obat 36




 an pemberian thiazida pada lansia tidak boleh dengan mendadak, 

sebab  risiko timbulnya gejala kelemahan 

jantung dan peningkatan tensi.

b. Gagal jantung (decompensatio cordis),

yang bercirikan peredaran darah tidak 

sempurna lagi dan ada  cairan berlebihan di jaringan. Akibat air yang tertimbun akan terjadi udema, misalnya 

dalam paru-paru (udema paru). Begitu 

pula pada sindrom nefrotik, yang bercirikan udema tersebar akibat proteinuria

hebat sebab  permeabilitas membran 

glomeruli meningkat. Atau pada busung 

perut (ascites) dengan air menumpuk di 

rongga perut akibat cirrosis hati (hati 

mengeras). Untuk indikasi ini terutama 

dipakai  diureti­ka lengkungan dan 

dalam keadaan parah akut secara intravena (asthma cardiale, udema paru). Thiazida 

dapat memperbaiki efeknya pada pasien 

dengan insufisiensi ginjal. Selain itu, 

thiazida juga dipakai  pada situasi di 

mana diuresis pesat dapat memicu  

masalah, seperti pada hipertrofi prostat.

*Resistensi diuretik yaitu  suatu keadaan 

pada mana penanganan dengan suatu diuretik dan asupan garam terbatas tidak menghasilkan efek.

Bila peristiwa ini terjadi pada pemakaian  

thiazida, sebaiknya dipakai  suatu diuretik 

yang bekerja lebih kuat, misalnya suatu 

loop-diuretik (furosemida ; oral sampai 250 

mg sehari), atau dipakai  kombinasi dari 

loop-diuretik dan thiazida untuk mengatasi 

misalnya komplikasi gagal jantung yang 

secara potensial dapat berlangsung fatal.

Resistensi diuretik kerapkali timbul pada 

pemakaian  bersamaan obat NSAID dan 

diuretika yang diberikan kepada lansia.

Lihat selanjutnya Bab 37, Obat-obat jantung, 

gagal jantung. 

Untuk mengatasi resistensi diuretik dari 

loop-diuretik dapat dilakukan beberapa cara:

a. Istirahat (bedrest) memperbaiki peredaran ginjal, sehingga efektivitas diuretik diperbaiki;

b. Memberikan diuretik beberapa kali dalam 

dosis lebih kecil atau intravena kontinu 

memicu  kadar zat aktif berada lebih 

lama di target site;

c. pemakaian  dalam bentuk kombinasi 

(lihat di atas) menghasilkan suatu sinergisme;d. Mengurangi asupan garam;

e. Diuretik dipakai  tepat sebelum makan 

menghasilkan kadar efektif, khususnya 

sewaktu kadar garam sedang maksimal.

Penyalahgunaan. Tidak jarang diuretika disalahgunakan dalam kur melangsingkan tubuh bagi orang gemuk (overweight) dengan 

mengeluarkan cairannya. Penyusutan berat 

badan yang diperoleh hanya bersifat sementara! Begitu pula pemakaian nya pada udema kehamilan, yang umumnya tidak dianjurkan sebab  dapat membahayakan penyaluran darah ke janin.

Efek samping utama yang dapat diakibatkan 

oleh diuretika yaitu :

a. hipokaliemia, yaitui kekurangan kalium 

dalam darah. Semua diuretika dengan 

titik kerja di bagian muka tubuli distal 

memperbesar ekskresi ion-K+ dan ion-H+

sebab  „ditukarkan“ dengan ion-Na+. 

Akibatnya kadar kalium plasma dapat 

menurun di bawah 3,5 mmol/liter. Keadaan ini terutama dapat terjadi pada 

penanganan gagal jantung dengan dosis 

tinggi furosemida, mungkin bersama 

thiazida. Gejala kekurangan kalium bergejala kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga aritmia jantung, namun  gejala ini tidak selalu 

nyata. 

Thiazida yang dipakai  pada hipertensi dengan dosis rendah (HCT dan

klortalidon 12,5 mg sehari), hanya sedikit menurunkan kadar kalium. Oleh 

sebab  itu tidak perlu disuplesi kalium 

(Slow-K 600 mg), yang dahulu agak sering 

dilakukan; kombinasi-nya dengan suatu 

zat penghemat kalium sudah mencukupi.

Pasien jantung dengan gangguan ritme atau yang diobati dengan digitalis 

harus dimonitor dengan saksama, sebab  

kekurangan kalium dapat memperhebat 

keluhan dan meningkatkan toksisitas digoksin. Pada mereka juga dikhawatirkan 

peningkatan risiko kematian mendadak 

(sudden heart death). 

b. hiperurikemia akibat retensi asam urat 

(uric acid) dapat terjadi pada semua diuretika, kecuali amilorida. Menurut perkiraan, hal ini disebabkan oleh adanya persaingan antara diuretikum dengan asam 

urat mengenai transpornya di tubuli. 

Terutama klortalidon memberikan risiko 

lebih tinggi untuk retensi asam urat yang 

berakibat serangan encok pada pasien yang 

peka.

c. hiperglikemia dapat terjadi pada pasien 

diabetes, terutama pada dosis tinggi, 

akibat dikuranginya metabolisme glukosa 

berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama thiazida terkenal memicu  

efek ini; efek antidiabetika oral diperlemah olehnya.

d. hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar kolesterol total 

(juga LDL dan VLDL) dan trigliserida. 

Kadar kolesterol-HDL yang dianggap sebagai faktor pelindung untuk PJP justru 

diturunkan, terutama oleh klortalidon.

Pengecualian yaitu  indapamida yang 

praktis tidak meningkatkan kadar lipida 

ini . Arti klinis dari efek samping ini 

pada pemakaian  jangka panjang belum 

jelas. 

e. hiponatriemia. Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretika lengkungan, kadar Na plasma dapat menurun drastis dengan akibat hiponatriemia. 

Gejalanya berupa gelisah, kejang otot, 

haus, letargi (selalu mengantuk), juga 

kolaps. Terutama lansia peka untuk dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis permulaan rendah yang berangsurangsur dinaikkan, atau dapat juga obat 

diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali 

seminggu. Terutama pada furosemida

dan etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan alkali dalam darah).

f. lain-lain: gangguan lambung-usus (mual, 

muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala, 

pusing dan jarang reaksi alergis kulit. 

Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan furosemida/bumetamida dalam dosis tinggi.

Interaksi

Kombinasi dari obat-obat lain dengan diuretika dapat memicu  interaksi yang 

tidak dikehendaki, misalnya:– penghambat ACE (lihat Bab 35, Antihipertensiva) dapat memicu  hipotensi hebat, maka sebaiknya baru diberikan sesudah  pemakaian  diuretikum 

dihentikan selama 3 hari. 

– obat-obat rema (NSAID’s) dapat sedikit memperlemah efek diuretik dan antihipertensif akibat sifat retensi natrium 

dan airnya.

– kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.

– aminoglikosida: ototoksitas diperkuat 

sebab  diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian (reversibel).

– antidiabetika oral dikurangi efeknya bila 

terjadi hiperglikemia.

– litiumklorida dinaikkan kadar darahnya 

akibat terhambatnya ekskresi.

Kehamilan dan laktasi

Thiazida dan diuretika lengkungan dapat 

mengakibatkan gangguan elektrolit pada 

janin, juga dilaporkan kelainan darah pada 

neonati. Wanita hamil hanya dapat memakai  diuretika pada fase terakhir kehamilannya atas indikasi ketat dan dengan 

dosis yang serendah-rendahnya. pemakaian  

spironolakton dan amilori­da oleh wanita 

hamil dianggap aman di beberapa negara, 

antara lain Swedia. Furosemida, HCT dan

spironolakton mencapai air susu ibu dan 

menghambat laktasi.

MONOGRAFI

1. Furosemida: frusemide, Lasix, Impugan

Turunan sulfonamida ini (1964) berkhasiat

diuretik kuat dengan titik kerja di lengkungan Henle bagian menaik. Sangat efektif pada 

keadaan udema otak dan paru-paru yang 

akut. Mulai kerjanya pesat, oral dalam 0,5-1 

jam dan bertahan 4-6 jam, intravena dalam 

beberapa menit dan lamanya 2,5 jam. 

Resorpsi dari usus hanya ±50%, PP ±97%, 

plasma-t½ 30-60 menit; ekskresi melalui urin 

secara utuh, pada dosis tinggi juga melalui 

empedu.

Efek samping berupa umum; pada injeksi 

i.v. terlalu cepat, dosis tinggi atau penggunaan bersamaan dengan obat-obat ototoksik

(antibiotik aminoglikosid, cisplatin, vankomisin) dapat timbul ketulian (reversibel). 

Hipotensi dapat timbul akibat hiponatremia 

sebab  pemakaian  berlebihan. Bila asupan 

ion K+ tidak mencukupi dapat pula timbul 

hipokaliemia yang memicu  aritmia 

jantung, terutama pada penderita yang memakai  glikosida jantung.

Dosis: pada udema oral 40-80 mg pagi p.c., 

bila perlu atau pada insufisiensi ginjal sampai 

250-2000 mg sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi i.v. 

(perlahan) 20-40 mg, pada keadaan kemelut 

hipertensi sampai 500 mg (!). pemakaian  

i.m. tidak dianjurkan.

* Bumetanida (Bumex) yaitu  juga derivat 

sulfamoyl (1972) dengan kerja diuretik 

yang 50 kali lebih kuat. Sifat-sifat kinetiknya lebih kurang sama dengan furosemida, 

juga pemakaian nya. Dapat dipakai  oleh 

penderita yang alergis terhadap furosemida. 

Dosis: oral 0,5-1 mg pagi, bila perlu 3-4 dd. 

i.m./i.v. 0,5-2 mg.

2. Asam etakrinat: Edecrin

Derivat fenoksiasetat ini (1963) juga bertitik 

kerja di lengkungan Henle. Efeknya pesat dan 

kuat, bertahan 6-8 jam. Ekskresi berlangsung 

melalui empedu dan kemih. 

Berhubung ototoksisitasnya dan seringnya 

mengakibatkan gangguan lambung-usus, zat 

ini tidak boleh diberikan pada anak-anak di 

bawah usia 2 tahun.

Dosis: oral 1-3 dd 50 mg p.c.; i.v. 50 mg 

garam Na (perlahan) 

3. Hidroklorthiazida: HCT, Esidrex, Hydrodiuril

Senyawa sulfamoyl ini (1959) merupakan turunan dari klorthiazida yang dikembangkan dari sulfanilamida. Bekerja di bagian muka tubuli distal, efek diuretiknya 

lebih ringan dari diuretika lengkungan namun  

bertahan lebih lama, 6-12 jam. Khasiat hipotensifnya lebih kuat (pada jangka panjang), 

maka banyak dipakai  sebagai pilihan 

pertama untuk hipertensi ringan sampai 

sedang. Sering kali pada kasus yang lebih 

berat dikombinasi dengan obat-obat lain  

untuk memperkuat efeknya, khususnya beta-blocker. Efek optimal ditetapkan pada 

dosis 12,5 mg dan dosis di atasnya tidak akan 

menghasilkan penurunan tensi lagi (kurva 

dosis-efek datar). Zat induknya klorthiazida 

berkhasiat 10 kali lebih lemah, maka kini 

tidak dipakai  lagi.

Resorpsinya dari usus sampai 80%, PP ±70% 

dengan plasma-t½ 6-15 jam. Ekskresi terutama 

lewat urin secara utuh. 

Dosis: hipertensi 12,5 mg pagi p.c., udema 

1-2 dd 25-100 mg, pemeliharaan 25-100 mg 

2-3x seminggu. 

Sediaan kombinasi: *Lorinid, *Moduretic = 

HCT 50 + amilorida 5 mg 

*Dytenzide = HCT 25 + triamteren 50 mg

* Derivat HCT yang banyak sekali disintesis 

semuanya memiliki daya kerja sama dan 

hanya berlainan mengenai potensi dan 

lama kerjanya, rata-rata 12-18 jam. Khusus 

dipakai  dalam kombinasi dengan obatobat hipertensi lain, antara lain:

* Aldazide = buthiazida 2,5 + spironolakton 

25 mg

* Dyta-urese =epitizida 4 + triamteren 50 

mg 

* Inderetic= bendroflumethiazida 2,5 + 

propranolol 80mg 

4. Klortalidon: Hygroton

Derivat sulfonamida ini (1959) rumusnya 

mirip dengan thiazida, begitu pula khasiat

diuretiknya sedang. Mulai kerjanya sesudah 

2 jam dan bertahan sangat lama, antara 24-

72 jam tergantung pada besarnya dosis. Efek 

hipotensifnya bertambah secara berangsurangsur dan baru optimal sesudah 2-4 minggu.

Resorpsi dari usus tidak menentu, ratarata 50% dan mengalami FPE dari 10-15%. 

Plasma-t½ sangat tinggi, ±54 jam, mungkin 

berhubung terikat kuat pada eritrosit. 

Ekskresi lewat urin ±45% secara utuh. 

Dosis: hipertensi 12,5 mg pagi p.c. (dosis 

optimal!), udema setiap 2 hari 100-200 mg, 

pemeliharaan 25-50 mg sehari. 

Sediaan kombinasi:

 *Trasitensin = klortalidon 10 + oksprenolol 

80 mg

 *Tenoretic 50 = klortalidon 12,5 + atenolol 50 

mg 

* Indapamida (Natrilix, Fludex, Lozol) yaitu  

derivat sulfamoyl long-acting (l974) dengan 

efek hipotensif kuat pada dosis sub-diuretik, yang baru optimal sesudah  2-4 bulan. 

Efeknya bertahan beberapa minggu sesudah 

terapi dihentikan, tanpa terjadi rebound effect.

Resorpsi lengkap, bersifat sangat lipofil dan 

terikat kuat pada eritrosit: PP 79%, plasma-t½ 

15-18 jam. Ekskresi lewat urin, yaitu 60% 

terutama sebagai metabolit dan 20% lewat 

feses. Dosis hipertensi: 2,5 mg pagi p.c. Dapat 

dikombinasi dengan beta-blocker.

* Klopamida yaitu  juga derivat sulfamoyl 

dengan lama kerja 12-24 jam. Hanya 

dipakai  dalam sediaan kombinasi, antara 

lain: 

* Brinerdin = klopamida 5 + reserpin 0,1 + 

dihidroergokristin 0,5 mg

* Viskaldix = klopamida 5 + pindolol 10 mg 

* Mefrusida (Baycaron) yaitu  derivat disulfonamida (1967) dengan titik kerja di lengkungan Henle, namun  dengan pola kerja seperti thiazida. Mulai kerjanya lambat, setelah 6 jam dan bertahan 20-24 jam. Dosis hipertensi: 12,5 mg pagi p.c., udema: 25 –100 mg 

sehari.

5. Spironolakton: Aldactone, Letona, *Aldazide

Penghambat/antagonis aldosteron ini 

(1959) berumus steroida, mirip struktur hormon alamiah, merupakan antagonis dari reseptor mineralokortikoid dan dapat memblokir efek biologiknya seperti retensi air 

dan garam. Mulai kerja sesudah  2-3 hari dan 

bertahan sampai beberapa hari sesudah  pengobatan dihentikan. Khasiat diuretiknya agak

lemah, maka khusus dipakai  dalam kombinasi dengan diuretika umum lainnya. Efek 

kombinasi demikian yaitu  adisi di samping 

mencegah kehilangan kalium. Spironolakton 

pada gagal jantung berat berkhasiat mengurangi risiko kematian sampai 30% (N E J Med 

Sept 1999).

Resorpsi dari usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. PP-nya 98%. Dalam 

hati zat ini dirombak menjadi metabolit 

aktif, antara lain kanrenon, yang diekskresi 

melalui urin dan feses. Plasma-t½ sampai 2 

jam, kanrenon 20 jam.

pemakaian nya untuk udema dan hipertensi biasanya dalam kombinasi dengan 

thiazida (hidrokhlorothiazida, Aldactazide) 

atau loop-diuretik. Kombinasi ini meningkatkan pengeluaran cairan udema dan memperbaiki homeostasis K+. 

Obat ini merupakan diuretik pilihan pertama bagi penderita hepatic cirrhosis.

Efek samping berupa gangguan lambung 

(perdarahan) dan cenderung mengakibatkan 

tukak lambung. Oleh sebab  itu tidak boleh 

diberikan pada penderita tukak lambung. 

Pada pemakaian  lama dan dosis tinggi 

efeknya antiandrogen dengan gynecomastia, 

impotensi dan menurunnya libido pada pria, 

sedangkan pada wanita nyeri buah dada, 

gangguan suara dan haid tidak teratur. Efek 

samping ini berdasar  afinitasnya terhadap 

progesteron dan reseptor steroid androgen. 

Sama seperti diuretika penghemat kalium 

lainnya, efek samping berbahaya dan utama 

yaitu  hiperkalemia. Oleh sebab  itu tidak 

boleh diberikan pada pasien hiperkalemia 

dan yang berindikasi mendapatkan gejala ini 

disebabkan oleh penyakit atau pengobatan. 

Pada tikus ternyata berefek karsinogen, maka 

hendaknya dipakai  untuk jangka waktu 

singkat! 

Dosis: oral 1-2 dd 25-100 mg pada waktu 

makan.

*Aldazide = spironolakton 25 + thiabutazide 

2,5 mg

* Kanrenoat (canrenoic acid, Soldactone) adalah derivat yang dapat larut dan hanya 

dipakai  sebagai injeksi (1967). Sifat-sifat 

dan efek sampingnya sama dengan spironolakton, namun  mulai kerjanya lebih cepat 

dan bertahan lebih lama. Ekskresinya juga 

sebagai kanrenon.

Dosis: i.v./infus 200-600 mg sehari (garam 

K) selama maksimal 2 minggu.

*Eplerenone (Inspra) sebagai antagonis aldosteron juga berefek memblokir efek dari 

aldosteron. Berlainan dengan spironolakton, 

senyawa ini memiliki hanya sedikit sekali 

afinitas terhadap progesteron dan reseptor 

androgen, sehingga efek sampingnya berdasar  ini (misalnya gynecomastia) lebih 

sedikit.

Eplerenone merupakan obat anti-hipertensi 

yang efektif dan aman (Ouzan et al., 2002)

6. Amilorida: *Lorinid, Midamor

Derivat pirazin ini (1967) memiliki titik 

kerja di bagian ujung tubuli distal dengan 

menghambat penukaran ion Na+ dengan 

ion-K+ dan ion-H+. Efeknya yaitu  bertambahnya ekskresi Na+ (bersama Cl-

 + karbonat), 

sedangkan pengeluaran kalium berkurang. 

Efek maksimal tercapai sesudah  ±6 jam dan 

bertahan 24 jam. 

Resorpsi dari usus ±50%, yang dikurangi 

oleh makanan, PP 40%, plasma-t½ 6-9 jam, 

mungkin juga lebih lama. Ekskresi terutama 

lewat urin secara utuh.

Efek sampingnya umum, fotosensibilisasi 

sering dilaporkan (di Australia), adakalanya 

juga impotensi. Berlainan dengan diuretika 

lain, obat ini tidak menekan sekresi urat,

melainkan menstimulasinya.

pemakaian . sebab  efek natriuresisnya dari

kelompok obat ini lemah, maka sebagai obat 

hipertensi atau terhadap udema kerapkali 

dipakai  dalam kombinasi tertentu dengan 

diuretik lainnya, misalya dengan thiazida. 

Efek samping yang paling berbahaya dari 

amilorida dan triamteren yaitu  hiperkalemia. 

Oleh sebab  ini tidak boleh diberikan kepada 

penderita hiperkalemia, misalnya pasien 

dengan gangguan ginjal yang memakai  

obat hipertensi penghalang ACE dan yang 

minum diuretik penghemat kalium lainya 

atau memakai  K+ supplemen. Juga obatobat NSAID dapat meningkatkan hiperkalemi.

Efek samping umum lainnya yaitu  mual, 

muntah, diare dan sakit kepala.

Dosis hipertensi oral 1-2 dd 5 mg a.c., 

maksimal 20 mg sehari. 

*Lorinid= amilorida 5 + HCT 50 mg (mengandung kadar HCT terlampau tinggi).

7. Triamteren: Dytac, Dyrenium

Derivat pteridin ini (1962) berkhasiat 

diuretik lemah, mulai kerjanya lebih cepat, 

sesudah  2-4 jam, namun  hanya bertahan ±8 jam. 

Mekanisme kerjanya mirip amilorida.

Resorpsi dari usus antara 30% dan 70%, PPnya lebih kurang 60% dan t½ ±2 jam. Ekskresi berlangsung lewat urin, sebagian besar sebagai metabolit aktif 4-hidroksitriamterene 

sulfat. Urin dapat berwarna biru dan pembentukan batu ginjal dilaporkan pada 1:1500 

pasien.

Efek samping umum lainnya (lihat di atas) 

yaitu  mual, muntah, kejang kaki dan kepala 

pusing.

Dosis: hipertensi 1-2 dd 50 mg p.c., maksimal 200 mg.

*Dyta-urese dan *Dytenzide, masing-masing 

bersama epitizida 4mg dan HCT 25 mg.

8. Asetazolamida: Diamox

Obat ini, yang diturunkan dari sulfanilamida (1957), dianggap sebagai pelopor thiazida dan merupakan diuretikum pertama 

yang dipakai  dalam terapi. Efek diuretiknya lemah dan sesudah  beberapa hari terjadi 

tachyfylaxie (efeknya berkurang), maka harus 

dipakai  secara intermitten. Khasiat diuretiknya berdasar  perintangan enzimkarbonanhidra­se yang mengkatalisa reaksi 

berikut:

CO2

 + H2

O ↔ H2

CO3

↔ H+ + HCO3

-

sebab  penghambatan reaksi ini di tubuli 

proksimal, maka tidak ada cukup ion-H+

lagi untuk ditukarkan dengan Na+. Hasilnya yaitu  peningkatan ekskresi Na+, K+, 

bikarbonat dan air.

Enzim karbonanhidrase ada  di banyak 

jaringan a.l. di mata, mukosa lambung, pankreas, sistem saraf pusat dan sel darah merah. Penghambatan enzim ini pada mata 

mengurangi produksi cairan di dalam mata 

dan menurunkan tekanan intra-okuler. Dua 

jenis obat tetes mata khusus terhadap gangguan tekanan intra-okuler yaitu  dorzolamida (Trusopt) dan brinzolamida (Azopt).

namun  sekarang ini asetazolamida jarang 

dipakai  lagi pada penyakit mata glaukoma, ialah gangguan mata yang mengakibatkan meningkatnya tekanan intra-okuler (lihat 

juga Bab 32. Kolinergika). 

Berkat efek antikonvulsifnya pada sistem 

saraf pusat dan timbulnya acidosis obat ini 

dahulu dipakai  sebagai obat antiepilepsi, 

namun  pemakaian nya terhambat sebab  

timbulnya toleransi yang cepat. 

pemakaian  off-label lainnya yaitu  sebagai profilaksis obat ‘penyakit ketinggian’

(high altitude sickness atau mountain sickness, 

rasa takut di tempat yang sangat tinggi) yang bercirikan alkalosis dengan penghambatan pusat napas; gejala ini ditanggulangi oleh acidosis yang ditimbulkan oleh asetazolamida.

Resorpsi baik, mulai kerjanya dalam 1-3 jam 

dan bertahan selama ±10 jam. PP 90% lebih, 

plasma t½ 3-6 jam dan diekskresi lewat urin 

secara utuh.

Efek samping. sebab  senyawa diuretik ini 

merupakan derivat dari sulfonamida, sehingga juga menampakkan efek samping dari 

obat-obat sulfa, seperti alergi, gangguan kulit 

dan terhadap ginjal, serta depresi sumsum 

tulang.

Dosis: untuk glaukoma oral 1-4 dd 250 mg, 

‘penyakit ketinggian’: 2 dd 250 mg dimulai 3 

hari sebelum bertolak ke lokasi yang tinggi.

9. Mannitol: Manitol

Alkohol gula ini (C6

H14O6

) ada  di tumbuh-tumbuhan dan getahnya, juga di tumbuhan laut. Diperoleh melalui reduksi elektrolitik dari glukosa. Efek diuretiknya pesat

namun  singkat dan berdasar  sifatnya dapat 

melintasi glomeruli secara lengkap, praktis 

tanpa reabsorpsi di tubuli, hingga penyerapan kembali air dirintangi secara osmotik. 

Mekanisme kerjanya khusus terletak pada 

lengkungan Henle. Terutama dipakai  sebagai infus untuk menurunkan tekanan intraokuler pada glaucoma dan selama bedah mata, juga untuk meringankan tekanan intracranial pada bedah otak.

Dalam kelompok diuretik osmotik ini termasuk gliserin (Osmoglyn), isosorbida dan 

manitol (Osmitrol), yang meningkatkan ekskresi dari praktis semua elektrolit, termasuk 

Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl-

, HCO3

-

 dan fosfat.

Manitol yaitu  0,6 kali kurang manis dibandingkan gula (sakarosa), maka dipakai  sebagai zat pengganti gula bagi penderita diabetes (1g menghasilkan 8 kJ) dan 

dalam berbagai gula-gula bagi anak-anak 

(candy) berkat sifat non-cariogen (tidak mengakibatkan caries). Di atas 20 g sehari, manitol berkhasiat laksatif, maka adakalanya dipakai  sebagai obat pencahar. Lihat juga 

Bab 47, Antidiabetika oral, Zat-zat pemanis Efek samping: Berhubung dengan mekanisme diuretik osmotik yang meningkatkan 

daya osmotik dari larutan ekstraselular dan 

dengan ini menarik air dari bagian-bagian 

intraselular, maka voluma dari larutan ekstraselular meningkat. Pada penderita gangguan jantung hal ini dapat memicu  

udema. 

Hiponatriemia yang ditimbulkan oleh kelompok diuretik ini dapat memicu  sakit 

kepala, mual dan muntah. 

Tidak boleh diberikan kepada penderita 

gangguan ginjal.

Dosis: gliserin dan isosorbida dipakai  

per oral, sedangkan manitol per infus i.v. 1,5-

2 g/kg dalam 30-60 menit (larutan 15-25%).

* Sorbitol (Sorbo) yaitu  stereoisomer dari 

manitol dengan khasiat, sifat dan pemakaian  

yang sama. Lihat juga Bab 47, Insulin dan 

Antidiabetika Oral, Zat-zat pemanis. Dosis: 

infus i.v. 1-2g /kg dari larutan 20-25%.

10. Daun Kumis kucing: remukjung, Orthosiphoni folium, Reinosan

Daun dari tumbuhan Orthosiphon stamineus ini sangat terkenal di negara kita  dan mengandung glikosida orthosifonin, minyak

terbang dan kalium (kadar tinggi, ±3,5%). 

Zat-zat ini memiliki khasiat diuretik dan

bakteriosta­tik, mungkin juga litholytis (melarutkan batu). Maka secara tradisional remukjung merupakan obat rakyat penting 

untuk mengobati gangguan saluran kemih 

dan kencing batu. pemakaian nya sering kali 

dikombinasikan dengan ramuan lain, seperti 

daun me­nir-meniran (Phyllantus urinaria)

dan daun keji beling (Strobilanthus crispus),

yang keduanya pun mengandung banyak 

kalium. 

Dosis: 2-3 dd 150 ml dari infus 10% (godokan, yang diperoleh dari memanaskan 50 g 

daun dengan 500 ml air di atas penangas air 

selama 15 menit pada suhu 90° C). Reinosan

(350 mg estrak remukjung): 3-4 dd 1-2 tablet.




VASODILATOR

Vasodilator (Lat. vas = pembuluh, dilatatio 

= memperlebar) atau vasodilatansia didefinisikan sebagai zat-zat yang berkhasiat melebarkan pembuluh secara langsung. Zat-zat 

dengan khasiat vasodilatasi tak-langsung tidak 

termasuk definisi ini, misalnya obat-obat 

hipertensi yang memicu  vasodilatasi 

melalui blokade saraf-saraf perifer, aktivasi 

saraf-saraf otak atau mekanisme lainnya, 

seperti alfa- dan beta-blockers, penghambat ACE 

dan antagonis-kalsium.

berdasar  pemakaian nya dapat dibedakan tiga kelompok vasodilator, yaitu:

a. obat-obat hipertensi : (di)hidralazin dan 

minoksidil.

b. vasodilator koroner (obat angina pectoris): nitrat dan nitrit.

c. vasodilator perifer (obat gangguan sirkulasi): buflomedil, pentoxifilin, ekstrak 

Gingko biloba, siklandelat, isoksuprin dan

turunan nikotinat.

Ditinjau dari sudut farmakodinamika, vasodilator perifer dan obat-obat hipertensi dengan 

daya vasodilatasi tidak dapat dipisahkan 

dengan tegas. Perbedaannya terutama terletak pada pemakaian nya, yakni vasodilator 

perifer terutama diperuntukkan perbaikan 

sirkulasi pada keadaan peredaran darah terhalang (ischemia). Akan namun  sejumlah obat 

hipertensi tertentu juga dipakai  sebagai 

vasodilator perifer, misalnya antagonis kalsium dan alfa-blockers.

Dalam bab ini khusus akan dibahas vasodilator perifer, sedangkan obat-obat hipertensi dan angina pectoris dibicarakan di babbab tersendiri.

Gangguan sirkulasi

Atherosclerosis (pengapuran dinding pembuluh 

nadi) merupakan gangguan arteri yang paling 

sering terjadi, di mana arteriole sedang 

dan besar menyempit (stenose) dan hilang 

kelenturannya. pemicu nya  ialah terjadinya 

endapan dari antara lain lipida/kolesterol, 

kalsium, polisakarida dan komponen darah 

(fibrin) pada dinding pembuluh, lihat juga 

Bab 37, Obat-obat jantung. Penyempitan ini 

dapat memicu  ischemia (tak menerima 

darah setempat akibat terhalangnya pemasukan darah) dan terganggunya sirkulasi pada 

jantung, otak dan otot. 

1. Jantung. Akibat ischemia otot jantung 

menerima kurang oksigen dan dapat 

terjadi penyakit angina pectoris. Penyaluran darah yang terhalang itu dapat 

diperbaiki oleh vasodilator koroner dengan khasiat memperlebar arteri jantung. 

Gangguan jantung akan dibahas secara 

luas dalam Bab 37, Obat-obat Jantung.

2. Otak. Dementia, disebut juga kepikunan, yaitu  gangguan sel-sel otak akibat 

proses menua dengan gejala seperti kelemahan konsentrasi, perlambatan fungsi 

intelek, gangguan-gangguan daya ingat 

(sering lupa) dan kognitif, depresi dan 

sukar tidur. Gejala ini tak jarang menyertai proses menua dan insidensinya meningkat antara usia 65 dan 80 tahun, 

dari kurang lebih 2% sampai 25%. Lebih 

dari 50% dari kasus ini disebabkan oleh 

penyakit Alzheimer. Bentuk parah dari 

demensia ini diakibatkan oleh degenerasi sel-sel kulit otak besar dan bercirikan 

antara lain kekacauan ingatan dan pikiran dengan perubahan kepribadian yang 

berdampak terhadap kehidupan sosial. 

Lihat selanjutnya Bab 28B, Obat-obat 

Alzheimer. 

Hanya sebagian kecil, kurang lebih 

20% dari pasien dementia, ada hubung- annya dengan penyempitan arteriole 

(vasokonstriksi; Lat. constrictio = menyempit) dan sirkulasi darah buruk di 

otak, yang dapat memicu  kekurangan oksigen (hypoxia). Dalam kasus ini 

banyak dipakai  vasodilator ‘cerebral’ 

dengan efek bervariasi. Pada Alzheimer, 

obat-obat ini sama sekali tidak berguna!

3. Otot. Terhalangnya sirkulasi dan hypoxia 

otot tungkai akibat stenose arteriole setempat dapat mengakibatkan antara lain 

jalan pincang (claudicatio intermittens).

Faktor risiko bagi gangguan pembuluh 

perifer ini yaitu  merokok, diabetes, kadar 

kolesterol tinggi dan hipertensi, yang juga 

memperburuk keluhan yang sudah ada.

Penyakit arteri perifer

1. Claudicatio intermittens (CI)

CI disebut juga ‘penyakit etalase’ dan bercirikan jalan pincang secara berkala, disertai 

gejala khas seperti nyeri, letih dan/atau 

kejang di otot pangkal paha, betis atau kaki. 

sebab  nyeri, kejang atau keletihan otot 

itu timbul sesudah  jalan sekian meter akibat 

kekurangan oksigen, maka pasien perlu 

berhenti untuk istirahat, sering kali di depan 

etalase. Keluhan ini  hilang sesudah  istirahat. Gangguan ini terutama melanda lansia 

di atas kurang lebih 50 tahun dan biasanya 

memburuk dengan meningkatnya usia. 

Pada stadium lebih lanjut, keluhan menjadi 

lebih parah dan juga timbul bila duduk atau 

berbaring (permulaan ischemia). Akhirnya 

dapat muncul borok yang sukar sembuh, 

bahkan matinya jaringan jari-jari kaki (gangrena), yang tak jarang harus diamputasi. Pasien 

demikian berisiko lebih tinggi untuk infark 

jantung dan otak. Harapan hidup penderita 

claudicatio diperkirakan rata-rata 10 tahun 

lebih singkat dibandingkan dengan orang 

sehat.

Penyebab utama yaitu  penyempitan arteri 

tungkai akibat atherosclerosis (stenosis), diperparah dengan penurunan kelenturan 

eritrosit. CI juga memicu  kecenderungan agregasi trombosit meningkat, yang 

diakibatkan oleh pembebasan ‘platelet-activating factor’. PAF ini yaitu  suatu fosfolipida, yang dibentuk di makrofag, lekosit dan 

sel endotel, yang mengikat diri pada reseptor 

di lekosit, trombosit dan mastcells. Hasilnya 

yaitu  pelepasan mediator, seperti histamin

dan eicosanoida (prostaglandin, prostasiklin, 

tromboksan, leukotriën), yang mencetuskan 

agregasi trombosit, vasodilatasi, peningkatan 

permeabilitas pembuluh dan pembentukan 

udema.

* Ischemia dan hypoxia yaitu  keadaan kekurangan oksigen dengan gangguan metabolisme, yang juga berperan penting pada CI. 

Keadaan ini berarah ke pembentukan radikal 

bebas (FR) berlebihan, yang dapat merusak 

dinding pembuluh dan mengganggu proses 

seluler. FR menginduksi pembentukan peroksida (dari asam lemak tak-jenuh) yang 

menghambat prostasiklin-sintetase. Akibatnya, keseimbangan prostasiklin PgI2

 dan 

tromboksan TxA2

 terganggu. Peran TxA2

menjadi dominan dengan antara lain efek 

vasokonstriksi, peningkatan agregasi trombosit dan akhirnya sirkulasi darah di jaringan 

bersangkutan menurun. 

Tindakan umum yang dapat dilakukan 

sendiri yaitu  latihan jalan, artinya berjalan 

secara teratur beberapa kali sehari dan setiap 

kali diusahakan memperpanjang jaraknya. 

Dampaknya yaitu  jarak jalan akan terus 

bertambah dan aliran darah diperbaiki, sebab  terbukanya cabang pembuluh-darah 

tak-aktif yang selalu ada  di dalam otot 

(anastomose). Merokok perlu sekali dihentikan

agar pemburukan lebih lanjut dari arteriole 

dihambat. Singkatnya, seorang ilmuwan (dr 

Housley) menganjurkan: ‘Stop smoking and 

keep walking’.

Pada umumnya dianjurkan pula untuk 

makan secara bijaksana(miskin lemak, lihat 

Bab 54, Dasar-dasar Diet Sehat), terlebih pula 

bila pasien terlampau gemuk atau kadar 

kolesterolnya terlalu tinggi.

Pengobatan Untuk kasus berat dan bila 

latihan-jalan kurang berhasil, dianjurkan terapi dengan suatu obat reologis, yakni pentoksifilin, buflomedil dan ekstrak Gingko 

biloba. Obat-obat ini memperbaiki kelenturan eritrosit dan menurunkan viskositas 

darah, maka memperbaiki aliran darah perifer.

Ketiga obat ini juga menghambat penggumpalan trombosit. Bila pemakaian nya sesudah   




maksimal 3 bulan tidak menghasilkan efek 

yang nyata, maka melanjutkan terapi tidak 

ada faedahnya lagi.

Penanganan lain. Bila keluhan menghebat dan pengobatan tidak ampuh (lagi), 

maka dapat dipertimbangkan pembedahan 

pembuluh, yang hanya dilakukan dalam 

sejumlah kasus kecil. Teknik yang paling 

populer yaitu  metode angioplastik dari 

dr. Dotter, di mana penyempitan arteri ditiadakan dengan jalan memipihkan atheroma

dengan balon kecil yang dihembuskan melalui catheter di dalam arteri. Pembedahan 

bypass juga banyak dilakukan, dengan membuat jalan pintas pada segmen arteri yang 

menyempit atau tersumbat dengan sepotong 

vena dari tubuh pasien sendiri. Dottering 

dan bedah bypass kini banyak dipakai  

pada penderita penyempitan arteri koroner 

(jantung).

2. Penyakit Buerger

Gangguan ini juga bercirikan jalan pincang dengan nyeri/letih otot (CI), namun  

disebabkan oleh peradangan kronis berkala 

dari arteri yang disertai pembentukan trombose, terutama di anggota tubuh. Penyakit 

ischemia ini jarang terjadi, namun  paling 

sering menyerang pria perokok berat pada 

usia antara 25-35 tahun.

Penanganannya berupa sympathectomia, 

yakni pembedahan dengan mengeluarkan 

sebagian dinding luar arteri, di mana ada  

saraf simpatikus, dengan efek vasodilatasi. 

Pengobatan agak efektif dapat dilakukan 

dengan obat antitrombotis iloprost untuk 

waktu lama.

3. Sindrom Raynaud

Gangguan sirkulasi ini tidak diakibatkan oleh stenose akibat atherosclerosis, melainkan oleh serangan kejang pembuluh 

(vasospasm). Khususnya mengenai jari-jari 

tangan (dan sewaktu di kaki) yang membiru 

dan kemudian memucat untuk sementara 

waktu; gangguan ini disebabkan oleh hawa 

dingin atau kadang-kadang juga emosi. 

Kebanyakan penderita penyakit ini yaitu  

wanita pada usia subur. 

Tindakan umum yang dapat dilakukan sendiri yaitu  berhenti merokok, menghindari hawa dingin dan gerak badan secukupnya. Obat-obat yang dapat memicu  

vasokonstriksi pada jari-jari harus dielakkan, 

misalnya beta-blockers dan ergotamin, juga 

bleomisin.

Pengobatan dapat dilakukan dengan vasodilator dengan efek tak menentu, terutama 

dengan antagonis-kalsium (nifedipin),alfablockers (prazosin) dan iloprost. Efek vasodilator lain diragukan sebab  belum dipastikan secara ilmiah, misalnya isoxuprin, xantinolnikotinat dan siklandelat (Cyclospasmol).

Penanganan lain. Sympathectomia pernah 

agak sering dilakukan, namun  kini jarang lagi 

berhubung efeknya tak menentu; persentase 

kambuhnya tinggi (sampai 90%) dan kemungkinan timbulnya efek samping agak 

besar. 

4. Insufisiensi cerebral

Gangguan ini disebabkan oleh gangguan 

sirkulasi di otak dan sering kali diobati 

dengan ‘vasodilator otak’. Terutama ditemukan pada lansia di atas usia 60 tahun. 

Gejalanya dapat berupa kelemahan ingatan 

jangka-pendek dan konsentrasi, pusing tujuh-keliling (vertigo), kuping berdengung 

(tinnitus), jari-jari dingin dan depresi. Untuk mengobati gejala ini  sering kali 

dipakai , namun  dengan efek tak menentu: 

kodergokrin, antagonis-kalsium (flunarizin, 

bensiklan), ekstrak Gingko biloba, naftidrofuryl 

(Praxilene), citicolin (Nicholin) dan nicergolin 

(Sermion).

* Nootropika, yakni zat-zat yang dapat 

memperbaiki akal budi (Yun = nous), seperti 

piracetam(Nootropil) dan pyritinol (Encephabol) juga banyak dianjurkan; efeknya pun 

diragukan. 

Jarak hidup penduduk dunia akan semakin 

panjang berhubung dengan meningkatnya 

harapan hidup rata-rata, maka jumlah orang 

yang akan menderita gangguan sirkulasi 

ini juga akan meningkat. Dengan demikian, 

menurut dugaan, di masa depan obat-obat 

ini  akan menjadi semakin penting.

Pengobatan gangguan sirkulasi

Kecepatan aliran darah tergantung dari 

sifat rheologis (Yun. rheos = arus, logos = kata,

ajaran), lebarnya pembuluh dan tekanan 

darah. Sifat mengalir ini berkaitan dengan 

viskositas darah yang dapat diperbaiki dengan jalan meningkatkan kelenturan eritrosit 

dan mencegah penggumpalan trombosit.

Gangguan penyaluran darah perifer kebanyakan disebabkan oleh penyempitan 

(stenosis) akibat arterosclerosis tanpa kelainan tekanan darah. Pengobatan yang kini 

dipakai  terdiri atas dua kelompok obat, 

yakni vasodilator perifer dan zat-zat yang 

memperbaiki sifat rheologi darah.

a. Vasodilator perifer isoxsuprin, xantinolnikotinat dan siklandelat. Hingga kini belum 

ditemukan obat yang secara efektif dapat 

menyembuhkan atherosclerosis, yakni melarutkan dan menghilangkan atheroma di 

dinding-pembuluh. Oleh sebab  itu vasodilator yang berdaya mendilatasi pembuluh 

yang telah menyempit akibat kejang sering kali 

dipakai . namun  bila ada  penyempitan 

akibat atherosclerosis vasodilator umumnya 

tidak efektif. Hal ini sebetulnya mudah dimengerti, sebab  arteriole yang sudah mengeras 

sukar diperlebar lagi. Bahkan tak jarang 

terjadi efek berlawanan, yakni pembuluh 

sehatlah (yang masih elastis) yang mengalami dilatasi, hingga pengaliran darah ke 

arteriole sempit justru berkurang. Peristiwa 

ini disebut “steal effect”.

b. Zat-zat rheologis : buflomedil, pentoksifilin 

dan ekstrak Gingko biloba

Obat-obat ini dapat memperbaiki sifat 

mengalirnya (rheologi) dan viskositas darah 

dengan berbagai jalan. Misalnya dengan 

menghambat penggumpalan trombosit, 

mencegah pembekuan eritrosit (akibat antara lain pemasukan kalsium) dan mempertahankan/memperbaiki kelenturannya. 

Berkat kelenturan ini, eritrosit pada keadaan 

normal berdaya mengubah bentuknya dan 

mampu memasuki kapiler terkecil dengan 

diameter 3-4 mikron, yakni lebih kurang 

separuh dari diameternya sendiri. Daya ini 

hilang pada eritrosit yang sudah hilang kelenturannya, hingga mikrosirkulasi di jaringan bersangkutan akan terhalang dengan 

efek hypoxia.

Zat-zat pengencer darah (asetosal, antikoagulansia) yang juga berkhasiat menghambat 

penggumpalan pelat darah atau berdaya 

melarutkan trombi yang sudah ada dan 

mencegah pembentukan trombi baru pada 

hakekatnya tidak dipakai  pada gangguangangguan sirkulasi.

Penggolongan 

Vasodilator dapat digolongkan secara kimiawi dan menurut titik-kerjanya, yaitu:

1. alfa-blockers: prazosin, buflomedil dan kodergokrin.

Zat-zat ini merintangi reseptor alfa-adrenergik dengan efek memperlemah daya vasokonstriksi noradrenalin terhadap arteriole, 

lihat selanjutnya Bab 35, Antihipertensiva.

2. beta-adrenergika: isoxuprin.

Zat ini menstimulasi reseptor beta-adrenergik di arteriole dengan efek vasodilatasi di 

bronchia dan otot, namun  terutama di bagian 

yang tidak sakit. 

3. Antagonis-Ca: nifedipin dan nimodipin, 

flunarizin dan sinarizin.

Antagonis-Ca memblokir pemasukan ion 

kalsium ekstraselular di sel otot jantung dan 

otot polos pembuluh, sehingga penyaluran 

rangsangan dan kontraksi dari otot-otot ini 

dikurangi. Akibatnya yaitu  a.l. vasodilatasi 

di arteriole (koroner dan sistemik), sehingga 

tekanan darah menurun. Dinding vena tidak 

dipengaruhi sebab  jauh kurang sensitif.

Ada dua kelompok yaitu zat-zat yang 

memblok pemasukan ion kalsium dan zatzat yang menghindari peningkatan kadar 

kalsium berlebihan yang disebut penghambat 

overload kalsium (mis. flunarizin). 

Efek samping dari semua antagonis kalsium 

terdiri dari efek-efek perlebaran pembuluh 

yang tidak diinginkan, seperti sakit kepala, 

“flushes” dan pusing, terutama timbul pada 

senyawa dihidropiridin. Juga dapat timbul 

hipotensi, debar jantung ringan dan keluhan 

saluran cerna dan udema pergelangan kaki.

Penghambat pemasukan ion kalsium dapat 

dibagi berdasar  struktur kimianya sebagai berikut.:

1. Fenilalkilamin (verapamil); lihat Bab 35 

Antihipertensiva

2. Benzothiazepin (diltiazem); lihat Bab 35 

Antihipertensiva

3. Senyawa-senyawa dihidropiridin atau 

kelompok nifedipin (amlodipin, barnidipin, felodipin, isradipin, lasidipin, lerkanidipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin, 

nitrendipin).

4. Derivat nikotinat: nikotinilalkohol, xantinoldan metilnikotinat.

Asam nikotinat dan derivatnya terutama 

mendilatasi pembuluh kulit di muka, leher 

dan otot lengan, sedangkan penyaluran darah ke bagian bawah tubuh justru berkurang. 

Maka itu, zat ini kurang berguna terhadap 

gangguan sirkulasi di betis atau kaki (claudicatio), lebih efektif pada vasospasme di kulit (S. 

Raynaud).

5. Obat lainnya: iloprost, pentoksifilin, ekstrak 

Gingko biloba dan siklandelat (Cyclospasmol).

Efek samping

Semua vasodilator memicu  beberapa 

efek samping yang bertalian dengan vasodilatasi, yaitu:

– turunnya tekanan darah (hipotensi) dengan pusing dan nyeri kepala berdenyut-denyut. Efek hipotensif dari obatobat hipertensi dapat diperkuat.

– tachycardia reflektoris (frekuensi jantung 

naik akibat aksi-balasan) dengan gejala 

debar-jantung (palpitasi), perasaan panas 

di muka ((flushing) dan gatal-gatal. 

– gangguan lambung-usus, seperti mual 

dan muntah-muntah. Guna mengurangi 

efek yang tak diinginkan ini vasodilator 

sebaiknya diminum pada waktu atau 

sesudah makan.

Kehamilan dan laktasi

Kebanyakan vasodilator perifer belum 

memiliki data mengenai keamanannya bagi 

janin, maka sebaiknya jangan dipakai  

oleh wanita hamil. Pengecualian yaitu  isoxsuprin, yang juga dapat diminum selama 

laktasi. Antagonis-kalsium dan derivat-nikotinat dapat mencapai air susu.

MONOGRAFI

A. ZAT ZAT RHEOLOGIS

1. Buflomedil: Loftyl

Derivat` pyrolidin ini berkhasiat alfa-adrenolitik (alfa-reseptorblocker), menghambat 

agregasi trombosit dan memperbaiki kelenturan eritrosit dengan efek vasodilatasi 

dan peningkatan sirkulasi darah perifer. 

Efektif pada claudicatio dengan memperbaiki 

jarak-jalan tanpa-nyeri, efeknya baru nyata 

sesudah  2-4 minggu.

Efek sampingnya berupa umum; pada dosis 

terlampau tinggi dapat terjadi agitasi, rasa 

kantuk, malah konvulsi.

Dosis: oral 2 dd 150 mg selama minimal 12 

minggu. Setengah dosis pada gangguan 

hati/ginjal dan bagi lansia.

2. Pentoxyfilin: Trental

Derivat teofilin ini (1972) berkhasiat vasodilatasi lemah, antitrombotis dan fibrinolitis, juga memperbaiki kelenturan eritrosit. Mekanisme kerjanya diperkirakan 

berdasar  penghambatan fosfodiësterase 

hingga kadar ATP (energi) dan fosforilasi 

protein membran dari eritrosit meningkat. 

Juga bersifat inotrop positif. Terutama dipakai  pada claudicatio.

Resorpsinya dari usus hampir lengkap, 

namun  mengalami FPE besar, BA-nya hanya 

20%. PP-nya nihil, plasma-t½-nya kurang 

lebih 3,5 jam; ekskresinya berlangsung lewat 

kemih sebagai metabolit.

Dosis: oral 2-3 dd 400 mg d.c. selama 2-3 

bulan.

3. Ekstrak Gingko biloba: EGb 761, Tebokan, 

Tavonin, Brenax

Pohon klenteng Jepang (Gingko biloba) yaitu  

pohon prehistoris yang sudah hidup berjutajuta tahun di Cina dan Jepang dan dianggap 

sebagai “fosil hidup”. Namanya berdasar  

buahnya yang berwarna keperak-perakan 

(Jep. gin = perak, ko = buah). Daunnya yang 

berbentuk kipas terbelah (Lat bi = dua, loba = 

umbai) rontok di musim dingin.. 

Di Prancis (1974, Tanakan), Jerman (1977, 

Tebonin forte) dan Belanda (1998, Tavonin) EGb

sudah diregistrasi sebagai obat, sedangkan 

di negara-negara lain (masih) sebagai ‘food 

supplement’. Kini tanaman ini dibudidayakan 

secara besar-besaran di AS dan Kanada. 

Ekstrak daunnya mengandung banyak zat, 

terutama glikosida flavon (quercetin, kaempferol dan rutin) dan laktonterpen(gingkolida A, 

B, C, dan M, bilobalida), juga mengandung 

asam shikimic, protocatechuic, vanillic, dan

p-hidroksibenzoat.

Flavonoida meringankan keregasan (fragilitas) kapiler dan meningkatkan ambang 

keluarnya darah dari kapiler, sehingga kerusakan otak dihalangi. Flavon sebagai antioksidans juga berfungsi sebagai perangkap 

dan netralisator radikal bebas oksigen(scavenger)

serta menghambat peroksidasi membran 

sel. Diperkirakan hal ini menghindarkan 

kerusakan dinding pembuluh dan terjadinya 

udema.

* Gingkolida-B menghambat dengan kuat 

PAF (platelet-activating factor) yang dihasilkan oleh banyak jaringan. PAF berkhasiat 

menstimulasi agregasi trombosit, bronchokonstriksi, vasodilatasi kulit, hipotensi dan 

pelepasan zat-zat-peradang (enzim dan oksidansia) dari fagosit. Terutama gingkolida B 

menghambat semua efek ini. Lagi pula zatzat ini meningkatkan kekuatan mengalirnya 

darah dan memperbaiki sirkulasi dengan 

jalan peningkatan kelenturan eritrosit dan 

penurunan kecenderungan penggumpalan. 

Efeknya yaitu  penurunan viskositas darah

di terutama arteri kecil dan sedang, juga di 

kapiler.

* Bilobalida menunjang efek gingkolida dengan memperbaiki daya tahan jaringan otak 

terhadap hipoxia dan meningkatkan aliran 

darah otak (mikrosirkulasi).

Resorpsi dari usus baik, BA dari gingkolida 

A 98%, dari B 79% dan dari bilobalida 72%. 

Ekskresinya terutama melalui urin secara 

utuh, masa paruhnya gingkolida 4-7 jam, dari 

bilobalida 3 jam.

pemakaian . Khasiatnya ini  telah 

dipastikan oleh banyak studi. Pada claudicatio EGb ternyata efektif pada 75% kasus, 

di mana jarak jalan maksimal (tanpa nyeri) 

dapat diperbesar dengan nyata, terutama 

pada stadia permulaan penyakit. Sejak tahun 

1980-an, EGb semakin banyak dipakai  

dengan efek baik di Eropa dan AS untuk 

terapi semua gangguan sirkulasi otak yang 

memicu  kemunduran fungsinya, seperti lemah ingatan dan menurunnya konsentrasi. Beberapa studi telah memberikan indikasi bahwa EGb mampu menghentikan 

progres dan memperbaiki sementara gejala 

dementia Alzheimer, lihatBab 28 C, Obat-obat 

Alzheimer. Juga gejala pusing tujuh-keliling

(vertigo), kuping berdengung (tinnitus), jarijari kaki-tangan dingin, depresi dan perubahan suasana jiwa (‘mood’) yang disertai 

perasaan gelisah. 

Efek sampingnya ringan dan tak sering 

terjadi: gangguan lambung-usus, nyeri kepala dan reaksi alergi kulit. Akhir-akhir ini 

telah dilaporkan terjadinya perdarahan di 

bawah selaput otak (subarachnoidal) pada 

seorang pasien berusia 61 tahun yang telah 

memakai  ekstrak ini untuk waktu yang 

panjang. pemicu nya  diperkirakan sebab  

efek anti-PAF kuat dari gingkolida-B. Untuk 

pemakaian nya selama kehamilan dan 

laktasi belum ada  cukup data.

Interaksi. Berhubung efek antiagregasinya 

gingko dapat memperkuat efek asetosal 

dan antikoagulansia dengan terjadinya perdarahan. Telah dilaporkan koma pada pasien 

Alzheimer yang mengkombinasi gingko dengan antidepresivum trazodon.

Dosis: oral 3 dd 1 tablet a.c. tanpa dikunyah 

(= 40 mg EGB yang mengandung 9.6 mg 

glikosida flavon dan 2,4 mg lakton terpen) 

selama minimal 3 bulan. EGb 761 distandarisasi pada 24% glikosida flavon dan 6% 

laktonterpen (3,1% gingkolida A, B dan C, 

2,9% bilobalida). 1 g ekstrak = 50 g daun kering.

B. VASODILATOR PERIFER

4. Isoxsuprin: Duvadilan

Derivat-fenoksi ini (1956) yaitu  adrenergikum dengan kerja antikolinergik, juga 

berkhasiat vasodilatasi dan menurunkan viskositas darah dengan memperbaiki kelenturan eritrosit. Terutama bekerja terhadap pembuluh otot di beberapa organ, termasuk 

uterus dan bekerja lebih ringan terhadap 

pembuluh kulit. Isoxsuprin mengurangi 

frekuensi dan intensitas kontraksi uterus 

(spontan atau akibat oxytocin). dipakai  

pada S. Raynaud dan juga pada keguguran 

yang mengancam (abortus imminens) serta 

nyeri haid dengan kejang-kejang.

Resorpsinya dari usus baik, BA-nya hanya 

3%, plasma-t½-nya kurang lebih 2 jam, ekskresinya terutama lewat kemih. Efek sampingnya jarang terjadi dan bersifat umum. 

Obat ini aman bagi wanita hamil dan menyusui.

Dosis: oral pada vasospasme perifer dan 

dysmenorroe 3-4 dd 10-20 mg (klorida) p.c., 

i.m. 3 dd 10 mg. 

5. Kodergokrin: DH3

, dihidroergotoksin, Hydergin

Campuran (1949) tiga derivat-dihidro 

dari ergotoksin (= ergokornin + ergokristin + 

ergo-kriptin) berdaya memblok reseptor 

alfa-adrenolitik dengan efek vasodilatasi, 

juga tidak bekerja oxytocic. Sifat-sifat ini 

berlawanan dengan zat induknya yang berkhasiat vasokonstriksi dan mengakibatkan 

kontraksi rahim. 

Di samping itu, zat ini juga menstimulasi 

neurotransmisi di otak dengan mengaktivasi 

reseptor dopamin serta serotonin dan memperbaiki metabolisme sel-sel otak yang terganggu. Atas dasar ini, kodergokrin dipakai  pada keadaan dementia dengan efek 

yang tak menentu. Juga dipakai  pada 

gangguan sirkulasi perifer dan sebagai 

profilaksis pada pelbagai jenis sakit kepala, 

antara lain migrain. Pada P. Alzheimer tidak 

berguna. Lama kerjanya hanya singkat, sekitar 3 jam.

Resorpsinya dari usus 30% dengan FPE 

besar, hingga BA-nya hanya kurang lebih 

10%. PP-nya 80%, plasma-t½-nya lebih kurang 2 jam. Ekskresinya terutama melalui 

empedu dan tinja dan hanya 2% lewat kemih 

secara utuh.

Efek sampingnya yang paling sering terjadi 

yaitu  hidung tersumbat, kadang kala mual dan muntah, kulit menjadi merah dan 

bradycardia.

Dosis: oral sebagai (mesilat) 3 dd 1,5 mg 

a.c., i.v. 1-2 dd 0,3 mg.

6. Iloprost: Ilomedine, Ventavis

Analogon ini dari prostacyclin (PgI2) 

berkhasiat vasodilatasi dan fibrinolitis, juga

menghambat agregasi trombosit (1992). 

Mengurangi pelepasan radikal bebas oksigen. 

Mekanisme kerjanya belum begitu diketahui; 

terutama dipakai  pada penyakit Buerger.

Pengikatannya pada protein 60%, plasma-t½-

nya 30 menit. Ekskresinya sebagai metabolit 

tak aktif dan diekskresikan 80% melalui 

kemih dan 20% melalui empedu.

Efek sampingnya berupa flushing, nyeri 

kepala, juga gangguan lambung-usus dan 

gejala influenza dengan perasaan kacau, 

sedasi dan tachycardia. Juga nyeri dan menjadi merah di tempat infus. Tak boleh dipakai  oleh wanita hamil dan yang menyusui.

Dosis: infus i.v (sebagai trometamol) 0,5 

nanogram/kg/menit selama 30 menit untuk 

2-3 hari pertama. Kemudian dinaikkan seperlunya.

C. ANTAGONIS KALSIUM

7. Nifedipin: Adalat/retard

Derivat dihidropiridin ini (1975) termasuk 

kelompok antagonis-kalsium (‘calcium entry/

channel blockers’) yang berdaya menghambat 

masuknya Ca ke dalam sel-sel otot-jantung 

dan sel-sel otot-polos dinding arteri. Oleh 

sebab  itu, kontraktilitas sel-sel ini  

dihambat dengan efek vasodilatasi. Banyak 

dipakai  antara lain pada penyakit jantung 

angina pectoris dengan menghindarkan 

terjadinya kejang hingga penyaluran darah 

ke otot-jantung meningkat (lihat Bab 37, 

Obat-obat jantung). Juga pada hipertensi berkat daya vasodilatasi perifernya dan pada 

Sindrom Raynaud guna meniadakan kejang 

di jari-jari tangan. Lihat selanjutnya Bab 35, 

Antihipertensiva.

Dosis: pada S. Raynaud oral 2 dd 10-40 mg 

tablet retard.

* Nimodipin (Nimotop) yaitu  derivat lipofil

dengan khasiat dan pemakaian  yang sama 

(1985). Di samping indikasi di atas, zat ini 

dipakai  pula sesudah  pendarahan otak untuk mencegah keluhan ischemia akibat 

kejang pembuluh otak. Dianjurkan pula 

pemakaian nya pada kelemahan fungsi otak 

(ingatan dan fikiran). 

Pada suatu studi dengan 755 lansia (Perugia Nimodipine Study Group, 1993) telah 

dibuktikan efek baiknya terhadap daya 

belajar dan lemah ingatan. Cara kerjanya 

berdasar  teori bahwa pada proses menua metabolisme kalsium terganggu dan 

tidak berlangsung normal lagi. AntagonisCa nimodipin berdaya menormalisasi pertukaran zat yang terganggu itu.

Dosis: oral 4-6 dd 60 mg.

8. Bensiklan: Fludilat

Derivat sikloheptan ini yaitu  antagonis 

kalsium pula dengan kerja selektif terhadap 

arteriole. Berkhasiat memperbaiki kelenturan eritrosit dan mikrosirkulasi, sehingga 

dianjurkan pada insufisiensi otak dan 

gangguan sirkulasi perifer. Pada claudicatio

dilaporkan berguna untuk memperbesar 

jarak-jalan. Obat ini juga memiliki sifat

antitrombotis dan antiserotonin.

Efek sampingnya berupa umum; pada overdose dapat timbul efek sentral, seperti gelisah, 

tremor, pusing, sukar tidur dan sebagainya. 

Dosis: oral 3 dd 100 mg bila perlu sesudah 

seminggu dinaikkan sampai 600 mg sehari. 

I.v. 3-4 dd 50 mg.

9. Flunarizin: Sibelium

Derivat-sinarizin ini (1982) yaitu  antagonis kalsium khusus (‘calcium overload 

blocker’), yakni menghindari peningkatan 

berlebihan kadar-Ca intraseluler selama adanya ischemia. sebab  itu tak terjadi vasokonstriksi akibat kej