k hipotensifnya
tidak ada korelasi baik, kecuali pada
labetalol (berkat efek alfa-blokade).
Masa laten. Pada permulaan terapi TD tidak
segera turun, namun sesudah masa laten,artinya
baru turun sesudah beberapa waktu. Hal ini
disebabkan daya tahan perifer (DTP) semula
naik sebab efek vasokonstriksi dari reseptoralfa tidak ditentang oleh stimulasi reseptorbeta (vasodilatasi) sebab beta-blokade. Oleh
sebab itu TD semula tidak berubah. Baru
sesudah beberapa waktu terjadi adaptasi dan
berangsur-angsur DTP pulih ke normal dan
TD menurun. Pada zat-zat kardioselektif
dan dengan ISA, pada mana b2
-blokade
sangat ringan dan DTP tidak meningkat, waktu laten hanya 2-6 minggu lamanya. Pada
zat-zat tak-selektif dapat sampai 2-3 bulan
(misalnya propranolol). Pengecualian yaitu
labetalol, yang tidak menunjukkan waktu laten berkat efek vasodilatasi langsung. Sebaliknya, sesudah terapi dihentikan dan plasma tidak mengandung obat lagi, efeknya
masih bertahan selama beberapa minggu.
Pilihan obat. Semua beta-blocker sesudah masa latennya lewat, memiliki efek hipotensif
(dan anti-aritmia) yang sama kuatnya bila
dosisnya diatur secara individual. namun efek
sampingnya dapat banyak berbeda sebab
sifatnya masing-masing. Risiko akan efek samping buruk ternyata lebih ringan pada
zat-zat selektif dan zat-zat dengan ISA. Ada
pula petunjuk mengenai mortalitas lebih
besar (pada perokok) yang diobati dengan
zat-zat tak-selektif. Oleh sebab itu lebih
banyak dipakai obat-obat selektif, seperti
atenolol (hidrofil), celiprolol (ISA), asebutolol
(ISA ringan) dan pindolol dengan ISA terkuat.
Interaksi. Dengan sejumlah obat lain dapat
terjadi interaksi bila dipakai bersamaan,
antara lain:
* efeknya diperkuat oleh antagonis-Ca, terutama verapamil(i.v.) dan diltiazem (bradycardia, AV block, hipotensi); nifedipin dan
derivat dihidropiridin lainnya (hipotensi). Juga
oleh zat-zat inotrop/kronotrop negatif lain,
seperti lidokain, fenothiazin, glafenin dan
floktafenin (hipotensi berat), serta simetidin
(menghambat perombakan hati dari zat-zat
lipofil).
* efeknya diperlemah oleh barbital, rifampisin (perombakan oleh hati dipercepat),
NSAID (indometasin dan lain-lain) dan antasida (menurunkan absorpsi, sebaiknya diminum sesudah 2 jam).
* β-blocker memperkuat efek teofilin (menghambat perombakan)
* klonidin memperbesar risiko ‘rebound’ hipertensi, oleh sebab itu terapi dengan betablocker perlu dihentikan sebelum memakai klonidin.
Kombinasi. Beta-blocker ternyata efektif pada 50-70% pasien dengan hipertensi ringan
sampai sedang (95-105 mm Hg diast.), sedangkan pada lansia efektivitasnya lebih
rendah. Bila suatu beta-blocker tidak berdaya
menurunkan TD pada dosis layak, mencoba
β-blocker lainnya tidak ada gunanya. Dalam
hal ini sebaiknya ditambahkan diuretikum
dan/atau vasodilator (misalnya nifedipin).
Kombinasi dengan antagonis-Ca lain bukan
dihidropiridin (verapamil, diltiazem) tidak
dianjurkan.
MONOGRAFI
3a. Acebutolol: Sectral, *Sectrazide
Beta-blocker selektif ini (1973) bersifat lokal
anestetik dengan ISA ringan. Kombinasi sifat
ini menguntungkan sebab efek sampingnya
yang agak ringan.
Resorpsi dari usus ±70%; akibat FPE tinggi,
BA-nya hanya ±40%. PP-nya 11-25%, plasma-t½ 2-11 jam. Dalam hati, zat ini dirom-bak
menjadi metabolit yang sama aktifnya dengan
diasetolol. Ekskresi berlangsung lewat urin
dan feses. Asebutolol dan diasetolol bersifat
lipofil, sehingga dapat memicu efek
samping sentral.
Dosis: angina dan hipertensi: oral 1 dd 400
mg pagi hari, bila perlu sesudah 2 minggu
dinaikkan sampai 2 dd 400 mg. Tachy-aritmia:
2-3 dd 200-400 mg. *Sectrazide = asebutolol
400 + HCT 25 mg.
* Celiprolol (Dilanorm) yaitu juga derivat
selektif dengan ISA (1987), namun tanpa efek
lokal anestetik dan bersifat lipofil. BA-nya
30-75% tergantung dari dosis, PP-nya ±25%,
t½ 4-6 jam. Ekskresi praktis secara utuh lewat
urin dan feses.
Dosis: angina dan hipertensi oral 1-2 dd 200
mg
3b. Karvedilol: Dilbloc,Eucardic
Derivat karbazolil ini (1992) bersifat tidak
selektif tanpa ISA, namun berefek blokadealfa yang memicu penurunan daya
tahan perifer. Sangat lipofil. Resorpsi dari
usus baik, namun BA-nya hanya 22% akibat
FPE tinggi. PP-nya 95%. Dalam hati sebagian
dirombak menjadi glucuronida inaktif dan 2
metabolit aktif yang diekskresi dengan urin
untuk 16% dan lewat empedu serta feses
untuk 60%. Masa paruhnya 6 jam.
Dosis: hipertensi dan angina 1 dd 12,5 mg
selama 2 hari, lalu 1 dd 25 mg, maks. 50 mg.
3c. Atenolol:Tenormin, *Tenoret/Tenoretic
Zat kardioselektif ini tanpa ISA atau efek
lokal anestetik (1975) bersifat hidrofil kuat,
oleh sebab itu tidak melintasi rintangan
darah-otak sehingga efek sentral minimal.
Resorpsi dari usus hanya 50%; PP 3% dengan plasma-t ½ 6-9 jam, namun efek blokade
reseptor-β bertahan jauh lebih lama, ±24 jam.
Hal ini khususnya penting bagi terapi angina
(dan aritmia). Tidak dimetabolisasi oleh hati
dan diekskresi lewat urin praktis dalam keadaan utuh.Dosis: angina dan hipertensi oral 1-2 dd 100
mg; aritmia: 2 dd 50-100 mg.
*Tenoret/Tenoretic = atenolol 50/100 mg +
klortalidon 12,5/50 mg.
* Metoprolol (Seloken, Selozok) yaitu derivat
atenolol yang juga selektif, tidak memiliki
ISA atau efek lokal anestetik, namun bersifat
lipofil (1975).
Resorpsi cepat dan praktis lengkap, BA 40-
50% akibat FPE agak tinggi. Efek hipotensif
biasanya agak cepat, dalam 1 minggu dan
dapat bertahan sampai 4 minggu. PP ±12%,
plasma-t½ 3-4 jam. Ekskresi melalui ginjal
sebagai metabolit inaktif. Dosis. Hipertensi:
oral pagi hari 50 mg, bila perlu dinaikkan
sampai 1 dd 100-200 mg. Angina: pagi hari
100 mg, maks. 400 mg. Aritmia: 1-2 dd 100 mg
(sesudah dimulai dengan 5 mg i.v.)
Gagal jantung ringan: 2 dd 5 mg, bila perlu
dosis berangsur-angsur dinaikkan. Migrain
(profilaksis): 1-2 dd 100 mg.
*Seloken Comp = metoprolol 100 + HCT 12,5
mg
* Bisoprolol (Concor, Emcor) yaitu derivat
selektif lipofil tanpa ISA dengan sifat lokal
anestetik (1986). BA-nya tinggi, ± 90% sebab
FPE ringan, PP ± 30%, plasma-t½ 10-12 jam.
Ekskresi berlangsung melalui urin, separuh
sebagai metabolit inaktif. Dosis: angina dan
hipertensi oral 1 dd 5-10 mg.
* Esmolol (Brevibloc) yaitu derivat selektif
hidrofil tanpa ISA (1990), yang khusus dipakai melalui i.v pada aritmia dengan
tachycardia.
3d. Alprenolol: Alpresol, Aptine
Zat tidak selektif ini (1967) bersifat ISA dan
lokal anestetik, juga lipofil kuat. Dengan
mudah alprenolol melintasi rintangan darahotak. Resorpsi dari usus baik, namun BA-nya
ringan, hanya ±10%, sebab FPE besar. PP
85%, t½ 3 jam. Ekskresi berlangsung lewat
urin sebagai metabolit aktif.
Dosis: angina dan hipertensi oral 4 dd 50 mg,
aritmia: 4 dd 25-100 mg .
* Oksprenolol (Trasicor) yaitu derivat dengan khasiat dan sifat mirip alprenolol (1968).
Dosis: angina dan hipertensi: 2 dd 40-80 mg;
aritmia: 2-3 dd 20 mg.
*Trasentin = oxprenolol 80 + klortalidon 10
mg.
3e. Pindolol: Visken, *Viskaldix.
Derivat indol ini (1970) memiliki efek betablokade terkuat, ±6 kali efek propranolol.
Tidak selektif dan efek lokal anestetiknya
ringan. Begitu pula efek ISA-nya terbesar,
berkat sifatnya ini pindolol jarang memicu efek samping seperti bradycardia,
kardiodepresi, bronchokonstriksi dan vasokonstriksi perifer. Bersifat lipofil, sehingga
agak sering memicu efek samping
sentral. Berlainan dengan beta-blocker lainnya, pindolol meningkatkan kadar renin plasma dan praktis tidak menurunkan frekuensi
jantung dalam keadaan istirahat, juga tidak
menaikkan daya-tahan pembuluh perifer selama minggu-minggu pertama terapi. Penurunan kolesterol-HDL hanya terbatas.
Resorpsi dari usus lengkap, BA 50-95%, PP
45% dengan t½ 3-4 jam. Ekskresi melalui urin
sebagian dalam bentuk metabolit inaktif.
Dosis: angina oral 3 dd 5 mg; hipertensi: pagi
hari 10 mg, maksimal 30 mg sehari; aritmia: 3
dd 5-10 mg.
*Viskaldix = pindolol 10 + klopamida 5 mg.
3f. Propranolol: Inderal, *Inderetic.
Beta-blocker pertama ini (1964) memiliki
efek lokal anestetik kuat, namun tidak kardioselektif dan tak memiliki ISA. Meskipun
banyak sekali derivat lain telah dipasarkan
dengan sifat farmakologi lebih baik, namun
propranolol masih merupakan beta-blocker
penting dan menjadi salah satu obat bestseller dunia.
Resorpsi dari usus baik, namun FPE besar,
hingga hanya 30% mencapai sirkulasi besar.
Sebagian besar diubah dalam hati menjadi derivat hidroksi yang aktif. PP 90%,
plasma-t½ 3-6 jam. Bersifat sangat lipofil,
sehingga distribusinya di jaringan dan otak
baik dengan sering kali memicu efek
sentral, lihat efek samping umum.
Dosis: hipertensi, angina dan aritmia: oral
2-3 dd 40 mg d.c., bila perlu dosis dinaikkan
dengan interval 1 minggu sampai 320 mg sehari. Profilaksis re-infark 3 dd 40 mg selama
2-4 minggu dalam waktu 3 minggu sesudah
infark pertama, pemeliharaan 2-3 dd 80 mg
selama minimal 2 tahun.
*Inderetic = propranolol HCl 80 + bendroflumethiazide 2,5 mg
3g. Labetalol: Trandate
Beta-blocker tidak selektif ini (1977) juga
bersifat a1
-blocker, dalam perbandingan kekuatan blokade kurang lebih 3:1. Memiliki
ISA ringan dan efek lokal anestetik hanya
pada dosis tinggi. Berlainan dengan betablocker lain, labetalol tidak berdaya inotrop
negatif atau memperlihatkan waktu laten,
sebab alfa-1-blokade memicu vasodilatasi langsung cepat. Mulai kerjanya dalam
2-4 jam. dipakai pada hipertensi sedang
dan berat; antara dosis dan efeknya ada
korelasi baik (berlainan pula dengan obatobat lain).
Resorpsi dari usus baik dengan FPE besar,
BA hanya 25%. PP 50%, t½ 2,5-8 jam. Ekskresi
melalui urin terutama sebagai metabolit dan
30% lewat feses.
Efek samping terpenting berupa hipotensi
ortostatis, hidung tersumbat, gangguan lambung-usus, adakalanya letih, lemah dan kejang. Berbeda dengan beta-blocker lain, labetalol tidak memengaruhi kadar kolesterol
dan trigliserida darah.
Dosis: hipertensi oral 2 dd 100 mg, bila perlu
sesudah 1-2 minggu 2 dd 200 mg.
4. ZAT-ZAT DENGAN
EFEK PUSAT
Agonis a2
-adrenerg menstimulasi reseptor
a2
-adrenerg yang banyak sekali ada di
Susunan Saraf Pusat (otak dan medulla).
Akibat rangsangan ini melalui suatu mekanisme feedback negatif, aktivitas saraf adrenerg perifer dikurangi.
Pelepasan NA menurun dengan efek menurunnya daya tahan pembuluh perifer dan
TD. Efek ini sebetulnya paradoksal, sebab
banyak pembuluh memiliki reseptor-a2
yang
justru memicu vasokonstriksi. Mekanisme efek hipotensifnya yang tepat belum
dipahami secara menyeluruh, hanya
diketahui bahwa aktivitas SSP ditekan oleh
aktivasi reseptor ini .
Di samping itu ditemukan bahwa pengikatan pada reseptor-imidazolin-1 (Im1) di
otak berefek menurunkan aktivitas saraf
simpatik. Klonidin dan moksonidin juga bekerja via pengikatan pada reseptor Im1 ini.
Metildopa dan guanfasin mengikat diri hanya
pada reseptor-a2
. Volume menit jantung dan
frekuensinya praktis tidak dipengaruhi.
pemakaian nya khusus pada semua bentuk
hipertensi, biasanya dikombinasi dengan
diuretikum. sebab banyak efek sampingya,
zat ini bukan merupakan pilihan pertama, namun
hanya sebagai obat cadangan bila obat-obat
hipertensi lain kurang efektif. Klonidin juga
dipakai pada migrain dan terhadap gejala
climacterium.
Efek samping yang tersering berupa efek
sentral, antara lain sedasi, mulut kering, sukar
tidur, hidung mampat, pusing, penglihatan
guram, bradycardia, impotensi, depresi dan
gelisah. Pada umumnya efek ini sering kali
dan hebat pada klonidin dan jarang pada
moksonidin, metildopa dan guanfasin. Hipertensi ‘rebound’ pada penghentian pengobatan secara mendadak dapat terjadi, terutama
pada klonidin dan reserpin serta lebih jarang
pada obat-obat lain.
Kehamilan. Metildopa dapat dipakai oleh
wanita hamil dengan hipertensi, sedangkan
obat-obat lain belum memiliki cukup data.
Klonidin, moksonidin dan metildopa masuk
ke dalam air susu ibu.
4a. Klonidin: Catapres, Dixarit
Derivat imidazolin ini (1966) berkhasiat
hipotensif kuat berdasar efek adrenerg
sentralnya. Mengikat diri pada reseptor-a2.
dipakai pada hipertensi sedang sampai
berat. pemakaian nya pada terapi interval
migrain berkat khasiat vasokonstriksi perifernya (1/16 dari dosis hipotensif, lihat Bab 52,
Obat-obat migrain), dewasa ini dianggap tak
terbukti dan obsolet. Antara kadar plasma
dan efek hipotensifnya ada korelasi baik.
Resorpsinya dari usus lengkap dengan
BA hampir 100%, efek hipotensif maksimal
dicapai dalam waktu 4 jam dan bertahan 8 jam. Plasma-t½ 6-20 jam, ekskresi lewat urin
(60%) dan feses (20%) sebagian dalam bentuk
metabolit.
Efek samping berupa umum; sedasi terutama
terjadi pada permulaan terapi. Penghentian
pengobatan tidak boleh mendadak, namun berangsur-angsur dalam 2-4 hari untuk menghindari hipertensi ‘rebound.’
Dosis: oral semula 3 dd 0,075 mg, berangsurangsur dinaikkan sampai 0,15-0,6 mg dalam
2-3 dosis. Profilaksis migrain: 2 dd 0,025 mg,
sesudah 2 minggu bila perlu dinaikkan sampai
maksimal 2 dd 0,05-0,075 mg.
* Moksonidin (Normatens) yaitu derivat
pirimidin (1992) dengan afinitas lebih kuat
untuk reseptor-Im1 daripada reseptor-a2
(yang terutama bertanggungjawab untuk
efek sentral). Kerjanya lebih lama, sampai 12
jam meskipun t½ hanya 2-3 jam. Efek samping
sama, kecuali sedasi dan hipertensi ‘rebound’
yang jarang terjadi. Dosis: permulaan 0,2 mg
pagi hari, bila perlu berangsur-angsur dinaikkan sampai 0,6 m sehari.
4b. Metildopa: Dopamet, Aldomet
Derivat alanin ini (1963) dalam saraf adrenerg diubah secara enzimatis menjadi zat
aktifnya alfa -metilnoradrenalin (MNA) dan
metildopamin. Semula dikira bahwa MNA
mendesak NA dari reseptornya di ujung
saraf dan dengan demikian bekerja sebagai
transmitter palsu. namun MNA ternyata hampir sama aktifnya dengan NA, sehingga
tidak dapat dijelaskan menurunnya aktivitas
adrenerg dan TD. Kemudian ditemukan bahwa pembentukan ‘false transmitter’ ini
juga terjadi dalam otak dan kini efek hipotensif ini diperkirakan akibat aktivasi
reseptor-a2
sentral. Metildopa terutama dipakai pada hipertensi sedang sampai berat,
sering kali dikombinasi dengan thiazida.
Resorpsi dari usus antara 30-70%; kadar
plasma maksimal dicapai sesudah ±5 jam dan
bertahan ±24 jam. Selain di otak, di dalam hati
zat ini diubah menjadi metildopamin dan
MNA. Ekskresi terutama melalui urin secara
utuh dan glukonat. Plasma-t½ 7-16 jam dan
tidak berkorelasi dengan efek hipotensifnya.
Efek samping berupa umum, terutama efek
sentral. Di samping itu kelainan darah serius
antara lain anemia dan leukopenia, juga
hepatitis dalam masa 2 bulan. Oleh sebab
itu dianjurkan monitor darah dan hati secara
teratur selama pemakaian.
Dosis: oral permulaan 2 dd 250 mg selama
beberapa hari, lalu perlahan-lahan dinaikkan
sampai 3-4 dd 500 mg
5. ANTAGONIS KALSIUM
Kalsium merupakan elemen esensial bagi
pembentukan tulang dan fungsi otot kerangka
dan otot polos jantung/dinding arteriole; untuk
kontraksi semua sel otot ini diperlukan
ion Ca intrasel bebas. Kalsium bebas juga
perlu untuk pembentukan dan penyaluran
impuls-AV jantung. Kadar ion Ca di luar
sel yaitu beberapa ribu kali lebih besar
daripada di dalam-sel. Pada hal-hal tertentu,
misalnya akibat rangsangan, terjadilah depolarisasi membran sel, yang menjadi permeabel bagi ion Ca, sehingga banyak ion ini
melintasi membran dan masuk ke dalam sel.
Pada kadar Ca intrasel tertentu, sel mulai
berkontraksi dan otot jantung serta arteriole
menciut (konstriksi).
Antagonis-Ca menghambat pemasukan
ion Ca ekstrasel ke dalam sel dan dengan
demikian dapat mengurangi penyaluran
impuls dan kontraksi myocard serta dinding
pembuluh. Senyawa ini tidak memengaruhi
kadar-Ca di plasma. Dapat dibedaken dua
kelompok, yaitu:
a. Ca overload-blocker, yang menentang
kenaikan kadar Ca berlebihan di dalam
sel. Misalnya flunarizin yang dipakai
pada vertigo dan profilaksis migrain.
b. Ca entry-blocker, yang menghambat pemasukan kalsium ke dalam sel myocard
dan otot polos dinding arteriole yang
terangsang dan dengan demikian mencegah kontraksi dan vasokonstriksi. Dalam bab ini dan seterusnya dengan istilah
‘antagonis kalsium’ selalu dimaksud Ca
entry-blocker ini.
Efek terpenting dari antagonis kalsium adalah sebagai berikut:
a. vasodilatasi koroner dengan perbaikan
penyaluran darah dan “penyerahan” ok- sigen ke otot jantung, terutama bila ada kejang seperti pada angina variant
b. vasodilatasi perifer dengan menurunnya
daya tahan dinding pembuluh (DTP) dan
tekanan darah, hingga ‘afterload’ darah
berkurang (= beban sesudahnya, yaitu beban yang dialami di aorta oleh darah
yang dipompa dari jantung).
c. menekan kerja jantung dengan berkurangnya daya dan frekuensi pukulan
jantung, sehingga kebutuhan oksigen
pada pembebanan fisik dan emosional
menurun. Efek inotrop negatif tidak begitu besar, sebab dikompensasi oleh
vasodilatasi, pada nifedipin bahkan terjadi
reflekstachycardia sementara yang nyata
sekali pada verapamil. Efek kronotrop negatif pun paling mencolok pada verapamil (dan diltiazem), paling ringan pada
nifedipin.
d. menghindari pembekuan eritrosit, sehingga kelenturannya terpelihara dan
bentuknya tetap bisa berubah untuk dapat
memasuki kapiler kecil dari jaringan
yang mengalami hipoksia. Pada keadaan
kekurangan oksigen ini, sel membran
eritrosit dapat ditembusi pula oleh ion
Ca, yang langsung bereaksi dengan lipoprotein membran dan mengakibatkan
pembekuannya.
Penggolongan. Antagonis-Ca secara kimiawi
dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu:
a. derivat dihidropiridin: efek vasodilatasinya sangat kuat, maka terutama dipakai sebagai obat hipertensi. Kini tersedia antara lain nifedipin dan nisoldipin,
amlodipin dan felodipin, nicardipin, nimodipin, nitrendipin dan lerkanidipin (Zanidip,
Lerdip), lasidipin (Motens) dan isradipin (Lomir)
b. obat-obat lain: verapamil, diltiazem dan
bepridil (Cordium). Verapamil bekerja terhadap jantung (menurunkan frekuensi
dan daya kontraksi, memperlambat penyaluran-AV) dan terhadap sistem pembuluh (vasodilatasi). Diltiazem dapat
disamakan khasiatnya dengan verapamil,
namun efek inotrop negatifnya lebih ringan.
Efek vasodilatasi kedua zat ini lebih lemah daripada senyawa dihidropiridin,
maka lebih banyak dipakai pada
angina daripada sebagai obat hipertensi.
Bepridil tidak bekerja antihipertensif dan
khusus dipakai pada angina stabil.
pemakaian yang terpenting yaitu sebagai
berikut:
a. Hipertensi. berdasar efek ini
di atas, terutama derivat-dihidropiridin
kini terutama dipakai pada hipertensi,
hanya bila diuretika, beta-blocker dan
zat penghambat ACE tidak atau kurang
efektif. Sebaiknya pemakaian dikombinasi dengan suatu beta-blocker. Sediaan nifedipin dengan kerja singkat hendaknya jangan dipakai . Verapamil
dan diltiazem tidak dianjurkan pada
hipertensi, begitu juga kombinasinya
dengan beta-blocker berhubung efek
negatif-nya saling diperkuat, yaitu atas
penya-luran-AV dan atas daya kontraksi
jantung.
b. Angina pectoris
– angina stabil kronis. Untuk penyakit
ini beta-blocker merupakan obat primer,
namun bila efeknya kurang memuaskan
baru dapat ditambahkan antagonis-Ca.
Obat ini juga dipakai bila ada
kontraindikasi bagi beta-blocker, misalnya pasien asma, bronchitis dan emfisem.
Mekanismenya berdasar dikurangi
pemakaian oksigen oleh myocard pada
waktu mengeluarkan tenaga(exertion) akibat
turunnya frekuensi jantung dan TD arteri
(sebab vasodilatasi perifer). Vasodilatasi
juga memperbesar penyaluran oksigen ke
myocard.
– angina variant (Prinzmetal) yaitu jenis
angina dengan kejang pembuluh yang jarang ada . Antagonis-Ca dianggap
sebagai pilihan utama pada jenis angina
ini. Mekanismenya berdasar pencegahan kejang otot koroner dalam keadaan
istirahat dengan efek bertambahnya
penyaluran darah ke jantung.
c. aritmia tertentu. Khusus verapamil efektif
sekali pada tachycardia supraventrikuler.
Diltiazem dan derivat nifedipin tidak
begitu efektif, bahkan dapat memperburuk aritmia.d. indikasi lainnya. Untuk prevensi serangan kedua sesudah infark jantung,
hanya bila beta-blocker atau penghambat-ACE (pilihan utama) tidak dapat diberikan dan bila pasien tidak menderita
gagal jantung. Antagonis-Ca tidak memberikan efek baik terhadap morbiditas
dan mortalitas sesudah infark jantung.
Verapamil menurunkan risiko reinfark, namun belum terbukti dapat memperpanjang hidup.
Nifedipin juga dipakai pada penyakit Raynaud.
Efek samping umum. Dibandingkan dengan
antihipertensiva lain, obat-obat ini lebih sering memicu efek samping dan yang
terpenting yaitu pusing, nyeri kepala, rasa
panas di muka (flushing). Terutama pada derivat piridin tachycardia dan udema pergelangan-kaki (akibat vasodilatasi perifer). Pada umumnya efek-efek ini bersifat sementara.
Bradycardia, AV block, hipotensi dan obstipasi terutama terjadi pada obat-obat bukan
derivat piridin. Obat-obat ini juga menghambat agregasi trombosit dan memicu
kelainan darah, gangguan penglihatan, reaksi
kulit alergis, nervositas dan perasaan tidak
bertenaga.
Kehamilandanlaktasi. Wanita hamil dan yang
menyusui tidak dianjurkan memakai
antagonis-Ca, sebab hipotensi dapat mengakibatkan hypoxia pada janin. Semua obat
dapat mencapai air susu ibu.
Obat-obat short-acting (nifedipin, verapamil,
diltiazem). Pada tahun 1995 dilaporkan hasil
pengamatan yang meresahkan bahwa terapi
hipertensi dengan antagonis-Ca disertai peningkatan risiko infark jantung dan kematian. Efek buruk ini khusus dinyatakan untuk nifedipin pada dosis tinggi. Penelitian
memastikan bahwa amlodipin dengan kerja
panjang yaitu obat hipertensi efektif dan
aman.
Risiko kanker dari antara lain colon, prostat dan buah dada meningkat pada lansia
sesudah pemakaian lama. Efek karsinogen
ini diduga berdasar penghambatan apoptosis (kematian sel yang terprogram), sehingga sel-sel cacat genetik dan sel-sel tumor
tidak mati dan dapat terus berproliferasi.
namun penelitian lain tidak menegaskan efek
karsinogen ini. pemakaian obat-obat ini
juga dihubungkan dengan meningkatnya risiko pendarahan lambung-usus.
MONOGRAFI
5a. Nifedipin : Adalat/Retard/Oros
Nifedipin yaitu zat pertama (1975) da-ri
kelompok dihidropiridin dengan gugus fenil
pada posisi para. Khasiat utamanya adalah vasodilatasi, oleh sebab itu terutama
dipakai pada hipertensi esensial (ringan/
sedang), juga pada angina variant berdasar efeknya yang relatif ringan terhadap
jantung, maka tidak berkhasiat inotrop negatif. Pada angina stabil hanya dipakai
bila beta-blocker dikontra-indikasi atau
kurang efektif. Dalam keadaan ini khusus
dianjurkan tablet long-acting Oros (= sistem
osmotis yang melepaskan obat secara teratur
untuk waktu lama, lihat Bab 4, sub 2).
Tablet biasa (kerja singkat) dalam dosis
tinggi sesudah infark ternyata mempersingkat hidup. Lembaga Jantung AS pada 1
September 1995 menganjurkan untuk “sangat
berhati-hati memakai nifedipin shortacting, terutama pada dosis tinggi untuk
terapi hipertensi, angina dan infark jantung”.
Agar efeknya cepat tablet dapat dikunyah
dan diletakkan di bawah lidah (pada krisis
hipertensi). Obat ini juga bermanfaat pada
penyakit Raynaud dan serangan sedu (hiccup).
Resorpsi dari usus baik (90%), namun BA
hanya rata-rata 60% sebab FPE tinggi. Mulai
kerja kapsul dalam 20 menit dan bertahan 1-2
jam, tablet Oros masing-masing 2-4 jam dan
16-18 jam. PP di atas 90%, plasma-t½ 2-5 jam
(±11 jam pada tablet retard). Dalam hati zat
ini dirombak menjadi metabolit inaktif yang
diekskresi lewat urin (90%) dan feses (10%).
Efek samping yang sering terjadi yaitu
udema pergelangan kaki (10%). Dosis awal
yang terlampau tinggi dapat memprovokasi
serangan angina akibat hipotensi kuat mendadak, kadang-kadang ischemia dan infark
akibat refleks-tachycardia, terutama pada lansia. Beberapa penelitian memberikan indikasi mengenai peningkatan risiko penyakit
jantung17 dan kanker.
Dosis: pada hipertensi 3 dd 10-20 mg atau 2
dd 20-40 mg retard d.c.; angina oral 3-4 dd 10
mg tablet (ditelan utuh), berangsur-angsur
dinaikkan sampai maksimal 6 dd 20 mg.
Atau 1 dd 30-120 mg tablet retard pagi hari
d.c. Pada Sindrom Raynaud: 2 dd 10-20 mg
tablet retard d.c.
5b. Nicardipin: Perdipine, Cardene/SR
Derivat 3-nitrofenil ini bersifat lipofil (1986)
dengan BA 30%, PP ±98%, dan t½ 1-12 jam.
Diekskresi sebagai metabolit inaktif lewat
urin (60%) dan feses (35%).
Dosis. Hipertensi: 2 dd 40 mg tablet retard,
maksimal 2 dd 60 mg. Angina variant/stabil: 3
dd 20 mg, bila perlu dinaikkan sampai 2 dd
30-40 mg.
* Nimodipin (Nimotop) yaitu derivat 3-nitrofenil yang juga lipofil (1985) dengan khasiat utama terhadap pembuluh otak. Oleh
sebab itu khusus dipakai sesudah perdarahan otak (beroerte) untuk profilaksis gejala
ischemia akibat kejang kapiler otak.
Khasiat memperkuat ingatan. Selain itu
nimodipin dilaporkan (Perugia Nimodipin
Study Group, 1993) dapat memperbaiki daya
ingat pada lansia yang menderita gejala dementia. Mekanisme kerjanya berdasar
teori bahwa proses metabolisme kalsium terganggu pada sel yang menua. “Pintu” kalsium selalu terbuka sedikit, sehingga ion Ca
dapat terus-menurus ‘membocor’ ke dalam
sel-sel saraf. Nimodipin mencegah pembocoran ion-Ca ini .
Dosis: oral 6 dd 60 mg selama 7 hari.
* Lercanidipin (Zanidip,Lerdip) yaitu juga
derivat-3-nitrofenil (1997) dengan kerja panjang.(24 jam) berkat pengikatan kuat pada
membran sel. Dosis: 1 dd 15 mg 1/2 jam a.c.,
bila perlu sesudah 2 minggu dinaikkan sampai 20 mg.
5c. Amlodipin: Norvask, Norvasc
Derivat klor long-acting ini (1990) memiliki
BA 60%, PP di atas 95% dan t½ 35-50 jam.
Diekskresi 60% lewat urin terutama sebagai
metabolit inaktif.
Dosis: hipertensi dan angina variant/stabil 1
dd 5 mg (besilat = benzensulfonat), maks.10
mg.
* Felodipin (Plendil) yaitu derivat diklor
(1987) juga dengan kerja panjang (t½ 25
jam). BA hanya 15%, sebab FPE tinggi; PP
99%. Felodipin dirombak dalam hati menjadi
metabolit inaktif, yang diekskresi melalui
urin (±70%) dan tinja (30%). dipakai pada
hipertensi dan angina variant/stabil dengan
dosis 1 dd 5-20 mg.
5d. Verapamil: Isoptin/SR
Senyawa amin alifatis ini (1963) dengan
gugus nitril (-CN) dipakai pada angina
variant dan stabil, juga pada aritmia (tachyaritmia supraventrikuler). Verapamil juga efektif pada hipertensi ringan sampai sedang
dan dapat mencegah reinfark sesudah serangan jantung jika ada kontraindikasi bagi
beta-blocker. Kombinasi dengan obat-obat
lain yang bekerja kardiosupresif atau menghambat pembentukan/penyaluran rangsangan harus dihindari. Misalnya kombinasi
dengan beta-blocker dan anti-aritmika dapat
memicu gangguan penyaluran AV kuat, hipotensi atau gagal jantung.
Resorpsi dari usus ±90% dengan BA lebih
kurang 43% berhubung FPE besar, PP-nya
±90%, plasma-t½ 4,5-12 jam. Di dalam hati,
zat ini dirombak menjadi lebih kurang 12
metabolit (termasuk norverapamil aktif),
yang diekskresikan lewat kemih (70%) dan
feses (15%).
Efek samping yang tersering yaitu hipotensi, bradycardia dan insufisiensi jantung,
serta obstipasi. Jarang AV-blokade, nyeri
kepala, udema kaki dan efek umum lainnya.
Dosis: pada angina stabil/variant: 1-2 dd 240
mg tablet SR (Slow Release), pada hipertensi,
aritmia: 3-4 dd 80 mg, maks. 720 mg sehari
untuk beberapa minggu.
5e. Diltiazem: Herbesser, Cordizem, Tildiem
Derivat 1,5-benzothiazepin ini (1973)
—bandingkan dengan rumus tranquilizer
klobazepam)— sama pemakaian nya dengan
verapamil, adakalanya juga melalui injeksi
pada angina instabil. Diltiazem merupakan obat primer untuk angina variant dan obat
pilihan kedua untuk angina stabil. Juga
dipakai sebagai obat antiaritmia kelas
IV. Permulaan dan penghentian pengobatan
harus secara berangsur untuk menghindari
efek samping yang tidak dinginkan.
Resorpsi dari usus lebih dari 90%, namun
BA hanya ±40% sebab FPE tinggi. PP ±80%,
plasma-t½ 4-8 jam, ekskresi lewat feses
(65%) sebagai metabolit (termasuk desasetildiltiazem aktif) dan secara utuh lewat urin
(1-4%). Efek sampingnya mirip verapamil.
Dosis: angina variant/stabil oral 3-4 dd 60 mg,
maks. 3 dd 120 mg, hipertensi 3 dd 60 mg, bila
perlu dinaikkan sampai 3 dd 120 mg. Aritmia
i.v. 1 dd 0,25-0,3 mg/kg dalam 2 menit.
6. ZAT PENGHAMBAT
RAAS
Ada beberapa obat yang dapat menurunkan
TD dengan mencegah pengubahan enzimatis
dari angiotensin (AT) I menjadi angiotensin II.
ATII merupakan hormon aktif dari Sistem
Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS). Pengikatan ATII pada reseptor AT (antara lain
di ginjal, dinding pembuluh dan jantung)
memicu beberapa mekanisme biologis, khususnya efek vasokonstriksi kuat (dengan peningkatan TD) dan pelepasan aldosteron.
Zat penghambat RAAS menurunkan TD
dengan mengurangi daya tahan pembuluh
perifer dan vasodilatasi tanpa memicu
refleks-tachycardia atau retensi garam. Antara frekuensi pentakaran, plasma-t½ dan efek
hipotensif tidak ada korelasi yang nyata.
Penghentian terapi secara mendadak tidak
memicu peningkatan TD yang pesat.
Kebanyakan dari zat ini merupakan prodrug inaktif, yang di dalam hati akan dihidrolisis menjadi zat aktifnya, kecuali kaptopril
dan lisinopril.
pemakaian . Penghambat ACE (lihat di bawah) dapat dipakai sebagai monoterapi
pada hipertensi esensial dan hipertensi renovaskuler (antara lain kaptopril, enalapril dan
lisinopril). Pada gagal jantung kronis (decompensatio), sebagai tambahan pada diuretika
atau digoksin, obat-obat ini dapat mengurangi gejala (sesak napas, rasa letih dan
sebagainya) serta membatasi morbiditas dan
mortalitas. Begitu pula bermanfaat sesudah
infark jantung (antara lain kaptopril dan
ramipril). Indikasi baru yaitu penyakit ginjal
akibat diabetes(nefropathia diabetica), antara lain
kaptopril.
Efek samping. Penghambat ACE dapat
memicu batuk kering menggelitik yang
menjemukan dan bertahan selama medikasi.
pemicu nya mungkin bradikinin dan prostaglandin di saluran napas dan paru-paru, yang
sebetulnya juga dirombak oleh ACE, namun
akibat penghambatan berakumulasi di situ.
Batuk “bandel” ini tidak dapat diobati oleh
obat-obat pereda batuk seperti kodein, namun
menurut laporan ilmiawan Seoul (Samsung
Medical Centre) dapat diatasi dengan minum
1 tablet ferrosulfat 256 mg setiap pagi (Ph
Wkbl 2001;136:1453). Kasus yang lebih hebat
dapat juga diringankan dengan inhalasi kromoglikat (Intal) atau pengobatan diganti dengan suatu ATII-blocker. Biasanya batuk
ini hilang beberapa minggu sesudah terapi
dihentikan. Efek samping lainnya yang agak
sering terjadi yaitu :
a. gangguan fungsi ginjal dan hiperkaliemia,
terutama pada pasien gagal jantung;
b. hipotensi ortostatik dapat terjadi pada
permulaan terapi atau sesudah peningkatan dosis, lebih sering pada pengobatan dekompensasi. Untuk memperkecil
risiko ini, sebaiknya dimulai dengan dosis rendah yang dengan berhati-hati dinaikkan;
c. sesak napas dengan memicu atau
memperburuk gejala pada pasien asma;
d. hilang rasa oleh terutama kaptopril
e. reaksi kulit alergis kadang-kadang dapat
terjadi (exanthema, gatal-gatal) dengan demam dan nyeri sendi
f. keluhan lambung-usus, pusing dan nyeri
kepala yang sering kali bersifat sementara.
Interaksi. Kombinasi dengan diuretika sebaiknya dihindari, sebab dapat mengakibatkan
hipotensi secara mendadak. Terapi dengan
penghambat-ACE sebaiknya baru dimulai
2-3 hari sesudah pemakaian diuretikum dihentikan. Diuretika penghemat kalium(spironolakton,
amilorida dan triamteren). Penghambat ACE
bersifat mengurangi ekskresi kalium, maka
tidak boleh dikombinasi dengan obat-obat
ini sebab risiko hiperkaliemia hebat. Juga
harus berhati-hati bila dikombinasi dengan
NSAID’s.
Kehamilan dan laktasi. Wanita hamil tidak
boleh memakai ACE-inhibitor maupun
AT I-blocker, sebab bersifat teratogen terutama pada 6 bulan terakhir.29 Kaptopril dan
enalapril dalam jumlah kecil mencapai air
susu ibu, sedangkan dari obat-obat lain-nya
belum ada data.
Penggolongan. Menurut titik kerjanya,
penghambat RAAS dapat dibagi dalam dua
kelompok, yaitu ACE-inhibitors dan AT IIblockers (AT II-antagonis).
a. Penghambat ACE merintangi enzim ACE
(Angiotensin Converting Enzyme) mengubah AT I ––> AT II (Angiotensin II). namun
supresi pembentukan AT II tidak tuntas,
sebab jalur pembentukan AT II lainnya,
yaitu melalui enzim chymase, masih terbuka, lihat Gambar 2.
Obat-obat dari kelompok ini dapat menormalisasi tekanan darah pada sekitar 50%
penderita hipertensi ringan dan 90% bila
dikombinasi dengan suatu Ca-channel-blocker, suatu beta- blocker atau suatu diuretik.
Untuk terapi hipertensi tersedia kombinasi
tetap (fixed combination) dengan suatu diuretik
tiazida atau suatu Ca-channel-blocker.
berdasar rumus kimiawinya penghambat ACE terdiri dari 3 kelompok:
1. Derivat sulfhidril: kaptopril dan turunannya
2. Derivat dikarboksil: enalapril dan turunannya
3. Derivat mengandung fosfor: fosinopril
Terkecuali fosinopril semua senyawa penghambat ACE sebagian besar diekskresi melalui ginjal. Oleh sebab itu dosis dari obatobat ini harus disesuaikan/di-kurangi bagi
penderita gangguan ginjal.
b. AT II-reseptor-blockers (ARB) atau antagonis-Angiotensin II menduduki reseptor-AT II yang ada di berbagai
lokasi tubuh, antara lain di myocard,
dinding pembuluh, Susunan Saraf Pusat,
ginjal, anak ginjal dan hati. Zat-zat ini
lebih efektif daripada penghambat-ACE,
sebab jalur kedua melalui enzim chymase juga dihalangi. Dengan demikian
efek angiotensin II diblokir antara lain
peningkatan TD dan ekskresi kalium,
retensi natrium dan air. Zat-zat ini memicu vasodilatasi (terutama dari
pembuluh nadi), yang tidak disertai
peningkatan kuat volume menit jantung
dan reflextachycardi. Efek lain dari penekanan aktivitas RAAS yaitu penurunan produksi aldosteron, yang mengakibatkan bertambahnya ekskresi natrium dan air serta berkurangnya ekskresi
kalium. Kombinasi dari kedua jenis obat
kini dipakai untuk lebih efektif menurunkan tensi [efek aditif ringan]. Kelompok baru ini terdiri dari losartan, valsartan, irbesartan, kandesartan, eprosartan, telmisartan dan olmesartan.
Bagi penderita gagal jantung valsartan maupun kandesartan dapat mengurangi angka
kematian dan morbiditas.31a,b
Dianjurkan untuk memakai penghambat ACE sebagai pengobatan first line
bagi penderita gagal jantung dan Angiotensin
II reseptor blocker (ARB) bagi penderita yang
tidak tahan terhadap penghambat ACE atau
tidak mendapatkan efek yang dikehendaki.
Penderita diabetes mendapatkan lebih
banyak manfaat dari pemakaian penghambat ACE daripada Angiotensin II reseptor blocker.
Ref.
1. JAMA Internal Medicine, 2014; epub 31/3 t
2. DeBuy Wenniger; Liever ACE-remmer dan
receptorblokker bij suikerziekte; Ned Tijdschr
Geneeskd 2014;158:C2129)
Efek samping. Juga memicu batuk
dan angio-udema namun tidak separah penghambat ACE.
sebab dua kelompok obat ini memiliki
efek teratogenik, pemakaian nya sewaktu
kehamilan harus dihindari.
Juga harus diperhatikan bahwa ARB
dapat memicu hiperkalemia pada penderita gangguan ginjal atau mereka yang
memakai K-suplemen atau diuretik
penghemat ion kalium.
Blokade dari RAAS yang lebih intensif melalui kombinasi dari ARB (penghambatan
sesudah angiotensi II terbentuk) dan perintang renin aliskiren (penghambatan sebelum
angioteni II terbentuk) tidak memberikan
efek positif, namun bahkan komplikasi serius
dalam bentuk hiperkalemia dan gagal ginjal.
Ref.: Makani H, Bangalore S, Desouza KA, Shah
A, Messerli FH. Efficacy and safety of dual blockade of the renin-angiotensin system: meta-analysis
of randomised trials. BMJ 2013;346-360
Pada pasien diabetes atau penderita gangguan fungsi ginjal, kombinasi aliskiren dengan ATII-antagonis atau penghambat ACE
merupakan kontraindikasi.
Sering kali terlupa bahwa beta-blocker
juga merupakan perintang RAAS, sebab
menurunkan nilai renin dan dengan demikian aktivitas RAAS dihambat. Hal ini
perlu diwaspadai pada pasien yang juga
memakai beta-blocker, dalam rangka
perintangan RAAS berlipat ganda (ACEblocker dan ARB).
1. Cohn JN, Tognoni G; Valsartan Heart Failure
Trial Investigators. A randomized trial of
the angiotensin-receptor blocker valsartan
in chronic heart failure. N Engl J Med.
2001;345:1667-75
2. Doulton TW, He FJ, MacGregor GA. Systematic
review of combined angioten-sin-converting
enzyme inhibition and angiotensin receptor
blockade in hyper-tension. Hypertension.
2005;45:880-6.
3. Azam Nurmohamed. Dubbele RAASblokkade schadelijk bij diabetische nefropathie;Ned Tijdschr Geneeskd. 2014;158: A7255
4. Deinum J.; Valt het doek voor dubbele
RAAS-remming? Ned Tijdschr Geneeskd.
2014;158:A7346.
A. PENGHAMBAT ACE
(ACE Inhibitors)
6a. Kaptopril: Capoten, *Capozide
Derivat prolin ini yaitu penghambat ACE
pertama yang dipakai (1979). Efek blokade pembentukan AT II yaitu vasodilatasi
dan berkurangnya retensi garam dan air.
Oleh sebab itu berbeda dengan vasodilator
lainnya, zat ini tidak memicu udema
atau refleks-tachycardia. Kaptopril dipakai pada hipertensi ringan sampai berat
dan pada dekompensasi jantung. Diuretika memperkuat efeknya, sedangkan kombinasinya dengan beta-blocker hanya menghasilkan adisi.
Resorpsi dari usus cepat ±75%, efeknya
sudah maksimal sesudah 1,5 jam dan bertahan
12-24 jam tergantung pada dosis. PP 25-30%,
plasma-t½ 2-3 jam. Ekskresi lewat urin, separuhnya sebagai metabolit inaktif dan separuh
utuh.
Efek samping yang tersering yaitu hilang
rasa (kadang-kadang juga daya pencium),
batuk kering dan exanthema. Efek ini dapat
ditiadakan oleh indometasin dan NSAID
lainnya.
Dosis. Hipertensi: oral 1-2 dd 25 mg, bila
perlu sesudah 2-3 minggu 1-2 dd 50 mg;
dekompensasi: 3 dd 6,25-12,5 mg, berangsurangsur dinaikkan sampai 3 dd 25-50 mg.
sesudah infark jantung: semula 6,25 mg, berangsur-angsur dinaikkan sampai 2-3 dd 50
mg.
*Capozide = kaptopril 50 + HCT 25 mg
* Enalapril (Vasotec, Renitec, Tenace,*Tenazide)
yaitu juga derivat prolin (1984), namun tanpa
gugusan CS. Khasiat dan pemakaian sama
dengan kaptopril.
Resorpsi prodrug ini dari usus cepat sampai
± 65%; di dalam hati dihidrolisis menjadi
enalaprilat aktif dengan PP ±55% dan t½
±11 jam. Efeknya maksimal sesudah 4-6 jam
dan bertahan lebih kurang 24 jam. Ekskresi
melalui urin dan sebagian dalam bentuk
utuh. Efek samping berupa umum dan tidak
memicu hilangnya rasa (tanpa -CS);
efeknya tidak dipengaruhi oleh NSAID.
Dosis: hipertensi oral 1-2 dd 5-10 mg (maleat)
a.c./p.c, pemeliharaan 20-40 mg sehari; dekompensasi 1 dd 2,5 mg, maksimal 20 mg
sehari. Untuk injeksi i.v. dipakai larutan
enalaprilat 1 mg/ml.
*Tenazide = enalapril 10 + HCT 25 mg
*Lisinopril(Prinivil, Zestril,*Zestoretic) yaitu
juga derivat long-acting (1988) dengan khasiat dan pemakaian sama dengan enalapril
(t½ 12 jam). Dosis: hipertensi oral 1 dd 10 mg,
maksimal 80 mg; dekompensasi 1 dd 2,5 mg,
maksimal 20 mg sehari.
*Zestoretic = lisinopril 20 + HCT 12,5 mg
* Fosinopril (Monopril, Acenor-M, Newace)
yaitu derivat prolin (1992) dengan atom
fosfor dalam rumusnya dan khusus dipakai pada hipertensi. Di dalam tubuh
zat ini dihidrolisis menjadi metabolit aktif
fosinoprilat. Dosis: pada hipertensi oral 1 dd
10 mg, sesudah 4 minggu bila perlu dinaikkan
sampai 20-40 mg.
6b. Perindopril: Prexum, Coversyl, Aceon
Derivat indolkarboksilat (1989) ini yaitu
prodrug yang di dalam hati dihidrolisis
menjadi zat aktif perindoprilat. dipakai
pada hipertensi dan gagal jantung, bersifat
long-acting berhubung pengikatan kuat pada
ACE, walaupun t½-nya hanya ±4 jam.
Dosis:hipertensi oral 1 dd 4 mg, maksimal 8
mg; dekompensasi cordis 1 dd 2-4 mg.
* Quinapril (Accupril) yaitu derivat isochinolin (1989) yang di dalam hati dihidrolisis
menjadi quinaprilat, juga bersifat long-acting
akibat pengikatan kuat pada ACE (t½ 2,5 jam).
pemakaian nya sama dengan perindopril.
Dosis: hipertensi oral 1 dd 10 mg, maksimal
80 mg; dekompensasi 1 dd 2,5-5 mg, maks 2 dd
20 mg.
* Ramipril (Triatec, Tritace, Altace) yaitu derivat pyrrolkarboxilat (1989) yang dalam hati
dihidrolisis menjadi ramiprilat aktif, yang
juga bersifat long-acting. Dosis:hipertensi oral
1 dd 2,5 mg, maksimal 10 mg; sesudah infark
jantung 2 dd 2,5 mg, maksimal 10 mg sehari.
*Triatec Plus =ramipril 2,5 + HCT 12,5 mg
6c. Benazepril: Lotensin, Cibacen, *Cibadrex
Derivat benzazepin ini (1991) yaitu prodrug yang di dalam tubuh dihidrolisis menjadi metabolit aktif benazeprilat. dipakai
pada hipertensi dan gagal jantung.
Resorpsi dari usus ±37%, efek maksimalnya
tercapai sesudah 2-4 jam dan bertahan minimal
24 jam. PP-nya 95%, plasma-t½ ±23 jam, ekskresinya lewat urin secara utuh.
Dosis:hipertensi oral 1x sehari 10 mg, maksimal 1-2x 20 mg; dekompensasi 1 dd 2,5 mg,
maksimal 1-2 dd 10 mg.
*Cibadrex = benazepril 10 + HCT 12,5 mg.
6d. Cilazapril: Vascase
Derivat diazepin long-acting ini (1990) di
dalam hati dihidrolisis menjadi zat aktif cilazaprilat dengan t½ rata-rata 40 jam. Khusus
dipakai pada hipertensi.
Dosis: 1 dd 1,25 mg selama 2 hari, lalu 1 dd
2,5-5 mg.
6e. Trandolapril: Mavik
sesudah absorpsi terbentuk trandolapril (BA
10%) dan trandolaprilat (BA 70%) yang 8 kali
lebih kuat dari trandolapril dan mencapai
kadar darah maksimal dalam 4-10 jam.
Dosis: sehari 1-8 mg sebagai dosis tunggal
atau terbagi. Untuk penderita yang memakai diuretik atau penderita gangguan
ginjal, dosis pertamanya 0,5 mg.
6f. Moexipril: Univasc
Merupakan suatu prodrug yang daya kerjanya sebagai obat antihipertensi khusus
berdasar metabolitnya moexiprilat. Absorpsinya lengkap dengan BA sekitar 13%,
namun makanan menurunkannya dengan
kuat. Kadar darah maksimal tercapai dalam
hampir 1,5 jam dengan t½ berkisar antara
2-12 jam.
Dosis: sehari 7,5-30 mg (tunggal atau terbagi). Untuk penderita yang memakai
diuretik atau gangguan ginjal, dosis separuhnya.
B. AT-II RECEPTOR BLOCKERS
6e. Losartan: Cozaar, *Hyzaar
Senyawa imidazol-tetrazol ini yaitu AT
II-blocker pertama yang dikembangkan
(Timmermans et al. 1993)30 dan merupakan
yang pertama kali dipasarkan (1995). Berlainan dengan penghambat ACE, zat ini tidak
menghambat enzim ACE yang merombak
angiotensin I menjadi AT II, namun memblok
reseptor-AT II dengan efek vasodilatasi.
Efek maksimalnya baru nyata sesudah beberapa minggu, seperti juga halnya dengan
antihipertensiva lain. Studi besar-besaran di
A.S. dan U.K.menunjukkan keampuhan yang
sama dengan atenolol terhadap hipertensi,
terutama pada pasien diabetes. Efek melindunginya terhadap stroke dan infark jantung ditingkatkan dengan masing-masing 25
dan 13%.
Ref.:Lancet 23-3-2002, Ph Wkbl 2002;137:1133.
Losartan juga merupakan antagonis dari
reseptor thromboksan A2 dan berkhasiat mengurangi agregasi pelat darah.
Resorpsinya dari usus baik, namun BA-nya
hanya 33% berhubung FPE besar. Kadar
puncak dalam darah dicapai sesudah 3-4
jam. PP 99%, plasma-t½ 2 jam, dari metabolit
aktifnya 6-9 jam. Ekskresi melalui urin (35%)
dan feses (±58%).
Efek samping yang paling sering yaitu
pusing, jarang terjadi hipotensi ortostatik
dan hiperkaliemia. Batuk kering dapat terjadi, namun lebih jarang dibandingkan dengan ACE-inhibitors. Kombinasinya dengan
diuretika thiazida memperkuat efek hipotensifnya.
Dosis: oral 1 dd 50 mg, bila perlu dinaikkan
sesudah 3-6 minggu sampai 1 dd 100 mg.
Dosis harian total berkisar antara 25-100
mg.
*Hyzaar = losartan 50 + HCT 12,5 mg.
Obat-obat lainnya dari kelompok sartan yang
tersedia yaitu :
* Valsartan (Diovan*, Co-Diovan) 1996, adalah derivat dengan sifat yang lebih kurang
sama, t½ 9 jam - 1 dd 80-160 mg.
* Irbesartan (Aprovel, *CoAprovel)22, 1997,t½
11-15 jam - 1 dd 150- 300 mg
* Candesartan (Atacand, *Atacand Plus)
1997, t½ 9 jam - 1 dd 4 - 16 mg
* Eprosartan (Teveten) 1997, t½5-9 jam - 1 dd
600-800 mg
* Telmisartan (Micardis) 1998. t½> 20 jam - 1
dd 40-80 mg
* Olmesartan (Olmetec, Benicar) 2001 - 1 dd
20-40 mg
Bagi lansia di atas 75 tahun sebaiknya
dimulai dengan setengah dosis biasa.
Zat-zat ini berefek melindungi ginjal terhadap kerusakan lebih lanjut pada pasien
diabetes type-2 dan memperlambat terjadinya albuminuria pada penderita.
Ref. : Renoprotective effect of irbesartan in patients
with nephropathy due to type 2 diabetes. N Engl
J Med 2001;345:851-60 – Lewis EJ et al.Gnm bull
2002;36:89-90.
PENGHAMBAT RENIN
LANGSUNG
Memblokir pengubahan angiotensinogen
(yang merupakan substrat dari renin) menjadi Ang I yang seterusnya mengurangi pembentukan Ang II.
Satu-satunya obat dari kelompok ini yang
klinis dipakai terhadap hipertensi yaitu
aliskiren (Tekturna, Rasilez 2007) yang merupakan inhibitor renin generasi kedua. Walaupun bioavailability-nya rendah (±2,5%),
hal ini dapat diimbangi dengan daya kerjanya yang kuat. Kadar puncaknya dalam
plasma sudah tercapai dalam waktu 3-6 jam
dengan t1/2 20-45 jam, yang memicu
efek antihipertensifnya masih berlangsung
beberapa hari sesudah obat dihentikan (Oh et
al, 2007)32.
Absorpi oleh tubuh dikurangi oleh makanan berlemak. Obat ini dapat dipakai
oleh lansia, penderita gangguan hati dan
ginjal, serta bagi penderita diabetes tipe II
(Vaidyanathan et al, 2008)33.
Aliskiren merupakan obat antihipertensi
efektif dan dapat dipakai sebagai monoterapi atau dikombinasi dengan a.l. ACE
inhibitors, ARB dan HCT dengan hasil aditif
dan memiliki efek kardio- dan renoprotektif.
Juga dianjurkan sebagai pilihan alternatif bila
penderita tidak berhasil ditangani dengan
obat antihipertensi lain.
Efek samping. Pada umumnya ringan dan
terdiri a.l. dari diare (pada dosis tinggi), nyeri
perut, sakit kepala dan pusing, batu ginjal
dan gout, juga batuk, namun jauh lebih kurang
daripada efek samping obat-obat penghalang
ACE. Seperti juga semua penghalang RAS
lainnya, aliskiren tidak boleh diberikan pada
wanita hamil.
7. VASODILATOR
Vasodilator yaitu zat-zat yang berkhasiat
vasodilatasi langsung terhadap arteriole dan
dengan demikian menurunkan TD tinggi.
Kelompok 1 s/d 6 yang telah dibahas di atas
juga memicu vasodilatasi, namun secara
tidak langung melalui blokade SSP, aktivasi
SSP di otak dan lain-lain. Vasodilator perifer
yang khusus dipakai pada gangguan
sirkulasi perifer, telah dibahas di bab yang
lalu (Bab 34, Vasodilator). Vasodilator koroner, yang khusus mendilatasi pembuluh jantung, akan dibicarakan di bab berikut.
pemakaian nya khusus sebagai obat-obat
pilihan ketiga, terutama bersama dengan
beta-blocker dan diuretikum, bila kombinasi
kedua obat terakhir kurang memberikan
hasil. Kombinasi ini menguntungkan
sebab efek samping vasodilator berupa tachycardia dan retensi garam dan air ditiadakan oleh masing-masing β-blocker dan diuretika. Kini, “triple therapy’ ini sudah
banyak diganti dengan obat-obat hipertensi
baru (antagonis Ca, penghambat ACE, ATIIblockers).
Efek samping lainnya yaitu pusing, nyeri
kepala, muka merah, hidung mampat, debar jantung dan gangguan lambung-usus.
Biasanya efek ini bersifat sementara.
Kehamilan. Hanya hidralazin dapat dipakai oleh wanita hamil dengan aman,
sedangkan dari dihidralazin dan minoksidil
belum tersedia cukup data. Ketiga obat mencapai air susu ibu.
MONOGRAFI
7a. Hidralazin: Apresolin, *Ser-ap-es
Derivat-hidrazin ini yaitu salah satu
obat hipertensi pertama (1952). Tidak layak
dipakai sebagai monoterapi berhubung
efek sampingnya tachycardia (perhatian bagi
para lansia) dan tachyfilaksis. Efek samping
lainnya terdiri dari sakit kepala, pusing, mual
dan sindrom lupus yang biasanya timbul
sesudah pemakaian 6 bulan terus menerus.
Pengobatan kombinasi dengan β-blocker
dan thiazida lebih efektif, namun sekarang
sudah terdesak oleh obat-obat antihipertensi
baru.
Resorpsi dari usus pesat dan lengkap, PP
±85%, plasma-t½ ditentukan secara genetik,
tergantung pada kecepatan biotransformasi
dalam hati melalui asetilasi 2-4 jam pada
slow acetylators dan ±45 menit pada fast acetylators. Kadar tertinggi dalam plasma dan
efek hipotensif maksimal tercapai 30-120
menit sesudah diminum. Efek hipotensifnya
berlangsung lama, 8-12 jam akibat pengikatan
kuat pada dinding pembuluh.
Dosis: oral semula 2-3 dd 10-25 mg p.c., bila
perlu berangsur-angsur dinaikkan sampai
maksimal 200 mg sehari dalam 3-4 dosis.
*Ser-ap-es: hidralazin 25 + reserpin 0,1 +
HCT 15 mg
* Dihidralazin (Nepresol, *Dellasidrex, *Adelphane) yaitu derivat (1953) dengan sifat dan
efek samping sama; di dalam tubuh zat ini
diubah 10% menjadi hidralazin. Plasma-t½
4-5 jam tanpa perbedaan antara slow dan fast
acetylators. Dosis: oral permulaan 3 dd 12,5
mg, pemeliharaan 2 dd 25 mg, maksimal 200
mg sehari.
*Adelphane = dihidralazin sulfat 10 +
reserpin 0,1 mg.
* Dellasidrex = dihidralazin 10 + reserpin 0,1
+ HCT 10 mg
7b. Minoksidil: Lonnoten, Rogaine
There is only one cure for grey hair and baldness.
It was invented by a Frenchman. It is called the
guillotine.
PG Wodehouse, 1881-1975; revised.