epidemi menular 4

infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat 
ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun pasien  
secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang 
besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap 
kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor 
yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia, 
keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis, 
pemberian obat dan penyakit penyerta.
2. Proses Infeksi
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien 
tergantung dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan 
kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan 
meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit. Perkembangan 
infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan 
kompleks mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi 
mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. 
Pada beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon spesifik 
maupun nonspesifik bisa gagal dan hal ini mengakibatkan kerusakan 
pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi yang disebabkan 
oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang 
melemah. Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor yang 
berhubungan dengan respon imun spesifik disebut hospes yang 
terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan 
pertahanan hospes bervariasi berdasar  pada sistem imun yang rusak. 
Ciri-ciri umum yang berkaitan dengan hospes yang melemah adalah: 
infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan 
dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker tertentu. 
biasanya  proses infeksi adalah sebagai berikut:
a. Periode/ Masa Inkubasi
Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya 
gejala pertama. Contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, 
mumps/gondongan 18 hari
b. Tahap Prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam 
ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, 
mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih 
mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.
c. Tahap Sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap 
jenis infeksi. Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit 
tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan sakit telinga, 
demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.
d. Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi
3. Tipe Infeksi
a. Kolonisasi 
Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme menjadi 
flora yang menetap/flora residen. Mikroorganisme bisa tumbuh 
dan berkembang biak namun  tidak dapat menimbulkan penyakit. 
Infeksi terjadi ketika mikroorganisme yang menetap tadi sukses 
menginvasi/menyerang bagian tubuh host/manusia yang sistem 
pertahanannya tidak efektif dan patogen memicu  kerusakan 
jaringan.
b. Infeksi lokal
Spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana mikroorganisme 
tinggal.
c. Infeksi sistemik
Terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian tubuh yang lain 
dan menimbulkan kerusakan.
d. Bakterimia
Terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri
e. Septikemia
Multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari infeksi sistemik
f. Infeksi akut
Infeksi yang muncul dalam waktu singkat
g. Infeksi kronik 
Infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang lama (dalam 
hitungan bulan sampai tahun) 
B. INFEKSI VIRUS 
 
Penyakit infeksi hanya akan terjadi apabila pertahanan pertama 
(pertahanan innate) tidak dapat mengatasi patogen yang masuk. Tubuh 
kita selalu terpapar oleh mikroorganisme yang berada pada lingkungan 
kita di samping patogen yang telah ada di dalam tubuh akibat infeksi 
sebelumnya. Sel-sel epitel baik eksternal maupun internal merupakan 
tempat bertemunya agen penginfeksi pada tubuh kita. Mukosa sepanjang 
saluran pernafasan merupakan jalan masuk mikroorganisme akibat 
adanya kontaminasi udara yang kita hirup. Mukosa pada saluran 
pencernakan merupakan jalan masuk mikroorganisme yang berada pada 
makanan maupun air yang kita minum. Adanya luka dan gigitan serangga 
memungkinkan terjadinya penetrasi mikroorganisme melalui kulit. 
Demikian juga sentuhan langsung antar individu juga memberikan 
peluang terjadinya infeksi melalui kulit maupun alat reproduksi.
Tabel 1. Patogen Dapat Menginfeksi Melalui Berbagai Macam rute
Rute Infeksi Patogen
Rute masuk Cara penyebaran Pathogen Penyakit 
Permukaan Mukosa 
Lintasan 
udara 
Partikel terhidup 
oleh pernafasan 
Virus Influenza 
Neisseria 
miningitidis 
Influenza 
Meningococca 1 
meningitis 
Sistem 
pencernakan 
Air atau makanan 
yang 
terkontaminasi 
Salmonella 
typhi Rotavirus 
Tipus Diarrhea
Sistem 
Reproduksi 
Kontak fisik Treponema 
palium
Syphilis 
Epitel Eksternal 
Permukaan 
luar 
Kontak fisik Tinea pedis Athlete’s foot 
Luka dan 
lecet 
Lecet kecil kulit 
luka tertusuk 
menangani 
hewan terinfeksi 
Bacillus 
anthracis 
Clostridium 
tetani 
Pasteurella 
tularensis 
Anthrax 
Tetanus 
Tuleremia 
Gigitan 
Serangga 
Gigitan nyamuk 
(Aedes aegypti) 
Gigitan nyamuk 
(Anopheles)
Flavivirus 
Borrelia 
burgdoferi
Plasmodium 
spp
Demam kuning 
Penyakit Iyme
Malaria 

Pada kenyataannya walaupun tubuh kita selalu terpapar oleh 
berbagai macam mikroorganisme kejadian infeksi sangat jarang. Hal ini 
menunjukkan bahwa sel-sel epitel tubuh merupakan penghalang yang 
efektif terhadap masuknya mikroorganisme. Apabila sel-sel epitel 
mengalami luka, sel-sel ini akan segera terganti dengan cepat. Faktor 
lain yang memicu  rendahnya terjadi penyakit infeksi adalah 
berjalannya imunitas innate jika invader berhasil menerobos masuk 
jaringan. Rendahnya terjadinya infeksi ini menunjukkan betapa besar 
jumlah patogen yang tereliminasi setiap saat pada tubuh kita. Apabila 
patogen yang berhasil masuk pada tubuh kita sangat kuat atau sangat 
banyak akan memungkinkan patahnya pertahanan innate dan akan terjadi 
infeksi yang bersifat lokal dan lalu  bisa menyebar ke tempat lain. 
Penyebaran pathogen selalu menimbulkan respon inflamasi yang disertai 
perekrutan sel-sel imunokompeten di samping molekul-molekul efektor 
yang berguna untuk tujuan eliminasi patogen itu. Imunitas innate yang 
diinduksi oleh suatu patogen akan berlangsung selama beberapa hari dan 
dapat mulai bekerja beberapa menit setelah patogen masuk, sedangkan 
imunitas adaptif akan dimulai saat antigen dipresentasikan pada daerah 
limfoid periferal misalnya pada lymph node dan spleen. Imunitas adaptif 
bersifat spesifik, artinya setiap klone sel tertentu hanya bertanggung 
jawab pada satu macam antigen. Imunitas adaptif merupakan pertahanan 
yang sangat penting karena menyisakan sel-sel memori yang sangat 
berguna apabila pada waktu yang berbeda terjadi infeksi lagi oleh patogen 
yang sama. Sel-sel memori memiliki  respon yang sangat kuat dan cepat 
terhadap invader yang pernah datang sebelumnya, sehingga mampu 
mengatasi invader dalam jumlah yang besar.
Infeksi dan responnya dapat dibagi menjadi beberapa tahapan. 
Pada gambar ini diilustrasikan mikroorganisme penginfeksi yang masuk 
melalui luka pada kulit. Agen penginfeksi pertama kali harus melekat pada 
sel epitel dan menembus sel itu. Sistem imun innate lokal dapat mencegah 
invader menetap ditempat itu dengan cara mengeliminasi. Imunitas innate 
juga dapat menahan penginfeksi. Imunitas innate dapat membawa agen 
penginfeksi memakai  sel dendritik dan masuk pada lymph node 
terdekat. Sesampainya sel dendritik yang membawa agen penginfeksi 
pada lymph node, akan terjadi inisiasi imunitas adaptif yang berakhir 
dengan pembersihan host dari agen penginfeksi. Peranan sel T γδ pada 
mekanisme ini belum terjelaskan.
1. STRATEGI PERTAHANAN VIRUS
Virus adalah mikroorganisme yang mengadakan replikasi di 
dalam sel dan kadang-kadang memakai asam nukleat atau protein pejamu. 
Sifat virus yang sangat khusus adalah:
a. Mengganggu sel khusus tanpa merusak. Virus yang tidak 
memicu  kerusakan sel disebut virus non sitopatik (non 
cytopathic virus). Bila terjadi kerusakan sel, maka hal ini akibat 
reaksi antigen antibodi. Virus ini dapat menjadi persisten dan 
akhirnya menjadi kronik, sebagai contoh adalah virus hepatitis B
b. Virus merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian 
menghilang dari tubuh, dan virus seperti ini disebut virus sitopatik 
(cytopathic virus), sebagai contoh infeksi virus HIV, infeksi hepatitis 
virus lain, dan sebagainya. 
c. Dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi
d. Dapat berkembang biak dalam sel pejamu tanpa merusak
Dalam melawan sistem imun, virus secara kontinu mengganti 
struktur permukaan antigennya melalui mekanisme antigenic drift dan 
antigenic shift, seperti yang dilakukan oleh jenis virus influenza. 
Permukaan virus influenza terdiri dari hemaglutinin, yang diperlukan 
untuk adesi ke sel saat infeksi, dan neuramidase, yang diperlukan untuk 
menghasilkan bentuk virus baru dari permukaan asam sialik dari sel yang 
terinfeksi. Hemaglutinin lebih penting dalam hal pembentukan imunitas 
pelindung. Perubahan minor dari antigen hemagglutinin terjadi melalui 
titik mutasi di genom virus (drift), namun perubahan mayor terjadi 
melalui perubahan seluruh material genetik (shift).
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non 
spesifik disebut juga respons imun alamiah. Yang merupakan mekanisme 
pertahanan non spesifik tubuh kita adalah kulit dengan kelenjarnya, 
lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya 
seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, 
monosit, polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen 
mekanisme pertahanan non spesifik.
a. Permukaan tubuh, mukosa dan kulit
Permukaan tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap 
penetrasi mikroorganisme. Bila penetrasi mikroorganisme terjadi 
juga, maka mikroorganisme yang masuk akan berjumpa dengan 
pelbagai elemen lain dari sistem imunitas alamiah.
b. Kelenjar dengan enzim dan silia yang ada pada mukosa dan kulit
Produk kelenjar menghambat penetrasi mikroorganisme, demikian 
pula silia pada mukosa. Enzim seperti lisozim dapat pula merusak 
dinding sel mikroorganisme.
c. Komplemen dan makrofag
Jalur alternatif komplemen dapat diaktivasi oleh berbagai macam 
bakteri secara langsung sehingga eliminasi terjadi melalui proses lisis 
atau fagositosis oleh makrofag atau leukosit yang distimulasi oleh 
opsonin dan zat kemotaktik, karena sel-sel ini memiliki  reseptor 
untuk komponen komplemen (C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat 
kemotaktik akan memanggil sel monosit dan polimorfonuklear ke 
tempat mikroorganisme dan memfagositnya.
d. Protein fase akut
Protein fase akut adalah protein plasma yang dibentuk tubuh akibat 
adanya kerusakan jaringan. Hati merupakan tempat utama sintesis 
protein fase akut. C-reactive protein (CRP) merupakan salah satu 
protein fase akut. Dinamakan CRP oleh karena pertama kali protein 
khas ini dikenal karena sifatnya yang dapat mengikat protein C dari 
pneumokok. Interaksi CRP ini juga akan mengaktivasi komplemen 
jalur alternatif yang akan melisis antigen.
e. Sel ‘natural killer’ (NK) dan interferon
Sel NK adalah sel limfosit yang dapat membunuh sel yang dihuni virus 
atau sel tumor. Interferon adalah zat yang diproduksi oleh sel leukosit 
dan sel yang terinfeksi virus, yang bersifat dapat menghambat 
replikasi virus di dalam sel dan meningkatkan aktivasi sel NK.
Virus hepatitis B dapat menunjukkan variasi epitop yang 
berfungsi sebagai antagonis TCR yang mampu menghambat antivirus sel 
T sitotoksik. Beberapa virus juga dapat mempengaruhi proses olahan dan 
presentasi antigen. Virus dapat mempengaruhi mekanisme efektor imun 
karena memiliki  reseptor Fcγ sehingga menghambat fungsi efektor 
yang diperantarai Fc. Virus dapat menghambat komplemen dalam induksi 
respons inflamasi sehingga juga menghambat pemusnahan virus. 
Beberapa virus juga memakai  reseptor komplemen untuk masuk ke 
dalam sel dan virus lainnya dapat memanipulasi imunitas seluler, seperti 
menghambat sel T sitotoksik.
GARIS PERTAHANAN PERTAMA 
Sel-sel epitel yang melapisi tubuh kita baik eksternal maupun
internal merupakan bagian yang sangat penting sebagai garis pertahanan 
pertama. Sel-sel ini sebagai penghalang antara lingkungan yang 
banyak mengandung patogen dengan jaringan yang berada di bawah 
epitel itu. Sel-sel epitel satu dengan yang lain dihubungkan oleh pengikat 
”tight junction’ yang sangat kuat dan rapat sehingga berfungsi sebagai 
penghalang yang kedap terhadap lingkungan di luarnya. Sel epitel 
menyusun kulit dan seluruh organ yang berongga (tubular), misalnya 
saluran pencernakan, saluran pernafasan, dan saluran reproduksi. Infeksi 
hanya akan terjadi apabila pertahanan pertama ini berhasil dipatahkan 
oleh agen patogen. Kulit kita berupa permukaan yang kering dan memiliki 
keratin yang kedap sehingga relatif kuat menghalangi masuknya agen￾agen patogen. biasanya  agen-agen patogen masuk dan menginfeksi 
tubuh melewati epitel internal dan luka pada permukaan kulit. 
Pentingnya epitel sebagai sistem pertahanan dapat dilihat dari kejadian 
luka bakar dan luka operasi. Pada dua kejadian ini infeksi bahkan sepsis 
menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas (kematian dan 
penderitaan). 
Dalam keadaan normal tanpa luka, biasanya  patogen 
menembus sel epitel dengan berikatan dengan molekul di permukaan sel 
epitel internal. Ikatan yang spesifik antara pathogen dengan molekul yang 
ada di permukaan sel epitel internal memungkinkan patogen menginfeksi 
sel epitel itu bahkan merusaknya sehingga sel-sel epitel sebagai 
pertahanan pertama dapat dijebol. Pada patogen yang telah membuat 
koloni, ikatan pathogen dengan molekul permukaan sel epitel mencegah 
tersapunya pathogen baik oleh udara maupun cairan yang melewati 
permukaan epitel itu.
Sel-sel epitel internal dikenal dengan dengan sebutan mucosal 
epithelia sebab sel-sel ini mensekresikan mucus yaitu suatu cairan 
yang kental dan lengket. Mucus mengandung bermacam-macam 
glikoprotein yang disebut mucin. Pada dasarnya kesempatan 
mikroorganisme untuk mengadakan penetrasi pada epitel internal ini 
sangat kecil karena mucus akan menyelubungi mikroorganisme itu, dan 
pada saluran pernafasan mikroorganisme dapat disapu oleh mucus yang 
digerakkan dengan kuat oleh silia sel epitel. Diri kita telah didesain sangat 
sempurna oleh Allah, Tuhan seluruh makhluk. Hanya orang yang paling 
celaka yang mengingkari desain yang teramat sempurna ini. Bersin 
merupakan satu contoh agar mikroorganisme yang berada di permukaan 
epitel internal tidak berhasil mengadakan penetrasi melalui ikatan 
molekul permukaan. Kontraksi mendadak pada proses bersin akan 
memukul keluar atau melepaskan mikroorganisme yang berusaha 
mengadakan ikatan dengan sel epitel internal. 
Pentingnya cairan mucus dalam membersihkan agen-agen 
penginfeksi dapat diketahui pada individu yang kehilangan kemampuan 
memproduksi mucus maupun lemahnya pergerakan silia. Individu 
semacam itu akan menunjukkan fakta mudahnya terjadi infeksi pada 
paru-paru oleh bakteri yang mengadakan koloni pada permukaan sel-sel 
epitel. Pada usus gerakan peristaltik tidak saja penting untuk 
menggerakkan makanan namun juga untuk menghindari ikatan 
mikroorganisme secara konstan dan bahkan menggiring agen-agen 
penginfeksi keluar. Apabila gerakan peristaltic ini sangat lemah bakteri 
pada daerah lumen akan mengalami perkembangan sangat pesat dan 
memperbesar peluang terjadinya infeksi pada saluran pencernakan.


Tabel 2. Permukaan Epitel Merupakan Pelindung Mekanik, Kimia, dan 
Penghalang Langsung Bagi agen Penginfeksi
Peranan Epitel Sebagai Penghalang Infeksi
Mekanik Sel epitel disatukan dengan tight junction aliran udara 
dan cairan menembus epitel pergerakan mucus oleh 
silia 
Kimia Asam lemak (kulit) 
Enzim : Lisosom (saliva, keringat, air mata) pepsin 
(usus)
Peptida antibakteri : defensis (kulit, usus); cryptidins 
(intestine)
Mikrobiologi Flora normal berkompetisi dengan bakteri pathogen 
untuk memperoleh makanan dan melekat pada epitel 
dan dapat menghasilkan substansi antibakteri
Makrofag dapat merespon dengan cepat mikroorganisme yang 
masuk, dan hal ini sangat penting untuk menghindari menetapnya 
patogen. Sejak awal perkembangan imunologi para ilmuwan percaya 
bahwa makrofag berperan pada setiap sitem pertahanan. Saat ini lebih 
jelas bahwa invertebrata seperti bintang laut hanya memakai  
makrofag sebagai sistem pertahanan untuk melawan infeksi. Walaupun 
kejadian yang ada pada invertebrata bukan permasalahan pada manusia 
maupun vertebrata lain, namun membuktikan bahwa makrofag 
merupakan respon innate yang menjadi pertahanan paling depan untuk 
mengatasi invasi mikroorganisme pada suatu individu.
Makrofag membawa bermacam-macam reseptor yang cocok 
untuk berbagai komponen bakteri termasuk reseptor untuk karbohidrat 
yang dibawa bakteri (reseptor manosa dan glukan), reseptor LPS (lipida), 
reseptor Toll (TLR), dan reseptor scavenger. Ikatan bakteri dengan 
reseptor yang ada memicu  terjadinya fagositosis. Signal dari reseptor Toll memicu  tersekresinya sitokin proinflamasi seperti IL-
1β, IL-6, dan TNF-α.

Agen anti bakteri (bakteriosida) diproduksi atau dilepaskan
oleh sel fagosit pada waktu mencerna mikroorganisme. Sebagian besar
agen bakteriosida dihasilkan oleh makrofag dan neutrofil. Beberapa agen
bakteriosida bersifat toksik, sedangkan yang lain contohnya lactoferrin, 
bekerja dengan cara mengikat nutrisi essensial dan mencegah nutrien itu 
dikonsumsi bakteri. Beberapa substansi dapat dilepaskan sel fagosit dan 
berinteraksi dengan larva cacing parasit yang telah diselubungi antibodi 
dan juga berinteraksi dengan jaringan host. Karena agen ini 
mampu berinteraksi dengan sel host dan juga memberi efek toksik pada 
jaringan host, aktivasi sel fagosit dapat menimbulkan kerusakan pada 
jaringan host selama proses infeksi.
Sifat utama yang membedakan mikroorganisme pathogen
dengan non-patogen adalah kemampuannya menghadapi pertahanan
innate. Mikroorganisme patogen telah mengembangkan strategi untuk
menghindari penghancuran oleh makrofag. Banyak bakteri pathogen
melindungi dirinya dengan kapsul tebal berupa polisakarida yang tidak
dikenal oleh reseptor fagosit. Mycobacteria memiliki  strategi untuk
hidup di dalam fagosom makrofag dengan cara menghalangi fusi
fagosom-lisosom. Apabila strategi untuk menghindari imunitas inate
tidak dimiliki oleh bakteri maka bakteri harus masuk ke dalam tubuh
dalam jumlah yang banyak untuk terjadinya infeksi. Hal yang sangat
penting jika terjadi interaksi makrofag dengan bakteri adalah terjadinya 
aktivasi makrofag untuk mensekresi sitokin dan mediator lain yang 
menginisiasi proses inflamasi. Patogen menjadi penyebab terjadinya 
sekresi sitokin dengan adanya signal yang merambat dari ikatan 
reseptor pada sel fagosit dengan antigen. Reseptor yang memberikan 
signal adanya antigen dan memicu  sekresi sitokin itu juga penting 
untuk membangkitkan ekspresi molekul kostimulator pada makrofag 
dan sel dendritik. Sel dendritik termasuk sel fagosit yang berada pada 
jaringan. Terekspresinya molekul kostimulator memudahkan inisiasi 
imunitas adaptif. Sitokin yang dihasilkan makrofag memiliki  
kontribusi penting pada inflamasi lokal dan respon imun non-adaptif 
beberapa hari setelah terjadinya infeksi.
2. RESPONS IMUN NONSPESIFIK TERHADAP INFEKSI VIRUS
Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen non 
adaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme 
pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, namun  
untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi 
lahir dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan 
merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu.
Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah 
timbulnya interferon dan sel natural killler (NK) dan antibodi yang 
spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan pemusnahan sel yang 
terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi pejamu. 
Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi, terutama 
dalam struktur karbohidrat, memicu  sel menjadi target sel NK. Sel 
NK memiliki  dua jenis reseptor permukaan. Reseptor pertama 
merupakan killer activating receptors, yang terikat pada karbohidrat dan 
struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya 
adalah killer inhibitory receptors, yang mengenali molekul MHC kelas I 
dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi. Oleh karena itu 
sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi MHC kelas I. Sel yang 
sensitif atau terinfeksi memiliki  MHC kelas I yang rendah, namun sel 
yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan 
terlindungi dari sel NK. Produksi IFN-α selama infeksi virus akan 
mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi MHC pada sel terdekat 
sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat 
berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap protein virus terikat pada 
sel yang terinfeksi.
Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap 
virus, yaitu 
a. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN 
oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus
b. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun 
virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN 
tipe I akan meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan 
virus yang berada di dalam sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan 
fagositosis akan menghilangkan virus yang datang dari ekstraseluler 
dan sirkulasi.
3. RESPONS IMUN SPESIFIK TERHADAP INFEKSI VIRUS
Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga 
komponen adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan 
yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak 
dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Bedanya dengan pertahanan 
tubuh non spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh spesifik harus 
kontak atau ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia 
akan terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah ada 
sebelum ia kontak dengan antigen.
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi 
mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme 
pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan 
oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun 
lainnya seperti sel makrofag dan komplemen. Dilihat dari caranya 
diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik disebut juga respons 
imun didapat.
Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu 
antigen yang merupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik 
juga menimbulkan memori imunologis yang akan cepat bereaksi bila 
host terpajan lagi dengan antigen yang sama di kemudian hari. Pada 
imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang 
spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi 
eliminasi antigen.
Sel yang berperan dalam imunitas didapat ini adalah sel yang 
mempresentasikan antigen (APC = antigen presenting cell = makrofag) 
sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B masing￾masing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel 
limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang 
dihuni antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma 
dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan 
fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta 
meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang 
dinamakan proses antibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC).
Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu respons 
imunitas humoral dan selular. Respons imun spesifik ini memiliki  
peran penting yaitu : Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara 
antara lain menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat 
pada permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membran sel, 
dan dengan cara mengaktifkan komplemen yang memicu  agregasi 
virus sehingga mudah difagositosis
4. MELAWAN VIRUS SITOPATIK YANG DILEPASKAN DARI SEL 
LISIS.
Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai 
cara. Antibodi dapat menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada 
sel, sehingga mencegah penetrasi dan multiplikasi intraseluler, seperti 
pada virus influenza. Antibodi juga dapat menghancurkan partikel virus 
bebas melalui aktivasi jalur klasik komplemen atau produksi agregasi , 
meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler.
Kadar konsentrasi antibodi yang relatif rendah juga dapat 
bermanfaat khususnya pada infeksi virus yang memiliki  masa 
inkubasi lama, dengan melewati aliran darah terlebih dahulu sebelum 
sampai ke organ target, seperti virus poliomielitis yang masuk melalui 
saluran cerna, melalui aliran darah menuju ke sel otak. Di dalam darah, 
virus akan dinetralisasi oleh antibodi spesifik dengan kadar yang rendah, 
memberikan waktu tubuh untuk membentuk resposn imun sekunder 
sebelum virus mencapai organ target.
Infeksi virus lain, seperti influenza dan common cold, 
memiliki  masa inkubasi yang pendek, dan organ target virus sama 
dengan pintu masuk virus. Waktu yang dibutuhkan respons antibodi 
primer untuk mencapai puncaknya menjadi terbatas, sehingga 
diperlukan produksi cepat interferon untuk mengatasi infeksi virus 
tersebut. Antibodi berfungsi sebagai bantuan tambahan pada fase lambat 
dalam proses penyembuhan. Namun, kadar antibodi dapat meningkat 
pada cairan lokal yang terdapat di permukaan yang terinfeksi, seperti 
mukosa nasal dan paru. Pembentukan antibodi antiviral, khususnya IgA, 
secara lokal menjadi penting untuk pencegahan infeksi berikutnya. 
Namun hal ini menjadi tidak bermanfaat apabila terjadi perubahan 
antigen virus.
Virus menghindari antibodi dengan cara hidup intraseluler. 
Antibodi lokal atau sistemik dapat menghambat penyebaran virus 
sitolitik yang dilepaskan dari sel pejamu yang terbunuh, namun antibodi 
sendiri tidak dapat mengontrol virus yang melakukan budding dari 
permukaan sel sebagai partikel infeksius yang dapat menyebarkan virus 
ke sel terdekat tanpa terpapar oleh antibodi, oleh karena itu diperlukan 
imunitas seluler.
Respons imunitas seluler juga merupakan respons yang penting 
terutama pada infeksi virus nonsitopatik. Respons ini melibatkan sel T 
sitotoksik yang bersifat protektif, sel NK, ADCC dan interaksi dengan 
MHC kelas I sehingga memicu  kerusakan sel jaringan. Dalam 
respons infeksi virus pada jaringan akan timbul IFN (IFN-a dan IFN-b) 
yang akan membantu terjadinya respons imun yang bawaan dan 
didapat. Peran antivirus dari IFN cukup besar terutama IFN-a dan IFN-b.
Kerja IFN sebagai antivirus adalah :
a) Meningkatkan ekspresi MHC kelas I
b) Aktivasi sel NK dan makrofag
c) Menghambat replikasi virus
d) Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari sel yang 
terinfeksi.
Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat 
sitotoksik langsung pada sel yang teinfeksi virus melalui pengenalan 
antigen pada permukaan sel target oleh reseptor αβ spesifik di limfosit. 
Semakin cepat sel T sitotoksik menyerang virus, maka replikasi dan 
penyebaran virus akan cepat dihambat.
Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptida antigen virus pada 
permukaannya yang terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah virus  masuk. Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik αβ 
mencegah multiplikasi virus. Sel T sitotoksik γδ menyerang virus (native 
viral coat protein) langsung pada sel target.
Sel T yang terstimulasi oleh antigen virus akan melepaskan 
sitokin seperti IFN-γ dan kemokin makrofag atau monosit. Sitokin ini 
akan menarik fagosit mononuklear dan teraktivasi untuk mengeluarkan 
TNF. Sitokin TNF bersama IFN-γ akan memicu  sel menjadi non￾permissive, sehingga tidak terjadi replikasi virus yang masuk melalui 
transfer intraseluler. Oleh karena itu, lokasi infeksi dikelilingi oleh 
lingkaran sel yang resisten. Seperti halnya IFN-α, IFN-γ meningkatkan 
sitotoksisitas sel NK untuk sel yang terinfeksi. Antibodi dapat 
menghambat sel T sitotoksik γδ melalui reaksi dengan antigen 
permukaan pada budding virus yang baru mulai, sehingga dapat terjadi 
proses ADCC. Antibodi juga berguna dalam mencegah reinfeksi.
Beberapa virus dapat menginfeksi sel-sel sistem imun sehingga 
mengganggu fungsinya dan mengakibatkan imunodepresi, misalnya 
virus polio, influenza dan HIV atau penyakit AIDS. Sebagian besar virus 
membatasi diri (self-limiting), namun sebagian lain memicu  gejala 
klinik atau subklinik. Penyembuhan infeksi virus biasanya  diikuti 
imunitas jangka panjang. Pengenalan sel target oleh sel T sitotoksik 
spesifik virus dapat melisis sel target yang mengekspresikan peptida 
antigen yang homolog dengan region berbeda dari protein virus yang 
sama, dari protein berbeda dari virus yang sama atau bahkan dari virus 
yang berbeda. Aktivasi oleh virus kedua ini dapat menimbulkan 
memori dan imunitas spontan dari virus lain setelah infeksi virus inisial 
dengan jenis silang. Demam dengue dan demam berdarah dengue 
merupakan infeksi virus akut yang disebabkan oleh empat jenis virus 
dengue. Imunitas yang terjadi cukup lama apabila terkena infeksi virus 
dengan serotipe yang sama, namun  bila dengan serotipe yang berbeda 
maka imunitas yang terjadi akan berbeda. Gangguan pada organ hati pada demam berdarah dengue telah dibuktikan dengan ditemukannya 
RNA virus dengue dalam jaringan sel hati dan organ limfoid. Virus 
dengue ternyata menyerang sel kupffer dan hepatosit sehingga terjadi 
gangguan di hati.
CONTOH PATOGENESIS VIRUS INFUENZA
Virus influenza menyebar dari orang ke orang melaui droplet di 
udara atau melaui kontak dengan permukaan tangan yang tercemar. 
Beberapa sel epitel pernafasan terinfeksi jika partikel virus yang 
terkumpul menolak dikeluarkan oleh reflex batuk dan lepas dari 
netralisasi oleh antibody IgA spesefik yang sudah ada atau dari inaktivasi 
oleh penghambat non terbentuk dan menyevar ke sel yang berdekatan, 
dimana siklus replikasi berulang. DNA virus menurunkan viskositas 
lapisan mucus di saluran pernafasan, membuka reseptor permukaan sel 
dan meningkatkan penyebaran cairan yang mengandung virus ke bagian 
saluran yang lebih di bawah. Dalam waktu singkat, banyak sel saluran 
pernafasan terinfeksi, kadang kala terbunuh.
Masa inkubasi dari paparan virus ke onset penyakit bervariasi 
dari 1 sampai 4 hari, tergantung dari besarnya umlah virus dan status 
imun inang. Pelepasan virus dimulai pada hari sebelum onset gejala, 
memuncak dalam 24 jam, tetap meningkat selama 1 sampai 2 hari, dan 
kemudian menurun cepat. Virus infeksius sanat jarang ditemukan dari 
darah.
Interferon dapat terdeteksi pernafasan sekitar satu hari setelah 
mulai pelepasan virus. Virus influenza peka terhadap efek antivirus dari 
interferon, dan diyakini bahwa respon interferon member andil dalam 
kesembuhan dari infeksi. Respon antibody spesifik dan cell mediated 
tidak dapat dideteksi selama 1-2 hari minggu berikutnya.
Infeksi influenza memicu  kerusakan seluler dan deskuamasi 
mukosa malalui permukaan dari saluran pernafasan namun  tidak mempengaruhi lapisan dasar epitel. Perbaikan sempurna kerusakan sel 
mungkin memakan waktu 1 bulan. Kerusakan oleh virus pada eitel 
saluran pernafasan, menurunkan resistensinya terhadap invasi sekunder 
bakteri trutama staphylococcus, streptococcus, dan Haemophylus 
influenzae. Edema dan infiltrasi mononuclear dalam respon rterhadap 
kematian sel dan deskuamasi karena replikasi virus agaknya 
memicu  gejala lokal. Gejala sistemik yang menonjol yang 
berkaiotan dengan influenza mungkin mencerminkan produksi sitokinin.
5. BAGAIMANA SISTEM IMUNITAS BEKERJA
Untuk bisa memahami reaksi vaksin yang terjadi di dalam tubuh 
manusia maka, pertama kali kita harus mengerti tentang sistem 
imunitasSistem ImunSistem yang sangat komplek di dalam tubuh, yang 
bertanggung jawab untuk melawan penyakit. Tugas utama adalah 
mengidentifikasi benda asing dalam tubuh (termasuk bakteri, virus, 
jamur, parasit, organ atau jaringan transplantasi) dan menghasilkan 
pertahanan tubuh untuk melawan benda asing tersebut. Pertahanan ini 
dikenal sebagai respon imun.. Sistem imunitas didesain untuk mengenal 
dan menghancurkan benda asing yang masuk kedalam tubuh manusia 
termasuk patogenPatogenSuatu penyakit yang disebabkan oleh 
substansi, biasanya  dipergunakan untuk organisme (bakteri, 
virus) dan produk biologisnya (misalnya toksin)..
Patogen adalah benda atau bahan yang dapat menimbulkan 
penyakit. Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Penyakit-penyakit 
yang ada vaksinnya untuk memberikan perlindungan sebagian atau 
lengkap. pada manusia. Istilah patogen biasanya  dipakai untuk 
organisme penyebab penyakit seperti bakteri, virus dan produk 
biologisnya seperti toksin yang dihasilkan oleh organisme tersebut
a. Bakteri dalah mikroorganisme sel tunggal, punya inti sel, yang 
dapat membelah sendiri dengan cepat.
b. Virus tidak dapat membelah sendiri, mereka membutuhkan sel dan 
jaringan hidup dari tubuh inang/pejamu untuk membelah /
memperbanyak diri.
Gambar 6. Struktur Virus
Sistem imunitas yang ada dalam tubuh manusia merespon 
masuknya bakteri dan virus ke dalam tubuh manusia melalui mekanisme 
yang sangat rumit dan komplek. Sistem imunitas ini mengenal molekul 
(antigenAntigenSubstansi asing didalam badan yang memicu untuk 
menghasilkan antibodi.) yang unik dari bakteri atau virus yang  merangsang timbulnya antibodi (sejenis protein) dan sejenis sel darah 
putih yang disebut limfosit. Limfosit ini menandai antigen yang masuk 
dan kemudian menghancurkannya.
Awal terjadinya proses reaksi imunitas yaitu mekanisme 
pertahanan tubuh untuk melawan setiap benda asing masuk ke dalam 
tubuh, sejumlah limfosit yang disebut dengan sel memory segera 
berkembang menjadi limfosit yang memiliki  kemampuan membuat 
zat kekebalan yang bertahan lama (long lasting immunity). Seperti telah 
disebutkan diatas, imunitas adalah mekanisme tubuh manusia untuk 
melawan dan memusnahkan benda asing yang masuk ke dalam tubuh 
manusia. Benda asing ini bisa berupa bakteri, virus, organ 
transplantasi dll. Apabila suatu sel atau jaringan seperti bakteri atau 
organ tubuh ditransplantasikan ke dalam tubuh pasien  maka tubuh 
orang ini akan menolaknya karena benda asing ini dianggap 
bukan sebagai bagian dari jaringan tubuh mereka. 
Benda asing ini dianggap sebagai pendatang (invader) 
yang harus diusir. Jadi secara sederhana dapat didefinisikan kembali 
bahwa sistem kekebalan (immune system) ialah mekanisme tubuh 
manusia untuk melawan/ mengusir benda asing yang masuk kedalam 
tubuh mereka. Pertama-tama “memory cells” berupaya mengenal benda 
asing yang masuk dan disimpan dalam “ingatan” sel memori ini. Ini 
disebut dengan reaksi imunitas primer. Apabila benda asing yang sama 
masuk lagi ke dalam tubuh orang ini untuk kedua kali dan 
seterusnya, maka sel memori ini dengan lebih cepat dan sangat efektif 
akan merangsang sistem imunitas untuk mengusir dan melawan benda 
asing yang sudah dikenal tersebut. Reaksi tubuh akan lebih cepat dan 
lebih efektif dibandingkan dengan reaksi saat perjumpaan untuk 
pertama kalinya dengan benda asing tersebut. 
Grafik dibawah ini membandingkan respon imun primer dengan 
sekunder terhadap patogen yang sama. Respon sekunder akan 
dieliminasi oleh patogen sebelum terjadi kerusakan.

C. MEKANISME KERUSAKAN SEL DAN JARINGAN 
Kerusakan pada sel dan jaringan yang merupakan akar dari sebagian 
besar penyakit disebabkan oleh radikal bebas. Radikal bebas reakti f sangat 
berbahaya sekali karena akan mencuri electron dari senyawa lain seperti 
protein, lipid, dan juga DNA. DNA adalah senyawa yang ada dalam inti sel, yang 
apabila mengalami kerusakan akan memicu  berbagai macam penyakit 
seperti katarak, kanker, dan penyakit degenerative. 
1. INFLAMASI
Inflamasi adalah respons terhadap cedera dan infeksi. Ketika 
proses inflamasi berlangsung terjadi reaksi vaskuler dimana cairan, 
elemen – elemen darah, leukosit, dan mediator kimia berkumpul pada 
tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu 
mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir 
dan membasmi agen – agen yang berbahaya pada tempat cedera dan 
untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan.
Respons inflamasi adalah respons fisiologis terhadap kerusakan 
jaringan. Tujuan respons inflamasi adalah melindungi, mengisolasi, 
menonaktifkan dan mengeluarkan agens penyebab serta jaringan yang 
rusak sehingga dapat terjadi pemulihan.
BERBAGAI PENYEBAB INFLAMASI 
a. Mikroorganisme
b. Agen fisik, seperti suhu yang ekstrim, cedera mekanis, sinar 
ultraviolet, dan radiasi ion
c. Agens kimia (misalnya asam basa)
d. Antigen yang menstimulasi respons imunologis
PEMBAGIAN INFLAMASI berdasar  POLA DASAR 
a. Inflamasi akut 
radang yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa 
menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan eksudasi cairan 
dan protein plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang 
menonjol. Gambaran sistemik pada radang akut berupa 
leukositosis.

Reaksi inflamasi akut diuraikan dalam serangkaian tahap 
yang tumpang tindih antara peningkatan aliran darah, peningkatan 
pembentukan cairan jaringan dan migrasi leukosit. Ringkasan 
peristiwa ini terdiri dari :
1) Vasokontriksi terjadi dengan segera, namun  berlangsung singkat
2) Pelepasan zat kimia inflamasi atau mediator (misanya 
histamine, dan lain – lain) oleh jaringan rusak, sel mast, basofil, 
sitokin dan aktivasi komplemen. Pelepasan ini memicu  
vasodilatasi dan hiperemia lokal karena peningkatan aliran 
darah ke area tersebut.
Pelepsan zat kimia inflamasi juga meningkatkan permeabilitas 
kapiler terhadap eksudasi cairan dan protein yang bocor dari 
darah ke jaringan. Eksudat membawa pasokan oksigen, bahan 
bakar dan leukosit ekstra yang membantu melarutkan setiap 
toksin mikroba.
Eksudat adalah timbunan cairan ekstravaskuler yang memiliki 
konsentrasi protein yang tinggi, debris seluler dan memiliki 
berat jenis lebih dari 1.020.
3) Leukosit ekstra – awalnya neutrofil, lalu monosit (yang menjadi 
makrofag), dan limfosit (yang melibatkan patogen) berpindah 
ke area inflamasi karena zat kimia inflamasi dan zat kimia yang 
dilepaskan oleh mikroorganisme dalam suatu proses yang 
disebut kemotaksis positif. Kemotaksis adalah emigrasi leukosit 
di dalam jaringan menuju tempat jejas sepanjang gradient 
kimiawi. Hal ini dapat terjadi dengan stimuli exogenus agent 
yaitu produk dari bakteri, dan endogenous agent yaitu berbagai 
mediator kimia.
4) Sementara itu aliran darah yang lebih lambat memungkinkan 
leukosit berpindah (ke sisi kapiler)
5) Leukosit melekat ke endotel kapiler dan bergerak ke dinding 
kapiler menuju area yang rusak melalui proses yang disebut 
diapedesis.
6) Setelah neutrofil dan kemudian makrofag mencapai area yang 
telah rusak, keduanya mulai menyingkirkan mikroorganisme 
dan jaringan yang rusak dengan cara fagositosis pus jika 
terbentuk adalah campuran dari leukosit yang mati, debris 
jaringan, mikroorganisme dan eksudat. Fagositosis 
ditingkatkan dengan keberadaan immunoglobulin (antibodi) 
dan komplemen
7) Tahap respons inflamasi terakhir adalah pembersihan debris 
oleh makrofag, sehingga proses pemulihan dapat berlanjut
b. Inflamasi kronik 
Radang yang berlangsung lebih lama (berhari-hari sampai 
bertahun-tahun) dan ditandai terutama adanya limfosit. Inflamasi 
Granulomatous merupakan suatu pola inflamasi kronik khusus. 
Radang granulomatosa berupa: Tuberculosis, Lepra, Sarcoidosis, 
Gumma Syphillis. Keradangan akibat kuman tuberculosa 
memberikan gambaran spesifik berupa sel-sel epiteloid (Brooker, 
2008).
TANDA – TANDA INFLAMASI
Lima ciri khas dari inflamasi adalah kemerahan, panas, 
pembengkakan, nyeri dan hilangnya fungsi. Dua tahap inflamasi adalah 
tahap vaskuler yang terjadi 10 – 15 menit setelah terjadinya cedera dan 
tahap lambat. Tahap vaskuler berkaitan dengan vasodilatasi dan 
bertambahnya permeabilitas kapiler dimana substansi darah dan cairan 
meninggalkan plasma dan menuju tempat cedera. Tahap lambat terjadi 
ketika leukosit menginfiltrasi jaringan inflamasi.
Berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi. 
Prostaglandin yang telah berhasil diisolasi dari eksudat pada tempat 
inflamasi adalah salah satu diantaranya. Prostaglandin (mediator kimia) 
memiliki  banyak efeknya, termasuk diantaranya adalah vasodilatasi, 
relaksasi otot polos, meningkatnya permeabilitas kapiler,dan sensitisasi 
sel – sel syaraf terhadap nyeri (Kee, 2006).
EFEK SISTEMIK INFLAMASI 
a. Demam, malaise, anoreksi,
b. Laju endap darah yang meningkat 
c. Leukositosis
d. Manifestasi lain (misalnya peningkatan nadi, penurunan keringat, 
menggigil, anorexia, malaise, somnolence)
e. Sepsis
2. NEKROSIS
Nekrosis adalah kematian sel karena adanya system membrane. 
Kerusakan membran ini disebabkan adanya aktivitas enzim lisozim. 
Aktivitas enzim lisozim dapat terjadi karena adanya kerusakan system 
membran, oleh factor tertentu yang mengakibatkan membran 
pembungkus enzim lisozimini mengalami kebocoran. Kebocoran ini 
mengakibatkan lisozim tumpah ke sitosol dan akhirnya mencerna protein 
– protein baik yang berada pada sitosol maupun protein – protein 
penyusun sistem membran dari sel tersebut.
Nekrosis merupakan jumlah perubahan morfologik yang terjadi 
setelah kematian sel dalam jaringan atau organ hidup. Ada dua proses 
yang mendasari perubahan morfologik yang dasar, yaitu:
a. Denaturasi protein , jejas atau asidosis intrasel memicu  
denaturasi protein struktur dan protein enzim yang menghambat 
proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi sel dipertahankan.
b. Pencernaan (digestif) enzimatik pada organel dan komponen sitosol 
lainnya, baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau 
heterolysis (enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering 
meninggalkan cacat jaringan yg diisi oleh leukosit imigran dan 
menimbulkan abses.
Jika proses digestif enzimatik sel lebih dominan pada sel nekrotik 
akan terjadi nekrosis lekuefaktif. Jika denaturasi protein lebih dominan 
akan terjadi nekrosis koagulatif.
Ada beberapa ciri yang membedakan sel nekrotik berwarna lebih 
eosinofilik (merah muda) dan tampak lebih berkilau karena kehilangan 
glikogen dan mengalami vakuolisasi serta membrane sel mengalami 
fregmentasi. Sel nekrotik dapat menarik garam kalsium; keadaan ini benar 
terutama untuk sel lemak yang nekrotik (membentuk fatty soaps). 
Perubahan nucleus meliputi piknosis (nukleus kecil serta padat), kariolisis 
(nukleus yang melarut serta terlihat kabur) dan karioreksis (nukleus yang 
terfragmentasi). Pola nekrosis pada jaringan yang umum meliputi:
a. Nekrosis koagulatif merupakan pola yang paling sering ditemukan dan 
terutama didominasi oleh denaturasi protein dengan tetap 
mempertahankan sel dan kerangka jaringan. Pola ini khas pada 
kematian hipoksik dalam semua jaringan kecuali otak. Jaringan 
nekrotik mengalami heterolisis (dicerna oleh enzim lisosomal dari 
leukosit yang menginvasi) atau autolisis (dicerna oleh enzim – enzim
lisosomnya sendiri).
b. Nekrosis likuefaktif terjadi ketika heterolysis atau autolysis lebih 
dominan daripada denaturasi protein. Daerah yang nekrotik teraba 
lunak dan terisi cairan. Tipe nekrosis ini paling sering terlihat pada 
infeksi bakteri setempat (abses) dan dalam otak.
c. Nekrosis kaseosa merupakan ciri khas lesi Tuberculosis. Lesi ini 
terlihat secara makroskopis sebagai materi yang lunak, rapuh serta 
menyerupai keju, dan secara mikroskopis sebagai materi amorf 
eosinofilik dengan debris sel.
d. Nekrosis lemak terlihat dalam jaringan adipose; aktivasi lipase 
(misalnya dari sel pankreas makrofag atau yang jejas) melepaskan 
asam lemak dari trigliserida yang kemidian membentuk kompleks 
dengan kalsium untuk membentuk sabun. Secara makroskopis terlihat 
area berwarana putih seperti kapur (saponifikasi lemak). Secara 
histologis ditemukan garis sel yang kabur dan pengendapan kalsium 
(Mitchel, dkk., 2008).
PERKEMBANGAN JARINGAN NEKROTIK 
a. Timbul respon peradangan
b. Jaringan nekrotik hancur dan hilang
AKIBAT NEKROSIS
a. Kehilangan fungsi : misalnya defisit neurologis
b. Menjadi fous infeksi, medium pembiakan penyebaran mikroorganisme 
tertentu
c. Perubahan – perubahan sistemik tertentu, misalnya demam, 
leukositosis
d. Pengeluaran enzim-enzim yangg dikandungnya ke dalam darah akibat
sel mati dan peningkatan permeabilitas membran.
3. ADAPTASI
Sel merupakan partisipan aktif di lingkungannya, yang secara 
tetap menyesuaikan struktur dan fungsinya untuk mengakomodasi 
tuntutan perubahan dan stres ekstrasel. Sel cenderung mempertahankan 
lingkungan segera dan intraselnya dalam rentang parameter fisiologis 
yang relatif sempit ketika mengalami stres fisiologis atau rangsangan 
patologis, sel bisa beradaptasi, mencapai kondisi baru dan 
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Respons adaptasi sel terhadap stressor dapat terjadi: atrofi, 
hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia. Respons ini bergantung jenis 
cedera, durasi / aging / senescence, dan keparahannya.
Atrofi merupakan pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substasi 
sel tersebut. Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada 
jenis atrofi tersebut. Sebelum membahas mengenai penyebab terjadinya, 
maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar 
pembahsannya lebih spesifik. biasanya , terdapat dua jenis atrofi, yaitu 
atrofi fisiologis dan atrofi patologis.
a. Atrofi fisiologis
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau 
alami. Beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama 
sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan, dan jika organ 
tubuh ini tidak menghilang ketika sudah mencapai usia tertentu, 
maka akan dianggap sebagai patologik. Contoh dari atrofi fisiologis ini 
yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula mammae 
mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan 
uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan 
ringan akaibat resorpsi. Penyebab proses atrofi ini bervariasi, 
diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi 
akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli), 
berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan 
akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab ini terjadi karena 
peoses normal penuaan.
b. Atrofi patologis
Atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses 
normal/alami.
biasanya , atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, 
yaitu:
1) Atrofi sinilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh biasanya , 
karena atrofi senilis termasuk dalam atofi umum (general atrophy). 
Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi patologis karena 
proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal 
proses aging merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang 
merupakan proses patologik yaitu starvation (kelaparan). 
Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat 
makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atrofi ini dapat terjadi 
pada orang yang sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama 
(tanpa berbuka puasa), orang yang memang tidak mendapat 
makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di padang 
pasir). Orang yang menderita gangguan pada saluran pencernaan 
misalnya karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada 
penderita stiktura esophagus ini mungkin mendapatkan 
suplai makanan yang cukup, namun makanan ini tidak dapat 
mencapai lambung dan usus karena makanan akan di semprotkan 
keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke jaringan￾jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan 
menjadi kurus kering.
2) Atrofi local. Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan 
tertentu.
3) Atrofi inaktivas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. 
Misalnya inaktivitas otot-otot mengakibatkan otot-otot ini 
mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi 
kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi 
pada poliomyelitis. Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi   neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya impuls trofik. 
Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa 
harus berbaring lama mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, 
tulang-tulang menjadi berlubang-lubang karena kehilangan 
kalsiumnya sehingga tidak dapat menunjang tubuh dengan baik. 
Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya tersumbat 
untuk waktu yang lama. Ini misalnya terjadi pada pankreas. Jika 
terjadi sumbatan (occlusion) pada saluran keluar pancreas, sel-sel 
asinus pancreas (eksokrin) menjadi atrofik. Namun, pulau-pulau 
Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan 
ke dalam darah tidak mengalami atrofi.
4) Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau 
desakan dalam waktu yang lama dan yang mengenai suatu alat 
tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi 
akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi 
(pada nak-anak). Atroi desakan patologik misalnya terjadi pada 
sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah 
substernal biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang 
tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim 
ginjal dapat menipis akibat desakan terus-menerus. Ginjal 
seluruhnya berubah menjadi kantong berisi air, yang biasanya 
terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. 
Atrofi dapat terjadi pada suatu alat tubuh kerena menerima 
desakan suatu tumor didekatnya yang makin lama makin 
membesar
5) Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada 
rangsangan hoemon tertentu. Atrofi akan terjadi jika suplai hormon
yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu berkurang atau terhenti 
sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit 
Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga 
mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.
biasanya , atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut:
a. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/pasien 
b. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf
c. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin
d. Kekurangan nutrisi
e. Inaktivitas (organ tidak sering dipakai , maka akan mengakibatkan 
pengecilan organ tersebut).
Hipertrofi merupakan penambahan ukuran sel dan memicu  
penambahan ukuran organ. Hipertrofi dapat fisiologik atau patologik dan 
disebabkan oleh peningkatan kebutuhan fungsional atau rangsangan 
hormonal spesifik. Hipertrofi dan hiperplasia dapat terjadi bersamaan 
akibat pembesaran organ (hipertrofik). Hipertrofi fisiologik masif pada 
uterus selama kehamilan terjadi akibat rangsangan estrogen dari 
hipertrofi dan hiperplasia otot polos. Sel otot lurik dapat mengalami 
hipertrofi saja akibat respon terhadap peningkatan kebuthan sel.
Hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau 
jaringan. Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik. Hiperplasia fisiologik 
misalnya hiperplasia hormonal (ex. proliferasi epitel kelenjar payudara 
perempuan pada masa pubertas dan kehamilan), serta hiperplasia 
kompensatoris yaitu hiperplasia yang terjadi saat sebagian jaringan 
dibuang atau sakit (namun sifatnya reversible). Hiperplasia patologik 
biasanya terjadi akibat stimulasi faktor pertumbuhan atau hormonal yang 
berlebih.
Metaplasia merupakan perubahan reversibel yaitu pada satu jenis 
sel dewasa (epitelial atau mesenkimal) digantikan oleh jenis sel dewasa 
lain 





















Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang 
kedokteran mendorong para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap 
berbagai penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit menular demi 
mengatasi kejadian penderitaan dan kematian akibat penyakit. Pengertian 
Epidemiologi menurut asal kata, jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi 
berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu Epi yang berarti 
pada atau tentang, Demos yang berarti penduduk dan kata terakhir adalah 
Logos yang berarti ilmu pengetahuan. 
Jadi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk. 
Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini adalah ilmu yang 
mempelajari tentang frekuensi dan distribusi (penyebaran) serta determinant 
masalah kesehatan pada sekelompok orang atau masyarakat serta 
determinasinya (faktor-faktor yang mempengaruhinya). 
Adapun pengertian epidemiologi menurut para ahli yaitu:
1. Menurut Judith S. Mausner, Anita K. Bahn 
Epidemiologi menurut Judith S. Mausner, Anita K. Bahn ialah concernet 
with the extend and types of illness and injuries in groups of people 
and with the factors which influence their distribution. 
2. Menurut Hirsch “1883”
Epidemiologi menurut Hirsch ialah suatu gambaran kejadian 
penyebaran dari jenis-jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu 
di berbagai tempat di bumi dan mengaitkan dengan kondisi eksternal.
3. Menurut Lilienfeld “1977”
Epidemiologi menurut Liliendfeld ialah metode pemikiran tentang 
penyakit yang berkaitan dengan penilaian biologis dan berasal dari 
pengamatan suatu tingkat kesehatan populasi.
4. Menurut Robert H. Fletcher “1991”
Epidemiologi menurut Robert H. Fletcher ialah disiplin riset yang 
membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi.
5. Menurut Moris “1964”
Epidemiologi menurut Moris ialah suatu pengetahuan tentang sehat 
dan sakit dari suatu penduduk.
6. Menurut Elizabeth Barrett
Epidemiologi menurut Elizabeth Barrett is study of the distribution 
and causes of diseases.
7. Menurut Last “1988”
Epidemiologi menurut Last is study of the distribution and 
determinants of health-related states or events in specifed population 
and the application of this study to control of problems.
Dalam epidemiologi ada tiga faktor yang dapat menerangkan 
penyebaran (distribusi) penyakit atau masalah kesehatan yaitu orang 
(person), tempat (place), dan waktu (time). Informasi ini dapat dipakai  
untuk 1 menggambarkan adanya perbedaan keterpaparan dan kerentanan. 
Perbedaan ini bisa dipakai  sebagi petunjuk tentang sumber, agen yang 
bertanggung jawab, transisi, dan penyebaran suatu penyakit. 
1. Faktor Orang (Person) 
Faktor orang atau person adalah karakteristik dari individu yang 
mempengaruhi keterpaparan atau kepekaan mereka terhadap penyakit. 
Orang yang karakteristiaknya mudah terpapar atau peka terhadap 
penyakit akan mudah terkena sakit. Karakteristik orang bisa berupa faktor 
genetik, umur, jenis kelamin,pekerjaan, kebiasaan dan status sosial 
ekonomi. Seorang individu yang memiliki  faktor genetik pembawa 
penyakit akan mudah terpapar faktor genetic ini dan peka untuk 
sakit. Perbedaan berdasar  umur, terdapat kemungkinan dalam 
mendapat keterpaparan berdasar  perjalanan hidup. Demikian pula 
dengan karakteristik lain yang akan membedakan dalam kemungkinan 
mendapat keterpaparan. 
2. Faktor Tempat (place) 
Faktor tempat berkaitan dengan karakteristik geografis. Informasi 
ini dapat batas alamiah seperti sungai, gunung,atau bisa dengan batas 
administrasi dan histori. Perbedaan distribusi menurut tempat ini 
memberikan petunjuk pola perbedaan penyakit yang dapat menjadi 
pegangan dalam mencari faktor-faktor lain yang belum diketahui.
3. Faktor Waktu (Time) 
Waktu kejadian penyakit dapat dinyatakan dalam jam, hari, bulan, 
atau tahun. Informasi ini bisa dijadikan pedoman tentang kejadian yang 
timbul dalam masyarakat. 
Berikut ini terdapat beberapa ruang lingkup epidemiologi, terdiri atas:
1. Masalah kesehatan sebagai subjek dan objek epidemiologi
Epidemiologi tidak hanya sekedar mempelajari masalah-masalah 
penyakit-penyakit saja, namun  juga mencakup masalah kesehatan yang 
sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya masalah keluarga 
berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga 
kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan 
demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah 
kesehatan secara keseluruhan
2. Masalah kesehatan pada sekelompok manusia
Pekerjaan epidemiologi dalam mempelajari masalah kesehatan, akan 
memanfaatkan data dari hasil pengkajian terhadap sekelompok 
manusia, apakah itu menyangkut masalah penyakit, keluarga 
berencana atau kesehatan lingkungan. Setelah dianalisis dan diketahui 
penyebabnya dilakukan upaya-upaya penanggulangan sebagai tindak 
lanjutnya.
3. Pemanfaatan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan 
dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan
Pekerjaan epidemiologi akan dapat mengetahui banyak hal tentang 
masalah kesehatan dan penyebab dari masalah ini dengan cara 
menganalisis data tentang frekuensi dan penyebaran masalah 
kesehatan yang terjadi pada sekelompok manusia atau masyarakat. 
Dengan memanfaatkan perbedaan yang kemudian dilakukan uji 
statistik, maka dapat dirumuskan penyebab timbulnya masalah 
kesehatan.
1. DETERMINAN INTRINSIK PENYAKIT 
Determinan Faktor Intrinsik pada Penyakit erat hubungan 
dengan Segitiga Epidemiologi yang dikemukakan oleh Gordon dan La 
Richt, yang menyebutkan bahwa timbul atu tidaknya penyakit pada 
organisme dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu host, agent dan 
environment. 
a. Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent 
(penyebab) dan host (organisme hidup)
b. Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan 
karakteristik agent dan host (baik individu maupun kelompok)c. Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam 
interaksi ini akan berhubungan langsung pada keadaan 
alami pada lingkungan (lingkungan sosial, fisik, ekonomi dan 
biologis
Agen penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor 
mekanis. kadang-kadang, untuk penyakit tertentu, penyebabnya tidak 
diketahui seperti penyakit ulkus peptiku, coronaryheart diseases, dan lain￾lain. Agen penyakit dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu:
a. Agen Biologis = Virus, bakteri, fungi, riketsia, protozoa, dan 
metazoan.
b. Agen Nutrisi = Protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan 
air.
c. Agen Fisik = Panas, radiasi, dingin, kelembaban, tekanan.
d. Agen Kimiawi
Dapat bersifat endogenous seperti asidosis, diabetes 
(hiperglikimia), uremia, dan eksogenous seperti zat kimia, 
allergen, gas, debu, dan lain-lain.
e. Agen Mekanis = Gesekan, benturan, pukulan yang dapat 
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
Proses Perjalanan suatu penyakit bermula dari adanya gangguan 
keseimbangan antara agen penyakit, host dan lingkungan, sehingga 
menimbulkan gejala penyakit. Agen penyakit merupakan faktor awal 
proses terjadinya penyakit, sehingga faktor agen penyakit ini merupakan 
hal yang sangat penting untuk dipelajari, agar setiap organisme dapat 
melakukan pencegahan lebih awal terhadap timbulnya suatu penyakit. 
Ukuran yang menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk 
mempengaruhi riwayat alamiah penyakit sebagai berikut: (1) infektivitas, 
(2) patogenesitas, dan (3) virulensi.
a. Infektivitas
Kemampuan agen penyakit untuk memicu  terjadinya 
infeksi. Dihitung dari jumlah individu yang terinfeksi dibagi 
dengan jumlah individu yang terpapar.
b. Patogenesitas 
Kemampuan agen penyakit untuk memicu  penyakit klinis. 
Dihitung dari jumlah kasus klinis dibagi dengan jumlah individu 
yang terinfeksi.
c. Virulensi 
Kemampuan penyakit untuk memicu  kematian. Indikator 
ini menunjukkan kemampuan agen infeksi memicu  
keparahan (severety) penyakit. Dihitung dari jumlah kasus yang 
mati dibagi dengan jumlah kasus klinis
DETERMINAN HOST 
Faktor pejamu (host) adalah semua faktor yang terdapat pada 
manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit. 
Host erat hubungannya dengan manusia sebagai makhluk biologis dan 
manusia makhluk sosial sehingga manusia dalam hidupnya memiliki  
dua keadaan dalam timbulnya suatu penyakit yaitu manusia kemungkinan 
terpajan dan kemungkinan rentan/resisten.
Faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam proses 
kejadian penyakit pada pejamu (host) adalah sebagai berikut :
a. Faktor Keturunan
Ada beberapa penyakit keturunan yang dapat ditularkan dari 
kedua orang tua (misalnya penyakit asma dan diabetes mellitus).
b. Mekanisme Kekebalan Tubuh/Imunitas. Daya tahan tubuh 
pasien  tidaklah sama, namun faktor imunitas sangat berperan 
dalam proses terjadinya penyakit. Imunitas dibagi dalam 
beberapa kategori, yaitu : Imunitas alamiah, Imunitas didapat dan 
Kekebalan kelompok.
c. Usia
d. Jenis Kelamin
e. Ras
f. Sosial ekonomi
g. Status Perkawinan
h. Penyakit Terdahulu
i. Nutrisi.
2. DETERMINAN EKSTRINSIK PENYAKIT 
Determinan Faktor Ekstrinsik pada Penyakit adalah faktor 
ketiga atau semua faktor luar dari suatu individuyang dapat berupa 
lingkungan fisik, biologik dan sosial sebagai penunjang terjadinya 
penyakit. Faktor ini disebut juga faktor ekstrinsik.
a. Iklim
Penularan beberapa penyakit menular sangat dipengaruhi oleh 
faktor iklim. Parasit dan vektor penyakit sangat peka terhadap 
faktor iklim, khususnya suhu, curah hujan, kelembaban, 
permukaan air, dan angin.2 Begitu juga dalam hal distribusi dan 
kelimpahan dari organisme vektor dan host intermediate. 
Penyakit yang tersebar melalui vektor (vector borne disease) 
seperti malaria dan Demam Berdarah Dengue (DBD) perlu 
diwaspadai karena penularan penyakit seperti ini akan 
makinmeningkat dengan perubahan iklim. Di banyak negara 
tropis penyakit ini merupakan penyebab kematian utama. Iklim 
dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi karena agen 
penyakit baik virus, bakteri atau parasit, dan vekor bersifat 
sensitif terhadap suhu, kelembaban, dan kondisi lingkungan 
ambien lainnya. Selain itu, WHO juga menyatakan bahwa penyakit 
yang ditularkan melalui nyamuk seperti DBD berhubungan 
dengan kondisi cuaca yang hangat. 
b. Tanah
Tanah adalah merupakan lingkungan biologis semua makluk 
hidup yang berada disekitar manusia yaitu flora dan fauna, 
termasuk juga manusia. Misalnya, wilayah dengan flora yang 
berbeda akan memiliki  pola penyakit yang berbeda. Faktor ini 
adalah faktor yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya 
bakteri dan virus sebagai penyebab sakit.
c. Peran Manusia
Tahap ini digambarkan sebagai interaksi manusia dengan 
lingkungan, dimana suatu keadaan terpengaruhnya manusia 
secara langsung oleh lingkungannya dan terjadi pada saat pra￾patogenesis (Periode sebelum manusia sakit terdapat interaksi 
antara faktor-faktor host, agent dan environment yang 
berlangsung terus menerus) suatu penyakit, misalnya udara 
dingin, hujan dan kebiasaan membuat/menyediakan makanan. 
Akibatnya faktor ini akan mempengaruhi agen penyakit, 
host dan lingkungan secara serentak, sehingga akan 
mempengaruhi agen penyakit untuk masuk ke dalam tubuh 
manusia, misalnya pencemaran air sumur oleh kotoran manusia 
yang akan memicu  muntaber.
Dalam epidemiologi penyakit infeksi, individu yang 
terpapar belum tentu terinfeksi. Hanya jika agen kausal penyakit 
infeksi terpapar pada individu lalu memasuki tubuh dan sel (cell 
entry), lalu melakukan multiplikasi dan maturasi, dan 
menimbulkan perubahan patologis yang dapat dideteksi secara 
laboratoris atau terwujud secara klinis, maka individu ini 
dikatakan mengalami infeksi.
Penyakit menular timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor 
baik dari agen, induk semang atau lingkungan. Bentuk ini tergambar didalam 
istilah yang dikenal luas dewasa ini. Yaitu penyebab majemuk (multiple 
causation of disease) sebagai lawan dari penyebab tunggal (single causation). 
Didalam usaha para ahli untuk mengumpulkan pengetahuan mengenai 
timbulnya penyakit, mereka telah melakukan eksperimen terkendali untuk 
menguji sampai dimana penyakit itu bisa di cegah sehinga dapat meningkat 
taraf hidup penderita. Ada tiga kelompok utama penyakit menular yaitu
1. Penyakit yang sangat berbahaya karena angka kematian cukup tinggi.
2. Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian dan 
cacat, walaupun akibatnya lebih ringan dari yang pertama
3. Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian dan cacat
namun dapat mewabah yang menimbulkan kerugian materi.
Ada beberapa pengertian mengenai penyakit antara lain menurut 
Gold Medical Dictionary penyakit adalah kegagalan dari mekanisme adaptasi 
suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau 
tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi struktur, bagian, organ atau 
sistem dari tubuh. Sedangkan menurut Arrest Hofte Amsterdam, penyakit 
bukan hanya berupa kelainan yang terlihat dari luar saja, namun  juga suatu 
keadaan terganggu dari keteraturan fungsi dari tubuh. Dari kedua pengertian 
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyakit adalah suatu keadaan gangguan 
bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada didalam keadaan yang tidak normal. 
Beberapa definisi penyakit menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1. Penyakit adalah kegagalan dari mekanisme adaptasi suatu organisme 
untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga 
timbul gangguan pada fungsi/struktur dari bagian organisasi atau sistem 
dari tubuh (Gold Medical Dictionary). 

2. Penyakit adalah suatu keadaan di mana proses kehidupan tidak lagi 
teratur atau terganggu perjalanannya (Van Dale‟s Woordenboek der 
Nederlandse Tel).
3. Penyakit bukan hanya berupa kelainan yang dapat dilihat dari luar saja, 
akan namun  juga suatu keadaan terganggu dari keteraturan fungsi-fungsi 
dalam dari tubuh (Arrest Hofte Amsterdam). 
Menurut Parson, sakit adalah keadaan dimana adanya 
ketidakseimbangan fungsi normal pada tubuh manusia, termasuk sejumlah 
sistem biologis dan kondisi penyesuaiannya. Selain itu menurut Bauman, ada 
tiga kriteria penentu keadaan sakit, yaitu adanya gejala, persepsi mengenai 
keadaan sakit yang dirasakan, dan menurunnya kemampuan untuk beraktivitas 
sehari-hari. Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan 
(berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik secara langsung 
maupun melalui perantara). Penyakit Menular [Comunicable Diseasse] adalah 
penyakit yang disebabkan oleh transmisi infectius agent/produk toksinnya dari 
pasien /reservoir ke orang lain/susceptable host.
Berbagai penyakit infeksi masih menjadi salah satu masalah kesehatan 
utama di seluruh dunia, termasuk di negara kita . Penularan penyakit ini juga 
sangat mudah terjadi. Oleh sebab itu, tindakan pencegahan perlu dilakukan 
agar penyebaran penyakit infeksi dapat dihentikan.
SIFAT ASPEK PEULARAN PENYAKIT 
1. Waktu Generasi
Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai 
masa kemampuan maksimal pejamu ini untuk dapat 
menularkan penyakit. Hal ini sangat penting dalam mempelajari 
proses penularan. Perbedaan masa tunas denga wakru generasi 
yaitu Masa tunas ditentukan oleh masuknya unsur penyebab 
sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat 
ditentukan pada penyakit dengan gejala yang terselubung, waktu 
generasi ialah waktu masuknya unsur penyebab penyakit hingga 
timbulnya kemampuan penyakit ini untuk menularkan 
kepada pejamu lain walau tanpa gejala klinik atau terselubung.
2. Kekebalan Kelompok 
Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok 
penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur 
penyebab penyakit menular tertentu berdasar  tingkat 
kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut. Herd 
Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah 
di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok 
penduduk tertentu. Wabah terjadi karena 2 keadaan :
a. Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat 
terjadi jika agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu 
populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen ini atau 
kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama 
absen dalam populasi tersebut.
b. Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana 
keadaan sangat tertutup dan mudah terjadi kontak langsung, 
masuknya sejumlah orangorang yang peka terhadap 
penyakit tertentu dalam populasi tsb. Ex: Asrama 
mahasiswa/tentara.
3. Angka Serangan 
Adalah sejumlah kasus yang berkembang atau muncul dalam 
satu satuan waktu tertentu di kalangan anggota kelompok yang 
mengalami kontak serta memiliki risiko atau kerentanan 
terhadap penyakit tersebut. Formula angak serangan ini adalah 
banyaknya kasus baru (tidak termasuk kasus pertama) dibagi 
dengan banyaknya orang yang peka dalam satu jangka waktu 
tertentu. Angka serangan ini bertujuan untuk menganalisis 
tingkat penularan dan tingkat keterancamam dalam keluarga, 

dimana tata cara dan konsep keluarga, sistem hubungan keluarga 
dengan masyarakat serta hubungan individu dalam kehidupan 
sehari-hari pada kelompok populasi tertentu merupakan unit 
epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung.
MANIFESTASI KLINIK biasanya  
1. Spektrum Penyakit Menular
Pada proses penyakit menular biasanya  dijumpai berbagai 
manifestasi klinik, mulai dari gejala klinik yang tidak tampak 
sampai keadaan yang berat disertai komplikasi dan berakhir 
cacat atau meninggal dunia. Akhir dari proses penyakit adalah 
sembuh, cacat atau meninggal. Penyembuhan dapat lengkap atau 
dapat berlangsung jinak (mild) atau dapat pula dengan gejala 
sisa yang berat (serve sequele).
2. Infeksi Terselubung (Tanpa Gejala Klinis)
Adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakkan diri 
secara jelas dan nyata dalam bentuk gejala klinis yang jelas 
sehingga tidak dapat didiagnosa tanpa cara tertentu seperti test 
tuberkulin, kultur tenggorokan, pemeriksaan antibodi dalam 
tubuh dll. Untuk mendapatkan perkiraan besar dan luasnya 
infeksi terselubung dalam masyarakat maka perlu dilakukan 
pengamatan atau survai epidemiologis dan tes tertentu pada 
populasi. Hasil survai ini dapat digunakauntuk pelaksanaan 
program, keterangan untuk kepentingan pendidikan.

1. FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT MENULAR
Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam 
masyarakat faktor yang memegang peranan penting :
a. Faktor penyebab atau agent yaitu organisme penyebab penyakit
1) Kelompok arthropoda (serangga) seperti scabies, 
pediculosis, dll.
2) Kelompok cacing/helminth baik cacing darah maupun 
cacing perut.
3) Kelompok protozoa seperti plasmodium, amuba, dll.
4) Fungus atau jamur baik uni maupun multiselular.
5) Bakteri termasuk spirochaeta maupun ricketsia.
6) Virus sebagai kelompok penyebab yang paling sederhana.
b. Sumber penularan yaitu reservoir maupun Resources
1) Penderita
2) Pembawa kuman
3) Binatang sakit
4) Tumbuhan/benda
c. Cara penularan khusus melalui mode of transmission
1) Kontak langsung
2) Melalui udara
3) Melalui makanan atau minuman
4) Melalui vector
d. Keadaan Pejamu
1) Keadaan umum
2) Kekebalan
3) Status gizi
4) Keturunan
e. Cara keluar dari sumber dan cara masuk ke pejamu melalui 
1) Mukosa atau kulit
2) Saluran pencernaan
3) Saluran pernapasan
4) Saluran urogenitalia
5) Gigitan, suntikan, luka
6) Placenta
2. INTERAKSI PENYEBAB DENGAN PEJAMU
a. Infektivitas 
Infektivtas adalah kemampuan unsure penyebab atau agent untuk 
masuk dan berkembang biak serta menghasilkan infeksi dalam 
tubuh pejamu.
b. Patogenesis
Patogenesis adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit 
dengan gejala klinis yang jelas. 
c. Virulensi
Virulensi adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang
berat terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas.
d. Imunogenisitas
Imunogenisitas adalah suatu kemampuan menghasilkankekebalan 
atau Imunitas
3. MEKANISME PATOGENESIS 
a. Invasi jaringan secara langsung
b. Produksi toksin
c. Rangsangan imunologis atau reaksi alergi yang memicu  
kerusakan pada tubuh pejamu
d. Infeksi yang menetap (infeksi laten)

e. Merangsang kerentanan pejamu terhadap obat dalam 
menetralisasi toksisitas
f. Ketidakmampuan membentuk daya tangkal (immuno supression)
4. SUMBER PENULARAN
a. Manusia sebagai reservoir
Kelompok penyakit menular yang hanya dijumpai atau lebih sering 
hanya dijumpai pada manusia. Penyakit ini biasanya  berpindah 
dari manusia ke manusia dan hanya dapat menimbulkan penyakit 
pada manusia saja.
b. Reservoir binatang atau benda lain
Selain dari manusia sebagai reservoir maka penyakit menular yang
mengenai manusia dapat berasal dari binatang terutama yang 
termasuk dalam kelompok penyakit zoonosis.
5. PENYAKIT ZOONOSIS UTAMA DAN RESERVOIR UTAMANYA
a. Pes (plaque) Tikus
b. Rabies (penyakit anjing gila) Anjing
c. Bovine Tuberculosis Sapi
d. Thypus, Scrub & Murine Tikus
e. Leptospirosis Tikus
f. Virus Encephlitides Kuda
g. Trichinosis Babi
h. Hidatosis Anjing
i. Brocellossis Sapi, kambing
6. RANTAI PENULARAN 
Melihat Perjalanan penyakit pada pejamu, bentuk pembawa 
kuman (carrier) dapat dibagi dalam beberapa jenis :
a. Healthy carrier (inapparent)
“Mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah menampakkan 
menderita penyakit ini secara klinis akan namun  
mengandung unsur penyebab yang dapat menular kepada 
orang lain”.
b. Incubatory carrier (masa tunas)
“Mereka yang masih dalam masa tunas namun  telah 
memiliki  potensi untuk menularkan penyakit”.
c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis)
“Mereka yang baru sembuh dari penyakit menular tertentu 
namun  masih merupakan sumber penularan penyakit ini 
untuk masa tertentu”.
d. Chronis carrier (menahun)
“Merupakan sumber penularan yang cukup lama”.
Manusia dalam kedudukannya sebagai reservoir penyakit 
menular dibagi dalam 3 kategori utama :
a. Reservoir yang biasanya  selalu muncul sebagai penderita
b. Reservoir yang dapat sebagai penderita maupun sebagai 
carrier
c. Reservoir yang biasanya  selalu bersifat penderita akan namun  
dapat menularkan langsung penyakitnya ke pejamu potensial 
lainnya, namun  harus melalui perantara hidup



Penyakit kelamin ( veneral disease ) sudah lama di kenal dan 
beberapa di antaranya sangat populer di negara kita  yaitu sifilis dan gonorrea 
.Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan ,dan semakin banyaknya 
penyakit–penyakit baru, sehingga istilah ini tidak sesuai lagi dan diubah 
menjadi Sexually Transmitted Diseases ( STD ) atau Penyakit Menular Seksual 
(PMS). Kemudian sejak 1998, istilah Sexually Transmitted Diseases (STD) 
mulai berubah menjadi Infeksi menular seksual (IMS) agar dapat menjangkau 
penderitaan asimptomatik.
Penyakit kelamin ( veneral disease ) sudah lama di kenal dan 
beberapa di antaranya sangat populer di negara kita  yaitu sifilis dan gonorrea 
.Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan ,dan semakin banyaknya 
penyakit–penyakit baru, sehingga istilah ini tidak sesuai lagi dan diubah 
menjadi Sexually Transmitted Diseases ( STD ) atau Penyakit Menular Seksual 
(PMS). Kemudian sejak 1998, istilah Sexually Transmitted Diseases (STD) 
mulai berubah menjadi Infeksi menular seksual (IMS) agar dapat menjangkau 
penderitaan asimptomatik.
Infeksi menular Seksual ( IMS ) adalah berbagai infeksi yang dapat 
menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Semua 
teknik hubungan seksual baik lewat vagina, dubur, atau mulut baik 
berlawanan jenis kelamin maupun dengan sesama jenis kelamin bisa menjadi 
sarana penularan penyakit kelamin. Sehingga kelainan ditimbulkan tidak 
hanya terbatas pada daerah genital saja, namun  dapat juga di daerah ekstra 
genital. Kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi untuk tertular IMS 
adalah kelompok remaja sampai dewasa muda sekitar usia (15-24 tahun). 
Menurut Arjani, dalam Jurnal Skala Husada (2015), Infeksi Menular 
Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit 
dewasa muda laki-laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda 
perempuan di negara berkembang. IMS adalah infeksi yang penularannya 
terutama melalui hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai 
gejala-gejala klinis maupun asimptomatis.
Infeksi menular seksual (IMS) merupakan infeksi yang ditularkan 
memlalui hubungan seksual, yang popular disebut penyakit kelamin. Semua 
tehnik hubungan seks lewat vagina, dubur atau mulut dapat menjadi wahana 
penularan penyakit kelamin. Penyebab infeksi ini diantaranya adalah 
bakteri (misalnya gonore, sifilis), jamur, virus (misalnya herpes, HIV), atau 
parasit (misalnya kutu), penyakit ini dapat menyerang pria maupun wanita. 
IMS memicu  infeksi alat reproduksi yang harus dianggap serius. 
Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar, sakit berkepanjangan, 
kemandulan bahkan kematian. Remaja perempuan perlu menyadari bahwa 
risiko untuk terkena IMS lebih besar daripada laki-laki sebab alat reproduksi 
perempuan lebih rentan, dan seringkali berakibat lebih parah karena gejala 
awal tidak segera dikenali, sedangkan penyakit berlanjut ke tahap lebih parah.
B. TANDA DAN GEJALA 
Gejala infeksi menular seksual ( IMS ) di bedakan menjadi: 
1. PEREMPUAN 
a. Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus, mulut 
atau bagian tubuh ang lain, tonjolan kecil – kecil, diikuti luka yang 
sangat sakit disekitar alat kelamin. 
b. Cairan tidak normal yaitu cairan dari vagina bisa gatal, kekuningan, 
kehijauan, berbau atau berlendir. 
c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu IMS pada wanita biasanya tidak 
memicu  sakit atau burning urination. 
d. Tonjolan seperti jengger ayam yang tumbuh disekitar alat kelamin 
e. Sakit pada bagian bawah perut yaitu rasa sakit yang hilang muncul dan 
tidak berkaitan dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran 
reproduksi ( infeksi yang telah berpindah kebagian dalam sistemik 
reproduksi, termasuk tuba fallopi dan ovarium ) 
f. Kemerahan yaitu pada sekitar alat kelamin.
2. LAKI – LAKI 
a. Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus , mulut 
atau bagian tubuh yang lain, tonjolan kecil – kecil , diikuti luka yang 
sangat sakit di sekitar alat kelamin 
b. Cairan tidak normal yaitu cairan bening atau bewarna berasal dari 
pembukaan kepala penis atau anus. 
c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu rasa terbakar atau rasa sakit 
selama atau setelah urination. 
d. Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di kantong 
zakar. 
C. KELOMPOK PERILAKU RESIKO TINGGI 
Dalam Infeksi menular seksual ( IMS ) yang dimaksud dengan perilaku 
resiko tinggi ialah perilaku yang memicu  pasien  memiliki  resiko 
besar terserang penyakit tersebut. Yang tergolong kelompok resiko tinggi 
adalah : 
1. Usia
a. 20 – 34 tahun pada laki – laki 
b. 16 – 24 tahun pada wanita 
c. 20 – 24 tahun pada pria dan wanita 
2. Pelancong 
3. PSK ( Pekerja Seks Komersial )
4. Pecandu narkotik 
5. Homo seksual
D. MACAM – MACAM PENYAKIT MENULAR SEKSUAL 
berdasar  penyebabnya, Infeksi menular seksual di bedakan 
menjadi empat kelompok yaitu:
1. IMS yang disebabkan bakteri, yaitu: Gonore, infeksi genital non spesifik, 
Sifilis, Ulkus Mole, Limfomagranuloma Venerum,Vaginosis bakterial 
2. IMS yang disebabkan virus, yaitu: Herpes genetalis, Kondiloma Akuminata, 
Infeksi HIV, dan AIDS, Hepatitis B, Moluskus Kontagiosum. 
3. IMS yang disebabkan jamur, yaitu: Kandidiosis genitalis 
4. IMS yang disebabkan protozoa dan ektoparasit, yaitu: Trikomoniasis, 
Pedikulosis Pubis, Skabies.9 
berdasar  cara penularannya, infeksi menular seksual dibedakan menjadi 
dua, yaitu IMS mayor (penularannya dengan hubungan seksual) dan IMS minor 
(Penularannya tidak harus dengan hubungan seksual). 
1. IMS MAYOR 
GONORE 
Neisseria gonorrhoeae adalah salah satu jenis bakteri penyebab 
IMS merupakan kuman gram negatif berbentuk diplokokus yang 
merupakan penyebab infeksi saluran urogenitalis. Kuman ini bersifat 
fastidious dan untuk tumbuhnya perlu media yang lengkap serta baik. 
Akan namun , ia juga rentan terhadap kepanasan dan kekeringan 
sehingga tidak dapat bertahan hidup lama di luar host-nya. 
Penularan biasanya  terjadi secara kontak seksual dan masa 
inkubasi terjadi sekitar 2–5 hari, dengan gejala dan tanda pada laki-laki 
dapat muncul 2 hari setelah pajanan dan mulai dengan uretritis, diikuti 
oleh secret purulen, disuria dan sering berkemih serta melese. Pada 
perempuan gejala dan tanda timbul dalam 7-21 hari, dimulai dengan se 
cret vagina. Pada pemeriksaan, serviks yang terinfeksi tampak 
edematosa dan rapuh dengan drainase mukopurulen dari ostium. 
Infeksi genital nonspesifik (IGNS) merupakan infeksi traktus genital 
yang disebabkan oleh penyebab yang tidak spesifik. Paling banyak 
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan ureaplasma ureallyticum. 
Istilah ini lebih sering dipakai untuk wanita, sedangkan untuk pria 
dipakai istilah uretritis nonspesifik (UNS). 
Masa tunas biasanya lebih lama dibandingkan dengan gonore, 
yakni 1-3 minggu atau lebih. Keluhan pada laki-laki, adalah duh tubuh 
tidak begitu banyak dan lebih encer, keluarnya cairan dari saluran 
kencing yang bersifat encer terutama pada pagi hari, kadang disertai 
rasa sakit saat kencing dan bila infeksi berlanjut akan keluar cairan 
bercampur darah. Keluhan pada perempuan sebagian besar tidak 
menimbulkan keluhan, kadang-kadang ada keluhan keputihan, nyeri 
pada daerah rongga panggul, perdarahan setelah berhubungan seksual. 
Komplikasi pada laki- laki adalah adanya interaksi saluran air 
mani/kemandulan, sakit buang air kecil. Sedangkan komplikasi pada
perempuan adalah infeksi saluran telur/ kemandulan, radang saluran 
kencing, ketuban pecah dini/bayi premature (kehamilan).
Diagnosis ditegakan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, 
dan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: sediaan langsung, kultur 
(biakan), tes betalaktamase, tes Thomson. Komplikasi : Pada pria 
epididimitis, orkitis => infertilitas, sedangkan komplikasi pada wanita 
adneksitis, salpingitis => kehamilan ektopik, infertilitas, striktur 
uretra, konjungtivitas, meningitis, dan endokarditis . Pencegahan : 
Tidak berhubungan intim, setia pada pasangan dan memakai  
kondom.
KLAMIDIA 
Klamidia adalah bakteri yang umum ditularkan melalui infeksi 
menular seksual. Infeksi ini menulari wanita dan pria, termasuk pria 
yang berhubungan seksual dengan pria. Pada wanita, bakteri ini 
memicu  infeksi pada serviks dan pada pria memicu  infeksi 
pada uretra. Walaupun jarang terjadi, namun  Klamidia dapat menginfeksi 
anus dan memicu  conjunctivitis (inflamasi pada mata).
Klamidia trakomatis adalah satu dari 4 spesies (termasuk 
klamidia puerorum, klamidia psittaci, dan klamidia pneumonia) dalam 
genus Klamidia. Klamidia trakomatis dapat dibedakan dalam 18 serovars 
(variasi serologis). Serovar A,B,Ba dan C dihubungkan dengan trakoma 
(penyakit mata yang serius yang dapat memicu  kebutaan), 
serovars D-K dihubungkan dengan infeksi saluran genital, dan L1-L2 
dihubungkan dengan penyakit Limfogranula venereum (LGV).
Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intaseluler yang 
menginfeksi urethra dan serviks. Serviks adalah tempat yang paling 
sering terinfeksi dengan Klamidia trakomatis. Klamidia bukan 
merupakan penyebab vaginitis, namun  dapat mengerosi daerah serviks, 
sehingga dapat memicu  keluarnya cairan mukopurulen. Cairan ini 
mungkin dianggap pasien berasal dari vagina. Neonatus yang lahir dari 
wanita yang terinfeksi dengan Klamidia memiliki risiko untuk terjadinya 
inclusion conjungtivitis saat persalinan. 25 sampai dengan 50% dari bayi 
yang terpapar akan terkena konjungtivitis pada 2 minggu pertama 
setelah lahir, dan 10 sampai dengan 20 % akan berlanjut ke pneumonia 
dalam 3 sampai 4 bulan setelah lahir jika tidak diobati dengan segera. 
Infeksi Klamidia pada awal kehamilan telah dihubungkan dengan 
terjadinya persalinan prematur, ketuban pecah dini. Meningkatnya 
angka kejadian late - onset endometritis yang terjadi setelah persalinan 
pervaginam, dan infeksi panggul yang berat setelah operasi sesar dapat 
terjadi ketika infeksi Klamidia di diagnosis pada pemeriksaan prenatal 
awal. Pada wanita yang tidak hamil dapat memicu  mukopurulen 
servisitis, endometitis, salpingitis akut, infertilitas, daa kehamilan 
ektopik.11 Faktor risiko untuk infeksi klamidia pada wanita hamil 
adalah usia dibawah 25 tahun, riwayat penyakit menular seksual, 
partner seks multipel, dan partner seksual yang baru dalam 3 bulan 
terakhir.
Faktor risiko untuk terjadinya infeksi klamidia trakomatis pada 
wanita seksual aktif termasuk usia muda (usia 15-24 tahun), melakukan 
hubungan seksual pada usia muda, riwayat infertilitas, memiliki lebih 
dari 1 partner seksual, adanya partner seks yang baru, tidak menikah, 
ras kulit hitam, memiliki  riwayat atau sedang menderita penyakit 
menular seksual, riwayat keguguran, riwayat infeksi saluran kemih, 
servikal ektopik, dan penggunaan tidak teratur dari kontrasepsi barrier. 
Klamidia adalah bakteri intra selular kecil yang membutuhkan 
sel - sel yang hidup untuk bermultiplikasi. Kromosom bakteri klamidia 
terdiri dari lebih kurang 1 juta pasangan basa dan memiliki kapasitas 
untuk mengkodekan lebih dari 600 protein. Ada 18 serotipe dari 
klamidia trakomatis yang teridentifikasi. Serotipe D - K merupakan 
penyebab infeksi menular seksual dan infeksi neonatal. Tidak ditemukan 
bukti kuat bahwa sindroma genital spesifik atau manifestasi klinis, 
seperti PID, disebabkan oleh serotipe yang spesifik. Siklus sel dari 
klamidia berbeda dari bakteria yamg lain. Endositosis membuat 
terjadinya formasi inklusi intraselular yang terikat membran. 
Kemampuan dari klamidia untuk merubah dari fase istirahat ke fase 
replikasi bentuk infeksius dalam sel penjamu meningkatkan kesulitan 
dalam mengeliminasi mikroba ini. Bagaimanapun banyak yang belum 
dapat dimengerti mengenai mekanisme spesifik kejadian dalam 
membran, perlekatan, dan endositosis, multiplikasi dari organisme 
dalam sel, tansformasi dari metabolik inaktif badan retikulat (RB) ke 
metabolik aktif replikatif badan elementer (EB), dan ekspresi dari 
antigen Klamidia yang berbeda selama siklus sel
Siklus Perkembangan Klamidia, Badan Elemnter (EB) dibawa 
kedalam endosome dari sel penjamu, kemudian endosome melebur (A), 
dan badan elementer berdifferensiasi menjadi Badan Retikulat (RB) (B) 
Badan retikulat bereplikasi (C) dan memicu  membrane 
endoplasmic untuk membesar sampai mengisi hampir semua rongga 
sitoplasme (D) Badan Retikulat berubah menjadi badan elementer (E). 
Membran endoplasmic akan ruptur dan melepas badan elementer 
kedalam sitoplasma sel penjamu atau melebur dengan membran 
sitoplasma penjamu, dan badan elementer akan dikeluarkan ke 
lingkungan bebas (F). 
Transmisi dapat terjadi melalui kontak seksual langsung melalui 
oral, vaginal, servikal melalui uretra maupun anus. Bakteri ini dapat 
menyebar dari lokasi awalnya dan memicu  infeksi uterus, tuba 
fallopii, ovarium, rongga abdomen dan kelenjar pada daerah vulva pada 
wanita dan testis pada pria. Bayi baru lahir melalui persalinan normal 
dari ibu yang terinfeksi memiliki risiko yang tinggi untuk menderita 
konjungtivitis klamidia atau pneumonia. 
Manifestasi klinik untuk infeksi klamidia pada perempuan dapat 
berupa sindroma urethral akut, uretritis, bartolinitis, servisitis, infeksi 
saluran genital bagian atas (endometritis, salfingo-oophoritis, atau 
penyakit radang panggul), perihepatitis (sindroma Fitz-Hugh-Curtis), 
dan arthritis. Kehamilan ektopik juga dapat terjadi oleh karena infeksi 
klamidia, yang biasanya didahului dengan penyakit radang panggul.15,21 
Gejala tergantung dari lokasi infeksinya. Infeksi dari urethra dan saluran 
genital bagian bawah dapat memicu  disuria, duh vagina yang 
abnormal, atau perdarahan post koital. Pada saluran genital bagian atas 
(endometritis, atau salphingitis, kehamilan ektopik) dapat menimbulkan 
gejala seperti perdarahan rahim yang tidak teratur dan abdominal atau 
pelvic discomfort
SIFILIS 
Sifilis adalah infeksi yang disebabkan oleh treponema pallidum 
dan bersifat kronis, dapat menyerang semua organ tubuh dan dapat 
menyerupai banyak penyakit. Masa tunas berkisar antara 10-90 hari. n 
remisi dan ekserbasi,dapat menyerang seluruh organ tubuh. 
memiliki  periode laten tanpa manifestasi lesi pada tubuh,dan dapat 
di tularkan dari ibu kepada janinnya. Sifilis di bagi menjadi sifilis 
akuisita (di dapat) dan sifilis kongenital. Sifilis akuisita di bagi menjadi 
3 stadium sebagai berikut : 
a. Stadium I (Sifilis Primer)
Erosi yang lalu  menjadi ulkus durum. timbul antara 2-4 
minggu setelah kuman masuk. Ditandai dengan adanya benjolan 
kecil merah, kemudian menjadi luka atau koreng yang tidak 
disertai rasa nyeri. Pada stadium ini biasanya disertai 
pembengkakan kelenjar getah bening regional. Luka atau koreng 
ini akan hilang secara spontan meski tanpa pengobatan 
dalam waktu 3-10 minggu
b. Stadium II (Sifilis Sekunder)
Dapat berupa roseola, kondiloma lata, bentuk varisela atau 
bentuk plak mukosa atau alopesia. Stadium ini terjadi setelah 6-
8 minggu dan bisa berlangsung sampai 9 bulan. Kelainan 
dimulai dengan adanya gejala nafsu makan yang menurun, 
demam, sakit kepala, nyeri sendi. Pada stadium ini juga muncul 
gejala menyerupai penyakit kulit lain berupa bercak merah, 
benjolan kecil-kecil seluruh tubuh, tidak gatal, kebotakan 
rambut dan juga dapat disertai pembesaran kelenjar getah 
bening yang bersifat menyeluruh. Stadium laten dini terjadi 
apabila sifilis sekunder tidak diobati, setelah beberapa minggu 
atau bulan gejala-gejala akan hilang seakan-akan sembuh 
spontan. Namun infeksi masih berlangsung terus dan masuk ke 
stadium laten lanjut. Stadium laten lanjut. Setelah 1 tahun, sifilis 
masuk ke stadium laten lanjut yang dapat berlangsung 
bertahun-tahun 
c. Stadium III (Sifilis Tersier)
Bersifat destruktif, berupa guma di kulit atau alat – alat dalam 
dan kardiovaskuler serta neurosifilis. biasanya  timbul antara 3-
10 tahun setelah infeksi. Ditandai dengan kelainan yang bersifat 
destruktif pada kulit, selaput lendir, tulang sendi serta adanya 
radang yang terjadi secara perlahan-lahan pada jantung, sistim 
pembuluh darah dan syaraf. Pada kehamilan terjadi sifilis 
congenital.
Diagnosis di tegakan dengan diagnosis klinis di konfirmasi 
dengan pemeriksaan labolatorium berupa pemeriksaan lapangan gelap 
(pemeriksaan lapangan gelap, mikroskop fluorensi) memakai  
bagian dalam lesi guna menemukan T.pallidum. Selain itu menggunkan 
penentuan antibody dalam serum ( tes menentukan anti body 
nonspesifik, tes menentukan antibodi spesifik, antibody terhadap 
kelompok antigen yaitu tes Reiter Protein Complement Fixation)
ULKUS MOLE 
Etiologi: Haemophillus ducreyi gram negatif streptobacillus, 
biasa disebut chancroid merupakan penyakit infeksi genentalia akut. 
Gejala klinis : Ulkus multipel, bentuk tidak teratur, dasar kotor, tepi 
bergaung, sekitar ulkus eritema dan edema, sangat nyeri. Kelenjar 
getah bening inguinal bilateral atau unilateral membesar, nyeri, 
dengan eritema di atasnya, seringkali disertai tanda-tanda fluktuasi, 
biasanya tidak disertai gejala sistemik. 
Ulkus mole/ chanroid adalah ulkus mole ialah infeksi genital 
akut, setempat, yang disebabkan ioleh haemophylus ducreyi. Masa 
tunas berkisar antara 2-35 hari, dengan waktu rata-rata 7 hari. Tidak 
didahului dengan gejala prodromal sebelum timbulnya luka atau ulkus. 
Luka biasanya lebih nyeri dengan tanda radang yang jelas, benjolan di 
lipatan paha, meninggalkan ulkus dan terjadi kematian jaringan 
disekitarnya. Komplikasi ulkus mole adalah abses kelenjar lipat paha, 
fistula uretra.
Diagnosis ulkus mole di tegakan berdasar  riwayat pasien, 
keluhan dan gejala klinis,serta pemeriksaan labolatorium. Pemeriksaan 
langsung bahan ulkus dengan pengecatan gram memperlihatkan basil 
kecil negatif gram yang berderat berpasangan seperti rantai di intersel 
atau ekstrasel. Dengan menggunkan kultur H.ducreyi, pemeriksaan 
yang di peroleh lebih akurat.Bahan di ambil dari dasar ulkus yang di 
peroleh lebih akurat. Bahan di ambil dari dasar ulkus yang purulen 
atau pus. Selain itu bisa dengan tes serologi ito-Reenstierma ,tes ELISA, 
presipitin, dan aglutinin.
Komplikasi : Luka terinfeksi dan memicu  nekrosis 
jaringan. Pencegahan : Tidak berhubungan intim sebelum menikah, 
setia pada pasangan, dan memakai  kondom 
LIMFOGRANULOMA VENERUM 
Limfogranuloma Venerum adalah infeksi menular seksual yang 
mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar limfe, terutama 
pada daerah genital, inguinal, anus, dan rectum. Penyebabnya adalah 
Clamydia trachomatis, yang merupakan organisme dengan sifat 
sebagian seperti bakteri dalam hal pembelahan sel, metabolisme, 
struktur, maupun kepekaan terhadap antibiotika dan kemoterapi, dan 
sebagian lagi bersifat seperti virus yaitu memerlukan sel hidup untuk 
berkembang biaknya.
Gejala penyakit berupa malaise, nyeri kepala, athralgia , 
anoreksia, nausea, dan demam. Kemudian timbul pembesaran kelenjar 
getah bening inguinal medial dengan tanda – tanda radang.Penyakit ini 
dapat berlanjut memberikan gejala – gejala kemerahan pada saluran 
kelenjar dan fistulasi. 
Diagnosis dapat di tegakan berdasar  gambaran klinis, tes 
GPR, tes Frei, tes serologi, pengecatan giemsa dari pus bubo,dan kultur 
jaringan. 
a. Komplikasi : Elefantiasis genital atau sindroma anorektal . 
b. Pencegahan : Tidak berhubungan intim sebelum menikah, 
setia pada pasangan, memakai  kondom
GRANULOMA INGUINAL 
Granuloma Inguinal merupakan penyakit yang timbul akibat 
proses granuloma pada daerah anogenital dan inguinal. Etiologinya 
adalah: Donovania granuloma ( Calymatobacterium granulomatosis ). 
Lebih banyak menerang usia aktif ( 20 – 40 tahun ). Dan lebih sering 
terdapat pada pria dari pada wanita.
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan 
tambahan, awalnya timbul lesi bentuk papula atau vesikel yang 
berwana merah dan tidak nyeri, perlahan berubah menjadi ulkus 
granulomatosa yang bulat dan mudah berdarah, mengeluarkan sekret 
yang berbau amis.
2. IMS MINOR 
HERPES SIMPLEX VIRUS / GENETALIS (HSV)
Herpes genitalis adalah infeski pada genital yang disebabkan 
oleh Herpes simpleks virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel 
yang berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat rekurens. 
Hubungan resiko yang beresiko tinggi dengan pasien  penderita 
herpes dapat meningkatkan resiko terkena virus herpes simpleks. 
Manifestasi klinis di pengaruhi oleh faktor hospes, pajanan HSV 
sebelumnya, episode terdahulu dan tipe virus. Daerah predileksi pada 
pria biasanya di preputium, gland penis, batang penis, dapat juga di 
uretra dan daerah anal (homoseksual).Sedangkan pada wanita 
biasanya di dareah labia mayor atau labia minor, klitoris, introitus 
vagina, serviks. Gejala klinis => diawali dengan papul – vesikel. 
Ulkus/erosi multipel berkelompok, di atas dasar eritematosa, sangat 
nyeri, nyeri dan edema di inguinal, limfadenopati bilateral, dan kenyal, 
disertai gejala sistemik => biasanya  lesi tidak sebanyak seperti pada 
lesi primer, dan keluhan tidak seberat lesi primer, timbul bila ada 
faktor pencetus. 
Gambar 18. Herpes simplex Virus
Herpes genital dapat kambuh apabila ada faktor pencetus daya 
tahan menurun, faktor stress pikiran, senggama berlebihan, kelelahan 
dan lain-lain. biasanya  lesi tidak sebanyak dan seberat pada lesi 
primer Komplikasi dapat ditumpangi oleh infeksi bakteri lain. 
Pencegahannya tidak berhubungan intim sebelum menikah, setia pada 
pasangan, memakai  kondom, dan hindari faktor pencetus.
HSV juga merupakan virus penyebab herpes genitalis, terutama 
HSV tipe 2 yang sering bersifat berulang. Masa tunas berkisar antara 3-
7 hari, namun  dapat lebih lama. Keluhan seperti sensasi terbakar dan 
gatal, beberapa jam sebelum timbul lesi, terkadang disertai gejala 
umum, misalnya lemas, demam dan nyeri otot. Timbul gelembung￾gelembung yang berkelompok dengan mudah pecah. Gejala lesi awal 
dapat lebih berat dan lama. Pada bentuk ulang (rekurens), biasanya 
didahului oleh faktor pencetus seperti stress psikis, trauma, koitus 
yang berlebihan, makanan yang sulit merangsang, alkohol, obat-obatan 
dan beberapa hal yang sulit diketahui. Komplikasi herpes genitalis 
adalah kanker leher rahim, kehamilan lahir muda, kelainan congenital 
dan kematian.
HUMAN PAPILLOMA VIRUS (HPV) 
Human Papilloma Virus (HPV) adalah virus yang memicu  
penyakit infeksi menular seksual, kondiloma akuminata. Masa tunas 
berkisar antara 1-8 bulan (rata-rata 2-3 bulan). Keluhan dirasakan pada 
daerah yang sering terkena trauma saat berhubungan seksual tumbuh 
bintil bintil yang runcing seperti kutil, dapat membesar sehingga 
menyerupai jengger ayam. Pada wanita, sering bersamaan dengan gejala 
keputihan sedangkan pada pria terutama dijumpai pada yang tidak 
disirkulasi atau dengan imunitas terganggu. Komplikasi kondiloma 
akuminata adalah kanker leher rahim atau kanker kulit disekitar kulit 
kelamin.
NON SPESIFIK URETRITIS 
Non spesifik uretritis adalah peradangan uretra yang 
penyebabnya dengan pemeriksaan sederhana tidak dapat di ketahui 
atau di pastikan. Organisme penyebab uretritis nonspesifik: 
– Chlamidya trachomatis (30- 50 %) 
– Ureaplasma urealyticum ( 10 -40 %) 
– Lain – lain ( 20 – 30 %) : Trichomonas vaginalis, ragi,virus Herpes 
simpleks, adenovirus, Haemophylus sp, Bacteroides ureolyticus, 
Mycoplasma geniculatum, dan bakteri lain.
TRICOMONIASIS 
Merupakan infeksi dari penyakit protozoa yang disebebakan 
oleh Trichomonas vaginalis, biasanya di tularkan melalui hubungan 
seksual dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah pada 
pria maupun wanita,namun peranannya pada pria sebagai penyebab 
penyakit masih diragukan. Gejala pada wanita sering asimptomatik .
Bila ada keluhan biasanya berupa sekret vagina yang berlebihan dan 
berbau.Sekret berwarna kehijauan dan berbusa.
Trichomonas vaginalis adalah anaerobik, protozoa flagellated, 
bentuk mikroorganisme. Parasit mikroorganisme adalah agen 
penyebab trikomoniasis dan yang paling umum infeksi protozoa 
pathogen manusia di negara-negara industri. Tingkat infeksi antara 
pria dan wanita adalah sama dengan perempuan menunjukkan gejala 
sementara infeksi pada pria biasanya asimptomatik. Transmisi terjadi 
secara langsung karena trofozoit tidak memiliki kista. WHO 
memperkirakan bahwa 160 juta kasus infeksi diperoleh setiap 
tahunnya di seluruh dunia. Perkiraan kasus Trikomonaiasis adalah 
antara 5 dan 8 juta infeksi baru setiap tahun, dengan tingkat estimasi 
kasus asimtomatik setinggi 50%. Biasanya pengobatan terdiri dari 
metronidazol dan tinidazol. Trichomonas vaginalis adalah infeksi 
menular seksual (IMS). Hal ini kadang-kadang disebut sebagai 
trichomonas atau trichomoniasis, atau disingkat menjadi TV. 
Trikomoniasis adalah penyakit yang sangat umum menular seksual 
(PMS) yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, motil sebuah 
golongan protozoa. Gejala lebih sering terjadi pada wanita 
dibandingkan pada pria, meskipun per
empuan dan laki-laki mungkin 

asimtomatik. Peradangan kelamin yang berhubungan dengan infeksi 
Trichomonas vaginalis memfasilitasi human immunodeficiency virus 
(HIV) transmisi, dan penyakit ini juga diakui sebagai penyebab 
potensial dari hasil kehamilan, infertilitas pria dan wanita, dan atipikal 
radang panggul.
KANDIDIASIS VAGINALIS 
Kandidiasis adalah infeksi dengan berbagai manifestasi klinis 
yang disebabkan oleh candida, candida albicans dan ragi (yeast) lain 
(terkadang C.glabarata) dari genus candida. Kandida pada wanita 
biasanya  infeksi pertama kali timbul pada vagina yang di sebut 
vaginitis dan dapat meluas sampai vulva (vulvitis), jika mukosa vagina 
dan vulva keduanya terinfeksi disebut kandidiosis vulvovaginalis ( 
KVV). Gejala penyakit ini adalah rasa panas dan iritasi pada vulva, 
selain itu juga sekret vagina yang berlebihan berwarna putih susu. 
Pada dinding vagina terdapat gumpalan seperti keju.
VAGINOSIS BACTERIAL 
Vaginalis bakterial adalah gejala klinis akibat pergantian 
lactobacillus spp yang merupakan flora normal vagina, dengan bakteri 
anaerob dalam konsentrasi tinggi. Masa tunas sulit ditentukan, karena 
penyebabnya bukan organism tunggal. Keluhan vaginosis bacterial 
adalah gejala klinis akibat pergantian lactobacillus spp yang 
merupakan flora normal vagina, dengan bakteri anaerob dalam 
konsentrasi tinggi. Gejala dapat tanpa gejala keputihan atau dengan 
sedikit keputihan yang memiliki  bau amis seperti ikan, terutama 
setelah berhubungan seksual.
Adalah suatu sindrom perubahan ekositem vagina dimana 
terjadi pergantian dari lactobacillus yang normalnya memproduksi 
H2O2 di vagina dengan bakteri anaerob ( seperti Prevotella Sp, 
Mobiluncus Sp,Gardenerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis) yang 
memicu  peningkatan pH dari nilai kurang 4,5 sampai 7,0. Wanita 
dengan vaginosis bacterialis dapat tanpa gejala atau memiliki  bau 
vagina yang khas seperti bau ikan, amis, terutama waktu berhubungan 
seksual. Bau ini di sebabkan karena adanya amin yang menguap 
bila cairan vagina menjadi basa.MOLUSKUM KONTAGIOSUM 
Moluskum Kontagiosum merupakan neoplasma jinak 
padajaringan kulitdan mukosa yang di debabkan oleh virus moluskum 
kontagiosum. Terutama menyerang anak – anak. Orang dewasa yang 
kehidupan seksualnya sangat aktif,serta orang yang mengalami 
gangguan imunitas. Lesi MK berupa papul milier,ada lekukan ( delle ), 
permukaan halus,konsistensi kenyal, dengan umbilikasi pada bagian 
sentral.Lesi berwarna putih, kuning muda, atau seperti warna kulit. 
Bila di tekan akan keluar masa putih seperti nasi. Jumlah lesi biasanya 
berkisar 30 buah,namun  bisa lebih kemiudian membentuk plakat dan 
kulit di sekitar lesi dapat mengalami esktimatisasi (dermatitis 
moluskum).
Prinsip penatalaksanaannya adalah mengeluarkan masa putih 
di dalamnya dengan alat seperti ekstrator komedo,jarum suntik , bedah 
beku, dan elektrocauterisasi.
SKABIES 
Adalah penyakit kulit yang disebebkan oleh infestasi dan 
sensitisasi Sarcoptes Scabies Var. hominis. Gambaran klinisnya terjadi 
pada malam hari karena aktifitas tungau meningkat padasuhu kulit 
yang lembab dan hangat. Lesi khas adalah papul yang gatal sepanjang 
terowongan yang berisi tungau . Lesi biasanya  simetrik dan 
berbagai tempat predileksinya adalah sela jari tangan, fleksor siku dan 
lutut, pergelangan tangan. Aerola mammae, umbilicus, penis, aksila, 
abdomen, bagian bawah, dan pantat.
HEPATITIS 
Virus hepatitis dapat memicu  peradangan pada hepar 
dengan gejala klinik berupa penyakit kuning yang akut di sertai 
malaise,mual,dan muntah, serta dapat pula disertai peningkatan suhu badan. Virus hepatitis yang saat ini di temukan dan patogen pada 
manusia adalah : 
– Virus hepatitis A 
– Virus hepatitis B 
– Virus hepatitis C 
– Virus hepatitis D 
– Virus hepatitis E
AIDS 
Acquired Imunodeficiency Syndrome adalah kumpulangejala 
yang timbul akibat menurunnya kekebalan suhu tubuh yang di 
peroleh,di sebabkan oleh human imunodeficiency virus ( HIV ). AIDS 
disebebkan oleh masuknya HIV kedalam tubuh manusia. Jika sudah 
masuk dalam tubuh ,HIV akanmenyerang sel- sel darah putih yang 
mengatur system kekebalan tubuh,yaitu sel –sel penolong,” sel T 
Helper”
Gejala mayor: 
- Penurunan BB yang mencolok/ pertumbuhan abnormal
- Diare kronik lebih dari 1 bulan 
- Demam lebih menjadi 1 bulan 
Gejala minor: 
- Limfadenopati umum 
- Kandidiasis orofaring 
- Infeksi umum berulang 
- Batuk lebih 1 bulan 
- Dermatitis umum 
- Infeksi HIV maternal
C. PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL 
1. PENCEGAHAN PRIMER 
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah didapatnya 
suatu infeksi atau penyakit melalui perilaku seksual yang aman atau 
penggunaan kondom untuk aktivitas seksual penetratif. Hanya melalui 
pencegahan primer yang memiliki efek besar terhadap IMS yang tidak 
dapat disembuhkan yang terutama disebabkan oleh virus. 8,14,15 
Pencegahan primer merupakan komponen penting dalam program 
pengendalian IMS terutama pada daerah-daerah yang miskin akan 
sumber daya disertai dengan keterbatasan obat-obatan dan alat 
diagnostik, dan dalam menghadapi pola perubahan dari IMS bakteri 
yang dapat disembuhkan ke IMS virus yang tidak dapat disembuhkan. 
Selain itu strategi pencegahan primer dapat menurunkan paparan dari 
individu infeksius melalui pengurangan pasangan seksual atau 
menurunkan efisiensi transmisi melalui penggunaan kondom atau 
metode barier lainnya, yang lalu  akan memiliki dampak besar 
dalam menurunkan transmisi dari seluruh IMS, jika dibandingkan 
dengan vaksin, terapi supresif atau pemeriksaan skrining yang hanya 
spesifik untuk patogen tertentu
PROGRAM PERUBAHAN PERILAKU 
Salah satu strategi pencegahan primer bertujuan untuk 
mengubah perilaku seksual yang dapat dilakukan dengan beberapa 
cara, diantaranya: menunda aktivitas seksual untuk pertama kalinya, 
abstinensia seksual dan setia pada pasangan serta promosi tentang 
perilaku seksual yang aman, meliputi penurunan jumlah pasangan 
seksual, praktek seksual yang aman tanpa penetrasi genital dan 
promosi penggunaan kondom yang benar. Hal ini dapat dilakukan 
melalui pemberian komunikasi, informasi dan edukasi atau melalui 
program edukasi kelompok. Program perubahan perilaku terutama 
penting untuk usia remaja karena kelompok ini memiliki angka IMS 
yang tinggi serta lebih mudah mengubah perilaku mereka. 
INTERVENSI STRUKTURAL 
Intervensi strukrural dan lingkungan memiliki potensi untuk 
mengubah lingkungan sehingga mendukung program perubahan 
perilaku, baik di tingkat pelayanan kesehatan, sosial atau politik. 
Pendekatan ini dapat berfokus untuk memastikan ketersediaan 
komoditas, peralatan dan bahan yang diperlukan untuk praktek 
perilaku sehat. Hal ini termasuk diantaranya memastikan ketersediaan 
kondom, lubrikan, pelayanan IMS, konseling dan pemeriksaan HIV, 
atau membuat kebijakan untuk memastikan kondom bisa diakses di 
tempat-tempat yang berhubungan dengan aktivitas seksual.5,11,19 
Salah satu contohnya adalah kebijakan penggunaan kondom 100% di 
Thailand yaitu kebijakan pemerintah mewajibkan bahwa kondom 
harus dipakai  pada hubungan seks komersial di rumah bordil dan 
memastikan pemilik usaha bertanggung jawab untuk penggunaan 
kondom oleh klien mereka. Intervensi struktural lainnya pada tingkat 
pembuat kebijakan diantaranya pembuatan undang-undang untuk 
melegalkan pekerja seks, namun memberikan denda hukum untuk 
pemilik hotel atau rumah bordil jika peraturan pencegahan tidak 
diimplementasikan. 
TEKNOLOGI PENCEGAHAN 
Saat dipakai  dengan benar dan konsisten kondom 
merupakan salah satu metode barier yang paling efektif dalam 
memberikan perlindungan terhadap IMS dan HIV. Terdapat bukti kuat 
bahwa kondom lateks laki-laki dapat menurunkan transmisi HIV 
hingga 80-85%, infeksi gonorea dan klamidia, virus herpes simpleks 
(HSV), HPV dan menurunkan risiko kehamilan yang tidak diinginkan.
Sementara itu, metode barier terkontrol pada wanita yaitu penggunaan 
kondom wanita juga memberikan proteksi yang hampir sama dengan 
penggunaan kondom lateks laki-laki.1,20 Akan namun , terdapat 
beberapa kendala dalam mengimplentasikan penggunaan kondom 
wanita dalam skala besar, diantaranya biaya yang lebih tinggi, sulitnya 
pemasangan, kurangnya promosi audiovisual dan reaksi yang berbeda￾beda dari pasangannya.
Teknologi pencegahan lainnya adalah penggunaan 
mikrobisida vagina. Mikrobisida vagina telah mulai dikembangkan 
sejak awal tahun 1990an. Suatu bahan kimia berbahan detergen yang 
memiliki aktivitas virusidal dan bakterisidal awalnya memberikan 
harapan yang menjanjikan, namun ternyata efektivitasnya dalam 
mencegah HIV tidak memberikan hasil yang baik. Beberapa bahan juga 
tidak selalu efektif melawan patogen IMS dan penggunaannya memiliki 
dampak terhadap integritas epitel vagina, terutama apabila dipakai  
berulang kali, sehingga mungkin memicu  patogen lebih mudah 
masuk ke dalam tubuh. Namun, sejumlah komponen baru yang lebih 
aman saat ini sedang dikembangkan, yang nantinya akan memerlukan 
evaluasi lebih lanjut.
Penggunaan vaksin yang efektif dan aman sangat berpotensi 
meringankan beban program pencegahan dan pengendalian IMS. 
Namun sayangnya, hanya vaksin hepatitis B yang saat ini tersedia dan 
bersifat efektif melawan pathogen. 
2. PENCEGAHAN SEKUNDER 
Pencegahan sekunder mengacu pada pengobatan dan 
pelayanan terhadap individu yang terinfeksi, dengan aktivitas yang 
meliputi: (1) promosi perilaku dalam mencari pengobatan, tidak hanya 
untuk mereka yang memiliki gejala IMS, tapi juga untuk mereka yang 
berisiko terkena IMS, (2) penyediaan pelayanan kesehatan yang
mudah diakses, diterima masyarakat dan efektif baik untuk individu 
simtomatik maupun asimtomatik, serta pasangannya, (3) menyediakan 
pelayanan konseling untuk IMS dan termasuk HIV.8,14,15 Pengalaman 
di beberapa negara dengan pendapatan rendah dan sedang seperti di 
Thailand, Nairobi, Botswana dan beberapa bagian di Afrika Selatan 
telah menunjukan bahwa sangat memungkinkan untuk mengendalikan 
IMS yang dapat disembuhkan, bahkan pada daerah dengan dinamika 
transmisi yang tinggi, melalui suatu strategi pencegahan dan 
pengobatan yang komprehensif
G. PENGOBATAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL 
Tujuan pengobatan kasus IMS adalah: untuk membuat 
diagnosis yang tepat, menyediakan pengobatan yang efektif, 
mencegah/mengurangi perilaku berisiko di masa yang akan datang, 
menyarankan ketaatan dalam berobat, promosi dan penyediaan 
kondom serta memastikan pasangannya dikenali dan ditangani dengan 
baik.8 Bahkan pada klinik IMS dengan peralatan yang paling lengkap 
akan memiliki keterbatasan dalam mengendalikan IMS jika 
pemanfaatan pelayanan IMS masih buruk. Suatu model operasional 
telah dibuat untuk menilai berbagai hambatan dalam penanganan 
kasus IMS dan strategi dalam mengatasinya seperti terlihat pada 
gambar berikut 
Pengobatan kasus berdasar  sindrom merupakan suatu 
pendekatan yang didasari atas pengenalan sindrom yang berhubungan 
dengan IMS (sekelompok sindrom dan gejala klinis yang dengan 
mudah dapat diidentifikasi), diikuti dengan pengobatan yang 
menargetkan patogen yang paling sering menjadi penyebab sindrom 
tersebut. Pengobatan kasus disederhanakan mengikuti alur bagan dan 
peresepan obat yang terstandardisasi. Pendekatan ini terutama cocok 
pada daerah-daerah dengan fasilitas diagnosis tidak tersedia ataupun 
kurang. Selain itu, pengobatan sindrom memberikan kesempatan 
untuk mengobati penyakit dengan segera, tanpa mengharuskan pasien 
untuk datang kembali menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. 
Pengobatan berdasar  sindrom paling banyak 
disalahgunakan pada tempat-tempat pelayanan perempuan (seperti  klinik keluarga berencana dan pelayanan antenatal), yaitu sebagian 
besar infeksi gonokokal atau klamidia serviks pada perempuan bersifat 
subklinis atau asimtomatik, dengan demikian tidak akan terdapat 
manifestasi sindromik. Kesalahan kedua tentang pengobatan 
berdasar  sindrom adalah bahwa pendekatan ini dipakai  sebagai 
solusi sederhana untuk suatu masalah yang kompleks. Penyediaan 
pelayanan untuk individu yang bergejala merupakan komponen kunci 
dari program pengendalian IMS yang komprehensif, dengan demikian 
pelayanan ini tidak dapat berdiri sendiri. Pendekatan untuk 
pengendalian IMS akan memerlukan strategi yang lebih komprehensif 
dari berbagai program untuk dapat mencapai tujuan. 
PENEMUAN KASUS DAN SKRINING 
Infeksi menular seksual seringkali muncul tanpa adanya 
gejala, terutama pada wanita. Strategi yang berbeda diperlukan untuk 
mendeteksi dan menangani infeksi yang bersifat asimtomatik ini. 
Beberapa strategi yang dapat diterapkan diantaranya adalah 
penemuan kasus dan skrining, yang diperkuat dengan intervensi dalam 
menjangkau pasangan seksual untuk memberikan pengobatan 
presumtif IMS serta meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan 
terhadap risiko individu
INTERVENSI TERTARGET DAN PENGOBATAN PRESUMTIF 
Intervensi tertarget didasari oleh konsep dinamika transmisi 
IMS yang terdiri dari core group, bridging population dan populasi 
umum. Beberapa intervensi komprehensif yang menargetkan core 
group telah dilakukan di beberapa negara berkembang dan 
menunjukkan dampak yang baik dalam menurunkan angka IMS dan 
HIV pada populasi target, dan kadang-kadang terhadap pasangannya