Tampilkan postingan dengan label obat 40. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label obat 40. Tampilkan semua postingan

obat 40





 juen, 

glutaminpeptida, peptidaglikosida dan 

adenosin.

Khasiatnya. Bawang putih bersifat antiaterogen dan penting bagi penurunan risiko 

PJP berhubung berbagai daya kerjanya yaitu:

– antilipemik (ekstrak dan allicin) dengan 

menurunkan kadar kolesterol (LDL) dan 

trigliserida, sedangkan HDL dinaikkan 

sedikit; 13

– hipotensif, zat aktifnya belum diketahui;

– antitrombotik (perasan, ajuen dan allicin) menghambat agregasi trombosit, 

sehingga aktivitas fibrinolitik dari darah menurun dan waktu pembekuan 

diperpanjang.

Di samping ini bawang putih memiliki 

pula beberapa khasiat lainnya, yaitu:

– daya hipoglikemik: diperkirakan allicin 

mengaktifkan sekresi insulin dan sintesis 

glikogen hati;

– bakteriostatik dan virustatik lemah terhadap banyak kuman Gram-positif dan 

Gram-negatif, Candida, Aspergillus dan 

Trichophyton (ekstrak dan allicin);melalui 

aktivasi NKc (Neutral Killer cells) dari 

sistem imun. Orang yang mengonsumsi 2 

siung bawang putih sehari ternyata lebih 

jarang dihinggapi kanker. Bawang biasa 

(Allium cepa) mungkin juga memiliki 

khasiat ini.

pemakaian . berdasar  sifat baiknya, bawang putih banyak dipakai  sebagai zat 

tambahan pada penanganan dan prevensi 

aterosklerosis, juga pada keadaan kolesterol 

tinggi. Di Nepal dan Cina, sejak zaman 

purbakala bawang putih dipakai  untuk 

gangguan lambung-usus (enteritis, rasa kembung, kejang perut/usus). Adakalanya juga 

sebagai obat rakyat pada infeksi kulit. Sediaan yang diminum harus terstandardisasi 

dengan mendeklarasi kadar allicin-nya. 

Efek samping yang jarang terjadi berupa 

alergi seperti dermatitis kontak dan serangan 

asma.

Dosis: bawang putih segar 5 g sehari, yaitu 

2 dd 1 siung atau 2 dd 1 g serbuk kering 

dengan kadar allicin yang diketahui.

5c. Neomisin

Antibiotik ini yaitu  campuran dari neomisin A, B dan C, yang dibentuk oleh jamur Streptomyces fradiae (1949). Zat-zat A 

dan B merupakan stereoisomer, sedangkan 

C yaitu  hasil perombakan dari A dan B. 

Berkhasiat menurunkan kolesterol dan

LDL dengan mengubah micel dalam rongga 

usus. Mekanisme kerjanya mungkin sama 

dengan damar, yaitu mengikat asam kolat

di duodenum sehingga absorpsi kolesterol menurun. Ekskresi asam empedu meningkat 

3-5 kali, memicu  depot kolesterol total 

menurun. Efeknya terhadap TG, VLDL dan 

HDL bervariasi. Neomisin tidak diabsorpsi 

dalam usus. dipakai  pada hiperlipidemia 

primer, mis. tipe IIa. Adakalanya pada hiperkolesterolemia familiar bersamaan dengan damar bila efek neomisin kurang berhasil.

Efek samping berupa a.l. enterocolitis, sebab  

terganggunya flora bakteri. Juga nausea, 

diare dan malabsorpsi. Pada dosis tinggi 

timbul gangguan darah, hati dan pendengaran.

Dosis: oral 0,5-2 g p.c. dalam 2-3 dosis. 

Untuk pemakaian  lainnya lihat Bab 5. 

Antibiotika.

5d. Minyak ikan

Kandungan asam lemak omega-3 (n-3) EPA 

dan DHA berkhasiat antilipemik, antitrombotik dan antihipertensif ringan, serta 

bermanfaat pula sebagai zat tambahan pada 

pengobatan dan prevensi PJP. Dari banyak 

studi dengan hasil bertentangan dapat 

disimpulkan bahwa EPA dapat menurunkan 

kadar TG dengan ±25%, sedangkan kadar 

LDL dan HDL dinaikkan 1-3%, sehingga 

kadar kolesterol total tidak berubah. Di 

samping itu EPA juga berkhasiat antiradang

dan berguna pada penyakit peradangan, 

seperti rema dan p.Crohn. Pada eczema 

konstitusional dan SLE(Systemic Lupus erythematosus) juga dilaporkan efek baiknya. 

Akhirnya EPA dan juga asam lemak n-6 asam 

gammalinolenat (GLA) berkhasiat antitumor. Mekanisme kerjanya berdasar  pendesakan asam arachidonat dari membran sel, 

sehingga prostaglandin-E2

yang memiliki efek 

stimulasi terhadap pertumbuhan tumor tidak 

terbentuk lagi. Bermanfaat pada gangguan 

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Syndrome, lihat Bab 31) pada anak-anak. Lihat 

selanjutnya Bab 54. Dasar-dasar diet sehat, C. 

Lemak.

OBAT JANTUNG

Obat-obat jantung atau cardiaca (Lat. cor =

jantung) yaitu  obat-obat yang secara langsung dapat memulihkan fungsi otot jantung 

yang terganggu ke keadaan normal. Obatobat lain, yang di samping sifat khususnya 

juga bekerja terhadap jantung, tidak termasuk 

definisi ini dan telah dibahas di bab-bab lain, 

misalnya adrenalin di Bab 31A dan neostigmin 

di Bab 32A.

FISIOLOGI JANTUNG

Jantung dapat diibaratkan suatu pompa berganda, yang terdiri dari bagian kanan dan 

kiri. Bagian kanan memompa darah dari tubuh ke paru-paru, sedangkan bagian kiri 

memompa darah dari paru-paru ke tubuh. 

Setiap bagian terdiri dari 2 kompartimen:

di atas serambi (atrium) dan di bawah bilik (ventriculus). Antara serambi dan bilik 

ada  katup, begitu pula antara bilik dan 

aorta (arteri besar). Fungsi keempat katup ini 

yaitu  untuk menjamin darah mengalir ke 

hanya satu jurusan. Lihat Gambar 37-1.

Sirkulasi darah. Fungsi utama peredaran 

darah yaitu  penyaluran oksigen dan zatzat-gizi yang dibutuhkan untuk metabolisme 

ke jaringan dan organ. Darah yang miskin-O2

dan kaya-CO2

 melalui vena masuk kembali

ke jantung di serambi kanan dan mengalir 

ke bilik kanan. Dari sini darah diteruskan 

ke paru-paru, di mana darah melepaskan 

karbondioksidanya dan menyerap oksigen 

(sirkulasi kecil). Darah kaya-O2

 lalu mengalir 

kembali ke serambi kiri dan melalui bilik kiri 

dipompa ke aorta dan organ tubuh (sirkulasi 

besar). Di dinding serambi kanan ada  

‘pace-maker’ jantung alamiah (simpul sinus),

yang menentukan irama jantung. 

Volume menit(cardiac output) yaitu  jumlah 

darah yang setiap menit dipompa oleh jantung ke dalam arteri besar. Volume-menit 

ini yaitu  rata-rata 5 l/menit pada frekuensi 

jantung rata-rata 70-80 detak/menit dan dapat diperbesar atau diperkecil sesuai kebutuhan. Misalnya, selama pengeluaran tenaga 

besar, seperti pada olahraga, volume-menit 

orang muda bisa meningkat sampai 25 l/

menit, sebab  jantung mendetak sampai 180 

kali per menit. Orang dewasa memiliki 4,5-5 

l darah.

Diastole-sistole. Pada setiap denyutan dapat 

dibedakan dua fase, yaitu diastole, pada 

mana otot jantung melepaskan diri dan bi  liknya terpenuhi darah vena. Kemudian 

menyusul sistole, pada mana otot jantung 

menguncup (kontraksi) sebagai reaksi terhadap diastole, sehingga darah dipompa ke 

luar jantung ke dalam arteri. Volume darah 

yang pada setiap kontraksi dipompa ke luar 

bilik jantung disebut volume pukulan (stroke 

volume), yang pada orang dewasa berjumlah 

±60 ml. 

Bila aliran darah ke jantung meningkat, 

artinya TD vena menguat, maka frekuensi pukulan jantung pun harus dinaikkan. Dengan 

lain kata, volume menitnya harus diperbesar, 

sesuai dengan persamaan: volume pukulan x 

frekuensi = volume menit.

ATEROSKLEROSIS (AS) 

Gangguan ini bercirikan adanya “sarang” 

pada endotel arteri sebab  penumpukan 

kolesterol, polisakarida, endapan kalsium, 

fibrinogen, produk darah lain dan jaringan 

ikat. Plak ini (plaques) memicu  pengerasan pembuluh arteri dan menyempitkan 

liangnya, bahkan dapat menyumbatnya 

hingga mengakibatkan terhambat atau terhentinya penyaluran darah ke organ pen- ting, misalnya ke jantung (angina, infark). 

Lihat juga Bab 36, Antilipemika, Atherosclerosis.

pemicu nya . ada  indikasi bahwa 

suatu proses peradangan berperan pada 

terjadinya gangguan ini, pada mana infeksi 

kuman terlibat pada timbulnya luka aterosklerotis di dinding arteri. pemicu nya  diduga Chlamydia pneumoniae, kuman Gramnegatif yang dapat mengakibatkan pneumonia 

atipis. Membran luarnya–seperti pada semua 

kuman Gram-negatif– untuk sebagian besar 

terdiri dari liposakarida (endotoksin) dengan 

sifat meradang kuat. Kuman ditularkan melalui infeksi tetes (droplet infection) dari 

saluran pernapasan, dengan masa inkubasi 

beberapa minggu. Infeksi mendorong pembentukan antibodies,yaitu IgA, IgM dan 

IgG. Dari saluran pernapasan kuman menyebar melalui lekosit ke berbagai organ dan 

toksinnya diangkut ke antara lain dinding 

pembuluh. Di tempat ini dimulailah proses 

peradangan setempat yang bercirikan rekruting limfo-T, perombakan kolagen dan 

proliferasi otot polos. Peradangan menjadi 

kronis dan dengan demikian tercetuslah

proses aterosklerosis dari dinding pembuluh, 

di mana juga berperan LDL-kolesterol yang 

teroksidasi (oksi-LDL).

Infeksi saluran pernapasan akut umumnya dimulai pada masa kanak-kanak dan 

berlangsung asimtomatis. Hanya jarang tampil sebagai bronchitis atau pneumonia yang 

berlangsung lambat. Aterosklerosis merupakan faktor risiko bagi infark di jantung 

maupun di otak. Mikroorganisme lain yang 

juga dihubungkan dengan infeksi dinding 

pembuluh dan terjadinya aterosklerosis adalah Helicobacter pylori (penyebab tukak lambung/usus) dan Cytomegalovirus/Herpes.

Di samping penyakit jantung, infeksi 

Chlamydia juga dihubungkan dengan banyak gangguan lain, khususnya asma dan

demensia Alzheimer. Penanganan efektif 

dapat dilakukan dengan antibiotik broadspectrum.

Faktor risiko

Penyakit jantung dan pembuluh (PJP) merupakan penyebab kematian utama di negaranegara Barat, misalnya di negeri Belanda 

±35% dari seluruh kematian disebabkan oleh 

penyakit ini. Hampir selalu pemicu nya  

yaitu  proses aterosklerosis yang dipercepat 

bila ada  faktor-faktor risiko dan bahkan 

lebih dipercepat lagi bila ada beberapa faktor 

risiko bersamaan. Dapat dikenali faktorfaktor klasik dan non-klasik atau baru. 

Faktor klasik mencakup usia, jenis kelamin 

(pria), merokok, tekanan darah sistolis tinggi

dan hiperkolesterolemia. Di samping itu juga 

kegemukan, inaktivitas fisik, diabetes, bentuk 

stres tertentu dan faktor genetik atau predisposisi 

familial meningkatkan risikonya. 

Faktor non-klasik / baru untuk aterosklerosis 

prematur (sebelum waktunya) yaitu  hipertrigliseridemia dengan HDL rendah (<0,9 mmol/l) 

dan kadar homosistein tinggi (hyperhomocysteinemia)

21 dalam darah dan mungkin juga 

infeksi kuman. 

* Kadar homosistein tinggi. Asam amino 

ini terbentuk sebagai produk-antara pada 

reaksi pengubahan methionin menjadi sistein, 

sebagai berikut: 

methionin –––> homosistein –––> sistein

Minum kopi terlalu banyak (lebih dari 3-4 

cangkir sehari) ternyata meningkatkan kadar homosistein, terutama bila bersamaan 

dengan kebiasaan merokok. Sebaliknya, kopi 

tanpa kofein (“decaf”) tidak memperlihatkan 

efek buruk ini, minum teh malahan bisa menurunkan kadar homosistein (The Hordalund 

Homosisteine Study. Am J Clin Nutr 1997; 65: 

136-43).

* Homosistein (HC) dan aterosklerosis. Secara oksidatif kadar HC tinggi mungkin sekali memberikan efek negatif pada endotel 

pembuluh yang lalu disusul oleh penggumpalan trombosit dan pembentukan trombus. 

HC mengalami auto-oksidasi cepat, pada 

mana terbentuk radikal bebas (superoxideanion, peroksida). Radikal ini memicu  

antara lain oksidasi LDL dan merusak endotel sehingga jaringan otot di bawahnya “terbuka”. sebab  itu, leukosit dan trombosit yang telah diaktifkan mendorong jaringan 

otot untuk berproliferasi dan demikianlah 

proses AS dimulai. Aspek lain yaitu  berkurangnya produksi nitrogenoksida (NO)

oleh endotel yang rusak. NO bekerja vasodilatasi dan dapat bereaksi dengan HC di 

samping meniadakan efek buruknya.

* Pengobatan. Kadar homosistein tinggi dapat diatasi secara efektif dengan asam folat 

(0,4-1 mg/hari), vitamin B6 (20-50 mg), vitamin 

B12 (0,5-1 mg) dan/atau betain. Lihat juga Bab 

39. Hematopoëtika, Asam folat.

– Makanan yang kaya akan protein mengandung asam amino metionin, yang 

dirubah menjadi homosistein.

– Kadar homosistein yang tinggi merusak 

endotel arteri.

– Kolesterol melekat dan menumpuk di 

endotel yang rusak dan dapat menjurus 

ke blokade fatal.

Ref. : Diagram Time Annual Magazine, 

Health.

Lokasi atherosclerosis

AS terutama timbul di bagian arteri dengan 

arus darah kuat dan paling sering di arteri 

koroner, otak dan tungkai. 

– AS di jantung mengakibatkan serangan 

angina pectoris atau pada penyumbatan lengkap dari arteri koroner infark 

jantung dengan kemungkinan kematian 

mendadak;

– AS di otak. Biasanya tanpa keluhan atau 

dengan serangan keku rangan darah sementara (TIA = transient ischaemic attack ). 

Pada penyum batan total terjadi infark otak (CVA = Cerebral Vascular Accident), yang tidak jarang berakhir fatal. 

Perdarahan otak (stroke,beroerte) akibat 

pecahnya kapiler (aneurysma) merupakan 

bentuk CVA kedua;

- AS di tungkai dengan ‘penyakit etalase’ 

(claudicatio inter mit tens ), yang geja lanya 

jalan pincang berkala dengan kejang dan 

rasa nyeri hebat di tungkai.Pada kasus 

parah dapat terjadi matinya jaringan 

(necrosis) dan amputasi kaki. Lihat Bab 34, 

Vasodila tor.

Pencegahan AS 

Terjadinya pengapuran, hiperlipidemia dan 

PJP dapat dihindari secara efektif dengan diet 

sehat dan mence gah overweight. Begitu pula 

menjauhkan faktor risiko seperti mero kok dan

mengobati hipertensi dan diabe tes. Juga aktivitas fi sik secara teratur yaitu  sangat penting. 

Terbukti bahwa intervensi melalui pola diet 

sehat dan aktivitas fi sik sama efektifnya 

dengan intervensi melalui obat-obat untuk 

prevensi PJP. 22,29

* Diet sehat meliputi pemba ta san kalori 

total, artinya makan secukup nya namun  

jangan terlampau banyak dan pembatasan 

lemak total, lemak jenuh (lemak hewan, 

mentega, margarin biasa, minyak kelapa),

kolesterol, garam dan gula. Di samping itu 

dian jurkan untuk meningkatkan asupan serat 

nabati (buah-buahan dan sayur-mayur)23, 

lemak tak-jenuh (PUFA) yang ada  antara lain dalam minyak kedele, jagung dan 

kembang matahari serta banyak minum air 

putih (minimal 1,5 L per hari). Lemak tak-

jenuh memberi efek melindungi terhadap 

aterosklerosis dan PJP. Diet sehari-hari dari 

orang yang hidup di sekitar Lautan Tengah 

(Mediterranean diet) mengandung terutama 

ikan dan minyak zaitun, dengan kadar tinggi 

asam lemak tak-jenuh (De Longeril M et al. 

Mediterranean diet. Circulation 1999; 99: 

779-85). Angka kematian rakyat di daerah 

ini  akibat PJP ternyata 2-3 kali lebih 

rendah dibandingkan angka rata-rata di 

dunia Barat. Dianjurkan pula makan ikan 

berlemak 1-2 kali seminggu dan banyak 

sayur-mayur segar serta buah-buahan, yang 

mengandung banyak serat nabati dan flavonoida dengan khasiat antioksidans kuat. Zat-zat 

ini, terutama quercetin, antara lain berkhasiat 

merintangi oksidasi LDL menjadi oksiLDL yang bersifat aterogen dan memegang 

peranan penting pada terbentuknya plak 

aterosklerotik. Dari beberapa penyelidikan 

telah ternyata dengan jelas bahwa diet 

Mediterranean dapat memperpanjang usia.31

Lihat selanjutnya Bab 54, Dasar-dasar diet 

sehat.

Minum alkohol dalam jumlah kecil (misalnya 1-3 gelas bir sehari) juga memperlihatkan efek pelindung.

* Aktivitas fisik juga sangat penting. Ternyata 

bahwa berjalan (agak cepat) atau berlari 

santai 3-5 kali seminggu dapat menurunkan 

risiko PJP .

GANGGUAN JANTUNG 

PENTING DAN TERAPINYA

Penyakit jantung terpenting yang dapat 

diobati dengan cardiaca yaitu  infark jantung 

(serangan jantung, heart attack), angina pectoris, 

aritmia, dekompensasi (gagal jantung, heart 

failure) dan syok jantung. Keempat gangguan 

terakhir dapat terjadi sebagai akibat infark, 

namun  tidak selalu demikian. Penyakit jantung 

akan dibahas agak mendalam di bawah ini.

1. Infark jantung

Arteri koroner yang mensuplai darah ke 

jantung menjalar di seluruh bagian luar otot 

jantung dan dapat tersumbat oleh endapan kolesterol dan kapur (atherosclerosis).

Sekitar tempat penyempitan, yaitu bagian 

dalam pembuluh, dapat robek yang mengakibatkan pembekuan darah setempat. Bila suatu gumpalan darah beku (trombus)

menyumbat aliran darah jantung (trombosis koroner), maka terjadilah infark jantung 

yang umumnya disebut serangan jantung 

(heart attack). Akibatnya, bagian jantung 

bersangkutan tidak menerima lagi darah, zatzat gizi serta oksigen dan dalam waktu 6-12 

jam berangsur-angsur mati (lihat Gambar 

37-4). Di jaringan mati terbentuk parut dan 

terutama parut besar dapat mengganggu 

fungsi pompa jantung.

Bila daerah infark kecil, sisa otot jantung 

yang sehat memiliki cukup tenaga cadangan 

untuk menanggulangi kehilangan ini . 

Sebaliknya, bila infark terlalu luas, maka 

detak jantung akan berhenti total.

Gejalanya berupa nyeri mendadak yang 

hebat sekali di belakang tulang dada yang 

sering kali menyebar ke dua sisi dada dan 

lamanya lebih dari setengah jam. Biasanya, 

namun  tidak selalu, disertai mual (dan muntah), berkeringat hebat, sesak napas dan 

muka membiru, rasa gelisah dan takut mati, 

debar jantung (tachycardia), di samping tidak 

mampu menggerakkan kaki-tangan. Lihat 

Gambar 37-4. 

Berlainan dengan angina pectoris (lihat sub 

2), serangan nyeri pada infark sering kali 

timbul dalam keadaan istirahat dan bertahan 

lebih lama (sampai beberapa jam), juga bersifat lebih hebat dan tidak dapat diatasi dengan nitrogliserin.

Diagnosis. Dikenal beberapa penyakit yang 

gejalanya sangat mirip infark jantung dan 

sering kali dikelirukan dengannya, misalnya 

tukak dan perforasi lambung, peradangan 

mukosa lambung, juga serangan hiperventilasi

(akibat kekurangan karbondioksida dalam 

darah sebab  pernapasan terlalu cepat). 

Di samping elektrocardiogram (ECG) ada  

beberapa tes darah untuk memastikan betul 

adanya infark jantung. Tes-tes ini berdasar  meningkatnya (sementara) kadar enzim dan zat-zat lain yang dilepaskan oleh 

sel-sel jantung yang mati. Pertanda infark

penting yaitu  kadar creatinekinase (CK-MB)

dan myoglobin (juga troponin T) yang ±6 dan 3 

jam sesudah infark masing-masing mencapai 

ketinggian maksimalnya. Semakin besar 

infark, semakin tinggi kadar ini .

Komplikasi gawat sering kali menyusul 

infark, a.l. aritmia, dekompensasi dan syok. 

Sangat penting yaitu  gangguan irama jantung,

terutama fibrilasi bilik,yang bila tidak segera 

ditangani dapat mengakibatkan terhentinya 

jantung yang fatal. Gagal jantung(dekompensasi) terjadi bila jantung kurang mampu lagi 

memompa darah ke seluruh tubuh sebab  

sebagian besar terkena infark dan mati. Bila 

volume menit turun di bawah ±50% dapat 

terjadi syok jantung, sebab  semua jaringan 

menerima terlampau sedikit darah. 

Kurang lebih 65% pasien infark meninggal akibat aritmia pada hari pertama. Maka 

pencegahan komplikasi ini  yaitu  sangat penting.

Prevensi. ada  sejumlah indikasi bahwa 

makan banyak zat alamiah flavonoida dapat 

menurunkan risiko (sampai separuh) infark 

jantung. Flavonoida yaitu  antioksidansia 

alamiah yang banyak terkandung dalam 

sayur-mayur segar dan buah-buahan. Yang 

terpenting yaitu  quercetin dan apigen-

in, kempferol, luteolin dan myricetin.

Teruta-ma ada  dalam bawang dan buah 

apel, juga dalam teh hijau dan anggur merah

Begitu pula vitamin E dalam dosis tinggi, 

400-800 UI sehari, dapat mengurangi risiko 

infark. Lihat juga Bab 36, Antilipemika, 

Prevensi atherosclerosis. Hal ini berdasar  

sifat vitamin E sebagai antioksidans yang 

mampu “menangkap” radikal oksigen bebas 

dan menghindari terbentuknya modifikasioksidasi dari LDL26 sehingga memperlambat 

pembentukan plak aterosklerotik. namun  

beberapa penelitian menunjukkan bahwa 

untuk prevensi penyakit jantung koroner 

dibutuhkan tidak hanya satu antioksidans 

namun  suatu kombinasi dari antioksidansia 

yang melarut maupun yang tidak melarut 

dalam air. Misalnya vitamin C yang dapat 

merecycle vitamin E dan membentuk kembali 

radikal vitamin ini.27,28

Efek pelindung flavonoida terhadap PJP berdasar  khasiat antioksidans seperti diuraikan di atas, flavonoida juga menghambat 

agregasi trombosit dan pembentukan trombus. (Lancet 1993; 342: 1007-11). Oleh sebab  

itu senyawa-senyawa ini memegang peranan 

penting pada pencegahan proses atherosclerosis dan terjadinya infark jantung serta PJP 

lainnya. Lihat selanjutnya Bab 53, Vitamin 

dan mineral. Radikal bebas dan antioksidansia.

Tindakan umum yang dapat dilakukan sendiri untuk mencegah infark kedua yaitu  

dengan menjalani pola hidup yang sama 

seperti pada angina pectoris, lihat di bawah.

Pengobatan. Infark akut perlu diobati di 

rumah sakit sedini mungkin (dalam waktu 6 

jam) agar memperkecil risiko maut. Kelompok obat yang umum dipakai  yaitu :

a. Trombolitika untuk melarutkan trombus 

yang menyumbat arteri koroner, antara 

lain streptokinase, alteplase, urokinase dan 

reteplase. Injeksi intravena pada waktunya 

dapat meniadakan penyumbatan dan 

membuka lagi arteri koroner sehingga 

besarnya infark dibatasi. Dengan demikian risiko kematian dapat diperkecil 

sampai ±50%. Di samping itu sering kali 

diberikan antitrombotikum (heparin) untuk mencegah pembentukan trombus baru. Lihat juga Bab 38, Antitrombotika.

b. Antiaritmika (lidokain, amiodaron, sotalol)

dahulu sering kali diberikan untuk mencegah aritmia, khususnya fibrilasi bilik 

yang berbahaya. namun  kini ternyata 

bahwa obat-obat ini tidak mengurangi 

risiko kematian sehingga hanya dipakai  dalam kasus tertentu.

c. Analgetika narkotika (morfin, petidin atau 

fentanil) dan suatu tranquillizer (diazepam, 

droperidoldan sebagainya) dapat diberikan 

kemudian untuk melawan nyeri dan rasa 

takut. 

Semua medikasi diberikan parenteral agar 

menjamin efek yang cepat. Penanganan segera sesudah  infark —yang selalu terjadi 

secara mendadak— yaitu  masalah hidup 

atau mati!

Posmedikasi (pengobatan selanjutnya) dilangsungkan segera sesudah infark dengan 

maksud menghindari infark kedua. Untuk ini 

dipakai :

– antikoagulansia antara lain asenokumarol, warfarin dan penghambat trombin ximelagatran30. 

– antitrombotika: asetosal (dosis rendah), 

indobufen (Ibustrin) yang dapat merintangi penggumpalan trombosit dan 

pembentukan trombus. Obat-obat antiagregasi ini dapat mengurangi infark 

jantung dengan ±50%. Lihat Bab 38, 

Antitrombotika.

– β-blocker tertentu (propranolol, metoprolol dan timolol), yang ternyata dapat mengurangi reinfark dan kematian sampai 

±25%. Perlu diminum selama 1-2 tahun. 

Pindolol (dengan ISA) tidak dianjurkan.

– penghambat-ACE dahulu merupakan 

kontraindikasi, namun  sejak beberapa tahun dianjurkan bagi pasien dengan risiko 

reinfark yang meningkat.

– antilipemika(atorvastatin, simvastatin, dan 

sebagainya) mengurangi komplikasi dan 

mortalitas, oleh sebab  itu dianjurkan 

bagi pasien dengan kadar kolesterol 

tinggi (di atas 8 mmol/l). 

Catatan. Beberapa tahun sesudah  dilahirkan, 

sel-sel otot jantung (cardiomyocyt) kehilangan 

kemampuannya untuk membentuk sel baru. 

Oleh sebab  itu kerusakan jaringan otot 

jantung akibat infark tidak dapat diregenerasi. Para ilmuwan Amerika menyelidiki 

kemungkinan pemakaian  stem cells (sel 

punca) dari sumsum tulang untuk menciptakan jaringan cardiomyocyt baru dan 

memperbaiki fungsi myocard yang rusak.24,25

(lihat juga Bab 14, Sitostatika).

2. Angina pectoris

 Gejala angina berupa serangan nyeri hebat di bawah tulang dada (regio jantung) 

yang sering kali menjalar ke kedua bahu, 

adakalanya ke leher dan rahang atau ke 

lengan yang dirasakan sangat berat. Terutama 

timbul bila berjalan (naik tangga, bukit) atau 

mengeluarkan tenaga segera sesudah makan. 

Lamanya serangan umumnya antara 5 dan 30 

menit. 

Gangguan ini terjadi sebagai akibat kekurangan oksigen otot jantung (hipoksia)

pada pembebanan fisik atau emosional 

yang meningkatkan konsumsi oksigen oleh 

jantung, juga sebab  pengaruh hawa dingin. 

pemicu nya  yang terpenting yaitu  penciutan satu atau lebih arteri koroner, hingga 

penyaluran darah ke otot jantung berkurang. 

Akibatnya yaitu  timbulnya gejala-gejala 

khas dari angina pectoris, sebab  produkproduk sampah yang dilepaskan pada proses 

kontraksi otot jantung, menumpuk di jaringan 

yang kekurangan peredaran darah. Situasi ini 

masih mencukupi dalam keadaan istirahat, 

namun  tidak lagi bila jantung dibebani lebih 

berat dan timbullah kekurangan darah akut.

Komplikasiyang dapat terjadi -secara tidak 

kentara- berupa kerusakan pada otot jantung, 

yang dapat memengaruhi pembentukan 

impuls listrik dalam jantung dan terjadinya 

gangguan ritme (lihat sub 3). Misalnya jantung 

dapat berdetak demikian cepat sehingga 

selama beberapa detik darah praktis tidak 

dipompa lagi ke dalam aorta. Akibatnya 

yaitu  turunnya TD secara mendadak!

Jenis-jenis angina yang dikenal yaitu :

angina stabil akibat penciutan arteri jantung (stenosis) atau juga akibat kejang yang 

terjadi selama atau sesudah mengeluarkan 

tenaga (exertion) atau emosi. Juga ada  

pola tertentu mengenai sakit dan frekuensi 

serangannya.

angina instabil, yaitu angina stabil yang 

mendadak sangat memperburuk dan dapat 

timbul pada pengeluaran tenaga atau sewaktu istirahat dan dapat merupakan indikasi 

akan timbulnya infark (‘infark mengancam’). 

Jenis angina ini memiliki patologi berla--

inan, yang disebabkan erosi dari plak-plak 

pembuluh dan mengakibatkan agregasi pelat-pelat darah. Penderita demikian perlu 

diberikan β-blocker bersamaan dengan obatobat penghindar agregasi trombosit dan 

heparin untuk mengurangi risiko trombosis. 

Bila gejala-gejala ini tidak dapat dikuasai, 

perlu segera dipertimbangkan tindakan revaskularisasi. 

angina variant atau angina Prinzmetal akibat kejang sementara arteri jantung. Serangan 

nyeri timbul spontan dalam keadaan istirahat

dan kebanyakan terjadi pada malam hari. 

Bentuk ini jarang ada .

Tindakan umum yang perlu sekali dilakukan 

untuk mengurangi serangan angina (dan 

akhirnya menghindari infark jantung) yaitu  

menurunkan kegiatan jantung dan dengan 

demikian kebutuhannya akan oksigen. Tindakan dan cara hidup ini  di bawah 

ini juga berlaku bagi calon/pasien infark 

jantung, yaitu:

– berhenti merokok.Nikotin dari tembakau 

memicu  vasokonstriksi dengan peningkatan TD dan frekuensi denyutan 

jantung (heart rate) yang meningkatkan 

kebutuhan jantung akan oksigen. Lagipula asap rokok mengandung karbonmonoksida yang memperkecil penyerapan 

oksigen di paru-paru. Juga ada  ter 

yang selain bersifat karsinogen (kanker 

paru-paru!) pada jangka panjang dapat 

pula merusak dinding pembuluh dengan 

efek aterosklerosis. Juga pembentukan karboksihemoglobin menurunkan kemampuan 

darah untuk mengangkut oksigen. Oleh 

sebab  efek-efek buruk ini, berhenti me-

rokok yaitu  jauh lebih penting dari 

pada semua tindakan yang diuraikan 

selanjutnya. Lihat juga Bab 35, Tindakan 

umum pada hipertensi. 

– membatasi minum kopi dan alkohol sampai masing-masing 2-3 cangkir dan 2-3 

konsumsi. Lihat Bab 36, Prevensi atherosclerosis.

– menurunkan overweight (diet lemak dan 

kolesterol). Lihat Bab 31C. Anoreksansia.

– menghindari beban berat, baik mental 

(stress, emosi) maupun fisik, terutama 

sesudah  makan

– berjalan cepat 0,5-1 jam sehari atau 3-5 

kali seminggu, atau berlari santai untuk 

memperbaiki sirkulasi

– mengobati hipertensibila ada, sebab  TD 

tinggi memperburuk keadaan pembuluh 

(diet garam, dan lain-lain, lihat Bab 35, 

Antihipertensiva) 

Pengobatan. Masalah kekurangan darah 

(ischemia) pada angina dapat diatasi dengan 

sejumlah obat, yakni: 

– nitrogliserin untuk menanggulangi serangan akut, bila perlu bersama suatu 

analgetikum narkotik (morfin, fentanil) untuk mengatasi nyeri dan sedasi;

– β-blocker (penghemat pemakaian  oksigen) pada angina stabil/instabil untuk 

mengurangi kebutuhan akan oksigen;

– vasodilator koroner, antara lain nitrat longacting (isosorbidanitrat) dan antagonis Ca 

(diltiazem dan verapamil) untuk memperlancar sirkulasi darah dan oksigen. Nifedipin short-acting tidak dianjurkan berhubung adanya laporan mengenai efek 

karsinogen pada jangka panjang.

Penghematan pemakaian  oksigen dapat 

dicapai pula dengan cara menghindari atau

mengurangi aktivitas fisik, yang membebani 

jantung (seperti kerja terlampau keras), 

menghindari perubahan suhu drastis atau 

berjalan (bertenaga) dengan lambung penuh.

Penanganan lain

Pada sindrom koroner akut dan angina 

pectoris stabil yang tidak dapat diatasi dengan obat-obat ini  di atas sering kali 

dilakukan prosedur khas untuk menanggulangi penyempitan di suatu arteri jantung 

dengan cara:

a. Metode dr Dotter (‘dottering’) (Dotter 

dan Judkins, 1964) yang beberapa tahun 

kemudian disusul dengan introduksi 

dari dilatasi balon (koronerangioplastik) 

oleh Andreas Gruentzig di tahun 1977 

(lihat Bab Bab 34, Vasodilator) dengan 

memakai  sebuah kateter dengan 

balon di ujungnya yang dapat digelembungkan, oleh sebab  itu juga dinamakan 

balondilatasi atau rekanalisissi (percutaneous transarterial coronary angioplasty; 

PTCA), lihat Gambar 37-5. Dengan demikian, atheroma diratakan pada dinding 

pembuluh dan lubang diperlebar.

Pada sebagian besar pasien timbul komplikasi dengan sobekan-sobekan di lapisan dalam dari arteri koronaria yang 

mengakibatkan timbulnya trombose, sehingga perlu penanganan ulang. Perkembangan selanjutnya yaitu  pemasangan 

stent pertama (Julio Palmaz, 1985) yang 

terdiri dari frame logam (mesh tube) yang 

kaku dan dapat menghindari penutupan 

akut dari pembuluh. 

Ternyata bahwa pada sebagian pasien 

masih timbul penyumbatan pembuluh 

akut, yang mengakibatkan perlunya dipakai  obat-obat perintang agregasi 

trombosit dan antikoagulansia dengan 

risiko perdarahan (14%). Juga timbul 

peradangan lokal di dinding pembuluh dengan parut dan re-stenosis (penyumbatan kembali). Untuk mengatasi masalah serius ini pada tahun 

2002 diluncurkan “drug-eluting stent” 

pertama yang terdiri dari stent yang 

dilapisi dengan suatu zat polimer yang 

melepaskan obat dengan lambat laun dan 

kontinu selama 1-12 bulan dan berfungsi 

menghindari re-stenosis. 

Perkembangan yang lebih baru ditujukan pembuatan stent yang dapat melarut 

dan dapat menghindari masalah-masalah 

yang ada  pada drug-eluting stents 

generasi terbaru (ketiga)

scaffolds: change in para-digm of coronary 

revascularization in the upcoming decade? Eur 

Heart J. 2012; 33:16-25b.

2. De Luca G, Dirksen MT, Spaulding C, et al. 

Drug-Eluting vs Bare-Metal Stents in Primary 

Angioplasty: A Pooled Patient-Level Metaanalysis of Randomized Trials. Arch Intern 

Med. 2012;172:611-21

 3. Daemen J. Et al., Meer dan 25 jaar coronaire 

stents; Ned Tijdschr Geneeskd. 2012;156.

b. Bedah bypass atau bedah pintas jantung koroner (coronary artery bypass 

grafting; CABG) hampir selalu dilakukan 

bila dottering tidak mungkin dilakukan 

lagi, misalnya sebab  ada  stenosis

pada lebih dari 2-3 arteri. Pada pembedahan ini dibuat jalan pintas di segmen 

arteri jantung yang tersumbat (bypass) 

dengan memakai  sepotong vena 

dari lengan atau tungkai pasien sendiri. 

Dinding vena lebih tipis daripada dinding 

arteri dan akibat tekanan darah yang 

lebih tinggi dalam fungsi barunya, sel-sel 

endotel vena mulai memperbanyak diri, 

yang dalam beberapa tahun (±7 tahun) 

akan memicu  stenosis lagi pada 

sekitar separuh dari kasus.

c. Terapi gen . Perkembangan terbaru memakai  keping DNA, yang mengandung gen untuk VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor). Gen ini pada pengembangan embryo berfungsi bagi 

pembentukan sistem pembuluh, namun  kemudian tidak aktif lagi. Bila gen ini disuntikkan ke dalam arteri koroner, maka 

pertumbuhan cabang pembuluh baru 

sekitar jantung akan distimulasi. Metode 

ini, yang tidak memicu  masalah 

seperti akibat dottering maupun bedah 

bypass, sekarang ini secara eksperimental 

sudah dilaksanakan dengan sukses dan 

telah disempurnakan untuk pemakaian  

secara umum. 

3. Aritmia

Jantung dapat diibaratkan suatu organ 

dengan empat rongga. Di sebelah kanan, 

darah masuk dari pembuluh tubuh ke dalam 

serambi (atrium), dipompa ke bilik kanan 

(ventrikel) dan lalu ke paru-paru (sirkulasi 

kecil). Dari paru-paru, darah yang kaya 

oksigen dikembalikan ke serambi kiri, yang 

memompanya ke dalam bilik kiri dan seterusnya melalui aorta ke semua organ tubuh 

(sirkulasi besar). 

Kontraksi otot jantung (myocard) diatur 

oleh suatu aliran listrik kecil. Di dinding 

serambi kanan ada  suatu “pacemaker”

alami (simpul sinus ), yang secara teratur 

melepaskan arus listrik. Impuls ini menjalar 

melalui kedua serambi, namun  tidak bisa 

mencapai bilik, sebab  antara kedua serambi 

dan kedua bilik ada  suatu lapisan isolasi. 

Impuls dapat melalui batas ini ke bilik hanya 

di satu tempat, yakni di simpul AV (atrioventrikuler). Di sini arus ditahan sekadar sampai bilik terisi penuh darah secara optimal

 sehingga dicapai fungsi pompa yang

seefisien mungkin.Impuls lalu menjalar dengan cepat melalui saraf Bundle dari HIS

ke kedua bilik. Lihat Gambar 37-2. Dengan 

demikian, setiap kali sesudah serambi menguncup, segera (sesudah  ±0,18 detik) bilik akan 

berkontraksi. Ritme normal terletak antara 70 

dan 80 denyut per menit.

Gangguan ritme dapat berupa kelainan dalam frekuensi denyut jantung, padamana 

serambi atau bilik berdenyut lebih cepat atau 

lebih lambat dari normal (tachycardia [supra]

ventrikuler, extrasystole dan lain-lain). Begitu 

pula penyaluran impuls dapat terganggu,

sebab  hipertensi atau kebocoran katup 

jantung dengan antara lain kemungkinan 

terjadinya A.V.-block. Oleh sebab  itu impuls 

tidak menyebar dengan baik sehingga dapat 

saling berlawanan dan juga di tempat lain 

dapat terjadi impuls abnormal yang dapat 

memicu  kekacauan. Aritmia seringkali berlangsung dengan selang-seling (intermittent) dan tidak selalu disadari oleh pasien. 

Untuk diagnosisnya selalu diperlukan analisis ECG (elektrocardiogram).

Elektrokardiogram

Aktivitas listrik dari jantung yang secara grafik tertera pada elektrokardiogram terbagi 

dalam 2 fase, yaitu fase depolarisasi dan fase 

repolarisasi. 

Depolarisasi merupakan hasil pengaliran 

masuk (instroom) dari ion-ion positif Na+

dan Ca++ via saluran (channel) natrium dan 

kalsium melalui membran sel dalam sel otot 

jantung. Akibatnya kontraksi otot jantung 

distimulasi (kompleks QRS pada ECG).

Repolarisasi merupakan hasil dari pengaliran keluar (uitstroom, efflux) dari terutama 

ion K+ via saluran kalium dari sel-sel otot 

jantung (segmen ST pada ECG, gelombang T 

dan gelombang U). 

* Fibrilasi serambi (atrium) bercirikan kontraksi secara tidak teratur, sehingga pengisian 

bilik dengan darah kurang baik dan terjadi 

sekadar pembendungan darah. Pada umumnya bilik tidak dipengaruhi banyak oleh 

“kekacauan” di serambi dan hanya berdenyut 

sedikit kurang teratur dengan setiap denyut 

jumlah darah yang dipompanya tidak sama. 

Keadaan ini dirasakan sangat tidak nyaman 

oleh pasien, namun  tidak membahayakan jiwanya. Pengobatan dapat dilakukan dengan 

beta-blocker metoprolol atau flekainida yang 

menghambat penerusann impuls melalui 

simpul AV. 

* Fibrilasi bilik (ventrikel) sering kali timbul 

sesudah suatu infark dan bersifat sangat 

membahayakan, sebab  darah tidak dipompa

QT interval. Merupakan parameter pada ECG dan menunjukkan waktu antara awal depolarisasi (Q) 

sampai akhirnya repolarisasi (T). 

Lamanya repolarisasi dan panjangnya interval QT tergantung dari frekuensi jantung. Interval ini 

pada bradikardi lebih panjang dan pada takikardi lebih pendek.

QT interval yang lebih panjang (Torsade de pointes) berkaitan dengan risiko aritmi ventrikular dan pada 

keadaan tertentu dengan fibrilasi ventrikular, yang bisa fatal. Sejumlah besar obat dikaitkan dengan 

perpanjangan QT-interval dan risiko Torsade de pointes. Misalnya 

– psikofarmaka/antipsikotika: klorpromazin, sitalopram, haloperidol, pimozin; 

– obat kardiovaskular: amiodaron, disopiramida, flekainida, kinidin, sotalol; 

– antibiotika: azitromisin, klaritromisin, eritromisin, moksifloksasin, kotrimoksazol;

– anti-emetika: domperidon, ondansetron.

Obat-obat yang memperpanjang QT-interval sebaiknya jangan dipakai  bersamaan (kombinasi) 

sebab  dapat meningkatkan risiko gangguan ritme jantung

lagi ke organ tubuh dengan optimal. Bila 

tidak diobati dengan segera (misalnya dengan lidokain) pada umumnya berakhir fatal.

* Tachycardia dan bradycardia yaitu  kerja 

jantung yang abnormal cepat atau abnormal 

lambat dengan frekuensi masing-masing di 

atas 100 dan di bawah 60 denyutan per menit. 

* Heartblock (AV block) yaitu  sejenis aritmia, pada mana kontraksi bilik berlangsung 

terlalu lambat atau hilang sama sekali, akibat 

terganggunya penyaluran impuls listrik dari 

serambi ke bilik. Keadaan ini antara lain 

dapat terjadi pada infark jantung. Terapinya 

tidak dilakukan dengan obat, melainkan 

dengan pacemaker, suatu alat kecil yang mengirimkan impuls listrik ke jantung untuk 

menormalisasi ritme kontraksinya.

Penanganan aritmia dapat dengan cara 

tanpa obat seperti pembedahan dan implantasi pacemaker (alat pacu jantung yang memberikan impuls ritmis buatan pada jantung). 

Pengobatan gangguan ritme yang bertalian 

dengan infark jantung harus dilakukan segera dengan antiaritmika sebab  sering- kali 

berakibat fatal.

Antiaritmika

Gangguan irama jantung dapat ditimbulkan 

oleh pembentukan impuls atau/dan penyalurannya yang abnormal. Antiaritmika dapat mencegah atau meniadakan gangguan 

ini  dengan jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung.

Mekanismenya berdasar  penurunan 

frekuensi jantung (efek kronotrop negatif); 

pada umumnya obat-obat ini sedikit banyak 

juga mengurangi daya kontraksinya (efek 

inotrop negatif). Perlu pula diperhatikan 

bahwa obat-obat ini juga dapat memperparah 

atau justru memicu  aritmi (pro-aritmia). Oleh sebab  itu sebelum dimulai pengobatan perlu dipertimbangkan dengan 

saksama risiko timbulnya pro-aritmi untuk 

menentukan obat mana yang paling aman 

dan optimal. Atau beralih dari terapi obat 

ke intervensi non-farmakologis, mis. pemasangan pacemaker.

Penggolongan antiaritmika dilakukan menurut klasifikasi Vaughn Williams dalam 

4 kelas atas dasar sifat elektrofisiologisnya 

yang diukur di sel-sel myocard tertentu.

– Obat kelas I. Zat stabilisasi membran

dengan efek kinidin (= efek anestetik lokal).

Obat-obat ini sangat mengurangi kepekaan 

membran sel jantung untuk rangsangan akibat penghambatan pemasukan ion-Na ke 

membran (sodium-channel blockers) dan perlambatan depolarisasinya. Lihat juga Bab 26, 

Anestetika lokal. Efeknya yaitu  frekuensi 

jantung berkurang dan ritmenya menjadi 

normal kembali. Dapat dibedakan 3 kelompok:

Ia. kelompok kinidin : kinidin, disopiramida 

dan prokainamida. Obat-obat ini antara 

lain memperpanjang masa refrakter dan 

aksipotensial sel-sel myocard.

Ib. kelompok lidokain: lidokain, meksiletin, 

fenitoin, aprindin (Fiboran) dan tokainida 

(Tonocard). Obat-obat ini mempersingkat 

antara lain masa refrakter dan aksipotensial sel-sel myocard; hanya efektif 

pada aritmia bilik. Obat epilepsi fenitoin 

khusus dipakai  pada aritmia akibat 

keracunan digoksin.

Ic. kelompok propafenon: propafenon dan

flekainida (Tambocor) sedikit memperpanjang masa refrakter dan aksipotensial.

– Obat kelas II. β-blocker: atenolol, metoprolol, 

asebutolol, bisoprolol, nadolol, karteolol, dan lainlain. (lihat tabel 35-2, Bab 35, Antihipertensiva) 

mengurangi (hiper)aktivitas adrenergik di 

myocard dengan penurunan frekuensi dan 

daya kontraksinya. Beberapa b-blocker (a.l. 

propranolol, asebutolol, alprenolol danoksprenolol)

juga memiliki efek kelas Ia, sedangkan sotalol

termasuk kelas III. Propranolol, metoprolol dan

timolol dipakai  profilaktik sesudah  infark 

untuk mencegah infark kedua (menghindari 

fibrilasi ventrikuler).

– Obat kelas III. K-channels blockers: amiodaron,sotalol, ibutilide (Corvert) dan dofetilide 

(Tikosyn). Akibat blokade saluran kalium, 

masa refrakter dan lamanya aksipotensial 

diperpanjang. Amiodaron efektif terhadap 

aritmia serambi dan bilik, sotalol hanya 

terhadap aritmia bilik

– Obat kelas IV. Antagonis kalsium: verapamil

dan diltiazem. Akibat penghambatan pemasukan ion Ca, penyaluran impuls AV diperlambat dan masa refrakter diperpanjang.

– Obat lainnya: adenosin, digoksin 

Efek samping umum yang dapat terjadi 

yaitu 

– dekompensasi, yang dapat diinduksi atau 

diperburuk akibat efek inotrop negatif yang 

sedikit banyak dimiliki kebanyakan antiaritmika, khususnya kinidin dan disopiramida;

– efek aritmogen, yaitu memicu  atau 

memperburuk aritmia (bilik), khususnya 

zat-zat kelas I dan III (flekainida); 

– gangguan penerusan impuls (AV block) dan 

bradycardia;

– gangguan lambung-usus: nausea, mual, diare, anoreksia;

– efek neurologik: neuropati perifer, tremor, 

nyeri kepala, lelah, sukar tidur, impian 

khayal.

Pada umumnya obat-obat dari kelompok Ic 

dipakai  untuk terapi penderita dengan 

struktur jantung normal, sedangkan kelompok III bagi penderita dengan struktur jantung abnormal.

Wanita hamil dan yang menyusui tidak 

dianjurkan memakai  antiaritmika, sebab  dalam kebanyakan hal belum diketahui 

keamanannya. Pengecualian yaitu  lidokain

yang dianggap aman selama masa hamil, 

namun  sedikit mencapai air susu ibu.

4. Gagal jantung (decompensatio 

cordis)

Pada gangguan serius ini, jantung tidak mampu 

lagi memelihara peredaran darah selayaknya, 

sehingga volume menit menurun dan arteri 

mendapat darah terlalu sedikit. Sebagai akibat 

kelemahan jantung ini, darah terbendung di 

vena paru-paru dan kaki, yang memicu  sesak dada dan udema pergelangan kaki. 

Pada keadaan parah, dapat terjadi udema 

paru yang sangat berbahaya. Penyaluran 

darah ke jaringan juga berkurang, sehingga 

ginjal mengekskresi lebih sedikit natrium dan 

air. Dalam keadaan demikian, pasien perlu 

sesegera mungkin dirawat di rumah sakit! 

Penyebab penting dekompensasi yaitu  

a.l. infark, kerusakan katup, gangguan ritme 

dan hipertensi.

Gejala terpenting berupa sesak napas(dyspnoe),

yang awalnya pada waktu mengeluarkan 

tenaga, namun  dalam kasus yang lebih berat 

juga pada saat istirahat (berbaring). Begitu 

pula udema di pergelangan kaki dengan 

vena memuai, sebab  darah-balik terhambat 

kembalinya ke jantung. Sering kali juga perasaan sangat letih dan kurang tenaga. 

Penanganan keadaan insufisiensi ini umumnya dilakukan dengan 3 tindakan untuk meniadakan kelebihan cairan, yakni banyak 

istirahat untuk meringankan beban jantung, 

pembatasan asupan garam dan pengobatan 

dengan diuretika untuk memperbesar ekskresi cairan.Yang terakhir penting untuk 

mengurangi pengeluaran tenaga berlebihan 

yang memperkuat penyaluran darah ke otot, 

sehingga mengurangi filtrasi glomeruler 

dengan akibat retensi natrium. 

Pengobatan.32,33 sebab  penyembuhan fungsi 

pompa jantung pada prinsipnya tidak bisa 

dicapai, maka penanganan khususnya ditujukan pada prevensi memburuknya penyakit 

dan meringankan gejalanya. 

a. Diuretika mengeluarkan kelebihan cairan, 

sehingga beban jantung berkurang. Untuk ini banyak dipakai  diuretikum 

kuat furosemida (oral 3-4 dd 80-500 mg) 

atau untuk efek cepat intravena 500 mg. 

Bila furosemida tidak menghasilkan efek 

secukupnya sebab  ada  resistensi 

diuretika, dapat ditambahkan thiazida. 

Pada keadaan tidak akut biasanya diberikan suatu thiazida dengan efek lebih 

berangsur-angsur, misalnya HCT. Lihat 

juga Bab 33. Diuretika, pemakaian .

b. Glikosida jantung (digoksin) memperkuat 

daya kontraksi otot jantung yang lemah, 

sehingga memperkuat fungsi pompa, 

berdasar  peningkatan kadar kalsium. 

Sering kali diuretika dikombinasi dengan 

zat inotrop positif digoksin, yang juga berkhasiat mengatasi resistensi diuretika dengan memperbaiki volumemenit jantung. Zat-zat inotrop positif

lainnya seperti dopaminergika (dopamin, 

ibopamin, dan lain-lain) tidak dianjurkan 

sebab  daya kerjanya terlampau kuat 

tanpa memiliki efek kronotrop negatif, 

lagipula cenderung mengakibatkan aritmi. Oleh sebab  itu obat-obat ini hanya 

dipakai  i.v. pada keadaan akut (syok 

jantung dan sebagainyanya). Penghambat fosfodiësterase juga tidak dianjurkan 

berhubung efek buruknya terhadap sel 

jantung.

pemakaian nya harus dibatasi pada 

gagal jantung serius, pada mana obatobat lain kurang efektif. Juga perlu pengawasan kontinu mengenai hemodinamika.

c. Penghambat ACE (ACE inhibitor: kaptopril, enalapril, lisinopril dan lain-lain) banyak dipakai  pada gagal jantung 

kronis, juga sesudah  infark pada pasien 

tertentu. Obat-obat ini merupakan vasodilator paling cocok pada gagal jantung 

dengan menghindari peningkatan angiotensin II yang sering kali timbul pada 

penyakit ini. Pengobatan gagal jantung 

(mild) biasanya dimulai dengan obatobat ini yang berkhasiat mengurangi 

beban jantung yang sudah lemah, memperlambat progress penyakit dan memperpanjang harapan hidup pasien gagal 

jantung kronis. Pada kasus yang lebih 

parah pengobatan ditambah dengan suatu diuretik thiazida (mis. bendroflumetiazida) atau suatu “loop” diuretik (mis. 

furosemida) yang memacu pengeluaran 

natrium dan air sehingga “preload” dan 

udema diperbaiki. Bagi penderita yang 

tidak tahan terhadap obat-obat ini dapat 

memakai  vasodilator lain (mis. isosorbidanitrat plus hidralazin).

d. AT-II-blockers (antagonis-angiotensin: 

losartan, valsartan, irbesartan, dan lain-lain) 

juga dapat dipakai . Obat-obat ini berkhasiat vasodilatasi perifer dan mengurangi preload maupun afterload darah, yaitu 

beban darah masing-masing sebelum dan 

sesudah mencapai jantung. 

e. Vasodilator koroner juga berkhasiat mengurangi beban jantung, seperti nitroprusida (i.v.), prazosin dan hidralazin Obatobat ini menurunkan afterload melalui 

vasodilatasi arteri. Nitrat sebagai dilator 

vena mengurangi preload darah. Mengenai pemakaian  antagonis-Ca tidak 

ada  kesepakatan berhubung dengan 

efek inotrop negatifnya! 

5. Syok jantung

Komplikasi infark jantung ini sangat ditakuti, 

sebab  sering kali berakhir fatal. Kekurangan 

pemasukan darah ke jaringan bergejala kulit 

pucat dan dingin, perasaan takut dan gelisah, 

denyut jantung cepat dan lemah, kemudian 

pingsan. Syok dapat pula diakibatkan oleh 

antara lain tachycardia hebat dan radang otot 

jantung (myocarditis). 

Pengobatan dilakukan dengan obat-obat vasopresor/inotrop (dopamin, dobutamin, ibopamin) yang menaikkan volume-menit jantung 

dan tekanan darah. Adakalanya dianjurkan 

pula pemberian kortison dalam dosis tinggi.

Penggolongan cardiaca

berdasar  efeknya atas jantung, cardiaca 

dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu:

1. kardiotonika dengan efek memperkuat 

kontraksi jantung: 

A. glikosida, B. dopaminergika dan C. 

penghambat-fosfodiësterase

2. obat angina pectoris dengan daya vasodilatasi atau memperlambat frekuensi 

jantung : A.vasodilator koroner, B. betablocker dan C. antagonis-Ca

3. antiaritmika dengan khasiat memperbaiki 

kelainan ritme pukulan jantung.

MONOGRAFI

1. KARDIOTONIKA

Kardiotonika yaitu  obat-obat dengan khasiat memperkuat kontraktilitas otot jantung 

(efek inotrop positif). Terutama dipakai  

pada gagal jantung (dekompensasi) untuk 

memperbaiki fungsi pompanya. 

Kelompok kardiotonika terdiri dari : 

A. glikosida jantung(digoksin, metildigoksin 

dan digitoksin)

B. dopaminergika (dopamin, ibopamin dan

dobutamin)

C. penghambat fosfodiësterase (amrinon 

dan milrinon). 

1A. GLIKOSIDA JANTUNG

Semua obat ini berasal dari tumbuhan dan 

yang terpenting yaitu  digitalis (‘fox glove’), 

sedangkan strofantus (strofantin) sudah obsolet. Dalam homeopati banyak dipakai  

tumbuhan seperti Convallaria majalis (‘lilly-ofthe-valley’), Crataegus oxycantha (pohon ‘meidoorn’, ‘hawthorn’), Adonis vernalis (herfsttijloos, 

‘pheasant’s eye’), Helleborus niger (‘Christmas 

rose’), dan Thevetia neriifolia, sejenis oleander. 

Semua glikosida jantung memiliki rumus 

steroid, seperti hormon kelamin dan anak 

ginjal, kolesterol dan vitamin D.

Sediaan galenika seperti Tingtur digitalis dan 

Tingtur Strofanti dahulu banyak dipakai , 

namun  susunannya tidak konstan dan standardisasi biologisnya sulit. Lagi pula kotoran 

seperti saponin dalam tingtur ini  dapat memicu  iritasi lambung-usus dan 

memengaruhi resorpsi zat aktif. Oleh sebab  

itu dengan tersedianya digoksin dan strofantin secara murni, sediaan galenika kini 

tidak dipakai  lagi. 

1Aa. Digoksin: Lanoxin

Digoksin dan digitoksin ada  dalam 

daun tumbuhan Digitalis purpurea dan D. lanata sebagai aglukon dari glikosida. Rumus 

kimianya terdiri dari inti steroid dengan 

rantai samping cincin lakton tak-jenuh.

Khasiatnya bermacam-macam, yang terpenting yaitu  efek inotrop positif, yakni 

memperkuat kontraksi jantung, sehingga 

volume pukulan, volume menit dan diuresis 

diperbesar, serta jantung yang membesar 

mengecil lagi. Frekuensi denyutannya juga 

diturunkan (efek kronotrop negatif) akibat 

stimulasi nervus vagus (saraf “pengembara”). 

Sifat ini bertentangan dengan banyak zat 

inotrop positif (adrenalin, derivat ksantin, 

glukagon dan ion Ca) yang juga memiliki 

kerja kronotrop positif. Di samping itu zat ini 

menghambat penyaluran impuls AV, yang 

penting pada gangguan ritme serambi (efek 

dromotrop negatif). 

pemakaian nya terutama pada dekompensasi jantung dan fibrilasi serambi dengan 

ritme bilik pesat. Resorpsinya dari usus tidak 

lengkap, ±70%, PP-nya ±25%, plasma-t½-nya 

kira-kira 40 jam. Dalam hati hanya sebagian 

kecil dirombak menjadi metabolit inaktif; 

ekskresinya berlangsung lewat urin terutama 

secara utuh. sesudah  penghentian pengobatan, khasiatnya dapat bertahan sampai 4 hari.

Efek sampingnya berupa gangguan lambung-usus: anoreksia, mual, muntah, diare 

dan nyeri perut. Efek lainnya berupa efek 

sentral, seperti pusing, berpenglihatan kuning, letih, lemah otot, gelisah, perasaan kacau dan konvulsi. Pada overdosis, 2-3 kali 

dosis optimum, digoksin sering kali mengakibatkan aritmi jantung, khususnya ekstrasistole dan fibrilasi bilik berbahaya yang dapat 

mengakibatkan syok fatal. Gejala ini lebih