Tampilkan postingan dengan label degenerasi lumbal 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label degenerasi lumbal 5. Tampilkan semua postingan

degenerasi lumbal 5


  yang 

muncul berdasarkan perubahan degenerasi atau klinis 

lainnya 

o Hubungan antara perubahan degeneratif pada sendi facet 

lumbal dengan nyeri pinggang simtomatis masih belum 

jelas dan masih diperdebatkan. 

Diagnostik Facet Joint Block 

Prinsip - Prinsip 

• Sendi facet lumbosakral dapat dibius dengan injeksi intra 

articular dengan anestesi lokal atau dengan melakukan 

pembiusan pada cabang medial dari dorsal rami yang 

mempersarafi sendi facet target: 

o Controlled diagnostic blocks dilakukan dengan injeksi anestesi 

lokal. 

o Penting untuk mengikuti langkah - langkah yang diperlukan 

untuk mengeliminasi respon false-positive. o Bila nyeri 

berkurang dengan blokade sendi, maka sendi itu kemungkinan 

dipertimbangkan sebagai penyebab/ sumber nyeri. Respon 

true-positive mungkin hanya didapatkan dengan melakukan 

controlled block. 

Anatomi 

Struktur 

• Facet atau zygapophysial joint merupakan sendi kecil, sendi 

BAB V PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

  

 

 

berpasangan yang terdiri dari prosesus artikular superior dari 

vertebra bawah dan prosesus articular inferior dari vertebra 

atas. 

o Permukaan yang cekung dari prosesus articular superior 

yang berorientasi posteriomedial dengan dua tulang yang 

prominent ini membentuk true synovial joint: 

Sendi facet mengandung permukaan tulang rawan 

yang dilapisi synovial dan diarahkan oleh kapsul 

posterior fibrous external yang mana tidak 

ditemukan di bagian anteromedial. 

Sebagian besar kapsul mengandung serat kolagen 

yang tersusun transverse dan berfungsi untuk 

melawan gerakan fleksi. 

 

 

Gambar 5.6. Anatomi dan Patofisiologi Nyeri Sendi 

Facet 

PENYAKIT DEGENERASI LUMBAL Diagnosis dan Tata Laksana 

  

 

 

  

Persarafan 

• Sendi facet lumbal merupakan sendi yang dipersarafi dengan baik 

oleh ramus posterior dari saraf spinal yang memiliki tiga cabang 

yang keluar dari stemnya untuk lewat dibelakang prosesus 

transversus ipsilateral. Tiga cabang ini termasuk lateral branch, 

medial branch, dan intermediate branch. o Lateral branch berasal dari 

ramus posterior stem saraf spinal pada sisi superior prosesus 

transversus ipsilateral dari vertebra bawah dan mengarah ke dorsal 

dan lateral, menyilang ke prosesus tranversus. lalu  melewati 

otot iliocostal dan bergabung melewati ujung dorsolateral dari 

ujung otot yang lalu  menjadi cutaneous nerve.

Gambar 5.7. Persarafan dari sendi facet lumbal. Ilustrasi dari left posterior view 

menunjukkan cabang dari rami dorsal lumbar (Bogduk et al). 

DR {dorsal ramus), ib {intermediate branch), ibp {intermediate branch plexus), lb (lateral 

branch), mb {medial branch), TP {transverse process), a (articular branch), is (interspinous 

branch), VR {ventral ramus), Z] (zygapophysial joint) 

BAB V PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

223  

 

 

 

o Medial branch berasal dari stem dari ramus posterior stem saraf 

spinal pada sisi superior dari prosesus transverse dari 

vertebra bawah seperti dua cabang lainnya: 

Medial branch keluar ke arah posteromedial melewati 

posterior prosesus tranversus. Cabang ini  selalu 

melewati permukaan bawah tulang dan menyilang di 

bawah ligamen mamilloaccessory dan mengirimkan 

cabang ke sendi facet atas dan bawah sebelum ke otot 

multifidus. 

Ligamen mamilloaccessory merupakandaerah yang 

kaya kolagen dari otot longissimus dan iliocostalis yang 

berfungsi untuk menutupi, memperbaiki dan 

melindungi medial branch. 

Medial branch mensuplai otot multifidus saat  melewati 

prosesus spinosus dan ligamen 

 

 

Gambar 5.8. Close-up view diseksi dari 

kiri L3, L4, dan L5 medial branches dan 

L5 dorsal ramus. 


  

 

 

interspinosus. Perpanjangan dari stem utama medial 

branch menghasilkan cabang subcutaneous yang 

mensuplai daerah kulit dekat dengan midline. 

 

o Intermediate branch berasal dari ramus posterior stem saraf 

spinal pada sisi posterior prosesus tranversus ipsilateral 

seperti pada dua cabang lainnya: 

Perjalanan dari cabang ini selalu antara cabang medial 

dan lateral. 

Intermediate branch mempunyai cabang yang panjang 

antara longissimus dan iliocostalis sebelum sampai ke kulit, 

mengirim pola yang bervariasi dari cabang yang mensuplai 

area lateral cutaneous yang lebar yang disarafi oleh medial 

branch. o Kapsul sendi facet lumbal banyak dipersarafi oleh 

ujung-ujung saraf (encapsulated and unencapsulated free nerve 

endings).

 

Gambar 5.9. Contoh gambar model tiga dimensi (3D) digital dari posterior ramus of 

the spinal nerve (PRSN). Model 3D dari PRSN ini dibuat berdasarkan scan digital 

dari semua bagian PRSN dan rata - rata mengambil data dari tujuh cadaver, (a) 

Tiga cabang berasal dari stem PRSN (3 panah). Tiap cabang mensuplai persaratan 

motorik dan kulit, (b) Ujung dari satu atau dua segmen PRSN atas menutupi area 

kulit (panah putih). 


 

 

• Tiap sendi facet lumbal memiliki dua persarafan oleh dua saraf 

medial branch. Cabang - cabang medial penting dan relevan 

karena menyediakan saraf sensoris ke sendi facet. o

 Cabang-cabang medial dari L1-L4 dorsal rami memiliki 

alur yang konstan dan mirip. 

o Cabang medial dari L5 dorsal ramus memiliki alur dan 

distribusi yang berbeda daripada dorsal ramus L1-L4. 

Dorsal ramus L5 menyeberangi ala sacrum. Dorsal ramus 

L5 juga lebih panjang daripada lumbal yang biasanya. 

Dari foramen intervertebra L5/S1, cabang medial dorsal 

ramus L5 berjalan melewati alur yang dibentuk oleh 

persimpangan antara ala dan root dari prosesus articular 

superior sebelum mengaitkan diri ke medial di bagian 

dasar dari sendi facet lumbosakral. 

Indikasi 

1. Facet arthropathy 

2. Nyeri pinggang bawah non-radikular traumatik atau non- 

traumatik 

3. Nyeri yang diperburuk oleh beban pada sendi facet (pada 

pemeriksaan ekstensi dan rotasi). Injeksi dapat digunakan 

untuk diagnosis atau terapi. 

Kontraindikasi 

1. Tidak ada persetujuan dari pasien (informed concent) 

2. Alergi terhadap obat yang digunakan 

3. Sedang mengalami infeksi baik lokal atau sistemik 

4. Hamil 

5. Penggunaan obat antikoagulasi. 

Alat - Alat/Bahan - Bahan 

1. Fluoroscopy (C-arm) 

2. Jarum spinal 22-25-gauge 3.5 inchi 

3. Dengan atau tanpa radiopaque contrast 

4. Anestesi lokal dengan atau tanpa kortikosteroid 


  

 

 

Prosedur 

1. Posisi: pada umumnya prone dengan atau tanpa lipatan 

handuk di bawah perut. Alternatif posisi sedikit oblique 45° 

dengan sisi yang diinjeksi menghadap ke atas 

2. Pemberian antibiotik tidak diperlukan 

Langkah - Langkah 

1. Mulai dengan fluoroscopy AP view yang memusatkan pada 

prosesus spinosus di antara pedikel. Lokasi yang tepat dapat 

ditentukan dengan cara menghitung dari sacrum. 

2. Rotasi ke oblique view dengan target sendi facet yang terlihat 

jelas. Atur sudut sampai terlihat gambaran"scotty dog" (sekitar 

20-30°). 

3. saat  target sudah ditentukan, berikan tanda di kulit dan 

sterilkan area ini . Masukkan anestesi lokal superfisial ke 

area target. 

4. Masukkan jarum spinal ke bawah dengan arah sejajar dengan 

fluoroscopy beam (coaxially) di bawah lapang pandang 

langsung. 

5. Perlahan - lahan gerakkan jarum spinal sampai terjadi kontak 

dengan bony "eye of the scotty dog" sebagai landmark pada sendi 

target. Setelah jarum ada di tingkat pedikel sendi yang 

diinginkan, jangan maju lebih jauh. 

6. Konfirmasi kedalaman pada lateral fluoroscopic view untuk 

memastikan ujung jarum tidak melewati foramen vertebralis 

pada vertebral body terkait. 

7. Konfirmasi lokasi pada AP fluoroscopic view untuk 

memastikan ujung jarum di medial menuju ke aspek lateral 

dari prosesus articular superior di vertebra yang sesuai. 

8. Setelah posisi terkonfirmasi, lakukan injeksi anesthesi lokal 

dengan atau tanpa komponen steroid ke area yang telah 

diidentifikasi. 

9. Karena setiap sendi punya dua persarafan, langkah - langkah 

ke 3-7 diulang pada tingkat atas dan bawah yang 


 

diinginkan untuk memastikan blok yang adekuat dari sendi. 

Untuk sendi facet L5-S1, blok bawah harus ditempatkan pada 

prosesus artikular superior sacrum dan ala sacrum. 

 

 

 

Gambar 5.9. Gambar jarum di 

pedikel 

 

  

 

 

Komplikasi 

Komplikasi prosedur ini sebagian besar bersifat minor seperti 

sakit kepala ringan, mual, flushing, nyeri dan pembengkakan lokal, 

serta syncope. Komplikasi yang lebih serius dapat berupa dural 

puncture, trauma spinal cord, injeksi masuk ke subdural, epidural, 

atau foramen intravertebralis. Ada juga resiko masuk ke 

intravaskular, epidural hematoma, abses epidural, dan meningitis 

bakterial. Teknik aseptik yang bagus dan berdasarkan pada ASRA 

guidelines pada prosedur neuraxial harus selalu dilakukan. 

Komplikasi dapat juga akibat efek sistemik kortikostreoid termasuk 

depresi pituitary-adrenal axis, hyperglycemia, osteoporosis, 

myopathy, bertambahnya berat badan, dan Cushing syndrome. 

Poin Utama 

1. Sendi facet lumbal merupakan penyebab nyeri pada 16-41% 

pasien yang mempunyai keluhan nyeri pinggang bawah 

kronis. 

2. Nyeri sendi facet tidak dapat didiagnosa oleh karakterisik 

demografis, temuan fisik, studi elektrodiagnosis atau evaluasi 

radiologis. 

3. Validitas, spesifisitas, dan sensitivitas dari blok saraf sendi facet 

dipertimbangkan untuk diagnosis nyeri sendi facet. 

4. Komparasi blok dengan anesthesi lokal atau dengan placebo- 

controlled sangat penting, karena single block false-positive 

dilaporkan nilainya 25-44% pada lumbar spine. 

5. Blok sendi facet dilakukan hanya dengan fluoroscopy. 

6. Nyeri pinggang bawah kronis dapat ditangani dengan injeksi 

intra-articular, medial branch blocks, atau neurotomi 

radiofrekuensi. 

7. Injeksi intra-articular dengan anestesi lokal dan steroid terbukti 

dapat menangani nyeri pinggang bawah kronis untuk jangka 

panjang (Level III or V).


 


 

 

INJEKSI SENDI SACROILIAC 

I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna, I Ketut Suyasa 

Anatomi dan Inervasi dari Sacroiliac Joint 

ecara historis, sendi sacroiliac dianggap mobile hanya selama 

kehamilan pada wanita. Namun, studi pada abad ke-18 

mengungkapkan bahwa struktur ini memiliki membran sinovial dan 

struktur yang mobile baik pada pria dan wanita. Sendi sacroiliac 

yaitu  sendi axial terbesar dalam tubuh manusia. Sendi ini dibentuk 

oleh artikulasi antara permukaan medial ilium dengan segmen 

sakral lateral SI, S2, dan S3. Sendi sacroiliac memiliki struktur yang 

rigid dengan ligamen fibrus yang rapat serta penting untuk transfer 

beban antara tulang belakang dan tungkai. Gerakan sendi sacroiliac 

seperti maju dan miring ke belakang, tidak bergerak secara 

independen dan secara langsung mempengaruhi sendi lumbal 

seperti L5-S1 dan level tulang belakang yang lebih tinggi. 

Persaratan sendi sacroiliac bervariasi, kompleks, dan 

kontroversial. Plexus lumbosakral memberi  inervasi sensoris 

untuk sendi sacroiliac. Sebuah studi kadaver baru-baru ini 

menemukan bahwa sendi sacroiliac posterior diinervasi oleh cabang 

lateral rami posterior L5-S4. Cabang lateral dari SI dan S2 

berkontribusi terhadap inervasi dalam 100% spesimen, S3 88%, L5 

8%, dan S4 sebesar 4%. Cabang lateral S1-S4 keluar dari sakral 

foramina dan melintasi sakrum dengan cara yang tidak terduga. 

Sumber lain mengklaim bahwa cabang medial L4 dan L5 juga 

memberi  inervasi ke sendi sacroiliac posterior. SI merupakan 

area yang memberi  inervasi terbesar untuk sendi sacroiliac 

posterior. 



 

 

Patologi Nyeri Sendi Sacroiliac 

Gerakanrotasi axial danbebanberlebihan dapat memicu  

cedera pada sendi sacroiliac. Dalam 40-50% kasus, nyeri sendi 

sacroiliac dikaitkan dengan peristiwa tertentu seperti kecelakaan 

kendaraan bermotor ataupun jatuh pada bagian pantat. Penyebab 

lainnya termasuk cedera kumulatif seperti mengangkat dan berlari. 

Proses patologi intra-artikular, kerusakan ligamen ekstra artikular, 

dan peradangan dapat memicu  rasa nyeri pada sendi ini. 

Penyebab umum nyeri sendi sacroiliac meliputi osteoarthritis, 

gerakan atau olah raga repetitif yang mengarah ke stress pada sendi, 

dan HLA B27 spondyloarthropathy seronegatif seperti arthritis 

psoriatis. Nyeri sendi sacroiliac juga terjadi pada pasien peri atau 

postpartum. 

Nyeri di daerah gluteal dan / atau paraspinal di bawah 

vertebrae kelima lumbal paling banyak memicu  keluhan 

umum. Nyeri sendi sacroiliac bisa menyebar ke paha. Hampir 

seperempat pasien mungkin telah memiliki nyeri alih ke distal lutut. 

Nyeri sendi sacroiliac mungkin dapat diperparah dengan gerakan 

transisi seperti bangun dari posisi duduk.  

 

Sciatic nerve 

Sacroiliac Joint 

Gambar 5.11. Anatomi Sendi Sacroiliac 


  

 

 

Kelainan anatomis mungkin tidak didapatkan pada pencitraan. Studi 

kasus sebelumnya telah menunjukkan bahwa tidak ada pemeriksaan 

yang dapat dipercaya untuk mengidentifikasi patologi sendi 

sacroiliac. Oleh karena itu, beberapa penelitian telah dilakukan 

untuk meningkatkan akurasi diagnostik nyeri sendi sacroiliac 

termasuk dengan blok anestesi lokal, kombinasi manuver fisik, dan 

teknik pencitraan. Hal ini dilakukan secara sistematis untuk 

meninjau dan menyimpulkan bahwa tiga atau lebih stressing test 

positif, dan uji kompresi paha memberi  hasil yang cukup 

diskriminatif untuk mendiagnosa nyeri sendi sacroiliac. 

Namun, Song et al. lalu  melaporkan bahwa hal ini  

susah dilakukan untuk mendiagnosa sakroiliitis. Beberapa ulasan 

Cochrane review menunjukkan bahwa ada bukti moderat untuk 

akurasi dan validitas injeksi anestesi lokal untuk mendiagnosa 

penyebab nyeri pada sendi sacroiliac. Sumber lain seperti Pusat 

Ulasan dan diseminasi di University of York dari National Institute for 

Health Research mengutip kurangnya bukti untuk diagnostik dengan 

suntikan anestesi lokal. Meskipun berbeda pendapat, dokter 

biasanya mendiagnosis nyeri sendi sacroiliac dengan satu atau dua 

anestesi lokal blok intra-artikular dan terjadi penurunan nyeri lebih 

dari 50%. Sebagai alternatif, blok selektif SI, S2, dan S3 cabang lateral 

dapat digunakan untuk tujuan diagnostik. 

Prinsip Bedah 

Prosedur percutaneous pada tulang belakang umumnya 

dilakukan di bawah panduan x-ray fluoroscopic, kecuali untuk 

prosedur khusus tertentu, seperti biopsi vertebra, yang mungkin 

dilakukan di bawah panduan CT. Semua prosedur ini dapat 

dilakukan secara rawat jalan. Hal ini dapat dilakukan dengan aman 

dengan anestesi lokal dan bila perlu, di bawah sedasi sadar. Hal ini 

direkomendasikan dengan prosedur yang memakai  meja 

radiolusen, peralatan untuk pemantauan, danC-arm dengan kualitas 

tinggi. Prosedur injeksi percutaneous tulang belakang


 

 

memerlukan pengetahuan mengenai anatomi radiografi tulang 

belakang tiga dimensi yang sangat baik. 

Setelah pasien diposisikan pada meja prosedur, C-arm 

diposisikan untuk mengidentifikasi jaringan target ."Universal 

Lumbar View" memungkinkan identifikasi dari semua jaringan target. 

Hal ini diperoleh dengan memiringkan C-arm untuk 

mengakomodasi lordosis lumbal, diikuti dengan memutar C-arm ke 

arah miring 20-30 °. Biasanya, jarum spinal yang digunakan 

berukuran 22-gauge atau 25-gauge. lalu  disisipkan sejajar 

dengan sinar X-ray ("Tunnel View") dan perlahan maju di bawah 

pencitraan radiografi AP, oblique, dan lateral dengan C-arm. 

Setelah area target tercapai dan setelahnya aspirasi negatif, 

sejumlah kecil kontras non-ionik (seperti Omnipaque 300) 

disuntikkan. Suntikan pewarna menegaskan posisi yang tepat dari 

ujung jarum ke jaringan target. Bergantung pada jenis dari prosedur, 

jaringan target seperti akar saraf, ruang epidural, atau kapsul sendi 

facet dapat diidentifikasi. Injeksi pewarna juga memastikan bahwa 

jarumnya tidak ditempatkan secara tidak sengaja di ruang 

intravaskular. Selanjutnya, kombinasi dari sedikit anestesi lokal dan 

steroid bebas pengawet (seperti Depo- Medrol atau Celestone 

Soluspan) disuntikkan. Jarumnya dilepas dan pasien diamati selama 

sekitar 30-45 menit dalam pemulihan. Efek samping yang signifikan 

jarang terjadi. 

Sejarah 

Deskripsi pertama suntikan kaudal untuk pasien dengan 

sciatica dijelaskan pada tahun 1925. Robecchi sebagai orang pertama 

yang menjelaskan injeksi steroid ke kanalis tulang belakang tahun 

1952. Penemuan tingkat peradangan yang tinggi dan adanya sitokin 

dalam nukleus herniasi pulposus, seperti fosfolipase A2 oleh Saal 

pada tahun 1990, serta sitokin lainnya, berkontribusi terhadap 

pemahaman yang signifikan terhadap komponen peradangan yang 

berkontribusi terhadap nyeri radikular. Bogduk mendalilkan bahwa 

untuk "struktur apa pun yang dianggap penyebab sakit pinggang, 


  

 

 

struktur ini seharusnya ada dan telah terbukti menjadi sumber rasa 

sakit pada pasien". Ini memicu  pengembangan dan 

penggunaan injeksi memakai  teknik yang presisi untuk secara 

selektif memblokir transmisi rasa sakit yang berpotensi mencederai 

struktur tulang belakang, seperti akar saraf spinal segmental, sendi 

facet, dan sendi sacroiliac. 

Selain untuk tujuan diagnostik, injeksi tambahan zat 

antiinflamasi seperti glucosteroid atau aplikasi energi radiofrekuensi 

untuk prosedur denervasi telah memperluas spektrum injeksi 

menjadi spectrum terapeutik. 

Keuntungan 

• Merupakan prosedur rawat jalan 

• Prosedur dilakukan dengan anestesi lokal atau sedasi ringan 

• Pasien bisa melanjutkan kegiatan rutinnya kembali 

• Efek samping minimal 

• Tidak ada sayatan kulit 

• Tidak ada perubahan struktural permanen pada kanalis 

vertebralis atau jaringan lunak di sekitarnya 

• Berguna untuk tujuan diagnostik dan terapeutik 

Kekurangan 

• Efek terapeutik seringkah bersifat sementara 

• Masih dalam proses penelitian 

• Beberapa suntikan mungkin diperlukan untuk 

mengidentifikasi rasa nyeri 

Indikasi 

Harus dapat dibedakan antara suntikan tulang belakang untuk 

tujuan diagnostik dan suntikan tulang belakang untuk tujuan terapi. 

Perkembangan rasa nyeri sering tidak jelas pada pasien dengan nyeri 

tulang belakang kronis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik seringkah 

tidak dapat digunakan untuk 


 

mengidentifikasi sumber nyeri pasien. Selanjutnya, pencitraan 

seperti X-ray, mielografi, dan MRI memilik angka positif palsu tinggi 

yang sering tidak memiliki korelasi dengan nyeri pasien. 

Injeksi diagnostik presisi berguna untuk menentukan asal area 

nyeri. TeknikdouWe-b/oc/cdirekomendasikansebagai prosedur 

diagnostik untuk mengurangi jumlah positif palsu. Pertama, anestesi 

lokal short-acting disuntikkan dalam jumlah sedikit ke dalam jaringan 

target (seperti lidokain 2%). Penggunaan anestesi lokal long-acting 

(seperti Bupivacaine 0,5%) dapat diberikan untuk konfirmasi 

diagnosa. Dalam kasus suntikan tulang belakang terapeutik, 

tujuannya yaitu  untuk meminimalkan nyeri melalui pemberian 

obat antiinflamasi, biasanya steroid, di tempat nyeri dan radang. 

Kontraindikasi 

• Pendarahan diatesis dan terapi antikoagulan, termasuk inhibitor 

platelet. 

• Kehamilan. 

• Infeksi bakteri. 

• Alergi terhadap pewarna kontras non-ionik atau anestesi lokal. 

• Penderita diabetes mellitus perlu dipantau gula darah post 

injeksi jika steroid disuntikkan. 

• Pasien dengan katup jantung buatan mungkin memerlukan 

pengobatan dengan antibiotik sebelum operasi. 

Teknik Bedah 

Persyaratan prosedur tulang belakang intervensional yaitu  

ruang operasi yang steril atau ruang prosedur, peralatan 

pemantauan untuk tekanan darah, oksimetri nadi dan EKG, 

fluoroscopy C-arm digital berkualitas tinggi, persiapan steril, 

peralatan resusitasi, jarum suntik, gaun bedah, bahan suntikan, 

cairan intravena, agen obat penenang, dan tenaga terlatih untuk 

persiapan dan pemantauan pasien.

  

 

 


Injeksi Sendi Sacroiliac 

Injeksi sendi sacroiliac paling baik dilakukan di bawah 

panduan fluoroscopic dengan peningkatan kontras. Tujuan 

suntikan sendi sakroiliac yaitu  terutama untuk diagnostik. 

Beberapa pasien dapat memerlukan injeksi steroid intraartikular ke 

sendi yang berkepanjangan dan seringkah memberi  hasil 

sementara. Teknik radiofrekuensi untuk denervasi sendi sacroiliac 

sejauh ini belum menghasilkan hasil klinis yang memuaskan. 

Prosedur injeksi dimulai dengan menempatkan pasien pada 

posisi prone di atas meja fluoroscopy. Dari posisi AP, C-arm diputar 

perlahan sampai ke anterior dan pada C-arm terlihat garis sendi 

posterior terpisah. Ujung jarum lalu  harus ditempatkan pada 

aspek yang lebih rendah dari sendi yaitu kira- kira 1 cm di atas garis 

sendi inferiornya, di mana sendi ini  paling dekat dapat 

diakses. Jarum spinal berukuran 3,5 inci lalu  dimasukkan ke 

sendi. Begitu jarum berada pada sendi, biasanya akan terjadi 

perubahan resistensi saat injeksi. Injeksi intra-artikular dikonfirmasi 

dengan 0,5-1 cc pewarna kontras. Gambar AP dan lateral dapat 

digunakan untuk menentukan bila ada  robekan kapsular. 

Kombinasi 1-2 cc obat bius lokal seperti lidocaine 1-2% atau 

Bupivacaine 0,25-0,5% dengan atau tanpa steroid lalu  

disuntikkan. 

 

 

Gambar 5.12. Injeksi intraartikular 

sacroiliac dengan arthrogram 


Gambar 5.13. Skema injeksi sendi sacroiliac selama selama beberapa periode 

Gambar 5.14. Injeksi tunggal sacroiliac, deep interosseus ligamen memiliki 

akurasi lebih dari 80%.


 

 

INJEKSI PADA COCCYXGEUS 

(GANGLION IMPAR BLOCK) 


Coccygodynia (coccydynia, coccygalgia, atau nyeri coccygeal) 

yaitu  sindroma nyeri yang terjadi pada regio coccyx, tulang yang 

berfungsi sebagai ekor pada hewan primata, namun pada manusia 

tidak memiliki fungsi khusus. 

ANATOMI 

Ganglion impar yaitu  struktur retroperitoneal soliter yang 

terletak pada level celah sacrococcygeal yang merupakan akhir dari 

rantai berpasangan paravertebral sympathetic. Injeksi dilakukan 

melalui diskus sacrococcygeal dengan memakai  jarum spinal 

lurus. 

Tabel 5.1. Penyebab Coccygodynia 

Nyeri Somatis 

Idiopatik 

Hipermobiltas coccyx Luksasio coccyx Sindroma 

myofasial 

Depresi dan somatisasi 

Kodisi septik 

Arthritis 

Osteitis 

Hemangioma sacral 

Nyeri Neuropatik 

Idiopatik 

Herniasi diskus lumalis Schwannoma intradural 

Neurinoma Kista arachnoid Paraganglioma 

 

Chondroma 

Nyeri Somatis dan Neuropatik Metastasis tulang 

 Neoplastik prosesus visceralis 

 


 

 

INDIKASI 

Indikasi dari ganglion itnpar block meliputi: 

• Nyeri perineal yang diakibatkan secara sekunder oleh keganasan 

pada pelvis. 

• Coccygodynia 

TEKNIK PROSEDURAL (Modified Needle-Inside-Needle 

Technique) 

Ganglion impar block yang dilakukan dengan teknik Modified 

Needle-Inside-Needle Technique dilakukan dengan cara berikut ini: 

1. Pasien menyetujui dan menandatangani imformed consent untuk 

tindakan yang akan dilakukan. 

2. Pasien diposisikan prone dengan bantal di bawah abdomen 

untuk memungkinkan terjadinya fleksi dari area lumbosakral 

dan ekstremitas bawah diinternal rotasi. 

3. Area kulit disiapkan dan dilakukan dropping secara steril. 

4. Injeksikan lidokain 1% dengan jarum 25-gauge pada diskus 

sacrococcygeal setelah identifikasi diskus pada proyeksi lateral. 

5. Jarum 21-gauge; 1,5-inch (38 mm) berfungsi sebagai jarum 

penuntun dimasukkan dengan tuntunan fluoroscopic melalui 

diskus sacroccygeal. 

6. Jarum 25-gauge; 2 inch (50 mm) lalu  dimasukkan ke dalam 

jarum 22-gauge. 

7. Penempatan jarum dikonfirmasi dengan adanya "comma sign" 

pada celah retroperitoneal pasca injeksi 0,2 sampai 0,5 mL bahan 

kontras. 

8. Untuk tindakan diagnostik dan blok prognostik dilakukan 

injeksi 1 sampai 3 mL anestesi lokal (0,2%-0,375% ropivacaine 

atau 0,125%-0,25% bupivacaine). 

9. Untuk tindakan neurolysis ganglion impar, dilakukan injeksi 1 

sampai 2 mL agen neurolitik seperti alkohol 99% yang diinjeksi 

pada masing-masing sisi 20 hingga 30 menit pasca blok 

diagnostik.


10. Pasca injeksi agen neurolitik, berbaring di tempat tidur selama 3 

hingga 4 jam tanpa perubahan posisi harus dilakukan untuk 

menghindari menyebarnya agen neurolitik ke struktur penting 

lain yang berdekatan. 

 

Gambar 5.15. Gambaran skematis yang menunjukkan ganglion impar block 

dengan teknik needle inside needle melalui diskus sacrococcygeal 

 

Gambar 5.16. Comma Sign setelah injeksi bahan kontras. Menyebarnya bahan 

kontras disebut sebagai comma sign ditunjukkan pada proyeksi lateral (A) dan 

proyeksi AP (B) dari diskus sacrococcygeal.  


  

 

 

TATALAKSANA PASCA TINDAKAN 

Pasca dilakukan tindakan injeksi pada coccyxgeus {ganglion 

impar block) pada pasien, maka beberapa hal yang penting untuk 

diperhatikan meliputi: 

• Pasien harus dimonitor selama 30 hingga 60 menit pasca 

tindakan dilakukan. 

• Pasien yang dilakukan tindakan neurolisis harus diedukasi 

untuk melakukan tirah baring selama 3-4 jam tanpa perubahan 

posisi untuk mencegah penyebaran agen neurolisis ke sturuktur 

penting yang berdekatan. 


 PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

  

 

 

PERCUTANEOUS ENDOSKOPI 

DEKOMPRESI LUMBAR DISK 

I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna 

Sejarah Singkat Percutaneous Endoskopik Lumbal 

• Pada tahun 1934, Mixter dan Barr melakukan eksplorasi 

laminektomi untuk nyeri radikular 

• Pada tahun 1964 pergeseran paradigma dimulai pada minimal 

invasif diskus lumbal saat Lyman Smith memperkenalkan 

chemonucleolysis melalui injeksi percutaneous chymopapain ke 

pasien dengan sciatica untuk menghidrolisis hernia nukleus 

pulposus. Pendekatan ini lalu  ditinggalkan oleh 

kebanyakan ahli bedah karena efek samping yang tidak 

diinginkan seperti myelitis. 

• Pada bulan Januari 1973, Kambin memprakarsai dekompresi 

tidak langsung kanal tulang belakang percutaneous dengan 

nukleotomi memakai  kanula Craig melalui extracanal 

posterolateral nonvisualized approach. 

• Kambin menerbitkan diskoscopic intraoperatif view pertama 

mengenai herniated nucleus pulposus (HNP) pada tahun 1988. 

Pada publikasinya lalu , Kambin dkk lebih jauh 

menyebarkan pentingnya visualisasi diskoskopik ruang 

periannular. 

• Pada tahun 1990, Kambin menjelaskan dan menggambarkan 

zona kerja triangular. Zona ini merupakan zona aman dengan 

batas di anterior dengan exiting nerve root, inferior oleh end plate 

segmen lumbal, posterior oleh prosesus artikular superior dari 

inferior vertebrae, dan medial oleh tranversing nerve root.   

 

 

Gambar 1.17. Ilustrasi Safe triangle oleh Kambin. DRG (Dorsal Root Ganglion) 

 

• Mathews pada tahun 1996 dan Ditsworth pada tahun 1998 

melaporkan keberhasilan foraminoscopic approach. Hal ini 

membuka era operasi endoskopik transforaminal untuk lumbar 

disk herniations. 

• Yeung dan Tsou, pada tahun 2002, mengevaluasi secara 

retrospektif efektivitas diskektomi endoskopik pada 307 pasien 

dan melaporkan hal itu sebanding dengan operasi terbuka 

konvensional. 

• Pada tahun yang sama, Tsou dan Yeung menggambarkan 

outcome pembedahan mereka pada 219 pasien dengan 

intracanal non contained lutnbar disk herniation dengan setidaknya 

follow up 1 tahun. Mereka menyimpulkan bahwa non contained 

fragment ini  dapat diakses dengan memakai  teknik 

endoskopi transforaminal dengan tingkat keberhasilan klinis 

91,2%. 

Sistem endoskopi untuk Percutaneous Endoskopi Lumbar 

Diskektomi 

ada  banyak endoskopi yang tersedia, namun masing- 

masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri karena 

perubahan desain. Secara umum, endoskopi terdiri dari mata  


 

 

lensa, satu barel dengan casing logam sebagai tempat melekatnya 

lensa untuk visualisasi, sistem fiber optik untuk mentransmisikan 

cahaya, saluran irigasi untuk inflow, dan sambungan yang 

menghubungkan endoskopi ke kabel fiber optik sumber cahaya. 

Instrumen yang digunakan untuk Endoskopi Lumbar 

• Instrumen penting untuk melakukan diskektomi endoskopi efektif 

dikelompokkan sesuai dengan langkah operasi di mana 

digunakan instrumennya dibagi sesuai dengan penggunaan 

Tabel 5.2. Perbandingan jenis endoskop yang tersedia saat ini 

 

Set jarum spinal 

• 20 gauge: 250 mm (approach needle) 

• Dimasukkan memakai  approach posterolateral di bawah 

fluoroscopy 

• Digunakan untuk blok epidural transforaminal sebelum lebih 

jauh ke dalam ruang diskus untuk melakukan diskografi 

Guide wire 

• Berukuran 1,8 mm dan dapat dengan mudah melewati approach 

needle 

• Menggantikan approach needle 

• Annular cutter/ annulotomer 

   

 

 

• Trephine diameter 3 mm dengan panjang 420 mm digunakan 

untuk membuat lubang dan anulus untuk memudahkan 

perjalanan obturator 

Obturator 

• Obturator yaitu  instrumen cannulated silinder yang dilewati 

guide wire 

• Memiliki diameter luar 5,9 atau 6,9 mm dengan panjang kerja 

235 mm. 

• Berujung tumpul dan meruncing pada saat masuk ke dalam 

tubuh. 

• Ujung yang meruncing memfasilitasi perpindahan struktur 

saraf menjauh dari area operasi selama proses insersi, sehingga 

mencegah cedera akar saraf 

Working sleeve / kanula 

• Working canule / kanula yaitu  selubung silinder berongga 

dengan diameter luar berkisar antara 7 sampai 8 mm dan 

panjang bervariasi dari 145 mm (untuk endoskopi 

interlaminar) sampai 165 mm (untuk endoskopi 

transforaminal). 

• Ujung yang dimasukkan ke dalam tubuh miring atau flat 

(round). 

• Kanula miring digunakan untuk hemiasi diskus 

intrakanalikular dan kanula bulat untuk hemiasi diskus 

foraminal dan extraforaminal. 

• Kanula dimasukkan ke dalam obturator ke dalam ruang diskus 

Hammer driver dan Mallet 

• Working canule, yang diinsersi di atas obturator, biasanya dipalu 

di dalam mang diskus dengan bantuan driver dan palu. 

• Hal ini dilakukan dengan panduan fluoroscopy pada 

anteroposterior view, dan posisi itu lalu  confirmed pada 

lateral view 

 PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 


 

 

Permukaan Anatomi 

• Meskipun mengidentifikasi segmen vertebral secara tepat 

untuk prosedur percutaneous dapat dengan mudah dilakukan 

dengan fluoroscopy, pengetahuan tentang anatomi permukaan 

sangat diperlukan untuk orientasi topografi yang lebih baik 

pada operasi. 

• Yang paling menonjol dan mungkin satu-satunya penanda 

yang teraba dari pinggang bawah yaitu  prosesus spinosus 

lumbal yang memiliki permukaan datar pada posterior tip 

dibandingkan prosesus spinosus pada daerah toraks. 

• Prosesus spinosus L4 dan L5 lebih pendek daripada segmen 

lumbal lain dan terkadang sulit untuk diraba terutama 

prosesus spinosus L5. Prosesus spinosus L4 yaitu  prosesus 

spinosus terakhir yang menunjukkan gerakan pada palpasi 

selama gerakan fleksi-ekstensi. 

Anatomi endoskopi 

• Tampilan endoskopik berubah dengan derajat angulasi dan 

jarak dari ujung kanula. Sebuah endoskopi tulang belakang 

dengan angulasi 20 derajat paling cocok untuk area foraminal 

dan daerah intradiskal. 

• Bidang pandang yang bisa diperoleh memiliki arah lurus ke 

 

Gambar 5.19. Hammer dan Mallet 

 PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

  

 

 

depan serta memberi  sudut pandang mengerucut di satu 

sisi. 

• Tidak ada blind spot di depan. 

• Dengan endoskopi tulang belakang dengan angulasi 30 derajat 

atau lebih, didapatkan adanya titik buta di depan, terutama 

saat bekerja dengan endoskop yang posisinya sangat dekat 

dengan jaringan. 

• Anatomi endoskopi dapat dipelajari sejak awal prosedur 

melalui gambar ilustratif. 

• Sebelum annulotomi, dilakukan visualisasi struktur 

periannular untuk memastikan bahwa saraf tulang belakang 

tidak masuk ke dalam jalur trephine. 

• Struktur periannular terdiri dari anyaman longgar jaringan 

fibrus dengan jaringan lemak di atasnya. 

• Setelah jaringan lemak dibersihkan dengan bantuan bipolar 

radiofrequency, dilakukan identifikasi lapisan superficial dari 

serat annular dan lapisan lateral ligamen longitudinal posterior. 

Struktur ini tidak terlihat dengan baik pada saat di dalam 

foramen. lalu  identifikasi sisi bawah sendi facet dengan 

bevelled canule dan lapisan lebih dalam di bawah batas lateral 

ligamen flavum yang berubah menjadi kapsul sendi facet. 

• Tidak ada ruangan yang terlihat secara langsung antara 

ligamen flavum dengan struktur annular pada kebanyakan 

individu di tingkat foramen, sehingga struktur epidural tidak 

terlihat. 

• Memvisualisasikan akar saraf yang keluar pada tahap ini, tidak 

perlu dilakukan secara rutin dan juga tidak dianjurkan. Akar 

saraf masih bisa terlihat setelah membalikkan sudut pandangan 

ke arah cephalad dan posterior bersama dengan bevelled canule. 

• Akar saraf ini ditutupi dengan jaringan lemak dan di atasnya 

terhadap pembuluh darah yang sangat sensitif terhadap 

tekanan. 

• Visibilitas akar saraf terhambat karena adanya ligamen 

transforaminal yang ada pada permukaan diskus sampai ke sisi 

facet dan bagian dasar dari prosesus transversus. 


  

 

 

• Secara rutin, dilakukan dilatasi serat annular dengan dilator 

tumpul di atas guide wire. Lalu kanula masuk ke dalam diskus 

di atas dilator. Trephine dapat digunakan apabila annulus 

terasa keras dan kesulitan saat memakai  dilator. 

• Dengan teknik inside-out, kanula dimasukkan ke bagian 

posterior dari diskus dan lalu  menuju bagian posterior 

annular nuclear junction sampai ke bagian hemiasi. 

• Fitur pembedahan utama antara intradiskal dan ekstradiskal 

pada tampilan endoskopi yaitu  tidak adanya pembuluh 

darah yang robek dalam diskus Hanya sesekali saja didapatkan 

adanya neovaskularisasi di dalam diskus karena adanya proses 

inflamasi. 

• Jaringan granulasi yang mengandung makrofag dapat dilihat 

dalam spesimen sekuestrasi dan ekstrusi transligamen. 

• Endoskopi menunjukkan jaringan nukleus menyerupai katun. 

• Saat diwarnai dengan indigo carmine, degenerasi asidic 

nukleus akan menjadi berwarna biru dan dengan demikian 

bisa mudah dibedakan dari jaringan nukleus putih yang 

normal. 

• Bagian dari jaringan nukleus yang mengalami degenerasi juga 

terfragmentasi dan memiliki struktur yang longgar. 

• Jaringan annular di sisi lain sangat kuat dengan serat yang 

berlapis-lapis. 

• Akibat diskus yang banyak mengalami degenerasi, 

persimpangan dari annulus dan nukleus tidak terlihat jelas 

sehingga tidak dapat dilihat melalui endoskopi. Pada tahap ini, 

saat menghilangkan bahan nukleus di bagian posterior akan 

dapat menciptakan ruang untuk visualisasi yang jelas terhadap 

annulus.

 PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

 

 

Jika ada robekan annular yang besar di posterior yang 

memicu  herniasi, maka akan divisualisasikan sebagai 

lubang hitam besar dengan diskontinuitas benang annular. 

Ujung fragmen herniasi mungkin akan terlihat di dalam robekan 

annular. 

Fragmen nucleus yang terjebak di dalam serat annular perlu 

didiseksi dari vertebra dengan bantuan laser holmium: 

yttrium-aluminium-garnet (Ho: YAG). 

 

Mayoritas diskektomi arthroscopic dan fragmenektomi 

dilakukan dengan pendekatan subligamenous ke disk 

intervertebralis. Oleh karena itu, ahli bedah harus terbiasa 

dengan diagnosis visual dan bisa membedakan antara lemak 

epidural dan jaringan lemak periannular. 

Umumnya, gumpalan jaringan lemak epidural lebih besar 

daripada lemak periannular. Selain itu, jika jaringan lemak 

periannular tidak bergerak, jaringan lemak epidural memiliki 

kecenderungan untuk bergerak masuk dan keluar dari kanula 

saat pasien menghirup dan menghembuskan napas.

 

Gambar 5.20. Struktur periannular berisi 

jaringan fibrus longgar dengan beberapa 

jaringan lemak 


  

 

 

• Ligamen longitudinal posterior di daerah lumbal merupakan 

struktur yang sempit, kuat, fibrus dan mobile pada tingkat 

badan vertebra. 

• Namun, pada tingkat diskus intervertebral, serat dari ligamen 

longitudinal posterior teranyam dengan lapisan superficial 

dari annulus, dan meluas sebagai ekspansi lateral di bagian 

dorsolateral atas dari annulus. Ekspansi ini kaya akan inervasi, 

sehingga jadi jika tidak memakai  cukup anestesi lokal 

topikal, dengan stimulasi yang sama dapat memicu  

nyeri yang cukup berat saat manipulasi. 

• Tampilan endoskopi dari ligamen longitudinal posterior yaitu  

berupa untaian fibrus yang berjalan tegak lurus ke arah end 

plate yang berlawanan dengan orientasi lamella yang 

melingkar. 

• Ligamen longitudinal posterior pada permukaan bawah yaitu  

avaskular tapi mungkin menunjukkan neovaskularisasi pada 

kasus tertentu dari herniasi diskus. Dalam kasus herniasi 

diskus yang mengalami ekstrusi transligamentus akan 

ada  defek besar sehingga struktur epidural mudah 

divisualisasikan. 

• Struktur ligamen kecil seperti benang yang menghubungkan 

aspek lateral dari lengan radikular dural pada saat awal 

melintasi akar saraf ke ligamen longitudinal posterior. 

Ligamen ini digambarkan sebagai ligament Hoffman lateral 

yang sangat baik divisualisasikan melalui endoskopi. 

• Begitu fragmen ini  telah dilepas, transversing root juga 

dapat divisualisasikan jika foramennya melebar. 

Prosedur Bedah (Percutaneous Lumbar Transforaminal 

Endoskopik) 

Peralatan / Instrumen Bedah 

Instrumen bedah operasi endoskopik percutaneous terdiri: 

a) Working cannule endoskopi dengan optic angle. 

b) Forsep yang fleksibel, yang dapat mencapai lokasi yang 

 PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

  

 

 

diinginkan dan melakukan pembedahan atau dekompresi lesi 

di sekitar bidang endoskopi. 

c) Coagulator radiofrekuensi yang dapat digunakan untuk 

koagulasi atau ablasi jaringan lunak. 

d) Puncher endoskopik yang dapat digunakan untuk 

menghilangkan tulang dan jaringan lunak di bawah 

endoskopik. 

Teknik Bedah (Transforaminal) 

Zona patologis menentukan pilihan approach. Pasien 

ditempatkan pada posisi prone pada meja yang kompatibel dengan 

alat radiologi. Titik insersi kanula dikonfirmasi sebelum dipakai 

dengan mengunakan panduan CT dan MRI. Prosedur ini dilakukan 

dengan anestesi lokal dengan pemantauan berkala terhadap tanda 

vital pasien. Lidokain 1% yaitu  pilihan anestesi lokal yang 

diberikan pada jarak 8 sampai 12 cm dari garis tengah pinggang. Di 

bawah anestesi lokal, ahli bedah memakai  jarum berukuran 25 

cm 18 untuk menempatkannya di ruang diskus melalui segitiga 

Kambin, yang merupakan wilayah aman. Selanjutnya, diskografi 

dilakukan untuk mewarnai nukleus polposus. 

Prosedur dilakukan dengan visualisasi yang tepat dengan 

C-arm pada proyeksi anteroposterior dan lateral. Guide wire 

dimasukkan ke dalam diskus melalui spinal approach needle. Needle 

lalu  dilepas dan obturator dimasukkan pada guide wire sampai 

ujungnya terpasang kuat di annular window, lalu  endoskopi 

dimasukkan ke dalamnya. lalu , working zone dan anulus 

fibrosus diamati dan working arm didorong masuk ke ruang diskus. 

Dilanjutkan dengan dekompresi di bawah lapangan pandang 

endoskopi secara langsung sambil diirigasi dengan larutan saline 

secara konstan. Setelah dekompresi lengkap, kantung dural dan 

exiting nerve root lumbar dapat diperiksa secara bebas. Pendarahan 

pada pembuluh darah kecil dikendalikan dengan memakai  

probe frekuensi bipolar. 

Setelah dilakukan dekompresi, semua instrumen dilepas dengan 


  

 

 

hati-hati. Satu atau dua jahitan kulit dilakukan pada titik sayatan. 

Komunikasi dengan pasien dijaga dengan baik selama prosedur 

operasi. 


 PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

  

 

 

PERCUTANEUS LASER DISC 

DECOMPRESSION 

I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna 

Pendahuluan 

Percutaneous Laser Disc Decompression/ Denervation (PLDD) 

yaitu  pilihan tindakan yang telah dikenal selama beberapa tahun. 

Konsep PLDD ini didasarkan pada insersi percutaneous fiber optik 

ke dalam diskus intervertebral melalui jarum berdiameter kecil dan 

pemberian energi laser. Namun, ada  diskusi yang kontroversial 

mengenai indikasi dan manfaatnya. Pemilihan sistem laser, 

pengaturan dan parameter laser, kriteria inklusi dan eksklusi, serta 

suhu efektif dan distribusi suhu efektif dalam jaringan, memiliki 

pengaruh penting pada radiasi laser pada material diskus. 

Pertanyaan-pertanyaan ini telah diajukan oleh beberapa studi dalam 

literatur sejak diperkenalkannya PLDD pada tahun 1986. 

Mekanisme Kerja PLDD 

Prosedur PLDD ini memungkinkan terjadinya penguapan dari 

sejumlah kecil nucleus pulposus di bagian tengah diskus, sehinggan 

terjadi pengurangan yang signifikan dalam tekanan intradiskal dan 

hilangnya nyeri yang bersifat diskogenik.



 

 

Gambar 5.21. Mekanisme kerja PLDD pada herniasi diskus intervertebralis serta area 

efek dari laser pada konten diskus 

 

• Vaporisasi 

Berdasarkan interaksi jaringan yang dijelaskan antara radiasi 

laser dan jaringan, seseorang dapat berasumsi bahwa jaringan akan 

menguap yang mengarah pada pengurangan volume. Evaluasi 

kuantitatif efek penguapan ini dilakukan pada awal 1995/1996. 

Buchelt dkk menggambarkan hubungan linier antara tingkat reseksi 

dan energi terapan (untuk laser Ho: YAG), namun tidak ada 

peningkatan signifikan pada tingkat ablasi dan daya maksimal 

antara 10 dan 32 W. Hasil serupa ditemukan oleh Schlangmann dkk 

sesuai dengan tingkat ablasi dan daya yang diterapkan. 

• Shrinkage 

Selain efek penguapan, penyusutan jaringan kolagen 

dilakukan dengan paparan termal. Beberapa peneliti 

mengkonfirmasi penyusutan jaringan bahan diskus dengan laser

 PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

  

 

 

ini. Wang et al. menunjukkan bahwa suhu 75 ° C cukup untuk 

memicu  penyusutan kolagen. Suhu yang lebih tinggi tidak 

menunjukkan efek tambahan. Laser Dioda dan Nd: YAG tampak 

lebih unggul dari Ho: YAG, karena kedua sistem ini menunjukkan 

efek termal yang lebih dalam pada jaringan. 

• Dekompresi 

Dua efek yang dijelaskan sebelumnya, penguapan dan 

penyusutan kolagen, memicu  penurunan volume dan 

penurunan tekanan intradiskus. Choy menganggap diskus itu 

sebagai sistem hidrolik dimana perubahan volume yang kecil dapat 

memicu  perubahan tekanan jaringan yang relatif besar. 

Hellinger dan Stern menggambarkan efek penyusutnya setinggi 

14%, memakai  Laser Nd: YAG. Berdasarkan sifat nukleus 

pulposus yang menyerap air, dalam perjalanan waktu nukleus akan 

mengumpulkan lebih banyak volume. Secara umum tekanan 

intradiskus memegang peranan penting dalam patofisiologi nyeri. 

Selama diskografi, nyeri radikular dapat diprovokasi dengan 

suntikan media kontras dan peningkatan tekanan intradiskal. 

• Denervasi 

Fissura annular dan fraktur mikro dapat memicu  

penetrasi jaringan saraf ke dalam anulus fibrosus yang mengalami 

robekan, sehingga terjadi nyeri yang meningkat di setiap gerakan 

segmen tulang belakang. Laser dapat memicu  denervasi 

material diskus dan oleh karena itu persepsi nyeri dapat menurun. 

Oleh karena itu disarankan agar laser tidak diarahkan ke bagian 

tengah diskus. Probe harus ditempatkan di daerah perbatasan 

antara annulus fibrosus. Penempatan probe di bagian posterior 

diskus disarankan untuk menghindari untuk mencegah kerusakan 

struktur neuron. Karena efek penetrasi jaringan radiasi laser, lesi 

struktur neuron tidak dapat dikesampingkan. 

• Efek anti inflamasi 

Selainpersarafanmaterialdiskusyangmengalamidegenerasi, 

  

 

 

proses biokimia seperti induksi reaksi inflamasi pada bahan diskus 

dapat memicu  nyeri. Fosfolipase A2, Interleukin-1 dan NO 

ditemukan pada bahan diskus yang mengalami degenerasi. Hal ini 

dapat memicu  sintesis substansi neuropeptida P dan induksi 

kaskade nyeri. Selama penggunaan laser, diasumsikan terjadi 

denaturasi dari sitokin ini. 

Peralatan untuk PLDD 

Untuk melakukan PLDD diperlukan kain steri 1 biasa dan meja 

atau ruangan prosedur yang sesuai. Kehadiran anaesthesiologis 

dipandang wajib dalam prosedur PLDD terutama PLDD servikal. 

Beberapa peralatan yang diperlukan untuk PLDD yaitu  sebagai 

berikut: 

• Peralatan Radiologis (Fluroscopy atau CT scan, alternatif MRI 

jika MRI cocok dengan canula yang tersedia dan fiber laser 

cukup panjang) 

• Kain dasar untuk ruang kerja steril 

• Media kontras intradiskus 

• Single-shot antibiotic treatment (Cephalosporin) 

• Diode laser 980 nm, 10 W maximal power 

• Single use laser set - cannula 21G dan fiber laser 360 pm dan 

fixation device.

iPROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

 

 

 

 

Tujuan 

Tujuan PLLD yaitu  untuk mengatasi gejala penyakit 

degeneratif diskus dengan memakai  efek yang seperti 

dijelaskan di atas. Gejala yang menjadi sasaran yaitu  nyeri 

diskogenik dan sindrom nyeri radikuiar. Resolusi terhadap defisit 

sensorik atau motorik dapat diperoleh dengan efek dekompresi 

PLDD. 

Indikasi 

Untuk meningkatkan kualitas hasil tindakan PLDD, maka 

penetapan kriteria inklusi berperan penting. Tindakan PLDD ini 

yaitu  teknik minimal invasif yang dapat menghindari kerugian 

yang terjadi pada operasi klasik (kerusakan otot dan jaringan lunak 

lumbal, durasi rawat inap, dan waktu pemulihan), dengan hasil 

langsung dapat dirasakan. 

Kriteria inklusi PLDD meliputi: 

1. Contained disk herniation yang ditunjukkan pada CT atau MRI 

2. Pada pemeriksaan fisik: 

a. Adanya gangguan neurologis pada akar saraf tunggal 

b. Nyeri kaki (leg pain) dengan intensitas yang lebih besar 

daripada nyeri pinggang (back pain) 

c. Straight-leg-raising test (Lasegue) yang positif

 

Gambar 5.22. Diode laser 980 nm dan laser fiber set, Radimed GmbH, dan 

instrumen - instrumen dari kiri ke kanan - fiber laser, fixation device, cannulellG. 

  

 

 

d. Terjadi penurunan sensorik, respon motorik dan refleks tendon 

e. Tidak terjadi perbaikan setelah 6 minggu penanganan 

konservatif 

Kontraindikasi 

Kontraindikasi utama untuk PLDD yaitu  dislokasi diskus 

lebih dari Grade 3 atau terjadi sekuestrasi hemiasi diskus. Keadaan 

lain yang juga dikontraindikasikan yaitu : 

1. Hemorrhagic diathesis 

2. Spondylolisthesis 

3. Spinal canal stenosis 

4. Operasi sebelumnya pada segmen tulang belakang yang akan 

dilakukan tindakan 

5. Gangguan psikologis yang signifikan 

6. Penyempitan ruang diskus intervertebralis yang signifikan 

7. Kehamilan 

8. Cauda equina syndrome 

Komplikasi 

Komplikasi umum yang dapat terjadi pada prosedur ini yaitu  

terjadinya infeksi, aseptik discitis, rupture diskus, epidural 

hematoma, dan kerusakan pada annulus fibrosus atau akar saraf. 

Beberapa penelitian menyebutkan angka kesuksesan sekitar 75% 

PLDD, namun dilaporkan pula terjadinya persistensi keluhan nyeri 

pinggang bawah yang menetap atau temporer pada sekitar 60% 

pasien dengan nyeri pinggang bawah yang dilakukan prosedur 

PLDD. 


MINIMALLY INVASIVE DISC 

DECOMPRESSION 

I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna 

erkembangan pendekatan akses minimal ke tulang 

JL belakang telah merevolusi ahli bedah tulang belakang 

kontemporer. Open surgery approach yang tradisional pada operasi 

tulang belakang, dikaitkan dengan morbiditas yang tinggi. Cedera 

jaringan yang terjadi selama prosedur bedah dapat memicu  

kehilangan darah yang lebih banyak, nyeri pasca operasi yang 

meningkat, waktu pemulihan yang lama, dan fungsi tulang 

belakang yang terganggu. Dengan demikian, teknik yang kurang 

invasif dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang sama seperti 

open surgery approach dengan tetap meminimalkan morbiditas terkait 

dengan approach yang diinginkan. Kemajuan teknik dan teknologi 

bedah telah memungkinkan beberapa prosedur tulang belakang 

dilakukan melalui penerapan pendekatan invasif minimal. 

Kemajuan seperti itu dalam mikroskopik, retraktor jaringan, dan 

instrumen khusus telah memungkinkan ahli bedah untuk 

melakukan prosedur melalui insisi yang lebih kecil. 

Pembedahan Tulang Belakang Minimal Invasif 

1. Keuntungan 

Pada bidang orthopaedi, arthroskopi sendi seperti lutut, bahu, 

dan pinggul telah secara signifikan mengurangi morbiditas terkait 

approach dan hasil yang lebih baik. Reaksi biokimia dan perubahan 

morfologis yang terjadi memiliki implikasi klinis yang signifikan 

dengan penurunan kekuatan dan daya tahan otot serta nyeri yang 

meningkat.  


  

 

 

Kawaguchi dkk pada penelitiannya menjelaskan bahwa cedera 

otot yang terjadi berkaitan dengan penggunaan retraktor 

self-retaining yang kuat. Peningkatan kadar serum creatine 

phosphokinase yang merupakan penanda cedera otot ternyata 

berhubungan langsung dengan tekanan dan durasi retraksi. 

Peningkatanbeberapa penanda cedera jaringan termasuk aldolase, 

interleukin-6 dan interleukin-8, dan gliserol juga ditemukan. 

Stevens dkk dan Tsutsumimoto dkk mempelajari MRI pada 

pasien dengan open surgery approach pada tulang belakang lumbal 

dan membandingkannya dengan pasien yang menjalani mini open 

surgery. Studi ini menunjukkan penurunan edema intramuskular 

dan penurunan atrofi otot pada pasien dengan mini open surgery. 

Rantanen dkk menyimpulkan bahwa pasien dengan hasil buruk 

setelah operasi tulang belakang lumbal lebih cenderung memiliki 

atrofi serat otot tipe 2 selektif yang persisten dan perubahan 

struktural patologis pada otot paraspinosus. Atrofi otot karena 

denervasi lokal ini dikaitkan dengan peningkatan risiko failed hack 

syndrome. 

Konsep kunci lain dari operasi tulang belakang minimal invasif 

yaitu  membatasi jumlah reseksi jaringan untuk meminimalkan 

ketidakstabilan tulang belakang pasca operasi, terutama dengan 

membatasi gangguan sendi facet dan kompleks tendon-ligamen 

interspinosus. 

2. Keterbatasan 

Seperti halnya teknik bedah baru, pembelajaran diperlukan 

untuk menjadi mahir dalam operasi minimal invasif. Namun, 

paparan minimal invasif umumnya terbatas hanya pada area 

pembedahan dan key landmark anatomi tertentu dalam lapangan 

pandang yang terbatas. 

Teknik bedah tulang belakang minimal invasif juga lebih 

menuntut keahlian secara teknis, karena ahli bedah harus bekerja 

melalui saluran kecil dan jarak yang lebih jauh, sehingga sering 

memakai  instrumen bayonet. Selain alat pembesar dan 

endoskopi, penggunaan mikroskop operatif dapat digunakan untuk 

meningkatkan pencahayaan dan visualisasi selama operasi. 

 PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

 

 

Perkembangan terakhir memungkinkan visualisasi lapang 

pandang dengan stereoskopis definisi tinggi secara real-time pada 

display panel tiga dimensi (3D) di ruang operasi. Teknologi ini juga 

berguna untuk merekam video bedah 3D untuk tujuan pendidikan. 

Teknik invasif minimal seringkah memerlukan penggunaan 

fluoroscopy intraoperatif atau image guiding. 

3. Dekompresi Lumbal memakai  Sistem Retraktor 

Tubular 

Indikasi Prosedur 

Hemiasi diskus dan stenosis tulang belakang seringkah dapat 

menekan elemen saraf di tulang belakang lumbar sehingga 

memicu  nyeri radikulopati atau klaudikasio neurogenik. 

Biasanya, pasien dengan kompresi saraf simtomatik mengeluh nyeri 

yang menyebar ke ekstremitas sesuai dengan distribusi dermatome. 

Pasien mungkin juga mengeluhkan perubahan pada kekuatan otot 

dan sensasinya. 

Pada pasien lansia, stenosis di tulang belakang lumbal yaitu  

penyebab umum nyeri pinggang dan kaki serta masalah saat 

berjalan. Stenosis spinalis dapat memicu  kompresi nerve root 

lumbal dengan kombinasi perubahan degeneratif termasuk 

hipertrofi sendi facet, penebalan ligamen flavum, dan diskus yang 

menonjol. 

Gejala stenosis lumbal umumnya memburuk dengan berdiri 

dan berjalan namun membaik dengan fleksi tulang belakang atau 

duduk. Pasien mungkin menyebutkan bahwa mencondongkan 

tubuh ke depan, seperti pada keranjang belanja, dapat membantu 

meringankan gejalanya. 

Terapi konservatif pertama-tama harus diselesaikan sebelum 

mempertimbangkan pembedahan untuk penyakit hernia diskus dan 

stenosis lumbal. Ini mungkin termasuk pemberian obat anti 

inflamasi non-steroid, steroid epidural, dan terapi fisik. Bila metode 

konservatif gagal meringankan gejala, operasi mungkin 

dipertimbangkan. Dekompresi telah terbukti cukup berhasil pada 

pasien dengan gejala persisten yang disebabkan oleh stenosis lumbal 

atau penyakit herniasi diskus. Mikrodisektomi lumbal yaitu  


 

 

operasi tulang belakang yang paling umum dilakukan untuk 

mengatasi penekanan (dekompresi) akibat fragmen diskus yang 

mengalami herniasi. Berbeda dengan teknik terbuka yang 

tradisional, dekompresi minimal invasif telah terbukti memiliki 

waktu pemulihan pasien yang lebih pendek dan penurunan 

kehilangan darah. 

Teknik Pembedahan 

Pemeriksaan yang hati-hati terhadap studi pre operatif (X- ray, 

MRI, atau CT myelography) harus dilakukan sebelum operasi 

sehingga dokter bedah memiliki pemahaman menyeluruh tentang 

lokasi dan penyebab gejala pasien. Prosedur ini paling sering 

dilakukan dengan anestesi umum. Namun, anestesi epidural atau 

spinal dapat digunakan tergantung pada pilihan pasien, tim 

anestesi, dan ahli bedah. Sebelum memulai operasi, antibiotik 

profilaksis diberikan dan stoking kompresi pada ekstremitas bawah 

digunakan. 

 

Setelah induksi anestesi, pasien ditempatkan dengan posisi 

prone pada meja operasi yang radiolusen untuk memudahkan 

penggunaan pencitraan fluoroscopy pada tulang belakang lumbal. 

lalu  dilakukan persiapan steril yang standar dan dropping 

pinggang bawah. 

Insisi dan Paparan 

Sebelum insisi, tonjolan yang teraba termasuk posterior 

 

Gambar 5.23. (a) Posisi pasien prone. Jangan sampai perut terkompresi pada saat 

memposisikan pasien, (b) Persiapan standar dan drapping dari pinggang 

bawah 



PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

  

 

 

superior spina iliaca, garis intercrestal, dan prosesus spinosus harus 

ditandai di bagian belakang sebagai referensi. Jarum spinal harus 

dimasukkan dari lateral ke garis tengah, mengarah ke sendi facet 

untuk menghindari laserasi kantung dural dan kebocoran CSF yang 

tidak disengaja. Fluoroscopy lalu  digunakan untuk 

memastikan tingkat insisi dan lintasan spinal cord. Insisi yang sama 

panjangnya dengan diameter retraksi tubular lalu  dilakukan 

dari lateral ke garis tengah. 

Bila hanya diperlukan dekompresi ipsilateral, insisi harus 

diposisikan 1,5-2 cm ke garis tengah. Dalam situasi yang 

memerlukan dekompresi bilateral, insisi dibuat 3-4 cm dari lateral ke 

garis tengah untuk memungkinkan angulasi retraksi tubular ke sisi 

kontralateral. Diseksi tumpul pada otot dari lamina yang mendasari 

dapat dicapai dengan memakai  elevator Cobb. Langkah ini 

menciptakan docking site yang dibutuhkan untuk retraktor tubular 

dan dengan demikian akan meminimalkan reseksi jaringan lunak 

yang diperlukan untuk melakukan prosedur. 

Sebagai alternatif, lapisan ini dapat dilalui dengan melewatkan 

dilator berurutan tanpa diseksi formal. Penggunaan K-wire sebagai 

langkah awal, sebelum dilatasi, memiliki risiko berupa tusukan 

dural yang tidak disengaja. Dilator tubular berurutan lalu  

digunakan untuk melebarkan dengan lembut. Dilator terkecil 

pertama kali digunakan untuk meraba anatomi dan dock yang 

mendasari sepanjang tepi caudal lamina.  



 

 

Gambar 5.24. Ilustrasi insersi 

instrumen pada retraktor 

tubular 

Pada titik ini, retraktor tubular 

dengan panjang yang sesuai ditempatkan 

dan dilator dilepaskan. Pemilihan 

retractable tubular dengan diameter dan 

panjang yang sesuai merupakan keputusan 

penting dalam dekompresi minimal 

invasif. Biasanya memakai  retainer 

tubular 14-16 mm untuk microdiscectomy 

untuk herniasi diskus lumbal dan sistem 

berdiameter 18-20 mm untuk dekompresi 

stenosis lumbal. Selain itu, panjang 

retractor tubular yang dipilih harus 

memadai untuk dijangkau dari tepi kulit ke 

lamina. Setelah retractor tubular dalam posisinya, ahli bedah harus 

mengamankan tabung dengan menempelkannya ke dudukan yang 

terpasang di meja. Memastikan posisi retraksi tubular harus 

diperoleh dengan memakai  fluoroscopy C- arm. 

Mikroskop operatif (atau endoskopi) digunakan untuk 

visualisasi. Setiap jaringan lunak sisa harus dibersihkan dengan 

elektrokauter untuk memastikan visualisasi yang baik dari penanda 

tulang. Kapsul sendi facet harus dipertahankan selama pembersihan 

jaringan lunak. Selama manuver ini, penting bagi dokter bedah 

untuk berorientasi pada lokasi operasi dengan mengidentifikasi 

penanda yang menonjol. Bagian ini termasuk tepi laminar inferior, 

ligamen flavum, dan bagian medial kompleks facet.


 

Dekompresi Ipsilateral 

Teknik ini dilakukan setelah membuat portal bedah tubular. 

Pertama, dokter bedah harus memakai  kuret melengkung 

untuk membuat bidang bedah antara ligamen flavum dan bagian 

bawah lamina. Selanjutnya, porsi lamina harus disesuaikan dengan 

memakai  rongeur Kerrison atau burr untuk mengekspos 

elemen saraf terkompresi. Selain itu, ligamen flavum harus 

dihilangkan secara memadai untuk mengekspos situs kompresi 

saraf. Palpasi pedikel merupakan teknik yang berguna untuk 

memastikan posisi di dalam kanalis vertebralis. 

Dalam kasus hemiasi diskus, tepi dural harus diidentifikasi 

dan dimobilisasi. Selanjutnya, retractor nerve root diposisikan secara 

perlahan, menarik kembali nerve root, dan memberi  akses ke 

hemiasi diskus ventral. Daerah posterolateral diskus, yang 

merupakan tempat herniasi yang paling umum, divisualisasikan 

dan setiap annulotomi yang diperlukan, dilakukan untuk 

mengekspos fragmen hernia. Bahan diskus yang sudah bebas 

lalu  diangkat. Setelah eksisi fragmen, sebuah probe ball- tipped 

panjang dapat digunakan untuk memeriksa kanalis vertebralis 

untuk memastikan tidak adanya material diskus tambahan di lokasi 

yang tidak divisualisasikan. Insisi annular harus dijaga sekecil 

mungkin untuk mengurangi risiko herniasi berulang yang lebih 

tinggi. Pada pasien yang gejalanya timbul dari stenosis resesif 

lateral, bagian medial dari prosesus artikular superior direseksi. 

Sebuah bor / burr dapat digunakan untuk menipiskan atau 

menghilangkan prosesus artikular inferior. 

Selanjutnya, rongeur Kerrison digunakan untuk memotong 

bagian medial dari proses artikular superior sampai secara vertikal 

sejajar dengan batas medial pedikel. Foramen dapat dibuka 

(foraminotomy) dengan penggunaan ujung melengkung dari 

Kerrison rongeur. 

Dekompresi Bilateral 

saat  kedua sisi kanalis vertebralis memerlukan dekompresi, 

dekompresi bilateral dapat dicapai dari pendekatan unilateral. 

Dengan memakai  insisi yang lebih lateral, laminotomy 


 

 

dilakukan pada sisi ipsilateral, sehingga ligamen flavum utuh. Sisi 

kontralateral kanal tulang belakang lalu  dicapai dengan 

"labelling" retraktor tubular dan memotong daerah prosesus 

spinosus. Bila retraktor tubular telah diposisikan dengan benar, 

dokter bedah harus bisa melihat persimpangan dari dasar prosesus 

spinosus dan lamina ipsilateral. Akan sangat membantu dengan 

memiringkan meja operasi selama manuver ini untuk mengurangi 

sudut mikroskop. Selanjutnya, permukaan bawah lamina 

kontralateral dibor dengan memakai  bor berkecepatan tinggi / 

burr. 

Dokter bedah harus memperhatikan kualitas tulang selama 

manuver pengeboran ini. Awalnya, tulang cancellous ada di dasar 

prosesus spinosus, dan pendarahan tulang akan ditemukan. Ini 

harus dikontrol dengan bone wax. Selanjutnya, tulang kortikal 

lamina kontralateral akan ditemukan, dan pendarahan tulang 

umumnya minimal. Saat ahli bedah mulai mengebor ke dalam 

prosesus artikular kontralateral, tulang tipe cancellous akan 

ditemukan lebih banyak. Sambungan sisi kontralateral harus 

ditipiskan sampai rongeur Kerrison dapat melepaskan bagian 

medial facet yang tersisa untuk menyelesaikan dekompresi. Selama 

proses pengeboran, dokter bedah harus secara berkala melepaskan 

ligamen flavum dari permukaan bawah lamina dan facet. 

Setelah semua pengeboran tulang yang diperlukan selesai, 

ligamen flavum dilepaskan dengan melepaskan ligamen dari tepi 

tulang memakai  kuret yang melengkung. Setelah 

pengangkatan ligamen flavu m, visualisasi langsung struktur dural 

didapat dan dekompresi lengkap dari reses lateral kontralateral dan 

foramen dapat dicapai. Setelah depresi kontralateral selesai, dokter 

bedah harus meletakkan retractor tubular ke arah sisi ipsilateral. 

lalu  dekompresi sisi ipsilateral dapat dilakukan seperti 

dijelaskan di atas. Pada akhir dekompresi, probe ball-tipped 

digunakan untuk memastikan bahwa dekompresi nerve root yang 

memadai telah tercapai. lalu  lakukan hemostasis yang 

memadai dan diikuti dengan pengangkatan retraktor tubular dan 

penutupan insisi. 

PROSEDUR MINIMAL INVAS F PADA NYERI PINGGANG BAWAH 

  

 

 

Penutupan Luka dan Perawatan Pasca Operasi 

Fasia thorakolumbar dapat ditutup dengan memakai  

jahitan interuptus. Jaringan subkutan sepanjang insisi diberikan 

anestesi lokal jangka lama untuk meminimalkan rasa sakit pada 

periode pasca operasi awal. Penutup luka dapat digunakan sesuai 

dengan pilihan dokter bedah. 

Mobilisasi dini pasien harus dilakukan setelah dekompresi 

minimal invasif. Sebagian besar pasien dapat dipulangkan dari 

rumah sakit pada hari operasi. Pasien dianjurkan berjalan 

setidaknya 30 menit per hari setelah