perawatan luka 2

kukan debridemang akan 
tetapi harus dengan teliti untuk debridemang selanjutnya dengan 
memperhatikan tepi luka apakah ada tanda infeksi atau tidak, kalau 
tidak sebaiknya tidak dilakukan debridemang dahulu menunggu 
vaskularisasinya membaik.  
c. Luka iskemik yang cenderung meluas dan tidak ada tanda -tanda 
perbaikan segera lakukan rujukan ke bedah vaskular, kalau tidak 
ada ke bedah umum atau bedah tulang.  
d. Kolaborasi dengan dokter bedah vaskular dan  penyakit dalam untuk 
penanganan kondisi sistemik dan adanya sumbatan arteri  
e. Hindari pada lingkungan yang ekstrim (dingin) 
f. Posisi kaki dalam keadaan posisi neutral   
g. Hindari terafi kompresi 
3. Luka diabetik tipe arterial  
Luka arterial juga dikenal dengan luka iskemik adalah  luka  kronis yang 
sukar  sembuh karena  menurunnya sirkulasi aliran darah ke bagian kaki  
karena adanya penyumbatan arteri di kaki dapat dampak dari 
aterosklerosis. 
Lokasi luka pada umumnya  sering di tumit, ujung jari kaki, di antara jari 
kaki di mana jari kaki saling bergesekan atau di mana saja tulang 
menonjol. Kulit di sekitarnya biasanya tampak ditekan pada luka arterial. 
Jika ada iritasi atau infeksi, mungkin ada pembengkakan dan kemerahan 
di sekitar dasar luka. Mungkin juga ada kemerahan di seluruh kaki saat 
kaki menggantung; kemerahan ini sering berubah menjadi warna putih-
pucat / kuning ketika kaki terangkat. Luka  arterial biasanya sangat nyeri  
terutama pada malam hari. Klien secara naluriah akan  menggantung 
kakinya di sisi tempat tidur untuk menghilangkan rasa sakit. Luka dapat  
berwarna kuning, coklat, abu-abu atau hitam dan biasanya tidak 
berdarah. Nilai ABI biasanya kurang dari 0.8   
 
Gambar 13 Luka kaki diabetik tipe arterial 
 
Manajemen Perawatan:  
a. Perlakuanya dengan perawatan luka yang kering, perlakuan moist 
bila  sudah ada  tanda -tanda vaskularisasi yang membaik, 
tepi luka berbatas tegas dan ada kontraksi luka, denyut nadi jelas 
dan kuat, suhu kulit membaik, dan tidak pucat. 
b. Pemilihan dressing disesuikan dengan wound bed dengan dressing 
yang tidak membuat basah bila  vaskularisasinya belum baik. 
c. Manajemen sistemik perlu lakukan kolaborasi untuk obat-obat 
pelancar darah dan hindari udara yang ekstrim dingin 
d. Membuat posisi kaki yang neutral atau klien akan mencari posisi 
yang nyaman, hindari posisi tinggi pada are kaki     
e. Debridemang dilakukan kalau tanda-tanda vaskularisasi membaik 
f. Menjaga luka dari infeksi    
g. Hindari terafi kompresi  
 
4. Luka diabetik yang mengalami  luka venous  
Luka venous adalah luka  yang diakibatkan oleh inkompetensi atau tidak 
tepat fungsi  pada sistem katup vena di kaki. Luka venous memiliki ciri 
yang sangat khas : Edema yang kuat, deposit hemosiderin (pigmentasi 
coklat kemerahan), lipodermatosclerosis (adalah kondisi peradangan 
kronis yang ditandai dengan fibrosis subkutan dan pengerasan kulit pada 
tungkai bawah). Vena superfisial melebar dan dapat berliku, dapat 
teraba hangat, atrophie blanche (tampak warna putih dan keras) ,Eksim, 
dan tepi luka tampak edema.  
 
Gambar 14 Luka kaki diabetik tipe venous 
 
Gambar 15 Lokasi yang sering terjadi pada luka venous, arterial dan neurapati   
 
 
 
Manajemen Perawatan: 
a. Luka venous untuk dapat sembuh dengn dilakukan terapi kompresi . 
Terafi kompresi dapat memakai  elastis verband yang regangan 
panjang dan atau stoking. Terafi kompresi mulai dari bagian distal 
hingga proksimal sampai ke lutut. Pada level basic terafi kompresi 
dapat dilakukan dengan metode sirkular dan atau spica. Terapi 
kompresi dilakukan pada saat pagi dan dibuka  menjalang mau tidur.   
b. Lakukan pengangkatan kaki atau posisi kaki ditinggikan lebih kurang 
30 derajat. 
c. Hindari duduk dan berdiri yang terlalu lama 
d. Perawatan luka dalam pemilihan dressing sesuaikan dengan kondisi 
wound bed, perlakuannya pada luka venous adalah moist.   
 
Gambar 16 terapi kompresi pada luka vena 
 
Luka diabetik dengan  mix (campuran) : venous/arterial 
Pada penderita diabetes dapat juga mengalami luka mix yaitu mix 
venous /arterial dan atau mix arterial venous. Penentuan luka mix yang 
tejadi pada diabetes adalah pada nilai ABI berkisar 0.6 sampai dengan 
0.8. Perawatan pada luka mix ini dapat dilakukan terafi kompresi akan 
tetapi dalam kompresi ringan. Sedangkan untuk perawatan luka 
berdasarkan pada penilaian dasar luka dengan tetap memperlakukan 
kondisi moist.     
 
5. Luka diabetik  dengan  trauma  
Luka pada diabetik dapat terjadi karena benda asing seperti tertusuk 
duri, atau benda tajam gigitan serangga, digaruk dan ataupun stress fisik 
dan lainnya yang menimbulkan trauma ataupun perlukaan. Luka karena 
trauma ini dapat mudah mengalami infeksi dan meluas bila  tidak 
segera ditangani dengan benar. Luka diabetik karena trauma ini dari 
pengalaman praktik dapat terjadi di pada kedua ekstremitas tangan dan 
kaki.  
Luka trauma pada klien diabetik juga dapat terjadi akibat dari kondisi fisik 
yang mengalami edema pada ekstremitas seringkali pada ekstremitas 
bawah akibat gangguan pada jantung dan atau ginjal.  
 
      
Gambar 17 luka diabetik dengan etiologi karena trauma tertusuk benda tajam 
 
 
Gambar 18 Luka trauma pada diabetik akibat digigit serangga dan garukan  sekunder 
dari edema  
 
Manajemen Perawatan: 
a. Perawatan luka dengan perlakuan moist, pemilihan dressing 
disesuaikan dengan kondisi wound bed, manajemen eksudat 
dengan dressing penyerab eksudat dan dressing - dressing 
atimikrobial baik yang tradisional dan modern yang berbasis bukti.  
b. Trauma luka yang dipicu  karena gigitan serangga  dan atau 
trauma karena garukan atau yang lainnya dapat diberkan dengan 
dressing atau salep antimikrobial.  
c. Lakukan debridemang dengan memperhatikan kondisi wound bed 
dan sekitar kulit luka 
d. Kaji adanya tunel, sinus dan undermining, dapat dilakukan irigasi 
dan atau lakukan insisi ringan - hingga sedang bagi perawat tingkat 
basic dengan memperhatikan adanya nyeri dan perdarahan. 
Perdaharan pada luka diabetik pada umumnya akan mudah untuk 
koagualasi, akan tetapi tetap diperhatikan untuk tidak meneruskan 
insisi atau debridemang tajam dengan adanya perdarahan kuat dan 
nyeri. Tindakan debridemang autolisis juga dapat dilakukan dengan 
memperhatikan perluasan infeksi.          
6. Luka diabetik dengan sindrom  bula  
Diabetes bula sangat jarang tetapi sering pada  luka  diabetes mellitus. 
Sering  terjadi pada pria dewasa. Bula muncul secara spontan, biasanya 
pada dorsum dan bagian sisi kaki.  Bula dapat berkisar dari beberapa 
milimeter sampai sentimeter. Lesi sering bilateral.  Tidak ada eritema 
sekitarnya. Umumnya, bula dapat sembuh dengan sendirnya bila tidak 
terpaparkan dengan lingkungan eksternal dalam beberapa hari. Bula 
berada pada subepidermal  dan berada di zona membran basal atas 
basal lamina. Dilaporkan bahwa baik trauma maupun mekanisme imun 
memiliki peran  dalam kejadian. Penyebab manifestasi langka ini pada 
diabetes tidak diketahui secara pasti. Luka pada klien yang terjadi 
dengan munculnya bula dapat mengalami  infeksi meluas kalau tidak 
segera ditangani dengan benar.    
 
Gambar 19 Luka kaki diabetik tipe bulae 

Manajemen Perawatan:  
a. Lakukan tindakan debris pada bula. Pada kondisi adanya bula dan 
setelah dilakukan debris  dapat  memakai  dressing seperti 
acticoat, hydrofiber, salep dermozone dan lainnya sesuai dengan 
kondisi wound bed dan berbasis bukti.    
b. Pada kondisi bula yang luas dan infeksi dapat dilakukan tindakan 
debridemang  seperti pada luka infeksi diabetik karena trauma. 
c. Apabila tidak ada perubahan dalam beberapa setlah setelah 
dilakukan intervensi segera konsulkan dengan perawat tingkat lanjut 
dan atau mahir dan atau ke spesialis bedah vaskuler. 
  
7. Luka diabetik yang furuncle (abses) 
Pada pengalaman praktik sering ditemukan klien diabetes dengan  kadar 
gula darah yang tinggi akan mengalami perlukaan kulit yaitu furuncle. 
Furuncle ini adalah abses kulit terjadi ketika nanah mengumpul di folikel 
rambut, jaringan kulit, atau di bawah kulit akibat infeksi bakteri 
stapiloccocus aureus. Furunkel juga dikenal sebagai bisul, adalah infeksi 
menyakitkan yang terbentuk di sekitar folikel rambut dan mengandung 
nanah. Furunkel dimulai sebagai benjolan merah, dan terdernes dan 
atau eritema/kemarahan, nyeri, benjolan dengan cepat yang berisi 
nanah, dan saat tumbuh, benjolan itu akan pecah. 
 
 
Gambar 20 Luka kaki diabetik tipe furuncle (abses) 
  
Manajemen Perawatan : 
a. Perawatan luka pada kasus furuncle pada umumnya akan 
mengalami lisis secara alami, dan untuk perawatan tergantung 
kebutuhan klien. Keluhan nyeri yang dirasakan membuat klien  
memutuskan berobat. Nyeri yang kuat dapat diberikan  analgetik 
dan luka dibiarkan hingga mengalami lisis. Setelah mengalami  lisis 
dapat dilakukan debridemang baik autolitik maupun dengan benda 
tajam.  
b. Manajemen eksudat pada luka tipe furuncle dengan dressing yang 
penyerapan kuat.  
c. Pemberian antibiotik ringan  dapat diberikan kalau ada tanda-tanda 
infeksi sistemik. Masih ada  kontroversi pemberian antibiotik, 
yaitu ada yang memberikan antibiotik dan ada juga yang tidak. 
Dalam hal ini kondisi imunitas klien dan dan sirkulasi perlu 
mendapat perhatian.        
d. Dressing yang diberikan adalah yang dapat membuat moist dan 
menyerap eksudat baik yang tradisional maupun dengan dressing 
modern.      
  
Pemeriksan Diagnostik  Ekstremitas Bawah dan Luka 
Luka pada bagian ekstremitas bawah dapat dibedakan beberapa jenis 
luka yang mencakup luka diabetik, luka arterial dan luka vena atau 
gabungan vena dan arterial dan lainnya. Sebelum mempelajari 
bagaimana penanganan luka diabetic terlebih dahulu penting 
mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien  yang mengalami luka 
ekstremitas bawah. 
Riwayat kesehatan dan penyakit 
Untuk menentukan penyebab dari setiap luka tungkai, pemeriksaan fisik 
lengkap merupakan  keharusan untuk menilai  secara akurat  kondisi 
klien. Setiap kondisi komorbiditas yang dapat berkontribusi terhadap 
perkembangan luka , seperti diabetes mellitus, penyakit autoimun,  
penyakit pembuluh darah perifer, aterosklerosis, inflamasi penyakit usus, 
dan penyakit jaringan ikat, dan lainnya harus dievaluasi. Setiap riwayat  
dengan deep vein thrombosis (DVT), post operasi yang baru, tirah baring 
lama, kehamilan, beberapa aborsi spontan atau penyebab genetik (faktor 
V Leiden, mutasi antitrombin, defisiensi protein S, protein C defisiensi, 
mutasi protrombin) mungkin cenderaung  suatu prothrombotic dan 
adanya penyakit vena. Klien  dengan luka vena pada pemeriksaan fisik 
menggambarkan sensasi berat ketika mereka berdiri, dan akan merasa  
lega ketika kaki ditinggikan. Riwayat perokok berat dan peminum dapat 
berkontribusi pada penyakit pembuluh darah dan  ulserasi kaki. Perlu 
dikaji  tentang situasi sosial dan pekerjaan klien , misalnya;  klien  yang 
berdiri selama bekerja sepanjang hari dan  dapat memperburuk penyakit. 
Pemahaman tentang riwayat  klien dengan luka  vena dan arteri tanda 
dan gejala dan pertimbangan bentuk tubuh (terutama gemuk dan tinggi ) 
akan memengaruhi rejimen pengobatan luka di kaki. Luka neurotrophic 
pada diabetes  dengan adanya  mati rasa, parestesia, rasa terbakar, 
atau hilangnya sensasi di kaki. Kontrol diabetes yang buruk  tidak hanya 
memicu  neuropati tetapi meningkatkan risiko infeksi kaki dan 
mengganggu penyembuhan luka.  Jadi adalah penting  mengenal luka 
yang terjadi pada bagian ekstremitas bawah dan perlu diidentifikasi 
riwayat penyakit klien  dan trauma. Hal ini akan mendukung ke arah 
diagnosa luka. Yang penting dikaji adalah faktor risiko penyakit vaskular 
perifer yang mencakup; penyakit jantung, stroke, hipertensi, 
hiperlipidemia, diabetes, trauma (tipe trauma), imobilisasi, faktor 
kehamilan, kegemukan dan riwayat merokok. 
 
Pemeriksaan Tungkai  
Pemeriksaan klinis lengkap dari ekstremitas bawah harus mencakup 
palpasi nadi  dan mencari tanda-tanda hipertensi vena. Tanda-tanda ini 
termasuk menonjol pembuluh darah di ekstremitas bawah, varises, dan 
pigmentasi kulit di kaki bagian bawah. Mobilitas juga harus dikaji karena 
 
klien  dengan mobilitas terbatas dapat berkembang terjadi  luka  di 
daerah gaiter (lihat gambar area gaiter) karena hipertensi vena akibat 
fungsi pompa katup di betis  yang tidak memadai. Penilaian ekstremitas 
bawah  termasuk pergelangan kaki dan lingkar betis kedua kaki 
mengidentifikasi keberadaan dan tingkat keparahan edema. Bentuk kaki, 
terutama perubahan vena, juga dapat membantu dalam diagnosis. 
Pergerakan dan rentang gerak pada pergelangan kaki / lutut / pinggul 
juga harus dinilai untuk membedakan antara nyeri dari peradangan dan 
rasa sakit dari insufisiensi arteri. 
 
Penilaian kulit 
Penilaian kulit pada beberapa kasus adalah mengidentifikasi dasar 
patologi. Penyakit vena mungkin ada dengan beberapa klien yang kulitya  
tampak berotot, hemosiderin (protein darah yang terbentuk ketika sel-sel 
darah merah rusak; akan tampak kulit seperti bintik-bintik hitan 
kecoklatan), lipodermatosclerosis, retikuler atau varises, atrofi blanche 
(warna putih dan keras), dan stasis eksim. Ketika mengevaluasi luka 
kaki, meskipun kita hanya  fokus pada  luka , penting untuk 
mengevaluasi jaringan di sekitarnya. Pada luka vena, sekitarnya kulit 
mungkin eritematosa, luka tidak beraturan ,  berbatas tegas, pruritus, 
krusta, tepi luka tapak sedikit edama, eksudat rinagan hingga sedang , 
dan adanya  bahan fibrin pada dasar  luka  dengan  jaringan granulasi 
yang baik.  
Di sisi lain, klien  dengan penyakit arteri memiliki perubahan trofik 
iskemia kronis, kulit pucat dan sering tidak ada rambut  pada kaki dan 
area jari-jari kaki, teraba dingin, kulit mengkilap dengan kuku yang 
menebal  dan perubahan struktur kaki. Ulkus Arteri memiliki ciri tepi luka 
yang tidak jelas  dan jaringan dasar luka dan atau granulasi buruk,  
sering lebih dalam, dengan dasar luka  juga bisa nekrotik. Luka  ini 
mungkin melibatkan struktur seperti otot, tendon, dan tulang di dasar.   
Penilaian  dependen rubor adalah warna kemerahan  yang terlihat ketika 
kaki dalam posisi tergantung.  (dependen: posisi bergantung, rubor; 
warna kemearahan).  Penyebab yang mendasarinya adalah penyakit 
arteri perifer (PAD), sehingga ekstremitas terasa dingin saat disentuh. 
Untuk menguji rubor dependen, posisikan pasien telentang dan angkat 
kaki 40 - 60 derajat selama 1 menit; lalu periksa warna kulit. Pada orang 
normal warna tidak akan berubah. Pada PAD memicu  perubahan 
warna  dari merah muda menjadi pucat pada orang berkulit putih dan 
menjadi abu-abu atau pucat pada orang berkulit gelap. Pucat dalam 25 
detik dari ketinggian kaki menunjukkan penyakit oklusif parah yang 
memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk revaskularisasi, pucat kisaran 25 
– 40 detik  gangguan oklusif moderat, sedangkan pucat dalam  40 – 60 
detik  adalah penyakit oklusif ringan.    
 
Gambar 21 Luka kaki diabetik dengan komplikasi PAD akibat oklusi 
 
Luka neurotropik (PVD, Neuropati Perifer dan infeksi) kemungkinan 
besar dari diabetes, adanya  sinus yang mendalam,  mulai dari area   
parsial dan dalam  sampai parah, melibatkan tendon, fasia, kapsul sendi, 
dan ataupun tulang. 
Penilaian luka  
Lokasi luka di kaki adalah komponen kunci dari setiap pemeriksaan fisik. 
Luka  kaki vena biasanya terjadi di area gaiter  kaki bagian bawah (lihat 
gambar lokasi luka venous), paling sering medial, dan lukanya dangkal. 
Dasar luka biasanya jaringan granulasi merah dengan eksudat ringan 
sampai  sedang. Tingkat eksudat bervariasi tergantung pada ukuran 
luka, adanya edema kaki, rejimen kompresi yang dipakai  saat ini, dan 
ada tidaknya infeksi. Beberapa klien  obesitas mungkin  ada  bersamaan 
dengan  lymphedema dan  akan menambah masalah edema dan 
eksudat.  
Luka  arteri bisa terjadi di mana saja pada tungkai bawah dan mungkin 
muncul di wilayah gaiter , jari-jari kaki, samping kaki. Pada  luka arteri / 
iskemik dapat terjadi pada area tonjolan tulang dan memiliki riwayat 
tekanan yang berhubungan dengan penyebabnya. Tampak luka  adanya 
slaf, jaringan tidak sehat di dasar luka dan rendahnya tingkat eksudat 
luka.  
Pada klien  dengan luka  telapak kaki,  harus diperiksa untuk tanda-
tanda infeksi  yang luas, termasuk nyeri proksimal dan penampilan 
nanah. Pada luka dengan adanya kalus/kapalan atau hyperkeratosis  
adalah khas dari luka neuropatik (lihat gambar luka neuropati), dan 
pembentukan jalur sinus yang harus dieksplorasi. luka neuropatik terjadi 
pada telapak kaki di area   metatarsal, di daerah dengan tekanan yang 
paling dominan pada area ini. Hal ini  lebih umum pada klien 
diabetes. Pengkajian dengan lihat karakteristik luka seperti pada 
bahasan sebelumnya. 
Tingkat ketidaknyamanan atau nyeri dapat memberikan petunjuk untuk 
kondisi yang mendasarinya. luka arteri sangat menyakitkan di malam 
hari, bisa menjadi parah, dan rasa nyeri hilang dengan posisi kaki 
menggantung  dan diperparah degan  posisi kaki bila ditinggikan. luka 
vena yang agak menyakitkan dan klien akan  merasa  lega dengan 
posisi kaki ditinggikan, dan sering mendapatkan bantuan dari pijitan yang 
lembut di kulit sekitarnya.  
Setiap luka  mencurigakan harus dibiopsi untuk menyingkirkan 
keganasan. Luka  dengan  perbatas, peradangan, dan rasa sakit yang 
hebat mungkin terkait dengan masalah vaskulitis atau jaringan ikat yang 
mendasari gangguan. Kaji  adanya  peningkatan dalam ukuran luka, 
nyeri yang  parah, dan jaringan nekrotik di dasar luka. Lesi yang ada  
dengan  bula atau melepuh seperti pemfigoid bulosa berkaitan dengan 
suatu kondisi autoimun yang perlu dibedakan dengan masalah vaskular. 
Tampilan luka dapat memperhatikan pada tiga bagian: dasar luka atau 
bagian tengah luka, pinggir atau tepi luka dan sekitar sekeliling kulit luka.  
Pada dasar luka yang akan kita perhatikan adalah : granulasi ( warna 
normal adalah  merah, warna abnormal  merah terang, mudah rapuh, 
pucat atau ada trauma akibat penekanan, warna kecoklatan dan atau 
kehitaman; bentuk  granulasi yang normal adalah bergranular, bentuk 
yang tidak normal edema, tidak bergranular atau datar, hipergranulasi,  
stagnan). Nekrotik ( bentukya keras, kenyal, lembut. Kalau nekrotik 
lembut disebut dengan slaf, warna dapat kuning, putih, keabuan, hitam 
kecoklatan, warna hijau kalau terkontaminasi kuman pseudomonas 
aeruginosa). Tepi luka ( tepi luka yang tidak jelas atau undefined, tidak 
nyatu dengan dasar luka, adanya red ring, epibole, rolled/menggulung, 
tunnel, undermining, saluran atau sinus, maserasi, hiperkeratosis, krusta,  
perhatikan ada tidaknya  kontraksi luka); sekitar kulit luka ( perhatikan 
adanya pustula, lesi /iritasi, maserasi, warna kebiruan, hiperpigmentasi, 
dan eritema).             
 
Pemeriksaan fisik kaki 
a. Pemeriksaan  sensasi atau sensori 
Pemeriksaan sensasi ini dapat memakai  kapas, garputala dan 
monofilament test. Pemeriksaan dengan memakai  monofilament ini 
adalah untuk mengevaluasi  sensasi tekanan  pada kaki yang sering 
dilakukan pada klien  dengan diabetik. Apabila klien  dilakukan 
pemeriksaan dan ternyata klien  tidak dapat merasakan sensasi maka 
berisiko untuk luka neuropati.  
 
 
 

 
Gambar 22 Monofilamen 
 
 
 
  
Gambar 23 lokasi tempat pemeriksaan dengan monofilament (yang dilingkari) ada 10  
titik, dan pemeriksaan pinprik. 
 
b. Pemeriksaan sirkulasi 
Pemeriksaan sirkulasi dapat dilakukan dengan palpasi nadi area dorsal 
pedis, popliteal, femoral dan posterior/anterior tibia. Melakukan palpasi 
nadi ini dapat ditentukan dengan derajat nadi sebagai berikut. 
0 = tidak teraba nadinya 
1 = dapat dirasakan hanya sedikit saja 
2 = dapat dirasakan tapi sedikit lemah 
3 = nadi normal (mudah didapat) 
4 = tekanannya terlalu kuat, anurisma 
 
      
Gambar 24 Perabaan Arteri Dorsalis Pedis (a) dan Arteri Tibialis Posterior (b) 
 
Pemeriksaan klinis dari ekstremitas bawah harus dikombinasikan 
dengan penilaian non-invasif atau invasif sirkulasi untuk memperkuat 
kesan klinis. Juga tes diagnostik harus dilakukan sesuai indikasi 
berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik 
 
Pengukuran ABI (Ankle Brhacial Index) 
Pengujian ABI sangat penting untuk mendiagnosis luka iskemik, arterial 
venous dan luka mix. Pemeriksaan ini adalah   penentuan tekanan darah 
yang memakai  manset sphygmomanometer dan Doppler genggam, 
yang  idealnya pemeriksaan harus diukur setelah istirahat 10 menit.  
Nilai ABI  di bawah 0,9 telah diterima secara luas sebagai bukti penyakit 
arteri perifer oklusif.  ABI bisa menjadi tidak akurat atau valid karena 
arteri mengalami  kalsifikasi biasanya terlihat pada klien  dengan 
diabetes. Tes ABI dapat dilakukan sebelum dan sesudah latihan untuk 
menentukan  ringan aterosklerosis arteri perifer yang disajikan dengan 
nilai normal saat istirahat. Cara pengukurannya pertama-tama adalah 
mengukur tekanan darah pada daerah brakial dengan tensimeter dan 
catat tekanan yang tertinggi atau sistole. Kemudian ukur tekanan darah 
daerah pergelangan kaki (ankle) dengan memakai  Doppler. 
 
 
Rumus perhitungan ABI : 
 
       Tekanan tertinggi pada pergelangan kaki (ankle) 
ABI = ------------------------------------------------------------------- 
Tekanan tertinggi pada brakial 
 
Contoh: tekanan pada pergelangan kaki (ankle) dengan Doppler 
didapatkan 132 mmHg, dan tekanan pada daerah brakial didapatkan 120 
mmHg. 
Jadi ABI klien  adalah 132/120 = 1.1 
Kategori Hasil Nilai ABI 
 
Gambar 25 Kategori nilai ABI 
 
Melakukan pemeriksaan tekanan arteri dengan memakai  Doppler 
Persiapan alat; 
 Doppler 
 Tensimeter 
 Jeli ultrasound  
 Kasa atau tisu 
 Bengkok 
 Spigmomanometer 
 
Mengukur tekanan ABI dapat mulai dari bagian brakilais dahulu atau 
sebaliknya bagian kaki dan atau dorsal pedis 
 
Prosedur ; 
1. Debridemang dalam posisi tidur terlentang atau datar 
2.  Pasang manset spigmomanometer pada area brakialis dengan tepat,   
 
 
Gambar 26 Pemasangan manset 
 
4. Raba denyut nadi area brakialis, bila  sudah terba dan pasang 
probe doppler di area brakialis kemudian  pompa manset 
spimomanometer  hingga tidak terdengar lagi. Apabila sudah tidak 
terdengar lagi naikkan 30 mmHg, dan secara perlahan -lahan 
turunkan hingga mendapatkan bunyi yang pertama atau sistole dan 
dicatat. 
5. Pasang manset spigmomanometer pada area pergelagan  kaki  
dengan tepat, lihat gambar  
6. Raba denyut nadi dengan 2 atau 3 jari pada  area dorsal pedis atau 
bisa juga daerah tibia anterior dan posterior, lihat gambar  di atas, 
bila  sudah teraba oleskan ultrasound gel area ini  
7. Pasang probe doppler di area dorsal pedis yang diolesi gel dan 
dengar bunyi denyut,   kemudian  pompa manset spimomanometer  
hingga tidak terdengar lagi. Apabila sudah tidak terdengar lagi 
naikkan 30 mmHg, dan secara perlahan -lahan turunkan hingga 
mendapatkan bunyi yang pertama atau sistole dan dicatat. 

 
 
Gambar 27 Gambaran arteri saat pemeriksaan ABI 
 
8. Apabila sudah diapat kedua nilai sistole pada brakial dan dorsal 
pedis, kemudian menghitung tekanan ABI dengan angka sistolik 
tungkai bawah (dorsal/tibia). Caranaya nilai sistolik bagian 
angkle/tungkai bawah (dorsal pedis atau tibia) dibagi nilai sistole 
yang didapat dari brakial .    
 
Pada luka diabetik kita dapat mengidentifikasi derajat luka dengan 
memakai  skala Wagner 
Derajat Karakteristik luka  
0 Kulit utuh tanpa ada lesi terbuka 
1 Luka superficial yang melibatkan  jaringan (hanya kulit dan 
jaringan subcutaneous)  
2 Luka dengan penetrasi sampai tendon, tulang, atau kapsul 
persendian tapi kurang menampakkan abses atau osteomilitis   
3 Luka dalam dengan osteomilitis, abses atau pyoarthrosis  
4 Adanya gangrene pada jari-jari (bagian distal kaki)  
5 Adanya gangrene yang luas pada kaki  
 

Pengkajian luka dengan berdasarkan ukuran luas luka: panjang X lebar , 
derajat lapisan luka dapat juga memakai  : lapisan epidermis, dermis, 
subkutan, fascia/tendon dan tulang 
 
Pemeriksaan Penunjang  
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah laboratorium yang dapat dilakukan 
sebagai indikasi dalam memahami meningkatnya risiko untuk 
keterlambatan dalam penyembuhan luka. Beberapa hasil laboratorium 
yang penting diketahui sebagai indikasi risiko menghambat pemulihan luka 
pada  klien yang menderita luka adalah: 
1. Lekosit yang abnomral 
2. Serum tranferrin < 170 mg/dl   
3. Prealbumin < 16 mg/dl 
4. Serum albumin < 3.5 mg/dl 
5. Hemoglobin < 12 g/dl 
6. Hematocrit < 33% 
7. Serum cholesterol < 160 mg/dl 
8. Total lymphocyte count < 1800 /mm 
9. Serum osmolality > 295 mOsm.L 
10. Perbandingan BUN dan  Creatinine > 10:1 (dapat menandakan 
tidak menurunnya  aliran darah ke ginjal atau karena dehidrasi)   
 
Manajemen asuhan keperawatan luka diabetik  
Pengkajian  
Pemeriksaan fisik dapat melihat kembali konsep pada pemeriksaan 
diagostik pada ektremitas bawah yang sudah dibahas sebelumnya, 
untuk menlengkapi data-data dalam merumkan masalah keperawatan. 
Pemeriksaan dari kaki diabetik didasarkan pada penilaian kulit, sistem 
pembuluh darah, saraf, dan muskuloskeletal. 
 
 
Pemeriksan kulit  
Pemeriksaan dermatologis termasuk inspeksi visual dari kulit kaki dan 
kaki, terutama punggung kaki, plantar, medial, lateral, dan posterior dan 
anterior , serta pemeriksaan kuku. Pengamatan lain yang perlu dicatat 
termasuk kehadiran kulit yang terkelupas, maserasi, adaya fissura kulit 
interdigital, kering, fisure, pigmentasi kulit, eksim, dermatitis, kuku yang 
menebal, kuku rapuh /pecah, adanya corn (dampak dari tekanan),  dan 
jamur.   munculnya bisul , karena dalam kondisi   kronis  rentan terhadap 
infeksi. Inspeksi visual dapat menemukan tanda-tanda neuropati otonom 
dan disfungsi motor yang mempengaruhi tampilan kulit. Klinisi  menilai 
suhu kulit dengan punggung tangan pemeriksa. Suhu kulit dapat diukur 
dengan termometer inframerah genggam pada aspek plantar kaki. Suhu 
tinggi dapat terkait dengan disfungsi sudomotor (gangguan pada kelenjar 
keringat) dan risiko lebih tinggi untuk ulserasi kaki. 
   
Gambar 28 Fissure atau retak-retak , kulit kering 
 
Status vaskular  
Orang dengan diabetes memiliki resiko tinggi terkena penyakit pembuluh 
darah perifer; oleh karena itu, palpasi denyut bilateral di pedis dorsalis, 
tibialis posterior/anterior, poplitea, dan arteri femoral dangkal, ini 
diperlukan untuk penilaian sirkulasi darah di tungkai bawah. Perfusi yang  
memadai atau tidak pada anggota tubuh, adanya penyakit pembuluh 
darah perifer, dan mungkin krusial mempengaruhi kemajuan 
penyembuhan luka. sering juga  memicu  
Sebuah metode yang relatif sederhana untuk mengkonfirmasi 
kecurigaan klinis penyakit oklusi arteri adalah dengan  mengukur 
tekanan darah sistolik beristirahat di pergelangan kaki dan lengan. 
Seperti yang diuraikan sebelumya tentang pengukuran ABI. 
 
Status neurologi  
Kehadiran neuropati diabetes dapat dilihat  dari riwayat kesehatan  dan 
pemeriksaan fisik. Gejala seperti sensasi terbakar, rasa tertusuk  jarum, 
benda tajam  atau nyeri menusuk dan kram otot, yang didistribusikan 
secara simetris di kedua tungkai  dan sering lebih buruk di malam hari, 
biasanya keluhan ini akan ada  dalam neuropati perifer.  
Pemeriksaan fisik kaki adalah menilai persepsi nyeri superfisial (tusukan 
jarum), sensasi suhu,      sensasi cahaya,  dan tekanan (memakai  
Semmes-Weinstein 5.07 monofilamen). Selain itu, klinisi  perlu  
memeriksa persepsi getaran memakai  garpu tala dan / atau 
biothesiometer. ( pada umumnya, seseorang tidak merasakan getaran 
garpu tala di jari tangan lebih dari 10 detik setelah Debridemang tidak 
dapat merasakan getaran di ibu jari kaki, beberapa klien normal 
menunjukkan perbedaan antara sensasi jari kaki dan tangan pemeriksa 
kurang dari 3 detik). Pemeriksaan sensasi posisi (proprioception) dan 
refleks tendon dalam (Achilles tendon, patella) juga penting.  
Defisit neuropatik pada kaki dapat ditentukan dengan memakai  
Skor Cacat Neuropati  (NDS), untuk menilai  ketidakmampuan untuk 
mendeteksi sensasi,  (memakai  pemeriksaan pinprick yaitu  menilai 
status sensasi dengan benda yang agak sedikit tajam), getaran 
(memakai  128-Hz garpu tala), atau sensasi perbedaan suhu 
(hangat dan dingin dengan kapas yang dibasahi), dan kehilangan atau 
pengurangan refleks Achilles (memakai  palu tendon). Pada tingkat 
dasar cukup memahami pemeriksaan memakai  monofilament test 
saja.    
Menurut American Diabetes Association, kaki yang telah kehilangan 
sensasi protektif-nya dianggap sebagai "kaki beresiko" untuk mengalami 
perlukaan. Diagnosis kaki berisiko dikonfirmasi dengan  tes monofilamen 
5.07 / 10-g, dan dapat ditambah satu dari tes berikut: uji getaran 
(memakai  128-Hz garpu tala atau biothesiometer , sensasi pinprick, 
atau refleks pergelangan kaki . 
Luka kaki diabetik didefinisikan sebagai: neuropatik dengan adanya 
neuropati diabetik perifer dan ada tidak adanya iskemia; iskemik jika 
Debridemang menunjukkan adanya penyakit arteri perifer tapi tidak ada 
neuropati perifer; dan neuropati iskemik jika  ada  neuropati dan juga 
iskemia secara bersama-sama. Terlepas dari klasifikasi ini, 
berbagai upaya telah dilakukan untuk mengkategorikan luka kaki sesuai 
dengan batas, ukuran dan kedalaman, lokasi, luka adanya infeksi, dan 
iskemia. 
 
Pemeriksaan DNS (disabiity neuropathy score)    
UJI Area Hasil Skor 
Persepsi 
ambang 
getaran 
Garpu tala 128-Hz di 
puncak jempol kaki  
 
Normal jika bisa 
membedakan getar 
dan tidak bergetar 
Normal = 0 
Abnormal = 1 
Persepsi suhu Dorsum kaki 
memakai  garpu 
tala dengan gelas es 
/ air hangat 
Normal kalau bisa 
membedakan objek 
dingin 
Normal = 0 
Abnormal = 1 
Pinprik Aplikasikan area 
proximal ke kuku jari 
kaki saja 
Normal kalau bisa 
membedakan tajam 
dan tidak tajam 
Normal = 0 
Abnormal = 1 
Refleks 
Achilles 
Tendon akiles   ada = 0 
ada dengan 
penguatan = 1 
tidak ada = 2 
Jumlah 4 komponen : 6 tidak normal , uji untuk kedua kaki adalah maksimal 8 
sampai 10. Kalau pemeriksaan mendapatkan lebih dari 6/10 maka dapat 
dikatakan gangguan komplet sensasi.     
 

Status sistem muskuloskletal  
Neuropati motorik dapat terlihat pada atrofi otot-otot kaki menjadi kecil 
yang memicu malposisi jari kaki (claw toe, hammer toe, Juga 
motor paresis dan hilangnya refleks otot. Yang terpenting, hilangnya 
refleks tendon Achilles merupakan tanda awal neuropati motorik. 
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan  gaya berjalan, kaki (kondisi 
otot dan struktur tulang, kelainan bentuk kaki seperti cakar kaki, hallux 
valgus, kaki miring dan kaki rata).  Diagnosis visual lainnya adalah 
Charcot's foot (diabetic neuronal-osteoarthropathy).  
                 
Gambar.29 Charcot, Pes clavus, Hammer Toes dan Claw Toes 
  
Manajemen Perawatan Umum 
Standar  untuk pengobatan ulkus kaki diabetik meliputi pembersihan 
luka,  Debridemang luka, manajemen infeksi, prosedur revaskularisasi 
jika diperlukan, dan off-loading dari ulkus (mengurangi tekanan-tekanan 
pada ekstremitas yang ada luka).  
Metode lain juga telah disarankan yang  bermanfaat sebagai terapi 
tambahan , seperti terapi oksigen hiperbarik, penggunaan produk 
perawatan luka canggih, dan terapi tekanan negative (NPWT/ negative 
pressure wound treatment ) .  
1. Pencucian Luka 
Tindakan pembersihan atau pencucian dalam perawatan luka 
adalah merupakan kebutuhan yang mutlak. Pembersihan luka yang 
efektif dapat mengurangi jumlah kumaan. Hal-hal yang harus 
diperhtaikan pada perawatan luka diabetik dalam pembersihan luka 
adalah:  
 
a. Hindari penggunaan pembersih kulit atau agen antiseptik (mis. 
Povidone iodine, iodophor, larutan natrium hipoklorit (Dakin), 
hidrogen peroksida, asam asetat) untuk membersihkan luka dengan 
jaringan granulasi yang sehat.  
b. Gunakan larutan garam normal, air steril atau pembersih luka non-
sitotoksik untuk membersihkan luka. 
c. Cairan yang dipakai  untuk pembersihan akan lebih baik 
dihangatkan sampai dengab suhu yang normal atau setidaknya 
suhu kamar. Bersihkan luka pada awal datang dan pada setiap ganti 
balutan 
d. Untuk mengurangi bakteri permukaan dan trauma jaringan, luka 
harus dilakukan irigasi dengan lembut dan efektif   
e. Membersihkan luka dengan memakai  sabun biore juga bisa, 
membersihkan luka mulai dari tepi pinggiran luka, kemudian tengah 
dengan khasa pembersih yang baru secara sirkular.     
f. Gunakan tekanan irigasi yang cukup untuk meningkatkan 
pembersihan luka tanpa memicu  trauma pada dasar luka. 
Tekanan irigasi luka  yang aman dan efektif berkisar antara 4 hingga 
15 p.s.i.  dapat memakai  Jarum suntik 35 ml dengan angiocath 
ukuran 19 atau jarum tumpul dan  sekali pakai.  
 
2. Membuang benda asing/jaringan mati atau Debridement 
Debridement harus dilakukan  pada  luka kronis untuk menghilangkan 
kotoran permukaan, kuman  dan jaringan nekrotik. Hal ini akan 
meningkatkan penyembuhan dengan mempromosikan produksi jaringan 
granulasi dan dapat dicapai dengan debridemang bedah , enzimatik, 
biologis, dan melalui autolisis.  
Debridement bedah, dikenal juga sebagai "metode tajam," dilakukan 
dengan memakai   pisau bedah, cepat dan efektif dalam 
menghilangkan hiperkeratosis dan jaringan mati. Perhatian khusus 
tindakan ini adalah  melindungi jaringan sehat, yang memiliki warna 
 
merah atau  merah muda (jaringan granulasi). memakai  pisau 
bedah dengan bagian ujung dan  menunjuk pada sudut 45 °, semua 
jaringan tidak sehat  harus dihapus pada dasar luka sampai perdarahan 
atau mendapatkan jaringan  sehat.   
Jika arterial dan atau  iskemia berat telah dicurigai, Debridement agresif 
harus ditunda sampai pemeriksaan vaskular telah dilakukan dan tanda-
tanda vaskularisasi membaik,  jika perlu prosedur revaskularisasi 
dilakukan oleh spesialis bedah vaskuler.  
Debridement enzimatik dapat dicapai dengan memakai  berbagai 
agen enzimatik, termasuk   gel, kolagenase, kolagen dari  papain, 
kombinasi streptokinase dan streptodornase, dan dekstran. Ini mampu 
mengangkat jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat.  
Debridement biologi telah diterapkan baru-baru ini memakai  larva 
dari  larva belatung yang steril. Larva  memiliki kemampuan untuk 
mencerna puing-puing permukaan, bakteri, dan jaringan nekrotik saja, 
meninggalkan jaringan sehat. Metode ini juga efektif dalam penghapusan 
patogen resistan terhadap obat, seperti methicillin-resistant 
Staphylococcus aureus, dari permukaan luka.  
Debridement autolytic melibatkan penggunaan dressing yang 
menciptakan lingkungan luka lembab sehingga mekanisme pertahanan 
tuan rumah (neutrofil, makrofag) dapat membersihkan benda asing. 
Autolisis ditingkatkan dengan penggunaan pembalut yang tepat, seperti 
hidrokoloid, hydrogel/hidroaktif gel, dan film dressing. Autolisis sangat 
selektif, menghindari kerusakan kulit di sekitarnya.  
Pada luka arterial dan atau iskemik dan tipe luka neuropoti harus 
memakai  dressing yang kering dan atau perlakuanya adalah kering 
bukan lembab.  
Untuk luka arterial dan atau iskemik dalam  memperlakukan lembab 
bila  sudah ada tanda-tanda vaskulasruisasi adekuat seperti; denyut 
nadi teraba, suhu kulit hangat, tidak dingin, adanya batas tegas pada tepi 
luka. Juga pada luka arterial dan atau  iskemik diabetic kontra indikasi 
dengan rendaman, elevasi kaki dan terafi kompresi.  
Debridement, terutama "metode tajam," adalah salah satu standar yang 
baik  dalam  manajemen penyembuhan luka , secara signifikan 
berkontribusi terhadap proses penyembuhan luka, termasuk ulkus 
diabetes.  
 
3. Pemilihan Balutan  
Luka  sembuh dengan  cepat dan tidak  rumit oleh infeksi karena  
lingkungan luka yang lembab. Satu-satunya pengecualian adalah 
gangren kering, di mana daerah nekrotik harus tetap kering untuk 
menghindari infeksi dan berubah menjadi  ganggren basah, luka iskemik 
dan luka neuropati. Eksudat Luka  berisi dan kaya  akan sitokin, 
trombosit, sel darah putih, faktor pertumbuhan, metalloproteinase matriks 
(MMP), dan enzim lainnya. Sebagian besar faktor-faktor ini 
meningkatkan penyembuhan melalui proliferasi  fibroblast, keratinosit, 
dan angiogenesis, sementara yang lain, seperti leukosit dan racun yang 
dihasilkan oleh bakteri akan menghambat proses penyembuhan. Selain 
itu, telah dilaporkan bahwa konsentrasi lokal dari faktor pertumbuhan 
[platelet-derived growth factor-beta (PDGF-beta), transforming growth 
factor-beta] adalah berkurang atau rendah pada klien  dengan ulkus 
kronis. Dresing  yang ideal harus bebas dari kontaminan, dapat 
membuang  eksudat yang berlebihan dan komponen beracun, menjaga 
lingkungan yang lembab  antarmuka luka, menjadi kedap 
mikroorganisme, memungkinkan pertukaran gas, dan,  harus mudah 
dihilangkan dan biaya- efektif. Berbagai dressing yang tersedia  
dimaksudkan untuk mencegah infeksi dan meningkatkan penyembuhan 
luka, dan beberapa studi mendukung efektivitas. Tentunya dressing yang 
akan dipakai  untuk perawatan luka diabetic harus berdasarkan basis 
bukti.   
Pencegahan ulkus kaki diabetik sangat penting untuk mengurangi 
morbiditas yang  tinggi dan tingkat kematian, dan bahaya amputasi. Hal 
ini penting untuk mengidentifikasi "kaki berisiko," melalui pemeriksaan 
yang cermat dan pemeriksaan fisik kaki dengan  test neuropati dan 
vaskular tes. Pemeriksaan rutin kaki, pendidikan klien, praktek higienis 
yang sederhana, penyediaan alas kaki yang tepat, dan pengobatan yang 
tepat dari luka ringan dapat mengurangi ulkus terjadinya sebesar 50% 
dan menghilangkan kebutuhan untuk amputasi mayor di tungkai 
nonischemic. Ulkus kaki diabetik harus hati-hati dievaluasi dan 
perawatan standar  benar-benar diterapkan untuk mencegah amputasi.  
Dressing yang dipakai  utuk klien diabetic harus sesuai dengan kodisi 
dasar luka. Dressing yang dapat dipakai seperti : alginate, 
aquacel/aquacel Ag, dressing silver, dressing hidrofiber, dressing 
hidropobik (seperti sorbact), gel, iodosorb, dermozone, madu murni,  dan 
lain-lainya berdasarkan basis bukti.  
Berikut beberapa pilihan dressing yang umum  dengan 
memperhtaikan kondisi luka:        
Luka dengan kondisi kering:  hidrokoloid, seperti DuoDERM atau 
IntraSite Hydrocolloid, tidak dapat ditembus oleh oksigen, uap air, dan 
bakteri; menjaga lingkungan yang lembab; dan mendukung debridemen 
autolitik.  
Luka eksudatif: Pembalutan dengan daya  serap, seperti kalsium 
alginat (misalnya, Kaltostat, Curasorb, madu murni dan lainya, ), sangat 
mudah diserap dan sesuai untuk luka eksudatif.  
Luka yang sangat eksudatif: Pembalut kasa yang diresapi (mis., 
Mesalt) atau pembalut hydrofiber (misalnya, Aquacel, Aquacel-Ag, 
dressing hydrofobik, madu murni  dan lainnya) berguna untuk luka yang 
sangat eksudatif.  
Luka yang terinfeksi: dressing  hydrofiber-perak (Aquacel-Ag) dapat 
membantu mengendalikan luka yang eksudatif dan berpotensi infeksi, 
dressing hidrofobik , madu dan lainnya.  
Luka yang ditutupi oleh eschar kering: Dalam hal ini, cukup lindungi 
luka sampai eschar mengering dan berpisah mungkin merupakan 
penanganan terbaik. Dapat memakai  salep dermozone , dan lainya.   
Luka yang berbau: dressing yang dapat dipakai  adalah dengan 
madu yang dikompreskan dengan memakai  khasa, dapat juga 
dengan metronidazole plus madu, bila  luka sudah tidak berbau lagi 
penggunaan metronidazole dihentikan.    
Area yang sulit untuk dibalut: Membalut luka dengan memakai  
dressing yang sesuai dan anatomis. Pilihan akan tergantung pada 
bentuk dan fungsi dari dressing. 
Kulit periwound yang mudah lesi: gunakan dressing yang dapat 
mengurangi atau melindungi kulit sekitar luka bisa dengan dressing 
bentuk nonadhesif berguna untuk mengamankan pembalut luka ketika 
kulit di sekitarnya mengalami lesi, gunakan stomahesive powder, salep 
dermozone, dan lainnya yang sesuai. 
 
Kontrol mikrobial  
 Sebagian besar luka kaki diabetes, umumnya ditemukan infeksi bakteri 
multipel, anaerob, dan aerob. Antibiotik diberikan dan selalu sesuai 
dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Lini pertama antibiotik 
spektrum luas, mencakup kuman gram negatif dan positif (misalnya 
sefalosporin), dikombinasi dengan obat terhadap kuman anaerob 
(misalnya metronidazole), dan lainnya.  
  
Kontrol tekanan /Mengurangi tekanan (off loading)   
Pada penderita  diabetik dengan luka di bagian plantar bila dipakai untuk 
berjalan (menahan berat badan/weight bearing), luka selalu mendapat 
tekanan, sehingga tidak akan mudah  sembuh.  Oleh karenanya 
diperlukan dukungan khusus yang dapat menyokong area luka agar 
tidak tertekan, juga menghindari deformitas pada kaki yang ada  

luka. Begitu juga  bila  pada plantar ada  lesi seperti pada kaki 
Charcot. 
    
Gambar 30 Off loading 
 
Manajemen umum luka kaki diabetik: 
--  Jangan merokok 
--  Berjalan dengan alas kaki 
--  Inspeksi sepatu sebelum dan setelah dipakai  
--  Gunakan proteksi  (sepatu kulit) dengan area khusus pada jari 
--  Cuci kaki tiap hari dengan air hangat, keringkan segera 
--  Jangan gosok kaki terlalu keras  
--  Hindari pemakaian bahan kimia atau plester yg kuat 
--  Potong kuku jari kaki rata 
--  Pengikisan kallus 
--  Beri pelembab tetapi hindari penggunaan di sela jari kaki 
--  Inspeksi kaki setiap hari  (gunakan cermin untuk area yg sulit 
terjangkau) 
--  Rasakan perubahan temperatur  
--  Hindari kontak dengan benda panas atau terlalu dingin  
--  Segera pergi ke profesional bila menemukan perubahan kulit, 
tergores, ada bulae ataupun luka. 
--  Kontrol gula darah scara teratur  
--  Kontrol tekanan darah  
--  Diit  
106 
 
                                                               
 
 
--  Aktivitas yang teratur  
--  Teratur mengecek kaki  
--  Mengenal risiko tinggi masalah pada kaki  
--  Pendidikan khusus perawatan kaki bagi diabetes  
--  Hindari suasana dingin: gunakan kaos kaki dan pakaian yang cukup  
Hangat 
--  Hindari berjalan di atas permukaan yang panas : pasir, terlalu dingin, 
dll 
--  Hindari penggosokan kaki yang terlalu kuat 
--  Hindari membawa barang yang berat  
--  Gunakan krim kulit sebagai pelembab bila kering 
--  Selalu gunakan kaos kaki saat mengenakan sepatu, dan segera 
membukanya setiap ada kesempatan     
 
RANGKUMAN 
Luka kaki diabetik adalah komplikasi yang signifikan dari diabetes 
mellitus yang dapat dipicu  oleh  neuropati, trauma, dan penyakit 
arteri perifer. Evaluasi dan kategorisasi menyeluruh dan sistematis dari 
luka kaki diabetik  membantu memandu perawatan  yang sesuai. 
Debridemen yang tajam dan penatalaksanaan infeksi serta iskemia, 
arterial  yang mendasarinya adalah penting dalam perawatan luka kaki. 
Penanganan ulkus kaki diabetik yang cepat dan agresif seringkali dapat 
mencegah eksaserbasi masalah dan menghilangkan potensi amputasi. 
Tujuan terapi harus menjadi intervensi awal untuk memungkinkan 
penyembuhan luka  dan mencegah kekambuhan. Program manajemen 
multidisiplin yang berfokus pada pencegahan, pendidikan, pemeriksaan 
kaki teratur, intervensi agresif, dan penggunaan optimal alas kaki 
terapeutik dalam mengurangi  kejadian amputasi ekstremitas bawah. 
 
 
 

Manajemen Fistula 
Pembedahan merupakan salah satu metode dalam tatanan pelayanan 
kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia 
dengan cara mendiagnosis, menginsisi atau mengangkat bahan – bahan 
yang menjadi gangguan di dalam tubuh manusia. Namun demikian, 
pembedahan yang dilakukan tidak sedikit yang diikuti dengan kebococan 
sambungan suture pada garis operasi ini. Walaupun angka 
kebocoran/kegagalan penyembuhan primeryang memicu  luka 
dehiscence kemudian diikuti fistula tidak banyak namun karena 
penanganan yang kurang tepat dapat menimbulkan kematian yang 
biasanya dipicu  oleh karena keadaan sepsis, malnutrisi, 
hipovolemik dan lainnya.  
Berdasarkan data statistic angka kasus fistula 75% - 85% terjadi akibat 
paska operasi, dengan angka mortalitasnya 6 – 20 % dan penyebab 
terbesarnya akibat sepsis walaupun sudah ditreatment dengan antibiotic. 
OLeh karenanya perawatan fistula haruslah dikelola dengan baik dan 
benar melalui perawatan yang memakai  prinsip-prinsip manajemen 
perawatan fistula. 
 
 
 
Definisi 
Terminologi fistula terkadang menjadi samar dengan istilah sinus, hal ini 
dipicu  karena memiliki kesamaan berupa sama-sama 
mengeluarkan cairan/eksresi. Sehingga terminologinya dapat di 
pisahkan sebagai berikut : 
Fistula adalah sebuah hubungan yang abnormal  antara dua atau lebih 
struktur organ dengan organ lain atau kulit. Saluran ini 
dihubungkan oleh satu permukaan epitel. (Westaby, 1985 dalam 
Carville, 2007) 
Sinus adalah saluran yang menghubungkan antara epidermis dan 
lapisan subcutan dan biasanya ada  rongga. Atau dapat didefinisikan 
sebagai rongga di bawah kulit dan berisi cairan. 
 
Klasifikasi 
Klasifikasi fistula dapat di bagi berdasarkan kompleksitasnya yaitu : 
Simple 
1. Pendek, traktus langsung 
2. Tidak ada abses 
3. Tidak ada organ lain yang terganggu 
Kompleks 
1. Tipe I : ada  abses dengan multiple organ 
2. Tipe II : luka terbuka yang luas 
 
Berdasarkan tempatnya dibagi menjadi : 
1. Internal  : hubungan dua organ internal, misalnya colovesical fistula 
(bladder dan colon terhubung) 
2. Eksternal : hubungan struktur dalam dengan kulit, misalnya 
enterocutaneus fistula 
 
 
 
Penamaan atau nomenclature fistula 
No Asal Tempat 
Keluar  
Nama Golongan 
1 Pancreas Colon Pancreatico-colonic Internal 
2 Jejunum Rectum Jejunorectal Internal 
3 Intestine Skin Enterocutaneus Eksternal 
4 Intestine Colon Enterocolonic Internal 
5 Intestine Bladder Intravesical Internal 
6 Intestine Vagina Enterovaginal Internal 
7 Colon Skin Colocutaneus Eksternal 
8 Colon Colon Colocolonic Internal 
9 Colon Bladder Colovesical Internal 
10 Rectum Vagina Rectovaginal Internal 
11 Bladder Skin Vesicocutaneus External 
12 Bladder Vagina Vesicovaginal Internal 
 
Penyebab 
Fistula dapat terjadi karena pembentukan abnormal congenital atau hasil 
obstruksi, penyakit, trauma, radioteraphy, komplikasi pembedahan. 
Selain itu ada  factor resiko yang dapat memperberat fistula antara 
lain ; malnutrisi, sepsis, hipotensi, terapy vasopresor, steroid, kesulitan 
tekhnik anastomosis dan penyakit seperti kankes diverticulitis. 
 
 
Manifestasi 
1. Keluar Gas 
2. Feses 
3. Material yang purulent 
4. Urine dalam vagina 
5. Diarea recto vagina 

Medikal Manajemen Fistula 
Konservatif/Tanpa Pembedahan 
1. Keseimbangan cairan dan elektrolit 
2. Kontrol infeksi 
3. Kontrol fistula output dan proteksi kulit 
4. Support nutrisi 
5. Identifikasi saluran fistula 
6. Pemeriksaan diagnostic (radiologi, fistulografi) 
 
Pembedahan 
Kondisi yang harus segera dilakukan operasi : 
1. Sepsis 
2. Perdarahan yang tidak dapat di control 
3. Nekrosis jaringan usus/saluran pencernaan 
4. Evisceration 
 
Manajemen Keperawatan  
Tujuan Keperawatan : 
1. Melindungi kulit sekitar fistula 
2. Mengontrol bau 
3. Menampun output 
4. Memberi kenyamanan klien 
5. Memfasilitasi mobilitasi klien 
6. Mempermudah perawatan (efektif, efisien) 
7. Cost efektif 
 
Pengkajian 
--  Identifikasi tipe fistula 
--  Sumber (usus halus, kolon, vesica urinaria, lambung dll) 
--  Insfeksi karakteristik keluaran ( volume, konsistensi, warna, 
komposisi, bau) 

Volume keluaran di bagi menjadi : 
--  High output : 500 cc atau lebih per 24 jam 
--  Low output : < 500 cc per 24 jam 
Jumlah sekresi cairan pada saluran gastrointestinal per 24 jam 
(Mattson Port, 1986) 
--  Salivary : 1200 ml 
--  Gastric : 2000 ml 
--  Pancreatic : 1200 ml 
--  Biliary : 700 ml 
--  Intestinal : 2000 ml 
Total : 7000 ml 
 
--  Topografi dan ukuran (lokasi, luas, kedalaman, jumlah lubang,  otot 
sekitar fistula) 
--  Integritas kulit sekitar fistula (utuh, maserasi, infeksi) 
 
 
Intervensi/Manajemen Fistula 
1. Mensupport kenyamanan klien 
--  Menampung keluaran 
--  Menjaga/melindungi daerah sekitar fistula 
--  Mengurangi/menghilangkan bau 
--  Tindakan yang dapat dilakukan tergantung output, bau, diameter 
lubang yaitu dengan cara:  
--  Penggunaan kantong (kantong stoma, wound drain bag,  
urostomy bag, fistula bag, parcel dressing) 
--  Memberi balutan/dressing (ditutup kassa, foam dll) 
--  Suction 
2. Mengganti cairan dan elektrolit 
--  Identifikasi anatomy fistula 
--  Kaji tipe dan jumlah cairan dan aliran 
--  Hitung balance cairan dan cek elektrolit secara regular 
Penggantian cairan dapat secara oral atau parenteral tergantung 
tipe fistula. Pada klien gastro intestinal fistula memerlukan jejunum 
refeeding. 
3. Nutrisi tambahan 
Nutrisi yang baik akan mengoptimalkan penyembuhan. Malnutrisi 
yang terjadi akibat 
--  Mis informasi tentang pentingnya nutrisi pada klien dengan fistula 
--  Malabsorpsi karena penyakitnya (gangguan absopsi usus) 
--  Peningkatan metabolisme akibat pembedahan, penyakit dan 
demam 
--  Peningkatan kehilangan nutrisi yg keluar melalui fistula, luka 
terbuka, luka bakar 
--  Penggunaan obat yang lama, dapat mempengaruhi selera 
makan, absorbs, metabolism 
4. Mempertahankan integritas kulit 
5. Menampung eksudat dan bau 
6. Cegah dari Infeksi 
 
Evaluasi 
--  Evaluasi dilakukan berdasarkan tujuan 
--  Bila tindakan sebelumnya belum efektif dapat dilakukan modifikasi 
dengan penggantian kantong ataupun tekhnik yang lain 
 
MATERI TANAMAN OBAT UNTUK PERAWATAN LUKA 
Alam telah menjadi sumber pengobatan untuk pengobatan ribuan 
tahun, dan sistem nabati terus berlanjut memainkan peran penting dalam 
perawatan kesehatan primer dari 80% negara terbelakang dan 
berkembang di dunia. Banyak tumbuhan dan ekstraknya telah dipakai  
secara tradisional karena potensinya yang besar untuk pengelolaan dan 
pengobatan luka. Agen alami memicu  penyembuhan dan 
regenerasi jaringan melalui beberapa mekanisme. Agen  ini 
disebut phytomedicines, dan kebanyakan memicu  efek samping 
minimal yang tidak diinginkan.  
 
Indonesia merupakan negara terkaya kedua akan kekayaan hayati. 
Terdapat lebih dari 30 ribu spesies tanaman obat yang berpotensi 
menjadi topikal terapi untuk luka. Pada modul ini akan di uraikan 
sebagian kecil herbal yang dapat dipakai  untuk perawatan luka. 
 
A. LIDAH BUAYA 
Lidah buaya atau Aloe vera Linn , Aloa barbadensis Mil dan Aloe 
vulgaris Lamk merupakanan yang memiliki ciri berbatang pendek, batang 
tidak kelihatan karena tertutu oleh daun-daun yang rapat dan sebagian 
terbenan dalam tanah. Dalam batang ada  tunas-tunas yang 
kemudian akan menjadi anakan(bibit). Lidah buaya yang bertangkai 
panjang juga muncul dari batang melalui celah-celah ketiak daun. Bentuk 
daun seperti pita dengan helaian yang memanjang, berdaging tebal, 
tidak bertulang, berwarna hijau keabuan, bersifat kandungan air yang 
banyak dan getah atau lendir/gel yang berwarna kuning. Ujung 
meruncing, permukaan daun dilapisi lilin dengan lemas ditepinya dan 
panjang mencapai 50-75  cm dengan berat 0,5-1 Kg. Daun melingkar 
rapat di sekeliling batang. Bunga berwarna kuning atau kemerahan 
berupa  pipa yang mengumpul keluar dari ketiak daun, berukuran kecil 
 
tersusun dalam rangkaian berbentuk tandan dengan panjang sampai 1 
meter. Akar serabut yang pendek berada di permukaan 
tanah
 
 
Kandungan senyawa aktif dari lidah buaya berupa mannans acetate, 
polymannans, antrakuinon, lektin, saponin dan antrakuinon yang mana 
senyawa terakhir ini memiliki manfaat mencegah perkembangan 
bakteri, menghambat perkembangan jamur dan virus yang dapat 
mencegah terjadinya infeksi pada luka. Gel  yang dikeluarkan bersifat 
antiinflamasi dan meningkatkan sirkulasi darah.  Kandungan lidah buaya 
dapat merangsang pembentukan kolagen sehingga proses 
penyembuhan luka dapat dipercepat. 
 
Indikasi lidah buaya pada luka bakar/melepuh akibat air panas, luka 
lecet, luka akibat benda  tajam  luka bisul/furunkel dan luka kronis ,
 
Gambar  31   Lidah Buaya 
 
 
                                                               
 
 
Cara penggunaan lidah buaya adalah dengan mengambil satu daun 
lidah buaya dan dipotong menjadi  dua bagian untuk mendapatkan 
cairan atau gel, oleskan pada luka sebanyak dua kali sehari pagi dan 
sore sampai luka sembuh 
 
B. BINAHONG 
Binahong atau (Anredera  Cordi- cofolia  (Ten)  Steenis) bercirikan 
tumbuh menjalar dapat hidup pada dataran rendah dan tinggi mudah di 
dapat di alam bebas
 
Hasil uji kualitatif fitokimia ekstrak daun binahong memiliki zat 
antimikroba, anti septik, antibakteri seperti flavanoid, saponin, alkaloid, 
terpenoid, tanin  dan minyak atsiri dimana semua kandungan ini 
dapat membantu dalam proses penyembuhan luka, khususnya 
kandungan saponin yang meningkatkan pembentukan kolagen I dan 
antibakteri  Binahong 
bersifat antiinflamasi dapat dipakai  untuk mengkompres luka. Bersifat 
antiseptik sehingga dapat menghambat terjadinya infeksi dan 
mempercepat penyembuhan luka 
Gambar 32 Binahong 
 
 
Cara penggunaannya adalah ambil daun binahong lalu haluskan dengan 
di tumbuk dan setelah luka dicuci dengan air masak mengalir kemudian 
tempelkan tumbukan binahong pada luka. Gunakan kassa untuk 
merekatkan tumbukan binahong pada bagian luka. 
 
C. SIRIH 
Sirih merupakan jenis tanaman herbal yang mudah sekali tumbuh 
di wilayah tropis. Memiliki ciri menjalar , batang berwarna coklat 
kehijauan, batang berbentuk bulat, beruas dan biasanya keluar akar. 
Daun yang tunggal berbentuk jantung. Ujung daun berbentuk runcing. 
Daun tumbuh berselang-seling dan daunnya bertangkai. Sirih 
merupakan jenis tanaman yang merambat dengan ketingian/panjang 
sulur bisa mencapai 15 meter.Tanaman sirih ada dua jenis yaitu sirih 
hijau, dan sirih merah. Berikut ini adalah ciri ciri tanaman daun sirih yang 
berjenis hijau : Ciri yang kuat adalah akan mengeluarkan aroma yang 
sedap bila diremas. 
 
Akar tanaman sirih tergolong dalam akar tunggang, berbentuk bulat dan 
berwarna coklat kekuningan 
 
Gambar 33 Sirih hijau (a) dan merah (b) 
 
 
                                                             
Kandungan berupa Flavonoid merusak integritas ekstraseluler bakteri.  
Tanin menghacurkan membran sel  bakteri.  Alkaloid mampu 
menghambat peptida glican sehingga sel bakteri tidak berkembang 
sempurna . Sirih mengurangi odor pada luka diabetic ,Pencucian luka teknik irigasi dan swab 
memakai  sirih 20%  efektif menurunkan angka total bakteri isolat 
ulkus diabetikum pada tikus putih yang diinduksi aloksan Kombinasi irigasi NaCl 0,9% dan infusa sirih merah 40% pada 
ulkus diabetikum terbukti lebih efektif dalam proses penyembuhan luka 
diabetik. Ekstrak etanol sirih merah memiliki daya hambat 
terhadap pertumbuhan staphylococcus aureus pada konsentrasi 10%, 
20%, 40%,80 %, 100%
Daun sirih hijau mengandung air (85-90%), protein (3-3.5%), karbohidrat 
(0.5-6.1%), mineral (2.3-3.3%), lemak (0.4-1%), serat (2.3%), minyak 
esensial (0.08-0.2%), tanin (0.1-1.3%), alakaloid (arakene), vitamin C 
(0.005-0.01%), nikotinik (0.63-0.89 mg/100gms), vitamin-A (1.9-2.9 
mg/100gms),Thiamine (10-70μg/100gms), riboflavin (1.9-30μg/100gms), 
kalsium (0.2-0.5%), iron (0.005-0.007), Iodine (3.4μg/100gms), 
Phosphorus (0.05-0.6%), Potassium (1.1-4.6%)
 
Manfaat sirih sebagai bahan pencucian luka kandungan kimia 
diantaranya elektrolyzed strong water acid memiliki efek bakterisid dan 
efektif menurunkan kolonisasi bakteri. Superoxidised (oxum), propylbetaine-polihexanide, povidine-
iondine, hidrogen peroksida 2%, Chlorin Dioxided bersifat bakterisid 
sedangkan NaCl 0,9% dan TAP water tidak memilikinya  Bentuk sabun antiseptik  untuk 
mengendalikan infeksi, efektif mengurangi kolonisasi bakteri dibanding 
sabun biasa 
 
Perkembangan pemanfaat bahan herbal sebagai pencuci luka semakin 
pesat  Riset pencucian luka untuk pengendalian infeksi luka diabetik 
yang pencucian luka dengan air rebusan sirih untuk penyembuhan luka 
pada ulkus diabetik memperlihatkan jumlah kuman yang berkurang 
dibandingkan pencucian luka dengan normal salin.
 
Sirih mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, saponin dan fenol. Flavonoid 
merusak integritas ekstraseluler bakteri, tanin menghacurkan membran 
sel  bakteri,  alkaloid mampu menghambat peptida glican sehingga sel 
bakteri tidak berkembang sempurna, saponin meningkatkan 
pembentukan kolagen pada luka(5). Ekstrak etanol daun sirih merah 
 memiliki daya hambat terhadap 
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 10%, 
20%, 40%, 80% dan 100% 
Pencucian luka dengan teknik irigasi dan swab memakai  sirih 20%  
efektif menurunkan angka total bakteri isolat ulkus diabetik tikus putih 
yang diinduksi aloksan ,Kombinasi irigasi NaCl 
0,9% dan infusa sirih merah 40% pada DFI terbukti lebih efektif dalam 
proses penyembuhan luka diabetic (Pashar, 2018). Ekstrak etanol sirih 
merah berdaya hambat terhadap pertumbuhan staphylococcus aureus 
pada konsentrasi 10%, 20%, 40%,80 %, 100% 
tetapi penelitian terkait manfaat ekstraksi sirih 20% dan 40% belum 
pernah dilakukan pada bakteri yang menginfeksi DFI sementara bakteri 
pada DFI terbanyak kedua Staphylococcus aureus (30%)
Cara pemanfaatan sederhana daun sirih untuk pencucian luka adalah 
dengan direbus, 10 (sepuluh) lembar daun sirih dicuci bersih kemudian 
direbus memakai  air sebanyak 2 liter selama 10-20 menit , Dinginkan dan alirkan rebusan sirih pada luka akut/luka perineum 
atau yang kronis. 
 
 
D. COCOR BEBEK 
Cocor bebek atau Kalanchoe pinnata (Lam), Crassulaceae (Pers) 
merupakan tumbuhan yang sering ditanam di halaman rumah memiliki 
ciri daun tebal dan berair, bunga hijaun kekuningan, dapat tumbuh 
sampai 2 meter 
 
  
 
Gambar 34 Cocor bebek 
 
 
Daun cocor bebek memiliki sifat antiinflamasi, anti mikroba dan 
antibakteri yang sangat baik untuk mengobati luka
                                       
 
 
 

A Tahap Pre Interaksi    
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan 
medis klien  
   
2. Siapkan alat-alat:    
a. Alat-alat steril 
1) Pinset anatomis 1 buah 
2) Pinset sirugis 1 buah 
3) Gunting bedah/jaringan 1 buah 
4) Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya 
5) Kassa desinfektan dalam kom tertutup 
6) Handsoon 1 pasang 
7) Korentang/forcep 
   
b. Alat-alat tidak steril 
1) Gunting verban 1 buah 
2) Plester 
3) Pengalas 
4) Kom kecil 2 buah (bila dibutuhkan) 
5) Kapas alcohol 
6) NaCl 9 % 
7) Handsoon 1 pasang 
8) Masker 
9) Bengkok 
10) Kantong plastic/baskom untuk tempat sampah 
   
3. Cuci tangan    
B Sikap & Perilaku    
1. Berikan salam, panggil kliendengan namanya dan 
perkenalkan diri 
   
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan 
dilakukan kepada pasien dan keluarga 
   
3. Atur posisi klien agar nyaman    
4. Tanggap terhadap reaksi pasien disemua langkah 
tindakan 
   
5. Sabar dan teliti    
C Tahap Kerja    
a. Berikan kesempatan pasien bertanya    
b. Pertahankan privasi pasien selama tindakan    
c. Persiapakan alat didekat klien     
d. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril    
e. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan    
f. Letakkan pengalas dibawah area luka    
g. Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai    
 
 
                                       
 
menyentuh luka) dengan memakai  pinset 
anatomi, buang balutan bekas kedalam bengkok. 
Jika memakai  plester lepaskan plester dengan 
cara melepaskan ujungnya dan menahan kulit 
dibawahnya, setelah itu tarik secara perlahan sejajar 
dengan kulit dan kearah balutan. (Bila masih 
ada  sisa perekat dikulit, dapat dihilangkan 
dengan Alkohol atau NaCl 0,9% ) 
h. Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan 
dibasahi, tapi angkat balutan dengan berlahan 
   
i. Letakkan balutan kotor ke bengkok lalu buang 
kekantong plastik, hindari kontaminasi dengan 
permukaan luar wadah 
   
j. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka    
k. Membuka set balutan steril dan menyiapkan larutan 
pencuci luka dan obat luka dengan memperhatikan 
tehnik aseptik 
   
l. Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan 
steril 
   
m. Membersihkan luka dengan NaCl 9 % sesuai 
dengan prinsip rawat luka 
   
n. Memberikan obat atau antikbiotik pada area luka 
(disesuaikan dengan terapi) 
   
o. Menutup luka dengan cara: 
1) Balutan kering 
a) Lapisan pertama kassa kering steril u/ 
menutupi daerah insisi dan bagian sekeliling 
kulit 
b) Lapisan kedua adalah kassa kering steril yang 
dapat menyerap 
c) Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada 
bagian luar 
2) Balutan basah – kering 
a) Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi 
cairan steril atau untuk menutupi area luka 
b) Lapisan kedua kasa steril yang lebab yang 
sifatnya menyerap 
c) Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada 
bagian luar 
3) Balutan basah – basah 
a) Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi 
dengan cairan fisiologik u/ menutupi luka 
   
 
 
                                                               
 
 

b) Lapisan kedua kassa kering steril yang 
bersifat menyerap 
c) Lapisan ketiga (paling luar) kassa steril yang 
sudah dilembabkan dengan cairan fisiologik 
p. Plester dengan rapi    
 q. Buka sarung tangan dan masukan kedalam kantong 
plastik tempat sampah 
   
 r. Lepaskan masker    
 s. Atur dan rapikan posisi pasien    
 t. Buka sampiran    
 u. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya 
dalam keadaan bersih, kering dan rapi 
   
D Tahap Terminasi    
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)    
2. Beri reinforcement positif pada klien    
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik    
4. Cuci tangan    
    
E Dokumentasi    
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta 
respon klien 
   
    
F Teknik    
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai 
dengan kondisi klien. 
   
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi    
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat    
4. Menghargai privasi atau budaya klien    
5. Bekerja secara sistematis    
 
 
 

Cecklist Perawatan Luka Kronis 

1 Mengucapkan Salam terapeutik    
2 Memperkenalkan diri pada klien    
3 Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan    
4 Merespon terhadap reaksi klien dengan tepat    
5 Percaya diri, tidak gugup    
B PROSEDUR TINDAKAN    
6 Menyiapkan dan mendekatkan alat    
7 Memasang sampiran, tirai, atau menutup pintu    
8 Mengatur posisi pasien senyaman mungkin    
9 Memasang alas/perlak, dan mendekatkan bengkok    
10 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, mengeringkan dengan 
handuk bersih 
   
11 Memakai sarung tangan bersih    
12 Membuka balutan lama : 
a. Mengolesi plester dengan kapas alkohol 
b. Melepaskan plester memakai  pincet anatomis ke satu dengan 
melepaskan ujungnya dan menarik secara perlahan, sejajar 
dengan kulit ke arah balutan 
c. Membuang balutan ke bengkok atau tempat sampah medis 
d. Meletakkan pinset on steril ke bengkok 
e. Buka sarung tangan dan pakai sarung tangan steril 
   
13 Mengkaji luka : 
a. Keadaan luka : jenis/tipe luka, luas/ kedalaman luka, warna dasar luka, 
tingkatan luka/fase proses penyembuhan luka, tanda-tanda infeksi 
(perhatikan kondisinya termasuk bau), kondisi jahitan 
b. Keadaan balutan dan atau drainase 
c. Menekan daerah sekitar luka untuk mengkaji ada tidaknya 
pengeluaran pus/cairan dari tempat luka, dan mengetahui penutupan/ 
integritas kulit 
   
14 Membersihkan luka : 
a. Mengambil pinset, tangan kanan memegang pinset cirugis dan tangan 
kiri memegang pinset anatomis ke dua 
b. Membuat kassa basah untuk membersihkan luka dengan cara : 
masukkan kassa de dalam kom berisi NaCl 0,9% dan 
memerasnya memakai  pinset 
c. Membersihkan luka memakai  kasa basah untuk sekali usapan 
(satu kali usap buang), gunakan teknik dari area kurang 
terkontaminasi ke area terkontaminasi / dari arah dalam ke luar 
d. Melakukan langkah ini sampai luka benar-benar bersih 
   
15 Mengeringkan luka dengan memakai  kassa kering steril