Tampilkan postingan dengan label obat 33. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label obat 33. Tampilkan semua postingan

obat 33





 g 

* Doksepin (Sinequan) yaitu  derivat dengan atom-O dalam cincin trisikliknya (1964). 

Berkhasiat sedatif kuat dengan plasma-t½ ±17 

jam. Dosis: oral 75-150 mg a.n. (garam-HCl) 

atau 3 dd 25-50 mg.

* Dosulepin (Prothiaden) yaitu  derivat dengan atom-S dalam cincin trisikliknya (1969). 

Berkhasiat menghambat re-uptake NA dan 

mungkin juga serotonin. Khasiat antihistamin 

dan antikolinergiknya kuat. Dosis: 3 dd 25 mg 

garam HCl atau 75 mg a.c., bila perlu maks. 

225 mg sehari, lansia maks. 75 mg sehari.

3. Maprotilin: Ludiomil

Senyawa tetrasiklik ini (1972) memiliki sejumlah sifat dasar dari obat-obat trisiklik. 

Berkhasiat menghambat kuat re-uptake noradrenalin dan hanya ringan re-uptake serotonin. 

Obat ini juga bekerja antihistamin kuat. 

Efek antikolinergik dan antiadrenergiknya 

cukup baik. Pada dosis rendah juga bersifat 

sedatif dan anksiolitik. Kombinasi dengan 

klomipramin memberikan efek baik pada 

pasien yang hanya resisten untuk ATC. Khusus dipakai  pada depresi dengan ciri-ciri 

vital. Resorpsi dari usus lambat namun  lengkap, 

PP 88%, t½ rata-rata 43 jam, sedangkan ekskresinya berlangsung sebagai metabolit melalui urin (70%) dan feses (30%).

Efek samping yang terutama pada hari-hari 

pertama sering terjadi yaitu  sedasi, rasa 

lelah, sakit kepala, pusing, berkeringat dan 

mulut kering. Jarang efek samping umum 

lainnya.

Dosis: 1-3 dd 25 mg garam HCl atau 25-75 

mg sekaligus sebelum tidur. Lansia 25 mg a.n.

4. Mianserin: Tolvon

Senyawa tetrasiklik ini (1975) tidak memiliki 

rantai sisi alkalis dari ATC, yang dianggap 

sebagai penyebab efek antikolinergiknya. 

Berkhasiat lemah menghambat re-uptake NA

dan meningkatkan tersedianya NA, sebab  

blokade reseptor-a2

 adrenergik presinaptik. 

Di samping itu berkhasiat antihistamin dan 

anti-noradrenalin (blokade-a1) kuat, maka 

berdaya sedatif dan anksiolitik. Resorpsi dari 

usus cepat, BA hanya 20% akibat FPE besar, 

PP ±95% dan t½ antara 20-60 jam. Di dalam 

hati zat ini dirombak menjadi metabolit aktif, 

yang terutama dikeluarkan melalui urin.

Efek sampingnya lebih ringan daripada zatzat trisiklik. Yang utama yaitu  sedasi, mengantuk dan termangu-mangu, oleh sebab  itu sebaiknya diminum malam hari sebagai dosis tunggal. Efek samping ini berlalu 

sesudah  beberapa minggu. Hipotensi ortostatik (blokade-a1), peningkatan berat badan 

dan efek kolinergik jarang terjadi.

Efek samping serius yaitu  supresi sumsum 

tulang yang berbahaya dengan a.l. agranu- lositosis dan anemia aplastis (reversibel) yang 

dapat timbul sesudah  4-6 minggu. 

Dosis: permulaan 1 dd 30-40 mg malam hari 

(garam HCl), bila perlu dinaikkan sampai 90 

mg sehari. 

* Mirtazapin (Remeron) yaitu  derivat mianserin (1994) dengan atom-N ketiga di 

cincin-6, dengan efek antihistamin kuat.

Berkhasiat memperkuat pelepasan NA melalui 

blokade reseptor -ɤ2 presinaptis dan oleh 

sebab  ini pelepasan serotonin ditingkatkan. Di 

samping itu obat ini menghambat re-uptake 

serotonin (blokade reseptor 5HT2

 dan 5HT3

), 

sedangkan reseptor 5HT1

 distimulasi secara 

selektif. Tidak memblokir re-uptake NA. 

Obat ini ter-nyata lebih efektif daripada SSRI 

lain (fluoxetin) untuk mengatasi depresi, 

terutama efeknya lebih cepat. Plasma-t½ ratarata 30 jam. 

Efek samping mirip mianserin dan juga 

berupa sedasi selama 2-3 minggu pertama, 

bertambahnya nafsu makan dan berat badan. 

Supresi sumsum tulang dapat terjadi sesudah  

4-6 minggu. Efek antikolinergik dan hipotensi 

ortostatik jarang sekali terjadi, juga retensi 

urin. Dosis: permulaan 15 mg malam hari, 

bila perlu dinaikkan sampai 45 mg sehari.

B. OBAT-OBAT GENERASI KE-2 

(SSRI’s)

5. Fluoxetine: Prozac, Oxipres

Senyawa fenoksipropilamin dengan gugusCF3 (1986) menghambat secara spesifik reuptake serotonin. Tidak atau hanya ringan berefek sedatif. Berkat iklan besar-besaran, obat 

ini menjadi sangat terkenal di seluruh dunia 

dan merupakan antidepressan yang paling 

banyak dijual di AS dan negara Barat lainnya. 

Obat ini juga disalahgunakan untuk keadaan 

murung ringan yang sebetulnya tidak perlu 

diobati. Di samping untuk depresi parah 

dengan ciri-ciri vital, juga diindikasikan pada 

gangguan obsesi konvulsif dan pada bulimia

(dengan dosis tinggi). Fluoxetin dan SSRI 

lain ternyata juga efektif terhadap nyeri haid 

(premenstrual sindrome, PMS); N Engl J Med, 

8 -6 -1995).

Resorpsi dari usus baik, makanan menghambat resorpsi, namun  jumlah totalnya tidak 

dipengaruhi. PP ±94%. Di dalam hati zat ini 

diubah menjadi metabolit aktif norfluoxetin, 

yang terutama diekskresi lewat urin. Plasma-t½ 2-3 hari (norfluoxetin 7-9 hari).

Efek samping tersering berupa mual, nyeri 

kepala dan nervositas. Lebih jarang gangguan 

tidur dan gangguan saluran pencernaan, 

mulut kering, perasaan takut, tremor, hiperhidrosis dan turunnya berat badan. Juga 

jarang reaksi kulit (rash, gatal-gatal), rasa 

lelah, debar jantung, berkurangnya libido 

dan gejala flu. 

Dosis: pada depresi dan OCD oral 20 mg 

sehari (garam HCl), bila perlu dinaikkan 

setiap 2 minggu sampai maks. 60 mg sehari 

dalam 2 dosis. 

Pada bulimia 1 dd 60 mg. 

6. Sertralin: Zoloft, Antipres

Senyawa naftylamin ini (1990) menghambat 

re-uptake serotonin dalam neuron dan terutama 

dipakai  pada depresi dengan gejala vital. 

Plasma- t½ panjang, di atas 26 jam. Obat ini 

di samping escitalopram merupakan antidepressiva pilihan pertama. NTvG 2009 5 

September;153(36)

Efek samping utama berupa gangguan lambung-usus dan gangguan ejaculatio, adakalanya efek antikolinergik ringan.

Dosis: oral 1 dd 50 mg d.c. (garam HCl), bila 

perlu dinaikkan setiap 2 minggu dengan 50 

mg sampai maks. 200 mg sehari.

7. Paroxetin: Seroxat

Obat ini (1991) termasuk SSRI’s yang paling banyak dipakai  dan selain sebagai 

antidepresivum juga efektif untuk gangguan 

takut sosial dan fobie sosial. Resorpsi dari usus 

baik, namun  BA hanya 50% akibat FPE besar. 

PP 95%, masa paruh ±24 jam. Dalam hati 

dirombak menjadi metabolit inaktif, ekskresi 

berlangsung melalui urin dan feses.

Efek samping pada minggu-minggu pertama terutama mual, mengantuk, tremor, berkeringat, mulut kering dan sukar tidur. Masuk ke ASI, oleh sebab  itu tidak dianjurkan 

selama menyusui bayi.

Dosis: depresi permulaan 1 dd 20 mg pagi 

hari, berangsur-angsur dinaikkan sampai 50 

mg sehari, lansia 40 mg.  Gangguan panik: 1dd 10 mg pagi hari, berangsur-angsur dinaikken sampai 40-60 mg.

8. Citalopram: Cipram, Cipramil

Derivat benzofuran ini (1995) yaitu  

penghambat reuptake serotonin (SSRI) yang juga 

dipakai  pada gangguan panik. Resorpsi 

dari usus cepat dengan BA tinggi (80-100%), 

PP kurang dari 60%. Dalam hati dirombak 

menjadi metabolit kurang aktif, yang untuk 

15% diekskresi dengan urin secara utuh. 

Masa paruhnya panjang, 15 hari atau lebih 

(pada lansia).

Efek samping terutama gangguan lambungusus, berkeringat, mulut kering, sukar tidur, 

tremor dan nyeri kepala. Obat ini juga masuk 

ke ASI dalam jumlah kecil.

Dosis: gangguan panik/depresi permulaan 

1 dd 10/20 mg, berangsur-angsur dinaikkan 

sampai 40-60 mg sehari.

*Escitalopram (Lexapro) yaitu  l-isomer dari 

citalopram.

9. Fluvoksamine: Luvox, Fevarin

Mekanisme kerjanya berdasar  perintangan spesifik dari serotonin reuptake (SSRI) 

di neuron dan baru nyata sesudah  2-4 minggu.

Resorpsi lengkap dan dimetabolisasi dalam hati menjadi metabolit non-aktif yang 

diekskresi melalui urin. T1/2 13-15 jam sesudah  

pemberian tunggal.

Tidak boleh diberikan pada wanita hamil 

dan yang menyusui. 

Efek samping sering kali (1-10%) anoreksia, 

perasaan cemas, gangguan tidur, gemetar, 

sakit kepala, gangguan pencernaan, mual 

dan muntah.

Pada awal pengobatan dapat mengurangi 

daya reaksi dan konsentrasi.

Dosis: permulaan malam hari 50-100 mg 

1x sehari yang bila perlu dapat ditingkatkan 

sampai 300 mg sehari.

10. Nortriptylin: Nortrilen

Trisiklik antidepressiva ini memiliki efek 

sentral, merintangi heropname norepinefrin 

dan agak lemah serotonin, juga bersifat antihistaminerg kuat dan lebih sedikit antikolinerg. Efek antidepresif biasanya baru timbul 

sesudah  2-4 minggu. 

Senyawa ini merupakan metabolit dari 

amitriptilin. Memiliki PP 93%, t1/2 26 jam dan 

dimetabolisasi menjadi metabolit aktif yang 

diekskresi terutama melalui urin.

Di samping khasiat antidepresifnya, juga 

dipakai  (seperti juga bupropion) untuk 

bantu menghentikan kebiasaan merokok. 

namun  sebaiknya dicoba terlebih dahulu efek 

pemakaian  zat-zat pengganti nikotin yang 

relatif lebih sedikit efek sampingnya. 

Kontra indikasinya yaitu  gangguan jantung dan pemakaian  serentak dari penghambat MAO, yang dapat memicu  

risiko sindrom serotonin. pemakaian  bagi 

ibu hamil harus berdasar  indikasi yang 

kuat.

Efek samping berupa efek antikolinergik 

(mulut kering, berkurangnya motilitas alat 

pencernaan, gangguan akomodasi dan retensi urin). Juga sering kali (>10%) gemetar, 

sakit kepala, pusing dan mual. Juga dapat 

mengurangi daya konsentrasi dan reaksi. 

sebab  kepekaan yang meningkat terhadap 

efek antikolinergik dan kardiovaskuler, para 

lansia harus berhati-hati memakai  obat 

ini.

Dosis: permulaan 25 mg 2-3 x sehari atau 

50 mg sekali sehari pada waktu pagi yang 

lambat laun tiap hari dapat ditingkatkan dengan 25 mg sampai 100-150 mg sehari. Dosis 

bagi lansia harus dikurangi.

11. Duloksetin: Cymbalta, Xeristar

Senyawa ini merintangi reuptake serotonin 

dan noradrenalin (NA). Efek antidepresinya 

sesudah  2-4 minggu. 

PP ±96% dan dimetabolisasi di hati menjadi 

metabolit non-aktif yang diekskresi terutama 

melalui urin. T1/2 8-17 jam.

Jangan diberikan kepada wanita hamil dan 

yang menyusui.

Efek samping sering kali (>10%) mual, 

mulut kering, tidak bisa tidur, pusing dan 

sakit kepala. sebab  efek samping belum 

jelas seluruhnya, sebaiknya obat ini jangan 

diberikan kepada lansia.

Dosis: awal dan sebagai pemeliharaan 1x 

sehari 60 mg dan maksimal 120 mg sehari 

yang dilanjutkan selama beberapa bulan bila 

efeknya optimal. 12. Venlafaxine: Efexor

Senyawa ini maupun metabolitnya merintangi dengan kuat reuptake serotonin dan 

norepinefrin, juga dopamin walaupun lemah. 

Resorpsi baik dan dimetabolisasi di dalam 

hati via enzim CYP2D6 menjadi a.l. metabolit 

akftif o-demetilvenlafaksin.

Ekskresi terutama melalui ginjal 5% dalam 

bentuk utuh; t1/2 5 jam dan 11 jam dari o-metabolitnya.

Di samping terhadap depresi juga dipakai  pada keadaan kekhawatiran dan panik.

Efek samping sering kali (>10%) mulut kering, mual, meningkatnya kadar kolesterol, 

pusing, tidak bisa tidur dan gangguan penglihatan.

Juga dapat menurunkan daya konsentrasi 

dan reaksi, oleh sebab  itu harus hati-hati 

dalam mengerjakan sesuatu yang membutuhkan kewaspadaan.

Dosis: 75-375 mg sehari selama beberapa 

bulan atau lebih lama.

MAO-BLOCKER

13. Moclobemide: Aurorix

Derivat benzamida ini (1991) berkhasiat 

menghambat MAO-B secara reversibel. Oleh 

sebab  itu efek sampingnya lebih ringan 

daripada penghambat MAO klasik, yang 

merintangi kedua jenis MAO (A dan B) secara 

irreversibel. Bila terapi dengan obat-obat 

lainnya diganti dengan moclobemida perlu 

berhati-hati, sebab  dapat terjadi sindroma 

serotonin (mengantuk, kekacauan, gelisah, 

demam, konvulsi). Khusus dipakai  pada 

depresi dengan ciri-ciri vital.

Resorpsi dari usus lengkap, BA rata-rata 

70% sebab  mengalami FPE, 

PP 50%, plasma-t½ singkat (1-2 jam). Dalam 

hati dimetabolisasi hampir lengkap. Ekskresi 

terutama lewat urin.

Efek samping yang paling sering timbul 

berupa gangguan tidur dan mual, juga nyeri 

kepala, pusing, agitasi, gelisah dan perasaan kacau, jarang mulut kering, visus guram, 

gemetar dan berkeringat. Selama penggunaan penghambat MAO, makanan yang 

mengandung triptamin (keju tua, avokad, 

pisang, buah ara, hati, bir dan anggur) dapat 

mengakibatkan efek tiramin. pemicu nya  

yaitu  sebab  tiramin tidak diuraikan lagi 

oleh MAO, sehingga kadarnya naik dengan 

memicu  a.l. hipertensi. sebab  moclobemida tidak merintangi semua bentuk 

MAO, maka tiramin masih dapat dirombak 

dan risiko akan efek ini sangat ringan. 

Dosis: oral permulaan 300 mg p.c. sehari 

dalam 2-3 doses, bila perlu sesudah  2-4 minggu dinaikkan sampai maks. 600 mg sehari. 

Pemeliharaan rata-rata 150 mg sehari.

C. LAINNYA

14. Triptofan

Asam amino esensial ini (1963) merupakan 

bahan pangkal bagi tubuh untuk sintesis 

serotonin. sebab  tidak dapat disintesis oleh 

tubuh sendiri, maka triptofan perlu diasup 

lewat makanan, khususnya yang kaya 

protein. Banyak ada  dalam daging sapi/

anak domba, hati, kalkun, ikan, protein kedele 

(tahu), beras merah, kacang tanah dan bijibijian (kembang matahari, pompun (labu), 

wijen dan amandel). Hanya ±2% dari asupan 

ini dipergunakan untuk sintesis serotonin. 

Berkhasiat antidepresif dan sedatif-hipnotik.

Oleh sebab  itu dianjurkan sebagai obat 

antidepresi dan obat menidurkan, adakalanya 

bersama piridoksin yang memegang peranan 

pada sintesis serotonin.

Resorpsi dari usus cepat, PP 80-90%, plasma-t½ rata-rata 2 jam. Di dalam hati zat ini 

dirombak minimal 75% menjadi metabolit 

dan dengan bantuan koenzim piridoksin akhirnya asam xanthurenat, yang diekskresi melalui 

urin. Jumlah triptofan yang mencapai otak 

agak kecil, di mana terjadi hidroksilasi oleh 

enzim hidroksilase menjadi 5-hidroksitriptofan 

(oksitriptan), yang untuk ±20% diubah oleh 

dekarboksilase menjadi serotonin (juga dengan bantuan piridoksin sebagai koenzim). 

Asetilasi dan metilasi dari serotonin menghasilkan hormon epifisis melatonin. Untuk 

pengubahan triptofan diperlukan vitamin B6, 

mineral Mg dan Zn.Lihat skema metabolisme 

serotonin pada Gambar di bawah ini.

Efek samping berupa mual dan muntah, 

anoreksia serta mengantuk bila dosis pertama terlampau tinggi. Pada hewan dosis 

besar dapat memicu  kanker kandung   kemih. Pada tahun 1990 food supplement

yang mengandung triptofan di atas 100 mg/

dosis ditarik dari peredaran di AS dan UK. 

pemicu nya  yaitu  timbulnya gangguan 

darah berbahaya Eosinophilic myalgia syndrome pada 1.500 pengguna dengan 27 orang 

meninggal. EMS ini  bercirikan peningkatan kuat dari jumlah lekosit eosinofil dengan gejala nyeri otot dan nyeri sendi hebat, 

sesak napas, batuk dan perasaan letih. namun  

kemudian ternyata bahwa penyebab EMS 

bukan triptofan melainkan suatu pengotoran 

dan pada tahun 1994 larangan ini  

dibatalkan.

Dosis: pada depresi permulaan 0,5-1 g sehari, dinaikkan berangsur-angsur sampai 

maks. 9 g sehari dalam 3-6 dosis. Sebagai obat 

tidur 1-5 g a.n. dan sebagai diagnosticum untuk defisiensi piridoksin: dosis tunggal 2 g.

* Oksitriptan (5-hidroksitriptofan, 5-HTP) adalah metabolit (1975) yang lebih layak dipakai  sebab  kemungkinan mencapai otak 

lebih besar. Untuk menghindari penguraiannya di luar otak dan meningkatkan pemasukannya ke otak sering kali dikombinasi 

dengan dekarboksilase-blocker (karbidopa, 

benserazida). Zat-zat ini —seperti juga serotonin— sukar melintasi sawar darah-otak, 

sedangkan oksitriptan dapat menembusnya 

dengan mudah. Bandingkan dengan obat 

penyakit Parkinson levodopa, Bab 32, Kolinergika dan Antikolinergika. Kombinasinya 

diperkirakan lebih efektif daripada triptofan 

terhadap bentuk depresi vital yang resisten 

bagi obat-obat lain. Oksitriptan dapat dikombinasi dengan antidepresiva lain dalam 

dosis lebih rendah.

Efek samping sama dengan triptofan, namun  

gangguan lambung-usus dapat dihindari bila diminum dalam bentuk sediaan enteric 

coated. 

Dosis: pada depresi 3 dd 5 mg (+ karbidopa 

50 mg) ½ jam a.c., berangsur-angsur 

dinaikkan sampai maks. 3 dd 250 mg (+ 

karbidopa 50 mg).

15. Piridoksin: vitamin B6, adermin

Derivat piridin ini bersama piridoksal dan 

piridoksamin merupakan bentuk vitamin 

B6

 yang terpenting. Piridoksin dalam bentuk 

piridoksalfosfat berperan pada metabolisme 

karbohidrat, lemak, protein dan asam amino, 

termasuk sintesis neurotransmitter 5HT dan 

GABA. Zat ini ada  dalam daging, ikan, 

gandum dan jenis-jenis buncis.

Gejala defisiensi jarang sekali terjadi dan 

berupa gangguan kulit seborrois, stomatitis, 

glossitis, neuropati perifer, konvulsi, dan lainlain. Selain itu depresi dan perasaan kacau 

dapat terjadi. Ternyata obat ini agak efektif 

pada depresi eksogen yang disebabkan penggunaan estrogen dan pil antihamil, yang 

mungkin berkaitan dengan kekurangan 5HT 

di otak akibat perombakan triptofan yang 

meningkat. Juga dianjurkan pemakaian nya 

pada depresi postpartum dan postmenopausal 

serta pada keluhan haid (PMS, premenstrual 

syndrome) yang disertai perasaan murung.

Resorpsi dari usus baik dan diubah menjadi metabolit aktif piridoksalfosfat dan 

piridoksaminfosfat. Di dalam darah terutama 

beredar sebagai piridoksal (fosfat). Ekskresi 

berlangsung lewat urin sebagai asam piridoksin. 

Efek samping yang adakalanya terjadi berupa gangguan lambung-usus.

Dosis: pada depresi (postnatal) 1 dd 100-200 

mg, pada PMS 1 dd 50-100 mg. Lihat juga Bab 

53, Vitamin dan Mineral. 16. Tingtur Hyperici

Tingtur ini dibuat dari daun, batang dan 

kembang tumbuhan Hypericum perforatum 

(St John’s wort, Johanneskruid) yang ada  

di Eropa. Tumbuhan ini mengandung hypericin, suatuzat warna merah dengan struktur naftodiantron, yang berkhasiat antidepresif dan analgetik dengan menghambat 

MAO-A secara reversibel. Kandungan lainnya yaitu  minyak terbang, asam samak 

dan hyperoside. Obat rakyat tradisional ini 

sejak dahulu dipakai  sebagai obat antimurung dan obat nyeri saraf (ekstrak dalam 

minyak sebagai obat gosok). Sejumlah studi 

telah memastikan efektivitasnya sebagai antidepresivum pada depresi ringan sampai sedang. Mekanisme kerjanya yaitu  melanjutkan ketersediaan serotonin, NA dan dopamin di otak melalui penghambatan perombakannya oleh MAO. Di Jerman zat ini 

telah diregistrasi sebagai obat resmi terhadap 

a.l. depresi (1996). 

Minyak hypericum (Johannes-olie) dibuat 

dengan ekstraksi kembangnya dalam minyak 

zaitun (dengan eksposisi pada sinar matahari). Minyak berwarna merah ini dipakai  sebagai obat gosok, terutama pada nyeri 

otot akibat neuritis.

Efek samping ringan, a.l. meningkatkan kepekaan terhadap sinar matahari. Pada pemakaian luar dalam dosis tinggi, zat ini dapat 

memicu  ruam kulit.

Interaksi berbahaya dapat terjadi dengan 

digoksin, teofilin dan siklosporin, yang menurunkan kadar darah secara drastis akibat induksi enzim cytochrom P 450 oleh hypericin. Efek obat SSRI (fluoxetin, sertralin, 

trazodon) justru diperkuat.

Ref. :FJ Zijm, Tijdschr Fytotherapie, 2002; 15: 

14-16)

Dosis: 2 dd 250 mg ekstrak, atau 3 dd 20 

tetes tingtur a.c. Efeknya baru nyata sesudah  

10-14 hari. 

17. Litium 

Garam-garam litium merupakan “mood stabilizers” dengan terutama khasiat antimania

dan sedikit efek antidepresi. Mekanisme 

kerjanya belum diketahui. Terutama dipakai  pada prevensi depresi manis (bipoler)

dan sebagai pilihan pertama untuk terapi 

pemeliharaan yang efektif. Mulai kerjanya 

baru sesudah  3-4 minggu. Pada terapi mania 

akut juga efektif, namun  efeknya lambat dan 

barunyata dalam 1-2 minggu, oleh sebab  

itu untuk meniadakan serangan mania akut 

biasanya diberikan suatu antipsikotikum. 

Untuk mengobati depresi tanpa mania (unipoler)

khusus diberikan bersamaan dengan antidepresiva lain bila ada  resistensi. Juga 

dipakai  sebagai obat tambahan pada 

antipsikotika. sebab  luas terapinya sangat 

sempit dan mudah terjadi overdosis serta 

keracunan, dosis harus ditentukan berdasar  monitoring kadar plasma. Juga berhubung dengan risiko nefrotoksisitasnya, kadar 

litium perlu dimonitor dengan saksama 

secara periodik.16,17 Intoksikasi litium merupakan suatu keadaan yang sangat serius 

yang perlu ditangani dengan segera. Kadar 

yang melebihi 2,5 mmol/L yaitu  potensial 

fatal dan sering kali harus segera dilakukan 

hemodialisis. Intoksikasi kronis dapat mengakibatkan kerusakan otak permanen. Kadar 

litium juga dapat meningkat sebab  gangguan 

keseimbangan cairan dan garam dari tubuh, 

misalnya sebab  demam atau diare. Juga 

pemakaian  bersamaan obat-obat yang merintangi ekskresinya dapat meningkatkan 

risiko intoksikasi seperti tiazida diuretika, 

perintang RAAS dan NSAID’s.

Resorpsi dari usus baik, sebagai zat hidrofil (larut dalam air 1:78) PP-nya nihil, namun  

dapat melintasi sawar darah-liquor. Plasma-t½ 20-27 jam (bifasis) dengan variasi 

inter-individual besar, yang dapat meningkat 

dengan usia dan lamanya terapi. Tidak mengalami biotransformasi dan diekskresi melalui urin secara utuh (ion-Li+) untuk ratarata 97%. sesudah  filtrasi ±80% direabsorpsi di 

tubuli proksimal bersamaan dengan natrium 

dan air. Untuk menjamin ekskresi lancar 

perlu sekali asupan NaCl yang cukup dalam 

makanan. Bila tidak, dapat timbul bahaya 

kumulasi dan intoksikasi serius.

Efek samping yang sering terjadi berupa 

gangguan lambung-usus, haus dan mulut 

kering, polyuria, otot lemah dan tremor halus dari tangan, juga peningkatan bobot 

badan sebab  terlalu banyak minuman ma-

nis. Efek-efek ini bersifat sementara dan hilang dengan sendirinya, terkecuali tremor 

yang dapat diatasi dengan propranolol. Pada 

overdosis a.l. muntah hebat, tremor, kejang 

kuat dan ataksia. pemakaian  lama dapat 

memicu  hipotirosis.

Litium dapat merubah homeostasis kalsium 

dengan memengaruhi bersihan ginjal(renal 

clearance) dari kalsium dan mungkin juga 

penggeseran ambang sekresi parathormon 

(PTH) dengan akibat hiperkalsiemia dan hiperparatiroidia. Defisiensi vitamin D maupun peningkatan kadar PTH dapat berkaitan 

dengan gangguan suasana jiwa dan menurunnya daya kognitif pada lansia.

Kehamilan dan laktasi. Litium melintasi plasenta yang dapat berefek terhadap janin; juga 

mencapai air susu ibu. berdasar  ini tidak 

dianjurkan pemakaian nya oleh wanita hamil (khususnya selama triwulan pertama) 

dan yang menyusui.

Interaksi. Diuretika (tiazida, furosemida), ACEinhibitor, AT II-blocker, NSAID dan metronidazol 

mengurangi ekskresi litium, sehingga kadarnya dalam darah meningkat, oleh sebab  

itu kombinasi demikian perlu diberikan 

dengan hati-hati. Pembatasan garam dalam 

makanan juga memicu  retensi litium 

(dan air). 

Dosis: pada mania akut oral (13 tahun ke 

atas) 1 dd 400 mg karbonat/1100 mg sitrat 

selama 27 hari, lalu 1 dd 800 mg/2200 mg, 

sejak hari ke-8 dan dilanjutkan atas dasar 

kadarnya dalam darah. Untuk profilaksis semula 400-1600 mg dalam 1-3 dosis selama 4-7 

hari, kemudian berdasar  tuntunan kadar 

darah.

18. Agomelatine: Valdoxan

Senyawa ini tidak memiliki keuntungan 

nyata dibandingkan dengan antidepresiva 

lain, bahkan daya kerjanya tidak meyakinkan, 

lagipula efektivitasnya bagi lansia tidak 

pasti dan perlunya diadakan pemantauan 

terhadap fungsi hati selama pengobatan. 

Merupakan agonis dari melatonin untuk 

reseptor melatonin-1 dan -2 dan antagonis 

dari serotoni 5 HT2c. Berkhasiat meningkatkan 

pengeluaran noradrenalin dan dopamin di 

kortex frontal.

Resorpsi >80%, PP 95% dan T1/2 1-2 jam. 

Di dalam hati dimetabolisasi menjadi metabolit non-aktif. Ekskresi terutama sebagai 

me-tabolit ±80% melalui urin.

sebab  data mengenai a.l. teratogenetitasnya tidak cukup, sebaiknya jangan diberikan kepada wanita hamil maupun yang 

menjusui.

Efek samping sering kali (10%) sakit kepala, 

pusing, migren, diare, obstipasi, mimpi buruk, tidak bisa tidur dan perasaan lelah.

Dapat mengurangi daya konsentrasi dan 

refleks, oleh sebab  itu supaya berhati-hati.

Dosis: sebelum tidur 25 mg 1x sehari dan 

bila sesudah  2 minggu tidak efektif, dapat ditingkatkan sampai 50 mg 1x sehari.

19. Bupropion: Wellbutrin, Zyban

Merupakan perintang selektif dari reuptake 

katecholamin (norefedrin dan dopamin). Efek 

antidepresi sesudah  2 minggu. Dimetabolisasi 

di hati menjadi metabolit aktif yang terutama 

diekskresi melalui urin. T1/2 ± 20 jam dan 

metabolitnya lebih dari 30 jam.

Di samping terhadap depresi juga dipakai  untuk bantu menghentikan merokok. 

Jangan diberikan kepada ibu hamil atau yang 

menyusui. 

Efek samping sering kali (>10%) tidak bisa 

tidur, sakit kepala dan pusing, gemetar, gangguan konsentrasi, gangguan saluran cerna 

dan kulit.

Dosis: terhadap depresi permulaan 150 mg 

1x sehari dan bila perlu sesudah  4 minggu 

ditingkatkan sampai maksimal 300 mg 1x 

sehari. Mengingat efek samping ini  di 

atas, obat jangan diminum sebelum tidur.

Bantuan untuk menghindari merokok: 1x 

sehari 150 mg selama 6 hari dan ditingkatkan 

sampai 2x sehari 150 mg. Bila perlu dikombinasi dengan memakai  plester nikotin.

20. Trazodon: Trazolan

yaitu  antidepresiva non-trisiklik dengan 

khasiat antikolinerg dan antihistaminerg lemah. Pada dosis rendah merupakan antagonis serotonin, dalam dosis tinggi bekerja sebagai perintang reuptake serotonin. Efeknya 

baru nyata sesudah  1-2 minggu.

Resorpsi cepat dengan PP 89-95% dan t1/2 

8 jam. Dimetabolisasi lengkap menjadi a.l. m-klorfenilpiperazin aktif. Ekskresi terutama 

melalui urin. 

Kontra-indikasi: infark jantung akut.

Tidak boleh diberikan kepada wanita hamil 

dan yang menyusui.

Efek samping: mengantuk, mual dan muntah, pusing, sakit kepala, hipotensi dan gangguan kulit. 

Juga efek antikolinerg lemah seperti mulut 

kering, gangguan penglihatan, gemetar dan 

retensi urin. Dapat meningkatkan tekanan 

okuler dan mengakibatkan serangan glaukoma akut.

Dapat memicu  penurunan daya konsentrasi dan reaksi. Para lansia harus berhatihati sebab  meningkatnya kepekaan bagi efek 

samping antikolinerg dan kardiovaskuler.

Dosis: permulaan 150 mg sehari dalam 2-3 

dosis atau sekaligus sebelum tidur. Untuk 

pemeliharaan 150-400 mg sehari.

21. Vortioxetine: Brintellix

yaitu  obat antidepresi baru (2013) yag 

dipasarkan sebagai tablet dari 5 mg. 

Mekanisme kerja: modulasi aktivitas reseptor serotoninerg dan perintangan transpor 

5-HT.

Efek samping: mual, muntah, pusing, anoreksi, diare, obstipasi dan berkurangnya efek 

samping seksual.

Dosis: 1 dd 10 mg sampai maks. 20 mg.







OBAT SISTEM 

SARAF OTONOM






Seperti telah diuraikan dalam Seksi IV, sistem 

saraf terdiri dan dua kelompok, yakni Susunan 

Saraf Pusat (SSP) —otak dan sumsum 

tulang belakang— dan Susunan Saraf Perifer 

dengan saraf-saraf yang secara langsung atau 

tak langsung ada hubungannya dengan SSP. 

Saraf perifer terbagi lagi dalam dua bagian, 

yaitu Sistem Saraf Motoris yang bekerja sekehendak kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan lain-lain) serta Sistem Saraf 

Otonom (SSO) yang bekerja menurut aturannya sendiri.

Sistem Saraf Otonom

SSO, juga disebut Sistem saraf vegetatif, 

meliputi antara lain saraf-saraf dan ganglia

(= majemuk dari ganglion = simpul saraf) 

yang merupakan persarafan ke semua otot 

polos dari berbagai organ (bronchia, lambung, usus, pembuluh darah, dan lain-lain). 

Termasuk dalam kelompok ini yaitu  beberapa kelenjar (ludah, keringat dan pencernaan) dan juga otot jantung,yang sebagai 

pengecualian bukan merupakan otot polos, 

namun  otot lurik. Dengan demikian, SS0 tersebar luas di seluruh tubuh dan fungsinya 

yaitu  mengatur secara otomatis unsurunsur fisiologi yang konstan, seperti suhu 

badan, tekanan dan peredaran darah, serta 

pernapasan.

SS0 dapat dipecah lagi dalam dua cabang, 

yakni Sistem (Orto) simpatis (SO) dan 

Sistem Parasimpatis (SP). Pada umumnya 

dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini 

bekerja antagonistis: bila satu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru 

menstimulasinya. namun , dalam beberapa 

hal, khasiatnya berlainan sama sekali atau 

bahkan bersifat sinergistik. Untuk jelasnya, 

percabangan sistem ini  dapat digambarkan sebagai berikut:

Efek perangsangan Sistem Saraf Otonom

Pada ikhtisar yang disederhanakan di bawah ini, dimuat efek-efek terpenting dari 

perangsangan SO dan SP terhadap berbagai 

organ tubuh.

Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa 

stimulasi Sistem Adrenergik memicu  

reaksi untuk meningkatkan pemakaian  zat 

oleh tubuh, misalnya bila berada dalam keadaan aktif dan memerlukan enersi. Sebaliknya bila saraf Sistem Kolinergik dirangsang, 

akan timbul efek penghematan pemakaian  

zat dan pengumpulan enersi. Hal ini terjadi 

bila tubuh berada dalam keadaan istirahat 

atau sewaktu tidur. Dalam tubuh yang 

sehat ada  keseimbangan antara kedua 

kelompok saraf ini .

Penerusan impuls oleh neurotransmitter

Sistem Saraf Motoris mengatur otot-otot lurik 

melalui impuls listrik (rangsangan) yang secara langsung dikirim dari SSP melalui saraf 

motorik ke otot ini .


Pada SSO, impuls disalurkan ke organ 

tujuan (efektor, organ ujung) secara tidak 

langsung. Di beberapa tempat saraf otonom 

terkumpul di sel-sel ganglion pada mana 

ada  sinaps, yaitu sela di antara dua 

neuron (sel saraf). Saraf yang meneruskan 

impuls dari SSP ke ganglia dinamakan neuron preganglioner(a), sedangkan saraf antara 

ganglia dan organ ujung disebut neuron 

post-ganglioner (b), lihat Gambar Seksi V-2.

Impuls listrik dari SSP dalam sinaps dialihkan dari satu neuron kepada yang lain

secara kimiawi melalui neurotransmitter (juga 

disebut neurohormon). Bila dalam suatu 

neuron impuls tiba di sinaps, maka pada 

saat itu juga neuron ini  membebaskan 

suatu neurohormon di ujungnya, yang melintasi sinaps dan merangsang neuron berikutnya. Di neuron ini impuls secara elektris 

diteruskan lagi. Pada ujungnya dibebaskan


pula neurohormon ini  untuk secara kimiawi melintasi sinaps dan seterusnya hingga impuls tiba di organ efektor.

Saraf kolinergik. Semua neuron preganglioner, baik dari SO maupun dari SP, menghasilkan neurohormon asetilkolin (ACh), 

begitupula neuron postganglioner dari SP. 

Saraf-saraf ini disebut saraf kolinergik. 

Asetilkolin merupakan transmitter untuk 

saraf motorik pada penerusan impuls ke otototot lurik.

Saraf adrenergik. Sebaliknya, neuron postganglioner dari SO meneruskan impuls 

dari SSP dengan melepaskan neurohormon 

adrenalin dan/atau noradrenalin (NA)

pada ujungnya. Neuron ini dinamakan saraf 

adrenergik. Adrenalin juga dihasilkan oleh 

bagian dalam (medulla) dari anak-ginjal.

Metabolisme neurohormon

Untuk menghindari kumulasi neurohormon 

dan terangsangnya saraf secara kontinu, 

maka ada  suatu mekanisme inaktivasi. 

sesudah  meneruskan impuls, transmitter diuraikan oleh enzim yang ada  dalam darah 

dan jaringan. Asetilkolin diuraikan oleh sepasang enzim kolinesterase. (Nor) adrenalin 

dalam darah mengalami demetilasi oleh 

metiltransferase (COMT) dan deaminasi oleh 

monoamin-oksidase (MAO) dalam hati serta 

di ujung neuron (sesudah  diresorpsi kembali).

Enzim MAO ini juga bertanggung-jawab 

atas penguraian neurohormon lain dari kelompok kimiawi catecholamin yang aktif 

dalam SSP, misalnya serotonin dan dopamin, lihat juga Bab 28, Obat-obat Parkinson.

Reaksi penguraian berlangsung sebagai 

berikut:

Obat otonom

Obat-obat otonom yaitu  obat yang dapat 

memengaruhi penerusan impuls dalam SS0 

dengan cara mengganggu sintesis, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya 

atas reseptor khusus. Akibatnya yaitu  dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, 

jantung dan kelenjar. Sesuai khasiatnya, obat 

otonom dapat digolongkan sebagai berikut:

1. zat-zat yang bekerja terhadap SO,yaitu:

a. simpatikomimetika (adrenergika), yang meniru efek perangsangan SO oleh misalnya 

noradrenalin, efedrin, isoprenalin dan amfetamin.

b. simpatikolitika (adrenolitika), yang justru 

menekan saraf simpatis atau melawan 

efek adrenergika, misalnya alkaloida sekale

dan propranolol.

2. zat-zat yang bekerja terhadap SP, yaitu:

a. parasimpatikomimetika (kolinergika) yang 

merangsang organ-organ yang dilayani 

saraf parasimpatis dan meniru efek perangsangan oleh asetilkolin, misalnya 

pilokarpin dan fisostigmin;

b. parasimpatikolitika (antikolinergika) yang 

justru melawan efek-efek kolinergika, 

misalnya alkaloida Belladonna dan propantelin. 

3. Zat-zat perintang ganglion yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel 

ganglion simpatis dan parasimpatis. Efek dari 

perintangan ini dampaknya luas, antara lain 

vasodilatasi akibat blokade susunan simpatis 

dan sebab  itu dipakai  pada hipertensi 

tertentu, lihatBab 35, Antihipertensiva. Zatzat ini pada umumnya tidak dipakai  

lagi sebagai obat hipertensi sebab  efek sampingnya yang juga memicu  blokade 

dari SP (gangguan penglihatan, obstipasi 

dan berkurangnya sekresi berbagai kelenjar). 

Kebanyakan obat ini yaitu  senyawa amonium 

kwaterner.

Khasiat terhadap SSP

Pada SSP ada  beberapa pusat yang 

mengendalikan saraf simpatis dan para simpatis, yang disebut sentra otonom. Beberapa 

obat hipertensi bekerja terhadap pusat ini, 

misalnya adrenolitikum codergocrin dengan  



efek penurunan tekanan darah dan kegiatan 

jantung (bradycardia). Di samping itu dikenal 

pula sejumlah obat otonom perifer yang juga 

dapat memengaruhi fungsi SSP, misalnya:

– adrenergika (efedrin dan amfetamin): 

menstimulasi SSP

– antikolinergika (atropin dan derivatnya) 

menekan SSP dengan efek sedatif, mungkin berdasar  antagonisme dengan 

ACh pada penerusan impuls antara selsel saraf otak

– fenotiazin memblokir reseptor untuk 

(nor) adrenalin di otak dengan efek sedatif

– reserpin menghabiskan persediaan (nor)

adrenalin dalam jaringan perifer dan juga 

memberikan efek sedatif 

– zat perintang MAO merintangi penguraian dari antara lain (nor) adrenalin dan 

serotonin, sehingga memicu  efek 

stimulasi SSP (antidepresi)

– klonidin, suatu derivat imidazolin yang 

mirip dengan adrenergikum nafazolin, 

juga bekerja terhadap sentra di SSP dengan efek meredakan tonus (ketegangan) 

pembuluh SO dan menurunkan tekanan 

darah.

Semua obat dengan kerja pusat ini bersifat 

lipofil dan dapat mudah melintasi membran 

otak. Zat-zat yang terionisasi baik dan kurang 

lipofil, seperti zat-zat amonium kwaterner 

(ACh, neostigmin dan piridostigmin) tidak 

memiliki efek pusat sebab  tidak dapat 

memasuki CCS.

Dalam dua bab berikut akan dibahas obatobat yang berkhasiat terhadap Sistem saraf 

simpatis (adrenergika dan adrenolitika) serta 

obat-obat yang memengaruhi Sistem saraf 

parasimpatis (kolinergika dan antikolinergika).




ADRENERGIKA, DAN 

ADRENOLITIKA, ANOREKSANSIA

A. ADRENERGIKA

Adrenergika atau simpatomimetika yaitu  

zat-zat yang dapat memicu  (sebagian) 

efek yang sama dengan stimulasi Susunan Simpaticus (SS) dan melepaskan noradrenalin (NA) di ujung-ujung sarafnya. Zatzat dengan efek-a2

 sentral yang justru menghambat sistem adrenergik, misalnya klonidin, tidak termasuk adrenergika. Untuk mekanisme penerusan impuls, lihat Gambar 

31-1. Telah dijelaskan bahwa SS berfungsi 

meningkatkan pemakaian  zat oleh tubuh 

dan menyiapkannya untuk proses disimilasi. 

Organisme disiapkan agar dengan cepat 

dapat menghasilkan banyak energi, yaitu siap 

untuk suatu reaksi “fight, fright, or flight” 

(berkelahi, merasa takut, atau melarikan diri). 

Oleh sebab  itu, adrenergika memiliki efek 

yang bertujuan mencapai keadaan waspada 

ini .

Reseptor alfa dan beta

Adrenergika dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik kerjanya di sel-sel efektor 

dari organ ujung, yaitu reseptor-alfa dan 

reseptor-beta (Ahlquist 1948). Perbedaan antara kedua jenis reseptor didasarkan atas kepekaannya bagi adrenalin, noradrenalin (NA) 

dan isoprenalin. Reseptor alfa lebih peka bagi 

NA, sedangkan reseptor beta lebih sensitif 

bagi isoprenalin.

Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan 

menurut efek fisiologinya, yaitu dalam alfa-1 

dan alfa-2, serta beta-1 dan beta-2. Pada umumnya, stimulasi dari masing-masing reseptor 

itu menghasilkan efek-efek sebagai berikut:

– alfa-1: memicu  vasokonstriksi dari 

otot polos dan menstimulasi sel-sel kelenjar dengan bertambahnya antara lain 

sekresi liur dan keringat.

– alfa-2: menghambat pelepasan NA pada 

saraf-saraf adrenergik dengan turunnya 

tekanan darah. Mungkin pelepasan ACh 

di saraf kolinergik dalam usus pun terhambat sehingga antara lain peristaltik 

menurun.

– beta-1: memperkuat daya dan frekuensi 

kontraksi jantung (efek inotrop dan kronotrop).

– beta-2: bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.

Lokasi reseptor ini umumnya yaitu  sebagai 

berikut:

– alfa-1 dan beta-1: postsinaptis, artinya lewat sinaps di organ efektor;

– alfa-2 dan beta-2: presinaptis dan ekstrasinaptis, yaitu di depan sinaps atau di 

luarnya, antara lain di kulit otak, rahim 

dan trombosit. Reseptor-a-1 juga ada  

presinaptis. 

Efek rangsangan. Bila di suatu organ ada  kedua jenis reseptor, maka responsnya 

terhadap stimulasi oleh katecholamin (adrenalin, NA, dopamin, serotonin) agak tergantung dari pembagian dan jumlah reseptoralfa dan reseptor-beta di jaringan ini . 

Contohnya bronchi di mana ada  banyak 

reseptor beta-2. Di sini NA hanya berefek 

ringan, sedangkan adrenalin dan isoprenalin 

memicu  bronchodilatasi kuat. Begitu 

pula di otot polos dinding pembuluh ada  reseptor-alfa dan reseptor-beta: sedikit 

NA sudah bisa merangsang reseptor-beta-2 

dengan efek vasodilatasi, sedangkan lebih 

banyak NA diperlukan untuk merangsang 

reseptor-alfa dengan efek vasokonstriksi.


Pembuluh kulit memiliki banyak reseptoralfa, oleh sebab  itu adrenalin dan NA mengakibatkan vasokonstriksi, sedangkan isoprenalin hanya berefek sangat ringan. 

Dalam tabel di bawah ini diikhtisarkan 

efek adrenergik yang terpenting.

Mekanisme kerja

Katecholamin bekerja sebagai “pesuruh” 

(transmitter) dan mengikat diri pada reseptor yang berada di bagian luar membran sel. 

Penggabungan ini mengaktifkan suatu enzim di bagian dalam membran sel (adenilsiklase) untuk meningkatkan pengubahan adenosintriphosphate (ATP) yang kaya akan energi, menjadi cAMP (cyclic adenosinemonophosphate). Peningkatan kadar cAMP di dalam 

sel, mengakibatkan bermacam-macam efek 

adrenergik seperti tertera di atas. Skematis 

reaksi ini dapat digambarkan sebagai berikut: 


cAMP ditemukan dan dikembangkan peranannya bagi berbagai proses metabolisme


oleh F.M. Sutherland, guru besar fisiologi 

(Vanderbilt University-USA) dan pemenang 

hadiah Nobel tahun 1971 untuk bidang 

kedokteran.

Tidak semua adrenergika menghasilkan 

efek yang tertera dalam ikhtisar dengan potensi yang sama, namun  perbedaan antara 

masing-masing zat hanya bersifat kuantitatif. 

Ada obat dengan efek jantung kuat, namun  

dengan efek bronchi hanya ringan dan 

dikenal pula obat yang khusus berefek bronchodilatasi dengan sedikit efek lainnya. 

Penggolongan

Adrenergika dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: 

a. Zat-zat yang bekerja langsung. Kebanyakan katecholamin bekerja langsung 

terhadap reseptor dari organ tujuan, antara lain adrenalin, NA dan isoprenalin. 

Dikenal pula sejumlah zat yang bekerja 

menurut kedua prinsip, seperti efedrin 

dan dopamin.

b. Zat-zat dengan kerja tak-langsung. Noradrenalin disintesis dan disimpan di 

ujung-ujung saraf adrenergik dan dapat 

dibebaskan dari depotnya dengan merangsang saraf bersangkutan atau dapat 

juga dengan perantaraan obat-obat seperti efedrin, amfetamin, guanetidin dan

reserpin.

Penggolongan dapat pula dilakukan menurut 

jenis reseptor yang khusus distimulasi oleh 

obat, sebagai berikut:

– efek-α + β : adrenalin, efedrin dan dopamin

– efek-α: NA, fenilefrin, nafazolin dan turunan

– efek-α2 : metildopa, klonidin, guanfasin, 

mungkin juga reserpin, dengan efek 

hipotensif

– efek-β1+β2: adrenalin, efedrin, isoprenalin, isoksuprin

– efek-β1: NA, oksifedrin dan dobutamin, 

dengan efek utama terhadap jantung 

(inotrop/kronotrop positif)

– efek-β2: salbutamol, terbutalin, fenoterol 

dan turunannya, juga ritodrin dengan 

khusus efek bronchodilatasi dan relaksasi 

rahim

* Penggolongan kimiawi. Secara kimiawi, 

adrenergika dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu derivat feniletilamin dan derivat 

imidazolin.

a. derivat feniletilamin (C6

H5

-C-C-NH2

) yang 

bisa didiferensiasi lagi dalam 3 kelompok, 

yang menurut urutan ke bawah berkurang 

sifat adrenergik namun  efeknya lebih panjang. 

Efek stimulasinya terhadap SSP bertambah 

kuat dan terkuat pada amfetamin.

– katecholamin: adrenalin, NA serta isoprenalin dan turunannya, yang memiliki 2 

gugus-OH pada cincin-benzen

– zat-zat dengan 1 gugus-OH (posisi meta): 

fenilefrin

– zat-zat tanpa gugus-OH: efedrin, amfetamin dan turunannya

b. derivat imidazolin: ksilometazolin, nafazolin dan turunannya, yang berkhasiat dekongestif (menciutkan) lebih lama terhadap 

mukosa hidung namun  dengan efek sentral 

ringan sekali.

Selektivitas bagi suatu jenis reseptor pada 

umumnya berkurang bila dosis semakin dinaikkan dan pada dosis tinggi bahkan praktis 

hilang seluruhnya. Dalam tabel di bawah ini 

diberikan ringkasan dari adrenergika dengan



pemakaian 

berdasar  khasiatnya adrenergika dipakai  pada bermacam-macam penyakit dan 

gangguan dan yang terpenting di antaranya 

yaitu :

– pada syok untuk memperkuat daya kerja 

jantung (β1) dan melawan hipotensi (α1), 

khususnya adrenalin dan NA

– pada asma untuk mencapai bronchodilatasi (β2), terutama salbutamol dan 

turunannya, juga adrenalin dan efedrin, 

lihat Bab 40, Obat-obat Asma dan COPD

– pada hipertensi untuk menurunkan daya 

tahan perifer dari dinding pembuluh 

melalui penghambatan pelepasan NA 

(α2

). Di samping itu juga melalui blokade reseptor α1

 dan β (prazosin/propranolol dan turunan). Lihat Bab 35, Antihipertensiva.

– sebagai vasodilator perifer (β2

) pada vasokonstriksi di betis dan tungkai (claudicatio intermittens), lihat Bab 34, Vasodilatansia. 

– pada pilek (rhinitis) untuk menciutkan 

mukosa yang bengkak (α), terutama zatzat imidazolin, juga kadangkala efedrin 

dan adrenalin


– sebagai midriatikum untuk melebarkan 

pupil (α), antara lain fenilefrin dan nafazolin

– pada obesitas untuk menekan nafsu 

makan dan menunjang diet menguruskan 

badan, khususnya fenfluramin dan mazindol, lihat B.Anoreksansia.

– sebagai penghambat his dan pada nyeri 

haid (dysmenorrhoea) berkat daya relaksasinya atas otot rahim (α2

), misalnya ritodrin.

Efek samping

Pada dosis biasa, adrenergika dapat memicu  efek samping terhadap jantung dan 

SSP, yaitu tachycardia dan jantung berdebar, 

nyeri kepala, gelisah dan sebagainya. Oleh 

sebab  itu adrenergika harus dipakai  dengan hati-hati pada pasien infark jantung, 

hipertensi dan hipertirosis.

* Tachyfylaxis. Bila dipakai  untuk waktu 

lama seperti pada asma, adrenergika dapat 

memicu  tachyfylaxis, semacam resistensi yang terjadi dengan cepat bila obat 

diberikan berulang kali dalam waktu singkat. 

Terkenal yaitu  efedrin dan obat-obat dengan kerja tak langsung akibat habisnya persediaan NA. Oleh sebab  itu obat-obat ini 

jangan dipakai  terus-menerus, namun  diseling dengan obat-obat asma lainnya. Lihat 

juga Bab 4, sub Toleransi.

MONOGRAFI

1. Epinefrin: adrenalin, Epipen ,*Ultracain, 

*Lidonest 2% 

Bentuk levo dari neurohormon SS ini bersama 

turunannya NA dibebaskan pada ujungujung saraf adrenergik yang dirangsang. 

Zat ini dihasilkan juga oleh anak ginjal dan 

berperan pada metabolisme hidratarang dan 

lemak. Adrenalin memiliki semua khasiat 

adrenergik-alfa dan -beta, namun  efek betanya relatif lebih kuat (stimulasi jantung dan

bronchodilatasi).

Efek utamanya terhadap organ dan prosesproses tubuh penting dapat diikhtisarkan 

sebagai berikut:

– jantung: daya kontraksi diperkuat (inotrop positif), frekuensi ditingkatkan (chronotrop positif) dan sering kali ritmenya dirubah;

– pembuluh: vasokonstriksi dengan naiknya tekanan darah; 

– pernapasan: bronchodilatasi kuat terutama pada keadaan konstriksi seperti pada 

asma atau akibat obat;

– metabolisme ditingkatkan dengan naiknya konsumsi O2

 dengan ±25%, berdasar  stimulasi pembakaran glikogen 

(glycogenolysis) dan lipolysis. Sekresi insulin dihambat, kadar glukosa dan asam 

lemak darah dinaikkan. 

pemakaian nya terutama sebagai analeptikum, yaitu obat stimulans jantung yang 

aktif sekali pada keadaan darurat, seperti kolaps, syok anafilaktik, atau henti jantung. Obat ini 

sangat efektif pada serangan asma akut, namun  

harus melalui injeksi sebab  per oral diuraikan 

oleh getah lambung. Atas dasar efek vasokonstriksinya sering kali ditambahkan pada injeksi 

anestetika lokal untuk memperpanjang daya 

kerjanya. Atau di dalam tetes hidung bila 

tersumbat sebab  pilek, kerjanya pesat namun  

singkat. Pada glaukoma tertentu dipakai  

untuk menurunkan tekanan intraokuler. Efek 

ini sebetulnya sangat paradoksal, sebab  

antagonis adrenalin (beta-blocker seperti timolol) banyak dipakai  untuk indikasi yang 

sama.

Efek samping yang penting pada dosis tinggi 

yaitu  necrosis jari-jari akibat vasokonstriksi 

dan akhirnya kolaps.

Dosis: pada asma akut s.c. 0,2-0,5 mg, bila perlu diulang dua kali setiap 20 menit, 

maks. 1 mg tiap kali. Pada henti jantung atau 

bradycardia i.v./intracardial, syok anafilaktik 

i.m. 0,5 mg, disusul dengan i.v. 0,5-1,0 mg, 

bila perlu diulang setiap 2-5 menit. Glaukoma 

terbuka 1 tetes 2-5 mg/ml. Dalam tetes mata/

hidung 0,05-0,2%. 

* l-Norepinefrin (noradrenalin, levarterenol)

yaitu  derivat tanpa gugus metil pada 

atom-N (Jerm. NOR = N ohne Radikal). Neurohormon ini khusus berkhasiat langsung terhadap reseptor-alfa dengan efek vasokonstriksi dan meningkatnya tensi. Efek beta hanya ringan kecuali efek jantung (β1

). 

Bentuk dekstro seperti pada epinefrin, tidak 

dipakai  sebab  ±50 kali kurang aktif. 

Efek samping terutama terjadi pada dosis 

tinggi dan berupa efek jantung (tachycardia, 

jantung berdebar) dan efek sentral (gelisah, 

eksitasi, rasa takut, sukar tidur), juga gemetar 

dan flushing.

Dosis: infus i.v. permulaan 8-12 mcg/menit 

dari 4 mg/l larutan glukosa 5%.

2. Isoprenalin: isoproterenol, Isuprel, *Lomudal 

cp. 

Homolog adrenalin ini (1949) memiliki terutama efek β (stimulasi jantung dan bronchodilatasi), maka kini khusus dipakai  

pada kejang bronchi (asma) dan sebagai 

stimulans sirkulasi darah. Mulai kerja lebih 

cepat dari efedrin, namun  bertahan lebih 

singkat. Tidak meningkatkan tekanan darah. 

Resorpsi dari usus tidak teratur, oleh sebab  

itu sebaiknya dipakai  secara oromukosal

(lewat selaput lendir mulut). Pentakaran lebih saksama dicapai melalui aerosol (spray) 

dengan lama kerja ±1 jam. Spray ini tidak 

boleh diulang terlalu sering untuk menghindari overdosis.

Efek samping terutama terjadi pada dosis 

tinggi dan berupa efek jantung (tachycardia, 

jantung berdebar) dan efek sentral (gelisah, 

eksitasi, rasa takut, sukar tidur), juga gemetar 

dan flushing.

Dosis: pada bronchospasme 0,08-0,4 mg, 

maksimal 8 inhalasi larutan sulfat 1% sehari, 

untuk memperbaiki sirkulasi darah i.v. permulaan 0,02 mg, disusul dengan 0,01-0,2 mg.

* Orsiprenalin (metaproterenol, Alupent, *Silomat) yaitu  isomer dengan kedua gugus-OH 

dalam posisi ortho. Khasiatnya sama dengan 

isoprenalin, namun  mulai kerjanya lambat 

dengan efek yang lebih lama, sampai 4 jam. 

Resorpsi dari usus baik. Efek samping terhadap jantung tidak begitu nyata seperti pada 

isoprenalin. Dengan tersedianya β2

-mimetika

yang lebih selektif dan aman (seperti salbutamol), obat ini dan isoprenalin sudah sangat 

berkurang pemakaian nya pada asma. 

Dosis: oral 4 dd 10-20 mg (sulfat) atau 

sebagai inhalasi larutan 5%.

3. Fenilefrin: Prefrin, *Benadryl DMP, *Vibrocil.

Derivat adrenalin ini (1933) hanya memiliki 1 OH pada cincin benzen. Obat ini terutama berefek alfa-adrenergik secara tak langsung melalui pembebasan NA dari ujung 

saraf. Efeknya ±10 kali lebih lemah dari 

adrenalin, namun  bertahan lebih lama. Tidak menstimulasi SSP, efek jantungnya ringan sekali. Berkhasiat vasokonstriksif perifer

dengan meningkatkan tensi, oleh sebab  itu 

dipakai  pada keadaan hipotensi (kolaps). 

pemakaian  lain yaitu  sebagai midriatikum

pada pemeriksaan mata (larutan klorida 

5-10%) yang mulai bekerja sesudah  20 menit 

dan dapat bertahan sampai 7 jam. Juga 

dipakai  sebagai dekongestivum hidung 

dan mata (larutan 0,125-0,5%) dan dalam 

banyak sediaan kombinasi anti-flu bersama 

analgetika, antihistaminika dan antitussiva. 

Sebagai efek samping tercatat a.l. lensa kontak 

lembut dapat berubah warna dan menjadi 

cokelat tua. sebab  masuk ke dalam ASI 

dengan mengakibatkan hipertensi pada bayi, 

maka ibu yang menyusui tidak dianjurkan 

memakai  tetes mata dengan zat ini.

*Etilefrin (etafedrin, *Decolsin) yaitu  homolog dengan gugus etil sebagai ganti metil pada 

atom-N. Daya kerjanya sama, namun  lebih 

kuat dan lebih lama dibanding fenilefrin. 

Obat ini juga dipakai  sebagai obat pelancar sirkulasi, terutama bagi lansia untuk 

meningkatkan prestasi fisik dan mental, juga 

dalam sediaan kombinasi antiflu. Dosis: oral 

3 dd 5 mg.

*Decolsin = parasetamol 325 + etilefrin 

HCl 12,5 + fenilpropilamin HCl 12,5 + klorfeniraminmaleat 1 + dekstrometorfan HBr 5 + 

guaifenesin 50 mg.

4. l-Efedrin (F.I.): *Asmasolon, *Bronchicum

Alkaloida dari tumbuhan Ephedra vulgaris

ini (1887) sudah dipakai  di Cina lebih 

dari 5.000 tahun (Ma Huang) dan kini dibuat 

secara sintetik. Dalam molekulnya tidak 

ada  lagi gugus-OH fenolis, larutannya 

dalam air lebih stabil dari adrenalin.

Daya kerja senyawa levo ini sama dengan 

adrenalin (efek-a dan -β), namun  lebih lemah. Efeknya terhadap SSP relatif lebih kuat 

daripada terhadap jantung dan bertahan 

lebih lama. Lagi pula selain bekerja langsung terhadap reseptor di otot polos dan 

jantung, juga secara tidak langsung dapat 

membebaskan NA dari depotnya. Penggunaan utamanya yaitu  pada asma berdasar  efek bronchodilatasi kuat (β2

), juga 

sebagai decongestivum dan midriatikum