Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan pada
Penciptanya, yaitu Allah. Pengertian penyembahan kepada Allah tidak boleh
diartikan secara sempit, dengan hanya membayangkan aspek ritual yang
tercermin dalam sholat saja. Penyembahan berarti ketundukan manusia pada
hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi, baik yang
menyangkut hubungan vertikal (manusia dengan Tuhan) maupun horizontal
(manusia dengan manusia dan alam semesta).
Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan
manusia terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan
adil. Oleh sebab itu penyembahan harus dilakukan secara sukarela, sebab
Allah tidak membutuhkan sedikitpun pada manusia termasuk ritual-ritual
penyembahannya.
Apa fungsi dan peran manusia dalam kehidupan di dunia sesuai
dengan konsep al-Quran?
Fungsi dan peran manusia :
1. Belajar (Surat An-Naml:15-16 dan al-Mukmin:54)
2. Mengajarkan ilmu (al-Baqarah:31-39)
3. Membudayakan ilmu (al-Mu’min:35)
4. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah
Manusia sebagai seorang khalifah tidak boleh hanya melakukan
untuk kepentingan diri pribadi dan tidak hanya bertanggunga jawab pada diri
sendiri saja. Oleh sebab itu semua yang dilakukan harus untuk kebersamaan
sesama umat manusia dan hamba allah, serta pertanggungjawabannya pada 3
instansi, yaitu :1
1. Pada diri sendiri
2. Pada masyarakat
3. Pada Allah
Apa yang harus dilakukan manusia dalam kehidupan di dunia sebagai
pertanggungjawaban dirinya sebagai hamba Allah?
B. Tanggung Jawab dan Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
a. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah
Makna yang esensial dari kata ‘abd ( hamba) adalah ketaatan,
ketundukan dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan manusia
hanya layak diberikan kepada Allah, yang dicerminkan dalam ketaatan,
kepatuhan dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan. 2
Tanggung jawab Abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman
yang dimiliki dan bersifat fluktuatif (naik turun), yang dalam istilah hadist Nabi
SAW dikatakan yazidu wayanqushu (terkadang bertambah atau menguat dan
terkadang berkurang atau melemah).
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab terhadap
keluarga. Tanggung jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan daritanggung jawab terhadap diri sendiri berkaitan dengan perintah memelihara
iman keluarga. Oleh sebab itu, dalam al-Quran dinyatakan dengan quu
anfusakum waahliikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman
dari neraka).
Dalam hubungan dengan Tuhan, manusia menempati posisi sebagai
ciptaan dan Tuhan sebagai Pencipta. Posisi ini memiliki konsekuensi adanya
keharusan manusia menghambakan diri pada Allah dan dilarang menghamba
pada dirinya, serta menghamba pada hawa nafsunya. Kesediaan manusia untuk
menghamba hanya pada Allah dengan sepenuh hatinya. Akan mencegah
penghambaan manusia terhadap manusia, baik dirinya maupun sesamanya.
Tanggungjawab Abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman yang
dimiliki dan bersifat fluktuatif ( naik-turun), yang didalam istilah hadis Nabi
saw. dikatakan yazidu wayangqushu ( terkadang bertambah dan terkadang
berkurang).
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggungjawab terhadap
keluarga. Tanggungjawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari
tanggungjawab terhadap diri sendiri, sebab memelihara diri sendiri berkaitan
dengan perintah memelihara iman keluarga. Oleh sebab itu, dalam al-Qur’an
dinyatakan dengan quu anfusakum waahlikum naaran ( jagalah dirimu dan
keluargamu, dengan iman, dari neraka).
Allah dengan ajaran-Nya al-Qur’an menurut Sunnah Rasul,
memerintahkan hamba-Nya ( Abdullah) untuk berlaku adil dan ihsan. Oleh
sebab itu, tanggungjawab hamba Allah adalah menegakkan keadilan, baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap keluarga. Dengan berpedoman pada
ajaran Allah, seorang hamba berupaya mencegah kekejian moral dan
kemungkaran yang mengancam diri dan keluarganya. Oleh sebab itu,
Abdullah harus senantiasa melaksanakan sholat dalam rangka menghindarkan
diri dari kekejian dan kemungkaran. Hamba- hamba Allah sebagai bagian dari
ummah yang senantiasa berbuat kebajikan juga diperintah untuk mengajak
yang lain berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran (Ali Imran:103).
Demikianlah tanggungjawab hamba Allah yang senantiasa tunduk
dan patuh terhadap ajaran Allah dan Sunnah. Apa yang harus dilakukan
manusia dalam kehidupan di dunia dalam kedudukannya sebagai khalifah
Allah?
b) Tanggung jawab Manusia sebagai Khalifah Allah.
Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang berupa kebebasan memilih
dan menentukan sehingga kebebasannya melahirkan kreativitas yang dinamis.
Adanya kebebasan manusia di muka bumi adalah sebab kedudukannya untuk
memimpin, sehingga pemimpin tidak tunduk kepada siapapun, kecuali kepada
yang di atas yang memberikan kepemimpinan. Oleh sebab itu, kebebasan
manusia sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah, sehingga
kebebasan yang dimiliki tidak menjadikan manusia bertindak sewenag-wenang.
Kebebasan mansuia dengan kekhalifahannya merupakan implementasi dari
ketundukan dan ketaatan.
Dua peran yang dipegang manusia di muka bumi, sebagai khalifah dan
‘abd merupakan perpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan
dinamika hidup, yang sarat dengan kreativitas dan amaliah yang selalu
berpihak pada nilai-nilai kebeanaean. Oleh sebab itu hidup seorang muslim
akan dipenuhi dengan amaliah, kerja keras yang tiada henti, sebab bekerja bagi
seorang muslim adalah membentuk satu amal saleh. Kedudukan manusia
dimuka bumi sebagai khalifah dan juga sebagai hamba Allah, bukanlah dua hal
yang bertentangan, melainkan suatu kesatuan yang padu yang tak terpisahkan.
Kekhalifahan adalah realisasai dari pengabdiannya kepada Allah yang
menciptakannya.
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di
muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah
di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan.
Manusia menjadi khalifah memegang mandat Tuhan untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia
bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah serta mendayagunakan
apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Sebagai wakil Tuhan, Tuhan mengajarkan kepada manusia kebenaran
dalam segala ciptaa-Nya dan melalui pemahaman serta penguasaan terhadap
hukum-hukum kebenaran yang terkandung dalam ciptaan-Nya, mausia dapat
menyusun konsep baru, serta melakukan rekayasa membentuk wujud baru
dalam kebudayaan.
Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang berupa kebebasan memilih
dan menentukan, sehingga kebebasannya melahirkan kreatifitas yang dinamis.
Adanya kebebasan manusia di muka bumi adalah sebab kedudukannya untuk
memimpin, sehingga pemimpin tidak tunduk kepada siapapun, kecuali kepada
yang di atas yang memberikan kepemimpinan. Oleh sebab itu, kebebasan
manusia sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah, sehingga
kebebasan yang dimiliki tidak menjadikan manusia bertindak sewenangwenang. Kebebasan manusia dengan kekhalifahannya merupakan implementasi
dari ketundukan dan ketaatan. Ia tidak tunduk pada siapapun kecuali kepada
Allah, sebab hamba Allah yang hanya tunduk kepada Allah.Kekuasaan manusia sebagai wakil Tuhan dibatasi oleh aturan-aturan
dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu
hukum-hukum Tuhan baik yang tertulis dalam kitab suci ( al-Qur’an), maupun
yang tersirat dalam kandungan alam semesta ( al-Kaun). Seorang wakil yang
melaggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang mengingkari
kedudukan dan pernannya, serta mengkhianati kepercayaan yang diwakili.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur,an :
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.
Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya
sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah
akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orangorang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka
belaka ( Faathir/35: 39).
Dua peran yang dipegang manusia di muka bumi, sebagai khalifah
dan ‘abd merupkan perpaduan tugas dan tanggungjawab yang melahirkan
dinamika hidup, yang sarat dengan kreatifitas dan amaliah yang selalu berpihak
pada nilai-nilai kebenaran.. Kedudukan manusia di muka bumi sebagai khalifah
dan juga sebagai hamba Allah, bukan dua hal yang bertentangan, melainkan
suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Kekhalifahan adalah realisasi dari
pengabdiannya kepada Allah yang menciptakannya. Dua tugas dan
tanggungjawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa. Apabila
terjadi ketidak seimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang
menyebabkan manusia meluncur jatuh ketingkat yang paling rendah. Seperti
firman Allah dalam al-Qur’an:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. ( al-Thin/95: 4). c) Kebutuhan Manusia terhadap agama.
Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu. saat itu yang
diketahuinya hanya” Saya tidak tau” Tetapi kemudian, dengan panca Indra,
akal, dan jiwanya, sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah, dengan
coba-coba pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya, ia
menemukan pengetahuan, namun demikian, keterbatasan panca indra dan akal
menjadikan sekian banyak tanda tanya yag muncul dalam benaknya tidak dapat
terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya, dan semakin
mendesak pertanyaan tersebut semakin gelisah bila tidak terjawab.Hal ini
antara lain disebab kan manusia memiliki naluri ingin tahu.
Kalau demikian, manusia membutuhkan informasi tentang apa yang tidak
diketahuinya itu, khususnya dalam hal-hal yang sangat mendesak yang
mengganggu ketenangan jiwanya atau menjadi syarat bagi kebahagiaannya.
Apabila dilihat manusia sebagai makhluk sosial, manusia tidaka dapat hidup
sendirian, sebab ada sekian banyak kebutuhan yang tidak dapat dipenuhinya
sendiri. Petani memerlukan baju yang tidak dapat dibuatnya sendiri, sebab
keterbatasa waktu dan pengetahuannya. Di sisi lain, penenun juga demikian,
untuk makan ia membutuhkan ikan, garam, lauk pauk, dan sebagainya. Bila
sakit membutuhkan dokter dan obat masih banyak lagi kebutuhan manusia
yang kesemuanya baru dapat terpenuhi apabila mereka bekerja.
Hidup manusia bagaikan lalu lintas, masing-masing ingin berjalan dengan
selamat sekaligus cepat sampai ketujuan. Namun, sebab kepentingan mereka
berlainan, maka apabila tidak peraturan lalu lintas kehidupan, pasti akan terjadi
benturan dan tabrakan. Dengan demikian membutuhkan peraturan demi
lancarnya lalu lintas kehidupannya. Manusia membutuhkan rambu-rambu lalu
lintas yang akan memberinya petunjuk seperti kapan harus berhenti (lampu merah) harus hati-hati (lampu kuning) dan lampu hijau ( silakan jalan), dan
sebagainya.
Siapa yang mengatur lalu lintas kehidupan itu? Manusiakah? paling tidak
dalam pengaturan persoalan di atas, manusia mempunyai dua kelemahan :
pertama keterbatasan pengetahuannya dan kedau sifat egoisme (ingin
mendahulukan kepentingan diri sendiri). Kalau demikian, yang seharusnya
mengatur lalu lintas kehidupan adalah Dia yang paling mengetahui sekaligus
yang tidak mempunyai kepentingan sedikitpun. Yang dimaksud Allah swt.
Allah yang menetapkan peraturan-peraturan tersebut, baik secara umum,
berupa nilai-nilai, maupun secara rinci-khususnya bila perincian petunjuk itu
tida dapat dijangkau oleh penalaran manusia. Peraturan -peraturan itu yang
dinamai agama.
1. Fitrah Terhadap Agama 3
Kenyataan ditemukannya berbagai macam agama dalam masyarakat
sejak dahulu hingga kini membuktikan bahwa hidup di bawah sistem
keyakinan adalah tabiat yang merata pada manusia. Tabiat ini telah ada sejak
manusia lahir sehingga tak ad a pertentangan sedikit pun dari seseorang yang
tumbuh dewasa dalam sebuah sistem kehidupan. Agama-agama yang berbedabeda tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat tersebut.
Penerimaan manusia pada sebuah sistem aturan hidup terus
berlangsung dari masa ke masa. Agama adalah suatu bentuk sistem tersebut
yang kehadirannya berlangsung sejak lama di berbagai sudut bumi dengan
bentuk yang berbeda-beda.Dimensi pahala dan dosa serta hari pembalasan terdapat pada hampir
semua agama yang ada di dunia. Dimensi ini secara luas diterima manusia
bahkan dalam cara berfikir modern.
C. Pencarian Manusia Terhadap Agama
Akal yang sempurna akan senantiasa menuntut kepuasan berpikir. Oleh
sebab itu pencarian manusia terhadap kebenaran agama tak pernah lepas dari
muka bumi ini. Penyimpangan dari sebuah ajaran agama dalam sejarah
kehidupan manusia dapat diketahui pada akhirnya oleh pemenuhan kepuasan
berpikir manusia yang hidup kemudian.
Seiring dengan sifat-sifat mendasar pada diri manusia itu, Al-Quran
dalam sebagian besar ayat-ayatnya menantang kemampuan berpikir manusia
untuk menemukan kebenaran yang sejati sebagaimana yang dibawa dalam
ajaran Islam..
Akibat adanya proses berpikir ini, baik itu merupakan sebuah
kemajuan atau kemunduran, terjadilah perpindahan (transformasi) agama
dalam kehidupan manusia. Tatkala seseorang merasa gelisah dengan jalan yang
dilaluinya kemudian ia ‘menemukan’ sebuah pencerahan, maka niscaya ia akan
memasuki dunia yang lebih memuaskan akal dan jiwanya itu. Ketenangan
adalah modal dasar dalam upaya mengarungi kehidupan pribadi. Padahal
masyarakat itu adalah kumpulan pribadi-pribadi masyarakat yang tenang,
bangsa yang cerah sesungguhnya lahir dari keputusan para anggotanya dalam
memilih jalan kehidupan.
“Orang-orang kafir berkata :”Mengapa tidak diturunkan kepada
(Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya ? “Katakanlah :
Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki dan menunjuki
orang-orang yang bertobat kepadaNya. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. (ArRa’du : 27-28).
D. Konsistensi Keagamaan4
Manusia diciptakan dengan hati nurani yang sepenuhnya mampu
mengatakan realitas secara benar dan apa adanya. Namun manusia juga
memiliki keterampilan kejiwaan lain yang dapat menutupi apa-apa yang
terlintas dalam hati nuraninya, yaitu sifat berpura-pura.
Meskipun demikian seseorang berpura-pura hanya dalam situasi yang
sifatnya temporal dan aksidental tiada keberpura-puraan yang permanen dan
esensial.
Sikap konsisten seseorang terhadap agamanya terletak pada pengakuan hati
nuraninya terhadap agama yang dipeluknya. Konsistensi ini akan membekas
pada seluruh aspek kehidupannya membentuk sebuah pandangan hidup.
Namun membentuk sikap konsisten juga bukanlah persoalan yang mudah.
Diantara langkah-langkahnya adalah :5
1) Pengenalan
Seseorang harus mengenal dengan jelas agama yang dipeluknya
sehingga bisa membedakannya dengan agama yang lain. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengetahui ciri-ciri pokok dan cabang yang terdapat dalam
sebuah agama. Jika ada orang menyatakan bahwa “semua agama itu sama”,
maka hampir dipastikan bahwa ia sebenarnya tak mengenali agama itu satu
persatu.2) Pengertian
Ajaran agama yang dipeluk pasti memiliki landasan yang kuat, tempat
dari mana seharusnya kita memandang. Mengapa suatu ajaran diajarkan, apa
faedahnya untuk kehidupan pribadi dan masyarakat, apa yang akan terjadi jika
manusia meninggalkan ajaran tersebut dan lain-lainnya adalah pertanyaanpertanyaan yang jawabannya akan mengantarkan kita kepada sebuah
pengertian. Seseorang yang mengerti ajaran agamanya akan dengan mudah
mempertahankannya dari upaya-upaya pengacauan dari orang lain. Ia juga
dapat menyiarkan ajaran agamanya dengan baik dan bergairah.
3)Penghayatan
Penghayatan terhadap suatu ajaran agama lebih tinggi nilainya dari
sekedar pengertian. Ajaran yang hidup dalam jiwa dan menjadi sebuah
kecenderungan yang instingtif mencerminkan tumbuhnya sebuah kesatuan
yang tak terpisahkan antara agama dan kehidupan. Interaksi seseorang terhadap
ajaran agamanya pada fase ini tidak sekedar dengan pikirannya tetapi lebih
jauh masuk ke relung-relung hatinya. Dengan penghayatan yang mendalam
seseorang dapat mengamalkan ajaran agamanya, melahirkan keyakinan atau
keimanan yang mendorongnya untuk melaksanakan agama dengan tulus ikhlas.
4)Pengabdian
Seseorang yang tidak lagi memiliki ambisi pribadi dalam
mengamalkan ajaran agamanya akan dapat memasuki pengabdian yang
sempurna. Kepentingan hidupnya adalah kepentingan agamanya, tujuan
hidupnya adalah tujuan agamanya, dan warna jiwanya adalah warna agamanya.
Orang yang memasuki fase ini bagaikan sudah tak memiliki dirinya lagi,
sebab demikianlah hakikat penghambaan. Fase penghambaan ini yang disebut
ibadah, yaitu penyerahan diri secara total dan menyeluruh kepada Tuhannya. Penghambaan ini akan menjelmakan pengamalan cara-cara ibadah tertentu
(ritual, mahdhah) dan meletakkan seluruh hidupnya di bawah pengabdian
kepada Tuhannya (ghair mahdhah).
5)Pembelaan
Apabila kecintaan seseorang terhadap agamanya telah demikian tinggi
maka tak boleh ada lagi perintang yang menghalangi jalannya agama.
Rintangan terhadap agama adalah rintangan terhadap dirinya sendiri sehingga
ia akan segera melakukan pembelaan. Ia rela mengorbankan apa saja yang ada
pada dirinya, harta benda bahkan nyawa, bagi nama baik dan keagungan agama
yang dipeluknya. Pembelaan ini yang disebut jihad, yaitu suatu sikap jiwa yang
sungguh-sungguh dalam membela agamanya.
Itulah makna konsistensi keagamaan seseorang yang ditampakkan pada
jalan kehidupannya. Sejarah mencatat fenomena ini dalam berbagai agama dan
ideologi yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia. Para
pahlawan muncul dalam berbagai bangsa. Dalam kaitan ini Allah berfirman :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah
orang-orang yang benar. (Al-Hujurat: 15).
A. Pengertian Eskatologi
Hukum keserbateraturan dan hukum ketidak kekalan merupakan
hukum dasar atau sunnatullah yang berlaku bagi setiap ciptaan Allah, tanpa
kecuali. pembuktian tentang hari akhir ini dijelaskan oleh Al-Qur’an dan
hadis yang menjelaskan tentang kejadian dan akhir manusia, bumi serta alam
semesta. Para sarjana fisika, biologi, dan ilmu-ilmu lainnya, telah
mengungkapkan sekelumit kebenaran hakikat kedua hukum itu dalam
penemuan ilmiah mereka.6
Semua makhluk hidup mengalami kematian. Manusia meninggal
dalam berbagai tingkatan usia. Hewan dan tumbuh-tumbuhan secara berangsurangsur mengalami kepunahan. Mineral-mineral seperti minyak bumi, gas bumi,
dan mineral lainnya selalu dieksploitasi dan dimanfaatkan manusia sehingga
mengalami penyusutan yang suatu saat akan habis. Bumi, bulan, dan benda
langit lainnya secara tidak disadari oleh manusia ternyata mengalami
perubahan sesuai dengan sifat-sifat yang dimilikinya. Hal ini terjadi pula pada
matahari sebagai sumber cahaya dan energi yang sangat vital bagi kehidupan
manusia.
Jika proses perubahan itu dipelajari dan diteliti serta direnungkan
secara mendalam, maka dapat diambil kesimpulan bahwa segala sesuatu yang
ada dialam ini, kecuali Dzat Yang Maha Kuasa, akan mengalami kehancuran.
Kesimpulan demikian telah diterangkan Allah dalam firman-Nya
Artinya. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. BagiNyalah
segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. ( alQashash/28:88).
Musnahnya kehidupan secara berangsur- angsur, berhentinya alam
semesta mengembang dan akan berkontraksi kembali ketitik awal kejadiannya
merupakan bukti nyata adanya hukum ketidakkekalan yang berlaku bagi setiap
ciptaan Allah. Bagi orang-orang yang beriman dan berilmu, kejadian itu
merupakan bukti ke-Mahakuasaan Allah dan kefanaan kehidupan duniawi.
Dalam memahami kehidupan dunia, manusia sering tergelincir
kedalam pikiran yang materialistis. Kaum materialis -atheis beranggapan
bahwa hidup setelah mati hanyalah lamunan orang-orang awam yang tidak
menggunakan akalnya. Para sarjana itu berkeyakinan bahwa pada bumi dan
alam semesta ini berlaku hukum the law of concervation of matter (materi ini
kekal dalam perubahan kekekalan).
Hidup ini menurut mereka, hanyalah proses berantai dari reaksi-reaksi
kimia dan mekanisme alam belaka. Pendapat lain yang agak moderat dari
pendapat sarjana atheis ini adalah kepercayaan tentang adanya7
“reinkarnasi”
(penjelmaan kembali). Tetapi pada prinsipnya kepercayaan terhadap
reinkarnasi ini sama saja dengan kekalnya kehidupan duniawi sebagaimaa
keyakinan orang-orang atheis. Bila reinkarnasi benar-benar berlangsung, maka
jumlah manusia akan tetap, yaitu angka kelahiran sama dengan angka
kematian. Padahal kenyataannnya tidak demikian; jumlah manusia terus
berlipat, yang berarti ruh manusia terus menerus diciptakan. Dengan demikian
maka teori reinkarnasi tertolak. Islam mengajarkan kepada penganutnya bahwa
kehidupan yang abadi adalah kehidupan setelah kehidupan dunia ini.
Artinya: Dan pada hari terjadinya kiamat, di hari itu mereka
(manusia) bergolong-golongan Adapun orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, maka mereka di dalam taman (surga) bergembira..
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami (Al Qur'an)
serta (mendustakan) menemui hari akhirat, maka mereka tetap berada di
dalam siksaan (neraka).( ar-Rum/30: 14-16).
Dengan memperhatikan firma Allah tersebut di atas, jelaslah bahwa
hari kiamat itu pasti datang. Kehidupan dunia ini aka diganti dengan kehidupan
akhirat yang kekal abadi
B. Qadha dan Qadar
Qadha menurut bahasa berarti hukum, perintah, memberitakan,
menghendaki, memjadikan. Sedang qadar berarti batasan , menetapkan ukuran.
Arti teriminologi dikemukakan ar-Raghib bahwa “ qadar ialah menentukan
batasan (ukuran)8
sebuah rancangan , seperti besar dan umur alam semesta,
lamanya siang dan malam, anatomi dan fisiologi makhluk nabati dan hewani,
dan lain-lain, sedang qadha ialah menetapkan rancangan tersebut. Atau secara
sederhana dapat diartikan bahwa qadha adalah ketetapan Allah yang telah
ditetapkan ( tidak kita ketahui), sedang qadar ialah ketepan Allah yang telah
terbukti ( diketahui sudah terjadi).
Rasulullah bersabda: “Iman itu ialah engkau beriman kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian, dan qadarnya
yang baik maupun yang buruk “ (HR. Muslim).
sebab itu Ibnu Umar berkata “ Demi Allah, yang diri Ibnu Umar
berada ditangannya, sekiranya seseorang mempunyai emas sebesar gunung
Uhud, kemudian ia belanjakan di jalan Allah tidak akan menerimanya
sehingga orang itu beriman dengan qadarnya”
Dalam al-Qur’an dijelaskan ada dua kelompok yang seolah-olah
bertentangan. Satu kelompok menyatakan bahwa manusia itu pasif dan tidak
perlu usaha ( QS.54:49.) dan sebaliknya ada kelompok yang menunjukkan
bahwa manusia itu kreatif dan wajib berikhtiar ( QS. 42: 30). Kedua kelompok
ayat tersebut bila dikaji lebih lanjut ternyata mempunyai titik temu, yaitu
bahwa Allah swt. Menjadikan alam semesta isinya ini dilengkapi dengan
undang-undang yang disebut sunnatullah yang tetap tidak berubah-ubah seperti
firman-Nya:
َ
Artinya: Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi
sunnah Allah. ( QS.35 : 43).
Umar Ibnu Khathab berkata: “ tidaklah aku peduli apa yang akan
kuhadapi setiap hari, apakah yang menyenangkan, ataukah menyusahkan
sebab aku tidak mengetahu dimana letak kebaikan, apakah pada yang
menyusahkan ataukah pada yang menyenangkan”
Rasulullah saw. bersabda: “telah berhujjah Musa dengan Adam. Kata
Musa; engkau ayah kami, engkau telah menyia-nyiakan kami, engkau telah
mengeluarkan kami dari surga. Jawab Adam:’ Hai Musa! Engkau telah dipilh
Allah. Allah telah membuat taurat untukmu. Apakah engakau mencela aku
sebab satu pekerjaan yang Allah telah takdirkan atas diriku, sebelum aku
dijadikan.”? (HR. Bukhari).
sebab itu setiap muslim wajib meyakini bahwa Allah swt. Maha
Kuasa serta memiliki wewenang penuh untuk menurunkan ketentuan apa saja
bagi makhluk-Nya.Demikian juga setiap muslim wajib meyakini sepenuhnya
bahwa manusia diberi kebebasan memilih dan menentukan nasibnya sendiri
dengan segala kemampuan usahanya serta doanya kepada Allah. Qadha Allah
telah berlaku sejak manusia masih berada dalam rahim ibunya. Ia lahir ke dunia
tanpa diberi hak untuk memilih siapa ayah ibunya, dan sebagai bangsa apa ia
dilahirkan dan sebagainya. Dalam perkembangan dirinya ia diikat oleh
ketentuan -ketentuan yang dibuat oleh Allah bagi dirinya, sesuai dengan
sunnatullah dan syari’ah Allah.
Jadi ada dua faktor yang menyertai manusia, yaitu qadha dan qadar
Allah. Keberhasilan amal seseorang hanya mungkin bila yang diikhtiarkannya
cocok dengan qadha dan qadar Allah.
C. Kematian Dalam Islam
Agama, khususnya agama-agama samawi, mengajarkan bahwa ada
kehidupan sesudah kematian. Kematian adalah awal dari satu perjalanan
panjang dalam evolusi manusia, di mana selanjutnya ia kan memperoleh
kehidupan dengan segala macam kenikmatan atau berbagai ragam siksa dan
kenistaan.Kematian dalam agama-agama samawi mempunyai peranan yang
besar dalam memantapkan akidah serta menumbuhkembangkan semangat
pengabdian.
Berbicara mengenai kematian bukanlah suatu hal yang mudah. Sebab,
disamping pengetahuan manusia tentang hal tersebut sangat terbatas, juga
sebab kesedihan dan ketakutan sering terpengaruh dalam pembicaraan.
Melihat dan menyadari dua sifat yang dimiliki manusia filosof Prancis
kontemporer, mengingatkan dua hal 1. kematian adalah merupakan risiko kehidupan, dan sebab nya tidak seorangpun yang hidup kecuali akan mati.
2.Malapetaka kematian menyentuh semua orang, sebab nya seharusnya tidak
menimbulkan kesedihan yang berlarut-larut.
Gambaran yang dikemukakan ini benar adanya, sebab Allah
menjelaskan dalam al-Qur’an “ bahwa setiap yang bernyawa akan merasakan
kematian” ( QS. 3: 185).
Seorang ulama Islam bernama Al-Raghib Al-Asfahani menulis “
Kematian merupakan tangga menuju kebahagiaan abadi. Kematian merupakan
perpindahan dari tempat ke tempat yang lain, sehingga dengan demikian
merupakan kelahiran baru bagi manusia. Masalah kematian baik filsafat
maupun ilmu pengetahuan tidak mampu memberikan jawaban yang
memuaskan9
. Hanya agama yang berperan dalam hal ini. Agama Islam melalui
al-Qur’an, telah membicarakan masalah kematian lebih kurang tiga ratus ayat.,
disamping ratusan hadis Nabi Muhammad saw.
Dalam surat Al-Zumar ayat 42, Allah swt berfirman:
“yang berfikir Allah memegang jiwa (orang) saat matinya dan
(memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia
tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia
melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum
berpikir .( QS.39: 42).
Ayat di atas menggambarkan bahwa kematian sama dengan tidur,
bahkan pengertian tersebut secara jelas diterangkan oleh hadis Nabi saw.beliau
ditanya apakah didalam surga ada tidur? Beliau menjawab” tidur adalah saudara mati . Di surga tiada mati, sehingga tiada pula yang tidur” Nabi saw
mengajarkan setiap bangun tidur membaca” Segala puji bagi Allah yang telah
menghidupkan kami” (menghidupkan dalam arti membangunkan dan
mematikan dalam arti menidurkan).
Apa yang dikemukakan al-Qur’an dan hadis tersebut sejalan dengan
apa yang dikemukakan filosof Jerman Schopenhauer10, sewaktu ia berkata :“
Mengantuk itu nikmat, tapi lebih nikmat lagi tidur. Sedangkan yang lebih
nikmat dari pada tidur adalah mati”.
Namun demikian, apa yang tidak diungkap ahli pikir tersebut
diungkap oleh al-Qur’an dengan hadis-hadis lebih rinci lagi yaitu faktor-faktor
eksternal yang dapat menjadikan kematian lebih nikmat lagi, sebagaimana ada
pula yang dapat menjadikannya sangat pedih mengerikan. Al-Qur’an
menceritakan :
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah"
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan
turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut
dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah
Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di
dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh
(pula) di dalamnya apa yang kamu minta”.. ( QS.41: 30-31)
Berbeda halnya orang yang melaggar petunjuk-petunjuk agama.
Tentang mereka Allah menjelaskan. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
“Kalau kamu melihat saat para malaikat mencabut jiwa orang-orang
yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan
merasa ngeri). (QS. 8: 50).
Kepada keluarga yang ditinggal mati, Rasulullah mengingatkan agar :
a) jangan mempermalukan keluarga yang telah wafat dengan jalan
melakukan perbuatan yang tercela,
b) perbanyaklah membacakan doa atau permohonan ampun kepada orangorang yang telah mendahului kamu dan
c) berbuat baiklah kepada sahabat dan hadai tolan orang-orang yang telah
wafat.
Jika keadaan memungkinkan, sabarkanlah keluarganya akan makna “
Jika mereka ditimpa musibah, mereka berkata” Sesungguhnya kita milik Allah
dan sesungguhnya kita kan kembali kepadanya (QS.2: 156).
Dilarang meraung-raung, meratap, sebab hal itu berarti tidak
mengimani qada dan qadar Allah.Terhadap mayat hendaknya ditutupkan
matanya, dikatubkan rahangnya dengan selendang mulai puncak kepala sampai
kedagunya, memperlemah persendian lengan dan kaki, lalu ditutupi dengan
kain bersih dan tanggalkan pakaian dibawah kain itu. Dekapkan ke dada tangan
kanan di atas tangan kiri seperti shalat. Akhirnya hadapkanlah ia kekiblat
dengan posisi kaki kearah kiblat
D. Alam Barzakh Dan Akhirat
Al-Qur’an tidak hanya menjelaskan tentang hari akhir, tetapi juga
memberikan sekian banyak informasi menyangkut kejadian-kejadian saat
kematian, kehidupan barzakh, dan peristiwa-peristiwa sesudahnya Dari segi
bahasa, “barzakh 11“berarti “ pemisah” Para ulama mengartikan alam barzakh
sebagai “ periode” antara kehidupan dunia dan akhirat”. Keberadaan di sana memungkinkan seseorang untuk melihat kehidupan dunia dan akhirat. AlQur’an melukiskan keadaan orang-orang kafir saat itu dengan firman-Nya:
Fir`aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada
mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari
terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir`aun
dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras".( QS. al-Mukminun/40: 45-
46).
Para syuhada dilukiskan seperti orang-orang yang hidup dan
mendapatkan rezeki
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di
jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu
hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya” ( QS. al-Baqarah/2: 154).
Cukup banyak ayat yang dapat dijadikan titik pijak bagi adanya apa
yang dinamai kehidupan di alam barzakh. Seperti surat al-Baqarah ayat 28dan
al-Mukminun ayat 11. dan juga hadis-hadis Nabi saw. dengan kualitas yang
beragam amat banyak yang berbicara tentang alam barzakh. Sehingga amat
riskan untuk menolak keberadaan alam itu hanya dengan menggunakan satu
atau dua ayat yang sepintas terlihat berbeda dengan keterangan-keterangan
tersebut.
Kehidupan Akhirat.
Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala :
“Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup, dan diangkatlah bumi
dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari
itu terjadilah hari kiamat, dan terbelahlah langit, sebab pada hari itu langit
menjadi lemah”.( QS. al-Haqqah/69: 13-16).
Dalam ayat lain disebutkan:
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi
kecuali siapa yang dikehendaki Allah”.( QS. al-Zumar/39: 68)Banyak sekali ayat al-Qur’an yang berbicara tentang kehancuran alam
raya, matahari digulung, bulan terbelah, bintang-bintang pudar cahayanya,
gunung dihancurkan sehingga menjadi debu yang beterbangan bagaikan kapas,
dan sebagainya. Itu semua merupakan kehancuran total, bukan kehancuran
bagian tertentu saja dari alam raya ini.
Peristiwa qiamat diterangkan dalam al-Qur’an antara lain:
ِ
Artinya: Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan
(waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia
usahakan.( QS.Thaha/20: 15)
Gambaran kiamat yang diberikan Allah dalam al-Qur’an antara lain:
bumi hancur lebur, segala isinya keluar, gunung-gunung menjadi debu, orang
tua tidak memperdulikan anak-anaknya dan anak-anak tidak lagi mengenal
orang tuanya.Firman Allah dalam al-Qur’an :
َ
Artinya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya
kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar
(dahsyat). (Ingatlah) pada hari (saat ) kamu melihat kegoncangan itu,
lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya
dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat
manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk,
akan tetapi azab Allah itu sangat keras.( QS. al-Hajj/22: 1-2).
Atinya: Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-kali tiada bermanfa`at
bagimu pada hari Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.( QS.al-Mumtahanah/60:3 )
Masing-masing manusia mencari keselamatan dirinya sendiri. Setelah
alam semesta ini hancur, kehidupan dunia berakhir dan dimulailah kehidupan yang kekal abadi dengan segala ketentuan Allah yang berlaku padanya.
Apabila sangka kala telah tertiup maka semua manusia mulai dari Adam as.
Sampai manusia terakhir yang menempati alam ini berkumpul untuk
diperhitungkan dan mempertanggung jawabkan seluruh perbuatannya di
hadapan Allah Yang Maha Adil. Firman Allah dalam al-Qur’an :
ُ
Artinya: Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan
di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala
itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya
masing-masing).( az-zumar/39: 68).
Hari itu disebut “yaumul hisab” hari perhitungan Allah dalam alQur’an disebutkan:
Artinya: Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan
(kepadanya). Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan
(kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan
yang paling sempurna,( QS.an-Najm/53: 39-41).
E. Surga Dan Neraka
a) Surga
Kaum muslimin ahli surga digambarkan Allah sebagai “ golongan
kanan” yang menikmati pahala surga sebagai balasan ketaqwaannya saat
hidup didunia. Allah berfirman:
“Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu, Berada di
antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang yang bersusunsusun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas, dan air yang tercurah,
dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak
terlarang mengambilnya, dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.” ( alWaqi’ah: 27-34).
Lukisan tentang kenikmatan dan kepedihan siksa neraka berulangulang disampaikan Allah dalam al-Qur’an maupun hadis Nabi Muhammad
saw. orang-orang betul beriman kepada hari akhirat dengan pahala (surga) dan
siksanya (neraka) pasti akan belomba-lomba untuk berbuat kebajikan dan
sebaliknya, akan berpikir seribukali sebelum ia berbuat maksiat. Maka iaman
kepada hari akhirat akan memberikan dampak positif kepada tata kehidupan
manusia.12
b) Neraka
Manusia yang mengingkari kebenaran Allah akan menjalani masa
yang panjang dalam siksaan yang tak terkirakan pedihnya. Siksa itu
diterimanya bukanlah sebab Allah tidak sayang kepadanya, melainkan sebab
ia sendirilah yang tidak sayang kepada dirinya13
. Gambaran tentang siksa
neraka itu telah disampaikan dalam al-Qur’an antara lain:
“Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang
diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya
Allah amat cepat hisabnya”.( al-Mukmin:17).
“sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke
dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang
disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati”.( alHumazah: 4-7)
SAKARATUL MAUT DILIHAT DARI SUDUT ISLAM
A. Pengertian Sakit Keras dan Sakaratul Maut
Sakaratul maut arti harfiahnya adalah14
“mabuk maut”, maksudnya
adalah bahwa si sakit sedang dalam keadaan naza’ yaitu dalam keadaan
dicabutnya nyawanya oleh malaikat maut, sedang dalam proses pemisahan
nyawa dengan badannya.
Rasulullah saw. mengunjungi orang sakit ( yag sedang mengahadapi
sakaratul maut) kemudian beliau bersabda: “ Aku tahu yang ia jumpai, tidak
ada satu uratpun darinya kecuali mengalami/merasakan sakitnya maut atas
ketajamannya” ( HR. Ibn Abi Dunya).
Dalam melikiskan cengkeraman dan cekikan maut-maut itu Rasulullah
bersabda:
“ Dia sekedar tiga ratus pukulan dengan pedang “ (HR. Ibn Abi Dunya dari
Hasan).
saat Rasulullah sendiri menjelang wafat, di sisi beliau ada sebuah mangkuk
berisi air, kemudian beliau mencelupkan tangan kedalam air, mengusap
wajahnya dan berdo’a.: “ Ya Allah mudahkanlah atas saya sakaratul maut itu”
( HR. Bukhari Muslim, dari Aisyah).
B. Kewajiban Tenaga Medik/Paramedik Terhadap Orang-orang Sakit
Keras Dan Sakaratul Maut
Adapun Kewajiban Tenaga Medik/Paramedik Terhadap Orang-orang
Sakit Keras Dan Sakaratul Maut adalah :
a. Menghadapkan sisakit kearah kiblat, dengan posisi miring di atas sisi
kanan.
Dalilnya: “ Abu qatadah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw.
saat tiba di Madinah menanyakan akan Bara’ bin Ma’rur Dijawab
orang: dia telah meninggal dunia dan mewasiatkan sepertiga hartanya buat engkau, ya Rasulullah dan dia telah mewasiatkan juga agar dia
dihadapkan ke kiblat bila dia sudah dalam dekat wafat ; maka Nabi saw.
bersabda ; wasiatnya itu sudah sesuai dengan Islam”. ( HR. al-Hakim.)
Hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menerangkan bahwa
Fatimah binti Rasulullah saw. diwaktu dekat akan wafat menghadapkan
dirinya ke qiblat dan berbaring atas sisi kanannya. Hikmah antara lain
adalah: ketenangan bagi sisakit sebab qiblat /ka’bah/baitullah adalah arah
tawajuh bagi setiap muslim.
b. Memperingatkan dan mengajarinya megucapkan kalimat
“Lailahaillallah”
Rasulullah bersabda : “ Ajarilah orang-orang kamu yang hamper mati:
kalimat La ilahaillallah” ( HR. Al-jama’ah selain Bukhari).
Dalam hadis lain Rasulullah bersabda: “ barang siapa akhir perkataannya
“ La ilaha illallah” pasti ia masuk surga (HR. Ahmad Abu Daud).
c. Menjaga Kebersihan
Yang dimaksud dengan kebersihan di sini, selain kebersihan badan,
juga kebersihan akidahnya dari segala noda syirik. Dalam keadaan seperti ini,
dokter perawat patut menasehatinya supaya sisakit berobat dan berbaik sangka
kepada Allah, mengharapkan keampunan dan rahmatnya, sekalipun ia merasa
banyak berdosa namun Allah dapat memberinya rahmat.
Sahabat Jabir meriwayatka bahwa dia mendengar Nabi Muhammad
saw. bersabda: “ Barang siapa di antara kamu yang menghadapi maut,
hendaklah ia berbaik sangka bahwa Allah akan memberinya rahmat dan
ampun” ( HR.Muslim).
Sahabat Abdullah bin Umar r.a. meriwayatkan bahwa Nabi saw.
bersabda: “ Sesungguhnya Allah menerima taubat hambanya selama ia belum
berada dalam keadaan mati “ ( HR. Ibnu Majah dan Tirmizi).
Dari Anas, bahwa Nabi saw. mengunjungi seorang pemuda yang dekat
mati. Beliau bertanya : Bagaimanakah perasaanmu ? Dia menjawab : Saya
mengharapkan ampunan dari Allah dan merasa takut sebab dosa-dosaku.
Maka Nabi saw. bersabda:” Bila berkumpul dua perasaan ini dalam hati
seseorang di saat yang seperti ini, niscaya Allah akan memberi apa yang
diharapkannya dan melindunginya dari apa yang ditakutinya” ( HR. Tirmizi).
Khusus supaya menjaga pakaian dan tempat sisakit senantiasa bersih
dan suci. Sesuai dengan hadis berikut: “ Abi Sa’id al-Khudri saat dia
menghadapi maut, meminta pakaian yang baik, bersih dan lalu dipakainya,
seraya berkata : saya mendengar Rasulullah bersabda: orang yang mati akan
dibangkitkan di hari kiamat dengan pakaian yang dipakainya waktu
meninggal” ( HR. Abu Daud).
d. Menjaga jangan sampai sisakit terganggu.15
Dalilnya:” Ubaidillah bin Abdullah meriwayatkan dari Ibnu Abbas:
“saat Rasulullah saw. dekat wafat di antara hadirin terdapat Umat bin
Khattab beliau bersabda: “ Marilah saya tuliskan buat kamu satu surat (
wasiat) yang kamu tidak akan sesat bila kamu mengikutinya. Umar berkata :
Sesungguhnya Nabi saw. sudah sakit payah sedang kamu sudah mempunyai
Qur’an, maka cukuplah qur’an itu buat kita. saat itu timbullah pertikaian di
antara hadirin, sebagian mengatakan, dekatkanlah, supaya Nabi saw. dapat
menuliskan surat (wasiat) yang kamu tidak akan sesat bila mengikutinya.
Sebagian menyetujui pendapat Umar. Diwaktu pertengkaran dan perselisihan
di antara mereka sudah memuncak, maka Nabi saw. bersabda: Menjauhlah
kamu! Seterusnya Ubaidillah meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata:.
Adalah suatu kerugian besar terhalangnya Rasulullah saw. menuliskan satu
surat (wasiat) itu untuk mereka, disebabkan pertengkaran dan perselisihan
mereka” (HR. Sahih Bukhari).
e. Adab membacakan surat yasin
Bagi mereka yang berpendapat sunat membaca surah yasin kepada
orang sakit yang sedang menghadapi sakaratul maut, alasannya adalah
Rasulullah saw. bersabda: “ Bacakanlah kepada saudaramu yang sedang
mengahadapi maut surat yasin “ (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad dari
Ma’qil bin Jasar).
Dalam riwayat Ahmad disebutkan: “ Surat yasin adalah jantung alQur’an. Barangsiapa yang membacanya sebab maencari keridhaan Allah dan
kampong akhirat, niscaya Allah akan mengampuninya dan oleh sebab itu
bacakaanlah surat yasin itu kepada saudaramu yng sedang mengahadapi
maut!.
C. Fardhu Kifayah Terhadap Jenazah
Mengiring jenazah kekubur, dan mengambil bagian dalam solat
jenazah, merupakan kewajiban sebagai hutang budi orang Islam terhadap orang
islam lain, demikin pula mengunjungi orang sakit ( Bu.23:2)
secara teknis, salat jenazah itu pardhu kifayah artinya, cukup jika ini
dilakukan oleh beberapa orang Islam. Kaum wanita tak dilarang mengiring
jenazah kekubur, walaupun kehadiran mereka tidaklah dianggap perlu, sebab
kaum wanita sangat mudah terharu, sehingga kemungkinan sekali mereka
kehilangan keseimbangan sebab dukacita. Salat jenazah dapat dilakukan di
mana-mana, di Masjid, dilapangan, bahkan dikuburanpun boleh, asal cukup
tempat. Semua orang yang menjalankan solat jenazah harus mengambil
wudhu’. Jenazah harus diletakkan di muka mereka. Imam berdiri di tengah
jenazah, baik laki-laki maupun perempuan ( Bu.23:64). Dan makmum berdiri
dibelakangnya dengan membentuk shaf dan menghadap Qiblat. Biasanya, salat
jenazah itu sedikitnya terdiri dari tiga shaf, tetapi Imam Bukhari berpendapat
bahwa boleh saja salat jenazah itu terdiri dari dua atau tiga shaf, atau lebih (
Bu: 23: 54).
Jika jumlah orang yang mengikuti salat jenazah tidak banyak, maka
tak berdosa jika salat jenazah itu terdiri dari satu shaf. Salat jenazah diawali
dengan membaca takbir, sambil mengangkat kedua belah tangan setinggi
telinga, seperti salat biasa. Seluruhnya baik imam maupun makmum, membaca
do’a ( dhikr) dengan suara lemah, seperti yang biasa dibaca dalam raka’at
pertama salat biasa sesudah takbiratul -ihram, yaitu do’a istiftah dan surat
Fatihah, tanpa ditambah dengan bacaan ayat al-Qur’an ( Q: 23: 66).
Setelah itu, lalu membaca takbir kedua, tanpa mengangkat tangan
setinggi telinga ; lalu membaca do’a salawat dengan suara lemah. Lalu
membaca takbir ketiga, disusul dengan bacaan do’a memohonkan ampun
kepada Allah untuk jenazah yang meninggal. Adapun do’a yang diucapkan
oleh Nabi Muhammad saw. bermacam-macam, dan ini menunjukkan, bahwa
orang boleh saja membacakan do’a yang ia sukai. Berikut ini adalah do’a Nabi
Muhammad saw. yang sudah terkenal:
االلهم اغفرلحينا وميتنا و شاهدنا وغئبنا وصغيرنا وكبيرنا و ذاكرنا وأ نثانا اللهم من أحييته
منا فأحيه على اَّلسًلم ومن توفيته منا فتوفته على اَّليمان اللم َّل تحرمنا أ جره وَّل تفتنا بعده
Doa lainnya berbunyi sebagai berikut :
اللهم اغفر له وارحمه وعافيه واعف عنه واكرم نزله ووسع مدخله واغسله بالماء
والثلج والبرد ونقه من الخطايا كما نقيت الثوب اَّلبيض من ا لدنس
Setelah selesai membaca do’a tersebut, segera disusul dengan takbir
keempat, lalu mengucapkan salam sebagaimana lazim diucapkan pada akhir
salat. Salat jenazah semacam itu dapat dilakukan terhadap jenazah yang tidak
berada ditempat ( sholat gha’ib). Pada waktu di Madinah, Nabi menjalankan
shalat jenazah tatkala menerima berita tentang wafatnya Raja Najasyi ( Bu: 23: ASPEK IBADAH
A. Pengertian Ibadah.16
Ibadah artinya menghambakan diri kepada Allah, yaitu tunduk dan
patuh serta berserah diri kepada-Nya. sebab itu yang menjadi inti dari ibadah
adalah keta’atan, kepatuhan dan penyerahan diri secara total kepada Allah
SWT.
Beribadat, mengabdi atau menyembah dalam Islam tidak sama
maknanya dengan yang terdapat dalam agama-agama primitif. Sebab dalam
Islam, sebenarnya Tuhan tidak berhajat untuk disembah atau dipuji manusia.
Tuhan adalah Maha Sempurna dan tak berhajat kepada apapun. Oleh sebab itu
kita “ya budun “ dalam Q.S. Al-Zariyat (51): 56 lebih tepat diberi arti tunduk
dan patuh, dari pada arti beribadat, mengabdi, memuja, apalagi menyembah.
B. Ruang Lingkup Ibadah.
Ibadah terdiri dari ibadah khusus atau ibadah mahdhah dan ibadah
umum atau ibadah ghair mahdah. Ibadah khusus adalah bentuk ibadah
langsung kepada Allah yang tata cara pelaksanaannya telah diatur dan
ditetapkan oleh Allah atau dicontohkan oleh Rasulullah. sebab itu
pelaksanaan ibadah ini sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh
Rasulullah. Penambahan dan pengurangan dari contoh yang telah ditetapkan
disebut bid’ah yang menjadikan ibadah itu batal atau tidak sah. sebab itulah,
para ahli menetapkan satu kaidah dalam ibadah khusus yaitu “semua dilarang,
kecuali yang diperintahkan Allah atau dicontohkan Rasulullah”.
Macam-macam ibadah khusus adalah shalat termasuk didalamnya
thaharah sebagai syaratnya, puasa, zakat, dan haji.
Adapun ibadah umum atau ibadah ghair mahdah adalah bentuk
hubungan manusia dengan manusia atau manusia dengan alam yang memiliki
makna ibadah. Syariat Islam tidak menentukan bentuk dan macam ibadah ini,
sebab itu apa saja kegiatan seorang muslim dapat bernilai ibadah asalkan kegiatan tersebut bukan perbuatan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya serta
diniatkan sebab Allah. Untuk memudahkan pemahaman, para ulama
menetapkan kaidah ibadah umum,17 yaitu “semua boleh dikerjakan, kecuali
yang dilarang Allah atau Rasul-Nya”.
Ibadah, baik umum maupun khusus merupakan konsekuensi dan
implementasi dari keimanan terhadap Allah SWT., yang tercantum dalam dua
kalimat syahadat, yaitu “Asdyhadu an laa ilaha illalahu, Waasyhadu anna
Muhammadar Rasulullah”.
C. Kedudukan Ibadah
Kedudukan ibadah di dalam Islam menempati posisi yang paling
utama dan menjadi titik sentral dari seluruh aktifitas muslim18. Seluruh
kegiatan muslim pada dasarnya merupakan bentuk ibadah kepada Allah,
sehingga apa saja yang dilakukannya memiliki nilai ganda, yaitu nilai material
dan spiritual. Nilai material adalah imbalan nyata yang diterima di dunia,
sedangkan nilai spiritual adalah ibadah yang hasilnya akan diterima di akhirat.
Aktifitas yang bermakna ganda inilah yang disebut amal saleh.
D. Tujuan dan Hikmah Ibadah
Manusia dalam faham Islam19, sebagai halnya dalam agama
monotheisme lainnya, tersusun dari dua unsur, unsur jasmani dan unsur rohani.
Tubuh manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan-kebutuhan
materil, sedangkan roh manusia bersifat immateri dan mempunyai kebutuhan
spirituil. Badan, sebab mempunyai hawa nafsu, bisa membawa kepada
kejahatan, sedang roh sebab berasal dari unsur yang suci, mengajak kepada
kesucian. Kalau seseorang hanya mementingkan hidup kematerian ia mudah
sekali dibawa hanyut oleh kehidupan yang tidak bersih, bahkan dapat dibawa
hanyut kepada kejahatan.
Oleh sebab itu pendidikan jasmani manusia harus disempurnakan
dengan pendidikan rohani. Pengembangan daya-daya jasmani seseorang tanpa
dilengkapi dengan pengembangan daya rohani akan membuat hidupnya berat
sebelah dan kehilangan keseimbangan. Orang yang demikian akan menghadapi
kesulitan-kesulitan dalam hidup duniawi, apalagi kalau hal itu membawa
kepada perbuatan-perbuatan tidak baik dan kejahatan. Ia akan merupakan
manusia yang merugikan, bahkan manusia yang membawa kerusakan bagi
masyarakat. Selanjutnya ia akan kehilangan hidup bahagia di akhirat dan akan
menghadapi hidup kesengsaraan di sana. Oleh sebab itu amatlah penting
supaya roh yang ada dalam diri manusia mendapat latihan, sebagaimana badan
manusia juga mendapat latihan.
Dalam usaha, ibadatlah yang memberikan latihan rohani yang
diperlukan manusia itu. Semua ibadat yang ada dalam Islam, shalat, puasa, haji,
dan zakat, bertujuan membuat roh manusia supaya senantiasa tidak lupa pada
Tuhan, bahkan senantiasa dekat padaNya. Keadaan senantiasa dekat pada
Tuhan sebagai zat Yang Maha Suci dapat mempertajam rasa kesucian
seseorang. Rasa kesucian yang kuat akan dapat menjadi rem bagi hawa nafsu
untuk melanggar nilai-nilai moral, peraturan dan hukum yang berlaku dalam
memenuhi keinginannya.
Diantara ibadat Islam20, shalatlah yang membawa manusia terdekat
kepada Tuhan. Di dalamnya terdapat dialog antara manusia dengan Tuhan dan
dialog berlaku antara dua pihak yang saling berhadapan. Dalam shalat manusia
memang berhadapan dengan Tuhan. Dalam shalat seseorang melakukan hal-hal
berikut : memuja ke-Maha Sucian Tuhan, menyerahkan diri kepada Tuhan,
memohon supaya dilindungi dari godaan syaitan, memohon diberi ampun dan
dibersihkan dari dosa, memohon supaya diberi petunjuk kepada jalan yang
benar dan dijauhkan dari kesesatan dan perbuatan-perbuatan yang tidak baik,
perbuatan-perbuatan jahat, dsb.Pendek kata dalam dialog dengan Tuhan itu,
seseorang meminta supaya rohnya disucikan. Dialog ini wajib diadakan lima
kali sehari, dan kalau seseorang lima kali sehari, dengan sadar memohon
pensucian roh, dan ia memang berusaha ke arah yang demikian, rohnya akan
dapat menjadi bersih dan ia akan dijauhkan dari perbuatan-perbuatan yang
tidak baik, apalagi dari perbuatan-perbuatan jahat.
Puasa juga merupakan pensucian roh. Di dalam berpuasa seseorang
harus menahan hawa nafsu makan, minum dan seks. Disamping itu ia juga harus menahan rasa marah, keinginan mengatai orang, bertengkar dan
perbuatan-perbuatan kurang baik lainnya. Latihan jasmani dan rohani disini
bersatu dalam usaha mensucikan roh manusia. Di bulan puasa dianjurkan pula
supaya orang banyak bershalat dan membaca Al-Quran, yaitu hal-hal yang
membawa orang dekat kepada Tuhan. Latihan ini disempurnakan dengan
pernyataan rasa kasih kepada anggota masyarakat yang lemah kedudukan
ekonominya dengan mengeluarkan zakat fitrah bagi mereka.
Ibadat haji juga merupakan pensucian roh. Dalam mengerjakan haji di
Mekah, orang berkunjung ke Baitullah (rumah Tuhan dalam arti rumah
peribadatan yang pertama didirikan atas perintah Tuhan di dunia ini). Sebagai
dalam shalat, orang di sini juga merasa dekat sekali dengan Tuhan. Bacaanbacaan yang diucapkan sewaktu mengerjakan haji itu, juga merupakan dialog
antara manusia dengan Tuhan. Usaha pensucian roh disini disertai oleh latihan
jasmani dalam bentuk pakaian, makanan dan tempat tinggal sederhana. Selama
mengerjakan haji, perbuatan-perbuatan tidak baik harus dijauhi. Di dalam haji
terdapat pula latihan rasa bersaudara antara semua manusia, tiada beda antara
kaya dan miskin, raja dan rakyat biasa, antara besar dan kecil, semua
sederajat21
.
Zakat, sungguhpun itu mengambil bentuk mengeluarkan sebahagian
dari harta untuk menolong fakir miskin dan sebagainya, juga merupakan
pensucian roh. Disini roh dilatih menjauhi kerakusan pada harta dan memupuk
rasa bersaudara, rasa kasihan dan suka menolong anggota masyarakat
yangberada dalam kekurangan.22
Thaharah dalam ajaran Islam merupakan bagian dari pelaksanaan
ibadah kepada Allah. Setiap muslim diwajibkan shalat lima waktu sehari
semalam, dan sebelum melaksanakannya disyaratkan bersuci terlebih dahulu.
Hal ini membuktikan bahwa ajaran Islam sangat memperhatikan dan
mendorong umat Islam untuk membiasakan diri hidup bersih, indah dan sehat.
sebab itu, kehidupan umat Islam adalah kehidupan yang suci dan bersih.
Disamping sebagai suatu kewajiban, thaharah juga melambangkan
tuntutan Islam untuk memelihara kesucian diri dari segala kotoran dan dosa. Allah Yang Maha Suci hanya dapat didekati oleh orang-orang yang suci, baik
suci fisik dari kotoran maupun suci jiwa dari dosa, sebagaimana firmannya :
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang
yang bersih. (Al- Baqarah: 222).
E. Kaitan Ibadah Dengan Latihan / Pembentukan Moral (Akhlak).
Seperti diuraikan di atas bahwa tujuan ibadah dalam Islam bukanlah
menyembah, tetapi mendekatkan diri kepada Tuhan, agar dengan demikian
arah manusia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang bersih lagi suci,
sehingga akhirnya rasa kesucian seseorang menjadi kuat dan tajam. Roh yang
suci membawa kepada budi pekerti baik dan luhur. Oleh sebab itu, ibadat
disamping merupakan latihan spiritual, juga merupakan latihan dan pembinaan
moral (akhlak).23
Shalat memang erat kaitannya dengan latihan moral (pembentukan
akhlak). Q.S. Al-Ankabut (29): 45.
Shalat mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik. Hadits
Nabi lebih lanjut menjelaskan : shalat, yang tidak menjauhkan pelakunya dari
kelakuan tidak senonoh dan perbuatan jahat, bukanlah shalat. Yang
mengandung arti bahwa shalat yang tidak mencegah seseorang dari perbuatan
jahat dan tidak baik, bukanlah sebenarnya shalat. Shalat demikian tidak ada
artinya dan membuat orang tambah jauh dari Tuhan. Dalam satu hadits Qudsi
disebut :
Shalat yang Kuterima hanyalah shalat yang membuat pelakunya
rendah diri terhadap kebesaranKu, tidak bersikap sombong terhadap
makhlukKu, tidak berkeras menentang perintahKu, tetapi senantiasa ingat
kepadaKu dan menaruh kasih sayang terhadap orang miskin, orang yang
terlantar didalam perjalanan, wanita yang kematian suami dan orang yang
ditimpa kesusahan.24
Yaitu Tuhan akan menerima shalat orang yang merendah diri, tidak
sombong, tidak menentang, malahan selalu ingat kepada Tuhan dan suka menolong orang-orang yang dalam kesusahan, seperti fakir miskin, orang yang
dalam perjalanan, janda dan orang yang kena bencana. Jadinya, salah satu
tujuan shalat ialah menjauhkan manusia dari perbuatan-perbuatan jahat dan
mendorongnya untuk berbuat hal-hal yang baik.
Demikian juga, puasa dekat hubungannya dengan latihan moral
(pembentukan akhlak) Q.S. Al-Baqarah (2): 183.
Hai orang-orang yang percaya, berpuasa diwajibkan bagi kamu
sebagai halnya dengan umat sebelum kamu. Semoga kamu menjadi manusia
bertaqwa.
Bertaqwa artinya menjauhi perbuatan-perbuatan jahat dan melakukan
perbuatan-perbuatan baik. Hadits-hadits Nabi juga mengkaitkan puasa dengan
perbuatan-perbuatan tidak baik. Salah satu hadits mengatakan :
Orang yang tidak meninggalkan kata-kata bohong dan senantiasa berdusta
tidak ada faedahnya, ia menahan diri dari makan dan minum.
Jadi puasa yang tidak menjauhkan manusia dari ucapan dan perbuatan
tidak baik tidak ada gunanya. Orang yang demikian tidak perlu menahan diri
dari makan dan minum, sebab puasanya tak berguna. Hadits lain lagi
mengatakan :
Puasa bukanlah menahan diri dari makan dan minum, tetapi puasa
menahan diri dari kata sia-sia dan kata-kata tak sopan; jika kamu dicaci
atau tidak dihargai, katakanlah : “Aku berpuasa”.
Dengan demikian berpuasa bukanlah menahan diri dari makan dan
minum, tetapi menahan diri dari ucapan-ucapan tidak baik lagi kotor.25
Mengenai haji, Q.S. Al-Baqarah (2): 197:
Haji, bulan-bulannya dikenal dan siapa telah memutuskan melakukan haji,
maka pada waktu itu tidak ada lagi kata-kata tak sopan, caci-cacian dan
pertengkaran. Menerangkan bahwa sewaktu mengerjakan haji orang tidak
boleh mengeluarkan ucapan-ucapan tidak senonoh, tidak boleh berbuat
hal-hal tidak baik dan tidak boleh bertengkar.
Tentang zakat, Q.S. At-Taubah (9): 103 :
Ambillah zakat dari harta mereka, dengan demikian engkau akan
membersihkan dan mensucikan mereka.
Hadits berikut :
“Senyuman pada saudara adalah zakat, perintah berbuat baik dan
larangan berbuat jahat juga merupakan zakat, menunjuk jalan bagi orang
yang sesat adalah juga zakat, demikian pula menghilangkan gangguan, duri
dan tulang dari jalan merupakan zakat, menuangkan air yang ada di timba
mu ke dalam timba saudara mu juga zakat dan memimpin orang yang
lemah adalah pula zaka”t.
Menerangkan bahwa arti sedekah luas sekali sehingga ia mencakupi
senyuman kepada manusia, seruan pada perbuatan baik dan larangan dari
berbuat jahat, memberi petunjuk kepada manusia, menjauhkan duri dari jalan,
memberi air yang ada di gayung kita kepada orang yang berhajat dan menuntun
orang yang lemah penglihatannya.
Bahwa semua ibadat itu dekat hubungannya dengan pendidikan moral
dijelaskan lebih lanjut oleh hadits-hadits di bawah ini. Pernah orang bertanya
kepada Nabi :
“ Wahai Rasul Tuhan, wanita anu terkenal banyak melakukan shalat, puasa
dan sedekah, tetapi lidahnya menyakiti hati tetangga. Ujar Nabi:“Ia masuk
neraka”. Kemudian petanya berkata: “Wahai Rasul Tuhan, wanita anu
terkenal sedikit melakukan shalat serta puasa, dan memberikan sedekah
hanya kepingan keju asam tetapi tidak menyakiti hati tetangga”. Beliau
menjawab: “Ia masuk surga”.
Jadi sebagai dijelaskan hadits ini orang yang kuat sembahyang,
berpuasa dan bersedekah, tetapi lidahnya menyakiti tetangga, akan masuk
neraka. Dan orang yang sedikit menjalankan ibadat sembahyang, puasa dan
sedekah, tetapi tidak menyekiti hati tetangga, akan masuk surga. Hadits berikut
menjelaskan :
Tiga hal jika terdapat pada seseorang, membuat ia menjadi munafik,
sungguhpun ia melakukan puasa, shalat, haji serta umrah dan mengaku
orang Islam; yaitu jika berbicara, bicaranya mengandung dusta, jika
berjanji, janji tidak ia tepati, dan jika diberi kepercayaan, kepercayaan itu
ia salah gunakan.
Bahwa orang yang berdusta, tidak menepati janji dan berkhianat,
adalah munafik, sungguhpun ia mengakui dirinya orang Islam, berpuasa,
mengerjakan shalat, haji dan umrah. Menurut hadits berikut :