juen,
glutaminpeptida, peptidaglikosida dan
adenosin.
Khasiatnya. Bawang putih bersifat antiaterogen dan penting bagi penurunan risiko
PJP berhubung berbagai daya kerjanya yaitu:
– antilipemik (ekstrak dan allicin) dengan
menurunkan kadar kolesterol (LDL) dan
trigliserida, sedangkan HDL dinaikkan
sedikit; 13
– hipotensif, zat aktifnya belum diketahui;
– antitrombotik (perasan, ajuen dan allicin) menghambat agregasi trombosit,
sehingga aktivitas fibrinolitik dari darah menurun dan waktu pembekuan
diperpanjang.
Di samping ini bawang putih memiliki
pula beberapa khasiat lainnya, yaitu:
– daya hipoglikemik: diperkirakan allicin
mengaktifkan sekresi insulin dan sintesis
glikogen hati;
– bakteriostatik dan virustatik lemah terhadap banyak kuman Gram-positif dan
Gram-negatif, Candida, Aspergillus dan
Trichophyton (ekstrak dan allicin);melalui
aktivasi NKc (Neutral Killer cells) dari
sistem imun. Orang yang mengonsumsi 2
siung bawang putih sehari ternyata lebih
jarang dihinggapi kanker. Bawang biasa
(Allium cepa) mungkin juga memiliki
khasiat ini.
pemakaian . berdasar sifat baiknya, bawang putih banyak dipakai sebagai zat
tambahan pada penanganan dan prevensi
aterosklerosis, juga pada keadaan kolesterol
tinggi. Di Nepal dan Cina, sejak zaman
purbakala bawang putih dipakai untuk
gangguan lambung-usus (enteritis, rasa kembung, kejang perut/usus). Adakalanya juga
sebagai obat rakyat pada infeksi kulit. Sediaan yang diminum harus terstandardisasi
dengan mendeklarasi kadar allicin-nya.
Efek samping yang jarang terjadi berupa
alergi seperti dermatitis kontak dan serangan
asma.
Dosis: bawang putih segar 5 g sehari, yaitu
2 dd 1 siung atau 2 dd 1 g serbuk kering
dengan kadar allicin yang diketahui.
5c. Neomisin
Antibiotik ini yaitu campuran dari neomisin A, B dan C, yang dibentuk oleh jamur Streptomyces fradiae (1949). Zat-zat A
dan B merupakan stereoisomer, sedangkan
C yaitu hasil perombakan dari A dan B.
Berkhasiat menurunkan kolesterol dan
LDL dengan mengubah micel dalam rongga
usus. Mekanisme kerjanya mungkin sama
dengan damar, yaitu mengikat asam kolat
di duodenum sehingga absorpsi kolesterol menurun. Ekskresi asam empedu meningkat
3-5 kali, memicu depot kolesterol total
menurun. Efeknya terhadap TG, VLDL dan
HDL bervariasi. Neomisin tidak diabsorpsi
dalam usus. dipakai pada hiperlipidemia
primer, mis. tipe IIa. Adakalanya pada hiperkolesterolemia familiar bersamaan dengan damar bila efek neomisin kurang berhasil.
Efek samping berupa a.l. enterocolitis, sebab
terganggunya flora bakteri. Juga nausea,
diare dan malabsorpsi. Pada dosis tinggi
timbul gangguan darah, hati dan pendengaran.
Dosis: oral 0,5-2 g p.c. dalam 2-3 dosis.
Untuk pemakaian lainnya lihat Bab 5.
Antibiotika.
5d. Minyak ikan
Kandungan asam lemak omega-3 (n-3) EPA
dan DHA berkhasiat antilipemik, antitrombotik dan antihipertensif ringan, serta
bermanfaat pula sebagai zat tambahan pada
pengobatan dan prevensi PJP. Dari banyak
studi dengan hasil bertentangan dapat
disimpulkan bahwa EPA dapat menurunkan
kadar TG dengan ±25%, sedangkan kadar
LDL dan HDL dinaikkan 1-3%, sehingga
kadar kolesterol total tidak berubah. Di
samping itu EPA juga berkhasiat antiradang
dan berguna pada penyakit peradangan,
seperti rema dan p.Crohn. Pada eczema
konstitusional dan SLE(Systemic Lupus erythematosus) juga dilaporkan efek baiknya.
Akhirnya EPA dan juga asam lemak n-6 asam
gammalinolenat (GLA) berkhasiat antitumor. Mekanisme kerjanya berdasar pendesakan asam arachidonat dari membran sel,
sehingga prostaglandin-E2
yang memiliki efek
stimulasi terhadap pertumbuhan tumor tidak
terbentuk lagi. Bermanfaat pada gangguan
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Syndrome, lihat Bab 31) pada anak-anak. Lihat
selanjutnya Bab 54. Dasar-dasar diet sehat, C.
Lemak.
OBAT JANTUNG
Obat-obat jantung atau cardiaca (Lat. cor =
jantung) yaitu obat-obat yang secara langsung dapat memulihkan fungsi otot jantung
yang terganggu ke keadaan normal. Obatobat lain, yang di samping sifat khususnya
juga bekerja terhadap jantung, tidak termasuk
definisi ini dan telah dibahas di bab-bab lain,
misalnya adrenalin di Bab 31A dan neostigmin
di Bab 32A.
FISIOLOGI JANTUNG
Jantung dapat diibaratkan suatu pompa berganda, yang terdiri dari bagian kanan dan
kiri. Bagian kanan memompa darah dari tubuh ke paru-paru, sedangkan bagian kiri
memompa darah dari paru-paru ke tubuh.
Setiap bagian terdiri dari 2 kompartimen:
di atas serambi (atrium) dan di bawah bilik (ventriculus). Antara serambi dan bilik
ada katup, begitu pula antara bilik dan
aorta (arteri besar). Fungsi keempat katup ini
yaitu untuk menjamin darah mengalir ke
hanya satu jurusan. Lihat Gambar 37-1.
Sirkulasi darah. Fungsi utama peredaran
darah yaitu penyaluran oksigen dan zatzat-gizi yang dibutuhkan untuk metabolisme
ke jaringan dan organ. Darah yang miskin-O2
dan kaya-CO2
melalui vena masuk kembali
ke jantung di serambi kanan dan mengalir
ke bilik kanan. Dari sini darah diteruskan
ke paru-paru, di mana darah melepaskan
karbondioksidanya dan menyerap oksigen
(sirkulasi kecil). Darah kaya-O2
lalu mengalir
kembali ke serambi kiri dan melalui bilik kiri
dipompa ke aorta dan organ tubuh (sirkulasi
besar). Di dinding serambi kanan ada
‘pace-maker’ jantung alamiah (simpul sinus),
yang menentukan irama jantung.
Volume menit(cardiac output) yaitu jumlah
darah yang setiap menit dipompa oleh jantung ke dalam arteri besar. Volume-menit
ini yaitu rata-rata 5 l/menit pada frekuensi
jantung rata-rata 70-80 detak/menit dan dapat diperbesar atau diperkecil sesuai kebutuhan. Misalnya, selama pengeluaran tenaga
besar, seperti pada olahraga, volume-menit
orang muda bisa meningkat sampai 25 l/
menit, sebab jantung mendetak sampai 180
kali per menit. Orang dewasa memiliki 4,5-5
l darah.
Diastole-sistole. Pada setiap denyutan dapat
dibedakan dua fase, yaitu diastole, pada
mana otot jantung melepaskan diri dan bi liknya terpenuhi darah vena. Kemudian
menyusul sistole, pada mana otot jantung
menguncup (kontraksi) sebagai reaksi terhadap diastole, sehingga darah dipompa ke
luar jantung ke dalam arteri. Volume darah
yang pada setiap kontraksi dipompa ke luar
bilik jantung disebut volume pukulan (stroke
volume), yang pada orang dewasa berjumlah
±60 ml.
Bila aliran darah ke jantung meningkat,
artinya TD vena menguat, maka frekuensi pukulan jantung pun harus dinaikkan. Dengan
lain kata, volume menitnya harus diperbesar,
sesuai dengan persamaan: volume pukulan x
frekuensi = volume menit.
ATEROSKLEROSIS (AS)
Gangguan ini bercirikan adanya “sarang”
pada endotel arteri sebab penumpukan
kolesterol, polisakarida, endapan kalsium,
fibrinogen, produk darah lain dan jaringan
ikat. Plak ini (plaques) memicu pengerasan pembuluh arteri dan menyempitkan
liangnya, bahkan dapat menyumbatnya
hingga mengakibatkan terhambat atau terhentinya penyaluran darah ke organ pen- ting, misalnya ke jantung (angina, infark).
Lihat juga Bab 36, Antilipemika, Atherosclerosis.
pemicu nya . ada indikasi bahwa
suatu proses peradangan berperan pada
terjadinya gangguan ini, pada mana infeksi
kuman terlibat pada timbulnya luka aterosklerotis di dinding arteri. pemicu nya diduga Chlamydia pneumoniae, kuman Gramnegatif yang dapat mengakibatkan pneumonia
atipis. Membran luarnya–seperti pada semua
kuman Gram-negatif– untuk sebagian besar
terdiri dari liposakarida (endotoksin) dengan
sifat meradang kuat. Kuman ditularkan melalui infeksi tetes (droplet infection) dari
saluran pernapasan, dengan masa inkubasi
beberapa minggu. Infeksi mendorong pembentukan antibodies,yaitu IgA, IgM dan
IgG. Dari saluran pernapasan kuman menyebar melalui lekosit ke berbagai organ dan
toksinnya diangkut ke antara lain dinding
pembuluh. Di tempat ini dimulailah proses
peradangan setempat yang bercirikan rekruting limfo-T, perombakan kolagen dan
proliferasi otot polos. Peradangan menjadi
kronis dan dengan demikian tercetuslah
proses aterosklerosis dari dinding pembuluh,
di mana juga berperan LDL-kolesterol yang
teroksidasi (oksi-LDL).
Infeksi saluran pernapasan akut umumnya dimulai pada masa kanak-kanak dan
berlangsung asimtomatis. Hanya jarang tampil sebagai bronchitis atau pneumonia yang
berlangsung lambat. Aterosklerosis merupakan faktor risiko bagi infark di jantung
maupun di otak. Mikroorganisme lain yang
juga dihubungkan dengan infeksi dinding
pembuluh dan terjadinya aterosklerosis adalah Helicobacter pylori (penyebab tukak lambung/usus) dan Cytomegalovirus/Herpes.
Di samping penyakit jantung, infeksi
Chlamydia juga dihubungkan dengan banyak gangguan lain, khususnya asma dan
demensia Alzheimer. Penanganan efektif
dapat dilakukan dengan antibiotik broadspectrum.
Faktor risiko
Penyakit jantung dan pembuluh (PJP) merupakan penyebab kematian utama di negaranegara Barat, misalnya di negeri Belanda
±35% dari seluruh kematian disebabkan oleh
penyakit ini. Hampir selalu pemicu nya
yaitu proses aterosklerosis yang dipercepat
bila ada faktor-faktor risiko dan bahkan
lebih dipercepat lagi bila ada beberapa faktor
risiko bersamaan. Dapat dikenali faktorfaktor klasik dan non-klasik atau baru.
Faktor klasik mencakup usia, jenis kelamin
(pria), merokok, tekanan darah sistolis tinggi
dan hiperkolesterolemia. Di samping itu juga
kegemukan, inaktivitas fisik, diabetes, bentuk
stres tertentu dan faktor genetik atau predisposisi
familial meningkatkan risikonya.
Faktor non-klasik / baru untuk aterosklerosis
prematur (sebelum waktunya) yaitu hipertrigliseridemia dengan HDL rendah (<0,9 mmol/l)
dan kadar homosistein tinggi (hyperhomocysteinemia)
21 dalam darah dan mungkin juga
infeksi kuman.
* Kadar homosistein tinggi. Asam amino
ini terbentuk sebagai produk-antara pada
reaksi pengubahan methionin menjadi sistein,
sebagai berikut:
methionin –––> homosistein –––> sistein
Minum kopi terlalu banyak (lebih dari 3-4
cangkir sehari) ternyata meningkatkan kadar homosistein, terutama bila bersamaan
dengan kebiasaan merokok. Sebaliknya, kopi
tanpa kofein (“decaf”) tidak memperlihatkan
efek buruk ini, minum teh malahan bisa menurunkan kadar homosistein (The Hordalund
Homosisteine Study. Am J Clin Nutr 1997; 65:
136-43).
* Homosistein (HC) dan aterosklerosis. Secara oksidatif kadar HC tinggi mungkin sekali memberikan efek negatif pada endotel
pembuluh yang lalu disusul oleh penggumpalan trombosit dan pembentukan trombus.
HC mengalami auto-oksidasi cepat, pada
mana terbentuk radikal bebas (superoxideanion, peroksida). Radikal ini memicu
antara lain oksidasi LDL dan merusak endotel sehingga jaringan otot di bawahnya “terbuka”. sebab itu, leukosit dan trombosit yang telah diaktifkan mendorong jaringan
otot untuk berproliferasi dan demikianlah
proses AS dimulai. Aspek lain yaitu berkurangnya produksi nitrogenoksida (NO)
oleh endotel yang rusak. NO bekerja vasodilatasi dan dapat bereaksi dengan HC di
samping meniadakan efek buruknya.
* Pengobatan. Kadar homosistein tinggi dapat diatasi secara efektif dengan asam folat
(0,4-1 mg/hari), vitamin B6 (20-50 mg), vitamin
B12 (0,5-1 mg) dan/atau betain. Lihat juga Bab
39. Hematopoëtika, Asam folat.
– Makanan yang kaya akan protein mengandung asam amino metionin, yang
dirubah menjadi homosistein.
– Kadar homosistein yang tinggi merusak
endotel arteri.
– Kolesterol melekat dan menumpuk di
endotel yang rusak dan dapat menjurus
ke blokade fatal.
Ref. : Diagram Time Annual Magazine,
Health.
Lokasi atherosclerosis
AS terutama timbul di bagian arteri dengan
arus darah kuat dan paling sering di arteri
koroner, otak dan tungkai.
– AS di jantung mengakibatkan serangan
angina pectoris atau pada penyumbatan lengkap dari arteri koroner infark
jantung dengan kemungkinan kematian
mendadak;
– AS di otak. Biasanya tanpa keluhan atau
dengan serangan keku rangan darah sementara (TIA = transient ischaemic attack ).
Pada penyum batan total terjadi infark otak (CVA = Cerebral Vascular Accident), yang tidak jarang berakhir fatal.
Perdarahan otak (stroke,beroerte) akibat
pecahnya kapiler (aneurysma) merupakan
bentuk CVA kedua;
- AS di tungkai dengan ‘penyakit etalase’
(claudicatio inter mit tens ), yang geja lanya
jalan pincang berkala dengan kejang dan
rasa nyeri hebat di tungkai.Pada kasus
parah dapat terjadi matinya jaringan
(necrosis) dan amputasi kaki. Lihat Bab 34,
Vasodila tor.
Pencegahan AS
Terjadinya pengapuran, hiperlipidemia dan
PJP dapat dihindari secara efektif dengan diet
sehat dan mence gah overweight. Begitu pula
menjauhkan faktor risiko seperti mero kok dan
mengobati hipertensi dan diabe tes. Juga aktivitas fi sik secara teratur yaitu sangat penting.
Terbukti bahwa intervensi melalui pola diet
sehat dan aktivitas fi sik sama efektifnya
dengan intervensi melalui obat-obat untuk
prevensi PJP. 22,29
* Diet sehat meliputi pemba ta san kalori
total, artinya makan secukup nya namun
jangan terlampau banyak dan pembatasan
lemak total, lemak jenuh (lemak hewan,
mentega, margarin biasa, minyak kelapa),
kolesterol, garam dan gula. Di samping itu
dian jurkan untuk meningkatkan asupan serat
nabati (buah-buahan dan sayur-mayur)23,
lemak tak-jenuh (PUFA) yang ada antara lain dalam minyak kedele, jagung dan
kembang matahari serta banyak minum air
putih (minimal 1,5 L per hari). Lemak tak-
jenuh memberi efek melindungi terhadap
aterosklerosis dan PJP. Diet sehari-hari dari
orang yang hidup di sekitar Lautan Tengah
(Mediterranean diet) mengandung terutama
ikan dan minyak zaitun, dengan kadar tinggi
asam lemak tak-jenuh (De Longeril M et al.
Mediterranean diet. Circulation 1999; 99:
779-85). Angka kematian rakyat di daerah
ini akibat PJP ternyata 2-3 kali lebih
rendah dibandingkan angka rata-rata di
dunia Barat. Dianjurkan pula makan ikan
berlemak 1-2 kali seminggu dan banyak
sayur-mayur segar serta buah-buahan, yang
mengandung banyak serat nabati dan flavonoida dengan khasiat antioksidans kuat. Zat-zat
ini, terutama quercetin, antara lain berkhasiat
merintangi oksidasi LDL menjadi oksiLDL yang bersifat aterogen dan memegang
peranan penting pada terbentuknya plak
aterosklerotik. Dari beberapa penyelidikan
telah ternyata dengan jelas bahwa diet
Mediterranean dapat memperpanjang usia.31
Lihat selanjutnya Bab 54, Dasar-dasar diet
sehat.
Minum alkohol dalam jumlah kecil (misalnya 1-3 gelas bir sehari) juga memperlihatkan efek pelindung.
* Aktivitas fisik juga sangat penting. Ternyata
bahwa berjalan (agak cepat) atau berlari
santai 3-5 kali seminggu dapat menurunkan
risiko PJP .
GANGGUAN JANTUNG
PENTING DAN TERAPINYA
Penyakit jantung terpenting yang dapat
diobati dengan cardiaca yaitu infark jantung
(serangan jantung, heart attack), angina pectoris,
aritmia, dekompensasi (gagal jantung, heart
failure) dan syok jantung. Keempat gangguan
terakhir dapat terjadi sebagai akibat infark,
namun tidak selalu demikian. Penyakit jantung
akan dibahas agak mendalam di bawah ini.
1. Infark jantung
Arteri koroner yang mensuplai darah ke
jantung menjalar di seluruh bagian luar otot
jantung dan dapat tersumbat oleh endapan kolesterol dan kapur (atherosclerosis).
Sekitar tempat penyempitan, yaitu bagian
dalam pembuluh, dapat robek yang mengakibatkan pembekuan darah setempat. Bila suatu gumpalan darah beku (trombus)
menyumbat aliran darah jantung (trombosis koroner), maka terjadilah infark jantung
yang umumnya disebut serangan jantung
(heart attack). Akibatnya, bagian jantung
bersangkutan tidak menerima lagi darah, zatzat gizi serta oksigen dan dalam waktu 6-12
jam berangsur-angsur mati (lihat Gambar
37-4). Di jaringan mati terbentuk parut dan
terutama parut besar dapat mengganggu
fungsi pompa jantung.
Bila daerah infark kecil, sisa otot jantung
yang sehat memiliki cukup tenaga cadangan
untuk menanggulangi kehilangan ini .
Sebaliknya, bila infark terlalu luas, maka
detak jantung akan berhenti total.
Gejalanya berupa nyeri mendadak yang
hebat sekali di belakang tulang dada yang
sering kali menyebar ke dua sisi dada dan
lamanya lebih dari setengah jam. Biasanya,
namun tidak selalu, disertai mual (dan muntah), berkeringat hebat, sesak napas dan
muka membiru, rasa gelisah dan takut mati,
debar jantung (tachycardia), di samping tidak
mampu menggerakkan kaki-tangan. Lihat
Gambar 37-4.
Berlainan dengan angina pectoris (lihat sub
2), serangan nyeri pada infark sering kali
timbul dalam keadaan istirahat dan bertahan
lebih lama (sampai beberapa jam), juga bersifat lebih hebat dan tidak dapat diatasi dengan nitrogliserin.
Diagnosis. Dikenal beberapa penyakit yang
gejalanya sangat mirip infark jantung dan
sering kali dikelirukan dengannya, misalnya
tukak dan perforasi lambung, peradangan
mukosa lambung, juga serangan hiperventilasi
(akibat kekurangan karbondioksida dalam
darah sebab pernapasan terlalu cepat).
Di samping elektrocardiogram (ECG) ada
beberapa tes darah untuk memastikan betul
adanya infark jantung. Tes-tes ini berdasar meningkatnya (sementara) kadar enzim dan zat-zat lain yang dilepaskan oleh
sel-sel jantung yang mati. Pertanda infark
penting yaitu kadar creatinekinase (CK-MB)
dan myoglobin (juga troponin T) yang ±6 dan 3
jam sesudah infark masing-masing mencapai
ketinggian maksimalnya. Semakin besar
infark, semakin tinggi kadar ini .
Komplikasi gawat sering kali menyusul
infark, a.l. aritmia, dekompensasi dan syok.
Sangat penting yaitu gangguan irama jantung,
terutama fibrilasi bilik,yang bila tidak segera
ditangani dapat mengakibatkan terhentinya
jantung yang fatal. Gagal jantung(dekompensasi) terjadi bila jantung kurang mampu lagi
memompa darah ke seluruh tubuh sebab
sebagian besar terkena infark dan mati. Bila
volume menit turun di bawah ±50% dapat
terjadi syok jantung, sebab semua jaringan
menerima terlampau sedikit darah.
Kurang lebih 65% pasien infark meninggal akibat aritmia pada hari pertama. Maka
pencegahan komplikasi ini yaitu sangat penting.
Prevensi. ada sejumlah indikasi bahwa
makan banyak zat alamiah flavonoida dapat
menurunkan risiko (sampai separuh) infark
jantung. Flavonoida yaitu antioksidansia
alamiah yang banyak terkandung dalam
sayur-mayur segar dan buah-buahan. Yang
terpenting yaitu quercetin dan apigen-
in, kempferol, luteolin dan myricetin.
Teruta-ma ada dalam bawang dan buah
apel, juga dalam teh hijau dan anggur merah
Begitu pula vitamin E dalam dosis tinggi,
400-800 UI sehari, dapat mengurangi risiko
infark. Lihat juga Bab 36, Antilipemika,
Prevensi atherosclerosis. Hal ini berdasar
sifat vitamin E sebagai antioksidans yang
mampu “menangkap” radikal oksigen bebas
dan menghindari terbentuknya modifikasioksidasi dari LDL26 sehingga memperlambat
pembentukan plak aterosklerotik. namun
beberapa penelitian menunjukkan bahwa
untuk prevensi penyakit jantung koroner
dibutuhkan tidak hanya satu antioksidans
namun suatu kombinasi dari antioksidansia
yang melarut maupun yang tidak melarut
dalam air. Misalnya vitamin C yang dapat
merecycle vitamin E dan membentuk kembali
radikal vitamin ini.27,28
Efek pelindung flavonoida terhadap PJP berdasar khasiat antioksidans seperti diuraikan di atas, flavonoida juga menghambat
agregasi trombosit dan pembentukan trombus. (Lancet 1993; 342: 1007-11). Oleh sebab
itu senyawa-senyawa ini memegang peranan
penting pada pencegahan proses atherosclerosis dan terjadinya infark jantung serta PJP
lainnya. Lihat selanjutnya Bab 53, Vitamin
dan mineral. Radikal bebas dan antioksidansia.
Tindakan umum yang dapat dilakukan sendiri untuk mencegah infark kedua yaitu
dengan menjalani pola hidup yang sama
seperti pada angina pectoris, lihat di bawah.
Pengobatan. Infark akut perlu diobati di
rumah sakit sedini mungkin (dalam waktu 6
jam) agar memperkecil risiko maut. Kelompok obat yang umum dipakai yaitu :
a. Trombolitika untuk melarutkan trombus
yang menyumbat arteri koroner, antara
lain streptokinase, alteplase, urokinase dan
reteplase. Injeksi intravena pada waktunya
dapat meniadakan penyumbatan dan
membuka lagi arteri koroner sehingga
besarnya infark dibatasi. Dengan demikian risiko kematian dapat diperkecil
sampai ±50%. Di samping itu sering kali
diberikan antitrombotikum (heparin) untuk mencegah pembentukan trombus baru. Lihat juga Bab 38, Antitrombotika.
b. Antiaritmika (lidokain, amiodaron, sotalol)
dahulu sering kali diberikan untuk mencegah aritmia, khususnya fibrilasi bilik
yang berbahaya. namun kini ternyata
bahwa obat-obat ini tidak mengurangi
risiko kematian sehingga hanya dipakai dalam kasus tertentu.
c. Analgetika narkotika (morfin, petidin atau
fentanil) dan suatu tranquillizer (diazepam,
droperidoldan sebagainya) dapat diberikan
kemudian untuk melawan nyeri dan rasa
takut.
Semua medikasi diberikan parenteral agar
menjamin efek yang cepat. Penanganan segera sesudah infark —yang selalu terjadi
secara mendadak— yaitu masalah hidup
atau mati!
Posmedikasi (pengobatan selanjutnya) dilangsungkan segera sesudah infark dengan
maksud menghindari infark kedua. Untuk ini
dipakai :
– antikoagulansia antara lain asenokumarol, warfarin dan penghambat trombin ximelagatran30.
– antitrombotika: asetosal (dosis rendah),
indobufen (Ibustrin) yang dapat merintangi penggumpalan trombosit dan
pembentukan trombus. Obat-obat antiagregasi ini dapat mengurangi infark
jantung dengan ±50%. Lihat Bab 38,
Antitrombotika.
– β-blocker tertentu (propranolol, metoprolol dan timolol), yang ternyata dapat mengurangi reinfark dan kematian sampai
±25%. Perlu diminum selama 1-2 tahun.
Pindolol (dengan ISA) tidak dianjurkan.
– penghambat-ACE dahulu merupakan
kontraindikasi, namun sejak beberapa tahun dianjurkan bagi pasien dengan risiko
reinfark yang meningkat.
– antilipemika(atorvastatin, simvastatin, dan
sebagainya) mengurangi komplikasi dan
mortalitas, oleh sebab itu dianjurkan
bagi pasien dengan kadar kolesterol
tinggi (di atas 8 mmol/l).
Catatan. Beberapa tahun sesudah dilahirkan,
sel-sel otot jantung (cardiomyocyt) kehilangan
kemampuannya untuk membentuk sel baru.
Oleh sebab itu kerusakan jaringan otot
jantung akibat infark tidak dapat diregenerasi. Para ilmuwan Amerika menyelidiki
kemungkinan pemakaian stem cells (sel
punca) dari sumsum tulang untuk menciptakan jaringan cardiomyocyt baru dan
memperbaiki fungsi myocard yang rusak.24,25
(lihat juga Bab 14, Sitostatika).
2. Angina pectoris
Gejala angina berupa serangan nyeri hebat di bawah tulang dada (regio jantung)
yang sering kali menjalar ke kedua bahu,
adakalanya ke leher dan rahang atau ke
lengan yang dirasakan sangat berat. Terutama
timbul bila berjalan (naik tangga, bukit) atau
mengeluarkan tenaga segera sesudah makan.
Lamanya serangan umumnya antara 5 dan 30
menit.
Gangguan ini terjadi sebagai akibat kekurangan oksigen otot jantung (hipoksia)
pada pembebanan fisik atau emosional
yang meningkatkan konsumsi oksigen oleh
jantung, juga sebab pengaruh hawa dingin.
pemicu nya yang terpenting yaitu penciutan satu atau lebih arteri koroner, hingga
penyaluran darah ke otot jantung berkurang.
Akibatnya yaitu timbulnya gejala-gejala
khas dari angina pectoris, sebab produkproduk sampah yang dilepaskan pada proses
kontraksi otot jantung, menumpuk di jaringan
yang kekurangan peredaran darah. Situasi ini
masih mencukupi dalam keadaan istirahat,
namun tidak lagi bila jantung dibebani lebih
berat dan timbullah kekurangan darah akut.
Komplikasiyang dapat terjadi -secara tidak
kentara- berupa kerusakan pada otot jantung,
yang dapat memengaruhi pembentukan
impuls listrik dalam jantung dan terjadinya
gangguan ritme (lihat sub 3). Misalnya jantung
dapat berdetak demikian cepat sehingga
selama beberapa detik darah praktis tidak
dipompa lagi ke dalam aorta. Akibatnya
yaitu turunnya TD secara mendadak!
Jenis-jenis angina yang dikenal yaitu :
angina stabil akibat penciutan arteri jantung (stenosis) atau juga akibat kejang yang
terjadi selama atau sesudah mengeluarkan
tenaga (exertion) atau emosi. Juga ada
pola tertentu mengenai sakit dan frekuensi
serangannya.
angina instabil, yaitu angina stabil yang
mendadak sangat memperburuk dan dapat
timbul pada pengeluaran tenaga atau sewaktu istirahat dan dapat merupakan indikasi
akan timbulnya infark (‘infark mengancam’).
Jenis angina ini memiliki patologi berla--
inan, yang disebabkan erosi dari plak-plak
pembuluh dan mengakibatkan agregasi pelat-pelat darah. Penderita demikian perlu
diberikan β-blocker bersamaan dengan obatobat penghindar agregasi trombosit dan
heparin untuk mengurangi risiko trombosis.
Bila gejala-gejala ini tidak dapat dikuasai,
perlu segera dipertimbangkan tindakan revaskularisasi.
angina variant atau angina Prinzmetal akibat kejang sementara arteri jantung. Serangan
nyeri timbul spontan dalam keadaan istirahat
dan kebanyakan terjadi pada malam hari.
Bentuk ini jarang ada .
Tindakan umum yang perlu sekali dilakukan
untuk mengurangi serangan angina (dan
akhirnya menghindari infark jantung) yaitu
menurunkan kegiatan jantung dan dengan
demikian kebutuhannya akan oksigen. Tindakan dan cara hidup ini di bawah
ini juga berlaku bagi calon/pasien infark
jantung, yaitu:
– berhenti merokok.Nikotin dari tembakau
memicu vasokonstriksi dengan peningkatan TD dan frekuensi denyutan
jantung (heart rate) yang meningkatkan
kebutuhan jantung akan oksigen. Lagipula asap rokok mengandung karbonmonoksida yang memperkecil penyerapan
oksigen di paru-paru. Juga ada ter
yang selain bersifat karsinogen (kanker
paru-paru!) pada jangka panjang dapat
pula merusak dinding pembuluh dengan
efek aterosklerosis. Juga pembentukan karboksihemoglobin menurunkan kemampuan
darah untuk mengangkut oksigen. Oleh
sebab efek-efek buruk ini, berhenti me-
rokok yaitu jauh lebih penting dari
pada semua tindakan yang diuraikan
selanjutnya. Lihat juga Bab 35, Tindakan
umum pada hipertensi.
– membatasi minum kopi dan alkohol sampai masing-masing 2-3 cangkir dan 2-3
konsumsi. Lihat Bab 36, Prevensi atherosclerosis.
– menurunkan overweight (diet lemak dan
kolesterol). Lihat Bab 31C. Anoreksansia.
– menghindari beban berat, baik mental
(stress, emosi) maupun fisik, terutama
sesudah makan
– berjalan cepat 0,5-1 jam sehari atau 3-5
kali seminggu, atau berlari santai untuk
memperbaiki sirkulasi
– mengobati hipertensibila ada, sebab TD
tinggi memperburuk keadaan pembuluh
(diet garam, dan lain-lain, lihat Bab 35,
Antihipertensiva)
Pengobatan. Masalah kekurangan darah
(ischemia) pada angina dapat diatasi dengan
sejumlah obat, yakni:
– nitrogliserin untuk menanggulangi serangan akut, bila perlu bersama suatu
analgetikum narkotik (morfin, fentanil) untuk mengatasi nyeri dan sedasi;
– β-blocker (penghemat pemakaian oksigen) pada angina stabil/instabil untuk
mengurangi kebutuhan akan oksigen;
– vasodilator koroner, antara lain nitrat longacting (isosorbidanitrat) dan antagonis Ca
(diltiazem dan verapamil) untuk memperlancar sirkulasi darah dan oksigen. Nifedipin short-acting tidak dianjurkan berhubung adanya laporan mengenai efek
karsinogen pada jangka panjang.
Penghematan pemakaian oksigen dapat
dicapai pula dengan cara menghindari atau
mengurangi aktivitas fisik, yang membebani
jantung (seperti kerja terlampau keras),
menghindari perubahan suhu drastis atau
berjalan (bertenaga) dengan lambung penuh.
Penanganan lain
Pada sindrom koroner akut dan angina
pectoris stabil yang tidak dapat diatasi dengan obat-obat ini di atas sering kali
dilakukan prosedur khas untuk menanggulangi penyempitan di suatu arteri jantung
dengan cara:
a. Metode dr Dotter (‘dottering’) (Dotter
dan Judkins, 1964) yang beberapa tahun
kemudian disusul dengan introduksi
dari dilatasi balon (koronerangioplastik)
oleh Andreas Gruentzig di tahun 1977
(lihat Bab Bab 34, Vasodilator) dengan
memakai sebuah kateter dengan
balon di ujungnya yang dapat digelembungkan, oleh sebab itu juga dinamakan
balondilatasi atau rekanalisissi (percutaneous transarterial coronary angioplasty;
PTCA), lihat Gambar 37-5. Dengan demikian, atheroma diratakan pada dinding
pembuluh dan lubang diperlebar.
Pada sebagian besar pasien timbul komplikasi dengan sobekan-sobekan di lapisan dalam dari arteri koronaria yang
mengakibatkan timbulnya trombose, sehingga perlu penanganan ulang. Perkembangan selanjutnya yaitu pemasangan
stent pertama (Julio Palmaz, 1985) yang
terdiri dari frame logam (mesh tube) yang
kaku dan dapat menghindari penutupan
akut dari pembuluh.
Ternyata bahwa pada sebagian pasien
masih timbul penyumbatan pembuluh
akut, yang mengakibatkan perlunya dipakai obat-obat perintang agregasi
trombosit dan antikoagulansia dengan
risiko perdarahan (14%). Juga timbul
peradangan lokal di dinding pembuluh dengan parut dan re-stenosis (penyumbatan kembali). Untuk mengatasi masalah serius ini pada tahun
2002 diluncurkan “drug-eluting stent”
pertama yang terdiri dari stent yang
dilapisi dengan suatu zat polimer yang
melepaskan obat dengan lambat laun dan
kontinu selama 1-12 bulan dan berfungsi
menghindari re-stenosis.
Perkembangan yang lebih baru ditujukan pembuatan stent yang dapat melarut
dan dapat menghindari masalah-masalah
yang ada pada drug-eluting stents
generasi terbaru (ketiga)
scaffolds: change in para-digm of coronary
revascularization in the upcoming decade? Eur
Heart J. 2012; 33:16-25b.
2. De Luca G, Dirksen MT, Spaulding C, et al.
Drug-Eluting vs Bare-Metal Stents in Primary
Angioplasty: A Pooled Patient-Level Metaanalysis of Randomized Trials. Arch Intern
Med. 2012;172:611-21
3. Daemen J. Et al., Meer dan 25 jaar coronaire
stents; Ned Tijdschr Geneeskd. 2012;156.
b. Bedah bypass atau bedah pintas jantung koroner (coronary artery bypass
grafting; CABG) hampir selalu dilakukan
bila dottering tidak mungkin dilakukan
lagi, misalnya sebab ada stenosis
pada lebih dari 2-3 arteri. Pada pembedahan ini dibuat jalan pintas di segmen
arteri jantung yang tersumbat (bypass)
dengan memakai sepotong vena
dari lengan atau tungkai pasien sendiri.
Dinding vena lebih tipis daripada dinding
arteri dan akibat tekanan darah yang
lebih tinggi dalam fungsi barunya, sel-sel
endotel vena mulai memperbanyak diri,
yang dalam beberapa tahun (±7 tahun)
akan memicu stenosis lagi pada
sekitar separuh dari kasus.
c. Terapi gen . Perkembangan terbaru memakai keping DNA, yang mengandung gen untuk VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor). Gen ini pada pengembangan embryo berfungsi bagi
pembentukan sistem pembuluh, namun kemudian tidak aktif lagi. Bila gen ini disuntikkan ke dalam arteri koroner, maka
pertumbuhan cabang pembuluh baru
sekitar jantung akan distimulasi. Metode
ini, yang tidak memicu masalah
seperti akibat dottering maupun bedah
bypass, sekarang ini secara eksperimental
sudah dilaksanakan dengan sukses dan
telah disempurnakan untuk pemakaian
secara umum.
3. Aritmia
Jantung dapat diibaratkan suatu organ
dengan empat rongga. Di sebelah kanan,
darah masuk dari pembuluh tubuh ke dalam
serambi (atrium), dipompa ke bilik kanan
(ventrikel) dan lalu ke paru-paru (sirkulasi
kecil). Dari paru-paru, darah yang kaya
oksigen dikembalikan ke serambi kiri, yang
memompanya ke dalam bilik kiri dan seterusnya melalui aorta ke semua organ tubuh
(sirkulasi besar).
Kontraksi otot jantung (myocard) diatur
oleh suatu aliran listrik kecil. Di dinding
serambi kanan ada suatu “pacemaker”
alami (simpul sinus ), yang secara teratur
melepaskan arus listrik. Impuls ini menjalar
melalui kedua serambi, namun tidak bisa
mencapai bilik, sebab antara kedua serambi
dan kedua bilik ada suatu lapisan isolasi.
Impuls dapat melalui batas ini ke bilik hanya
di satu tempat, yakni di simpul AV (atrioventrikuler). Di sini arus ditahan sekadar sampai bilik terisi penuh darah secara optimal
sehingga dicapai fungsi pompa yang
seefisien mungkin.Impuls lalu menjalar dengan cepat melalui saraf Bundle dari HIS
ke kedua bilik. Lihat Gambar 37-2. Dengan
demikian, setiap kali sesudah serambi menguncup, segera (sesudah ±0,18 detik) bilik akan
berkontraksi. Ritme normal terletak antara 70
dan 80 denyut per menit.
Gangguan ritme dapat berupa kelainan dalam frekuensi denyut jantung, padamana
serambi atau bilik berdenyut lebih cepat atau
lebih lambat dari normal (tachycardia [supra]
ventrikuler, extrasystole dan lain-lain). Begitu
pula penyaluran impuls dapat terganggu,
sebab hipertensi atau kebocoran katup
jantung dengan antara lain kemungkinan
terjadinya A.V.-block. Oleh sebab itu impuls
tidak menyebar dengan baik sehingga dapat
saling berlawanan dan juga di tempat lain
dapat terjadi impuls abnormal yang dapat
memicu kekacauan. Aritmia seringkali berlangsung dengan selang-seling (intermittent) dan tidak selalu disadari oleh pasien.
Untuk diagnosisnya selalu diperlukan analisis ECG (elektrocardiogram).
Elektrokardiogram
Aktivitas listrik dari jantung yang secara grafik tertera pada elektrokardiogram terbagi
dalam 2 fase, yaitu fase depolarisasi dan fase
repolarisasi.
Depolarisasi merupakan hasil pengaliran
masuk (instroom) dari ion-ion positif Na+
dan Ca++ via saluran (channel) natrium dan
kalsium melalui membran sel dalam sel otot
jantung. Akibatnya kontraksi otot jantung
distimulasi (kompleks QRS pada ECG).
Repolarisasi merupakan hasil dari pengaliran keluar (uitstroom, efflux) dari terutama
ion K+ via saluran kalium dari sel-sel otot
jantung (segmen ST pada ECG, gelombang T
dan gelombang U).
* Fibrilasi serambi (atrium) bercirikan kontraksi secara tidak teratur, sehingga pengisian
bilik dengan darah kurang baik dan terjadi
sekadar pembendungan darah. Pada umumnya bilik tidak dipengaruhi banyak oleh
“kekacauan” di serambi dan hanya berdenyut
sedikit kurang teratur dengan setiap denyut
jumlah darah yang dipompanya tidak sama.
Keadaan ini dirasakan sangat tidak nyaman
oleh pasien, namun tidak membahayakan jiwanya. Pengobatan dapat dilakukan dengan
beta-blocker metoprolol atau flekainida yang
menghambat penerusann impuls melalui
simpul AV.
* Fibrilasi bilik (ventrikel) sering kali timbul
sesudah suatu infark dan bersifat sangat
membahayakan, sebab darah tidak dipompa
QT interval. Merupakan parameter pada ECG dan menunjukkan waktu antara awal depolarisasi (Q)
sampai akhirnya repolarisasi (T).
Lamanya repolarisasi dan panjangnya interval QT tergantung dari frekuensi jantung. Interval ini
pada bradikardi lebih panjang dan pada takikardi lebih pendek.
QT interval yang lebih panjang (Torsade de pointes) berkaitan dengan risiko aritmi ventrikular dan pada
keadaan tertentu dengan fibrilasi ventrikular, yang bisa fatal. Sejumlah besar obat dikaitkan dengan
perpanjangan QT-interval dan risiko Torsade de pointes. Misalnya
– psikofarmaka/antipsikotika: klorpromazin, sitalopram, haloperidol, pimozin;
– obat kardiovaskular: amiodaron, disopiramida, flekainida, kinidin, sotalol;
– antibiotika: azitromisin, klaritromisin, eritromisin, moksifloksasin, kotrimoksazol;
– anti-emetika: domperidon, ondansetron.
Obat-obat yang memperpanjang QT-interval sebaiknya jangan dipakai bersamaan (kombinasi)
sebab dapat meningkatkan risiko gangguan ritme jantung
lagi ke organ tubuh dengan optimal. Bila
tidak diobati dengan segera (misalnya dengan lidokain) pada umumnya berakhir fatal.
* Tachycardia dan bradycardia yaitu kerja
jantung yang abnormal cepat atau abnormal
lambat dengan frekuensi masing-masing di
atas 100 dan di bawah 60 denyutan per menit.
* Heartblock (AV block) yaitu sejenis aritmia, pada mana kontraksi bilik berlangsung
terlalu lambat atau hilang sama sekali, akibat
terganggunya penyaluran impuls listrik dari
serambi ke bilik. Keadaan ini antara lain
dapat terjadi pada infark jantung. Terapinya
tidak dilakukan dengan obat, melainkan
dengan pacemaker, suatu alat kecil yang mengirimkan impuls listrik ke jantung untuk
menormalisasi ritme kontraksinya.
Penanganan aritmia dapat dengan cara
tanpa obat seperti pembedahan dan implantasi pacemaker (alat pacu jantung yang memberikan impuls ritmis buatan pada jantung).
Pengobatan gangguan ritme yang bertalian
dengan infark jantung harus dilakukan segera dengan antiaritmika sebab sering- kali
berakibat fatal.
Antiaritmika
Gangguan irama jantung dapat ditimbulkan
oleh pembentukan impuls atau/dan penyalurannya yang abnormal. Antiaritmika dapat mencegah atau meniadakan gangguan
ini dengan jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung.
Mekanismenya berdasar penurunan
frekuensi jantung (efek kronotrop negatif);
pada umumnya obat-obat ini sedikit banyak
juga mengurangi daya kontraksinya (efek
inotrop negatif). Perlu pula diperhatikan
bahwa obat-obat ini juga dapat memperparah
atau justru memicu aritmi (pro-aritmia). Oleh sebab itu sebelum dimulai pengobatan perlu dipertimbangkan dengan
saksama risiko timbulnya pro-aritmi untuk
menentukan obat mana yang paling aman
dan optimal. Atau beralih dari terapi obat
ke intervensi non-farmakologis, mis. pemasangan pacemaker.
Penggolongan antiaritmika dilakukan menurut klasifikasi Vaughn Williams dalam
4 kelas atas dasar sifat elektrofisiologisnya
yang diukur di sel-sel myocard tertentu.
– Obat kelas I. Zat stabilisasi membran
dengan efek kinidin (= efek anestetik lokal).
Obat-obat ini sangat mengurangi kepekaan
membran sel jantung untuk rangsangan akibat penghambatan pemasukan ion-Na ke
membran (sodium-channel blockers) dan perlambatan depolarisasinya. Lihat juga Bab 26,
Anestetika lokal. Efeknya yaitu frekuensi
jantung berkurang dan ritmenya menjadi
normal kembali. Dapat dibedakan 3 kelompok:
Ia. kelompok kinidin : kinidin, disopiramida
dan prokainamida. Obat-obat ini antara
lain memperpanjang masa refrakter dan
aksipotensial sel-sel myocard.
Ib. kelompok lidokain: lidokain, meksiletin,
fenitoin, aprindin (Fiboran) dan tokainida
(Tonocard). Obat-obat ini mempersingkat
antara lain masa refrakter dan aksipotensial sel-sel myocard; hanya efektif
pada aritmia bilik. Obat epilepsi fenitoin
khusus dipakai pada aritmia akibat
keracunan digoksin.
Ic. kelompok propafenon: propafenon dan
flekainida (Tambocor) sedikit memperpanjang masa refrakter dan aksipotensial.
– Obat kelas II. β-blocker: atenolol, metoprolol,
asebutolol, bisoprolol, nadolol, karteolol, dan lainlain. (lihat tabel 35-2, Bab 35, Antihipertensiva)
mengurangi (hiper)aktivitas adrenergik di
myocard dengan penurunan frekuensi dan
daya kontraksinya. Beberapa b-blocker (a.l.
propranolol, asebutolol, alprenolol danoksprenolol)
juga memiliki efek kelas Ia, sedangkan sotalol
termasuk kelas III. Propranolol, metoprolol dan
timolol dipakai profilaktik sesudah infark
untuk mencegah infark kedua (menghindari
fibrilasi ventrikuler).
– Obat kelas III. K-channels blockers: amiodaron,sotalol, ibutilide (Corvert) dan dofetilide
(Tikosyn). Akibat blokade saluran kalium,
masa refrakter dan lamanya aksipotensial
diperpanjang. Amiodaron efektif terhadap
aritmia serambi dan bilik, sotalol hanya
terhadap aritmia bilik
– Obat kelas IV. Antagonis kalsium: verapamil
dan diltiazem. Akibat penghambatan pemasukan ion Ca, penyaluran impuls AV diperlambat dan masa refrakter diperpanjang.
– Obat lainnya: adenosin, digoksin
Efek samping umum yang dapat terjadi
yaitu
– dekompensasi, yang dapat diinduksi atau
diperburuk akibat efek inotrop negatif yang
sedikit banyak dimiliki kebanyakan antiaritmika, khususnya kinidin dan disopiramida;
– efek aritmogen, yaitu memicu atau
memperburuk aritmia (bilik), khususnya
zat-zat kelas I dan III (flekainida);
– gangguan penerusan impuls (AV block) dan
bradycardia;
– gangguan lambung-usus: nausea, mual, diare, anoreksia;
– efek neurologik: neuropati perifer, tremor,
nyeri kepala, lelah, sukar tidur, impian
khayal.
Pada umumnya obat-obat dari kelompok Ic
dipakai untuk terapi penderita dengan
struktur jantung normal, sedangkan kelompok III bagi penderita dengan struktur jantung abnormal.
Wanita hamil dan yang menyusui tidak
dianjurkan memakai antiaritmika, sebab dalam kebanyakan hal belum diketahui
keamanannya. Pengecualian yaitu lidokain
yang dianggap aman selama masa hamil,
namun sedikit mencapai air susu ibu.
4. Gagal jantung (decompensatio
cordis)
Pada gangguan serius ini, jantung tidak mampu
lagi memelihara peredaran darah selayaknya,
sehingga volume menit menurun dan arteri
mendapat darah terlalu sedikit. Sebagai akibat
kelemahan jantung ini, darah terbendung di
vena paru-paru dan kaki, yang memicu sesak dada dan udema pergelangan kaki.
Pada keadaan parah, dapat terjadi udema
paru yang sangat berbahaya. Penyaluran
darah ke jaringan juga berkurang, sehingga
ginjal mengekskresi lebih sedikit natrium dan
air. Dalam keadaan demikian, pasien perlu
sesegera mungkin dirawat di rumah sakit!
Penyebab penting dekompensasi yaitu
a.l. infark, kerusakan katup, gangguan ritme
dan hipertensi.
Gejala terpenting berupa sesak napas(dyspnoe),
yang awalnya pada waktu mengeluarkan
tenaga, namun dalam kasus yang lebih berat
juga pada saat istirahat (berbaring). Begitu
pula udema di pergelangan kaki dengan
vena memuai, sebab darah-balik terhambat
kembalinya ke jantung. Sering kali juga perasaan sangat letih dan kurang tenaga.
Penanganan keadaan insufisiensi ini umumnya dilakukan dengan 3 tindakan untuk meniadakan kelebihan cairan, yakni banyak
istirahat untuk meringankan beban jantung,
pembatasan asupan garam dan pengobatan
dengan diuretika untuk memperbesar ekskresi cairan.Yang terakhir penting untuk
mengurangi pengeluaran tenaga berlebihan
yang memperkuat penyaluran darah ke otot,
sehingga mengurangi filtrasi glomeruler
dengan akibat retensi natrium.
Pengobatan.32,33 sebab penyembuhan fungsi
pompa jantung pada prinsipnya tidak bisa
dicapai, maka penanganan khususnya ditujukan pada prevensi memburuknya penyakit
dan meringankan gejalanya.
a. Diuretika mengeluarkan kelebihan cairan,
sehingga beban jantung berkurang. Untuk ini banyak dipakai diuretikum
kuat furosemida (oral 3-4 dd 80-500 mg)
atau untuk efek cepat intravena 500 mg.
Bila furosemida tidak menghasilkan efek
secukupnya sebab ada resistensi
diuretika, dapat ditambahkan thiazida.
Pada keadaan tidak akut biasanya diberikan suatu thiazida dengan efek lebih
berangsur-angsur, misalnya HCT. Lihat
juga Bab 33. Diuretika, pemakaian .
b. Glikosida jantung (digoksin) memperkuat
daya kontraksi otot jantung yang lemah,
sehingga memperkuat fungsi pompa,
berdasar peningkatan kadar kalsium.
Sering kali diuretika dikombinasi dengan
zat inotrop positif digoksin, yang juga berkhasiat mengatasi resistensi diuretika dengan memperbaiki volumemenit jantung. Zat-zat inotrop positif
lainnya seperti dopaminergika (dopamin,
ibopamin, dan lain-lain) tidak dianjurkan
sebab daya kerjanya terlampau kuat
tanpa memiliki efek kronotrop negatif,
lagipula cenderung mengakibatkan aritmi. Oleh sebab itu obat-obat ini hanya
dipakai i.v. pada keadaan akut (syok
jantung dan sebagainyanya). Penghambat fosfodiësterase juga tidak dianjurkan
berhubung efek buruknya terhadap sel
jantung.
pemakaian nya harus dibatasi pada
gagal jantung serius, pada mana obatobat lain kurang efektif. Juga perlu pengawasan kontinu mengenai hemodinamika.
c. Penghambat ACE (ACE inhibitor: kaptopril, enalapril, lisinopril dan lain-lain) banyak dipakai pada gagal jantung
kronis, juga sesudah infark pada pasien
tertentu. Obat-obat ini merupakan vasodilator paling cocok pada gagal jantung
dengan menghindari peningkatan angiotensin II yang sering kali timbul pada
penyakit ini. Pengobatan gagal jantung
(mild) biasanya dimulai dengan obatobat ini yang berkhasiat mengurangi
beban jantung yang sudah lemah, memperlambat progress penyakit dan memperpanjang harapan hidup pasien gagal
jantung kronis. Pada kasus yang lebih
parah pengobatan ditambah dengan suatu diuretik thiazida (mis. bendroflumetiazida) atau suatu “loop” diuretik (mis.
furosemida) yang memacu pengeluaran
natrium dan air sehingga “preload” dan
udema diperbaiki. Bagi penderita yang
tidak tahan terhadap obat-obat ini dapat
memakai vasodilator lain (mis. isosorbidanitrat plus hidralazin).
d. AT-II-blockers (antagonis-angiotensin:
losartan, valsartan, irbesartan, dan lain-lain)
juga dapat dipakai . Obat-obat ini berkhasiat vasodilatasi perifer dan mengurangi preload maupun afterload darah, yaitu
beban darah masing-masing sebelum dan
sesudah mencapai jantung.
e. Vasodilator koroner juga berkhasiat mengurangi beban jantung, seperti nitroprusida (i.v.), prazosin dan hidralazin Obatobat ini menurunkan afterload melalui
vasodilatasi arteri. Nitrat sebagai dilator
vena mengurangi preload darah. Mengenai pemakaian antagonis-Ca tidak
ada kesepakatan berhubung dengan
efek inotrop negatifnya!
5. Syok jantung
Komplikasi infark jantung ini sangat ditakuti,
sebab sering kali berakhir fatal. Kekurangan
pemasukan darah ke jaringan bergejala kulit
pucat dan dingin, perasaan takut dan gelisah,
denyut jantung cepat dan lemah, kemudian
pingsan. Syok dapat pula diakibatkan oleh
antara lain tachycardia hebat dan radang otot
jantung (myocarditis).
Pengobatan dilakukan dengan obat-obat vasopresor/inotrop (dopamin, dobutamin, ibopamin) yang menaikkan volume-menit jantung
dan tekanan darah. Adakalanya dianjurkan
pula pemberian kortison dalam dosis tinggi.
Penggolongan cardiaca
berdasar efeknya atas jantung, cardiaca
dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
1. kardiotonika dengan efek memperkuat
kontraksi jantung:
A. glikosida, B. dopaminergika dan C.
penghambat-fosfodiësterase
2. obat angina pectoris dengan daya vasodilatasi atau memperlambat frekuensi
jantung : A.vasodilator koroner, B. betablocker dan C. antagonis-Ca
3. antiaritmika dengan khasiat memperbaiki
kelainan ritme pukulan jantung.
MONOGRAFI
1. KARDIOTONIKA
Kardiotonika yaitu obat-obat dengan khasiat memperkuat kontraktilitas otot jantung
(efek inotrop positif). Terutama dipakai
pada gagal jantung (dekompensasi) untuk
memperbaiki fungsi pompanya.
Kelompok kardiotonika terdiri dari :
A. glikosida jantung(digoksin, metildigoksin
dan digitoksin)
B. dopaminergika (dopamin, ibopamin dan
dobutamin)
C. penghambat fosfodiësterase (amrinon
dan milrinon).
1A. GLIKOSIDA JANTUNG
Semua obat ini berasal dari tumbuhan dan
yang terpenting yaitu digitalis (‘fox glove’),
sedangkan strofantus (strofantin) sudah obsolet. Dalam homeopati banyak dipakai
tumbuhan seperti Convallaria majalis (‘lilly-ofthe-valley’), Crataegus oxycantha (pohon ‘meidoorn’, ‘hawthorn’), Adonis vernalis (herfsttijloos,
‘pheasant’s eye’), Helleborus niger (‘Christmas
rose’), dan Thevetia neriifolia, sejenis oleander.
Semua glikosida jantung memiliki rumus
steroid, seperti hormon kelamin dan anak
ginjal, kolesterol dan vitamin D.
Sediaan galenika seperti Tingtur digitalis dan
Tingtur Strofanti dahulu banyak dipakai ,
namun susunannya tidak konstan dan standardisasi biologisnya sulit. Lagi pula kotoran
seperti saponin dalam tingtur ini dapat memicu iritasi lambung-usus dan
memengaruhi resorpsi zat aktif. Oleh sebab
itu dengan tersedianya digoksin dan strofantin secara murni, sediaan galenika kini
tidak dipakai lagi.
1Aa. Digoksin: Lanoxin
Digoksin dan digitoksin ada dalam
daun tumbuhan Digitalis purpurea dan D. lanata sebagai aglukon dari glikosida. Rumus
kimianya terdiri dari inti steroid dengan
rantai samping cincin lakton tak-jenuh.
Khasiatnya bermacam-macam, yang terpenting yaitu efek inotrop positif, yakni
memperkuat kontraksi jantung, sehingga
volume pukulan, volume menit dan diuresis
diperbesar, serta jantung yang membesar
mengecil lagi. Frekuensi denyutannya juga
diturunkan (efek kronotrop negatif) akibat
stimulasi nervus vagus (saraf “pengembara”).
Sifat ini bertentangan dengan banyak zat
inotrop positif (adrenalin, derivat ksantin,
glukagon dan ion Ca) yang juga memiliki
kerja kronotrop positif. Di samping itu zat ini
menghambat penyaluran impuls AV, yang
penting pada gangguan ritme serambi (efek
dromotrop negatif).
pemakaian nya terutama pada dekompensasi jantung dan fibrilasi serambi dengan
ritme bilik pesat. Resorpsinya dari usus tidak
lengkap, ±70%, PP-nya ±25%, plasma-t½-nya
kira-kira 40 jam. Dalam hati hanya sebagian
kecil dirombak menjadi metabolit inaktif;
ekskresinya berlangsung lewat urin terutama
secara utuh. sesudah penghentian pengobatan, khasiatnya dapat bertahan sampai 4 hari.
Efek sampingnya berupa gangguan lambung-usus: anoreksia, mual, muntah, diare
dan nyeri perut. Efek lainnya berupa efek
sentral, seperti pusing, berpenglihatan kuning, letih, lemah otot, gelisah, perasaan kacau dan konvulsi. Pada overdosis, 2-3 kali
dosis optimum, digoksin sering kali mengakibatkan aritmi jantung, khususnya ekstrasistole dan fibrilasi bilik berbahaya yang dapat
mengakibatkan syok fatal. Gejala ini lebih