obat 20




  atau 50-100 

mg i.v. sebelum permulaan terapi. Bila terjadi gejala ekstrapiramidal, obat ini dapat 

diganti dengan suatu antagonis serotonin (misalnya ondansetron) dikombinasi dengan deksametason (3-4 x sehari 4 mg) atau lorazepam 1-2 mg. Pada muntah terlambat metoklopramida sama efektifnya dengan zat antagonis serotonin atau malah lebih ampuh, 

sedangkan pada dosis tinggi menimbulkan 

efek-efek antikolinergik yang lebih kuat daripada haloperidol. 

b. pada obat-obat emetogen kuat lebih dianjurkan kombinasi dari tiga obat (triple 

therapy), yakni suatu antagonis serotonin bersama deksametason dan lorazepam, yang diberikan secara intravena. Bila perlu pemberian 

antagonis serotonin dapat dilanjutkan 3 hari.

4. Muntah akibat radioterapi dan 

pasca-bedah

Dengan membagi secara merata (fraksionasi)

dosis total dari penyinaran, maka frekuensi 

mual dan muntah dapat dikurangi. Penanganan preventif lebih efektif daripada penanganan gejala pasca bedah. Untuk ini 

dianjurkan menggunakan suatu antagonis 

5-HT3 dengan penambahan selang-seling 

deksametason atau droperidol.

Daerah lambung yaitu  paling sensitif 

dan radiasinya masih sering menimbulkan 

muntah yang tidak begitu hebat. Penanganan 

dapat dilakukan dengan metoklopramida i.v./

i.m. 2-3 x sehari 10-20 mg atau secara rektal 

dengan dosis ganda. Deksametason dapat ditambahkan untuk memperkuat efeknya. Bila 

kur ini tidak memberikan efek, biasanya suatu antagonis serotonin lebih ampuh.

Muntah pasca bedah terjadi untuk sebagian besar tergantung dari anestetika yang 

dipakai  dan jenis pembedahan. Yang 

dipakai  yaitu  terutama zat-zat antagonis 

DA dan antagonis serotonin (metoklopramida 

atau droperidol). Muntah pasca bedah lebih 

banyak terjadi dan lebih parah pada wanita 

dibanding pria, mungkin disebabkan kadar 

gonadotrofin wanita lebih tinggi. Obat-obat 

anestetika yang sekarang dipakai  pada 

umumnya kurang mengakibatkan gejala 

mual. 

5. Muntah anak-anak

Sering kali disebabkan oleh a.l. intoleransi 

atau alergi terhadap makanan, infeksi (saluran pencernaan, radang telinga tengah) 

cedera kepala. Di samping terapi kausal 

dan pemberian anti-emetika, juga penting 

rehidrasi oral (Oralit). 

Antiemetikum domperidon sebaiknya 

tidak diberikan untuk menghindari efek 

samping ekstra-piramidal. 

MONOGRAFI

1. Skopolamin: hyoscine, Scopoderm TTS (transdermal)

Alkaloid Belladonna ini dipakai  sebagai 

spasmolitikum pada kejang-kejang saluran 

cerna dan urogenital, juga untuk premedikasi 

pada narkosa (lihat Bab 32, Kolinergika dan 

antikolinergika). Zat ini dianggap sebagai 

obat yang paling efektif untuk profilaksis dan 

penanganan mabuk darat. Sejak tahun 1960-

an obat ini jarang dipakai  lagi karena efek 

sampingnya. Sekitar tahun 1985, skopolamin 

telah dipasarkan kembali dalam bentuk plester (Scopoderm TTS) yang mengandung 1,5 

mg skopolamin. Lama kerjanya selama 3 hari. 

Efek samping tersering yaitu  gejala antikolinergik umum: mulut kering, lebih jarang 

rasa kantuk, gangguan penglihatan, obstipasi 

dan iritasi kulit. Sampai 3 hari sesudah  penggunaan juga timbul mual dan muntah, 

nyeri kepala dan gangguan keseimbangan. 

Dosis: 6 -15 jam sebelum berangkat plester dilekatkan di belakang telinga (pada 

kulit tanpa rambut). Plester secara teratur   melepaskan ± 0,5 mg obat selama 72 jam yang 

diserap baik oleh kulit. Karena pelepasan obat 

lambat, tidak akan terjadi efek-efek samping 

tersebut di atas. Bila perlu sesudah 3 hari 

dapat dilekatkan lagi 1 plester di belakang 

telinga lainnya.

2. Antihistaminika (lihat Bab 51, Antihistaminika)

Obat ini terutama dipakai  untuk mencegah dan mengobati mual dan muntah 

akibat mabuk darat, pada gangguan “tujuhkeliling” (vertigo) dan pada kehamilan. Untuk 

jenis-jenis lain kurang efektif.

pemakaian  kombinasi dari beberapa antihistaminika tidak diperlukan karena tidak 

memberikan nilai tambah. 

Siklizin dan dimenhidrinat diresorpsi baik, 

kerjanya cepat dan dapat bertahan 4-5 jam. 

Meklizin baru mulai bekerja sesudah  1-2 jam, 

tetapi efeknya lebih lama, antara 12 dan 24 

jam. 

Efek sampingnya berupa perasaan mengantuk dan efek antikolinergik yang agak 

sering dilaporkan pada dimenhidrinat, jarang pada siklizin dan meklizin. Anak-anak 

di bawah usia 3 tahun sangat peka terhadap 

efek samping dimenhidrinat.

Dosis masing-masing obat yaitu  sebagai 

berikut:

siklizin (Marzin): profilaksis 1-2 jam sebelum berangkat 50 mg, bila perlu diulang 5 jam kemudian.

meklizin (Suprimal): profilaksis 1-2 jam 

sebelum berangkat 25-50 mg, bila perlu 

diulang sesudah  12 jam.

dimenhidrinat (difenhidramin, Dramamine, 

Antimo): profilaksis 1 jam sebelum berangkat 50-100 mg, bila perlu diulang 8 

jam kemudian.

prometazin (Phenergan): dewasa dan 

anak-anak >8 tahun: 25 mg 0,5-1 jam 

sebelum perjalanan, bila perlu diulang 

sesudah  6-8 jam. Anak-anak 1-3 tahun 

2,5 mg dan anak-anak 3-5 tahun 15 mg. 

Harus waspada terhadapt prometazin 

yang bersifat sedasi kuat.

• Mediamer–B6

: pirathiazin theoklat + vit B6

3. Antipsikotika (lihat juga Bab 29).

Di samping kerja antipsikotiknya, sejumlah 

neuroleptika juga berdaya anti-emetik, khususnya derivat fenotiazin, seperti perfenazin, 

proklorperazin dan tiëtilperazin, begitu pula 

derivat butirofenon (haloperidol). Pada proklorperazin dan terlebih pada tiëtilperazin, 

efek anti-emetisnya yang menonjol, sehingga 

dipakai  khusus sebagai antiemetika pada 

kemo- dan radioterapi. Pada mabuk darat 

tidak efektif.

Efek samping yang terpenting yaitu  gejala 

ekstrapiramidal, efek antikolinergik dan sedasi, paling ringan pada tiëtilperazin. 

Dosis masing-masing yaitu  sebagai berikut:

• haloperidol (Haldol): 2-3 x sehari 0,5-1 mg 

• perfenazin (Trilafon): 3 x sehari 4-8 mg 

i.m. 5 mg

• proklorperazin(Stemetil): 2-4 x sehari 5-10 

mg, rektal 1-2 x sehari 25 mg

• tiëtilperazin (Torecan): oral dan rektal 2-4 

x sehari 6,5 mg, s.c./i.m. satu kali 6,5 mg 

4. Metoklopramida: Primperan, Opram, Vomitrol

Derivat aminoklorbenzamida ini (1964) berkhasiat anti-emetik kuat berdasar  pertama-tama blokade reseptor dopamin di CTZ. 

Di samping itu, zat ini juga memperkuat 

pergerakan dan pengosongan lambung (propulsivum). Efektif pada semua jenis muntah, 

termasuk akibat radio-/kemoterapi dan migrain; pada mabuk darat obat ini tidak ampuh. Lihat juga Bab 16, Obat-Obat lambung, 

Propulsiva.

Resorpsi dari usus cepat, mulai kerjanya 

dalam 20 menit, PP 20%, dan plasma-t½ 

±4 jam. Ekskresi berlangsung 80% dalam 

keadaan utuh melalui urin.

Efek samping yang terpenting yaitu  sedasi 

dan gelisah karena metoklopramida dapat 

melintasi sawar (barrier) darah-otak. Efek 

samping lainnya berupa gangguan lambungusus serta gangguan ekstrapiramidal, terutama pada anak-anak kecil. Gangguan ekstrapiramidal sering kali timbul pada usia di 

bawah 20 tahun, tetapi juga pada usia lebih 

lanjut dan terutama pada wanita, maka kelompok ini cenderung menggunakan domperidon.

Interaksi. Obat-Obat seperti digoksin, yang 

terutama diserap di lambung, dikurangi re-

sorpsinya bila diberikan bersamaan dengan 

metoklopramida. Resorpsi dari obat yang 

diserap di usus halus justru dapat dipercepat, 

a.l. alkohol, asetosal, diazepam dan levodopa.

Dosis: 3-4 x sehari 5-10 mg, anak-anak maks. 

0,5 mg/kg/sehari. Rektal 2-3 x sehari 20 mg.

5. Domperidon: Motilium

Senyawa benzimidazolinon ini (1979) 

yaitu  propulsivum yang berkhasiat menstimulasi peristaltik dan pengosongan lambung. 

Di samping itu juga berdaya anti emetik. Digunakan pada refluks esofagitis dan pada 

mual dan muntah akibat kemoterapi dan 

pada migrain. Lihat juga Bab 16, Obat-Obat 

Lambung. Tidak melintasi sawar darah-otak 

dan jarang menimbulkan sedasi atau efek 

ekstrapiramidal.

Dosis: 3-4 x sehari 10-20 mg a.c.; anak-anak 

3-4 x sehari 0,3 mg/kg; rektal anak-anak 

sampai 2 tahun 2-4 x sehari 10 mg; i.m./i.v. 

0,1-0,2 mg per kg berat badan dengan maks. 

1 mg/kg berat badan sehari. Lih. Bab 16, 

Domperidon dan QT interval.

6. Ondansetron: Zofran,Dantroxal

Senyawa carbazol ini (1990) yaitu  antagonis reseptor serotonin-3 selektif (dari reseptor-5HT3

). Bekerja anti-emetik kuat dengan menentang refleks muntah dari usus halus dan 

stimulasi CTZ, yang keduanya diakibatkan 

oleh serotonin. Efeknya dapat diperkuat 

dengan pemberian dosis tunggal deksametason 

(20 mg per infus) sebelum kemoterapi dimulai.

Selain pada kemo- dan radioterapi juga 

sering diberikan untuk profilaksis sesudah  

pembedahan ginekologi.

Resorpsi dari usus agak baik dengan BA 

rata-rata 75%, PP 73% dan plasma-t½ 3-5 jam. 

Sebagian besar zat ini dimetabolisasi di dalam hati dan metabolitnya diekskresi lewat 

feses dan urin. 

Efek samping berupa nyeri kepala, obstipasi, 

rasa panas di muka (flushes) dan perut bagian 

atas, jarang sekali gangguan ekstra-piramidal 

dan reaksi hipersensitivitas.

Kehamilan dan laktasi. Menurut laporan 

terakhir ondansetron tidak berisiko terhadap abortus, kelainan kongenital, kelahiran 

prematur atau penyimpangan pertumbuhan 

anak.

1. NEJM, (2013; 368:814-23).

2. Maillette de Buy Wenniger; Ondansetron veilig 

bij zwangerschapsmisselijkheid; Ned Tijdschr 

Geneeskd 2013;157:C1656 

Selama menyusui tidak dianjurkan, karena 

zat ini masuk ke dalam air susu ibu.

Dosis: 1-2 jam sebelum menjalani kemoterapi 8 mg (garam HCl.2 aq), lalu tiap 12 jam 

8 mg selama 5 hari. I.v. 4-8 mg (perlahan).

* Granisetron (Kytril) yaitu  derivat indazol 

(1991) dan juga antagonis reseptor-5HT3

 dengan khasiat anti-emetik kuat long-acting.

Efektivitas, pemakaian  dan efek samping 

sama dengan ondansetron. Antara kadar 

darah dan efek antiemetik tidak ada korelasi 

jelas.

Dosis: profilaksis 1 mg (garam HCl) dalam 

1 jam sebelum kemoterapi dimulai, 12 jam 

kemudian 1 mg lagi.

* Tropisetron (Navoban) yaitu  juga derivat 

(1992) long-acting (t½ 8-45 jam) dengan khasiat dan pemakaian  sama. Obat ini ternyata lebih efektif daripada kombinasi metoklopramida dengan deksametason.

Dosis: i.v. 5 mg (garam HCl) sebelum 

kemoterapi, disusul dengan oral 5 mg 1 jam 

sebelum makan pagi selama 5 hari.




OBAT-OBAT DIARE

bab 1 8

Diare yaitu  keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu 

atau gangguan lain, seperti diuraikan di 

bawah ini ( Yun diarrea = mengalir melalui).

Kasus ini banyak ada  di negaranegara berkembang dengan standar hidup 

yang rendah, di mana dehidrasi akibat diare 

yaitu  salah satu penyebab kematian 

penting pada anak-anak. 

Fisiologi

Dalam lambung makanan dicerna menjadi 

“bubur” (chymus), kemudian diteruskan ke 

usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh 

enzim-enzim pencernaan. sesudah  zat-zat gizi diresorpsi oleh villi ke dalam darah, sisa 

chymus yang terdiri dari 90% air dan sisa 

makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang 

biasanya selalu berada di sini (flora) mencernakan lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut, 

sehingga sebagian besar daripadanya dapat 

diserap lagi selama perjalanan melalui usus 

besar. Air juga diresorpsi kembali, sehingga 

lambat laun isi usus menjadi lebih padat dan 

dikeluarkan dari tubuh sebagai tinja.

Penyebab diare

Pada diare ada  gangguan dari resorpsi, 

sedangkan sekresi getah lambung-usus dan 

motilitas usus meningkat.

Menurut teori klasik diare disebabkan oleh 

meningkatnya peristaltik usus sehingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penelitian 

dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan 

bahwa penyebab utamanya yaitu  bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya 

resorpsi air atau/dan terjadinya hipersekresi. 

Pada keadaan normal proses resorpsi dan 

sekresi air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel 

mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin (morfin 

endogen, lihat Bab 22, Analgetika Narkotika) 

sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin

dan neurohormon V.I.P. (Vasoactive Intestinal 

Peptide). Biasanya resorpsi melebihi sekresi, 

tetapi karena sesuatu sebab sekresi menjadi 

lebih besar daripada resorpsi maka terjadilah 

diare. Keadaan ini sering kali terjadi pada 

gastroenteritis (radang lambung-usus) yang 

disebabkan oleh virus, kuman dan toksinnya. 

Di samping masalah resorpsi, diare juga 

dapat disebabkan oleh perubahan pergerakan (motilitas) usus, atau kombinasi dari keduaduanya.

Penggolongan mekanisme diare

ada  4 kelompok sebagai berikut.

– diare osmotik: isi usus yang hipertonik 

menyebabkan air ditarik ke rongga usus;

– diare sekretik: sekresi air dan elektrolit di 

usus (oleh toksin kuman);

– diare yang disebabkan oleh gangguan 

motilitas usus yang disertai peningkatan 

kontraksi otot;

– diare yang disebabkan oleh peradangan 

mukosa usus yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas (mis. colitis 

ulcerosa).

Jenis-jenisnya

berdasar  penyebabnya dapat dibedakan 

beberapa jenis gastroenteritis dan diare sebagai berikut: a.- diare akibat virus, misalnya ‘influenza 

perut’ dan ‘travellers diarrhoea’ yang disebabkan antara lain oleh rotavirus dan 

adenovirus. Virus melekat pada sel-sel 

mukosa usus yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan 

sekresi air dan elektrolit memegang 

peranan. Diare yang terjadi bertahan 

terus sampai beberapa hari sesudah virus 

lenyap dengan sendirinya, biasanya 

dalam 3-6 hari. Menurut taksiran 90% dari 

semua diare wisatawan disebabkan oleh 

virus atau kuman E. coli spec. (tak ganas) 

dari makanan. Penyebab lain yaitu  

perubahan pola makan dan psikologis 

(stres, kekhawatiran).

b.- diare bakterial invasif (bersifat menyerbu)

agak sering terjadi, tetapi mulai berkurang berhubung semakin meningkatnya 

kesadaran mengenai higiene dari masyarakat. Kuman pada keadaan tertentu 

menjadi invasif dan menyerbu ke dalam 

mukosa, di mana terjadi perbanyakan diri 

sambil membentuk toksin. Enterotoksin 

ini dapat diresorpsi ke dalam darah 

dan menimbulkan gejala hebat, seperti 

demam tinggi, nyeri kepala dan kejangkejang. Selain itu mukosa usus yang telah 

dirusak mengakibatkan mencret berdarah dan berlendir. Penyebab terkenal dari pembentuk enterotoksin yaitu  bakteri E. coli spec., Shigella, Salmonella dan 

Campylobacter. Diare ini bersifat “selflimiting”, artinya akan sembuh dengan sendirinya dalam ±5 hari tanpa pengobatan, 

sesudah  sel-sel yang rusak diganti dengan 

sel-sel mukosa baru.

c. diare parasiter akibat protozoa seperti 

Entamoeba histolytica dan Giardia lamblia, 

yang terutama terjadi di daerah (sub)

tropis.Yang pertama juga membentuk 

enterotoksin. Diare akibat parasit ini biasanya bercirikan mencret cairan yang 

intermiten dan bertahan lebih lama 

dari satu minggu. Gejala lainnya dapat 

berupa nyeri perut, demam, anoreksia, 

nausea, muntah-muntah dan rasa letih 

umum (malaise). Untuk amebiasis, lihatBab 12, Obat-Obat Amebiasis.

d. akibat penyakit, misalnya colitis ulcerosa, 

penyakit Crohn, Irritable Bowel Syndrome 

(IBS), kanker kolon dan infeksi-HIV. Juga 

akibat gangguan–gangguan seperti alergi terhadap makanan/minuman, protein susu sapi dan gluten (coeliakie) serta 

intoleransi untuk laktosa karena defisiensi enzim laktase. 

e. akibat obat, yaitu digoksin, kinidin, garam Mg dan garam litium, sorbitol, betablocker, perintang ACE, reserpin, sitostatika dan antibiotik berspektrum luas 

(ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin). Semua obat ini 

dapat menimbulkan diare “baik” tanpa 

kejang perut dan perdarahan. Adakalanya juga akibat penyalahgunaan laksansia dan penyinaran dengan sinar-X 

(radioterapi).

f. akibat keracunan makanan sering terjadi, misalnya pada waktu perhelatan 

anak-anak sekolah atau karyawan perusahaan dan biasanya disertai pula dengan muntah-muntah. Keracunan makanan didefinisikan sebagai penyakit 

yang bersifat infeksi atau toksik dan 

diperkirakan atau disebabkan oleh mengonsumsi makanan atau minuman yang 

tercemar. Penyebab utamanya yaitu  

tidak memadainya kebersihan pada waktu pengolahan, penyimpanan dan distribusi makanan/minuman dengan akibat pencemaran meluas. Kuman-kuman 

Gram-negatif yang biasanya menyebabkan keracunan makanan dengan toksinnya yaitu  seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini. 

Dehidrasi

Pada diare hebat yang sering kali disertai 

muntah-muntah, tubuh kehilangan banyak 

air dengan garam-garamnya, terutama natrium dan kalium. Hal ini mengakibatkan 

tubuh kekeringan (dehidrasi), kekurangan 

kalium (hipokaliemia) dan adakalanya acidosis

(darah menjadi asam). yang tidak jarang 

berakhir dengan shock dan kematian. Bahaya 

ini sangat besar khususnya bagi bayi dan anak-anak karena organismenya memiliki 

cadangan cairan intra-sel yang hanya kecil 

sedangkan cairan ekstra-selnya lebih mudah 

dilepaskan dibanding tubuh orang dewasa.

Gejala pertama dari dehidrasi yaitu  perasaan haus, mulut dan bibir kering, kulit 

menjadi keriput (hilang kekenyalannya), berkurangnya air seni dan menurunnya berat 

badan, gelisah, asidosis, hipokalemia dan 

kolaps. Kekurangan kalium terutama memengaruhi sistem neuromuskuler dengan gejala 

mengantuk (letargi), lemah otot dan sesak 

napas (dyspnoea).

Pencegahan, tindakan umum

Pencegahan diare pada dasarnya harus ditujukan pada tindakan higiene yang cermat 

mengenai kebersihan, khususnya cuci tangan 

dengan bersih sebelum makan atau mengolah 

makanan. Begitu pula dengan alat-alat dapur

(talenan, handuk) dan bahan-bahan makanan, 

misalnya sayuran/lalap supaya dicuci dengan baik. Daging/ikan, bistik/barbecue 

hendaknya dimasak sampai matang dan 

hidangan perlu disimpan tertutup (lalat!) 

serta pada suhu rendah (lemari es, di bawah 

7°C) untuk mencegah tumbuhnya kuman. 

Air minum di lokasi yang meragukan penting 

sekali untuk dimasak terlebih dahulu. 

* Diare wisatawan (travellers’ diarrhoea), Masalah medis yang paling sering (insidensi 

±30%) dijumpai oleh wisatawan ke 

daerah tropik yaitu  diare untuk jangka 

waktu singkat atau lebih lama.16 Biasanya 

disebabkan oleh infeksi (a.l. oleh sejenis E. coli

atau giardiasis) dari makanan atau minuman 

dan terutama menyerang anak-anak.

Diare jenis ini pada dasarnya dapat dicegah dengan tindakan-tindakan preventif 

yang sama. Semboyan untuk wisatawan ke 

negara-negara berkembang harus berbunyi: 

“Boil it, cook it, peel it or forget it”. Jadi, segala 

sesuatu yang tidak dimasak (air minum, 

makanan) atau dikupas (buah-buahan) janganlah dimakan!

Pada umumnya gangguan ini tidak serius dan akan sembuh dengan spontan (2-5 

hari; self-limiting). Bila juga timbul demam 

perlu diobati dengan antibiotika (mis. siprofloksasin, kotrimoksazol), untuk meringankan gejala dan mempercepat penyembuhan. Bila tidak ada  penyebab-penyebab infeksi lainnya (lih. di atas), gangguan 

ini mungkin disebabkan oleh gangguan yang 

disebut “tropical sprue.” Penyakit diare kronis 

ini didefinisikan sebagai gangguan yang 

diperoleh di daerah tropik (khususnya Asia) 

tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya.19

Gejalanya yaitu  kejang-kejang perut dan 

diare, kadangkala dengan demam dan malaise, malabsorpsi dan timbulnya kelainankelainan mukosa selaput lendir usus halus 

yang mengakibatkan berbagai kekurangan 

seperti defisiensi vitamin B12 dan asam folat. 

Akibat selanjutnya yaitu  turunnya berat 

badan, timbulnya glossitis (radang lidah), 

stomatitis aphthosa (radang seriawan rongga 

mulut) dan anemi. Pengobatannya terdiri 

dari pemberian vitamin B12, asam folat dan 

sediaan besi, juga antibiotik.

* Profilaksis. Pencegahan dengan antibiotika

pada prinsipnya tidak dianjurkan berhubung 

risiko terjadinya resistensi. Pengecualian 

yaitu  bagi wisatawan-wisatawan di daerah 

berisiko infeksi tinggi, di mana makanan 

dan minuman yang “aman” tidak terjamin, 

juga bagi lansia atau orang yang kekurangan 

produksi asam lambung serta pasien jantung, 

bronchitis dan penyakit berisiko tinggi lainnya. Obat yang layak dipakai  yaitu  

doksisiklin 100 mg, yang harus diminum 

setiap hari selama berada di daerah rawan.

Vaksinasi dapat dilakukan untuk tifus

dengan vaksin oral (Vivotif, yang mengandung 

basil hidup yang tidak patogen lagi dan 

memberikan imunitas selama minimal 3 

tahun) atau parenteral (Typhim Vi, dari basil 

mati). Untuk kolera tidak dianjurkan (lagi) 

karena menghasilkan imunitas ringan pada 

hanya 50% dari orang yang disuntik, lagi 

pula efektivitasnya sangat singkat. Hal yang 

sama berlaku bagi vaksin disentri. Lihat juga 

Bab 50, Sera dan Vaksin.

Pengobatan

Rehidrasi oral. Setiap tahun lebih kurang 5 

juta anak-anak di bawah usia 5 tahun meninggal akibat diare, ± 65% di antaranya karena 

dehidrasi, terutama di negara-negara dengan 

iklim panas. Oleh karena itu penting sekali 

untuk pertama-tama melakukan tindakan 

untuk mencegah atau mengatasi keadaan 

dehidrasi dan kehilangan garam, terutama 

pada bayi dan anak-anak (sampai usia lebih 

kurang 3 tahun) dan lansia (di atas 65 tahun). 

Untuk tujuan ini WHO menganjurkan ORS

(= oral rehydration solution) yang berfungsi 

mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit 

pada diare akut.

* Garam rehidrasi oral. ORS yaitu  suatu 

larutan dari campuran NaCl 3,5 g, KCl 1,5 

g, Na-trisitrat 2,5 g dan glukosa 20 g dalam 

1 liter air matang (Oralit). Dasar ilmiah dari 

pemakaian  ORS ini yaitu  penemuan ± 

25 tahun lalu bahwa glukosa menstimulasi 

secara aktif transpor Na dan air melalui 

dinding usus. Dengan demikian resorpsi air 

dalam usus halus meningkat dengan 25 kali 

(Sladen & Dawson). Begitu pula bahan gizi 

lainnya (asam amino, peptida) memperlancar 

penyerapan air.

* ORS beras. Beberapa tahun lalu telah 

ditemukan bahwa tepung beras (atau tepung 

jagung, sorghum dan kentang) sebagai pengganti glukosa dalam campuran ORS memberikan beberapa keuntungan penting. Dalam usus tepung beras yang terutama berisi 

pati dicernakan dan menghasilkan dua kali 

lebih banyak glukosa daripada dalam ORS 

biasa. 

Efeknya ialah bertambahnya penyerapan 

(kembali) air dan elektrolit. Mungkin asam 

amino dari protein beras memegang peranan 

aditif pada resorpsi Na dan air tersebut. 

Karena osmolaritasnya lebih rendah (hipotonis) 

daripada darah (masing-masing 220 dan 290 

mmol/l), maka air dari ORS akan diabsorpsi 

dengan pesat sampai osmolaritas cairan usus 

sama dengan darah. Hal ini tidak terjadi 

dengan ORS biasa yang bersifat hipertonis

ringan (331 mmol/l). Selain itu rasanya 

lebih enak dan kerjanya lebih cepat, ORSberas juga mengurangi kuantitas tinja dan 

lamanya fase diare dengan rata-rata 20%, 

pada kolera malah sampai 30% lebih.

 Kendala ORS beras yaitu  bahwa larutan 

ini harus dimasak (lebih kurang 7-10 menit)

yang membutuhkan waktu dan biaya lagi. 

Stabilitasnya juga terbatas berhubung kemungkinan timbulnya fermentasi dan kontaminasi kuman sesudah  12-24 jam, terutama di 

daerah tropik. Lagipula anak-anak di bawah 

usia 3 bulan tidak dapat mencernakan pati 

beras dengan sempurna karena pankreasnya 

belum membentuk cukup enzim amilase. 

Namun berkat khasiat baik tersebut di atas, 

ORS beras dapat dianggap sebagai obat 

diare efektif yang berdaya mencegah memburuknya diare dan kematian.

Pembuatan sendiri. Dalam keadaan darurat ORS beras dapat dibuat sendiri dengan bahan-bahan yang ada di setiap rumah 

tangga. Tepung beras 50 g dimasak dengan 

lebih kurang satu liter air selama 7-10 menit, 

kemudian disaring, larutkan garam dapur 

3,5 gram (= lebih kurang 1 sendok teh rata) 

dan tambahkan air matang lagi sampai 

volume 1 liter tepat. KCl dan sitrat dalam 

hal ini jauh kurang penting daripada garam 

dan pati yang esensil bagi penyerapan air. 

Kemungkinan lain yang dilaporkan sama 

efektifnya yaitu  larutan garam dapur 3,5 g 

dengan gula putih 20 g (= ± 1 sendok makan 

muncung) dalam 1 liter air matang.

Pentakaran ORS beras. Dosis untuk orang 

dewasa pada dehidrasi ringan yaitu  50 

ml/kg berat badan dalam 4 jam pertama, 

kemudian untuk pemeliharaan 100 ml/kg 

setiap hari sampai diare berhenti. Pada kasus 

dehidrasi lebih berat: 100 ml/kg dalam 4 

jam pertama, disusul dengan 10-15 ml/kg 

tiap jam. Untuk anak-anak 20 ml/kg dalam 

4 jam pertama dan seterusnya 10 ml/kg tiap 

jam hingga total mencapai 200 ml/kg sehari. 

Rehidrasi lengkap baru tercapai bila pasien 

mulai berkemih normal kembali.

Pada anak-anak larutan ORS sebaiknya 

diberikan sendok demi sendok (teh) sepanjang 

hari untuk mencegah mual dan muntah. Air 

susu ibu biasanya tidak memperburuk diare 

dan dapat diberikan bersamaan dengan ORS. 

Pasien dengan dehidrasi berat yang disertai 

muntah-muntah hebat perlu diberikan larutan elektrolit secara intravena (larutan laktat 

Ringer, WHO).

Tindakan umum

Untuk mencegah terbukanya luka pada usus 

dan perdarahan, sebaiknya pasien diare harus istirahat lengkap (bedrest). Perlu pula 

dilakukan diet dengan bahan makanan yang 

tidak merangsang dan mudah dicerna. Diet 

yang baik yaitu  sebagai berikut: pada hari 

pertama bubur encer dengan beberapa tetes 

kecap dan minuman air teh agak pekat, 

pada hari 2-5 nasi tim dengan kaldu ayam, 

sayur yang dihaluskan, garam dan beberapa 

tetes kecap. Menurut laporan diet ini dapat 

mempercepat penyembuhan diare.

Penanganan

Diare akut yaitu  mekanisme pelindungan alamiah dari tubuh untuk mengeluarkan zat-zat yang merugikan dari saluran 

pencernaan dan kebanyakan berlangsung 

selewat (maksimal 1-2 minggu). Bila gejala ini 

disertai demam dan/atau darah dalam feses 

janganlah ditangani dengan obat diare.

Pada umumnya diare akut disebabkan 

oleh infeksi virus atau kuman, atau dapat 

pula akibat efek samping obat atau gejala 

dari gangguan saluran cerna (perubahan 

pola makan) dan bisa juga disebabkan oleh 

aktivitas fisik berlebihan. Umumnya gangguan ini bersifat self-limiting dan bila tanpa 

komplikasi tidak perlu ditangani dengan 

obat, kecuali rehidrasi oral bila ada bahaya 

dehidrasi. Hanya pada bentuk diare bakteriil yang sangat serius perlu dilakukan 

terapi dengan antibiotik. Pilihan utama adalah amoksisilin, kotrimoksazol dan senyawa 

fluorkinolon. Loperamida banyak dipakai  

untuk mengurangi frekuensi defekasi pada 

diare viral dan akut tanpa demam atau tanpa 

darah dalam tinja.

Diare akut pada balita selain dapat disebabkan oleh gastro-enteritis, dapat pula diakibatkan oleh infeksi non-enteral, misalnya 

infeksi telinga tengah (otitis media) atau meningitis. Bisa juga disebabkan oleh penggunaan antibiotika.

Diare kronis. Diare yang bertahan lebih 

dari 2 minggu (terus-menerus atau berselang-seling) umumnya disebut kronis dan 

harus selalu diselidiki penyebabnya a.l. melalui sigmoidoscopy dan biopsi rektal karena 

kemungkinan adanya tumor di usus besar 

atau penyakit usus beradang kronis (Crohn, 

colitis ulcerosa). Penyebab lain yaitu  intoleransi laktosa, radioterapi, penyakit infeksi, 

insufisiensi pankreas (diare lemak), Irritable 

Bowel syndrome (IBS) dan pemakaian  laksansia yang berkelanjutan.

Untuk diare kronis ringan tanpa infeksi 

atau peradangan usus yang parah, dapat 

dipakai  loperamida, terkecuali bila ada  infeksi oleh mikroba invasif atau peradangan usus parah (darah dalam feses, 

demam). 

Diare kronis pada anak-anak dapat pula 

diakibatkan oleh intoleransi atau alergi terhadap bahan makanan (misalnya susu sapi, 

gluten), cystic fibrosis dan IBS. 

Diare pada bayi dan anak-anak kecil pada 

umumnya tidak ditangani dengan obat, tetapi yang utama yaitu  pemberian cairan 

dan elektrolit disertai diet.

Obat-obat diare

Diare viral dan diare akibat enterotoksin 

pada hakikatnya sembuh dengan sendirinya 

sesudah lebih kurang 5 hari, sesudah  sel-sel 

epitel mukosa yang rusak diganti oleh selsel baru. Maka pada dasarnya tidak perlu 

diberikan obat, hanya bila mencretnya hebat 

dapat dipakai  obat (simtomatik) untuk 

menguranginya, misalnya dengan asam samak (tannalbin), aluminiumhidroksida dan 

karbo adsorbens (arang halus yang sudah 

diaktifkan). Zat-zat yang menekan peristaltik sebetulnya tidak begitu layak untuk digunakan karena pada waktu diare pergerakan usus sudah banyak berkurang, lagi 

pula virus dan toksin perlu dikeluarkan 

secepat mungkin dari tubuh. Dari zat-zat ini 

mungkin loperamida yaitu  pengecualian 

karena berfungsi menormalisasi keseimbangan 

resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa. Antibiotik 

pada diare jenis ini tidak berguna, karena 

tidak mempercepat sembuhnya penyakit.

Hanya pada infeksi oleh bakteri invasif

perlu diberikan suatu obat kemoterapeutik 

yang bersifat mempenetrasi baik ke dalam jaringan, seperti amoksisiklin, tetrasiklin dan 

sulfa usus. Obat-obat ini sebaiknya jangan 

diberikan lebih dari 7-10 hari, kecuali bila setelah sembuh diarenya, pasien masih tetap 

mengeluarkan bakteri dalam tinja. Pembawa 

basil demikian perlu terus diobati hingga 

tinjanya bebas kuman pada dua penelitian 

berturut-turut, terutama bilamana yang bersangkutan bekerja di rumah makan, industri 

bahan makanan atau sebagai tukang daging! 

Zat pencahar laktulosa dapat mempersingkat 

jangka waktu “membawa” basil dengan beberapa minggu.

Kontra-indikasi

Penekanan diare dapat merugikan penderita 

bila diare disebabkan oleh zat beracun karena 

penghambatan pengeluaran zat tersebut. 

dapat memperparah penyakit.

Penggolongan

Kelompok obat yang sering kali dipakai  

pada diare yaitu :

1. kemoterapeutika untuk terapi kausal, 

yaitu memberantas bakteri penyebab diare, 

seperti antibiotika, sulfonamida dan senyawa 

kinolon.

2. obstipansia untuk terapi simtomatis, yang 

dapat menghentikan diare dengan beberapa 

cara, yaitu:

a. zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi 

air dan elektrolit oleh mukosa usus, yaitu 

candu dan alkaloidanya, derivat petidin 

(loperamida) dan antikolinergika (atropin, 

ekstrak belladonna).

b. adstringensia, yang menciutkan selaput 

lendir usus, misalnya asam samak (tanin) 

dan tannalbumin, garam-garam bismut dan 

aluminium.

c. adsorbensia, misalnya karbo adsorbens yang 

pada permukaannya dapat menyerap 

(adsorpsi) zat-zat beracun yang dihasilkan 

oleh bakteri atau yang adakalanya berasal 

dari makanan (udang, ikan). Termasuk 

di sini yaitu  juga mucilagines, zat-zat 

lendir yang menutupi selaput lendir usus 

dan luka-lukanya dengan suatu lapisan 

pelindung, misalnya kaolin, pektin (suatu 

karbohidrat yang ada  a.l. dalam buah apel) dan garam-garam bismut serta 

aluminium.

3. spasmolitika, yaitu zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali 

mengakibatkan nyeri perut pada diare, a.l. 

papaverin.

Di bawah ini akan dibicarakan obat-obat 

khusus untuk mengobati penyakit infeksi 

usus terpenting yang sering kali menyebabkan diare, yaitu obat kolera, disentri basiler, 

tifus, paratifus dan campylobacteriosis.Begitu 

pula pengobatan dari infeksi protozoa penting, yaitu Giardiasis.

Pengobatan disentri amuba telah dibicarakan tersendiri dalam Bab 12, Obat-Obat Amebiasis. Selanjutnya akan dibahas obat-obat 

untuk menghentikan diare secara simtomatis 

(obstipansia).

1. Obat kolera

Kolera (Yun. chole=empedu dan rhein= mengalir) disebabkan oleh basil Gram-negatif Vibrio 

cholerae, yang berbentuk koma dan bergerak dengan benang cambuk (flagellat). Biotipe 

El Tor (= suatu tempat karantina di Saudi 

Arabia) telah mendesak suku klasik (asiaticae) 

sebagai penyebab utama dari epidemi kolera. 

Sebabnya ialah karena El Tor lebih ulet, sedangkan infeksinya sering berlangsung tak 

kentara berhubung gejalanya lebih lunak. 

Infeksi terutama terjadi melalui air yang terkontaminasi dengan tinja, terutama pada 

orang yang produksi asam lambungnya terganggu (lihat Seksi III, Obat-Obat Gangguan 

Saluran Cerna). Masa inkubasinya beberapa 

jam sampai 6 hari.

Gejalanya sering kali demikian ringan 

dan umum sehingga tidak dapat dibedakan 

dari infeksi lainnya. Yang khas yaitu  diare 

‘air beras’ (ricewater stool; adanya jonjot-jonjot lendir yang mengambang dalam feses 

cair), yang disertai muntah-muntah hebat. 

Bila tidak diobati akan timbul apati, gangguan sirkulasi (kulit dingin dan lengket, tachycardia, hipotensi dan cyanosis), juga dehidrasi 

(pengeluaran kemih berkurang, kulit hilang 

kelenturannya) dan kejang-kejang otot (hebat). Akhirnya terjadi gagal ginjal fatal.

Pengobatan. Rehidrasi pada kolera sangat penting. Karena tubuh kehilangan banyak cairan, maka pasien harus selalu diberi 

larutan ORS (-beras) sampai diare berhenti. 

Dengan rehidrasi layak angka kematian kini sudah menurun sampai 1%. Antibiotik

sangat efektif untuk memusnahkan kuman, 

mengurangi diare dan mempersingkat lamanya keluhan. Yang dapat dipakai  yaitu  

tetrasiklin 4 dd 250 mg atau doksisiklin 2 dd 

100 mg selama 3 hari. Sebagai profilaksis dapat pula dipakai  tetrasiklin 2 dd 500 mg 

selama 3 hari, sedangkan vaksin kolera tidak 

dianjurkan karena kurang efektif.

2. Obat disentri basiler

Disentri basiler atau shigellosis (enteritis Shigella) yaitu  penyakit infeksi usus yang diakibatkan oleh beberapa jenis basil Gramnegatif dari genus Shigella (Yun. dys = buruk, 

dikacau; enteron = usus; -itis = radang). Penyebaran diperlancar karena banyak infeksi 

sering berlangsung ringan dan tak kentara, 

lagi pula sesudahnya pasien menjadi pembawa-basil untuk jangka waktu lama dan tetap 

mengekskresi kuman. Masa inkubasinya 1-7 

hari. 

Gejalanya yaitu  demam sampai 39-40o C, 

menggigil, radang mukosa, terutama dari 

usus besar, dengan kejang-kejang dan nyeri 

perut, mulas hajat (tenesmus) serta diare berlendir dengan darah. 

Terapi. Kebanyakan disentri bersifat selflimiting dan sembuh dengan sendirinya sesudah 2-7 hari. Pada anak-anak di bawah 

usia 2 tahun dan lansia infeksi dapat berakhir 

fatal bila terjadi dehidrasi. Tanpa pengobatan 

infeksi tidak jarang kambuh lagi (pada ± 10% 

dari penderita). Obat yang dipakai  yaitu  

tetrasiklin 4 dd 250 mg, kotrimoksazol 2

dd 960 mg atau siprofloksazin 2 dd 500 mg, 

semuanya selama 3-5 hari. 

3. Obat tifus

Tifus perut (Typhus abdominalis,‘typhoid fever’) 

disebabkan oleh a.l. Salmonella typhi, yang 

sering kali ditularkan pada manusia oleh basil 

ternak (telur itik). Tifus sebetulnya termasuk 

dalam golongan penyakit demam berhubung 

adanya beberapa gejala, seperti demam 

tinggi (dengan bradycardia) dan kepala sangat 

nyeri. Tetapi penyakit ini dibicarakan juga di 

sini karena infeksi pertama terjadi di usus. 

Kuman-kuman memperbanyak diri di situ, 

lalu menyebar melalui limfe dan darah ke 

sirkulasi besar dan hati. Melalui saluran 

empedu basil tiba lagi dalam usus, dengan 

demikian infeksi dipertahankan. Diagnosis 

dilakukan melalui persemaian darah.

Gejalanya dapat sangat bervariasi. Semula 

terjadi demam dengan kenaikan suhu secara 

bertahap dalam tiga hari pertama, nyeri kepala terus-menerus yang menghebat, perut 

kembung dan nyeri, anoreksia, mual dan 

obstipasi. Kemudian sering kali disusul dengan diare sangat cair, juga bronchitis, perdarahan hidung, apati dan gejala psikis. 

Komplikasi berbahaya dapat terjadi, misalnya perdarahan usus dan perforasi usus 

akibat peritonitis.

Terapi. Sebagai pilihan pertama dipakai  

kotrimoksazol 2 dd 3 tablet (1440 mg), pilihan kedua yaitu  amoksisilin 6 dd 1 g 

selama 2 minggu, juga kloramfenikol 4 dd 

750 mg sampai demam hilang, lalu 4 dd 500 

mg, total juga 2 minggu. Pada kasus yang 

parah dengan shock dan kegelisahan dianjurkan penambahan prednisolon untuk membantu turunnya demam lebih cepat serta 

memberikan perasaan segar dan sembuh 

pada pasien. Pemberian ini maksimal selama 

3 hari agar jangan memperbesar risiko perdarahan usus. Pada obstipasi tidak boleh 

diberikan laksansia berhubung bahaya perforasi dan perdarahan. 

* Pembawa-basil. Meskipun semua gejala 

infeksi sudah lenyap, namun pasien baru 

dinyatakan sembuh tuntas bila selama tiga 

minggu tinjanya bebas basil. Bila sesudah 

enam bulan tinja masih tetap positif, pasien 

dianggap sebagai pembawa basil kronis. 

Orang demikian tidak boleh bekerja di dapur 

maupun industri makanan. Menurut laporan 

pengobatan dengan jangka waktu yang cukup lama dengan kotrimoksazol atau siprofloksasin yaitu  efektif untuk membuat penderita bebas basil.

* Paratifus (salmonellosis). Paratifus yaitu  

nama kuno untuk suatu bentuk gastro-enteritis akibat infeksi dengan salah satu dari 

ratusan jenis Salmonella lain, a.l. 

S. paratyphi B. Bersifat kurang ganas dari 

tifus (yang pada hakikatnya yaitu  

peracunan darah masal dengan Salmonella), 

tetapi jauh lebih sering terjadi, ± 80% dari 

semua infeksi Salmonella. Penularan terjadi 

lewat makanan yang terinfeksi seperti 

daging, makanan hewani lainnya atau oleh 

orang pembawa basil. Masa inkubasinya 8-48 

jam. Perbanyakan juga terjadi dalam usus 

dengan siklus enterohepatik.

Gejala akibat radang mukosa usus yang 

dimulai akut dengan nausea, muntah, nyeri 

perut mirip kolik, diare dan jarang demam. 

Biasanya penyakit ini sembuh dengan 

spontan (self-limiting) sesudah 2-5 hari, jarang 

diare dan demam ringan yang bertahan 

sampai dua minggu. 

Terapi cukup dengan pantangan makan 

dan hanya minum teh (atau ORS pada bayi 

dan lansia), pada diare hebat dapat diberikan 

loperamida. Pada kasus parah perlu 

diberikan antibiotik: kotrimoksazol, amoksisilin 

atau kloramfenikol, lihat di atas.

4. Obat infeksi campylobacter

Campylobacter jejuni yaitu  kuman Gramnegatif yang ditemukan di Inggris pada 

tahun 1976 dan khusus ditularkan melalui 

daging (ayam, kalkun) yang tidak dimasak 

cukup matang. Di negara-negara Barat infeksi ini terjadi tiga kali lebih sering daripada 

salmonellosis. Di negara-negara berkembang 

anak-anak kecil sering kali yaitu  pembawa kuman asimtomatik. Masa inkubasinya 

1-7 hari. 

Gejalanya lebih hebat daripada infeksi Salmonella dan berupa demam tinggi, nyeri

kepala dan perut, diare berkolik dengan sering 

kali ada  darah dalam tinja. Khususnya anak-anak kecil dan lansia peka terhadap 

basil ini.

Pengobatan. Campylobacteriosis juga bersifat “self-limiting” dan sembuh sendiri dalam 5-7 hari. Maka pengobatannya hanya 

simtomatis dengan tanin/tannalbumin atau 

adsorbensia. Sebaiknya jangan menggunakan 

loperamida. Hanya pada kasus yang parah 

atau yang berlangsung lama, ataupun pada 

anak-anak kecil sekali dan orang-orang yang 

sangat tua dapat diberikan antibiotik. Pilihan 

pertama yaitu  eritromisin 2 dd 500 mg, 

pilihan kedua doksisiklin 2 dd 100 mg atau 

kotrimoksazol 2 dd 960 mg selama 6-10 hari.

sesudah  gejala infeksi sembuh, ekskresi 

basil dalam tinja masih bisa berlangsung 

terus selama tiga minggu sampai tiga bulan.

5. Obat infeksi protozoa

Giardiasis

Giardia lamblia yaitu  protozoa dari kelompok Flagellata (memiliki benang-cambuk) seperti penyebab infeksi vaginal Trichomonas, 

penyebab penyakit tidur Trypanosoma dan 

Leishmania (Kala-azar). Paling sering menimbulkan infeksi di daerah tropik, terutama 

pada anak-anak melalui makanan dan tangan 

yang kotor. Berhubung dengan berkembangnya kepariwisataan dan transmigrasi 

global dari banyak orang Asia-Afrika, kini 

di banyak negara Barat juga sudah sering 

ada  penyakit ini dan di beberapa negara 

bahkan sudah menjadi endemis, a.l. di negeri 

Belanda. Penyakit ini yaitu  penyebab 

penting dari ‘traveller’s diarrhoea’. Di AS binatang liar beaver yaitu  pembawa kista 

(cyste) dari Giardia.

Seperti juga Entamoeba histolytica, parasit 

ini ada  dalam bentuk-bentuk trofozoit 

dan kista. Penyebaran terjadi melalui kista, 

yang dapat dideteksi dalam tinja dengan 

cara pewarnaan khusus. Dalam usus halus 

protozoa memperbanyak diri dan dapat 

bermukim di lokasi ini tanpa menimbulkan 

gejala. Akhirnya jonjot-jonjot mukosa usus 

(villi) dirusak olehnya dengan berakibat diare

dan malabsorpsi, yaitu terganggunya pencernaan dan penyerapan bahan-bahan gizi. 

Gejala-gejala lain yaitu  anoreksia, nyeri 

perut dengan banyak gas, perasaan seperti 

terserang flu dengan lemah/nyeri otot dan 

keluhan kelenjar limfe. Pada fase lanjut 

timbul keletihan kronis dan menurunnya berat 

badan, sedangkan pertumbuhan anak-anak 

dapat terhambat.

Terapi. Paling efektif yaitu  mepakrin 3 dd 

100 mg selama 5 hari, sebagai alternatif juga 

dapat dipakai  metronidazol (Flagyl) 1 dd 

2 g selama 3 hari berturut-turut atau dosis 

tunggal tinidazol (Fasigyn) 1 dd 2 g. Bila tinja 

belum bebas parasit maka kur harus diulang. 

Untuk uraian kedua obat tersebut, lihat Bab 

12, Obat-Obat Amebiasis dan Trichomoniasis.

MONOGRAFI

1. ZAT PENGHAMBAT 

PERISTALTIK

1a. Candu: opium, Pulvis opii

Candu bekerja melalui otot-otot licin dan 

menekan peristaltik. Oleh karena itu berguna 

sebagai obstipan pada pengobatan disentri dan kolera. Berhubung daya kerjanya 

terhadap SSP dan risiko adiksi, candu tidak 

boleh dipakai  sembarangan (lihat Bab 22, 

Analgetika Narkotika).

Dosis lazim: 3 dd 50-100 mg. 

1b. Loperamida: Imodium

Zat ini (1974) memiliki kesamaan mengenai rumus kimianya dengan opiat petidin 

dan berkhasiat obstipasi kuat dengan mengurangi peristaltik. Berbeda dengan petidin, loperamida tidak bekerja terhadap SSP, 

sehingga tidak mengakibatkan ketergantungan. Lagi pula zat ini mampu menormalisasi 

keseimbangan resorpsi-sekresi dari selsel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang 

berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Maka banyak dipakai  pada diare akut dan diare 

wisatawan bila tidak ada demam atau darah 

dalam tinja. Secara oral diabsorpsi untuk 

65%, tetapi karena FPE besar BA-nya hanya 

± 1 %, masa paruhnya 7-15 jam. Dalam hati 

dirombak hampir tuntas melalui proses konyugasi, metabolitnya diekskresi dengan empedu, secara utuh melalui feses. Efek sampingnya berupa mual, muntah, pusing, mulut kering dan eksantem kulit. 

Dosis: pada diare akut dan kronis permulaan 2 tablet dari 2 mg, lalu setiap 2 jam 1 

tablet sampai maks. 8 tablet seharinya. Anakanak sampai 8 tahun: 2-3 dd 0,1 mg setiap kg 

bobot badan, anak-anak 8-12 tahun: pertama 

kali 2 mg, maks. 8-12 mg sehari. Tidak boleh 

diberikan pada anak di bawah usia 2 tahun, 

karena fungsi hatinya, khusus kemampuan 

konyugasi, belum berkembang dengan sempurna untuk dapat menguraikan obat ini. 

* Loperamida-oksida (Arestal) yaitu  prodrug (1996) yang dalam usus besar dirombak 

oleh kuman menjadi loperamida. Dalam usus 

hanya diserap untuk 20% (loperamida untuk 

65%), t½-nya 1 jam. Menimbulkan lebih 

jarang konstipasi (Kok-Visser AS. Pharma 

Selecta 1998; 14: 8-10). Dosisnya: permulaan 2 

mg, lalu 1 mg sesudah  setiap buang air encer, 

maks. 8 mg sehari.

2. ANTIBIOTIKA

Disini hanya dibicarakan secara singkat zatzat yang dapat dipakai  pada diare parah. 

Untuk data lebih lanjut lihat Bab 5, Antibiotika.

2a. Ampisilin dan amoksisilin 

Bekerja agak lambat; sesudah  5-6 hari demam hilang dibandingkan rata-rata 3 hari 

dengan kloramfenikol, juga menghasilkan 

“pembawa-basil“.

Dosis: oral 3-4 dd 1 g.

2b. Kotrimoksazol: Bactrim, lihat Bab 8, Sulfonamida.

Mampu menghilangkan demam dalam 4 

hari. sesudah  terapi tinja tidak mengandung 

basil tifus, sehingga juga efektif untuk mengobati pembawa basil. Berhubung bahaya gangguan darah sebaiknya jangan digunakan lebih dari dua minggu.

Dosis: 2 dd 3 tablet à 480 mg sampai bebas 

demam, kemudian 2 dd 2 tablet selama 7 hari. 

2c. Kloramfenikol

Obat ini yaitu  obat yang paling 

unggul terhadap basil tifus. Keberatannya 

yaitu  tidak berkhasiat mematikan kuman, 

sehingga sering kali timbul “pembawa basil”, 

juga dapat mengakibatkan anemia aplastis fatal. Resistensi sudah sering kali dilaporkan. 

Dosis biasa yaitu  50 mg setiap kg bobot 

badan sehari. sesudah  demam hilang (3-4 

hari), pengobatan dilanjutkan selama 8-10 

hari dengan dosis yang lebih rendah untuk 

menghindari kambuhnya penyakit. Pengobatan maksimal 14 hari atau total 30 g 

kloramfenikol.

2d. Tetrasiklin dan turunannya

Obat ini kurang berkhasiat terhadap Salmonella; walaupun basil tersebut akan hilang dari darah dan tinja, namun penyakit 

berlangsung terus tanpa perubahan. Obat 

ini juga tidak begitu efektif terhadap disentri 

basiler.

Dosis: 4-6 dd 250-500 mg.

3. OBAT LAINNYA

3a. Tanin (F.I.): asam samak, acidum tannicum

Tanin bersifat mengendapkan zat putih 

telur dan berkhasiat adstringens, yaitu dapat 

meringankan diare dengan menciutkan selaput lendir usus.

Oleh karena merangsang lambung (rasa 

mual, muntah-muntah), maka tanin hanya 

dipakai  sebagai senyawanya yang tidak 

melarut, yaitu tannalbumin. Zat ini lebih 

efektif dan tidak memberikan efek-efek samping tersebut di atas.

* Tannalbumin (Tannalbin) yaitu  persenyawaan sukar-larut antara tanin dan albumin 

yang dalam saluran lambung-usus secara 

berangsur-angsur melepaskan tanin. Sering 

kali obat ini diberikan pada anak-anak sebagai obat tambahan pada pengobatan infeksi 

usus. 

Dosis: 3 dd 0,5-1 g, anak-anak sesuai berat 

badan.

3b. Karbo adsorbens (F.I.): arang aktif, Norit, 

Bekarbon

Karbo yaitu  arang halus (nabati atau 

hewani) yang telah diaktifkan melalui suatu 

proses tertentu. Obat ini memiliki daya serap 

pada permukaannya (adsorpsi) yang kuat, terutama terhadap zat-zat yang molekulnya 

besar, seperti alkaloida, toksin bakteri atau 

zat-zat beracun yang berasal dari makanan. 

Begitu pula banyak obat dapat diadsorpsi 

pada karbo in vivo, a.l. asetosal, parasetamol, 

fenobarbital, glutetimida, fenotiazin, antidepresiva trisiklis, digoksin, amfetamin, ferosulfat, propantelin dan alkohol. Oleh karena 

itu obat-obat ini jangan diberikan bersamaan waktu, tetapi 2-3 jam sesudah  pemberian 

karbo.

Dosis biasa: 3-4 dd 0,5-1 g.

3c. Kaolin: Bolus alba (F.I.), argilla, *Kaopectate

Kaolin (Cina: kao ling = bukit tinggi) adalah sebetulnya bahan untuk membuat porselin. Sejak dahulu aluminiumsilikat yang 

mengandung air ini, sudah dipakai  sebagai adsorbens toksin pada diare. 

Dosis biasa: 3 dd 50-100 g sebagai suspensi 

dalam air, biasanya dikombinasi dengan karbo adsorbens atau dengan pektin.

3d. Attapulgit: Biodiar

Attapulgit berbentuk sebagai serbuk tanah lempung dan terdiri dari magnesiumaluminiumsilikat. dipakai  dalam bentuk 

tablet atau suspensi sebagai absorbens kuman dan toksin yang menyebabkan diare, 

berfungsi mengurangi kehilangan cairan tubuh, mengurangi frekuensi diare dan memperbaiki konsistensi feses. 

Wanita hamil dan selama laktasi dapat 

menggunakan obat ini karena tidak diabsorbsi. 

Efek sampingnya yang umum yaitu  sembelit. 

Dosis: 1,2-1,5 g sesudah  tiap kali buang air 

dengan maks. 9 g sehari.

*Entrostop: attapulgit 650 + pektin 50 mg

3e. Bismut subkarbonat

Selain berkhasiat obstipasi, juga dapat 

membentuk suatu lapisan pelindung untuk 

menutupi luka-luka di dinding usus akibat 

peradangan. Senyawa bismut lainnya juga 

dipakai  dalam pengobatan, misalnya bismut subsalisilat. Lihat juga Bab 16, Obatobat Lambung, Antasida.

Dosis biasa: 3 dd 0,5-1 g.




LAKSANSIA

b a b 1 9

Obat pencahar atau laksansia yaitu  zat-zat 

yang dapat menstimulasi gerakan peristaltik 

usus sebagai refleks dari rangsangan langsung terhadap dinding usus dan dengan 

demikian menyebabkan atau mempermudah 

buang air besar (defekasi) dan meredakan 

sembelit.

Menurut definisi ini, zat-zat yang menyebabkan efek defekasi karena memengaruhi susunan saraf pusat (kolinergika misalnya nikotin

dan asetilkolin) atau obat spasmolitik (papaverin) tidak termasuk obat pencahar sejati. 

Adakalanya obat pencahar dipakai  secara berlebihan tanpa melihat kebutuhan 

yang sesungguhnya atau karena salah pengertian mengenai frekuensi defekasi. Tetapi 

sekarang kebiasaan demikian telah berkurang 

berdasar  pemakaian  yang lebih rasional.

OBSTIPASI

Sembelit atau obstipasi yaitu  suatu gejala 

proses defekasi yang bermasalah dan dapat 

didefinisikan sebagai berikut.

– defekasi tidak lancar dan tidak teratur 

(kurang dari 2 kali seminggu)

– mengedan, lebih dari 25% kasus

– defekasi keras dan tidak tuntas

berdasar  definisi ini, obstipasi dialami 

oleh lebih dari 20% penduduk. 

Pada umumnya obstipasi terdiri dari dua 

tipe, yaitu

– tipe transit lambat: jarang timbul hasrat 

defekasi pada penderita;

– tipe obstruktif: penderita tidak berdefekasi 

dengan tuntas karena sebab-sebab penyakit/gangguan anorektal organik/fungsional, misalnya penyumbatan jalannya feses karena mis. prolaps, yaitu penjembulan selaput lendir dubur ke luar. Pengeluaran feses juga dapat dihambat secara 

paradoksal oleh kontraksi dan bukannya 

oleh relaksasi normal dari sfingter (otot 

melingkar) dubur pada saat mengedan.

Banyak orang, terutama lansia, menganggap dirinya menderita sembelit bila tidak 

buang air beberapa hari atau paling sedikit 

satu kali sehari. Mereka mulai menggunakan 

obat pencahar dan tidak jarang secara berlebihan. Sebetulnya keadaan demikian dapat 

dianggap masih cukup wajar karena ada 

orang yang buang air 2-3 kali sehari, tetapi 

ada pula yang hanya tiga kali seminggu.

Gejala lainnya berupa perasaan penuh 

di bagian lambung, mual, tinja keras serta 

defekasi sulit, sakit perut, kurang nafsu makan (anoreksia), juga sakit kepala, malaise 

dan perasaan tidak nyaman di mulut. 

Diagnosis. Oleh karenanya, orang-orang 

dengan gejala sembelit yang bertahan perlu 

diperiksa dokter (menggunakan klisma-barium, colonoscopy) terhadap kemungkinan 

sebab-sebab organik, lihat di bawah. Begitu 

pula mereka yang mengalami perubahan 

dalam pola buang air (frekuensinya) dengan 

tinja terlalu sedikit atau terlalu keras (kemungkinan adanya tumor colorectal). sesudah  

dipastikan penyebab obstipasi, dokter bisa 

menentukan apakah obat penc