ap pemasukan glukosa (sewaktu makan).
Dengan demikian selama 24 jam tercapai
regulasi gula darah optimal yang mirip pola
normal.
Resorpsi dari usus praktis lengkap, PP di
atas 99%, plasma-t½ ±10 jam, khasiatnya
dapat bertahan sampai 24 jam. Dalam hati
zat ini dirombak menjadi metabolit kurang
aktif, yang diekskresi sama rata lewat urin
dan feses.
Dosis: permulaan 1 dd 2,5-5 mg, bila perlu
dinaikkan setiap minggu sampai maksimal 2
dd 10 mg.
* Glipizida (Aldiab, Glibinese, Glucotrol XL)
yaitu derivat pirazin dari glibenklamida
yang juga termasuk generasi ke-2 (1971).
Khasiat hipoglikemik dan pola kerjanya
sama dengan glibenklamida; daya kerjanya
bertahan 12-24 jam, walaupun plasma-t½
hanya 2-4 jam. Dosis: 1 dd 2,5-5 mg ½ jam a.c.,
maksimal 3 dd 15 mg.
* Glikidon (Glurenorm) yaitu derivat metil
(1975) dari glibenklamida yang ±3 kali
lebih lemah daripada glibenklamida. Risiko
hipoglikemia juga lebih ringan. Dosis: 1 dd 15
mg pada waktu makan pagi, maksimal 2 dd
30 mg d.c.
* Glucovance: glibenklamid + metformin
* Gliclazide: Diamicron MR 60
2. K-CHANNEL BLOCKERS
2a. Repaglinida: Novonorm, Dexanorm
Termasuk kelompok carbamoylmethyl-benzoic acid (CMBA, 1998). Bekerja sesuai suatu
mekanisme khusus, yaitu memicu pelepasan
insulin dari pankreas segera sesudah makan. Insulin yang dilepaskan cukup untuk menurunkan kadar glukosa darah seusai makan.
dipakai sebagai obat tunggal pada diabetes tipe-2 atau bersama metformin untuk
memperkuat efeknya. Harus diminum tepat
sebelum makan; sebab resorpsinya cepat dan
tuntas kadar darah puncak tercapai dalam
1 jam. BA 63%, PP 98%, t½1 jam dan dalam
hati dirombak menjadi metabolit inaktif yang
diekskresi terutama melalui feses.
Efek samping yang terpenting sama dengan
antidiabetika oral lainnya (hipoglikemia). Juga
gangguan visus, lambung-usus dan reaksi
alergi.
Dosis: 3-4 dd 1-2 mg ½ jam a.c.
*Nateglinida (Starlix) yaitu derivat (1999)
dengan khasiat, pemakaian dan sifat-sifat
yang kurang lebih sama. Dosis: 3 dd 60 mg
a.c., maksimal 3 dd 180 mg.
3. BIGUANIDA
3a. Metformin: Glucophage, Diabex
Zat ini yaitu derivat dimetil dari
kelompok biguanida (1959) yang berkhasiat
memperbaiki sensitivitas insulin, terutama
menghambat pembentukan glukosa dalam
hati serta menurunkan kolesterol-LDL dan
trigliserida. Lagipula berkhasiat menekan
nafsu makan dan —berbeda dengan sulfonilurea— tidak meningkatkan berat badan.
Oleh sebab itu dipakai pada DB tipe 2
sebagai monoterapi pilihan pertama bagi
terutama pasien (sangat) gemuk.
Dengan daya kerja supresi produksi dan
penyerapan glukosa, fluktuasi gula darah
menjadi lebih kecil dan nilai rata-ratanya
menurun. Mekanisme kerja ini mirip dengan
efek serat gizi, lihat Bab 54, Dasar-dasar diet
sehat. Khusus dipakai pada diabetes tipe-
2 bila diet tunggal tidak mencukupi.
Resorpsi dari usus tidak lengkap, BA 50-
60%, PP rendah. Praktis tidak dimetabolisasi
dan diekskresi utuh lewat urin. Plasma-t½ 3-6
jam.
Efek samping pada awal terapi agak sering
(20%) terjadi dan berupa gangguan alat pencernaan, antara lain mual, muntah, diare dan
anorexia, terutama pada dosis di atas 1,5 g/
hari. Jarang sekali terjadi acidosis asam laktat
yang mengancam jiwa, terutama lansia30.
Oleh sebab itu pasien di atas 60 tahun
sebaiknya jangan diberi metformin sebagai
terapi permulaan. Rasa logam di mulut
adakalanya dialami, risiko hipoglikemia
sangat kecil.
Kehamilan dan laktasi. Berhubung kekurangan data mengenai keamanannya, maka metformin tidak dianjurkan selama kehamilan dan laktasi. Sebagai gantinya yaitu
insulin parenteral.
Dosis: 3 dd 500 mg atau 2 dd 850 mg d.c.
Bila perlu berangsur-angsur dinaikkan dalam
waktu 2 minggu sampai maksimal 3 dd 1 g.
4. PENGHAMBAT GLUCOSIDASE
4a. Akarbose:Glucobay
Senyawa tetra-maltosa ini berasal dari
kuman (1990) dan berbeda cara kerjanya
dengan antidiabetika lain. Dalam duodenum, zat ini berkhasiat menghambat enzim
glucosidase (maltase, sukrase, glukoamilase)
yang perlu untuk perombakan di/polisakarida
dari makanan menjadi monosakarida. Dengan
demikian, pembentukan dan penyerapan
glukosa diperlambat, sehingga fluktuasi gula darah menjadi lebih kecil dan nilai rataratanya menurun.. Di AS sejak tahun 1994,
zat ini juga dipakai pada obesitas, untuk
menguruskan pasien gemuk.
Resorpsi dari usus buruk, hanya ±2 % dan
naik sampai ±35% setelah enzimatis dirombak
oleh kuman usus. Ekskresi berlangsung cepat
lewat urin.
Efek samping yang tersering berupa terbentuknya banyak gas di usus (beserdawa, kentut)
dan kejang usus. Efek-efek ini diakibatkan
oleh penumpukan hidratarang yang tidak
dicerna dalam colon dan peningkatan penguraiannya oleh flora usus dengan antara
lain pembentukan gas. Selain itu terjadi diare
pada dosis lebih tinggi dan bila dipakai
bersamaan dengan gula. Biasanya efek ini
berkurang dalam waktu beberapa minggu/
bulan. Tidak mengakibatkan hipoglikemia
sebab tidak merangsang sekresi insulin
endogen.
Interaksi. Makanan yang mengandung gula
(sakarosa) meningkatkan risiko efek samping.
Obat-obat lambung (antasida, enzim cerna, adsorbensia), laksansia dan kolestiramin
dapat mengurangi daya kerja akarbose. Resorpsi obat-obat lain berkurang bila terjadi
diare sebagai efek samping. Berhubung dengan daya kerjanya yang kurang kuat dan
efek samping tersebut, maka pemakaian nya
tidak dianjurkan.
Dosis: permulaan 3 dd 50 mg langsung
sebelum makan, bila perlu dinaikkan setelah
1-2 minggu sampai maksimal 3 dd 100 mg.
4b. Miglitol (Diastabol) yaitu derivat piperidintriol (1995) yang memiliki khasiat
sama dengan akarbose, namun resorpsinya
dari saluran cerna jauh lebih baik (60-90%).
Oleh sebab itu efek sampingnya terhadap
lambung-usus berkurang.
Dosis: permulaan 3 dd 50 mg a.c., berangsurangsur dinaikkan dalam waktu 4-12 minggu
menjadi dosis pemeliharaan 3 dd 100 mg.
5. TIAZOLIDINDION
5a. Rosiglitazon: Avandia, *Avandamet 1999
Senyawa tiazolidindion ini (1997) memperbaiki sensitivitas insulin di antara lain
jaringan lemak, otot kerangka dan dalam hati.
Juga penyerapan glukosa perifer. Zat ini tidak
mendorong pankreas untuk meningkatkan
pelepasan insulin, seperti sulfonilurea. Karena efek protektif ini terhadap fungsi sel
beta, obat ini mungkin dapat menghindari
komplikasi makrovaskuler diabetes jangka
panjang (retinopathy, nefropathy, neuropathy)
(Schoonjans K. Thiazolidinedions: an update.
Lancet 2000;355:1008-10).
pemakaian terutama pada pasien tipe-2
dalam kombinasi dengan metformin (pada
pasien gemuk) atau dengan sulfonilurea untuk mengoptimalisasi regulasi glukosa darah.
Mekanisme kerja. Zat ini yaitu agonis
PPAR-gamma (peroxisome proliferator activated
receptor). PPAR yaitu suatu kelompok
faktor transkripsi (alfa, beta dan gamma),
yang berperan pada pemasakan adiposit
(sel lemak) dan ekspresi dari gen-gen yang
bertalian dengan metabolisme intermedier.
Schimmel KJM. Rosiglitazon, de nodige reserve?
Pharm Sel 2000;16: 144-8).
Efeknya yaitu peningkatan sensitivitas
adiposit bagi insulin, sehingga kapasitas penimbunannya bagi glukosa dan lipida diperbesar, dengan kenaikan HD. PPAR–gamma
terutama ada di adiposit, lebih sedikit di
sel-sel hati dan jaringan otot.
Resorpsi baik sekali, BA 99%, masa paruh
3-4 jam. Dalam hati dirombak menjadi a.l.
para-hidroksisulfat yang mungkin aktif juga.
Ekskresi berlangsung melalui feses dan urin.
Hanefeld M. Pharmacokinetics and clinical efficacy of pioglitazone. Int J Clin Pract Suppl
2001;121:19-25.
Efek samping utama yaitu meningkatnya
berat badan akibat retensi air, yang diperkuat oleh kombinasi dengan insulin atau
NSAID. Oleh sebab itu kombinasi ini tidak
dianjurkan dan pasien gagal jantung tidak
diperbolehkan minum obat ini. Fungsi hati
perlu dipantau berhubung adanya risiko
kerusakan hati, yang baru dapat timbul setelah 6 bulan dan bersifat reversibel (Ph Wkbl
2004;139:1065).
Efek samping lainnya (2007) yaitu meningkatnya risiko untuk infark jantung.
Dosis: bersama metformin atau sulfonylurea, 1-2 dd 4 mg ac atau pc.
* Pioglitazon(Actos) yaitu derivat (1999)
dengan khasiat dan pemakaian yang sama. Resorpsi dari usus baik dengan BA
>80%, masa paruh 16-24 jam dan diekskresi
melalui urin dan feses. Khasiat maksimal
baru tercapai setelah 6-8 mingu. Efek toksik
reversibel terhadap hati sudah nampak
sesudah 2-3 minggu, maka perlu pemantauan
teratur sejak dini.
Efek samping yang serius terutama terhadap jantung dan pembuluh (a.l. udema,
gagal jantung) dan risiko meningkat untuk
fraktur terutama pada pemakaian jangka
lama.
Dosis: 1 dd 15-30 mg a.c atau pc.
* Troglitazon yaitu glitazon pertama (1996)
yang telah ditarik dari peredaran di A.S pada
bulan Maret 2000 sebab merusak hati secara
irreversibel dan fatal, namun di Jepang masih
dipasarkan.
6a. Sitagliptin fosfat (Januvia)
dipakai sebagai monoterapi atau dikombinasi dengan metformin atau pioglitazon, bila obat-obat ini kurang efektif.H. Croonen et al. Januvia en Galvus, top of flop?
Pharm.Wkbl 2007;142:24-7.
*Janumet: sitagliptin 50 + metformin 500 mg
6b. Vildagliptin (Galvus)
Absorpsi cepat dengan BA ±85% dan dimetabolisasi menjadi metabolit tidak aktif.
T½ ± 3 jam.
Efek samping tremor, sakit kepala, pusing,
gangguan hati, bertambah berat badan dan
hipoglikemi.
Dosis: 1-2 dd 50 mg dalam kombinasi
dengan antidiabetika lain.
* Eucreas/Galvusmet: vildagliptin 50 + metformin 850 mg/1000 mg
6c. Exenatide(Byetta, Bydureon)
yaitu peptida dengan 39 asam amino dan
bukan merupakan antidiabetikum oral, namun
untuk pemakaian parenteral (s.k.) dalam
kombinasi dengan metformin dan/atau suatu derivat sulfonilureum, bila dengan obatobat oral ini tidak berhasil mengontrol kadar
gula dengan optimal.
Bekerja sebagai incretinmimeticum, mengaktifkan reseptor GLP-1, meningkatkan sekresi insulin dan menghambat sekresi glukagon. dipakai sebagai penurun kadar
gula darah bagi penderita diabetes tipe-2. T½
2,4 jam.
Efek samping: hipoglikemia, sakit kepala,
pusing, gagal ginjal dan gangguan saluran
cerna.
Dosis: s.k. 2 dd 5 mcg, setelah sebulan dapat
dinaikkan menjadi 2 dd 10 mcg.
6d. Liraglutide(Victoza)
Analog peptida GLP-1 yang diproduksi
melalui teknologi rekombinan DNA pada
Saccharomyces cerevisae. Mengikat pada reseptor GLP-1 dan mengakitivasinya dengan
akibat peningkatan cAMP.
Pada kadar glukose darah tinggi sekresi
insulin ditingkatkan dan pelepasan glukacon
dikurangi.
Sebaliknya pada keadaan hipoglikemi,
sekresi insulin dikurangi sedangkan sekresi
glukagon tetap.
Mengurangi rasa lapar dan berefek sekitar
24 jam.
dipakai sebagai injeksi subkutan pada DB tipe-2 dalam kombinasi dengan metformin atau derivat sulfonilureum/thiazolidindion bila monoterapi tidak dapat mengontrol kadar gula.
dipakai pada pasien dengan BMI > 35
kg/m2 terutama berkat efek menurunkan
berat badan.
Dosis: permulaan s.k. 1 dd 0,6 mg dan
setelah minimal 1 minggu dinaikkan menjadi
1 dd 1,2 mg.
Efek samping: terutama mual dan diare,
gangguan saluran cerna, sakit kepala dan
pusing.
*Liraglutide (Saxenda): obat ini dengan
nama paten Saxenda diusulkan penggunaanya terhadap obesitas kronis bagi pasien
yang juga menderita gangguan lain akibat
berat badannya, contoh hipertensi. Dosis:
1dd 3 mg parenteral.
7. LAINNYA
7a. Asam liponat: alpha-lipoic acid, thioctic acid
Derivat ditiolan ini (C3
S2
H5
-C4
H8
-COOH)
yaitu suatu antioksidan alamiah, yang
pada eksperimen hewan telah diselidiki
efektivitasnya terhadap neuropathy diabetes.
Berefek antioksidans kuat dan mengurangi stres oksidatif, di samping meningkatkan
sensivitas bagi insulin, juga memperbaiki
penyaluran darah ke saraf perifer dan
memperlancar laju transmisi impuls di saraf.
Zat ini pada tikus dapat mencegah terjadinya tipe-1. Sejak 1996 di Jerman dipakai
untuk menanggulangi keluhan neuropati pada penderita diabetes tipe-2, seperti nyeri
dan kesemutan (paraesthesia). Cara kerjanya
diperkirakan berdasar efek antioksidansnya, yaitu mampu mencegah oksidasi
dari zat-zat lain (Diab Care 1995; 18: 1160-7).
Contoh antioksidansia lain yaitu senyawa
faal endogen vitamin A dan E, katalase, SOD
(superoksidedismutase) dan glutationperoksidase,
yang berfungsi menghindari oksidasi jaringan tubuh. Ternyata bahwa pasien diabetes
mengalami lebih banyak oksidasi jaringan
dibandingkan dengan pasien sehat, sehingga
pada mereka ada “oxidative stres “ yang
lebih besar.Khasiat antioksidans liponat berdasar
reduksinya dalam hati menjadi dihidroliponat,
yang memiliki 4 sifat penting, yaitu:
– “menangkap” logam yang dapat bekerja
sebagai katalisator bagi radikal oksigen;
– menginaktifkan radikal bebas yang berperan
bagi stres oksidatif;.
– mereduksi kembali antioksidansia lain yang
sudah dioksidasi (regenerasi, “recycling’),
sehingga masa kerjanya sangat diperpanjang;
– dapat mereparasi kerusakan oksidatif sehingga bekerja menyembuhkan, berbeda
dengan antioksidansia lain, yang hanya
bekerja preventif. Sifat ini yaitu sangat
penting, sebab memberikan kemungkinan untuk menangani penyakit lain, di
mana bentuk stres oksidatif berperan
penting, seperti kanker, penyakit jantung
dan pembuluh, dementia, glaukoma dan
asma. Beberapa penelitian telah menunjukkan manfaatnya pada demensia Alzheimer. Lihat juga Bab 28, C. Obat-obat
Parkinson dan Demensia.
Dosis: oral 2-3 dd 100 mg.
7b. Ekstrak Cinnamom : ZN112, ekstrak
kayu manis cina20
Kayu manis mengandung zat-zat yang
berkhasiat antidiabetik, yaitu prosianida oligomer, a.l. catechin dan/atau epicatechin. Zatzat ini berkhasiat memperkuat daya kerja
insulin terhadap reseptor-reseptornya dengan faktor 20! Suatu penelitian21 antara 60
pasien diabetes memperlihatkan bahwa 1-6
g serbuk kayu manis dalam waktu 40 hari
menurunkan kadar gula-darah dengan ratarata 23%, juga kolesterol dan trigliserida.
Di kalangan komplementer* dewasa ini
mulai dipakai ekstrak kering untuk
memperbaiki pengendalian hiperglikemia
dan juga untuk mengurangi risiko gangguan
jantung pada penderita tipe-2.
Efek samping, Keamanan dari doses tinggi
belum diteliti dengan saksama. Minyak
cinnamon a.l. mengandung kumarin yang
bersifat mengencerkan darah.
Dosis: 1-2 dd 3 g ekstrak kering.
*Dewasa ini lebih sering dipakai istilah
kedokteran komplementer dari pada kedokteran alternatif, sebab di beberapa negara
(a.l. Belanda) timbul kecenderungan pada
sebagian dokter untuk mempraktikkan cara
pengobatan ini sebagai tambahan (melengkapi) di samping ilmu kedokteran reguler.
Juga telah dicetuskan istilah CAM, yang
berarti Complementary and Alternative Medicine.
7c.Glucose Tolerance Factor: GTF23 24
GTF yaitu senyawa dengan 1 atom
krom di pusat, dikelilingi oleh 2 molekul
niasin dan 3 molekul asam amino (sistein,
glutamin dan glisin). Krom bervalensi 6
tidak ada dalam alam dan sangat toksik.
Elemen mikrospura krom trivalen diasup
dengan makanan dan berefek memperkuat
kerja insulin dan penting pada regulasi
metabolisme hidratarang. Cara kerjanya
diperkirakan sebagai berikut: GTF mengikat
pada insulin serta pada reseptor-reseptor
sel dan membantu pemasukan glukosa ke
dalam sel sehingga kadarnya dalam darah
menurun. Demikian dihindarkan terjadinya
kadar glukosa tinggi yang kontinu dan
dapat memicu diabetes mellitus-2. Glukosa
berlebihan yang tidak dapat memasuki sel
akan terus bersirkulasi dalam darah dan
akhirnya bisa memicu efek buruk
pada a.l. sel-sel retina mata dan arteriarteri. Monitoring yang baik dari glukosa
darah dapat menghindari aterosklerosis
dan PJP. Krom juga berkhasiat antilipid
(kolesterol+TG) dan meningkatkan sedikit
HDL. dipakai pada resistensi insulin dan
DM-2, lagi pula untuk prevensi kekurangan
krom sedini mungkin.
Dalam tubuh pasien Amerika ada
rata-rata 6 mg krom, sedangkan populasi di
Asia Tengah dan di Afrika memiliki masingmasing ±4 kali dan 2 kali lebih banyak dalam
tubuhnya. Ternyata di A.S. setiap tahun
±300.000 pasien menderita diabetes, sedangkan di bagian dunia ini di atas lebih
jarang insidensinya. Sebabnya diperkirakan
bahwa pangan pasien Amerika mengandung
lebih sedikit krom akibat tanahnya yang
miskin krom dan pangannya juga lebih
dimurnikan. Defisiensi ada pada lansia,
penderita diabetes dan pasien -pasien yang
mengonsumsi banyak karbohidrat dan gula.
Resorpsi krom dalam usus buruk sekali, namun
dari kompleks organiknya lebih baik ±10%,
ekskresi terutama melalui feses. Menurut
perkiraan tubuh membutuhkan minimal
1-1,5 mcg krom sehari, yang diperoleh dari
makanan dan minuman, terutama air jeruk
(grape fruit), anggur (wine) dan ragi bir, lebih
sedikit dari gula yang tidak dimurnikan,
merica hitam, hati, keju dan wheat germ. Efek
baik dari minuman anggur bagi penderita
penyakit jantung kerapkali dilaporkan
terutama di Prancis. Semula efek baik ini
diduga ada hubungannya dengan kadar
krom tinggi, yaitu ±100 mcg/gelas dari 250
ml. namun kini diketahui bahwa kandungan
flavonoid dengan efek antioksidannya, yang
memicu efek baik ini.
Dosis: 1 dd 200-300 mcg krompikolinat
(asam pikolinat = pyiridin carbonic acid)
Di tahun 2003 Cr-pikolinat dilarang peredarannya di AS (Food Standards Agency) sebab in vitro dengan dosis tinggi
memicu kerusakan DNA pada hewan.
Oleh sebab itu perlu sangat berhati-hati
dengan food supplemen ini.
7d. Dapagliflozin (Forxiga) per oral menurunkan kadar glukosa darah dengan mengurangi reabsorpsi glukosa di ginjal, sehingga glukosa diekskresi melalui urin dan
kadarnya dalam plasma menurun. PP ± 91%,
t
½ ± 13 jam dan diekskresi sebagai metabolit
melalui urin (75%) dan feses.
Efek samping: infeksi saluran urin, dysuri,
poliuri, mual dan pusing.
Dosis: 1 dd 5-10 mg.
8. Lainnya:
alfa-liponzuur, (krom)pikolinat dan kayu manis
B. ZAT-ZAT PEMANIS
Zat pemanis dipakai sebagai pengganti
gula pasir (sakarosa) yang boleh dikonsumsi
oleh pasien diabetes. Hal ini sebetulnya tidak
mutlak perlu, sebab menurut pendapat
modern, diabetici diperbolehkan makan gula dalam batas-batas tertentu, lihat di atas.
pasien gemuk yang menjalani kur melangsingkan badan memakai zat-zat pemanis ini.
ada dua kelompok berdasar nilai
energinya, yaitu zat-zat yang menghasilkan
kalori dan yang tidak.
a.Zat-zat berkalori: polialkohol ksilitol, sorbitol, manitol, maltitol dan laktitol, juga monosakarida fruktosa. Zat-zat manis ini menghasilkan energi yang nilainya lebih rendah
dari sakarosa. Namun jumlah yang dikonsumsi perlu diperhitungkan dalam jatah
kalori sehari. Lihat tabel di bawah ini.
b. Zat-zat tanpa kalori: aspartam, asesulfam,
sakarin, siklamat dan steviosida. Sebetulnya
aspartam berkalori sama dengan sakarosa
(4 kcal/g), namun sebab 200 x lebih manis
hanya diperlukan sedikit sekali. Satu tablet
aspartam sama manisnya dengan 1 gumpal
gula dari 4 g dan mengandung hanya 0,3
kcal (1 g = 17 kJ). Kombinasi dua zat pemanis
sering kali dipakai sebab menghasilkan
sinergisme.
* Steviosida (ekstrak Stevia). Di Jepang sejak
25 tahun lalu tersedia zat pemanis steviosida,
yang diperoleh dari daun Stevia rebaudiana
Bertoni (‘honey leaf”), suatu tanaman berasal
dari Paraguay dan Brasilia. Di AS steviosida
sejak 1995 diizinkan oleh FDA sebagai food
additive. Struktur diterpenglikosida ini mirip
dengan hormon wanita estriol, namun tidak
memiliki aktivitas estrogen. Daya manisnya
±300 kali gula putih, sukar larut dalam
air (1:800) dan tahan pemanasan. Rasanya
menyerupai liquorice (drop). Praktis tidak
diserap oleh usus. Steviosida berdaya menstimulasi sekresi insulin pada hewan
percobaan dan juga bersifat bakteriostatik.
* Sifat karsinogen. Di tahun 1970-an, siklamat
dan sakarin dihubungkan dengan kanker
kandung kemih dan membuat cacat janin
(focomelia) pada hewan. Oleh sebab itu di
banyak negara pemakaian nya dibatasi
sampai suatu dosis maksimal dan hanya
untuk bahan makanan bagi diabetici. namun
akhir tahun 1980-an dipastikan bahwa ke-
dua zat ini pada manusia tidak bersifat karsinogen. Mungkin kombinasi dari
zat-zat ini dapat bekerja demikian.
Juga aspartam di akhir tahun 1990-an di
hubungkan dengan kanker otak, namun FDA
tidak memberikan reaksi terhadap tuduhan
ini sebab dianggap tidak serius.
* Kehamilan dan laktasi. Dari kebanyakan
zat pemanis belum ada cukup data
mengenai keamanannya untuk wanita hamil
dan bayi. Hanya sorbitol dianggap aman, juga
dari aspartam,asesulfam dan siklamat belum
pernah dilaporkan dapat memicu kerusakan pada janin.Perhatian. Meskipun keamanan zat-zat pemanis sudah dipastikan dengan jelas, namun
konsumsinya dalam jumlah besar pada jangka
panjang dapat mengganggu metabolisme
glukosa menurut suatu mekanisme tertentu.
Akibatnya dapat timbul hiperinsulinisme dan
hipoglikemia. Terlalu banyak insulin dapat
menstimulasi penimbunan lemak, sedangkan
kadar glukosa rendah mencetuskan perasaan
lapar. Oleh sebab nya, pasien diabetes dan
pasien gemuk sebaiknya membatasi jumlah
dan lamanya pemakaian zat-zat pemanis
ini sampai seminimalnya.
MONOGRAFI
1. Aspartam (Equal, Canderel, NutraSweet)
yaitu dipeptida dari dua asam amino,
asam asparaginat dan ester-metil dari fenilalanin, yang ±200 kali lebih manis dari
gula. Ditemukan secara kebetulan (serendipity) di AS (1965), sewaktu ahli kimia J.
Schlatter meneliti suatu obat anti-ulcer dan
menjilat jerijinya yang tercemar aspartam.
Tidak berasa pahit, namun terurai pada
pemanasan di atas 180°C, maka sebaiknya
ditambahkan pada makanan setelah selesai
dimasak. Dalam usus, zat ini dihidrolisis
menjadi metanol, asam asparaginat dan
fenilalanin, yang semuanya diserap ke dalam
darah. Banyak dipakai dalam minuman
“berkalori rendah”. Daya manis dari 1 tablet
à 50 mg yaitu sama dengan 1-2 gumpal gula
dari 5 g, namun nilai kalorinya dapat diabaikan
( 1 g = 4.18 kcal seperti semua peptida) .
Persetujuan registrasi FDA sering kali tertunda
sebab pertikaian mengenai keamanannya;
pada tikus aspartam diperkirakan dapat
memicu kerusakan dan kanker otak.
Oleh sebab itu baru setelah 10 tahun lebih
diizinkan pemakaian nya dalam makanan
dan minuman (1993). Namun demikian
di AS ada sekelompok pengguna
yang terus berkukuh untuk mewujudkan
pelarangan dari peredarannya, sebab sendirinya telah mengidap berbagai keluhan
neurologi dan lain-lain, yang diperkirakan
akibat aspartam. Pada awal tahun 1999
melalui Internet di AS telah disiarkan oleh
sepasien awam peringatan yang meresahkan
mengenai neurotoksisitas aspartam yang
dapat mengakibatkan kerusakan neuron
di otak. Gejalanya dikatakan mirip dengan
gejala MS (multiple sclerosis) dengan antara
lain hilang ingatan, hilang rasa di tungkai,
sukar berbicara dan nyeri sendi. Menurut
pendapatnya, sindroma ini disebabkan oleh
keracunan asam formiat (acidosis), yang
dibentuk dari metanol pada perombakan
aspartam. Formiat menghambat enzim oksidatif di mitochondria, dengan efek hipoksia
dan turunnya produksi energi (ATP) dalam sel. Ungkapan ini sangat mustahil,
sebab kuantitas metanol dan formiat yang
dilepaskan oleh beberapa tablet aspartam
dari 50 mg yaitu sangat kecil untuk dapat
memicu intoksikasi. Lagi pula sekian
banyaknya studi mengenai toksisitas aspartam, secara ilmiah tidak dapat membenarkan tuduhan ini. Persamaan reaksi dari perombakan aspartam yaitu sebagai berikut:
aspartam ––> CH3
OH ––> HCOOH ––>
CO2
+ H2
O
Efek samping yang tersering timbul pada
dosis tinggi dapat berupa nyeri kepala dan
lambung, pusing, mual, muntah dan perubahan suasana jiwa, lebih jarang reaksi
alergi dan serangan epilepsi. Adakalanya
aspartam dalam Cola light dapat mencetuskan serangan migrain. Tidak boleh diberikan pada anak-anak dan wanita hamil
dengan fenilketonuria (PKU), pada mana
ada kekurangan enzim yang mengubah
fenilalanin menjadi tirosin. Akibatnya fenilalanin akan menumpuk dalam darah dan
dapat merusak saraf otak. Lihat juga Bab 54,
Dasar-dasar Diet Sehat.
Dosis: ADI (Acceptable Daily Intake) 40 mg/
kg sehari, dewasa maksimal 2,4 g/hari. Pada
pasien diabetes sampai 2.7 g/hari aspartam
tidak memengaruhi kadar gula darah. 1
tablet = 50 mg.
2. Asesulfam (*Natrena) yaitu derivat oxathiazine (cincin-6 dengan O, S dan N dalam
inti) yang ±200 kali lebih manis dari gula
(1988). Pada dosis tinggi memicu rasa
pahit. Tidak berkalori. Diserap dengan cepat
dari mukosa mulut dan usus, ekskresi secara
utuh melalui terutama urin. Efek samping
tidak diketahui dan tahan pemanasan.
Dosis: ADI 9 mg/kg, maks. 15 mg/kg sehari.
3. Siklamat (*Natrena) yaitu garam Na atau
Ca dari suatu asam aminosulfonat (1950),
yang ±25 kali lebih manis dari gula dan tidak
berkalori. Berhubung tahan terhadap suhu
tinggi (pemanasan) dan tidak memicu
rasa pahit, maka banyak dipakai dalam
makanan dan minuman “berkalori rendah”.
Dosis: ADI 11 mg/kg sehari, dewasa maks.
650 mg sehari (garam-Na).
4. Sakarin (benzosulfimida, Sionon) yaitu
zat pemanis tertua (1879) dan ±350 kali lebih manis dari gula. Tidak berkalori, namun
memberikan rasa pahit. Resorpsi dari usus
cepat dan diekskresi secara utuh lewat urin.
Kecurigaan tentang sifat karsinogennya tidak
didukung secara ilmiah, maka dianggap
aman.
Dosis: ADI 2,5 mg/kg, dewasa maks. 150
mg sehari (garam-Na).
5. Fruktosa ada di banyak buah-buahan,
antara lain korma, grapefruit dan prune, juga
dalam madu. Daya manisnya 1,5 kali dari
sakarosa. Resorpsinya dari usus lebih lambat
daripada glukosa, namun metabolismenya dalam darah lebih cepat. Dalam hati, fruktosa
difosforilasi dan tergantung dari keadaan
diuraikan menjadi piruvat atau diubah menjadi glukosa dan glikogen. Fruktosa mampu
memasuki sel-sel jaringan tanpa insulin dan
tidak menstimulasi pankreas untuk mensekresi insulin. Tidak cocok untuk menanggulangi keadaan hipoglikemia, sebab SSP
tidak dapat mempergunakannya. Sementara
ahli menganggap fruktosa sebagai zat pengganti gula yang terbaik.
Efek samping. Risiko akan hiperglikemia
lebih ringan dari glukosa, maka sering dianjurkan untuk diabetici sebanyak 20-30 g sehari
dengan memperhatikan kadar kalorinya. 1
g = 15.7 kJ. Konsumsi terlalu banyak dapat
meningkatkan kadar trigliserida darah.
Dosis: untuk pemberian energi/infus i.v.
100-300 g sehari larutan 5-20%.
*Glukosa yaitu stereoisomer dari fruktosa
yang ±0,5 kali kurang manis dari gula. Glukosa yaitu sumber energi utama dari tubuh
yang dibakar oleh tubuh untuk memperoleh
kalori untuk proses tubuh, antara lain kerja
jantung dan otot, lihat Bab 54, Dasar-dasar
diet sehat, Hidratarang.
Larutan glukosa 50% terutama dipakai
parenteral untuk pemberian energi dan/atau
air pada hipoglikemia. Tubuh dapat memetabolisasi ±800 mg/kg glukosa per jam.
Dosis: pada hipoglikemia, oral 10-20 g, bila
perlu diulang setelah 10-20 menit, sebagai
infus i.v. 10-50 ml larutan 50%. 6. Sorbitol dan maltitol yaitu polialkohol
(C6 dengan 6 gugus-OH) yang ada dalam
banyak buah-buahan (apel, pear, prune dan
lain-lain). Diperoleh dari hasil hidrolisis pati.
Masing-masing 0,5 dan 0,9 kali kurang manis
daripada sakarosa. Tahan pemanasan, namun
bersifat higroskopik; dapat menghasilkan 2,8
kcal/g.
Resorpsi dari usus tidak menentu dan lambat sekali, maka pada dosis di atas 40 g sehari
bekerja sebagai laksans osmotik. Dalam hati,
sorbitol dioksidasi dengan perlahan menjadi
fruktosa dan untuk sebagian kecil menjadi
glukosa. Pengaruhnya terhadap kadar gula
hanya ringan, maka banyak dipakai dalam bahan makanan untuk diabetici, juga
sebagai pengganti gula dalam gula-gula
(candy) sebab tidak mengakibatkan caries
(rusak gigi). 1 g = 12,5 kJ.
Dosis: sebagai zat pemanis maks. 25 g/
hari, sebagai laksans 30-50 g/hari, sebagai
hidratan (“pembasah”) dalam krem sampai
70%.
* Ksilitol(Xylit) yaitu pentanpentanol yang
sama manisnya dengan gula. Diserap dari usus sekitar 20% dan dalam hati dapat
diubah menjadi glukosa sekitar 20-80%. Banyak dipakai dalam chewing gum dan
gula-gula berkat daya anticariësnya. 1 g = 15
kJ. Dapat bekerja sebagai laksans.
Dosis: 1 g /kg berat badan sehari, umumnya
50-70 g sehari.
* Laktitol diperoleh dengan jalan hidrogenasi
dari laktosa. Tidak diserap oleh usus, namun
dalam usus dirombak oleh kuman menjadi
antara lain asam yang akhirnya mensuplai
kalori. Dapat bekerja sebagai laksans dan
membentuk gas. Tahan tehadap suhu tinggi
dan asam.
* Manitol ada di mana-mana di alam
dan diperoleh melalui reduksi d-glukosa.
Tahan suhu tinggi dan secara kimiawi agak
stabil. Rasanya manis segar, 1 g = 8 kJ.
7. Thaumatin yaitu zat pemanis alamiah,
yang terdiri dari campuran protein dengan
daya manis kuat sekali. Diperoleh dari biji
buah kecil tanaman Thaumatococcus danielli.
Efek pemanisnya lambat dan bertahan lama, maka layak dikombinasi dengan zat-zat
pemanis lain. Tahan pemanasan dan dipakai dalam gula-gula dan chewing gum.
TIROKSIN DAN TIROISTATIKA
A. TIROKSIN DAN
LIOTIRONIN
Tiroid atau kelenjar gondok yaitu sebuah
organ kecil yang terdiri atas dua bagian
(lobus) yang terletak di sebelah kanan dan
kiri trakhea dan yang dihubungkan oleh
secarik jaringan tiroid yang disebut istmus.
“Jembatan” ini melintasi trakhea di sebelah
depannya dan mirip suatu perisai (Yun.=
thyreos).
Tiroid berfungsi sebagai termostat (pengatur kalor) dari metabolisme tubuh yang
aktivitasnya diatur oleh hipofisis. Di bawah
pengaruh hormon TRH (Thyrotropin Releasing
Hormone, protirelin) dari hipotalamus, hipofisis mensekresi TSH (Thyreoid Stimulating
Hormone), yang selanjutnya menstimulasi
tiroid untuk mensekresi hormonnya liotironin (T3) dan tiroksin (T4).
.Sekresi hormon-hormon ini diatur oleh
sistem H-H (Hipotalamus-Hipofisis) ini
melalui mekanisme feedback negatif. Bila
produksinya melampaui kebutuhan tubuh,
yaitu sekitar 0,5 mg sehari, maka hipotalamus
mengurangi pelepasan TRH yang berakibat
menurunnya produksi TSH dan kemudian
berkurangnya sekresi T3 dan T4. Sekresi
TRH ternyata distimulasi oleh neurohormon
noradrenalin, sedangkan sekresi TSH dihambat oleh somatostatin.
*Kalsitonin yaitu hormon polipeptida kecil
(terdiri dari 32 asam amino), yang dibentuk
oleh sel-sel C dari tiroid. Fungsinya adalah untuk melindungi tubuh terhadap peningkatan akut dari kadar kalsium darah
(hiperkalsiemia) melalui beberapa mekanisme:
a meningkatkan ekskresi kalsium (dan fosfat) oleh ginjal
b menghambat penyerapan kalsium dari
usus dan
c menghambat perombakan tulang
(resorpsi) ke dalam darah berkat kerja
langsung terhadap sel-sel perombak
tulang (osteoclast).
Sekresinya distimulasi dan meningkat
bila kadar kalsium darah tinggi dan juga oleh
naiknya kadar magnesium darah dan hormonhormon lambung-usus.
Berkat efeknya menghambat osteoclast,
kalsitonin adakalanya dipakai bersama
suatu bisfosfonat pada osteoporosis.
Paratiroid
Paratiroid atau anaktiroid terdiri dari empat
kelenjar kecil yang terletak di belakang tiroid
dan membentuk hormon parathormon (PTH),
suatu polipeptida dengan 84 asam amino. PTH
bersama vitamin D dan kalsitonin memegang
peran utama dalam mengatur kadar kalsium
dalam darah. Bertentangan dengan kalsitonin,
PTH berfungsi meningkatkan kadar kalsium
darah bila kadarnya menurun. Oleh sebab
itu dalam hal kadar Ca rendah, sekresi PTH
ditingkatkan.
*Hiperkalsiemia dapat terjadi oleh produksi
PTH berlebihan (hiperparatiroidi), dapat pula
oleh a.l. terlampau banyak pemasukan Ca dan
vit D. Gejalanya berupa mual, muntah, rasa
penat, dehidrasi dan murung, juga banyak
berkemih, nyeri tulang dan perut. Penanganan
terdiri atas rehidrasi dan pemberian
bisfosfonat i.v (pamidronat) Lihat juga Bab 53,
Gambar 53-3, metabolisme vitamin D.
Gangguan tiroid
Dapat dibagi dalam dua kelompok, sebagai
berikut.
1. Primer: penyakit auto-imun yang terutama timbul pada wanita dan lansia
dengan atau tanpa perubahan volume
kelenjar tiroid.
2. Sekunder: timbul perubahan volume kelenjar tiroid dan penyebab hipo/hipertiroidi yang terletak di hipofisis atau di
SSP.
Bila dari pemeriksaan diperkirakan adanya
gangguan fungsi tiroid perlu dianalisis kadar
TSH dan bilamana menyimpang harus diperiksa kadar T4 bebas, yaitu yang tidak terikat
pada protein.
Yang paling sering terjadi yaitu hipofungsi
(hipotirosis, hipotiroidi) atau hiperfungsi (hipertirosis, hipertiroidi) dari kelenjar tiroid, pada
mana produksi hormon masing-masing di
bawah atau melebihi nilai normal.
a. Hipotirosis. Tiroid yang bekerja terlalu
lamban memicu kekurangan T3 dan
T4 dan penurunan metabolisme umum, yang
dapat memicu sejumlah gejala. Gejala
yang sangat khas yaitu keadaan mental
mundur, lesu dan mengantuk, berat badan
meningkat, obesitas, bradycardia, muka pucat
dengan suara mendalam, kulit menebal, rambut kering, sembelit dan perasaan dingin.
* Kekerdilan. Bila hipotirosis terjadi sejak
lahir, pertumbuhan mental dan fisik akan
terhambat (cretinisme) dan mendekati pandir
(idiotia). Tubuh tetap kerdil dan sering kali
dengan struma (gondok) di leher akibat
membesarnya tiroid.
* Mixudema yaitu juga suatu penyakit
hipofungsi tiroid, yang bercirikan infiltrasi
dan pengembangan kulit oleh lendir (mucus),
yang terutama jelas pada kelopak mata dan
bibir. Gejala lain yaitu proses metabolik
mundur, ada kecenderungan untuk obesitas, juga gerakan, cara berpikir, bicara dan
denyut nadi lamban, kulit menebal dan
kering, serta rambut rontok. Pada wanita
sering kali suara serak dan haid berlangsung
lebih deras.
Penyebab hipotirosis bisa bermacam-macam, contoh sebab tidak ada iod di dalam
bahan makanan atau air minum, seperti di
daerah pegunungan tertentu (Himalaya,
Amerika Selatan dan Afrika Tengah). Atau,
sebab tubuh tidak mampu membentuk
mono- dan diiodtirosin, ataupun tidak dapat
mempersenyawakannya menjadi T3 dan T4.
Lihat skema reaksi di bawah.
* Kekurangan iod atau iodida mengakibatkan
menurunnya produksi tiroksin, sehingga
hipofisis distimulasi terus untuk mensekresi TSH (melalui TRH). Akibatnya ialah
tiroid dirangsang dan tumbuh berlebihan
(hiperplasia) dengan bertambahnya pembuluh darah (vaskularisasi) dan akhirnya terjadi gondok (struma). Bahan makanan tertentu, seperti jenis kol, mengandung zat-zat
yang menghalangi penyerapan iodida, atau
mencegah iodisasi dari tirosin. Untuk menghindari peristiwa ini, di banyak negara iodida dibubuhkan pada garam dapur atau
garam untuk pembuatan roti (2,5-6 mg/kg),
terutama di daerah di mana gondok ada
secara endemik.
Pengobatannya berupa terapi substitusi
dengan tiroksin, yang pada dasarnya perlu
dijalani seumur hidup.
b. Hipertirosis bercirikan overproduksi T3
dan T4, seperti pada penyakit Graves(dahulu
disebut penyakit Basedow). Gejala terpentingnya yaitu efek jantung (tachycardia, atriumfibrilasi), struma, serta bola mata menonjol
secara abnormal (exophthalmus), meskipun
kedua gejala terakhir ini tidak selalu nampak.
Gejala lainnya dapat berupa menurunnya
berat badan akibat peningkatan kecepatan
metabolisme dan pemakaian energi (‘pembakaran’), palpitasi, tremor, transpirasi, gelisah, rasa takut, sukar tidur, diare akibat
peningkatan peristaltik dan nafsu makan
bertambah. Lihat juga di bawah B. Tiroistatika.
Penyakit Graves.
Pada manula, gejala hiperfungsi sering kali
hanya nampak sebagai kelemahan jantung,
tachycardia, udema, banyak berkemih, gangguan ritme jantung (fibrilasi atrium) dan hati
membesar. Gejala ini mudah dikelirukan
dengan gangguan jantung.
Penyebab hipertirosis kebanyakan yaitu
sebab stimulasi tiroid oleh suatu globulin
darah yang memiliki aktivitas TSH, yangdisebut LATS(longacting thyreoid stimulator).
Sering kali juga disebabkan adanya benjolan
kecil di dalam kelenjar (noduli), yang secara
otonom membentuk hormon berlebihan di
luar sistem H-H. Penyebab lainnya yaitu
kelebihan minum obat yang mengandung
iod atau iodida (obat batuk!) selama jangka
waktu panjang, ataupun makanan dengan
kadar iod tinggi, seperti lumut laut (seaweed,
bio alga, kelp), contoh pada penangkap
ikan Jepang. Dalam hal ini, penyakit ini
disebut iod-struma atau iod-Basedow.
Sintesis
Pembuatan hormon tiroid berlangsung dalam
beberapa tahap. Pertama-tama tiroid menarik
iodida dari darah, yang lalu dipekatkan ±25
kali dan dioksidasi oleh peroksidase menjadi iod. Lalu iod ini secara enzimatik pula
dipersenyawakan dengan asam amino tirosin (Yun. tyros = keju) menjadi mono- atau
di-iodtirosin. Akhirnya zat-zat ini saling bersenyawa dan menghasilkan liotironin (T3)
dan tiroksin (T4).
Sebagian besar T4 dalam darah diubah
di jaringan perifer menjadi T3 (80%) dan
hanya 20% T3 disekresi langsung oleh tiroid.
Di samping itu di jaringan juga dibentuk
‘reverse’ T3 (rT3) melalui deiodisasi T4.
Reverse T3 ini dianggap sebagai metabolit
inaktif, yang terbentuk sebagai pengganti T3
selama puasa atau penyakit parah.
Untuk jelasnya lihat skema reaksi berikut:
T3 dan T4. Di dalam tiroid kedua hormon
ini ada dalam bentuk terikat pada
protein tireoglobulin. Di bawah pengaruh
TSH, kompleks ini dihidrolisis dan hormon
dibebaskan ke dalam darah. Di sini terjadi
pengikatan lagi untuk lebih dari 99% pada
protein-pengangkut, sehingga menjadi fisiologis inaktif. Hanya sebagian kecil yang beredar bebas dan aktif, yakni T3 0,4% dan T4
0,04%. Kebanyakan T4 di dalam jaringan
perifer (hati, ginjal, otot) melalui deiodisasi
diubah menjadi T3, yang berdaya 5 kali
lebih kuat dan mengikat pada reseptor khas
di dalam sel. Hanya 10-25% dari T3 dalam
darah berasal dari sintesis dalam tiroid. T4
dapat dianggap sebagai pro-hormon dari T3
aktif.
Fungsi
Hormon-hormon tiroid bekerja terhadap
semua sel tubuh dan berfungsi meningkatkan
metabolisme sel melalui mitochondria dan
pemakaian oksigen, juga mendorong sintesis
protein di dalam sel yang terutama penting
bagi pertumbuhan anak-anak. Hormon tiroid
penting bagi perkembangan susunan saraf
sentral anak-anak.
Pertumbuhan sel dan perkembangan otak/
SSP distimulasi, begitu pula kerja jantung
dan sirkulasi darah, sedangkan peristaltik
lambung-usus diperkuat. Daya kerjanya
terhadap jantung mungkin disebabkan otot
jantung menjadi lebih peka terhadap katecholamin.
Tes fungsi tiroid. pemakaian oksigen selama bertahun-tahun telah merupakan prinsip untuk menentukan metabolisme basal
(dasar) sesepasien dengan maksud menilai
fungsi tiroidnya. Metode ini kurang saksama,
maka sudah lama diganti dengan penentuan
tiroksin langsung dalam darah.
pemakaian
Hormon tiroid dipakai untuk berbagai
indikasi, yaitu pada gangguan-gangguan
berikut:
a. Hipotirosis. Tiroksin terutama dipakai untuk terapi substitusi pada hipofungsi tiroid, yang disebabkan insufisiensi hipotalamus, hipofisis atau tiroid.
Liotironin yang berkhasiat lebih kuat
- meskipun kerjanya lebih cepat - tidak
dianjurkan, sebab bertahan lebih singkat
dengan risiko efek samping yang lebih
besar. Oleh sebab itu hormon ini hanya
dipakai dalam keadaan gawat, seperti
pada koma/mixudema.
b. Obesitas. Adakalanya tiroksin dipakai terhadap kegemukan, yaitu sebagai
komponen dari obat pengurus badan,
berdasar efek stimulasinya terhadap
metabolisme umum. Cara pemakaian
ini tidak dapat dibenarkan, sebab pada
dosis tinggi yang diperlukan untuk
«membakar» lemak berlebihan, dapat
terjadi gejala hipertirosis yang justru menyebabkan bertambahnya nafsu makan.
c. Kolesterol tinggi. Bentuk dekstro dari
tiroksin (d-tiroksin) dengan aktivitas
ringan terhadap metabolisme dan jantung (hanya 10% daripada bentuk-levonya), adakalanya dipakai pada hiperkolesterolemia tertentu untuk menurunkan kadar kolesterol. Lihat Bab 36,
Antilipemika.
Efek samping dan pentakaran
Pada pentakaran yang tepat tidak timbul
efek samping. Pada overdosis timbul gejala
hipertirosis (kecuali exophthalmus), terutama
palpitasi, gelisah dan sukar tidur. Pada
pentakaran yang terlalu mendadak tinggi
dapat timbul efek jantung, seperti angina
pectoris, dekompensasi dan infark. Untuk
menghindari efek samping ini, dosis harus
ditentukan secara individual atas tuntunan
gejala dan/atau kadar hormon dalam darah.
Dosis permulaan hendaknya rendah sekali dan
secara berangsur-angsur dinaikkan. Semakin
berat keadaan hipotirosis, semakin besar
kepekaan organisme untuk hormon tiroid
dan semakin rendah pula hendaknya dosis
permulaan.
Interaksi. Tiroksin memperkuat efek antikoagulansia dan memperlemah efek insulin,
antidiabetika oral dan digoksin. Beberapa
obat, antara lain garam litium, amiodaron,
kelp (lumut laut) dan zat kontras Röntgen
yang mengandung iod dapat mengakibatkan
gangguan fungsi tiroid.
MONOGRAFI
1. l-Tiroksin: levo-thyroxin Na, tetraiodtironin,
T4, Thyrax, Euthyrox
Hormon ini dibuat secara sintetik dan
telah menggantikan serbuk tiroid yang kerjanya kurang konstan dan pentakarannya
kurang saksama. Tiroksin berfungsi sebagai
prohormon untuk liotironin yang lebih aktif.
Deiodisasi T4 menjadi T3 terjadi secara
enzimatik di hati, ginjal dan otot. Mulai
kerjanya lambat dengan masa laten 7-10
hari, efek maksimalnya tercapai setelah 3-4
minggu, namun bertahan lama. Bila terapi
dihentikan, obat masih bekerja terus selama
1-3 minggu.
Resorpsi dari usus tidak menentu (50-80%)
dan tergantung pada adanya makanan, maka
sebaiknya diminum pada lambung kosongsetengah jam sebelum makan pagi. Makanan
berserat mengurangi resorpsinya, demikian
juga pemakaian bersamaan waktu dari
senyawa-senyawa yang mengandung besi
dan obat-obat pengikat asam. Plasma-t½ 6-7
hari, sehingga cukup dengan single-dose
sehari. Eliminasi seperti T3 terjadi untuk
60% melalui deiodisasi menjadi tirosin, 25%
melalui konyugasi dengan glukuronida/
sulfat yang diekskresi lewat empedu, untuk
kemudian dideiodisasi pula.Dosis: oral permulaan 1 dd 25 mcg (garamNa) ½-1 jam a.c., setiap 2 minggu dinaikkan dengan 25 mcg, pemeliharaan 1 dd
100–125 mcg a.c. Lansia dan pasien jantung:
permulaan 1 dd 12,5 mcg.
2. Liotironin: T3, triiodtironin, Cytomel
Liotironin dibuat secara sintetik (1956);
khasiatnya ±5 kali lebih kuat dari tiroksin.
Mulai kerjanya cepat, efek maksimal dicapai
setelah 2-3 hari dan terapi bertahan sampai 3
hari setelah penghentian. Plasma-t½ 1-2 hari.
Efek sampingnya lebih berbahaya, khususnya
infark jantung, maka kurang layak bagi terapi
jangka panjang. Zat ini hanya dipakai bila
dibutuhkan kerja cepat dan kuat, contoh
pada mixudema. Juga bila tiroksin tidak
efektif dan sebagai zat pembantu diagnosis
hipertirosis.
Dosis: pada hipotirosis berat, oral permulaan 25 mcg sehari, berangsur-angsur
dinaikkan sampai maksimal 75 mcg. Pada
mixudema dan struma: 1 dd 2,5-5 mcg.
3. Kalsitonin: salcatonin (salmon), Miacalcic
Polipeptida sintetik ini (1972) yaitu identik dengan kalsitonin yang berasal dari ikan
salem (salcatonin). Berdaya menginaktifkan
osteoclast dan perombakan tulang, juga
menghambat resorpsi kembali kalsium
di tubuli ginjal, yang berdampak turunnya
kadar kalsium darah. Di samping itu berkhasiat analgetik. Oleh sebab itu, zat ini
dipakai untuk penyakit Paget (ostitis deformans), yaitu melunaknya tulang secara kronis yang mengakibatkan deformitas dengan
nyeri hebat. Juga untuk terapi simtomatis dari
hiperkalsiëmia dan osteoporosis postmenopausal,
meskipun efeknya terhadap insidensi fractura belum dipastikan.
Efek samping kerapkali terjadi dan berupa
mual dan flushing, lebih jarang diare, sakit
perut, polyuria dan reaksi kulit di tempat
injeksi.
Dosis: pada penyakit Paget i.m./s.c. 0,5 mg
sehari, setelah 2 minggu dinaikkan sampai
2 dd 0,5 mg atau diturunkan sampai 2-3 kali
seminggu 0,5 mg tergantung dari efeknya,
selama minimal 6 bulan. Pada hiperkalsiemia:
kalsitonin salem sintetik setiap 6-8 jam i.m./
i.v./s.c. 400 IE hingga kadar Ca dan fosfat
turun atau gejala klinis hilang.
B. TIROISTATIKA9
Tiroistatika atau zat antitiroid yaitu zat-zat
yang berkhasiat menekan produksi hormon
tiroid. Khusus dipakai pada keadaan
hiperfungsi kelenjar tersebut, yang sering
kali disertai peningkatan sekresi tiroksin.
Keadaan itu disebut hipertiroidisme, hipertirosis, atau thyreotoxicosis.
Penggolongan
Obat-obat ini dapat dibagi dalam beberapa
kelompok, yakni:
a. thionamida (dahulu disebut derivat thiourea) dan dibagi dalam:
– derivat thiourasil : propiltiourasil
– derivat tioimidazol: karbimazol,
tiamazol
Obat-obat ini menghambat secara
langsung sintesis hormon tiroid dengan
mencegah pengikatan iod pada tirosin atau
penggandengan mono- dan diiodtirosin
menjadi T3/T4. Juga pengubahan T4
menjadi T3 di jaringan perifer dihambat.
Kelenjar masih tetap aktif, pelepasan
hormon (yang masih tersedia) tidak
dihambat, hanya produksinya terhenti. Oleh sebab itu hipofisis kehilangan
kendalinya dan meningkatkan sekresi
TSH, dengan akibat tiroid dirangsang
berlebihan dan tumbuh membesar. Untuk menghindarkan hiperplasia dan kemungkinan hipotirosis, terapi dengan
thionamida selalu dikombinasi dengan
dosis ringan tiroksin. Exophthalmus
yang sudah ada akan memburuk. Di
samping itu, tiroistatika juga berkhasiat
imunosupresif.
Efek samping terpenting yang tergantung dari dosisnya yaitu agranulositosis
(demam, sakit tenggorok), gangguan kulit dan persendian.
b. iod dan iodida dalam dosis tinggi menghambat sintesis dan pelepasan hormonhormon tiroid, juga pemasukan iodida
ke dalam tiroid dirintangi. Tiroid menjadi lebih padat (kecil) dan vaskularisasinya
berkurang, sehingga juga dipakai
untuk persiapan pembedahan. Setelah
beberapa waktu efeknya berkurang, maka biasanya dikombinasi dengan suatu
thionamida. Iod sebagai elemen tidak dipakai lagi, sebab pentakarannya kurang
saksama, lagi pula baru diserap di usus
sesudah diubah menjadi iodida.
Efek sampingnya yaitu alergi (eksantema, mata merah dan bercair, bronchospasm) pada penderita yang peka.
pemakaian yang lama (amiodaron) pada
sebagian pasien dapat memicu
struma dengan hipotiroidia.
c. iod radioaktif berupa isotop iod-131
(
131I) yang setelah diserap secara selektif
oleh tiroid merusak sebagian jaringan
melalui radiasi beta-radioaktif. Tiga bulan sebelum penanganan dengan iod
radioaktif, harus dihindari pemakaian
senyawa-senyawa yang mengandung
iodium, seperti amiodaron dan obat
kontras Röntgen, sebab resorpsi iod radioaktif oleh kelenjar tiroid tergantung
dari a.l. kadar iodium anorganik dalam
plasma. Pada umumnya, radioiod ini
hanya dipakai pada pasien di atas usia
40 tahun.
Efek samping yang terpenting yaitu
hipotiroidia yang dapat bertahan bertahun-tahun. Oleh sebab itu pasien demikian harus memeriksakan kadar TSH-nya
minimal setahun sekali selama hidupnya.
d. propranolol adakalanya dipakai untuk mengurangi beberapa keluhan, seperti
tachycardia, fibrilasi serambi jantung dan
kegelisahan. Beta-blocker ini mengurangi
efek tiroksin di jaringan perifer dengan
jalan blokade susunan saraf simpatis.
Hipertirosis
Gangguan ini bercirikan hiperaktivitas kelenjar
tiroid dan dapat ditimbulkan oleh banyak
sebab. Yang paling sering (70-80%) yaitu
akibat penyakit Graves dan pada pasien di atas
usia 50 tahun oleh hiperfungsi (TMG, toxic
multinodular goitre). Di samping itu, juga oleh
hiperfungsi akibat adanya adenom (tumor)
atau peradangan tiroid (tiroiditis).
a. Penyakit Graves (nama lama penyakit
Basedow)
8
Gangguan ini diakibatkan oleh suatu proses auto-imun, pada mana antibodies IgG
mengikat pada reseptor untuk TSH di tiroid.
Efeknya yaitu stimulasi produksi T4, jadi
sama dengan aktivasi oleh TSH. Mungkin
pembentukan antibodies ini dipicu oleh
infeksi suatu kuman Gram-negatif (antara lain
E. coli, Yersinia, dan lain-lain) yang memiliki
titik pengikatan TSH. Penyakit auto-imun ini
terutama timbul pada usia muda/menengah
dan wanita 5 kali lebih sering daripada pria.
Pada sekitar 25-50% dari semua kasus terjadi
penyembuhan spontan dalam waktu satu
tahun. Lihat juga di awal bab ini: Hipertirosis.
Gejalanya yang khas berupa trias: bola mata
menonjol (exophthalmus) dengan pembesaran
tiroid (struma difus 60%) dan tireotoxicosis
(tachycardia, atriumfibrilasi, tremor, badan
menjadi kurus). Gejala lain dapat berupa
keluhan mata (nyeri, visus guram, peka cahaya, udema, conjunctivitis) juga akibat proses auto-imun (auto-antibodies, kompleks
imun). Gejala ini dapat ditanggulangi dengan
prednison 40 mg atau lebih, yang berkhasiat
menekan proses auto-imun seluler dan
humoral (imunosupresif). Dosis prednison
yang tinggi ini berangsur-angsur dikurangi sampai dosis pemeliharaan 5-10 mg.
Gejala penting kedua dari hipertirosis
(10-15%) yang terutama timbul pada lansia
berbentuk struma (multi)nodular. Lihat di
bawah.
Penyebab iatrogen lain yaitu pemakaian
obat-obat yang mengandung iodium seperti
amiodaron dan senyawa-senyawa kontras
pada penyinaran dengan X-ray.
ada pula hipertiroidia setelah persalinan yang disebut postpartum thyreoiditis,
juga merupakan gangguan auto-imun yang
biasanya akan spontan berlalu setelah persalinan.
Penanganan. Pembedahan (thyreoïdectomia
subtotal) dilakukan bila struma menjadi sangat besar, sehingga arteri leher atau batang tenggorok terancam tersumbat. Hany