keremajaan abadi’
(fountain of youth) berkaitan dengan klaim
mengenai khasiatnya yang dapat memperlambat proses menua. namun kebanyakan
klaim ini tidak berdasar penelitian
ilmiah absolut. Di AS DHEA tidak diregistrasi sebagai obat melainkan sebagai food
supplement, walaupun tidak ada dalam
sumber makanan mana pun.
Telah ditemukan bahwa pada penyakit
menua tertentu ada kadar DHEA yang
rendah, misalnya pada penyakit jantung dan
pembuluh, diabetes type-II, rematik dan SLE,
begitu pula pada Alzheimer (demensia),
AIDS dan schizofrenia. Melalui penelitian
serius pada lansia yang diberikan 50 mg
DHEA sehari, ternyata kadarnya dalam darah
meningkat sampai nilai tinggi. Begitu pula
ternyata berkhasiat memperbanyak T-killercells dan meningkatkan pelepasan IGF,
yaitu hormon peptida yang menstimulasi
kegiatan somatotropin (GH). Selain itu juga
memperbaiki suasana dan perasaan nyaman.
Mekanisme kerjanya tidak diketahui. ada
pula indikasi bahwa DHEA menghambat
agregasi trombosit dan memperkuat sistem
imun (melindungi terhadap infeksi virus dan
kuman), berkhasiat meningkatkan kepekaan
bagi insulin dan dapat meringankan gejala
LE. namun pernyataan-pernyataan ini perlu
diteliti lebih jauh.3,4
Efek samping pada wanita berupa efek
androgen seperti akne, rambut rontok, hirsutisme dan suara menjadi rendah. Sebagai
androgen DHEA juga dapat mendorong
pertumbuhan kanker prostat.
Suatu penelitian pada pasien HIV yang
diberikan 750-2.250 mg DHEA sehari selama
4 bulan menunjukkan bahwa tidak ada
suatu efek samping apapun, bahkan jumlah
virus (viral load) menurun dengan 90%!
Dosis: sebagai food supplement 25-50 mg
sehari pagi hari, pada terapi alternatif berbagai gangguan 1-2 dd 200-600 mg.
B. ANABOLIKA
4a. Metandrostenolon (NeoAnabolene) adalah derivat metiltestosteron yang khusus dianjurkan pada osteoporosis postmenopausal.
Dosis: oral 1 dd 2,5-5 mg p.c.
4b. Nandrolon:19-nortestosteron, Deca/Durabolin
Dosis: i.m. pada anemia 50-100 mg dekanoat
1x seminggu, pada osteoporosis parah 50 mg
per 3 minggu, pada kanker mammae 50 mg
setiap 2-3 minggu (-fenilpropionat).
4c. Stanozol (Stromba). Dosis: pada osteoporosis oral 5 mg/hari.
4d. Etilestrenol(Orgabolin). Dosis: oral 1-4 dd
2 mg, maks. 16 mg sehari.
C. ZAT ANTI ANDROGEN
5. Siproteron:Androcur, *Diane-35
Derivat dehidro dari progesteron ini (1973)
berkhasiat anti-androgen berdasar blokade reseptor androgen dan juga berkhasiat
progestagen kuat, ±2.000 kali lebih kuat dari
pada progesteron. Oleh sebab itu zat ini
juga bekerja anti gonadotrop dengan menghambat sekresi LH/FSH dengan efek anovul-
asi. Efek lain yaitu menghambat konversi
testosteron ke DHT di organ tujuan.
pemakaian nya terutama pada hiperseksualitas pria, yang efeknya baru nampak
sesudah beberapa minggu atau beberapa
bulan. Pada kanker prostat hanya diberikan
bila estrogen tidak memberikan efek lagi.
Pada wanita dipakai terhadap hirsutisme
(tumbuhnya rambut berlebihan, a.l. di muka)
dan akne ganas yang resisten terhadap obatobat akne biasa. Untuk wanita demikian
yang serentak ingin menjalani antikonsepsi
tersedia pil akne/antihamil Diane-35. Akne
biasanya mereda dalam waktu 3 bulan, begitu pula sekresi lemak kulit berlebihan
(seborroea).
Resorpsi dari usus kurang baik, plasma-t½
bifasis 12/48 jam. Ekskresi terutama melalui
empedu dan feses (65%), sisanya sebagai
metabolit hidroksi lewat urin.
Efek samping: perasaan lesu dan letih (sementara), keluhan lambung dan naiknya
berat badan. Pada pria juga gynecomastia
dan menurunnya fertilitas, sedangkan pada
wanita mammae tegang dan nyeri serta perdarahan tidak teratur.
Dosis: oral 2 dd 50-100 mg, maksimal 200-
300 mg/hari.
6. Danazol: Danocrine, Danatrol, Azol
Derivat 17-alfa-etinil (1974) dari testosteron ini berkhasiat antigonadotrop dengan
mengurangi sekresi FSH/LH dan mencegah ovulasi. Danazol juga berkhasiat androgen dan anabol lemah, tidak memiliki efek
estrogen atau progestagen. Efek antiandrogennya mengakibatkan berkurangnya spermatogenesis.
pemakaian terutama pada endometriosis
dan kemandulan yang lazim menjadi akibatnya. Zat ini juga dianjurkan pada tumor payu
dara jinak.
Efek samping sebagian berkaitan dengan
efek androgen (udema, berat badan naik,
akne, perubahan suara, hirsutisme). Juga
efek samping akibat berkurangnya estrogen
yang mirip keluhan klimakterium, antara
lain flushing, berkeringat, haid tak menentu,
libido menurun dan atrofia mukosa vagina.
Di samping itu efek umum seperti sakit kepala, gangguan lambung-usus dan reaksi
kulit.
Dosis: pada endometriosis oral 2-3 dd 200
mg selama 6-9 bulan. Pada benjolan mammae
2 dd 50-100 mg selama 3-6 bulan.
7. Flutamida:Fugerel, Eulexin
Derivat anilida ini (1982) berkhasiat antiandrogen kuat, khusus dalam prostat,
berdasar blokade reseptor androgen
sehingga testosteron tidak berfungsi. Juga
menghambat konversi testosteron menjadi
DHT. Tidak memiliki khasiat (anti) estrogen,
prostagen, androgen atau antigonadotrop.
dipakai khusus pada kanker prostat tersebar
sebagai obat tambahan pada kastrasi kimiawi
dengan agonis gonadorelin, yang berfungsi
menekan dengan tuntas daya kerja androgen
perifer. Pertama untuk menanggulangi kenaikan sementara dari produksi testosteron
selama minggu-minggu pertama pemberian
LHRH. Kedua untuk memblokir testosteron
yang diproduksi oleh anak-ginjal (yang tidak
dihambat oleh LHRH). Kombinasi dengan
finasterida meningkatkan efektivitasnya dengan efek samping minimal (hanya 14% dari
pasien kehilangan libidonya).
Resorpsi dari usus cepat dan dalam hati
diubah menjadi zat aktif hidroksiflutamida,
yang diekskresi lewat urin. Plasma-t½ 6-8
jam.
Efek samping dapat berupa gynecomastia,
benjolan nyeri di buah dada, berkurangya
libido, menurunnya produksi sperma dan
udema. Jarang sekali gangguan jantung,
fungsi hati dan lambung-usus. Urin bisa berwarna gelap sampai kehijau-hijauan.
Dosis: oral 3 dd 250 mg p.c., umumnya
serentak dengan goserelin atau analogon
LHRH lainnya.
* Nilutamida (Anandron) yaitu derivat pirolidin (1990) dengan sifat dan pemakaian
yang sama, berkhasiat panjang (t½ rata-rata
56 jam). Dosis: serentak dengan analogon
gonadorelin 1 dd 300 mg selama 4 minggu;
pemeliharaan 150 mg.
* Bikalutamida(Casodex) yaitu juga derivat
kerja panjang (1993) dengan pemakaian
sama, plasma-t½ ±1 minggu. Dosis: oral 1 dd
50 mg bersama agonis-LHRH.
8. Finasterida: Proscar, Propecia12,13.
Antihormon ini memiliki rumus yang menyerupai steroida (1992). Berkhasiat menghambat enzim 5-alfa-reduktase yang mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron.
DHT bekerja lebih kuat dan berkhasiat menstimulasi pertumbuhan jaringan prostat dan
terjadinya hiperplasia benigne (BPH, lihat box).
Lagi pula DHT memegang peranan penting
pada rontoknya rambut. pemakaian nya
pada BPH dapat memperkecil prostat dengan
±15%, berdasar blokade sintesis DHT.
Efeknya baru kentara sesudah 6 bulan dan
paling nyata bila volume prostat membesar
di atas 40 ml. Lagi pula memperbaiki aliran
urin yang terganggu dan menurunkan kadar
enzim PSA(prostate specific antigene) dalam
darah. Obat lain terhadap BPH yaitu alfablocker (tamsulosin, alfuzosin, dan sebagainya,
lihat Bab 31 B, Adrenolitika) yang sama efektifnya untuk mengurangi gejala BPH namun
menghasilkan efek lebih cepat, dalam 3-6
minggu.
pemakaian lain yaitu sebagai obat antirontok rambut dan menstimulasi pertumbuhan rambut pada pria (alopecia androgenetica). Finasterida paling efektif bila dipakai di fasa dini pada pria 18-41 tahun yang
rambutnya mulai rontok di bagian belakang
kepala. sesudah 1 tahun pada 86% dari kasus,
kerontokan dapat dihentikan atau nampak
pertumbuhan rambut baru. Bila kerontokan
rambut terjadi di depan atau di bagian tengah
kepala, efeknya lebih rendah dan hanya 37%
menunjukkan pertumbuhan rambut baru.
Efek baik ini hilang sesudah pemakaian nya
dihentikan beberapa bulan dan rambut baru
akan rontok lagi. Oleh sebab itu untuk
memelihara pertumbuhan rambut baru, obat
perlu dipakai terus-menerus. Pada wanita
finasterida ternyata juga bisa efektif, namun
dalam persentase lebih rendah, ±60%.
Resorpsi dari usus baik dengan BA 80%, PP
±93%, plasma-t½ 6 jam. Dalam hati senyawa
ini dirombak menjadi 2 metabolit dengan
Prostate Specific Antigen pada BPH
PSA yaitu suatu enzim (glikoprotein) yang dibentuk oleh sel-sel kelenjar dari prostat dan disekresi ke
dalam cairan mani. Dalam sperma PSA berfungsi memecah molekul protein besar menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil sehingga sperma menjadi lebih cair. Sebagian kecil masuk ke dalam darah dan dapat
ditentukan kadarnya. Nilai PSA normal yaitu < 4 mcg/l. namun dengan bertambahnya usia dan
tanpa adanya kelainan di prostat, PSA dapat meningkat sampai ±10 mcg/l. Begitu pula bila ada
pembesaran prostat tidak ganas (BPH= Benign Prostatic Hyperplasia). PSA > 10 biasanya menandakan sesuatu yang tidak baik dan perlu diperiksa lebih lanjut, khususnya terhadap kemungkinan
kanker prostat. Pemeriksaan lanjut terdiri dari pemeriksaan rektal(‘toucher’) untuk mendeteksi kelainan
permukaan, bentuk dan besarnya prostat. Penentuan aktivitas fosfatase alkalis dalam darah yang
dahulu dipakai sebagai indikator, kini dianggap obsolet. Diagnosis umumnya dituntaskan dengan
pemeriksaan tambahan berupa CT-scan/echografi dari pelvis dan biopsi dari prostat. Hingga kini belum
ada kepastian bahwa PSA tinggi tanpa kelainan fisik prostat, dapat memicu kanker di masa
depan.
Kesimpulan:
Tes PSA tidak dapat memastikan kanker dan harus dilanjutkan dengan misalnya pemeriksaan biopsi
prostat;
Tes PSA tidak tuntas: dapat memberikan hasil abnormal walaupun tidak ada kanker (falsepositive result) atau hasilnya normal sedangkan pasien menderita kanker (fals-negative result).
Hasil PSA yang tinggi tidak selalu menunjukkan kanker, namun dapat juga berkaitan dengan sebabsebab lain, misalnya BPH atau infeksi.
* Kanker prostat tidak selalu disertai PSA tinggi, namun PSA merupakan petanda (marker) yang sensitif
untuk menentukan progres atau penghentian proses pertumbuhan tumor selama terapi. Bila tumor
tumbuh atau menyusut, PSA juga akan menaik atau menurun.
aktivitas lemah dan diekskresi lewat urin dan
feses.
Efek samping dapat berupa impotensi, libido
dan ejakulat berkurang, juga gynecomastia.
ada indikasi bahwa pada hewan finasterida bekerja teratogen.
Dosis: pada BPH oral 1 dd 5 mg (Proscar),
pada rontok rambut 1 dd 1 mg (Propecia).
*Dutasterida (Avodart)
Juga merupakan penghambat 5-alfa-reduktase yang merintangi perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron yang
lebih kuat, sehingga besarnya prostat berkurang, menurunkan risiko retensi urin akut
dan mengurangi keluhan penderita BPH.
Mekanisme kerjanya berdasar penghambatan intraseluler dari iso-enzim tipe 1
dan tipe 2 dari 5-alfa-reduktase, sedangkan
finasterida terutama menghambat tipe 1.
Efek samping: impotensi, ginekomasti, pusing dan reaksi alergi. Dosis: 1 dd 0,5 mg
dengan minum banyak air.
HORMON-HORMON
WANITA
FISIOLOGI
Di bawah pengaruh FSH dari hipofisis, ovarium mulai memproduksi hormon estrogen
dan progesteron, yang berperan bagi ciri-ciri
kelamin primer dan sekunder wanita.
Estrogen (estradiol, estron dan estriol) bekerja
terhadap mukosa rahim (endometrium) dengan mendorongnya untuk berkembang dan
menebal. Proses proliferasi ini berlangsung
pada 2 minggu pertama dari siklus haid dan
berfungsi menampung telur yang sudah
dibuahi.
Progesteron bersama estrogen, penting sekali bagi pemasakan folikel dan pelepasan
telur. Ovulasi ini baru terjadi beberapa hari
sesudah kadar LH mencapai puncaknya. Sisa folikel berkembang lagi menjadi Badan
Kuning (Corpus luteum), yang segera mulai
membentuk progesteron. Dua fungsi penting dari progesteron yaitu menstimulasi
endometrium untuk tumbuh lebih lanjut (fase proliferasi) serta mensekresi dan mengumpulkan zat-zat gizi bagi perkembangan telur yang sudah dibuahi menjadi janin. Fase
sekresi ini berlangsung sepanjang minggu
ketiga dari siklus. Selain itu hormon ini juga
berfungsi memelihara kehamilan sebab terhentinya produksi progesteron dapat mengakibatkan pelepasan endometrium dan abortus. Khasiat ini disebut daya kerja (pro) gestagen (Lat. pro = untuk, gestatione = kehamilan). Oleh sebab itu progesteron juga disebut
hormon kehamilan.
Kedua hormon wanita ini juga memegang
peranan penting pada pembuahan dan transportasi telur melalui tuba telur ke rahim
dan pada penanamannya di endometrium
(implantasi, nidatio). Lihat Gambar 44-1.
Haid. Jika sel telur tidak dibuahi oleh sel mani,
Corpus luteum pada akhir minggu keempat
menghentikan produksi progesteronnya.
Akibatnya rahim melepaskan endometrium
yang sudah bersekresi itu dan dikeluarkan
sebagai perdarahan, yakni haid atau menstruasi.
Bila ovaria tidak bekerja lagi atau telah diangkat, haid dapat diinduksi dengan pemberian estrogen untuk jangka waktu yang
layak. Keadaan ini disebut perdarahan penarikan (withdrawal bleeding). Perdarahanantara yang menjemukan dapat pula terjadi
tanpa tambahan progestativum (breakthrough
bleeding). Dalam hal ini, perdarahan dapat
dihindari dengan meningkatkan dosis estrogen.
Abortus. Sesudah kira-kira tiga bulan, Corpus
luteum mengurangi produksi progesteronnya,
yang lalu dilanjutkan oleh ari-ari (plasenta),
yakni jaringan hubungan darah antara rahim dan janin. Dengan berlangsungnya kehamilan, ari-ari berangsur-angsur meningkatkan produksinya. Jika sebab sesuatu hal
pembentukan progesteron ini terhenti, maka
akibatnya rahim akan melepaskan endometrium
bersama janin dan terjadilah keguguran (abortus).
Efek anti hamil. Akhirnya progesteron juga
bertugas mencegah pembuahan berikutnya
selama masa hamil, yang berlangsung dengan dua cara. Pertama melalui mekanisme
feedback negatif sekresi LH dihambat sehingga
tidak terjadi ovulasi lagi. Kedua, progesteron
memengaruhi leher rahim (cervix) untuk
membuat lendirnya liat dan kental, hingga su-
kar dilewati oleh sel-sel mani. Hal ini disebut permusuhan cervix (cervical hostility).
Lendir ini pada waktu ovulasi bersifat sangat
cair di bawah pengaruh estrogen guna memudahkan pembuahan. Seperti yang akan
dibahas dalam Bab 45, Antikonseptiva, kedua
prinsip ini di atas dipakai dalam pil
anti hamil.
Gambar di bawah ini memberikan secara
skematis pengaruh hormonal terhadap perkembangan sel telur. Lalu pada grafik dari
Gambar 44-2 dapat dilihat hubungan antara
siklus ovarium dan endometrium serta kadar
estrogen-progesteron dan kadar gonadotropin dalam darah.
Klimakterium
Klimakterium pada wanita yaitu masa peralihan antara masa subur (fertil) dan masa
menua. Cirinya yaitu berhentinya menstruasi (menopause) yang dapat disertai dengan sejumlah besar gejala-gejala.
Lazimnya masa peralihan dimulai pada
usia sekitar 50 tahun dan diawali dengan
menjadi kurang teraturnya siklus haid dan
sering kali tanpa pelepasan telur. Akhirnya
ovulasi berhenti sama sekali dan beberapa
bulan sampai beberapa tahun kemudian
haid berhenti pula. Jelaslah bahwa di masa
menopause wanita tidak bisa mengandung
lagi.
Gejalanya berbagai macam dan yang terpenting berupa gejolak panas di muka (hot
flushes, flushing), sewaktu-waktu berkeringat
hebat (di waktu malam), debar jantung dan
dyspareunia. Juga mudah tersinggung, kurang
semangat dan depresif, serta perasaan lelah,
sukar tidur, gelisah dan nyeri kepala, otot
atau sendi. Di samping itu terjadi kelainan
pada mukosa alat kelamin akibat terhambat
pertumbuhan epitelnya, antara lain atrofia
mukosa vagina dan timbulnya osteoporosis
(irreversibel). sesudah pengangkatan kedua
ovaria (ovariectomia) keluhan-keluhan ini segera muncul dengan cepat dan hebat.Penyebab semua gejala ini berkaitan
dengan penyusutan drastis kadar estrogen dalam
darah, sebab produksinya dalam ovaria
menurun dengan kuat dan agak mendadak,
dari rata-rata 50-60 mcg sampai 5-10 mcg
sehari. Sebagian penurunan ini dikompensasi
oleh kenaikan produksi di anak-ginjal. Hati
dan jaringan lemak juga mensintesis estradiol bertolak dari estron yang berasalkan
androstendion dari anak-ginjal. namun pada
umumnya jumlahnya tidak mencukupi untuk menghindari timbulnya gejala-gejala tersebut.
*Climaterium virile (Lat. virile = pria), yang
istilahnya kadang-kadang diplesetkan menjadi ‘penopause’, yaitu masa peralihan pada pria di atas ±55 tahun. Berbeda dengan
wanita produksi testosteron tidak menyusut
dengan mendadak, namun secara berangsur.
Oleh sebab itu dimulainya masa peralihan
juga berlangsung lambat. Turunnya kadar
testosteron dalam darah dapat memicu
beberapa keluhan, seperti berkurangnya libido dan potensi seksual.
Pengobatan
Terapi gejala klimakterium pada umumnya
dapat dilakukan dengan tranquillizers dan
klonidin dalam dosis rendah terhadap khususnya flushing. Pengobatan terbaik dan
yang dianjurkan yaitu terapi sulih hormon
(hormone replacement therapy, HRT) dengan
kombinasi estrogen-progestagen pada dosis serendah mungkin, yang dipakai secara siklis. Terapi substitusi hormonal ini
sangat efektif untuk meniadakan keluhan
dan memulihkan semangat hidup serta perasaan nyaman (sense of general well-being).
Keuntungan tambahan dari HRT ini untuk
jangka panjang yaitu efek preventifnya terhadap osteoporosis dan mungkin juga terhadap penyakit kardiovaskuler. namun sebab penyelidikan telah menunjukkan terjadinya peningkatan risiko kanker payudara,
maka HRT sekarang ini hanya dianjurkan
untuk waktu yang singkat dan hanya bagi
wanita dengan keluhan hebat (flushing).
Lihat di bawah Pencegahan.
*Pengobatan alternatif memakai beberapa food supplement yang berkhasiat
meringankan keluhan, a.l. isoflavon kedelai dengan efek fito-estrogen lemah genistein (2 dd 50 mg), juga ekstrak “red clover” (Cimicifuga racemosa, Promeno, Ymea)
dan asam gamma linolenat (GLA, 1-2 dd
250 mg), suatu PUFA (C18:3, n6). Sediaan
nabati ini sering kali dipakai di ilmu
kedokteran komplementer terhadap keluhan klimakterium dan PMS(premenstrual syndrome).
Osteoporosis(rapuh tulang)
Gangguan ini dapat diderita oleh ±25% dari semua wanita (Barat) sesudah menopause, biasanya
pada usia di atas 60 tahun. Pada pria osteoporosis lebih jarang terjadi. Juga merupakan masalah
umum (10-20%) bagi penderita penyakit lupus (SLE) yang terutama disebabkan oleh pemakaian
glukokortikoid, di samping usia, gender, keturunan, kadar vitamin D yang rendah dan gaya hidup.
Akibat kehilangan kalsium tulang menjadi berpori, tipis, rapuh dan mudah patah. Akhirnya
kerangka ‘menciut’ dan tubuh menjadi lebih pendek dan bungkuk, seperti sering terlihat pada orang
yang tua sekali.
pemicu nya . Dalam jaringan tulang normal ada keseimbangan dinamis antara pembentukan
tulang (oleh osteoblast) dan perombakannya (oleh osteoclast). Hingga usia ±35 tahun, pembentukan
tulang yang aktif dan kepadatan tulang (density) mencapai puncaknya. Dengan meningkatnya usia,
massa tulang berangsur-angsur menyusut. Faktor-faktor yang memicu terjadinya osteoporosis yaitu
menopause pada wanita dan pemakaian glukokortikoida.
*Menopause. Pada wanita postmenopausal menurunnya produksi estrogen mengakibatkan perombakan tulang yang meningkat; dalam beberapa tahun dapat terjadi penyusutan dari 10-20%. Kemudian juga pembentukan tulang berkurang selama 5-10 tahun. Oleh sebab itu kepadatannya menurun
dan dapat terjadi osteoporosis. Apabila pasien ini terjatuh, risiko keretakan dari ruas tulang belakang,
pangkal paha dan pergelangan tangan sangat meningkat. Wanita dengan menopause dini (sebelum
usia 40 tahun) juga memiliki risiko yang meningkat untuk osteoporosis. Life time risk terhadap fraktur
sebab osteoporosis untuk wanita di atas usia 50 tahun yaitu 40% dan pada pria 15%.
*pemakaian prednison/prednisolon dalam dosis di atas 7,5 mg sehari untuk jangka waktu lama juga
mengakibatkan kehilangan massa tulang. Diperkirakan pemicu nya yaitu menurunnya aktivitas
osteoblast dan mungkin juga meningkatnya resorpsi tulang, berkurangnya absorpsi kalsium dari usus
atau berkurang reabsorpsinya di tubuli ginjal. Lihat selanjutnya Bab 46, ACTH dan Kortikosteroida.
Pencegahan. Risiko osteoporosis dapat dikurangi dengan makanan yang susunannya baik, antara
lain mengandung banyak kalsium,vitamin D, cukup gerak badan, tidak merokok dan latihan tenaga
dan keseimbangan untuk mencegah terjatuh. Sering kali bagi wanita dengan risiko tinggi, sebab
misalnya menopause prematur (sebelum waktunya) atau sebab faktor keturunan, dianjurkan terapi
substitusi hormonal. Yang dipakai yaitu suatu estrogen, dikombinasi dengan kalsium dan vitamin
D, dengan penambahan progestagen secara siklis untuk memperkecil risiko kanker. Namun suatu
penelitian intervensi besar dengan konyugat estrogen 0,625 mg sehari telah dihentikan sebelum
waktunya, sebab ternyata meningkatkan risiko kanker payudara.12Oleh sebab itu HRT hanya dapat
dibenarkan dalam kasus hot flushes sangat hebat serta osteoporosis dan hanya untuk rentang waktu
singkat. Wanita dengan predisposisi familiar untuk kanker payudara tidak boleh menjalani HRT.
Juga perlu diwaspadai bahwa obat-obat tertentu dapat memicu atau memperparah
osteoporosis. Misalnya penghambat aromatase, agonis LHRH, anti-androgen (terapi hormon pada
kanker prostat) dan beberapa sitostatika. pemakaian jangka waktu lama dari anti-epileptika,
seperti fenitoin dan karbamazepin, juga berkaitan dengan rapuh tulang. Glukokortikoida dapat
mengakibatkan menurunnya masa tulang.
Penanganannya dapat dilakukan dengan obat-obat yang menghambat resorpsi tulang (bisfosfonat,
kalsitonin dan estrogen) dan/atau zat-zat yang menstimulasi pembentukannya (steroida anabol dan
fluorida). Di samping itu, diberikan kalsium (500-1000 mg sehari) bersama vitamin D3
(800-1000 unit)
untuk mencapai mineralisasi tulang normal. pemakaian kalsium sebaiknya tidak melebihi 1200 mg
sehari, sebab bila berlebihan dapat memicu risiko batu ginjal.
Untuk kebutuhan kalsium sehari (RDA), lihat Bab 53, Vitamin dan Mineral. Untuk gerak badan
dianjurkan gerak jalan dua kali 1/2 jam setiap hari. Untuk kalsitonin dengan khasiat menghambat
langsung terhadap osteoclast, lihat Bab 48, Hormon tiroid.
Alternatif dianjurkan flavonoid dari kedelai genistein (2 x 50 mg) yang berkhasiat sebagai estrogen
lemah dan glukosamin (3 x 500 mg) bersama elemen spura mangan + seng untuk menstimulasi
sintesis sel-sel tulang.
Sel-sel tumor mengganggu keseimbangan antara osteoblast dan osteoclast akibat produksi dari
beberapa faktor yang meningkatkan perombakan, yaitu faktor pertumbuhan, prostaglandin, enzim,
sitokin, dan lain-lain. Akibatnya yaitu peningkatan perombakan (‚resorpsi‘, ‚mineralisasi‘).
Bisfosfonat merupakan turunan dari pirofosfat alamiah (H4
P2
O7
) yang berkhasiat menghambat
perombakan tulang oleh osteoclast. Mekanisme kerjanya sebagai obat antiresorptif, berarti memperlambat atau menghentikan proses alamiah penguraian jaringan tulang, sehingga kepadatan dan
kekuatan tulang dipertahankan atau ditingkatkan. Dengan demikian proses osteoporosis dapat
dihindari. Bila osteoporosis sudah terjadi, perlambatan proses penipisan tulang mengurangi risiko
fraktur.
Obat-obat ini memiliki afinitas besar untuk kalsiumfosfat dan mengikat pada kristalnya di dalam
tulang untuk kemudian secara berangsur diekskresi dari jaringan tulang. Oleh sebab itu, obat ini
selain untuk pengobatan osteoporosis juga dipakai pada terapi dan prevensi metastasis kanker
tulang, khususnya pada tumor prostat, payudara, ginjal, tiroid dan paru-paru. Gejala metastasis
kanker tulang berupa nyeri tulang, imobilisasi, fraktur, hiperkalsiémia dan kelumpuhan akibat
terjepitnya saraf-saraf oleh sumsum tulang.
Sekarang banyak dipakai derivatnya etidronat, pamidronat, alendronat dengan perbandingan
1 : 10 : 10 : 100.
Bisfosfonat dipakai pada osteoporosis postmenopausal atau akibat kortikosteroid, penyakit Paget
dan metastasis kanker, lihat juga Bab 14, Sitostatika. Metabolisme dari bisfosfonat buruk dan tinggal dalam tulang untuk waktu lama. dipakai per oral (asam alendronat, asam etidronat atau per
intravena (asam pamidronat dan asam zoledronat) tiap 3 atau 4 minggu.
Bisfosfonat yang dipakai per intravena (asam zoledronat-Reclast, ibandronat) merintangi osteoclast lebih kuat daripada per oral dan terutama untuk pengobatan hiperkalsiemi dan metastasis
kanker pada tulang atau bila pasien tidak dapat memakai nya per oral.
Efek samping. Sering kali nyeri tulang/otot, bengkak persendian, nyeri perut, obstipasi, diare, sakit
kepala, pusing, mual, muntah, kesulitan menelan (disfagia), gangguan alat cerna dan nekrosis tulang
(osteonecrosis) terutama dari tulang rahang yang baru nampak bulanan sesudah pemberian per i.v. (terutama asam zoledronat dan pamidronat). Osteonekrosis dari tulang rahang juga dapat terjadi pada
pemakaian oral dengan insidensi sekitar 1:10.000, namun lebih sering pada pemakaian intravena.
Efek samping ini terjadi khusus pada tulang rahang sebab dibandingkan dengan tulang kerangka
lainnya, tulang rahang memiliki metabolisme yang lebih cepat dan vaskularisasi lebih baik, sehingga
bisfosfonat tertimbun dalam osteoklasnyaUntuk menghindari rangsangan pada tenggorok (oesofagitis), bisfosfonat harus diminum pagi hari
minimal 30 menit sebelum makan dengan segelas air dan pasien tidak boleh berbaring dalam sejam
sesudah nya untuk menghindari “heartburn”.
Bisfosfonat terpenting yaitu ibandronat (Bonviva), risedronat (Actonel, Atelvia), alendronat
(Fosamax), klodronat (Ostac), etidronat dan pamidronat. Sediaan kombinasi Actokit diminum risedronat 1x seminggu 35 mg danselama 6 hari per minggu 500 mg kalsium (sebagai kalsium karbonat)
untuk menstimulasi pembentukan tulang. Kur dijalankan 3 bulan dan dapat diulang beberapa kali
dengan tujuan meningkatkan kepadatan tulang. Sesudah 6 bulan ternyata jumlah keretakan ruas
berkurang secara signifikan Dengan alendronat1 dd 10 mg (atau 1 x seminggu *Fosavance = alendronat 70 mg + vit D3
2800 I.U.) 0,5 jam a.c. pagi hari juga dapat dicapai pengurangan fractura ini .6
Berkat masa paruhnya yang panjang sekali, ibandronat (2004) dapat diminum 1 x sebulan 150 mg
(garam Na) 1 jam a.c.
* Etidronat (Didronel, 1970), pamidronat (APD, Aredia. 1991) dan risedronat (Actonel, 1996) selain pada
kanker23 juga dipakai pada penyakit kronis tulang melunak (M. Paget) dan pada osteoporosis postmenopausal. Lihat juga Bab 44, Zat2 estrogen, box Osteoporosis.
* Alendronat (Fosamax) yaitu aminobisfosfonat (1993) yang sama sifat kerja dan pemakaian nya
dengan pamidronat. Pada perut kosong BA-nya terbaik, yaitu hanya 0,65%, PP 78% dengan masa
paruh panjang. Tidak boleh dipakai pada hipokalsiemia.
Dosis: osteoporosis pasca menopause/akibat glukokortikoid 1 x seminggu 70 mg 0,5 jam a.c.,
langsung sesudah bangun tidur, diminum dalam posisi berdiri dengan minimal 200 cc air tanpa
dikunyah atau dilarutkan dalam mulut. sesudah diminum tidak boleh berbaring lagi (untuk menghindari iritasi mukosa oesofagus). Air mineral dan soft drink dapat mengurangi absorpsi obat, demikian juga sediaan-sediaan yang mengandung kalsium dan antasida yang baru dapat dipakai
sesudah minimal ½ jam. Juga terlebih-lebih harus waspada pemakaian bersamaan dari obat-obat
yang merangsang saluran gastro-intestinal, seperti NSAID’s.
Preventif: 1 dd 5 mg a.c
*Risedronat (Acton, 1988) juga buruk resorpsinya dari usus dengan BA 0,6 % , PP 25%. Tidak dimetabolisasi dan diekskresi melalui urin secara utuh, masa paruhnya juga panjang, ±20 hari. Dosis: 1
dd 5 mg 2 jam a.c. atau 1 x seminggu 35 mg 2 jam a.c.
* Strontium ranelat (Protelos, Osseor) juga efektif pada osteoporosis postmenopausal (2004) untuk
mengurangi fraktur tulang punggung dan pangkal paha. Mekanisme kerjanya berdasar stimulasi
pembentukan tulang dan penghambatan perombakannya oleh osteoclast. Zat ini berkumulasi di jaringan tulang dan di-inkorporasi di kristal apatit. BA ±25%, masa paruh 60 jam. Efek samping utama
yaitu mual dan diare.
Senyawa ini telah diizinkan peredaraannya di Eropa sejak tahun 2004 untuk pengobatan osteoporosis dan untuk mengurangi risiko fraktur tulang belakang dan pinggul pada wanita postmenopausal.
Di tahun 2012 indikasi ini juga diberlakukan bagi kaum pria. Di tahun 2013 timbul rekomendasi untuk membatasi pemakaian nya hanya untuk pengobatan osteoporosis parah dengan risiko
fraktur yang tinggi, bila ada kontraindikasi terhadap obat-obat lain (misalnya intolerasi).
Pembatasan indikasi ini sebab risiko efek samping kardiovaskuler. Strontium ranelat jangan dipakai pada pasien dengan riwayat gangguan jantung iskemik seperti angina atau infark,
gangguan arterial perifer, trombo-emboli atau gangguan serebrovaskuler, juga jangan diberikan
pada pasien hipertensi yang tidak terkendali.
Dosis: oral 1 dd 2 g malam hari sebelum tidur. (Geneesm Bull 2006; 40:80-81).
Teriparatide (Forsteo). Merupakan suatu sediaan rekombinan human parathyroidhormon
(PTH; human parathyroid hormone I-34) dengan mekanisme kerja yang sama sekali berlainan dengan bisfosfonat dan raloksifen. Seperti diketahui kedua obat bisfosfonat ini (= antiresorptiva)
terutama merintangi resorpsi tulang oleh osteoclast dan sekunder disusul dengan meningkatnya mineralisasi. Sedangkan teriparatide (2005) memiliki terutama efek anabol yang menstimulasi osteoblast untuk pembentukan tulang baru dengan efek bertambahnya volume tulang
dan memperbaiki strukturnya. namun daya kerjanya tidak kausal, berarti tidak memperbaiki
tulang yang sudah hilang. Dibandingkan dengan strontium ranelat yang di samping menghambat resorpsi tulang juga berdaya merangsang pembentukan tulang baru, efek anabol dari
teriparatide jauh lebih kuat.
Penyelidikan menunjukkan bahwa teriparatide mengurangi drastis risiko fraktur pada wanita
maupun pria. Terutama ditujukan bagi wanita postmenopause dengan osteoporosis parah dan berisiko besar untuk fraktur sesudah pengobatan dengan bisfosfonat maupun raloksifen, atau yang tidak
tahan terhadap kedua obat ini. Berhubung mekanisme kerja dari teriparatide berlawanan dengannya, maka tidak boleh dipakai bersamaan.
Efek samping tersering berupa pusing, kejang kaki (1-10%), mual, sakit kepala dan perasaan lemah.
Dosis: tiap hari parenteral 20 ug selama maksimal 18 bulan selama hidup, ditunjang dengan
asupan kalsium dan vitamin D.14,15
*Denosumab (Prolia, Xgeva)
Merupakan IgG2 monoklonal antibodi human yang mengikat secara spesifik dan sangat kuat
pada sitokin (RANKL) (nuclear factor-kappaB ligand) yang mutlak untuk pembentukan dan aktivasi
osteoklas. Denosumab memblokir pengikatannya kepada RANK dan merintangi pembentukan dan
aktivitas osteoklas, mengurangi resorpsi tulang dan meningkatkan kepadatan tulang. Dimetabolisasi
oleh peptidase menjadi peptida kecil dan asam amino. Waktu paruh t1/2 ±26 hari (6-52 hari).
pemakaian . Sebagai prevensi bagi wanita postmenopause terhadap risiko fraktur akibat osteoporosis dan hanya dianjurkan pada osteoporosis parah dan meningkatnya risiko fraktur sebab usia
lanjut. dipakai melalui injeksi s.k. bila ada toleransi terhadap bisfosfonat, yang sebetulnya
merupakan pilihan pertama bagi pasien osteoporosis wanita postmenopause, seperti asam alendronin dan asam risedronin, sebab efektivitasnya tinggi, pengalaman dengan bisfosfonat oral ini
cukup banyak dan efek sampingnya yang lebih terbatas.
Denosumab juga dapat mengurangi risiko fraktur ruas tulang punggung pada pria penderita
kanker prostat yang diterapi dengan androgen.
sebab bisfosfonat dimetabolisasi oleh ginjal sehingga merupakan kontraindikasi bagi pasien
gagal ginjal, mungkin denosumab aman bagi pasien demikian sebab metabolisasi denosumab tidak
melalui ginjal, walaupun penelitian mengenai hal ini masih harus dilakukan.
Ref.: N Engl J Med. Aug 20, 2009; 361(8): 818–820.
Efek samping. Sering kali katarak (1-10%), obstipasi, nyeri pada kaki-tangan, infeksi saluran urin
dan alat pernapasan, infeksi kulit, osteonekrosis tulang dagu (terutama bila pernah diterapi dengan
bisfosfonat) dan hipokalsiemia.
Sebelum dimulai terapi dengan suatu penghambat resorpsi tulang dianjurkan untuk terlebih
dahulu ditentukan kadar dari kalsium maupun vitamin D dan bila perlu dioptimalkan untuk
menghindari timbulnya hipokalsiemia.
Dosis: injeksi s.k. 60 mg sekali dalam 6 bulan di samping suplesi vitamin D3
dan kalsium, terkecuali
ada hyperkalsiemia.*Pada pria gejala peralihan adakalanya dapat
ditanggulangi melalui terapi suplesi dengan
androgen secara siklis atau dengan penggunaan pil ereksi sildenafil (Viagra).
A. ESTROGEN
Estradiol, estron dan estriol merupakan estrogen alamiah, yang adakalanya disingkat
sebagai masing-masing E2, E1dan E3 sesuai
jumlah gugusan-OH dalam molekulnya.
Estradiol memiliki khasiat estrogen terkuat
dan 2-5 kali lebih aktif daripada kedua hormon lainnya.
Estrogen terutama dihasilkan oleh ovaria
sebanyak 2-25 mcg sehari pada minggu pertama sampai 25-100 mcg di pertengahan
siklus haid. Dalam jumlah lebih sedikit juga
dibentuk oleh folikel dan Corpus luteum, testes
dan anak ginjal (pria dan wanita). Plasenta
membentuk dalam jumlah berlimpah, sampai
30 mg (!) sehari pada bulan ke-9 kehamilan. Sesudah menopause produksi menurun
sampai 5-10 mcg sehari.
Sintesisnya berlangsung di bawah pengaruh FSH dengan asetat dan kolesterol sebagai
bahan pangkal dan testosteron sebagai precursor, di mana c-AMP juga memegang peranan penting. Adakalanya konversi testosteron ––> estradiol terhalang, yang berakibat
terjadinya hirsutisme sebab meningkatnya
kadar androgen.
Kinetik. Secara oral dan dermal estrogen
diabsorpsi dengan baik dan cepat, juga vaginal. namun FPE dalam hati yaitu sedemikian tinggi sehingga BA-nya rendah dan
oral menjadi kurang aktif. Seperti hormon
kelamin lainnya hormon ini terikat pada
protein transpor SHBG (Sex Hormone Binding
Globuline). Dalam hati hormon ini dirombak
dengan pesat menjadi metabolit yang kurang aktif, antara lain estron, estriol dan
glukuronidanya. Sebagian mengalami siklus
enterohepatik. Ester estradiol dan estrogen
nonsteroida lebih lambat inaktivasinya dalam
hati dan jaringan lainnya, oleh sebab itu
daya kerjanya lebih kuat daripada estradiol.
Ekskresi berlangsung melalui urin sebagai
konyugat glukuronida.
Khasiat fisiologi dan farmakologi
Nama estrogen berasal dari daya kerja hormon
ini yang memicu oestrus pada hewan,
yaitu hasrat bersenggama. Pada manusia
efek-efek estrogen terpenting yaitu sebagai
berikut:
a. efek feminisasi(Lat. femina = wanita), yaitu
memicu ciri-ciri kelamin wanita
primer dan sekunder. Terutama vagina
sangat peka bagi estrogen, yang antara
lain memicu pertandukan epitelnya.
Kekurangan yang sama seperti sesudah
menopause dapat mengakibatkan atrofia
dan radang mukosanya (vaginitis).
b. proliferasi rahim dan endometrium. Estrogen menstimulasi pertumbuhan rahim
hingga dapat tumbuh besar (hyperplasia),
di samping itu juga memicu fase
proliferasi dari endometrium. Sekitar pertengahan siklus (masa fertil wanita) leher
rahim dirangsang untuk mensekresi lendir berlebihan yang cair sekali untuk
mempermudah penetrasi sel-sel mani. Lagi pula menstimulasi kelenjar di dinding
saluran telur untuk mensekresi lendirnya dan memperlancar transpor telur ke
rahim.
c. terhadap menstruasi. Kadar estrogen darah harus melebihi nilai ambang tertentu
untuk memelihara fase proliferasi dan
fase sekresi dari endometrium. Bila menurun di bawah nilai itu endometrium dilepaskan dan terjadilah perdarahan.
d. terhadap laktasi. Estrogen membantu
progesteron memelihara kehamilan normal dan pertumbuhan payudara. Sesudah persalinan estrogen membantu prolaktin, yang menstimulasi keluarnya air
susu melalui penghambatan produksi
dopamin (= PIF, prolactin inhibiting factor),
hingga sekresi prolaktin meningkat. Laktasi turut didorong oleh oksitosin dari
neurohipofisis. Pada dosis tinggi estrogen
justru menekan laktasi, mungkin sebab
menghambat efek prolaktin terhadap payudara.
e. efek anti ovulasi berdasar khasiat
antigonadotrop. Estrogen dan juga progestagen di atas kadar tertentu meng-
hambat GnRH di hipotalamus dan FSH/
LH di hipofisis melalui feedback negatif.
Salah satu akibatnya yaitu tercegahnya
ovulasi.
f. efek anabol, yang lebih lemah daripada
androgen.
g. efek penutupan epifisis tulang sama
efektifnya dengan androgen.
h. efek antiandrogen. Melalui hipofisis hormon-hormon wanita di atas kadar tertentu
menurunkan sekresi androgen, sehingga
efeknya diperlemah. Lagi pula estrogen
menstimulasi sintesis protein pengangkut
SHBG dengan efek menurunkan kadar
androgen bebas.
i. efek terhadap kolesterol. Estrogen meningkatkan kadar HDL kolesterol dan sedikit menurunkan kadar LDL, yaitu justru kebalikan dari efek androgen. Sifat
ini yaitu penyebab mengapa wanita
sebelum menopause lebih jarang menderita penyakit kardiovaskuler dibandingkan dengan pria. Lagi pula estrogen
memperlebar arteri jantung sehingga aliran darah lebih deras dan risiko penciutan
dan infark menjadi lebih kecil.
j. retensi garam dan air, khususnya pada dosis agak tinggi dan pada paruh
kedua dari siklus, yang mengakibatkan
perasaan tegang dan nyeri di payudara.
Juga udema dan naiknya berat badan.
k. menghambat kehilangan tulang yang
cepat pada 5 tahun pertama dari menopause. Bila dipakai minimal 5 tahun
fractura dikurangi dengan 50-60%.
pemakaian
Estrogen dipakai pada berbagai gangguan
dan yang terpenting yaitu sebagai berikut:
a. terapi substitusi untuk mensuplesi hormon bila produksi alamiah tidak mencukupi kebutuhan. Misalnya pada hipogonadisme dan sesudah pengangkatan
ovaria (ovarectomi). Begitu pula pada
keluhan serius selama klimakterium
yang tidak dapat diatasi dengan obatobat biasa. Satu dosis kecil estrogen ternyata sudah efektif, misalnya 10-15 mcg
etinilestradiol sehari, dengan tambahan
progestagen pada hari ke-8 s/d hari ke-
20 untuk mencegah hiperplasia endometrium dan risiko kanker. Kombinasi
sebaiknya dipakai secara siklis; artinya
setiap tiga minggu diselingi istirahat 1
minggu untuk meniru keadaan alamiah.
namun dapat pula dipakai secara
kontinu dengan “keuntungan” tidak
timbulnya perdarahan penarikan. Suatu
studi meta analisis mengungkapkan
risiko kanker payudara yang meningkat
dengan semakin lama berlangsungnya
terapi substitusi. Risiko ini menurun
sesudah pemakaian estrogen dihentikan
dan praktis hilang sama sekali sesudah
5 tahun. Sebaliknya ditemukan pula
indikasi bahwa substitusi jangka panjang
memberikan pengaruh baik terhadap
risiko kematian.
Mengenai pemakaian postmenopausal dari terapi substitusi ini, khusus
mengenai indikasi eksak dan jangka waktunya, belum ada kesepakatan di
antara para ahli.
b. anti ovulasi (pil antihamil), bersama suatu progestagen, juga sebagai morningafter-pill, lihat Bab 45, Antikonseptiva
oral.
c. menekan laktasi. Estrogen–seperti juga
progestagen dan androgen–berkhasiat
langsung menghambat sekresi air susu
secara primer, artinya bila laktasi belum
dimulai. pemakaian nya segera sesudah
persalinan untuk menghambat produksi
air susu, sudah ditinggalkan berhubung
risiko trombo-emboli pada dosis tinggi
yang diperlukan. Sekarang dipakai
bromokriptin, suatu zat penghambat sekresi prolaktin, yang juga aktif bila laktasi
sudah dimulai.
d. menghambat pertumbuhan anak-anak
perempuan sekitar usia 12 tahun yang
tumbuh terlalu pesat dan dikuatirkan
menjadi terlampau tinggi. Estrogen menstimulasi penutupan epifisis tulang pipa
yang mengakibatkan penghentian pertumbuhan.
e. pada osteoporosis postmenopausal. Estrogen berkhasiat memulihkan keseimbangan antara pembentukan dan perombakan sel-sel tulang yang terganggu pada osteoporosis. Efeknya nampak
relatif cepat, sesudah 6 bulan ternyata
massa tulang naik sedikit dan kehilangan
tulang dihentikan. Lihat selanjutnya di
atas, boks Osteoporosis.
f. kanker prostat (tersebar) dapat diusahakan pengobatannya dengan estrogen
(misalnya fosfestrol) atau progestagen
(misalnya megestrol). namun penanganan
utamanya terdiri dari kastrasi kimiawi
dengan analoga LH-RH (gonadorelin,
dan lain-lain), umumnya bersamaan dengan suatu antiandrogen (flutamida, dan
lain-lain).
g. atrofia dan colpitis (radang mukosa,
Yun. colpos = vagina) yang dapat terjadi
sesudah menopause, dapat efektif diobati
dengan krem vaginal yang mengandung
misalnya diënestrol atau estriol.
Penggolongan
Estrogen yang dipakai dalam terapi dapat
dibagi dalam dua kelompok berdasar
struktur kimiawinya.
a. Zat steroid: estradiol, estron, estriol, etinilestradiol, mestranol dan epimestrol (Stimovul)
b. Zat non-steroid:dietilstilbestrol, diënestrol
dan fosfestrol (Honvan)
c. Fito-estrogen yaitu zat-zat polifenol,
flavon dan flavonoida dari tumbuhan yang
dalam saluran gastrointestinal dikonversi oleh flora usus menjadi zat-zat
yang menyerupai estrogen. Senyawa
ini dapat menempati reseptor estrogen
dan berkhasiat sebagai estrogen lemah.
Dapat ditemukan di kedele, kacangkacangan, gandum, buah-buahan dan
sayur-mayur. Di negara-negara dimana
diet sehari-hari mengandung banyak
fito-estrogen, insidensi kanker payudara
dan prostat rendah sekali, begitu pula PJP
dan osteoporosis, misalnya di Cina dan
Jepang. Sebaliknya insidensi kanker usus
besar meningkat. Hal ini belum dapat
dimengerti dengan jelas.
Khasiat. Penelitian telah mengungkapkan, bahwa genistein dan daidzein (fitoestrogen kedele) dalam konsentrasi rendah merangsang pertumbuhaan sel-sel
kanker payudara. Sebaliknya dalam konsentrasi tinggi pertumbuhan tumor in
vitro dihambat. Fito-estrogen meringankan kerja anti estrogen dari tamoksifen.
sebab mungkin bekerja mutagen dan
karsinogen, maka fito-estrogen tidak
dianjurkan pada wanita dengan riwayat
kanker payudara atau yang sedang mengidapnya (Thung, W. Pharm Wkbl 2002;
137 : 999).
Efek samping
Estrogen dapat memicu gangguan
lambung-usus (mual, anoreksia, diare), nyeri
kepala dan pusing-pusing, serta pada dosis
tinggi mual dan muntah. Selain itu juga
sejumlah efek samping yang lebih berat,
yaitu:
– efek feminisasi pada pria dengan gynecomastia, libido berkurang, impotensi dan
hambatan spermatogenesis
– trombo-emboli, yakni penyumbatan arteri kecil oleh darah beku, yang terutama dapat terjadi pada pemakaian lama
dengan dosis tinggi (di atas 50 mcg sehari)
– kanker endometrium. Dosis tinggi yang
diminum untuk jangka waktu lama
mengakibatkan hiperplasia endometrium,
yang meningkatkan risiko berkembangnya menjadi kanker. Maka lazimnya
secara siklis dipakai dosis serendah
mungkin bersama prostagen untuk menghindari pertumbuhan berlebihan ini .
Hingga kini tidak terbukti bahwa estrogen
pada pemakaian lama (pil antihamil!)
meningkatkan risiko kanker payudara,
seperti pernah dilaporkan. Namun ternyata bahwa estrogen menstimulasi tumor yang sudah ada dan bersifat “estrogen
dependent” (memiliki reseptor estrogen)
– perdarahan tak teratur terjadi bila kadar
estrogen faal menurun (breakthrough bleeding), bila perdarahan-antara ini hanya
ringan disebut “spotting”. Bila terapi estrogen dihentikan, timbullah perdarahan
penarikan(withdrawal bleeding)
– udema dan naiknya berat badan, juga
nyeri buah dada akibat retensi garam
dan air, khususnya pada dosis tinggi.
Pada pasien jantung dan manula, udema
meningkatkan risiko gagal jantung (dekompensasi).
Kontra-indikasi. Estrogen tidak boleh diberikan pada wanita hamil, pasien myoma atau
kanker serta pasien jantung dan pembuluh.
pemakaian hendaknya berhati-hati pada
pasien diabetes, migrain dan hipertirosis.
Anak perempuan di bawah usia 16 tahun
sebaiknya jangan diberikan estrogen (pil
antihamil) berhubung stimulasi penutupan
epifisis dan berhentinya pertumbuhan (memanjang).
Zat antiestrogen
Zat-zat ini dapat “melawan” atau mengurangi
efek estrogen. Dalam arti luas androgen dan
progestagen dapat dianggap sebagai zat antiestrogen. Dikenal dua kelompok zat dengan
khasiat antiestrogen, yakni estrogen lemah
dan penghambat enzim aromatase.
a. Estrogen lemah klomifen, epimestrol, tamoksifen dan raloksifen.
Mekanisme kerja zat-zat ini diperkirakan
berdasar penggeseran hormon alamiah dari
reseptornya di hipotalamus, hingga aktivitas
dan kadar estradiol darah menurun.
Akibatnya ialah terhambatnya mekanisme
feedback yang mengatur produksi estrogen. Ovaria dan folikel distimulasi dan
sekresi FSH/LH ditingkatkan, yang berefek ovulasi. Atas dasar khasiat mendorong ovulasi ini klo-mifen dan epimestrol dipakai pada infertilitas wanita
akibat hipofungsi hipofisis dan anovulasi.
Tamoksifen dan raloksifen khusus dipakai
pada terapi paliatif dari kanker mammae
dan raloksifen untuk terapi osteoporosis
pada wanita pasca-menopause.
b. Penghambat aromatase: aminoglutetimida,
anastrozol (Arimidex), exemestan (Aromasin)
dan letrozol (Femara).
Sejak tahun 90-an dari abad yang lalu, para
peneliti menyelidiki cara-cara mengurangi/
menghindari risiko timbulnya kanker payu
dara melalui kemoprevensi. Dengan istilah
ini dimaksudkan penghindaran penyakit
melalui medikasi. Dewasa ini kanker payu
dara masih merupakan salah satu penyebab
kematian utama para wanita. Penghindaran
jenis kanker ini merupakan masalah yang
sangat sulit, disebabkan demikian banyak
faktor risiko yang tidak dapat dihindari
(kadar estrogen tubuh sendiri, gangguan
menses dan menopause, usia, genetik dan
mutasi gen), maupun fakto risiko yang ada
kemungkinan dapat diintervensi seperti pola
hidup, obesitas dan inaktivitas.
Obat-obat penghambat aromatase mungkin
dapat memberikan perubahan drastis sebab
ternyata lebih efektif dan lebih aman daripada
tamoksifen untuk menghindari residif kanker
payu dara pada wanita postmenopause.
Sebelum menopause produksi utama dari estrogen berlangsung di ovaria. sesudah
menopause estradiol dan estron terutama dibentuk oleh enzim aromatase dari masingmasing testosteron dan androstendion di jaringan perifer (lemak, otot, hati, tumor
mammae). Lihat skema biosintesis hormonhormon ini Gambar 43-1 pada Bab 43, Zatzat Androgen dan Bab 46, Kortikosteroid.
Melalui blokade aktivitas enzim aromatase,
penghambat aromatase merintangi pengubahan dari androgen ke estrogen, yang
berakibat menurunnya kadar estrogen dalam
darah dan jaringan tumor.
Ref.
1. Verkooijen H.M. et al., Chemopreventie van
borstkanker. Ned Tijdschr Geneeskd. 2012;156
2. Goss PE, Ingle JN, Ales-Martinez JE, et al.
Exemestane for breast-cancer prevention
in postmenopausal women. N Engl J Med.
2011;364:2381-91.
Aromatase ada pada ±65% dari penderita tumor payudara. Anastrozol dan letrozol menghambat aromatase secara selektif;
aminoglutetimida juga turut menghambat
sintesis glukokortikoida dan steroida lain.
Obat-obat ini khusus dipakai pada kanker
payudara (estrogen receptor-positive; ER+)
yang tersebar pada wanita postmenopausal,
bila tamoksifen tidak efektif (lagi). Dalam
dosis tinggi zat-zat ini memperlihatkan efek
estrogennya yang lemah dan justru bekerja
antigonadotrop dengan menghambat sekresi
gonadotropin.
Efek samping: perasaan panas di muka
(hot flashes), nyeri otot, pusing, mual, diare
atau sembelit, perasaan lemah dan cape
serta penipisan tulang pada wanita pasca
menopause.
B. ZAT PROGESTAGEN
Progesteron yaitu hormon wanita lainnya
yang dibentuk oleh Corpus luteum, plasenta
(dimulai dari bulan ketiga kehamilan), testes
dan cortex anak ginjal (pria dan wanita) di
bawah pengaruh FSH/LH dari hipofisis.
Sebaliknya kadar progesteron (dan estrogen)
dalam darah melalui mekanisme feedback
turut menentukan banyaknya sekresi GnRH
dan gonadotropin ini .
Progesteron berkhasiat menginduksi peralihan endometrium dari fase proliferasi
(pengaruh estrogen) ke fase sekresi zatzat gizi, agar telur yang sudah dibuahi bisa
bersarang dan berkembang menjadi janin
(implantasi). Selanjutnya progesteron bertugas memelihara kehamilan. Oleh sebab itu,
sesudah C. luteum menghentikan produksinya sekitar bulan ke-4 kehamilan, plasenta
mulai membentuk progesteron dalam jumlah
besar, sampai 150-250 mg seharinya pada
saat sebelum persalinan. Pada fase proliferasi
hanya diproduksi 3-4 mg sehari (juga sesudah
menopause dan pada pria), lalu pada fase
sekresi meningkat sampai 6-15 mg.
Zat-zat progestagen
Zat-zat progestagen atau progestativa yaitu
steroid sintetik dengan kegiatan progesteron,
namun spektrum kerjanya berbeda banyak.
Semua zat berkhasiat progestagen, namun
tidak semuanya memiliki efek gestagen (memelihara kehamilan), menghambat ovulasi
atau berkhasiat anti estrogen. Bahkan beberapa di antaranya memiliki sifat-sifat baru,
seperti efek estrogen walaupun lemah. Berlainan dengan progesteron zat-zat ini aktif
secara oral.
Secara kimiawi zat-zat ini dapat dibagi dalam
2 kelompok, yaitu:
a. derivat progesteron: hidroksiprogesteron,
medroksiprogesteron, megestrol dan didrogesteron.
b. derivat testosteron: noretisteron, tibolon,
norgestrel, linestrenol, desogestrel, gestoden
dan alilestrenol. Semua zat ini juga memiliki efek androgen, kecuali alilestrenol. Linestrenol, noretisteron dan tibolon
berefek estrogen. Norgestrel, desogestrel
dan gestoden memiliki efek anti e