t penggumpalan trombosit
(asetosal, dipiridamol, ticlopidin, indobufen, epoprostenol), yang berkhasiat menghambat agregasi trombosit. Caranya yaitu melalui penghambatan sintesis tromboxan A2
(TxA2
) di
trombosit, meningkatkan jumlah cAMP atau
dengan mengurangi pengikatan fibrinogen
pada reseptor GP trombosit. Sering kali obatobat ini disebut antitrombotika (dalam arti
sempit).
Zat-zat baru yaitu antagonis reseptor
glikoprotein abciximab {Reopro} yang berkhasiat mengikat pada reseptor glikoprotein
GP pada permukaan trombosit dan demikian
menghambat agregasinya.
3.trombolitika (fibrinolitika): streptokinase,
alteplase, urokinase dan reteplase (Rapilysin).
Obat-obat ini berkhasiat melarutkan gumpalan darah yang terbentuk beberapa jam
sebelumnya Caranya ialah via aktivasi sistem fibrinolitis tubuh melalui stimulasi pengubahan plasminogen menjadi plasmin.
Plasmin memecahkan jaringan fibrin dari
trombus.
1. ANTIKOAGULANSIA
Antikoagulansia (Lat.: coagulare = membeku) yaitu zat-zat yang dapat mencegah
pembekuan darah dengan menghambat
pembentukan fibrin.Antagonis vitamin K ini
dipakai pada keadaan di mana ada
kecenderungan meningkat dari darah untuk
membeku, misalnya pada trombosis. Pada
trombosis koroner (infark), sebagian otot jantung mati sebab penyaluran darah ke bagian ini terhalang oleh trombus di salah
satu cabangnya. Obat-obat ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup
penderita.
* Penggolongan. Antikoagulansia dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni obat dengan
kerja langsung dan kerja tak-langsung.
a. Zat-zat dengan kerja langsung: heparin,
heparin BM rendah (enoksaparin, nadroparin) dan zat-zat heparinoid. Zat-zat ini dapat
bereaksi dengan tromboplastin dan membentuk suatu persenyawaan kompleks antitromboplastin, yang menghindari terbentuknya trombin dari protrombin. Dengan demikian, heparin yaitu suatu zat pencegah
pembekuan darah yang kuat. Keunggulan
heparin yaitu khasiatnya yang langsung
dan singkat, namun pemakaian nya harus
secara parenteral (i.v./infus, s.k.), sebab dimusnahkan dalam saluran lambung-usus.
* Heparin BM rendah (LMWH = Low Molecular Weight Heparines).
Heparin merupaan polimer dari mukoitinester sulfat dan memiliki BM paling besar, yaitu rata-rata 15.000-18.000 D(alton).
LMWH yaitu heparin yang telah dipecah
(difraksionasi) dengan BM 4.000-6.500, seperti enoksaparin dan nadroparin. Fraksi
heparin ini memiliki panjang rantai berbeda-
beda. Dalam hubungan ini, heparin juga
disebut UFH (Un-Fractionated Heparin). Efek
antitrombotik dari LMWH tergantung dari
besar molekulnya; semakin besar BM, semakin kuat dan cepat kerjanya.
LMWH ternyata sama efektifnya dengan
UFH pada trombosis dan emboli paru, lagi
pula bekerja lebih efektif mengenai inaktivasi sistem pembekuan darah.3,4 Selain itu,
LMWH memiliki bio-availability biologis
serta kinetik yang lebih baik, juga lebih mudah pemakaian nya. LMWH yang lebih
baru yaitu reviparin (Clivarin),tinzaparin
(Innohep), dan danaparoide (Orgaran).
* Heparinoida. Terdiri atas zat-zat dengan
khasiat yang mirip heparin. Khususnya dipakai dalam salep atau krem sebagai obat
pembantu pada penanganan tromboflebitis,
luka akibat olahraga, keseleo dan salah urat.
b. Zat-zat dengan kerja tak langsung: warfarin, asenokumarol, fenprokumon
Struktur kimia dari senyawa kumarin
sangat mirip dengan vitamin K (lihat rumus
bangunnya) dan khasiatnya berdasar
antara lain saingan terhadap vitamin ini. Sebagai antagonis vitamin K, senyawa ini
menghalangi pembentukan faktor pembekuan
di dalam hati, antara lain protrombin. Oleh
sebab itu proses pembekuan darah terhambat secara tidak langsung. Lagi pula
mengurangi pembentukan fibrin.
Antikoagulansia oral ini mulai kerjanya
agak lambat, baru sesudah 18-72 jam, yaitu
bilamana faktor pembekuan yang sudah ada
dan bersirkulasi hilang seluruhnya. sesudah
pemakaian nya dihentikan, efeknya masih
berlangsung minimal beberapa hari, pada
fenprokumon malah sampai 2 minggu.
Untuk efek antipembekuan yang segera,
terapi harus dimulai dengan heparin, lalu
dilanjutkan dengan suatu kumarin.
Luas terapi. pemakaian obat-obat ini harus
selalu diawasi ketat dengan penentuan kadar
protrombin dalam darah secara periodik,
sebab luas terapinya hanya kecil. Artinya,
jarak antara pengobatan yang kurang dan
pengobatan yang berlebihan dengan risiko
perdarahan yaitu sempit, lagi pula sangat
berbeda-beda secara individual. Oleh sebab
masalah penting ini sejak lama dicari obat
alternatif bagi antagonis vitamin K, yang
terdiri dari generasi baru obat-obat antibekuan darah oral yang tidak membutuhkan
moni-toring frekuen, yaitu perintang trombin
(faktor IIa) langsung dabigatran dan perintang faktor Xa (komponen pertama dari
sistem kaskade pembekuan) langsung rivaroksaban, apiksaban en edoksaban. Keuntungan besar dari obat antikoagulansia
oral baru ini yaitu pemakaian nya dalam
dosis tetap, sehingga tidak membutuhkan
monitoring yang frekuen dan bagi pasien
jauh lebih mudah. Permulaan kerjanya cepat
dan berlangsung tidak lama.
Ref.
1. Engelfriet P.M. et al., Introductie van
nieuwe antistollingsmiddelen; Ned Tijdschr
Geneeskd. 2012;156
2. Brouwers, JRBJ, Aanbevelingen over orale
anticoagulantia; Ned Tijdschr Geneeskd.
2012;156:
pemakaian
Antikoagulansia dipakai pada gangguan
trombo-emboli, termasuk tromboflebitis (radang
vena), sesudah pembedahan di mana ada
faktor-faktor yang memudahkan terjadinya
trombosis, terutama trombosis koroner.
Secara preventif, antikoagulansia dipakai untuk mencegah terbentuknya trombi
(darah beku) pada aterosklerosis, misalnya
pada gangguan sirkulasi akibat penyempitan
pembuluh. pemakaian secara profilaktis
sesudah infark jantung ternyata tidak mengurangi risiko serangan kedua, namun terjadinya trombose perifer dapat dicegah dengan
efektif 9
.
Prevensi stroke
Untuk menghindari stroke dengan efektif
diperlukan terapi dengan anikoagulan per
oral yaitu kelompok antagonis vitamin K,
misalnya warfarin. pemakaian warfarin
membutuhan monitoring secara teratur, oleh
sebab itu dikembangkan antikoagulan oral
lain yang aman dan efektif sebagai alternatif
dari warfarin terutama bagi pasien yang
tidak cocok terhadap warfarin. Untuk ini telah disintesis beberapa obat
oral baru seperti inhibitor trombin langsung
dabigatran (Pradaxa ) eteksilat dan inhibitor
faktor Xa rivaroxaban (Xarelto ) dan apixaban
(Eliquis). Dibandingkan dengan warfarin
obat-obat ini memicu lebih sedikit
stroke hemoragic dan perdarahan otak. (J Am
Coll Cardiol. 2012;60(8):738-746).
Keuntungan dari antikoagulan oral baru ini
yaitu pemberiannya yang mudah, dosisnya
yang tetap, sedikit interaksi dengan obat-obat
lain dan tidak diperlukannya monitoring
laboratorium untuk efek antipembekuannya.
Masalah dari obat baru ini yaitu tidak
tersedianya antidotum spesifi k untuk misalnya overdosis, dibandingkan dengan penggunaan antagonis vitamin K yang daya
kerjanya dapat dengan cepat dan efektik
dihentikan dengan pemberian vitamin K atau
infus kompleks protrombin. Pencarian dan
pengembangan antidotum spesifi k terhadap
perintang faktor Xa dan perintang trombin
yaitu mutlak untuk praktik klinis.
Lu G, DeGuzman FR et al., Recombinant
antidote for reversal of anticoagulation by factor Xa
inhibitors. Blood, 2008;112:938. Mengingat efek samping potensial (perdarahan gastrointestinal) yang serius dan
masih kurangnya pengalaman dengan obatobat baru ini, maka diperlukan monitoring
dalam jangka waktu panjang terhadap efektivitas dan keamanannya (fase-4).
Ref.: Van Dijk E. et al; Nieuwe orale anticoagulantia bij atriumfibrilleren, Ned Tijdschr
Geneeskd2012;156.
Disamping untuk prevensi stroke di tahun 2014 FDA Amerika telah memberikan
persetujuan untuk pemakaian apixaban
sebagai profilaksis terhadap DVT bagi pasien sesudah bedah pinggul atau dengkul
(replacement surgery).
Perintang trombin oral pertama yaitu
Ximelagatran, namun sebab efek sampingnya
yang a.l. berupa gangguan fungsi hati, telah
ditarik dari peredaran.
Efek samping
Berupa perdarahan hebat, antara lain di
lambung-usus, terutama pada overdose.
Juga reaksi kepekaan yang serius, sebab
heparin yaitu suatu zat alergen, yaitu zat
yang dapat memicu reaksi alergi. Bila
terjadi perdarahan, misalnya dari hidung,
perlu segera diberikan zat penawar vitamin
K1
(*Ossovit, Konakion) secara oral (5-10 mg).
Pemberian vitamin K —yang merupakan
antagonis dari kumarin— akan menormalkan
kadar protrombin dalam darah, walaupun efek
klinisnya baru tampak sesudah beberapa jam.
Kehamilan dan laktasi. Senyawa kumarin
tidak boleh diberikan pada wanita hamil
selama 3 bulan pertama kehamilan dan setelah minggu ke-36, berhubung sifat teratogennya. Obat-obat ini dalam jumlah kecil
dikeluarkan dalam air susu ibu, namun boleh
dipakai selama laktasi.
Heparin juga dapat dipakai selama
masa itu.
Kontra indikasi yaitu kecenderungan untuk perdarahan, tekanan darah tinggi, gangguan ginjal dan penyakit parah dari usus dan
hati yang mengganggu resorpsi dan produksi
vitamin K. Heparin tidak boleh diberikan
pada penderita penyakit hemofilia (sakit bluder) dan penyakit purpura hemorrhagica.
Interaksi dengan obat lain
Efeknya terhadap waktu pembekuan darah
dapat sangat dipengaruhi bila dipakai
bersamaan dengan obat lain. Efek antikoagulansnya dapat diperkuat namun dengan
risiko besar akan perdarahan, berdasar
beberapa mekanisme, yaitu:
a. inhibisi enzim oleh alopurinol, antidiabetika
oral, kloramfenikol, dan metronidazol, sebab biotransformasi (hidroksilasi) zat-zat
ini dipengaruhi oleh enzim yang
sama, yaitu hidroksilase. Zat-zat androgen,
anabolika, vitamin E dan dekstrotiroksin
memperkuat efeknya, namun mekanisme
kerjanya tidak diketahui.
b. penggeseran dari ikatan proteinnya yang
kuat (96-98%), oleh obat dengan PP yang
juga kuat, antara lain fenilbutazon, sulfonamida tertentu, kloralhidrat dan asam
nalidiksat. Oleh sebab itu persentase obat
bebas yang aktif dapat dilipatgandakan.
c. penghambatan agregasi trombosit sehingga efek antipembekuannya diperkuat, misalnya oleh salisilat.
Sebaliknya ada sejumlah obat yang
justru memperlemah efek antipembekuannya, berdasar mekanisme berikut:
d. induksi enzim: rifampisin, griseofulvin dan
barbiturat, yang mempercepat biotransformasinya
e. mengurangi resorpsinya dari usus: kolestiramin
f. menstimulasi aktivitas faktor pembekuan:
antikonseptiva oral
Oleh sebab interaksi ini , efek yang
diinginkan tidak akan tercapai. Maka, bila
pemakai antikoagulansia perlu memakai obat-obat ini di atas, sebaiknya
dilakukan pengawasan terhadap kadar antikoagulansia di dalam darahnya, sehingga
dosisnya dapat disesuaikan seperlunya.
MONOGRAFI
1a. Heparin: *Thrombophob, Calparine
Senyawa glycosaminoglycan ini (nama lama:
mucopolysaccharide) bersifat asam kuat dan terdiri dari glukosamin dan asam glukuronat.
Heparin untuk pertama kalinya didapatkan
dalam hati (Lat: hepar = hati), namun pada
umumnya juga ada dalam darah dan
sel jaringan, bersamaan dengan histamin dan
serotonin. Heparin kini diperoleh dengan jalan
ekstraksi dari paru-paru dan hati sapi (1937).
Berhubung masih ada variasi dalam
sifat dan kadar heparin, maka potensinya
dinyatakan dalam unit-unit tertentu (USP).
Heparin berkhasiat menetralkan trombin
dengan segera dan dipakai sebagai zat
antitrombin dalam keadaan di mana perlu
mencairkan darah yang pesat, misalnya
trombose vena dalam (DVT) dengan bahaya
emboli. Juga untuk profilaksis DVT (dosis
rendah). Perlu diberikan parenteral (s.k. atau
i.v.) sebab per oral tidak diserap. Untuk
efek yang segera (dalam 10 menit) heparin
diberikan melalui intravena. Plasma-t½-nya
0,5-3 jam tergantung dari dosis. Efeknya
berlangsung singkat, yaitu ±3 jam, sebab
ekskresinya oleh ginjal cepat. Pentakaran
harus ditentukan atas dasar kebutuhan penderita dan monitoring waktu pembekuan
darah (normal berkisar antara 10-20 menit)
atau Activated Partial Thromboplastin Time
(APTT normal = lebih kurang 45 detik), mutlak harus dilaksanakan. Secara dermal juga
dipakai pada tromboflebitis permukaan dan
peradangan, namun efektivitasnya diragukan
(*Thrombophob).
Efek samping utamanya yaitu perdarahan
akibat efek antipembekuan berlebihan atau
trombositopeni yang ditimbulkannya. Jarang
reaksi alergi dan rontok rambut (reversibel).
Dosis: pada trombo-emboli i.v. tiap 4 jam
5.000-10.000 UI (garam-Na) atau dengan
infus 1.000 unit/jam. Profilaksis s.k. 5.000 UI
1-2 jam sebelum pembedahan, lalu 2-3 dd
5.000 UI selama 7-10 hari.
1 mg heparin = 150 UI.
1b. Enoxaparin: Lovenox, Clexane.
LMWH ini yaitu campuran dari sejumlah
heparin dengan BM rendah (rata-rata 4.500),
yang dibuat dengan jalan fraksionasi, yaitu
perombakan esterbenzil dari heparin dengan
alkali (1988). Plasma-t½-nya pada injeksi
s.k. lebih panjang dari heparin, ±4 jam, juga
lebih dapat diperhitungkan. Sebaliknya, daya
kerjanya dibandingkan heparin hanya lemah.
Oleh sebab itu terutama dipakai untuk
pencegahan, misalnya DVT pasca bedah dan
emboli paru.
Efek sampingnya sama dengan heparin,
namun risiko perdarahan lebih kecil sebab
afinitasnya untuk trombin lebih ringan. Agregasi trombosit juga kurang dihambat, sehingga risiko trombositopeni juga lebih kecil.
Dosis: s.k. 20 mg garam-Na 2 jam sebelum
pembedahan, lalu 1 dd 20 mg selama 7-10
hari.
1 mg enoxaparin-Na memiliki aktivitas 100
AXa-UI.
* Nadroparin (Fraxiparine) yaitu campuran
dari molekul heparin dengan BM rendah
pula, yang dibentuk melalui fraksionasi
heparin dengan asam nitrat (1989). Plasmat½-nya ±3,5 jam. Aktivitasnya dinyatakan
dalam unit AXa-E (IC) [= antifactor-Xa
(Institute of Choay)].
1 AXa-E (IC) = 0,41 AXa-UI. Dosis: profilaksis s.k. 7.500 unit (AXa-E) garam-Ca, 12
jam sebelum dan sesudah pembedahan, lalu
1 dd selama 7-10 hari. Terapi 2 dd 225 AXa-E/
kg selama 10 hari.
1c. Heparinoida: *Lasonil, *Mobilat
Terdiri atas ester sulfat dari polisakarida
dengan khasiat heparin lemah (1949). Khusus dipakai dalam bentuk salep untuk
mengobati cedera olahraga, biasanya dikombinasi dengan enzim hyaluronidase untuk
memperkuat efeknya (lihat boks di bawah).
* Hyaluronidase:Hyason, *Lasonil
Enzim mukolitis ini (1949) merombak asam hyaluronat dengan khasiat melarutkan substansi dasar
dari jaringan dan menurunkan viskositasnya, sehingga permeabilitasnya dinaikkan. Dengan demikian,
absorpsi dari obat yang diberikan bersamaan (heparinoida, anestetika lokal) diperbaiki. Kelenturan dari
kulit dan jaringan pengikat juga ditingkatkan. Jarang sekali memicu reaksi alergi. Efeknya
dikurangi oleh salisilat. Kadar yang dipakai 150 U per g salep/krem.
Efek samping jarang terjadi dan berupa
reaksi alergi pada kulit. Kadar dalam krem/
salep 3 mg/g.
1d. Warfarin:(Simarc-2)
Derivat asetonilbenzil ini dari kumarin
(1950) terdiri dari suatu campuran rasemis.
Khasiat antikoagulansnya berdasar mekanisme saingan terhadap vitamin K. Terutama
dipakai untuk prevensi sekunder infark
otak dan jantung. pemakaian non-medis
yaitu sebagai racun tikus.
Resorpsinya baik, PP-nya ±99%, plasmat½-nya 40-50 jam. Mulai bekerjanya agak
cepat dan maksimal sesudah 36-72 jam dan
bertahan selama 4-5 hari. Dalam hati diubah
menjadi beberapa metabolit inaktif, yang
diekskresi melalui urin.
Dosis: permulaan oral 1 dd 10-15 mg (garam-Na) selama 3 hari, pemeliharaan 1 dd
2-10 mg berdasar arahan masa prototrombin.
* Asenokumarol: (Sintrom) yaitu derivat
nitro dari warfarin (1955) yang berkhasiat
kuat. Resorpsinya di atas 60%, PP-nya 99%,
plasma-t½-nya 8-14 jam. Mulai kerjanya
agak lambat, yaitu sesudah 18-24 jam dan
bertahan sampai 48 jam. Metabolit inaktifnya
diekskresi melalui urin dan tinja. Daya
kerjanya agak singkat. Dosis: hari pertama
1 dd 8 mg, hari ke-2 dan ke-3 1 dd 4 mg,
pemeliharaan 1-8 mg sehari berdasar
arahan masa prototrombin.
* Fenprokumon (fenilpropiloksikumarin, Marcoumar) yaitu derivat etilbenzil dari kumarin
(1953). Mulai kerjanya lebih lambat lagi, yaitu
sesudah 36-48 jam dan bertahan sangat lama,
sampai 1-2 minggu. Plasma-t½-nya ±160 jam.
Dosis: hari pertama 1 dd 12 mg, hari ke-2 6mg,
hari ke-3 3 mg, pemeliharaan 1,5-6 mg sehari.
1e. Rivaroxaban: Xarelto
Merupakan penghambat faktor Xa selektif
oral dan dengan demikian memutuskan
rangkaian cascade pembekuan darah.
Obat ini dipakai untuk prevensi trombo-emboli vena (pasca pembedahan pinggul atau lutut), stroke, DVT dan emboli
pulmonal. Efektivitas dan keamanannya pada pengobatan dan profilaksis DVT ulangan serta emboli pulmonal sama dengan antagonis vitamin K.
Ekskresinya ±67% melalui urin yang setengahnya dalam keadaan asli dan ± 33%
melalui feces.
T½ nya 5-9 jam; 11-13 jam pada lansia.
Efek sampingnya sering kali anemia, pusing,
sakit kepala, perdarahan pada mata dan
saluran pencernaan, mual, muntah, obstipasi,
diare dan alergi.
Dosis: sesudah pembedahan pinggul atau
lutut: 10 mg sekali sehari.
Untuk prevensi CVA: 20 mg sekali sehari;
pengobatan DVT dan profilaksis DVT residif:
permulaan 15 mg 2x sehari selama 20 hari,
kemudian 20 mg sekali sehari.
*Fondaparinux (Arixtra) yaitu juga
penghambat faktor Xa selektif untuk prevensi
trombo-emboli vena, namun melalui injeksi
s.k. Efek samping anemi, perdarahan, mual,
muntah, alergi, diare, obstipasi dan alergi.
Dosis: s.k. 1 dd 2,5 mg selama 6-14 hari.
1f. Dabigatran: Pradaxa
sesudah resorpsi prodrug ini dengan cepat
diubah oleh esterase di dalam plasma dan hati
menjadi dabigatran aktif. Zat ini merupakan
penghambat kuat dan reversibel dari trombin dan dengan demikian menghindari
pembentukan fibrin dari fibrinogen. dipakai untuk prevensi stroke dan akhirakhir ini (2014) disetujui untuk pengobatan
maupun prevensi risiko terulangnya venous
thromboembolism (VTE).
Ekskresi terutama melalui urin dalam
keadaan utuh. T1/2 12-14 jam. dipakai untuk prevensi gangguan trombo-emboli vena
dan prevensi CVA (stroke).
Efek sampingnya sangat sering (>10%) perdarahan, anemia, nyeri perut , diare, dispepsi
dan mual.
Dosis: untuk prevensi CVA (stroke) 2 dd 150
mg.
2. PENGHAMBAT
AGREGASI TROMBOSIT
Seperti telah diuraikan di atas, penggumpalan
darah sebagai akibat dari agregasi trombosit
akan terjadi bila misalnya darah mengalir
melalui suatu permukaan yang kasar, seperti dinding pembuluh yang rusak atau
meradang. Zat-zat ini, yang singkatnya juga
disebut penghambat trombosit (“platelet
inhibitor” atau penghambat agregasi trombosit) berkhasiat menghindari terbentuk
dan berkembangnya trombi melalui penghambatan penggumpalannya.
Termasuk dalam kelompok ini antara
lain asam asetilsalisilat, dipiridamol, tiklopidin,
indobufen dan epoprostenol.
Penghambat trombosit atau kombinasinya
memegang peranan esensial untuk mengurangi risiko komplikasi aterotrombotik akut
baru pada pasien yang telah mengalami
serangan TIA atau infark otak.
Untuk tujuan ini dianjurkan 3 cara yaitu
pemakaian asam asetilsalisilat dikombinasi
dengan dipiridamol, monoterapi dengan
klopidogrel atau monoterapi dengan asam
asetilsalisilat.
Perlu diperhatikan bahwa pemakaian
kombinasi dari klopidogrel dengan asam
asetilsalisilat meningkatkan risiko perdarahan, antara lain perdarahan gastro-intestinal.
Ref.:
1. S.M. (Yvonne) Zuurbier; Secundaire preventie met clopidogrel na TIA of her-seninfarct;
Ned Tijdschr Geneeskd. 2013; 157:A5836
2. Palacio S, Hart RG, Pearce LA, Benavente OR.
Effect of addition of clopidogrel to aspirin on
mortality: Systematic review of randomized
trials. Stroke. 2012;43:2157-62
3. Gerard A. Rongen;Clopidogrel plus acetylsalicylzuur: een dodelijke combinatie. Ned
Tijdschr Geneeskd. 2013;157:A6221
MONOGRAFI
2a. Asam asetilsalisilat: asetosal, Aspirin, Aspilet, Ascardia, Cardio Aspirin, Restor
Di samping khasiat analgetik dan antiradangnya (pada dosis tinggi), obat antinyeri
tertua ini (Gerhardt, 1853 - Hoffman,1897)
pada dosis rendah berkhasiat merintangi
penggumpalan trombosit. Dewasa ini, asetosal yaitu obat dengan efek terbukti yang
paling banyak dipakai pada prevensi
trombosis arteriil. Sejak akhir tahun 1980-
an, asam ini mulai banyak dipakai untuk prevensi sekunder dari infark otak dan
jantung. Risiko serangan diturunkan dan
jumlah kematian sebab infark kedua dikurangi sampai 25%. Keuntungannya banyak
dibandingkan antikoagulansia untuk indikasi ini, antara lain kerjanya cepat sekali dan dosisnya lebih mudah diregulasi.
Lagipula pasien tidak perlu dimonitor waktu
protrombin dalam darahnya dan tidak perlu
mentaati skema pentakaran yang rumit
(7a,7b). ada pula beberapa indikasi bahwa asetosal, seperti NSAIDs lainnya, bersifat
melindungi terhadap kanker usus besar.
Penelitian akhir-akhir ini menyatakan
bahwa asam asetilsalisilat dapat menurunkan
angka kematian akibat kanker usus besar.
Mekanismenya mungkin dapat dijelaskan
bahwa senyawa ini menghalangi agregasi
dari sel-sel tumor yang beredar membentuk
“deposito metastatik” yang keberadaannya
memperburuk prognosa kanker colon.
berdasar penelitian ini pemakaian
aspirin (75-325 mg sehari) dapat dianjurkan
bagi pasien dalam stadium III kanker usus
besar.
Ref. JAMA Intern Med, 31 maart 2013
pemakaian lainnya. Asetosal juga dipakai
pada dosis rendah untuk gangguan kardiovaskuler berikut:
– prevensi sekunder dari TIA (Transient
Ischaemic Attack), yakni kehilangan kesadaran selewat akibat gangguan sirkulasi
di otak;
– terapi angina pectoris instabil;
– pasca pembedahan bypass.
pemakaian kombinasi asetosal dengan
antikoagulansia sesudah infark jantung ternyata bermanfaat.9,16 Misalnya, terapi dimulai dengan asetosal untuk kerja cepat dan
dilanjutkan beberapa minggu kemudian
dengan warfarin, dan sebagainya. Untuk
pemakaian nya sebagai zat penghalau nyeri, lihat Bab 20. Analgetika.
Mekanisme kerja. Hambatan agregasi trombosit berdasar inhibisi pembentukan
tromboxan-A2 (TxA2) dari asam arachidonat
yang dibebaskan dari senyawa esternya
dengan fosfolipida (dalam membran sel)
oleh enzim fosfolipase. Asetosal mengasetilasi
secara irreversibel dan dengan demikian
menginaktivasi enzim siklo-oksigenase-I, yang
mengubah arachidonat menjadi endoperoksida. TxA2 memiliki khasiat kuat menggumpalkan trombosit dan vasokonstriksi.
Dosis 30-100 mg sehari sudah cukup efektif
untuk menginaktivasi siklo-oksigenase tanpa
menghalangi produksi prostasiklin. Prostasiklin berkhasiat menghalangi agregasi dan
melindungi mukosa lambung. Lihat juga Bab
21. Analgetika antiradang, gambar 21-2.
Dosis: antiagregasi oral 1 dd 40–100 mg p.c.,
atau 50-125 mg asetosal-kalsium (= carbasalat).
Antinyeri: 3 dd 500 mg, antiradang: 3–4 dd 1
g p.c..
Efek sampingnya yang terkenal yaitu sifat
merangsang mukosa lambung dengan risiko
perdarahan, yang juga berkaitan dengan
penghambatan prostasiklin (PgI2), yang dibentuk oleh dinding pembuluh. PgI2 ini
mencegah sintesis TxA2 dan bersifat menghambat kuat agregasi trombosit. Lihat Bab 21,
Analgetika antiradang. Namun pada dosis
rendah yang diperlukan untuk daya kerja
antiagregasi, efek samping ini ternyata jarang
sekali memicu keluhan lambung,
sedangkan produksi PgI2 sistemik tidak
dihalangi.
Dosis: prevensi sekunder infark otak/jantung 1 dd 100 mg p.c., prevensi TIA 1 dd
30-100 mg p.c.. Pada infark jantung akut 75-
160 mg sebelum infus dengan streptokinase.
Pada angina pectoris 1 dd 75-100 mg
2b. Clopidogrel: Plavix,Clopisan, Platogrix,
CPG
Derivat piridin ini (1998) yaitu suatu
pro-drug, yang dalam hati ±15% diubah
oleh enzim sitokrom p450 menjadi metabolit thiol yang aktif. Zat aktif ini sesudah diresorpsi mengikat dengan pesat dan irreversibel pada reseptor trombosit dan menghambat penggumpalannya, yang dinduksi
oleh adenosindifosfat (ADP). Resorpsinya
minimal 50%, PP-nya 98%. Ekskresi melalui
urin dan tinja. Terutama dipakai untuk
prevensi sekunder dari infark jantung dan
CVA bila ada hipersensivitas terhadap
asetosal yang sama efektifnya, namun jauh
lebih murah.
Efeksamping terpenting yaitu perdarahan
yang dapat terjadi di seluruh tubuh (saluran
cerna dan pernapasan, hidung, mata, kulit).
Sering terjadi gangguan lambung-usus (sakit
perut, mual, muntah, diare atau obstipasi) .
Dianjurkan pemeriksaan hematologi bila
ada gejala perdarahan.
Wanita hamil dan selama laktasi tidak
dianjurkan minum obat ini.
Interaksi. Berhubung risiko akan kehilangan darah tersembunyi (occult) di lambungusus, maka kombinasi dengan NSAID’s hendaknya diberikan dengan sangat berhati-hati.
pemakaian kombinasi dari antikoagulan
dengan NSAID’s, termasuk aspirin, sangat
meningkatkan risiko perdarahan serius.
Oleh sebab itu kombinasi demikian sejauh
mungkin dihindarkan.
Dosis: dewasa 1 dd 75 mg ac /p.c.
Ref.: Davidson BL, Verheijen S, Lensing AWA,
et al. Bleeding risk of patients with acute venous
thromboembolism taking non-steroidal antiinflammatory drugs or aspirin. JAMA Internal
Med. 2014;14 april.
*Prasugrel (Efient): lebih efektif daripada
clopidogrel untuk menghindari komplikasi
aterotrombotik, namun juga lebih banyak risiko perdarahan, terutama pada kelompok berrisiko (lansia > 75 tahun).
Dosis: 1 dd 10 mg selama maks. 12 bulan.
2c. Cilostazol: Pletaal
Fosfodiësterase inhibitor ini meningkatkan
cAMP yang memicu vasodilatasi dan
menghambat agregasi trombosit. dipakai
untuk claudicatio, dengan gejala nyeri, hilang
rasa atau kelemahan di betis, paha dan pinggul yang timbul sewaktu berjalan dan pulih
kembali sesudah istirahat beberapa menit.
Efek samping: sakit kepala, pusing dan diare. Tidak boleh dipakai oleh penderita gagal jantung.
Dosis: 2 dd 100 mg.
2d. Dipiridamol: Persantin, *Asasantin Retard
Senyawa dipirimidin (1959) berkhasiat
menghindari agregasi trombosit dan adhesinya pada dinding pembuluh. Juga menstimulasi efek dan sintesis epoprostenol (lihat
2g). Kerjanya berdasar inhibisi fosfodiësterase, sehingga cAMP (dengan daya
menghambat agregasi) tidak diubah dan kadarnya dalam trombosit meningkat (sama
dengan 2c). Terutama dipakai pada bedah
katup jantung, bersama antikoagulansia.
Kombinasinya dengan asetosal dahulu dianjurkan sebagai profilaksis infark kedua,
namun ternyata bahwa monoterapi asetosal
menghasilkan efek yang sama. Suatu studi
telah menunjukkan efektivitas dari kombinasi
(asetosal 25 mg + dipiridamol retard 200 mg
= *Asasantin) untuk menurunkan risiko CVA
sekunder dan prevensi TIA (Ph Wkbl 1998;
133:1298-1300). Kombinasi ini ternyata lebih
efektif dari pada asetosal tunggal berdasar
titik kerja yang berlainan dari kedua senyawa
ini. pemakaian nya pada angina pectoris
dianggap obsolet.
Resorpsinya dari usus tidak menentu, BAnya 30-65%, terikat pada plasma protein untuk 90-99%, plasma-t½-nya ±11 jam. Diubah
di dalam hati menjadi glukuronida, yang
dikeluarkan melalui tinja.
Efek sampingnya seperti sakit kepala, gangguan lambung-usus, debar jantung dan pusing, akan jauh berkurang pada dosis rendah.
Pada dosis di atas 200 mg, tekanan darah
dapat menurun dan pingsan pada orang
dengan sirkulasi buruk.
Dosis: oral 1 dd 300 mg 1 jam a.c. Pada bedah
katup jantung 4 dd 75-100 mg, dikombinasi
dengan suatu antikoagulans.
2e. Ticlopidin: Ticlid.
Derivat tetrahidropiridin ini (1978) menghambat agregasi trombosit, yang dicetuskan
oleh antara lain ADP (adenosindifosfat).
Resorpsinya dari usus sekitar 80%, PP-nya
±98%, plasma-t½-nya ±8 jam (sesudah 1 dosis)
dan 96 jam sesudah dipakai 14 hari. Efeknya
maksimal sesudah 3 hari dan bertahan selama
14 hari.
Efek sampingnya berupa gangguan saluran
cerna, ruam kulit, pusing dan hepatitis. Lebih
gawat lagi yaitu efeknya terhadap sel-sel
darah (agranulositosis, anemi aplastik dan
lain-lain) yang jarang terjadi namun bersifat
fatal. Oleh sebab itu di Belanda ticlopidin di
tahun 1982 telah ditarik dari peredaran.
Dosis: oral 2 dd 250 mg d.c./p.c. (garamHCl).
2f. Indobufen: Ibustrin
Senyawa asam butirat ini (1995) berkhasiat
menghambat agregasi trombosit, lagi pula
bekerja antiradang dan analgetik. Terutama
dipakai antara lain pada trombosis vena
dan gangguan jantung ischemis serta prevensinya.
Efek sampingnya dapat berupa gangguan
lambung-usus, perdarahan hidung dan gusi,
juga reaksi alergi.
Dosis: 2 dd 100 mg, bagi lansia separuhnya.
2g. Epoprostenol: prostaglandin I2, prostacycline, Fiolan
Prostasiklin alamiah ini (1982) dibentuk
di dinding pembuluh pada sistem cascade arachidonat dan berkhasiat menghambat agregasi trombosit, juga berdaya vasodilatasi
kuat. Pada hakikatnya, zat ini merupakan
antagonis dari tromboxan (TxA2) (Lihat
Gambar 38-3). Kerja antitrombotiknya tergantung dari dosis dan berdasar peningkatan kadar cAMP dalam trombosit melalui
stimulasi enzim adenilsiklase. Terutama dipakai untuk prevensi trombosis pada waktu
hemodialisa (ginjal) sebagai zat pengganti
heparin. Lihat juga misoprostol (Cytotec)
dengan khasiat mukosa protektif di Bab 21.
Obat-obat rema.
Efek sampingnya berupa muka merah, hipotensi, nyeri kepala, pusing, tachycardia
atau bradycardia, juga gangguan lambungusus dan mulut kering.
Dosis: infus (i.v.) selama dialyse 4 ng/kg.
2h.Ticagrelor: Brilique, Brilinta
Penghambat agregasi trombosit ini mengikat dengan cepat dan reversibel pada reseptor-reseptor trombosit. Lebih efektif daripada
klopidogrel untuk menghindari komplikasi
aterotrombotik pada pasien sindrom koroner
akut (angina instabil atau infark jantung).
Pengikatan pada protein plasma >99,7%
(utuh dan metabolitnya). Ekskresinya 58%
melalui feces (metabolit aktif) dan 27% via
urin (metabolit non-aktif). T1/2 7 jam dan
metabolit aktifnya 8,5 jam.
dipakai dalam kombinasi dengan asam
asetilsalisilat untuk profilaksis komplikasi
trombosis.
Efek sampingnya sering kali perdarahan lokal (kulit, di bawah kulit), bercak-bercak biru, perdarahan saluran cerna, perdarahan
saluran urin, mual, diare dan sakit perut.
Dosis: dalam kombinasi dengan asam asetilsalisilat 1 dd 75-150 mg ; dosis awal sekali
180 mg, lalu 2 dd 90 mg selama minimal
12 bulan. Penghentian sebelumnya dapat
memicu risiko meningkat untuk infark
jantung pada pasien dengan sindrom koroner
akut.
2i. Eptifibatide: Integrilin
yaitu penghambat reversibel agregasi
trombosit dengan cara menghindari pengikatan glikoprotein (fibrinogen dan faktor
von Willebrand) pada reseptor glikoprotein
IIb/IIIa dari trombosit yang diaktivasi. Dalam waktu sejam sesudah pemberian, agregasi
trombosit dihambat dengan kuat sehingga
waktu perdarahan diperpanjang sampai 5
kali. sesudah infus dihentikan fungsi trombosit
pulih kembali dalam waktu 4 jam dan waktu
perdarahan menjadi 2-8 jam.
Ekskresi ± 50% dalam keadaan utuh melalui
urin; T½ ±2,5 jam.
Dalam kombinasi dengan heparin dan
asam asetilsalisilat untuk menghindari infark
jantung dini pada pasien dengan angina
pectoris instabil.
Efek samping sering kali (>10%) perdarahan,
hematuri, muntah darah , gangguan jantung
serius, hipotensi, syok dan flebitis.
Dosis: i.v. 180 mcg/kg berat badan, disusul
dengan infus kontinu 2 mcg/kg per menit.
3. TROMBOLITIKA
Trombolitika, juga disebut fibrinolitika, berkhasiat melarutkan trombus dengan mengubah plasminogen menjadi plasmin, suatu
enzim yang dapat menguraikan fibrin. Fibrin
ini merupakan zat pengikat dari gumpalan
darah. Terutama dipakai pada infark
jantung akut untuk melarutkan trombi yang
menyumbat arteri koroner.9,10,11 Bila diberikan
tepat pada waktunya, yaitu dalam jam pertama
sesudah timbulnya gejala, obat-obat ini dapat
membatasi luasnya infark dan kerusakan otot
jantung, sehingga memperbaiki prognosa penyakit. Juga pada emboli paru, trombosis
perifer dan untuk trombolisis preoperatif.
Efektivitas penanganan infark otak melalui
trombolysis berkaitan dengan waktu antara
permulaan timbulnya gejala dan dimulainya
trombolysis, yang harus dilakukan dalam
waktu 4,5 jam sesudah gejala pertama.
Efek samping yang serius dari obat-obat ini
yaitu meningkatnya kecenderungan perdarahan, terutama perdarahan otak, khususnya pada manula. Juga harus waspada pada
pasien yang condong mengalami perdarahan,
misalnya yang baru menjalani pembedahan
atau yang menderita luka besar.
Penggolongan. Dapat dibedakan dua kelompok trombolitika, yaitu : a. fibrinolysin (plasmin) yaitu enzim protease (fibrinolitis), yang langsung merombak jaringan fibrin dari trombus dan protein
plasma lainnya, seperti fibrinogen, faktorbeku 5 dan 8.
pemakaian topikal untuk melarutkan
jaringan mati di borok, seperti pada ulcus
cruris dan decubitus, sudah diganti dengan
collagenase yang lebih efektif.
b. zat-zat aktivator plasminogen: streptokinase, alteplase, urokinase dan reteplase (Rapilysin)
12. Obat-obat ini bekerja tak-langsung
melalui stimulasi pengubahan plasminogen
menjadi plasmin.
MONOGRAFI
3a. Streptokinase: Kabikinase, Streptase
Streptokinase yaitu protein yang dibuat dari filtrat kultur Streptococcusß-hemoliticus (1962). Berkhasiat fibrinolitis melalui
pembentukan kompleks dengan plasminogen yang mengubahnya menjadi plasmin.
dipakai pada gangguan trombo-emboli, misalnya emboli paru dan pada infark
jantung. Keberatannya yaitu risiko perdarahan akibat aktivasi plasminogen berlebihan,
sehingga tidak hanya gumpalan fibrin dilarutkan, melainkan juga fibrinogen bebas.
Efek samping dan kontra-indikasinya sama
seperti pada zat-zat di atas.
Dosis: ditentukan secara individual dan
lamanya pengobatan 5 hari.
3b. Alteplase: tPA (Tissue Plasminogen Activator), Actilyse
Alteplase yaitu enzim serine-protease dari
sel endotel pembuluh yang dibuat dengan
teknik rekombinan-DNA (1987). T1/2 hanya
5 menit. Berkhasiat sebagai fibrinolitikum
dengan mengikat pada fibrin dan mengaktivasi
plasminogen jaringan. Plasmin yang terbentuk
mendegradasi fibrin dan dengan demikian
melarutkan trombus.
dipakai pada infark otot jantung akut,
sebaiknya dalam waktu 1-3 jam sesudah timbulnya gejala, maksimal sesudah 6 jam. Untuk menghindari timbulnya trombus baru
dianjurkan untuk sesudahnya juga diberikan
heparin dan antikoagulans oral. Demikian
juga pada emboli paru.
Obat ini juga telah disetujui untuk penanganan iskemik stroke akut bila diberikan
dalam waktu 4-5 jam, namun efeknya menurun
bila diberikan lebih lambat.
1. Hacke W, Donnan G, Fieschi C, et al the
ATLANTIS Trials Investigators, the ECASS
Trials Investigators, the NINDS rt-PA Study
Group Investigators. Association of outcome
with early stroke treat-ment: pooled analysis of
ATLANTIS, ECASS, and NINDS rt-PA stroke
trials. Lancet 2004; 363: 768-774.
2 Lees KR, Bluhmki E, von Kummer R, et al.
Time to treatment with intravenous alteplase
and outcome in stroke: an updated pooled
analysis of ECASS, ATLANTIS, NINDS, and
EPITHET trials. Lancet 2010; 375: 1695-1703.
Dosis: pada infark jantung akut i.v. (infus)
permulaan 10 mg dalam 1-2 menit, lalu 50
mg selama jam pertama dan 10 mg dalam 30
menit, sampai maksimal 100 mg dalam 3 jam.
*Tenecteplase (Metalyse, 2000) yaitu varian
alteplase yang dibentuk dengan manipulasi
genetik. Masa-paruhnya lebih panjang (±20
menit), spesifitasnya untuk fibrin lebih
besar dan lebih tahan terhadap penghambat
activator plasminogen. Dosis: intravena dalam ±10 detik, tergantung berat badan 30 mg
/60 kg sampai 50 mg/90 kg. 50 mg =10.000 U
tenecteplase
3c. Urokinase: Ukidan, Medacinase
Urokinase yaitu enzim yang dihasilkan
dari biakan jaringan sel ginjal manusia (1962).
Plasma-t½-nya 10-20 menit. dipakai pada
trombosis vena dalam dan arteriil, juga pada
emboli paru.
Dosis: i.v. (infus) permulaan 250.000 UI dalam larutan NaCl/glukosa selama 15 menit,
lalu 100-250.000 UI/jam selama 8-12 jam.
Hemopoetika atau zat-zat pembentuk darah
yaitu obat-obat yang khusus dipakai
untuk merangsang atau memperbaiki proses
pembentukan darah [hem(at)opiesis].
D a r a h
Darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit),
sel darah putih (lekosit) dan pelat darah
(trombosit), yang tersuspensi dalam plasma.
Plasma terdiri untuk sebagian besar dari air
dengan terlarut dalamnya zat-zat elektrolit
dan beberapa protein, yakni globulin (alfa-,
beta-, gamma-), albumin dan faktor pembekuan darah.
Hem(at)opoiesis (Lat haem =darah., poése =
pembentukan). Sel-sel darah mempunyai
jangka waktu hidup (lifespan) yang relatif
singkat (misalnya, eritrosit 120 hari), sehingga perlu diganti secara terus-menerus.
Hematopoiesis yaitu proses penggantian
terus-menerus dari sel-sel darah berhubung
daya hidupnya yang terbatas. Produksi selsel baru tergantung dari keperluan dasar dan
kebutuhan yang meningkat pada keadaankeadaan tertentu. Misalnya produksi eritrosit
bisa meningkat sampai lebih dari 20 kali pada
anemia, lekosit juga akan meningkat dengan
drastis sewaktu terjadi infeksi sistemk,
begitupula produksi trombosit naik sampai
10-20 kali pada trombositopenia.
Proses hemopoiesis ini mencakup pembentukan lebih dari 200 miliar (2x10 pangkat 11)
sel darah seharinya.
Faktor pertumbuhan (growth factors) yang
mendorong pembentukan sel darah yaitu
antara lain eritropoietin (EPO, interleukin
IL-2 (untuk limfo-T), IL-5 (untuk eosinofil),
dan IL-6 dan IL-11 (untuk limfo-B dan
trombosit), trombopoietin (TPO), juga CSF
(Colony Stimulating Factor) untuk monosit dan
neutrofil.
Proses hematopoiesis membutuhkan tersedianya dengan cukup mineral-mineral
(mis. besi, kobal dan tembaga), vitamin-vitamin ( mis. asam folat, B12, B6
, C dan B2
).
Kekurangan (defisiensi) dari unsur-unsur
ini mengakibatkan anemia atau jarang-jarang kegagalan umum dari hematopoiesis
(Wrighting and Adrews, 2008).
Eritropoiesis yaitu proses pembentukan
eritrosit, yang distimulir oleh eritropoietin
(EPO). Hormon faal ini dibuat oleh ginjal
dan mengatur antara lain pemasakan eritrosit muda (eritroblas, retikulosit) dan pelepasannya ke dalam sirkulasi. Tidak tersedianya eritropoietin mengakibatkan terjadinya anemia serius. Gagal ginjal kronis
dapat memicu anemia yang dapat
diobati melalui injeksi i.v. atau s.c. dengan
eritropoietin dalam bentuk epoëtin-alfa
(EPO, Eprex).
* EPO banyak disalahgunakan dalam dunia
lomba balap sepeda untuk menstimulasi
pembentukan eritrosit dan fibrin, serta pemasukan oksigen ke otot. Efeknya yaitu
peningkatan daya tahan lama (‘ausdauer’)
dan prestasi (sampai 30%). Efek sampingnya
berupa sakit di bagian dada, debar jantung,
darah menjadi lebih kental, sesak napas serta
hipertensi dengan risiko infark otak dan
jantung. Oleh sebab itu EPO dimasukkan
ke dalam daftar obat ‘doping’ oleh Komite
Olimpiade Internasional (IOC).
Tersedia sediaan epoetin alfa seperti
Epogen, Procrit dan Eprex dengan kadar
2000-40.000 unit/ml) untuk injeksi s.k. atau
i.v. Sediaan baru untuk menstimulasi erythropoiesis yaitu darbepoetin alfa (Aranesp) dan dipakai pada pasien anemia
yang menderita penyakit ginjal kronis.
Erythropoietin rekombinan dipakai
secara rutin untuk pengobatan anemia pada
pasien gagal ginjal (renal insuffisiency), peradangan dan kanker. Hematopoietic growth
factor dengan kerja panjang ini memerlukan
jadwal pemberian obat lebih jarang, misalnya
erythropoiesis –stimulating protein (NESP)
dan IL-11 yang dipakai pada thrombocytopenia.
Selama terapi eritropoietin dapat timbul
defisiensi unsur besi, sebab meningkatnya
eritropoiesis dengan cepat tidak dapat diikuti dengan kecepatan mobilisasi besi dari
depotnya. berdasar hal ini maka dibutuhkan suplemen besi bagi semua pasien yang
memiliki kadar ferritin serum <100ug/L.
Hematokrit yaitu persentase tingginya eritrosit dalam plasma, yang ditentukan sesudah
darah disentrifus dalam suatu tabung. Nilai
normal pada pria: 36-48%, wanita 36-45%
dan anak-anak 38-70%. Pada orang yang
bermukim di gunung, nilainya bisa naik
sampai 44-54%, juga pada pecandu alkohol
dan pasien tumor ginjal tertentu (akibat
produksi EPO berlebihan). Nilai lebih rendah dari normal ditemukan pada pasien
anemia dan gangguan ginjal tertentu, juga
pada wanita hamil. Hematokrit pada pagi
hari bernilai 5% lebih tinggi daripada siang
hari, maka pengontrolan para peserta lomba
sepeda selalu dilakukan pada pagi hari. Nilai
hematokritnya tidak boleh melebihi 50%.
Sel–sel d a r a h
a. Eritrosit. Sel darah merah dibentuk dalam
sumsum tulang pipih, yang mutlak membutuhkan beberapa zat tertentu, yakni:
– besi untuk sintesis hemoglobin (zat warna
darah);
– vitamin B12 dan folat untuk sintesis DNA;
– vitamin lain, seperti vitamin B6
, B1
, B2
, C
dan E;
– spora logam, seperti kobal;
– hormon androgen dan tiroksin.
Zat-zat ini diserap dari makanan dan ditimbun dalam jaringan, terutama dalam hati
dan sumsum tulang. Vitamin B12 dan folat
disintesis dalam usus besar oleh bakteri,
namun dari tempat ini tidak dapat diserap lagi
oleh tubuh.
* Hemoglobin (Hb), suatu protein dengan
BM = 64.500 D, yaitu zat warna merah dari
eritrosit, yang berdaya mengikat oksigen
dalam paru-paru dengan membentuk oksihemoglobin. Melalui sirkulasi darah, zat
ini mencapai semua organ dan jaringan, di
mana oksigen dilepaskan lagi. Hb yaitu
persenyawaan dari haem dengan protein
globin. Haem merupakan senyawa Fe +
porfirin, yang inti molekulnya terdiri dari 4
cincin pyrrol dengan atom Fe di pusatnya.
Porfirin dalam hati dirombak menjadi zatzat warna empedu: antara lain bilirubin dan
urobilin, yang memberikan warna khas pada
tinja. Hb merupakan timbunan besi utama
dari tubuh.
b. Lekosit. Sel darah putih berperan sangat
penting pada sistem daya tangkis tubuh dan
akan dibicarakan secara mendalam di Bab 49.
Dasar-Dasar Imunologi.
c. Trombosit. Pelat darah berperan penting
pada pembekuan darah. Bila bersentuhan
dengan permukaan yang kasar, seperti jaringan cacat, trombosit akan berubah. Bersama protein tertentu, zat ini membentuk
gumpalan darah untuk mereparasi luka.
Lihat selanjutnya Bab 38. Antitrombotika.
d. Plasma. Plasma merupakan komponen
cairan dari darah yang mengandung fibrinogen terlarut. sesudah aktivasi oleh enzim
plasmin, terbentuklah gumpalan fibrin. Sesudah gumpalan ini disingkirkan, sisanya yang
tertinggal disebut serum.
Penyakit darah
Dari sekian banyak penyakit darah, di sini
hanya akan dibicarakan secara agak mendalam keadaan kekurangan eritrosit dan hemoglobin (anemia). Dari defisiensi faktor pembe-
kuan hanya sekadar disinggung penyakit
hemofilia, sedangkan gangguan akibat kekurangan atau kelebihan lekosit dan trombosit yaitu di luar rangka teks buku ini.
1. Hemofilia
Defisiensi dari ke-13 faktor pembekuan telah dilaporkan, namun jarang sekali terjadi.
Pengecualian yaitu hemofilia A/B dan penyakit von Willebrand, yang semuanya dapat
diturunkan secara genetik.
a. Hemofilia A dan B. Disebabkan oleh
defisiensi dari faktor VIII (FVIII, antihemofiliaglobulin, hemofilia A) dan faktor IX (FIX,
Christmas-factor, hemofilia B). Hemofilia A
jauh lebih sering ada daripada bentuk
B (85% dibanding 15%). Kedua gangguan
bersifat keturunan dengan gen recessive pada
kromosom-X. Penderitanya khusus pria (1 per
5000), jarang sekali wanita yang umumnya
menjadi pembawa gen dan dapat menurunkan
pada anak lelakinya. Gejalanya berupa perdarahan yang sukar dihentikan dan diiringi rasa sangat nyeri akibat kecelakaan
atau pembedahan. Pada kasus agak berat,
bahkan bisa timbul perdarahan spontan pada pembebanan berlebihan dari terutama
persendian. Perdarahan sendi ini akhirnya
dapat mengakibatkan deformasi sendi hebat.
Obat-obat yang berpengaruh buruk terhadap
proses pembekuan darah, seperti NSAID’s,
dapat mengakibatkan perdarahan fatal pada pasien hemofili. Salah satu komplikasi
penting pada penanganan hemofilia adalah pembentukan zat-zat penghambat yang
menginaktifkan terutama FVIII dan FIX.
Pengobatan dilakukan dengan suplesi faktor pembekuan; pemberian profilaktik dari
konsentrat faktor FVIII atau faktor IX merupakan penanganan standar bagi pasien hemofilia anak-anak. Harapan hidup penderita
hemofilia meningkat dari 27 tahun di 1960
sampai usia normal dewasa ini. Perbaikan
dramatis ini yaitu berkat tersedianya faktor
pembekuan yang semakin murni dan dibuat
dari plasma sejak tahun 1960-an.
*Hemostatika yaitu produk (darah) yang
berkhasiat menstimulasi pembekuan darah
dan dengan demikian menghentikan perdarahan (Lat. haema = darah, stasis = berhenti). Untuk menghentikan perdarahan akut
dipakai faktor VIII-concentrate (Kogenate) dan faktor IX-concentrate (Mononine)
pada masing-masing hemofilia A dan B.
Sejak beberapa tahun juga tersedia produk
teknik-rekombinan rF-VIII dan rF-IX. Faktor
rekombinan ini sangat murni dan tidak
membawa risiko transmisi virus (khususnya
HIV dan hepatitis C). Pada kasus agak serius, faktor ini juga diberikan secara
profilaktik 2-3x seminggu untuk menghindari terjadinya perdarahan spontan. Pada
penderita hemofilia ringan sering kali diberikan desmopresin(Minrin) untuk menghindari risiko infeksi virus.
Pembentukan antibodies. Pada terapi dengan
faktor pembekuan terbentuk antibodies pada
25-50% dari kasus, yang menginaktifkan kerjanya sehingga efeknya ditiadakan. Pada 15-
20% penderita hemofilia A, antibodies tersebut ada dalam waktu sangat lama dalam
darah, sedangkan hanya 2% pada hemofilia
B. Masalah ini untuk sebagian besar dapat
diatasi dengan terapi toleransi-imun, yang
dimulai dengan dosis rendah dan berangsurangsur dinaikkan menurut suatu skema
yang cermat. Sisanya (±20%) bila timbul perdarahan, dapat diobati dengan recombinant
factor VIIa (rF-VIIa). Mekanisme kerjanya
berdasar adanya “rute” alternatif untuk
pengubahan protrombin menjadi trombin. Pada
jalan pintas (bypass) ini tidak diperlukan lagi
faktor VIII dan IX untuk proses pembekuan.
Dengan demikian tubuh mampu membentuk
cukup fibrinogen untuk memperkuat bekuan
darah dengan bantuan trombin. Lihat skema
pembekuan darah di Bab 38, Antitrombotika.
b. Penyakit von Willebrand diakibatkan
oleh defisiensi faktor Willebrand (FVW) dan
merupakan penyakit perdarahan keturunan
yang paling sering terjadi. pemicu nya adalah adhesi dari trombosit pada endotel cacat
terganggu dan kadar faktor VIII dalam darah
menurun atau fungsi yang menyimpang dari
faktor FVW. Singkatnya dapat disebabkan
oleh kekurangan kwantitatif atau defek
kualitatif dari FVW yang merupakan carrier-
protein dari faktor pembekuan VIIIl dalam
sirkulasi. Gejala khasnya berupa perdarahan
selaput lendir, gejala lainnya mirip hemofilia,
namun pada umumnya agak ringan dan jarang
sekali perdarahan sendi.
Pengobatannya juga dapat disamakan dengan hemofilia, yaitu pada perdarahan akut
F-VIII + FVW (Haemate P) dan secara profilaktik untuk pembedahan kecil desmopresin.
2. A n e m i a
Kebutuhan tubuh untuk unsur besi sehari
(RDA) yaitu 8,7 mg bagi pria dan 14,8 mg
bagi wanita. Defisiensi besi yaitu suatu gejala
umum di seluruh dunia dan penderitanya
terutama kaum wanita pada usia subur dan
anak-anak dalam periode pertumbuhan. Defisiensi dapat ditimbulkan antara lain oleh
asupan yang tidak cukup, perdarahan lambung-usus, haid, melahirkan, atau memburuknya resorpsi akibat diare atau pembedahan
lambung, kehilangan darah atau kebutuhan
yang meningkat, misalnya pada kehamilan.
Infeksi cacing kronis, terutama di negaranegara berkembang, juga dapat memicu
defisiensi. Penyakit yang timbul disebut
mikrocytic, hypochromic anemia.
Kekurangan ini awalnya ditampung oleh
peningkatan resorpsi besi dari pangan, lalu
oleh persediaan ferritin dalam hati dan sumsum tulang. Bila depotnya habis, barulah
dipakai besi plasma, sehingga kadar hemoglobin darah pun menurun dengan memicu anemia.
Kekurangan darah atau anemia yaitu
suatu keadaan kronis, pada mana kadar
hemoglobin dan/atau jumlah eritrosit berkurang. pasien dianggap menderita anemia bila kadar Hb < 8 mmol/l pada pria atau
< 7 mmol/l pada wanita.
Hemoglobin melakukan fungsi utama dari sel darah merah dengan mengangkut
oksigen ke jaringan dan mengembalikan
karbondioksida (CO2
) dari jaringan ke paruparu. Tergantung dari pemicu nya , dapat
dibedakan dua tipe anemia utama, yaitu
anemia ferriprive dan anemia megaloblaster.
berdasar Volume Eritrosit Rata-rata
(VER; mean corposcular volume MCV) dapat
dibedakan pula 3 kolompok utama dari
anemia yakni, anemi mikrositer, normositer
dan makrositer.
a. Anemia ferriprive (anemia sekunder)
Penyebab paling umum dari anemia yaitu
kekurangan besi (Lat. prive = kekurangan) untuk sintesis hemoglobin. Cirinya yaitu kadar
hemoglobin per eritrosit di bawah normal
(hipokrom) dengan eritrosit yang abnormal
kecilnya (mikrositer) dan MCV rendah. MCV
merupakan salah satu kekhasan sel darah
merah.
pemicu nya defisiensi besi. Jenis anemia ini
juga disebut nutritional anemia dan kerapkali
disebabkan oleh:
– perdarahan mukosa lambung, misalnya disebabkan cacing tambang, obat tertentu
(aspirin, NSAID’s) atau juga sebab tukak
lambung. ada nya darah dalam feses
juga dapat disebabkan oleh penyakit
wasir atau lebih serius lagi akibat kanker
usus besar bagian bawah.
– berkurangnya resorpsi dari usus halus setelah reseksi (pemotongan sebagian).
– meningkatny