untuk mengurangi frekuensi dan intensitas/
lamanya serangan serta memperkecil risiko
akan kelainan otak akibat terlalu sering
terjadi hipoksia, seperti atrofia, udema dan
infark.
Obat-obat yang dipakai untuk profilaksis ini semuanya secara langsung atau
tak langsung berkhasiat vasodilatasi. Yang
dipakai yaitu ß-blocker metoprolol danpropranolol, antagonis serotonin pizotifen
dan metisergida, obat hipertensi klonidin dan
antagonis-Ca flunarizin. Semua obat itu tidak
efektif untuk menanggulangi serangan akut!
Ref. Theus R., Preventie van migraine in de eerste
lijn. Ned Tijdschr Geneeskd 2013; 157:C1789)
* Propranolol dan metoprolol. ß-blocker
tanpa sifat ISA ternyata paling efektif untuk prevensi jangka panjang, lagi pula efek
sampingnya relatif ringan. Obat-obat ini
mengurangi aktivitas serotonin dan NA dengan menempati reseptor-ß di otak. Ternyata
bahwa ß-blockers lain (antara lain dengan
ISA) tidak efektif, sehingga diperkirakan
bahwa kejanggalan ini disebabkan oleh
mekanisme lain yang belum diketahui.
* Klonidin yaitu zat a2
-adrenergik yang
mencegah vasokonstriksi perifer dengan
menstimulir reseptor-a2
di otak
*Antagonis-serotonin mengurangi aktivitas
serotonin melalui persaingan reseptornya.
– Pizotifen yaitu suatu antihistaminikum,
yang dalam dosis rendah justru memperkuat
efek serotonin dan sebab ini mungkin
juga merintangi transmisi isyarat nyeri di
otak, hingga ambang nyeri dinaikkan.
– Metisergida yaitu derivat ergotamin
yang tidak begitu dianjurkan, sebab
dapat memicu efek samping kuat.
* Flunarizin yaitu antagonis kalsium selektif yang berkhasiat anti-vasokonstriktif
dengan menghambat pemasukan ion-ion
kalsium ke dalam sel dinding pembuluh.
Obat ini terutama dianjurkan pada penderita
migrain dengan gangguan vena (penyakit
Raynaud).
Singkatnya profilaksis terhadap serangan
migrain dengan frekuensi 2 kali atau lebih
sebulan: 100-200 mg metoprolol sehari atau
dibagi dalam dua dosis; atau 80-160 mg
propranolol sehari atau dibagi dalam 2 dosis;
atau 1,5 mg pizotifen atau valproat-Na 500-
1000 mg sekali gus atau dibagi dalam 2 dosis.
Setelah 3 bulan hasilnya dimonitor dan bila
cukup baik (50% pengurangan frekuensi),
profilaksis dihentikan.
Catatan: propranolol memperkuat efek vasokonstriksi dari ergotamin.
Ref. Farmaceutisch Kompas 2012
Obat-obat prevensi lainnya. Di samping
obat-obat khas ini di atas sering kali juga
dipakai obat-obat tambahan yang ternyata
efektif sebagai obat prevensi serangan.
* Antidepresiva. Amitriptilin dengan efek
anksiolitik terutama diberikan pada pasien
dengan gejala depresi sekunder, yang umumnya timbul sesudah bangun tidur pada
akhir serangan. Beberapa SSRI (fluvoksamin
dan fluoksetin) ternyata juga efektif. Semua
zat itu bersifat serotoninerg kuat, artinya
meningkatkan kadar serotonin dalam otak,
sehingga justru kebalikan dari efek obatobat profilaktis lainnya. Mekanisme kerjanya
belum dapat dijelaskan, mungkin seperti
pizotifen berdasar peningkatan ambang
nyeri dengan memperkuat efek serotonin.
Lihat juga Bab 30, Antidepresiva.
* Tranquillizer: diazepam, klobazam dan oksazepam. Kedua obat pertama juga bersifat
antikonvulsif, yang menguntungkan bagi
pasien dengan EEG abnormal selama serangan (EEG = electro-encephalogram, foto otak).
Benzodiazepin bermanfaat untuk menghilangkan faktor provokasi, seperti ketegangan, kegelisahan dan rasa cemas, yang
umumnya menghebat pada hari-hari sebelum serangan.
* Asam valproat ternyata efektif sebagai
profilaktikum dan telah diregistrasi di AS
untuk indikasi ini. Mekanisme kerja obat
epilepsi ini tidak diketahui.
* Ekstrak Tanacetum (feverfew, moederkruid).
Daun tanaman komposit Tanacetum parthenium ini sejak lama dipakai dalam ilmu
pengobatan tradisional sebagai pencegah
migrain. Kandungan aktif utamanya yaitu
parthenolida, suatu sesquiterpenlacton, yang
sebagian bekerja melalui blokade reseptor 5HT2A. Zat-zat kandungan lainnya juga
berperan meningkatkan efeknya.
Mekanisme kerja obat-obat prevensi. Untuk penanganan serangan diperlukan agonisme
dari 5HT1D (ergotamin dan sumatriptan).
Titik-titik kerja dari profilaktika kurang jelas,
diperkirakan bahwa blokade dari reseptor
5HT2A dan/atau 5HT2C bertanggungjawab atas
efeknya, seperti juga pada metisergida. Selain
itu, mekanisme lain dapat memicu efek
antimigrain, seperti ternyata pada beberapa
antidepresiva (SSRIs).
Pentakaran obat prevensi hendaknya serendah mungkin yang masih efektif. Pengobatan umumnya perlu dilanjutkan minimal
6 bulan, kemudian dosis dengan berangsurangsur diturunkan untuk mencegah timbulnya serangan «rebound». Adakalanya obat
dapat dihentikan seluruhnya, namun lebih
sering perlu dilanjutkan dengan dosis yang
lebih rendah.
Efek plasebo ternyata cukup besar pada
migrain. ‘Tablet kosong’ pada lebih dari 50%
ternyata efektif, walaupun frekuensi serangan
hanya berkurang lebih sedikit dibandingkan
obat-obat interval sejati.
MONOGRAFI
1. Ergotamin: *Cafergot, *Bellapheen
Alkaloid sekale ini mirip struktur kimiawinya dengan LSD (lihat Bab 23, Drugs).
Ergotamin menstimulasi maupun memblokir reseptor alfa-adrenerg dan serotoninerg.
contoh menstimulir reseptor 5HT1
, khususnya 5HT1D (tidak begitu selektif dibandingkan sumatriptan) dan memblokir reseptor-alfa (alfa-blocker) dengan efek vasodilatasi ringan. Sifat ini didominasi oleh khasiat
vasokonstriksi kuat dari arteri otak dan
perifer berdasar daya antiserotoninnya
(blokade-5HT1
). Berkat sifat vasokonstriktif
itu, ergotamin banyak dipakai sebagai
obat khas terhadap serangan migrain, yang
hanya efektif (walaupun tidak selalu) bila
dipakai pada fase permulaan. Biasanya
obat ini dikombinasi dengan kofein dan
obat antimual, terutama siklizin, terhadap
muntah-muntah. Ergotamin juga dipakai
pada sakit kepala cluster. Efek oksitosiknya
(merangsang otot rahim) lebih ringan daripada
ergometrin.
Resorpsi dari usus tidak teratur dan sangat
bervariasi, dengan BA hanya ±2%, maka
sebaiknya dipakai sebagai injeksi i.m.
atau secara rektal (BA 1-5%) dan sublingual.
Kofein meningkatkan resorpsi (oral, rektal)
dan memperkuat efeknya. PP 98%, plasma-t½
panjang sekali, sampai 21 jam, sehingga dapat
memicu kumulasi. Ekskresi berupa
metabolit, terutama lewat empedu dan tinja.
Efek samping berupa mual, muntah dan
sakit kepala mirip gejala migrain. Bila
diminum lebih banyak, gejala bertahan dan
terjadilah lingkaran setan. Akibat kumulasi
dapat timbul efek toksik, seperti kejang otot
kaki, kelumpuhan, vasospasme dengan jarijari tangan menjadi dingin, akhirnya terjadi
gangrena (mati-jaringan). sebab sifat-sifat
itu, ergotamin tidak boleh diberikan pada
pasien jantung dan hipertensi. Wanita hamil
tidak boleh diberikan obat ini, berhubung
efek oksitosiknya.
Dosis: oral/rektal 3-4 dd 1 mg, maksimal 4 mg
per serangan dan 8 mg seminggu. Sebaiknya
dikunyah halus sebelum ditelan untuk mempermudah resorpsi atau diletakkan di bawah lidah (sublingual). Sebagai aerosol 360
mikrogram, injeksi i.m. atau s.k. 0,25-0,5 mg,
semuanya sebagai garam tartrat.
Sediaan kombinasi:
* Cafergot = E. 1 mg + kofein 100 mg;
* Bellargal Retard = E. 0,6 mg + fenobarb 20
mg + alkal. Belladon. 0,1 mg;
* Bellapheen = E. 0,3 mg + fenobarb 20 mg +
alkal. Belladon 0,1 mg.
* Dihidroergotamin (Dihydergot) yaitu derivat dihidro dengan sifat-sifat yang lebih kurang sama. Adakalanya dipakai
pula pada serangan migrain, namun indikasi
utamanya yaitu pada tekanan darah yang
terlalu rendah (hipotensi ortostatik) berdasarkan efek adrenergiknya (ISA = intrinsic
sympathomimetic activity) yang terutama tampak pada vena perifer dengan efek peningkatan tonusnya. Juga dipakai pada nyeri
kepala cluster. Dosis: oral permulaan 1-2 mg
(mesilat = metanosulfat), bila perlu setelah 30-
60 menit diulang, maksimal 3 mg.
2. Sumatriptan: Imigran, ImitrexDerivat indolmethansulfonamida ini (1991)
merupakan agonis serotonin selektif dari reseptor 5HT1
dan khusus dari reseptor
5HT1D. Sumatriptan sangat ampuh menghentikan serangan hebat dalam waktu 0,5-2
jam (injeksi/tablet). namun pada 40% pasien,
migrain kambuh lagi dalam 24-48 jam. Menurut perkiraan mekanisme kerjanya berdasarkan penurunan pelepasan neuropeptida peradangan (substansi-P), yang berdampak penghambatan reaksi radang dari selaput otak luar
(dura mater), sehingga sakit kepala di-atasi. Di
samping itu, terjadi vasokonstriksi di otak di mana
ada reseptor 5-HT1
, yang meniadakan
dilatasi penyebab sakit kepala. Sumatriptan
tidak bekerja terhadap gejala aura, namun
juga efektif terhadap sakit kepala “cluster”.
pemakaian nya secara oral, subkutan atau
spray hidung bagi pasien yang mual.
Resorpsi setelah pemakaian oral cepat,
namun tidak lengkap, dengan BA hanya ±14%
akibat FPE besar. Mulai kerjanya setelah
30 menit (s.k. 10-15 menit), kadar plasma
mencapai maksimum setelah lebih kurang
25 menit. Sumatriptan praktis tidak melintasi
barier darah-otak. PP 14-21% dan t½ 2 jam.
Zat ini diuraikan di dalam hati menjadi
metabolit indol-asam asetat yang diekskresi
melalui urin.
Efek samping berupa perasaan panas dan
tertekan di leher dan dada, perasaan letih/
lemah. mengantuk, juga pusing-pusing dan
flushing. Pada pemakaian subkutan nyeri di
tempat injeksi. Jarang sekali infark jantung.
Kontra-indikasi yaitu gangguan jantung,
hipertensi dan gangguan fungsi hati dan
ginjal. Tidak dianjurkan bagi manula dan
jangan dikombinasi dengan ergotamin sebab
ada kemungkinan timbul kejang pembuluh.
Kehamilan dan laktasi. Keamanan bagi janin
dari semua zat triptan belum dipastikan
sebab datanya belum lengkap. Obat-obat
ini mencapai air susu ibu, maka sebaiknya
jangan dipakai selama laktasi.
Dosis: oral 1 dd 100 mg (garam suksinat),
maksimal 300 mg dalam 24 jam. Subkutan 6
mg, maksimal 12 mg/24 jam.
* Zolmitriptan (Zomig), naratriptan (Naramig) dan rizatriptan (Maxalt). Derivat-derivat ini (1996) diserap lebih baik daripada
sumatriptan dengan BA masing-masing
40, 70 dan 40%. Mulai kerjanya lebih cepat,
efeknya bertahan lebih lama dengan masa
paruh 3, 6 dan 3 jam. Zolmitriptan dan naratriptan dibandingkan dengan sumatriptan
lebih mudah melintasi barier darah-otak.
Obat ini kurang efektif untuk serangan hebat,
maka dianjurkan hanya untuk serangan
ringan-sedang. Pentakaran ketiga obat itu
lebih rendah, yaitu masing-masing 1-2 dd 2,5,
2,5 dan 10 mg.
*Almotriptan (Almogran) dan eletriptan (Relpax) yaitu derivat terakhir (2000) dengan
resorpsi baik dan BA 70 dan 50%, plasma-t1/2
3.5 dan 4,5 jam.Dosis masing-masing 12,5
dan 40 mg, yang bila perlu diulang setelah
minimal 2 jam.
3. Metisergida: Deseril
Derivat ergotamin ini (1960) yaitu suatu
antagonis serotonin tidak selektif melalui
blokade dari reseptor 5HT1
dan 5HT2
. sebab
sifat ini, metisergida dipakai sebagai obat
pencegah migrain untuk maksimal 6 bulan.
Resorpsi di usus kurang baik, BA 13%
akibat FPE besar. Dalam hati zat ini dirombak
menjadi metilergometrin yang terutama diekskresi lewat urin. Plasma-t½ 1-4 jam.
Efek samping berupa gangguan saluran cerna
yang bersifat sementara, juga efek psikisnya
menyerupai LSD (halusinasi, gelisah, pusing), kadang-kadang rambut rontok dan
kejang pembuluh. Pada pemakaian lama
dapat terjadi fibrosis beradang parah di paru,
ginjal dan organ-organ lainnya. Oleh sebab
itu pemakaian metisergida dianjurkan hanya pada keadaan parah dan hanya selama
maksimal 6 bulan berturut-turut. Pengobatan
juga jangan dihentikan dengan mendadak
sebab risiko serangan “rebound”.
Dosis: oral permulaan 1 mg (maleat) p.c.
sebelum tidur, berangsur-angsur dinaikkan
sampai 2-3 dd 1-2 mg selama maksimal 6
bulan.
4. Pizotifen: Mosegor, Sandomigran, Lysagor
Senyawa trisiklik ini (1968) memiliki struktur dan sifat yang mirip antihistamin siproheptadin (Periactin). Keduanya memiliki
khasiat antihistamin dan antiserotonin ber-dasarkan blokade reseptor 5HT2
di arteri
dan saraf otak. Di samping ini, pizotifen juga
berkhasiat antikolinergik dan sedatif lemah.
Berkat kerja antiserotoninnya yang panjang
(t½ = 23 jam), pizotifen banyak dipakai
pada terapi interval migrain. Sama dengan
siproheptadin, adakalanya zat ini dipakai
untuk menstimulir nafsu makan.
Efek samping yang paling sering terjadi
yaitu rasa letih dan mengantuk yang bersifat sementara (sekitar 2 minggu), jarang
pusing, mulut kering, mual dan obstipasi.
Berkat efek antiserotoninnya, di samping
efek hipoglikemik ringan, nafsu makan dan
berat badan dapat meningkat.
Dosis: permulaan 0,5 mg sebelum tidur,
berangsur-angsur dinaikkan dalam waktu 5
minggu sampai 3 dd 0,5 mg, atau sekaligus 1,5
mg sebelum tidur untuk menghindarkan rasa
kantuk pada siang hari. Sebagai stimulans
nafsu makan 3 dd 0,5 mg.
5. Flunarizin: Sibelium
Derivat difluor dari sinarizin ini (1982) adalah antagonis-Ca selektif terhadap pembuluh
otak dengan efek anti-vasokonstriksi, melindungi sel-sel dan saraf otak terhadap
hipoksia akibat vasospasme. Berkat sifatsifat ini, dianjurkan pemakaian nya pada
terapi interval migrain. Sama efektifnya
dengan propranolol dan pizotifen mengenai
pengurangan frekuensi dan intensitas serangan, namun lamanya serangan kurang
dipengaruhi. Efeknya panjang (t½ 18 jam),
namun baru tampak setelah kira-kira 3 bulan.
Berlainan dengan Ca-blockers lainnya, obat
ini tidak bekerja terhadap jantung, arteriole dan vena perifer (lih. Bab 37, Obat
jantung, Antagonis kalsium). Di samping itu,
flunarizin juga dipakai pada profilaksis
pusing-pusing (vertigo) berkat efek sedatifnya terhadap organ keseimbangan, lihat
selanjutnya Bab 34, Vasodilator.
Efek samping jarang terjadi dan berupa
mengantuk dan gangguan saluran cerna,
terutama selama 2 minggu pertama. Pada
overdosis dapat terjadi gejala ekstrapiramidal
dan depresif, terutama pada manula.
Dosis: profilaksis migrain dan vertigo: oral
malam hari 10 mg, manula di atas 65 tahun
5 mg. sebab masa paruh panjang ( t½ =18
hari!), setelah 2 bulan dosis pemeliharaan
sebaiknya diturunkan sampai 10 mg setiap 2
hari. Sesudah 6 bulan dianjurkan penghentian
medikasi dengan mempertimbangkan apakah terapi masih perlu dilanjutkan.
6. Propranolol: Inderal
Obat jantung dan hipertensi ini yaitu
salah satu ß-blocker (reseptor-ß1
dan -ß2
)
tanpa efek ISA, yang efektif sebagai pencegah
serangan migrain. Khasiat ini mungkin
berdasar daya kerja antiserotonin,
anksiolitik dan antitrombotiknya, juga
sebab berkhasiat mencegah dilatasi arteri dan
menghambat lipolysis yang diinduksi oleh
katecholamin (NA, 5HT, DA) sehingga sintesis prostaglandin dikurangi. Obat-obat
dengan khasiat kardioselektif (ß1-blockers)
sama efektifnya, seperti metoprolol dan
atenolol. Obat-obat ini tidak dapat dikombinasi dengan ergotamin, sebab sebagai salah
satu efek samping ß-blocker secara tidak
langsung (melalui ß2
-blokade) juga menimbulkan vaso-konstriksi (kaki dan tangan
dingin).
Dosis: oral permulaan 2-3 dd 40 mg, bila
perlu berangsur-angsur dinaikkan sampai
2-3 dd 80 mg.
Lihat selanjutnya Bab 35, Antihipertensiva
dan Bab 37, Obat-obat jantung
VITAMIN DAN MINERAL
A. VITAMIN
Vitamin yaitu zat kimia organik dengan
komposisi beraneka-ragam, yang dalam
jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh
manusia untuk memelihara metabolisme,
pertumbuhan dan pemeliharaan normal.
Vitamin bukan merupakan ‘bahan bakar’
atau bahan untuk membangun tubuh.
Kebutuhannya berkisar dari beberapa mcg
(mikrogram), contoh vitamin B12, sampai
ratusan mg (vitamin C dan E). Tubuh manusia memiliki persediaan tertentu, yang
tergantung dari jenisnya yaitu cukup
untuk kebutuhan beberapa minggu sampai
beberapa tahun.
Istilah ‘vitamin’ diberikan atas dasar
perkiraan semula bahwa semua zat ini
memiliki struktur amin (Lat. vita = kehidupan), namun ternyata hanya tepat bagi
beberapa zat saja, antara lain tiamin (vitamin
B1
). Kebanyakan vitamin atau zat pelopornya
yang disebut provitamin, diperoleh dari
bahan makanan dan hanya beberapa saja
dapat disintesis sendiri dalam usus oleh
tubuh, yaitu vitamin B2
, B5
, K2
serta biotin.
Vitamin A dan D3
juga dapat disintesis dalam
tubuh dengan masing-masing karoten dan
kolesterol sebagai bahan pangkalnya.
Fungsinya sangat bervariasi. Banyak
vitamin secara biologis tidak aktif, namun
membutuhkan pengubahan kimia dalam
tubuh, contoh proses fosforilasi (vitamin
B1
, B2
, B3
dan B6
). Vitamin B2
dan B3
perlu
penggabungan pada nukleotida purin atau
piridin. Banyak vitamin berfungsi sebagai
ko-enzim bagi enzim tertentu, contoh
vitamin dari kelompok B bekerja sebagai koenzim, yang aktif pada proses metabolisme
dan pembentukan energi. Vitamin A bekerja sebagai bahan-pangkal untuk pigmen retina rodopsin, yang esensial bagi proses
penglihatan dalam keadaan kurang cahaya.
Vitamin C berfungsi pada sistem reduksioksidasi yang memegang peranan penting
pada banyak proses redoks, sedangkan vitamin D dalam bentuk aktifnya penting bagi
regulasi kadar Ca dan P dalam jaringan
tubuh.
Vitamin C ditemukan oleh peneliti Hongaria, A.von Szent-Gyorgyi (1893-1986),
penerima hadiah Nobel di tahun 1937.
Enzim dan ko-enzim
Enzim yaitu protein yang bekerja sebagai
katalisator untuk mencetuskan suatu reaksi
kimiawi tanpa dirinya mengambil bagian
pada reaksi tersebut. Daya kerja suatu enzim
bersifat spesifik, contoh lipase hanya berdaya merombak lemak, protease memecahkan hanya protein dan amylase hanya
dapat mengubah amilum (pati).
Enzim terdiri dari kompleks suatu protein
(apo-enzim) dan suatu zat non-protein (gugus
prostetik), yang berfungsi sebagai ko-enzim
(aktivator). Apo-enzim tidak bisa melakukan
kerjanya sebelum diaktivasi oleh ko-enzim ini.
Banyak vitamin dari kelompok-B berfungsi
sebagai ko-enzim bagi enzim-enzim penting.
Suatu ko-enzim metabolisme penting yaitu
ko-enzim A, yang berfungsi mentransfer
gugus asetil (transasetilasi) dalam siklus asam
sitrat (siklus Krebs).
Gangguan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk vitamin dapat di bagi dalam 3
kelompok:
1. Hipovitaminosis: kekurangan dari satu
atau lebih vitamin;
2. Avitaminosis: persediaan dari suatu vitamin praktis kosong (contoh vitamin B12 pada anemia perniciosa);
3. Hipervitaminosis: kelebihan dari suatu vitamin, sering kali disebabkan overdosis yang mengakibatkan gejala-gejala
intoksikasi serius.
Hipovitaminosis. Dapat timbul akibat genetik dari proses metabolisme vitamin. Sering
kali sebabnya yaitu ketidakmampuan
ko-enzim dari vitamin yang bersangkutan
(walaupun tersedia dalam jumlah cukup)
untuk mengikat diri pada apo-enzim dengan
efek yang sama seperti tidak tersedianya
vitamin tersebut. Contohnya yaitu antara
lain penyakit rachitis akibat resistensi vitamin D.
Hipervitaminosis. Jarang sekali disebabkan
asupan makanan, namun kebanyakan akibat
pemakaian suplemen (multi)vitamin yang
tidak rasional.
Defisiensi. Sejak dahulu dikenal gangguan
akibat defisiensi vitamin yang memicu
gejala khas, seperti buta malam (vitamin A),
beri-beri (vitamin B1
), radang lidah dan bibir
(cheilosis, vitamin B2
), pelagra (vitamin B6
),
skorbut (vitamin C) dan penyakit Inggris
rachitis (vitamin D). Dalam semua kasus di
atas, pemberian vitamin bersangkutan dalam
dosis yang 5-10 kali lipat dari kebutuhan
normal berkhasiat menghilangkan gejala
defisiensi secara cepat dan efektif.
Defisiensi vitamin D terutama dapat timbul
pada bayi dan balita. Sediaan kombinasi
A/D diberikan untuk menghindari penyakit rachitis bila juga ada kemungkinan kekurangan vitamin A. namun perlu diingat
bahwa bayi sehat tidak memerlukan tambahan vitamin A. Di samping ini harus juga
diwaspadai bahaya intoksikasi dari vitamin
A bila diperlukan dosis tinggi pada terapi
rachitis dengan kombinasi A/D.
Vitamin B-kompleks dapat dberikan pada
keadaan resorpsi buruk (contoh sebab
gangguan serius pada usus halus) atau
diet yang tidak sempurna sehingga timbul
defisiensi dari vitamin kelompok B. namun
dianjurkan bahwa kombinasi demikian tidak
mengandung vitamin B12 (tidak bermanfaat
pada dosis rendah yang lazim dalam sediaan
demikian) atau asam folat (cave: anemia
megaloblaster yang tidak terdeteksi).
Kebutuhan akan berbagai vitamin tergantung dari usia, kelamin dan susunan makanan sehari-hari. contoh , bila diet kaya
protein, maka kebutuhan akan riboflavin
dan piridoksin, yang berperan sebagai koenzim dalam metabolisme asam amino,
ternyata meningkat. Pada diet dengan banyak
karbohidrat dibutuhkan lebih banyak vitamin
yang berperan pada metabolisme gula,
seperti aneurin dan niasinamida (vitamin B3
).
Lihat tabel di bawah ini untuk kebutuhan
vitamin sehari-hari.
RDA (Recommended Daily
Allowance)
Banyak negara memiliki panitia ilmiahnya
yang secara periodik meneliti kebutuhan
gizi (nutrient) sehari-hari dari penduduknya.
contoh di AS ada Food & Nutrition Board
yang memberikan rekomendasi mengenai
jumlah kebutuhan sehari-hari (RDA) yang
mutlak untuk memelihara kesehatan dan
sebagai dasar penyusunan pola konsumsi
makanan. RDA dipublikasikan pertama kali
dalam tahun 1941, yang kemudian secara
periodik direvisi setiap 5 sampai 10 tahun.
Rekomendasi mencakup kebutuhan akan
unsur gizi yang penting, termasuk fat-soluble
vitamins, water-soluble vitamins dan mineral
bagi bayi, anak-anak, pria, wanita serta
wanita hamil dan yang menyusui.
Diet referensi. RDA didasarkan atas diet
referensi bagi kelompok penduduk tersebut,
di mana untuk setiap komponen ditetapkan
jumlah yang sebaiknya dimakan setiap
hari. Untuk susunannya lihat Bab 54, Dasardasar diet sehat. Menurut pendapat ini bila sesepasien mengonsumsi diet ini
dalam jumlah yang ditetapkan, maka ia
akan menerima semua (mikro)nutrien yang
diperlukan untuk memelihara kesehatannya,
khususnya untuk prevensi gangguan akibat
defisiensi vitamin. Artinya, menerima cukup zat-zat gizi utama berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, elemen spura
dan enzim. Oleh sebab itu para ahli gizi
menganggap bahwa pada hakikatnya suplesi
nutrien sama sekali tidak diperlukan.
• RDA baru di AS. Awal tahun 1999 Dewan
Nutrisi USA telah mempertimbangkan kembali RDA bagi semua mikronutrien. Untuk
pertama kali rekomendasi juga memberikan
perhatian pada asupan optimal dari zat-zat
gizi ini untuk meminimalkan risiko
penyakit kronis, seperti kanker dan PJP.
Dalam dua laporan pertama (dari seluruhnya
tujuh laporan) RDA untuk antara lain kalsium
dan asam folat sudah dinaikkan sampai
masing-masing 1000 mg (sebelumnya: 700-
900 mg) dan 400 mcg (sebelumnya: 200-300
mcg). Sangat mencolok yaitu nasihat bagi
pasien di atas usia 50 tahun untuk mensuplesi
vitamin B12 ekstra, sebab pemakaian nya
pada 10-30% dari lansia ini ternyata
tidak memadai (Food & Nutrition Board
USA, 1998).
pemakaian
Dari sudut pandang medis regular, penggunaan vitamin tambahan hanya dibenarkan
pada keadaan kekurangan, bila kebutuhannya meningkat atau selama minum obatobat tertentu. Beberapa keadaan ini
yaitu sebagai berikut.
a. Pada defisiensi akibat kelainan metabolisme
bawaan yang sangat jarang ada . Juga
pada malabsorpsi, antara lain pada pecandu
alkohol (vitamin B-kompleks), anoreksia (asam
folat), diet ketat untuk melangsingkan tubuh
(multivitamin), juga bagi lansia (multivit) dan
bayi “botol”.Sindrom malabsorpsi bisa terjadi
pada penyakit usus kronis, seperti gastritis
(vitamin B12), penyakit hati dan pankreas, diare lemak, sariawan, begitu pula pada
hipertirosis dan anemia perniciosa.
b. Lansia. Pada pasien di atas usia 60 tahun,
semua proses faali dalam tubuh mulai mundur
dan berlangsung lebih lambat. Sel-sel sistem
imun bekerja kurang efisien dan kurang
mampu lagi mereparasi kerusakan. Jaringan
hilang kelenturannya akibat cross-linking
non-enzimatik dari glukosa dengan protein.
contoh , paru-paru dan otot jantung lebih
sukar bekerjanya, pembuluh darah berangsur
bertambah kaku dan urat mengeras. Fungsi
kognitif dari otak (konsentrasi, ingatan,
kreativitas, daya belajar) kerapkali mulai
berkurang akibat proses menua dari sel otak
dan kemunduran transmisi impuls antar selsel saraf. Akibat perubahan dalam mukosa
dan jonjot usus (villi) resorpsi vitamin dan
elemen dari makanan ke dalam darah sering
kali berkurang dan tidak optimal lagi. Dengan
demikian dapat terjadi defisiensi mikronutrien penting. sebab sukar menentukan
zat-zat mana yang pada sesepasien yaitu
defisien, maka lansia dianjurkan untuk
minum tablet multivitamin (yang juga berisi
mineral) secara teratur. Untuk memelihara
fungsi otak terutama diperlukan vitamin
dari kelompok B-kompleks, beberapa
di antaranya meru-pakan prekursor dari
neurotransmitter di otak.
Walaupun pada umumnya tidak ada
bukti jelas terhadap indikasi yang rasional
untuk pemakaian multivitamin sebagai
profilaksis, namun yaitu kebiasaan untuk
meresepkan kombinasi-kombinasi tertentu,
contoh vitamin A/D dan vitamin B-kompleks.
c. Bila kebutuhannya meningkat, seperti
sebelum dan selama kehamilan (asam folat,
multivitamin), selama menyusui, pada anakanak sampai 6 tahun yang sedang tumbuh
(vitamin A, D) dan bayi sampai 3 bulan
(vitamin K, yang belum dibentuk oleh kuman
usus dan kurang tersedia dalam air susu ibu).
Begitu pula pada vegetarir (vitamin B12, yang
hanya ada dalam produk hewani), pasien
yang mengikuti diet melangsingkan tubuh
(multivitamin), perokok dan olahragawan
berat (vitamin B-kompleks, vitamin A, C
dan E akibat stres oksidatif berhubung
pemakaian O2
lebih tinggi). Akhirnya juga
sesudah pembedahan, radiasi X-ray dan pada
berbagai keadaan stres lain (vitamin A, C, E).
d. Pasien kronis dan pengguna obat. Dewasa
ini diketahui bahwa berbagai penyakit kronis,
seperti diabetes, COPD dan Parkinson disertai
stres oksidatif berlebihan. Kelebihan radikal
bebas dapat merusak jaringan dan sebab
itu memperburuk progresnya penyakit.
Pemberian vitamin yang optimal, khususnya
yang bersifat antioksidans (vitamin A,
C dan E) menurunkan risiko komplikasi
dan memburuknya penyakit. Obat-obat
tertentu yang dipakai menahun dapat
mengganggu resorpsi, sintesis, penimbunan
atau ekskresi vitamin tertentu. Yang terkenal
yaitu zat-zat antagonis-piridoksin (INH,
hidralazin dan penisilamin) serta tetrasiklin
yang menghambat flora usus, sehingga
sintesis vitamin B2
, B5
, biotin dan vitamin K3
terhenti. Obat-obat lainnya yaitu laksansia,
antikonvulsiva, kemoterapeutika, analgetika,
sedativa dan diuretika. Di samping itu
banyak obat mengurangi nafsu makan atau
memicu mual, nyeri lambung, diare
atau obstipasi, yang berakibat berkurangnya
pemasukan vitamin dengan makanan.
* Preventif. Telah ditemukan semakin
banyak indikasi bahwa berbagai vitamin
dan mineral dengan sifat antioksidan
(vitamin A, C, E, magnesium, seng dan
selen) dalam pangan berfungsi melindungi
terhadap PJP dan kanker. Penelitian populasi
telah menunjukkan, bahwa pasien yang
mengonsumsi banyak vitamin melalui
makanannya memiliki risiko lebih kecil
untuk mengidap kanker. Risiko akan
infark jantung dikurangi oleh vitamin E,
magnesium, begitu pula asam folat11 tunggal
atau terkombinasi dengan vitamin B6
dan
B12, sebab menurunkan kadar homosistein
yang meningkat (lihat juga Bab 37, Obat-obat
Jantung, Faktor risiko). Suatu studi besarbesaran (Select study) telah dilangsungkan
untuk memastikan efek melindungi dari
selenium dan vitamin E terhadap kanker prostat. Asam folat diperkirakan menurunkan risiko akan kanker usus dan bekerja
preventif terhadap PJP, selain khasiatnya
dapat menghindari spina bifida pada bayi.
Asam lemak omega, juga disebut vitamin
F (dari Fatty acid) juga bekerja preventif
terhadap PJP; suatu penelitian dari 20 tahun
menyatakan bahwa pria yang makan ikan
berlemak dua kali seminggu mengurangi
risiko infark jantung dengan 50% dibandingkan pria yang jarang mengonsumsi
ikan. Menurut studi lain, hal ini juga berlaku
bagi wanita. Di samping itu juga ditentukan
bahwa EPA & DHA melindungi terhadap
penyakit-penyakit peradangan, seperti rema
dan dermatitis, lagi pula menginaktivasi
enzim-enzim tertentu yang memegang peranan pada berkembangnya kanker usus
besar, lihat selanjutnya Bab 36,Antilipemika,
EPA dan Bab 54, Dasar-dasar Diet Sehat.
Suplesi vitamin
Jumlah nutrien yang terkandung dalam diet referensi ini di atas sukar sekali
diimplementasikan dengan tuntas oleh
sebagian besar pasien sebab berbagai sebab. contoh banyak pasien tidak dapat
“mengikuti”komposisi ideal dari diet ini
sehingga asupan mikronutrien tertentu
berada di bawah RDA. Bahkan, walaupun
bisa memenuhi seluruhnya, namun komponen dietnya tidak sesuai dengan RDA
yang ditetapkan untuk vitamin dan mineral,
antara lain vitamin B6
, iodium dan selen.
Penyebabnya ialah sebab kandungan nutrien ini dalam bahan makanan sangat
bervariasi dan tergantung dari tanah tempat
tumbuhnya tanaman. Bila tanah miskin akan
elemen spura seperti selenium, molybden,
borium dan iodium, maka tanamannya juga
akan mengandung sedikit elemen-elemen
penting tersebut.
berdasar pertimbangan ini para ahli
ortomolekuler (lihat boks) menyimpulkan
bahwa selain pada keadaan yang telah
diuraikan di atas, suplesi nutrien berguna
sekali bagi pasien yang tidak mungkin atau
tidak mampu mengikuti diet ideal tersebut.
Terutama bagi pasien yang sering menderita
gangguan kesehatan (ringan) dan selalu
merasakan badannya kurang sehat. Bagi
pasien sehat tanpa keluhan pada umumnya
suplesi nutrien bermanfaat untuk memelihara
daya tahan dan kesehatan yang optimal.
Bahan makanan yang diperkaya. Di banyak
negara antara lain di Belanda (sejak 1996),
Dewan Kesehatan telah memberikan izin
untuk menambahkan vitamin dan mineral
pada bahan makanan. Kini sudah beredar
produk susu, cornflakes dan minuman (soft
drinks) yang diperkaya dengan zat-zat
demikian sampai maksimal 100% ADH.
Pengecualian yaitu vitamin A, D dan asam
folat serta mineral spura Se, Cu dan Zn
berhubung ADH dan letak dosis toksiknya
berdekatan. Di AS dan Kanada pembubuhan
asam folat pada tepung roti diwajibkan sejak
Januari 1998 12,12c. Keharusan demikian tidak
berlaku bagi Eropa.
Dari berbagai survey ternyata bahwa
dalam praktik sudah banyak pasien di luar kelompok yang disebut di atas secara
teratur mengonsumsi vitamin dengan dosis
TERAPI ORTOMOLEKULER
Istilah ini dilontarkan pada tahun 1968 oleh ahli kimia dan pemenang hadiah Nobel ganda Dr.
Linus Pauling (1901-1994) dan dimaksudkan sebagai penanganan penyakit melalui pemakaian
zat-zat pangan yang tepat dalam dosis optimal (Yun. orthos = tepat, lurus, baik). Pentakaran yang
dipakai nya yaitu jauh lebih besar dari pada dosis yang direkomendasi (RDA). Dengan kata lain,
makanan yang optimal menciptakan lingkungan optimal pada mana proses reparasi seluler dalam
tubuh bisa berlangsung sebaik-baiknya.
Ahli ortomolekuler umumnya menganggap RDA yang ditetapkan oleh Dewan Nutrisi dari
kebanyakan negara terlampau rendah untuk mempertahankan kesehatan pada jangka panjang.
contoh RDA vitamin C di kebanyakan negara yaitu 60-70 mg, sedangkan menurut mereka
seharusnya 500-1.000 mg sehari. Jumlah tinggi ini dibutuhkan untuk melakukan fungsinya sebagai
antioksidan, yaitu melindungi jaringan terhadap kerusakan oksidatif oleh radikal bebas, yang akhirnya
dapat merugikan jaringan tubuh, antara lain membran sel dan inti DNA-nya.
Antioksidansia (AO)
Radikal bebas. Pada semua proses metabolisme tubuh, terutama reaksi dengan oksigen, terbentuk
molekul dengan kekurangan elektron (tak berpasang, unpaired) di kulit luarnya. Radikal bebas (FR,
Free Radicals) ini memegang peranan esensial pada contoh regulasi tekanan darah, pencegahan
infeksi kuman dan eliminasi zat-zat asing. Daya kerja ini berdasar reaktivitas tinggi FR berkat
elektron bebasnya dengan kecenderungan ‘mencuri’ elektron dari praktis semua molekul dari
lingkungannya.
Pembentukan FR dalam tubuh pada hakikatnya yaitu suatu hal yang normal, bahkan dibentuk
secara kontinu sebab dibutuhkan untuk proses tertentu, antara lain oksidasi lipida. Tanpa produksi
FR kehidupan tidaklah mungkin. contoh FR berperan penting pada ketahanan terhadap jasad
renik. FR dibentuk di dalam hati secara enzimatik dengan maksud memanfaatkan toksisitasnya
untuk merombak obat-obat dan zat-zat asing beracun lainnya.
Beruntung tubuh memiliki suatu sistem pelindung ampuh dari antioksidansia alamiah yang
berfungsi mengendalikan reaksi radikal ini agar jangan sampai merugikan organ tubuh. Bila
pengendalian ini gagal, sebab pembentukan FR terlalu banyak sehingga ada kelebihan FR dan
kekurangan relatif dari antioksidansia, dapat terjadi stres oksidatif dengan kemungkinan kerusakan
sel dan organ.
Antioksidansia (AO) dengan demikian merupakan perlindungan terhadap kelebihan FR, yang
selanjutnya dapat terbentuk pula pada pembakaran tak-lengkap dari zat-zat gizi dan pada aktivasi
berlebihan dari enzim yang menstimulasi pembentukan FR normal. Mekanisme kerjanya berdasar
sifatnya, yaitu mudah dioksidasi(menyerahkan elektron) dan dengan demikian menetralkan sebagian
besar FR berlebihan tersebut. Yang terpenting yaitu antioksidansia vitamin A, C dan E, asam liponat
serta enzim alamiah [glutathion-peroxydase (GPx), superoxide-dismutase (SOD) dan katalase].
Gangguan yang dihubungkan dengan FR. Bila sebab sesuatu sebab tubuh kekurangan AO, maka
membran sel dan inti sel dapat dicederai dengan akibat dipercepatnya proses menua dari jaringan
serta terjadinya cacat DNA dan sel-sel tumor. Selain itu FR juga dianggap turut bertanggungjawab atas
sejumlah gangguan lain, seperti pengeruhan lensa mata (staar, catarct) dan pengendapan oksi-LDL
kolesterol pada dinding pembuluh (aterosklerosis). Pada penyakit Parkinson di samping kekurangan
dopamin, juga ada persediaan glutathion (GS) rendah di otak, yang melindungi saraf terhadap
kerusakan oksidatif.
FR alamiah. Contoh penting dari FR tubuh yaitu radikal hidroksil (OH-
), superoksida dan peroxyl
(ROO-
). Begitu pula oksigen singlet (O2
-
), yang terdiri dari 2 atom-O tanpa elektron tak-berpasang
(unpaired). Walaupun bukan FR sejati, O2
singlet bersifat sangat reaktif sebab berada dalam keadaan
energetik meningkat dan mampu “merugikan” protein, juga menginisiasi peroksidasi lipida
berbahaya dari asam lemak tak-jenuh. Peroksidasi lipida dicurigai terlibat pada timbulnya tumor di
prostat, mamma dan kulit.
Lingkungan kita juga menghasilkan FR, antara lain sinar UV dari matahari, asap rokok, gas
buangan kendaraan bermotor dan pabrik, smog dan sebagainya. Pembebanan FR (stress oksidatif)
oleh pengotoran lingkungan (polusi) tidak selalu bisa dihindari dan sampai derajat tertentu dapat
ditanggulangi oleh pasien sehat. namun bila pembebanan terlampau tinggi atau daya tahan tubuh
tidak optimal, keadaan ini dapat merugikan kesehatan.
Proses yang dapat membebaskan radikal bebas yaitu :
- pembentukan energi tubuh - obat-obat
- pembelahan sel - operasi dan radiasi
- oksidasi lemak/protein - stres mental & fisik
- proses sistem imun - merokok
- detoksifikasi di hati - polusi, ozon
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
a. proses menua
Radikal bebas –––––––> kerusakan –––––––> b. kanker dan penyakit lain
(jantung, pembuluh, mata,
paru, lambung dan
antioksidansia sistem imun)
Gambar 53-1: Sebab-sebab pembentukan FR dan akibatnya bagi tubuh
Antioksidansia yang banyak dipakai sebagai food supplement yaitu vitamin A (karoten,
lycopen), C dan E, flavonoida (quercetin, genistein), senyawa selen (Se) dan seng (Zn), ubiquinon
(co-enzim Q10), pycnogenol (OPC) dan asam amino mengandung belerang: asetil/sistein, metionin
dan taurin. Zat-zat yang juga ditemukan sifat antioksidannya yaitu asam liponat,melatonin dan
curcumin. Di kebanyakan negara semua senyawa ini dapat dibeli bebas tanpa resep sebagai suplemen
gizi.
Kombinasi AO dalam dosis tepat dari beberapa antioksidansia dapat saling memperkuat efeknya
(synergisme). contoh kombinasi dari vitamin E, vitamin C + glutation (GSH) + asam liponat
merupakan suatu rentetan antioksidans (‘cascade’). Seusai penyerahan elektron pada radikal bebas,
vitamin E yang telah teroksidasi dapat direduksi kembali oleh vitamin C. Kemudian vitamin C yang
teroksidasi pada gilirannya direduksi kembali oleh glutation, lalu oksiglutation dikembalikan lagi
pada keadaan aslinya oleh asam liponat. Dengan demikian ketiga antioksidansia pertama direaktivasi
lagi