(hiperglikemia
dan hiperinsulinemia). Keadaan bahwa organ tujuan menjadi kebal bagi insulin ini
disebut tidak-kepekaan atau resistensi insulin
(R.I.). Insulin yang disuntikkan menghasilkan kadar dalam darah yang rendah, maka
efek biologisnya juga di bawah normal.
Resistensi insulin bisa terjadi akibat berbagai
sebab, antara lain:
– obesitas. pasien gemuk membutuhkan lebih banyak insulin daripada pasien ‘normal’;
– gangguan jantung (infark, dekompensasi);
– obat-obatan, contoh kortikosteroid, diuretika tiazida (di atas 25 mg/hari) dan
betablocker;
– kekurangan krom, yang perlu bagi berfungsi baik insulin dan metabolisme glukosa yang normal22 .
Bila resistensi insulin tidak ditanggulangi
dengan perubahan drastis pola hidup (penurunan asupan kalori dan peningkatan
aktivitas tubuh), maka dapat dipastikan suatu
waktu akan timbul penyakit gula (DM2).
Khasiat fisiologi
Insulin memiliki beberapa efek terhadap
metabolisme ketiga bahan utama pangan,
yaitu hidratarang, lemak dan protein. Ketiganya dapat mensuplai energi, namun karbohidrat yaitu yang terpenting sebab glukosa
bisa menghasilkan energi dengan cepat.
Khasiat insulin terhadap zat-zat gizi yaitu
sebagai berikut:
a. Efek karbohidrat. Fungsi utama insulin
yaitu mengatur utilisasi glukosa oleh sel
sebagai sumber energi, antara lain dengan melancarkan pelintasannya melalui membran sel dan resorpsinya ke
dalam sel-sel otot dan lemak. Selain itu
insulin bekerja hipoglikemis, yaitu menurunkan gula-darah dengan menstimulasi pengubahan kelebihan glukosa menjadi glikogen di hati dan otot. Dengan
demikian insulin menjaga jangan sampai
gula-darah terlampau tinggi. Lagi pula insulin menghambat gluconeogenesis (pembentukan glukose) dalam hati dengan
merintangi pelarutan glikogen.
b. Efek lemak yang terdiri dari stimulasi
lipogenesis dan menghambat lipolysis, yaitu
menstimulasi sintesis lemak dari glukosa
dan pemasukannya ke dalam sel serta
merintangi penguraian (Lat. lipo- = lemak,
genesis = pembentukan, lysis = pemecahan, pelarutan) dan pelepasan asam lemak dari jaringan lemak.
c. Efek protein (efek anabol):menstimulasi
sintesis protein dari glukosa.
d. Stimulasi faktor pertumbuhan dinding
arteri, yang pada hiperinsulinemia kerapkali menebal, sehingga dapat mengakibatkan hipertensi.
Diagnosis diabetes
Dengan adanya gejala klinis atau komplikasi
diabetes yang khas (contoh retinopati),
seperti tertera di bawah ini, diagnosis dapat
dipastikan dengan penentuan kadar glukosa
darah. Nilai di atas 7,8 mmol/l (pada lambung
kosong) pada dua hari berlainan dianggap
positif (WHO). Begitu pula “post-load” di atas
11,0 mmol/l, yaitu 2 jam setelah pembebanan
glukosa 75 gram.
Kriterium baru (1997) dari ADA (American
Diabetes Association) menurunkan nilai batas
(pada perut kosong) >6,9 mmol/l. Kriterium
post-load ditiadakan sebab tes toleransi
glukosa dalam praktik adakalanya tidak dapat dilakukan. Nilai antara 6,1-7,0 mmol/l
menunjukkan toleransi glukosa yang terganggu.
Misi dari asosiasi ini yaitu untuk menghindari dan menangani diabetes dan memperbaiki kehidupan dari semua penderita
diabetes. Untuk memenuhi tujuan ini ADA
mendanai riset, mempublikasi hasil-hasil penemuan, memberikan informasi dan pelayanan kepada penderita dan publik. Gejala
Penyakit diabetes mellitus ditandai gejala
3P, yaitu poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak
makan), yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
Di samping naiknya kadar gula darah,
diabetes bercirikan adanya gula dalam urin
(glycosuria) dan banyak berkemih sebab
glukosa yang diekskresi mengikat banyak
air. Akibatnya timbul rasa sangat haus,
kehilangan energi, berat badan menurun
serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak
untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang
disertai pembentukan zat-zat perombakan,
antara lain aseton, asam hidroksibutirat dan
diasetat, yang membuat darah menjadi asam.
Keadaan ini, yang disebut ketoacidosis dan
terutama timbul pada tipe 1, sangat berbahaya sebab dapat mengakibatkan pingsan
(coma diabeticum). Napas penderita yang
sudah menjadi sangat kurus sering kali juga
berbau aseton.
Komplikasi lambat
Diabetes sangat meningkatkan risiko akan PJP,
antara lain hipertensi dan infark jantung
(Diabetes and the heart. Lancet 1997; 350 suppl.1:
1-31). Bila tidak atau kurang tepat diobati,
lambat-laun dapat terjadi gangguan kardiovaskuler dan neurovaskuler serius yang sangat
dikhawatiri. Risiko untuk komplikasi parah
ini dapat dikurangi dengan mempertahankan
kadar gula darah sedatar mungkin, artinya
tanpa puncak-puncak tajam yang timbul setelah makan banyak (hidratarang). Komplikasi terpenting dapat berupa:
a. Infark jantung. Di dinding arteri timbul
benjolan-benjolan yang mengganggu sirkulasi darah dan akhirnya terjadi atherosclerosis yang dapat mengakibatkan infark
jantung.
b. Retinopati. Sering kali pada retina timbul
ciri-ciri perdarahan, udema, mengelupas dan menjadi buta! Di dunia Barat,
retinopathy merupakan penyebab tersering dari penglihatan buruk dan kebutaan.
c. Polineuropati. Begitu pula kerusakan
pada pembuluh kecil dan saraf dapat
timbul pada berbagai tempat, yang akhirnya mengakibatkan defek pada semua
organ dan jaringan perifer. Gangguan
ini sering terjadi dengan perasaan seperti
ditusuk-tusuk dan hilang rasa di kakitangan atau benjolan sangat nyeri di
kaki. Luka dan borok sukar sembuh dan
tidak jarang mengakibatkan gangren (mati
jaringan) dan amputasi.
d. Nefropati. Selain itu dapat timbul kerusakan ginjal dengan hiperfiltrasi dan
keluarnya albumin dalam kemih, yang
sering kali bersifat fatal.
e. Lainnya: impotensi, infeksi stafilokok pada kulit dan keluhan claudicatio (penyakit
etalase) di tungkai yang berciri kejangkejang sangat nyeri di betis setelah jalan
sejumlah meter, lihat Bab 34, Vasodilator.
Jenis diabetes
Klasifikasi dari jenis-jenis diabetes yaitu
sangat penting untuk a.l. penentuan pengobatan dan prognosisnya. Untuk klasifikasi
tepat dari jenis diabetes yang paling sering
terjadi pada pasien-pasien dengan hiperglikemia, dapat dipakai sebagai pedoman
BMI dan riwayat keluarga. Untuk tujuan ini
dapat dipakai sejenis flow chart sederhana
untuk diagnostik, klasifikasi dan terapi.29
Dewasa ini diabetes dapat dibagi dalam 3
tipe, yaitu tipe-1, tipe-2 dan tipe hamil.
a. Tipe-1, jenis remaja(juvenile, DM1)
Pada tipe ini ada destruksi dari selbeta pankreas, sehingga tidak memproduksi
insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa
menyerap glukosa dari darah. sebab itu
kadar glukosa darah meningkat di atas 10
mmol/l, yaitu nilai ambang ginjal, sehingga
glukosa berlebihan dikeluarkan lewat urin
bersama banyak air (glycosuria). Di bawah
kadar tersebut, glukosa ditahan oleh tubuli
ginjal.
* Prevalensi. Tipe-I diderita pasien -pasien
di bawah usia 30 tahun dan paling sering,
namun tidak selalu, dimulai pada usia 10-13
tahun. Insidensinya di negara Barat telah
berlipatganda dalam 20-30 tahun terakhir.
sebab penderita senantiasa membutuhkan insulin, maka tipe I dahulu juga disebut
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus).
* Penyebabnya belum begitu jelas, namun
terda-pat indikasi kuat bahwa jenis ini
disebabkan oleh suatu infeksi virus yang
memicu reaksi auto-imun berlebihan
untuk menanggulangi virus. Akibatnya selsel pertahanan tubuh tidak hanya membasmi virus, melainkan juga turut merusak atau
memusnahkan sel-sel Langerhans. Dalam
waktu satu tahun sesudah diagnosis, 80-90%
penderita tipe I memperlihatkan antibodies
sel-beta di dalam darahnya. Pada tipe ini faktor
keturunan juga memegang peranan. Virus yang
dicurigai yaitu virus Coxsackie-B, Epstein-Barr,
morbilli (measles) dan virus parotitis(“bof”).
* Prevensi dan terapi. Pengobatan satu-satunya
terhadap tipe-1 yaitu pemberian insulin
seumur hidup. Berhubung tipe-1 merupakan
penyakit auto-imun, maka imunosupresiva
seperti azatioprin dan siklosporin, dapat menghambat jalannya penyakit, namun hanya
untuk sementara. Di German untuk menangani gejala neuropati dipakai obat komplementer asam liponat dengan sukses.
b. Tipe-2, jenis dewasa(maturity onset, DM2)
Biasanya timbul di atas 40 tahun dengan
insidensi lebih besar pada pasien gemuk
(overweight, dengan BMI> 27; lihat Bab 31,
Adrenergika) dan pada usia lanjut. Bagi
mereka yang hidupnya makmur, makan
terlampau banyak dan kurang gerak badan
lebih besar lagi risikonya.
* Prevalensi. Menurut perkiraan 5-10% dari
pasien di atas usia 60 tahun mengidap DM2.
Sangat meresahkan bahwa dewasa ini pasien
semakin muda diserang penyakit ini. Penyebab utama dari meningkatnya insidensi adalah a.l. obesitas/kegemukkan.
Pada pasien Afrika ada 2 kali lebih
banyak pasien diabetes tipe-2 daripada pasien
Eropa; pada pasien Asia Selatan bahkan ratarata 4-5 kali lebih banyak. pasien Hindu di
Eropa ternyata sangat rentan untuk diabetes
berhubung pola genetiknya, ±30% dari kelompok populasi ini mengidap penyakit gula.
Mulainya DM2 sangat berangsur-angsur
dengan keluhan ringan yang sering kali
tidak dikenali. Tipe-2 bersifat menyesatkan
(“treacherous”), sebab dalam kebanyakan
hal baru menjadi manifes dengan tampilnya
gejala stadium lanjut. Bahkan bila sudah terjadi
komplikasi, contoh infark jantung atau
gangguan penglihatan.
* Penyebabnya. Hiperglikemia pada diabetes
mellitus type-2 singkatnya disebabkan oleh
kombinasi dua faktor. Faktor pertama yaitu
berkurangnya kepekaan reseptor di jaringan
hati, otot dan lemak bagi insulin yang disebut
insulin-resistensi, sehingga dibutuhkan lebih
banyak insulin untuk mencapati tujuan
yang sama. Peristiwa insulin-resistensi ini
berkaitan dengan berat badan berlebihan
(BM>27 kg/m2
.
Berat badan berlebihan memicu timbulnya
hiperlipidemia, terutama hipertrigliseridemia
dan kadar HDL-kolesterol rendah, serta hipertensi. Kombinasi dari hiperglikemia, hiperlipidemia dan hipertensi yang disebut
sindrom metabol, sindrom X atau sindrom resistensi insulin, cenderung meningkatkan risiko
penyakit jantung dan pembuluh.
Faktor kedua yaitu penurunan progresif
dari produksi hormon insulin di sel-sel beta
dari kepulauan Langerhans sehingga tidak
mencukupi kebutuhan. Akibatnya yaitu
hiperglikemia.
Akibat proses menua, banyak penderita
jenis ini mengalami penyusutan sel-sel-beta
yang progresif serta penumpukan amiloid di
sekitarnya. Pada 2006 telah ditemukan enzim
yang bertanggungjawab untuk perombakan
amiloid dan insulin. Sel-sel-beta yang tersisa
pada umumnya masih aktif, namun sekresi
insulinnya semakin berkurang.
* Tipe-2 pada hakekatnya tidak tergantung
dari insulin, maka dahulu juga disebut
NIDDM (= non-insulin-dependent) dan lazimnya dapat diobati dengan antidiabetika
oral. Akan namun sejak 1997 semakin banyak
penderita tipe-2 diterapi dengan insulin
sehingga menurunkan risiko komplikasi lambat. Oleh sebab itu perbedaan kedua nama
ini tidak ada artinya lagi dan sudah
ditinggalkan (Ph Wkbl 1998; 133: 32-5).Antidiabetika oral pada umumnya tidak
memicu kecenderungan acidosis. Antara 70-80% dari semua penderita diabetes
termasuk jenis ini, pada mana faktor keturunan
memegang peranan besar. Bila salah satu
pasien tua menderita kencing manis, maka
kemungkinan diturunkan penyakit ini ke
anak-anaknya yaitu 1:20.
Diagnosis dini. Tipe-2 umumnya baru didiagnosis pada stadium terlambat (lihat di
atas), padahal diagnosis dini yaitu penting
sekali untuk menghindarkan komplikasi
lambat. Maka bila ada gejala seperti haus
hebat dengan sering berkemih dan turunnya
berat badan serta rasa letih, maka sebaiknya
segera mengkonsultasi dokter untuk diperiksa terhadap penyakit gula. sebab lebih dari
separuh penderita diabetes juga mengidap
hipertensi, maka sebaiknya tekanan darah
dimonitor secara teratur.
c. Diabetes kehamilan (GDM) timbul pada
trimester kedua dari kehamilan dan umumnya hilang setelah persalinan. Wanita dengan
diabetes kehamilan cenderung mendapat
diabetes tipe-2 pada usia lanjut.
Pada wanita hamil dengan penyakit gula,
regulasi glukosa yang ketat yaitu penting
sekali untuk menurunkan risiko akan keguguran spontan, cacat dan kelebihan berat
badan bayi atau kematian perinatal. sebab
antidiabetika oral tidak dapat dipakai pengobatan harus dialihkan ke insulin.
Diabetes insipidus (DI)
Jenis diabetes ini berlainan sekali etiologinya dari pada DM, sebab ditimbulkan oleh
kekurangan sekresi vasopressin (ADH), yaitu
Antidiuretic Hormone oleh kelenjar hipofisis,
lihat Bab 4. Penyebab defisiensi hormon itu
agak sering timbul akibat suatu tumor di
hipofisis atau hipotalamus, dapat juga akibat defek pada reseptor-reseptor ADH. Pada
45% dari kasus penyebabnya tidak diketahui. Gejalanya berupa poliuri (banyak sekali
berkemih dengan akibat dehidrasi dan polidipsi, yaitu sangat haus. Terapi suplesi dapat dilakukan dengan hormon sintetik desmopresin (Minrin).
Glukagon
Hormon peptida ini dapat dianggap sebagai
antagonis dari insulin sebab berefek
meningkatkan kadar gula darah. Bila kadar
glukosa rendah (hipoglikemia), sel-sel-alfa
melepaskan glukagon dan menstimulasi
pengubahan glikogen ––> glukosa, sehingga
kadar gula dinormalkan kembali. Selain itu
lipolysis diperkuat yang dapat memicu
ketosis. Selanjutnya glukagon berdaya inotrop
positif, yakni memperkuat kontraksi otot
jantung dan menstimulasi penerusan impulsnya.
Dalam terapi peptida ini dengan BM 3000
dipakai parenteral pada keadaan hipoglikemia yang parah, khususnya bila tidak
tersedia gula dan pada pasien yang pingsan.
Dosis tinggi dapat memicu mual dan
muntah.
Penanganan diabetes
Tindakan umum
a. Diet. Pokok pangkal penanganan diabetes yaitu makan dengan bijaksana. Semua pasien selalu harus mengawali diet
dengan pembatasan kalori, terlebih-lebih
pada pasien dengan overweight (tipe-2).
Makanan perlu dipilih secara saksama
dengan memperhatikan pembatasan lemak
total, lemak trans dan lemak jenuh untuk
mencapai normalisasi kadar glukosa dan
lipida darah. Lihat di bawah Diet dan frekuensi makan. Angka-angka di Tabel 47-1.
hanya merupakan pedoman (bagi pasien
Barat).
b. Gerak badan. Bila ada resistensi insulin, gerak badan secara teratur (jalan
kaki atau bersepeda, olahraga) dapat menguranginya. Hasilnya insulin dapat dipergunakan lebih efisien oleh sel tubuh
dan dosisnya pada umumnya dapat diturunkan.
c. Berhenti merokok sebab nikotin dapat
memengaruhi secara buruk penyerapan
glukosa oleh sel. Lagi pula merokok
menghasilkan banyak radikal bebas, lihat dibawah d) dan juga Bab 35, Antihipertensiva.* stres oksidatif. Banyak indikasi menunjukkan bahwa pada penderita diabetes, metabolisme glukosa yang terganggu menimbulkan kelebihan radikal bebas, yang memegang peranan penting pada terjadinya komplikasi lambat. Stres oksidatif ini dapat menimbulkan gangguan kronis pada mata,
ginjal, pembuluh dan sistem saraf. Untuk
prevensi dan pengobatan kerusakan oksidatif
ini, terutama di kalangan ortomolekuler dianjurkan pemakaian antioksidansia, misalnya asam liponat, vitamin E dan vitamin C.
namun pendapat ini belum dapat diterima
oleh kedokteran regular sebab secara ilmiah
belum dibuktikan dengan meyakinkan. Lihat
di atas dan juga Bab 53, Vitamin, boks Antioksidansia.
Asam liponat sejak awal abad-ke 21 sudah
dipakai di Jerman untuk menangani keluhan neuropati, seperti nyeri dan
kesemutan (paraesthesia).
Pengobatan
a. Pasien tipe-1 dengan usia di bawah 40
tahun selalu perlu diobati dengan insulin,
sebab sel betanya tidak aktif lagi (0,6-0,9
UI/kg/hari) dan tidak dianjurkan minum
antidiabetika oral. Banyaknya insulin yang
dibutuhkan pertama-tama dipengaruhi oleh
susunan makanan, namun juga faktor lain
memegang peranan, contoh stres , penyakit
infeksi, haid dan kehamilan. Dalam semua
keadaan ini kebutuhan insulin meningkat,
mungkin sebab ambang ginjal bagi glukosa
menurun. Sebaliknya diketahui pula bahwa
aktivitas tubuh yang teratur menurunkan
kebutuhan insulin, antara lain sebab kepekaan tubuh bagi insulin meningkat. Olahragawan selama latihan memerlukan lebih
sedikit insulin dibandingkan dengan pada
waktu istirahat. Lagi pula olahraga teratur
memperbaiki regulasi diabetes dan fungsi
jantung.
*Pengobatan komplementer. Pada hewan yang
sering kali mengidap diabetes telah dipastikan bahwa vitamin B3 (niasinamida) berkhasiat menghambat sistem imun dan memperlambat terjadinya diabetes. Vitamin B3
melindungi sel beta terhadap kerusakan oleh
sistem imun sendiri dan membantu pemulihan
sel beta yang rusak. Anak-anak di A.S dengan
antibodies terhadap sel betanya sendiri
(artinya berisiko tinggi mendapat tiperemaja) yang diberikan vitamin B3, ternyata
hanya 50% yang betul-betul mengidap
diabetes tipe-1. Akan namun penelitian besarbesaran dalam 23 negara untuk menegaskan
efek baik vitamin B3
(European Nicotinamide
Diabetes Intervention Trial, ENDIT) tidak dapat mengkonfirmasikannya. Begitu pula
penelitian lain dengan antioksidansia, yaitu
HOPE study dengan vitamin E dan Heart
Protection Study dengan cocktail dari vitamin A,C, dan E juga tidak memperbaiki
morbiditas dan mortalitas. Di samping ini
minyak ikan (EPA,DHA) telah dilaporkan
manfaatnya untuk menstabilisasi jalannya
penyakit diabetes.
b. Pasien tipe-2. Penanganan pertama adalah menurunkan berat badan (bila berlebihan) dan perubahan pola hidup (lebih
banyak bergerak) dan menghentikan kebiasaan merokok yang dapat menurunkan
gangguan jantung dan pembuluh dengan
50%. Bila tindakan umum (diet, gerak badan dan penurunan berat badan) tidak
atau kurang efektif untuk menormalisasi
kadar glukosa darah, perlu diberi tambahan
pengobatan monoterapi oral (metformin).
Bila hasilnya kurang efektif, sering kali
diberikan terapi kombinasi (SU derivat kerja
singkat tolbutamida atau gliklazida 80 mg)
(sebaiknya tidak lebih dari dua jenis yang
memiliki daya kerja aditif) dan apabila masih belum mencapai tujuan dapat diberikan
pengobatan parenteral dengan injeksi insulin
(sekali malam hari NPH-insulin).
* Tujuan jangka pendek. Secara primer
terapi diabetes ditujukan pada pencegahan
efek jangka pendek seperti haus, banyak
berkemih, rasa lelah dan khususnya
keto-acidosis. Tujuan pengobatan yaitu
mencapai nilai glukosa darah di bawah
6,7 mmol/l (pada lambung kosong). Pada
manula nilainya boleh lebih tinggi, sampai 8
mmol/l. Dengan sulfonilurea dan biguanida
dapat dicapai penurunan rata-rata 3 mmol/l
pada 60-70% dari penderita.
Tujuan jangka panjang. Yang lebih penting yaitu prevensi komplikasi lambat
seperti retinopati dan neuropati perifer
(borok kaki), juga nefropati dan gangguan
jantung/pembuluh. Untuk mencapai tujuan
ini sangatlah penting untuk mengusahakan
regulasi gula darah yang optimal. Sepanjang
hari kadar gula darah - yang pada penderita
diabetes sangat berfluktuasi - hendaknya
dikendalikan di antara batas normal(= antara
4-7 mmol/l). Dengan maksud ini sekarang
ada kecenderungan untuk memberikan
insulin kepada penderita tipe-2 pada fase
lebih dini. Lagipula sebab injeksi insulin
sudah sangat dipermudah dengan adanya
pena-insulin (penfill).
* Regulasi optimal berarti bahwa pemasukan hidrat arang dan profil insulin-darah
(fluktuasi, turun-naiknya kadar) harus saling
diselaraskan dengan baik. Demikian pula
pola kadar gula sebanyak mungkin supaya
mendekati fluktuasi gula-darah normal (pada
pasien sehat). Selama makan kadar insulin
naik dengan pesat, lalu turun lagi ke nilai
semula dalam waktu 2 jam. Oleh sebab itu
fluktuasi dari kadar-glukosa berkisar antara
4-7 mmol/l. Lihat grafik 47-1.
Pada umumnya regulasi yang lebih baik
bisa dicapai dengan injeksi penfill 4 kali sehari
dibanding 2 kali sehari. Untuk memonitor
kadar glukosa dengan baik, pasien perlu
mengontrol gula darahnya 4 kali sehari. Banyak studi telah membuktikan bahwa dengan
regulasi yang tepat, komplikasi lambat dapat
diundur dengan nyata. contoh setelah enam
tahun risiko akan nefropathy, retinopathy
dan neuropathy ternyata berkurang dengan
masing-masing 35%, 50%, dan 60%!
* Pemeriksaan gula-darah dapat dilakukan
oleh penderita sendiri dengan teststrip yang
memerlukan hanya satu tetes darah. Kadar
gula darah dapat diketahui dengan membandingkan warna yang timbul dengan
standar. Pengontrolan ini perlu dilakukan minimal 4 kali sehari.
Diet dan frekuensi makan
Diet untuk pasien diabetes pada hakikatnya
tidak berbeda dari diet yang dianggap ideal
bagi pasien sehat. Pembatasan kalori juga perlu
dilakukan, lihat tabel kebutuhan energi berdasarkan jenis kelamin, usia dan aktivitas
fisik dalam Bab 54, Dasar-dasar Diet Sehat.
Pada pasien gemuk (BMI > 27) perlu diawali
dengan diet menurunkan asupan kalori menjadi
1000-1600 kcal/hari, tergantung dari berat
badan .
* Susunan diet yang dianjurkan hendaknya
terdiri dari 4 komponen, yakni:
a. hidratarang: 50-55 En% (= % dari energi
total), hendaknya sebagai polisakarida, yaitu
karbohidrat yang tidak dimurnikan (refined)
seperti pati gandum (roti, bakmi, makaroni), nasi, kentang, ubi tales, singkong dan
jagung. Dari jumlah kalori ini, 5-10 En%
diperbolehkan sebagai mono-/disakarida,
yakni glukosa, fruktosa, laktosa dan gula
pasir/jawa (jem atau buah masak). namun
hendaknya hanya bersamaan dengan bahan
gizi lainnya dan tidak sendiri seperti sirop,
Cola, perasan buah/jus. contoh puncak
glukosa darah setelah makan sebuah jeruk
(berisi serat) yaitu lebih mendatar daripada
setelah makan sejumlah hidratarang yang
setaraf dengan peresan jeruk (tanpa ampas/
serat).
b. protein: 10-15 En%. contoh pria berusia
55 tahun yang banyak bekerja duduk dengan aktivitas fisik ringan hanya membutuhkan ±1700 kcal sehari. pasien demikian
memerlukan 200-300 kcal zat putih telur.
Protein ini diperoleh terutama dari daging
dan telur, namun juga dari sumber nabati:
khususnya jenis kacang (beans) dan jagung,
juga banyak dalam daun ketela, sedikit di
jenis gandum, kentang dan ketela.
c. lemak/minyak: 25-30 En%, yaitu dalam
contoh di atas 500-600 kcal sehari. Hendaknya
terbagi untuk 1/3 sebagai asam lemak polyunsaturated (PUFA), 1/3 mono-unsaturated dan
1/3 saturated (fatty acids).
d. serat gizi: 40-46 g sehari yang diperoleh
dari 200-400 g sayur-mayur atau buah-buahan, juga berbagai kacang (tanah, jogo,
kedele, polong, dan lain-lain), jagung dan
beras tumbuk/merah yang mengandung cukup serat gizi. Idealnya setiap pangan hendaknya berisi serat gizi, sebab berkhasiat
mengikat hidratarang (dan lemak) yang
kemudian dilepaskan secara berangsur. Dengan demikian kadar glukosa darah tidak
melonjak-lonjak dan juga pelepasan insulin
oleh pankreas berlangsung lebih teratur.
Lihat Tabel 47-2 dan selanjutnya Bab 54,
Dasar-dasar Diet Sehat.
* Frekuensi makan. Di samping susunan
diet yang hendaknya sekonstan mungkin,
penting pula membagi secara merata pemasukan kalori sepanjang hari. Hal ini perlu
untuk menghindari terlalu meningkatnya kadar
gula darah, yang merupakan rangsangan
bagi pankreas untuk mensekresi insulin.
Seperti telah dibahas di atas, pada tipe-2
sekresi insulin berlebihan tidak diinginkan
berhubung pada umumnya sudah ada
terlalu banyak insulin (tak aktif) dalam
darah sebab reseptor tidak diduduki secara
optimal.
Pembagian kalori merata dapat dicapai dengan makan lebih sering daripada 3 kali
sehari, yaitu 5-6 kali, namun setiap kalinya
dengan porsi yang lebih kecil dan pada
waktu yang tetap. Di samping itu setiap
porsi sebaiknya selalu mengandung keempat
bahan gizi ini di atas dengan susunan
yang lebih kurang konstan. Yang terutama
penting yaitu pembagian merata dari
hidratarang sepanjang hari. Hal ini perlu
ditaati pula oleh pasien tipe-1 agar mencapai
keseimbangan yang sebaik mungkin antara
makanan dan pemberian insulin.
Terapi dari komplikasi
a. Hipoglikemia (“hipo”) yaitu komplikasi
yang paling lazim terjadi pada terapi dengan
insulin, sebab kadar gula darah turun terlalu drastis. Hal ini lebih jarang terjadi dengan
antidiabetika oral. Keadaan berbahaya ini
dapat disebabkan oleh overdose obat, kurang
atau tidak makan sesudah injeksi, atau sebab
absorpsi insulin yang lebih lancar berhubung
lokasi injeksi berlainan ataupun sebab kerja
fisik berat atau olah-raga. Lokasi injeksi juga
menentukan kecepatan resorpsi, contoh
penyuntikan di perut dan lengan bagian
atas masing-masing 2 dan 2,5 kali lebih cepat
daripada injeksi di paha.
* Gejala. Bila kadar glukosa menurun di
bawah ±3,3 mmol/l timbul gejala ‘otonom’
akibat stimulasi dari susunan saraf adrenerg.
Antara lain berkeringat, gemetar, muka pucat
dan jantung berdebar-debar, rasa lapar dan
kesemutan sekitar mulut dan lidah. Bila kadar
gula turun lebih lanjut di bawah 2,8 mmol/l
akan timbul gejala khas akibat kekurangan glukosa di otak. Yang terpenting yaitu
gangguan konsentrasi dan penglihatan, pusing,
termangu-mangu, mengantuk, kemudian bahkan stupor dan koma.
“Hipo” ringan sebaiknya diatasi dengan
segera memberikan gula, perasan jeruk,
sirop kental atau makanan apapun. “Hipo”
hebat dengan berkurangnya kesadaran atau
pingsan yaitu sangat berbahaya, sebab bisa
mengakibatkan kerusakan otak. Oleh sebab
itu harus segera diobati dengan injeksi i.v.
larutan glukosa 40-50% atau s.k./i.m. glukagon
1 mg; penderita akan pulih kesadarannya
sesudah 10-15 menit.
Berhubung dengan bahaya ini, penderita diabetes sangat dianjurkan selalu membawa beberapa gumpal gula untuk keadaan darurat.
b. Resistensi insulin yaitu komplikasi lain,
yang umumnya diakibatkan oleh kegemukan,
lihat di atas. Senyawa tiazolidindion, asam
liponat dan krom dipakai untuk mengatasi
komplikasi ini
B. ANTIDIABETIKA ORAL
Pada tahun 1954 karbutamida diperkenalkan
sebagai obat diabetes oral pertama dari
kelompok sulfonilurea yang struktur dan efek
sampingnya mirip sulfonamida. Beberapa
tahun kemudian, disintesis derivatnya, yaitu
tolbutamida dan klorpropamida tanpa efek
sulfa, yang selanjutnya disusul oleh banyak
turunan lain dengan daya kerja lebih kuat.
Sementara itu sekitar tahun 1959 ditemukan
senyawa lain dengan efek antidiabetes, yaitu
kelompok biguanida, a.l metformin.Pada tahun 1990 dipasarkan penghambat alfaglukosidase (akarbose, miglitol) yang cara kerjanya sangat berlainan dengan kedua kelompok sebelumnya. Akhirnya pada pertengahan tahun 90-an disalurkan senyawa
tiazolidindion dengan khasiat peningkatan
sensitivitas insulin, khususnya uptake glukosa perifer.
Antidiabetika oral dapat dibagi dalam enam
kelompok besar, sebagai berikut
1. Sulfonilurea: a.l. tolbutamida, klorpropamida,
glibenklamida, gliklazida, glipizida,glikidon dan
glimepirida.
Kedua obat pertama termasuk obat generasi ke-1 sedangkan yang lainnya disebut obat
generasi ke-2 dengan daya kerja 10-100x lebih
kuat atas dasar berat badan.
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari
pulau Langerhans, sehingga sekresi insulin
ditingkatkan. Di samping itu, kepekaan selsel beta bagi kadar glukosa darah ditingkatkan melalui efeknya terhadap protein
transpor glukosa. Obat ini hanya efektif
pada penderita tipe-2 yang tidak begitu
berat, yang sel-sel betanya masih bekerja
cukup baik. Ada indikasi bahwa obat-obat
ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan
terhadap insulin dan menurunkan absorpsi
insulin oleh hati.
Penderita biasanya mengalami resistensi
insulin, sehingga sulfonilurea kurang efektif.
Resorpsi dari usus umumnya lancar dan
lengkap, sebagian besar terikat pada protein
antara 90-99%. Plasma-t½ berkisar antara 4-5
jam (tolbutamida, glipizida), 6-7 jam (glibenklamida) sampai 10 jam (gliklazida) atau
lebih dari 30 jam (klorpropamida).
Efek samping yang terpenting yaitu hipoglikemia yang dapat terjadi secara terselubung dan adakalanya tanpa gejala khas
(terutama pada lansia), khususnya pada
derivat kuat seperti glibenklamida. Agak
jarang terjadi gangguan lambung-usus (mual, muntah, diare), sakit kepala, pusing,
rasa tidak nyaman di mulut, juga gangguan
kulit alergis (exanthema, fotosensitasi). Nafsu
makan diperbesar dan berat badan bisa naik,
terutama pada mereka yang tidak mentaati
diet. Toleransi pun dapat timbul pada 5-10%
pasien sesudah beberapa tahun, mungkin
sebab sel-sel beta hilang kepekaannya terhadap insulin. Dengan alkohol terjadi efek
disulfiram (efek Antabuse), khususnya pada
klorpropamida.
2. Kalium channel blocker : repaglinida, nateglinida
Senyawa ini sama mekanisme kerjanya
dengan sulfonilurea, hanya pengikatan terjadi di tempat lain dan efeknya lebih singkat.
3. Biguanida
Berbeda dengan sulfonilurea, obat ini tidak
menstimulasi pelepasan insulin dan tidak
menurunkan gula darah pada pasien sehat.
Zat ini juga menekan nafsu makan (efek anoreksan) sehingga berat badan tidak meningkat,
maka layak diberikan pada penderita yang
kegemukan. Mekanisme kerjanya hingga kini
* Efek Antabuse bercirikan penghambatan perombakan enzimatik dari alkohol pada tingkat asetaldehida, sehingga zat toksik ini menumpuk dalam darah. Antabuse dipakai sebagai obat antiminum alkohol untuk membantu pecandu yang ingin menghentikannya. Bila pecandu yang
menjalani kur Antabuse minum alkohol lagi, ia akan mengalami penumpukan aldehida dengan
gejala-gejala yang sangat tidak nyaman, yaitu jantung berdebar-debar, nyeri kepala, flushing,
berkeringat dan mual. Persamaan reaksinya yaitu :
C2
H5
OH ––––––> CH3
COH ––––––> CH3
COOH ––––––> CO2
+ H2
O
alkohol asetaldehida asetat
belum diketahui dengan jelas. Di samping
menghambat produksi glukosa di hati, juga
menurunkan kepekaan perifer bagi insulin.
Produksi insulin tidak distimulasi sehingga
tidak mengakibatkan hipoglikemia. Telah
dibuktikan bahwa metformin mengurangi
terjadinya komplikasi makrovaskuler melalui perbaikan profil lipida darah, yaitu
peningkatan HDL, penurunan LDL dan trigliserida, juga fibrinolisis diperbaiki sedangkan berat badan tidak begitu meningkat.
Efek samping. Jarang namun serius yaitu
acidosis asam laktat dan angiopati luas, terutama pada lansia dengan gangguan ginjal.
Oleh sebab itu kebanyakan biguanida sejak
tahun 1979 telah ditarik dari peredaran, a.l.
fenformin dan buformin. Metformin pada dosis
normal hanya sedikit meningkatkan kadar
asam laktat dalam darah.
4. Glukosidase inhibitors: akarbose dan miglitol
Zat-zat ini bekerja atas dasar persaingan
merintangi enzim alfa-glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian
polisakarida –––> monosakarida dirintangi.
Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih
lambat dan absorpsinya ke dalam darah
juga kurang cepat, lebih rendah dan merata,
sehingga puncak kadar gula darah dihindari.
Mekanisme kerja ini mirip dengan efek dari
makanan yang kaya akan serat gizi. Tidak
ada kemungkinan untuk hipoglikemia dan
terutama berguna pada penderita yang
gemuk, bila tindakan diet tidak menghasilkan efek. Kombinasi dengan obat-obat lain
memperkuat efeknya.
5. Tiazolidindion19: rosiglitazon dan pioglitazon
Obat dari kelas ini (1996) dengan efek
farmakologi istimewa disebut insulin sen-
sitizers. Berkhasiat mengurangi resistensi
insulin dan meningkatkan sensitivitas jaringan perifer untuk insulin. Oleh sebab
itu penyerapan glukosa ke dalam jaringan
lemak dan otot meningkat, demikian juga
kapasitas penimbunannya di jaringan ini.
Efeknya yaitu kadar insulin, glukosa dan
asam lemak bebas dalam darah menurun,
begitupula gluconeogenesis dalam hati.
Obat-obat ini (contoh pioglitazon) sering
kali ditambahkan pada metformin bila efek
zat ini kurang memuaskan.
Senyawa thiazolidindion (TZD, seperti pioglitazon [Actos] dan rosiglitazon [Avandia]
menurut beberapa penyelidikan berkaitan
dengan kanker kandung kemih.
Mamtani R et al. Association between longer
therapy with thiazolidinediones and risk of bladder
cancer. J Natl Cancer Inst 2012 Sep 19; 104:1411
Berhubung dengan efek samping ini sebagian dokter enggan memakai TZD yang
juga tidak mutlak untuk menangani diabetes.
6. Sistem Incretin
Incretin yaitu hormon intestinal yang
bekerja terhadap pengaturan glukosa dari
pankreas. Hormon-hormon ini merangsang
pengeluaran insulin pada kadar glukosa
darah tinggi dan sekaligus menghambat
pengeluaran glukagon dari sel-sel beta. Obatobat untuk DB-2 yang berkaitan dengan
sistem incretin dibagi dalam 2 kelompok:
1. dipeptidylpeptidase (DPP)-blocker atau
penghambat hidrolisis incretin.
Kelompok obat ini berkhasiat meningkatkan kemampuan tubuh sendiri untuk
menurunkan kadar glukosa darah yang
tinggi. Obat-obat ini memblokir enzim
DPP-4 sehingga hidrolisis dari hormon
incretin dihindari dan kadar plasma dari
peptida GLP-1 serta peptida insulinotropik
GIP meningkat. Akibatnya kadar incretin
meningkat sehingga pelepasan insulin meningkat, sekresi glukagon menurun dan
kadar glukosa darah puasa maupun postprandial menurun: saxagliptin (Onglyza),
alogliptin (Nesina), linagliptin (Trajenta) dan
vildagliptin (Galvus).
Per oral dipakai pada diabetes tipe-2
dalam kombinasi dengan metformin, derivat
sulfonilureum dan/atau senyawa tiazolidindion.
2. antagonis reseptor GLP-1 (antagonis GLP-
1 atau incretinmimetica): exenatide (Byetta,
Bydureon).
Pilihan obat
Antidiabetika oral umumnya baru diberikan
bila diet (selama minimal 3 bulan), gerak
badan dan upaya lain untuk penurunan berat
badan tidak (cukup) menurunkan kadar gula
yang tinggi.
* Pasien kurus biasanya diberi obat sulfonilurea dari generasi pertama yang agak lemah,
yaitu tolbutamida atau klorpropamida, sebab
risiko hipoglikemia lebih ringan. Dimulai
dengan 1 dd 500 mg tolbutamida yang
bila perlu dapat dilipatgandakan sesudah
4 minggu, maksimal 2 g/hari. Bila kurang
memberikan hasil dapat diganti dengan
suatu obat dari generasi ke-2 yang lebih kuat,
contoh glibenklamida, glikazida, glipizida, dan
lain-lain. Bila perlu dosisnya dapat dinaikkan
setiap 4 minggu hingga dosis maksimal dicapai. Dapat pula ditambahkan metformin 1
dd 500 mg pada pasien yang berat badannya
terlampau tinggi (BMI.> 27). Bila perlu dapat
dinaikkan setiap 4 minggu sampai maksimal
3 dd 850 mg. Bila terapi kombinasi ini belum
juga menghasilkan efek, perlu ditambahkan
insulin atau diganti seluruhnya dengan
insulin. Kombinasi sulfonilurea dengan insulin (medium-acting, satu injeksi sehari)
semakin banyak dipakai . Begitu juga
kepada pasien kurus dan kadar gula sangat
tinggi dapat diberikan insulin.
*Pasien yang gemuk sekali (BMI > 30) pada
umumnya secara primer diberikan metformin dengan khasiat anoreksans, sebab
pada mereka biasanya ada resistensi
insulin yang tinggi. Kira-kira 80% dari semua
pasien tipe-2 yaitu terlalu gemuk dengan
kadar gula tinggi, sampai 17-22 mmol/l (=
300-400 mg/100 ml). Biguanida berkhasiat
memperbaiki kerentanan sel bagi insulin.
Insulin pada umumnya baru disuntikkan,
bila obat-obat oral tidak memberikan (lagi)
efek yang diinginkan atau menunjukkan
resistensi. Insulin yang dibutuhkan bisa
lebih banyak daripada untuk penderita tipe-
1 sebab lebih sering mengalami resistensi.
Dewasa ini dianjurkan agar insulin mulai
dipakai pada fasa lebih dini, sebab demikian risiko akan komplikasi lambat dapat
diperkecil.
Pada keadaan khusus seperti kehamilan,
keto-acidosis, infeksi, pembedahan atau gangguan hati dan ginjal, tidak dapat dipakai
antidiabetika oral. Dalam keadaan demikian
tidak perlu diberikan antidiabetika oral terlebih dahulu, namun segera perlu disuntik
insulin.
Interaksi dengan obat lain
Insulin dan antidiabetika oral mudah
sekali dipengaruhi efeknya oleh obat-obat
lain yang diberikan bersamaan, dengan
akibat yang tidak nyaman dan berbahaya
bagi pasien. Obat-obat yang paling sering
memicu interaksi terbagi dalam efek
yang ditimbulkannya, yaitu:
a. Efek potensiasi, sering kali dengan penggeseran ikatan proteinnya yang tinggi:
– analgetika: salisilat, fenilbutazon;
– antibiotika: kloramfenikol, tetrasiklin,
sulfonamida, INH;
– lain-lain: alkohol, antikoagulansia, klofibrat, probenesid.
Semua obat ini dapat meningkatkan
kadar insulin darah dan mengakibatkan
hipoglikemia, kerapkali dengan mendadak
seperti alkohol, terlebih-lebih pada waktu
perut kosong.
b. Efek memperlemah. Sejumlah obat menghambat sekresi insulin, sehingga mening-katkan kadar gula darah dan dengan demikian
memperlemah kerja insulin dan antidiabetika
oral. Yang terkenal yaitu diuretika tiazida dan
furosemida, hormon-hormon kortikoida, tiroksin,
estrogen (pil antihamil!), adrenalin dan glukagon. Rifampisin dan obat antiepilepsi fenitoin
memperkuat perombakan sulfonilurea melalui induksi enzim dan dengan demikian
menurunkan kadar dalam darah dan daya
kerjanya. Semua obat ini pada dasarnya
dapat meningkatkan gula darah yang tidak
diinginkan (hiperglikemia).
MONOGRAFI
Insulin
Secara kimiawi insulin terdiri dari dua
rantai peptida (A dan B) dengan masingmasing 21 dan 30 asam amino, yang saling
dihubungi oleh 2 jembatan disulfida (dr
Sanger, 1955). Berat molekulnya 5.700. Pada
tahun 1974, sintesis keseluruhannya ditemukan, namun membutuhkan sekitar 200 reaksi
kimia yang sangat mahal, sehingga tidak
layak diproduksi secara besar-besaran. Dewasa ini insulin diproduksi secara semisintetik dan biosintetik.
a. Cara semisintetik. Sebagai bahan pangkal
dipakai insulin babi, yang diperoleh
dari pankreasnya. Insulin babi lebih mirip
hormon manusia daripada insulin sapi dan
hanya berbeda 1 asam amino, yaitu alanin
sebagai ganti threonin pada C30 yang terletak
di ujung, lihat rumus bangun. Penukaran
dengan threonin dapat dilakukan secara
enzimatik dengan transpeptidase.
Insulin babi dapat bekerja imunogen
dengan menginduksi pembentukan antibodies
dan reaksi alergi. Insulin sapi bersifat lebih
imunogen, sebab strukturnya lebih berlainan
dari insulin human, maka tidak dipakai
lagi. Contoh insulin semisintetik babi yaitu
Insulin Mix 30/70, Regular, dan Retard NPH.
Aktivitas insulin ini yaitu 40 UI/ml.
b. Cara biosintetik melalui rekombinan-DNA
(1982). Dengan teknik DNA-rekombinan
gen untuk pro-insulin human, yakni suatu
rantai polipeptida dengan 84 asam amino,
dimasukkan ke dalam kuman E. coli atau ragi
Saccharomyces cerevisiae. Dari pro-insulin yang
terbentuk kemudian dihilangkan peptida
penghubung antara kedua rantai (A dan B)
dan akhirnya tersisa insulin, lihat rumus
bangunnya.
Insulin biosintetik identik dengan hormon
pankreas faali; contohnya yaitu Insulin Mixtard Human, Monotard Human dan Insulatard
Human, yang semuanya berkadar 100 UI/ml.
Insulin human ini sangat murni dan tidak
bersifat imunogen, maka di banyak negara
Barat insulin ini sudah menggantikan insulin
babi dengan tuntas sejak awal tahun 1990-an.Lama kerjanya sediaan insulin tergantung
dari lokasi injeksi, dosis, aktivitas fisik dan
faktor individual lainnya. contoh pemberian intramuskuler bekerja lebih cepat dari
pada subkutan dan s.k. di kulit perut lebih
cepat dari pada di paha, lengan atau bokong.
Juga tergantung dari bentuk insulin yang dipakai , yaitu insulin kerja singkat, medium atau kerja panjang1.Insulin kerja singkat: Actrapid, Velosulin,
Humulin Regular. Sediaan ini terdiri dari
insulin tunggal ‘biasa’. Mulai kerjanya dalam 30 menit (injeksi subkutan), mencapai
puncaknya 1- 3 jam kemudian dan bertahan
7-8 jam. Insulin lispro (Humalog) yaitu
analogon sintetik dari insulin human, pada
mana asam-asam amino di posisi 28 dan 29
saling ditukar. Mulai kerjanya dalam 10-20
menit dan lebih mendekati keadaan faal.
Lama kerjanya lebih singkat 2-5 jam. Obat
ini khusus dianjurkan untuk penderita tipe-
1 yang kadar gulanya sukar diregulasi.16,17.
Insulin aspart (NovoRapid) yaitu analogon
sintetik lain yang dibentuk oleh ragi.
2. Insulin long-acting. Untuk memperpanjang kerjanya telah dibuat sediaan longacting, yang semuanya berdasar mempersulit daya larutnya di cairan jaringan dan
menghambat resorpsinya dari tempat injeksi
ke dalam darah. Metode yang dipakai
yaitu mencampur insulin dengan protein
atau seng, atau mengubah bentuk fisiknya.
a. Tambahan protein, biasanya protamin (insulin-isofan atau -NPH). sebab agak
sering mengakibatkan reaksi alergi kini
jarang dipakai lagi. Lama kerja Insulin
isofan human(Insulatard, Humulin N)
yaitu 14-24 jam.
b. Tambahan seng: zinc-insulin. Tersedia
sebagai sediaan:
– Humulin-Zinc = kristal Zn-insulin,
bekerja selama 28 jam
– Monotard Human = Zn-insulin amorf
30% + kristal 70%, lama kerjanya 24-
28 jam.
c. Bentuk fisik insulin: suspensi dari bentuk
kristal atau amorf (halus) memperlambat
penyerapannya ke dalam sirkulasi.
3. Medium-acting. Jangka waktu efeknya
dapat divariasikan dengan mencampur beberapa bentuk insulin dengan lama kerja
berlainan. contoh , campuran insulin ‘biasa’ dengan seng-insulin dalam perbandingan dan bentuk kristal berbeda-beda,
menghasilkan sediaan dengan efek cepat
yang bertahan sedang, panjang atau sangat
panjang. Mulai kerjanya sesudah ±1,5 jam,
puncaknya sesudah 4-12 jam dan bertahan
16-24 jam. Contohnya yaitu :
– *Mixtard 30 HM (human) = insulin 30% +
insulin isofan 70%, bekerja 12-24 jam
– *Humulin 20= insulin 20% + insulin isofan
80%, lama kerja 12-24 jam
Sifat-sifat insulin
Kinetik. Insulin tidak dapat dipakai per
oral sebab terurai oleh pepsin lambung,
maka selalu diberikan sebagai injeksi s.c. ½ jam
sebelum makan. Zat ini dirombak dengan cepat
terutama di hati, ginjal dan otot. Plasma-t½
hanya beberapa menit pada pasien sehat,
pada diabetici bisa diperpanjang sampai 13
jam, mungkin akibat pengikatan pada antibodies. Khasiatnya hanya singkat, lebih kurang
40 menit.
Efek samping terpenting yang dapat terjadi
berupa hipoglikemia, reaksi alergi, resistensi,
lipodistrofi dan gangguan penglihatan.
a. Hipoglikemia biasanya terjadi sebab overdosis atau tidak/terlambat makan sesudah
injeksi. Juga sebab kerja fisik terlalu berat, atau interaksi dengan obat-obat yang
diminum bersamaan. Sediaan depot lebih
berbahaya, sebab memicu “hipo” secara berangsur-angsur yang tidak diperkirakan oleh pasien dan kebanyakan terjadi
di tengah malam sewaktu tidur. “Hipo”
ternyata lebih sering terjadi pada insulin
human. Mungkin sebab gejala adrenerg,
seperti rasa lapar,gemetar, berkeringat dan jantung berdebar, kurang jelas dirasakan berhubung regulasi gula darahnya yang lebih
baik. Semakin baik regulasi gula darah, semakin
besar risiko akan timbulnya hipoglikemia serius.
b. Reaksi alergi di kulit pada tempat injeksi
adakalanya terjadi dan kebanyakan ditimbulkan oleh zat-zat tambahan (protamin,
seng, zat-zat pengawet, kotoran). Alergi
untuk insulin jarang terjadi dan umumnya
bersifat lokal (eksantema, gatal dan pengerasan
di tempat injeksi, antara lain sebab iritasi
kulit, teknik injeksi kurang tepat, atau infeksi
kuman). Reaksi imunogen sistemik jarang sekali
terjadi pada insulin babi dan berupa antara lain
urticaria, mual, muntah dan anafilaksia. c. Lipodystrofia, yakni terganggunya pertumbuhan lemak subkutan di tempat injeksi,
jarang terjadi dan bersifat ringan. Misalnya atrofia (penyusutan) dan hipertrofia (berlebihan), yang hampir selalu disebabkan oleh
kurang sering mengganti lokasi injeksi.
d. Resistensi insulin ada bila kebutuhan
insulin melebihi 200 UI/hari. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh pembentukan antibodies yang mengikat sebagian insulin.
Resistensi terutama dapat timbul pada pasien dengan overweight, mungkin akibat
berkurangnya reseptor insulin atau penurunan kepekaannya.
e. Gangguan akomodasi mata dapat terjadi
akibat terlalu cepatnya penurunan gula darah, yang dapat memicu terganggunya
keseimbangan osmotik antara lensa dan
cairan mata.
Catatan: IOC (Komite Olimpik Int.) telah menyatakan insulin sebagai zat-doping (kelompok hormon peptida), kecuali bagi pasien
diabetes (tipe-1).
Imunogenitas. Untuk menghindari reaksi
alergi dan resistensi, maka telah dilakukan pemurnian insulin secara istimewa
dengan hasil antara lain sediaan MC (=
monocomponent). namun insulin ini masih
mengandung spura pro-insulin sebagai
pengotoran. Begitu pula insulin human
(rekombinan) masih dapat bersifat imunogen
dan kedua jenis ini mendorong pembentukan
antibodies oleh limfosit, walaupun jauh lebih
ringan daripada insulin babi.
Potensi insulin ditentukan dengan jalan
bio-assay terhadap kelinci, pada mana kadar
gula darah dibandingkan dengan suatu
standar internasional. Kegiatannya dinyatakan dalam Unit Internasional, yaitu 50 UI
= 2 mg. Kekuatan sediaan insulin babi yaitu
40 UI/ml, sedangkan insulin human 100 UI/ml.
Dosisnya sangat individual, begitu pula
lama kerja sebenarnya yang tergantung dari
diet dan pola hidup pasien (kerja fisik berat,
banyak bergerak, dan sebagainya). Wanita
hamil dan selama haid memerlukan dosis
yang lebih tinggi dari biasanya, demikian
juga penderita tireoid atau pengidap penyakit
infeksi. Selama berolahraga dosis justru perlu
diturunkan.
Insulin inhalasi (aerosol). Cara penggunaan mutakhir dari insulin yaitu dalam
bentuk inhalasi (Exubera) yang telah diizinkan oleh FDA untuk terapi diabetes tipe-
1 dan tipe-2. Obat ini terdiri dari human
insulin rekombinan dalam bentuk serbuk.
(Inhaleerbare insuline. NTvG 2006;150:393.)
Pemberian insulin yang lazimnya melalui
injeksi subkutan, memiliki beberapa kendala
penting, a.l. resorpsinya yang relatif lambat,
variasi individual yang besar dan tiap
kali harus mengganti lokasi injeksi serta
keengganan kebanyakan penderita terhadap
injeksi. Oleh sebab itu sudah sejak tahun
1925 dicari alternatif pemberian insulin
sebagai aerosol. Hal ini dimungkinkan karena luas permukaan resorpsi yang besar
(±140 m2
), selaput alveoli yang tipis dan
vaskularisasi yang baik, membuat paru-paru
sangat optimal untuk penyerapan peptida
kecil seperti insulin. Ternyata pula bahwa
kecepatan mencapai saluran darah dari
insulin yang diberikan melalui paru sama
dengan insulin (kerja singkat) yang diberikan
subkutan. Inhalasi insulin dapat diperoleh di
Eropa, a.l. di negeri Belanda.28
Insulin glargin (Lantus, Abasria) yaitu analogon sintetik dari insulin human yang
diproduksi melalui teknik DNA rekombinan;
mulai kerjanya setelah 4-8 jam dan bertahan
±24 jam.
Sediaan-sediaan insulin yang tersedia di
Indonesia:
Actrapid HM/Penfill/Novolet (Novo Nordisk)
Insulin glulisine:Apidra (Sanofi)
Insulin lispro: Humalog (Eli Lilly)
Insulin + isophane: Humulin 30/70 (Eli Lilly)
Insulatard HM/Penfill/Novolet (Novo Nordisk)
Insulin glargine:Lantus (Sanofi Aventis)
Insulin detemir: Levemir (Novo Nordisk)
Mixtard 30/Mixtard 30/ Penfill/ 30 Novolet
(Novo Nordisk)
Insulin-protamin: Novomix 30 (Novo Nordisk)
Insulin aspatt: Novorapid (Novo Nordisk)1. SUFONILUREA
1a. Tolbutamida:Rastinon
Obat ini memiliki struktur sulfonamida di
mana gugus p.amino diganti dengan -metil
(1956). Efek hipoglikemiknya relatif lemah,
maka jarang mengakibatkan hipoglikemia.
Banyak dipakai pada diabetes tipe-2.
Resorpsinya dari usus praktis lengkap, PP
±95%, plasma-t½ 4-5 jam, khasiatnya bertahan 6-12 jam. Dalam praktik ternyata bahwa
satu single-dose pagi hari dari 500 mg cukup
efektif untuk mengendalikan kadar gula
selama 24 jam. Dalam hati zat ini dioksidasi
menjadi metabolit inaktif, yang diekskresi
80% lewat urin.
Kehamilan dan laktasi. Tidak dianjurkan
pemberiannya selama kehamilan dan laktasi,
sebab mencapai air susu ibu (±15%).
Dosis: permulaan 1 dd 0,5 g pada waktu
makan (untuk menghindari iritasi lambung),
bila perlu setiap minggu dinaikkan sampai
maksimal 2 dd 1 g. Dosis di atas 2g/hari
diperkirakan tidak ada gunanya.
* Klorpropamida (Diabinese) yaitu derivat
klor long-acting (1958), yang ±4 kali lebih
kuat. Plasma-t½ rata-rata 35 jam dan efeknya
bertahan 1-3 hari. Juga bekerja antidiuretik.
Efek samping lebih sering terjadi dan bersifat
lebih berat, antara lain hipoglikemia dan reaksi
kulit. Juga ada variasi inter-individual
besar mengenai kadar plasma yang dicapai
pada dosis yang sama. sebab efek samping
tersebut, klorpropamida di kebanyakan negara Barat sudah ditarik dari peredaran.
Dosis: permulaan 1 dd 250 mg pagi hari,
lansia 125 mg.
* Gliklazida (Diamicron) yaitu derivat toluilsulfonilurea (1972), yang termasuk generasi
ke-2 dan ±6 kali lebih kuat dengan lama kerja
lebih dari 12 jam (t½ ±10 jam). Berkhasiat antiagregasi trombosit dan dapat memperbaiki
aktivitas fibrinolitik dari endotel pembuluh.
Jarang memicu ‘hipo’.
Dosis: oral 1-3 dd 80 mg dari sediaan retard.
* Glimepirida (Amaryl) yaitu derivat pyrrolin (1995) dengan khasiat dan pemakaian
sama. Dosis: 1 dd 1-4 mg, maks 6 mg sehari,
a.c.
1b. Glibenklamida: Daonil, Euglucon
Derivat klormetoksi ini (1969) yaitu
obat pertama dari antidiabetika generasi
ke-2 dengan khasiat hipoglikemik ±100 kali
lebih kuat daripada tolbutamida. Sering
kali ampuh bilamana obat-obat lain tidak
efektif (lagi). Risiko ‘hipo’ juga lebih besar
dan lebih sering terjadi terutama pada lansia
(malam hari), juga gangguan hati atau ginjal,
Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea lain, yaitu dengan single-dose pagi hari
mampu menstimulasi sekresi insulin pada
seti