DNA babi
November 16, 2023
DNA babi
Negara Indonesia mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Oleh
karena itu, pemerintah wajib untuk lebih memperhatikan tentang kehalalan
distribusi makanan, misalnya campuran daging babi pada makanan olahan atau
daging mentah seperti daging sapi. Penambahan daging babi ini sebagai
bahan pengganti dibandingkan bahan aslinya karena harga daging sapi terus
meningkat
Media massa sering memberikan informasi tentang adanya campuran
mengenai produk olahan makanan daging berlabel halal yang dicampur dengan
daging yang tidak memenuhi kriteria halal (daging babi, babi celeng). Salah
satunya metronew.com memberitakan di Pasar Wonokromo Surabaya,
penemuan daging babi berkedok daging sapi impor membuat resah pedagang Banyak metode analisa yang telah dikembangkan dan mendapatkan hasil
yang cepat dan otentik, salah satunya adalah metode berbasis DNA. Metode
analisa dengan memakai DNA memiliki beberapa keuntungan, yaitu DNA
bisa ditemukan pada semua tipe sel pada suatu individu dengan informasi
genetik yang identik. DNA mitokondria (mtDNA) berperan pada studi
keanekaragaman genetika dan populasi pada hewan. mtDNA dapat dipakai
sebagai penanda genetika karena ukurannya relatif kecil. DNA adalah molekul
yang stabil dalam proses ekstraksi, dan analisa DNA bisa dikerjakan dari
beberapa tipe sampel yang berbeda ,
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode berbasis DNA yang
paling umum dipakai untuk mengidentifikasi pemalsuan sumber hewan
pada suatu produk makanan. Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah teknik
pilihan yang dipakai untuk mengidentifikasi beberapa jenis ternak
,Metode PCR merupakan teknik yang dapat dipakai
dalam mengidentifikasi kontaminasi babi ,
Gen-gen yang paling sering dipakai sebagai penanda jenis hewan atau
daging diantaranya adalah sitokrom b (cyt b), 12S dan 16S subunit ribosom
RNA Displacement Loop (D-loop). Sitokrom b (cyt b) telah dipakai
beberapa peneliti untuk membedakan bahan yang berasal dari jenis hewan yang
berbeda, pada cyt b ada variasi mutan yang menyebabkan gen ini banyak
dipakai sebagai penanda untuk mengelompokkan jenis hewan. Gen cyt b
memiliki kekhasan yaitu adanya daerah yang hampir sama untuk semua jenis
hewan.
LOD (limit of detection) adalah jumlah konsentrasi analit terendah di mana
deteksi dapat dilakukan. Deteksi produk-produk yang tercemar babi harus di
awali dengan optimasi penentuan konsentrasi batas terendah DNA babi yang
dapat terdeteksi sesuai dengan spesifikasi laboratorium. Penelitian ini adalah
untuk mengetahui konsentrasi terendah yang dapat mendeteksi fragmen DNA
pengkode gen sitokrom b (cyt b) pada babi memakai PCR (Polymerase
Chain Reaction). Sebagai upaya perlindungan konsumen dan pelaksanaan
pelabelan pangan, maka metode deteksi dan identifikasi jenis daging dan
produk olahan makanan terus dikembangkan. Teknik amplifikasi DNA spesifik
untuk setiap jenis hewan pada keamanan dan kehalalan pangan dapat
dipakai untuk verifikasi, sertifikasi (pengesahan), maupun untuk monitoring
kebanyakan protein hewani dan produk-produk yang aman dan halal secara
efisien dan efektif.
Berdasarkan latar belakang ini diharapkan penelitian ini dapat menjadi
dasar penentuan dalam melakukan deteksi sampel yang diduga mengandung
gen babi untuk diketahui konsentrasi terendah yang diperlukan sehingga dapat
terdeteksi supaya hasil yang diperoleh lebih relatif dan akurat.
B. Rumusan Masalah
Berapakah konsentrasi minimum yang diperlukan untuk mendeteksi
fragmen DNA pengkode gen sitokrom b (cyt b) pada babi dengan menggunaan
PCR (Polymerase Chain Reaction)?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi minimum
yang diperlukan dalam mendeteksi fragmen DNA pengkode gen sitokrom b
(cyt b) pada babi dengan menggunaan PCR (Polymerase Chain Reaction).
D. Batasan Penelitian
Nilai LOD ditentukan dengan melihat konsentrasi minimum DNA babi yang
dapat tervisualisasi oleh elektroforesis dan menunjukkan band sepanjang
±149 bp. Sedangkan konsentrasi optimum DNA babi diperoleh jika pita
pengkode cyt b babi terdeteksi dengan jelas dan tebal.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat diantaranya sebagai berikut :
1. dipakai sebagai acuan untuk pengujian kehalalan suatu produk makanan
di Laboratorium Integrasi UIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Dapat memberikan informasi seberapa banyak konsentrasi yang dipakai
pada peneliti yang akan melakukan uji deteksi babi pada suatu sampel.
3. Dapat membantu dalam pengembangan teknologi untuk melindungi
konsumen dari pemalsuan informasi khususnya pada produk pangan asal
daging.
Babi
Klasifikasi ilmiah babi menurut
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Family : Suidae
Genus : Sus
Species : Sus scrofa
Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermancung panjang dan
berhidung ceper pemakan daging maupun tumbuh-tumbuhan dan merupakan
hewan yang berasal dari Eurasia. Babi merupakan binatang yang paling jorok
dan kotor, suka memakan bangkai, kotorannya sendiri dan kotoran manusia.
Sangat suka berada pada tempat yang kotor, tidak suka berada di tempat yang
bersih dan kering. Babi hewan pemalas dan tidak suka bekerja (mencari
pakan), tidak tahan terhadap sinar matahari, tidak gesit, makannya rakus (lebih
suka makan dan tidur), paling rakus diantara hewan jinak lainnya. Jika tambah
umur, jadi makin malas dan lemah (tidak berhasrat menerkam dan membela
diri). Babi hewan yang suka dengan sejenis dan tidak pencemburu
Keharaman Babi
Umat muslim di ajarkan untuk tidak menganiaya diri sendiri dengan
mengkonsumsi sesuatu yang membahayakan tubuh, termasuk dilarang
mengkonsumsi apapun olahan dari daging babi. Hal ini sangat jelas telah
didalam Al Qur’an Surah Al An’am ayat 145 :
Artinya : Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi
- karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas
nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Islam memiliki cara tersendiri dalam penyembelihan hewan, dengan
memutus urat nadi dibagian leher hewan sembari menyebut nama Allah. Dengan
begitu maka hewan akan mati akibat kehabisan darah sehingga organ lainnya
masih utuh. Sebab, jika organ vitalnya yang cidera misalkan otak atau jantung
maka hewan ini akan mati seketika dan menyebabkan penggumpalan darah
pada urat-uratnya yang dapat mencemari daging oleh uric acid yang menjadikan
daging itu beracun. Dan para ahli baru menyadari hal ini. Sedangkan babi sesuai
anatomi ilmiahnya, hewan ini tidak memiliki leher. Hal ini merupakan alasan
mengapa muslim tidak mengkonsumsi babi.C. Gen Sitokrom b (cyt b) DNA Mitokondria
Sitokrom b (cyt b) merupakan gen yang dikodekan oleh DNA mitokondria
dan terlibat dalam transportasi elektron. Sitokrom b (cyt b) berisi delapan
transmembran heliks yang dihubungkan oleh intramembran atau domain
ekstramembran. Sekuen gen cyt b memiliki keunikan yaitu ada bagian
yang sifatnya kekal di dalam tingkat spesies, sehingga banyak peneliti yang
melakukan pengelompokkan atau penentuan hubungan kekerabatan antar jenis
hewan dengan memakai gen cyt b ini , Sekuen gen
cyt b yang berasal dari Sus scrofa memiliki panjang sekuen 1140 pb
Mitokondria merupakan organel yang berada di dalam sitoplasma sel
eukariota. Struktur organel mitokondria berwujud kantung yang diselaputi oleh
membran luar dan dalam, dan memiliki dua kompartemen yaitu matriks
mitokondria (yang diselimuti langsung oleh membran dalam) dan ruang antar
membran. Protein yang terkandung pada matriks mitokondria sekitar 67%,
selain protein juga terkandung enzim, DNA mitokondria dan ribosom ,.
DNA mitokondria (mtDNA) berbentuk lingkaran heliks yang tertutup dan
berada di dalam matrik yang urutan nukleotidanya telah diketahui secara
lengkap dan dapat diakses melalui GenBank Accesion:
M63933. MtDNA memiliki 2 untai yaitu untai Heavy (H) yang kaya dengan
guanin dan untai Light (L) yang kaya dengan sitosin. MtDNA merupakan DNA
yang memiliki banyak gen dan hampir tidak memiliki intron, ukurannya
sebesar 16569 pasang basa (pb) yang membentuk 37 gen (Gambar 2). Untai H
menyandi 13 polipeptida untuk protein kompleks rantai respirasi, 22 tRNA dan
2 rRNA (12S dan 16S) yang berfungsi pada proses sintesis protein mitokondria
13 polipeptida terbut meliputi 7 sub unit (ND1, 2, 3, 4,
4L, 5 dan 6) dari kompleks I rantai respirasi, 1 sub unit (apositokrom b) dari
kompleks III, 3 sub unit (CO I, II, III) dari kompleks IV dan 2 sub unit (ATP
ase 6 dan ATP ase 8) dari kompleks V (Narasimhan & Attardi.,1987).
DNA mitokondria yang diturunkan melalui induk betina tanpa mengalami
rekombinasi (bersifat khusus). Saat terjadi pembuahan sel telur, bagian ekor
sperma dilepaskan sehingga hampir tidak ada (hanya sedikit) mtDNA yang
masuk ke dalam sel telur. Hal ini berarti sumbangan paternal (dari ayah hanya
berjumlah 100 mitokondria. Dalam proses pertumbuhan sel, jumlah mtDNA
secara paternal semakin berkurang, jika di bandingan dengan sumbangan
secara maternal (dari ibu) yaitu 100.000. Sehingga dapat dianggap tidak terjadi
rekombinasi dan dapat dikatakan bahwa mtDNA bersifat haploid, di turunkan
dari ibu ke seluruh keturunannya . Beberapa alasan penggunaan mtDNA sebagai penanda dalam
studi keragaman genetik dan studi Biologi populasi pada hewan yaitu
1. DNA mitokondria memiliki jumlah salinan yang tinggi. memanfaatkan
DNA mitokondria sebagai target akan meningkatkan kesempatan untuk
mendapatkan hasil DNA yang cukup untuk keperluan analisis genom
2. Ukuran DNA mitokondria relatif kecil (14-39 kb) oleh karena itu bisa di
pelajari sebagai satu kesatuan yang utuh.
3. Bagian-bagian dari genom mitokondria berevolusi dengan kecepatan yang
berbeda. Tingkat evolusi dari suatu bagian DNA merupakan faktor penting
gen-gen yang terkonservasi dengan baik dapat dijadikan sebagai dasar
pencarian kesamaan asal-usul, sedangkan bagian yang berubah cepat
dipakai untuk mengetahui seberapa cepat divergensi dalam spesies
ini terjadi.
4. Genom mitokondria berukuran kecil karena mtDNA hewan tidak memiliki
intron atau pun spacer yang antar gennya berukuran besar. 5. Penyusunan mtDNA sangat polimorf, baik untuk intrapopulasi maupun
intraspesies.
D. Isolasi DNA
Secara umum, metode yang saat ini dipakai meliputi, penghancuran sel
dan jaringan, penghilangan protein dan RNA (purifikasi), dan presipitasi DNA
Kini ada pengembangan teknologi baru untuk
pengekstraksian DNA yang mudah dan lebih cepat dari sebelumnya dengan
memakai mesin yang ada reagen kit di dalamnya, Dengan cara ini
pemurnian DNA dapat dilakukan secara otomatis, singkat dan efisien.
Instrumen ini dapat memproses sampai dengan 16 sampel dalam 30-40 menit.
Dapat dilakukan pada sampel cair, maupun padat, seperti darah, sel dan sampel
jaringan. Mesin purifikasi DNA ini memurnikan sampel dengan bantuan
partikel-partikel paramagnetic (PMPs) instrumen ini dilengkapi dengan
cartridge yang berisi lysis buffer, magnestilr pmps, wash buffer dan elusi
dengan elution buffer memakai bantuan magnestilr pmps ,. Hasil DNA yang telah dimurnikan dapat langsung di aplikasikan pada
proses retriksi oleh enzim endonuclease, PCR, di elektroforesis gel agarosa.
E. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR merupakan alat yang dipakai untuk menggandakan molekul DNA
pada target tertentu, yaitu dengan cara mensintesa molekul DNA baru yang
berkomplemen dengan molekul DNA ini dengan enzim polimerase dan
oligonukleotida pendek sebagai primer. Metode ini berjalan enzimatik melalui
mekanisme perubahan suhu ,
Target PCR yaitu asam nukleat (DNA) untai ganda yang diekstraksi dari
berbagai macam sel dan terdenaturasi menjadi asam nukleat beruntai tunggal.
Komponen proses reaksi PCR terdiri atas pasangan primer yang berupa
oligonukleotida spesifik untuk target gen yang dipilih, enzim (umumnya Taq
polymerase, enzim thermostable dan thermoactive yang berasal dari Thermus
aquaticus) dan trifosfat deoxynucleoside (dNTP) dipakai untuk
mengamplifikasi target gen secara eksponensial dengan hasil replikasi ganda
dari target awal. Reaksi ini dilakukan pada mesin pemanas yang diprogram
secara otomatis dapat mengatur suhu beserta siklusnya yang disebut
thermocycler. Mesin ini menyediakan kondisi termal yang diperlukan
untuk proses amplifikasi
Proses yang terjadi pada mesin PCR meliputi tiga tahap utama yaitu
denaturasi (pemisahan untai ganda DNA), annealing (penempelan primer) dan
ekstensi (pemanjangan primer). Proses dimulai dari proses denaturasi,
kemudian penempelan dan ekstensi yang mana dalam satu proses ini
disebut satu siklus. Produk PCR divisualisasikan dengan memakai proses
elektroforesis dan dipakai untuk analisis lebih lanjut (). Produk PCR dipisahkan dengan elektroforesis gel yang diwarnai dengan
bromida dan divisualisasikan memakai sinar ultraviolet ,
1. Komponen PCR
Template DNA, sepasang primer oligonukleotida, DNA polymerase,
doksinukleotida trifosfat (Dntp), dan larutan buffer merupakan beberapa
komponen penting yang diperlukan dalam reaksi PCR (Yusuf, 2010;
Muladno, 2010; Gaffar, 2007; Sulistyaningsih, 2007)
a. Template DNA
Template DNA merupakan molekul DNA untai ganda yang
mengandung sequen target yang akan di amplifikasi. Ukuran DNA bukan
faktor utama untuk keberhasilan PCR, karena berapapun panjang untai
DNA bila DNA tidak mengandung sequen yang diinginkan maka proses
PCR tidak akan berhasil. Sebaliknya bila ukuran DNA pendek tetapi
mengandung sequen yang diinginkan maka proses PCR akan berhasil
. Kemurnian dan kuantitas atau konsentrasi
merupakan dua hal penting pada cetakan. Sebaiknya DNA cetakan yang
dipakai berkisar antara 105-106 molekul. jika
konsentrasinya terlalu rendah primer tidak dapat menemukan target dan
jika konsentrasi terlalu tinggi akan meningkatkan mispriming.
Kemurnian template haruslah diperhatikan karena akan mempengaruhi
hasil reaksi PCR ,
b. Primer
Primer merupakan salah satu komponen yang menjadi tolak ukur
keberhasilan PCR. Pasangan primer terdiri dari 2 oligonukleotida yang
mengandung 18-28 nukleotida dan memiliki 45-60% GC content yang
dipakai untuk mengawali sintesis rantai DNA (Yusuf, 2010). Sequen
primer yang lebih pendek dapat memicu amplifikasi produk PCR yang
spesifik. Ujung 3’ primer penting dalam menentukan spesifisitas dan
sensivitas PCR. Ujung ini tidak boleh memiliki 3 atau lebih basa G
atau C, karena dapat menstabilisasi annealing primer, sehingga
memungkinkan untuk menambahkan sequen tertentu seperti sisi retriksi
enzim, start codon ATG atau sequen promoter. Untuk merangsang
urutan primer ,perlu diketahui urutan nukleotida pada awal dan akhir
DNA target. DNA synthesizer merupakan alat yang dipakai untuk
mensintesis Primer Oligonukliotida
c. DNA Polymerase
DNA polymerase merupakan enzim yang mengkatalis polimerisasi
DNA. Pada awalnya, PCR dilakukan dengan memakai Klenow
fragment DNA. Polimerase 1 selama reaksi polimerisasinya. Pada proses
denaturasi enzim ini tidak aktif secara termal, sehingga peneliti harus
menambahkan enzim disetiap siklusnya. Seiring dengan
perkembangannya, kini dipakai dipakai enzim TaqDNA
polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi sehingga tidak
perlu menambahkan enzim pada setiap siklus dan proses PCR dapat
dilakukan dalam satu mesin
d. Deoxynucleotida Triphosphate (dNTP)
Deoxynucleotida Triphosphate merupakan bahan utama untuk sintesis
DNA dalam proses PCR yang terdiri atas dATP (deoksiadenosin infosfat), dGTP (deoksiguanosin trifosfat), dCTP (deoksitidin trifosfat)
dan dTTP (deoksitimidin trifosfat). Konsentrasi dNTP masing-masing
sebesar 20-200 µM dapat menghasilkan keseimbangan optimal antara
hasil, spesifitas dan ketetapan PCR. Konsentrasi masing-masing dNTP
haruslah seimbang untuk meminimalisir kesalahan penggabungan.
Deoxynucleotide Triphosphate akan menurunkan Mg2+
bebas sehingga
mempengaruhi aktifitas polimerase dan menurunkan annealing primer.
Konsentrasi dNTP yang rendah dapat mengurangi terjadinya mispriming
pada daerah non target dan menurunkan terjadinya kemungkinan
perpanjangan nukleotida yang salah. Oleh karena itu spesifitas dan
ketetapan PCR meningkat pada konsentrasi dNTP yang lebih rendah
,
e. Larutan Buffer
Larutan buffer berfungsi untuk menstabilkan PH agar medium, karena
reaksi PCR akan berlangsung pada PH tertentu, oleh karena itu
diperlukan larutan buffer. Buffer yang di gunakan pada reaksi PCR
mengandung 10 mM Tris-HCl pH 8,3, 50 Mm KCl dan 1,5 mM MgCl2.
Optimalisasi konsentrasi ion Mg2+ merupakan hal yang penting
f. Kofaktor ion Metal
Magnesium Klorida merupakan kofaktor esensial untuk DNA
Polymerase yang dipakai di dalam PCR dan konsentrasinya harus di
optimasi untuk setiap sistem primer template. Konsentrasi ini mempengaruhi beberapa hal pada annealing primer, suhu pemisahan
untai template dan produk PCR, spesifikasi produk, pembentukan
primer-dimer serta aktivitas dan ketatapan enzim Taq Polymerase.
Konsentrasi ion magnesium harus melebihi total konsentrasi dNTP.
Biasanya untuk memulai proses optimasi, sebanyak 1,5 mM MgCl2 di
tambahkan ke dalam PCR yang di dalamnya ada 0,8 mM dNTP
sehingga ada sekitar 0,7 mM magnesium bebas untuk DNA
polymerase. Secara umum, ion magnesium harus di variasikan dalam seri
konsentrasi dari 1,5 – 4,0 mM (Kolmodin & Birch, 2002).
F. Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan
pada pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan
listrik (titik isoelektrik). Pergerakan molekul dalam medan listrik
dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar muatan dan sifat kimia dari
molekul , Pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan
ukuran berat molekul dan muatan listrik yang dikandung oleh makromolekul ini . Bila arus listrik dialirkan pada suatu medium
penyangga yang telah berisi protein plasma maka komponen-komponen
protein ini akan mulai bermigrasi. teknik
elektroforesis dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu : elektroforesis
larutan (moving boundary electrophoresis) dan elektroforesis daerah
(zone electrophoresis). Pada teknik elektroforesis larutan, larutan
penyangga yang mengandung makro-molekul ditempatkan dalam suatu
kamar tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan migrasi dari
makromolekul diukur dengan jalan melihat terjadinya pemisahan dari
molekul (terlihat seperti pita) di dalam pelarut. Sedangkan teknik
elektroforesis daerah adalah memakai suatu bahan padat yang
berfungsi sebagai media penunjang yang berisi (diberi) larutan
penyangga. Media penunjang yang biasa dipakai adalah gel agarose, gel
pati, gel poliakrilamida dan kertas sellulose poliasetat. elektroforesis daerah disebut sebagai
elektroforesis gel dengan dua buah model yaitu horizontal dan vertikal.
Metode yang biasa dipakai adalah model horizontal, karena
memiliki beberapa keuntungan yaitu peralatan yang dipakai sangat
sederhana, relatif murah dan pemisahan untuk enzim tertentu dapat
menghasilkan pemisahan yang lebih baik.
Kesadaran masyarakat untuk mencukupi kebutuhan pangan yang berprotein
tinggi salah satunya adalah mengkonsumsi daging, namun harga daging saat ini
cukup mahal. Oleh karena itu banyak pedagang yang mencampur daging sapi
dengan daging babi. Karena hal itu maka diperlukan uji secara ilmiah untuk
membuktikan hal ini , salah satunya dengan memakai ekstraksi DNA
daging yang di uji memakai teknik PCR. Kemudian dapat diketahui
konsentrasi minimum yang diperlukan untuk mendeteksi fragmen DNA babi
ini .
B. Hipotesis Penelitian
Pada konsentrasi yang berbeda maka akan didapatkan hasil deteksi fragmen
DNA babi yang berbeda pula.
Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan yang dipakai untuk penelitian ini adalah usus, lemak, hati,
blood (darah), dan daging babi, Wizard KIT Promega®
, etanol 70%,
isopropanol, Go Taq Green Master Mix®
, buffer TAE, DNA ladder
BenchTop, loading dye, free nuclease water, Diamond nulcei acid, sampel
kontrol negatif, primer babi, agarosa, tissue.
2. Alat
Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah pisau steril, set
elektroforesis [Mupid-Exu], spektrofotometer [Biochrom Biodrop-DUO],
Thermocycler [Labnet MultiGene Optimax], microcentrifuge,
Transiluminator [Enduro GDS-1302], water bath, mikropipet, vortex mixer,
kaca arloji, spatula, timbangan analitik, gelas beaker .
D. Variable Penelitian
Variabel yang dipakai adalah sebagai berikut :
Variabel Kontrol = Daging, usus, lemak, darah dan hati habi
Variabel Respon = Hasil visualisasi DNA
Variabel Manipulasi = Perbedaan konsentrasi
E. Prosedur Penelitian
1. Preparasi sampel dan Isolasi DNA,
Sampel yang dipakai adalah daging, hati, lemak,usus dan darah babi
karena organ-organ ini biasanya dijadikan bahan konsumsi oleh
masyarakat. Dilakukan preparasi sampel dengan langkah sebagai berikut :
a. Sampel diambil sebanyak 50 mg ditambahkan 600 µl Nuclei Lysis
Solution dan dihomogenkan selama 10 detik.
b. Kemudian di Inkubasi pada suhu 65°C selama 15-30 menit.
c. Ditambahkan 3 µl RNAse ke dalam sampel yang telah diberi Nuclei
Lysis Solution kemudian dihomogenkan, lalu diinkubasi selama 15-30
menit pada suhu 37oC, dan didinginkan hingga suhu ruangan
d. Sampel pada suhu ruangan ini ditambahkan 200 µl protein
precipitation solution dan divortex kemudian didinginkan pada es
selama 5 menit.
e. Kemudian disentrifugasi selama 4 menit dengan kecepatan 1300-1600
rpm.
f. Pindahkan supernatan ke dalam tabung yang berisi 60 µl isopropanol,
pada suhu ruangan.
g. Supernatan dicampur dengan cara inversi (dikocok)
h. Supernatan disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 13.000-
16.000 rpm.
i. Dihilangkan supernatant dan ditambahkan 60 μl etanol 70%.
j. Aspirasikan etanol dan dikering anginkan pellet selama 15 menit.
k. Ditambahkan 100 μl larutan rehidrasi DNA dengan menginkubasi pada
suhu 65°C selama 1 jam, atau semalaman pada suhu 4°C.
2. Pengujian Konsentrasi dan Kemurnian Isolat DNA
Pengujian DNA hasil ekstraksi secara kuantitatif dilakukan dengan
spektrofotometer dengan langkah sebagai berikut :
24
a. Alat spektrofotometer Biodrop dinyalakan, bagian ‘nucleid acid‟ di
tekan. Dipilih pathlength 0,5 mm. Pedestas dibersihkan terlebih dahulu
dengan tissue.
b. Kemudian dipipet sebanyak 1 μl blanko Larutan TE dan diteteskan pada
pedestal.
c. Bagian „BLANK‟ pada layar ditekan untuk pengukuran blanko, setelah
selesai pedestal dibersihkan dengan tissue.
d. Larutan isolat DNA sebanyak 1 μl dipipet dan dimasukkan ke dalam
pedestal.
e. Kemudian klik tombol „Measure‟ sehingga layar akan menampilkan
spektrum dan jumlah konsentrasi yang dihitung. (Biodrop, 2012).
Konsentrasi yang dipakai untuk pengujian adalah 100 ng/ml, 10
ng/ml, 1 ng/ml, 100 pg/ml, 10 pg/ml, 1 pg/ml. 10-1 pg/ml, 10-2 pg/ml,
10-3
pg/ml, 10-4 pg/ml, 10-5
pg/ml, dan 10-6 pg/ml.
3. Amplifikasi Fragmen DNA Spesifik
Amplifikasi ruas gen cyt b dilakukan dengan metode PCR.
a. Bahan-bahan dimasukkan ke dalam microtube dengan komposisi
sebagai berikut :
1.) Sampel DNA sebanyak 2,5 μl
2.) GoTaq® Green Mater mix 12,5 μl
3.) Primer Forward dan Reverse sebanyak @1 μl
4.) Nuclease Free Water 8 μl
25
b. Semua bahan dalam microtube di homogensi dengan vortex
c. Selanjutnya dilakukan proses amplifikasi pada mesin thermocycler
[Labnet MultiGene Optimax]
Proses PCR dilakukan dengan optimasi temperatur sebagai berikut :
a. Pradenaturasi 98
oC selama 2 menit
b. Denaturasi 95oC selama 30 detik
c. Annealing 61 oC selama 30 detik
d. Extension 72oC selama 40 detik
e. Praextension 72oC selama 3 menit
f. Setelah proses ini selesai, tabung diambil dan disimpan pada
suhu ruang atau pada suhu 4oC sampai akan dianalisis lebih lanjut.
Tabel 4. 1 Primer yang dipakai untuk amplifikasi PCR
Target
gen
Primer Sequence 5’ 3’ Amplicon
(bp)
Referensi
Cyt b Pork-F
Pork-R
ATGAAACATTGGAGTAGTCCTACTATTTACA
CTACGAGGTCTGTTCCGATATAAGG
±149bp Dooley et al,
2004: Amaral
et al., 2014
Dalam penelitian ini, Primer Pork F / Pork R dipakai untuk
memperkuat fragmen internal (±149 bp) gen sitokrom b mitokondria
(cytb). Dalam penelitian sebelumnya, primer yang dipilih tidak
menunjukkan dimerisasi primer dan spesifisitas tinggi, ditunjukkan oleh
pencarian kesamaan urutan pada database NCBI dan tidak ada reaktivitas
silang dengan DNA dari spesies lain. gen cyt b ini dapat dipakai sebagai
penanda material yang berasal dari jenis hewan yang berbeda (Primasari,
4. Elektroforesis
Elektroforesis diawali dengan pembuatan gel agarosa dengan
konsentrasi 2% sebagai berikut ;
a. 2 gram agarose dan 100 ml larutan buffer (0,5 x TAE) dipanaskan
selama 1 menit sampai agarosa menjadi larut dan larutan berwarna
bening.
b. Larutan agarosa dibiarkan agak dingin sambil diaduk dengan spatula.
c. Kemudian ditambahkan 10 µl diamond safe dan dihomogenkan
d. Lalu di tuang ke dalam gel caster yang telah disisipkan comb.
e. Selanjutnya agarosa didiamkan hingga membentuk gel padat.
f. Setelah terbentuk gel padat, gel di letakkan pada chamber elektroforesis
dengan posisi sumur pada muatan negatif.
g. Kemudian buffer dituang hingga gel terendam dalam chamber
elektroforesis namun tidak melebihi garis batas maksimum.
h. Pencampuran sampel yang akan di elektroforesis dilakukan dengan
memakai parafilm.
i. DNA sampel yang dipakai sebanyak 5 µl
j. Kemudian marker DNA diletakkan di sumur paling kiri, selanjutnya
diikuti DNA sampel.
k. Chamber elektroforesis ditutup rapat. Alat elektroforesis dinyalakan
(diberi arus listrik) dengan tegangan 50 Volt selama 120 menit untuk
DNA genom dan 20 menit untuk produk PCR.
l. DNA akan bergerak dari muatan negatif menuju muatan positif.
Visualisasi Produk PCR
a. Gel agarosa hasil elektroforesis divisualisasi memakai UV
transiluminator.
b. UV transiluminator dinyalakan dan pita DNA akan berpendar saat
terkena sinar UV. Pendaran ini dapat didokumentasikan dengan
Enduro GDS-1302 yang terhubung dengan kamera sehingga gambar
yang di tangkap oleh kamera kemudian disimpan dalam komputer.
F. Analisis Data
Data pada penelitian ini dianalisa secara deskriptif :
1. Data Kualitatif
Data molekular dianalisis secara kualitatif dengan melihat pita atau band
yang terbentuk pada proses elektroforesis yang akan menunjukkan band
sebesar ± 149bp.
2. Data Kuantitatif
Analisis data secara kuantitatif dilakukan dengan melihat absorbansi DNA
dan RNA pada panjang gelombang pada spektrofotometer.
Spektrofotometer dapat dipakai untuk penentuan tingkat kemurnian DNA
yang berkorelasi dengan kualitas DNA yaitu dengan melihat rasio
absorbansi pada panjang gelombang 260 dan 280 nm (A260/280). Nilai
absorbansi pada 260/280 nm untuk DNA murni adalah sekitar 1.8 (~1.8).
DNA (µg/ml) = (A260 x fp x 50 µg/mL)
A260 : nilai serapan pada λ 260
Fp : faktor pengenceran
Konsentrasi DNA dapat dihitung dengan nilai absorbansi pada λ 260 nm di
kalikan faktor pengencerannya dan konstanta serapan. Konstanta serapan
DNA murni pada λ 260 nm dengan 1 absorbansi unit mengandung 50
µg/mL (Sambrook & Russel, 2001).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Limit of Detection yang
diperlukan dalam mendeteksi fragmen DNA pengkode gen sitokrom b (cyt b)
pada babi dengan menggunaan PCR (Polymerase Chain Reaction). Tahapan
penelitian yang dilakukan penelitian ini dimulai dari isolasi DNA, pengujian
konsentrasi dan kemurnian DNA, amplifikasi fragmen DNA spesifik dengan
metode PCR, elektroforesis dan visualisasi produk PCR.
A. Isolasi DNA
Sebelum melakukan analisa yang berhubungan dengan DNA maka
diperlukan proses isolasi dan purifikasi DNA karena DNA terbungkus di
dalam sel. Pada penelitian ini isolasi DNA dilakukan dengan
memakai sampel usus, lemak, hati, darah (blood), dan daging babi
yang dibeli dari Pasar Petemon, Surabaya. Masing-masing sampel yang
dipakai sebanyak 50 mg, dengan memakai metode kit ekstaksi
DNA Wizard® Genomic DNA Purification Kit, Promega. Alasan
pemilihan ekstraksi dengan metode ini dikarenakan lebih singkat dan
efisien dibandingkan metode konvensional yang memerlukan proses cukup
lama. Selain itu, metode ini sudah terbukti hasilnya baik secara kuantitas
dan kualitas DNA yang dihasilkan. Secara umum, metode Isolasi DNA
meliputi, penghancuran sel dan jaringan, penghilangan protein dan RNA
(purifikasi), dan presipitasi DNA ,
Pada Isolasi DNA langkah pertama yang dilakukan yaitu menimbang
masing-masing sampel sebanyak 50 mg, kemudian dimasukkan ke dalam
mikrotube 1,5 ml. Sampel dihaluskan dengan cara digerus memakai
spatula steril berukuran kecil, lalu ditambahkan 600 µl Nuclei Lysis
Solution dan dihomogenkan selama 10 detik. Larutan Nuclei Lysis Solution
ini berfungsi untuk melisiskan sel (Sihotang, 2014), selain itu untuk
menjaga struktur DNA selama proses lisis dan pemurnian , lalu di inkubasi pada suhu 65oC selama 30 menit, tujuan inkubasi
ini untuk menonaktifkan enzim yang dapat menghambat proses isolasi
DNA, serta untuk mempercepat pemecahan selnya sehingga
memaksimalkan keluarnya DNA dari sel dan mendegradasi protein dari
dinding sel secara optimal , Kemudian ditambahkan
3 µl RNAse ke dalam sampel yang telah di beri Nuclei Lysis Solution,
fungsi RNAse untuk mendegradasi RNA kontaminan. RNAse merupakan
endoribonuklease yang mengkatalis degradasi C dan U pada untai tunggal
RNA dengan pemotongan rantai 3’-5’-fosfodiester ribosa dan nukleotida
pada pirimidin , Kemudian
dihomogenkan, dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, lalu
didinginkan hingga suhu ruangan. Sampel pada suhu ruangan ini
ditambahkan 200 µl Protein Precipitation Solution yang berfungsi untuk
pengendapan protein dan garam mineral yang masih ada didalam DNA,
sehingga DNA yang terisolasi tidak bercampur dengan debris. Lalu di
vortex kembali dan di dinginkan pada frezeer selama 5 menit.
Pemisahan komponen-komponen yang timbul akibat berakhirnya
proses lisis dilakukan dengan cara sentifugasi selama 1300-1600 rpm.
Karbohidrat, protein, RNA, dan pengotor lipid masih terkandung dalam
supernatan yang terbentuk (Dale & Malcom, 2002). Supernatan hasil
sentifugasi dipindahkan ke dalam tabung yang berisi 600 µl isopropanol.
Isopropanol atau etanol merupakan alkohol yang biasa dipakai untuk
presipitasi yaitu memisahkan DNA dari larutan
Kemudian disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 13.000-
16.000 rpm, lalu supernatan dihilangkan dan tambahkan 60 μl etanol 70%
untuk melonggarkan pelet, dan divortex. Etanol berfungsi untuk penetrasi
dan pencucian DNA , Kemudian disentifugasi
kembali, dibuang sisa etanol dan pellet dikering anginkan, pellet yang
sudah kering di tambahkan 100 μl larutan rehidrasi DNA, dapat juga
dengan air (ddH2O) atau TE buffer ,
Hasil kuantifikasi kemurnian DNA diukur dengan memakai alat
spektrofotometer Biochrom Biodrop-DUO tersaji pada Tabel 5.1.
Diperlukan jumlah dan kemurnian DNA tertentu untuk kinerja optimal
sampel yang dipakai . Prinsip spektrofotometer terhadap pengukuran
jumlah DNA berdasarkan pada serapan iradiasi sinar ultraviolet oleh
nukleotida dan protein dalam larutan. Untuk menentukan konsentrasi ratarata dan kemurnian DNA pada sampel umumnya memakai analisis
asam nukleat yang menyerap sinar ultraviolet dengan pola tertentu. Sinar
ultraviolet dan fotodetektor cahaya menembus sampel pada panjang
gelombang 260 nm dan 280 nm, semakin besar cahaya yang diserap sampel,
maka semakin tinggi konsentrasi asam nukleat dalam sampel (Sambrook &
Russel, 2001). Kemurnian isolat DNA dapat dilihat dari perbandingan
absorbansi A260/A280. Dari Tabel 5.1 nilai rata-rata kemurnian DNA yang
diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 1,8–1,9 kecuali sampel usus
memiliki konsentrasi terendah dibandingkan konsentrasi yang lain yaitu
sebesar 1,777 yang berarti masih ada kontaminasi protein dan bahan
organik. Dalam Tenriulo (2001), nilai rasio (< 1,8) menandakan bahwa
ada kontaminasi protein dan bahan organik lainnya, dan jika nilai rasio
tinggi (> 2,0) menandakan adanya kontaminasi fenol. Konsentrasi sampel
pada penelitian ini memiliki kemurnian yang tinggi. Molekul DNA
dikatakan murni jika nilai rasio perbandingan absorbansi A260/A280
berkisar antara 1,8-2,0. DNA dengan kisaran angka ini telah memenuhi
persyaratan yang dibutuhkan dalam analisis molekuler
Pada penelitian ini nilai konsentrasi yang didapatkan bervariasi
dengan hasil terendah yaitu darah (blood) sebesar 0,611 μg/ml. Hal ini
dikarenakan bahwa darah (blood) memiliki prosedur yang berbeda jika
memakai metode kit ekstaksi DNA Wizard® Genomic DNA
Purification Kit, Promega. Sedangkan pada penelitian ini darah (blood) di
ekstraksi memakai metode yang disamakan dengan sampel jaringan
lainnya. Hal ini sengaja penulis lakukan supaya tidak membedakan metode
yang dilakukan pada masing-masing sampel.
Setelah mengetahui konsentrasi isolat DNA yang diperoleh langkah
selanjutnya untuk mengetahui Limit of Detection adalah dengan
mengencerkan konsentrasi isolat DNA ini menjadi beberapa serial
berikut ; 100 ng/ml, 10 ng/ml, 1 ng/ml, 100 pg/ml, 10 pg/ml, 1 pg/ml, 10-1
pg/ml, 10-2 pg/ml, 10-3
pg/ml, 10-4 pg/ml, 10-5
pg/ml, dan 10-6 pg/ml. Sebagai
target dalam pengembangan uji spesifik babi untuk menentukan batas
deteksi dari pengujian yang akan dilakukan. Pengenceran dilakukan dengan
menambahkan TE buffer. Kemudian di amplifikasi memakai PCR.
B. Amplifikasi memakai Polymerase Chain Reaction (PCR)
Sebelum melakukan amplifikasi memakai PCR, salah satu
parameter penting untuk keberhasilan metode ini yaitu mengetahui desain
primer yang spesifik. Hal ini sangat penting dalam pengujian makanan halal
dengan metode yang berbasis PCR. Suatu makanan dikatakan halal jika
tidak dicampuri oleh bahan makanan lain yang haram, salah satunya babi
berapapun besar cemarannya. Oleh karena itu, dalam mendeteksi makanan
yang tercemar gen babi diperlukan primer yang spesifik dan sensitif yang
mampu mendeteksi sampai dengan konsentrasi yang sangat kecil. DNA
mitokondria di amplifikasi dengan memakai primer spesifik untuk
spesies babi
Dalam penelitian ini, primer Pork F / Pork R yang dipakai untuk
memperkuat fragmen internal (149 bp) gen sitokrom b mitokondria (cyt b).
Dalam penelitian Dooley (2004), primer yang dipilih tidak menunjukkan
dimerisasi primer dan spesifisitas tinggi, ditunjukkan oleh pencarian
kesamaan urutan pada database NCBI dan tidak ada reaktivitas silang
dengan DNA dari spesies lain. Gen cyt b ini dapat dipakai sebagai
penanda material yang berasal dari jenis hewan yang berbeda . Setelah menentukan primer yang sesuai maka melakukan proses
optimasi suhu annealing. Karena jika suhu annealing terlalu rendah
maka akan terjadi mispriming dan jika suhu annealing terlalu tinggi
DNA tidak teramplifikasi, selain itu optimasi suhu annealing dapat
meningkatkan spesifitas produk PCR . Penentuan suhu annealing dapat ditentukan dengan
menghitung melting temperatur. Melting Temperature (Tm) merupakan
temperatur yang diperlukan oleh separuh dupleks mengalami disosiasi atau
lepas ikatan. Primer dengan Tm berkisar 52-58oC sangat ideal, sedangkan
Tm di atas 65oC akan mengurangi efektivitas annealing sehingga proses
amplifikasi DNA kurang berjalan baik. Berdasarkan Tm primer yang
dipakai forwards 58,8oC dan reverse 58,1oC, setelah dilakukan beberapa
percobaan untuk penentuan annealing, optimasi suhu yang sesuai sebesar
61oC untuk amplifikasi PCR. Setelah ditentukan suhu annealing dan desain
primer yang spesifik selanjutnya melakukan amplifikasi pada mesin
thermocycler Labnet MultiGene Optimax.
Komponen PCR dibuat dalam volume total 25 μl dengan komposisi
Sampel DNA sebanyak 2,5 μl, GoTaq® Green Mater mix 12,5 μl, primer
Forward dan Reverse sebanyak @1 μl, nuclease Free Water 8 μl kemudian
dihomogenkan. Proses yang terjadi dalam mesin PCR meliputi tiga tahap
utama yaitu denaturasi (pemisahan untai ganda DNA), annealing
(penempelan primer) dan ekstensi (pemanjangan primer). Proses yang
dimulai dari denaturasi, penempelan dan ekstensi disebut sebagai satu
siklus. Produk PCR dapat langsung divisualisasikan melalui proses
elektroforesis dan dipakai untuk analisis lebih lanjut
C. Elektroforesis
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen/molekul bermuatan
berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik
Kecepatan molekul yang bergerak pada medan listrik
tergantung pada muatan, bentuk dan ukuran. Dengan demikian
elektroforesis dapat dipakai untuk separasi makromolekul (seperti protein
dan asam nukleat). Elektroforesis untuk makromolekul memerlukan matriks
penyangga untuk mencegah terjadinya difusi karena timbulnya panas dari
arus listrik yang dipakai ,
Pada penelitian ini langkah pertama elektroforesis dengan pembuatan
gel agarosa dengan konsentrasi 2%. Gel ini berfungsi sebagai media untuk
menvisualisasikan DNA. Pembuatan gel dari 2 gram agarose dan 100 ml
larutan buffer (0,5 x TAE) dipanaskan selama 1 menit sampai agarosa
menjadi larut dan larutan berwarna bening. TAE dipakai sebagai buffer
elektroforesis karena memiliki kapasitas buffering yang tinggi pada titik
isoelektriknya. Borat bertindak sebagai conducting ion sehingga dapat
mempertahankan kesetimbangan ion H+ dan OH- yang dihasilkan oleh
elektrode, hal ini berhubungan dengan fungsi buffer dalam menjaga
kesetimbangan pH saat migrasi fragmen DNA berlangsung, perubahan pH
dapat mendenaturasi struktur DNA sehingga merubah elektromobilitas
DNA
Agarosa yang dipakai merupakan matriks penyangga yang dipakai
untuk pemisahan protein dan asam nukleat ,Larutan
agarosa dibiarkan agak dingin sambil diaduk dengan spatula. Kemudian
ditambahkan 10 µl Diamond safe dan dihomogenkan. Diamond safe
berfungsi sebagai pewarna DNA agar ketika DNA divisualisasikan pitapitanya berpendar sehingga dengan mudah diamati. Setelah itu buffer
dituangkan hingga merendam gel agarose. Fungsi buffer untuk menjaga
kesetimbangan pH saat migrasi fragmen DNA berlangsung, perubahan pH
dapat mendenaturasi struktur DNA sehingga merubah elektromobilitas
DNA , Loading dye kemudian ditambahkan
sebanyak 1 µl pada sampel. Loading dye ini, terdiri dari sebuah pewarna
yaitu bromophenol blue yang berfungsi untuk visualisasi pergerakan DNA
pada saat elektroforesis dicampurkan kedalam genom. Adanya gliserol
didalam loading dye untuk meningkatkan densitas sampel dan memastikan
bahwa DNA didalam ladder dan sampel membentuk lapisan dibawah sumur
gel dan tidak menyebar. Fungsi lainnya buffer ini dapat juga membantu
pergerakan sampel ke anoda ,
Kemudian sampel dimasukkan kedalam sumur gel. DNA sampel yang
dipakai sebanyak 5 µl. Kemudian marker DNA diletakkan di sumur
paling kiri (pertama), selanjutnya diikuti DNA sampel dan kontrol negatif di
sumur paling kanan. Pada penelitian ini kontrol negatif yang dipakai
adalah Psidium guajava L, lalu Chamber elektroforesis ditutup rapat. Alat
elektroforesis dinyalakan (diberi arus listrik) dengan tegangan 50 Volt
selama 100 menit untuk gen. DNA merupakan molekul bermuatan negatif,
sehingga bila diletakkan di medan listrik, DNA akan bergerak dari kutub
negatif ke kutub positif. Prinsip inilah yang dipakai dalam elektroforesis
untuk memisahkan molekul-molekul DNA. Pergerakan ini kecepatannya
tergantung dari: ukuran molekul DNA, kerapatan (konsentrasi) gel yang
dilalui DNA, dan arus listrik yang diberikan untuk memigrasikan molekul
DNA. Semakin kecil ukurannya, DNA akan bermigrasi semakin cepat.
Semakin rapat media (gel) yang dipakai semakin lambat pergerakan
DNA di dalam gel. Dan semakin kuat arus listrik yang diberikan akan
semakin cepat migrasi DNA ,
D. Visualisasi Hasil PCR
Pengujian DNA hasil ekstraksi dilakukan dengan cara kualitatif dan
kuantitatif. Penilaian kuantitas memakai spektrofotometer untuk
mengetahui konsentrasi DNA dan penilaian kualitas dilakukan dengan
elektroforesis pada gel agarosa. hasil elektroforesis ini divisualisasi
memakai UV transiluminator.
Gambar 5.2 menunjukkan hasil visualisasi PCR dengan konsentrasi 1 ng
dan 10 ng terlihat band yang tebal dan jelas. Sehingga pada konsentrasi ini
hasil kemurnian isolasi sangat baik ketika di amplifikasi pada PCR.
Gambar 5. 3 Visualisasi DNA konsentrasi 100 ng/ml dan 1 pg/ml.
Keterangan: M : Marker 100 bp; U : Usus; L: Lemak; H: Hati; B : Blood; D : Daging.
Gambar 5.3 menunjukkan hasil visualisasi PCR dengan konsentrasi 100 ng
dan 1 pg nampak band yang masih terlihat tebal dan jelas. Sehingga pada
konsentrasi ini juga dapat dikatakan hasil kemurnian isolasi baik ketika di
amplifikasi pada PCR.
Gambar 5.4 menunjukkan hasil visualisasi PCR dengan konsentrasi 10 pg
dan 100 pg terlihat band yang masih terlihat jelas. Sehingga pada
konsentrasi ini juga dapat dikatakan hasil kemurnian isolasi cukup baik
ketika di amplifikasi pada PCR.
Gambar 5. 5 Visualisasi DNA konsentrasi 10-3 pg/ml dan 10-2 pg/ml.
Keterangan : M : Marker 100 bp; U : Usus; L: Lemak; H: Hati; B : Blood; D : Daging.
Gambar 5.5 menunjukkan hasil visualisasi PCR dengan konsentrasi 10-3
pg dan 10-2 pg 10 pg nampak band yang masih terlihat baik dan jelas.
Sehingga pada konsentrasi ini juga dapat dikatakan hasil kemurnian
isolasi cukup baik ketika diamplifikasi pada PCR.
Gambar 5. 6 Visualisasi DNA konsentrasi 10-1 pg/ml dan 10-6 pg/ml.
Keterangan : M : Marker 100 bp; U : Usus; L: Lemak; H: Hati; B : Blood; D : Daging.
Gambar 5.6 menunjukkan hasil visualisasi PCR dengan konsentrasi 10-1
pg
dan 10-6 pg nampak band yang masih terlihat baik dan cukup jelas.
Sehingga pada konsentrasi ini juga dapat dikatakan hasil kemurnian isolasi
cukup baik ketika di amplifikasi pada PCR.
Gambar 5.7 menunjukkan hasil visualisasi PCR dengan konsentrasi 10-5
pg
dan 10-4 pg nampak band yang masih terlihat cukup baik dan cukup jelas.
Sehingga pada konsentrasi ini juga dapat dikatakan hasil kemurnian isolasi
cukup baik ketika di amplifikasi pada PCR.
Dari hasil visualisasi PCR di atas menunjukkan bahwa pada semua
serial konsentrasi 100 ng, 10 ng, 1 ng, 100 pg, 10 pg, 1 pg. 10-1 pg, 10-2
pg,
10-3
pg, 10-4 pg, 10-5
pg, dan 10-6 pg/ml DNA cyt b pada babi masih dapat
teramplifikasi, bahkan pada 10-6
pg yang merupakan konsentrasi terkecil.
Limit of Detection untuk
PCR spesifik babi ditemukan sebesar 0,0001 ng atau setara dengan 10-1
pg
pada daging babi dalam campuran daging mentah dengan beberapa spesies
hewan lain. Hal ini membuktikan bahwa penelitian ini menemukan
Limit of Detection yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya.
Hasil yang baik ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kemurnian DNA hasil ekstraksi, ketepatan pemilihan primer yang
dipakai serta ketepatan kondisi reaksi PCR. PCR terbukti sebagai metode
yang memadai untuk mendeteksi DNA dalam jumlah yang kecil, khususnya
memperkuat wilayah target DNA template dengan cara cepat dan sensitif.
Dengan memakai primer yang spesifik dan universal, banyak urutan
mitokondria misalnya gen cyt b ,. DNA yang dipakai untuk reaksi amplifikasi adalah DNA
mitokondria yang diisolasi dengan memakai Wizard Genomic
Purification System, promega yang sudah dalam bentuk kit sehingga DNA
yang dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi dan rendahnya
kontaminasi DNA dari berbagai macam debris ,
Ketepatan pemilihan primer juga berpengaruh untuk mendapatkan
limit of detection dengan konsentrasi yang rendah. Primer yang dipakai
telah memenuhi syarat-syarat dalam seleksi primer, seperti terdiri dari 20
basa, kandungan G/C nya 50%, kemungkinan terbentuknya struktur
sekunder dalam primer adalah kecil serta 2 basa pada 3 basa terakhir terdiri
dari G/C, tidak menunjukkan dimerisasi primer dan spesifisitas tinggi.
Primer merupakan bagian penting dalam reaksi amplifikasi DNA karena
merupakan initiator pada sintesis DNA. Ketepatan kondisi pada reaksi PCR
merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan suatu reaksi PCR.
Ketepatan kondisi reaksi ditentukan oleh ketepatan campuran reaksi dan
ketepatan kondisi suhu pada masing-masing siklus ,
Gen DNA mitokondria telah sering dipakai menjadi target untuk
berbagai tes PCR dalam deteksi spesiasi hewan, tumbuhan, dan sel mikroba.
DNA mitokondria memiliki jumlah salinan tinggi dalam sel. Oleh karena
itu, memanfaatkan DNA mitokondria sebagai target akan meningkatkan
kesempatan untuk mendapatkan hasil DNA yang cukup untuk tes PCR
berikutnya terutama ketika memakai produk yang diproses atau
dipanaskan, yang dapat menyebabkan degradasi DNA genom. Pemeriksaan
spesifik PCR spesifik yang menargetkan gen cyt b mitokondria yang
dikodekan telah banyak dimanfaatkan oleh beberapa peneliti ,
Sensitivitas yang tinggi pada konsentrasi 10-6 pg/ml pada peneltian ini
menunjukkan bahwa penelitian ini memiliki prospek yang baik untuk
dijadikan acuan dalam mendeteksi produk-produk yang diduga tercemar
babi sesuai dengan spesifikasi laboratorium di UIN Sunan Ampel Surabaya
sebagai pengujian kehalalan makanan. Untuk melindungi konsumen agar
produk yang akan dikonsumsi terjamin kehalalan dan kesuciannya sesuai
dengan ajaran syari'ah Islam. Hukum Islam diciptakan untuk mewujudkan
kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Dasar yang
dipakai untuk keharusan mengonsumsi sesuatu yang halal baik makanan,
minuman, tumbuhan dan binatang telah tercantum dalam Alquran dan
Hadits
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib
dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka
dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang ― (Al Maidah (5) : 3)
Dalam ayat ini telah jelas bahwa babi merupakan sesuatu yang
diharamkan, sekalipun dalam ayat ini menyebutkan secara khusus
daging babi, namun yang dimaksud ialah seluruh bagian babi, karena daging
yang biasanya dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Keseluruhan bagian babi
mutlak haram, hal ini telah disepakati oleh para ulama'. Ibnu Hazm
menyebutkan dalam buku Maratib al-Ijma‟ bahwa para ulama sepakat
daging, syaraf, otak, tulang rawan, isi perut (usus), dan anggota tubuh
lainnya, baik jantan, betina, kecil ataupun besar hukumnya haram. Maka
tidak diperbolehkan makan sebagian dari salah satu bagian tubuh babi, baik
yang berupa daging, kulit, lemak dan anggota tubuh lainnya. dengan didirikannya halal center
pengujian makanan berbasis molekuler. memakai teknologi biologi
molekular yang terus mengalami perkembangan dan kemajuan yang pesat.
LOD yang diperoleh pada penelitian ini memiliki sensitivitas yang tinggi
yaitu 10-6 pg/ml yang dapat menjadi dasar penentuan dalam melakukan
deteksi sampel pada makanan yang diduga mengandung gen babi untuk
pengujian kehalalan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
Nilai Limit of Detection didapatkan pada konsentrasi 10-6
pg dengan
munculnya band DNA pengkode gen cyt b babi yaitu ±149 bp dengan
visualisasi memakai elektroforesis. Sensitivitas yang tinggi pada
konsentrasi 10-6
pg yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan
spesifikasi laboratorium yang baik di UIN Sunan Ampel Surabaya untuk
dijadikan acuan dalam mendeteksi produk-produk yang diduga tercemar babi
sebagai pengujian kehalalan makanan.