obat 55


 iperkuat kembali atau diperpanjang dengan 

injeksi ulang(‘booster’, revaksinasi). Injeksi 

booster ini harus diberikan paling lambat 

maksimal 6 bulan setelah serangkaian injeksi 

primer (imunisasi dasar).

Antibodi monoklonal yaitu  antibodi yang 

hanya aktif terhadap satu antigen spesifik. 

Dibuat dengan teknik rekombinan DNA 

dengan memakai  sel-sel hewani, pada 

umumnya tikus.

Adjuvantia. Di samping antigen ini 

di atas, vaksin dapat mengandung zat-zat 

tambahan (adjuvantia) seperti bahan untuk 

mensuspensikan, zat pengawet, stabilisator, 

antibiotika dalam kadar rendah dan zat lain 

yang tidak memengaruhi respons imunitas. 

Begitu juga garam-garam aluminium (mis. 

Al-fosfat) atau kalsium, yang berdaya mengadsorpsi jasad yang telah diinaktifkan atau 

metabolitnya (toksoid, fragmen virus yang 

bersifat antigen). Vaksin jerap demikian 

yang telah diserap pada garam, dimaksudkan 

untuk menciptakan suatu daya kerja depot,

sehingga sifat antigen diperkuat dan dapat 

memicu  imunitas dengan jangka kerja 

lebih lama.

pemakaian . Vaksin dan imunoglobulin terutama dipakai untuk tujuan profilaksis, 

untuk menghindari terkena infeksi contoh  

cacar, polio, rabies dan tetanus. namun  beberapa jenis vaksin juga dipakai sebagai 

pengobatan penyakit menahun, contoh  

pada penyakit yang disebabkan oleh stafilokok atau gonokok, sehingga mendorong 

tubuh membentuk antibodies ekstra terhadap 

infeksi tersebut. 

Vaksin kombinasi. Selain vaksin khusus 

untuk prevensi satu jenis penyakit, contoh  

vaksin cacar, juga dapat dibuat vaksin kombinasi terhadap beberapa jenis penyakit sekaligus dengan tujuan mempermudah penggunaannya. Lagi pula sering kali saling memperkuat khasiatnya. Contohnya yaitu  vaksin 

terhadap kolera-tifus-paratifus (Kotipa) dan 

terhadap difteri-tetanus-pertussis(DTP). Juga 

tersedia kombinasi dari vaksin dan toksoid, 

contoh  vaksin DKTP, yang terdiri dari 

toksoid difteri/tetanus dan jasad pertussis/

polio.

Sama dengan vaksin pasif (dahulu disebut 

serum), maka secara teoretis vaksin aktif dapat dibuat dari berbagai jenis mikroba, namun  

beberapa pertimbangan mengenai khasiat 

dan faktor ekonomi memegang peranan penting.

Serokonversi. Sukses dari suatu vaksinasi 

dalam kebanyakan hal tampak dari serokonversi pasien. Dengan ini dimaksudkan bahwa 

pasien yang sebelumnya tidak memiliki antibodies spesifik (seronegatif) sekarang memilikinya (seropositif). namun  hal ini tidak 

berarti bahwa sudah tercapai imunitas.

B. IMUNISASI PASIF

Dengan ini dimaksudkan pemberian antibodies “siap-pakai” dalam bentuk imunoglobulin yang telah dimurnikan untuk menghasilkan imunitas dalam waktu singkat dan 

ternyata efektif untuk prevensi dan terapi 

(imunoprofilaksis dan imunoterapi) beberapa 

jenis infeksi bakteriil maupun viral. Imunitas yang diperoleh demikian dengan vaksinasi pasif ini selalu bertahan agak singkat, biasanya hanya beberapa minggu sampai beberapa bulan, tergantung dari t½ 

antibodies yang dipakai .

Keuntungan imunisasi pasif yaitu  perlindungan yang berlangsung dengan segera, 

namun  “kerugiannya” yaitu  jangka waktu 

perlindungan yang singkat.

S e r a diperoleh dari darah hewan yang 

mengandung antibodi spesifik (imunoglobulin) dalam kadar tinggi. Dalam arti luas, serum (bentuk jamak: sera) sebetulnya 

dimaksudkan cairan darah yang telah dikeluarkan sel-sel darah dan fibrinnya. Fibrin 

yaitu  suatu zat serat protein yang pada 

pembekuan darah memisahkan diri. 

Seekor hewan, umumnya kuda, disuntik 

dengan suatu antigen mikroba tertentu yang 

kemudian dalam darahnya akan terbentuk 

antibodi terhadap antigen ini (imunisasi 

aktif). Dari darah ini, melalui ekstraksi dan 

pemurnian, dibuat serum yang bila disuntikkan pada manusia, memicu  kekebalan pasif terhadap penyakit ini (imunisasi pasif). namun , sebab  selalu masih 

mengandung sisa-sisa protein hewan, penggunaan serum ini dapat memicu  reaksireaksi hipersensitivitas yang tidak diinginkan. 

Kasus demikian dapat terjadi bila suatu serum 

yang berasal dari hewan yang sama .(kuda) 

dipakai untuk kedua kalinya. Oleh sebab  

itu, sekarang ini di banyak negara sera hewan 

sudah diganti dengan sera berasal dari darah 

manusia, yang dinamakan imunoglobulin, 

contoh  tetanus imunoglobulin dan difteriimunoglobulin. 

Sumber sera yaitu  darah hewan, bila darah manusia yang dipakai disebut imunoglobulin (antibodi).

pemakaian . Pada keadaan akut, contoh  

bila infeksi sudah terjadi, maka imunisasi 

aktif tidak dapat dipakai dengan efektif. Penyebabnya ialah masa inkubasi suatu infeksi berlangsung antara 2-5 hari, sedangkan pembentukan antibodies dalam 

tubuh umumnya membutuhkan waktu beberapa minggu. contoh , masa tunas rabies 

yaitu  panjang, antara 1-6 bulan, maka 

sepasien  yang telah digigit anjing gila dapat 

segera diberikan imunoglobulin rabies untuk 

perlindungan langsung dan „menjembatani“ 

masa tunas. Serentak disuntik pula dengan 

vaksin rabies untuk memicu  imunitas 

aktif yang setelah antibodies terbentuk, bekerja 

lebih kuat dan lebih panjang.

Singkatnya kedua cara imunisasi, aktif 

(melalui vaksinasi) maupun pasif (melalui 

pemberian serum atau imunoglobulin) dapat 

dikombinasi.

Rabies (penyakit gila anjing) yaitu  penyakit 

infeksi yang disebabkan oleh virus rabies 

yang via air liur hewan (anjing, kelalawar) 

atau manusia yang terinfeksi ditularkan 

melalui gigitan atau garukan. Bila gejalagejala klinisnya sudah timbul, penyakit ini 

tidak dapat disembuhkan dan berlangsung 

fatal.

Penyakit ini dapat dihindari melalui vaksinasi yang pertama kali dilakukan oleh 

Louis Pasteur, ahli bakteriolog termashur, di 

tahun 1885.

Ref. Ned Tijdschr Geneeskd 2008, 1 Maart;152 

(9), 473-477

Pada umumnya sera antibakterial memiliki 

khasiat terapi yang rendah sekali. Sebaliknya, 

sera terhadap infeksi virus (sera antiviral) 

memiliki khasiat yang tinggi bila diberikan 

setelah penyakitnya sudah berjangkit. Dalam 

kasus demikian, lazimnya terapi dengan 

imunoglobulin dan vaksin menjadi kurang 

efektif. Pengecualian yaitu  pengobatan dengan antiserum spesifik terhadap gigitan 

ular berbisa (polyvalen antivenin). Begitu pula 

antitetanus imunoglobulin dipakai untuk 

pengobatan bila diagnosis tetanus sudah ditentukan secara klinis.

Dalam kasus lainnya harus dipakai kemoterapeutika.

Efek-efek samping

a. Imunoglobulin. Banyak pasien  memiliki 

kepekaan berlebihan (hipersensitivitas) terhadap protein asing hewani, yang mengakibatkan timbulnya anafilaksis (= tanpa 

perlindungan) bila diinjeksi dengan sediaan 

yang mengandung protein ini. Juga ada  

kepekaan bawaan (idiosinkrasi) terhadap produk metabolisme bakteri. Kuda dan kelinci 

yaitu  hewan yang terbanyak dipakai 

untuk pembuatan imunoglobulin. Suatu 

injeksi dengan serum yang mengandung 

imunoglobulin ini dapat membuat sesepasien  

peka terhadap komponen darah hewan 

tersebut. Injeksi selanjutnya dengan serum 

dari hewan yang sama dapat memicu  

reaksi alergi, seperti ‘serum sickness’(demam, 

nyeri di persendian) atau syok anafilaktik.

* Hipersensitivas. Serum sickness merupakan 

reaksi hipersensitivity ke-III (Arthus atau 

imunkompleks, lih. Bab 51 Antihistaminika) 

dan sering kali timbul akibat injeksi serum 

asing pada pengobatan penyakit infeksi. 

Dapat juga akibat contoh  pemakaian  

antibiotika seperti penisilin, streptomisin dan 

sulfonamida. Diperkirakan bahwa peristiwa 

ini disebabkan oleh pembentukan kompleks 

antigen-antibodi yang mengendap di saluran 

darah, kulit, ginjal dan persendian. Gejalanya 

berupa antara lain demam, urticaria, radang 

kulit, proteinuria dan timbulnya eosinofilia 

yang khas.

Dengan tujuan untuk sementara waktu 

menghilangkan kepekaan yang berlebihan 

ini dapat dilakukan injeksi dengan serum 

dalam jumlah sekecil-kecilnya (desensitizing, 

desensibilisasi). Atau, memberikannya dengan 

suatu cara yang memicu  absorpsi 

berlangsung lambat atau memberikan serum 

yang dibuat dari hewan lain.

– Tes hipersensivitas. Pada proses pembuatannya, sera telah dipekatkan dan dimurnikan dengan saksama. Walaupun 

demikian, suatu tes untuk menyelidiki 

kemungkinan adanya kepekaan berlebihan (hipersensitasi) selalu harus dilakukan, sebelum menyuntikkan suatu 

serum hewan. Untuk ini tersedia antara 

lain dua cara, yakni tes intradermal dan tes 

konjungtiva.

– Tes intradermal: serum hewani yang 

telah diencerkan 1:10 disuntikkan intradermal sebanyak 0.1 ml untuk kemudian 

dipantau selama 15 menit. Timbulnya 

kemerahan (eritema) dan udema yang 

disertai timbulnya suatu gelembung 

(wheal) pada kulit, menandai hipersensitivitas spesifik terhadap serum ybs.

– Tes konjungtiva: pemberian 1 tetes bahan yang telah diencerkan 1:10 pada 

konjungtiva akan memicu  kemerahan, air mata dan gatal dalam 5 menit 

apabila yang bersangkutan hipersensitif. 

Sebagai kontrol, 1 tetes larutan garam 

faäli diteteskan pada mata sebelahnya.

b. Vaksin. Pada umumnya efek samping 

dari pemakaian  vaksin tidaklah begitu 

serius, biasanya hanya berupa reaksi ringan 

setempat yang selewat (eritema, bengkak dan 

nyeri lokal). Reaksi ini dapat timbul segera, 

setelah beberapa hari atau lebih lama lagi. 

Efek samping setempat yang lebih serius 

dapat ditimbulkan oleh beberapa vaksin 

yang terdiri dari mikroorganisme hidup. 

contoh  vaksin BCG dan vaksin cacar dapat memicu  peradangan, abses/ulserasi dan timbulnya parut.

Efek samping dapat pula timbul sebagai 

akibat dari kepekaan terhadap beberapa 

jenis antibiotika, contoh  penisilin dan streptomisin, yang kadang-kadang dipakai pada pembuatan vaksin. 

Keamanan. Mikroba hidup yang diperlemah

praktis tidak memicu  infeksi, sedangkan jasad yang telah diinaktifkan dan toksinnya bukan merupakan sesuatu yang 

hidup dan tidak memicu  infeksi.

Kontra indikasi. Vaksinasi pada umumnya 

hanya diberikan pada pasien  sehat dan tidak pada pasien yang sedang menderita 

suatu infeksi (pilek, batuk) atau dalam masa 

inkubasi suatu penyakit infeksi. Pengecualian 

yaitu  pemberian vaksinasi terhadap rabies 

dan tetanus. 

Kontra-indikasi lain terhadap pemakaian  

vaksin yaitu  selama pengobatan dengan 

steroida dan imunosupresiva (hormon kelamin, kortison dan vitamin D), sebab  zatzat ini merintangi pembentukan antibodies. 

contoh , pencacaran pada pasien  yang sedang menjalani terapi dengan steroida dapat 

mengakibatkan reaksi hebat dan adakalanya 

fatal. namun  steroida tidak membatasi penggunaan seraVaksinasi juga jangan diberikan pada 

mereka yang diketahui memiliki kepekaan 

berlebihan atau yang pernah memberikan 

reaksi serius terhadap vaksin tertentu.

* Anak-anak. Pemberian beberapa jenis 

vaksin kepada anak-anak di bawah usia 

tertentu tidak ada gunanya, sebab  pada 

anak-anak yang terlampau muda sistem 

imunnya belum berkembang. Vaksin dengan 

bakteri hidup juga jangan diberikan pada 

anak-anak di bawah usia 1 tahun, sebab  

kemungkinan mereka masih memiliki antibodies yang berasal dari ibunya, sehingga 

akan melemahkan respons imunnya.

* Kehamilan dan laktasi. Pemberian vaksin 

dengan jasad hidup pada wanita hamil atau 

wanita yang diperkirakan akan hamil dalam 

jangka waktu 3 bulan setelah vaksinasi, 

merupakan kontra-indikasi sebab  ada kemungkinan terjadinya infeksi pada janin. 

Di lain pihak, vaksin dengan kuman mati/

diinaktifkan atau toksoid, pada umumnya 

dapat diberikan. Untuk pemakaian  selama 

laktasi belum tersedia data yang cukup.

Vaksinasi juga jangan diberikan bila pasien 

menderita infeksi parah akut yang disertai 

demam tinggi. Juga harus berhati-hati pada 

pemakaian  vaksin dengan mikroorganisme 

hidup pada penderita dengan defisiensi imunologik atau imunosupresi, sebab  bahaya 

timbulnya infeksi menyeluruh (generalized). 

Pasien demikian dapat diberikan vaksin 

dengan mikroorganisme mati, walaupun 

vaksinasi menjadi kurang efektif sebab  berkurangnya pembentukan antibodi. Dalam 

hal ini perlu dipantau titernya.

C. DIAGNOSTIKA

Salah satu metode pemeriksaan dalam ilmu 

pengobatan pencegahan (preventive medicine) 

penyakit infeksi, didasarkan atas reaksi 

antara suatu antibodi dengan antigen yang 

bersangkutan. Untuk ini dipakai suntikan intrakutan atau goresan di atas kulit 

(immunity skin test) dengan suatu antigen 

dalam kadar yang serendah-rendahnya, yang 

masih memungkinkan timbulnya reaksi. 

– Reaksi positif dalam bentuk semacam 

benjolan di atas kulit menunjukkan 

bahwa tubuh sudah memiliki antibodi 

tertentu. Hal ini berarti bahwa pasien  itu 

pernah mengalami infeksi dengan kuman 

ini ataupun pernah dikebalkan 

dengan sengaja. Antibodi itu melindungi 

tubuhnya terhadap infeksi ulang dengan 

antigen (kuman) bersangkutan VAKSINASI SELAMA 

KEHAMILAN

Selama kehamilan ada  suatu keseimbangan pada sistem imun sang ibu.

Di satu pihak ibu harus melindungi dirinya 

sendiri dan janin terhadap infeksi, namun  di 

pihak lain tidak boleh memicu reaksi imunologi/penolakan terhadap janinnya. Keseimbangan imunologi ini dapat dipengaruhi 

secara tidak baik oleh vaksinasi, terutama 

bila ada  zat-zat tambahan pada vaksin 

yang dipakai . Sebagai akibat dapat timbul 

pertumbuhan terhambat dari janin, abortus 

atau lahir prematur dan juga risiko efek 

teratogen dari vaksin. Lagipula kemungkinan 

timbulnya infeksi pada janin akibat vaksin 

yang mengandung jasad hidup. 

namun  vaksinasi selama kehamilan dapat 

melindungi neonat terhadap penyakit infeksi 

melalui pengalihan zat-zat anti dari sang ibu. 

Sebagai contoh yaitu  vaksinasi terhadap 

infeksi dengan risiko tinggi bagi sang ibu, 

seperti influenza pandemik di tahun 2009.

Status imun selama kehamilan 

Pada hakikatnya janin merupakan suatu 

allotransplantaat asing bagi tubuh sehingga 

proses-proses yang timbul selama kehamilan 

dapat disamakan dengan proses pemeliharaan 

toleransi setelah suatu tranplantasi organ. 

Oleh sebab  ini dapat dipahami bahwa sistem 

imun sang ibu harus mengalami perubahan 

untuk dapat menerima janin. 

Penelitian mengenai efek sistemik dari 

vaksinasi selama kehamilan tidak/belum 

banyak dilakukan. namun  berdasar  keyakinan baru terhadap imunologi selama kehamilan dan pengalaman sampai sekarang, 

vaksinasi lebih bermanfaat ketimbang risiko potensialnya. Namun tiap keadaan memerlukan pertimbangan sendiri mengenai 

untung ruginya yang dapat diputuskan oleh 

dokter yang merawat.

Ref. Eden W.van: Vaccinatie tijdens de 

zwangerschap: veilig of niet? Ned Tijdschr 

Geneeskd Infectieziekten 2014; 1(1).– Reaksi negatif menunjukkan bahwa 

tubuh tidak memiliki antibodi itu, berarti tanpa perlindungan. Dalam keadaan demikian, lazimnya pasien  ini 

diberikan suatu vaksin untuk mengebalkan tubuhnya secara aktif.

* Reaksi tuberkulin yaitu  salah satu tes 

kekebalan yang terkenal untuk mendiagnosis penyakit tuberkulosa (Mantoux skin test, 

Pirquet´s scarification test). Tuberkulin adalah larutan filtrat dari perbenihan basil 

Mycobacterium tuberculosis. Reaksi negatif biasanya dilanjutkan dengan pemberian vaksin 

BCG (vaksin tbc). 1 ml mengandung 100.000 

U.T. alt tuberkulin.

* Schicks skin-test toxin yaitu  suatu reaksi 

lainnya untuk mendiagnosis penyakit difteri. 

Tes ini memakai  larutan encer dari toksin 

difteri (Toxinum diphtericum diagnosticum).

MONOGRAFI

A. VAKSIN MIKROBA

Vaksin dipakai untuk imunisasi aktif

terhadap penyakit bersangkutan. Yang kini 

tersedia yaitu  vaksin-vaksin berikut:

1. Autovaksin

Autovaksin mengandung mikroba mati 

yang diperoleh dan dikembangbiakkan dari 

jaringan sakit penderita. dipakai untuk 

imunisasi terhadap infeksi kronis yang tidak 

kunjung sembuh, contoh  furunculosis.

2. Vaksin BCG kering (Bacillus Calmette 

Guérin) 

Khusus dipakai sebagai pencegahan 

terhadap penyakit TBC bagi mereka yang 

bereaksi negatif terhadap tes tuberkulin. 

Vaksin ini mengandung suspensi basil 

Mycobacterium bovis (lembu) hidup dari suatu suku Paris yang sudah dilemahkan. 

Kontra-indikasi yaitu  bila reaksi Mantoux

positif. Perlindungan yang diberikan oleh 

vaksinasi ini berlangsung untuk 10-15 tahun. 

Efektivitasnya sering kali disangsikan oleh 

sebagian ahli (Lancet 1997, December 13, 350).

namun  ada petunjuk kuat bahwa vaksin BCG 

juga memberikan perlindungan terhadap penyakit kusta bentuk menjalar (bentuk-L), 

lihat Bab 10, Leprostatika. Di samping memiliki sifat imunostimulans spesifik, vaksin 

ini juga menstimulasi imunitas aspesifik.

berdasar  yang terakhir ini, vaksin ini 

juga dipakai pada kanker kandung kencing, lihat juga Bab 49, Imunostimulansia.

Efek samping: timbulnya ulserasi dan abses 

pada tempat injeksi yang kemudian terjadi 

parut. Beberapa tuberkulostatika dapat mengurangi efektivitas vaksinasi, sebab  perlipatgandaan Mycobacterium terhambat.

Dosis: bayi < 1 tahun: 0,05 ml i.k.; anak > 

1 tahun: 0,1 ml i.k. Imunisasi ulang: usia 5-7 

tahun 0,1 ml dan usia 12-15 tahun 0,1 ml.

3. Vaksin Campak Kering(measles)

Vaksin yang dibeku-keringkan ini mengandung virus campak hidup suku „CAM 

70“ yang sudah sangat dilemahkan. Tidak 

boleh diberikan kepada wanita hamil, sebab  

efek vaksin virus campak hidup terhadap 

janin belum diketahui.

Dosis: anak mulai umur 9 bulan s.k. 1 dosis 

0,5 ml dari vaksin yang telah dilarutkan.

4. Vaksin Hepatitis-B Rekombinan: HB Vax

yaitu  vaksin virus rekombinan yang 

telah di-inaktivasi dan non-infectious, berasal 

dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi 

memakai  teknologi DNA rekombinan.

dipakai untuk imunisasi aktif terhadap 

infeksi akibat HBV, tidak untuk Hepatitis A 

(Avaxim, Havrix) atau C. Khusus dianjurkan 

bagi mereka yang memiliki risiko tinggi 

terhadap infeksi oleh virus ini. contoh , 

tenaga (para-)medis, penderita hemofili, 

pasien hemodialisis dan pasien  yang sering 

mendapat  transfusi darah, pecandu 

obat bius suntik dan kaum homoseksual. 

Satu bulan atau lebih setelah imunisasi 

dasar, dianjurkan untuk menentukan titer 

anti-HBsAg dan perlu/tidaknya revaksinasi 

tergantung dari titer ini. 

Penyebaran. Di seluruh dunia lebih dari 2 

miliar pasien  telah terinfeksi HBV, ±350 juta 

di antaranya merupakan pembawa kronis. 

Maka, pada tahun 1991, WHO menyarankan 

untuk mencantumkan vaksin HBV pada 

program vaksinasi di semua negara. Di Taiwan, bayi menerima dosis pertama langsung setelah dilahirkan, yang disusul oleh 

dosis berikutnya setelah 1 dan 2 bulan, 

lalu pada usia 12 bulan. Pada tahun 1984, 

seroprevalensi pada anak-anak di bawah usia 

12 tahun yaitu  9,8%, setelah 10 tahun turun 

secara dramatis sampai 1,3%. (NTvG 1996; 

140: 2106). Lihat juga Bab 7, Virustatika.

Wanita hamil: vaksinasi tidak dianjurkan, 

sebab  pengaruh antigen terhadap janin 

belum diketahui.

Imunisasi pasif-aktif dapat dilakukan dengan 

jalan pemberian serentak serum hepatitis-B, 

yang mengandung minimal 90% IgG serta 

IgA dan IgM dalam jumlah sedikit. 

Dosis: Vaksin terdiri dari 3 dosis, yang 

disuntikan i.m. dengan interval 1 dan 6 bulan 

(pada bulan 1, 2, dan 7). Kemudian setiap 5 

tahun setelah imunisasi dasar.

5. Vaksin influenza:Influvac, Vaxigrip, ACTHIB, Agrippal, Fluarix, Hiberix

Influenza atau ‘griep’/flu disebabkan oleh 

suatu virus RNA kecil (diameter 0,l mu), yang 

terdiri atas inti protein dengan antara lain 

RNA dan polimerase. Bagian luarnya yaitu  

membran dari albumin dan lemak, di mana 

ada  tajuk („spikes“) dari glikopeptida 

[hemagglutin (HA) dan neuraminidase (N)]

yang bekerja sebagai antigen. Lihat Gambar 

50-1 di bawah.

Disebabkan adanya mutasi spontan yang 

terjadi hampir setiap tahun, maka susunan 

vaksin influenza juga perlu diganti setiap 

tahun, sebab tidak ampuh lagi terhadap mutan baru. Lihat juga Bab 7, Virustatika, sub 4. 

Virus influenza. Masalah sama dike-temukan 

pada perkembangan vaksin AIDS, yang 

sering kali bermutasi. Hal ini berbeda dengan 

vaksin virus lainnya, seperti polio, cacar dan 

rubella, yang tidak mengalami mutasi.

Di tahun 2005 telah diberitakan 9 bahwa 

suatu perusahaan Hongaria yang bekerja 

sama dengan Institut Virologi Hongaria telah 

berhasil untuk membuat vaksin terhadap 

virus flu burung A/ H5

N1

. Dikabarkan bahwa vaksin ini mudah di sesuaikan dengan 

varian-varian baru dari virus. namun  vaksin 

ini belum boleh diedarkan sebelum semua 

persyaratan keamanan bagi suatu obat baru 

telah di penuhi untuk mendapat  izin 

perdaftaran dari instansi kesehatan Hongaria 

maupun Eropa. 

* Jenis vaksin influenza. Vaksin terdiri dari 

virus influenza dari 1 atau lebih suku tipe 

A dan/atau B yang diinaktivasi dengan formaldehida, lalu disemaikan pada telur ayam 

yang telah dibuahi. Jenis yang paling banyak 

dipakai yaitu  split-virus vaccin dan 

subunit vaccin.

– Split-virus vaccin(Vaxigrip), di mana lapisan lemak dan sebagian protein dikeluarkan setelah inti virus dirombak. Mengandung virion yang diuraikan, yakni 

antigen selubung HA dan N, juga bahan 

intinya.

– Subunit vaccin (Influvac) atau „sub-virion“ 

vaccin yaitu  vaksin split-virus yang 

dimurnikan: hanya terdiri dari antigen 

HA dan N tanpa kotoran tak-berguna 

lainnya. Vaksin ini paling murni dengan 

efek samping paling ringan (nyeri otot, 

demam dan sebagainyanya). Dalam 

praktik, khasiat melindungi kedua jenis 

vaksin itu ternyata tidak berbeda banyak 

sewaktu timbul mutasi ‘drift’ kecil. 

Pada suatu mutasi „shift”-antigen besar 

dengan subtipe baru, efeknya belum 

diketahui.

– Vaksin trivalen. Vaksin yang kini dibuat 

setiap tahun lazimnya terdiri atas kombinasi dari 3 suku (trivalen), yang susunannya setiap tahun ditentukan pada bulan 

Maret oleh para ahli WHO berdasar  

ramalan epidemiologi. 

* Siapa yang harus divaksinasi. pemakaian nya 

khusus dianjurkan bagi lansia (>65 tahun), 

pasien berisiko tinggi, antara lain pasien 

asma dan bronchitis kronis, pasien jantung, 

epilepsi, diabetes, pasien ginjal kronis dan 

tbc. Tidak dianjurkan bagi ibu hamil dalam 

3 bulan pertama dan bayi di bawah usia 6 

bulan.

Di negara Barat, vaksinasi biasanya dilakukan pertengahan November berhubung 

munculnya epidemi griep selalu di bulan 

Desember atau Januari. Imunitas humoral 

(antibodies) baru terbentuk sesudah ±10 

hari dan bertahan hanya 8-12 bulan. Untuk 

memperoleh perlindungan selama masa 

inkubasi itu, maka dapat diberikan amantadin(Symmetrel) 2 dd 100 mg selama 10 

hari. Obat Parkinson ini bekerja cepat (dalam 

1-2 jam) dan melindungi terhadap virus 

influenza A subtipe H1

N1

, H2

N2

, dan H3

N2,

dan mungkin juga terhadap subtipe lainnya. 

Terhadap virus B tidak berdaya. Saat ini 

dianjurkan oseltamivir (Tamiflu, per oral)

yang juga aktif terhadap flu burung H5

N1

lihat selanjutnya Bab 7. 

Dosis: vaksin flu subkutan 0,5 ml. 

6. Vaksin kolera:*Kotipa

Tiap ml mengandung suspensi dari 4 

miliar kuman Vibrio cholerae Inaba resp. Ogawa

yang telah dimatikan melalui pemanasan. 

Kadang-kadang juga dipakai tipe El Tor. 

Perlindungan (terbatas) yang diberikan oleh 

vaksinasi ini terhadap kolera menurun setelah 3-6 bulan.

Dosis: untuk imunisasi dasar s.k. 2 dosis 

dengan jarak antara 4-6 minggu. Besarnya 

dosis sesuai usia.

* Vaksin Kotipa yaitu  vaksin kombinasi 

untuk imunisasi aktif terhadap kolera, tifus 

dan para tifus.

7. Vaksin pertussis:*DKTP, Tripacel

Batuk rejan (pertussis, kinkhoest) yaitu  

penyakit infeksi saluran pernapasan oleh 

kuman Bordetella pertussis, yang telah dibahas 

dalam Bab 41, Obat-obat Batuk. Vaksin ini 

hanya dipakai dalam vaksin cocktail 

DKTP (difteri, pertussis, tetanus dan polio). 

Mengandung suspensi dari toksoid difteri 

dan tetanus serta kuman pertussis yang 

dimatikan dan virus polio yang diinaktifkan. 

Kekebalannya berlangsung selama 2-4 tahun 

dan menurun selama 10 tahun berikutnya 

sampai nihil. Untuk memperpanjang daya 

kerja vaksin ini, dapat juga diendapkannya 

dengan garam aluminium (aluminium precipitated vaccin) atau diadsorpsi pada permukaan aluminium hidroksida (vaksin jerap/

serap petussis). Berhubung efek sampingnya, 

di Belanda tidak dipakai lagi vaksin 

yang mengandung seluruh kuman (whole 

cell vaccin), namun  suatu acellular vaccin, yang 

terdiri dari hanya beberapa protein kuman 

yang berperan pada respons imun.

Morbiditas dan kematian akibat batuk 

rejan paling besar pada bayi di bawah 

usia 4-5 bulan.Infeksi bakteri yang sangat 

menular ini menyerang 30 hingga 50 juta 

pasien  di seluruh dunia setiap tahun (data 

WHO) dan menewaskan sekitar 300 ribu per 

tahun, sebagian besar anak-anak di negaranegara berkembang. Oleh sebab  itu timbul 

pertanyaan apakah bayi cukup terlindungi 

dengan program vaksinasi dewasa ini (NTvG 

1996; 140: 2006). 

Dosis: imunisasi bayi pada usia 3, 4 dan 

5 bulan 3 dosis pertama; minimal 6 bulan 

kemudian dosis ke-4.

8. Vaksin Polio Oral Trivalen( Albert Sabin, 

1961): Imovax Polio

Vaksin ini terdiri dari virus poliomyelitis

hidup dari tipe 1, 2, dan 3 dari suku Sabin

yang telah dilemahkan dan dibuat dalam 

biakan jaringan ginjal kera. Vaksin ini diberikan per oral dan mengakibatkan infeksi 

tanpa-gejala (asimtomatis) di bagian usus 

besar selama beberapa minggu. Vaksin ini 

memberikan kekebalan ke seluruh tubuh. 

Keuntungan vaksin suku Sabin ini yaitu  

mudah diberikan (per oral), terjadinya kekebalan yang lebih cepat (dalam beberapa 

minggu) dan perlindungan yang lebih sempurna. Vaksin yang terdiri dari jasad hidup, 

seperti vaksin polio, tidak boleh diberikan kepada mereka yang kekebalan tubuhnya 

bermasalah (immunodeficient patients) 

NTvG 2006; 150:2691.

Dosis: dasar, mulai usia 3 bulan diberikan 

per oral 3 dosis dari 2 tetes selang 6 minggu; 

ulangan (booster) 3 tahun kemudian 1 dosis (2 

tetes).

* Vaksin polio dari Salk yaitu  vaksin 

trivalen dan terdiri atas ketiga tipe polio 

ini di atas yang telah diinaktifkan dengan formaldehida. Kekurangan dari vaksin ini yaitu  lambatnya pembentukan antigen di tubuh, di samping tidak memberikan 

perlindungan yang sempurna. Kebaikan utamanya yaitu  khasiatnya yang dapat mengurangi gejala kelumpuhan. Vaksin ini 

diberikan dengan cara injeksi subkutan 

atau intramuskular dan memberikan perlindungan selama ±14 tahun. Setelah waktu itu, 

perlu diberikan injeksi booster.

Dosis: bayi sejak usia 2 bulan s.k. 1 ml, 1-2 

bulan kemudian dosis kedua, 6-12 bulan 

kemudian dosis ke-3. 

9. Vaksin rabies kering:Verorab, Imovax Rabies 

Vero

Vaksin yang dibeku-keringkan ini mengandung suspensi otak bayi mencit yang telah 

disuntik dengan virus rabies (Lat. rabere = 

mengamuk) dan dipakai sebagai pencegah 

terhadap penyakit anjing gila (rabies, lyssa

atau hydrophobia = takut kepada air). Imunisasi aktif ini biasanya dilakukan selama 

masa inkubasi (yang agak panjang, antara 

1-6 bulan) setelah digigit oleh seekor anjing 

yang diduga menderita rabies. Profilaksis ini 

yaitu  sangat penting sebab  bila penyakit 

sudah berjangkit, maka rabies yaitu  fatal 

berhubung tidak adanya suatu terapi khusus. 

Pengobatan dilakukan dengan cara vaksinasi 

atau penyuntikan rabies immune globulin 

(ImogamRabies). Cara terakhir ini terutama 

dilakukan bila gigitan anjing terletak pada 

bagian tubuh yang dekat kepala, sebab  virus 

rabies terutama menyerang otak (lihat juga 

di bawah C.2 Rabies immune globulin).Vaksin 

rabies diberikan dengan cara penyuntikan 

subkutan sekitar pusar atau antara tulang 

belikat (interskapuler). Cara imunisasi tergantung pada tujuannya, yakni untuk pengobatan 

(sesudah digigit) atau pencegahan (sebelum 

digigit).

Dosis: s.k. anak-anak < 3 tahun 1 ml, di atas 

3 tahun/dewasa 2 ml.

10. Vaksin sampar (pes)

Tiap ml mengandung suspensi 1 miliar 

kuman pes (Pasteurella pestis, ditemukan oleh 

Alexandre Yersin 1893) hidup yang sudah 

dilemahkan dari suku Ciwidey dan Harbin. 

Kuman ini dibuat non-virulen dengan cara 

pembiakan melalui berbagai jenis hewan 

(animalpassage, Otten).

Dosis: untuk imunisasi dasar s.k. 2 dosis 

vaksin dengan jarak antara 4 minggu. Dosis 

disesuaikan dengan usia dan di daerah 

endemis pemberian booster tiap 6 bulan.

11. Vaksin Stafilokok Polivalen

Tiap ml mengandung 1 miliar kuman 

mati yang terdiri dari Staphylococcus aureus 

haemolyticus dan anhaemolyticus dengan Staph. 

albus. Vaksin ini antara lain dipakai terhadap furunculosis.

12. Vaksin Streptokok Polivalen

Tiap ml mengandung 1 miliar kuman mati 

yang terdiri atas Streptococcus haemolyticus

dan anhaemolyticus serta S. viridans.

13. Vaksin tifus:Typhim VI, Vivotif, Typherix

Vaksin tifus dipakai untuk imunisasi 

aktif terhadap tifus (typhoid fever). Tiap ml 

mengandung 1 miliar kuman Salmonella typhi

yang telah dimatikan melalui pemanasan. 

Suatu vaksin lain mengandung hanya antigen-Vi(= virulensi), yang memberikan perlindungan selama 3 tahun. 

Vaksin oral (Vivotif Berna) terdiri dari 3 

kapsul enteric coated, yang berisi suatu suku 

S. typhi. Suku ini telah diperlemah dan dibuat non-patogen dengan mengubah dinding selnya dengan mempertahankan sifat imunogennya. Daya kerjanya juga bisa 

sampai 3 tahun. Dosis: i.m. 1 x 0,5 ml, oral 

pada hari ke-1, ke-3 dan ke-5: 1 kapsul 1 jam 

a.c. dimulai 3 minggu sebelum berangkat ke 

daerah endemik.* Vaksin TIPA dipakai untuk imunisasi 

aktif terhadap tifus (typhoid fever), paratifus A, 

B dan C. Vaksin ini merupakan suatu vaksin 

kombinasi yang terdiri dari suspensi kuman 

mati pembangkit tifus (Salmonella typhi) 

dan paratifus A/B/C (S. paratyphi A/B/C).

Kekebalannya berlangsung selama beberapa 

bulan sampai beberapa tahun.

Dosis: untuk imunisasi dasar diperlukan 

2 dosis vaksin, s.k. dengan jarak antara 4-6 

minggu. Dosis bagi pasien  dewasa 1 ml dan 

untuk anak-anak di antara 2-12 tahun 0,5 ml. 

Selanjutnya, revaksinasi setelah 12 bulan.

14. Vaksin lainnya

Masih ada  sejumlah vaksin lain, yang 

di negara Barat sudah banyak dipakai . 

Yang terpenting di antaranya yaitu  sebagai 

berikut.

a. Vaksin Bof (Mumpsvax) dibuat dari virus parotitis (paramyxo virus) hidup yang dilemahkan dan disemaikan dalam embrio 

anak ayam (seperti vaksin influenza). Kadar 

antibodi optimal baru tercapai sesudah 2-3 

minggu dan bertahan minimal 10 tahun. Kini 

dipertimbangkan untuk menvaksinasi semua 

anak lelaki antara 1 dan 9 tahun (subkutan).

b. Vaksin German measles/‘rode hond‘

(Meruvax) dibuat dari virus rubella hidup 

yang dilemahkan. Khusus dipakai untuk 

imunisasi aktif dari anak perempuan sebelum 

pubertas (di atas 11 tahun) dan wanita takimun segera setelah persalinan atau selama 

haid. Seperti diketahui, penyakit “rode hond”

ini (= anjing merah) yang berjangkit selama 

kehamilan dapat memicu  bayi cacat, 

khususnya pada mata. Vaksinasi subkutan 

memberikan imunitas selama minimal 3 

tahun, mungkin juga seumur hidup.

c. Vaksin cacar air: Varicella, Okavax. Vaksin 

terhadap «waterpokken» (chickenpox) ini khusus dikembangkan bagi anak-anak yang 

sistem imunnya tidak bekerja lagi, contoh  

sebab  penyakit ganas, seperti leukemia.

d. Vaksin pneumokok : Pneumo 23, Prevenar 13, Synflorix. Di banyak negara Eropa, 

insidensi infeksi pneumokok cukup besar, 

contoh  di Belanda 50.000 kasus setahun 

(termasuk 5.000 kasus pneumonia) dengan 

angka kematian tinggi, ±3.000 kasus. Terutama diberikan kepada para penderita penyakit kronis berisiko tinggi, seperti pasien 

PJP, paru-paru, hati, diabetes atau AIDS. 

Pada tahun 1988, WHO menyarankan untuk 

memvaksinasi semua lansia di atas 65 tahun 

terhadap pneumokok. Oleh sebab  itu, di 

sejumlah negara (Inggris, Skandinavia, Jerman dan Belgia) sejak beberapa tahun sudah 

dilakukan vaksinasi aktif sebagai tindakan 

prevensi.

e. Vaksin meningokok tipe C: Mencevax, 

Menveo, Pedvax HIB. dipakai terhadap 

radang selaput otak(meningitis) akibat infeksi 

meningokok(Neisseria meningitides). Meningitis 

berbahaya ini kebanyakan melanda anakanak usia 5-18 tahun dan bercirikan demam, 

sakit kepala, termenung-menung, adakalanya 

timbul bercak kebiru-biruan di kulit dan 

bintik-bintik perdarahan kecil (petachiae).Bila 

kuman berproliferasi cepat, maka akan terjadi 

sepsis, yang sangat gawat. Pasien menderita 

kejang tengkuk (dagu tidak bisa ditundukkan 

ke dada) dan dengan sangat mendadak menjadi 

sangat nyeri. Tanpa penanganan di ICU rumah sakit, keadaan ini selalu berakhir fatal. 

Lihat Seksi II. Kemoterapeutika, Sepsis.

f. Vaksin Haemophilus influenzae (tipe B). 

Meningitis juga bisa disebabkan oleh kuman 

Haemophilus influenzae (tipe B). Di Belanda 

dan banyak negara Barat, vaksin ini sudah 

dimuat dalam program vaksinasi anak-anak. 

Kuman ini tidak seganas meningokok.

Organisasi Kesehatan Dunia WHO telah 

menyusun suatu model pola imunisasi aktif 

yang dianjurkan bagi negara-negara berkembang dan dapat disesuaikan dengan 

kebutuhan dan tersedianya vaksin.

Di bawah ini disampaikan jadual imunisasi 

dasar dari Bio Farma bagi bayi/anak-anak 

sebelum usia 1 tahun terhadap 7 penyakit 

infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Dari jadual ini dapat dilihat bahwa beberapa jenis vaksin dapat diberikan kepada 

bayi langsung setelah dilahirkan, mis. BCG 

dan HBV. Lainnya tergantung dari usia bayi, 

sebab  respons imunitas dari bayi yang 

baru lahir pada umumnya belum memadai, 

lagipula antibodies sang ibu masih beredar 

dalam tubuh bayi.Imunisasi Dasar pada Bayi

Lima Imunisasi Dasar Lengkap untuk bayi 

di bawah 1 tahun (L-I-L)

Berikut yaitu  lima imunisasi dasar yang 

wajib diberikan sejak bayi lahir.

• Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Gué-

rin) sekali untuk mencegah penyakit Tuberkulosis. Diberikan pada umur sebelum 

3 bulan. namun dianjurkan pemberian 

imunisasi BCG pada umur antara 0-12 

bulan.

• Imunisasi Hepatitis B sekali untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang ditularkan dari ibu ke bayi saat persalinan.

• Imunisasi hepatitis B-1 diberikan sedini 

mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah 

lahir.

Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1 

bulan (4 minggu) dari imunisasi hepatitis B-1 

yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Imunisasi 

hepatitis B-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.

• Imunisasi DPT-HB 3 (tiga) kali untuk 

mencegah penyakit Difteri, Pertusis (batuk rejan), Tetanus dan Hepatitis B. Imunisasi ini pertama kali diberikan saat 

bayi berusia 2 (dua) bulan. Imunisasi 

berikutnya berjarak waktu 4 minggu.

• Imunisasi polio diberikan 4 (empat) kali 

dengan jelang waktu (jarak) 4 minggu.

• Imunisasi campak diberikan saat bayi 

berumur 9 bulan. (IDAI, 2008).

Jadwal Imunisasi

Umur Jenis Imunisasi

0-7 hari HB 0

1 bulan BCG, Polio 1

2 bulan DPT/HB 1, Polio 2

3 bulan DPT/HB 2, Polio 3

4 bulan DPT/HB 3, Polio 4

9 bulan Campak

Di tahun 2012, Bio Farma meluncurkan 

produk baru yaitu Vaksin Pentavalen (DPTHB-Hib) yang merupakan gabungan dari 

lima antigen, yaitu difteri, pertusis, tetanus, 

hepatitis B serta Haemophilus influenza tipe 

B atau HiB (vaksin 5 in one).

Vaksin ini merupakan pengembangan dari 

vaksin tetravalen (DPT-HB) dengan penambahan Haemophylus Infuenza type B (HiB). 

Sebelum penggabungan vaksin DPT, HB 

dan HiB masing-masing diberikan 3 kali 

sehingga total anak disuntik 9 kali. Dengan 

imunisasi pentavalen, anak hanya disuntik 

3 kali, sebab  setiap kali disuntik sudah 

‘kombinasi’ dari ketiga jenis vaksin tersebut.

Vaksin Pentavalen berupa cairan yang 

diberikan dalam bentuk suntikan intramuskuler, bagi bayi berusia dua bulan dan 

diberikan tiga dosis. Sehingga bayi hanya 

disuntik tiga kali dengan waktu minimal satu 

bulan.

Dalam pemakaian nya produk ini sangat 

efisien sebab  satu suntikan berarti untuk 

pencegahan 5 penyakit sekaligus, sehingga 

mengurangi jumlah suntik dan biaya jasa 

dokter.

Dengan dipakai nya vaksin Pentavalen 

bersama vaksin campak, polio dan BCG, 

maka program imunisasi baru ini bisa mencegah delapan penyakit sekaligus.

Ref. : Kementerian Kesehatan RI

B. VAKSIN TOKSOID

Toksoid atau anatoksin yaitu  suatu toksin yang telah diubah strukturnya oleh pe 

manasan atau formaldehida, sehingga 

tidak toksik lagi. Sifat antigennya tidak 

dihilangkan, yakni kemampuannya untuk 

menstimulasi pembentukan antibodies. Beberapa jenis bakteri, contoh  basil difteri dan 

tetanus, dapat mengeluarkan racun kuat, 

eksotoksin ( Lat. exo = dari /ke luar), yang 

dapat dipisahkan dari perbenihan dengan 

cara penyaringan. Toksoid dapat diberikan 

sebagai toksoid biasa (plain, crude, atau fluid, 

contoh  fluid-formol-toksoid) atau sebagai 

sediaan long-acting. Ini yaitu  toksoid biasa 

yang telah diendapkan dengan tawas (aluin, 

K-Al-sulfat) atau diadsorpsi pada permukaan 

aluminiumhidroksida atau zat koloida lainnya. 

Adsorpsi dan sekresi dari sediaan yang 

tidak melarut ini berlangsung lebih lambat, 

sehingga memberikan kadar (titer imunitas) 

yang lebih tinggi pula daripada toksoid biasa. 

Begitu juga sifat antigen dan kekebalan yang 

dihasilkannya berlangsung lebih lama.15. Vaksin Jerap Difteri(Infanrix)

Vaksin jerap (jerap/serap = diadsorpsi) difteri terdiri atas suspensi steril dari toksoid 

difteri yang dimurnikan dan diadsorpsikan 

pada permukaan Al-fosfat, Al-hidroksida 

atau K-Al-sulfat. Diperoleh dari perbenihan 

basil (Corynebacterium diphtheriae). Berhubung 

kemungkinan timbulnya reaksi kepekaan 

lokal dan umum, maka sebaiknya terlebih 

dahulu dilakukan suatu tes intrakutan dengan toksoid yang telah diencerkan sebelumnya. Kekebalannya berlangsung selama 

± lima tahun.

Efek samping kadang kala terjadi dengan 

reaksi kuat dan demam tinggi, terutama bila 

sebelumnya pernah diberikan vaksinasi ini 

(hiperimunisasi pada pasien  dewasa). Oleh 

sebab  itu, pasien  dewasa divaksinasi dengan 

dosis toksoid yang lebih rendah.

Dosis dan cara imunisasi: untuk imunisasi 

dasar 3 kali 0,5 ml i.m.; suntikan pertama 

dan kedua dengan jarak antara 4-6 minggu, 

suntikan ketiga 6 bulan kemudian.

16. Vaksin Jerap Difteri-Pertussis (DP) dipakai  untuk imunisasi aktif secara simultan 

terhadap difteri dan batuk rejan. Vaksin ini 

mengandung toksoid difteria dari kuman B. 

pertussis. 

Dosis dan cara imunisasi: untuk imunisasi 

dasar 3 x 0,5 ml i.m. dengan jarak antara 4-6 

minggu. Booster 6 bulan kemudian dengan 

dosis 0,5 ml i.m. 

17. Vaksin Jerap Tetanus

Vaksin Jerap Tetanus mengandung toksoid tetanus yang telah dimurnikan dan 

teradsorpsi pada Al-fosfat. Diperoleh dengan 

cara yang sama seperti toksoid difteri dari 

perbenihan basil Clostridium tetani. Memberikan kekebalan selama 5-10 tahun. Toksoid 

ini tidak efektif mencegah tetanus bila lukanya (infeksi) sudah timbul, sebab  bekerja 

terlampau lambat. Maka, dalam kasus demikian harus dilakukan imunisasi pasif dengan 

tetanus immune globulin dan serentak 

diberikan juga injeksi pertama dari vaksin 

tetanus untuk imunisasi aktif. 

Dosis dan cara imunisasi: untuk imunisasi 

dasar 3 x 0,5 ml i.m.; suntikan pertama dan 

kedua dengan jarak antara 4-6 minggu, 

suntikan ketiga 6 bulan kemudian.

* Vaksin Jerap Difteri-Tetanus (DT): untuk 

imunisasi aktif secara simultan terhadap difteri dan tetanus. Mengandung toksoid difteri 

dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan 

dan teradsorpsi pada Al-fosfat. Dosis dan cara 

imunisasi: sama dengan Vaksin Jerap Tetanus. 

Untuk usia sampai 8 tahun, dosis 0,5 ml i.m.

* Vaksin Jerap Difteri-Tetanus-Pertussis 

(DTP) (Tetract-HIB): untuk imunisasi aktif 

secara simultan terhadap difteri, tetanus dan 

batuk rejan. 

Dosis dan cara imunisasi: untuk imunisasi 

dasar 3 x 0,5 ml i.m. dengan jarak antara 4-6 

minggu. Booster 6 bulan kemudian dengan 

dosis 0,5 ml i.m.

*Pediacel: mengandung toksoid difteri, tetanus dan batuk rejan, serta vaksin polio dan 

haemophilus B.

*Tetraxim: mengandung toksoid difteri, tetanus dan batuk rejan, serta vaksin polio.

C. IMUNOGLOBULIN

Human serum immune globulin yaitu  serum 

polyclonal yang dibuat dari plasma darah 

donor sehat atau pasien  yang baru divaksinasi. 

Mengandung terutama ke-empat subklas 

dari IgG. 

Jarak kerjanya hanya terbatas dan bila diperlukan dapat diperpanjang dengan injeksi ulang. Sediaan ini harus diberikan intramuskuler dan mutlak tidak boleh intra-vena, 

sebab  gumpalan antibodi dapat mengaktivasi agregasi trombosit.

Efek samping jarang terjadi dan biasanya 

hanya peradangan ringan setempat dan nyeri 

di tempat injeksi. Imunoglobulin dikeluarkan 

melalui ASI dan membantu daya tangkis 

imun dari bayi yang baru dilahirkan.

1. Tetanus immune globulin

Basil tetanus (Clostridium Tetani, pertama 

kali diisolasi oleh Emil von Behring 1891)

bersifat Gram-positif dan anaerob, artinya 

hanya dapat berkembang pada tempat di mana tidak ada oksigen/udara. Membentuk 

spora sangat resisten, yang tersebar di 

tanah dan juga ada  di dalam saluran 

cerna manusia dan herbivora (mis.kuda dan 

sapi). Spora ini musnah pada pemanasan 

selama 20 min pada 120° C. Tetanus, suatu 

penyakit akut, dapat timbul bila suatu luka 

bersentuhan dengan tanah, debu jalan atau 

pupuk kandang (sewaktu berkebun) dan 

demikian terinfeksi.Dalam lingkungan anaerob spora ini berkembang dan toksin yang 

terbentuk akan menjalar di dalam tubuh.

Vaksin pasif anti-tetanus biasanya dibuat 

dari plasma kuda dan mengandung antibodies serta dipakai untuk menetralkan 

toksin tersebut, tanpa memengaruhi basil 

tetanusnya. dipakai terutama sebagai profilaksis pada luka yang dalam dan 

terinfeksi dengan basil tetanus. Lazim-nya 

pengobatan dikombinasi dengan kemoterapeutika. Selama pemakaian  vaksin pasif ini 

harus diwaspadai timbulnya hipersensitivitas 

terhadap serum hewan (kuda atau kelinci). 

1 ml serum mengandung antitoksin tetanus 

1500 U.I. (untuk pencegahan) atau 5000 U.I. 

(untuk pengobatan)

 Dosis: untuk pencegahan i.m. 1500 U.I.; 

untuk pengobatan i.m. atau i.v. 5000–10.000 

U.I. 

2. Rabies immune globulin

Immunoglobulin ini diperoleh dari serum 

kuda yang telah dikebalkan dengan virus 

fixe rabies dan dipakai tersendiri atau dikombinasi dengan vaksinnya untuk pengobatan terhadap gila anjing .

 Berhubung vaksinasi pasif ini hanya 

memberikan perlindungan yang tidak lengkap, maka tidak dapat menggantikan imunisasi aktif dengan vaksin rabies (lihat sub 

A9). Tujuan utama dari serum ini yaitu  

memperlambat menjalarnya virus dan memperpanjang masa tunas (rata-rata 1-3 bulan), 

maka terutama dipakai pada korban yang 

telah digigit, contoh  pada bagian muka atau 

leher dengan masa inkubasi lebih singkat. 

Setelah gejala rabies timbul, imunoglobulin 

maupun vaksin tidak bermanfaat lagi.

Virus rabies memperbanyak diri di sel-sel 

otot yang berdekatan dengan luka gigitan 

anjing yang terinfeksi. Kemudian virus menembus ujung-ujung saraf dan menjalar ke 

sumsum tulang belakang dan otak. Setelah 

berproliferasi lagi di SSP, virus menjalar 

ke kelenjar ludah, paru dan ginjal melalui 

saraf-saraf otonom. Pada 50% penderita 

timbul hydrophobia (takut air) disebabkan 

kejang farinx hebat bila berusaha minum 

atau makan. Penderita mengalami konvulsi, 

kejang alat pernapasan dan aritmia jantung 

yang akhirnya berakhir fatal.

Dosis: 0,5 ml (= 50 UI, Bio Farma) per kg 

berat badan, sebagian kecil diinfiltrasikan di 

sekitar luka gigitan dan selebihnya i.m.

3. Difteri immune globulin

Vaksin pasif ini merupakan fraksi globulin 

yang dipekatkan dari serum kuda yang telah dikebalkan secara aktif terhadap (exo) 

toksin basil difteri (Corynebacterium diphtheriae). dipakai untuk pencegahan dan 

pengobatan difteri. 

1 ml mengandung 2.000 U.I. antitoksin 

difteri.

Dosis: untuk pencegahan, dewasa i.m. 

3.000-5.000 U.I.; untuk pengobatan i.m. atau 

i.v. 10.000 U.I. atau lebih.

4. Hepatitis B immune globulin:Engerix-B, 

Euvax B, Twinrix

dipakai sebagai pencegahan terhadap 

timbulnya Hepatitis B, contoh  setelah infeksi dengan darah yang positif terhadap 

HBsAg (transfusi darah). Dibuat dari plasma 

darah manusia yang mengandung zat antiHBs dengan titer yang tinggi dan terutama 

terdiri dari imunoglobulin G (IgG).

5. Imunoglobulin anti-bisa ular polivalen

Vaksin pasif ini dipakai untuk mengobati gigitan ular berbisa, yang berefek neurotoksik dan hemolitik. Serum polivalen ini 

yang dimurnikan dan dipekatkan berasal 

dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap 

bisa ular. Ular yang kebanyakan ada  di 

Indonesia yaitu  ular kobra (Naya sputatrix), 

ular belang (Bungarus fasciatus) dan ular 

tanah (Ankystrodon rhodostoma).

Dosis: i.v. sangat perlahan atau melalui 

infus.Perkembangan baru

a. Vaksin AIDS

Merebaknya penyakit AIDS secara drmatis 

pada tahun-tahun lalu sangat meresahkan 

para ahli di seluruh dunia. Setiap hari 

diperkirakan ±10.000 pasien baru terinfeksi 

HIV. Di Afrika, HIV mengakibatkan suatu 

“pembantaian” massal, dengan 24,5 juta 

penderita atau lebih dari 60% penduduk 

yang terinfeksi. Kini dikhawatirkan bahwa 

Thailand dan Cina akan dilanda epidemi 

besar-besaran, sedangkan insidensi di India, 

dan negara-negara Eropa Timur juga sangat 

meningkat. 

Menurut data awal tahun 2011 penderita 

HIV/AIDS di Indonesia berjumlah 310.000 

pasien dan tertinggi yaitu  di Irian Jaya 

yakni 1,4 per 10.000 penduduk. (data WHO/

UNICEF, 2013). Lihat selanjutnya Bab 7, 

Virustatika. 

Peningkatan penyebaran HIV/AIDS terutama, disebabkan oleh maraknya penggunaan bersama jarum suntik oleh para pecandu narkotika (Pengguna Napza Suntik), 

disusul oleh hubungan heteroseksual dan 

homoseksual. 

Daya upaya untuk menemukan vaksin 

yang mungkin dapat menolong jiwa berjutajuta pasien  diberikan prioritas tinggi oleh 

WHO. Namun sampai sekarang semua usaha untuk membuat vaksin AIDS yang efektif 

telah gagal, antara lain vaksin selubung protein, 

vaksin virus “tak-lengkap” dan vaksin DNA. 

Vaksin selubung protein. Vaksin ini telah 

dibuat dari satu protein selubung (gp120)

yang ada  di bagian luar virus HIV. 

Vaksin ini ternyata efektif terhadap hepatitis 

B (HVB), lihat di bawah. namun , hasil kajian 

menunjukkan bahwa vaksin HIV dengan 

gp120 tidak memberikan perlindungan yang 

cukup efektif. 

Vaksin DNA mengandung sedikit bahan 

genetik virus, yang mencetuskan produksi 

protein virus dan kemudian antibodies 

terhadapnya. Setelah 1 dan 6 bulan diberikan 

injeksi booster kedua dan ketiga, sehingga 

dapat dicapai imunitas yang baik. Vaksin ini 

efektif namun  sangat mahal dan tidak praktis 

sebab  memerlukan tiga penyuntikan.

Berhubung dengan epidemi yang dewasa 

ini mengancam Thailand, maka WHO melakukan percobaan klinis massal dengan 

vaksin gp120, yang dari ketiga vaksin tersebut di atas perkembangannya paling maju. 

Semboyannya yaitu  „lebih baik vaksin yang 

kurang efektif daripada tiada vaksin sama 

sekali.“

* Imunitas alami. Di seluruh dunia ada  

beberapa ratus pasien , yang walaupun terinfeksi dengan HIV, ternyata mampu menangkis virus ini dan tidak mengidap 

AIDS. Semua pasien  ini memperlihatkan 

daya tahan yang unik dari sel-sel CD8+nya 

terhadap infeksi (T-supressor cells). Berdasarkan penemuan ini, penyelidikan kini ditujukan pada usaha untuk membangkitkan dan 

menstimulasi daya tangkis demikian secara 

buatan.

b. Vaksin malaria 

Sejak tahun 1976, WHO telah melancarkan 

penelitian besar-besaran mengenai cara baru untuk memberantas malaria dan yang 

terpenting yaitu  perkembangan sejenis vaksin untuk mengebalkan populasi. 

Sudah diketahui bahwa pada permukaan 

eritrosit manusia ada  sejenis reseptor 

yang merozoit Plasmodium tidak dapat memasukinya (lihat Bab 11, Obat-obat Malaria, 

Siklus hidup parasit). Infeksi oleh parasit 

menstimulasi sistem imunologi untuk membentuk imunitas seluler dan humoral. Inilah 

sebabnya mengapa penduduk di daerah 

malaria setelah menderita beberapa kali 

infeksi menjadi (agak) imun terhadap suku 

Plasmodium yang ada  setempat.

Dalam riset terhadap vaksin malaria, diketemukan antara lain suatu protein khusus 

dari merozoit P. falciparum yang dapat 

melekat pada protein glikoforin yang ada  

pada membran eritrosit. Usaha untuk membuat suatu vaksin dengan protein ini sebagai 

antigen tidak memberikan hasil yang memuaskan. 

Vaksin atas dasar sporozoit. Telah dibuktikan bahwa pada percobaan terhadap manusia, pasien  dapat dikebalkan terhadap 

jenis Plasmodium khusus dengan jalan sengatan nyamuk yang telah diinfeksikan 

dengan parasit tersebut. Nyamuk demikian 

telah disinari dengan sinar Röntgen yang 

menginaktifkan sporozoit di dalam tubuhnya. 

Dari sporozoit ini juga telah diisolasi suatu 

protein khusus yang bersifat antigen. Namun 

vaksin yang dibuat dengan antigen ini 

ternyata juga mengecewakan.

Kini dilakukan penyelidikan dari suatu 

antigen khusus yang ada  pada permukaan sporozoit, yakni circumsporozoite antigen (CSA). Suatu vaksin dari CSA bersama 

antigen HBV (hepatitis-B-surface antigen) yang 

dibuat dengan teknik rekombinan, ditambah 

dengan dua imunostimulansia ternyata 

dapat memberikan perlindungan baik selama 

beberapa minggu. 

* Vaksin kanker cervix (Gardasil, Cervarix) 

yaitu  vaksin kanker pertama (2006) terhadap 

suatu jenis kanker. Mengandung antibodi 

terhadap Human Papillomavirus type 6,11,16 

dan 18 yaitu penyebab kanker mulut rahim. 

Vaksin ini terutama dianjurkan bagi wanita 

dari 16-26 tahun.

Dosis: kur dari 3 injeksi a 0,5 ml sesuai 

jadwal 0 - 2 - 6 bulan.

* Vaksin pollinosis (Grazax). Vaksin pertama terhadap pollen rumput ini telah diregistrasi di negeri Belanda (2006). Tidak saja 

bekerja simtomatis namun  juga kausal. Terapi 

terdiri dari tablet sublingual setiap hari 

selama 8 minggu, yang dimulai 8 minggu 

sebelum tibanya musim demam merang(„hay 

fever“) (Ph Wkbl 2006; 141:1516).ANTIHISTAMINIKA

HISTAMIN

Histamin (suatu autacoid atau hormon lokal) 

yaitu  suatu amin nabati (bioamin) yang 

ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich (1878) dan 

merupakan produk normal dari pertukaran 

zat histidin melalui dekarb