obat 54


 nya dianjurkan untuk menstimulasi sistem imun umum, menurunkan 

kadar kolesterol yang tinggi dan mempersingkat proses diare (gastro-enteritis Salmonella). Bersama antibiotika broad-spectrum 

dipakai untuk prevensi gangguan saluran 

pencernaan, juga untuk mencegah infeksi 

Candida. dipakai sebagai zat tambahan 

yoghurt (Yakult, Vivit) atau dalam bentuk 

kapsul yang mengandung 2-4 milyar kuman.

Kuman-kuman 

a. L. acidophilus terutama melekat pada 

dinding usus halus, vagina, serviks dan 

uretra. Kuman ini membentuk asam laktat 

(racemis), yang menciptakan lingkungan 

asam ringan, yang tidak cocok bagi kuman 

patogen. Selain itu, bakteri ini membentuk 

enzim laktase dan meningkatkan resorpsi 

mineral, a.l. kalsium. Sejumlah varietas 

kuman dapat membentuk vitamin B dan

antibiotika yang menghambat pertumbuhan 

jasad renik patogen.

b. Bifidobacterium bifidum ada  di seluruh saluran cerna, namun  paling banyak 

pada dinding usus besar. Juga membentuk asam laktat berotasi kanan dan 

vitamin B (biotin, B3

, asam folat), juga 

menghambat perbanyakan kuman patogen, a.l. Salmonella. Menurut perkiraan 

juga berkhasiat menurunkan kadar kolesterol, antiviral dan antifungi.

c. L. bulgaricus alamiah tidak ada  

dalam tubuh, berlainan dengan a dan 

b. Bakteri ini tidak mengikat diri pada 

dinding usus, namun  melintasi seluruh 

saluran cerna. Setelah perjalanan rata-rata 

dua minggu, bakteri ini meninggalkan 

tubuh lewat tinja. Juga membentuk laktat 

dan laktase. 

d. Streptococcus thermophilus sama sifatnya dengan L. acidophilus, juga membentuk laktat berotasi kanan.

e. Lactobacillus casei GG.

Asam laktat ada  dalam usus sebagai 

dua stereoisomer, yaitu yang berotasi kanan dan yang berotasi kiri. Yogurt dibuat dari 

susu dengan jalan fermentasi laktosa dengan 

bantuan 2 jenis kuman, yakni Streptococcus 

thermophilus dan L. acidophilus, yang membentuk laktat racemis. L. bifidus (juga L. plantarum dan L. casei) hanya membentuk laktat 

berotasi kanan. Lactobacillus bulgaricus dari 

saluran lambung-usus mendesak kuman 

laktat lainnya yang penting bagi tubuh.

– L(+) Lactic acid yang berotasi kanan (+)

menunjukkan ke arah mana suatu berkas 

cahaya terpolarisasi dibiaskan. Gugus 

OH-nya pada C-tengah terletak di sebelah 

kiri (Lat. laevus= L). Ini yaitu  bentuk 

faal yang ada  dalam jumlah kecil 

dalam darah dan jaringan otot, terutama 

setelah mengeluarkan tenaga. Dalam tubuh, asam ini diubah menjadi glukosa 

dan glikogen. Bentuk ini diproduksi oleh 

L. bifidus dan Str. thermophilus (yoghurt 

“Biogarde”). Dalam usus bentuk kanan ini 

berjumlah lebih banyak daripada bentuk 

kiri.

– D (–) Lactic acid yang berotasi kiri (–)

dengan gugus-OH di sebelah kanan 

(Lat. dexter= D) dari atom-C tengah, lihat 

rumus bangun. Diproduksi oleh antara 

lain L. bulgaricus (yoghurt “biasa”). Bentuk ini walaupun tidak bersifat merugikan, namun  tidak dapat dipergunakan 

dalam proses fisiologi tubuh. Olleh karena itu sebagian besar dikeluarkan dalam 

bentuk utuh lewat urin.Prebiotika yaitu  zat-zat (bukan kuman) 

dalam pangan yang tidak dicernakan oleh 

enzim-enzim saluran cerna dan berkhasiat 

menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas 

flora kuman di usus besar. contoh  oligofruktosa, inulin dan laktulosa yang secara 

selektif memacu perbanyakan Bifidobacteria. 

Sebaliknya, pertumbuhan kuman patogen 

dihambat olehnya melalui sekresi suatu zat 

penghambat. 

* Inulin yaitu  polisakarida yang terdiri 

dari 3 molekul fruktosa + 1 molekul glukosa. 

Inulin merupakan zat sampah yang dapat 

larut. Khasiatnya memperbaiki pencernaan 

dan mendukung flora usus alamiah. Dosis: 15 

g/hari dengan makanan. 

Synbiotika merupakan kombinasi dari predan probiotika, yang sekarang sudah dipakai  dalam produk-produk susu (dairy) 

terfermentasi seperti yoghurt. Prebiotikum 

dapat memperbaiki penerusan (passage, transit) probiotikum dari lambung-usus. 

Di samping prebiotika dan probiotika, juga 

zat-zat bioaktif lain dapat memperkaya bahan 

pangan fungsional, yaitu:

* asam lemak esensial, seperti EPA dan 

DHA, memiliki banyak manfaat bagi 

kesehatan (kadar kolesterol, tensi, penyakit 

radang, fungsi otak). Asam-asam ini dapat 

pula ditambahkan pada bahan makanan, 

contoh  susu, yoghurt, margarin dan keju.

* sterol nabati (sitosterol, stigmastanol) berkhasiat menurunkan kadar kolesterol darah 

dengan mengikat dan menurunkan absorpsinya dalam usus. Sejak beberapa tahun fitosterol ditambahkan pada “functional food“ 

seperti margarin, yoghurt dan susu (Benecol, 

Becel pro-aktif) dan demikian bantu menurunkan risiko PJP.

Lih. selanjutnya Bab 36, Antlipemika, 5a. Sterol 

nabati.

E. MEKANISME SISTEM 

IMUN MELAWAN INFEKSI

E1. Tangkisan terhadap kuman

Kuman yang memasuki tubuh segera 

dikelilingi dan diikat pada antibodies yang 

dibentuk oleh B-cells dalam waktu dua hari setelah infeksi. Hal ini mempermudah 

makrofag untuk memusnahkan semua 

kuman, termasuk kuman yang membentuk 

toksin dan menghambat aktivitas makrofag.

E1a. Opsonisasi yaitu  proses pada mana 

zat-zat asing dikelilingi dan dilekatkan 

pada imunoglobulin dan komplemen, dengan efek memperkuat dan memperlancar 

fagositosis oleh makrofag. 

E1b. Sistem komplemen. Komplemen (zat 

pelengkap) yaitu  serangkaian protein yang 

melalui suatu reaksi rantai memperkuat daya 

tahan dan dapat membasmi zat-zat asing. 

Komplemen perlu sekali bagi sistem imunitas 

humoral (antibodies). 

Sistem ini terdiri atas minimal 20 glikoprotein (C1

 sampai C20), yang untuk sebagian 

dibentuk oleh makrofag. Aktivasi terjadi 

akibat pengikatan dengan antara lain kompleks imun pada permukaannya, yang menimbulkan serangkaian reaksi rantai. Efek 

akhir dari reaksi ini yaitu : 

– kuman dan sel tumor dimusnahkan sebab  

dirusak dindingnya; 

– permeabilitas pembuluh darah diperbesar, 

sehingga sel-sel tangkis dari darah dapat 

lebih cepat mencapai “tempat bencana” 

untuk memusnahkan “penyerbu”; 

– proses kemotaksis dimulai, dengan ditariknya lekosit secara aktif ke tempat bencana 

dengan bantuan sitokin; 

– kompleks imun disingkirkan melalui opsonisasi atau solubilisasi berdasar  sifat 

lytisnya dari beberapa komplemen (C5

 -

C9

) atau mencegah pengendapannya di 

jaringan, lihat 1c.

Defisiensi komplemen meningkatkan kepekaan sesepasien  terhadap bermacammacam infeksi kuman.

E1c. Kompleks imun (KI) yaitu  kompleks 

dari molekul antigen dan molekul antibody

yang pada konsentrasi rendah menstimulasi 

makrofag/monosit. namun  bila kadar KI 

terlalu besar justru memblok aktivitasnya, lagi 

pula KI dapat mengendap di jaringan. Endapan ini mengakibatkan reaksi peradangan dan kerusakan dalam berbagai organ, 

contoh  endapan di glomeruli ginjal dan 

di otot jantung. Pengikatan KI pada eritrosit 

mengaktivasi komplemen dan merusak sel 

darah dengan timbulnya anemia hemolitik, 

seperti yang terjadi akibat kinin. Pengendapan 

di pembuluh kulit berperan penting pada 

terjadinya berbagai jenis erythema.

*Kompleks imun beredar (KIB). Bila ada  

antigen berlebihan, maka dapat terbentuk KI 

yang sukar “diolah” oleh tubuh dan beredar 

dalam darah. KIB ini dapat memicu  

reaksi peradangan lokal di dinding pembuluh (vasculitis alergis, penyakit serum). Reaksi 

ini dinamakan reaksi Arthus, lihat Bab 51. 

Antihistaminika, reaksi alergi. KIB juga terdapat dalam darah pada penyakit auto-imun,

seperti rema dan SLE (lihat di bawah). Bisa 

juga ada  pada infeksi dan pertumbuhan tumor dengan efek menghambat daya 

tangkis terhadap mikroorganisme dan sel 

tumor. Oleh sebab  itu deteksi dan identifikasinya yaitu  penting untuk mendiagnosis 

penyakit-penyakit tersebut. Lazimnya kompleks imun disingkirkan dari tubuh oleh selsel fagositer dan sistem komplemen.

E2. Tangkisan terhadap virus

Virus yaitu  parasit yang hanya dapat hidup 

di dalam sel-sel yang dimasukinya. Di situ 

virus memperbanyak diri dengan mengambil 

alih seluruh metabolisme sel-sel tersebut. 

yang akhirnya akan mati. Virus hanya dapat 

ditanggulangi oleh antibodies selama masih 

berada dalam darah. Sekali masuk ke dalam 

sel-sel tuan-rumah, antibodies tidak berdaya 

lagi. Vaksin virus bekerja berdasar  prinsip 

ini dengan mengikat virus oleh antibodies 

sebelum melakukan kerja merusaknya.

Bila virus sudah masuk ke dalam sel, dalam 

waktu beberapa jam setelah dimulainya 

infeksi, sistem interferon dengan khasiat 

antiviral melakukan fungsinya. Interferon 

yaitu  protein yang dibentuk oleh sel-sel 

terinfeksi virus dengan tujuan melindungi 

sel-sel lain terhadap penyebaran infeksi. 

Virus tidak bisa membiak lagi dalam sel-sel 

yang telah berkontak dengan interferon. Di 

samping itu, interferon juga menstimulasi

aktivitas makrofag dan limfo-T serta meningkatkan produksi antibodies oleh limfo-B.

Akhirnya T-cells memusnahkan sel-sel 

yang terinfeksi virus setelah mengenalinya 

melalui antigen virus yang timbul pada dinding luar sel-sel tersebut. 

F. IMUNOMODULATOR

Imunomodulator, juga disebut Biological 

Response Modifiers, yaitu  zat-zat yang 

memengaruhi reaksi biologis tubuh terhadap zat-zat asing. Fungsi sistem imun dapat 

distimulasi (imunostimulator) maupun disupresi (imunosupresiva).

F1. Imunostimulator

Pada beberapa jenis penyakit, sistem imun 

tubuh sangat menurun, contoh  pada 

AIDS akibat pemusnahan limfosit (T4-cells), 

sehingga pasien akhirnya meninggal akibat 

suatu infeksi parah. Begitu pula penderita 

kanker pada umumnya memiliki sistem 

tangkis lemah akibat toksin tumor dan

Ilmu kedokteran komplementer

Ilmu kedokteran komplementer (= tambahan), juga disebut alternatif, didefinisikan sebagai cara terapi 

dengan zat-zat alamiah (terutama berasal tumbuhan) berdasar  pengobatan tradisional dan pengalaman rakyat selama berabad-abad. pemakaian  obat komplementer ini dalam kebanyakan 

hal manfaatnya tidak/belum dibuktikan secara ilmiah menurut syarat-syarat tertentu. Oleh sebab  

itu obat-obat ini sering kali memicu  prasangka, kurang pengertian, bahkan ejekan dari para 

sarjana kedokteran regular. 

Obat-obat alternatif terdiri atas banyak golongan dengan titik kerja pada sistem imun yang berbedabeda. Yang terpenting di antaranya yaitu  obat homeopati, fitoterapeutika, food supplements dan

sediaan thymus.

a. Obat homeopati yaitu  obat-obat yang telah ‘diperkuat’ (dipotensiasi) melalui suatu proses 

pengenceran khusus. Homeopati yaitu  suatu cara pengobatan yang memakai  kadar rendah 

sekali dari bahan-bahan tertentu, yang pada pasien  sehat justru memicu  gejala penyakit yang 

sama dengan apa yang hendak diobati. (Lat. homeo = homo = sejenis, sama). Patokan dasarnya 

berbunyi «Similia similibus curantur», yang berarti «yang sejenis disembuhkan oleh yang sama». 

Sebagai bahan dasar sering kali dipakai ekstrak alkohol dari tumbuhan atau larutan dari garamgaram, yang telah diencerkan ratusan sampai jutaan kali. contoh , preparat Chamomilla D3 berarti 

ekstrak kamomila yang diencerkan 103

 = 1000 kali dan Calcium carbonicum D12 berarti CaCO3 yang 

diencerkan (dengan laktosa) 1012 kali! Berhubung dengan kadar minimal yang dipakai itu dan 

belum ada nya penelitian ilmiah yang layak mengenai keampuhannya, maka manfaatnya sangat 

diragukan. Walaupun demikian, di Eropa, terutama di Inggris, Jerman, Swis, Belanda dan Italia, obatobat homeopati cukup populer. 

b. Fitoterapeutika (Lat. phyto = tumbuhan) berasal dari tumbuhan, termasuk ramuan jamu. Pada 

dasarnya dalam ilmu kedokteran regular sejak puluhan tahun sudah dipakai tumbuhan yang 

dikeringkan, yang dinamakan simplicia (bentuk jamak dari simplex). contoh  Folia orthisiphon

(daun kumis kucing), Folia hyoscyami (sejenis daun kecubung) dan Folia digitalis dengan ekstrak serta 

tingturnya. Simplicia ini yang bertahun-tahun ada  dalam farmakope Belanda dan Eropa, telah 

diterima oleh dunia ilmiah. Baru pada edisi tahun 1970-an, monografi simplicia seluruhnya telah 

dikeluarkan sebab  dianggap obsolet. 

c. Food supplements yaitu  zat-zat yang dipasarkan sebagai makanan tambahan (tidak sebagai obat) 

dan dapat dibeli bebas (tanpa resep dokter). Sediaan ini dapat mengandung berbagai macam bahan, 

dari vitamin dan mineral (dalam dosis tinggi) sampai ekstrak tiram dan tulang rawan ikan hiu. Terhadap 

banyak ‘obat tambahan’ ini, pada umumnya telah dilakukakan banyak penelitian dengan sering kali 

hasil yang baik. Walaupun demikian hasil ini tidak/belum diterima resmi oleh para sarjana 

regular, sebab  dianggap tidak memenuhi persyaratan cara penelitian ilmiah (placebo-controlled, double 

blind, randomized, cross-over dan populasi besar).penanganan dengan sitostatika, radiasi atau 

pembedahan. Lagi pula, sel-sel tumor ternyata memiliki hanya sedikit sekali antigen 

HLA-I pada membrannya, dengan lain kata

‘ekspresi HLA-nya sangat diturunkan’. Oleh 

sebab  itu limfo-T (sel-sel sitotoksik/NK-cells)

tidak mengenalinya sebagai sel-sel sendiri.

Imunostimulator secara tidak langsung berkhasiat mereaktivasi sistem imun yang

lemah dengan meningkatkan respons imun takspesifik. Antara lain perbanyakan limfo-T4, 

NK-cells dan makrofag distimulasi, begitu 

juga pelepasan interferon dan interleukin. 

Sebagai efek akhir dari reaksi kompleks ini, zat 

asing dapat dikenali dan dimusnahkan. Pada 

sel-sel tumor, ekspresi antigen transplantasi 

diperkuat olehnya, sehingga lebih mudah 

dikenali oleh TNF dan sel-sel sitotoksik. 

Zat-zat imunostimulator yang kini 

dipakai yaitu  vaksin BCG, limfokin 

(interferon, interleukin) dan levamisol.

Imunostimulator pada terapi 

komplementer

Terapi komplementer untuk menstimulasi 

daya tahan tubuh banyak memakai  

sediaan nabati seperti Echinacea, Ginseng, 

bawang putih, flavonoida (genistein, quercetin) dan ubiquinon, juga sediaan thymus 

(kelenjar kacangan). 

a. Echinacea yaitu  tumbuhan pertama yang 

dibuktikan secara ilmiah khasiat stimulasinya 

terhadap sistem imun. Penelitian dari dekade 

terakhir menghasilkan penemuan bahwa 

masih ada  banyak tumbuhan yang 

mengandung zat-zat alamiah bersifat stimulasi 

sistem tangkis aspesifik.

b. Bioflavonoida. Banyak imunostimulator 

alamiah termasuk dalam kelompok (iso)

flavon, yang ada  di kebanyakan sayurmayur dan buah-buahan. Flavon penting 

yaitu  genistein (dalam kedele) dan quercetin dengan efek antitumor dan antioksidan 

kuat. Lihat Bab 14.

Zat-zat alamiah lain dengan khasiat memperkuat sistem imun yaitu  ubiquinon 

(co-enzym Q10), thymus, akar ginseng 

dan bawang putih. Vitamin C juga 

berkhasiat sebagai imunostimulator melalui 

peningkatan aktivitas dan perbanyakan 

limfo-T dan makrofag.

MONOGRAFI

1a. Vaksin BCG: Oncotice

Vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guérin) dibuat dari basil TBC (sapi) hidup, yang tidak 

virulen (ganas). Berkhasiat imunostimulator 

tak-spesifik umum dan imunostimulator 

spesifik terhadap lepra (dan tbc) (lihat Bab 

9 dan 10), juga bekerja anti tumor. Banyak 

dipakai untuk prevensi TBC dan lepra 

di daerah-daerah berisiko tinggi. Imunisasi 

memberikan perlindungan selama minimal 

10-15 tahun. Berkat sifat antitumor dan 

imunostimulasinya, vaksin BCG juga dipakai  intravesikal pada kanker kandung kemih. Lihat selanjutnya Bab 14.

1b. Interferon-alfa: IFN-alfa-2, Roferon-A(2a), 

Intron-A(2b)

Interferon-alfa, -beta dan -gama yaitu  

limfokin alamiah yang pada umumnya dibentuk sebagai reaksi terhadap infeksi viral.

IFN-alfa terdiri dari 165 asam amino yang 

diperoleh melalui teknik rekombinan-DNA 

dari kuman E. coli yang telah dimanipulasi 

secara genetik. Pada tipe-2a ada  gugusan 

lysin pada posisi 23, sedangkan pada tipe-2b

gugusan arginin. 

Dosis: i.m. atau s.c. 3 juta UI sehari selama 

16-24 minggu.

* Interferon-gama (IFN-g-1b, Immukine) adalah derivat yang terdiri dari 140 asam amino, 

juga diperoleh dengan teknik rekombinan-DNA. Berkhasiat mengaktivasi fagosit 

mononucleair (makrofag/monosit) dengan 

membentuk radikal oksigen yang berkhasiat 

bakterisid. Khusus dipakai sebagai obat 

pembantu untuk prevensi infeksi berat pada 

penyakit kronis tertentu pada mana sitotoksisitas makrofag sangat terganggu. Dosis:

IFN-g-1b, s.c. 3x seminggu 1,5 mcg/m2

.1c. Interleukin-2: IL-2, aldesleukin, Proleukin

yaitu  glikoprotein yang dibuat oleh 

kuman E. coli dengan teknik rekombinanDNA. Berkhasiat menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas T-cells, NK-cells dan limfosit lainnya, juga menginduksi produksi 

dan pelepasan sitokin lain. Dengan demikian 

sistem imun diaktivasi dengan kuat dan selsel tumor dapat dimusnahkan.

pemakaian nya dalam bentuk LAK-cells pada imunterapi melanoma dan kanker ginjal 

yang tersebar, lihat di atas.

Dosis: infus i.v. 1 ml = 18 million UI/m2

sehari selama 5 hari. Kur diulang setelah 2-6 

hari. 

1d. Levamisol: tetramisol, Ascaridil, Ergamisol

Obat cacing ini berkhasiat menstimulasi 

sistem imun seluler, namun  juga dapat 

mensupresi sistem imun, tergantung dari 

dosis. Meningkatkan perbanyakan dan 

migrasi limfo-T, serta memperkuat fagositosis 

dan kemotaksis makrofag. Berguna pada 

terapi kanker dengan sitostatika dan prednison. Lihat selanjutnya Bab 14. 

Dosis: oral 3 dd 50 mg selama 3 hari (bersama 5-FU) setiap 10 hari, total maksimal 52 

minggu.

1e. Tingtur Echinacea: Echinaforce

Dibuat dari semua bagian tanaman segar 

Echinacea purpurea (Rudbeckia) yang berasal 

dari Amerika Utara. Varietas pallida dan 

angustifolia juga dipakai untuk produksinya. Berkhasiat memperkuat fagositosis 

dengan meningkatkan aktivitas makrofag 

dan limfo-T, serta memperlancar kemotaksis. 

Selain itu meningkatkan pelepasan interferon

dan menghambat enzim hyaluronidase, 

sehingga sel-sel sekitarnya sukar ditembusi 

virus lagi. Tanaman ini telah menerima 

pengakuan resmi dengan dimasukkannya 

dalam buku homeopati resmi German (Homö-

opathisches Arznei Buch), sejenis farmakope 

sediaan homeopati.

Mengandung antara lain minyak atsiri, 

alkilamida, asam-asam amino, asam-asam 

lemak, vitamin C, fitosterol dan polisakarida. 

Ketiga zat terakhir terutama bertanggungjawab atas efek imunostimulasinya.

pemakaian . Kini tingtur Herba Echinacea 

(dalam alkohol 70%) banyak dipakai di 

Eropa untuk meningkatkan daya tahan 

imun sebagai prevensi infeksi kuman dan 

virus (selesma, influenza). Atau pada situasi 

daya tahan tubuh rendah, seperti pasca 

bedah, radiasi atau setelah menderita penyakit berat. Bila dipakai pada serangan 

flu, lamanya penyakit dipersingkat sampai 

2-3 hari. pemakaian  sebaiknya jangan 

kontinu, namun  setelah 2-3 bulan diselingi 

dengan istirahat 1-2 bulan. Pemakaian sebagai obat luar yaitu  untuk mempercepat 

penyembuhan luka kulit berkat sifatnya yang 

dapat mendorong granulasi, yaitu pembentukan jaringan baru pada permukaan luka.

Efek samping hingga kini belum ada  

data. Tidak dianjurkan pemakaian nya pada 

penyakit ganas seperti tbc, MS dan SLE.

Dosis: dimulai dengan 40 tetes, disusul 

dengan 3 dd 20 tetes 0,5 jam a.c, dilarutkan 

dalam sedikit air dan dibiarkan dalam mulut 

beberapa menit sebelum ditelan.

1f. Ubiquinon: co-enzym Q10 , Ubi-Q

Benzokinon ini yaitu  food supplement yang 

juga banyak dipakai dalam kalangan 

alternatif (complementary medicine). Zat ini 

ada  dalam kebanyakan organisme 

aerob (bakteri, tanaman dan hewan). Rumus 

bangunnya mirip vitamin K2

, lihat Bab 53, 

Vitamin dan Mineral. Tubuh manusia juga 

memiliki zat ini (±2 g pada usia muda) 

yang berasal dari makanan (daging, kacangkacangan, bayem) dan juga membentuknya 

sendiri. 

Khasiat utamanya yaitu  sebagai pemeran 

esensial pada fosforilasi oksidatif, yaitu 

pembakaran glukosa, lemak dan protein. 

Produksi enersi ini berlangsung di mitochondria (“pabrik” enersi kecil), yaitu butirbutir bundar atau lonjong yang ada  

dalam plasma sel. Ubiquinon melakukan 

transpor elektron antara sederet kompleks 

enzim pada oksidasi ini yang berakhir 

dengan produksi enersi (ATP) melalui enzim 

ATP-sintetase. Di samping itu Q10 bersifat 

antioksidan kuat dengan efek “menangkap” 

radikal bebas. Juga memperkuat sistem 

imun dengan meningkatkan aktivitas bio-

energetiknya, stimulasi perbanyakan limfo-T, 

meningkatkan produksi IgG dan aktivitasi 

makrofag. 

dipakai sebagai obat penguat jantung 

dengan meningkatkan volume pukulan 

sampai ±20% (cardiac output naik), sehingga 

daya prestasi meningkat. Terutama dianjurkan bagi olahragawan dan manula yang 

kekurangan energi. Pada kanker ubiquinon 

dipakai sebagai obat tambahan untuk 

merangsang daya tahan tubuh.

Dosis: pada keadaan lesu dan kurang 

energi 2 dd 30 mg p.c., pada kanker 3x 100 mg 

dicampur dengan sedikit minyak jagung/

kedele (untuk memperbaiki resorpsinya).

1g. Ginseng

Akar dari tanaman Panax Ginseng (Araliaceae) berasal dari pegunungan antara Nepal 

– Manchuria dan Siberia Utara sampai 

Korea. Di samping Ginseng Korea “sejati” 

ini juga tersedia Ginseng Jepang (P.pseudoginseng japonicus), Ginseng Amerika Utara 

(P. quinquefolium) dan Ginseng Siberia 

(Eleutherococcus senticosus Maxim.) Ketiga 

akar terakhir ini lebih rendah harganya. 

Nama Ginseng diturunkan dari bahasa 

Cina (gin = pasien , seng = mirip), berhubung 

bentuk akarnya mirip tubuh manusia. Dalam 

cara pengobatan tradisional Cina, Ginseng 

dipakai sebagai obat ampuh pada a.l. 

keadahan lemah dan kurang enersi serta stres 

fisik, juga pada disfungsi ereksi (impotensi). 

Ginseng mengandung minjak atsiri, zat 

pahit, vitamin B1, B2 dan 10 zat ginsenosida 

(triterpenglikosida) yang bertanggungjawab 

untuk khasiat adaptogennya (anti stres, 

anti letih, anti lemah, peningkatan daya 

tahan tubuh). Selain itu juga berkhasiat 

antioksidans kuat dan melindungi organ. 

Kini banyak dipakai oleh terutama lansia

sebagai stimulans umum (roborans) untuk 

meningkatkan sistem tangkis dan daya tahan fisik, contoh  untuk revitalisasi setelah 

mengidap penyakit berat. pasien  muda di 

bawah ±50 tahun tidak dianjurkan mimum 

sediaan Ginseng (ekstrak, tingtur).

Mekanisme kerjanya belum jelas walaupun 

ada  banyak teori. Mungkin khasiat 

antioksidannya disebabkan oleh sintesis NO 

(nitrogenoksida) yang ditingkatkan di endotel paru-paru, jantung, ginjal dan corpuscavernosum. NO sebagai antioksidan ampuh 

memicu  vasodilatasi dan dengan 

demikian menginduksi ereksi. Bandingkan 

mekanisme kerja sildenafil dan apomorfin di 

Bab 43, Hormon-hormon Pria.

Dosis: 1 dd 200 mg ekstrak kering Ginseng 

Korea (Ilwa)

1h. Sediaan thymus: Zellmedin, Thymex-L

Lihat Bab 14, Sitostatika.

F2. Imunosupresiva

Imunosupresiva yaitu  zat-zat yang justru menekan aktivitas sistem imun melalui 

interaksi di berbagai titik dari sistem tersebut. Cara kerjanya dalam proses imun berupa 

penghambatan transkripsi dari sitokin, 

sehingga mata rantai penting dalam respons 

imun diperlemah. Khususnya IL-2 yaitu  

esensial bagi perbanyakan dan dife-rensiasi 

limfosit, yang dapat dihambat pula oleh efek 

sitostatik langsung. Lagi pula T-cells dapat 

diinaktifkan atau dimusnahkan dengan 

pemberian antibodies terhadap limfosit.

pemakaian . Imunosupresiva banyak dipakai  untuk mencegah reaksi penolakan 

setelah transplantasi organ, akibat tubuh 

membentuk antibodies terhadap sel-sel 

asing yang diterimanya. Untuk ini sampai 

tahun 1995 selalu diberikan kortikosteroida, 

azatioprin, siklosporin dan kombinasinya. 

Introduksi dari obat calcineurinblockers (siklosporin dan takrolimus) dapat menurunkan secara drastis penolakan akut dan 

meningkatkan persentase survival, begitu juga

mikofenolat-mofetil. Risiko ini menurun lagi 

dengan tibanya obat kelompok terbaru IL2-

receptorblockers daklizumab (Zenapax), basiliksimab (Simulect) dan sirolimus (Rapamune), yang bekerja long-acting dan memberikan lebih sedikit efek samping. Obat-obat 

ini dipakai bersamaan dengan prednisolon dan siklosporin atau takrolimus. 

Sebagai profilaksis terhadap penolakan 

organ juga dipakai everolimus (Certican) dalam kadar rendah. Penghambat proteinkinase ini dengan nama paten Afinitor

juga diindikasikan terhadap kanker ginjal yang sudah progresif. Dari kelompok ini 

juga ada  temsirolimus (Torisel) untuk 

penyakit sama yang sudah bermetastasis.

Walaupun insidensi penolakan akut sudah 

menurun dengan drastis, namun  masa hidup 

organ transplantat pada dasawarsa terakhir 

tidak begitu meningkat. Penyebabnya yaitu  

terjadinya disfungsi kronis, padamana fungsi 

organ lambat laun mengalami kemunduran. 

Ph Wkbl 2002 ; 137 : 1030-4 ; 1055

Imunosupresiva yang dipakai setelah 

transplantasi sel punca (stem-cell) mengakibatkan pasien mudah mendapat  infeksi oportunistik dan yang terpenting yaitu  

infeksi oleh sitomegalovirus (CMV), yang 

disebut sebagai “troll of transplantation” (“penyihir” transplantasi). Efek klinik dari infeksi CMV dapat dikurangi dengan terapi 

profilaksis dan tersedianya obat-obat antivirus yang efektif. Kadar dari CMV DNA 

di dalam darah (viremia) dimonitor melalui 

polymerase-chain-reaction (PCR) dan bila dideteksi viremia, pasien diberikan gansiklovir 

atau prodrugnya valgansiklovir sampai DNA 

viral tidak lagi terdeteksi.

Griffiths P.D. et al; Taming the Transplan-tation 

Troll by Targeting Terminase; N Engl J Med 2014; 

370:1844-1846 

Imunosupresiva juga sering dipakai untuk menekan aktivitas penyakit auto-imun. 

contoh  pada rematik dan penyakit radang 

usus (colitis ulcerosa, M. Crohn) diberikan 

sulfasalazin dan sitostatika (MTX, merkaptopurin dan azatioprin) dengan efek baik. Penyakit auto-imun

Ciri dari penyakit ini yaitu  produksi (berlebihan) dari imunoglobulin yang sebagian diarahkan 

terhadap antigen dari tubuh sendiri dan pada umumnya disertai hipersensitivitas.

Imunoglobulin dibentuk dari sel-sel plasma yang akibat rangsangan oleh antigen terbentuk dari 

limfosit dalam sistem limfatik. Limfosit ini memiliki “daya ingat” terhadap suatu antigen yang 

memicu  produksi dari antibodi dalam jumlah besar.

Antigen eksogen yaitu :

– protein, lemak dan karbohidrat yang asing bagi tubuh dan sebagian terikat pada polisakarida;

– sel-sel asing bagi tubuh;

– bakteri dan virus

Pada keadaan normal tidak akan terbentuk antibodi terhadap protein dan sel-sel tubuh sendiri 

berdasar  suatu sifat yang disebut toleransi pada mana organ timus memegang peranan.

Timbulnya auto-imunitas dapat disebabkan oleh hilangnya sifat toleransi atau sebab  perubahanperubahan pada protein atau sel-sel tubuh akibat rangsangan tertentu, terutama infeksi virus.

Hipersensitivitas yang diiringi dengan pembentukan auto-antibodi contoh  terjadi pada penyakit 

lupus erythematodes disseminatus (LED). Sebagai akibat dari terutama obat-obat tertentu, juga eritrosit, 

lekosit dan trombosit dapat berfungsi sebagai antigen bagi tubuh sendiri, dengan akibat timbulnya 

trombositopeni dan lekopeni.

Peranan auto-antibodi juga ada  pada gangguan tiroid (penyakit Hashimoto), anemia perniciosa, 

RA (rheunatoid arthritis), multiple sclerosis (MS), colitis ulcerosa dan myasthenia gravis.

Pembentukan auto-antibodi dapat dicegah a.l. oleh obat-obat kortikosteroid, terutama prednison. 

Bila kortikoida tidak berhasil cukup baik, dapat juga dipakai sitostatika, contoh  anti-metabolit 

6-merkaptopurin dan azatioprin (Imuran) yang memblokir metabolisme purin dan multiplikasi sel.

Catatan: Hadiah Nobel ilmu kedokteran tahun 1972 diberikan kepada R. Porter (Univ. Oxford) dan G. 

Edelman (Rockefeller Univ.–NY) untuk kontribusinya mengenai struktur dan sifat-sifat biologi dari 

imunoglobulin.Azatioprin (Azafalk, Imuran) dan merkaptopurin (Puri-Nethol, Xaluprin) yaitu  imunomodulansia yang termasuk dalam kelom-pok 

tiopurin, seperti juga obat kanker tio-guanin 

(Lanvis). 

Pengobatan komplementer memakai  

sediaan enzim (Wobenzym = papain 100 mg,

bromelain 60 mg dan pancreatin 100 mg) 

untuk memusnahkan auto-antibodies serta 

kompleks imun dan dengan demikian menghentikan serangan terhadap organ sendiri.

Penyakit auto-imun. Pada penyakit ini, 

fungsi sistem imun terganggu akibat adanya 

auto-antibodies, pada mana limfo-T dan NKcells menyerang jaringan dan organ tubuh 

sendiri. Keadaan ini dapat terjadi bila sistem 

imun tidak berdaya (lagi) untuk mengenali 

jaringan tubuh sendiri dan menyerangnya. 

Yang terkenal yaitu  penyakit rema, diabetes tipe-I (pada pasien  muda), MS (Multiple 

Sclerosis), SLE (Systemic Lupus Erythematodes), 

MG (Myasthenia gravis) dan radang tireoid. 

Penyebab mengapa sistem tangkis kehilangan 

daya pengenalannya belum begitu jelas, 

walaupun diketahui bahwa faktor genetik, 

hormonal, viral dan lingkungan berperan 

pada manifestasi dan hebatnya penyakit.

* Auto-antibodies dalam keadaan normal 

juga dibuat oleh sistem imun, namun  segera 

diinaktifkan oleh makrofag dan limfo-T. Bila 

produksinya terlampau banyak, barulah 

dapat merusak jaringan. Auto-antibodies dapat bereaksi langsung terhadap organ dengan 

memicu  peradangan dan kerusakan,

seperti pada membran glomerulus ginjal. 

Dapat pula mengacaukan fungsi suatu proses, 

contoh  dari receptor asetilkolin (ACh) pada 

myasthenia gravis.

Kemungkinan lain yaitu  terbentuknya 

kompleks imun yang beredar dengan aktivitas biologik, lihat di atas. Adakalanya 

kompleks ini diendapkan di ginjal, kulit, 

sendi dan sistem saraf dengan mengakibatkan kerusakan jaringan hebat. Dapat pula 

terjadi aktivasi dari komplemen, akumulasi dan 

aktivasi dari neutrofil dengan pelepasan enzim 

protease yang bersifat merusak pula. Pada 

destruksi jaringan ini, ternyata juga terlibat 

makrofag, monosit, sel-T4 dan sel-T8.

MONOGRAFI

2a. Siklosporin: Sandimmun, Neoral

Endekapeptida siklis ini (1983) diperoleh 

dari fungi Tolypocladium inflatum dan terdiri 

dari 11 asam amino. Berkhasiat imunosupresif istimewa melalui penghambatan 

spesifik respons imun seluler. Proliferasi 

T-helpercells dan cytotoxic cells dihambat secara selektif dan reversibel. Juga merintangi 

produksi dan pelepasan IL-2 serta banyak 

limfokin lain. Produksi limfo-T supressorcells 

justru distimulasi. Tidak berkhasiat myelosupresif. Siklosporin terutama dipakai berkat sifat-sifat ini pada transplantasi organ 

atau sumsum untuk profilaksis dan penanganan reaksi penolakan. Juga pada psoriasis, colitis dan penyakit Crohn. Siklosporin 

dapat dikombinasi dengan kortikoida atau 

imunosupresiva lain dengan tujuan mengurangi nefrotoksisitasnya. 

Resorpsinya dari usus sangat variabel, BA 

10-50%, PP 98%, plasma-t½ ±20 jam. Bersifat 

sangat lipofil, maka distribusinya berlangsung 

baik ke semua jaringan tubuh. Dalam hati 

dirombak menjadi 15 metabolit yang terutama diekskresi melalui empedu dengan siklus enterohepatik. Hanya 6% dikeluarkan 

lewat urin. Efek samping utamanya yaitu  

nefrotoksisitas yang tergantung dari dosis dengan menurunnya nilai kreatinin (reversibel). 

Juga dapat terjadi hipertensi, hiperlipidemia, 

hipertrichosis, gangguan lambung-usus, nyeri 

kepala, tangan rasa terbakar, konvulsi dan 

gangguan darah. Bersifat karsinogen, terutama bila dipakai untuk jangka waktu 

lama dengan dosis tinggi (limfoma, kanker 

kulit). 

Dosis: 4-12 jam sebelum transplantasi oral 

2,5-15 mg/kg selama 1-12 bulan, juga sebagai 

infus intravena. Dosis disesuaikan dengan 

kadar siklosporin dalam darah.

2b. Takrolimus: Advagraf, Prograft, Protopic

Senyawa makrolida ini diekstraksi dari 

jamur Streptomyces tsukubaensis (1993). Khasiat dan mekanisme imunosupresifnya sama 

dengan siklosporin, namun  ±50x lebih kuat 

dalam hal pencegahan sintesis IL-2 yang 

mutlak diperlukan untuk proliferasi sel-T. Juga bersifat sangat lipofil dan sama efektifnya 

dengan siklosporin pada transplantasi hati, 

jantung, paru-paru dan ginjal. Terutama 

di-gunakan bersama kortikosteroida. Lebih 

sering memicu  efek samping toksisitas 

bagi ginjal dan saraf.

Dosis: infus i.v. 0,05-0,1 mg/kg/hari, 6 jam 

setelah tranplantasi selama 2 -3 hari, lalu dilanjutkan oral 0,15-0,3 mg/kg/hari dalam 2 

dosis.

*Pimekrolimus (Elidel) yaitu  derivat makrolaktam yang memblokir sintesis dari sitokin meradang pada T-cel. dipakai lokal 

pada dermatitis atopik (eksim) bila penggunaan kortikosteroid tidak memberikan 

hasil. 

Efek samping : perasaan terbakar, iritasi lokal, gatal, eritema dan gangguan kulit. 

Dosis : lokal 2x sehari sebagai krem.

2c. Mikofenolat mofetil: CellCept

Obat ini (1996) yaitu  prodrug dengan 

khasiat menekan perbanyakan limfosit

melalui inhibisi enzim dehidrogenase yang 

diperlukan untuk sintesis purinnya (DNA/

RNA). Ternyata sangat efektif terhadap penolakan akut setelah transplantasi ginjal. Dibandingkan dengan obat-obat lainnya, yaitu 

azatioprin dan siklosporin (dan prednison), 

persentase penolakan dikurangi sampai 50%. 

Lagi pula efek sampingnya lebih sedikit. 

Mungkin juga berkhasiat untuk menghambat 

penolakan menahun (jangka panjang) yang 

sampai kini merupakan masalah serius. 

Resorpsi dari usus baik, dengan BA 90%. 

Dalam hati segera diubah menjadi asam 

mikofenolat aktif. Ekskresi berlangsung 

melalui urin sebagai glukuronidanya (inaktif), sesudah mengalami resirkulasi enterohepatik. Plasma-t½ ±16 jam.

Dosis: dalam waktu 72 jam setelah transplantasi 2 dd 1g a.c. dengan minum banyak 

air.

* Mikofenolat Na (Myfortic) menghambat 

enzim inosinmonofosfat dehidrogenase dengan menghasilkan efek sitostatik terhadap 

limfosit B dan T. Dalam kombinasi dengan 

siklosporin dan glukokortikoid dipakai 

sebagai profilaksis terhadap penolakan organ 

pada transplantasi ginjal. Dosis: oral 1440 mg 

terbagi dalam 2 dosis.

2d. Kortikosteroida

Hormon anak ginjal berkhasiat anti radang, imunosupresif dan anti alergik. Kedua efek terakhir untuk sebagian berhubungan dengan khasiat anti radangnya dan 

terutama nampak pada reaksi imun di jaringan. contoh  migrasi sel dan aktivitas fagositosis dari makrofag/monosit dikurangi. 

Juga jaringan limfe dirombak, pada mana 

limfosit-T dan -B berperan. Pembentukan 

antibodies hanya ditekan pada dosis sangat 

tinggi.

Kortikosteroida banyak dipakai sebagai 

obat tambahan pada penyakit auto-imun, 

seperti rema, Sjögren, SLE dan MS, juga pada 

terapi kanker. Efektif sekali untuk menekan 

dengan cepat exacerbatio penyakit (mendadak 

menjadi parahnya gejala penyakit). Untuk 

memelihara remisi pada penyakit usus 

beradang kronis ternyata kurang efektif. 

Lihat selanjutnya Bab 46 ACTH dan Kortikosteroida.

2e. Talidomida: Synovir

Derivat piperidin ini (1957) yaitu  obat tidur

dengan efek teratogen sangat kuat (peristiwa 

Softenon, 1962, lihat Edisi empat), berdasar  

khasiat anti angiogenesisnya. Juga berdaya

imunosupresif (anti-TNF) dan anti radang. 

Setelah dilarang peredarannya selama lebih 

dari 25 tahun sejak awal tahun 1990-an 

talidomida mulai dipakai lagi antara lain 

untuk menekan reaksi lepra (lihat Bab 10) 

dan meringankan gejala AIDS seperti luka 

hebat (aphthae) di mulut, kerongkongan dan 

kemaluan, serta diare dan kehilangan bobot 

yang serius.

Di AS pemakaian nya pada lepra disahkan 

kembali sejak akhir tahun 1997 dengan syarat-syarat ketat. Juga diselidiki secara klinis 

efektivitasnya untuk berbagai penyakit autoimun. Lihat juga Bab 24. 

Talidomida ternyata dapat memperpanjang remisi penyakit myeloma, suatu penyakit para lansia (rata-rata usia 60 tahun) 

yang sangat kompleks dan tidak dapat disembuhkan. Mekanisme kerja talidomida 

pada penyakit ini belum diketahui.*Lenalidomida (Revlimid, Celgene). Imunomodulator dengan struktur menyerupai talidomida ini menghambat proliferasi dari 

sel-sel tumor hematopoeitik, meningkatkan 

imunitas dan jumlah sel NKT. Metabolisasi 

dalam jumlah kecil di dalam hati dan diekskresi terutama melalui urin (82%) dan 

feses (4%). dipakai dalam kombinasi 

dengan deksametason terhadap myeloma 

multipel (penyakit Kahler). Bersifat teratogen 

dan kemungkinan masuk ke dalam air susu 

ibu. 

Dosis: sangat individual.

2f. Sulfasalazin yaitu  persenyawaan dari 

sulfapiridin dengan 5-ASA (lihat Bab 8, 

Sulfonamida dan Kuinolon). Berkhasiat anti 

radang melalui blokade siklo-oksigenase 

dan lipoksigenase dan dengan demikian 

mencegah sintesis prostaglandin dan leukotriën. Sulfasalazin memengaruhi fungsi limfosit, mungkin melalui sitokin dan juga berdaya ‘menangkap’ radikal bebas O2

. Zat 

ini dipakai khusus pada penyakit usus 

beradang kronis (Crohn, colitis) dan pada 

rema. Lihat juga Bab 21, Analgetika perifer 

dan Bab 14 Sitostatika, B2 Imunosupresiva.VAKSIN DAN IMUNOGLOBULIN

Penyakit infeksi merupakan jenis penyakit yang hampir selalu menempati urutan 

teratas, terutama di negara-negara berkembang yang taraf kehidupan sosialnya masih 

di bawah garis yang layak. Keadaan ini 

antara lain menyangkut pola higiene yang 

erat hubungannya dengan penularan dan 

penyebaran penyakit infeksi. 

Dewasa ini tersedia berbagai obat ampuh, 

terutama dari golongan kemoterapeutika 

untuk memerangi penyakit infeksi. Namun, 

tujuan utama dari program penanggulangan 

penyakit infeksi yaitu  profilaksis atau 

menghindari terjangkitnya infeksi. Hal ini 

dapat dicapai dengan antara lain :

– menghilangkan sumber atau memutuskan 

mata rantai penyebaran suatu penyakit 

infeksi dan

– mengurangi kepekaan sesepasien  terhadap organisme patogen atau dengan kata 

lain meningkatkan kekebalannya terhadap suatu infeksi. Keadaan ini dapat dicapai melalui proses imunisasi.

Di Indonesia, semua jenis sera yang mengandung imunoglobulin spesifik dan vaksin dibuat oleh PT Bio Farma (d/h Lembaga 

Pasteur).

BUMN (Badan Usaha Milik Negara) ini 

merupakan satu-satunya produsen vaksin 

dan anti sera di Indonesia dengan tujuan 

turut serta mendukung program imunisasi 

nasional. Program ini bertujuan memberikan 

kekebalan pada bayi agar dapat mencegah 

penyakit dan kematian bayi serta anak 

yang disebabkan oleh penyakit yang sering 

berjangkit di Indonesia.

Ref.: 

Proverawati, Atikah.2010.Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta)

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu 

Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. 

Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2010. Metode 

Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. 

Jakarta: Salemba Medika.

IDAI.2008. Pedoman Imunisasi Di Indo-nesia. 

Jakarta: Satgas Imunisasi.

Pengawasan sumber dan transmisi

Sumber infeksi utama yaitu  makanan dan

air minum yang mutlak harus dipantau tingkat 

kebersihannya dalam rangka memberantas 

penyakit infeksi yang menyerang saluran 

cerna, contoh  diare. Bagi jenis penyakit 

lainnya, pengendalian perantaranya (vector) 

yaitu  esensial, contoh  jenis nyamuk yang 

merupakan vektor dan penyebab penyakit 

malaria dan dengue (demam berdarah).

Yang merupakan topik sekarang ini yaitu  

screening dari donor darah dalam rangka 

menghindari penyebaran penyakit HIV dan 

hepatitis B/C.

Mengurangi kepekaan terhadap penyakit infeksi

Kondisi ini dapat dicapai dengan jalan 

imunisasi. Cara ini telah mengubah sejarah 

dari banyak jenis penyakit infeksi. Sejak 

dahulu telah diketahui bahwa pasien  yang 

luput dari serangan penyakit sampar (pes) yang 

mematikan, tidak akan diserang untuk kedua 

kalinya oleh penyakit ganas ini. namun , pada 

waktu itu tidak diketahui kesimpulan ilmiah 

mengenai peristiwa ini. 

Edward Jenner(1749 -1823). Pada tahun 1796 

dr Jenner, sepasien  dokter Inggeris sederhana, 

mengintrodusikan penyuntikan pertama dengan cairan cacar lembu sebagai vaksin 

alami, suatu kejadian yang menakjubkan dan 

membuatnya termashur. Peristiwa ini 

terjadi sewaktu penyakit cacar melanda 

dunia dan hampir semua pasien  bisa menjadi korban. Pengidap cacar umumnya 

berisiko kematian atau menjadi cacat seumur 

hidup, terutama di bagian muka. Dalam 

kasus ini ternyata bahwa sesepasien  tidak 

dapat diserang penyakit yang sama untuk 

kedua kalinya atau dengan lain kata bahwa 

sepasien  yang telah terjangkit penyakit cacar 

akan terbebas untuk seumur hidupnya 

(Edward Jenner 1798). Di tahun 1980 WHO 

mendeklarasi bahwa penyakit cacar telah 

dieradikasi dari seluruh dunia dan hal ini 

merupakan suatu achievement terbesar dalam sejarah kedokteran.

Dr. Jenner menemukan bahwa imunitas

seperti itu juga bisa diperoleh bila sejenis 

penyakit cacar lembu, yang jauh kurang 

berbahaya, ditularkan dengan sengaja kepada manusia. Cara ini disebut vaksinasi

(Lat. vacca = lembu, vaccinia = cacar lembu). 

Demikianlah asal mula istilah vaksinasi, yaitu 

menyuntikan cacar lembu kepada manusia.

Sekarang istilah vaksinasi dipakai untuk segala bentuk imunisasi aktif yang diberikan per oral, subkutan, intramuskular, 

maupun dengan cara menggoreskan pada 

kulit (skarifikasi).

Edward Jenner (1749 -1823)

“Cowpox to prevent smallpox” .

Louis Pasteur(1822- 1895). Baru limapuluh 

tahun kemudian sarjana biologi dan kimia 

Prancis Dr L. Pasteur yang termashur, mendemonstrasikan bahwa keganasan (virulensi) 

suatu kuman patogen dapat dikurangi 

tanpa mengurangi kemampuannya untuk 

memicu  imunitas (sifat imunogen). Hal 

ini dicapai dengan cara pemanasan atau melalui «passage», yaitu menginjeksikan kuman 

ini secara beruntun pada sejumlah hewan 

percobaan, lihat di bawah.

Louis Pasteur (1822-1895),

ahli kimia Prancis, pencetus pengetahuan modern mengenai imunologi.

 “The most perfect man who has ever 

entered the kingdom of Science.”

Imunitas (lihat juga Bab 49, Dasar-dasar 

imunologi). Teori yang mendasari fenomena 

ini di atas yaitu  sebagai berikut. Bila 

tubuh kemasukan mikroba, maka tubuh akan 

melawannya dengan membentuk zat-zat penangkis yang disebut antibodies (atau juga 

immunity bodies). Dalam kasus ini, mikroba 

ini berfungsi sebagai antigen (zat yang 

imunologik aktif), yaitu suatu zat yang menstimulasi pembentukan antibodies dan dengan demikian memobilisasi defensi imunologi tubuh. Bila tubuh berhasil memusnahkan mikroba ini, maka antibodies yang 

terbentuk dalam jumlah berlebihan memberikan kekebalan (imunitas] terhadap infeksi 

selanjutnya oleh mikroba tersebut. Kekebalan 

ini dinamakan kekebalan yang diperoleh

acquired immunity), sedangkan kekebalan 

asli yang sudah ada dalam tubuh berasal dari 

bawaan disebut kekebalan alamiah (natural 

immunity).

Antigen yang paling ampuh yaitu  protein 

bermolekul besar atau kombinasi dari protein 

dan karbohidrat (glycoprotein). Zat-zat ini biasanya ada  dalam dinding bakteri atau 

bagian luar yang menyelubungi virus.

Mekanisme terbentuknya imunitas

Dua jenis sel darah putih yang memegang 

peranan penting dalam sistem imunitas adalah makrofag dan limfosit. Respons imun 

terhadap suatu antigen pada awalnya dimulai 

dengan penyerapannya oleh makrofag, yang 

kemudian „menyajikan“antigen ini kepada limfosit untuk dimusnahkan. Seperti 

diketahui limfosit terdiri dari dua jenis, yakni 

T-cells (thymus-dependent) dan B-cells (bursadependent), lihat juga Bab 49, Dasar-dasar 

imunologi.

*Imunitas seluler. T-cells dalam thymus kemudian dimatangkan menjadi „sensitized 

T-limfosit“ yang mampu bereaksi langsung 

dengan antigen khusus tersebut, di samping 

juga berdaya mengaktivasi makrofag. Keadaan ini disebut imunitas seluler. 

* Imunitas humoral. Di lain pihak, B-cells 

berubah menjadi sel-sel plasma yang memproduksi antibodies yang juga disebut imunoglobulin (= Ig). Senyawa-senyawa ini terutama ada  dalam serum darah atau 

di atas permukaan membran mukosa serta khusus diarahkan terhadap suatu antigen tertentu. Inilah yang dinamakan imunitas humoral. Lihat Bab 49, Dasar-dasar 

Imunologi, Gambar Imunitas seluler dan 

humoral.

Memory cells yaitu  sel-sel „pengingat“ 

yang dibentuk oleh T-cells maupun B-cells 

dan merupakan sistem defensif cadangan 

terhadap suatu antigen tertentu. Oleh sebab  

itu, bila terjadi lagi kontak dengan antigen 

ini, akan timbul suatu respons imunitas yang 

lebih cepat dan lebih ampuh. Lihat Gambar 

49-2, Dasar-dasar Imunologi.

Tujuan akhir dari kedua jenis imunitas yang 

secara artifisial dapat ditimbulkan dengan 

jalan vaksinasi yaitu  untuk menciptakan 

perlindungan tubuh terhadap antigen atau 

terhadap mikroba yang membawanya. Lihat 

selanjutnya Bab 49, Dasar-dasar Imunologi. 

A. IMUNISASI AKTIF

Dengan ini dimaksudkan pencapaian imunisasi jangka panjang secara buatan melalui pemberian antigen via injeksi i.m., s.k. 

atau oral untuk memicu  respons imunitas yang spesifik, berupa antibodi, T-sel 

yang diaktivasi dan memori spesifik. Antigen dapat berupa kuman patogen yang 

mati, dilemahkan (attenuated) atau produk 

metabolismenya, yaitu eksotoksin yang telah 

dimurnikan atau diinaktifkan dan dinamakan 

toksoid (difteri, tetanus) serta bagian-bagian 

kuman atau virus. Secara alamiah kekebalan 

aktif juga dapat diperoleh sebagai akibat dari 

infeksi dengan kuman patogen (Yun. pathos = 

penyakit, genesis = memproduksi). Imunisasi 

aktif ini diperoleh melalui vaksin, contoh  

terhadap cacar, kolera, pertussis, pes, tbc, rabies, 

influenza, tifus dan poliomyelitis. Dapat pula 

dipakai toksoid, mis terhadap difteri dan

tetanus.

Perbedaan antara vaksin yang mengandung 

mikroorganisme hidup. diperlemah atau 

mikroorganisme mati yaitu  penting, sebab  

pada sebagian pasien dengan defisiensi 

imunologik dapat timbul infeksi fatal pada 

pemakaian  vaksin dengan mikroorganisme 

hidup atau yang diperlemah.V a k s i n

Tujuan pemberian vaksin yaitu  merangsang 

imunitas seluler maupun humoral seperti 

yang layaknya timbul sebagai reaksi terhadap 

suatu infeksi alamiah. Bila sesepasien  yang 

sudah divaksinasi mengalami infeksi yang 

mungkin sekali serius, gejalanya akan lebih 

ringan atau sama sekali tanpa manifestasi 

klinis. Vaksinasi menghindari efek-efek serius 

yang diakibatkan oleh mikroba yang virulen. 

Oleh sebab  itu, vaksin merupakan salah 

satu senjata yang paling ampuh dalam ilmu 

kedokteran preventif terhadap penyakit infeksi. Kendala dari vaksin hidup yang telah 

diperlemah yaitu  kekuatiran bahwa mikroba ini melalui proses mutasi menjadi 

virulen kembali.

Vaksin kuman yaitu  sediaan aman dari 

bakteri yang telah dimatikan (tifus) atau dari 

bakteri hidup yang diperlemah dan tidak 

ganas (virulen) lagi (sampar atau pes). namun  

sebagai antigen, vaksin demikian masih 

mampu menstimulasi sistem imunitas tubuh 

manusia atau hewan. Dengan imunisasi aktif

ini tubuh dapat dilindungi terhadap penyakit 

infeksi kuman bersangkutan. 

Vaksin virus terdiri dari beberapa jenis virus 

yang telah dimatikan atau yang dibuat nonvirulen melalui passage hewan. Lazimnya 

vaksin virus dibuat dengan pembiakan pada 

telur, ginjal atau otak hewan.

Cara pembuatannya dapat dengan cara 

passage telur, kultur sel atau melalui kultur 

jaringan. Dapat dipakai mikroba yang tersedia di laboratorium (‘stock-vaccine’) atau 

mikroba yang dipisahkan dari tubuh penderita sendiri (‘auto-vaccine’). 

– Vaksin bakterial. Pertama-tama bakteri 

dari suku (strain) tertentu ditanam dalam 

medium cair yang optimal dalam botol 

atau pada produksi besar-besaran dalam 

tangki fermentasi. Sebagai medium lazimnya dipakai kultur persemaian 

(brothculture). Setelah suatu masa tertentu, kuman dimatikan dengan cara pemanasan atau dengan zat kimia dan 

bila perlu dipisahkan dari mediumnya. 

Bakteri yang sudah mati ini kemudian 

diproses sebagai suspensi sel utuh atau 

sebagian tertentu diisolasi, contoh : 

fraksi polisakarida. 

– Vaksin viral. Langkah pertama yaitu  

memelihara sel-sel untuk replikasi virus, 

sebab  virus tidak mampu memperbanyak diri sendiri kecuali di dalam 

sel hidup (host cells). Host cells yang telah dipenetrasi oleh virus (DNA/RNA) 

kemudian dirangsang untuk memproduksi lebih banyak materi virus, yang 

kemudian diisolasi, dimurnikan dan distabilisasi.

– Cara-cara khusus. Teknik rekayasa genetik memungkinkan untuk memproduksi 

vaksin yang aman/murah dan dengan 

biaya yang relatif rendah. Melalui teknik 

DNA rekombinan dapat dibuat antigen 

bakterial dan viral secara massal. Lalu, 

hanya fraksi DNA yang cocok dengan 

suatu antigen tertentu diisolasi dan dipindahkan ke sel-sel tuan rumah.

Melalui sintesis organik dapat pula 

dibuat bagian yang aktif dari suatu antigen 

tertentu, setelah rangkaian asam aminonya 

diidentifikasi. Namun, untuk dapat menimbulkan daya imunitas, peptida sintetik ini 

harus diikat pada suatu protein lain yang 

berfungsi sebagai “carrier”. Perkembangan 

lebih lanjut di bidang bioteknologi membuka 

aspek-aspek baru dalam produksi vaksin.

Penggolongan. Vaksin dapat digolongkan 

antara lain berdasar  jenis, viabilitas, komposisi dan cara pembuatannya. 

Jenis mikroba dalam vaksin menghasilkan: 

a. vaksin bakterial, yang terdiri dari bakteri 

hidup yang dilemahkan atau diinaktifkan, polisakarida dari kapsel bakteri, atau 

fragmennya yang memiliki sifat antigen;

b. vaksin viral,yang terdiri dari virus hidup 

yang dilemahkan atau diinaktifkan, juga fragmen virus yang memiliki sifat 

antigen;

c. vaksin parasiter,yang terdiri dari suatu 

protein yang ada  pada permukaan sporozoit Plasmodium falciparum (vaksin 

malaria, eksperimental).

Komposisi antigen menentukan jenis vaksin, 

yakni:

– whole vaccine: terdiri dari mikroba utuh; 

– split/sub-unit vaccine: dibuat dari bagianbagian mikroba yang mengandung antigen paling aktif;

– vaksin toksoid: dibuat dari (ekso)toksin

bakteri yang diisolasi atau dibuat secara 

biosintetik dan kemudian dinetralisasi 

dengan formaldehida.

Antibodi (immunoglobulin) pada imunisasi 

aktif bertahan untuk jangka waktu lebih 

lama dari pada antibodi yang diberikan 

dari luar sebagai s e r u m (imunisasi pasif). 

Dengan demikian, imunisasi aktif yaitu  

long-acting dan terutama dipakai bila 

dikehendaki kekebalan yang bertahan lama 

terhadap suatu penyakit. Lazimnya imunitas 

ini bertahan selama beberapa bulan sampai 

beberapa tahun, yang pada umumnya dapat 

d