batkan sel mati.
Efek sampingnya pada pemakaian oral
yaitu gangguan saluran cerna, seperti perasaan mual dan diare. Belum ada data cukup
mengenai pemakaian nya oleh wanita hamil.
Dosis: oral 1-2 dd 250 mg dan per kutan 1-2
dd krem 10 mg/g.
5c. Anidulafungin: Ecalta, Eraxis
Berbentuk serbuk untuk infus i.v. 100 mg.
yaitu lipopeptida semi-sintetik (echinocandin) dari hasil fermentasi Aspergillus
nidulans, menghambat sintesis dari glukan
synthetase, sehingga menghambat pembentukan dinding sel jamur.
Bekerja fungisid terhadap jenis-jenis Candida dan Aspergillus fumigatus. Ekskresi
melalui feses; t½-nya 40-50 jam.
Efek sampingnya sering kali diare, mual dan
muntah, juga sakit kepala, gangguan kulit,
hipokaliemia dan hipertensi.
Dosis: infus i.v. 200 mg pada hari pertama,
lalu 100 mg sehari selama 14 hari.
5d. Caspofungine: Cancidas
yaitu lipopeptida semisintetik, sama
seperti anidulafungin dari kelompok echinocandin. Mekanisme kerja dan indikasinya
sama seperti anidulafungin, yaitu menghambat pembentukan dinding sel jamur dan
ragi. Bekerja fungisid terhadap Candida dan
Aspergillus. PP-nya ±97%, ekskresi melalui
urin (41%) dan via feses (34%). t½ -nya ±45 jam.
dipakai terhadap candidiasis dan aspergillosis invasif, bila antimikotika lain
(amfotericin B, itrakonazol) kurang efektif
atau tidak cocok bagi pasien.
Efek sampingnya sering kali (1-10%) demam,
sakit kepala, mual, muntah, diare dan gangguan kulit.
Dosis: infus i.v. 70 mg pada hari pertama,
kemudian 50 mg sehari.
5e. Micafungin: Mycamine14a
Semi-sintetik echinokandin yang dapat
melarut dalam air ini diperoleh dari jamur
Coleophoma empedri.
dipakai untuk pengobatan dan profilaksis terhadap infeksi Candidiasis sistemik
dan candidiasis oesofagus.
Dosis: i.v. 100 mg sehari.
6. LAINNYA
6a. Siklopiroks: Batrafen, Loprox
Senyawa hidroksipiridon ini (1993) berspektrum luas dan berkhasiat fungisid
terhadap antara lain Candida albicans dan
Trichophyton rubrum, fungistatik terhadap
Malassezia furfur (panu), juga bakteriostatik
lemah. Walaupun struktur kimianya berbeda
dengan zat-zat imidazol, tetapi mekanisme
kerjanya diperkirakan sama, yaitu terhadap
membran plasma dari sel jamur. Mungkin
juga mekanisme kerjanya berdasar perintangan transpor dari asam-asam amino dan
ion-ion melalui membran sel. Daya kerjanya
diperkuat bila dibuat ester dengan olamin.
Siklopiroks khusus dipakai pada kulit.
Dosis: 2 kali sehari sebagai krem 1% selama
2-4 minggu.
6b. Tolnaftat: *Naftate.
Tolnaftat berkhasiat fungistatik terhadap
banyak dermatofit, antara lain penyebab
panu, tetapi tidak efektif terhadap Candida.
* Naftate : salep tolnaftat 2% + heksaklorofen
0,5%.
6c. Haloprogin: *Polik
Haloprogin berkhasiat fungisid terhadap
berbagai jenis Epidermofiton, Pityrosporum,
Trichophyton dan Candida. Kadang-kadang
terjadi sensitasi dengan timbulnya gatalgatal, perasaan terbakar dan iritasi kulit. Zat
ini dipakai sebagai krem atau larutan 1%
terhadap panu dan terutama kutu air (Tinea
pedis) dengan persentase penyembuhan
±80%, sama dengan tolnaftat.
6d. Naftifin: Exoderil
Senyawa alilamin ini dipakai sebagai
krem 1% terhadap a.l. panu dan infeksi kuku.
Virus (Sansk. visham = racun) yaitu mikroorganisme hidup yang terkecil (besarnya
20-300 mikron), kecuali prion, yaitu virus
penyebab penyakit-sapi gila BSE dan p.
Creutzfeldt-Jakob yang kurang lebih 100
kali lebih kecil. Virus hanya dapat dilihat dengan mikroskop-elektron (dengan pembesaran
maksimal 200.000 kali) dan tidak dengan
mikroskop biasa (dengan pembesaran
maksimal 4.000 kali). Di luar tubuh manusia,
sering kali virus berbentuk kristal tanpa tanda
hidup, sangat ulet, tahan asam dan basa,
serta resisten terhadap suhu rendah atau
tinggi sekali. Jika keadaan lingkungannya
membaik —seperti di dalam tubuh manusia
atau hewan— kristal tersebut ‘bernyawa’ lagi
dan mampu memperbanyak diri.
Virus yaitu jasad biologis, bukan hewan,
bukan tanaman, tanpa struktur sel dan tidak
berdaya untuk hidup dan memperbanyak
diri secara mandiri. Mikroorganisme ini
harus menggunakan sistem enzim dari sel
tuan-rumah untuk sintesis asam nukleat, protein dan berkembang biak. Oleh metabolisme
sel tuan rumah, maka sulit sekali untuk
membuat obat-obat dengan toksisitas selektif
untuk virus tanpa merugikan sel tuan rumah.
Oleh karena itu vaksinasi yaitu cara
utama untuk mengendalikan infeksi virus
(polio, rabies, campak, mumps, rubella).
Disebabkan virus yaitu mikroorganisme yang eksistensinya mutlak tergantung
dari proses biosintesis tuan-rumah, maka
dahulu diragukan kemungkinan mengembangkan obat-obat antiviral dengan toksisitas
selektif. Namun keraguan ini sudah lama terhapus, terutama sejak ±2 dasawarsa terakhir
yakni dengan diketemukan dan dikembangkannya virus anti-herpes asiklovir. Senyawa
ini yaitu prototype dari sekelompok
zat-zat anti-viral yang di dalam sel di phosphorylated oleh viral kinase, kemudian oleh
enzim tuan-rumah menjadi penghambat
sintesis DNA dari virus.
Untuk penemuan ini, Gertrude Elion dan
George Hitchings memperoleh hadiah Nobel
1988. Sejak itu lebih banyak lagi obat-obat
antiviral dihasilkan dalam rangka pengembangan kemoterapi antimikroba (misalnya
interferon) terhadap pelbagai jenis virus.
Perkembang-biakan virus dapat ditekan melalui beberapa cara:
– memblokir masuknya virus ke dalam sel
(amantadin, gamma-globulin)
– menghindari sintesis asam inti (analoga
nukleosida, asiklovir, gansiklovir dan
obat-obat anti-retroviral zidovudin, nevirapin)
– inhibisi protease (saquinavir, ritonavir)
– inhibisi neuraminidase (oseltamivir,
zanamivir)
Struktur kimiawi virus sederhana; setiap
virion —bagian virus terkecil— mengandung
hanya satu dari dua asam inti DNA atau
RNA (viral genome). Hal ini berbedadengan
mikroorganisme lainnya dan manusia yang
memiliki kedua jenis asam nukleat (Lat.
nucleus = inti). Inti virion dari DNA atau RNA
dikelilingi oleh selubung (salut protein),
yang disebut capsid dan spesifik bagi setiap
virus. Genome dan selubung protein inilah
yang disebut virion. Beberapa virus memiliki
dinding yang terdiri dari lemak (fosfolipid)
dan protein. Selain itu virion memiliki beberapa enzim.
INFEKSI VIRUS
Penularan virus diawali dengan pelekatan
virus pada dinding sel tuan-rumah yang dihidrolisis oleh enzim-enzimnya. Lalu
DNA/RNA memasuki sel sehat, sedangkan salut proteinnya ditanggalkan di luar. Di
dalam sel, virus bertindak sebagai parasit
dan menggunakan proses-proses asimilasi
sel bersangkutan untuk membentuk virionvirion baru. Dengan demikian perkembangbiakan (replikasi) tidak berlangsung melalui
pembelahan virion-induk seperti bakteri.
Pada proses ini sel-sel yang dimasukinya dirusak, tetapi gejala-gejala penyakit baru mulai tampak bila perbanyakan virion sudah
mencapai puncaknya.
Penggolongan
Virus yang paling sering mengakibatkan
penyakit pada manusia dapat dibagi dalam
dua kelompok besar, yakni virus DNA dan
virus RNA, dengan masing-masing DNA
atau RNA di dalam intinya.
a. Virus DNA meliputi antara lain kelompok penyakit Herpes, yakni Herpes simplex (penyebab a.l. penyakit kelamin), Herpes zoster
(penyebab sinannaga atau “shingles”), Varicella zoster (cacar air). Juga sejumlah virus
lain termasuk kelompok virus DNA ini,
seperti virus Epstein-Barr (demam kelenjar/”kissing disease”/mono-nucleosis infectiosa), parvovirus, adenovirus (gastroenteritis),
variola (cacar, “smallpox”), cytomegalovirus
= CMV (pada pasien AIDS), hepadna virus
(Hepatitis B; HBV) dan juga Human papillomavirus (HPV)penyebab kutil genital dan
kanker cervix.
b. Virus RNA terpenting yaitu Retrovirus
HIV (penyebab AIDS, ditemukan oleh Luc
Montagnier 1984), virus hepatitis (penyakit
kuning), rhabdovirus (rabies), rhinovirus (selesma), corona virus (SARS) dan poliovirus
(penyebab penyakit lumpuh layuh pada
anak-anak, poliomyelitis). Begitu pula virus
influenza (flu), rotavirus (diare), virus rubella (“rode hond”), bermacam-macam paramyxovirus: virus rubeola = morbilli dan virus beguk
(“mumps”) serta berbagai flavivirus, a.l demam
kuning (yellow fever) dan Hepatitis C.
Penelitian obat antiviral.
Penelitian virustatika mulai berkembang sekitar tahun 1956 saat ditemukan bahwa virus
dapat dikembangbiakkan dalam telur ayam
yang telah dibuahi. Penemuan ini memberikan dorongan kuat ke arah pembuatan
vaksin dan penaklukan penyakit-penyakit
virus penting, seperti cacar (variola major),
polio, campak, rubella, mumps dan hepatitis. Lihat selanjutnyaBab 50. Sera dan vaksin.
sesudah infeksi virus dapat bermukim bertahun-tahun di dalam sel tuan-rumah tanpa
menimbulkan gejala. Dalam fase laten ini
virus tidak peka terhadap obat-obat. Baru
pada fase replikasi obat-obat berdaya memusnahkannya dengan jalan mengganggu
sistem enzim bersangkutan. Namun karena
enzim-enzim tersebut yaitu milik sel tuanrumah, maka obat antivirus perlu berkhasiat
spesifik terhadap virus tanpa merusak sel
tuan-rumah. Adanya hubungan erat ini, yaitu
antara virus dan proses metabolisme sel tuanrumah, sangat mempersulit riset obat-obat
yang secara selektif berdaya menghambat
pertumbuhan virus.
Dalam memerangi infeksi virus, semua
sistem tangkis dikerahi, a.l. sistem imun alami
maupun sistem imun spesifik yang diperoleh
dan mencakup sel-sel B dan limfosit-T CD4+
dan CD8+.
Populasi T-sel ini yang terdiri dari sel-sel
memori terhadap berbagai virus spesifik memiliki peranan sentral pada perlindungan
dan pengontrolan infeksi virus. Lihat Bab 49,
Dasar-dasar Imunologi.
Interferon yaitu glycoprotein yang diproduksi oleh sel-sel yang terinfeksi virus,
makrofag dan T-limfosit. Ada 3 tipe interferon manusia, yakni alfa-, beta- dan gammainterferon, yang sejak 1985 telah diperoleh
murni dengan jalan teknik rekombinan
DNA. Pada proses ini, “sepotong” DNA
dari lekosit yang mengandung gen interferon, dimasukkan ke dalam plasmid kuman
E. coli. Dengan demikian kuman ini mampu memperbanyak DNA tersebut dan mensintesis interferon.
* Interferon-alfa dan -beta (IFN-a/b) dibentuk oleh bermacam-macam sel sebagai reaksi
terhadap infeksi viral. Fungsinya mencegah
infeksi lebih lanjut dengan jalan menduduki
reseptor-reseptor spesifik di membran-membran sel sehat, sehingga tidak dapat dipenetrasi oleh virus. Di samping berkhasiat
virustatik, juga berdaya sitostatik (antitumor), yakni menghambat pertumbuhan selsel tumor dan menstimulasi makrofag dan
NK-cells (Natural Killer cells) yang dapat
mendeteksi sel-sel tumor (dan sel-sel yang
diinvasi virus) untuk kemudian memusnahkannya. IFN-alfa dipakai antara lain
pada hepatitis dan jenis-jenis leukemia
tertentu, sedangkan IFN-beta khusus pada
MS (multiple sclerosis).
* Interferon-gamma (IFN-g) (dan limfokinlimfokin lain) dibentuk oleh limfo-T dan berfungsi mengatur proses-proses imun. Khasiat
antiviralnya lemah dibandingkan IFN-a dan
IFN-b.
Penyakit virus penting
Penyakit-penyakit yang disebabkan virus
banyak sekali dan meliputi gangguan-gangguan ringan, seperti selesma (pilek biasa),
influenza (perut), biang keringat (rubella,
‘rode hond’), cacar air Varicella (“chickenpox”),
campak (morbilli, measles), cacar (variola),
beguk (parotitis, bof, ‘mumps’), Pfeiffer (‘kissing
disease’) dan sinannaga (herpes zoster, ‘gordelroos’) sampai penyakit-penyakit serius,
seperti dengue, radang hati (hepatitis), penyakit
lumpuh layu (poliomyelitis), penyakit-penyakit kelamin herpes dan hepatitis B/C, kanker
cervix, Ebola dan AIDS.
Kebanyakan penyakit viral ini sudah dapat
diatasi, bahkan pada tahun 1980 WHO telah
menyatakan virus cacar sudah musnah di
seluruh dunia. Pada tahun 1988 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan
program pemusnahan virus polio untuk
ke-dua kalinya dalam sejarah dengan tujuan
membebaskan dunia dari penyakit infeksi ini
selambat-lambatnya akhir tahun 2005 dengan jalan vaksinasi secara besar-besaran. Tetapi
tujuan ini ternyata belum berhasil karena di
tahun 2006 polio masih endemik (= selalu
ada ) di beberapa negara Asia dan Afrika
(van der Avoort HGAM. Poliomyelitis in 2006:
alles of niets. NTvG 2006; 150:2689-92).
Di tahun 1995 negara kita mencanangkan
kampanye besar-besaran lewat Pekan Imunisasi Nasional (PIN) untuk memerangi penyakit infeksi virus ini. sesudah l.k. 10 tahun
negara kita dinyatakan bebas polio, namun
pada awal tahun 2005 di negara kita kembali
timbul epidemi polio dengan ±15 kasus di
Sukabumi, Jawa Barat, sehingga DepKes
menganggap perlu untuk di bulan Agustus
2006 melakukan vaksinasi massal dengan
vaksin polio oral (OPV, Sabin). Dalam rangka
membebaskan negara kita dari virus polio,
imunisasi terpadu akan terus digalakan.
Sejak tahun 2005 sudah 5 kali dilaksanakan
PIN dan terakhir di tahun 2006 dengan target
negara kita harus bebas polio pada tahun 2008.
Virus polio yang timbul kembali di negara kita
pada tahun 2005 diperkirakan berasal dari
negara Afrika-Asia di mana penyakit ini masih
endemik, seperti Sudan, Nigeria, Pakistan,
India, dan Afganistan. Dalam tahun 2006 Mesir dinyatakan bebas polio.
Virus-virus baru. Pada dasawarsa terakhir dunia telah dilanda sejumlah penyakit
virus baru yang hebat dan sering kali bersifat
epidemi. Yang paling ganas yaitu AIDS
yang diakibatkan infeksi HIV. Meskipun ada
ikhtiar bersama secara besar-besaran dari
para ilmuwan di seluruh dunia, hingga kini
belum ditemukan obat yang dapat dikatakan
ampuh. Hepatitis pun mulai menjadi masalah mendunia pula, sedangkan dengue
dan Ebola, Lassa dan Hanta yaitu
epidemi-epidemi kecil di Asia Tenggara,
Afrika dan Amerika. Menjelang akhir abad
ke-20 di Hong Kong timbul virus influenza
unggas yang pertama kali ditularkan kepada
manusia via kontak langsung dari ayam/
burung. Kemudian di tahun 2003 dunia dilanda oleh virus SARS yang pertama kali
muncul di Cina pula.
Fakta yang sangat mencolok pada epidemiepidemi baru tersebut yaitu bahwa virusvirus baru itu kebanyakan berasalkan dari
jenis-jenis hewan tertentu (lihat di bawah).
Misalnya virus influenza bermukim di babi
dan ternak bersayap, sedangkan virus demam
kuning dan AIDS pada mulanya ada
pada kera. Karena virus mampu memperbanyak diri dengan cepat dan mudah bermutasi secara spontan, maka cepat sekali
terbentuk varian-varian baru. Akibat mutasi
yang tak terduga, virus-virus hewan mendadak dapat ditularkan ke manusia. Para
ahli meramalkan bahwa di masa depan akan
selalu muncul virus-virus baru yang dapat
mengakibatkan epidemi-epidemi serius yang
mengancam manusia.
Zoonosa: dengan istilah ini dimaksudkan
penyakit-penyakit infeksi yang berasal dari
hewan dan menjangkiti manusia melalui
kontak langsung dengan hewan atau mengonsumsi produk-produk berasalkan hewan
seperti susu, daging dan telur. Penyebab
zoonosa dapat dibagi dalam kelompokkelompok virus, jamur, bakteri, protozoa dan
bahkan cacing. Juga dapat dibedakan antara
zoonosa lama dan yang baru. Misalnya yang
lama yaitu penjangkit infeksi salmonella
dan campylobacter, sedangkan yang baru
yaitu virus influenza H5N1 dan H7N9
(2013 di Cina), virus SARS dan yang paling
resen yaitu virus MERS. Akhir-akhir ini
telah timbul kembali zoonosa lama yang
mengakibatkan demam Q, sebagai akibat
komsumsi daging yang terkontaminasi dengan Coxiella burnetii, dengan gejala demam,
pneeumoni, hepatitis, sakit kepala, mual
muntah dan sakit otot.
Hewan-hewan dan zoonosa yang bersangkutan yaitu a.l. sebagai berikut:
– kambing (demam Q, leptospirosa, salmonellosa, toksoplasmosa);
– anjing (rabies, salmonellosa, toksoplasmosa, trichinellosa);
– kucing (demam Q, leptospirosa, salmonellosa, toksoplasmosa);
– sapi (E.coli, fasciolosa, rabies, demam Q,
salmonellosa, toksoplasmosa);
– babi (MRSA, brucellosa, rabies, salmonellosa, toksoplasmosa).
Mereka yang dapat terjangkit infeksi akibat zoonosa yaitu terutama anak-anak, lansia, ibu hamil dan yang daya tahannya
menurun. Juga termasuk dalam kelompok
risiko ini yaitu orang yang karena profesinya bersentuhan dengan hewan atau
produk-produknya.
Slow virus. Di samping itu masih ada sejumlah penyakit yang hingga kini belum
diketahui penyebabnya, tetapi menurut perkiraan ditimbulkan oleh infeksi pada usia
sangat muda dengan suatu ‘slow virus’ yang
tidak dikenal. Misalnya, diabetes tipe I, rema
(arthritis rheumatica), multiple sclerosis ( M.S.),
keletihan kronis (M.E., Chronic Fatigue Syndrome) dan bentuk-bentuk kanker tertentu.
1. HIV dan AIDS
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) atau Sindroma Cacat Kekebalan
Dapatan yaitu epidemi mikroorganisme terpenting dari abad ke-20, yang untuk
pertama kalinya disinyalir di AS pada awal
tahun 1980-an.
Penyebabnya yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menurut perkiraan
sudah lama sekali ada pada binatang
liar. Akibat kontak erat dengan khususnya
binatang-binatang mengerat, virus telah “meloncat” ke manusia. Terutama pada dasawarsa terakhir, HIV dan beberapa virus lainnya
(antara lain virus Ebola) muncul dari hutan
rimba. HIV dan AIDS dengan pesat menyebar
ke seluruh dunia, karena bertahun-tahun penyakit ini tidak menunjukkan gejala apapun.
Selama masa inkubasi panjang itu, pembawavirus (orang seropositif) yang masih sehat dan
tanpa keluhan dapat menularkan virus kepada orang lain sebelum dirinya menjadi sakit
dan kemudian meninggal.
Di tahun 1996 telah diperkenalkan terapi
antiretroviral kuat, yakni HAART (highly
active antiretroviral therapy), yang terdiri
atas kombinasi (life-saving “cocktail”) dari
minimal tiga obat antiretroviral ampuh (triple
therapy) dan dijulukkan sebagai “Lazarus
effect.” (kisah dari Kitab Injil mengenai kebangkitan Lazarus dari kematian oleh Jezus).
Sejak saat itu infeksi HIV dapat dikendalikan dengan menekan replikasi viral secara tuntas untuk jangka waktu panjang. Juga
perkembangan resistensi viral dapat dihindari. Berkat HAART infeksi HIV dewasa
ini dapat ditanggulangi dengan baik dan
mortalitas penyakit AIDS telah menurun
dengan peningkatan harapan hidup.
Salah satu syarat bagi suksesnya pengobatan yaitu kesetiaan terapi
Obat-obat ini tidak menyembuhkan penyakit tetapi memperlambat progres dari
virus dengan menekan replikasinya dan
menghindarinya untuk dengan cepat memusnahkan daya tahan tubuh, sehingga HIV
bukan lagi yaitu ancaman jiwa (death
sentence).
Namun demikian dewasa ini AIDS masih
yaitu penyebab kematian nomor 4
di seluruh dunia. Di tahun 2004 jumlah
kematian karena infeksi yang belum ada
obatnya ini yaitu ±3,1 juta.
Menurut laporan prevalensi HIV/AIDS
di tahun 2003 yaitu kurang lebih 40 juta di
seluruh dunia dan terbanyak yaitu di Afrika
dengan kurang lebih 35 juta kasus (Botswana,
Zimbabwe) (Report on the Global HIV/AIDS
Epidemic, UNAIDS, 2002). Penambahan
kasus infeksi baru di tahun 2004 yaitu kurang lebih 4 juta di benua ini. Juga di Cina
insidensi infeksi AIDS memperlihatkan kecenderungan meningkat dengan kurang
lebih 70.000 kasus terinfeksi HIV/AIDS di
tahun 2005 (WHO 2005).
Di banyak negara Barat, penyebaran AIDS
sudah dapat dihentikan berkat penyuluhan
besar-besaran dengan kampanye nasional
mengenai AIDS, prevensi dan kontak seksual
secara aman (‘safe sex’).
Menurut laporan DitJen Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PP & PL) DepKes RI,
sampai dengan kwartal ketiga tahun 2006
secara kumulatif di seluruh negara kita jumlah
pengidap infeksi HIV melebihi 4600 kasus,
sedangkan penderita AIDS sebanyak hampir
7000 orang dan l.k. 1650 di antaranya telah
meninggal dunia.
Jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar (diperkirakan 120.000 kasus; CIA
2004). Rate kumulatif kasus AIDS tertinggi
dilaporkan dari propinsi Papua, disusul oleh
DKI Jakarta, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat
dan kepulauan Riau dengan jumlah kasus
kian meningkat terutama akibat penularan
melalui jarum suntik oleh pecandu narkoba
(IDU atau injecting drug user) (diperkirakan
190-240 ribu orang) dan perilaku seks tidak
aman.
HIV self-test. Sejak tahun 2000 di negeri
Belanda sudah dapat diperoleh HIV-selftest
kit (serupa dengan pregnancy test kit) untuk
melakukan pemeriksaan sendiri terhadap
infeksi HIV. Tetapi di beberapa negara Eropa
penjualan test demikian dilarang.
Keuntungan dari tes ini yaitu kemudahan bagi orang untuk mentes diri sendiri, mengingat bahwa sebagian orang sungkan atau
takut untuk menjalani pemeriksaan demikian
oleh dokter atau fasilitas pemeriksaan publik.
Kendalanya yaitu tidak ada counseling
dan pengarahan lanjutan oleh seorang profesional, di samping semua tes demikian tidak
100% dapat dipercaya, walaupun diklaim
bahwa kepekaan dan spesifisitasnya masingmasing > 99,9% dan > 99,6%.26
Mekanisme kerja. HIV yaitu virus-RNA
yang termasuk kelompok retrovirus. Virus
ini memasuki sel sel limfosit T, monosit dan
makrofag. Lalu enzim reverse-transcriptase
(RT) mentranskripsi RNA-nya menjadi
DNA, dengan lain kata RNAnya membuat
kopi DNA. Kemudian DNA ini mempenetrasi inti sel dan diinkorporasi ke dalam
genom sel limfo-T, yang diperintahkan untuk
memproduksi protein virus baru. Pada replikasi itu terbentuk protein precursor besar,
yang oleh enzim HIV protease dirombak
menjadi protein protein lebih kecil yang
disusun di salut protein dari virus. Sel tuan
rumah mengeluarkan virus–virus baru itu
dan sendirinya akan mati. Jadi, HIV seakanakan mengubah limfosit menjadi pabrik
untuk memproduksi virus-virus baru (genom
= keseluruhan gen dalam inti-sel).
Infeksi seumur hidup. Berlainan dengan
infeksi virus lainnya (cacar, campak, influenza, dan lain-lain) infeksi dengan HIV bersifat
permanen karena sulit sekali dimusnahkan
seluruhnya. Virus dapat bersembunyi di selsel tubuh, terutama dalam CD4+ memory
cells dan di SSP18,19 tanpa dapat dideteksi dan
tanpa menimbulkan gejala untuk bertahuntahun lamanya. Virus laten ini tidak dapat
dimusnahkan oleh obat. Bila suatu waktu
sistem imun melemah, virus laten dapat
mendadak menjadi aktif lagi. Selain itu HIV
mampu bermutasi berulangkali secara
spontan dan adakalanya membentuk varian
yang lebih ganas (virulen).
HIV-1 dan HIV-2 yaitu dua tipe HIV,
yang hanya dapat ditulari melalui selaput
lendir yang mengalami kerusakan (kecil). HIV-1
ditemukan di seluruh dunia, sedangkan HIV-
2 praktis hanya di Afrika Barat. Penularannya
terbatas pada kontak homoseksual (genito-anal),
pengguna narkoba melalui alat suntik dan
penerima transfusi darah yang tercemar.
HIV-2 kurang lancar penularannya baik
seksual maupun dari ibu ke anak dibanding
HIV-1, juga jalannya penyakit lebih lambat.
Kedua tipe utama ini memperlihatkan banyak subtipenya.
HIV subtipe E telah ditemukan beberapa
tahun lalu. Berbeda dengan kedua tipe HIV
tersebut di atas, tipe ini berdaya melintasi
mukosa utuh pada kontak heteroseksual (juga
oral) dan pada tahun-tahun terakhir bertanggung jawab atas merajalelanya AIDS dengan
pesat di Afrika dan Asia Tenggara.
Penularan terutama terjadi melalui darah,
mani dan cairan vaginal, akibat pemakaian
jarum suntik terinfeksi (pecandu narkotika)
dan transfusi darah tercemar, serta kontak
seksual tanpa perlindungan (kondom) dengan seorang pembawa-HIV. Virus juga dapat
ditularkan pada bayi oleh ibu seropositif,
selama hamil atau persalinan, begitu pula
melalui air susu ibu (ASI). Telah dipastikan
bahwa penularan tidak dapat terjadi melalui
liur (ciuman, batuk, bersin dan minum dari gelas
yang sama) karena jumlah virus di dalam liur
terlampau kecil, tidak pula melalui sengatan
nyamuk. Oleh karena itu pergaulan sosial
dengan pasien AIDS tidak perlu dihindari.
Jalannya infeksi. Pada infeksi HIV dapat
dibedakan tiga fase:
Teori disiden. Beberapa ilmuwan, biokimiawan Amerika David Rasnick dan Kanada Peter
Duesburg menentang, bahwa AIDS disebabkan oleh infeksi dengan virus HIV. Menurut mereka di
Afrika ada suku-suku orang hitam yang tidak bisa diinfeksikan dengan HIV. Pada hematnya
AIDS khusus disebabkan oleh kelemahan sistem tangkis tubuh akibat reaksi-reaksi autoimun, yang
bertalian dengan banyaknya kontak seksual sembarangan. Maka itu AIDS tidak bersifat menular dan
tidak bisa ditulari melalui kontak seksual pada orang sehat dengan sistem ketahanan baik.
Presiden Thabo Mbeki dari Afrika Selatan semula menganut teori ini dan meragukan hubungan
antara HIV dan AIDS serta beranggapan bahwa AIDS diakibatkan oleh kemiskinan dan higiene yang
buruk. Dia menolak untuk mengobati sekitar 4 juta penderita HIV-AIDS di negaranya – yaitu 10%
dari populasi total- dengan cocktail 3 obat AIDS. Sebagai alasan dikemukakan keraguannya terhadap
keamanan dan efektivitas serta kekhawatirannya mengenai efek samping serius dari obat-obat
antiretroviral. Sebaliknya dia menekankan manfaat dari suatu diet yang kaya akan bawang putih
(garlic), lemon dan minyak zaitun. Tetapi atas tekanan massal para ilmiawan selama Konferensi
AIDS Sedunia di Pretoria bulan Februari 2001, akhirnya beliau menyerah dan mengizinkan impor
dan penerapan obat-obat AIDS di Afsel. (NTvG 2001: 145:542)
Dewasa ini pemerintah melontarkan kampanye besar- besaran untuk membendung merajalelanya
secara liar infeksi HIV akibat unsafe sex. Sekarang ini (th 2005) di Afrika Selatan ada l.k. 6 juta
orang terinfeksi dengan kematian lebih dari 600 penderita tiap harinya. Dengan demikian negara ini
memiliki jumlah pengidap HIV/AIDS terbesar di seluruh dunia.
a. fase pertama. Orang yang terkena infeksi
menjadi seropositif, artinya sesudah 6
bulan di dalam darahnya dapat dideteksi
HIV secara tak-langsung (melalui antibodies). Pada persentase kecil, beberapa
hari sesudah infeksi timbul gejala flu berat
selama lebih kurang seminggu. Keluhan
ini diakibatkan invasi dan replikasi dari
ribuan HIV di dalam limfo-T.
b. fase kedua. Kemudian sistem-imun ‘menangkap’ dan mengurung semua virus
di kelenjar limfa, di mana replikasinya
berlangsung terus. Jaringan yang terinfeksi dan HIV yang lolos dimusnahkan
oleh masing-masing T-killer cells dan
antibodies. Proses ini berlangsung tanpa
gejala. Setiap tahun semakin banyak HIV
dapat meloloskan diri dan masuk ke
dalam sirkulasi dan lebih banyak limfo-T
mati, sedangkan sistem-imun menjadi
semakin lemah.
c. fase ketiga. Satu sampai 12 tahun kemudian jumlah HIV dalam darah (viral
load) menjadi besar sekali dan jumlah
limfo-T helpercells (CD4+) turun dari l.k.
1.000 sampai l.k. 200/mm3. Baru pada
saat inilah penyakit AIDS menjadi nyata
(fullblown) dengan gejala-gejala klinis.
Hanya lebih kurang 40% dari semua
orang seropositif yang sebelumnya merasakan dirinya sehat, kini betul-betul menjadi sakit dengan keluhan-keluhan hebat.
Pada sisanya (60%) tidak akan berkembang AIDS, yang sebab-sebabnya belum
diketahui.
Gejalanya berupa suprainfeksi hebat dengan fungi (candidiasis mulut/tenggorok) dan
virus (Herpes dan CMV). Karena sistem-imun
penderita sudah menjadi sangat lemah (CD4+
limfosit count≥200/ml), maka berbagai
infeksi kuman sekunder (infeksi oportunistik)
dapat menghinggapinya (antara lain TBC
dan sejenis pneumonia tertentu, Pneumocystis
carinii) serta tumor-tumor ganas (Kaposi sarcoma, limfoma) yang akhirnya mengakibatkan
kematiannya.
Prevensi utama terdiri atas menghindari
kontak seksual tanpa perlindungan (safe
sex dengan kondom), menggunakan jarum
suntik bersih (pecandu, akupunktur) dan
menggunakan darah transfusi yang bebas
HIV.
Vaksin anti-AIDS belum dapat dibuat
karena HIV sering bermutasi, pada mana
susunan salut proteinnya —yang berfungsi
sebagai antigen— berubah secara kontinu.
yaitu sangat sulit membuat vaksin
terhadap beribu-ribu mutan yang terbentuk.
Lihat juga Bab 50, Sera dan Vaksin.
Profilaksis sesudah eksposisi perkutan pada darah yang terinfeksi HIV dapat dilakukan dengan
terapi kombinasi dari AZT 2 x 300 mg + lamivudin 2 x 150 mg + indinavir 3 x 800 mg a.c. (atau
saquinavir 3 x 600 mg d.c. ) selama 4 minggu. Misalnya bila secara tidak sengaja tertusuk jarum
yang telah dipakai pasien AIDS. Terapi harus dimulai sedini mungkin dan selambat-lambatnya
72 jam sesudah infeksi; efektivitasnya kurang lebih 80%. Cara ini dikenal sebagai Post Exposition
Profylaxis(PEP).28
Profilaksis penularan ibu ke bayi. “Transmisi vertikal” dari ibu ke bayi terutama terjadi dalam
trimester ketiga dari kehamilan dan selama persalinan, tergantung daripada banyaknya virus
dalam darah ibu. Di samping itu juga melalui ASI , maka bayi yang dilahirkan oleh ibu seropositif
perlu diberikan susu botol. Dengan terapi HAART pada wanita HIV-positif yang hamil - tidak
peduli banyaknya viral load dan jumlah sel CD4+ - infeksi pada bayi dapat diturunkan dari 30%
lebih sampai 1-2%.20 Bedah Caesar hanya menurunkan angka ini sampai l.k. 15%.
Obat-obat antiretroviral
Obat-obat yang kini tersedia untuk terapi
AIDS terdiri atas dua kelompok, yakni reversetranscriptase inhibitors dan protease-inhibitors
(PI). Semua obat ini menghambat enzim
RT, sehingga sintesis DNA virus (bertolak
dari RNAnya) dan multiplikasinya dicegah.
Hanya bekerja virustatis tetapi virus-virus
laten tidak dimatikan.
I. Reverse-transcriptase inhibitors (RTI)
dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
a. analoga nukleosida (NRTI= nucleoside/nucleotide reverse-transcriptase
inhibitor): abacavir, didanosin (DDI),
lamivudin (3TC), stavudin (D4T),
zalcitabine (DDC) dan zidovudin
(AZT).
Analog nukleosida yaitu prodrugs
yang di dalam sel diubah menjadi
trifosfat inaktif, yang bekerja sebagai
substrat saingan untuk enzim viral
RT. Dengan demikian RT dihambat,
pembentukan DNA virus diblokir dan
replikasinya dihentikan.
Obat hanya berkhasiat di sel-sel
yang baru dihinggapi infeksi dan tidak ampuh menghentikan produksi
virus dalam sel-sel di mana DNA viral
sudah terbentuk.
Tenovir, suatu nukleotida yang juga
dapat dianggap analogon nukleosida,
di dalam sel tuan rumah diubah
menjadi difosfat aktif, yang berkhasiat
menghambat enzim RT.
b. analoga non-nukleosida (NNRTI =
Non-nucleoside reverse transcriptase
inhibitor): efavirenz (Stocrin), nevirapin.
Obat-obat ini memiliki struktur kimiawi berlainan, jadi bukan analognukleosida. Mengikat diri secara langsung pada RT virus dan memblokir
pembentukan DNA. Di samping itu
obat-obat ini —di dalam DNA viral
yang sudah terbentuk— menghambat
perpanjangan selanjutnya dari rantaiDNA. Khasiatnya sama, tetapi efek
sampingnya relatif sedikit, khususnya
rash. Nevirapin dapat mencapai otak
dan dapat dipakai pada demensia
akibat AIDS.
NRTI dan NNRTI hanya bekerja
bila enzim reverse-transcriptase dari
HIV yang aktif pada awal infeksi,
mengubah RNA menjadi DNA. Selain
menghambat protease, obat-obat ini
tidak menghindari produksi dari partikel-partikel virus oleh sel-sel yang
telah terinfeksi.
II. Protease-inhibitor (PI): amprenavir
(Agrenase), indinavir, nelfinavir (Viracept),
ritonavir dan saquinavir.
Obat-obat ini bekerja pada fase akhir dari
multiplikasi virus dan efeknya terhadap
HIV lebih kuat daripada obat penghambat RT. Berbeda dengan RTI, PI
mam-pu menghentikan replikasi dari sel
sel yang sudah terinfeksi.
PI menghambat enzim protease yang
memecah poliprotein besar yang terbentuk oleh DNA-viral menjadi protein-protein lebih kecil untuk dipakai bagi
pembangunan virus baru. Dengan demikian perkembangan virus baru dapat
digagalkan seluruhnya.
Resistensi sering kali muncul dalam waktu
6-12 bulan bila suatu obat dipakai secara
mono/terapi, karenaHIV mampu bermutasi
secara spontan. Telah dibuktikan bahwa
kombinasi dari RTI dan PI yaitu sangat
menguntungkan, karena tidak saja saling
memperkuat khasiatnya (sinergisme), tetapi
juga menghindarkan atau sangat memperlambat timbulnya resistensi. Oleh karena
itu HAART kini sudah menjadi terapi baku
dalam penanganan infeksi HIV dan prevensi
AIDS
Pengobatan
HAART (highly active antiretroviral therapy). Kombinasi RTI dan PI memicu perkembangan drastis pada akhir tahun 1995,
pada saat dibuktikan bahwa kombinasi
dari kedua jenis obat berkhasiat lebih kuat
daripada obat-obat tersendiri. Triple therapy
dari 2 RT-blockers bersama 1 proteaseblocker ternyata sangat efektif, misalnya
AZT + 3TC + indinavir. sesudah 6 bulan viral
load (= jumlah partikel virus per ml plasma)
menurun dengan drastis sehingga tidak
dapat dideteksi lagi dalam tubuh pada 60-
90% dari pasien HIV, termasuk yang sudah
parah. Selain itu dapat meningkatkan jumlah
sel-sel limfo-T (CD4+). Kondisi umum pasien
membaik, berat badan meningkat, energinya
pulih kembali serta merasakan dirinya sehat
dan dapat bekerja seperti biasa. Dimulainya
terapi sedini mungkin dapat menghindarkan
pembentukan mutan-mutan virus dan destruksi lebih lanjut dari sistem imun.
Kini disangsikan bahwa virus dapat dimusnahkan dengan tuntas untuk selama-lamanya dari darah dan tempat-tempat yang
sukar dicapai seperti jaringan limfe dan SSP.
Selain itu ada pula kekhawatiran mengenai
akan munculnya resistensi sesudah beberapa
waktu bila obat —yang efek-efek sampingnya hebat— tidak diminum dengan teratur.
Mengingat bahwa kebanyakan obat ini memiliki masa-paruh yang singkat dan memerlukan pemberian yang kerapkali, maka kesetiaan minum obat yaitu sangat esensial.
Terlewatnya hanya satu dosis dapat mengakibatkan menurunnya kadar obat dalam
darah sampai titik yang membahayakan dan
gagalnya terapi.
Penambahan hidroksiureum. Pada Kongres
AIDS di Chicago (Januari 1998) telah dilaporkan bahwa penambahan obat kanker
hidroksiureum (Hydrea) pada triple therapy
(HAART) dapat memusnahkan seluruh virus HIV. Bahkan sesudah 1 tahun beberapa
pasien yang menjalani terapi tersebut masih
tetap bebas-HIV. Keberatan utama terhadap
HAART yaitu efek sampingnya yang hebat dan
skema pentakaran yang sangat ketat, sehingga
kesetiaan minum obat (drug compliance) sangat
menurun. Selain itu harganya juga sangat
mahal, sekitar USD 1200 untuk pengobatan
satu bulan. Biaya ini sejak beberapa tahun
telah turun banyak berkat sejumlah pabrik
internasional menurunkan harga obat-obat
HIVnya, bahkan memberikannya cuma-cuma.
HAART Dewasa ini (2005) terapi kombinasi dipakai sebagai penanganan utama di seluruh
dunia. Tujuannya yaitu untuk menekan replikasi virus selama mungkin dan demikian mencegah
perkembangan AIDS.
* Efek sampingnya dapat berupa supresi sumsum tulang dengan anemia dan gangguan sel-sel
darah, neuropati dan pankreatitis. Juga mual, muntah, anoreksia, eksantema, gangguan cita rasa,
sukar tidur dan pikiran kalut. Di samping itu pada jangka panjang terjadi lipodystrofia dari muka,
lengan, tungkai dan bokong. Akibat pembagian lemak yang berubah pasien menjadi kurus di tempattempat tersebut dan lemak menumpuk di tengkuk (buffalo hump), perut, payudara atau di bagianbagian lain. Dengan demikian bentuk tubuh pasien sangat berubah yang dialaminya sebagai sesuatu
yang sangat tidak nyaman.
Obat-obat lain
* HCG (Human Chorionic Gonadotropin, lihat
Bab 42, Hormon-hormon Hipofisis) barubaru ini telah dilaporkan dapat memusnahkan sarcoma Kaposi pada penderita AIDS.
Menurut perkiraan HCG menghambat reseptor-reseptor di permukaan sel tumor dan
menstimulasi DNA-nya untuk mengaktivasi
program “bunuh-dirinya” (apoptose, N Engl
J Med 1996, 29/10 1996). Lihat juga Bab 14,
Sitostatika, sebab-sebab kanker.
* Talidomida kini dipakai untuk mengobati borok dan luka di mulut (stomatitis
aphtosae, aften) yang berkaitan dengan AIDS.
Di samping itu, obat ini juga menghambat
replikasi HIV-1 dan proses peradangan yang
dicetuskan oleh TNF (Tumor Necrosis Factor)
sehingga dapat memperbaiki keadaan dan
perasaan sehat penderita.* Lihat juga Bab 10,
Obat-Obat Lepra dan Bab 49, Imunosupresiva.
2. VIRUS HERPES
Berbagai infeksi virus pada manusia disebabkan oleh kelompok besar virus DNA.
Berlainan dengan infeksi virus lainnya dan
mirip infeksi HIV, infeksi akibat virus Herpes
sukar sekali disembuhkan secara radikal. Sekali
masuk ke dalam tubuh, virus Herpes praktis
tidak dapat dikeluarkan lagi!
Infeksi primer terjadi di kulit/mukosa,
umumnya pada usia di bawah 10 tahun.
sesudah ‘sembuh’, virus mengundurkan diri
melalui saraf ke sumsum belakang. Lalu
bersembunyi di simpul-simpul saraf di samping sumsum (ganglia) dalam bentuk laten
untuk seumur hidup. Bila suatu waktu ada rangsangan tertentu, virus melalui
saraf muncul lagi di kulit dan menimbulkan infeksi sekunder berdekatan dengan
tempat infeksi pertama. Rangsangan dapat
berbentuk “masuk angin”, demam, haid,
stres, penyinaran X-ray, penyakit berat dan
lain-lain, yakni situasi saat sistem-imun dan
daya-tangkis tubuh menurun. sesudah perbanyakannya dihentikan dan infeksi dapat
diatasi, virus “mengundurkan diri” lagi dan
menjadi laten kembali di ganglia.
Pada awal tahun 1997 ditemukan indikasi
kuat bahwa sejenis virus Herpes (H-6V) yaitu
penyebab dasar dari penyakit MS (multiple
sclerosis). MS dianggap sebagai gangguan
auto-imun kronis yang berciri kerusakan pada
selubung saraf dengan gejala hebat progresif,
seperti kelumpuhan spastis, kelemahan total
dan berkurangnya penglihatan. Penemuan
ini membuka pintu untuk pembuatan vaksin
terhadap penyakit fatal itu. Lihat juga Bab 28,
Obat-obat Parkinson dan MS.
a. Herpes Simplex Virus (HSV) dikenal dalam dua bentuk, tipe-I dan tipe-II.
HSV-1 menyerang terutama muka, mata,
mulut dan sekitarnya. HSV-II kebanyakan
ada di daerah kelamin. Biasanya infeksi
primer terjadi di mulut dengan banyak luka
kecil, bengkak dan demam. Pada umumnya
gejala-gejala ini sembuh sendiri sesudah satu
minggu pengobatan paliatif dengan analgetika, obat kumur, diet cair dan istirahat.
Kortikosteroida tidak boleh diberikan, karena
sistem-imun akan lebih tertekan dan infeksi
lebih cepat menyebar ke tempat lain.
* Herpes labialis terjadi sebagai infeksi sekunder sesudah reaktivasi virus dan bercirikan
gelembung-gelembung kecil di bibir atau
di bawah hidung (demam-bibir, “koortslip”).
Gelembung ini sangat gatal dan bersifat
menular sekali, karena berisi virus. Dengan
salep asiklovir penyembuhan berlangsung
lebih cepat.
* Herpes keratitis yaitu infeksi mata yang
bercirikan gelembung-gelembung yang bercabang di permukaan epitel selaput bening
(kornea). Jika tidak segera diobati dapat terjadi perforasi kornea dan kebutaan, begitu
pula pada pemakaian tetes-mata kortison.
Terapi efektif dapat dilakukan dengan tetes
mata trifluridin, IDU dan vidarabin (karena
toksisitasnya telah dilarang peredarannya di
Amerika) atau salep mata asiklovir.
* Herpes genitalis disebabkan oleh HSVII dan ditulari melalui kontak seksual. Penyakit kelamin ini di AS yaitu penyakit kelamin nomor dua (gonore yaitu
nomor satu). Penyakit-penyakit kelamin penting lainnya yaitu kutil kelamin (warts, lihat
di bawah HPV), Chlamydia, sifilis dan Hepatitis B/C. Ternyata bahwa kondom tidak
memberikan perlindungan 100% terhadap
infeksi HSV-II, mungkin karena virusnya
lebih kecil daripada pori-pori karet. Gejalanya berupa gelembung-gelembung bercair
atau borok yang membengkak dan sangat
nyeri di daerah bokong, paha dan alat kelamin. Kelenjar-kelenjar di lipat paha (groin)
dapat membengkak diiringi rasa sakit bila
buang air kecil, demam dan malaise umum.
Sesudah infeksi pertama diatasi, virus “mengundurkan diri” di dalam ganglia di samping
sumsum tulang dan bermukim di tempat ini
seumur hidup! Selama kurun waktu tertentu
dengan daya-tangkis rendah (stres, flu, kelelahan) virus dapat muncul kembali. Inilah sebabnya mengapa HSV-II menimbulkan rata-rata 4-5 serangan setahunnya.
Pengobatan dilakukan dengan infus i.v.
asiklovir, juga salep dengan betadin-iodium
dapat efektif. Obat perintang HSV-2 baru
pritelivir diharapkan menjadi obat utama
terhadap gangguan ini, tetapi sementara
obat yang juga dianjurkan yaitu famsiklovir
atau valasiklovir. Dewasa ini Herpes mulai
merajalela di mana-mana sebagai penyakit
kelamin.
Ref. New England Journal of Medicine 2014;
370:201-210).
* Herpes zoster (sinannaga, “shingles”,
“gordelroos”). Penyakit ini diakibatkan oleh
Varicella zoster (VZV), penyebab cacar-air
(chickenpox), yang menetap di ganglia pasien
sesudah mengalami infeksi cacar pada masa
kanak-kanak. Infeksi ini terutama menyerang
orang-orang di atas usia 50 tahun dan sesudah
sembuh menjadi imun untuk seumur hidup.
Infeksi bercirikan peradangan akut dari
simpul-simpul saraf punggung, biasanya hanya di separuh tubuh di bawah dada. Gejalanya berupa kelompok gelembung-gelembung, umumnya sejajar dengan tulang iga
di daerah simpul saraf. Jarang tampak di
tengkuk, bahu, muka dan bagian mata, yang
lazimnya disertai nyeri setempat yang hebat
sekali dan bertahan lama.
Pengobatan neuralgia tersebut sukar ditanggulangi dengan analgetika tetapi dapat
dikurangi dengan mengoleskan 2-3 x sehari
larutan asetosal 10% dalam alkohol 95%
dengan kapas pada tempat yang nyeri.
Terapi oral dapat dilakukan dengan suatu
virustatikum (asiklovir, valasiklovir). Pada
kasus-kasus hebat lebih efektif diberikan
secara infus i.v. (asiklovir, vidarabin). Kortikosteroida dapat dipakai serentak dan dapat mempercepat penyembuhan luka-luka
kulit. Secara alternatif dipakai asam amino
lysin 3 dd 500 mg (0,5 jam a.c.) berdasar
khasiat virustatiknya, lihat Bab 54, Dasardasar diet sehat, Lisin.
Neuralgia postherpetis yaitu nyeri saraf
hebat yang terjadi di tempat yang terkena
pada 10% dari pasien sesudah sinannaga
sembuh, sering kali pada orang-orang lansia.
Nyerinya seperti rasa terbakar yang terusmenerus, bersifat bandel dan bisa bertahan
sampai 2 tahun! Nyeri dapat dihindari bila
terapi dengan virustatika dimulai sedini mungkin,
yakni dalam 72 jam sesudah timbulnya rash.
Obat-obat yang dipakai terhadap nyeri
postherpetis terdiri dari kelompok anti depresiva trisiklis (amitriptilin, klomipramin,
nortriptilin), antidepresiva venlafaksin, antiepileptika (pregabalin, gabapentin. karbamazepin, fenitoin, asam valproat, klonazepam),
obat narkotik (plester fentanil, oksikodon,
metadon), relaksan otot (baklofen) dan obat
topikal (krem lidokain 3-5%, dan lain-lain).
Efek samping dari obat-obat ini tentu harus
diperhatikan.
Kompres pada tempat-tempat yang nyeri
(es batu di dalam kantung plastik) juga meringankan nyeri untuk sementara waktu.
Pada kasus yang parah, adakalanya dilakukan pembedahan, antara lain saraf-saraf ruas
tulang belakang dipotong (denervasi).
* Epstein-Barr virus (mononucleosis infectiosa)
menyebabkan demam kelenjar (glandular
fever,”kissing disease”, penyakit Pfeiffer). Gejalagejalanya berupa kelenjar limfe membengkak, sakit tenggorokan, demam ringan yang
bertahan dan rasa lelah. Tidak dikenal terapi
kausal, hanya simtomatis dengan banyak
istirahat, pemakaian analgetika dan obatobat kumur. Keluhan biasanya hilang sesudah
beberapa minggu, tetapi penyembuhan tuntas
(terutama rasa lelah) baru terjadi 3-6 bulan
kemudian! Antibiotika dapat memperhebat
gejala, maka tidak boleh diberikan.
3. VIRUS HEPATITIS
Hepatitis (radang hati) dapat ditimbulkan
oleh banyak sebab, tetapi paling sering terjadi
karena infeksi oleh virus hepatitis. Sebabsebab lain hepatitis yaitu virus demam
kuning dan penyumbatan saluran empedu
(antara lain akibat batu empedu), zat-zat
kimia atau obat-obat tertentu, juga karena
minum terlalu banyak alkohol. Hingga kini
dikenal 7 jenis, yakni Virus hepatitis A, B, C, D,
E, F dan G.Hepatitis B dan C dianggap paling
berbahaya, karena dapat merusak hati secara
permanen.
a. HAV (Hepatitis-A Virus) yaitu virusRNA dan penyebab hepatitis yang paling
sering terjadi. Penularan terutama melalui
jalur tinja-mulut dengan minuman dan
makanan yang tercemar. Tidak ada pembawa-virus. Diagnosis dilakukan
dengan deteksi antibodies IgM (anti-HAV).
Masa inkubasinya antara 2 dan 6 minggu;
kebanyakan infeksi berlangsung tanpa
keluhan dan tidak kentara. Gejala utama
yaitu kulit dan putih mata menjadi
kuning pada kurang lebih 50% pengidap,
berhubung zat warna empedu (bilirubin) tidak diuraikan lagi oleh hati dan
dikeluarkan ke dalam darah. Gangguangangguan lambung-usus, demam, rasa
letih, nyeri perut, nyeri otot dan sendi
bisa terjadi. Tinja dapat hilang warnanya
dan kemih berwarna gelap. Prevensi
dapat dilakukan dengan imunisasi pasif
(imunoglobulin), lihat Bab 50, Sera dan
vaksin. Tidak ada obat anti-HAV, tetapi
infeksi sembuh secara spontan dengan
istirahat dan diet tanpa lemak dalam
waktu 4-8 minggu. Adakalanya disusul
dengan keadaan lemah-letih selama beberapa bulan.
b. HBV (Hepatitis-B Virus). HBV termasuk
penyakit kelamin, bersama sifilis, gonore,
herpes genitalis, trichomoniasis, chlamydiasis
dan AIDS. Sama dengan HIV, penularannya hanya melalui darah, mani dan
cairan vaginal. Penyakit ini ditemukan di
seluruh dunia dengan lebih kurang 200
juta penderita dengan 2 juta kematian
setiap tahun. Di Asia dan Afrika diperkirakan 15% penduduknya yaitu pembawa-virus, dibandingkan kurang dari
1% di negara-negara Barat. Potensi penularannya jauh lebih besar daripada AIDS,
tetapi risiko kematiannya sama besar.
Pada 10% dari penderita, infeksi menjadi
kronis, virus menetap di darah, khasnya di
hati, lalu pasien menjadi pembawa-virus
kronis (±5%). Adakalanya hati mengeras
(cirrosis), keluhan menghebat dan bila
tidak diobati akhirnya menjadi fatal. Masa
inkubasinya antara 2 dan 6 bulan. Gejalagejalanya dalam garis besar mirip infeksi
dengan HAV, tetapi lebih hebat dan lebih
sering menimbulkan warna kulit menjadi
kuning.
Prevensi dapat dilakukan dengan vaksinasi (HB-vax, terbuat dari antigen-permukaan HBV rekombinan, 10 dan 40
mcg/ml) tiga kali (langsung dan masingmasing sesudah satu serta enam bulan)
yang memberikan perlindungan selama
beberapa tahun. WHO menganjurkan
agar vaksinasi HBV dilakukan secara teratur dalam rangka program imunisasi
di setiap negara. Hal ini kini sudah direalisasikan di Prancis, Italia dan Belgia.
Pengobatan dengan obat-obat antiviral
jauh belum sempurna. Efek cukup baik
dicapai dengan alfa-interferon i.m. 3x
seminggu 5-9 MU dengan respons 14-
75%. Obat HIV lamivudin dalam dosis
tinggi efektif pula terhadap HBV.
Bila (peg) interferon-alfa tidak efektif
atau terkontraindikasi, ternyata obatobat antiviral baru sesudah 4-5 tahun dapat menghilangkan fibrosis dan regresi
cirrosis.
* Adefovir (Hepsera), suatu asiklik nukleosid fosfonat, khusus dipakai terhadap infeksi HBV (De Clercq E. Clinical
potential of the acyclic nucleoside phosphonates cidofovir, adefovir and tenofovir
in treatment of DNA virus and retrovirus
infections. Clin Microbiol Rev.2003, 16:
560-596). Obat ini baru efektif sesudah
intraselular diubah menjadi metabolit
aktif adefovirdifosfat yang menghambat
polimerase viral dan demikian memblokir
perpanjangan rangkaian DNA vius. Ekskresi melalui urin sebanyak 45% dalam 24
jam.
Dosis: 1 dd 10 mg yang juga yaitu
dosis maksimal.
* Telbivudin (Sebivo) suatu thymidin nukleosida analog yang dipakai bagi
penderita Hepatitis B kronis. Untuk
pemakaian yang sama pilihan lebih
ditujukan kepada adefovir karena referensinya yang lebih lengkap.
Dosis: 1 dd 600 mg.
c. HCV (Hepatitis-C Virus) baru ditemukan
pada tahun 1989. Infeksi dengan HCV
acap kali berlangsung lambat tanpa
gejala. Nilai fungsi hati dalam darah agak
meningkat terus-menerus. Penularan juga
berlangsung melalui darah, mani dan
lendir, sama dengan AIDS tetapi lebih
agresif; setetes kecil darah sudah cukup
untuk mengakibatkan infeksi. Penyakit
ini khusus menyerang pecandu narkoba,
pekerja seks dan orang-orang dengan
kontak seksual berganti-ganti. Menurut
tafsiran, dewasa ini di seluruh dunia ada 130-210 juta penderita hepatitis
C kronik. Pengobatan aniviral yang optimal dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas akibat hepatitis C kronik dan
menghindari penyebaran dari HCV. Juga
sangat penting untuk menghentikan kerusakan hati akibat infeksi HCV kronik.
Pengobatan standar dewasa ini terdiri
dari kombinasi peg-interferon dan ribavirin selama 34-48 minggu yang memberikan kesembuhan sub-optimal di samping timbulnya efek-efek samping serius.
Hanya efektif kurang dari 50% untuk
infeksi HCV-genotipe 1 dan 4,
Penghambat enzim protease yaitu
kelompok obat-obat baru yang bekerja
langsung terhadap siklus hidup HCV.
Kombinasi dari obat ini dengan peginterferon serta ribavirin hampir dapat
melipatgandakan kesempatan penyembuhan pasien HCV-genotipe 1, di samping
lamanya terapi dapat sangat dipersingkat.
Efek negatif dari pengobatan dengan perintang protease yaitu dapat timbulnya species virus resisten di samping
timbulnya efek samping khusus.
d. HEV (Hepatitis-E Virus) banyak ada
di daerah tropis dan terutama melanda
remaja. Gejala-gejalanya secara klinis tidak dapat dibedakan dari hepatitis A.
Masa inkubasinya 2-8 minggu, lazimnya
sembuh tuntas secara spontan (Hepatitis
E in Nederland 1992-96. NTvG 1996, 29,
1514).
e. HFV (Hepatitis-F Virus) belum lama ditemukan; bahan-bahan genetisnya belum
dianalisis secara lengkap.
f. HGV (hepatitis-G virus) ditemukan di
tahun 1996 dan relatif banyak ditemukan
pada donor darah. Keb