ang dan hypoxia otak.
Berkhasiat memperbaiki kelenturan eritrosit dan sedatif terhadap serambi organ
keseimbangan (vestibulum). Pada dosis tinggi
berkhasiat antihistamin dan antiserotonin.
Obat ini tidak aktif terhadap arteri jantung,
juga tidak memengaruhi fungsi jantung serta
tidak menurunkan daya-tahan pembuluh
dan tekanan darah.
pemakaian nya yaitu pada keadaan hipoxia di jaringan perifer, seperti vertigo
(pusing tujuh keliling dengan nausea akibat
gangguan keseimbangan), yaitu untuk
mengurangi hebatnya dan frekuensi serangan. Obat ini juga untuk profilaksis migrain
bila obat-obat lain kurang efektif; efeknya
baru nyata sesudah lebih kurang 3 bulan.
Pada epilepsi dipakai sebagai obat tambahan bila ada resistensi untuk obat-obat
lain. Efek pemakaian nya pada claudicatio
sering kali kurang memuaskan.
Resorpsinya dari usus hampir lengkap
dan pesat berhubung sangat lipofil, namun
mengalami FPE kuat. PP-nya 90% dengan
plasma-t½-nya 18 hari. Afinitasnya besar
sekali untuk membran sel, lemak dan otak.
Ekskresinya berlangsung terutama sebagai
metabolit inaktif lewat tinja.
Efek sampingnya yang paling sering terjadi
yaitu rasa letih dan kantuk, terutama selama minggu pertama. Adakalanya berat
badan bertambah, mungkin berhubung efek
antiserotonin. Tachycardia dan flushing
tidak terjadi. Pada tahun-tahun terakhir mulai dilaporkan depresi dan gejala ekstrapiramidal, terutama pada lansia. Oleh sebab
itu, tidak dianjurkan untuk pasien Parkinson.
Dosis: vertigo dan gangguan sirkulasi
perifer, oral malam hari 10 mg, orang tua 5
mg.
* Sinarizin (Cinnipirine, Stugeron) (1959)
yaitu zat-induk flunarizin dengan khasiat
dan pemakaian yang lebih kurang sama,
namun kerjanya lebih lemah, kecuali sifat
antihistaminiknya lebih kuat pada dosis
biasa. Lihat juga Bab 51, Antihistaminika.
Dosis: pada vertigo oral 1-3 dd 25-50 mg,
pada gangguan sirkulasi perifer 3 dd 75 mg.
10. Asam nikotinat: niacin, PP-factor, Niaspan
Berlainan dengan nikotinamida (vitamin
B3
), asam ini (1913) berdaya vasodilatasi
perifer, terutama terhadap pembuluh tubuh
di bagian atas. Dapat mengakibatkan ‘steal
effect’ ke bagian bawah tubuh. Kerja vasodilatasinya hanya singkat, turunannya bekerja
lebih lama. Pada dosis tinggi, nikotinat berkhasiat menurunkan kolesterol (LDL,VLDL)
dan trigliserida darah (lihat Bab 36, Antilipemika), namun pemakaian nya sebagai
obat antilipemik dibatasi oleh efek samping-nya. Adakalanya obat ini dipakai lokal
dalam krem sebagai vasodilator kulit untuk
memperbaiki efek obat-obat lain, misalnya
dengan heparin (*Thrombophob).
Efek sampingnya yang tidak enak yaitu
terutama flushing mendadak (muka merah
dengan gatal-gatal) dan muntah. Pada dosis
rendah efek ini lambat-laun lenyap dengan
sendirinya, begitu pula gatal-gatal dan iritasi
kulit. Pada dosis tinggi risiko gangguan
fungsi hati dan kerusakannya meningkat.
pemakaian nya oleh wanita hamil dan menyusui belum ada cukup data.
Dosis: oral 3 dd 50-150 mg p.c., hiperkolesterolemia sampai 3-6 g sehari.
* Nikotinilalkohol (piridilkarbinol, Ronicol)
yaitu precursor asam nikotinat dengan
daya vasodilatasi lemah dan di dalam hati
dioksidasi menjadi nikotinat. Mulai kerjanya
lebih lambat, namun bertahan lebih lama.
Dikatakan efektif pada gangguan sirkulasi
di otak dan otot tungkai. Praktis tidak menurunkan tekanan darah.
Dosis: gangguan sirkulasi oral 2 dd 150
mg (tablet timespan). Pada hiperlipidemia:
berangsur-angsur dinaikkan sampai 3-4 dd
300 mg.
* Ksantinolnikotinat (Complamin) yaitu senyawa kompleks dari asam nikotinat dengan
basa kuat xantinol (1958), yang sebagai derivat teofilin berdaya inotrop positif lemah.
Lagi pula berdaya fibrinolitis seperti semua
derivat lainnya. Dosis: oral 2-3 dd 300-600 mg
d.c. atau 2 dd 500 mg.
* Metilnikotinat yaitu derivat yang khusus
dipakai secara lokal sebagai vasodilator
pada nyeri otot (krem 5%), sering kali dikombinasi dengan suatu analgetikum, misalnya metilsalisilat.
ANTIHIPERTENSIVA
Tekanan darah
(TD, tensi)
Jantung sering kali diibaratkan suatu pompa
yang menyalurkan cairan (darah) melalui
pipa lentur (pembuluh) ke wadah (organ) dan
kemudian kembali. Bila jantung menguncup
(kontraksi), darah dengan pesat dipompa ke
dalam pembuluh nadi besar (aorta) dengan
tekanan agak tinggi. Dari sini darah dialirkan
berangsur-angsur ke dalam arteri dan arteriole lainnya dengan tekanan semakin berkurang. Tekanan ini yaitu perlu agar darah
mencapai seluruh organ dan jaringan dan
kemudian untuk bisa mengalir kembali ke
jantung melalui vena. Lihat selanjutnya Bab
37, Sirkulasi Darah.
* Pengukuran TD. Tekanan darah terhadap
dinding arteri dapat diukur dengan suatu
alat pengukur khusus, yakni manometer
air raksa; tensi yang diperoleh biasanya dinyatakan sebagai mm Hg (air raksa). TD
sistolis yaitu tekanan pada dinding arteriole
sewaktu jantung menguncup (sistole) dan
TD diastolis bila jantung sudah mengendur
kembali (diastole). Jelaslah bahwa TD sistolis
selalu lebih tinggi daripada TD diastolis dan
dengan demikian tensi kita selalu bervariasi
antara tinggi dan rendah sesuai dengan detak
jantung.
* Batas-batas tensi normal. TD bervariasi
sepanjang hari antara batas-batas tertentu
dan yang terendah terjadi pada malam hari
sewaktu tidur. Pagi hari sesudah bangun tidur, TD berangsur-angsur naik dan biasanya
mencapai puncaknya pada siang hari selama
bertugas dengan banyak kemungkinan akan
situasi penuh stres. Oleh sebab itu, untuk
menentukan dengan pasti adanya hipertensi
diperlukan minimal 3 pengukuran pada saat
berlainan (berselang minimal 1 minggu).
Pengulangan ini perlu untuk meniadakan
faktor yang dapat meningkatkan tensi, seperti stres, emosi, rasa letih dan sebagainya.
Pada tahun 2003 dua Komisi Hipertensi di
AS dan Europa telah memberikan petunjuk
bagi diagnosis dan terapi hipertensi, yang
dalam garis besar diterima oleh WHO. Dalam
saran ini dikemukakan beberapa perubahan
terhadap pengertian hipertensi dibandingkan
dengan kebijakan lama, antara lain mengenai
nilai-nilai TD tujuan. Tensi dapat dibagi
dalam beberapa stadia dengan nilai-nilainya
tersendiri, lihat selanjutnya Tabel 35-1 untuk
klasifikasi tekanan darah.
Bila juga ada suatu faktor risiko kardiovaskuler, seperti diabetes tipe-2, maka
nilai TD tujuan diturunkan sampai <130/80
mmHg. TD juga meningkat sesuai usia akibat bertambahnya pengapuran/pengerasan
pembuluh, sehingga sukar dikatakan dengan
pasti kapan betul-betul ada hipertensi.
Namun tidak jarang pada lansia di atas 65
tahun tanpa faktor risiko, TD sampai 150-160/
80-90 mmHg masih dianggap akseptabel oleh
sebagian dokter.Sesuai pedoman hipertensi terakhir dari
Amerika istilah “normal tinggi” diganti dengan “prehipertensi” untuk menunjukkan
bahwa tekanan darah demikian merupakan
stadium awal dari hipertensi.
Ref.: Chobanian AV et al.; The seventh
report of the Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. JAMA,
2003;289:2560-72.
* Faktor risiko PJP. Hipertensi sebetulnya
bukan penyakit, melainkan merupakan salah
satu faktor risiko untuk terjadinya penyakit
jantung dan pembuluh (PJP), khususnya
CVA (cerebrovascular accident, infark atau pendarahan di otak). Di samping hipertensi faktor-faktor risiko lain yaitu merokok, kdar
kolesterol dan homosistein yang meningkat,
kegemukan (overweight, BMI> 27), jenis kelamin (pria, wanita sesudah menopauze), diabetes
mellitus serta keturunan (bawaan).
TD diastolis dan sistolis. Tradisional TD
diastolis umumnya dianggap lebih penting
daripada TD sistolis sebagai faktor risiko
PJP. Namun penelitian baru menunjukkan
bahwa tensi sistolis sama pentingnya untuk
meramalkan berbagai komplikasi hipertensi
(stroke, PJP, gagal jantung). Bahkan pada
orang di atas 50 tahun TD sistolis mungkin
lebih penting dari pada TD diastolis.Terutama
lansia dapat menderita hipertensi sistolis
tunggal yang sering kali sukar diturunkan
dengan pengobatan.28
* Regulasi tekanan darah. Ginjal memegang
peranan utama pada pengaturan tingginya
TD, yang berlangsung melalui suatu sistem
khusus, yaitu Sistem Renin-AngiotensinAldosteron, disingkat RAAS. Dua jenis enzim memegang peranan pada daya kerja
sistem ini, yaitu renin dan Angiotensin Converting Enzyme (ACE. Kininase II, dipeptidylkarboksi-peptidase).
Bila volume darah yang mengalir melalui
ginjal berkurang dan TD di glomeruli ginjal
menurun, misalnya sebab penyempitan
arteri setempat, maka ginjal dapat membentuk dan melepaskan enzim proteolitik renin
(Tiegerstedt dan Bergman, 1898). Dalam plasma renin menghidrolisis gliko-protein angiotensinogen (yang terbentuk di dalam hati
dan merupakan substrat bagi renin) menjadi
angiotensin I (AT I) suatu docapeptida.
Zat ini diubah oleh enzim ACE (Angiotensin
Converting Enzyme, yang disintesis antara lain
di paru-paru) menjadi zat aktif angiotensin
II, suatu octapep-tida, yang jauh lebih aktif.
AT II ini antara lain berefek vasokonstriktif
kuat dan menstimulasi sekresi hormon aldosteron oleh anak-ginjal dengan sifat retensi
garam dan air. Akibatnya volume-darah dan
TD naik lagi menjadi normal
Penghambat renin langsung yaitu aliskiren yang dipakai sebagai obat antihipertensi.
Penghambat RAS (Sistem Renin-Angiotensin)
yang dipakai dalam terapi, terdiri dari 3
tipe:
• penghambat ACE (kaptopril, 1999; enalapril): menghambat konversi dari Ang.-I
menjadi Ang.-II
• perintang reseptor angiotensin (AT-IIreseptor-blockers atau antagonis AT-II))
• penghambat renin langsung (betablocker)
Di samping regulasi hormonal melalui RAAS,
masih ada beberapa faktor fisiologi yang
dapat memengaruhi TD, yakni:
a. volume pukulan jantung. Ini yaitu
jumlah darah yang pada setiap kontraksi
dipompa keluar jantung. Semakin besar
volume ini, semakin tinggi TD. Beberapa
zat, misalnya garam dapur (NaCl) dapat mengikat air, sehingga volume darah total meningkat. Sebagai efeknya,
tekanan atas dinding arteri meningkat
pula dan jantung harus memompa lebih
keras untuk menyalurkan volume darah
yang bertambah. Hasilnya TD akan naik.
b. kelenturan dinding arteri. Pembuluh
yang dindingnya sudah mengeras sebab
endapan kolesterol dan kapur (atheroma)
mengakibatkan TD lebih tinggi dibandingkan dinding yang masih lentur.
c. pelepasan neurohormon adrenalin dan
noradrenalin, yang antara lain berkhasiat menciutkan arteri perifer hingga
TD naik. Keadaan ini terutama terjadi
pada waktu emosi hebat (gelisah, takut,
marah dan sebagainya) atau selama olahraga bertenaga, sistem saraf adrenergik
terangsang dan melepaskan neurohormon ini (lihat Bab 31, Adrenergika). Peningkatan noradrenalin juga
dapat disebabkan oleh situasi stres dan
merokok.
Hipertensi
Hipertensi yaitu suatu kelainan, suatu gejala dari gangguan pada mekanisme regulasi
TD yang diuraikan di atas dan merupakan faktor risiko yang sangat umum bagi
penyakit jantung dan pembuluh. Diperkirakan bahwa± 25% dari penduduk dunia
menderita gangguan ini. Di samping perubahan pola hidup penanganannya terdiri dari
pengobatan, sering kali seumur hidup, untuk
menurunkan tekanan darah dengan tujuan
menghindari komplikasi yang dapat timbul.
Ref.: Kearny PM et al.; Global burden of hypertension: analysis of worldwide data. Lancet.2005;365:217-23.
pemicu nya hanya lebih kurang 10% dari
semua kasus yang diketahui, antara lain
akibat penyakit ginjal dan penciutan aorta/
arteri ginjal, juga akibat tumor di anak-ginjal
dengan efek overproduksi hormon-hormon
tertentu yang berkhasiat meningkatkan TD
(feochromcytoma). Dalam kebanyakan kasus
pemicu nya tidak diketahui dan bentuk
umum ini disebut hipertensi esensial. Faktor
keturunan berperan penting pada timbulnya
jenis hipertensi ini.
Risiko hipertensi yang tidak diobati besar
sekali dan dapat memicu kerusakan
pada a.l. jantung, otak dan mata. TD yang
terlampau tinggi memicu jantung memompa lebih keras, yang akhirnya dapat
mengakibatkan gagal jantung (decompensatio) dengan rasa sesak dan udema di kaki.
Pembuluh juga akan lebih mengeras untuk menahan TD yang meningkat. Pada
umumnya risiko terpenting yaitu serangan
otak (stroke, beroerte, dengan kelumpuhan
separo tubuh) akibat pecahnya suatu kapiler
dan mungkin juga infark jantung. Begitu
pula cacat pada ginjal dan pembuluh mata,
yang dapat mengakibatkan kemunduran
penglihatan. Komplikasi otak dan jantung
ini sering kali bersifat fatal, misalnya di
negara-negara Barat 30% lebih dari seluruh
kematian disebabkan oleh hipertensi!
Gejala stroke
• kelemahan mendadak atau hilang rasa
dari muka, tangan dan kaki, biasanya
satu sisi dari tubuh;
• bicara tidak jelas atau sama sekali tidak
bisa bicara; • penglihatan kabur;
• pusing, hilang keseimbangan atau terjatuh;
• mendadak sakit kepala hebat.
Faktor peningkatan Td
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan TD secara reversibel, antara lain:
a. garam. Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah dan memicu daya tahan pembuluh meningkat. Juga memper kuat
efek vasokonstriksi noradrenalin. Secara
statistik ternya ta bahwa pada kelompok
penduduk yang mengonsumsi terlalu
banyak garam ada lebih banyak
hipertensi daripada orang-orang yang
memakan hanya sedikit garam.
b. merokok. Nikotin dalam rokok berefek
vasokonstriktif dan meningkatkan TD.
Merokok memperkuat efek buruk dari
hiper tensi terhadap sistem pembuluh.
c. pil antihamil mengandung hormon wanita estrogen, yang juga bersifat retensi
garam dan air. Wanita yang peka sebaiknya menerapkan suatu cara pembatasan kelahiran lain.
d. stres (ketegangan emosional) dapat meningkat kan TD untuk sementara akibat
pelepasan adrenalin dan noradre nalin
(hormon stress), yang bersifat vasokonstriktif. TD meningkat pula pada waktu
ketegangan fi sik (pengeluaran tenaga,
olahraga). Bila stres hilang, TD menurun
lagi.
e. drop (liquorice), sejenis gula-gula yang dibuat dari Succus liquiritiae mengandung
asam glizirinat dengan khasiat retensi air
pula, yang dapat meningkatkan TD bila
dimakan dalam jumlah besar.
f. hormon pria dan kortikosteroida juga
berkhasiat retensi air. sesudah penggunaan hormon ini dihentikan pada umumnya
TD menurun dan menjadi normal kembali.
g. kehamilan. Yang terkenal yaitu kenaikan TD yang dapat terjadi selama kehamilan. Mekanisme hipertensi ini serupa
dengan proses di ginjal; bila uterus diregangkan terlampau banyak (oleh janin)
dan menerima kurang darah, maka
dilepaskannya zat-zat yang meningkatkan TD.
Gejala hipertensi
Hipertensi tidak memberikan gejala khas,
baru sesudah beberapa tahun adakalanya
pasien merasakan nyeri kepala pada pagi
hari sebelum bangun tidur dan rasa nyeri ini
biasanya hilang sesudah bangun.
Hipertensi hanya dapat dikenali dengan
penguku ran tensi dan ada kalanya melalui
peme riksaan tambahan terhadap ginjal dan
pembuluh.
Pencegahan
Walaupun faktor keturunan memegang peranan penting, namun cara dan pola hidup
sangat esensial dalam pencegahan hipertensi.
Misalnya, makan berlebihan dengan terlalu
banyak lemak serta garam (dan gula), terlampau sedikit gerak badan dan merokok,
dapat mendorong terja dinya hipertensi. Lihat
‘Tindakan-tindakan umum’ .
* Kontrol teratur. Mengingat hipertensi
sering kali tidak memberikan ge jala dan
hebatnya risiko untuk jangka panjang (bila
tidak ditangani), maka perlu sekali untuk
mengenali penyakit “tersembunyi” ini sedini
mungkin.
Oleh sebab itu dianjurkan pengontrolan
TD berkala, misalnya setiap 1 atau 2 tahun
sekali, terlebih-lebih pula bagi mereka di atas
usia 45 tahun atau yang memiliki orang tua
atau saudara yang menderita hipertensi.
Dari data klinis ternyata bahwa terapi penurunan TD dapat mengurangi insidensi
stroke dengan 35-40%; infark jantung dengan
20-25%; gagal jantung dengan >50%.26
Tindakan umum
Penderita TD tinggi tanpa adanya sebabsebab organik yang jelas dapat menerapkan
sendiri sejumlah aturan hidup untuk menurunkan tensinya. Pola hidup yang baik juga
meningkatkan efektivitas obat-obat antihipertensi dan mengurangi risiko PJP.
a. Menguruskan badan (Horvath et al.
2008)34. Berat badan berlebihan (kegemukan) memicu bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan TD
dapat turun kurang lebih 0,7/0,5 mm Hg
setiap kg penurunan. Dianjurkan BMI
antara 18,5-24,9 kg/m2.
b. Mengurangi garam dalam diet (Champagne, 2006)35 dahulu dianggap sebagai
tindakan umum terpenting berdasar
perkiraan berikut. Bila kadar Na di filtrat
glomeruli rendah, maka lebih banyak air
akan dikeluarkan untuk menormalisasi
kadar garam dalam darah. Akibat pengeluaran ekstra air ini , TD akan
turun. namun dalam praktik ternyata
mengurangi konsumsi garam sulit sekali
direalisasikan. Setiap hari umumnya kita
makan lebih dari 10 g garam dan lebih
dari separuhnya ada dalam berbagai
makanan (ikan asin, sayur, daging, snack
dan sebagainya). Pengurangan setiap
gram garam sehari dapat berefek penurunan tensi 1 mm Hg. Oleh sebab itu
untuk mencapai penurunan TD yang
nyata, konsumsi garam harus dibatasi
sampai < 6 g sehari, walaupun pelaksanaannya sulit sekali.
c. Membatasi kolesterol bermanfaat untuk
membatasi risiko atherosclerosis, lihat Bab
36, Antilipemika, antara lain dengan mengurangi/menghindari asupan lemak jenuh (saturated dan total fat). Konsumsi
serat-serat nabati justru hendaknya diperbanyak, sebab terbukti bahwa serat
dalam makanan dapat membantu menurunkan TD. Diketahui pula bahwa orangorang vegetarir, yakni yang pantang daging dan makan banyak sayur dan buahbuahan (mengandung banyak serat), rata-rata memiliki tensi yang lebih rendah
daripada orang ‘biasa’.
d. Berhenti merokok. Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja
jantung dan menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah berkurang dan TD
meningkat. Lagi pula karbonmonoksida
(CO) dalam asap mengikat hemoglobin lebih cepat dan lebih kuat daripada
oksigen, hingga penyerapan O2
di paruparu sangat dikurangi. Selain itu ter
dalam asap bersifat karsinogen dan pada
jangka panjang dapat merusak dinding
pembuluh dengan efek atherosklerosis.
Berhubung banyaknya efek buruk, semua tindakan ini jauh lebih penting daripada tindakan-tindakan yang berikut.
e. Membatasi minum kopi sampai maksimal 3 cangkir sehari. Kofein dalam ko-pi
berkhasiat menciutkan pembuluh yang
secara akut dapat meningkatkan TD dengan terjadinya gangguan ritme (sementara). Kopi tubruk ternyata dapat meningkatkan kolesterol darah akibat kandungan
lemak jenuhnya. Kopi ekstrak/larut tanpa lemak tidak memperlihatkan efek
buruk ini. Minum lebih dari 5 cangkir
sehari meningkatkan risiko infark sampai 70%, terutama pada wanita dengan
angina pectoris atau hipertensi. Pada
jangka lama minum terlalu banyak kopi
juga mengakibatkan meningkatnya LDL.
f. Membatasi minum alkohol sampai 2-3
konsumsi (bir, anggur) sehari. Alkohol
memiliki banyak khasiat, antara lain vasodilatasi, peningkatan HDL-kolesterol, fibri-
nolitis dan mengurangi kecondongan beku
darah. namun minum lebih dari 40 g
sehari untuk jangka waktu panjang dapat
meningkatkan tensi diastolis sampai 0,5
mm per 10 g alkohol. Lihat juga Bab 36,
Faktor-faktor baik atherosclerosis.
Menurut penelitian anggur merah yang
tidak beralkohol dapat menurunkan tekanan darah lebih baik daripada anggur
merah biasa. Disarankan bahwa tiap hari
minum dealcoholized red wine bermanfaat
untuk menghindari hipertensi (Circulation
Research on September 6, 2012).
g. Cukup istirahat dan tidur yaitu penting, sebab selama periode ini TD menurun. Juga mengurangi stres dan latihan relaksasi mental (yoga, meditasi transendental, chi kung, biofeedback *) ternyata
berguna sekali untuk menurunkan TD.
h. Gerak badan yang cukup bertenaga. Walaupun TD meningkat pada waktu mengeluarkan tenaga akut, namun olahraga
secara teratur dapat menurunkan TD
yang tinggi, sebab saraf parasimpatik
(dengan efek vasodilatasinya, lihat Seksi
VI) akan relatif lebih aktif daripada sistem
simpatik dengan kerja vasokonstriksinya.
Telah dibuktikan bahwa jalan (agak cepat) setiap hari (minimal 3x seminggu)
selama sekurang-kurangnya ½ jam cukup
untuk memberikan hasil baik.
Pengobatan dan pilihan obat
Penanganan dasar hipertensi terdiri dari penanggulangan overweight (bila ada) dengan
diet, pembatasan garam serta peningkatan aktivitas fisik. Selain tindakan umum ini, pada
hipertensi lebih berat perlu dipakai obatobat hipertensi untuk menormalisasikan TD.
* Pengobatan pada instansi pertama ditujukan
pada penurunan TD, namun tujuan akhir adalah untuk menghindari komplikasi lambat,
memperbaiki kualitas dan memperpanjang
hidup. Hal ini dapat dicapai dengan prevensi
efek buruk jangka panjang, seperti infarkotak (stroke), gangguan aterosklerotis dan hipertrofi jantung, yang akhirnya dapat memicu aritmia dan dekompensasi.
Pengobatan dengan antihipertensiva harus
selalu dimulai dengan dosis rendah agar TD
jangan menurun terlampau drastis dengan
mendadak. Kemudian setiap 1-2 minggu dosis berangsur-angsur dinaikkan sampai tercapai efek yang diinginkan (metode‚ start
low, go slow‘). Begitu pula penghentian terapi harus secara berangsur pula, lihat Efek
samping.
Antihipertensiva hanya menghilangkan
gejala TD tinggi dan tidak pemicu nya .
Oleh sebab itu obat pada hakikatnya harus
diminum seumur hidup, namun sesudah beberapa waktu pada umumnya dapat diturunkan (dosis pemeliharaan).
* Pilihan obat. Hal ini merupakan suatu
masalah yang kompleks bagi sebagian penderita dengan ada nya beberapa faktor
yang menentukan pilihan ini , misalnya
penyakit yang juga dideritanya misalnya
diabetes, efek samping dan harga obat. Bagi penderita dengan tekanan darah tidak
terlalu parah (90-140) tanpa komplikasi lain
dan yang tidak responsif terhadap tindakan
nonfarmakologis seperti ini di atas,
dianjurkan sebagai pilihan pertama yaitu
diuretika (Chobanian et al., 2003)36 atau kombinasi dari suatu diuretikum dan salah satu
obat anti-hipertensi bagi penderita dengan
tekanan darah lebih tinggi (100-160). Juga
dosis merupakan faktor dalam pemilihan
obat.
Faktor lain yaitu gangguan lain yang
diderita pasien, misalnya BPH untuk ini dapat dipilih suatu alfa-blokker yang efektif
bagi kedua jenis penyakit. Contoh lain yaitu
penderita migrain yang dapat memanfaatkan
efek dari suatu beta-blokker yang dapat
menghindari serangan migrain.
Amjuran ini yaitu untuk pengobatan
hipertensi jangka waktu panjang dan
Bio-feedback yaitu suatu cara modern untuk mengendalikan proses-proses tak-sadar (otonom)
dalam tubuh. Pasien dihubungi melalui elektrode dengan alat-alat ukur yang memperlihatkan
berbagai fungsi tubuh, antara lain aktivitas otak, ritme jantung dan tekanan darah. Melalui konsentrasi
dan latihan, fungsi-fungsi ini dapat dipengaruhi.
bukannya bagi penderita hipertensi sangat
parah yang mengancam jiwa, misalnya hipertensi ensefalopati.
WHO28 menganjurkan lima jenis obat dengan
daya hipotensif dan efektivitas kurang lebih
sama, yaitu diuretika tiazida, beta-blocker,
antagonis-Ca, ACE-inhibitor dan ATII-reseptorblocker. Efek melindungi dari semua
obat ini terletak pada efek penurunan TD
dan tidak pada sifat-sifat lain dari obat-obat
ini . Oleh sebab itu pilihan (jenis) obat
terutama tergantung dari penyakit-penyakit
tambahan yang sering kali menyertai hipertensi. Beberapa contoh lain tertera dalam
tabel berikut ini.
Terapi kombinasi kini dianggap sangat
penting dan ternyata efektif, sebab dengan
dosis masing-masing obat yang lebih rendah
juga efek sampingnya berkurang. Lagi pula
kesetiaan terapi ditingkatkan misalnya bila
suatu sediaan mengandung kombinasi dari 2
atau 3 obat yang hanya harus diminum satu
kali seharinya. Dianjurkan untuk langsung
dimulai dengan kombinasi dua obat pada
penderita dengan TD lebih tinggi dari nilai/
tujuan 140/90 mmHg.
* Hipertensi tunggal. Kini banyak ahli sependapat bahwa diuretika atau beta-blocker, atau kombinasinya, merupakan pilihan pertama. Dari banyak studi ternyata bahwa pada jangka panjang kedua kelompok
obat ini dapat menurunkan angka penyakit
morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).
Pilihan kedua yaitu ACE-inhibitors.
* Hipertensi dengan diabetes. Kombinasi
di atas memiliki kendala sebab dapat
mencetuskan resistensi insulin, lihat Bab 47,
Insulin. Dalam hal ini sebaiknya dipakai
suatu penghambat-ACE atau suatu b-blocker
selektif. Hanya bila ada kontraindikasi,
dianjurkan obat-obat lain seperti alfablockers dan antagonis-Ca long-acting.
* Krisis hipertensi bercirikan kenaikan tensi
mendadak dengan gejala encefalopati akut
(sakit kepala hebat, gangguan kesadaran,
serangan epilepsi). Pengobatan sebaiknya
dilakukan dengan injeksi intravena, antara
lain nifedipin, enalapril, labetalol, fentolamin
(alfa-blocker) dan ketanserin (Ketensin), suatu
antagonis-serotonin dari reseptor-5HT2.
Penggolongan
Obat-obat yang dewasa ini dipakai un-tuk
terapi hipertensi dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yang berturut-turut akan dibicarakan lebih mendetail di bawah ini.
1. Diuretika
2. Alfa-receptor blocker
3. Beta-receptor blocker
4. Obat-obat SSP
5. Antagonis kalsium
6. Penghambat ACE
7. Vasodilator
8. AT-II-receptor blocker (antagonis-ATII)
Bila hipertensi disertai obat yang dianjurkan
– diabetes tipe-2 : ACE-inhibitor + beta-blocker
– gagal-jantung : diuretika, beta-blockers atau ACE- inhibitors;
– angina pectoris : beta-blockers atau antagonis-Ca
– retinopati diabetes : ACE-inhibitors atau ATII-reseptor-blockers
– sesudah infark jantung : beta-blockers atau ACE-inhibitors
– lansia dg TD sistolis tinggi : terapi standar sama, namun dengan dosis awal
lebih rendah (menghindari efek samping)
Kombinasi obat yg dianjurkan :
– diuretikum tiazida + beta-blocker, ACE-inhibitor atau ATII-reseptor-blocker
– antagonis-Ca (dihidropiridin) + beta-blocker, ACE-inhibitor atau ATII-reseptor-blocker
Mekanisme kerja
Obat hipertensi berbagai macam dan cara
kerjanya dapat dibagi dalam beberapa jenis,
yaitu:
* meningkatkan pengeluaran air dari tubuh: diuretika
* memperlambat kerja jantung: beta-blocker
* memperlebar pembuluh: vasodilator langsung (di/hidralazin, minoksidil), antagonis kalsium,penghambat ACE dan AT IIreseptor blocker
* menstimulasi SSP: agonis alfa-2 sentral seperti klonidin dan moksonidin, metildopa, guanfasin dan reserpin
* mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh, yakni
– alfa-1-blockers: derivat quinazolin (prazosin, doksazosin, alfuzosin, tamsulosin), ketanserin (Ketensin);
– alfa-1 dan alfa-2-blocker: fentolamin;
– beta-blocker: propranolol, atenolol, metoprolol, pindolol, bisoprolol, timolol
– alfa/beta-blockers: labetalol dan karvedilol.
Efek samping
Umum. Praktis semua antihipertensiva memicu efek samping umum, seperti hidung mampat (akibat vasodilatasi mukosa)
dan mulut kering, bradycardia (kecuali vasodilator langsung: justru tachycardia), rasa
letih dan lesu, gangguan penglihatan dan lambung-usus (mual, diare), adakalanya impotensi (terutama obat-obat sentral). Efek-efek
samping ini sering kali bersifat sementara dan
akan hilang dalam waktu 1-2 minggu. Dapat
dikurangi atau dihindari dengan peningkatan
dosis secara lambat laun, artinya dimulai
dengan dosis rendah yang berangsur-angsur
dinaikkan. Dengan demikian penurunan TD
mendadak dapat dihindari. Begitu pula obat
sebaiknya diminum sesudah makan agar
kadar obat dalam plasma jangan mendadak
mencapai puncak tinggi (dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian terapi pun tidak
boleh secara mendadak, melainkan berangsur-angsur untuk mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat (rebound effect).
Khusus. Lebih serius yaitu sejumlah besar
efek samping khusus, antara lain:
– hipotensi ortostatik (OH), yakni turunnya TD lebih kuat bila tubuh tegak (=
ortho, Lat.) daripada dalam keadaan berbaring. Prevalensinya pada lansia berkisar antara 5 sampai 60% (Drugs Aging,
2005;22:55-68). Dapat juga terjadi pada
pemakaian terutama simpatolitika, antidepresiva trisiklik, penghambat MAO,
antipsikotika, obat anti-Parkinson dan
obat kardiovaskular (nitrat, antihipertensiva).
– depresi, terutama pada obat yang bekerja
sentral, khususnya reserpin dan metildopa,
juga pada beta-blocker yang bersifat lipofil,
antara lain propranolol, alprenolol dan
metoprolol.
– retensi garam dan air, dengan bertambahnya berat badan atau terjadinya udema, antara lain antagonis-Ca, reserpin, metildopa dan hidralazin. Efek samping ini
dapat diatasi dengan kombinasi bersama
suatu diuretikum.
– penurunan ratio HDL: LDL. Sejumlah
obat memengaruhi metabolisme lipida
secara buruk, yaitu menurunkan kadar
kolesterol-HDL plasma yang dianggap
sebagai faktor-pelindung terhadap penyakit jantung-pembuluh (PJP). Atau juga
meningkatkan kolesterol-LDL yang dianggap sebagai faktor risiko bagi PJP. Sifat ini telah dipastikan pada diuretika
(kelompok thiazida dan klortalidon) dan
pada beta-blocker, khususnya obat-obat
yang tak kardioselektif atau tak memiliki
ISA. Lihat di bawah dan juga Bab 36,
Antilipemika.
1. DIURETIKA
Diuretika meningkatkan pengeluaran garam
dan air oleh ginjal hingga volume darah dan
TD menurun. Di samping itu diperkirakan
berpengaruh langsung terhadap dinding
pembuluh, yaitu penurunan kadar-Na membuat dinding lebih kebal terhadap noradrenalin, hingga daya tahannya berkurang.
Efek hipotensifnya relatif ringan dan tidak
meningkat dengan memperbesar dosis (sebagaimana halnya dengan reserpin).
Diuretika thiazida dianggap sebagai obat
hipertensi pilihan utama dan seyogyanya
dipakai sebagai terapi awal bagi kebanyakan penderita TD tinggi. Diberikan sebagai obat tunggal atau dikombinasi dengan
antihipertensiva golongan lain, yang dinaikkan efektivitasnya.Yang terutama dipakai
yaitu obat-obat long-acting sebab sebagai
single-dose pentakarannya praktis, sehingga
meningkatkan kesetiaan pasien pada obat
(drug compliance). Khusus dipakai hidroklorothiazida (HCT) yang sering kali dikombinasi dengan diuretika penghemat kalium (spironolakton, amilorida, triamteren).
Lihat selanjutnya Bab 33, Diuretika.
2. ALFA-BLOCKER
Obat-obat ini merintangi reseptor-alfa adrenerg yang ada di otot polos pembuluh (dinding), khususnya di pembuluh kulit dan mukosa. Dapat dibedakan 2 jenis
reseptor: a1
dan a2
, yang berada post-synaptis, a2
juga pre-sinaptis. Bila reseptor ini
diduduki (aktivasi) oleh (nor)adrenalin, otot
polos akan menciut. Alfa-blocker “melawan”
vasokonstriksi akibat aktivasi ini dan
dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:
a. alfa-blocker tak-selektif: fentolamin (Regitine), yang hanya dipakai i.v. pada
krisis hipertensi tertentu, pada dekompensasi tertentu sesudah infark jantung dan
pada tumor tertentu sumsum, anak-ginjal;
b. alfa-1-blocker selektif: memblok hanya
reseptor-a1-adrenerg secara selektif, antara lain prazosin, doksazosin, terazosin,
alfuzosin dan tamsulosin. Labetalol dan karvedilol memblok terutama reseptor-b1 dan
- b2 (lihat nr 1, Beta-blocker)
c. alfa-2-blocker selektif: yohimbin(lihat Bab
31 C. Adrenolitika)
pemakaian alfa-1-blocker semula dipakai
hanya untuk pengobatan hipertensi berdasar blokade reseptor-a dan vasodilatasi
semua pembuluh perifer dengan akibat
menurunnya TD. Pada zat-zat tak-selektif
penurunan TD disertai refleks tachycardia. Walaupun bukan merupakan pilihan pertama
prazosin dan doksazosin banyak dipakai untuk hipertensi ringan sampai sedang,
bila diuretika dan b-blocker kurang efektif.
Kombinasi dengan kedua jenis obat ini menghasilkan efek aditif.
Sejak awal tahun 1990-an alfa-blocker juga dipakai pada hiperplasi prostat takganas (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH).
Terutama obat-obat yang memblok reseptor
alfa-1 secara lebih selektif dipakai untuk
ini, yakni alfuzosin, terazosin dan tamsulosin. Dengan mengendurkan ketegangan di
dinding saluran kemih, keluhan BPH dapat
dikurangi, lihat Bab 31 C, Adrenolitika.
Efek samping. Semua alfa-1-blocker memberikan efek samping yang sama, yakni hipotensi ortostatis (reaksi‚ first dose‘), yang terjadi khusus pada permulaan terapi dan sesudah
peningkatan dosis. Efek samping ini dapat
dihindari bila dimulai dengan dosis rendah
dan berangsur-angsur menaikkannya, juga
dengan minum dosis pertama sebelum tidur.
Efek lain yang dapat terjadi berupa perasaan
pusing, nyeri kepala, hidung mampat, pilek,
gangguan tidur, udema, debar jantung, perasaan lemah dan gangguan potensi.
Kombinasi dengan b-blocker dan antagonisCa meningkatkan risiko hipotensi, sedangkan
kombinasi dengan diuretika dan penghambat
ACE lebih sering memicu rasa pusing.
Kehamilan dan laktasi Mengenai pemakaian
obat-obat ini oleh wanita hamil dan yang
menyusui belum tersedia cukup data.
MONOGRAFI
2a. Prazosin: Minipress
Derivat chinazolin-piperazinil ini (1974)
berefek hipotensif kuat berdasar vasodilatasi arteri melalui blokade reseptor-alfa-1
secara selektif. Efek hipotensifnya dimulai
sesudah 2-3 hari. Juga dipakai pada dekompensasi jantung atas dasar vasodilatasi vena dan pengurangan preload darah, terutama bila diuretika dan digoksin kurang
efektif. pemakaian lainnya yaitu pada S.
Raynaud dan pembesaran prostat (BPH)
untuk sementara memperbaiki aliran urin
bila belum waktunya untuk pembedahan.
Resorpsinya dari usus sampai 80%, PPnya tinggi (97%) dan t½ 2-3 jam, namun daya
kerjanya lebih panjang, sampai 12 jam. Ekskresi terutama melalui empedu dan feses
sebagai metabolit dan ±10% secara utuh lewat urin.
Efek samping terpenting yaitu hipotensi
ortostatis akut, terlebih-lebih bila disertai
terapi dengan b-blocker dan antagonis-Ca.
Juga efek sentral (rasa kantuk, halusinasi,
depresi), gangguan lambung-usus, reaksi kulit (gatal-gatal, ruam, kesemutan), gangguan
seksual, udema, tachycardia dan mulut kering. Kolesterol-HDL sedikit dinaikkan, sedangkan LDL dan trigliserida diturunkan,
sehingga ratio HDL:LDL diperbesar sampai
30%. Kadar lipida total hanya menurun
sampai 3-5%. Pada pemakaian lama dapat
terjadi toleransi (bandingkan dengan hidralazin), mungkin sebab terjadinya vasokonstriksi akibat stimulasi SS simpatik atau
RAAS, yang meniadakan efek vasodilatasi.
Dosis. Hipertensi: oral permulaan 0,25-0,5
mg malam hari, dengan berangsur-angsur
dinaikkan sampai 2-3 dd 0,5-2 mg, maksimal
3 dd 6 mg. Dekompensasi: 2-4 dd 0,5 mg, maksimal 20 mg sehari.
S. Raynaud dan BPH: dosis pertama 0,5 mg
malam hari, lalu 2 dd sehari 0,5 mg selama
3-7 hari, pemeliharaan 2 dd 1-2 mg.
* Doksazosin (Cardura) yaitu derivat longacting (1987) t½ 9-12 jam dengan khasiat
sama, namun lebih jarang mengakibatkan
hipotensi ortostatik berbahaya. Khusus dipakai pada hipertensi dan BPH. namun untuk
BPH lebih disukai generasi kedua dari alfa-
1-blockers, yakni alfuzosin dan tamsulosin
sebab efek sampingnya yang lebih ringan.
Dosis: permulaan oral malam hari 1 mg
(mesilat) selama 1-2 minggu, bila perlu dinaikkan sampai 1 dd 2-8 mg.
* Terazosin (Hytrin) yaitu juga derivat longacting (1987) dengan t½ 8-13 jam, yang juga
dipakai pada BPH dan hipertensi. Khasiat
antihipertensifnya tidak sekuat prazosin. Perbaikan gejala BPH baru tampak sesudah lebih
kurang 2 minggu.
Resorpsinya dari usus ±90%, PP-nya lebih
dari 90% dan dalam hati dirombak menjadi
beberapa metabolit, antara lain turunan piperazin aktif. Ekskresi melalui urin dan feses.
Efek samping yang paling sering terjadi
yaitu perasaan pusing, nyeri kepala dan
impotensi.
Dosis: BPH oral selama 3 hari 1 mg malam hari, lalu selama 11 hari 1 dd 2 mg, pemeliharaan 1 dd 5-10 mg. Hipertensi: malam
hari 1 mg selama 1 minggu, lalu 1 dd 2 mg.
2b. Alfuzosin: Xatral XL
Derivat furamida ini (1990) juga khusus
dipakai sebagai obat BPH dengan efek
samping lebih ringan.
Dosis: 1dd 10 mg tablet sustained release;
dosis pertama harus diminum malam hari.
* Tamsulosin (Omnic, Harnal) yaitu derivat
sulfonamida long-acting, t½ ±12 jam (1995)
yang khusus disalurkan sebagai obat BPH
dengan mekanisme pengenduran otot-otot
licin di prostat dan leher kandung kemih
melalui rintangan sistemis dari reseptor a1aadrenerg. Reseptor-reseptor ini juga ada
dalam otot-otot yang mendilatasi iris mata.
Bila pasien telah memakai tamsulosin
dan kemudian menjalani bedah katarak,
midriasis dihindari sehingga iris menjadi
„floppy“ (Floppy Iris Syndrome) dan lensa artifisial yang telah dimasukkan dapat berubah
tempat.
sebab BPH dan bedah katarak sering
kali dialami para lansia, maka efek samping
serius pasca bedah ini perlu diwaspadai.
Oleh sebab itu penting untuk sebelum pembedahan diminta keterangan pada pasien
apakah pernah memakai tamsulosin
atau salah satu alfa-1 blocker di waktu yang
lalu, sebab masalah ini masih dapat timbul
walaupun sudah cukup lama dihentikan
pemakaian nya.
Ref.: Chang DF, et al. Intraoperative floppy
iris syndrome associated with tamsulosin. J
Cataract Refract Surg 2005; 31: 664-673.
Efek samping lainnya yaitu kemungkinan
timbulnya hipotensi dan sinkope (kehilangan
kesadaran sementara), namun belum jelas
apakah masalah ini hanya timbul pada awal
terapi (first dose effect) atau selama terapi. Oleh sebab itu pasien tetap harus waspada
terhadap kemungkinan terjatuh.
Bird ST, et al. Tamsulosin treatment for benign
prostatic hyperplasia and risk of severe
hypotension in men aged 40-85 years in the
United States: risk window analyses using
between and within patient methodology.
BMJ 2013;347:f6320.
Sebagai efek samping lain tercatat gangguan
ejakulasi.
Dosis: 1 dd 0,4 mg (kapsul slow release) sesudah makan pagi.
3. BETA-BLOCKER
Zat-zat ini memiliki sifat kimia yang sangat
mirip dengan zat b-adrenergik isoprenalin.
Khasiat utamanya yaitu anti-adrenergik
dengan menempati secara bersaing reseptor b-adrenergik. Blokade reseptor ini mengakibatkan peniadaan atau penurunan kuat
aktivitas adrenalin dan noradrenalin (NA).
Reseptor-b ada dalam 2 jenis, yakni b1
dan b2
.
– Reseptor b1
di jantung (juga di SSP dan
ginjal). Blokade reseptor ini mengakibatkan pelemahan daya kontraksi (efek
inotrop negatif), penurunan frekuensi
jantung (efek kronotrop negatif, bradycardia) dan penurunan volume-menitnya.
Juga perlambatan penyaluran impuls di
jantung (simpul AV = atrioventrikuler).
Efek ini hanya lemah pada pindolol.
– Reseptor b2
di bronchia (juga di dinding
pembuluh dan usus). Blokade reseptor
ini memicu penciutan bronchia dan
vasokonstriksi perifer agak ringan yang
bersifat sementara (beberapa minggu),
juga mengganggu mekanisme homeostasis
pemeliharaan kadar glukosa dalam darah
(efek hipoglikemik).
Sifat-sifat khusus. Beta-blocker memiliki
sifat-sifat khusus sebagai berikut:
a. kardioselektivitas, yaitu menghambat
terutama reseptor-b1 dengan penurunan
TD tanpa memicu penciutan bronchia dan pembuluh perifer. Sifat ini berkaitan dengan dosis; selektivitas berkurang dengan dosis meningkat. Pasien
asma, bronchitis dan diabetes sebaiknya memakai (dengan berhati-hati)
obat-obat kardioselektif seperti asebutolol,
atenolol, betaksolol (Kerlon), bisoprolol, seliprolol, esmolol dan metoprolol.
b. efek adrenergik intrinsik (ISA = Intrinsic Sympathicomimetic Activity), yang dimiliki oleh antara lain pindolol, asebutolol,
alprenolol, seliprolol dan oksprenolol. Sifat
ini berhubungan dengan kesamaan struktur kimianya dengan β-adrenergika. Walaupun efek ini agak lemah, namun mengurangi khasiat utama dari obat-obat
ini , yang dalam beberapa hal menguntungkan. Misalnya fungsi jantung kurang diperlemah, hingga risiko efek samping berbahaya (seperti dekompensasi)
menurun. Begitu pula daya kontraksi kurang
ditekan dan sirkulasi perifer relatif lebih baik,
hingga lebih jarang terjadi jari-jari kakitangan menjadi dingin. Bradycardia berlebihan dalam keadaan istirahat pun dikurangi dengan efek menurunnya keluhan rasa letih. Begitu pula penyaluran-AV
kurang diperlambat. Pada angina berat efek
ISA dapat merugikan.
c. efek stabilisasi membran, juga disebut
efek lokal anestetik, yang timbul pada
dosis tinggi oleh antara lain propranolol,
alprenolol, oksprenolol dan asebutolol. Pada
dosis biasa sifat ini tidak ada artinya.
Dengan sendirinya b-blocker dengan khasiat lokal anestetik tidak layak dipakai
topikal pada mata.
pemakaian . Semula beta-blocker diintroduksi sebagai obat angina pectoris dan antiaritmia (propranolol, 1964). Baru ±10 tahun
kemudian, obat ini dipakai sebagai obat
hipertensi, yang kini menjadi pemakaian
utamanya. Untuk lengkapnya di bawah ini
ikhtisar indikasinya pada penyakit kardiovaskuler dan gangguan lain.
a. Angina pectoris. pemakaian nya berdasar penurunan frekuensi pukulan
jantung (efek kronotrop negatif). Dengan
demikian keperluan oksigen dari myocard dikurangi pada pengerahan tenaga (exertion), hawa dingin dan emosi. Terutama berguna pada terapi interval untuk
mencegah serangan angina stabil kronis,
adakalanya dikombinasi dengan obatobat lain. Pada angina variant hanya
efektif sebagai obat tambahan bersama
suatu antagonis-Ca, khususnya nifedipin.
Lihat selanjutnya Bab 37, Obat-obat jantung.
b. Aritmia jantung yang disertai tachycardia,
berdasar perlambatan penyaluranAV dan penurunan frekuensi pukulan
jantung. Obat-obat dengan ISA kurang
efektif untuk melawan tachycardia; obatobat dengan khasiat lokal-anestetik tidak
lebih efektif, sebab efeknya terlalu lemah
pada dosis biasa. dipakai untuk terapi
maupun profilaksis serangan.
c. Hipertensi, berdasar penurunan volume menit jantung akibat efek inotrop negatif dan kronotrop negatif, juga penurunan
daya tahan dinding-pembuluh perifer
(DTP) sesudah beberapa minggu, yang
semula justru meningkat. Lagi pula pengurangan sekresi renin oleh ginjal sebab blokade reseptor-beta setempat memegang peran-an. Ternyata bahwa terapi dengan beta-blocker kardioselektif pada jangka panjang dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas.
d. Infark jantung. Juga telah dibuktikan
bahwa beta-blocker dapat menurunkan
sampai ±25% risiko akan infark kedua
dan kematian, bila diberikan segera sesudah infark pertama (dalam waktu 3
minggu). Mekanisme kerjanya diperkirakan berkaitan dengan efek anti-aritmianya, sebab infark selalu disertai stres
hebat dan naiknya sekresi NA dengan
peningkatan risiko akan aritmia fatal.
Obat-obat yang terbukti efektif yaitu
timolol(2 dd 10 mg), propranolol (2 dd 80
mg) dan metoprolol (2 dd 100 mg).
e. Gagal jantung (decompensatio). Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol
yaitu sebagai obat tambahan pada diuretika dan ACE-blocker terhadap dekompensasi ringan. Obat-obat ini
dapat mencegah memburuknya kondisi, serta meringankan gejala dan memperbaiki keadaan fungsional. Efek ini
bertentangan dengan khasiat inotrop
negatifnya, sehingga perlu dipakai dengan hati-hati.
f. Lainnya. Di samping ini beta-blocker
telah memperoleh tempat pula pada pengobatan berbagai gangguan lain dan
yang terpenting di antaranya yaitu :
– glaukoma. Beberapa beta-blocker dipakai dalam tetes mata sebagai obat
pilihan pertama pada glaukoma (jenis
simplex) untuk menurunkan tekanan cairan mata intraokuler yang meningkat.
Produksi cairan mata dikurangi, mungkin akibat blokade-β2
. Mekanisme kerjanya yang tepat belum diketahui, sebab stimulasi reseptor-β2
dengan misal-nya
isoprenalin juga menurunkan tekanan
intraokuler! Tersedia tetes mata dengan
timolol (Nyolol), betaxolol (Betoptima), levo-
bunolol (Betagan), metipranolol (Beta-ophtiole) dan carteolol (Teoptic). Obat-obat dengan efek lokal anestetik tidak dapat
dipakai sebab pada pemakaian lama
dapat merusak epitel kornea.
– migrain. Propranolol dipakai pada
profilaksis migrain untuk mencegah serangan. Atenolol, metoprolol, timolol dan
nadolol sama efektifitasnya.
– tremor esensial, yaitu gemetaran yang
pemicu nya tidak diketahui, terutama
pada lansia. Propranolol ternyata efektif,
mungkin juga metoprolol. Mekanisme
kerjanya tidak jelas.
– kegelisahan dan rasa cemas. Propranolol dan atenolol ternyata memiliki sifat anksiolitik (meniadakan rasa cemas)
tertentu, mungkin berdasar penekanan tachycardia dan debar jantung yang
timbul pada keadaan gelisah dan takut.
sebab menurunkan frekuensi jantung
sehingga bersifat meredakan namun tidak
membuat mengantuk, propranolol di negeri Belanda banyak dipakai oleh mahasiswa dan artis sebelum ujian atau naik
pentas (takut ujian, ‘demam panggung’).
Begitu pula oleh atlet (sebagai doping)
pada perlombaan olahraga di mana
tachycardia dapat merugikan prestasi, misalnya pada olahraga menembak.
Penghentian terapi beta-blocker pada pasien
jantung tidak boleh dengan mendadak, sebab dapat memprovokasi infark dan memperburuk angina. Sebaiknya dosis diturunkan berangsur-angsur selama periode 2
minggu. Pada pasien hipertensi dapat timbul
‘efek penarikan, seperti rasa tegang, takut,
tachycardia dan berkeringat hebat dalam 1
minggu sesudah penghentian terapi.
Efek samping. Blokade reseptor-beta mengakibatkan sejumlah efek samping tak diinginkan, yang pada umumnya bersifat
ringan dan terjadi pada ±10% pengguna,
antara lain:
a. dekompensasi jantung (reseptor-b1) akibat bradycardia dengan gejala udema
kaki dan sesak napas yang dapat memicu interpretasi keliru dengan
bronchokonstriksi
b. bronchokonstriksi (reseptor-b2) dengan
sesak napas dan serangan mirip asma,
yang terutama disebabkan oleh obatobat tak-selektif. namun obat-obat kardioselektif juga dapat memprovokasi serangan ini sebab selektivitasnya
tidak sempurna, terutama pada dosis
lebih tinggi
c. rasa dingin di jari-jari kaki-tangan dan
tidak mampu melakukan kerja fisik berat (rasa lemah) akibat berkurangnya sirkulasi perifer dan berkurangnya oksigen
di otot. Obat-obat selektif dan dengan ISA
lebih jarang memicu efek ini.
d. toleransi glukosa pada penderita diabetes ID (insulin dependent) dapat diturunkan oleh obat-obat tak-selektif yang menyelubungi (masking effect) pertanda penting dari hipoglikemia, seperti tachycardia dan tremor. Penyembuhan dari suatu
periode hipoglikemia juga dihambat.
Selain efek-efek ini yang berkaitan
dengan blokade beta, masih dikenal pula
beberapa efek samping lain yang sering
dilaporkan, antara lain:
e. efek sentral, yang meliputi gangguan
tidur dengan mimpi buruk (nightmare),
rasa lesu, kadang-kadang juga depresi
dan halusinasi. Tidak jarang terjadi pula
gangguan seksual dan impotensi.
Obat-obat hidrofil seperti atenolol, nadolol dan sotalol sukar melintasi rintangan
darah-otak, maka lebih jarang memicu efek ini .
f. gangguan lambung-usus berupa mual,
muntah dan diare yang sering dilaporkan pada antara lain propranolol, namun
biasanya hilang dalam waktu dua minggu.
g. penurunan kolesterol-HDL, sedangkan
kadar trigliserida dan kolesterol total
justru meningkat. Obat-obat selektif dan
dengan ISA mungkin lebih ringan efeknya
terhadap lipida ini . Obat dengan
efek alfa-blokade (labetalol, carvedilol) tidak memengaruhi lipida darah. sebab
pengaruh buruk terhadap perbandingan
HDL: kolesterol total, maka pemakaian
jangka panjang diuretika thiazida dan
kebanyakanbeta-blocker disangsikan. namun .
sekarang telah dipastikan bahwa kedua
kelompok obat itu justru memengaruhi
dengan baik risiko kematian.
Kontra-indikasi. sebab efek samping tersebut, beta-blocker tidak boleh dipakai
oleh pasien dengan AV-block, terutama para
lansia. Begitu pula tidak boleh bagi penderita
asma, bronkitis dan emfisema paru. Penggunaannya pada diabetes dan gangguan
jantung hendaknya dengan berhati-hati.
Wanita hamil tidak boleh memakai beta-blocker, sebab penyaluran darah melalui plasenta dikurangi hingga dapat merugikan perkembangan janin. sebab kebanyakan obat ini bisa mencapai air susu ibu,
khususnya zat-zat lipofil, maka selama terapi
sebaiknya bayi diberikan susu kaleng.
Kinetik. Resorpsinya dari usus pada umumnya cepat dan baik, kecuali zat-zat hidrofil
(antara lain atenolol dan sotalol) yang hanya
diserap untuk 50 sampai 30%. Beberapa zat
mengalami FPE (first pass effect) kuat, hingga
BA-nya agak rendah, misalnya BA alprenolol
hanya 10% dan propranolol 30%, lihat tabel.
Distribusinya ke jaringan baik, terutama
zat-zat lipofil seperti propranolol, alprenolol,
oksprenolol, metoprolol, pindolol dan timolol.
Obat-obat ini juga mudah mencapai CCS
(cairan cerebro-spinal), sehingga lebih sering
memicu efek samping sentral. Ekskresi
zat-zat lipofil melalui urin berlangsung
sebagai metabolit dengan aktivitas lemah.
Zat-zat hidrofil praktis tidak dimetabolisasi
dalam hati dan hampir seluruhnya dikeluarkan secara utuh.
Pengikatannya pada protein (PP) sangat berbeda-beda dan tidak berhubungan dengan
sifat lipofilnya, misalnya propranolol ±90%
dan metoprolol hanya 12%. Plasma-t½-nya
pun bervariasi besar, antara 2 dan 26 jam,
namun ternyata bahwa tidak ada korelasi
antara t½ dan efek hipotensifnya yang masih bertahan terus sesudah obat hilang dari
peredaran darah.
Relasi kadar darah dan efek. Antara kadar
darah beta-blocker dan efe