diagnosa dermatology 4

nggar badan papilar dengan pembuluh rambutnya dan pleksus vena 
superfisial menunjukkan satu unit fungsional. Bereaksi secara menyeluruh menuju ke 
spektrum lebar dari stimuli, dan pada sejumlah besar dermatosis menunjukkan target 
jaringan yang primer, separti yang telah disebutkan diatas, anatomic dan hubungan 
fungsionalnya yang dekat dengan zona pertemuan serta epidermis menjelaskan mengapa 
jaringan ini jarang terpengaruh di dalam cara yang terisolasi. Secara prinsip, dua pola 
reaksi terjadi proses-proses peradangan akut dimana epidermis dan zona pertemuan sering 
dibutuhkan secara bersamaan dengan sistem vaskular dan proses-proses yang lebih kronis 
yang sering tetap tertahan pada kompartemen peri vaskuler. Pada konteks ini perlu 
diperhatikan bahwa komposisi cytolcogi penyerapan peradangan pada kulit tidak selalu 
mencerminkan ketajaman proses peradangannya. Penyerapan leukosit PMN 
(polymorfonuclear) tidak selalu sama dengan proses akut dan sebaliknya proses-proses 
kronis tidak selalu disebabkan oleh penyerapan limfohistiosit.  
Radang unit jaringan konektif superfisial vaskuler ditandai oleh pelebaran vaskular, 
menurunnya permeabilitas, edema, penurunan aliran darah intravaskular dan akumulasi sel-
sel darah merah pada pembuluh rambut. Infiltrasi jaringan seluler perivaskuler terjadi dan 
geratan perivaskular histiositik yang telah ada sebelumnya serta sel-sel jaringan konektif 
harus diamati. Tergantung pada tingkat vasolidasi, edema dan infiltrasi selular, perubahan 
makroskopik perubahan-perubahan histologi mengakibatkan erithematos, urtikaria dan  
penyerapan lesi (pembengkakan, kemerahan dan papula). Pelepasan mediator sel-sel mast 
IgE-Laden type I pada reaksi kekebalan, secara histologika diwujudkan vasodilasi, edema 
papillari dan infiltrasi dari leukosit serta elemen-elemen histiosit disekeliling vena 
superfisial . Lesi-lesi ini biasanya berubah secara relatif dan cepat tanpa ada 
sisa pathologis. Reaksi yang hebat bagaimanapun juga mengakibatkan penyerapan 
perivaskular yang tebal dan menunjukkan transisi pada proses-proses ini  dimana 
edema kurang ditegaskan dan infiltrasi limposit mengelilingi pembuluh -pembuluh pada 
bentuk seperti lengan, seperti halnya erupsi obat-obatan yang berhubungan dengan kulit 
(Gambar 6-15). Perubahan dramatis lainnya terjadi ketika sistem vaskular itu sendiri adalah 
target proses peradangan yang mengakibatkan kerusakan saluran-saluran vaskular dengan 
semua sekuelnya seperti pada kasus vaskulitis. 
  
   

Nekrotik Vaskulitis adalah proses peradangan yang melibatkan pembuluh-pembuluh 
dengan segala ukuran dan tergantung pada kemampuan pembuluh dan tipe reaksi 
peradangan. Hal ini memicu  pola-pola penyakit yang berbeda-beda secara 
histopatologi dan klinis . Rangkaian kejadian pathologis pada vaskulitis tergambar jelas pada 
nekrotik venulitis dan pada pleksus supervicial di kulit, dimana material fibrillar amorfous 
eosinofilic tersimpan di dalam dinding pembuluh yang diserap oleh leukosit PMN 
(polymorfonuclear) dan menjadi anuklear serta nikrotik . Lekosito klasia 
terjadi dan nuclear ditemukan di dalam pembuluh-pembuluh serta di jaringan yang 
mengelilingi saluran vaskuler. Sel-sel darah merah dan plasma muncul di dalam jaringan 
perivaskuler. Perubahan-perubahan ini memberikan kesan histologi "pembuluh yang pecah ". 
Kemudian akan ada juga sel-sel liposit dan histiosit karena jaringan yang rusak diperbaiki. 
Infiltrasi dari dinding vaskuler oleh sirkulasi komplek kekebalan, gerakan komplemen, 
pelepasan sirkulasi komplek kekebalan, gerakan komplemen, pelepasan faktor lekotaktik 
yang menarik netropil, pagositosis, komplek kekebalan oleh leokosit dan pelepasan ensim 
hidrolitik adalah latar belakang patogenik bagi perubahan litik adalah latar belakang 
patogenik bagi perubahan-perubahan besar dan merusak vaskuler. 
Reaksi peradangan kronis sistem superfisial vaskular biasanya membuka infiltrasi 
limfosit dalam hubungan erat dengan dinding-dinding vaskular. Contohnya pada purpura 
   
simplek, rusaknya dinding pembuluh kurang jelas dibandingkan  nekrotik vaskulitis, tapi kesatuan 
pembuluh-pembuluh juga dirusak terbukti aleh pendarahan yang menuju ke jaringan limfosit 
dan sebagai reaksi-reaksi sekunder, elemen-elemen histiosit sebagian dimuat dengan 
material pagodit yang merupakan infiltrasi peradangan.  
Vena superfisial bisa juga merupakan target proses sitolitik, dengan peradangan 
sebagai peran sekunder. Pada erythropoietic protoporfyra, sel-sel endotel terlisis oleh 
reaksi pototosik; plasma, sel darah merah dan debris selular tersimpan pada jaringan 
perivaskular memicu  reaksi peradangan yang hebat. Tak diketahui apakah sirkulasi 
protopopirin membuat peka sel-sel endotel atau reaksi fototoksik diakhiri oleh sistem 
komplemen yang telah diketahui diaktifkan oleh porpirin dan cahaya. Regenerasi sel-sel 
endotel, yang memakai  lamina basal dari pembuluh yang hancur sebagai perancah, 
menghasilkan materi basal lamina yang baru, sehingga sesudah  reaksi-reaksi multipel 
berurutan dari fototoksik, lamina basal tersusun konsentris mengelilingi saluran vaskular. 
Material lamina basal dan serum protein yang tersimpan di sekitar pembuluh menunjukkan 
substrat submikroskopik dari hialinisasi, yang juga merupakan ciri dari penyakit ini.  
Pola-pola reaksi ini diterangkan untuk sistem vaskular dari badan papilar dan pleksus 
vena superfisial yang terjadi pada dermis dalam, tetapi ada perbedaan morfologi dan 
fungsional karena terdapat pembuluh yang lebih besar terlibat. Infiltrasi limfosit di 
sekeliling pembuluh-pembuluh pada model seperti lengan yang mengakibatkan tanda-tanda 
klinis dan kemudian menunjukkan substrat histopatologi bagi lesi urtikaria-papular. Hal ini 
merupakan kasus yang berhubungan dengan erupsi obat, serapan yang berkedudukan dalam 
pada lupus eritematosus. Pada kasus vaskulitis dari pembuluh yang berukuruan medium dan 
besar, biasanya terdapat penyerapan peradangan. Secara klinis muncul sebagai lesi popular 
dan nodular. Perubahan sekunder karena interupsi aliran vaskular yang lebih berat terdapat 
nekrosis dan pelepuhan seperti halnya ulserasi. Reaksi-reaksi yang terjadi pada 
poliarteritis nodosa dimana nekrosis total atau sebagian dari dinding vaskular diikuti oleh 
reaksi peradangan berat, trombosis intravaskular dan pendarahan. Granulomatosis 
vaskulitis juga mengakibatkan lesi nodular, dimana perubahan hialinisasi vaskular dan 
sumbatan vaskular pada livede vasculitis berakibat pada iskemik nekrosis. Iskemik nekrosis 
juga terjadi pada penyakit “Diego”, tetapi iskemik yang lebih besar pada kulit jarang 
terjadi karena sistem vaskular kulit berisi banyak anastomosis (Bab 96). 
 
Infiltrasi limposit 
Meskipun infiltrasi limposit terjadi pada mayoritas dari peradangan kulit, ada 
beberapa proses pathologis dimana infiltrasi ini  merupakan ciri yang paling menonjol, 
sehingga dijelaskan dengan gambar histologis. Analisa dari infiltrasi ini merupakan salah 
satu bagian yang tersulit dari patologi yang berhubungan dengan demam kulit. Infiltrasi 
   
limposit terbentuk di dalam peradangan atau poliiferasi. Pada kondisi berikutnya ditunjukan 
proses jinak ataupun ganas. Hal ini dibedakan dari wujud sitologi serta penyebarannya, 
terikat pada kompartemen persi advensisial dari sistem vaskular atau terjadi penyebaran 
secara difus melalui jaringan kolagen. Bisa pula terikat pada retikular dermis dan tak 
mengenai subepidermal ataupun menunjukkan epidermotropis berat. Karena limfosit 
merupakan populasi sel heterogen, analisa infiltrasi harus dipertimbangkan tidak hanya 
sitomorfologi dan pola penyebarannya tapi juga sifat-sifat histokimia dan tanda-tanda 
immunologi. Analisa infiltrasi sel dengan monoklonal antibodi (immunofenotyping) dan 
penjelasan klonalitinya sekarang ini merupakan aspek terpenting dari dermatopatologi. 
Pola distribusi dari infiltrasi limfosit bisa berupa perivaskular, difus atau nodular. 
Infiltrasi terikat pada pleksus vena superfisial atau dapat terlokasi pada retikular dermis 
ataupun mencakup keseluruhan jaringan konektif dermal. Dengan pelokasian superfisial, 
keterlibatan epidermis bisa terjadi dan yang terpenting parakeratosis yang terbatas 
terjadi, contohnya pada sifat erythema, dimana akantosis berat sering diikuti reaksi 
peradangan akibat gigitan-gigitan serangga, dan epidermotropis berat dari limfosit terjadi 
pada limfoma kulit sel-T. Keterlibatan vaskular seperti hiperplasia dinding-dinding 
pembuluh pada angiolimfoid hiperplasia, atau vaskulitis seperti pada limfomatoit populosis 
merupakan ciri-ciri penting diagnostik seperti halnya keterlibatan kolagen dan zat dasar, 
ditunjukkan oleh perubahan miksoid pada infiltrasi limposit dari jessnar-kanof dan reticular 
aritematsis mukinosis. Perluasan infiltrasi menuju jaringan lemak sering menjadi tanda 
limfoma maligna dan perkembangan folikel limfosit menandakan suatu limfositoma atau 
tanda-tanda dari sentrositik atau sentroblantik limfoma. Pengujian sitologi termasuk 
determinasi yang cermat dari infiltrasi yang merupakan monomorfik ataupun polimorfik. 
Pada infiltrasi polimorfik, keadaan alami masing-masing sel seperti eosinofil, histiosit atau 
sel-sel lainnya, merupakan pertimbangan penting dari perubahan-perubahan sekunder 
seperti hemoragik dan fagositosis sel-sel atau sel debris, melanin atau lemak oleh histiosit 
atau sel-sel mononuklear lainnya.  
Gigitan-gigitan serangga merupakan contoh yang baik dari reaksi heterogenitas 
limfohistiosit pada stimulus yang serupa. Seringkali terdapat infiltrasi limfosit perivaskular 
yang diikuti dengan perubahan epitel seperti akantosis. Lemak termasuk di dalam proses 
patologis, dan campuran eosinofil hanyalah tanda dari proses gerakan yang lunak. Reaksi 
gigitan serangga yang lama, infiltrasi limfohistiosit menunjukkan seluler polimorfik yang 
berat dan terbentuk folikel limfosit. Diantara pola-pola reaksi yang ditandai dengan 
infiltrasi limfosit, beberapa pola khusus dapat dibeda-bedakan.  
1. Infiltrasi peri vaskuler superfisial termasuk bagian papillari dan pleksus vena 
superfisial dan sering dibarengi dangan reaksi sekunder epidermis. Sel-sel limfosit 
mengelilingi saluran vaskular, seringkali meluas dan menyebar ke epidermis yang     
menampakkan parakeratosis pada area  ini. Secara klinis, perubahan-perubahan ini 
sering ditandai dangan eritema jelas tetapi erupsi ringan polimorfik atau gigitan 
serangga dapat memproduksi gambar histopatologi yang mirip.  
2. Penggelembungan limfosit dari venules tanpa keterlibatan bagian papillari dan epidermis 
terjadi dari pada bentuk eritema tetapi juga pada erupsi obat-obatan. Infiltrasi 
limfotik leukemia kronis menunjukkan pola distribusi yang mirip tapi menurut 
kuantitasnya, lebih berat/ parah.  
3. Infiltrasi limfosit perivaskular dengan infiltrasi mukinosis pada jaringan penghubung 
nonperivaskular ditemukan pada infiltrasi limfosit jessner-Kanof, eritematosis 
mukonosis, atau pada lupus eritematosis  dan dermatomiositis. Pada 
dermatomiositis, diikuti dengan perubahan-perubahan epidermal dan perubahan-
perubahan yang mirip pada folikel rambut.  
4. Infiltrasi limfosit nodular yang meluas melalui dermis yang memperlihatkan timbunan 
fokal dari sel-sel histiosit dan yang menghasilkan wujud dari folikel limfosit, merupakan 
cirl limfositoma kulit. Fagositosis polikrom pada sel-sel histiosit, mitosis pada pusat 
infiltrasi dan gabungan eosinofil adalah ciri-ciri khusus, terbukti dengan kumpulan 
papillari yang biasanya terhindar sehingga "zone grenz” yarg mencolok dapat ditemukan 
diantara infiltrasi dan epidermis.  
5. Infiltrasi nonfolikuler limfosit yang menghindari gerakan superfisial juga terjadi pada 
"Iymfoid hyperplasia”. Tetapi pada kasus ini pembedaan dari limfoma yang berat sangat 
sulit. Infiltrasi polimorfik memperlihatkan histiosit, sel-sel plasma dan eosinofil 
biasanya lunak, sedangkan limfoma non-Hodskin yang berat memperlihatkan gambaran 
monomorfik.  
6. Timbuman-timbunan nodular dari limfosit dengan gabungan sel-sel plasma dan eosinofil 
dibarengi oleh hiperplasia vaskular adalah ciri dari "angiolymfoid" hiperplasia (Gambar 
6-18). Dinding-dinding pembuluh darah menebal, dan sel-sel endothelial tampak 
membesar, bertambah dan meluas. Tapi ciri-ciri khas ini sebagian tidak jelas akibat 
infiltrasi limfosit yang pada. Manifestasi klinis juga tergantung pada tipe dan luas 
histopatologi. Keterlibatan dermis sebelah dalam mengakibatkan pemasukan jaringan 
subkutan pada proses patologi dan secara klinis menunjukkan cellulitis yang mirip 
pembengkakan; infiltrasi yang sama dan perubahan vaskular tertahan pada dermis atas 
secara klinis memicu  popular yang tegas dan lesi nodular.  
7. Infiltrasi limfosit atipikal termasuk superfisial dan dermis yang lebih dalam, dan 
ditandai secara sitologi oleh pleomorfik yang berat atas infiltrasi selular, adalah ciri 
dari limfomatosit papulosis. Pseudolimfoma ini menekankan masalah yang timbul saat 
histopatologi suatu lesi dipakai untuk mengetahui apakah suatu proses itu jinak atau 
   
ganas. Tanpa mengetahui ciri-ciri klinis dan rangkaian penyakit, diagnosa sangat sulit 
dilakukan. 
 
Infiltrasi Lekosit Polimorfonuklear  
Meski neutropil merupakan komponen-komponen kondisi peradangan kulit pada infeksi 
bakterial akut, ada beberapa penyakit dimana neutrofil mendominasi histopatologi bahkan 
pada tanpa infeksi bakterial. Pada pioderma gangrenosum, infiltrasi neoutrofil secara 
besar-basaran mangakibatkan abses steril, hancurnya jaringan dan ulserasi. Pada 
dermatitis herpetiformis, neutrofil tertimbun pada ujung papilla dermal dan membentuk 
abses paplilari yang mendahului pelepuhan dermolitik telah dijelaskan. Pada eritema 
elevatum diutinum, neutrofil merupakan sel-sel predominan dan berpusat di sekitar 
superfisial dan pembuluh-pembuluh mid-dermal, yang menunjukkan homogenitas fibrinoit 
dari dinding-dindingnya (toxic hyalin) dan tanda-tanda vaskulitis. Neutrofil juga merupakan 
sel predominan pada tahap awal dari nekrotik vaskulitis biasa. Neutrofil juga menunjukkan 
mayoritas infiltrasi radang secara masif pada dermatisis. Neutrofil febril akut, bersamaan 
dengan udara subepidermal; pada tenaga yang rendah akan tampak mirip dengan 
leukositoklastik vaskulitis tapi mengurangi perubahan-perubahan vaskulitis. 
 
Reaksi Granulomatosa  
Kulit adalah jaringan ideal untuk formasi granuloma dengan histiosit sebagai pemegang 
peranan. Meskipun sel-sel ini terlibat pada suatu saat ataupun pada proses peradangan, hal 
ini hanya proliferasi dan agregasi lokal histiosit, yang disebut granuloma. Saat sel-sel 
ini  berkumpul akan mirip jaringan epitel, oleh karana itu disebut sel-sel epiteloit. 
Perkembangan sel-sel raksasa, penyimpanan material fagosit dan penggabungan sel-sel 
radang seperti limfosit sel-sal plasma dan eosinofil, mengubah gambaran histologi reaksi 
granulomatosa yang lebih kompleks. Menyangkut hal-hal ini  serta perubahan vaskular 
dan perubahan-perubahan struktur fibrosis pada jaringan penghubung. Granuloma hampir 
selalu memicu  kerusakan jaringan yang telah ada, khususnya elastik fiber. Peda 
beberapa contoh menghasilkan perubahan yang permanen yang menunjukkan atrofi atau 
fibrosis dan bekas luka. Kerusakan jaringan tampak jelas sebagai nekrobiosis atau fibrionid 
atau nekrosis kaseosa ataupun berakibat pencairan dari abses; yang terakhir ini 
menunjukkan pergantian terhadap jaringan yang telah ada oleh infiltrasi histiosit dan 
fibrosis.  
Reaksi granulomatosa pada kulit terdiri dari ciri-ciri histiopatologi yang berspektrum 
luas. Palisading granuloma mengelilingi area  nekrobiotik jaringan penghubung dengan 
histiosit pada jari-jari yang sejajar (Gambar 6-19) granuloma anular, nekrobiosis lipoitisa, 
nodul rheumatoid dan “juxtaarticular nodules sifilis" termasuk pada kelompok ini. Proses- 
proses ini berbeda dengan reaksi granulomatosa dimana nekrosis berkembang di dalam 
granuloma ini  seperti kasus fibrinoit nekrosis pada sarkoidosis, caseosa pada 
tuberkulosis atau nekrosis pada mikotic granuloma. 
Sarkoidal granuloma ditandai oleh nodul yang berisi ikan sel-sel epitel, kadang-kadang 
sel langhan dan sejumlah kecil limfosit (Gambar, 6-20). Pada infiltrasi yang lebih besar, 
sering ditemukan  nekrosis fibrinoit di pusatria, elastik fiber rusak, hasil panyembuhan pada 
atrofi, “silica, zirconium dan berryilium granuloma” serta beberapa kelompok asing 
granuloma, memiliki ciri-ciri histopatologi yang mirip. Diagnosa sarcoidosis tidak pernah 
dibuat berdasarkan histiologi lasi kulit saja tapi juga berdasarkan pada kombinasi klinikal 
dan histopatologi, kekebalan selular dan gajala-gejala lainnya. Granuloma yang Infeksius 
juga berisi sel-sel epitheloid sehingga berkembang menjadi wujud sarkoidal. Nekrosis pada 
pusat Granuloma nampak sebagai kaesosa ataupun memiliki sifat yang lebih supurasi. Hal ini 
terjadi pada tuberkulosis, sifilis, letehaaniasis, penyakit-penyakit Hansen atau infeksi 
tungal. Reaksi granuloma pada kulit sulit diklasifikasikan berdasarkan pada histopatologi 
saja. Perbedaan etiologi yang kuat seperti immunopati dan beberapa bentuk vaskulitis, 
dapat menimbulkan granuloma. 
Bergantung pada ukuran dan lokasi granulomatosa, unit reaksi kutaneus yang berbeda 
mungkin terlibat. Reaksi granulomatosa bisa meluas di lemak subkutan atau termasuk pada 
unit superfisial. Pada unit reaktif superfisial terdapat reaksi epidermis beriringan, 
bereaksi dengan akantosis atau hiperplasia pseudoepitheliomatous. Epidermis bisa 
termasuk di dalam proses peradangan dengan barkembangnya abses intraefitelial atau 
bereaksi pada hiperkeratosis, seperti pada tromoderma atau blastomikosis. Bentuk khusus 
dari reaksi granulomatosa dihasilkan saat infiltrasi selular berisikan sel granuloma saja, 
monosit yang berubah bentuk, umumnya berkenaan dengan histiosit. Satu sifat dari sel ini 
adalah kapasitas menyimpan materi fagosit dan inilah yang menjadi ciri khas dari kondisi 
patologi tertentu. Pada reaksi xanthomatous, histiosit mengambil dan menyimpan lemak 
sehingga berubah bentuk menjadi sel-sel berbusa. Tersebar di seluruh dermis dengan 
infiltrasi diantara ikatan kolagen, seperti pada kasus normolipemik xanthomatosis 
menyebar atau infiltrasi menyeluruh yang mirip tumor, seperti xanthomas yang terjadi pada 
hiperlipoproteinemia dan xanthelasma. Fagositosis lemak dan sel-sel besar yang kurang kuat 
ditemukan pada juvenil xanthogranuloma ; terletak pada bagian atas reticular dermis dan 
kelompok papillari dan penampilan yang berwarna-warni didapatkan dengan penggabungan 
limfosit dan eosinofil. Berkenan dengan lokalisasi proses patologi epidermis tersangkut di 
dalam kondisi dengan pemanjangan akantosis area  rete ridge meluas menuju granuloma 
atau berakibat atropi. 
Pada kondisi yang berbeda dengan ciri-ciri granulomatosa, dimana epidermatopris 
histiosit sebagai tanda diagnostik, adalah histiositosis x atau histiositosis sel Langerhans. 
   
Berdasarkan ciri klinik, infiltrasi merupakan histiosit yang menonjol atau tercampur dengan 
eosinofil. Bisa pula ditandai oleh fagositosis lipid yang beredar didalam histiosit. Bentuk-
bentuk umum adalah keterlibatan epidermis dimana sel-sel histiosit dan patologi berpindah 
dan termasuk pada proses patologi dengan berpindah dan termasuk pada proses patologi 
dengan seluruh pola reaksi yang dapat mengerahkan: Spongiosis, akantosis, parakeratosis, 
vaskulasi spongiotik, pelepuhan subepidermal dan nekrosis. Tanda dari sel-sel histiositosis x 
dengan sel-sel Langerhans menjelaskan epidermotropism dari infiltrasi pada sindrom ini. 
Proses proliferasi reaksi dari sistem histiosit kulit dapat juga ditambahkan pada pola 
reaksi spektrum granulonatosa, dan termasuk dermatofibroma (Gambar 6-12) Ada alasan 
yang baik untuk mempercayai bahwa nodul histiosit menunjukan akibat trauma, khususnya 
gigitan serangga. Proliferasi vaskular ditemukan  pada lesi ini, peradangan kronis minimal yang 
tidak dapat disangkal, dan fagositosis merupakan tambahan bukti untuk hipotesa ini. Saat 
dermatofibroma meluas ke dermis dalam, melibatkan lemak superfisial dengan 
memicu  fibrosis; lokasi superfisial di dalam kelompok papillari memicu  respon 
reaktif epidermis. Akantosis, proliferasi area  rete ridge pseudobasal sel karsinoma dan 
epidermal hiperplasi mendampingi proses-proses ini. 
 
Fibrous Kulit dan Matrik Extraseluler. 
Proses sklenosus kulit biasanya mencerminkan perubahan dinamis. Struktur dan fungsi 
melibatkan seluruh kompartmen organ ini. Tanda scleroderma adalah homogenisasi dan 
bungkus tebal pada ikatan kolagen, penyempitan celah interfasikular di dalam retikular 
dermis, dan lenyapnya batas antara bagian dermis dan kelompok papillari. Terdapat pula 
penyusutan papillari kecil dan pembuluh-pembuluh subpillari, yang nampak mengecil dan pada 
tahap awal infiltrasi limposit perivaskular dan edema jaringan merupakan gejala 
histopatologi yang konstan (Gambar 6-22). Penebelan tidak hanya diskibatkan oleh 
pertambahan komponen fibrosa tapi juga oleh fibrosis lapisan superfisial lemak 
subkutaneus yang mengikuti infiltrasi limfosit dan reaksi histiosit. Penurunan apendiks kulit 
menunjukkan bahwa kulit sebagai keseluruhan terlibat dan penyusutan, sklerotik dermis 
pada tahap selanjutnya dari proses, memperlihatkan bahwa sklerosis tidak selalu 
mengakibatkan kenaikan volume jaringan. 
Perubahan sklerodermoid ditemukan pada “pachydermoperiostosis" dimana kenaikan 
fibroblas dan zat dasar menyertai perubahan sklerotic. Pada porpriria kutanea tarda yang 
tidak melibatkan lemak subkutaneus dan biasanya menunjukkan ciri hialinisasi pembuluh 
papillari, Pada lichen sclerous et atroficus, terdapat edema kuat dari kelompok papillari 
pada tahap awal dan infiltrasi limposit tebal yang ditandai oleh rangkuman epidermis 
kemudian memindahkan edematous kelompok papillari dari retikular dermis. Karena timbul 
sklerosis, jaringan elastik lenyap dari kelompok papillari dengan keterlibatan epidermis 
 
terjadi degenerasi hidropik sel-sel basal, atrofi dan hiper keratosis pada waktu yang 
sama.Perubahan pada zona pertemuan/junctional pada kondisi semacam ini kadang-kadang 
memicu  perpisahan epidermis dan dermis dan formasi pelepuhan. 
Kesalahan sintesa atau hubungan silang kalogen memicu  beberapa penyakit atau 
sindrom tapi tergantung pada perubahan sifat histopatologis. Ini berbeda pada ehlers 
danlos sindrom kesalahan kolagen tidak dapat diketahui secara histopatologi, hanya 
kenaikan jaringan elastik yang menandakan sesuatu yang tidak normal terjadi di dalam 
dermis. Sebaliknya, perubahan patoologi jaringan elastik bisa diketahui dengan mudah 
sebab fiber elastik kehilangan ciri-cirinya atau karena nampak berbeda dengan teknik 
khusus. Pada elastolisis yang umum, fragmentasi elastik fiber adalah histopatologik 
substrat pada penampilan klinis kutis laxa, dan fragmentasi wujud fiber elastik yang 
tergulung dan menggumpal memiliki diagnosa yang mirip di dalam pseudoxanthoma 
elastikum. Endapan kalsium dan munculnya reaksi asing adalah ciri-ciri tambahan pada 
kondisi berikutnya. 
Sebaliknya, pada aktinik elastosis, substrat histologic pada dermatoheliosis, seluruh 
komponen jaringan penghubung superfisial terlihat. Kelompok papillari dan lapisan 
superfisial retikular dermis diisi dengan fiber yang tergulung dan menggumpal dan 
berkembang menjadi homogen dan basofilik. Dapat diwarnai oleh pewarnaan yang memiliki 
daya tarik bagi jaringan elastik sehingga secara histokimiawi menunjukkan reaksi seperti 
fiber elastik; bagaimanapun juga tidak diragukan lagi keterlibatan kolagen pada proses ini. 
Mengherankan bahwa biasanya zona tipis pada jaringan penghubung yang tidak berubah 
terletak antara epidermis dan materi elastatic. Tidak mengherankan bahwa perubahan pada 
tatanan kulit secara klinis jelas. Jaringan penghubung yang tegang dan kokoh pada 
skleroderma mencerminkan tanda sklerotik dan homogenisasi ikatan kolagen yang terlihat 
secara historologik ; lipatan-lipatan kendor cutis laxa adalah hasil fragmentasi elastic 
fiber: popula  mirip batu bulat pseudoxantoma elastikum berhubungan dengan pengumpulan 
dari matrik elastik yang berubah secara patologi ; kekerasan garis kulit dan permukaannya 
dalam dermatoheliosis adalah wujud klinis kumpulan fokal materi elastotik. 
Perubahan pada matriks ekstraselular terjadi khususnya di seluruh proses patologi 
peradangan atau neoplastil alami. Ini adalah yang terkuat, pada kondisi kulit dimana 
timbunan glikosaminoglikal terjadi. Kasus-kasus pada peradangan seperti lupus 
erithematosa, dermatomyositis, lichen sclerosus et atroficus, atau granuloma annulare. 
Pada penyakit-penyakit lain, pertambahan glicsamnoglican dan timbunan air adalah petunjuk 
dan sering sebegaa perubahan yang dapat diperhatikan saja. Pada pretibial mixedema dan 
sclerodema adultorum, timbunan materi meperti mucin didalam substansi dasar adalah 
petunjuk perubahan: ikatan kolagen terpisah, “stellate fibrosis" muncul mengambang pada 
kumpulan glikosaminoglikan Pada “slcreomyxedema” perubahan-perubahan serupa pisa 
   terjadi, tetapi proliferasi fibroblast mendominasi keadaan dan tercermin olah penampilan 
kulit secara klinis yang menebal dan mengeras. Pada penyakit yang lain substansi dasar dan 
komponen fibrous diganti oleh materi "proteinaceous”. Pada amiloidosis misalnya, kelompok 
papillari berisi eosinofil, deposit amiloid homogen, ditemukan  pada dinding-dinding pembuluh 
dan membran basal kelenjar keringat.  
 
Lemak Subkutan  
Proses peradangan pada jaringan adiposa subkutan kulit memiliki bagian yang sangat 
berbeda dibandingkan  dalam jaringan penghubung dermis karena anatomi khusus subkutis. 
Analisa patologi jaringan adipose menyangkut penentuan apakah proses patologi terjadi 
pada batas antara dermis dan lemak subkutan kulit dan apakah di dalam jaringan subkutan 
kulit, reaksi berpusat pada septa interlobular atau secara primer melibatkan lobus lemak. 
keterlibatan dermis dan lemak subkutan kulit memberi kesan suatu proses patologi 
disamping pembuluh-pembuluh besar di dalam kompartmen, keterlibatan septal biasanya 
menunjukkan patologi vaskuler di dalam septa interlobular. Sebaliknya patologi secara 
primer berpusat pada jaringan lemak biasanya muncul dalam lobus lemak. Peradangan lemak 
subkutan mencerminkan proses radang jaringan adiposa atau proses pada septa; bisa 
menyangkut vena kecil dan kapilar atau muncul dari pembuluh-pembuluh otot yang besar 
manifestasi histopatologinya beragam. Patologi pembuluh kecil biasanya terwujud secara 
lokal melibatkan lobus lemak sekitarnya, sementara kerusakan atau kemacetan pembuluh 
yang lebih besar mempengaruhi keseluruhan segmen jaringan yang disediakan atau 
disalurkan oleh pembuluh ini , mungkin menyangkut lapisan dermis. Kerusakan lemak, 
trauma atau peradangan, memicu  terlepasnya asam lemak yang merupakan penggerak 
kuat untuk peradangan, menarik neutrofil histiosit dan makrofag; fagositosis lemak yang 
hancur biasanya memicu  formasi lipogranuloma.  
Proses septal yang mengikuti peradangan pembuluh trabekular biasanya disertai 
dengan edema, infiltrasi sel peradangan dan reaksi histiosit. Muncul pada erithema 
nodosum peradangan septal yang berulang mengakibatkan perluasan septa 
interlobular, fibrosis dan timbunan histiosit dan sel-sel besar memicu  
perkembangbiakan pembuluh darah. Pada awalnya hal ini disebut "Subacute nodular 
migratory panniculitis" tetapi sekarang diperkirakan menjadi lebih kronis, membentuk 
eritema nodosum yang berulang-ulang (Bab 108). Berlainan dengan nodular vaskulitis, 
vaskulitis pembuluh yang besar pada area  septa disertai oleh nekrosis lobus lemak. 
diikuti oleh reaksi histiosit yang hebat dan sel epiteloid garnuloma di dalam lobus lemak, 
yang sering memicu  reaksi sklerosa fibrotik hebat keseluruhan lapisan lemak 
subsaraf  Lobular panniculitis menghasilkan nekrosis lobus lemak sebagai 
kejadian primer seperti pada kasus "idiofatic nodular panniculitis"  Adipositnya     
sehingga nampak seperti sel-sel bayangan. Perpindahan neutrofil serta leukositoklastik dan 
eosinofil dan penimbunan neutrofil serta leukositoklasia sekarang menjelaskan pola 
histopatologik. Materi lipid diperoleh dari nekrotik adiposit yang berisi kolestrol bebas, 
lemak netral, sabun dan asam lemak bebas dimana secara bergantian mengeluarkan stimulus 
peradangan, sel histiosit berpindah ke lemak yang kena radang fagositosis memicu  
formasi sel busa. Granuloma epiteloid dengan sel-sel besar juga dihasilkan dan seluruh tipe 
fibrosis berkembang. Oleh karenanya nekrosis lemak adalah kejadian primer dan 
peradangan adalah kejadian sekunder di dalam ciri panniculitis pembuluh-pembuluh hanya 
terlibat secara minimal dan sekunder.  
Kapasitas inheren jaringan adiposa bereaksi sesuai sifatnya yang terhadap stimulus 
patologi dengan nekrosis, peradangan dan formasi lipogranuloma juga memegang kebenaran 
pada kondisi penyakit-penyakit yang mempengaruhi jaringan subkutan secara sekunder atau 
berakibat faktor-faktor exogenous. Traumatik pannikulitis juga memicu  nekrosis 
lobus lemak dan gerakan peradangan serta reaksi jaringan granulomatosa, sesudah  
penyuntikan minyak atau silikon rongga kiste yang besar mungkin terbentuk (Gambar 6-25) 
dimana sesudah  penyuntikan pentazocine misalnya, fibrosis dan sklerosis mendominasi 
gambar histopatologi. Pelarutan, kepekaan dan sifat-sifat toksik zat asing dimasukkan 
secara kurang hati-hati pada lemak menentukan tipe lesi yang berkembang di dalam 
traumatik pannikulitis. Gambar histopatologi berubah dari peradangan yang tidak spesifik 
ke reaksi limfohistisit atau formasi granuloma. Zat-zat berminyak tersisa di dalam jaringan 
adipose untuk jangka lama tanpa memicu  reaksi jaringan penting: kista minyak 
berkembang dikelilingi oleh lapisar-lapisan residu jaringan penghubung, sehingga jaringan-
jaringan nampak seperti "keju smiss". Minyak tumbuhan atau binatang sering memicu  
granuloma tuberkuloid atau lipofagis dengan reaksi histiosit, sel-sel busa, dan fibrosis 
sekunder.  
Pannikulitis juga terjadi sebagai hasil dari infeksi atau proses penyakit khusus. 
Peradangan nekrosis dan granuloma disebabkan oleh infeksi kokus, mikobakteria dan 
organisme bakterial lainnya dan infeksi. Mikotik dimana tingkat infeksi dan jenis organisme 
menentukan akibat peradangan dan nekrotik atau prose granulomstosa. Sebaliknya pada 
sarkoidosis, lemak digantikan oleh nodus sel epiteloid secara bertahap pada limfoma, oleh 
infiltrasi limfomatosa spesifik. Pada lupus pannikulitis, intfiltrasi limfosit jaringan septal 
dan lobular menentukan gambar histopatologik, begitupula keterlibatan pembuluh-pembuluh 
penyebab vaskulitis. Kerusakan lemak, pencairan dan lipogranuloma yang kuat sehingga 
komponen pembuluh darah sulit diketahui dan gambar histopatologiknya mirip dengan 
idiopatik nodular pannikulitis.