3. spermatozoa per mililiter dengan 60-75 mililiter per Tidak kurang 100 juta
ejakulasi.
Semen hasil ejakulasi pada babi ada beberapa fraksi
yaitu cairan pada fraksi I yaitu tidak mengandung spermatozoa (pre spermatic
fraction), fraksi II yaitu bagian yang kaya spermatozoa (sperm rich fraction) dan
fraksi III yaitu sedikit spermatozoa (post fraction fraction). Bagian post spermatic
fraction mengandung plasma semen yang berasal dari kelenjar asesori yang
nantinya akan menstimulasi spermatozoa untuk fertilisasi.
Total volume semen babi rata-rata 240-250 ml, 20% merupakan larutan
yang mengandung gelatin, 20-30% mengandung spermatozoa dan ada
perbedaan antara pre-sperm dan post-sperm. Total volume dan konsentrasi
dipengaruhi oleh umur, lingkungan, status kesehatan, prosedur koleksi semen,
musim, jumlah penampungan dan bangsa yang berbeda.
Kualitas dan kuantitas semen kuda dapat segera diamati sesudah penam pungan semen, gel dapat segera dipisahkan dengan bagian yang tidak mengandung gel dengan memakai siring jika tidak ada ilter di dalam vagina buatan.
Filtrasi ini juga perlu untuk menghilangkan debris-debris, rambut dan debu.
Volume dari semen yang mengandung gel dan tidak dapat dilihat melalui warna
dan konsistensinya. Volume semen tidaklah penting di dalam fertilisasi akan tetapi total spermatozoa per ejakulasi yang menentukan keberhasilan fertilisasi.
Semen domba berwarna putih susu atau krem muda. Warna merah
muda mengindikasikan terjadinya perdarahan pada penis saat penampungan,
sedangkan ada nya warna abu-abu atau kecoklatan mengindikasikan ada nya infersi pada saluran reproduksi jantan dan dengan melihat bau dapat
mendukung diagnosa. Volume yang diejakulasikan dipengaruhi umur pejantan,
kondisi isik, musim, ketrampilan, kolektor dan frekuensi penampungan. Jika
penampungan dengan memakai vagina buatan dibutuhkan fals mounting
untuk meningkatkan volume dan jika sering dilakukan penampungan yaitu lebih
dari 3X seminggu maka volume akan menurun. Volume semen domba dewasa
berkisar antara 0,5–2 ml, sedangkan yang masih muda berkisar antara 0,5-0,7 ml.
Semen kambing berwarna abu-abu hingga kekuningan dan diantara pejantan warna bervariasi juga pada pejantan yang sama. Volume ejakulasi rata-rata
1 ml dengan range antara 0,5 s/d 1,2 ml.
Uji kualitas semen dilakukan segera sesudah penampungan atau sebelum
diencerkan yang meliputi pemeriksaan makroskopis: Volume, Warna, Konsistensi, pH dan pemeriksaan secara mikroskopis meliputi: Motilitas massa,
Motilitas Individu, Persentase hidup-mati, Konsentrasi dan Abnormalitas.
. Uji Makroskopis (Volume, Warna dan pH)
Volume semen sapi bervariasi setiap penampungan antara 1-15 mililiter
atau 5-8 mililiter Dengan
melihat pada skala tabung yang dipakai untuk menampung semen, maka
dapat ditentukan volume semen yang diejakulasikan.
Pada umumnya semen sapi berwarna putih kekuning-kuningan atau
hampir seputih susu, hal ini karena adanya ribolavin didalam semen. Warna
ini sering dikacaukan bila tercampur urine, oleh sebab itu bau dapat
membedakannya.
Derajat kekeruhannya tergantung pada konsentrasi sel spermatozoa. Se-
makin keruh biasanya jumlah spermatozoa per milliliter semen semakin banyak.
pH semen sapi berkisar antara 6,4-7,8. Pada hewan muda volume lebih sedikit
Teknik pemeriksaan makroskopis yaitu :
a. Volume: volume semen yang sudah ditampung pada 1 kali penampungan
diukur dengan melihat langsung pada tabung berskala.
b. pH : diukur dengan cara mengambil sedikit semen segar dengan memakai ose dan diletakkan pada kertas lakmus atau pH meter kemudian
dilihat pH-nya pH semen diuji dengan memakai pH BTB paper, pH
normal semen = 6,2 – 6,8.
c. Warna: dilihat pada tabung penampung (abnormal = mengandung air,
darah, rambut preputium, nanah air kotor dan bau yang tidak normal).
Semen normal berwarna putih kekuningan atau putih susu.
d. Konsistensi: konsistensi berkorelasi dengan konsentrasi spermatozoa. Penilaiannya bisa encer (< 1000.106
spermatozoa/ml semen), sedang (1000.106
-
1500.106
spermatozoa/ml semen), dan pekat (>1500.106 spermatozoa/ml
semen).
6.2. Uji Mikroskopis
Uji mikroskopis yaitu uji kualitas semen yang memakai mikroskop,
Uji mikroskopis ini terdiri dari: Uji motilitas massa, motilitas individu, konsentasi dengan metode thoma, Viabilitas (Persentase hidup), Uji Morfologi
(Abnormalitas spermatozoa)
Parameter motilitas yaitu sebagai berikut:
a) spermatozoa yang motil dalam keadaan normal yaitu 70-90 Persentase
motil.
b) spermatozoa yang bergerak progresif Persentase
c) spermatozoa (velocity) dengan dasar skala 1-2 (Cepat) Kecepatan
d) spermatozoa (longevity) semen segar dengan suhu ruang Umur (20-250C),
sedangkan semen yang diencerkan dapat memakai suhu ruang atau
refrigrator 4-6oC.
1. Uji Motilitas Massa
Penilaian motilitas spermatozoa dilakukan sesudah semen diencerkan
atau sesudah freezing dan thawing. Motilitas massa diamati dengan memakai
mikroskop tanpa cover glass dengan pebesaran 400× atau 100× pada suhu yang
dijaga konstan 37ºC.
Kriteria penilaian gerak massa spermatozoa antara lain:
1. Sangat baik (+++) terlihat adanya gelombang besar, banyak, gelap, tebal,
dan aktif seperti gumpalan awan hitam dekat waktu hujan yang bergerak
cepat berpindah-pindah tempat.
2. Baik (++) bila ada gelombang-gelombang kecil tipis, jarang, kurang
jelas dan bergerak lamban.
3. Kurang baik (+), jika tidak terlihat gelombang melainkan gerakan-gerakan
individual aktif progresif.
4. Buruk (0), bila hanya sedikit ada gerakan-gerakan individual.
penentuan berdasarkan gerak gelombang yaitu sebagai
berikut:
2. Motilitas Individu
Penghitungan motilitas spermatozoa lebih bersifat subyektif dibandingkan dengan viabilitas, oleh sebab itu untuk mengeliminir subyektiitas pengamat,
maka perlu dilakukan pelatihan atau diuju lebih dari satu orang. Evaluasi semen
dapat dilakukan pada semen segar atau semen yang telah diencerkan Evaluasi motilitas semen segar ini juga penting untuk mengamati fungsi
kelenjar asesoris didalam menghasilkan seminal plasma. Pada semen segar
dengan konsentrasi yang tinggi sulit untuk diamati sehingga perlu diencerkan
Gerak individu spermatozoa dapat diamati dengan memakai mikroskop dengan perbesaran 400x pada suhu yang dijaga konstan 37ºC dengan
memakai cover glass ,kemudian menentukan proporsi (persentase) spermatozoa yang bergerak progresif. mengklasiikasikan gerak individu
spermatozoa mulai dari pergerakan progresif atau gerak maju yang merupakan
gerak terbaik, gerak mundur dan gerak melingkar sering merupakan tanda-tanda
cold shock, gerakan berayun atau berputar–putar di tempat sering terlihat pada
semen yang tua, kemudian bila spermatozoa banyak yang berhenti bergerak
dianggap mati. Gerakan maju yang kuat pada spermatozoa merupakan indeks
daya hidup yang penting dalam populasi spermatozoa.
Beberapa prosedur yang dikembangkan agar pengujian motilitas tidak bias
atau tidak subyektif yaitu dengan Time-lapse photograph, frame by frame playback
video micrography,spectrophotometer dan computerized analisis.
3. Persentase Hidup Mati (Viabilitas)
Spermatozoa yang hidup dan mati dapat dibedakan reaksinya terhadap
warna tertentu, sel spermatozoa yang tidak motil dan dianggap mati menghisap
warna dan sel spermatozoa yang motil dan yang hidup tidak berwarna. Bahan
pewarna yang biasa dipakai yaitu eosin negrosin. Eosin dan negrosin
yaitu pewarna sel yang paling baik dipergunakan, untuk prosedur ini sehingga
pengamatan sel spermatozoa yang berwarna dan tidak berwarna menjadi jelas
dan spermatozoa yang berwarna sebagian juga dianggap mati.
Teknik penghitungan persentase hidup spermatozoa dilakukan dengan
memakai pewarna yaitu eosin-negrosin. Adapun cara kerjanya yaitu
sebagai berikut:
* Satu tetes semen segar diteteskan pada ujung obyek glass dengan memakai ose. Larutan eosin-negrosin diteteskan satu tetes di dekat semen
segar, kemudian keduanya dicampur. Campuran ini kemudian ditutup
dengan obyek glass lain pada ujungnya yang membentuk sudut 45ºC dan
ditarik ke arah ujung yang lain.
* Hasil olesan diamati pada mikroskop dengan perbesaran 400X, spermatozoa
yang menyerap warna berarti spermatozoa ini mati sedangkan yang
tidak menyerap warna berarti hidup
Spermatozoa yang hidup membrannya masih baik, sehingga pewarna
tidak dapat masuk, sedangkan spermatozoa yang mati yaitu membrannya tidak
berfungsi, sehingga pewarna dapat masuk ke dalam membran spermatozoa.
4. Konsentrasi Spermatozoa
Konsentrasi semen sapi bervariasi dari 1000-1800 juta spermatozoa
tiap milliliter atau 800-2000 juta spermatozoa tiap milliliter membedakan konsentrasi antara sapi perah
dan sapi potong, yaitu 1200 juta spermatozoa tiap milliliter untuk sapi perah
dan 1000 juta spermatozoa tiap milliliter pada sapi potong. Penilaian konsentrasi spermatozoa tiap milliliter semen sangat penting, karena faktor ini dipakai
sebagai criteria penentu kualitas semen dan menentukan tingkat pengencerannya. Konsentrasi semen dapat dihitung dengan memakai haemositometer,
colorimeter atau spectrophotometer.
Teknik penghitungan spermatozoa yaitu konsentrasi spermatozoa dihitung memakai haemocytometer dengan cara kerja sebagai berikut: Semen
dihisap dengan pipet eritrocyt sampai angka 0,5 kemudian NaCl 3% dihisap sampai angka 10,1. Pipet eritrocyt digoyang-goyang tetes yang selanjutnya digoyang
lagi selama 2-3 menit lagi. sesudah itu semen membentuk angka delapan selama
2-3 menit. Kemudian semen dibuang 1-2 dibuang 1-2 tetes lagi, yang kemudian
baru dituang pada kamar hitung yang diatasnya sudah ditutupi dengan cover glass
sebanyak satu tetes. Spermatozoa dihitung pada 5 kotak (kamar hitung) yaitu
pada sudut kanan dan kiri atas, sudut kanan dan kiri bawah, dan tengah.
Seperti gambar 6.2, perhitungan memakai hemocytometer dalam
menghitung spermatozoa yang ada didalam slide dengan jumlah skor yang pasti
di setiap kamarnya, jumlah spermatozoa dalam kotak dihitung secara manual.
Saat ini metode ini digantikan dengan spektrophotometer atau colorimeter yang
telah dikalibrasi dari perhitungan memakai haemositometer. Spektrophotometer ini dapat menggantikan penentuan konsentrasi spermatozoa dengan
mesin di kalibrasi pada 550 nm. Larutan yang dipakai pada semen yaitu
sodium sitrat 2,9% dan 5 ml pada 10% formalin/liter. Kurva standar untuk
menghitung konsentrasi dibandingkan dengan pengencer 0,5% dengan cahaya
transmeter yang merupakan range untuk mengukur konsentrasi, akan tetapi
fotometer tidak akurat dipakai pada semen yang terkontaminasi sehingga
hasilnya tidak benar.
Konsentrasi semen pada berbagai ternak yaitu sebagai berikut:
a. Konsentrasi semen pada sapi dengan kisaran 2 X 108
spermatozoa/ml
pada pejantan muda sampai 1,8 X 109
spermatozoa/ml pada pejantan
dewasa.
b. Konsentrasi spermatozoa pada fraksi yang kaya spermatozoa 6-10 X 108
spermatozoa/ml dengan inal konsentrasi dipengaruhi oleh volume fraksi
pre spermatozoa dan post spermtozoa lebih sedikit.
c. Jumlah spermatozoa kuda antara 100 X 106
sampai 150 X 106
spermatozoa/
ml, dengan total volume antara 60-100, sehingga total spermatozoa 7- 15
bilion per ejakulasi. Total spermatozoa ini dipengaruhi oleh musim, umur,
frekuensi ejakulasi, ukuran testes dan penyakit reproduksi.
d. Normal konsentrasi semen domba berkisar antara 3,5 X 109
sampai 6,0
X 109
spermatozoa/ml. Domba pejantan dengan skore 0-2 tidak dapat
dipakai (Sesuai tabel 6.2)
e. Colorimeter tidak dapat untuk menghitung konsentrasi semen kambing
karena warnanya bervariasi. Konsentrasi semen kambing lebih rendah dari
domba. Konsentrasi semen kambing antara 2,5 – 5,0 X 109
spermatozoa/ml
5. Abnormalitas Spermatozoa
Abnormalitas spermatozoa dapat dibedakan menjadi dua yaitu abnormalitas primer (seperti pada gambar 6.6) dan abnormalitas sekunder.
Setiap sampel semen ada sel spermatozoa yang abnormal seperti
pada gambar 6.6. Morfologi abnormal pada spermatozoa berhubungan dengan
fertilitas ternak. Stres panas yang paling banyak pengaruhnya terhadap kerusakan spermatozoa. Periode pada temperatur yang tinggi dan kelembapan yang
tinggi lebih dari 6 minggu akan memicu jantan steril. Besarnya jumlah
spermatozoa yang abnormal juga terjadi pada saat periode recovery.
Abnormalitas sperma pada sapi sekitar 20% fertilitas akan menurun.
Abnormalitas dibedakan menjadi primer, sekunder atau tersier. Abnormalitas
primer yang berhubungan dengan kepala dan akrosom. Abnormalitas sekunder
terjadi ketika adanya sitoplasmic droplet pada mid piece pada ekor. Abnormalitas tersier yaitu kelainan pada ekor pada babi, persentase spermatozoa yang
intak akromosomnya yaitu penting untuk uji kualitas spermatozoa. Beberapa
prosedur pewarnaan dipakai untuk pengaman morfologi. Integritas membran
spermatozoa dapat dievaluasi memakai mikroskop tahap kontras dengan
memiksasi sperma memakai Glurakal dehide. Apical ridge akrosom dapat
dengan mudah diamati dan diklasiikasi yang tidak intak. Metode lain untuk
melihat integritas membran juga dapat diamati memakai Fluorochrome
H33258 juga mengamati morfologi dan viability. Pewarnaan memakai
Giemsa dipakai untuk mengamati morfologi. Morfologi spermatozoa dapat
diamati dengan mikroskop cahaya 1000x dengan memakai smear sperma
yang dikeringkan cahaya. Pewarnaan yang spesiik dikembangkan secara umum
memakai pewarna sel misalnya Giemsa, Hematoxyllin-eosin juga dapat
dipakai pada sel germal dan sel somatis dalam smear semen dengan memakai pewarna background misalnya eosin-negrosin dan tinta india. Metode
ini sering dipakai karena pemakaian nya mudah.
Visualisasi secara mendetail dapat ditingkatkan dengan memiksasi sel
memakai Formol-salinatal larutan buffer Glutarol dehide. Pada sel yang
tidak diwarnai memakai mikroskop tahap kontras atau mikroskop differeus infokus kontras. Metode dengan ixasi untuk mencegah perubahan atau
kerusakan akibat pewarnaan.
Dua ratus spermatozoa dievaluasi ada tidaknya abnormalitas morfologi
yang spesiik yaitu kerusakan akrosom, protoplasmic droplet bagian proximal,
pengelembungan bagian midpiece dan melingkar pada bagian ekor. Pesentase
morfologi normal dalam sampel semen mirip atau sesuai dengan perentase
motilitas. Bila motilitasnya rendah tetapi morfologinya normal menunjukkan
terjadinya kesalahan pemeriksaan laboratorium pada rendahnya motilitas.
Pada domba, ada korelasi positif antara morfologi normal dengan
motilitas spermatozoa pada setiap semen yang diejakulasikan ada spermatozoa abnormal, ketika sudah 20% atau lebih maka fertilitas pejantannya
dipertanyakan, semen yang memiliki abnormalitas 15% tidak dapat dipakai
untuk IB ,Morfologi spermatozoa dapat diuji dengan pewarnaan
eosin negrosin atau pewarnaan Wright’a dan Williams’stains dengan memakai mikroskop dengan pembesaran 400X. Paling kurang 150 spermatozoa yang
diamati dan kategori spermatozoa yang abnormal ada 5 kategori yaitu:
a. Tidak ada ekor.
b. Abnormal kepala
c. Bentuk ekor abnormal
d. Bentuk ekor abnormal dengan adanya sitoplasmic droplet pada bagian
proximal.
e. Bentuk abnormal ekor dengan distal droplet.
Abnormalitas spermatozoa primer yaitu terjadi saat proses spermatogenesia, sedangkan abnormalitas sekunder yaitu sesudah proses spermatogenesis
hingga ejakulasi juga saat proses prosesing spermatozoa.
6. Kualitas semen pada ternak
Pada sapi, uji kualiats semen beku yaitu gabungan antara motilitas
spermatozoa dan akrosom intak. Dua straw yang 0,5 ml atau 0,25 ml di thawing dalam 95oC dalam water bath sesudah 45 detik, satu straw diangkat dan
dikeringkan dengan handuk disisi yang tidak ada penutup kapasnya dipotong.
Setetes semen ditaruh di slide yang tutup dengan cover glass, selanjutnya
diamati memakai mikroskop dengan pembesaran 100-400 X. Mikroskop
dengan optik inferens Contras (nomarski) 1000X dengan memakai minyak
emersi dapat dipakai untuk menentukan abnormalitas sermatozoa dan
intak akrosom. sesudah itu straw yang kedua diinkubasi 3 jam pada suhu 95oC
untuk melihat penutup akrosom yang terletak di bagian 2/3 anterior kepala.
Pada akrosom ada korelasi antara persentase akrosom intak sesudah 3 jam
inkubasi dengan fertilitas.
Tes yang paling akurat untuk mengukur fertiliats babi jantan yang menentukan yaitu kebuntingan dan lahir hidup. Walaupun banyak kriteria yang
dapat menentukan status tingginya kualitas spermatozoa yang sub optimal,
tidak ada satu parameter in vitro yang dapat dipakai untuk prediksi babi
jantan
Semen domba dengan kualitas tinggi yaitu sebagian besar motilitas 85% ,
abnormalitas < 10%. Total spermatozoa yang motil per inseminasi lebih penting
dibandingkan persentase abnormalitas, karena hanya satu spermatozoa yang
melakukan penetrasi zona pelusida ovum dan telah dipercaya bahwa bukan
satu faktor yang mempengaruhi fertilitas semen.
7. Teknik Pemeriksaan kerusakan membran spermatozoa
Membran merupakan bagian terluar dari spermatozoa yang berfungsi
untuk melindungi spermatozoa, sehingga bila membrannya fungsi dan atau
strukturnya rusak maka spermatozoa akan mati, dan hanya spermatozoa yang
membrannya utuh sajalah yang mampu melakukan fertilisasi. Oleh sebab itu
didalam proses penyimpanan spermatozoa harus dijaga membrannya.
Kerusakan membran pada umumnya dengan memakai mikroskop
elektron karena harus dilakukan pada pembesaran 10.000 kali, akan tetapi juga
dapat dilakukan pengamatan kerusakan membran dengan pembesaran 1000 kali
yaitu bagian lensa objektif 100 kali sedangkan okuler 10 Kali. Pada gambar 51
ditunjukkan dengan pewarnaan chlortetrasiclin dan diamati dengan mikroskop
memakai pewarnaan CTC dan diamati dengan mikroskop epi
luorescent (A) Normal, (B) kerusakan membran
Kerusakan membran juga dapat dilakukan dengan pewarnaan eosin
negroin dengan pengamatan 1000 kali dengan mikroskop cahaya seperti gambar B.
8. Pengamatan membran spermatozoa dengan mikroskop elektron
Mikroskop cahaya memiliki batas maksimal yaitu 1000 kali sehingga
bila dipakai untuk mengamati spermatozoa secara detil sangat terbatas.
Struktur abnormalitas spermatozoa dapat di deteksi dengan scanning dan atau
transmisi electron microscopy (SEM/TEM), akan tetapi sangat mahal . Dengan
memakai kedua alat ini didapaikan detail resolusi yang tinggi untuk menentukan morfologi spermatozoa, visualisasi 3 dimensi dapat memakai SEM ,
sedangkan jika memakai TEM potongan spermatozoa dapat diamati ultra
struktur secara detail.
Kerusakan membran spermatozoa lebih jelas dapat memakai mikroskop elektron yaitu dengan memakai Scanning Elektron Microskop (SEM),
selain itu juga dengan Transmisi Elektron Microskop (TEM)
Pengamatan kapasitasi spermatozoa dengan pewarnaan Chlortetracycline (CTC)
1. Persiapan Reagen
Langkah 1 : Pembuatan Larutan DABCO
1. DABCO (D-2522) dilarutkan dalam 9 ml gliserol (ditempat- 250 mg
kan dalam tabung yang dibungkus aluminium foil agar terlindung dari
sinar).
2. Diletakkan pada waterbath dengan temperatur 37oC selama 3-4 jam
dan dikocok dari waktu ke waktu.
3. Tambah 1 mililiter PBS dulbecco’s ke dalam larutan dan dicampur
hingga merata.
4. Larutan dibagi dalam 3 tabung tertutup yang dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan di Freezer.
Langkah 2 : Pembuatan CTC Buffer 20mM NaCL
1. 0.2422 gram tris (Trizma base, Sigma T-1503) dan 0.7592 gram NaCL
dilarutkan kedalam 100 mililiter Diionized water.
2. Kemudian dicampur, disaring dan disimpan dalam refrigerator.
Langkah 3 : Fixative Buffer : 1 M Tris (Trizma base Produksi
Sigma T-1503)
1. 6.057 gram Tris dilarutkan dalam 50 mililiter Diionized Water.
2. Kemudian dicampur, disaring dan disimpan dalam refrigerator.
Langkah 4. Paraformaldehyde 25% (Sigma P-6148).
1. 12.5 gram paraformal dehyde dilarutkan dalam 50 mililiter Diionize Water
yang dikerjakan di ruang asam (lemari uap).
2. Larutan dipanaskan sambil distirer sampai berwarna putih susu (5
sampai 10 menit) dan di tambahkan 1 M NaOH sampai larutan menjadi terang .
Langkah 5. CTC Fixative : 12.5% Paraformaldehyde dalam 0.5 Tris.
1. Larutan paraformaldehyde (langkah 4) dicampur dengan larutan buffer 1
M Tris (langkah 3 ) 1: 1.
2. PH diatur sampai 7.4 dengan 0.2 M HCL secara hati-hati, selanjutnya
disimpan dalan refrigerator..
Langkah 6. Larutan Pewarna CTC
1. CTC powder (Sigma C-7880) dimasukkan dilam tabung
yang dibungkus dengan aluminium foil ditambahkan 0.0044 gram
L-Systein (Hydrochloride Monohydrate) dan ditambahkan 5 mililiter CTC
Buffer (Langkah2).
2. PH diatur sampai 7.8 dengan 0.2 M HCL secara hati-hati.
Catatan: Ada 3 reagen akhir yaitu:
1. DABCO Larutan
2. CTC Fixative Larutan
3. CTC Larutan Pewarna
Metode yang dipakai yaitu modiikasi metode yang diuraikan oleh
Fraser (1995) dengan cara sebagai berikut : 45 µl larutan pewarna CTC dimasukkan dalam tabung ependorf kapasitas 1,5 ml yang ditutup dengan aluminium foil,
lalu ditambah 8 µl CTC iksatif dan di vortex selama 1 menit, larutan ini
diambil 10 µl dan ditempatkan pada objek glass , kemudian ditambahkan 10
µl DABCO dan dicampur secara hati-hati kemudian ditutup dengan cover glass,
selanjutnya ditutup dengan kertas tissue yang tebal dan ditekan secara hati-hati,
selanjutnya tepi cover glass ditutup dengan cutex. Gambaran yang tampak yaitu :
1) Kepala spermatozoa keseluruhan berwarna terang yaitu spermatozoa yang
belum kapasitasi 2) Kepala spermatozoa separo bagian atas berwarna terang
yaitu spermatozoa yang mengalami kapasitasi 3) Kepala spermatozoa tidak
berwarna terang dan hanya bagian tengah saja yang terang yaitu spermatozoa
yang mengalami reaksi akrosom .
6.4 Evaluasi status akrosom dengan FITC- Con A dan methileen
Blue
Spermatozoa diiksasi dengan 4% formal dehyde, kemudian dicuci
dengan penambahan PBS 3 ml dan disentrifugasi 4000 G selama 30 menit ,
kemudian dibuang supernatannya dan dimasukkan 0,1 ml FITC con A (Sigma)
yang mengandung 10 µg/ml dalam PBS dulbeccos. Staining dilakukan selama
25 menit pada suhu ruangan, selanjutnya dicuci 2 kali dengan sentrifugasi
4000G selama 10 menit, supernatan dibuang dan endapan ditaruh pada slide,
ditetesi 90% gliserol selanjutnya diamati dengan pembesaran 400 kali dengan
mikroskop Fluorescent ( Nikon, Japan). Tiap spesimen diamati dengan epiluorescen ellumination dengan excitation B (Excitation 490 nm dan Emisi 525 nm)
untuk mengamati ada nya luorescent pada spermatozoa hasil FITC dengan
memakai modiikasi dari metode Nishikima (1997).
Metode dengan memakai methileen blue juga dapat dipakai untuk
melihat status akrosom yaitu menempatan semen yang akan dinilai dan ditempatkan ke water bath bersuhu 37oC selama 10 menit, kemudian diatas objek
glass ditambahkan methileen blue atau eosin 2,9% kemudian diamati dengan
mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 -1000 kali
6.5 Hypoosmotic swelling Test (HOS TES).
Integritas membrane sel dapat diuji memakai Hypoosmotic swelling
(HOS)-test dan akrosom utuh. Uji HOS dilakukan memakai modiikasi
mengikuti metode . Secara
prinsip Hos tes untuk melihat status membrane, karena integritas membrane
berpengaruh terhadap viabilitas spermatozoa Spermatozoa dengan membrane utuh, jika ditempatkan pada media hipoosmotik akan
berusaha meningkatkan volume air didalam tubuhnya agar cairan di dalam
dan di luar spermatozoa tetap seimbang. Upaya ini memicu terjadinya
penyempitan pada membrane yang menutupi ekor, sehingga memaksa ekor
spermatozoa melingkar didalam membrane spermatozoa
Proses menggelembung diawali pada bagian ujung ekor, dilanjutkan bagian
tengah dan kepala sehingga memicu kepala menggelembung , Sehingga jika ekornya menggelembung atau melingkar merarti
membrannya utuh atau spermatozoa motil, bisanya untuk pengalamatan diberi
pewarna eosin untuk menilai integritas membrannya
Urutan kerja HOST test sebagai berikut : 1 ml larutan hipoosmotik 150
m osmol (yang dibuat dari 7,35 gram natrium sitrat. 2H2O, 13.52 gram fruktosa dilarutkan dalam 1000 ml aquades) ditambah dengan 0.1 ml spermatozoa
kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, selanjutnya diamati
dengan pembesaran 400 X perubahan yang khas yaitu adanya pembengkakan
atau ekornya melingkar pada bagian ujungnya.
6.6. Uji Biokimia
Uji biokimia yaitu dipakai untuk mengamati pemicu -pemicu
kematian spermatozoa atau berfungsinya organ reproduksi, misalnya:
1. Kandungan Fruktosa sebagai indikator berfungsinya kelenjar vesiculaseminalis, karena Fruktosa di produksi oleh kelenjar vesicula seminalis.
2. Kandungan Mineral sebagai indikator berfungsinya kelenjar prostata.
3. Kandungan Glyseril Phosporil Cholin sebagai indikator berfungsinya epididimis.
Selain itu biokemis juga dapat dipakai sebagai indikator kondisi
seminal plasma atau pengencer, sehingga berpengaruh terhadap proses metabolisme spermatozoa, yaitu pH atau keasaman. hal ini karena spermatozoa
dapat melakukan metabolisme yang normal bila pada pH normal, bila
terlalu asam atau terlalu basa akan memicu toxic dan metabolisme tidak
bisa berjalan dengan baik.
. Uji Biologis
Uji biologis yaitu uji untuk melihat kandungan mikroba di dalam semen.
Uji biologis ini tidak dilakukan secara rutin, akan tetapi dilakukan secara berkala
atau bila saat pengalatan mikroskopis dijumpai banyak mikroba.
Uji biologis dilakukan dengan cara kultur mikroba dan bila melebihi
dari jumlah yang ditentukan maka pejantannya harus dilakukan pengobatan dan
sterilisasi peralatan perlu ditingkatkan.
. CASA
Ax et al (2008) menyatakan Beberapa prosedur telah dikembangkan untuk
pengujian yang obyektif antara lain: time-lapse photomicrography, frame-by-frame
playback videomicrography, spectrophotomicrography dan computerize analysis. Computer
Assisted Semen Analysis (CASA) sistem dipakai pada laboratorium rujukan.
Dengan CASA, produksi semen beku oleh produsen dapat berjalan lebih
profesional dan eisien .Beberapa parameter CASA diantaranya yaitu VAP
(average path velocity, µm/detik) yaitu waktu rata-rata kecepatan dari spermatozoa
sepanjang alur jalannya; VCL (straight line velocity, µm/detik) yaitu waktu
kecepatan rata-rata spermatozoa pada garis lurus diantara awal gerak sampai
akhir gerak saat deteksi; VCL (curve linear velocity, µm/detik) yaitu kecepatan
rata-rata dari setiap titik gerak sepanjang alur; ALH (amplitude of lateral head
movement, µm) yaitu jarak dari lateral letak gerakan kepala sperma pada setiap
rata-rata alur; LIN (Linearity, %) yaitu linearity dari alur curve linear (hasil dari
VSL/VCL); STR (Straightness,%) yaitu linearity dari rata-rata alur (hasil dari
VSL/VAP); BCF (beat cross frequency, hertz) yaitu rata-rata alur curve linear
spermatozoa melewati rata-rata alurnya (Gambar 6.17).
CASA memberikan analisis yang cepat, obyektif, akurat dan repeatable
dari beberapa ratus spermatozoa per sampel konsisten, lengkap, permanen,
dan aman. Sampel semen dapat dievaluasi tidak hanya motilitas secara umum
saja, juga dapat membedakan setiap pola gerakan yang menyediakan nilai awal
diagnose kemampuan fertilitas (Anonimous, 2004).
Analisa dilakukan dengan mengalikan lapang pandang (screen), lebih dari
95 spermatozoa per lapang pandang sebanyak 20 kali, ke dalaman chamber 10 –
80 µ, parameter motilitas yang dipakai sesuai dengan criteria WHO (World
Health Organization), memberikan data analisis per individu sel, per lapangan
dan per sample, dengan analisis dilakukan dalam waktu kurang dari 2 detik per
lapangan pandang z
Pada analisis 18 parameter motilitas dilakukan dengan memakai
CASA secara otomatis dengan jumlah sel yang dapat dianalisis minimal 200.
Langkah pertama analisis akan didapatkan klasiikasi sel pada level 1 yaitu
motilitas dan motilitas progresif. Motilitas yaitu semua sel yang motil tidak
termasuk sel yang tidak motil. Motilitas progesif yaitu semua sel yang bergerak
maju ke depan tidak termasuk yang bergerak lokal (motil lokal). Lokal motil
yaitu sel yang hidup tetapi bergerak maju sangat sedikit. Pada level ini setiap
kriteria sel ditandai dengan warna tertentu, pada sel yang motil progresif
ada tanda warna hijau, tidak motil berwarna merah, lokal motil berwarna
biru dan hiperaktif berwarna ungu. Pada klasiikasi level 2 terdiri dari evaluasi
hiperaktif, linear, non linear dan curve linear yang merupakan informasi motilitas
sampel yang dianalisis. Selanjutnya analisis dilanjutkan untuk data sel secara
detail yang meliputi DCL, DAP, DSL, VCL, VAP, VSL, LIN, STR, WOB, BCF,
ALH, AOC ,
Spermatozoa juga diklasifikasikan dalam tiga grup berdasarkan
kecepatannya yaitu total motil (semua spermatozoa yang bergerak lebih dari 10
µm per detik), progresif motil (semua spermatozoa yang bergerak maju lebih
dari 20 µm per detik) dan local motil (semua spermatozoa yang bergerak pada
10 – 20 µm per detik). Motil progresif dibagi dalam tiga grup tergantung dari
nilai S/V (straight line velocity <µm/detik>), bila nilai 0,9–1,0 dikategorikan Linear
Forward; bila nilai 0,8–0,9 dikategorikan Non Linear Forward dan bila 0,0–0,8
dikategorikan pola gerakan lain ,
ada tiga kelompok pola motilitas spermatozoa yang dapat dianalisis
memakai CASA yaitu kelompok hiperaktifasi yang memiliki nilai VCL>100
µm/detik, LIN<60% dan ALH>5 µm; kelompok non hiperaktifasi bila nilai
VSL>40 µm/detik, LIN>60% dan ALH<5 µm/detik serta kelompok transisi
yang memiliki nilai diantaranya. Angka fertilitas pada kelompok hiperaktifasi
memiliki keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
non hiperaktifasi. Dinyatakan bahwa pengujian pola motilitas hiperaktifasi
memakai CASA dapat menjadi upaya yang baik untuk memprediksi
kemampuan fertilisasi spermatozoa. menyatakan bahwa
hiperaktifasi ditandai dengan LIN>65%, VCL>100 µm/detik dan ALH>7.5
µm/detik.
Susilawati dkk (2000) menyatakan bahwa hiperaktifasi spermatozoa
diperlukan sesaat sebelum reaksi akrosom secara in vitro sama dengan secara
in vivo yaitu pergerakan dalam oviduk saat fertilisasi. Mula-mula spermatozoa
berenang dalam bentuk linear mulai menunjukkan gerakan tunggal yang ditandai
gerakan ekor seperti tali cambuk dan dihentikan dengan gerakan lurus-lurus
pendek. Saat hiperaktifasi spermatozoa memiliki daya dorong yang tinggi,
hal ini untuk bergerak menuju ampula dan untuk menembus zona pellucida yang
keras. ada korelasi positif antara motilitas spermatozoa terhiperaktifasi dengan kemampuan spermatozoa menembus zona.
Hiperaktifasi spermatozoa ditandai dengan perubahan pola gerakan yang
cepat dengan amplitudo yang luas/lebar dan membentuk gerakan whiplash dari
lagelum ,Selama hiperaktifasi spermatozoa menunjukkan
peningkatan VCL dan penurunan linearity. Untuk keberhasilan fertilisasi
spermatozoa harus mampu merespon secara baik rangsangan eksternal yang
meliputi protein kinase yang mengatur fungsi lagelar.
Hiperaktifasi spermatozoa ditunjukkan dengan gerak maju cepat non linear,
selama hiperaktifasi terjadi perubahan drastis pada pola gerak spermatozoa. Pola
gerakan berubah menjadi random dan sirkuler tidak progresif dan dinyatakan
sebagai whiplash atau gambar angka 8. Peningkatan amplitudo dari ALH,
peningkatan VCL dan penurunan LIN.
ada korelasi positif diantara VSL, LIN, BCF dengan motilitas
spermatozoa dan korelasi negatif diantara MAD (Mean Angular Displacement)
dengan motilitas spermatozoa. Velocity dan linearity spermatozoa memberikan
kontribusi pada motilitas spermatozoa dan merupakan karakteristik penting
dari fungsi spermatozoa.
Beberapa standar parameter motilitas memakai CASA pada berbagai
jenis ternak sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tidak ada perbedaan pada
VAP, VSL, VCL, ALH, STR, LIN dari semen yang dikoleksi memakai vagina
buatan dan elektroejakulator, namun konsentrasi spermatozoa memakai
vagina buatan lebih tinggi daripada elektroejakulator.
VAP, VSL, LIN, STR merupakan indikator motilitas progresif sedangkan
VCL, ALH dan BCF merupakan indikator vigor spermatozoa. STR dan LIN juga
menjelaskan swimming pattern spermatozoa. Kemampuan fertilisasi spermatozoa
berhubungan dengan penurunan VSL, namun belum jelas bagaimana parameter
motilitas spermatozoa berhubungan dengan penurunan atau peningkatan
fertilitas. Penurunan motilitas spermatozoa akan memicu penurunan
angka fertilitas. CASA dapat dipakai untuk mendeteksi pengaruh beberapa
faktor seperti pH air, temperatur, penghambat motilitas dan uji keracunan yang
merupakan pengaruh potensial dari lingkungan spermatozoa serta kemampuan
reproduksinya.
. Uji Kualitas spermatozoa yang lain.
1. Sperm Chromatin Structure Assay (SCSA)
Metode lowcytometry dapat dikembangkan untuk mengevaluasi struktur
integritas membrane pada kromatin spermatozoa dengan mengukr jumlah
double stranded dan single stranded DNA didalam populasi spermatozoa. SCSA
dapat dipakai untuk mengidentiikasi spermatozoa sapi atau kda yang sub
fertile. SCSA dapat di “screen” 5000 sampai 1000 spermatozoa dalam beberapa
menit.
2. Fluoresen yang lain.
Pemeriksaan luoressen yang lain yang dapat dipakai untuk mengevaluasi fungsi spermatozoa dengan memakai mikroskop atau lowsitometer.
Penghitungan ini sangat berarti karena memberikan informasi yang mendetail
gambaran integritas membrane dan potensi membrane mitochondria.
3. Analisis biokimia seminal plasma atau sekresi pada saluran reproduksi betina
Dengan mengetahui konsentrasi elektrolit, konsentrasi protein atau
komposisi protein spesiik pada seminal plasma bukannya metode yang baik
untuk memprediksi informasi motilitas post thawing pada medium pembekuan
spermatozoa. Dua protein yang berasal dari epididimis yaitu penanda potensial fertilitas yaitu osteopontin dan lipocalin- 1 – like prostaglandin D synthase
Deoxyribonuclease – 1 like enzim dan tipe 2 tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMP-2) disekresai oleh kelenjar asesori saat ejakulasi dan mengikat
spermatozoa saat melewati alat reproduksi jantan dan juga bergabung dengan
faktor-faktor pemicu fertilitas jantan.
Glycosaminoglycan yaitu komponen yang dihasilkan oleh saluran
betina, bergabung dengan spermatozoa sapi dapat memicu reaksi spermatozoa secara in vitro. Korelasinya besar antara stimulasi reaksi akrosom oleh
slycoaminoglycans dan pejantan sesudah NRR 60-90
6.10. Produksi Semen
Evaluasi tentang kualitas semen tidak dapat dilakukan hanya dengan satu
parameter uji kualitas saja, akan tetapi lebih sesuai jika memakai penggabungan dari beberapa parameter diatas, sehingga lebih mudah didalam melakukan evaluasi, terutama didalam menguji produksi semen dari seekor ternak.
Total spermatozoa = Volume semen X Konsentrasi
Total Spermatozoa yang motil = Volume semen X Konsentrasi
X Persentase motilitas Individu
Total spermatozoa yang hidup = Volume semen X Konsentrasi
X Persentase spermatozoa yang hidup
Total Spermatozoa yang abnormal = Volume semen X
Konsentrasi X Persentasi spermatozoa yang abnormal.
Semen yang didapat saat penampungan sesudah memenuhi kualitasnya
dilakukan pengenceran agar didapat semen beku yang banyak. Pengenceran
semen ini dibutuhkan pengencer yang dapat menjamin terjadinya proses metabolisme dan respirasi spermatozoa selama proses pendinginan, pencetakan
ke dalam straw ataupun selama pembekuan.
7.1. Media pengenceran
ada 2 alasan pokok semen perlu diencerkan sebelum pembekuan
yaitu: 1) alasan teknis dan 2) alasan biologis. Alasan teknis yaitu untuk dapat
menginseminasi lebih banyak betina dari semen pejantan unggul, sedangkan
alasan biologisnya agar dapat memberikan medium yang cocok sebagai sumber
nutrisi, control pH serta mempertahankan tekanan osmotik spermatozoa.
Syarat penting yang harus dimiliki oleh setiap pengencer yaitu : (1)
memiliki daya preservasi tinggi, (2) Mengandung unsur yang sifat isik dan
kimiawinya hampir sama dengan semen dan tidak mengandung zat yang bersifat
racun bagi spermatozoa dan saluran kelamin betina, (3) Tetap dapat mempertahankan daya fertilisasi spermatozoa, tidak terlalu kental sehingga menghambat
fertilisasi.
Syarat dari pengencer yaitu :
1. spermatozoa. Bahan tidak bersifat toxic terhadap
2. Mengandung sumber energi
3. Bersifat isotonis
4. Mengandung buffer
5. Melindungi dari pengaruh pendinginan secara cepat
6. Menghambat pertumbuhan bakteri
7. Meningkatkan volume sehingga bisa dipakai beberapa kali IB
8. spermatozoa dari semen beku
Beberapa tambahan persyaratan yang lain yaitu :
1. Mudah membuatnya
2. Tidak menghalangi saat uji kualitas
3. Harganya terjangkau
Bahan-bahan dan peralatan yang dipergunakan untuk media pengenceran
semen harus terhindar dari bahan-bahan yang mematikan spermatozoa. Pengencer yang dibuat harus antiseptik dan disimpan di suhu dingin atau refrigerator,
akan tetapi tidak dalam kondisi beku. Bahan-bahan yang ada di pengencer
(extender) yaitu gula sederhana (misal glukosa , laktosa atau rainosa) sitambahkan sebagai sumber energi dari spermatozoa. Kuning telur dan skim milk
dipakai untuk melindungi dari cold shock. Pada saat pendinginan dari suhu
tubuh sampai dengan 5oC, subtansi ini juga sebagai nutrisi spermatozoa.
Bermacam-macam bahan yang dipakai sebagai buffer sehingga pH mendekati
netral dan tekanan osmose sekitar 300 mMol yang equivalen (sama) dengan
semen, plasma darah dan susu, sedangkan untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme didalam semen ditambahkan penisilin, streptomisin, polymyxin
–B atau kombinasi lain antibiotik.
Semen sapi biasa dipakai pengencer larutan kuning telur, homogenized
whole milk, susu segar, skim milk dan santan (coconut milk) dan larutan laktose,
semen juga telah dapat dibekukan dengan buffer organik yaitu tris hydroximethyl
amino methan.
Larutan buffer fosfat atau 3,2%, 2,9 trisodium citrate dihydrate pada pH 6,9
ditambahkan asam sitrat dikombinasikan dengan kuning telur , sebetulnya tidak
perlu ditambahkan asam sitrat sebab komposisi kuning telur (20% dari volume)
cukup kapasitasinya sebagai buffer agar pH menjadi netral.
Tujuan utama membuat semen beku yang baik yaitu meningkatkan
keberhasilan kebuntingan yang sama dengan kawin alam. Banyak faktor yang
mempengaruhinya untuk menuju ke tujuan ini . Semen ternak sudah
dapat dibekukan 30 tahun yang lalu. Teknik pembekuan secara terus menerus
dimodiikasi dan diperbaiki hingga sekarang. Pembekuan semen diawali dengan memakai CO2
cair (-79oC , kemudian diganti dengan N2
cair (-196oC)
karena kondisinya lebih stabil pada semen beku. Prosedur cryopreservasi pada
semen sapi keberhasilannya lebih tinggi dibandingkan pada ternak atau hewan
yang lainnya. Kemampuan hidup semen beku (Freezability) pada semen beku sesudah
thawing bervariasi antar spesies dan individu jantan dalam spesies yang sama.
Variasi dalam spesies dan individu berhubungan dengan bioisika dan biokimia
dari karakter membran spermatozoa. Fungsi integritas pada semen sesudah
thawing dari pembekuan dapat dievaluasi dengan kemampuan memvertilisasi
ovum dan bertahannya didalam embriogenesis.
Kemampuan hidup spermatozoa sesudah diejakulasikan didalam media
seminal plasma hanya dapat bertahan dalam waktu yang pendek. Spermatozoa dapat hidup lama pada suhu dingin atau dibekukan membutuhkan media
pelindung. Setiap pengencer yang berbeda memiliki kemampuan untuk
mempertahankan semen dengan formulasi yang berbeda.
Kallikrein dan kafein dapat menstimulasi motilitas spermatozoa dengan
ditambahkan sesudah semen beku di thawing. Kerja kafein yaitu menstimulasi
ciclic adenosine monophosphate (cAMP) didalam spermatozoa dengan penambahan
ini kemungkinan dapat membedakan selama transport dari saluran reproduksi
betina.
Gliserol ditambahkan untuk sebagai bahan yang melindungi spermatozoa dari efek pembekuan. Dimethylsulfoxide (DMSO) dan gula yaitu laktosa
dan rainosa juga baik dan semua bahan ini bersifat degidrasi atau
menyerap air.
Dalam prakteknya, pengencer untuk pengenceran atau pembekuan semen
memakai kuning telur atau susu yang dipanaskan atau kombinasi keduanya,
kuning telur secara mudah juga dapat dikombinasikan dengan sodium sitrat
atau buffer organik dan susu yang dipanaskan atau skim milk, dapat dipakai
secara luas pada sapi dan dengan modiikasinya untuk semen domba, kambing,
babi dan kuda.
1. Pengencer Tris Aminomethan Kuning telur
Bahan yang dapat dipakai sebagai media pengencer antara lain Tris
aminomethan kuning telur. Pengencer ini memiliki bahan atau zat yang diperlukan oleh spermatozoa yang merupakan sumber makanan baginya, antara lain
yaitu seperti fruktosa, laktosa, rainosa, asam-asam amino dan vitamin dalam
kuning telur sehingga spermatozoa dapat memperoleh sumber energi dalam
jumlah yang cukup untuk motilitasnya.
Pengencer Tris aminomethan kuning telur terdiri dari tris aminomethan,
asam sitrat, laktosa/levulosa, fruktosa, rafinosa, penicillin dan streptomycin.
Fungsi dari masing-masing bahan ini yaitu :
a. Tris aminomethan kuning telur: sebagai buffer untuk mencegah perubahan
pH akibat metabolisme spermatozoa berupa asam laktat dan mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit.
b. Asam sitrat: sebagai buffer pengikat butir-butir lemak kuning telur dan
mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit.
c. Laktosa/levulosa: sebagai sumber energi spermatozoa.
d. spermatozoa terhadap Kuning telur: sebagai pelindung cold shock dan sumber energi spermatozoa.
e. Rafinosa : sebagai sumber energi dan mencegah efek lethal pembekuan.
f. Penicilin streptomycin: mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan
meningkatkan daya tahan spermatozoa (Susilawati, 2000).
Khasiat kuning telur terletak pada lipoprotein dan lechitin yang terkandung
di dalamnya yang bekerja mempertahankan dan melindungi integritas selubung
lipoprotein dari sel spermatozoa. Kuning telur juga mengandung glukosa, yang
lebih baik dipakai oleh spermatozoa sapi untuk metabolismenya daripada
fruktosa yang ada di dalam semen, berbagai protein, vitamin-vitamin yang
larut dalam air maupun yang larut dalam minyak, dan memiliki viskositas yang
mungkin menguntungkan spermatozoa. Kuning telur mengandung asam-asam
amino L-tyrosin, L-tryptohan, dan L-phenilalanin yang menghasilkan hydrogen peroksida pada deaminasi oksiatif. Kuning telur juga mengandung bahan
diantaranya lipoprotein dan lechitin yang berfungsi melindungi spermatozoa
terhadap cold shock, karena kemampuannya mempetahankan dan melindungi
integritas selubung lipoprotein dari membran sel spermatozoa.
Pembuatan Pengencer Tris aminomethan kuning telur Bahan-bahan yang terdiri dari Tris aminomethan, asam sitrat, laktosa,
rafinosa dan fruktosa dimasukkan dalam Erlenmeyer dan ditambahkan
aquadest 80 ml serta dihomogenkan dengan magnetik stirer selama 10-15
menit.
sesudah dihomogenkan kemudian dimasukkan ke dalam panci dan dipanaskan sampai mendidih dengan tujuan untuk sterilisasi.
Diturunkan suhunya dari 100 0C ke 370C.
Ditambahkan penicillin dan streptomycin dan dihogenkan lagi selama
10-15 menit
Dimasukkan dalam refrigerator dan sesudah 3 hari dipisahkan antara endapan dan supernatan serta yang dipakai hanya supernatannya sedeangkan
endapan dibuang
2. AndroMed®
AndroMed® merupakan suatu medium tanpa kuning telur untuk semen
beku dan cair yang memiliki angka fertilitas tinggi walaupun tanpa kandungan dari hewan aslinya. Selain itu juga tidak memiliki resiko kontaminasi
mikroorganisme serta mudah dalam penanganan dan waktu penyimpanan.
Bahan pengencer instant ini berupa cairan tersusun atas aquabidest, fruktose,
glyserol, asam sitrat, buffer, phosfolipid, spectynomycine, lincomycine 15 mg,
tylocin 5 mg, gentamycine 25 mg. AndroMed® yaitu pengencer alternatif
baru, hasilnya lebih baik jika dibandingkan dengan pengencer tris kuning telur.
Selain itu andromed bisa menghasilkan motilitas dan ketahanan spermatozoa
yang lebih baik daripada media tris kuning telur. AndroMed® berisi bukan
protein hewani seperti protein kuning telur. motilitas progresif post thawing
AndroMed® juga lebih baik dari Triladyl™.
Salah satu komposisi AndroMed® yaitu gliserol. Gliserol merupakan
krioprotektan intraseluler yang memiliki berat molekul 92,10 kd, rumus kimia
C3H5
(OH)3
dan berat jenis 1,25 g/cm3
pada suhu 200C (Garner dan Hafez,
2008). Gliserol yaitu suatu zat yang dapat berdifusi ke dalam sel-sel spermatozoa dan dapat dimetabolisir dalam proses-proses yang menghasilkan energi
dan membentuk fruktos. Jadi dalam keadaan aerob, gliserol berfungsi sebagai
penghasil fruktosa; lebih sedikit asam laktat yang terbentuk; tetapi spermatozoa
menunjukkan aktiitas yang optimum .
Peranan gliserol sebagai bahan krioprotektan dalam alur mekanisme
reaksi preservasi sel yaitu sebagai penurunan titik beku medium krioprotektan, perlindungan terhadap membran sel, menekan laju pengaruh peningkatan
konsentrasi, serta merubah bentuk dan ukuran kristal es. Disamping perlunya
penambahan gliserol dalam pengencer, juga dibutuhkan penambahan antibiotik. Antibiotik ini berfungsi untuk mengeleminir organisme Vibrio foetus serta
akan meninggikan daya tahan hidup spermatozoa. Gliserol dengan pengencer
seharusnya dimasukkan ke dalam semen yang telah bercampur pengencer
tanpa gliserol sesudah didinginkan mencapai suhu 50C tidak lebih dari 2 jam
Pembuatan pengencer AndroMed®:
1. Dimasukkan dalam gelas ukur 50 ml.
2. ditambahkan aquabidest dengan perbandingan antara Andromed dan
Aquabidest = 1 : 4, lalu dihomogenkan
3. dimasukkan dalam wadah waterbath dengan suhu 38ºC.
4. Siap untuk dipakai sebagai pengencer semen.
3. Pengencer TCM 199 Kuning Telur
TCM 199 yaitu sebutan dari Tissue Culture Medium 199 yaitu media yang
biasa dipakai untuk Culture sel atau embrio, produk dari Sigma Medium ini
mengandung bahan-bahan yang lengkap untuk kebutuhan hidup sel.
Dari hasil riset yang telah dilakukan hasilnya menunjukkan bahwa
TCM 199 kuning telur lebih baik dari pada Tris aminomethan kuning telur.
Medium pengencer TCM 199 kuning telur ini yaitu merupakan hasil pemcampuran dari: 1). TCM 199 produk dari Sigma 2). Serum dan 3). Kuning Telur.
Sedangkan Cara Pembuatannya yaitu sebagai berikut:
1. TCM 199
TCM 199 yaitu produk dari sigma yang berupa cairan atau dalam
bentuk powder, Perbedaan harganya sangat besar sehingga disarankan memakai yang dalam bentuk powder yang lebih murah.
Satu sachet TCM 199 dapat untuk 1000 ml larutan, oleh karena cairan
ini banyak kandungan nutrisinya maka cenderung mudah kontaminasi, oleh
sebabnya sebaiknya pembuatan larutan disesuaikan dengan kebutuhan.
Cara Pembuatan:
1. Misalnya yang dibutuhkan 100 ml maka ambil seper sepuluhnya dengan
cara ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Tambahkan aquabides sebanyak 100 ml, maka larutan akan berwarna
kuning yang menandakan pH sekitar 6
3. Tambahkan NaH2
PO4
atau NaH2
CO3
sedikit demi sedikit hingga warna
menjadi orange, sehingga pH menjadi sekitar 7.
2. Serum
Serum dapat berasal dari produk perusahaan misalnya Fetal Bove Serum
produk dari Sigma, akan tetapi harganya mahal, maka dapat diganti dengan
serum buatan sendiri, cara pembuatannya yaitu sebagai berikut:
1. Ambil darah sapi atau kambing dari ternak yang sehat, dengan tabung
venoject yang telah berisi EDTA. Hindari guncangan dan suhu panas,
sehingga segera tabung dimasukkan dalam termos yang telah berisi es
batu dan hindari banyak goncangan.
2. Sentrifugasi 3000 Rpm selama 20 menit.
3. Ambil serum (Cairan yang bening) dengan memakai pipet pasteur
secara hati-hati, jangan sampai tercampur darah merahnya
4. sesudah jumlahnya telah terkumpul banyak, maka dilakukan in activasi.
Proses in activasi ini gunanya agar kerja enzim-enzim tidak aktif, sehingga
tidak berpengaruh terhadap spermatozoa, karena yang diambil hanya
bahan-bahan yang terkandung dalam serum.
5. Cara in activasi yaitu : Masukkan erlenmeyer yang telah berisi serum
ke dalam air dengan suhu sekitar 58oC selama 20 menit, selanjutnya
simpan di freezer dalam tabung kecil-kecil, sehingga dapat dithawing
sesuai dengan kebutuhan.
3. Kuning Telur
Kuning telur yang sering dipakai sebagai ekstraseluler krioprotektan
yaitu kuning telur ayam ras dengan umur kurang dari 3 hari, sedangkan teh
ayam beras, dan itik juga tepat dapat dipakai asalkan umur telur kurang dari
3 hari agar kualitasnya masih baik.
Cara pencampuran medium:
1. Siapkan larutkan TCM 199 dengan pH netral sekitar 7.
2. Tambahkan serum 4 – 10 % dari cairannya
3. Ambil cairan sebanyak 4% dan dibuang, diganti dengan
kuning telur ayam sebanyak 4% kemudian di homogenisasi.
4. sesudah homogen, maka pengencer siap dipakai .
5. bila akan dipakai pembekuan, sistem pencampuran Gliserol sama
dengan pembuatan medium B pada tris amino methan kuning telur.
4. Pengencer semen alternatif.
Pengencer semen alternatif yang dimaksudkan yaitu pengencer semen
dengan menggunaan bahan bahan yang ada di lingkungan sekitarnya, misalnya
pemanfaatan air kelapa atau air garam isiologis, banyak sekali riset yang
memakai produk tanaman akan tetapi anya berupa riset yang hingga
saat ini belum ada yang diaplikasikan. Misalnya memakai sari buah (Pisang,
apokat, tomat, wortel, dll), susu, kuning telur itik, entok, dan madu. Di dalam
perkembangan pengetahuian tentang pengencer alternatif, diucapayakan tidak
mnggunakan produk dari hewan akan tetapi bahan-bahan dari tanaman.
Berdasarkan kebutuhan spermatozoa hidup dengan mengunakan medium
yang sesuai untuk kehidupannya dan juga geraknya, maka di dalam membuat
pengecer perlu diperhitungkan kedua macam fungsi ini , selain itu juga daya
simpan dari pengencer ini dan yang paling penting yaitu diketahuinya
bahan aktif yang terkandung didalam bahan ini , sedangkan yang tak kalah
pentingnya ada nya bahan ikutan yang bersifat toxic.
Beberapa tahun ini direkomendasikan IB dengan memakai semen
air (Tidak beku) dan beberapa pengencer telah direkomendasikan. Pengencer
yang palin banyak dipakai pada sapi yaitu kuning telur dengan Na Sitrat
atau Tris, atau susu yang dipanaskan, pengencer ini juga dapat dipakai oleh
spesies lain. Bila untuk semen beku tinggal menambahkan gliserol, akan tetapi
hasil IB memakai semen beku tidak pernah lebih baik dari semen cair,
sebab beberapa spermatozoa akan mati sesudah dilakukan pembekuan.
Semen yang disimpan dalam suhu sedang (ambien) dapat dipakai
kuning telur + karbonat yang disebut dengan pengencer Illinois Variabel Tem-
peratur (IVT) atau santan (coconut milk) memberikan fertilitasyang memuaskan
sehingga semen dapat disiman beberapa hari pada suhu sedang ,Semua sapi dapat di IB dengan semen beku yang telah disimpan lama dalam
suhu -196oC dalam keadaan terendam nitrogen cair.
Semen sapi dalam bentuk pelet yang dibekukan dalam CO2
padat (dry ice)
telah dipakai dibeberapa negara, di dalam pengencer dipakai gula rainosa
atau 11% laktosa. Penggunakan pelet yaitu suatu teknik penyimpanan yang
tidak mahal, tetapi sangat suit untuk diaplikasikan bila dengan memakai
pejantan yang banyak teutama dalam hal identiikasinya.
Semen beberapa spesies sulit dibekukan dalam bentuk pelet, akan tetapi
semen kambing berhasil dikebukan dengan memakai skim milk dengan 9
gram glukosa per liter dan 7% gliserol dari semua volume. Kadar gliserol yang
tinggi dapat menurunkan fertilitas semen babi, sehingga hanya diberikan 2 %
atau lebih kecil dari 2% dalam pengencer dan semen beku babi telah berhasil
dikomersiilkan .
Semen kuda juga dapat dibekukan dalam bentuk pelet atau semen beku.
Pengencer kuning telur- tris cream-gelatin dapat dipakai sebagai pengencer,
penambahan gliserol akan menurunkan fertilitas semen kuda dan beberapa
semen kuda kualitas semen bekunya akan rendah karena belum yaitu metode
yang baku, walaupun saat ini IB pada kuda telah berhasil dilakukan.
7.2. Prosesing semen
Prosesing untuk semen cair atau semen beku sampai dengan suhu 5oC
yaitu sama
Cooling yaitu proses pendinginan semen sesudah diencerkan, dimasukkan
dalam gelas ukur tertutup dan ditempatkan pada beaker glass berisi air dengan
suhu 370C kemudian diletakkan di dalam alat pendingin (cool top) . Cooling harus berjalan secara perlahan
dan minimal 1 jam untuk menurunkan suhu semen dari 370C menjadi 50C
dan semen harus direndam air untuk mencegah cold shock. Proses pendinginan
memicu stress isik dan kimia pada membran spermatozoa yang dapat
menurunkan viabilitas dan kemampuan memfertilisasi spermatozoa. Hafez
(2008b) merekomendasikan selama 30 menit dalam suhu 30oC agar antibiotik
dapat bekerja didalam pengencer, kemudian diturunkan pelan-pelan hingga
5
oC, sedangkan pada babi hingga pada suhu 15oC.
Prosesing semen kambing perlu beberapa kali sentrifugasi untuk mencegah terjadinya koagulasi ,kemudian didinginkan paling cepat 1
jam dari suhu 35oC hingga 5oC, prosesing pendinginan ini selalu memakai
perlindungan air agar tidak cold shock kalau dilakukan kontak langsung antara
semen dengan suhu refrigerator.
berpendapat bahwa proses pendinginan semen pada
suhu 5OC sesuai prosedur meliputi: (1) penambahan pengencer A yang dilakukan pada suhu 30 OC kemudian (2) pendinginan pada suhu 5 OC dilakukan
selama 1,5-2 jam (3) penambahan pengencer B yang mengandung gliserol (4)
dilanjutkan proses pembekuan sesudah 2-3 jam dari proses glisero-ekuilibrasi.
Pendinginan semen pada suhu 5 OC sebelum penambahan pengencer B atau
pengencer yang mengandung gliserol, dapat meningkatkan daya hidup sel sesudah
proses pembekuan atau pencairan (thawing). Gliserolisasi di suhu dingin (50C)
memberikan hasil yang lebih baik.
Proses Pendinginan untuk semen cair yaitu semen yang telah ditampng
diuji kualitasnya, bila motilitas diatas 70% dapat diproses lebih lanjut. Pengencer
yang telahditetukan (tris aminomethan kuning telur atau andromed) dimasukkan
ke air hangat 37oC. Semen diencerkan sehingga konsentrasinya menjadi 100
juta/mililiter, kemudian dimasukkan ke dalam refrigerator.
sesudah suhu mencapai 5oC, semen dimasukkan ke dalam straw dan bisa
langsung dipakai untuk IB semen cair ini dapat dipakai selama 3 hari.
. Prinsip-prinsip pembekuan sel (Cryobiologi)
Prinsip pembekuan sel, jaringan, embrio dan sel gamet yaitu prinsip
bioisika. Sel atau spermatozoa akan mengalami kerusakan pada saat proses
pembekuan dan thawing, karena terbentuknya kristal es didalam sel, pada proses
pembekuan yang cepat akan memperkecil kristal es, sedangkan sistem pembekuan yang lama akan memperbesar kristal es sehingga tingkat kerusakannya
lebih tinggi, Proses pembekuan yang optimal yaitu agar sel toleransi terhadap
efek kristal dan efek racun dari pengencer.
Pada saat sel disuhu 0oC bentukan es intra selluler akan terbentuk karena sebagian besar spermatozoa tersusun oleh air, dengan penambahan intra
seluler krioprotektan (misal gliserol, DMSO, ethileen glicol) akan menurunkan
titik beku sel sepemarozoa hingga – 196OC. Mekanisme perubahan titik beku
dipicu oleh peristiwa masuknya kripprotektan didalam sel seperti yang
digambarkan oleh gambar 8.1. yaitu intraseluler krioprotektan yang bersifat
higroskopis, akan menarik air yang ada didalam sel, kemudian digantikan oleh
intraseluler krioprotektan. Selain dibutuhkan intraseluler krioprotektan juga
dibutuhkan ekstraseluler krioprotektan yaitu dapat berupa phospolipid atau
glucose, oleh sebab itu bahan-bahan ekstraseluler krioprotektan yaitu lesitin
(sehingga sering dipakai kuning telur yang mengandung lesitin), ekstraseluer
lainnya yaitu golongan gula yaitu fruktosa, glucosa, rainosa dll. Range temperatur kritis untuk hidupnya sel yaitu -4oC menjadi -60oC saat pembekuan,
sedangkan saat thawing antara suhu -70oC menjadi – 20oC.
Proses pendinginan, pembekuan dan thawing memicu stress
isik dan kimia pada membran spermatozoa yang dapat menurunkan viabilitas
dan kemampuan memfertilisasi spermatozoa. Spermatozoa yang mengalami
cold shock diakibatkan adanya stress oksidatif oleh ROS (Reactive Oxygen Species).
Semen beku juga dilaporkan memicu penurunan viabilitas spermatozoa,
perubahan fungsi spermatozoa, komposisi lipid, dan susunan plasma membrane
spermatozoa dan perubahan kelompok sulfhydryl pada membran protein .
Selama pendinginan, konsentrasi konsentrasi intra-dan extraseluler larutan terjadi perubahan sebagai hasil pembentukan es eksternal dan pengeluaran
air dari dalam sel. Bermacam riset dilaksanakan pada system pendinginan
suhu 5 OC selama 20-22 jam sebelum penambahan pengencer B dengan hasil
motilitas spermatozoa jauh lebih baik dari prosedur beku dan lebih baik dari
metode berikut ini yaitu semen yang disimpan sesudah proses glisero-ekuilibrasi
atau sesudah penambahan pengencer B selama 20-22 jam
Gliserolisasi yaitu penambahan gliserol pada pengencer berfungsi
melindungi dari efek lethal selama proses pembekuan. Penambahan cryoprotectan gliserol dilakukan beberapa jam sebelum pembekuan agar sel spermatozoa
berkesempatan untuk berekuilibrasi dengan gliserol. Gliserol dipakai sebagai
zat pelindung pada proses pembekuan semen dan ditambahkan secara bertahap
pada semen sesudah cooling
Pada proses pembekuan spermatozoa, menempatkan straw 8-10 cm
diatas permukaan nitrogen cair dan dengan memakai rak dinamis menghasilkan persentase motilitas dan spermatozoa hidup nyata lebih baik. Kerusakan sel spermatozoa akan terjadi bila dibiarkan -800C selama lebih dari
4 detik. sesudah semen dimasukkan dalam N2 cair maka motilitas dan viabilitas
semen beku dapat dapat dievaluasi sebelum 48 jam sesudah pembekuan dengan
dithawing dalam air suhu 370C selama 15-30 detik .
Kemampuan memfertilisasi semen beku lebih rendah dari semen segar.
Hal ini dipicu adanya kerusakan sel yang dapat menurunkan kemampuan
memfertilisasi. Kerusakan ini umumnya ada pada akrosom dan
mitokondria. Selama pembekuan, ada dua proses penting yaitu yang pertama
yaitu produksi dari ROS yang dapat merubah fungsi dan struktur membran.
Kedua yaitu perubahan sistem pertahanan antioksidan berdasarkan penurunan
isi glutathionine intraseluler. Kerusakan membran spermatozoa banyak terjadi
karena pembentukan kristal es khususnya selama titik kritis 0-100C. Kerusakan
terbesar pada plasma membran dan tudung akrosom terjadi selama pembekuan
dan thawing yang diikuti oleh equilibrasi.
. Banyaknya pengenceran
Semen diencerkan dengan tujuan unttuk memperbanyak volume, sehingga satu pejantan dapat dimanfaatkan oleh banyak betina dalam satu kali
ejakulasi. Jumlah pengenceran untuk semen cair lebih banyak dari pada pada
semen beku. Semen cair dapat diencerkan 200-300 X dengan jumlah spermatozoa yang motil lebih rendah, yaitu 5 juta spermatozoa yang motil per IB
masih memiliki fertilitas yang tinggi.
Proses pengenceran semen sampai dengan 5oC (atau 15oC pada babi)
yaitu dengan cara yang sederhana hanya ditabahkan pengencer padasuhu yang
sama. Semen cair pada sapi, kambing, domba dan babi, fertilitas akan menurun
beberapa hari sesudah dikoleksi, sehingga Hafez (2005b) merekomendasikan
pada hari berikutnya.
Penambahan gliserol untuk pembekuan dengan cara menambahkan
pada pengencer sesuai dengan metode pembekuannya yaitu ditambahkan pada
suhu 5oC, hal ini karena gliserol akan melindungi sebelum dibekukan. Jumlah
akhir gliserol yaitu 5% pada media