rutama metadon, kokain dan heroin dapat
menyebabkan berkembangnya sindrom abstinensi neonatal pada bayi yang dilahirkan.
Peristiwa ini disebabkan narkotika tersebut
dapat melintasi plasenta untuk kemudian
masuk ke dalam peredaran darah bayi.
Gejala khas sindrom ini meliputi eksitasi
SSP (85-100%), rangsangan saluran cerna
(50%) dan pernapasan (10%), diiringi dengan
konvulsi.26Abortus dapat terjadi pada ibuibu yang sedang hamil dan saraf janin dapat
terganggu perkembangannya, karena kokain
mudah memasuki peredaran darahnya.
Dosis: tracheal, tetes hidung/telinga: 0,1-1%
larutan HCl, dalam tetes mata 0,1-0,4%.
6. Tembakau dan nikotin
Bahaya merokok sudah banyak sekali ditulis
dan lambat laun mulai disadari oleh sebagian
besar orang. Meskipun demikian di beberapa
negara seperti Jepang dan juga negara kita ,
kebiasaan merokok masih yaitu fenomena yang umum sekali. Beberapa negara
(a.l. AS, Belanda, Spanyol, Singapura dan
juga negara kita ) sudah melarang merokok di
tempat-tempat umum, seperti di restoran,
toko dan kantor-kantor umum. Maskapai
penerbangan juga sudah tidak mengizinkan
penumpangnya merokok. Hal ini didasarkan
atas penelitian bahwa asap rokok bukan saja
berbahaya bagi perokoknya sendiri, tetapi
mengisap rokok sekunder (“merokok secara pasif“) juga yaitu bahaya bagi orangorang yang berada di sekitarnya. Terutama
bagi anak-anak17 dan ibu-ibu yang sedang
mengandung, karena dapat mengakibatkan
penurunan berat badan bayi yang dilahirkan
dan meningkatkan mortalitas prenatal.
Efek-efek negatif dari menghisap asap rokok oleh non-smoker terdiri dari penurunan
fungsi endotel18 dan meningkatkan kadar
fibrinogen darah yang mengakibatkan naiknya daya pembekuan darah. Besar kemungkinan bahwa merokok pasif menyebabkan
lebih banyak kematian akibat penyakit jantung koroner dibandingkan dengan kanker
paru.19
Absorpsi dan eliminasi. Asap rokok mengandung banyak sekali unsur kimia dan salah
satu yang terpenting yaitu senyawa nikotin dan ter yang bersifat karsinogen. Dalam asap sigaret nikotin ini tersuspendir
pada partikel-partikel ter untuk kemudian
diserap dari paru ke dalam darah dengan
cepat sekali. Daya absorpsi ini hampir sama efektifnya seperti pemberian injeksi i.v.
Dalam hati nikotin dioksidasi menjadi metabolit utamanya, yaitu kotinin, dengan t½ ±19
jam. sesudah diserap nikotin mencapai otak
dalam waktu hanya 8 detik sesudah inhalasi
dan yaitu unsur yang bersifat sangat
adiktif.
Nikotin dari asap sigaret bersifat agak asam
dan tidak diabsorpsi dengan baik di mulut,
berlainan dengan asap pipa dan cerutu yang
lebih alkalis (pH 8,5) dan mungkin lebih baik
absorpsinya. Tetapi kadar nikotin dalam
plasma dari mereka yang tidak menginhalasi
(cerutu) lebih rendah dibandingkan mereka
yang menginhalasi asapnya. Perbedaan antara penghisap sigaret, pipa dan cerutu terletak
pada tidak/kurangnya inhalasi pada pipa
dan cerutu, sehingga menyebabkan lebih
kecil risikonya terhadap kandungan asap.
Merokok sigaret yaitu penyebab
timbulnya gangguan COPD (80-90%) yang
menempatkannya di posisi ke-empat sebagai
penyebab kematian di dunia.20
Ada peribahasa Prancis yang mengatakan
“Au bout de chaque cigarette, toujours le meme
filtre: vos poumons”, berarti di ujung setiap
rokok selalu ada filter yang sama, ialah
paru-paru Anda.
Efeknya terhadap SSP. Nikotin meningkatkan
tekanan darah (singkat) dan frekuensi jantung, merangsang agregasi trombosit dan
menurunkan produksi prostasiklin oleh endotel.
Nikotin yang diabsorpsi dapat menimbulkan tremor tangan dan kenaikan kadar
berbagai hormon dan dopamin di dalam
plasma. berdasar rangsangannya terhadap “chemoreceptor trigger zone“ (CTZ) dari
sumsum tulang (medulla oblongata) dan stimulasinya dari refleks vagal, nikotin menye-babkan mual dan muntah. Di lain pihak
nikotin meningkatkan daya ingat, perhatian
dan kewaspadaan, mengurangi sifat mudah
tersinggung dan agresi, serta menurunkan
berat badan akibat penekanan nafsu makan
dan meningkatnya pengeluaran energi.
Toksisitas kronis. Merokok dikaitkan dengan
berbagai penyakit serius, dari gangguan arteri
koroner dan penyakit vaskular perifer sampai
kanker paru. Kecenderungan mendapatkan
penyakit-penyakit ini meningkat dengan derajat exposurenya, yang diukur dari jumlah
sigaret yang dihisap sehari atau diekspresikan
dalam “pack years“. Perbandingan mortalitas
keseluruhan dari perokok pria terhadap nonperokok yaitu ±1,7:1. Ratio ini menjadi 2,0
bagi mereka yang menghisap 2 pak sehari
dan lebih tinggi lagi pada mereka yang
menginhalasi dibandingkan dengan yang
non-inhalasi. Mortalitas juga meningkat bila
menghisap cerutu, tetapi tidak demikian
tinggi dibandingkan yang menghisap sigaret. Perokok wanita yang menghisap satu
pak sehari mempunyai risiko mendapatkan
penyakit jantung koroner fatal yang lima kali
lebih tinggi.
Penghentian merokok menimbulkan suatu sindrom yang berlangsung selama 2-3
minggu dan terdiri dari keinginan keras
untuk kembali merokok, mudah tersinggung,
perasaan lapar dan sering kali bertambahnya
berat badan. Masalah withdrawal ini dapat di
atasi dengan pemberian wejangan mengenai
bahayanya merokok, di samping terapi penggantian nikotin (nicotine replacement therapy
atau NRT) dengan mis. mengunyah permen
(karet) atau pemberian obat anti-depresi amfebutamon (bupropion) kepada pencandu rokok
berat. Juga dapat dicoba obat pembantu
menghentikan merokok (vareniklin, lihat di
bawah).Intervensi farmakologi mempunyai
efek samping mulut kering, obstipasi dan
sukar tidur.
Interaksi dengan obat-obat. Perokok memetabolisasi berbagai jenis obat lebih cepat daripada non-perokok, yang disebabkan oleh
induksi enzim-enzim di mukosa usus atau
hati oleh komponen dalam asap tembakau.
Dengan demikian, efek obat-obat tersebut
berkurang, misalnya teofilin, imipramin dan
kofein. Para perokok membutuhkan dosis
yang lebih tinggi dari analgetika (opioida),
anksiolitika (oksazepam) dan obat-obat antiangina (nifedipin, atenolol, propranolol dan
lain-lain).
*Vareniklin (Champix) tablet 0,5 dan 1 mg.
Obat ini dipakai untuk membantu berhenti merokok. Dosis awal 1 dd 0,5 mg selama 3
hari, kemudian 2 dd 0,5 mg selama 4 hari;
pemeliharaan 2 dd 1 mg selama 12 minggu.
Penanganan dengan vareniklin yaitu
alternatif ketiga sesudah bupropion dan nortriptilin.
7. Kofein: trimetilksantin
a. K o p i. Kofein yaitu alkaloid yang
ada dalam biji kopi (Coffea arabica/
robusta) yang berasal dari Arab dan
Etiopia. Sekitar tahun 1.000, orang-orang
Arab menemukan rahasia cara mengolah
biji kopi dan menggunakannya sebagai
minuman yang menyegarkan. Di Eropa
kebiasaan minum kopi diintroduksi ± tahun 1615, ketika muatan kopi pertama dari
Turki tiba di pelabuan Venezia. Kemudian
tumbuhan kopi diselundupkan ke Brasilia
yang kini menjadi produsen kopi terbesar
di dunia.
Kopi mengandung ±24 zat, yang terpenting yaitu kofein (1-2,5%), hidrat
arang (7%), zat-zat asam (chlorogenic
acid, caffeic acid), tannin, zat-zat pahit,
lemak (±10%) dan minyak terbang (zatzat aroma). Minum kopi terlalu banyak
meningkatkan risiko penyakit jantung,
karena meningkatkan kadar homosistein
darah, lihat Bab 37, Obat-obat Jantung,
Faktor-faktor risiko.
b. T e h. Kofein juga ada dalam daun
dari tanaman teh (Thea sinensis) dari Cina Selatan, yang kini dibudidayakan di
Jawa, Sri Lanka, Rusia Selatan, Brasilia
dan Pulau Natal.
* Teh hitam dibuat dengan jalan memfermentasi daun-daun yang telah digiling,
pada mana enzim-enzim dibebaskan dan
mengubah secara oksidatif flavonoida (polifenol) dari tipe katechin menjadi tanin (thearubigin) yang memberikan warna hitam padanya. Teh hitam mengandung rata-rata 3% kofein, derivat-derivat ksantin lainnya, yaitu
teofilin dan teobromin, antara 7-15% tannin,
polifenol, flavonoida (katechin, dan lain-lain)
dan 0,5-1% zat-zat aroma (minyak terbang,
a.l. geraniol).
Kadar kofein. 1 cangkir kopi (±100 ml) mengandung 80-100 mg kofein, tergantung dari
banyaknya kopi yang dipakai ; 100 ml teh
±60 mg dan 100 ml cola ±20 mg kofein.
* Teh hijau terdiri atas daun dari Camellia
sinensis yang tidak difermentasi dan dipanaskan dengan uap panas sebelum digiling.
Oleh karenanya, enzim yang mengubah flavonoida diinaktifkan, sehingga pembentukan thearubigin dihindari. Teh hijau mengandung relatif sedikit kofein dan banyak katechin yang, antara lain berefek antitumor
dan anti-aterosklerosis. Teh hijau banyak
diminum di Jepang (“Japan green sencha”)
dan juga di Asia Tenggara. Sekarang ini
dipakai sebagai ekstrak pada penanganan
alternatif semua jenis kanker, juga pada
prevensi dan penanganan aterosklerosis.
Lihat selanjutnya Bab 14, Sitostatika, Ekstrak
teh hijau dan Bab 53, Vitamin dan Mineral, 4.
Bioflavonoida.
Khasiatnya. Kofein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek menghilangkan rasa
letih, lapar dan mengantuk, juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi ditingkatkan serta prestasi otak dan suasana jiwa
diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih
ringan dan singkat daripada amfetamin.
Kofein juga berefek inotrop positif terhadap
jantung (memperkuat daya kontraksi), vasodilatasi perifer dan diuretik. Juga bersifat
menghambat enzim fosfodiësterase.
pemakaian nya sebagai zat penyegar yang
bila dipakai terlampau banyak (lebih
dari 20 cangkir sehari) dapat bekerja adiktif. Minum kopi lebih dari 4-5 cangkir sehari meningkatkan kadar homosistein dalam
darah dan dengan demikian juga risiko akan
PJP. Bila dihentikan sekaligus dapat mengakibatkan sakit kepala sebagai gejala penarikan. Kofein sering dikombinasi dengan
parasetamol atau asetosal untuk memperkuat efek analgetiknya, juga dengan ergotamin untuk memperlancar absorpsinya.
Resorpsinya di usus baik, PP-nya ±17%, plasma-t½ 3-5 jam. Dalam hati kofein diuraikan
hampir tuntas dan dikeluarkan lewat urin.
Efek samping. Minum lebih dari 10 cangkir
kopi sehari dapat menimbulkan debar jantung, gangguan lambung, tangan gemetar,
gelisah, ingatan berkurang dan sukar tidur.
Sebaiknya jangan minum lebih dari 3-4
cangkir kopi sehari.
Dosis: pada keadaan letih 1-3 dd 100-200
mg, sebagai adjuvans bersama analgetika 50
mg sekali, bersama ergotamin pada migrain
100 mg.
C. ZAT-ZAT HALUSINOGEN
8. LSD: lysergic acid diethylamide
LSD yaitu suatu alkaloid ergot semi-sintetik (Hoffmann, 1943) dengan asam lisergat
sebagai inti molekul, sama dengan ergotamin
(lihat Bab 31, Adrenergika dan Adrenolitika).
LSD bekerja sebagai anti-serotonin dan antikolinesterase. Efek halusinogennya terhadap
otak mungkin sebagian berdasar sifat
ini, yaitu timbulnya persepsi lingkungan
yang berubah secara dramatis dan perasaan
luar biasa yang menggairahkan (extasy). Kadangkala timbul efek-efek yang tidak diinginkan seperti perasaan ketakutan dan panik (”bad trip”). T½ ±3 jam dan daya kerja dari
1 dosis ±8 jam.
Ketergantungan psikis dan tachyfylaxia (lihat Bab 4, Prinsip-prinsip Farmakodinamika) dapat terjadi, tetapi tidak timbul ketergantungan fisik. Efeknya diperkuat oleh amfetamin.
Efek samping yang serius yaitu antara lain
reaksi psikotik (kadang-kadang terlambat
timbulnya) dengan kecenderungan bunuh
diri. Mungkin juga bersifat teratogen dan
mutagen.
Dosis: oral ±30 mg sudah efektif untuk
menimbulkan halusinasi.
9. Ecstasy: XTC, MDMA (3,4-metilendioksimetamfetamin)
Derivat fenilisopropilamin semisintetik ini
memiliki sifat-sifat halusinogen dan stimulasi.
Dipasarkan pada tahun 1914 sebagai obat
penekan nafsu makan dan pada tahun 1970- an, obat ini dipakai di AS sebagai obat
tambahan pada psikoterapi yang kemudian
dilarang pada tahun 1985. Ecstasy (nama
“jalanan” bagi MDMA) sekarang banyak
dipakai oleh para pencandu di banyak
negara, juga di negara kita untuk sifat stimulasi
dan halusinogennya akibat pembebasan 5-HT.
pemakaian lama dari MDMA merusak
saraf terminal 5-HT dan meningkatkan risiko
gangguan kejiwaan. Sering kali drug ini
dalam berbagai bentuk tablet diselundupkan
dari Eropa, terutama Belanda, ke wilayah
negara kita yang kemudian melalui saluransaluran tertentu diperdagangkan di disko
dan klub-klub malam. Akhir-akhir ini (2005)
secara ilegal diproduksi dalam jumlah besar
di negara kita , sampai kegiatan ini dihentikan
oleh aparat negara.
Drug ini juga disebut partydrug atau dancedrug, karena memungkinkan si pengguna
berjoget sepanjang malam tanpa merasakan
dirinya letih.
Efek awalnya berupa simpatomimetik dan
dapat terjadi tachyaritmia serta peningkatan
suhu tubuh (hiperpireksia, hipertermi), gerakan
klonis dan konvulsi. Efeknya agak singkat
(4-6 jam). Mekanisme kerjanya berdasar
gangguan re-uptake serotonin di otak, yang
sebagai neurotransmitter berperan penting
pada suasana jiwa (mood), proses berpikir,
makan dan tidur. Tidak menimbulkan ketergantungan fisik atau ketagihan. yaitu
agonis serotonin indirek dan juga memiliki
efek-efek dopaminerg dan noradrenerg.
Efek buruk yang terpenting yaitu gagal
hati dan gagal ginjal akut, serta kerusakan
irreversibel pada saraf-saraf yang melepaskan
serotonin (neurotoksik) akibat pembentukan
radikal bebas yang merusak membran sel.
pemakaian nya dapat mengakibatkan komplikasi potensial serius yang mengancam
jiwa. Adakalanya tablet-tablet XTC dicampur
dengan obat lain dengan tujuan memperkuat
efeknya, misalnya atropin. Hal ini sangat berbahaya karena toksisitasnya juga meningkat.
Pengobatan intoksikasi terdiri dari cuci lambung, pemberian klorpromazin dan α/β-
blocker secara intravena. Dosis sebagai drug:
oral 75-150 mg.
*METAMFETAMIN (shabu-shabu, SS, Ice) bekerja lebih lama dibanding MDMA (dapat
mencapai 12 jam) dan efek halusinasinya lebih kuat.
*MDA (metilendioksiamfetamin) seperti juga MDMA, yaitu senyawa feniletilamin
yang memiliki efek stimulan dan psikedelik.
* MDEA (metilendioksietilamfetamin, “Eve“)
yaitu derivat dengan sifat-sifat yang sama
dengan XTC dan juga sangat populer di house
parties.
Akhir-akhir ini di negeri Belanda telah disinyalir 2 obat psikotropik yang mirip sekali
dengan ecstasy.27 Pertama yaitu methylon
dengan zat aktif metilendioksimethkathinon
dan terkenal di pasaran sebagai “eksplosi”.
Yang kedua yaitu mCCP dengan zat aktif
metaklorofenilpiperazin. Kedua obat ini memengaruhi sistem monoaminerg.
10. Kanabis: ganja, marihuana
Kanabis yaitu pucuk-pucuk berbunga
dari tumbuhan „hennep“ Cannabis L. sativa
(Asia Tenggara) dan mengandung ±420 zat
yang termasuk dalam 18 kelompok. Yang terpenting yaitu antara lain, minyak terbang
dengan 103 jenis senyawa terpen (kanabinoid), seperti kanabidiol, kanabinol dan tetrahidrokanabinol (THC). THC ada dalam
berbagai bentuk dan yang paling aktif yaitu
delta-9-THC yang terutama memberikan
efek farmakologi khusus dari marijuana.
Zat-zat lainnya termasuk kelompok glikosida, flavonoida, protein dan asam amino,
karbohidrat, steroida dan vitamin K. Efeknya terdiri dari penekanan kegiatan otak
dengan menimbulkan situasi seperti bermimpi, meredakan dan memberikan perasaan
nyaman. Di samping itu kanabis berdaya
analgetik berdasar mekanisme yang menyerupai efek antinyeri dari morfin di otak,
tetapi tanpa kaitan dengan reseptor opiat
(Ph Wkbl 1998, 133: 1624). Daya komunikatif
dan mobilitas menurun, sehingga mengoperasikan peralatan berat maupun mengendarai
kendaraan bermotor dapat menimbulkan
bahaya, seperti juga semua drugs lainnya.Sifat psikotrop. Efek pertamanya yaitu
euforia yang kemudian disusul dengan rasa
kantuk (drowsiness) dan tidur. Mulut menjadi
kering, konjungtiva menjadi merah dan pupil
membesar. Efek ini terutama disebabkan oleh
THC (juga dibuat sintetik, 1965), tetapi sifat
halusinogennya lebih lemah daripada LSD.
Efek psikisnya tergantung pada dosis, cara
pemakaian , pengalaman dari pemakai dan
kepekaan individual. Sifat-sifat farmakologi
lainnya yaitu terutama terhadap SSP dan
sistem kardiovaskuler misalnya:
– meredakan SSP, sama seperti barbital
– terhadap jantung: permulaan tachycardia,
sesudah pemakaian lama justru bradycardia dengan penurunan tekanan darah
– terhadap mata: penurunan tekanan dalam
bola mata dan perlebaran pembuluh
konjungtiva
– terhadap pertukaran zat: membangkitkan
nafsu makan, terutama makanan manis
Gejala withdrawal berupa meningkatnya
aktivitas otot dan sukar tidur. Berhubung
marihuana lambat ekskresinya dari tubuh
(sampai beberapa minggu), gejala ini ringan
dan hampir tidak terasa.
pemakaian . Di Amerika tumbuhan ini juga dinamakan “grass, weed, pot” dan merupakan narkotika yang paling umum digunakan, biasanya dalam bentuk rokok yang
dibuat dari batang, daun dan pucuk berbunga dari tumbuhan yang dipotong halushalus dan dikeringkan. Atau, kanabis juga
dipakai sebagai hashish, yaitu getah
yang dikeringkan dari pucuk berbunga dan
yang mengandung konsentrasi kanabinoid
terbesar. Sering kali kanabis juga dimakan,
tetapi diperlukan dosis oral THC yang 3x
lebih tinggi daripada bila dipakai sebagai
rokok (hashish atau marihuana) untuk mencapai efek psikotropik yang sama.
Secara terapeutik zat ini dipakai sebagai
analgetikum (pada rema) dan anti emetikum
pada terapi dengan sitostatika (kemoterapi) untuk
menghindari mual dan muntah bila antiemetika lain kurang efektif. Untuk ini tersedia
zat sintetik dronabinol(delta-9-THC, Marinol).
THC ternyata juga efektif terhadap anoreksi
pada pasien AIDS untuk menstimulasi nafsu makan. Lihat juga Bab 22, Analgetika
Narkotika. Pada multiple sclerosis (MS) sering kali berguna untuk meringankan kejangkejang otot dan rasa nyeri. Suatu ekstrak
terstandarisasi dari kanabis telah diregistrasi
di Canada dengan nama Sativex untuk penanganan simtomatik dari nyeri neuropatik
pada multiple sclerosis.23,24 Juga mampu menurunkan tekanan intraokular yang meningkat pada glaukoma.
Suatu penelitian pada 12 pasien Alzheimer
menunjukkan THC berkhasiat meningkatkan
nafsu makan serta memperbaiki suasana
jiwa (mood) dan masalah-masalah perilaku.
Marihuana sebagai rokok berguna untuk meredakan serangan migrain sesudah 20 menit.
Tetapi disebabkan efek-efek psikoaktifnya,
tidak ada benefit medis nyata dari penggunaan marijuana bagi indikasi-indikasi tersebut dibandingkan dengan penanganan konvensional.
Efek samping dapat berupa efek sentral (rasa
‚high‘, pusing, melantur dan rasa kan-tuk)
yang lewat sesudah 1-3 hari. Bila efek ini tidak
lalu, sebaiknya jangan diminum sebelum
makan, tetapi sebelum tidur. Pada lansia
kanabis dapat memicu halusinasi dan gejala
paranoid. Zat ini tidak mengakibatkan efek
adiktif yang membahayakan, tetapi dapat
menyebabkan toleransi dan suatu ketergantungan yang tidak begitu kuat. Tetapi sejak
beberapa waktu diketahui bahwa ada hubungan antara pemakaian kanabis dan
timbulnya schizofreni. pemakaian kronis
dapat menimbulkan suatu sindrom yang
terdiri dari muntah-muntah tanpa henti,
mual dan nyeri kolik lambung.
Kehamilan. Ibu hamil yang menggunakan
marihuana pada umumnya akan melahirkan
bayi-bayi yang lebih kecil dari normal.
Karena zat aktif dari marihuana, yaitu delta-
9-THC, menembus plasenta dan masuk ke
dalam air susu ibu, maka bayi pun akan turut
terpengaruh oleh drug ini.
Dosis: untuk stimulasi nafsu makan 2 dd
2,5-5 mg sebelum makan pagi dan makan
siang (atau a.n.), antinausea 3-4 dd 5 mg THC
dalam minyak wijen (Oleum sesami).11. Fensiklidin: PCP, HOG, Angel dust, “superweed“
Drug ini sekelompok dengan petidin dan
memiliki khasiat analgetik yang baik (1957).
Efek psikotropiknya kuat; dosis yang sangat
rendah sudah mencetuskan suatu keadaan
„high“, yang menyerupai psikosis dan berlangsung 4-6 jam. Pada dosis tinggi, fensiklidin menyebabkan konvulsi, sedangkan dosis yang lebih rendah bersifat meredakan.
Sebagai injeksi (1-5 mg) bekerja anestetik,
walaupun tidak dipakai lagi berhubung
efek sampingnya (delirium) yang bertahan
lama.
Fensiklidin dipakai sebagai rokok 50-100
mg (dicampur dengan daun peterselie, mint,
tembakau atau marihuana) dan sebagai obat
hisap (5 mg zat murni) atau oral sebagai tablet
(2-6 mg). Di banyak negara, a.l. Belanda,
fensiklidin termasuk dalam Undang-undang
Narkotika.
Efek overdosis. Dosis yang terlampau tinggi
dapat mengakibatkan keracunan serius dengan koma yang berlangsung lama (sampai
5 hari!). Lagi pula depresi kuat dari pernapasan, meningkatnya tekanan darah dengan
kemungkinan timbulnya stroke, konvulsi dan
hiperthermia yang sering kali menyebabkan
kematian. Zat penawarnya yaitu fenotiazin
(sama halnya pada intoksikasi-LSD), juga
dapat dipakai fisostigmin atau haloperidol,
serta obat-obat antikonvulsif dan penurun
tekanan darah.
* Ketamin (Ketalar, Ketaset, “special K“, vitamin K) yaitu derivat sikloheksil (1966) yang
rumusnya mirip dengan fensiklidin. Dikembangkan dan diregistrasi sebagai obat anestesi
kerja singkat, bila relaksasi otot tidak diperlukan. Berguna untuk meringankan nyeri
saraf seperti nyeri wajah (trigeminus neuralgia)
dan nyeri postherpetik (sesudah penyembuhan
sinnanaga), lihat juga Bab 25, Anestetika Umum. Sejak tahun 1997 anestetikum umum
ini mulai banyak dipakai sebagai „obat
rekreasi“ drug-disco terbaru di “pop culture“
AS berkat daya halusinogennya yang kuat,
bahkan beberapa minggu sesudah dieliminasi dari tubuh masih dapat menimbulkan
“flashbacks.“ pemakaian ketamin menimbulkan keadaan seperti mabuk berat (alkohol) dengan impian dan khayalan. Intoksikasi berat menimbulkan a.l. kejang epilepsi,
depresi pernapasan dan berhentinya jantung.
Pada umumnya ketamin dianggap tidak bersifat adiktif, walaupun dapat menimbulkan
habituasi kuat. Mekanisme kerjanya berdasarkan blokade dari neurohormon tertentu
di otak yang meneruskan impuls-impuls di
neuron indra. Lihat juga Bab 25, Anestetika
Umum.
12. Peyote: peyotl
Peyote yaitu sejenis kaktus (Peyote), yang
pucuk-pucuk keringnya dipakai sebagai
obat suci pada upacara keagamaan di Meksiko. Peyote mengandung alkaloid meskalin
dengan efek halusinogen lebih lemah dari
LSD dan dapat dimakan atau diminum seperti teh. Zat ini menghasilkan efek “trip“
visual hebat, yang dapat bersifat baik atau
buruk, tergantung pada suasana jiwa dan
lingkungan. Meskalin dapat menyebabkan
suatu ketergantungan lemah dan tercantum
di Daftar Narkotik kebanyakan negara, tetapi kaktusnya tidak.
Dosis: halusinasi 400-700 mg.
13. Miristisin: trimyristin, glyceryl trimyristate
Zat lemak ini ada sampai 25% dalam
minyak terbang (Oleum myristicae, myristicin)
yang diekstrak dari biji pala (Myristica fragrans). Juga ada dalam kadar rendah di
daun peterseli (sejenis selderi, parsley: Petroselinium hortense) dan wortel. Miristisin dapat
menimbulkan halusinasi, suasana ketakutan
dan ketegangan. Lama kerjanya 48-60 jamDosis halusinasi: 14 g serbuk (menyebabkan
dahaga yang sangat kuat).
D. INHALANSIA
14. Amil- dan butilnitrit: “poppers“
Cairan ini dengan bau tajam dahulu digunakan pada angina pectoris berkat khasiat
vasodilatasi dan relaksasi ototnya yang kuat,
juga berefek hipotensif. Banyak dipakai
di kalangan homoseksual sebagai obat hisap
yang menimbulkan keadaan mabuk yang
hanya singkat. Poppers menimbulkan nyeri
kepala hebat dan pingsan; pemakaian berlebihan mengakibatkan anemia dan memperlemah sistem imun. Ketagihan belum pernah
dilaporkan.
15. Gas tertawa: dinitrogenmonoksida, N2
O
Pada mulanya gas “tertawa” dipakai
sebagai obat anestesi, antara lain oleh dokter
gigi, juga dalam industri makanan, dalam
botol semprotan sebagai gas pendorong
(drijfgas). Sebagai drug dijual dalam balon
berisi gas ini. sesudah diinhalasi, dalam 30
detik sudah menghasilkan euforia yang
hebat, tetapi sangat singkat (±2 menit), yang
dapat disamakan dengan trip LSD, sehingga
sangat populer pada pesta, festival dan disco.
Risikonya berupa pusing-pusing dan terjatuh.
Bila dipakai intensif ada risiko gangguan
neurologik, impotensi dan kemandulan. Gas
in tidak bersifat adiktif. SEDATIVA DAN HIPNOTIKA
Hipnotika atau obat tidur (Yun: hypnos =
tidur) yaitu zat-zat yang dalam dosis terapi
dipakai untuk meningkatkan keinginan tidur normal dan mempermudah atau
menyebabkan tidur. Lazimnya obat ini diberikan pada malam hari. Bilamana zat-zat ini
diberikan pada siang hari dalam dosis yang
lebih rendah untuk tujuan menenangkan,
maka dinamakan sedativa (obat-obat pereda).
Oleh karena itu, tidak ada perbedaan yang
tajam antara kedua kelompok obat ini.
Hipnotika menimbulkan rasa kantuk (drowsiness), mempercepat tidur dan sepanjang
malam mempertahankan keadaan tidur yang
menyerupai tidur alamiah berdasar sifatsifat EEG-nya. Selain sifat-sifat ini, secara
ideal obat tidur tidak memiliki aktivitas sisa
pada keesokan harinya.
Hipnotika/sedativa, seperti juga antipsikotika termasuk dalam kelompok psikodepresiva yang mencakup obat-obat yang menekan atau menghambat fungsi-fungsi SSP
tertentu.
Sedativa berfungsi menurunkan aktivitas,
mengurangi ketegangan dan menenangkan
penggunanya. Sedasi dapat didefinisikan sebagai keadaan yang diciptakan oleh sedativa
yang menurunkan kesadaran dan refleksrefleks. Keadaan ini, dengan atau tanpa penambahan analgetika, dipakai pada prosedur-prosedur diagnostik atau terapi singkat yang nyeri dan pada pasien-pasien yang
ketakutan atau tidak cukup kooperatif. Tujuannya yaitu untuk mengurangi nyeri dan
ketidak nyamanan dan menciptakan sekadar amnesi, sehingga prosedur dapat dilakukan dengan aman dan tanpa masalah. Yang
penting yaitu bahwa fungsi-fungsi vital tetap terpelihara, seperti pernapasan, sirkulasi
dan refleks-refleks yang melindungi saluran
pernapasan.
Keadaan sedasi juga yaitu efek samping dari banyak obat yang khasiat utamanya
tidak menekan SSP, misalnya antikolinergika.
Sejarah
Sedativa-hipnotika telah dipakai sejak tahun 1853 dengan diintroduksinya bromida
dan pada dasawarsa berikutnya disusul
oleh a.l. kloralhidrat dan paraldehida. Di tahun
1903, barbital (Veronal) dipasarkan sebagai
obat pereda dan obat tidur pertama dari
kelompok barbiturat. Fenobarbital menyusul
di tahun 1912 dan sekitar limapuluh barbiturat lainnya sampai tahun 1950-an. Awal
tahun 1950 klorpromazin dan meprobamat
te-lah diintroduksi sebagai obat penenang
jiwa yang baru. Pada tahun 1957 klordiazepoksida disintesis sebagai zat pertama
dari kelompok sedativa canggih, yaitu senyawa benzodiazepin. Derivat lainnya seperti diazepam dan lorazepam, segera menyusul, juga nitrazepam sebagai obat tidur di
tahun 1973. Pada tahun 1975 klonazepam diperkenalkan sebagai zat anti-konvulsi untuk
mengobati epilepsi dan disusul oleh banyak
turunan lainnya. Hingga kini tersedia lebih
dari 35 senyawa benzodiazepin. Kelompok
obat ini disebut (minor) tranquillizers sedangkan antipsikotika termasuk golongan
major tranquillizers.
Perbedaan
sedativa-tranquillizers
Pengertian mengenai kedua kelompok obat
tersebut sering kali dicampurbaurkan, terutama sebagai akibat promosi, karena sebetulnya ada beberapa perbedaan prinsipiil,
yaitu a. Sedativa-hipnotika berkhasiat menekan
SSP. Bila dipakai dalam dosis yang
meningkat, suatu sedativum, misalnya
barbiturat, akan menimbulkan efek secara berturut-turut peredaan, tidur dan
pembiusan total (anestesia). Pada dosis
yang lebih besar lagi terjadi koma, depresi
pernapasan dan kematian. Bila diberikan
berulang kali untuk jangka waktu yang
lama, senyawa ini lazimnya menimbulkan
ketergantungan dan ketagihan, lihat juga
Bab 23. Drugs.
* Tranquillizers, disebut juga ataraktika atau
anksiolitika, khususnya zat-zat benzodiazepin, juga dapat menekan SSP dengan
khasiat sedatif dan hipnotik, tetapi selain itu
juga berkhasiat anksiolitik, antikonvulsif dan
relaksasi otot. Khasiat anksolitik (menghalau
rasa takut dan kegelisahan) tidak tergantung
dari efek sedatif, bahkan tranquillizer yang
ideal hendaknya berefek sedatif seringan
mungkin. Pada pemakaian jangka panjang
benzodiazepin juga dapat menimbulkan kebiasaan dan ketergantungan, tetapi lebih ringan
daripada hipnotika lainnya. Pada overdosis
(besar) jarang sekali menimbulkan depresi
pernapasan dan kardiovaskuler atau koma
fatal, jika tidak dikombinasi dengan obat
lain yang menekan SSP (misalnya alkohol).
Karena keamanannya yang tinggi, maka
obat-obat ini praktis sudah mendesak dengan
tuntas barbiturat sebagai obat tidur dan
penenang pada keadaan neurotik, seperti
gelisah, takut dan stress (Lat. tranquillus
= tenang, anxios = kuatir/cemas, lysis =
menguraikan, menghilangkan; Yun. ataraktos
= ketenangan).
1. Fisiologi tidur
Kebutuhan akan tidur dapat dianggap sebagai
suatu perlindungan dari organisme untuk
menghindari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang tidur. Tidur yang baik,
cukup dalam dan lama, yaitu mutlak untuk
regenerasi sel-sel tubuh dan memungkinkan
pelaksanaan aktivitas pada siang hari dengan
baik. Efek terpenting yang memengaruhi
kualitas tidur yaitu penyingkatan waktu
menidurkan, perpanjangan masa tidur dan
pengurangan jumlah periode terbangun. Pusat tidur di otak (sumsum lanjutan) mengatur fungsi fisiologi ini yang sangat penting
bagi kesehatan tubuh.
Pada waktu tidur, aktivitas saraf parasimpatis meningkat, dengan efek penyempitan
pupil (myosis), perlambatan pernapasan dan
sirkulasi darah (bronchokonstriksi dan menurunnya kegiatan jantung) serta stimulasi
aktivitas saluran cerna dengan penguatan
peristaltik dan sekresi getah lambung-usus.
Singkatnya, proses-proses pengumpulan enersi dan pemulihan tenaga dari organisme
diperkuat, lihat juga Bab 32, Kolinergika dan
Antikolinergika.
* Stadia tidur. Pada umumnya selama satu
malam dapat dibedakan 4 sampai 5 siklus
tidur dari kira-kira 1,5 jam. Setiap siklus
terdiri dari dua stadia, yakni tidur non-REM
dan tidur-REM.
a. Tidur non-REM, juga disebut Slow
wave sleep (SWS), berdasar registrasi
aktivitas listrik otak (EEG = elektro-encefalogram). Non-REM bercirikan denyutan
jantung, tekanan darah dan pernapasan
yang teratur serta relaksasi otot tanpa
gerakan otot muka atau mata. SWS ini
berlangsung lebih kurang satu jam lamanya dan meliputi berturut-turut 4 fase,
di mana fase 3 dan 4 yaitu bentuk tidur yang terdalam, dengan melepaskan hormon-hormon anabolik dan
sitokin. Peristiwa ini penting untuk daya
tahan tubuh, metabolisme dan reparasi
alamiah sel-sel tubuh. berdasar hal
ini SWS menjadi lebih panjang pada
keadaan-keadaan yang membutuhkan
pertumbuhan atau konservasi, mis. pada
kehamilan, pertumbuhan dan thyrotoxicosis. Kemudian fase ini disusul oleh
stadium tidur-REM.
b. Tidur-REM (Rapid Eye Movement) atau
tidur paradoksal, dengan aktivitas EEG
yang mirip keadaan sadar dan aktif,
bercirikan gerakan mata cepat ke satu arah.
Di samping itu, jantung, tekanan darah
dan pernapasan turun-naik, aliran darah
ke otak bertambah dan otot-otot sangat
relaks. Selama tidur REM yang pada
kedua siklus pertama berlangsung 5-15 menit lamanya, timbul banyak impian,
sehingga disebut juga tidur mimpi. Berangsur-angsur fase mimpi ini menjadi lebih panjang, hingga pada siklus terakhir (pada pagi hari) dapat berlangsung
rata-rata antara 20-30 menit lamanya.
*4-5 siklus-tidur. Siklus pertama ini secara
bergiliran disusul oleh 3-4 siklus lainnya
dengan fase tidur-delta dari kira-kira 60 menit
dan fase tidur-REM dari kira-kira 15 menit.
Dalamnya dan nyenyaknya tidur pada jamjam pertama bersifat paling lelap yang lambat-laun menjadi lebih dangkal, lihat gambar
di bawah ini.
Lansia juga mengalami perubahan demikian, tidur menjadi lebih dangkal dengan
hilangnya “tidur dalam” (stadia 3 dan 4), sedangkan tidur-mimpi menjadi lebih panjang.
Bayi yang baru lahir memerlukan tidur 16
jam, orang dewasa lebih kurang 8 jam, sedangkan di atas usia 50 tahun rata-rata 6 jam sudah
cukup. Tidur-REM pada bayi yaitu 50%
dari tidur seluruhnya dan menurun sampai
20-25% pada usia 6 tahun, yang selanjutnya
kurang lebih konstan untuk seumur hidup.
Bila tidur-REM dirintangi dan menjadi lebih singkat, misalnya akibat obat tidur, pasien
akan mengalaminya sebagai tidur tidak nyenyak dan merasa tidak segar-sehat. Hal ini
akhirnya dapat menimbulkan gangguan psikis dan gangguan kesehatan.
Pelepasan hormon
sewaktu tidur
Hormon pertumbuhan (growth hormone, GH)
penting sekali bagi pertumbuhan tubuh,
sintesis protein dan stimulasi resorpsi asam
amino oleh jaringan. Ternyata bahwa sekresi
GH terutama terjadi sewaktu tidur, yaitu
pada fase 3 dan 4 dari SWS dan sewaktu tidurREM. Sebaliknya, banyak hormon katabol
yang menstimulasi proses perombakan dalam tubuh - justru dibentuk terutama pada
siang hari, a.l. adrenalin, noradrenalin dan
kortikosteroida. Telah dibuktikan bahwa perasaan takut, ketegangan dan kegelisahan
memperbesar sekresi hormon katabol ini, sehingga metabolisme tubuh juga ditingkatkan.
Fase non-REM memegang peranan penting
dalam pertumbuhan dan restorasi jaringan
tubuh, sedangkan fase REMberkaitan dengan
kegiatan restorasi jaringan otak.
Obat tidur pada umumnya menekan fase
3 dan 4 dari SWS serta tidur-REM, sehingga
sekresi GH menurun. Walaupun pada penggunaan kronis, penekanan tidur-REM bersifat sementara, tetapi bila terapi dihen-tikan
akan terjadi REM-rebound sebagai kompensasi. Senyawa benzodiazepin ternyata
hanya menekan fase 4 dari SWS tanpa mengganggu sekresi GH dan proses rehabilitasi,
sedangkan tidur-REM juga praktis tidak
diganggu.2. Insomnia
Insomnia atau sukar tidur dapat diakibatkan
oleh banyak gangguan fisik, misalnya batuk, rasa nyeri (rematik, keseleo, encok), migrain, restless legs, dan sebagainya) atau sesak napas (asma, bronkitis). Insomnia juga
dapat disebabkan oleh pemakaian alkohol berlebihan dan terutama kofein yang ada dalam kopi, teh, cokelat dan minuman
kola. Juga beberapa jenis obat bisa mengganggu fisiologi tidur, mis. analgetika (yang
mengandung kofein), anoreksansia, glukokortikoida, agonis dopamin, beta-blocker dan
beberapa obat psikotropik (fluoksetin, risperidon, sindrom penarikan benzodiazepin).
Sepertiga dari orang dewasa mengalami peristiwa insomnia. Gangguan tidur ini dapat
lebih diperinci lagi sebagai berikut.
– insomnia awal (kesulitan masuk tidur) disebabkan a.l. oleh faktor-faktor kejiwaan
seperti emosi, kecemasan, ketegangan
dan depresi;
– insomnia menengah (terjaga di tengah malam) timbul pada peristiwa-peristiwa medik seperti penghentian pernapasan sementara selama tidur (sleepapnoe) dan
gangguan prostat (nocturia);
– insomnia terlambat (late insomnia) terbanyak di waktu subuh, disebabkan a.l. oleh
depresi dan malnutrisi (anoreksia nervosa).
Penanganan
Tindakan umum. Di samping meniadakan
faktor-faktor penyebab insomnia tersebut
di atas, juga perlu diperbaiki cara hidup
yang keliru, misalnya melakukan kegiatan
psikis yang melelahkan sebelum tidur. Dianjurkan pula untuk melakukan gerak badan
secara teratur, jangan merokok dan minum
kopi atau alkohol pada malam hari, karena
dapat mengganggu pola tidur. Obat-obat
tertentu, kualitas kasur dan bantal yang
buruk, ruangan yang berisik, cahaya yang
terang-benderang, ventilasi yang jelek serta
suhu kamar yang tidak nyaman juga dapat
menyulitkan tidur. Gerak jalan, melakukan
kegiatan yang rileks, masuk tidur secara
rutin pada waktu tertentu, mandi air panas,
minum segelas susu hangat dengan cereal
sebelum tidur, ternyata dapat mempermudah
dan memperdalam tidur yang normal.
Di samping itu, pasien dianjurkan mengembangkan kebiasaan tidur yang tetap dengan a.l.
waktu tidur yang tertentu setiap malam. Perlu
juga menghilangkan kekhawatiran pasien
tertentu yang hanya mampu tidur 4-6 jam
sehari. Mereka perlu diyakinkan bahwa hal
ini sama sekali tidak merugikan kesehatan.
Lagi pula kebutuhan tidur setiap orang bervariasi sesuai dengan "lonceng biologi“ individualnya. Lansia pada umumnya membutuhkan waktu tidur ±4-5 jam dalam semalam,
tetapi hal ini sangat individuil.
Pengobatan. Dalam usaha mengatasi insomnia, pertama-tama penyebab utamanya
di-tanggulangi dengan obat yang layak serta
tepat dan bukan ditangani dengan obat tidur.
Misalnya dengan obat batuk, analgetika (obat
rema atau encok), relaksans otot, vasodilator,
antidepresiva atau tranquillizer.
Obat tidur baru dipakai bila semua
tindakan itu tidak berhasil dan sebaiknya
hanya secara insidentil atau untuk waktu
singkat selama maks. 2 minggu. Lazimnya
diberikan suatu benzodiazepin dengan masa
paruh singkat dan dengan dosis serendah
mungkin. Obat tidur juga dapat dibenarkan
pemakaian nya pada insomnia yang selewat,
misalnya pada keadaan stres ringan, seperti
perubahan status pekerjaan, meninggalnya
anggota keluarga dan bila perlu juga pada
jet-lag. pemakaian nya hendaknya dibatasi
sampai 1-3 malam dan tidak lebih lama dari 1-2 minggu untuk memperkecil risiko toleransi dan ketergantungan. Pemberian obat
secara bertahap dihentikan sesudah pasien
dapat tidur kembali dengan nyenyak. Sering
kali pemakaian yang intermittent (tidak
lebih sering dari tiap malam ketiga) sudah
mencukupi.
Akhir tahun 1980-an telah dipasarkan obat
tidur non-benzodiazepin (zopiclon, zolpidem)
yang juga bekerja terhadap reseptor benzodiazepin, tetapi diperkirakan tidak menimbulkan toleransi dan ketagihan.
Beberapa jenis antihistamin (mis. prometazin) dan obat anti-depresif (mis. amitriptilin,
imipramin, trazodon) tidak mengakibatkan
ketagihan dan dalam dosis rendah dapat dipakai sebagai obat tidur yang juga dapat memperpanjang SWS.
Sekarang ini pilihan pertama yaitu obat
tidur dengan efek singkat seperti temazepam,
zolpidem, lormetazepam dan zopiklon dalam
dosis rendah.
Kadang kala pemberian suatu plasebo
("obat-tipu“) berguna untuk menidurkan pasien insomnia.
Plasebo didefinisikan sebagai suatu obat
tanpa daya kerja farmakologi dan diberikan untuk menyenangkan pasien. Dalam hal
demikian plasebo seolah-olah berfungsi sebagai vehiculum (pembawa) efek psikoterapi.
3. Hipnotika-sedativa
Kriteria. Pada penilaian kualitatif dari obat
tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor kinetik
berikut ini:
a. lamanya bekerja obat dan berapa lama
tertinggalnya di dalam tubuh (masa paruh), yang berkaitan erat dengan butir b.
b. pengaruhnya pada kegiatan keesokan
harinya
c. kecepatan mulai bekerjanya
d. bahaya timbulnya ketergantungan (ketagihan)
e. efek “rebound” insomnia bila pemberian
obat dihentikan dengan mendadak
f. pengaruhnya terhadap kualitas tidur
g. interaksi dengan obat-obat lain
h. toksisitas, terutama pada dosis berlebihan
(«suicide- proofness»)
Pilihan obat tidur
Hipnotikum yang ideal sebetulnya tidak
ada, tetapi obat-obat yang paling layak digunakan yaitu suatu obat dari kelompok benzodiazepin. Prometazin 50 mg sering kali
efektif, lihat Bab 51, Antihistaminika.
Benzodiazepin hendaknya jangan diberikan pada anak-anak untuk periode panjang,
karena dapat memengaruhi perkembangan
psikisnya. Obat ini efektif untuk mempercepat
tidur, memperpanjang waktu tidur dengan
mengurangi frekuensi terbangun, serta memperbaiki kualitas (dalamnya) tidur. Di pihak
lain, obat tersebut memiliki keberatan-keberatan yang paling ringan dibandingkan
hipnotika lainnya (lihat di bawah).
Lansia. Pada umumnya lansia menggunakan relatif banyak obat tidur. Malam hari
mereka sering dan mudah terbangun dan
tidurnya lebih singkat, tetapi siang hari lebih
sering terangguk-angguk. Kadangkala obat
tidur menimbulkan efek paradoksal pada
mereka, yaitu bukan menjadi mengantuk
tetapi menjadi gelisah dan tegang, lihat di
bawah Keberatan-keberatan. Di samping ini,
ada bahaya potensial, misalnya terjatuh dengan kemungkinan fraktur ketika turun
dari pembaringan untuk (sering) buang air
kecil bila di bawah pengaruh obat tidur pada
malam hari.
Para lansia dianjurkan untuk lebih banyak
bergerak yang lebih aman untuk mengatasi kesulitan tidur daripada minum obatobat tidur yang dapat menyebabkan ketergantungan dan toleransi.
Efek samping umum
Industri obat telah menghasilkan ribuan
jenis zat kimia dengan berbagai sifat kimiawi
dan farmakologi yang mampu menekan SSP
secara tidak-spesifik dan reversibel. Berhubung
dengan efek sampingnya, hanya sebagian
kecil dari obat-obat ini telah disalurkan sebagai obat tidur.
Efek samping umum hipnotika mirip dengan
efek samping morfin, yaitu:
a. depresi pernapasan, terutama pada dosis
tinggi (hati-hati pada pasien asma!). Sifat
ini paling ringan pada flurazepam dan
benzodiazepin lainnya, demikian pula
pada kloralhidrat dan paraldehida.
b. tekanan darah menurun, terutama oleh
barbiturat
c. sembelit pada pemakaian lama, terutama barbiturat
d. «hang-over», yaitu efek-sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan
di kepala dan termangu-mangu. Hal ini
disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½ panjang), termasuk juga zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting (lihat di
bawah). Kebanyakan obat tidur bersifat
lipofil, mudah melarut dan berkumulasi
di jaringan lemak.Gejala abstinensi
Gejala penarikan (withdrawal symptoms) dapat berupa menghebatnya keluhan semula
(insomnia, rasa takut), juga tangan gemetar,
pusing, berkeringat, mual-muntah, anoreksia, debar-jantung, sesak napas dan gangguan
penglihatan. Kadang kala gejalanya sangat
menyesatkan, karena menyerupai perasaan
takut yang semula diderita pasien. Gejala ini
terutama timbul bila obat dengan kerja-singkat dihentikan dengan mendadak, misalnya
lormetazepam, zopiklon dan zolpidem (Stilnoct).
Begitupula pada obat ultra-short acting midazolam, triazolam dan brotizolam (Lendormin).
Gejala abstinensi dapat ditangani dengan propranolol (3 dd 20 mg), tetapi sering kali hanya
efektif untuk sebagian.
* REM-rebound. Kebanyakan hipnotika berkhasiat memperpanjang waktu tidur, tetapi
mempersingkat fase tidur-REM, misalnya barbiturat, juga meprobamat, alkohol, morfin dan
antidepresiva. Selain itu, zat-zat ini menghasilkan tidur dengan aktivitas listrik yang
berlainan sekali dari EEG tidur normal. Bila
pemakaian jangka panjang dihentikan, selain gejala abstinensi sering kali timbul gangguan pola tidur. Seolah-olah sebagai kompensasi dari kekurangan tidur REM selama terapi,
fase tidur ini diperpanjang dengan gejala
yang tidak nyaman. Tidur menjadi gelisah
dan tidak tenang, timbul perasaan takut, tertekan dan sering kali dipenuhi dengan impian-impian buruk yang hebat. Efek ini sering
kali keliru diinterpretasikan sebagai gejala
semula pada saat terapi diberikan. Hipnotika
yang paling sedikit atau tidak memengaruhi
tidur REM yaitu senyawa benzodiazepin, zopiklon dan kloralhidrat.
* Efek paradoksal yaitu efek yang berlainan
sekali dengan yang diinginkan, yang sewaktu-waktu dapat terjadi pada anak-anak dan
lansia. Gejalanya bisa berupa night-mare, halusinasi, agitasi dan agresi, yang agak sering
timbul pada nitrazepam (selama minggu pertama), juga pada flurazepam.
Toleransi dan ketergantungan
sesudah dipakai selama ±2 minggu, sering
kali hipnotika tidak efektif lagi mengenai
kecepatan menidurkannya, karena terjadinya
toleransi dan ketergantungan. Sifat ini sama
dengan obat narkotika, walaupun tidak begitu hebat. Akibatnya yaitu diperlukan dosis
yang lebih besar untuk mencapai efek yang
sama. Pengecualian yaitu benzodiazepin yang
tidak kehilangan efektivitasnya sesudah penggunaan beberapa minggu. Namun dalam
praktiknya, sesudah 4-8 minggu sering kali
obat tidak bekerja lagi dan jika dihentikan
dapat menimbulkan gejala penarikan, lihat di
bawah.
Ketergantungan (dependence) didefinisikan
oleh WHO sebagai "desakan batin menggunakan suatu obat untuk mencapai efek psikis
atau karena terjadi efek tidak nyaman bila obat
tidak diminum lagi“. Dapat pula dibedakan
ketergantungan fisik dan ketergantungan psikis.
a. Ketergantungan fisik. Bila pemakaian
(lama) obat dihentikan, biasanya timbul
gejala abstinensi, misalnya kambuhnya
keluhan semula tetapi dengan lebih hebat (rebound insomnia,nightmares, dan lainlain). Tubuh seolah-olah memprotes dengan jelas terhadap penghentian. Gejalagejala ini dapat dihindari dengan mengurangi dosis obat secara berangsur dan
umumnya akan hilang sesudah beberapa
hari.
Efek ini mungkin disebabkan oleh kekurangan zat-zat endogen (misalnya endorfin dan zat-zat yang mirip benzodiazepin) untuk menempati reseptor bagi zat
ini di otak. Pada ketergantungan kronis,
diperkirakan obat berfungsi memenuhi
kekurangan akan zat endogen tersebut.
b. Ketergantungan psikis. Lazimnya gejala
tersebut di atas disertai gejala psikis,
seperti perasaan takut dan gelisah, depresi
atau reaksi psikotis. Untuk melawan
perasaan buruk itu, pasien terdorong oleh
keinginan untuk mempertahankan perasaan nyaman yang diberikan oleh obat.
* Ketagihan (adiksi) yaitu bentuk ketergantungan, pada mana pasien merasa tidak
nyaman tanpa zat-zat tertentu yang memiliki
kegiatan psikis, dapat menimbulkan euforia (keadaan gembira berlebihan) dan dapat mela- wan perasaan tidak nyaman. Zat-zat yang dapat
mengakibatkan adiksi yaitu a l. kofein, nikotin, alkohol, marihuana, amfetamin, kokain, morfin, heroin, LSD dan XTC. Lihat selanjutnya Bab 23, Drugs.
Dalam daftar di bawah ini, sifat-sifat terpenting dari hipnotika dibandingkan satu
dengan yang lain.
Interaksi
Pada umumnya, alkohol memperkuat efek
hipnotika, tranquillizer dan psikofarmaka lainnya. Efek antikoagulansia diperkuat oleh
obat tidur berdasar penggeseran dari
tempat-tempat ikatannya pada protein darah,
kecuali senyawa barbiturat yang justru memperlemah khasiatnya karena induksi enzim.
Senyawa benzodiazepin tidak memengaruhi
efek antikoagulansia.
Barbiturat memperlemah khasiat kortikosteroid, tetrasiklin, antidepresiva trisiklis dan kinidin, juga berdasar dipercepatnya perombakan enzimatik.
Kloralhidrat tidak dapat dikombinasi dengan furosemida, karena akan terjadi vasodilatasi atau konstriksi.
Sticker peringatan
Selama pengobatan dengan hipnotika-sedativa, pasien sebaiknya jangan mengemudikan kendaraan bermotor atau menjalankan
mesin, sama halnya bila menggunakan tran
quillizer dan obat-obat lain dengan sifat
sedatif, seperti psikofarmaka dan antihistaminika. Sebabnya yaitu karena obat-obat
ini dapat membuat termangu-mangu serta
mengurangi kecepatan reaksi (refleks) maupun daya perkiraan. Di Belanda, pemberian
obat-obat demikian oleh apotik harus disertai
sticker kuning dengan peringatan: "Obat ini
dapat mengurangi keterampilan mengemudi kendaraan“.
Penggolongan hipnotika-sedativa
Hipnotika dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu senyawa barbiturat dan benzodiazepin, obat-obat lainnya dan obat kuno.
a. Barbiturat: fenobarbital, butobarbital, siklobarb dan lain-lain. pemakaian nya sebagai
sedativa-hipnotika kini praktis sudah ditinggalkan berhubung tersedianya senyawa
benzodiazepin yang jauh lebih aman. Dewasa ini hanya beberapa barbiturat masih
dipakai untuk indikasi tertentu, misalnya
fenobarb dan mefobarb sebagai anti-epileptika dan pentotal sebagai anestetikum.
b. Benzodiazepin: temazepam, nitrazepam, flurazepam, flunitrazepam,triazolam, estazolam dan
midazolam. Obat-obat ini pada umumnya kini
dianggap sebagai obat tidur pilihan pertama
karena toksisitas dan efek sampingnya yang
relatif paling ringan. Obat ini juga menimbulkan lebih sedikit interaksi dengan obat
lain, lebih ringan menekan pernapasan dan kecenderungan penyalahgunaan yang lebih
sedikit.
Sejumlah benzodiazepin lain khusus digunakan sebagai tranquillizer, yakni klordiazepoksid, klorazepat (Tranxene), bromazepam (Lexotan), diazepam, lorazepam, prazepam, medazepam, oksazepam dan oksazolam (Serenal).
c. Lain-lain: Morfin juga berkhasiat hipnotik
kuat, tetapi terlalu berbahaya untuk digunakan sebagai obat tidur, begitu pula alkohol.
Meprobamat, opipramol, buspiron (Buspar) dan
zopiklon (Imovane) dipakai sebagai tranquillizer. Kloralhidrat termasuk obat tidur
yang paling tua dan kadangkala masih digunakan dalam pediatri dan geriatri untuk
jangka waktu singkat.
d. Obat-obat kuno: senyawa brom K/Na/
NH4
Br serta turunan-turunan urea karbromal
dan bromisoval. Obat-obat ini hanya berkhasiat hipnotik lemah dan dahulu hanya
dipakai sebagai obat pereda (Sol. Charcot).
Bahaya kumulasi dan toksisitasnya besar
(bromisme), sehingga tidak dipakai lagi
dalam terapi modern. Lihat Obat-obat Penting, Edisi 4, halaman 266.
* Meprobamat (*Deparon) yaitu tranquillizer
pertama (1955) yang dahulu sering digunakan. Namun karena efek sampingnya banyak
dan agak sering terjadi tentamen suicidi (percobaan bunuh diri) dan intoksikasi, kini obat
ini tidak dianjurkan lagi bagi pasien baru.
* Opipramol (Insidon) yaitu senyawa trisklik seperti antidepresivum amitriptilin
(1962), tetapi tidak menghambat reuptake
serotonin. Opipramol berkhasiat hipnotik dan
anksiolitik lemah yang mulai kerjanya lambat,
sehingga dianjurkan sebagai obat tambahan pada keadaan ketegangan dengan perasaan takut. Berhubung ratio efektivitas dan
efek sampingnya relatif lebih buruk, kini
pemakaian nya sudah berkurang.
Mekanisme kerja
Di tahun 1977 ditemukan reseptor benzodiazepin spesifik di permukaan membran neuron,
terutama di kulit otak dan lebih sedikit di
otak kecil dan sistem limbis. Barbiturat dan
benzodiazepin pada dosis terapi terutama bekerja dengan jalan pengikatan