Home »
epidemi menular 4
» epidemi menular 4
epidemi menular 4
November 16, 2023
epidemi menular 4
infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat
ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun pasien
secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang
besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap
kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor
yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia,
keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis,
pemberian obat dan penyakit penyerta.
2. Proses Infeksi
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien
tergantung dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan
kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan
meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit. Perkembangan
infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan
kompleks mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi
mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas.
Pada beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon spesifik
maupun nonspesifik bisa gagal dan hal ini mengakibatkan kerusakan
pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi yang disebabkan
oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang
melemah. Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor yang
berhubungan dengan respon imun spesifik disebut hospes yang
terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan
pertahanan hospes bervariasi berdasar pada sistem imun yang rusak.
Ciri-ciri umum yang berkaitan dengan hospes yang melemah adalah:
infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan
dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker tertentu.
biasanya proses infeksi adalah sebagai berikut:
a. Periode/ Masa Inkubasi
Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya
gejala pertama. Contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu,
mumps/gondongan 18 hari
b. Tahap Prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam
ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini,
mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih
mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.
c. Tahap Sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap
jenis infeksi. Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit
tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan sakit telinga,
demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.
d. Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi
3. Tipe Infeksi
a. Kolonisasi
Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme menjadi
flora yang menetap/flora residen. Mikroorganisme bisa tumbuh
dan berkembang biak namun tidak dapat menimbulkan penyakit.
Infeksi terjadi ketika mikroorganisme yang menetap tadi sukses
menginvasi/menyerang bagian tubuh host/manusia yang sistem
pertahanannya tidak efektif dan patogen memicu kerusakan
jaringan.
b. Infeksi lokal
Spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana mikroorganisme
tinggal.
c. Infeksi sistemik
Terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian tubuh yang lain
dan menimbulkan kerusakan.
d. Bakterimia
Terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri
e. Septikemia
Multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari infeksi sistemik
f. Infeksi akut
Infeksi yang muncul dalam waktu singkat
g. Infeksi kronik
Infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang lama (dalam
hitungan bulan sampai tahun)
B. INFEKSI VIRUS
Penyakit infeksi hanya akan terjadi apabila pertahanan pertama
(pertahanan innate) tidak dapat mengatasi patogen yang masuk. Tubuh
kita selalu terpapar oleh mikroorganisme yang berada pada lingkungan
kita di samping patogen yang telah ada di dalam tubuh akibat infeksi
sebelumnya. Sel-sel epitel baik eksternal maupun internal merupakan
tempat bertemunya agen penginfeksi pada tubuh kita. Mukosa sepanjang
saluran pernafasan merupakan jalan masuk mikroorganisme akibat
adanya kontaminasi udara yang kita hirup. Mukosa pada saluran
pencernakan merupakan jalan masuk mikroorganisme yang berada pada
makanan maupun air yang kita minum. Adanya luka dan gigitan serangga
memungkinkan terjadinya penetrasi mikroorganisme melalui kulit.
Demikian juga sentuhan langsung antar individu juga memberikan
peluang terjadinya infeksi melalui kulit maupun alat reproduksi.
Tabel 1. Patogen Dapat Menginfeksi Melalui Berbagai Macam rute
Rute Infeksi Patogen
Rute masuk Cara penyebaran Pathogen Penyakit
Permukaan Mukosa
Lintasan
udara
Partikel terhidup
oleh pernafasan
Virus Influenza
Neisseria
miningitidis
Influenza
Meningococca 1
meningitis
Sistem
pencernakan
Air atau makanan
yang
terkontaminasi
Salmonella
typhi Rotavirus
Tipus Diarrhea
Sistem
Reproduksi
Kontak fisik Treponema
palium
Syphilis
Epitel Eksternal
Permukaan
luar
Kontak fisik Tinea pedis Athlete’s foot
Luka dan
lecet
Lecet kecil kulit
luka tertusuk
menangani
hewan terinfeksi
Bacillus
anthracis
Clostridium
tetani
Pasteurella
tularensis
Anthrax
Tetanus
Tuleremia
Gigitan
Serangga
Gigitan nyamuk
(Aedes aegypti)
Gigitan nyamuk
(Anopheles)
Flavivirus
Borrelia
burgdoferi
Plasmodium
spp
Demam kuning
Penyakit Iyme
Malaria
Pada kenyataannya walaupun tubuh kita selalu terpapar oleh
berbagai macam mikroorganisme kejadian infeksi sangat jarang. Hal ini
menunjukkan bahwa sel-sel epitel tubuh merupakan penghalang yang
efektif terhadap masuknya mikroorganisme. Apabila sel-sel epitel
mengalami luka, sel-sel ini akan segera terganti dengan cepat. Faktor
lain yang memicu rendahnya terjadi penyakit infeksi adalah
berjalannya imunitas innate jika invader berhasil menerobos masuk
jaringan. Rendahnya terjadinya infeksi ini menunjukkan betapa besar
jumlah patogen yang tereliminasi setiap saat pada tubuh kita. Apabila
patogen yang berhasil masuk pada tubuh kita sangat kuat atau sangat
banyak akan memungkinkan patahnya pertahanan innate dan akan terjadi
infeksi yang bersifat lokal dan lalu bisa menyebar ke tempat lain.
Penyebaran pathogen selalu menimbulkan respon inflamasi yang disertai
perekrutan sel-sel imunokompeten di samping molekul-molekul efektor
yang berguna untuk tujuan eliminasi patogen itu. Imunitas innate yang
diinduksi oleh suatu patogen akan berlangsung selama beberapa hari dan
dapat mulai bekerja beberapa menit setelah patogen masuk, sedangkan
imunitas adaptif akan dimulai saat antigen dipresentasikan pada daerah
limfoid periferal misalnya pada lymph node dan spleen. Imunitas adaptif
bersifat spesifik, artinya setiap klone sel tertentu hanya bertanggung
jawab pada satu macam antigen. Imunitas adaptif merupakan pertahanan
yang sangat penting karena menyisakan sel-sel memori yang sangat
berguna apabila pada waktu yang berbeda terjadi infeksi lagi oleh patogen
yang sama. Sel-sel memori memiliki respon yang sangat kuat dan cepat
terhadap invader yang pernah datang sebelumnya, sehingga mampu
mengatasi invader dalam jumlah yang besar.
Infeksi dan responnya dapat dibagi menjadi beberapa tahapan.
Pada gambar ini diilustrasikan mikroorganisme penginfeksi yang masuk
melalui luka pada kulit. Agen penginfeksi pertama kali harus melekat pada
sel epitel dan menembus sel itu. Sistem imun innate lokal dapat mencegah
invader menetap ditempat itu dengan cara mengeliminasi. Imunitas innate
juga dapat menahan penginfeksi. Imunitas innate dapat membawa agen
penginfeksi memakai sel dendritik dan masuk pada lymph node
terdekat. Sesampainya sel dendritik yang membawa agen penginfeksi
pada lymph node, akan terjadi inisiasi imunitas adaptif yang berakhir
dengan pembersihan host dari agen penginfeksi. Peranan sel T γδ pada
mekanisme ini belum terjelaskan.
1. STRATEGI PERTAHANAN VIRUS
Virus adalah mikroorganisme yang mengadakan replikasi di
dalam sel dan kadang-kadang memakai asam nukleat atau protein pejamu.
Sifat virus yang sangat khusus adalah:
a. Mengganggu sel khusus tanpa merusak. Virus yang tidak
memicu kerusakan sel disebut virus non sitopatik (non
cytopathic virus). Bila terjadi kerusakan sel, maka hal ini akibat
reaksi antigen antibodi. Virus ini dapat menjadi persisten dan
akhirnya menjadi kronik, sebagai contoh adalah virus hepatitis B
b. Virus merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian
menghilang dari tubuh, dan virus seperti ini disebut virus sitopatik
(cytopathic virus), sebagai contoh infeksi virus HIV, infeksi hepatitis
virus lain, dan sebagainya.
c. Dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi
d. Dapat berkembang biak dalam sel pejamu tanpa merusak
Dalam melawan sistem imun, virus secara kontinu mengganti
struktur permukaan antigennya melalui mekanisme antigenic drift dan
antigenic shift, seperti yang dilakukan oleh jenis virus influenza.
Permukaan virus influenza terdiri dari hemaglutinin, yang diperlukan
untuk adesi ke sel saat infeksi, dan neuramidase, yang diperlukan untuk
menghasilkan bentuk virus baru dari permukaan asam sialik dari sel yang
terinfeksi. Hemaglutinin lebih penting dalam hal pembentukan imunitas
pelindung. Perubahan minor dari antigen hemagglutinin terjadi melalui
titik mutasi di genom virus (drift), namun perubahan mayor terjadi
melalui perubahan seluruh material genetik (shift).
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non
spesifik disebut juga respons imun alamiah. Yang merupakan mekanisme
pertahanan non spesifik tubuh kita adalah kulit dengan kelenjarnya,
lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya
seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag,
monosit, polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen
mekanisme pertahanan non spesifik.
a. Permukaan tubuh, mukosa dan kulit
Permukaan tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap
penetrasi mikroorganisme. Bila penetrasi mikroorganisme terjadi
juga, maka mikroorganisme yang masuk akan berjumpa dengan
pelbagai elemen lain dari sistem imunitas alamiah.
b. Kelenjar dengan enzim dan silia yang ada pada mukosa dan kulit
Produk kelenjar menghambat penetrasi mikroorganisme, demikian
pula silia pada mukosa. Enzim seperti lisozim dapat pula merusak
dinding sel mikroorganisme.
c. Komplemen dan makrofag
Jalur alternatif komplemen dapat diaktivasi oleh berbagai macam
bakteri secara langsung sehingga eliminasi terjadi melalui proses lisis
atau fagositosis oleh makrofag atau leukosit yang distimulasi oleh
opsonin dan zat kemotaktik, karena sel-sel ini memiliki reseptor
untuk komponen komplemen (C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat
kemotaktik akan memanggil sel monosit dan polimorfonuklear ke
tempat mikroorganisme dan memfagositnya.
d. Protein fase akut
Protein fase akut adalah protein plasma yang dibentuk tubuh akibat
adanya kerusakan jaringan. Hati merupakan tempat utama sintesis
protein fase akut. C-reactive protein (CRP) merupakan salah satu
protein fase akut. Dinamakan CRP oleh karena pertama kali protein
khas ini dikenal karena sifatnya yang dapat mengikat protein C dari
pneumokok. Interaksi CRP ini juga akan mengaktivasi komplemen
jalur alternatif yang akan melisis antigen.
e. Sel ‘natural killer’ (NK) dan interferon
Sel NK adalah sel limfosit yang dapat membunuh sel yang dihuni virus
atau sel tumor. Interferon adalah zat yang diproduksi oleh sel leukosit
dan sel yang terinfeksi virus, yang bersifat dapat menghambat
replikasi virus di dalam sel dan meningkatkan aktivasi sel NK.
Virus hepatitis B dapat menunjukkan variasi epitop yang
berfungsi sebagai antagonis TCR yang mampu menghambat antivirus sel
T sitotoksik. Beberapa virus juga dapat mempengaruhi proses olahan dan
presentasi antigen. Virus dapat mempengaruhi mekanisme efektor imun
karena memiliki reseptor Fcγ sehingga menghambat fungsi efektor
yang diperantarai Fc. Virus dapat menghambat komplemen dalam induksi
respons inflamasi sehingga juga menghambat pemusnahan virus.
Beberapa virus juga memakai reseptor komplemen untuk masuk ke
dalam sel dan virus lainnya dapat memanipulasi imunitas seluler, seperti
menghambat sel T sitotoksik.
GARIS PERTAHANAN PERTAMA
Sel-sel epitel yang melapisi tubuh kita baik eksternal maupun
internal merupakan bagian yang sangat penting sebagai garis pertahanan
pertama. Sel-sel ini sebagai penghalang antara lingkungan yang
banyak mengandung patogen dengan jaringan yang berada di bawah
epitel itu. Sel-sel epitel satu dengan yang lain dihubungkan oleh pengikat
”tight junction’ yang sangat kuat dan rapat sehingga berfungsi sebagai
penghalang yang kedap terhadap lingkungan di luarnya. Sel epitel
menyusun kulit dan seluruh organ yang berongga (tubular), misalnya
saluran pencernakan, saluran pernafasan, dan saluran reproduksi. Infeksi
hanya akan terjadi apabila pertahanan pertama ini berhasil dipatahkan
oleh agen patogen. Kulit kita berupa permukaan yang kering dan memiliki
keratin yang kedap sehingga relatif kuat menghalangi masuknya agenagen patogen. biasanya agen-agen patogen masuk dan menginfeksi
tubuh melewati epitel internal dan luka pada permukaan kulit.
Pentingnya epitel sebagai sistem pertahanan dapat dilihat dari kejadian
luka bakar dan luka operasi. Pada dua kejadian ini infeksi bahkan sepsis
menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas (kematian dan
penderitaan).
Dalam keadaan normal tanpa luka, biasanya patogen
menembus sel epitel dengan berikatan dengan molekul di permukaan sel
epitel internal. Ikatan yang spesifik antara pathogen dengan molekul yang
ada di permukaan sel epitel internal memungkinkan patogen menginfeksi
sel epitel itu bahkan merusaknya sehingga sel-sel epitel sebagai
pertahanan pertama dapat dijebol. Pada patogen yang telah membuat
koloni, ikatan pathogen dengan molekul permukaan sel epitel mencegah
tersapunya pathogen baik oleh udara maupun cairan yang melewati
permukaan epitel itu.
Sel-sel epitel internal dikenal dengan dengan sebutan mucosal
epithelia sebab sel-sel ini mensekresikan mucus yaitu suatu cairan
yang kental dan lengket. Mucus mengandung bermacam-macam
glikoprotein yang disebut mucin. Pada dasarnya kesempatan
mikroorganisme untuk mengadakan penetrasi pada epitel internal ini
sangat kecil karena mucus akan menyelubungi mikroorganisme itu, dan
pada saluran pernafasan mikroorganisme dapat disapu oleh mucus yang
digerakkan dengan kuat oleh silia sel epitel. Diri kita telah didesain sangat
sempurna oleh Allah, Tuhan seluruh makhluk. Hanya orang yang paling
celaka yang mengingkari desain yang teramat sempurna ini. Bersin
merupakan satu contoh agar mikroorganisme yang berada di permukaan
epitel internal tidak berhasil mengadakan penetrasi melalui ikatan
molekul permukaan. Kontraksi mendadak pada proses bersin akan
memukul keluar atau melepaskan mikroorganisme yang berusaha
mengadakan ikatan dengan sel epitel internal.
Pentingnya cairan mucus dalam membersihkan agen-agen
penginfeksi dapat diketahui pada individu yang kehilangan kemampuan
memproduksi mucus maupun lemahnya pergerakan silia. Individu
semacam itu akan menunjukkan fakta mudahnya terjadi infeksi pada
paru-paru oleh bakteri yang mengadakan koloni pada permukaan sel-sel
epitel. Pada usus gerakan peristaltik tidak saja penting untuk
menggerakkan makanan namun juga untuk menghindari ikatan
mikroorganisme secara konstan dan bahkan menggiring agen-agen
penginfeksi keluar. Apabila gerakan peristaltic ini sangat lemah bakteri
pada daerah lumen akan mengalami perkembangan sangat pesat dan
memperbesar peluang terjadinya infeksi pada saluran pencernakan.
Tabel 2. Permukaan Epitel Merupakan Pelindung Mekanik, Kimia, dan
Penghalang Langsung Bagi agen Penginfeksi
Peranan Epitel Sebagai Penghalang Infeksi
Mekanik Sel epitel disatukan dengan tight junction aliran udara
dan cairan menembus epitel pergerakan mucus oleh
silia
Kimia Asam lemak (kulit)
Enzim : Lisosom (saliva, keringat, air mata) pepsin
(usus)
Peptida antibakteri : defensis (kulit, usus); cryptidins
(intestine)
Mikrobiologi Flora normal berkompetisi dengan bakteri pathogen
untuk memperoleh makanan dan melekat pada epitel
dan dapat menghasilkan substansi antibakteri
Makrofag dapat merespon dengan cepat mikroorganisme yang
masuk, dan hal ini sangat penting untuk menghindari menetapnya
patogen. Sejak awal perkembangan imunologi para ilmuwan percaya
bahwa makrofag berperan pada setiap sitem pertahanan. Saat ini lebih
jelas bahwa invertebrata seperti bintang laut hanya memakai
makrofag sebagai sistem pertahanan untuk melawan infeksi. Walaupun
kejadian yang ada pada invertebrata bukan permasalahan pada manusia
maupun vertebrata lain, namun membuktikan bahwa makrofag
merupakan respon innate yang menjadi pertahanan paling depan untuk
mengatasi invasi mikroorganisme pada suatu individu.
Makrofag membawa bermacam-macam reseptor yang cocok
untuk berbagai komponen bakteri termasuk reseptor untuk karbohidrat
yang dibawa bakteri (reseptor manosa dan glukan), reseptor LPS (lipida),
reseptor Toll (TLR), dan reseptor scavenger. Ikatan bakteri dengan
reseptor yang ada memicu terjadinya fagositosis. Signal dari reseptor Toll memicu tersekresinya sitokin proinflamasi seperti IL-
1β, IL-6, dan TNF-α.
Agen anti bakteri (bakteriosida) diproduksi atau dilepaskan
oleh sel fagosit pada waktu mencerna mikroorganisme. Sebagian besar
agen bakteriosida dihasilkan oleh makrofag dan neutrofil. Beberapa agen
bakteriosida bersifat toksik, sedangkan yang lain contohnya lactoferrin,
bekerja dengan cara mengikat nutrisi essensial dan mencegah nutrien itu
dikonsumsi bakteri. Beberapa substansi dapat dilepaskan sel fagosit dan
berinteraksi dengan larva cacing parasit yang telah diselubungi antibodi
dan juga berinteraksi dengan jaringan host. Karena agen ini
mampu berinteraksi dengan sel host dan juga memberi efek toksik pada
jaringan host, aktivasi sel fagosit dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringan host selama proses infeksi.
Sifat utama yang membedakan mikroorganisme pathogen
dengan non-patogen adalah kemampuannya menghadapi pertahanan
innate. Mikroorganisme patogen telah mengembangkan strategi untuk
menghindari penghancuran oleh makrofag. Banyak bakteri pathogen
melindungi dirinya dengan kapsul tebal berupa polisakarida yang tidak
dikenal oleh reseptor fagosit. Mycobacteria memiliki strategi untuk
hidup di dalam fagosom makrofag dengan cara menghalangi fusi
fagosom-lisosom. Apabila strategi untuk menghindari imunitas inate
tidak dimiliki oleh bakteri maka bakteri harus masuk ke dalam tubuh
dalam jumlah yang banyak untuk terjadinya infeksi. Hal yang sangat
penting jika terjadi interaksi makrofag dengan bakteri adalah terjadinya
aktivasi makrofag untuk mensekresi sitokin dan mediator lain yang
menginisiasi proses inflamasi. Patogen menjadi penyebab terjadinya
sekresi sitokin dengan adanya signal yang merambat dari ikatan
reseptor pada sel fagosit dengan antigen. Reseptor yang memberikan
signal adanya antigen dan memicu sekresi sitokin itu juga penting
untuk membangkitkan ekspresi molekul kostimulator pada makrofag
dan sel dendritik. Sel dendritik termasuk sel fagosit yang berada pada
jaringan. Terekspresinya molekul kostimulator memudahkan inisiasi
imunitas adaptif. Sitokin yang dihasilkan makrofag memiliki
kontribusi penting pada inflamasi lokal dan respon imun non-adaptif
beberapa hari setelah terjadinya infeksi.
2. RESPONS IMUN NONSPESIFIK TERHADAP INFEKSI VIRUS
Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen non
adaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme
pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, namun
untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi
lahir dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan
merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu.
Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah
timbulnya interferon dan sel natural killler (NK) dan antibodi yang
spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan pemusnahan sel yang
terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi pejamu.
Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi, terutama
dalam struktur karbohidrat, memicu sel menjadi target sel NK. Sel
NK memiliki dua jenis reseptor permukaan. Reseptor pertama
merupakan killer activating receptors, yang terikat pada karbohidrat dan
struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya
adalah killer inhibitory receptors, yang mengenali molekul MHC kelas I
dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi. Oleh karena itu
sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi MHC kelas I. Sel yang
sensitif atau terinfeksi memiliki MHC kelas I yang rendah, namun sel
yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan
terlindungi dari sel NK. Produksi IFN-α selama infeksi virus akan
mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi MHC pada sel terdekat
sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat
berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap protein virus terikat pada
sel yang terinfeksi.
Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap
virus, yaitu
a. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN
oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus
b. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun
virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN
tipe I akan meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan
virus yang berada di dalam sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan
fagositosis akan menghilangkan virus yang datang dari ekstraseluler
dan sirkulasi.
3. RESPONS IMUN SPESIFIK TERHADAP INFEKSI VIRUS
Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga
komponen adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan
yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak
dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Bedanya dengan pertahanan
tubuh non spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh spesifik harus
kontak atau ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia
akan terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah ada
sebelum ia kontak dengan antigen.
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi
mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme
pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan
oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun
lainnya seperti sel makrofag dan komplemen. Dilihat dari caranya
diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik disebut juga respons
imun didapat.
Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu
antigen yang merupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik
juga menimbulkan memori imunologis yang akan cepat bereaksi bila
host terpajan lagi dengan antigen yang sama di kemudian hari. Pada
imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang
spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi
eliminasi antigen.
Sel yang berperan dalam imunitas didapat ini adalah sel yang
mempresentasikan antigen (APC = antigen presenting cell = makrofag)
sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B masingmasing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel
limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang
dihuni antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma
dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan
fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta
meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang
dinamakan proses antibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC).
Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu respons
imunitas humoral dan selular. Respons imun spesifik ini memiliki
peran penting yaitu : Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara
antara lain menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat
pada permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membran sel,
dan dengan cara mengaktifkan komplemen yang memicu agregasi
virus sehingga mudah difagositosis
4. MELAWAN VIRUS SITOPATIK YANG DILEPASKAN DARI SEL
LISIS.
Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai
cara. Antibodi dapat menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada
sel, sehingga mencegah penetrasi dan multiplikasi intraseluler, seperti
pada virus influenza. Antibodi juga dapat menghancurkan partikel virus
bebas melalui aktivasi jalur klasik komplemen atau produksi agregasi ,
meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler.
Kadar konsentrasi antibodi yang relatif rendah juga dapat
bermanfaat khususnya pada infeksi virus yang memiliki masa
inkubasi lama, dengan melewati aliran darah terlebih dahulu sebelum
sampai ke organ target, seperti virus poliomielitis yang masuk melalui
saluran cerna, melalui aliran darah menuju ke sel otak. Di dalam darah,
virus akan dinetralisasi oleh antibodi spesifik dengan kadar yang rendah,
memberikan waktu tubuh untuk membentuk resposn imun sekunder
sebelum virus mencapai organ target.
Infeksi virus lain, seperti influenza dan common cold,
memiliki masa inkubasi yang pendek, dan organ target virus sama
dengan pintu masuk virus. Waktu yang dibutuhkan respons antibodi
primer untuk mencapai puncaknya menjadi terbatas, sehingga
diperlukan produksi cepat interferon untuk mengatasi infeksi virus
tersebut. Antibodi berfungsi sebagai bantuan tambahan pada fase lambat
dalam proses penyembuhan. Namun, kadar antibodi dapat meningkat
pada cairan lokal yang terdapat di permukaan yang terinfeksi, seperti
mukosa nasal dan paru. Pembentukan antibodi antiviral, khususnya IgA,
secara lokal menjadi penting untuk pencegahan infeksi berikutnya.
Namun hal ini menjadi tidak bermanfaat apabila terjadi perubahan
antigen virus.
Virus menghindari antibodi dengan cara hidup intraseluler.
Antibodi lokal atau sistemik dapat menghambat penyebaran virus
sitolitik yang dilepaskan dari sel pejamu yang terbunuh, namun antibodi
sendiri tidak dapat mengontrol virus yang melakukan budding dari
permukaan sel sebagai partikel infeksius yang dapat menyebarkan virus
ke sel terdekat tanpa terpapar oleh antibodi, oleh karena itu diperlukan
imunitas seluler.
Respons imunitas seluler juga merupakan respons yang penting
terutama pada infeksi virus nonsitopatik. Respons ini melibatkan sel T
sitotoksik yang bersifat protektif, sel NK, ADCC dan interaksi dengan
MHC kelas I sehingga memicu kerusakan sel jaringan. Dalam
respons infeksi virus pada jaringan akan timbul IFN (IFN-a dan IFN-b)
yang akan membantu terjadinya respons imun yang bawaan dan
didapat. Peran antivirus dari IFN cukup besar terutama IFN-a dan IFN-b.
Kerja IFN sebagai antivirus adalah :
a) Meningkatkan ekspresi MHC kelas I
b) Aktivasi sel NK dan makrofag
c) Menghambat replikasi virus
d) Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari sel yang
terinfeksi.
Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat
sitotoksik langsung pada sel yang teinfeksi virus melalui pengenalan
antigen pada permukaan sel target oleh reseptor αβ spesifik di limfosit.
Semakin cepat sel T sitotoksik menyerang virus, maka replikasi dan
penyebaran virus akan cepat dihambat.
Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptida antigen virus pada
permukaannya yang terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah virus masuk. Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik αβ
mencegah multiplikasi virus. Sel T sitotoksik γδ menyerang virus (native
viral coat protein) langsung pada sel target.
Sel T yang terstimulasi oleh antigen virus akan melepaskan
sitokin seperti IFN-γ dan kemokin makrofag atau monosit. Sitokin ini
akan menarik fagosit mononuklear dan teraktivasi untuk mengeluarkan
TNF. Sitokin TNF bersama IFN-γ akan memicu sel menjadi nonpermissive, sehingga tidak terjadi replikasi virus yang masuk melalui
transfer intraseluler. Oleh karena itu, lokasi infeksi dikelilingi oleh
lingkaran sel yang resisten. Seperti halnya IFN-α, IFN-γ meningkatkan
sitotoksisitas sel NK untuk sel yang terinfeksi. Antibodi dapat
menghambat sel T sitotoksik γδ melalui reaksi dengan antigen
permukaan pada budding virus yang baru mulai, sehingga dapat terjadi
proses ADCC. Antibodi juga berguna dalam mencegah reinfeksi.
Beberapa virus dapat menginfeksi sel-sel sistem imun sehingga
mengganggu fungsinya dan mengakibatkan imunodepresi, misalnya
virus polio, influenza dan HIV atau penyakit AIDS. Sebagian besar virus
membatasi diri (self-limiting), namun sebagian lain memicu gejala
klinik atau subklinik. Penyembuhan infeksi virus biasanya diikuti
imunitas jangka panjang. Pengenalan sel target oleh sel T sitotoksik
spesifik virus dapat melisis sel target yang mengekspresikan peptida
antigen yang homolog dengan region berbeda dari protein virus yang
sama, dari protein berbeda dari virus yang sama atau bahkan dari virus
yang berbeda. Aktivasi oleh virus kedua ini dapat menimbulkan
memori dan imunitas spontan dari virus lain setelah infeksi virus inisial
dengan jenis silang. Demam dengue dan demam berdarah dengue
merupakan infeksi virus akut yang disebabkan oleh empat jenis virus
dengue. Imunitas yang terjadi cukup lama apabila terkena infeksi virus
dengan serotipe yang sama, namun bila dengan serotipe yang berbeda
maka imunitas yang terjadi akan berbeda. Gangguan pada organ hati pada demam berdarah dengue telah dibuktikan dengan ditemukannya
RNA virus dengue dalam jaringan sel hati dan organ limfoid. Virus
dengue ternyata menyerang sel kupffer dan hepatosit sehingga terjadi
gangguan di hati.
CONTOH PATOGENESIS VIRUS INFUENZA
Virus influenza menyebar dari orang ke orang melaui droplet di
udara atau melaui kontak dengan permukaan tangan yang tercemar.
Beberapa sel epitel pernafasan terinfeksi jika partikel virus yang
terkumpul menolak dikeluarkan oleh reflex batuk dan lepas dari
netralisasi oleh antibody IgA spesefik yang sudah ada atau dari inaktivasi
oleh penghambat non terbentuk dan menyevar ke sel yang berdekatan,
dimana siklus replikasi berulang. DNA virus menurunkan viskositas
lapisan mucus di saluran pernafasan, membuka reseptor permukaan sel
dan meningkatkan penyebaran cairan yang mengandung virus ke bagian
saluran yang lebih di bawah. Dalam waktu singkat, banyak sel saluran
pernafasan terinfeksi, kadang kala terbunuh.
Masa inkubasi dari paparan virus ke onset penyakit bervariasi
dari 1 sampai 4 hari, tergantung dari besarnya umlah virus dan status
imun inang. Pelepasan virus dimulai pada hari sebelum onset gejala,
memuncak dalam 24 jam, tetap meningkat selama 1 sampai 2 hari, dan
kemudian menurun cepat. Virus infeksius sanat jarang ditemukan dari
darah.
Interferon dapat terdeteksi pernafasan sekitar satu hari setelah
mulai pelepasan virus. Virus influenza peka terhadap efek antivirus dari
interferon, dan diyakini bahwa respon interferon member andil dalam
kesembuhan dari infeksi. Respon antibody spesifik dan cell mediated
tidak dapat dideteksi selama 1-2 hari minggu berikutnya.
Infeksi influenza memicu kerusakan seluler dan deskuamasi
mukosa malalui permukaan dari saluran pernafasan namun tidak mempengaruhi lapisan dasar epitel. Perbaikan sempurna kerusakan sel
mungkin memakan waktu 1 bulan. Kerusakan oleh virus pada eitel
saluran pernafasan, menurunkan resistensinya terhadap invasi sekunder
bakteri trutama staphylococcus, streptococcus, dan Haemophylus
influenzae. Edema dan infiltrasi mononuclear dalam respon rterhadap
kematian sel dan deskuamasi karena replikasi virus agaknya
memicu gejala lokal. Gejala sistemik yang menonjol yang
berkaiotan dengan influenza mungkin mencerminkan produksi sitokinin.
5. BAGAIMANA SISTEM IMUNITAS BEKERJA
Untuk bisa memahami reaksi vaksin yang terjadi di dalam tubuh
manusia maka, pertama kali kita harus mengerti tentang sistem
imunitasSistem ImunSistem yang sangat komplek di dalam tubuh, yang
bertanggung jawab untuk melawan penyakit. Tugas utama adalah
mengidentifikasi benda asing dalam tubuh (termasuk bakteri, virus,
jamur, parasit, organ atau jaringan transplantasi) dan menghasilkan
pertahanan tubuh untuk melawan benda asing tersebut. Pertahanan ini
dikenal sebagai respon imun.. Sistem imunitas didesain untuk mengenal
dan menghancurkan benda asing yang masuk kedalam tubuh manusia
termasuk patogenPatogenSuatu penyakit yang disebabkan oleh
substansi, biasanya dipergunakan untuk organisme (bakteri,
virus) dan produk biologisnya (misalnya toksin)..
Patogen adalah benda atau bahan yang dapat menimbulkan
penyakit. Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Penyakit-penyakit
yang ada vaksinnya untuk memberikan perlindungan sebagian atau
lengkap. pada manusia. Istilah patogen biasanya dipakai untuk
organisme penyebab penyakit seperti bakteri, virus dan produk
biologisnya seperti toksin yang dihasilkan oleh organisme tersebut
a. Bakteri dalah mikroorganisme sel tunggal, punya inti sel, yang
dapat membelah sendiri dengan cepat.
b. Virus tidak dapat membelah sendiri, mereka membutuhkan sel dan
jaringan hidup dari tubuh inang/pejamu untuk membelah /
memperbanyak diri.
Gambar 6. Struktur Virus
Sistem imunitas yang ada dalam tubuh manusia merespon
masuknya bakteri dan virus ke dalam tubuh manusia melalui mekanisme
yang sangat rumit dan komplek. Sistem imunitas ini mengenal molekul
(antigenAntigenSubstansi asing didalam badan yang memicu untuk
menghasilkan antibodi.) yang unik dari bakteri atau virus yang merangsang timbulnya antibodi (sejenis protein) dan sejenis sel darah
putih yang disebut limfosit. Limfosit ini menandai antigen yang masuk
dan kemudian menghancurkannya.
Awal terjadinya proses reaksi imunitas yaitu mekanisme
pertahanan tubuh untuk melawan setiap benda asing masuk ke dalam
tubuh, sejumlah limfosit yang disebut dengan sel memory segera
berkembang menjadi limfosit yang memiliki kemampuan membuat
zat kekebalan yang bertahan lama (long lasting immunity). Seperti telah
disebutkan diatas, imunitas adalah mekanisme tubuh manusia untuk
melawan dan memusnahkan benda asing yang masuk ke dalam tubuh
manusia. Benda asing ini bisa berupa bakteri, virus, organ
transplantasi dll. Apabila suatu sel atau jaringan seperti bakteri atau
organ tubuh ditransplantasikan ke dalam tubuh pasien maka tubuh
orang ini akan menolaknya karena benda asing ini dianggap
bukan sebagai bagian dari jaringan tubuh mereka.
Benda asing ini dianggap sebagai pendatang (invader)
yang harus diusir. Jadi secara sederhana dapat didefinisikan kembali
bahwa sistem kekebalan (immune system) ialah mekanisme tubuh
manusia untuk melawan/ mengusir benda asing yang masuk kedalam
tubuh mereka. Pertama-tama “memory cells” berupaya mengenal benda
asing yang masuk dan disimpan dalam “ingatan” sel memori ini. Ini
disebut dengan reaksi imunitas primer. Apabila benda asing yang sama
masuk lagi ke dalam tubuh orang ini untuk kedua kali dan
seterusnya, maka sel memori ini dengan lebih cepat dan sangat efektif
akan merangsang sistem imunitas untuk mengusir dan melawan benda
asing yang sudah dikenal tersebut. Reaksi tubuh akan lebih cepat dan
lebih efektif dibandingkan dengan reaksi saat perjumpaan untuk
pertama kalinya dengan benda asing tersebut.
Grafik dibawah ini membandingkan respon imun primer dengan
sekunder terhadap patogen yang sama. Respon sekunder akan
dieliminasi oleh patogen sebelum terjadi kerusakan.
C. MEKANISME KERUSAKAN SEL DAN JARINGAN
Kerusakan pada sel dan jaringan yang merupakan akar dari sebagian
besar penyakit disebabkan oleh radikal bebas. Radikal bebas reakti f sangat
berbahaya sekali karena akan mencuri electron dari senyawa lain seperti
protein, lipid, dan juga DNA. DNA adalah senyawa yang ada dalam inti sel, yang
apabila mengalami kerusakan akan memicu berbagai macam penyakit
seperti katarak, kanker, dan penyakit degenerative.
1. INFLAMASI
Inflamasi adalah respons terhadap cedera dan infeksi. Ketika
proses inflamasi berlangsung terjadi reaksi vaskuler dimana cairan,
elemen – elemen darah, leukosit, dan mediator kimia berkumpul pada
tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu
mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir
dan membasmi agen – agen yang berbahaya pada tempat cedera dan
untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan.
Respons inflamasi adalah respons fisiologis terhadap kerusakan
jaringan. Tujuan respons inflamasi adalah melindungi, mengisolasi,
menonaktifkan dan mengeluarkan agens penyebab serta jaringan yang
rusak sehingga dapat terjadi pemulihan.
BERBAGAI PENYEBAB INFLAMASI
a. Mikroorganisme
b. Agen fisik, seperti suhu yang ekstrim, cedera mekanis, sinar
ultraviolet, dan radiasi ion
c. Agens kimia (misalnya asam basa)
d. Antigen yang menstimulasi respons imunologis
PEMBAGIAN INFLAMASI berdasar POLA DASAR
a. Inflamasi akut
radang yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa
menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan eksudasi cairan
dan protein plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang
menonjol. Gambaran sistemik pada radang akut berupa
leukositosis.
Reaksi inflamasi akut diuraikan dalam serangkaian tahap
yang tumpang tindih antara peningkatan aliran darah, peningkatan
pembentukan cairan jaringan dan migrasi leukosit. Ringkasan
peristiwa ini terdiri dari :
1) Vasokontriksi terjadi dengan segera, namun berlangsung singkat
2) Pelepasan zat kimia inflamasi atau mediator (misanya
histamine, dan lain – lain) oleh jaringan rusak, sel mast, basofil,
sitokin dan aktivasi komplemen. Pelepasan ini memicu
vasodilatasi dan hiperemia lokal karena peningkatan aliran
darah ke area tersebut.
Pelepsan zat kimia inflamasi juga meningkatkan permeabilitas
kapiler terhadap eksudasi cairan dan protein yang bocor dari
darah ke jaringan. Eksudat membawa pasokan oksigen, bahan
bakar dan leukosit ekstra yang membantu melarutkan setiap
toksin mikroba.
Eksudat adalah timbunan cairan ekstravaskuler yang memiliki
konsentrasi protein yang tinggi, debris seluler dan memiliki
berat jenis lebih dari 1.020.
3) Leukosit ekstra – awalnya neutrofil, lalu monosit (yang menjadi
makrofag), dan limfosit (yang melibatkan patogen) berpindah
ke area inflamasi karena zat kimia inflamasi dan zat kimia yang
dilepaskan oleh mikroorganisme dalam suatu proses yang
disebut kemotaksis positif. Kemotaksis adalah emigrasi leukosit
di dalam jaringan menuju tempat jejas sepanjang gradient
kimiawi. Hal ini dapat terjadi dengan stimuli exogenus agent
yaitu produk dari bakteri, dan endogenous agent yaitu berbagai
mediator kimia.
4) Sementara itu aliran darah yang lebih lambat memungkinkan
leukosit berpindah (ke sisi kapiler)
5) Leukosit melekat ke endotel kapiler dan bergerak ke dinding
kapiler menuju area yang rusak melalui proses yang disebut
diapedesis.
6) Setelah neutrofil dan kemudian makrofag mencapai area yang
telah rusak, keduanya mulai menyingkirkan mikroorganisme
dan jaringan yang rusak dengan cara fagositosis pus jika
terbentuk adalah campuran dari leukosit yang mati, debris
jaringan, mikroorganisme dan eksudat. Fagositosis
ditingkatkan dengan keberadaan immunoglobulin (antibodi)
dan komplemen
7) Tahap respons inflamasi terakhir adalah pembersihan debris
oleh makrofag, sehingga proses pemulihan dapat berlanjut
b. Inflamasi kronik
Radang yang berlangsung lebih lama (berhari-hari sampai
bertahun-tahun) dan ditandai terutama adanya limfosit. Inflamasi
Granulomatous merupakan suatu pola inflamasi kronik khusus.
Radang granulomatosa berupa: Tuberculosis, Lepra, Sarcoidosis,
Gumma Syphillis. Keradangan akibat kuman tuberculosa
memberikan gambaran spesifik berupa sel-sel epiteloid (Brooker,
2008).
TANDA – TANDA INFLAMASI
Lima ciri khas dari inflamasi adalah kemerahan, panas,
pembengkakan, nyeri dan hilangnya fungsi. Dua tahap inflamasi adalah
tahap vaskuler yang terjadi 10 – 15 menit setelah terjadinya cedera dan
tahap lambat. Tahap vaskuler berkaitan dengan vasodilatasi dan
bertambahnya permeabilitas kapiler dimana substansi darah dan cairan
meninggalkan plasma dan menuju tempat cedera. Tahap lambat terjadi
ketika leukosit menginfiltrasi jaringan inflamasi.
Berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi.
Prostaglandin yang telah berhasil diisolasi dari eksudat pada tempat
inflamasi adalah salah satu diantaranya. Prostaglandin (mediator kimia)
memiliki banyak efeknya, termasuk diantaranya adalah vasodilatasi,
relaksasi otot polos, meningkatnya permeabilitas kapiler,dan sensitisasi
sel – sel syaraf terhadap nyeri (Kee, 2006).
EFEK SISTEMIK INFLAMASI
a. Demam, malaise, anoreksi,
b. Laju endap darah yang meningkat
c. Leukositosis
d. Manifestasi lain (misalnya peningkatan nadi, penurunan keringat,
menggigil, anorexia, malaise, somnolence)
e. Sepsis
2. NEKROSIS
Nekrosis adalah kematian sel karena adanya system membrane.
Kerusakan membran ini disebabkan adanya aktivitas enzim lisozim.
Aktivitas enzim lisozim dapat terjadi karena adanya kerusakan system
membran, oleh factor tertentu yang mengakibatkan membran
pembungkus enzim lisozimini mengalami kebocoran. Kebocoran ini
mengakibatkan lisozim tumpah ke sitosol dan akhirnya mencerna protein
– protein baik yang berada pada sitosol maupun protein – protein
penyusun sistem membran dari sel tersebut.
Nekrosis merupakan jumlah perubahan morfologik yang terjadi
setelah kematian sel dalam jaringan atau organ hidup. Ada dua proses
yang mendasari perubahan morfologik yang dasar, yaitu:
a. Denaturasi protein , jejas atau asidosis intrasel memicu
denaturasi protein struktur dan protein enzim yang menghambat
proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi sel dipertahankan.
b. Pencernaan (digestif) enzimatik pada organel dan komponen sitosol
lainnya, baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau
heterolysis (enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering
meninggalkan cacat jaringan yg diisi oleh leukosit imigran dan
menimbulkan abses.
Jika proses digestif enzimatik sel lebih dominan pada sel nekrotik
akan terjadi nekrosis lekuefaktif. Jika denaturasi protein lebih dominan
akan terjadi nekrosis koagulatif.
Ada beberapa ciri yang membedakan sel nekrotik berwarna lebih
eosinofilik (merah muda) dan tampak lebih berkilau karena kehilangan
glikogen dan mengalami vakuolisasi serta membrane sel mengalami
fregmentasi. Sel nekrotik dapat menarik garam kalsium; keadaan ini benar
terutama untuk sel lemak yang nekrotik (membentuk fatty soaps).
Perubahan nucleus meliputi piknosis (nukleus kecil serta padat), kariolisis
(nukleus yang melarut serta terlihat kabur) dan karioreksis (nukleus yang
terfragmentasi). Pola nekrosis pada jaringan yang umum meliputi:
a. Nekrosis koagulatif merupakan pola yang paling sering ditemukan dan
terutama didominasi oleh denaturasi protein dengan tetap
mempertahankan sel dan kerangka jaringan. Pola ini khas pada
kematian hipoksik dalam semua jaringan kecuali otak. Jaringan
nekrotik mengalami heterolisis (dicerna oleh enzim lisosomal dari
leukosit yang menginvasi) atau autolisis (dicerna oleh enzim – enzim
lisosomnya sendiri).
b. Nekrosis likuefaktif terjadi ketika heterolysis atau autolysis lebih
dominan daripada denaturasi protein. Daerah yang nekrotik teraba
lunak dan terisi cairan. Tipe nekrosis ini paling sering terlihat pada
infeksi bakteri setempat (abses) dan dalam otak.
c. Nekrosis kaseosa merupakan ciri khas lesi Tuberculosis. Lesi ini
terlihat secara makroskopis sebagai materi yang lunak, rapuh serta
menyerupai keju, dan secara mikroskopis sebagai materi amorf
eosinofilik dengan debris sel.
d. Nekrosis lemak terlihat dalam jaringan adipose; aktivasi lipase
(misalnya dari sel pankreas makrofag atau yang jejas) melepaskan
asam lemak dari trigliserida yang kemidian membentuk kompleks
dengan kalsium untuk membentuk sabun. Secara makroskopis terlihat
area berwarana putih seperti kapur (saponifikasi lemak). Secara
histologis ditemukan garis sel yang kabur dan pengendapan kalsium
(Mitchel, dkk., 2008).
PERKEMBANGAN JARINGAN NEKROTIK
a. Timbul respon peradangan
b. Jaringan nekrotik hancur dan hilang
AKIBAT NEKROSIS
a. Kehilangan fungsi : misalnya defisit neurologis
b. Menjadi fous infeksi, medium pembiakan penyebaran mikroorganisme
tertentu
c. Perubahan – perubahan sistemik tertentu, misalnya demam,
leukositosis
d. Pengeluaran enzim-enzim yangg dikandungnya ke dalam darah akibat
sel mati dan peningkatan permeabilitas membran.
3. ADAPTASI
Sel merupakan partisipan aktif di lingkungannya, yang secara
tetap menyesuaikan struktur dan fungsinya untuk mengakomodasi
tuntutan perubahan dan stres ekstrasel. Sel cenderung mempertahankan
lingkungan segera dan intraselnya dalam rentang parameter fisiologis
yang relatif sempit ketika mengalami stres fisiologis atau rangsangan
patologis, sel bisa beradaptasi, mencapai kondisi baru dan
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Respons adaptasi sel terhadap stressor dapat terjadi: atrofi,
hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia. Respons ini bergantung jenis
cedera, durasi / aging / senescence, dan keparahannya.
Atrofi merupakan pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substasi
sel tersebut. Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada
jenis atrofi tersebut. Sebelum membahas mengenai penyebab terjadinya,
maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar
pembahsannya lebih spesifik. biasanya , terdapat dua jenis atrofi, yaitu
atrofi fisiologis dan atrofi patologis.
a. Atrofi fisiologis
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau
alami. Beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama
sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan, dan jika organ
tubuh ini tidak menghilang ketika sudah mencapai usia tertentu,
maka akan dianggap sebagai patologik. Contoh dari atrofi fisiologis ini
yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula mammae
mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan
uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan
ringan akaibat resorpsi. Penyebab proses atrofi ini bervariasi,
diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi
akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli),
berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan
akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab ini terjadi karena
peoses normal penuaan.
b. Atrofi patologis
Atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses
normal/alami.
biasanya , atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis,
yaitu:
1) Atrofi sinilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh biasanya ,
karena atrofi senilis termasuk dalam atofi umum (general atrophy).
Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi patologis karena
proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal
proses aging merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang
merupakan proses patologik yaitu starvation (kelaparan).
Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat
makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atrofi ini dapat terjadi
pada orang yang sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama
(tanpa berbuka puasa), orang yang memang tidak mendapat
makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di padang
pasir). Orang yang menderita gangguan pada saluran pencernaan
misalnya karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada
penderita stiktura esophagus ini mungkin mendapatkan
suplai makanan yang cukup, namun makanan ini tidak dapat
mencapai lambung dan usus karena makanan akan di semprotkan
keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke jaringanjaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan
menjadi kurus kering.
2) Atrofi local. Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan
tertentu.
3) Atrofi inaktivas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan.
Misalnya inaktivitas otot-otot mengakibatkan otot-otot ini
mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi
kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi
pada poliomyelitis. Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya impuls trofik.
Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa
harus berbaring lama mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya,
tulang-tulang menjadi berlubang-lubang karena kehilangan
kalsiumnya sehingga tidak dapat menunjang tubuh dengan baik.
Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya tersumbat
untuk waktu yang lama. Ini misalnya terjadi pada pankreas. Jika
terjadi sumbatan (occlusion) pada saluran keluar pancreas, sel-sel
asinus pancreas (eksokrin) menjadi atrofik. Namun, pulau-pulau
Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan
ke dalam darah tidak mengalami atrofi.
4) Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau
desakan dalam waktu yang lama dan yang mengenai suatu alat
tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi
akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi
(pada nak-anak). Atroi desakan patologik misalnya terjadi pada
sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah
substernal biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang
tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim
ginjal dapat menipis akibat desakan terus-menerus. Ginjal
seluruhnya berubah menjadi kantong berisi air, yang biasanya
terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu.
Atrofi dapat terjadi pada suatu alat tubuh kerena menerima
desakan suatu tumor didekatnya yang makin lama makin
membesar
5) Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada
rangsangan hoemon tertentu. Atrofi akan terjadi jika suplai hormon
yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu berkurang atau terhenti
sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit
Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga
mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.
biasanya , atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut:
a. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/pasien
b. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf
c. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin
d. Kekurangan nutrisi
e. Inaktivitas (organ tidak sering dipakai , maka akan mengakibatkan
pengecilan organ tersebut).
Hipertrofi merupakan penambahan ukuran sel dan memicu
penambahan ukuran organ. Hipertrofi dapat fisiologik atau patologik dan
disebabkan oleh peningkatan kebutuhan fungsional atau rangsangan
hormonal spesifik. Hipertrofi dan hiperplasia dapat terjadi bersamaan
akibat pembesaran organ (hipertrofik). Hipertrofi fisiologik masif pada
uterus selama kehamilan terjadi akibat rangsangan estrogen dari
hipertrofi dan hiperplasia otot polos. Sel otot lurik dapat mengalami
hipertrofi saja akibat respon terhadap peningkatan kebuthan sel.
Hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau
jaringan. Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik. Hiperplasia fisiologik
misalnya hiperplasia hormonal (ex. proliferasi epitel kelenjar payudara
perempuan pada masa pubertas dan kehamilan), serta hiperplasia
kompensatoris yaitu hiperplasia yang terjadi saat sebagian jaringan
dibuang atau sakit (namun sifatnya reversible). Hiperplasia patologik
biasanya terjadi akibat stimulasi faktor pertumbuhan atau hormonal yang
berlebih.
Metaplasia merupakan perubahan reversibel yaitu pada satu jenis
sel dewasa (epitelial atau mesenkimal) digantikan oleh jenis sel dewasa
lain
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
kedokteran mendorong para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap
berbagai penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit menular demi
mengatasi kejadian penderitaan dan kematian akibat penyakit. Pengertian
Epidemiologi menurut asal kata, jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi
berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu Epi yang berarti
pada atau tentang, Demos yang berarti penduduk dan kata terakhir adalah
Logos yang berarti ilmu pengetahuan.
Jadi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk.
Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini adalah ilmu yang
mempelajari tentang frekuensi dan distribusi (penyebaran) serta determinant
masalah kesehatan pada sekelompok orang atau masyarakat serta
determinasinya (faktor-faktor yang mempengaruhinya).
Adapun pengertian epidemiologi menurut para ahli yaitu:
1. Menurut Judith S. Mausner, Anita K. Bahn
Epidemiologi menurut Judith S. Mausner, Anita K. Bahn ialah concernet
with the extend and types of illness and injuries in groups of people
and with the factors which influence their distribution.
2. Menurut Hirsch “1883”
Epidemiologi menurut Hirsch ialah suatu gambaran kejadian
penyebaran dari jenis-jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu
di berbagai tempat di bumi dan mengaitkan dengan kondisi eksternal.
3. Menurut Lilienfeld “1977”
Epidemiologi menurut Liliendfeld ialah metode pemikiran tentang
penyakit yang berkaitan dengan penilaian biologis dan berasal dari
pengamatan suatu tingkat kesehatan populasi.
4. Menurut Robert H. Fletcher “1991”
Epidemiologi menurut Robert H. Fletcher ialah disiplin riset yang
membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi.
5. Menurut Moris “1964”
Epidemiologi menurut Moris ialah suatu pengetahuan tentang sehat
dan sakit dari suatu penduduk.
6. Menurut Elizabeth Barrett
Epidemiologi menurut Elizabeth Barrett is study of the distribution
and causes of diseases.
7. Menurut Last “1988”
Epidemiologi menurut Last is study of the distribution and
determinants of health-related states or events in specifed population
and the application of this study to control of problems.
Dalam epidemiologi ada tiga faktor yang dapat menerangkan
penyebaran (distribusi) penyakit atau masalah kesehatan yaitu orang
(person), tempat (place), dan waktu (time). Informasi ini dapat dipakai
untuk 1 menggambarkan adanya perbedaan keterpaparan dan kerentanan.
Perbedaan ini bisa dipakai sebagi petunjuk tentang sumber, agen yang
bertanggung jawab, transisi, dan penyebaran suatu penyakit.
1. Faktor Orang (Person)
Faktor orang atau person adalah karakteristik dari individu yang
mempengaruhi keterpaparan atau kepekaan mereka terhadap penyakit.
Orang yang karakteristiaknya mudah terpapar atau peka terhadap
penyakit akan mudah terkena sakit. Karakteristik orang bisa berupa faktor
genetik, umur, jenis kelamin,pekerjaan, kebiasaan dan status sosial
ekonomi. Seorang individu yang memiliki faktor genetik pembawa
penyakit akan mudah terpapar faktor genetic ini dan peka untuk
sakit. Perbedaan berdasar umur, terdapat kemungkinan dalam
mendapat keterpaparan berdasar perjalanan hidup. Demikian pula
dengan karakteristik lain yang akan membedakan dalam kemungkinan
mendapat keterpaparan.
2. Faktor Tempat (place)
Faktor tempat berkaitan dengan karakteristik geografis. Informasi
ini dapat batas alamiah seperti sungai, gunung,atau bisa dengan batas
administrasi dan histori. Perbedaan distribusi menurut tempat ini
memberikan petunjuk pola perbedaan penyakit yang dapat menjadi
pegangan dalam mencari faktor-faktor lain yang belum diketahui.
3. Faktor Waktu (Time)
Waktu kejadian penyakit dapat dinyatakan dalam jam, hari, bulan,
atau tahun. Informasi ini bisa dijadikan pedoman tentang kejadian yang
timbul dalam masyarakat.
Berikut ini terdapat beberapa ruang lingkup epidemiologi, terdiri atas:
1. Masalah kesehatan sebagai subjek dan objek epidemiologi
Epidemiologi tidak hanya sekedar mempelajari masalah-masalah
penyakit-penyakit saja, namun juga mencakup masalah kesehatan yang
sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya masalah keluarga
berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga
kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan
demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah
kesehatan secara keseluruhan
2. Masalah kesehatan pada sekelompok manusia
Pekerjaan epidemiologi dalam mempelajari masalah kesehatan, akan
memanfaatkan data dari hasil pengkajian terhadap sekelompok
manusia, apakah itu menyangkut masalah penyakit, keluarga
berencana atau kesehatan lingkungan. Setelah dianalisis dan diketahui
penyebabnya dilakukan upaya-upaya penanggulangan sebagai tindak
lanjutnya.
3. Pemanfaatan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan
dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan
Pekerjaan epidemiologi akan dapat mengetahui banyak hal tentang
masalah kesehatan dan penyebab dari masalah ini dengan cara
menganalisis data tentang frekuensi dan penyebaran masalah
kesehatan yang terjadi pada sekelompok manusia atau masyarakat.
Dengan memanfaatkan perbedaan yang kemudian dilakukan uji
statistik, maka dapat dirumuskan penyebab timbulnya masalah
kesehatan.
1. DETERMINAN INTRINSIK PENYAKIT
Determinan Faktor Intrinsik pada Penyakit erat hubungan
dengan Segitiga Epidemiologi yang dikemukakan oleh Gordon dan La
Richt, yang menyebutkan bahwa timbul atu tidaknya penyakit pada
organisme dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu host, agent dan
environment.
a. Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent
(penyebab) dan host (organisme hidup)
b. Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan
karakteristik agent dan host (baik individu maupun kelompok)c. Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam
interaksi ini akan berhubungan langsung pada keadaan
alami pada lingkungan (lingkungan sosial, fisik, ekonomi dan
biologis
Agen penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor
mekanis. kadang-kadang, untuk penyakit tertentu, penyebabnya tidak
diketahui seperti penyakit ulkus peptiku, coronaryheart diseases, dan lainlain. Agen penyakit dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu:
a. Agen Biologis = Virus, bakteri, fungi, riketsia, protozoa, dan
metazoan.
b. Agen Nutrisi = Protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan
air.
c. Agen Fisik = Panas, radiasi, dingin, kelembaban, tekanan.
d. Agen Kimiawi
Dapat bersifat endogenous seperti asidosis, diabetes
(hiperglikimia), uremia, dan eksogenous seperti zat kimia,
allergen, gas, debu, dan lain-lain.
e. Agen Mekanis = Gesekan, benturan, pukulan yang dapat
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
Proses Perjalanan suatu penyakit bermula dari adanya gangguan
keseimbangan antara agen penyakit, host dan lingkungan, sehingga
menimbulkan gejala penyakit. Agen penyakit merupakan faktor awal
proses terjadinya penyakit, sehingga faktor agen penyakit ini merupakan
hal yang sangat penting untuk dipelajari, agar setiap organisme dapat
melakukan pencegahan lebih awal terhadap timbulnya suatu penyakit.
Ukuran yang menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk
mempengaruhi riwayat alamiah penyakit sebagai berikut: (1) infektivitas,
(2) patogenesitas, dan (3) virulensi.
a. Infektivitas
Kemampuan agen penyakit untuk memicu terjadinya
infeksi. Dihitung dari jumlah individu yang terinfeksi dibagi
dengan jumlah individu yang terpapar.
b. Patogenesitas
Kemampuan agen penyakit untuk memicu penyakit klinis.
Dihitung dari jumlah kasus klinis dibagi dengan jumlah individu
yang terinfeksi.
c. Virulensi
Kemampuan penyakit untuk memicu kematian. Indikator
ini menunjukkan kemampuan agen infeksi memicu
keparahan (severety) penyakit. Dihitung dari jumlah kasus yang
mati dibagi dengan jumlah kasus klinis
DETERMINAN HOST
Faktor pejamu (host) adalah semua faktor yang terdapat pada
manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit.
Host erat hubungannya dengan manusia sebagai makhluk biologis dan
manusia makhluk sosial sehingga manusia dalam hidupnya memiliki
dua keadaan dalam timbulnya suatu penyakit yaitu manusia kemungkinan
terpajan dan kemungkinan rentan/resisten.
Faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam proses
kejadian penyakit pada pejamu (host) adalah sebagai berikut :
a. Faktor Keturunan
Ada beberapa penyakit keturunan yang dapat ditularkan dari
kedua orang tua (misalnya penyakit asma dan diabetes mellitus).
b. Mekanisme Kekebalan Tubuh/Imunitas. Daya tahan tubuh
pasien tidaklah sama, namun faktor imunitas sangat berperan
dalam proses terjadinya penyakit. Imunitas dibagi dalam
beberapa kategori, yaitu : Imunitas alamiah, Imunitas didapat dan
Kekebalan kelompok.
c. Usia
d. Jenis Kelamin
e. Ras
f. Sosial ekonomi
g. Status Perkawinan
h. Penyakit Terdahulu
i. Nutrisi.
2. DETERMINAN EKSTRINSIK PENYAKIT
Determinan Faktor Ekstrinsik pada Penyakit adalah faktor
ketiga atau semua faktor luar dari suatu individuyang dapat berupa
lingkungan fisik, biologik dan sosial sebagai penunjang terjadinya
penyakit. Faktor ini disebut juga faktor ekstrinsik.
a. Iklim
Penularan beberapa penyakit menular sangat dipengaruhi oleh
faktor iklim. Parasit dan vektor penyakit sangat peka terhadap
faktor iklim, khususnya suhu, curah hujan, kelembaban,
permukaan air, dan angin.2 Begitu juga dalam hal distribusi dan
kelimpahan dari organisme vektor dan host intermediate.
Penyakit yang tersebar melalui vektor (vector borne disease)
seperti malaria dan Demam Berdarah Dengue (DBD) perlu
diwaspadai karena penularan penyakit seperti ini akan
makinmeningkat dengan perubahan iklim. Di banyak negara
tropis penyakit ini merupakan penyebab kematian utama. Iklim
dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi karena agen
penyakit baik virus, bakteri atau parasit, dan vekor bersifat
sensitif terhadap suhu, kelembaban, dan kondisi lingkungan
ambien lainnya. Selain itu, WHO juga menyatakan bahwa penyakit
yang ditularkan melalui nyamuk seperti DBD berhubungan
dengan kondisi cuaca yang hangat.
b. Tanah
Tanah adalah merupakan lingkungan biologis semua makluk
hidup yang berada disekitar manusia yaitu flora dan fauna,
termasuk juga manusia. Misalnya, wilayah dengan flora yang
berbeda akan memiliki pola penyakit yang berbeda. Faktor ini
adalah faktor yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya
bakteri dan virus sebagai penyebab sakit.
c. Peran Manusia
Tahap ini digambarkan sebagai interaksi manusia dengan
lingkungan, dimana suatu keadaan terpengaruhnya manusia
secara langsung oleh lingkungannya dan terjadi pada saat prapatogenesis (Periode sebelum manusia sakit terdapat interaksi
antara faktor-faktor host, agent dan environment yang
berlangsung terus menerus) suatu penyakit, misalnya udara
dingin, hujan dan kebiasaan membuat/menyediakan makanan.
Akibatnya faktor ini akan mempengaruhi agen penyakit,
host dan lingkungan secara serentak, sehingga akan
mempengaruhi agen penyakit untuk masuk ke dalam tubuh
manusia, misalnya pencemaran air sumur oleh kotoran manusia
yang akan memicu muntaber.
Dalam epidemiologi penyakit infeksi, individu yang
terpapar belum tentu terinfeksi. Hanya jika agen kausal penyakit
infeksi terpapar pada individu lalu memasuki tubuh dan sel (cell
entry), lalu melakukan multiplikasi dan maturasi, dan
menimbulkan perubahan patologis yang dapat dideteksi secara
laboratoris atau terwujud secara klinis, maka individu ini
dikatakan mengalami infeksi.
Penyakit menular timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor
baik dari agen, induk semang atau lingkungan. Bentuk ini tergambar didalam
istilah yang dikenal luas dewasa ini. Yaitu penyebab majemuk (multiple
causation of disease) sebagai lawan dari penyebab tunggal (single causation).
Didalam usaha para ahli untuk mengumpulkan pengetahuan mengenai
timbulnya penyakit, mereka telah melakukan eksperimen terkendali untuk
menguji sampai dimana penyakit itu bisa di cegah sehinga dapat meningkat
taraf hidup penderita. Ada tiga kelompok utama penyakit menular yaitu
1. Penyakit yang sangat berbahaya karena angka kematian cukup tinggi.
2. Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian dan
cacat, walaupun akibatnya lebih ringan dari yang pertama
3. Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian dan cacat
namun dapat mewabah yang menimbulkan kerugian materi.
Ada beberapa pengertian mengenai penyakit antara lain menurut
Gold Medical Dictionary penyakit adalah kegagalan dari mekanisme adaptasi
suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau
tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi struktur, bagian, organ atau
sistem dari tubuh. Sedangkan menurut Arrest Hofte Amsterdam, penyakit
bukan hanya berupa kelainan yang terlihat dari luar saja, namun juga suatu
keadaan terganggu dari keteraturan fungsi dari tubuh. Dari kedua pengertian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyakit adalah suatu keadaan gangguan
bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada didalam keadaan yang tidak normal.
Beberapa definisi penyakit menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1. Penyakit adalah kegagalan dari mekanisme adaptasi suatu organisme
untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga
timbul gangguan pada fungsi/struktur dari bagian organisasi atau sistem
dari tubuh (Gold Medical Dictionary).
2. Penyakit adalah suatu keadaan di mana proses kehidupan tidak lagi
teratur atau terganggu perjalanannya (Van Dale‟s Woordenboek der
Nederlandse Tel).
3. Penyakit bukan hanya berupa kelainan yang dapat dilihat dari luar saja,
akan namun juga suatu keadaan terganggu dari keteraturan fungsi-fungsi
dalam dari tubuh (Arrest Hofte Amsterdam).
Menurut Parson, sakit adalah keadaan dimana adanya
ketidakseimbangan fungsi normal pada tubuh manusia, termasuk sejumlah
sistem biologis dan kondisi penyesuaiannya. Selain itu menurut Bauman, ada
tiga kriteria penentu keadaan sakit, yaitu adanya gejala, persepsi mengenai
keadaan sakit yang dirasakan, dan menurunnya kemampuan untuk beraktivitas
sehari-hari. Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan
(berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik secara langsung
maupun melalui perantara). Penyakit Menular [Comunicable Diseasse] adalah
penyakit yang disebabkan oleh transmisi infectius agent/produk toksinnya dari
pasien /reservoir ke orang lain/susceptable host.
Berbagai penyakit infeksi masih menjadi salah satu masalah kesehatan
utama di seluruh dunia, termasuk di negara kita . Penularan penyakit ini juga
sangat mudah terjadi. Oleh sebab itu, tindakan pencegahan perlu dilakukan
agar penyebaran penyakit infeksi dapat dihentikan.
SIFAT ASPEK PEULARAN PENYAKIT
1. Waktu Generasi
Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai
masa kemampuan maksimal pejamu ini untuk dapat
menularkan penyakit. Hal ini sangat penting dalam mempelajari
proses penularan. Perbedaan masa tunas denga wakru generasi
yaitu Masa tunas ditentukan oleh masuknya unsur penyebab
sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat
ditentukan pada penyakit dengan gejala yang terselubung, waktu
generasi ialah waktu masuknya unsur penyebab penyakit hingga
timbulnya kemampuan penyakit ini untuk menularkan
kepada pejamu lain walau tanpa gejala klinik atau terselubung.
2. Kekebalan Kelompok
Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok
penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur
penyebab penyakit menular tertentu berdasar tingkat
kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut. Herd
Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah
di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok
penduduk tertentu. Wabah terjadi karena 2 keadaan :
a. Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat
terjadi jika agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu
populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen ini atau
kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama
absen dalam populasi tersebut.
b. Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana
keadaan sangat tertutup dan mudah terjadi kontak langsung,
masuknya sejumlah orangorang yang peka terhadap
penyakit tertentu dalam populasi tsb. Ex: Asrama
mahasiswa/tentara.
3. Angka Serangan
Adalah sejumlah kasus yang berkembang atau muncul dalam
satu satuan waktu tertentu di kalangan anggota kelompok yang
mengalami kontak serta memiliki risiko atau kerentanan
terhadap penyakit tersebut. Formula angak serangan ini adalah
banyaknya kasus baru (tidak termasuk kasus pertama) dibagi
dengan banyaknya orang yang peka dalam satu jangka waktu
tertentu. Angka serangan ini bertujuan untuk menganalisis
tingkat penularan dan tingkat keterancamam dalam keluarga,
dimana tata cara dan konsep keluarga, sistem hubungan keluarga
dengan masyarakat serta hubungan individu dalam kehidupan
sehari-hari pada kelompok populasi tertentu merupakan unit
epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung.
MANIFESTASI KLINIK biasanya
1. Spektrum Penyakit Menular
Pada proses penyakit menular biasanya dijumpai berbagai
manifestasi klinik, mulai dari gejala klinik yang tidak tampak
sampai keadaan yang berat disertai komplikasi dan berakhir
cacat atau meninggal dunia. Akhir dari proses penyakit adalah
sembuh, cacat atau meninggal. Penyembuhan dapat lengkap atau
dapat berlangsung jinak (mild) atau dapat pula dengan gejala
sisa yang berat (serve sequele).
2. Infeksi Terselubung (Tanpa Gejala Klinis)
Adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakkan diri
secara jelas dan nyata dalam bentuk gejala klinis yang jelas
sehingga tidak dapat didiagnosa tanpa cara tertentu seperti test
tuberkulin, kultur tenggorokan, pemeriksaan antibodi dalam
tubuh dll. Untuk mendapatkan perkiraan besar dan luasnya
infeksi terselubung dalam masyarakat maka perlu dilakukan
pengamatan atau survai epidemiologis dan tes tertentu pada
populasi. Hasil survai ini dapat digunakauntuk pelaksanaan
program, keterangan untuk kepentingan pendidikan.
1. FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT MENULAR
Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam
masyarakat faktor yang memegang peranan penting :
a. Faktor penyebab atau agent yaitu organisme penyebab penyakit
1) Kelompok arthropoda (serangga) seperti scabies,
pediculosis, dll.
2) Kelompok cacing/helminth baik cacing darah maupun
cacing perut.
3) Kelompok protozoa seperti plasmodium, amuba, dll.
4) Fungus atau jamur baik uni maupun multiselular.
5) Bakteri termasuk spirochaeta maupun ricketsia.
6) Virus sebagai kelompok penyebab yang paling sederhana.
b. Sumber penularan yaitu reservoir maupun Resources
1) Penderita
2) Pembawa kuman
3) Binatang sakit
4) Tumbuhan/benda
c. Cara penularan khusus melalui mode of transmission
1) Kontak langsung
2) Melalui udara
3) Melalui makanan atau minuman
4) Melalui vector
d. Keadaan Pejamu
1) Keadaan umum
2) Kekebalan
3) Status gizi
4) Keturunan
e. Cara keluar dari sumber dan cara masuk ke pejamu melalui
1) Mukosa atau kulit
2) Saluran pencernaan
3) Saluran pernapasan
4) Saluran urogenitalia
5) Gigitan, suntikan, luka
6) Placenta
2. INTERAKSI PENYEBAB DENGAN PEJAMU
a. Infektivitas
Infektivtas adalah kemampuan unsure penyebab atau agent untuk
masuk dan berkembang biak serta menghasilkan infeksi dalam
tubuh pejamu.
b. Patogenesis
Patogenesis adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit
dengan gejala klinis yang jelas.
c. Virulensi
Virulensi adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang
berat terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas.
d. Imunogenisitas
Imunogenisitas adalah suatu kemampuan menghasilkankekebalan
atau Imunitas
3. MEKANISME PATOGENESIS
a. Invasi jaringan secara langsung
b. Produksi toksin
c. Rangsangan imunologis atau reaksi alergi yang memicu
kerusakan pada tubuh pejamu
d. Infeksi yang menetap (infeksi laten)
e. Merangsang kerentanan pejamu terhadap obat dalam
menetralisasi toksisitas
f. Ketidakmampuan membentuk daya tangkal (immuno supression)
4. SUMBER PENULARAN
a. Manusia sebagai reservoir
Kelompok penyakit menular yang hanya dijumpai atau lebih sering
hanya dijumpai pada manusia. Penyakit ini biasanya berpindah
dari manusia ke manusia dan hanya dapat menimbulkan penyakit
pada manusia saja.
b. Reservoir binatang atau benda lain
Selain dari manusia sebagai reservoir maka penyakit menular yang
mengenai manusia dapat berasal dari binatang terutama yang
termasuk dalam kelompok penyakit zoonosis.
5. PENYAKIT ZOONOSIS UTAMA DAN RESERVOIR UTAMANYA
a. Pes (plaque) Tikus
b. Rabies (penyakit anjing gila) Anjing
c. Bovine Tuberculosis Sapi
d. Thypus, Scrub & Murine Tikus
e. Leptospirosis Tikus
f. Virus Encephlitides Kuda
g. Trichinosis Babi
h. Hidatosis Anjing
i. Brocellossis Sapi, kambing
6. RANTAI PENULARAN
Melihat Perjalanan penyakit pada pejamu, bentuk pembawa
kuman (carrier) dapat dibagi dalam beberapa jenis :
a. Healthy carrier (inapparent)
“Mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah menampakkan
menderita penyakit ini secara klinis akan namun
mengandung unsur penyebab yang dapat menular kepada
orang lain”.
b. Incubatory carrier (masa tunas)
“Mereka yang masih dalam masa tunas namun telah
memiliki potensi untuk menularkan penyakit”.
c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis)
“Mereka yang baru sembuh dari penyakit menular tertentu
namun masih merupakan sumber penularan penyakit ini
untuk masa tertentu”.
d. Chronis carrier (menahun)
“Merupakan sumber penularan yang cukup lama”.
Manusia dalam kedudukannya sebagai reservoir penyakit
menular dibagi dalam 3 kategori utama :
a. Reservoir yang biasanya selalu muncul sebagai penderita
b. Reservoir yang dapat sebagai penderita maupun sebagai
carrier
c. Reservoir yang biasanya selalu bersifat penderita akan namun
dapat menularkan langsung penyakitnya ke pejamu potensial
lainnya, namun harus melalui perantara hidup
Penyakit kelamin ( veneral disease ) sudah lama di kenal dan
beberapa di antaranya sangat populer di negara kita yaitu sifilis dan gonorrea
.Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan ,dan semakin banyaknya
penyakit–penyakit baru, sehingga istilah ini tidak sesuai lagi dan diubah
menjadi Sexually Transmitted Diseases ( STD ) atau Penyakit Menular Seksual
(PMS). Kemudian sejak 1998, istilah Sexually Transmitted Diseases (STD)
mulai berubah menjadi Infeksi menular seksual (IMS) agar dapat menjangkau
penderitaan asimptomatik.
Penyakit kelamin ( veneral disease ) sudah lama di kenal dan
beberapa di antaranya sangat populer di negara kita yaitu sifilis dan gonorrea
.Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan ,dan semakin banyaknya
penyakit–penyakit baru, sehingga istilah ini tidak sesuai lagi dan diubah
menjadi Sexually Transmitted Diseases ( STD ) atau Penyakit Menular Seksual
(PMS). Kemudian sejak 1998, istilah Sexually Transmitted Diseases (STD)
mulai berubah menjadi Infeksi menular seksual (IMS) agar dapat menjangkau
penderitaan asimptomatik.
Infeksi menular Seksual ( IMS ) adalah berbagai infeksi yang dapat
menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Semua
teknik hubungan seksual baik lewat vagina, dubur, atau mulut baik
berlawanan jenis kelamin maupun dengan sesama jenis kelamin bisa menjadi
sarana penularan penyakit kelamin. Sehingga kelainan ditimbulkan tidak
hanya terbatas pada daerah genital saja, namun dapat juga di daerah ekstra
genital. Kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi untuk tertular IMS
adalah kelompok remaja sampai dewasa muda sekitar usia (15-24 tahun).
Menurut Arjani, dalam Jurnal Skala Husada (2015), Infeksi Menular
Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit
dewasa muda laki-laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda
perempuan di negara berkembang. IMS adalah infeksi yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai
gejala-gejala klinis maupun asimptomatis.
Infeksi menular seksual (IMS) merupakan infeksi yang ditularkan
memlalui hubungan seksual, yang popular disebut penyakit kelamin. Semua
tehnik hubungan seks lewat vagina, dubur atau mulut dapat menjadi wahana
penularan penyakit kelamin. Penyebab infeksi ini diantaranya adalah
bakteri (misalnya gonore, sifilis), jamur, virus (misalnya herpes, HIV), atau
parasit (misalnya kutu), penyakit ini dapat menyerang pria maupun wanita.
IMS memicu infeksi alat reproduksi yang harus dianggap serius.
Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar, sakit berkepanjangan,
kemandulan bahkan kematian. Remaja perempuan perlu menyadari bahwa
risiko untuk terkena IMS lebih besar daripada laki-laki sebab alat reproduksi
perempuan lebih rentan, dan seringkali berakibat lebih parah karena gejala
awal tidak segera dikenali, sedangkan penyakit berlanjut ke tahap lebih parah.
B. TANDA DAN GEJALA
Gejala infeksi menular seksual ( IMS ) di bedakan menjadi:
1. PEREMPUAN
a. Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus, mulut
atau bagian tubuh ang lain, tonjolan kecil – kecil, diikuti luka yang
sangat sakit disekitar alat kelamin.
b. Cairan tidak normal yaitu cairan dari vagina bisa gatal, kekuningan,
kehijauan, berbau atau berlendir.
c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu IMS pada wanita biasanya tidak
memicu sakit atau burning urination.
d. Tonjolan seperti jengger ayam yang tumbuh disekitar alat kelamin
e. Sakit pada bagian bawah perut yaitu rasa sakit yang hilang muncul dan
tidak berkaitan dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran
reproduksi ( infeksi yang telah berpindah kebagian dalam sistemik
reproduksi, termasuk tuba fallopi dan ovarium )
f. Kemerahan yaitu pada sekitar alat kelamin.
2. LAKI – LAKI
a. Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus , mulut
atau bagian tubuh yang lain, tonjolan kecil – kecil , diikuti luka yang
sangat sakit di sekitar alat kelamin
b. Cairan tidak normal yaitu cairan bening atau bewarna berasal dari
pembukaan kepala penis atau anus.
c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu rasa terbakar atau rasa sakit
selama atau setelah urination.
d. Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di kantong
zakar.
C. KELOMPOK PERILAKU RESIKO TINGGI
Dalam Infeksi menular seksual ( IMS ) yang dimaksud dengan perilaku
resiko tinggi ialah perilaku yang memicu pasien memiliki resiko
besar terserang penyakit tersebut. Yang tergolong kelompok resiko tinggi
adalah :
1. Usia
a. 20 – 34 tahun pada laki – laki
b. 16 – 24 tahun pada wanita
c. 20 – 24 tahun pada pria dan wanita
2. Pelancong
3. PSK ( Pekerja Seks Komersial )
4. Pecandu narkotik
5. Homo seksual
D. MACAM – MACAM PENYAKIT MENULAR SEKSUAL
berdasar penyebabnya, Infeksi menular seksual di bedakan
menjadi empat kelompok yaitu:
1. IMS yang disebabkan bakteri, yaitu: Gonore, infeksi genital non spesifik,
Sifilis, Ulkus Mole, Limfomagranuloma Venerum,Vaginosis bakterial
2. IMS yang disebabkan virus, yaitu: Herpes genetalis, Kondiloma Akuminata,
Infeksi HIV, dan AIDS, Hepatitis B, Moluskus Kontagiosum.
3. IMS yang disebabkan jamur, yaitu: Kandidiosis genitalis
4. IMS yang disebabkan protozoa dan ektoparasit, yaitu: Trikomoniasis,
Pedikulosis Pubis, Skabies.9
berdasar cara penularannya, infeksi menular seksual dibedakan menjadi
dua, yaitu IMS mayor (penularannya dengan hubungan seksual) dan IMS minor
(Penularannya tidak harus dengan hubungan seksual).
1. IMS MAYOR
GONORE
Neisseria gonorrhoeae adalah salah satu jenis bakteri penyebab
IMS merupakan kuman gram negatif berbentuk diplokokus yang
merupakan penyebab infeksi saluran urogenitalis. Kuman ini bersifat
fastidious dan untuk tumbuhnya perlu media yang lengkap serta baik.
Akan namun , ia juga rentan terhadap kepanasan dan kekeringan
sehingga tidak dapat bertahan hidup lama di luar host-nya.
Penularan biasanya terjadi secara kontak seksual dan masa
inkubasi terjadi sekitar 2–5 hari, dengan gejala dan tanda pada laki-laki
dapat muncul 2 hari setelah pajanan dan mulai dengan uretritis, diikuti
oleh secret purulen, disuria dan sering berkemih serta melese. Pada
perempuan gejala dan tanda timbul dalam 7-21 hari, dimulai dengan se
cret vagina. Pada pemeriksaan, serviks yang terinfeksi tampak
edematosa dan rapuh dengan drainase mukopurulen dari ostium.
Infeksi genital nonspesifik (IGNS) merupakan infeksi traktus genital
yang disebabkan oleh penyebab yang tidak spesifik. Paling banyak
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan ureaplasma ureallyticum.
Istilah ini lebih sering dipakai untuk wanita, sedangkan untuk pria
dipakai istilah uretritis nonspesifik (UNS).
Masa tunas biasanya lebih lama dibandingkan dengan gonore,
yakni 1-3 minggu atau lebih. Keluhan pada laki-laki, adalah duh tubuh
tidak begitu banyak dan lebih encer, keluarnya cairan dari saluran
kencing yang bersifat encer terutama pada pagi hari, kadang disertai
rasa sakit saat kencing dan bila infeksi berlanjut akan keluar cairan
bercampur darah. Keluhan pada perempuan sebagian besar tidak
menimbulkan keluhan, kadang-kadang ada keluhan keputihan, nyeri
pada daerah rongga panggul, perdarahan setelah berhubungan seksual.
Komplikasi pada laki- laki adalah adanya interaksi saluran air
mani/kemandulan, sakit buang air kecil. Sedangkan komplikasi pada
perempuan adalah infeksi saluran telur/ kemandulan, radang saluran
kencing, ketuban pecah dini/bayi premature (kehamilan).
Diagnosis ditegakan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis,
dan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: sediaan langsung, kultur
(biakan), tes betalaktamase, tes Thomson. Komplikasi : Pada pria
epididimitis, orkitis => infertilitas, sedangkan komplikasi pada wanita
adneksitis, salpingitis => kehamilan ektopik, infertilitas, striktur
uretra, konjungtivitas, meningitis, dan endokarditis . Pencegahan :
Tidak berhubungan intim, setia pada pasangan dan memakai
kondom.
KLAMIDIA
Klamidia adalah bakteri yang umum ditularkan melalui infeksi
menular seksual. Infeksi ini menulari wanita dan pria, termasuk pria
yang berhubungan seksual dengan pria. Pada wanita, bakteri ini
memicu infeksi pada serviks dan pada pria memicu infeksi
pada uretra. Walaupun jarang terjadi, namun Klamidia dapat menginfeksi
anus dan memicu conjunctivitis (inflamasi pada mata).
Klamidia trakomatis adalah satu dari 4 spesies (termasuk
klamidia puerorum, klamidia psittaci, dan klamidia pneumonia) dalam
genus Klamidia. Klamidia trakomatis dapat dibedakan dalam 18 serovars
(variasi serologis). Serovar A,B,Ba dan C dihubungkan dengan trakoma
(penyakit mata yang serius yang dapat memicu kebutaan),
serovars D-K dihubungkan dengan infeksi saluran genital, dan L1-L2
dihubungkan dengan penyakit Limfogranula venereum (LGV).
Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intaseluler yang
menginfeksi urethra dan serviks. Serviks adalah tempat yang paling
sering terinfeksi dengan Klamidia trakomatis. Klamidia bukan
merupakan penyebab vaginitis, namun dapat mengerosi daerah serviks,
sehingga dapat memicu keluarnya cairan mukopurulen. Cairan ini
mungkin dianggap pasien berasal dari vagina. Neonatus yang lahir dari
wanita yang terinfeksi dengan Klamidia memiliki risiko untuk terjadinya
inclusion conjungtivitis saat persalinan. 25 sampai dengan 50% dari bayi
yang terpapar akan terkena konjungtivitis pada 2 minggu pertama
setelah lahir, dan 10 sampai dengan 20 % akan berlanjut ke pneumonia
dalam 3 sampai 4 bulan setelah lahir jika tidak diobati dengan segera.
Infeksi Klamidia pada awal kehamilan telah dihubungkan dengan
terjadinya persalinan prematur, ketuban pecah dini. Meningkatnya
angka kejadian late - onset endometritis yang terjadi setelah persalinan
pervaginam, dan infeksi panggul yang berat setelah operasi sesar dapat
terjadi ketika infeksi Klamidia di diagnosis pada pemeriksaan prenatal
awal. Pada wanita yang tidak hamil dapat memicu mukopurulen
servisitis, endometitis, salpingitis akut, infertilitas, daa kehamilan
ektopik.11 Faktor risiko untuk infeksi klamidia pada wanita hamil
adalah usia dibawah 25 tahun, riwayat penyakit menular seksual,
partner seks multipel, dan partner seksual yang baru dalam 3 bulan
terakhir.
Faktor risiko untuk terjadinya infeksi klamidia trakomatis pada
wanita seksual aktif termasuk usia muda (usia 15-24 tahun), melakukan
hubungan seksual pada usia muda, riwayat infertilitas, memiliki lebih
dari 1 partner seksual, adanya partner seks yang baru, tidak menikah,
ras kulit hitam, memiliki riwayat atau sedang menderita penyakit
menular seksual, riwayat keguguran, riwayat infeksi saluran kemih,
servikal ektopik, dan penggunaan tidak teratur dari kontrasepsi barrier.
Klamidia adalah bakteri intra selular kecil yang membutuhkan
sel - sel yang hidup untuk bermultiplikasi. Kromosom bakteri klamidia
terdiri dari lebih kurang 1 juta pasangan basa dan memiliki kapasitas
untuk mengkodekan lebih dari 600 protein. Ada 18 serotipe dari
klamidia trakomatis yang teridentifikasi. Serotipe D - K merupakan
penyebab infeksi menular seksual dan infeksi neonatal. Tidak ditemukan
bukti kuat bahwa sindroma genital spesifik atau manifestasi klinis,
seperti PID, disebabkan oleh serotipe yang spesifik. Siklus sel dari
klamidia berbeda dari bakteria yamg lain. Endositosis membuat
terjadinya formasi inklusi intraselular yang terikat membran.
Kemampuan dari klamidia untuk merubah dari fase istirahat ke fase
replikasi bentuk infeksius dalam sel penjamu meningkatkan kesulitan
dalam mengeliminasi mikroba ini. Bagaimanapun banyak yang belum
dapat dimengerti mengenai mekanisme spesifik kejadian dalam
membran, perlekatan, dan endositosis, multiplikasi dari organisme
dalam sel, tansformasi dari metabolik inaktif badan retikulat (RB) ke
metabolik aktif replikatif badan elementer (EB), dan ekspresi dari
antigen Klamidia yang berbeda selama siklus sel
Siklus Perkembangan Klamidia, Badan Elemnter (EB) dibawa
kedalam endosome dari sel penjamu, kemudian endosome melebur (A),
dan badan elementer berdifferensiasi menjadi Badan Retikulat (RB) (B)
Badan retikulat bereplikasi (C) dan memicu membrane
endoplasmic untuk membesar sampai mengisi hampir semua rongga
sitoplasme (D) Badan Retikulat berubah menjadi badan elementer (E).
Membran endoplasmic akan ruptur dan melepas badan elementer
kedalam sitoplasma sel penjamu atau melebur dengan membran
sitoplasma penjamu, dan badan elementer akan dikeluarkan ke
lingkungan bebas (F).
Transmisi dapat terjadi melalui kontak seksual langsung melalui
oral, vaginal, servikal melalui uretra maupun anus. Bakteri ini dapat
menyebar dari lokasi awalnya dan memicu infeksi uterus, tuba
fallopii, ovarium, rongga abdomen dan kelenjar pada daerah vulva pada
wanita dan testis pada pria. Bayi baru lahir melalui persalinan normal
dari ibu yang terinfeksi memiliki risiko yang tinggi untuk menderita
konjungtivitis klamidia atau pneumonia.
Manifestasi klinik untuk infeksi klamidia pada perempuan dapat
berupa sindroma urethral akut, uretritis, bartolinitis, servisitis, infeksi
saluran genital bagian atas (endometritis, salfingo-oophoritis, atau
penyakit radang panggul), perihepatitis (sindroma Fitz-Hugh-Curtis),
dan arthritis. Kehamilan ektopik juga dapat terjadi oleh karena infeksi
klamidia, yang biasanya didahului dengan penyakit radang panggul.15,21
Gejala tergantung dari lokasi infeksinya. Infeksi dari urethra dan saluran
genital bagian bawah dapat memicu disuria, duh vagina yang
abnormal, atau perdarahan post koital. Pada saluran genital bagian atas
(endometritis, atau salphingitis, kehamilan ektopik) dapat menimbulkan
gejala seperti perdarahan rahim yang tidak teratur dan abdominal atau
pelvic discomfort
SIFILIS
Sifilis adalah infeksi yang disebabkan oleh treponema pallidum
dan bersifat kronis, dapat menyerang semua organ tubuh dan dapat
menyerupai banyak penyakit. Masa tunas berkisar antara 10-90 hari. n
remisi dan ekserbasi,dapat menyerang seluruh organ tubuh.
memiliki periode laten tanpa manifestasi lesi pada tubuh,dan dapat
di tularkan dari ibu kepada janinnya. Sifilis di bagi menjadi sifilis
akuisita (di dapat) dan sifilis kongenital. Sifilis akuisita di bagi menjadi
3 stadium sebagai berikut :
a. Stadium I (Sifilis Primer)
Erosi yang lalu menjadi ulkus durum. timbul antara 2-4
minggu setelah kuman masuk. Ditandai dengan adanya benjolan
kecil merah, kemudian menjadi luka atau koreng yang tidak
disertai rasa nyeri. Pada stadium ini biasanya disertai
pembengkakan kelenjar getah bening regional. Luka atau koreng
ini akan hilang secara spontan meski tanpa pengobatan
dalam waktu 3-10 minggu
b. Stadium II (Sifilis Sekunder)
Dapat berupa roseola, kondiloma lata, bentuk varisela atau
bentuk plak mukosa atau alopesia. Stadium ini terjadi setelah 6-
8 minggu dan bisa berlangsung sampai 9 bulan. Kelainan
dimulai dengan adanya gejala nafsu makan yang menurun,
demam, sakit kepala, nyeri sendi. Pada stadium ini juga muncul
gejala menyerupai penyakit kulit lain berupa bercak merah,
benjolan kecil-kecil seluruh tubuh, tidak gatal, kebotakan
rambut dan juga dapat disertai pembesaran kelenjar getah
bening yang bersifat menyeluruh. Stadium laten dini terjadi
apabila sifilis sekunder tidak diobati, setelah beberapa minggu
atau bulan gejala-gejala akan hilang seakan-akan sembuh
spontan. Namun infeksi masih berlangsung terus dan masuk ke
stadium laten lanjut. Stadium laten lanjut. Setelah 1 tahun, sifilis
masuk ke stadium laten lanjut yang dapat berlangsung
bertahun-tahun
c. Stadium III (Sifilis Tersier)
Bersifat destruktif, berupa guma di kulit atau alat – alat dalam
dan kardiovaskuler serta neurosifilis. biasanya timbul antara 3-
10 tahun setelah infeksi. Ditandai dengan kelainan yang bersifat
destruktif pada kulit, selaput lendir, tulang sendi serta adanya
radang yang terjadi secara perlahan-lahan pada jantung, sistim
pembuluh darah dan syaraf. Pada kehamilan terjadi sifilis
congenital.
Diagnosis di tegakan dengan diagnosis klinis di konfirmasi
dengan pemeriksaan labolatorium berupa pemeriksaan lapangan gelap
(pemeriksaan lapangan gelap, mikroskop fluorensi) memakai
bagian dalam lesi guna menemukan T.pallidum. Selain itu menggunkan
penentuan antibody dalam serum ( tes menentukan anti body
nonspesifik, tes menentukan antibodi spesifik, antibody terhadap
kelompok antigen yaitu tes Reiter Protein Complement Fixation)
ULKUS MOLE
Etiologi: Haemophillus ducreyi gram negatif streptobacillus,
biasa disebut chancroid merupakan penyakit infeksi genentalia akut.
Gejala klinis : Ulkus multipel, bentuk tidak teratur, dasar kotor, tepi
bergaung, sekitar ulkus eritema dan edema, sangat nyeri. Kelenjar
getah bening inguinal bilateral atau unilateral membesar, nyeri,
dengan eritema di atasnya, seringkali disertai tanda-tanda fluktuasi,
biasanya tidak disertai gejala sistemik.
Ulkus mole/ chanroid adalah ulkus mole ialah infeksi genital
akut, setempat, yang disebabkan ioleh haemophylus ducreyi. Masa
tunas berkisar antara 2-35 hari, dengan waktu rata-rata 7 hari. Tidak
didahului dengan gejala prodromal sebelum timbulnya luka atau ulkus.
Luka biasanya lebih nyeri dengan tanda radang yang jelas, benjolan di
lipatan paha, meninggalkan ulkus dan terjadi kematian jaringan
disekitarnya. Komplikasi ulkus mole adalah abses kelenjar lipat paha,
fistula uretra.
Diagnosis ulkus mole di tegakan berdasar riwayat pasien,
keluhan dan gejala klinis,serta pemeriksaan labolatorium. Pemeriksaan
langsung bahan ulkus dengan pengecatan gram memperlihatkan basil
kecil negatif gram yang berderat berpasangan seperti rantai di intersel
atau ekstrasel. Dengan menggunkan kultur H.ducreyi, pemeriksaan
yang di peroleh lebih akurat.Bahan di ambil dari dasar ulkus yang di
peroleh lebih akurat. Bahan di ambil dari dasar ulkus yang purulen
atau pus. Selain itu bisa dengan tes serologi ito-Reenstierma ,tes ELISA,
presipitin, dan aglutinin.
Komplikasi : Luka terinfeksi dan memicu nekrosis
jaringan. Pencegahan : Tidak berhubungan intim sebelum menikah,
setia pada pasangan, dan memakai kondom
LIMFOGRANULOMA VENERUM
Limfogranuloma Venerum adalah infeksi menular seksual yang
mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar limfe, terutama
pada daerah genital, inguinal, anus, dan rectum. Penyebabnya adalah
Clamydia trachomatis, yang merupakan organisme dengan sifat
sebagian seperti bakteri dalam hal pembelahan sel, metabolisme,
struktur, maupun kepekaan terhadap antibiotika dan kemoterapi, dan
sebagian lagi bersifat seperti virus yaitu memerlukan sel hidup untuk
berkembang biaknya.
Gejala penyakit berupa malaise, nyeri kepala, athralgia ,
anoreksia, nausea, dan demam. Kemudian timbul pembesaran kelenjar
getah bening inguinal medial dengan tanda – tanda radang.Penyakit ini
dapat berlanjut memberikan gejala – gejala kemerahan pada saluran
kelenjar dan fistulasi.
Diagnosis dapat di tegakan berdasar gambaran klinis, tes
GPR, tes Frei, tes serologi, pengecatan giemsa dari pus bubo,dan kultur
jaringan.
a. Komplikasi : Elefantiasis genital atau sindroma anorektal .
b. Pencegahan : Tidak berhubungan intim sebelum menikah,
setia pada pasangan, memakai kondom
GRANULOMA INGUINAL
Granuloma Inguinal merupakan penyakit yang timbul akibat
proses granuloma pada daerah anogenital dan inguinal. Etiologinya
adalah: Donovania granuloma ( Calymatobacterium granulomatosis ).
Lebih banyak menerang usia aktif ( 20 – 40 tahun ). Dan lebih sering
terdapat pada pria dari pada wanita.
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan
tambahan, awalnya timbul lesi bentuk papula atau vesikel yang
berwana merah dan tidak nyeri, perlahan berubah menjadi ulkus
granulomatosa yang bulat dan mudah berdarah, mengeluarkan sekret
yang berbau amis.
2. IMS MINOR
HERPES SIMPLEX VIRUS / GENETALIS (HSV)
Herpes genitalis adalah infeski pada genital yang disebabkan
oleh Herpes simpleks virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel
yang berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat rekurens.
Hubungan resiko yang beresiko tinggi dengan pasien penderita
herpes dapat meningkatkan resiko terkena virus herpes simpleks.
Manifestasi klinis di pengaruhi oleh faktor hospes, pajanan HSV
sebelumnya, episode terdahulu dan tipe virus. Daerah predileksi pada
pria biasanya di preputium, gland penis, batang penis, dapat juga di
uretra dan daerah anal (homoseksual).Sedangkan pada wanita
biasanya di dareah labia mayor atau labia minor, klitoris, introitus
vagina, serviks. Gejala klinis => diawali dengan papul – vesikel.
Ulkus/erosi multipel berkelompok, di atas dasar eritematosa, sangat
nyeri, nyeri dan edema di inguinal, limfadenopati bilateral, dan kenyal,
disertai gejala sistemik => biasanya lesi tidak sebanyak seperti pada
lesi primer, dan keluhan tidak seberat lesi primer, timbul bila ada
faktor pencetus.
Gambar 18. Herpes simplex Virus
Herpes genital dapat kambuh apabila ada faktor pencetus daya
tahan menurun, faktor stress pikiran, senggama berlebihan, kelelahan
dan lain-lain. biasanya lesi tidak sebanyak dan seberat pada lesi
primer Komplikasi dapat ditumpangi oleh infeksi bakteri lain.
Pencegahannya tidak berhubungan intim sebelum menikah, setia pada
pasangan, memakai kondom, dan hindari faktor pencetus.
HSV juga merupakan virus penyebab herpes genitalis, terutama
HSV tipe 2 yang sering bersifat berulang. Masa tunas berkisar antara 3-
7 hari, namun dapat lebih lama. Keluhan seperti sensasi terbakar dan
gatal, beberapa jam sebelum timbul lesi, terkadang disertai gejala
umum, misalnya lemas, demam dan nyeri otot. Timbul gelembunggelembung yang berkelompok dengan mudah pecah. Gejala lesi awal
dapat lebih berat dan lama. Pada bentuk ulang (rekurens), biasanya
didahului oleh faktor pencetus seperti stress psikis, trauma, koitus
yang berlebihan, makanan yang sulit merangsang, alkohol, obat-obatan
dan beberapa hal yang sulit diketahui. Komplikasi herpes genitalis
adalah kanker leher rahim, kehamilan lahir muda, kelainan congenital
dan kematian.
HUMAN PAPILLOMA VIRUS (HPV)
Human Papilloma Virus (HPV) adalah virus yang memicu
penyakit infeksi menular seksual, kondiloma akuminata. Masa tunas
berkisar antara 1-8 bulan (rata-rata 2-3 bulan). Keluhan dirasakan pada
daerah yang sering terkena trauma saat berhubungan seksual tumbuh
bintil bintil yang runcing seperti kutil, dapat membesar sehingga
menyerupai jengger ayam. Pada wanita, sering bersamaan dengan gejala
keputihan sedangkan pada pria terutama dijumpai pada yang tidak
disirkulasi atau dengan imunitas terganggu. Komplikasi kondiloma
akuminata adalah kanker leher rahim atau kanker kulit disekitar kulit
kelamin.
NON SPESIFIK URETRITIS
Non spesifik uretritis adalah peradangan uretra yang
penyebabnya dengan pemeriksaan sederhana tidak dapat di ketahui
atau di pastikan. Organisme penyebab uretritis nonspesifik:
– Chlamidya trachomatis (30- 50 %)
– Ureaplasma urealyticum ( 10 -40 %)
– Lain – lain ( 20 – 30 %) : Trichomonas vaginalis, ragi,virus Herpes
simpleks, adenovirus, Haemophylus sp, Bacteroides ureolyticus,
Mycoplasma geniculatum, dan bakteri lain.
TRICOMONIASIS
Merupakan infeksi dari penyakit protozoa yang disebebakan
oleh Trichomonas vaginalis, biasanya di tularkan melalui hubungan
seksual dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah pada
pria maupun wanita,namun peranannya pada pria sebagai penyebab
penyakit masih diragukan. Gejala pada wanita sering asimptomatik .
Bila ada keluhan biasanya berupa sekret vagina yang berlebihan dan
berbau.Sekret berwarna kehijauan dan berbusa.
Trichomonas vaginalis adalah anaerobik, protozoa flagellated,
bentuk mikroorganisme. Parasit mikroorganisme adalah agen
penyebab trikomoniasis dan yang paling umum infeksi protozoa
pathogen manusia di negara-negara industri. Tingkat infeksi antara
pria dan wanita adalah sama dengan perempuan menunjukkan gejala
sementara infeksi pada pria biasanya asimptomatik. Transmisi terjadi
secara langsung karena trofozoit tidak memiliki kista. WHO
memperkirakan bahwa 160 juta kasus infeksi diperoleh setiap
tahunnya di seluruh dunia. Perkiraan kasus Trikomonaiasis adalah
antara 5 dan 8 juta infeksi baru setiap tahun, dengan tingkat estimasi
kasus asimtomatik setinggi 50%. Biasanya pengobatan terdiri dari
metronidazol dan tinidazol. Trichomonas vaginalis adalah infeksi
menular seksual (IMS). Hal ini kadang-kadang disebut sebagai
trichomonas atau trichomoniasis, atau disingkat menjadi TV.
Trikomoniasis adalah penyakit yang sangat umum menular seksual
(PMS) yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, motil sebuah
golongan protozoa. Gejala lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria, meskipun per
empuan dan laki-laki mungkin
asimtomatik. Peradangan kelamin yang berhubungan dengan infeksi
Trichomonas vaginalis memfasilitasi human immunodeficiency virus
(HIV) transmisi, dan penyakit ini juga diakui sebagai penyebab
potensial dari hasil kehamilan, infertilitas pria dan wanita, dan atipikal
radang panggul.
KANDIDIASIS VAGINALIS
Kandidiasis adalah infeksi dengan berbagai manifestasi klinis
yang disebabkan oleh candida, candida albicans dan ragi (yeast) lain
(terkadang C.glabarata) dari genus candida. Kandida pada wanita
biasanya infeksi pertama kali timbul pada vagina yang di sebut
vaginitis dan dapat meluas sampai vulva (vulvitis), jika mukosa vagina
dan vulva keduanya terinfeksi disebut kandidiosis vulvovaginalis (
KVV). Gejala penyakit ini adalah rasa panas dan iritasi pada vulva,
selain itu juga sekret vagina yang berlebihan berwarna putih susu.
Pada dinding vagina terdapat gumpalan seperti keju.
VAGINOSIS BACTERIAL
Vaginalis bakterial adalah gejala klinis akibat pergantian
lactobacillus spp yang merupakan flora normal vagina, dengan bakteri
anaerob dalam konsentrasi tinggi. Masa tunas sulit ditentukan, karena
penyebabnya bukan organism tunggal. Keluhan vaginosis bacterial
adalah gejala klinis akibat pergantian lactobacillus spp yang
merupakan flora normal vagina, dengan bakteri anaerob dalam
konsentrasi tinggi. Gejala dapat tanpa gejala keputihan atau dengan
sedikit keputihan yang memiliki bau amis seperti ikan, terutama
setelah berhubungan seksual.
Adalah suatu sindrom perubahan ekositem vagina dimana
terjadi pergantian dari lactobacillus yang normalnya memproduksi
H2O2 di vagina dengan bakteri anaerob ( seperti Prevotella Sp,
Mobiluncus Sp,Gardenerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis) yang
memicu peningkatan pH dari nilai kurang 4,5 sampai 7,0. Wanita
dengan vaginosis bacterialis dapat tanpa gejala atau memiliki bau
vagina yang khas seperti bau ikan, amis, terutama waktu berhubungan
seksual. Bau ini di sebabkan karena adanya amin yang menguap
bila cairan vagina menjadi basa.MOLUSKUM KONTAGIOSUM
Moluskum Kontagiosum merupakan neoplasma jinak
padajaringan kulitdan mukosa yang di debabkan oleh virus moluskum
kontagiosum. Terutama menyerang anak – anak. Orang dewasa yang
kehidupan seksualnya sangat aktif,serta orang yang mengalami
gangguan imunitas. Lesi MK berupa papul milier,ada lekukan ( delle ),
permukaan halus,konsistensi kenyal, dengan umbilikasi pada bagian
sentral.Lesi berwarna putih, kuning muda, atau seperti warna kulit.
Bila di tekan akan keluar masa putih seperti nasi. Jumlah lesi biasanya
berkisar 30 buah,namun bisa lebih kemiudian membentuk plakat dan
kulit di sekitar lesi dapat mengalami esktimatisasi (dermatitis
moluskum).
Prinsip penatalaksanaannya adalah mengeluarkan masa putih
di dalamnya dengan alat seperti ekstrator komedo,jarum suntik , bedah
beku, dan elektrocauterisasi.
SKABIES
Adalah penyakit kulit yang disebebkan oleh infestasi dan
sensitisasi Sarcoptes Scabies Var. hominis. Gambaran klinisnya terjadi
pada malam hari karena aktifitas tungau meningkat padasuhu kulit
yang lembab dan hangat. Lesi khas adalah papul yang gatal sepanjang
terowongan yang berisi tungau . Lesi biasanya simetrik dan
berbagai tempat predileksinya adalah sela jari tangan, fleksor siku dan
lutut, pergelangan tangan. Aerola mammae, umbilicus, penis, aksila,
abdomen, bagian bawah, dan pantat.
HEPATITIS
Virus hepatitis dapat memicu peradangan pada hepar
dengan gejala klinik berupa penyakit kuning yang akut di sertai
malaise,mual,dan muntah, serta dapat pula disertai peningkatan suhu badan. Virus hepatitis yang saat ini di temukan dan patogen pada
manusia adalah :
– Virus hepatitis A
– Virus hepatitis B
– Virus hepatitis C
– Virus hepatitis D
– Virus hepatitis E
AIDS
Acquired Imunodeficiency Syndrome adalah kumpulangejala
yang timbul akibat menurunnya kekebalan suhu tubuh yang di
peroleh,di sebabkan oleh human imunodeficiency virus ( HIV ). AIDS
disebebkan oleh masuknya HIV kedalam tubuh manusia. Jika sudah
masuk dalam tubuh ,HIV akanmenyerang sel- sel darah putih yang
mengatur system kekebalan tubuh,yaitu sel –sel penolong,” sel T
Helper”
Gejala mayor:
- Penurunan BB yang mencolok/ pertumbuhan abnormal
- Diare kronik lebih dari 1 bulan
- Demam lebih menjadi 1 bulan
Gejala minor:
- Limfadenopati umum
- Kandidiasis orofaring
- Infeksi umum berulang
- Batuk lebih 1 bulan
- Dermatitis umum
- Infeksi HIV maternal
C. PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
1. PENCEGAHAN PRIMER
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah didapatnya
suatu infeksi atau penyakit melalui perilaku seksual yang aman atau
penggunaan kondom untuk aktivitas seksual penetratif. Hanya melalui
pencegahan primer yang memiliki efek besar terhadap IMS yang tidak
dapat disembuhkan yang terutama disebabkan oleh virus. 8,14,15
Pencegahan primer merupakan komponen penting dalam program
pengendalian IMS terutama pada daerah-daerah yang miskin akan
sumber daya disertai dengan keterbatasan obat-obatan dan alat
diagnostik, dan dalam menghadapi pola perubahan dari IMS bakteri
yang dapat disembuhkan ke IMS virus yang tidak dapat disembuhkan.
Selain itu strategi pencegahan primer dapat menurunkan paparan dari
individu infeksius melalui pengurangan pasangan seksual atau
menurunkan efisiensi transmisi melalui penggunaan kondom atau
metode barier lainnya, yang lalu akan memiliki dampak besar
dalam menurunkan transmisi dari seluruh IMS, jika dibandingkan
dengan vaksin, terapi supresif atau pemeriksaan skrining yang hanya
spesifik untuk patogen tertentu
PROGRAM PERUBAHAN PERILAKU
Salah satu strategi pencegahan primer bertujuan untuk
mengubah perilaku seksual yang dapat dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya: menunda aktivitas seksual untuk pertama kalinya,
abstinensia seksual dan setia pada pasangan serta promosi tentang
perilaku seksual yang aman, meliputi penurunan jumlah pasangan
seksual, praktek seksual yang aman tanpa penetrasi genital dan
promosi penggunaan kondom yang benar. Hal ini dapat dilakukan
melalui pemberian komunikasi, informasi dan edukasi atau melalui
program edukasi kelompok. Program perubahan perilaku terutama
penting untuk usia remaja karena kelompok ini memiliki angka IMS
yang tinggi serta lebih mudah mengubah perilaku mereka.
INTERVENSI STRUKTURAL
Intervensi strukrural dan lingkungan memiliki potensi untuk
mengubah lingkungan sehingga mendukung program perubahan
perilaku, baik di tingkat pelayanan kesehatan, sosial atau politik.
Pendekatan ini dapat berfokus untuk memastikan ketersediaan
komoditas, peralatan dan bahan yang diperlukan untuk praktek
perilaku sehat. Hal ini termasuk diantaranya memastikan ketersediaan
kondom, lubrikan, pelayanan IMS, konseling dan pemeriksaan HIV,
atau membuat kebijakan untuk memastikan kondom bisa diakses di
tempat-tempat yang berhubungan dengan aktivitas seksual.5,11,19
Salah satu contohnya adalah kebijakan penggunaan kondom 100% di
Thailand yaitu kebijakan pemerintah mewajibkan bahwa kondom
harus dipakai pada hubungan seks komersial di rumah bordil dan
memastikan pemilik usaha bertanggung jawab untuk penggunaan
kondom oleh klien mereka. Intervensi struktural lainnya pada tingkat
pembuat kebijakan diantaranya pembuatan undang-undang untuk
melegalkan pekerja seks, namun memberikan denda hukum untuk
pemilik hotel atau rumah bordil jika peraturan pencegahan tidak
diimplementasikan.
TEKNOLOGI PENCEGAHAN
Saat dipakai dengan benar dan konsisten kondom
merupakan salah satu metode barier yang paling efektif dalam
memberikan perlindungan terhadap IMS dan HIV. Terdapat bukti kuat
bahwa kondom lateks laki-laki dapat menurunkan transmisi HIV
hingga 80-85%, infeksi gonorea dan klamidia, virus herpes simpleks
(HSV), HPV dan menurunkan risiko kehamilan yang tidak diinginkan.
Sementara itu, metode barier terkontrol pada wanita yaitu penggunaan
kondom wanita juga memberikan proteksi yang hampir sama dengan
penggunaan kondom lateks laki-laki.1,20 Akan namun , terdapat
beberapa kendala dalam mengimplentasikan penggunaan kondom
wanita dalam skala besar, diantaranya biaya yang lebih tinggi, sulitnya
pemasangan, kurangnya promosi audiovisual dan reaksi yang berbedabeda dari pasangannya.
Teknologi pencegahan lainnya adalah penggunaan
mikrobisida vagina. Mikrobisida vagina telah mulai dikembangkan
sejak awal tahun 1990an. Suatu bahan kimia berbahan detergen yang
memiliki aktivitas virusidal dan bakterisidal awalnya memberikan
harapan yang menjanjikan, namun ternyata efektivitasnya dalam
mencegah HIV tidak memberikan hasil yang baik. Beberapa bahan juga
tidak selalu efektif melawan patogen IMS dan penggunaannya memiliki
dampak terhadap integritas epitel vagina, terutama apabila dipakai
berulang kali, sehingga mungkin memicu patogen lebih mudah
masuk ke dalam tubuh. Namun, sejumlah komponen baru yang lebih
aman saat ini sedang dikembangkan, yang nantinya akan memerlukan
evaluasi lebih lanjut.
Penggunaan vaksin yang efektif dan aman sangat berpotensi
meringankan beban program pencegahan dan pengendalian IMS.
Namun sayangnya, hanya vaksin hepatitis B yang saat ini tersedia dan
bersifat efektif melawan pathogen.
2. PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencegahan sekunder mengacu pada pengobatan dan
pelayanan terhadap individu yang terinfeksi, dengan aktivitas yang
meliputi: (1) promosi perilaku dalam mencari pengobatan, tidak hanya
untuk mereka yang memiliki gejala IMS, tapi juga untuk mereka yang
berisiko terkena IMS, (2) penyediaan pelayanan kesehatan yang
mudah diakses, diterima masyarakat dan efektif baik untuk individu
simtomatik maupun asimtomatik, serta pasangannya, (3) menyediakan
pelayanan konseling untuk IMS dan termasuk HIV.8,14,15 Pengalaman
di beberapa negara dengan pendapatan rendah dan sedang seperti di
Thailand, Nairobi, Botswana dan beberapa bagian di Afrika Selatan
telah menunjukan bahwa sangat memungkinkan untuk mengendalikan
IMS yang dapat disembuhkan, bahkan pada daerah dengan dinamika
transmisi yang tinggi, melalui suatu strategi pencegahan dan
pengobatan yang komprehensif
G. PENGOBATAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
Tujuan pengobatan kasus IMS adalah: untuk membuat
diagnosis yang tepat, menyediakan pengobatan yang efektif,
mencegah/mengurangi perilaku berisiko di masa yang akan datang,
menyarankan ketaatan dalam berobat, promosi dan penyediaan
kondom serta memastikan pasangannya dikenali dan ditangani dengan
baik.8 Bahkan pada klinik IMS dengan peralatan yang paling lengkap
akan memiliki keterbatasan dalam mengendalikan IMS jika
pemanfaatan pelayanan IMS masih buruk. Suatu model operasional
telah dibuat untuk menilai berbagai hambatan dalam penanganan
kasus IMS dan strategi dalam mengatasinya seperti terlihat pada
gambar berikut
Pengobatan kasus berdasar sindrom merupakan suatu
pendekatan yang didasari atas pengenalan sindrom yang berhubungan
dengan IMS (sekelompok sindrom dan gejala klinis yang dengan
mudah dapat diidentifikasi), diikuti dengan pengobatan yang
menargetkan patogen yang paling sering menjadi penyebab sindrom
tersebut. Pengobatan kasus disederhanakan mengikuti alur bagan dan
peresepan obat yang terstandardisasi. Pendekatan ini terutama cocok
pada daerah-daerah dengan fasilitas diagnosis tidak tersedia ataupun
kurang. Selain itu, pengobatan sindrom memberikan kesempatan
untuk mengobati penyakit dengan segera, tanpa mengharuskan pasien
untuk datang kembali menunggu hasil pemeriksaan laboratorium.
Pengobatan berdasar sindrom paling banyak
disalahgunakan pada tempat-tempat pelayanan perempuan (seperti klinik keluarga berencana dan pelayanan antenatal), yaitu sebagian
besar infeksi gonokokal atau klamidia serviks pada perempuan bersifat
subklinis atau asimtomatik, dengan demikian tidak akan terdapat
manifestasi sindromik. Kesalahan kedua tentang pengobatan
berdasar sindrom adalah bahwa pendekatan ini dipakai sebagai
solusi sederhana untuk suatu masalah yang kompleks. Penyediaan
pelayanan untuk individu yang bergejala merupakan komponen kunci
dari program pengendalian IMS yang komprehensif, dengan demikian
pelayanan ini tidak dapat berdiri sendiri. Pendekatan untuk
pengendalian IMS akan memerlukan strategi yang lebih komprehensif
dari berbagai program untuk dapat mencapai tujuan.
PENEMUAN KASUS DAN SKRINING
Infeksi menular seksual seringkali muncul tanpa adanya
gejala, terutama pada wanita. Strategi yang berbeda diperlukan untuk
mendeteksi dan menangani infeksi yang bersifat asimtomatik ini.
Beberapa strategi yang dapat diterapkan diantaranya adalah
penemuan kasus dan skrining, yang diperkuat dengan intervensi dalam
menjangkau pasangan seksual untuk memberikan pengobatan
presumtif IMS serta meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan
terhadap risiko individu
INTERVENSI TERTARGET DAN PENGOBATAN PRESUMTIF
Intervensi tertarget didasari oleh konsep dinamika transmisi
IMS yang terdiri dari core group, bridging population dan populasi
umum. Beberapa intervensi komprehensif yang menargetkan core
group telah dilakukan di beberapa negara berkembang dan
menunjukkan dampak yang baik dalam menurunkan angka IMS dan
HIV pada populasi target, dan kadang-kadang terhadap pasangannya