omitan dalam memerlukan pengobatan juga dilaporkan.
Ditunjukkan jalur khsus stress yang tidak mudah rusak menunjukkan peningkatan
pruritus dan mendorong kecenderungan untuk menggaruk, terjadi pengeluaran mediator-
mediator inflamasi. Jalur ini termasuk peningkatan pengeluaran histamin, penurunan ambang
gatal, vasodilatasi, respon keringat, reaksi imunologik dan pengeluaran substansi P bila gatal
mulai, garukan akan menambah problem. Dimana garukan mungkin menjadi salah satu respon
keadaan ini, mungkin juga menjadi beberapa tujuan bawah sadar, tak kurang dari apa yang
dimanipulasi lingkungan.
Sukses dengan psikoterapi, psikoanalisis, relaksasi, untuk bentuk pendekatan-
pendekatan tingkah laku/kebiasaan dan grup terapi dilaporkan dalam literatur, sebagaimana
psoriasis, kurangnya kontrol, jumlah yang sedikit dan terbatasnya pengamatan
mengharuskan dilakukan riset selanjutnya. Anti depresan juga efektif. Indikasi untuk
obat psikotropik pasien ditunjukkan dalam bagian terdahulu.
Pengenalan terapi khusus pilihan, keluarga pasien atopic memerlukan dorongan empati,
khususnya masalah anak-anak. yaitu keharusan bagi orang tua untuk mengawasi seorang anak
yang menggaruk membabi buta, namun beberapa percobaan pada pengontrolan ini hanya
dapat melawan produktif. Selanjutnya biaya untuk keluarga saat itu dan uang diambil dari
sahabat erat. Penulis telah mendiskusikan secara menda;am aspek psikososial dari terapi.
Grup pendukung membantu dan melayani tujuan yang sama seperti psoriasis.
EFEK SOMATOPSIKIK
Kelumpuhan kronik dan atau penyakit kecacatan kulit memicu kerugian secara
emosional, sosial, dan pekerjaan. Derajat benturan emosional diuraikan secara luas melalui 2
faktor: ada atau tidaknya awal media psikososial yang memberi kesempatan berkembangnya
harga diri yang positif kuat dan umur saat mulai terjadi.
Harga diri
Salah satu harga diri yang positif ditandai khas oleh adanya sifat mendukung: salah
satu perasaan dicintai oleh yang lain, perasaan kompetisi dan efisiensi, salah satu
pengenalan positif dari etika perorangan dan perasaan bahwa manusia memiliki kontrol
yang berlebihan pada kehidupannya sendiri. Bila harga diri positif konsep diri mendekati
bayangan intrapsikis ideal dari diri sendiri terangkat oleh orang ini . Dorongan sosial
dan keluarga membantu terhadap harga diri. Sifat diatas memberi peluang individual suatu
perasaan dari kontrol terhadap respon pada penyakit atau yang memicu cacat dan
seperti kemampuan dalam mengatasi kesulitan.
Nilai diri dari orang seperti ini bukan semata-mata berhenti gambaran klinisnya, dan orang
ini tidak mudah jatuh dalam kesedihan emosional pada keadaan yang tidak menguntungkan.
Usia awal serangan
Bila keadaan tampak pada saat lahir atau berkembang selama tahun-tahun awal, sikap
orang tua mengenai ini akan dijabarkan dan dibuat pasien sendiri. Kecintaan dan penerimaan
orang tua yang penuh perhatian pada anak-anaknya, memberi pembanding salah satu
kemampuan untuk mengatas kesulitan.
Selama periode latan (usia sekolah dasar) ada beban pertumbuhan untuk
menguasai diri dan lingkunga jika saat fisik yang logis mencampuri suksesnya beban tadi
maka akan timbul efek negatif terhadap pengenalan diri dan akan timbul perngaruh
terhadap akibat penyakit tertentu, misalnya anak yang tidak dapat berpartisipasi pada olah
raga dan atau akrena alasan-alsan fisik atau adanya proteksi orang tua yang berlebihan
akan tetap menjadi ketergantungan, akan merasa lain dari yang lain. Dan dapat berakibat
timbulnya tekanan emosional. Pada keadaan tertentu yang lebih baik/menyenangkan, ada
keterlibatan dan timbulnya rasa tanggung jawab akan merubah suasana emosional dari
penampilan fisik menjadi berkembangnya kemampuan dan bakat.
Pada usia remaja, penampilan dan penyesuaian fisik dan penyesuaian terhadap
perubahan “body image” menjadi penting, mulai timbulnya penyakit kulit/ yang merusak
penampilan dan mengganggu dapat memicu tekanan emosional yang penting, seperti
pada penyakit akut, psoriasis, dan vitiligo.
jika timbul pada usia dewasa, pengaruh emosional akan bervariasi tergantung pada
harga diri dan arti bawah sadar dari penyakit atau hal yang memicu cacat dalam
kehidupan batin individual, test psikologi standar sering tidak memperlihatkan informasi
yang berharga ini dimana harus dicari melalui wawancara atau test terencana, ini lebih
dibandingkan melewatkan hal yang penting dalam memasuki usia tua, untuk itu yang memiliki
perasaan bagus mengenai apa yang dilihatnya sering lebih sehat secara fisik. Angan-angan
badan yang stabil juga perlu untuk menjadikan emosi yang baik, dan beberapa keadaan
kompromi yang distabilkan akan memicu kecemasan, alopesia dari apapun
PEMICU nya, telah dikutip disini.
Benturan sosial dan pekerjaan
Mengingat faktor-faktor yang jelas sebagai ongkos dalam waktu dan uang dari
perawatan kosmetik yang membuat perasaan tidak enak, paparan terhadap ketidaktahuan
sosial dan pekerjaan dan pembatasan reaksi. Kondisi seperti dermatitis atopic, psoriasis
dan beberapa genodermatosis, literatur jarang mengherankan. Perasaan dari pengalaman
yang tercela oleh pasien dengan psoriasis, atopic dan port wine stain telah diteliti.
BAB 4
HUBUNGAN PATOLOGIK-KLINIK DARI
LESI-LESI KULIT:
SUATU PENDEKATAN Diagnosa
Diagnosa dan pengobatan penyakit-penyakit mengenai kulit terletak pada kemampuan
dokter dalam menggunakan kamus dermatologi, untuk mengenal lesi-lesi dasar dan yang
berikutnya dari kulit, dan untuk mengenal bermacam-macam pola yang ditemukan pada
berbagai penyakit dan sindroma. Seorang dokter yang dapat mengenali melanoma maligna,
bercak kulit pada demam “Rocky Mountain”, atau lesi vaskulitis kutaneus akan
menyelamatkan jiwa. Dokter yang tidak dapat mengetahui petunjuk-petunjuk pada kulit
dari penyakit sistemik, atau yang gagal mengenal lesi-lesi kulit yang normal atau yang tidak
penting, akan dapat membawa pasien pada suatu perawatan medis yang buruk atau
prosedur-prosedur diagnostic yang dapat membahayakan, tidak beralasan dan mahal.
Visibilitas dan sifat keterjangkauan kulit merupakan pangkal dari tantangan dan
keberhasilan dari suatu diagmosis dermatologi: ada sangat banyak lesi-lesi yang dapat
dilihat dan sebab nya banyak pula sindroma-sindroma dan penyakit yang dapat diketahui.
Beberapa penyakit yang secara primer mengenao kulit, mempengaruhi pasien sebab
memicu gangguan bentuk baik yang sementara atau yang permanen, beberapa
memicu rasa tidak nyaman yang berat, dan beberapa menjadi pertanda adanya
penyakit multisistim yang serius. Dokter harus membedakan lesi-lesi primer yang
merupakan petunjuk penting untuk penyakir dalam dari lesi-lesi sekunder, yang tidak
penting, atau yang pada dasarnya merupakan lesi normal. Selain itu, pemeriksaan fisik
secara umum memberi kesempatan untuk memeriksa tumor-tumor kulit terutama
melanoma maligna pada stadium paling dini dan yang dapat disembuhkan. Oleh sebab itu,
seorang dokter harus belajar untuk “membaca” kulit sebagaimana mereka dapat membaca
film sinar X dari rongga dada atau mengartikan elektrokardiogram (EKG). Beberapa tanda
kutaneus tertentu, seperti bercak keabuan yang hipomelatonik pada tuberosklerosis atau
eritema migratory nekrolitik pada sindroma glucagonoma, merupakan tanda yang spesifik
dan sensitive seperti gelombang Q pada EKG.
Pada era dimana Diagnosa fisik seringkali mengambil tempat sesudah pemeriksaan
laboratorik dan prosedur radiologic, pemeriksaan fisik dari kulit tetap memiliki
kepentingan yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Para dokter yang dapar menggunakan
stetoskop atau meraba suatu masa dalam rongga abdomen seharusnya dapat pula mengenali
sautu karsinoma pada hidung dan membedakan nevus dengan pigmentasi dari melanoma
stadium dini yang masih dapat disembuhkan.
Masing-masing lesi kulit (lihat Tabel 4-1 dan Gambar 4-1 sampai 4-16) yaitu analog
dengan huruf-huruf alfabetik, dan kelompok lesi-lesi dapat disamakan dengan kata-kata
atau kelompok kata. Perubahan-perubahan patologis mengenai berbagai komponen kulit
(yaitu epidermis, dermis, panikulus dan pembuluh darah). Sangat membantu untuk mencoba
menilai komponen kulit yang pertama kali terkena (lihat bab 5), sebab ada beberapa
kelainan yang memicu perubahan-perubahan patologis pada berbagai komponen.
jika komponen kulit yang mengalami proses patologis telah dapat ditentukan
sampai batas yang dimungkinkan dengan pemeriksaan klinis, maka lesi atau lesi-lesi harus
dinilai menurut jenis, bentuk, susunan, dan distribusi. Sifat-sifat ini akan diterangkan
secara lengkap pada bagian lain dari bab ini. Lebih dari itu, sebagaimana pada penyakit-
penyakit yang lain, banyak keadaan kulit yang mengalami perkembangan yang karakteristik:
pada banyak masalah , Diagnosa pasti tidak dapat dilakukan tanpa memanfaatkan pengamatan
lebih dari sekali. Akhirnya, tentu saja, suatu Diagnosa definitif mungkin membutuhkan
informasi yang didapat dari riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratoris, dan analisis histopatologis.
TABEL 4-1 BENTUK-BENTUK LESI KULIT
Lesi yang rata (biasanya
pada permukaan kulit)
Lesi yang menonjol (diatas
permukaan kulit)
Lesi yang tertekan kebawah
(dibawah permukaan kulit)
Makula
Infarik
Sklerosis
Teleangiektasis
Papula
Plakat
Nodul
Edem
Vesikel dan bula
Pustul
Abses
Kista
Eksudasi (krusta)
Skuama
Jar. Parut
Likenifikasi
Atrofi
Sklerosis
Erosi
Ekskoriasi
Jar. Parut
Ulkus
Sinus
Gangren
PENDEKATAN TERHADAP pasien
Garis besar pendekatan langkah demi langkah Diagnosa dermatologic yang logis
ditunjukkan pada tabel 4-2.
Menurut Siemens, “Dalam Diagnosa oleh seorang ahli dermatologi, Riwayat penyakit
sering kali tidak memainkan peranan yang penting sebagaimana pada disiplin kedokteran
yang lain. sebab obyek diagmosis terpampang langsun didepan mata, seorang ahli
dematologi bahkan disarankan untuk sebelumnya mengajukan pertanyaan dan membiarkan
gambaran patologis menerangkan segalanya. Kulit menjabarkan apa yang akan dikatakannya
dengan erupsi-erupsi dan bukan dengan kata-kata. Jika dokter telah pernah sekali saja
mendengarkan bahasa kulit (language of the skin) dengan penuh perhatian, pada umumnya
hanya tingga dua pertanyaan yang berguna untuk suatu Diagnosa , yaitu: “berapa lama?” dan
“apakah gatal”. Bahkan kedua pernyataan inipun terutama dinyatakan untuk memastikan apa
yang sudah diketahui oleh dokter.
Seringkali, seorang ahli dermatologi lebih menyukai untuk memeriksa pasien
sebelum mendapatkan riwayat penyakit dan meneliti susunan-susunan penyakitnya. Pemilihan
ini berdasar pada tiga hal penting. Yang pertama yaitu bahwa ketepatan diagnosa
lebih tinggi jika pemeriksaan visual dilakukan tanpa dugaan sebelumnya. Hal ini juga
berlaku dibidang radiologi. Hal kedua ialah bahwa pendapat tentang dugaan sebelumnya
dapat membatasi pemikiran dan menghilangkan pertimbangan-pertimbangan yang penting
dari suatu Diagnosa banding (“sindroma beruang putih”: jika seseorang disuruh untuk
tidak memikirkan tentang beruang putih, maka akan sulit untuk memikirkan hal-hal yang
lain). Yang terakhir yaitu , bahwa Sebagian lesi-lei dan erupsi kulit sangatlah nyata
sehingga tidak dibutuhkan riwayat penyakit untuk dapat membuat suatu Diagnosa . Namun
demikian, beberapa riwayat penyakit harushlah selalu didapatkan, sebab kesalahan
Diagnosa dapat terjadi jika kesempatan untuk mendapatkan bukti-bukti yang jelas dari
sautu Diagnosa klinis hilang. Pada banyak keadaan, seperti pada masalah pasien dengan
demam dan ruam kulit, riwayat penyakit yang lengkap sangatlah penting, namun temuan-
temuan yang didapatkan dari pemeriksaan fisik permulaan dapat dipakai untuk
membentuk cara yang diperlukan dalam mendapatkan riwayat penyakit.
Riwayat penyakit, haruslah dapat memberi petunjuk untuk pemeriksaan ulang
adanya perbaikan yang berikutnya. Dalam prakteknya, banyak klinisi berbakat yang berhasil
mendapatkan riwayat penyakit yang banyak selama pemeriksaan klinis seorang pasien .
Pada pasien dengan masalah utama erupsi kulit, proses patologis kulitnya begitu
jelas, sehingga perhatian dokter dengan mudahnya beralih dari pasien ini secara
keseluruham. Kesalahan ini haruslah dihindari; mayoritas pasien dengan “ruam kulit”
pendekatan harus dilakukan dengan cara yang sama seperti pada pasien dengan keluhan
utama artragia atau berkurangnya berat badan atau dispnea, dimana riwayat medis secara
umum selalu penting.
Riwayat medis secara garis besar harus meliputi:
1. Identifikasi data: umur, sex, ras.
2. Riwayat penyakit sekarang, dengan perhatian khusus pada awitan, perkembangan
penyakit, dan faktor-faktor presipitasi.
3. Riwayat medis dahulu: penyakit-penyakit yang diderita, operasi, pernah dirawat dirumah
sakit, kehamilan, alergi (terutama sensitivitas terhadap obat), pajanan yang berbahaya,
Kebiasaan dan diet. Pada semua masalah , harus ditanyakan secara khusus dan dicatat,
adanya atau riwayat kelainan atopik (asma, hay, fever, rhinitis alergika, eksema atopik).
4. Pengobatan yang sedang atau yang baru diberikan (baik yang diresepkan atau yang
tidak)
5. Riwayat sosial: tempat lahir, tempat tinggal, perjalanan, pekerjaan, hobi, status
emosional, binatang peliharaan
6. Riwayat seksual, dengan perhatian khusus pada faktor resiko penyakit-penyakit menular
seksual.
7. Riwayat keluarga: Penyakit-penyakit kulit, alergi, kelainan-kelainan atopic (asma, hay,
fever, eksema atopic), diabetes, hipertensi, kelainan perdarahan, anemia, dan gangguan-
gangguan neurologis, muskuler, intelektual dan emosional. Pada pasien pruritus,
akan sangat membantu jika dipastikan adanya anggota keluarga atau dengan siapa
pasien memiliki kontak fisik yang dekat, yang juga mengalami gatal.
8. Memeriksa sistem-sistem: adanya gejala-gejala konstitusional (panas, berkeringat,
demam, sakit kepala, nausea, muntah dll) dapat merupakan petunjuk adanya “sindroma
penyakit kronis”. Mialgia artralgia, artritis, dan fenomena Raynaud dapat merupakan
petunjuk Diagnosa yang penting. Harus pula dilakukan pemeriksaan yang seksama dari
sistem-sistem ini atau organ-organ yang sering terjadi perubahan-perubahan
patologis bersama-sama dengan perubahan kulit, seperti mata, saluran pernapasan,
sistem kardiovaskuler, saluran gastrointestinal, sistem genitourinaria, sistem endokrin,
sistem musculoskeletal, kelenjar limfe, dan sistem saraf status psikiatri.
Riwayat erupsi kulit harus meliputi deskripsi yang pasti dari awitan, deskripsi yang
seksama dari lesi-lesi permulaan, dan berkembang dan meluasnya lesi secara rinci. Dalam
mendapatkan riwayat penyakit, perlu pertanyaan yang hati-hati oleh pemeriksa untuk
menjelaskan hubungan ahtara awitan erupsi primer atau rekuren dengan (1) pekerjaan
pasien , (2) pengobatan dari dokter sebelumnya atau yang dilakukan sendiri, (3) dasar
Diagnosa dari pengobatan ini dan bagaimana ditegakkannya, (4) pengalaman
pasien tentang obat-obatan baik yang diresepkan atau yang tidak, (5) pajanan matahari
dan perubahan musim (terutama pada daerah dengan cuaca sedang), (6) perubahan
lingkungan yang mendadak, termasuk kontak dengan tumbuh-tumbuhan, binatang, zat kimia,
metal dan lainnya yang menyerupai, (7) status fisiologis seperti menstruasi atau
kehamilan, dan (8) makanan.
Obat-obatan yang diberikan secara oral atau parenteral, merupakan PEMICU
yang sering memicu erupsi kulit, dan oleh sebab itu mencari riwayat pemakaian obat
atau suntikan harus dilakukan dengan gigih dan secara rinci. Pentingnya mendapatkan dan
mencatat riwayat pengobatan secara tepat bukan merupakan hal yang dibesar-besarkan.
Harus dipakai bahasa pasien , seperti: apakah meminum pil-pil obat tidur, obat-obat
saraf, vitamin, pencahar, atau obat-obat sakit kepala?, apakah pernah diberikan pil-pil
untuk penyakit dalam waktu dekat?, Apakah dalam waktu dekat dokter pernah memberi
suntikan?, Apakah pernah menggunakan obat-obatan warung atau untuk bersenang-senang?.
Ternyata, beberapa besar wanita tidak menyebutkan obat-obat pilb KB kecuali jika
ditanyakan. Biasanya erupsi obat timbul dengan cepat, sebab itu tidak sulit bagi pasien
untuk mengingatnya kembali.
Peranan makanan dalam pathogenesis erupsi kulit telah ditekankan secara
berlebihan, namun spektrum reaksi-reaksi yang berlawanan (reaksi penolakan) terhadap
makanan yang berhubungan dengan mekanisme imunologik dan non imunologik telah menjadi
semakin jelas. Urtikaria akut mungkin dapat disebabkan oleh makanan laut, kacang-
kacangan, dan buah-buahan segar terutama buah arbei. Minuman alkohol dihubungkan
dengan eksaserbasi rosasea, porfiria kutanea tarda, dan mungkin, prosiasis. Gluten, secara
jelas dilibatkan dalam pathogenesis dermatitis herpetiformis. Kecanduan obat dan makanan
dapat memicu reaksi-rekasi hipersensitivitas, menghindari makanan tertentu dapat
membantu beberapa pasien eksema atopic, makanan tertentu seperti bawang merah dan
putih, dapat memicu dermatitis kontak, sementara pada yang lain dapat memicu
urtikaria kontak. Selain itum makanan belum terbukti merupakan PEMICU perimer yang
penting atau merupakan faktor eksaserbasi erupsi kulit. Kecuali pada kelainan metabolic
yang spesifik atau defisiensi secara umum, insufiensi makanan yang baik mungkin bukan
merupakan hal yang terlalu penting.
pasien yang mengeluh adanya gejala-gejala kulit namun tanpa adanya kelainan
kulit yang secara nyata, dapat dikelompokkan kedalam beberapa kategori. Beberapa
pasien mungkin memiliki penyakit organik murni dengan gejala kulit seperti gatal atau
nyeri. Misalnya, yang disebut dengan pruritus tanpa ruam (“nonrash”) atau rasa gatal.
pasien yang mengeluh adanya gejala-gejala kulit namun tanpa adanya kelainan kulit yang
nyata, dapat dikelompokkan kedalam beberapa kategori. Beberapa pasien mungkin
memiliki penyakit organik dengan gejala kulit seperti gatal atau nyeri. Misalnya, yang
disebut dengan pruritus tanpa ruam (nonrash) atau rasa gatal tanpa lesi kulit yang nyata,
dapat merupakan tanda yang penting dari penyakit yang mendasari seperti tirotoksikosis.
Telah pula dijelaskan kelainan tanpa ruam yang lain yang bervariasi dari delusi sampai
adanya akumulasi kotoran pada kulit. Cotteril menjelaskan adanya sindroma bukan penyakit
dermatologik, dimana pasien mengeluh adanya gejala-gejala seperti gatal, berkeringat,
rasa terbakar, rambut yang berlebihan, atau rasa sakit pada daerah tertentu seperti
wajah, kulit kepala, mulut, atau perineum. Beberapa pasien ini mengalami
gambaran tubuh (body image) yang kacau (dismorfofobia). Penyakit kulit yang dibuat
(artifaktual) merupakan hal penting lainnya dimana dermatologi dan psikiatri berkaitan.
Yang juga merupakan dermatosis yang tidak tampak (invisible dermatoses) yaitu kelainan-
kelainan fisiologis atau patologis kulit yang mungkin tidak jelas pada pemeriksaan klinis.
TABEL 4-2
Pendekatan Diagnosa Dermatologis
I. Kesan klinis pertama : Apakah pasien tampak sakit?
II. Pemeriksaan fisik : pemeriksaan kulit, rambut, kuku dan membrana mukosa secara
rinci.
A. Empat gambaran cardinal
1. Tipe lesi : makula, papul, nodul, vesikel dll. (lihat tabel 4-1)
2. Bentuk lesi tunggal : anular, irisformis, arsinar, linear, bulat, lonjong,
bertangkai, dll.
3. Susunan lesi : multiple, tersendiri, tersebar, berkelompok, herpetiformis,
anular, arsinar, linear, retikuler, dll (lihat gambar 4-17)
4. Distribusi (pastikan untuk memeriksa kulit kepala, mulut, telapak tangan
dan telapak kaki
a. Luas yang terkena: sirkumskrip, regional, generalisata, universalis.
Berapa persen permukaan tubuh yang terkena (telapak tangan hampir
setara dengan 1%)
b. Pola: simetris, daerah terpapar, tempat dengan tekanan, daerah
intertriginosa.
c. Lokasi khas: fleksor, ekstensor, intertriginosa, glabrosa, telapak tangan
dan kaki, dermatom, badan, ekstremitas bawah, daerah terpapar dll.
B. Tiga karakteristik mayor
1. Warna:
a. Jika difus: merah, coklat, biru abu-abu, putih, biru, kuning kemerahan,
dll atau jika sirkumskrip: merah, ungu, oranye, kuning, lila, coklat,
hitam, biru, abu-abu, putih, dll?.
b. Apakah warna menghilang dengan tekanan (tes diaskopi)?.
c. Pemeriksaan dangan lampu wood: apakah tampak fluoresensi warna?.
2. Konsistensi dan palpasi lesi: lunak, lentur, kaku, keras, terinfiltrasi,
kering, lembab, dapat digerakkan, lembut?
3. Komponen anatomis yang terkena pertama kali: apakah proses pada
epidermis, dermis, subkutan, apendiks, atau kombinasi? (lihat bab 5).
III. Pemeriksaan fisik secara umum, sesuai dengan keadaan klinis dan Diagnosa
banding dengan memperhatikan tanda-tanda vital, limfadenonopati, hepatomegali,
splenomegali, persendian.
IV. Riwayat lesi-lesi kulit
Tujuh pertanyaan kunci:
A. Kapan mulai?
B. Apakah ada rasa gatal, terbakar, atau sakit?
C. Dimulai dari bagian tubuh yang mana?
D. Bagaimana penyebarannya? (pola penyebarannya)
E. Bagaimana perubahan lesi-lesinya? (evolusinya)
F. Faktor-faktor pencetus?
G. Pengobatan sebelumnya?
V. Riwayat penyakit sekarang secara umum.
Sesuai dengan kadaan klinis, dengan perhatian khusus pada gejala-gejala
prodromal dan konstitusional
A. Sindroma penyakit akut (demam, berkeringat, menggigil, sakit kepala, mual,
muntah, dll)?
B. Sindroma penyakit kronis (kelelahan, anoreksia, berat badan menurun,
malaise)?
VI. Penilaian kembali sistem-sistem, sesuai dengan keadaan klinis, dengan perhatian
khusus pada kemungkinan adanya hubungan antara tanda-tanda kutaneus dan
penyakit sistem organ yang lain (misalnya: keluhan reumatik, myalgia, artralgia,
fenomena Raynaud, gejala-gejala “Sicca”).
VII. Riwayat penyakit dahulu,
A. Operasi
B. Penyakit
C. Alergi, khsusnya alergi obat
D. Pengobatan (sekarang dan yang telah lalu)
E. Kebiasaan merokok, alkohol, ketergantungan obat)
F. Riwayat atopik (asma, hay fever, eksema)
VIII. Riwayat medis keluarga (khususnya kelainan kulit dan atopi).
IX. Riwayat sosial, dengan perhatian khusus pada pekerjaan, hobi, paparan,
berpergian.
X. Riwayat seksual
XI. Pemeriksaan laboratorium
A. Prosedur khusus.
1. Biopsi untuk pemeriksaan PA dan analisis lain, jika ada indikasi, misalnya
mikroskop elektron, imunofluoresensi. Dari nodul inflamasi, jaringan yang
didapat dilakukan kultur bakteri dan jamur.
2. Pewarnaan Gram pada krusta, skuama atau eksudat.
3. Preparat KOH untuk yeast atau jamur.
4. Pemeriksaan sitologis (tes Tzanck) pada erupsi-erupsi bulosa dan
vesikuler: pengecatan langsung untuk menemukan giant cells (tampak pada
herpes simplek atau varicella zoster).
5. Kultur bakteriologis, virus, dan jamur jika ada indikasi.
6. Pemeriksaan lampu wood pada urin untuk porfirin dan pada rambut dan
kulit untuk fluoresensi, dan untuk perubahan-perubahan pigmentasi.
7. Kerokan uuntuk tungau scabies.
8. Tes Patch
9. “Acetowhitening”
B. Umum: hematologik, kimia, urinalisa, tes serologis (misalnya STS, ANA),
pemeriksaan feses dan “imaging studies”.
XII. Diagnosa akhir, pemeriksaan kembali sesudah waktu tertentu, dan mungkin
diperlukan lebih dari satu biopsi untuk Diagnosa pasti.
PEMERIKSAAN KULIT, RAMBUT, KUKU, MEMBRANA MUKOSA DAN GENITALIA
Kulit berperan sebagai organ sensoris yang memiliki fungsi sintesis, ekskresi dan
absorbs, sebagai pelindung (barier) dari lingkungan eksternal, dan sebagai faktor penting
dalam regulasi temperatur. Sebagian dari pemeriksaan klinis kulit merupakan penilaian
sinergis dengan sistem organ dalam, dan sebab itu menggambarkan proses-proses patologis
baik yang primer ditempat lain ataupun yang didapatkan bersama-sama dengan jaringan lain.
Banyak dari penyakit kulit yang tampaknya terbatas pada manifestasi kutaneus, namun
riwayat pengobatannya menunjukkan bahwa penyakit yang pada awalnya hanya kutaneus
(misalnya, lupus eritematosus, dermatitis herpetiformis dan urtikaria pigmentosa),
seringkali kemudian DITEMUI mengenai beberapa sistem.
sebab penilaian visual dari lesi-lesi kulit merupakan “sine qua non” dari Diagnosa
dermatologis, maka tidak diragukan lagi bahwa penglihatan si pemeriksaan merupakan alat
yang paling penting untuk menDiagnosa . ada variasi pada setiap, langkah proses
Diagnosa , dari deskripsi unsur-unsur lesi dasar sampai pada Diagnosa banding. Tentu saja
kesempatan untuk mengetahui secara benar semakin membaik dengan bertambahnya
pengalaman pemeriksa dengan berbagai kelainan kulit. Namun walaupun demikian, kesulitan
besar dalam Diagnosa seringkali disebabkan oleh kegagalan mengetahui ciri-ciri yang
berkaitan dengan penyakit dari bukti-bukti yang ada.
Adanya kecenderungan untuk memilih pemeriksaan laboratorium yang memberi
hasil dalam bentuk angka-angka yang berlawanan dengan pemeriksaan klinis, disampaikan
oleh Feinstein. Dia menulis bahwa para klinisi mencoba menjadi ilmiah dalam pemakaian
obyek yang tidak bernyawa, namun tidak dalam menggunakan organ sensoris dan otak
mereka sendiri. Mereka seringkali percaya bahwa indera manusia (human equipment), lebih
merupakan penghalang dibandingkan faktor yang menguntungkan. Feinstein menekankan
perlunya memberi lebih banyak perhatian bukan kepada teknologi yang tidak berjiwa namun
kapada orang sakit dan cara-cara manusia mengevaluasinya. Disamping itu kemampuan untuk
Diagnosa presumtif melalui pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit merupakan kemampuan
yang paling awal, dan seringkali dari sudut pandang intelektual, merupakan lambang
kepuasan sebagai seorang dokter. Diagnosa fisik yaitu seni, namun sebab nya bukan
berarti kurang ilmiah, dan kemampuan pemeriksaan fisik merupakan hal yang lebih
penting untuk Diagnosa pasti dalam dermatologi dibandingkan disiplin kedokteran yang lain.
Pemeriksaan kulit jika mungkin, harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang.
Jika mungkin, pasien benar-benar tanpa pakaian, dan diperiksa secara sistematis dalam
bagian-bagian atau kuadran. Harus diingatkan kepada pasien bahwa lesi kulit yang
membahayakan jiwa (misalnya melanoma) seringkali ditemukan secara tidak sengaja selama
pemeriksaan terhadap keluhan lain yang tidak ada hubungannya.
Pemeriksaan harus sejalan dengan penilaian umum dari pasien, dimana pada saat itu
diambil sediaan yang cepat dari seluruh kulit, kuku, dan membrana mukosa pasien .
Penilaian harus meliputi penilaian warna, derajat kelembaban, turgor dan tekstur kulit.
Pakaian dapat memberi petunjuk PEMICU dugaan dermatitis kontak atau infestasi
parasit (misalnya pediculosis).
GAMBARAN UMUM KULIT
WARNA
Komponen-komponen warna kulit secara dramatis dapat digambarkan sebagai
lembaran yang terpisah dari epidermis manusia. Pada orang dengan pigmentasi ringan,
lembaran epidermis ini berwarna putih kusam dan transparan. Epidermis bekerja sebagai
filter optik biologis dan cahaya kasat mata yang jatuh pada epidermis dipancarkan,
diabsorbsi, disebarkan, dan dipantulkan. Warna kulit merupakan timbunan cahaya yang
dipancarkan kembali dan dipantulkan, yang tergantung pada adanya 4 biokrom. 2 dari
biokrom ini ada pada epidermis yaitu melanin, yang berwarna coklat dan diarbsorbsi
secara luas pada rentang cahaya kasat mata dan ultra violet, dan karotenoid yang berwarna
kuning.
Dua biokrom lainnya ada pada dermis, yaitu: oksihemoglobin yang berwarna
merah terang dan terutama DITEMUI pada arteriol dan kapiler dari lapisan papilaris, dan
hemoglobin tereduksi yang berwarna kebiruan dan DITEMUI pada pleksus venosus
subpapilaris. Jaringan ikat dermis dapat pula berperan pada “keputihan” kulit pada orang-
orang yang berpigmentasi sedikit.
PERANAN VASKULARISASI PADA WARNA KULIT NORMAL
Warna kemerahan atau kebiruan kulit menggambarkan perbandingan yang relatif dari
oksihemoglobin (merah) dan hemoglobin tereduksi (merah kebiruan) di dalam arteri, vena
dan kapile. Arteri mengandung sekitar 95% oksihemoglobin kapiler 70% dan vena 50%.
Tampak jelas bahwa komponen merah dan biru dari warna kulit tergantung pada (1)
diatasi atau konstriksi dari arteriol dan aliran darah yang melalui kapiler-kapiler, (2)
perbandingan relaitf antara oksihemoglobin dan hemoglobin tereduksi dan (3) kadar
hemoglobin. Warna oksihemoglobin tampak lebih jelas pada daerah-daerah dengan stratum
korneum yang tipis atau tidak ada, seperti bibir dan membrana mukosa. Jika aliran darah
arterial kutaneus dan perfusi kapiler tinggi, maka oksihemoglobin yang berwarna merah
terang dan kasar mata akan bertambah, dan daerah ini tampak merah, seperti pada
telapak tangan, kaki, kepala, dan leher. jika lebih menonjol, daerah ini tampak
kurang merah, seperti pada bagian bawah dan permukaan dorsum kaki. Dilatasi arteriol
meningatkan aliran darah kapiler dan akan ada lebih banyak hemoglobin pada papilaris
dermis, memberi warna merah pada kulit. Vasokonstriksi memicu efek yang
berlawanan, yang berakibat penurunan aliran darah kapiler dan warna kulit yang “pucat”.
jika darah mengandung 5 g/dl atau lebih hemoglobin tereduksi, maka warna biru
pada kulit lebih menonjol dan perubahan warna ini disebut “sianosis”. Jika kadar hemoglobin
sangat berkurang, seperti pada anemia, kulit tampak pucat terutama pada wajah dan dasar
kuku.
PERANAN KAROTENOID PADA WARNA KULIT NORMAL
Pigmen karotenoid yaitu lemak polisoprenoid eksogen, berwarna kuning, berasal dari
asupan tumbuhan (buah-buahan dan sayuran). Karotenoid ada pada stratum korneum,
kelenjar sebasea, dan lemak sub kutan. Sebenarnya karotenoid hanya sedikit peranannya
terhadap warna kulit normal. Asupan yang sangat berlebihan dari makanan tinggi likopen,
seperti tomat, atau karotenoid seperti wortel dan tomat dapat memberi warna kuning
terang pada kulit, terutama pada darah dengan stratum korneum yang tebal seperti telapak
tangan dan kaki.
PERANAN MELANIN PADA WARNA KULIT NORMAL
Melanin memberi warna coklat kekuningan, coklat, dan hitam pada kulit. jika
epidermis amelatonik seperti pada kulit albino, akan tampak lebih terang dibandingkan kulit
normal. Kulit akan tampak berwarna merah tua sebab oksihemoglobin yang ada didalam
kapiler tidak tertutup oleh melanin. Pada epidermis yang banyak mengandung melanin,
susunan kapiler dan arteriolanya (capillary and arteriolar beds) sulit atau tidak mungkin
untuk dilihat, juga tidak mungkin untuk melihat warna biru-merah dari hemoglobin
tereduksi. Sebaliknya, jika kulit kurang mengandung melanin, maka pembulub darah vena
menjadi terlihat. sebab itu, kemampuan kulit untuk memperlihatkan vena memiliki warna
biru, merupakan ukuran dari jumlah melanin pada epidermis.
WARNA ABNORMAL
Perubahan-perubahan patologis dari warna kulit dan lesi-lesi kulit akan dibicarakan
kemudian pada bagian ini.
KELEMBABAN
Kelembaban yang berlebihan (terutama pada telapak tangan, kaki, dan aksila) dapat
terjadi pada orang-orang normal dan juga orang-orang yang sedang menderita demam,
kelemahan mental atau tiroksikosis. Kegagalan sirkulasi perifer yang serius berhubungan
dengan kulit yang dingin dan lembab. Kekeringan kulit yang abnormal dapat dilihat pada
orang dengan penuaan kulit, terutama pada musim dingin pada daerah dengan cuaca sedang
dimana dapat DITEMUI kelembaban yang rendah. Kekeringan kulit dapat pula disebabkan
oleh miksedema, iktiosis, nefritis kronis dan pada pemberian dosis tinggi dari niasin,
obat-obatan penurun kadar kolesterol, retinoid dan obat-obat yang menyerupai atropin.
TURGOR
Turgor kulit merupakan sarana (alat) untuk menilai secara cepat keadaan hidrasi kulit.
Turgor (atau secara harfiah “pembengkakan”) dapat dinilai dengan baik jika kulit (terutama
pada dahi atau dada) dijepit diantara jari telunjuk dan ibu jari dan ditarik keatas.
Kegagalan kulit untuk kembali kebentuknya yang normal menunjukkan berkurangnya hidrasi.
Edema generalisata (edema anasarka) dapat merupakan petunjuk yang diri dari keadaan
hipoproteinemia akibat penyakit hepar atau renal, dengan atau tanpa gagal jantung
kongestif yang menutupi.
TEKSTUR
Kata ini berguna dalam memberi informasi yang berhubungan dengan perubahan-
perubahan yang dapat diketahui dengan sensasi taktil. Tekstur, pada pabrik tenun,
dipakai untuk menunjukkan ciri (sifat) kain sebagai hasil dari ukuran, kualitas dan
susunan serat-serat pembentuknya. Istilah ini memiliki aplikasi yang sama dalam bidang
dermatologi, dimana ia dipakai untuk menggambarkan rabaan kulit, misalnya “lunak” pada
hipopituitarisme, keadaan eunuchoid, dan hipotiroidisme; “keras” atau “indurasi” pada
skleroderma, likenifikasi, miksedema dan amiloidosis. Pada keadaan-keadaan ini, tekstur
dapat merupakan karakteristik kualitatif dari jaringan ikat, atau adanya timbunan
metabolik pada kulit, atau perubahan-perubahan pola pertumbuhan dari kulit (misalnya
hiperplasia atau hipoplasia epidermis). Kekakuan kulit pada morfea dan rabaan seperti
kertas pasir pada keratosis aktinik lebih baik dirasa dibandingkan dilihat.
TEMPERATUR
Palpasi kulit adanya hangat atau dingin yang relatif dapat memberi informasi yang
penting diagnosa . Contoh yang paling kuno dan yang telah dipakai secara luas yaitu
mengetahui adanya demam dengan palpasi pada dahi dengan bagian dorsal tangan, yang lebih
sensitif dari bagian telapak sebab memiliki stratum korneum yang lebih tipis. Kulit yang
dingin dan basah merupakan petunjuk adanya shock, akibat terjadinya redistribusi darah
dari kulit ke organ-organ dalam yang penting. Kulit terasa hangat pada hipertiroidisme,
dingin pada hipotiroidisme. Dinginnya ekstremitas dapat menjadi petunjuk dari penyakit
veskuler, seperti pada insufisiensi arterial dan penyakit stasis venosus ekstremitas bawah.
Kulit juga teraba hangat pada erisipelas, selulitis, dan terbakar matahari. Pada setiap
masalah , meningkatnya temperatur kulit terutama disebabkan oleh meningkatnya aliran darah
ke kutaneus, kecuali misalnya pada atritis dan penyakit Paget tulang, dimana meningkatnya
temperatur yang dapat dirasakan dengan palpasi kulit yaitu akibatnya bertambah aliran
darah didalam tulang atau sendi.
Kulit memegang peranan yang penting dalam pengaturan suhu tubuh. Artinya,
temperatur kulit tidaklah sama pada setiap orang, dan adanya perbedaan temperatur tubuh
pada daerah tertentu memainkan peranan penting dalam menentukan lokasi penyakit,
terutama penyakit infeksi. Misalnya Mycobacterium leprae menyukai tempat-tempat yang
paling dingin dari tubuh, seperti misalnya kuping, ala nasalis dan saraf-saraf superfisialis
yang besar.
GAMBARAN UMUM DARI RAMBUT DAN KUKU
Distribusi rambut pada tubuh, teksturnya, dan jumlah haruslah dianggap sebagai
bagian dari penilaian awal secara keseluruhan dari kulit pasien . Pemeriksa harus waspada
tidak saja terhadap penyakit rambut yang primer (moniletrik, trikoreksis nodosum, pili
torti) namun juga perubahan-perubahan akibat penyakit-penyakit endokrin atau sistemik
lainnya. Rambut menjadi kasar dan jarang (sedikit) pada miksedema, namun memiliki
tekstur yang halus pada hipertiroidisme. Rambut dapat rontok pada keadaan anemi,
keracunan logam berat, demam, hipopituitarisme, gangguan ektodermal kongenital dan
pellagra. Hipertrikosis didapatkan pada keadaan-keadaan seperti porfiria, akromegali,
penyakit Cushing, sindroma Stein-Leventhal, dan tumor-tumor adrenal, testikuler dan
ovarium.
Kuku dapat menunjukkan adanya penyakit kulit yang laten (psoriasis, liken planus,
alopesi areata, gangguan ektodermal kongenital), seperti juga adanya penyakit renal atau
hepar (kuku Terry, sindroma kuku “half and half”). Adanya garis Beau (indentasi transversal
pada kuku) dan bentuk-bentuk lain dari garis-garis putih yang transversal pada kuku
mungkin berkaitan dengan adanya demam atau penyakit sistemik, terutama penyakit hepar
atau ginjal. Telangiektasis pada kulit periungual merupakan temuan yang sering DITEMUI dan
merupakan petunjuk diagnosa yang penting pada lupus eritematosus sistemik dan
dermatomiositis.
Rambut dan kuku dibicarakan lebih rinci pada Bab berikutnya
GAMBARAN UMUM MEMBRANA MUKOSA
Penilaian awal dan menyeluruh pada pasien harus meliputi daerah oral, genital, dan
anal. Membrana mukosa oral menunjukkan adanya keadaan hidrasi dan perubahan-perubahan
pigmentasi akibat perbedaan sifat ras atau dapat membantu dalam Diagnosa sindroma
Peuts-Jeghers dan penyakit Adison. Diantara penyakit dengan manifestasi membrana
mukosa yaitu liken planus, pemphigus, pemfigoid, herpes simplek dan eritema multiforme.
Plumbisme dan argyria dapat memicu pigmentasi gingiva. Lidah dapat menjadi merah
dan halus pada berbagai keadaan defisiensi vitamin B. Keadaan sakit dan juga lidah yang
kemerahan seperti daging (“beefy-red tongue” dapat merupakan keluhan awal pada anemia
pernisiosa. “Black hairy tongue”) dapat hanya merupakan masalah yang relatif sepele, yang
terdiri dari papilla-papila filiformis yang memanjang, dan berwarna gelap yang timbul
sesudah pemakaian antiobiotik oral atau tanpa PEMICU sebelumnya. Lidah geografik
(geographic tongue) terdiri dari daerah-daerah tidak teratur yang mtampak kehilangnya
papila dan keadaan ini dapat dihubungkan dengan psoriasis pustulosa atau bentuk psoriasis
yang lain atau dapat pula idiopatik. Liken planus dapat DITEMUI pada lidah berupa warna
putih berbentuk linear, dan kadang-kadang berbentuk seperti jala.
Sariawan (moniliasis) terjadi pada penyakit dengan perubahan imunitas. Infeksi
moniliasis generalisata yang menyerang daerah aksiler, oral, periungual, dan vaginal terjadi
Addison dengan hipoparatiroid. Lekoplakia oral berambut (oral hairy leukoplakia) terjadi
pada infeksi HIV, dan seringkali merupkan tanda dini.
GAMBARAN UMUM KULIT ANOGENITAL
Berbagai penyakit dapat ditemukan pada daerah anogenital. Panas, kelembaban dan
adanya gesekan memungkin pertumbuhan dari mikroorganisme pada daerah intertriginosa,
dan lipatan-lipatan genitokrural dan abdominal bawah merupakan daerah yang seringkali
terkena. Meskipun pada erupsi yang generalisata daerah-daerah ini dapat terkenal lebih
berat dibandingkan bagian lain, atau daerah ini merupakan perhatian utama pasien , namun
seringkali rasa malu memicu pasien mengalihkan perhatian dokter yang sebenarnya
sangat diperlukannya. Perhatian terhadap penyakit-penyakit pada daerah vulva telah
meningkat dan telah terbit pula berbagai artikel yang membantu hal ini. Dermatofitosis,
moniliasis, psoriasis, liken simplek kronikus, ulkus sifilis, dan lesi-lesi infeksi venerik
lainnya dapat pula ditemukan pada kulit daerah perianal. Genitalia haruslah diperiksa
sebagai daerah predileksi psoriasis, dermatitis seboroik, liken planus, herpes progenitalis,
moniliasis dan penyakit-penyakit venerik. Glans penis yaitu merupakan lokasi yang khas
dari fixed drug eruptions. Liken sclerosis et atrofikus mengenai kulit daerah genital dan
anal dan kulit daerah inframammae, umbilikal dan kruris .
LESI-LESI KULIT
Bentuk-bentuk lesi kulit
Bentuk dasar dari lesi-lesi kulit seperti makula, papul, vesikel, plakat dan lainnya
merupakan unsur utama yang membentuk Diagnosa klinis. Untuk dapat membaca suatu kata,
seseorang harus mengenal huruf; untuk dapat membaca kulit, seseorang harus mengenal
lesi dasar. Untuk memahami suatu paragraf, seseorang harus mengetahui bagaimana
menyatukan kata-kata; untuk sampai pada suatu Diagnosa banding, seseorang harus tau apa
yang ditunjukan oleh suatu lesi dasar dan bagaimana sifatnya, susunannya dan
distribusinya, dan bagaimana timbulnya. Untuk menegakkan suatu Diagnosa , seseorang
harus mampu untuk mendapatkan riwayat penyakit yang tepat, dan mengetahui kapan dan
bagaimana mengerjakan tes diagnosa seperti biopsi atau sediaan sitologik.
Kurangnya terminologi dasar yang baku merupakan salah satu hambatan utama dari
komunikasi yang sukses diantara dokter dalam menggambarkan lesi-lesi kulit. Sebagai
contoh, dalam artikel -artikel standard dermatologi, papul dideskripsikan dalam berbagai cara,
seperti tidak lebih dari 1 cm, kurang dari 0,5 cm, lebih kecil dari biji kacang polong, atau
berkisar antara sebesar kepala jarum sampai sebesar celah kacang polong; suatu nodul
digambarkan lebih besar dari papul. Hal ini merupakan standar ukuran yang sembrono, dan
keadaan ini akan tetap membingungkan sampai ditemukan sautu sistem yang lebih tepat.
Liga internasional dari perkumpulan dermatologi telah menerbitkan suatu daftar lesi-lesi
dasar yang dapat memberi langkah yang membantu dari keadaan ini. Paling tidak, ukuran
penggaris harus menjadi bagian dari alat pemeriksa standard untuk kulit yang dapat
memungkinkan pengukuran suatu lesi secara tepat.
Seringkali, identifikasi bentuk lesi pimer sudah cukup untuk menegakkan suatu
Diagnosa . Namun demikian, pada banyak keadaan, diperlulan untuk mengamati evolusi dari
masing-masing lesi ini , atau mengamati suatu erupsi secara keseluruhan sebelum
timbul suatu pola diagnosa tertentu. Perubahan (evolusi) dari masing-masing lesi
memicu pembentukan lesi-lesi sisa (sequential lesions). Kadang-kadang, lesi sisa
ini dapat DITEMUI bersama-sama dengan lesi primer. Misalnya pada cacar air, dimana
lesi baru timbul secara berkelompok, dan dapat pula DITEMUI pada saat yang sama erosi
dan papul berkrusta dan vesikel baru; hal ini dapat membantu perbedaan klinis cacar air
dari cacaar (smallpox), dimana lesi timbul secara serentak. Papul daerah akral yang nyeri
dan eritematous yang berkembang menjadi pustul purpurik dapat DITEMUI pada
gonokokemia disseminata. Perkembangan dari suatu erupsi menghasilkan pola penyebaran
tertentu. Pada rubella, ruam kulit mengenai seluruh tubuh dalam sehari; pada rubeola
(measles), ruam kulit ini membutuhkan waktu tiga hari dalam penyebarannya dari dahi dan
belakang telinga sampai keseluruh tubuh. Pada penyakit rocky mountain spotted fever pola
penyebarannya yaitu dari pergelangan kaki dan tangan kemudian ke telapak tangan,
telapak kaki, wajah, dan bagian tengah dari permukaan.
Ringkasan visual dari nomenklatur deskriptif yang berikut ini ditambahi beberapa
contoh, yang tetap tidak berubah nilainya meskipun telah tersedia lebih banyak petunjuk
yang komprehensif. Daftar berbagai tipe lesi yang akan dibicarakan selanjutnya tertera
pada tabel 4-1. Beberapa istilah yang jarang dipakai juga dijelaskan pada bagian ini,
sementara yang lainnya dapat DITEMUI pada Leider dan Rosenblum.
MAKULA (lihat gambar 4-1).
Makula yaitu lesi yang datar, berbatas tegas yang dapat dibedakan dari kulit sekitar
berdasar warnanya. Makula dapat memiliki bermacam-macam ukuran atau bentuk.
Makula ini dapat merupakan hasil atau akibat dari hiperpigmentasi, hipopigmentasi,
kelainan vaskuler, dilatasi kapiler (eritema), atau purpura (ekstravasasi sel-sel darah
merah). Beberapa lesi makuler dapat berhubungan dengan pembentukan skuama yang halus.
Skuama ini hanya menjadi jelas sesudah dilakukan gratinasi, yaitu kombinasi antara
pengelupasan ringan dan garukan. Lesi semacam ini disebut makuloskuamosa: lesi ini tidak
secara nyata tampak timbul dan oleh sebab nya tidak dapat dianggap sebagai plakat (lihat
dibawah).
Teleangiektasis yaitu dilatasi kapiler yang permanen yang mungkin/ tidak timbul
dengan adanya penekanan, yang akan membentuk gambaran seperti jala atau garis merah
terang, halus, tidak berpulsasi.
Lesi-lesi yang disebabkan oleh adanya ekstravasasi sel-sel darah merah dimasukkan
ke dalam bagian purpura. Ptekie yaitu purpura berukuran lebih kecil yang sering DITEMUI
pada keadaan trombositopeni. Ekimosis berukuran lebih besar berupa lesi purpura yang
menyerupai memar atau luka lainnya. Penekanan dengan dua buah gelas obyek (“slide”) atau
lensa jernih anti pecah (diskopi) pada tepi dari lesi yang merah merupakan cara yang
sederhana dan dapat dipercaya untuk membedakan kemerahan akibat dilatasi vaskuler
(eritema) dari kemerahan akibat ekstravasasi darah atau produk darah (purpura). Jika
dengan penekanan gelas obyek kemerahan menetap, maka lesi yaitu purpura.
Infark yaitu daerah nekrosis pada kulit sebagai akibat dari tersumbatnya pembuluh
darah, misalnya pada memiliki warna yang beraneka ragam seperti merah gelap, dan
keabu-abuan. Bentuknya berupa makula yang tidak teratur, kadang-kadang sedikit tertekan
dibawah permukaan kulit dan seringkali dikelilingi oleh zona hiperemi yang berwarna merah
muda. Lesi ini dapat pula menjadi lunak.
Makula eritematosa kecil yang menyebar dapat terjadi pada eksantema seperti
rossola dan erupsi obat. Makula eritematosa yang konfluen dapat menutupi seluruh
ekstremitas atau setengah dari wajah, seperti pada hemangioma kapiler (nevus flameus).
Makula dapat bila berpigmen seperti makula berwarna café-au-lait spot pada
neurofibromatosis; hipopigmentasi seperti pada hipopigmentasi post inflmaasi; dan
depigmentasi seperti pada vitiligo. Makula hipomelatonik yang seringkali memiliki bentuk
yang menyerupai bentuk daun (“ash leaf”), merupakan petunjuk paling dini yang dapat dilihat
dari tuberosklerosis. Berkumpulnya melanosit dermal dapat memberi warna keabuan pada
kulit, seperti pada Mongolian spot. Warna biru dapat timbul dari menyebarnya sinar saat
melalui medium dermis yang keruh (Fenomena Tyndali). Pembentukan skuama yang halus
dapat dilihat pada lesi-lesi makuloskuamosa dari tinea versicolor, pitiriasis rosea, dan
eritrasma.
Teleangiektasis biasanya dilihat pada wajah orang-orang yang secara kronis terpapar
sinar matahari dan angin. ada gambaran yang menonjol dari warna eritematosa pada
lupus eritematosus kutaneus. Disamping itu teleangiektasis periungual merupakan petunjuk
yang penting untuk gangguan-gangguan vaskuler kolagen seperti lupus eritematosus dan
dermatomiositis. Pada teleangiektasis hemoragika herediter, lesinya biasanya tidak
berpulsasi, berupa makula atau papula dengan batas yang tegas, berwarna merah kusam,
paling sering DITEMUI pada lidah, bibir, wajah dan jemari. Teleangiektasis juga merupakan
gambaran yang menonjol pada rosasea.
Gambar 4.1 Makula
Makula, yaitu lesi datar, berbatas tegas yang dibedakan dari kulit sekitarnya dari
warnanya. Makula dapat memiliki macam-macam bentuk dan ukuran. (a). makula dapat
merupakan akibat dari hiperpigmentasi (b). Gambaran klinis suatu erupsi yang terdiri dari
makula eritem multiple berbentuk tegas dengan berbagai ukuran yang memudar pada
penekanan dengan dua gelas obyek (diaskopi) dan dengan demikian disebabkan oleh suatu
vasodilatasi akibat inflamasi. Erupsi ini menggambarkan suatu reaksi obat (fenolftalin).
PAPULA
Papula yaitu lesi yang kecil, solid dan meninggi (gambar 4-2). Papula biasanya
memiliki diameter lebih kecil dari 0,5 cm, dan bagian terbesar dari papul menonjol diatas
permukaan kulit sekitarnya. Seringkali dibutuhkan tidak langsung dalam kamar yang gelap
untuk mendeteksi adanya lesi yang sedikit meninggi. Peninggian (elevasi) ini dapat
merupakan akibat dari timbunan metabolit, hiperplasia lokalisata dari komponen seluler
lokalisata pada dermis. Papul-papul superfisial dengan batas yang tegas dapat dilihat jika
lesi merupakan akibat dari bertambahnya jumlah sel-sel epidermal atau melanosit, seperti
pada veruka vulgaris atau nevus melanositik.
Papul dapat memiliki berbagai bentuk, yaitu akuminata (berbintik/tajam) seperti
pada miliaria rubra (ruam biang keringat), ditutupi dengan skuama atau keratin seperti pada
sifilis sekunder, berbentuk kubah seperti pada moluskum kontagiosum, atau memiliki
permukaan datar seperti pada liken planus.
Gambaran lain seperti warna, juga penting untuk identifikasi lesi-lesi papuler. Papul-
papul merah dapat dilihat pada psoriasis, yang seringkali ditutupi oleh skuama yang
berdarah jika diangkat (tanda auspitz). Papul-papul dengan skuama disebut lesi
papuloskuamosa. Warna tembaga tampak pada lesi sifilis sekunder. Papul-papul dengan
permukaan datar dan warna keunguan merupakan ciri khas liken planus. Adanya tanda halus,
putih, seperti jala, disebut striae (garis) Wickham pada permukaan lesi merupakan
pelengkap Diagnosa liken planus. Papul-papul yang berwarna kekuningan dapat dilihat pada
Xantomitosis. Papul-papul hemoragik atau nekrotik DITEMUI pada vaskulitis kutaneus dan
meningokoksemia. Papul purpura “palpable” merupakan petunjuk suatu vaskulitis sampai
dibuktikan bukan yang lainnya. Papul-papul kasar (keratorik) dan kecoklatan khas untuk
keratosis folikularis (penyakit Darier).
Gambar 4-2: Papul.
Nevus pigmentosus dan melanoma maligna dini sering DITEMUI sebagai papul-papul
coklat atau hitam yang bulat dan harus dibedakan dari karsinoma sel basal berpigmentasi,
yang memiliki gambaran yang menyerupai namun halus seperti lilin dengan tepi
teleangiektasis yang menggulung. Lesi papul bulat berwarna biru tua atau hitam
menunjukkan suatu nevus biru (“blue nevus”), melanoma noduler, angiokeratoma atau
sarkoma Kaposi.
Papul-papul bulat yang berwarna seperti kulit terlihat pada adenoma sebasea dan
amyloidosis. Moluskum kontagiosum merupakan papul yang jernih dan bulat dengan
umbilikasi dibagian tengahnya yang jika ditusuk akan tampak “badan moluskum” yang
bulat. Papul-papul bertangkai yang berwarna lebih gelap atau sama dengan warna kulit
normal, DITEMUI pada neurofibromatosis. “Skin tag” (arcrochorda) yaitu lesi filiformis
atau bertangkai yang sering berwarna seperti kulit. Papul dapat pula berbentuk folikuler
atau perifolikuler seperti pada akne, folikulitis, dan penyakit Darier.
Papul atau plakat (lihat dibawah) dapat terdiri dari penonjolan-penonjolan kecil yang
padat dan multiple yang dikenal sebagai vegetasi (gambar 4-2). Vegetasi dapat tertutup
oleh skuama yang kering dan tebal dan disebut sebagai keratotic (seperti pada veruka
vulgaris), atau lunak dan halus (seperti pada kondiloma akuminata). Keratosis seboroik
yaitu lesi vegetasi yang sering DITEMUI , terutama pada kelompok usia lanjut. Lesi dapat
berwarna kekuningan, kuning kecoklatan, coklat, atau hitam, dan sering memiliki
permukaan yang lunak dan berlemak. Vegetasi yang kering dan berskuama DITEMUI pada
keratosis aktinik.
Semua papul yang eritematosa harus diperiksa dengan diaskopi (lihat “Aids to
Dermatologic Diagnosa : Clinical, Instrumental, and Laboratory”) pada bagian selanjutnya,
sebab warna kuning-coklat dari papul yang DITEMUI pada beberapa kelainan granulomatosa,
dan papul eritematosa yang tidak memudar pada diaskopi mungkin merupakan tanda dari
vaskulitis (purpura “palpable”).
Meskipun erupsi-erupsi tertentu dapat terdiri dari unsur-unsur makuler dan papuler,
dianggap bahwa istilah makulopapuler yang membingungkan, pemakaian nya dihindari demi
jelasnya pemikiran dan komunikasi.
PLAKAT
Plakat yaitu suatu peninggian yang memiliki permukaan relatif besar dibandingkan
dengan ketinggiannya diatas permukaan kulit (gambar 4-3). Plakat seringkali terbentuk
akibat menyatunya papul-papul, seperti pada psoriasis. Lesi psoriasis yang khas merupakan
plakat eritamatosa yang meninggi dengan lapisan skuama seperti perak, yang sering
digambarkan seperti muka.
Gosokan yang berulang, terutama pada orang-orang dengan eksema kronis,
memicu likenifikasi. Proliferasi keratinosit dan stratum korneum, bedan perubahan-
perubahan kolagen dari epidermis yang mendasarinya, memicu daerah likenifikasi kulit
tampak sebagai plakat yang menebal dengan gambaran kulit yang menonjol. Lesi ini
dapat menyerupai kulit pohon yang terkelupas. Adanya atrofi, terutama yang ditambahi
eritema, skuama, perubahan pigmentasi dan “follicular plugging” menunjang Diagnosa lupus
eritematosus kutaneus.
Gambar 4-3: Plakat.
Plakat, yang tampak pada gambar yaitu suatu peninggian pada permukaan yang relatif
luas dibandingkan dengan tingginya diatas permukaan kulit. Plakat-plakat berskuama,
kemerahan, berbatas tegas yang saling menyatu.
BERCAK (PATCH)
Menurut Oxford English Dictionary (OED), patch yaitu “bagian dari setiap bidang
(permukaan) yang sangat berbeda penampilan dan ciri khasnya dari sekitarnya”. Menurut
OED, patch dapat berupa “daerah kecil pada kulit yang berbatas tegas, dst, yang memiliki
warna atau penampilan yang khusus”. Para ahli kulit telah menggunakan istilah ini untuk
bermacam keperluan: Sebagian membatas pemakaian nya untuk menggambarkan suatu
makula yang sangat besar, sedangkan yang lain menggunakannya untuk menggambarkan
suatu plakat yang relatif tipis namun besar. Secara umum dikatakan bahwa suatu deskripi
yang tepat hampir selalu dapat dilakukan dengan suatu terminologi yang lebih jelas, seperti
makula yang besar, plakat yang tipis dan berskuama, dll.
NODUL
Nodul yaitu sautu lesi yang dapat diraba, utuh, bulat, atau lonjong (lihat gambar 4-
4). Kedalamannya dan/atau rabaan sesungguhnya lebih penting dari diameternya, dalam
membedakan nodul dari papul. Tergantung dari unsur anatomis yang pertama kali terkena,
nodul memiliki lima bentuk utama yaitu: (1) epidermal, (2) dermo-epidermal, (3) dermal,
(4) dermal-subdermal, dan (5) subkutan.
Nodul epidermal meliputi kerato akantoma, veruka vulgaris, dan karsinoma sel basal.
Nodul dermo epidermal meliputi compound nevus tertentu, melanoma maligna, karsinoma sel
skuamosa invasive dan beberapa lesi mikosis fungoides. Contoh dari nodul dermal misalnya
granuloma anular dan dermato fibroma. Eritema nodosum dan tromboflebitis superfisialis
yaitu contoh dari nodul dermal-subdermal. Lipoma yaitu nodul subkutan dari jaringan
lemak.
Nodul-nodul pada dermis dan subkutis dapat merupakan petunjuk adanya penyakit
sistemik dan timbul akibat adanya peradangan, neoplasma, atau timbunan metabolit pada
dermis atau jaringan subkutan. Sebagai contoh, sifilis lanjut, tuberkulosis, mikosis
profunda, xantomatosis, limfoma dan neoplasma metastatik, seluruhnya dapat berupa nodul
kutaneus. Eritema nodosum yang berupa nodul subkutan pada tungkai dan nyeri, seringkali
merupakan manifestasi suatu hipersensitivitas. Reaksi terhadap badan asing (foreign body),
gigitan serangga dan infeksi bakterial dan virus, yaitu sebagian dari PEMICU lesi-lesi
noduler. sebab nodul dapat merupakan suatu penyakit sistemik, maka suatu nodul yang
persisten dan tidak dapat di identifikasi harus selalu dilakukan biopsi dan sebagian dari
jaringan yang diambil harus dilakukan kultur.
Tumor yaitu suatu istilah yang umum untuk setiap massa, baik jinak atau ganas, dan
kadang-kadang dipakai untuk menunjukkan suatu nodul yang besar. Gumma yaitu suatu
lesi granulomatosa noduler dari sifilis stadium tiga (tersier).
Menggambarkan suatu nodul dengan ukuran dan sifat tertentu seperti keras, lunak,
seperti daging hangat, dapat digerakkan, menetap, tidak nyeri, selalu dapat membantu.
Permukaan dari nodul juga harus digambarkan, seperti misalnya halus, keratotik, ulseratif,
seperti jamur. Ada beberapa kata yang membingungkan dalam membedakan nodul dari papul
yang besar dan tumor yang kecil. Ukuran bukanlah merupakan pertimbangan utama dalam
definisi suatu nodul. Misalnya, nodul rematoid, yang biasanya ada pada penonjolan-
penonjolan tulang, dapat berukuran sekecil 1 atau 2 mm atau sebesar beberapa sentimeter.
Pada keadaan tertentu mungkin diperlukan lebih dari satu istilah. Pada sebagian besar
masalah , lebih baik disebutkan ukuran dan istilah deskriptif yang merupakan gambaran
penting dari lesi ini . jika mungkin, untuk tujuan deskriptif yaitu sangat
membantu untuk menunjukkan bahwa nodul yang dimaksud merupakan nodul epidermal,
dermo-epidermal, dermal, dermal-subdermal atau subkutan.
Gambar 4-4: Nodul.
Nodul yaitu suatu lesi yang dapat diraba, utuh, bulat atau lonjong. Kedalamannya
dan/atau rabaan sesungguhnya lebih penting dari diameternya dalam membedakan nodul
dari papul. Nodul dapat terletak pada epidermis atau memanjang kedalam dermis atau
jaringan subkutan.
Gambar ini menunjukkan suatu nodul yang keras dan berbatas tegas dengan
permukaan yang halus dan berkilat dimana dapat terlihat teleangiektasis (pelebaran
pembuluh darah kapiler); ada krusta didaerah sentral yang menunjukkan adanya
penghancuran jaringan dan dengan demikian terjadi ulserasi awal. Lesi ini merupakan
gambaran dari karsinoma sel basal yang noduler.
Gambar 4-5: Urtika.
Urtika yaitu sebuah efloresensi dengan lesi yang meninggi, bulat atau datar yang
secara khas menghilang dalam waktu beberapa jam. Urtika dapat berupa papul-papul kecil
dengan diameter 3-4 mm seperti pada urtikaria kolinergik (tampak pada foto klinis b).
Dapat pula berupa plakat-plakat yang besar, saling menyatu seperti pada reaksi alergi
terhadap penisilin, obat-obatan lain, atau allergen alimentosa (tampak pada foto klinis c).
Erupsi yang terdiri dari urtika disebut urtikaria dan biasanya ditandai dengan adanya rasa
gatal.
(foto klinis b)
(foto klinis c)
VESIKEL DAN BULLA
Vesikel yaitu lesi yang meninggi dan berbatas tegas yang mengandung cairan
(Gambar 4-6). Dinding vesikel seringkali sangat tipis sehingga tampak jernih sehingga
serum, limfe, darah, atau cairan ekstraseluler dapat terlihat. Vesikel yang memiliki
diameter lebih besar dari 0,5 cm disebut bulla.
Vesikel dan bulla timbul dari celah yang ada pada berbagai tingkat lapisan kulit; celah
ini dapat berada didalam epidermis (misalnya vesikel intraepidermal) (gambar 4-6), atau
dibawah taut dermo-epidermal (yaitu suberpidermal). Celah yang tepat berada dibawah
stratum korneum menghasilkan vesikel atau bulla subkorneal (pada gambar 4-6), seperti
pada impetigo. Pembentukan vesikel intraepidermal dapat timbul dari edema interseluler
(spongiosis), sebagaimana khas tampak pada reaksi-reaksi hipersensitivitas tipe lambat
pada epidermis (misalnya pada dermatitis kontakta eksematosa) dan pomfoliks.
Vesikel spongiotik (pada gambar 4-6a) dapat dideteksi secara mikroskopis namun
secara klinis mungkin tidak tampak jelas seperti vesikel. Hilangnya jembatan interseluler
atau desmosome, dikenal sebagai akantolisis, dan pembentukan vesikel jenis intraepidermal
ini (A pada gambar 4-7a) tampak pada pemfigus vulgaris, dimana biasanya celah ada
persis diatas lapisan basalis. Pada pemfigus foliaseus, celah timbul persis dibawah lapisan
subkorneal.
Virus memicu “degenerasi ballon” pada sel-sel epidermal (B pada gambar 4-7a),
seperti pada herpes zoster, herpes simplek, variola, dan varisella. Bulla akibat virus sering
memiliki bagian tengah yang tertekan (umbilikasi). Perubahan patologis pada taut dermo-
epidermal dapat memicu bulla atau vesikel subepidermal (gambar 4-8). Seperti pada
pemfigod, eritema multiforme bullosa, porfiria kutanea tarda, dermatitis herpetiformis
dan beberapa bentuk epidermolisis bullosa. Ketebalan dinding bulla dapat diperkirakan dari
kejernihannya dan kekendorannya. Besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk merusak lesi
ini dapat membantu memperkirakan apakah bulla terletak interaepidermal atau
subepidermal. Dikatakan, bahwa bulla yang tegang dan relatif besar, merupakan suatu
pemfigoid, sedangkan bulla yang kendor disebut pemfigus. Namun demikian, tidak ada
suatu cara yang dapat dipercaya untuk membedakan kedua penyakit ini kecuali dengan
pemeriksaan histologic dari lesi dan imunofluoresensi.
jika epidermis hilang, biasanya sebagai akibat adanya pembentukan vesikel, akan
terjadi pengelupasan (“denudation”) yang dikenal dengan erosi dan tampak sebagai lesi yang
sedikit berlekuk (“depression”) dan basah (lihat dibawah).
Gambar 4-6: Vesikel dan bulla.
Vesikel yaitu lesi yang meninggi, berbatas tegas dan mengandung cairan. Tampak
pada gambar (a), vesikel subkorneal (A) akibat adanya celah tepat dibawah stratum
korneum. Vesikel spongiotik (B) merupakan akibat dari edema interseluler. Bulla yaitu
vesikel yang lebih besar dari 0,5 cm. Gambar klinis (b) menunjukkan vesikel subkorneal
yang jernih da