a
sebagian tiroid dikeluarkan. Untuk mempermudah pembedahan, 1-2 minggu sebelumnya diberi terapi dengan tiroistatika dan/atau iodida. Maksudnya yaitu untuk mengurangi vaskularisasi tiroid dan memadatkan konsistensinya. Kemungkinan lain adalah menginaktifkan sebagian kelenjar melalui
iod radioaktif.
Pengobatan. Hipertiroidisme dapat ditangani dengan obat antitiroid (tiroistatika)
untuk mengurangi aktivitas tiroid dengan
mengurangi produksi hormonnya. Keberatannya yaitu sering terjadi residif setelah
pengobatan dihentikan, pada penyakit Graves ±50% dan pada struma nodular bahkan
sampai 90%.
*Terapi kombinasi. Untuk mencegah hiperplasia dan risiko hipotirosis, umumnya dilakukan terapi kombinasi tionamida dengan
tiroksin (“block and replace” treatment).
1. Weetman AP. Graves’ disease. N Engl J
Med.2000;343:1236-48
2. Cooper DS. Antithyroid drugs. N Engl J Med
2005;352:905-17).
Thionamida diberikan terlebih dahulu dengan dosis yang untuk sebagian besar menekan
fungsi tiroid. Lazimnya tiamazol 30 mg atau
karbimazol 40 mg/hari sudah mencukupi.
Efeknya baru nampak sesudah ±4 minggu,
sebab depot hormon dalam tiroid harus
dihabiskan dahulu (masa laten). Kemudian,
atas pengarahan dari kadar T4 bebas dalam
darah baru disuplesi l-tiroksin (1,6 mcg/
kg) untuk menormalisasi sistem H-H dan
menghindari hipotirosis.
berdasar kadarnya dalam darah, setiap triwulan dosis tiroksin disesuaikan.
Lazimnya setelah 1 tahun pemberian kedua
obat dihentikan, namun sering kali juga perlu
dilanjutkan sampai 3 tahun sebelum semua
gejala hilang.
*Terapi tunggal hanya memakai thionamida, yang setelah kadar hormon normal
tercapai, diturunkan dosisnya sampai 50%.
Kemudian berdasar kadar tiroksin dalam
darah sebagai penuntun, dosis disesuaikan
menurut kebutuhan. Cara ini memerlukan
lebih banyak monitoring dan kemungkinan
kambuh lebih besar dibandingkan dengan
terapi kombinasi, maka dewasa ini jarang
dipakai lagi
Exophthalmus tidak dapat disembuhkan,
sebab tidak disebabkan oleh TSH, namun
oleh suatu zat khusus yang belum diketahui.
Bila terjadi residif dalam waktu 2 tahun,
penanganan dengan iod 131 atau pembedahan dapat dipertimbangkan. Kemungkinan
kam-buh sesudah 2 tahun yaitu kecil. Di AS
umumnya langsung dilakukan pembedahan
di bawah “perlindungan” propranolol, atau
terapi singkat dari thionamida dan/atau
kaliumiodida (“plummering”).
b. Struma multi-nodular (TMG)
Penyakit ini jarang memperlihatkan remisi
spontan (terhentinya atau berkurangnya gejala untuk sementara) dan juga ditangani
dengan terapi kombinasi. namun segera setelah terapi dihentikan penyakit umumnya
kambuh lagi, sehingga terapi perlu dilanjutkan seumur hidup. Ini juga berlaku bagi
adenom tunggal. Kemungkinan lain setelah
dicapai nilai hormon normal (euthyreoïdie)
langsung dimulai penanganan dengan iod
131. Cara ini memberikan keuntungan tambahan bahwa struma dapat menyusut. Bila
struma sangat besar dapat langsung dilakukan pembedahan.
Di berbagai negara dipakai metode
penanganan berlainan, contoh di AS 69%
dokter memilih radioiod dan 31% dokter
memilih tiroistatika. Di Eropa dan Jepang,
angka ini masing-masing 22-77% dan
11-83%.
c. Tiroiditis
Radang tiroid dapat disebabkan oleh infeksi
virus atau kuman (strepto-/stafilokok). Gejalanya berupa leher membengkak, dengan rasa
sakit yang menjalar ke telinga atau rahang,
demam dan malaise umum. Pengobatannya
dilakukan dengan analgetika (dan bila parah
dengan prednison) atau antibiotika.
* Struma Hashimoto yaitu suatu bentuk
tiroiditis kronis, yang merupakan gangguan
auto-imun, seperti penyakit Graves. Bercirikan pembesaran tiroid menahun (struma,
gondok) tanpa peradangan, akibat suatu
proses auto-imun. Gangguan ini terutama
diderita wanita lanjut usia. Pada awalnya dapat terjadi hipertirosis, namun kerapkali
berakhir dengan hipotirosis. Terapi dilakukan
dengan tiroksin.
MONOGRAFI
1. Karbimazol: Neo-Mercazole
Derivat tioimidazol ini (1951) berkhasiat
antitiroid kuat dan paling sering dipakai .
Resorpsinya dari usus cepat dan langsung
diubah dengan lengkap menjadi metabolit
aktifnya ialah tiamazol. 10 mg karbimazol
menghasilkan 6-7 mg tiamazol. Plasma-t½ 9
jam.
Efek samping jarang terjadi pada dosis
normal dan biasanya tidak serius, antara lain
sakit kepala dan sendi, gangguan lambungusus, hilang rasa di mulut, rambut rontok
dan reaksi kulit (gatal, ruam). Pada dosis
lebih tinggi dapat terjadi efek serius, seperti
depresi sumsum tulang dengan antara
lain agranulositosis dan leukopenia (reversibel). Kelainan darah ini bisa timbul dengan
sangat mendadak selama bulan pertama,
maka terapi harus segera dihentikan sambil
menjalani pemeriksaan darah bila terjadi
sakit tenggorok atau demam.
Wanita hamil hanya dapat diberikan karbimazol dan tiroistatika lainnya dengan pengawasan dosis yang saksama untuk menghindari struma dan aplasia cutis congenita
pada bayi bila dosis terlampau tinggi. Obat
pilihan pertama selama kehamilan yaitu
propiltiourasil dalam dosis rendah(50-100
mg per hari). Ibu yang menyusui sebaiknya
jangan menelan obat-obat ini sebab juga
mencapai air susu.
Dosis: oral 3-4 dd 10 mg atau 1 dd 30-40 mg
selama 6-8 minggu, kemudian ditambahkan
tiroksin, atau dapat juga beralih ke dosis
pemeliharaan 5-20 mg/hari.
* Tiamazol(metimazol, Strumazol, Thyrozol)
yaitu derivat merkaptometil (1950), yang
sebagai metabolit karbimazol memiliki khasiat sama. Mungkin juga berkhasiat imunosupresif, yang meningkatkan efek antitiroidnya. Plasma-t½ hanya 2-6 jam, namun
afinitasnya untuk tiroid besar dan lama kerja
biologisnya berkorelasi dengan kadarnya di
tiroid. Oleh sebab itu zat ini aktif selama
24 jam (pada dosis 10-30 mg) dan dapat
diberikan sebagai single-dose. Praktis tidak
terikat pada protein. Tiamazol merupakan obat
pilihan utama dan banyak dipakai di AS
dan negara-negara lain. Dosis: 1 dd 15-30 mg,
maksimal 120 mg sehari, selama 6-8 minggu,
pemeliharaan 5-30 mg/hari.
2. Propiltiourasil (F.I.)
Derivat pirimidin ini (1948) yaitu analogon dari metiltiourasil, yaitu zat antitiroid pertama (1945). Khasiat tiroistatiknya
±10 x lebih lemah daripada karbimazol. Resorpsinya cepat, PP ±80%, plasma-t½ singkat (1-2 jam) maka perlu ditakarkan 3-4 kali
sehari. Berbeda dengan karbimazol, obat
ini merintangi pengubahan T4 menjadi T3
(yang lebih aktif) di jaringan perifer, contoh
dalam hati. Efek samping mirip karbimazol.
Turunnya kadar T3 dan T4 berlangsung lebih
lambat, maka tidak begitu sering dipakai
seperti karbimazol.
Dosis: permulaan 3 dd 70-200 mg selama
6-8 minggu, pemeliharaan 50-300 mg/hari
atau dikombinasi dengan tiroksin.
3. Kaliumiodida
Garam ini yaitu obat pertama yang
dipakai pada struma dan hipertirosis.
Sesudah diserap dengan baik oleh usus,
iodida diabsorpsi secara selektif oleh tiroid
dan dipekatkan di sini sampai 25 kali. Mulai
kerjanya cepat, dalam 1-2 hari, namun bersifat
sementara, setelah ±2 minggu sering kali
tidak efektif lagi dan gejala memburuk.
pemakaian nya bervariasi, yaitu untuk:
– premedikasi untuk memadatkan kelenjar
10-14 hari sebelum pembedahan;
– profilaksis pada pasien yang terkena radiasi
25 rem atau lebih, contoh pada bencana
reaktor di Chernobyl (Rusia, 1986). Pada
kecelakaan pusat tenaga nuklear ini banyak produk pembelahan dilepaskan ke
atmosfir, termasuk isotop-iod radioaktif.
Kaliumiodida (dan kaliumiodat) mampu
merintangi uptake iod radioaktif ini
ke dalam tiroid untuk 90-99% bila di-minum sebelum atau tepat sesudah
exposure. Bila dipakai dalam 3-4 jam
sesudah exposure perintangannya yaitu
±50%. Kaliumiodida 130 mg memberi
pelindungan untuk 24-48 jam terhadap
iod radioaktif.
– ekspektoran dalam sirop batuk untuk
memudahkan pengeluaran dahak, lihat Bab 41, Obat batuk. Efektivitasnya
belum pernah dibuktikan secara ilmiah
dan sangat diragukan, sedangkan risiko
efek samping serius (struma) agak besar.
Oleh sebab itu pemakaian nya tidak
dianjurkan lagi.
– tetes mata 1% pada bular mata(cataract)
jarang dipakai lagi dan cara kerjanya
juga kurang jelas.
Efeknya kompleks terhadap tiroid dan
tergantung dari dosis serta keadaan organ.
Pada pasien sehat kelebihan iodida dapat
mengakibatkan struma, umpamanya dalam
obat batuk atau dalam rumput laut (seaweed,
kelp) yang banyak dimakan oleh penangkap
ikan Jepang (iod-Basedow). Sebaliknya, kekurangan iod juga dapat memicu
struma, lihat di atas. Kebutuhan tubuh akan
iodida berjumlah sekitar 150 mcg/hari.
Garam dapur mengandung ± 65 mg KJ/
kg, garam roti ±60 mg/kg untuk profilaksis
gondok. Pada hipertirosis, dosis sedang KJ
berkhasiat meningkatkan produksi hormon
berkat peranannya sebagai bahan dasar
untuk sintesis T3 dan T4. namun dosis tinggi
cepat menghambat pelepasan hormon dan
memadatkan serta memperkecil kelenjar. Mekanisme kerja efek ini belum dapat
dijelaskan.
Efek samping agak sering terjadi dan lazimnya berupa reaksi alergi seperti iod-acne,
urticaria, juga udema dan selesma. Dosis
tinggi dan pemakaian lama bisa menimbulkan hipotirosis atau struma, juga depresi,
nervositas, sukar tidur, impotensi dan mixudema.
Wanita hamil dan selama laktasi tidak boleh diberikan iodida, sebab senyawa ini
melintasi plasenta dan mencapai air susu ibu,
dengan risiko terjadinya struma pada janin
dan bayi.
Dosis: untuk persiapan strumectomia oral
15 ml larutan KJ/NaJ 1% selama 10-14 hari
sebelum pembedahan. Sebagai profilaksis pada
radiasi, hendaknya dimulai 24 jam sebelum
radiasi dengan radioaktif iod: di atas 1 tahun
130 mg/sehari selama 3-10 hari, di bawah 1
tahun 65 mg/hari.
Sebagai obat batuk: 3 dd 0,5-1 g. 1 g KJ
berisi 765 mg iod.
4. Iod 131
Radiofarmaka merupakan kelompok obat,
yang dipakai dalam ilmu kedokteran nuklear
untuk terapi dan diagnosis, berkat dayanya
melepaskan sinar-sinar ionisasi. Dewasa ini
tersedia antara lain isotop-isotop sebagai
berikut: aurum 198, krom 51, kobal 57, galium
67, indium 111, iod 131, kripton 81, stronsium 89,
talium 201 dan ksenon 133.
* Iod radioaktif. Setelah diresorpsi, iod 131
secara selektif diserap oleh tiroid dan mulai
radiasinya. Terutama memproduksi sinarbeta dengan daya penetrasi ringan (±2 mm)
dan sedikit sinar-gama yang penetrasinya
lebih dalam. Efeknya panjang dengan masa
paruh ±8 jam, sehingga lebih disukai daripada isotop iod lainnya yang kerjanya lebih
singkat atau lebih lemah.
pemakaian nya dalam bentuk natrium
radioiodida (= NaI dengan I 131), antara lain
pada hipertirosis. Terapi dengan tiroistatika
harus dihentikan 2 hari sebelumnya. Efeknya
dapat disamakan dengan pemotongan sebagian kelenjar pada pembedahan. Di samping
itu, radioiod juga dipakai untuk diagnosis
fungsi tiroid atau terapi kanker tiroid.
Efek samping berupa peradangan tiroid dan
sementara memburuknya gejala hipertirosis.
Efek yang lebih serius yaitu risiko (kecil)
terjadinya leukemia dan kanker tiroid yang
dapat timbul 20-30 tahun kemudian. sebab
itu, radioiod pada dasarnya hanya diberikan
pada pasien di atas usia 40 tahun. Wanita hamil
dan yang menyusui tidak boleh memakai
radioiod.
Dosis: oral atau i.v. 925-1850 MBq sebagai
larutan natriumiodida I 131 (USP).
C. Timus
Timus (Thymus) atau kelenjar kacangan
yaitu suatu organ kecil yang terdiri dari 2
paruh lonjong (mirip perisai) berukuran 2-3
kali 3-4 cm dengan berat ±10 gram pada bayi
yang baru lahir.
Timus yaitu penting sekali bagi proses
sistem imun dan adakalanya disebut “mastergland of the body’s defense system” (Yun. thymos
= mind, feeling) .Letaknya di depan batang
tenggorok dan di belakang tulang dada.
Thymus mencapai ukuran maksimal (sebesar
buah dukuh, ±40 g) selama pubertas, kemudian dengan berangsur lisut (atrofia) sampai
sekecil butir jagung pada usia 70 tahun (±6 g).
Timosin (thymosin, Zadaxin). Timus membentuk minimal 4 hormon yang dinamakan
timosin dan berperan bagi pemasakan sel-sel
dasar (stem cells) dari sumsum tulang belakang menjadi limfosit T (Thymus dependent
cells). T-cells didiferensiasi menjadi CD4+(Thelpercells) dan CD8+(T-supressorcells) masak.
Sel-sel regulasi ini memegang peranan
utama pada ketahanan tubuh dengan mengatur aktivitas sel-sel lain dari sistem
imun. Dengan demikian timosin – yang juga
diproduksi oleh antara lain sel-sel epitel
kulit – mengendalikan imunitas seluler. Lihat
selanjutnya Bab 49, Dasar-dasar Imunologi.
Timosin diperoleh dari ekstraksi timus
anak sapi. dipakai sebagai imunostimulans pada berbagai keadaan imunodefisiensi
se-luler, terutama sebagai obat tambahan
pada imunoterapi komplementer kanker.
Lihat selanjutnya Bab 14, Sitostatika, Terapi
kom-plementer.
Khasiatnya dapat disimpulkan sebagai
berikut:
– menstimulasi pemasakan limfosit menjadi T-cells masak. Sel-sel ini ”dilatih”
mengenali sel-sel asing yang masuk ke
dalam aliran darah. Kuman, virus dan
sel-sel tumor ini kemudian dapat
dimusnahkan dengan pelepasan limfokin
dan pembentukan killercells. Limfosit juga
“ dilatih” mengenali sel-sel tubuh sendiri,
agar tidak diserang olehnya.
– mengatur keseimbangan antara T-helper, T-supresor dan NK-cells (yang pembentukannya distimulasi oleh T-cells).
Perbandingan normal yaitu CD4+ :
CD8+ = 1,5-2,2; sedangkan pada penyakit
auto-imun (Graves, Hashimoto, Sjögren,
diabetes-1, myasthenia gravis, M.S., SLE,
dan lain-lain ) perbandingannya meningkat sampai di atas 3.
– turut meregulasi sistem hormonal lain
di otak, contoh LRH serta LH dan
mungkin memegang peranan pada proses menua. Juga turut memengaruhi
pelepasan hormon di anak-ginjal.
Efek samping berupa reaksi kulit pada
tempat injeksi dan kadangkala demam
menggigil.
Dosis: 2-3 kali seminggu 150 mg ekstrak
i.m./s.c. selama maksimal 10 minggu (Thymex-L), kemudian oral 2 kali sehari 300-600
mg (tablet e.c. Zellmedin) pada perut kosong
selama 3 bulan, pemeliharaan: 1 dd 300 mg
DASAR-DASAR IMUNOLOGI
Sistem imun
Tubuh memiliki dua sistem pembuluh, yaitu
sistem pembuluh darah dan sistem limfa.
a. Sistem pembuluh darah mengangkut 3
kelompok sel darah, yaitu:
– eritrosit untuk transpor oksigen dan karbondioksida ke seluruh tubuh;
– lekosit untuk melindungi tubuh terhadap
zat-zat asing dalam darah. Sel darah
putih ini juga dapat bersirkulasi di luar
sistem pembuluh darah, yakni dalam
sistem limfa.
– trombosit(pelat darah) yang berperan penting pada pembekuan darah (hemostasis).
Semua sel darah ini dibentuk dalam
sumsum tulang belakang dan berasal dari selsel batang yang belum terdiferensiasi (‘stem
cells). Sel-sel ini memperbanyak diri secara
kontinu dan dengan demikian memelihara
persediaan sel-sel darah.
b. Sistem limfa berisi limfa yang susunannya sama dengan darah, namun tanpa eritrosit
dan trombosit. Sistem ketahanan tubuh menggunakan jaringan luas dari rongga dan pembuluh untuk melindungi tubuh terhadap
zat-zat asing dari luar. Limfa mengangkut
zat gizi ke semua organ dan jaringan, lalu
menyerap zat sampah dan membawanya ke
darah untuk pengolahan selanjutnya. Yang
termasuk dalam sistem ini yaitu organorgan limfoid: kelenjar limfa, amandel (tonsil),
limpa, thymus dan pelat Peyer.
Pelat Peyer letaknya di mukosa usus halus dan terdiri atas tumpukan limfosit dan sel
plasma. Sel-sel ini berperan pada terjadinya
reaksi imun yang berlangsung melalui IgA
terhadap jasad-jasad dari flora usus. Pembentukan memory cells (sel-sel pengingat) terhadap flora ini juga diatur di sini.
Sebelum membicarakan cara kerja sistem
tangkis dan obat-obat yang dapat memengaruhi
proses imun, akan terlebih dahulu dibahas
pemeran utama dan alat-alatnya. Berturutturut akan dijelaskan sifat dan fungsi ‘serdadu’
sistem imun, yaitu lekosit yang terdiri dari
limfosit-T/B, NKcells, memory cells dan
granulosit (sel neutrofil, eosinofil dan basofil).
Khasiat “peralatan” dan “senjatanya”, yaitu
sitokin : monokin dan limfokin (interferon,
interleukin dan Tumor Necrosis Factor) juga
akan dibicarakan. Akhirnya akan dibahas
pula obat-obat yang berkhasiat menstimulasi
atau menekan sistem ketahanan.
LEKOSIT
Di dalam darah perifer ada tiga kelompok sel darah putih, yakni limfosit,
granulosit dan fagosit. Jangka hidupnya
beberapa jam sampai beberapa hari dan
senantiasa diperbaharui oleh sumsum tulang
belakang. Makrofag jaringan dan limfo-T
bertahan lebih lama. Semua permukaan
epitel, juga organ-organ berongga, seperti
pembuluh darah dan limfa, merupakan garis
pertahanan permeabel, yang dapat dilintasi
oleh mikrofag, makrofag, limfosit dan zatzat humoral (imunoglobulin, sitokin dan enzim
lysosomal). Kuman dan molekul protein yang
lebih besar juga mampu menembus membran permukaan tersebut, contoh vaksin
oral mampu melintasi mukosa usus dan
masuk ke dalam darah. Kulit ari (epidermis)
hanya dapat dilintasi oleh molekul kecil,
seperti obat-obat (dari plester).
A1. Limfosit
Limfosit berasal dari sel batang, yang tergantung dari tempat perkembangannya menjadi limfo-T (T-cells) atau limfo-B(B-cells).
Kemudian, sel-sel ini melalui kelenjar limfa
masuk ke dalam sirkulasi darah dan berbagai
organ. Limfosit yaitu sel-sel berinti, yang
sedikit lebih besar daripada eritrosit.
T-cells dan B-cells merupakan hampir separuh dari semua lekosit yang beredar dalam
darah dan berperan penting pada sistem
tangkis tubuh, limfo-T pada imunitas seluler
dan limfo-B pada imunitas humoral. Lihat
juga Bab 50.
1a. Limfosit-T (T-cells, Thymus-dependent cells,
limfo-T) menjadi masak dalam organ limfoid thymus (kelenjar kacangan). Dapat dibedakan T-helpercells dan T-supressorcells,
yang bekerja sebagai sel-sel regulasi. Sel-sel
ini berperan utama pada sistem tangkis melalui pengaturan aktivitas sel-sel lain dari
sistem imun. Sel-sel sitotoksik dan Natural
Killercells (NK-cells) yaitu sel pelaksana
(effector) yang dapat langsung memusnahkan
semua zat asing, termasuk organ transplantasi.
– T-helpercells (T4, CD4+) yang “mengenali” zat asing (antigen) atas dasar HLA,
mendorong limfo-B untuk memproduksi
antibodi, mengaktivasi sel-sel sitotoksik,
juga menstimulasi makrofag untuk membentuk sitokinnya. Jumlahnya dalam darah perifer yaitu ±50% dari seluruh
jumlah limfosit, ±1000/mm3
. Berkurangnya sel ini mengakibatkan penyusutan
daya tangkis dengan drastis, seperti pada
AIDS.
Sel-T4 memiliki pada membrannya suatu reseptor unik untuk mengikat antigen.
Untuk dapat mengenalinya, antigen tersebut harus disajikan (presentasi) oleh
suatu APC (Antigen Presenting Cells) bersama molekul MHC/HLA (Major Histocompatibility Complex/Human Leukocyte Antigen-complex), lihat di bawah.
T-helpercells bisa memproliferasi menjadi T-memory cells, yang pada kontak
kedua kali dengan antigen yang sama
memungkinkan respons imun yang lebih
pesat, sama halnya dengan B-memory
cells, lihat di bawah.
– T-supressorcells (T8, CD8+) yang bila
perlu menekan T4 dan reaksi tangkis.
Juga mendorong pembentukan sejumlah limfokin tertentu yang mencetuskan
sintesis CRH (Corticotrophin Releasing
Hormone), ACTH dan hidrokortison, yang
menghambat menjadi masaknya (maturasi) limfo-T di thymus. Jumlahnya dalam darah perifer yaitu ±30% dari jumlah limfosit perifer. Sel-T8 ini berfungsi membatasi respons imun agar jangan
berlangsung berlebihan, dengan menghambat T4-cells.
– Cytotoxic T-cells(= toksik bagi sel) di bawah pengaruh limfokin memproduksi
granul sitotoksik. Bila zat toksik ini
«disemprotkan» ke dalam antigen (virus),
zat asing itu langsung dimusnahkan
tanpa perantara antibodies. Hanya virus
yang dipresentasikan sebagai kompleks
dengan MHC diserang demikian, lihat di
bawah.
– Natural Killer Cells (NKc) dapat menanggulangi sel tumor dan sel yang terinfeksi virus.
NKc termasuk kelompok limfosit granuler besar yang dapat melarutkan zat
asing tanpa antibodies atau pengenalan
antigen. Oleh sebab itu cara kerjanya
langsung tanpa diaktivasi terlebih dahulu oleh antigen, seperti halnya dengan
sitotoksik T-cells. Dianggap sebagai sel
pelaksana (effector cell) penting pada pertahanan imun terhadap tumor. Jumlahnya 8-20% dari semua limfosit.
* LAK-cells (Lymphokin Activated Killercells)
yaitu NK-cells yang diaktivasi in vitro.
NKc dari darah pasien dibiakkan dengan
interleukin-2 selama beberapa hari. LAKcells yang terbentuk menjadi sangat sitotoksik
dan dikembalikan ke sirkulasi. Terutama
dipakai pada kanker ginjal dan melanoma
dengan efektivitas ±30%.
1b. Limfosit-B(B-cells, Bursa dependent cells,
limfo-B)
Sel-sel ini menjadi masak di tempat lain dari
thymus. Pada anak ayam telah diketemukan
bahwa B-cells dibentuk di suatu kelenjar
khusus: bursa dari Fabricius (bursa = ruang
berbentuk kantong). namun organ limfoid
ini belum pernah ditemukan pada manusia.
Jumlahnya ±25% dari jumlah total limfosit.
Pada membran B-cells ada reseptor khas
untuk mengikat antigen, seperti pada T-cells,
yaitu molekul antibodi. Segera setelah suatu
antigen masuk ke dalam aliran darah, B-cell
dapat mengenali dan berafiliasi dengannya.
Sebagai akibat terjadilah pembelahan sel
dengan cepat, disusul maturasi menjadi sel
plasma atau memory cell-B di bawah pengaruh
makrofag.
Sel-sel plasma berbeda dengan B-cells, tidak memiliki antibodi yang terikat pada
membran, namun dengan bantuan T-helpercells dapat memproduksi banyak antibodies.
Tergantung dari jenis antigennya, dapat disintesis dan disalurkan 5 tipe antibodi atau
imunoglobulin, yakni tipe A, D, E, G dan M,
yang disingkat menjadi IgA, IgD, IgE, IgG
dan IgM.
Setiap antibodi memiliki sifat spesifiknya.
contoh IgA khusus ada di cairan
tubuh, seperti liur, air mata dan getah usus.
IgD diduga berperan pada pengenalan
antigen oleh limfo-T. IgE atau reagin hanya
terbentuk pada suatu reaksi alergi yang
disebut reaksi atopik (lihat juga Bab 51,
Antihistaminika). IgG (dan IgM) terutama
dibentuk setelah infeksi dengan kuman atau
virus.
Memory cells yaitu sel pengingat imunologik, yang termasuk dalam sel-plasma dan
juga dapat membentuk antibodies. namun
berbeda dengan sel plasma biasa, jangka
hidupnya jauh lebih panjang. Sel-sel ini dapat
bersirkulasi dalam tubuh selama bertahuntahun dan pada kontak berikutnya denganantigen yang identik mampu “mengingat”
bahwa antigen ini sudah pernah memasuki tubuh. Pada invasi pertama sesudah
kontak antara makrofag-antigen dan B-cell,
reaksi rantai yang akhirnya membentuk
antibodies, baru berlangsung setelah beberapa
jam sampai beberapa hari. Pada kontak kedua
dengan antigen yang sama, sistem tangkisberkat sel-sel memori- dapat bereaksi lebih
cepat dengan segera memproduksi antibodies khas dalam jumlah lebih banyak daripada
pertama kali. Efeknya yaitu “penyerbu”
dimusnahkan jauh lebih cepat.
Pada vaksinasi penyakit anak tertentu
(morbilli, rubeola, dan lain-lain), sel memori
“bermukim” seumur hidup dalam tubuh dengan efek melindungi seumur hidup. Dalam kasus lain, perlindungan hanya singkat,
maka setelah beberapa tahun vaksinasi perlu
diulang (booster) untuk membangun ingatan
imunologik yang cukup kuat. Sebagai contoh
dapat disebutkan vaksinasi batuk rejan (pertussis), tetanus dan polio. Lihat juga Bab 50.
A2. Granulosit
Granulosit yaitu lekosit dengan butir (granula) di permukaannya, yang memiliki beberapa inti (polynucleair). Dikenal 3 kelompok granulosit, yakni: sel neutrofil,sel basofil
dan sel eosinofil, yang juga disebut mikrofag
(Lat. sel kecil yang melahap) sebagai kontras
dengan makrofag yang lebih besar (lihat di
bawah).
2a. Sel neutrofil yaitu sel kecil dengan
inti dan butir-butir kecil yang di dalamnya
ada dua enzim lysozyme dan collagenase serta lactoferrin, suatu protein antibakterial. Jangka waktu pemasakannya dalam sumsum tulang yaitu 10 hari, namun
dalam darah hanya beredar selama 6-8 jam.
Fungsi utamanya yaitu mencari/mendeteksi dan memusnahkan kuman, fungi dan selsel cacat/mati, yang dilarutkan olehnya melalui
fagositosis. Neutrofil ditarik ke lokasi infeksi
atau peradangan melalui proses kemotaksis.
Pada proses fagositosis, neutrofilnya sendiri
mati dengan melepaskan zat-zat limfokin,
yang mengaktivasi makrofag.
* Laktoferin (dalam granula) yang dibentuk
oleh neutrofil, yaitu suatu glikoprotein
yang bekerja bakterisid melalui pengikatan
besi yang diperlukan kuman untuk pertumbuhannya. Laktoferin ada dalam air
mata, liur, lendir bronchi, air susu ibu dan
empedu dengan fungsi mencegah infeksi
kuman.
* Agranulositosis yaitu gangguan pada
mana jumlah granulosit, khususnya neutrofil,
menurun sampai praktis nihil. Pada neutropeni jumlah neutrofil yaitu kurang dari 1,5
milyar/liter. Kedua gangguan berdasar
supresi sumsum tulang, yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi kuman atau virus,
secara auto-imun atau bawaan (congenital),
contoh pada pasien kulit hitam. Begitu
pula obat-obat tertentu dapat mengakibatkan
efek berbahaya ini, antara lain sulfonamida,
sitostatika, obat anti nyeri metamizol, psikofarmaka klozapin dan mianserin. Bila gejalanya seperti sakit tenggorok, demam dan
stomatitis timbul, pemakaian obat harus
segera dihentikan.
2b. Sel eosinofil yaitu sedikit lebih besar
dibandingkan sel neutrofil dan mengandung
butir-butir besar dengan enzim dan asam
amino arginin. Sel-sel ini berperan pada
respons alergi atopik (reaksi IgE-antigen) dan
pada pemusnahan parasit (cacing, protozoa). Terutama ada di jaringan yang berdekatan
dengan proses peradangan dan hanya sedikit
dalam darah.
* Eosinofilia yaitu gangguan, pada mana
jumlah sel eosinofil melebihi 0,4 milyar/liter.
Peningkatan ini dapat disebabkan antara lain
oleh infeksi cacing, alergi (hay fever) dan
gangguan kulit (eksem, urticaria). Bisa juga
oleh penyakit paru (asma, COPD) atau kanker (leukemia, Hodgkin).
2c. Sel basofil memiliki inti yang sama dengan eosinofil, namun granulanya berwarna
hitam. Sel ini ada dalam darah dan
sebagai mastcells (mastocyt) di banyak jaringan. Dalam butirnya ada histamin,
serotonin, heparin dan enzim-enzim yang
dilepaskan bila IgE (reagin) bereaksi dengan
antigen khas. Sel basofil berperan pada reaksi
peradangan.
A3. Sel-sel fagositer mononuklear
Fagosit mononuklear yaitu sel berinti tunggal yang berkhasiat fagositer, yaitu dapat
“memakan” zat-zat asing. Pada dasarnya sel
ini yaitu promonosit yang dapat tumbuh menjadi monosit dan makrofag, mungkin
juga menjadi dendrosit dan sel Langerhans.
Semua sel ini berkhasiat “menyajikan” antigen pada limfosit, lihat di bawah C2, Antigen
Presenting Cells.
3a. Monosit merupakan precursor dari makrofag jaringan. Monosit hanya “bermukim”
di dalam darah selama beberapa jam dan
selanjutnya berkembang biak dan hidup
bertahun-tahun di jaringan. Sedikit lebih besar dari neutrofil, namun sitoplasmanya berisi
lebih sedikit granula; diameternya 10-15 mu.
3b. Makrofag (Lat. sel-sel besar yang melahap) memiliki diameter 15-20 mu. Berbeda
dengan neutrofil (mikrofag) yang lebih kecil,
hidupnya lebih lama sebab tidak mati setelah fagositosis. Kerjanya tidak spesifik dan
tanpa “memori”. ada di organ-organ
limfoid, alveoli, hati dan pada proses peradangan, juga di jaringan sebagai makrofag
dalam keadaan inaktif. Makrofag mensintesis
sejumlah sitokin, antara lain TNF-alfa dan
IL-8.
3c. Dendrosit atau sel dendrit (Yun. dendron
= pohon) yaitu sel dengan beberapa tentakel panjang (dendrit). Tidak berkhasiat fagositer, walaupun diduga juga berasal dari
promonosit. Banyak ada di kelenjar
limfa, dikelilingi oleh limfo-B, di mana sel-sel
ini menyajikan antigen. Biasanya terikat
sebagai kompleks dengan antibodi pada permukaan dendritnya. Khasiat mengenali dan
presentasi antigennya jauh lebih kuat daripada
sel-sel APC (Antigen Presenting Cells ) lainnya,
lihat di bawah C.
3d. Sel Langerhans (jangan dikelirukan dengan pulau Langerhansdalam pankreas yang
memproduksi insulin). Sel dendrit ini terdapat di epidermis kulit dan juga berasal
dari promonosit. Bercirikan adanya banyak
molekul MHC kelas II yang terikat pada
membrannya dan juga berperan penting
pada presentasi antigen pada sistem T-cell.
B. SITOKIN
Sitokin yaitu protein kecil yang dibentuk
oleh sel tubuh dengan fungsi utamanya
berkomunikasi antar berbagai bagian dari
sistem imun. Terutama dibentuk oleh monosit
dan makrofag, namun limfosit, granulosit,
hepatosit, keratinosit, fibroblast dan sel-sel
epitel dapat membentuknya juga. Bila sitokin
sudah mencapai sel tujuannya, timbullah efek biologis tertentu, seperti aktivasi,
pembiakan atau pemindahan ke tempat lain
dari tubuh. Contoh lainnya yaitu interferon dengan aktivitas anti viral, anti tumor dan
stimulasi sistem imun. Sitokin khusus yaitu
limfokin dan monokin, yang dibentuk oleh
masing-masing limfosit dan monosit. Selsel ini berperan penting pada aktivasi dan
pemasakan (maturasi) dari B-cells menjadi
sel plasma dan sel memori. Begitu pula pada
aktivasi sitotoksik T-cells.
* Sitokin pro-radang dan anti-radang. Fungsi normal yaitu koordinasi dari prosesproses pada reaksi peradangan lokal. Dapat
dibedakan sitokin yang menstimulasi dan
yang menghambat peradangan.
– Sitokin pro-radang: TNF-alfa, interleukin-1 (IL-1), IL-6, IL-12, dan interferongama. Produksi zat-zat ini diatur oleh
antara lain sitokin anti-radang, penghambat lainnya (lihat di bawah) dan
kortisol.
– Sitokin anti-radang: IL-10 dan IL-6. Zatzat ini berkhasiat menghambat langsung
reaksi peradangan, lagi pula menurunkan
produksi sitokin pro-radang. Juga zat-zat
penghambat sitokin pro-radang lainnya,
seperti reseptor-TNF dan antagonis
reseptor-IL-1.
Limfokin yaitu polipeptida yang dibentuk
oleh limfosit pada reaksi antara limfo-T ter-sensitasi dengan antigen. Berfungsi sebagai
mediator imunologi, yang antara lain mendorong makrofag untuk memproduksi enzimenzim hidrolitik dan unsur-unsur komplemen
yang ditujukan terhadap antigen. Semua limfokin bertanggung-jawab bersamaan bagi
efek reaksi imun seluler (reaksi tipe-IV). Limfokin yang terkenal yaitu interferon, interleukin dan MIF (Migration Inhibting Factor: zat yang dibentuk oleh limfo-T dan menghambat migrasi dari makrofag).
B1. Interferon (IFN)
IFN yaitu glikoprotein yang termasuk dalam defensi tubuh terhadap virus. Diproduksi
oleh lekosit, terutama T-cells dan NK-cells,
sebagai reaksi pertama terhadap berbagai
rangsangan, seperti infeksi virus.
Fungsi utamanya yaitu sebagai zat isyarat
antar sel untuk meregulasi reaksi imun, yaitu
mengatur fungsi sel dan perbanyakannya
ketika terjadi infeksi, contoh IFN-gama
berkhasiat menstimulasi peradangan. Selain
itu, interferon memperkuat ekspresi antigenMHC pada permukaan makrofag, monosit,
B-cells dan T-cells, juga pada endotel.
Khasiat antiviralnya yaitu secara tak
langsung dan berdasar interaksi dengan
reseptor di sel-sel lain, yang menginduksi
protein tertentu. Protein-efektor ini berkhasiat
menghambat translasi, transkripsi, sintesis
protein dan maturasi virus, sehingga sel
menjadi resisten terhadap infeksi virus. Di
lain fihak berbagai sel dari sistem imun,
seperti NK-cells dan sitotoksik T-cells diaktivasi
oleh interferon. Khasiat antitumornya berdasarkan dihambatnya pertumbuhan akibat
perlambatan dari seluruh siklus sel. Mekanisme ini hanya efektif terhadap bentuk
tumor tertentu.
Penggolongan. Ada 3 kelompok interferon:
IFN-alfa, -beta dan -gama. IFN-alfa dan -beta
dapat dibentuk oleh hampir semua sel berinti.
IFN-a terutama oleh limfosit, yaitu IFN-alfa-
2a, -2b, dan -2c yang berbeda mengenai dua
posisi asam amino. Lihat selanjutnya Bab 7,
Virustatika. Obat-obat antiviral IFN-β-1a dan
IFN-β-1b dibentuk terutama oleh fibroblast,
sel-sel epitel dan makrofag.
B2. Interleukin (IL)
Interleukin ada minimal dalam 13 tipe
dan yang terpenting yaitu IL-1, IL-2, IL-4
dan IL-6, yang dibentuk oleh lekosit (terutama limfosit dan monosit), juga oleh sejumlah besar sel lain, antara lain enterosit,
yaitu sel-sel epitel dari jonjot usus (villi).
Fungsinya yaitu sebagai zat komunikasi
(messenger) antara berbagai sistem sel/organ
dan lekosit, juga berperan penting pada
regulasi respons imun.
– IL-1 dibentuk oleh makrofag/monosit
dan berbagai sel endotel (antara lain dari
epitel usus). Berkhasiat menstimulasi
perbanyakan T- dan B-cells, mendorong
T-helpercells untuk produksi IL-2 dan
menstimulasi peradangan pada infeksi
bakterial. IL-1 juga mengatur pertumbuhan sel dan aktivitas sel-sel endokrin.
– IL-2 (dahulu disebut T-cell growth factor)
dibentuk oleh limfo-T4 yang diaktivasi
dan berkhasiat menstimulasi perbanyakan NK-cells dan limfo-T yang disensitasi.
IL-2 perlu sekali untuk proliferasi dan
diferensiasi T-cells. Bila produksi atau
aktivitasnya terganggu dapat terjadi penyakit autoimun, AIDS dan tumor ganas.
Kini IL-2 dipakai pada antara lain
kanker ginjal.
– IL-4 dan IL-5 juga dibentuk oleh limfo-T4
dan berfungsi menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas limfo-B serta sel eosinofil.
Berperan pada reaksi IgE, sedangkan
pada asma aktivitas IL-5 meningkat.
– IL-6 dibentuk oleh fibroblast (sel yang
menjadi serat jaringan ikat). Mendorong pertumbuhan B-cells dan produksi
antibodies. pemakaian eksperimentalnya pada kanker tertentu ternyata mengecewakan. Dapat menstimulasi maupun
menghambat peradangan.
– IL-8 terutama dibentuk oleh makrofag
dan berkhasiat kemotaktis, yaitu menarik
secara kimiawi sel-sel tangkis ke tempat
tertentu (chemotaxis). Pada asma hebat
aktivitas IL-8 dalam darah dan mukosa
bronchi sangat meningkat.
– IL-10 berperan pada penghambatan peradangan infeksi bakterial.– IL-12 mengaktivasi T-cells dan juga bekerja anti-angiogenesis, yaitu menghambat pembentukan pembuluh baru (kanker). IL-12 juga berkhasiat menstimulasi peradangan.
– IL-13 memegang peranan penting pada
terjadinya asma. Obat-obat yang memblokir IL-13 pada tikus berefek mencegah
timbulnya gangguan pernapasan.
B3. Tumor Necrosis Factor (TNF-α/β)
TNF yaitu polipeptida yang dibentuk oleh
monosit, makrofag dan limfosit, sebagai reaksi terhadap antara lain infeksi kuman atau
stimuli peradangan lain. ada 2 bentuk
yaitu TNF pro-radang dan anti-radang, lihat di
atas. TNF berkhasiat mematikan langsung
sel tumor dan sendirinya mendorong pelepasan mediator lain, seperti interleukin (IL-
1, IL-6), prostaglandin dan leukotriën. Dengan
demikian TNF berperan sentral pada proses
peradangan dan aktivasi limfo-T dan -B.
* Produksi TNF berlebihan. Bila produksi
TNF terlampau banyak seperti pada kanker,
AIDS, lepra dan tbc, kondisi tubuh menjadi
lebih buruk. Pada pasien kanker TNF merupakan penyebab dari perasaan sangat lelah,
tidak bertenaga dan kondisi tubuh buruk
(cachexia). Pada lepra ganas diperkirakan
TNF berperan pada terjadinya luka yang
sangat nyeri, namun dapat ditanggulangi dengan zat-zat yang memblokir produksi TNF
(contoh talidomida). Pada proses peradangan akibat rematik (RA) akut, TNF-alfa
berperan penting, yang inaktivasinya dengan
antibodies-TNF dapat menghasilkan perbaikan nyata dari keluhan.
TNF-blocker
Pada penyakit Crohn (radang kronis usus
halus) ada produksi berlebihan dari
TNF. Obat-obat baru infliximab (Remicade)
dan adalimumab (Humera) yaitu antibodies
monoclonal, yang dihasilkan di laboratorium
dengan jalan persemaian (“cloning”) dari
hanya satu sel antibody tunggal. Zat-zat ini
berkhasiat mengikat dan menginaktifkan
TNF-alfa. Efektivitasnya ±80%; bahkan pada
sepertiga pasien, semua gejala hilang (N Engl
Med J, 9 Oktober 1997).
pemakaian TNF-blocker meningkatkan
risiko atau reaktivasi dari Mycobacterium
tuberculosis.
Oleh sebab itu dianjurkan untuk memonitor pasien rema yang memakai obat
ini secara teratur terhadap masalah ini. Lihat
Bab 21 Analgetika antiradang dan obat-obat
rema.
C. MEKANISME
SISTEM TANGKIS
Sistem tangkis tubuh bekerja melalui dua
cara, yaitu:
– defensi aspesifik yang turut serta pada
semua reaksi tangkis
– defensi spesifik yang diarahkan terhadap suatu zat asing tertentu.
C1. Tangkisan aspesifik
Tangkisan aspesifik bersifat umum dan tidak
diarahkan terhadap suatu zat asing tertentu
atau perlu diaktivasi terlebih dahulu seperti
pada tangkisan spesifik.
Pemeran utama pada sistem tangkis ini
yaitu makrofag, dibantu oleh neutrofil dan
monosit. Sel-sel ini membuat kontak pertama dengan zat asing (antigen), seperti
kuman, virus dan juga sel tumor. Fungsinya
yaitu membasminya melalui fagositosis (=
melahap/melarutkan sel) dan melontarkan
sejumlah proses tangkis, seperti reaksi peradangan, pelepasan mediator dan demam.
* Reaksi peradangan dan fagositosis. Kulit
yang terluka merupakan pintu masuk bagi
kuman yang memicu suatu reaksi peradangan dengan pembengkakan, nyeri dan
kemerah-merahan. Serentak sel-sel defensif
seperti makrofag dan monosit, dimobilisasi untuk menyingkirkan zat asing ini melalui
fagositosis. Makrofag bersentuhan dengan
virus atau kuman, melekat padanya dan lalu
mengurungnya.
* Pelepasan mediator. Di samping itu juga
sel-sel lain (granulosit, mastcell) turut berperan dengan membentuk sitokin dan mediator lain
yang mempermudah reaksi tangkis. Sebagai contoh dapat disebut histamin yang
memicu dilatasi pembuluh setempat dan
peningkatan permeabilitas dindingnya. sebab
itu, lekosit dapat lebih mudah bergerak ke
lokasi infeksi untuk melakukan kerjanya.
Catatan: bila histamin terbentuk berlebihan, maka timbullah reaksi hipersensitasi dan
alergi, lihat Bab 51).
* Demam. Reaksi tangkis aspesifik lain
yaitu demam yang sering kali timbul pada
infeksi dengan mikroorganisme. Makrofag
antara lain membentuk interleukin-1 yang
menstimulasi pusat suhu di otak. Pada kenaikan suhu tubuh dengan beberapa derajat di atas normal (37° C), perbanyakan mikroorganisme sangat menurun, sedangkan
aktivitas sel-sel tangkis justru ditingkatkan.
Oleh kaena itu bila suhu badan tidak meningkat terlampau tinggi, demam sebetulnya
lebih baik jangan ditekan dengan obat
(antipiretika).
C2. Tangkisan spesifik
Tangkisan khas ini dilakukan oleh limfosit-T
dan -B yang bekerjasama secara erat, pada
mana limfo-T4 merupakan poros dari imunitas spesifik. Makrofag merombak antigen
(protein) yang telah “ditangkapnya” menjadi
peptida. Kemudian peptida diikat sebagai
kompleks dengan molekul MHC pada membrannya (lihat di bawah ini).
Presentasi dari antigen. Kompleks-MHC
yang terbentuk disajikan pada limfo-B dan
limfo-T yang dapat “mengenali” antigen.
T-helpercells diaktivasi dan melalui khususnya IL-1 mendorong pembentukan antibodies
oleh B-cells. Bila antigen yang dipresentasikan yaitu virus, sel-sel sitotoksik diaktivasi.
Kuman ditangani terutama melalui rute
MHC-II dan antibodies.
*Antigen Presenting Cells (APC). Selain makrofag, juga monosit, dendrosit dan selLangerhans berkhasiat mengikat antigen
pada MHC-nya. Bila perlu sel-sel ini menguraikan antigen menjadi peptida kecil, yang
kemudian bersama molekul-HLA disajikan
pada T4-helpercells dan B-cells. Sebagai
akibat limfo-T dan limfo-B memperbanyak
diri yang disusul oleh maturasi selanjutnya.
* Major Histocompatibility Complex (MHC)
yaitu kelompok protein pada permukaan
semua sel berinti dari manusia dan hewan
yang unik bagi sesuatu individu. Eritrosit
tidak memiliki inti dan tidak pula antigen
MHC, melainkan sejenis antigen lain. Atas
dasar antigen khas tersebut, eritrosit dibagi dalam kelompok darah A, B, AB,dan O
(Landsteiner, Nobel-prize 1930).
Fungsi sebagai ‘marker’. MHC yaitu
spesifik bagi setiap pasien dan berdasar
pada sistem tangkis dapat membedakan selsel sendiri dan sel-sel asing. sebab tidak ada
dua pasien dengan MHC identik, sedangkan ada berjuta-juta antigen-HLA yang
berbeda, maka hal ini menjadi masalah
sangat besar pada transplantasi organ. Bila
MHC pasien dan MHC donor berbeda terlalu
banyak mengenai antigen transplantasinya, yaitu molekul-molekul HLA-nya, maka akan
terjadi penolakan transplantat. MHC juga
dinamakan cell marker (penanda sel) spesifik.
Human Leukocyte Antigen-complex (HLA)
yaitu istilah yang dipakai bagi MHC
manusia, sebab pertama kali ditemukan
pada lekosit. Sistem-HLA terdiri dari berjutajuta jenis antigen, yang ada di berbagai sel
dari tubuh manusia. Setiap individu memiliki
antigen-HLA-nya sendiri yang spesifik. HLA
yaitu esensial bagi pengenalan imunologis
dan reaksi tangkis berikutnya. Bila sel terinfeksi, molekul HLA yang ada di bagian
luar sel mempertunjukkan fragmen peptida
yang dapat dikenali oleh T-killercells dan
antibodies.
* Kelas HLA/MHC. HLA ada dalam dua
kelas, yakni kelas-1 dan kelas-2.
– Antigen HLA kelas-1 ada (‘diekspresikan’) pada membran luar semua sel
berinti (termasuk trombosit, terkecuali
eritrosit), juga pada sel-sel tumor. Berperan
pada pengenalan sel yang terinfeksi. Sel
sitotoksik hanya dapat memusnahkan
zat asing, bila disajikan serentak dengan
antigen HLA-1 dari tubuh sendiri. – Antigen HLA kelas-2 hanya ada
(‘diekspresikan) terbatas, yaitu hanya
pada membran dari sel-sel APC. Terutama
berfungsi untuk memungkinkan pengenalan antigen oleh T-helpercell, yang lalu
disusul oleh proliferasi dan diferensiasi;
dengan demikian reaksi tangkis dipacu.
Juga efektif terhadap mikroorganisme
yang lebih besar (kuman). Setelah menangkap dan mengikat antigen, makrofag menyajikannya pada limfo-T4, yang
mendorong sintesis dari banyak sel sitotoksik untuk memusnahkan kuman
tersebut.
Penolakan transplantasi. Setelah suatu organ
ditransplantasikan, penolakan dapat terjadi
dengan antigen HLA memegang peranan
penting. Pada penolakan akut, T-cells yang
bekerja terhadap antigen HLA-2 dari donor
menginfiltrasi ke dalam transplantat. Penolakan dapat dihindari dengan pemberian
segera suatu imunosupresivum. Pada penolakan kronis imunitas humoral dengan
B-cells berperan penting. Fungsi organ yang
ditransplantasikan lambat-laun memburuk,
sehingga perlu disingkirkan sebab tidak
dapat ditanggulangi lagi oleh imunosupresiva.
Limfo-B dapat mengenali berbagai jenis
antigen (protein, lipida, polisakarida) yang
terikat sebagai MHC pada membran atau juga
yang terlarut dalam darah. Setelah antigen
disajikan, limfo-B akan mengikat diri pada
kompleks makrofag-antigen dan melalui
sejumlah isyarat kimiawi diubah menjadi
sel-sel plasma. Sel-sel ini dapat mensintesis
antibodies (imunoglobulin) khas yang mengikat antigen dan selanjutnya mengaktivasi
sistem komplemen (lihat di bawah D).
Sistem ini kemudian mendatangkan sel-sel
neutrofil untuk memusnahkan antigen bersama dengan makrofag yang diaktivasi oleh
limfokin. Pada saat sistem imun mendeteksi
zat asing, maka sistem lain dapat diberikan
informasi, khususnya otak dan sistem neuroendokrin. Dengan demikian, suatu infeksi
selalu disusul oleh meningkatnya sekresi
hormon hipofisis dan anak-ginjal.
Limfo-T melalui reseptornya mengenali
kompleks antigen dalam hubungannya dengan struktur molekul-MHC-nya sendiri.
Oleh sebab itu antigen yang tidak terikat
dengan MHC pada permukaan APC, tidak
dapat dikenalinya. Lihat gambar.
C3. Pengenalan antigen asing
Penting sekali bahwa sistem tangkis spesifik
tubuh dapat membedakan antara sel-sel
sendiri dengan sel-sel asing. Bila tidak, sel
tangkis dapat menyerang dan merusak
organ tubuh sendiri. Limfo-T4 bersifat virusspesifik, artinya dapat mengenali secara khas
suatu virus. Pengenalan terjadi pada waktu
T-cell bersentuhan dengan suatu sel terinfeksi (bukan sel asli sendiri) yang mengandung
antigen virus, dalam kombinasi dengan antigen
HLA sendiri pada permukaannya (Zinkernagel & Doherty, pemenang Nobel-prize Ilmu
Kedokteran 1996).
D. SISTEM TANGKIS USUS
Di samping kedua sistem defensif ini di
atas, tubuh juga masih memiliki berbagai alat
tangkis alamiah untuk mencegah infeksi oleh
mikroorganisme, yaitu:
a. kulit merupakan barrier mekanis terhadap infeksi. Lagi pula sel-sel kelenjar
tertentu dalam kulit memproduksi asam
laktat dan asam lemak yang dapat mematikan kuman.
b. paru-paru. Lendir yang terbentuk di
paru-paru dapat menangkap jasad renik.
Pergerakan bulu getar (cilia) mengangkutnya ke bagian atas alat pernapasan
dan kemudian menyingkirkannya lewat
bersin atau batuk.
c. liur dan air mata mengandung enzim
bakterisid (lysozym) yang berkhasiat
melarutkan dinding kuman.
d. usus dan flora komensal.
Flora usus dan fungsinya
Sejak beberapa tahun para ahli imunologi
mulai menyadari bahwa selain organ dari
sistem reticulo-endothelial (RES: amandel, kelenjar limfa, thymus, limpa), saluran usus
juga merupakan organ imunologi yang sangat penting bagi daya tahan tubuh. Di
samping fungsinya untuk pencernaan dan
sintesis vitamin B/K, usus dengan luas
permukaan total dari ±400 m2
sebetulnya
merupakan organ imun terbesar dari tubuh.
Di sini terjadi ±80% imunitas-perolehan, maka
sistem imun usus yang berfungsi baik yaitu
esensial bagi daya tahan tubuh. Untuk ini
keseimbangan mikroflora usus yang hidup
bersama (symbiosis) memegang peranan penting.
Mikroflora, dysbiose dan usus “bocor”.
Flora dalam usus besar terdiri dari 400-500
jenis kuman, yang seluruhnya bisa berjumlah sampai 100 milyar jasad renik dengan
berat total lebih dari 200 g! Flora dapat digolongkan dalam kelompok jasad renik “baik”
yang tidak merugikan tuan rumah dan
jasad renik “buruk” yang potensial bersifat
patogen. Antara kedua jenis jasad renik ini
ada keseimbangan. Bila flora “baik” disingkirkan, contoh akibat antibiotik broadspectrum, kuman atau fungi patogen menjadi dominan (kolonisasi), yang a.l. dapat menimbulkan diare atau kandidiasis. Sistem
imun usus (GALT) tidak dapat menanggulangi lagi invasi zat-zat asing, dengan akibat efek buruk terhadap daya tahan tubuh.
GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) atau
MIS (Mucosa Immune System) terdiri dari
seluruh selaput lendir usus. Tersebar di sepanjang usus ada banyak kelompok jaringan limfa (pelat Peyer) dan simpul limfa.
GALT termasuk sistem ketahanan setempat
yang menjadi bagian dari ketahanan sistemik
total dan merupakan barrier imunologik
terhadap zat-zat asing.
Dinding usus secara kontinu bersentuhan
dengan antigen potensial, yaitu molekul makanan, kuman, toksin, parasit dan bermacammacam alergen. Antigen ini tidak dapat
menembus lapisan epitel dari mukosa yang
utuh. Namun, akibat kerusakan kecil atau
adanya celah di antara sel-selnya, antigen
dapat masuk ke lapisan di bawah epitel
(lamina propria), di mana ada jaringan
limfoid. Masuknya selalu diiringi sel-sel
transpor khusus, yaitu M-cells, yang dalam membrannya memiliki molekul MHC
kelas-II. Dengan demikian, M-cells dapat
melakukan presentasi antigen, artinya beberapa partikel daripadanya dipindahkan
ke permukaan sel antigen dan “diletakkan
di atas semacam tempat penyajian” (= molekul MHC-II). Akibat presentasi ini, selsel-T dapat mengenali antigen ini dan
mencetuskan sejumlah reaksi imun untuk
memusnahkannya. Respons imun GALT
ini mencakup reaksi seluler dan humoral
(pembentukan IgA), namun juga beberapa
mekanisme tangkis non-spesifik lainnya. Di samping limfo-T, sel lain dari GALT (dendrit dan makrofag) dapat berfungsi sebagai
Antigen Presenting Cells.
Bila ada banyak “lubang” pada epitel
mukosa (permeabilitasnya meningkat), maka
banyak molekul sampah besar dapat melintasi dinding. sebab sistem Galt tidak mampu
menahannya lagi, zat-zat ini mencapai sirkulasi dan dapat mengakibatkan reaksi alergi.
Probiotika yaitu kuman hidup non-patogen yang diasup sebagai suplemen makanan dan berkhasiat memperbaiki keseimbangan mikrobiologi dalam saluran cerna
tuan-rumah, terutama keseimbangan antara
jumlah kuman “baik” (khususnya Lactobacillus = basil laktat) dan kuman patogen
(E. coli, Enterokok, stafilokok, dan lain-lain).
Kuman aerob membutuhkan oksigen yang
mendifusi dari darah ke usus, sedangkan
basil laktat termasuk kuman anaerob, dapat
hidup tanpa oksigen.
Kuman “baik”terdiri dari terutama Lactobacillus dan Bifidobacterium. Kuman ini
hidup dari lendir usus dan dari serat nabati
(selulosa, pektin, dan lain-lain) yang sampai
di usus besar sebagai sampah yang tidak
dapat dicernakan oleh enzim. Basil anaerob ini
membentuk asam laktat (dan asam asetat),
yang menstimulasi peristaltik dan penting
sekali bagi penyerapan Ca dari makanan.
Lagi pula, dalam lingkungan asam, kuman
dan fungi patogen tidak dapat memperbanyak diri. Mikroba ini juga melepaskan asam
lemak, yang merupakan “makanan” bagi
sel epitel dari dinding usus. Oleh sebab itu
selaput lendir dan GALT dapat berfungsi
baik untuk melawan masuknya antigen ke
dalam tubuh (darah), antara lain dengan
membentuk imunoglobulin (IgA).
Khasiatnya. Probiotika berkhasiat memperkuat sistem imun dengan meningkatkan
jumlah limfo-B dalam pelat Peyer, yang
merupakan pusat dari sistem ketahanan di
usus halus. Juga dengan meningkatkan produksi gama-interferon (IF-γ ) oleh limfo-T
dengan efek pembentukan NK-cells juga
meningkat.
Efek lainnya yaitu antidiare dan menurunkan kadar kolesterol darah. Juga berkhasiat antitumor pada hewan percobaan
(kanker usus besar) dengan mencegah pembentukan nitrosamin yang bersifat karsinogen.
pemakaian