diagnosa dermatologi 6



















  Autosomal dominan; fotosensitivitas jelas pada 

awal kanak-kanak; tidak seberat porfiria eritropoeitik. Dalam beberapa jam timbul 

eritema, edema, vesikel dan krusta pada paparan sinar matahari.  

 

Fotosensitivitas pada Bayl (dengan Telangiektasia)  

• SINDROMA BLOOM. Eritema wajah yang diperberat paparan sinar matahari, 

telangiektasia dengan pembentukan sisik, dan vesikulasi dimulai pada masa bayi atau 

awal kanak-kanak dan progresif. ditambahi  dengan Berat Lahir Rendah (BLR) dan 

hambatan pertumbuhan.  

• SINDROMA COCKAYNE. Manifestasi kulit seperti sindroma Bloom (atas); ditambahi  

dengan kerdil (dwarfisme), pigmentasi dan atropi retina progresif, retardasi mental, 

tuli dan defek neurologis.  

• SINDROMA ROTHMUND-THOMSON. Autosomal resesif; eritema pada daerah 

paparan sinar matahari dimulai sebelum 6. 

 

Dermis 

Dermis menunjukkan jaringan Fibroelastik yang kuat dengan jaringan kolagen dan 

fiber elastik yang melekat pada matrik ekstraseluler dengan kapasitas pengikat air yang 

tinggi. Berlawanan dengan komponen fibrous yang tersusun ketat dari lapisan retikular 

dermis, tekstur fibrous pada badan papilar dan perifolikular dan  komponen perivaskular 

bersifat longgar. Orientasi ikatan-ikatan kolagen mengikuti susunan di sekitarnya.  

Dermis berisikan jaringan vaskular yang terletak paralel dengan permukaan kulit pada 

tingkat yang bermacam-macam dan  dihubungkan oleh pembuluh penghubung vertikal. 

Dermis bagian atas membentuk pleksus dan sebagai daerah vaskular pada beberapa papilla 

dermal superfisial dan "jaringan kerja" dihubungkan secara erat sehingga seluruh sistem 

vaskular dermal menunjukan unit tunggal tiga dimensi yang berisi pembuluh-pembuluh 

dengan ukuran dan dimensi yang berbeda-beda. Pola-pola reaksi vaskular pada kulit 

sebaiknya tidak diamati secara skematis sebab  pembuluh-pembuluh tidak beraturan dan 

tersusun geometris seperti yang tampak dari gambar-gambar skematis. Susunan sistem 

vaskular yaitu  modifikasi regional sebab  sistem ini juga tergantung pada ketebalan lemak 

kulit, yang berlainan dari daerah satu sama lainnya. Pembuluh-pembuluh darah dan jaringan 

konektif periadvensial yang longgar di sekelilingnya, menunjukkan unit reaksi yang 

melekatkan tiga dimensional pada matrik jaringan konektif. 

Jaringan konektif longgar badan papilar dengan pembuluh rambutnya dan pleksus vena 

superfisial menunjukkan satu unit fungsional. Bereaksi secara menyeluruh menuju ke 

spektrum lebar dari stimuli, dan pada beberapa  besar dermatosis menunjukkan target 

jaringan yang primer, separti yang telah disebutkan diatas, anatomic dan hubungan 

fungsionalnya yang dekat dengan zona pertemuan dan  epidermis menjelaskan mengapa 

jaringan ini jarang terpengaruh di dalam cara yang terisolasi. Secara prinsip, dua pola 

reaksi terjadi proses-proses peradangan akut dimana epidermis dan zona pertemuan sering 

dibutuhkan secara bersamaan dengan sistem vaskular dan proses-proses yang lebih kronis 

yang sering tetap tertahan pada kompartemen peri vaskuler. Pada konteks ini perlu 

diperhatikan bahwa komposisi cytolcogi penyerapan peradangan pada kulit tidak selalu 

mencerminkan ketajaman proses peradangannya. Penyerapan leukosit PMN 

(polymorfonuclear) tidak selalu sama dengan proses akut dan sebaliknya proses-proses 

kronis tidak selalu disebabkan oleh penyerapan limfohistiosit.  

Radang unit jaringan konektif superfisial vaskuler ditandai oleh pelebaran vaskular, 

menurunnya permeabilitas, edema, penurunan aliran darah intravaskular dan akumulasi sel-

sel darah merah pada pembuluh rambut. Infiltrasi jaringan seluler perivaskuler terjadi dan 

geratan perivaskular histiositik yang telah ada sebelumnya dan  sel-sel jaringan konektif 

harus diamati. Tergantung pada tingkat vasolidasi, edema dan infiltrasi selular, perubahan 

makroskopik perubahan-perubahan histologi memicu  erithematos, urtikaria dan  

penyerapan lesi (pembengkakan, kemerahan dan papula). Pelepasan mediator sel-sel mast 

IgE-Laden type I pada reaksi kekebalan, secara histologika diwujudkan vasodilasi, edema 

papillari dan infiltrasi dari leukosit dan  elemen-elemen histiosit disekeliling vena 

superfisial (Gambar 6-14). Lesi-lesi ini biasanya berubah secara relatif dan cepat tanpa ada 

sisa pathologis. Reaksi yang hebat bagaimanapun juga memicu  penyerapan 

perivaskular yang tebal dan menunjukkan transisi pada proses-proses ini  dimana 

edema kurang ditegaskan dan infiltrasi limposit mengelilingi pembuluh -pembuluh pada 

bentuk seperti lengan, seperti halnya erupsi obat-obatan yang berhubungan dengan kulit 

(Gambar 6-15). Perubahan dramatis lainnya terjadi ketika sistem vaskular itu sendiri yaitu  

target proses peradangan yang memicu  kerusakan saluran-saluran vaskular dengan 

semua sekuelnya seperti pada masalah  vaskulitis. 

  

 

 

 

 

BAB 6 

REAKSI PATOLOGIS DARI  

PEMBULUH DARAH KULIT 

 

 

 

Nekrotik Vaskulitis yaitu  proses peradangan yang melibatkan pembuluh-pembuluh 

dengan segala ukuran dan tergantung pada kemampuan pembuluh dan tipe reaksi 

peradangan. Hal ini  memicu  pola-pola penyakit yang berbeda-beda secara 

histopatologi dan klinis . Rangkaian kejadian pathologis pada vaskulitis tergambar jelas pada 

nekrotik venulitis dan pada pleksus supervicial di kulit, dimana material fibrillar amorfous 

eosinofilic tersimpan di dalam dinding pembuluh yang diserap oleh leukosit PMN 

(polymorfonuclear) dan menjadi anuklear dan  nikrotik (Gambar 6-16). Lekosito klasia 

terjadi dan nuclear ditemukan di dalam pembuluh-pembuluh dan  di jaringan yang 

mengelilingi saluran vaskuler. Sel-sel darah merah dan plasma muncul di dalam jaringan 

perivaskuler. Perubahan-perubahan ini memberi  kesan histologi "pembuluh yang pecah ". 

Kemudian akan ada juga sel-sel liposit dan histiosit sebab  jaringan yang rusak diperbaiki. 

Infiltrasi dari dinding vaskuler oleh sirkulasi komplek kekebalan, gerakan komplemen, 

pelepasan sirkulasi komplek kekebalan, gerakan komplemen, pelepasan faktor lekotaktik 

yang menarik netropil, pagositosis, komplek kekebalan oleh leokosit dan pelepasan ensim 

hidrolitik yaitu  latar belakang patogenik bagi perubahan litik yaitu  latar belakang 

patogenik bagi perubahan-perubahan besar dan merusak vaskuler. 

Reaksi peradangan kronis sistem superfisial vaskular biasanya membuka infiltrasi 

limfosit dalam hubungan erat dengan dinding-dinding vaskular. Contohnya pada purpura  

simplek, rusaknya dinding pembuluh kurang jelas dibandingkan  nekrotik vaskulitis, tapi kesatuan 

pembuluh-pembuluh juga dirusak terbukti aleh pendarahan yang menuju ke jaringan limfosit 

dan sebagai reaksi-reaksi sekunder, elemen-elemen histiosit sebagian dimuat dengan 

material pagodit yang merupakan infiltrasi peradangan.  

Vena superfisial bisa juga merupakan target proses sitolitik, dengan peradangan 

sebagai peran sekunder. Pada erythropoietic protoporfyra, sel-sel endotel terlisis oleh 

reaksi pototosik; plasma, sel darah merah dan debris selular tersimpan pada jaringan 

perivaskular  memicu  reaksi peradangan yang hebat. Tak diketahui apakah sirkulasi 

protopopirin membuat peka sel-sel endotel atau reaksi fototoksik diakhiri oleh sistem 

komplemen yang telah diketahui diaktifkan oleh porpirin dan cahaya. Regenerasi sel-sel 

endotel, yang menggunakan lamina basal dari pembuluh yang hancur sebagai perancah, 

menghasilkan materi basal lamina yang baru, sehingga sesudah  reaksi-reaksi multipel 

berurutan dari fototoksik, lamina basal tersusun konsentris mengelilingi saluran vaskular. 

Material lamina basal dan serum protein yang tersimpan di sekitar pembuluh menunjukkan 

substrat submikroskopik dari hialinisasi, yang juga merupakan ciri dari penyakit ini.  

Pola-pola reaksi ini diterangkan untuk sistem vaskular dari badan papilar dan pleksus 

vena superfisial yang terjadi pada dermis dalam, namun  ada perbedaan morfologi dan 

fungsional sebab  ada  pembuluh yang lebih besar terlibat. Infiltrasi limfosit di 

sekeliling pembuluh-pembuluh pada model seperti lengan yang memicu  tanda-tanda 

klinis dan kemudian menunjukkan substrat histopatologi bagi lesi urtikaria-papular. Hal ini 

merupakan masalah  yang berhubungan dengan erupsi obat, serapan yang berkedudukan dalam 

pada lupus eritematosus. Pada masalah  vaskulitis dari pembuluh yang berukuruan medium dan 

besar, biasanya ada  penyerapan peradangan. Secara klinis muncul sebagai lesi popular 

dan nodular. Perubahan sekunder sebab  interupsi aliran vaskular yang lebih berat ada  

nekrosis dan pelepuhan seperti halnya ulserasi. Reaksi-reaksi yang terjadi pada 

poliarteritis nodosa dimana nekrosis total atau sebagian dari dinding vaskular diikuti oleh 

reaksi peradangan berat, trombosis intravaskular dan pendarahan. Granulomatosis 

vaskulitis juga memicu  lesi nodular, dimana perubahan hialinisasi vaskular dan 

sumbatan vaskular pada livede vasculitis berakibat pada iskemik nekrosis. Iskemik nekrosis 

juga terjadi pada penyakit “Diego”, namun  iskemik yang lebih besar pada kulit jarang 

terjadi sebab  sistem vaskular kulit berisi banyak anastomosis (Bab 96). 

 

Infiltrasi limposit 

Meskipun infiltrasi limposit terjadi pada mayoritas dari peradangan kulit, ada 

beberapa proses pathologis dimana infiltrasi ini  merupakan ciri yang paling menonjol, 

sehingga dijelaskan dengan gambar histologis. Analisa dari infiltrasi ini merupakan salah 

satu bagian yang tersulit dari patologi yang berhubungan dengan demam kulit. Infiltrasi  

limposit terbentuk di dalam peradangan atau poliiferasi. Pada kondisi berikutnya ditunjukan 

proses jinak ataupun ganas. Hal ini dibedakan dari wujud sitologi dan  penyebarannya, 

terikat pada kompartemen persi advensisial dari sistem vaskular atau terjadi penyebaran 

secara difus melalui jaringan kolagen. Bisa pula terikat pada retikular dermis dan tak 

mengenai subepidermal ataupun menunjukkan epidermotropis berat. sebab  limfosit 

merupakan populasi sel heterogen, analisa infiltrasi harus dipertimbangkan tidak hanya 

sitomorfologi dan pola penyebarannya tapi juga sifat-sifat histokimia dan tanda-tanda 

immunologi. Analisa infiltrasi sel dengan monoklonal antibodi (immunofenotyping) dan 

penjelasan klonalitinya sekarang ini merupakan aspek terpenting dari dermatopatologi. 

Pola distribusi dari infiltrasi limfosit bisa berupa perivaskular, difus atau nodular. 

Infiltrasi terikat pada pleksus vena superfisial atau dapat terlokasi pada retikular dermis 

ataupun mencakup keseluruhan jaringan konektif dermal. Dengan pelokasian superfisial, 

keterlibatan epidermis bisa terjadi dan yang terpenting parakeratosis yang terbatas 

terjadi, contohnya pada sifat erythema, dimana akantosis berat sering diikuti reaksi 

peradangan akibat gigitan-gigitan serangga, dan epidermotropis berat dari limfosit terjadi 

pada limfoma kulit sel-T. Keterlibatan vaskular seperti hiperplasia dinding-dinding 

pembuluh pada angiolimfoid hiperplasia, atau vaskulitis seperti pada limfomatoit populosis 

merupakan ciri-ciri penting diagnosa  seperti halnya keterlibatan kolagen dan zat dasar, 

ditunjukkan oleh perubahan miksoid pada infiltrasi limposit dari jessnar-kanof dan reticular 

aritematsis mukinosis. Perluasan infiltrasi menuju jaringan lemak sering menjadi tanda 

limfoma maligna dan perkembangan folikel limfosit menandakan suatu limfositoma atau 

tanda-tanda dari sentrositik atau sentroblantik limfoma. Pengujian sitologi termasuk 

determinasi yang cermat dari infiltrasi yang merupakan monomorfik ataupun polimorfik. 

Pada infiltrasi polimorfik, keadaan alami masing-masing sel seperti eosinofil, histiosit atau 

sel-sel lainnya, merupakan pertimbangan penting dari perubahan-perubahan sekunder 

seperti hemoragik dan fagositosis sel-sel atau sel debris, melanin atau lemak oleh histiosit 

atau sel-sel mononuklear lainnya.  

Gigitan-gigitan serangga merupakan contoh yang baik dari reaksi heterogenitas 

limfohistiosit pada stimulus yang serupa. Seringkali ada  infiltrasi limfosit perivaskular 

yang diikuti dengan perubahan epitel seperti akantosis. Lemak termasuk di dalam proses 

patologis, dan campuran eosinofil hanyalah tanda dari proses gerakan yang lunak. Reaksi 

gigitan serangga yang lama, infiltrasi limfohistiosit menunjukkan seluler polimorfik yang 

berat dan terbentuk folikel limfosit. Diantara pola-pola reaksi yang ditandai dengan 

infiltrasi limfosit, beberapa pola khusus dapat dibeda-bedakan.  

1. Infiltrasi peri vaskuler superfisial termasuk bagian papillari dan pleksus vena 

superfisial dan sering dibarengi dangan reaksi sekunder epidermis. Sel-sel limfosit 

mengelilingi saluran vaskular, seringkali meluas dan menyebar ke epidermis yang  

menampakkan parakeratosis pada daerah ini. Secara klinis, perubahan-perubahan ini 

sering ditandai dangan eritema jelas namun  erupsi ringan polimorfik atau gigitan 

serangga dapat memproduksi gambar histopatologi yang mirip.  

2. Penggelembungan limfosit dari venules tanpa keterlibatan bagian papillari dan epidermis 

terjadi dari pada bentuk eritema namun  juga pada erupsi obat-obatan. Infiltrasi 

limfotik leukemia kronis menunjukkan pola distribusi yang mirip tapi menurut 

kuantitasnya, lebih berat/ parah.  

3. Infiltrasi limfosit perivaskular dengan infiltrasi mukinosis pada jaringan penghubung 

nonperivaskular ditemukan pada infiltrasi limfosit jessner-Kanof, eritematosis 

mukonosis, atau pada lupus eritematosis (Gambar 6-17) dan dermatomiositis. Pada 

dermatomiositis, diikuti dengan perubahan-perubahan epidermal dan perubahan-

perubahan yang mirip pada folikel rambut.  

4. Infiltrasi limfosit nodular yang meluas melalui dermis yang memperlihatkan timbunan 

fokal dari sel-sel histiosit dan yang menghasilkan wujud dari folikel limfosit, merupakan 

cirl limfositoma kulit. Fagositosis polikrom pada sel-sel histiosit, mitosis pada pusat 

infiltrasi dan gabungan eosinofil yaitu  ciri-ciri khusus, terbukti dengan kumpulan 

papillari yang biasanya terhindar sehingga "zone grenz” yarg mencolok dapat ditemukan 

diantara infiltrasi dan epidermis.  

5. Infiltrasi nonfolikuler limfosit yang menghindari gerakan superfisial juga terjadi pada 

"Iymfoid hyperplasia”. namun  pada masalah  ini pembedaan dari limfoma yang berat sangat 

sulit. Infiltrasi polimorfik memperlihatkan histiosit, sel-sel plasma dan eosinofil 

biasanya lunak, sedangkan limfoma non-Hodskin yang berat memperlihatkan gambaran 

monomorfik.  

6. Timbuman-timbunan nodular dari limfosit dengan gabungan sel-sel plasma dan eosinofil 

dibarengi oleh hiperplasia vaskular yaitu  ciri dari "angiolymfoid" hiperplasia (Gambar 

6-18). Dinding-dinding pembuluh darah menebal, dan sel-sel endothelial tampak 

membesar, bertambah dan meluas. Tapi ciri-ciri khas ini sebagian tidak jelas akibat 

infiltrasi limfosit yang pada. Manifestasi klinis juga tergantung pada tipe dan luas 

histopatologi. Keterlibatan dermis sebelah dalam memicu  pemasukan jaringan 

subkutan pada proses patologi dan secara klinis menunjukkan cellulitis yang mirip 

pembengkakan; infiltrasi yang sama dan perubahan vaskular tertahan pada dermis atas 

secara klinis  memicu  popular yang tegas dan lesi nodular.  

7. Infiltrasi limfosit atipikal termasuk superfisial dan dermis yang lebih dalam, dan 

ditandai secara sitologi oleh pleomorfik yang berat atas infiltrasi selular, yaitu  ciri 

dari limfomatosit papulosis. Pseudolimfoma ini menekankan masalah yang timbul saat 

histopatologi suatu lesi dipakai untuk mengetahui apakah suatu proses itu jinak atau  

ganas. Tanpa mengetahui ciri-ciri klinis dan rangkaian penyakit, diagnosa sangat sulit 

dilakukan. 

 

Infiltrasi Lekosit Polimorfonuklear  

Meski neutropil merupakan komponen-komponen kondisi peradangan kulit pada infeksi 

bakterial akut, ada beberapa penyakit dimana neutrofil mendominasi histopatologi bahkan 

pada tanpa infeksi bakterial. Pada pioderma gangrenosum, infiltrasi neoutrofil secara 

besar-basaran mangakibatkan abses steril, hancurnya jaringan dan ulserasi. Pada 

dermatitis herpetiformis, neutrofil tertimbun pada ujung papilla dermal dan membentuk 

abses paplilari yang mendahului pelepuhan dermolitik telah dijelaskan. Pada eritema 

elevatum diutinum, neutrofil merupakan sel-sel predominan dan berpusat di sekitar 

superfisial dan pembuluh-pembuluh mid-dermal, yang menunjukkan homogenitas fibrinoit 

dari dinding-dindingnya (toxic hyalin) dan tanda-tanda vaskulitis. Neutrofil juga merupakan 

sel predominan pada tahap awal dari nekrotik vaskulitis biasa. Neutrofil juga menunjukkan 

mayoritas infiltrasi radang secara masif pada dermatisis. Neutrofil febril akut, bersamaan 

dengan udara subepidermal; pada tenaga yang rendah akan tampak mirip dengan 

leukositoklastik vaskulitis tapi mengurangi perubahan-perubahan vaskulitis. 

 

Reaksi Granulomatosa  

Kulit yaitu  jaringan ideal untuk formasi granuloma dengan histiosit sebagai pemegang 

peranan. Meskipun sel-sel ini terlibat pada suatu saat ataupun pada proses peradangan, hal 

ini hanya proliferasi dan agregasi lokal histiosit, yang disebut granuloma. Saat sel-sel 

ini  berkumpul akan mirip jaringan epitel, oleh karana itu disebut sel-sel epiteloit. 

Perkembangan sel-sel raksasa, penyimpanan material fagosit dan penggabungan sel-sel 

radang seperti limfosit sel-sal plasma dan eosinofil, mengubah gambaran histologi reaksi 

granulomatosa yang lebih kompleks. Menyangkut hal-hal ini  dan  perubahan vaskular 

dan perubahan-perubahan struktur fibrosis pada jaringan penghubung. Granuloma hampir 

selalu  memicu  kerusakan jaringan yang telah ada, khususnya elastik fiber. Peda 

beberapa contoh menghasilkan perubahan yang permanen yang menunjukkan atrofi atau 

fibrosis dan bekas luka. Kerusakan jaringan tampak jelas sebagai nekrobiosis atau fibrionid 

atau nekrosis kaseosa ataupun berakibat pencairan dari abses; yang terakhir ini 

menunjukkan pergantian terhadap jaringan yang telah ada oleh infiltrasi histiosit dan 

fibrosis.  

Reaksi granulomatosa pada kulit terdiri dari ciri-ciri histiopatologi yang berspektrum 

luas. Palisading granuloma mengelilingi daerah nekrobiotik jaringan penghubung dengan 

histiosit pada jari-jari yang sejajar (Gambar 6-19) granuloma anular, nekrobiosis lipoitisa, 

nodul rheumatoid dan “juxtaarticular nodules sifilis" termasuk pada kelompok ini. Proses- 

proses ini berbeda dengan reaksi granulomatosa dimana nekrosis berkembang di dalam 

granuloma ini  seperti masalah  fibrinoit nekrosis pada sarkoidosis, caseosa pada 

tuberkulosis atau nekrosis pada mikotic granuloma. 

Sarkoidal granuloma ditandai oleh nodul yang berisi ikan sel-sel epitel, kadang-kadang 

sel langhan dan beberapa  kecil limfosit (Gambar, 6-20). Pada infiltrasi yang lebih besar, 

sering DITEMUI  nekrosis fibrinoit di pusatria, elastik fiber rusak, hasil panyembuhan pada 

atrofi, “silica, zirconium dan berryilium granuloma” dan  beberapa kelompok asing 

granuloma, memiliki ciri-ciri histopatologi yang mirip. Diagnosa sarcoidosis tidak pernah 

dibuat berdasar  histiologi lasi kulit saja tapi juga berdasar  pada kombinasi klinikal 

dan histopatologi, kekebalan selular dan gajala-gejala lainnya. Granuloma yang Infeksius 

juga berisi sel-sel epitheloid sehingga berkembang menjadi wujud sarkoidal. Nekrosis pada 

pusat Granuloma nampak sebagai kaesosa ataupun memiliki sifat yang lebih supurasi. Hal ini 

terjadi pada tuberkulosis, sifilis, letehaaniasis, penyakit-penyakit Hansen atau infeksi 

tungal. Reaksi granuloma pada kulit sulit diklasifikasikan berdasar  pada histopatologi 

saja. Perbedaan etiologi yang kuat seperti immunopati dan beberapa bentuk vaskulitis, 

dapat memicu  granuloma. 

Bergantung pada ukuran dan lokasi granulomatosa, unit reaksi kutaneus yang berbeda 

mungkin terlibat. Reaksi granulomatosa bisa meluas di lemak subkutan atau termasuk pada 

unit superfisial. Pada unit reaktif superfisial ada  reaksi epidermis beriringan, 

bereaksi dengan akantosis atau hiperplasia pseudoepitheliomatous. Epidermis bisa 

termasuk di dalam proses peradangan dengan barkembangnya abses intraefitelial atau 

bereaksi pada hiperkeratosis, seperti pada tromoderma atau blastomikosis. Bentuk khusus 

dari reaksi granulomatosa dihasilkan saat infiltrasi selular berisikan sel granuloma saja, 

monosit yang berubah bentuk, umumnya berkenaan dengan histiosit. Satu sifat dari sel ini 

yaitu  kapasitas menyimpan materi fagosit dan inilah yang menjadi ciri khas dari kondisi 

patologi tertentu. Pada reaksi xanthomatous, histiosit mengambil dan menyimpan lemak 

sehingga berubah bentuk menjadi sel-sel berbusa. Tersebar di seluruh dermis dengan 

infiltrasi diantara ikatan kolagen, seperti pada masalah  normolipemik xanthomatosis 

menyebar atau infiltrasi menyeluruh yang mirip tumor, seperti xanthomas yang terjadi pada 

hiperlipoproteinemia dan xanthelasma. Fagositosis lemak dan sel-sel besar yang kurang kuat 

ditemukan pada juvenil xanthogranuloma ; terletak pada bagian atas reticular dermis dan 

kelompok papillari dan penampilan yang berwarna-warni didapatkan dengan penggabungan 

limfosit dan eosinofil. Berkenan dengan lokalisasi proses patologi epidermis tersangkut di 

dalam kondisi dengan pemanjangan akantosis daerah rete ridge meluas menuju granuloma 

atau berakibat atropi. 

Pada kondisi yang berbeda dengan ciri-ciri granulomatosa, dimana epidermatopris 

histiosit sebagai tanda diagnosa , yaitu  histiositosis x atau histiositosis sel Langerhans.  

berdasar  ciri klinik, infiltrasi merupakan histiosit yang menonjol atau tercampur dengan 

eosinofil. Bisa pula ditandai oleh fagositosis lipid yang beredar didalam histiosit. Bentuk-

bentuk umum yaitu  keterlibatan epidermis dimana sel-sel histiosit dan patologi berpindah 

dan termasuk pada proses patologi dengan berpindah dan termasuk pada proses patologi 

dengan seluruh pola reaksi yang dapat mengerahkan: Spongiosis, akantosis, parakeratosis, 

vaskulasi spongiotik, pelepuhan subepidermal dan nekrosis. Tanda dari sel-sel histiositosis x 

dengan sel-sel Langerhans menjelaskan epidermotropism dari infiltrasi pada sindrom ini. 

Proses proliferasi reaksi dari sistem histiosit kulit dapat juga ditambahkan pada pola 

reaksi spektrum granulonatosa, dan termasuk dermatofibroma (Gambar 6-12) Ada alasan 

yang baik untuk mempercayai bahwa nodul histiosit menunjukan akibat trauma, khususnya 

gigitan serangga. Proliferasi vaskular DITEMUI  pada lesi ini, peradangan kronis minimal yang 

tidak dapat disangkal, dan fagositosis merupakan tambahan bukti untuk hipotesa ini. Saat 

dermatofibroma meluas ke dermis dalam, melibatkan lemak superfisial dengan 

 memicu  fibrosis; lokasi superfisial di dalam kelompok papillari  memicu  respon 

reaktif epidermis. Akantosis, proliferasi daerah rete ridge pseudobasal sel karsinoma dan 

epidermal hiperplasi mendampingi proses-proses ini. 

 

Fibrous Kulit dan Matrik Extraseluler. 

Proses sklenosus kulit biasanya mencerminkan perubahan dinamis. Struktur dan fungsi 

melibatkan seluruh kompartmen organ ini. Tanda scleroderma yaitu  homogenisasi dan 

bungkus tebal pada ikatan kolagen, penyempitan celah interfasikular di dalam retikular 

dermis, dan lenyapnya batas antara bagian dermis dan kelompok papillari. ada  pula 

penyusutan papillari kecil dan pembuluh-pembuluh subpillari, yang nampak mengecil dan pada 

tahap awal infiltrasi limposit perivaskular dan edema jaringan merupakan gejala 

histopatologi yang konstan (Gambar 6-22). Penebelan tidak hanya diskibatkan oleh 

pertambahan komponen fibrosa tapi juga oleh fibrosis lapisan superfisial lemak 

subkutaneus yang mengikuti infiltrasi limfosit dan reaksi histiosit. Penurunan apendiks kulit 

menunjukkan bahwa kulit sebagai keseluruhan terlibat dan penyusutan, sklerotik dermis 

pada tahap selanjutnya dari proses, memperlihatkan bahwa sklerosis tidak selalu 

memicu  kenaikan volume jaringan. 

Perubahan sklerodermoid ditemukan pada “pachydermoperiostosis" dimana kenaikan 

fibroblas dan zat dasar menyertai perubahan sklerotic. Pada porpriria kutanea tarda yang 

tidak melibatkan lemak subkutaneus dan biasanya menunjukkan ciri hialinisasi pembuluh 

papillari, Pada lichen sclerous et atroficus, ada  edema kuat dari kelompok papillari 

pada tahap awal dan infiltrasi limposit tebal yang ditandai oleh rangkuman epidermis 

kemudian memindahkan edematous kelompok papillari dari retikular dermis. sebab  timbul 

sklerosis, jaringan elastik lenyap dari kelompok papillari dengan keterlibatan epidermis 


terjadi degenerasi hidropik sel-sel basal, atrofi dan hiper keratosis pada waktu yang 

sama.Perubahan pada zona pertemuan/junctional pada kondisi semacam ini kadang-kadang 

 memicu  perpisahan epidermis dan dermis dan formasi pelepuhan. 

Kesalahan sintesa atau hubungan silang kalogen  memicu  beberapa penyakit atau 

sindrom tapi tergantung pada perubahan sifat histopatologis. Ini berbeda pada ehlers 

danlos sindrom kesalahan kolagen tidak dapat diketahui secara histopatologi, hanya 

kenaikan jaringan elastik yang menandakan sesuatu yang tidak normal terjadi di dalam 

dermis. Sebaliknya, perubahan patoologi jaringan elastik bisa diketahui dengan mudah 

sebab fiber elastik kehilangan ciri-cirinya atau sebab  nampak berbeda dengan teknik 

khusus. Pada elastolisis yang umum, fragmentasi elastik fiber yaitu  histopatologik 

substrat pada penampilan klinis kutis laxa, dan fragmentasi wujud fiber elastik yang 

tergulung dan menggumpal memiliki diagnosa yang mirip di dalam pseudoxanthoma 

elastikum. Endapan kalsium dan munculnya reaksi asing yaitu  ciri-ciri tambahan pada 

kondisi berikutnya. 

Sebaliknya, pada aktinik elastosis, substrat histologic pada dermatoheliosis, seluruh 

komponen jaringan penghubung superfisial terlihat. Kelompok papillari dan lapisan 

superfisial retikular dermis diisi dengan fiber yang tergulung dan menggumpal dan 

berkembang menjadi homogen dan basofilik. Dapat diwarnai oleh pewarnaan yang memiliki 

daya tarik bagi jaringan elastik sehingga secara histokimiawi menunjukkan reaksi seperti 

fiber elastik; bagaimanapun juga tidak diragukan lagi keterlibatan kolagen pada proses ini. 

Mengherankan bahwa biasanya zona tipis pada jaringan penghubung yang tidak berubah 

terletak antara epidermis dan materi elastatic. Tidak mengherankan bahwa perubahan pada 

tatanan kulit secara klinis jelas. Jaringan penghubung yang tegang dan kokoh pada 

skleroderma mencerminkan tanda sklerotik dan homogenisasi ikatan kolagen yang terlihat 

secara historologik ; lipatan-lipatan kendor cutis laxa yaitu  hasil fragmentasi elastic 

fiber: popula  mirip batu bulat pseudoxantoma elastikum berhubungan dengan pengumpulan 

dari matrik elastik yang berubah secara patologi ; kekerasan garis kulit dan permukaannya 

dalam dermatoheliosis yaitu  wujud klinis kumpulan fokal materi elastotik. 

Perubahan pada matriks ekstraselular terjadi khususnya di seluruh proses patologi 

peradangan atau neoplastil alami. Ini yaitu  yang terkuat, pada kondisi kulit dimana 

timbunan glikosaminoglikal terjadi. masalah -masalah  pada peradangan seperti lupus 

erithematosa, dermatomyositis, lichen sclerosus et atroficus, atau granuloma annulare. 

Pada penyakit-penyakit lain, pertambahan glicsamnoglican dan timbunan air yaitu  petunjuk 

dan sering sebegaa perubahan yang dapat diperhatikan saja. Pada pretibial mixedema dan 

sclerodema adultorum, timbunan materi meperti mucin didalam substansi dasar yaitu  

petunjuk perubahan: ikatan kolagen terpisah, “stellate fibrosis" muncul mengambang pada 

kumpulan glikosaminoglikan Pada “slcreomyxedema” perubahan-perubahan serupa pisa 


terjadi, namun  proliferasi fibroblast mendominasi keadaan dan tercermin olah penampilan 

kulit secara klinis yang menebal dan mengeras. Pada penyakit yang lain substansi dasar dan 

komponen fibrous diganti oleh materi "proteinaceous”. Pada amiloidosis misalnya, kelompok 

papillari berisi eosinofil, deposit amiloid homogen, DITEMUI  pada dinding-dinding pembuluh 

dan membran basal kelenjar keringat.  

 

Lemak Subkutan  

Proses peradangan pada jaringan adiposa subkutan kulit memiliki bagian yang sangat 

berbeda dibandingkan  dalam jaringan penghubung dermis sebab  anatomi khusus subkutis. 

Analisa patologi jaringan adipose menyangkut penentuan apakah proses patologi terjadi 

pada batas antara dermis dan lemak subkutan kulit dan apakah di dalam jaringan subkutan 

kulit, reaksi berpusat pada septa interlobular atau secara primer melibatkan lobus lemak. 

keterlibatan dermis dan lemak subkutan kulit memberi kesan suatu proses patologi 

disamping pembuluh-pembuluh besar di dalam kompartmen, keterlibatan septal biasanya 

menunjukkan patologi vaskuler di dalam septa interlobular. Sebaliknya patologi secara 

primer berpusat pada jaringan lemak biasanya muncul dalam lobus lemak. Peradangan lemak 

subkutan mencerminkan proses radang jaringan adiposa atau proses pada septa; bisa 

menyangkut vena kecil dan kapilar atau muncul dari pembuluh-pembuluh otot yang besar 

manifestasi histopatologinya beragam. Patologi pembuluh kecil biasanya terwujud secara 

lokal melibatkan lobus lemak sekitarnya, sementara kerusakan atau kemacetan pembuluh 

yang lebih besar mempengaruhi keseluruhan segmen jaringan yang disediakan atau 

disalurkan oleh pembuluh ini , mungkin menyangkut lapisan dermis. Kerusakan lemak, 

trauma atau peradangan,  memicu  terlepasnya asam lemak yang merupakan penggerak 

kuat untuk peradangan, menarik neutrofil histiosit dan makrofag; fagositosis lemak yang 

hancur biasanya  memicu  formasi lipogranuloma.  

Proses septal yang mengikuti peradangan pembuluh trabekular biasanya ditambahi  

dengan edema, infiltrasi sel peradangan dan reaksi histiosit. Muncul pada erithema 

nodosum (Gambar 6-23); peradangan septal yang berulang memicu  perluasan septa 

interlobular, fibrosis dan timbunan histiosit dan sel-sel besar  memicu  

perkembangbiakan pembuluh darah. Pada awalnya hal ini disebut "Subacute nodular 

migratory panniculitis" namun  sekarang diperkirakan menjadi lebih kronis, membentuk 

eritema nodosum yang berulang-ulang (Bab 108). Berlainan dengan nodular vaskulitis, 

vaskulitis pembuluh yang besar pada daerah septa ditambahi  oleh nekrosis lobus lemak. 

diikuti oleh reaksi histiosit yang hebat dan sel epiteloid garnuloma di dalam lobus lemak, 

yang sering  memicu  reaksi sklerosa fibrotik hebat keseluruhan lapisan lemak 

subsaraf (Gambar 6-24). Lobular panniculitis menghasilkan nekrosis lobus lemak sebagai 

kejadian primer seperti pada masalah  "idiofatic nodular panniculitis" (Bab 108). Adipositnya 

 

sehingga nampak seperti sel-sel bayangan. Perpindahan neutrofil dan  leukositoklastik dan 

eosinofil dan penimbunan neutrofil dan  leukositoklasia sekarang menjelaskan pola 

histopatologik. Materi lipid diperoleh dari nekrotik adiposit yang berisi kolestrol bebas, 

lemak netral, sabun dan asam lemak bebas dimana secara bergantian mengeluarkan stimulus 

peradangan, sel histiosit berpindah ke lemak yang kena radang fagositosis  memicu  

formasi sel busa. Granuloma epiteloid dengan sel-sel besar juga dihasilkan dan seluruh tipe 

fibrosis berkembang. Oleh sebab nya nekrosis lemak yaitu  kejadian primer dan 

peradangan yaitu  kejadian sekunder di dalam ciri panniculitis pembuluh-pembuluh hanya 

terlibat secara minimal dan sekunder.  

Kapasitas inheren jaringan adiposa bereaksi sesuai sifatnya yang terhadap stimulus 

patologi dengan nekrosis, peradangan dan formasi lipogranuloma juga memegang kebenaran 

pada kondisi penyakit-penyakit yang mempengaruhi jaringan subkutan secara sekunder atau 

berakibat faktor-faktor exogenous. Traumatik pannikulitis juga  memicu  nekrosis 

lobus lemak dan gerakan peradangan dan  reaksi jaringan granulomatosa, sesudah  

penyuntikan minyak atau silikon rongga kiste yang besar mungkin terbentuk (Gambar 6-25) 

dimana sesudah  penyuntikan pentazocine misalnya, fibrosis dan sklerosis mendominasi 

gambar histopatologi. Pelarutan, kepekaan dan sifat-sifat toksik zat asing dimasukkan 

secara kurang hati-hati pada lemak menentukan tipe lesi yang berkembang di dalam 

traumatik pannikulitis. Gambar histopatologi berubah dari peradangan yang tidak spesifik 

ke reaksi limfohistisit atau formasi granuloma. Zat-zat berminyak tersisa di dalam jaringan 

adipose untuk jangka lama tanpa  memicu  reaksi jaringan penting: kista minyak 

berkembang dikelilingi oleh lapisar-lapisan residu jaringan penghubung, sehingga jaringan-

jaringan nampak seperti "keju smiss". Minyak tumbuhan atau binatang sering  memicu  

granuloma tuberkuloid atau lipofagis dengan reaksi histiosit, sel-sel busa, dan fibrosis 

sekunder.  

Pannikulitis juga terjadi sebagai hasil dari infeksi atau proses penyakit khusus. 

Peradangan nekrosis dan granuloma disebabkan oleh infeksi kokus, mikobakteria dan 

organisme bakterial lainnya dan infeksi. Mikotik dimana tingkat infeksi dan jenis organisme 

menentukan akibat peradangan dan nekrotik atau prose granulomstosa. Sebaliknya pada 

sarkoidosis, lemak digantikan oleh nodus sel epiteloid secara bertahap pada limfoma, oleh 

infiltrasi limfomatosa spesifik. Pada lupus pannikulitis, intfiltrasi limfosit jaringan septal 

dan lobular menentukan gambar histopatologik, begitupula keterlibatan pembuluh-pembuluh 

PEMICU  vaskulitis. Kerusakan lemak, pencairan dan lipogranuloma yang kuat sehingga 

komponen pembuluh darah sulit diketahui dan gambar histopatologiknya mirip dengan 

idiopatik nodular pannikulitis. 


 

  Gambar 6-1. Akantosis tanda peningkatan kinetik epidermal digambarkan pada 

fotomikrograf psoriasis. Fotomikrograf juga menunjukan para keratosis: retensi 

nukleus di dalam lapisan tanduk (anak panah tipis). 

  Gambar 6-2. Kumpulan diskeratosis (D) dan akantolisis (a) terlihat pada penyakit Darier 

dengan pemandangan yang menggunakan kekuatan besar. 

  Gambar 6-3. Gelembung spongiform 

  Gambar 6-4. Akantholysis. Tunggal maupun kelompok sel akantholitik tampak. bentuk 

lingkaran diakibatkan oleh lenyapnya hubungan intercelular. 

  Gambar 6-5. Pemfigus vulgaris. Celah intraepidermal suprabasal tampak dan berisi sel-

sel akantholitik dan peradangan. Anak panah menunjukkan penjajaran sel-sel basal 

  Gambar 6-6. Penyakit Darier. Diatas celah suprabasal yaitu  sel-sel diskeratotic dan 

acantholitic. pada ujung kanan, perhatikan villous papillari epidermal hiperplasia. 

Gambar 6-7. Infeksi herpes simplex. (a) Epidermis menunjukkan degenerasi balon, 

sitolisis dan intraepidermal vasculation. (b) Giant sel epidermal acantholitic dan 

multinucleated yaitu  kunci infeksi herpetic. 

  Gambar 6-8. Bullous pemfigoid. Celah subepidermal (junctionall) dan perivacular dan 

infiltrasi interstisial limfosinofilik yaitu  ciri-cirinya. 

  Gambar 6-9. Kontak dermatitis, vesikel intraepidermal spongiotic dan intercellular 

edema ada  di epidermis. Dermis berisi kumpulan perivaskular limfosit dan histiosit 

bercampur dengan eosinofil. 

  Gambar 6-10. Eritema Multiform. (a) Kumpulan nekrotik epidermal keratinosit, 

degenerasi vakular interface dermal-epidermal, pemisahan dermal-epidermal dan 

infiltrasi limfohistiosit perivaskular yang banar-benar kuat yaitu  ciri-cirinya. (b) 

Fibrin nampak pada tempat formasi pelepuhan. 

  Gambar 6-11. Lupus Eritematosus. Hiperkaratosis, epidermis menipis tanpa rute ridge 

vaskulisasi membran dasar terlihat pada fotomikrograf ini.  

  Gembar 6-12. Licten Planus. ada  hiperkeratosis, hipergranulosis seperti irisan, 

vakuolisasi sel basal dan infiltrasi limfosit pada pertemuan derma-lepidermal. Infilitrasi 

ini “merangkul” lapisan sel basal dan ditambahi  oleh bagian-bagian sitoid.  

  Gamhar 6-13. Dermatitis herpetiformis. Dua papilla menampakkan mikroabses yang 

tersusun oleh nautropnils. Vakuolisasi dan formasi celah yaitu  bukti kedua papiila.  

  Gambar 6-14. Urtikaria. Sifat raeksi ini yaitu  Infiltrasi perivescular limfosit dengan 

beberapa eosinofil. Perhatikan edema menyolok pada papillari dermis dan di sekitar post 

kapillari.  

  Gambar 6-15. Erupsi obat-obatan. Melalui dermis cabang perivaskular dari sel-sel 

limfosit mononuklear. Tampak pada superfisial dan venule yang dalam.   

  Gambar 6-16. Nekrotik vaskulitis. Infiltrasi peradangan tersusun oleh neutrofil dan 

debu nuklear ada  di sekitar dan pada dinding-dinding venule dimana tersimpan pula 

fibrin sel-sel endothelial yang meluas.  

  Gambar 6-17. Mukinosis pada lupus erithematosus. Semua ciri histologi lupus 

erithematosis digambarkan pada fotomikrograf ini (Lihat Gambar 6-11). Ciri lainya yang 

terlihat yaitu  musin yang berlimpahan di superfisial dermis berakibat terpisahnya 

ikatan-ikatan kolagen 

  Gambar 6-18. Angiolimfoid hyperplasia. Beberapa saluran pembuluh darah dikelilingi 

oleh kumpulan sel-sel peradangan yang terdiri atas limfosit dan eosinofil. Perhatikan 

tonjolan keluar sel-sel endotelial pada lumina pembuluh-pembuluh ini, terlihat jelas pada 

inset. 

  Gambar 6-19. Granuloma annular. Pagar batas granuloma tampak pada dermis. Di 

pusat/tengah, kolagen nekrobiotik di kelilingi oleh histiosit, limfosit dan beberapa giant 

sel-sel multinukleus yang menyebar, tampak jelas pada inset. 

  Gambar 6-20. Granuloma sarkoidal. Pada dermis beberapa tuberkel terisi sel-sel 

epiteolid dan limposit terlihat, epidermis tampak atropi 

  Gambar 6-21. Dermatifibroma. Dermis memperlihatkan proliferasi sel kumparan yang 

membungkus ikatan-ikatan kolagen yang menebal. Tampak jelas pada inset. Lapisan 

epidermis tampak atrofi. 

  Gambar 6-22. Skleroderma. Homogenisasi ekstensif dan bungkus tebal ikatan-ikatan 

kolagen terlihat pada dermis dan meluas pada subkutis. Infiltrasi sel peradangan pada 

pertemuan dermal-subkutis tampak 

  Gambar 6-23. Eritema nodusum. Infiltrasi peradangan granulomatosus kronis meluas 

pada subkutis. Infiltrasi sel peradangan pada pertemuan dermal-subcutis tampak. 

  Gambar 6-24. Nodular vaskulitis. Ciri-ciri khas yang tergambar pada vaskulitis berat 

dan nekrosis dinding pembuluh dan sumbatan lumen. Nekrosis lebus lemak terjadi 

bersamaan dengan infiltrasi sel peradangan yang akut dan kronis 

  Gambar 6-25. Injeksi Granuloma. Tatanan panniculus telah dilenyapkan oleh radang yang 

akut dan kronis 

 

 

 

 

 

  

TABLE 6-1 

Reactive Units of The Skin 

I Superfisial Reactive Unit 

 A. Epidermis 

 B. Juctional zone (dermal-epidermal junction) 

 C. Papillary body 

 D. Superfisial venular pleksus 

II Reticular dermis 

A. Connective tissue 

B. Appendage (hair follicle, glands) 

C. Deep vaskular pleksus 

III Subcutis 

A. Lobulus 

B. Septae 

 

 

 

Gambar 6-1. Akanthosis tanda peningkatan kinetic 

epidermal digambarkan pada “fotomikrograp” psoriasis. 

Fotomikrograp juga menunjukkan para keratosis retensi 

nuclei di dalam lapisan tanduk (anak panah tipis). 

 


 

 

 

 

Gambar 6-2. Kumpulan diskeratosis (D) dan 

akantholisis (A) terlihat pada penyakit darier 

dengan pemandangan kekuatan besar. 

 


 

 

 

Gambar 6-3. Gelembung spongiform 

 


 

 

Gambar 6-4. Akantholisis. Tunggal maupun kelompok sel 

akantholitik tampak. Bentuk lingkaran diakibatkan oleh 

lenyapnya hubungan intersellular. 

 


Gambar 6-5. Pemfigus vulgaris. Celah intraepidermal 

suprabasal tampak dan berisi sel-sel akantholitik dan 

peradangan. Anak panah menunjukkan penjajaran sel-sel 

basal. 


 

Gambar 6-6. Penyakit darier. Diatas celah suprabasal 

yaitu  sel-sel diskeratotik dan akantolitik. Pada ujung 

kanan, perhatikan vilous papillary epidermal hyperplasia. 

 


 

Gambar 6-7. Infeksi herpes simplek. (a) epidermis 

menunjukkan bergenerasi balon, silolinis dan intraepidermal 

vaskulasi. (b) giant sel epidermal akantholitik dan 

multinukleus yaitu  kunci infeksi herpetic. 

 

 

 

 

 

Gambar 6-8. Bullous pemfigoid. Celah sulepidermal 

(juntional) dan perivaskular dan infiltrasi interstitial 

limpoesinopil yaitu  ciri-cirinya. 

 


 

 

Gambar 6-9. Kontak dermatitis, vesikel intraepidermal 

spongiotik dan intersellular edema ada  di epi dermis. 

Dermis berisi kumpulan perivaskular limfosit dan histiosit 

bercampur dengan eosinofil. 

 


 

Gambar 6-10. Eritema Multiforme. (a) Kumpulan nekrotik 

epidermal keratinosit, degenerasi vacuolar interface 

dermal-epidermal. Pemisahan dermal-epideral dan infiltrasi 

limfositiosit perivaskular yang benar-benar kuat yaitu  

ciri-cirinya. (b) fibrin nampak pada tempat formasi 

pelepasan. 


 

Gambar 6-11. Lupus eritematosus. 

Hyperkeratosis.epidermis menipis tanpa rete ridge dan 

vakuolisasi membrane dasar terlihat pada potomikrograp 

ini. 


 

 

Gambar 6-12. Liken planus. ada  hyperkeratosis, 

hipergranulosis seperti irisan, vakuolisasi sel basal dan 

infiltrasi limfosit pada pertemuan dermal-epidermal. 

Infiltrasi ini “merangkul” lapisan sel basal dan ditambahi  oleh 

bagian-bagian sitoid.  


 

Gambar 6-13. Dermatitis herperiformis, dua papilla 

menampakkan microabses yang tersusun oleh noutropil. 

Vakuolisasi dan formasi celah yaitu  bukti kedua papilla. 

 

Gambar 6-14. Urtikaria. Sifat reaksi ini infiltrasi 

perivaskuler limposit dengan beberapa eopisinopil. 

Perhatikan edema menyolok papillary dermis dan sekitar 

poskapillari.  

 

 

 

 

Gambar 6-15. Erupsi obat-obatan. Melalui dermis 

cabang periveskular dari sel-sel lymfosit mononukleus 

tampak pada superfisial dan venule yang dalam.  

 

 

 

Gambar 6-16. Nekrotik vaskulitis. Infiltrasi peradangan 

tersusun oleh neutrofil dan debu sekitar dan pada dinding-

dinging venul dimana tersimpan pula fibrin sel-sel 

endothelial yang meluas. 

 


 

 

Gambar 6-17. Musinosis pada lupus erithematosus. Semua 

ciri histologi lupus erythematous digambarkan pada foto 

mikrograp ini (lihat Gambar 6-11). Ciri lainnya yang terlihat 

yaitu  musin yang berlimpahan di superfisial dermis 

berakibat terpisahnya ikatan-ikatan kolagen. 

 


 

 

Gambar 6-18. Angiolimfoid hyperplasia. Beberapa saluran 

pembuluhdarah dikelilingi oleh kumpulan sel-sel peradangan 

yang terdiri atas limfosit dan eosinofil. Perhatikan tonjolan 

keluar sel-sel endothelial pad alumina pembuluh-pembuluh 

ini. Terlihat jelas pada onset. 

 


 

Gambar 6-19. Granuloma annulare. Pagar batas granuloma 

tampak pada dermis. Di pusat/tengah, collagen necrobiotik 

di kelilingi oleh histiosit,limfosit dan beberapa giant sel-sel 

multinuclea yang menyebar, tampak jelas pada onset. 

 

 

 

Gambar 6-20. Granuloma sarcoidal.Pada dermis beberapa 

tuberkel terisi sel-sel epitheolid dan limposit terlihat, 

epidermis tampak atropi.  

 


 

Gambar 6-21. Dermatofibroma. Dermis memperlihatkan 

proliferasi sel kumparan yang membungkus ikatan-ikatan 

kolagen yang menebal. Tampak jelas pada onset. Lapisan 

epidermis tampak hiperplastik.  

 


Gambar 6-22. Scleroderma. Homogenisasi ekstensif dan 

bungkus tebal ikatan-ikatan kolagen terlihat pada dermis 

dan meluas pada subkutis. Tampak infiltrasi sel peradangan 

pada pertemuan kutis-subkutis 

 

 

Gambar 6-23. Erythema nodusum. Infiltrasi peradangan 

granulomatous kronis meluas pada subkutis. Infiltrasi sel 

peradangan pada pertemuan dermal-subcutis tampak. 

 


Gambar 6-24. Nodular vaskulitis. Ciri-ciri khas yang 

tergambar yaitu  vaskulitis berat dan nekrosis dinding 

pembuluh dan sumbatan lumen. Nekrosis lobun lemak 

infiltrasi sel peradangan yang akut dan kronis. 

 

 

 

Gambar 6-25. Injeksi granuloma. Tatanan pannikulus telah 

dilenyapkan oleh radang yang akut dan kronis dalam 

reaksinya pada nekrosis lemak dengan akibat ruangan-

ruangan yang tak beraturan atau “micropseudokista”. 

 

 

 


STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN KULIT 

 

 

  

GENETIK DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KULIT 

Mengerti akan prinsip dan metode genetik merupakan hal yang penting didalam 

memahami dasar dan panyembuhan penyakit kulit. Dokter tidak bisa membantu tapi tertarik 

akan kelompok familial dari beberapa masalah kulit, dimana para pasien berkonsultasi 

kepada ahli dermatologi. Masalah kulit terbagi menjadi dua group. Yang pertama yaitu  

penyakit dengan pola warisan yang jelas (misalnya autasomal dominan) dan penetrasi gen 

tinggi (misalnya pembawa gen abnormal hampir selalu memicu  ketidak normalan 

klinis, seperti X-linked iktiosis, xerodema pigmentosa, epidermolysis bullora simplex). 

Secara terpisah, penyakit penyakit ini tidak umum tapi bila berkelompok maka akan sedikit 

berarti bagi masalah kulit yang lebih berat. 

Yang kedua yaitu  penyakit-penyakit dengan kelompok familial (25% pasien dengan 

psoriasis memiliki keturunan yang pertama yang terpengaruh) tapi pola keturunannya tidak 

jelas. Yang termasuk dalam group ini yaitu  masalah kulit pada umumnya psoriasis, atopik 

dermatitis dan kebotakan. 

Kami yaitu  pencetus perhatian akan kekacauan genetik kulit, khususnya disebabkan 

sebab  naiknya kesadaran akan penyakit-penyakit kelompok familial, umumnya disebab kan 

oleh kesempatan untuk menerapkan teknik dan strategi baru molekulerbiologi guna 

mempelajari penyakit-penyakit ini . Pemahaman penyakit turunan bahwa molekuler 

biologi studi DNA ada  diagnosa dramatis dan pemeriksaan benar-benar berpengaruh 

 

kuat belakangan ini, dan melalui terapi gen mungkin terapi yang berpengaruh kuat dimasa 

yang akan datang. 

Meskipun peralatan untuk penyembuhan penyakit belum tersedia dalam arti 

pembetulan kerusakan pada gen, beberapa kekacuan turunan kini dipakai  untuk 

pengobatan yang bertujuan mencegah efek-efek merusak yang ada  pada gen. 

contohnya, menambahkan zinc/seng untuk pengobatan akrodermatitis enetropatik, diet 

tirosin-rendah dan fenylalanine rendah untuk mengobati tirosinemia TI (Richner-Hanhart 

syndrome) atau pemberian oral B carotene untuk erythropoietic protoporfyria. 

Jika gen mutan berdosis tunggal (keadaannya heterozigot)  memicu  fenotip klinis 

yang khusus, kondisi ini disebut dominan; jika gen mutan berdosis ganda (keadaan 

homozigot) untuk menghasilkan penyakit, kekacauan yang ditimbulkan disebut resesif. Jika 

gen mutan berkromosom x, kondisi yang dihasilkan disebut sex-linked atau tepatnya, x-

linked. Kondisi x-linked bisa juga dominan.