epidemi menular 1

1. DHF
Penyakit Demam Berdarah Dengue /DBD (secara medis disebut 
Dengue Hemerragic Fever/DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh 
virus dengue yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti 
dan aedes albopictus. Virus ini akan mengganggu kinerja darah kapiler 
dan system pembekuan darah, sehngga mengakibatkan perdarahan￾perdarahan.. Demam Berdarah Dengue tidak menular melalui kontak 
manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam 
berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. 
Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang 
dapat berakibat fatal dalam waktu yang relative singkat. Penyakit ini 
tergolong “susah dibedakan” dari peyakit demam berdarah lainnya. 
Penyakit dengeu adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus 
dengeu dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi 
yang disertai dengan ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan ditesis 
hemoragik. 
berdasar  definisi yang telah diuraikan di atas dapat 
disimpulkan bahwa penyakit DHF adalah penyakit yang disebabkan 
oleh Virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes 
aegypti dan Aedes albopictus yang memicu  gangguan pada 
pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga 
mengakibatkan perdarahan yang bertendensi mengakibatkan renjatan 
yang dapat memicu  kematian.
KLASIFIKASI DHF 
Mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 
golongan, yaitu : 
a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan 
spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, 
dan hemokonsentrasi. 
b. Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala 
perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, 
melena, perdarahan gusi. 
c. Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah 
seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit 
(120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 , 
120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0) 
d. Derajat IV : Terjadi syok berat dimana nadi tidak teaba/ sangat 
lemah, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) 
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru. 
ETIOLOGI DHF
a. Virus dengue 
Yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk kedalam 
arbovirus (Arthropodborn virus) group B, namun  dari empat tipe 
yaitu virus dngue tipe 1, 2, 3, dan 4. Keempat Virus dengue ini terdapat di negara kita  dan dapat dibedakan satu dari 
yang lainnya secara serolis Virus dengue yang termasuk dalam 
genus flavi virus ini berdiameter 40 nanometer, dapat 
berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur 
jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK 
(Babby homster kidney) maupun sel-sel artrophoda misalnya 
sel Aedes Arbovirus.
Gambar 44. Virus Dengue
b. Vektor 
Nyamuk aedes aegepti maupun aedes albopictus 
merupakan vector penularan Virus dengue dari penderita 
kepada orang lainnya melalui gigitannya, nyamuk aedes aegepti 
merupakan vector penting di daerah perkotaan, sedangkan di 
daerah pedesaan kedua nyamuk ini perperan dalam 
penularan (Soedarto, 2008). Nyamuk aedes aegepti berkembang 
biak pada genangan air bersih yang terdapar bejana-bejana yang 
terdapat di dalam rumah (aedes aegepti) maupun yang terdapat 
di luar rumah dilubang-lubang pohon, di dalam potongan 
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih lainnya, selain 
itu nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya 
pada siang hari terutama pada waktu pagi dan senja hari. Ciri-ciri nyamuk aedes aegypti antara lain: Badannya 
kecil, Warnanya hitam dan berbelang – belang, Mengigit pada 
siang hari, Badannya mendatar saat hinggap, Gemar hidup di 
tempat – tempat yang gelap (terhindar dari sinar matahari). 
Masa tunas / inkubasi penyakit demam berdarah selama 3 - 15 
hari sejak pasien  terserang Virus dengue, lalu  
penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam 
berdarah. 
GEJALA KLINIS DHF
Untuk mendiagnosis Dengue Hemoragik Fever (DHF) dapat 
dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah 
dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakkan dengan melakuakan 
beberapa pemeriksaan sebagai berikut: 
a. Permeriksaa Laboratorium : Darah Lengkap = Hemokonsentrasi 
(Hematokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 
100. 000/ mm3 atau kurang ) 
b. Uj Serologi :Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test ) 
Rontgen Thorax = Effusi Pleura, Pemeriksaan radiologis (foto 
toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk 
melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan 
dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan 
pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi 
dengan USG.
Tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut: 
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius). 
Demam tinggi mendadak selama 2 sampai 7 hari kemudian 
menuju suhu normal atau lebih rendah disertai nyeri kepala, 
nyeri punggung, nyeri tulang dan persendian, rasa lemah serta 
nyeri perut.
b. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik 
(purpura) perdarahan.
c. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam 
(konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan 
kotoran (Faeses) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan 
lain-lainnya. 
d. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali). Pada permulaan dari 
demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang 
kurang gizi hati juga sudah teraba. Bila terjadi peningkatan dari 
hepatomigali dan hati teraba kenyal harus diperhatikan 
kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita. 
e. Renjatan Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke-3 sejak 
sakitnya penderita, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan 
sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari 
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi 
pada masa demam maka biasanya menunjukkan prognosis yang 
buruk. 
f. Tekanan darah menurun sehingga memicu  syok. 
g. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi 
penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 
(Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 
20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi). 
h. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, 
muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, 
menggigil, kejang dan sakit kepala. 
i. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi. 
j. Demam yang dirasakan penderita memicu  keluhan 
pegal/sakit pada persendian.
PATOFISIOLOGI DHF
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk 
aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan 
terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam sirkulasi akan 
mengaktivasi sistem komplemen. 10 Virus dengue masuk kedalam 
tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali memicu  
demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat 
pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila 
pasien  mendapat infeksi berulang dengan tipe Virus dengue yang 
berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila pasien  setelah terinfeksi 
pertama kali, mendapat infeksi berulang Virus dengue lainnya. Re￾infeksi ini akan memicu  suatu reaksi anamnestik antibodi, 
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi 
(kompleks virus-antibodi) yang tinggi.
PENCEGAHAN DHF 
Pencegahan Penyakit Demam Berdarah. Pencegahan dilakukan 
dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena 
nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya 
hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, 
terutama di daerah yang ada penderita DHF nya ada Beberapa cara 
yang paling efektif dalam mencegah penyakit DHF melalui metode 
pengontrolan atau pengendalian faktornya antara lain: 
a. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah 
padat, modifikasi tempat. Perkembangbiakan nyamuk hasil 
samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. 
b. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada 
tempat air kolam, dan bakteri (Bt.H-14). 
c. Pengasapan/fogging (dengan memakai  malathion dan 
fenthion). 
d. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat 
penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan 
lainlain. 
PENGOBATAN DHF
Pengobatan Penyakit Demam Berdarah Fokus pengobatan pada 
penderita penyakit DHF adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau 
mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu dengan mengusahakan agar 
penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam 
(air teh dan gula sirup atau susu). 
Penambahan cairan tubuh melalui infus intravena mungkin 
diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang 
berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun 
drastis. lalu  adalah pemberian obat-obatan terhadap keluhan 
yang timbul, misalnya : 
a. Paracetamol membantu menurunkan demam
b. Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare 
c. Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder
2. MALARIA
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa 
obligat intraseluler dari genus plasmodium. Penyakit ini secara alami 
ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit malaria ini 
dapat menyerang siapa saja terutama penduduk yang tinggal di daerah 
dimana tempat ini merupakan tempat yang sesuai dengan 
kebutuhan nyamuk untuk berkembang.
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit 
(Plasmodium) yang ditularkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi 
(vector borne desease). Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh 
P. malariae, P. vivax, dan P. ovale. Pada tubuh manusia, parasit 
membelah diri dan bertambah banyak di dalam hati dan kemudian 
menginfeksi sel darah merah. 
ETIOLOGI MALARIA 
Organisme penyebab malaria adalah protozoa dari genus 
plasmodium. Ada empat spesies plasmodium yaitu plasmodium 
falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium 
ovale. Plasmodium falciparum merupakan penyebab dari malaria 
tropika yang sering terjadi malaria berat atau malaria otak dengan 
kematian. Masa inkubasi 9 sampai dengan 14 hari, rata-rata 12 hari. 
Plasmodium Vivax yang memicu  malaria tertiana dengan masa 
inkubasi 12 sampai dengan 17 hari, ratarata 15 hari. Plasmodium 
Ovale, ini jarang sekali ditemui, biasanya  banyak terjadi di Afrika dan 
Pasifik Barat dengan masa inkubasi 16 sampai dengan 18 hari, rata￾rata 17 hari. Plasmodium Malariae yang memicu  malaria 
quartana dengan masa inkubasi 18 sampai dengan 28 hari.
Plasmodium dari air ludah nyamuk betina bergerak 
melalui sel nyamuk
Parasit membiak dalam sel darah merah, memicu  
symptom termasuk anemia (kepala rasa ringan, sesak nafas), termasuk 
juga symptom umum lain seperti demam, sejuk, mual, koma dan 
kematian. Penyebaran Malaria dapat dikurangi dengan menghalang 
gigitan nyamuk melalui kelambu nyamuk dan penghalang serangga, 
atau melalui langkah pengawalan nyamuk seperti menyembur racun 
serangga dalam rumah dan mengeringkan kawasan air bertakung di 
mana nyamuk bertelur.
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria 
a. Kebiasaan keluar malam 
Kebiasaan keluar malam hari merupakan faktor risiko 
sosial yang berperan dalam penyebaran dan kejadian malaria. 
Secara bionomik, nyamuk vektor malaria memiliki  aktivitas 
mencari darah pada malam hari, dan sasaran yang dicapai 
adalah menghisap darah manusia. Kejadian malaria yang 
diakibatkan seringnya beraktifitas di luar rumah pada malam 
hari, berkaitan dengan kebiasaan vektor malaria yang eksofagik. 
Nyamuk yang banyak menggigit diluar rumah, teteapi bisa 
masuk ke dalam rumah bila manusia merupakan hospes utama 
yang disukai.
b. Penggunaan obat anti nyamuk 
Penggunaan obat anti nyamuk (p-value=0,017;OR=6,6) 
dengan kejadiann malaria di Wilayah Kerja Puskesmas 
Ma.Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2015. 29 menurut 
penelitian di NTT, di ketahui sebagian besar ( 75%) masyarakat 
yang menderita malaria tidak memakai  obat anti nyamuk 
saat tidur di malam hari.
c. Penggunaan kelambu 
Faktor kebiasaan memakai  kelambu saat tidur 
malam hari secara teoritis memiliki  kontribusi mencegah 
kejadian malaria. Pada penelitian di kabupaten Jepara 
menunjukkan hasil uji chi-square pada variabel kebiasaan 
memakai kelambu pada saat tidur menunjukkan nilai 
signifikansi (p) sebesar 0,028 yang berarti terdapat hubungan 
antara kebiasaan ini dengan kejadian malaria. 30 
Pemakaian kelambu saat tidur sangat diperlukan di daerah 
endemis malaria. Pemakaian kelambu bertujuan untuk 
mengurangi kontak manusia dengan vektor malaria yang 
bersifat endofagik. Endofagik adalah nyamuk yang mengigit di 
dalam rumah, namun  bila hospes tidak tersedia di dalam rumah 
sebagain nyamuk akan mencari hospes di luar rumah. 
Perhitungan Odds Ratio menunjukkan bahwa responden yang 
tidak memiliki  kebiasaan memakai kelambu pada saat tidur 
berisiko 3 kali untuk mengalami malaria dibandingkan dengan 
responden memiliki  kebiasaan tidur memakai kelambu.
d. Kebiasaan menggantung pakaian kebiasaan menggantung 
pakaian dapat dipakai  sebagai tempat persembunyian 
nyamuk sehingga meningkatkan potensi kontak antara nyamuk 
dengan manusia.
JENIS – JENIS MALARIA 
a. Malaria ovale di sebabkan oleh parasit Plasmodium ovale. 
Penyakit yang disebabkan infeksi parasit Plasmodium ovale ini 
disebut juga malaria tertiana ringan dan merupakan parasit 
malaria yang paling jarang pada manusia. Plasmodium ovale, 
jarang dijumpai di negara kita  dan sering di dapatkan di Afrika 
dan Pasifik Barat. Gametocyr dari Plasmodium ovale 
memerlukan lebih lama dalam darah perifer dari pada malaria 
lainnya. namun  mereka cepat dapat menginfeksi nyamuk secara 
teratur dalam waktu 3 minggu setelah infeksi. Meski termasuk 
penyakit malaria yang paling langka, malaria ovale tidak bisa 
dianggap enteng karena dapat juga memicu  pada 
kematian.
b. Malaria Tropika yang disebabkan oleh parasit plasmodium 
falciparum. Penyakit malaria tropica disebut juga Malaria 
tertiana maligna atau malaria falciparum yang merupakan 
penyakit malaria yang paling ganas yang menyerang manusia. 
Malaria ini dapat menyerang otak yang fatal dan gejala 
serangannya timbul berselang dua hari atau 48 jam.
c. Malaria quartana disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium 
malariae. Penyakit malaria quartana menyerang setiap empat 
hari atau 72 jam. infeksi Plasmodium malariae ini merupakan 
jenis penyakit malaria berbahaya.
d. Malaria Tertiana yang disebabkan oleh parasite plasmodium 
vivax, dapat memunculkan gejala malaria seperti demam setiap 
tiga hari sekali. Malaria tertiana termaksut jenis penyakit 
malaria yang tidak berbahaya, namun  jika tidak di rawat dapat 
juga merengut nyawa. 
PATOGENESIS MALARIA 
Malaria biasanya  ditularkan melalui gigitan nyamuk 
Anopheles betina yang menghisap darah untuk pertumbuhan telurnya. 
biasanya  Anopheles aktif menggigit pada waktu malam hari. Pada 
saat menghisap darah manusia air liur nyamuk yang mengandung 
parasit plasmodium dalam stadium gametosit masuk kedalam tubuh 
manusia dan membentuk stadium seksual gamet betina dan jantan 
akan bersatu menghasilkan sporozoit berbentuk kista. Sporozoit akan 
masuk ke dalam hati dan berkembang biak menjadi skizon 
eksoeritrositik pada orang yang sensitif. Hepatosit pecah dan terjadi 
stadium aksesual (merozoid) dalam darah 6 sampai 11 hari yang 
lalu  menjadi gametosit selama 3-14 hari sesuai dengan spesies 
plasmodium malaria. 
Infeksi malaria berkembang melalui dua tahap: melalui tahap 
yang melibatkan hati (fase eksoeritrositik), dan melalui tahap yang 
melibatkan sel-sel darah merah, atau eritrosit (fase eritrositik). Ketika 
nyamuk yang terinfeksi menembus kulit pasien  untuk mengambil 
makan darah, sporozoit dalam air liur nyamuk memasuki aliran darah 
dan bermigrasi ke hati di mana mereka menginfeksi hepatosit, 
bereproduksi secara aseksual dan tanpa gejala untuk jangka waktu 8-
30 hari.
Setelah masa dorman potensial dalam hati, organisme ini 
berdiferensiasi untuk menghasilkan ribuan merozoit. Setelah pecahnya 
sel inang mereka, merozoit masuk ke dalam darah dan menginfeksi sel￾sel darah merah untuk memulai tahap eritrositik dari siklus hidup. 
Parasit yang telah keluar dari hati menjadi tidak terdeteksi dengan 
membungkus dirinya dalam membran sel dari sel inang hati yang 
terinfeksi.
Dalam sel darah merah, parasit berkembang biak lebih lanjut, 
secara aseksual lagi, secara berkala keluar dari sel inang mereka untuk 
menyerang sel-sel darah merah segar. Beberapa siklus amplifikasi 
ini terjadi. Dengan demikian, deskripsi klasik gelombang demam 
timbul dari gelombang simultan merozoit melarikan diri dan 
menginfeksi sel-sel darah merah.
Beberapa sporozoit P. vivax tidak segera berkembang menjadi 
merozoit fase-eksoeritrositik, melainkan menghasilkan hipnozoit yang 
dorman untuk periode tertentu mulai dari beberapa bulan (7-10 bulan 
khas) hingga beberapa tahun. Setelah masa dormansi, mereka aktif 
kembali dan menghasilkan merozoit. Hipnozoit bertanggung jawab 
untuk inkubasi yang panjang dan relapse akhir infeksi P. vivax, 
meskipun keberadaannya pada P. ovale tidak pasti.
Parasit ini relatif terlindungi dari serangan sistem kekebalan 
tubuh karena pada sebagian besar siklus hidup manusia parasit itu 
berada di dalam sel-sel hati dan darah dan relatif tidak terlihat bagi 
surveilans kekebalan tubuh. Namun, sel darah yang beredar yang 
terinfeksi hancur di limpa. Untuk menghindari hal ini, parasit P. 
falciparum menampilkan protein perekat pada permukaan sel-sel 
darah yang terinfeksi, memicu  sel-sel darah menempel pada 
dinding pembuluh darah kecil, sehingga parasit tidak melalui sirkulasi 
umum dan limpa. Penyumbatan mikrovaskulatur memicu  gejala 
seperti malaria plasenta. Sel darah merah bisa menembus penghalang 
darah-otak dan memicu  malaria serebral.
Penyakit ini paling sering ditularkan oleh nyamuk Anopheles 
betina yang terinfeksi. Gigitan nyamuk memasukkan parasit dari air 
liur nyamuk ke dalam darah pasien . Parasit bergerak ke hati di 
mana mereka dewasa dan bereproduksi. Lima spesies Plasmodium 
dapat menginfeksi dan disebarkan oleh manusia. Sebagian besar 
kematian disebabkan oleh P. falciparum karena P. vivax, P. ovale, and P. 
malariae biasanya  memicu  bentuk yang lebih ringan dari 
malaria. Spesies P. knowlesi jarang memicu  penyakit pada 
manusia. Malaria biasanya didiagnosis dengan pemeriksaan 
mikroskopis darah memakai  film darah, atau dengan uji 
diagnostik cepat berdasar -antigen. Metode yang memakai  
reaksi berantai polimerase untuk mendeteksi DNA parasit telah 
dikembangkan, namun  tidak banyak dipakai  di daerah di mana 
malaria umum (endemis) karena biaya dan kerumitannya
Gambar 49. Siklus Hidup Parasit Malaria
Siklus hidup parasit malaria. Seekor nyamuk memicu  
infeksi oleh gigitan. Pertama, sporozoit memasuki aliran darah, dan 
bermigrasi ke hati. Mereka menginfeksi sel-sel hati, di mana mereka 
berkembang biak menjadi merozoit, memecahkan sel-sel hati, dan 
kembali ke aliran darah. Merozoit menginfeksi sel darah merah, di 
mana mereka berkembang menjadi bentuk cincin, trofozoit dan skizon 
yang pada gilirannya menghasilkan lebih banyak merozoit. Bentuk 
seksual juga diproduksi, yang, jika diambil oleh nyamuk, akan 
menginfeksi serangga dan melanjutkan siklus hidup.
Gejala malaria dapat kambuh setelah beberapa periode bebas 
gejala. Tergantung pada penyebabnya, kekambuhan dapat 
diklasifikasikan sebagai recrudescence, relapse, atau reinfeksi. 
Recrudescence adalah ketika gejala kembali setelah periode bebas 
gejala. Hal ini disebabkan oleh parasit hidup dalam darah dari 
pengobatan yang tidak memadai atau tidak efektif. Relapse adalah 
ketika gejala muncul kembali setelah parasit tereliminasi dari darah 
namun  tetap aktif sebagai hipnozoit dalam sel-sel hati. Relapse 
biasanya  terjadi antara 8-24 minggu dan biasanya  terjadi dengan 
infeksi P. vivax dan P. ovale. Kasus malaria P. vivax di daerah beriklim 
sedang sering melibatkan overwintering oleh hipnozoit, dengan 
relapse dimulai setahun setelah gigitan nyamuk. Reinfeksi berarti 
parasit yang memicu  infeksi sebelumnya telah tersingkir dari 
tubuh, namun  terinfeksi kembali oleh parasit baru. Reinfeksi sulit 
dibedakan dari recrudescence, meskipun kambuhnya infeksi dalam 
waktu dua minggu pengobatan. Infeksi awal setelah sebelumnya sakit 
biasanya dikaitkan dengan kegagalan pengobatan. Orang-orang yang 
telah terinfeksi sebelumnya masih memiliki sedikit kekebalan terhadap 
infeksi baru bila sering terpapar.
TANDA GEJALA KLINIS MALARIA
Gambar 50. Gejala Utama Malaria
biasanya  pasien  yang mengalami penyakit malaria akan 
merasakan gejala penyakit seperti demam, pening, lemas, pucat, nyeri 
otot, suhu bias mencapai 40 0C terutama pada infeksi Plasmodium 
falciparum. 
a. Tahap demam menggigil atau stadium dingin penderita akan 
merasakan dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan 
lemah, bibir dan jari kebiru-biruan pucat, kulit kering, pucat, 
kadang muntah. Pada anak-anak demam bisa memicu  
kejang. Demam ini berkisar antara 15 menit hingga 1 jam.
b. Tahap puncak demam hot stage yang berlangsung 2-6 jam, 
wajah memerah, kulit kering, nyeri kepala, denyut nadi keras, 
haus yang amat terus-menerus,mual hingga muntah. Pada saat 
ini sebenarnya merupakan peristiwa pecahnya schzon matang 
menjadi merozoit-merozoit yang beramai-ramai memasuki 
aliran darah untuk menyerbu sel-sel darah merah.
c. Stadium berkeringat. Pada stadium ini penderita berkeringat 
banyak sekali. Hal seperti ini bisa berlangsung 2 sampai 4 jam.
Gejala klasik malaria adalah paroksismal—kejadian demam 
menggigil yang hilang timbul berulang sesuai siklus dan kemudian 
demam dan berkeringat, terjadi setiap dua hari (demam tertiana) di 
infeksi P. vivax dan P. ovale, dan setiap tiga hari (demam kuartana) 
untuk P. malariae. Infeksi P. falciparum dapat memicu  demam 
berulang setiap 36-48 jam, atau demam kurang menonjol dan hampir 
terus menerus.
Malaria berat biasanya disebabkan oleh P. falciparum (sering 
disebut sebagai malaria falciparum). Gejala malaria falciparum timbul 
9-30 hari setelah terinfeksi. Individu dengan malaria serebral sering 
menunjukkan gejala neurologis, termasuk postur abnormal, nistagmus, 
kelumpuhan tatapan konjugat (kegagalan mata untuk bergerak 
bersama-sama dalam arah yang sama), opistotonus, kejang, atau koma.
PENCEGAHAN MALARIA
Pencegahan malaria secara garis besar mencakup empat aspek, yaitu : 
a. Mencegah penderita yang mengandung gametosit, karena 
penderita yang mengandung gametosit merupakan sumber 
infeksi. Manusia merupakan sumber infeksi yang baik, bila 
pengandung gametosit banyak didalam darahnya, maka pada 
saat darahnya diisap oleh nyamuk, nyamuk ini terinfeksi 
dan dapat menularkan penyakit. Bila gametosit yang terkandung 
dalam darah sedikit maka nyamuk tidak dapat terinfeksi 
sehingga tidak menularkan penyakit (reservoar).
b. Memberantas nyamuk sebagai vektor malaria Pemberantasan 
vektor meliputi pengendalian di tempat perindukan vektor dan 
nyamuk dewasa. Pengendalian tempat perindukan dilakukan 
dengan pengeringan, dengan pengisian/penimbunan lubang￾lubang yang mengandung air. Larva diberantas dengan 
memakai  insektisida dan juga menebarkan ikan pemangsa. 
Nyamuk dewasa diberantas dengan memakai  insektisida 
untuk mengurangi kepadatan nyamuk dan akhir- 53 akhir ini 
sedang dikembangkan pemberantasan genetik untuk 
mensterilkan nyamuk dewasa. 
c. Menghindari atau mengurangi kontak/ gigitan nyamuk 
Anopheles yang mengandung sporozoit. 
d. Melindungi orang yang rentan dan berisiko terinfeksi malaria 
Untuk melindungi orang-orang yang rentan terhadap 
malaria yaitu dengan memasang kawat kasa pada ventilasi 
pintu, ventilasi jendela dan lubanglubang angin. Perlindungan 
pribadi dilakukan dengan memakai  penghalau serangga. 
Selain itu juga dapat memakai  repellent misalnya detil 
toluamid dan minyak sereh, dan pada tempat tidur dipasang 
kelambu. Obat anti malaria dapat dipakai  untuk pencegahan 
infeksi malaria pada pasien . Obat diberikan dengan tujuan 
mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. 
Pencegahan dilakukan untuk membasmi sporozoit, segera 
sesudah sporozoit yang masuk melalui gigitan nyamuk 
Anopheles yang infektif namun  tidak ada obat yang dapat 
membunuh sporozoit tersebut. Hanya obat yang dapat 
membunuh atau membasmi parasit stadium dini dalam sel hati 
adalah obat profilaksis kausal. Obat ini dapat mengurangi 
jumlah parasit dalam darah sedemikian sehingga tidak 
menimbulkan gejala klinis selama obat ini diminum terus 
dalam dosis adekuat. 
PEMERIKSAAN MALARIA 
Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dipakai  
untuk mendiagnosis malaria, antara lain pemeriksaan mikroskopik 
serta Rapid Diagnostic Tests (RDT). 
a. Pemeriksaan Mikroskop 
Pemeriksaan mikroskop hapusan darah masih menjadi 
baku emas untuk diagnosis malaria. Hapusan darah tebal untuk 
deteksi parasit malaria di darah ketika parasitemia rendah dan 
Hapusan darah tipis untuk pemeriksaan malaria dibuat dengan 
cara yang sama dengan pembuatan hapusan darah rutin untuk 
evaluasi hematologis.
b. Tes Diagnosis Cepat (RDT) 
Tes diagnostik cepat adalah alat yang mendeteksi antigen 
malaria pada sampel darah yang sedikit dengan tes 
imunokromatografi. Untuk setiap antigen parasit dipakai  2 
set antibody monoklonal atau poliklonal, satu sebagai antibodi 
penangkap, dan satu sebagai antibodi deteksi. Antibodi 
monoclonal bersifat lebih spesifik tapi kurang sensitive bila 
dibandingkan dengan antibody poliklonal.









1. DIARE
Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan 
konsistensi cair (mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari 
(24 jam). Ingat, dua kriteria penting harus ada yaitu BAB cair dan 
sering, jadi misalnya buang air besar sehari tiga kali tapi tidak cair, 
maka tidak bisa disebut daire. Begitu juga apabila buang air besar 
dengan tinja cair tapi tidak sampai tiga kali dalam sehari, maka itu 
bukan diare. Pengertian Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada 
membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare, 
muntahmuntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang 
menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. 
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak Iebih dan 3 
kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa 
lendir dan darah yang berlangsung kurang dan satu minggu. Diare 
merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau 
tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan 
volume cairan, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah. sekresi di kolon meningkat. Diare juga dapat dikaitkan dengan 
gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi. 
Komplikasi kebanyakan penderita diare sembuh tanpa 
mengalami komplikasi, namun  sebagian kecil mengalami komplikasi dari 
dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan yang diberikan. 
Komplikasi paling penting wlaupun jarang diantaranya yaitu: 
hipernatremia, hiponatremia, demam, edema/overhidrasi, asidosis, 
hipokalemia, ileus paralitikus, kejang, intoleransi laktosa, malabsorpsi 
glukosa, muntah, gagal ginjal. 
Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang memicu  
diare pada anak dan balita. Infeksi Rotavirus biasanya terdapat pada 
anak-anak umur 6 bulan–2 tahun. Infeksi Rotavirus memicu  
sebagian besar perawatan rumah sakit karena diare berat pada anak￾anak kecil dan merupakan infeksi nosokomial yang signifikan oleh 
mikroorganisme patogen. Salmonella, Shigella dan Campylobacter 
merupakan bakteri patogen yang paling sering diisolasi. 
Mikroorganisme Giardia lamblia dan Cryptosporidium merupakan 
parasit yang paling sering menimbulkan diare infeksius akut. Selain 
Rotavirus, telah ditemukan juga virus baru yaitu Norwalk virus. Virus 
ini lebih banyak kasus pada orang dewasa dibandingkan anak-anak. 
Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare disebarluaskankan lewat 
jalur fekal-oral melalui makanan, air yang terkontaminasi atau 
ditularkan antar manusia dengan kontak yang erat.
GEJALA KLINIS DIARE 
Gejala-gejala Diare adalah sebagai berikut : 
a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun 
meninggi 
b. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah 
c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu 
d. Lecet pada anus 
e. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang 
f. Muntah sebelum dan sesudah Diare 
g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)
Diagnosis diare berdasar  gejala klinis yang muncul, 
riwayat diare membutuhkan informasi tentang kontak dengan 
penderita gastroenteritis, frekuensi dan konsistensi buang air besar 
dan muntah, intake cairan dan urin output, riwayat perjalanan, 
penggunaan antibiotik dan obat-obatan lain yang bisa memicu  
diare. Pemeriksaan fisik pada diare akut untuk menentukan 
beratnya penyakit dan derajat dehidrasi yang terjadi. Evaluasi 
lanjutan berupa tes laboratorium tergantung lama dan beratnya 
diare, gejala sistemik, dan adanya darah di feses. Pemeriksaan feses 
rutin untuk menemukan leukosit pada feses yang berguna untuk 
mendukung diagnosis diare, jika hasil tes negative, kultur feses tidak 
diperlukan.
JENIS DIARE 
Menurut Depkes RI, berdasar  jenisnya Diare dibagi empat 
yaitu: 
a. Diare Akut 
Diare akut yaitu, Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari 
(biasanya  kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, 
sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi 
penderita diare. 
b. Disentri 
Disentri yaitu, Diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat 
disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, 
dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa c. Diare persisten 
Diare persisten, yaitu Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari 
secara terus menerus. Akibat Diare persisten adalah penurunan 
berat badan dan gangguan metabolisme. 
d. Diare dengan masalah lain Anak yang menderita Diare (Diare 
akut dan Diare persisten) mungkin juga disertai dengan 
penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit 
lainnya.
PATOGENESIS DIARE 
Cara penularan diare biasanya  melalui cara fekal-oral 
yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh 
enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau 
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung 
melalui lalat (melalui 4F = finger, files, fluid, field). 
FAKTOR RESIKO KEJADIAN DIARE 
Faktor resiko yang dapat meningkatan penularan enteropatogen 
antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan 
pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, 
pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), 
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan 
penyimpanan makanan yang tidak higenis dan cara penyapihan yang 
tidak baik. Selain hal-hal ini beberapa faktor pada penderita 
dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain 
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, 
menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu 
terakhir dan faktor genetik. a. Faktor umur 
Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun 
pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok 
umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. 
Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar 
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan 
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak 
langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi 
mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang 
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit 
yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya 
insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang 
dewasa. 
b. Infeksi asimtomatik 
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan 
proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun 
dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi 
asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau 
minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista 
protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik 
berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen 
terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak 
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke 
tempat yang lain. 
Escheria coli dapat memicu  bakteremia dan infeksi 
sistemik pada neonatus. Meskipun Escheria coli sering 
ditemukan pada lingkungan ibu dan bayi, belum pernah 
dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber infeksi Escheria coli.c. Faktor musim 
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak 
geografis. Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering 
terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus 
terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. 
Didaerah tropik (termasuk negara kita ), diare yang disebabkan 
oleh retrovirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan 
peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare 
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
PENCEGAHAN DIARE 
Sebuah vaksin rotavirus memiliki potensi untuk mengurangi 
jumlah penderita diare. Ada dua vaksin berlisensi untuk menghadapi 
rotavirus. Vaksin rotavirus yang lainnya seperti, Shigella, ETEC, 
dan Cholera sedang dikembangkan, vaksin ini juga berfungsi untuk 
mencegah penularan diare.
a. memakai  air yang bersih 
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan 
c. memakai  jamban untuk buang air besar 
d. Terapi untuk penyakit diare, dan mencegah timbulnya 
kekurangan cairan bila terjadi dehidrasi
PENGOBATAN DIARE 
Perawatan untuk diare melibatkan pasien mengonsumsi 
sejumlah air yang mencukupi untuk menggantikan yang hilang, lebih 
baik bila dicampur dengan elektrolit untuk menyediakan garam yang 
dibutuhkan dan sejumlah nutrisi. Oralit dan tablet zinc adalah 
pengobatan pilihan utama dan telah diperkirakan telah 
menyelamatkan 50 juta anak dalam 25 tahun terakhir. Untuk banyak 
orang, perawatan lebih lanjut dan medikasi resmi tidak dibutuhkan. 
Jika tidak tersedia oralit bubuk, oralit dapat dibuat dengan bahan￾bahan berikut ini:
a. 200 ml atau segelas seukuran belimbing air matang
b. 2 sendok teh gula pasir
c. 1/2 sendok teh garam halus
Campur semua bahan hingga larut lalu minumkan pada 
penderita diare. Minum oralit dengan ketentuan sebagai berikut :
Tabel 7. Campuran Oralit
Usia
Pemberian setelah 3 
jam diketahui diare
Pemberian setelah 
BAB
< 1 tahun 1 ½ gelas ½ gelas 
1 – 4 tahun 3 gelas 1 gelas
5 – 12 tahun 6 gelas 1 ½ gelas
Dewasa 12 gelas 5 gelas 
Diare di bawah ini biasanya diperlukan pengawasan medis:
a. Diare pada balita
b. Diare menengah atau berat pada anak-anak
c. Diare yang bercampur dengan darah.
d. Diare yang terus terjadi lebih dari 2 minggu.
e. Diare yang disertai dengan penyakit umum lainnya seperti sakit 
perut, demam, kehilangan berat badan, dan lain-lain.
f. Diare pada orang yang bepergian (kemungkinan terjadi infeksi 
yang eksotis seperti parasit)
g. Diare dalam institusi seperti rumah sakit, perawatan anak, 
institut kesehatan mental.
Beberapa cara penggulangan diare antara lain:
a. Jaga hidrasi dengan elektrolit yang seimbang. Ini merupakan 
cara paling sesuai di kebanyakan kasus diare, bahkan disentri. 
Mengkonsumsi sejumlah besar air yang tidak diseimbangi 
dengan elektrolit yang dapat dimakan dapat mengakibatkan 
ketidakseimbangan elektrolit yang berbahaya dan dalam 
beberapa kasus yang langka dapat berakibat fatal (keracunan 
air).
b. Mencoba makan lebih sering namun  dengan porsi yang lebih 
sedikit, frekuensi teratur, dan jangan makan atau minum terlalu 
cepat.
c. Cairan intravenous: kadang kala, terutama pada anak￾anak, dehidrasi dapat mengancam jiwa dan cairan intravenous 
mungkin dibutuhkan.
d. Terapi rehidrasi oral: Meminum solusi gula/garam, yang dapat 
diserap oleh tubuh.
e. Menjaga kebersihan dan isolasi: Kebersihan tubuh merupakan 
faktor utama dalam membatasi penyebaran penyakit.
2. DISENTRI BASILER
Disentri basiler atau Shigellosis merupakan suatu penyakit 
infeksi akut yang terjadi pada usus yang disebabkan oleh bakteri genus 
Shigella. biasanya  terdapat 4 spesies Shigella yang memicu  
disentri basiler, meliputi Shigella dysenteriae, Shigella flexneri, Shigella 
boydii, dan Shigella sonnei. biasanya  gejala yang terjadi pada 
disentri basiler adalah diare, adanya lendir dan darah dalam feses, 
nyeri perut dan tenesmus. Adanya darah dan lendir dalam feses 
disebabkan karena invasi bakteri Shigella sp. pada dinding usus 
sehingga memicu  kerusakan pada dinding usus. Selain itu 
penyakit ini dikarakterisasi dengan meningkatnya frekuensi buang air 
besar, sedikitnya volume feses, feses lembek, terdapatnya darah dan 
lendir dalam feses, demam, serta rasa nyeri. 
EPIDEMIOLOGI DISENTRI
Disentri basiler terjadi di seluruh dunia dan bertanggung jawab 
terhadap lebih dari 600.000 kematian setiap tahun, dengan 2/3 kasus 
kematian muncul pada anak-anak usia dibawah 10 tahun. Penularan 
penyakit ini biasanya  disebabkan karena person-to-person infection. 
Selain itu dapat terjadi melalui makanan atau minuman yang telah 
terkontaminasi bakteri Shigella sp., memakai  air yang tercemar,
dan kurangnya higienitas. Terkait dengan higienitas, disentri basiler 
terutama terdapat pada negara berkembang dengan kebersihan 
lingkungan yang kurang dan penghuni padat. Disentri basiler mudah 
menyebar pada kondisi lingkungan yang jelek. Di Amerika, penyebab 
disentri basiler paling banyak adalah Shigella sonnei yang mencapai 
75,2% dan kejadian terendah disebabkan oleh Shigella dysentriae 
yaitu sebesar 0,3% dari jumlah keseluruhan kasus disentri basiler. 
Selain itu, pada tahun 2012 juga dilaporkan bahwa umur ratarata 
terjangkit disentri basiler akibat Shigella sonnei adalah umur 7 tahun 
dan angka ini relatif sama dari tahun ke tahun. 
Di negara kita , dari hasil penelitian yang dilakukan di berbagai 
rumah sakit dari tahun 1998 sampai dengan 1999, terdapat 3848 
penderita diare berat dan 5% disebabkan oleh bakteri Shigella sp. 
Selain itu juga dilaporkan bahwa 29% kematian anak-anak usia 1 
hingga 4 tahun yang disebabkan diare adalah akibat disentri basiler.
ETIOLOGI DISENTRI
Disentri basiler atau Shigellosis disebabkan oleh bakteri genus 
Shigella. Bakteri ini termasuk dalam famili Enterobacteriaceae dan 
merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang (basil)  (Heymann, 2008). Selain itu bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, 
yang berarti dapat hidup tanpa atau dengan adanya oksigen. 
PATOGENESIS DISENTRI
Shigella sp. ditularkan melalui jalur fecal-oral dan masuk dalam 
tubuh secara per oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 
Bakteri ini akan menjadi penyakit apabila jumlahnya 10 hingga 100 
bakter. Bakteri ini juga cukup tahan terhadap suasana asam pada 
lambung sehingga dapat masuk ke dalam usus. Di dalam usus, bakteri 
berkembang biak dan menyebar dalam lapisan sub mukosa. Bakteri ini 
dapat berpenetrasi ke mukosa karena bakteri ini secara genetik 
memiliki “invasion plasmids” sehingga memicu  kematian sel 
usus, ulserasi fokal, pengelupasan sel-sel mukosa, lendir disertai darah 
dalam lumen usus, dan adanya akumulasi sel-sel inflamasi pada lapisan 
sub mukosa. Selain itu diketahui bahwa Shigella flexneri dan Shigella 
sonnei menghasilkan shiga toxin. Diduga racun ini berperan dalam 
merusak sel-sel endotel dari propria lamina sehingga terjadi 
perubahan mikroangiopati. 
PENGOBATAN DISENTRI
Terapi pada kasus ringan biasanya  merupakan terapi suportif, 
yaitu dengan rehidrasi. Hal ini dilakukan karena kejadian fatal 
terbesar kasus disentri basiler disebabkan karena penderita 
mengalami dehidrasi akibat diare. Untuk kasus yang parah atau pasien 
dengan respon imun yang rendah biasanya diperlukan antibiotik untuk 
menurunkan durasi penyakit. Antibiotik yang biasa dipakai  untuk 
penanganan disentri basiler meliputi siprofloksasin, azitromisin, dan 
ceftriaxon. Untuk penanganan dehidrasi yang biasa dipakai  adalah 
dengan pemberian terapi cairan secara oral atau intravena sesuai 
derajat dehidrasi. Obat-obatan anti-diare seperti loperamid 

kontraindikasi pada kasus disentri basiler karena dapat memperlama 
penyakit karena bakteri akan semakin lama kontak dengan sel epitel 
usus sehingga kerusakan sel epitel akan semakin luas. Penggunaan 
antibiotik dapat menurunkan gejala, namun tidak dianjurkan pada 
pasien dewasa dengan kasus ringan. Beberapa Shigella banyak yang 
dilaporkan resisten terhadap ampisilin, cotrimoksazole, dan 
tetrasiklin.
3. DEMAM THYPOID
Demam tifoid adalah infeksi akut saluran cerna yang disebabkan 
oleh Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang 
disebabkan oleh Salmonella Paratyphi A,B, dan C. Gejala dan tanda 
penyakit ini hampir sama, nanum manifestasi paratifoid lebih 
ringan.
FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM THYPOID
a. Usia 
Pada usia 3-19 tahun peluang terkena demam tifoid 
lebih besar, orang pada usia ini cederung memiliki 
aktivitas fisik yang banyak, kurang memperhatikan higene dan 
santitasi makanan. Pada usia-usia tersebut, orang akan 
cenderung memilih makan di luar rumah atau jajan di 
sembarang tempat yang tidak memperhatikan higene dan 
sanitasi makanan. Insiden terbesar demam tifoid terjadi pada 
anak sekolah, berkaitan dengan faktor higenitas. Kuman 
Salmonella typhi banyak berkembang biak pada makanan 
yang kurang terjaga higenitasnya.
b. Status Gizi 
Status gizi yang kurang akan menurunkan daya tahan 
tubuh, sehingga anak mudah terserang penyakit, bahkan 
status gizi yang buruk akan memicu  tingginya angka 
mortalitas terhadap demam tifoid. 
c. Riwayat Demam tifoid 
Riwayat demam tifoid dapat terjadi dan berlangsung 
dalam waktu yang pendek pada mereka yang mendapat infeksi 
ringan dengan demikian kekebalan mereka juga lemah. 
Riwayat demam tifoid akan terjadi bila pengobatan 
sebelumnya tidak adekuat, sepuluh persen dari demam tifoid 
yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya riwayat 
demam tifoid. Riwayat demam tifoid dipengaruhi oleh 
imunitas, kebersihan, konsumsi makanan, dan lingkungan. 
PATOGENESIS DEMAM THYPOID 
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks 
yang melalui beberapa tahapan. Kuman Salmonella typhi dan 
Salmonella paratyphi masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang 
terkontaminasi. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman 
ini dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam 
tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Jika respon 
imunitas humoral usus kurang baik, kuman akan menembus sel-sel 
epitel usus dan lamina propina. Di Lamina propina kuman berkembang 
biak dan di fagosit oleh sel-sel fagosit tertutama makrofag. 
Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak 
didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil 
yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri 
dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan 
berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di 
hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi 
dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan 
kembali ke dalam system peredaran darah dan memicu  bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode 
inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti 
demam, sakit kepala dan nyeri abdomen. 
Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak 
diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di 
hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patches di 
mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi 
melalui proses inflamasi yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia. 
Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi. 
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ￾organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk 
berproliferasi kembali. 
GEJALA KLINIS DEMAN THYPOID
Gejala demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala ringan yang 
tidak memerlukan perawatan hingga gejala berat yang memerlukan 
perawatan. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. 
Pada awal periode penyakit ini, penderita demam tifoid mengalami 
demam. Sifat demam adalah meningkat perlahanlahan terutama pada 
sore hingga malam hari. Pada saat demam tinggi, dapat disertai dengan 
gangguan system saraf pusat, seperti kesadaran menurun, penurunan 
kesadaran mulai dari apatis sampai koma. 
Gejala sistemik lain yang menyertai adalah nyeri kepala, malaise, 
anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Gejala 
gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien 
dapat mengeluh diare, obtipasi, atau optipasi kemudian disusul dengan 
diare, lidah tampak kotor dengan warna putih ditengah, hepatomegaly 
dan splenomegaly.Gambaran klinis demam tifoid pada anak umur < 5 tahun, 
khususnya di bawah 1 tahun lebih sulit diduga karena seringkali tidak 
khas dan sangat bervariasi.Masa inkubasi demam tifoid berkisar antara 
7-14 hari, namun dapat mencapai 3-30 hari.Selama masa inkubasi 
mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak 
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.Kemudian 
menyusul gejala dan tanda klinis yang biasa ditemukan.
a. Gejala
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam 
pada awal penyakit.Demam berlangsung 3 minggu bersifat 
febris, remiten dan suhu tidak terlalu tinggi.Pada awalnya suhu 
meningkat secara bertahap menyerupai anak tangga selama 2-7 
hari, lebih tinggi pada sore dan malam hari,namun  demam bisa 
pula mendadak tinggi.Dalam minggu kedua penderita akan terus 
menetap dalam keadaan demam, mulai menurun secara tajam 
pada minggu ketiga dan mencapai normal kembali pada minggu 
keempat. Pada penderita bayi memiliki  pola demam yang 
tidak beraturan, sedangkan pada anak seringkali disertai 
menggigil. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan nyeri, 
perut kembung, konstipasi dan diare.Konstipasi dapat 
merupakan gangguan gastrointestinal awal dan kemudian pada 
minggu kedua timbul diare. Selain gejala – gejala yang 
disebutkan diatas, pada penelitian sebelumnya juga didapatkan 
gejala yang lainnya seperti sakit kepala , batuk, lemah dan tidak 
nafsu makan. 
b. Tanda
Tanda klinis yang didapatkan pada anak dengan demam 
tifoid antara lain adalah pembesaran beberapa organ yang 
disertai dengan nyeri perabaan, antara lain hepatomegali dan 
splenomegali.Penelitian yang dilakukan di Bangalore didapatkan 
data teraba pembesaran pada hepar berkisar antara 4 – 8 cm 
dibawah arkus kosta.14 namun  adapula penelitian lain yang 
menyebutkan dari mulai tidak teraba sampai 7,5 cm di bawah 
arkus kosta.9 Penderita demam tifoid dapat disertai dengan atau 
tanpa gangguan kesadaran.biasanya  kesadaran penderita 
menurun walaupun tidak terlalu dalam, yaitu apatis sampai 
somnolen.1 Selain tanda – tanda klinis yang biasa ditemukan 
tersebut,mungkin pula ditemukan gejala lain.Pada punggung 
dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik 
kemerahan karena emboli dalam kapiler kulit.Kadang-kadang 
ditemukan ensefalopati, relatif bradikardi dan epistaksis pada 
anak usia > 5 tahun.1,2,18 Penelitian sebelumnya didapatkan 
data bahwa tanda organomegali lebih banyak ditemukan namun  
tanda seperti roseola sangat jarang ditemukan pada anak 
dengan demam tifoid.
PATOFISIOLOGI DEMAM THYPOID
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal 
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang 
dipengaruhi oleh IL1.Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau 
demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan 
panas. Demam merupakan bagian dari respon fase akut terhadap 
berbagai rangsangan infeksi, luka atau trauma, seperti halnya letargi, 
berkurangnya nafsu makan dan minum yang dapat memicu  
dehidrasi, sulit tidur, hipozinkemia, sintesis protein fase akut dan lain￾lain.Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan 
suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang 
diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, terutama infeksi.
Demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi (setiap 
kenaikan suhu 1 0C akan meningkatkan laju metabolisme sekitar 
10%).Pirogen adalah suatu zat yang memicu  demam, terdapat 
dua jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen.Rangsangan eksogen 
seperti endotoksin dan eksotoksin menginduksi leukosit untuk 
memproduksi pirogen endogen dan yang poten diantaranya adalh IL-1 
dan TNFα .Pirogen endogen ini bekerja didaerah sistem syaraf pusat 
pada tingkat OrganumVasculosum laminae terminalis (OVLT).Sebagai 
respon terhadap sitokin ini maka pada OVLT terjadi sintesis 
prostaglandin, terutama prostaglandin-E2 yang bekerja melalui 
metabolism asam arakhidonat jalur siklooksigenase 2 (COX-2). 
Prostaglandin ini bekerja secara langsung pada sel nuklear preoptik 
dengan hasil peningkatan suhu tubuh berupa demam.
Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam 
setelah terpapar.biasanya  pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, 
makrofag atau monosit untuk merangsang IL-1.Pirogenitas bakteri 
Gram-negatif disebabkan adanya heatstable factor yaitu endotoksin, 
suatu pirogen eksogen yang pertama ditemukan.Komponen aktif
endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu 
lipopolisakarida.Endotoksin meyebabkan peningkatan suhu yang 
progresif tergantung dari dosis. Dari suatu penelitian didapatkan 
bahwa jumlah organisme yang dapat menimbulkan gejala penyakit 
adalah sebanyak 105 -106 organisme, walaupun jumlah yang 
diperlukan untuk menimbulkan gejala klinis pada bayi dan anak 
mungkin lebih kecil.Semakin besar dosis Salmonella Typhi yang 
tertelan semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis, 
semakin pendek masa inkubasi tidak merubah sindrom klinik yang 
timbul.
PENCEGAHAN DEMAM THYPOID
Sanitasi dan kebersihan adalah penting untuk mencegah 
terjadinya penyakit tipus. Tipus tidak melibatkan hewan dan 
penularannya adalah dari manusia ke manusia. Tipus hanya berjangkit 
pada lingkungan dimana kotoran manusia dan air seni manusia dapat 
mencemari makanan dan minuman. Kehati-hatian penyiapan makanan 
dan mencuci tangan adalah hal yang penting untuk mencegah penyakit 
tipus.
Dua jenis vaksin tipus tersedia untuk mencegah penyakit 
tipus:vaksin hidup yang diminum Ty21a (dijual dengan merek Vivotif 
oleh Crucell Switzerland AG) dan injeksi typhoid polysaccharide 
vaccine (dijual dengan merek Typhim Vi oleh Sanofi Pasteur dan 
'Typherix oleh GlaxoSmithKline). Kedua jenis vaksin ini efektif 
melindungi antara 50 hingga 80% mereka yang telah divaksinasi dan 
direkomendasikan bagi pelancong yang akan berkunjung ke daerah 
endemik. Penguat/pengulangan vaksin direkomendasikan setiap 5 
tahun sekali bagi vaksin oral dan setiap dua tahun sekali untuk vaksin 
injeksi. Di negara kita  biasanya hanya tersedia vaksin dalam bentuk 
injeksi. Dan jika sudah divaksin dan masih terkena biasanya ringan. 
Vaksinasi dianjurkan untuk dilakukan pada anak-anak dan dewasa 
sesuai jadwal imunisasi.
PENGOBATAN DEMAM THYPOID
Tifus dapat berakibat fatal, pemotongan usus atau bahkan 
kematian. Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim￾sulfamethoxazole, dan ciproloxacin sering dipakai  untuk merawat 
demam tipoid. Yang perlu diperhatikan adalah bila suhu telah turun 
dan merasa segar, bukan berarti telah sembuh, karena usus masih tipis 
oleh karenanya makanannya harus bertahap mulai dari bubur saring, 
bubur, nasi lembek dan baru nasi. Selain makanan yang harus dijaga 
adalah tidak boleh bekerja berat, sebelum benar-benar sembuh, karena 
usus dapat robek/terluka dan suhu badan naik kembali seperti semula, 
walaupun bakterinya telah tiada. Bila tak terawat, demam tifoid dapat 
berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Kematian terjadi 
antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak terawat.

















Salah satu ancaman kesehatan yang paling harus diwaspadai adalah 
apa yang disebut dengan New Emerging Infection Disease, yang kalau 
diterjemahkan artinya adalah infeksi yang baru muncul. Sebagian besar, 
infeksi yang baru muncul ini sebagian besar bersumber dari binatang 
atau yang biasa disebut zoonosis.
Mulai dari severe acute respiratory syndrome (SARS) hingga avian 
ainfluenza A (H7N9), abad keduapuluh satu telah melihat kemunculan banyak 
penyakit baru, yang menarik perhatian banyak orang. Penyakit ini – disebut 
emerging infectious disease (EIDs) – menjadi kekhawatiran khusus dalam 
kesehatan masyarakat. Tidak hanya karena penyakit ini bisa memnyebabkan 
kematian pada manusia dalam jumlah besar saat ini menyebar, tapi karena 
penyakit ini juga membawa dampak sosial dan ekonomi yang besar dalam 
dunia yang telah saling berhubungan saat ini. Sebagai contoh, perkiraan biaya 
langsung yang ditimbulkan SARS di Kanada dan negara-negara Asia adalah 
sekitar 50 miliar dolar AS. Selain itu, dampak dari penyakit infeksi baru ini 
relatif lebih besar di negara-negara berkembang yang memiliki sumber daya 
yang lebih sedikit. Dalam 30 tahun terakhir, telah muncul lebih dari 30 EIDs. 
Asia, sayangnya, seringkali menjadi episentrumnya.
EIDs adalah penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi 
untuk pertama kalinya, atau telah ada sebelumnya namun meningkat dengan 
sangat cepat, baik dalam hal jumlah kasus baru didalam suatu populasi, atau 
penyebaranya ke daerah geografis yang baru. Yang juga dikelompokkan dalam 
EIDs adalah penyakit yang pernah terjadi di suatu daerah di masa lalu, 
kemudian menurun atau telah dikendalikan, namun kemudian dilaporkan lagi 
dalam jumlah yang meningkat. Kadang-kadang sebuah penyakit lama muncul 
dalam bentuk klinis baru, yang bisa jadi lebih parah atau fatal. Penyakit ini 
disebut dengan penyakit lama (re-emerging), contoh terbaru adalah 
chikungunya di India. Kebanyakan penyakit emerging dan re-emerging asalnya adalah 
zoonotik, yang artinya penyakit ini muncul dari seekor hewan dan 
menyeberangi hambatan spesies dan menginfeksi manusia. Sejauh ini sekitar 
60% dari penyakit infeksi pada manusia telah dikenali, dan sekitar 75% EIDs, 
yang menyerang manusia dalam tiga dekade terakhir, berasal dari hewan. 
Beberapa negara WHO kawasan Asia Tenggara memiliki kondisi yang 
mengundang kemunculan penyakit ini, banyak diantaranya adalah penyakit 
yang dapat mematikan dan menyebar dengan cepat. Riset ilmiah terhadap 335 
penyakit baru diantara tahun 1940 dan 2004 mengindikasikan bahwa besar 
kemungkinan beberapa daerah di dunia mengalami kemunculan EIDs ini. 
Beberapa “hotspot” global untuk EIDs adalah negara-negara yang 
berhubungan dengan Dataran Indo-Gangga dan DAS Mekong. Virus Nipah, 
demam berdarah Crimean-Congo dan avian influenza (H5N1) merupakan 
contoh penyakit yang telah muncul baru-baru ini dan menyerah WHO 
Kawasan Asia Tenggara.
Ada banyak faktor yang mempercepat kemunculan kemudahan 
penyakit baru, karena faktor-faktor ini memicu  agen infeksi berkembang 
menjadi bentuk ekologis baru, agar dapat menjangkau dan beradaptasi dengan 
inang yang baru, dan agar dapat menyebar lebih mudah diantar inang-inang 
baru. Faktor-faktor ini termasuk urbanisasi dan penghancuran habitat asli, 
yang memicu  hewan dan manusia hidup dalam jarak dekat, perubahan 
iklim dan perubahan ekosistem; perubahan dalam populasi inang reservoir 
atau vektor serangga perantara; dan mutasi genetik mikroba. Akibatnya 
dampak dari penyakit baru sulit untuk diprediksi namun bisa signifikan, 
karena manusia mungkin hanya memiliki sedikit kekebalan terhadap penyakit 
ini atau tidak sama sekali.
Walaupun sistem kesehatan masyarakat yang kuat menjadi syarat 
untuk memerangi KLB EIDs, KLB ini juga dapat mengganggu sistem ini 
secara signifikan. Karena itu memperkuat kesiapsiaggan, surveilans, penilaian 
resiko, komunikasi resiko, fasilitas laboratorium dan kapasitas respon di Kawasan merupakan hal yang sangat penting. Dan yang juga sama pentingnya 
adalah membangun mitra di antara sektor kesehatan hewan, pertanian, 
kehutanan dan kesehatan di tingkat nasional, regional dan global.
B. CONTOH PENYAKIT NEW EMERGING DISEASES 
1. COVID-19
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome 
coronavirus 2 (SARS-CoV2) adalah virus yang menyerang sistem 
pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus 
Corona bisa memicu  gangguan ringan pada sistem pernapasan, 
infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian. 
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-
2) yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari 
coronavirus yang menular ke manusia. Walaupun lebih bayak 
menyerang lansia, virus ini sebenarnya bisa menyerang siapa saja, 
mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa, termasuk ibu hamil 
dan ibu menyusui. 
Covid-19 merupakan nama penyakit yang disebabkan oleh 
virus corona. Nama ini diberikan oleh WHO (World Health 
Organzation) sebagi nama resmi penyakit ini. Covid sendiri merupakan 
singkatan dari Corona Virus Disease-2019. Covid-19 yaitu penyakit 
yang disebabkan oleh virus corona yang menyerang saluran 
pernafasan sehingga memicu  demam tinggi, batuk, flu, sesak 
nafas serta nyeri tenggorokan.
Menurut situs WHO, virus corona adalah keluarga besar virus 
yang dapat memicu  penyakit pada hewan atau manusia. Pada 
manusia corona diketahui memicu  infeksi pernafasan mulai dari 
flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti Middle East 
Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrme  (SARS). Virus ini mampu mengakibatkan orang kehilangan nyawa 
sehingga WHO telah menjadikan status virus corona ini menjadi 
pandemi dan meminta Presiden Joko Widodo menetapkan status 
darurat nasional corona.
ASAL PENYAKIT COVID-19
Infeksi virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 
2019) dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir 
Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah 
menyebar ke hampir semua negara, termasuk negara kita , hanya dalam 
waktu beberapa bulan. 
Hal ini membuat beberapa negara menerapkan 
kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah 
penyebaran virus Corona. Di negara kita  sendiri, diberlakukan kebijakan 
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran 
virus ini. 
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi 
sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya memicu  
infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa 
memicu  infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru 
(pneumonia). 
Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga 
termasuk dalam kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute 
Respiratory Syndrome (SARS) dan virus penyebab Middle-East 
Respiratory Syndrome (MERS). Meski disebabkan oleh virus dari 
kelompok yang sama, yaitu coronavirus, COVID-19 memiliki beberapa 
perbedaan dengan SARS dan MERS, antara lain dalam hal kecepatan 
penyebaran dan keparahan gejala  PATOGENESIS COVID-19. 
Dalam salah satu bagian laporan berjudul route of 
transmission, WHO menyebutkan hingga kini belum ditemukan kasus 
penyebaran virus corona atau COVID-19 melalui udara. Selain itu 
menurut WHO, cara penyebaran virus corona COVID-19 melalui udara 
bukan faktor terbesar penularan penyakit berdasar  bukti yang ada. 
WHO menyarankan prosedur perlindungan menghadapi 
penyebaran virus corona atau COVID-19 secara aerosol. Prosedur ini 
diterapkan di fasilitas kesehatan yang menangani kasus virus corona 
atau COVID-19. Aerosol merujuk pada partikel padat atau cair dalam 
udara atau gas lain. Partikel ini melayang sebelum mendarat di 
permukaan sasaran. 
"Cara penyebaran virus corona COVID-19 adalah melalui tetesan 
air liur (droplets) atau muntah (fomites), dalam kontak dekat tanpa 
pelindung. Transmisi virus corona atau COVID-19 terjadi antara yang 
telah terinfeksi dengan orang tanpa patogen penyakit," tulis WHO 
dalam laporannya. 
Penyebaran virus corona COVID-19 lewat dudukan toilet, 
pegangan pintu kamar mandi, dan wastafel (fecal shedding) terjadi 
pada beberapa pasien. Namun penyebaran virus corona atau COVID-19 
atau COVID-19 dengan fecal shedding, hingga kini bukan menjadi 
upaya tranmisi utama.
Menularnya Covid-19 membuat dunia menjadi resah, termasuk 
di negara kita . Covid-19 merupakan jenis virus yang baru sehingga 
banyak pihak yang tidak tahu dan tidak mengerti cara penanggulangan 
virus tersebut. Pemerintah dituntut untuk sesegera mungkin 
menangani ancaman nyata Covid-19. Jawaban sementara terkait 
dengan persoalan ini ternyata telah ada dalam Undang-Undang 
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dimana dalam 
undang-undang ini telah memuat banyak hal terkait dengan  kekarantinaan kesehatan, pihak yang berwenang menetapkan 
kedaruratan kesehatan masyarakat, dan lain sebagainya. 
Dalam undang-undang ini juga menentukan apa saja 
peraturan pelaksanaan sebagai tindak lanjut ketentuan dalam 
kekarantinaan kesehatan. Namun 4 peraturan pelaksanaan sebagai 
ketentuan lanjutan dari UU Kekarantinaan Kesehatan belum ada 
padahal peraturan pelaksanaan ini sangat perlu untuk segera 
dibentuk. 
Menurut WHO, Covid-19 menular dari orang ke orang. Caranya 
dari orang yang terinfeksi virus corona ke orang yang sehat. Penyakit 
menyebar melalui tetesan kecil yang keluar dari hidung atau mulut 
ketika mereka yang terinfeksi virus bersin atau batuk. Tetesan itu 
kemudian mendarat di benda atau permukaan yang disentuh dan 
orang sehat. Lalu orang sehat ini menyentuh mata, hidung atau mulut 
mereka. Virus corona juga bisa menyebar ketika tetesan kecil itu 
dihirup oleh orang sehat ketika berdekatan dengan yang terinfeksi 
corona.
CARA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN COVID-19. 
Sampai saat ini, belum ada vaksin untuk mencegah infeksi 
virus Corona atau COVID-19. Oleh sebab itu, cara pencegahan yang 
terbaik adalah dengan menghindari faktor-faktor yang bisa 
memicu  Anda terinfeksi virus ini, yaitu: 
a. Terapkan physical distancing, yaitu menjaga jarak minimal 1 
meter dari orang lain,dan jangan dulu ke luar rumah kecuali 
ada keperluan mendesak. 
b. Gunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau 
keramaian, termasuk saat pergi berbelanja bahan makanan. 
c. Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand 
sanitizer yang mengandung alkohol minimal 60%, terutama 
setelah beraktivitas di luar rumah atau di tempat umum. 
d. Jangan menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci 
tangan.
e. Tingkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat.
f. Hindari kontak dengan penderita COVID-19, orang yang 
dicurigai positif terinfeksi virus Corona, atau orang yang 
sedang sakit demam, batuk, atau pilek. 
g. Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, 
kemudian buang tisu ke tempat sampah. 
h. Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan 
lingkungan
PENGOBATAN VIRUS CORONA (COVID-19)
Infeksi virus Corona atau COVID-19 belum bisa diobati, namun  
ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dokter untuk meredakan 
gejalanya dan mencegah penyebaran virus, yaitu: 
a. Merujuk penderita COVID-19 yang berat untuk menjalani 
perawatan dan karatina di rumah sakit rujukan 
b. Memberikan obat pereda demam dan nyeri yang aman dan 
sesuai kondisi penderita
c. Menganjurkan penderita COVID-19 untuk melakukan isolasi 
mandiri dan istirahat yang cukup 
d. Menganjurkan penderita COVID-19 untuk banyak minum air 
putih untuk menjaga kadar cairan tubuh 
2. FLU BURUNG
Avian Influenza (AI) atau flu burung (bird flu) atau sampar 
unggas (fowl plague) pertama kali ditemukan menyerang di Italia 
sekitar 100 tahun yang lalu. Pada mulanya penyakit ini hanya 
menyerang unggas mulai dari ayam, merpati, sampai burung-burung 
liar. Akan namun , laporan terakhir menyebutkan serangan pada babi 
dan manusia.
Wabah virus ini menyerang manusia pertama kali di 
Hongkong pada tahun 1997 dengan 18 korban dan 6 diantaranya 
meninggal. Di negara kita , penyakit ini awalnya diduga sebagai penyakit 
tetelo atau VVND (Velogenic Viscerotopic Newcastle Diseae) yang 
pernah menyerang pada tahun-tahun sebelumnya.
Gambar 23. Jengger ayam yang terkena flu burung
Penyakit ini merupakan penyakit baru (new emerging disease) 
yang banyak menarik perhatian berbagai pihak karena penularannya 
yang sangat cepat dengan angka kematian yang tinggi. Avian flu juga 
melibatkan sektor peternakan, khususnya unggas, yang memiliki  
dampak besar terhadap ketersediaan daging (gizi) di masyarakat, dan 
sektor ekonomi para peternaknya.Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) 
adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza 
tipe A dan ditularkan oleh unggas. Sejarah dunia telah mencatat tiga 
pandemi besar yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Pandemi 
pertama terjadi pada tahun 1918 berupa flu Spanyol yang disebabkan 
oleh subtipe H1N1 dan memakan korban meninggal 40 juta orang. 
Pandemi ini sebagian besar terjadi di Eropa dan Amerika Serikat. 
Pandemi kedua terjadi pada tahun 1958 berupa flu Asia yang 
disebabkan oleh H2N2 dengan korban 4juta jiwa. Pandemi terakhir 
terjadi pada tahun 1968 berupa flu Hongkong yang disebabkan oleh 
H3N2 dengan korban 1 juta jiwa.
JENIS FLU BURUNG
Dua jenis virus flu burung yang dapat menular ke manusia dan 
memicu  kematian adalah H5N1 dan H7N9. Sampai saat ini, kedua 
virus ini masih memicu  wabah di Asia, Afrika, Timur 
Tengah, dan beberapa bagian Eropa.
Penyebab flu burung merupakan virus influenza yang dapat 
menyerang unggas. Salah satu jenis flu burung yang dapat menyerang 
manusia adalah H5N1. Kemudian pada tahun 2013, dilaporkan kembali 
bahwa ada jenis virus lain yang bisa menular ke manusia, yaitu virus 
influenza H7N9. Selain kedua jenis virus tersebut, masih ada beberapa 
jenis virus flu burung lainnya yang dapat menyerang manusia, antara 
lain H9N2, H7N7, H6N1, H5N6, dan H10N8.
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, 
H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N98. 
Strain yang sangat virulen/ganas dan memicu  flu burung adalah 
dari subtipe A H5N1. Virus ini dapat bertahan hidup di air sampai 
4 hari pada suhu 22 ̊C dan lebih dari 30 hari pada 0 ̊C. Virus akan mati 
pada pemanasan 60 ̊C selama 30 menit atau 56 ̊C selama 3 jam dan 
dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang 
mengandung iodin.
Gambar 24. Penamaan Virus Influenza
berdasar  kemampuannya menimbulkan penyakit, flu burung 
dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Flu burung dengan patogenisitas tinggi (bahasa Inggris: highly 
pathogenic avian influenza, disingkat HPAI) yang 
memicu  tingkat kematian yang tinggi, dan
b. Flu burung dengan patogenisitas rendah (bahasa Inggris: low 
pathogenic avian influenza, disingkat LPAI) yang 
memicu  penyakit dengan tanda klinis yang ringan.
Sebagian besar virus flu burung memiliki patogenisitas yang 
rendah (LPAI). Namun, beberapa beberapa di antara mereka 
mengalami mutasi genetik sehingga berubah menjadi HPAI. Secara 
alami, kasus HPAI disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5 atau 
H7. Walaupun demikian, mayoritas virus subtipe H5 dan H7 tergolong 
LPAI. Penentuan tingkat patogenisitas virus influenza A didasarkan 
pada karakteristik molekuler serta kemampuannya menimbulkan 
penyakit dan kematian pada ayam pada kondisi laboratorium, bukan 
berdasar  beratnya derajat penyakit yang ditimbulkan pada 
manusia.
PENYEBARAN FLU BURUNG
a. Ayam dan manusia di Hongkong. Selama wabah ini Pada 
tahun 1997 Avian Influenza A (H5N1) telah menginfeksi 
berlangsung 18 orang telah dirawat di rumah sakit dan 6 
diantaranya meninggal dunia. Untuk mencegah penyebaran 
ini pemerintah setempat memusnahkan 1,5 juta ayam 
yang terinfeksi flu burung.
b. Pada tahun 1999, di Hongkong dilaporkan adanya kasus Avian 
Influenza A (H9N2) pada 2 orang anak tanpa menimbulkan 
kematian.
c. Pada tahun 2003, di Hongkong ditemukan lagi dua kasus Avian 
Influenza A (H5N1) dan satu orang meninggal.
d. Pada tahun 2003, di Belanda ditemukan 80 kasus Avian 
Influenza A (H7N7) dan satu diantaranya meninggal.
e. Pada tahun 2004 terjadi lagi 25 kasus Avian Influenza A 
(H5N1) di Vietnam (19) dan Thailand (6) yang memicu  
19 orang meninggal (5 di Thailand, 14 di Vietnam)
PATOGENESIS FLU BURUNG
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus 
influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A 
dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat memicu  
epidemi dan pandemi. berdasar  sub tipenya terdiri dari 
Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N). Kedua huruf ini dipakai  
sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya.
Meskipun reservoar alami viris AI adalah unggas liar yang sering 
bermigrasi (bebek liar), namun  hewan ini resisten terhadap 
penyakit ini. Menurut WHO, kontak hewan ini dengan unggas 
ternak memicu  epidemik flu burung di kalangan unggas. 
Penularan penyakit terjadi melalui udara dan ekskret (kotoran, urin, 
dan ingus) unggas yang terinfeksi.
Virus AI dapat hidup selama 15 hari di luar jaringan hidup. Virus 
pada unggas akan mati pada pemanasan 80 ̊ C selama 1 menit, dan 
virus pada telur akan mati pada suhu 64 ̊C selama 5 menit. Virus akan 
mati dengan pemanasan sinar matahari dan pemberian diinfektan. 
Secara genetik, virus influenza tipe A sangat labil dan tidak sulit 
beradaptasi untuk menginfeksi spesies sasarannya. Virus ini tidak 
memiliki sifat proof reading, yaitu kemampuan untuk mendeteksi 
kesalahan yang terjadi dan memperbaiki kesalahan pada saat replikasi. 
Ketidakstabilan sifat genetik virus inilah yang mengakibatkan 
terjadinya strain/jenis/mutan virus yang baru. Akibat dari proses 
tersebut, virus virulensi virus AI dapat berubah menjadi lebih ganas 
dari sebelumnya (HPAI, high pathogenic avian influenza).
Karakteristik lain dari virus ini adalah kemampuannya untuk 
bertukar, bercampur, dan bergabung dengan virus influenza strain  yang lain sehingga memicu  munculnya strain baru yang bisa 
berbahaya bagi manusia. Mekanisme ini juga memicu  kesulitan 
dalam membuat vaksin untuk program penanggulangan.
Kelangsungan hidup virus di lingkungan dipengaruhi oleh 
berbagai faktor, di antaranya jumlah virus, temperatur, paparan sinar 
matahari, keberadaan materi organik, pH dan salinitas (jika virus di 
air), serta kelembapan relatif (pada permukaan padat atau tinja). Virus 
influenza A peka terhadap berbagai jenis disinfektan, di 
antaranya natrium hipoklorit, etanol 60-90%, senyawa amonium 
kuartener, aldehid, fenol, asam, dan iodin povidon, juga bisa 
diinaktivasi dengan pemanasan 56-60 °C selama minimal 60 menit 
serta oleh radiasi ionisasi atau pH ekstrem (pH 1-3 atau pH 10-14).
Virus flu burung terus berubah dengan konstan. Ada dua cara 
mereka untuk berubah
a. Antigenic drift. Gen virus influenza mengalami perubahan￾perubahan kecil seiring dengan waktu saat virus bereplikasi. 
Perubahan genetik yang kecil ini akan berakumulasi 
perlahan-lahan sehingga sifat antigeniknya berbeda dan 
tidak dikenali lagi oleh sistem kekebalan tubuh. Hal ini 
memicu  komposisi vaksin influenza perlu ditinjau 
secara berkala agar dapat mengimbangi laju perubahan 
virus.
b. Antigenic shift. Terjadi perubahan gen yang besar dan 
mendadak yang menghasilkan jenis protein H yang baru 
dan/atau kombinasi protein H dan N yang baru. 
Kebanyakan individu tidak memiliki kekebalan terhadap 
virus influenza yang baru ini sehingga memicu  
terjadinya wabah penyakit yang luas.
Virus influenza dapat menyerang berbagai spesies hewan dan 
penyakitnya diberi nama sesuai dengan jenis hewan yang diinfeksi, 
misalnya flu burung, flu babi, flu kuda, dan flu anjing. Mutasi genetik 
memungkinkan terjadinya infeksi silang antarspesies. Burung liar 
akuatik diduga merupakan reservoir alami virus flu burung. Virus flu 
burung telah diisolasi pada lebih dari 100 spesies burung liar di mana 
sebagian besar infeksinya disebabkan oleh virus LPAI.Infeksi 
biasanya  ditemukan pada 
ordo Anseriformes (seperti bebek dan angsa) serta dua famili pada 
ordo Charadriiformes atau burung wader, yaitu famili Laridae (seperti 
burung camar) serta famili Scolopacidae (seperti burung 
trinil).Burung-burung yang telah didomestikasi, baik unggas (seperti 
ayam dan kalkun) maupun unggas air (bebek dan angsa) peka 
terhadap serangan virus flu burung.
Mekanisme penularan flu burung pada manusia ada beberapa 
cara:
a. Virus unggas liar unggas domestik manusia
b. Virus unggas liar unggas domestik babi manusia
c. Virus unggas liar unggas domestik (dan babi) manusia 
manusia
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas ke 
manusia, melalui air liur, lendir dari hidung dan feces. Penyakit ini 
dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal 
dari kotoran atau sekreta burung/unggas yang menderita flu burung. 
Penularan dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika 
bersinggungan langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung. 
Contohnya: pekerja di peternakan ayam, pemotong ayam, dan 
penjamah produk unggas lainnya. 
Flu burung dapat menular ketika pasien  melakukan kontak 
langsung dengan unggas yang memiliki virus penyebab flu burung. 
Ketahui cara penularan virus penyebab flu burung kepada manusia, 
yaitu:
a. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan 
unggas yang terpapar virus penyebab flu burung. Hindari 
unggas yang memiliki potensi terpapar flu burung, baik 
unggas yang masih hidup atau sudah mati.
b. Penularan flu burung dapat terjadi karena kontak cairan dari 
unggas yang terpapar virus flu burung dengan pasien  yang 
sehat.
c. Ketika memiliki unggas yang dicurigai terpapar virus flu 
burung, hindari kotoran dan kandang unggas tersebut. Debu 
dari kandang unggas yang terpapar dan terhirup dapat 
menjadi pemicu pasien  tertular virus penyebab flu burung.
d. Perhatikan tingkat kematangan yang optimal ketika 
mengonsumsi daging unggas. Konsumsi daging unggas atau 
telur dengan tingkat kematangan yang kurang optimal dapat 
meningkatkan risiko penularan.
e. Penularan virus flu burung dapat terjadi ketika pasien  
mandi atau berenang dengan air yang sudah terpapar virus flu 
burung.
f. Sayangnya, unggas yang terinfeksi virus flu burung sulit 
disadari oleh manusia karena burung tidak selalu tampak sakit 
akibat infeksi ini. Banyak orang seringkali tidak bisa mencegah 
virus tersebut.
g. Selain bersentuhan langsung dengan unggas, penyebaran flu 
burung dari orang ke orang masih belum jelas mekanismenya. 
Sebaiknya tanyakan langsung pada dokter tentang penularan 
flu burung ini agar tahu cara mencegahnya
ORANG YANG BERISIKO
a. Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang)
1) Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis 
bekerja.
2) Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang 
terinfeksi flu burung.
3) memakai  alat pelindung diri. (contoh : masker dan 
pakaian kerja).
4) Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
5) Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
6) Orang yang kontak dengan unggas (misalnya peternak 
ayam) harus memakai  masker, baju khusus, kaca mata 
renang.
7) Membatasi lalu lintas orang yang masuk ke peternakan.
8) Mendisinfeksi orang dan kendaraan yang masuk ke 
peternakan.
9) Mendisinfeksi peralatan peternakan.
10) Mengisolasi kandang dan kotoran dari lokasi peternakan.
b. Masyarakat umum
1) Memilih daging yang baik dan segar.
2) Memasak daging ayam minimal 80 ̊C selama 1 menit dan 
telur minimal 64 ̊C selama 5 menit (atau sampai air atau 
kuahnya mendidih cukup lama).
3) Menjaga kesehatan dan ketahanan umum tubuh dengan 
makan, olahraga, dan istirahat yang cukup.
4) Segera ke dokter/puskesmas/rumah sakit bagi masyarakat 
yang mengalami gejala-gejala di atas.
5) Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan 
bergizi & istirahat cukup.
6) Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
a) Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala 
penyakit pada tubuhnya)
b) Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 80 ̊C 
selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu 
±64 ̊C selama 4,5 menit.
GEJALA KLINIS FLU BURUNG
Virus AI dibedakan dalam dua kelompok (berdasar  
patotipe), yaitu highly pathogenic avian influenza (HPAI) yang bersifat 
ganas dan low pathogenic avian influenza (LPAI) yang bersifat kurang 
ganas. Virus HPAI menunjukkan gejala kematian yang sangat tinggi, 
gangguan pernapasan, produksi telur berhenti atau menurun drastis, 
batuk, bersin, ngorok, sinusitis odema pada kepala dan muka, 
perdarahan jaringan subkutan diikuti sianosis kulit terutama pada 
kaki, kepala dan pial, serta diare dan gangguan syaraf. Infeksi akibat 
LPAI biasanya tidak menimbulkan gejala klinis, namun  dapat juga 
terjadi ovarium mengecil, pembengkakan ginjal,dan pengendapan 
asam urat.
Diagnosis AI dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Kasus tersangka (possible cases)
1) Demam lebih dari38 ̊C, batuk, nyeri tenggorokan
2) Pernah kontak dengan penderita AI
3) Kurang dari satu minggu terkahir pasien pernah 
mengunjungi peternakan di daerah HPAI
4) Bekerja di laboratorium dan kontak dengan sampel 
dari tersangka AI
b. Kasus “mungkin” (probable cases)
1) Possible cases
2) Hasil laboratorium tertentu positif untuk virus AI 
dengan antiibodi monoklonal H5,
3) Tidak terbukti adanya penyebab lain
c. Kasus pasti (confirmed cases)
1) Hasil kultur virus H5N1
2) Pemeriksaan PCR influenza H5 positif
3) Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar empat 
kali.
4) Pemeriksaan laboratorium :
a) Mengisolasi virus (usap tenggorok, tonsil, 
faring)
b) Tes serologi
c) Merujuk ke laboratorium litbangkes
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pengujian agar gell 
precipitation (AGP). Penentuan subtipe virus dilakukan dengan 
pengujian haemaglutination inhibition (HI). Gejala flu burung dapat 
dibedakan, yaitu pada unggas dan manusia.
a. Gejala pada unggas
1) Jengger berwarna biru
2) Borok di kaki
3) Kematian mendadak
b. Gejala pada manusia
1) Demam (suhu badan diatas 38 ̊C)
2) Batuk dan nyeri tenggorokan
3) Radang saluran pernapasan atas
4) Pneumonia
5) Infeksi mata
6) Nyeri otot
MASA INKUBASI 
a. Pada Unggas : 1 minggu
b. Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum 
sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 
hari .
PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BURUNG
a. Pada Unggas :
Penemuan vaksin terbaru dari ekstrak mahkota dewa 
(Phaleria macrocarpa) menambah daftar alternatif 
pencegahan penyakit flu burung. (Artina Prastiwi). Cara 
membuat antivirus dari ekstrak mahkota dewa itu sederhana. 
dosis 10 mililiter diperlukan buah mahkota dewa kering 
sebanyak 100 gram per 100 mililiter air atau kelipatannya, 
yakni 100 gram per 1.000 mililiter. lalu , dilakukan 
penyulingan untuk mendapatkan ekstrak. Setelah memperoleh 
ekstrak, dilakukan pengujian kadar saponin di Laboratorium. 
Ekstrak mahkota dewa harus mengandung kadar saponin 10 
persen. Hasil saponin yang diperoleh itu yang dipakai  
sebagai bahan baku pelarut suspense antigen virus AI. 
Kemudian yang dipakai  sebagai vaksin adalah ekstrak 
mahkota dewa 0,2 mililiter. Vaksin ini mampu menghambat 
perkembangan virus Avian Influenza (AI) hingga 87 persen. 
Vaksin itu juga lebih murah dibandingkan dengan vaksin kimia 
yang dijual di pasaran.
Uji coba dilakukan pada 30 telur ayam berembrio. 
Dari hasil uji ini diketahui telur yang diberi virus AI dan 
diberi tambahan saponin 10 persen dari ekstrak buah 
mahkota dewa 0,2 ml, setelah diinkubasi selama 35 hari 
diketahui embrio tidak mati, sehat, dan tanpa bekas luka. 
Namun, telur yang disuntik dosis yang lebih tinggi 15 persen 
dan 20 persen, ternyata semua embrio mati dengan bentuk 
perdarahan seluruh tubuh, kekerdilan, dan cairan alantois 
keruh. 10 persen merupakan hasil terbaik untuk menghambat 
virus flu burung. Hal itu membuktikan bahwa kadar saponin 
yang dipakai  harus tepat karena bisa menimbulkan 
keracunan jika diberikan dalam dosis besar.
Selain itu juga pembasmian unggas secara selektif 
(depopulasi) di daerah tertular dan pemusnahan secara 
menyeluruh (stamping out) di daerah tertular terbaru.
b. Pada Manusia :
Meskipun penyebaran flu burung sulit untuk dicegah, 
tapi kamu bisa melakukan beberapa hal untuk memperkecil 
risiko terkena virus flu burung. Contohnya, selalu menjaga 
kebersihan tangan dengan mencuci tangan setelah menyentuh 
unggas, menjaga kebersihan kandang apabila memelihara 
unggas, serta pastikan kamu mengonsumsi daging atau telur 
unggas yang sudah dimasak sampai matang.
Selain itu, sebisa mungkin hindari mengonsumsi unggas 
liar hasil buruan karena kamu tidak tahu penyakit apa saja 
yang mungkin mereka bawa. Cara yang paling aman dengan 
membeli daging unggas yang sudah dipotong dan siap masak 
di swalayan atau pasar tradisional yang kebersihannya sudah 
terjamin. Orang yang sehari-hari bekerja dengan unggas atau 
orang yang merespon wabah flu burung disarankan mengikuti 
prosedur biosekuriti dan pengendalian infeksi, seperti 
memakai  alat pelindung diri yang sesuai dan 
memperhatikan higiene tangan
Dengan begitu, kamu tidak perlu repot-repot memotong 
dan mencabuti bulu atau membersihkan isi unggas, sehingga 
kamu bisa meminimalkan risiko penyebaran flu burung. 
Sampai saat ini memang belum ada vaksinasi khusus untuk 
mencegah virus flu burung. Namun, kamu bisa melakukan 
vaksinasi flu tiap tahunnya untuk menurunkan risiko 
terjadinya mutasi virus.
PENGOBATAN PENYAKIT FLU BURUNG
a. Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
b. Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
c. Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal 
selama 7 hari.
d. Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin 
dalam waktu 48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 
mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis. Bila berat badan 
lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.
Selain cara diatas dapat dipakai  cara berikut ini:
a. Suportif : vitamin, misalnya vitamin C dan B kompleks
b. Simtomatik : analgesik, antitusif, mukolitik
c. Profilaksis : antibiotik
d. Pengobatan antivirus dengan Olsetamivir 75 mg (Tamiflu).
Dosis profilaksis adalah 1 x 75 mg selama 7 hari yang diberikan 
pada semua kasus suspek. Dosis terapi adalah 2 x 75 mg selama 5 hari 
yang diberikan pada semua kasus suspek yang dirawat. Dosis anak 
tergantung dari berat badannya. Penggunaan antivirus sanga 
membantu, terutama pada 48 jam pertama, karena virus akan 
menghilang sekitar 7 hari setelah masuk ke dalam tubuh.
3. FLU BABI
Flu babi adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan 
manusia yang di sebabkan oleh virus influenza A. penyakit ini sering di 
sebut sebagai flu baru H1N1 atau Flu meksiko di karenakan penyakit 
ini mulai membooming dan menimbulkan gajala pandemik sejak tahun
2009 bersumber di daerah Meksiko, penyakit ini kemudian menyerang 
dari manusia ke manusia yang pada awalnya bersifat zoonosis.
Flu babi disebut pula swine flu, swine influenza, influenza A, 
H1N1, hog fluataupun pig flu. Penyakit flu babi ini disebabkan oleh 
virus influenza yang dikenal sebagai swine influenza virus (SIV), yang 
biasanya menyerang binatang babi. Dan penyakit ini dengan sangat 
cepat menyebar ke dalam kelompok ternak dalam waktu satu minggu. 
Virus ini banyak menginfeksi babi di negara Amerika Serikat, Meksiko, 
Kanada, Amerika Selatan, Eropa, Kenya, Cina, Taiwan, Jepang, dan 
sebagian Asia Timur.
Kasus zoonosis yang dilaporkan menimpa wanita umur 32 
tahun, pada bulan September 1988, orang ini dirawat di umah 
sakit akibat pnemonia dan akhirnya meninggal 8 hari kemudian. Dari 
hasil pemeriksaan ditemukan virus influenza patogen yang secara 
antigenik berhubungan dengan virus influenza babi. Setelah diselidiki 
ternyata pasien ini 4 hari sebelum sakit mengunjungi pameran 
babi.
Sementara itu, hasil pengujian HI pada orang yang datang pada 
pameran babi ini menunjukkan sebanyak 19 orang dari 25 orang 
(76%) memiliki  titer antibodi ≥20 terhadap flu babi. Walaupun 
disini tidak terjadi wabah penyakit, namun terdapat petunjuk adanya 
penularan virus.
Maraknya penularan flu babi (swaine flu) di beberapa negara 
membuat pemerintah negara kita  waspada. Pemerintah telah 
menghentikan impor babi dan memperketat pengawasan di 
perbatasan, termasuk di bandara. Langkah itu dilakukan untuk 
mencegah masuknya virus flu babi di negara kita . Flu babi patut 
diwaspadai. Sebab penyakit mematikan itu sangat cepat menular ke 
manusia lewat udara. Penularannya jauh lebih cepat dibandingkan flu 
burung.
PENYEBAB PENYAKIT FLU BABI
Penyebab flu babi adalah virus influenza tipe A subtipe H1N1 
dari familia Orthomyxoviridae. Pada saat ini paling tidak ada empat 
subtipe dari tipe A yang diidentifikasi pada babi yaitu H1N1, H1N2, 
H3N2, dan H3N1. Namun, dari subtipe ini yang banyak 
memicu  flu babi adalah H1N1. Virus ini terus-menerus 
mengalami perubahan dan bermutasi untuk menghindari sistem imun 
hewan yang diinfeksi. Berikut triad epidemiologi dari flu babi
a. Agent
Agent penyakit flu babi adalah virus Influenza Tipe A 
(H1N1). Seperti halnya virus influenza lainnya, virus flu babi 
dapat berubah-ubah. Babi dapat ditulari oleh virus flu burung, 
flu babi, maupun virus influenza yang berasal dari manusia. 
Apabila virus influenza yang berasal dari beberapa spesies 
seperti unggas dan manusia menginfeksi babi maka didalam 
tubuh babi virus-virus ini dapat mengalami mutasi 
(antigen shift) dan membentuk subtipe baru.
Di tubuh babi, virus mengalami perubahan dengan dua 
pola. Pola pertama berupa adaptasi. Jika ini terjadi dampaknya 
tidak terlalu berbahaya karena tidak ada perubahan struktur 
virus. Pola kedua berupa penyusunan ulang virus. berdasar  
pola ini, virus bisa berkembang menjadi gabungan flu babi, flu 
unggas, dan flu manusia. Pencampuran material genetik bermula 
ketika virus itu masuk ke tubuh babi. Virus flu manusia dan 
virus flu babi masuk ke sel selaput lendir atau epitel babi melalui 
reseptor alfa 2,6 sialic acid, sedangkan virus flu unggas masuk ke 
reptor alfa 2,3 sialic acid. Namun, babi memiliki kedua reseptor itu sehingga virus dengan mudah masuk ke dalam sel babi. Di 
dalam sel babi, virus-virus ini kemudian mengalami 
replikasi.
Pada saat bereplikasi, diantara virus-virus ini bisa 
terjadi pertukaran material genetik atau antigenic drift. Masing￾masing virus memiliki material genetik berupa delapan fragmen.
Delapan fragmen itu adalah HA, NA, PA, PB1, PB2, M, NP, dan NS. 
Fragmen-fragmen ini bisa bertukar antara atau dengan 
lainnya sehingga terbentuk “anak” virus dengan sifat yang 
berbeda. Dalam kasus flu babi, penataan ulang itu menghasilkan 
virus dengan struktur luar sama dengan “induknya”, yaitu virus 
flu babi (karena itu virus ini tetap disebut subtipe H1N1). 
Namun, material di dalamnya berasal dari fragmen virus flu 
manusia dan flu unggas. Disamping terjadi pertukaran material 
genetik, kemungkinan pula terjadi antigenetik shift, yaitu 
fragmen-fragmen yang ada saling bermutasi. Bila ini yang 
terjadi,“anak” virus memiliki material genetik yang lebih 
kompleks. Bila antigenetik shift dan antigenetik drift terjadi di 
dalam kasus flu babi, ini merupakan perubahan yang sempurna. 
Virus influenza A disubklasifikasikan berdasar  antigenisitas 
dari hemagglutinins (HA) dan neuraminidase (NA). Saat ini, ada 
16 subtipe HA (H1-H16) dan 9 subtipe NA (N1-N9).
a. Host
Host (Penjamu) dari penyakit flu babi adalah manusia, 
babi, ataupun hewan lainnya. Sub tipe H1N1 memiliki  
kesanggupan menulari antara spesies terutama babi, bebek, 
kalkun dan manusia. Subtipe H1N1 lazim ditemukan di populasi 
babi
b. Environment
Faktor lingkungan yang dapat memicu  penularan 
flu babi antara lain lingkungan fisik seperti musim, Penyakit ini 
cenderung mewabah di musim semi dan musim dingin namun  
siklusnya adalah sepanjang tahun. Ada banyak jenis flu babi dan 
seperti flu pada manusia penyakit ini secara konstan berubah.
PATOGENESIS PENYAKIT FLU BABI
Pada penyakit influenza babi klasik, virus masuk melalui 
saluran pernafasan atas kemungkinan lewat udara. Virus menempel 
pada trachea dan bronchi dan berkembang secara cepat yaitu dari 2 
jam dalam sel epithel bronchial hingga 24 jam pos infeksi. Hampir 
seluruh sel terinfeksi virus dan menimbulkan eksudat pada bronchiol. 
Infeksi dengan cepat menghilang pada hari ke 9. Lesi akibat infeksi 
sekunder dapat terjadi pada paru-paru karena aliran eksudat yang 
berlebihan dari bronkhi. Lesi ini akan hilang secara cepat tanpa 
meninggalkan adanya kerusakan. Kontradiksi ini berbeda dengan lesi 
pneumonia enzootica babi yang dapat bertahan lama. Pneumonia 
sekunder biasanya karena serbuan Pasteurella multocida, terjadi pada 
beberapa kasus dan merupakan penyebab kematian. 
Transmisi inter spesies dapat terjadi, sub tipe H1N1 memiliki  
kesanggupan menulari antara spesies terutama babi, bebek, kalkun 
dan manusia, demikian juga sub tipe H3N2 yang merupakan sub tipe 
lain dari influenza A. H1N1, H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe 
virus influenza yang umum ditemukan pada babi yang mewabah di 
Amerika Utara, namun  pernah juga sub tipe H4N6 diisolasi dari babi 
yang terkena pneumonia di Canada.
Manusia dapat terkena penyakit influenza secara klinis dan 
menularkannya pada babi. Kasus infeksi sudah dilaporkan pada
pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika. Beberapa kasus 
infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal manusia.
Penyakit pada manusia biasanya  terjadi pada kondisi musim 
dingin, dan mayoritas penderita berusia 25-45 tahun. Transmisi 
kepada babi yang dikandangkan atau hampir diruangan terbuka dapat 
melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah 
penyakit di Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark, 
Jepang, Itali dan kemungkinan Inggris telah dilaporkan. Negara lain 
yang sering ada wabah adalah Amerika utara, selatan, Eropa, Afrika, 
Jepang dan Cina.
Penularan flu burung ke manusia prosesnya lama. Beda dengan 
flu babi yang begitu cepat menular ke manusia. Kendati flu babi dan flu 
burung sama-sama mematikan, flu babi rupanya lebih berbahaya 
karena penyebarannya jauh lebih cepat ke manusia. Korbannya juga 
lebih banyak manusia ketimbang babi. Hal itu berbeda dengan flu 
burung yang korbannya lebih banyak unggas ketimbang manusia.
Penularan penyakit flu babi yaitu secara kontak langsung 
(bersentuhan, terkena lendir penderita) dan tidak langsung (virus ini 
menyebar lewat udara, peralatan kandang, alat transportasi dll). Virus 
ini sangat sangat mudah menular bisa lewat bersin dan batuk 
penderita. Virus ini tidak menular lewat daging babi jika telah dimasak 
dengan suhu minimal 710C atau lebih dari 800C.
a. Penularan pada hewan
Penyebaran virus influenza dari babi ke babi dapat 
melalui kontak moncong babi, melalui udara atau droplet. 
Faktor cuaca dan stres akan mempercepat penularan. Virus 
tidak akan tahan lama di udara terbuka. Penyakit bisa saja 
bertahan lama pada babi breeder atau babi anakan. Kekebalan 
maternal dapat terlihat sampai 4 bulan namun  mungkin tidak 
dapat mencegah infeksi, kekebalan ini dapat menghalangi 
timbulnya kekebalan aktif. Transmisi inter spesies dapat terjadi, 
sub tipe H1N1 memiliki  kesanggupan menulari antara 
spesies terutama babi, bebek, kalkun dan manusia, demikian 
juga sub tipe H3N2 yang merupakan sub tipe lain dari influenza 
A. H1N1, H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe virus 
influenza yang umum ditemukan pada babi yang mewabah di 
Amerika Utara, namun  pernah juga sub tipe H4N6 diisolasi dari 
babi yang terkena pneumonia di Canada.
Rute utama penularan adalah melalui kontak langsung 
antara hewan yang terinfeksi dan tidak terinfeksi Ini kontak 
dekat sangat umum selama transportasi hewan. Pertanian 
intensif juga dapat meningkatkan resiko penularan, karena babi 
yang dibesarkan dalam jarak yang sangat dekat satu sama lain. 
Para transfer langsung dari virus mungkin terjadi baik oleh babi, 
menyentuh hidung, atau melalui lendir kering. Transmisi udara 
melalui aerosol yang dihasilkan oleh babi batuk atau bersin juga 
merupakan sarana penting infeksi. Virus ini biasanya menyebar 
dengan cepat melalui kawanan, menginfeksi semua babi hanya 
dalam beberapa hari.
b. Penularan pada manusia
Manusia dapat terkena penyakit influenza secara klinis 
dan menularkannya pada babi. Kasus infeksi sudah dilaporkan 
pada pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika Beberapa 
kasus infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal 
manusia. Penyakit pada manusia biasanya  terjadi pada kondisi 
musim dingin
PATOLOGI PENYAKIT FLU BABI
Pada hewan yang terserang influenza tanpa komplikasi, jarang 
sekali terjadi kematian. Jika dilakukan pemeriksaan bedah bangkai lesi 
yang paling jelas terlihat pada bagian atas dari saluran pernafasan. Lesi 
terlihat meliputi kongesti pada mukosa farings, larings, trakhea dan 
bronkhus, pada saluran udara terdapa cairan tidak berwarna, berbusa, 
eksudat kental yang banyak sekali pada bronkhi diikuti dengan 
kolapsnya bagian paru-paru. Terlihat adanya lesi paru dengan tanda 
merah keunguan pada bagian lobus apikal dan lobus jantung, yang juga 
bisa terjadi pada lobus lainnya. Lesi lama biasanya terdepresi, merah 
muda keabu-abuan dan keras pada pemotongan. 
Pada sekitar atalektase paru-paru sering terjadi emphysema dan 
hemorhagis ptekhi. Lesi paru ini sama dengan lesi pada Enzootic 
pneumonia yang hanya bisa dibedakan dengan histopatologi. Pada 
pemeriksaan mikroskopik influenza babi, akan terdeteksi adanya 
necrotizing bronkhitis dan bronkhiolitis dengan eksudat yang dipenuhi 
netrofil seluler. Terjadi penebalan septa alveolar dan perubahan 
epithel bronchial. Bronchi dipenuhi dengan neutrophil yang kemudian 
dipenuhi sel mononukleal, pada akhirnya terjadi pneumonia intersisial 
lalu terjadi hiperplasia pada epithel bronchial. Pada beberapa kasus 
hanya terlihat kongesti. Adanya pembesaran dan edema pada 
limfoglandula dibagian servik dan mediastinal. Pada limpa sering 
terlihat pembesaran dan hiperemi yang hebat terlihat pada mukosa 
perut. Usus besar mengalami kongesti, bercak dan adanya 
eksudatkathar yang ringan.
GEJALA PENYAKIT FLU BABI
Penyakit ini menyebar sangat cepat hampir 100% babi yang 
rentan terkena, dan ditandai dengan apatis, sangat lemah, enggan 
bergerak atau bangun karena gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, 
eritema pada kulit, anoreksia, ngorok, batuk, serta diare namun kadang 
tanda-tanda ini tidak nampak, demam sampai 41,80 C. Batuk 
sangat sering terjadi apabila penyakit cukup hebat, dibarengi dengan 
muntah eksudat lendir, bersin, dispnu diikuti kemerahan pada mata 
dan terlihat adanya cairan mata. Biasanya sembuh secara tiba-tiba 
pada hari ke 5-7 setelah gejala klinis.
Gambar 25. Gejala utama virus fle babi pada manusia
Diagnosa flu babi ditegakan berdasar  gejala klinis pasien dan 
riwayat kontak dengan mereka meraka yang memiliki gejala seperti 
diatas. lalu  dilakukan pemeriksaan lendir atau dahak yang 
berasal dari tenggorokan pasien. Pemeriksaan ini gunanya untuk 
membedakan apakah virus yang menginfeksi penderita ini 
termasuk virus tipe A atau B. Bila ternyata hasilnya adalah virus tipe B 
maka dapat dipastikan bahwa pasien ini bukan terinfeksi flu babi. 
Namun bila ternyata hasilnya adalah virus tipe A maka ada 
kemungkinan penderita ini menderita flu babi atau terinfeksi 
virus H1N1. Sampel ini lalu  dikirim ke laboratorium yang lebih 
lengkap untuk memastikan adanya antigen virus flu babi sehingga 
diagnosa flu babi dapat ditegakan dengan pasti.
Tanda klinis pada manusia yaitu, mirip flu biasa pada manusia, 
demam, lesu, sakit kepala, batuk, pilek, tenggorokan sakit, iritasi pada 
mata, sesak nafas tapi tidak separah flu burung, mual, muntah dan 
diare.
a. Gejala pada anak-anak.
1) Napas cepat atau kesulitan bernapas 
2) Kulit berwarna kebiruan dan tidak cukup minum
3) Susah bangun dan tidak berinteraksi 
4) Sangat rewel dan tidak mau disentuh 
5) Flu-like sympstoms membaik tapi muncul lagi dengan gejala 
demam dan batuk hebat
6) Demam dengan kemerahan 
b. Gejala pada orang dewasa.
1) Kesulitan bernapas atau sesak napas 
2) Nyeri atau rasa tertekan di dada dan perut 
3) Rasa pusing atau dizziness yang tiba-tiba 
4) Hilang kesadaran 
5) Muntah yang hebat.
PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI
Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan cara 
menghindari bahan yang terkontaminasi tinja atau kontak langsung 
dengan babi atau unggas yang terinfeksi flu babi. Beberapa tindakan 
pencegahan sebagai berikut:
a. Setiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari 
saluran pencernaan babi harus memakai  pelindung (masker, 
kaos tangan, kaca mata renang, dll).
b. Bahan yang berasal dari saluran cerna babi seperti kotoran harus 
diletakkan dengan baik (ditanam/dibakar) agar tidak menjadi 
sumber penularan bagi orang disekitarnya.
c. Alat-alat yang dipakai  dalam peternakan harus dicuci dengan 
desinfektan.
d. Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan.
e. Menyemprotkan cairan desinfektan pada kandang dan area
peternakan.
f. Melakukan dan menjaga kebersihan lingkungan.
g. Melakukan dan menjaga kebersihan diri.
Namun setidaknya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan 
untuk mencegah penyakit flu babi yang ditularkan dari orang ke orang 
ini. Badan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS atau 
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memberikan 
beberapa tips yaitu:
a. Menutup hidung dan mulut dengan tisu jika batuk atau bersin. 
Kemudian membuang tisu ini ke kotak sampah.
b. Sering-seringlah mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, 
terutama setelah batuk atau bersin. Pembersih tangan berbasis 
alkohol juga efektif dipakai .
c. Jangan menyentuh mulut, hidung atau mulut dengan tangan.
d. Hindari kontak atau berdekatan dengan orang yang sakit flu. Sebab 
influenza biasanya  menyebar lewat orang ke orang melalui batuk 
atau bersin penderita.
e. Jika pasien  sakit flu, CDC menyarankan orang ini untuk 
tidak masuk kerja atau sekolah dan beristirahat di rumah.
PENGOBATAN PENYAKIT FLU BABI
Terapi suportif dasar (misal, terapi cairan, analgesik, penekan 
batuk) perlu diberikan. Pengobatan antivirus secara empiris perlu 
diperhatikan untuk kasus flu babi, baik yang sudah pasti, masih dalam 
kemungkinan, ataupun kecurigaan terhadap kasus ini. Pengobatan 
pasien rawat inap dan pasien dengan resiko tinggi untuk komplikasi 
influenza perlu sebagai prioritas.
Penggunaan antivirus dalam 48 jam sejak onset gejala sangat 
penting dalam hubungannya dengan efektivitas melawan virus 
influenza. Pada penelitian mengenai flu musiman, bukti akan manfaat 
pengobatan lebih baik jika pengobatan dimulai sebelum 48 jam sejak 
onset penyakit. Walau begitu, beberapa penelitian mengenai 
pengobatan flu mengindikasikan banyak manfaat, termasuk 
mengurangi kematian atau durasi rawat inap, bahkan pada pasien yang 
mendapat pengobatan lebih dari 48 jam setelah onset penyakit. Lama