Tampilkan postingan dengan label obat 26. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label obat 26. Tampilkan semua postingan

obat 26




 rutama metadon, kokain dan heroin dapat 

menyebabkan berkembangnya sindrom abstinensi neonatal pada bayi yang dilahirkan. 

Peristiwa ini disebabkan narkotika tersebut 

dapat melintasi plasenta untuk kemudian 

masuk ke dalam peredaran darah bayi. 

Gejala khas sindrom ini meliputi eksitasi 

SSP (85-100%), rangsangan saluran cerna 

(50%) dan pernapasan (10%), diiringi dengan 

konvulsi.26Abortus dapat terjadi pada ibuibu yang sedang hamil dan saraf janin dapat 

terganggu perkembangannya, karena kokain 

mudah memasuki peredaran darahnya. 

Dosis: tracheal, tetes hidung/telinga: 0,1-1% 

larutan HCl, dalam tetes mata 0,1-0,4%.

6. Tembakau dan nikotin

Bahaya merokok sudah banyak sekali ditulis 

dan lambat laun mulai disadari oleh sebagian 

besar orang. Meskipun demikian di beberapa 

negara seperti Jepang dan juga negara kita , 

kebiasaan merokok masih yaitu  fenomena yang umum sekali. Beberapa negara 

(a.l. AS, Belanda, Spanyol, Singapura dan 

juga negara kita ) sudah melarang merokok di 

tempat-tempat umum, seperti di restoran, 

toko dan kantor-kantor umum. Maskapai 

penerbangan juga sudah tidak mengizinkan 

penumpangnya merokok. Hal ini didasarkan 

atas penelitian bahwa asap rokok bukan saja 

berbahaya bagi perokoknya sendiri, tetapi 

mengisap rokok sekunder (“merokok secara pasif“) juga yaitu  bahaya bagi orangorang yang berada di sekitarnya. Terutama 

bagi anak-anak17 dan ibu-ibu yang sedang 

mengandung, karena dapat mengakibatkan 

penurunan berat badan bayi yang dilahirkan 

dan meningkatkan mortalitas prenatal.

Efek-efek negatif dari menghisap asap rokok oleh non-smoker terdiri dari penurunan 

fungsi endotel18 dan meningkatkan kadar 

fibrinogen darah yang mengakibatkan naiknya daya pembekuan darah. Besar kemungkinan bahwa merokok pasif menyebabkan 

lebih banyak kematian akibat penyakit jantung koroner dibandingkan dengan kanker 

paru.19

Absorpsi dan eliminasi. Asap rokok mengandung banyak sekali unsur kimia dan salah 

satu yang terpenting yaitu  senyawa nikotin dan ter yang bersifat karsinogen. Dalam asap sigaret nikotin ini tersuspendir 

pada partikel-partikel ter untuk kemudian 

diserap dari paru ke dalam darah dengan 

cepat sekali. Daya absorpsi ini hampir sama efektifnya seperti pemberian injeksi i.v. 

Dalam hati nikotin dioksidasi menjadi metabolit utamanya, yaitu kotinin, dengan t½ ±19 

jam. sesudah  diserap nikotin mencapai otak 

dalam waktu hanya 8 detik sesudah  inhalasi 

dan yaitu  unsur yang bersifat sangat 

adiktif.

Nikotin dari asap sigaret bersifat agak asam

dan tidak diabsorpsi dengan baik di mulut, 

berlainan dengan asap pipa dan cerutu yang 

lebih alkalis (pH 8,5) dan mungkin lebih baik 

absorpsinya. Tetapi kadar nikotin dalam 

plasma dari mereka yang tidak menginhalasi 

(cerutu) lebih rendah dibandingkan mereka 

yang menginhalasi asapnya. Perbedaan antara penghisap sigaret, pipa dan cerutu terletak 

pada tidak/kurangnya inhalasi pada pipa 

dan cerutu, sehingga menyebabkan lebih 

kecil risikonya terhadap kandungan asap.

Merokok sigaret yaitu  penyebab 

timbulnya gangguan COPD (80-90%) yang 

menempatkannya di posisi ke-empat sebagai 

penyebab kematian di dunia.20

Ada peribahasa Prancis yang mengatakan 

“Au bout de chaque cigarette, toujours le meme 

filtre: vos poumons”, berarti di ujung setiap 

rokok selalu ada  filter yang sama, ialah 

paru-paru Anda.

Efeknya terhadap SSP. Nikotin meningkatkan 

tekanan darah (singkat) dan frekuensi jantung, merangsang agregasi trombosit dan 

menurunkan produksi prostasiklin oleh endotel.

Nikotin yang diabsorpsi dapat menimbulkan tremor tangan dan kenaikan kadar 

berbagai hormon dan dopamin di dalam 

plasma. berdasar  rangsangannya terhadap “chemoreceptor trigger zone“ (CTZ) dari 

sumsum tulang (medulla oblongata) dan stimulasinya dari refleks vagal, nikotin menye-babkan mual dan muntah. Di lain pihak 

nikotin meningkatkan daya ingat, perhatian 

dan kewaspadaan, mengurangi sifat mudah 

tersinggung dan agresi, serta menurunkan 

berat badan akibat penekanan nafsu makan 

dan meningkatnya pengeluaran energi.

Toksisitas kronis. Merokok dikaitkan dengan 

berbagai penyakit serius, dari gangguan arteri 

koroner dan penyakit vaskular perifer sampai

kanker paru. Kecenderungan mendapatkan 

penyakit-penyakit ini meningkat dengan derajat exposurenya, yang diukur dari jumlah 

sigaret yang dihisap sehari atau diekspresikan 

dalam “pack years“. Perbandingan mortalitas 

keseluruhan dari perokok pria terhadap nonperokok yaitu  ±1,7:1. Ratio ini menjadi 2,0 

bagi mereka yang menghisap 2 pak sehari 

dan lebih tinggi lagi pada mereka yang 

menginhalasi dibandingkan dengan yang 

non-inhalasi. Mortalitas juga meningkat bila 

menghisap cerutu, tetapi tidak demikian 

tinggi dibandingkan yang menghisap sigaret. Perokok wanita yang menghisap satu 

pak sehari mempunyai risiko mendapatkan 

penyakit jantung koroner fatal yang lima kali 

lebih tinggi. 

Penghentian merokok menimbulkan suatu sindrom yang berlangsung selama 2-3 

minggu dan terdiri dari keinginan keras 

untuk kembali merokok, mudah tersinggung, 

perasaan lapar dan sering kali bertambahnya 

berat badan. Masalah withdrawal ini dapat di 

atasi dengan pemberian wejangan mengenai 

bahayanya merokok, di samping terapi penggantian nikotin (nicotine replacement therapy

atau NRT) dengan mis. mengunyah permen 

(karet) atau pemberian obat anti-depresi amfebutamon (bupropion) kepada pencandu rokok 

berat. Juga dapat dicoba obat pembantu 

menghentikan merokok (vareniklin, lihat di 

bawah).Intervensi farmakologi mempunyai 

efek samping mulut kering, obstipasi dan 

sukar tidur. 

Interaksi dengan obat-obat. Perokok memetabolisasi berbagai jenis obat lebih cepat daripada non-perokok, yang disebabkan oleh 

induksi enzim-enzim di mukosa usus atau 

hati oleh komponen dalam asap tembakau. 

Dengan demikian, efek obat-obat tersebut 

berkurang, misalnya teofilin, imipramin dan

kofein. Para perokok membutuhkan dosis 

yang lebih tinggi dari analgetika (opioida), 

anksiolitika (oksazepam) dan obat-obat antiangina (nifedipin, atenolol, propranolol dan 

lain-lain).

*Vareniklin (Champix) tablet 0,5 dan 1 mg. 

Obat ini dipakai  untuk membantu berhenti merokok. Dosis awal 1 dd 0,5 mg selama 3 

hari, kemudian 2 dd 0,5 mg selama 4 hari; 

pemeliharaan 2 dd 1 mg selama 12 minggu. 

Penanganan dengan vareniklin yaitu  

alternatif ketiga sesudah  bupropion dan nortriptilin.

7. Kofein: trimetilksantin

a. K o p i. Kofein yaitu  alkaloid yang 

ada  dalam biji kopi (Coffea arabica/

robusta) yang berasal dari Arab dan 

Etiopia. Sekitar tahun 1.000, orang-orang 

Arab menemukan rahasia cara mengolah 

biji kopi dan menggunakannya sebagai 

minuman yang menyegarkan. Di Eropa 

kebiasaan minum kopi diintroduksi ± tahun 1615, ketika muatan kopi pertama dari 

Turki tiba di pelabuan Venezia. Kemudian 

tumbuhan kopi diselundupkan ke Brasilia 

yang kini menjadi produsen kopi terbesar 

di dunia. 

Kopi mengandung ±24 zat, yang terpenting yaitu  kofein (1-2,5%), hidrat 

arang (7%), zat-zat asam (chlorogenic 

acid, caffeic acid), tannin, zat-zat pahit, 

lemak (±10%) dan minyak terbang (zatzat aroma). Minum kopi terlalu banyak 

meningkatkan risiko penyakit jantung, 

karena meningkatkan kadar homosistein

darah, lihat Bab 37, Obat-obat Jantung, 

Faktor-faktor risiko.

b. T e h. Kofein juga ada  dalam daun 

dari tanaman teh (Thea sinensis) dari Cina Selatan, yang kini dibudidayakan di 

Jawa, Sri Lanka, Rusia Selatan, Brasilia 

dan Pulau Natal. 

* Teh hitam dibuat dengan jalan memfermentasi daun-daun yang telah digiling, 

pada mana enzim-enzim dibebaskan dan 

mengubah secara oksidatif flavonoida (polifenol) dari tipe katechin menjadi tanin (thearubigin) yang memberikan warna hitam padanya. Teh hitam mengandung rata-rata 3% kofein, derivat-derivat ksantin lainnya, yaitu 

teofilin dan teobromin, antara 7-15% tannin, 

polifenol, flavonoida (katechin, dan lain-lain) 

dan 0,5-1% zat-zat aroma (minyak terbang, 

a.l. geraniol). 

Kadar kofein. 1 cangkir kopi (±100 ml) mengandung 80-100 mg kofein, tergantung dari 

banyaknya kopi yang dipakai ; 100 ml teh 

±60 mg dan 100 ml cola ±20 mg kofein. 

* Teh hijau terdiri atas daun dari Camellia 

sinensis yang tidak difermentasi dan dipanaskan dengan uap panas sebelum digiling. 

Oleh karenanya, enzim yang mengubah flavonoida diinaktifkan, sehingga pembentukan thearubigin dihindari. Teh hijau mengandung relatif sedikit kofein dan banyak katechin yang, antara lain berefek antitumor 

dan anti-aterosklerosis. Teh hijau banyak 

diminum di Jepang (“Japan green sencha”)

dan juga di Asia Tenggara. Sekarang ini 

dipakai  sebagai ekstrak pada penanganan 

alternatif semua jenis kanker, juga pada 

prevensi dan penanganan aterosklerosis. 

Lihat selanjutnya Bab 14, Sitostatika, Ekstrak 

teh hijau dan Bab 53, Vitamin dan Mineral, 4. 

Bioflavonoida.

Khasiatnya. Kofein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek menghilangkan rasa 

letih, lapar dan mengantuk, juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi ditingkatkan serta prestasi otak dan suasana jiwa 

diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih 

ringan dan singkat daripada amfetamin. 

Kofein juga berefek inotrop positif terhadap 

jantung (memperkuat daya kontraksi), vasodilatasi perifer dan diuretik. Juga bersifat 

menghambat enzim fosfodiësterase.

pemakaian nya sebagai zat penyegar yang 

bila dipakai  terlampau banyak (lebih 

dari 20 cangkir sehari) dapat bekerja adiktif. Minum kopi lebih dari 4-5 cangkir sehari meningkatkan kadar homosistein dalam 

darah dan dengan demikian juga risiko akan 

PJP. Bila dihentikan sekaligus dapat mengakibatkan sakit kepala sebagai gejala penarikan. Kofein sering dikombinasi dengan

parasetamol atau asetosal untuk memperkuat efek analgetiknya, juga dengan ergotamin untuk memperlancar absorpsinya.

Resorpsinya di usus baik, PP-nya ±17%, plasma-t½ 3-5 jam. Dalam hati kofein diuraikan 

hampir tuntas dan dikeluarkan lewat urin.

Efek samping. Minum lebih dari 10 cangkir 

kopi sehari dapat menimbulkan debar jantung, gangguan lambung, tangan gemetar, 

gelisah, ingatan berkurang dan sukar tidur. 

Sebaiknya jangan minum lebih dari 3-4 

cangkir kopi sehari.

Dosis: pada keadaan letih 1-3 dd 100-200 

mg, sebagai adjuvans bersama analgetika 50 

mg sekali, bersama ergotamin pada migrain 

100 mg.

C. ZAT-ZAT HALUSINOGEN

8. LSD: lysergic acid diethylamide

LSD yaitu  suatu alkaloid ergot semi-sintetik (Hoffmann, 1943) dengan asam lisergat 

sebagai inti molekul, sama dengan ergotamin 

(lihat Bab 31, Adrenergika dan Adrenolitika). 

LSD bekerja sebagai anti-serotonin dan antikolinesterase. Efek halusinogennya terhadap 

otak mungkin sebagian berdasar  sifat 

ini, yaitu timbulnya persepsi lingkungan 

yang berubah secara dramatis dan perasaan 

luar biasa yang menggairahkan (extasy). Kadangkala timbul efek-efek yang tidak diinginkan seperti perasaan ketakutan dan panik (”bad trip”). T½ ±3 jam dan daya kerja dari 

1 dosis ±8 jam.

Ketergantungan psikis dan tachyfylaxia (lihat Bab 4, Prinsip-prinsip Farmakodinamika) dapat terjadi, tetapi tidak timbul ketergantungan fisik. Efeknya diperkuat oleh amfetamin.

Efek samping yang serius yaitu  antara lain 

reaksi psikotik (kadang-kadang terlambat 

timbulnya) dengan kecenderungan bunuh 

diri. Mungkin juga bersifat teratogen dan 

mutagen.

Dosis: oral ±30 mg sudah efektif untuk 

menimbulkan halusinasi.

9. Ecstasy: XTC, MDMA (3,4-metilendioksimetamfetamin)

Derivat fenilisopropilamin semisintetik ini 

memiliki sifat-sifat halusinogen dan stimulasi. 

Dipasarkan pada tahun 1914 sebagai obat 

penekan nafsu makan dan pada tahun 1970- an, obat ini dipakai  di AS sebagai obat 

tambahan pada psikoterapi yang kemudian 

dilarang pada tahun 1985. Ecstasy (nama 

“jalanan” bagi MDMA) sekarang banyak 

dipakai  oleh para pencandu di banyak 

negara, juga di negara kita  untuk sifat stimulasi 

dan halusinogennya akibat pembebasan 5-HT.

pemakaian  lama dari MDMA merusak 

saraf terminal 5-HT dan meningkatkan risiko 

gangguan kejiwaan. Sering kali drug ini 

dalam berbagai bentuk tablet diselundupkan 

dari Eropa, terutama Belanda, ke wilayah 

negara kita  yang kemudian melalui saluransaluran tertentu diperdagangkan di disko 

dan klub-klub malam. Akhir-akhir ini (2005) 

secara ilegal diproduksi dalam jumlah besar 

di negara kita , sampai kegiatan ini dihentikan 

oleh aparat negara. 

Drug ini juga disebut partydrug atau dancedrug, karena memungkinkan si pengguna 

berjoget sepanjang malam tanpa merasakan 

dirinya letih. 

Efek awalnya berupa simpatomimetik dan 

dapat terjadi tachyaritmia serta peningkatan 

suhu tubuh (hiperpireksia, hipertermi), gerakan 

klonis dan konvulsi. Efeknya agak singkat 

(4-6 jam). Mekanisme kerjanya berdasar  

gangguan re-uptake serotonin di otak, yang 

sebagai neurotransmitter berperan penting 

pada suasana jiwa (mood), proses berpikir, 

makan dan tidur. Tidak menimbulkan ketergantungan fisik atau ketagihan. yaitu  

agonis serotonin indirek dan juga memiliki 

efek-efek dopaminerg dan noradrenerg.

Efek buruk yang terpenting yaitu  gagal 

hati dan gagal ginjal akut, serta kerusakan 

irreversibel pada saraf-saraf yang melepaskan 

serotonin (neurotoksik) akibat pembentukan 

radikal bebas yang merusak membran sel. 

pemakaian nya dapat mengakibatkan komplikasi potensial serius yang mengancam 

jiwa. Adakalanya tablet-tablet XTC dicampur 

dengan obat lain dengan tujuan memperkuat 

efeknya, misalnya atropin. Hal ini sangat berbahaya karena toksisitasnya juga meningkat. 

Pengobatan intoksikasi terdiri dari cuci lambung, pemberian klorpromazin dan α/β-

blocker secara intravena. Dosis sebagai drug: 

oral 75-150 mg.

*METAMFETAMIN (shabu-shabu, SS, Ice) bekerja lebih lama dibanding MDMA (dapat 

mencapai 12 jam) dan efek halusinasinya lebih kuat. 

*MDA (metilendioksiamfetamin) seperti juga MDMA, yaitu  senyawa feniletilamin 

yang memiliki efek stimulan dan psikedelik.

* MDEA (metilendioksietilamfetamin, “Eve“)

yaitu  derivat dengan sifat-sifat yang sama 

dengan XTC dan juga sangat populer di house 

parties.

Akhir-akhir ini di negeri Belanda telah disinyalir 2 obat psikotropik yang mirip sekali 

dengan ecstasy.27 Pertama yaitu  methylon

dengan zat aktif metilendioksimethkathinon 

dan terkenal di pasaran sebagai “eksplosi”. 

Yang kedua yaitu  mCCP dengan zat aktif 

metaklorofenilpiperazin. Kedua obat ini memengaruhi sistem monoaminerg. 

10. Kanabis: ganja, marihuana

Kanabis yaitu  pucuk-pucuk berbunga 

dari tumbuhan „hennep“ Cannabis L. sativa

(Asia Tenggara) dan mengandung ±420 zat 

yang termasuk dalam 18 kelompok. Yang terpenting yaitu  antara lain, minyak terbang 

dengan 103 jenis senyawa terpen (kanabinoid), seperti kanabidiol, kanabinol dan tetrahidrokanabinol (THC). THC ada  dalam 

berbagai bentuk dan yang paling aktif yaitu  

delta-9-THC yang terutama memberikan 

efek farmakologi khusus dari marijuana. 

Zat-zat lainnya termasuk kelompok glikosida, flavonoida, protein dan asam amino, 

karbohidrat, steroida dan vitamin K. Efeknya terdiri dari penekanan kegiatan otak

dengan menimbulkan situasi seperti bermimpi, meredakan dan memberikan perasaan 

nyaman. Di samping itu kanabis berdaya 

analgetik berdasar  mekanisme yang menyerupai efek antinyeri dari morfin di otak, 

tetapi tanpa kaitan dengan reseptor opiat 

(Ph Wkbl 1998, 133: 1624). Daya komunikatif 

dan mobilitas menurun, sehingga mengoperasikan peralatan berat maupun mengendarai 

kendaraan bermotor dapat menimbulkan 

bahaya, seperti juga semua drugs lainnya.Sifat psikotrop. Efek pertamanya yaitu  

euforia yang kemudian disusul dengan rasa 

kantuk (drowsiness) dan tidur. Mulut menjadi 

kering, konjungtiva menjadi merah dan pupil 

membesar. Efek ini terutama disebabkan oleh 

THC (juga dibuat sintetik, 1965), tetapi sifat 

halusinogennya lebih lemah daripada LSD. 

Efek psikisnya tergantung pada dosis, cara 

pemakaian , pengalaman dari pemakai dan 

kepekaan individual. Sifat-sifat farmakologi 

lainnya yaitu  terutama terhadap SSP dan 

sistem kardiovaskuler misalnya:

– meredakan SSP, sama seperti barbital

– terhadap jantung: permulaan tachycardia, 

sesudah  pemakaian  lama justru bradycardia dengan penurunan tekanan darah

– terhadap mata: penurunan tekanan dalam 

bola mata dan perlebaran pembuluh 

konjungtiva

– terhadap pertukaran zat: membangkitkan 

nafsu makan, terutama makanan manis

Gejala withdrawal berupa meningkatnya 

aktivitas otot dan sukar tidur. Berhubung 

marihuana lambat ekskresinya dari tubuh 

(sampai beberapa minggu), gejala ini ringan 

dan hampir tidak terasa.

pemakaian . Di Amerika tumbuhan ini juga dinamakan “grass, weed, pot” dan merupakan narkotika yang paling umum digunakan, biasanya dalam bentuk rokok yang 

dibuat dari batang, daun dan pucuk berbunga dari tumbuhan yang dipotong halushalus dan dikeringkan. Atau, kanabis juga 

dipakai  sebagai hashish, yaitu getah 

yang dikeringkan dari pucuk berbunga dan 

yang mengandung konsentrasi kanabinoid 

terbesar. Sering kali kanabis juga dimakan, 

tetapi diperlukan dosis oral THC yang 3x 

lebih tinggi daripada bila dipakai  sebagai 

rokok (hashish atau marihuana) untuk mencapai efek psikotropik yang sama. 

Secara terapeutik zat ini dipakai  sebagai 

analgetikum (pada rema) dan anti emetikum 

pada terapi dengan sitostatika (kemoterapi) untuk 

menghindari mual dan muntah bila antiemetika lain kurang efektif. Untuk ini tersedia 

zat sintetik dronabinol(delta-9-THC, Marinol). 

THC ternyata juga efektif terhadap anoreksi

pada pasien AIDS untuk menstimulasi nafsu makan. Lihat juga Bab 22, Analgetika 

Narkotika. Pada multiple sclerosis (MS) sering kali berguna untuk meringankan kejangkejang otot dan rasa nyeri. Suatu ekstrak 

terstandarisasi dari kanabis telah diregistrasi 

di Canada dengan nama Sativex untuk penanganan simtomatik dari nyeri neuropatik 

pada multiple sclerosis.23,24 Juga mampu menurunkan tekanan intraokular yang meningkat pada glaukoma.

Suatu penelitian pada 12 pasien Alzheimer 

menunjukkan THC berkhasiat meningkatkan 

nafsu makan serta memperbaiki suasana 

jiwa (mood) dan masalah-masalah perilaku. 

Marihuana sebagai rokok berguna untuk meredakan serangan migrain sesudah  20 menit. 

Tetapi disebabkan efek-efek psikoaktifnya, 

tidak ada benefit medis nyata dari penggunaan marijuana bagi indikasi-indikasi tersebut dibandingkan dengan penanganan konvensional. 

Efek samping dapat berupa efek sentral (rasa 

‚high‘, pusing, melantur dan rasa kan-tuk) 

yang lewat sesudah  1-3 hari. Bila efek ini tidak 

lalu, sebaiknya jangan diminum sebelum 

makan, tetapi sebelum tidur. Pada lansia 

kanabis dapat memicu halusinasi dan gejala 

paranoid. Zat ini tidak mengakibatkan efek 

adiktif yang membahayakan, tetapi dapat 

menyebabkan toleransi dan suatu ketergantungan yang tidak begitu kuat. Tetapi sejak 

beberapa waktu diketahui bahwa ada hubungan antara pemakaian  kanabis dan 

timbulnya schizofreni. pemakaian  kronis 

dapat menimbulkan suatu sindrom yang 

terdiri dari muntah-muntah tanpa henti, 

mual dan nyeri kolik lambung.

Kehamilan. Ibu hamil yang menggunakan 

marihuana pada umumnya akan melahirkan 

bayi-bayi yang lebih kecil dari normal. 

Karena zat aktif dari marihuana, yaitu delta-

9-THC, menembus plasenta dan masuk ke 

dalam air susu ibu, maka bayi pun akan turut 

terpengaruh oleh drug ini.

Dosis: untuk stimulasi nafsu makan 2 dd 

2,5-5 mg sebelum makan pagi dan makan 

siang (atau a.n.), antinausea 3-4 dd 5 mg THC 

dalam minyak wijen (Oleum sesami).11. Fensiklidin: PCP, HOG, Angel dust, “superweed“

Drug ini sekelompok dengan petidin dan 

memiliki khasiat analgetik yang baik (1957). 

Efek psikotropiknya kuat; dosis yang sangat 

rendah sudah mencetuskan suatu keadaan 

„high“, yang menyerupai psikosis dan berlangsung 4-6 jam. Pada dosis tinggi, fensiklidin menyebabkan konvulsi, sedangkan dosis yang lebih rendah bersifat meredakan.

Sebagai injeksi (1-5 mg) bekerja anestetik, 

walaupun tidak dipakai  lagi berhubung 

efek sampingnya (delirium) yang bertahan 

lama.

Fensiklidin dipakai  sebagai rokok 50-100 

mg (dicampur dengan daun peterselie, mint, 

tembakau atau marihuana) dan sebagai obat 

hisap (5 mg zat murni) atau oral sebagai tablet 

(2-6 mg). Di banyak negara, a.l. Belanda, 

fensiklidin termasuk dalam Undang-undang 

Narkotika.

Efek overdosis. Dosis yang terlampau tinggi 

dapat mengakibatkan keracunan serius dengan koma yang berlangsung lama (sampai 

5 hari!). Lagi pula depresi kuat dari pernapasan, meningkatnya tekanan darah dengan 

kemungkinan timbulnya stroke, konvulsi dan 

hiperthermia yang sering kali menyebabkan 

kematian. Zat penawarnya yaitu  fenotiazin

(sama halnya pada intoksikasi-LSD), juga 

dapat dipakai  fisostigmin atau haloperidol,

serta obat-obat antikonvulsif dan penurun 

tekanan darah.

* Ketamin (Ketalar, Ketaset, “special K“, vitamin K) yaitu  derivat sikloheksil (1966) yang 

rumusnya mirip dengan fensiklidin. Dikembangkan dan diregistrasi sebagai obat anestesi 

kerja singkat, bila relaksasi otot tidak diperlukan. Berguna untuk meringankan nyeri 

saraf seperti nyeri wajah (trigeminus neuralgia) 

dan nyeri postherpetik (sesudah  penyembuhan 

sinnanaga), lihat juga Bab 25, Anestetika Umum. Sejak tahun 1997 anestetikum umum 

ini mulai banyak dipakai  sebagai „obat 

rekreasi“ drug-disco terbaru di “pop culture“

AS berkat daya halusinogennya yang kuat, 

bahkan beberapa minggu sesudah  dieliminasi dari tubuh masih dapat menimbulkan 

“flashbacks.“ pemakaian  ketamin menimbulkan keadaan seperti mabuk berat (alkohol) dengan impian dan khayalan. Intoksikasi berat menimbulkan a.l. kejang epilepsi, 

depresi pernapasan dan berhentinya jantung. 

Pada umumnya ketamin dianggap tidak bersifat adiktif, walaupun dapat menimbulkan 

habituasi kuat. Mekanisme kerjanya berdasarkan blokade dari neurohormon tertentu 

di otak yang meneruskan impuls-impuls di 

neuron indra. Lihat juga Bab 25, Anestetika 

Umum.

12. Peyote: peyotl

Peyote yaitu  sejenis kaktus (Peyote), yang 

pucuk-pucuk keringnya dipakai  sebagai 

obat suci pada upacara keagamaan di Meksiko. Peyote mengandung alkaloid meskalin

dengan efek halusinogen lebih lemah dari 

LSD dan dapat dimakan atau diminum seperti teh. Zat ini menghasilkan efek “trip“ 

visual hebat, yang dapat bersifat baik atau 

buruk, tergantung pada suasana jiwa dan 

lingkungan. Meskalin dapat menyebabkan 

suatu ketergantungan lemah dan tercantum 

di Daftar Narkotik kebanyakan negara, tetapi kaktusnya tidak.

Dosis: halusinasi 400-700 mg. 

13. Miristisin: trimyristin, glyceryl trimyristate

Zat lemak ini ada  sampai 25% dalam 

minyak terbang (Oleum myristicae, myristicin)

yang diekstrak dari biji pala (Myristica fragrans). Juga ada  dalam kadar rendah di 

daun peterseli (sejenis selderi, parsley: Petroselinium hortense) dan wortel. Miristisin dapat 

menimbulkan halusinasi, suasana ketakutan 

dan ketegangan. Lama kerjanya 48-60 jamDosis halusinasi: 14 g serbuk (menyebabkan 

dahaga yang sangat kuat).

D. INHALANSIA

14. Amil- dan butilnitrit: “poppers“

Cairan ini dengan bau tajam dahulu digunakan pada angina pectoris berkat khasiat 

vasodilatasi dan relaksasi ototnya yang kuat, 

juga berefek hipotensif. Banyak dipakai  

di kalangan homoseksual sebagai obat hisap 

yang menimbulkan keadaan mabuk yang 

hanya singkat. Poppers menimbulkan nyeri 

kepala hebat dan pingsan; pemakaian  berlebihan mengakibatkan anemia dan memperlemah sistem imun. Ketagihan belum pernah 

dilaporkan.

15. Gas tertawa: dinitrogenmonoksida, N2

O

Pada mulanya gas “tertawa” dipakai  

sebagai obat anestesi, antara lain oleh dokter 

gigi, juga dalam industri makanan, dalam 

botol semprotan sebagai gas pendorong 

(drijfgas). Sebagai drug dijual dalam balon 

berisi gas ini. sesudah  diinhalasi, dalam 30 

detik sudah menghasilkan euforia yang 

hebat, tetapi sangat singkat (±2 menit), yang 

dapat disamakan dengan trip LSD, sehingga 

sangat populer pada pesta, festival dan disco. 

Risikonya berupa pusing-pusing dan terjatuh. 

Bila dipakai  intensif ada risiko gangguan 

neurologik, impotensi dan kemandulan. Gas 

in tidak bersifat adiktif. SEDATIVA DAN HIPNOTIKA

Hipnotika atau obat tidur (Yun: hypnos =

tidur) yaitu  zat-zat yang dalam dosis terapi 

dipakai  untuk meningkatkan keinginan tidur normal dan mempermudah atau 

menyebabkan tidur. Lazimnya obat ini diberikan pada malam hari. Bilamana zat-zat ini 

diberikan pada siang hari dalam dosis yang 

lebih rendah untuk tujuan menenangkan, 

maka dinamakan sedativa (obat-obat pereda). 

Oleh karena itu, tidak ada perbedaan yang 

tajam antara kedua kelompok obat ini.

Hipnotika menimbulkan rasa kantuk (drowsiness), mempercepat tidur dan sepanjang 

malam mempertahankan keadaan tidur yang 

menyerupai tidur alamiah berdasar  sifatsifat EEG-nya. Selain sifat-sifat ini, secara 

ideal obat tidur tidak memiliki aktivitas sisa 

pada keesokan harinya.

Hipnotika/sedativa, seperti juga antipsikotika termasuk dalam kelompok psikodepresiva yang mencakup obat-obat yang menekan atau menghambat fungsi-fungsi SSP 

tertentu.

Sedativa berfungsi menurunkan aktivitas, 

mengurangi ketegangan dan menenangkan 

penggunanya. Sedasi dapat didefinisikan sebagai keadaan yang diciptakan oleh sedativa 

yang menurunkan kesadaran dan refleksrefleks. Keadaan ini, dengan atau tanpa penambahan analgetika, dipakai  pada prosedur-prosedur diagnostik atau terapi singkat yang nyeri dan pada pasien-pasien yang 

ketakutan atau tidak cukup kooperatif. Tujuannya yaitu  untuk mengurangi nyeri dan 

ketidak nyamanan dan menciptakan sekadar amnesi, sehingga prosedur dapat dilakukan dengan aman dan tanpa masalah. Yang 

penting yaitu  bahwa fungsi-fungsi vital tetap terpelihara, seperti pernapasan, sirkulasi 

dan refleks-refleks yang melindungi saluran 

pernapasan.

Keadaan sedasi juga yaitu  efek samping dari banyak obat yang khasiat utamanya 

tidak menekan SSP, misalnya antikolinergika.

Sejarah 

Sedativa-hipnotika telah dipakai  sejak tahun 1853 dengan diintroduksinya bromida 

dan pada dasawarsa berikutnya disusul 

oleh a.l. kloralhidrat dan paraldehida. Di tahun 

1903, barbital (Veronal) dipasarkan sebagai 

obat pereda dan obat tidur pertama dari 

kelompok barbiturat. Fenobarbital menyusul 

di tahun 1912 dan sekitar limapuluh barbiturat lainnya sampai tahun 1950-an. Awal 

tahun 1950 klorpromazin dan meprobamat

te-lah diintroduksi sebagai obat penenang 

jiwa yang baru. Pada tahun 1957 klordiazepoksida disintesis sebagai zat pertama 

dari kelompok sedativa canggih, yaitu senyawa benzodiazepin. Derivat lainnya seperti diazepam dan lorazepam, segera menyusul, juga nitrazepam sebagai obat tidur di 

tahun 1973. Pada tahun 1975 klonazepam diperkenalkan sebagai zat anti-konvulsi untuk 

mengobati epilepsi dan disusul oleh banyak 

turunan lainnya. Hingga kini tersedia lebih 

dari 35 senyawa benzodiazepin. Kelompok 

obat ini disebut (minor) tranquillizers sedangkan antipsikotika termasuk golongan 

major tranquillizers.

Perbedaan 

sedativa-tranquillizers

Pengertian mengenai kedua kelompok obat 

tersebut sering kali dicampurbaurkan, terutama sebagai akibat promosi, karena sebetulnya ada beberapa perbedaan prinsipiil, 

yaitu a. Sedativa-hipnotika berkhasiat menekan 

SSP. Bila dipakai  dalam dosis yang 

meningkat, suatu sedativum, misalnya 

barbiturat, akan menimbulkan efek secara berturut-turut peredaan, tidur dan 

pembiusan total (anestesia). Pada dosis 

yang lebih besar lagi terjadi koma, depresi 

pernapasan dan kematian. Bila diberikan 

berulang kali untuk jangka waktu yang 

lama, senyawa ini lazimnya menimbulkan

ketergantungan dan ketagihan, lihat juga 

Bab 23. Drugs.

* Tranquillizers, disebut juga ataraktika atau

anksiolitika, khususnya zat-zat benzodiazepin, juga dapat menekan SSP dengan 

khasiat sedatif dan hipnotik, tetapi selain itu 

juga berkhasiat anksiolitik, antikonvulsif dan

relaksasi otot. Khasiat anksolitik (menghalau 

rasa takut dan kegelisahan) tidak tergantung 

dari efek sedatif, bahkan tranquillizer yang 

ideal hendaknya berefek sedatif seringan 

mungkin. Pada pemakaian  jangka panjang 

benzodiazepin juga dapat menimbulkan kebiasaan dan ketergantungan, tetapi lebih ringan 

daripada hipnotika lainnya. Pada overdosis 

(besar) jarang sekali menimbulkan depresi 

pernapasan dan kardiovaskuler atau koma 

fatal, jika tidak dikombinasi dengan obat 

lain yang menekan SSP (misalnya alkohol). 

Karena keamanannya yang tinggi, maka 

obat-obat ini praktis sudah mendesak dengan 

tuntas barbiturat sebagai obat tidur dan 

penenang pada keadaan neurotik, seperti 

gelisah, takut dan stress (Lat. tranquillus

= tenang, anxios = kuatir/cemas, lysis = 

menguraikan, menghilangkan; Yun. ataraktos

= ketenangan).

1. Fisiologi tidur

Kebutuhan akan tidur dapat dianggap sebagai 

suatu perlindungan dari organisme untuk 

menghindari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang tidur. Tidur yang baik, 

cukup dalam dan lama, yaitu  mutlak untuk 

regenerasi sel-sel tubuh dan memungkinkan 

pelaksanaan aktivitas pada siang hari dengan 

baik. Efek terpenting yang memengaruhi 

kualitas tidur yaitu  penyingkatan waktu 

menidurkan, perpanjangan masa tidur dan 

pengurangan jumlah periode terbangun. Pusat tidur di otak (sumsum lanjutan) mengatur fungsi fisiologi ini yang sangat penting 

bagi kesehatan tubuh.

Pada waktu tidur, aktivitas saraf parasimpatis meningkat, dengan efek penyempitan 

pupil (myosis), perlambatan pernapasan dan 

sirkulasi darah (bronchokonstriksi dan menurunnya kegiatan jantung) serta stimulasi 

aktivitas saluran cerna dengan penguatan 

peristaltik dan sekresi getah lambung-usus. 

Singkatnya, proses-proses pengumpulan enersi dan pemulihan tenaga dari organisme 

diperkuat, lihat juga Bab 32, Kolinergika dan 

Antikolinergika. 

* Stadia tidur. Pada umumnya selama satu 

malam dapat dibedakan 4 sampai 5 siklus 

tidur dari kira-kira 1,5 jam. Setiap siklus 

terdiri dari dua stadia, yakni tidur non-REM

dan tidur-REM.

a. Tidur non-REM, juga disebut Slow 

wave sleep (SWS), berdasar  registrasi 

aktivitas listrik otak (EEG = elektro-encefalogram). Non-REM bercirikan denyutan 

jantung, tekanan darah dan pernapasan 

yang teratur serta relaksasi otot tanpa 

gerakan otot muka atau mata. SWS ini 

berlangsung lebih kurang satu jam lamanya dan meliputi berturut-turut 4 fase, 

di mana fase 3 dan 4 yaitu  bentuk tidur yang terdalam, dengan melepaskan hormon-hormon anabolik dan 

sitokin. Peristiwa ini penting untuk daya 

tahan tubuh, metabolisme dan reparasi 

alamiah sel-sel tubuh. berdasar  hal 

ini SWS menjadi lebih panjang pada 

keadaan-keadaan yang membutuhkan 

pertumbuhan atau konservasi, mis. pada 

kehamilan, pertumbuhan dan thyrotoxicosis. Kemudian fase ini disusul oleh 

stadium tidur-REM.

b. Tidur-REM (Rapid Eye Movement) atau 

tidur paradoksal, dengan aktivitas EEG 

yang mirip keadaan sadar dan aktif, 

bercirikan gerakan mata cepat ke satu arah. 

Di samping itu, jantung, tekanan darah 

dan pernapasan turun-naik, aliran darah 

ke otak bertambah dan otot-otot sangat 

relaks. Selama tidur REM yang pada 

kedua siklus pertama berlangsung 5-15 menit lamanya, timbul banyak impian, 

sehingga disebut juga tidur mimpi. Berangsur-angsur fase mimpi ini menjadi lebih panjang, hingga pada siklus terakhir (pada pagi hari) dapat berlangsung 

rata-rata antara 20-30 menit lamanya.

*4-5 siklus-tidur. Siklus pertama ini secara 

bergiliran disusul oleh 3-4 siklus lainnya 

dengan fase tidur-delta dari kira-kira 60 menit 

dan fase tidur-REM dari kira-kira 15 menit. 

Dalamnya dan nyenyaknya tidur pada jamjam pertama bersifat paling lelap yang lambat-laun menjadi lebih dangkal, lihat gambar 

di bawah ini. 

Lansia juga mengalami perubahan demikian, tidur menjadi lebih dangkal dengan 

hilangnya “tidur dalam” (stadia 3 dan 4), sedangkan tidur-mimpi menjadi lebih panjang.

Bayi yang baru lahir memerlukan tidur 16 

jam, orang dewasa lebih kurang 8 jam, sedangkan di atas usia 50 tahun rata-rata 6 jam sudah 

cukup. Tidur-REM pada bayi yaitu  50% 

dari tidur seluruhnya dan menurun sampai 

20-25% pada usia 6 tahun, yang selanjutnya 

kurang lebih konstan untuk seumur hidup. 

Bila tidur-REM dirintangi dan menjadi lebih singkat, misalnya akibat obat tidur, pasien 

akan mengalaminya sebagai tidur tidak nyenyak dan merasa tidak segar-sehat. Hal ini 

akhirnya dapat menimbulkan gangguan psikis dan gangguan kesehatan.

Pelepasan hormon 

sewaktu tidur

Hormon pertumbuhan (growth hormone, GH) 

penting sekali bagi pertumbuhan tubuh, 

sintesis protein dan stimulasi resorpsi asam 

amino oleh jaringan. Ternyata bahwa sekresi 

GH terutama terjadi sewaktu tidur, yaitu 

pada fase 3 dan 4 dari SWS dan sewaktu tidurREM. Sebaliknya, banyak hormon katabol 

yang menstimulasi proses perombakan dalam tubuh - justru dibentuk terutama pada 

siang hari, a.l. adrenalin, noradrenalin dan

kortikosteroida. Telah dibuktikan bahwa perasaan takut, ketegangan dan kegelisahan 

memperbesar sekresi hormon katabol ini, sehingga metabolisme tubuh juga ditingkatkan.

Fase non-REM memegang peranan penting 

dalam pertumbuhan dan restorasi jaringan 

tubuh, sedangkan fase REMberkaitan dengan 

kegiatan restorasi jaringan otak.

Obat tidur pada umumnya menekan fase 

3 dan 4 dari SWS serta tidur-REM, sehingga 

sekresi GH menurun. Walaupun pada penggunaan kronis, penekanan tidur-REM bersifat sementara, tetapi bila terapi dihen-tikan 

akan terjadi REM-rebound sebagai kompensasi. Senyawa benzodiazepin ternyata 

hanya menekan fase 4 dari SWS tanpa mengganggu sekresi GH dan proses rehabilitasi, 

sedangkan tidur-REM juga praktis tidak 

diganggu.2. Insomnia

Insomnia atau sukar tidur dapat diakibatkan 

oleh banyak gangguan fisik, misalnya batuk, rasa nyeri (rematik, keseleo, encok), migrain, restless legs, dan sebagainya) atau sesak napas (asma, bronkitis). Insomnia juga 

dapat disebabkan oleh pemakaian  alkohol berlebihan dan terutama kofein yang ada  dalam kopi, teh, cokelat dan minuman 

kola. Juga beberapa jenis obat bisa mengganggu fisiologi tidur, mis. analgetika (yang 

mengandung kofein), anoreksansia, glukokortikoida, agonis dopamin, beta-blocker dan 

beberapa obat psikotropik (fluoksetin, risperidon, sindrom penarikan benzodiazepin). 

Sepertiga dari orang dewasa mengalami peristiwa insomnia. Gangguan tidur ini dapat 

lebih diperinci lagi sebagai berikut.

– insomnia awal (kesulitan masuk tidur) disebabkan a.l. oleh faktor-faktor kejiwaan 

seperti emosi, kecemasan, ketegangan 

dan depresi;

– insomnia menengah (terjaga di tengah malam) timbul pada peristiwa-peristiwa medik seperti penghentian pernapasan sementara selama tidur (sleepapnoe) dan 

gangguan prostat (nocturia);

– insomnia terlambat (late insomnia) terbanyak di waktu subuh, disebabkan a.l. oleh 

depresi dan malnutrisi (anoreksia nervosa).

Penanganan

Tindakan umum. Di samping meniadakan 

faktor-faktor penyebab insomnia tersebut 

di atas, juga perlu diperbaiki cara hidup 

yang keliru, misalnya melakukan kegiatan 

psikis yang melelahkan sebelum tidur. Dianjurkan pula untuk melakukan gerak badan 

secara teratur, jangan merokok dan minum 

kopi atau alkohol pada malam hari, karena 

dapat mengganggu pola tidur. Obat-obat 

tertentu, kualitas kasur dan bantal yang 

buruk, ruangan yang berisik, cahaya yang 

terang-benderang, ventilasi yang jelek serta 

suhu kamar yang tidak nyaman juga dapat 

menyulitkan tidur. Gerak jalan, melakukan 

kegiatan yang rileks, masuk tidur secara 

rutin pada waktu tertentu, mandi air panas, 

minum segelas susu hangat dengan cereal

sebelum tidur, ternyata dapat mempermudah 

dan memperdalam tidur yang normal. 

Di samping itu, pasien dianjurkan mengembangkan kebiasaan tidur yang tetap dengan a.l. 

waktu tidur yang tertentu setiap malam. Perlu 

juga menghilangkan kekhawatiran pasien 

tertentu yang hanya mampu tidur 4-6 jam 

sehari. Mereka perlu diyakinkan bahwa hal 

ini sama sekali tidak merugikan kesehatan. 

Lagi pula kebutuhan tidur setiap orang bervariasi sesuai dengan "lonceng biologi“ individualnya. Lansia pada umumnya membutuhkan waktu tidur ±4-5 jam dalam semalam, 

tetapi hal ini sangat individuil.

Pengobatan. Dalam usaha mengatasi insomnia, pertama-tama penyebab utamanya 

di-tanggulangi dengan obat yang layak serta 

tepat dan bukan ditangani dengan obat tidur. 

Misalnya dengan obat batuk, analgetika (obat 

rema atau encok), relaksans otot, vasodilator, 

antidepresiva atau tranquillizer. 

Obat tidur baru dipakai  bila semua 

tindakan itu tidak berhasil dan sebaiknya 

hanya secara insidentil atau untuk waktu 

singkat selama maks. 2 minggu. Lazimnya 

diberikan suatu benzodiazepin dengan masa 

paruh singkat dan dengan dosis serendah 

mungkin. Obat tidur juga dapat dibenarkan 

pemakaian nya pada insomnia yang selewat, 

misalnya pada keadaan stres ringan, seperti 

perubahan status pekerjaan, meninggalnya 

anggota keluarga dan bila perlu juga pada 

jet-lag. pemakaian nya hendaknya dibatasi 

sampai 1-3 malam dan tidak lebih lama dari 1-2 minggu untuk memperkecil risiko toleransi dan ketergantungan. Pemberian obat 

secara bertahap dihentikan sesudah  pasien 

dapat tidur kembali dengan nyenyak. Sering 

kali pemakaian  yang intermittent (tidak 

lebih sering dari tiap malam ketiga) sudah 

mencukupi.

Akhir tahun 1980-an telah dipasarkan obat 

tidur non-benzodiazepin (zopiclon, zolpidem) 

yang juga bekerja terhadap reseptor benzodiazepin, tetapi diperkirakan tidak menimbulkan toleransi dan ketagihan.

Beberapa jenis antihistamin (mis. prometazin) dan obat anti-depresif (mis. amitriptilin, 

imipramin, trazodon) tidak mengakibatkan 

ketagihan dan dalam dosis rendah dapat dipakai  sebagai obat tidur yang juga dapat memperpanjang SWS. 

Sekarang ini pilihan pertama yaitu  obat 

tidur dengan efek singkat seperti temazepam, 

zolpidem, lormetazepam dan zopiklon dalam 

dosis rendah. 

Kadang kala pemberian suatu plasebo 

("obat-tipu“) berguna untuk menidurkan pasien insomnia.

Plasebo didefinisikan sebagai suatu obat 

tanpa daya kerja farmakologi dan diberikan untuk menyenangkan pasien. Dalam hal 

demikian plasebo seolah-olah berfungsi sebagai vehiculum (pembawa) efek psikoterapi.

3. Hipnotika-sedativa

Kriteria. Pada penilaian kualitatif dari obat 

tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor kinetik

berikut ini:

a. lamanya bekerja obat dan berapa lama 

tertinggalnya di dalam tubuh (masa paruh), yang berkaitan erat dengan butir b.

b. pengaruhnya pada kegiatan keesokan 

harinya

c. kecepatan mulai bekerjanya

d. bahaya timbulnya ketergantungan (ketagihan)

e. efek “rebound” insomnia bila pemberian 

obat dihentikan dengan mendadak

f. pengaruhnya terhadap kualitas tidur

g. interaksi dengan obat-obat lain

h. toksisitas, terutama pada dosis berlebihan 

(«suicide- proofness»)

Pilihan obat tidur

Hipnotikum yang ideal sebetulnya tidak 

ada, tetapi obat-obat yang paling layak digunakan yaitu  suatu obat dari kelompok benzodiazepin. Prometazin 50 mg sering kali 

efektif, lihat Bab 51, Antihistaminika.

Benzodiazepin hendaknya jangan diberikan pada anak-anak untuk periode panjang, 

karena dapat memengaruhi perkembangan 

psikisnya. Obat ini efektif untuk mempercepat 

tidur, memperpanjang waktu tidur dengan 

mengurangi frekuensi terbangun, serta memperbaiki kualitas (dalamnya) tidur. Di pihak 

lain, obat tersebut memiliki keberatan-keberatan yang paling ringan dibandingkan 

hipnotika lainnya (lihat di bawah).

Lansia. Pada umumnya lansia menggunakan relatif banyak obat tidur. Malam hari 

mereka sering dan mudah terbangun dan 

tidurnya lebih singkat, tetapi siang hari lebih 

sering terangguk-angguk. Kadangkala obat 

tidur menimbulkan efek paradoksal pada 

mereka, yaitu bukan menjadi mengantuk 

tetapi menjadi gelisah dan tegang, lihat di 

bawah Keberatan-keberatan. Di samping ini, 

ada bahaya potensial, misalnya terjatuh dengan kemungkinan fraktur ketika turun 

dari pembaringan untuk (sering) buang air 

kecil bila di bawah pengaruh obat tidur pada 

malam hari. 

Para lansia dianjurkan untuk lebih banyak 

bergerak yang lebih aman untuk mengatasi kesulitan tidur daripada minum obatobat tidur yang dapat menyebabkan ketergantungan dan toleransi.

Efek samping umum

Industri obat telah menghasilkan ribuan 

jenis zat kimia dengan berbagai sifat kimiawi 

dan farmakologi yang mampu menekan SSP 

secara tidak-spesifik dan reversibel. Berhubung 

dengan efek sampingnya, hanya sebagian 

kecil dari obat-obat ini telah disalurkan sebagai obat tidur. 

Efek samping umum hipnotika mirip dengan 

efek samping morfin, yaitu:

a. depresi pernapasan, terutama pada dosis 

tinggi (hati-hati pada pasien asma!). Sifat 

ini paling ringan pada flurazepam dan 

benzodiazepin lainnya, demikian pula 

pada kloralhidrat dan paraldehida.

b. tekanan darah menurun, terutama oleh 

barbiturat

c. sembelit pada pemakaian  lama, terutama barbiturat

d. «hang-over», yaitu efek-sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan 

di kepala dan termangu-mangu. Hal ini 

disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½ panjang), termasuk juga zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting (lihat di 

bawah). Kebanyakan obat tidur bersifat 

lipofil, mudah melarut dan berkumulasi 

di jaringan lemak.Gejala abstinensi

Gejala penarikan (withdrawal symptoms) dapat berupa menghebatnya keluhan semula 

(insomnia, rasa takut), juga tangan gemetar, 

pusing, berkeringat, mual-muntah, anoreksia, debar-jantung, sesak napas dan gangguan 

penglihatan. Kadang kala gejalanya sangat 

menyesatkan, karena menyerupai perasaan 

takut yang semula diderita pasien. Gejala ini 

terutama timbul bila obat dengan kerja-singkat dihentikan dengan mendadak, misalnya 

lormetazepam, zopiklon dan zolpidem (Stilnoct). 

Begitupula pada obat ultra-short acting midazolam, triazolam dan brotizolam (Lendormin).

Gejala abstinensi dapat ditangani dengan propranolol (3 dd 20 mg), tetapi sering kali hanya 

efektif untuk sebagian. 

* REM-rebound. Kebanyakan hipnotika berkhasiat memperpanjang waktu tidur, tetapi 

mempersingkat fase tidur-REM, misalnya barbiturat, juga meprobamat, alkohol, morfin dan

antidepresiva. Selain itu, zat-zat ini menghasilkan tidur dengan aktivitas listrik yang 

berlainan sekali dari EEG tidur normal. Bila 

pemakaian  jangka panjang dihentikan, selain gejala abstinensi sering kali timbul gangguan pola tidur. Seolah-olah sebagai kompensasi dari kekurangan tidur REM selama terapi, 

fase tidur ini diperpanjang dengan gejala 

yang tidak nyaman. Tidur menjadi gelisah 

dan tidak tenang, timbul perasaan takut, tertekan dan sering kali dipenuhi dengan impian-impian buruk yang hebat. Efek ini sering 

kali keliru diinterpretasikan sebagai gejala 

semula pada saat terapi diberikan. Hipnotika 

yang paling sedikit atau tidak memengaruhi 

tidur REM yaitu  senyawa benzodiazepin, zopiklon dan kloralhidrat.

* Efek paradoksal yaitu  efek yang berlainan 

sekali dengan yang diinginkan, yang sewaktu-waktu dapat terjadi pada anak-anak dan 

lansia. Gejalanya bisa berupa night-mare, halusinasi, agitasi dan agresi, yang agak sering 

timbul pada nitrazepam (selama minggu pertama), juga pada flurazepam. 

Toleransi dan ketergantungan

sesudah  dipakai  selama ±2 minggu, sering 

kali hipnotika tidak efektif lagi mengenai 

kecepatan menidurkannya, karena terjadinya 

toleransi dan ketergantungan. Sifat ini sama 

dengan obat narkotika, walaupun tidak begitu hebat. Akibatnya yaitu  diperlukan dosis 

yang lebih besar untuk mencapai efek yang 

sama. Pengecualian yaitu  benzodiazepin yang 

tidak kehilangan efektivitasnya sesudah  penggunaan beberapa minggu. Namun dalam 

praktiknya, sesudah 4-8 minggu sering kali 

obat tidak bekerja lagi dan jika dihentikan 

dapat menimbulkan gejala penarikan, lihat di 

bawah.

Ketergantungan (dependence) didefinisikan 

oleh WHO sebagai "desakan batin menggunakan suatu obat untuk mencapai efek psikis 

atau karena terjadi efek tidak nyaman bila obat 

tidak diminum lagi“. Dapat pula dibedakan 

ketergantungan fisik dan ketergantungan psikis. 

a. Ketergantungan fisik. Bila pemakaian  

(lama) obat dihentikan, biasanya timbul 

gejala abstinensi, misalnya kambuhnya 

keluhan semula tetapi dengan lebih hebat (rebound insomnia,nightmares, dan lainlain). Tubuh seolah-olah memprotes dengan jelas terhadap penghentian. Gejalagejala ini dapat dihindari dengan mengurangi dosis obat secara berangsur dan 

umumnya akan hilang sesudah  beberapa 

hari. 

Efek ini mungkin disebabkan oleh kekurangan zat-zat endogen (misalnya endorfin dan zat-zat yang mirip benzodiazepin) untuk menempati reseptor bagi zat 

ini di otak. Pada ketergantungan kronis, 

diperkirakan obat berfungsi memenuhi 

kekurangan akan zat endogen tersebut.

b. Ketergantungan psikis. Lazimnya gejala 

tersebut di atas disertai gejala psikis, 

seperti perasaan takut dan gelisah, depresi 

atau reaksi psikotis. Untuk melawan 

perasaan buruk itu, pasien terdorong oleh 

keinginan untuk mempertahankan perasaan nyaman yang diberikan oleh obat.

* Ketagihan (adiksi) yaitu  bentuk ketergantungan, pada mana pasien merasa tidak 

nyaman tanpa zat-zat tertentu yang memiliki 

kegiatan psikis, dapat menimbulkan euforia (keadaan gembira berlebihan) dan dapat mela- wan perasaan tidak nyaman. Zat-zat yang dapat 

mengakibatkan adiksi yaitu  a l. kofein, nikotin, alkohol, marihuana, amfetamin, kokain, morfin, heroin, LSD dan XTC. Lihat selanjutnya Bab 23, Drugs.

Dalam daftar di bawah ini, sifat-sifat terpenting dari hipnotika dibandingkan satu 

dengan yang lain.

Interaksi

Pada umumnya, alkohol memperkuat efek 

hipnotika, tranquillizer dan psikofarmaka lainnya. Efek antikoagulansia diperkuat oleh 

obat tidur berdasar  penggeseran dari 

tempat-tempat ikatannya pada protein darah, 

kecuali senyawa barbiturat yang justru memperlemah khasiatnya karena induksi enzim. 

Senyawa benzodiazepin tidak memengaruhi 

efek antikoagulansia.

Barbiturat memperlemah khasiat kortikosteroid, tetrasiklin, antidepresiva trisiklis dan kinidin, juga berdasar  dipercepatnya perombakan enzimatik.

Kloralhidrat tidak dapat dikombinasi dengan furosemida, karena akan terjadi vasodilatasi atau konstriksi.

Sticker peringatan

Selama pengobatan dengan hipnotika-sedativa, pasien sebaiknya jangan mengemudikan kendaraan bermotor atau menjalankan 

mesin, sama halnya bila menggunakan tran

quillizer dan obat-obat lain dengan sifat 

sedatif, seperti psikofarmaka dan antihistaminika. Sebabnya yaitu  karena obat-obat 

ini dapat membuat termangu-mangu serta 

mengurangi kecepatan reaksi (refleks) maupun daya perkiraan. Di Belanda, pemberian 

obat-obat demikian oleh apotik harus disertai 

sticker kuning dengan peringatan: "Obat ini 

dapat mengurangi keterampilan mengemudi kendaraan“. 

Penggolongan hipnotika-sedativa

Hipnotika dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu senyawa barbiturat dan benzodiazepin, obat-obat lainnya dan obat kuno.

a. Barbiturat: fenobarbital, butobarbital, siklobarb dan lain-lain. pemakaian nya sebagai 

sedativa-hipnotika kini praktis sudah ditinggalkan berhubung tersedianya senyawa 

benzodiazepin yang jauh lebih aman. Dewasa ini hanya beberapa barbiturat masih 

dipakai  untuk indikasi tertentu, misalnya 

fenobarb dan mefobarb sebagai anti-epileptika dan pentotal sebagai anestetikum. 

b. Benzodiazepin: temazepam, nitrazepam, flurazepam, flunitrazepam,triazolam, estazolam dan

midazolam. Obat-obat ini pada umumnya kini 

dianggap sebagai obat tidur pilihan pertama

karena toksisitas dan efek sampingnya yang 

relatif paling ringan. Obat ini juga menimbulkan lebih sedikit interaksi dengan obat 

lain, lebih ringan menekan pernapasan dan kecenderungan penyalahgunaan yang lebih 

sedikit. 

Sejumlah benzodiazepin lain khusus digunakan sebagai tranquillizer, yakni klordiazepoksid, klorazepat (Tranxene), bromazepam (Lexotan), diazepam, lorazepam, prazepam, medazepam, oksazepam dan oksazolam (Serenal).

c. Lain-lain: Morfin juga berkhasiat hipnotik 

kuat, tetapi terlalu berbahaya untuk digunakan sebagai obat tidur, begitu pula alkohol.

Meprobamat, opipramol, buspiron (Buspar) dan

zopiklon (Imovane) dipakai  sebagai tranquillizer. Kloralhidrat termasuk obat tidur 

yang paling tua dan kadangkala masih digunakan dalam pediatri dan geriatri untuk 

jangka waktu singkat.

d. Obat-obat kuno: senyawa brom K/Na/

NH4

Br serta turunan-turunan urea karbromal

dan bromisoval. Obat-obat ini hanya berkhasiat hipnotik lemah dan dahulu hanya 

dipakai  sebagai obat pereda (Sol. Charcot). 

Bahaya kumulasi dan toksisitasnya besar 

(bromisme), sehingga tidak dipakai  lagi 

dalam terapi modern. Lihat Obat-obat Penting, Edisi 4, halaman 266. 

* Meprobamat (*Deparon) yaitu  tranquillizer 

pertama (1955) yang dahulu sering digunakan. Namun karena efek sampingnya banyak 

dan agak sering terjadi tentamen suicidi (percobaan bunuh diri) dan intoksikasi, kini obat 

ini tidak dianjurkan lagi bagi pasien baru.

* Opipramol (Insidon) yaitu  senyawa trisklik seperti antidepresivum amitriptilin 

(1962), tetapi tidak menghambat reuptake 

serotonin. Opipramol berkhasiat hipnotik dan 

anksiolitik lemah yang mulai kerjanya lambat, 

sehingga dianjurkan sebagai obat tambahan pada keadaan ketegangan dengan perasaan takut. Berhubung ratio efektivitas dan 

efek sampingnya relatif lebih buruk, kini 

pemakaian nya sudah berkurang. 

Mekanisme kerja

Di tahun 1977 ditemukan reseptor benzodiazepin spesifik di permukaan membran neuron, 

terutama di kulit otak dan lebih sedikit di 

otak kecil dan sistem limbis. Barbiturat dan

benzodiazepin pada dosis terapi terutama bekerja dengan jalan pengikatan