Tampilkan postingan dengan label obat 28. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label obat 28. Tampilkan semua postingan

obat 28




 ANESTETIKA UMUM

PUTTING PATIENS TO SLEEP. 

“Oh, what delight to every feeling heart to find 

the new year ushered in with the announcement 

of this noble discovery of the power to still the 

sense of pain, and veil the eye and memory from 

all the horors of an operation.” WE HAVE 

CONQUERED PAIN. The people’s Journal of 

London, 1847.

Anestetika umum yaitu  obat-obat yang 

dapat memicu  anestesia atau narkosa

(Yun. an = tanpa, aisthesis = perasaan), yakni 

suatu keadaan depresi umum dari berbagai 

pusat di SSP yang bersifat reversibel, padamana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, sehingga mirip keadaan pingsan.

Anestetika dipakai  pada pembedahan 

dengan maksud mencapai keadaan pingsan, 

merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta memicu  pelemasan otot 

(relaksasi). Anestetika umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesia untuk 

pembedahan umumnya dipakai  kombinasi hipnotika, analgetika dan relaksansia 

otot.

Istilah narkotikum yang dahulu dipakai  

untuk anestetika umum, sudah lama ditinggalkan sebab  dapat memicu  kekeliruan dengan istilah hukum ‘narcotic drug’

(= obat narkotik, yang dulu disebut obat bius).

Taraf-taraf narkosa

Anestetika umum dapat menekan SSP secara 

bertingkat dan berturut-turut menghentikan 

aktivitas bagiannya. Ada 4 taraf narkosa, 

yaitu:

a. analgesia: kesadaran berkurang, rasa 

nyeri hilang dan terjadi euforia (rasa nyaman) yang disertai impian yang mirip 

halusinasi. Eter dan nitrogenmonoksida

memberikan analgesia baik pada taraf ini, 

sedangkan halotan dan tiopental baru pada 

taraf berikut

b. eksitasi: kesadaran hilang dan timbul 

kegelisahan. Kedua taraf ini juga disebut 

taraf induksi

c. anestesia: pernapasan menjadi dangkal, 

cepat dan teratur, seperti pada keadaan 

tidur (pernapasan perut), gerakan mata 

dan refleks mata hilang, sedangkan otot 

menjadi lemas

d. kelumpuhan sumsum: kegiatan jantung 

dan pernapasan terhenti. Taraf ini sedapat 

mungkin dihindarkan. 

Pada hakikatnya, kembalinya kesadaran 

atau siuman (recovery) berlangsung dalam 

urutan terbalik, dari d ke a.

Premedikasi dan posmedikasi 

Kriteria analgetika yang baik yaitu  a.l. 

mulai kerja cepat tanpa efek samping (seperti 

kegelisahan) dan tidak merangsang mukosa. 

Begitu pula pemulihannya harus cepat tanpa 

efek sisa, seperti perasaan kacau, mual dan 

muntah, juga tidak boleh meningkatkan perdarahan kapiler selama pembedahan. sebab  

tidak dikenal obat yang memiliki semua sifat ini, biasanya anestetikum dikombinasi 

dengan obat-obat pembantu yang diberikan 

pada pasien sebagai premedikasi, lebih kurang 

1 jam sebelum induksi dimulai. 

Premedikasi dilakukan dengan maksud:

meniadakan kegelisahan: sering dipakai  morfin atau petidin, juga sedativa seperti klorpromazin, diazepam atau tiopental menghentikan sekresi ludah dan dahak

yang dapat mengakibatkan kejang-kejang 

berbahaya di tenggorok. Yang banyak dipakai  yaitu  atropin dan skopolamin 

(bersama morfin)

memperkuat efek anestetik, sehingga 

anestetikum bekerja lebih “dalam” dan/

atau dosisnya dapat diturunkan

– memperkuat relaksasi otot selama narkosa dapat dicapai dengan pemberian 

relaksansia otot, seperti tubokurarin dan 

galamin (Flaxedil).

Posmedikasi diberikan untuk menghilangkan 

efek samping, seperti perasaan gelisah dan 

mual. Untuk maksud ini dipakai  klorpromazin atau anti-emetikum lain, misalnya 

ondansetron, lihat Bab 29, Antipsikotika.

Penggolongan

berdasar  cara pemakaian nya, anestetika 

umum dapat dibagi dalam lima kelompok 

dan di sini hanya dibicarakan dua yang 

terpenting, yaitu:

1. Anestetika inhalasi: gas “tertawa”(N2

O), 

halotan, enfluran, isofluran dan sevofluran.

Obat-obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran napas. Keuntungannya yaitu  

resorpsi yang cepat melalui paru-paru seperti juga ekskresinya melalui gelembung 

paru (alveoli) dan biasanya dalam keadaan 

utuh. Pemberiannya mudah dipantau dan 

bila perlu setiap waktu dapat dihentikan. 

Obat-obat ini terutama dipakai  untuk 

memelihara/mempertahankan anestesi. Dewasa ini senyawa kuno eter, kloroform, 

trikloretilen dan siklopropan praktis tidak 

dipakai  lagi sebab  efek sampingnya.

2. Anestetika intravena: tiopental, diazepam 

dan midazolam, ketamin dan propofol.

Obat-obat ini juga dapat diberikan dalam 

sediaan suppositoria secara rektal, namun  

resorpsinya kurang teratur. Terutama dipakai  untuk mendahului (induksi) anestesi 

total, atau memeliharanya, juga sebagai anestesi pada pembedahan singkat. 

Mekanisme kerja

Sebagai anestetika inhalasi dipakai  gas 

dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan 

reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada 

permulaan harus diberikan dalam dosis 

tinggi, yang kemudian diturunkan sampai 

hanya sekadar memelihara kesimbangan antara pemberian dan pengeluaran (ekshalasi). 

Keuntungan anestetika inhalasi dibandingkan dengan anestetika intravena yaitu  kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi 

konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi.

Kebanyakan anestetika umum tidak dimetabolisasi oleh tubuh, sebab  tidak bereaksi 

secara kimiawi dengan zat-zat faali. Oleh 

sebab  itu teori yang menjelaskan khasiatnya 

selalu didasarkan atas sifat fisikanya, misalnya tekanan parsial dalam udara yang 

diinhalasi, daya difusi dan kelarutannya 

dalam air, darah dan lemak. Semakin besar 

kelarutan suatu zat dalam lemak, semakin 

cepat difusinya ke jaringan lemak dan semakin cepat tercapainya kadar yang diinginkan dalam SSP.

Mekanisme kerjanya berdasar  perkiraan bahwa anestetika umum di bawah 

pengaruh protein SSP dapat membentuk 

hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat 

gas ini mungkin dapat merintangi transmisi 

rangsangan di sinaps dan dengan demikian 

mengakibatkan anestesia.

Efek samping

Hampir semua anestetika inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang 

terpenting yaitu :

menekan pernapasan yang pada anestesi 

dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling 

ringan pada N2

0 dan eter 

menekan sistem kardiovaskuler, terutama 

oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek 

ini juga ditimbulkan oleh eter, namun  sebab  eter juga merangsang SS simpatis, 

maka efek keseluruhannya menjadi ringan

merusak hati (dan ginjal), terutama senyawa klor, misalnya kloroform  

oliguri(reversibel) sebab  berkurangnya 

pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya

menekan sistem regulasi suhu, sehingga 

timbul perasaan kedinginan (menggigil) 

pasca bedah

Teknik pemberian obat inhalasi

Di antara banyak cara pemberian anestetika 

inhalasi, ada beberapa cara yang paling sering dipakai , yaitu:

a. sistem terbuka. Cairan terbang (eter, kloroform, trikloretilen) diteteskan tetes demi 

tetes ke atas sehelai kain kasa di bawah 

suatu kap dari kawat yang menutupi 

mulut dan hidung pasien. Ekshalasinya 

langsung ke luar, sehingga banyak zat 

inhalasi ini terbuang. Di samping kurang ekonomis, gas yang diekshalasi juga 

mengganggu lingkungan, antara lain 

dapat memicu  abortus pada perawat hamil yang bekerja di ruang bedah.

b. sistem tertutup. Suatu mesin khusus menyalurkan campuran gas dengan oksigen 

ke dalam suatu kap, di mana sejumlah 

C02

 dari ekshalasi dimasukkan kembali. 

Fungsinya yaitu  untuk mengisi kembali kebutuhan oksigen basal, sedangkan 

fungsi C02

 yaitu  untuk memperdalam 

per-napasan dan mencegah timbulnya 

apnoea (terhentinya pernapasan), seperti 

dapat terjadi pada sistem terbuka. Untuk 

menghindarkan meningkatnya kadar CO2

berlebihan, perlu diinstalasi suatu “sodalime absorber” yang terdiri dari campuran 

Ca(OH)2

 + KOH atau KOH + NaOH. Sistem ini memungkinkan pentakaran yang 

lebih tepat dan pengawasan jalannya 

anestesia yang lebih baik. N2

0, siklopropan 

dan halotan biasanya diberikan dengan 

cara ini.

c. insuflasi. Gas atau uap ditiupkan ke dalam mulut atau tenggorok dengan perantaraan suatu mesin. Cara ini berguna pada 

pembedahan yang tidak memakai  

kap, misalnya pada pembedahan pengeluaran amandel (tonsillectomia).

MONOGRAFI

1. Eter (F.I.): diethylether, Ether ad narcosin.

Cairan dengan bau khas yang sangat mudah 

menguap, menyala dan juga eksplosif (1842). 

Khasiat analgesia dan anestetiknya kuat dengan relaksasi otot baik. Eter dipakai  pada 

berbagai jenis pembedahan, terutama bila 

diperlukan relaksasi otot. Sebagian besar eter 

yang diinhalasi, dikeluarkan melalui paruparu dan sebagian kecil dimetabolisasi di 

hati. Batas keamanannya (indeks terapi) lebar. 

Eter mudah melewati plasenta.

Efek samping. Keberatannya di samping 

mudah menyala yaitu  merangsang mukosa 

saluran napas, hingga perlu diberikan premedikasi berupa morfin-atropin 10-0,25 mg. 

Berhubung dengan kelarutannya yang baik 

dalam darah, induksi berjalan dengan lambat dan sering kali disertai ketegangan. 

Efek samping lain yaitu  meningkatnya 

sekresi ludah dan sekret bronchi, sedangkan 

pengeluaran urin berkurang. Pemulihannya 

lambat dan disertai efek tidak nyaman. 

Biasanya dipakai  campuran 6-7% dengan 

udara melalui sistem terbuka atau tertutup.

2. Trikloretilen: Trilene, Cl2

C=CCl.

Cairan dengan bau dan rasa seperti kloroform (CHCl3

), tidak berwarna atau berwarna biru muda (diberi zat warna guna identifikasi), tidak dapat menyala dan tidak 

eksplosif (1911). Khasiat anestetiknya lemah 

dan lebih ringan daripada kloroform dan 

kerjanya lebih lambat. namun  sifat analgetiknya lebih kuat dan toksisitasnya lebih 

ringan. Sekarang obat ini tidak banyak 

dipakai  lagi, kecuali sebagai anestetikum 

bantuan pada pembedahan singkat di kedokteran gigi dan kebidanan. Lazimnya 

dikombinasi dengan gas tertawa dan oksigen 

dengan sistem terbuka, sebab  dengan C02

bereaksi menjadi fosgen yang sangat beracun 

(Cl2

C=0).

Efek samping berupa bradycardia dan penghambatan fungsi hati dan ginjal. sesudah  

siuman sering kali timbul mual, muntah, 

sakit kepala dan pikiran kacau. Obat ini juga 

melewati plasenta.

3. Nitrogenoksida: gas tertawa.

N2

0 yaitu  gas tak berwarna dengan bau 

yang khas, rasanya kemanis-manisan dan 

ca 1,5 kali lebih berat dari pada udara. Tidak 

bersifat merangsang dan tidak dapat menyala 

(1844). Induksinya cepat sesudah  melewati taraf eksitasi (tertawa, “the end of pain”), begitu 

pula pemulihannya. Khasiat analgetiknya 

kuat, namun  khasiat anestetiknya lemah

dan tidak memiliki sifat merelaksasi otot, 

maka hanya kadang-kadang dipakai  untuk anestesi singkat dalam obstetri dan ilmu 

kedokteran gigi, atau juga sebagai anestetikum lanjutan sesudah  induksi dengan anestetikum injeksi. 

Resorpsi sesudah  inhalasi cepat dan sebagian 

besar diekskresi dengan cepat pula dalam 

keadaan utuh melalui paru-paru. Obat ini 

dipakai  sebagai campuran dengan 30% 

oksigen dan disimpan dalam silinder hitam 

dan biru.

Efek samping yang terpenting yaitu  timbulnya hipoksia dan sesudah  pemakaian  

lama dapat timbul anemia megaloblaster, akibat oksidasi dari atom kobal dalam vitamin B12. Dibandingkan dengan anestetika 

lainnya, obat ini bekerja jauh lebih kurang 

depresif terhadap pernapasan dan sistem 

kardiovaskuler, di samping tidak memengaruhi SSP. Pasca bedah timbul mual dan 

muntah pada ±15% dari pasien. 

Dosis: tracheal 50-66 v% bersama oksigen

4. Halotan: Fluothane

Cairan dengan sifat-sifat fisika, seperti 

kloroform, lebih kurang sama berat jenis, bau 

dan rasanya, juga tidak dapat menyala dan 

tidak eksplosif (1956). Khasiat anestetiknya 

sangat kuat (2 kali kloroform dan 4 kali 

eter), namun  khasiat analgetiknya rendah dan 

daya relaksasi ototnya ringan, yang baru 

memadai pada anestesi dalam. Sebaiknya 

halotan dipakai  dalam dosis rendah dan 

dikombinasi dengan suatu relaksan otot, 

seperti galamin atau suksametonium. Kelarutannya dalam darah relatif rendah, maka 

induksinya lambat, juga mudah dipakai  

dan tidak merangsang mukosa saluran napas, 

bahkan bersifat menekan refleks dari pharynx

(tekak) dan larynx (pangkal tenggorok), melebarkan bronchioli dan mengurangi sekresi 

ludah dan sekresi bronchi. Pemulihannya 

juga lancar, sehingga banyak dipakai  sebagai anestetikum pokok atau anestetikum 

pembantu pada narkosa dengan obat yang 

bekerja lemah atau short-acting, seperti N2

0. 

Halotan dipakai  dengan sistem tertutup 

dalam kadar 1,5-3% tercampur dengan oksigen. Cairan mengandung timol 0,01% sebagai 

stabilisator, sama dengan trikloretilen.

Kinetik. Sebagian dimetabolisasi dalam hati menjadi antara lain bromida dan klorida 

anorganik serta asam trifluoasetat. Ekskresi dalam keadaan utuh melalui paru-paru 60-80%, 

rata-rata 24 jam sesudah  pemberian. 

Efek samping yang penting yaitu  menekan 

pernapasan dan kegiatan jantung (aritmia), 

juga hipotensi. Seperti senyawa klor lainnya 

halotan membuat jantung lebih peka terhadap 

adrenalin dan toksik bagi hati berdasar  

suatu reaksi hipersensitasi. Pada pemakaian  

berulang dilaporkan kerusakan hati.

Dosis: tracheal 0,5-3 v%.

5. Enfluran: Enthrane, Alyrane

Senyawa klor-pentafluor ini (1972) yaitu  

anestetikum inhalasi kuat, yang dipakai  

pada berbagai jenis pembedahan, juga sebagai analgetikum pada persalinan. berdasar  struktur eternya senyawa ini memiliki daya relaksasi otot dan analgetik baik, 

disamping menidurkan. Dibandingkan dengan halotan zat ini tidak begitu menekan 

SSP. 

Resorpsi sesudah  inhalasi cepat dengan 

waktu induksi 2-3 menit. Sebagian besar (80-

90%) diekskresi melalui paru-paru dalam 

keadaan utuh dan hanya 2,5-10% diubah 

menjadi ion fluorida bebas, di samping metabolit organik.

Efek sampingnya berupa hipotensi, menekan 

pernapasan, aritmi dan merangsang SSP. Pasca 

bedah dapat timbul hipotermi (menggigil) 

serta mual dan muntah. berdasar  efeknya 

yang melemaskan otot uterus, zat ini dapat 

meningkatkan pendarahan pada saat persalinan, sectio caesarea dan abortus.

Dosis: tracheal 0,5-4 v%.

* Isofluran (Forane, Aerrane) yaitu  isomer 

(1971) dari enfluran yang baunya tidak enak 

dan juga merupakan anestetikum inhalasi kuat dengan sifat analgetik dan relaksasi 

otot baik. Kebanyakan dipakai  dalam 

kombinasi dengan anestetika intravena untuk menginduksi anestesi. Daya kerja dan 

penekanannya terhadap SSP sama dengan 

enfluran. Tidak menyala dan tidak eksplosif. 

Walaupun molekulnya mengandung 5 atom 

fluor, kadar fluorida dalam ginjal sangat rendah, sehingga tidak memicu  gangguan 

terhadap fungsi ginjal.

Efek samping berupa hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronchi dan meningkatnya 

jumlah lekosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah dan keadaan tegang pada ±10% 

pasien. 

Dosis: tracheal 0,5-3v% dalam oksigen atau 

bersama oksigen dan N2

O.

6. Propofol: Diprivan

Derivat isopropilfenol ini (1987) dipakai  

untuk induksi dan melanjutkan anestesi 

umum. sesudah  injeksi i.v., propofol dengan 

cepat disalurkan ke otak, jantung, hati dan 

ginjal, yang kemudian disusul dengan redistribusi yang sangat cepat ke otot, kulit, tulang 

dan lemak. Redistribusi ini memicu  

kadar dalam otak menurun dengan cepat. Di 

hati, propofol dirombak menjadi metabolitmetabolit inaktif yang diekskresi melalui 

urin.

Efek samping agak serius, antara lain sesak napas (apnoe) dan depresi sistem kardiovaskuler (hipotensi, bradycardia), eksitasi 

ringan dan tromboflebitis. sesudah  siuman timbul mual, muntah dan nyeri kepala.

Dosis: i.v./infus 2-12 mg/kg bobot badan.

7. Ketamin: Ketalar, “special K”, “street K”

Derivat sikloheksanon ini (1966) dipakai  pada pembedahan singkat yang memicu  perasaan sakit, untuk penenang dan 

induksi anestesi.

Ketamin terdiri yaitu  campuran rasemis 

dari S(+)-ketamin (efek analgetik) dan R(-)-ketamin (efek halusinogen). Untuk pengobatan 

hanya S(+)-ketamin yang dipakai  (nama 

generik esketamin), misalnya sebagai pereda rasa sakit untuk menggantikan opiat. Memiliki efek simpatikomimetik tidak langsung 

dengan peningkatan tekanan darah dan 

frekuensi jantung. 

Metabolismenya melalui konyugasi di hati 

dan diekskresi melalui urin. Metabolitnya 

memiliki efek analgetik (t½ ±2 jam) yang 

berlangsung lebih lama daripada efek hipnotiknya. Ketamin memicu  analgesi 

yang dalam, pada saat mana pasien “tertutup” 

bagi rangsangan yang mencapai otak. Sejak 

beberapa tahun ketamin disalahgunakan sebagai drug (special/street K), yang dapat memicu  halusinasi dan penglihatan kacau. Efek ini disebabkan oleh blokade dari 

beberapa neurotransmitter tertentu di otak. 

Lihat juga Bab 23, Drugs.

Efek samping berupa hipertensi, kejangkejang, banyak sekresi ludah dan peningkatan 

tekanan intrakranial dan intraokuler, juga 

mengurangi kegiatan jantung dan paru-paru. 

Gangguan psikis (halusinasi) dapat timbul 

pada periode pemulihan.

Dosis: i.m. 10 mg/kg, i.v. 2 mg/kg bobot 

badan.

8. Tiopental (F.I.): thiopentone, penthiobarbital, 

Pentothal

Ultra-shortacting barbital ini (1948) dipakai  sebagai anestetikum injeksi; efeknya 

baik, namun  sangat singkat (t½ ±5 menit), lihat 

juga Bab 24, Hipnotika dan Sedativa. Mulai 

kerjanya cepat (tanpa taraf eksitasi), begitu 

pula pemulihannya, namun  efek analgetik 

dan relaksasi ototnya tidak cukup kuat. Oleh 

sebab  itu hanya dipakai  untuk induksi 

dan narkosa singkat pada pembedahan kecil 

(antara lain di mulut) atau sebagai anestetikum pokok bersamaan dengan suatu anestetikum lanjutan dan suatu zat relaksans otot.

Kinetik. Tiopental terikat pada protein plasma sebanyak 80%. Di dalam hati. zat ini dirombak dengan sangat lambat menjadi 3-5% 

pentobarbital dan sisanya menjadi metabolit 

tidak aktif yang diekskresi melalui urin. Kadarnya dalam jaringan lemak yaitu  6-12 kali 

lebih besar daripada kadar dalam plasma.

Efek samping terpenting yaitu  depresi pernapasan (apnoea), terutama saat injeksi yang 

terlampau cepat dan dosis berlebihan. Zat 

ini tidak dapat dipakai  pada insufisiensi 

sirkulasi, jantung atau hipertensi. Tiopental 

juga memicu  sering menguap, batuk 

dan kejang pangkal tenggorok (larynx) pada taraf awal anestesi. Hipotensi dapat timbul 

pada pasien tertentu. Zat ini dapat menembus 

plasenta dan juga masuk ke dalam air susu 

ibu. 

Dosis: i.v. 100-150 mg larutan 2,5-5% 

(perlahan-lahan), rektal 40 mg/kg maksimal 

2 g.

9. Midazolam: Dormicum

Derivat benzodiazepin ini (1982) berkhasiat hipnotik, anksiolitik, relaksasi otot dan

antikonvulsi. Selain sebagai obat tidur, zat 

ini juga dipakai  pada taraf induksi dan 

untuk mempertahankan anestesi. Per oral 

resorpsimya agak cepat, BA 40-50% sebab  

FPE. Melalui injeksi i.m. BA-nya 90%, diikat 

pada protein plasma sebanyak 96%. Perombakannya cepat dan sempurna, untuk 60-

80% menjadi metabolit aktif 1-hidroksimetilmidazolam yang diekskresi melalui urin 

dalam bentuk glukuronida. Masa paruhnya 

1,5-2,5 jam, sedangkan metabolit hidroksinya 

60-80 menit.

Efek samping pada dosis di atas 0,1-0,15 mg/

kg berat badan berupa hambatan pernapasan 

yang bisa fatal. Nyeri dan tromboflebitis dapat 

timbul pada tempat injeksi. 

Dosis: sebagai premedikasi oral 25 mg 

45 menit sebelum pembedahan, i.v. 2,5 mg 

(HCl). Lihat juga Bab 24, Hipnotika.

10. Droperidol: *Thalamonal

Derivat benzimidazolinon ini (1963) berkhasiat antidopamin kuat dan antiserotonin lemah. Droperidol dipakai  sebagai antipsikotikum dan untuk premedikasi 

atau induksi anestesi. Biasanya dikombinasi dengan analgetikum opioid fentanil (*Thalamonal). Dalam darah sebagian besar zat 

terikat pada protein plasma. Perombakan 

terjadi di hati dan diekskresi melalui urin 

(10%) dan feses dalam keadaan utuh dan 

metabolitnya. 

Efek samping berupa eksitasi, hipotensi 

ringan dan pada dosis tinggi timbul gejala 

ekstrapiramidal dengan kaku otot. Droperidol juga dapat melewati plasenta.

Dosis: oral pada nyeri kronis 2,5-20 mg 

sehari, pada keadaan eksitasi hebat 

i.v. 25-50 mg, untuk induksi anestesi i.v. 15-

20 mg 

ANESTETIKA LOKAL

Anestetika lokal atau zat penghilang rasa 

setempat yaitu  obat yang pada pemakaian  

lokal merintangi secara reversibel penerusan 

impuls saraf ke SSP dan dengan demikian 

menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, 

gatal-gatal, rasa panas atau dingin. Banyak 

persenyawaan lain juga memiliki daya kerja 

demikian, namun  efeknya tidak reversibel dan 

memicu  kerusakan permanen pada 

sel-sel saraf. Misalnya cara mematikan rasa 

setempat juga dapat dicapai dengan pendinginan yang kuat (freezing anaesthesia) atau 

melalui keracunan protoplasma (fenol).

Anestetika lokal pertama yaitu  kokain, 

yaitu suatu alkaloid yang diperoleh dari daun 

suatu tumbuhan alang-alang di pegunungan 

Andes (Peru). Sejak berabad-abad penduduk 

aslinya mempunyai kebiasaan mengunyah 

daun ini yang memberikan suatu perasaan 

nyaman dan meningkatkan daya tahan 

tubuh (lihat juga Bab 23, Drugs). Alkaloid ini 

pertama kali dipakai  sebagai penghilang 

rasa nyeri pada pengobatan mata, kemudian pada kedokteran gigi (Hall, 1884). berdasar  kemampuannya merintangi transmisi dalam batang saraf (nerve trunk), kokain 

juga dipakai  untuk anestesia blokade 

saraf pada pembedahan (Halstad, 1885) maupun pada anestesia spinal (lihat Bab 25, 

Anestetika umum).

Sejak tahun 1892 dikembangkan pembuatan anestetika lokal secara sintetik dan yang 

pertama yaitu  prokain dan benzokain

pada tahun 1905, yang disusul oleh banyak 

derivat lain seperti tetrakain dan cinchokain. 

Kemudian muncul anestetika modern seperti lidokain (1947), mepivakain (1957), 

prilokain (1963) dan bupivakain (1967).

Persyaratan

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi 

untuk suatu jenis obat yang dipakai  sebagai anestetikum lokal, antara lain:

a. tidak merangsang jaringan

b. tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf

c. toksisitas sistemik yang rendah

d. efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir

e. mulai kerjanya sesingkat mungkin, namun  

bertahan cukup lama

f. dapat larut dalam air dan menghasilkan 

larutan yang stabil, juga terhadap pemanasan (sterilisasi)

Penggolongan

Struktur dasar anestetika lokal pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yakni suatu 

gugus amino hidrofil (sekunder atau tersier) 

yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester 

(alkohol) atau amida dengan suatu gugus 

aromatik lipofil. Semakin panjang gugus 

alkohol-nya, semakin besar efek anestetiknya, 

namun  toksisitasnya juga meningkat.

Anestetika lokal dapat digolongkan secara 

kimiawi dalam beberapa kelompok sebagai 

berikut.

a. Senyawa ester: kokain dan ester PABA 

(benzokain, prokain, oksibuprokain, tetrakain)

b. Senyawa amida: lidokain dan prilokain, 

mepivakain, bupivakain dan cinchokain

c. lainnya: fenol, benzilalkohol dan etilklorida 

Semua obat ini  di atas yaitu  sintetik, 

kecuali kokain yang alamiah.

Mekanisme kerja

Anestetika lokal mengakibatkan kehilangan 

rasa melalui beberapa cara. Antara lain dengan menghindari sementara pembentukan 

dan transmisi impuls melalui sel saraf dan 

ujungnya.

Pusat mekanisme kerjanya terletak di 

membran sel. Seperti juga alkohol dan barbital, anestetika lokal menghambat penerusan impuls dengan menurunkan permeabilitas membran sel saraf untuk ion natrium,

yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal 

ini disebabkan adanya persaingan dengan 

ion kalsium yang berada berdekatan dengan 

saluran-saluran natrium di membran neuron. 

Pada waktu bersamaan, akibat turunnya laju 

depolarisasi, ambang kepekaan terhadap 

rangsangan listrik lambat-laun meningkat, 

sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa 

setempat secara reversibel.

Diperkirakan bahwa pada proses stabilisasi membran ini , ion kalsium memegang peranan penting, yaitu molekul 

lipofil besar dari anestetika lokal mungkin 

mendesak sebagian ion kalsium di dalam 

membran sel tanpa mengambil alih fungsinya. Dengan demikian membran sel menjadi lebih padat dan stabil, serta dapat lebih 

baik menghadapi segala sesuatu perubahan 

mengenai permeabilitasnya.

Penghambatan penerusan impuls dapat 

pula dicapai dengan pendinginan kuat (etilklorida) atau dengan meracuni protoplasma 

sel (fenol).

Efek-efek lain

Selain khasiat anestetik, anestetika lokal memiliki sejumlah efek seperti mengganggu 

fungsi semua organ di mana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls, mis. 

terhadap ganglia otonom, cabang-cabang 

neuromuskular dan semua jaringan otot, lagipula yang lebih penting menekan SSP dan

sistem jantung serta vasodilatasi.

a. Menekan SSP. sesudah  resorpsi pertamatama timbul stimulasi, kemudian eksitasi, 

gemetar dan konvulsi. Stimulasi pusat ini 

disusul oleh depresi dan terhambatnya pernapasan, yang dapat mengakibatkan kematian. Dibandingkan kokain, anestetika lokal 

sintetik kurang kuat sifat merangsangnya 

terhadap pusat-pusat kegiatan di otak, di 

samping tidak bisa memicu  adiksi.

b. Menekan sistem kardiovaskuler. Pemberian sistemik anestetika lokal pada kadar 

tinggi terutama memengaruhi otot jantung 

dan mengakibatkan antara lain penurunan kepekaan untuk rangsangan listrik, kecepatan penerusan impuls dan daya kontraksi jantung. Sifat-sifat ini menyerupai 

kinidin. Kekurangannya yaitu  cepatnya perombakan oleh metabolisme tubuh. berdasar  kerja kardiodepresif ini, lidokain dan

prokainamida dipakai  sebagai obat antiaritmia, lihat Bab 37. Obat-obat Jantung.

c. Vasodilatasi. Pada dosis agak besar anestetika mencapai peredaran darah dan memicu  vasodilatasi umum sebagai akibat 

langsung dari blokade saraf adrenergik. Sifat ini nyata sekali pada prokain, tetrakain, 

cinchokain dan bupivakain, sertameningkatkan 

risiko efek toksik. Pengecualian yaitu  kokain yang justru berkhasiat vasokonstriksi.

Kinetik

Resorpsi dari kulit dan selaput lendir dapat berlangsung sangat cepat dan baik, 

misalnya pada kokain, lidokain, prilokain 

dan tetrakain. Distribusi juga berlangsung 

dengan pesat ke semua organ dan jaringan. 

Sebaliknya, resorpsi prokain di kulit buruk, 

sehingga tidak berguna dalam sediaan lokal. 

Kecepatan daya kerja dan lamanya ditentukan 

oleh lipofilitas, pKa, derajat pengikatan pada 

protein dan derajat vasodilatasi.

Perombakan. Kebanyakan anestetika lokal 

kelompok ester didegradasi di dalam hati 

(sebagian kecil) melalui hidrolisis oleh enzim 

esterase dan di dalam plasma oleh enzim 

kolinesterase. Zat-zat amida dirombak dengan 

lambat oleh amidase di hati dan diekskresi 

terutama melalui ginjal. Oleh sebab  itu perlu 

dihindari pemakaian  anestetika lokal pada 

penderita kerusakan hati.

Toksisitas anestetika lokal tergantung pada 

keseimbangan antara kecepatan resorpsi dan 

kecepatan degradasi. Kecepatan resorpsi dan

juga toksisitasnya dapat sangat diperkecil 

dengan pemberian suatu vasokonstriktor

pada waktu bersamaan. Keuntungan lain 

dari penambahan ini yaitu  diperpanjangnya 

daya kerja dan berkurangnya kehilangan 

darah di tempat luka bedah. Vasokonstriktor 

yang sering dipakai  yaitu  epinefrin

1:200.000 atau norepinefrin 1:100.000 yang 

memberikan lebih sedikit efek samping. 

Namun perlu diperhatikan bahwa kombinasi 

demikian tidak boleh dipakai  pada bagianbagian tubuh tertentu (jari tangan atau kaki, 

hidung, telinga, penis), sebab  kemungkinan 

timbulnya ischemia dan gangrena (jaringan 

mati).

Efek samping

Efek sampingnya yaitu  akibat efek depresi 

terhadap SSP dan efek kardio-depresifnya 

(menekan fungsi jantung) dengan gejala 

penghambatan pernapasan dan sirkulasi darah. Anestetika lokal dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitasi yang sering kali 

berupa eksantema, urtikaria dan bronchospasme 

alergik sampai adakalanya syok anafilaktik yang 

dapat mematikan. Yang terkenal dalam hal 

ini yaitu  zat-zat kelompok ester prokain dan

tetrakain, yang sebab  itu tidak dipakai  lagi 

dalam sediaan lokal. Reaksi hipersensitasi 

ini  diakibatkan oleh PABA (para-aminobenzoic acid), yang terbentuk melalui hidrolisis. 

PABA dapat meniadakan efek antibakteriil 

dari sulfonamida, berdasar  antagonisme 

persaingan (lihat Bab 8. Sulfonamida). Oleh 

sebab  itu terapi dengan sulfa tidak boleh 

dikombinasi dengan pemakaian  ester-ester 

ini .

pemakaian 

1. Secara parenteral anestetika lokal sering 

kali dipakai  pada pembedahan untuk 

mana anestesia umum tidak perlu atau tidak 

diinginkan. Jenis anestesia lokal yang paling 

banyak dipakai  melalui injeksi yaitu  

sebagai berikut.

a. Anestesia infiltrasi. Di sini beberapa injeksi diberikan pada atau sekitar jaringan 

yang akan dianestetisir (patirasa), sehingga mengakibatkan hilangnya rasa 

di kulit dan di jaringan yang terletak 

lebih dalam, misalnya pada praktik THT 

(Telinga, Hidung, Tenggorok) atau gusi 

(pada pencabutan gigi);

b. Anestesia konduksi (juga disebut blokade saraf perifer), yaitu injeksi di tulang 

belakang pada lokasi terkumpulnya banyak saraf, hingga tercapai anestesia dari 

suatu daerah yang lebih luas, terutama 

pada operasi lengan atau kaki, juga bahu. 

Lagi pula dipakai  terhadap rasa nyeri 

hebat.

c. Anestesia spinal (intrathecal), yang disebut juga injeksi punggung (“ruggenprik”). 

Obat disuntikkan di tulang punggung 

yang berisi cairan otak. Dengan demikian 

injeksi melintasi selaput luar dari sumsum 

belakang (dura mater), biasanya antara 

ruas lumbal ketiga dan keempat (L3-L4), 

sehingga dalam beberapa menit dapat 

dicapai pembiusan dari bagian bawah 

tubuh, dari kaki sampai tulang dada. 

Kesadaran penderita tidak hilang dan 

seusai pembedahan kurang memicu  

perasaan mual.

d. Anestesi epidural, juga termasuk injeksi punggung. Obat disuntikkan di 

ruang epidural, yakni ruang antara kedua selaput luar sumsum belakang. 

Anestesia dicapai sesudah  sekitar setengah jam. Tergantung pada efek yang 

dikehendaki, injeksi diberikan di lokasi 

yang berbeda-beda, misalnya secara lumbal untuk persalinan (sectio caesarea), 

obstetri dan pembedahan perut bagian 

bawah. Secara cervical untuk mencapai 

hilang rasa di daerah tengkuk; secara 

thoracal untuk pemotongan di paru-paru 

dan perut bagian atas. Bila dipakai  

melalui kateter, cara ini layak pula untuk 

pembedahan yang memakan waktu lama 

atau pasca-bedah untuk penanganan rasa 

nyeri.

e. Anestesia permukaan melalui suntikan

banyak dipakai  sebagai penghilang 

rasa oleh dokter gigi untuk mencabut 

gigi geraham atau oleh dokter keluarga 

untuk pembedahan kecil seperti menjahit 

luka pada kulit. Anestesia permukaan 

juga dipakai  sebagai persiapan untuk prosedur diagnostik, seperti bronkoskopi, 

gastroskopi dan sitoskopi.

2. Cara pemakaian  lain. Per oral anestetika 

lokal dipakai  dalam bentuk larutan untuk 

nyeri di mulut atau dalam sediaan tablet 

isap (sakit tenggorok). Juga sebagai tetes 

mata untuk mengukur tekanan intraokuler 

atau mengeluarkan benda asing, begitu pula 

sebagai salep untuk gatal-gatal atau nyeri 

luka bakar dan dalam suppositoria terhadap 

wasir. 

Senyawa ester sering kali memicu  

reaksi alergi kulit, oleh sebab  itu sebaiknya 

dipakai  suatu senyawa amida yang lebih 

jarang mengakibatkan hipersensitasi.

Catatan: anestetika lokal dianggap sebagai 

obat «doping», sehingga dikenakan restriksi 

tertentu. Misalnya, kokain merupakan obat 

doping yang merangsang.

Pengaruh pH. sebab  basa bebasnya sukar 

larut dan tidak stabil, pada umumnya dipakai  garam klorida yang mudah larut dalam 

air. Garam-garam ini yang bersifat asam, 

di dalam jaringan tidak aktif dan sesudah  

dinetralisasi barulah bentuk basanya yang 

bersifat lipofil dapat menembus jaringan dan 

memicu  efek anestetiknya. 

Penambahan vasokonstriktor. Untuk 

memperpanjang efek anestetika lokal, sering kali ditambahkan suatu obat yang menciutkan pembuluh, seperti adrenalin (1 : 

2-400.000). Keuntungan lainnya yaitu  resorpsi anestetikum diperlambat dan toksisitasnya berkurang, mulai kerjanya lebih 

cepat dan lebih kuat, sedangkan lokasi 

pembedahan praktis tidak berdarah. Lih. 

juga di atas Kinetik.

MONOGRAFI

A. SENYAWA ESTER

1. Kokain: benzoylmetilekgonin

Derivat tropan ini (1884) dengan struktur 

atropin ada  secara alamiah di daun 

tumbuhan Erythroxylon coca (Peru, Bolivia) 

dengan kadar 0,8-1,5%. Berbeda dengan 

anestetika lain, anestetikum dari kelompok 

ester ini berkhasiat vasokonstriksi dan bekerjanya lebih lama, mungkin sebab  merintangi re-uptake noradrenalin di ujung 

neuron adrenergik sehingga kadarnya di 

daerah reseptor meningkat. Selain itu, kokain 

juga memiliki efek simpatomimetik sentral 

dan perifer. Efek stimulasinya terhadap SSP 

(cortex) memicu  beberapa gejala, seperti gelisah, ketegangan, konvulsi, eufori, 

di samping meningkatkan kapasitas dan tenaga, sehingga mampu bekerja lama sebab  

hilangnya perasaan lelah. berdasar  efek 

sentral ini, kokain sering kali disalahgunakan 

sebagai drug, yang mengakibatkan toleransi 

dan ketergantungan psikis hebat, lihat Bab 23, 

Drugs, adiksi kokain. Stimulasi sentral yang 

kuat kemudian disusul dengan depresi dan 

berhentinya pernapasan (pada dosis tinggi). 

Kokain juga berefek melebarkan pupil mata

(midriasis).

pemakaian nya hanya untuk anestesia permukaan pada pembedahan di hidung, tenggorok, telinga atau mata. Sebagai tetes 

mata tidak dipakai  lagi sebab  risiko 

cacat cornea dan sifat midriasisnya. Untuk 

pemakaian  sistemik, kokain terlalu toksik, 

sebab  dapat memicu  angina pectoris 

dan infark jantung. pemakaian nya yang 

terlalu sering dengan konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan necrosis (mati jaringan) 

akibat vasokonstriksi setempat. Misalnya, 

necrosis mukosa hidung para pecandu kokain, yang menyedotnya dalam bentuk serbuk yang dewasa ini sangat populer di kalangan junkies. 

Resorpsi dari selaput lendir baik dan efeknya sudah nampak sesudah  1 menit dan dapat 

berlangsung selama ± 1 jam. Daya kerjanya 

relatif singkat dengan t1/2 50 menit. Zat ini 

dirombak oleh kolinesterase di hati dan diekskresi terutama lewat urin. 

Kehamilan. Kokain dapat meningkatkan 

risiko abortus dan cacat pada janin, terutama 

pada saluran urin.

Dosis: kedokteran mata: larutan (HCl) 

1-4%; anestesia hidung, telinga dan tenggorok 1-10%.

2. Benzokain: anestesin, etilaminobenzoat, 

*Benzomid, *Rako.

Ester PABA ini (1900) merupakan derivat 

dari asam p-aminobenzoat yang resorpsinya lambat. Khasiat anestetik lemah, sehingga 

hanya dipakai  pada anestesi permukaan 

untuk menghilangkan rasa nyeri dan gatalgatal (pruritus). Benzokain dipakai  dalam 

suppositoria (250-500 mg, *Rako) atau salep 

(2%) anti wasir (*Borraginol), juga dalam 

salep kulit, bedak tabur 5-20% dan lotion anti 

sunburn (3%, *Benzomid). 

sebab  kemungkinan besar timbulnya sensibilisasi, sebaiknya sediaan demikian jangan 

dipakai . Adakalanya juga secara oral untuk mematikan rasa di mukosa lambung, 

misalnya bersamaan dengan sediaan antasida 

pada borok lambung.

3. Prokain: Novocaine, etokain

Derivat benzoat ini yang disintesis pada 

tahun 1905 (Einhorn) tidak begitu toksik dibandingkan kokain. Anestetik lokal dari kelompok ester ini bekerja singkat. Dalam tubuh 

dengan cepat dan sempurna dihidrolisis 

oleh kolinesterase menjadi dietilaminoetanol 

dan PABA (asam para-aminobenzoat), yang 

merupakan antagonis dari sulfonamida. Resorpsi di kulit buruk, maka hanya dipakai  sebagai injeksi dan sering kali bersamaan 

dengan adrenalin untuk memperpanjang 

efeknya. Sebagai anestetik lokal, prokain sudah banyak digantikan oleh lidokain dengan 

efek samping lebih ringan.

Efek samping yang serius yaitu  hipersensitasi, yang kadang-kadang pada dosis 

rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps 

dan kematian. Efek samping yang juga harus 

diperhatikan yaitu  reaksi alergi terhadap 

sediaan kombinasi prokain-penisilin. Berlainan dengan kokain zat ini tidak mengakibatkan adiksi.

Dosis: anestesia infiltrasi 0,25-0,5%, blokade 

saraf 1-2%.

* Oksibuprokain (benoksinat, Novesine) adalah derivat oksibutil (1954) yang tidak bersifat merangsang dan terutama dipakai  

pada kedokteran THT dan mata. namun  penggunaannya harus berhati-hati bila ada  

selaput lendir yang rusak atau adanya peradangan setempat. Mulai kerjanya cepat 

dan kuat (dalam 1 menit) dan bertahan ±10 

menit. Toksisitasnya ringan dan menurut 

laporan tidak memicu  reaksi alergi. 

Dibandingkan tetes mata tetrakain, kurang 

merangsang namun  efeknya lebih lemah. Juga 

memiliki khasiat bakteriostatik lemah. Dosis: 

tetes mata 0,1-0,4%, untuk THT 10 mg/ml 

dan dalam salep 1%. 

* Tetrakain (ametokain) yaitu  derivat benzoat dengan gugus metil pada atom-H 

(1941). Khasiatnya ±10 kali lebih kuat daripada prokain, namun  juga beberapa kali lebih toksik. Mulai kerjanya cepat dan berlangsung lama, sedangkan resorpsi dari 

mukosa jauh lebih baik daripada prokain. 

Terikat ±76% pada plasma protein. sesudah  

injeksi efeknya timbul dalam waktu 15 menit 

dan berlangsung 2-3 jam. Pada pemakaian  

lokal efeknya bertahan selama 45 menit. 

Hidrolisisnya oleh kolinesterase lebih lambat 

dibandingkan anestetika ester lain.

sebab  daya kerjanya kuat, sebaiknya jangan dipakai  untuk anestesia infiltrasi 

maupun konduksi. 

Dosis: Dalam tetes mata 0,5-1%, khasiatnya 

lebih kuat daripada tetes mata oksibuprokain, 

namun  lebih merangsang. Tetes telinga tetrakain kurang efektif, sebab  perasaan nyeri 

pada umumnya berlokasi di telinga bagian 

tengah (mid-ear), yang tidak dicapai oleh obat 

ini. Campuran kokain, tetrakain dan epinefrin 

(TAC) dipakai  untuk anestesi permukaan 

pada kulit. Dalam tablet hisap 60 mg.

4. Lidokain: lignokain, Xylocaine,*Emla

Derivat asetanilida ini (1947) termasuk kelompok amida dan merupakan obat pilihan 

utama untuk anestesia permukaan maupun 

infiltrasi. Zat ini dipakai  pada selaput 

lendir dan kulit untuk nyeri, perasaan terbakar dan gatal. Dibandingkan prokain, khasiatnya lebih kuat dan lebih cepat kerjanya 

(sesudah  beberapa menit), juga bertahan lebih 

lama (plasma-t1/2 1,5-2 jam, lama kerjanya 60-

90 menit).

pemakaian . Berhubung tidak mengakibatkan hipersensitasi, lidokain dipakai  

dalam banyak sediaan topikal. Lidokain juga 

dipakai  sesudah  infark jantung sebagai 

obat pencegah aritmia ventrikular dan pada bedah jantung. Lihat Bab 37C, An-tiaritmika.

Resorpsinya melalui kulit ke dalam saraf 

juga berlangsung cepat. 

Sekitar 90% zat ini dirombak di hati menjadi metabolit aktif monoetilglisin-ksilidida 

(MEGX) dan glisin-ksilidida (GX). Masa paruh 

kedua metabolit ini masing-masing 2 dan 10 

jam. Ekskresi melalui urin dalam keadaan 

utuh (10%) dan sisanya sebagai metabolit. 

Efek samping mengantuk, pusing-pusing, 

sukar bicara, hipotensi dan konvulsi; semua 

efek SSP yang terutama timbul pada overdosis. pemakaian nya harus hati-hati pada 

gangguan fungsi hati, decompensatio cordis, 

depresi pernapasan dan syok.

Dosis: larutan injeksi 0,5-5% dengan atau 

tanpa adrenalin, dalam suppositoria 50-100 

mg dan salep 2,5-5%, untuk tenggorok 2-4%, 

larutan semprot 100 mg/ml, tetes mata 4% 

dan tetes telinga 5 mg/g atau 6,3 mg/ml 

dalam gliserol. Sebagai tetes telinga, obat 

ini jangan dipakai  pada perforasi selaput 

gendang dan pada congek.

*Prilokain (Citanest,*Emla) yaitu  derivat 

yang mulai kerja dan kekuatannya sama 

dengan lidokain (1963). Toksisitasnya lebih 

rendah daripada lidokain, sebab  efek vasodilatasi lebih ringan resorpsinya juga lebih 

lambat dan perombakannya lebih cepat. Di 

dalam hati zat ini dirombak menjadi o-toluidin

dan metabolit lain. Ekskresi melalui kemih 

(kurang dari 1%). Obat ini dipakai  pada 

anestesia permukaan (4%) dan parenteral 

1-1,5% dengan atau tanpa adrenalin. 

Efek samping berupa methemoglobinemia dan 

sianosis, terutama pada dosis besar yang disebabkan oleh metabolit o-toluidin.

Dosis: maksimum 400 mg sekalinya, 600 

mg bersama vasokonstriktor.

*Emla cream: lidocain 2,5% + prilocain 2,5%

5. Mepivakain: Scandicaine, *Estradurin

Derivat piperidin ini juga termasuk kelompok amida (1957), yang mulai kerja 

dan kekuatannya mirip lidokain, namun  bertahan sedikit lebih lama. Tidak berkhasiat 

vasodilatasi, sehingga tidak perlu ditambahkan vasokonstriktor. Obat ini terutama 

dipakai  sebagai anestesia infiltrasi dan 

jenis anestesia parenteral lainnya sebagai 

larutan 1-2% pada pembedahan dental, mata 

dan THT. Efeknya tampak sesudah  ±4 menit 

dan berlangsung 1-4 jam. Zat ini terikat pada 

protein plasma 60-85% dan dimetabolisasi 

melalui N-demetilasi menjadi pipekoloksilidin 

(PPX). Ekskresi melalui urin dalam keadaan 

utuh (5-10%) dan sisanya sebagai metabolit, 

juga ±5% diekskresikan melalui paru-paru 

sebagai CO2

. Plasma-t1/2 2-3 jam.

Dosis: parenteral 350-400 mg , maksimum 1 

g per 24 jam sebagai larutan 5-30 mg/ml.

* Bupivakain (Marcaine) yaitu  derivat butil 

(1967) yang ± 3 kali lebih kuat dan bersifat 

long-acting (5-8 jam). Obat ini terutama dipakai  untuk anestesi daerah luas (larutan 

0,25-0,5%) dikombinasi dengan adrenalin 

1:200.000. Derajat relaksasinya terhadap otot 

tergantung pada kadarnya. 

PP-nya sebesar 82-96%. Melalui N-dealkilasi zat ini dimetabolisasi menjadi pipekoloksilidin (PPX). Ekskresi melalui urin 5% 

dalam keadaan utuh, sebagian kecil sebagai 

PPX dan sisanya metabolit-metabolit lain. 

Plasma-t½ 1,5-5,5 jam. 

Kehamilan. Sama dengan mepivakain, zat 

ini dapat dipakai  selama kehamilan dengan kadar 2,5-5 mg/ml. Dari semua anestetika lokal, bupivakain yaitu  yang paling 

sedikit melintasi plasenta.

*Levobupivacain: Chirocaïne

Anestetikum lokal dari tipe amida ini adalah enantiomer dari bupivakain dengan mekanisme kerja sama. Efeknya dalam 10-15 menit 

dan berlangsung 6-9 jam pada pemakaian  

epidural. Dimetabolisasi sebagian besar di 

dalam hati dan ekskresinya sebagai metabolit 

via urin 71% dan melalui feses 24%. T1/2 ratarata 80 menit.

dipakai  sebagai anestesi pada pembedahan besar, termasuk bedah Caesar, juga 

untuk pembedahan kecil a.l. bedah mata.

Efek samping a.l. hilang perasaan pada lidah, 

pusing, penglihatan guram, konvulsi dan 

gangguan jantung. Juga sering kali hipotensi, 

mual dan muntah.

B. SENYAWA AMIDA. 

6. Cinchokain: dibukain, *Proctosedyl, *Scheriproct 

Derivat kinolin dari tipe amida ini(1929) 

beberapa kali lebih kuat daripada lidokain, 

namun  juga lebih toksik. Efeknya bertahan 

lebih lama dan juga bersifat vasodilatasi. 

Obat ini banyak dipakai  sebagai anestetikum permukaan, antara lain dalam suppositoria anti wasir (1-5 mg) atau dalam 

salep (0,5-1%) untuk nyeri dan gatal-gatal. 

Tidak memicu  hipersensitasi. Efeknya 

tampak sesudah  ± 15 menit dan berlangsung 

2-4 jam.

7. Artikain: carticaine, *UltracainD-S, *Septanest

Derivat tiofen ini merupakan zat anestetik 

lokal dari kelompok amida dengan kerja 

panjang (1976). Terikat pada protein plasma 

±95% dan dimetabolisasi seluruhnya di dalam hati. Ekskresi terutama via urin.

Efeknya timbul sesudah  3 menit dan berlangsung agak lama,±45-90 menit. Obat ini 

dipakai  untuk pembedahan kecil dan juga 

di kedokteran gigi, sebab  artikain memiliki 

daya penetrasi tulang yang lebih baik dibandingkan lidokain. 

Efek samping. Pada orang yang alergi terhadap amalgam (zat pengisi lubang gigi) 

dan artikain dapat timbul keluhan serius. 

Sering kali (1-10%) angio-udem (muka, lidah, 

bibir dan kerongkong), hilang daya rasa dan 

agitasi, pusing dan tachycardi.

Artikain tidak boleh dipakai  per injeksi 

i.v. sebab  dapat memicu  gejala toksik.

Dosis: dewasa sekali 400 mg.

* Ultracain D-S, * Septanest: per ml artikain 40 

mg dan epinefrin 5 mcg (1:200.000) 

8. Ropivakain: Naropin

Anestetikum lokal dari tipa amida yang 

bekerja sesudah  10-20 menit epidural dan 1-15 

menit sebagai blokade perifer.

Resorpsi bifasis dengan t1/2 masing-masing 

14 menit dan 4 jam pada orang dewasa. Di 

metabolisasi di dalam hati dan 80% diekskresi 

via urin.

dipakai  untuk blokade epidural pada 

pembedahan a.l. bedah Caesar dan nyeri akut 

(persalinan).

Efek samping sering kali (>10%) hipotensi 

dan mual, sakit kepala, parestesia, tachycardi 

dan retensi urin. 

Dosis: epidural 7,5 mg/ml; lumbal 15-25 

ml; bedah Caesar lumbal 15-20 ml.

Terhadap nyeri akut: epidural 2 mg/ml

C. LAINNYA

9. Etilklorida: kloretan, kloretil

Gas yang mudah menyala dan eksplosif 

ini menjadi cair di bawah tekanan ringan 

(1893). Baunya seperti eter, rasanya pedas 

dan biasanya dijual dalam ampul gelas 

besar atau dalam sediaan aerosol. Khasiatnya kuat namun  singkat, hanya ±1 menit. 

sebab  toksik bagi hati dan jantung, obat 

ini hanya dipakai  lokal untuk anestesia 

pembekuan cepat pada pembedahan kecil 

(spray kulit), misalnya untuk mengangkat 

kutil. Kerjanya berdasar  menguapnya 

kloretil dengan cepat berkat titik didihnya 

yang rendah bila disemprotkan ke atas 

kulit. 

Efek samping nyeri dan kejang otot, bila 

pendinginannya terlampau kuat. Jangan 

dipakai  pada kulit yang tidak utuh atau 

pada selaput lendir.

10. Fenol: asam karbol, acidum carbolicum, 

*Calamine lotion

Di samping khasiat anestetik dan antigatalnya, fenol juga berkhasiat bakterisid 

dan fungisid pada konsentrasi di atas 

masing-masing 1% dan 1,3%. Oleh sebab  

itu, fenol sering dipakai  untuk gatalgatal, misalnya pada biang keringat (prickly 

heat) 1-2% dalam lotio calamine. Larutan 

air dengan kadar >2% dapat merusak 

kulit, sebab  bersifat kaustik (membakar). 

pemakaian  lain yaitu  sebagai konservans 

larutan injeksi.

11. Benzilalkohol

Berbentuk cairan yang melarut dalam 

air dan berkhasiat anestetik dan antigatal 

lemah, begitu pula bakteriostatik terhadap 

terutama kuman Gram-positif, serta virustatik dan fungistatik lemah. Efeknya optimal dalam lingkungan asam. Berhubung 

tidak merangsang dan tidak toksik, obat ini

sering kali dipakai  dalam krem (10%) 

terhadap gatal-gatal atau terhadap ‘sunburn’, juga pada sakit gigi (1-2 tetes). Dalam 

larutan injeksi i.m. atau s.k., benzilalkohol 

juga sering dipakai  sebagai konservans 

dan anestetikum (10 mg/ml).

ANTIEPILEPTIKA

Epilepsi (Yun. = serangan) atau sawan/

penyakit ayan yaitu  suatu gangguan saraf 

yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, 

biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya yaitu  aksi serentak dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf 

di otak. Aksi ini disertai pelepasan muatan 

listrik yang berlebihan dari neuron-neuron 

ini . Lazimnya pelepasan muatan listrik 

ini terjadi secara teratur dan terbatas dalam 

kelompok-kelompok kecil, yang memberikan 

ritme normal pada elektroencefalogram (EEG).

Serangan ini kadangkala bergejala ringan dan 

(hampir) tidak kentara, namun  ada kalanya 

bersifat demikian hebat sehingga perlu 

dirawat di rumah sakit. 

Insidensi epilepsi relatif tinggi pada anakanak dan lansia.

Pada serangan parsial, hiperaktivitas terbatas pada hanya satu bagian dari kulit otak, 

sedangkan pada serangan luas (‘generalized’)

hiperaktivitas menjalar ke seluruh otak. 

Sekitar 30% dari pasien epilepsi mempunyai keluarga dekat yang juga menderita 

gangguan konvulsi. 

Penderita baru disebut pasien epilepsi 

bila mengidap minimal 2 serangan kejang 

(konvulsi) dalam kurun waktu 2 tahun. 

pemicu nya . Separuh dari kasus epilepsi 

disebabkan oleh cedera otak seperti gegar otak 

berat atau infeksi (meningitis/encefalitis). Juga 

infark otak dan perdarahan otak (beroerte), 

kekurangan oksigen selama persalinan serta 

abses atau tumor dapat memicu  cacat 

dan epilepsi. Epilepsi adakalanya juga dapat 

dicetuskan oleh obat seperti petidin, asam 

nalidiksat, klorpromazin, imipramin dan MAOblocker. Begitupula akibat penyalahgunaan 

alkohol dan drugs. Faktor provokasi lainnya 

yaitu  bila pemakaian  obat antikonvulsi 

dan tranquillizers dihentikan secara tibatiba. Serangan juga dapat dipicu oleh faktorfaktor khas seperti kilatan cahaya dengan 

frekuensi tertentu (disco, TV, videogames, 

sinar matahari) atau juga musik keras yang 

berdentum-dentum, stres dan kurang tidur. 

Mengetahui trigger-trigger ini bermanfaat 

untuk diwaspadai. Sekitar 20% dari kasus 

epilepsi tidak diketahui pemicu nya , namun  

keturunan memegang peranan.

* Konvulsi demam (kejang-kejang pada anak). 

Tidak semua serangan kejang berdasar  

epilepsi. Misalnya kejang-kejang singkat pada 

anak-anak berusia 0,5 - 5 tahun, yang dipicu 

oleh demam tinggi (di atas 390

C). Serangan 

khas ini biasanya timbul pada awal infeksi 

virus, terutama dari saluran pernapasan. 

Risiko untuk residif terletak antara 30-50%.

Jenis epilepsi

Dikenal sejumlah jenis epilepsi dan yang 

paling lazim yaitu  bentuk serangan luas

(grand mal, petit mal, abscence) pada mana 

sebagian besar otak terlibat dan serangan 

parsial (sebagian) pada mana pelepasan 

muatan listrik hanya terbatas sampai sebagian otak. ada  pula sejumlah bentuk 

campurannya.

1. Grand mal (Prancis = penyakit besar) 

atau serangan tonis-klonis ‘generalized’. 

[Yun.tonis = kontraksi otot otonom yang 

bertahan lama, klonos = gerakan liar hebat, 

klonis = kontraksi ritmis]. Bercirikan kejang 

kaku bersamaan dengan kejutan-kejutan 

ritmis dari anggota badan dan hilangnya 

untuk sementara kesadaran dan tonus. 

Pada umumnya serangan demikian diawali oleh suatu perasaan alamat khusus (aura).

Hilangnya tonus memicu  penderita 

terjatuh, berkejang hebat dan otot-ototnya 

menjadi kaku. Fase tonis ini berlangsung 

kira-kira 1 menit untuk kemudian disusul 

oleh fase klonis dengan kejang-kejang dari 

kaki-tangan, rahang dan muka. Penderita 

kadang-kadang menggigit lidahnya sendiri 

dan juga dapat terjadi inkontinensia urin 

atau feces. Selain itu dapat timbul hentakanhentakan klonis, yakni gera