interpendikular. (Peringkat bukti IIA, Rekomendasi B).
b) Insersi EVD ataupun VP Shunt dapat dilakukan untuk drainase CSS. (Peringkat
bukti IIA, Rekomendasi B).
c. Radioterapi
1) Radioterapi mempunyai peran penting dalam manajemen ependimoma terutama
pada anaplastic ependymoma WHO grade III.(81) (Peringkat bukti IV,
Rekomendasi C)
2) Radioterapi pada ependimoma WHO grade I sesudah dilakukan reseksi total tidak
diperlukan, kecuali didapatkan bukti adanya penyebaran tumor melalui CSF.(81, 83, 88,
89) .(Peringkat bukti IIA, Rekomendasi B)
3) Stereotactic radiosurgery (SRS) atau stereotactic radiotherapy (SRT) dapat
182
dipertimbangkan dalam penanganan residual anaplastic ependymoma dan
ependimoma rekuren sesudah dilakukan standar terapi (operasi dan atau
radioterapi).(81) (Peringkat bukti III A, Rekomendasi C)
d. Kemoterapi
Kemoterapi bukan standar Pengobatan pada ependimoma, sebab ependimoma
merupakan tumor yang resisten terhadap kemoterapi.(81) (Peringkat bukti III B, Rekomendasi
C)
4.1.8 Limfoma Sistem Saraf Pusat
4.1.8.1 diagnosa
Pemeriksaan radiologi untuk menunjang diagnosa limfoma sistem saraf pusat yaitu
CT Scan dan MRI. Pada CT Scan nonkontras, dapat ditemukan gambaran hiperdens maupun
isodens, namun pada CT Scan dengan kontras akan tampak enhancement.(85, 87-90) (Peringkat
bukti IIB, Rekomendasi B)
Temuan pada MRI merupakan lesi enhance pada basal ganglia dan periventrikuler. Lesi
dapat berupa massa soliter atau multipel. Pada T1, akan tampak gambaran hipointens
dibandingkan white matter. MR spektroskopi akan ditemukan gambaran Choline peak yang luas
dengan rasio choline/creatinine terbalik dan lactate peak. Pada MR perfusi, ditemukan
peningkatan ringan rCBV dan angiogenesis.(85, 87-90) (Peringkat bukti IB, Rekomendasi B)
Pemeriksaan laboratorium untuk limfoma sistem saraf pusat yaitu analisa CSS dan
serologi HIV. (Peringkat bukti IIB, Rekomendasi B)
Serologi HIV (Human Immunodeficiency Virus) perlu dikerjakan sebab limfoma sistem
saraf pusat diderita ± 10% dari penderita HIV.(91-94) (Peringkat bukti IIA, Rekomendasi A)
Pemeriksaan patologi anatomi akan menunjukkan diffuse large B cell lymphoma pada
>95% masalah . Skrining untuk mencari limfoma di organ lain perlu dilakukan, misalnya lesi di
korda spinalis, limfoma okular, keterlibatan leptomeningeal, dan lesi intrakranial soliter maupun
multipel.(94, 95)
183
4.1.8.2 Terapi
4.1.8.2.1 Medikamentosa
Kortikosteroid dapat menimbulkan regresi limfoma pada 40% masalah secara
radiologis.(94) (Peringkat bukti IIA, Rekomendasi 2A).
4.1.8.2.2 Pembedahan
Pembedahan dekompresi dengan reseksi sebagian ataupun total dari tumor tidak
mempengaruhi prognosa pasien. Tujuan utama dari pembedahan pada masalah limfoma sistem
saraf pusat yaitu biopsi. Disarankan untuk memakai teknik stereotaktik.(94) (Peringkat
bukti IB, Rekomendasi B).
4.1.8.2.3 Kemoterapi
Induksi kemoterapi untuk limfoma SSP yaitu dengan memakai metotreksat dosis
tinggi 3,5-5g/m2 setiap 2 minggu sebanyak 4-5 dosis dan bersamaan dengan vinkristin 2mg
intravena pada dosis pertama dan dosis kedua metotreksat, dan procarbazin 100mg/m2 peroral
setiap hari dalam 7 hari dengan dosis metotreksat pertama dan ketiga. sesudah terapi metotreksat
komplit diberikan dosis tinggi cytarabine 3g/m2 tiap hari sehari dua kali diulang 3-4 minggu
sekali dua siklus. Jika pasien mendapatkan respons komplit pada terapi ini, pertimbangkan
kombinasi dengan Ifosfamid 2g/m2 IV setiap hari dalam tiga hari.(1-12) (Peringakat bukti IB,
Rekomendasi C).
Pada pasien limfoma SSP terdapat alternatif cara memberikan kemoterapi, yaitu secara
intratekal. Kemoterapi intratekal diberikan dengan memakai metotreksat, cytarabine, dan
hidrokortison. Randomized trial lebih lanjut dibutuhkan untuk menyesuaikan jadwal, dosis, dan
menurunkan efek samping dari kemoterapi intratekal dan sistemik.(81-95) (Peringakat bukti IIA,
Rekomendasi B).
4.1.8.2.4 Radioterapi
Pasien yang tidak menunjukkan respons komplit pascakemoterapi sebaiknya dilakukan
radiasi WBRT dengan atau tanpa booster, termasuk pada masalah insersi pada nervus optikus pada
bola mata (1/3 posterior). Atau pertimbangkan dosis tinggi kemoterapi dan transplantasi stem
sel autolog (thiotepa 250-300mg/m2 perhari-8 dan-7, bisulfan 3,2mg/kg IV hari -6 sampai -4,
184
dan cyclophosphamid 2g/m2 hari-3 dan-2, ASCT/Autologous stem-cell transplantation hari
0).(81-93)(Peringkat bukti IIA, Reukomendasi B).
4.1.9 Tumor Pineal
4.1.9.1 diagnosa
4.1.9.1.1 Penanda Tumor
Peningkatan β-hCG biasanya berhubungan dengan khoriokarsinoma, sementara
penurunan β-hCG berhubungan dengan beberapa tumor, tidak semuanya karsinoma
embrional dan germinoma. Sampel diambil dari CSS dan darah (lebih baik CSS) (Peringkat
bukti II, Rekomendasi B)
Peningkatan AFP terjadi pada tumor endodermal, karsinoma embrional, dan kadang
pada teratoma. (Peringkat bukti I, Rekomendasi A)
Peningkatan PALP didapatkan pada germinoma.(94-98) (Peringkat bukti II,
Rekomendasi B)
4.1.9.1.2 Pemeriksaan Penunjang
MRI dengan komponen kistik paling sering ditemukan pada sel tumor geminal non
germinoma. Lesi multipel merupakan karakteristik dari sel tumor germinal. Edema
peritumoral yang berat lebih sering ditemukan pada germinoma. Ekstensi hingga ke talamus
didapatkan hingga 80% pada germinoma.(94, 95) (Peringkat bukti I, Rekomendasi A)
4.1.9.2 Terapi
4.1.9.2.1 Medikamentosa
Pemberian obat-obatan pada tumor pineal sama halnya dengan pasien tumor secara
umum terkait dengan edema serebri hingga terjadinya kejang, meliputi steroid, manitol, salin
hipertonik, dan anti kejang.(95, 99, 100) (Peringkat bukti II, Rekomendasi B)
Pada pasien kejang dapat dilakukan pemberian diazepam IV 0,15-0,2mg/kgBB/kali,
maksimal 10mg/kali, dapat diulang 1 kali. (Peringkat bukti IIA, Rekomendasi A).
lalu jika masih terdapat kejang dapat diberikan terapi lini kedua, antara lain fenitoin,
asam valproat, atau levetiracetam. Dosis fenitoin yaitu IV 15-20mg/kgBB perlahan-lahan
(kecepatan 50mg/menit) dosis tunggal, dapat diulang 5-10mg/kgBB/kali intravena. (Peringkat
185
bukti IIB, Rekomendasi A). Adapun dosis asam valproat yaitu 20-40mg/kgBB per oral,
maksimal 3000mg/kali (Peringkat bukti IIB, Rekomendasi A), sedang dosis
levetiracetam yaitu 20-60mg/kgBB per oral, maksimal 4500mg/kali, dosis tunggal.
(Peringkat bukti IIB, Rekomendasi C),
(23, 24)
4.1.9.2.2 Pembedahan
Gross total resection tidak menjadi pertimbangan utama sebab hanya pada teratoma
matur dengan kapsul dan beberapa tumor lainnya yang memiliki batas tegas hal ini dapat
dikerjakan, selebihnya sebagian besar tumor akan memiliki ekstensi baik lokal maupun
regional sehingga memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya morbiditas (3-10%) hingga
mortalitas (4-10)%. (69, 99, 101, 102) (Peringkat bukti II, Rekomendasi B)
4.1.9.2.3 Kemoterapi
Pada tumor sel germinal non-germinoma disarankan untuk memberikan kombinasi
radioterapi dan kemoterapi sebab tingkat keberhasilan hidup selama 5 tahun hanya 30-65%
dengan radioterapi. Rejimen dari Einhorn meliputi cisplatin, vinblastine, dan bleomisin.
lalu dipakai VP-16 untuk menggantikan vinblastine dan bleomisin.(94, 103)
(Peringkat bukti II, Rekomendasi B)
4.1.9.2.4 Radioterapi
Radioterapi merupakan pilihan utama untuk jenis germinoma. Radioterapi ini juga dapat
diberikan untuk jenis tumor maligna yang lain sesudah pembedahan seperti pineocitoma, salah
satu tumor parenkimal pineal. Jika didapatkan seeding pada spinal aksis, dapat dilakukan
radioterapi kraniospinal dengan booster pada jaringan tumor. (Peringkat bukti II,
Rekomendasi B)
4.2 Tumor Otak Sekunder
4.2.1 diagnosa
CT Scan sering dipakai sebagai pemeriksaan skrining pada pasien dengan gejala akut.
Gambaran CT Scan umumnya dapat berupa lesi bulat, berbatas tegas dengan peritumoral edema
186
yang lebih luas (fingers of edema). Bila terdapat lesi multipel maka jumlah lesi terbanyak yang
tampak yaitu jumlah yang paling benar (Chamber’s rule).(104) (Peringkat bukti II,
Rekomendasi B)
MRI merupakan sarana Diagnosa pilihan untuk mendeteksi metastasis intrakranial.
Bilamana terdapat kecurigaan klinis tinggi, MRI dengan kontras dapat memperlihatkan
metastasis dengan baik sebab adanya kerusakan sawar darah-otak (blood brain barrier) oleh
metastasis.
Pemeriksaan MRI lebih sensitif dibandingkan CT Scan terutama di daerah fossa
posterior.(104) (Peringkat bukti I, Rekomendasi A)
MRI kepala dan spinal dengan kontras gadolinium merupakan teknik pilihan untuk
mengevaluasi pasien dengan dugaan leptomeninegal metastasis. Oleh sebab leptomeningeal
metastasis melibatkan seluruh neuraxis, diperlukan pencitraan seluruh SSP (otak dan spinal).
(Peringkat bukti III)
Ditemukannya sel maligna pada cairan serebrospinal merupakan bukti terjadinya
leptomeningeal metastasis. Pemeriksaan sitologi cairan serebrospinal masih merupakan baku
emas hingga saat ini. (Peringkat bukti III)
4.2.2 Terapi
4.2.2.1 Medikamentosa
Pemberian kortikosteroid (deksametason) dianjurkan untuk mengurangi gejala
peningkatan tekanan intrakranial dan edema otak sebab metastasis otak. Dosis deksametason
yang dianjurkan yaitu 4-16 mg/hari tergantung berat ringan gejala klinis.(75) (Peringkat bukti
III, Rekomendasi C)
4.2.2.2 Pembedahan
Pembedahan metastasis otak yang dilanjutkan dengan whole brain radiotherapy
(WBRT) merupakan modalitas terapi yang baik dalam mengontrol tumor di lokasi metastasis
dan di otak secara keseluruhan bila dibandingkan dengan pembedahan saja.(105) (Peringkat
bukti I, Rekomendasi A)
187
4.2.2.3 Kemoterapi
Pemberian kemoterapi secara rutin sesudah WBRT pada metastasis otak belum
menunjukkan peningkatan survival dan tidak direkomendasikan.(106) (Peringkat bukti I,
Rekomendasi A)
Pada pasien keganasan hematologik dengan aliran CSS yang normal dan tidak ada bukti
obstruksi, dapat dipertimbangkan pemberian kemoterapi intratekal melalui kateter intraventrikel
atau reservoir Ommaya (Peringkat bukti III).
Pilihan kemoterapi sistemik metotreksat dosis tinggi dapat diberikan pada pasien
limfoma. (Peringkat bukti III)
4.2.2.4 Radioterapi
Pada keganasan hematologik, whole brain radiotherapy dan/atau involved radiotherapy
(lokal) dapat diberikan pada lesi berbentuk nodul dan lesi yang menimbulkan gejala
(simptomatik). Craniospinal irradiation dapat diberikan pada pasien dengan keterlibatan otak
dan spinal. (Peringkat bukti III)
4.2.2.5 Radiosurgery
a. Radiosurgery
Stereotactic Radiosurgery (SRS) dosis tunggal bersama dengan WBRT memberikan
survival pasien yang lebih lama dibandingkan dengan WBRT saja pada pasien dengan
metastasis soliter dengan KPS>70.(107) (Peringkat bukti I, Rekomendasi A)
Stereotactic Radiosurgery (SRS) dosis tunggal dapat memberikan survival yang sepadan
pada masalah tertentu pada pasien dengan metastasis otak bila dibandingkan dengan kombinasi
WBRT dan SRS dosis tunggal.(107) (Peringkat bukti II, Rekomendasi B)