Home »
epidemi menular 1
» epidemi menular 1
epidemi menular 1
November 16, 2023
epidemi menular 1
1. DHF
Penyakit Demam Berdarah Dengue /DBD (secara medis disebut
Dengue Hemerragic Fever/DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan aedes albopictus. Virus ini akan mengganggu kinerja darah kapiler
dan system pembekuan darah, sehngga mengakibatkan perdarahanperdarahan.. Demam Berdarah Dengue tidak menular melalui kontak
manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam
berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk.
Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang
dapat berakibat fatal dalam waktu yang relative singkat. Penyakit ini
tergolong “susah dibedakan” dari peyakit demam berdarah lainnya.
Penyakit dengeu adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus
dengeu dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi
yang disertai dengan ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan ditesis
hemoragik.
berdasar definisi yang telah diuraikan di atas dapat
disimpulkan bahwa penyakit DHF adalah penyakit yang disebabkan
oleh Virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus yang memicu gangguan pada
pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga
mengakibatkan perdarahan yang bertendensi mengakibatkan renjatan
yang dapat memicu kematian.
KLASIFIKASI DHF
Mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan
spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia,
dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala
perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah
seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit
(120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 ,
120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
d. Derajat IV : Terjadi syok berat dimana nadi tidak teaba/ sangat
lemah, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
ETIOLOGI DHF
a. Virus dengue
Yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk kedalam
arbovirus (Arthropodborn virus) group B, namun dari empat tipe
yaitu virus dngue tipe 1, 2, 3, dan 4. Keempat Virus dengue ini terdapat di negara kita dan dapat dibedakan satu dari
yang lainnya secara serolis Virus dengue yang termasuk dalam
genus flavi virus ini berdiameter 40 nanometer, dapat
berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur
jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK
(Babby homster kidney) maupun sel-sel artrophoda misalnya
sel Aedes Arbovirus.
Gambar 44. Virus Dengue
b. Vektor
Nyamuk aedes aegepti maupun aedes albopictus
merupakan vector penularan Virus dengue dari penderita
kepada orang lainnya melalui gigitannya, nyamuk aedes aegepti
merupakan vector penting di daerah perkotaan, sedangkan di
daerah pedesaan kedua nyamuk ini perperan dalam
penularan (Soedarto, 2008). Nyamuk aedes aegepti berkembang
biak pada genangan air bersih yang terdapar bejana-bejana yang
terdapat di dalam rumah (aedes aegepti) maupun yang terdapat
di luar rumah dilubang-lubang pohon, di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih lainnya, selain
itu nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya
pada siang hari terutama pada waktu pagi dan senja hari. Ciri-ciri nyamuk aedes aegypti antara lain: Badannya
kecil, Warnanya hitam dan berbelang – belang, Mengigit pada
siang hari, Badannya mendatar saat hinggap, Gemar hidup di
tempat – tempat yang gelap (terhindar dari sinar matahari).
Masa tunas / inkubasi penyakit demam berdarah selama 3 - 15
hari sejak pasien terserang Virus dengue, lalu
penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam
berdarah.
GEJALA KLINIS DHF
Untuk mendiagnosis Dengue Hemoragik Fever (DHF) dapat
dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakkan dengan melakuakan
beberapa pemeriksaan sebagai berikut:
a. Permeriksaa Laboratorium : Darah Lengkap = Hemokonsentrasi
(Hematokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni (
100. 000/ mm3 atau kurang )
b. Uj Serologi :Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
Rontgen Thorax = Effusi Pleura, Pemeriksaan radiologis (foto
toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk
melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan
pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan USG.
Tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut:
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius).
Demam tinggi mendadak selama 2 sampai 7 hari kemudian
menuju suhu normal atau lebih rendah disertai nyeri kepala,
nyeri punggung, nyeri tulang dan persendian, rasa lemah serta
nyeri perut.
b. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik
(purpura) perdarahan.
c. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam
(konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan
kotoran (Faeses) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan
lain-lainnya.
d. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali). Pada permulaan dari
demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah teraba. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomigali dan hati teraba kenyal harus diperhatikan
kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita.
e. Renjatan Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke-3 sejak
sakitnya penderita, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan
sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi
pada masa demam maka biasanya menunjukkan prognosis yang
buruk.
f. Tekanan darah menurun sehingga memicu syok.
g. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi
penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3
(Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas
20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
h. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual,
muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare,
menggigil, kejang dan sakit kepala.
i. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
j. Demam yang dirasakan penderita memicu keluhan
pegal/sakit pada persendian.
PATOFISIOLOGI DHF
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan
terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam sirkulasi akan
mengaktivasi sistem komplemen. 10 Virus dengue masuk kedalam
tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali memicu
demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat
pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila
pasien mendapat infeksi berulang dengan tipe Virus dengue yang
berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila pasien setelah terinfeksi
pertama kali, mendapat infeksi berulang Virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan memicu suatu reaksi anamnestik antibodi,
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi
(kompleks virus-antibodi) yang tinggi.
PENCEGAHAN DHF
Pencegahan Penyakit Demam Berdarah. Pencegahan dilakukan
dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena
nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya
hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari,
terutama di daerah yang ada penderita DHF nya ada Beberapa cara
yang paling efektif dalam mencegah penyakit DHF melalui metode
pengontrolan atau pengendalian faktornya antara lain:
a. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah
padat, modifikasi tempat. Perkembangbiakan nyamuk hasil
samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
b. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada
tempat air kolam, dan bakteri (Bt.H-14).
c. Pengasapan/fogging (dengan memakai malathion dan
fenthion).
d. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan
lainlain.
PENGOBATAN DHF
Pengobatan Penyakit Demam Berdarah Fokus pengobatan pada
penderita penyakit DHF adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau
mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu dengan mengusahakan agar
penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam
(air teh dan gula sirup atau susu).
Penambahan cairan tubuh melalui infus intravena mungkin
diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang
berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun
drastis. lalu adalah pemberian obat-obatan terhadap keluhan
yang timbul, misalnya :
a. Paracetamol membantu menurunkan demam
b. Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare
c. Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder
2. MALARIA
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa
obligat intraseluler dari genus plasmodium. Penyakit ini secara alami
ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit malaria ini
dapat menyerang siapa saja terutama penduduk yang tinggal di daerah
dimana tempat ini merupakan tempat yang sesuai dengan
kebutuhan nyamuk untuk berkembang.
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
(Plasmodium) yang ditularkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi
(vector borne desease). Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh
P. malariae, P. vivax, dan P. ovale. Pada tubuh manusia, parasit
membelah diri dan bertambah banyak di dalam hati dan kemudian
menginfeksi sel darah merah.
ETIOLOGI MALARIA
Organisme penyebab malaria adalah protozoa dari genus
plasmodium. Ada empat spesies plasmodium yaitu plasmodium
falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium
ovale. Plasmodium falciparum merupakan penyebab dari malaria
tropika yang sering terjadi malaria berat atau malaria otak dengan
kematian. Masa inkubasi 9 sampai dengan 14 hari, rata-rata 12 hari.
Plasmodium Vivax yang memicu malaria tertiana dengan masa
inkubasi 12 sampai dengan 17 hari, ratarata 15 hari. Plasmodium
Ovale, ini jarang sekali ditemui, biasanya banyak terjadi di Afrika dan
Pasifik Barat dengan masa inkubasi 16 sampai dengan 18 hari, ratarata 17 hari. Plasmodium Malariae yang memicu malaria
quartana dengan masa inkubasi 18 sampai dengan 28 hari.
Plasmodium dari air ludah nyamuk betina bergerak
melalui sel nyamuk
Parasit membiak dalam sel darah merah, memicu
symptom termasuk anemia (kepala rasa ringan, sesak nafas), termasuk
juga symptom umum lain seperti demam, sejuk, mual, koma dan
kematian. Penyebaran Malaria dapat dikurangi dengan menghalang
gigitan nyamuk melalui kelambu nyamuk dan penghalang serangga,
atau melalui langkah pengawalan nyamuk seperti menyembur racun
serangga dalam rumah dan mengeringkan kawasan air bertakung di
mana nyamuk bertelur.
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria
a. Kebiasaan keluar malam
Kebiasaan keluar malam hari merupakan faktor risiko
sosial yang berperan dalam penyebaran dan kejadian malaria.
Secara bionomik, nyamuk vektor malaria memiliki aktivitas
mencari darah pada malam hari, dan sasaran yang dicapai
adalah menghisap darah manusia. Kejadian malaria yang
diakibatkan seringnya beraktifitas di luar rumah pada malam
hari, berkaitan dengan kebiasaan vektor malaria yang eksofagik.
Nyamuk yang banyak menggigit diluar rumah, teteapi bisa
masuk ke dalam rumah bila manusia merupakan hospes utama
yang disukai.
b. Penggunaan obat anti nyamuk
Penggunaan obat anti nyamuk (p-value=0,017;OR=6,6)
dengan kejadiann malaria di Wilayah Kerja Puskesmas
Ma.Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2015. 29 menurut
penelitian di NTT, di ketahui sebagian besar ( 75%) masyarakat
yang menderita malaria tidak memakai obat anti nyamuk
saat tidur di malam hari.
c. Penggunaan kelambu
Faktor kebiasaan memakai kelambu saat tidur
malam hari secara teoritis memiliki kontribusi mencegah
kejadian malaria. Pada penelitian di kabupaten Jepara
menunjukkan hasil uji chi-square pada variabel kebiasaan
memakai kelambu pada saat tidur menunjukkan nilai
signifikansi (p) sebesar 0,028 yang berarti terdapat hubungan
antara kebiasaan ini dengan kejadian malaria. 30
Pemakaian kelambu saat tidur sangat diperlukan di daerah
endemis malaria. Pemakaian kelambu bertujuan untuk
mengurangi kontak manusia dengan vektor malaria yang
bersifat endofagik. Endofagik adalah nyamuk yang mengigit di
dalam rumah, namun bila hospes tidak tersedia di dalam rumah
sebagain nyamuk akan mencari hospes di luar rumah.
Perhitungan Odds Ratio menunjukkan bahwa responden yang
tidak memiliki kebiasaan memakai kelambu pada saat tidur
berisiko 3 kali untuk mengalami malaria dibandingkan dengan
responden memiliki kebiasaan tidur memakai kelambu.
d. Kebiasaan menggantung pakaian kebiasaan menggantung
pakaian dapat dipakai sebagai tempat persembunyian
nyamuk sehingga meningkatkan potensi kontak antara nyamuk
dengan manusia.
JENIS – JENIS MALARIA
a. Malaria ovale di sebabkan oleh parasit Plasmodium ovale.
Penyakit yang disebabkan infeksi parasit Plasmodium ovale ini
disebut juga malaria tertiana ringan dan merupakan parasit
malaria yang paling jarang pada manusia. Plasmodium ovale,
jarang dijumpai di negara kita dan sering di dapatkan di Afrika
dan Pasifik Barat. Gametocyr dari Plasmodium ovale
memerlukan lebih lama dalam darah perifer dari pada malaria
lainnya. namun mereka cepat dapat menginfeksi nyamuk secara
teratur dalam waktu 3 minggu setelah infeksi. Meski termasuk
penyakit malaria yang paling langka, malaria ovale tidak bisa
dianggap enteng karena dapat juga memicu pada
kematian.
b. Malaria Tropika yang disebabkan oleh parasit plasmodium
falciparum. Penyakit malaria tropica disebut juga Malaria
tertiana maligna atau malaria falciparum yang merupakan
penyakit malaria yang paling ganas yang menyerang manusia.
Malaria ini dapat menyerang otak yang fatal dan gejala
serangannya timbul berselang dua hari atau 48 jam.
c. Malaria quartana disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium
malariae. Penyakit malaria quartana menyerang setiap empat
hari atau 72 jam. infeksi Plasmodium malariae ini merupakan
jenis penyakit malaria berbahaya.
d. Malaria Tertiana yang disebabkan oleh parasite plasmodium
vivax, dapat memunculkan gejala malaria seperti demam setiap
tiga hari sekali. Malaria tertiana termaksut jenis penyakit
malaria yang tidak berbahaya, namun jika tidak di rawat dapat
juga merengut nyawa.
PATOGENESIS MALARIA
Malaria biasanya ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang menghisap darah untuk pertumbuhan telurnya.
biasanya Anopheles aktif menggigit pada waktu malam hari. Pada
saat menghisap darah manusia air liur nyamuk yang mengandung
parasit plasmodium dalam stadium gametosit masuk kedalam tubuh
manusia dan membentuk stadium seksual gamet betina dan jantan
akan bersatu menghasilkan sporozoit berbentuk kista. Sporozoit akan
masuk ke dalam hati dan berkembang biak menjadi skizon
eksoeritrositik pada orang yang sensitif. Hepatosit pecah dan terjadi
stadium aksesual (merozoid) dalam darah 6 sampai 11 hari yang
lalu menjadi gametosit selama 3-14 hari sesuai dengan spesies
plasmodium malaria.
Infeksi malaria berkembang melalui dua tahap: melalui tahap
yang melibatkan hati (fase eksoeritrositik), dan melalui tahap yang
melibatkan sel-sel darah merah, atau eritrosit (fase eritrositik). Ketika
nyamuk yang terinfeksi menembus kulit pasien untuk mengambil
makan darah, sporozoit dalam air liur nyamuk memasuki aliran darah
dan bermigrasi ke hati di mana mereka menginfeksi hepatosit,
bereproduksi secara aseksual dan tanpa gejala untuk jangka waktu 8-
30 hari.
Setelah masa dorman potensial dalam hati, organisme ini
berdiferensiasi untuk menghasilkan ribuan merozoit. Setelah pecahnya
sel inang mereka, merozoit masuk ke dalam darah dan menginfeksi selsel darah merah untuk memulai tahap eritrositik dari siklus hidup.
Parasit yang telah keluar dari hati menjadi tidak terdeteksi dengan
membungkus dirinya dalam membran sel dari sel inang hati yang
terinfeksi.
Dalam sel darah merah, parasit berkembang biak lebih lanjut,
secara aseksual lagi, secara berkala keluar dari sel inang mereka untuk
menyerang sel-sel darah merah segar. Beberapa siklus amplifikasi
ini terjadi. Dengan demikian, deskripsi klasik gelombang demam
timbul dari gelombang simultan merozoit melarikan diri dan
menginfeksi sel-sel darah merah.
Beberapa sporozoit P. vivax tidak segera berkembang menjadi
merozoit fase-eksoeritrositik, melainkan menghasilkan hipnozoit yang
dorman untuk periode tertentu mulai dari beberapa bulan (7-10 bulan
khas) hingga beberapa tahun. Setelah masa dormansi, mereka aktif
kembali dan menghasilkan merozoit. Hipnozoit bertanggung jawab
untuk inkubasi yang panjang dan relapse akhir infeksi P. vivax,
meskipun keberadaannya pada P. ovale tidak pasti.
Parasit ini relatif terlindungi dari serangan sistem kekebalan
tubuh karena pada sebagian besar siklus hidup manusia parasit itu
berada di dalam sel-sel hati dan darah dan relatif tidak terlihat bagi
surveilans kekebalan tubuh. Namun, sel darah yang beredar yang
terinfeksi hancur di limpa. Untuk menghindari hal ini, parasit P.
falciparum menampilkan protein perekat pada permukaan sel-sel
darah yang terinfeksi, memicu sel-sel darah menempel pada
dinding pembuluh darah kecil, sehingga parasit tidak melalui sirkulasi
umum dan limpa. Penyumbatan mikrovaskulatur memicu gejala
seperti malaria plasenta. Sel darah merah bisa menembus penghalang
darah-otak dan memicu malaria serebral.
Penyakit ini paling sering ditularkan oleh nyamuk Anopheles
betina yang terinfeksi. Gigitan nyamuk memasukkan parasit dari air
liur nyamuk ke dalam darah pasien . Parasit bergerak ke hati di
mana mereka dewasa dan bereproduksi. Lima spesies Plasmodium
dapat menginfeksi dan disebarkan oleh manusia. Sebagian besar
kematian disebabkan oleh P. falciparum karena P. vivax, P. ovale, and P.
malariae biasanya memicu bentuk yang lebih ringan dari
malaria. Spesies P. knowlesi jarang memicu penyakit pada
manusia. Malaria biasanya didiagnosis dengan pemeriksaan
mikroskopis darah memakai film darah, atau dengan uji
diagnostik cepat berdasar -antigen. Metode yang memakai
reaksi berantai polimerase untuk mendeteksi DNA parasit telah
dikembangkan, namun tidak banyak dipakai di daerah di mana
malaria umum (endemis) karena biaya dan kerumitannya
Gambar 49. Siklus Hidup Parasit Malaria
Siklus hidup parasit malaria. Seekor nyamuk memicu
infeksi oleh gigitan. Pertama, sporozoit memasuki aliran darah, dan
bermigrasi ke hati. Mereka menginfeksi sel-sel hati, di mana mereka
berkembang biak menjadi merozoit, memecahkan sel-sel hati, dan
kembali ke aliran darah. Merozoit menginfeksi sel darah merah, di
mana mereka berkembang menjadi bentuk cincin, trofozoit dan skizon
yang pada gilirannya menghasilkan lebih banyak merozoit. Bentuk
seksual juga diproduksi, yang, jika diambil oleh nyamuk, akan
menginfeksi serangga dan melanjutkan siklus hidup.
Gejala malaria dapat kambuh setelah beberapa periode bebas
gejala. Tergantung pada penyebabnya, kekambuhan dapat
diklasifikasikan sebagai recrudescence, relapse, atau reinfeksi.
Recrudescence adalah ketika gejala kembali setelah periode bebas
gejala. Hal ini disebabkan oleh parasit hidup dalam darah dari
pengobatan yang tidak memadai atau tidak efektif. Relapse adalah
ketika gejala muncul kembali setelah parasit tereliminasi dari darah
namun tetap aktif sebagai hipnozoit dalam sel-sel hati. Relapse
biasanya terjadi antara 8-24 minggu dan biasanya terjadi dengan
infeksi P. vivax dan P. ovale. Kasus malaria P. vivax di daerah beriklim
sedang sering melibatkan overwintering oleh hipnozoit, dengan
relapse dimulai setahun setelah gigitan nyamuk. Reinfeksi berarti
parasit yang memicu infeksi sebelumnya telah tersingkir dari
tubuh, namun terinfeksi kembali oleh parasit baru. Reinfeksi sulit
dibedakan dari recrudescence, meskipun kambuhnya infeksi dalam
waktu dua minggu pengobatan. Infeksi awal setelah sebelumnya sakit
biasanya dikaitkan dengan kegagalan pengobatan. Orang-orang yang
telah terinfeksi sebelumnya masih memiliki sedikit kekebalan terhadap
infeksi baru bila sering terpapar.
TANDA GEJALA KLINIS MALARIA
Gambar 50. Gejala Utama Malaria
biasanya pasien yang mengalami penyakit malaria akan
merasakan gejala penyakit seperti demam, pening, lemas, pucat, nyeri
otot, suhu bias mencapai 40 0C terutama pada infeksi Plasmodium
falciparum.
a. Tahap demam menggigil atau stadium dingin penderita akan
merasakan dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan
lemah, bibir dan jari kebiru-biruan pucat, kulit kering, pucat,
kadang muntah. Pada anak-anak demam bisa memicu
kejang. Demam ini berkisar antara 15 menit hingga 1 jam.
b. Tahap puncak demam hot stage yang berlangsung 2-6 jam,
wajah memerah, kulit kering, nyeri kepala, denyut nadi keras,
haus yang amat terus-menerus,mual hingga muntah. Pada saat
ini sebenarnya merupakan peristiwa pecahnya schzon matang
menjadi merozoit-merozoit yang beramai-ramai memasuki
aliran darah untuk menyerbu sel-sel darah merah.
c. Stadium berkeringat. Pada stadium ini penderita berkeringat
banyak sekali. Hal seperti ini bisa berlangsung 2 sampai 4 jam.
Gejala klasik malaria adalah paroksismal—kejadian demam
menggigil yang hilang timbul berulang sesuai siklus dan kemudian
demam dan berkeringat, terjadi setiap dua hari (demam tertiana) di
infeksi P. vivax dan P. ovale, dan setiap tiga hari (demam kuartana)
untuk P. malariae. Infeksi P. falciparum dapat memicu demam
berulang setiap 36-48 jam, atau demam kurang menonjol dan hampir
terus menerus.
Malaria berat biasanya disebabkan oleh P. falciparum (sering
disebut sebagai malaria falciparum). Gejala malaria falciparum timbul
9-30 hari setelah terinfeksi. Individu dengan malaria serebral sering
menunjukkan gejala neurologis, termasuk postur abnormal, nistagmus,
kelumpuhan tatapan konjugat (kegagalan mata untuk bergerak
bersama-sama dalam arah yang sama), opistotonus, kejang, atau koma.
PENCEGAHAN MALARIA
Pencegahan malaria secara garis besar mencakup empat aspek, yaitu :
a. Mencegah penderita yang mengandung gametosit, karena
penderita yang mengandung gametosit merupakan sumber
infeksi. Manusia merupakan sumber infeksi yang baik, bila
pengandung gametosit banyak didalam darahnya, maka pada
saat darahnya diisap oleh nyamuk, nyamuk ini terinfeksi
dan dapat menularkan penyakit. Bila gametosit yang terkandung
dalam darah sedikit maka nyamuk tidak dapat terinfeksi
sehingga tidak menularkan penyakit (reservoar).
b. Memberantas nyamuk sebagai vektor malaria Pemberantasan
vektor meliputi pengendalian di tempat perindukan vektor dan
nyamuk dewasa. Pengendalian tempat perindukan dilakukan
dengan pengeringan, dengan pengisian/penimbunan lubanglubang yang mengandung air. Larva diberantas dengan
memakai insektisida dan juga menebarkan ikan pemangsa.
Nyamuk dewasa diberantas dengan memakai insektisida
untuk mengurangi kepadatan nyamuk dan akhir- 53 akhir ini
sedang dikembangkan pemberantasan genetik untuk
mensterilkan nyamuk dewasa.
c. Menghindari atau mengurangi kontak/ gigitan nyamuk
Anopheles yang mengandung sporozoit.
d. Melindungi orang yang rentan dan berisiko terinfeksi malaria
Untuk melindungi orang-orang yang rentan terhadap
malaria yaitu dengan memasang kawat kasa pada ventilasi
pintu, ventilasi jendela dan lubanglubang angin. Perlindungan
pribadi dilakukan dengan memakai penghalau serangga.
Selain itu juga dapat memakai repellent misalnya detil
toluamid dan minyak sereh, dan pada tempat tidur dipasang
kelambu. Obat anti malaria dapat dipakai untuk pencegahan
infeksi malaria pada pasien . Obat diberikan dengan tujuan
mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala.
Pencegahan dilakukan untuk membasmi sporozoit, segera
sesudah sporozoit yang masuk melalui gigitan nyamuk
Anopheles yang infektif namun tidak ada obat yang dapat
membunuh sporozoit tersebut. Hanya obat yang dapat
membunuh atau membasmi parasit stadium dini dalam sel hati
adalah obat profilaksis kausal. Obat ini dapat mengurangi
jumlah parasit dalam darah sedemikian sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis selama obat ini diminum terus
dalam dosis adekuat.
PEMERIKSAAN MALARIA
Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dipakai
untuk mendiagnosis malaria, antara lain pemeriksaan mikroskopik
serta Rapid Diagnostic Tests (RDT).
a. Pemeriksaan Mikroskop
Pemeriksaan mikroskop hapusan darah masih menjadi
baku emas untuk diagnosis malaria. Hapusan darah tebal untuk
deteksi parasit malaria di darah ketika parasitemia rendah dan
Hapusan darah tipis untuk pemeriksaan malaria dibuat dengan
cara yang sama dengan pembuatan hapusan darah rutin untuk
evaluasi hematologis.
b. Tes Diagnosis Cepat (RDT)
Tes diagnostik cepat adalah alat yang mendeteksi antigen
malaria pada sampel darah yang sedikit dengan tes
imunokromatografi. Untuk setiap antigen parasit dipakai 2
set antibody monoklonal atau poliklonal, satu sebagai antibodi
penangkap, dan satu sebagai antibodi deteksi. Antibodi
monoclonal bersifat lebih spesifik tapi kurang sensitive bila
dibandingkan dengan antibody poliklonal.
1. DIARE
Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan
konsistensi cair (mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari
(24 jam). Ingat, dua kriteria penting harus ada yaitu BAB cair dan
sering, jadi misalnya buang air besar sehari tiga kali tapi tidak cair,
maka tidak bisa disebut daire. Begitu juga apabila buang air besar
dengan tinja cair tapi tidak sampai tiga kali dalam sehari, maka itu
bukan diare. Pengertian Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada
membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare,
muntahmuntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang
menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak Iebih dan 3
kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dan satu minggu. Diare
merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan
volume cairan, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah. sekresi di kolon meningkat. Diare juga dapat dikaitkan dengan
gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.
Komplikasi kebanyakan penderita diare sembuh tanpa
mengalami komplikasi, namun sebagian kecil mengalami komplikasi dari
dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan yang diberikan.
Komplikasi paling penting wlaupun jarang diantaranya yaitu:
hipernatremia, hiponatremia, demam, edema/overhidrasi, asidosis,
hipokalemia, ileus paralitikus, kejang, intoleransi laktosa, malabsorpsi
glukosa, muntah, gagal ginjal.
Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang memicu
diare pada anak dan balita. Infeksi Rotavirus biasanya terdapat pada
anak-anak umur 6 bulan–2 tahun. Infeksi Rotavirus memicu
sebagian besar perawatan rumah sakit karena diare berat pada anakanak kecil dan merupakan infeksi nosokomial yang signifikan oleh
mikroorganisme patogen. Salmonella, Shigella dan Campylobacter
merupakan bakteri patogen yang paling sering diisolasi.
Mikroorganisme Giardia lamblia dan Cryptosporidium merupakan
parasit yang paling sering menimbulkan diare infeksius akut. Selain
Rotavirus, telah ditemukan juga virus baru yaitu Norwalk virus. Virus
ini lebih banyak kasus pada orang dewasa dibandingkan anak-anak.
Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare disebarluaskankan lewat
jalur fekal-oral melalui makanan, air yang terkontaminasi atau
ditularkan antar manusia dengan kontak yang erat.
GEJALA KLINIS DIARE
Gejala-gejala Diare adalah sebagai berikut :
a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun
meninggi
b. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah
c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
d. Lecet pada anus
e. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang
f. Muntah sebelum dan sesudah Diare
g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)
Diagnosis diare berdasar gejala klinis yang muncul,
riwayat diare membutuhkan informasi tentang kontak dengan
penderita gastroenteritis, frekuensi dan konsistensi buang air besar
dan muntah, intake cairan dan urin output, riwayat perjalanan,
penggunaan antibiotik dan obat-obatan lain yang bisa memicu
diare. Pemeriksaan fisik pada diare akut untuk menentukan
beratnya penyakit dan derajat dehidrasi yang terjadi. Evaluasi
lanjutan berupa tes laboratorium tergantung lama dan beratnya
diare, gejala sistemik, dan adanya darah di feses. Pemeriksaan feses
rutin untuk menemukan leukosit pada feses yang berguna untuk
mendukung diagnosis diare, jika hasil tes negative, kultur feses tidak
diperlukan.
JENIS DIARE
Menurut Depkes RI, berdasar jenisnya Diare dibagi empat
yaitu:
a. Diare Akut
Diare akut yaitu, Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
(biasanya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi,
sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi
penderita diare.
b. Disentri
Disentri yaitu, Diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat
disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat,
dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa c. Diare persisten
Diare persisten, yaitu Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
secara terus menerus. Akibat Diare persisten adalah penurunan
berat badan dan gangguan metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain Anak yang menderita Diare (Diare
akut dan Diare persisten) mungkin juga disertai dengan
penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya.
PATOGENESIS DIARE
Cara penularan diare biasanya melalui cara fekal-oral
yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
melalui lalat (melalui 4F = finger, files, fluid, field).
FAKTOR RESIKO KEJADIAN DIARE
Faktor resiko yang dapat meningkatan penularan enteropatogen
antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan
pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih,
pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higenis dan cara penyapihan yang
tidak baik. Selain hal-hal ini beberapa faktor pada penderita
dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung,
menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu
terakhir dan faktor genetik. a. Faktor umur
Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok
umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI.
Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak
langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi
mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit
yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya
insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.
b. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan
proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun
dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi
asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau
minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista
protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik
berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen
terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain.
Escheria coli dapat memicu bakteremia dan infeksi
sistemik pada neonatus. Meskipun Escheria coli sering
ditemukan pada lingkungan ibu dan bayi, belum pernah
dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber infeksi Escheria coli.c. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak
geografis. Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering
terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
Didaerah tropik (termasuk negara kita ), diare yang disebabkan
oleh retrovirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan
peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
PENCEGAHAN DIARE
Sebuah vaksin rotavirus memiliki potensi untuk mengurangi
jumlah penderita diare. Ada dua vaksin berlisensi untuk menghadapi
rotavirus. Vaksin rotavirus yang lainnya seperti, Shigella, ETEC,
dan Cholera sedang dikembangkan, vaksin ini juga berfungsi untuk
mencegah penularan diare.
a. memakai air yang bersih
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
c. memakai jamban untuk buang air besar
d. Terapi untuk penyakit diare, dan mencegah timbulnya
kekurangan cairan bila terjadi dehidrasi
PENGOBATAN DIARE
Perawatan untuk diare melibatkan pasien mengonsumsi
sejumlah air yang mencukupi untuk menggantikan yang hilang, lebih
baik bila dicampur dengan elektrolit untuk menyediakan garam yang
dibutuhkan dan sejumlah nutrisi. Oralit dan tablet zinc adalah
pengobatan pilihan utama dan telah diperkirakan telah
menyelamatkan 50 juta anak dalam 25 tahun terakhir. Untuk banyak
orang, perawatan lebih lanjut dan medikasi resmi tidak dibutuhkan.
Jika tidak tersedia oralit bubuk, oralit dapat dibuat dengan bahanbahan berikut ini:
a. 200 ml atau segelas seukuran belimbing air matang
b. 2 sendok teh gula pasir
c. 1/2 sendok teh garam halus
Campur semua bahan hingga larut lalu minumkan pada
penderita diare. Minum oralit dengan ketentuan sebagai berikut :
Tabel 7. Campuran Oralit
Usia
Pemberian setelah 3
jam diketahui diare
Pemberian setelah
BAB
< 1 tahun 1 ½ gelas ½ gelas
1 – 4 tahun 3 gelas 1 gelas
5 – 12 tahun 6 gelas 1 ½ gelas
Dewasa 12 gelas 5 gelas
Diare di bawah ini biasanya diperlukan pengawasan medis:
a. Diare pada balita
b. Diare menengah atau berat pada anak-anak
c. Diare yang bercampur dengan darah.
d. Diare yang terus terjadi lebih dari 2 minggu.
e. Diare yang disertai dengan penyakit umum lainnya seperti sakit
perut, demam, kehilangan berat badan, dan lain-lain.
f. Diare pada orang yang bepergian (kemungkinan terjadi infeksi
yang eksotis seperti parasit)
g. Diare dalam institusi seperti rumah sakit, perawatan anak,
institut kesehatan mental.
Beberapa cara penggulangan diare antara lain:
a. Jaga hidrasi dengan elektrolit yang seimbang. Ini merupakan
cara paling sesuai di kebanyakan kasus diare, bahkan disentri.
Mengkonsumsi sejumlah besar air yang tidak diseimbangi
dengan elektrolit yang dapat dimakan dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan elektrolit yang berbahaya dan dalam
beberapa kasus yang langka dapat berakibat fatal (keracunan
air).
b. Mencoba makan lebih sering namun dengan porsi yang lebih
sedikit, frekuensi teratur, dan jangan makan atau minum terlalu
cepat.
c. Cairan intravenous: kadang kala, terutama pada anakanak, dehidrasi dapat mengancam jiwa dan cairan intravenous
mungkin dibutuhkan.
d. Terapi rehidrasi oral: Meminum solusi gula/garam, yang dapat
diserap oleh tubuh.
e. Menjaga kebersihan dan isolasi: Kebersihan tubuh merupakan
faktor utama dalam membatasi penyebaran penyakit.
2. DISENTRI BASILER
Disentri basiler atau Shigellosis merupakan suatu penyakit
infeksi akut yang terjadi pada usus yang disebabkan oleh bakteri genus
Shigella. biasanya terdapat 4 spesies Shigella yang memicu
disentri basiler, meliputi Shigella dysenteriae, Shigella flexneri, Shigella
boydii, dan Shigella sonnei. biasanya gejala yang terjadi pada
disentri basiler adalah diare, adanya lendir dan darah dalam feses,
nyeri perut dan tenesmus. Adanya darah dan lendir dalam feses
disebabkan karena invasi bakteri Shigella sp. pada dinding usus
sehingga memicu kerusakan pada dinding usus. Selain itu
penyakit ini dikarakterisasi dengan meningkatnya frekuensi buang air
besar, sedikitnya volume feses, feses lembek, terdapatnya darah dan
lendir dalam feses, demam, serta rasa nyeri.
EPIDEMIOLOGI DISENTRI
Disentri basiler terjadi di seluruh dunia dan bertanggung jawab
terhadap lebih dari 600.000 kematian setiap tahun, dengan 2/3 kasus
kematian muncul pada anak-anak usia dibawah 10 tahun. Penularan
penyakit ini biasanya disebabkan karena person-to-person infection.
Selain itu dapat terjadi melalui makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi bakteri Shigella sp., memakai air yang tercemar,
dan kurangnya higienitas. Terkait dengan higienitas, disentri basiler
terutama terdapat pada negara berkembang dengan kebersihan
lingkungan yang kurang dan penghuni padat. Disentri basiler mudah
menyebar pada kondisi lingkungan yang jelek. Di Amerika, penyebab
disentri basiler paling banyak adalah Shigella sonnei yang mencapai
75,2% dan kejadian terendah disebabkan oleh Shigella dysentriae
yaitu sebesar 0,3% dari jumlah keseluruhan kasus disentri basiler.
Selain itu, pada tahun 2012 juga dilaporkan bahwa umur ratarata
terjangkit disentri basiler akibat Shigella sonnei adalah umur 7 tahun
dan angka ini relatif sama dari tahun ke tahun.
Di negara kita , dari hasil penelitian yang dilakukan di berbagai
rumah sakit dari tahun 1998 sampai dengan 1999, terdapat 3848
penderita diare berat dan 5% disebabkan oleh bakteri Shigella sp.
Selain itu juga dilaporkan bahwa 29% kematian anak-anak usia 1
hingga 4 tahun yang disebabkan diare adalah akibat disentri basiler.
ETIOLOGI DISENTRI
Disentri basiler atau Shigellosis disebabkan oleh bakteri genus
Shigella. Bakteri ini termasuk dalam famili Enterobacteriaceae dan
merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang (basil) (Heymann, 2008). Selain itu bakteri ini bersifat anaerob fakultatif,
yang berarti dapat hidup tanpa atau dengan adanya oksigen.
PATOGENESIS DISENTRI
Shigella sp. ditularkan melalui jalur fecal-oral dan masuk dalam
tubuh secara per oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi.
Bakteri ini akan menjadi penyakit apabila jumlahnya 10 hingga 100
bakter. Bakteri ini juga cukup tahan terhadap suasana asam pada
lambung sehingga dapat masuk ke dalam usus. Di dalam usus, bakteri
berkembang biak dan menyebar dalam lapisan sub mukosa. Bakteri ini
dapat berpenetrasi ke mukosa karena bakteri ini secara genetik
memiliki “invasion plasmids” sehingga memicu kematian sel
usus, ulserasi fokal, pengelupasan sel-sel mukosa, lendir disertai darah
dalam lumen usus, dan adanya akumulasi sel-sel inflamasi pada lapisan
sub mukosa. Selain itu diketahui bahwa Shigella flexneri dan Shigella
sonnei menghasilkan shiga toxin. Diduga racun ini berperan dalam
merusak sel-sel endotel dari propria lamina sehingga terjadi
perubahan mikroangiopati.
PENGOBATAN DISENTRI
Terapi pada kasus ringan biasanya merupakan terapi suportif,
yaitu dengan rehidrasi. Hal ini dilakukan karena kejadian fatal
terbesar kasus disentri basiler disebabkan karena penderita
mengalami dehidrasi akibat diare. Untuk kasus yang parah atau pasien
dengan respon imun yang rendah biasanya diperlukan antibiotik untuk
menurunkan durasi penyakit. Antibiotik yang biasa dipakai untuk
penanganan disentri basiler meliputi siprofloksasin, azitromisin, dan
ceftriaxon. Untuk penanganan dehidrasi yang biasa dipakai adalah
dengan pemberian terapi cairan secara oral atau intravena sesuai
derajat dehidrasi. Obat-obatan anti-diare seperti loperamid
kontraindikasi pada kasus disentri basiler karena dapat memperlama
penyakit karena bakteri akan semakin lama kontak dengan sel epitel
usus sehingga kerusakan sel epitel akan semakin luas. Penggunaan
antibiotik dapat menurunkan gejala, namun tidak dianjurkan pada
pasien dewasa dengan kasus ringan. Beberapa Shigella banyak yang
dilaporkan resisten terhadap ampisilin, cotrimoksazole, dan
tetrasiklin.
3. DEMAM THYPOID
Demam tifoid adalah infeksi akut saluran cerna yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang
disebabkan oleh Salmonella Paratyphi A,B, dan C. Gejala dan tanda
penyakit ini hampir sama, nanum manifestasi paratifoid lebih
ringan.
FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM THYPOID
a. Usia
Pada usia 3-19 tahun peluang terkena demam tifoid
lebih besar, orang pada usia ini cederung memiliki
aktivitas fisik yang banyak, kurang memperhatikan higene dan
santitasi makanan. Pada usia-usia tersebut, orang akan
cenderung memilih makan di luar rumah atau jajan di
sembarang tempat yang tidak memperhatikan higene dan
sanitasi makanan. Insiden terbesar demam tifoid terjadi pada
anak sekolah, berkaitan dengan faktor higenitas. Kuman
Salmonella typhi banyak berkembang biak pada makanan
yang kurang terjaga higenitasnya.
b. Status Gizi
Status gizi yang kurang akan menurunkan daya tahan
tubuh, sehingga anak mudah terserang penyakit, bahkan
status gizi yang buruk akan memicu tingginya angka
mortalitas terhadap demam tifoid.
c. Riwayat Demam tifoid
Riwayat demam tifoid dapat terjadi dan berlangsung
dalam waktu yang pendek pada mereka yang mendapat infeksi
ringan dengan demikian kekebalan mereka juga lemah.
Riwayat demam tifoid akan terjadi bila pengobatan
sebelumnya tidak adekuat, sepuluh persen dari demam tifoid
yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya riwayat
demam tifoid. Riwayat demam tifoid dipengaruhi oleh
imunitas, kebersihan, konsumsi makanan, dan lingkungan.
PATOGENESIS DEMAM THYPOID
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks
yang melalui beberapa tahapan. Kuman Salmonella typhi dan
Salmonella paratyphi masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang
terkontaminasi. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman
ini dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam
tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Jika respon
imunitas humoral usus kurang baik, kuman akan menembus sel-sel
epitel usus dan lamina propina. Di Lamina propina kuman berkembang
biak dan di fagosit oleh sel-sel fagosit tertutama makrofag.
Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak
didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil
yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri
dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan
berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di
hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi
dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan
kembali ke dalam system peredaran darah dan memicu bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode
inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti
demam, sakit kepala dan nyeri abdomen.
Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak
diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di
hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patches di
mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi
melalui proses inflamasi yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia.
Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi.
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organorgan sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk
berproliferasi kembali.
GEJALA KLINIS DEMAN THYPOID
Gejala demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala ringan yang
tidak memerlukan perawatan hingga gejala berat yang memerlukan
perawatan. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.
Pada awal periode penyakit ini, penderita demam tifoid mengalami
demam. Sifat demam adalah meningkat perlahanlahan terutama pada
sore hingga malam hari. Pada saat demam tinggi, dapat disertai dengan
gangguan system saraf pusat, seperti kesadaran menurun, penurunan
kesadaran mulai dari apatis sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai adalah nyeri kepala, malaise,
anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Gejala
gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien
dapat mengeluh diare, obtipasi, atau optipasi kemudian disusul dengan
diare, lidah tampak kotor dengan warna putih ditengah, hepatomegaly
dan splenomegaly.Gambaran klinis demam tifoid pada anak umur < 5 tahun,
khususnya di bawah 1 tahun lebih sulit diduga karena seringkali tidak
khas dan sangat bervariasi.Masa inkubasi demam tifoid berkisar antara
7-14 hari, namun dapat mencapai 3-30 hari.Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.Kemudian
menyusul gejala dan tanda klinis yang biasa ditemukan.
a. Gejala
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam
pada awal penyakit.Demam berlangsung 3 minggu bersifat
febris, remiten dan suhu tidak terlalu tinggi.Pada awalnya suhu
meningkat secara bertahap menyerupai anak tangga selama 2-7
hari, lebih tinggi pada sore dan malam hari,namun demam bisa
pula mendadak tinggi.Dalam minggu kedua penderita akan terus
menetap dalam keadaan demam, mulai menurun secara tajam
pada minggu ketiga dan mencapai normal kembali pada minggu
keempat. Pada penderita bayi memiliki pola demam yang
tidak beraturan, sedangkan pada anak seringkali disertai
menggigil. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan nyeri,
perut kembung, konstipasi dan diare.Konstipasi dapat
merupakan gangguan gastrointestinal awal dan kemudian pada
minggu kedua timbul diare. Selain gejala – gejala yang
disebutkan diatas, pada penelitian sebelumnya juga didapatkan
gejala yang lainnya seperti sakit kepala , batuk, lemah dan tidak
nafsu makan.
b. Tanda
Tanda klinis yang didapatkan pada anak dengan demam
tifoid antara lain adalah pembesaran beberapa organ yang
disertai dengan nyeri perabaan, antara lain hepatomegali dan
splenomegali.Penelitian yang dilakukan di Bangalore didapatkan
data teraba pembesaran pada hepar berkisar antara 4 – 8 cm
dibawah arkus kosta.14 namun adapula penelitian lain yang
menyebutkan dari mulai tidak teraba sampai 7,5 cm di bawah
arkus kosta.9 Penderita demam tifoid dapat disertai dengan atau
tanpa gangguan kesadaran.biasanya kesadaran penderita
menurun walaupun tidak terlalu dalam, yaitu apatis sampai
somnolen.1 Selain tanda – tanda klinis yang biasa ditemukan
tersebut,mungkin pula ditemukan gejala lain.Pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik
kemerahan karena emboli dalam kapiler kulit.Kadang-kadang
ditemukan ensefalopati, relatif bradikardi dan epistaksis pada
anak usia > 5 tahun.1,2,18 Penelitian sebelumnya didapatkan
data bahwa tanda organomegali lebih banyak ditemukan namun
tanda seperti roseola sangat jarang ditemukan pada anak
dengan demam tifoid.
PATOFISIOLOGI DEMAM THYPOID
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang
dipengaruhi oleh IL1.Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau
demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan
panas. Demam merupakan bagian dari respon fase akut terhadap
berbagai rangsangan infeksi, luka atau trauma, seperti halnya letargi,
berkurangnya nafsu makan dan minum yang dapat memicu
dehidrasi, sulit tidur, hipozinkemia, sintesis protein fase akut dan lainlain.Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan
suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang
diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, terutama infeksi.
Demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi (setiap
kenaikan suhu 1 0C akan meningkatkan laju metabolisme sekitar
10%).Pirogen adalah suatu zat yang memicu demam, terdapat
dua jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen.Rangsangan eksogen
seperti endotoksin dan eksotoksin menginduksi leukosit untuk
memproduksi pirogen endogen dan yang poten diantaranya adalh IL-1
dan TNFα .Pirogen endogen ini bekerja didaerah sistem syaraf pusat
pada tingkat OrganumVasculosum laminae terminalis (OVLT).Sebagai
respon terhadap sitokin ini maka pada OVLT terjadi sintesis
prostaglandin, terutama prostaglandin-E2 yang bekerja melalui
metabolism asam arakhidonat jalur siklooksigenase 2 (COX-2).
Prostaglandin ini bekerja secara langsung pada sel nuklear preoptik
dengan hasil peningkatan suhu tubuh berupa demam.
Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam
setelah terpapar.biasanya pirogen berinteraksi dengan sel fagosit,
makrofag atau monosit untuk merangsang IL-1.Pirogenitas bakteri
Gram-negatif disebabkan adanya heatstable factor yaitu endotoksin,
suatu pirogen eksogen yang pertama ditemukan.Komponen aktif
endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu
lipopolisakarida.Endotoksin meyebabkan peningkatan suhu yang
progresif tergantung dari dosis. Dari suatu penelitian didapatkan
bahwa jumlah organisme yang dapat menimbulkan gejala penyakit
adalah sebanyak 105 -106 organisme, walaupun jumlah yang
diperlukan untuk menimbulkan gejala klinis pada bayi dan anak
mungkin lebih kecil.Semakin besar dosis Salmonella Typhi yang
tertelan semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis,
semakin pendek masa inkubasi tidak merubah sindrom klinik yang
timbul.
PENCEGAHAN DEMAM THYPOID
Sanitasi dan kebersihan adalah penting untuk mencegah
terjadinya penyakit tipus. Tipus tidak melibatkan hewan dan
penularannya adalah dari manusia ke manusia. Tipus hanya berjangkit
pada lingkungan dimana kotoran manusia dan air seni manusia dapat
mencemari makanan dan minuman. Kehati-hatian penyiapan makanan
dan mencuci tangan adalah hal yang penting untuk mencegah penyakit
tipus.
Dua jenis vaksin tipus tersedia untuk mencegah penyakit
tipus:vaksin hidup yang diminum Ty21a (dijual dengan merek Vivotif
oleh Crucell Switzerland AG) dan injeksi typhoid polysaccharide
vaccine (dijual dengan merek Typhim Vi oleh Sanofi Pasteur dan
'Typherix oleh GlaxoSmithKline). Kedua jenis vaksin ini efektif
melindungi antara 50 hingga 80% mereka yang telah divaksinasi dan
direkomendasikan bagi pelancong yang akan berkunjung ke daerah
endemik. Penguat/pengulangan vaksin direkomendasikan setiap 5
tahun sekali bagi vaksin oral dan setiap dua tahun sekali untuk vaksin
injeksi. Di negara kita biasanya hanya tersedia vaksin dalam bentuk
injeksi. Dan jika sudah divaksin dan masih terkena biasanya ringan.
Vaksinasi dianjurkan untuk dilakukan pada anak-anak dan dewasa
sesuai jadwal imunisasi.
PENGOBATAN DEMAM THYPOID
Tifus dapat berakibat fatal, pemotongan usus atau bahkan
kematian. Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprimsulfamethoxazole, dan ciproloxacin sering dipakai untuk merawat
demam tipoid. Yang perlu diperhatikan adalah bila suhu telah turun
dan merasa segar, bukan berarti telah sembuh, karena usus masih tipis
oleh karenanya makanannya harus bertahap mulai dari bubur saring,
bubur, nasi lembek dan baru nasi. Selain makanan yang harus dijaga
adalah tidak boleh bekerja berat, sebelum benar-benar sembuh, karena
usus dapat robek/terluka dan suhu badan naik kembali seperti semula,
walaupun bakterinya telah tiada. Bila tak terawat, demam tifoid dapat
berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Kematian terjadi
antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak terawat.
Salah satu ancaman kesehatan yang paling harus diwaspadai adalah
apa yang disebut dengan New Emerging Infection Disease, yang kalau
diterjemahkan artinya adalah infeksi yang baru muncul. Sebagian besar,
infeksi yang baru muncul ini sebagian besar bersumber dari binatang
atau yang biasa disebut zoonosis.
Mulai dari severe acute respiratory syndrome (SARS) hingga avian
ainfluenza A (H7N9), abad keduapuluh satu telah melihat kemunculan banyak
penyakit baru, yang menarik perhatian banyak orang. Penyakit ini – disebut
emerging infectious disease (EIDs) – menjadi kekhawatiran khusus dalam
kesehatan masyarakat. Tidak hanya karena penyakit ini bisa memnyebabkan
kematian pada manusia dalam jumlah besar saat ini menyebar, tapi karena
penyakit ini juga membawa dampak sosial dan ekonomi yang besar dalam
dunia yang telah saling berhubungan saat ini. Sebagai contoh, perkiraan biaya
langsung yang ditimbulkan SARS di Kanada dan negara-negara Asia adalah
sekitar 50 miliar dolar AS. Selain itu, dampak dari penyakit infeksi baru ini
relatif lebih besar di negara-negara berkembang yang memiliki sumber daya
yang lebih sedikit. Dalam 30 tahun terakhir, telah muncul lebih dari 30 EIDs.
Asia, sayangnya, seringkali menjadi episentrumnya.
EIDs adalah penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi
untuk pertama kalinya, atau telah ada sebelumnya namun meningkat dengan
sangat cepat, baik dalam hal jumlah kasus baru didalam suatu populasi, atau
penyebaranya ke daerah geografis yang baru. Yang juga dikelompokkan dalam
EIDs adalah penyakit yang pernah terjadi di suatu daerah di masa lalu,
kemudian menurun atau telah dikendalikan, namun kemudian dilaporkan lagi
dalam jumlah yang meningkat. Kadang-kadang sebuah penyakit lama muncul
dalam bentuk klinis baru, yang bisa jadi lebih parah atau fatal. Penyakit ini
disebut dengan penyakit lama (re-emerging), contoh terbaru adalah
chikungunya di India. Kebanyakan penyakit emerging dan re-emerging asalnya adalah
zoonotik, yang artinya penyakit ini muncul dari seekor hewan dan
menyeberangi hambatan spesies dan menginfeksi manusia. Sejauh ini sekitar
60% dari penyakit infeksi pada manusia telah dikenali, dan sekitar 75% EIDs,
yang menyerang manusia dalam tiga dekade terakhir, berasal dari hewan.
Beberapa negara WHO kawasan Asia Tenggara memiliki kondisi yang
mengundang kemunculan penyakit ini, banyak diantaranya adalah penyakit
yang dapat mematikan dan menyebar dengan cepat. Riset ilmiah terhadap 335
penyakit baru diantara tahun 1940 dan 2004 mengindikasikan bahwa besar
kemungkinan beberapa daerah di dunia mengalami kemunculan EIDs ini.
Beberapa “hotspot” global untuk EIDs adalah negara-negara yang
berhubungan dengan Dataran Indo-Gangga dan DAS Mekong. Virus Nipah,
demam berdarah Crimean-Congo dan avian influenza (H5N1) merupakan
contoh penyakit yang telah muncul baru-baru ini dan menyerah WHO
Kawasan Asia Tenggara.
Ada banyak faktor yang mempercepat kemunculan kemudahan
penyakit baru, karena faktor-faktor ini memicu agen infeksi berkembang
menjadi bentuk ekologis baru, agar dapat menjangkau dan beradaptasi dengan
inang yang baru, dan agar dapat menyebar lebih mudah diantar inang-inang
baru. Faktor-faktor ini termasuk urbanisasi dan penghancuran habitat asli,
yang memicu hewan dan manusia hidup dalam jarak dekat, perubahan
iklim dan perubahan ekosistem; perubahan dalam populasi inang reservoir
atau vektor serangga perantara; dan mutasi genetik mikroba. Akibatnya
dampak dari penyakit baru sulit untuk diprediksi namun bisa signifikan,
karena manusia mungkin hanya memiliki sedikit kekebalan terhadap penyakit
ini atau tidak sama sekali.
Walaupun sistem kesehatan masyarakat yang kuat menjadi syarat
untuk memerangi KLB EIDs, KLB ini juga dapat mengganggu sistem ini
secara signifikan. Karena itu memperkuat kesiapsiaggan, surveilans, penilaian
resiko, komunikasi resiko, fasilitas laboratorium dan kapasitas respon di Kawasan merupakan hal yang sangat penting. Dan yang juga sama pentingnya
adalah membangun mitra di antara sektor kesehatan hewan, pertanian,
kehutanan dan kesehatan di tingkat nasional, regional dan global.
B. CONTOH PENYAKIT NEW EMERGING DISEASES
1. COVID-19
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV2) adalah virus yang menyerang sistem
pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus
Corona bisa memicu gangguan ringan pada sistem pernapasan,
infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-
2) yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari
coronavirus yang menular ke manusia. Walaupun lebih bayak
menyerang lansia, virus ini sebenarnya bisa menyerang siapa saja,
mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa, termasuk ibu hamil
dan ibu menyusui.
Covid-19 merupakan nama penyakit yang disebabkan oleh
virus corona. Nama ini diberikan oleh WHO (World Health
Organzation) sebagi nama resmi penyakit ini. Covid sendiri merupakan
singkatan dari Corona Virus Disease-2019. Covid-19 yaitu penyakit
yang disebabkan oleh virus corona yang menyerang saluran
pernafasan sehingga memicu demam tinggi, batuk, flu, sesak
nafas serta nyeri tenggorokan.
Menurut situs WHO, virus corona adalah keluarga besar virus
yang dapat memicu penyakit pada hewan atau manusia. Pada
manusia corona diketahui memicu infeksi pernafasan mulai dari
flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrme (SARS). Virus ini mampu mengakibatkan orang kehilangan nyawa
sehingga WHO telah menjadikan status virus corona ini menjadi
pandemi dan meminta Presiden Joko Widodo menetapkan status
darurat nasional corona.
ASAL PENYAKIT COVID-19
Infeksi virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease
2019) dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir
Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah
menyebar ke hampir semua negara, termasuk negara kita , hanya dalam
waktu beberapa bulan.
Hal ini membuat beberapa negara menerapkan
kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah
penyebaran virus Corona. Di negara kita sendiri, diberlakukan kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran
virus ini.
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi
sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya memicu
infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa
memicu infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru
(pneumonia).
Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga
termasuk dalam kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS) dan virus penyebab Middle-East
Respiratory Syndrome (MERS). Meski disebabkan oleh virus dari
kelompok yang sama, yaitu coronavirus, COVID-19 memiliki beberapa
perbedaan dengan SARS dan MERS, antara lain dalam hal kecepatan
penyebaran dan keparahan gejala PATOGENESIS COVID-19.
Dalam salah satu bagian laporan berjudul route of
transmission, WHO menyebutkan hingga kini belum ditemukan kasus
penyebaran virus corona atau COVID-19 melalui udara. Selain itu
menurut WHO, cara penyebaran virus corona COVID-19 melalui udara
bukan faktor terbesar penularan penyakit berdasar bukti yang ada.
WHO menyarankan prosedur perlindungan menghadapi
penyebaran virus corona atau COVID-19 secara aerosol. Prosedur ini
diterapkan di fasilitas kesehatan yang menangani kasus virus corona
atau COVID-19. Aerosol merujuk pada partikel padat atau cair dalam
udara atau gas lain. Partikel ini melayang sebelum mendarat di
permukaan sasaran.
"Cara penyebaran virus corona COVID-19 adalah melalui tetesan
air liur (droplets) atau muntah (fomites), dalam kontak dekat tanpa
pelindung. Transmisi virus corona atau COVID-19 terjadi antara yang
telah terinfeksi dengan orang tanpa patogen penyakit," tulis WHO
dalam laporannya.
Penyebaran virus corona COVID-19 lewat dudukan toilet,
pegangan pintu kamar mandi, dan wastafel (fecal shedding) terjadi
pada beberapa pasien. Namun penyebaran virus corona atau COVID-19
atau COVID-19 dengan fecal shedding, hingga kini bukan menjadi
upaya tranmisi utama.
Menularnya Covid-19 membuat dunia menjadi resah, termasuk
di negara kita . Covid-19 merupakan jenis virus yang baru sehingga
banyak pihak yang tidak tahu dan tidak mengerti cara penanggulangan
virus tersebut. Pemerintah dituntut untuk sesegera mungkin
menangani ancaman nyata Covid-19. Jawaban sementara terkait
dengan persoalan ini ternyata telah ada dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dimana dalam
undang-undang ini telah memuat banyak hal terkait dengan kekarantinaan kesehatan, pihak yang berwenang menetapkan
kedaruratan kesehatan masyarakat, dan lain sebagainya.
Dalam undang-undang ini juga menentukan apa saja
peraturan pelaksanaan sebagai tindak lanjut ketentuan dalam
kekarantinaan kesehatan. Namun 4 peraturan pelaksanaan sebagai
ketentuan lanjutan dari UU Kekarantinaan Kesehatan belum ada
padahal peraturan pelaksanaan ini sangat perlu untuk segera
dibentuk.
Menurut WHO, Covid-19 menular dari orang ke orang. Caranya
dari orang yang terinfeksi virus corona ke orang yang sehat. Penyakit
menyebar melalui tetesan kecil yang keluar dari hidung atau mulut
ketika mereka yang terinfeksi virus bersin atau batuk. Tetesan itu
kemudian mendarat di benda atau permukaan yang disentuh dan
orang sehat. Lalu orang sehat ini menyentuh mata, hidung atau mulut
mereka. Virus corona juga bisa menyebar ketika tetesan kecil itu
dihirup oleh orang sehat ketika berdekatan dengan yang terinfeksi
corona.
CARA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN COVID-19.
Sampai saat ini, belum ada vaksin untuk mencegah infeksi
virus Corona atau COVID-19. Oleh sebab itu, cara pencegahan yang
terbaik adalah dengan menghindari faktor-faktor yang bisa
memicu Anda terinfeksi virus ini, yaitu:
a. Terapkan physical distancing, yaitu menjaga jarak minimal 1
meter dari orang lain,dan jangan dulu ke luar rumah kecuali
ada keperluan mendesak.
b. Gunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau
keramaian, termasuk saat pergi berbelanja bahan makanan.
c. Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand
sanitizer yang mengandung alkohol minimal 60%, terutama
setelah beraktivitas di luar rumah atau di tempat umum.
d. Jangan menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci
tangan.
e. Tingkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat.
f. Hindari kontak dengan penderita COVID-19, orang yang
dicurigai positif terinfeksi virus Corona, atau orang yang
sedang sakit demam, batuk, atau pilek.
g. Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin,
kemudian buang tisu ke tempat sampah.
h. Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan
lingkungan
PENGOBATAN VIRUS CORONA (COVID-19)
Infeksi virus Corona atau COVID-19 belum bisa diobati, namun
ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dokter untuk meredakan
gejalanya dan mencegah penyebaran virus, yaitu:
a. Merujuk penderita COVID-19 yang berat untuk menjalani
perawatan dan karatina di rumah sakit rujukan
b. Memberikan obat pereda demam dan nyeri yang aman dan
sesuai kondisi penderita
c. Menganjurkan penderita COVID-19 untuk melakukan isolasi
mandiri dan istirahat yang cukup
d. Menganjurkan penderita COVID-19 untuk banyak minum air
putih untuk menjaga kadar cairan tubuh
2. FLU BURUNG
Avian Influenza (AI) atau flu burung (bird flu) atau sampar
unggas (fowl plague) pertama kali ditemukan menyerang di Italia
sekitar 100 tahun yang lalu. Pada mulanya penyakit ini hanya
menyerang unggas mulai dari ayam, merpati, sampai burung-burung
liar. Akan namun , laporan terakhir menyebutkan serangan pada babi
dan manusia.
Wabah virus ini menyerang manusia pertama kali di
Hongkong pada tahun 1997 dengan 18 korban dan 6 diantaranya
meninggal. Di negara kita , penyakit ini awalnya diduga sebagai penyakit
tetelo atau VVND (Velogenic Viscerotopic Newcastle Diseae) yang
pernah menyerang pada tahun-tahun sebelumnya.
Gambar 23. Jengger ayam yang terkena flu burung
Penyakit ini merupakan penyakit baru (new emerging disease)
yang banyak menarik perhatian berbagai pihak karena penularannya
yang sangat cepat dengan angka kematian yang tinggi. Avian flu juga
melibatkan sektor peternakan, khususnya unggas, yang memiliki
dampak besar terhadap ketersediaan daging (gizi) di masyarakat, dan
sektor ekonomi para peternaknya.Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza)
adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza
tipe A dan ditularkan oleh unggas. Sejarah dunia telah mencatat tiga
pandemi besar yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Pandemi
pertama terjadi pada tahun 1918 berupa flu Spanyol yang disebabkan
oleh subtipe H1N1 dan memakan korban meninggal 40 juta orang.
Pandemi ini sebagian besar terjadi di Eropa dan Amerika Serikat.
Pandemi kedua terjadi pada tahun 1958 berupa flu Asia yang
disebabkan oleh H2N2 dengan korban 4juta jiwa. Pandemi terakhir
terjadi pada tahun 1968 berupa flu Hongkong yang disebabkan oleh
H3N2 dengan korban 1 juta jiwa.
JENIS FLU BURUNG
Dua jenis virus flu burung yang dapat menular ke manusia dan
memicu kematian adalah H5N1 dan H7N9. Sampai saat ini, kedua
virus ini masih memicu wabah di Asia, Afrika, Timur
Tengah, dan beberapa bagian Eropa.
Penyebab flu burung merupakan virus influenza yang dapat
menyerang unggas. Salah satu jenis flu burung yang dapat menyerang
manusia adalah H5N1. Kemudian pada tahun 2013, dilaporkan kembali
bahwa ada jenis virus lain yang bisa menular ke manusia, yaitu virus
influenza H7N9. Selain kedua jenis virus tersebut, masih ada beberapa
jenis virus flu burung lainnya yang dapat menyerang manusia, antara
lain H9N2, H7N7, H6N1, H5N6, dan H10N8.
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1,
H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N98.
Strain yang sangat virulen/ganas dan memicu flu burung adalah
dari subtipe A H5N1. Virus ini dapat bertahan hidup di air sampai
4 hari pada suhu 22 ̊C dan lebih dari 30 hari pada 0 ̊C. Virus akan mati
pada pemanasan 60 ̊C selama 30 menit atau 56 ̊C selama 3 jam dan
dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang
mengandung iodin.
Gambar 24. Penamaan Virus Influenza
berdasar kemampuannya menimbulkan penyakit, flu burung
dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Flu burung dengan patogenisitas tinggi (bahasa Inggris: highly
pathogenic avian influenza, disingkat HPAI) yang
memicu tingkat kematian yang tinggi, dan
b. Flu burung dengan patogenisitas rendah (bahasa Inggris: low
pathogenic avian influenza, disingkat LPAI) yang
memicu penyakit dengan tanda klinis yang ringan.
Sebagian besar virus flu burung memiliki patogenisitas yang
rendah (LPAI). Namun, beberapa beberapa di antara mereka
mengalami mutasi genetik sehingga berubah menjadi HPAI. Secara
alami, kasus HPAI disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5 atau
H7. Walaupun demikian, mayoritas virus subtipe H5 dan H7 tergolong
LPAI. Penentuan tingkat patogenisitas virus influenza A didasarkan
pada karakteristik molekuler serta kemampuannya menimbulkan
penyakit dan kematian pada ayam pada kondisi laboratorium, bukan
berdasar beratnya derajat penyakit yang ditimbulkan pada
manusia.
PENYEBARAN FLU BURUNG
a. Ayam dan manusia di Hongkong. Selama wabah ini Pada
tahun 1997 Avian Influenza A (H5N1) telah menginfeksi
berlangsung 18 orang telah dirawat di rumah sakit dan 6
diantaranya meninggal dunia. Untuk mencegah penyebaran
ini pemerintah setempat memusnahkan 1,5 juta ayam
yang terinfeksi flu burung.
b. Pada tahun 1999, di Hongkong dilaporkan adanya kasus Avian
Influenza A (H9N2) pada 2 orang anak tanpa menimbulkan
kematian.
c. Pada tahun 2003, di Hongkong ditemukan lagi dua kasus Avian
Influenza A (H5N1) dan satu orang meninggal.
d. Pada tahun 2003, di Belanda ditemukan 80 kasus Avian
Influenza A (H7N7) dan satu diantaranya meninggal.
e. Pada tahun 2004 terjadi lagi 25 kasus Avian Influenza A
(H5N1) di Vietnam (19) dan Thailand (6) yang memicu
19 orang meninggal (5 di Thailand, 14 di Vietnam)
PATOGENESIS FLU BURUNG
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus
influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A
dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat memicu
epidemi dan pandemi. berdasar sub tipenya terdiri dari
Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N). Kedua huruf ini dipakai
sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya.
Meskipun reservoar alami viris AI adalah unggas liar yang sering
bermigrasi (bebek liar), namun hewan ini resisten terhadap
penyakit ini. Menurut WHO, kontak hewan ini dengan unggas
ternak memicu epidemik flu burung di kalangan unggas.
Penularan penyakit terjadi melalui udara dan ekskret (kotoran, urin,
dan ingus) unggas yang terinfeksi.
Virus AI dapat hidup selama 15 hari di luar jaringan hidup. Virus
pada unggas akan mati pada pemanasan 80 ̊ C selama 1 menit, dan
virus pada telur akan mati pada suhu 64 ̊C selama 5 menit. Virus akan
mati dengan pemanasan sinar matahari dan pemberian diinfektan.
Secara genetik, virus influenza tipe A sangat labil dan tidak sulit
beradaptasi untuk menginfeksi spesies sasarannya. Virus ini tidak
memiliki sifat proof reading, yaitu kemampuan untuk mendeteksi
kesalahan yang terjadi dan memperbaiki kesalahan pada saat replikasi.
Ketidakstabilan sifat genetik virus inilah yang mengakibatkan
terjadinya strain/jenis/mutan virus yang baru. Akibat dari proses
tersebut, virus virulensi virus AI dapat berubah menjadi lebih ganas
dari sebelumnya (HPAI, high pathogenic avian influenza).
Karakteristik lain dari virus ini adalah kemampuannya untuk
bertukar, bercampur, dan bergabung dengan virus influenza strain yang lain sehingga memicu munculnya strain baru yang bisa
berbahaya bagi manusia. Mekanisme ini juga memicu kesulitan
dalam membuat vaksin untuk program penanggulangan.
Kelangsungan hidup virus di lingkungan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, di antaranya jumlah virus, temperatur, paparan sinar
matahari, keberadaan materi organik, pH dan salinitas (jika virus di
air), serta kelembapan relatif (pada permukaan padat atau tinja). Virus
influenza A peka terhadap berbagai jenis disinfektan, di
antaranya natrium hipoklorit, etanol 60-90%, senyawa amonium
kuartener, aldehid, fenol, asam, dan iodin povidon, juga bisa
diinaktivasi dengan pemanasan 56-60 °C selama minimal 60 menit
serta oleh radiasi ionisasi atau pH ekstrem (pH 1-3 atau pH 10-14).
Virus flu burung terus berubah dengan konstan. Ada dua cara
mereka untuk berubah
a. Antigenic drift. Gen virus influenza mengalami perubahanperubahan kecil seiring dengan waktu saat virus bereplikasi.
Perubahan genetik yang kecil ini akan berakumulasi
perlahan-lahan sehingga sifat antigeniknya berbeda dan
tidak dikenali lagi oleh sistem kekebalan tubuh. Hal ini
memicu komposisi vaksin influenza perlu ditinjau
secara berkala agar dapat mengimbangi laju perubahan
virus.
b. Antigenic shift. Terjadi perubahan gen yang besar dan
mendadak yang menghasilkan jenis protein H yang baru
dan/atau kombinasi protein H dan N yang baru.
Kebanyakan individu tidak memiliki kekebalan terhadap
virus influenza yang baru ini sehingga memicu
terjadinya wabah penyakit yang luas.
Virus influenza dapat menyerang berbagai spesies hewan dan
penyakitnya diberi nama sesuai dengan jenis hewan yang diinfeksi,
misalnya flu burung, flu babi, flu kuda, dan flu anjing. Mutasi genetik
memungkinkan terjadinya infeksi silang antarspesies. Burung liar
akuatik diduga merupakan reservoir alami virus flu burung. Virus flu
burung telah diisolasi pada lebih dari 100 spesies burung liar di mana
sebagian besar infeksinya disebabkan oleh virus LPAI.Infeksi
biasanya ditemukan pada
ordo Anseriformes (seperti bebek dan angsa) serta dua famili pada
ordo Charadriiformes atau burung wader, yaitu famili Laridae (seperti
burung camar) serta famili Scolopacidae (seperti burung
trinil).Burung-burung yang telah didomestikasi, baik unggas (seperti
ayam dan kalkun) maupun unggas air (bebek dan angsa) peka
terhadap serangan virus flu burung.
Mekanisme penularan flu burung pada manusia ada beberapa
cara:
a. Virus unggas liar unggas domestik manusia
b. Virus unggas liar unggas domestik babi manusia
c. Virus unggas liar unggas domestik (dan babi) manusia
manusia
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas ke
manusia, melalui air liur, lendir dari hidung dan feces. Penyakit ini
dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal
dari kotoran atau sekreta burung/unggas yang menderita flu burung.
Penularan dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika
bersinggungan langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung.
Contohnya: pekerja di peternakan ayam, pemotong ayam, dan
penjamah produk unggas lainnya.
Flu burung dapat menular ketika pasien melakukan kontak
langsung dengan unggas yang memiliki virus penyebab flu burung.
Ketahui cara penularan virus penyebab flu burung kepada manusia,
yaitu:
a. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
unggas yang terpapar virus penyebab flu burung. Hindari
unggas yang memiliki potensi terpapar flu burung, baik
unggas yang masih hidup atau sudah mati.
b. Penularan flu burung dapat terjadi karena kontak cairan dari
unggas yang terpapar virus flu burung dengan pasien yang
sehat.
c. Ketika memiliki unggas yang dicurigai terpapar virus flu
burung, hindari kotoran dan kandang unggas tersebut. Debu
dari kandang unggas yang terpapar dan terhirup dapat
menjadi pemicu pasien tertular virus penyebab flu burung.
d. Perhatikan tingkat kematangan yang optimal ketika
mengonsumsi daging unggas. Konsumsi daging unggas atau
telur dengan tingkat kematangan yang kurang optimal dapat
meningkatkan risiko penularan.
e. Penularan virus flu burung dapat terjadi ketika pasien
mandi atau berenang dengan air yang sudah terpapar virus flu
burung.
f. Sayangnya, unggas yang terinfeksi virus flu burung sulit
disadari oleh manusia karena burung tidak selalu tampak sakit
akibat infeksi ini. Banyak orang seringkali tidak bisa mencegah
virus tersebut.
g. Selain bersentuhan langsung dengan unggas, penyebaran flu
burung dari orang ke orang masih belum jelas mekanismenya.
Sebaiknya tanyakan langsung pada dokter tentang penularan
flu burung ini agar tahu cara mencegahnya
ORANG YANG BERISIKO
a. Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang)
1) Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis
bekerja.
2) Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang
terinfeksi flu burung.
3) memakai alat pelindung diri. (contoh : masker dan
pakaian kerja).
4) Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
5) Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
6) Orang yang kontak dengan unggas (misalnya peternak
ayam) harus memakai masker, baju khusus, kaca mata
renang.
7) Membatasi lalu lintas orang yang masuk ke peternakan.
8) Mendisinfeksi orang dan kendaraan yang masuk ke
peternakan.
9) Mendisinfeksi peralatan peternakan.
10) Mengisolasi kandang dan kotoran dari lokasi peternakan.
b. Masyarakat umum
1) Memilih daging yang baik dan segar.
2) Memasak daging ayam minimal 80 ̊C selama 1 menit dan
telur minimal 64 ̊C selama 5 menit (atau sampai air atau
kuahnya mendidih cukup lama).
3) Menjaga kesehatan dan ketahanan umum tubuh dengan
makan, olahraga, dan istirahat yang cukup.
4) Segera ke dokter/puskesmas/rumah sakit bagi masyarakat
yang mengalami gejala-gejala di atas.
5) Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan
bergizi & istirahat cukup.
6) Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
a) Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala
penyakit pada tubuhnya)
b) Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 80 ̊C
selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu
±64 ̊C selama 4,5 menit.
GEJALA KLINIS FLU BURUNG
Virus AI dibedakan dalam dua kelompok (berdasar
patotipe), yaitu highly pathogenic avian influenza (HPAI) yang bersifat
ganas dan low pathogenic avian influenza (LPAI) yang bersifat kurang
ganas. Virus HPAI menunjukkan gejala kematian yang sangat tinggi,
gangguan pernapasan, produksi telur berhenti atau menurun drastis,
batuk, bersin, ngorok, sinusitis odema pada kepala dan muka,
perdarahan jaringan subkutan diikuti sianosis kulit terutama pada
kaki, kepala dan pial, serta diare dan gangguan syaraf. Infeksi akibat
LPAI biasanya tidak menimbulkan gejala klinis, namun dapat juga
terjadi ovarium mengecil, pembengkakan ginjal,dan pengendapan
asam urat.
Diagnosis AI dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Kasus tersangka (possible cases)
1) Demam lebih dari38 ̊C, batuk, nyeri tenggorokan
2) Pernah kontak dengan penderita AI
3) Kurang dari satu minggu terkahir pasien pernah
mengunjungi peternakan di daerah HPAI
4) Bekerja di laboratorium dan kontak dengan sampel
dari tersangka AI
b. Kasus “mungkin” (probable cases)
1) Possible cases
2) Hasil laboratorium tertentu positif untuk virus AI
dengan antiibodi monoklonal H5,
3) Tidak terbukti adanya penyebab lain
c. Kasus pasti (confirmed cases)
1) Hasil kultur virus H5N1
2) Pemeriksaan PCR influenza H5 positif
3) Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar empat
kali.
4) Pemeriksaan laboratorium :
a) Mengisolasi virus (usap tenggorok, tonsil,
faring)
b) Tes serologi
c) Merujuk ke laboratorium litbangkes
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pengujian agar gell
precipitation (AGP). Penentuan subtipe virus dilakukan dengan
pengujian haemaglutination inhibition (HI). Gejala flu burung dapat
dibedakan, yaitu pada unggas dan manusia.
a. Gejala pada unggas
1) Jengger berwarna biru
2) Borok di kaki
3) Kematian mendadak
b. Gejala pada manusia
1) Demam (suhu badan diatas 38 ̊C)
2) Batuk dan nyeri tenggorokan
3) Radang saluran pernapasan atas
4) Pneumonia
5) Infeksi mata
6) Nyeri otot
MASA INKUBASI
a. Pada Unggas : 1 minggu
b. Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum
sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21
hari .
PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BURUNG
a. Pada Unggas :
Penemuan vaksin terbaru dari ekstrak mahkota dewa
(Phaleria macrocarpa) menambah daftar alternatif
pencegahan penyakit flu burung. (Artina Prastiwi). Cara
membuat antivirus dari ekstrak mahkota dewa itu sederhana.
dosis 10 mililiter diperlukan buah mahkota dewa kering
sebanyak 100 gram per 100 mililiter air atau kelipatannya,
yakni 100 gram per 1.000 mililiter. lalu , dilakukan
penyulingan untuk mendapatkan ekstrak. Setelah memperoleh
ekstrak, dilakukan pengujian kadar saponin di Laboratorium.
Ekstrak mahkota dewa harus mengandung kadar saponin 10
persen. Hasil saponin yang diperoleh itu yang dipakai
sebagai bahan baku pelarut suspense antigen virus AI.
Kemudian yang dipakai sebagai vaksin adalah ekstrak
mahkota dewa 0,2 mililiter. Vaksin ini mampu menghambat
perkembangan virus Avian Influenza (AI) hingga 87 persen.
Vaksin itu juga lebih murah dibandingkan dengan vaksin kimia
yang dijual di pasaran.
Uji coba dilakukan pada 30 telur ayam berembrio.
Dari hasil uji ini diketahui telur yang diberi virus AI dan
diberi tambahan saponin 10 persen dari ekstrak buah
mahkota dewa 0,2 ml, setelah diinkubasi selama 35 hari
diketahui embrio tidak mati, sehat, dan tanpa bekas luka.
Namun, telur yang disuntik dosis yang lebih tinggi 15 persen
dan 20 persen, ternyata semua embrio mati dengan bentuk
perdarahan seluruh tubuh, kekerdilan, dan cairan alantois
keruh. 10 persen merupakan hasil terbaik untuk menghambat
virus flu burung. Hal itu membuktikan bahwa kadar saponin
yang dipakai harus tepat karena bisa menimbulkan
keracunan jika diberikan dalam dosis besar.
Selain itu juga pembasmian unggas secara selektif
(depopulasi) di daerah tertular dan pemusnahan secara
menyeluruh (stamping out) di daerah tertular terbaru.
b. Pada Manusia :
Meskipun penyebaran flu burung sulit untuk dicegah,
tapi kamu bisa melakukan beberapa hal untuk memperkecil
risiko terkena virus flu burung. Contohnya, selalu menjaga
kebersihan tangan dengan mencuci tangan setelah menyentuh
unggas, menjaga kebersihan kandang apabila memelihara
unggas, serta pastikan kamu mengonsumsi daging atau telur
unggas yang sudah dimasak sampai matang.
Selain itu, sebisa mungkin hindari mengonsumsi unggas
liar hasil buruan karena kamu tidak tahu penyakit apa saja
yang mungkin mereka bawa. Cara yang paling aman dengan
membeli daging unggas yang sudah dipotong dan siap masak
di swalayan atau pasar tradisional yang kebersihannya sudah
terjamin. Orang yang sehari-hari bekerja dengan unggas atau
orang yang merespon wabah flu burung disarankan mengikuti
prosedur biosekuriti dan pengendalian infeksi, seperti
memakai alat pelindung diri yang sesuai dan
memperhatikan higiene tangan
Dengan begitu, kamu tidak perlu repot-repot memotong
dan mencabuti bulu atau membersihkan isi unggas, sehingga
kamu bisa meminimalkan risiko penyebaran flu burung.
Sampai saat ini memang belum ada vaksinasi khusus untuk
mencegah virus flu burung. Namun, kamu bisa melakukan
vaksinasi flu tiap tahunnya untuk menurunkan risiko
terjadinya mutasi virus.
PENGOBATAN PENYAKIT FLU BURUNG
a. Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
b. Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
c. Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal
selama 7 hari.
d. Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin
dalam waktu 48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5
mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis. Bila berat badan
lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.
Selain cara diatas dapat dipakai cara berikut ini:
a. Suportif : vitamin, misalnya vitamin C dan B kompleks
b. Simtomatik : analgesik, antitusif, mukolitik
c. Profilaksis : antibiotik
d. Pengobatan antivirus dengan Olsetamivir 75 mg (Tamiflu).
Dosis profilaksis adalah 1 x 75 mg selama 7 hari yang diberikan
pada semua kasus suspek. Dosis terapi adalah 2 x 75 mg selama 5 hari
yang diberikan pada semua kasus suspek yang dirawat. Dosis anak
tergantung dari berat badannya. Penggunaan antivirus sanga
membantu, terutama pada 48 jam pertama, karena virus akan
menghilang sekitar 7 hari setelah masuk ke dalam tubuh.
3. FLU BABI
Flu babi adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan
manusia yang di sebabkan oleh virus influenza A. penyakit ini sering di
sebut sebagai flu baru H1N1 atau Flu meksiko di karenakan penyakit
ini mulai membooming dan menimbulkan gajala pandemik sejak tahun
2009 bersumber di daerah Meksiko, penyakit ini kemudian menyerang
dari manusia ke manusia yang pada awalnya bersifat zoonosis.
Flu babi disebut pula swine flu, swine influenza, influenza A,
H1N1, hog fluataupun pig flu. Penyakit flu babi ini disebabkan oleh
virus influenza yang dikenal sebagai swine influenza virus (SIV), yang
biasanya menyerang binatang babi. Dan penyakit ini dengan sangat
cepat menyebar ke dalam kelompok ternak dalam waktu satu minggu.
Virus ini banyak menginfeksi babi di negara Amerika Serikat, Meksiko,
Kanada, Amerika Selatan, Eropa, Kenya, Cina, Taiwan, Jepang, dan
sebagian Asia Timur.
Kasus zoonosis yang dilaporkan menimpa wanita umur 32
tahun, pada bulan September 1988, orang ini dirawat di umah
sakit akibat pnemonia dan akhirnya meninggal 8 hari kemudian. Dari
hasil pemeriksaan ditemukan virus influenza patogen yang secara
antigenik berhubungan dengan virus influenza babi. Setelah diselidiki
ternyata pasien ini 4 hari sebelum sakit mengunjungi pameran
babi.
Sementara itu, hasil pengujian HI pada orang yang datang pada
pameran babi ini menunjukkan sebanyak 19 orang dari 25 orang
(76%) memiliki titer antibodi ≥20 terhadap flu babi. Walaupun
disini tidak terjadi wabah penyakit, namun terdapat petunjuk adanya
penularan virus.
Maraknya penularan flu babi (swaine flu) di beberapa negara
membuat pemerintah negara kita waspada. Pemerintah telah
menghentikan impor babi dan memperketat pengawasan di
perbatasan, termasuk di bandara. Langkah itu dilakukan untuk
mencegah masuknya virus flu babi di negara kita . Flu babi patut
diwaspadai. Sebab penyakit mematikan itu sangat cepat menular ke
manusia lewat udara. Penularannya jauh lebih cepat dibandingkan flu
burung.
PENYEBAB PENYAKIT FLU BABI
Penyebab flu babi adalah virus influenza tipe A subtipe H1N1
dari familia Orthomyxoviridae. Pada saat ini paling tidak ada empat
subtipe dari tipe A yang diidentifikasi pada babi yaitu H1N1, H1N2,
H3N2, dan H3N1. Namun, dari subtipe ini yang banyak
memicu flu babi adalah H1N1. Virus ini terus-menerus
mengalami perubahan dan bermutasi untuk menghindari sistem imun
hewan yang diinfeksi. Berikut triad epidemiologi dari flu babi
a. Agent
Agent penyakit flu babi adalah virus Influenza Tipe A
(H1N1). Seperti halnya virus influenza lainnya, virus flu babi
dapat berubah-ubah. Babi dapat ditulari oleh virus flu burung,
flu babi, maupun virus influenza yang berasal dari manusia.
Apabila virus influenza yang berasal dari beberapa spesies
seperti unggas dan manusia menginfeksi babi maka didalam
tubuh babi virus-virus ini dapat mengalami mutasi
(antigen shift) dan membentuk subtipe baru.
Di tubuh babi, virus mengalami perubahan dengan dua
pola. Pola pertama berupa adaptasi. Jika ini terjadi dampaknya
tidak terlalu berbahaya karena tidak ada perubahan struktur
virus. Pola kedua berupa penyusunan ulang virus. berdasar
pola ini, virus bisa berkembang menjadi gabungan flu babi, flu
unggas, dan flu manusia. Pencampuran material genetik bermula
ketika virus itu masuk ke tubuh babi. Virus flu manusia dan
virus flu babi masuk ke sel selaput lendir atau epitel babi melalui
reseptor alfa 2,6 sialic acid, sedangkan virus flu unggas masuk ke
reptor alfa 2,3 sialic acid. Namun, babi memiliki kedua reseptor itu sehingga virus dengan mudah masuk ke dalam sel babi. Di
dalam sel babi, virus-virus ini kemudian mengalami
replikasi.
Pada saat bereplikasi, diantara virus-virus ini bisa
terjadi pertukaran material genetik atau antigenic drift. Masingmasing virus memiliki material genetik berupa delapan fragmen.
Delapan fragmen itu adalah HA, NA, PA, PB1, PB2, M, NP, dan NS.
Fragmen-fragmen ini bisa bertukar antara atau dengan
lainnya sehingga terbentuk “anak” virus dengan sifat yang
berbeda. Dalam kasus flu babi, penataan ulang itu menghasilkan
virus dengan struktur luar sama dengan “induknya”, yaitu virus
flu babi (karena itu virus ini tetap disebut subtipe H1N1).
Namun, material di dalamnya berasal dari fragmen virus flu
manusia dan flu unggas. Disamping terjadi pertukaran material
genetik, kemungkinan pula terjadi antigenetik shift, yaitu
fragmen-fragmen yang ada saling bermutasi. Bila ini yang
terjadi,“anak” virus memiliki material genetik yang lebih
kompleks. Bila antigenetik shift dan antigenetik drift terjadi di
dalam kasus flu babi, ini merupakan perubahan yang sempurna.
Virus influenza A disubklasifikasikan berdasar antigenisitas
dari hemagglutinins (HA) dan neuraminidase (NA). Saat ini, ada
16 subtipe HA (H1-H16) dan 9 subtipe NA (N1-N9).
a. Host
Host (Penjamu) dari penyakit flu babi adalah manusia,
babi, ataupun hewan lainnya. Sub tipe H1N1 memiliki
kesanggupan menulari antara spesies terutama babi, bebek,
kalkun dan manusia. Subtipe H1N1 lazim ditemukan di populasi
babi
b. Environment
Faktor lingkungan yang dapat memicu penularan
flu babi antara lain lingkungan fisik seperti musim, Penyakit ini
cenderung mewabah di musim semi dan musim dingin namun
siklusnya adalah sepanjang tahun. Ada banyak jenis flu babi dan
seperti flu pada manusia penyakit ini secara konstan berubah.
PATOGENESIS PENYAKIT FLU BABI
Pada penyakit influenza babi klasik, virus masuk melalui
saluran pernafasan atas kemungkinan lewat udara. Virus menempel
pada trachea dan bronchi dan berkembang secara cepat yaitu dari 2
jam dalam sel epithel bronchial hingga 24 jam pos infeksi. Hampir
seluruh sel terinfeksi virus dan menimbulkan eksudat pada bronchiol.
Infeksi dengan cepat menghilang pada hari ke 9. Lesi akibat infeksi
sekunder dapat terjadi pada paru-paru karena aliran eksudat yang
berlebihan dari bronkhi. Lesi ini akan hilang secara cepat tanpa
meninggalkan adanya kerusakan. Kontradiksi ini berbeda dengan lesi
pneumonia enzootica babi yang dapat bertahan lama. Pneumonia
sekunder biasanya karena serbuan Pasteurella multocida, terjadi pada
beberapa kasus dan merupakan penyebab kematian.
Transmisi inter spesies dapat terjadi, sub tipe H1N1 memiliki
kesanggupan menulari antara spesies terutama babi, bebek, kalkun
dan manusia, demikian juga sub tipe H3N2 yang merupakan sub tipe
lain dari influenza A. H1N1, H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe
virus influenza yang umum ditemukan pada babi yang mewabah di
Amerika Utara, namun pernah juga sub tipe H4N6 diisolasi dari babi
yang terkena pneumonia di Canada.
Manusia dapat terkena penyakit influenza secara klinis dan
menularkannya pada babi. Kasus infeksi sudah dilaporkan pada
pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika. Beberapa kasus
infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal manusia.
Penyakit pada manusia biasanya terjadi pada kondisi musim
dingin, dan mayoritas penderita berusia 25-45 tahun. Transmisi
kepada babi yang dikandangkan atau hampir diruangan terbuka dapat
melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah
penyakit di Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark,
Jepang, Itali dan kemungkinan Inggris telah dilaporkan. Negara lain
yang sering ada wabah adalah Amerika utara, selatan, Eropa, Afrika,
Jepang dan Cina.
Penularan flu burung ke manusia prosesnya lama. Beda dengan
flu babi yang begitu cepat menular ke manusia. Kendati flu babi dan flu
burung sama-sama mematikan, flu babi rupanya lebih berbahaya
karena penyebarannya jauh lebih cepat ke manusia. Korbannya juga
lebih banyak manusia ketimbang babi. Hal itu berbeda dengan flu
burung yang korbannya lebih banyak unggas ketimbang manusia.
Penularan penyakit flu babi yaitu secara kontak langsung
(bersentuhan, terkena lendir penderita) dan tidak langsung (virus ini
menyebar lewat udara, peralatan kandang, alat transportasi dll). Virus
ini sangat sangat mudah menular bisa lewat bersin dan batuk
penderita. Virus ini tidak menular lewat daging babi jika telah dimasak
dengan suhu minimal 710C atau lebih dari 800C.
a. Penularan pada hewan
Penyebaran virus influenza dari babi ke babi dapat
melalui kontak moncong babi, melalui udara atau droplet.
Faktor cuaca dan stres akan mempercepat penularan. Virus
tidak akan tahan lama di udara terbuka. Penyakit bisa saja
bertahan lama pada babi breeder atau babi anakan. Kekebalan
maternal dapat terlihat sampai 4 bulan namun mungkin tidak
dapat mencegah infeksi, kekebalan ini dapat menghalangi
timbulnya kekebalan aktif. Transmisi inter spesies dapat terjadi,
sub tipe H1N1 memiliki kesanggupan menulari antara
spesies terutama babi, bebek, kalkun dan manusia, demikian
juga sub tipe H3N2 yang merupakan sub tipe lain dari influenza
A. H1N1, H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe virus
influenza yang umum ditemukan pada babi yang mewabah di
Amerika Utara, namun pernah juga sub tipe H4N6 diisolasi dari
babi yang terkena pneumonia di Canada.
Rute utama penularan adalah melalui kontak langsung
antara hewan yang terinfeksi dan tidak terinfeksi Ini kontak
dekat sangat umum selama transportasi hewan. Pertanian
intensif juga dapat meningkatkan resiko penularan, karena babi
yang dibesarkan dalam jarak yang sangat dekat satu sama lain.
Para transfer langsung dari virus mungkin terjadi baik oleh babi,
menyentuh hidung, atau melalui lendir kering. Transmisi udara
melalui aerosol yang dihasilkan oleh babi batuk atau bersin juga
merupakan sarana penting infeksi. Virus ini biasanya menyebar
dengan cepat melalui kawanan, menginfeksi semua babi hanya
dalam beberapa hari.
b. Penularan pada manusia
Manusia dapat terkena penyakit influenza secara klinis
dan menularkannya pada babi. Kasus infeksi sudah dilaporkan
pada pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika Beberapa
kasus infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal
manusia. Penyakit pada manusia biasanya terjadi pada kondisi
musim dingin
PATOLOGI PENYAKIT FLU BABI
Pada hewan yang terserang influenza tanpa komplikasi, jarang
sekali terjadi kematian. Jika dilakukan pemeriksaan bedah bangkai lesi
yang paling jelas terlihat pada bagian atas dari saluran pernafasan. Lesi
terlihat meliputi kongesti pada mukosa farings, larings, trakhea dan
bronkhus, pada saluran udara terdapa cairan tidak berwarna, berbusa,
eksudat kental yang banyak sekali pada bronkhi diikuti dengan
kolapsnya bagian paru-paru. Terlihat adanya lesi paru dengan tanda
merah keunguan pada bagian lobus apikal dan lobus jantung, yang juga
bisa terjadi pada lobus lainnya. Lesi lama biasanya terdepresi, merah
muda keabu-abuan dan keras pada pemotongan.
Pada sekitar atalektase paru-paru sering terjadi emphysema dan
hemorhagis ptekhi. Lesi paru ini sama dengan lesi pada Enzootic
pneumonia yang hanya bisa dibedakan dengan histopatologi. Pada
pemeriksaan mikroskopik influenza babi, akan terdeteksi adanya
necrotizing bronkhitis dan bronkhiolitis dengan eksudat yang dipenuhi
netrofil seluler. Terjadi penebalan septa alveolar dan perubahan
epithel bronchial. Bronchi dipenuhi dengan neutrophil yang kemudian
dipenuhi sel mononukleal, pada akhirnya terjadi pneumonia intersisial
lalu terjadi hiperplasia pada epithel bronchial. Pada beberapa kasus
hanya terlihat kongesti. Adanya pembesaran dan edema pada
limfoglandula dibagian servik dan mediastinal. Pada limpa sering
terlihat pembesaran dan hiperemi yang hebat terlihat pada mukosa
perut. Usus besar mengalami kongesti, bercak dan adanya
eksudatkathar yang ringan.
GEJALA PENYAKIT FLU BABI
Penyakit ini menyebar sangat cepat hampir 100% babi yang
rentan terkena, dan ditandai dengan apatis, sangat lemah, enggan
bergerak atau bangun karena gangguan kekakuan otot dan nyeri otot,
eritema pada kulit, anoreksia, ngorok, batuk, serta diare namun kadang
tanda-tanda ini tidak nampak, demam sampai 41,80 C. Batuk
sangat sering terjadi apabila penyakit cukup hebat, dibarengi dengan
muntah eksudat lendir, bersin, dispnu diikuti kemerahan pada mata
dan terlihat adanya cairan mata. Biasanya sembuh secara tiba-tiba
pada hari ke 5-7 setelah gejala klinis.
Gambar 25. Gejala utama virus fle babi pada manusia
Diagnosa flu babi ditegakan berdasar gejala klinis pasien dan
riwayat kontak dengan mereka meraka yang memiliki gejala seperti
diatas. lalu dilakukan pemeriksaan lendir atau dahak yang
berasal dari tenggorokan pasien. Pemeriksaan ini gunanya untuk
membedakan apakah virus yang menginfeksi penderita ini
termasuk virus tipe A atau B. Bila ternyata hasilnya adalah virus tipe B
maka dapat dipastikan bahwa pasien ini bukan terinfeksi flu babi.
Namun bila ternyata hasilnya adalah virus tipe A maka ada
kemungkinan penderita ini menderita flu babi atau terinfeksi
virus H1N1. Sampel ini lalu dikirim ke laboratorium yang lebih
lengkap untuk memastikan adanya antigen virus flu babi sehingga
diagnosa flu babi dapat ditegakan dengan pasti.
Tanda klinis pada manusia yaitu, mirip flu biasa pada manusia,
demam, lesu, sakit kepala, batuk, pilek, tenggorokan sakit, iritasi pada
mata, sesak nafas tapi tidak separah flu burung, mual, muntah dan
diare.
a. Gejala pada anak-anak.
1) Napas cepat atau kesulitan bernapas
2) Kulit berwarna kebiruan dan tidak cukup minum
3) Susah bangun dan tidak berinteraksi
4) Sangat rewel dan tidak mau disentuh
5) Flu-like sympstoms membaik tapi muncul lagi dengan gejala
demam dan batuk hebat
6) Demam dengan kemerahan
b. Gejala pada orang dewasa.
1) Kesulitan bernapas atau sesak napas
2) Nyeri atau rasa tertekan di dada dan perut
3) Rasa pusing atau dizziness yang tiba-tiba
4) Hilang kesadaran
5) Muntah yang hebat.
PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI
Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan cara
menghindari bahan yang terkontaminasi tinja atau kontak langsung
dengan babi atau unggas yang terinfeksi flu babi. Beberapa tindakan
pencegahan sebagai berikut:
a. Setiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari
saluran pencernaan babi harus memakai pelindung (masker,
kaos tangan, kaca mata renang, dll).
b. Bahan yang berasal dari saluran cerna babi seperti kotoran harus
diletakkan dengan baik (ditanam/dibakar) agar tidak menjadi
sumber penularan bagi orang disekitarnya.
c. Alat-alat yang dipakai dalam peternakan harus dicuci dengan
desinfektan.
d. Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan.
e. Menyemprotkan cairan desinfektan pada kandang dan area
peternakan.
f. Melakukan dan menjaga kebersihan lingkungan.
g. Melakukan dan menjaga kebersihan diri.
Namun setidaknya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan
untuk mencegah penyakit flu babi yang ditularkan dari orang ke orang
ini. Badan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS atau
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memberikan
beberapa tips yaitu:
a. Menutup hidung dan mulut dengan tisu jika batuk atau bersin.
Kemudian membuang tisu ini ke kotak sampah.
b. Sering-seringlah mencuci tangan dengan air bersih dan sabun,
terutama setelah batuk atau bersin. Pembersih tangan berbasis
alkohol juga efektif dipakai .
c. Jangan menyentuh mulut, hidung atau mulut dengan tangan.
d. Hindari kontak atau berdekatan dengan orang yang sakit flu. Sebab
influenza biasanya menyebar lewat orang ke orang melalui batuk
atau bersin penderita.
e. Jika pasien sakit flu, CDC menyarankan orang ini untuk
tidak masuk kerja atau sekolah dan beristirahat di rumah.
PENGOBATAN PENYAKIT FLU BABI
Terapi suportif dasar (misal, terapi cairan, analgesik, penekan
batuk) perlu diberikan. Pengobatan antivirus secara empiris perlu
diperhatikan untuk kasus flu babi, baik yang sudah pasti, masih dalam
kemungkinan, ataupun kecurigaan terhadap kasus ini. Pengobatan
pasien rawat inap dan pasien dengan resiko tinggi untuk komplikasi
influenza perlu sebagai prioritas.
Penggunaan antivirus dalam 48 jam sejak onset gejala sangat
penting dalam hubungannya dengan efektivitas melawan virus
influenza. Pada penelitian mengenai flu musiman, bukti akan manfaat
pengobatan lebih baik jika pengobatan dimulai sebelum 48 jam sejak
onset penyakit. Walau begitu, beberapa penelitian mengenai
pengobatan flu mengindikasikan banyak manfaat, termasuk
mengurangi kematian atau durasi rawat inap, bahkan pada pasien yang
mendapat pengobatan lebih dari 48 jam setelah onset penyakit. Lama