an pemberian thiazida pada lansia tidak boleh dengan mendadak,
sebab risiko timbulnya gejala kelemahan
jantung dan peningkatan tensi.
b. Gagal jantung (decompensatio cordis),
yang bercirikan peredaran darah tidak
sempurna lagi dan ada cairan berlebihan di jaringan. Akibat air yang tertimbun akan terjadi udema, misalnya
dalam paru-paru (udema paru). Begitu
pula pada sindrom nefrotik, yang bercirikan udema tersebar akibat proteinuria
hebat sebab permeabilitas membran
glomeruli meningkat. Atau pada busung
perut (ascites) dengan air menumpuk di
rongga perut akibat cirrosis hati (hati
mengeras). Untuk indikasi ini terutama
dipakai diuretika lengkungan dan
dalam keadaan parah akut secara intravena (asthma cardiale, udema paru). Thiazida
dapat memperbaiki efeknya pada pasien
dengan insufisiensi ginjal. Selain itu,
thiazida juga dipakai pada situasi di
mana diuresis pesat dapat memicu
masalah, seperti pada hipertrofi prostat.
*Resistensi diuretik yaitu suatu keadaan
pada mana penanganan dengan suatu diuretik dan asupan garam terbatas tidak menghasilkan efek.
Bila peristiwa ini terjadi pada pemakaian
thiazida, sebaiknya dipakai suatu diuretik
yang bekerja lebih kuat, misalnya suatu
loop-diuretik (furosemida ; oral sampai 250
mg sehari), atau dipakai kombinasi dari
loop-diuretik dan thiazida untuk mengatasi
misalnya komplikasi gagal jantung yang
secara potensial dapat berlangsung fatal.
Resistensi diuretik kerapkali timbul pada
pemakaian bersamaan obat NSAID dan
diuretika yang diberikan kepada lansia.
Lihat selanjutnya Bab 37, Obat-obat jantung,
gagal jantung.
Untuk mengatasi resistensi diuretik dari
loop-diuretik dapat dilakukan beberapa cara:
a. Istirahat (bedrest) memperbaiki peredaran ginjal, sehingga efektivitas diuretik diperbaiki;
b. Memberikan diuretik beberapa kali dalam
dosis lebih kecil atau intravena kontinu
memicu kadar zat aktif berada lebih
lama di target site;
c. pemakaian dalam bentuk kombinasi
(lihat di atas) menghasilkan suatu sinergisme;d. Mengurangi asupan garam;
e. Diuretik dipakai tepat sebelum makan
menghasilkan kadar efektif, khususnya
sewaktu kadar garam sedang maksimal.
Penyalahgunaan. Tidak jarang diuretika disalahgunakan dalam kur melangsingkan tubuh bagi orang gemuk (overweight) dengan
mengeluarkan cairannya. Penyusutan berat
badan yang diperoleh hanya bersifat sementara! Begitu pula pemakaian nya pada udema kehamilan, yang umumnya tidak dianjurkan sebab dapat membahayakan penyaluran darah ke janin.
Efek samping utama yang dapat diakibatkan
oleh diuretika yaitu :
a. hipokaliemia, yaitui kekurangan kalium
dalam darah. Semua diuretika dengan
titik kerja di bagian muka tubuli distal
memperbesar ekskresi ion-K+ dan ion-H+
sebab „ditukarkan“ dengan ion-Na+.
Akibatnya kadar kalium plasma dapat
menurun di bawah 3,5 mmol/liter. Keadaan ini terutama dapat terjadi pada
penanganan gagal jantung dengan dosis
tinggi furosemida, mungkin bersama
thiazida. Gejala kekurangan kalium bergejala kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga aritmia jantung, namun gejala ini tidak selalu
nyata.
Thiazida yang dipakai pada hipertensi dengan dosis rendah (HCT dan
klortalidon 12,5 mg sehari), hanya sedikit menurunkan kadar kalium. Oleh
sebab itu tidak perlu disuplesi kalium
(Slow-K 600 mg), yang dahulu agak sering
dilakukan; kombinasi-nya dengan suatu
zat penghemat kalium sudah mencukupi.
Pasien jantung dengan gangguan ritme atau yang diobati dengan digitalis
harus dimonitor dengan saksama, sebab
kekurangan kalium dapat memperhebat
keluhan dan meningkatkan toksisitas digoksin. Pada mereka juga dikhawatirkan
peningkatan risiko kematian mendadak
(sudden heart death).
b. hiperurikemia akibat retensi asam urat
(uric acid) dapat terjadi pada semua diuretika, kecuali amilorida. Menurut perkiraan, hal ini disebabkan oleh adanya persaingan antara diuretikum dengan asam
urat mengenai transpornya di tubuli.
Terutama klortalidon memberikan risiko
lebih tinggi untuk retensi asam urat yang
berakibat serangan encok pada pasien yang
peka.
c. hiperglikemia dapat terjadi pada pasien
diabetes, terutama pada dosis tinggi,
akibat dikuranginya metabolisme glukosa
berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama thiazida terkenal memicu
efek ini; efek antidiabetika oral diperlemah olehnya.
d. hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar kolesterol total
(juga LDL dan VLDL) dan trigliserida.
Kadar kolesterol-HDL yang dianggap sebagai faktor pelindung untuk PJP justru
diturunkan, terutama oleh klortalidon.
Pengecualian yaitu indapamida yang
praktis tidak meningkatkan kadar lipida
ini . Arti klinis dari efek samping ini
pada pemakaian jangka panjang belum
jelas.
e. hiponatriemia. Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretika lengkungan, kadar Na plasma dapat menurun drastis dengan akibat hiponatriemia.
Gejalanya berupa gelisah, kejang otot,
haus, letargi (selalu mengantuk), juga
kolaps. Terutama lansia peka untuk dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis permulaan rendah yang berangsurangsur dinaikkan, atau dapat juga obat
diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali
seminggu. Terutama pada furosemida
dan etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan alkali dalam darah).
f. lain-lain: gangguan lambung-usus (mual,
muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala,
pusing dan jarang reaksi alergis kulit.
Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan furosemida/bumetamida dalam dosis tinggi.
Interaksi
Kombinasi dari obat-obat lain dengan diuretika dapat memicu interaksi yang
tidak dikehendaki, misalnya:– penghambat ACE (lihat Bab 35, Antihipertensiva) dapat memicu hipotensi hebat, maka sebaiknya baru diberikan sesudah pemakaian diuretikum
dihentikan selama 3 hari.
– obat-obat rema (NSAID’s) dapat sedikit memperlemah efek diuretik dan antihipertensif akibat sifat retensi natrium
dan airnya.
– kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.
– aminoglikosida: ototoksitas diperkuat
sebab diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian (reversibel).
– antidiabetika oral dikurangi efeknya bila
terjadi hiperglikemia.
– litiumklorida dinaikkan kadar darahnya
akibat terhambatnya ekskresi.
Kehamilan dan laktasi
Thiazida dan diuretika lengkungan dapat
mengakibatkan gangguan elektrolit pada
janin, juga dilaporkan kelainan darah pada
neonati. Wanita hamil hanya dapat memakai diuretika pada fase terakhir kehamilannya atas indikasi ketat dan dengan
dosis yang serendah-rendahnya. pemakaian
spironolakton dan amilorida oleh wanita
hamil dianggap aman di beberapa negara,
antara lain Swedia. Furosemida, HCT dan
spironolakton mencapai air susu ibu dan
menghambat laktasi.
MONOGRAFI
1. Furosemida: frusemide, Lasix, Impugan
Turunan sulfonamida ini (1964) berkhasiat
diuretik kuat dengan titik kerja di lengkungan Henle bagian menaik. Sangat efektif pada
keadaan udema otak dan paru-paru yang
akut. Mulai kerjanya pesat, oral dalam 0,5-1
jam dan bertahan 4-6 jam, intravena dalam
beberapa menit dan lamanya 2,5 jam.
Resorpsi dari usus hanya ±50%, PP ±97%,
plasma-t½ 30-60 menit; ekskresi melalui urin
secara utuh, pada dosis tinggi juga melalui
empedu.
Efek samping berupa umum; pada injeksi
i.v. terlalu cepat, dosis tinggi atau penggunaan bersamaan dengan obat-obat ototoksik
(antibiotik aminoglikosid, cisplatin, vankomisin) dapat timbul ketulian (reversibel).
Hipotensi dapat timbul akibat hiponatremia
sebab pemakaian berlebihan. Bila asupan
ion K+ tidak mencukupi dapat pula timbul
hipokaliemia yang memicu aritmia
jantung, terutama pada penderita yang memakai glikosida jantung.
Dosis: pada udema oral 40-80 mg pagi p.c.,
bila perlu atau pada insufisiensi ginjal sampai
250-2000 mg sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi i.v.
(perlahan) 20-40 mg, pada keadaan kemelut
hipertensi sampai 500 mg (!). pemakaian
i.m. tidak dianjurkan.
* Bumetanida (Bumex) yaitu juga derivat
sulfamoyl (1972) dengan kerja diuretik
yang 50 kali lebih kuat. Sifat-sifat kinetiknya lebih kurang sama dengan furosemida,
juga pemakaian nya. Dapat dipakai oleh
penderita yang alergis terhadap furosemida.
Dosis: oral 0,5-1 mg pagi, bila perlu 3-4 dd.
i.m./i.v. 0,5-2 mg.
2. Asam etakrinat: Edecrin
Derivat fenoksiasetat ini (1963) juga bertitik
kerja di lengkungan Henle. Efeknya pesat dan
kuat, bertahan 6-8 jam. Ekskresi berlangsung
melalui empedu dan kemih.
Berhubung ototoksisitasnya dan seringnya
mengakibatkan gangguan lambung-usus, zat
ini tidak boleh diberikan pada anak-anak di
bawah usia 2 tahun.
Dosis: oral 1-3 dd 50 mg p.c.; i.v. 50 mg
garam Na (perlahan)
3. Hidroklorthiazida: HCT, Esidrex, Hydrodiuril
Senyawa sulfamoyl ini (1959) merupakan turunan dari klorthiazida yang dikembangkan dari sulfanilamida. Bekerja di bagian muka tubuli distal, efek diuretiknya
lebih ringan dari diuretika lengkungan namun
bertahan lebih lama, 6-12 jam. Khasiat hipotensifnya lebih kuat (pada jangka panjang),
maka banyak dipakai sebagai pilihan
pertama untuk hipertensi ringan sampai
sedang. Sering kali pada kasus yang lebih
berat dikombinasi dengan obat-obat lain
untuk memperkuat efeknya, khususnya beta-blocker. Efek optimal ditetapkan pada
dosis 12,5 mg dan dosis di atasnya tidak akan
menghasilkan penurunan tensi lagi (kurva
dosis-efek datar). Zat induknya klorthiazida
berkhasiat 10 kali lebih lemah, maka kini
tidak dipakai lagi.
Resorpsinya dari usus sampai 80%, PP ±70%
dengan plasma-t½ 6-15 jam. Ekskresi terutama
lewat urin secara utuh.
Dosis: hipertensi 12,5 mg pagi p.c., udema
1-2 dd 25-100 mg, pemeliharaan 25-100 mg
2-3x seminggu.
Sediaan kombinasi: *Lorinid, *Moduretic =
HCT 50 + amilorida 5 mg
*Dytenzide = HCT 25 + triamteren 50 mg
* Derivat HCT yang banyak sekali disintesis
semuanya memiliki daya kerja sama dan
hanya berlainan mengenai potensi dan
lama kerjanya, rata-rata 12-18 jam. Khusus
dipakai dalam kombinasi dengan obatobat hipertensi lain, antara lain:
* Aldazide = buthiazida 2,5 + spironolakton
25 mg
* Dyta-urese =epitizida 4 + triamteren 50
mg
* Inderetic= bendroflumethiazida 2,5 +
propranolol 80mg
4. Klortalidon: Hygroton
Derivat sulfonamida ini (1959) rumusnya
mirip dengan thiazida, begitu pula khasiat
diuretiknya sedang. Mulai kerjanya sesudah
2 jam dan bertahan sangat lama, antara 24-
72 jam tergantung pada besarnya dosis. Efek
hipotensifnya bertambah secara berangsurangsur dan baru optimal sesudah 2-4 minggu.
Resorpsi dari usus tidak menentu, ratarata 50% dan mengalami FPE dari 10-15%.
Plasma-t½ sangat tinggi, ±54 jam, mungkin
berhubung terikat kuat pada eritrosit.
Ekskresi lewat urin ±45% secara utuh.
Dosis: hipertensi 12,5 mg pagi p.c. (dosis
optimal!), udema setiap 2 hari 100-200 mg,
pemeliharaan 25-50 mg sehari.
Sediaan kombinasi:
*Trasitensin = klortalidon 10 + oksprenolol
80 mg
*Tenoretic 50 = klortalidon 12,5 + atenolol 50
mg
* Indapamida (Natrilix, Fludex, Lozol) yaitu
derivat sulfamoyl long-acting (l974) dengan
efek hipotensif kuat pada dosis sub-diuretik, yang baru optimal sesudah 2-4 bulan.
Efeknya bertahan beberapa minggu sesudah
terapi dihentikan, tanpa terjadi rebound effect.
Resorpsi lengkap, bersifat sangat lipofil dan
terikat kuat pada eritrosit: PP 79%, plasma-t½
15-18 jam. Ekskresi lewat urin, yaitu 60%
terutama sebagai metabolit dan 20% lewat
feses. Dosis hipertensi: 2,5 mg pagi p.c. Dapat
dikombinasi dengan beta-blocker.
* Klopamida yaitu juga derivat sulfamoyl
dengan lama kerja 12-24 jam. Hanya
dipakai dalam sediaan kombinasi, antara
lain:
* Brinerdin = klopamida 5 + reserpin 0,1 +
dihidroergokristin 0,5 mg
* Viskaldix = klopamida 5 + pindolol 10 mg
* Mefrusida (Baycaron) yaitu derivat disulfonamida (1967) dengan titik kerja di lengkungan Henle, namun dengan pola kerja seperti thiazida. Mulai kerjanya lambat, setelah 6 jam dan bertahan 20-24 jam. Dosis hipertensi: 12,5 mg pagi p.c., udema: 25 –100 mg
sehari.
5. Spironolakton: Aldactone, Letona, *Aldazide
Penghambat/antagonis aldosteron ini
(1959) berumus steroida, mirip struktur hormon alamiah, merupakan antagonis dari reseptor mineralokortikoid dan dapat memblokir efek biologiknya seperti retensi air
dan garam. Mulai kerja sesudah 2-3 hari dan
bertahan sampai beberapa hari sesudah pengobatan dihentikan. Khasiat diuretiknya agak
lemah, maka khusus dipakai dalam kombinasi dengan diuretika umum lainnya. Efek
kombinasi demikian yaitu adisi di samping
mencegah kehilangan kalium. Spironolakton
pada gagal jantung berat berkhasiat mengurangi risiko kematian sampai 30% (N E J Med
Sept 1999).
Resorpsi dari usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. PP-nya 98%. Dalam
hati zat ini dirombak menjadi metabolit
aktif, antara lain kanrenon, yang diekskresi
melalui urin dan feses. Plasma-t½ sampai 2
jam, kanrenon 20 jam.
pemakaian nya untuk udema dan hipertensi biasanya dalam kombinasi dengan
thiazida (hidrokhlorothiazida, Aldactazide)
atau loop-diuretik. Kombinasi ini meningkatkan pengeluaran cairan udema dan memperbaiki homeostasis K+.
Obat ini merupakan diuretik pilihan pertama bagi penderita hepatic cirrhosis.
Efek samping berupa gangguan lambung
(perdarahan) dan cenderung mengakibatkan
tukak lambung. Oleh sebab itu tidak boleh
diberikan pada penderita tukak lambung.
Pada pemakaian lama dan dosis tinggi
efeknya antiandrogen dengan gynecomastia,
impotensi dan menurunnya libido pada pria,
sedangkan pada wanita nyeri buah dada,
gangguan suara dan haid tidak teratur. Efek
samping ini berdasar afinitasnya terhadap
progesteron dan reseptor steroid androgen.
Sama seperti diuretika penghemat kalium
lainnya, efek samping berbahaya dan utama
yaitu hiperkalemia. Oleh sebab itu tidak
boleh diberikan pada pasien hiperkalemia
dan yang berindikasi mendapatkan gejala ini
disebabkan oleh penyakit atau pengobatan.
Pada tikus ternyata berefek karsinogen, maka
hendaknya dipakai untuk jangka waktu
singkat!
Dosis: oral 1-2 dd 25-100 mg pada waktu
makan.
*Aldazide = spironolakton 25 + thiabutazide
2,5 mg
* Kanrenoat (canrenoic acid, Soldactone) adalah derivat yang dapat larut dan hanya
dipakai sebagai injeksi (1967). Sifat-sifat
dan efek sampingnya sama dengan spironolakton, namun mulai kerjanya lebih cepat
dan bertahan lebih lama. Ekskresinya juga
sebagai kanrenon.
Dosis: i.v./infus 200-600 mg sehari (garam
K) selama maksimal 2 minggu.
*Eplerenone (Inspra) sebagai antagonis aldosteron juga berefek memblokir efek dari
aldosteron. Berlainan dengan spironolakton,
senyawa ini memiliki hanya sedikit sekali
afinitas terhadap progesteron dan reseptor
androgen, sehingga efek sampingnya berdasar ini (misalnya gynecomastia) lebih
sedikit.
Eplerenone merupakan obat anti-hipertensi
yang efektif dan aman (Ouzan et al., 2002)
6. Amilorida: *Lorinid, Midamor
Derivat pirazin ini (1967) memiliki titik
kerja di bagian ujung tubuli distal dengan
menghambat penukaran ion Na+ dengan
ion-K+ dan ion-H+. Efeknya yaitu bertambahnya ekskresi Na+ (bersama Cl-
+ karbonat),
sedangkan pengeluaran kalium berkurang.
Efek maksimal tercapai sesudah ±6 jam dan
bertahan 24 jam.
Resorpsi dari usus ±50%, yang dikurangi
oleh makanan, PP 40%, plasma-t½ 6-9 jam,
mungkin juga lebih lama. Ekskresi terutama
lewat urin secara utuh.
Efek sampingnya umum, fotosensibilisasi
sering dilaporkan (di Australia), adakalanya
juga impotensi. Berlainan dengan diuretika
lain, obat ini tidak menekan sekresi urat,
melainkan menstimulasinya.
pemakaian . sebab efek natriuresisnya dari
kelompok obat ini lemah, maka sebagai obat
hipertensi atau terhadap udema kerapkali
dipakai dalam kombinasi tertentu dengan
diuretik lainnya, misalya dengan thiazida.
Efek samping yang paling berbahaya dari
amilorida dan triamteren yaitu hiperkalemia.
Oleh sebab ini tidak boleh diberikan kepada
penderita hiperkalemia, misalnya pasien
dengan gangguan ginjal yang memakai
obat hipertensi penghalang ACE dan yang
minum diuretik penghemat kalium lainya
atau memakai K+ supplemen. Juga obatobat NSAID dapat meningkatkan hiperkalemi.
Efek samping umum lainnya yaitu mual,
muntah, diare dan sakit kepala.
Dosis hipertensi oral 1-2 dd 5 mg a.c.,
maksimal 20 mg sehari.
*Lorinid= amilorida 5 + HCT 50 mg (mengandung kadar HCT terlampau tinggi).
7. Triamteren: Dytac, Dyrenium
Derivat pteridin ini (1962) berkhasiat
diuretik lemah, mulai kerjanya lebih cepat,
sesudah 2-4 jam, namun hanya bertahan ±8 jam.
Mekanisme kerjanya mirip amilorida.
Resorpsi dari usus antara 30% dan 70%, PPnya lebih kurang 60% dan t½ ±2 jam. Ekskresi berlangsung lewat urin, sebagian besar sebagai metabolit aktif 4-hidroksitriamterene
sulfat. Urin dapat berwarna biru dan pembentukan batu ginjal dilaporkan pada 1:1500
pasien.
Efek samping umum lainnya (lihat di atas)
yaitu mual, muntah, kejang kaki dan kepala
pusing.
Dosis: hipertensi 1-2 dd 50 mg p.c., maksimal 200 mg.
*Dyta-urese dan *Dytenzide, masing-masing
bersama epitizida 4mg dan HCT 25 mg.
8. Asetazolamida: Diamox
Obat ini, yang diturunkan dari sulfanilamida (1957), dianggap sebagai pelopor thiazida dan merupakan diuretikum pertama
yang dipakai dalam terapi. Efek diuretiknya lemah dan sesudah beberapa hari terjadi
tachyfylaxie (efeknya berkurang), maka harus
dipakai secara intermitten. Khasiat diuretiknya berdasar perintangan enzimkarbonanhidrase yang mengkatalisa reaksi
berikut:
CO2
+ H2
O ↔ H2
CO3
↔ H+ + HCO3
-
sebab penghambatan reaksi ini di tubuli
proksimal, maka tidak ada cukup ion-H+
lagi untuk ditukarkan dengan Na+. Hasilnya yaitu peningkatan ekskresi Na+, K+,
bikarbonat dan air.
Enzim karbonanhidrase ada di banyak
jaringan a.l. di mata, mukosa lambung, pankreas, sistem saraf pusat dan sel darah merah. Penghambatan enzim ini pada mata
mengurangi produksi cairan di dalam mata
dan menurunkan tekanan intra-okuler. Dua
jenis obat tetes mata khusus terhadap gangguan tekanan intra-okuler yaitu dorzolamida (Trusopt) dan brinzolamida (Azopt).
namun sekarang ini asetazolamida jarang
dipakai lagi pada penyakit mata glaukoma, ialah gangguan mata yang mengakibatkan meningkatnya tekanan intra-okuler (lihat
juga Bab 32. Kolinergika).
Berkat efek antikonvulsifnya pada sistem
saraf pusat dan timbulnya acidosis obat ini
dahulu dipakai sebagai obat antiepilepsi,
namun pemakaian nya terhambat sebab
timbulnya toleransi yang cepat.
pemakaian off-label lainnya yaitu sebagai profilaksis obat ‘penyakit ketinggian’
(high altitude sickness atau mountain sickness,
rasa takut di tempat yang sangat tinggi) yang bercirikan alkalosis dengan penghambatan pusat napas; gejala ini ditanggulangi oleh acidosis yang ditimbulkan oleh asetazolamida.
Resorpsi baik, mulai kerjanya dalam 1-3 jam
dan bertahan selama ±10 jam. PP 90% lebih,
plasma t½ 3-6 jam dan diekskresi lewat urin
secara utuh.
Efek samping. sebab senyawa diuretik ini
merupakan derivat dari sulfonamida, sehingga juga menampakkan efek samping dari
obat-obat sulfa, seperti alergi, gangguan kulit
dan terhadap ginjal, serta depresi sumsum
tulang.
Dosis: untuk glaukoma oral 1-4 dd 250 mg,
‘penyakit ketinggian’: 2 dd 250 mg dimulai 3
hari sebelum bertolak ke lokasi yang tinggi.
9. Mannitol: Manitol
Alkohol gula ini (C6
H14O6
) ada di tumbuh-tumbuhan dan getahnya, juga di tumbuhan laut. Diperoleh melalui reduksi elektrolitik dari glukosa. Efek diuretiknya pesat
namun singkat dan berdasar sifatnya dapat
melintasi glomeruli secara lengkap, praktis
tanpa reabsorpsi di tubuli, hingga penyerapan kembali air dirintangi secara osmotik.
Mekanisme kerjanya khusus terletak pada
lengkungan Henle. Terutama dipakai sebagai infus untuk menurunkan tekanan intraokuler pada glaucoma dan selama bedah mata, juga untuk meringankan tekanan intracranial pada bedah otak.
Dalam kelompok diuretik osmotik ini termasuk gliserin (Osmoglyn), isosorbida dan
manitol (Osmitrol), yang meningkatkan ekskresi dari praktis semua elektrolit, termasuk
Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl-
, HCO3
-
dan fosfat.
Manitol yaitu 0,6 kali kurang manis dibandingkan gula (sakarosa), maka dipakai sebagai zat pengganti gula bagi penderita diabetes (1g menghasilkan 8 kJ) dan
dalam berbagai gula-gula bagi anak-anak
(candy) berkat sifat non-cariogen (tidak mengakibatkan caries). Di atas 20 g sehari, manitol berkhasiat laksatif, maka adakalanya dipakai sebagai obat pencahar. Lihat juga
Bab 47, Antidiabetika oral, Zat-zat pemanis Efek samping: Berhubung dengan mekanisme diuretik osmotik yang meningkatkan
daya osmotik dari larutan ekstraselular dan
dengan ini menarik air dari bagian-bagian
intraselular, maka voluma dari larutan ekstraselular meningkat. Pada penderita gangguan jantung hal ini dapat memicu
udema.
Hiponatriemia yang ditimbulkan oleh kelompok diuretik ini dapat memicu sakit
kepala, mual dan muntah.
Tidak boleh diberikan kepada penderita
gangguan ginjal.
Dosis: gliserin dan isosorbida dipakai
per oral, sedangkan manitol per infus i.v. 1,5-
2 g/kg dalam 30-60 menit (larutan 15-25%).
* Sorbitol (Sorbo) yaitu stereoisomer dari
manitol dengan khasiat, sifat dan pemakaian
yang sama. Lihat juga Bab 47, Insulin dan
Antidiabetika Oral, Zat-zat pemanis. Dosis:
infus i.v. 1-2g /kg dari larutan 20-25%.
10. Daun Kumis kucing: remukjung, Orthosiphoni folium, Reinosan
Daun dari tumbuhan Orthosiphon stamineus ini sangat terkenal di negara kita dan mengandung glikosida orthosifonin, minyak
terbang dan kalium (kadar tinggi, ±3,5%).
Zat-zat ini memiliki khasiat diuretik dan
bakteriostatik, mungkin juga litholytis (melarutkan batu). Maka secara tradisional remukjung merupakan obat rakyat penting
untuk mengobati gangguan saluran kemih
dan kencing batu. pemakaian nya sering kali
dikombinasikan dengan ramuan lain, seperti
daun menir-meniran (Phyllantus urinaria)
dan daun keji beling (Strobilanthus crispus),
yang keduanya pun mengandung banyak
kalium.
Dosis: 2-3 dd 150 ml dari infus 10% (godokan, yang diperoleh dari memanaskan 50 g
daun dengan 500 ml air di atas penangas air
selama 15 menit pada suhu 90° C). Reinosan
(350 mg estrak remukjung): 3-4 dd 1-2 tablet.
VASODILATOR
Vasodilator (Lat. vas = pembuluh, dilatatio
= memperlebar) atau vasodilatansia didefinisikan sebagai zat-zat yang berkhasiat melebarkan pembuluh secara langsung. Zat-zat
dengan khasiat vasodilatasi tak-langsung tidak
termasuk definisi ini, misalnya obat-obat
hipertensi yang memicu vasodilatasi
melalui blokade saraf-saraf perifer, aktivasi
saraf-saraf otak atau mekanisme lainnya,
seperti alfa- dan beta-blockers, penghambat ACE
dan antagonis-kalsium.
berdasar pemakaian nya dapat dibedakan tiga kelompok vasodilator, yaitu:
a. obat-obat hipertensi : (di)hidralazin dan
minoksidil.
b. vasodilator koroner (obat angina pectoris): nitrat dan nitrit.
c. vasodilator perifer (obat gangguan sirkulasi): buflomedil, pentoxifilin, ekstrak
Gingko biloba, siklandelat, isoksuprin dan
turunan nikotinat.
Ditinjau dari sudut farmakodinamika, vasodilator perifer dan obat-obat hipertensi dengan
daya vasodilatasi tidak dapat dipisahkan
dengan tegas. Perbedaannya terutama terletak pada pemakaian nya, yakni vasodilator
perifer terutama diperuntukkan perbaikan
sirkulasi pada keadaan peredaran darah terhalang (ischemia). Akan namun sejumlah obat
hipertensi tertentu juga dipakai sebagai
vasodilator perifer, misalnya antagonis kalsium dan alfa-blockers.
Dalam bab ini khusus akan dibahas vasodilator perifer, sedangkan obat-obat hipertensi dan angina pectoris dibicarakan di babbab tersendiri.
Gangguan sirkulasi
Atherosclerosis (pengapuran dinding pembuluh
nadi) merupakan gangguan arteri yang paling
sering terjadi, di mana arteriole sedang
dan besar menyempit (stenose) dan hilang
kelenturannya. pemicu nya ialah terjadinya
endapan dari antara lain lipida/kolesterol,
kalsium, polisakarida dan komponen darah
(fibrin) pada dinding pembuluh, lihat juga
Bab 37, Obat-obat jantung. Penyempitan ini
dapat memicu ischemia (tak menerima
darah setempat akibat terhalangnya pemasukan darah) dan terganggunya sirkulasi pada
jantung, otak dan otot.
1. Jantung. Akibat ischemia otot jantung
menerima kurang oksigen dan dapat
terjadi penyakit angina pectoris. Penyaluran darah yang terhalang itu dapat
diperbaiki oleh vasodilator koroner dengan khasiat memperlebar arteri jantung.
Gangguan jantung akan dibahas secara
luas dalam Bab 37, Obat-obat Jantung.
2. Otak. Dementia, disebut juga kepikunan, yaitu gangguan sel-sel otak akibat
proses menua dengan gejala seperti kelemahan konsentrasi, perlambatan fungsi
intelek, gangguan-gangguan daya ingat
(sering lupa) dan kognitif, depresi dan
sukar tidur. Gejala ini tak jarang menyertai proses menua dan insidensinya meningkat antara usia 65 dan 80 tahun,
dari kurang lebih 2% sampai 25%. Lebih
dari 50% dari kasus ini disebabkan oleh
penyakit Alzheimer. Bentuk parah dari
demensia ini diakibatkan oleh degenerasi sel-sel kulit otak besar dan bercirikan
antara lain kekacauan ingatan dan pikiran dengan perubahan kepribadian yang
berdampak terhadap kehidupan sosial.
Lihat selanjutnya Bab 28B, Obat-obat
Alzheimer.
Hanya sebagian kecil, kurang lebih
20% dari pasien dementia, ada hubung- annya dengan penyempitan arteriole
(vasokonstriksi; Lat. constrictio = menyempit) dan sirkulasi darah buruk di
otak, yang dapat memicu kekurangan oksigen (hypoxia). Dalam kasus ini
banyak dipakai vasodilator ‘cerebral’
dengan efek bervariasi. Pada Alzheimer,
obat-obat ini sama sekali tidak berguna!
3. Otot. Terhalangnya sirkulasi dan hypoxia
otot tungkai akibat stenose arteriole setempat dapat mengakibatkan antara lain
jalan pincang (claudicatio intermittens).
Faktor risiko bagi gangguan pembuluh
perifer ini yaitu merokok, diabetes, kadar
kolesterol tinggi dan hipertensi, yang juga
memperburuk keluhan yang sudah ada.
Penyakit arteri perifer
1. Claudicatio intermittens (CI)
CI disebut juga ‘penyakit etalase’ dan bercirikan jalan pincang secara berkala, disertai
gejala khas seperti nyeri, letih dan/atau
kejang di otot pangkal paha, betis atau kaki.
sebab nyeri, kejang atau keletihan otot
itu timbul sesudah jalan sekian meter akibat
kekurangan oksigen, maka pasien perlu
berhenti untuk istirahat, sering kali di depan
etalase. Keluhan ini hilang sesudah istirahat. Gangguan ini terutama melanda lansia
di atas kurang lebih 50 tahun dan biasanya
memburuk dengan meningkatnya usia.
Pada stadium lebih lanjut, keluhan menjadi
lebih parah dan juga timbul bila duduk atau
berbaring (permulaan ischemia). Akhirnya
dapat muncul borok yang sukar sembuh,
bahkan matinya jaringan jari-jari kaki (gangrena), yang tak jarang harus diamputasi. Pasien
demikian berisiko lebih tinggi untuk infark
jantung dan otak. Harapan hidup penderita
claudicatio diperkirakan rata-rata 10 tahun
lebih singkat dibandingkan dengan orang
sehat.
Penyebab utama yaitu penyempitan arteri
tungkai akibat atherosclerosis (stenosis), diperparah dengan penurunan kelenturan
eritrosit. CI juga memicu kecenderungan agregasi trombosit meningkat, yang
diakibatkan oleh pembebasan ‘platelet-activating factor’. PAF ini yaitu suatu fosfolipida, yang dibentuk di makrofag, lekosit dan
sel endotel, yang mengikat diri pada reseptor
di lekosit, trombosit dan mastcells. Hasilnya
yaitu pelepasan mediator, seperti histamin
dan eicosanoida (prostaglandin, prostasiklin,
tromboksan, leukotriën), yang mencetuskan
agregasi trombosit, vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas pembuluh dan pembentukan
udema.
* Ischemia dan hypoxia yaitu keadaan kekurangan oksigen dengan gangguan metabolisme, yang juga berperan penting pada CI.
Keadaan ini berarah ke pembentukan radikal
bebas (FR) berlebihan, yang dapat merusak
dinding pembuluh dan mengganggu proses
seluler. FR menginduksi pembentukan peroksida (dari asam lemak tak-jenuh) yang
menghambat prostasiklin-sintetase. Akibatnya, keseimbangan prostasiklin PgI2
dan
tromboksan TxA2
terganggu. Peran TxA2
menjadi dominan dengan antara lain efek
vasokonstriksi, peningkatan agregasi trombosit dan akhirnya sirkulasi darah di jaringan
bersangkutan menurun.
Tindakan umum yang dapat dilakukan
sendiri yaitu latihan jalan, artinya berjalan
secara teratur beberapa kali sehari dan setiap
kali diusahakan memperpanjang jaraknya.
Dampaknya yaitu jarak jalan akan terus
bertambah dan aliran darah diperbaiki, sebab terbukanya cabang pembuluh-darah
tak-aktif yang selalu ada di dalam otot
(anastomose). Merokok perlu sekali dihentikan
agar pemburukan lebih lanjut dari arteriole
dihambat. Singkatnya, seorang ilmuwan (dr
Housley) menganjurkan: ‘Stop smoking and
keep walking’.
Pada umumnya dianjurkan pula untuk
makan secara bijaksana(miskin lemak, lihat
Bab 54, Dasar-dasar Diet Sehat), terlebih pula
bila pasien terlampau gemuk atau kadar
kolesterolnya terlalu tinggi.
Pengobatan Untuk kasus berat dan bila
latihan-jalan kurang berhasil, dianjurkan terapi dengan suatu obat reologis, yakni pentoksifilin, buflomedil dan ekstrak Gingko
biloba. Obat-obat ini memperbaiki kelenturan eritrosit dan menurunkan viskositas
darah, maka memperbaiki aliran darah perifer.
Ketiga obat ini juga menghambat penggumpalan trombosit. Bila pemakaian nya sesudah
maksimal 3 bulan tidak menghasilkan efek
yang nyata, maka melanjutkan terapi tidak
ada faedahnya lagi.
Penanganan lain. Bila keluhan menghebat dan pengobatan tidak ampuh (lagi),
maka dapat dipertimbangkan pembedahan
pembuluh, yang hanya dilakukan dalam
sejumlah kasus kecil. Teknik yang paling
populer yaitu metode angioplastik dari
dr. Dotter, di mana penyempitan arteri ditiadakan dengan jalan memipihkan atheroma
dengan balon kecil yang dihembuskan melalui catheter di dalam arteri. Pembedahan
bypass juga banyak dilakukan, dengan membuat jalan pintas pada segmen arteri yang
menyempit atau tersumbat dengan sepotong
vena dari tubuh pasien sendiri. Dottering
dan bedah bypass kini banyak dipakai
pada penderita penyempitan arteri koroner
(jantung).
2. Penyakit Buerger
Gangguan ini juga bercirikan jalan pincang dengan nyeri/letih otot (CI), namun
disebabkan oleh peradangan kronis berkala
dari arteri yang disertai pembentukan trombose, terutama di anggota tubuh. Penyakit
ischemia ini jarang terjadi, namun paling
sering menyerang pria perokok berat pada
usia antara 25-35 tahun.
Penanganannya berupa sympathectomia,
yakni pembedahan dengan mengeluarkan
sebagian dinding luar arteri, di mana ada
saraf simpatikus, dengan efek vasodilatasi.
Pengobatan agak efektif dapat dilakukan
dengan obat antitrombotis iloprost untuk
waktu lama.
3. Sindrom Raynaud
Gangguan sirkulasi ini tidak diakibatkan oleh stenose akibat atherosclerosis, melainkan oleh serangan kejang pembuluh
(vasospasm). Khususnya mengenai jari-jari
tangan (dan sewaktu di kaki) yang membiru
dan kemudian memucat untuk sementara
waktu; gangguan ini disebabkan oleh hawa
dingin atau kadang-kadang juga emosi.
Kebanyakan penderita penyakit ini yaitu
wanita pada usia subur.
Tindakan umum yang dapat dilakukan sendiri yaitu berhenti merokok, menghindari hawa dingin dan gerak badan secukupnya. Obat-obat yang dapat memicu
vasokonstriksi pada jari-jari harus dielakkan,
misalnya beta-blockers dan ergotamin, juga
bleomisin.
Pengobatan dapat dilakukan dengan vasodilator dengan efek tak menentu, terutama
dengan antagonis-kalsium (nifedipin),alfablockers (prazosin) dan iloprost. Efek vasodilator lain diragukan sebab belum dipastikan secara ilmiah, misalnya isoxuprin, xantinolnikotinat dan siklandelat (Cyclospasmol).
Penanganan lain. Sympathectomia pernah
agak sering dilakukan, namun kini jarang lagi
berhubung efeknya tak menentu; persentase
kambuhnya tinggi (sampai 90%) dan kemungkinan timbulnya efek samping agak
besar.
4. Insufisiensi cerebral
Gangguan ini disebabkan oleh gangguan
sirkulasi di otak dan sering kali diobati
dengan ‘vasodilator otak’. Terutama ditemukan pada lansia di atas usia 60 tahun.
Gejalanya dapat berupa kelemahan ingatan
jangka-pendek dan konsentrasi, pusing tujuh-keliling (vertigo), kuping berdengung
(tinnitus), jari-jari dingin dan depresi. Untuk mengobati gejala ini sering kali
dipakai , namun dengan efek tak menentu:
kodergokrin, antagonis-kalsium (flunarizin,
bensiklan), ekstrak Gingko biloba, naftidrofuryl
(Praxilene), citicolin (Nicholin) dan nicergolin
(Sermion).
* Nootropika, yakni zat-zat yang dapat
memperbaiki akal budi (Yun = nous), seperti
piracetam(Nootropil) dan pyritinol (Encephabol) juga banyak dianjurkan; efeknya pun
diragukan.
Jarak hidup penduduk dunia akan semakin
panjang berhubung dengan meningkatnya
harapan hidup rata-rata, maka jumlah orang
yang akan menderita gangguan sirkulasi
ini juga akan meningkat. Dengan demikian,
menurut dugaan, di masa depan obat-obat
ini akan menjadi semakin penting.
Pengobatan gangguan sirkulasi
Kecepatan aliran darah tergantung dari
sifat rheologis (Yun. rheos = arus, logos = kata,
ajaran), lebarnya pembuluh dan tekanan
darah. Sifat mengalir ini berkaitan dengan
viskositas darah yang dapat diperbaiki dengan jalan meningkatkan kelenturan eritrosit
dan mencegah penggumpalan trombosit.
Gangguan penyaluran darah perifer kebanyakan disebabkan oleh penyempitan
(stenosis) akibat arterosclerosis tanpa kelainan tekanan darah. Pengobatan yang kini
dipakai terdiri atas dua kelompok obat,
yakni vasodilator perifer dan zat-zat yang
memperbaiki sifat rheologi darah.
a. Vasodilator perifer isoxsuprin, xantinolnikotinat dan siklandelat. Hingga kini belum
ditemukan obat yang secara efektif dapat
menyembuhkan atherosclerosis, yakni melarutkan dan menghilangkan atheroma di
dinding-pembuluh. Oleh sebab itu vasodilator yang berdaya mendilatasi pembuluh
yang telah menyempit akibat kejang sering kali
dipakai . namun bila ada penyempitan
akibat atherosclerosis vasodilator umumnya
tidak efektif. Hal ini sebetulnya mudah dimengerti, sebab arteriole yang sudah mengeras
sukar diperlebar lagi. Bahkan tak jarang
terjadi efek berlawanan, yakni pembuluh
sehatlah (yang masih elastis) yang mengalami dilatasi, hingga pengaliran darah ke
arteriole sempit justru berkurang. Peristiwa
ini disebut “steal effect”.
b. Zat-zat rheologis : buflomedil, pentoksifilin
dan ekstrak Gingko biloba
Obat-obat ini dapat memperbaiki sifat
mengalirnya (rheologi) dan viskositas darah
dengan berbagai jalan. Misalnya dengan
menghambat penggumpalan trombosit,
mencegah pembekuan eritrosit (akibat antara lain pemasukan kalsium) dan mempertahankan/memperbaiki kelenturannya.
Berkat kelenturan ini, eritrosit pada keadaan
normal berdaya mengubah bentuknya dan
mampu memasuki kapiler terkecil dengan
diameter 3-4 mikron, yakni lebih kurang
separuh dari diameternya sendiri. Daya ini
hilang pada eritrosit yang sudah hilang kelenturannya, hingga mikrosirkulasi di jaringan bersangkutan akan terhalang dengan
efek hypoxia.
Zat-zat pengencer darah (asetosal, antikoagulansia) yang juga berkhasiat menghambat
penggumpalan pelat darah atau berdaya
melarutkan trombi yang sudah ada dan
mencegah pembentukan trombi baru pada
hakekatnya tidak dipakai pada gangguangangguan sirkulasi.
Penggolongan
Vasodilator dapat digolongkan secara kimiawi dan menurut titik-kerjanya, yaitu:
1. alfa-blockers: prazosin, buflomedil dan kodergokrin.
Zat-zat ini merintangi reseptor alfa-adrenergik dengan efek memperlemah daya vasokonstriksi noradrenalin terhadap arteriole,
lihat selanjutnya Bab 35, Antihipertensiva.
2. beta-adrenergika: isoxuprin.
Zat ini menstimulasi reseptor beta-adrenergik di arteriole dengan efek vasodilatasi di
bronchia dan otot, namun terutama di bagian
yang tidak sakit.
3. Antagonis-Ca: nifedipin dan nimodipin,
flunarizin dan sinarizin.
Antagonis-Ca memblokir pemasukan ion
kalsium ekstraselular di sel otot jantung dan
otot polos pembuluh, sehingga penyaluran
rangsangan dan kontraksi dari otot-otot ini
dikurangi. Akibatnya yaitu a.l. vasodilatasi
di arteriole (koroner dan sistemik), sehingga
tekanan darah menurun. Dinding vena tidak
dipengaruhi sebab jauh kurang sensitif.
Ada dua kelompok yaitu zat-zat yang
memblok pemasukan ion kalsium dan zatzat yang menghindari peningkatan kadar
kalsium berlebihan yang disebut penghambat
overload kalsium (mis. flunarizin).
Efek samping dari semua antagonis kalsium
terdiri dari efek-efek perlebaran pembuluh
yang tidak diinginkan, seperti sakit kepala,
“flushes” dan pusing, terutama timbul pada
senyawa dihidropiridin. Juga dapat timbul
hipotensi, debar jantung ringan dan keluhan
saluran cerna dan udema pergelangan kaki.
Penghambat pemasukan ion kalsium dapat
dibagi berdasar struktur kimianya sebagai berikut.:
1. Fenilalkilamin (verapamil); lihat Bab 35
Antihipertensiva
2. Benzothiazepin (diltiazem); lihat Bab 35
Antihipertensiva
3. Senyawa-senyawa dihidropiridin atau
kelompok nifedipin (amlodipin, barnidipin, felodipin, isradipin, lasidipin, lerkanidipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin,
nitrendipin).
4. Derivat nikotinat: nikotinilalkohol, xantinoldan metilnikotinat.
Asam nikotinat dan derivatnya terutama
mendilatasi pembuluh kulit di muka, leher
dan otot lengan, sedangkan penyaluran darah ke bagian bawah tubuh justru berkurang.
Maka itu, zat ini kurang berguna terhadap
gangguan sirkulasi di betis atau kaki (claudicatio), lebih efektif pada vasospasme di kulit (S.
Raynaud).
5. Obat lainnya: iloprost, pentoksifilin, ekstrak
Gingko biloba dan siklandelat (Cyclospasmol).
Efek samping
Semua vasodilator memicu beberapa
efek samping yang bertalian dengan vasodilatasi, yaitu:
– turunnya tekanan darah (hipotensi) dengan pusing dan nyeri kepala berdenyut-denyut. Efek hipotensif dari obatobat hipertensi dapat diperkuat.
– tachycardia reflektoris (frekuensi jantung
naik akibat aksi-balasan) dengan gejala
debar-jantung (palpitasi), perasaan panas
di muka ((flushing) dan gatal-gatal.
– gangguan lambung-usus, seperti mual
dan muntah-muntah. Guna mengurangi
efek yang tak diinginkan ini vasodilator
sebaiknya diminum pada waktu atau
sesudah makan.
Kehamilan dan laktasi
Kebanyakan vasodilator perifer belum
memiliki data mengenai keamanannya bagi
janin, maka sebaiknya jangan dipakai
oleh wanita hamil. Pengecualian yaitu isoxsuprin, yang juga dapat diminum selama
laktasi. Antagonis-kalsium dan derivat-nikotinat dapat mencapai air susu.
MONOGRAFI
A. ZAT ZAT RHEOLOGIS
1. Buflomedil: Loftyl
Derivat` pyrolidin ini berkhasiat alfa-adrenolitik (alfa-reseptorblocker), menghambat
agregasi trombosit dan memperbaiki kelenturan eritrosit dengan efek vasodilatasi
dan peningkatan sirkulasi darah perifer.
Efektif pada claudicatio dengan memperbaiki
jarak-jalan tanpa-nyeri, efeknya baru nyata
sesudah 2-4 minggu.
Efek sampingnya berupa umum; pada dosis
terlampau tinggi dapat terjadi agitasi, rasa
kantuk, malah konvulsi.
Dosis: oral 2 dd 150 mg selama minimal 12
minggu. Setengah dosis pada gangguan
hati/ginjal dan bagi lansia.
2. Pentoxyfilin: Trental
Derivat teofilin ini (1972) berkhasiat vasodilatasi lemah, antitrombotis dan fibrinolitis, juga memperbaiki kelenturan eritrosit. Mekanisme kerjanya diperkirakan
berdasar penghambatan fosfodiësterase
hingga kadar ATP (energi) dan fosforilasi
protein membran dari eritrosit meningkat.
Juga bersifat inotrop positif. Terutama dipakai pada claudicatio.
Resorpsinya dari usus hampir lengkap,
namun mengalami FPE besar, BA-nya hanya
20%. PP-nya nihil, plasma-t½-nya kurang
lebih 3,5 jam; ekskresinya berlangsung lewat
kemih sebagai metabolit.
Dosis: oral 2-3 dd 400 mg d.c. selama 2-3
bulan.
3. Ekstrak Gingko biloba: EGb 761, Tebokan,
Tavonin, Brenax
Pohon klenteng Jepang (Gingko biloba) yaitu
pohon prehistoris yang sudah hidup berjutajuta tahun di Cina dan Jepang dan dianggap
sebagai “fosil hidup”. Namanya berdasar
buahnya yang berwarna keperak-perakan
(Jep. gin = perak, ko = buah). Daunnya yang
berbentuk kipas terbelah (Lat bi = dua, loba =
umbai) rontok di musim dingin..
Di Prancis (1974, Tanakan), Jerman (1977,
Tebonin forte) dan Belanda (1998, Tavonin) EGb
sudah diregistrasi sebagai obat, sedangkan
di negara-negara lain (masih) sebagai ‘food
supplement’. Kini tanaman ini dibudidayakan
secara besar-besaran di AS dan Kanada.
Ekstrak daunnya mengandung banyak zat,
terutama glikosida flavon (quercetin, kaempferol dan rutin) dan laktonterpen(gingkolida A,
B, C, dan M, bilobalida), juga mengandung
asam shikimic, protocatechuic, vanillic, dan
p-hidroksibenzoat.
Flavonoida meringankan keregasan (fragilitas) kapiler dan meningkatkan ambang
keluarnya darah dari kapiler, sehingga kerusakan otak dihalangi. Flavon sebagai antioksidans juga berfungsi sebagai perangkap
dan netralisator radikal bebas oksigen(scavenger)
serta menghambat peroksidasi membran
sel. Diperkirakan hal ini menghindarkan
kerusakan dinding pembuluh dan terjadinya
udema.
* Gingkolida-B menghambat dengan kuat
PAF (platelet-activating factor) yang dihasilkan oleh banyak jaringan. PAF berkhasiat
menstimulasi agregasi trombosit, bronchokonstriksi, vasodilatasi kulit, hipotensi dan
pelepasan zat-zat-peradang (enzim dan oksidansia) dari fagosit. Terutama gingkolida B
menghambat semua efek ini. Lagi pula zatzat ini meningkatkan kekuatan mengalirnya
darah dan memperbaiki sirkulasi dengan
jalan peningkatan kelenturan eritrosit dan
penurunan kecenderungan penggumpalan.
Efeknya yaitu penurunan viskositas darah
di terutama arteri kecil dan sedang, juga di
kapiler.
* Bilobalida menunjang efek gingkolida dengan memperbaiki daya tahan jaringan otak
terhadap hipoxia dan meningkatkan aliran
darah otak (mikrosirkulasi).
Resorpsi dari usus baik, BA dari gingkolida
A 98%, dari B 79% dan dari bilobalida 72%.
Ekskresinya terutama melalui urin secara
utuh, masa paruhnya gingkolida 4-7 jam, dari
bilobalida 3 jam.
pemakaian . Khasiatnya ini telah
dipastikan oleh banyak studi. Pada claudicatio EGb ternyata efektif pada 75% kasus,
di mana jarak jalan maksimal (tanpa nyeri)
dapat diperbesar dengan nyata, terutama
pada stadia permulaan penyakit. Sejak tahun
1980-an, EGb semakin banyak dipakai
dengan efek baik di Eropa dan AS untuk
terapi semua gangguan sirkulasi otak yang
memicu kemunduran fungsinya, seperti lemah ingatan dan menurunnya konsentrasi. Beberapa studi telah memberikan indikasi bahwa EGb mampu menghentikan
progres dan memperbaiki sementara gejala
dementia Alzheimer, lihatBab 28 C, Obat-obat
Alzheimer. Juga gejala pusing tujuh-keliling
(vertigo), kuping berdengung (tinnitus), jarijari kaki-tangan dingin, depresi dan perubahan suasana jiwa (‘mood’) yang disertai
perasaan gelisah.
Efek sampingnya ringan dan tak sering
terjadi: gangguan lambung-usus, nyeri kepala dan reaksi alergi kulit. Akhir-akhir ini
telah dilaporkan terjadinya perdarahan di
bawah selaput otak (subarachnoidal) pada
seorang pasien berusia 61 tahun yang telah
memakai ekstrak ini untuk waktu yang
panjang. pemicu nya diperkirakan sebab
efek anti-PAF kuat dari gingkolida-B. Untuk
pemakaian nya selama kehamilan dan
laktasi belum ada cukup data.
Interaksi. Berhubung efek antiagregasinya
gingko dapat memperkuat efek asetosal
dan antikoagulansia dengan terjadinya perdarahan. Telah dilaporkan koma pada pasien
Alzheimer yang mengkombinasi gingko dengan antidepresivum trazodon.
Dosis: oral 3 dd 1 tablet a.c. tanpa dikunyah
(= 40 mg EGB yang mengandung 9.6 mg
glikosida flavon dan 2,4 mg lakton terpen)
selama minimal 3 bulan. EGb 761 distandarisasi pada 24% glikosida flavon dan 6%
laktonterpen (3,1% gingkolida A, B dan C,
2,9% bilobalida). 1 g ekstrak = 50 g daun kering.
B. VASODILATOR PERIFER
4. Isoxsuprin: Duvadilan
Derivat-fenoksi ini (1956) yaitu adrenergikum dengan kerja antikolinergik, juga
berkhasiat vasodilatasi dan menurunkan viskositas darah dengan memperbaiki kelenturan eritrosit. Terutama bekerja terhadap pembuluh otot di beberapa organ, termasuk
uterus dan bekerja lebih ringan terhadap
pembuluh kulit. Isoxsuprin mengurangi
frekuensi dan intensitas kontraksi uterus
(spontan atau akibat oxytocin). dipakai
pada S. Raynaud dan juga pada keguguran
yang mengancam (abortus imminens) serta
nyeri haid dengan kejang-kejang.
Resorpsinya dari usus baik, BA-nya hanya
3%, plasma-t½-nya kurang lebih 2 jam, ekskresinya terutama lewat kemih. Efek sampingnya jarang terjadi dan bersifat umum.
Obat ini aman bagi wanita hamil dan menyusui.
Dosis: oral pada vasospasme perifer dan
dysmenorroe 3-4 dd 10-20 mg (klorida) p.c.,
i.m. 3 dd 10 mg.
5. Kodergokrin: DH3
, dihidroergotoksin, Hydergin
Campuran (1949) tiga derivat-dihidro
dari ergotoksin (= ergokornin + ergokristin +
ergo-kriptin) berdaya memblok reseptor
alfa-adrenolitik dengan efek vasodilatasi,
juga tidak bekerja oxytocic. Sifat-sifat ini
berlawanan dengan zat induknya yang berkhasiat vasokonstriksi dan mengakibatkan
kontraksi rahim.
Di samping itu, zat ini juga menstimulasi
neurotransmisi di otak dengan mengaktivasi
reseptor dopamin serta serotonin dan memperbaiki metabolisme sel-sel otak yang terganggu. Atas dasar ini, kodergokrin dipakai pada keadaan dementia dengan efek
yang tak menentu. Juga dipakai pada
gangguan sirkulasi perifer dan sebagai
profilaksis pada pelbagai jenis sakit kepala,
antara lain migrain. Pada P. Alzheimer tidak
berguna. Lama kerjanya hanya singkat, sekitar 3 jam.
Resorpsinya dari usus 30% dengan FPE
besar, hingga BA-nya hanya kurang lebih
10%. PP-nya 80%, plasma-t½-nya lebih kurang 2 jam. Ekskresinya terutama melalui
empedu dan tinja dan hanya 2% lewat kemih
secara utuh.
Efek sampingnya yang paling sering terjadi
yaitu hidung tersumbat, kadang kala mual dan muntah, kulit menjadi merah dan
bradycardia.
Dosis: oral sebagai (mesilat) 3 dd 1,5 mg
a.c., i.v. 1-2 dd 0,3 mg.
6. Iloprost: Ilomedine, Ventavis
Analogon ini dari prostacyclin (PgI2)
berkhasiat vasodilatasi dan fibrinolitis, juga
menghambat agregasi trombosit (1992).
Mengurangi pelepasan radikal bebas oksigen.
Mekanisme kerjanya belum begitu diketahui;
terutama dipakai pada penyakit Buerger.
Pengikatannya pada protein 60%, plasma-t½-
nya 30 menit. Ekskresinya sebagai metabolit
tak aktif dan diekskresikan 80% melalui
kemih dan 20% melalui empedu.
Efek sampingnya berupa flushing, nyeri
kepala, juga gangguan lambung-usus dan
gejala influenza dengan perasaan kacau,
sedasi dan tachycardia. Juga nyeri dan menjadi merah di tempat infus. Tak boleh dipakai oleh wanita hamil dan yang menyusui.
Dosis: infus i.v (sebagai trometamol) 0,5
nanogram/kg/menit selama 30 menit untuk
2-3 hari pertama. Kemudian dinaikkan seperlunya.
C. ANTAGONIS KALSIUM
7. Nifedipin: Adalat/retard
Derivat dihidropiridin ini (1975) termasuk
kelompok antagonis-kalsium (‘calcium entry/
channel blockers’) yang berdaya menghambat
masuknya Ca ke dalam sel-sel otot-jantung
dan sel-sel otot-polos dinding arteri. Oleh
sebab itu, kontraktilitas sel-sel ini
dihambat dengan efek vasodilatasi. Banyak
dipakai antara lain pada penyakit jantung
angina pectoris dengan menghindarkan
terjadinya kejang hingga penyaluran darah
ke otot-jantung meningkat (lihat Bab 37,
Obat-obat jantung). Juga pada hipertensi berkat daya vasodilatasi perifernya dan pada
Sindrom Raynaud guna meniadakan kejang
di jari-jari tangan. Lihat selanjutnya Bab 35,
Antihipertensiva.
Dosis: pada S. Raynaud oral 2 dd 10-40 mg
tablet retard.
* Nimodipin (Nimotop) yaitu derivat lipofil
dengan khasiat dan pemakaian yang sama
(1985). Di samping indikasi di atas, zat ini
dipakai pula sesudah pendarahan otak untuk mencegah keluhan ischemia akibat
kejang pembuluh otak. Dianjurkan pula
pemakaian nya pada kelemahan fungsi otak
(ingatan dan fikiran).
Pada suatu studi dengan 755 lansia (Perugia Nimodipine Study Group, 1993) telah
dibuktikan efek baiknya terhadap daya
belajar dan lemah ingatan. Cara kerjanya
berdasar teori bahwa pada proses menua metabolisme kalsium terganggu dan
tidak berlangsung normal lagi. AntagonisCa nimodipin berdaya menormalisasi pertukaran zat yang terganggu itu.
Dosis: oral 4-6 dd 60 mg.
8. Bensiklan: Fludilat
Derivat sikloheptan ini yaitu antagonis
kalsium pula dengan kerja selektif terhadap
arteriole. Berkhasiat memperbaiki kelenturan eritrosit dan mikrosirkulasi, sehingga
dianjurkan pada insufisiensi otak dan
gangguan sirkulasi perifer. Pada claudicatio
dilaporkan berguna untuk memperbesar
jarak-jalan. Obat ini juga memiliki sifat
antitrombotis dan antiserotonin.
Efek sampingnya berupa umum; pada overdose dapat timbul efek sentral, seperti gelisah,
tremor, pusing, sukar tidur dan sebagainya.
Dosis: oral 3 dd 100 mg bila perlu sesudah
seminggu dinaikkan sampai 600 mg sehari.
I.v. 3-4 dd 50 mg.
9. Flunarizin: Sibelium
Derivat-sinarizin ini (1982) yaitu antagonis kalsium khusus (‘calcium overload
blocker’), yakni menghindari peningkatan
berlebihan kadar-Ca intraseluler selama adanya ischemia. sebab itu tak terjadi vasokonstriksi akibat kej