Tampilkan postingan dengan label tumor otak 7. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tumor otak 7. Tampilkan semua postingan

tumor otak 7









 interpendikular. (Peringkat bukti IIA, Rekomendasi B). 

b) Insersi EVD ataupun VP Shunt dapat dilakukan untuk drainase CSS. (Peringkat 

bukti IIA, Rekomendasi B). 

 

c. Radioterapi 

1) Radioterapi mempunyai peran penting dalam manajemen ependimoma terutama 

pada anaplastic ependymoma WHO grade III.(81) (Peringkat bukti IV, 

Rekomendasi C) 

2) Radioterapi pada ependimoma WHO grade I sesudah  dilakukan reseksi total tidak 

diperlukan, kecuali didapatkan bukti adanya penyebaran tumor melalui CSF.(81, 83, 88, 

89) .(Peringkat bukti IIA, Rekomendasi B) 

3) Stereotactic radiosurgery (SRS) atau stereotactic radiotherapy (SRT) dapat 

 

 

182 

 

dipertimbangkan dalam penanganan residual anaplastic ependymoma dan 

ependimoma rekuren sesudah  dilakukan standar terapi (operasi dan atau 

radioterapi).(81) (Peringkat bukti III A, Rekomendasi C) 

 

d. Kemoterapi 

Kemoterapi bukan standar Pengobatan  pada ependimoma, sebab  ependimoma 

merupakan tumor yang resisten terhadap kemoterapi.(81) (Peringkat bukti III B, Rekomendasi 

C) 

 

4.1.8 Limfoma Sistem Saraf Pusat 

4.1.8.1 diagnosa  

Pemeriksaan radiologi untuk menunjang diagnosa  limfoma sistem saraf pusat yaitu  

CT Scan dan MRI. Pada CT Scan nonkontras, dapat ditemukan gambaran hiperdens maupun 

isodens, namun pada CT Scan dengan kontras akan tampak enhancement.(85, 87-90) (Peringkat 

bukti IIB, Rekomendasi B) 

Temuan pada MRI merupakan lesi enhance pada basal ganglia dan periventrikuler. Lesi 

dapat berupa massa soliter atau multipel. Pada T1, akan tampak gambaran hipointens 

dibandingkan white matter. MR spektroskopi akan ditemukan gambaran Choline peak yang luas 

dengan rasio choline/creatinine terbalik dan lactate peak. Pada MR perfusi, ditemukan 

peningkatan ringan rCBV dan angiogenesis.(85, 87-90) (Peringkat bukti IB, Rekomendasi B) 

Pemeriksaan laboratorium untuk limfoma sistem saraf pusat yaitu  analisa CSS dan 

serologi HIV. (Peringkat bukti IIB, Rekomendasi B) 

Serologi HIV (Human Immunodeficiency Virus) perlu dikerjakan sebab  limfoma sistem 

saraf pusat diderita ± 10% dari penderita HIV.(91-94) (Peringkat bukti IIA, Rekomendasi A) 

Pemeriksaan patologi anatomi akan menunjukkan diffuse large B cell lymphoma pada 

>95% masalah . Skrining untuk mencari limfoma di organ lain perlu dilakukan, misalnya lesi di 

korda spinalis, limfoma okular, keterlibatan leptomeningeal, dan lesi intrakranial soliter maupun 

multipel.(94, 95) 

 

 

 

183 

 

4.1.8.2 Terapi 

4.1.8.2.1 Medikamentosa  

Kortikosteroid dapat menimbulkan regresi limfoma pada 40% masalah  secara 

radiologis.(94) (Peringkat bukti IIA, Rekomendasi 2A). 

4.1.8.2.2 Pembedahan 

Pembedahan dekompresi dengan reseksi sebagian ataupun total dari tumor tidak 

mempengaruhi prognosa pasien. Tujuan utama dari pembedahan pada masalah  limfoma sistem 

saraf pusat yaitu  biopsi. Disarankan untuk memakai  teknik stereotaktik.(94) (Peringkat 

bukti IB, Rekomendasi B). 

4.1.8.2.3 Kemoterapi 

Induksi kemoterapi untuk limfoma SSP yaitu  dengan memakai  metotreksat dosis 

tinggi 3,5-5g/m2 setiap 2 minggu sebanyak 4-5 dosis dan bersamaan dengan vinkristin 2mg 

intravena pada dosis pertama dan dosis kedua metotreksat, dan procarbazin 100mg/m2 peroral 

setiap hari dalam 7 hari dengan dosis metotreksat pertama dan ketiga. sesudah  terapi metotreksat 

komplit diberikan dosis tinggi cytarabine 3g/m2 tiap hari sehari dua kali diulang 3-4 minggu 

sekali dua siklus. Jika pasien mendapatkan respons komplit pada terapi ini, pertimbangkan 

kombinasi dengan Ifosfamid 2g/m2 IV setiap hari dalam tiga hari.(1-12) (Peringakat bukti IB, 

Rekomendasi C). 

Pada pasien limfoma SSP terdapat alternatif cara memberikan kemoterapi, yaitu secara 

intratekal. Kemoterapi intratekal diberikan dengan memakai  metotreksat, cytarabine, dan 

hidrokortison. Randomized trial lebih lanjut dibutuhkan untuk menyesuaikan jadwal, dosis, dan 

menurunkan efek samping dari kemoterapi intratekal dan sistemik.(81-95) (Peringakat bukti IIA, 

Rekomendasi B). 

 

4.1.8.2.4 Radioterapi 

Pasien yang tidak menunjukkan respons komplit pascakemoterapi sebaiknya dilakukan 

radiasi WBRT dengan atau tanpa booster, termasuk pada masalah  insersi pada nervus optikus pada 

bola mata (1/3 posterior). Atau pertimbangkan dosis tinggi kemoterapi dan transplantasi stem 

sel autolog (thiotepa 250-300mg/m2 perhari-8 dan-7, bisulfan 3,2mg/kg IV hari -6 sampai -4, 

 

 

184 

 

dan cyclophosphamid 2g/m2 hari-3 dan-2, ASCT/Autologous stem-cell transplantation hari 

0).(81-93)(Peringkat bukti IIA, Reukomendasi B). 

 

4.1.9 Tumor Pineal 

4.1.9.1 diagnosa  

4.1.9.1.1 Penanda Tumor  

Peningkatan β-hCG biasanya berhubungan dengan khoriokarsinoma, sementara 

penurunan β-hCG berhubungan dengan beberapa tumor, tidak semuanya karsinoma 

embrional dan germinoma. Sampel diambil dari CSS dan darah (lebih baik CSS) (Peringkat 

bukti II, Rekomendasi B) 

Peningkatan AFP terjadi pada tumor endodermal, karsinoma embrional, dan kadang 

pada teratoma. (Peringkat bukti I, Rekomendasi A) 

Peningkatan PALP didapatkan pada germinoma.(94-98) (Peringkat bukti II, 

Rekomendasi B) 

4.1.9.1.2 Pemeriksaan Penunjang 

MRI dengan komponen kistik paling sering ditemukan pada sel tumor geminal non 

germinoma. Lesi multipel merupakan karakteristik dari sel tumor germinal. Edema 

peritumoral yang berat lebih sering ditemukan pada germinoma. Ekstensi hingga ke talamus 

didapatkan hingga 80% pada germinoma.(94, 95) (Peringkat bukti I, Rekomendasi A) 

4.1.9.2 Terapi 

4.1.9.2.1 Medikamentosa 

Pemberian obat-obatan pada tumor pineal sama halnya dengan pasien tumor secara 

umum terkait dengan edema serebri hingga terjadinya kejang, meliputi steroid, manitol, salin 

hipertonik, dan anti kejang.(95, 99, 100) (Peringkat bukti II, Rekomendasi B) 

Pada pasien kejang dapat dilakukan pemberian diazepam IV 0,15-0,2mg/kgBB/kali, 

maksimal 10mg/kali, dapat diulang 1 kali. (Peringkat bukti IIA, Rekomendasi A). 

lalu  jika masih terdapat kejang dapat diberikan terapi lini kedua, antara lain fenitoin, 

asam valproat, atau levetiracetam. Dosis fenitoin yaitu  IV 15-20mg/kgBB perlahan-lahan 

(kecepatan 50mg/menit) dosis tunggal, dapat diulang 5-10mg/kgBB/kali intravena. (Peringkat 

 

 

185 

 

bukti IIB, Rekomendasi A). Adapun dosis asam valproat yaitu  20-40mg/kgBB per oral, 

maksimal 3000mg/kali (Peringkat bukti IIB, Rekomendasi A), sedang  dosis 

levetiracetam yaitu  20-60mg/kgBB per oral, maksimal 4500mg/kali, dosis tunggal. 

(Peringkat bukti IIB, Rekomendasi C), 

(23, 24) 

 

4.1.9.2.2 Pembedahan 

Gross total resection tidak menjadi pertimbangan utama sebab  hanya pada teratoma 

matur dengan kapsul dan beberapa tumor lainnya yang memiliki batas tegas hal ini dapat 

dikerjakan, selebihnya sebagian besar tumor akan memiliki ekstensi baik lokal maupun 

regional sehingga memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya morbiditas (3-10%) hingga 

mortalitas (4-10)%. (69, 99, 101, 102) (Peringkat bukti II, Rekomendasi B) 

4.1.9.2.3 Kemoterapi 

Pada tumor sel germinal non-germinoma disarankan untuk memberikan kombinasi 

radioterapi dan kemoterapi sebab  tingkat keberhasilan hidup selama 5 tahun hanya 30-65% 

dengan radioterapi. Rejimen dari Einhorn meliputi cisplatin, vinblastine, dan bleomisin. 

lalu  dipakai  VP-16 untuk menggantikan vinblastine dan bleomisin.(94, 103) 

(Peringkat bukti II, Rekomendasi B) 

4.1.9.2.4 Radioterapi 

Radioterapi merupakan pilihan utama untuk jenis germinoma. Radioterapi ini juga dapat 

diberikan untuk jenis tumor maligna yang lain sesudah  pembedahan seperti pineocitoma, salah 

satu tumor parenkimal pineal. Jika didapatkan seeding pada spinal aksis, dapat dilakukan 

radioterapi kraniospinal dengan booster pada jaringan tumor. (Peringkat bukti II, 

Rekomendasi B)  

 

4.2 Tumor Otak Sekunder 

4.2.1 diagnosa  

CT Scan sering dipakai  sebagai pemeriksaan skrining pada pasien dengan gejala akut. 

Gambaran CT Scan umumnya dapat berupa lesi bulat, berbatas tegas dengan peritumoral edema 

 

 

186 

 

yang lebih luas (fingers of edema). Bila terdapat lesi multipel maka jumlah lesi terbanyak yang 

tampak yaitu  jumlah yang paling benar (Chamber’s rule).(104) (Peringkat bukti II, 

Rekomendasi B) 

MRI merupakan sarana Diagnosa  pilihan untuk mendeteksi metastasis intrakranial. 

Bilamana terdapat kecurigaan klinis tinggi, MRI dengan kontras dapat memperlihatkan 

metastasis dengan baik sebab  adanya kerusakan sawar darah-otak (blood brain barrier) oleh 

metastasis.

 

Pemeriksaan MRI lebih sensitif dibandingkan  CT Scan terutama di daerah fossa 

posterior.(104) (Peringkat bukti I, Rekomendasi A) 

MRI kepala dan spinal dengan kontras gadolinium merupakan teknik pilihan untuk 

mengevaluasi pasien dengan dugaan leptomeninegal metastasis. Oleh sebab  leptomeningeal 

metastasis melibatkan seluruh neuraxis, diperlukan pencitraan seluruh SSP (otak dan spinal). 

(Peringkat bukti III) 

Ditemukannya sel maligna pada cairan serebrospinal merupakan bukti terjadinya 

leptomeningeal metastasis. Pemeriksaan sitologi cairan serebrospinal masih merupakan baku 

emas hingga saat ini. (Peringkat bukti III) 

 

4.2.2 Terapi 

4.2.2.1 Medikamentosa 

Pemberian kortikosteroid (deksametason) dianjurkan untuk mengurangi gejala 

peningkatan tekanan intrakranial dan edema otak sebab  metastasis otak. Dosis deksametason 

yang dianjurkan yaitu  4-16 mg/hari tergantung berat ringan gejala klinis.(75) (Peringkat bukti 

III, Rekomendasi C) 

 

4.2.2.2 Pembedahan 

Pembedahan metastasis otak yang dilanjutkan dengan whole brain radiotherapy 

(WBRT) merupakan modalitas terapi yang baik dalam mengontrol tumor di lokasi metastasis 

dan di otak secara keseluruhan bila dibandingkan dengan pembedahan saja.(105) (Peringkat 

bukti I, Rekomendasi A) 

 

 

 

 

187 

 

4.2.2.3 Kemoterapi 

Pemberian kemoterapi secara rutin sesudah  WBRT pada metastasis otak belum 

menunjukkan peningkatan survival dan tidak direkomendasikan.(106) (Peringkat bukti I, 

Rekomendasi A) 

Pada pasien keganasan hematologik dengan aliran CSS yang normal dan tidak ada bukti 

obstruksi, dapat dipertimbangkan pemberian kemoterapi intratekal melalui kateter intraventrikel 

atau reservoir Ommaya (Peringkat bukti III).  

Pilihan kemoterapi sistemik metotreksat dosis tinggi dapat diberikan pada pasien 

limfoma. (Peringkat bukti III) 

 

 

4.2.2.4 Radioterapi 

Pada keganasan hematologik, whole brain radiotherapy dan/atau involved radiotherapy 

(lokal) dapat diberikan pada lesi berbentuk nodul dan lesi yang menimbulkan gejala 

(simptomatik). Craniospinal irradiation dapat diberikan pada pasien dengan keterlibatan otak 

dan spinal. (Peringkat bukti III) 

 

4.2.2.5 Radiosurgery 

a. Radiosurgery 

Stereotactic Radiosurgery (SRS) dosis tunggal bersama dengan WBRT memberikan 

survival pasien yang lebih lama dibandingkan dengan WBRT saja pada pasien dengan 

metastasis soliter dengan KPS>70.(107) (Peringkat bukti I, Rekomendasi A) 

Stereotactic Radiosurgery (SRS) dosis tunggal dapat memberikan survival yang sepadan 

pada masalah  tertentu pada pasien dengan metastasis otak bila dibandingkan dengan kombinasi 

WBRT dan SRS dosis tunggal.(107) (Peringkat bukti II, Rekomendasi B)