obat 9





 anyakan infeksi 

(via transfusi dan jarum yang tercemar) 

berlangsung tanpa gejala nyata, seperti 

halnya pada hepatitis akut.

4. VIRUS INFLUENZA

Influenza disebabkan oleh virus-RNA yang 

dapat hidup pada manusia, kuda, babi, ikan 

paus, ayam, itik dan burung. Virus-RNA 

terdiri atas inti protein dengan antara lain RNA 

dan polimerase. Di bagian luarnya ada  

membran albumin dan membran lemak, di mana 

ada  tajuk-tajuk glycopeptida. «Spikes» ini 

terdiri dari protein hemagglutinin (H) dan 

neuraminidase (N), yang berfungsi sebagai 

antigen permukaan (lihat Gambar 50-1). 

Hemagglutinin dan neuraminidase terdiri 

dari banyak varian dan berdasar  ini jenis 

virus influenza diberikan namanya, misalnya 

H1N1, H3N2.

Infeksi terjadi melalui inhalasi dari tetesan 

liur (pada waktu bersin, batuk, berbicara). 

Masa inkubasinya 1-3 hari. Gejalanya muncul 

sesudah  masa inkubasi dan berupa demam 

sampai 40°C, nyeri sendi dan otot di seluruh 

tubuh, sakit tenggorok dan kepala, radang 

mukosa hidung dan batuk kering yang dapat 

bertahan berminggu-minggu. Pada sebagian 

kecil penderita, terutama yang memiliki daya tahan menurun, infeksi ini berlangsung 

parah sampai fatal.

Rhinovirus dan selesma. Di samping 

virus influenza masih ada  lebih dari 

seratus jenis rhinovirus penyebab selesma/

pilek(masuk angin, «common cold»). Gangguan 

ini sering kali dikelirukan dengan influenza, 

karena gejala-gejalanya sama walaupun tidak 

sehebat dan praktis tidak pernah mengakibatkan kematian. Selesma juga sembuh spontan melalui pengobatan simtomatis dengan 

analgetika, obat batuk dan tetes hidung/telinga.

Jenis-jenis virus influenza yang dikenal dibagi berdasar  3 tipe, yakni:

tipe A, dengan 5 subtipe, yakni H1

-H2

-

H3

-H4

 dan H5

, yang bermutasi setiap 1-2 

tahun.

tipe B, yang bermutasi setiap 4-5 tahun.

tipe C, yang jarang sekali ada . 

Seusai suatu epidemi dan setiap tahun, virusvirus influenza A dan B bermutasi ringan, 

khusus mengenai enzim hemagglutinnya. 

Berhubung dengan mutasi-mutasi kecil ini 

(“antigenic drift”) glikoproteinnya (H dan 

N) selalu berubah sedikit, sehingga secara 

sangat berangsur-angsur “menjauhkan diri” 

(‘drifting away’) dari antibodies yang sudah 

terbentuk dalam tubuh. Oleh karena itu tidak 

mungkin membuat suatu vaksin influenza 

universal, lihat Bab 50, Sera dan vaksin, Vaksin influenza.

Mutasi besar (“antigenic shift”) terjadi setiap 8-15 tahun pada virus-A, di mana terbentuk suatu subtipe A baru dengan protein 

permukaan yang seluruhnya berlainan. Mutan demikian dapat mengakibatkan epidemi 

hebat. Munculnya virus-virus A baru dalam 

abad ini sudah beberapa kali menimbulkan 

pandemi. Yang terkenal yaitu  pandemi di 

tahun 1919 (“Spanish flu”) dengan 20-50 juta 

kematian, terutama orang muda. Menurut 

penyelidikan baru, epidemi itu disebabkan 

oleh subtipe H1-N1 yang “berkerabat” dengan virus flu babi. Begitu pula pandemi 1946

(strain baru A1), 1957 (“flu Asia”,subtipe A2: 

H2-N2), 1968 (“flu Hongkong”, subtipe A2: H3-

N2,) dan 1977 (“Rusia”, H1).Virus-virus yang 

ada  dewasa ini yaitu  turunan dari tipe 

H3-N2. Virus influenza yang ada  pada 

babi pada tahun 1976 menimbulkan epidemi 

Fort Dixon.

Flu burung. Akhir 1997 di Hongkong telah 

muncul suatu virus influenza-A baru (avian 

influenza tipe H5-N1) yang berasal dari burung/unggas dan dapat ditularkan kepada 

manusia melalui percikan lendir yang keluar 

dari unggas atau melalui udara (kotoran 

unggas yang sudah mengering). Sumber 

infeksi lain yaitu  pemakaian  kotoran unggas sebagai pupuk. Gejalanya pada manusia yaitu  demam tinggi (di atas 38° C), sakit 

kepala, tenggorok, myalgia (sakit otot), batuk 

pilek dan radang parah paru-paru.

Virus ini kemudian menyebar ke berbagai 

negara di Asia a.l. negara kita  pada tahun 

2003. Dari ± 120 orang di Asia yang terinfeksi 

sekitar 60 orang telah meninggal. Walaupun 

kemungkinan penularan dari manusia ke 

manusia kecil, tetapi karena virus flu terkenal 

bersifat sangat lincah, dikhawatirkan virus 

ini akan berintegrasi/berkombinasi dengan 

virus influenza manusia dan menciptakan

mutan-mutan baru yang lebih ganas dan 

memudahkan transmisinya dari manusia ke 

manusia. 

Dalam usaha mencegah penyebarannya 

dan timbulnya pandemi, maka lebih dari satu 

juta (anak) ayam dan itik telah dimusnahkan 

di banyak negara, misalnya di negara kita  

dan negeri Belanda (2002). Awal 2005 telah 

dilaporkan lagi kasus-kasus infeksi dengan 

H5N1 di Vietnam, Thailand, Kamboja dan 

juga negara kita . 

Medio bulan September 2005 kekhawatiran merebak di negara kita  mengenai penyebaran virus flu ini yang dipicu dengan meninggalnya beberapa korban yang positif 

terinfeksi avian flu H5N1. Juga terinfeksinya 

sejumlah unggas di Taman Margawatwa 

Ragunan mengakibatkan kebun binatang ini 

ditutup bagi publik selama 3 minggu untuk 

memberikan kesempatan ‘mensterilkan’ beberapa bagian yang tercemar. Untuk menanggulangi penyebaran penyakit ini dengan lebih 

efektif dan menyeluruh, maka Departemen 

Kesehatan telah mengumumkan situasi KLB 

(Kejadian/kondisi Luar Biasa) Nasional Flu 

burung.

Menurut laporan terakhir (2007) negara kita  

menempatkan peringkat pertama di dunia 

sesudah  Vietnam mengenai terjangkitnya dan 

angka kematian akibat flu burung H5N1. 

Hampir seluruh provinsi di negara kita  merupakan endemik virus ini dengan hanya 3 

provinsi yang bebas. Hingga akhir bulan 

Januari tahun 2007 jumlah orang yang positif 

terinfeksi di seluruh negara kita  sebanyak 79 

orang dan 61 di antaranya telah meninggal 

(DirJen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan DepKes R.I.). 

Di samping ini kurang lebih 30 juta unggas 

telah dimusnahkan. Dalam rangka memberantas penyakit virus ganas ini, dalam bulan 

Januari 2007 telah diterbitkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.5 tahun 2007 tentang 

larangan memelihara unggas di kawasan 

pemukiman.

Catatan: Epidemi yaitu  peningkatan pesat 

dari jumlah penderita suatu penyakit.

Pandemi yaitu  epidemi sangat meluas 

yang mis. menyerang beberapa negara sekaligus.

Penanganan. Sebagai tindakan prevensi 

ayam dan itik dapat divaksinasi dengan 

vaksin H5N1 (Sanofi Pasteur, Prancis) yang 

sudah tersedia sejak beberapa tahun, sedangkan unggas yang sudah terinfeksi dimusnahkan. Tetapi masih terlampau dini untuk 

menyatakan keampuhan dan keselamatan 

dari pemakaian  vaksin ini karena pengalamannya masih terbatas. 

Pengobatan terdiri atas istirahat (bedrest) dan 

suatu analgetikum untuk mengatasi rasa nyeri 

(parasetamol, asetosal). Obat-obat lain yang 

dapat memengaruhi jalannya infeksi yaitu  

vitamin C, seng, amantadin dan penghambat 

neuraminidase.

a. Vitamin C dalam dosis tinggi (3-4 dd 

1000 mg) berkhasiat meringankan gejala 

dan mempersingkat lamanya infeksi, berdasarkan stimulasi perbanyakan dan aktivitas limfosit-T (Br J Nutr 1992; 67: 3).

b. Seng-glukonat dalam bentuk tablet-hisap 

dengan 13,3 mg Zn (kurang lebih 92,5 

mg Zn-glukonat) yang dipakai  sedini 

mungkin pada awal infeksi 5-6 x sehari 

dapat mempersingkat lamanya masa sakit 

dari rata-rata 7,6 menjadi rata-rata 4,4 

hari (Ann Int Med 1996; 125: 81). Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasar  

blokade dari tempat-tempat di permukaan 

virus yang dapat mengikat pada sel-sel 

tubuh. Atau juga atas dasar daya kerja ionZn yang menghambat pembelahan polipeptida

virus serta aktivasi limfosit.

c. Virustatika dipakai  sebagai prevensi 

atau untuk meringankan gejala penyakit, 

bila terjadi infeksi.

• Amantadin dapat dipakai  selama 

10 hari bersama injeksi vaksin influenza guna melindungi terhadap virus-A2 selama masa vaksin belum 

aktif (masa inkubasi 10 hari), terutama 

pada orang-orang dengan daya-tangkis lemah.

• Oseltamivir dan zanamivir termasuk 

kelompok neuraminidase-inhibitors

(1998) yang ternyata efektif untuk 

mencegah dan menangani influenza. 

Obat-obat ini dapat menurunkan 

kematian pada orang dewasa yang 

terinfeksi virus influenza A H1N1,

bila dipakai  dalam 2 hari sesudah  

timbulnya gejala-gejala pertama.

Obat ini menghambat enzim neuraminidase pada permukaan virus. Dengan 

demikian pelepasan partikel-partikel 

virus (virion) ke luar sel tuan rumah 

dihindarkan, sehingga sel-sel yang 

berdekatan di dalam saluran napas 

tidak ditulari. Zanamivir dipakai  

sebagai inhalasi 1-2 dd 10 mg (Ph Wkbl 

1998; 133: 1590). pemakaian  oseltamivir lebih praktis karena per oral, 

(lih. Monografi).

d. Antibiotika hanya dipakai  pada 

orang yang berisiko tinggi dengan dayatangkis lemah, seperti penderita bronchitis kronis, jantung atau ginjal. Penderitapenderita ini mudah dihinggapi infeksi 

bakterial sekunder, khususnya radang 

paru (pneumonia) yang tak jarang berakhir 

fatal. Oleh karena itu di Eropa orangorang yang berisiko tinggi dianjurkan 

untuk setiap tahun pada permulaan 

musim dingin melindungi diri dengan 

injeksi vaksin influenza. Malah di negeri 

Belanda semua lansia diatas 65 tahun 

diberi vaksinasi ini dengan cuma-cuma.

Sindrom postviral yaitu  kompleks gejala sesudah sembuh dari infeksi influenza (atau infeksi virus lain) yang bercirikan perasaan sangat lelah, letih, kurang 

energi serta depresi. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh toksin-toksin virus

yang masih beredar di dalam darah 

selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Selama kurun waktu ini 

sebaiknya jangan melakukan kerja fisik 

berat sambil memperkuat daya tahan 

tubuh dengan makanan bergizi dan 

cukup vitamin.

5. VIRUS-VIRUS LAIN

a. Virus dengue (pelafalan: denggi; Ing = 

menyerupai dandy).

Sekitar setengah dari populasi dunia bermukim di negara-negara yang endemik bagi 

virus-RNA (flavivirus) ini, terutama di Asia 

dan Afrika, tetapi dewasa ini juga di Amerika. 

Infeksi terjadi oleh gigitan nyamuk Aedes 

aegypti dan penularannya mirip penularan 

malaria. Tetapi berbeda dengan nyamuk 

Anopheles, nyamuk ini menyengat terutama 

pada siang hari. [Nyamuk tersebut juga 

yaitu  penyebab penularan flavivirus 

lain, yaitu demam kuning (yellow fever) di 

Afrika dan Amerika Latin]. Dikenal empat 

serotipe virus dengue, masa inkubasinya 5-8 

hari. Menurut perkiraan WHO, setiap tahun 

dengue menimbulkan korban fatal ±20.000 

orang. Pada tahun 1994 terjadi epidemi di 

Amerika Tengah (Puerto Rico, Kuba) dan di 

tahun 1996 di negara kita , Malaysia, Filipina 

dan India. Pada awal tahun 2004 kembali 

terjadi epidemi di negara kita  dengan ±24 ribu 

orang terinfeksi dan ± 360 yang meninggal. 

Total kasus DBD di seluruh negara kita  untuk 

tahun 2005 tercatat kurang lebih 67.800 pasien dan lebih dari 900 telah meninggal (Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan 

Lingkungan Dep Kes RI). Sedangkan di 

DKI Jakarta hingga pertengahan bulan Desember 2006 tercatat kurang lebih 24300 

kasus dan k.l. 50 telah meninggal (situs web 

Antara). Kini virus tersebut sudah ditemui 

di 17 negara bagian AS. Sampai sekarang 

pengendalian penyakit virus ini masih 

mengalami kesulitan. Di tahun 2010 sekitar 

4 miliar orang di seluruh dunia berisiko 

terinfeksi oleh salah satu dari 4 virus dengue 

(DENV1-4) dan lebih dari 390 juta orang telah 

terinfeksi.

Ref. Halstead S.B. Stumbles on the path 

to dengue control.The Lancet Infectious 

Diseases, Volume 14, Issue 8, Pages 661 - 662, 

2014

Deteksi virus dilakukan dengan penentuan 

antibodies di dalam darah. Transmisi dari 

manusia ke manusia tidak mungkin.

Penelitian untuk membuat vaksin terhadap 

dengue telah dilaksanakan di Thailand (Sanofi Pasteur), tetapi masih mengecewakan 

karena praktis tidak dapat memberikan 

perlindungan terhadap serotype 2. Vaksin tersebut mengandung virus hidup rekombinan yang aman. Dari hasil penelitian 

ini terbukti untuk pertama kali bahwa suatu 

vaksin yang aman terhadap dengue dapat 

dibuat, tetapi masih memerlukan studi 

follow-up lebih lanjut. 

Ref. Lancet. 2012; epub 11 september

Gejalanya berupa demam-menggigil sampai 40°C, nyeri sendi dan otot yang hebat, 

terutama di tungkai, sakit kepala berat, 

nyeri otot/persendian dan timbulnya bintikbintik merah (petechiae) yang khas di muka, 

kaki dan tubuh. sesudah  2-4 hari demam 

mendadak hilang untuk kemudian (sesudah 

24 jam) kambuh lagi. Naik-turunnya suhu 

ini yaitu  karakteristik bagi dengue. Pada 

awalnya timbul leukopeni, trombositopeni 

dan kemudian leukositosis. Trombositopeni 

diperkirakan karena depresi sumsum tulang 

dan rusaknya trombosit. sesudah  3-6 hari 

lagi ruam dan demam lenyap sama sekali. 

Prognosisnya baik, masa penyembuhannya 

dapat memakan waktu lama. Tes diagnosis 

yang umum dipakai  yaitu  tourniquettest 

(Rumpell-Leede test) disusul konfirmasi deteksi 

virus melalui penentuan antibodies dengan 

pemeriksaan IgM (respons primer) dan IgG 

(respons sekunder) di dalam darah. Sampai 

sekarang belum ada terapi kausal terhadap 

dengue dan penanganan hanya terdiri dari 

terapi penunjang seperti infus dengan larutan 

garam, pemberian zat asam, istirahat dan 

parasetamol terhadap demam. Bila terjadi 

perdarahan serius dapat dipertimbangkan 

pemberian transfusi darah. Dengan terapi 

penunjang yang baik mortalitas penyakit 

infeksi ini terbatas sampai 1-3%, tetapi bila 

diabaikan dapat meningkat sampai 50%.

Demam berdarah dengue (DBD) dan Sindrom shock dengue (SSD) yaitu  bentuk-bentuk parah dari dengue. Menurut 

perkiraan disebabkan oleh 2 infeksi berturutturut dari jenis-jenis (serotipe-serotipe) yang 

berlainan. Selama infeksi kedua terjadi suatu 

reaksi imunologi dengan aktivasi sistem 

komplemen serta terganggunya endotel dan 

permeabilitas pembuluh. Mungkin juga virulensi abnormal dari virus memegang peranan. 

Pada bentuk-bentuk ganas ini dari hari ke-2 

sampai ke-5, di samping demam, juga terjadi 

hipotensi, shock dan perdarahan dari kulit, 

hidung dan telinga, yang tanpa perawatan 

akan berakhir fatal dalam 50% dari kasus. 

DBD (hemorrhagic fever) terutama menghinggapi anak-anak. Prevensi dilakukan 

dengan jalan memberantas nyamuk dari 

tempat-tempat pembiakannya (air yang 

tidak mengalir, tong air hujan). Untuk ini 

dapat dipakai  suatu insektisid yang dapat 

memusnahkan jentik-jentik (larva) nyamuk, 

misalnya senyawa organotiofosfat temephos( 

Abate), 10 g per 100 liter air. 

Pengobatannya hanya simtomatis dengan 

transfusi darah untuk menanggulangi shock 

di samping analgetika/antipiretika. Dengan 

penanganan yang layak, angka kematian 

DBD dan SSD terbatas sampai ±5%.

Obat antiviral yang ampuh terhadap dengue belum diketemukan, walaupun sedang 

diadakan penelitian terhadap senyawa penghambat alfa-glukosidase celgosivir untuk 

pengobatan demam berdarah akut.

Ref. The Lancet Infectious Diseases, Volume 

14, Issue 8, Pages 706 - 715, 2014

b. Virus Ebola yaitu  virus-RNA, yang pada 

tahun 1995 mengakibatkan epidemi di Zaire 

sesudah  virus “tidur” selama 16 tahun. Ebola

yaitu  nama suatu sungai di Zaire, di mana 

penyakit ini dideteksi untuk pertama kalinya 

di tahun 1979. Sampai sekarang belum diketahui vektor-nya, yaitu hewan perantara 

yang meneruskan virus kepada manusia. 

Tetapi diduga bahwa carriernya yaitu  

kelelawar, walaupun hewan ini sendiri tidak 

memperlihatkan gejala penyakit. Mungkin 

sekali hewan ini sudah menyesuaikan diri 

dan sejak lama sudah menjadi pembawa 

virus tersebut. 24 

Pertengahan tahun 2014 timbul epidemi 

Ebola yang menurut para ahli kesehatan 

yaitu  “letusan” Ebola paling mematikan dalam sejarah. Epidemi ini timbul di 

Afrika Barat dan pertama kali di Guinea 

yang lalu menjalar ke Liberia, Sierra Leone, 

Senegal, Mali dan Nigeria. Menurut WHO 

tercatat lebih dari 20.600 kasus terinfeksi, 

dengan angka kematian lebih dari 8.150 

(Januari 2015). WHO telah menyatakan 

epidemi ini sebagai “public health emergency 

of international concern.”

Infeksi terjadi melalui kontak langsung (tidak 

melalui udara) dengan darah (seperti AIDS) 

atau dengan cairan tubuh lain (liur, urin, 

tinja, mani), begitu pula melalui barang yang 

terkontaminasi oleh cairan tubuh penderita.

Masa inkubasi 2 sampai 21 hari dengan gejala nyeri kepala, nyeri persendian, muka dan 

mata bengkak, ruam kulit, demam, muntah, 

diare serta gangguan ginjal dan hati. Gejalagejala ini disusul oleh perdarahan hebat dari 

semua liang tubuh dan organ-organ dalam, 

karena darah tidak membeku lagi. Akibatnya 

syok dan fatal (90%) dalam beberapa (±10) 

hari bagi kebanyakan pengidap. Penyakit 

infeksi ini sangat menular dengan angka 

kematian berkisar antara 50%-90%! Hingga 

kini belum ada obat maupun vaksin terhadap 

infeksi virus ini. Selama epidemi ini ada satu 

experimental drug (ZMapp, serum dengan 

suatu monoklonal antibodi) yang belum 

melalui proses clinical trial diberikan kepada 

beberapa penderita infeksi Ebola dengan 

hasil sementara yang memberikan harapan.

c. Virus Hanta. Penyakit virus ini ditularkan kepada manusia melalui kotoran (urin, 

feses) binatang-binatang (zoönose), a.l. binatang mengerat seperti tikus, tetapi tidak dapat ditulari dari manusia ke manusia (tuanrumah terakhir). Infeksinya timbul melalui 

debu kotoran yang dihirup melalui pernapasan.

Di tahun 1951, untuk pertama kalinya muncul di Korea dengan gejala demam, shock 

dan perdarahan. Suatu jenis Hanta baru telah 

menimbulkan pandemi di AS Barat di tahun 

1993 pada suku Indian Navajo dan kini sudah 

ditemukan di lebih dari 20 negara bagian AS. 

Akhir-akhir ini (2006) infeksi Hanta virus yang 

sangat meresahkan telah timbul di beberapa 

negara Eropa Barat.25

Infeksi ditandai dengan gangguan fungsi 

ginjal serius dan trombopeni di samping 

terisinya paru-paru oleh cairan dan tekanan 

darah yang sangat meningkat. Mortalitasnya 

tinggi, kurang lebih 60% dan sampai sekarang 

belum dikenal obat atau vaksin terhadap 

virus ganas ini.

d. Human Papillomavirus (HPV). VirusDNA ini termasuk famili papovavirus dan 

mencakup lebih dari 80 jenis (subtipe). Virus 

ini mengakibatkan timbulnya kutil-kutil (verucca, wart) di kulit dan di daerah anogenital 

dengan jalan proliferasi sel-sel epitelnya. Kutil-kutil kelamin ini yaitu  penyakit kelamin nomor dua sesudah  gonore dan Herpes 

genitalis. HPV juga penyebab kanker leher 

rahim (cervix), dengan angka kematian di 

atas 40%! Deteksi dini melalui diagnostikDNA dapat menurunkan angka ini. 

Pengobatan. Kutil-kutil di tangan dan kaki 

sering kali sembuh secara spontan. Dalam 

kasus serius dapat dilakukan prosedur pembakaran dengan listrik (electrocautery) atau 

pembedahan sesudah  pembekuan dengan 

kloretil. Selain itu dapat dipakai  keratolitika (larutan asam salisilat + asam laktat aa 

17% dalam collodium, salep salisilat 40%). 

Atau dikompres dengan formaldehida 2-5% 

dengan efek baik.

e. Virus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome

Awal tahun 2003 dunia dikejutkan oleh 

timbulnya epidemi suatu penyakit infeksi 

virus yang dinamakan epidemi SARS. Berasal 

dari Cina SARS dalam waktu beberapa bulan 

melanda seluruh dunia. Menurut Organisasi 

Kesehatan Dunia (WHO) epidemi ini menyebabkan ±8000 orang di seluruh dunia, 

terutama di Asia dan Kanada (Toronto), telah terinfeksi dan ±10% meninggal. Walaupun informasi mengenai penyakit ini dihambat oleh pemerintah China berdasar  beberapa alasan sehingga pemberantasannya dipersulit, namun dunia internasional tanpa 

ragu-ragu mengerahkan kerja sama yang 

erat antara berbagai pusat penelitian dan 

laboratoria untuk menanggulanginya. Dalam 

waktu hanya dua bulan sesudah  epidemi dilaporkan, penyebab SARS sudah dapat dideteksi dan dalam lima bulan epidemi ini 

telah berhasil diatasi. 

Penyebabnya. SARS yaitu  suatu penyakit 

saluran napas yang diakibatkan oleh suatu 

coronavirus yang dinamakan SARS-associated 

coronavirus atau SARS-CoV. Virus ini diperkirakan yaitu  suatu zoönose (penyakit hewan 

yang dapat pindah ke manusia) yang menyerang manusia melalui transmisi dari 

hewan ke manusia. Identifikasi melalui reaksi 

rantai polymerase dari hewan-hewan pembawa virus SARS-CoV sangat penting untuk 

menjamin kesehatan masyarakat

Gejalanya. Yang terutama yaitu  demam 

tinggi (99%) sampai melebihi 38° C, batuk 

tidak produktif (69%), myalgia (sakit otot) 

(49%) dan dyspnoe (sesak napas) (42%). Gejala lain yaitu  sakit kepala, diare (10-20%) 

dan sebagian besar menderita pneumonia. 

Penyakit ini terutama fatal bagi penderita 

diabetes

Cara penularan. SARS terutama ditularkan 

melalui hubungan erat person-to-person, yakni kontak langsung dengan sekret pernapasan atau cairan tubuh. Virus dengan mudah 

sekali ditulari melalui percikan pernapasan 

(droplet spread). Cara transmisinya yaitu  

bila seorang penderita batuk atau bersin dan 

percikannya tiba pada selaput lendir dari 

mulut, hidung dan mata dari seorang yang 

berdekatan. Virus juga dapat ditulari bila 

seorang bersentuhan dengan benda yang 

tercemar dengan percikan ini atau melalui 

udara (airborn). 

Pengobatan. Obat yang dipakai  terhadap infeksi virus SARS yaitu  ribavirin. 

Suatu vaksin telah dikembangkan dari virus 

influenza yang diperlemah, pada mana 

ditambahkan suatu gen dari virus SARS. 

Vaksin ini hanya efektif pada anak-anak, 

tidak pada orang dewasa 

• Di tahun 2012 di Jordania timbul penyakit 

infeksi saluran pernapasan akibat suatu 

virus baru yang dinamakan ‘Middle East 

respiratory syndrome coronavirus’ (MERSCoV-RNA), yang penularannya diperkirakan 

dari manusia ke manusia.

Clinical Infectious Diseases ,

f. Virus Nile Barat

Virus ‘baru’ ini pertama kali muncul pada 

tahun 1937 di Uganda dan kemudian secara 

acak melanda di Afrika dan Israel. Baru pada 

tahun1999 disinyalir timbulnya di New York. 

Penyebarannya terjadi oleh burung perantau 

dan nyamuk Culex, yang ditularkan virus 

sesudah  menyengat burung yang terinfeksi. 

Sementara ini sudah meninggal 104 orang 

di 32 negara bagian A.S. Yang sangat meresahkan yaitu  bahwa semakin banyak hewan 

tewas akibat penularan (burung, kuda, bajing) Penularan bisa juga terjadi melalui 

transfusi darah. Gejala infeksi mirip flu ringan, 

tetapi menjadi sangat berbahaya bila timbul 

demam tinggi, mengigau dan koma, karena 

dapat mengakibatkan meningitis yang fatal. 

Juga dilaporkan perlumpuhan mirip polio 

irreversibel dan hilang ingatan.

Di laboratoria kini para ilmiawan bekerja 

keras untuk membuat vaksin antivirus.

Kehamilan dan laktasi. Karena belum tersedia cukup data mengenai keamanan obat 

antiviral untuk janin dan bayi, beberapa tahun 

yang lalu obat antiviral tidak dianjurkan 

pemakaian nya oleh wanita hamil dan 

selama laktasi. Akan tetapi penelitian pada 

tahun-tahun terakhir menunjukkan, bahwa 

guna menghindari transmisi vertikal dari ibu 

yang terinfeksi HIV ke bayi, terapi HAART 

yaitu  aman, efektif dengan sedikit efek 

samping. Wanita hamil yang belum pernah 

diberikan medikasi, kini dianjurkan memulai 

dengan terapi HAART antara minggu ke-20 

dan ke-28.20

MONOGRAFI

A. OBAT ANTIRETROVIRAL

1. Indinavir: Crixivan

Obat baru ini (1995) berkhasiat terutama 

terhadap HIV tipe-1, tetapi efeknya kurang 

kuat terhadap tipe-2. Menghambat proteaseHIV(PI), yaitu enzim yang ‘memutuskan’ 

rantai polipeptida menjadi bagian-bagian 

yang lebih kecil. Dengan demikian menjadi 

“masaknya” virus-virus baru dihalangi dan 

terbentuklah virus-virus yang belum masak 

dan tidak bersifat menular lagi. Khusus 

dipakai  dalam kombinasi dengan satu 

atau lebih penghambat RT (RTI).

Resorpsi dan BA-nya sangat berkurang oleh 

makanan yang kaya protein dan lemak, maka 

harus diminum pada perut kosong. Plasma-t½-nya rata-rata 1,8 jam. Dimetabolisasi 

dalam hati oleh sistem oksidasi P 450, 

ekskresinya melalui tinja (80%) dan kemih 

(20%). 

Efek-efek samping yang tersering berupa 

gangguan lambung-usus, agak sering juga

timbulnya batu ginjal dengan kencing berdarah (hematuria) yang mungkin akibat kristalisasi dalam urin. Untuk mengurangi risiko 

ini perlu minum sekurang-kurangnya 1,5 l 

air sehari. Selain itu dapat pula terjadi nyeri 

otot dan kepala, pusing, rasa letih dan penat, 

exanthema, gatal-gatal, kesemutan dan sukar 

tidur. 

Interaksi. Zat-zat yang juga dimetabolisasi 

oleh sistem-P450 hati tidak dapat dipakai  

pada waktu bersamaan, karena kadarnya 

dalam darah dapat meningkat secara toksis. 

Contohnya: rifampisin/rifabutin, terfenadin, astemizol dan cisaprida (dengan efek 

gangguan ritme), juga alprazolam, midazolam dan triazolam (efek sedasi berlebihan 

dan supresi pernapasan). Kadar indinavir 

dalam darah dikurangi oleh deksametason, 

rifampisin, fenitoin dan karbamazepin.

Resistensi silang dapat terjadi dengan ritonavir dan praktis tidak dengan saquinavir.

Dosis: 3 dd 800 mg 1 jam a.c., bila dikombinasi dengan didanosin perlu diminum dengan interval 1 jam. 

* Ritonavir (Norvir) yaitu  derivat (1996) 

dengan khasiat PI yang sama, tetapi kerjanya 

lebih panjang (t½ = 3-5 jam). Makanan meningkakan resorpsinya, BA-nya lebih dari 

60%. Efek samping dan interaksi sama dengan indinavir. 

Dosis: 2 dd 600 mg d.c.

* Saquinavir (Invirase) yaitu  derivat (1996) 

dengan daya kerja dan sifat-sifat yang sama. 

Plasma-t½-nya 13 jam, tetapi resorpsinya 

buruk dengan BA hanya kurang lebih 4%.

Dosis: 3 dd 600 mg p.c.

2. Nevirapin: Viramune

Derivat diazepin-dipirido ini (1998), sama 

dengan efevirenz, bukan derivat nukleosida, 

tetapi khasiatnya sama, yaitu menghambat 

reverse transcriptase Bila dipakai  sebagai 

monoterapi dengan cepat terjadi resistensi, 

maka selalu dipakai  bersama dua RTInukleosida: lamivudin + AZT atau stavudin. 

Kombinasi dengan penghambat protease (PI) 

tidak mungkin karena menurunkan kadar 

plasma PI. Nevirapin mencapai otak dan dapat dipakai  pada demensia akibat AIDS.

Resorpsinya dari usus baik dengan BA 93%, 

PP-nya l.k. 60%. Dapat melintasi CCS dan 

kadarnya di cairan otak k.l. 45% dari kadar 

plasma. Masa paruhnya 25-30 jam. Ekskresinya melalui urin untuk 80% sebagai glukuronida atau metabolit hidroksilnya, hanya 5% 

secara utuh.

Efek sampingnya relatif sedikit tetapi agak 

serius, khususnya rash dan gangguan fungsi 

hati yang hebat. Selain itu juga dilaporkan 

demam, mual dan sakit kepala. Efek positif 

yang tak terduga yaitu  peningkatan HDLkolesterol dengan 35% lebih (dibandingkan 

maks. 15% dengan obat-obat statin).

Interaksi terjadi dengan obat TBC rifampisin 

dan rifabutin, yang kadar plasmanya diturunkan. Begitupula efektivitas pil antihamil 

dapat dikurangi.

Dosis: permula 1 dd 200 mg selama 14 hari, 

lalu 2 dd 200 mg ac atau pc.

3. Tenofovir:Viread

Derivat-purin ini (2001) sebagai analogon 

nukleosida termasuk kelompok RTI. Berlainan 

dengan analoga nukleosida lainnya, obat ini 

di dalam limfosit langsung diubah menjadi 

difosfat aktif, yang menghambat reverse 

transcriptase.

Absorpsinya dari usus buruk sesudah  pemberian oral, maka diberikan sebagai garam 

fumaratnya, yang BA-nya kurang lebih 40% 

d.c. Ekskresinya melalui urin , sebagian besar 

secara utuh. Masa-paruhnya kurang lebih 10 

jam.

Efek samping yang dilaporkan yaitu  gangguan lambung-usus, nyeri kepala, rasa lelah 

dan peningkatan nilai enzim hati.

Dosis: oral 1 dd 300 mg (disoproxil fumarat) d.c, infus i.v. 1-3 mg/kg sehari.

4. Zidovudin: azidothymidine, AZT, Retrovir, 

* Combivir. 

Derivat-timidin ini (1987) berkhasiat terhadap retrovirus termasuk HIV, dengan jalan 

menghambat enzim reverse-transcriptase 

(RT). yaitu  prodrug, yang di dalam sel 

diubah secara enzimatis menjadi trifosfat

aktifnya. Trifosfat bekerja sebagai substrat 

penyaing dan penghambat bagi RT viral, juga 

diinkorporasi dalam rantai RNA, sehingga

pembentukan DNA-viral digagalkan. Sebagai efek terapi sistem imun diperkuat, jumlah virus dalam darah agak menurun dan 

progres penyakit diperlambat, harapan hidup diperpanjang. Mekanisme kerja ini juga 

ber-laku untuk semua derivatnya. Semakin 

dini terapi dimulai, semakin baik efeknya. 

Zidovudin hanya bekerja rata-rata 6 bulan. 

Karena terjadi resistensi, maka tidak digunakan lagi sebagai obat tunggal. Kini 10-15% 

dari pasien baru ternyata sudah resisten 

untuk AZT.

Kombinasi dengan penghambat-RT lainnya 

(didanosin, zalcitabin atau lamivudin) memperkuat dan memperpanjang daya kerjanya. 

Triple-therapy, yakni kombinasi dari dua 

penghambat-RT dengan satu penghambatprotease ternyata sangat memperkuat efektivitasnya dengan menurunkan jumlah virus

dan memperbanyak sel-sel CD4+. Lagi pula 

menghindarkan terjadinya resistensi. Sediaan kombinasi dari zidovudin dan lamivudin yaitu  *Combivir. 

Resorpsinya cepat dengan BA 60-70%, PPnya ±36%, plasma-t½-nya kurang lebih 1 jam. 

Ekskresinya untuk ±75% sebagai glukuronida 

melalui kemih. Juga dapat melintasi CCS.

Efek-efek samping. Paling serius yaitu  depresi sumsum tulang (leukopenia, anemia) 

yang lazimnya timbul sesudah  4-6 minggu. 

Selain itu mual, nyeri kepala, nyeri otot 

(myalgia) dan sukar tidur.

Dosis: oral 4-5 dd 120-240 mg. 

* Didanosin (dideoksiinosin, DDI, Videx) adalah derivat-purin (1991) dengan khasiat lebih 

lemah daripada AZT. Resorpsinya dikurangi 

oleh makanan dan asam lambung, maka 

perlu ditambahkan zat penyangga (buffer). 

Plasma-t½-nya kurang lebih 1,5 jam. Ekskresi 

berlangsung melalui kemih (20%). 

Efek samping terpenting berupa neuropati 

perifer dan pankreatitis, lebih jarang gangguan lambung-usus (nausea, muntah, diare) 

demam, nyeri kepala dan konvulsi. Praktis 

tidak menekan sumsum tulang.

Dosis: oral 2 dd 125-200 mg a.c. sebagai 

tablet-kunyah yang mengandung zat penyangga untuk menaikkan pH lambung, karena DDI dalam lingkungan asam terurai 

dengan pesat.

* Zalcitabin (dideoksisitidin, DDC, Hivid) adalah derivat-sitidin (1992) dengan aktivitas 

sama. Obat ini kurang toksis bagi sumsum 

tulang daripada AZT. pemakaian nya dibatasi pada kasus di mana AZT tidak efektif 

atau penderita tidak tahan terhadap efekefek sampingnya, juga dalam kombinasi 

dengan AZT. Kombinasi dengan didanosin 

tidak dianjurkan karena toksisitasnya sama 

(neuropati perifer, efek samping yang paling 

sering terjadi).

Resorpsinya per oral baik, BA-nya ±88%, PPnya lebih kurang 4%, plasma-t½-nya 2 jam, 

ekskresinya untuk 75% secara utuh melalui 

kemih. Penetrasinya ke CCS baik.

Dosis oral 3 dd 0,75 mg a.c.

* Stavudine (D4T, Zerit) yaitu  derivat pirimidin (1994) yang juga kurang mendepresi 

sumsum tulang daripada AZT. Neurotoksisitasnya sama dengan DDI dan DDC. Obat ini 

dipakai  bila ada  resistensi untuk AZT, 

yang lebih jarang terjadi. Resorpsinya baik dan 

diekskresi untuk 40-60% utuh dengan kemih. 

Plasma-t½-nya l.k. 1 jam. Dosis: oral 2 dd 20-40 

mg.

* Lamivudin (3TC, Epivir, *Combivir) yaitu  

derivat (1995) yang khusus dipakai  dalam 

terapi cocktail (HAART) dengan AZT dan 

suatu protease-blocker, mis. nevirapin. Efek 

sampingnya lebih ringan. Dosis: 2 dd 150 mg. 

Combivir* = zidovudin + lamivudin.

B. LAINNYA

5. Amantadin: Symmetrel

Amin trisiklis ini khusus berkhasiat terhadap virus-RNA dan hanya terhadap virus 

influenza tipe-A2, juga sebagai profilaksis. 

Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan pencegahan penetrasi virus ke dalam 

sel tuan-rumah. Jika diberikan dalam waktu 48 jam sesudah  gejala influenza timbul, 

amantadin dapat mempersingkat lamanya 

masa sakit. Oleh karena spektrum kerjanya 

sempit, vaksin influenza lebih dianjurkan. 

Amantadin juga dipakai  pada penyakit Parkinson, lihat Bab 28 A, Obat-obat Parkinson.

Dosis: oral 2 dd 100 mg p.c. selama 10 hari, 

sedini mungkin sesudah  kontak dengan pengidap influenza. Di atas usia 65 tahun 1 dd 

100 mg p.c.

* Tromantadin (Viru-Merz) yaitu  derivat 

dengan khasiat dan cara kerja sama, tetapi 

juga aktif terhadap virus DNA, khususnya 

HSV. Obat ini terutama dipakai  secara 

lokal sebagai salep 1% pada infeksi HSV di 

kulit dan mukosa.

6. Asiklovir: acycloguanosine, Zovirax1

, Clinovir, Poviral

Derivat-guanosin (asikloguanosin) ini 

(1981) berkhasiat spesifik terhadap virus Herpes tanpa mengganggu fisiologi sel-sel tuanrumah. 

Ditemukan dan dikembangkan (1977-8) 

oleh peneliti dari Wellcome Laboratories 

(UK) dan Burroughs Welcome (USA). 

Mekanisme kerjanya khas, yakni obat baru 

menjadi aktif sesudah  difosforilasi oleh enzim 

tymidinkinase, yang khusus ada  dalam 

sel-sel yang diinfeksi virus. Asiklovirtrifosfat

yang terbentuk dipakai  oleh virus untuk 

membangun DNA-nya. Dengan demikian, 

pembentukan DNA virus dikacaukan dan 

terhenti sama sekali, sedangkan pembentukan DNA dari sel-sel tuan-rumah tidak terganggu. Terutama dipakai  pada semua 

infeksi dengan Herpes simplex dan Herpes 

zoster, tetapi tidak memusnahkannya. Kombinasi dengan zidovudin dapat bekerja sinergistis.

Resorpsinya dari usus buruk dengan BA 

hanya 12-20%, maka pentakaran oral perlu 

tinggi sekali. PP-nya rata-rata 21%, plasmat½-nya lebih kurang 3 jam. Ekskresinya untuk 

lebih kurang 75% secara utuh dengan kemih. 

Bersifat cukup lipofil untuk dapat melintasi 

CCS, maka juga dipakai  pada infeksi otak 

(encephalitis herpetica) sebagai infus. 

Efek sampingnya berupa gangguan lambung-usus, ruam kulit dan pusing-pusing. 

Adakalanya anoreksia, sukar tidur dan nyeri 

sendi. pemakaian  lokal sebagai salep dapat 

menimbulkan nyeri untuk sementara, rasa 

terbakar, gatal-gatal dan erythema, di mata: 

radang pinggir kelopak mata dan radang 

selaput mata. 

Dosis: infeksi HSV: oral 5 dd 200 mg setiap 

4 jam selama minimal 5 hari. Profilaksis 

Herpes genitalis: 4 dd 200 mg, H. zoster: 5 dd 

800 mg setiap 4 jam selama 7 hari. Infus i.v. 3 

dd 5 mg/kg (perlahan) selama 5 hari. Salep 

kulit 5% dan salep mata 3% 5 dd setiap 4 jam 

selama 5 hari.

* Valasiklovir (Zelitrex, Valtrex) yaitu  prodrug (1995) dengan resorpsi baik, yang segera 

dihidrolisis hampir lengkap menjadi asiklovir 

dan asam amino alamiah l-valine. BA asiklovir 

yang terbentuk yaitu  l.k. 54%, jadi 4-5x 

lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian 

sebagai asiklovir sendiri. dipakai  pada H. 

zoster dengan dosis: oral 3 dd 1000 mg selama 

7 hari.

* Famsiklovir (Famvir) yaitu  derivat (1995) 

yang pertama-tama diubah menjadi pensiklovir untuk kemudian difosforilasi menjadi trifosfatnya. Zat ini diinkorporasi dalam 

DNA-virus sehingga sintesis DNA viral terhenti. Resorpsinya juga lebih baik daripada 

asiklovir. Khusus dipakai  pada infeksi H. 

zoster.

Dosisnya: oral 3 dd 250 mg selama 7 hari.

* Gansiklovir (Cymevene) yaitu  derivat 

asiklovir (1988) yang khusus dipakai  pada 

infeksi cytomegalovirus pada pasien AIDS 

parah. Obat anti-CMV lainnya yaitu  virustatikum foscarnet (Foscavir) dan cidofovir 

yang yaitu  analogon dari pirofosfat 

dan berbeda dengan analoga nukleosida dan 

nukleotida tidak membutuhkan aktivasi di 

dalam sel.

Dosisnya: infus i.v. 2 dd 5 mg/kg setiap 12 

jam selama 14-21 hari.

* Valgansiklovir (Valcyte) yaitu  L-valil ester 

prodrug dari gansiklovir.

Valgansiklovir diabsorpsi dengan baik dan 

oleh esterase di usus dan hati cepat dihidrolisis seluruhnya menjadi gansiklovir. Untuk 

terapi pemeliharaan pemakaian nya per oral 

lebih mudah daripada gansiklovir (i.v.)7. Idoksuridin: IDU, Cendrid

Zat nukleosida ini memiliki struktur kimia yang mirip asam-asam amino dari DNA 

(1962). Berkhasiat virusstatik terhadap sejumlah virus DNA, antara lain HSV, varicella dan vaccinia (cacar sapi). Seperti zatzat nukleosida lainnya (RT-blockers) di dalam sel difosforilasi menjadi trifosfatnya

yang aktif. Dengan dimasukkannya zat ini 

ke dalam DNA-virus sebagai pengganti thymidin, replikasi virus dikacaukan. Akibatnya 

sintesis DNA tuan-rumah juga turut terhambat, 

sehingga dapat terjadi efek-efek yang merusak, terutama pada sel-sel yang membelah 

pesat. Oleh karena itu IDU terlampau toksis 

untuk dipakai  secara sistemis dan hanya 

dipakai secara lokal sebagai salep dan tetes 

mata pada infeksi mata oleh HSV-1(keratitis 

herpetica). Resistensi dapat timbul bila IDU 

dipakai  terlalu lama. IDU tidak boleh 

dipakai  oleh wanita hamil dan anak-anak 

karena bersifat mutagen. 

Dosis: tetes mata 0,1% siang hari 1 tetes 

setiap jam, malam hari setiap 2 jam atau salepmata 0,2% sampai 3-5 hari sesudah penyembuhan.

* Trifluridin (trifluorthymidine, TFT-0phtiole)

yaitu  derivat-fluor (1975) dengan khasiat 

dan pemakaian  sama. Kerjanya lebih cepat 

dan ternyata lebih efektif dari IDU, mungkin 

disebabkan kelarutannya yang lebih baik 

dalam air.

Dosis: Pada H. keratitis: tetes mata 0,1% siang 

hari 1-2 tetes setiap 2 jam, malam hari setiap 

4 jam sampai 8 hari sesudah penyembuhan.

* Ribavirin (Virazole, Rebetol) yaitu  analogguanosin sintetis (1986) dengan khasiat terhadap banyak virus-RNA dan virus-DNA. 

Mekanisme kerjanya sama dengan IDU. 

Obat ini dipakai  sebagai inhalasi serbuk 

terhadap virus influenza, HSV dan SARS.

8. Interferon-alfa: IFN-alfa, Roferon-A (2a), 

Intron-A (2b).

Glikopeptida ini terdiri atas 165 asam-amino dan diperoleh dari E. coli dengan teknik 

rekombinan-DNA. Interferon tersedia dalam 

bentuk 2a, 2b (dan 2c), dengan masing-masing asam amino lysin dan arginin pada posisi 23, sedangkan angka 2 menunjukkan 

subtipenya. Interferon-alfa yaitu  zat 

alamiah dengan daya kerja antiviral dan 

imunomodulasi.

Khasiat antiviralnya diperkirakan melalui 

pengubahan metabolisme sel tuan-rumah, sehingga replikasi virus terhambat. Kerja antitumornya berdasar  supresi proliferasi sel 

dan stimulasi NK-cells. Obat ini dipakai  

pada hepatitis-B dan -C kronis dan pada 

jenis-jenis kanker darah (leukemia), a.l. sarkoma Kaposi pada AIDS. pemakaian nya 

sebagai obat AIDS (Kerlon) praktis sudah ditinggalkan karena efeknya tidak tetap. Adakalanya dikombinasi dengan sitostatika dan 

virustatika lainnya. Hanya dapat diberikan 

secara injeksi i.m./s.c. karena terurai dalam 

saluran lambung-usus. IF-alfa dalam kombinasi dengan ribavirin, ternyata efektif juga 

pada hepatitis-C, pada mana khasiatnya 

dapat ditingkatkan bila diikat pada polietilenglikol (peginterferon; Pegasys).

Peginterferon yaitu  ikatan dari polietilenglikol (PEG) dengan interferon.

Akibat dari proses pengikatan ini bersihan 

ginjal berkurang, t½ meningkat dan terbentuk kelompok-kelompok interferon dalam 

serum yang stabil.

Kinetik. BA-nya sesudah  injeksi yaitu  di 

atas 80%, plasma-t½-nya rata-rata 5 jam. Dirombak terutama di ginjal dan metabolitmetabolitnya direabsorpsi lengkap dan tidak 

dapat dideteksi dalam kemih.

Efek sampingnya tergantung dari dosis dan 

mirip gejala flu, yakni demam-dingin, nyeri 

kepala, otot dan sendi, anoreksia dan perasaan sangat lelah. Selain itu dapat pula terjadi 

gangguan lambung-usus, darah, hati dan 

jantung. 

Interaksi. Interferon menghambat sistem 

enzim hati dan dalam kombinasi dengan 

zidovudin dapat meningkatkan toksisitasnya, sehingga dosisnya perlu diturunkan. 

Efek dan toksisitas sitostatika juga dapat 

diperkuat.

Dosis: hepatitis-B s.c. 3 x seminggu 2,5-5 juta 

UI/m2 permukaan tubuh selama 4-6 bulan.

Leukemia myeloid kronis s.c./ i.m. 1x sehari 3-9 

juta UI selama minimal 3 bulan, pemeliharaan 

3 x seminggu 9 juta UI.* Interferon-β-1b (IFN-β1b, Betaferon). Glikopeptida ini dengan 165 asam-amino tersedia 

dalam bentuk-bentuk 1a dan 1b, yang memiliki masing-masing sistein dan serin diposisi 17 (1993). Obat ini khusus dipakai  

pada MS (multiple sclerosis), suatu penyakit autoimun kronis yang mungkin dipicu 

oleh infeksi virus (lihat Bab 28, Obat-obat 

Parkinson). Bercirikan lenyapnya salut-myelin urat saraf dan pembentukan plak-plak 

keras di otak dan sumsum belakang. Selain 

berkhasiat antiviral, juga menekan aktivitas 

limfo-T sehingga produksi interferon-g berkurang, yang buruk bagi MS. Frekuensi serangan dikurangi dengan sepertiga dan juga 

jumlah luka menurun. 

Dosis: IFN-β1a, di atas 18 tahun s.c. 1 dd 8 

juta UI setiap 2 hari.

* Interferon-gamma (Immukine, 1992). Ada 

140 asam-amino dengan bentuk-bentuk 1a 

dan 1b, yang memiliki masing-masing glutamin atau arginin di posisi 137. Khasiatnya 

memperkuat sistem-imun dan menurut perkiraan dengan cara meningkatkan aktivitas 

makrofag dan monosit yang dapat ‘melarutkan’ mikroba, lihat juga Bab 49, DasarDasar Imunologi. Obat ini dipakai  sebagai 

imunostimulator guna mencegah infeksi 

parah pada pasien penyakit gawat kronis 

tertentu. 

Dosis: IFN-ɤ1b, s.c. 3 x seminggu 1,5 mikrogram/m2.

9. Oseltamivir: Tamiflu

Derivat-sikloheksen ini (1999) berkhasiat 

menghambat enzim neuraminidase, enzim 

permukaan dari virus influenza yang melepaskan virion-virion baru dari permukaan 

sel-sel saluran napas yang terinfeksi. Berhubung bekerjanya pada saat replikasi virus, 

maka pemberiannya harus sedini mungkin 

(24-72 jam).30

Obat ini yaitu  prodrug yang sesudah  diserap di usus dihidrolisis dalam hati menjadi 

metabolit-karboksilat aktifnya. PP-nya 3% dan 

t½-nya 6-10 jam. Ekskresinya melalui urin 

dan untuk kurang lebih 20% dengan tinja.

Efek sampingnya yang tersering terjadi berupa mual dan muntah selama dua hari 

pertama, nyeri perut, juga bronchitis, vertigo 

dan sukar tidur. Tentang keamanan dari 

pemakaian nya selama kehamilan dan laktasi belum terdata.

Dosis: oral di atas 13 tahun 2 dd 75 mg 

(fosfat) d.c. selama 5 hari, di bawah 13 tahun 

2 dd 30-60 mg tergantung berat badan. Profilaksis 1 dd 75 mg selama minimal 7 hari.

10. Zanamivir: Relenza

Derivat guanidin ini (1999) yaitu  juga 

penghambat neuraminidase dengan sifatsifat yang kurang lebih sama dengan oseltamivir. Hanya pemakaian ya tidak per oral, 

melainkan dipakai  sebagai inhalasi yang 

bekerja seketika (dalam 10 detik).30 sesudah  

inhalasi hanya 20% dari dosis diabsorpsi dan 

dikeluarkan secara utuh dengan urin. Masaparuhnya 2,5 – 5 jam. Efek samping jarang terjadi dan berupa batuk dan kejang bronchi.

Dosisnya: inhalasi 2 dd 5 mg, sebagai profilaksis 1 dd 10 mg.

Catatan: Akhir-akhir ini diberitakan bahwa 

oseltamivir maupun zanamivir mempersingkat gejala dengan sekitar setengah hari, tetapi 

tidak pasti apakah obat-obat antiviral ini 

dapat menghindari komplikasi. Oleh karena 

itu penimbunan obat-obat oleh beberapa negara dengan biaya besar yang efektivitasnya 

diragukan menjadi pertanyaan.

1. Cochrane Database Syst Rev. 2014; 

4: CD008965

2. BMJ 2014;348:g2263

11. Imiquimod

yaitu  suatu senyawa baru dengan daya 

kerja imunomodulasi yang efektif untuk 

pemakaian  topikal (krem 5%) terhadap 

condylomata acuminata (genital dan perianal 

warts) dan lain-lain gangguan kulit yang diakibatkan oleh infeksi dengan virus DNA 

(Skinner RB Jr. Imiquimod. Dermatol Clin, 

2003, 21:291-300). Mekanisme kerjanya berdasarkan efek antiviral dan imunomodulasi 

dari sitokin dan kemokin yang terbentuk.

12. Sofosbuvir: Sovaldi

yaitu  senyawa pertama dari kelompok obat-obat antiviral baru (2013) yang digunakan dalam kombinasi dengan obat lain 

terhadap Hepatitis C kronis. Mekanisme kerjanya sebagai perintang 

polimerase RNA yang mutlak bagi replikasi 

virus.

Efek sampingnya tidak bisa tidur, sakit kepala, anemi, depresi dan menurunnya kadar 

hemoglobin.

Dosis: 1 dd 400 mg dikombinasi dengan 

ribavirin.


Sulfonamida dan senyawa kuinolon merupakan kelompok obat penting pada penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK). Pertamatama akan diuraikan secara singkat beberapa 

aspek dari ISK, termasuk penanganannya. 

Kemudian pada bagian berikutnya akan 

dibahas secara mendalam kedua kelompok 

obat tersebut. 

Antibiotika ISK lain seperti penisilin/sefalosporin dan aminoglikosida telah dibahas 

pada Bab 5, Antibiotika.

A. INFEKSI SALURAN 

KEMIH

Infeksi saluran kemih (ISK) hampir selalu 

diakibatkan oleh bakteri aerob dari flora 

usus. Penyebab utama ISK bagian bawah

atau sistitis (radang kandung kemih) yaitu  

kuman Gram-negatif, terutama E. coli (± 

80%) dan dalam beberapa kasus Proteus, 

Klebsiella, Enterobacter dan Pseudomonas. 

Penyebab kuman Gram-positif adakalanya 

Enterokokus dan pada beberapa kasus Stafilokokus. Pada umumnya seseorang dianggap menderita ISK bila ada  lebih dari 

100.000 kuman dalam 1 ml urinnya.

Prevalensi. Antara usia ±15 dan 60 tahun 

jauh lebih banyak wanita daripada pria 

yang menderita ISK bagian bawah, dengan 

perbandingan ± 2 kali sekitar pubertas dan 

lebih dari 10 kali pada usia 60 tahun. Hal ini 

dapat dijelaskan dengan fakta bahwa sumber 

infeksi kebanyakan yaitu  flora usus. Pada 

wanita uretranya hanya pendek (2-3 cm) 

sehingga kandung kemih mudah dicapai 

oleh kuman-kuman dari dubur melalui 

perineum, khususnya basil E. coli. Pada pria

di samping uretranya yang lebih panjang 

(15-18 cm) cairan prostatnya juga memiliki 

sifat bakterisid sehingga menjadi pelindung 

terhadap infeksi oleh kuman uropatogen. 

Jenis ISK. Dapat dibedakan dua bentuk 

infeksi saluran kemih, yaitu ISK bagian bawah

dan ISK bagian atas.

a. ISK bagian bawah (tanpa komplikasi), 

umumnya radang kandung kemih pada 

pasien dengan saluran kemih normal.

b. ISK bagian lebih atas (dengan komplikasi)

ada  pada pasien dengan saluran kemih abnormal, misalnya ada batu, penyumbatan atau diabetes. Contoh-contoh 

dari ISK ini yaitu  radang paru-ginjal 

(pyelitis), pyelonephritis dan prostatitis, pada 

mana jaringan organ terinfeksi. Kombinasi 

dari infeksi dan obstruksi saluran kemih 

dapat menimbulkan kerusakan ginjal 

serius dalam waktu singkat. Keadaan ini 

yaitu  penyebab penting terjadinya 

keracunan darah (septikemia, sepsis) oleh 

kuman-kuman Gram-negatif yang dapat 

membahayakan jiwa. 

Gejala khas ISK bagian bawah — yang tidak 

perlu selalu tampak — berkaitan dengan peradangan kandung kemih atau uretra dapat 

berupa: 

sering kencing siang dan malam (polakisuria)

sukar kencing (menetes) (stranguria)

perasaan sakit atau “terbakar” pada saat 

berkemih (dysuria)

nyeri perut dan pinggang

ada darah dalam urin (hematuria)

urin yang baunya abnormal

Pada anak-anak terjadi malaise umum, demam, 

sakit perut, ngompol malam dan hambatan

pertumbuhan. Pada lansia juga malaise (tidak 

enak badan), demam, inkontinensi serta 

kadang-kadang perasaan kacau yang timbul 

mendadak.

ISK bagian lebih tinggi bergejala demam, 

kadang-kadang dengan menggigil dan sakit 

pinggang (di lokasi ginjal).

Tes diagnosis. Untuk menentukan bakteriuria, 

artinya ISK dengan bakteri, tersedia beberapa 

cara diagnosis, yaitu:

a. tes sedimentasi mendeteksi mikroskopis 

adanya kuman dan lekosit di endapan 

urin. Tes positif perlu dipastikan dengan 

dip-slide test.

b. tes nitrit (Nephur R) menggunakan strip 

mengandung nitrat yang dicelupkan ke 

dalam urin. Praktis semua kuman Gramnegatif dapat mereduksi nitrat menjadi 

nitrit, yang tampil sebagai perubahan 

warna tertentu pada strip. Kuman-kuman 

Gram-positif tidak dideteksi.

c. dip-slide test (Uricult) menggunakan persemaian kuman di kaca obyek, yang seusai inkubasi ditentukan jumlah koloninya secara mikroskopis. Tes ini dapat 

dipercaya dan lebih cepat daripada pembiakan lengkap dan jauh lebih murah.

d. pembiakan lengkap terutama dilakukan sesudah terjadinya residif 1-2 kali, terlebihlebih pada ISK anak-anak dan pria. 

e. tes ABC (antibody coated bacteria) yaitu  

cara imunologi guna menentukan ISK 

yang letaknya “lebih atas”. Dalam hal 

ini tubuli secara lokal membentuk antibodies terhadap kuman, yang bereaksi 

dengan antigen yang berada di dinding 

kuman. Kompleks yang terbentuk dapat 

diperlihatkan dengan cara imunofluoresensi.

Derajat keasaman kemih. Pada umumnya 

urin bereaksi netral atau asam lemah. Namun 

pada infeksi dengan sejumlah kuman, reaksinya menjadi basa. Misalnya Proteus, 

Enterobacter, suku-suku Pseudomonas dan 

Stafylococcus sapr. dapat membentuk enzim 

urease yang menguraikan ureum dengan 

membebaskan amoniak dalam urin.

Keasaman urin dapat memengaruhi aktivitas obat sebagai berikut:

pH asam (di bawah 5,5) memperkuat efek 

nitrofurantoin, tetrasiklin, kloksasilin, nalidiksat, pipemidinat dan methenamin 

pH basa memperkuat efek sefalosporin, 

gentamisin dan eritromisin

pH tidak penting pada ampisilin, amoksisilin, trimetoprim, dan kotrimoksazol.

Bila perlu, urin dapat dibuat asam dengan 

pemberian amoniumnitrat, tetapi usaha ini 

tidak berguna bila ada  infeksi dengan 

kuman yang mampu menguraikan ureum. 

Pada penderita gangguan ginjal perlu berhati-hati berhubung bahaya acidosis. Urin 

dapat dibuat alkalis dengan pemberian natrium 

bikarbonat (4 dd 3 g) atau natriumsitrat.

Resistensi kolonisasi (RK) yaitu  ketahanan suatu organ (saluran cerna dan saluran 

kencing, bronchi, rongga mulut atau tenggorok) terhadap kolonisasi, yaitu pertumbuhan kuman patogen berlebihan pada 

mukosanya. Pada ISK, efek pembilasan uretra

dengan jalan berkemih secara teratur memegang 

peranan penting karena menyebabkan pelepasan sel-sel epitel kandung kemih, yaitu 

tempat melekatnya kuman. Sebetulnya 

saluran kencing yaitu  steril namun bila 

ada  ISK dan kolonisasi SK, maka dalam kebanyakan kasus sudah terjadi juga 

kolonisasi di dalam usus besar. Di usus besar

biasanya ada  keseimbangan antara 

kuman aerob yang dapat menimbulkan ISK 

dan kuman anaerob yang jumlahnya berganda. Antibiotika broad-spectrum yang diserap kurang baik oleh usus, seperti ampisilin, 

tetrasiklin dan sulfonamida (usus) membunuh 

banyak bakteri anaerob dengan akibat terganggunya keseimbangan. Oleh karena itu 

kuman aerob (Coli, Klebsiella, Proteus, dan 

sebagainya) tidak terbendung lagi perbanyakannya dan terjadilah kolonisasi usus. 

Dengan demikian risiko penularan ke SK dan 

terjadinya ISK meningkat.

Faktor risiko. Ada beberapa faktor penting 

yang mempermudah timbulnya infeksi yaitu: a. jarang kencing. Pengeluaran urin (mictio)

yaitu  mekanisme daya tahan penting dari kandung kemih. Bila mic