obat 51


  (hiperglikemia 

dan hiperinsulinemia). Keadaan bahwa organ tujuan menjadi kebal bagi insulin ini 

disebut tidak-kepekaan atau resistensi insulin 

(R.I.). Insulin yang disuntikkan menghasilkan kadar dalam darah yang rendah, maka 

efek biologisnya juga di bawah normal.

Resistensi insulin bisa terjadi akibat berbagai 

sebab, antara lain:

– obesitas. pasien  gemuk membutuhkan lebih banyak insulin daripada pasien  ‘normal’;

– gangguan jantung (infark, dekompensasi);

– obat-obatan, contoh  kortikosteroid, diuretika tiazida (di atas 25 mg/hari) dan 

betablocker; 

– kekurangan krom, yang perlu bagi berfungsi baik insulin dan metabolisme glukosa yang normal22 .

Bila resistensi insulin tidak ditanggulangi 

dengan perubahan drastis pola hidup (penurunan asupan kalori dan peningkatan 

aktivitas tubuh), maka dapat dipastikan suatu 

waktu akan timbul penyakit gula (DM2).

Khasiat fisiologi

Insulin memiliki beberapa efek terhadap 

metabolisme ketiga bahan utama pangan, 

yaitu hidratarang, lemak dan protein. Ketiganya dapat mensuplai energi, namun  karbohidrat yaitu  yang terpenting sebab  glukosa 

bisa menghasilkan energi dengan cepat. 

Khasiat insulin terhadap zat-zat gizi yaitu  

sebagai berikut:

a. Efek karbohidrat. Fungsi utama insulin 

yaitu  mengatur utilisasi glukosa oleh sel 

sebagai sumber energi, antara lain dengan melancarkan pelintasannya melalui membran sel dan resorpsinya ke 

dalam sel-sel otot dan lemak. Selain itu 

insulin bekerja hipoglikemis, yaitu menurunkan gula-darah dengan menstimulasi pengubahan kelebihan glukosa menjadi glikogen di hati dan otot. Dengan 

demikian insulin menjaga jangan sampai 

gula-darah terlampau tinggi. Lagi pula insulin menghambat gluconeogenesis (pembentukan glukose) dalam hati dengan 

merintangi pelarutan glikogen. 

b. Efek lemak yang terdiri dari stimulasi 

lipogenesis dan menghambat lipolysis, yaitu 

menstimulasi sintesis lemak dari glukosa 

dan pemasukannya ke dalam sel serta 

merintangi penguraian (Lat. lipo- = lemak, 

genesis = pembentukan, lysis = pemecahan, pelarutan) dan pelepasan asam lemak dari jaringan lemak.

c. Efek protein (efek anabol):menstimulasi

sintesis protein dari glukosa.

d. Stimulasi faktor pertumbuhan dinding 

arteri, yang pada hiperinsulinemia kerapkali menebal, sehingga dapat mengakibatkan hipertensi. 

Diagnosis diabetes

Dengan adanya gejala klinis atau komplikasi 

diabetes yang khas (contoh  retinopati), 

seperti tertera di bawah ini, diagnosis dapat 

dipastikan dengan penentuan kadar glukosa 

darah. Nilai di atas 7,8 mmol/l (pada lambung 

kosong) pada dua hari berlainan dianggap 

positif (WHO). Begitu pula “post-load” di atas 

11,0 mmol/l, yaitu 2 jam setelah pembebanan 

glukosa 75 gram.

Kriterium baru (1997) dari ADA (American 

Diabetes Association) menurunkan nilai batas 

(pada perut kosong) >6,9 mmol/l. Kriterium 

post-load ditiadakan sebab  tes toleransi 

glukosa dalam praktik adakalanya tidak dapat dilakukan. Nilai antara 6,1-7,0 mmol/l 

menunjukkan toleransi glukosa yang terganggu.

Misi dari asosiasi ini yaitu  untuk menghindari dan menangani diabetes dan memperbaiki kehidupan dari semua penderita 

diabetes. Untuk memenuhi tujuan ini ADA 

mendanai riset, mempublikasi hasil-hasil penemuan, memberikan informasi dan pelayanan kepada penderita dan publik. Gejala

Penyakit diabetes mellitus ditandai gejala 

3P, yaitu poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak 

makan), yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Di samping naiknya kadar gula darah, 

diabetes bercirikan adanya gula dalam urin 

(glycosuria) dan banyak berkemih sebab  

glukosa yang diekskresi mengikat banyak 

air. Akibatnya timbul rasa sangat haus, 

kehilangan energi, berat badan menurun 

serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak

untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang 

disertai pembentukan zat-zat perombakan, 

antara lain aseton, asam hidroksibutirat dan

diasetat, yang membuat darah menjadi asam. 

Keadaan ini, yang disebut ketoacidosis dan 

terutama timbul pada tipe 1, sangat berbahaya sebab  dapat mengakibatkan pingsan 

(coma diabeticum). Napas penderita yang 

sudah menjadi sangat kurus sering kali juga 

berbau aseton.

Komplikasi lambat 

Diabetes sangat meningkatkan risiko akan PJP,

antara lain hipertensi dan infark jantung 

(Diabetes and the heart. Lancet 1997; 350 suppl.1: 

1-31). Bila tidak atau kurang tepat diobati, 

lambat-laun dapat terjadi gangguan kardiovaskuler dan neurovaskuler serius yang sangat 

dikhawatiri. Risiko untuk komplikasi parah 

ini dapat dikurangi dengan mempertahankan 

kadar gula darah sedatar mungkin, artinya 

tanpa puncak-puncak tajam yang timbul setelah makan banyak (hidratarang). Komplikasi terpenting dapat berupa:

a. Infark jantung. Di dinding arteri timbul 

benjolan-benjolan yang mengganggu sirkulasi darah dan akhirnya terjadi atherosclerosis yang dapat mengakibatkan infark 

jantung.

b. Retinopati. Sering kali pada retina timbul 

ciri-ciri perdarahan, udema, mengelupas dan menjadi buta! Di dunia Barat, 

retinopathy merupakan penyebab tersering dari penglihatan buruk dan kebutaan. 

c. Polineuropati. Begitu pula kerusakan 

pada pembuluh kecil dan saraf dapat 

timbul pada berbagai tempat, yang akhirnya mengakibatkan defek pada semua 

organ dan jaringan perifer. Gangguan 

ini sering terjadi dengan perasaan seperti 

ditusuk-tusuk dan hilang rasa di kakitangan atau benjolan sangat nyeri di 

kaki. Luka dan borok sukar sembuh dan 

tidak jarang mengakibatkan gangren (mati 

jaringan) dan amputasi.

d. Nefropati. Selain itu dapat timbul kerusakan ginjal dengan hiperfiltrasi dan 

keluarnya albumin dalam kemih, yang 

sering kali bersifat fatal. 

e. Lainnya: impotensi, infeksi stafilokok pada kulit dan keluhan claudicatio (penyakit 

etalase) di tungkai yang berciri kejangkejang sangat nyeri di betis setelah jalan 

sejumlah meter, lihat Bab 34, Vasodilator.

Jenis diabetes

Klasifikasi dari jenis-jenis diabetes yaitu  

sangat penting untuk a.l. penentuan pengobatan dan prognosisnya. Untuk klasifikasi 

tepat dari jenis diabetes yang paling sering 

terjadi pada pasien-pasien dengan hiperglikemia, dapat dipakai sebagai pedoman 

BMI dan riwayat keluarga. Untuk tujuan ini 

dapat dipakai sejenis flow chart sederhana 

untuk diagnostik, klasifikasi dan terapi.29

Dewasa ini diabetes dapat dibagi dalam 3 

tipe, yaitu tipe-1, tipe-2 dan tipe hamil. 

a. Tipe-1, jenis remaja(juvenile, DM1)

Pada tipe ini ada  destruksi dari selbeta pankreas, sehingga tidak memproduksi 

insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa 

menyerap glukosa dari darah. sebab  itu 

kadar glukosa darah meningkat di atas 10 

mmol/l, yaitu nilai ambang ginjal, sehingga 

glukosa berlebihan dikeluarkan lewat urin 

bersama banyak air (glycosuria). Di bawah 

kadar tersebut, glukosa ditahan oleh tubuli 

ginjal. 

* Prevalensi. Tipe-I diderita pasien -pasien  

di bawah usia 30 tahun dan paling sering, 

namun  tidak selalu, dimulai pada usia 10-13 

tahun. Insidensinya di negara Barat telah 

berlipatganda dalam 20-30 tahun terakhir. 

sebab  penderita senantiasa membutuhkan insulin, maka tipe I dahulu juga disebut 

IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus).

* Penyebabnya belum begitu jelas, namun  

terda-pat indikasi kuat bahwa jenis ini 

disebabkan oleh suatu infeksi virus yang 

memicu  reaksi auto-imun berlebihan

untuk menanggulangi virus. Akibatnya selsel pertahanan tubuh tidak hanya membasmi virus, melainkan juga turut merusak atau 

memusnahkan sel-sel Langerhans. Dalam 

waktu satu tahun sesudah diagnosis, 80-90% 

penderita tipe I memperlihatkan antibodies

sel-beta di dalam darahnya. Pada tipe ini faktor 

keturunan juga memegang peranan. Virus yang 

dicurigai yaitu  virus Coxsackie-B, Epstein-Barr, 

morbilli (measles) dan virus parotitis(“bof”). 

* Prevensi dan terapi. Pengobatan satu-satunya 

terhadap tipe-1 yaitu  pemberian insulin 

seumur hidup. Berhubung tipe-1 merupakan 

penyakit auto-imun, maka imunosupresiva 

seperti azatioprin dan siklosporin, dapat menghambat jalannya penyakit, namun  hanya 

untuk sementara. Di German untuk menangani gejala neuropati dipakai obat komplementer asam liponat dengan sukses.

b. Tipe-2, jenis dewasa(maturity onset, DM2)

Biasanya timbul di atas 40 tahun dengan 

insidensi lebih besar pada pasien  gemuk 

(overweight, dengan BMI> 27; lihat Bab 31, 

Adrenergika) dan pada usia lanjut. Bagi 

mereka yang hidupnya makmur, makan 

terlampau banyak dan kurang gerak badan 

lebih besar lagi risikonya. 

* Prevalensi. Menurut perkiraan 5-10% dari 

pasien  di atas usia 60 tahun mengidap DM2. 

Sangat meresahkan bahwa dewasa ini pasien  

semakin muda diserang penyakit ini. Penyebab utama dari meningkatnya insidensi adalah a.l. obesitas/kegemukkan.

Pada pasien  Afrika ada  2 kali lebih 

banyak pasien diabetes tipe-2 daripada pasien  

Eropa; pada pasien  Asia Selatan bahkan ratarata 4-5 kali lebih banyak. pasien  Hindu di 

Eropa ternyata sangat rentan untuk diabetes 

berhubung pola genetiknya, ±30% dari kelompok populasi ini mengidap penyakit gula.

Mulainya DM2 sangat berangsur-angsur 

dengan keluhan ringan yang sering kali 

tidak dikenali. Tipe-2 bersifat menyesatkan 

(“treacherous”), sebab  dalam kebanyakan 

hal baru menjadi manifes dengan tampilnya 

gejala stadium lanjut. Bahkan bila sudah terjadi 

komplikasi, contoh  infark jantung atau 

gangguan penglihatan.

* Penyebabnya. Hiperglikemia pada diabetes 

mellitus type-2 singkatnya disebabkan oleh 

kombinasi dua faktor. Faktor pertama yaitu  

berkurangnya kepekaan reseptor di jaringan 

hati, otot dan lemak bagi insulin yang disebut 

insulin-resistensi, sehingga dibutuhkan lebih 

banyak insulin untuk mencapati tujuan 

yang sama. Peristiwa insulin-resistensi ini 

berkaitan dengan berat badan berlebihan 

(BM>27 kg/m2

.

Berat badan berlebihan memicu timbulnya 

hiperlipidemia, terutama hipertrigliseridemia 

dan kadar HDL-kolesterol rendah, serta hipertensi. Kombinasi dari hiperglikemia, hiperlipidemia dan hipertensi yang disebut 

sindrom metabol, sindrom X atau sindrom resistensi insulin, cenderung meningkatkan risiko 

penyakit jantung dan pembuluh.

Faktor kedua yaitu  penurunan progresif 

dari produksi hormon insulin di sel-sel beta 

dari kepulauan Langerhans sehingga tidak 

mencukupi kebutuhan. Akibatnya yaitu  

hiperglikemia.

Akibat proses menua, banyak penderita 

jenis ini mengalami penyusutan sel-sel-beta 

yang progresif serta penumpukan amiloid di 

sekitarnya. Pada 2006 telah ditemukan enzim 

yang bertanggungjawab untuk perombakan 

amiloid dan insulin. Sel-sel-beta yang tersisa 

pada umumnya masih aktif, namun  sekresi 

insulinnya semakin berkurang.

* Tipe-2 pada hakekatnya tidak tergantung 

dari insulin, maka dahulu juga disebut 

NIDDM (= non-insulin-dependent) dan lazimnya dapat diobati dengan antidiabetika 

oral. Akan namun  sejak 1997 semakin banyak 

penderita tipe-2 diterapi dengan insulin 

sehingga menurunkan risiko komplikasi lambat. Oleh sebab  itu perbedaan kedua nama 

ini tidak ada artinya lagi dan sudah 

ditinggalkan (Ph Wkbl 1998; 133: 32-5).Antidiabetika oral pada umumnya tidak 

memicu  kecenderungan acidosis. Antara 70-80% dari semua penderita diabetes 

termasuk jenis ini, pada mana faktor keturunan

memegang peranan besar. Bila salah satu 

pasien  tua menderita kencing manis, maka 

kemungkinan diturunkan penyakit ini ke 

anak-anaknya yaitu  1:20.

Diagnosis dini. Tipe-2 umumnya baru didiagnosis pada stadium terlambat (lihat di 

atas), padahal diagnosis dini yaitu  penting 

sekali untuk menghindarkan komplikasi 

lambat. Maka bila ada  gejala seperti haus 

hebat dengan sering berkemih dan turunnya 

berat badan serta rasa letih, maka sebaiknya 

segera mengkonsultasi dokter untuk diperiksa terhadap penyakit gula. sebab  lebih dari 

separuh penderita diabetes juga mengidap 

hipertensi, maka sebaiknya tekanan darah 

dimonitor secara teratur.

c. Diabetes kehamilan (GDM) timbul pada 

trimester kedua dari kehamilan dan umumnya hilang setelah persalinan. Wanita dengan 

diabetes kehamilan cenderung mendapat  

diabetes tipe-2 pada usia lanjut.

Pada wanita hamil dengan penyakit gula, 

regulasi glukosa yang ketat yaitu  penting 

sekali untuk menurunkan risiko akan keguguran spontan, cacat dan kelebihan berat 

badan bayi atau kematian perinatal. sebab  

antidiabetika oral tidak dapat dipakai pengobatan harus dialihkan ke insulin.

Diabetes insipidus (DI)

Jenis diabetes ini berlainan sekali etiologinya dari pada DM, sebab  ditimbulkan oleh 

kekurangan sekresi vasopressin (ADH), yaitu

Antidiuretic Hormone oleh kelenjar hipofisis, 

lihat Bab 4. Penyebab defisiensi hormon itu 

agak sering timbul akibat suatu tumor di 

hipofisis atau hipotalamus, dapat juga akibat defek pada reseptor-reseptor ADH. Pada 

45% dari kasus penyebabnya tidak diketahui. Gejalanya berupa poliuri (banyak sekali 

berkemih dengan akibat dehidrasi dan polidipsi, yaitu sangat haus. Terapi suplesi dapat dilakukan dengan hormon sintetik desmopresin (Minrin).

Glukagon

Hormon peptida ini dapat dianggap sebagai 

antagonis dari insulin sebab  berefek

meningkatkan kadar gula darah. Bila kadar 

glukosa rendah (hipoglikemia), sel-sel-alfa

melepaskan glukagon dan menstimulasi 

pengubahan glikogen ––> glukosa, sehingga 

kadar gula dinormalkan kembali. Selain itu 

lipolysis diperkuat yang dapat memicu  

ketosis. Selanjutnya glukagon berdaya inotrop

positif, yakni memperkuat kontraksi otot 

jantung dan menstimulasi penerusan impulsnya.

Dalam terapi peptida ini dengan BM 3000 

dipakai parenteral pada keadaan hipoglikemia yang parah, khususnya bila tidak 

tersedia gula dan pada pasien yang pingsan. 

Dosis tinggi dapat memicu  mual dan 

muntah.

Penanganan diabetes 

Tindakan umum

a. Diet. Pokok pangkal penanganan diabetes yaitu  makan dengan bijaksana. Semua pasien selalu harus mengawali diet 

dengan pembatasan kalori, terlebih-lebih 

pada pasien dengan overweight (tipe-2). 

Makanan perlu dipilih secara saksama 

dengan memperhatikan pembatasan lemak 

total, lemak trans dan lemak jenuh untuk 

mencapai normalisasi kadar glukosa dan 

lipida darah. Lihat di bawah Diet dan frekuensi makan. Angka-angka di Tabel 47-1. 

hanya merupakan pedoman (bagi pasien  

Barat).

b. Gerak badan. Bila ada  resistensi insulin, gerak badan secara teratur (jalan 

kaki atau bersepeda, olahraga) dapat menguranginya. Hasilnya insulin dapat dipergunakan lebih efisien oleh sel tubuh 

dan dosisnya pada umumnya dapat diturunkan.

c. Berhenti merokok sebab  nikotin dapat 

memengaruhi secara buruk penyerapan 

glukosa oleh sel. Lagi pula merokok 

menghasilkan banyak radikal bebas, lihat dibawah d) dan juga Bab 35, Antihipertensiva.* stres oksidatif. Banyak indikasi menunjukkan bahwa pada penderita diabetes, metabolisme glukosa yang terganggu menimbulkan kelebihan radikal bebas, yang memegang peranan penting pada terjadinya komplikasi lambat. Stres oksidatif ini dapat menimbulkan gangguan kronis pada mata, 

ginjal, pembuluh dan sistem saraf. Untuk 

prevensi dan pengobatan kerusakan oksidatif 

ini, terutama di kalangan ortomolekuler dianjurkan pemakaian  antioksidansia, misalnya asam liponat, vitamin E dan vitamin C. 

namun  pendapat ini belum dapat diterima 

oleh kedokteran regular sebab  secara ilmiah 

belum dibuktikan dengan meyakinkan. Lihat 

di atas dan juga Bab 53, Vitamin, boks Antioksidansia.

Asam liponat sejak awal abad-ke 21 sudah 

dipakai di Jerman untuk menangani keluhan neuropati, seperti nyeri dan 

kesemutan (paraesthesia).

Pengobatan

a. Pasien tipe-1 dengan usia di bawah 40 

tahun selalu perlu diobati dengan insulin, 

sebab  sel betanya tidak aktif lagi (0,6-0,9 

UI/kg/hari) dan tidak dianjurkan minum 

antidiabetika oral. Banyaknya insulin yang 

dibutuhkan pertama-tama dipengaruhi oleh 

susunan makanan, namun  juga faktor lain 

memegang peranan, contoh  stres , penyakit

infeksi, haid dan kehamilan. Dalam semua 

keadaan ini kebutuhan insulin meningkat,

mungkin sebab  ambang ginjal bagi glukosa 

menurun. Sebaliknya diketahui pula bahwa 

aktivitas tubuh yang teratur menurunkan 

kebutuhan insulin, antara lain sebab  kepekaan tubuh bagi insulin meningkat. Olahragawan selama latihan memerlukan lebih 

sedikit insulin dibandingkan dengan pada 

waktu istirahat. Lagi pula olahraga teratur 

memperbaiki regulasi diabetes dan fungsi 

jantung.

*Pengobatan komplementer. Pada hewan yang 

sering kali mengidap diabetes telah dipastikan bahwa vitamin B3 (niasinamida) berkhasiat menghambat sistem imun dan memperlambat terjadinya diabetes. Vitamin B3 

melindungi sel beta terhadap kerusakan oleh 

sistem imun sendiri dan membantu pemulihan 

sel beta yang rusak. Anak-anak di A.S dengan 

antibodies terhadap sel betanya sendiri 

(artinya berisiko tinggi mendapat  tiperemaja) yang diberikan vitamin B3, ternyata 

hanya 50% yang betul-betul mengidap 

diabetes tipe-1. Akan namun  penelitian besarbesaran dalam 23 negara untuk menegaskan 

efek baik vitamin B3

(European Nicotinamide 

Diabetes Intervention Trial, ENDIT) tidak dapat mengkonfirmasikannya. Begitu pula 

penelitian lain dengan antioksidansia, yaitu 

HOPE study dengan vitamin E dan Heart 

Protection Study dengan cocktail dari vitamin A,C, dan E juga tidak memperbaiki 

morbiditas dan mortalitas. Di samping ini 

minyak ikan (EPA,DHA) telah dilaporkan 

manfaatnya untuk menstabilisasi jalannya 

penyakit diabetes.

b. Pasien tipe-2. Penanganan pertama adalah menurunkan berat badan (bila berlebihan) dan perubahan pola hidup (lebih 

banyak bergerak) dan menghentikan kebiasaan merokok yang dapat menurunkan 

gangguan jantung dan pembuluh dengan 

50%. Bila tindakan umum (diet, gerak badan dan penurunan berat badan) tidak 

atau kurang efektif untuk menormalisasi 

kadar glukosa darah, perlu diberi tambahan 

pengobatan monoterapi oral (metformin). 

Bila hasilnya kurang efektif, sering kali 

diberikan terapi kombinasi (SU derivat kerja 

singkat tolbutamida atau gliklazida 80 mg) 

(sebaiknya tidak lebih dari dua jenis yang 

memiliki daya kerja aditif) dan apabila masih belum mencapai tujuan dapat diberikan 

pengobatan parenteral dengan injeksi insulin 

(sekali malam hari NPH-insulin).

* Tujuan jangka pendek. Secara primer 

terapi diabetes ditujukan pada pencegahan 

efek jangka pendek seperti haus, banyak 

berkemih, rasa lelah dan khususnya 

keto-acidosis. Tujuan pengobatan yaitu  

mencapai nilai glukosa darah di bawah 

6,7 mmol/l (pada lambung kosong). Pada 

manula nilainya boleh lebih tinggi, sampai 8 

mmol/l. Dengan sulfonilurea dan biguanida 

dapat dicapai penurunan rata-rata 3 mmol/l 

pada 60-70% dari penderita.

Tujuan jangka panjang. Yang lebih penting yaitu  prevensi komplikasi lambat

seperti retinopati dan neuropati perifer 

(borok kaki), juga nefropati dan gangguan 

jantung/pembuluh. Untuk mencapai tujuan 

ini sangatlah penting untuk mengusahakan 

regulasi gula darah yang optimal. Sepanjang 

hari kadar gula darah - yang pada penderita 

diabetes sangat berfluktuasi - hendaknya 

dikendalikan di antara batas normal(= antara 

4-7 mmol/l). Dengan maksud ini sekarang 

ada  kecenderungan untuk memberikan 

insulin kepada penderita tipe-2 pada fase 

lebih dini. Lagipula sebab  injeksi insulin 

sudah sangat dipermudah dengan adanya 

pena-insulin (penfill).

* Regulasi optimal berarti bahwa pemasukan hidrat arang dan profil insulin-darah 

(fluktuasi, turun-naiknya kadar) harus saling 

diselaraskan dengan baik. Demikian pula 

pola kadar gula sebanyak mungkin supaya 

mendekati fluktuasi gula-darah normal (pada 

pasien  sehat). Selama makan kadar insulin 

naik dengan pesat, lalu turun lagi ke nilai 

semula dalam waktu 2 jam. Oleh sebab  itu 

fluktuasi dari kadar-glukosa berkisar antara 

4-7 mmol/l. Lihat grafik 47-1.

Pada umumnya regulasi yang lebih baik 

bisa dicapai dengan injeksi penfill 4 kali sehari

dibanding 2 kali sehari. Untuk memonitor 

kadar glukosa dengan baik, pasien perlu 

mengontrol gula darahnya 4 kali sehari. Banyak studi telah membuktikan bahwa dengan 

regulasi yang tepat, komplikasi lambat dapat 

diundur dengan nyata. contoh  setelah enam 

tahun risiko akan nefropathy, retinopathy 

dan neuropathy ternyata berkurang dengan 

masing-masing 35%, 50%, dan 60%!

* Pemeriksaan gula-darah dapat dilakukan 

oleh penderita sendiri dengan teststrip yang 

memerlukan hanya satu tetes darah. Kadar

gula darah dapat diketahui dengan membandingkan warna yang timbul dengan 

standar. Pengontrolan ini perlu dilakukan minimal 4 kali sehari.

Diet dan frekuensi makan

Diet untuk pasien diabetes pada hakikatnya 

tidak berbeda dari diet yang dianggap ideal 

bagi pasien  sehat. Pembatasan kalori juga perlu 

dilakukan, lihat tabel kebutuhan energi berdasarkan jenis kelamin, usia dan aktivitas 

fisik dalam Bab 54, Dasar-dasar Diet Sehat. 

Pada pasien gemuk (BMI > 27) perlu diawali 

dengan diet menurunkan asupan kalori menjadi

1000-1600 kcal/hari, tergantung dari berat 

badan .

* Susunan diet yang dianjurkan hendaknya 

terdiri dari 4 komponen, yakni:

a. hidratarang: 50-55 En% (= % dari energi 

total), hendaknya sebagai polisakarida, yaitu 

karbohidrat yang tidak dimurnikan (refined)

seperti pati gandum (roti, bakmi, makaroni), nasi, kentang, ubi tales, singkong dan 

jagung. Dari jumlah kalori ini, 5-10 En% 

diperbolehkan sebagai mono-/disakarida,

yakni glukosa, fruktosa, laktosa dan gula 

pasir/jawa (jem atau buah masak). namun  

hendaknya hanya bersamaan dengan bahan 

gizi lainnya dan tidak sendiri seperti sirop, 

Cola, perasan buah/jus. contoh  puncak 

glukosa darah setelah makan sebuah jeruk

(berisi serat) yaitu  lebih mendatar daripada 

setelah makan sejumlah hidratarang yang 

setaraf dengan peresan jeruk (tanpa ampas/

serat). 

b. protein: 10-15 En%. contoh  pria berusia 

55 tahun yang banyak bekerja duduk dengan aktivitas fisik ringan hanya membutuhkan ±1700 kcal sehari. pasien  demikian 

memerlukan 200-300 kcal zat putih telur. 

Protein ini diperoleh terutama dari daging 

dan telur, namun  juga dari sumber nabati: 

khususnya jenis kacang (beans) dan jagung, 

juga banyak dalam daun ketela, sedikit di 

jenis gandum, kentang dan ketela.

c. lemak/minyak: 25-30 En%, yaitu dalam 

contoh di atas 500-600 kcal sehari. Hendaknya 

terbagi untuk 1/3 sebagai asam lemak polyunsaturated (PUFA), 1/3 mono-unsaturated dan 

1/3 saturated (fatty acids).

d. serat gizi: 40-46 g sehari yang diperoleh 

dari 200-400 g sayur-mayur atau buah-buahan, juga berbagai kacang (tanah, jogo, 

kedele, polong, dan lain-lain), jagung dan 

beras tumbuk/merah yang mengandung cukup serat gizi. Idealnya setiap pangan hendaknya berisi serat gizi, sebab  berkhasiat 

mengikat hidratarang (dan lemak) yang 

kemudian dilepaskan secara berangsur. Dengan demikian kadar glukosa darah tidak 

melonjak-lonjak dan juga pelepasan insulin 

oleh pankreas berlangsung lebih teratur. 

Lihat Tabel 47-2 dan selanjutnya Bab 54, 

Dasar-dasar Diet Sehat. 

* Frekuensi makan. Di samping susunan 

diet yang hendaknya sekonstan mungkin, 

penting pula membagi secara merata pemasukan kalori sepanjang hari. Hal ini perlu 

untuk menghindari terlalu meningkatnya kadar 

gula darah, yang merupakan rangsangan 

bagi pankreas untuk mensekresi insulin. 

Seperti telah dibahas di atas, pada tipe-2 

sekresi insulin berlebihan tidak diinginkan 

berhubung pada umumnya sudah ada  

terlalu banyak insulin (tak aktif) dalam 

darah sebab  reseptor tidak diduduki secara 

optimal.

Pembagian kalori merata dapat dicapai dengan makan lebih sering daripada 3 kali 

sehari, yaitu 5-6 kali, namun  setiap kalinya 

dengan porsi yang lebih kecil dan pada 

waktu yang tetap. Di samping itu setiap 

porsi sebaiknya selalu mengandung keempat 

bahan gizi ini di atas dengan susunan 

yang lebih kurang konstan. Yang terutama 

penting yaitu  pembagian merata dari 

hidratarang sepanjang hari. Hal ini perlu 

ditaati pula oleh pasien tipe-1 agar mencapai 

keseimbangan yang sebaik mungkin antara 

makanan dan pemberian insulin.

Terapi dari komplikasi 

a. Hipoglikemia (“hipo”) yaitu  komplikasi 

yang paling lazim terjadi pada terapi dengan 

insulin, sebab  kadar gula darah turun terlalu drastis. Hal ini lebih jarang terjadi dengan 

antidiabetika oral. Keadaan berbahaya ini 

dapat disebabkan oleh overdose obat, kurang 

atau tidak makan sesudah injeksi, atau sebab  

absorpsi insulin yang lebih lancar berhubung 

lokasi injeksi berlainan ataupun sebab  kerja 

fisik berat atau olah-raga. Lokasi injeksi juga 

menentukan kecepatan resorpsi, contoh  

penyuntikan di perut dan lengan bagian 

atas masing-masing 2 dan 2,5 kali lebih cepat 

daripada injeksi di paha.

* Gejala. Bila kadar glukosa menurun di 

bawah ±3,3 mmol/l timbul gejala ‘otonom’ 

akibat stimulasi dari susunan saraf adrenerg. 

Antara lain berkeringat, gemetar, muka pucat 

dan jantung berdebar-debar, rasa lapar dan 

kesemutan sekitar mulut dan lidah. Bila kadar 

gula turun lebih lanjut di bawah 2,8 mmol/l 

akan timbul gejala khas akibat kekurangan glukosa di otak. Yang terpenting yaitu  

gangguan konsentrasi dan penglihatan, pusing, 

termangu-mangu, mengantuk, kemudian bahkan stupor dan koma.

“Hipo” ringan sebaiknya diatasi dengan 

segera memberikan gula, perasan jeruk, 

sirop kental atau makanan apapun. “Hipo” 

hebat dengan berkurangnya kesadaran atau 

pingsan yaitu  sangat berbahaya, sebab  bisa 

mengakibatkan kerusakan otak. Oleh sebab  

itu harus segera diobati dengan injeksi i.v. 

larutan glukosa 40-50% atau s.k./i.m. glukagon 

1 mg; penderita akan pulih kesadarannya 

sesudah 10-15 menit.

Berhubung dengan bahaya ini, penderita diabetes sangat dianjurkan selalu membawa beberapa gumpal gula untuk keadaan darurat.

b. Resistensi insulin yaitu  komplikasi lain, 

yang umumnya diakibatkan oleh kegemukan, 

lihat di atas. Senyawa tiazolidindion, asam 

liponat dan krom dipakai untuk mengatasi 

komplikasi ini

 B. ANTIDIABETIKA ORAL

Pada tahun 1954 karbutamida diperkenalkan 

sebagai obat diabetes oral pertama dari

kelompok sulfonilurea yang struktur dan efek 

sampingnya mirip sulfonamida. Beberapa 

tahun kemudian, disintesis derivatnya, yaitu 

tolbutamida dan klorpropamida tanpa efek 

sulfa, yang selanjutnya disusul oleh banyak 

turunan lain dengan daya kerja lebih kuat. 

Sementara itu sekitar tahun 1959 ditemukan 

senyawa lain dengan efek antidiabetes, yaitu 

kelompok biguanida, a.l metformin.Pada tahun 1990 dipasarkan penghambat alfaglukosidase (akarbose, miglitol) yang cara kerjanya sangat berlainan dengan kedua kelompok sebelumnya. Akhirnya pada pertengahan tahun 90-an disalurkan senyawa

tiazolidindion dengan khasiat peningkatan 

sensitivitas insulin, khususnya uptake glukosa perifer. 

Antidiabetika oral dapat dibagi dalam enam 

kelompok besar, sebagai berikut

1. Sulfonilurea: a.l. tolbutamida, klorpropamida, 

glibenklamida, gliklazida, glipizida,glikidon dan

glimepirida.

Kedua obat pertama termasuk obat generasi ke-1 sedangkan yang lainnya disebut obat

generasi ke-2 dengan daya kerja 10-100x lebih 

kuat atas dasar berat badan.

Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari 

pulau Langerhans, sehingga sekresi insulin 

ditingkatkan. Di samping itu, kepekaan selsel beta bagi kadar glukosa darah ditingkatkan melalui efeknya terhadap protein 

transpor glukosa. Obat ini hanya efektif 

pada penderita tipe-2 yang tidak begitu 

berat, yang sel-sel betanya masih bekerja 

cukup baik. Ada indikasi bahwa obat-obat 

ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan 

terhadap insulin dan menurunkan absorpsi 

insulin oleh hati. 

Penderita biasanya mengalami resistensi 

insulin, sehingga sulfonilurea kurang efektif. 

Resorpsi dari usus umumnya lancar dan 

lengkap, sebagian besar terikat pada protein 

antara 90-99%. Plasma-t½ berkisar antara 4-5 

jam (tolbutamida, glipizida), 6-7 jam (glibenklamida) sampai 10 jam (gliklazida) atau 

lebih dari 30 jam (klorpropamida).

Efek samping yang terpenting yaitu  hipoglikemia yang dapat terjadi secara terselubung dan adakalanya tanpa gejala khas 

(terutama pada lansia), khususnya pada 

derivat kuat seperti glibenklamida. Agak 

jarang terjadi gangguan lambung-usus (mual, muntah, diare), sakit kepala, pusing, 

rasa tidak nyaman di mulut, juga gangguan 

kulit alergis (exanthema, fotosensitasi). Nafsu 

makan diperbesar dan berat badan bisa naik, 

terutama pada mereka yang tidak mentaati 

diet. Toleransi pun dapat timbul pada 5-10% 

pasien sesudah beberapa tahun, mungkin 

sebab  sel-sel beta hilang kepekaannya terhadap insulin. Dengan alkohol terjadi efek 

disulfiram (efek Antabuse), khususnya pada 

klorpropamida. 

2. Kalium channel blocker : repaglinida, nateglinida

Senyawa ini sama mekanisme kerjanya 

dengan sulfonilurea, hanya pengikatan terjadi di tempat lain dan efeknya lebih singkat.

3. Biguanida

Berbeda dengan sulfonilurea, obat ini tidak 

menstimulasi pelepasan insulin dan tidak 

menurunkan gula darah pada pasien  sehat. 

Zat ini juga menekan nafsu makan (efek anoreksan) sehingga berat badan tidak meningkat, 

maka layak diberikan pada penderita yang 

kegemukan. Mekanisme kerjanya hingga kini

* Efek Antabuse bercirikan penghambatan perombakan enzimatik dari alkohol pada tingkat asetaldehida, sehingga zat toksik ini menumpuk dalam darah. Antabuse dipakai sebagai obat antiminum alkohol untuk membantu pecandu yang ingin menghentikannya. Bila pecandu yang 

menjalani kur Antabuse minum alkohol lagi, ia akan mengalami penumpukan aldehida dengan 

gejala-gejala yang sangat tidak nyaman, yaitu jantung berdebar-debar, nyeri kepala, flushing, 

berkeringat dan mual. Persamaan reaksinya yaitu :

C2

H5

OH ––––––> CH3

COH ––––––> CH3

COOH ––––––> CO2

 + H2

O

alkohol asetaldehida asetat


belum diketahui dengan jelas. Di samping 

menghambat produksi glukosa di hati, juga 

menurunkan kepekaan perifer bagi insulin. 

Produksi insulin tidak distimulasi sehingga 

tidak mengakibatkan hipoglikemia. Telah 

dibuktikan bahwa metformin mengurangi 

terjadinya komplikasi makrovaskuler melalui perbaikan profil lipida darah, yaitu 

peningkatan HDL, penurunan LDL dan trigliserida, juga fibrinolisis diperbaiki sedangkan berat badan tidak begitu meningkat.

Efek samping. Jarang namun  serius yaitu  

acidosis asam laktat dan angiopati luas, terutama pada lansia dengan gangguan ginjal. 

Oleh sebab  itu kebanyakan biguanida sejak 

tahun 1979 telah ditarik dari peredaran, a.l. 

fenformin dan buformin. Metformin pada dosis 

normal hanya sedikit meningkatkan kadar 

asam laktat dalam darah.

4. Glukosidase inhibitors: akarbose dan miglitol

Zat-zat ini bekerja atas dasar persaingan

merintangi enzim alfa-glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian 

polisakarida –––> monosakarida dirintangi. 

Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih 

lambat dan absorpsinya ke dalam darah 

juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, 

sehingga puncak kadar gula darah dihindari. 

Mekanisme kerja ini mirip dengan efek dari 

makanan yang kaya akan serat gizi. Tidak 

ada kemungkinan untuk hipoglikemia dan 

terutama berguna pada penderita yang 

gemuk, bila tindakan diet tidak menghasilkan efek. Kombinasi dengan obat-obat lain 

memperkuat efeknya. 

5. Tiazolidindion19: rosiglitazon dan pioglitazon

Obat dari kelas ini (1996) dengan efek 

farmakologi istimewa disebut insulin sen-

sitizers. Berkhasiat mengurangi resistensi

insulin dan meningkatkan sensitivitas jaringan perifer untuk insulin. Oleh sebab  

itu penyerapan glukosa ke dalam jaringan 

lemak dan otot meningkat, demikian juga 

kapasitas penimbunannya di jaringan ini. 

Efeknya yaitu  kadar insulin, glukosa dan 

asam lemak bebas dalam darah menurun, 

begitupula gluconeogenesis dalam hati. 

Obat-obat ini (contoh  pioglitazon) sering 

kali ditambahkan pada metformin bila efek 

zat ini kurang memuaskan.

Senyawa thiazolidindion (TZD, seperti pioglitazon [Actos] dan rosiglitazon [Avandia] 

menurut beberapa penyelidikan berkaitan 

dengan kanker kandung kemih. 

Mamtani R et al. Association between longer 

therapy with thiazolidinediones and risk of bladder 

cancer. J Natl Cancer Inst 2012 Sep 19; 104:1411

Berhubung dengan efek samping ini sebagian dokter enggan memakai  TZD yang 

juga tidak mutlak untuk menangani diabetes.

6. Sistem Incretin

Incretin yaitu  hormon intestinal yang 

bekerja terhadap pengaturan glukosa dari 

pankreas. Hormon-hormon ini merangsang 

pengeluaran insulin pada kadar glukosa 

darah tinggi dan sekaligus menghambat 

pengeluaran glukagon dari sel-sel beta. Obatobat untuk DB-2 yang berkaitan dengan 

sistem incretin dibagi dalam 2 kelompok: 

1. dipeptidylpeptidase (DPP)-blocker atau 

penghambat hidrolisis incretin.

Kelompok obat ini berkhasiat meningkatkan kemampuan tubuh sendiri untuk 

menurunkan kadar glukosa darah yang 

tinggi. Obat-obat ini memblokir enzim 

DPP-4 sehingga hidrolisis dari hormon 

incretin dihindari dan kadar plasma dari 

peptida GLP-1 serta peptida insulinotropik 

GIP meningkat. Akibatnya kadar incretin 

meningkat sehingga pelepasan insulin meningkat, sekresi glukagon menurun dan 

kadar glukosa darah puasa maupun postprandial menurun: saxagliptin (Onglyza), 

alogliptin (Nesina), linagliptin (Trajenta) dan 

vildagliptin (Galvus).

Per oral dipakai pada diabetes tipe-2 

dalam kombinasi dengan metformin, derivat 

sulfonilureum dan/atau senyawa tiazolidindion.

2. antagonis reseptor GLP-1 (antagonis GLP-

1 atau incretinmimetica): exenatide (Byetta, 

Bydureon).

Pilihan obat

Antidiabetika oral umumnya baru diberikan 

bila diet (selama minimal 3 bulan), gerak 

badan dan upaya lain untuk penurunan berat 

badan tidak (cukup) menurunkan kadar gula 

yang tinggi.

* Pasien kurus biasanya diberi obat sulfonilurea dari generasi pertama yang agak lemah, 

yaitu tolbutamida atau klorpropamida, sebab  

risiko hipoglikemia lebih ringan. Dimulai 

dengan 1 dd 500 mg tolbutamida yang 

bila perlu dapat dilipatgandakan sesudah 

4 minggu, maksimal 2 g/hari. Bila kurang 

memberikan hasil dapat diganti dengan 

suatu obat dari generasi ke-2 yang lebih kuat, 

contoh  glibenklamida, glikazida, glipizida, dan 

lain-lain. Bila perlu dosisnya dapat dinaikkan 

setiap 4 minggu hingga dosis maksimal dicapai. Dapat pula ditambahkan metformin 1 

dd 500 mg pada pasien yang berat badannya 

terlampau tinggi (BMI.> 27). Bila perlu dapat 

dinaikkan setiap 4 minggu sampai maksimal 

3 dd 850 mg. Bila terapi kombinasi ini belum 

juga menghasilkan efek, perlu ditambahkan 

insulin atau diganti seluruhnya dengan 

insulin. Kombinasi sulfonilurea dengan insulin (medium-acting, satu injeksi sehari) 

semakin banyak dipakai . Begitu juga 

kepada pasien kurus dan kadar gula sangat 

tinggi dapat diberikan insulin.

*Pasien yang gemuk sekali (BMI > 30) pada 

umumnya secara primer diberikan metformin dengan khasiat anoreksans, sebab  

pada mereka biasanya ada  resistensi 

insulin yang tinggi. Kira-kira 80% dari semua 

pasien tipe-2 yaitu  terlalu gemuk dengan 

kadar gula tinggi, sampai 17-22 mmol/l (= 

300-400 mg/100 ml). Biguanida berkhasiat 

memperbaiki kerentanan sel bagi insulin.

Insulin pada umumnya baru disuntikkan, 

bila obat-obat oral tidak memberikan (lagi) 

efek yang diinginkan atau menunjukkan 

resistensi. Insulin yang dibutuhkan bisa 

lebih banyak daripada untuk penderita tipe-

1 sebab  lebih sering mengalami resistensi. 

Dewasa ini dianjurkan agar insulin mulai 

dipakai pada fasa lebih dini, sebab  demikian risiko akan komplikasi lambat dapat 

diperkecil.

Pada keadaan khusus seperti kehamilan, 

keto-acidosis, infeksi, pembedahan atau gangguan hati dan ginjal, tidak dapat dipakai 

antidiabetika oral. Dalam keadaan demikian 

tidak perlu diberikan antidiabetika oral terlebih dahulu, namun  segera perlu disuntik 

insulin.

Interaksi dengan obat lain

Insulin dan antidiabetika oral mudah 

sekali dipengaruhi efeknya oleh obat-obat 

lain yang diberikan bersamaan, dengan 

akibat yang tidak nyaman dan berbahaya 

bagi pasien. Obat-obat yang paling sering 

memicu  interaksi terbagi dalam efek 

yang ditimbulkannya, yaitu:

a. Efek potensiasi, sering kali dengan penggeseran ikatan proteinnya yang tinggi: 

– analgetika: salisilat, fenilbutazon;

– antibiotika: kloramfenikol, tetrasiklin, 

sulfonamida, INH; 

– lain-lain: alkohol, antikoagulansia, klofibrat, probenesid.

Semua obat ini dapat meningkatkan 

kadar insulin darah dan mengakibatkan 

hipoglikemia, kerapkali dengan mendadak 

seperti alkohol, terlebih-lebih pada waktu 

perut kosong.

b. Efek memperlemah. Sejumlah obat menghambat sekresi insulin, sehingga mening-katkan kadar gula darah dan dengan demikian 

memperlemah kerja insulin dan antidiabetika 

oral. Yang terkenal yaitu  diuretika tiazida dan

furosemida, hormon-hormon kortikoida, tiroksin, 

estrogen (pil antihamil!), adrenalin dan glukagon. Rifampisin dan obat antiepilepsi fenitoin 

memperkuat perombakan sulfonilurea melalui induksi enzim dan dengan demikian 

menurunkan kadar dalam darah dan daya 

kerjanya. Semua obat ini pada dasarnya 

dapat meningkatkan gula darah yang tidak 

diinginkan (hiperglikemia).

MONOGRAFI

Insulin

Secara kimiawi insulin terdiri dari dua 

rantai peptida (A dan B) dengan masingmasing 21 dan 30 asam amino, yang saling 

dihubungi oleh 2 jembatan disulfida (dr 

Sanger, 1955). Berat molekulnya 5.700. Pada 

tahun 1974, sintesis keseluruhannya ditemukan, namun  membutuhkan sekitar 200 reaksi 

kimia yang sangat mahal, sehingga tidak 

layak diproduksi secara besar-besaran. Dewasa ini insulin diproduksi secara semisintetik dan biosintetik.

a. Cara semisintetik. Sebagai bahan pangkal 

dipakai insulin babi, yang diperoleh 

dari pankreasnya. Insulin babi lebih mirip 

hormon manusia daripada insulin sapi dan 

hanya berbeda 1 asam amino, yaitu alanin

sebagai ganti threonin pada C30 yang terletak 

di ujung, lihat rumus bangun. Penukaran 

dengan threonin dapat dilakukan secara 

enzimatik dengan transpeptidase.

Insulin babi dapat bekerja imunogen

dengan menginduksi pembentukan antibodies

dan reaksi alergi. Insulin sapi bersifat lebih 

imunogen, sebab  strukturnya lebih berlainan 

dari insulin human, maka tidak dipakai 

lagi. Contoh insulin semisintetik babi yaitu  

Insulin Mix 30/70, Regular, dan Retard NPH.

Aktivitas insulin ini yaitu  40 UI/ml.

b. Cara biosintetik melalui rekombinan-DNA

(1982). Dengan teknik DNA-rekombinan 

gen untuk pro-insulin human, yakni suatu 

rantai polipeptida dengan 84 asam amino, 

dimasukkan ke dalam kuman E. coli atau ragi 

Saccharomyces cerevisiae. Dari pro-insulin yang 

terbentuk kemudian dihilangkan peptida 

penghubung antara kedua rantai (A dan B) 

dan akhirnya tersisa insulin, lihat rumus 

bangunnya. 

Insulin biosintetik identik dengan hormon 

pankreas faali; contohnya yaitu  Insulin Mixtard Human, Monotard Human dan Insulatard 

Human, yang semuanya berkadar 100 UI/ml. 

Insulin human ini sangat murni dan tidak 

bersifat imunogen, maka di banyak negara 

Barat insulin ini sudah menggantikan insulin 

babi dengan tuntas sejak awal tahun 1990-an.Lama kerjanya sediaan insulin tergantung 

dari lokasi injeksi, dosis, aktivitas fisik dan 

faktor individual lainnya. contoh  pemberian intramuskuler bekerja lebih cepat dari 

pada subkutan dan s.k. di kulit perut lebih 

cepat dari pada di paha, lengan atau bokong. 

Juga tergantung dari bentuk insulin yang dipakai , yaitu insulin kerja singkat, medium atau kerja panjang1.Insulin kerja singkat: Actrapid, Velosulin, 

Humulin Regular. Sediaan ini terdiri dari 

insulin tunggal ‘biasa’. Mulai kerjanya dalam 30 menit (injeksi subkutan), mencapai 

puncaknya 1- 3 jam kemudian dan bertahan 

7-8 jam. Insulin lispro (Humalog) yaitu  

analogon sintetik dari insulin human, pada 

mana asam-asam amino di posisi 28 dan 29 

saling ditukar. Mulai kerjanya dalam 10-20 

menit dan lebih mendekati keadaan faal. 

Lama kerjanya lebih singkat 2-5 jam. Obat 

ini khusus dianjurkan untuk penderita tipe-

1 yang kadar gulanya sukar diregulasi.16,17. 

Insulin aspart (NovoRapid) yaitu  analogon 

sintetik lain yang dibentuk oleh ragi.

2. Insulin long-acting. Untuk memperpanjang kerjanya telah dibuat sediaan longacting, yang semuanya berdasar  mempersulit daya larutnya di cairan jaringan dan 

menghambat resorpsinya dari tempat injeksi 

ke dalam darah. Metode yang dipakai 

yaitu  mencampur insulin dengan protein 

atau seng, atau mengubah bentuk fisiknya. 

a. Tambahan protein, biasanya protamin (insulin-isofan atau -NPH). sebab  agak 

sering mengakibatkan reaksi alergi kini 

jarang dipakai lagi. Lama kerja Insulin 

isofan human(Insulatard, Humulin N)

yaitu  14-24 jam.

b. Tambahan seng: zinc-insulin. Tersedia 

sebagai sediaan:

– Humulin-Zinc = kristal Zn-insulin, 

bekerja selama 28 jam

– Monotard Human = Zn-insulin amorf 

30% + kristal 70%, lama kerjanya 24-

28 jam.

c. Bentuk fisik insulin: suspensi dari bentuk 

kristal atau amorf (halus) memperlambat 

penyerapannya ke dalam sirkulasi.

3. Medium-acting. Jangka waktu efeknya 

dapat divariasikan dengan mencampur beberapa bentuk insulin dengan lama kerja 

berlainan. contoh , campuran insulin ‘biasa’ dengan seng-insulin dalam perbandingan dan bentuk kristal berbeda-beda, 

menghasilkan sediaan dengan efek cepat 

yang bertahan sedang, panjang atau sangat 

panjang. Mulai kerjanya sesudah ±1,5 jam, 

puncaknya sesudah 4-12 jam dan bertahan 

16-24 jam. Contohnya yaitu : 

– *Mixtard 30 HM (human) = insulin 30% + 

insulin isofan 70%, bekerja 12-24 jam

– *Humulin 20= insulin 20% + insulin isofan 

80%, lama kerja 12-24 jam

Sifat-sifat insulin

Kinetik. Insulin tidak dapat dipakai per 

oral sebab  terurai oleh pepsin lambung, 

maka selalu diberikan sebagai injeksi s.c. ½ jam 

sebelum makan. Zat ini dirombak dengan cepat 

terutama di hati, ginjal dan otot. Plasma-t½ 

hanya beberapa menit pada pasien  sehat, 

pada diabetici bisa diperpanjang sampai 13 

jam, mungkin akibat pengikatan pada antibodies. Khasiatnya hanya singkat, lebih kurang 

40 menit. 

Efek samping terpenting yang dapat terjadi 

berupa hipoglikemia, reaksi alergi, resistensi, 

lipodistrofi dan gangguan penglihatan.

a. Hipoglikemia biasanya terjadi sebab  overdosis atau tidak/terlambat makan sesudah 

injeksi. Juga sebab  kerja fisik terlalu berat, atau interaksi dengan obat-obat yang 

diminum bersamaan. Sediaan depot lebih 

berbahaya, sebab  memicu  “hipo” secara berangsur-angsur yang tidak diperkirakan oleh pasien dan kebanyakan terjadi 

di tengah malam sewaktu tidur. “Hipo” 

ternyata lebih sering terjadi pada insulin 

human. Mungkin sebab  gejala adrenerg, 

seperti rasa lapar,gemetar, berkeringat dan jantung berdebar, kurang jelas dirasakan berhubung regulasi gula darahnya yang lebih 

baik. Semakin baik regulasi gula darah, semakin 

besar risiko akan timbulnya hipoglikemia serius.

b. Reaksi alergi di kulit pada tempat injeksi 

adakalanya terjadi dan kebanyakan ditimbulkan oleh zat-zat tambahan (protamin, 

seng, zat-zat pengawet, kotoran). Alergi 

untuk insulin jarang terjadi dan umumnya 

bersifat lokal (eksantema, gatal dan pengerasan 

di tempat injeksi, antara lain sebab  iritasi 

kulit, teknik injeksi kurang tepat, atau infeksi 

kuman). Reaksi imunogen sistemik jarang sekali 

terjadi pada insulin babi dan berupa antara lain 

urticaria, mual, muntah dan anafilaksia. c. Lipodystrofia, yakni terganggunya pertumbuhan lemak subkutan di tempat injeksi, 

jarang terjadi dan bersifat ringan. Misalnya atrofia (penyusutan) dan hipertrofia (berlebihan), yang hampir selalu disebabkan oleh 

kurang sering mengganti lokasi injeksi.

d. Resistensi insulin ada  bila kebutuhan 

insulin melebihi 200 UI/hari. Keadaan ini 

dapat disebabkan oleh pembentukan antibodies yang mengikat sebagian insulin. 

Resistensi terutama dapat timbul pada pasien dengan overweight, mungkin akibat 

berkurangnya reseptor insulin atau penurunan kepekaannya.

e. Gangguan akomodasi mata dapat terjadi 

akibat terlalu cepatnya penurunan gula darah, yang dapat memicu  terganggunya 

keseimbangan osmotik antara lensa dan 

cairan mata. 

Catatan: IOC (Komite Olimpik Int.) telah menyatakan insulin sebagai zat-doping (kelompok hormon peptida), kecuali bagi pasien 

diabetes (tipe-1).

Imunogenitas. Untuk menghindari reaksi 

alergi dan resistensi, maka telah dilakukan pemurnian insulin secara istimewa 

dengan hasil antara lain sediaan MC (= 

monocomponent). namun  insulin ini masih 

mengandung spura pro-insulin sebagai 

pengotoran. Begitu pula insulin human 

(rekombinan) masih dapat bersifat imunogen 

dan kedua jenis ini mendorong pembentukan 

antibodies oleh limfosit, walaupun jauh lebih 

ringan daripada insulin babi.

Potensi insulin ditentukan dengan jalan 

bio-assay terhadap kelinci, pada mana kadar 

gula darah dibandingkan dengan suatu 

standar internasional. Kegiatannya dinyatakan dalam Unit Internasional, yaitu 50 UI 

= 2 mg. Kekuatan sediaan insulin babi yaitu  

40 UI/ml, sedangkan insulin human 100 UI/ml.

Dosisnya sangat individual, begitu pula 

lama kerja sebenarnya yang tergantung dari 

diet dan pola hidup pasien (kerja fisik berat, 

banyak bergerak, dan sebagainya). Wanita 

hamil dan selama haid memerlukan dosis 

yang lebih tinggi dari biasanya, demikian 

juga penderita tireoid atau pengidap penyakit 

infeksi. Selama berolahraga dosis justru perlu 

diturunkan.

Insulin inhalasi (aerosol). Cara penggunaan mutakhir dari insulin yaitu  dalam 

bentuk inhalasi (Exubera) yang telah diizinkan oleh FDA untuk terapi diabetes tipe-

1 dan tipe-2. Obat ini terdiri dari human 

insulin rekombinan dalam bentuk serbuk.

(Inhaleerbare insuline. NTvG 2006;150:393.)

Pemberian insulin yang lazimnya melalui 

injeksi subkutan, memiliki beberapa kendala 

penting, a.l. resorpsinya yang relatif lambat, 

variasi individual yang besar dan tiap 

kali harus mengganti lokasi injeksi serta 

keengganan kebanyakan penderita terhadap 

injeksi. Oleh sebab  itu sudah sejak tahun 

1925 dicari alternatif pemberian insulin 

sebagai aerosol. Hal ini dimungkinkan karena luas permukaan resorpsi yang besar 

(±140 m2

), selaput alveoli yang tipis dan 

vaskularisasi yang baik, membuat paru-paru 

sangat optimal untuk penyerapan peptida 

kecil seperti insulin. Ternyata pula bahwa 

kecepatan mencapai saluran darah dari 

insulin yang diberikan melalui paru sama 

dengan insulin (kerja singkat) yang diberikan 

subkutan. Inhalasi insulin dapat diperoleh di 

Eropa, a.l. di negeri Belanda.28 

Insulin glargin (Lantus, Abasria) yaitu  analogon sintetik dari insulin human yang 

diproduksi melalui teknik DNA rekombinan; 

mulai kerjanya setelah 4-8 jam dan bertahan 

±24 jam.

Sediaan-sediaan insulin yang tersedia di 

Indonesia:

Actrapid HM/Penfill/Novolet (Novo Nordisk)

Insulin glulisine:Apidra (Sanofi)

Insulin lispro: Humalog (Eli Lilly)

Insulin + isophane: Humulin 30/70 (Eli Lilly)

Insulatard HM/Penfill/Novolet (Novo Nordisk)

Insulin glargine:Lantus (Sanofi Aventis)

Insulin detemir: Levemir (Novo Nordisk)

Mixtard 30/Mixtard 30/ Penfill/ 30 Novolet 

(Novo Nordisk)

Insulin-protamin: Novomix 30 (Novo Nordisk)

Insulin aspatt: Novorapid (Novo Nordisk)1. SUFONILUREA

1a. Tolbutamida:Rastinon

Obat ini memiliki struktur sulfonamida di 

mana gugus p.amino diganti dengan -metil 

(1956). Efek hipoglikemiknya relatif lemah, 

maka jarang mengakibatkan hipoglikemia. 

Banyak dipakai pada diabetes tipe-2.

Resorpsinya dari usus praktis lengkap, PP 

±95%, plasma-t½ 4-5 jam, khasiatnya bertahan 6-12 jam. Dalam praktik ternyata bahwa 

satu single-dose pagi hari dari 500 mg cukup 

efektif untuk mengendalikan kadar gula 

selama 24 jam. Dalam hati zat ini dioksidasi 

menjadi metabolit inaktif, yang diekskresi 

80% lewat urin.

Kehamilan dan laktasi. Tidak dianjurkan 

pemberiannya selama kehamilan dan laktasi, 

sebab  mencapai air susu ibu (±15%).

Dosis: permulaan 1 dd 0,5 g pada waktu 

makan (untuk menghindari iritasi lambung), 

bila perlu setiap minggu dinaikkan sampai 

maksimal 2 dd 1 g. Dosis di atas 2g/hari 

diperkirakan tidak ada gunanya.

* Klorpropamida (Diabinese) yaitu  derivat 

klor long-acting (1958), yang ±4 kali lebih 

kuat. Plasma-t½ rata-rata 35 jam dan efeknya 

bertahan 1-3 hari. Juga bekerja antidiuretik.

Efek samping lebih sering terjadi dan bersifat 

lebih berat, antara lain hipoglikemia dan reaksi 

kulit. Juga ada  variasi inter-individual 

besar mengenai kadar plasma yang dicapai 

pada dosis yang sama. sebab  efek samping 

tersebut, klorpropamida di kebanyakan negara Barat sudah ditarik dari peredaran.

Dosis: permulaan 1 dd 250 mg pagi hari, 

lansia 125 mg.

* Gliklazida (Diamicron) yaitu  derivat toluilsulfonilurea (1972), yang termasuk generasi 

ke-2 dan ±6 kali lebih kuat dengan lama kerja 

lebih dari 12 jam (t½ ±10 jam). Berkhasiat antiagregasi trombosit dan dapat memperbaiki 

aktivitas fibrinolitik dari endotel pembuluh. 

Jarang memicu  ‘hipo’.

Dosis: oral 1-3 dd 80 mg dari sediaan retard.

* Glimepirida (Amaryl) yaitu  derivat pyrrolin (1995) dengan khasiat dan pemakaian  

sama. Dosis: 1 dd 1-4 mg, maks 6 mg sehari, 

a.c.

1b. Glibenklamida: Daonil, Euglucon

Derivat klormetoksi ini (1969) yaitu  

obat pertama dari antidiabetika generasi 

ke-2 dengan khasiat hipoglikemik ±100 kali 

lebih kuat daripada tolbutamida. Sering 

kali ampuh bilamana obat-obat lain tidak 

efektif (lagi). Risiko ‘hipo’ juga lebih besar 

dan lebih sering terjadi terutama pada lansia 

(malam hari), juga gangguan hati atau ginjal, 

Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea lain, yaitu dengan single-dose pagi hari 

mampu menstimulasi sekresi insulin pada 

seti