Autosomal dominan; fotosensitivitas jelas pada
awal kanak-kanak; tidak seberat porfiria eritropoeitik. Dalam beberapa jam timbul
eritema, edema, vesikel dan krusta pada paparan sinar matahari.
Fotosensitivitas pada Bayl (dengan Telangiektasia)
• SINDROMA BLOOM. Eritema wajah yang diperberat paparan sinar matahari,
telangiektasia dengan pembentukan sisik, dan vesikulasi dimulai pada masa bayi atau
awal kanak-kanak dan progresif. ditambahi dengan Berat Lahir Rendah (BLR) dan
hambatan pertumbuhan.
• SINDROMA COCKAYNE. Manifestasi kulit seperti sindroma Bloom (atas); ditambahi
dengan kerdil (dwarfisme), pigmentasi dan atropi retina progresif, retardasi mental,
tuli dan defek neurologis.
• SINDROMA ROTHMUND-THOMSON. Autosomal resesif; eritema pada daerah
paparan sinar matahari dimulai sebelum 6.
Dermis
Dermis menunjukkan jaringan Fibroelastik yang kuat dengan jaringan kolagen dan
fiber elastik yang melekat pada matrik ekstraseluler dengan kapasitas pengikat air yang
tinggi. Berlawanan dengan komponen fibrous yang tersusun ketat dari lapisan retikular
dermis, tekstur fibrous pada badan papilar dan perifolikular dan komponen perivaskular
bersifat longgar. Orientasi ikatan-ikatan kolagen mengikuti susunan di sekitarnya.
Dermis berisikan jaringan vaskular yang terletak paralel dengan permukaan kulit pada
tingkat yang bermacam-macam dan dihubungkan oleh pembuluh penghubung vertikal.
Dermis bagian atas membentuk pleksus dan sebagai daerah vaskular pada beberapa papilla
dermal superfisial dan "jaringan kerja" dihubungkan secara erat sehingga seluruh sistem
vaskular dermal menunjukan unit tunggal tiga dimensi yang berisi pembuluh-pembuluh
dengan ukuran dan dimensi yang berbeda-beda. Pola-pola reaksi vaskular pada kulit
sebaiknya tidak diamati secara skematis sebab pembuluh-pembuluh tidak beraturan dan
tersusun geometris seperti yang tampak dari gambar-gambar skematis. Susunan sistem
vaskular yaitu modifikasi regional sebab sistem ini juga tergantung pada ketebalan lemak
kulit, yang berlainan dari daerah satu sama lainnya. Pembuluh-pembuluh darah dan jaringan
konektif periadvensial yang longgar di sekelilingnya, menunjukkan unit reaksi yang
melekatkan tiga dimensional pada matrik jaringan konektif.
Jaringan konektif longgar badan papilar dengan pembuluh rambutnya dan pleksus vena
superfisial menunjukkan satu unit fungsional. Bereaksi secara menyeluruh menuju ke
spektrum lebar dari stimuli, dan pada beberapa besar dermatosis menunjukkan target
jaringan yang primer, separti yang telah disebutkan diatas, anatomic dan hubungan
fungsionalnya yang dekat dengan zona pertemuan dan epidermis menjelaskan mengapa
jaringan ini jarang terpengaruh di dalam cara yang terisolasi. Secara prinsip, dua pola
reaksi terjadi proses-proses peradangan akut dimana epidermis dan zona pertemuan sering
dibutuhkan secara bersamaan dengan sistem vaskular dan proses-proses yang lebih kronis
yang sering tetap tertahan pada kompartemen peri vaskuler. Pada konteks ini perlu
diperhatikan bahwa komposisi cytolcogi penyerapan peradangan pada kulit tidak selalu
mencerminkan ketajaman proses peradangannya. Penyerapan leukosit PMN
(polymorfonuclear) tidak selalu sama dengan proses akut dan sebaliknya proses-proses
kronis tidak selalu disebabkan oleh penyerapan limfohistiosit.
Radang unit jaringan konektif superfisial vaskuler ditandai oleh pelebaran vaskular,
menurunnya permeabilitas, edema, penurunan aliran darah intravaskular dan akumulasi sel-
sel darah merah pada pembuluh rambut. Infiltrasi jaringan seluler perivaskuler terjadi dan
geratan perivaskular histiositik yang telah ada sebelumnya dan sel-sel jaringan konektif
harus diamati. Tergantung pada tingkat vasolidasi, edema dan infiltrasi selular, perubahan
makroskopik perubahan-perubahan histologi memicu erithematos, urtikaria dan
penyerapan lesi (pembengkakan, kemerahan dan papula). Pelepasan mediator sel-sel mast
IgE-Laden type I pada reaksi kekebalan, secara histologika diwujudkan vasodilasi, edema
papillari dan infiltrasi dari leukosit dan elemen-elemen histiosit disekeliling vena
superfisial (Gambar 6-14). Lesi-lesi ini biasanya berubah secara relatif dan cepat tanpa ada
sisa pathologis. Reaksi yang hebat bagaimanapun juga memicu penyerapan
perivaskular yang tebal dan menunjukkan transisi pada proses-proses ini dimana
edema kurang ditegaskan dan infiltrasi limposit mengelilingi pembuluh -pembuluh pada
bentuk seperti lengan, seperti halnya erupsi obat-obatan yang berhubungan dengan kulit
(Gambar 6-15). Perubahan dramatis lainnya terjadi ketika sistem vaskular itu sendiri yaitu
target proses peradangan yang memicu kerusakan saluran-saluran vaskular dengan
semua sekuelnya seperti pada masalah vaskulitis.
BAB 6
REAKSI PATOLOGIS DARI
PEMBULUH DARAH KULIT
Nekrotik Vaskulitis yaitu proses peradangan yang melibatkan pembuluh-pembuluh
dengan segala ukuran dan tergantung pada kemampuan pembuluh dan tipe reaksi
peradangan. Hal ini memicu pola-pola penyakit yang berbeda-beda secara
histopatologi dan klinis . Rangkaian kejadian pathologis pada vaskulitis tergambar jelas pada
nekrotik venulitis dan pada pleksus supervicial di kulit, dimana material fibrillar amorfous
eosinofilic tersimpan di dalam dinding pembuluh yang diserap oleh leukosit PMN
(polymorfonuclear) dan menjadi anuklear dan nikrotik (Gambar 6-16). Lekosito klasia
terjadi dan nuclear ditemukan di dalam pembuluh-pembuluh dan di jaringan yang
mengelilingi saluran vaskuler. Sel-sel darah merah dan plasma muncul di dalam jaringan
perivaskuler. Perubahan-perubahan ini memberi kesan histologi "pembuluh yang pecah ".
Kemudian akan ada juga sel-sel liposit dan histiosit sebab jaringan yang rusak diperbaiki.
Infiltrasi dari dinding vaskuler oleh sirkulasi komplek kekebalan, gerakan komplemen,
pelepasan sirkulasi komplek kekebalan, gerakan komplemen, pelepasan faktor lekotaktik
yang menarik netropil, pagositosis, komplek kekebalan oleh leokosit dan pelepasan ensim
hidrolitik yaitu latar belakang patogenik bagi perubahan litik yaitu latar belakang
patogenik bagi perubahan-perubahan besar dan merusak vaskuler.
Reaksi peradangan kronis sistem superfisial vaskular biasanya membuka infiltrasi
limfosit dalam hubungan erat dengan dinding-dinding vaskular. Contohnya pada purpura
simplek, rusaknya dinding pembuluh kurang jelas dibandingkan nekrotik vaskulitis, tapi kesatuan
pembuluh-pembuluh juga dirusak terbukti aleh pendarahan yang menuju ke jaringan limfosit
dan sebagai reaksi-reaksi sekunder, elemen-elemen histiosit sebagian dimuat dengan
material pagodit yang merupakan infiltrasi peradangan.
Vena superfisial bisa juga merupakan target proses sitolitik, dengan peradangan
sebagai peran sekunder. Pada erythropoietic protoporfyra, sel-sel endotel terlisis oleh
reaksi pototosik; plasma, sel darah merah dan debris selular tersimpan pada jaringan
perivaskular memicu reaksi peradangan yang hebat. Tak diketahui apakah sirkulasi
protopopirin membuat peka sel-sel endotel atau reaksi fototoksik diakhiri oleh sistem
komplemen yang telah diketahui diaktifkan oleh porpirin dan cahaya. Regenerasi sel-sel
endotel, yang menggunakan lamina basal dari pembuluh yang hancur sebagai perancah,
menghasilkan materi basal lamina yang baru, sehingga sesudah reaksi-reaksi multipel
berurutan dari fototoksik, lamina basal tersusun konsentris mengelilingi saluran vaskular.
Material lamina basal dan serum protein yang tersimpan di sekitar pembuluh menunjukkan
substrat submikroskopik dari hialinisasi, yang juga merupakan ciri dari penyakit ini.
Pola-pola reaksi ini diterangkan untuk sistem vaskular dari badan papilar dan pleksus
vena superfisial yang terjadi pada dermis dalam, namun ada perbedaan morfologi dan
fungsional sebab ada pembuluh yang lebih besar terlibat. Infiltrasi limfosit di
sekeliling pembuluh-pembuluh pada model seperti lengan yang memicu tanda-tanda
klinis dan kemudian menunjukkan substrat histopatologi bagi lesi urtikaria-papular. Hal ini
merupakan masalah yang berhubungan dengan erupsi obat, serapan yang berkedudukan dalam
pada lupus eritematosus. Pada masalah vaskulitis dari pembuluh yang berukuruan medium dan
besar, biasanya ada penyerapan peradangan. Secara klinis muncul sebagai lesi popular
dan nodular. Perubahan sekunder sebab interupsi aliran vaskular yang lebih berat ada
nekrosis dan pelepuhan seperti halnya ulserasi. Reaksi-reaksi yang terjadi pada
poliarteritis nodosa dimana nekrosis total atau sebagian dari dinding vaskular diikuti oleh
reaksi peradangan berat, trombosis intravaskular dan pendarahan. Granulomatosis
vaskulitis juga memicu lesi nodular, dimana perubahan hialinisasi vaskular dan
sumbatan vaskular pada livede vasculitis berakibat pada iskemik nekrosis. Iskemik nekrosis
juga terjadi pada penyakit “Diego”, namun iskemik yang lebih besar pada kulit jarang
terjadi sebab sistem vaskular kulit berisi banyak anastomosis (Bab 96).
Infiltrasi limposit
Meskipun infiltrasi limposit terjadi pada mayoritas dari peradangan kulit, ada
beberapa proses pathologis dimana infiltrasi ini merupakan ciri yang paling menonjol,
sehingga dijelaskan dengan gambar histologis. Analisa dari infiltrasi ini merupakan salah
satu bagian yang tersulit dari patologi yang berhubungan dengan demam kulit. Infiltrasi
limposit terbentuk di dalam peradangan atau poliiferasi. Pada kondisi berikutnya ditunjukan
proses jinak ataupun ganas. Hal ini dibedakan dari wujud sitologi dan penyebarannya,
terikat pada kompartemen persi advensisial dari sistem vaskular atau terjadi penyebaran
secara difus melalui jaringan kolagen. Bisa pula terikat pada retikular dermis dan tak
mengenai subepidermal ataupun menunjukkan epidermotropis berat. sebab limfosit
merupakan populasi sel heterogen, analisa infiltrasi harus dipertimbangkan tidak hanya
sitomorfologi dan pola penyebarannya tapi juga sifat-sifat histokimia dan tanda-tanda
immunologi. Analisa infiltrasi sel dengan monoklonal antibodi (immunofenotyping) dan
penjelasan klonalitinya sekarang ini merupakan aspek terpenting dari dermatopatologi.
Pola distribusi dari infiltrasi limfosit bisa berupa perivaskular, difus atau nodular.
Infiltrasi terikat pada pleksus vena superfisial atau dapat terlokasi pada retikular dermis
ataupun mencakup keseluruhan jaringan konektif dermal. Dengan pelokasian superfisial,
keterlibatan epidermis bisa terjadi dan yang terpenting parakeratosis yang terbatas
terjadi, contohnya pada sifat erythema, dimana akantosis berat sering diikuti reaksi
peradangan akibat gigitan-gigitan serangga, dan epidermotropis berat dari limfosit terjadi
pada limfoma kulit sel-T. Keterlibatan vaskular seperti hiperplasia dinding-dinding
pembuluh pada angiolimfoid hiperplasia, atau vaskulitis seperti pada limfomatoit populosis
merupakan ciri-ciri penting diagnosa seperti halnya keterlibatan kolagen dan zat dasar,
ditunjukkan oleh perubahan miksoid pada infiltrasi limposit dari jessnar-kanof dan reticular
aritematsis mukinosis. Perluasan infiltrasi menuju jaringan lemak sering menjadi tanda
limfoma maligna dan perkembangan folikel limfosit menandakan suatu limfositoma atau
tanda-tanda dari sentrositik atau sentroblantik limfoma. Pengujian sitologi termasuk
determinasi yang cermat dari infiltrasi yang merupakan monomorfik ataupun polimorfik.
Pada infiltrasi polimorfik, keadaan alami masing-masing sel seperti eosinofil, histiosit atau
sel-sel lainnya, merupakan pertimbangan penting dari perubahan-perubahan sekunder
seperti hemoragik dan fagositosis sel-sel atau sel debris, melanin atau lemak oleh histiosit
atau sel-sel mononuklear lainnya.
Gigitan-gigitan serangga merupakan contoh yang baik dari reaksi heterogenitas
limfohistiosit pada stimulus yang serupa. Seringkali ada infiltrasi limfosit perivaskular
yang diikuti dengan perubahan epitel seperti akantosis. Lemak termasuk di dalam proses
patologis, dan campuran eosinofil hanyalah tanda dari proses gerakan yang lunak. Reaksi
gigitan serangga yang lama, infiltrasi limfohistiosit menunjukkan seluler polimorfik yang
berat dan terbentuk folikel limfosit. Diantara pola-pola reaksi yang ditandai dengan
infiltrasi limfosit, beberapa pola khusus dapat dibeda-bedakan.
1. Infiltrasi peri vaskuler superfisial termasuk bagian papillari dan pleksus vena
superfisial dan sering dibarengi dangan reaksi sekunder epidermis. Sel-sel limfosit
mengelilingi saluran vaskular, seringkali meluas dan menyebar ke epidermis yang
menampakkan parakeratosis pada daerah ini. Secara klinis, perubahan-perubahan ini
sering ditandai dangan eritema jelas namun erupsi ringan polimorfik atau gigitan
serangga dapat memproduksi gambar histopatologi yang mirip.
2. Penggelembungan limfosit dari venules tanpa keterlibatan bagian papillari dan epidermis
terjadi dari pada bentuk eritema namun juga pada erupsi obat-obatan. Infiltrasi
limfotik leukemia kronis menunjukkan pola distribusi yang mirip tapi menurut
kuantitasnya, lebih berat/ parah.
3. Infiltrasi limfosit perivaskular dengan infiltrasi mukinosis pada jaringan penghubung
nonperivaskular ditemukan pada infiltrasi limfosit jessner-Kanof, eritematosis
mukonosis, atau pada lupus eritematosis (Gambar 6-17) dan dermatomiositis. Pada
dermatomiositis, diikuti dengan perubahan-perubahan epidermal dan perubahan-
perubahan yang mirip pada folikel rambut.
4. Infiltrasi limfosit nodular yang meluas melalui dermis yang memperlihatkan timbunan
fokal dari sel-sel histiosit dan yang menghasilkan wujud dari folikel limfosit, merupakan
cirl limfositoma kulit. Fagositosis polikrom pada sel-sel histiosit, mitosis pada pusat
infiltrasi dan gabungan eosinofil yaitu ciri-ciri khusus, terbukti dengan kumpulan
papillari yang biasanya terhindar sehingga "zone grenz” yarg mencolok dapat ditemukan
diantara infiltrasi dan epidermis.
5. Infiltrasi nonfolikuler limfosit yang menghindari gerakan superfisial juga terjadi pada
"Iymfoid hyperplasia”. namun pada masalah ini pembedaan dari limfoma yang berat sangat
sulit. Infiltrasi polimorfik memperlihatkan histiosit, sel-sel plasma dan eosinofil
biasanya lunak, sedangkan limfoma non-Hodskin yang berat memperlihatkan gambaran
monomorfik.
6. Timbuman-timbunan nodular dari limfosit dengan gabungan sel-sel plasma dan eosinofil
dibarengi oleh hiperplasia vaskular yaitu ciri dari "angiolymfoid" hiperplasia (Gambar
6-18). Dinding-dinding pembuluh darah menebal, dan sel-sel endothelial tampak
membesar, bertambah dan meluas. Tapi ciri-ciri khas ini sebagian tidak jelas akibat
infiltrasi limfosit yang pada. Manifestasi klinis juga tergantung pada tipe dan luas
histopatologi. Keterlibatan dermis sebelah dalam memicu pemasukan jaringan
subkutan pada proses patologi dan secara klinis menunjukkan cellulitis yang mirip
pembengkakan; infiltrasi yang sama dan perubahan vaskular tertahan pada dermis atas
secara klinis memicu popular yang tegas dan lesi nodular.
7. Infiltrasi limfosit atipikal termasuk superfisial dan dermis yang lebih dalam, dan
ditandai secara sitologi oleh pleomorfik yang berat atas infiltrasi selular, yaitu ciri
dari limfomatosit papulosis. Pseudolimfoma ini menekankan masalah yang timbul saat
histopatologi suatu lesi dipakai untuk mengetahui apakah suatu proses itu jinak atau
ganas. Tanpa mengetahui ciri-ciri klinis dan rangkaian penyakit, diagnosa sangat sulit
dilakukan.
Infiltrasi Lekosit Polimorfonuklear
Meski neutropil merupakan komponen-komponen kondisi peradangan kulit pada infeksi
bakterial akut, ada beberapa penyakit dimana neutrofil mendominasi histopatologi bahkan
pada tanpa infeksi bakterial. Pada pioderma gangrenosum, infiltrasi neoutrofil secara
besar-basaran mangakibatkan abses steril, hancurnya jaringan dan ulserasi. Pada
dermatitis herpetiformis, neutrofil tertimbun pada ujung papilla dermal dan membentuk
abses paplilari yang mendahului pelepuhan dermolitik telah dijelaskan. Pada eritema
elevatum diutinum, neutrofil merupakan sel-sel predominan dan berpusat di sekitar
superfisial dan pembuluh-pembuluh mid-dermal, yang menunjukkan homogenitas fibrinoit
dari dinding-dindingnya (toxic hyalin) dan tanda-tanda vaskulitis. Neutrofil juga merupakan
sel predominan pada tahap awal dari nekrotik vaskulitis biasa. Neutrofil juga menunjukkan
mayoritas infiltrasi radang secara masif pada dermatisis. Neutrofil febril akut, bersamaan
dengan udara subepidermal; pada tenaga yang rendah akan tampak mirip dengan
leukositoklastik vaskulitis tapi mengurangi perubahan-perubahan vaskulitis.
Reaksi Granulomatosa
Kulit yaitu jaringan ideal untuk formasi granuloma dengan histiosit sebagai pemegang
peranan. Meskipun sel-sel ini terlibat pada suatu saat ataupun pada proses peradangan, hal
ini hanya proliferasi dan agregasi lokal histiosit, yang disebut granuloma. Saat sel-sel
ini berkumpul akan mirip jaringan epitel, oleh karana itu disebut sel-sel epiteloit.
Perkembangan sel-sel raksasa, penyimpanan material fagosit dan penggabungan sel-sel
radang seperti limfosit sel-sal plasma dan eosinofil, mengubah gambaran histologi reaksi
granulomatosa yang lebih kompleks. Menyangkut hal-hal ini dan perubahan vaskular
dan perubahan-perubahan struktur fibrosis pada jaringan penghubung. Granuloma hampir
selalu memicu kerusakan jaringan yang telah ada, khususnya elastik fiber. Peda
beberapa contoh menghasilkan perubahan yang permanen yang menunjukkan atrofi atau
fibrosis dan bekas luka. Kerusakan jaringan tampak jelas sebagai nekrobiosis atau fibrionid
atau nekrosis kaseosa ataupun berakibat pencairan dari abses; yang terakhir ini
menunjukkan pergantian terhadap jaringan yang telah ada oleh infiltrasi histiosit dan
fibrosis.
Reaksi granulomatosa pada kulit terdiri dari ciri-ciri histiopatologi yang berspektrum
luas. Palisading granuloma mengelilingi daerah nekrobiotik jaringan penghubung dengan
histiosit pada jari-jari yang sejajar (Gambar 6-19) granuloma anular, nekrobiosis lipoitisa,
nodul rheumatoid dan “juxtaarticular nodules sifilis" termasuk pada kelompok ini. Proses-
proses ini berbeda dengan reaksi granulomatosa dimana nekrosis berkembang di dalam
granuloma ini seperti masalah fibrinoit nekrosis pada sarkoidosis, caseosa pada
tuberkulosis atau nekrosis pada mikotic granuloma.
Sarkoidal granuloma ditandai oleh nodul yang berisi ikan sel-sel epitel, kadang-kadang
sel langhan dan beberapa kecil limfosit (Gambar, 6-20). Pada infiltrasi yang lebih besar,
sering DITEMUI nekrosis fibrinoit di pusatria, elastik fiber rusak, hasil panyembuhan pada
atrofi, “silica, zirconium dan berryilium granuloma” dan beberapa kelompok asing
granuloma, memiliki ciri-ciri histopatologi yang mirip. Diagnosa sarcoidosis tidak pernah
dibuat berdasar histiologi lasi kulit saja tapi juga berdasar pada kombinasi klinikal
dan histopatologi, kekebalan selular dan gajala-gejala lainnya. Granuloma yang Infeksius
juga berisi sel-sel epitheloid sehingga berkembang menjadi wujud sarkoidal. Nekrosis pada
pusat Granuloma nampak sebagai kaesosa ataupun memiliki sifat yang lebih supurasi. Hal ini
terjadi pada tuberkulosis, sifilis, letehaaniasis, penyakit-penyakit Hansen atau infeksi
tungal. Reaksi granuloma pada kulit sulit diklasifikasikan berdasar pada histopatologi
saja. Perbedaan etiologi yang kuat seperti immunopati dan beberapa bentuk vaskulitis,
dapat memicu granuloma.
Bergantung pada ukuran dan lokasi granulomatosa, unit reaksi kutaneus yang berbeda
mungkin terlibat. Reaksi granulomatosa bisa meluas di lemak subkutan atau termasuk pada
unit superfisial. Pada unit reaktif superfisial ada reaksi epidermis beriringan,
bereaksi dengan akantosis atau hiperplasia pseudoepitheliomatous. Epidermis bisa
termasuk di dalam proses peradangan dengan barkembangnya abses intraefitelial atau
bereaksi pada hiperkeratosis, seperti pada tromoderma atau blastomikosis. Bentuk khusus
dari reaksi granulomatosa dihasilkan saat infiltrasi selular berisikan sel granuloma saja,
monosit yang berubah bentuk, umumnya berkenaan dengan histiosit. Satu sifat dari sel ini
yaitu kapasitas menyimpan materi fagosit dan inilah yang menjadi ciri khas dari kondisi
patologi tertentu. Pada reaksi xanthomatous, histiosit mengambil dan menyimpan lemak
sehingga berubah bentuk menjadi sel-sel berbusa. Tersebar di seluruh dermis dengan
infiltrasi diantara ikatan kolagen, seperti pada masalah normolipemik xanthomatosis
menyebar atau infiltrasi menyeluruh yang mirip tumor, seperti xanthomas yang terjadi pada
hiperlipoproteinemia dan xanthelasma. Fagositosis lemak dan sel-sel besar yang kurang kuat
ditemukan pada juvenil xanthogranuloma ; terletak pada bagian atas reticular dermis dan
kelompok papillari dan penampilan yang berwarna-warni didapatkan dengan penggabungan
limfosit dan eosinofil. Berkenan dengan lokalisasi proses patologi epidermis tersangkut di
dalam kondisi dengan pemanjangan akantosis daerah rete ridge meluas menuju granuloma
atau berakibat atropi.
Pada kondisi yang berbeda dengan ciri-ciri granulomatosa, dimana epidermatopris
histiosit sebagai tanda diagnosa , yaitu histiositosis x atau histiositosis sel Langerhans.
berdasar ciri klinik, infiltrasi merupakan histiosit yang menonjol atau tercampur dengan
eosinofil. Bisa pula ditandai oleh fagositosis lipid yang beredar didalam histiosit. Bentuk-
bentuk umum yaitu keterlibatan epidermis dimana sel-sel histiosit dan patologi berpindah
dan termasuk pada proses patologi dengan berpindah dan termasuk pada proses patologi
dengan seluruh pola reaksi yang dapat mengerahkan: Spongiosis, akantosis, parakeratosis,
vaskulasi spongiotik, pelepuhan subepidermal dan nekrosis. Tanda dari sel-sel histiositosis x
dengan sel-sel Langerhans menjelaskan epidermotropism dari infiltrasi pada sindrom ini.
Proses proliferasi reaksi dari sistem histiosit kulit dapat juga ditambahkan pada pola
reaksi spektrum granulonatosa, dan termasuk dermatofibroma (Gambar 6-12) Ada alasan
yang baik untuk mempercayai bahwa nodul histiosit menunjukan akibat trauma, khususnya
gigitan serangga. Proliferasi vaskular DITEMUI pada lesi ini, peradangan kronis minimal yang
tidak dapat disangkal, dan fagositosis merupakan tambahan bukti untuk hipotesa ini. Saat
dermatofibroma meluas ke dermis dalam, melibatkan lemak superfisial dengan
memicu fibrosis; lokasi superfisial di dalam kelompok papillari memicu respon
reaktif epidermis. Akantosis, proliferasi daerah rete ridge pseudobasal sel karsinoma dan
epidermal hiperplasi mendampingi proses-proses ini.
Fibrous Kulit dan Matrik Extraseluler.
Proses sklenosus kulit biasanya mencerminkan perubahan dinamis. Struktur dan fungsi
melibatkan seluruh kompartmen organ ini. Tanda scleroderma yaitu homogenisasi dan
bungkus tebal pada ikatan kolagen, penyempitan celah interfasikular di dalam retikular
dermis, dan lenyapnya batas antara bagian dermis dan kelompok papillari. ada pula
penyusutan papillari kecil dan pembuluh-pembuluh subpillari, yang nampak mengecil dan pada
tahap awal infiltrasi limposit perivaskular dan edema jaringan merupakan gejala
histopatologi yang konstan (Gambar 6-22). Penebelan tidak hanya diskibatkan oleh
pertambahan komponen fibrosa tapi juga oleh fibrosis lapisan superfisial lemak
subkutaneus yang mengikuti infiltrasi limfosit dan reaksi histiosit. Penurunan apendiks kulit
menunjukkan bahwa kulit sebagai keseluruhan terlibat dan penyusutan, sklerotik dermis
pada tahap selanjutnya dari proses, memperlihatkan bahwa sklerosis tidak selalu
memicu kenaikan volume jaringan.
Perubahan sklerodermoid ditemukan pada “pachydermoperiostosis" dimana kenaikan
fibroblas dan zat dasar menyertai perubahan sklerotic. Pada porpriria kutanea tarda yang
tidak melibatkan lemak subkutaneus dan biasanya menunjukkan ciri hialinisasi pembuluh
papillari, Pada lichen sclerous et atroficus, ada edema kuat dari kelompok papillari
pada tahap awal dan infiltrasi limposit tebal yang ditandai oleh rangkuman epidermis
kemudian memindahkan edematous kelompok papillari dari retikular dermis. sebab timbul
sklerosis, jaringan elastik lenyap dari kelompok papillari dengan keterlibatan epidermis
terjadi degenerasi hidropik sel-sel basal, atrofi dan hiper keratosis pada waktu yang
sama.Perubahan pada zona pertemuan/junctional pada kondisi semacam ini kadang-kadang
memicu perpisahan epidermis dan dermis dan formasi pelepuhan.
Kesalahan sintesa atau hubungan silang kalogen memicu beberapa penyakit atau
sindrom tapi tergantung pada perubahan sifat histopatologis. Ini berbeda pada ehlers
danlos sindrom kesalahan kolagen tidak dapat diketahui secara histopatologi, hanya
kenaikan jaringan elastik yang menandakan sesuatu yang tidak normal terjadi di dalam
dermis. Sebaliknya, perubahan patoologi jaringan elastik bisa diketahui dengan mudah
sebab fiber elastik kehilangan ciri-cirinya atau sebab nampak berbeda dengan teknik
khusus. Pada elastolisis yang umum, fragmentasi elastik fiber yaitu histopatologik
substrat pada penampilan klinis kutis laxa, dan fragmentasi wujud fiber elastik yang
tergulung dan menggumpal memiliki diagnosa yang mirip di dalam pseudoxanthoma
elastikum. Endapan kalsium dan munculnya reaksi asing yaitu ciri-ciri tambahan pada
kondisi berikutnya.
Sebaliknya, pada aktinik elastosis, substrat histologic pada dermatoheliosis, seluruh
komponen jaringan penghubung superfisial terlihat. Kelompok papillari dan lapisan
superfisial retikular dermis diisi dengan fiber yang tergulung dan menggumpal dan
berkembang menjadi homogen dan basofilik. Dapat diwarnai oleh pewarnaan yang memiliki
daya tarik bagi jaringan elastik sehingga secara histokimiawi menunjukkan reaksi seperti
fiber elastik; bagaimanapun juga tidak diragukan lagi keterlibatan kolagen pada proses ini.
Mengherankan bahwa biasanya zona tipis pada jaringan penghubung yang tidak berubah
terletak antara epidermis dan materi elastatic. Tidak mengherankan bahwa perubahan pada
tatanan kulit secara klinis jelas. Jaringan penghubung yang tegang dan kokoh pada
skleroderma mencerminkan tanda sklerotik dan homogenisasi ikatan kolagen yang terlihat
secara historologik ; lipatan-lipatan kendor cutis laxa yaitu hasil fragmentasi elastic
fiber: popula mirip batu bulat pseudoxantoma elastikum berhubungan dengan pengumpulan
dari matrik elastik yang berubah secara patologi ; kekerasan garis kulit dan permukaannya
dalam dermatoheliosis yaitu wujud klinis kumpulan fokal materi elastotik.
Perubahan pada matriks ekstraselular terjadi khususnya di seluruh proses patologi
peradangan atau neoplastil alami. Ini yaitu yang terkuat, pada kondisi kulit dimana
timbunan glikosaminoglikal terjadi. masalah -masalah pada peradangan seperti lupus
erithematosa, dermatomyositis, lichen sclerosus et atroficus, atau granuloma annulare.
Pada penyakit-penyakit lain, pertambahan glicsamnoglican dan timbunan air yaitu petunjuk
dan sering sebegaa perubahan yang dapat diperhatikan saja. Pada pretibial mixedema dan
sclerodema adultorum, timbunan materi meperti mucin didalam substansi dasar yaitu
petunjuk perubahan: ikatan kolagen terpisah, “stellate fibrosis" muncul mengambang pada
kumpulan glikosaminoglikan Pada “slcreomyxedema” perubahan-perubahan serupa pisa
terjadi, namun proliferasi fibroblast mendominasi keadaan dan tercermin olah penampilan
kulit secara klinis yang menebal dan mengeras. Pada penyakit yang lain substansi dasar dan
komponen fibrous diganti oleh materi "proteinaceous”. Pada amiloidosis misalnya, kelompok
papillari berisi eosinofil, deposit amiloid homogen, DITEMUI pada dinding-dinding pembuluh
dan membran basal kelenjar keringat.
Lemak Subkutan
Proses peradangan pada jaringan adiposa subkutan kulit memiliki bagian yang sangat
berbeda dibandingkan dalam jaringan penghubung dermis sebab anatomi khusus subkutis.
Analisa patologi jaringan adipose menyangkut penentuan apakah proses patologi terjadi
pada batas antara dermis dan lemak subkutan kulit dan apakah di dalam jaringan subkutan
kulit, reaksi berpusat pada septa interlobular atau secara primer melibatkan lobus lemak.
keterlibatan dermis dan lemak subkutan kulit memberi kesan suatu proses patologi
disamping pembuluh-pembuluh besar di dalam kompartmen, keterlibatan septal biasanya
menunjukkan patologi vaskuler di dalam septa interlobular. Sebaliknya patologi secara
primer berpusat pada jaringan lemak biasanya muncul dalam lobus lemak. Peradangan lemak
subkutan mencerminkan proses radang jaringan adiposa atau proses pada septa; bisa
menyangkut vena kecil dan kapilar atau muncul dari pembuluh-pembuluh otot yang besar
manifestasi histopatologinya beragam. Patologi pembuluh kecil biasanya terwujud secara
lokal melibatkan lobus lemak sekitarnya, sementara kerusakan atau kemacetan pembuluh
yang lebih besar mempengaruhi keseluruhan segmen jaringan yang disediakan atau
disalurkan oleh pembuluh ini , mungkin menyangkut lapisan dermis. Kerusakan lemak,
trauma atau peradangan, memicu terlepasnya asam lemak yang merupakan penggerak
kuat untuk peradangan, menarik neutrofil histiosit dan makrofag; fagositosis lemak yang
hancur biasanya memicu formasi lipogranuloma.
Proses septal yang mengikuti peradangan pembuluh trabekular biasanya ditambahi
dengan edema, infiltrasi sel peradangan dan reaksi histiosit. Muncul pada erithema
nodosum (Gambar 6-23); peradangan septal yang berulang memicu perluasan septa
interlobular, fibrosis dan timbunan histiosit dan sel-sel besar memicu
perkembangbiakan pembuluh darah. Pada awalnya hal ini disebut "Subacute nodular
migratory panniculitis" namun sekarang diperkirakan menjadi lebih kronis, membentuk
eritema nodosum yang berulang-ulang (Bab 108). Berlainan dengan nodular vaskulitis,
vaskulitis pembuluh yang besar pada daerah septa ditambahi oleh nekrosis lobus lemak.
diikuti oleh reaksi histiosit yang hebat dan sel epiteloid garnuloma di dalam lobus lemak,
yang sering memicu reaksi sklerosa fibrotik hebat keseluruhan lapisan lemak
subsaraf (Gambar 6-24). Lobular panniculitis menghasilkan nekrosis lobus lemak sebagai
kejadian primer seperti pada masalah "idiofatic nodular panniculitis" (Bab 108). Adipositnya
sehingga nampak seperti sel-sel bayangan. Perpindahan neutrofil dan leukositoklastik dan
eosinofil dan penimbunan neutrofil dan leukositoklasia sekarang menjelaskan pola
histopatologik. Materi lipid diperoleh dari nekrotik adiposit yang berisi kolestrol bebas,
lemak netral, sabun dan asam lemak bebas dimana secara bergantian mengeluarkan stimulus
peradangan, sel histiosit berpindah ke lemak yang kena radang fagositosis memicu
formasi sel busa. Granuloma epiteloid dengan sel-sel besar juga dihasilkan dan seluruh tipe
fibrosis berkembang. Oleh sebab nya nekrosis lemak yaitu kejadian primer dan
peradangan yaitu kejadian sekunder di dalam ciri panniculitis pembuluh-pembuluh hanya
terlibat secara minimal dan sekunder.
Kapasitas inheren jaringan adiposa bereaksi sesuai sifatnya yang terhadap stimulus
patologi dengan nekrosis, peradangan dan formasi lipogranuloma juga memegang kebenaran
pada kondisi penyakit-penyakit yang mempengaruhi jaringan subkutan secara sekunder atau
berakibat faktor-faktor exogenous. Traumatik pannikulitis juga memicu nekrosis
lobus lemak dan gerakan peradangan dan reaksi jaringan granulomatosa, sesudah
penyuntikan minyak atau silikon rongga kiste yang besar mungkin terbentuk (Gambar 6-25)
dimana sesudah penyuntikan pentazocine misalnya, fibrosis dan sklerosis mendominasi
gambar histopatologi. Pelarutan, kepekaan dan sifat-sifat toksik zat asing dimasukkan
secara kurang hati-hati pada lemak menentukan tipe lesi yang berkembang di dalam
traumatik pannikulitis. Gambar histopatologi berubah dari peradangan yang tidak spesifik
ke reaksi limfohistisit atau formasi granuloma. Zat-zat berminyak tersisa di dalam jaringan
adipose untuk jangka lama tanpa memicu reaksi jaringan penting: kista minyak
berkembang dikelilingi oleh lapisar-lapisan residu jaringan penghubung, sehingga jaringan-
jaringan nampak seperti "keju smiss". Minyak tumbuhan atau binatang sering memicu
granuloma tuberkuloid atau lipofagis dengan reaksi histiosit, sel-sel busa, dan fibrosis
sekunder.
Pannikulitis juga terjadi sebagai hasil dari infeksi atau proses penyakit khusus.
Peradangan nekrosis dan granuloma disebabkan oleh infeksi kokus, mikobakteria dan
organisme bakterial lainnya dan infeksi. Mikotik dimana tingkat infeksi dan jenis organisme
menentukan akibat peradangan dan nekrotik atau prose granulomstosa. Sebaliknya pada
sarkoidosis, lemak digantikan oleh nodus sel epiteloid secara bertahap pada limfoma, oleh
infiltrasi limfomatosa spesifik. Pada lupus pannikulitis, intfiltrasi limfosit jaringan septal
dan lobular menentukan gambar histopatologik, begitupula keterlibatan pembuluh-pembuluh
PEMICU vaskulitis. Kerusakan lemak, pencairan dan lipogranuloma yang kuat sehingga
komponen pembuluh darah sulit diketahui dan gambar histopatologiknya mirip dengan
idiopatik nodular pannikulitis.
Gambar 6-1. Akantosis tanda peningkatan kinetik epidermal digambarkan pada
fotomikrograf psoriasis. Fotomikrograf juga menunjukan para keratosis: retensi
nukleus di dalam lapisan tanduk (anak panah tipis).
Gambar 6-2. Kumpulan diskeratosis (D) dan akantolisis (a) terlihat pada penyakit Darier
dengan pemandangan yang menggunakan kekuatan besar.
Gambar 6-3. Gelembung spongiform
Gambar 6-4. Akantholysis. Tunggal maupun kelompok sel akantholitik tampak. bentuk
lingkaran diakibatkan oleh lenyapnya hubungan intercelular.
Gambar 6-5. Pemfigus vulgaris. Celah intraepidermal suprabasal tampak dan berisi sel-
sel akantholitik dan peradangan. Anak panah menunjukkan penjajaran sel-sel basal
Gambar 6-6. Penyakit Darier. Diatas celah suprabasal yaitu sel-sel diskeratotic dan
acantholitic. pada ujung kanan, perhatikan villous papillari epidermal hiperplasia.
Gambar 6-7. Infeksi herpes simplex. (a) Epidermis menunjukkan degenerasi balon,
sitolisis dan intraepidermal vasculation. (b) Giant sel epidermal acantholitic dan
multinucleated yaitu kunci infeksi herpetic.
Gambar 6-8. Bullous pemfigoid. Celah subepidermal (junctionall) dan perivacular dan
infiltrasi interstisial limfosinofilik yaitu ciri-cirinya.
Gambar 6-9. Kontak dermatitis, vesikel intraepidermal spongiotic dan intercellular
edema ada di epidermis. Dermis berisi kumpulan perivaskular limfosit dan histiosit
bercampur dengan eosinofil.
Gambar 6-10. Eritema Multiform. (a) Kumpulan nekrotik epidermal keratinosit,
degenerasi vakular interface dermal-epidermal, pemisahan dermal-epidermal dan
infiltrasi limfohistiosit perivaskular yang banar-benar kuat yaitu ciri-cirinya. (b)
Fibrin nampak pada tempat formasi pelepuhan.
Gambar 6-11. Lupus Eritematosus. Hiperkaratosis, epidermis menipis tanpa rute ridge
vaskulisasi membran dasar terlihat pada fotomikrograf ini.
Gembar 6-12. Licten Planus. ada hiperkeratosis, hipergranulosis seperti irisan,
vakuolisasi sel basal dan infiltrasi limfosit pada pertemuan derma-lepidermal. Infilitrasi
ini “merangkul” lapisan sel basal dan ditambahi oleh bagian-bagian sitoid.
Gamhar 6-13. Dermatitis herpetiformis. Dua papilla menampakkan mikroabses yang
tersusun oleh nautropnils. Vakuolisasi dan formasi celah yaitu bukti kedua papiila.
Gambar 6-14. Urtikaria. Sifat raeksi ini yaitu Infiltrasi perivescular limfosit dengan
beberapa eosinofil. Perhatikan edema menyolok pada papillari dermis dan di sekitar post
kapillari.
Gambar 6-15. Erupsi obat-obatan. Melalui dermis cabang perivaskular dari sel-sel
limfosit mononuklear. Tampak pada superfisial dan venule yang dalam.
Gambar 6-16. Nekrotik vaskulitis. Infiltrasi peradangan tersusun oleh neutrofil dan
debu nuklear ada di sekitar dan pada dinding-dinding venule dimana tersimpan pula
fibrin sel-sel endothelial yang meluas.
Gambar 6-17. Mukinosis pada lupus erithematosus. Semua ciri histologi lupus
erithematosis digambarkan pada fotomikrograf ini (Lihat Gambar 6-11). Ciri lainya yang
terlihat yaitu musin yang berlimpahan di superfisial dermis berakibat terpisahnya
ikatan-ikatan kolagen
Gambar 6-18. Angiolimfoid hyperplasia. Beberapa saluran pembuluh darah dikelilingi
oleh kumpulan sel-sel peradangan yang terdiri atas limfosit dan eosinofil. Perhatikan
tonjolan keluar sel-sel endotelial pada lumina pembuluh-pembuluh ini, terlihat jelas pada
inset.
Gambar 6-19. Granuloma annular. Pagar batas granuloma tampak pada dermis. Di
pusat/tengah, kolagen nekrobiotik di kelilingi oleh histiosit, limfosit dan beberapa giant
sel-sel multinukleus yang menyebar, tampak jelas pada inset.
Gambar 6-20. Granuloma sarkoidal. Pada dermis beberapa tuberkel terisi sel-sel
epiteolid dan limposit terlihat, epidermis tampak atropi
Gambar 6-21. Dermatifibroma. Dermis memperlihatkan proliferasi sel kumparan yang
membungkus ikatan-ikatan kolagen yang menebal. Tampak jelas pada inset. Lapisan
epidermis tampak atrofi.
Gambar 6-22. Skleroderma. Homogenisasi ekstensif dan bungkus tebal ikatan-ikatan
kolagen terlihat pada dermis dan meluas pada subkutis. Infiltrasi sel peradangan pada
pertemuan dermal-subkutis tampak
Gambar 6-23. Eritema nodusum. Infiltrasi peradangan granulomatosus kronis meluas
pada subkutis. Infiltrasi sel peradangan pada pertemuan dermal-subcutis tampak.
Gambar 6-24. Nodular vaskulitis. Ciri-ciri khas yang tergambar pada vaskulitis berat
dan nekrosis dinding pembuluh dan sumbatan lumen. Nekrosis lebus lemak terjadi
bersamaan dengan infiltrasi sel peradangan yang akut dan kronis
Gambar 6-25. Injeksi Granuloma. Tatanan panniculus telah dilenyapkan oleh radang yang
akut dan kronis
TABLE 6-1
Reactive Units of The Skin
I Superfisial Reactive Unit
A. Epidermis
B. Juctional zone (dermal-epidermal junction)
C. Papillary body
D. Superfisial venular pleksus
II Reticular dermis
A. Connective tissue
B. Appendage (hair follicle, glands)
C. Deep vaskular pleksus
III Subcutis
A. Lobulus
B. Septae
Gambar 6-1. Akanthosis tanda peningkatan kinetic
epidermal digambarkan pada “fotomikrograp” psoriasis.
Fotomikrograp juga menunjukkan para keratosis retensi
nuclei di dalam lapisan tanduk (anak panah tipis).
Gambar 6-2. Kumpulan diskeratosis (D) dan
akantholisis (A) terlihat pada penyakit darier
dengan pemandangan kekuatan besar.
Gambar 6-3. Gelembung spongiform
Gambar 6-4. Akantholisis. Tunggal maupun kelompok sel
akantholitik tampak. Bentuk lingkaran diakibatkan oleh
lenyapnya hubungan intersellular.
Gambar 6-5. Pemfigus vulgaris. Celah intraepidermal
suprabasal tampak dan berisi sel-sel akantholitik dan
peradangan. Anak panah menunjukkan penjajaran sel-sel
basal.
Gambar 6-6. Penyakit darier. Diatas celah suprabasal
yaitu sel-sel diskeratotik dan akantolitik. Pada ujung
kanan, perhatikan vilous papillary epidermal hyperplasia.
Gambar 6-7. Infeksi herpes simplek. (a) epidermis
menunjukkan bergenerasi balon, silolinis dan intraepidermal
vaskulasi. (b) giant sel epidermal akantholitik dan
multinukleus yaitu kunci infeksi herpetic.
Gambar 6-8. Bullous pemfigoid. Celah sulepidermal
(juntional) dan perivaskular dan infiltrasi interstitial
limpoesinopil yaitu ciri-cirinya.
Gambar 6-9. Kontak dermatitis, vesikel intraepidermal
spongiotik dan intersellular edema ada di epi dermis.
Dermis berisi kumpulan perivaskular limfosit dan histiosit
bercampur dengan eosinofil.
Gambar 6-10. Eritema Multiforme. (a) Kumpulan nekrotik
epidermal keratinosit, degenerasi vacuolar interface
dermal-epidermal. Pemisahan dermal-epideral dan infiltrasi
limfositiosit perivaskular yang benar-benar kuat yaitu
ciri-cirinya. (b) fibrin nampak pada tempat formasi
pelepasan.
Gambar 6-11. Lupus eritematosus.
Hyperkeratosis.epidermis menipis tanpa rete ridge dan
vakuolisasi membrane dasar terlihat pada potomikrograp
ini.
Gambar 6-12. Liken planus. ada hyperkeratosis,
hipergranulosis seperti irisan, vakuolisasi sel basal dan
infiltrasi limfosit pada pertemuan dermal-epidermal.
Infiltrasi ini “merangkul” lapisan sel basal dan ditambahi oleh
bagian-bagian sitoid.
Gambar 6-13. Dermatitis herperiformis, dua papilla
menampakkan microabses yang tersusun oleh noutropil.
Vakuolisasi dan formasi celah yaitu bukti kedua papilla.
Gambar 6-14. Urtikaria. Sifat reaksi ini infiltrasi
perivaskuler limposit dengan beberapa eopisinopil.
Perhatikan edema menyolok papillary dermis dan sekitar
poskapillari.
Gambar 6-15. Erupsi obat-obatan. Melalui dermis
cabang periveskular dari sel-sel lymfosit mononukleus
tampak pada superfisial dan venule yang dalam.
Gambar 6-16. Nekrotik vaskulitis. Infiltrasi peradangan
tersusun oleh neutrofil dan debu sekitar dan pada dinding-
dinging venul dimana tersimpan pula fibrin sel-sel
endothelial yang meluas.
Gambar 6-17. Musinosis pada lupus erithematosus. Semua
ciri histologi lupus erythematous digambarkan pada foto
mikrograp ini (lihat Gambar 6-11). Ciri lainnya yang terlihat
yaitu musin yang berlimpahan di superfisial dermis
berakibat terpisahnya ikatan-ikatan kolagen.
Gambar 6-18. Angiolimfoid hyperplasia. Beberapa saluran
pembuluhdarah dikelilingi oleh kumpulan sel-sel peradangan
yang terdiri atas limfosit dan eosinofil. Perhatikan tonjolan
keluar sel-sel endothelial pad alumina pembuluh-pembuluh
ini. Terlihat jelas pada onset.
Gambar 6-19. Granuloma annulare. Pagar batas granuloma
tampak pada dermis. Di pusat/tengah, collagen necrobiotik
di kelilingi oleh histiosit,limfosit dan beberapa giant sel-sel
multinuclea yang menyebar, tampak jelas pada onset.
Gambar 6-20. Granuloma sarcoidal.Pada dermis beberapa
tuberkel terisi sel-sel epitheolid dan limposit terlihat,
epidermis tampak atropi.
Gambar 6-21. Dermatofibroma. Dermis memperlihatkan
proliferasi sel kumparan yang membungkus ikatan-ikatan
kolagen yang menebal. Tampak jelas pada onset. Lapisan
epidermis tampak hiperplastik.
Gambar 6-22. Scleroderma. Homogenisasi ekstensif dan
bungkus tebal ikatan-ikatan kolagen terlihat pada dermis
dan meluas pada subkutis. Tampak infiltrasi sel peradangan
pada pertemuan kutis-subkutis
Gambar 6-23. Erythema nodusum. Infiltrasi peradangan
granulomatous kronis meluas pada subkutis. Infiltrasi sel
peradangan pada pertemuan dermal-subcutis tampak.
Gambar 6-24. Nodular vaskulitis. Ciri-ciri khas yang
tergambar yaitu vaskulitis berat dan nekrosis dinding
pembuluh dan sumbatan lumen. Nekrosis lobun lemak
infiltrasi sel peradangan yang akut dan kronis.
Gambar 6-25. Injeksi granuloma. Tatanan pannikulus telah
dilenyapkan oleh radang yang akut dan kronis dalam
reaksinya pada nekrosis lemak dengan akibat ruangan-
ruangan yang tak beraturan atau “micropseudokista”.
STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN KULIT
GENETIK DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KULIT
Mengerti akan prinsip dan metode genetik merupakan hal yang penting didalam
memahami dasar dan panyembuhan penyakit kulit. Dokter tidak bisa membantu tapi tertarik
akan kelompok familial dari beberapa masalah kulit, dimana para pasien berkonsultasi
kepada ahli dermatologi. Masalah kulit terbagi menjadi dua group. Yang pertama yaitu
penyakit dengan pola warisan yang jelas (misalnya autasomal dominan) dan penetrasi gen
tinggi (misalnya pembawa gen abnormal hampir selalu memicu ketidak normalan
klinis, seperti X-linked iktiosis, xerodema pigmentosa, epidermolysis bullora simplex).
Secara terpisah, penyakit penyakit ini tidak umum tapi bila berkelompok maka akan sedikit
berarti bagi masalah kulit yang lebih berat.
Yang kedua yaitu penyakit-penyakit dengan kelompok familial (25% pasien dengan
psoriasis memiliki keturunan yang pertama yang terpengaruh) tapi pola keturunannya tidak
jelas. Yang termasuk dalam group ini yaitu masalah kulit pada umumnya psoriasis, atopik
dermatitis dan kebotakan.
Kami yaitu pencetus perhatian akan kekacauan genetik kulit, khususnya disebabkan
sebab naiknya kesadaran akan penyakit-penyakit kelompok familial, umumnya disebab kan
oleh kesempatan untuk menerapkan teknik dan strategi baru molekulerbiologi guna
mempelajari penyakit-penyakit ini . Pemahaman penyakit turunan bahwa molekuler
biologi studi DNA ada diagnosa dramatis dan pemeriksaan benar-benar berpengaruh
kuat belakangan ini, dan melalui terapi gen mungkin terapi yang berpengaruh kuat dimasa
yang akan datang.
Meskipun peralatan untuk penyembuhan penyakit belum tersedia dalam arti
pembetulan kerusakan pada gen, beberapa kekacuan turunan kini dipakai untuk
pengobatan yang bertujuan mencegah efek-efek merusak yang ada pada gen.
contohnya, menambahkan zinc/seng untuk pengobatan akrodermatitis enetropatik, diet
tirosin-rendah dan fenylalanine rendah untuk mengobati tirosinemia TI (Richner-Hanhart
syndrome) atau pemberian oral B carotene untuk erythropoietic protoporfyria.
Jika gen mutan berdosis tunggal (keadaannya heterozigot) memicu fenotip klinis
yang khusus, kondisi ini disebut dominan; jika gen mutan berdosis ganda (keadaan
homozigot) untuk menghasilkan penyakit, kekacauan yang ditimbulkan disebut resesif. Jika
gen mutan berkromosom x, kondisi yang dihasilkan disebut sex-linked atau tepatnya, x-
linked. Kondisi x-linked bisa juga dominan.