gula-kuning telur dan 10 % untuk susu.
Penambahan dilakukan pelan-pelan selama 1 jam akan tetapi bebetapa peneliti
telah merekomendapasi dapat dilakukan 1 kali penambahan dalam pengencer.
Proses penyesuaian atau equilibrasi yang optimal yaitu 4-6 jam tergantung
media yang dipakai .
Semen beku dapat di kemas dalam 3 cara yaitu:
1. Straw Polyvenyl chloride yang berisi 0,25 – 0,5 ml pengencer semen.
2. Glass ampules yang berisi 0,5 – 1 ml
3. Pelet yang berisi kira-kira 0,1 – 0,2 ml
Semakin kecil kemasan, konsentrasinya semakin tinggi sebab yang dihitung
yaitu total spermatozoa tiap dosis IB
7.5. Pembekuan semen sapi
Bahan untuk pembekuan yang dapat dipakai yaitu dry ice, liquid cair,
O2
cair dan N2
cair yang paling populer sebab merupakan pilihan yang cocok
karena dapat disimpan dalam waktu yang lama dengan teknik penyimpanan
yang mudah dengan memakai kontainer (Hafez, 2008b).
Metode pembekuan dengan mengunakan pelet , straw atau ampul selalu
didinginkan lebih dulu dalam suhu 5oC , kemudian diuapkan diatas N2
cair
sebelum di masukkan di dalam N2
cair, Hal ini karena starw atau ampul memiliki dinding yang kuat, sehingga memberikan kesimpatan agar dinginnya
masuk terlebih dahulu dalam waktu yan cepat. Bila memakai ampul kira-kira
3
oC per menit hingga – 15oC, biasanya titik bekunya sekitar -150oC dan ampul
juga dimasukkan dalam N2
cair dengan suhu -196oC. Pembekuan yang sangat
cepat akan memicu cold shock dan pembentukan kristal es, pembekuan
dengan cara lambat dapat memicu konsentrasi garam meningkat saat
keluarnya air pada saat pembekuan dan meningkatnya tekanan osmose pada
periode pembekuan aan merusak protein dan lipo protein didalam spermatozoa
dan akrosom.
Hal yang sangat penting yaitu selalu melakukan kontrol nitrogen cair
secara periodik dengan melhat volume didalam kontainer, karena bila kurang
akan mematikan spermatozoa yang telah dibekukan.
7.6. Thawing semen
Semen beku teta dapat dipakai selama disimpan(terendam) dalam N2
cair. bila semen beku sudah pernah dithawing, maka harus segera di IB kan
dan tidak dapat disimpan lagi .
Straw dapat dithawing dengan suhu antara 0oC – 65oC ataulebih tingi.
Proses thawing harus dilakukan dengan hati-hati karena dampak kematian sel
saat thawing sama besarnya dengan proses pembekuan, sehngga direkomendasikan oleh Hafez (2008a) pada kemasan ampul di thawing 8 menit pada suhu
37oC atau lebih, sedangkan dalam bentuk pelet di thawing padasuhu 40oC tapi
dalam praktek sering dipakai dengan memakai air es.
Prinsip dari thawing yaitu semakin dingin suhu thawing maka waktunya
semakin lama, sebaliknya semakin tinggi suhu thawing maka waktunya semakin
cepat. Problem yang ada di insemiantor di Indonesia yaitu lokasi antar peternak yang berjauhan sehingga bila harus membawa kontainer menjadi beban
yan berat, maka dilakukan uji coba thawing dilakukan di laboratorium semen
beku kemudian dimasukkan didalam termos es maka selama 3 jam masih dalam
kondisi layak untuk IB, uji coba ini dapat diaplikasikan oleh inseminator yang
sulit mencari nitrogen cair atau lokasi yang saling berjauhan.
7.7. Kebijakan didalam memakai teknik Inseminasi Buatan
Tujuan utama dari pemanfaatan Inseminasi Buatan yaitu meningkatkan
mutu genetik ternak, sehingga ternak atau sapi yang dengan kualitas unggul
hanya berada di Balai Inseminasi Buatan dan dimanfaatkan semennya untuk
memperbaiki sapi-sapi yang berada di peternak.
Kebijakan menentukan semen semen beku yang dipakai perlu dipertimbangkan untuk lokasi yang sulit pengadaan nitrogen cairnya dan lokasi
yang saling berjauhan, hal ini karena sekali saja nitrigen cair habis atau kurang
dari separo tingginya straw di dalam kontainer akan memicu kematian
spermatozoa. Kode didalam kontainer perlu diperhatikan 43 berarti setiap 43
hari kontainer ini perlu diisi nitrogen cair, paling lama waktu pengisian
nitrogen cair yaitu 1 bulan bila kondisi kontainer baik (tidak ada prembesan atau kebocoran). bila depo penyimpanan semen tidak bisa mensuplai
nitrogen cair secara rutin maka perlu dipertanyakan kulitas semen beku yang
disimpannya. Kondisi yang tidak pasti ini mengharuskan para petugas
didaerah dan inseminator mampu melakukan uji kualitas semen (minimum
motilitasnya), agar semen beku yang di IB kan kepada sapi di masyarakat benarbenar dengan kualitas standar Nasional Indonesia (SNI)
Lokasi yang demikian bisa memakai semen cair yang dilakukan oleh
UPT pembibitan setempat atau memakai sistem intensiikasi kawin alam,
asalkan pejantan yang dipergunakan dengan mutu genetik unggul.
Inseminasi Buatan (IB) yaitu salah satu teknologi Reproduksi yang
mampu dan telah berhasil untuk meningkatkan perbaikan mutu genetik ternak,
sehingga dalam waktu pendek dapat menghasilkan anak dengan kualitas baik
dalam jumlah yang besar dengan memanfaatkan pejantan unggul sebanyakbanyaknya, Inseminasi Buatan ini sangat kontras dengan keberhasilan Transfer
Embrio didalam perbaikan mutu genetik. Perbaikan mutu genetik memakai
IB pada sapi perah dapat dipakai sebagai progeni tes untuk menghasilkan
pejantan unggul yang dapat dimanfaatkan menghasilkan spermatozoa salah
satunya berdasar pada seleksi ukuran testisnya.
Secara umum IB berfungsi untuk: 1) Perbaikan mutu genetik 2) Pencegahan penyakit menular 3) Rekording lebih akurat 4) Biaya lebih murah
5) mencegah kecelakaan yang dipicu oleh pejantan. IB dapat difasilitasi
dengan memakai sinkronisasi estrus dan dapat dilakukan pengaturan jenis
kelamin dengan pemanfaatan pemisahan spermatozoa X dan Y .
Kelemahan dari IB jika tidak dikelola dengan baik yaitu : 1) Bila seleksi
pejantan salah maka bisa menyebarkan sifat jelek 2) Membutuhkan ketrampilan yang tinggi dari Balai Inseminasai Buatan, Penympanan selama transport,
Inseminator juga peternaknya 3)Bisa menghilangkan sifat bangsa lokal dalam
waktu yang cepat.
. PENAMPUNGAN SEMEN
Pejantan Sapi muda pertama kali dapat ditampung pada umur 12 bulan,
Domba, Kambing dan Babi yaitu 7 bulan sedangkan kuda 24 bulan
Penampungan semen ada 3 metode yaitu: Ada beberapa metode:
1) Massage ( Pemijatan/pengurutan) 2) Vagina Buatan dan 3) Elektro ejaculator. Metode Massage dipakai pada unggas, Babi dan lainnya, vagina buatan
dipakai untuk penampungan semen ternak secara rutin sedangkan elektro
ejakulator dipakai untuk hewan langka atau ternak yang tidak dapat ditampung memakai vagina buatan karena kecelakaan misalnya.
Secara rutin pejantan sapi dapat ditampung setiap hari senin, rabu dan
jumat, akan tetapi untuk menghasilkan kualitas yang baik dapat dilakukan
seminggu dua kali rata-rata total spermatozoa yang didapatkan yaitu 8-16
bilion. Rata-rata per minggu dihasilkan 30 bilion spermatozoa. Ternak jantan
dapat dilakukan penampungan dengan memakai pemancing ternak betina,
sesama jantan maupun pantom. Masing-masing individu mempunya kesukaan
atau kebiasaan sendiri-sendiri. Begitu juga dengan lokasi penampungan dan
tempat juga mempengaruhi mau tidaknya pejantan ditampung semennya.
Sebelum penampungan semen lokasi tempat penampungan dibersihkan dengan desinfektan, ternak dimandikan dan bagian prenulum prepution
dibersih-kan, hal ini penting sebab bila ada penyakit menular akan ditularkan ke banyak betina, atau bila tercampur dengan semen akan memicu
kerusakan semen dengan banyaknya mikroba di dalam semen.
Sebelum dilakukan penampungan pejantan dilakukan fals mounting 3-5
kali yang bertujuan untuk meningkatkan libidonya. Vagina Buatan yang telah
dipersiapkan sesuai dengan suhu badan dan telah diberi vaselin dibagian ujung
karetnya, dengan memakai sudut kemiringan 45o
dan ujungnya ada
tabung reaksi yang telah ditutup bahan gelap agar semen yang dihasilkan tidak
terkena sinar matahari langsung. Semen yang dihasilkan dilakukan uji kualitas
semen, pengenceran dan pembekuan sehingga dapat dipakai untuk IB.
. LIBIDO DAN KUALITAS SEMEN
Penilaian tingkah laku seksual yang selama ini berdasarkan false mounting,
lama ejakulasi, lama libido, daya dorong, daya jepit, daya lompat dan kualitas
ereksi. Hal ini belum ada standard baku metode mana yang paling akurat untuk
menentukan tingginya libido yang berhubungan dengan kualitas semen.
Hasil riset yang melakukan pengukuran lama
ejakulasi, jumlah fals mounting dan lama libido pada sapi limosin, Bali dan
madura seperti yang tertera pada tabel 9.2. Lama ejakulasi yaitu sapi mulai
di dekatkan hingga terjadi ejakulasi, Fals mounting yaitu jumlah menaiki yang
digagalkan hingga ereksi dan ejakulasi sedangkan libido yaitu mulai didekatkan
hingga menaiki.
Berdasarkan data ini di atas bisa diamati bahwa sapi Madura dan
sapi Brahman memiliki lama ejakulasi yang pendek (cepat) dan libido yang
cepat dibandingkan dengan sapi Limousin dan Bali.
Nilai dari parameter tingkah laku seksual yang tinggi belum tentu Menghasilkan kualitas semen yang bagus pula. Bangsa, umur, lingkar scrotum, daya
adaptasi, situasi lingkungan saat ditampung semennya serta keahlian petugas
yang melaksanakan penampungan juga berpengaruh terhadap kualitas dan
kuantitas semen yang dihasilkan.
Kualitas semen yang diamati terdiri atas: motilitas spermatozoa(%),
volume ejakulasi (cc), konsentrasi spermatozoa per cc semen (juta) dan total
spermatozoa motil per ejakulat (juta).
konsentrasi spermatozoa motil per cc dengan volume ejakulat yang dihasilkan. Ratarata total spermatozoa motil per ejakulat tertinggi sebesar 5.785,30 ± 1.410,67
juta terjadi pada sapi Limousin, sedangkan nilai terendah sebesar 4.173,03
± 1155,04 juta didapatkan pada sapi Madura.
Produksi spermatozoa perejakulat secara berurutan menurun mulai
dari sapi Limousin, Brahman, Bali dan Madura. Secara genetik setiap bangsa
sapi yaitu berbeda. Produksi spermatozoa harian pada berbagai bangsa sapi
yaitu berbeda. dimana terbesar yaitu pada sapi Limousin diikuti dengan sapi
Brahman, kemudian Bali dan Madura. Salah satu kekurangan sapi pejantan Bali
yaitu libido yang kurang bagus bila dibandingkan dengan sapi pejantan
yang lain. Untuk itu perlakuan penampungan semen perlu dilakukan sedemikian
rupa selain stimulasi seksual dan preparasi seksual yang cukup dalam hal ini
pengamatan parameter kualitas ereksi yang bagus dan suasana lingkungan yang
cukup tenang agar diperoleh hasil semen yang optimal.
Sapi Madura merupakan sapi pejantan terkecil bila dibandingkan dengan
ke tiga bangsa yang lain dengan berat badan rata-rata 350 kg . Keunggulan pada
sapi Madura antara lain yaitu dapat tumbuh baik pada kualitas pakan yang
jelek, persentase karkas yang tinggi dengan kualitas daging yang cukup baik,
daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tropis, dapat berlari cepat dan
pada pejantan madura umumnya memiliki libido yang cukup bagus. Kualitas
semen pada sapi Bali lebih baik daripada sapi Madura dapat dipicu oleh
nutrisi pada saat pejantan ini muda dimana kondisi lingkungan di pulau
Madura lebih gersang dan panas daripada di Bali, sehingga kebutuhan akan
protein maupun energi lebih dapat dipenuhi pada sapi Bali.
Di antara individu pada masing-masing bangsa ada perbedaan
kualitas semen yang nyata yaitu pada sapi Limousin, Bali dan Brahman. Pada
sapi Bali dan Brahman perbedaan terjadi karena adanya perbedaan umur dan
lama adaptasi yang menunjukkan bahwa pada masing-masing sapi bali dan
brahman ada perbedaan umur dan lama adaptasi sehingga pada sapi yang
memiliki umur lebih dewasa produksi spermatozoanya lebih tinggi daripada
yang berumur lebih muda terlebih yang masih pubertas.
Fakta ini juga sesuai dengan produksi spermatozoa sapi madura
diantara individu sapi Madura lainnya, karena memiliki umur relatif sama
dan lama adaptasi yang sama pula. Akan tetapi hal ini berbeda dengan fakta sapi
Limousin yang memiliki umur relatif sama dan lama adaptasi yang sama tetapi
kualitas spermatozoanya ada perbedaan pada produksi spermatozoanya.
Pengaruh individu dan lingkungan cuaca berpengaruh pula pada kualitas semen.
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan genetik antar individu, pengaruh libido
atau tingkah laku seksual akan mempengaruhi kualitas semen.
. TEKNIK INSEMINASI BUATAN
Teknik atau metode Inseminasi Buatan ada 2 macam yaitu Rektovaginal
dan transservikal. Pada sapi yaitu dengan metode rektovaginal yaitu tangan
dimasukkan kedalam rektum kemudian memegang bagian servik yang paling
mudah diidentiikasi karena memiliki anatomi keras, kemudian insemination
gun dimasukkan melalui vulva, ke vagina hingga ke bagian servik. Sedangkan
pada Babi, kambing dan domba yaitu dengan metode transervikal. Pada
kambing dan domba dapat memakai spikulum untuk melihat posisi servik,
kemudian insemination gun dimasukkan hingga mencapai servik, sedangkan
pada babi memakai cattether dan dimasukkan hingga kedalam uterus.
Tahapan-tahapan Untuk Inseminasi Buatan pada kambing
1. Inseminasi Buatan Persiapkan Semua Peralatan Untuk
2. Ikat dengan kuat kambing yang sedang estrus
3. Ambil straw yang berisi semen beku dari Container Nitrogen Cair.
4. Masukkan straw kedalam air kran selama 10 detik
5. Ambil dan bersihkan dengan memakai tissue 6. Masukkan ke dalam Insemination Gun
7. Potong Bagian Ujung penutup
8. Masukkan plastik Sheet ke dalam Insemination Gun
9. Angkat kambing sehingga Inseminator Mudah untuk lakukan Inseminasi
Buatan.
10. Masukkan spikulum ke dalam vulva dan buka bagian vaginanya dan cari
posisi serviknya.
11. Masukkan Insemination gun yang telah dipasang straw, ke dalam vagina
sampai masuk ke dalam servik.
12. Keluarkan semen pada posisi servik
13. Tarik Insemination Gun
Keberhasilan IB pada kambing lebih rendah dari pada pada sapi karena
ada beberapa kesulitan yaitu:
1) pada kambing sulit diamati karena tidak mengeluarkan Tanda-tanda berahi
suara gaduh, sehingga deteksi berahi untuk kambing yang paling tepat adaah
dengan memakai pengusik pejantan.
2) Teknik IB memakai transervikal, sehingga memakai spikulum,
pada kambing lokal umumnya memakai spikulum manusia sehingga
kesulitan menemukan bagian servik, sehingga dibutuhkan spikulum yang
dapat mencapai servik.
Inseminasi Buatan (IB) pada sapi merupakan yang pertama kali
berkembang dan hingga saat ini banyak di aplikasikan pada masyarakat dan
terbukti dapat meningkatkan produktiitas sapi, Selain pada sapi IB juga telah
dilaksanakan pada beberapa ternak yang lain yaitu kuda, kambing, babi dan
berbagai jenis unggas.
Keberhasilan Inseminasi Buatan di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu: (1)
Kualitas semennya (2) Manusianya (Inseminator dan peternaknya) dalah hal
ketepatan waktu IB dan penempatan semen (deposisi semen) (3) Fisiologi
betinanya.
9.1. KUALITAS SEMEN
Parameter kualitas semen yang terpenting yaitu konsentrasi dan motilitas progressifnya atau total spermatozoa yang bergerak kedepan karena hanya
spermatozoa yang progressif saja yang mampu untuk melakukan fertilisasi.
Petugas dinas peternakan tingkat propinsi hingga di peternak termasuk
inseminator diwajib kan memiliki keterampilan di dalam uji kualitas semen,
terutama didalam menentukan motilitasnya, hal ini karena yang didistribusikan
yaitu semen yang mempu memfertilisasi, sehingga di setiap tahapan penyerahan semen beku harus dilakukan uji kualitas semen. Quality control dengan
uji kualitas semen perlu dilakukan secara periodik seiring dengan cek volume
nitrogen cair, sebab satu kali saja volume nitrogen cair sampai di posisi sesudah
berdirinya straw saja dapat berakibat kematian spermatozoa.
Kualitas semen harus tetap terjaga, oleh sebab itu semen beku harus selalu
terendam di dalam nitrogen cair, sekali saja tidak terendam maka spermatozoa
beku tidak dapat hidup sesudah di thawing. Dalam kondisi ini maka volume
nitrogen cair perlu di kontrol agar semen beku tetap terendam. bila di suatu
daerah tidak dapat secara kontinyu tersedia nitrogen cair maka sebaiknya tidak
memakai semen beku untuk Inseminasi Buatan, tetapi kawin alam dengan
memakai pejantan unggul atau memakai semen cair.
. SUMBER DAYA MANUSIA
Yang dimaksud manusianya yaitu Inseminator dan peternaknya. Inseminator menentukan keberhasilan Inseminasi buatan terutama di dalam (1)
Teknik Thawing semen beku (2) Deposisi semen (3) ketepatan waktu IB.
Efek dari thawing sama dengan saat proses pembekuan terhadap kualitas
semen, bila salah dalam thawingnya maka membran spermatozoa akan rusak,
proses thawing yaitu suatu proses keluarnya intra celluler cryoprotektan (Misal
Gliserol) dari dalam sel dan digantikan lagi dengan air. Thawing dapat dilakukan
dengan air es, air kran maupun air hangat. Pada proses thawing perlu dilakukan
peningkatan suhu yang perlahan, bila memakai air es maka proses thawing
lebih lama, sedangkan bila memakai air hangat hanya beberapa detik.
Deposisi semen juga berpengaruh terhadap keberhasilan semen, semakin dalam penempatan semen di dalam organ reproduksi, maka peluang untuk
terjadinya kebuntingan semakin tinggi, akan tetapi harus diyakinkan bahwa
ternak ini belum bunting.
Ketepatan waktu IB yaitu saat menjelang ovulasi, yaitu kalau pada
sapi bila menunjukkan tanda-tanda berahi pagi hari maka di IB saat sore,
sedangkan bila tanda-tanda berahi sore hari maka pelaksanaan IB pagi hari
berikutnya. Pelaksanaan IB seyogyanya tidak dilakukan pada siang hari, karena
lendir servik mengental pada siang hari, sedangkan pada pagi, sore maupun
malam lendir servik menjadi encer, hal ini juga berdampak pada keberhasilan IB saat siang yang lebih rendah dari pada saat pagi, sore atau malam
Selain inseminator yang berperanan di dalam keberhasilan Inseminasi
Buatan, maka peternak harus memiliki ketrampilan di dalam mengidentiikasi berahi. Hal ini sangat menentukan ketepatan IB, Sehingga bila peternak
semakin sering melakukan pengamatan berahi maka keberhasilan IB semakin
baik. Kondisi atau waktu yang tepat dari proses melakukan IB yaitu seperti
pada gambar 9.3.
Deposisi semen menentukan keberhasilan Inseminasi Buatan, hasil
menunjukkan bahwa pada sapi Peranakan
Ongole, Limosin dan Simental keberhasilan lebih tinggi pada posisi 4+ atau
modiied (metode ini disebut dengan Deep Insemination). Posisi modiied
Deposisi semen 4+ lebih baik diletakkan dikornua uteri yang ovariumnya
sedang ovulasi atau ada korpus luteum saat diraba, hal itu menunjukkan
pada oviduk ada sel telur, sehingga dengan menempatkan posisi semen di
kornua yang sama akan menghasilkan kebuntingan yang lebih tinggi.
Deposisi semen 4+ ini juga dapat dipakai pada saat IB agak terlambat, misal tampak berahi pagi, seharusnya sore di IB akan tetapi inseminator
baru sampai menjelang malam (senja), maka dapat di IB pada posisi 4+ atau
modiied.
. FISIOLOGI SAPI BETINA
Keberhasilan dari IB salah satunya yang terpenting yaitu kondisi isiologi sapi betinanya.Kondisi isiologi ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan.
a. Faktor genetik
Faktor genetik ini bervariasi di antara bangsa dan individunya, hal ini
berhubungan juga dengan ketahanan di daerah tropis. Ternak lokal memiliki
adaptasi yang lebih baik dibandingkan ternak dari daerah sub tropis, hal ini akan
berdampak pada reproduksinya, karena keberhasilan reproduksi ditentukan
oleh isiologi reproduksinya yaitu dipengaruhi kondisi hormonal dan neuro
hormonalnya. Sebagai contoh yaitu keturunan F2 dari sapi Limousin dan
Simental, juga sapi Brahman Cross ex import sebagaian besar yaitu sub fertil
(S/C nya tinggi).
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang mendukung berdampak langsung pada ternaknya dan
secara tidak langsung kepada pakannya, sehingga untuk daerah yang sejuk dan
subur akan lebih mendukung keberhasilan reproduksinya, dibandingkan di
daerah yang panas.
Berdasar pada kedua faktor di atas, maka perlu diatur pemilihan bangsa
di suatu lokasi berdasarkan kondisi alamnya, misalnya ternak lokal dapat ditempatkan di lokasi yang panas dan tandus, sedangkan sapi yang berasal dari
sub tropis sesuai di daerah yang sejuk dan subur, oleh sebab itu perlu difahami
beberapa jenis ternak yang berasal dari sub tropis dan tropis yang cocok di
lingkungan ini .
Pengaruh lingkungan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu (1) lingkungan
yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia yaitu suhu, iklim, cuaca, hujan dll
(2) Sedangkan yang dapat dikendalikan oleh manusia yaitu manajemen pemeliharaan yaitu perkandangan, sistem peneliharaan, kualitas dan kuantitas pakan
yang dinerikan, pengendalian penyakit dan sistem perkawinannya.
Tingkat keberhasilan Inseminasi Buatan atau reproduksi sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang dapat dikendalikan oleh manusia, sehingga bila
sistem pemeliharaannya baik, maka kecil kemungkinannya terkena penyakit
dan fertilitasnya tinggi.
Kebutuhan pakan untuk reproduksi sama dengan kebutuhan hidup
pokok (maintenence), sehingga bila kebutuhan pokoknya terpenuhi maka
ternak akan bereproduksi terutama pada ternak lokal. Pada ternak sub tropis
sering mengalami gangguan reproduksi karena tidak bisa beradaptasi dengan
lingkungan tropis, hal ini dipicu hormon-hormon gonadotropin dan steroid
tidak dapat dihasilkan secara optimal, sehingga berdampak pada tidak munculnya
berahi atau tidak ovulasi dan lebih ekstrim lagi yaitu kematian embrio dini.
Kematian embrio dini ini banyak terjadi pada sapi Friesian Holstein yang bunting
dan menghasilkan susu, kebutuhan energi dan proteinnya tidak terpenuhi.
c. Anatomi reproduksi dan kondisi hormonnya normal.
Anatomi reproduksi ternak sangat menentukan atas keberhasilan IB,
pada ternak yang anatomi reproduksinya tidak normal pada umumnya tidak
dapat bunting. Cara yang sederhana yang dapat dipakai untuk menentukan
normal tidaknya anatomi reproduksinya dengan memilih induk yang telah
mampu bunting bila dipakai sebagai bibit, karena induk yang telah mampu
bunting berarti anatomi dan hormonnya dalam keadaan normal.
d. Body condition score (BCS)
Body Condition Score(BCS) dapat dipakai untuk mengukur kondisi
suatu ternak, yaitu termasuk dalam kategori kurus, sedang atau gemuk (kelebihan
berat badan)/bila BCS memakai Score 1-5, maka kondisi yang baik
untuk bibit yaitu 2-4 yaitu dalam kondisi berat badan yang sedang umumnya
isiologinya normal, ternak yang terlalu kurus atau kegemukan umumnya akan
kesulitan dalam bereproduksi,
e. Ekto parasit dan endoparasit
Ektoparasit yaitu parasit yang ada di bagian kulit ternak, misalnya
caplak, kudis, kutu dll, sedangkan Endoparasit yang umum pada ternak yaitu
cacing. Ternak yang terkena ektoparasit dan atau endoparasit akan terganggu
reproduksinya karena ternak mengalami stress. Gejala ini paling sering tampak
yaitu silent heat (tidak muncul tanda-tanda berahi), tidak ovulasi atau terjadinya
kematian embrio, hal ini dapat dibuktikan bahwa sesudah sapi mengalami hal
ini ditas dan diberi obat cacing dan dibersihkan kulitnya dari ektoparasit
maka tampak tanda-tanda berahinya.
. EVALUASI KEBERHASILAN INSEMINASI BAUTAN
Jumlah perkawinan perkebuntingan (S/C) merupakan suatu ukuran
untuk mengetahui berapa kali sapi betina dikawinkan sampai bunting. Nilai
normal berkisar antara 1,6 sampai 2,0. Semakin rendah nilai ini menunjukkan tingkat kesuburan sapi semakin tinggi. Besarnya nilai jumlah perkawinan
perkebuntingan dipengaruhi oleh kualitas semen yang rendah selain kurang
trampilnya petugas inseminator di lapang ,
Diagnosa kebuntingan pada sapi dapat dilakukan dengan mengetahui
ukuran Non-Return Rate (NRR), palpasi rektal dan Conseption Rate (CR) ,
Non Return Rate (NRR) yaitu persentase jumlah ternak yang tidak kembali
estrus antara hari ke 60-90 sesudah dikawinkan. Nilai-nilai ini disebut juga nilai
NRR pada 28 sampai 35 hari atau nilai NRR pada 60 sampai 90 hari. Non return
rate merupakan kriteria umum yang dipakai secara luas untuk menentukan
kebuntingan. Meskipun demikian ada beberapa kelemahan-kelamahannya
yaitu tidak semua ternak dapat diamati secara cermat sehingga tidak semua ternak
yang kembali berahi diketahui. Ada juga kejadian dimana ternak bunting dapat
menunjukkan berahi dan sapi tidak bunting atau mengalami abortus menunjukkan anestrus ,
Palpasi rektal merupakan suatu cara untuk mendiagnosa kebuntingan.
Indikasi ternak bunting dapat diketahui melalui palpasi per rektal terhadap
cornua uteri dimana cornua uteri yang membesar berisi cairan plasenta (amnion dan allantois), palpasi per rektal cornua uteri terhadap kantong amnion,
Perabaan dan pemantulan kembali fetus di dalam uterus yang membesar yang
berisi selaput fetus dan cairan plasenta dan melalui perabaan plasenta. Untuk
mengurangi resiko yang mungkin timbul dalam melakukan palpasi rectal baik
pemeriksa maupun ternak maka diperlukan kandang jepit dan sarung tangan
yang menutupi lengan untuk menjaga kebersihan. Palpasi pada 35-40 hari
kebuntingan lebih membutuhkan kemahiran dari pada tahap berikutnya. Namun
demikian bila ketepatan hasil bisa diperoleh pada tahap ini, maka akan memberikan nilai ekonomis yang lebih tinggi .
Conception Rate (CR) yaitu persentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama yang disebut juga sebagai angka konsepsi. Angka konsepsi
ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan dalam waktu 40-60 hari
sesudah inseminasi
Kadar progesteron dapat dipakai sebagai cara untuk mendeteksi
kebuntingan. Sapi yang bunting korpus luteumnya akan tetap persisten selama
bunting sehingga kadar hormon progesterone dalam darah tetap tinggi. Sedangkan pada hewan yang tidak bunting kadar progesteron akan turun akibat
regresi korpus luteum pada hari ke 18-24 sesudah berahi. Kadar progresteron
lebih dari 11 ng/ml menandakan adanya kebuntingan.