profesi dokter 1

Definisi Kesehatan sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 
tentang Kesehatan yaitu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, 
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk 
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. UU ini 
mengamanahkan bahwa “Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat 
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang 
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya 
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis”. Selanjutnya
pada Bab VI tentang usahaKesehatan Pasal 46 dinyatakan sebagai 
berikut: “Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi￾tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan usahakesehatan yang 
terpadu dan menyeluruh dalam bentuk usahakesehatan 
perseorangan dan usahakesehatan masyarakat”. Selanjutnya Pasal 52 
menyatakan: “(1) Pelayanan kesehatan terdiri atas: a. pelayanan 
kesehatan perseorangan; dan b. pelayanan kesehatan masyarakat. (2) 
Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi 
kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan 
rehabilitatif”. Adapun Pasal 53 menyatakan: “(1) Pelayanan kesehatan 
perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan 
memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga, (2) Pelayanan 
kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan 
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok 
dan masyarakat”. 
Pembangunan kesehatan seperti yang dinyatakan di dalam 
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan 
Nasional yaitu usahayang dilaksanakan oleh semua komponen 
Bangsa negara kita yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, 
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, 
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang 
produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini sesuai dengan visi dan 
misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 
2005-2025 (RPJP-K), memantapkan kemitraan dan kepemimpinan 
yang transformatif, melaksanakan pemerataan usahakesehatan yang 
terjangkau dan bermutu, meningkatkan investasi kesehatan untuk 
keberhasilan pembangunan nasional. Selain itu, pembangunan 
kesehatan diselenggarakan berlandaskan pada kemitraan atau 
sinergisme yang dinamis dan tata penyelenggaraan yang baik, 
sehingga berhasil guna dan bertahap dapat memberi manfaat yang 
sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, 
beserta lingkungannya.
Lebih lanjut Sistem Kesehatan Nasional seperti tertuang pada 
Perpres Nomor 72/2012 mengamanatkan bahwa dokter harus mampu 
melakukan usahakesehatan perseorangan (UKP) dan usaha
kesehatan masyarakat (UKM) dengan ciri berbudi luhur, memegang 
teguh etika profesi, dan selalu menerapkan prinsip perikemanusiaan 
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan serta memiliki 
kepedulian sosial terhadap lingkungan sekitar. usahakesehatan yang 
bermutu diselenggarakan dengan memanfaatkan perkembangan ilmu 
pengetahuan dan teknologi serta harus lebih mengutamakan 
pendekatan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Sistem Kesehatan Nasional dielaborasi lebih lanjut ke dalam 
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat 
Kesehatan Masyarakat. Menurut peraturan ini, Pusat Kesehatan 
Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas yaitu fasilitas 
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan usahakesehatan 
masyarakat dan usahakesehatan perseorangan tingkat pertama, 
dengan lebih mengutamakan usahapromotif dan preventif, untuk 
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di 
wilayah kerjanya. usahaKesehatan Masyarakat (UKM) yaitu setiap 
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta 
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan 
sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Sedangkan, usaha
Kesehatan Perseorangan (UKP) yaitu suatu kegiatan dan/atau 
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk 
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan. 
Tenaga kesehatan yang akan melakukan kedua usahaini perlu 
memiliki karakteristik sebagai berikut: harus bekerja sesuai dengan 
standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, 
etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan 
kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan 
keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.
Dokter sebagai salah satu tenaga kesehatan yang disebutkan 
didalam Pasal 11 UU Tenaga Kesehatan Nomor 36 Tahun 2014 akan
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (Pasal 30 UU 
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009). Dokter akan bekerja sebagai pelaku 
awal (gatekeeper) pada layanan kesehatan tingkat pertama, 
melakukan penapisan rujukan tingkat pertama ke tingkat kedua, dan 
melakukan kendali mutu dan kendali biaya sesuai dengan standar 
kompetensi dokter dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
Dokter yang bekerja di Puskesmas akan menjalankan fungsi 
usahakesehatan masyarakat sebagai berikut:
1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisa  masalah 
kesehatan masyarakat dan analisa  kebutuhan pelayanan 
yang diperlukan; 
2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan; 
3. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan 
pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan; 
4. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan 
menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat 
perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor 
lain terkait; 
5. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan
dan usahakesehatan berbasis masyarakat; 
6. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya 
manusia Puskesmas; 
7. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan 
kesehatan; 
8. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap 
akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan; 
9. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan 
masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem 
kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.

Sedangkan yang terkait dengan wewenang Puskesmas atas usaha
kesehatan perorangan, Dokter akan menjalankan fungsi usaha
kesehatan individu dan keluarga sebagai berikut: 
1. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara 
komprehensif, berkesinambungan dan bermutu; 
2. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan 
usahapromotif dan preventif; 
3. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi 
pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat; 
4. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan 
keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung; 
5. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip 
koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi; 
6. Melaksanakan rekam medis;
7. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap 
mutu dan akses Pelayanan Kesehatan;
8. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan; 
9. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas 
pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; 
10. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi 
medis dan Sistem Rujukan.
Pasal 35 Permenkes RI Nomor 75 Tahun 2014 menyebutkan 
bahwa Puskesmas menyelenggarakan usahakesehatan masyarakat 
tingkat pertama dan usahakesehatan perseorangan tingkat pertama, 
serta dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan.
Pasal 36 Permenkes RI Nomor 75 Tahun 2014 menjelaskan bahwa 
usahakesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi usaha
kesehatan masyarakat esensial dan usahakesehatan masyarakat 
pengembangan. usahakesehatan masyarakat esensial yang harus 
diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk mendukung 
pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang 
kesehatan meliputi:
1. Pelayanan promosi kesehatan; 
2. Pelayanan kesehatan lingkungan; 
3. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; 
4. Pelayanan gizi; dan
5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. 
Adapun usahakesehatan masyarakat pengembangan merupakan 
usahakesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan usaha
yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi 
pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, 
kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di 
masing-masing Puskesmas. Lampiran Permenkes RI Nomor 75 Tahun 
2014 telah menjelaskan secara lebih rinci mengenai jenis-jenis 
kegiatan pada usahakesehatan masyarakat dan usahakesehatan 
primer. 
Selain Puskesmas, Dokter dapat juga bekerja pada fasilitas 
pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya yang diselenggarakan 
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/ atau masyarakat, seperti:
1. Rumah sakit
2. Klinik 
3. Tempat praktik mandiri
4. Laboratorium kesehatan
5. Unit transfusi darah, dan
6. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan selama 10 tahun 
terakhir secara berkesinambungan dan terjadinya peningkatan kinerja 
sistem kesehatan telah berhasil meningkatkan status kesehatan 
masyarakat antara lain: 
1. Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) dari 46 per 1.000 
kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 34 per 1.000 
kelahiran hidup pada tahun 2007 dan menjadi 24 per 1.000 
kelahiran hidup pada tahun 2017; 
2. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 318 per 100.000 
kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 228 per 100.000 
kelahiran hidup pada tahun 2007 dan menjadi 305 per 
100.000 pada tahun 2015;
3. Peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) dari 68,6 tahun 
pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007.
Berdasarkan studi Global Burden of disease, usia harapan 
hidup untuk laki-laki yang lahir di tahun 2016 yaitu 69,8

tahun sedangkan untuk perempuan 73,6 tahun, meningkat 
2,4 dan 3,4 tahun dibandingkan satu dekade sebelumnya; 
4. Penurunan prevalensi kekurangan gizi pada balita dari 29,5% 
pada akhir tahun 1997 menjadi sebesar 18,4% pada tahun 
2007 (Riskesdas, 2007) dan 17,9 % (Riskesdas, 2010) dan 
mengalami peningkatan kembali menjadi 19.6% pada tahun 
2013 (Riskesdas, 2013); 
5. Terjadinya peningkatan Contraceptive Prevalence Rate (CPR) 
dari 60,4% (SDKI, 2003) menjadi 61,4% (SDKI, 2007) sehingga 
Total Fertility Rate (TFR) stagnan dalam posisi 2,6 (SDKI 2007).

Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh usahakesehatan 
yang meliputi sub-sistem fasilitas pelayanan kesehatan. usaha
pemberdayaan masyarakat dipengaruhi oleh sub-sistem penelitian 
dan pengembangan kesehatan yang dipengaruhi oleh lingkungan ilmu 
dan teknologi, sub-sistem sumber daya kesehatan yang dipengaruhi 
oleh lingkungan ekonomi, dan subsistem lingkungan sehat yang 
dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan biologi. Ketiga sub-sistem ini 
secara bersama mempengaruhi sub-sistem usahapemberdayaan 
massyarakat yang juga dipengaruhi oleh perubahan sosial budaya. 
Sub-sistem manajemen kesehatan mempengaruhi lingkungan sehat 
dan usahakesehatan dan derajat kesehatan masyarakat. 
Derajat kesehatan masyarakat secara langsung dipengaruhi oleh 
usahakesehatan, manajemen kesehatan dan pemberdayaan 
masyarakat. Dengan demikian peran dokter di pelayanan kesehatan 
tingkat primer sangat signifikan dalam memperkuat manajemen 
pelayanan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
A.2. Tantangan dan Peluang
A.2.1. Di Tingkat Nasional
Meskipun perkembangan usahakesehatan telah mengalami 
peningkatan sebagaimana dimaksud di atas, namun masih terdapat 
beberapa permasalahan, antara lain: 
1. Masih terdapat disparitas geografi; kapasitas fiskal; belanja 
daerah; pendidikan; infrastruktur; akses dan fasilitas 
pelayanan kesehatan; tumpang tindih sasaran 
penanggulangan kemiskinan dan akses fasilitas publik 
(sumber Riset Fasilitas Kesehatan 2011 dan sumber lainnya); 
2. Akses rumah tangga yang dapat menjangkau fasilitas 
pelayanan kesehatan dan jumlah fasilitas pelayanan 
kesehatan pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan 
pulau-pulau kecil terdepan dan terluar masih rendah. Jarak 
fasilitas pelayanan kesehatan yang jauh disertai distribusi 
tenaga kesehatan yang tidak merata antara lain ketersediaan 
dokter di puskesmas tertinggi di Provinsi DI Yogyakarta 100% 
dan terendah di Provinsi Papua 68%;
3. Masih terdapat disparitas sumber daya antara lain: 
ketersediaan listrik 24 jam di puskesmas tertinggi di Provinsi 
Jawa Tengah 99,8%, terendah di Provinsi Papua Barat 35,6%, 
ketersediaan air bersih sepanjang tahun di puskesmas 
tertinggi di Provinsi Jawa Timur 89%, terendah Provinsi Papua 
39,5%; 
4. Masih terdapat disparitas kependudukan antara lain: 
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) antar provinsi, CPR 
terendah Provinsi Maluku 34,1% dan tertinggi Provinsi 
Bengkulu 74%, Nasional 61,4%; disparitas Total Fertility Rate
(TFR) antar provinsi, TFR tertinggi Maluku 3,7 dan terendah 
DIY 1,5 dan nasional 2,3; tingginya angka unmet-need 9,1% 
(SDKI tahun 2007). 
5. Hasil Riset Kesehatan Daerah Tahun 2018 masih ditemui 
disparitas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan cakupan 
imunisasi antar wilayah masih tinggi, yaitu: 1) cakupan 
pemeriksaan kehamilan tertinggi 99,0% dan terendah 66,8 % ; 
2) cakupan imunisasi lengkap tertinggi sebesar 92,1 % dan 
cakupan terendah sebesar 19,5 %; 3) rata-rata cakupan 
pemeriksaan kehamilan sebesar 96,1 % ; 4) rata-rata cakupan 
imunisasi dasar lengkap sebesar 57,9 % (Riskesdas 2018).
6. Penyakit infeksi menular masih merupakan masalah 
kesehatan masyarakat yang menonjol, terutama: TB paru, 
malaria, HIV/AIDS, DBD, Pneumonia, Filariasis, Diare 
(Rifaskes 2018) dan penyakit-penyakit terabaikan yang belum 
tereliminasi. Sedangkan untuk penyakit tidak menular 
tekanan darah tinggi, obesitas dan prevalensi merokok yang 
meningkat menjadi masalah kesehatan. 
7. Penyakit yang kurang mendapat perhatian (neglected 
diseases), antara lain filariasis, kusta, dan frambusia 
cenderung meningkat, juga penyakit skabies di tempat 
berisiko tinggi masih menjadi beban nasional serta penyakit 
pes dst. Penyakit skabies termasuk kelompok penyakit yang 
kurang mendapat perhatian dan negara kita masih menjadi 
negara dengan beban kasus tertinggi di dunia (Global Burden 
Study, 2015).
8. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 
menunjukkan adanya peningkatan kasus penyakit tidak
menular, antara lain penyakit kardiovaskuler (Hipertensi, 
Jantung, stroke), Diabetes Militus, Penyakit Ginjal Kronis dan 
kanker secara cukup bermakna, menjadikan negara kita 
mempunyai beban ganda (double burden). 
9. Angka kematian bayi telah mengalami penurunan dari 32 per 
1000 kelahiran hidup menurut SKDI 2012 menjadi 24 per 
1000 kelahiran hidup pada SKDI 2017. Sedangkan, angka 
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup telah mengalami
penurunan dari 346 menurut SP 2010 menjadi 305 menurut 
SUPAS 2015. Walaupun demikian, angka kematian bayi dan 
angka kematian ibu masih tergolong tinggi.
10. Stunting telah mengalami penurunan dari 37,3 persen 
menurut Riskesdas 2013 menjadi 30,8 persen menurut 
Riskesdas 2018.
Di bidang pengembangan ilmu dan teknologi kesehatan, masih 
dijumpai masalah sebagai berikut menurut Perpres Nomor 72 Tahun 
2012:
1. Masih rendahnya penguasaan dan penerapan teknologi 
kesehatan oleh sumber daya manusia negara kita khususnya 
oleh tenaga kesehatan;
2. Masih rendahnya sumbangan hasil penelitian, pengembangan, 
dan penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan bagi 
pembangunan kesehatan; 
3. Masih lemahnya sinergi kebijakan pemanfaatan hasil 
penelitian, pengembangan, dan penapisan teknologi dan 
produk teknologi kesehatan bagi pembangunan kesehatan; 
4. Terbatasnya sumber daya manusia yang mempunyai 
kompetensi dalam menjalankan profesi peneliti kesehatan; 
5. Terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi dan 
produk teknologi kesehatan; 
6. Masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk 
memanfaatkan hasil penelitian dan mengembangkan 
teknologi dan produk teknologi kesehatan; 
7. Masih lemahnya dukungan penyelenggaraan penelitian, 
pengembangan, dan penapisan teknologi dan produk 
teknologi kesehatan;
8. Hasil penelitian, pengembangan, dan penapisan teknologi dan 
produk teknologi kesehatan termasuk hasil penelitian 
kebijakan dan hukum kesehatan belum banyak dimanfaatkan 
sebagai dasar perumusan kebijakan dan perencanaan 
program dalam pengelolaan kesehatan.
Masalah strategis sumber daya manusia kesehatan yang dihadapi 
dewasa ini dan di masa depan menurut Perpres Nomor 72 Tahun 2012 
yaitu:
1. Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia 
kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan sumber daya 
manusia untuk pembangunan kesehatan terutama di daerah 
terpencil, perbatasan, dan kepulauan serta daerah 
bermasalah kesehatan; 
2. Perencanaan kebijakan dan program sumber daya manusia 
kesehatan masih lemah dan belum didukung dengan 
tersedianya sistem informasi terkait sumber daya manusia 
kesehatan yang memadai; 
3. Masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan 
berbagai jenis sumber daya manusia kesehatan, kualitas hasil 
pendidikan sumber daya manusia kesehatan dan pelatihan 
kesehatan pada umumnya masih belum merata; 
4. Dalam pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan, 
pemerataan sumber daya manusia kesehatan berkualitas 
masih kurang, pengembangan karier, sistem penghargaan, 
dan sanksi belum sebagaimana mestinya, regulasi untuk 
mendukung sumber daya manusia kesehatan masih terbatas; 
dan 
5. Pembinaan dan pengawasan mutu sumber daya manusia 
kesehatan masih kurang, dan dukungan sumber daya 
kesehatan pendukung masih kurang.
Di bidang pembiayaan, telah diberlakukan Jaminan Kesehatan 
yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 
yang diselenggarakan dengan memakai mekanisme asuransi 
kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang￾Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap 
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh 
Pemerintah. JKN mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014.
Semua penduduk negara kita wajib menjadi peserta Jaminan 
Kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan termasuk orang asing 
yang telah bekerja paling singkat enam bulan di negara kita, yang telah 
membayar Iuran Jaminan Kesehatan. Peserta BPJS Kesehatan ada 2 
kelompok yaitu: 1). Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan 
dan 2). Bukan Penerima Bantuan Iuran (bukan PBI) Jaminan 
Kesehatan. Peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan 
yaitu fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta program 
Jaminan Kesehatan yang ditetapkan oleh menteri yang 
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Peserta 
Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan meliputi Pekerja 
Penerima Upah (PPU) dan anggota keluarganya; Peserta Bukan 
Penerima Upah (PBPU) dan anggota keluarganya; dan Bukan Pekerja 
(BP) dan anggota keluarganya.
Dengan diberlakukannya Jaminan Kesehatan ini sebagai amanah 
dari UU SJSN, maka telah terjadi peningkatan demand terhadap 
pelayanan kesehatan. Akses masyarakat yang memanfaatkan 
pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) 
dan fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat lanjutan (FKRTL) semakin 
baik. Sistem rujukan berjenjang berbasis kompotensi Fasilitas 
pelayanan Kesehatan telah diterapkan, mulai fasilitas kseehatan 
tingkat pertama, fasilitas kesehatan tingkat kedua/ sekunder dan 
fasilitas kesehatan tingkat ketiga/tersier. Hal ini berimplikasi pada 
semakin tertatanya sistem pelayanan kesehatan berbasis kompetensi 
fasilitas pelayanan kesehatan dimana kasus penyakit yang menjadi 
kompetensi di FKTP akan ditangani di FKTP demikian pula untuk 
penanganan kasus penyakit di faskes tingkat kedua dan ketiga sesuai 
kompotensinya. Dengan penataan sistem rujukan, penyelenggaraan 
rotasi klinik diarahkan ke FKTP wahana pendidikan pendidikan 
kedokteran. 
Secara ringkas, arah kebijakan pembangunan kesehatan ke 
depan yaitu penguatan usahapromotif dan preventif secara progresif 
melalui gerakan kesehatan masyarakat, pemerataan pelayanan 
kesehatan yang berkualitas, pengembangan dan peningkatan
efektivitas pembiayaan kesehatan, dan penguatan tata kelola 
pelayanan kesehatan. Penurunan stunting dan pencegahan dan 
pengendalian penyakit menular dan tidak menular tetap menjadi 
prioritas. 
A.2.2. Di Tingkat Regional dan Global
Perkembangan global, regional, nasional, dan lokal yang dinamis 
akan mempengaruhi pembangunan suatu negara, termasuk 
pembangunan kesehatannya. Hal ini merupakan faktor eksternal 
utama yang mempengaruhi proses pembangunan kesehatan, 
termasuk diantaranya kesehatan sebagai ketahanan nasional.
1. Masyarakat Ekonomi ASEAN
Dalam rangka pelaksanaan integrasi ASEAN, khususnya integrasi 
ekonomi, untuk bidang kesehatan pada bulan Januari 2010 telah 
ditandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA). Dengan demikian 
era keterbukaan untuk perdagangan jasa telah dimulai, termasuk juga 
untuk pendidikan dan kesehatan. Tujuan diselenggarakannya 
kerjasama dalam bidang jasa kesehatan yaitu: 1) Memfasilitasi 
mobilitas praktisi medis ASEAN; 2) Pertukaran informasi dan 
meningkatkan kerjasama, saling pengakuan para praktisi medis; 3) 
Mempromosi dan mengadopsi praktik-praktik terbaik standardisasi 
praktik medis. dan kualifikasi profesi. 4. Memberi kesempatan dalam 
pembangunan kapasitas dan pelatihan praktisi medis.
Untuk menunjang ini, telah dilakukan pembentukan ASEAN Joint 
Coordinating Committee on Medical Practitioners (AJCCM) dengan setiap 
negara diwakili tidak lebih dari dua PMRA (Professional Medical 
Regulatory Authority). Strategi dalam pelaksanaan MRA yaitu sebagai 
berikut: 
1. Mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk melakukan 
standarisasi, mengadopsi mekanisme dan prosedur dalam 
pelaksanaan MRA.
2. Mendorong dan melakukan harmonisasi pertukaran informasi 
tentang hukum, praktik kedokteran dan pengembangan di 
kawasan ASEAN.
3. Mengembangkan mekanisme pertukaran informasi yang 
berkesinambungan.
4. Meninjau pelaksanaan MRA setiap lima (5) tahun atau jika 
perlu dapat lebih awal.
5. Melakukan hal lainnya yang berhubungan dengan MRA. 
6. Komite harus merumuskan mekanisme untuk melaksanakan 
mandatnya
Dalam usahaterbentuknya pasar tunggal di ASEAN, pada bulan 
Maret 2014 di Yangoon telah disepakati pembentukan ASEAN 
Qualication Reference Framework (AQRF), yang bertujuan: 
1. Mendukung rekognisi kualifikasi antar negara ASEAN
2. Mendorong pegembangan kerangka kualifikasi yang 
memfasilitasi belajar sepanjang hayat
3. Mendorong pengembangan pendekatan nasional untuk 
memvalidasi pembelajaran yang dilakukan di luar pendidikan 
formal (rekognisi pembelajaran lampau)
4. Mempromosikan dan mendorong mobilitas pendidikan dan 
pembelajar
5. Mempromosikan mobilitas pekerja
6. Mengarahkan pada pemahaman yang lebih baik terhadap 
sistem kualifikasi
7. Mempromosikan sistem kualifikasi pendidikan yang lebih 
bermutu
2. Sustinable Development Goals
Sejak tahun 2015, Millenium Development Goals (MDGs) 
ditetapkan. Dan, negara-negara di dunia pun mulai merumuskan 
sebuah platform berkelanjutan untuk dapat mencapai cita-cita mulia 
dari MDGs ini. Untuk itu, pada tanggal 25-27 September 2015 
terjadi pertemuan akbar di Markas PBB di New York, dengan dihadiri 
perwakilan dari 193 negara. Pertemuan Sustainable Development 
Summit ini berhasil mengesahkan dokumen yang disebut Sustainable 
Development Goals (SDGs)
Pertemuan ini sendiri merupakan tindak lanjut dari kesepakatan 
pada pertemuan di tempat yang sama tanggal 2 Agustus 2015. Saat 
itu sebanyak 193 negara anggota PBB mengadopsi secara aklamasi 
dokumen berjudul Transforming Our World: The 2030 Agenda for
Sustainable Development (Mengalihrupakan Dunia Kita: Agenda 
Tahun 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan).
Jadi, negara-negara di dunia sekarang menyepakati 
sebuah platform baru dengan terminologi baru, yakni SDGs. Baik
SDGs maupun MDGs pada dasarnya memiliki persamaan cita-cita. 
Salah satunya untuk mengentaskan kemiskinan di dunia. Namun, ada 
hal yang lebih progresif yang dicantumkan di dalam SDGs yang ingin 
dicapai pada tahun 2030 mendatang. Ada 17 sasaran yang disepakati 
sebagai berikut, yaitu terciptanya dunia:
1. Tanpa kemiskinan;
2. Tanpa kelaparan;
3. Kesehatan yang baik dan kesejahteraan;
4. Pendidikan berkualitas;
5. Kesetaraan gender;
6. Air bersih dan sanitasi;
7. Energi bersih dan terjangkau;
8. Pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak;
9. Industri, inovasi, dan infrastruktur;
10. Pengurangan kesenjangan;
11. Keberlanjutan kota dan komunitas;
12. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab;
13. Aksi terhadap iklim;
14. Kehidupan bawah laut;
15. Kehidupan di darat;
16. Institusi peradilan yang kuat dan kedamaian; dan
17. Kemitraan untuk mencapai tujuan.
3. Era Disrupsi Teknologi dan Industri 4.0
Saat ini telah terjadi ‘era disrupsi teknologi’ yang dicirikan dengan 
lima hal berikut ini. Pertama, disruption berakibat penghematan 
banyak biaya melalui proses bisnis yang menjadi lebih simpel. Kedua, 
ia membuat kualitas apapun yang dihasilkannya lebih baik ketimbang 
yang sebelumnya. Ketiga, disruption berpotensi menciptakan pasar 
baru, atau membuat mereka yang selama ini ter-eksklusi menjadi ter￾inklusi. Membuat pasar yang selama ini tertutup menjadi terbuka. 
Keempat, produk/jasa hasil disruption ini harus lebih mudah diakses 
atau dijangkau oleh para penggunanya. Seperti juga layanan ojek atau 
taksi online, atau layanan perbankan dan termasuk financial
technology, semua kini tersedia di dalam genggaman, dalam 
smartphone kita. Kelima, disruption membuat segala sesuatu kini 
menjadi serba smart. Lebih pintar, lebih menghemat waktu dan lebih 
akurat. Keenam, terjadi pergeseran dari monodisiplin menuju ke 
interdisiplin, multidisiplin dan transdisiplin. Dunia pelayanan 
kesehatan akan banyak terpengaruh dengan kondisi ini, karena 
teknologi digital telah banyak diadopsi dan diterapkan di berbagai 
subsistem pelayanan kesehatan. 
Para pelaku industri kesehatan memperkirakan sektor kesehatan 
akan sangat mendapat manfaat yang besar dari fusi antara sistem fisik, 
digital, dan biologis di era Industri 4.0. Saat ini sudah banyak teknologi 
sehari-hari yang mampu mengumpulkan data tentang kesehatan dan 
kebugaran yang memiliki potensi untuk mentransformasi riset dan 
pelayanan medis. Untuk mengantisipasi pengaruh Industri 4.0 
terhadap pelayanan kesehatan dibutuhkan kemampuan di bidang 
artificial intelligent, machine learning, robotika, nanotechnology, 3-D 
printing, genetika, bioteknologi, dan big data analytics.
A.3. Kompetensi Dokter
Menurut UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran, 
profesi kedokteran atau kedokteran gigi yaitu suatu pekerjaan 
kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan 
suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang 
berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat. 
Penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari 
berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan usahakesehatan harus 
dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral 
yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus-menerus 
harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan 
berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan, 
pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik 
kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan 
teknologi.
Pasal 35 Permenkes RI Nomor 75 Tahun 2014 menyebutkan 
bahwa Puskesmas menyelenggarakan usahakesehatan masyarakat 
tingkat pertama dan usahakesehatan perseorangan tingkat pertama, 
serta dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan.
Dengan demikian diperlukan kompetensi dokter yang dapat 
mendukung usahadan kewenangan Puskesmas dalam 
menyelenggarakan usahakesehatan perseorangan (UKP) tingkat 
pertama dan usahaKesehatan Masyarakat (UKM) Tingkat Pertama 
seperti yang dijabarkan di dalam perundangan dan peraturan di atas. 
A.4. Gambaran Dokter di Masa Depan
Pada Bagian A dan B di atas telah dijelaskan berbagai kondisi saat 
ini dan di masa depan yang terjadi di tingkat nasional, regional 
maupun internasional. Secara skematis ‘driving forces’
Di dalam Gambar 2 di atas, tampak bahwa tujuan pembangunan 
kesehatan yaitu pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang 
setinggi-tinggi yang diperlukan agar bangsa negara kita memiliki mutu 
sumber daya manusia yang tinggi sehingga dapat produktif untuk 
mencapai tujuan nasional. Padahal kondisi saat ini, derajat kesehatan 
masyarakat masih rendah. Masalah mendasar pembangunan 
kesehatan yaitu ketidakpastian hukum, perilaku masyarakat yang 
buruk, lingkungan yang buruk, kondisi rawan pangan dan rawan gizi,

serta akses pelayanan publik yang buruk dan sumber daya kesehatan 
terbatas.
Dengan diberlakukannya UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang 
Sistem Jaminan Sosial Nasional terjadi perubahan yang mendasar 
terkait sistem pelayanan kesehatan, antara lain terbentuknya Badan 
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, diberlakukannya 
sistem rujukan berjenjang, sistem pembayaran kapitasi di FKTP, 
sistem pembiayaan berbasis INA CBG di fasilitas kesehatan tingkat 
pertama dan tingkat lanjut, serta pelaksanaan pelayanan ksehatan 
bagi peserta BPJS. 
Dengan demikian, lulusan pendidikan dokter harus mampu 
memenuhi kebutuhan kesehatan nasional pada fasilitas kesehatan 
tingkat primer dalam konteks kesehatan global. Lulusan dokter 
yaitu dokter yang memiliki beragam kemampuan yang 
diperlukan untuk memperkuat Sistem Kesehatan Nasional dalam 
kerangka Sistem Jaminan Sosial Nasional. Secara skematis, Gambar 
3 berikut ini menunjukkan alur pendidikan dokter dan pengembangan 
karir dokter yang sesuai dengan kebutuhan Sistem Kesehatan 
Nasional
Pendidikan dokter terdiri atas tahap akademik dan tahap profesi. 
Tahap profesi merupakan lanjutan yang tidak terpisahkan dari 
pendidikan dokter. Setelah selesai tahap akademik, mahasiswa
memperoleh ijazah dengan gelar Sarjana Kedokteran (SKed). Tahap 
akademik setara dengan KKNI level 6 karena telah memenuhi jumlah 
persyaratan pada tingkat sarjana (minimal 144 SKS). Setelah 
menyelesaikan tahap akademik, dilanjutkan ke tahap profesi yang 
setara dengan KKNI level 8 (minimal 48 SKS). Setelah menyelesaikan 
tahap profesi dan memenuhi semua persyaratan yang ditentukan oleh 
perguruan tinggi masing-masing, lulusan mendapatkan ijazah dengan 
gelar Dokter. 
Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar 
Nasional Pendidikan Tinggi, menyatakan bahwa jumlah SKS total yang 
diperlukan untuk lulus program studi sarjana setara level KKNI 6 
yaitu 144 dan untuk menyelesaikan program profesi setara level 
KKNI 7 yaitu 24 SKS. Untuk program magister, program magister 
terapan, beban belajar mahasiswa paling sedikit 36 (tiga puluh enam) 
sks setara KKNI level 8. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 8 
Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional negara kita, lulusan 
program profesi setara dengan jenjang 8.
Bagi lulusan yang berminat melakukan praktik kedokteran, 
harus mengikuti uji kompetensi secara nasional yang diselenggarakan 
oleh Organisasi Profesi bekerjasama dengan Asosiasi Institusi 
Pendidikan Kedokteran negara kita untuk memperoleh Sertifikat Profesi 
dan Sertifikat Kompetensi Internsip yang akan digunakan sebagai 
syarat untuk memperoleh Surat Ijin Praktik (SIP) internsip setelah 
mengangkat Sumpah Dokter.
Bagi yang telah menyelesaikan intership mendapatkan Surat 
Tanda Registrasi dari Konsil Kedokteran negara kita sebanyak tiga 
salinan yang digunakan untuk mendapatkan Surat Ijin Praktik (SIP) 
sebagai Dokter di fasilitas kesehatan tingkat primer atau melanjutkan 
ke Program Pendidikan Dokter Spesialis.
Dengan demikian, Dokter yang dihasilkan program pendidikan 
profesi memiliki beragam pilihan karir. Bagi Dokter yang akan 
melakukan praktik di fasilitas kesehatan tingkat pertama harus 
memiliki pengakuan terhadap kompetensi yang dimiliki untuk 
melakukan pelayanan kedokteran dan kesehatan yang diperoleh 
setelah lulus uji kompetensi. Setelah menyelesaikan pendidikan 
profesi atau internsip, memiliki kewenangan dan izin untuk melakukan
pelayanan kedokteran dan kesehatan secara mandiri dan dilakukan 
menurut hukum dalam pelayanan kesehatan di tatanan pelayanan 
kesehatan primer. Dokter dapat bekerja di fasilitas pelayanan 
kesehatan lanjut sesuai kewenangan yang diberikan oleh institusi. 
Bagi Dokter yang memilih karir di bidang selain praktik dapat 
melanjutkan pendidikan akademik dan atau profesi lanjut yang sesuai 
minat dan potensi masing-masing, peneliti, pendidik, atau bidang 
pekerjaan lainnya yang tidak memerlukan Surat Izin Praktik (SIP). 
Dengan demikian, lulusan program studi dokter bersifat multipotent, 
yang berarti seorang dokter yang lulus memiliki beberapa pilihan karir 
yang masih terbuka. Keseluruhan kompetensi yang dikuasai ketika 
lulus diharapkan dapat menunjang untuk memilih karir yang sesuai. 
B. SEJARAH
Standar Pendidikan Profesi Dokter negara kita (SPPDI) dan Standar 
Kompetensi Dokter negara kita (SKDI) merupakan standar yang 
diamanahkan berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik 
Kedokteran. SPPDI yaitu standar minimal bagi institusi pendidikan 
kedokteran di negara kita untuk melaksanakan pendidikan kedokteran, 
sedangkan SKDI yaitu standar minimal kompetensi lulusan
pendidikan kedokteran.
SPPDI dan SKDI pertama kali disahkan oleh Konsil Kedokteran 
negara kita (KKI) pada tahun 2006 dan telah digunakan sebagai acuan 
untuk pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Selanjutnya pada tahun 2012, disahkan kembali dari revisi SPPDI dan 
SKDI berdasarkan hasil evaluasi implementasi SPPDI dan SKDI 2006.
Evaluasi SPPDI dan SKDI tahun 2012 telah dimulai sejak tahun 2017. 
Sementara itu, penyusunan turunan peraturan dari UU No. 12 Tahun 
2013 tentang Pendidikan Kedokteran juga berjalan. Pada tahun 2018, 
telah disahkan Permenristekdikti No. 18 Tahun 2018 tentang Standar 
Nasional Pendidikan Kedokteran (SNPK). Berdasarkan 
Permenristekdikti ini, penyusunan SPPDI dan SKDI yang
dievaluasi setiap 5 tahunan harus menyesuaikan dengan sistematika 
penyusunan SNPK.
SPPDI dan SKDI yang tengah berproses mengalami beberapa kali
perubahan penyusunan sistematika penulisannya. Namun proses 
perubahan yang cukup panjang pada akhirnya menemui satu 
ketetapan bahwa standar yang disusun disebut dengan Standar 
Nasional Pendidikan Profesi Dokter negara kita (SNPPDI). Standar ini 
mencakup SPPDI dan SKDI dengan sistematika sesuai dengan SNPK.
SNPPDI ini akan disahkan oleh KKI dan tetap sehingga tetap akan 
dilakukan revisi secara berkala mengikuti perkembangan dunia 
pendidikan kedokteran terkait sinergisme sistem pelayanan kesehatan 
dengan sistem pendidikan dokter, perkembangan yang terjadi di 
masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran.
C. ANALISIS SITUASI
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang 
Praktik Kedokteran, profesi kedokteran atau kedokteran gigi yaitu 
suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan 
berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui 
pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani 
masyarakat. Dokter/dokter gigi merupakan salah satu komponen 
utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan 
peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan 
pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. 
Dalam rangka memenuhi hak pelayanan kesehatan, Pemerintah 
telah melakukan berbagai usahakesehatan, antara lain melalui 
penerbitan berbagai regulasi terkait pelayanan kesehatan. Sejak
Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Nomor 40 Tahun 
2004, Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, Undang￾Undang Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2009, serta berbagai 
turunannya, PP Nomor 93 Tahun 2015 tentang Rumah Sakit 
Pendidikan, Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem 
Kesehatan Nasional. Berbagai peraturan perundangan ditujukan 
untuk terlaksananya peningkatan pelayanan kesehatan. Terkait 
akses, dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 
tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN, setiap warga negara 
berhak memperoleh jaminan kesehatan. Terkait mutu pelayanan 
kesehatan, akreditasi terhadap berbagai jenis rumah sakit dan
puskesmas telah dilakukan, bahkan beberapa RS Pendidikan Utama 
telah memperoleh akreditasi internasional. Dengan meningkatnya 
pelayanan kesehatan, berbagai indikator kesehatan juga telah 
membaik.
Di bidang pendidikan tinggi dan pendidikan kedokteran, telah 
ditetapkan berbagai peraturan dan perundangan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan 
Tinggi.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan 
Kedokteran.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang 
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Program 
Pendidikan.
4. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka 
Kualifikasi Nasional negara kita.
5. Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 
Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan 
Tinggi.
6. Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 
Nomor 18 Tahun 2018 tentang Standar Nasional Pendidikan 
Kedokteran.
Dampak globalisasi yang terjadi di negara kita merupakan hasil 
dari kesepakatan-kesepakatan internasional yang dilakukan negara kita 
sebagai bagian dari negara-negara di dunia. Kesepakatan internasional 
yang memiliki dampak besar bagi negara kita antara lain yaitu 
negara kita sebagai bagian dari Organisasi Perdagangan Dunia. Pada 
Doha Mandate pada tahun 2000 mengenai pembahasan liberalisasi 
perdagangan dunia, terlahir kesepakatan yang dikenal dengan GATS 
(General Agreement on Trade in Services). GATS mencakup 12 sektor 
jasa yang salah satunya sektor jasa pelayanan kesehatan dan 
pendidikan. Pada Desember 2005, negara kita menyetujui liberalisasi 12 
sektor jasa, termasuk jasa pelayanan kesehatan dan pendidikan 
dengan meratifikasi GATS. Sejak saat itu, sektor jasa pelayanan 
kesehatan dan pendidikan dimasukkan sebagai komoditas 
perdagangan. 
Kesepakatan selanjutnya yang diikuti negara kita terkait dengan 
pelayanan kesehatan yang pada dasarnya berbeda dengan konsep
GATS yaitu kesepakatan negara kita dalam Perserikatan Bangsa￾Bangsa (PBB) pada tahun 2012 di Brazil mengenai 17 langkah inisiatif 
untuk mengubah dunia pada tahun 2030 yang disebut dengan 
Sustainable Development Goals (SDGs). Salah satu langkah inisiatif 
yaitu Universal Health Coverage (UHC). Perwujudan UHC dalam 
sistem pelayanan kesehatan dilakukan melalui sistem Jaminan 
Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai dilaksanakan pada tahun 2014 
melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem 
Jaminan Sosial Nasional. Program JKN yang dilaksanakan oleh 
negara kita menetapkan target capaian 95% cakupan penduduk 
negara kita yang mengikuti program JKN pada tahun 2019.
Dalam pelaksanaannya, JKN menimbulkan berbagai persoalan 
baru, terutama dalam masa-masa transisi. Persoalan ini antara 
lain yaitu fokus pelayanan terutama berpusat pada usahaKesehatan 
Perseorangan (UKP). Pengelolaan pelayanan kesehatan saat ini lebih 
berorientasi pada paradigma sakit atau pelayanan kuratif, 
dibandingkan dengan paradigma sehat atau usahapromotif dan 
preventif. Hal ini dapat dilihat dari tingginya biaya kesehatan yang 
dikeluarkan pemerintah untuk pelayanan kesehatan yang diterima 
masyarakat di Rumah Sakit. Di fasilitas kesehatan tingkat pertama 
belum banyak bergeser secara optimal ke arah pelayanan promotif dan 
preventif dengan memakai kekuatan pemberdayaan masyarakat 
melalui usahaKesehatan Masyarakat (UKM). Pengelolaan JKN oleh 
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang berkoordinasi 
dengan Kementerian Kesehatan masih belum mengakomodasi bentuk￾bentuk kegiatan pelayanan UKM.
Memasuki abad 21 telah terjadi peningkatan jumlah Fakultas 
Kedokteran yang cukup tajam. Pada awal tahun 2000, negara kita 
memiliki 33 Fakultas Kedokteran. Tahun 2007, telah bertambah 
menjadi 45 Fakultas Kedokteran. Pada tahun 2009, naik secara 
signifikan hingga menjadi 71 Fakultas Kedokteran dan menjadi 72 
Fakultas Kedokteran pada tahun 2010 yang terdiri atas 31 Fakultas 
Kedokteran Negeri dan 41 Fakultas Kedokteran Swasta yang tersebar 
di seluruh negara kita. Pada pertengahan tahun 2016, jumlah Fakultas 
Kedokteran sudah mencapai 75. Jumlah ini masih terus bertambah 
dengan dibukanya ijin pendirian bagi 8 Fakultas Kedokteran baru
pada tahun 2017, sehingga pada tahun 2018, terdapat 83 Fakultas 
Kedokteran di negara kita.
Dengan jumlah Fakultas Kedokteran yang bertambah dan 
tersebar di seluruh provinsi di negara kita, seharusnya terjadi 
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang signifikan di setiap 
Provinsi di negara kita. Pembukaan Fakultas Kedokteran baru di 
berbagai daerah didorong oleh adanya kebutuhan akan tenaga dokter 
dalam rangka pemerataan kesempatan belajar dan pemerataan 
distribusi dokter. Menurut Kementerian Kesehatan (2014), arah 
pengembangan SDM bidang kesehatan difokuskan pada pemenuhan 
kebutuhan tenaga kesehatan dalam rangka Universal Health Coverage 
(UHC). Jumlah Pusat Kesehatan Masyarakat pada tahun 2014 sebesar 
17,643; ada kekurangan tenaga dokter di 2,514 puskesmas dan pada 
saat yang sama ada kelebihan tenaga dokter di 4.671 puskesmas. 
Pertambahan jumlah Fakultas Kedokteran perlu diikuti dengan 
penetapan instrumen kebijakan yang mendorong pemerataan tenaga 
kesehatan khususnya dokter, salah satunya melalui Sistem Kesehatan 
Daerah. 
Dalam konteks sistem kesehatan, pembangunan kesehatan di 
negara kita diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 
tentang Sistem Kesehatan Nasional. Pasal 2 Ayat 2 Peraturan Presiden 
ini mengamanahkan bahwa pembangunan kesehatan harus dilakukan 
secara berjenjang, baik di pusat maupun di daerah, dengan 
mempertimbangkan otonomi daerah dan otonomi fungsional di bidang 
kesehatan. Dengan demikian Daerah perlu memiliki acuan dan 
pedoman dalam pembangunan kesehatan daerah yang sesuai dengan 
kondisi spesifik, kebutuhan, dan permasalahan kesehatan di daerah 
masing-masing. Sistem Kesehatan Daerah (SKD) yaitu pengelolaan 
kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen di daerah 
secara terpadu dan saling mendukung guna mencapai derajat 
kesehatan setinggi-tingginya. 
Kesepakatan regional terbaru yang sudah diimplementasikan 
negara kita mulai tahun 2018 ini yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN 
(MEA) sebagai bagian dari globalisasi masyarakat dunia. Untuk bidang 
kesehatan, sejak bulan Januari 2010 telah disepakati mengenai 
Mutual Recognition Agreement (MRA). Era keterbukaan bagi 
perdagangan sektor jasa kesehatan dan pendidikan telah dimulai.
Kerjasama antar negara ASEAN dalam bidang kesehatan antara lain 
yaitu memfasilitasi mobilitas praktisi medis di ASEAN, saling 
pengakuan antar praktisi medis, bertukar informasi dan kerjasama 
baik untuk praktik-praktik terbaik standardisasi praktik medis 
maupun dalam peningkatan kapasitas dan pelatihan praktisi medis. 
Pelaksanaan MEA dalam bidang kesehatan ini akan sangat 
mempengaruhi sistem pelayanan kesehatan dan sistem pendidikan 
kedokteran di negara kita. Dalam bidang pelayanan kesehatan, kualitas 
mutu dokter negara kita harus mampu bersaing dengan dokter dari 
negara ASEAN lainnya. Bagi sistem pendidikan kedokteran pun perlu 
siap untuk menghasilkan lulusan yang dapat direkognisi 
kualifikasinya dengan lulusan dari negara ASEAN lainnya.
WHO telah mengeluarkan Policy Brief on Accreditation of 
Institutions for Health Professional Education pada tahun 2013. Di 
dalam Policy Brief ini, WHO menekankan pentingnya akreditasi untuk 
menjamin mutu pendidikan profesi kesehatan. Salah satu komponen 
terpenting dari sistem akreditasi nasional yaitu diberlakukannya 
standar yang bersifat nasional (World Health Organization, 2013). 
Dengan meningkatnya mobilisasi jasa antar negara, diperlukan 
standar global yang dapat digunakan sebagai rujukan bersama oleh 
semua negara. Setiap negara dihimbau untuk mengikuti standar 
global. Untuk itu merealisasikan usahaini, WHO bekerjasama dengan 
World Federation of Medical Education (WFME). WFME telah 
menghasilkan Trilogy Global Standards for Quality Improvement, for 
Basic Medical Education, for Postgraduate Medical Education and for 
Continuing Medical Education. Global standar ini telah diacu oleh 
hampir semua negara di dunia, termasuk negara kita. Pada trilogi di
atas edisi 2015, dinyatakan bahwa internsip termasuk ke dalam 
pendidikan lanjut sesudah program studi dokter atau postgraduate 
training.
Dengan semakin majunya teknologi dalam era revolusi industri 
ke-4 seperti teknologi yang dapat memeriksakan kondisi tubuh melalui 
telepon genggam hanya dengan pindai retina atau sidik jari, dan 
sebagainya (Schwab, 2016), serta semakin cepatnya informasi dan 
mobilisasi masyarakat dunia, maka peran dan fungsi dokter di 
pelayanan kesehatan akan mengalami perubahan di masa depan yang 
harus diantisipasi oleh Kementerian Kesehatan. Era revolusi industri
4.0 telah mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan tinggi, sehingga 
Fakultas Kedokteran sebagai subsistem dari pendidikan tinggi perlu 
menyesuaikan penyelenggaraan pendidikan kedokterannya sesuai 
dengan prinsip-prinsip pendidikan tinggi di era revolusi industri 4.0.
Memperhatikan analisa  situasi di atas, maka Standar 
Kompetensi Dokter negara kita disusun berdasarkan pemikiran bahwa 
lulusan pendidikan dokter dasar yaitu dokter yang memiliki potensi 
untuk:
1. Melaksanakan program internsip Dokter untuk selanjutnya 
berkarir sebagai dokter praktik umum di pelayanan kesehatan 
tingkat pertama, atau 
2. Melaksanakan program internsip Dokter dan melanjutkan ke 
program pendidikan spesialis, atau
3. Melakukan pekerjaan di berbagai bidang non klinik, seperti 
manajemen pelayanan kesehatan, bidang farmasi, riset 
kesehatan, wirausaha, organisasi nasional dan internasional 
bidang kesehatan, instansi pemerintah, militer, atau
4. Melanjutkan pendidikan pascasarjana dalam berbagai bidang.
Berdasarkan analisa situasi di atas untuk menghasilkan lulusan 
dokter yang profesional, kompeten, beretika, berkemampuan 
manajerial kesehatan serta mempunyai sikap kepemimpinan yang 
diharapkan, agar dapat memberi  kepastian dan pelayanan yang 
standar dalam bidang kedokteran, perlu dibuat buku standar 
pendidikan profesi dokter negara kita, sehingga disusunlah Standar 
Pendidikan Profesi Dokter negara kita. Standar Pendidikan Profesi 
Dokter negara kita (SPPDI) Edisi Pertama disahkan oleh Konsil 
Kedokteran negara kita (KKI) pada tahun 2006. Penyusunan SPPDI saat 
itu telah memperhatikan Global Standard for Medical Education yang 
disusun oleh World Federation for Medical Education (WFME). SPPDI 
ini telah digunakan oleh seluruh Fakultas kedokteran untuk 
melakukan evaluasi diri dan mengembangkan sistem penjaminan 
mutu internal. KKI bersama-sama dengan BAN PT telah membentuk 
Komite Bersama Akreditasi yang mengembangkan instrumen 
akreditasi dengan mengacu pada SPPDI ini. 
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan 
Keputusan KKI Nomor 10/KKI/KEP/IX/2012 setiap 5 tahun perlu
dilakukan pengkajian ulang dan revisi SPPDI disesuaikan dengan 
perkembangan situasi. Berikut ini tahapan penyusunan revisi SPPDI 
Edisi Ketiga: 
1. Penyusunan SPPDI ini berdasarkan hasil evaluasi secara 
kualitatif terhadap implementasi SPPDI Edisi Kedua di 
fakultas kedokteran. 
2. Penyusunan SPPDI ini memperhatikan beberapa peraturan 
perundangan terkini yang terkait. 
3. SPPDI juga tetap mengacu kepada Global Standard for Medical 
Education dari WFME yang mensyaratkan peningkatan 
kualitas yang berkelanjutan. Beberapa prinsip dan indikator 
yang dikembangkan pada SPPDI ini telah ditingkatkan dari 
basic standard menjadi quality improvement. 
4. SPPDI ini merupakan standar minimal yang harus dicapai 
oleh Fakultas kedokteran. Dalam usahapencapaian standar 
minimal ini maka institusi pendidikan kedokteran didorong 
untuk mengembangkan kerjasama antar institusi.
5. SPPDI menjadi acuan bagi fakultas kedokteran dalam 
mengembangkan sistem penjaminan mutu. SPPDI telah dikaji 
ulang dan direvisi dengan memperhatikan perkembangan 
yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan nasional, 
regional dan global. Monitoring dan evaluasi serta penjaminan 
mutu eksternal melalui akreditasi harus dikembangkan 
sesuai dengan SPPDI ini. 
6. Apabila semua pihak pengampu kepentingan dalam 
pendidikan kedokteran konsisten dengan implementasi 
SPPDI, maka kualitas fakultas kedokteran dan kualitas dokter 
di negara kita di masa yang akan datang dapat 
dipertanggungjawabkan dan mampu bersaing secara regional 
dan global. Peningkatan kualitas pendidikan dokter akan ikut 
mendorong pembangunan kesehatan nasional yang lebih baik 
lagi di masa yang akan datang.
Penyusunan revisi SPPDI Edisi Tiga dilakukan oleh Kelompok 
Kerja yang dibentuk oleh Asosiasi Fakultas kedokteran negara kita 
(AIPKI) dan Kolegium Dokter negara kita (KDI) dengan mengacu pada 
WFME Global Standards for Basic Medical Education, Standar Nasional 
Pendidikan Kedokteran, Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
D. MANFAAT STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PROFESI 
DOKTER INDONESIA
Bagi dokter
Memberikan batasan kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan
oleh dokter saat melakukan praktik kedokteran.
Bagi institusi pendidikan
Memberikan batasan bagi proses pendidikan baik pengetahuan, 
keterampilan dan perilaku yang wajib diberikan kepada peserta didik 
di institusi pendidikan kedokteran.
Bagi pemerintah
Memberikan kepastian pelayanan kedokteran yang berkualitas di 
fasilitas pelayanan kesehatan di negara kita sehingga dapat dan mampu 
mendorong pembangunan kesehatan nasional serta persaingan
regional dan global.
Bagi masyarakat
Memberikan jaminan pelayanan kedokteran dengan kualitas dokter 
yang terstandar di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.

Standar Kompetensi Dokter negara kita (SKDI) telah digunakan 
sebagai standar minimal kompetensi pendidikan kedokteran dan 
profesi dokter sejak pertama kali disahkan oleh Konsil Kedokteran 
negara kita (KKI) tahun 2006 dan direvisi tahun 2012. Hal ini sesuai 
dengan amanah UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 
Kompetensi lulusan yang dirumuskan tahun 2012, sampai saat ini 
masih relevan dengan kebutuhan nasional untuk meningkatkan 
kualitas pelayanan kesehatan, dan perkembangan ilmu pengetahuan 
dan teknologi kedokteran, serta perkembangan yang terjadi di 
masyarakat saat ini. Hasil evaluasi secara kualitatif terhadap 
implementasi SKDI 2012 berdasarkan masukan berbagai fakultas 
kedokteran seperti pada Lampiran 1.
Secara garis besar, diharapkan bahwa pada revisi SKDI ini, daftar 
masalah dan daftar penyakit lebih realistis dan autentik sesuai dengan
kondisi di lapangan. Namun demikian berbagai perkembangan yang 
terjadi memerlukan perhatian penyelenggaraan pendidikan dokter 
untuk mempersiapkan dokter di masa yang akan datang sesuai 
dengan tuntutan jaman seperti telah dijelaskan pada Bagian A dan B 
di atas. 
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang 
Kerangka Kualifikasi Nasional negara kita, maka lulusan Dokter 
memiliki kualifikasi tingkat 8 dengan deskripsi generik sebagai berikut:
1. Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan/atau 
seni di dalam bidang keilmuannya atau praktik profesionalnya 
melalui riset, hingga menghasilkan karya inovatif dan teruji. 
2. Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, 
teknologi, dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui 
pendekatan inter atau multidisipliner. 
3. Mampu mengelola riset dan pengembangan yang bermanfaat 
bagi masyarakat dan keilmuan, serta mampu mendapat 
pengakuan nasional dan internasional.
Sesuai dengan Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 12 Tahun 
2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional negara kita 
untuk Pendidikan Kedokteran dan, maka Dokter berada pada tingkat 
8 KKNI. Berikut ini deskripsi kompetensi menurut Perkonsil Nomor 12 
Tahun 2013:
1. Mampu mencermati dan memanfaatkan perkembangan ilmu 
pengetahuan dan teknologi terkini dalam meningkatkan 
keterampilan klinis praktis dalam bidang kedokteran.
2. Mampu mengembangkan profesi melalui kegiatan penelitian 
dan pengetahuan terkini dalam bidang kedokteran.
Hal ini diperkuat oleh kompetensi tingkat 3 dan 4 yang harus 
dikuasai oleh Dokter melalui SKDI 2012 sebanyak 405 penyakit bagi 
Dokter yang akan bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat 
Pertama

Pada September 2017 telah dibentuk Kelompok Kerja oleh 
Asosiasi Fakultas kedokteran negara kita (AIPKI) dan Kolegium Dokter 
negara kita (KDI) dengan difasilitasi oleh Direktorat Jenderal 
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan 
Pendidikan Tinggi untuk melakukan revisi terhadap SKDI 2012. 
Kelompok Kerja ini telah bekerja sesuai dengan Standar 
Pengembangan Standar yang ada pada Keputusan Badan Standar 
Nasional Pendidikan (BSNP). Langkah-langkah baku yang diharuskan 
telah dilalui, secara garis besar
Sesuai dengan definisi Standar pada UU Nomor 20 Tahun 2014 
tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian, Standar yaitu:

“Persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara 
dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua 
pihak/Pemerintah/ keputusan internasional yang terkait dengan 
memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan 
hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, 
serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh 
manfaat yang sebesar-besarnya”.
Penyusunan revisi SKDI 2012 telah melibatkan berbagai 
pemangku kepentingan.
Daftar Pemangku Kepentingan yang terlibat dalam perumusan SKDI 
2019 yaitu:
1. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi,
2. Kementerian Kesehatan,
3. Konsil Kedokteran negara kita,
4. Ikatan Dokter negara kita, 
6. Majelis Kolegium Kedokteran negara kita beserta kolegium￾kolegiumnya,
7. Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan di negara kita,
8. Fakultas Kedokteran di negara kita,
9. Perhimpunan Dokter Umum negara kita,
10. Perhimpunan Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan 
Masyarakat negara kita,
11. Jaringan Bioetik dan Humaniora Kedokteran negara kita,
12. Perhimpunan profesi dokter terkait.
Penyusunan SKDI 2019 juga telah mengikuti asas penyusunan 
standar, yaitu asas manfaat, asas konsensus, asas keterbukaan, asas 
tertelusur, dan asas pengembangan. Asas manfaat yaitu standar 
yang dikembangkan harus bisa memberi  manfaat yang sebesar￾besarnya untuk pembangunan kesehatan di negara kita sesuai dengan 
peraturan dan perundangan yang ada. Asas konsensus yaitu bahwa 
standar ini disusun melalui proses dialog, diskusi dan komunikasi 
dengan berbagai pemangku kepentingan sehingga dicapai 
kesepakatan. Asas keterbukaan bermakna bahwa penyusunan 
standar ini terbuka, dapat diikuti prosesnya. Asas tertelusur berarti 
setiap kesepakatan di dalam standar ini memiliki dasar yang kuat, 
dapat ditelusuri argumentasinya. Asas pengembangan menunjukkan 
bahwa standar disusun untuk masa depan, sehingga mendorong

fakultas kedokteran untuk selalu melakukan pengembangan dan 
peningkatan.
B. Sistematika Standar Kompetensi Dokter negara kita
B.1. Standar Kompetensi
Berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan 
Tinggi Republik negara kita Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar 
Nasional Pendidikan Tinggi, Standar Kompetensi merupakan kriteria 
minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup 
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan dalam 
rumusan capaian pembelajaran lulusan dan dari Undang-Undang 
Republik negara kita Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik 
Kedokteran. Standar kompetensi disahkan oleh Konsil Kedokteran 
negara kita dan disusun oleh Asosiasi Institusi Pendidikan negara kita 
bersama Kolegium Dokter negara kita.
B.1.1. Kompetensi
Kompetensi berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional negara kita 
(KKNI) yaitu akumulasi kemampuan seseorang dalam melaksanakan 
suatu deskripsi kerja secara terukur melalui penilaian yang 
terstruktur, mencakup aspek kemandirian dan tanggung jawab 
individu pada bidang kerjanya. Kompetensi seorang dokter 
didefinisikan sebagai totalitas pengetahuan, keterampilan, dan 
perilaku serta kualitas personal yang esensial untuk seseorang dapat 
melakukan praktik kedokteran. Lebih lanjut kompetensi juga 
digambarkan sebagai pemanfaatan dan penerapan melalui 
pembiasaan secara tepat terkait kemampuan komunikasi, 
pengetahuan, keterampilan teknis, penalaran klinis, emosi, nilai-nilai
dan refleksi dalam praktik sehari-hari untuk kepentingan individu, 
keluarga, komunitas dan masyarakat yang dilayani. Kompetensi 
merupakan prasyarat untuk seorang dokter agar dapat melaksanakan 
tugas dan tanggungjawab. Selain itu, kompetensi merupakan 
kemampuan dokter yang dapat diobservasi, serta mengintegrasikan 
berbagai aspek potensi kemampuan secara tepat sesuai dengan situasi 
dan kondisi.
Capaian pembelajaran menggambarkan berbagai kemampuan 
yang perlu dicapai oleh peserta didik di akhir suatu program 
pendidikan dan merefleksikan pengetahuan, keterampilan dan nilai 
secara utuh dan terintegrasi. Rumusan capaian pembelajaran yang 
eksplisit akan memfasilitasi keselarasan proses pembelajaran dan 
penilaian dalam kurikulum berbasis kompetensi atau kurikulum 
berbasis outcome. Capaian pembelajaran perlu memerhatikan perilaku 
dan kinerja yang diharapkan dari peserta didik, serta berisikan 
rumusan aktivitas yang jelas dari peserta didik. Capaian pembelajaran 
dapat digunakan untuk memfasilitasi identifikasi metode penilaian 
yang sesuai dan kriteria kinerja yang diharapkan. Pada dasarnya 
capaian pembelajaran ini tidak semata-mata berisi uraian 
pengetahuan, keterampilan dan perilaku peserta didik secara terpisah, 
melainkan gabungan dari berbagai area kompetensi yang relevan. 
Rumusan capaian pembelajaran menggambarkan komitmen program 
pendidikan yang berpusat pada peserta didik.

Makna literasi terkini telah berkembang luas dari makna awalnya 
dan dikaitkan dengan berbagai fungsi dan keterampilan hidup 
individu. Dengan demikian, literasi yaitu kemampuan individu untuk 
memakai segenap potensi dan keterampilan yang dimiliki untuk 
bisa memecahkan masalah, berinteraksi dan berkontribusi untuk 
lingkungan keluarga, sosial dan masyarakat, dalam berbagai ranah 
kemampuan dan dalam berbagai dimensi konteks.
Literasi revolusi industri 4.0 mencakup:
1. Literasi data, yaitu pemahaman untuk membaca, 
menganalisa , memakai data dan informasi (big data) di 
dunia digital.
2. Literasi teknologi, yaitu memahami cara kerja mesin, dan 
aplikasi teknologi (koding, artificial intelligence, dan 
engineering principle).
3. Literasi manusia, yaitu pemahaman tentang humanities, 
komunikasi dan design.
B.2.1. Profil Lulusan
Profil lulusan dokter yaitu sebagai berikut:
1. Praktisi/Klinisi: Dokter yang mampu memberi  pelayanan 
kesehatan yang holistik dan komprehensif berdasarkan bukti 
terbaik secara profesional, disertai keimanan dan ketakwaan 
pada Tuhan YME, pribadi berkarakter, akhlak mulia, beretika, 
berbudi pekerti, dan menjunjung tinggi moralitas, sebagai 
pembelajar sepanjang hayat, bertanggungjawab sosial, cinta 
tanah air, dan berkomitmen untuk menyehatkan kehidupan 
masyarakat.
2. Pendidik/Peneliti: Dokter yang berpikir kritis dan kreatif dan 
memiliki kemampuan literasi di bidang sains, finansial, sosial 
dan budaya, serta teknologi informasi dalam menghadapi 
permasalahan kesehatan yang kompleks dan dapat bersaing 
di era global dan mampu terlibat dalam penyelenggaraan 
pendidikan.
3. Agen Perubahan dan Pembangunan Sosial: Dokter sebagai 
agen perubah dan penggerak masyarakat berdasarkan etika
kedokteran dengan berperan sebagai profesional, 
komunikator, kolaborator, advokator, manajer, pemimpin, 
untuk mewujudkan pelayanan kesehatan paripurna berpusat 
pada individu, keluarga, komunitas dan masyarakat.
B.2.2. Area Kompetensi
Area kompetensi yang terkait dengan profil lulusan yang 
diharapkan di atas dalam SKDI 2019 ini yaitu:
1. Area kompetensi profesionalitas yang luhur, 
2. Area kompetensi mawas diri dan pengembangan diri,
3. Area kompetensi komunikasi efektif,
4. Area kompetensi literasi teknologi informasi dan komunikasi,
5. Area kompetensi literasi sains, 
6. Area kompetensi keterampilan klinis,
7. Area kompetensi pengelolaan masalah kesehatan dan 
manajemen sumber daya, 
8. Area kompetensi kolaborasi dan kerjasama,
9. Area kompetensi keselamatan pasien dan mutu pelayanan 
kesehatan. 
Berbagai area kompetensi ini dikelompokkan dalam 3 aspek yaitu:
1. Area kompetensi teknis (doing the right thing),
2. Area kompetensi intelektual, analitis, dan kreatif (doing the 
thing right),
3. Area kompetensi terkait kemampuan personal dan 
profesionalitas (the right person doing it).

Seluruh kelompok area kompetensi dan area kompetensi 
merupakan suatu kesatuan kemampuan yang perlu diterapkan secara 
kontekstual dalam penatalaksanaan masalah kesehatan secara 
holistik dan komprehensif dalam tatanan pelayanan kesehatan. 
Gambar 7 merumuskan hubungan berbagai kelompok area 
kompetensi ini. Kelompok area kompetensi teknis 
memungkinkan dokter mampu menatalaksana masalah kesehatan 
individu, keluarga, komunitas atau masyarakat. Kelompok area 
kompetensi intelektual, analitis dan kreatif mendukung kemampuan 
teknis dengan landasan ilmiah yang dimiliki, dan kemampuan 
pemanfaatan teknologi informasi. Kelompok kemampuan personal dan 
profesional melingkupi kedua kelompok area kompetensi yang lain
melalui profesionalitas luhur, mawas diri dan pengembangan diri, 
kolaborasi dan kerjasama, serta penerapan prinsip keselamatan 
pasien dan mutu pelayanan kesehatan.
Di dalam SKDI 2012 telah dirumuskan berbagai area kompetensi, 
kompetensi inti, komponen kompetensi dan enabling outcome (capaian 
pembelajaran) secara lengkap dan sistematis. Dalam proses 
penyusunan SKDI 2019, sistematika ini lebih disederhanakan 
sesuai dengan Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi 
2016 dan 2018 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pembelajaran 
dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan 
Tinggi untuk memudahkan program studi mengembangkan 
kurikulum. Di dalam SKDI ini diuraikan capaian pembelajaran pada
setiap area kompetensi dengan memerhatikan target untuk pendidikan 
akademik dan pendidikan profesi selama proses pendidikan dan 
mengaitkannya dengan profil lulusan dokter yang diharapkan.
Untuk memberi  informasi lebih lengkap pada seluruh 
pemangku kepentingan, pada dokumen SKDI 2012 dilengkapi dengan 
pedoman penggunaan SKDI yang merangkum daftar masalah 
kesehatan, daftar topik bahasan, daftar kasus dan tingkat pencapaian 
kompetensi yang diharapkan, dan daftar keterampilan klinis. Pada 
penyusunan SKDI 2019 saat ini, beberapa lampiran ini tetap 
dipertahankan, akan tetapi untuk “daftar topik bahasan” akan 
dimasukkan ke dalam Standar Isi pada Standar Pendidikan Profesi 
Dokter (SPPDI) 2019.
Gambar 7 di bawah ini memberi  gambaran secara skematis 
bagaimana keseluruhan area kompetensi dan lampiran dipergunakan 
oleh seorang dokter dalam menghadapi pasien. Lingkaran terdalam 
yaitu kesehatan individu, diikuti dengan kesehatan keluarga dan 
kesehatan masyarakat dan komunitas. Di ketiga tingkat inilah, 
seorang Dokter akan bekerja melalui usahaKesehatan Perorangan 
(UKP) dan usahaKesehatan Masyarakat (UKM). Ketiga tingkat 
kesehatan ini saling terkait dan saling mempengaruhi. Untuk dapat 
melaksanakan UKP dan UKM Dokter memerlukan kemampuan 
personal dan profesional, serta kemampuan intelektual, analitik dan 
kreatif serta kemampuan teknis.
Daftar lampiran dalam SKDI 2019 bertujuan untuk melengkapi 
dan memberi  konteks yang sesuai untuk penerapan berbagai 
enabling outcome (capaian pembelajaran) dari seluruh area kompetensi. 
Dengan kata lain, perlu dipahami bahwa seluruh atau sebagian 
capaian pembelajaran diterapkan secara terintegrasi dalam bentuk 
kompetensi sesuai konteks kasus yang dihadapi. 
Beberapa definisi penting yang digunakan dalam SKDI 2019 yang 
perlu dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan yaitu sebagai 
berikut
B.2.3. Capaian Pembelajaran
B.2.3.1. Kelompok Area Kompetensi Personal dan Profesional
1) Area Kompetensi Profesionalitas yang Luhur
a. Definisi Area Kompetensi:
Kemampuan melaksanakan praktik kedokteran yang 
profesional sesuai dengan nilai dan prinsip ke-Tuhan-an, moral 
luhur, etika, disiplin, hukum, sosial budaya dan agama dalam 
konteks lokal, regional dan global dalam mengelola masalah 
kesehatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat.

2) Area Kompetensi Mawas Diri dan Pengembangan Diri
a. Definisi Area Kompetensi:
Kemampuan melakukan praktik kedokteran dengan 
melakukan refleksi diri, menyadari keterbatasan, mengatasi 
masalah personal, dan meningkatkan pengetahuan secara 
berkesinambungan, serta menghasilkan karya inovatif dalam 
rangka menyelesaikan masalah kesehatan individu, keluarga, 
komunitas dan masyarakat demi keselamatan pasien.

3) Area Kompetensi Kolaborasi dan kerjasama
a. Definisi Area Kompetensi:
Kemampuan berkolaborasi dan bekerja sama dengan sejawat 
seprofesi, interprofesi kesehatan dan profesi lain dalam 
pengelolaan masalah kesehatan dengan menerapkan nilai, etika, 
peran dan tanggung jawab, pengelolaan masalah secara efektif
dan kemampuan mengembangkan pengelolaan kesehatan 
berdasarkan berbagai kajian pengembangan kerjasama dan 
kolaborasi.

4) Area Kompetensi Keselamatan Pasien dan Mutu Pelayanan
a. Definisi Area Kompetensi:
Mampu mengaplikasikan prinsip keselamatan pasien dan 
prinsip usahapeningkatan kualitas pelayanan kesehatan pada 
individu, keluarga, komunitas dan masyarakat.

Kelompok Area Kompetensi Intelektual, Analitis dan 
Kreatif
1) Area Kompetensi Literasi Sains
a. Definisi Area Kompetensi:
Kapasitas untuk memanfaatkan pengetahuan ilmiah dalam 
rangka melakukan perubahan terhadap fenomena kedokteran 
dan kesehatan melalui tindakan kedokteran dan intervensi 
kesehatan pada individu, keluarga, komunitas dan masyarakat 
untuk kesejahteraan dan keselamatan manusia, serta kemajuan 
ilmu dalam bidang kedokteran dan kesehatan yang 
memperhatikan kajian inter/multidisiplin, inovatif dan teruji.
2) Area Kompetensi Literasi Teknologi Informasi dan 
Komunikasi
a. Definisi Area Kompetensi:
Kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, 
menggunakan, mendiseminasikan dan menghasilkan materi 
memakai teknologi informasi dan komunikasi secara efektif 
untuk pengembangan profesi, keilmuan serta dan peningkatan 
mutu pelayanan kesehatan.
B.2.3.3. Kelompok Area Kompetensi Teknis
1) Area Kompetensi Pengelolaan Masalah Kesehatan dan Sumber 
Daya
a. Definisi Area Kompetensi:
Kemampuan mengelola masalah kesehatan individu, keluarga, 
komunitas dan masyarakat secara komprehensif, holistik, 
terpadu dan berkesinambungan memakai sumber daya 
secara efektif dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
b. Capaian Pembelajaran:
2) Area Kompetensi Keterampilan Klinis
a. Definisi Area Kompetensi:
Kemampuan melakukan prosedur klinis yang berkaitan 
dengan masalah kesehatan dengan menerapkan prinsip 
keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan keselamatan 
orang lain.
3) Area Kompetensi Komunikasi efektif
a. Definisi Area Kompetensi:
Kemampuan membangun hubungan, menggali informasi, 
menerima dan bertukar informasi, bernegosiasi serta persuasi
secara verbal dan non-verbal; menunjukkan empati kepada
pasien, anggota keluarga, masyarakat dan sejawat, dalam tatanan 
keragaman budaya lokal dan regional.
Ruang Lingkup
Pada ruang lingkup kompetensi dokter yang terbagi menjadi enam 
aspek, yaitu masalah kesehatan, penyakit, keterampilan klinis, 
masalah kesehatan masyarakat/kedokteran komunitas/kedokteran 
pencegahan, keetrampilan kesehatan masyarakat/kedokteran 
komunitas/kedokteran pencegahan, serta masalah terkait profesi 
dokter. Daftar ruang lingkup kompetensi dokter disajikan dalam 
bentuk tabel.
2.4.1.Masalah Kesehatan
a. Pendahuluan
Dalam melaksanakan praktik kedokteran, dokter bekerja 
berdasarkan keluhan atau masalah pasien/ klien, kemudian
dilanjutkan dengan penelusuran riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, 
dan pemeriksaan penunjang. Dalam melaksanakan semua kegiatan 
ini, dokter harus memperhatikan kondisi pasien secara holistik 
dan komprehensif, juga menjunjung tinggi profesionalisme serta etika 
profesi di atas kepentingan/ keuntungan pribadi. 
Selama pendidikan, mahasiswa perlu dipaparkan pada berbagai 
masalah, keluhan/gejala ini, serta dilatih cara menanganinya. 
Daftar Masalah ini bersumber dari lampiran Daftar Masalah SKDI 
2012 yang kemudian direvisi berdasarkan data hasil kajian dan 
masukan pemangku kepentingan. Draf revisi Daftar Masalah 
kemudian divalidasi oleh perwakilan kolegium terkait. 
b. Tujuan
Daftar Masalah ini disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan 
bagi institusi pendidikan dokter dalam menyiapkan sumber daya yang 
berkaitan dengan kasus dan permasalahan kesehatan sebagai sumber 
pembelajaran mahasiswa. Pada tabel Daftar Masalah memuat daftar 
masalah kesehatan individu. Daftar Masalah individu berisi daftar 
masalah/ gejala/ keluhan yang banyak dijumpai dan merupakan 
alasan utama yang sering menyebabkan pasien/ klien datang 
menemui dokter di tingkat pelayanan kesehatan primer. Susunan 
masalah kesehatan pada Daftar Masalah ini tidak menunjukkan 
urutan prioritas masalah. 
2.4.2.Daftar Penyakit
a. Pendahuluan 
Setelah memahami berbagai masalah kesehatan di tingkat 
individu yang mencakup tanda (signs) dan gejala (symptoms), maka 
seorang dokter perlu menyusun diagnosis berdasarkan penyakit. 
Daftar penyakit yaitu kemungkinan penyakit yang dijumpai di 
negara kita sesuai dengan daftar masalah.
Daftar Penyakit ini disusun bersumber dari lampiran Daftar 
Penyakit SKDI 2012, yang kemudian direvisi berdasarkan masukan 
dari para pemangku kepentingan. Data yang terkumpul kemudian 
dianalisa  dan divalidasi oleh kolegium terkait. Daftar Penyakit ini 
penting sebagai acuan bagi institusi pendidikan dokter dalam
menyusun materi pembelajaran serta menyediakan sumber dan 
wahana pembelajaran. 
b. Tujuan 
Daftar penyakit ini disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan 
bagi institusi pendidikan dokter agar dokter yang dihasilkan memiliki 
kompetensi yang memadai untuk membuat diagnosis yang tepat, 
memberi penanganan awal atau tuntas, dan melakukan rujukan 
secara tepat dalam rangka penatalaksanaan pasien. Tingkat 
kompetensi setiap penyakit merupakan kemampuan yang harus 
dicapai pada akhir pendidikan dokter.
c. Sistematika
Penyakit di dalam daftar ini dikelompokkan menurut sistem 
tubuh manusia disertai tingkat kemampuan yang harus dicapai pada 
akhir masa pendidikan. 
Tingkat kemampuan yang harus dicapai: 
1) Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan.
Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran 
klinik penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk 
mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit ini, 
selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali 
dari rujukan. 
2) Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk 
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap 
penyakit ini berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan 
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti 
sesudah kembali dari rujukan. 
3) Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan 
penatalaksanaan awal, dan merujuk
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan 
anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang

dan memberi  usulan terapi pendahuluan pada keadaan yang 
bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan 
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya
dalam konteks penilaian kemampuan.
3B. Gawat darurat 
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan 
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang 
dan memberi  terapi pendahuluan pada keadaan gawat 
darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan 
dan/ atau kecacatan pada pasien dalam konteks penilaian 
mahasiswa. Lulusan dokter mampu menentukan usulan rujukan 
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. 
4) Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan 
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas 
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan 
penatalaksanaan penyakit ini secara mandiri dan tuntas.
Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan 
anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang, 
serta mengusulkan penatalaksanaan penyakit atau melakukan 
penatalaksanaan penyakit secara mandiri sesuai tugas klinik 
yang dipercayakan (entrustable professional activity) pada saat 
pendidikan dan pada saat penilaian kemampuan.



Keterampilan klinis perlu dilatihkan sejak awal hingga akhir 
pendidikan dokter secara berkesinambungan. Dalam melaksanakan 
praktik, lulusan dokter harus menguasai keterampilan klinis untuk 
mendiagnosis maupun melakukan penatalaksanaan masalah 
kesehatan. Daftar Keterampilan Klinis ini disusun dari lampiran Daftar 
Keterampilan Klinis SKDI 2012 yang kemudian direvisi pada SKDI 
2019 berdasarkan hasil survei dan masukan dari pemangku 
kepentingan. Data yang terkumpul kemudian dianalisa  dan divalidasi
oleh kolegium terkait.
Kemampuan klinis di dalam standar kompetensi ini dapat 
ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan dalam 
rangka menyerap perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang 
diselenggarakan oleh organisasi profesi atau lembaga lain yang 
diakreditasi oleh organisasi profesi, demikian pula untuk kemampuan 
klinis lain di luar standar kompetensi dokter yang telah ditetapkan. 
Pengaturan pendidikan dan pelatihan kedua hal ini dibuat 
oleh organisasi profesi, dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan 
kesehatan yang terjangkau dan berkeadilan (Pasal 28 UU Praktik 
Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004). 
b. Tujuan
Daftar Keterampilan Klinis ini disusun dengan tujuan untuk 
menjadi acuan bagi institusi pendidikan dokter dalam menyiapkan 
sumber daya yang berkaitan dengan keterampilan minimal yang harus 
dikuasai oleh lulusan dokter. 
c. Sistematika
Daftar Keterampilan Klinis dikelompokkan menurut sistem tubuh 
manusia untuk menghindari pengulangan. Pada setiap keterampilan 
klinis ditetapkan tingkat kemampuan yang harus dicapai di akhir 
pendidikan dokter dengan memakai Piramid Miller (knows, knows 
how, shows, does). Di bawah ini menunjukkan pembagian tingkat 
kemampuan menurut Piramida Miller dan alternatif cara mengujinya 
pada mahasiswa. 
1) Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan
Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis 
termasuk aspek biomedik dan psikososial keterampilan 
ini sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/ klien dan 
keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, 
indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul. Keterampilan ini 
dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi, 
penugasan, dan belajar mandiri, sedangkan penilaiannya dapat 
memakai ujian tulis.
2) Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau 
didemonstrasikan
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari 
keterampilan ini dengan penekanan pada clinical reasoning dan 
problem solving serta berkesempatan untuk melihat dan 
mengamati keterampilan ini dalam bentuk demonstrasi 
atau pelaksanaan langsung pada pasien/ masyarakat. Pengujian 
keterampilan tingkat kemampuan 2 dengan memakai ujian 
tulis pilihan berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis 
dan/ atau lisan (oral test).
3) Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau 
pernah menerapkan di bawah supervisi
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini 
termasuk latar belakang biomedik dan dampak psikososial 
keterampilan ini, berkesempatan untuk melihat dan 
mengamati keterampilan ini dalam bentuk demonstrasi 
atau pelaksanaan langsung pada pasien/ masyarakat, serta 
berlatih keterampilan ini pada alat peraga dan/atau 
standardized patient. Pengujian keterampilan tingkat 
kemampuan 3 dengan memakai Objective Structured Clinical 
Examination (OSCE) atau Objective Structured Assessment of 
Technical Skills (OSATS).
4) Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara 
mandiri
Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter 
Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya ini 
dengan menguasai seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah￾langkah cara melakukan, komplikasi, dan pengendalian 
komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi
sesuai dengan keterampilan klinik yang dipercayakan (entrustable 
professional activity), dinyatakan lulus pada pengujian 
keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan memakai Work￾based Assessment misalnya mini-CEX, portofolio, buku log, dan 
sebagainya.
Masalah Kesehatan Masyarakat/ Kedokteran Komunitas/ 
Kedokteran Pencegahan
Sesuai dengan salah satu tugas pokok dan fungsi dokter umum 
pada fasilitas kesehatan tingkat primer pada Peraturan Menteri 
Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 yang berupa usahakesehatan 
masyarakat, maka berikut ini yaitu masalah-masalah kesehatan 
masyarakat yang dijumpai. Daftar masalah kesehatan masyarakat ini 
disusun oleh Badan Kerjasama Pendidikan Kesehatan Masyarakat 
negara kita.
2.4.5. Keterampilan Kesehatan Masyarakat/ Kedokteran 
Komunitas/ Kedokteran Pencegahan
Selain masalah kesehatan masyarakat di atas, dokter perlu 
memiliki kemampuan untuk melaksanakan keterampilan pada usaha
kesehatan masyarakat. Berikut ini daftar keterampilan kesehatan 
masyarakat yang disusun oleh Badan Kerjasama Pendidikan 
Kesehatan Masyarakat negara kita. 
2.4.6. Masalah Terikat dengan Profesi Dokter
Yang dimaksud dengan permasalahan terkait dengan profesi 
yaitu segala masalah yang muncul dan berhubungan dengan 
penyelenggaraan praktik kedokteran. Permasalahan ini dapat 
berasal dari pribadi dokter, institusi kesehatan tempat dia bekerja, 
profesi kesehatan yang lain, atau pihak-pihak lain yang terkait dengan 
pelayanan kesehatan. Bagian ini memberi  gambaran umum 
mengenai berbagai permasalahan ini sehingga memungkinkan 
bagi para penyelenggara pendidikan kedokteran dapat 
mendiskusikannya dari berbagai sudut pandang, baik dari segi 
profesionalisme, etika, disiplin, dan hukum.


1. Ilmu Biomedik Dasar
a. Kriteria minimal
Fakultas kedokteran harus merumuskan dan memasukkan 
kontribusi ilmu biomedik dasar untuk penguasaan terhadap 
dasar-dasar pengetahuan ilmiah untuk pemenuhan area 
kompetensi literasi sain yang dibutuhkan untuk memperoleh 
dan menerapkan ilmu-ilmu klinik.
b. Kriteria Pengembangan
Fakultas kedokteran di dalam kurik