sangat berhubungan erat
dengan penyakit yanga ada di dalam kulit. Kulit yaitu bagian luar dari tubuh kita yang
harus dijaga agar tidak dapat dirusak oleh gangguan sekitar lingkungan. Pentingnya kulit
bagi fisiologi tubuh secara umum dapat ditunjukkan dengan melihat dari timbulnya
gangguan-gangguan sistemik yang serius pada kerusakan kulit yang berat misalnya akibat
luka bakar atau pada dermatitis eksoliatifa menyeluruh. Dermatologi dan pengertian
tentang penyakit kulit sangat tergantung pada pengertian tentang mekanisme dasar dari
biologi kutaneus. riset dalam bidang dermatologi telah mengambil bagian dalam revolusi
biologi molekuler dan memusatkan penyelidikan ilmiah yang mendasar tentang susunan
kutaneus, dan hal ini telah dapat memberi jawaban-jawaban yang penting dalam
pemahaman dan pengobatan penyakit kulit. riset dermatologi yang mendasar tidak saja
dipakai secara langsung pada penyakit kulit, penyembuhan luka, dan penuaan kulit, namun
juga memberi kemampuan yang unik dalam pemahaman tentang cara membaca kelainan
kulit berdasar proses-proses peradangan, kelainan-kelainan metabolik dan lainnya,
sehingga kita mampu menDiagnosa penyakit dengan benar.
sebab lesi-lesi penyakit kulit yaitu merupakan gambaran patologik secara umum dari
penyakit kulit, maka tidaklah mengherankan, adanya riset tentang histopatologi kulit
telah dilakukan semenjak hampir seratus tahun yang lalu. Perkembangan dan peranan
dermatologi dalam ilmu kedokteran sangatlah penting dimana para ahli penyakit kulit
melakukan riset dengan teknik-teknik yang baru dan luar biasa sehingga dapat
menghasilkan sesuatu alat untuk meneliti dari sebuah penyakit kulit. Perkembangan ini, yang
dimulai dengan transplantasi rambut dan dermabrasi, telah berkembang secara perlahan-
lahan menjadi bedah yang diawasi dengan mikroskop (Mohs) dan yang terbaru yaitu teknik
laser yang canggih.
Kulit atau disebut juga jaringan integumen yang terdiri dari unsur-unsur epitelial,
mesenkimal, glanduler dan neurovaskuler, bukan hanya merupakan pembungkus tubuh. Kulit
memegang peranan yang penting dalam mempertahankan homeostasis. Jaringan integumen
memiliki membran dengan permeabilitas air paling rendah sehingga mencegah terjadinya
dehidrasi kulit pada keadaan cuaca yang kering. Sebagai barier, kulit tidak hanya mencegah
hilangnya cairan tubuh, namun juga menghalangi masuknya zat-zat yang toksik dari
lingkungan. Jaringan integumen mempertahankan kehidupan dengan cara menjaga suhu
tubuh tetap konstan, kulit melindungi jaringan dibawahnya dari berbagai tekanan fisik dari
luar tubuh, seperti radiasi ultra violet, energi listrik, dan kekuatan mekanik, dan ini dapat
menghalangi masuknya sebagaian besar mikro organisme. Pentingnya kulit bagi fisiologi
tubuh secara umum dapat ditunjukkan dengan melihat timbulnya gangguan-gangguan
sistemik yang serius pada kerusakan yang berat dan luas akibat luka bakar atau pada
dermatitis eksoliatifa menyeluruh.
Dermatologi dan pengertian tentang penyakit kulit sangat tergantung pada pengertian
tentang mekanisme dasar dari biologi kutaneus. riset dalam bidang dermatologi telah
mengambil bagian dalam revolusi biologi molekuler dan memusatkan riset ilmiah yang
mendasar tentang susunan kutaneus, dan hal ini telah memberi jawaban-jawaban
yang penting dalam pemahaman dan pengobatan penyakit kulit. riset dermatologi yang
mendasar tidak saja dipakai secara langsung pada penyakit kulit, penyembuhan luka, dan
penuaan kulit, namun juga memberi kemampuan dalam pemahaman dan pengobatan
penyakit kanker, proses-proses peradangan dan kelainan-kelainan metabolik. Oleh sebab
itu, riset dalam dermatologi juga menambah pengetahuan tentang penyakit-penyakit
lain seperti alergi, kanker, penyakit-penyakit akibat faktor lingkungan, peroses penuaan
kulit dan lain-lain. Para peneliti biologi kutaneus melaksanakan pendekatan eksperimental
yang luas dan beranekaragam pada bidang riset mereka.
Ahli biologi molekuler menganalisis hal-hal rinci dari diferensiasi keratinosit, sintesis
kolagen, sintesis dan sekresi matriks ekstraseluler; ahli patologi eksperimental mempelajari
tentang penyembuhan luka, para ahli fotobiologi menilai pengaruh-pengaruh subseluler,
seluler dan sistemik dari sinar ultraviolet, ahli biologi molekuler meneliti transduksi signal
atau fungsi membran, ahli biokimia mempelajari melanisasi dan fungsi barier lemak pada
stratum korneum, ahli imunologi seluler meneliti adanya interaksi kompleks dari respon imun
pada kulit, ahli farmakologi mengukur absorbsi perkutaneus, ahlis fisiologi mempelajari
sifat dari kulit dan ahli sel atau ahli famakologi menyelidiki mekanisme kerja obat-obatan.
Akhir-akhir ini telah dipakai pula alat-alat biologi molekuler untuk dapat dimengerti
secara lebih baik detil molekuler dari aktifasi gen dan transkripsi dan sintesis protein
yang telah menghasilkan suatu “cloning” dan “sequencing” gen dan penentuan struktur
protein-protein tertentu.
Kulit merupakan indikator yang mencolok dari penyakit yang serius dan tersedia
setiap saat. Bagi orang yang tidak terlatih sekalipun dapat mengenali adanya penampilan
pucat dari pasien dalam keadaan syok, atau adanya sianosis yang berhubungan dengan
kegagalan jantung, atau adanya kekuningan sebagai tanda awal dari penyakit bilier
obstruktif. Namun, seorang dokter yang sempurna harus mampu mendeteksi adanya tanda-
tanda kulit yang lebih sulit dari penyakit-penyakit yang membahayakan jiwa, seperti adanya
“half-dozen infarcts” pada ekstremitas seorang wanita muda yang menderita gonokoksemia,
atau adanya suatu lesi yang kecil dengan batas yang menggaung dan tidak beraturan pada
punggung, sebagai suatu melanoma maligna yang dini. Keadaan ini sering tidak diperhatikan
atau diabaikan oleh pemeriksa dan dapat membawa bencana bagi pasien .
Proses patologis yang dinamis seperti inflamasi dan pertumbuhan neoplastik,
perubahan hemodinamik, keseimbangan cairan dan kinetik sel, secara klinis digambarkan
sebagai suatu eritema, deskuamasi, nodul-nodul, ulkus-ulkus dan sebagainya. Hal ini
dapat secara langsung dilihat pada kulit pasien dan perubahan seluler dan jaringannya
dapat dipelajari dengan spesimen biopsi yang dapat diperoleh dengan mudah dan aman.
Lebih jauh lagi, perkembangan dari reaksi-rekasi patologis kulit dapat di visualisasikan
secara in vivo dan diikuti dengan biopsi serial. Tanda klinis lesi kulit merupakan gambaran
patologis secara garis besar dan dapat dihubungkan secara langsung dengan gambaran
patologis secara mikroskopis. Kulit tidak hanya merupakan suatu barier dan penghubung
dengan lingkungan (dunia luar), melainkan merupakan “arena peperangan” tempat terjadinya
interaksi antara organ dan lingkungan namun juga merupakan cermin dari suatu penyakit
sistemik, yang dapat bersifat infeksius, metabolik, endokrin atau imunologik. beberapa
besar gangguan imunologik, dimana sistem imun dari organ berbalik melawan organ itu
sendiri, memiliki manifestasi klinis pada kulit, yang dapat menjadi tempat pertama yang
terdeteksi atau merupakan organ target yang utama. Kelainan autoimun ini bervariasi dari
yang ringan namun secara estetika merupakan suatu kondisi yang merusak, seperti misalnya,
vitiligo atau alopesia areata, sampai pada yang lebih parah dan membahayakan jiwa, seperti
pemfigus atau lupus eritematosus.
Pertama, mungkin hanya terjadi hilangnya pigmentasi atau hilangnya rambut,
berikutnya dapat terjadi gangguan ginjal, otak, hati, dan sistem veskuler.
1. Kulit dapat merupakan bukti “prima facie” dari penyakit dalam.
Kulit seringkali menjadi penghubung penting dalam menyelesaikan masalah diagnosa
yang membingungkan dalam kedokteran secara umum. Seorang dokter umum harus
mampu untuk mengenali perubahan-perubahan pada kulit yang ditemukan dengan tidak
sengaja pada pemeriksaan fisik. Dokter tidak dapat mengetahui apa yang harus
diperhatikan kecuali jika mereka sudah mengetahui lesi-lesi yang paling sering
ditemukan seperti misalnya purpura yang “palpable” yang merupakan petunjuk klinis awal
dari adanya venulitis nekrotisasi sistemik yang mendasari, yang mungkin atau tidak
mungkin berhubungan dengan masalah yang lebih serius dari artritis sistemik.
2. Penyakit yang timbul dan terbatas pada kulit dapat merupakan PEMICU utama dari
gangguan kemampuan (disabilitas) dan rasa tidak nyaman.
Dokter umum tidak selalu menghargai pentingnya suatu penyakit kulit dan mungkin tidak
merujuk pasien kepada seorang ahli penyakit kulit untuk mendapatkan pengobatan
yang tepat.
3. Kulit dapat dipakai untuk mengetahui mekanisme dasar suatu penyakit sebab
merupakan jaringan padat yang paling mudah didapatkan.
Misalnya, penyakit-penyakit imunologis, biopsi kulit tidak hanya menghasilkan Diagnosa
yang tepat dari penyakit sistemik namun dapat pula menentukan adanya antigen penting
yang terlinat dalam patogenesinya.
penyakitan manusia dapat timbul akibat kecacatan, rasa tidak nyaman (rasa sakit
atau rasa gatal yang tidak mudah diatasi) atau kesalahan bentuk. Kelainan-kelainan kulit
meliputi ketiganya memiliki banyak etiologi dan memicu penyakitan manusia dan
kerugian ekonomi jauh lebih besar dibandingkan yang diketahui pada umumnya. Pada perang
dunia kedua terjadi lebih banyak evakuasi dari ruang operasi penyakit kulit di pasifik
selatan dibandingkan korban perang; pada pertempuran Vietnam, kelainan-kelainan kulit
tercatat menduduki urutan ke tempat sebagai PEMICU kecacatan.
2 - 4% dari seluruh masalah bukan kecelakaan dan bukan masalah obstetrik, yang dirawat
pada rumah sakit sipil merupakan penyakit kulit. Diperkirakan, satu dari tiga orang di
Amerika Serikat menderita penyakit kulit setiap tahunnya. riset di Inggris
menunjukkan, bahwa setiap lima orang pasien yang melakukan konsultasi pada dokter
umum sebab masalah kulitnya. Diperkirakan, akibat dari peningkatan jumlah ini, beberapa
besar pasien memiliki lesi-lesi yang tidak dapat diabaikan sebab mungkin merupakan
pertanda dari penyakit organ-organ dalam yang serius.
KECACATAN
Keutuhan jaringan integumen merupakan hal yang penting untuk dapat bergerak.
Kerusakan permukaan kulit dapat dimisalkan sebagai suatu korosi (karat) dari permukaan
logam peralatan yang halus. Jelas bahwa kulit tangan yang sehat dan utuh sangat penting
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang halus, kulit yang kering tebal dengan fisura
dapat secara permanen atau sementara melumpuhkan/menghambat pekerjaan seorang ahli
bedah, dokter gigi, atau operator mesin. Dermatitis pada tungkai atau selangkangan juga
dapat memicu kecacatan. Pada beberapa wilayah Amerika Serikat, penyakit kulit akut
ataupun kronis telah menghabiskan lebih dari setengah biaya yang dibutuhkan kulit tangan
yang sehat dan utuh. Penyakit kulit telah membebani rakyat Amerika Serikat 1.5 miliar
pertahun dan merupakan masalah kesehatan nasional yang sama.
RASA TIDAK NYAMAN
Pruritus yang merupakan gejala kutaneus yaitu suatu keadaan yang menyengsarakan
dan sulit disembuhkan dengan obat-obatan topikal ataupun sistemik. Tidak ada obat yang
spesifik untuk menghilangkan pruritus. Pruritus yang sulit ditangani dapat memicu
sulit tidur, keadaan ini dapat memicu kecacatan (ketidakmampuan), sama-sama dengan
stress dan kecemasan akibat rangsangan yang menetap.
KERUSAKAN RUPA/BENTUK
Jaringan integumen merupakan perantara multifungsi pengaruh lingkungan terhadap
organ-organ yang merupakan penentu utama dalam kehidupan dan sifat dari semua spesies.
Pola perilaku dari individu dan kelompok juga ditentukan oleh jaringan integumen, seperti
individu yang dijauhi sebab adanya jaringan parut dan kerusakan bentuk/rupa. Meskipun
ada banyak bukti tentang peranan psikologis dari jaringan integumen pada spesies
yang lebih rendah, dimana perilaku tertentu dinyatakan melalui perubahan warna kulit,
berdirinya bulu burung, dan sekresi kelenjar-kelenjar, namun manifestasi tertinggi dari
fenomena ini ditemukan pada manusia. Kesadaran kosmetologis kulit secara umum dinilai
dari kepedulian masyarakat yang berlebihan pada warna rambut, dandanan rambut atau
potongannya, pemakaian parfum dan deodoran, dan model rambut secara teratur. Tidak
jarang orang dengan rupa/bentuk yang buruk diabaikan dan dihindari. Pada masa lampau,
poli kulit merupakan bagian terpisah dari rumah sakit merupakan suatu ekspresi
ketidaksenangan, bahkan oleh seorang dokter, terhadap bentuk yang menjijikkan dari
banyak penyakit kulit. Walaupun demikian, pengaruh yang serius dari perusakan
bentuk/rupa, dapat dipahami dengan baik oleh orang yang juga mengalami kerusakan
bentuk/rupa. Disamping adanya ketidakmampuan fisik yang mungkin menyertai kelainan
kulit, terutama pada ekstremitas, pasien harus secara berkesinambungan menyesuaikan
dan mengimbangi kesan “berubah bentuk” pada pandangan dirinya atau orang lain.
Kebanyakan pasien dapat menyesuaikan, namun mereka membutuhkan dorongan yang
menenangkan dan simpati dari para dokter dan tenaga medis lainnya.
Kulit wajah hanya terdiri dari 9% total permukaan kulit, namun ia merupakan
“paspor” dalam pergaulan. Kulit tidak dapat ditutup dengan mudah atau disamarkan.
Misalnya, jerawat yang parah pada wajah, yang merupakan salah satu dari masalah medis
tersering pada usia dewasa, dapat memicu kerusakan permanen bagi perkembangan
kepribadian. Bintik-bintik kemerahan yang didapat, nodul, papul, pustul atau tanda lahir
vaskuler dapat memicu kecacatan (kerusakan rupa) yang mendalam. Diantara
PEMICU yang terpenting dan paling sering dari ketidakmampuan menyesuaikan diri yaitu
gangguan pigmentasi melanin (misalnya vitiligo), terutama pada orang-orang yang
berpigmentasi.
Secara tradisional, ilmu kedokteran terutama dihubungkan dengan penyakit atau
kelainan yang dapat mengakhiri kehidupan seseorang. Perhatian yang lebih besar harus
ditujukan pada keadaan medis ini sebab dapat menghancurkan kehidupan seseorang
bila tidak diakhiri.
sebab lesi-lesi penyakit kulit merupakan gambaran patologik secara umum dari
penyakit kulit, tidaklah mengherankan, sebab kulit dapat diperoleh dengan mudah, maka
riset tentang histopatologi kulit telah dilakukan semenjak hampir seratus tahun yang
lalu. Seorang ahli ilmu penyakit kulit dari Jerman, Unna, merupakan salah seorang dari yang
pertama kali melakukan deskripsi mikroskopis yang adekuat dari lesi-lesi kulit.
Dari tahun 1775 sampai 1928, sumbangan utama dermatologi yaitu dalam bidang
patologi eksperimental. Tahun 1775, konsep tentang karsinogenesis kemikal telah dimulai
oleh penemuan Pervical Pott tentang kanker scrotum pada pembersih cerobong asap.
Treponema pallidum ditemukan pertama kali oleh Schaudinn, seorang ahli protozoa, dan
pada tahun 1905 oleh Hoffman, seorang ahli kulit. Kanker kulit secara eksperimental yang
di induksi dengan arang kayu dilakukan pertama kali oleh Yamagiwa dan Ichikawa pada tahun
1919 dan dengan sinar x oleh Bloch pada tahun 1924.
Dua fenomena imunologik yang penting ditemukan oleh Prausnitz dan Kustner,
peragaan pertama tentang hipersensitivitas tipe lambat pada manusia terhadap komponen-
komponen dengan berat molekul rendah dilaporkan oleh Low pada tahun 1924 dan oleh Frei,
Jadassohn dan Sulzberger pada tahun 1928.
Pada pertengahan kedua dari abad-20, dermatologi telah berubah dari pemikiran
tentang deskripsi dan taksonomi, kepada konsentrasi pemikiran tentang patofisiologi
penyakit. Hebra, Professor Ilmu Penyakit Kulit pada Universitas Wina, memperluas suatu
era baru pada pertengahan abad-19, sebagaimana dilakukan oleh Robert Wiliam dari Inggris
dan Joseph Plenck dari Wina, namun ilmu baru tentang dermatologi dapat dikatakan telah
dimulai sejak 50 tahun yang lalu. Stephen Rofman yang datang pada tahun 1938 ke
Universitas Chicago dari Hongaria, dari bagian dermatologi Eropa yang terkenal, dapat
dianggap sebagai pembawa cahaya bagi ilmu penyakit di Amerika Serikat, Rothman
menekankan pada patofisiologi kulit. Dia menentukan langkah dan menjadi contoh bagi
segenap generasi sebagai seorang dokter-ilmuwan yang utama dalam teori dermatologi.
Faktor penting lain dalam perkembangan riset selama 4 dekade yang lalu yaitu
ketersediaan dana untuk riset dasar dan klinisi pada kulit dan penyakit-penyakit kulit.
Di Amerika Serikat, hal ini dimungkinkan oleh adanya Institut Nasional Kesehatan,
khususnya Institut Nasional Artritis dan Muskuloskeletal dan Penyakit Kulit, dan oleh
industri farmasi yang berkerjasama dengan para ahli penyakit kulit dalam riset dan
pengembangan pengobatan baru dengan mendukung riset dasar dan pengawasan
percobaan klinis. Cara yang sama telah ditempuh di Eropa dan Jepang dan riset dalam
ilmu penyakit kulit ini menghasilkan kemajuan sedemikian rupa, dalam pengobatan penyakit
kulit seperti mengatasi penyakit-penyakit jamur epidemi dengan memberi obat-obatan
anti jamur oral atau topikal; pengembangan kortikosteroid topikal yang memiliki sifat anti
inflamasi yang sampai sekarang tidak dapat diperoleh dengan obat-obat topikal, mengatasi
penyakit-penyakit yang membahayakan jiwa seperti pemfigus dan lupus eritematosus
sistemik dengan kortikosteroid sistemik dan obat-obat imunosupresif; pemakaian
kemoterapi topikal (5-fluorourasil) untuk pengobatan keratosis solaris; perkembangan
kemoterapi sistemik pada psoriasis dengan antimetabolit dan imunosupresan dan juga
fotokemoterapi psoriasis dan mikosis fungoides dengan psoralen dan ultraviolet gelombang
panjang (PUVA).
Pengetahuan baru sangat membantu perbaikan peralatan yang dipakai untuk
mengetahui secara dini dengan demikian dapat mengobati secara dini pula suatu melanoma
maligna, yang telah merubah pengertian kita tentang patologi dari melanoma primer dan
memungkinkan suatu perkiraan yang tepat dari prognosis melanoma primer kulit stadium I.
Pengobatan baru dan dramatis juga mencakup retinoid yang efektif untuk akne kistik yang
berat dan kelainan-kelainan keratinisasi, yang menjanjikan dalam pencegahan kanker kulit
dan lainnya.
Pengaruh umum terhadap riset dalam bidang dermatologi yaitu hasil dari
kemajuan teknologi, yang telah dimulai dengan pemakaian mikroskop elektron dan “density
gradient ultracentrifugation” yang dikombinasi dengan teknologi biokemikal yang maju,
beberapa dekade lalu. Hal ini diikuti dengan perkembangan imunopatologi yang menggunakan
imunofloresensi dan teknik-teknik imunoenzim: pengembangan teknik-teknik separasi
elektroforesis yang canggih, terhadap riset dalam bidang dermatologi ini yaitu hasil
dari kemajuan teknologi, telah teratasi di sekolah-sekolah kedokteran dan rumah-rumah
sakit di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Berkembangnya ilmu penyakit kulit, penting
bagi para dokter yang berpraktek sebab guru dan peneliti telah memberi teknik-teknik
diagnosa untuk masa yang akan datang dan pengobatan-pengobatan baru. Teknologi baru
dalam pemeriksaan biologi tidak dapat ditandingi dalam ketepatan dan kepandaian apapun
yang sebelumnya pernah dibayangkan. Para ahli penyakit kulit kini ditantang untuk berfikir
sesuai dengan konsep-konsep medis yang terbaru. Disiplin baru ilmu penyakit ini ialah apa
yang disebut “dermatosciences”, dan keadaan ini sama dengan apa yang terjadi dalam ilmu
penyakit saraf, dengan munculnya “neurosciences”.
Para ahli penyakit kulit pada tahun 1990an memiliki semangat riset yang luar
biasa. Tehnik-tehnik riset yang baru, terutama dalam bidang imunologi dan biologi
molekuler, menjanjikan berkembangnya pendekatan-pendekatan inovatif untuk dapat
mengatasi beberapa masalah penting dalam ilmu penyakit kulit seperti pengobatan pruritus,
infeksi virus papiloma humanus, dermatitis eksematus atopik, psoriasis dan berbagai
manifestasi kutaneus dari infeksi HIV.
Juga melegakan melihat masuknya beberapa besar tenaga yang sangat terlatih ke
dalam bidang ilmu penyakit kulit. Kombinasi dari teknologi baru dan bakat yang khusus ini
akan sangat mempengaruhi perjalanan ilmu penyakit kulit.
Selama lima dekade ini, dermatologi klinis telah menjadi bagian yang integral dari
sekolah kedokteran dan lingkungan rumah sakit, para ahli dermatologi telah menjadi dokter
yang bekerjasama dengan para ahli penyakit dalam dan bedah dalam menDiagnosa dan
mengobati segala macam penyakit multi sistim yang melibatkan kulit. Patologi kulit terutama
diperiksa oleh para ahli dermatologi yang telah mendapatkan pelatihan khusus dalam
dermapatologi dan bekerja pada bagian dermatologi. Pada dua dekade terakhir, bedah
dermatologi telah muncul sebagai pasangan yang utuh dari dermatologi medis.
Perkembangan ini dimulai dengan transplantasi rambut dan dermabrasi, telah berkembang
secara perlahan-lahan menjadi bedah yang diawasi dengan mikroskop (Mohs) dan yang
terbaru yaitu tehnik laser yang canggih. Kini, para ahli dermatologi merupakan dokter
yang penting untuk penanganan kanker-kanker kulit, termasuk melanoma maligna. Hal ini
sebab mereka berada pada posisi yang terbaik untuk dapat membuat suatu Diagnosa
histopatologis dan klinis untuk memilih pengobatan yang tepat. Untuk pengobatan karsinoma
kulit yang lanjut dan melanoma maligna stadium II dan III, para ahli dermatologi
bekerjasama dengan para ahli onkologi medik, bedah plastik dan radioterapi.
Manfaat hasil pemeriksaan epidemiologi dan pelayanan kesehatan pada pasien yang
mendapatkan pengobatan penyakit kulit meningkat selama dekade lalu dan mungkin akan
meningkat secara drastis pada dekade mendatang. Ada banyak alasan meningkatnya bidang
riset ini bagi dermatologi. Di Amerika Serikat mungkin hal ini disebabkan meningkatnya
manfaat pelayanan kesehatan secara ekonomi sebagai suatu bagian dari GNP (Gross
National Product). Tahun 1990, sekitar 600 miliar dolar telah dikeluarkan untuk pelayanan
kesehatan di Amerika Serikat. Pada tahun 2000, diperkirakan 1,5 triliun dolar diperlukan
untuk pelayanan kesehatan. Hal ini berarti hampir 6000 dolar per orang per tahun di
Amerika Serikat.
Banyak pimpinan pemerintahan maupun swasta yakin bahwa peningkatan anggaran
untuk pelayanan kesehatan merupakan beban yang berat secara ekonomi bagi Amerika
Serikat dan oleh sebab nya harus ditekan. Banyak faktor yang mendukung terjadinya
peningkatan biaya perawatan perkapita yang tinggi diantaranya yaitu penuaan populasi
Amerika Serikat, teknologi baru, intensitas perawatan yang lebih haik, dan epidemi AIDS.
Disamping itu, jumlah dokter praktek meningkat jauh lebih besar dari pada pertambahan
populasi. Apapun PEMICU inflasi biaya perawatan kesehatan, upaya untuk menghemat
pengeluaran mungkin memicu peningkatan persaingan antara dokter dan rumah sakit
dan menambah peraturan praktek kedokteran. Sistim-sistim penghematan baru mungkin
merubah insentif pemberi layanan kesehatan.
Sementara penguasa politik mungkin sekali mengubah sistem pelayanan kesehatan
yang diberikan ditahun-tahun mendatang, hasil riset riset pelayanan kesehatan dan
epidemiologi dapat membantu menentukan bagaimana sumber pelayanan kesehatan dapat
diterapkan dengan baik untuk memberi kesehatan optimal bagi populasi kita. Oleh
sebab itu, dokter perlu memahami metode yang dipakai dalam menilai prevalensi, terapi
optimal, dan pengamatan pelayanan kedokteran. sebab hambatan-hambatan anggaran
meningkat, mungkin sekali bahwa pasien perlu diberitahu mengenai jenis penyakitnya dan
dokter perlu memperlihatkan dampaknya pada seseorang dan efektivitas fisik dan biaya
pengobatan untuk seorang pasien. Oleh sebab itu, nampaknya dokter perlu memahami
konsep epidemiologi dasar, termasuk pengukuran frekwensi dan berat-ringannya penyakit,
metode untuk menilai hasil akhir pengobatan dan tehnik-tehnik jaminan kualitas.
Disamping itu agar dokter mampu menginterpretasi bahan bacaan kedokteran diperlukan
suatu pemahaman mengenai prinsip-prinsip dasar penentuan validitas (keabsahan)
riset .
Bab ini akan memfokuskan diri pada konsep epidemiologi dasar, prevalensi penyakit
kulit, ukuran ketepatan perawatan, dan ketentuan baru dalam penghematan pelayanan
kedokteran dalam konteks penyakit dermatologi.
PREVALENSI
Prevalensi yaitu angka kejadian suatu keadaan pada suatu waktu tertentu (yakni,
jumlah individu dengan penyakit tertentu pada saat tertentu dibagi jumlah orang pada
populasi tertentu). Prevalensi suatu penyakit yaitu fungsi kejadian masalah -masalah baru
(insidens); lamanya penyakit, dan jika responsif terhadap pengobatan, jumlah individu
terkena yang menerima terapi efektif.
Prevalensi sesungguhnya dari penyakit kulit sulit ditentukan sebab banyak riset
dermatologi melibatkan populasi terseleksi, biasanya pasien yang datang dengan keluhan
kulit atas mereka yang berkunjung kerumah sakit ataupun institusi lainnya. Disamping itu,
berbagai faktor sosial maupun lingkungan dapat mempengaruhi kejadian atau deteksi
penyakit.
Data prevalensi sistemik satu-satunya untuk populasi umum di Amerika Serikat yang
telah dikumpulkan hampir 20 tahun yang lalu sebagai bagian dari survey pemeriksaan
kesehatan dan gizi nasional (NHANES). Tujuh puluh empat persen partisipan potensial
diperiksa sebagai bagian dari upaya nasional ini. Sayang sekali, data riset terbaru pada
populasi yang lebih besar di AS tidak tersedia.
berdasar pemeriksaan pada lebih dari 20 ribu warga negara Amerika yang tidak
dirawat inap, usia 1 sampai 74 tahun, riset NHANES memperlihatkan bahwa penyakit
kulit sering DITEMUI di Amerika Serikat: hampir sepertiga yang diperiksa oleh residen
dermatologi, sebagai bagian dari survei ini, memiliki satu atau lebih kondisi kulit yang
dirasa cukup bermakna untuk mengunjungi dokter. Penyakit kulit yang paling sering
dideteksi yaitu penyakit kelenjar sebasea (terutama akne), dermatofitosis, tumor kulit
jinak dan ganas, dermatis soboroik, dermatitis atopik, dan eksema dan iktiosis. Tabel 2-1
menunjukkan prevalensi kesembilan kelainan kulit yang paling sering DITEMUI . Gambar 2-1
menunjukkan prevalensi umur spesifik dari 4 jenis kelainan patologi kulit yang penting di
Amerika Serikat. Tidaklah mengherankan, prevalensi keseluruhan patologi kulit yang
bermakna dan kondisi kulit meningkat sesuai umur. Disamping potensi perubahan penyakit
yang benar-benar terjadi selama hampir 20 tahun semenjak riset NHANES dilakukan,
beberapa penemuan riset ini menunjukkan bahwa kemungkinan bias didalam masalah -
masalah tertentu diakibatkan orang dengan kecacatan cenderung tidak berpartisipasi.
Sebagai contoh, prevalensi psoriasis yang diperiksa didalam populasi riset
lainnya. riset Scandinavia menunjukan prevalensi psoriasis berkisar 1,3 sampai 2,8%,
namun NHANES memperkirakan prevalensi psoriasis aktif sebesar 0,9% di Amerika
Serikat. Bila masalah remisi dan masalah psoriasis diikutdan kan dalam patologi kulit yang tidak
bermakna, angka prevalensi untuk Amerika Serikat dan Scandinavia secara kasar mungkin
sebanding. Oleh sebab itu, perkiraan prevalensi yang dipublikasikan pada beberapa keadaan
didasarkan pada ringkasan kode diagnosa bukan ekstrapolasi langsung dari pemeriksaan
fisik yang berorientasi penyakit. Sebagai contoh, pada pemeriksaan fisik, didapatkan lebih
dari tiga kali lipat mengalami akne berat (grade 4 atau konglobata) dibandingkan mereka
yang diberi kode mengalami akne kistik.
Tabel 2-1. Prevalensi Kondisi Kelainan Kulit
Laki-laki Perempuan Keduanya
Dermatofitosis 131 34 81
Akne (Vulgaris dan Kistik) 74 66 70
Dermatitis Seboroik 30 26 28
Dermatitis Atopik/ Eksem 20 18 19
Veruka vulgaris 9 6 8
Tumor-tumor ganas 6 5 6
Psoriasis 6 5 6
Vitiligo 6 4 5
Herpes simpleks 4 5 4
*angka per 1000 (sumber: data dari riset NHANES)
Pengetahuan mengenai prevalensi sangat penting dalam berbagai hal. Sebagai contoh,
estimasi prevalensi, ditambahi dengan informasi mengenai akibat lanjut penyakit, dapat
dipakai untuk mengalokasikan sumber dana bagi riset ataupun perawat klinis
penyakit. Selain itu, perkiraan prevalensi dapat dipakai untuk menentukan apakah suatu
terapi dilakukan berlebih atau kurang dilakukan dalam hubungannya dengan jumlah orang
yang mengalami penyakit ini .
INSIDENS
Insidensi yaitu jumlah masalah -masalah baru yang terjadi pada suatu populasi tertentu
pada saat tertentu. Hal ini biasanya diukur sebagai jumlah masalah per-1000 orang per tahun.
Walaupun riset prevalensi masyarakat (NHANES), memberi hasil statistik
komparatif yang baik untuk penyakit kronis dengan lama yang sesuai, tujuan survei
prevalensi ini cenderung berlebihan menekankan pentingnya penyakit-penyakit kronis
yang tidak responsif terhadap terapi dan kurang menekankan kepentingan relatif keadaan-
keadaan akut atau kronis yang tidak nampak lagi sebab telah diberi terapi. riset
insidens berdasar populasi sulit dilakukan; oleh sebab itu, ukuran sekunder dapat
bertindak sebagai estimasi dugaan beban relatif penyakit lain. Sebagai contoh, dengan
menghitung kunjungan ke fasilitas kesehatan sebab keluhan tertentu, kepentingan relatif
berbagai masalah dapat diperkirakan. Namun demikian, seperti dikemukakan dibawah,
hambatan tidak adanya perawatan dan finansial dapat mempengaruhi jumlah kunjungan
suatu keadaan tertentu, yang merupakan pentingnya masalah ekonomi itu.
Pengukuran langsung insidens (jumlah masalah baru yang terjadi untuk unit waktu
tertentu) telah ada untuk kanker kulit melanoma dan non melanoma, sarkoma Kaposi, dan
limfoma sel T kulit, namun hanya beberapa kondisi kulit lainnya, yang memiliki data
sebanding. Sayang sekali riset dasar populasi komprehensif untuk sebagian besar
tumor-tumor ini, kanker kulit non-melanoma, telah kadaluwarsa. Kurangnya data
komprehensif baru khususnya, mempersulit pengamatan pada beberapa populasi dimana
insidens tumor ini nampaknya sedikit meningkat dalam dua dekade lalu.
Data kunjungan sebab keluhan dermatologis telah dicatat sebagai bagian dari Survei
Rarat Jalan Nasional (NANCS). Data terbaru yang dikemukakan dari survei ini yaitu tahun
1980 sampai 1981. Waktu itu, rata-rata ada 580 juta kunjungan pertahun kedokter
praktek sebab berbagai alasan. Pasien dengan keluhan dermatologi terhitung sebanyak 40
juta kunjungan (7,3%), kira-kira jumlahnya sama dengan pada tahun 1974.
Walaupun jumlah kunjungan ke dokter hampir konstan, proporsi kunjungan ini ke
seorang dokter spesialis kulit meningkat sekitar 50%. Penyakit-penyakit kelenjar sebasea
khusus akne (10,2 Juta kunjungan); Diagnosa inflamasi 10 juta kunjungan; keadaan
hipertrofik dan atrofik (6,8 juta kunjungan); infeksi kulit (4,7 juta kunjungan); kutil (4,1
juta kunjungan); dan mikosis (3,2 juta kunjungan) merupakan lebih dari 80% kunjungan ke
ahli dermatologi. Wanita merupakan 58% dari semua kunjungan sebab keluhan dermatologi.
sesudah diperiksa oleh dokter, nampak alasan yang paling banyak dari pasien untuk mencari
perawatan bantuan kesehatan. Dua pengecualian utama untuk predominasi keadaan akut
didalam perawatan dermatologi yaitu akne dan perubahan morfologi kulit antara lain
tumor-tumor kulit dan perubahan pigmentasi. Akne merupakan hampir seperempat keluhan
kulit dan hampir sepertiga dari semua kunjungan ke dokter spesialis kulit. Seperti dirinci
dibawah, perubahan morfologi dan neoplasma kulit menyusun lebih dari sepertiga kunjungan
per orang berusia diatas 45 tahun. sebab insidensinya meningkat begitu juga harapan
terapi efektif, kita dapat berharap bahwa kebutuhan untuk perawatan penyakit
dermatologi sebab perubahan morfologi dan tumor akan terus meningkat dan akan
merupakan aspek penting dalam praktek dermatologi.
MORBIDITAS
Morbiditas penyakit dermatologi paling sering dicerminkan sebagai ketidakmampuan
kerja atau efek buruk pada fungsi sosial. Pada riset NHANES, sekitar 1% populasi
(atau lebih dari 2 juta orang berusia 1 sampai 74 tahun di Amerika Serikat) memiliki
suatu keadaan kulit yang menghambat pekerjaan atau aktifitas sehari-hari dirumah. Namun
demikian, 90% dari orang ini menunjukan bahwa derajat cacat mereka minimal. Angka
kecacatan sosial sebab keadaan kulit sampai mempengaruhi kerja mereka lebih dari
sepertiga sebab keluhan kulit dan paling sering dilaporkan pada wanita dan pada usia 15
sampai 45 tahun. Gejala-gejala dan kecacatan sosial yang berkaitan dengan penyakit
kulit bertanggung jawab terhadap lebih dari 44 juta kunjungan pertahun sebab keluhan
dermatologi. Menurut peneliti survei NHANES, lebih dari 1% populasi tak dirawat inap ini
mengalami kelainan akibat penyakit kulit derajat sedang sampai berat. Sayang sekali, data
ini dikumpulkan lebih dari 20 tahun yang lalu, dan ada bukti bahwa survei ini kurang
meyakinkan. Data terbaru yang mencerminkan prevalensi dan norma sosial akibat kelainan
dewasa ini belum tersedia.
Disamping perubahan penampilan, Sebagian kecil morbiditas dapat merupakan akibat
dari gejala-gejala lain yang berkaitan dengan kondisi kulit. Dua persen dari orang-orang
yang disurvei melaporkan rasa nyeri atau rasa terbakar yang berkaitan dengan kondisi kulit.
Empat persen dari orang-orang yang disurvei menunjukkan setidak-tidaknya ada keluhan
gatal (pruritus) yang berkaitan dengan kondisi mereka, dan sekitar 1% mengeluhkan
pruritus sedang sampai berat pada saat survei.
MORTALITAS
Untungnya, masalah kulit memicu jarang sekali kematian. Tahun 1973, ada
7559 kematian berdasar Diagnosa dermatologi, dimana melanoma maligna bertanggung
jawab pada hampir separuh kematian ini. Angka mortalitas sebab melanoma telah
meningkat, namun kenaikan ini jauh lebih lambat dibandingkan kenaikan dramatis insidens
melanoma maligna, yakni dua kali lipat dalam lebih dari 15 tahun. Secara keseluruhan, angka
kematian sebab penyakit kulit nampaknya makin turun.
UMUR DAN JENIS KELAMIN
Berbeda dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan kulit yang lebih tinggi bagi kaum
wanita, patologi kelainan kulit lebih sering DITEMUI pada laki-laki dibandingkan wanita.
Prevalensi yang lebih tinggi pada laki-laki disebabkan sebab tingginya angka kejadian
prevalensi dematofita dan tumor kulit yang sangat banyak pada laki-laki. Perbedaan ini
mungkin berkaitan dengan perbedaan higenitas dan pekerjaan.
Perubahan prevalensi relatif penyakit kulit sesuai umur dikemukakan dalam gambar 2-
1. Dalam lima tahun pertama kehidupan, eksema paling banyak. Sejak pubertas sampai usia
pertengahan (setengah baya), penyakit kelenjar sebasea, terutama akne dan dermatofita
paling banyak. Pada usia setengah baya dan usia tua, dermatofita dan tumor, baik jinak
maupun ganas paling sering DITEMUI .
KEBUTUHAN PELAYANAN AHLI DERMATOLOGI
Kebutuhan pelayanan dermatologi nampaknya sangat peka terhadap kondisi ekonomi
maupun insentif. Biaya yang keluar dari kantong memiliki dampak pada pelayanan rawat
jalan. Oleh sebab itu beban biaya perawatan kulit bukan hanya berdampak pada prevalensi
kondisi kelainan kulit namun juga kemampuan dan biaya perawatan untuk keadaan ini .
Ahli dermatologi kini melayani hampir separuh kebutuhan perawatan ini , bila
dibandingkan dengan perawatan yang diberikan oleh dokter lain untuk mengatasi keluhan
kulit akan sangat tergantung pada beratnya penyakit dan biaya relatif dan kualitas
perawatan yang ditawarkan oleh dokter dari berbagai spesialisasi.
Pengalaman dari perencanaan kesehatan yang akan diberikan dalam sistem pengaturan
perawatan dermatologi menggambarkan strategi-strategi personel alternatif dalam
memberi pelayanan. Dalam rencana kesehatan yang akan diberikan, perbandingan dokter
spesiailis kulit 'full-time’ per 100.000 penduduk bervariasi 1,2 sampai 5,0; sehingga jumlah
kunjungan per dokter spesialis kulit sesuai dengan perencanaan ini . Beberapa
perbedaan pemakaian pelayanan kesehatan mungkin sebab perbedaan populasi yang
dilayani. Faktor-faktor yang mungkin sekali mendukung kondisi ini antara lain, peraturan
rumah sakit untuk langsung mendapatkan bantuan spesialis, ketersediaan dokter spesialis
kulit, dan kemauan dokter lain untuk memberi perawatan dermatologi.
Jumlah ahli dermatologi terlatih di AS meningkat sangat cepat. Untuk setiap ahli
dermatologi yang meninggal, sekurang-kurangnya ada 3 orang lulusan dari program
pelatihan. Jumlah ahli dermatologi per kapita AS sekitar 6 kali lebih tinggi dibandingkan di
Inggris. Belum jelas apakah jumlah ini optimal atau untuk mendukung kenaikan keluhan
ini . Penilaian mengenai kebutuhan ahli dermatologi di masa depan dan reevaluasi
mengenai dampak strategi perawatan kedokteran nasional akan kebutuhan pelayanan
spesialis sesungguhnya, diperlukan jika dermatologi sebagai suatu spesialisasi memenuhi
kebutuhan dan hambatan-hambatan pada dekade yang akan datang.
BIAYA PERAWATAN DAN PENGOBATAN
Table 2-2 meringkas biaya perawatan total yang telah diperkirakan dalam kelompok
studi di tahun 1979 mengenai berbagai keluhan penyakit kulit. Walaupun biaya rata-rata per
pasien untuk beberapa penyakit, seperti akne, relatif kecil, tingginya prevalensi penyakit-
penyakit ini memicu sedikit kenaikkan biaya Terapi baru hanya memiliki
dampak kecil terhadap kenaikan biaya. Sebagai contoh, fotokemoterapi methoxsalen oral
(PUVA) lebih hemat biaya bila dibandingkan dengan perawatan individual dengan psoriasis
yang sangat berat sebelum adanya sarana terapi ini dikembangkan. Ketersediaan yang luas
prasarana pengobatan ini (seperti pada tahun 1990, lebih dari 750 organisasi kedokteran di
AS menawarkan terapi ini) berarti bahwa banyak pasien dengan psoriasis yang tidak
memerlukan perawatan inap kini cukup dengan terapi PUVA dibandingkan dengan yang lebih
murah namun kurang efektif. Sebagai akibatnya, biaya total untuk terapi psoriasis
meningkat sebagai akibat terapi inovatif ini. Perawatan psoriasis yang lebih baik dengan
terapi ini bila dibandingkan dengan terapi-terapi sebelumnya jelas membebani biaya ini.
Tabel 2-1. Perkiraan Biaya Total Tahunan untuk
Perawatan Penyakit-penyakit kulit yang Umum (1979)
Juta dolas (AS)
Psoriasis 248
Akne 316
Kanker kulit nonmelanoma 150
Dermatofita 150*
*hanya dengan obat-obatan (sumber: Kraning KK, Odland GF)
Kunjungan dermatologi seringkali menghasilkan pemberian resep satu atau lebih obat-
obatan. Obat yang sering diresepkan antara lain kortikosteroid topikal, sediaan akne
topikal, dan tetrasiklin. Secara keseluruhan, ahli dermatologi menuliskan lebih dari 5 juta
resep per tahun; hal ini menunjukkan kurang dari separuh dari semua resep untuk keluhan
dermatologi per tahun.
Diperkirakan lebih dari 3 milyar dollar dipakai pada tahun 1982 untuk pelayanan
dokter kulit, perawatan dan obat-obatan untuk penyakit kulit. Sebagai tambahan 500 juta
dollar diberikan sediaan topikal yang diberikan.
KONDISI KULIT YANG PALING SERING DITEMUI OLEH AHLI
DERMATOLOGI
Lima penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dermatologi yaitu akne,
psoriasis, kanker kulit nonmelanoma, kutil, dan dermatitis. Prevalensi setiap kelainan dan
biaya perawatan kependudukan dan kebiasaan namun juga ketersediaan prasarana untuk
mengobati keadaan-keadaan ini.
Akne
Selama masa remaja (aldolesence), akne sering DITEMUI . Diantara orang kulit putih
berusia 17 tahun yang diteliti dalam survei federal sekurang-kurangnya 89% mengalami
akne. Diantara laki-laki berusia 16-17 tahun yang menderita akne wajah, hampir separuhnya
memiliki lesi inflamasi luas sedang atau berat. Sekitar sepertiga mengalami lesi sedang dan
berat. Prevalensi akne juga bervariasi menurut ras. Sebagai contoh, akne nodular kistik
pada laki-laki kulit putih berusia 15-21 tahun 10 kali lebih sering dibandingkan laki-laki kulit
putih hitam dengan usia yang sama.
Sampai tersedianya asam 13-cis-retinoat, akne merupakan keadaan kronik. Pasien
dengan lesi inflamasi sedang atau berat, hanya sekitar 35% wanita dan 16% pria yang
memperlihatkan perbaikan dalam 18 bulan sesudah lesi-lesi ini. Namun demikian, variasi ini
selalu berubah sesuai perubahan waktu. Bahkan pada usia 30-an. 6% laki-laki dan 8% wanita
memiliki akne fisiologis. Akne yang menetap ini sebagian mungkin berhubungan dengan
pemakaian kosmetika dan kontrasepsi oral. Beberapa peneliti merasa bahwa prevalensi
akne yang tinggi pada orang dewasa ini mungkin juga mencerminkan pemakaian antibiotika
yang cukup tinggi, namun hal ini disangkal peneliti yang lain. Kunjungan ke dokter sebab
akne lebih sering pada kelompok berpendapatan tinggi. Pada kenyataannya, seperti untuk
semua konsultasi dermatologi, pemakaian perawatan medik untuk akne tergantung pada
tingkat pendapatan, pendidikan dan ketersediaan prasarana.
Akne, sebagai suatu penyakit yang sering DITEMUI , merupakan subyek yang cocok
untuk analisa pengambilan keputusan analisa efektivitas biaya sebagai cara untuk
memperkirakan keuntungan, resiko dan biaya strategi terapi alternatif. Analisa keputusan
memudahkan seseorang membandingkan hasil akhir suatu tindakan alternatif, bila hasil
tindakan alternatif ini belum diketahui untuk masa depan, namun kemungkinan
pemakaian terapi alternatif ini dapar diperkirakan. Analisis efektivitas biaya
memberi suatu cara untuk menghitung hubungan antara biaya tindakan alternatif, hasil
yang diharapkan (misal, waktu kesembuhan), dan morbiditasnya (misal, presentase pasien
yang sembuh dari efek samping terapi).
Menggunakan analisis ini , dokter dan pasien dapat membuat keputusan penting
mengenai terapi berdasar keinginan mereka untuk mempercepat kesembuhan, efek
19
samping yang lebih sedikit dan biaya yang lebih murah. Sebagai contoh, analisa efektivitas
biaya membandingkan dua strategi dalam mengobati akne papulopustulosa sedang. Salah
satu terapi menekankan terapi awal dengan obat topikal, dan yang lain dengan terapi awal
antibiotika sistemik. Dalam analisa ini terapi yang menekankan terapi awal antibiotika
sistemik memperkirakan dapat membersihkan 43% akne dengan cepat dan menurunkan
biaya 19% bila dibanding terapi awal topikal. Hal yang mengganggu efektivitas ini yaitu
lebih dari 75% mengalami efek samping terapi antibiotika sistemik ini. Bila tekanan ekonomi
meningkat, kebutuhan pasien dan sepertiga data yang membandingkan biaya, resiko, dan
keuntungan relatif terapi alternatif pada penyakit kronis yang sering DITEMUI mungkin
sekali meningkat.
Kepentingan data epidemiologi untuk menilai prevalensi, beratnya penyakit dan
kemungkinan respons terhadap terapi dan insidens resiko berat untuk menentukan apakah
suatu obat dipakai dengan tepat digambarkan oleh pertentangan mengenai apakah
isotretinoin dipakai lebih sering pada pasien wanita. Dengan diketahui bahwa paparan
isotretinoin in utero ditambahi dengan resiko malformasi berat pada fetus pertama kali
berasal dari laporan masalah spontan dan suatu sistem pelaporan reaksi buruknobat untuk
spesialisasi khusus. Besarnya resiko ini pada bayi yang terkena dan efek spesifik yang
terjadi sebab paparan in utero telah dibuktikan dengan riset cermat dari semua masalah
spontan yang dilaporkan. Walaupun riset epidemiologi telah memberi keterangan
rinci mengenai asal defek kelahiran yang berkaitan dengan isotretionin dan alasan-alasan
terjadinya paparan kehamilan, hanya sebuah riset prospektif komprehensif yang dapat
memberi perkiraan akurat mengenai insidens paparan in utero terhadap isotertionin
dan hasil akhir kehamilan yang terpapar. riset prospektif ini dimulai tahun 1989,
namun hasil-hasilnya belum tersedia saat persiapan bab ini pada awal 1991.
Psoriasis
Prevalensi psoriasis sedikit bervariasi menurut daerah geografinya. Negara-negara
Skandinavia dan Eropa nampaknya memiliki prevalensi paling tinggi, diperkirakan setinggi
4% di kepulauan Feroe dan Norway. Di AS, perkiraan prevalensi berkisar 0,5%-1%.
Prevalensi psoriasis meningkat sesuai umur dan lebih tinggi pada orang kulit putih,
prevalensi di Afrika dan Asia sedikit lebih rendah dibandingkan di Amerika Utara dan Eropa.
Sebagai contoh, di Sri Lanka, prevalensinya diperkirakan kurang dari 0,5%. Seperti
dikemukakan, faktor genetik maupun lingkungan nampaknya penting dalam terjadinya
penyakit ini.
Walaupun artritis yang umumnya berkaitan dengan psoriasis biasanya bertanggung
jawab terhadap kecacatan yang disebabkan penyakit ini, biaya perawatan proriasis saja
tidak pernah melebihi 250 juta dollar di AS pada tahun 1979. Sayang sekali, data terbaru
20
mengenai beban biaya penyakit ini tidak diketahui. Terapi psoriasis memiliki sedikit
perbedaan implikasi biaya. Cara yang paling mahal yaitu pengobatan rawat inap.
Diperkirakan bahwa sebanyak 10.000 pasien psoriasis yang dirawat setiap tahun rata-rata
selama 18 hari dengan total biaya lebih dari 100 juta dollar. Walaupun pengobatan rawat
jalan dengan radiasi UVB dan radiasi PUVA nampaknya lebih murah dibandingkan terapi rawat
inap, perjalanan penyakit yang kronis menghalangi keberhasilan pengobatan ini secara
finansial.
Dalam memastikan ketepatan dan efektivitas biaya terapi-terapi baru pada penyakit
kronis ini, konsekuensi kesehatan jangka panjang tiap pengobatan ini sangat tergantung
pada frekuensi pemberiannya. Sebagai contoh, cyclosplorin oral sangat efektif dalam
mengendalikan psoriasis namun terapi ini harus kontinyu. Pada tahun 1991, biaya terapi 5
mg/kgBB/hari pada seorang dengan BB 79 kg sekitar 10.000 dollar per tahun. Bahaya
jangka panjang pengobatan ini sangat kecil, dan nampaknya paparan yang makin sering
bersifat karsiogenik, seperti PUVA, UVB ataupun methorexate. Hal ini menggambarkan
bagaimana keuntungan cepat terapi ini harus diimbangi dengan biaya maupun efek samping
jangka panjang maupun efek samping lambat sebab suatu terapi, untuk menentukan
ketepatan pengobatan. Kecuali jika tersedia terapi radikal, yakni terapi yang lebih efektif
dan kurang membahayakan, maka terapi psoriasis sangat tergantung pada beberapa faktor
antara lain beratnya penyakit, penilaian pengobatan, persepsi pasien mengenai derajat
kecacatan ataupun kelainan, kesehatan umum pasien, terapi yang dahulu dipakai , kemauan
untuk menerima resiko jangka panjang yang menyertai berbagai terapi ini dan
pertimbangan finansial.
Kanker Kulit Nonmelanoma
Karsinoma sel basal dan sel skuamosa (kanker kulit nonmelanoma (NMSC)) merupakan
neoplasma yang paling sering ditemukan pada orang kulit putih. riset berdasar
populasi yang dilengkapi lebih dari satu dekade lalu menunjukkan bahwa ada lebih dari
500.000 tumor ini setiap tahun. Untunglah, tumor ini tidak mungkin memicu
kematian atau kecacatannya kecil. Namun demikian, rasa tidak nyaman, gangguan bentuk
dan sedikit beban biaya pengobatan medik dapat menyertai pertumbuhan lesi-lesi kulit
ini.
Paparan dan kerentanan genetik yang mendasari menentukan resiko individual untuk
terjadinya NMSC. Telah dibuktikan ada kaitan langsung antara insolasi sinar matahari
dengan insidensi NMSC. Resiko penyakit ini paling tinggi dengan kulit terbuka dan mereka
yang kulitnya mudah menjadi coklat atau mudah terbakar (sinar matahari). Tidak
mengherankan, pekerja di luar rumah beresiko lebih tinggi dari pada pekerja dalam rumah.
21
sebab insidens NMSC meningkat sesuai pertambahan umur, maka tumor ini makin
sering ditemukan pada golongan tua. Pola migrasi dewasa dari utara ke selatan dan barat
daya, terutama pada orang tua, diduga akan menaikkan insidensi. Makin banyaknya kegiatan
rekreasional paparan sinar matahari mungkin akan meningkatkan angka kejadian tumor.
riset -riset terbaru dalam populasi tertentu skala kecil menunjukkan bahwa
insidens NMSC sedikit meningkat dalam tahun-tahun mendatang di Amerika Utara.
Kenaikan dramatis yang menaikkan insidens ini mungkin menunjukkan kenaikkan
sesungguhnya atau sebenarnya mencerminkan penentuan atau migrasi masalah dengan lebih
baik. NMSC cukup sering dan merupakan masalah kesehatan yang penting untuk
meningkatkan upaya pencegahan dan mengoptimalkan efektivitas biaya deteksi dan terapi
penyakit. Sebenarnya, NMSC sering menjadi subyek riset khemo-prevensi. Suatu
percobaan plasebo-kontrol prospektif acak beta-karotan untuk pencegahan NMSC
tambahan pada orang dengan riwayat tumor gagal menunjukkan efek menguntungkan dari
beta-karotan. Evaluasi tambahan mengenai strategi pencegahan alternatif, antara lain
pemakaian tabir surya (sunscreen) dan perlindungan sinar matahari sistemik masih perlu
diteliti. Model matematis berdasar data epidemiologis menunjukkan bahwa pemakaian
tabir surya yang dimulai pada awal kehidupan mungkin sangat efektif namun merupakan
pendekatan yang membutuhkan biaya untuk menurunkan insidens tumor-tumor ini.
Kebijakan sosial dan lingkungan, maupun kebiasaan individu, dapat mempengaruhi
insidens NMSC di masa depan. Penipisan ozone sebab pelepasan chlorofluorocarbon ke
atmosfir dari kaleng penyemprot, AC dan mesin pendingin diduga dapat menaikkan jumlah
radiasi UVB yang mencapat permukaan bumi. Kenaikan ini dapat meningkatkan
insidens tumor-tumor ini.
PENYAKIT-PENYAKIT KULIT “OKUPASIONAL” (AKIBAT PEKERJAAN)
Paparan di tempat kerja dapat memicu berbagai penyakit kulit. Paparan radiasi
UVB yang berlebihan memicu luka bakar (oleh sebab sinar matahari, ‘sunburn’) dan
akhirnya dapat memicu resiko kanker kulit; ‘coal tar’ dan ‘pitch’ bertindak sebagai
fotosensitisizer maupun karsinogen; bahan kimia dapat memicu reaksi alergi dan
iritasi; mikroorganisme kontaminan dapat menginfeksi kulit. Penyakit kulit bertanggung
jawab pada hampir separuh dari penyakit sebab pekerjaan (penyakit okupasional) sehingga
memicu klaim asuransi dan sekitar 1% pekerja akan menderita sebab kanker kulit
yang berkaitan dengan pekerjaan setiap tahun. Sebagai tambahan lebih dari 250 juta dollar
yang dikeluarkan setiap tahun untuk perawatan penyakit kulit sebab pekerjaan, penyakit
kulit okupasional menyusun hampir seperempat dari 890.000 hari kerja hilang sebab
penyakit yang didapatkan ditempat kerja. Sekali dilaporkan adanya penyakit kulit
22
okupasional berarti rata-rata 11 hari kerja hilang. Hari-hari lain saat terjadi penurunan
efisiensi jelas akibat perlukaan sedang pada kulit.
Data dari Finlandia mengenai penyakit kulit sebab pekerjaan memberi informasi
mengenai PEMICU masalah ini dinegara industri dan polanya selalu berubah. Sejak
tahun 1978 sampai 1983, eksema kontak bertanggungjawab akan 97% masalah dermatosis
okupasional. Alergi dan eksema iritan memiliki frekuensi sebanding. Bila data tahun
19780-1982 dibandingkan dengan data 1966-1972, kepentingan alergi terhadap bahan-
bahan plastik dan karet semakin meningkat namun kepentingan kromium dan terpenting
sebagai alergen menurun.
Sistem kerja dan manajemen tempat kerja yang baik dapat sedikit menurunkan
morbiditas dan hilangnya produktivitas kerja akan keluhan penyakit kulit. Prinsip riset
epidemiologisnya yaitu riset yayasan untuk memastikan etiologi bagi penyakit kulit
sebab pekerjaan dan dapat menentukan intervensi-intervensi yang mungkin membantu
menurunkan bahaya penyakit-penyakit ini.
PERUBAHAN PREVALENSI PENYAKIT DERMATOLOGI
Mungkin faktor yang paling mungkin merupakan alternatif yang akan menggantikan
maupun sebagai cara dari penyakit kulit yang sedang tumbuh proporsinya pada populasi usia
tua pada riset kami. Perubahan-perubahan yang tergantung pada usia berdampak baik
terhadap kulit maupun sistem imune yang mempengaruhi kecurigaan pada usia tua terhadap
penyakit kulit, dan orang-orang tua di Amerika telah memiliki angka pemakaian untuk segala
tipe pelayanan medis rawat jalan maupun rawat inap.
PERUBAHAN PREVALENSI PENYAKIT DERMATOLOGI
Faktor yang paling mungkin merupakan alternatif yang akan menggantikan maupun
sebagai cara dari penyakit kulit yang sedang tumbuh proporsinya pada populasi usia tua
pada riset kami. Perubahan-perubahan yang tergantung pada usia berdampak baik
terhadap kulit maupun sistem imune yang mempengaruhi kecurigaan pada usia tua terhadap
penyakit kulit, dan orang-orang tua di Amerika telah memiliki angka pemakaian untuk segala
tipe pelayanan medis rawat jalan maupun rawat inap.
Kapasitas proliferasi epidermis menurun sesuai usia. Walaupun penurunan proliferasi
bisa menjelaskan kaitan penurunan prevalensi dengan beratnya beberapa penyakit
hiperproliferatif (seperti ichtiosis lamellar), berkurangnya kecepatan penyembuhan luka
pada manula memicu resiko perlukaan kulit lebih besar dan menaikkan resiko
morbiditas sebab tindakan bedah.
Kaum manula juga cenderung memiliki ambang iritan lebih rendah. Oleh sebab itu,
dengan pertambahan usia, kita dapat menduga bahwa insidens reaksi iritan diantara pekerja
23
di daerah terbuka akan meningkat. Sebaliknya, insidens dermatitis kotak alergi akan
menurun sebab penurunan respons imun yang diperantarai sel (CMI) pada manula.
Perubahan keadaan imun yang dipengaruhi umur, maupun perubahan kemampuan perbaikan
kerusakan pada DNA sel epidermis, bisa mempengaruhi kerentanan pasien manula terhadap
karsinoma kutaneus. Perubahan kebiasaan rekreasional dan tempat tinggal juga
memicu kenaikan insidens NMSC, sekalipun pada usia pensiun.
Adanya terapi-terapi baru untuk NMSC memicu masalah masalah mengenai
pengobatan apakah yang paling tepat bagi suatu masalah dan implikasi terapi-terapi baru
yang lebih mahal, yang kadang kala nampak lebih efektif, menurun beban biaya perawatan.
Jelaslah analisa pengambilan keputusan dan analisa efektivitas biaya merupakan tehnik yang
tepat untuk menghitung perimbangan antara biaya, resiko dan respon yang terkandung
dalam pemilihan suatu terapi pada tumor. Pada tahun 1991, riset -riset ini
masih kurang. Bila tidak ada riset ini, pengambilan keputusan klinis penting mengenai
terapi optimal tergantung pada keinginan dokter atau bersifat coba-coba bukan
berdasar daya obyektif.
Dalam dekade lalu, tindakan bedah rawat jalan untuk terapi tumor kulit jinak maupun
ganas sangat meningkat. Hal ini merupakan ajang persaingan antar dokter dari berbagai
bidang spesialisasi (misal, dokter kulit, dokter bedah plastik, dan dokter bedah umum).
Disamping berjuta-juta prosedur yang dilakukan setiap tahun oleh dokter, metode untuk
menentukan tindakan utama perawatan, seperti ketepatan diagnosa dan ketepatan
perawatan baru berkembang. Tidaklah mengherankan data awal ini menunjukkan sedikit
perbedaan dalam hal parameter ini tindakan dokter menurut spesialisasinya.
sebab jumlah penyakit memerlukan bantuan ahli dermatologi relatif sedikit, suatu
inovasi tunggal, seperti terapi efektif tanpa resep (tindakan) untuk akne, dapat sedikit
merubah kebutuhan layanan dermatologi. Perubahan-perubahan lain dalam didalam
masyarakat bisa juga sedikit mengubah prevalensi penyakit-penyakit kulit. Bila ekonomi
makin bergeser ke otomatisasi industri, maka frekuensi penyakit kulit yang berhubungan
dengan pekerjaan (okupasional) akan menurun. Perubahan sosial ataupun perilaku dapat
mempengaruhi frekuensi penyakit dalam populasi manusia. Sebagai contoh, perubahan arus
migrasi hampir selalu memicu munculnya insidensi lepra di AS. Perubahan perilaku
seksual nampaknya berhubungan dengan kenaikan insidensi herpes simpleks tipe 2 yang
sebenarnya telah terjadi 2 dekade lalu. Perubahan kebiasaan seksual, minimal bertanggung
jawab terhadap kebiasaan kenaikan insidens sarkoma Kaposi, yang ini nampaknya berkaitan
dengan AIDS. riset -riset epidemiologi sebenarnya menentukan faktor-faktor
resiko terjangkit AIDS; memperkirakan riwayat alamiah dan insidensinya; pengembangan
strategi, seperti pemakaian tindakan pencegahan umum yang akhirnya akan menurunkan
resiko ini . Terapi AIDS maupun terapi immunosupresi baru telah mengubah
24
pemahaman penyakit infeksius yang mengenai kulit dan mungkin merupakan faktor penting
terhadap munculnya resiko efek samping kulit terhadap pengobatan dalam populasi ini.
Jelaslah, penghitungan faktor resiko dari efek samping obat yang dipakai untuk pengobatan
pasien AIDS dengan lebih baik sangat penting bila dokter ingin mengobati pasien ini secara
optimal. Informasi ini hanya mungkin diperoleh dengan riset epidemiologis yang
cermat.
TERAPI OPTIMAL berdasar PENGETAHUAN DEWASA INI
Sayang sekali, sebagian besar pengetahuan dokter yang menerapi penyakit kulit
didasarkan pada keputusan dari laporan-laporan masalah , anekdot, ataupun riset klinis
tanpa terikat prinsip-prinsip dasar mengenai pola dan interpretasi dari riset -riset
ini .
Hasil-hasil publikasi dari percobaan klinis dan laporan masalah memberi dasar
informasi klinis yang dipakai oleh dokter dalam menentukan Diagnosa dan terapi pasien.
Jelas masih ada kelemahan laporan masalah dalam memperhatikan keabsahan dan kelayakan
umum. sebab hasil positif mungkin lebih banyak dipublikasikan dibandingkan hasil negatif, hasil-
hasil percobaan klinis memicu bias efek pengobatan yang lebih besar. Oleh sebab itu,
dokter perlu sekali mengevaluasi hasil suatu laporan, mempertimbangkan tingkat metodologi
riset yang dipakai disesuaikan dengan kriteria umum yang diterima untuk pola suatu
riset . Kriteria ini dimuat dalam Tabel 2-3. Sayang sekali, sebagian besar percobaan
klinis dalam literatur dermatologi, ketaatan terhadap prinsip-prinsip pola riset yang
tepat ini belum diketahui.
Tabel 2-3. Metodologi yang dianjurkan untuk Percobaan Klinis
Pernyataan mengenai prasyarat kriteria jelas
Ijin sebelum alokasi
Kelompok control
Alokasi (pembagian) secara acak
Pasien tidak tahu terapinya
Penilaian keluaran secara buta
Variabel-variabel keluaran pasti
Melaporkan komplikasi
Menggunakan metode statistik yang baik
Penghitungan statistik riset menyangkal hipotesis nol
Dermatologi baru sedikit memanfaatkan kemajuan teknik meta-analisa, yang
menunjukkan suatu pendekatan kuantitatif terhadap keutuhan data. Pendekatan ini
Tumors Seborrheic dermatitis
merupakan suatu metode yang lebih sistematis untuk meringkas riset -riset yang
memiliki fokus umum bila dibandingkan artikel tinjauan terdahulu. Meta-analisa sangat
berguna dalam menggambarkan kesimpulan-kesimpulan pasti dari kumpulan hasil berbagai
riset klinis skala kecil.
PRAKTEK DERMATOLOGI DI MASA DEPAN
Kemungkinan dampak terbesar dari epidemiologi dan statistik mengenai praktek
dermatologi akan muncul pada pertengahan 1990-an ketika usulan revisi lengkap dasar
pembayaran layanan dokter diterapkan. Sistem baru disebut “Resource Based Relative
Value Scale” (RBRVS), mendasarkan pembayaran menurut waktu yang diberikan bagi
pelayanan, biaya praktek dan perbandingan antar spesialisasi bertindak sebagai rental antar
spesialisasi sehingga point-pointnya dapat diperbandingkan. Mungkin sistem ini akan
memicu sedikit penurunan pemakaian beberapa prosedur dermatologi. Sayang sekali,
sistem ini kurang mengena untuk mengenali perbedaan keahlian antar spesialisasi ataupun
masalah campuran. Dengan demikian, dokter spesialis kulit, yang sangat ahli dalam
menDiagnosa dan penanganan penyakit kulit dan lebih sering menemukan pasien yang sakit
berat mungkin tidak menerima kompensasi memadai untuk layanan yang mereka lakukan
dengan lebih efisien dan mantap.
Gambar 2-1. Angka Prevalensi empat jenis kelainan patologi kulit penting pada orang berusia
1-74 tahun, menurut umur, di Amerika Serikat, 1971-1974.
BAB 3
ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS
PENYAKIT KULIT
Kemajuan biomedikal pada 2 dekade terakhir telah membawa penyakit psikokutan dari
hal-hal yang anekdot, spekulasi dan tahyul menjadi suatu ilmu/bidang yang lebih dimengerti
secara imtelektual dan lebih memuaskan.
Reaksi psikofisiologi spesifik sekarang dapat dianggap dalam bentuk transmiter kimia
spesifik dan reseptornya dan hanya sedikit kepentingan riset dan dana yang cukup dalam
usaha-usaha kepentingan-kepentingan yang reproduktif. Pengumpulan pengobatan yang logis
dan dapat dijelaskan dengan (menemukan caranya) mengarah kepada kepustakaan
dermatologi dan pemakaian dalam bidang klinik