Tampilkan postingan dengan label obat 38. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label obat 38. Tampilkan semua postingan

obat 38

 




k hipotensifnya 

tidak ada  korelasi baik, kecuali pada 

labetalol (berkat efek alfa-blokade).

Masa laten. Pada permulaan terapi TD tidak 

segera turun, namun  sesudah  masa laten,artinya 

baru turun sesudah beberapa waktu. Hal ini 

disebabkan daya tahan perifer (DTP) semula 

naik sebab  efek vasokonstriksi dari reseptoralfa tidak ditentang oleh stimulasi reseptorbeta (vasodilatasi) sebab  beta-blokade. Oleh 

sebab  itu TD semula tidak berubah. Baru 

sesudah beberapa waktu terjadi adaptasi dan 

berangsur-angsur DTP pulih ke normal dan 

TD menurun. Pada zat-zat kardioselektif 

dan dengan ISA, pada mana b2

-blokade 

sangat ringan dan DTP tidak meningkat, waktu laten hanya 2-6 minggu lamanya. Pada 

zat-zat tak-selektif dapat sampai 2-3 bulan 

(misalnya propranolol). Pengecualian yaitu  

labetalol, yang tidak menunjukkan waktu laten berkat efek vasodilatasi langsung. Sebaliknya, sesudah  terapi dihentikan dan plasma tidak mengandung obat lagi, efeknya 

masih bertahan selama beberapa minggu.

Pilihan obat. Semua beta-blocker sesudah  masa latennya lewat, memiliki efek hipotensif 

(dan anti-aritmia) yang sama kuatnya bila 

dosisnya diatur secara individual. namun  efek 

sampingnya dapat banyak berbeda sebab  

sifatnya masing-masing. Risiko akan efek samping buruk ternyata lebih ringan pada

zat-zat selektif dan zat-zat dengan ISA. Ada 

pula petunjuk mengenai mortalitas lebih 

besar (pada perokok) yang diobati dengan 

zat-zat tak-selektif. Oleh sebab  itu lebih 

banyak dipakai  obat-obat selektif, seperti 

atenolol (hidrofil), celiprolol (ISA), asebu­tolol

(ISA ringan) dan pindolol dengan ISA terkuat.

Interaksi. Dengan sejumlah obat lain dapat 

terjadi interaksi bila dipakai  bersamaan, 

antara lain:

* efeknya diperkuat oleh antagonis-Ca, terutama verapa­mil(i.v.) dan diltiazem (bradycardia, AV block, hipotensi); nifedipin dan 

derivat dihidropi­ri­din lainnya (hipotensi). Juga 

oleh zat-zat inotrop/kronotrop negatif lain, 

seperti lidokain, fenothiazin, glafenin dan 

floktafenin (hipotensi berat), serta simetidin 

(menghambat perombakan hati dari zat-zat 

lipofil). 

* efeknya diperlemah oleh barbital, rifampisin (perombakan oleh hati dipercepat), 

NSAID (indometasin dan lain-lain) dan antasida (menurunkan absorpsi, sebaiknya diminum sesudah  2 jam).

* β-blocker memperkuat efek teofilin (menghambat perombakan)

* klonidin memperbesar risiko ‘rebound’ hipertensi, oleh sebab  itu terapi dengan betablocker perlu dihentikan sebelum memakai  klonidin.

Kombinasi. Beta-blocker ternyata efektif pada 50-70% pasien dengan hipertensi ringan 

sampai sedang (95-105 mm Hg diast.), sedangkan pada lansia efektivitasnya lebih 

rendah. Bila suatu beta-blocker tidak berdaya 

menurunkan TD pada dosis layak, mencoba 

β-blocker lainnya tidak ada gunanya. Dalam 

hal ini sebaiknya ditambahkan diuretikum 

dan/atau vasodilator (misalnya nifedipin). 

Kombinasi dengan antagonis-Ca lain bukan 

dihidropiridin (verapamil, diltiazem) tidak 

dianjurkan.

MONOGRAFI

3a. Acebutolol: Sectral, *Sectrazide

Beta-blocker selektif ini (1973) bersifat lokal 

anestetik dengan ISA ringan. Kombinasi sifat 

ini menguntungkan sebab  efek sampingnya 

yang agak ringan.

Resorpsi dari usus ±70%; akibat FPE tinggi, 

BA-nya hanya ±40%. PP-nya 11-25%, plasma-t½ 2-11 jam. Dalam hati, zat ini dirom-bak 

menjadi metabolit yang sama aktifnya dengan 

diasetolol. Ekskresi berlangsung lewat urin 

dan feses. Asebutolol dan diasetolol bersifat 

lipofil, sehingga dapat memicu  efek 

samping sentral.

Dosis: angina dan hipertensi: oral 1 dd 400 

mg pagi hari, bila perlu sesudah 2 minggu 

dinaikkan sampai 2 dd 400 mg. Tachy-aritmia: 

2-3 dd 200-400 mg. *Sectrazide = asebutolol 

400 + HCT 25 mg.

* Celiprolol (Dilanorm) yaitu  juga derivat

selektif dengan ISA (1987), namun  tanpa efek 

lokal anestetik dan bersifat lipofil. BA-nya 

30-75% tergantung dari dosis, PP-nya ±25%, 

t½ 4-6 jam. Ekskresi praktis secara utuh lewat 

urin dan feses.

Dosis: angina dan hipertensi oral 1-2 dd 200 

mg

3b. Karvedilol: Dilbloc,Eucardic

Derivat karbazolil ini (1992) bersifat tidak 

selektif tanpa ISA, namun  berefek blokadealfa yang memicu  penurunan daya 

tahan perifer. Sangat lipofil. Resorpsi dari 

usus baik, namun  BA-nya hanya 22% akibat 

FPE tinggi. PP-nya 95%. Dalam hati sebagian 

dirombak menjadi glucuronida inaktif dan 2 

metabolit aktif yang diekskresi dengan urin 

untuk 16% dan lewat empedu serta feses 

untuk 60%. Masa paruhnya 6 jam.

Dosis: hipertensi dan angina 1 dd 12,5 mg 

selama 2 hari, lalu 1 dd 25 mg, maks. 50 mg.

3c. Atenolol:Tenormin, *Tenoret/Tenoretic

Zat kardioselektif ini tanpa ISA atau efek 

lokal anestetik (1975) bersifat hidrofil kuat, 

oleh sebab  itu tidak melintasi rintangan 

darah-otak sehingga efek sentral minimal. 

Resorpsi dari usus hanya 50%; PP 3% dengan plasma-t ½ 6-9 jam, namun efek blokade 

reseptor-β bertahan jauh lebih lama, ±24 jam. 

Hal ini khususnya penting bagi terapi angina 

(dan aritmia). Tidak dimetabolisasi oleh hati 

dan diekskresi lewat urin praktis dalam keadaan utuh.Dosis: angina dan hipertensi oral 1-2 dd 100 

mg; aritmia: 2 dd 50-100 mg. 

*Tenoret/Tenoretic = atenolol 50/100 mg + 

klortalidon 12,5/50 mg.

* Metoprolol (Seloken, Selozok) yaitu  derivat 

atenolol yang juga selektif, tidak memiliki 

ISA atau efek lokal anestetik, namun  bersifat 

lipofil (1975).

Resorp­si cepat dan praktis lengkap, BA 40-

50% akibat FPE agak tinggi. Efek hipotensif 

biasanya agak cepat, dalam 1 minggu dan 

dapat bertahan sampai 4 minggu. PP ±12%, 

plasma-t½ 3-4 jam. Ekskresi melalui ginjal 

sebagai metabolit inaktif. Dosis. Hiper­tensi: 

oral pagi hari 50 mg, bila perlu dinaikkan 

sampai 1 dd 100-200 mg. Angina: pagi hari 

100 mg, maks. 400 mg. Aritmia: 1-2 dd 100 mg 

(sesudah  dimulai dengan 5 mg i.v.)

Gagal jantung ringan: 2 dd 5 mg, bila perlu 

dosis berangsur-angsur dinaikkan. Migrain

(profilaksis): 1-2 dd 100 mg. 

*Seloken Comp = metoprolol 100 + HCT 12,5 

mg

* Bisoprolol (Concor, Emcor) yaitu  derivat 

selektif lipofil tanpa ISA dengan sifat lokal 

anestetik (1986). BA-nya tinggi, ± 90% sebab  

FPE ringan, PP ± 30%, plasma-t½ 10-12 jam. 

Ekskresi berlangsung melalui urin, separuh 

sebagai metabolit inaktif. Dosis: angina dan

hipertensi oral 1 dd 5-10 mg.

* Esmolol (Brevibloc) yaitu  derivat selektif 

hidrofil tanpa ISA (1990), yang khusus dipakai  melalui i.v pada aritmia dengan 

tachycardia.

3d. Alprenolol: Alpresol, Aptine

Zat tidak selektif ini (1967) bersifat ISA dan 

lokal anestetik, juga lipofil kuat. Dengan 

mudah alprenolol melintasi rintangan darahotak. Resorpsi dari usus baik, namun  BA-nya 

ringan, hanya ±10%, sebab  FPE besar. PP 

85%, t½ 3 jam. Ekskresi berlangsung lewat 

urin sebagai metabolit aktif.

Dosis: angina dan hipertensi oral 4 dd 50 mg,

aritmia: 4 dd 25-100 mg .

* Oksprenolol (Trasicor) yaitu  derivat dengan khasiat dan sifat mirip alprenolol (1968). 

Dosis: angina dan hiper­ten­si: 2 dd 40-80 mg; 

aritmia: 2-3 dd 20 mg. 

*Trasentin = oxprenolol 80 + klortalidon 10 

mg. 

3e. Pindolol: Visken, *Viskaldix.

Derivat indol ini (1970) memiliki efek betablokade terkuat, ±6 kali efek propranolol. 

Tidak selektif dan efek lokal anestetiknya 

ringan. Begitu pula efek ISA-nya terbesar,

berkat sifatnya ini pindolol jarang memicu  efek samping seperti bradycardia, 

kardiodepresi, bronchokonstriksi dan vasokonstriksi perifer. Bersifat lipofil, sehingga 

agak sering memicu  efek samping 

sentral. Berlainan dengan beta-blocker lainnya, pindolol meningkatkan kadar renin plasma dan praktis tidak menurunkan frekuensi 

jantung dalam keadaan istirahat, juga tidak 

menaikkan daya-tahan pembuluh perifer selama minggu-minggu pertama terapi. Penurunan kolesterol-HDL hanya terbatas.

Resorpsi dari usus lengkap, BA 50-95%, PP 

45% dengan t½ 3-4 jam. Ekskresi melalui urin 

sebagian dalam bentuk metabolit inaktif.

Dosis: angina oral 3 dd 5 mg; hiper­tensi: pagi 

hari 10 mg, maksimal 30 mg sehari; aritmia: 3 

dd 5-10 mg.

*Viskaldix = pindolol 10 + klopamida 5 mg.

3f. Propranolol: Inderal, *Inderetic.

Beta-blocker pertama ini (1964) memiliki 

efek lokal anestetik kuat, namun  tidak kardioselektif dan tak memiliki ISA. Meskipun 

banyak sekali derivat lain telah dipasarkan 

dengan sifat farmakologi lebih baik, namun 

propranolol masih merupakan beta-blocker 

penting dan menjadi salah satu obat bestseller dunia.

Resorpsi dari usus baik, namun  FPE besar, 

hingga hanya 30% mencapai sirkulasi besar. 

Sebagian besar diubah dalam hati menjadi derivat hidroksi yang aktif. PP 90%, 

plasma-t½ 3-6 jam. Bersifat sangat lipofil, 

sehingga distribusinya di jaringan dan otak 

baik dengan sering kali memicu  efek 

sentral, lihat efek samping umum.

Dosis: hipertensi, angina dan aritmia: oral 

2-3 dd 40 mg d.c., bila perlu dosis dinaikkan 

dengan interval 1 minggu sampai 320 mg sehari. Profilaksis re-infark 3 dd 40 mg selama 

2-4 minggu dalam waktu 3 minggu sesudah  

infark pertama, pemeliharaan 2-3 dd 80 mg 

selama minimal 2 tahun. 

*Inderetic = propranolol HCl 80 + bendroflumethiazide 2,5 mg

3g. Labetalol: Trandate

Beta-blocker tidak selektif ini (1977) juga

bersifat a1

-blocker, dalam perbandingan kekuatan blokade kurang lebih 3:1. Memiliki 

ISA ringan dan efek lokal anestetik hanya 

pada dosis tinggi. Berlainan dengan betablocker lain, labetalol tidak berdaya inotrop 

negatif atau memperlihatkan waktu laten, 

sebab  alfa-1-blokade memicu  vasodilatasi langsung cepat. Mulai kerjanya dalam 

2-4 jam. dipakai  pada hipertensi sedang 

dan berat; antara dosis dan efeknya ada  

korelasi baik (berlainan pula dengan obatobat lain).

Resorpsi dari usus baik dengan FPE besar, 

BA hanya 25%. PP 50%, t½ 2,5-8 jam. Ekskresi 

melalui urin terutama sebagai metabolit dan 

30% lewat feses.

Efek samping terpenting berupa hipotensi 

ortostatis, hidung tersumbat, gangguan lambung-usus, adakalanya letih, lemah dan kejang. Berbeda dengan beta-blocker lain, labetalol tidak memengaruhi kadar kolesterol 

dan trigliserida darah.

Dosis: hipertensi oral 2 dd 100 mg, bila perlu 

sesudah 1-2 minggu 2 dd 200 mg.

4. ZAT-ZAT DENGAN 

EFEK PUSAT

Agonis a2

-adrenerg menstimulasi reseptor

a2

-adrenerg yang banyak sekali ada  di 

Susunan Saraf Pusat (otak dan medulla). 

Akibat rangsangan ini melalui suatu mekanisme feedback negatif, aktivitas saraf adrenerg perifer dikurangi.

Pelepasan NA menurun dengan efek menurunnya daya tahan pembuluh perifer dan 

TD. Efek ini sebetulnya paradoksal, sebab  

banyak pembuluh memiliki reseptor-a2

 yang 

justru memicu  vasokonstriksi. Mekanisme efek hipotensifnya yang tepat belum 

dipahami secara menyeluruh, hanya 

diketahui bahwa aktivitas SSP ditekan oleh 

aktivasi reseptor ini . 

Di samping itu ditemukan bahwa pengikatan pada reseptor-imidazolin-1 (Im1) di 

otak berefek menurunkan aktivitas saraf 

simpatik. Klonidin dan moksonidin juga bekerja via pengikatan pada reseptor Im1 ini. 

Metil­do­pa dan guanfasin mengikat diri hanya 

pada reseptor-a2

. Volume menit jantung dan 

frekuensinya praktis tidak dipengaruhi. 

pemakaian nya khusus pada semua bentuk 

hipertensi, biasanya dikombinasi dengan 

diuretikum. sebab  banyak efek sampingya, 

zat ini bukan merupakan pilihan pertama, namun  

hanya sebagai obat cadangan bila obat-obat 

hipertensi lain kurang efektif. Klonidin juga 

dipakai  pada migrain dan terhadap gejala 

climac­terium.

Efek samping yang tersering berupa efek 

sentral, antara lain sedasi, mulut kering, sukar 

tidur, hidung mampat, pusing, penglihatan 

guram, bradycardia, impotensi, depresi dan 

gelisah. Pada umumnya efek ini sering kali 

dan hebat pada klonidin dan jarang pada 

moksonidin, metildo­pa dan guanfasin. Hipertensi ‘rebound’ pada penghentian pengobatan secara mendadak dapat terjadi, terutama 

pada klonidin dan reserpin serta lebih jarang 

pada obat-obat lain.

Kehamilan. Metildopa dapat dipakai  oleh 

wanita hamil dengan hipertensi, sedangkan 

obat-obat lain belum memiliki cukup data. 

Klonidin, moksonidin dan metildopa masuk 

ke dalam air susu ibu. 

4a. Klonidin: Catapres, Dixarit

Derivat imidazolin ini (1966) berkhasiat 

hipotensif kuat berdasar  efek adrenerg 

sentralnya. Mengikat diri pada reseptor-a2. 

dipakai  pada hipertensi sedang sampai 

berat. pemakaian nya pada terapi interval 

migrain berkat khasiat vasokonstriksi perifernya (1/16 dari dosis hipotensif, lihat Bab 52, 

Obat-obat migrain), dewasa ini dianggap tak 

terbukti dan obsolet. Antara kadar plasma 

dan efek hipotensifnya ada  korelasi baik.

Resorpsinya dari usus lengkap dengan 

BA hampir 100%, efek hipotensif maksimal 

dicapai dalam waktu 4 jam dan bertahan 8 jam. Plasma-t½ 6-20 jam, ekskresi lewat urin 

(60%) dan feses (20%) sebagian dalam bentuk 

metabolit.

Efek samping berupa umum; sedasi terutama 

terjadi pada permulaan terapi. Penghentian 

pengobatan tidak boleh mendadak, namun  berangsur-angsur dalam 2-4 hari untuk menghindari hiper­ten­si ‘rebound.’

Dosis: oral semula 3 dd 0,075 mg, berangsurangsur dinaikkan sampai 0,15-0,6 mg dalam 

2-3 dosis. Profilaksis migrain: 2 dd 0,025 mg, 

sesudah  2 minggu bila perlu dinaikkan sampai 

maksimal 2 dd 0,05-0,075 mg.

* Moksonidin (Normatens) yaitu  derivat 

pirimidin (1992) dengan afinitas lebih kuat 

untuk reseptor-Im1 daripada reseptor-a2 

(yang terutama bertanggungjawab untuk 

efek sentral). Kerjanya lebih lama, sampai 12 

jam meskipun t½ hanya 2-3 jam. Efek samping 

sama, kecuali sedasi dan hipertensi ‘rebound’ 

yang jarang terjadi. Dosis: permulaan 0,2 mg 

pagi hari, bila perlu berangsur-angsur dinaikkan sampai 0,6 m sehari.

4b. Metildopa: Dopamet, Aldomet

Derivat alanin ini (1963) dalam saraf adrenerg diubah secara enzimatis menjadi zat 

aktifnya alfa -metilnoradrenalin (MNA) dan 

metildopamin. Semula dikira bahwa MNA 

mendesak NA dari reseptornya di ujung 

saraf dan dengan demikian bekerja sebagai 

transmit­ter palsu. namun  MNA ternyata hampir sama aktifnya dengan NA, sehingga 

tidak dapat dijelaskan menurunnya aktivitas 

adrenerg dan TD. Kemudian ditemukan bahwa pembentukan ‘false transmitter’ ini  

juga terjadi dalam otak dan kini efek hipotensif ini  diperkirakan akibat aktivasi 

reseptor-a2

 sentral. Metildopa terutama dipakai  pada hipertensi sedang sampai berat, 

sering kali dikombinasi dengan thiazida. 

Resorpsi dari usus antara 30-70%; kadar 

plasma maksimal dicapai sesudah  ±5 jam dan 

bertahan ±24 jam. Selain di otak, di dalam hati 

zat ini diubah menjadi metildopamin dan 

MNA. Ekskresi terutama melalui urin secara 

utuh dan glukonat. Plasma-t½ 7-16 jam dan 

tidak berkorelasi dengan efek hipotensifnya.

Efek samping berupa umum, terutama efek 

sentral. Di samping itu kelainan darah serius 

antara lain anemia dan leukopenia, juga 

hepatitis dalam masa 2 bulan. Oleh sebab  

itu dianjurkan monitor darah dan hati secara 

teratur selama pemakaian.

Dosis: oral permulaan 2 dd 250 mg selama 

beberapa hari, lalu perlahan-lahan dinaikkan 

sampai 3-4 dd 500 mg

5. ANTAGONIS KALSIUM

Kalsium merupakan elemen esensial bagi 

pembentukan tulang dan fungsi otot kerangka

dan otot polos jantung/dinding arteri­ole; untuk 

kontraksi semua sel otot ini  diperlukan 

ion Ca intrasel bebas. Kalsium bebas juga 

perlu untuk pembentukan dan penyaluran 

impuls-AV jantung. Kadar ion Ca di luar 

sel yaitu  beberapa ribu kali lebih besar 

daripada di dalam-sel. Pada hal-hal tertentu, 

misalnya akibat rangsangan, terjadilah depolarisasi membran sel, yang menjadi permeabel bagi ion Ca, sehingga banyak ion ini 

melintasi membran dan masuk ke dalam sel. 

Pada kadar Ca intrasel tertentu, sel mulai 

berkontraksi dan otot jantung serta arteriole 

menciut (konstriksi).

Antagonis-Ca menghambat pemasukan 

ion Ca ekstrasel ke dalam sel dan dengan 

demikian dapat mengurangi penyaluran 

impuls dan kontraksi myocard serta dinding 

pembuluh. Senyawa ini tidak memengaruhi 

kadar-Ca di plasma. Dapat dibedaken dua 

kelompok, yaitu: 

a. Ca overload-blocker, yang menentang 

kenaikan kadar Ca berlebihan di dalam 

sel. Misalnya flunarizin yang dipakai  

pada vertigo dan profilaksis migrain. 

b. Ca entry-blocker, yang menghambat pemasukan kalsium ke dalam sel myocard 

dan otot polos dinding arteriole yang 

terangsang dan dengan demikian mencegah kontraksi dan vasokonstriksi. Dalam bab ini dan seterusnya dengan istilah 

‘antagonis kalsium’ selalu dimaksud Ca

entry-blocker ini.

Efek terpenting dari antagonis kalsium adalah sebagai berikut:

a. vasodilatasi koroner dengan perbaikan 

penyaluran darah dan “penyerahan” ok- sigen ke otot jantung, terutama bila ada  kejang seperti pada angina variant

b. vasodilatasi perifer dengan menurunnya 

daya tahan dinding pembuluh (DTP) dan 

tekanan darah, hingga ‘afterload’ darah 

berkurang (= beban sesudahnya, yaitu beban yang dialami di aorta oleh darah 

yang dipompa dari jantung).

c. menekan kerja jantung dengan berkurangnya daya dan frekuensi pukulan 

jantung, sehingga kebutuhan oksigen 

pada pembebanan fisik dan emosional 

menurun. Efek inotrop negatif tidak begitu besar, sebab  dikompensasi oleh 

vasodilatasi, pada nifedipin bahkan terjadi 

reflekstachycardia sementara yang nyata 

sekali pada verapamil. Efek kronotrop negatif pun paling mencolok pada verapamil (dan diltiazem), paling ringan pada 

nifedi­pin.

d. menghindari pembekuan eritrosit, sehingga kelenturannya terpelihara dan 

bentuknya tetap bisa berubah untuk dapat 

memasuki kapiler kecil dari jaringan 

yang mengalami hipoksia. Pada keadaan 

kekurangan oksigen ini, sel membran 

eritrosit dapat ditembusi pula oleh ion 

Ca, yang langsung bereaksi dengan lipoprotein membran dan mengakibatkan 

pembekuannya.

Penggolongan. Antagonis-Ca secara kimiawi 

dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu:

a. derivat dihidropiridin: efek vasodilatasinya sangat kuat, maka terutama dipakai  sebagai obat hipertensi. Kini tersedia antara lain nifedipin dan nisoldipin,

amlodipin dan felodi­pin, nicar­dipin, nimodipin, nitrendipin dan lerkanidipin (Zanidip,

Lerdip), lasidi­pin (Motens) dan isradipin (Lomir)

b. obat-obat lain: verapamil, diltiazem dan

bepridil (Cordium). Verapamil bekerja terhadap jantung (menurunkan frekuensi 

dan daya kontraksi, memperlambat penyaluran-AV) dan terhadap sistem pembuluh (vasodilatasi). Diltiazem dapat 

disamakan khasiatnya dengan verapamil, 

namun  efek inotrop negatifnya lebih ringan. 

Efek vasodilatasi kedua zat ini lebih lemah daripada senyawa dihidropiridin, 

maka lebih banyak dipakai  pada 

angina daripada sebagai obat hipertensi. 

Bepridil tidak bekerja antihipertensif dan 

khusus dipakai  pada angina stabil.

pemakaian  yang terpenting yaitu  sebagai 

berikut:

a. Hipertensi. berdasar  efek ini  

di atas, terutama derivat-dihidropiridin 

kini terutama dipakai  pada hipertensi, 

hanya bila diuretika, beta-blocker dan 

zat penghambat ACE tidak atau kurang 

efektif. Sebaiknya pemakaian  dikombinasi dengan suatu beta-blocker. Sediaan nifedipin dengan kerja singkat hendaknya jangan dipakai . Verapamil 

dan diltiazem tidak dianjurkan pada 

hipertensi, begitu juga kombinasinya 

dengan beta-blocker berhubung efek 

negatif-nya saling diperkuat, yaitu atas 

penya-luran-AV dan atas daya kontraksi 

jantung.

b. Angina pectoris

– angina stabil kronis. Untuk penyakit 

ini beta-blocker merupakan obat primer, 

namun  bila efeknya kurang memuaskan 

baru dapat ditambahkan antagonis-Ca. 

Obat ini juga dipakai  bila ada  

kontraindikasi bagi beta-blocker, misalnya pasien asma, bronchitis dan emfisem. 

Mekanismenya berdasar  dikurangi 

pemakaian  oksigen oleh myocard pada

waktu mengeluarkan tenaga(exertion) akibat 

turunnya frekuensi jantung dan TD arteri 

(sebab  vasodilatasi perifer). Vasodilatasi 

juga memperbesar penyaluran oksigen ke 

myocard.

– angina variant (Prinzmetal) yaitu  jenis 

angina dengan kejang pembuluh yang jarang ada . Antagonis-Ca dianggap 

sebagai pilihan utama pada jenis angina 

ini. Mekanismenya berdasar  pencegahan kejang otot koroner dalam keadaan

istirahat dengan efek bertambahnya 

penyaluran darah ke jantung.

c. aritmia tertentu. Khusus verapamil efektif 

sekali pada tachycardia supraventrikuler. 

Diltiazem dan derivat nifedipin tidak 

begitu efektif, bahkan dapat memperburuk aritmia.d. indikasi lainnya. Untuk prevensi serangan kedua sesudah  infark jantung, 

hanya bila beta-blocker atau penghambat-ACE (pilihan utama) tidak dapat diberikan dan bila pasien tidak menderita 

gagal jantung. Antagonis-Ca tidak memberikan efek baik terhadap morbiditas 

dan mortalitas sesudah  infark jantung.

Verapamil menurunkan risiko reinfark, namun  belum terbukti dapat memperpanjang hidup. 

Nifedipin juga dipakai  pada penyakit Raynaud.

Efek samping umum. Dibandingkan dengan 

antihipertensiva lain, obat-obat ini lebih sering memicu  efek samping dan yang 

terpenting yaitu  pusing, nyeri kepala, rasa 

panas di muka (flushing). Terutama pada derivat piridin tachycardia dan udema pergelangan-kaki (akibat vasodilatasi perifer). Pada umumnya efek-efek ini bersifat sementara. 

Bradycardia, AV block, hipotensi dan obstipasi terutama terjadi pada obat-obat bukan 

derivat piridin. Obat-obat ini juga menghambat agregasi trombosit dan memicu  

kelainan darah, gangguan penglihatan, reaksi 

kulit alergis, nervositas dan perasaan tidak 

bertenaga.

Kehamilandanlaktasi. Wanita hamil dan yang 

menyusui tidak dianjurkan memakai  

antagonis-Ca, sebab  hipotensi dapat mengakibatkan hypoxia pada janin. Semua obat 

dapat mencapai air susu ibu. 

Obat-obat short-acting (nifedipin, verapamil,

diltiazem). Pada tahun 1995 dilaporkan hasil 

pengamatan yang meresahkan bahwa terapi 

hipertensi dengan antagonis-Ca disertai peningkatan risiko infark jantung dan kematian. Efek buruk ini khusus dinyatakan untuk nifedipin pada dosis tinggi. Penelitian 

memastikan bahwa amlodipin dengan kerja 

panjang yaitu  obat hipertensi efektif dan 

aman. 

Risiko kanker dari antara lain colon, prostat dan buah dada meningkat pada lansia 

sesudah pemakaian  lama. Efek karsinogen 

ini diduga berdasar  penghambatan apoptosis (kematian sel yang terprogram), sehingga sel-sel cacat genetik dan sel-sel tumor 

tidak mati dan dapat terus berproliferasi. 

namun  penelitian lain tidak menegaskan efek 

karsinogen ini. pemakaian  obat-obat ini 

juga dihubungkan dengan meningkatnya risiko pendarahan lambung-usus.

MONOGRAFI

5a. Nifedipin : Adalat/Retard/Oros

Nifedipin yaitu  zat pertama (1975) da-ri 

kelompok dihidropiridin dengan gugus fenil 

pada posisi para. Khasiat utamanya adalah vasodilatasi, oleh sebab  itu terutama 

dipakai  pada hipertensi esensial (ringan/

sedang), juga pada angina variant berdasar  efeknya yang relatif ringan terhadap 

jantung, maka tidak berkhasiat inotrop negatif. Pada angina stabil hanya dipakai  

bila beta-blocker dikontra-indikasi atau 

kurang efektif. Dalam keadaan ini khusus 

dianjurkan tablet long-acting Oros (= sistem 

osmotis yang melepaskan obat secara teratur 

untuk waktu lama, lihat Bab 4, sub 2). 

Tablet biasa (kerja singkat) dalam dosis 

tinggi sesudah infark ternyata mempersingkat hidup. Lembaga Jantung AS pada 1 

September 1995 menganjurkan untuk “sangat 

berhati-hati memakai  nifedipin shortacting, terutama pada dosis tinggi untuk 

terapi hipertensi, angina dan infark jantung”.

Agar efeknya cepat tablet dapat dikunyah 

dan diletakkan di bawah lidah (pada krisis

hiperten­si). Obat ini juga bermanfaat pada 

penyakit Raynaud dan seran­gan sedu (hiccup).

Resorpsi dari usus baik (90%), namun  BA 

hanya rata-rata 60% sebab  FPE tinggi. Mulai 

kerja kapsul dalam 20 menit dan bertahan 1-2 

jam, tablet Oros masing-masing 2-4 jam dan 

16-18 jam. PP di atas 90%, plasma-t½ 2-5 jam 

(±11 jam pada tablet retard). Dalam hati zat 

ini dirombak menjadi metabolit inaktif yang 

diekskresi lewat urin (90%) dan feses (10%).

Efek samping yang sering terjadi yaitu  

udema pergelangan kaki (10%). Dosis awal 

yang terlampau tinggi dapat memprovokasi 

serangan angina akibat hipotensi kuat mendadak, kadang-kadang ischemia dan infark 

akibat refleks-tachycardia, terutama pada   lansia. Beberapa penelitian memberikan indikasi mengenai peningkatan risiko penyakit 

jantung17 dan kanker.

Dosis: pada hiper­tensi 3 dd 10-20 mg atau 2 

dd 20-40 mg retard d.c.; angina oral 3-4 dd 10 

mg tablet (ditelan utuh), berangsur-angsur 

dinaikkan sampai maksimal 6 dd 20 mg. 

Atau 1 dd 30-120 mg tablet retard pagi hari 

d.c. Pada Sindrom Raynaud: 2 dd 10-20 mg 

tablet retard d.c.

5b. Nicardipin: Perdipine, Cardene/SR

Derivat 3-nitrofenil ini bersifat lipofil (1986) 

dengan BA 30%, PP ±98%, dan t½ 1-12 jam. 

Diekskresi sebagai metabolit inaktif lewat 

urin (60%) dan feses (35%).

Dosis. Hipertensi: 2 dd 40 mg tablet retard, 

maksimal 2 dd 60 mg. Angina variant/stabil: 3 

dd 20 mg, bila perlu dinaikkan sampai 2 dd 

30-40 mg. 

* Nimodipin (Nimotop) yaitu  derivat 3-nitrofenil yang juga lipofil (1985) dengan khasiat utama terhadap pembuluh otak. Oleh 

sebab  itu khusus dipakai  sesudah  perdarahan otak (beroerte) untuk profilaksis gejala 

ischemia akibat kejang kapiler otak.

Khasiat memperkuat ingatan. Selain itu 

nimodipin dilaporkan (Perugia Nimodipin

Study Group, 1993) dapat memperbaiki daya 

ingat pada lansia yang menderita gejala dementia. Mekanisme kerjanya berdasar  

teori bahwa proses metabolisme kalsium terganggu pada sel yang menua. “Pintu” kalsium selalu terbuka sedikit, sehingga ion Ca 

dapat terus-menurus ‘membocor’ ke dalam 

sel-sel saraf. Nimodipin mencegah pembocoran ion-Ca ini .

Dosis: oral 6 dd 60 mg selama 7 hari.

* Lercanidipin (Zanidip,Lerdip) yaitu  juga 

derivat-3-nitrofenil (1997) dengan kerja panjang.(24 jam) berkat pengikatan kuat pada 

membran sel. Dosis: 1 dd 15 mg 1/2 jam a.c., 

bila perlu sesudah 2 minggu dinaikkan sampai 20 mg.

5c. Amlodipin: Norvask, Norvasc

Derivat klor long-acting ini (1990) memiliki 

BA 60%, PP di atas 95% dan t½ 35-50 jam. 

Diekskresi 60% lewat urin terutama sebagai 

metabolit inaktif.

Dosis: hipertensi dan angina variant/stabil 1 

dd 5 mg (besilat = benzensulfonat), maks.10 

mg.

* Felodipin (Plendil) yaitu  derivat diklor 

(1987) juga dengan kerja panjang (t½ 25 

jam). BA hanya 15%, sebab  FPE tinggi; PP 

99%. Felodipin dirombak dalam hati menjadi 

metabolit inaktif, yang diekskresi melalui 

urin (±70%) dan tinja (30%). dipakai  pada 

hipertensi dan angina variant/stabil dengan 

dosis 1 dd 5-20 mg.

5d. Verapamil: Isoptin/SR

Senyawa amin alifatis ini (1963) dengan 

gugus nitril (-CN) dipakai  pada angina 

variant dan stabil, juga pada aritmia (tachyaritmia supraventrikuler). Verapamil juga efektif pada hipertensi ringan sampai sedang 

dan dapat mencegah reinfark sesudah  serangan jantung jika ada kontraindikasi bagi 

beta-blocker. Kombinasi dengan obat-obat 

lain yang bekerja kardiosupresif atau menghambat pembentukan/penyaluran rangsangan harus dihindari. Misalnya kombinasi 

dengan beta-blocker dan anti-aritmika dapat 

memicu  gangguan penyaluran AV kuat, hipotensi atau gagal jantung.

Resorpsi dari usus ±90% dengan BA lebih 

kurang 43% berhubung FPE besar, PP-nya 

±90%, plasma-t½ 4,5-12 jam. Di dalam hati, 

zat ini dirombak menjadi lebih kurang 12 

metabolit (termasuk norverapamil aktif), 

yang diekskresikan lewat kemih (70%) dan 

feses (15%).

Efek samping yang tersering yaitu  hipotensi, bradycardia dan insufisiensi jantung, 

serta obstipasi. Jarang AV-blokade, nyeri 

kepala, udema kaki dan efek umum lainnya.

Dosis: pada angina stabil/variant: 1-2 dd 240 

mg tablet SR (Slow Release), pada hipertensi,

aritmia: 3-4 dd 80 mg, maks. 720 mg sehari 

untuk beberapa minggu.

5e. Diltiazem: Herbesser, Cordizem, Tildiem

Derivat 1,5-benzothiazepin ini (1973) 

—bandingkan dengan rumus tranquilizer 

klobazepam)— sama pemakaian nya dengan 

verapamil, adakalanya juga melalui injeksi 

pada angina instabil. Diltiazem merupakan obat primer untuk angina variant dan obat 

pilihan kedua untuk angina stabil. Juga 

dipakai  sebagai obat antiaritmia kelas 

IV. Permulaan dan penghentian pengobatan 

harus secara berangsur untuk menghindari 

efek samping yang tidak dinginkan.

Resorpsi dari usus lebih dari 90%, namun  

BA hanya ±40% sebab  FPE tinggi. PP ±80%, 

plasma-t½ 4-8 jam, ekskresi lewat feses 

(65%) sebagai metabolit (termasuk desasetildiltiazem aktif) dan secara utuh lewat urin 

(1-4%). Efek sampingnya mirip verapamil.

Dosis: angina variant/stabil oral 3-4 dd 60 mg, 

maks. 3 dd 120 mg, hipertensi 3 dd 60 mg, bila 

perlu dinaikkan sampai 3 dd 120 mg. Aritmia

i.v. 1 dd 0,25-0,3 mg/kg dalam 2 menit.

 6. ZAT PENGHAMBAT 

RAAS

Ada beberapa obat yang dapat menurunkan 

TD dengan mencegah pengubahan enzimatis 

dari angiotensin (AT) I menjadi angiotensin II. 

ATII merupakan hormon aktif dari Sistem 

Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS). Pengikatan ATII pada reseptor AT (antara lain 

di ginjal, dinding pembuluh dan jantung) 

memicu beberapa mekanisme biologis, khususnya efek vasokonstriksi kuat (dengan peningkatan TD) dan pelepasan aldoste­ron.

Zat penghambat RAAS menurunkan TD 

dengan mengurangi daya tahan pembuluh 

perifer dan vasodilatasi tanpa memicu  

refleks-tachycardia atau retensi garam. Antara frekuensi pentakaran, plasma-t½ dan efek 

hipotensif tidak ada korelasi yang nyata. 

Penghentian terapi secara mendadak tidak 

memicu  peningkatan TD yang pesat.

Kebanyakan dari zat ini merupakan prodrug inaktif, yang di dalam hati akan dihidrolisis menjadi zat aktifnya, kecuali kaptopril

dan lisino­pril.

pemakaian . Penghambat ACE (lihat di bawah) dapat dipakai  sebagai monoterapi 

pada hiper­tensi esensial dan hipertensi renovaskuler (antara lain kaptopril, enalapril dan 

lisinopril). Pada gagal jantung kronis (decompensatio), sebagai tambahan pada diuretika 

atau digoksin, obat-obat ini dapat mengurangi gejala (sesak napas, rasa letih dan 

sebagainya) serta membatasi morbiditas dan 

mortalitas. Begitu pula bermanfaat sesudah  

infark jantung (antara lain kaptopril dan 

ramipril). Indikasi baru yaitu  penyakit ginjal

akibat diabetes(nefropathia diabetica), antara lain 

kaptopril. 

Efek samping. Penghambat ACE dapat 

memicu  batuk kering menggelitik yang 

menjemukan dan bertahan selama medikasi. 

pemicu nya  mungkin bradikinin dan prostaglan­din di saluran napas dan paru-paru, yang 

sebetulnya juga dirombak oleh ACE, namun  

akibat penghambatan berakumulasi di situ. 

Batuk “bandel” ini tidak dapat diobati oleh 

obat-obat pereda batuk seperti kodein, namun  

menurut laporan ilmiawan Seoul (Samsung

Medical Centre) dapat diatasi dengan minum 

1 tablet ferrosulfat 256 mg setiap pagi (Ph 

Wkbl 2001;136:1453). Kasus yang lebih hebat 

dapat juga diringankan dengan inhalasi kromoglikat (Intal) atau pengobatan diganti dengan suatu ATII-blocker. Biasanya batuk 

ini hilang beberapa minggu sesudah  terapi 

dihentikan. Efek samping lainnya yang agak 

sering terjadi yaitu :

a. gangguan fungsi ginjal dan hiperkaliemia, 

terutama pada pasien gagal jantung;

b. hipotensi ortostatik dapat terjadi pada 

permulaan terapi atau sesudah  peningkatan dosis, lebih sering pada pengobatan dekompensasi. Untuk memperkecil 

risiko ini, sebaiknya dimulai dengan dosis rendah yang dengan berhati-hati dinaikkan;

c. sesak napas dengan memicu  atau 

memperburuk gejala pada pasien asma;

d. hilang rasa oleh terutama kaptopril 

e. reaksi kulit alergis kadang-kadang dapat 

terjadi (exanthema, gatal-gatal) dengan demam dan nyeri sendi

f. keluhan lambung-usus, pusing dan nyeri

kepala yang sering kali bersifat sementara.

Interaksi. Kombinasi dengan diuretika sebaiknya dihindari, sebab  dapat mengakibatkan 

hipotensi secara mendadak. Terapi dengan 

penghambat-ACE sebaiknya baru dimulai 

2-3 hari sesudah  pemakaian  diuretikum dihentikan. Diuretika penghemat kalium(spironolakton,

amilorida dan triamteren). Penghambat ACE 

bersifat mengurangi ekskresi kalium, maka 

tidak boleh dikombinasi dengan obat-obat 

ini sebab  risiko hiperkaliemia hebat. Juga 

harus berhati-hati bila dikombinasi dengan 

NSAID’s. 

Kehamilan dan laktasi. Wanita hamil tidak 

boleh memakai  ACE-inhibitor maupun 

AT I-blocker, sebab  bersifat teratogen terutama pada 6 bulan terakhir.29 Kaptopril dan 

enalapril dalam jumlah kecil mencapai air 

susu ibu, sedangkan dari obat-obat lain-nya 

belum ada data.

Penggolongan. Menurut titik kerjanya, 

penghambat RAAS dapat dibagi dalam dua 

kelompok, yaitu ACE-inhibitors dan AT IIblockers (AT II-antago­nis).

a. Penghambat ACE merintangi enzim ACE

(Angiotensin Converting Enzyme) mengubah AT I ––> AT II (Angiotensin II). namun  

supresi pembentukan AT II tidak tuntas, 

sebab  jalur pembentukan AT II lainnya, 

yaitu melalui enzim chymase, masih terbuka, lihat Gambar 2. 

Obat-obat dari kelompok ini dapat menormalisasi tekanan darah pada sekitar 50% 

penderita hipertensi ringan dan 90% bila 

dikombinasi dengan suatu Ca-channel-blocker, suatu beta- blocker atau suatu diuretik.

Untuk terapi hipertensi tersedia kombinasi 

tetap (fixed combination) dengan suatu diuretik 

tiazida atau suatu Ca-channel-blocker.

berdasar  rumus kimiawinya penghambat ACE terdiri dari 3 kelompok:

1. Derivat sulfhidril: kaptopril dan turunannya

2. Derivat dikarboksil: enalapril dan turunannya

3. Derivat mengandung fosfor: fosinopril

Terkecuali fosinopril semua senyawa penghambat ACE sebagian besar diekskresi melalui ginjal. Oleh sebab  itu dosis dari obatobat ini harus disesuaikan/di-kurangi bagi 

penderita gangguan ginjal.

b. AT II-reseptor-blockers (ARB) atau antagonis-Angiotensin II menduduki reseptor-AT II yang ada  di berbagai 

lokasi tubuh, antara lain di myocard, 

dinding pembuluh, Susunan Saraf Pusat, 

ginjal, anak ginjal dan hati. Zat-zat ini 

lebih efektif daripada penghambat-ACE, 

sebab  jalur kedua melalui enzim chymase juga dihalangi. Dengan demikian 

efek angiotensin II diblokir antara lain 

peningkatan TD dan ekskresi kalium, 

retensi natrium dan air. Zat-zat ini memicu  vasodilatasi (terutama dari 

pembuluh nadi), yang tidak disertai 

peningkatan kuat volume menit jantung 

dan reflextachycardi. Efek lain dari penekanan aktivitas RAAS yaitu  penurunan produksi aldosteron, yang mengakibatkan bertambahnya ekskresi natrium dan air serta berkurangnya ekskresi 

kalium. Kombinasi dari kedua jenis obat 

kini dipakai  untuk lebih efektif menurunkan tensi [efek aditif ringan]. Kelompok baru ini terdiri dari losar­tan, valsartan, irbesar­tan, kandesartan, eprosar­tan, telmisartan dan olmesartan.

Bagi penderita gagal jantung valsartan maupun kandesartan dapat mengurangi angka 

kematian dan morbiditas.31a,b

Dianjurkan untuk memakai  penghambat ACE sebagai pengobatan first line

bagi penderita gagal jantung dan Angiotensin 

II reseptor blocker (ARB) bagi penderita yang 

tidak tahan terhadap penghambat ACE atau 

tidak mendapatkan efek yang dikehendaki.

Penderita diabetes mendapatkan lebih 

banyak manfaat dari pemakaian  penghambat ACE daripada Angiotensin II reseptor blocker. 

Ref.

1. JAMA Internal Medicine, 2014; epub 31/3 t

2. DeBuy Wenniger; Liever ACE-remmer dan 

receptorblokker bij suikerziekte; Ned Tijdschr 

Geneeskd 2014;158:C2129) 

Efek samping. Juga memicu  batuk 

dan angio-udema namun  tidak separah penghambat ACE.

sebab  dua kelompok obat ini memiliki 

efek teratogenik, pemakaian nya sewaktu 

kehamilan harus dihindari.

Juga harus diperhatikan bahwa ARB 

dapat memicu  hiperkalemia pada   penderita gangguan ginjal atau mereka yang 

memakai  K-suplemen atau diuretik 

penghemat ion kalium.

Blokade dari RAAS yang lebih intensif melalui kombinasi dari ARB (penghambatan 

sesudah  angiotensi II terbentuk) dan perintang renin aliskiren (penghambatan sebelum 

angioteni II terbentuk) tidak memberikan 

efek positif, namun  bahkan komplikasi serius 

dalam bentuk hiperkalemia dan gagal ginjal. 

Ref.: Makani H, Bangalore S, Desouza KA, Shah 

A, Messerli FH. Efficacy and safety of dual blockade of the renin-angiotensin system: meta-analysis 

of randomised trials. BMJ 2013;346-360 

Pada pasien diabetes atau penderita gangguan fungsi ginjal, kombinasi aliskiren dengan ATII-antagonis atau penghambat ACE 

merupakan kontraindikasi.

Sering kali terlupa bahwa beta-blocker 

juga merupakan perintang RAAS, sebab  

menurunkan nilai renin dan dengan demikian aktivitas RAAS dihambat. Hal ini 

perlu diwaspadai pada pasien yang juga 

memakai  beta-blocker, dalam rangka 

perintangan RAAS berlipat ganda (ACEblocker dan ARB).

1. Cohn JN, Tognoni G; Valsartan Heart Failure 

Trial Investigators. A randomized trial of 

the angiotensin-receptor blocker valsartan 

in chronic heart failure. N Engl J Med. 

2001;345:1667-75 

2. Doulton TW, He FJ, MacGregor GA. Systematic 

review of combined angioten-sin-converting 

enzyme inhibition and angiotensin receptor 

blockade in hyper-tension. Hypertension. 

2005;45:880-6. 

3. Azam Nurmohamed. Dubbele RAASblokkade schadelijk bij diabetische nefropathie;Ned Tijdschr Geneeskd. 2014;158: A7255

4. Deinum J.; Valt het doek voor dubbele 

RAAS-remming? Ned Tijdschr Geneeskd. 

2014;158:A7346.

A. PENGHAMBAT ACE 

(ACE Inhibitors)

6a. Kaptopril: Capoten, *Capozide

Derivat prolin ini yaitu  penghambat ACE 

pertama yang dipakai  (1979). Efek blokade pembentukan AT II yaitu  vasodilatasi 

dan berkurangnya retensi garam dan air. 

Oleh sebab  itu berbeda dengan vasodilator 

lainnya, zat ini tidak memicu  udema 

atau refleks-tachycardia. Kaptopril dipakai  pada hipertensi ringan sampai berat 

dan pada dekompensasi jantung. Diuretika memperkuat efeknya, sedangkan kombinasinya dengan beta-blocker hanya menghasilkan adisi.

Resorpsi dari usus cepat ±75%, efeknya 

sudah maksimal sesudah  1,5 jam dan bertahan 

12-24 jam tergantung pada dosis. PP 25-30%, 

plasma-t½ 2-3 jam. Ekskresi lewat urin, separuhnya sebagai metabolit inaktif dan separuh 

utuh.

Efek samping yang tersering yaitu  hilang 

rasa (kadang-kadang juga daya pencium), 

batuk kering dan exanthema. Efek ini dapat 

ditiadakan oleh indometasin dan NSAID 

lainnya. 

Dosis. Hipertensi: oral 1-2 dd 25 mg, bila 

perlu sesudah  2-3 minggu 1-2 dd 50 mg; 

dekompensasi: 3 dd 6,25-12,5 mg, berangsurangsur dinaikkan sampai 3 dd 25-50 mg. 

sesudah  infark jantung: semula 6,25 mg, berangsur-angsur dinaikkan sampai 2-3 dd 50 

mg.

*Capozide = kaptopril 50 + HCT 25 mg 

* Enalapril (Vasotec, Renitec, Tenace,*Tenazide)

yaitu  juga derivat prolin (1984), namun  tanpa 

gugusan CS. Khasiat dan pemakaian  sama 

dengan kaptopril. 

Resorpsi prodrug ini dari usus cepat sampai 

± 65%; di dalam hati dihidrolisis menjadi 

enalaprilat aktif dengan PP ±55% dan t½ 

±11 jam. Efeknya maksimal sesudah  4-6 jam 

dan bertahan lebih kurang 24 jam. Ekskresi 

melalui urin dan sebagian dalam bentuk 

utuh. Efek samping berupa umum dan tidak 

memicu  hilangnya rasa (tanpa -CS); 

efeknya tidak dipengaruhi oleh NSAID. 

Dosis: hipertensi oral 1-2 dd 5-10 mg (maleat)

a.c./p.c, pemeliharaan 20-40 mg sehari; dekompen­sasi 1 dd 2,5 mg, maksimal 20 mg 

sehari. Untuk injeksi i.v. dipakai  larutan 

enalaprilat 1 mg/ml. 

*Tenazide = enalapril 10 + HCT 25 mg

*Lisinopril(Prinivil, Zestril,*Zestoretic) yaitu  

juga derivat long-acting (1988) dengan khasiat dan pemakaian  sama dengan enalapril 

(t½ 12 jam). Dosis: hipertensi oral 1 dd 10 mg, 

maksimal 80 mg; dekompen­sa­si 1 dd 2,5 mg, 

maksimal 20 mg sehari.

*Zestoretic = lisinopril 20 + HCT 12,5 mg

* Fosinopril (Monopril, Acenor-M, Newace)

yaitu  derivat prolin (1992) dengan atom 

fosfor dalam rumusnya dan khusus dipakai  pada hipertensi. Di dalam tubuh 

zat ini dihidrolisis menjadi metabolit aktif 

fosinoprilat. Dosis: pada hipertensi oral 1 dd 

10 mg, sesudah 4 minggu bila perlu dinaikkan 

sampai 20-40 mg.

6b. Perindopril: Prexum, Coversyl, Aceon

Derivat indolkarboksilat (1989) ini yaitu  

prodrug yang di dalam hati dihidrolisis 

menjadi zat aktif perindoprilat. dipakai  

pada hipertensi dan gagal jantung, bersifat 

long-acting berhubung pengikatan kuat pada 

ACE, walaupun t½-nya hanya ±4 jam.

Dosis:hipertensi oral 1 dd 4 mg, maksimal 8 

mg; dekompensa­si cordis 1 dd 2-4 mg.

* Quinapril (Accupril) yaitu  derivat isochinolin (1989) yang di dalam hati dihidrolisis 

menjadi quinaprilat, juga bersifat long-acting

akibat pengikatan kuat pada ACE (t½ 2,5 jam).

pemakaian nya sama dengan perindopril.

Dosis: hipertensi oral 1 dd 10 mg, maksimal 

80 mg; dekompen­sa­si 1 dd 2,5-5 mg, maks 2 dd 

20 mg.

* Ramipril (Triatec, Tritace, Altace) yaitu  derivat pyrrolkarboxilat (1989) yang dalam hati 

dihidrolisis menjadi ramiprilat aktif, yang 

juga bersifat long-acting. Dosis:hipertensi oral 

1 dd 2,5 mg, maksimal 10 mg; sesudah  infark

jantung 2 dd 2,5 mg, maksimal 10 mg sehari. 

*Triatec Plus =ramipril 2,5 + HCT 12,5 mg

6c. Benazepril: Lotensin, Cibacen, *Cibadrex

Derivat benzazepin ini (1991) yaitu  prodrug yang di dalam tubuh dihidrolisis menjadi metabolit aktif benazeprilat. dipakai  

pada hipertensi dan gagal jantung.

Resorpsi dari usus ±37%, efek maksimalnya 

tercapai sesudah  2-4 jam dan bertahan minimal 

24 jam. PP-nya 95%, plasma-t½ ±23 jam, ekskresinya lewat urin secara utuh.

Dosis:hipertensi oral 1x sehari 10 mg, maksimal 1-2x 20 mg; dekompensasi 1 dd 2,5 mg, 

maksimal 1-2 dd 10 mg. 

*Cibadrex = benazepril 10 + HCT 12,5 mg.

6d. Cilazapril: Vascase

Derivat diazepin long-acting ini (1990) di 

dalam hati dihidrolisis menjadi zat aktif cilazaprilat dengan t½ rata-rata 40 jam. Khusus 

dipakai  pada hipertensi.

Dosis: 1 dd 1,25 mg selama 2 hari, lalu 1 dd 

2,5-5 mg.

6e. Trandolapril: Mavik

sesudah  absorpsi terbentuk trandolapril (BA 

10%) dan trandolaprilat (BA 70%) yang 8 kali 

lebih kuat dari trandolapril dan mencapai 

kadar darah maksimal dalam 4-10 jam.

Dosis: sehari 1-8 mg sebagai dosis tunggal 

atau terbagi. Untuk penderita yang memakai  diuretik atau penderita gangguan 

ginjal, dosis pertamanya 0,5 mg.

6f. Moexipril: Univasc

Merupakan suatu prodrug yang daya kerjanya sebagai obat antihipertensi khusus 

berdasar  metabolitnya moexiprilat. Absorpsinya lengkap dengan BA sekitar 13%, 

namun  makanan menurunkannya dengan

kuat. Kadar darah maksimal tercapai dalam 

hampir 1,5 jam dengan t½ berkisar antara 

2-12 jam.

Dosis: sehari 7,5-30 mg (tunggal atau terbagi). Untuk penderita yang memakai  

diuretik atau gangguan ginjal, dosis separuhnya.

B. AT-II RECEPTOR BLOCKERS

6e. Losartan: Cozaar, *Hyzaar

Senyawa imidazol-tetrazol ini yaitu  AT 

II-blocker pertama yang dikembangkan 

(Timmermans et al. 1993)30 dan merupakan 

yang pertama kali dipasarkan (1995). Berlainan dengan penghambat ACE, zat ini tidak 

menghambat enzim ACE yang merombak 

angiotensin I menjadi AT II, namun  memblok 

reseptor-AT II dengan efek vasodilatasi. 

Efek maksimalnya baru nyata sesudah  beberapa minggu, seperti juga halnya dengan 

antihipertensiva lain. Studi besar-besaran di 

A.S. dan U.K.menunjukkan keampuhan yang 

sama dengan atenolol terhadap hipertensi, 

terutama pada pasien diabetes. Efek melindunginya terhadap stroke dan infark jantung ditingkatkan dengan masing-masing 25 

dan 13%.

Ref.:Lancet 23-3-2002, Ph Wkbl 2002;137:1133.

Losartan juga merupakan antagonis dari 

reseptor thromboksan A2 dan berkhasiat mengurangi agregasi pelat darah.

Resorpsinya dari usus baik, namun  BA-nya 

hanya 33% berhubung FPE besar. Kadar 

puncak dalam darah dicapai sesudah 3-4 

jam. PP 99%, plasma-t½ 2 jam, dari metabolit 

aktifnya 6-9 jam. Ekskresi melalui urin (35%) 

dan feses (±58%).

Efek samping yang paling sering yaitu  

pusing, jarang terjadi hipotensi ortostatik 

dan hiperkaliemia. Batuk kering dapat terjadi, namun  lebih jarang dibandingkan dengan ACE-inhibitors. Kombinasinya dengan 

diuretika thiazida memperkuat efek hipotensifnya. 

Dosis: oral 1 dd 50 mg, bila perlu dinaikkan 

sesudah 3-6 minggu sampai 1 dd 100 mg.

Dosis harian total berkisar antara 25-100 

mg. 

*Hyzaar = losartan 50 + HCT 12,5 mg.

Obat-obat lainnya dari kelompok sartan yang 

tersedia yaitu : 

* Valsartan (Diovan*, Co-Diovan) 1996, adalah derivat dengan sifat yang lebih kurang 

sama, t½ 9 jam - 1 dd 80-160 mg. 

* Irbesartan (Aprovel, *CoAprovel)22, 1997,t½ 

11-15 jam - 1 dd 150- 300 mg

* Candesartan (Atacand, *Atacand Plus)

1997, t½ 9 jam - 1 dd 4 - 16 mg

* Eprosartan (Teveten) 1997, t½5-9 jam - 1 dd 

600-800 mg

* Telmisartan (Micardis) 1998. t½> 20 jam - 1 

dd 40-80 mg

* Olmesartan (Olmetec, Benicar) 2001 - 1 dd 

20-40 mg 

Bagi lansia di atas 75 tahun sebaiknya 

dimulai dengan setengah dosis biasa.

Zat-zat ini berefek melindungi ginjal terhadap kerusakan lebih lanjut pada pasien 

diabetes type-2 dan memperlambat terjadinya albuminuria pada penderita. 

Ref. : Renoprotective effect of irbesartan in patients 

with nephropathy due to type 2 diabetes. N Engl 

J Med 2001;345:851-60 – Lewis EJ et al.Gnm bull 

2002;36:89-90.

PENGHAMBAT RENIN 

LANGSUNG

Memblokir pengubahan angiotensinogen 

(yang merupakan substrat dari renin) menjadi Ang I yang seterusnya mengurangi pembentukan Ang II. 

Satu-satunya obat dari kelompok ini yang 

klinis dipakai  terhadap hipertensi yaitu  

aliskiren (Tekturna, Rasilez 2007) yang merupakan inhibitor renin generasi kedua. Walaupun bioavailability-nya rendah (±2,5%), 

hal ini dapat diimbangi dengan daya kerjanya yang kuat. Kadar puncaknya dalam 

plasma sudah tercapai dalam waktu 3-6 jam 

dengan t1/2 20-45 jam, yang memicu  

efek antihipertensifnya masih berlangsung 

beberapa hari sesudah  obat dihentikan (Oh et 

al, 2007)32.

Absorpi oleh tubuh dikurangi oleh makanan berlemak. Obat ini dapat dipakai  

oleh lansia, penderita gangguan hati dan

ginjal, serta bagi penderita diabetes tipe II 

(Vaidyanathan et al, 2008)33.

Aliskiren merupakan obat antihipertensi 

efektif dan dapat dipakai  sebagai monoterapi atau dikombinasi dengan a.l. ACE 

inhibitors, ARB dan HCT dengan hasil aditif 

dan memiliki efek kardio- dan renoprotektif. 

Juga dianjurkan sebagai pilihan alternatif bila 

penderita tidak berhasil ditangani dengan 

obat antihipertensi lain.

Efek samping. Pada umumnya ringan dan 

terdiri a.l. dari diare (pada dosis tinggi), nyeri 

perut, sakit kepala dan pusing, batu ginjal 

dan gout, juga batuk, namun  jauh lebih kurang 

daripada efek samping obat-obat penghalang 

ACE. Seperti juga semua penghalang RAS 

lainnya, aliskiren tidak boleh diberikan pada 

wanita hamil.

7. VASODILATOR

Vasodilator yaitu  zat-zat yang berkhasiat 

vasodilatasi lang­sung terhadap arteriole dan 

dengan demikian menurunkan TD tinggi. 

Kelompok 1 s/d 6 yang telah dibahas di atas 

juga memicu  vasodilatasi, namun  secara 

tidak langung melalui blokade SSP, aktivasi 

SSP di otak dan lain-lain. Vasodilator perifer

yang khusus dipakai  pada gangguan 

sirkulasi perifer, telah dibahas di bab yang 

lalu (Bab 34, Vasodilator). Vasodilator koroner, yang khusus mendilatasi pembuluh jantung, akan dibicarakan di bab berikut.

pemakaian nya khusus sebagai obat-obat 

pilihan ketiga, terutama bersama dengan 

beta-blocker dan diuretikum, bila kombinasi 

kedua obat terakhir kurang memberikan 

hasil. Kombinasi ini  menguntungkan 

sebab  efek samping vasodilator berupa tachycardia dan retensi garam dan air ditiadakan oleh masing-masing β-blocker dan diuretika. Kini, “triple therapy’ ini  sudah 

banyak diganti dengan obat-obat hipertensi 

baru (antagonis Ca, penghambat ACE, ATIIblockers).

Efek samping lainnya yaitu  pusing, nyeri 

kepala, muka merah, hidung mampat, debar jantung dan gangguan lambung-usus. 

Biasanya efek ini bersifat sementara.

Kehamilan. Hanya hidralazin dapat dipakai  oleh wanita hamil dengan aman, 

sedangkan dari dihidralazin dan minoksidil 

belum tersedia cukup data. Ketiga obat mencapai air susu ibu.

MONOGRAFI

7a. Hidralazin: Apresolin, *Ser-ap-es

Derivat-hidrazin ini yaitu  salah satu 

obat hipertensi pertama (1952). Tidak layak 

dipakai  sebagai monoterapi berhubung 

efek sampingnya tachycardia (perhatian bagi 

para lansia) dan tachyfilaksis. Efek samping 

lainnya terdiri dari sakit kepala, pusing, mual 

dan sindrom lupus yang biasanya timbul 

sesudah  pemakaian  6 bulan terus menerus.

Pengobatan kombinasi dengan β-blocker 

dan thiazida lebih efektif, namun  sekarang 

sudah terdesak oleh obat-obat antihipertensi 

baru.

Resorpsi dari usus pesat dan lengkap, PP 

±85%, plasma-t½ ditentukan secara genetik, 

tergantung pada kecepatan biotransformasi 

dalam hati melalui asetilasi 2-4 jam pada 

slow acetylators dan ±45 menit pada fast acetyla­tors. Kadar tertinggi dalam plasma dan 

efek hipotensif maksimal tercapai 30-120 

menit sesudah  diminum. Efek hipotensifnya 

berlangsung lama, 8-12 jam akibat pengikatan

kuat pada dinding pembuluh.

Dosis: oral semula 2-3 dd 10-25 mg p.c., bila 

perlu berangsur-angsur dinaikkan sampai 

maksimal 200 mg sehari dalam 3-4 dosis.

*Ser-ap-es: hidralazin 25 + reserpin 0,1 + 

HCT 15 mg

* Dihidralazin (Nepresol, *Dellasidrex, *Adelphane) yaitu  derivat (1953) dengan sifat dan 

efek samping sama; di dalam tubuh zat ini 

diubah 10% menjadi hidralazin. Plasma-t½ 

4-5 jam tanpa perbedaan antara slow dan fast

acetylators. Dosis: oral permulaan 3 dd 12,5 

mg, pemeliharaan 2 dd 25 mg, maksimal 200 

mg sehari.

*Adelphane = dihidralazin sulfat 10 + 

reserpin 0,1 mg.

* Dellasidrex = dihidralazin 10 + reserpin 0,1 

+ HCT 10 mg

7b. Minoksidil: Lonnoten, Rogaine

There is only one cure for grey hair and baldness.

It was invented by a Frenchman. It is called the

guillotine.

PG Wodehouse, 1881-1975; revised.