diagnosa dermatologi 4







 n multipel, yang sangat gampang terluka, gampang menjadi kemps sehingga 

memicu  krusta (tanda panah). Lesi-lesi ini merupakan impetigo stafilokokkal, lekosit  

ada  didalam sedimen vesikel sampai pada bagian paling  bawah dari rongga subkorneal 

pada waktu pasien  berada pada posisi tegak. 

 

 

 

Gambar 4-7: Vesikel. 


Tampak pada gambar (a), vesikel akantolitik (A) yang berasal dari celah pada 

epidermis akibat hilangnya ikatan interseluler. Degenerasi balloon dari sel-sel epidermal 

 memicu  bentuknya vesikel pada infeksi virus tertentu (B), seperti varisella-zoster. 

Gambaran khas vesikel pada herpes zoster tampak pada (b), yaitu berupa kelompok. Pada 

beberapa, tampak umbilikasi pada bagian tengahnya. 

 

 

Gambar 4-8: Vesikel. 


Vesikel subepidermal tampak pada gambar (a), yang merupakan akibat sekunder dari 

perubahan-perubahan patologis pada akibat daerah taut dermo-epidermal. Vesikel dan bulla 

subepidermal dapat dilihat pada eritema multiforme bullosa, porifiria kutanea tarda, 

epidermolisis bullosa, dermatitis herpetiformis, dan bulous pemfigoid. Foto klinis (b)  

memperlihatkan bulla pada keadaan lanjut. Sebagian timbul pada kulit normal dan sebagian 

pada kulit eritematus. Sebagian besar dari lesi ini yaitu  tegang dan berisi cairan yang 

hemoragik, sedangkan sebagian mengempis dan membentuk krusta. 

 

Erosi 

Erosi yaitu  lesi yang basah, berbatas tegas, dan biasanya berlekuk (“depressed”) 

akibat hilangnya sebagian atau seluruhnya dari epidermis yang sehat (gambar 4-9). sesudah  

bulla atau vesikel pecah, daerah yang lembab akan tetap berada pada dasarnya, yang 

disebut erosi. Daerah terkelupas (“denudation”) yang luas akibat erosi dapat dilihat pada 

penyakit-penyakit bullosa seperti pemfigus. Kecuali terjadi infeksi sekunder, biasanya erosi 

tidak memicu  jaringan parut. Jika proses peradangannya meluas sampai kedalam 

papilla dermis, akan memicu  ulkus dan jaringan parut, seperti pada vaccinia dan variola, 

dan jarang pada herpes zoster dan varisella. 

 

 

Gambar 4-9: Erosi. 


Erosi, sebagaimana pada gambar, biasanya merupakan lesi yang lembab, berbatas 

tegas, tertekan kebawah (“depressed”) yang timbul sebagai akibat dari hilangnya seluruh 

atau sebagian dari epidermis. Erosi tetap ada sesudah  lepasnya atap dari vesikel dan bulla. 

Erosi juga timbul sesudah  nekrosis epidermal seperti pada nekrolisis epidermal toksik 

(TEN), yang ditunjukkan pada gambar. Lesi ini sembuh tanpa jaringan parut. 

 

 


Pustula dan Piodermatosis lainnya 

Pustula yaitu  suatu lesi yang berbatas tegas dan meninggi yang mengandung eksudat 

yang purulen (gambar 4-10). Pus, terdiri dari lekosit, dengan atau tanpa debris seluler, 

dapat mengandung bakteri atau dapat pula steril, seperti pada lesi psoriasis pustulosa. 

Pustula dapat memiliki  bermacam ukuran dan bentuk, dan tergantung dari warna 

eksudatnya, dapat berwarna putih, kuning, atau kuning kehijauan. Pustula folikuler 

berbentuk kerucut, biasanya ada rambut pada bagian tengahnya, dan pada umumnya sembuh 

tanpa jaringan parut. 

Pustula merupakan tanda khas pada rosasea, psoriasis pustulosa, penyakit Reitner, dan 

beberapa erupsi obat, terutama yang disebabkan oleh bromida atau iodida. Lesi-lesi 

vesikuler dari beberapa penyakit virus (varisella, variola, vaccinia, herpes simplek dan 

herpes zoster), dan lesi-lesi dermatofitosis, dapat menjadi pustuler. Pewarnaan Gram dan  

kultur eksudat dari pustula yang ada haruslah selalu dilakukan. 

Furunkel yaitu  bentuk nekrotisasi yang dalam dari folikulitis, yang ditambahi  dengan 

timbunan pus. Beberapa furunkel dapat menyatu dan membentuk karbunkel. 

Abses yaitu  timbunan setempat dari material purulen jauh didalam dermis atau 

jaringan subkutan sehingga pus biasanya tidak tampak pada permukaan kulit. Bentuknya 

merah, hangat, dan nyeri. Abses seringkali mulai sebagai suatu folikulitis dan biasanya 

merupakan manifestasi infeksi kutaneus akibat streptokokkus atau stafilokokkus aureus. 

Sinus yaitu  suatu saluran yang timbul dari rongga yang supuratif ke permukaan kulit, 

atau antara rongga kistik dan abses. Sinus didekat rektum dapat terlihat pada abses 

rektal, karsinoma usus (bowel) atau penyakit inflamasi usus. Sinus-sinus pada leher 

menunjukkan adanya aktinomikosis, skrofula, kantung branchial, atau sinus dentalis. Saluran 

sinus yang dalam dapat terjadi pada hidradenitis supuratifa dan akne konglobata. 

 

Gambar 4-10: Pustula. 

Pustula, seperti tampak pada gambar, yaitu  suatu lesi yang berbatas tegas dan 

meninggi, biasanya suatu papula, yang mengandung eksudat purulen. Secara primer, pustula 

non folikuler terjadi pada psoriasis pustulosa, yang merupakan pustula-pustula yang sangat 


superfisial (subkorneal) yang menyatu dan kadang-kadang membentuk suatu danau (daerah 

yang luas) dari pus. 

 

Kista 

Kista yaitu  suatu kantung yang mengandung bahan cair atau semi solid (cairan, sel, 

dan produk-produk sel). Nodul yang lonjong atau bulat atau papul dapat dicurigai sebagai 

suatu kista, jika  pada palpasi, teraba melenting; bola mata misalnya, teraba seperti 

kista. Kista yang paling sering DITEMUI  yaitu  kista epidermal (keratinosa) (A pada gambar 

4-11a), yang dibatasi dengan epitel skuamosa dan menghasilkan bahan keratinosa. Kista-

kista yang berasal dari pilus (folikel rambut) yang dibatasi oleh epitel berlapis banyak yang 

tidak mengalami maturisasi sepanjang lapisan granulosum disebut kista pilaris (B pada 

gambar 4-11a). Kista keratinosa, terutama pada wajah dan kulit kepala, dapat merupakan 

bagian dari sindroma Gardner yang berhubungan dengan poliposis intestinal, osteomastosis, 

dan tumor-tumor jaringan fibrosa pada kulit dan jaringan subkutan. 

 

Gambar 4-11. Kista. 

 

Kista yang kebiruan dan melenting, yang tampak pada (b), menunjukkan suatu tumor 

adneksa kistika (hidradenoma kistik), yang berisi bahan seperti lendir (mukus). 

 

Atrofi 

Atrofi menunjukkan adanya pengecilan dalam ukuran suatu sel, jaringan, organ, atau 

bagian dari tubuh. Atrofi epidermal menunjukkan adanya penipisan dari epidermis, yang 

berhubungan dengan adanya penurunan jumlah sel-sel epidermal (B pada gambar 4-12a). 

Epidermis yang atrofi dapat terlihat agak transparan dan dapat atau tidak 

mempertahankan garis-garis kulit normal. Atrofi epidermal sering pula dikaitkan dengan 

perubahan-perubahan pada dermis. Kulit yang menua, terutama pada daerah terpajan sinar 

matahari, tetap mempertahankan garis-garis kulit normal menampakkan kerutan-kerutan 

halus, dan agak transparan; vena-vena yang dalam dan  tendo yang kuning akan terlihat 

dengan mudah. Luka atau peradangan yang terjadi sebelumnya (misalnya lupus eritematosus 

diskoid) dapat pula  memicu  atrofi epidermal berupa gambaran diseterika (“ironed 

out’) dan hilangnya gambaran kulit. 

Atrofi dermis merupakan akibat dari berkurangnya jaringan ikat retikuler atau 

papiler dermis dan berkurangnya jaringan ikat retikuler atau papiler dermis dan biasanya 

berupa lekukan pada kulit (A pada gambar 4-12a). Atrofi dermis dapat pula terjadi sesudah  

peradangan atau trauma, dengan atau tanpa ulserasi. Pada atrofi dermis yang timbul tanpa 

atrofi epidermis, warna dan gambaran kulit yaitu  normal sebab  lekukan yang berbatas 

tegas hanya terjadi sebab  berkurangnya jaringan dermis. Atrofi dermis dapat ditambahi  

dengan atrofi epidermis, seperti strie pada kehamilan, atau penyakit Cushing, atau lipoidika 

nekrobiosis, dimana pada keadaan yang lanjut dapat  memicu  menghilangnya gambaran 

kulit, meningkatnya translusensi, dan lekukan lokalisata pada kulit. Atrofi DITEMUI  pada 

karsinoma sel basal yang menyerupai morfea, lupus eritematosus diskoid kronik. Jika atrofi 

terjadi pada panikulus, dapat timbul lekukan kulit, seperti pada panikulus dengan likuifikasi, 

lipogranulamatosis, dan lipodistrofi progresif. 

 

Gambar 4-12: Atrofi. 


Atrofi kulit dapat terbatas pada epidermis atau dermis atau dapat terjadi secara 

bersamaan pada keduanya. Seperti tampak pada gambar, atrofi epidermis tampak berupa 

epidermis yang tipis dan hampir transparan. Epidermis yang atrofi dapat atau tidak 

mempertahankan garis normal kulit. Atrofi dermis merupakan akibat dari berkurangnya 

jaringan ikat papiler atau retikuler dermis dan bentuknya berupa lekukan pada kulit. Atrofi 

jaringan subkutan juga dapat  memicu  terjadinya lekukan pada permukaan kulit. Atrofi 

dermis dan epidermis yang menyolok tampak pada gambar. Terlihat hilangnya tekstur kulit 

normal, penipisan dan  kulit berkerut. 

 

Ulkus 

Ulkus yaitu  merupakan “lubang pada kulit” dimana didapatkan destruksi epidermis 

dan paling tidak bagian atas dermis (papiler) (gambar 4-13). Gambaran khas yang dapat 

membantu dalam membedakan PEMICU  ulkus dan yang harus diperhatikan dalam 

menerangkannya, meliputi lokasi, tepi, dasar, sekresi (“discharge”), dan gambaran topografi  

yang ada kaitannya dari lesi atau kulit sekitarnya, seperti nodul, ekskoriasi, varises, 

distribusi rambut, ada tidaknya keringat, dan denyut nadi daerah yang berdekatan. Ulkus 

stasis ditambahi  dengan pigmentasi, dan kadang-kadang juga dengan edema atau sklerosis. 

Lesi paling sering dimulai pada aspek medial dari pergelangan kaki atau tungkai bawah. 

Ulkus sistemik dan ulkus hipertensif cenderung dimulai pada aspek lateral dari pergelangan 

tumit atau kaki. Ulserasi faktisium seringkali mampunyai bentuk artifisial, termasuk tepi 

yang lurus dan bersudut. Ekskoriasi yang melebar menjadi ulkus memberi  gambaran yang 

sama namun  dapat terlihat sisa dermatosis yang mendasari (misalnya dermatitis 

eksematosa yang berhubungan dengan insufisiensi vena yang kronis). Pioderma gangrenosum 

memiliki  tepi yang keunguan, meninggi dan kasar, yang mungkin ada hubungannya dengan 

kolitis ulseratifa atau beberapa penyakit dalam lainnya. Ulkus dekubitus terjadi pada 

tempat-tempat yang mendapat tekanan. 

Ulserasi dapat terjadi akibat infark jaringan pada daerah-daerah dengan sumbatan 

pembuluh darah besar atau kecil atau konstriksi sebab  berbagai faktor etiologik, seperti 

emboli, trombosis, keracunan ergot, krioaglutinin, kriofibrinogenemia, atau 

krioglobulinemia, poliarteritis, macroglobulinemia, purpura trombositopenik trombotik, 

polistemi, reaksi Artus generalisata (purpura fulminan), sepsis, fenomena Raynaud, 

arteriosclerosis obliterans, dan granulomatosis Wegener. Ulserasi yang terjadi pada 

beberapa bentuk nodul granulomatosa, disebabkan oleh jamur profunda, tuberculosis, 

sifilis, dan pinta, dan  berbagai penyakit akibat bakteri dan parasit. Adanya nodul yang 

dekat dengan ulkus menunjukkan adanya penyakit granulomatosa atau neoplasma. Neoplasma 

dapat berubah menjadi nekrotik dan ulserasi, yang pada umumnya merupakan akibat dari 

obliterasi pembuluh darah yang kecil sebab  proliferasi tumor. 

 

Gambar 4-13: Ulkus. 


Ulkus pada gambar, yaitu  suatu lesi yang memiliki  lekukan dimana epidermis dan 

paling tidak bagian atas dermis (papiler) telah rusak. sebab  itu,  ulkus selalu menyembuh 


 

dengan jaringan parut. Gambar klinis menunjukkan adanya ulkus raksasa dengan dasar 

granulasi dan berwarna merah, dan  tepi berbatas tegas dan berbentuk “punched-out”. 

 

Jaringan Parut 

Jaringan parut akan terjadi jika  telah berbentuk ulserasi dan merupakan gambara 

pola penyembuhan ditempat tersbut. Jaringan parut dapat berupa hipertrofik (A pada 

gambar 4-14a) atau atrofik (B pada gambar 4-14a). Jaringan parut dapat bersifat sklerotik 

atau keras, sebagai akibat dari proliferasi kolagen. Epidermis yang terbentuk jaringan 

parut, yaitu  tipis dan pada umumnya tanpa garis-garis kulit normal dan  tanpa adanya 

apendiks (B pada gambar 4-14a). Jaringan parut yang mengalami lekukan dapat menyerupai 

atrofi primer. Jaringan parut dapat timbul pada perjalanan penyakit akne, beberapa 

porfiria, herpes zoster dan varisella. Penyakit Raynaud, sifilis, tuberkulosis (terutama pada 

wajah), lepra, atau karsinoma dapat  memicu  mutilasi, atau hilangnya jaringan yang 

merubah struktur pentik anatomik. 

 

 

Gambar 4-14: Jaringan Parut 


Sklerosis 

Sklerosis yaitu  pengerasan atau indurasi yang difus atau terbatas pada kulit, yang 

dapat lebih mudah dideteksi dengan palpasi dibandingkan  inspeksi. Skleorsis yaitu  komponen 

(bagian) dari morfea, skleroderma linier, skleroderma sistemik, dan porfiria kutanea tarda. 

Sklerosis seringkali terjadi pada dermatitis stasis kronis dan limfedema kronis. Sklerosis 

dapat merupakan akibat dari adanya edema dermis atau subkutan, infiltrasi seluler atau 

proliferasi kolagen. 

 

Kalsinosis 

Kalsinosis pada dermis atau jaringan subkutan (misalnya pada dermatomiositis atau 

scleroderma), yang dapat dirasakan sebagai nodul yang keras atau plakat, dengan atau  

tanpa perubahan yang dapat dilihat pada permukaan kulit. Skuama, deskuamasi 

(pembentukan skuama) (Lihat gambar 4-15) 

Pengelupasan atau penimbunan yang abnormal dari stratum korneum berupa serpihan-

serpihan yang dapat terlihat disebut dengan pembentukan skuama. Pada kaeadaan normal, 

stratum korneum berganti secara sempurna dalam lebih kurang 27 hari. Hasil akhir dari 

proses keratinisasi holokrin ini yaitu  sel tanduk dari lapisan kulit paling luar (stratum 

korneum). Sel tanduk terbungkus dengan protein filamentosa, yang secara normal tidak 

memiliki  nucleus, dan biasanya lenyap tanpa diketahui. jika  produksi keratinosit 

meningkat, seperti pada psoriasis, keratinosit immature yang tetap memiliki nukleus 

mencapai permukaan kulit, keadaan ini disebut parakeratosis. Sel-sel parakerotatik dapat 

tertimbun dan membantu terbentuknya skuama. Pada psoriasis, skuama tampak sebagai 

lembaran tipis seperti mika (mikaseus), atau tertimbun dengan hebatnya, memberi  

bentuk seperti kulit kerrang. Skuama yang melekat erat dan teraba seperti pasir, 

menyerupai kertas pasir yang DITEMUI  secara khas pada keratosis solaris. Skuama yang 

menyerupai ikan DITEMUI  pada sekelompok penyakit yang disebut iktiosis, dimana pada 

sebagian terjadi retensi yang lama dari stratum korneum, meskipun dihasilkan pada 

kecepatan yang normal. Lesi berskuama juga terjadi pada infeksi-infeksi dermatofit, 

pitiriasis rosea, sifilis sekunder dan tersier, dan sebagian besar keadaan dimana terjadi 

keratinisasi abnormal dan/atau eksfoliasi sel-sel epitelial. 

Bagi mata yang telah terlatih dengan baik, tidak semua skuama memiliki  bentuk 

yang sama, dan pakar dermatologi akan sering mendapatkan informasi yang berharga secara 

diagnosa  melalui pemeriksaan yang telili tentang jenis skuama yang ada. Siemen’s 

menggambarkan bentuk-bentuk skuama sebagai berikut: pitiriasiformis (seperti dedak 

padi), psoriasiformis (lembaran rapuh dari beberapa lapisan yang longgar), iktiosiformis 

(seperti sisik ikan), kutikuler dan lamellar (tipis, serpihan-serpihan yang relatif lebar), 

membranosa atau eksfoliatifa (lembaran lebar, mengelupas), keratotik (terbentuk dari 

massa tanduk), granuler (seperti butir-butir halus), seperti hystrix (dari bahasa Yunani 

yang berarti landak; pembentukan skuama yang tampak seperti tanduk-tanduk kecil yang 

dapat timbul seperti penyumbat keratotik (“keratotic plugs”), duri, filamen, atau skuama 

likenoid. Siemens juga menyimpulkan bahwa pembentukan skuama kadang-kadang hanya 

dapat terlihat sesudah  menggaruk daerah lesi, dan harus dicatat bahwa fenomena ini, yang 

kemudian terjadi deskuamasi, dapat ditemukan pada stadium dini pitiriasis rosea, dan juga 

pada tinea versicolor, parapsoriasis dan psoriasis. Timbunan skuama yang luas dan tebal 

pada psoriasis Digambarkan sebagai bentuk “ostraceous” (seperti tiram). Deskuamasi yang 

berbentuk seperti retak-retak yang dapat DITEMUI  pada rongga-rongga scabies dan eksema 

craquelatum. Lapisan-lapisan skuama dijumnpai pada pitirasis rosea, mikosis superfisialis, 

sifilis sekunder dan eritema anulare sentrifigum. Deskuamasai seboroik berupa skuama- 

skuama yang berwarna kuning sampai coklat, seperti lilin atau berminyak merupakan ciri 

khas pada dermatitis seboroik. jika  eksudat-eksudat seperti serum atau pus bercampur 

dengan skuama, maka akan terbentuk krusta. 

 

Gambar 4-15: Deskuamasi 


Pengelupasan abnormal atau penimbunan stratum korneum berupa serpihan-serpihan 

yang dapat terlihat disebut skuama, seperti pada gambar. Skuama parakerotatik (dengan 

inti yang masih ada) dapat menutupi hyperplasia epidermal psoriasiformis (A). Skuama yang 

melekat erat dengan perabaan seperti pasir (“gritty”) akibat bertambahnya stratum 

korneum secara lokal dapat DITEMUI  pada keratosis aktinik. Skuama psoriatic yang khas 

ditunjukkan pada gambar. Skuama yang melekat erat pada epidermis yang mendasarinya 

sering kali membentuk lapisan seperti asbes yang mengaburkan lesi dibawahnya, seperti 

pada plakat psoriatik tampak pada gambar. 

Erupsi-erupsi yang terdiri dari papul-papul berskuama seringkali disebut sebagai 

papuloskuamosa. Psoriasis, dimana papul berskuama saling menyatu membentuk plakat, 

merupakan contoh klasik dari erupsi papuloskuamosa. Makuloskuamosa berupa lesi-lesi yang 

datar dengan skuama halus seperti yang dapat dilihat pada tinea versicolor dan eritasma. 

Pitiriasis rosea dapat memiliki  bentuk papuloskuamosa, makuloskuamosa, dan bahkan 

papulovesikuler. 

 

 

Krusta (eksudat yang menjadi krusta) 

Krusta yaitu  deposit yang mengeras yang terbentuk jika serum, darah, atau eksudat 

yang purulen mengering pada permukaan kulit, dan merupakan gambaran khas infeksi 

piogenik. Krusta dapat berbentuk tipis, halus, dan rapuh (A pada gambar 4-16a), atau tebal 

dan melekat (B pada gambar 4-16a). Krusta berwarna kuning jika terbentuk dari serum yang  

mongering, hijau, atau kuning-hijau jika terbentuk dari eksudat yang purulent, atau coklat 

atau merah tua jika terbentuk dari darah. Krusta dapat ditemukan pada dermatitis 

eksematosa akut dan impetigo (berwarna madu, dengan krusta yang berkilat). 

jika  krusta atau eksudat mengenai seluruh ketebalan epidermis, krusta akan tebal 

dan melekat; keadaan ini dikenal dengan ektima, Skutula yaitu  krusta yang kecil, 

kekuningan dan berbentuk seperti cawan dan khas pada infeksi jamur superifisial pada kulit 

kepala yang disebabkan oleh Trchophyton shoenleinii. 

Krusta terjadi jika serum, darah, atau eksudat yang purulent mengering pada 

permukaan kulit dan merupakan ciri khas dari luka dan infeksi piogenik. Krusta dapat 

berbentuk tipis, halus, atau rabuh atau tebal dan melekat, seperti pada gambar. Krusta 

akan berwarna kuning jika terbentuk dari serum yang mengering, hijau, atau kuning-hijau 

jika terbentuk dari eksudat yang purulent, atau coklat atau merah tua jika terbentuk dari 

darah. Krusta yang superfisial yang berupa bagian-bagian yang berkilat, halus dan  

berwarna seperti madu pada permukaan kulit yaitu  khas pada impetigo dan ditunjukkan 

pada gambar. 

 

Gangren dan Sfaselus 

Gangren yaitu  merupakan proses nekrotisasi dan pengelupasan yang berat. Gangrene yang 

timbul akibat oklusi arterial ditandai dengan adanya batas yang tegas berwarna biru-hitam. 

Gangren sebab  infeksi klostridia atau stretokokus pada mulanya dapat berupa vesikel yang 

berubah menjadi hitam keunguan, diikuti dengan nekrosis yang cepat dari seluruh segmen 

kulit. 

         

 Sfaselus merupakan membran nekrotik yang kering dan melekat erat yang terjadi pada 

dasar ulkus. Keadaan ini DITEMUI  pada ulkus dekubitus, ulkus kronik akibat kerusakan sinar 

X, ulkus difteritik, bentuk-bentuk ulkus iskemik dan dermatosis faktisium. 

 

Ekskoriasi 

Ekskoriasi yaitu  ekskavasi superfisial dari epidermis yang dapat berbentuk linear 

atau punktata dan merupakan akibat dari garukan. Keadaan ini sering kali DITEMUI  pada 

semua bentuk pruritus dan penyakit kulit yang pruritik seperti eksema atopik, dermatitis 

herpetiformis, atau infestasi. 

 

Fisura 

Fisura yaitu  celah berbentuk garis atau retak-retak pada kulit dan dapat terasa 

nyeri. Timbul terutama pada psoriasis palmar/plantar dan dermatitis eksematosa kronik 

pada tangan dan kaki, terutama sesudah  pengobatan yang  memicu  pengeringan kulit 

 

yang intensif. Fisur sering DITEMUI  pada psoriasis perinal atau sudut-sudut mulus 

(perleche). Perleche dapat disebabkan oleh avitaminosis, moniliasis, gigi palsu yang tidak 

pas atau faktor-faktor yang tidak diketahui. 

 

Poikiloderma 

Sebagai suatu terminologi morfologi deskriptif, poikiloderma berarti suatu gabungan 

dari atrofi, teleangiektasi dan perubahan pigmentasi (hiper- dan hipo-). Lesi-lesi 

poikilodermatous dapat DITEMUI  pada radiodermatitis, dermatomiositis, mikosis fungoides 

dan lupus eritematosus. Pada yang terakhir, adanya tambahan “follicular plugging” 

memberi  suatu gambaran lesi yang dapat dikenal dengan mudah, yang sering disebut 

sebagai lupus kutaneus diskoid. sebab  adanya beberapa kebingungan akibat pemakaian  

kata poikiloderma dalam pemberian nama sindroma-sindroma yang khas dimasa lalu, maka 

yang terbaik yaitu  membatasi pemakaian nya sebagai suatu terminologi morfologik yang 

deskriptif dan menjelaskannya jika  dipakai . 

 

BENTUK DAN SUSUNAN LESI 

jika  bentuk atau bentuk-bentuk lesi telah dapat ditentukan, perlu 

dipertimbangkan bentuknya, susunannya dalam hubungannya satu dengan yang lain, pola 

distribusinya, dan perluasannya. Bentuk, susunan dan distribusi sering membantu dan 

kadang-kadang merupakan kunci untuk suatu Diagnosa . Deskripsi bentuk dan susunan lesi-

lesi yang berikut ini dapat dipakai  untuk lesi-lesi yang tunggal dan multipel. Contohnya, 

suatu bentuk anuler dapat berupa lesi yang tunggal atau berasal dari susunan anuler 

beberapa  vesikel, papul dan yang serupa. Lesi tunggal, dapat berbentuk linier, atau beberapa  

lesi dapat tersusun dengan pola yang linier. 

 

 

Gambar 4-16: Bentuk dan susunan lesi (lihat teks untuk mengetahui deskripsinya). 


 

Lesi-lesi linier dan susunan linier 

 Linieritas yaitu  suatu bentuk lesi kulit yang sederhana namun penting sebab  

seringkali menunjukkan suatu PEMICU  yang eksogen (gambar 4-17a). Vesikel-vesikel pada 

kaki mungkin tidak memiliki  arti khusus, sampai diketahui adanya susunan yang linier; 

bentuk susunan seperti ini terjadi sesudah  suatu vesikan atau allergen mengenai kulit, 

seperti misalnya jika  ada  kontak dengan daun-daun Rhus. Eritema dengan garis-

garis yang linier pada ekstremitas memberi  petunjuk adanya kemungkinan suatu 

limfangitis. 

Fenomena Koebner (isomorfik) didasarkan pada kenyataan bahwa pada orang-orang 

dengan penyakit kulit tertentu, terutama psoriasis, trauma diikuti oleh adanya lesi-lesi yang 

baru pada kulit normal yang mengalami trauma, dan bahwa Lesi yang baru ini identik dengan 

lesi pada kulit yang sakit. Reaksi koebner terjadi pada kulit normal yang mengalami trauma 

yaitu diantaranya pada vitiligo, psoriasis dan liken planus. Fenomena koebner dapat terjadi  

pada jaringan parut yang baru atau pada titik-titik dengan tekanan (di bawah tali pengikat, 

tali pinggang atau tali bahu). 

 Nodul dapat berbentuk linier sebab  terjadi di sepanjang perjalanan Vena pada 

tromboflebitis superfisialis atau sepanjang arteri pada arteritis temporal atau poliarteritis 

nodosa. Mikosis profunda (sporotrikosis dan cocciodiodomikosis) dapat berupa nodul-nodul 

granulomatosa sepanjang perjalanan limfatik. Vesikel-vesikel yang tersusun linier terjadi 

pada herpes zoster lokalisata (dan jarang pada herpes simplek) dengan distribusi yang 

sesuai dengan dermatome. Nevus epidermal (nevus unius lateris) dapat memiliki pola linier 

yang menyolok sepanjang seluruh ekstremitas. Nervus ini, dan juga beberapa nevoid lain 

dan  penyakit-penyakit kulit yang didapat, akan mengikuti sesuai garis Blaschko yang tidak 

sesuai dengan struktur saraf atau vaskuler yang ada pada kulit. Lesi-lesi dermatosis 

faktisium yang meliputi ulkus, atrofi, jaringan parut, atau ketiganya, sering terjadi dengan 

pola linier. Skleroderma linier dapat dikenali dari pita-pita indurasi atau atrofinya yang 

berjalan sepanjang ekstremitas atas atau bawah atau sepanjang garis tengah dari dahi 

(Coup de sabre). 

 

Lesi anuler & arciformis dan  susunan anuler & arciformis 

Pada Sebagian besar eritema akuta yang ada hubungannya dengan peradangan, 

makulanya berbentuk bulat atau lonjong; Siemens menjelaskan hal ini berdasar  

penyediaan darah, dan menerangkan bahwa setiap bercak eritematosa mewakili daerah 

dengan penyediaan (“supply’) darah langsung dari masing-masing arteriole. Lesi anuler 

(Bahasa latin annulus berarti cincin) (gambar 4-17b) dapat timbul jika  proses patologik 

pada lesi yang bulat menyebar secara perifer dan menetap pada bagian tengah atau jika  

lesi-lesi tunggal memiliki  susunan berbentuk cincin. Bentuk yang khusus dan penting dari 

lesi-lesi anuler yaitu iris atau lesi mata sapi, terdiri dari makula atau papula anuler 

eritematosa dengan bagian tengah papuler atau vesikuler, keunguan atau gelap. Lesi bentuk 

iris merupakan ciri khas sindroma eritema multiforme, kata anuler dan bulat tidak dapat 

dipakai  secara bergantian; lesi anuler memiliki bagian tengah yang jernih atau berbeda, 

sedangkan yang bulat tidak. Numuler (bentuk uang logam) dan diskoid (seperti piringan) 

dipakai  untuk menggambarkan lesi dengan bentuk bulat yang jelas yang terjadi pada 

eksema dan lupus eritematosus kutaneus. 

Lesi-lesi anuler berbentuk makuler atau sedikit meninggi terjadi pada eritema 

marginatum dan bentuk-bentuk eritema yang lain, erupsi obat, mikosis profunda, sifilis 

sekunder atau lupus eritematosus. Lesi anuler dengan skuama menunjukkan pityriasis rosea, 

dermatofitosis, psoriasis atau dermatitis seboroik. Papul-papul tunggal pada psoriasis 

sering timbul dengan susunan anuler, polisiklik, atau arciformis (gambar 4-17b). Lupus 

vulgaris, sarcoid, granuloma anulare, mikosis fungoides, dan sifilis tersier dapat berbentuk  

papul atau nodul dengan pola anuler atau arciformis. Sebagai pedoman (aturan), lesi sifilis 

tersier tersusun sebagai cincin yang patah atau tidak utuh. Sifilis sekunder, eritema 

multiforme, liken planus, urticaria, lupus eritematosus, dermatofitosis, lube borreliosis 

(eritema migran), atau bentuk eritema dapat  memicu  papul- papul anuler. 

Susunan lesi serpiginosa (seperti ular) dapat dilihat pada urtika dari "creeping 

eruptions" (larva migran), dan pada papul-papul dan  nodul sifilis lanjut dan lupus vulgaris. 

 

Lesi lesi berkelompok 

Papul-papul, urtika, nodul dan vesikel dapat timbul secara berkelompok (gambar 4-

17d). Pengelompokan ini memiliki  arti diagnosa  yang kecil; kecuali jika memiliki suatu 

pola tertentu. Kelompok vesikel dapat timbul di mana saja pada permukaan kulit, dan 

susunan ini sangat khas pada herpes simpleks dan herpes zoster, yang disebut 

herpetiformis. jika  vesikel atau bulla herpes zoster timbul dengan pola seperti pita 

yang sesuai dengan dermatome, susunan ini  dinamakan zosteriformis. Susunan 

zosteriformis dari nodul-nodul kutaneus kadang-kadang dapat dilihat pada karsinoma 

payudara yang metastase. Keadaan nevoid seperti nevus melanositik atau nevus epidermal 

(iktiosis Hystrix) dapat pula timbul dengan pola zosteriformis. 

Korimbiformis menunjukkan suatu susunan berkelompok yang terdiri dari lesi yang 

berkelompok pada bagian tengah, dan disekitarnya tersebar lesi yang sendiri-sendiri. 

Gambaran ini mengingatkan kita kepada suatu kelompok berbentuk bunga, dan dapat 

DITEMUI  pada veruka vulgaris. Lesi-lesi yang berkelompok dan tidak memiliki  pola 

tertentu dapat dilihat pada veruka' plana, liken planus, urtikaria, gigitan serangga 

(seringkali terdiri dari tiga kelompok), leiomioma, dan limfangioma sirkumskripta. 

Susunan retikuler 

Pola yang menyerupai jala, renda atau retiformis (bahasa Latin reticulum memiliki  

arti jala kecil) didapatkan pada beberapa keadaan, contoh prototip nya yaitu  livedo 

retikularis. Susunan retikuler seperti itu dapat pula terjadi pada kutis marmorata dan 

eritema ab igne. Lesi-lesi tunggal dapat pula memiliki  unsur retikuler atau seperti renda 

ini , dan sebagai contoh yaitu  garis Wiickham pada liken planus. 

 

DISTRIBUSI DARI LESI-LESI  

Meskipun beberapa erupsi kulit dapat dikenali dari pola distribusi nya, namun macam 

dan bentuk lesi, seperti yang telah diterangkan, merupakan kriteria yang lebih dapat 

dipercaya dalam suatu Diagnosa . Berhubung macam, bentuk, dan susunan lesi, dan  susunan 

lesi pada pola distribusinya merupakan unsur yang penting dalam Diagnosa  dermatologik, 

seorang dokter penting untuk mengenal beberapa pola distribusi yang lebih khas yang 

dikemukakan dalam diskusi mengenai penyakit-penyakit individual dalam artikel  ini.  

 

Penyakit kulit dapat diklasifikasikan menjadi lokalisata (terisolir), regional, atau 

generalisata; istilah (universalis) menunjukkan adanya serangan pada seluruh kulit, rambut 

dan kuku. 

Sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan kulit, seorang dokter harus 

memperhatikan pasien  yang tidak mengenakan pakaian pada jarak tertentu. sesudah  

memperhatikan seluruh permukaan kulit dan melakukan inspeksi tentang macam dan bentuk 

lesi dari dekat, kemudian dapat dipertimbangkan pola distribusinya. Sebagai contoh, plakat 

eksematosa diskoides pada bagian posterior dan anterior paha, jika  dilihat dari jauh, 

lebih dapat dihubungkan dengan lokasi terjadinya kontak dengan ikatan elastik pada kaos 

kaki yang mengandung nikel. Dengan petunjuk ini, dapat diketahui pula tempat tempat 

eksematosa lainnya, yaitu di bagian bawah tali jam dari logam, di bawah anting-anting logam 

pada daun telinga, dan pada tempat di mana kalung menyentuh kulit leher. 

jika  erupsi timbul dengan distribusi bilateral dan simetris, PEMICU nya sering kali 

yaitu  endogen atau sistemik. Pola ini menunjukkan adanya penyebaran hematogen dari 

stimulus-stimulus patologik dan paling sering merupakan petunjuk dari suatu reaksi 

hipersensitivitas (misalnya sesitisasi obat, dan vaskulitis alergikal), viral eksantem, dan 

penyakit kulit lainnya seperti psoriasis, eksema atopic, dermatitik herpetiformis. 

Pada kebanyakan masalah , alasan pengelompokan lesi kulit pada daerah tertentu tidak 

diketahui. Meskipun demikian, beberapa faktor dapat memberi penjelasan mengenai 

tempat-tempat predileksi. Penyakit-penyakit yang disebabkan atau yang diperburuk oleh 

pajanan sinar matahari terlokalisir pada daerah terpajan, seperti misalnya bagian dorsal 

dari tangan dan lengan, leher dan wajah. Daerah pada wajah yang biasanya terkena meliputi 

kulit pada bagian atas kelopak mata, dan kulit kepala yang tertutup rambut. Lupus 

eritematosus kutaneus (diskoid) dan sistemik terutama terlokalisisr pada daerah terpajan, 

namun  dapat pula timbul pada daerah-daerah yang benar-benar terlindung dari cahaya, 

seperti kulit kepala yang tertutup rambut, kuping, mulut dan kaki. Gambar 4-18 

menunjukkan ciri khas tempat yang terkena pada beberapa penyakit. 

Tempat-tempat di mana terjadi trauma yang kecil dan berulang dan  tempat-tempat 

di mana kulit saling bergesekan berperan dalam distribusi lesi epidermolisis bulosa dan 

beberapa lesi vitiligo dan psoriasis. Gabungan trauma dan pajanan sinar matahari 

berpengaruh terhadap kerapuhan kulit dan bula pada punggung tangan dan  wajah pada 

porfiria kutanea tarda. 

Hidradenitis supuratifa terdiri dari abses abses kelenjar keringat apokrin dan sebab  

itu terbatas pada ada aksila, papila mamae (pada wanita) dan daerah anogenital. 

Rosasea biasanya terbatas pada daerah wajah, dan faktor-faktor yang dapat 

menginduksi memerahnya wajah ("blushing") diperkirakan merupakan faktor pencetus, yang 

 

meliputi minuman alkohol, bumbu-bumbu tertentu yang pedas, minuman panas, dan mungkin 

pula stress emosional. 

Kandidiasis (moniliasis) terutama pada daerah kulit yang hangat dan lembab (aksiler, 

infra mamma, regio inguinalis, celah intergluteal, daerah vagina, dan mulut). Candida albikan 

merupakan flora residen yang sering DITEMUI  pada traktus gastrointestinal dan dapat 

mencapai beberapa dari tempat ini melalui kontak langsung. 

Herpes zoster timbul dengan pola dermatome sebab  virus yang bergerak sepanjang 

saraf sensoris ke kulit. 

Beberapa lesi juga ada kaitannya dengan muara kelenjar, seperti keratosis folikularis 

pada keratosis pilaris, pitiriasis rubra pilaris, dan defisiensi vitamin A. DITEMUI  pula pola 

lesi folikuler seperti pada akne, liken planopilaris, psoriasis, beberapa dari erupsi obat, 

infeksi jamur (terutama Trihophyton rubrum dan T.verrucosum), berbagai bentuk folikulitis 

bacterial dan beberapa masalah  eksema atopik. 

Pada waktu dilakukan riset  mengenai pola distribusi dermatosis, yaitu  tepat 

untuk menilai kembali riwayat penyakit, pekerjaan, berbagai bentuk pajanan (misalnya 

terhadap cahaya, alergen-alergen baik yang kontaktan maupun yang “airborne”), dan riwayat 

minum obat. 


 

 

Gambar 4-17: Penyakit yang biasa DITEMUI  dalam pemeriksaan fisik kulit 


 

 

Gambar 4-18 : Penyakit yang biasanya DITEMUI  dalam fisik kulit. 


Perubahan warna penting dalam menegakkan Diagnosa  dermatologik, namun  masih 

banyak hal yang lebih penting seperti macam, bentuk, susunan dan distribusi lesi dalam 

penegakkan Diagnosa  dermatologik. Pada lesi-lesi tertentu, warna dan variasinya mungkin 

menjadi hal yang terpenting, seperti misalnya pada cara mengenal pola pigmentasi yang 

bermacam-macam pada melanoma maligna. Pembahasan mengenai perubahan warna patologik 

pada berikut ini akan lebih dijelaskan terutama yang ada  pada kulit putih. Beberapa 

diantaranya telah dimodifikasi agar lebih mudah. Jika tidak,menjadi bertambah sulit untuk 

dapat mendeteksi perubahan warna patologik pada kulit berwarna kuning, coklat, atau 

hitam. 

Warna kulit coklat diakibatkan oleh meningkatnya pigmentasi melanin epidermal atau 

sebab  peningkatan hemosiderin dermal seperti pada dermatosis stasis dan 

hemokromatosis. Erupsi obat menetap (“fixed drug eruption”) memiliki  warna coklat 

gelap yang khas dan ada hubungannya dengan melanofag. Warna coklat pada diaskopi 

merupakan akibat dari infiltrat seluler yang disebabkan oleh peradangan kronik seperti 

pada lupus vulgaris. 

Sel-sel skuamosa yang mengalami keratinisasi dapat berwarna hitam kehijauan kotor 

seperti pada dermatosis iktiosiformis (iktiosis dan penyakit Darier). PEMICU  dari 

perubahan warna ini tidak dapat diketahui, namun  diperkirakan akibat oksidasi dari keratin. 

Warna kuning menunjukkan adanya lipid pada lesi kulit seperti pada xantoma (oranye 

kekuningan), atau pigmen empedu (hijau kekuningan) pada dermis seperti pada icterus. 

Warna kuning juga didapatkan sesudah  minum obat tertentu, terutama atabrine. 

Warna oranye seringkali menunjukkan adanya timbunan karoten pada dermis dan 

terlihat paling jelas pada tempat-tempat dengan keratinisasi hebat seperti telapak tangan 

dan kaki. Karotenemia dapat disebabkan oleh diet atau penyakit seperti miksedema, 

diabetes melitus, hipopituitari. 

Warna merah keunguan dapat merupakan akibat dari ekstravasasi darah pada dermis. 

jika  warna tidak menghilang pada diaskopi dinamakan purpura; eritema disebabkan oleh 

vasodilitasi dan menghilang dengan penekanan. Misalnya, liken planus memiliki  warna 

keunguan seperti juga sarkoma kaposi. 

Pigmen pada dermis memberi warna biru, biru hitam, abu-abu atau coklat-keabuan; 

warna abu-abu "gun-metal" yaitu  warna khas yang DITEMUI  pada infark kutaneus seperti 

pada meningokoksemia.  

Warna kulit biru (ceruloderma), termasuk didalamnya pigmentasi melanin dermal pada 

bercak mongolian dan nevus Ota, dan juga ceruloderma akibat pemberian oral, suntikan atau 

topikal beberapa obat-obatan eksogen atau bahan kimia, seperti amiodarone, atabrine, 

bismuth, klorokuin, emas, besi tembaga minosiklin, merkuri, dan perak.  

Eritema yang disebabkan oleh vasodilatasi dapat berwarna merah atau merah-

kebiruan dan menunjukkan adanya peningkatan jumlah darah pada dermis atau hiperemia 

yang disebabkan oleh peradangan atau perubahan fisiologik pada pembuluh darah (seperti 

pada urtikaria). 

Warna merah atau merah-kebiruan berhubungan dengan jumlah oksihemoglobin yang 

ada. jika  darah mengandung 5 gr/dL atau lebih reduksi hemoglobin,maka warna biru 

pada kulit akan menonjol. Perubahan dari warna ini disebut sianosis. jika  kadar 

hemoglobin sangat berkurang seperti pada anemia,kulit tampak pucat,terutama pada wajah 

dan dasar kuku ("nail bed"). Pada peradangan yang akut, eritema akan berwarna merah 

terang, namun  pada peradangan yang kronik seperti sarkoidosis atau lupus vulgaris,eritema 

akan berwarna merah kusam.Warna eritema yang merah pada lesi lupus eritematosus dan 

psoriasis bukan merupakan vasodilatasi namun  menunjukan adanya telangiektasis yang 

sangat banyak pada dermis dan bukan hanya vasodilatasi. Pembuluh darah telangiektatik 

yang halus ini dapat dilihat dengan mengusapkan minyak mineral pada kulit dan melihatnya 

dengan lensa tangan (7 x). 

 

ABNORMALITAS FISIOLOGIK 

Beberapa kelainan kulit yang paling sering terjadi dalam dermatologi pada dasarnya 

yaitu  merupakan abnormalitas fungsional dari kulit. 

 

Kekeringan 

Mungkin, perubahan fungsional yang paling sering yaitu  kekeringan, atau asteatosis, 

yang dapat merupakan akibat dari hilangnya lipid permukaan atau hilangnya kelembaban 

akibat mengurangnya kelembaban pada ruang yang dipanaskan selama musim dingin. 

 

Seborrhea 

Produksi sebum yang berlebihan sering DITEMUI  pada pasien  penyakit Parkinson, 

namun  dapat pula DITEMUI  pada orang-orang yang sehat. 

 

Hiperhidrosis dan Anhidrosis 

Orang-orang tertentu memproduksi secara berlebihan jumlah keringat ekrin, 

terutama pada telapak tangan dan kaki. Hal ini dapat terjadi walaupun tidak ada 

panas/demam, olahraga, atau panas yang berlebihan dan secara social dapat merupakan 

keluhan kecacatan. Hiperhidrosis dapat pula merupakan bagian dari gambaran ketidak 

stabilan autonomik pada sindroma Riller-Day. Anhidrosis tanpa adanya penyakit kulit yang 

jelas dapat dikaitkan dengan hipotiroidisme, dehidrasi, dan luka bakar matahari (“heat 

stroke”) ; dan juga dapat terjadi pada gangguan system saraf seperti lesi hipotalamus,  

sklerosis multipel dan siringomielia, dan  pada diabetes melitus dengan neuropati perifer. 

Pada iktiosis, anhidrosis merupakan akibat dari menurunnya jumlah kelenjar keringat pada 

kulit. 

 

Pruritas 

Rasa gatal dapat merupakan gejala cardinal yang memiliki  kepentingan dalam 

penegakkan Diagnosa  medis pada umumnya, seperti dapat menjadi tanda yang paling dini 

untuk penyakit Hodgkin, karsinoma yang tersembunyi dan sirosis biliaris primer. Rasa gatal 

juga merupakan gambaran yang penting pada kelainan-kelainan dermatologik seperti eksema 

atopik, dermatitis herpetiformis dan seringkali psoriasis. Disamping itu, rasa gatal yang 

berat dapat terjadi sebagai akibat dari kekeringan pada kulit. Patofisiologi dan aspek klinik 

pruritus dibicarakan pada Bab 31. 

 

PROSEDUR-PROSEDUR LABORATORIK DAN INSTRUMENTAL DALAM Diagnosa  

DERMATOLOGIK 

 

Alat bantu Diagnosa  Dermatologik: Klinis, Instrumental, dan Laboratorik. 

Pembesaran: Untuk dapat menilai permukaan kulit secara kritis dan mendeteksi detail 

morfologik lesi-lesi kulit, perlu dipakai  lensa pembesar (sebaiknya 7x); juga didapatkan 

gambaran yang lebih baik sesudah  diberikan setetes minyak mineral pada lesi. pemakaian  

lensa pembesar terutama membantu dalam Diagnosa  lupus eritematosus (“follicular 

plugging” dan atrofi),  

Liken planus (garis Wickham), karsinoma sel basal (telangiektasis yang halus dan 

bening), dan melanoma maligna dini (perubahan yang halus (tidak jelas ) pada warna, 

terutama abu-abu, abu-abu kebiruan, atau biru). Alat pembesar yang di pegang dengan 

tangan dan menggunakan pencahayaan yang “build-in” dan  pembesaran 10x sampai 30x kini 

telah tersedia dan dipakai  dengan setetes minyak. Dengan menggunakan alat optic yang 

kecil ini atau mikroskop binokuler yang lebih besar, teknik ini disebut epiluminescence 

microscopy (ELM), dan alat ini membantu dalam membedakan neoplasma berpigmen yang 

ganas dan jinak. 

Penyinaran oblique pada permukaan kulit yang dilakukan dalam ruang gelap, sering 

dibutuhkan untuk melihat adanya elevasi atau depresi ringan, dan ini berguna dalam 

visualisasi konfigurasi permukaan lesi, dan dalam memperkirakan luas lesi. Penyinaran 

semacam ini sekarang sudah jarang dipakai .Penyinaran yang sedikit pada ruangan akan 

memperjelas perbedaan antara lesi-lesi hipopigmentasi atau hiperpigmentasi yang berbatas 

tengah (merah atau coklat) dengan kulit normal. Ini merupakan cara yang berguna dan harus  

lebih sering dipakai ,dan  sering kali dikombinasikan dengan penyinaran oblique (lihat 

diatas) 

Lampu Wood (sinar ultra violet gelombang panjang, sinar "hitam") penting untuk 

Diagnosa  klinis penyakit-penyakit kulit dan rambut tertentu dan  porfiria. Radiasi ultra 

violet gelombang panjang didapatkan dengan memasang lampu merkuri bertekanan tinggi 

dan filter khusus yang terbuat dari nikel oksida silika (filter wood); filter ini bersifat opak 

terhadap semua cahaya kecuali panjang gelombang antar 320-400 nm. jika  menggunakan 

lampu wood ,penting bagi pemeriksa untuk beradaptasi dengan gelap untuk dapat melihat 

perbedaan dengan jelas. jika  gelombang ultra violet yang dikeluarkan oleh lampu wood 

(350nm) mengenai kulit, terjadi fluoresensi yang dapat dilihat. Lampu wood terutama 

berguna untuk mendeteksi fluoresensi dermatofitosis (Microsporum) pada batang rambut 

(hijau) dan pada eritrasma (merah bata). Perkiraan Diagnosa  porfiria didapatkan jika  

terjadi fluoresensi merah-merah jambu pada urin yang terlihat dengan lampu Wood, dengan 

penambahan asam hidroklorida encer, yang mengubah porfirinogen menjadi porfirin, 

memperjelas fluoresensi. Lampu wood juga membantu perkiraan variasi yang ada pada lesi-

lesi "putih" pada warna kulit normal, kulit berwarna dan terutama pada orang-orang berkulit 

terang; misalnya lesi-lesi makula hipomelanotik pada tubulosklerosis dan tinea versikolor 

tidak seputih makula pada vitiligo yang amelanotiknya khas. Hipermelanosis yang berbatas 

tegas seperti pada efelid dan melasma, lebih jelas terlihat dengan lampu wood, dan pada 

lentigo melanoma maligna dan  melanoma akrolentiginosa, lampu wood dapat dipakai  

untuk mendeteksi luas lesi secara keseluruhan untuk membantu eksisi total.  

Melanin pada dermis seperti pada bercak Mongolian pada sakrum, tidak jelas dengan 

lampu wood. sebab  itu dengan menggunakan lampu wood dapat dilokalisir tempat melanin 

(epidermal atau dermal); fenomena ini tidak jelas pada pasien  berkulit coklat atau 

hitam. Tehniknya yaitu  sebagai berikut: penggolongan derajat pigmentasi (minimal, sedang, 

hebat) didapat dengan sinar kasat mata dan dibandingkan dengan penggolongan derajat 

perubahan warna jika  diperiksa dengan lampu wood. Pada pigmentasi melanin epidermal, 

derajat pigmentasinya meningkat dari minimal sampai hebat, namun  melanin dermal memiliki 

kadar pigmen yang sama baik pada cahaya kasat mata dan penyinaran lampu wood. 

 Diaskopi terdiri dari penekanan yang kuat dari dua kaca mikroskop pada permukaan 

lesi kulit. Pemeriksa akan dapat melihat bahwa cara ini memiliki nilai istimewa dalam 

menentukan apakah warna merah dari makula atau papula disebabkan oleh dilatasi kapiler 

(eritema) atau sebab  ekstravasasi darah (purpura). Diaskopi juga berguna untuk 

mendeteksi warna coklat kekuningan dari hialin pada papul atau nodul sarkoidosis, 

tuberkulosis kulit, limfoma dan granuloma anulare. 

  

TES-TES KLINIS 

Tanda Dimple (lesung pipit), yaitu  suatu cara untuk membedakan dematofibroma 

(jinak, keras, lesi-lesi noduler yang sering berpigmen) dari melanoma maligna. Pemberian 

penekanan lateral dengan ibu jari dan telunjuk  memicu  terbentuknya lesung pipit 

(dimple) pada dermatofibroma, sedangkan melanoma dan nevus melanositik menonjol diatas 

bidang dasar (menjadi menonjol) seperti juga kulit normal jika  cara ini dilakukan. 

Tanda Nikolsky yaitu  adanya pelepasan seperti lembaran dari epidermis (gambar 4-

19) dengan tarikan ringan yang dapat DITEMUI  pada berbagai penyakit, seperti pemfigus 

vulgaris dan  nekrolisis epidermal toksika. 

 

Gambar 4-19. Pemfigus Vulgaris. Bula menjadi meluar dengan penekanan jari (tanda Nikolsky). 


Pemutihan dengan asam (acetowhitening) memudahkan deteksi kondiloma penis 

subklinis. 90-100% pasangan pria dari wanita yang terinfeksi virus papilloma humanus (VPH) 

juga terkena infeksi. Kain kasa yang di celup/dibasahi dengan 5% asam asetat (cuka putih) 

dibalut sekitar penis. sesudah  5-10 menit penis diperiksa dengan kolposkopi atau lensa 

tangan dengan pembesaran 10x. konsiloma akan tampak berupa papul-papul kecil berwarna 

putih. 

Tanda Darier yaitu  timbulnya ruam urtika pada lesi urtikaria pigmentosa (makula 

coklat atau papul yang agak meninggi) sesudah  digosok dengan ujung pena yang bulat 

(tumpul). Ruam, yang terbatas pada tepi lesi yang timbul selama 5-10 menit. 

Tanda Auspitz yaitu  timbulnya bintik-bintik kecil darah pada ujung dari kapiler yang 

pecah jika  skuama secara paksa diangkat dari plakat psoriatik. 

Tes Patch dipakai  untuk mengetahui dan mencatat Diagnosa  sentisisasi kontak 

alergi dan mengetahui agen PEMICU nya. Tes ini juga berguna sebagai prosedur skrining 

pada beberapa pasien  dengan erupsi eksematosa yang kronis atau yang jarang (misalnya 

dermatosis tangan dan kaki). Tes ini merupakan cara yang unik untuk mengetahui reproduksi  

penyakit secara in vivo dalam proporsi yang kecil, sebab  sensitisasi mempengaruhi seluruh 

kulit dan sebab itu dapat diperoleh dari setiap bagian kulit. Tes patch ini lebih mudah dan 

lebih aman dari pada “use test” dengan alergen-alergen yang ditanyakan, sebab  macam-

macam tes dapat dipakai  dalam konsentrasi rendah pada daerah kulit yang sempit untuk 

waktu yang pendek. Lihat “textbook” mengenai dermatitis kontak untuk mengetahui daftar 

antigen yang komplit yang dipakai  pada tes patch. 

Tes Photopatch merupakan kombinasi tes patch dan radiasi ultraviolet pada tempat 

tes dan dipakai  untuk mendeteksi fotoalergi. 

Tes Foto (Phototesting) dilakukan untuk menentukan sensitifitas pasien  terhadap 

berbagai panjang gelombang dari radiasi ultraviolet. Tes ini berguna dalam Diagnosa  

fotosensitifitas tertentu. 

 

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SKUAMA, KRUSTA, SERUM DAN RAMBUT 

Pewarnaan Gram dan kultur dari eksudat harus dilakukan pada lesi-lesi yang dicurigai 

sebagai infeksi bakteri atau yeast (Candida albican). Ulkus dan nodul membutuhkan biopsi 

skalpel dimana diperoleh jaringan yang mengandung seluruh tiga lapis kulit; spesimen biopsi 

kemudian dicincang dalam mortar steril dan kemudian jaringan di kultur untuk mengetahui 

bakteri (termasuk mikobakteri tipikal dan atipikal) dan  jamur.  

Pemeriksaan mikroskop untuk miselium harus dilakukan dari atap vesikel atau dari 

skuama (tepi yang sedang tumbuh lebih disukai) atau dari rambut dan kuku. Jaringan 

dibersihkan dengan KOH 10% (KOH 20% untuk kuku) dan dihangatkan secara perlahan. 

Kultur jamur dengan media Sabouraud atau lainnya harus dilakukan secara tepat.  

Pemeriksaan mikroskopis sel-sel yang didapat dari dasar vesikel dan bula (tes Tzanck) 

dapat memperlihatkan sel epitelial raksasa dan sel raksasa berinti banyak [mengandung 10-

12 nukleus] pada herpes simplek, herpes zoster dan varisella. Material yang berasal dari 

dasar vesikel diperoleh dengan kuretase secara pelan dengan skalpel (jangan memicu  

perdarahan) dioleskan pada gelas obyek, dilakukan pengecatan dengan Giemsa (Gambar 4-

20) atau pengecatan Wright, dan diperiksa untuk melihat adanya sel epitelial raksasa, yang 

merupakan tanda diagnosa . Kultur herpes simplek kini mudah dan cepat diperoleh dan 

lebih spesifik dari tes Tzank. Pada “staphylococcal scalded skin syndrome”, DITEMUI  sel-sel 

epitelial yang luas tanpa sel-sel peradangan; pada nekrolisis epidermal toksik, ditemukan 

sel-sel kuboid dengan perbandingan nuklear yang lebih tinggi dari Sitoplasmik dan ditambahi  

sel-sel peradangan. 


 

 

Gambar 4-20. Preparat Tzank menunjukkan adanya sel epidermal raksasa berinti banyak 

(pwarnaan Giemsa). 


  

Diagnosa  pada skabies biasanya segera dipertimbangkan pada pasien  dengan 

pruritus generalisata yang sukar diatasi dan adanya papul-papul dan  ekskoriasi dengan 

lokasi distribusi yang khas. Lokasi distribusi biasa ada  bagian fleksor pergelangan 

tangan, pada sela jari, pantat dan genitalia. Diagnosa  ditegakkan dengan ditemukannya 

tungau, telur, atau fesesnya pada kerokan kulit yang diambil dari papul atau terowongan 

(burrow). Terowongan (burrow), suatu lesi yang unik, yaitu  peninggian kulit yang 

serpiginosa atau linear pada kulit berupa tonjolan dengan panjang 0,5-1 cm. Ini ditemukan 

pada permukaan anterior pergelangan tangan, sela jari, tepi ulnar dari tangan dan kadang-

kadang pada kaki pasien  anak-anak. Jika tidak ada  terowongan, pilihlah salah satu 

papul. Teknik dengan minyak mineral sangat baik untuk mengisolasi tungau. Dengan 

menggunakan pisau skalpel steril yang sudah diberi setetes minyak mineral steril, oleskan 

minyak pada permukaan terowongan atau papul. Kerok papul atau terowongan secara kuat 

(sebanyak lebih kurang 6 kali) untuk mengangkat seluruh bagian atau papul, kemudian akan 

tampak bintik-bintik pendarahan yang kecil pada minyak ini . Pindahkan minyak pada 

gelas penutup dan diperiksa apakah ada tungau, telur atau feses. Tungau memiliki  ukuran 

0,2 - 0,4 mm dan memiliki  4 pasang kaki 

Pemeriksaan medan gelap serum dari ulkus pada genitalis laki-laki atau wanita 

(terutama penis, anus, vulva, dan cervix) penting untuk menemukan treponema nonpatogen 

yang pada dasarnya tidak dapat dibedakan dari Treponema pallidum. Pemeriksaan medan 

gelap pada material yang diperoleh dari rongga mulut, tidak berarti sebab  adanya 

Treponema nonpatogen yang pada dasarnya tidak dapat dibedakan dari T. pallidum. Pada 

keadaan ini dan  sesudah pengobatan ulkus dengan antibiotik topikal, dilakukan  

pemeriksaan medan gelap dari aspirasi kelenjar limfe. (tes serologik  untuk sifilis 

merupakan keharusan bagi seluruh pasien  dengan dengan erupsi skuama dan eritematosa 

generalisata, termasuk pada hampir semua pasien  dengan perkiraan Diagnosa  pitiriasis 

rosea).   

 Mencabut rambut untuk penilaian alopesia. Mencabut rambut berguna dalam 

penilaian alopesia, dan terutama berguna dalam menentukan apakah telogen efluvium yaitu  

PEMICU  kerontokan rambut atau tidak. beberapa  20-30 rambut dicabut dengan cepat 

dengan arah dari tempat rambut keluar dari kulit kepala, menggunakan penjepit jarum 

(needle holder) yang dimodifikasi, yang bagian mulutnya sudah ditutup dengan karet atau 

plastik. Pada kulit kepala dewasa muda normal, setidaknya 80% folikel berada pada fase 

anagen dari siklus rambut; ada  beberapa variasi pada tempat, umur dan waktu. 

Pengecatan khusus seperti DACA mungkin berguna dalam membedakan rambut anagen dari 

telogen.  

 

Biopsi Kulit  

Biopsi kulit merupakan suatu tehnik diagnosa  yang baik sebab  kulit mudah untuk 

didapatkan dan sebab  ada  beberapa tehnik yang dapat dipakai  untuk mempelajari 

spesimen yang telah dibiopsi, seperti imunofluoresensi, mikroskop elektron dan reaksi 

rantai polimerase (PCR). Pada berbagai keadaan, mengetahui hubungan antara gambaran 

klinik dan histologik yaitu  merupakan keharusan, sebab  Diagnosa  histologik, terutama 

pada penyakit peradangan noninfeksi mungkin tidak spesifik. Aturan umum yang baik yaitu  

jika  temuan histopatologik dan klinik tidak sesuai, berpeganglah pada Diagnosa  klinik, 

lakukan biopsi kembali, dan periksalah pasien  kembali sesudah  beberapa hari atau 

minggu. Pemilihan tempat biopsi merupakan hal yang penting dan terutama didasarkan pada 

stadium dari erupsinya. Suatu lesi yang dini (awal) biasanya lebih khas pada erupsi 

vesikulobulosa dimana umur lesi harus tidak lebih dari 24 jam. Pada semua erupsi yang lain, 

lesi yang umurnya lebih tua dan sudah muncul semua, seringkali lebih khas. Mungkin 

diperlukan lebih dari satu biopsi, terutama jika erupsi bersifat polimorf.  

Tehnik yang biasa dilakukan untuk biopsi diagnosa  menggunakan anestesi lokal yaitu  

dengan menggunakan "punch" berukuran 4 mm; yaitu suatu pisau kecil berbentuk seperti 

tabung, dengan gerakan memutar antara ibu jari dan jari telunjuk, pisau yang berbentuk 

tabung ini kemudian akan memotong melalui epidermis, dermis, dan jaringan subkutan; 

spesimen biopsi kemudian "diapungkan" dan bagian dasar dipotong dengan gunting atau 

dipindahkan dengan perlahan menggunakan jarum yang menembus spesimen. jika  

dilakukan eksisi elliptikal yang kecil, spesimen harus ditempatkan pada kertas filter 

sebelum difiksasi untuk mencegah menjadi menggulung. Jika imunofluoresensi merupakan 

indikasi (seperti pada berbagai penyakit bulosa dan lupus eritematosus), dibutuhkan tehnik  

khusus dan harus dikonsultasikan pada laboratorium. Untuk nodul dan tumor, dan terutama 

nodul pada kaki, biopsi skalpel "large wedge" harus dilakukan dengan eksisi, termasuk 

jaringan subkutan. Lebih dari itu, seluruh nodul-nodul peradangan yang dicurigai sebagai 

granuloma infeksiosa, harus dilakukan biopsi; dimana setengahnya untuk histologi, dan 

setengah yang lain dikirimkan dalam tempat yang steril untuk kultur bakteri dan jamur 

menggunakan pemotong jaringan. Spesimen untuk pemeriksaan mikroskop biasa harus 

segera difiksasi dalam akua formalin 10%. Kesimpulan khusus yang singkat namun terinci 

mengenai riwayat klinis harus menyertakan spesimen. Biopsi merupakan indikasi pada 

seluruh lesi yang dicurigai sebagai neoplasma, pada seluruh penyakit bulosa yang 

menggunakan imunofluoresensi secara simultan, dan pada seluruh kelainan dermatologik 

dimana Diagnosa  khususnya tidak mungkin hanya dengan pemeriksaan klinis saja. 

 

Imunofluoresensi 

Banyak diagnosa  kelainan imunologik kulit dapat ditunjukkan dengan tehnik-tehnik 

imunofluoresensi. Deteksi kelainan-kelainan ini telah dibuktikan paling bernilai untuk meng-

evaluasi penyakit-penyakit jaringan ikat dan bulosa. Antibodi-antibodi terhadap antigen 

epidermal, baik yang ada  pada kulit (fixed) ataupun dalam sirkulasi, seperti juga 

komplemen dan/atau deposit fibrin pada epidermis dan filter "barrier" yang tepat. 

Mikroskop harus dilengkapi dengan kamera untuk membuat data permanen dari pewarnaan 

yang dilakukan. 

Tehnik-tetnik imunof1luoresensi dan imunoperoksidase dengan menggunakan antibodi 

monoklonal atau monospesifik, merupakan suatu alat bantu baru yang sangat berguna dalam 

Diagnosa  penyakit kulit. Sebagai contoh, petanda sel T spesifik memungkinkan suatu 

Diagnosa  pasti dari limfoma sel T kutaneus (mikosis fungoides). Adanya antibodi 

monospesifik terhadap berbagai komponen seluler atau produk-produknya, seperti keratin, 

vimentin, desmin dan serabut-serabut glia dapat membantu untuk membedakan berbagai 

bentuk tumor.  

"Immunofluorescence antigenic mapping" sangat membantu dalam Diagnosa  penyakit-

penyakit bulosa dan mempercepat pemahaman kita mengenai zona membrana basalis dan 

taut dermal-epidermal. Tehnik ini bahkan dapat dipakai  dalam Diagnosa  antenatal. 

Imunofluoresensi langsung dan tidak langsung yang menggunakan preparat "split skin" dapat 

dipakai  untuk membuat suatu perbedaan yang sulit antara proses-proses penyakit 

seperti pemfigoid bulosa dan epidermolisis bulosa akuisita. Analisa-analisa imuno -

presipitasi dan imuno blot (Western blot) juga telah semakin banyak dipakai  dalam 

dermatologi sebagaimana juga reaksi rantai polimerase.  

  

MIKROSKOP ELEKTRON. 

Mikroskop elektron dapat membantu dalam Diagnosa  pasti penyakit-penyakit kulit 

yang semakin bertambah jumlahnya. Disamping peranannya yang telah ada dalam Diagnosa  

bermacam-maacam neoplasma yang berdiferensiasi jelek, yang beberapa diantaranya dapat 

bermetastase ke kulit, mikroskop elektron berguna juga dalam membedakan macam-macam 

bentuk epidermolisis bulosa, tumor-tumor adneksa tertentu, infiltrasi limfonistiositik 

tertentu dan berbagai penyakit yang lain. Adanya melanosom atau prekursor melanosom 

dapat membantu menegakkan Diagnosa  melanoma maligna. Adanya Melanosom raksasa 

(makro globulus melanin) dapat menyokong Diagnosa  neurofibromatosis. Dibutuhkan 

jaringan yang sangat sedikit, yang dapat berupa bagian dari biopsy “punch”. Dibutuhkan 

fiksasi khusus dan langsung untuk mempertahankan secara optimal gambaran-gambaran 

ultra. Struktur dan hal ini dapat diatur dengan bagian patologi. 

 

RINGKASAN PENDEKATAN Diagnosa  berdasar  MORFOLOGI LESI 

Diagnosa  penyakit-penyakit dan pengenalan lesi-lesi kulit yang merupakan pertanda 

penyakit dari sistim organ yang lain terutama didasarkan pada apa yang didapatkan secara 

visual dari kulit dengan inspeksi yang dibantu dengan palpasi, riwayat penyakit secara umum, 

pemeriksaan fisik dan bermacam-macam tes seperti contohnya biopsi. Inspeksi harus 

meliputi pemeriksaan yang dilakukan dengan cahaya reguler, lampu wood (jika  

diperlukan), dan penyinaran oblique untuk mengetahui adanya lesi dengan peninggian ringan. 

Ukuran, bentuk, susunan, warna, sifat tepi lesi dan konfigurasi permukaan lesi haruslah 

ditentukan. Palpasi lesi meliputi perkiraan kedalamannya dan perletakan dengan jaringan 

dibawahnya, lunak atau keras, dan apakah tepinya ter-“infiltrasi”, yaitu suatu istilah yang 

dipakai  untuk menggambarkan suatu sensasi tahanan antara lunak dan keras dan  

merupakan petunjuk adanya infiltrasi seluler seperti pada mikosis fungoides. Akhirnya, 

harus dilakukan garukan pada permukaan lesi untuk menentukan adanya deskuamasi jika  

tidak terlihat. 

Langkah terpenting dari suatu pendekatan Diagnosa  yaitu  kearifan dalam 

mengartikan petunjuk-petunjuk diagnosa  dalam pemeriksaan fisik dari kulit. Riwayat 

penyakit (seperti yang disebutkan terdahulu) seringkali kurang penting dibanding pada 

penyakit dalam, namun  tidak dapat diabaikan, dan seringkali diperoleh selama atau sesudah  

pemeriksaan fisik awal dibandingkan  sesudah nya. Dua masalah  pasien  memberi  ilustrasi dari 

aplikasi cara pendekatan ini. 

Yang pertama yaitu  seorang wanita dangan usia 22 tahun dengan vesikel dan bula 

yang tersebar dan awitan yang baru. Lesi vesikuler timbul pada bagian tengah dari papul 

yang eritematus, yang memiliki  bentuk irisformis: erupsi timbul secara generalisata, 

simetris, dan mengenai membrana mukosa mulut, bagian dorsal tangan dan kaki dan   

telapak tangan dan telapak kaki. Petunjuk klinis pada pemeriksaan fisik pasien  ini 

meliputi macam (tipe) lesi, vesikel yang timbul pada papul eritematus. Lesi memiliki bentuk 

yang khas (irisformis). Erupsi memiliki  distribusi generalisata dan pola distribusi yang 

Khas (membrana mukosa, telapak tangam dan telapak kaki). Diagnosa  yaitu  eritema 

multiforme bullosa, yang dibuat tanpa riwayat penyakit dan tanpa bantuan laboratorium. 

Hanya etiologi yang kemudian harus ditentukan .  

pasien  kedua yaitu  seorang laki-laki berusia 53 tahun, dengan nodul-nodul yang 

jumlahnya dapat dihitung (12) pada bokong dan paha atas. Lesi berwarna merah tua dan 

keras namun  tidak memiliki  bentuk atau susunan khusus dan ada  pada regio bokong 

dan  paha atas. Biopsi dari salah satu nodul menegakkan Diagnosa  skabies, yang jarang 

dengan bentuk hanya berupa nodul. Pada pasien  ini Diagnosa  ditegakkan hanya dengan 

biopsi kulit, yang merupakan indikasi untuk dilakukan pada semua nodul.  

sebab  kulit memiliki ekspresi morfologik yang terbatas maka jelaslah akan ada  

pengumpulan dari satu macam atau lebih tipe-tipe lesi kulit, atau "pengelompokan yang 

berarti secara klinis" dari lesi-lesi kulit, yang berlaku untuk faktor-faktor etiologik yang 

sangat beraneka.  

sebab  itu, pola-pola reaksi klinis dan sindroma-sindroma (lihat Bab 5), memungkinkan 

klasifikasi dari sebagian besar erupsi kulit kedalam suatu kategori yang terbatas untuk 

Diagnosa  banding.  

Diagnosa  banding dari kelainan kutansus dapat pula dipertimbangkan dari segi 

etiologik, dan hal ini terutama seringkali dapat membantu dalam mengatur proses berfikir 

yang diperlukan dalam pendekatan terhadap pasien . Tabel 4-3, berisi daftar faktor-

faktor etiologik penyakit-penyakit dermatologik dan menunjukkan beberapa point dengan 

bermacam-macam faktor yang saling berhubungan. 

Ahli dermatologi yaitu  seorang dokter yang dapat menDiagnosa  suatu ruam. Mereka 

dapa