GEP sering timbul.
Resorpsi di usus baik, BA hanya ±35% sebab FPE tinggi. PP di atas 90%, t½ ±9 jam.
Dalam hati zat ini dirombak menjadi metabolit yang kurang aktif. Perfenazin mengalami siklus enterohepatik.
Dosis: oral 2-3 dd 2-4 mg, maks 24 mg sehari, i.m. 100 mg (dekanoat/enanthat, preparat depot) setiap 2-4 minggu.
* Trifluoperazin (Stelazin, Terfluzin) yaitu
derivat pada mana atom-Cl digantikan -CF3
dengan efek yang lebih kurang sama dengan
perfenazin (1958). Dosis: oral permulaan 5
mg sehari, dinaikkan setiap 2-3 hari dengan
5 mg sampai maksimal 90 mg. Sebagai obat
antimual dan tranquillizer 2 dd 1-3 mg.
*Flufenazin (Modecate, Moditen) yaitu turunan -CH2OH dari trifluoperazin (1959) dengan sifat hampir sama. Khasiat antimual
dan sedatifnya ringan. Flufenazin terutama
dipakai sebagai injeksi kerja panjang untuk menjamin pengobatan. Plasma-t½ dari
senyawa -HCl, -enantat dan -dekanoat masing-masing rata-rata 8 jam, 3,6 hari dan 8
hari. GEP sering kali terjadi, efek anti-kolinergik dan sedatifnya ringan. Esternya dapat
mengakibatkan depresi serius.
Dosis: pada psikosis akut i.m. 1,25 mg
(HCl), lalu setiap 4-8 jam 2-5 mg sampai gejala terkendali, pemeliharaan 25 mg enantat
setiap 2 minggu, atau 25 mg dekanoat setiap
3-4 minggu.
4. Haloperidol: Haldol, Serenace
Senyawa butirofenon yaitu suatu antagonis
D2
selektif yang memiliki khasiat antipsikotik
dan anti-emetik kuat (1959) dan hingga kini
dipakai sebagai obat referensi untuk antipsikotika baru. Efeknya terhadap reseptor
lain relatif lemah. Obat ini dipakai pada
schizofrenia dan pada berbagai bentuk gerakan spontan dari otot kecil (“tic”) yang
diperkirakan akibat hiperaktivitas sistem
dopamin di otak. Merupakan pilihan pertama
untuk delier, namun dianjurkan dosisnya serendah mungkin dan untuk waktu sesingkatnya, 0,5-1,5 mg maksimal selama 1 minggu.
Pada pemakaian lebih lama dapat timbul
efek samping serius seperti Parkinsonisme
dan diskinesi tardif.
Lansia khususnya peka sekali terhadap
obat ini, sehingga pentakarannya harus hatihati. Dystonia dan akathisia sering kali terjadi dan pada dosis tinggi memicu kejang-kejang. Efek antikolinergiknya jarang
dilaporkan.
Bila perlu obat ini dapat diberikan pada
wanita hamil dengan persyaratan-persyaratan tertentu, lihat di atas.
Resorpsi di usus baik, BA ±60% akibat FPE
besar. PP 92%, plasma-t½ ± 20 jam. Ekskresi
sebagai metabolit dan secara utuh melalui
urin (40%) dan feses (15%).
Dosis: psikosis oral 2-4 dd 1,5-5 mg, manula
(pemeliharaan) 2-4 mg sehari. Pada sedu 5-10
mg sehari, untuk muntah-muntah 2 dd 0,5-1
mg, sebagai adjuvans pada nyeri sedanghebat 2-4 dd 0,5 mg.
Ref. Pharm Weekbl 2014,149-17.
* Bromperidol (Impromen) yaitu turunan
brom sebagai ganti klor (1981) dengan khasiat
khusus terhadap halusinasi dan pikiran khayal. Bromperidol kurang efektif terhadap
kegelisahan dan mania. Plasma-t½ panjang,
kira-kira 24 jam.
Dosis: oral, i.m., i.v. 1 dd 1,5 mg, bila perlu
berangsur dinaikkan sampai maks. 15 mg
sehari, pemeliharaan 5-10 mg/hari. Di atas 8
mg sehari selalu timbul GEP!
* Droperidol (dehidrobenzperidol, *Thalamonal)
yaitu derivat dengan khasiat analgetik kuat
(1963). dipakai sebagai antipsikotikum pada keadaan gelisah akut, sebagai premedikasi
pada induksi anestesia dan sebagai adjuvans
pada nyeri infark jantung (bersama zat narkotik fentanyl).
Dosis: kegelisahan akut i.m./i.v. 5-10 mg,
pada infark i.v. perlahan 2,5 mg (bersama
fentanyl 0,05 mg).
5. Pimozida: Orap
Derivat difenilbutilpiperidin ini merupakan
turunan dari droperidol (1969) dan memiliki
khasiat antipsikotik kuat dan panjang. Efek
terapi baru nyata sesudah beberapa waktu,
namun bertahan agak lama (1-2 hari). Obat ini
tidak layak diberikan pada keadaan eksitasi
dan kegelisahan akut, yang memerlukan
sedasi langsung. Lagi pula efek sedasinya
lebih ringan dibandingkan obat lain. Pimozida khusus dipakai pada psikosis kronis
jangka panjang.
Resorpsi di usus lambat dan variabel.
Plasma-t½ panjang: 55-150 jam; pada pasien
schizofrenia rata-rata 55 jam. Sifatnya sangat
lipofil dan hanya sedikit dirombak dalam
hati. Ekskresi sangat lambat sebab selalu
diresorpsi kembali oleh tubuli. Akhirnya
±40% dikeluarkan lewat urin terutama sebagai metabolit dan 15% secara utuh dengan
feses.
Efek samping berupa umum, GEP sering
terjadi, adakalanya nampak perubahan jantung (ECG) dan aritmia.
Dosis: oral 1 dd 1-2 mg, dinaikkan secara
berangsur setiap 2 minggu sampai maks. 6
mg sehari.
* Penfluridol (Semap) yaitu juga derivat
piperidin (1971) dengan kerja sangat panjang
(±7 hari) dan terutama berkhasiat antidopaminerg kuat. Efeknya dimulai relatif cepat,
sesudah 1-2 hari. GEP sering terjadi. Dosis: 1
x seminggu 10-20 mg, berangsur dinaikkan
sampai maksimal 60 mg seminggu.
* Fluspirilen (Imap) yaitu derivat piperidin
long-acting, yang harus diberikan parenteral
i.m. 1 x seminggu 1-10 mg.
6. Sulpirida: Dogmatil
Derivat sulfamoyl ini dianggap sebagai
obat atypis pertama (1968) dan khusus memiliki khasiat antidopamin. Resorpsi per
oral dalam waktu 5 jam, BA 25-35%, PP
kurang dari 40%. Dalam hati hampir tidak
dirombak, ekskresi secara utuh untuk 92%
melalui urin. Plasma-t½ 7 jam. Efek samping
adakalanya dilaporkan galaktorrea, amenorroea dan perintangan ovulasi, lebih jarang
memicu GEP dan sedasi.
Dosis: pada psikosis oral permulaan 1 dd
200 mg, sesudah 3 hari berangsur dinaikkan
sampai 3-4 dd 200 mg, pemeliharaan 100-200
mg sehari. Pada pusing-pusing (vertigo) 150-
300 mg sehari. I.m. 200-300 mg sehari selama
10 hari.
7. Klozapin: Leponex, Clozaril
Senyawa dibenzodiazepin ini (1969) juga
termasuk kelompok obat atypis. Khasiat antipsikotiknya lemah dan bekerja noradrenolitik, antikolinergik dan anti-histamin kuat. Efek sedatif cepat dimulainya, efek antipsikotiknya sesudah 1-6 bulan. Plasma-t½
6-14 jam. Efektivitasnya terhadap simtom
positif dan negatif dari psikosis akut lebih
baik daripada obat lain. Lagi pula tidak
memicu GEP dan dyskinesia, jarang
sekali akathisia dan dystonia. namun penggunaannya dibatasi oleh risiko agranulositosis
berbahaya (1-2%). Oleh sebab itu gambaran
darah/hematologi harus dimonitor selama
5-6 bulan pertama dari terapi.
Dosis: oral, i.m. 25-50 mg sehari, berangsur
dinaikkan sampai maks. 600 mg sehari.
Pemeliharaan 1 dd 200 mg malam hari.
* Olanzapin (Zyprexa) yaitu derivat longacting (1995) dengan khasiat menghambat
reseptor D1
s/d D5
dan reseptor neurotransmitter lainnya. Plasma-t½ ±30 jam. Olanzapin
terutama dipakai pada schizofrenia dan
sama ampuhnya dengan haloperidol namun
kurang memicu GEP. Efek samping
tersering (>10%) yaitu mengantuk dan
naiknya berat badan. Agranulositosis belum
dilaporkan.
Dosis: permulaan 1 dd 10 mg, pemeliharaan
7,5-17,5 mg sehari.
8. Risperidon: Risperdal
Derivat benzisoksazol ini (1993) berkhasiat
antipsikotik dan antiserotonin (5-HT2
) kuat,
efek blokade-α1
-nya cukup baik. Dalam hati
zat atypis ini diubah menjadi antara lain
metabolit aktif hidroksi-risperidon dengan plasma-t½ ±24 jam (t½ zat induk 3 jam). Pada
dosis rendah (4-8 mg/hari) GEP lebih jarang
terjadi, sedangkan pada dosis lebih tinggi
sama frekuensinya dengan obat klasik. Dianjurkan untuk psikosis schizofrenia kronis
untuk menangani simtom negatif, khususnya
bila obat lain kurang efektif. Suatu penelitian
telah mengungkapkan bahwa dibandingkan
dengan haloperidol, risperidon menghasilkan
±2 kali lebih sedikit residif dalam masa 1
tahun (Csernansky, N Eng J Med 2002;343:1622)
Efek samping bersifat umum dan yang paling sering terjadi yaitu sukar tidur, gelisah,
rasa takut dan nyeri kepala.
Dosis: oral 2 dd 1 mg, maks. 2 dd 5 mg
9. Quetiapin: Seroquel
Derivat thiazepin ini (1997) bekerja antidopaminerg terhadap reseptor-D1
dan -D2
, yang
dapat disamakan dengan khasiat klozapin.
Juga memiliki khasiat antiserotonin dan antihistamin, tidak bersifat antikolinerg. Efektif
terhadap gejala positif dan negatif. Risiko
terhadap efek samping ekstrapiramidal tampaknya lebih ringan dari pada obat-obat
klasik. Resorpsi dari usus baik, PP ±83%., dalam
hati didegradasi dan menghasilkan banyak
metabolit inaktif, yang diekskresi melalui
urin dan feses. Masa paruh eliminasinya ±7
jam. Efek samping utama berupa mengantuk
(selama 2 minggu pertama), rasa penat, pusing , hipotensi ortostatik dan peningkatan
berat badan.
Dosis: hari pertama 2 dd 25 mg, hari kedua
2 dd 50 mg, hari ketiga 2 dd 100 mg, hari keempat 2 dd 150 mg, lalu bila perlu dinaikkan
lagi sampai dosis pemeliharaan maks 450 mg
seharinya.
10. Aripiprazol: Abilify
Merupakan obat antipsikotik atipis dan
agonis parsial bagi reseptor dopamin (-D2)
dan serotonin (-5-HT 1a), serta memiliki aktivitas antiserotoninerg (5-HT2
).
Resorpsi baik dengan PP >99% dan dimetabolisasi di hati menjadi metabolit aktif dehidro-aripiprazol. Ekskresi via urin (25%)
dan feses (60%). T1/2 ± 75 jam. dipakai untuk schizofreni pasien dewasa dan yang
meningkat dewasa (>15 tahun ).
Efek samping sering kali (1-10%) gangguan
tidur, pusing, gangguan ekstrapiramidal, gemetar, mual dan muntah.
Dosis: untuk agitasi dan perilaku terganggu,
parenteral 9,75 mg i.m. yang dapat diulang
sesudah 2 jam, maks. 3 injeksi dalam 24 jam,
atau maks 30 mg aripiprazol sehari. Untuk
schizofreni oral permulaan dan sebagai dosis
pemeliharaan 15 mg sekali sehari dan maks 30
mg sehari. Bagi lansia dosis awal dikurangi.
11. Paliperidon: Invega, Xeplion
yaitu metabolit aktif dari risperidon
dan merupakan antipsikotika atypis dengan
khasiat antiserotoninerg (5-HT2) dan antidopaminerg (-D2) kuat. Memiliki khasiat
memblokir alfa-1 dan alfa-2 dan daya kerja
antihistaminerg (-H1) lemah. Ekskresi terutama melalui ginjal (utuh 59%) dan t1/2 dari
23 jam (oral); sesudah injeksi i.m. 25-49 hari!
berdasar kerja panjang pada pemakaian
parenteral, obat ini dipakai sebagai terapi
pemelihaan sesudah pasien distabilisasi melalui pengobatan per oral dengan paliperidon
atau risperidon.
Efek samping sering kali sakit kepala (>10%)
dan infeksi saluran napas bagian atas, berat
badan meningkat, gejala ekstrapiramidal, pusing, sedasi, mengantuk, mual, munah dan
retensi urin. Pada pemakaian parenteral
sering kali timbul insomnia, hiperlipidemia,
hipertensi, vertigo dan diare.
Dapat mengurangi daya reaksi dan konsentrasi (hati-hati mengendarai mobil) dan
pada pemakaian lama dapat memicu
gangguan daya gerak lambat (diskinesia tardif).
Jangan diberikan kepada pasien demensi
dengan riwayat CVA, TIA, hipertensi atau
diabetes, sebab risiko besar untuk efek samping kardiovaskuler.
Dosis: 1 dd 6 mg dengan jarak dari 3-12 mg
12. Lurasidon: Latuda
Antagonis dari reseptor alfa-adrenergik ini
dipakai sebagai monoterapi atau bersamaan dengan litium atau valproat untuk
penanganan schizofreni dan depresi bipolar.
Metabolisasi dalam hati melalui enzim
CYP3A4, oleh sebab itu tidak boleh dipakai bersamaan dengan perintang enzim
ini (ketokonazol atau jus grapefruit) sebab
dapat meningkatkan kadar obat dalam plasma dan bertambahnya efek samping.
Efek samping umum berupa hipotensi ortostatik, pusing, mual, otot kaku dan akathisia
(bergerak-gerak).
Dosis: per oral 1 dd 20-40 mg dan tidak melebihi 120 mg sehari.
ANTIDEPRESIVA
Antidepresiva atau obat antimurung adalah obat-obat yang mampu memperbaiki
susasana jiwa (“mood”) dengan menghilangkan atau meringankan gejala murung,
yang tidak disebabkan oleh kesulitan sosialekonomi, obat-obatan atau penyakit. Antidepresiva tidak bekerja terhadap orang sehat
dan efek baiknya tidak bertambah dengan
meningkatkan dosisnya melewati nilai optimal. Depresi yaitu gangguan jiwa yang
paling umum di dunia dan menurut taksiran
ada 340 juta penderitanya. Prevalensinya antara wanita yaitu rata-rata 25%, pria
10% dan remaja 5%.
Gangguan ini dapat terjadi pada segala
usia dan merupakan suatu reaksi emosional
normal yang paling sering timbul pada usia
dewasa muda, dewasa dan lansia. Pada lansia
gejala depresi yaitu kronis dan ternyata
hanya 25-50% dapat sembuh sesudah jangka
waktu lama.
Pada sekitar 75% dari penderita lansia timbulnya depresi lambat (late onset), yaitu gejala pertama baru timbul pada usia lanjut
(55 tahun) dengan gejala utama seperti apathie, hilangnya perhatian dan energi serta
pelambatan psikomotor.
pemicu nya . Teori/hipotesis monoamin menunjukkan sebagai penyebab depresi adalah terganggunya keseimbangan antara neurotransmitter di otak. Terutama akibat kekurangan serotonin (= 5HT) dan/atau noradrenalin di saraf-saraf otak. Beberapa
gangguan psikiatri lain yang mempunyai
hubungan dengan kadar serotonin rendah,
yaitu a.l. penyakit demensia Alzheimer,
penyakit Parkinson dan juga migrain. Pada
demensia di samping kekurangan ACh, juga
ada penyusutan reseptor 5HT. Begitu
pula pada Parkinson yang selain kekurangan
DA, juga ada penurunan fungsi
serotoninerg. Selain faktor neurotransmitter
juga keturunan merupakan pemeran penting
pada terjadinya depresi.
Di samping ini kadar sitokin juga
memegang peranan pada depresi yaitu
meningkat pada depresi. Sitokin merupakan
zat isyarat yang dapat memperparah reaksi
peradangan (pro-inflamasi) atau mengurangi
(anti-inflamasi) (hipotesa peradangan pada
depresi).
Maas D.W. et al Ned. Tijdschr Geneeskd.
2008:152:1413-16.
Serotonin
Serotonin atau 5-hidroksitriptamin (5HT) berfungsi sebagai neurotransmitter pada komunikasi antara neuron-neuron otak, lihat
juga Bab 31, Adrenergika. Zat ini a.l. berkhasiat memperbaiki suasana jiwa, menghambat nafsu makan, juga meningkatkan rasa
mengantuk dan ambang nyeri, sehingga rasa
sakit lebih mudah diatasi. Banyak karbohidrat dalam makanan meningkatkan produksi
insulin dan juga sekresi serotonin, yang berefek turunnya nafsu makan dan timbulnya
rasa kantuk. Bila kadar 5HT di otak menurun
seperti sesudah pemakaian zat antiserotonin,
nafsu makan pun bertambah, lihat di bawah.
Kinetik Serotonin disintesis secara enzimatik
dari triptofan, terutama di sel-sel tertentu
dari saluran cerna. Di samping itu dalam
jumlah ringan juga di saraf otak dan saraf perifer, mastcells dan jaringan ginjal. Dari usus
serotonin diserap ke dalam darah dan untuk
sebagian besar dirombak di dalam hati. Sisanya yang sedikit diserap oleh sel-sel endotel paru-paru dan diinaktifkan oleh metiltransferase dan MAO-A (monoaminoksidase-A)
menjadi 5-hydroxy-indoleacetaldehyde. Zat
ini dioksidasi menjadi terutama asam 5-HIAA
(= hydroxyindoleacetic acid), yang diekskresi lewat urin sebagai konyugatnya. Kadar normal
dalam urin yaitu 2-10 mg 5-HIAA sehari.
Nilai lebih tinggi merupakan indikasi adanya
tumor yang mensekresinya! Transpornya
dalam darah berlangsung di dalam granula
dari trombosit. Dengan demikian hanya sedikit 5HT beredar bebas dalam darah. namun
bila trombosit menggumpal, banyak 5HT
dibebaskan. Serotonin tidak dapat melintasi
sawar darah-otak (blood-brain barriere) dan
harus disintesis di dalam otak dari triptofan.
Untuk sintesis ini mutlak diperlukan piridoksin, lihat di bawah nr 7. Triptofan.
Reseptor serotonin dapat dibagi dalam 3
kelompok utama, yaitu reseptor serotoninerg
5HT1, 5HT2 dan 5HT3, yang dapat dibagi lagi
dalam sejumlah sub-tipe, misalnya 5HT1A..
Reseptor 5HT1
ada a.l. di sel-sel endotel
dinding pembuluh dan mungkin sekali juga
di sel-sel otot polos dalam arteriole kecil.
Reseptor 5HT2
ada di trombosit dan sel-sel
otot polos dari arteri, arteriole besar, kapiler
dan vena. Tergantung dari tipe reseptor yang
berada di pembuluh, 5HT memicu
vasodilatasi atau konstriksi.
*Reseptor 5HT1
berkaitan dengan vasodilatasi (dan turunnya tensi), juga dengan absorpsi 5HT oleh trombosit. Untuk arteri dan
arteriole besar konstriksi yaitu lebih dominan daripada dilatasi. Untuk penurunan
tensi dengan efektif perlu dikombinasi dengan blokade reseptor-a1. Lihat juga Bab 31,
Adrenergika.
*Reseptor 5HT2
bertanggungjawab atas vasokonstriksi serta agregasi trombosit dan dapat
dihambat oleh ketanserin dan antagonis selektif lain dari 5HT2
.
Agonis serotonin dapat memengaruhi neurotransmisi serotoninerg dan yang terpenting
yaitu a.l. senyawa amfetamin (dengan meningkatkan pelepasan 5HT dalam sela sinaps),
triptofan (dengan memperbesar produksinya di neuron presinaptis), penghambat-MAO
(dengan merintangi perombakan presinaptis), sumatriptan dan metoklopramida (dengan
stimulasi reseptor 5HT post-sinaptis), litium
(dengan peningkatan respons reseptor postsinaptis) dan SSRIs (dengan menghambat
penyerapan kembali dari 5HT yang telah
dilepaskan).
Antagonis serotonin yaitu zat-zat yang
melawan efek serotonin, terutama terhadap
otot polos. Berkhasiat antara lain meningkatkan nafsu makan dengan memengaruhi
pusat-pusat tertentu di hipotalamus. Obat
dengan khasiat ini yaitu antihistamin
siproheptadin (Periactin, Ennamax) dan obat
migrain pizotifen (Litec, Sandomigran) serta
methysergida (Deseril). Beberapa antidepresiva juga memiliki efek ini, antara lain
trazodon, begitu juga obat hipertensi ketanserin.
Efek makanan atas suasana jiwa
Asam amino triptofan merupakan precursor
dari serotonin dan untuk mengasup secukupnya bagi sintesis serotonin dianjurkan
untuk makan sebanyak mungkin protein
(daging, ikan, telur, tahu, dan lain-lain). Tetapi ternyata bahwa banyak asam amino
yang diserap dari protein ini dikonsentrasi terutama di otot dan hanya sedikit
masuk ke dalam otak. Oleh sebab itu lebih
baik mengasup banyak karbohidrat dengan
sedikit protein. Pada pembakaran karbohidrat
berlangsung suatu proses pada mana triptofan tidak disalurkan ke otot melainkan ke
otak. Diet demikian telah dibuktikan dapat
memperbaiki suasana jiwa dan di samping itu
juga mempermudah serta memperpanjang
waktu tidur dan mengurangi rasa nyeri
(pada rema).
Keadaan depresif lazimnya diiringi dengan
daya tahan tubuh yang berfungsi buruk,
sehingga ada risiko besar timbulnya
berbagai penyakit. Di pihak lain perasaan
gembira dan bersemangat berkaitan dengan
kesehatan yang baik.
Efek baik dari gerak badan. Triptofan
diinaktifkan oleh enzim triptofan-pyrrolase,
oleh sebab itu penting untuk menghambat
sintesis enzim ini. Pada keadaan stress yang
penuh ketegangan, anak ginjal melepaskan
banyak kortisol, yang menstimulasi sintesis pyrrolase dan dengan demikian mengakibatkan menurunnya kadar serotonin di
otak. Efek kortisol dihambat oleh hormon
anak ginjal lain, yaitu adrenalin. Pada aktivitas fisik seperti gerak badan dan olahraga terbentuk banyak adrenalin, sehingga
sintesis pyrrolase relatif sedikit dan lebih
banyak triptofan beredar dalam darah. Hal
ini memicu kadar serotonin di otak
meningkat dan depresi diperbaiki. Suatu
eksperimen pada orang-orang yang menderita depresi telah membuktikan ini.
JENIS–JENIS GANGGUAN
DEPRESI
Keadaan murung. Setiap orang yang mengalami suatu kekecewaan berat (kematian,
perceraian, kepailitan) atau kehilangan pribadi
(kematian kekasih) dengan sendirinya menjadi murung. Jiwanya tertekan dengan perasaan sangat sedih, putus asa dan hilangnya kegembiraan, merasa letih, tidak bernafsu makan dan sukar tidur. Mental juga
terganggu dengan sering termenung dan
berpikiran khayal, konsentrasi berkurang,
bimbang dan sukar mengambil keputusan.
Pada umumnya, orang murung demikian
lambat laun mampu mengatasi sendiri keadaan sendunya tanpa obat atau mungkin
hanya dengan bantuan obat pereda. Gejala
hilang dengan sendirinya sesudah dua atau
tiga minggu.
Depresi normal pada umumnya tidak
memerlukan pengobatan dan dapat memperlihatkan remisi spontan. namun sebaiknya
tetap dimonitor untuk menghindari menjadi
patologik dan sebaiknya juga tetap diberikan
pengobatan untuk mempersingkat dan meringankan gejalanya. Sering kali timbul gejala
on-off, yaitu period-periode perbaikan yang
diselingi dengan kemunduran.
Gangguan Depresi Utama (Major Depressive
disorder) yaitu nama internasional yang
sekarang dipakai untuk keadaan murung
yang sesudah 2-3 minggu masih juga bertahan
atau bahkan memperburuk. Kriteria untuk
depresi sedang/hebat yang kini berlaku menurut
DSM IV** yaitu ada nya minimal lima
gejala dari daftar berikut pada waktu hampir
setiap hari selama minimal 2 minggu.: Kedua
gejala a dan b yaitu esensial dan salah satu
dari padanya harus ada dalam lima
gejala ini .
a. suasana jiwa murung hampir sepanjang hari;
b. hilangnya perasaan gembira dan perhatian
untuk hampir semua aktivitas;
c. perasaan bersalah dan tak berharga;
d. pikiran atau percobaan bunuh diri;
e. tidak dapat mengambil keputusan atau
timbul masalah konsentrasi;
f. agitasi (perasaan dikejar, cepat tersinggung) atau penghambatan (segala sesuatu
terkesan berlangsung lambat);
g. lelah dan hilangnya enersi;
h. gangguan tidur;
i. perubahan nafsu makan atau perubahan
berat badan.
** DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual,
Edisi IV dari American Psychiatric Association
merupakan klasifikasi dari gangguan-gangguan psikiatri, yang memberikan uraian
dari golongan-golongan diagnostik untuk
memungkinkan dokter mendiagnosis, mempelajari dan menangani orang-orang dengan
berbagai gangguan mental.
*Hamilton depression rating scale (HDRS)
terdiri dari sebuah daftar gejala yang lebih
luas lagi dan sering kali dipakai sebagai
pedoman untuk mengukur parahnya depresi.
Depresi kronis yaitu depresi yang bertahan
lebih lama dari 2 tahun dan sesudah dipastikan
tidak adanya penanganan yang kurang tepat
atau resistensi untuk obat.
a. Depresi manis (mania) bercirikan bipoler,
artinya terdiri dari dua fase, masa depresif
dan masa manis. Pada masa depresif, pasien
mengalami segala sesuatu sebagai hitam atau
kelabu dan perasaannya seperti mati. Fase
ini diselingi dengan suatu periode manis, yang
bercirikan suasana jiwa berbunga-bunga,
hipereksitasi dan aktivitas berlebihan.
Pengobatan dapat dilakukan dengan antipsikotika klorpromazin, haloperidol dan pimozida selama 2-3 bulan. Sebagai prevensi dipakai litiumkarbonat/sitrat, yang 60% efek-
tif untuk mencegah serangan baru. Keberatan obat ini yaitu efek samping dan
toksisitasnya bagi ginjal dan tiroid pada
overdosis, sedangkan luas terapinya sempit.
Karbamazepin dipakai sebagai pilihan kedua untuk penanganan dan profilaksis, bila
litium kurang efektif, atau bersamaan sebagai
kombinasi.
b. Depresi vital yaitu suatu bentuk depresi
berat, yang memiliki ciri-ciri berikut (DSM
IV):
– gangguan tidur khas. Pasien tidur dengan
mudah namun tengah malam atau sangat
pagi sudah terbangun dengan merasakan
dirinya sangat letih, sendu, apatis, takut
atau gelisah dan tidak bisa tidur lagi.
– bervariasinya suasana sepanjang hari. Pasien
seakan-akan memiliki dua kehidupan,
aktivitas dan perasaannya sangat berlainan pada pagi hari dan waktu tengahhari atau malam.
– hilangnya perhatian dan kegembiraan dalam
praktis semua aktivitas, tidak adanya
reaksi terhadap rangsangan, perasaan
nyaman, agitasi atau terhambatnya motorik, anoreksia atau turunnya berat badan.
Antidepresiva ternyata paling ampuh pada
depresi dengan ciri-ciri vital ini .
c. Depresi musim dingin (Seasonal Affective
Disorder, SAD) yaitu suatu bentuk depresi
yang spesifik terjadi pada musim dingin di
negara-negara Utara akibat kekurangan sinar
matahari.
Di Eropa dan AS selama musim dingin ±3%
dari penduduk mengalami depresi; pada
wanita (usia 15-50 tahun) 4 x lebih sering dari
pada pria. Letak geografis berperan pada
insidensinya: semakin utara semakin banyak
penderita, misalnya di Alaska dekat kutub
utara sampai 10% dari penduduk! Keadaan
murung ini berkaitan dengan menyingkatnya hari dan berkurangnya cahaya matahari
yang menyusut sampai ±8 jam sehari dibandingkan ±16 jam di musim panas. Sebagai akibat produksi melatonin meningkat,
suhu tubuh menurun serta metabolisme
dan semua proses faal berkurang (lihat Bab
42, Hormon-hormon Hipofisis) Pada hewan
tertentu (beruang, bajing, rubah dan lain-lain)
hari-hari yang menyingkat ini mendorongnya
untuk tidur musim dingin. Manusia tidak
mengenal wintersleep sejati demikian. namun
pada orang yang peka, pukulan jantung juga
menurun dan kebutuhan tidur meningkat,
suasana jiwa menjadi murung (winterblues),
enersi berkurang, sangat mudah tersinggung,
merasa letih dan - berbeda dengan depresi
‘normal’- nafsu makan justru sangat meningkat. Selain pola makan juga timbul perubahan pada pola tidur. Semua gejala ini
diakibatkan oleh “lonceng biologis” yang
terganggu.
Terapi. Depresi musim dingin sering kali
dapat diatasi secara efektif dengan terapi
cahaya, yang mampu memperbaiki lonceng
biologis yang terganggu. Caranya yaitu
memperpanjang hari secara artifisial. Untuk
ini penderita harus duduk 2 kali sehari selama
1 jam di bawah 4-5 lampu TL dari 40 W [minimal 2.500 Lux; 1 Lux = kekuatan cahaya dari 1
lilin (candle) pada jarak 1 m]. Metoda terbaru
memakai intensitas cahaya dari 10.000
Lux, 30 menit sehari selama 5 hari. Mata
pasien tidak boleh ditutup, sebab perlu terkena cahaya yang —berbeda dengan sinarUV— tidak berbahaya bagi mata. Dengan
demikian produksi melatonin - yang juga
dinamakan ‘hormon tidur alamiah’- oleh
epifisis dihambat dan sintesis serotonin yang
memperbaiki suasana, distimulasi. Efeknya
yaitu suasana sendu lewat lebih cepat.
Terapi cahaya ini pada sebagian pasien
SAD kurang ampuh dan perlu diberi antidepresiva, misalnya fluoksetin(Prozac) yang
dilaporkan efektif. Terapi ini tidak boleh
dikombinasi dengan pemakaian antidepresiva trisiklis, antipsikotika dan antibiotik
tertentu, sebab senyawa-senyawa ini membuat retina lebih peka bagi cahaya.
Terapi cahaya juga dapat dipakai pada
depresi biasa dengan dosis 1,5 jam/hari 6.000
Lux (pagi hari) selama minimal 3 minggu
(Arch General Psychiatry 1998; 55:861-96).
Risiko akan residif sesudah terapi dihentikan
cukup besar (50%).
Ada laporan bahwa terapi cahaya juga
dapat dipakai untuk lebih cepat mengatasi
jetlag sebagai akibat dari penerbangan melintasi banyak zone waktu. *Depresi selama kehamilan sering kali terjadi dan bila tidak ditangani dapat membawa risiko seperti residif depresi pada si
ibu, kelahiran prematur dan berat badan bayi
yang rendah.
1. Weinstock M. The potential influence of
maternal stress hormones on development and mental health of the offspring.
Brain Behav Immun.2005 jul;19(4):296-
308.
2. Boyd RC, Zayas LH, McKee MD. Motherinfant interaction, life events and prenatal
and postpartum depressive symptoms
among urban minority women in primary care. Matern Child Health J. 2006
mrt;10(2):139-48.
*Depresi postnatal dialami oleh ±10% dari
wanita nifas selama 6 pekan sesudah persalinan, sehingga sebetulnya lebih tepat
disebut depresi post-partum (Lat. natalis =
kelahiran, partus = persalinan). Depresi ini
disebabkan oleh menurunnya kadar progesteron
akibat berkurangnya absorpsi hormon ini
oleh reseptornya. Begitu pula pada depresi
postmenopausal pada wanita sesudah
berhentinya haid. Keadaan ini dapat diobati
dengan dosis tinggi progesteron, namun sering
kali dalam beberapa bulan akan hilang
sendiri tanpa pengobatan. Secara alternatif
juga sering kali dapat disembuhkan dengan
piridoksin 100-150 mg sehari selama beberapa
minggu-bulan.
*Depresi eksogen (reaktif) dapat dianggap
sebagai efek samping obat, misalnya antihipertensiva, adakalanya kortikosteroida, pil
antihamil dan benzodiazepin long-acting.
Penyebab lain yaitu penyakit parah seperti
penyakit auto-imun atau defisiensi piridoksin. Depresi demikian biasanya dapat diatasi
dengan menghentikan pemberian obat yang
menjadi penyebab atau pemicu nya penyakit ditangani. Faktor eksogen juga dapat
berupa pemicu luar, suatu kejadian pribadi
misalnya pemecatan dari pekerjaan atau
isolasi sosial.
* Depresi endogen(biologis) sering kali terjadi secara mendadak tanpa adanya sesuatu
penyebab yang nyata. Pembagian dalam kedua jenis depresi ini sekarang ini tidak
banyak dipakai lagi sebab dianggap
kurang tepat.
Gangguan suasana lainnya
*Gangguan panik bercirikan serangan mendadak dari perasaan takut hebat, misalnya
takut menjadi gila atau takut mati. Peristiwa ini disertai berbagai gejala, seperti berkeringat, sesak napas, pusing, mual, debar
jantung dan gemetar. Adakalanya ada
pula agorafobia dan kecenderungan menjauhkan
diri, yakni perasaan gamang untuk melalui
tanah lapang atau jalanan terbuka (Yun. agora
= tanah lapang). Gejala ini dapat ditangani
efektif (sesudah 3-5 minggu) dengan imipramin,
klomiprami atau fluvoksamin, yang mungkin
berkaitan dengan penghambatan re-uptake
serotonin. namun bila terapi dihentikan,
gangguan sering kali kambuh lagi. Benzodiazepin alprazolam (Xanax), yang diklaim
berdaya antidepresif, ternyata juga efektif
untuk gangguan panik.
*Neurose paksaan (Obsessive Compulsive Disorder, OCD). Menurut klasifikasi DSM IV,
OCD bercirikan perbuatan (compulsio) atau
pikiran paksaan (obsessio). Hal ini memicu kesengsaraan pada pasien dan dialami
dirinya sebagai tidak berguna, sehingga
pasien berusaha menekannya. Sebagian pasien juga menderita depresi. Penangangan
dilakukan dengan terapi perilaku bersama
pengobatan dengan klomipramin, fluvoksamin
atau fluoxetin. Efeknya baru nyata sesudah
4-12 minggu.
Penanganan
Gangguan depresi yang tidak ditangani dapat sembuh dengan sendirinya pada ±80%
dari kasus sesudah rata-rata 6-12 bulan, namun
dengan risiko kambuh kembali dengan cepat
dan penyakit menjadi kronis. Masalahnya
di sini pun sama seperti pada schizofrenia,
yaitu sering kali tidak adanya keinsafan
sakit pada pasien. Penderita depresi tidak
menyadari akan gangguan ini dan menganggap perubahan-perubahan dalam perasaannya sebagai akibat dari kelainan-kelainan somatik. Untuk keluhan-keluhan depresi
yang tersamar ini dicari pertolongan medis,
tanpa menghiraukan sebab-sebab kejiwaan
yang menyertai keluhan somatik ini. Oleh
sebab itu pengobatan hanya ditujukan kepada penyebab-penyebab somatik saja.
Melalui psikoterapi dan antidepresiva progres penyakit bisa membaik dan separuh dari
penderita sembuh dalam 3-4 bulan. yaitu
penting untuk jangan membebankan diri
terlalu berat, mempertahankan pola aktivitas
setiap hari dengan gerak badan secukupnya
di samping menjalani kontak sosial, bahkan
kalau bisa tetap melakukan pekerjaan rutin.
Pilihan obat. Pada umumnya ATC (Antidepresiva TriCyclis) sebaiknya dipakai
bila ada gejala ekstrapiramidal atau
jika serentak minum obat antipsikotika atau
NSAIDs. Obat-obat generasi ke-2 (SSRIs) sebaiknya diberikan bila ada keluhan jantung
(sesudah infark, jantung lemah, aritmia), sukar
buang air kecil dan glaucoma.
Depresi hebat terutama yang bersifat keturunan dan yang menunjukkan gejala vital
selalu harus ditangani dengan dukungan
sosial dan psikoterapi, di samping pemberian antidepresiva. Tujuan psikoterapi adalah merubah pikiran dan sikap negatif pasien dengan pandangan yang lebih realistik mengenai dirinya sendiri dan dunia
luar. Terutama terapi perlakuan cognitif
ternyata efektif, yaitu suatu bentuk penanganan psikologis, pada mana pasien dipelajari menemukan pola-pola negatif dari
permasalahan kognitif dan merubahnya.
Juga menganalisis pikiran-pikiran negatif
yang dari sudut psikologis merupakan inti
dari depresi, seperti misalnya keluhan ‘saya
memang orang yang selalu gagal’ atau ‘segala
sesuatu yang saya berbuat senantiasa salah’
dan ‘semua orang benci pada saya‘. Kini sudah dapat dipastikan bahwa penanganan
dengan hanya antidepresiva yaitu kurang
efektif dibandingkan penanganan yang sama
namun dalam kombinasi dengan psikoterapi. 9
Bila depresi disertai perasaan takut atau
kegelisahan, pada pengobatannya sering
kali ditambahkan suatu benzodiazepin untuk ±
4 minggu. sesudah waktu itu, efek anksiolitik
dari obat antidepresi sudah menyadi nyata
dan tranquillizer tidak diperlukan lagi. Bila
ATC dan SSRIs kurang memberikan hasil,
dapat ditambahkan litium atau diganti
seluruhnya dengan moclobemida.
Dosis dari ATC perlu dinaikkan secara
berangsur-angsur, dimulai dengan dosis rendah yang setiap 2-3 hari dinaikkan sampai
tercapai dosis pemeliharaan efektif. Sering
kali dipakai dosis amitriptilin, nortriptilin
atau imipramin di atas 150 mg sehari, namun
dalam praktik ternyata dosis rendah dari
100 mg/hari atau kurang sering kali sudah
efektif.15
SSRIs seperti fluoxetin, paroxetin, sertralin
dan moclobemida dapat langsung dimulai dengan dosis standar. Kebanyakan antidepresiva dapat diberikan sebagai dosis tunggal
pada malam hari berdasar masa paruhnya yang panjang. Pengecualian yaitu
paroxetin dan desipramin dengan sifat
stimulasi, yang harus diberikan pada pagi
hari. Pada pemakaian obat terakhir perlu
sekali ke-waspadaan terhadap percobaan
bunuh diri selama 2-3 minggu pertama.
Depresi me-rupakan penyebab suicidium
yang paling umum!.
* Efek antidepresif dan efek sedatif dari
antidepresiva pada umumnya baru nampak
2-4 minggu sesudah permulaan terapi, yang
pada lansia adakalanya baru sesudah 6 minggu. Bila sesudah 8 minggu belum ada perbaikan, terapi perlu diganti dengan obat lain
dengan menurunkan dosis secara perlahan
dan dimulai dengan obat baru secara berangsur-angsur.
* Lamanya terapi. sesudah depresi hilang,
pengobatan perlu dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan selama 4-9 bulan untuk menghindari atau meringankan residif. Pada depresi
hebat yang sering kali kambuh, masa terapi
perlu diperpanjang.
Terapi elektroshock (Electroconvulsive therapy, ECT, atau kejang listrik) dilakukan sebagai
tindakan terakhir pada depresi sangat hebat
yang resisten terhadap berbagai antidepresiva atau adanya kemungkinan bunuh diri.
Meskipun tindakah ini mungkin memberikan
kesan kekerasan dan reputasinya buruk berhubung pengalaman di masa lampau, dewasa
ini dengan tindakan pencegah khusus untuk
keamanan pasien, ECT dianggap sangat efektif dan mulai agak banyak dipakai lagi.
Penanganan ini terdiri dari memicu
suatu serangan epilepsi melalui pemberian
aliran listrik singkat pada penderita yang
dibius total.
Efek samping terutama terdiri dari kehilangan daya ingat, sakit kepala, sakit otot,
mual dan perasaan kacau yang berlangsung
singkat.
Pada umumnya penanganan dengan ECT
yaitu efektif dan dapat diterima oleh penderita. Insiden fatal maupun kerusakan otak
permanen belum pernah terjadi.
ANTIDEPRESIVA
Sekitar tahun 1957, obat-obat antidepresi pertama mulai diintroduksi, yaitu obat tuberkulosa iproniazida, juga imipramin. Kemudian
disusul dengan sejumlah besar antidepresiva
lain (dengan lebih sedikit efek samping)
yang secara efektif berdaya mengatasi keadaan sendu. Pada periode ini juga dikembangkan tranquillizer modern, yang pertama meprobamat kemudian disusul oleh serangkaian senyawa benzodiazepin (diazepam,
klordiazepoksida, dan lain-lain).
Lazimnya obat-obat antidepresi dibagi dalam
4 kelompok besar, yaitu:
1. antidepresiva klasik: Obat-obat ini menghambat resorpsi kembali dari serotonin dan
noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung
saraf. Pengecualian yaitu desipramin yang
menghambat re-uptake NA secara lebih selektif. Oleh sebab itu obat ini berefek mengaktifkan dengan akibat timbulnya risiko
bunuh diri pada minggu-minggu pertama
terapi.
a. senyawa trisiklik: amitriptilin, doksepin, dosulepin, imipramin, desipramin dan klomipramin. Obat-obat ini memiliki struktur
dasar cincin-tiga, mirip dengan struktur
antipsikotika kelompok fenotiazin dan
thioksanten. Obat-obat antidepresiva trisiklik klasik (TCA) ini juga disebut Nonselective Mono-amin reuptake Inhibitors
dan ada paling lama di pasaran.
b. senyawa tetrasiklik: maprotilin, mianserin
(dan mirtazapin) dengan struktur tetrasiklis, namun dengan sifat yang hampir
sama. Maprotilin dan desipramin menghambat secara selektif re-uptake dari NA
(Selective NA Re-uptake Inhibitor), begitu
pula mianserin (lemah). Mirtazapin termasuk generasi ke 2.
2. obat generasi ke 2 dengan struktur kimiawi
berlainan yang memicu lebih sedikit
efek samping, khususnya berkurangnya efek
jantung dan antikolinergik. Oleh sebab itu
lebih aman pada overdosis dan bagi pasien
lansia. namun ternyata bahwa obat-obat modern ini tidak terbukti lebih unggul daripada
obat klasik, khusus terhadap gejala-gejala
dari depresi.
a. SSRI’s (= Selective Serotonin Re-uptake
Inhibitors): fluvoxamin (Luvox, Fevarin),
fluoxetin, paroxetin , sertralin, citalopram
dan venlafaxin.
Trazodon (Trazolan) juga menghambat reuptake serotonin, namun di samping itu
juga bekerja anti-serotonin.
b. NaSA (Noradrenalin and Serotonin Antidepressants): mirtazapin dan venlafaxin
(Efexor).
Obat-obat ini tidak berkhasiat selektif,
menghambat re-uptake dari baik serotonin maupun noradrenalin. ada beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih
efektif daripada obat SSRI.
3. MAO-blocker: fenelzin dan tranylcypromin
(Parnate). Obat ini menghambat enzim monoamin-oksidase (MAO), yang menguraikan
zat-zat monoamin sesudah selesai aktivitasnya. Enzim ini ada dalam dua bentuk:
MAO-A dan MAO-B. Kedua obat di atas
menghambat kedua bentuk secara irreversibel dan hanya dipakai bila obat-obat lain
tidak ampuh (lagi). Obat baru moclobemida
menghambat terutama MAO-A secara reversibel, namun pada overdosis selektivitasnya
hilang. Obat tanaman tingtur Hyperici bekerja
melalui perintangan MAO. Obat Parkinson
selegilin memblokir secara selektif MAO-B
dan hanya bekerja antidepresif pada dosis
tinggi dengan risiko efek samping. Oleh sebab itu tidak dipakai lagi sebagai antidepresivum.
4. lainnya: tryptofan, okstriptan, piridoksin,
tingtur Hyperici, litium, agomelatine, bupropion,
trazodon dan vortioxetine.
Mekanisme kerja
Antidepresiva bekerja melalui penghambatan
re-uptake serotonin dan noradrenalin di ujungujung saraf otak dan dengan demikian memperpanjang masa waktu tersedianya neurotransmitter ini . Di samping itu antidepresiva dapat memengaruhi reseptor postsinaptis. namun mekanisme kerjanya yang
tepat belum diketahui. Misalnya, mengapa
penghambatan re-uptake dari 5-HT dan NA
berlangsung dengan cepat, sedangkan efek
antidepresifnya baru nyata sesudah 2-6 minggu.
Menurut perkiraan masa laten ini berkaitan
dengan berkurangnya jumlah dan kepekaan
dari reseptor postsinaptis tertentu, yang baru
terjadi sesudah beberapa minggu. Demikian
di samping peningkatan kadar serotonin,
diperkirakan masih ada mekanisme lain
untuk efek antidepresifnya.
Efek samping
Antidepresiva dapat memicu banyak
efek samping yang tidak diinginkan dan
mirip dengan efek samping antipsikotika.
Kebanyakan efek ini bersifat sementara dan
hilang dengan sendirinya sesudah beberapa
waktu.
1. Obat klasik (ATC) dapat memperlihatkan
efek samping berikut:
a. efek jantung, yang mirip efek kinidin dan
dapat memicu gangguan penerusan impuls jantung dengan perubahan
ECG. Pada overdosis dapat terjadi aritmia
berbahaya.
b. efek antikolinergik akibat blokade reseptor muskarin dengan memicu
a.l. mulut kering, obstipasi, retensi urin,
tachycardia serta gangguan potensi dan
akomodasi. Hiperhidrosis (keringat berlebihan) dapat terjadi sebagai efek paradoksal.
Efek ini terutama kuat pada amitriptilin,
klomipramin serta doksepin dan ringan
pada desipramin. Perlu diketahui bahwa mulut kering dan obstipasi pada
hakikatnya merupakan gejala depresi.
Obat generasi ke-2 jarang memicu
efek antikolinergik dan efek terhadap
jantung.
c. sedasi berdasar penghambatan reseptor antihistamin postsinaptik, yang
terutama kuat pada amitriptilin, doksepin
dan dosulepin (dan mianserin), namun
kurang kuat pada imipramin, klomipramin serta maprotilin dan ringan sekali
pada desipramin. Bila diperlukan sedasi
di samping efek antidepresi, sebaiknya
ditambahkan suatu benzodiazepin selama 2-3 minggu pertama sampai efek
antidepresifnya menjadi nyata.
d. hipotensi ortostatik dan pusing serta
mudah terjatuh merupakan akibat dari
efek anti-noradrenalin (blokade reseptor
a1-adrenergik). Hal ini sering kali terjadi,
terutama pada lansia. Blokade-a1 juga
dapat memicu berkurangnya fungsi
seksual (libido, gangguan potensi, dan
lain-lain).
e. efek antiserotonin akibat blokade reseptor-5HT postsinaptik dengan bertambahnya nafsu makan dan berat badan dan
umumnya pasien menjadi gemuk.
f. kelainan darah seperti agranulositosis
dan leukopenia, yang mungkin berdasar reaksi hipersensitivitas namun jarang terjadi. Reaksi alergi juga menjadi
penyebab dari gangguan kulit.
g. gejala penarikan dapat terjadi, meskipun antidepresiva tidak bersifat adiktif.
Pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul a.l. gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur serta nyeri
kepala dan otot.
2. Obat generasi ke-2 (SSRIs) memiliki profil
berlainan dengan obat klasik (ATC), khusus
efek jantungnya sangat berkurang dan efek
serotoninergnya lebih nyata.
a. efek serotoninerg berupa mual, muntah,
malaise umum, nyeri kepala, gangguan
tidur (juga gejala depresi!) dan nervositas,
agitasi atau kegelisahan (sementara), juga
disfungsi seksual dengan ejaculatio dan
orgasme terlambat.
b. sindroma serotonin timbul akibat stimulasi berlebihan dari reseptor-reseptor-5HT1a dalam inti-inti otak tertentu,
sering kali akibat kombinasi dari suatu
perintang MAO dan suatu zat serotoninerg SSRI (antidepresivum duloksetinCymbalta/Xeristar). Gejala psikis, otonom dan neurologik berupa a.l. tachycardi, kegelisahan, demam dan menggigil, konvulsi, gejala kekakuan parah,
tremor, diare dan gangguan koordinasi, yang tidak jarang berakhir fatal. Kebanyakan timbul pada pemakaian kombinasi dari obat generasi ke-2 bersama obat
serotoninerg lainnya, yaitu obat klasik
(ATC), perintang-MAO, litium, triptofan,
amfetamin dan sumatriptan, dan biasanya dalam waktu beberapa jam sampai
2-3 minggu. Gejala ini dapat diatasi
dengan antagonis serotonin (metisergida,
propranolol).
c. efek antikolinergik dan antiadrenergik
lemah atau sama sekali tidak ada, misalnya efek jantung.
Gejala penarikan (withdrawal symptoms)
Walaupun bukan obat-obat adiktif seperti narkotika dan obat-obat tidur, gejala
penarikan atau gejala abstinensi juga dapat
timbul pada antidepressiva, baik antidepresiva klasik (antidepresiva trisiklik dan penghambat MAO), maupun senyawa-senyawa
modern seperti SSRI’s, venlafaksin dan mirtazapin.
Gejala penarikan didefinisikan sebagai gejala fisik dan psikis yang timbul akibat
penghentian atau penurunan dosis yang terlampau cepat dari suatu obat sesudah penggunaan yang cukup lama. Gejala penarikan
dari antidepresiva dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu gejala griep, gejala
psikis, gejala gastro-intestinal, gejala tidur
dan keseimbangan, gejala sensoris serta ekstrapiramidal (GEP) dan lain-lain gejala. Merupakan sesuatu yang khas yaitu bahwa
gejala-gejala ini timbulnya 1-4 hari
sesudah dosis dikurangi atau dihentikan.
Timbulnya gejala ini dapat dihindari
dengan menurunkan dosisnya secara lambat
laun dan tidak sekaligus.
Sering kali telah terbukti bahwa antidepresiva yang memiliki t1/2 singkat seperti
paroksetin dan fluvoksamin, lebih kerap
menunjukkan gejala penarikan daripada senyawa-senyawa dengan t1/2 panjang seperti
fluoksetin.
Ref.: Vlaminck J.J.D. et al. Onttrekkingsverschijnselen van antidepressiva. Ned
Tijdschr Geneeskd 2005;149: 698-701.
Gejala penarikan yang diuraikan di atas
juga berlaku bagi psikofarmaka. Lih. Bab 29
Antipsikotika.
Efek-efek samping lainnya akan dibicarakan tersendiri pada monografi obat-obat bersangkutan.
Kehamilan dan laktasi
Meskipun belum ditentukan adanya hubungan antara antidepresiva dan kerusakan
janin, namun dari beberapa obat diketahui
efek teratogennya pada binatang percobaan.
Beberapa obat mencapai air susu ibu.
Interaksi
– Fluoxetin dan SSRIs lain dapat meningkatkan kadar darah dari antidepresiva
trisiklis, mungkin sebab penghambatan
metabolismenya di dalam hati.
– Zat-zat serotoninerg dalam kombinasi
dengan ATC (terutama imipramin dan
klomipramin) atau SSRIs dapat memicu sindroma serotonin, lihat di atas.
Untuk menghindarinya obat-obat ini baru
dapat diberikan sesudah antidepresiva
dihentikan minimal 2 minggu.
– Adrenergika diperkuat daya kerjanya oleh
ATCs, terutama efeknya terhadap jantung
dengan hipertensi dan aritmia.
pemakaian
Antidepresiva selain pada depresi tertentu,
juga dipakai untuk sejumlah indikasi lain,
yaitu:
a. depresi, khususnya yang bercirikan vital.
Pada depresi parah adakalanya dikombinasi dengan litium atau dengan moclobemida. Pada depresi dengan psikosis,
bersama dengan antipsikotika.
Pada periode depresi gangguan bipoler
(mania), adakalanya bersama litium sebagai obat pencegah.
b. gangguan panik (dengan agorafobia) dan
gangguan obsesif-compulsif: imipramin,
klomipramin, juga SSRIs (fluvoxamin,
citalopram).
c. ngompol malam (enuresis nocturna) dari
anak-anak di atas 5 tahun (imipramin,
amitriptilin), mungkin berdasar khasiat antikolinergiknya.
d. sebagai analgetikum, pada terapi nyeri
kronis hebat (kanker) dan nyeri saraf (sesudah herpes zoster/shingles). Khusus dipakai imipramin dan amitriptilin bersamaan dengan analgetika lain namun
desipramin dan klomipramin juga dapat
dipakai .
e. bulimia nervosa, juga dinamakan hyperorexia (Yun. orexi = nafsu makan), pada
mana nafsu makan meningkat secara
patologis. Bulimia, bersama anorexia nervosa, merupakan gangguan makan yang
bercirikan “serangan” makan tanpa batas
yang diselingi muntah-muntah buatan
(dan pemakaian laksansia) agar tidak
menjadi gemuk. Fluoxetin, imipramin dan
desipramin mampu dalam waktu singkat
mengurangi frekuensi makan.
f. terapi interval migrain, mungkin berdasar blokade reseptor 5HT2
di pembuluh dan neuron otak, khususnya amitriptilin.
Catatan: Dipertimbangkan untuk antidepresiva hanya diberikan kepada penderita depresi berat (melankolik atau psikotik) dan kepada penderita depresi ringan yang lebih
lama dari 3 bulan
MONOGRAFI
A. OBAT-OBAT KLASIK (ATC)
1. Imipramin: Tofranil
Antidepresivum trisiklis pertama ini (1958)
menghambat re-uptake dari NA dan 5HT, lagi
pula berkhasiat antiadrenergik, antikolinergik dan antihistamin agak kuat. Zat ini
memiliki efek sedatif cukup baik, namun pada
umumnya jangan diberikan pada pasien yang
mudah terangsang dan agresif. Imipramin
dipakai pada depresi dengan ciri-ciri vital,
pada gangguan panik dan ngompol malam
pada anak-anak di atas 5 tahun.
Resorpsi dari usus cepat dan lengkap, PP
±86%, plasma-t½ bervariasi antara 6-34 jam.
Di dalam hati zat ini didemetilasi menjadi
metabolit aktif desipramin dengan t½ 12-76
jam. Ekskresi terutama melalui urin.
Dosis: pada depresi oral 3 dd 25 mg garam
HCl, bila perlu berangsur-angsur dinaikkan
sampai maks. 300 mg sehari. Pada gangguan
panik: 10-25 mg sehari; pada enuresis anakanak 5-8 tahun: 20-30 mg a.n.; pada nyeri
kronis: 25-150 mg sehari.
* Desipramin (Pertofran) yaitu metabolit
aktif dari imipramin dengan khasiat menghambat re-uptake dari terutama noradrenalin.
Obat ini bersifat mengaktifkan, maka waspada
akan kemungkinan bunuh diri. Mulai kerjanya agak cepat, masa paruh ±18 jam.
Dosis: oral 3-4 dd 25-50 mg.
* Klomipramin (klorimipramin, Anafranil) adalah derivat klor dengan efek antidepresif
lebih kuat. Klomipramin menghambat re-uptake
serotonin lebih kuat daripada NA. Zat ini
selain pada depresi juga dipakai pada
gangguan panik dan obsesif-konvulsif.
Dosis: pada depresi dan OCD: 2-3 dd 25
mg garam HCl, maks. 250 mg sehari. Pada
gangguan panik: 1 dd 25 mg, dinaikkan sampai maks. 200 mg selama 6 bulan. Pada lansia
permulaan 10 mg sehari, maks. 50 mg sehari. * Opipramol (Insidon) yaitu derivat piperazinyl yang sebetulnya bukan obat antidepresi. Obat ini berkhasiat antiserotonin dan
antidopamin (lemah) serta tidak menghambat
re-uptake serotonin atau NA. Opipramol
dipakai sebagai obat tambahan (minor
tranquillizer) pada ketegangan dan keadaan
takut. Dosis: oral 1-3 dd 50 mg selama minimal
2 minggu, lansia dosis separuhnya.
2. Amitriptilin:Tryptizol, Laroxyl, *Limbitrol,*
Mutabon-D
Senyawa trisiklik ini (1961) rumusnya mirip dengan imipramin, hanya dalam cincintiga ikatan >NC diganti dengan >C=C. Menghambat re-uptake noradrenalin dan serotonin di
otak. Berkhasiat antihistamin dan antikolinergik, juga sedatif kuat, maka cocok untuk
diberikan pada pasien agresif. Selain pada
depresi, amitriptilin juga dipakai pada
terapi interval migrain, pada ngompol malam anak-anak di atas 5 tahun dan sebagai
analgetikum pada nyeri kronis.
Resorpsi dari usus cepat, BA ±40%. PP di
atas 90%, plasma- t½ rata-rata 15 jam. Dalam
hati sebagian besar didemetilasi menjadi
metabolit aktif nortriptilin dengan khasiat
sedatif lebih ringan, t½ rata-rata 36 jam.
Ekskresi terutama lewat urin.
Dosis: pada depresi 3 dd 25 mg garam HCl
atau 50-100 mg a.n., bila perlu berangsurangsur dinaikkan sampai 150-300 mg. I.m./
i.v 4 dd 20-30 mg. Lansia: 1 dd 25 mg, maks.
150 mg sehari. Ngompol malam: anak-anak
5-10 tahun 10-25 mg a.n. Nyeri kronis: 25-75
mg a.n., prevensi migrain: 25-150 mg a.n.
*Mutabon-D = amitriptilin 25 + perfenazin
2 m