Tampilkan postingan dengan label obat 37. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label obat 37. Tampilkan semua postingan

obat 37






 ang dan hypoxia otak. 

Berkhasiat memperbaiki kelenturan eritrosit dan sedatif terhadap serambi organ 

keseimbangan (vestibulum). Pada dosis tinggi 

berkhasiat antihistamin dan antiserotonin.

Obat ini tidak aktif terhadap arteri jantung, 

juga tidak memengaruhi fungsi jantung serta 

tidak menurunkan daya-tahan pembuluh 

dan tekanan darah.

pemakaian nya yaitu  pada keadaan hipoxia di jaringan perifer, seperti vertigo

(pusing tujuh keliling dengan nausea akibat 

gangguan keseimbangan), yaitu untuk 

mengurangi hebatnya dan frekuensi serangan. Obat ini juga untuk profilaksis migrain

bila obat-obat lain kurang efektif; efeknya 

baru nyata sesudah lebih kurang 3 bulan. 

Pada epilepsi dipakai  sebagai obat tambahan bila ada  resistensi untuk obat-obat 

lain. Efek pemakaian nya pada claudicatio

sering kali kurang memuaskan.

Resorpsinya dari usus hampir lengkap 

dan pesat berhubung sangat lipofil, namun  

mengalami FPE kuat. PP-nya 90% dengan 

plasma-t½-nya 18 hari. Afinitasnya besar 

sekali untuk membran sel, lemak dan otak. 

Ekskresinya berlangsung terutama sebagai 

metabolit inaktif lewat tinja.

Efek sampingnya yang paling sering terjadi 

yaitu  rasa letih dan kantuk, terutama selama minggu pertama. Adakalanya berat 

badan bertambah, mungkin berhubung efek 

antiserotonin. Tachycardia dan flushing 

tidak terjadi. Pada tahun-tahun terakhir mulai dilaporkan depresi dan gejala ekstrapiramidal, terutama pada lansia. Oleh sebab  

itu, tidak dianjurkan untuk pasien Parkinson.

Dosis: vertigo dan gangguan sirkulasi 

perifer, oral malam hari 10 mg, orang tua 5 

mg.

* Sinarizin (Cinnipirine, Stugeron) (1959)

yaitu  zat-induk flunarizin dengan khasiat 

dan pemakaian  yang lebih kurang sama, 

namun  kerjanya lebih lemah, kecuali sifat 

antihistaminiknya lebih kuat pada dosis 

biasa. Lihat juga Bab 51, Antihistaminika.

Dosis: pada vertigo oral 1-3 dd 25-50 mg, 

pada gangguan sirkulasi perifer 3 dd 75 mg.

10. Asam nikotinat: niacin, PP-factor, Niaspan

Berlainan dengan nikotinamida (vitamin 

B3

), asam ini (1913) berdaya vasodilatasi 

perifer, terutama terhadap pembuluh tubuh 

di bagian atas. Dapat mengakibatkan ‘steal 

effect’ ke bagian bawah tubuh. Kerja vasodilatasinya hanya singkat, turunannya bekerja 

lebih lama. Pada dosis tinggi, nikotinat berkhasiat menurunkan kolesterol (LDL,VLDL) 

dan trigliserida darah (lihat Bab 36, Antilipemika), namun  pemakaian nya sebagai 

obat antilipemik dibatasi oleh efek samping-nya. Adakalanya obat ini dipakai  lokal 

dalam krem sebagai vasodilator kulit untuk 

memperbaiki efek obat-obat lain, misalnya 

dengan heparin (*Thrombophob).

Efek sampingnya yang tidak enak yaitu  

terutama flushing mendadak (muka merah 

dengan gatal-gatal) dan muntah. Pada dosis 

rendah efek ini lambat-laun lenyap dengan 

sendirinya, begitu pula gatal-gatal dan iritasi 

kulit. Pada dosis tinggi risiko gangguan 

fungsi hati dan kerusakannya meningkat. 

pemakaian nya oleh wanita hamil dan menyusui belum ada  cukup data. 

Dosis: oral 3 dd 50-150 mg p.c., hiperkolesterolemia sampai 3-6 g sehari. 

* Nikotinilalkohol (piridilkarbinol, Ronicol)

yaitu  precursor asam nikotinat dengan 

daya vasodilatasi lemah dan di dalam hati 

dioksidasi menjadi nikotinat. Mulai kerjanya 

lebih lambat, namun  bertahan lebih lama. 

Dikatakan efektif pada gangguan sirkulasi 

di otak dan otot tungkai. Praktis tidak menurunkan tekanan darah.

Dosis: gangguan sirkulasi oral 2 dd 150 

mg (tablet timespan). Pada hiperlipidemia: 

berangsur-angsur dinaikkan sampai 3-4 dd 

300 mg.

* Ksantinolnikotinat (Complamin) yaitu  senyawa kompleks dari asam nikotinat dengan 

basa kuat xantinol (1958), yang sebagai derivat teofilin berdaya inotrop positif lemah. 

Lagi pula berdaya fibrinolitis seperti semua 

derivat lainnya. Dosis: oral 2-3 dd 300-600 mg 

d.c. atau 2 dd 500 mg.

* Metilnikotinat yaitu  derivat yang khusus 

dipakai  secara lokal sebagai vasodilator 

pada nyeri otot (krem 5%), sering kali dikombinasi dengan suatu analgetikum, misalnya metilsalisilat.








ANTIHIPERTENSIVA



Tekanan darah

(TD, tensi)

Jantung sering kali diibaratkan suatu pompa 

yang menyalurkan cairan (darah) melalui 

pipa lentur (pembuluh) ke wadah (organ) dan 

kemudian kembali. Bila jantung menguncup 

(kontrak­si), darah dengan pesat dipompa ke 

dalam pembuluh nadi besar (aorta) dengan 

tekanan agak tinggi. Dari sini darah dialirkan 

berangsur-angsur ke dalam arteri dan arteriole lainnya dengan tekanan semakin berkurang. Tekanan ini yaitu  perlu agar darah 

mencapai seluruh organ dan jaringan dan 

kemudian untuk bisa mengalir kembali ke 

jantung melalui vena. Lihat selanjutnya Bab 

37, Sirkulasi Darah.

* Pengukuran TD. Tekanan darah terhadap 

dinding arteri dapat diukur dengan suatu 

alat pengukur khusus, yakni manometer 

air raksa; tensi yang diperoleh biasanya dinyatakan sebagai mm Hg (air raksa). TD 

sistolis yaitu  tekanan pada dinding arteriole 

sewaktu jantung menguncup (sistole) dan 

TD diastolis bila jantung sudah mengendur 

kembali (diastole). Jelaslah bahwa TD sistolis 

selalu lebih tinggi daripada TD diastolis dan 

dengan demikian tensi kita selalu bervariasi 

antara tinggi dan rendah sesuai dengan detak 

jantung. 

* Batas-batas tensi normal. TD bervariasi 

sepanjang hari antara batas-batas tertentu 

dan yang terendah terjadi pada malam hari 

sewaktu tidur. Pagi hari sesudah  bangun tidur, TD berangsur-angsur naik dan biasanya 

mencapai puncaknya pada siang hari selama 

bertugas dengan banyak kemungkinan akan 

situasi penuh stres. Oleh sebab  itu, untuk 

menentukan dengan pasti adanya hipertensi 

diperlukan minimal 3 pengukuran pada saat 

berlainan (berselang minimal 1 minggu). 

Pengulangan ini perlu untuk meniadakan 

faktor yang dapat meningkatkan tensi, seperti stres, emosi, rasa letih dan sebagainya.

Pada tahun 2003 dua Komisi Hipertensi di 

AS dan Europa telah memberikan petunjuk 

bagi diagnosis dan terapi hipertensi, yang 

dalam garis besar diterima oleh WHO. Dalam 

saran ini dikemukakan beberapa perubahan 

terhadap pengertian hipertensi dibandingkan 

dengan kebijakan lama, antara lain mengenai 

nilai-nilai TD tujuan. Tensi dapat dibagi 

dalam beberapa stadia dengan nilai-nilainya 

tersendiri, lihat selanjutnya Tabel 35-1 untuk 

klasifikasi tekanan darah. 

Bila juga ada  suatu faktor risiko kardiovaskuler, seperti diabetes tipe-2, maka 

nilai TD tujuan diturunkan sampai <130/80 

mmHg. TD juga meningkat sesuai usia akibat bertambahnya pengapuran/pengerasan 

pembuluh, sehingga sukar dikatakan dengan 

pasti kapan betul-betul ada  hipertensi. 

Namun tidak jarang pada lansia di atas 65 

tahun tanpa faktor risiko, TD sampai 150-160/ 

80-90 mmHg masih dianggap akseptabel oleh 

sebagian dokter.Sesuai pedoman hipertensi terakhir dari 

Amerika istilah “normal tinggi” diganti dengan “prehipertensi” untuk menunjukkan 

bahwa tekanan darah demikian merupakan 

stadium awal dari hipertensi.

Ref.: Chobanian AV et al.; The seventh 

report of the Joint National Committee 

on Prevention, Detection, Evaluation, and 

Treatment of High Blood Pressure. JAMA, 

2003;289:2560-72.

* Faktor risiko PJP. Hipertensi sebetulnya 

bukan penyakit, melainkan merupakan salah 

satu faktor risiko untuk terjadinya penyakit 

jantung dan pembuluh (PJP), khususnya 

CVA (cerebrovascular accident, infark atau pendarahan di otak). Di samping hipertensi faktor-faktor risiko lain yaitu  merokok, kdar

kolesterol dan homosistein yang meningkat, 

kegemukan (overweight, BMI> 27), jenis kelamin (pria, wanita sesudah menopauze), diabetes 

mellitus serta keturunan (bawaan).

TD diastolis dan sistolis. Tradisional TD 

diastolis umumnya dianggap lebih penting 

daripada TD sistolis sebagai faktor risiko 

PJP. Namun penelitian baru menunjukkan 

bahwa tensi sistolis sama pentingnya untuk 

meramalkan berbagai komplikasi hipertensi 

(stroke, PJP, gagal jantung). Bahkan pada 

orang di atas 50 tahun TD sistolis mungkin 

lebih penting dari pada TD diastolis.Terutama 

lansia dapat menderita hipertensi sistolis 

tunggal yang sering kali sukar diturunkan 

dengan pengobatan.28

* Regulasi tekanan darah. Ginjal memegang 

peranan utama pada pengaturan tingginya 

TD, yang berlangsung melalui suatu sistem 

khusus, yaitu Sistem Renin-AngiotensinAldosteron, disingkat RAAS. Dua jenis enzim memegang peranan pada daya kerja 

sistem ini, yaitu renin dan Angiotensin Converting Enzyme (ACE. Kininase II, dipeptidylkarboksi-peptidase).

Bila volume darah yang mengalir melalui 

ginjal berkurang dan TD di glomeruli ginjal 

menurun, misalnya sebab  penyempitan 

arteri setempat, maka ginjal dapat membentuk dan melepaskan enzim proteolitik renin 

(Tiegerstedt dan Bergman, 1898). Dalam plasma renin menghidrolisis gliko-protein angiotensinogen (yang terbentuk di dalam hati 

dan merupakan substrat bagi renin) menjadi 

angiotensin I (AT I) suatu docapeptida.

Zat ini diubah oleh enzim ACE (Angioten­sin

Conver­ting Enzyme, yang disintesis antara lain 

di paru-paru) menjadi zat aktif angiotensin 

II, suatu octapep-tida, yang jauh lebih aktif. 

AT II ini antara lain berefek vasokonstriktif 

kuat dan menstimulasi sekresi hormon aldosteron oleh anak-ginjal dengan sifat retensi 

garam dan air. Akibatnya volume-darah dan 

TD naik lagi menjadi normal

Penghambat renin langsung yaitu  aliskiren yang dipakai  sebagai obat antihipertensi.

Penghambat RAS (Sistem Renin-Angiotensin) 

yang dipakai  dalam terapi, terdiri dari 3 

tipe:

• penghambat ACE (kaptopril, 1999; enalapril): menghambat konversi dari Ang.-I 

menjadi Ang.-II

• perintang reseptor angiotensin (AT-IIreseptor-blockers atau antagonis AT-II))

• penghambat renin langsung (betablocker)

Di samping regulasi hormonal melalui RAAS, 

masih ada  beberapa faktor fisiologi yang 

dapat memengaruhi TD, yakni:

a. volume pukulan jantung. Ini yaitu  

jumlah darah yang pada setiap kontraksi 

dipompa keluar jantung. Semakin besar 

volume ini, semakin tinggi TD. Beberapa 

zat, misalnya garam dapur (NaCl) dapat mengikat air, sehingga volume darah total meningkat. Sebagai efeknya, 

tekanan atas dinding arteri meningkat 

pula dan jantung harus memompa lebih 

keras untuk menyalurkan volume darah 

yang bertambah. Hasilnya TD akan naik.

b. kelenturan dinding arteri. Pembuluh 

yang dindingnya sudah mengeras sebab  

endapan kolesterol dan kapur (atheroma)

mengakibatkan TD lebih tinggi dibandingkan dinding yang masih lentur. 

c. pelepasan neurohormon adrenalin dan 

noradrenalin, yang antara lain berkhasiat menciutkan arteri perifer hingga 

TD naik. Keadaan ini terutama terjadi 

pada waktu emosi hebat (gelisah, takut, 

marah dan sebagainya) atau selama olahraga bertenaga, sistem saraf adrenergik 

terangsang dan melepaskan neurohormon ini  (lihat Bab 31, Adrenergika). Peningkatan noradrenalin juga 

dapat disebabkan oleh situasi stres dan 

merokok.

Hipertensi

Hipertensi yaitu  suatu kelainan, suatu gejala dari gangguan pada mekanisme regulasi 

TD yang diuraikan di atas dan merupakan faktor risiko yang sangat umum bagi 

penyakit jantung dan pembuluh. Diperkirakan bahwa± 25% dari penduduk dunia 

menderita gangguan ini. Di samping perubahan pola hidup penanganannya terdiri dari 

pengobatan, sering kali seumur hidup, untuk 

menurunkan tekanan darah dengan tujuan 

menghindari komplikasi yang dapat timbul.

Ref.: Kearny PM et al.; Global burden of hypertension: analysis of worldwide data. Lancet.2005;365:217-23.

pemicu nya  hanya lebih kurang 10% dari 

semua kasus yang diketahui, antara lain 

akibat penyakit ginjal dan penciutan aorta/

arteri ginjal, juga akibat tumor di anak-ginjal 

dengan efek overproduksi hormon-hormon 

tertentu yang berkhasiat meningkatkan TD 

(feo­chromcyto­ma). Dalam kebanyakan kasus 

pemicu nya  tidak diketahui dan bentuk 

umum ini disebut hipertensi esensial. Faktor 

keturunan berperan penting pada timbulnya 

jenis hipertensi ini.

Risiko hipertensi yang tidak diobati besar 

sekali dan dapat memicu  kerusakan 

pada a.l. jantung, otak dan mata. TD yang 

terlampau tinggi memicu  jantung memompa lebih keras, yang akhirnya dapat 

mengakibatkan gagal jantung (decom­pensatio) dengan rasa sesak dan udema di kaki. 

Pembuluh juga akan lebih mengeras untuk menahan TD yang meningkat. Pada 

umumnya risiko terpenting yaitu  serangan 

otak (stroke, beroerte, dengan kelumpuhan 

separo tubuh) akibat pecahnya suatu kapiler 

dan mungkin juga infark jantung. Begitu 

pula cacat pada ginjal dan pembuluh mata, 

yang dapat mengakibatkan kemunduran 

penglihatan. Komplikasi otak dan jantung 

ini  sering kali bersifat fatal, misalnya di 

negara-negara Barat 30% lebih dari seluruh 

kematian disebabkan oleh hipertensi!

Gejala stroke

• kelemahan mendadak atau hilang rasa 

dari muka, tangan dan kaki, biasanya 

satu sisi dari tubuh;

• bicara tidak jelas atau sama sekali tidak 

bisa bicara; • penglihatan kabur;

• pusing, hilang keseimbangan atau terjatuh;

• mendadak sakit kepala hebat.

Faktor peningkatan Td 

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan TD secara reversibel, antara lain:

a. garam. Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah dan memicu  daya tahan pembuluh meningkat. Juga memper kuat 

efek vasokonstriksi noradrenalin. Secara 

statistik ternya ta bahwa pada kelompok 

penduduk yang mengonsumsi terlalu 

banyak garam ada  lebih banyak 

hipertensi daripada orang-orang yang 

memakan hanya sedikit garam. 

b. merokok. Nikotin dalam rokok berefek 

vasokonstriktif dan meningkatkan TD. 

Merokok memperkuat efek buruk dari 

hiper tensi terhadap sistem pembuluh.

c. pil antihamil mengandung hormon wanita estrogen, yang juga bersifat retensi 

garam dan air. Wanita yang peka sebaiknya menerapkan suatu cara pembatasan kelahiran lain. 

d. stres (ketegangan emosional) dapat meningkat kan TD untuk sementara akibat 

pelepasan adrenalin dan noradre nalin 

(hormon­ stress), yang bersifat vasokonstriktif. TD meningkat pula pada waktu 

ketegangan fi sik (pengeluaran tenaga, 

olahraga). Bila stres hilang, TD menurun 

lagi.

e. drop (liquorice), sejenis gula-gula yang dibuat dari Succus­ liquiritiae mengandung 

asam­ glizirinat dengan khasiat retensi air 

pula, yang dapat meningkatkan TD bila 

dimakan dalam jumlah besar. 

f. hormon pria dan kortikosteroida juga 

berkhasiat retensi air. sesudah  penggunaan hormon ini dihentikan pada umumnya 

TD menurun dan menjadi normal kembali.

g. kehamilan. Yang terkenal yaitu  kenaikan TD yang dapat terjadi selama­ kehami­lan. Mekanisme hipertensi ini serupa 

dengan proses di ginjal; bila uterus diregangkan terlampau banyak (oleh janin) 

dan menerima kurang darah, maka 

dilepaskannya zat-zat yang meningkatkan TD.

Gejala hipertensi 

Hipertensi tidak memberikan gejala khas, 

baru sesudah  beberapa tahun adakalanya 

pasien merasakan nyeri kepala pada pagi 

hari sebelum bangun tidur dan rasa nyeri ini 

biasanya hilang sesudah  bangun. 

Hipertensi hanya dapat dikenali dengan 

penguku ran tensi dan ada kalanya melalui 

peme riksaan tambahan terhadap ginjal dan 

pembuluh.

Pencegahan

Walaupun faktor keturunan memegang peranan penting, namun cara dan pola hidup

sangat esensial dalam pencegahan hipertensi. 

Misalnya, makan berlebihan dengan terlalu 

banyak lemak serta garam (dan gula), terlampau sedikit gerak badan dan merokok, 

dapat mendorong terja dinya hipertensi. Lihat 

‘Tindakan-tindakan umum’ .

* Kontrol teratur. Mengingat hipertensi 

sering kali tidak memberikan ge jala dan

hebatnya risiko untuk jangka panjang (bila 

tidak ditangani), maka perlu sekali untuk 

mengenali penyakit “tersembunyi” ini sedini 

mungkin.

Oleh sebab  itu dianjurkan pengontrolan 

TD berkala, misalnya setiap 1 atau 2 tahun 

sekali, terlebih-lebih pula bagi mereka di atas 

usia 45 tahun atau yang memiliki orang tua 

atau saudara yang menderita hipertensi. 

Dari data klinis ternyata bahwa terapi penurunan TD dapat mengurangi insidensi 

stroke dengan 35-40%; infark jantung dengan 

20-25%; gagal jantung dengan >50%.26 

Tindakan umum

Penderita TD tinggi tanpa adanya sebabsebab organik yang jelas dapat menerapkan 

sendiri sejumlah aturan hidup untuk menurunkan tensinya. Pola hidup yang baik juga 

meningkatkan efektivitas obat-obat antihipertensi dan mengurangi risiko PJP.

a. Menguruskan badan (Horvath et al.

2008)34. Berat badan berlebihan (kegemukan) memicu  bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan TD 

dapat turun kurang lebih 0,7/0,5 mm Hg 

setiap kg penurunan. Dianjurkan BMI 

antara 18,5-24,9 kg/m2.

b. Mengurangi garam dalam diet (Champagne, 2006)35 dahulu dianggap sebagai 

tindakan umum terpenting berdasar  

perkiraan berikut. Bila kadar Na di filtrat 

glomeruli rendah, maka lebih banyak air 

akan dikeluarkan untuk menormalisasi 

kadar garam dalam darah. Akibat pengeluaran ekstra air ini , TD akan 

turun. namun  dalam praktik ternyata 

mengurangi konsumsi garam sulit sekali 

direalisasikan. Setiap hari umumnya kita 

makan lebih dari 10 g garam dan lebih 

dari separuhnya ada  dalam berbagai 

makanan (ikan asin, sayur, daging, snack 

dan sebagainya). Pengurangan setiap 

gram garam sehari dapat berefek penurunan tensi 1 mm Hg. Oleh sebab  itu 

untuk mencapai penurunan TD yang 

nyata, konsumsi garam harus dibatasi 

sampai < 6 g sehari, walaupun pelaksanaannya sulit sekali.

c. Membatasi kolesterol bermanfaat untuk 

membatasi risiko atherosclerosis, lihat Bab 

36, Antilipemika, antara lain dengan mengurangi/menghindari asupan lemak jenuh (saturated dan total fat). Konsumsi 

serat-serat nabati justru hendaknya diperbanyak, sebab  terbukti bahwa serat 

dalam makanan dapat membantu menurunkan TD. Diketahui pula bahwa orangorang vegetarir, yakni yang pantang daging dan makan banyak sayur dan buahbuahan (mengandung banyak serat), rata-rata memiliki tensi yang lebih rendah 

daripada orang ‘biasa’.

d. Berhenti merokok. Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja 

jantung dan menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah berkurang dan TD 

meningkat. Lagi pula karbonmonoksida 

(CO) dalam asap mengikat hemoglobin lebih cepat dan lebih kuat daripada 

oksigen, hingga penyerapan O2

 di paruparu sangat dikurangi. Selain itu ter 

dalam asap bersifat karsinogen dan pada 

jangka panjang dapat merusak dinding 

pembuluh dengan efek atheroskle­rosis. 

Berhubung banyaknya efek buruk, semua tindakan ini jauh lebih penting daripada tindakan-tindakan yang berikut.

e. Membatasi minum kopi sampai maksimal 3 cangkir sehari. Kofein dalam ko-pi 

berkhasiat menciutkan pembuluh yang 

secara akut dapat meningkatkan TD dengan terjadinya gangguan ritme (sementara). Kopi tubruk ternyata dapat meningkatkan kolesterol darah akibat kandungan 

lemak jenuhnya. Kopi ekstrak/larut tanpa lemak tidak memperlihatkan efek 

buruk ini. Minum lebih dari 5 cangkir 

sehari meningkatkan risiko infark sampai 70%, terutama pada wanita dengan 

angina pectoris atau hipertensi. Pada 

jangka lama minum terlalu banyak kopi 

juga mengakibatkan meningkatnya LDL.

f. Membatasi minum alkohol sampai 2-3 

konsumsi (bir, anggur) sehari. Alkohol 

memiliki banyak khasiat, antara lain vasodilatasi, peningkatan HDL-kolesterol, fibri-­

nolitis dan mengurangi kecondongan beku

darah. namun  minum lebih dari 40 g

sehari untuk jangka waktu panjang dapat 

meningkatkan tensi diastolis sampai 0,5 

mm per 10 g alkohol. Lihat juga Bab 36, 

Faktor-faktor baik atherosclerosis.

Menurut penelitian anggur merah yang 

tidak beralkohol dapat menurunkan tekanan darah lebih baik daripada anggur 

merah biasa. Disarankan bahwa tiap hari 

minum dealcoholized red wine bermanfaat 

untuk menghindari hipertensi (Circulation

Research on September 6, 2012).

g. Cukup istirahat dan tidur yaitu  penting, sebab  selama periode ini TD menurun. Juga mengurangi stres dan latihan relaksasi mental (yoga, meditasi transendental, chi kung, biofeedback *) ternyata 

berguna sekali untuk menurunkan TD. 

h. Gerak badan yang cukup bertenaga. Walaupun TD meningkat pada waktu mengeluarkan tenaga akut, namun olahraga 

secara teratur dapat menurunkan TD 

yang tinggi, sebab  saraf parasimpatik 

(dengan efek vasodilatasinya, lihat Seksi 

VI) akan relatif lebih aktif daripada sistem 

simpatik dengan kerja vasokonstriksinya. 

Telah dibuktikan bahwa jalan (agak cepat) setiap hari (minimal 3x seminggu) 

selama sekurang-kurangnya ½ jam cukup 

untuk memberikan hasil baik. 

Pengobatan dan pilihan obat

Penanganan dasar hipertensi terdiri dari penang­gulangan overweight (bila ada) dengan 

diet, pemba­ta­san garam serta peningkatan aktivitas fisik. Selain tindakan umum ini, pada 

hipertensi lebih berat perlu dipakai  obatobat hipertensi untuk menormalisasikan TD. 

* Pengobatan pada instansi pertama ditujukan 

pada penurunan TD, namun  tujuan akhir adalah untuk menghindari komplikasi lambat, 

memperbaiki kualitas dan memperpanjang 

hidup. Hal ini dapat dicapai dengan prevensi 

efek buruk jangka panjang, seperti infarkotak (stroke), gangguan aterosklerotis dan hipertrofi jantung, yang akhirnya dapat memicu  aritmia dan dekompensasi.

Pengobatan dengan antihipertensiva harus 

selalu dimulai dengan dosis rendah agar TD 

jangan menurun terlampau drastis dengan 

mendadak. Kemudian setiap 1-2 minggu dosis berangsur-angsur dinaikkan sampai tercapai efek yang diinginkan (metode‚ start

low, go slow‘). Begitu pula penghentian terapi harus secara berangsur pula, lihat Efek

samping.

Antihipertensiva hanya menghilangkan 

gejala TD tinggi dan tidak pemicu nya . 

Oleh sebab  itu obat pada hakikatnya harus 

diminum seumur hidup, namun  sesudah  beberapa waktu pada umumnya dapat diturunkan (dosis pemeliharaan).

* Pilihan obat. Hal ini merupakan suatu 

masalah yang kompleks bagi sebagian penderita dengan ada nya beberapa faktor 

yang menentukan pilihan ini , misalnya 

penyakit yang juga dideritanya misalnya 

diabetes, efek samping dan harga obat. Bagi penderita dengan tekanan darah tidak 

terlalu parah (90-140) tanpa komplikasi lain 

dan yang tidak responsif terhadap tindakan 

nonfarmakologis seperti ini  di atas, 

dianjurkan sebagai pilihan pertama yaitu  

diuretika (Chobanian et al., 2003)36 atau kombinasi dari suatu diuretikum dan salah satu 

obat anti-hipertensi bagi penderita dengan 

tekanan darah lebih tinggi (100-160). Juga 

dosis merupakan faktor dalam pemilihan 

obat.

Faktor lain yaitu  gangguan lain yang 

diderita pasien, misalnya BPH untuk ini dapat dipilih suatu alfa-blokker yang efektif 

bagi kedua jenis penyakit. Contoh lain yaitu  

penderita migrain yang dapat memanfaatkan 

efek dari suatu beta-blokker yang dapat 

menghindari serangan migrain.

Amjuran ini  yaitu  untuk pengobatan 

hipertensi jangka waktu panjang dan

 Bio-feedback yaitu  suatu cara modern untuk mengendalikan proses-proses tak-sadar (otonom) 

dalam tubuh. Pasien dihubungi melalui elektrode dengan alat-alat ukur yang memperlihatkan 

berbagai fungsi tubuh, antara lain aktivitas otak, ritme jantung dan tekanan darah. Melalui konsentrasi 

dan latihan, fungsi-fungsi ini dapat dipengaruhi.



bukannya bagi penderita hipertensi sangat 

parah yang mengancam jiwa, misalnya hipertensi ensefalopati.

WHO28 menganjurkan lima jenis obat dengan 

daya hipotensif dan efektivitas kurang lebih 

sama, yaitu diuretika tiazida, beta-blocker, 

antagonis-Ca, ACE-inhibitor dan ATII-reseptorblocker. Efek melindungi dari semua 

obat ini terletak pada efek penurunan TD 

dan tidak pada sifat-sifat lain dari obat-obat 

ini . Oleh sebab  itu pilihan (jenis) obat 

terutama tergantung dari penyakit-penyakit 

tambahan yang sering kali menyertai hipertensi. Beberapa contoh lain tertera dalam 

tabel berikut ini.

Terapi kombinasi kini dianggap sangat 

penting dan ternyata efektif, sebab  dengan 

dosis masing-masing obat yang lebih rendah 

juga efek sampingnya berkurang. Lagi pula 

kesetiaan terapi ditingkatkan misalnya bila 

suatu sediaan mengandung kombinasi dari 2 

atau 3 obat yang hanya harus diminum satu 

kali seharinya. Dianjurkan untuk langsung 

dimulai dengan kombinasi dua obat pada 

penderita dengan TD lebih tinggi dari nilai/

tujuan 140/90 mmHg.

* Hipertensi tunggal. Kini banyak ahli sependapat bahwa diuretika atau beta-blocker, atau kombinasinya, merupakan pilihan pertama. Dari banyak studi ternyata bahwa pada jangka panjang kedua kelompok 

obat ini dapat menurunkan angka penyakit

morbiditas) dan angka kematian (mortali­tas). 

Pilihan kedua yaitu  ACE-inhibitors. 

* Hipertensi dengan diabetes. Kombinasi 

di atas memiliki kendala sebab  dapat 

mencetuskan resis­tensi insulin, lihat Bab 47, 

Insulin. Dalam hal ini sebaiknya dipakai  

suatu penghambat-ACE atau suatu b-blocker 

selektif. Hanya bila ada  kontraindikasi, 

dianjurkan obat-obat lain seperti alfablockers dan antagonis-Ca long-acting.

* Krisis hipertensi bercirikan kenaikan tensi 

mendadak dengan gejala encefalopati akut 

(sakit kepala hebat, gangguan kesadaran, 

serangan epilepsi). Pengobatan sebaiknya 

dilakukan dengan injeksi intravena, antara 

lain nifedipin, enalapril, labetalol, fentolamin 

(alfa-blocker) dan ketanserin (Ketensin), suatu 

antagonis-serotonin dari reseptor-5HT2.

Penggolongan

Obat-obat yang dewasa ini dipakai  un-tuk 

terapi hipertensi dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yang berturut-turut akan dibicarakan lebih mendetail di bawah ini.

1. Diuretika 

2. Alfa-receptor blocker 

3. Beta-receptor blocker 

4. Obat-obat SSP

5. Antagonis kalsium 

6. Penghambat ACE

7. Vasodilator 

8. AT-II-receptor blocker (antagonis-ATII)

Bila hipertensi disertai obat yang dianjurkan

diabetes tipe-2 : ACE-inhibitor + beta-blocker

gagal-jantung : diuretika, beta-blockers atau ACE- inhibitors;

angina pectoris : beta-blockers atau antagonis-Ca

retinopati diabetes : ACE-inhibitors atau ATII-reseptor-blockers

sesudah  infark jantung : beta-blockers atau ACE-inhibitors

lansia dg TD sistolis tinggi : terapi standar sama, namun  dengan dosis awal

lebih rendah (menghindari efek samping)

Kombinasi obat yg dianjurkan : 

diuretikum tiazida + beta-blocker, ACE-inhibitor atau ATII-reseptor-blocker

antagonis-Ca (dihidropiridin) + beta-blocker, ACE-inhibitor atau ATII-reseptor-blocker



Mekanisme kerja

Obat hipertensi berbagai macam dan cara 

kerjanya dapat dibagi dalam beberapa jenis, 

yaitu: 

* meningkatkan pengeluaran air dari tubuh: diuretika

* memperlambat kerja jantung: beta-blocker

* memperlebar pembuluh: vasodilator langsung (di/hidralazin, minoksidil), antagonis kalsium,penghambat ACE dan AT IIreseptor blocker

* menstimulasi SSP: agonis alfa-2 sentral seperti klonidin dan moksonidin, metildopa, guanfasin dan reserpin

* mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh, yakni 

– alfa-1-blockers: derivat quinazolin (prazosin, doksazosin, alfuzosin, tamsulosin), ketanserin (Ketensin);

– alfa-1 dan alfa-2-blocker: fentolamin;

– beta-blocker: propranolol, atenolol, metoprolol, pindolol, bisoprolol, timolol 

– alfa/beta-blockers: labetalol dan karvedilol.

Efek samping

Umum. Praktis semua antihipertensiva memicu  efek samping umum, seperti hidung mampat (akibat vasodilatasi mukosa) 

dan mulut kering, bradycardia (kecuali vasodilator langsung: justru tachycardia), rasa

letih dan lesu, gangguan penglihatan dan lambung-usus (mual, diare), adakalanya impotensi (terutama obat-obat sentral). Efek-efek 

samping ini sering kali bersifat sementara dan 

akan hilang dalam waktu 1-2 minggu. Dapat 

dikurangi atau dihindari dengan peningkatan 

dosis secara lambat laun, artinya dimulai 

dengan dosis rendah yang berangsur-angsur 

dinaikkan. Dengan demikian penurunan TD 

mendadak dapat dihindari. Begitu pula obat 

sebaiknya diminum sesudah  makan agar 

kadar obat dalam plasma jangan mendadak 

mencapai puncak tinggi (dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian terapi pun tidak 

boleh secara mendadak, melainkan berangsur-angsur untuk mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat (rebound effect).

Khusus. Lebih serius yaitu  sejumlah besar 

efek samping khusus, antara lain:

– hipotensi ortostatik (OH), yakni turunnya TD lebih kuat bila tubuh tegak (=

ortho, Lat.) daripada dalam keadaan berbaring. Prevalensinya pada lansia berkisar antara 5 sampai 60% (Drugs Aging,

2005;22:55-68). Dapat juga terjadi pada 

pemakaian  terutama simpatolitika, antidepresiva trisiklik, penghambat MAO, 

antipsikotika, obat anti-Parkinson dan 

obat kardiovaskular (nitrat, antihipertensiva).

– depresi, terutama pada obat yang bekerja 

sentral, khususnya reserpin dan metildopa,

juga pada beta-blocker yang bersifat lipofil, 

antara lain propranolol, alprenolol dan 

metoprolol.

– retensi garam dan air, dengan bertambahnya berat badan atau terjadinya udema, antara lain antagonis-Ca, reserpin, metildopa dan hidralazin. Efek samping ini 

dapat diatasi dengan kombinasi bersama 

suatu diuretikum.

– penurunan ratio HDL: LDL. Sejumlah 

obat memengaruhi metabolisme lipida 

secara buruk, yaitu menurunkan kadar 

kolesterol-HDL plasma yang dianggap 

sebagai faktor-pelindung terhadap penyakit jantung-pembuluh (PJP). Atau juga 

meningkatkan kolesterol-LDL yang dianggap sebagai faktor risiko bagi PJP. Sifat ini telah dipastikan pada diuretika

(kelompok thiazida dan klortalidon) dan 

pada beta-blocker, khususnya obat-obat 

yang tak kardioselektif atau tak memiliki 

ISA. Lihat di bawah dan juga Bab 36, 

Antilipemika.

1. DIURETIKA

Diuretika meningkatkan pengeluaran garam 

dan air oleh ginjal hingga volume darah dan 

TD menurun. Di samping itu diperkirakan 

berpengaruh langsung terhadap dinding 

pembuluh, yaitu penurunan kadar-Na membuat dinding lebih kebal terhadap noradrenalin, hingga daya tahannya berkurang. 

Efek hipotensifnya relatif ringan dan tidak 

meningkat dengan memperbesar dosis (sebagaimana halnya dengan reserpin).

Diuretika thiazida dianggap sebagai obat 

hipertensi pilihan utama dan seyogyanya 

dipakai  sebagai terapi awal bagi kebanyakan penderita TD tinggi. Diberikan sebagai obat tunggal atau dikombinasi dengan 

antihipertensiva golongan lain, yang dinaikkan efektivitasnya.Yang terutama dipakai  

yaitu  obat-obat long-acting sebab  sebagai 

single-dose pentakarannya praktis, sehingga 

meningkatkan kesetiaan pasien pada obat 

(drug compliance). Khusus dipakai  hidroklorothiazida (HCT) yang sering kali dikombinasi dengan diuretika penghemat kalium (spironolakton, amilorida, triamteren).

Lihat selanjutnya Bab 33, Diuretika.

 2. ALFA-BLOCKER

Obat-obat ini merintangi reseptor-alfa adrenerg yang ada  di otot polos pembuluh (dinding), khususnya di pembuluh kulit dan mukosa. Dapat dibedakan 2 jenis 

reseptor: a1

 dan a2

, yang berada post-synaptis, a2

 juga pre-sinaptis. Bila reseptor ini  

diduduki (aktivasi) oleh (nor)adrenalin, otot 

polos akan menciut. Alfa-blocker “melawan” 

vasokonstriksi akibat aktivasi ini  dan 

dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:

a. alfa-blocker tak-selektif: fentolamin (Regitine), yang hanya dipakai  i.v. pada 

krisis hipertensi tertentu, pada dekompensasi tertentu sesudah infark jantung dan 

pada tumor tertentu sumsum, anak-ginjal;

b. alfa-1-blocker selektif: memblok hanya 

reseptor-a1-adrenerg secara selektif, antara lain prazosin, doksazosin, terazo­sin,

alfuzo­sin dan tamsulosin. Labetalol dan karve­dilol memblok terutama reseptor-b1 dan 

- b2 (lihat nr 1, Beta-blocker)

c. alfa-2-blocker selektif: yohimbin(lihat Bab 

31 C. Adrenolitika)

pemakaian  alfa-1-blocker semula dipakai  

hanya untuk pengobatan hipertensi berdasar  blokade reseptor-a dan vasodilatasi 

semua pembuluh perifer dengan akibat 

menurunnya TD. Pada zat-zat tak-selektif 

penurunan TD disertai refleks tachy­cardia. Walaupun bukan merupakan pilihan pertama 

prazosin dan doksazosin banyak dipakai  untuk hipertensi ringan sampai sedang, 

bila diuretika dan b-blocker kurang efektif. 

Kombinasi dengan kedua jenis obat ini menghasilkan efek aditif.

Sejak awal tahun 1990-an alfa-blocker juga dipakai  pada hiperplasi prostat takganas (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH).

Terutama obat-obat yang memblok reseptor 

alfa-1 secara lebih selektif dipakai  untuk 

ini, yakni alfuzosin, terazosin dan tamsulosin. Dengan mengendurkan ketegangan di 

dinding saluran kemih, keluhan BPH dapat 

dikurangi, lihat Bab 31 C, Adrenolitika.

Efek samping. Semua alfa-1-blocker memberikan efek samping yang sama, yakni hipotensi ortostatis (reaksi‚ first dose‘), yang terjadi khusus pada permulaan terapi dan sesudah  

peningkatan dosis. Efek samping ini dapat 

dihindari bila dimulai dengan dosis rendah 

dan berangsur-angsur menaikkannya, juga 

dengan minum dosis pertama sebelum tidur. 

Efek lain yang dapat terjadi berupa perasaan 

pusing, nyeri kepala, hidung mampat, pilek, 

gangguan tidur, udema, debar jantung, perasaan lemah dan gangguan potensi.

Kom­binasi dengan b-blocker dan antagonisCa meningkatkan risiko hipotensi, sedangkan 

kombinasi dengan diuretika dan penghambat 

ACE lebih sering memicu  rasa pusing.

Kehamilan dan laktasi Mengenai pemakaian  

obat-obat ini oleh wanita hamil dan yang 

menyusui belum tersedia cukup data.

MONOGRAFI

2a. Prazosin: Minipress

Derivat chinazolin-piperazinil ini (1974) 

berefek hipotensif kuat berdasar  vasodilatasi arteri melalui blokade reseptor-alfa-1 

secara selektif. Efek hipotensifnya dimulai 

sesudah  2-3 hari. Juga dipakai  pada dekompensasi jantung atas dasar vasodilatasi vena dan pengurangan preload darah, terutama bila diuretika dan digoksin kurang 

efektif. pemakaian  lainnya yaitu  pada S. 

Raynaud dan pembesaran prostat (BPH) 

untuk sementara memperbaiki aliran urin 

bila belum waktunya untuk pembedahan.

Resorpsinya dari usus sampai 80%, PPnya tinggi (97%) dan t½ 2-3 jam, namun  daya 

kerjanya lebih panjang, sampai 12 jam. Ekskresi terutama melalui empedu dan feses 

sebagai metabolit dan ±10% secara utuh lewat urin.

Efek samping terpenting yaitu  hipotensi 

ortostatis akut, terlebih-lebih bila disertai 

terapi dengan b-blocker dan antagonis-Ca. 

Juga efek sentral (rasa kantuk, halusinasi, 

depresi), gangguan lambung-usus, reaksi kulit (gatal-gatal, ruam, kesemutan), gangguan 

seksual, udema, tachycardia dan mulut kering. Kolesterol-HDL sedikit dinaikkan, sedangkan LDL dan trigliserida diturunkan, 

sehingga ratio HDL:LDL diperbesar sampai 

30%. Kadar lipida total hanya menurun 

sampai 3-5%. Pada pemakaian  lama dapat 

terjadi tole­ransi (bandingkan dengan hidralazin), mungkin sebab  terjadinya vasokonstriksi akibat stimulasi SS simpatik atau 

RAAS, yang meniadakan efek vasodilatasi.

Dosis. Hipertensi: oral permulaan 0,25-0,5 

mg malam hari, dengan berangsur-angsur 

dinaikkan sampai 2-3 dd 0,5-2 mg, maksimal 

3 dd 6 mg. Dekompensasi: 2-4 dd 0,5 mg, maksimal 20 mg sehari. 

S. Raynaud dan BPH: dosis pertama 0,5 mg 

malam hari, lalu 2 dd sehari 0,5 mg selama 

3-7 hari, pemeliharaan 2 dd 1-2 mg.

* Doksazosin (Cardura) yaitu  derivat longacting (1987) t½ 9-12 jam dengan khasiat 

sama, namun  lebih jarang mengakibatkan 

hipotensi ortostatik berbahaya. Khusus dipakai  pada hipertensi dan BPH. namun  untuk 

BPH lebih disukai generasi kedua dari alfa-

1-blockers, yakni alfuzosin dan tamsulosin

sebab  efek sampingnya yang lebih ringan.

Dosis: permulaan oral malam hari 1 mg 

(mesilat) selama 1-2 minggu, bila perlu dinaikkan sampai 1 dd 2-8 mg. 

* Terazosin (Hytrin) yaitu  juga derivat longacting (1987) dengan t½ 8-13 jam, yang juga 

dipakai  pada BPH dan hipertensi. Khasiat

antihipertensifnya tidak sekuat prazosin. Perbaikan gejala BPH baru tampak sesudah  lebih 

kurang 2 minggu.

Resorpsinya dari usus ±90%, PP-nya lebih 

dari 90% dan dalam hati dirombak menjadi 

beberapa metabolit, antara lain turunan piperazin aktif. Ekskresi melalui urin dan feses. 

Efek samping yang paling sering terjadi 

yaitu  perasaan pusing, nyeri kepala dan 

impotensi. 

Dosis: BPH oral selama 3 hari 1 mg malam hari, lalu selama 11 hari 1 dd 2 mg, pemeliharaan 1 dd 5-10 mg. Hipertensi: malam 

hari 1 mg selama 1 minggu, lalu 1 dd 2 mg.

2b. Alfuzosin: Xatral XL

Derivat furamida ini (1990) juga khusus 

dipakai  sebagai obat BPH dengan efek 

samping lebih ringan. 

Dosis: 1dd 10 mg tablet sustained release; 

dosis pertama harus diminum malam hari.

* Tamsulosin (Omnic, Harnal) yaitu  derivat 

sulfonamida long-acting, t½ ±12 jam (1995) 

yang khusus disalurkan sebagai obat BPH 

dengan mekanisme pengenduran otot-otot 

licin di prostat dan leher kandung kemih 

melalui rintangan sistemis dari reseptor a1aadrenerg. Reseptor-reseptor ini juga ada  

dalam otot-otot yang mendilatasi iris mata. 

Bila pasien telah memakai  tamsulosin 

dan kemudian menjalani bedah katarak, 

midriasis dihindari sehingga iris menjadi 

„floppy“ (Floppy Iris Syndrome) dan lensa artifisial yang telah dimasukkan dapat berubah 

tempat.

sebab  BPH dan bedah katarak sering 

kali dialami para lansia, maka efek samping 

serius pasca bedah ini perlu diwaspadai. 

Oleh sebab  itu penting untuk sebelum pembedahan diminta keterangan pada pasien 

apakah pernah memakai  tamsulosin 

atau salah satu alfa-1 blocker di waktu yang 

lalu, sebab  masalah ini masih dapat timbul 

walaupun sudah cukup lama dihentikan 

pemakaian nya.

Ref.: Chang DF, et al. Intraoperative floppy 

iris syndrome associated with tamsulosin. J 

Cataract Refract Surg 2005; 31: 664-673.

Efek samping lainnya yaitu  kemungkinan 

timbulnya hipotensi dan sinkope (kehilangan 

kesadaran sementara), namun  belum jelas 

apakah masalah ini hanya timbul pada awal 

terapi (first dose effect) atau selama terapi. Oleh sebab  itu pasien tetap harus waspada 

terhadap kemungkinan terjatuh.

Bird ST, et al. Tamsulosin treatment for benign 

prostatic hyperplasia and risk of severe 

hypotension in men aged 40-85 years in the 

United States: risk window analyses using 

between and within patient methodology. 

BMJ 2013;347:f6320.

Sebagai efek samping lain tercatat gangguan 

ejakulasi. 

Dosis­: 1 dd 0,4 mg (kapsul slow release) sesudah makan pagi.

 3. BETA-BLOCKER

Zat-zat ini memiliki sifat kimia yang sangat 

mirip dengan zat b-adrenergik isoprenalin. 

Khasiat utamanya yaitu  anti-adrenergik 

dengan menempati secara bersaing reseptor b-adrenergik. Blokade reseptor ini mengakibatkan peniadaan atau penurunan kuat 

aktivitas adrenalin dan noradrenalin (NA). 

Reseptor-b ada  dalam 2 jenis, yakni b1

dan b2

.

– Reseptor b1

 di jantung (juga di SSP dan 

ginjal). Blokade reseptor ini mengakibatkan pelemahan daya kontraksi (efek 

inotrop negatif), penurunan frekuensi 

jantung (efek kronotrop negatif, bradycardia) dan penurunan volume-menitnya. 

Juga perlambatan penyaluran impuls di 

jantung (simpul AV = atrio­ven­triku­ler). 

Efek ini hanya lemah pada pindolol. 

– Reseptor b2

 di bronchia (juga di dinding 

pembuluh dan usus). Blokade reseptor 

ini memicu  penciutan bronchia dan 

vasokonstriksi perifer agak ringan yang 

bersifat sementara (beberapa minggu), 

juga mengganggu mekanisme homeostasis

pemeliharaan kadar glukosa dalam darah 

(efek hipoglikemik).

Sifat-sifat khusus. Beta-blocker memiliki 

sifat-sifat khusus sebagai berikut:

a. kardioselektivitas, yaitu menghambat 

terutama reseptor-b1 dengan penurunan 

TD tanpa memicu  penciutan bronchia dan pembuluh perifer. Sifat ini berkaitan dengan dosis; selektivitas berkurang dengan dosis meningkat. Pasien 

asma, bronchitis dan diabetes sebaiknya memakai  (dengan berhati-hati) 

obat-obat kardioselektif seperti asebutolol,

atenolol, betaksolol (Kerlon), bisop­rolol, seliprolol, esmolol dan metoprolol.

b. efek adrenergik intrinsik (ISA = Intrinsic Sympathicomimetic Activity), yang dimiliki oleh antara lain pindolol, asebutolol,

alprenolol, seliprolol dan oksprenolol. Sifat 

ini berhubungan dengan kesamaan struktur kimianya dengan β-adrenergika. Walaupun efek ini agak lemah, namun mengurangi khasiat utama dari obat-obat 

ini , yang dalam beberapa hal menguntungkan. Misalnya fungsi jantung kurang diperlemah, hingga risiko efek samping berbahaya (seperti dekompensasi) 

menurun. Begitu pula daya kontraksi kurang

ditekan dan sirkulasi perifer relatif lebih baik,

hingga lebih jarang terjadi jari-jari kakitangan menjadi dingin. Bradycardia berlebihan dalam keadaan istirahat pun dikurangi dengan efek menurunnya keluhan rasa letih. Begitu pula penyalu­ran-AV

kurang diperlambat. Pada angina berat efek 

ISA dapat merugikan.

c. efek stabilisasi membran, juga disebut 

efek lokal anestetik, yang timbul pada 

dosis tinggi oleh antara lain propranolol,

alprenolol, oksprenolol dan asebutolol. Pada 

dosis biasa sifat ini tidak ada artinya. 

Dengan sendirinya b-blocker dengan khasiat lokal anestetik tidak layak dipakai  

topikal pada mata. 

pemakaian . Semula beta-blocker diintroduksi sebagai obat angina pectoris dan antiaritmia (propranolol, 1964). Baru ±10 tahun 

kemudian, obat ini dipakai  sebagai obat 

hipertensi, yang kini menjadi pemakaian  

utamanya. Untuk lengkapnya di bawah ini 

ikhtisar indikasinya pada penyakit kardiovaskuler dan gangguan lain.

a. Angina pectoris. pemakaian nya berdasar  penurunan frekuensi pukulan 

jantung (efek kronotrop negatif). Dengan 

demikian keperluan oksigen dari myocard dikurangi pada pengerahan tenaga (exerti­on), hawa dingin dan emosi. Terutama berguna pada terapi interval untuk 

mencegah serangan angina stabil kronis, 

adakalanya dikombinasi dengan obatobat lain. Pada angina variant hanya 

efektif sebagai obat tambahan bersama 

suatu antagonis-Ca, khususnya nifedipin. 

Lihat selanjutnya Bab 37, Obat-obat jantung.

b. Aritmia jantung yang disertai tachycardia, 

berdasar  perlambatan penyaluranAV dan penurunan frekuensi pukulan 

jantung. Obat-obat dengan ISA kurang 

efektif untuk melawan tachycardia; obatobat dengan khasiat lokal-anestetik tidak 

lebih efektif, sebab  efeknya terlalu lemah 

pada dosis biasa. dipakai  untuk terapi 

maupun profilaksis serangan.

c. Hipertensi, berdasar  penurunan volume menit jantung akibat efek inotrop negatif dan kro­notrop negatif, juga penurunan 

daya tahan dinding-pembuluh perifer 

(DTP) sesudah  beberapa minggu, yang 

semula justru meningkat. Lagi pula pengu­rangan sekresi renin oleh ginjal sebab  blokade reseptor-beta setempat memegang peran-an. Ternyata bahwa terapi dengan beta-blocker kardioselek­tif pada jangka panjang dapat mengurangi 

morbiditas dan mortalitas. 

d. Infark jantung. Juga telah dibuktikan 

bahwa beta-blocker dapat menurunkan 

sampai ±25% risiko akan infark kedua 

dan kematian, bila diberikan segera sesudah infark pertama (dalam waktu 3 

minggu). Mekanisme kerjanya diperkirakan berkaitan dengan efek anti-aritmianya, sebab  infark selalu disertai stres 

hebat dan naiknya sekresi NA dengan 

peningkatan risiko akan aritmia fatal. 

Obat-obat yang terbukti efektif yaitu  

timolol(2 dd 10 mg), propranolol (2 dd 80 

mg) dan metoprolol (2 dd 100 mg). 

e. Gagal jantung (decompensatio). Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol

yaitu  sebagai obat tambahan pada diuretika dan ACE-blocker terhadap dekompensasi ringan. Obat-obat ini  

dapat mencegah memburuknya kondisi, serta meringankan gejala dan memperbaiki keadaan fungsional. Efek ini 

bertentangan dengan khasiat inotrop 

negatifnya, sehingga perlu dipakai  dengan hati-hati.

f. Lainnya. Di samping ini beta-blocker 

telah memperoleh tempat pula pada pengobatan berbagai gangguan lain dan 

yang terpenting di antaranya yaitu :

– glaukoma. Beberapa beta-blocker dipakai  dalam tetes mata sebagai obat 

pilihan pertama pada glaukoma (jenis 

simplex) untuk menurunkan tekanan cairan mata intraokuler yang meningkat. 

Produksi cairan mata dikurangi, mungkin akibat blokade-β2

. Mekanisme kerjanya yang tepat belum diketahui, sebab  stimulasi reseptor-β2

 dengan misal-nya 

isoprenalin juga menurunkan tekanan 

intraokuler! Tersedia tetes mata dengan 

timolol (Nyolol), betaxolol (Betoptima), levo-­

buno­lol (Beta­gan), metip­ranolol (Beta-ophtiole) dan carteo­lol (Teop­tic). Obat-obat dengan efek lokal anestetik tidak dapat 

dipakai sebab  pada pemakaian  lama 

dapat merusak epitel kornea.

– migrain. Propranolol dipakai  pada 

profilaksis migrain untuk mencegah serangan. Atenolol, metoprolol, timolol dan

nadolol sama efektifitasnya.

– tremor esensial, yaitu gemetaran yang 

pemicu nya  tidak diketahui, terutama 

pada lansia. Propranolol ternyata efektif, 

mungkin juga metoprolol. Mekanisme 

kerjanya tidak jelas.

– kegelisahan dan rasa cemas. Propranolol dan atenolol ternyata memiliki sifat anksiolitik (meniadakan rasa cemas) 

tertentu, mungkin berdasar  penekanan tachycardia dan debar jantung yang 

timbul pada keadaan gelisah dan takut. 

sebab  menurunkan frekuensi jantung 

sehingga bersifat meredakan namun  tidak 

membuat mengantuk, propranolol di negeri Belanda banyak dipakai  oleh mahasiswa dan artis sebelum ujian atau naik 

pentas (takut ujian, ‘demam panggung’).

Begitu pula oleh atlet (sebagai doping)

pada perlombaan olahraga di mana 

tachycardia dapat merugikan prestasi, misalnya pada olahraga menembak.

Penghentian terapi beta-blocker pada pasien 

jantung tidak boleh dengan mendadak, sebab  dapat memprovokasi infark dan memperburuk angina. Sebaiknya dosis diturunkan berangsur-angsur selama periode 2 

minggu. Pada pasien hipertensi dapat timbul 

‘efek penarikan, seperti rasa tegang, takut, 

tachycardia dan berkeringat hebat dalam 1 

minggu sesudah  penghentian terapi.

Efek samping. Blokade reseptor-beta mengakibatkan sejumlah efek samping tak diinginkan, yang pada umumnya bersifat 

ringan dan terjadi pada ±10% pengguna, 

antara lain:

a. dekompensasi jantung (reseptor-b1) akibat bradycardia dengan gejala udema 

kaki dan sesak napas yang dapat memicu  interpretasi keliru dengan 

bronchokonstriksi

b. bronchokonstriksi (reseptor-b2) dengan 

sesak napas dan serangan mirip asma, 

yang terutama disebabkan oleh obatobat tak-selektif. namun  obat-obat kardioselektif juga dapat memprovokasi serangan ini  sebab  selektivitasnya 

tidak sempurna, terutama pada dosis 

lebih tinggi

c. rasa dingin di jari-jari kaki-tangan dan 

tidak mampu melakukan kerja fisik berat (rasa lemah) akibat berkurangnya sirkulasi perifer dan berkurangnya oksigen 

di otot. Obat-obat selektif dan dengan ISA 

lebih jarang memicu  efek ini.

d. toleransi glukosa pada penderita diabetes ID (insulin dependent) dapat diturunkan oleh obat-obat tak-selektif yang menyelubungi (masking effect) pertanda penting dari hipoglikemia, seperti tachycardia dan tremor. Penyembuhan dari suatu 

periode hipoglikemia juga dihambat. 

Selain efek-efek ini  yang berkaitan 

dengan blokade beta, masih dikenal pula 

beberapa efek samping lain yang sering 

dilaporkan, antara lain:

e. efek sentral, yang meliputi gangguan 

tidur dengan mimpi buruk (nightmare), 

rasa lesu, kadang-kadang juga depresi 

dan halusinasi. Tidak jarang terjadi pula 

gangguan seksual dan impotensi.

Obat-obat hidrofil seperti atenolol, nadolol dan sotalol sukar melintasi rintangan 

darah-otak, maka lebih jarang memicu  efek ini .

f. gangguan lambung-usus berupa mual, 

muntah dan diare yang sering dilaporkan pada antara lain propranolol, namun  

biasanya hilang dalam waktu dua minggu.

g. penurunan kolesterol-HDL, sedangkan 

kadar trigliserida dan kolesterol total 

justru meningkat. Obat-obat selektif dan 

dengan ISA mungkin lebih ringan efeknya 

terhadap lipida ini . Obat dengan 

efek alfa-blokade (labetalol, carvedilol) tidak memengaruhi lipida darah. sebab  

pengaruh buruk terhadap perbandingan 

HDL: kolesterol total, maka pemakaian  

jangka panjang diuretika thiazida dan 

kebanya­kanbeta-blocker disangsikan. namun . 

sekarang telah dipastikan bahwa kedua 

kelompok obat itu justru memengaruhi 

dengan baik risiko kematian.

Kontra-indikasi. sebab  efek samping tersebut, beta-blocker tidak boleh dipakai  

oleh pasien dengan AV-block, terutama para 

lansia. Begitu pula tidak boleh bagi penderita 

asma, bronkitis dan emfisema paru. Penggunaannya pada diabetes dan gangguan 

jantung hendaknya dengan berhati-hati.

Wanita hamil tidak boleh memakai  beta-blocker, sebab  penyaluran darah melalui plasenta dikurangi hingga dapat merugikan perkembangan janin. sebab  kebanyakan obat ini bisa mencapai air susu ibu, 

khususnya zat-zat lipofil, maka selama terapi 

sebaiknya bayi diberikan susu kaleng.

Kinetik. Resorpsinya dari usus pada umumnya cepat dan baik, kecuali zat-zat hidrofil

(antara lain atenolol dan sotalol) yang hanya 

diserap untuk 50 sampai 30%. Beberapa zat 

mengalami FPE (first pass effect) kuat, hingga 

BA-nya agak rendah, misalnya BA alprenolol 

hanya 10% dan propranolol 30%, lihat tabel.

Distribusinya ke jaringan baik, terutama 

zat-zat lipofil seperti propranolol, alprenolol,

oksprenolol, metoprolol, pindolol dan timolol.

Obat-obat ini juga mudah mencapai CCS 

(cairan cerebro-spinal), sehingga lebih sering 

memicu  efek samping sentral. Ekskresi

zat-zat lipofil melalui urin berlangsung 

sebagai metabolit dengan aktivitas lemah. 

Zat-zat hidrofil praktis tidak dimetabolisasi 

dalam hati dan hampir seluruhnya dikeluarkan secara utuh.

Pengikatannya pada protein (PP) sangat berbeda-beda dan tidak berhubungan dengan 

sifat lipofilnya, misalnya propranolol ±90% 

dan metoprolol hanya 12%. Plasma-t½-nya

pun bervariasi besar, antara 2 dan 26 jam, 

namun  ternyata bahwa tidak ada korelasi 

antara t½ dan efek hipotensifnya yang masih bertahan terus sesudah  obat hilang dari 

peredaran darah.

Relasi kadar darah dan efek. Antara kadar 

darah beta-blocker dan efe