yang
muncul berdasarkan perubahan degenerasi atau klinis
lainnya
o Hubungan antara perubahan degeneratif pada sendi facet
lumbal dengan nyeri pinggang simtomatis masih belum
jelas dan masih diperdebatkan.
Diagnostik Facet Joint Block
Prinsip - Prinsip
• Sendi facet lumbosakral dapat dibius dengan injeksi intra
articular dengan anestesi lokal atau dengan melakukan
pembiusan pada cabang medial dari dorsal rami yang
mempersarafi sendi facet target:
o Controlled diagnostic blocks dilakukan dengan injeksi anestesi
lokal.
o Penting untuk mengikuti langkah - langkah yang diperlukan
untuk mengeliminasi respon false-positive. o Bila nyeri
berkurang dengan blokade sendi, maka sendi itu kemungkinan
dipertimbangkan sebagai penyebab/ sumber nyeri. Respon
true-positive mungkin hanya didapatkan dengan melakukan
controlled block.
Anatomi
Struktur
• Facet atau zygapophysial joint merupakan sendi kecil, sendi
BAB V PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
berpasangan yang terdiri dari prosesus artikular superior dari
vertebra bawah dan prosesus articular inferior dari vertebra
atas.
o Permukaan yang cekung dari prosesus articular superior
yang berorientasi posteriomedial dengan dua tulang yang
prominent ini membentuk true synovial joint:
Sendi facet mengandung permukaan tulang rawan
yang dilapisi synovial dan diarahkan oleh kapsul
posterior fibrous external yang mana tidak
ditemukan di bagian anteromedial.
Sebagian besar kapsul mengandung serat kolagen
yang tersusun transverse dan berfungsi untuk
melawan gerakan fleksi.
Gambar 5.6. Anatomi dan Patofisiologi Nyeri Sendi
Facet
PENYAKIT DEGENERASI LUMBAL Diagnosis dan Tata Laksana
Persarafan
• Sendi facet lumbal merupakan sendi yang dipersarafi dengan baik
oleh ramus posterior dari saraf spinal yang memiliki tiga cabang
yang keluar dari stemnya untuk lewat dibelakang prosesus
transversus ipsilateral. Tiga cabang ini termasuk lateral branch,
medial branch, dan intermediate branch. o Lateral branch berasal dari
ramus posterior stem saraf spinal pada sisi superior prosesus
transversus ipsilateral dari vertebra bawah dan mengarah ke dorsal
dan lateral, menyilang ke prosesus tranversus. lalu melewati
otot iliocostal dan bergabung melewati ujung dorsolateral dari
ujung otot yang lalu menjadi cutaneous nerve.
Gambar 5.7. Persarafan dari sendi facet lumbal. Ilustrasi dari left posterior view
menunjukkan cabang dari rami dorsal lumbar (Bogduk et al).
DR {dorsal ramus), ib {intermediate branch), ibp {intermediate branch plexus), lb (lateral
branch), mb {medial branch), TP {transverse process), a (articular branch), is (interspinous
branch), VR {ventral ramus), Z] (zygapophysial joint)
BAB V PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
223
o Medial branch berasal dari stem dari ramus posterior stem saraf
spinal pada sisi superior dari prosesus transverse dari
vertebra bawah seperti dua cabang lainnya:
Medial branch keluar ke arah posteromedial melewati
posterior prosesus tranversus. Cabang ini selalu
melewati permukaan bawah tulang dan menyilang di
bawah ligamen mamilloaccessory dan mengirimkan
cabang ke sendi facet atas dan bawah sebelum ke otot
multifidus.
Ligamen mamilloaccessory merupakandaerah yang
kaya kolagen dari otot longissimus dan iliocostalis yang
berfungsi untuk menutupi, memperbaiki dan
melindungi medial branch.
Medial branch mensuplai otot multifidus saat melewati
prosesus spinosus dan ligamen
Gambar 5.8. Close-up view diseksi dari
kiri L3, L4, dan L5 medial branches dan
L5 dorsal ramus.
interspinosus. Perpanjangan dari stem utama medial
branch menghasilkan cabang subcutaneous yang
mensuplai daerah kulit dekat dengan midline.
o Intermediate branch berasal dari ramus posterior stem saraf
spinal pada sisi posterior prosesus tranversus ipsilateral
seperti pada dua cabang lainnya:
Perjalanan dari cabang ini selalu antara cabang medial
dan lateral.
Intermediate branch mempunyai cabang yang panjang
antara longissimus dan iliocostalis sebelum sampai ke kulit,
mengirim pola yang bervariasi dari cabang yang mensuplai
area lateral cutaneous yang lebar yang disarafi oleh medial
branch. o Kapsul sendi facet lumbal banyak dipersarafi oleh
ujung-ujung saraf (encapsulated and unencapsulated free nerve
endings).
Gambar 5.9. Contoh gambar model tiga dimensi (3D) digital dari posterior ramus of
the spinal nerve (PRSN). Model 3D dari PRSN ini dibuat berdasarkan scan digital
dari semua bagian PRSN dan rata - rata mengambil data dari tujuh cadaver, (a)
Tiga cabang berasal dari stem PRSN (3 panah). Tiap cabang mensuplai persaratan
motorik dan kulit, (b) Ujung dari satu atau dua segmen PRSN atas menutupi area
kulit (panah putih).
• Tiap sendi facet lumbal memiliki dua persarafan oleh dua saraf
medial branch. Cabang - cabang medial penting dan relevan
karena menyediakan saraf sensoris ke sendi facet. o
Cabang-cabang medial dari L1-L4 dorsal rami memiliki
alur yang konstan dan mirip.
o Cabang medial dari L5 dorsal ramus memiliki alur dan
distribusi yang berbeda daripada dorsal ramus L1-L4.
Dorsal ramus L5 menyeberangi ala sacrum. Dorsal ramus
L5 juga lebih panjang daripada lumbal yang biasanya.
Dari foramen intervertebra L5/S1, cabang medial dorsal
ramus L5 berjalan melewati alur yang dibentuk oleh
persimpangan antara ala dan root dari prosesus articular
superior sebelum mengaitkan diri ke medial di bagian
dasar dari sendi facet lumbosakral.
Indikasi
1. Facet arthropathy
2. Nyeri pinggang bawah non-radikular traumatik atau non-
traumatik
3. Nyeri yang diperburuk oleh beban pada sendi facet (pada
pemeriksaan ekstensi dan rotasi). Injeksi dapat digunakan
untuk diagnosis atau terapi.
Kontraindikasi
1. Tidak ada persetujuan dari pasien (informed concent)
2. Alergi terhadap obat yang digunakan
3. Sedang mengalami infeksi baik lokal atau sistemik
4. Hamil
5. Penggunaan obat antikoagulasi.
Alat - Alat/Bahan - Bahan
1. Fluoroscopy (C-arm)
2. Jarum spinal 22-25-gauge 3.5 inchi
3. Dengan atau tanpa radiopaque contrast
4. Anestesi lokal dengan atau tanpa kortikosteroid
Prosedur
1. Posisi: pada umumnya prone dengan atau tanpa lipatan
handuk di bawah perut. Alternatif posisi sedikit oblique 45°
dengan sisi yang diinjeksi menghadap ke atas
2. Pemberian antibiotik tidak diperlukan
Langkah - Langkah
1. Mulai dengan fluoroscopy AP view yang memusatkan pada
prosesus spinosus di antara pedikel. Lokasi yang tepat dapat
ditentukan dengan cara menghitung dari sacrum.
2. Rotasi ke oblique view dengan target sendi facet yang terlihat
jelas. Atur sudut sampai terlihat gambaran"scotty dog" (sekitar
20-30°).
3. saat target sudah ditentukan, berikan tanda di kulit dan
sterilkan area ini . Masukkan anestesi lokal superfisial ke
area target.
4. Masukkan jarum spinal ke bawah dengan arah sejajar dengan
fluoroscopy beam (coaxially) di bawah lapang pandang
langsung.
5. Perlahan - lahan gerakkan jarum spinal sampai terjadi kontak
dengan bony "eye of the scotty dog" sebagai landmark pada sendi
target. Setelah jarum ada di tingkat pedikel sendi yang
diinginkan, jangan maju lebih jauh.
6. Konfirmasi kedalaman pada lateral fluoroscopic view untuk
memastikan ujung jarum tidak melewati foramen vertebralis
pada vertebral body terkait.
7. Konfirmasi lokasi pada AP fluoroscopic view untuk
memastikan ujung jarum di medial menuju ke aspek lateral
dari prosesus articular superior di vertebra yang sesuai.
8. Setelah posisi terkonfirmasi, lakukan injeksi anesthesi lokal
dengan atau tanpa komponen steroid ke area yang telah
diidentifikasi.
9. Karena setiap sendi punya dua persarafan, langkah - langkah
ke 3-7 diulang pada tingkat atas dan bawah yang
diinginkan untuk memastikan blok yang adekuat dari sendi.
Untuk sendi facet L5-S1, blok bawah harus ditempatkan pada
prosesus artikular superior sacrum dan ala sacrum.
Gambar 5.9. Gambar jarum di
pedikel
Komplikasi
Komplikasi prosedur ini sebagian besar bersifat minor seperti
sakit kepala ringan, mual, flushing, nyeri dan pembengkakan lokal,
serta syncope. Komplikasi yang lebih serius dapat berupa dural
puncture, trauma spinal cord, injeksi masuk ke subdural, epidural,
atau foramen intravertebralis. Ada juga resiko masuk ke
intravaskular, epidural hematoma, abses epidural, dan meningitis
bakterial. Teknik aseptik yang bagus dan berdasarkan pada ASRA
guidelines pada prosedur neuraxial harus selalu dilakukan.
Komplikasi dapat juga akibat efek sistemik kortikostreoid termasuk
depresi pituitary-adrenal axis, hyperglycemia, osteoporosis,
myopathy, bertambahnya berat badan, dan Cushing syndrome.
Poin Utama
1. Sendi facet lumbal merupakan penyebab nyeri pada 16-41%
pasien yang mempunyai keluhan nyeri pinggang bawah
kronis.
2. Nyeri sendi facet tidak dapat didiagnosa oleh karakterisik
demografis, temuan fisik, studi elektrodiagnosis atau evaluasi
radiologis.
3. Validitas, spesifisitas, dan sensitivitas dari blok saraf sendi facet
dipertimbangkan untuk diagnosis nyeri sendi facet.
4. Komparasi blok dengan anesthesi lokal atau dengan placebo-
controlled sangat penting, karena single block false-positive
dilaporkan nilainya 25-44% pada lumbar spine.
5. Blok sendi facet dilakukan hanya dengan fluoroscopy.
6. Nyeri pinggang bawah kronis dapat ditangani dengan injeksi
intra-articular, medial branch blocks, atau neurotomi
radiofrekuensi.
7. Injeksi intra-articular dengan anestesi lokal dan steroid terbukti
dapat menangani nyeri pinggang bawah kronis untuk jangka
panjang (Level III or V).
INJEKSI SENDI SACROILIAC
I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna, I Ketut Suyasa
Anatomi dan Inervasi dari Sacroiliac Joint
ecara historis, sendi sacroiliac dianggap mobile hanya selama
kehamilan pada wanita. Namun, studi pada abad ke-18
mengungkapkan bahwa struktur ini memiliki membran sinovial dan
struktur yang mobile baik pada pria dan wanita. Sendi sacroiliac
yaitu sendi axial terbesar dalam tubuh manusia. Sendi ini dibentuk
oleh artikulasi antara permukaan medial ilium dengan segmen
sakral lateral SI, S2, dan S3. Sendi sacroiliac memiliki struktur yang
rigid dengan ligamen fibrus yang rapat serta penting untuk transfer
beban antara tulang belakang dan tungkai. Gerakan sendi sacroiliac
seperti maju dan miring ke belakang, tidak bergerak secara
independen dan secara langsung mempengaruhi sendi lumbal
seperti L5-S1 dan level tulang belakang yang lebih tinggi.
Persaratan sendi sacroiliac bervariasi, kompleks, dan
kontroversial. Plexus lumbosakral memberi inervasi sensoris
untuk sendi sacroiliac. Sebuah studi kadaver baru-baru ini
menemukan bahwa sendi sacroiliac posterior diinervasi oleh cabang
lateral rami posterior L5-S4. Cabang lateral dari SI dan S2
berkontribusi terhadap inervasi dalam 100% spesimen, S3 88%, L5
8%, dan S4 sebesar 4%. Cabang lateral S1-S4 keluar dari sakral
foramina dan melintasi sakrum dengan cara yang tidak terduga.
Sumber lain mengklaim bahwa cabang medial L4 dan L5 juga
memberi inervasi ke sendi sacroiliac posterior. SI merupakan
area yang memberi inervasi terbesar untuk sendi sacroiliac
posterior.
Patologi Nyeri Sendi Sacroiliac
Gerakanrotasi axial danbebanberlebihan dapat memicu
cedera pada sendi sacroiliac. Dalam 40-50% kasus, nyeri sendi
sacroiliac dikaitkan dengan peristiwa tertentu seperti kecelakaan
kendaraan bermotor ataupun jatuh pada bagian pantat. Penyebab
lainnya termasuk cedera kumulatif seperti mengangkat dan berlari.
Proses patologi intra-artikular, kerusakan ligamen ekstra artikular,
dan peradangan dapat memicu rasa nyeri pada sendi ini.
Penyebab umum nyeri sendi sacroiliac meliputi osteoarthritis,
gerakan atau olah raga repetitif yang mengarah ke stress pada sendi,
dan HLA B27 spondyloarthropathy seronegatif seperti arthritis
psoriatis. Nyeri sendi sacroiliac juga terjadi pada pasien peri atau
postpartum.
Nyeri di daerah gluteal dan / atau paraspinal di bawah
vertebrae kelima lumbal paling banyak memicu keluhan
umum. Nyeri sendi sacroiliac bisa menyebar ke paha. Hampir
seperempat pasien mungkin telah memiliki nyeri alih ke distal lutut.
Nyeri sendi sacroiliac mungkin dapat diperparah dengan gerakan
transisi seperti bangun dari posisi duduk.
Sciatic nerve
Sacroiliac Joint
Gambar 5.11. Anatomi Sendi Sacroiliac
Kelainan anatomis mungkin tidak didapatkan pada pencitraan. Studi
kasus sebelumnya telah menunjukkan bahwa tidak ada pemeriksaan
yang dapat dipercaya untuk mengidentifikasi patologi sendi
sacroiliac. Oleh karena itu, beberapa penelitian telah dilakukan
untuk meningkatkan akurasi diagnostik nyeri sendi sacroiliac
termasuk dengan blok anestesi lokal, kombinasi manuver fisik, dan
teknik pencitraan. Hal ini dilakukan secara sistematis untuk
meninjau dan menyimpulkan bahwa tiga atau lebih stressing test
positif, dan uji kompresi paha memberi hasil yang cukup
diskriminatif untuk mendiagnosa nyeri sendi sacroiliac.
Namun, Song et al. lalu melaporkan bahwa hal ini
susah dilakukan untuk mendiagnosa sakroiliitis. Beberapa ulasan
Cochrane review menunjukkan bahwa ada bukti moderat untuk
akurasi dan validitas injeksi anestesi lokal untuk mendiagnosa
penyebab nyeri pada sendi sacroiliac. Sumber lain seperti Pusat
Ulasan dan diseminasi di University of York dari National Institute for
Health Research mengutip kurangnya bukti untuk diagnostik dengan
suntikan anestesi lokal. Meskipun berbeda pendapat, dokter
biasanya mendiagnosis nyeri sendi sacroiliac dengan satu atau dua
anestesi lokal blok intra-artikular dan terjadi penurunan nyeri lebih
dari 50%. Sebagai alternatif, blok selektif SI, S2, dan S3 cabang lateral
dapat digunakan untuk tujuan diagnostik.
Prinsip Bedah
Prosedur percutaneous pada tulang belakang umumnya
dilakukan di bawah panduan x-ray fluoroscopic, kecuali untuk
prosedur khusus tertentu, seperti biopsi vertebra, yang mungkin
dilakukan di bawah panduan CT. Semua prosedur ini dapat
dilakukan secara rawat jalan. Hal ini dapat dilakukan dengan aman
dengan anestesi lokal dan bila perlu, di bawah sedasi sadar. Hal ini
direkomendasikan dengan prosedur yang memakai meja
radiolusen, peralatan untuk pemantauan, danC-arm dengan kualitas
tinggi. Prosedur injeksi percutaneous tulang belakang
memerlukan pengetahuan mengenai anatomi radiografi tulang
belakang tiga dimensi yang sangat baik.
Setelah pasien diposisikan pada meja prosedur, C-arm
diposisikan untuk mengidentifikasi jaringan target ."Universal
Lumbar View" memungkinkan identifikasi dari semua jaringan target.
Hal ini diperoleh dengan memiringkan C-arm untuk
mengakomodasi lordosis lumbal, diikuti dengan memutar C-arm ke
arah miring 20-30 °. Biasanya, jarum spinal yang digunakan
berukuran 22-gauge atau 25-gauge. lalu disisipkan sejajar
dengan sinar X-ray ("Tunnel View") dan perlahan maju di bawah
pencitraan radiografi AP, oblique, dan lateral dengan C-arm.
Setelah area target tercapai dan setelahnya aspirasi negatif,
sejumlah kecil kontras non-ionik (seperti Omnipaque 300)
disuntikkan. Suntikan pewarna menegaskan posisi yang tepat dari
ujung jarum ke jaringan target. Bergantung pada jenis dari prosedur,
jaringan target seperti akar saraf, ruang epidural, atau kapsul sendi
facet dapat diidentifikasi. Injeksi pewarna juga memastikan bahwa
jarumnya tidak ditempatkan secara tidak sengaja di ruang
intravaskular. Selanjutnya, kombinasi dari sedikit anestesi lokal dan
steroid bebas pengawet (seperti Depo- Medrol atau Celestone
Soluspan) disuntikkan. Jarumnya dilepas dan pasien diamati selama
sekitar 30-45 menit dalam pemulihan. Efek samping yang signifikan
jarang terjadi.
Sejarah
Deskripsi pertama suntikan kaudal untuk pasien dengan
sciatica dijelaskan pada tahun 1925. Robecchi sebagai orang pertama
yang menjelaskan injeksi steroid ke kanalis tulang belakang tahun
1952. Penemuan tingkat peradangan yang tinggi dan adanya sitokin
dalam nukleus herniasi pulposus, seperti fosfolipase A2 oleh Saal
pada tahun 1990, serta sitokin lainnya, berkontribusi terhadap
pemahaman yang signifikan terhadap komponen peradangan yang
berkontribusi terhadap nyeri radikular. Bogduk mendalilkan bahwa
untuk "struktur apa pun yang dianggap penyebab sakit pinggang,
struktur ini seharusnya ada dan telah terbukti menjadi sumber rasa
sakit pada pasien". Ini memicu pengembangan dan
penggunaan injeksi memakai teknik yang presisi untuk secara
selektif memblokir transmisi rasa sakit yang berpotensi mencederai
struktur tulang belakang, seperti akar saraf spinal segmental, sendi
facet, dan sendi sacroiliac.
Selain untuk tujuan diagnostik, injeksi tambahan zat
antiinflamasi seperti glucosteroid atau aplikasi energi radiofrekuensi
untuk prosedur denervasi telah memperluas spektrum injeksi
menjadi spectrum terapeutik.
Keuntungan
• Merupakan prosedur rawat jalan
• Prosedur dilakukan dengan anestesi lokal atau sedasi ringan
• Pasien bisa melanjutkan kegiatan rutinnya kembali
• Efek samping minimal
• Tidak ada sayatan kulit
• Tidak ada perubahan struktural permanen pada kanalis
vertebralis atau jaringan lunak di sekitarnya
• Berguna untuk tujuan diagnostik dan terapeutik
Kekurangan
• Efek terapeutik seringkah bersifat sementara
• Masih dalam proses penelitian
• Beberapa suntikan mungkin diperlukan untuk
mengidentifikasi rasa nyeri
Indikasi
Harus dapat dibedakan antara suntikan tulang belakang untuk
tujuan diagnostik dan suntikan tulang belakang untuk tujuan terapi.
Perkembangan rasa nyeri sering tidak jelas pada pasien dengan nyeri
tulang belakang kronis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik seringkah
tidak dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sumber nyeri pasien. Selanjutnya, pencitraan
seperti X-ray, mielografi, dan MRI memilik angka positif palsu tinggi
yang sering tidak memiliki korelasi dengan nyeri pasien.
Injeksi diagnostik presisi berguna untuk menentukan asal area
nyeri. TeknikdouWe-b/oc/cdirekomendasikansebagai prosedur
diagnostik untuk mengurangi jumlah positif palsu. Pertama, anestesi
lokal short-acting disuntikkan dalam jumlah sedikit ke dalam jaringan
target (seperti lidokain 2%). Penggunaan anestesi lokal long-acting
(seperti Bupivacaine 0,5%) dapat diberikan untuk konfirmasi
diagnosa. Dalam kasus suntikan tulang belakang terapeutik,
tujuannya yaitu untuk meminimalkan nyeri melalui pemberian
obat antiinflamasi, biasanya steroid, di tempat nyeri dan radang.
Kontraindikasi
• Pendarahan diatesis dan terapi antikoagulan, termasuk inhibitor
platelet.
• Kehamilan.
• Infeksi bakteri.
• Alergi terhadap pewarna kontras non-ionik atau anestesi lokal.
• Penderita diabetes mellitus perlu dipantau gula darah post
injeksi jika steroid disuntikkan.
• Pasien dengan katup jantung buatan mungkin memerlukan
pengobatan dengan antibiotik sebelum operasi.
Teknik Bedah
Persyaratan prosedur tulang belakang intervensional yaitu
ruang operasi yang steril atau ruang prosedur, peralatan
pemantauan untuk tekanan darah, oksimetri nadi dan EKG,
fluoroscopy C-arm digital berkualitas tinggi, persiapan steril,
peralatan resusitasi, jarum suntik, gaun bedah, bahan suntikan,
cairan intravena, agen obat penenang, dan tenaga terlatih untuk
persiapan dan pemantauan pasien.
Injeksi Sendi Sacroiliac
Injeksi sendi sacroiliac paling baik dilakukan di bawah
panduan fluoroscopic dengan peningkatan kontras. Tujuan
suntikan sendi sakroiliac yaitu terutama untuk diagnostik.
Beberapa pasien dapat memerlukan injeksi steroid intraartikular ke
sendi yang berkepanjangan dan seringkah memberi hasil
sementara. Teknik radiofrekuensi untuk denervasi sendi sacroiliac
sejauh ini belum menghasilkan hasil klinis yang memuaskan.
Prosedur injeksi dimulai dengan menempatkan pasien pada
posisi prone di atas meja fluoroscopy. Dari posisi AP, C-arm diputar
perlahan sampai ke anterior dan pada C-arm terlihat garis sendi
posterior terpisah. Ujung jarum lalu harus ditempatkan pada
aspek yang lebih rendah dari sendi yaitu kira- kira 1 cm di atas garis
sendi inferiornya, di mana sendi ini paling dekat dapat
diakses. Jarum spinal berukuran 3,5 inci lalu dimasukkan ke
sendi. Begitu jarum berada pada sendi, biasanya akan terjadi
perubahan resistensi saat injeksi. Injeksi intra-artikular dikonfirmasi
dengan 0,5-1 cc pewarna kontras. Gambar AP dan lateral dapat
digunakan untuk menentukan bila ada robekan kapsular.
Kombinasi 1-2 cc obat bius lokal seperti lidocaine 1-2% atau
Bupivacaine 0,25-0,5% dengan atau tanpa steroid lalu
disuntikkan.
Gambar 5.12. Injeksi intraartikular
sacroiliac dengan arthrogram
Gambar 5.13. Skema injeksi sendi sacroiliac selama selama beberapa periode
Gambar 5.14. Injeksi tunggal sacroiliac, deep interosseus ligamen memiliki
akurasi lebih dari 80%.
INJEKSI PADA COCCYXGEUS
(GANGLION IMPAR BLOCK)
Coccygodynia (coccydynia, coccygalgia, atau nyeri coccygeal)
yaitu sindroma nyeri yang terjadi pada regio coccyx, tulang yang
berfungsi sebagai ekor pada hewan primata, namun pada manusia
tidak memiliki fungsi khusus.
ANATOMI
Ganglion impar yaitu struktur retroperitoneal soliter yang
terletak pada level celah sacrococcygeal yang merupakan akhir dari
rantai berpasangan paravertebral sympathetic. Injeksi dilakukan
melalui diskus sacrococcygeal dengan memakai jarum spinal
lurus.
Tabel 5.1. Penyebab Coccygodynia
Nyeri Somatis
Idiopatik
Hipermobiltas coccyx Luksasio coccyx Sindroma
myofasial
Depresi dan somatisasi
Kodisi septik
Arthritis
Osteitis
Hemangioma sacral
Nyeri Neuropatik
Idiopatik
Herniasi diskus lumalis Schwannoma intradural
Neurinoma Kista arachnoid Paraganglioma
Chondroma
Nyeri Somatis dan Neuropatik Metastasis tulang
Neoplastik prosesus visceralis
INDIKASI
Indikasi dari ganglion itnpar block meliputi:
• Nyeri perineal yang diakibatkan secara sekunder oleh keganasan
pada pelvis.
• Coccygodynia
TEKNIK PROSEDURAL (Modified Needle-Inside-Needle
Technique)
Ganglion impar block yang dilakukan dengan teknik Modified
Needle-Inside-Needle Technique dilakukan dengan cara berikut ini:
1. Pasien menyetujui dan menandatangani imformed consent untuk
tindakan yang akan dilakukan.
2. Pasien diposisikan prone dengan bantal di bawah abdomen
untuk memungkinkan terjadinya fleksi dari area lumbosakral
dan ekstremitas bawah diinternal rotasi.
3. Area kulit disiapkan dan dilakukan dropping secara steril.
4. Injeksikan lidokain 1% dengan jarum 25-gauge pada diskus
sacrococcygeal setelah identifikasi diskus pada proyeksi lateral.
5. Jarum 21-gauge; 1,5-inch (38 mm) berfungsi sebagai jarum
penuntun dimasukkan dengan tuntunan fluoroscopic melalui
diskus sacroccygeal.
6. Jarum 25-gauge; 2 inch (50 mm) lalu dimasukkan ke dalam
jarum 22-gauge.
7. Penempatan jarum dikonfirmasi dengan adanya "comma sign"
pada celah retroperitoneal pasca injeksi 0,2 sampai 0,5 mL bahan
kontras.
8. Untuk tindakan diagnostik dan blok prognostik dilakukan
injeksi 1 sampai 3 mL anestesi lokal (0,2%-0,375% ropivacaine
atau 0,125%-0,25% bupivacaine).
9. Untuk tindakan neurolysis ganglion impar, dilakukan injeksi 1
sampai 2 mL agen neurolitik seperti alkohol 99% yang diinjeksi
pada masing-masing sisi 20 hingga 30 menit pasca blok
diagnostik.
10. Pasca injeksi agen neurolitik, berbaring di tempat tidur selama 3
hingga 4 jam tanpa perubahan posisi harus dilakukan untuk
menghindari menyebarnya agen neurolitik ke struktur penting
lain yang berdekatan.
Gambar 5.15. Gambaran skematis yang menunjukkan ganglion impar block
dengan teknik needle inside needle melalui diskus sacrococcygeal
Gambar 5.16. Comma Sign setelah injeksi bahan kontras. Menyebarnya bahan
kontras disebut sebagai comma sign ditunjukkan pada proyeksi lateral (A) dan
proyeksi AP (B) dari diskus sacrococcygeal.
TATALAKSANA PASCA TINDAKAN
Pasca dilakukan tindakan injeksi pada coccyxgeus {ganglion
impar block) pada pasien, maka beberapa hal yang penting untuk
diperhatikan meliputi:
• Pasien harus dimonitor selama 30 hingga 60 menit pasca
tindakan dilakukan.
• Pasien yang dilakukan tindakan neurolisis harus diedukasi
untuk melakukan tirah baring selama 3-4 jam tanpa perubahan
posisi untuk mencegah penyebaran agen neurolisis ke sturuktur
penting yang berdekatan.
PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
PERCUTANEOUS ENDOSKOPI
DEKOMPRESI LUMBAR DISK
I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna
Sejarah Singkat Percutaneous Endoskopik Lumbal
• Pada tahun 1934, Mixter dan Barr melakukan eksplorasi
laminektomi untuk nyeri radikular
• Pada tahun 1964 pergeseran paradigma dimulai pada minimal
invasif diskus lumbal saat Lyman Smith memperkenalkan
chemonucleolysis melalui injeksi percutaneous chymopapain ke
pasien dengan sciatica untuk menghidrolisis hernia nukleus
pulposus. Pendekatan ini lalu ditinggalkan oleh
kebanyakan ahli bedah karena efek samping yang tidak
diinginkan seperti myelitis.
• Pada bulan Januari 1973, Kambin memprakarsai dekompresi
tidak langsung kanal tulang belakang percutaneous dengan
nukleotomi memakai kanula Craig melalui extracanal
posterolateral nonvisualized approach.
• Kambin menerbitkan diskoscopic intraoperatif view pertama
mengenai herniated nucleus pulposus (HNP) pada tahun 1988.
Pada publikasinya lalu , Kambin dkk lebih jauh
menyebarkan pentingnya visualisasi diskoskopik ruang
periannular.
• Pada tahun 1990, Kambin menjelaskan dan menggambarkan
zona kerja triangular. Zona ini merupakan zona aman dengan
batas di anterior dengan exiting nerve root, inferior oleh end plate
segmen lumbal, posterior oleh prosesus artikular superior dari
inferior vertebrae, dan medial oleh tranversing nerve root.
Gambar 1.17. Ilustrasi Safe triangle oleh Kambin. DRG (Dorsal Root Ganglion)
• Mathews pada tahun 1996 dan Ditsworth pada tahun 1998
melaporkan keberhasilan foraminoscopic approach. Hal ini
membuka era operasi endoskopik transforaminal untuk lumbar
disk herniations.
• Yeung dan Tsou, pada tahun 2002, mengevaluasi secara
retrospektif efektivitas diskektomi endoskopik pada 307 pasien
dan melaporkan hal itu sebanding dengan operasi terbuka
konvensional.
• Pada tahun yang sama, Tsou dan Yeung menggambarkan
outcome pembedahan mereka pada 219 pasien dengan
intracanal non contained lutnbar disk herniation dengan setidaknya
follow up 1 tahun. Mereka menyimpulkan bahwa non contained
fragment ini dapat diakses dengan memakai teknik
endoskopi transforaminal dengan tingkat keberhasilan klinis
91,2%.
Sistem endoskopi untuk Percutaneous Endoskopi Lumbar
Diskektomi
ada banyak endoskopi yang tersedia, namun masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri karena
perubahan desain. Secara umum, endoskopi terdiri dari mata
lensa, satu barel dengan casing logam sebagai tempat melekatnya
lensa untuk visualisasi, sistem fiber optik untuk mentransmisikan
cahaya, saluran irigasi untuk inflow, dan sambungan yang
menghubungkan endoskopi ke kabel fiber optik sumber cahaya.
Instrumen yang digunakan untuk Endoskopi Lumbar
• Instrumen penting untuk melakukan diskektomi endoskopi efektif
dikelompokkan sesuai dengan langkah operasi di mana
digunakan instrumennya dibagi sesuai dengan penggunaan
Tabel 5.2. Perbandingan jenis endoskop yang tersedia saat ini
Set jarum spinal
• 20 gauge: 250 mm (approach needle)
• Dimasukkan memakai approach posterolateral di bawah
fluoroscopy
• Digunakan untuk blok epidural transforaminal sebelum lebih
jauh ke dalam ruang diskus untuk melakukan diskografi
Guide wire
• Berukuran 1,8 mm dan dapat dengan mudah melewati approach
needle
• Menggantikan approach needle
• Annular cutter/ annulotomer
• Trephine diameter 3 mm dengan panjang 420 mm digunakan
untuk membuat lubang dan anulus untuk memudahkan
perjalanan obturator
Obturator
• Obturator yaitu instrumen cannulated silinder yang dilewati
guide wire
• Memiliki diameter luar 5,9 atau 6,9 mm dengan panjang kerja
235 mm.
• Berujung tumpul dan meruncing pada saat masuk ke dalam
tubuh.
• Ujung yang meruncing memfasilitasi perpindahan struktur
saraf menjauh dari area operasi selama proses insersi, sehingga
mencegah cedera akar saraf
Working sleeve / kanula
• Working canule / kanula yaitu selubung silinder berongga
dengan diameter luar berkisar antara 7 sampai 8 mm dan
panjang bervariasi dari 145 mm (untuk endoskopi
interlaminar) sampai 165 mm (untuk endoskopi
transforaminal).
• Ujung yang dimasukkan ke dalam tubuh miring atau flat
(round).
• Kanula miring digunakan untuk hemiasi diskus
intrakanalikular dan kanula bulat untuk hemiasi diskus
foraminal dan extraforaminal.
• Kanula dimasukkan ke dalam obturator ke dalam ruang diskus
Hammer driver dan Mallet
• Working canule, yang diinsersi di atas obturator, biasanya dipalu
di dalam mang diskus dengan bantuan driver dan palu.
• Hal ini dilakukan dengan panduan fluoroscopy pada
anteroposterior view, dan posisi itu lalu confirmed pada
lateral view
PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
Permukaan Anatomi
• Meskipun mengidentifikasi segmen vertebral secara tepat
untuk prosedur percutaneous dapat dengan mudah dilakukan
dengan fluoroscopy, pengetahuan tentang anatomi permukaan
sangat diperlukan untuk orientasi topografi yang lebih baik
pada operasi.
• Yang paling menonjol dan mungkin satu-satunya penanda
yang teraba dari pinggang bawah yaitu prosesus spinosus
lumbal yang memiliki permukaan datar pada posterior tip
dibandingkan prosesus spinosus pada daerah toraks.
• Prosesus spinosus L4 dan L5 lebih pendek daripada segmen
lumbal lain dan terkadang sulit untuk diraba terutama
prosesus spinosus L5. Prosesus spinosus L4 yaitu prosesus
spinosus terakhir yang menunjukkan gerakan pada palpasi
selama gerakan fleksi-ekstensi.
Anatomi endoskopi
• Tampilan endoskopik berubah dengan derajat angulasi dan
jarak dari ujung kanula. Sebuah endoskopi tulang belakang
dengan angulasi 20 derajat paling cocok untuk area foraminal
dan daerah intradiskal.
• Bidang pandang yang bisa diperoleh memiliki arah lurus ke
Gambar 5.19. Hammer dan Mallet
PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
depan serta memberi sudut pandang mengerucut di satu
sisi.
• Tidak ada blind spot di depan.
• Dengan endoskopi tulang belakang dengan angulasi 30 derajat
atau lebih, didapatkan adanya titik buta di depan, terutama
saat bekerja dengan endoskop yang posisinya sangat dekat
dengan jaringan.
• Anatomi endoskopi dapat dipelajari sejak awal prosedur
melalui gambar ilustratif.
• Sebelum annulotomi, dilakukan visualisasi struktur
periannular untuk memastikan bahwa saraf tulang belakang
tidak masuk ke dalam jalur trephine.
• Struktur periannular terdiri dari anyaman longgar jaringan
fibrus dengan jaringan lemak di atasnya.
• Setelah jaringan lemak dibersihkan dengan bantuan bipolar
radiofrequency, dilakukan identifikasi lapisan superficial dari
serat annular dan lapisan lateral ligamen longitudinal posterior.
Struktur ini tidak terlihat dengan baik pada saat di dalam
foramen. lalu identifikasi sisi bawah sendi facet dengan
bevelled canule dan lapisan lebih dalam di bawah batas lateral
ligamen flavum yang berubah menjadi kapsul sendi facet.
• Tidak ada ruangan yang terlihat secara langsung antara
ligamen flavum dengan struktur annular pada kebanyakan
individu di tingkat foramen, sehingga struktur epidural tidak
terlihat.
• Memvisualisasikan akar saraf yang keluar pada tahap ini, tidak
perlu dilakukan secara rutin dan juga tidak dianjurkan. Akar
saraf masih bisa terlihat setelah membalikkan sudut pandangan
ke arah cephalad dan posterior bersama dengan bevelled canule.
• Akar saraf ini ditutupi dengan jaringan lemak dan di atasnya
terhadap pembuluh darah yang sangat sensitif terhadap
tekanan.
• Visibilitas akar saraf terhambat karena adanya ligamen
transforaminal yang ada pada permukaan diskus sampai ke sisi
facet dan bagian dasar dari prosesus transversus.
• Secara rutin, dilakukan dilatasi serat annular dengan dilator
tumpul di atas guide wire. Lalu kanula masuk ke dalam diskus
di atas dilator. Trephine dapat digunakan apabila annulus
terasa keras dan kesulitan saat memakai dilator.
• Dengan teknik inside-out, kanula dimasukkan ke bagian
posterior dari diskus dan lalu menuju bagian posterior
annular nuclear junction sampai ke bagian hemiasi.
• Fitur pembedahan utama antara intradiskal dan ekstradiskal
pada tampilan endoskopi yaitu tidak adanya pembuluh
darah yang robek dalam diskus Hanya sesekali saja didapatkan
adanya neovaskularisasi di dalam diskus karena adanya proses
inflamasi.
• Jaringan granulasi yang mengandung makrofag dapat dilihat
dalam spesimen sekuestrasi dan ekstrusi transligamen.
• Endoskopi menunjukkan jaringan nukleus menyerupai katun.
• Saat diwarnai dengan indigo carmine, degenerasi asidic
nukleus akan menjadi berwarna biru dan dengan demikian
bisa mudah dibedakan dari jaringan nukleus putih yang
normal.
• Bagian dari jaringan nukleus yang mengalami degenerasi juga
terfragmentasi dan memiliki struktur yang longgar.
• Jaringan annular di sisi lain sangat kuat dengan serat yang
berlapis-lapis.
• Akibat diskus yang banyak mengalami degenerasi,
persimpangan dari annulus dan nukleus tidak terlihat jelas
sehingga tidak dapat dilihat melalui endoskopi. Pada tahap ini,
saat menghilangkan bahan nukleus di bagian posterior akan
dapat menciptakan ruang untuk visualisasi yang jelas terhadap
annulus.
PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
Jika ada robekan annular yang besar di posterior yang
memicu herniasi, maka akan divisualisasikan sebagai
lubang hitam besar dengan diskontinuitas benang annular.
Ujung fragmen herniasi mungkin akan terlihat di dalam robekan
annular.
Fragmen nucleus yang terjebak di dalam serat annular perlu
didiseksi dari vertebra dengan bantuan laser holmium:
yttrium-aluminium-garnet (Ho: YAG).
Mayoritas diskektomi arthroscopic dan fragmenektomi
dilakukan dengan pendekatan subligamenous ke disk
intervertebralis. Oleh karena itu, ahli bedah harus terbiasa
dengan diagnosis visual dan bisa membedakan antara lemak
epidural dan jaringan lemak periannular.
Umumnya, gumpalan jaringan lemak epidural lebih besar
daripada lemak periannular. Selain itu, jika jaringan lemak
periannular tidak bergerak, jaringan lemak epidural memiliki
kecenderungan untuk bergerak masuk dan keluar dari kanula
saat pasien menghirup dan menghembuskan napas.
Gambar 5.20. Struktur periannular berisi
jaringan fibrus longgar dengan beberapa
jaringan lemak
• Ligamen longitudinal posterior di daerah lumbal merupakan
struktur yang sempit, kuat, fibrus dan mobile pada tingkat
badan vertebra.
• Namun, pada tingkat diskus intervertebral, serat dari ligamen
longitudinal posterior teranyam dengan lapisan superficial
dari annulus, dan meluas sebagai ekspansi lateral di bagian
dorsolateral atas dari annulus. Ekspansi ini kaya akan inervasi,
sehingga jadi jika tidak memakai cukup anestesi lokal
topikal, dengan stimulasi yang sama dapat memicu
nyeri yang cukup berat saat manipulasi.
• Tampilan endoskopi dari ligamen longitudinal posterior yaitu
berupa untaian fibrus yang berjalan tegak lurus ke arah end
plate yang berlawanan dengan orientasi lamella yang
melingkar.
• Ligamen longitudinal posterior pada permukaan bawah yaitu
avaskular tapi mungkin menunjukkan neovaskularisasi pada
kasus tertentu dari herniasi diskus. Dalam kasus herniasi
diskus yang mengalami ekstrusi transligamentus akan
ada defek besar sehingga struktur epidural mudah
divisualisasikan.
• Struktur ligamen kecil seperti benang yang menghubungkan
aspek lateral dari lengan radikular dural pada saat awal
melintasi akar saraf ke ligamen longitudinal posterior.
Ligamen ini digambarkan sebagai ligament Hoffman lateral
yang sangat baik divisualisasikan melalui endoskopi.
• Begitu fragmen ini telah dilepas, transversing root juga
dapat divisualisasikan jika foramennya melebar.
Prosedur Bedah (Percutaneous Lumbar Transforaminal
Endoskopik)
Peralatan / Instrumen Bedah
Instrumen bedah operasi endoskopik percutaneous terdiri:
a) Working cannule endoskopi dengan optic angle.
b) Forsep yang fleksibel, yang dapat mencapai lokasi yang
PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
diinginkan dan melakukan pembedahan atau dekompresi lesi
di sekitar bidang endoskopi.
c) Coagulator radiofrekuensi yang dapat digunakan untuk
koagulasi atau ablasi jaringan lunak.
d) Puncher endoskopik yang dapat digunakan untuk
menghilangkan tulang dan jaringan lunak di bawah
endoskopik.
Teknik Bedah (Transforaminal)
Zona patologis menentukan pilihan approach. Pasien
ditempatkan pada posisi prone pada meja yang kompatibel dengan
alat radiologi. Titik insersi kanula dikonfirmasi sebelum dipakai
dengan mengunakan panduan CT dan MRI. Prosedur ini dilakukan
dengan anestesi lokal dengan pemantauan berkala terhadap tanda
vital pasien. Lidokain 1% yaitu pilihan anestesi lokal yang
diberikan pada jarak 8 sampai 12 cm dari garis tengah pinggang. Di
bawah anestesi lokal, ahli bedah memakai jarum berukuran 25
cm 18 untuk menempatkannya di ruang diskus melalui segitiga
Kambin, yang merupakan wilayah aman. Selanjutnya, diskografi
dilakukan untuk mewarnai nukleus polposus.
Prosedur dilakukan dengan visualisasi yang tepat dengan
C-arm pada proyeksi anteroposterior dan lateral. Guide wire
dimasukkan ke dalam diskus melalui spinal approach needle. Needle
lalu dilepas dan obturator dimasukkan pada guide wire sampai
ujungnya terpasang kuat di annular window, lalu endoskopi
dimasukkan ke dalamnya. lalu , working zone dan anulus
fibrosus diamati dan working arm didorong masuk ke ruang diskus.
Dilanjutkan dengan dekompresi di bawah lapangan pandang
endoskopi secara langsung sambil diirigasi dengan larutan saline
secara konstan. Setelah dekompresi lengkap, kantung dural dan
exiting nerve root lumbar dapat diperiksa secara bebas. Pendarahan
pada pembuluh darah kecil dikendalikan dengan memakai
probe frekuensi bipolar.
Setelah dilakukan dekompresi, semua instrumen dilepas dengan
hati-hati. Satu atau dua jahitan kulit dilakukan pada titik sayatan.
Komunikasi dengan pasien dijaga dengan baik selama prosedur
operasi.
PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
PERCUTANEUS LASER DISC
DECOMPRESSION
I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna
Pendahuluan
Percutaneous Laser Disc Decompression/ Denervation (PLDD)
yaitu pilihan tindakan yang telah dikenal selama beberapa tahun.
Konsep PLDD ini didasarkan pada insersi percutaneous fiber optik
ke dalam diskus intervertebral melalui jarum berdiameter kecil dan
pemberian energi laser. Namun, ada diskusi yang kontroversial
mengenai indikasi dan manfaatnya. Pemilihan sistem laser,
pengaturan dan parameter laser, kriteria inklusi dan eksklusi, serta
suhu efektif dan distribusi suhu efektif dalam jaringan, memiliki
pengaruh penting pada radiasi laser pada material diskus.
Pertanyaan-pertanyaan ini telah diajukan oleh beberapa studi dalam
literatur sejak diperkenalkannya PLDD pada tahun 1986.
Mekanisme Kerja PLDD
Prosedur PLDD ini memungkinkan terjadinya penguapan dari
sejumlah kecil nucleus pulposus di bagian tengah diskus, sehinggan
terjadi pengurangan yang signifikan dalam tekanan intradiskal dan
hilangnya nyeri yang bersifat diskogenik.
Gambar 5.21. Mekanisme kerja PLDD pada herniasi diskus intervertebralis serta area
efek dari laser pada konten diskus
• Vaporisasi
Berdasarkan interaksi jaringan yang dijelaskan antara radiasi
laser dan jaringan, seseorang dapat berasumsi bahwa jaringan akan
menguap yang mengarah pada pengurangan volume. Evaluasi
kuantitatif efek penguapan ini dilakukan pada awal 1995/1996.
Buchelt dkk menggambarkan hubungan linier antara tingkat reseksi
dan energi terapan (untuk laser Ho: YAG), namun tidak ada
peningkatan signifikan pada tingkat ablasi dan daya maksimal
antara 10 dan 32 W. Hasil serupa ditemukan oleh Schlangmann dkk
sesuai dengan tingkat ablasi dan daya yang diterapkan.
• Shrinkage
Selain efek penguapan, penyusutan jaringan kolagen
dilakukan dengan paparan termal. Beberapa peneliti
mengkonfirmasi penyusutan jaringan bahan diskus dengan laser
PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
ini. Wang et al. menunjukkan bahwa suhu 75 ° C cukup untuk
memicu penyusutan kolagen. Suhu yang lebih tinggi tidak
menunjukkan efek tambahan. Laser Dioda dan Nd: YAG tampak
lebih unggul dari Ho: YAG, karena kedua sistem ini menunjukkan
efek termal yang lebih dalam pada jaringan.
• Dekompresi
Dua efek yang dijelaskan sebelumnya, penguapan dan
penyusutan kolagen, memicu penurunan volume dan
penurunan tekanan intradiskus. Choy menganggap diskus itu
sebagai sistem hidrolik dimana perubahan volume yang kecil dapat
memicu perubahan tekanan jaringan yang relatif besar.
Hellinger dan Stern menggambarkan efek penyusutnya setinggi
14%, memakai Laser Nd: YAG. Berdasarkan sifat nukleus
pulposus yang menyerap air, dalam perjalanan waktu nukleus akan
mengumpulkan lebih banyak volume. Secara umum tekanan
intradiskus memegang peranan penting dalam patofisiologi nyeri.
Selama diskografi, nyeri radikular dapat diprovokasi dengan
suntikan media kontras dan peningkatan tekanan intradiskal.
• Denervasi
Fissura annular dan fraktur mikro dapat memicu
penetrasi jaringan saraf ke dalam anulus fibrosus yang mengalami
robekan, sehingga terjadi nyeri yang meningkat di setiap gerakan
segmen tulang belakang. Laser dapat memicu denervasi
material diskus dan oleh karena itu persepsi nyeri dapat menurun.
Oleh karena itu disarankan agar laser tidak diarahkan ke bagian
tengah diskus. Probe harus ditempatkan di daerah perbatasan
antara annulus fibrosus. Penempatan probe di bagian posterior
diskus disarankan untuk menghindari untuk mencegah kerusakan
struktur neuron. Karena efek penetrasi jaringan radiasi laser, lesi
struktur neuron tidak dapat dikesampingkan.
• Efek anti inflamasi
Selainpersarafanmaterialdiskusyangmengalamidegenerasi,
proses biokimia seperti induksi reaksi inflamasi pada bahan diskus
dapat memicu nyeri. Fosfolipase A2, Interleukin-1 dan NO
ditemukan pada bahan diskus yang mengalami degenerasi. Hal ini
dapat memicu sintesis substansi neuropeptida P dan induksi
kaskade nyeri. Selama penggunaan laser, diasumsikan terjadi
denaturasi dari sitokin ini.
Peralatan untuk PLDD
Untuk melakukan PLDD diperlukan kain steri 1 biasa dan meja
atau ruangan prosedur yang sesuai. Kehadiran anaesthesiologis
dipandang wajib dalam prosedur PLDD terutama PLDD servikal.
Beberapa peralatan yang diperlukan untuk PLDD yaitu sebagai
berikut:
• Peralatan Radiologis (Fluroscopy atau CT scan, alternatif MRI
jika MRI cocok dengan canula yang tersedia dan fiber laser
cukup panjang)
• Kain dasar untuk ruang kerja steril
• Media kontras intradiskus
• Single-shot antibiotic treatment (Cephalosporin)
• Diode laser 980 nm, 10 W maximal power
• Single use laser set - cannula 21G dan fiber laser 360 pm dan
fixation device.
iPROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
Tujuan
Tujuan PLLD yaitu untuk mengatasi gejala penyakit
degeneratif diskus dengan memakai efek yang seperti
dijelaskan di atas. Gejala yang menjadi sasaran yaitu nyeri
diskogenik dan sindrom nyeri radikuiar. Resolusi terhadap defisit
sensorik atau motorik dapat diperoleh dengan efek dekompresi
PLDD.
Indikasi
Untuk meningkatkan kualitas hasil tindakan PLDD, maka
penetapan kriteria inklusi berperan penting. Tindakan PLDD ini
yaitu teknik minimal invasif yang dapat menghindari kerugian
yang terjadi pada operasi klasik (kerusakan otot dan jaringan lunak
lumbal, durasi rawat inap, dan waktu pemulihan), dengan hasil
langsung dapat dirasakan.
Kriteria inklusi PLDD meliputi:
1. Contained disk herniation yang ditunjukkan pada CT atau MRI
2. Pada pemeriksaan fisik:
a. Adanya gangguan neurologis pada akar saraf tunggal
b. Nyeri kaki (leg pain) dengan intensitas yang lebih besar
daripada nyeri pinggang (back pain)
c. Straight-leg-raising test (Lasegue) yang positif
Gambar 5.22. Diode laser 980 nm dan laser fiber set, Radimed GmbH, dan
instrumen - instrumen dari kiri ke kanan - fiber laser, fixation device, cannulellG.
d. Terjadi penurunan sensorik, respon motorik dan refleks tendon
e. Tidak terjadi perbaikan setelah 6 minggu penanganan
konservatif
Kontraindikasi
Kontraindikasi utama untuk PLDD yaitu dislokasi diskus
lebih dari Grade 3 atau terjadi sekuestrasi hemiasi diskus. Keadaan
lain yang juga dikontraindikasikan yaitu :
1. Hemorrhagic diathesis
2. Spondylolisthesis
3. Spinal canal stenosis
4. Operasi sebelumnya pada segmen tulang belakang yang akan
dilakukan tindakan
5. Gangguan psikologis yang signifikan
6. Penyempitan ruang diskus intervertebralis yang signifikan
7. Kehamilan
8. Cauda equina syndrome
Komplikasi
Komplikasi umum yang dapat terjadi pada prosedur ini yaitu
terjadinya infeksi, aseptik discitis, rupture diskus, epidural
hematoma, dan kerusakan pada annulus fibrosus atau akar saraf.
Beberapa penelitian menyebutkan angka kesuksesan sekitar 75%
PLDD, namun dilaporkan pula terjadinya persistensi keluhan nyeri
pinggang bawah yang menetap atau temporer pada sekitar 60%
pasien dengan nyeri pinggang bawah yang dilakukan prosedur
PLDD.
'
MINIMALLY INVASIVE DISC
DECOMPRESSION
I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna
erkembangan pendekatan akses minimal ke tulang
JL belakang telah merevolusi ahli bedah tulang belakang
kontemporer. Open surgery approach yang tradisional pada operasi
tulang belakang, dikaitkan dengan morbiditas yang tinggi. Cedera
jaringan yang terjadi selama prosedur bedah dapat memicu
kehilangan darah yang lebih banyak, nyeri pasca operasi yang
meningkat, waktu pemulihan yang lama, dan fungsi tulang
belakang yang terganggu. Dengan demikian, teknik yang kurang
invasif dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang sama seperti
open surgery approach dengan tetap meminimalkan morbiditas terkait
dengan approach yang diinginkan. Kemajuan teknik dan teknologi
bedah telah memungkinkan beberapa prosedur tulang belakang
dilakukan melalui penerapan pendekatan invasif minimal.
Kemajuan seperti itu dalam mikroskopik, retraktor jaringan, dan
instrumen khusus telah memungkinkan ahli bedah untuk
melakukan prosedur melalui insisi yang lebih kecil.
Pembedahan Tulang Belakang Minimal Invasif
1. Keuntungan
Pada bidang orthopaedi, arthroskopi sendi seperti lutut, bahu,
dan pinggul telah secara signifikan mengurangi morbiditas terkait
approach dan hasil yang lebih baik. Reaksi biokimia dan perubahan
morfologis yang terjadi memiliki implikasi klinis yang signifikan
dengan penurunan kekuatan dan daya tahan otot serta nyeri yang
meningkat.
Kawaguchi dkk pada penelitiannya menjelaskan bahwa cedera
otot yang terjadi berkaitan dengan penggunaan retraktor
self-retaining yang kuat. Peningkatan kadar serum creatine
phosphokinase yang merupakan penanda cedera otot ternyata
berhubungan langsung dengan tekanan dan durasi retraksi.
Peningkatanbeberapa penanda cedera jaringan termasuk aldolase,
interleukin-6 dan interleukin-8, dan gliserol juga ditemukan.
Stevens dkk dan Tsutsumimoto dkk mempelajari MRI pada
pasien dengan open surgery approach pada tulang belakang lumbal
dan membandingkannya dengan pasien yang menjalani mini open
surgery. Studi ini menunjukkan penurunan edema intramuskular
dan penurunan atrofi otot pada pasien dengan mini open surgery.
Rantanen dkk menyimpulkan bahwa pasien dengan hasil buruk
setelah operasi tulang belakang lumbal lebih cenderung memiliki
atrofi serat otot tipe 2 selektif yang persisten dan perubahan
struktural patologis pada otot paraspinosus. Atrofi otot karena
denervasi lokal ini dikaitkan dengan peningkatan risiko failed hack
syndrome.
Konsep kunci lain dari operasi tulang belakang minimal invasif
yaitu membatasi jumlah reseksi jaringan untuk meminimalkan
ketidakstabilan tulang belakang pasca operasi, terutama dengan
membatasi gangguan sendi facet dan kompleks tendon-ligamen
interspinosus.
2. Keterbatasan
Seperti halnya teknik bedah baru, pembelajaran diperlukan
untuk menjadi mahir dalam operasi minimal invasif. Namun,
paparan minimal invasif umumnya terbatas hanya pada area
pembedahan dan key landmark anatomi tertentu dalam lapangan
pandang yang terbatas.
Teknik bedah tulang belakang minimal invasif juga lebih
menuntut keahlian secara teknis, karena ahli bedah harus bekerja
melalui saluran kecil dan jarak yang lebih jauh, sehingga sering
memakai instrumen bayonet. Selain alat pembesar dan
endoskopi, penggunaan mikroskop operatif dapat digunakan untuk
meningkatkan pencahayaan dan visualisasi selama operasi.
PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
Perkembangan terakhir memungkinkan visualisasi lapang
pandang dengan stereoskopis definisi tinggi secara real-time pada
display panel tiga dimensi (3D) di ruang operasi. Teknologi ini juga
berguna untuk merekam video bedah 3D untuk tujuan pendidikan.
Teknik invasif minimal seringkah memerlukan penggunaan
fluoroscopy intraoperatif atau image guiding.
3. Dekompresi Lumbal memakai Sistem Retraktor
Tubular
Indikasi Prosedur
Hemiasi diskus dan stenosis tulang belakang seringkah dapat
menekan elemen saraf di tulang belakang lumbar sehingga
memicu nyeri radikulopati atau klaudikasio neurogenik.
Biasanya, pasien dengan kompresi saraf simtomatik mengeluh nyeri
yang menyebar ke ekstremitas sesuai dengan distribusi dermatome.
Pasien mungkin juga mengeluhkan perubahan pada kekuatan otot
dan sensasinya.
Pada pasien lansia, stenosis di tulang belakang lumbal yaitu
penyebab umum nyeri pinggang dan kaki serta masalah saat
berjalan. Stenosis spinalis dapat memicu kompresi nerve root
lumbal dengan kombinasi perubahan degeneratif termasuk
hipertrofi sendi facet, penebalan ligamen flavum, dan diskus yang
menonjol.
Gejala stenosis lumbal umumnya memburuk dengan berdiri
dan berjalan namun membaik dengan fleksi tulang belakang atau
duduk. Pasien mungkin menyebutkan bahwa mencondongkan
tubuh ke depan, seperti pada keranjang belanja, dapat membantu
meringankan gejalanya.
Terapi konservatif pertama-tama harus diselesaikan sebelum
mempertimbangkan pembedahan untuk penyakit hernia diskus dan
stenosis lumbal. Ini mungkin termasuk pemberian obat anti
inflamasi non-steroid, steroid epidural, dan terapi fisik. Bila metode
konservatif gagal meringankan gejala, operasi mungkin
dipertimbangkan. Dekompresi telah terbukti cukup berhasil pada
pasien dengan gejala persisten yang disebabkan oleh stenosis lumbal
atau penyakit herniasi diskus. Mikrodisektomi lumbal yaitu
operasi tulang belakang yang paling umum dilakukan untuk
mengatasi penekanan (dekompresi) akibat fragmen diskus yang
mengalami herniasi. Berbeda dengan teknik terbuka yang
tradisional, dekompresi minimal invasif telah terbukti memiliki
waktu pemulihan pasien yang lebih pendek dan penurunan
kehilangan darah.
Teknik Pembedahan
Pemeriksaan yang hati-hati terhadap studi pre operatif (X- ray,
MRI, atau CT myelography) harus dilakukan sebelum operasi
sehingga dokter bedah memiliki pemahaman menyeluruh tentang
lokasi dan penyebab gejala pasien. Prosedur ini paling sering
dilakukan dengan anestesi umum. Namun, anestesi epidural atau
spinal dapat digunakan tergantung pada pilihan pasien, tim
anestesi, dan ahli bedah. Sebelum memulai operasi, antibiotik
profilaksis diberikan dan stoking kompresi pada ekstremitas bawah
digunakan.
Setelah induksi anestesi, pasien ditempatkan dengan posisi
prone pada meja operasi yang radiolusen untuk memudahkan
penggunaan pencitraan fluoroscopy pada tulang belakang lumbal.
lalu dilakukan persiapan steril yang standar dan dropping
pinggang bawah.
Insisi dan Paparan
Sebelum insisi, tonjolan yang teraba termasuk posterior
Gambar 5.23. (a) Posisi pasien prone. Jangan sampai perut terkompresi pada saat
memposisikan pasien, (b) Persiapan standar dan drapping dari pinggang
bawah
PROSEDUR MINIMAL INVASIF PADA NYERI PINGGANG BAWAH
superior spina iliaca, garis intercrestal, dan prosesus spinosus harus
ditandai di bagian belakang sebagai referensi. Jarum spinal harus
dimasukkan dari lateral ke garis tengah, mengarah ke sendi facet
untuk menghindari laserasi kantung dural dan kebocoran CSF yang
tidak disengaja. Fluoroscopy lalu digunakan untuk
memastikan tingkat insisi dan lintasan spinal cord. Insisi yang sama
panjangnya dengan diameter retraksi tubular lalu dilakukan
dari lateral ke garis tengah.
Bila hanya diperlukan dekompresi ipsilateral, insisi harus
diposisikan 1,5-2 cm ke garis tengah. Dalam situasi yang
memerlukan dekompresi bilateral, insisi dibuat 3-4 cm dari lateral ke
garis tengah untuk memungkinkan angulasi retraksi tubular ke sisi
kontralateral. Diseksi tumpul pada otot dari lamina yang mendasari
dapat dicapai dengan memakai elevator Cobb. Langkah ini
menciptakan docking site yang dibutuhkan untuk retraktor tubular
dan dengan demikian akan meminimalkan reseksi jaringan lunak
yang diperlukan untuk melakukan prosedur.
Sebagai alternatif, lapisan ini dapat dilalui dengan melewatkan
dilator berurutan tanpa diseksi formal. Penggunaan K-wire sebagai
langkah awal, sebelum dilatasi, memiliki risiko berupa tusukan
dural yang tidak disengaja. Dilator tubular berurutan lalu
digunakan untuk melebarkan dengan lembut. Dilator terkecil
pertama kali digunakan untuk meraba anatomi dan dock yang
mendasari sepanjang tepi caudal lamina.
Gambar 5.24. Ilustrasi insersi
instrumen pada retraktor
tubular
Pada titik ini, retraktor tubular
dengan panjang yang sesuai ditempatkan
dan dilator dilepaskan. Pemilihan
retractable tubular dengan diameter dan
panjang yang sesuai merupakan keputusan
penting dalam dekompresi minimal
invasif. Biasanya memakai retainer
tubular 14-16 mm untuk microdiscectomy
untuk herniasi diskus lumbal dan sistem
berdiameter 18-20 mm untuk dekompresi
stenosis lumbal. Selain itu, panjang
retractor tubular yang dipilih harus
memadai untuk dijangkau dari tepi kulit ke
lamina. Setelah retractor tubular dalam posisinya, ahli bedah harus
mengamankan tabung dengan menempelkannya ke dudukan yang
terpasang di meja. Memastikan posisi retraksi tubular harus
diperoleh dengan memakai fluoroscopy C- arm.
Mikroskop operatif (atau endoskopi) digunakan untuk
visualisasi. Setiap jaringan lunak sisa harus dibersihkan dengan
elektrokauter untuk memastikan visualisasi yang baik dari penanda
tulang. Kapsul sendi facet harus dipertahankan selama pembersihan
jaringan lunak. Selama manuver ini, penting bagi dokter bedah
untuk berorientasi pada lokasi operasi dengan mengidentifikasi
penanda yang menonjol. Bagian ini termasuk tepi laminar inferior,
ligamen flavum, dan bagian medial kompleks facet.
Dekompresi Ipsilateral
Teknik ini dilakukan setelah membuat portal bedah tubular.
Pertama, dokter bedah harus memakai kuret melengkung
untuk membuat bidang bedah antara ligamen flavum dan bagian
bawah lamina. Selanjutnya, porsi lamina harus disesuaikan dengan
memakai rongeur Kerrison atau burr untuk mengekspos
elemen saraf terkompresi. Selain itu, ligamen flavum harus
dihilangkan secara memadai untuk mengekspos situs kompresi
saraf. Palpasi pedikel merupakan teknik yang berguna untuk
memastikan posisi di dalam kanalis vertebralis.
Dalam kasus hemiasi diskus, tepi dural harus diidentifikasi
dan dimobilisasi. Selanjutnya, retractor nerve root diposisikan secara
perlahan, menarik kembali nerve root, dan memberi akses ke
hemiasi diskus ventral. Daerah posterolateral diskus, yang
merupakan tempat herniasi yang paling umum, divisualisasikan
dan setiap annulotomi yang diperlukan, dilakukan untuk
mengekspos fragmen hernia. Bahan diskus yang sudah bebas
lalu diangkat. Setelah eksisi fragmen, sebuah probe ball- tipped
panjang dapat digunakan untuk memeriksa kanalis vertebralis
untuk memastikan tidak adanya material diskus tambahan di lokasi
yang tidak divisualisasikan. Insisi annular harus dijaga sekecil
mungkin untuk mengurangi risiko herniasi berulang yang lebih
tinggi. Pada pasien yang gejalanya timbul dari stenosis resesif
lateral, bagian medial dari prosesus artikular superior direseksi.
Sebuah bor / burr dapat digunakan untuk menipiskan atau
menghilangkan prosesus artikular inferior.
Selanjutnya, rongeur Kerrison digunakan untuk memotong
bagian medial dari proses artikular superior sampai secara vertikal
sejajar dengan batas medial pedikel. Foramen dapat dibuka
(foraminotomy) dengan penggunaan ujung melengkung dari
Kerrison rongeur.
Dekompresi Bilateral
saat kedua sisi kanalis vertebralis memerlukan dekompresi,
dekompresi bilateral dapat dicapai dari pendekatan unilateral.
Dengan memakai insisi yang lebih lateral, laminotomy
dilakukan pada sisi ipsilateral, sehingga ligamen flavum utuh. Sisi
kontralateral kanal tulang belakang lalu dicapai dengan
"labelling" retraktor tubular dan memotong daerah prosesus
spinosus. Bila retraktor tubular telah diposisikan dengan benar,
dokter bedah harus bisa melihat persimpangan dari dasar prosesus
spinosus dan lamina ipsilateral. Akan sangat membantu dengan
memiringkan meja operasi selama manuver ini untuk mengurangi
sudut mikroskop. Selanjutnya, permukaan bawah lamina
kontralateral dibor dengan memakai bor berkecepatan tinggi /
burr.
Dokter bedah harus memperhatikan kualitas tulang selama
manuver pengeboran ini. Awalnya, tulang cancellous ada di dasar
prosesus spinosus, dan pendarahan tulang akan ditemukan. Ini
harus dikontrol dengan bone wax. Selanjutnya, tulang kortikal
lamina kontralateral akan ditemukan, dan pendarahan tulang
umumnya minimal. Saat ahli bedah mulai mengebor ke dalam
prosesus artikular kontralateral, tulang tipe cancellous akan
ditemukan lebih banyak. Sambungan sisi kontralateral harus
ditipiskan sampai rongeur Kerrison dapat melepaskan bagian
medial facet yang tersisa untuk menyelesaikan dekompresi. Selama
proses pengeboran, dokter bedah harus secara berkala melepaskan
ligamen flavum dari permukaan bawah lamina dan facet.
Setelah semua pengeboran tulang yang diperlukan selesai,
ligamen flavum dilepaskan dengan melepaskan ligamen dari tepi
tulang memakai kuret yang melengkung. Setelah
pengangkatan ligamen flavu m, visualisasi langsung struktur dural
didapat dan dekompresi lengkap dari reses lateral kontralateral dan
foramen dapat dicapai. Setelah depresi kontralateral selesai, dokter
bedah harus meletakkan retractor tubular ke arah sisi ipsilateral.
lalu dekompresi sisi ipsilateral dapat dilakukan seperti
dijelaskan di atas. Pada akhir dekompresi, probe ball-tipped
digunakan untuk memastikan bahwa dekompresi nerve root yang
memadai telah tercapai. lalu lakukan hemostasis yang
memadai dan diikuti dengan pengangkatan retraktor tubular dan
penutupan insisi.
PROSEDUR MINIMAL INVAS F PADA NYERI PINGGANG BAWAH
Penutupan Luka dan Perawatan Pasca Operasi
Fasia thorakolumbar dapat ditutup dengan memakai
jahitan interuptus. Jaringan subkutan sepanjang insisi diberikan
anestesi lokal jangka lama untuk meminimalkan rasa sakit pada
periode pasca operasi awal. Penutup luka dapat digunakan sesuai
dengan pilihan dokter bedah.
Mobilisasi dini pasien harus dilakukan setelah dekompresi
minimal invasif. Sebagian besar pasien dapat dipulangkan dari
rumah sakit pada hari operasi. Pasien dianjurkan berjalan
setidaknya 30 menit per hari setelah