obat 53


 a

sebagian tiroid dikeluarkan. Untuk mempermudah pembedahan, 1-2 minggu sebelumnya diberi terapi dengan tiroistatika dan/atau iodida. Maksudnya yaitu  untuk mengurangi vaskularisasi tiroid dan memadatkan konsistensinya. Kemungkinan lain adalah menginaktifkan sebagian kelenjar melalui 

iod radioaktif.

Pengobatan. Hipertiroidisme dapat ditangani dengan obat antitiroid (tiroistatika)

untuk mengurangi aktivitas tiroid dengan 

mengurangi produksi hormonnya. Keberatannya yaitu  sering terjadi residif setelah 

pengobatan dihentikan, pada penyakit Graves ±50% dan pada struma nodular bahkan 

sampai 90%. 

*Terapi kombinasi. Untuk mencegah hiperplasia dan risiko hipotirosis, umumnya dilakukan terapi kombinasi tionamida dengan 

tiroksin (“block and replace” treatment). 

1. Weetman AP. Graves’ disease. N Engl J 

Med.2000;343:1236-48 

2. Cooper DS. Antithyroid drugs. N Engl J Med 

2005;352:905-17). 

Thionamida diberikan terlebih dahulu dengan dosis yang untuk sebagian besar menekan 

fungsi tiroid. Lazimnya tiamazol 30 mg atau 

karbimazol 40 mg/hari sudah mencukupi. 

Efeknya baru nampak sesudah ±4 minggu, 

sebab  depot hormon dalam tiroid harus 

dihabiskan dahulu (masa laten). Kemudian, 

atas pengarahan dari kadar T4 bebas dalam 

darah baru disuplesi l-tiroksin (1,6 mcg/

kg) untuk menormalisasi sistem H-H dan 

menghindari hipotirosis. 

berdasar  kadarnya dalam darah, setiap triwulan dosis tiroksin disesuaikan. 

Lazimnya setelah 1 tahun pemberian kedua 

obat dihentikan, namun  sering kali juga perlu 

dilanjutkan sampai 3 tahun sebelum semua 

gejala hilang. 

*Terapi tunggal hanya memakai  thionamida, yang setelah kadar hormon normal 

tercapai, diturunkan dosisnya sampai 50%. 

Kemudian berdasar  kadar tiroksin dalam 

darah sebagai penuntun, dosis disesuaikan 

menurut kebutuhan. Cara ini memerlukan 

lebih banyak monitoring dan kemungkinan 

kambuh lebih besar dibandingkan dengan 

terapi kombinasi, maka dewasa ini jarang 

dipakai lagi

Exophthalmus tidak dapat disembuhkan, 

sebab  tidak disebabkan oleh TSH, namun  

oleh suatu zat khusus yang belum diketahui. 

Bila terjadi residif dalam waktu 2 tahun, 

penanganan dengan iod 131 atau pembedahan dapat dipertimbangkan. Kemungkinan 

kam-buh sesudah 2 tahun yaitu  kecil. Di AS 

umumnya langsung dilakukan pembedahan 

di bawah “perlindungan” propranolol, atau 

terapi singkat dari thionamida dan/atau 

kaliumiodida (“plummering”).

b. Struma multi-nodular (TMG)

Penyakit ini jarang memperlihatkan remisi

spontan (terhentinya atau berkurangnya gejala untuk sementara) dan juga ditangani 

dengan terapi kombinasi. namun  segera setelah terapi dihentikan penyakit umumnya 

kambuh lagi, sehingga terapi perlu dilanjutkan seumur hidup. Ini juga berlaku bagi 

adenom tunggal. Kemungkinan lain setelah 

dicapai nilai hormon normal (euthyreoïdie)

langsung dimulai penanganan dengan iod 

131. Cara ini memberikan keuntungan tambahan bahwa struma dapat menyusut. Bila 

struma sangat besar dapat langsung dilakukan pembedahan.

Di berbagai negara dipakai metode 

penanganan berlainan, contoh  di AS 69% 

dokter memilih radioiod dan 31% dokter 

memilih tiroistatika. Di Eropa dan Jepang, 

angka ini masing-masing 22-77% dan 

11-83%. 

c. Tiroiditis

Radang tiroid dapat disebabkan oleh infeksi

virus atau kuman (strepto-/stafilokok). Gejalanya berupa leher membengkak, dengan rasa 

sakit yang menjalar ke telinga atau rahang, 

demam dan malaise umum. Pengobatannya

dilakukan dengan analgetika (dan bila parah 

dengan prednison) atau antibiotika.

* Struma Hashimoto yaitu  suatu bentuk 

tiroiditis kronis, yang merupakan gangguan 

auto-imun, seperti penyakit Graves. Bercirikan pembesaran tiroid menahun (struma, 

gondok) tanpa peradangan, akibat suatu 

proses auto-imun. Gangguan ini terutama 

diderita wanita lanjut usia. Pada awalnya dapat terjadi hipertirosis, namun  kerapkali 

berakhir dengan hipotirosis. Terapi dilakukan 

dengan tiroksin. 

MONOGRAFI

1. Karbimazol: Neo-Mercazole

Derivat tioimidazol ini (1951) berkhasiat 

antitiroid kuat dan paling sering dipakai . 

Resorpsinya dari usus cepat dan langsung 

diubah dengan lengkap menjadi metabolit 

aktifnya ialah tiamazol. 10 mg karbimazol 

menghasilkan 6-7 mg tiamazol. Plasma-t½ 9 

jam. 

Efek samping jarang terjadi pada dosis 

normal dan biasanya tidak serius, antara lain 

sakit kepala dan sendi, gangguan lambungusus, hilang rasa di mulut, rambut rontok 

dan reaksi kulit (gatal, ruam). Pada dosis 

lebih tinggi dapat terjadi efek serius, seperti 

depresi sumsum tulang dengan antara 

lain agranulositosis dan leukopenia (reversibel). Kelainan darah ini bisa timbul dengan 

sangat mendadak selama bulan pertama, 

maka terapi harus segera dihentikan sambil 

menjalani pemeriksaan darah bila terjadi 

sakit tenggorok atau demam. 

Wanita hamil hanya dapat diberikan karbimazol dan tiroistatika lainnya dengan pengawasan dosis yang saksama untuk menghindari struma dan aplasia cutis congenita

pada bayi bila dosis terlampau tinggi. Obat 

pilihan pertama selama kehamilan yaitu  

propiltiourasil dalam dosis rendah(50-100 

mg per hari). Ibu yang menyusui sebaiknya 

jangan menelan obat-obat ini sebab  juga 

mencapai air susu. 

Dosis: oral 3-4 dd 10 mg atau 1 dd 30-40 mg 

selama 6-8 minggu, kemudian ditambahkan 

tiroksin, atau dapat juga beralih ke dosis 

pemeliharaan 5-20 mg/hari.

* Tiamazol(metimazol, Strumazol, Thyrozol) 

yaitu  derivat merkaptometil (1950), yang 

sebagai metabolit karbimazol memiliki khasiat sama. Mungkin juga berkhasiat imunosupresif, yang meningkatkan efek antitiroidnya. Plasma-t½ hanya 2-6 jam, namun  

afinitasnya untuk tiroid besar dan lama kerja 

biologisnya berkorelasi dengan kadarnya di 

tiroid. Oleh sebab  itu zat ini aktif selama 

24 jam (pada dosis 10-30 mg) dan dapat 

diberikan sebagai single-dose. Praktis tidak 

terikat pada protein. Tiamazol merupakan obat 

pilihan utama dan banyak dipakai di AS 

dan negara-negara lain. Dosis: 1 dd 15-30 mg, 

maksimal 120 mg sehari, selama 6-8 minggu, 

pemeliharaan 5-30 mg/hari.

2. Propiltiourasil (F.I.)

Derivat pirimidin ini (1948) yaitu  analogon dari metiltiourasil, yaitu zat antitiroid pertama (1945). Khasiat tiroistatiknya 

±10 x lebih lemah daripada karbimazol. Resorpsinya cepat, PP ±80%, plasma-t½ singkat (1-2 jam) maka perlu ditakarkan 3-4 kali 

sehari. Berbeda dengan karbimazol, obat 

ini merintangi pengubahan T4 menjadi T3

(yang lebih aktif) di jaringan perifer, contoh  

dalam hati. Efek samping mirip karbimazol. 

Turunnya kadar T3 dan T4 berlangsung lebih 

lambat, maka tidak begitu sering dipakai 

seperti karbimazol.

Dosis: permulaan 3 dd 70-200 mg selama 

6-8 minggu, pemeliharaan 50-300 mg/hari 

atau dikombinasi dengan tiroksin.

3. Kaliumiodida

Garam ini yaitu  obat pertama yang 

dipakai pada struma dan hipertirosis. 

Sesudah diserap dengan baik oleh usus, 

iodida diabsorpsi secara selektif oleh tiroid 

dan dipekatkan di sini sampai 25 kali. Mulai 

kerjanya cepat, dalam 1-2 hari, namun  bersifat 

sementara, setelah ±2 minggu sering kali 

tidak efektif lagi dan gejala memburuk. 

pemakaian nya bervariasi, yaitu untuk:

– premedikasi untuk memadatkan kelenjar 

10-14 hari sebelum pembedahan;

– profilaksis pada pasien  yang terkena radiasi 

25 rem atau lebih, contoh  pada bencana 

reaktor di Chernobyl (Rusia, 1986). Pada 

kecelakaan pusat tenaga nuklear ini banyak produk pembelahan dilepaskan ke 

atmosfir, termasuk isotop-iod radioaktif. 

Kaliumiodida (dan kaliumiodat) mampu 

merintangi uptake iod radioaktif ini 

ke dalam tiroid untuk 90-99% bila di-minum sebelum atau tepat sesudah 

exposure. Bila dipakai dalam 3-4 jam 

sesudah exposure perintangannya yaitu  

±50%. Kaliumiodida 130 mg memberi 

pelindungan untuk 24-48 jam terhadap 

iod radioaktif.

– ekspektoran dalam sirop batuk untuk 

memudahkan pengeluaran dahak, lihat Bab 41, Obat batuk. Efektivitasnya 

belum pernah dibuktikan secara ilmiah 

dan sangat diragukan, sedangkan risiko 

efek samping serius (struma) agak besar. 

Oleh sebab  itu pemakaian nya tidak 

dianjurkan lagi.

– tetes mata 1% pada bular mata(cataract) 

jarang dipakai lagi dan cara kerjanya 

juga kurang jelas.

Efeknya kompleks terhadap tiroid dan 

tergantung dari dosis serta keadaan organ. 

Pada pasien  sehat kelebihan iodida dapat 

mengakibatkan struma, umpamanya dalam 

obat batuk atau dalam rumput laut (seaweed, 

kelp) yang banyak dimakan oleh penangkap 

ikan Jepang (iod-Basedow). Sebaliknya, kekurangan iod juga dapat memicu  

struma, lihat di atas. Kebutuhan tubuh akan 

iodida berjumlah sekitar 150 mcg/hari. 

Garam dapur mengandung ± 65 mg KJ/

kg, garam roti ±60 mg/kg untuk profilaksis 

gondok. Pada hipertirosis, dosis sedang KJ 

berkhasiat meningkatkan produksi hormon 

berkat peranannya sebagai bahan dasar 

untuk sintesis T3 dan T4. namun  dosis tinggi 

cepat menghambat pelepasan hormon dan 

memadatkan serta memperkecil kelenjar. Mekanisme kerja efek ini belum dapat 

dijelaskan.

Efek samping agak sering terjadi dan lazimnya berupa reaksi alergi seperti iod-acne, 

urticaria, juga udema dan selesma. Dosis 

tinggi dan pemakaian  lama bisa menimbulkan hipotirosis atau struma, juga depresi, 

nervositas, sukar tidur, impotensi dan mixudema. 

Wanita hamil dan selama laktasi tidak boleh diberikan iodida, sebab  senyawa ini 

melintasi plasenta dan mencapai air susu ibu, 

dengan risiko terjadinya struma pada janin 

dan bayi.

Dosis: untuk persiapan strumectomia oral 

15 ml larutan KJ/NaJ 1% selama 10-14 hari 

sebelum pembedahan. Sebagai profilaksis pada 

radiasi, hendaknya dimulai 24 jam sebelum 

radiasi dengan radioaktif iod: di atas 1 tahun 

130 mg/sehari selama 3-10 hari, di bawah 1 

tahun 65 mg/hari. 

Sebagai obat batuk: 3 dd 0,5-1 g. 1 g KJ 

berisi 765 mg iod. 

4. Iod 131

Radiofarmaka merupakan kelompok obat, 

yang dipakai dalam ilmu kedokteran nuklear

untuk terapi dan diagnosis, berkat dayanya 

melepaskan sinar-sinar ionisasi. Dewasa ini 

tersedia antara lain isotop-isotop sebagai 

berikut: aurum 198, krom 51, kobal 57, galium 

67, indium 111, iod 131, kripton 81, stronsium 89, 

talium 201 dan ksenon 133. 

* Iod radioaktif. Setelah diresorpsi, iod 131 

secara selektif diserap oleh tiroid dan mulai 

radiasinya. Terutama memproduksi sinarbeta dengan daya penetrasi ringan (±2 mm) 

dan sedikit sinar-gama yang penetrasinya 

lebih dalam. Efeknya panjang dengan masa 

paruh ±8 jam, sehingga lebih disukai daripada isotop iod lainnya yang kerjanya lebih 

singkat atau lebih lemah.

pemakaian nya dalam bentuk natrium 

radioiodida (= NaI dengan I 131), antara lain 

pada hipertirosis. Terapi dengan tiroistatika 

harus dihentikan 2 hari sebelumnya. Efeknya 

dapat disamakan dengan pemotongan sebagian kelenjar pada pembedahan. Di samping 

itu, radioiod juga dipakai untuk diagnosis 

fungsi tiroid atau terapi kanker tiroid. 

Efek samping berupa peradangan tiroid dan 

sementara memburuknya gejala hipertirosis. 

Efek yang lebih serius yaitu  risiko (kecil) 

terjadinya leukemia dan kanker tiroid yang 

dapat timbul 20-30 tahun kemudian. sebab  

itu, radioiod pada dasarnya hanya diberikan 

pada pasien di atas usia 40 tahun. Wanita hamil 

dan yang menyusui tidak boleh memakai  

radioiod.

Dosis: oral atau i.v. 925-1850 MBq sebagai 

larutan natriumiodida I 131 (USP).

C. Timus

Timus (Thymus) atau kelenjar kacangan

yaitu  suatu organ kecil yang terdiri dari 2 

paruh lonjong (mirip perisai) berukuran 2-3 

kali 3-4 cm dengan berat ±10 gram pada bayi 

yang baru lahir. 

Timus yaitu  penting sekali bagi proses 

sistem imun dan adakalanya disebut “mastergland of the body’s defense system” (Yun. thymos

= mind, feeling) .Letaknya di depan batang 

tenggorok dan di belakang tulang dada. 

Thymus mencapai ukuran maksimal (sebesar 

buah dukuh, ±40 g) selama pubertas, kemudian dengan berangsur lisut (atrofia) sampai 

sekecil butir jagung pada usia 70 tahun (±6 g).

Timosin (thymosin, Zadaxin). Timus membentuk minimal 4 hormon yang dinamakan 

timosin dan berperan bagi pemasakan sel-sel 

dasar (stem cells) dari sumsum tulang belakang menjadi limfosit T (Thymus dependent 

cells). T-cells didiferensiasi menjadi CD4+(Thelpercells) dan CD8+(T-supressorcells) masak. 

Sel-sel regulasi ini memegang peranan 

utama pada ketahanan tubuh dengan mengatur aktivitas sel-sel lain dari sistem 

imun. Dengan demikian timosin – yang juga 

diproduksi oleh antara lain sel-sel epitel 

kulit – mengendalikan imunitas seluler. Lihat 

selanjutnya Bab 49, Dasar-dasar Imunologi. 

Timosin diperoleh dari ekstraksi timus 

anak sapi. dipakai sebagai imunostimulans pada berbagai keadaan imunodefisiensi 

se-luler, terutama sebagai obat tambahan 

pada imunoterapi komplementer kanker. 

Lihat selanjutnya Bab 14, Sitostatika, Terapi 

kom-plementer.

Khasiatnya dapat disimpulkan sebagai 

berikut:

– menstimulasi pemasakan limfosit menjadi T-cells masak. Sel-sel ini ”dilatih” 

mengenali sel-sel asing yang masuk ke 

dalam aliran darah. Kuman, virus dan 

sel-sel tumor ini kemudian dapat 

dimusnahkan dengan pelepasan limfokin 

dan pembentukan killercells. Limfosit juga 

“ dilatih” mengenali sel-sel tubuh sendiri, 

agar tidak diserang olehnya.

– mengatur keseimbangan antara T-helper, T-supresor dan NK-cells (yang pembentukannya distimulasi oleh T-cells). 

Perbandingan normal yaitu  CD4+ : 

CD8+ = 1,5-2,2; sedangkan pada penyakit 

auto-imun (Graves, Hashimoto, Sjögren, 

diabetes-1, myasthenia gravis, M.S., SLE, 

dan lain-lain ) perbandingannya meningkat sampai di atas 3.

– turut meregulasi sistem hormonal lain 

di otak, contoh  LRH serta LH dan 

mungkin memegang peranan pada proses menua. Juga turut memengaruhi 

pelepasan hormon di anak-ginjal.

Efek samping berupa reaksi kulit pada 

tempat injeksi dan kadangkala demam 

menggigil.

Dosis: 2-3 kali seminggu 150 mg ekstrak 

i.m./s.c. selama maksimal 10 minggu (Thymex-L), kemudian oral 2 kali sehari 300-600 

mg (tablet e.c. Zellmedin) pada perut kosong 

selama 3 bulan, pemeliharaan: 1 dd 300 mg


DASAR-DASAR IMUNOLOGI

Sistem imun

Tubuh memiliki dua sistem pembuluh, yaitu 

sistem pembuluh darah dan sistem limfa. 

a. Sistem pembuluh darah mengangkut 3 

kelompok sel darah, yaitu: 

– eritrosit untuk transpor oksigen dan karbondioksida ke seluruh tubuh; 

– lekosit untuk melindungi tubuh terhadap 

zat-zat asing dalam darah. Sel darah 

putih ini juga dapat bersirkulasi di luar 

sistem pembuluh darah, yakni dalam 

sistem limfa.

– trombosit(pelat darah) yang berperan penting pada pembekuan darah (hemostasis).

Semua sel darah ini dibentuk dalam 

sumsum tulang belakang dan berasal dari selsel batang yang belum terdiferensiasi (‘stem 

cells). Sel-sel ini memperbanyak diri secara 

kontinu dan dengan demikian memelihara 

persediaan sel-sel darah.

b. Sistem limfa berisi limfa yang susunannya sama dengan darah, namun  tanpa eritrosit 

dan trombosit. Sistem ketahanan tubuh menggunakan jaringan luas dari rongga dan pembuluh untuk melindungi tubuh terhadap 

zat-zat asing dari luar. Limfa mengangkut 

zat gizi ke semua organ dan jaringan, lalu 

menyerap zat sampah dan membawanya ke 

darah untuk pengolahan selanjutnya. Yang 

termasuk dalam sistem ini yaitu  organorgan limfoid: kelenjar limfa, amandel (tonsil), 

limpa, thymus dan pelat Peyer.

Pelat Peyer letaknya di mukosa usus halus dan terdiri atas tumpukan limfosit dan sel 

plasma. Sel-sel ini berperan pada terjadinya 

reaksi imun yang berlangsung melalui IgA 

terhadap jasad-jasad dari flora usus. Pembentukan memory cells (sel-sel pengingat) terhadap flora ini juga diatur di sini.

Sebelum membicarakan cara kerja sistem 

tangkis dan obat-obat yang dapat memengaruhi 

proses imun, akan terlebih dahulu dibahas 

pemeran utama dan alat-alatnya. Berturutturut akan dijelaskan sifat dan fungsi ‘serdadu’ 

sistem imun, yaitu lekosit yang terdiri dari 

limfosit-T/B, NKcells, memory cells dan

granulosit (sel neutrofil, eosinofil dan basofil). 

Khasiat “peralatan” dan “senjatanya”, yaitu 

sitokin : monokin dan limfokin (interferon, 

interleukin dan Tumor Necrosis Factor) juga 

akan dibicarakan. Akhirnya akan dibahas 

pula obat-obat yang berkhasiat menstimulasi 

atau menekan sistem ketahanan.

LEKOSIT

Di dalam darah perifer ada  tiga kelompok sel darah putih, yakni limfosit, 

granulosit dan fagosit. Jangka hidupnya 

beberapa jam sampai beberapa hari dan 

senantiasa diperbaharui oleh sumsum tulang 

belakang. Makrofag jaringan dan limfo-T 

bertahan lebih lama. Semua permukaan 

epitel, juga organ-organ berongga, seperti 

pembuluh darah dan limfa, merupakan garis 

pertahanan permeabel, yang dapat dilintasi 

oleh mikrofag, makrofag, limfosit dan zatzat humoral (imunoglobulin, sitokin dan enzim 

lysosomal). Kuman dan molekul protein yang 

lebih besar juga mampu menembus membran permukaan tersebut, contoh  vaksin 

oral mampu melintasi mukosa usus dan 

masuk ke dalam darah. Kulit ari (epidermis)

hanya dapat dilintasi oleh molekul kecil, 

seperti obat-obat (dari plester).

A1. Limfosit

Limfosit berasal dari sel batang, yang tergantung dari tempat perkembangannya menjadi limfo-T (T-cells) atau limfo-B(B-cells). 

Kemudian, sel-sel ini melalui kelenjar limfa 

masuk ke dalam sirkulasi darah dan berbagai 

organ. Limfosit yaitu  sel-sel berinti, yang 

sedikit lebih besar daripada eritrosit.

T-cells dan B-cells merupakan hampir separuh dari semua lekosit yang beredar dalam 

darah dan berperan penting pada sistem 

tangkis tubuh, limfo-T pada imunitas seluler

dan limfo-B pada imunitas humoral. Lihat 

juga Bab 50.

1a. Limfosit-T (T-cells, Thymus-dependent cells, 

limfo-T) menjadi masak dalam organ limfoid thymus (kelenjar kacangan). Dapat dibedakan T-helpercells dan T-supressorcells, 

yang bekerja sebagai sel-sel regulasi. Sel-sel 

ini berperan utama pada sistem tangkis melalui pengaturan aktivitas sel-sel lain dari 

sistem imun. Sel-sel sitotoksik dan Natural 

Killercells (NK-cells) yaitu  sel pelaksana 

(effector) yang dapat langsung memusnahkan 

semua zat asing, termasuk organ transplantasi.

– T-helpercells (T4, CD4+) yang “mengenali” zat asing (antigen) atas dasar HLA, 

mendorong limfo-B untuk memproduksi 

antibodi, mengaktivasi sel-sel sitotoksik, 

juga menstimulasi makrofag untuk membentuk sitokinnya. Jumlahnya dalam darah perifer yaitu  ±50% dari seluruh 

jumlah limfosit, ±1000/mm3

. Berkurangnya sel ini mengakibatkan penyusutan 

daya tangkis dengan drastis, seperti pada 

AIDS.

Sel-T4 memiliki pada membrannya suatu reseptor unik untuk mengikat antigen. 

Untuk dapat mengenalinya, antigen tersebut harus disajikan (presentasi) oleh

suatu APC (Antigen Presenting Cells) bersama molekul MHC/HLA (Major Histocompatibility Complex/Human Leukocyte Antigen-complex), lihat di bawah. 

T-helpercells bisa memproliferasi menjadi T-memory cells, yang pada kontak 

kedua kali dengan antigen yang sama 

memungkinkan respons imun yang lebih 

pesat, sama halnya dengan B-memory 

cells, lihat di bawah.

– T-supressorcells (T8, CD8+) yang bila 

perlu menekan T4 dan reaksi tangkis. 

Juga mendorong pembentukan sejumlah limfokin tertentu yang mencetuskan 

sintesis CRH (Corticotrophin Releasing 

Hormone), ACTH dan hidrokortison, yang 

menghambat menjadi masaknya (maturasi) limfo-T di thymus. Jumlahnya dalam darah perifer yaitu  ±30% dari jumlah limfosit perifer. Sel-T8 ini berfungsi membatasi respons imun agar jangan 

berlangsung berlebihan, dengan menghambat T4-cells.

– Cytotoxic T-cells(= toksik bagi sel) di bawah pengaruh limfokin memproduksi 

granul sitotoksik. Bila zat toksik ini 

«disemprotkan» ke dalam antigen (virus), 

zat asing itu langsung dimusnahkan

tanpa perantara antibodies. Hanya virus 

yang dipresentasikan sebagai kompleks 

dengan MHC diserang demikian, lihat di 

bawah.

– Natural Killer Cells (NKc) dapat menanggulangi sel tumor dan sel yang terinfeksi virus. 

NKc termasuk kelompok limfosit granuler besar yang dapat melarutkan zat 

asing tanpa antibodies atau pengenalan 

antigen. Oleh sebab  itu cara kerjanya 

langsung tanpa diaktivasi terlebih dahulu oleh antigen, seperti halnya dengan 

sitotoksik T-cells. Dianggap sebagai sel 

pelaksana (effector cell) penting pada pertahanan imun terhadap tumor. Jumlahnya 8-20% dari semua limfosit. 

* LAK-cells (Lymphokin Activated Killercells)

yaitu  NK-cells yang diaktivasi in vitro. 

NKc dari darah pasien dibiakkan dengan 

interleukin-2 selama beberapa hari. LAKcells yang terbentuk menjadi sangat sitotoksik

dan dikembalikan ke sirkulasi. Terutama 

dipakai pada kanker ginjal dan melanoma 

dengan efektivitas ±30%.

1b. Limfosit-B(B-cells, Bursa dependent cells, 

limfo-B)

Sel-sel ini menjadi masak di tempat lain dari 

thymus. Pada anak ayam telah diketemukan 

bahwa B-cells dibentuk di suatu kelenjar 

khusus: bursa dari Fabricius (bursa = ruang 

berbentuk kantong). namun  organ limfoid 

ini belum pernah ditemukan pada manusia. 

Jumlahnya ±25% dari jumlah total limfosit. 

Pada membran B-cells ada  reseptor khas 

untuk mengikat antigen, seperti pada T-cells, 

yaitu molekul antibodi. Segera setelah suatu 

antigen masuk ke dalam aliran darah, B-cell 

dapat mengenali dan berafiliasi dengannya. 

Sebagai akibat terjadilah pembelahan sel 

dengan cepat, disusul maturasi menjadi sel 

plasma atau memory cell-B di bawah pengaruh 

makrofag. 

Sel-sel plasma berbeda dengan B-cells, tidak memiliki antibodi yang terikat pada 

membran, namun  dengan bantuan T-helpercells dapat memproduksi banyak antibodies. 

Tergantung dari jenis antigennya, dapat disintesis dan disalurkan 5 tipe antibodi atau 

imunoglobulin, yakni tipe A, D, E, G dan M, 

yang disingkat menjadi IgA, IgD, IgE, IgG

dan IgM.

Setiap antibodi memiliki sifat spesifiknya. 

contoh  IgA khusus ada  di cairan 

tubuh, seperti liur, air mata dan getah usus. 

IgD diduga berperan pada pengenalan 

antigen oleh limfo-T. IgE atau reagin hanya 

terbentuk pada suatu reaksi alergi yang 

disebut reaksi atopik (lihat juga Bab 51, 

Antihistaminika). IgG (dan IgM) terutama 

dibentuk setelah infeksi dengan kuman atau 

virus.

Memory cells yaitu  sel pengingat imunologik, yang termasuk dalam sel-plasma dan 

juga dapat membentuk antibodies. namun  

berbeda dengan sel plasma biasa, jangka 

hidupnya jauh lebih panjang. Sel-sel ini dapat 

bersirkulasi dalam tubuh selama bertahuntahun dan pada kontak berikutnya denganantigen yang identik mampu “mengingat” 

bahwa antigen ini sudah pernah memasuki tubuh. Pada invasi pertama sesudah 

kontak antara makrofag-antigen dan B-cell, 

reaksi rantai yang akhirnya membentuk 

antibodies, baru berlangsung setelah beberapa 

jam sampai beberapa hari. Pada kontak kedua 

dengan antigen yang sama, sistem tangkisberkat sel-sel memori- dapat bereaksi lebih 

cepat dengan segera memproduksi antibodies khas dalam jumlah lebih banyak daripada 

pertama kali. Efeknya yaitu  “penyerbu” 

dimusnahkan jauh lebih cepat. 

Pada vaksinasi penyakit anak tertentu 

(morbilli, rubeola, dan lain-lain), sel memori 

“bermukim” seumur hidup dalam tubuh dengan efek melindungi seumur hidup. Dalam kasus lain, perlindungan hanya singkat, 

maka setelah beberapa tahun vaksinasi perlu 

diulang (booster) untuk membangun ingatan 

imunologik yang cukup kuat. Sebagai contoh 

dapat disebutkan vaksinasi batuk rejan (pertussis), tetanus dan polio. Lihat juga Bab 50.

A2. Granulosit

Granulosit yaitu  lekosit dengan butir (granula) di permukaannya, yang memiliki beberapa inti (polynucleair). Dikenal 3 kelompok granulosit, yakni: sel neutrofil,sel basofil 

dan sel eosinofil, yang juga disebut mikrofag 

(Lat. sel kecil yang melahap) sebagai kontras 

dengan makrofag yang lebih besar (lihat di 

bawah).

2a. Sel neutrofil yaitu  sel kecil dengan 

inti dan butir-butir kecil yang di dalamnya 

ada  dua enzim lysozyme dan collagenase serta lactoferrin, suatu protein antibakterial. Jangka waktu pemasakannya dalam sumsum tulang yaitu  10 hari, namun  

dalam darah hanya beredar selama 6-8 jam. 

Fungsi utamanya yaitu  mencari/mendeteksi dan memusnahkan kuman, fungi dan selsel cacat/mati, yang dilarutkan olehnya melalui 

fagositosis. Neutrofil ditarik ke lokasi infeksi 

atau peradangan melalui proses kemotaksis.

Pada proses fagositosis, neutrofilnya sendiri 

mati dengan melepaskan zat-zat limfokin, 

yang mengaktivasi makrofag. 

* Laktoferin (dalam granula) yang dibentuk 

oleh neutrofil, yaitu  suatu glikoprotein 

yang bekerja bakterisid melalui pengikatan 

besi yang diperlukan kuman untuk pertumbuhannya. Laktoferin ada  dalam air 

mata, liur, lendir bronchi, air susu ibu dan 

empedu dengan fungsi mencegah infeksi 

kuman.

* Agranulositosis yaitu  gangguan pada 

mana jumlah granulosit, khususnya neutrofil,

menurun sampai praktis nihil. Pada neutropeni jumlah neutrofil yaitu  kurang dari 1,5 

milyar/liter. Kedua gangguan berdasar  

supresi sumsum tulang, yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi kuman atau virus, 

secara auto-imun atau bawaan (congenital), 

contoh  pada pasien  kulit hitam. Begitu 

pula obat-obat tertentu dapat mengakibatkan 

efek berbahaya ini, antara lain sulfonamida, 

sitostatika, obat anti nyeri metamizol, psikofarmaka klozapin dan mianserin. Bila gejalanya seperti sakit tenggorok, demam dan 

stomatitis timbul, pemakaian  obat harus 

segera dihentikan.

2b. Sel eosinofil yaitu  sedikit lebih besar 

dibandingkan sel neutrofil dan mengandung 

butir-butir besar dengan enzim dan asam 

amino arginin. Sel-sel ini berperan pada 

respons alergi atopik (reaksi IgE-antigen) dan 

pada pemusnahan parasit (cacing, protozoa). Terutama ada  di jaringan yang berdekatan 

dengan proses peradangan dan hanya sedikit 

dalam darah. 

* Eosinofilia yaitu  gangguan, pada mana 

jumlah sel eosinofil melebihi 0,4 milyar/liter. 

Peningkatan ini dapat disebabkan antara lain 

oleh infeksi cacing, alergi (hay fever) dan 

gangguan kulit (eksem, urticaria). Bisa juga 

oleh penyakit paru (asma, COPD) atau kanker (leukemia, Hodgkin).

2c. Sel basofil memiliki inti yang sama dengan eosinofil, namun  granulanya berwarna 

hitam. Sel ini ada  dalam darah dan 

sebagai mastcells (mastocyt) di banyak jaringan. Dalam butirnya ada  histamin, 

serotonin, heparin dan enzim-enzim yang

dilepaskan bila IgE (reagin) bereaksi dengan 

antigen khas. Sel basofil berperan pada reaksi 

peradangan.

A3. Sel-sel fagositer mononuklear

Fagosit mononuklear yaitu  sel berinti tunggal yang berkhasiat fagositer, yaitu dapat 

“memakan” zat-zat asing. Pada dasarnya sel 

ini yaitu  promonosit yang dapat tumbuh menjadi monosit dan makrofag, mungkin 

juga menjadi dendrosit dan sel Langerhans. 

Semua sel ini berkhasiat “menyajikan” antigen pada limfosit, lihat di bawah C2, Antigen 

Presenting Cells.

3a. Monosit merupakan precursor dari makrofag jaringan. Monosit hanya “bermukim” 

di dalam darah selama beberapa jam dan 

selanjutnya berkembang biak dan hidup 

bertahun-tahun di jaringan. Sedikit lebih besar dari neutrofil, namun  sitoplasmanya berisi 

lebih sedikit granula; diameternya 10-15 mu.

3b. Makrofag (Lat. sel-sel besar yang melahap) memiliki diameter 15-20 mu. Berbeda 

dengan neutrofil (mikrofag) yang lebih kecil, 

hidupnya lebih lama sebab  tidak mati setelah fagositosis. Kerjanya tidak spesifik dan 

tanpa “memori”. ada  di organ-organ 

limfoid, alveoli, hati dan pada proses peradangan, juga di jaringan sebagai makrofag 

dalam keadaan inaktif. Makrofag mensintesis 

sejumlah sitokin, antara lain TNF-alfa dan 

IL-8.

3c. Dendrosit atau sel dendrit (Yun. dendron

= pohon) yaitu  sel dengan beberapa tentakel panjang (dendrit). Tidak berkhasiat fagositer, walaupun diduga juga berasal dari 

promonosit. Banyak ada  di kelenjar 

limfa, dikelilingi oleh limfo-B, di mana sel-sel 

ini menyajikan antigen. Biasanya terikat 

sebagai kompleks dengan antibodi pada permukaan dendritnya. Khasiat mengenali dan 

presentasi antigennya jauh lebih kuat daripada 

sel-sel APC (Antigen Presenting Cells ) lainnya, 

lihat di bawah C. 

3d. Sel Langerhans (jangan dikelirukan dengan pulau Langerhansdalam pankreas yang 

memproduksi insulin). Sel dendrit ini terdapat di epidermis kulit dan juga berasal 

dari promonosit. Bercirikan adanya banyak 

molekul MHC kelas II yang terikat pada 

membrannya dan juga berperan penting 

pada presentasi antigen pada sistem T-cell.

B. SITOKIN

Sitokin yaitu  protein kecil yang dibentuk 

oleh sel tubuh dengan fungsi utamanya 

berkomunikasi antar berbagai bagian dari 

sistem imun. Terutama dibentuk oleh monosit 

dan makrofag, namun  limfosit, granulosit, 

hepatosit, keratinosit, fibroblast dan sel-sel 

epitel dapat membentuknya juga. Bila sitokin 

sudah mencapai sel tujuannya, timbullah efek biologis tertentu, seperti aktivasi, 

pembiakan atau pemindahan ke tempat lain 

dari tubuh. Contoh lainnya yaitu  interferon dengan aktivitas anti viral, anti tumor dan

stimulasi sistem imun. Sitokin khusus yaitu  

limfokin dan monokin, yang dibentuk oleh 

masing-masing limfosit dan monosit. Selsel ini berperan penting pada aktivasi dan 

pemasakan (maturasi) dari B-cells menjadi 

sel plasma dan sel memori. Begitu pula pada 

aktivasi sitotoksik T-cells. 

* Sitokin pro-radang dan anti-radang. Fungsi normal yaitu  koordinasi dari prosesproses pada reaksi peradangan lokal. Dapat 

dibedakan sitokin yang menstimulasi dan 

yang menghambat peradangan.

– Sitokin pro-radang: TNF-alfa, interleukin-1 (IL-1), IL-6, IL-12, dan interferongama. Produksi zat-zat ini diatur oleh 

antara lain sitokin anti-radang, penghambat lainnya (lihat di bawah) dan 

kortisol.

– Sitokin anti-radang: IL-10 dan IL-6. Zatzat ini berkhasiat menghambat langsung 

reaksi peradangan, lagi pula menurunkan 

produksi sitokin pro-radang. Juga zat-zat 

penghambat sitokin pro-radang lainnya, 

seperti reseptor-TNF dan antagonis 

reseptor-IL-1.

Limfokin yaitu  polipeptida yang dibentuk 

oleh limfosit pada reaksi antara limfo-T ter-sensitasi dengan antigen. Berfungsi sebagai 

mediator imunologi, yang antara lain mendorong makrofag untuk memproduksi enzimenzim hidrolitik dan unsur-unsur komplemen 

yang ditujukan terhadap antigen. Semua limfokin bertanggung-jawab bersamaan bagi 

efek reaksi imun seluler (reaksi tipe-IV). Limfokin yang terkenal yaitu  interferon, interleukin dan MIF (Migration Inhibting Factor: zat yang dibentuk oleh limfo-T dan menghambat migrasi dari makrofag).

B1. Interferon (IFN)

IFN yaitu  glikoprotein yang termasuk dalam defensi tubuh terhadap virus. Diproduksi 

oleh lekosit, terutama T-cells dan NK-cells,

sebagai reaksi pertama terhadap berbagai 

rangsangan, seperti infeksi virus.

Fungsi utamanya yaitu  sebagai zat isyarat

antar sel untuk meregulasi reaksi imun, yaitu 

mengatur fungsi sel dan perbanyakannya 

ketika terjadi infeksi, contoh  IFN-gama

berkhasiat menstimulasi peradangan. Selain 

itu, interferon memperkuat ekspresi antigenMHC pada permukaan makrofag, monosit, 

B-cells dan T-cells, juga pada endotel. 

Khasiat antiviralnya yaitu  secara tak 

langsung dan berdasar  interaksi dengan 

reseptor di sel-sel lain, yang menginduksi 

protein tertentu. Protein-efektor ini berkhasiat 

menghambat translasi, transkripsi, sintesis 

protein dan maturasi virus, sehingga sel 

menjadi resisten terhadap infeksi virus. Di 

lain fihak berbagai sel dari sistem imun, 

seperti NK-cells dan sitotoksik T-cells diaktivasi 

oleh interferon. Khasiat antitumornya berdasarkan dihambatnya pertumbuhan akibat 

perlambatan dari seluruh siklus sel. Mekanisme ini hanya efektif terhadap bentuk 

tumor tertentu.

Penggolongan. Ada 3 kelompok interferon: 

IFN-alfa, -beta dan -gama. IFN-alfa dan -beta 

dapat dibentuk oleh hampir semua sel berinti. 

IFN-a terutama oleh limfosit, yaitu IFN-alfa-

2a, -2b, dan -2c yang berbeda mengenai dua 

posisi asam amino. Lihat selanjutnya Bab 7, 

Virustatika. Obat-obat antiviral IFN-β-1a dan

IFN-β-1b dibentuk terutama oleh fibroblast, 

sel-sel epitel dan makrofag. 

B2. Interleukin (IL) 

Interleukin ada  minimal dalam 13 tipe 

dan yang terpenting yaitu  IL-1, IL-2, IL-4 

dan IL-6, yang dibentuk oleh lekosit (terutama limfosit dan monosit), juga oleh sejumlah besar sel lain, antara lain enterosit, 

yaitu sel-sel epitel dari jonjot usus (villi).

Fungsinya yaitu  sebagai zat komunikasi 

(messenger) antara berbagai sistem sel/organ 

dan lekosit, juga berperan penting pada 

regulasi respons imun. 

– IL-1 dibentuk oleh makrofag/monosit 

dan berbagai sel endotel (antara lain dari 

epitel usus). Berkhasiat menstimulasi 

perbanyakan T- dan B-cells, mendorong 

T-helpercells untuk produksi IL-2 dan 

menstimulasi peradangan pada infeksi 

bakterial. IL-1 juga mengatur pertumbuhan sel dan aktivitas sel-sel endokrin. 

– IL-2 (dahulu disebut T-cell growth factor)

dibentuk oleh limfo-T4 yang diaktivasi 

dan berkhasiat menstimulasi perbanyakan NK-cells dan limfo-T yang disensitasi. 

IL-2 perlu sekali untuk proliferasi dan 

diferensiasi T-cells. Bila produksi atau 

aktivitasnya terganggu dapat terjadi penyakit autoimun, AIDS dan tumor ganas. 

Kini IL-2 dipakai pada antara lain 

kanker ginjal. 

– IL-4 dan IL-5 juga dibentuk oleh limfo-T4 

dan berfungsi menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas limfo-B serta sel eosinofil. 

Berperan pada reaksi IgE, sedangkan 

pada asma aktivitas IL-5 meningkat.

– IL-6 dibentuk oleh fibroblast (sel yang 

menjadi serat jaringan ikat). Mendorong pertumbuhan B-cells dan produksi 

antibodies. pemakaian  eksperimentalnya pada kanker tertentu ternyata mengecewakan. Dapat menstimulasi maupun 

menghambat peradangan.

– IL-8 terutama dibentuk oleh makrofag 

dan berkhasiat kemotaktis, yaitu menarik 

secara kimiawi sel-sel tangkis ke tempat 

tertentu (chemotaxis). Pada asma hebat 

aktivitas IL-8 dalam darah dan mukosa 

bronchi sangat meningkat.

– IL-10 berperan pada penghambatan peradangan infeksi bakterial.– IL-12 mengaktivasi T-cells dan juga bekerja anti-angiogenesis, yaitu menghambat pembentukan pembuluh baru (kanker). IL-12 juga berkhasiat menstimulasi peradangan.

– IL-13 memegang peranan penting pada 

terjadinya asma. Obat-obat yang memblokir IL-13 pada tikus berefek mencegah 

timbulnya gangguan pernapasan.

B3. Tumor Necrosis Factor (TNF-α/β)

TNF yaitu  polipeptida yang dibentuk oleh 

monosit, makrofag dan limfosit, sebagai reaksi terhadap antara lain infeksi kuman atau 

stimuli peradangan lain. ada  2 bentuk 

yaitu TNF pro-radang dan anti-radang, lihat di 

atas. TNF berkhasiat mematikan langsung 

sel tumor dan sendirinya mendorong pelepasan mediator lain, seperti interleukin (IL-

1, IL-6), prostaglandin dan leukotriën. Dengan 

demikian TNF berperan sentral pada proses 

peradangan dan aktivasi limfo-T dan -B. 

* Produksi TNF berlebihan. Bila produksi 

TNF terlampau banyak seperti pada kanker, 

AIDS, lepra dan tbc, kondisi tubuh menjadi 

lebih buruk. Pada pasien kanker TNF merupakan penyebab dari perasaan sangat lelah, 

tidak bertenaga dan kondisi tubuh buruk 

(cachexia). Pada lepra ganas diperkirakan 

TNF berperan pada terjadinya luka yang 

sangat nyeri, namun  dapat ditanggulangi dengan zat-zat yang memblokir produksi TNF 

(contoh  talidomida). Pada proses peradangan akibat rematik (RA) akut, TNF-alfa 

berperan penting, yang inaktivasinya dengan 

antibodies-TNF dapat menghasilkan perbaikan nyata dari keluhan. 

TNF-blocker

Pada penyakit Crohn (radang kronis usus 

halus) ada  produksi berlebihan dari 

TNF. Obat-obat baru infliximab (Remicade)

dan adalimumab (Humera) yaitu  antibodies 

monoclonal, yang dihasilkan di laboratorium 

dengan jalan persemaian (“cloning”) dari 

hanya satu sel antibody tunggal. Zat-zat ini 

berkhasiat mengikat dan menginaktifkan 

TNF-alfa. Efektivitasnya ±80%; bahkan pada 

sepertiga pasien, semua gejala hilang (N Engl 

Med J, 9 Oktober 1997).

pemakaian  TNF-blocker meningkatkan 

risiko atau reaktivasi dari Mycobacterium 

tuberculosis. 

Oleh sebab  itu dianjurkan untuk memonitor pasien rema yang memakai  obat 

ini secara teratur terhadap masalah ini. Lihat 

Bab 21 Analgetika antiradang dan obat-obat 

rema.

C. MEKANISME 

SISTEM TANGKIS

Sistem tangkis tubuh bekerja melalui dua 

cara, yaitu: 

– defensi aspesifik yang turut serta pada 

semua reaksi tangkis 

– defensi spesifik yang diarahkan terhadap suatu zat asing tertentu.

C1. Tangkisan aspesifik

Tangkisan aspesifik bersifat umum dan tidak 

diarahkan terhadap suatu zat asing tertentu 

atau perlu diaktivasi terlebih dahulu seperti 

pada tangkisan spesifik.

Pemeran utama pada sistem tangkis ini 

yaitu  makrofag, dibantu oleh neutrofil dan 

monosit. Sel-sel ini membuat kontak pertama dengan zat asing (antigen), seperti 

kuman, virus dan juga sel tumor. Fungsinya 

yaitu  membasminya melalui fagositosis (= 

melahap/melarutkan sel) dan melontarkan 

sejumlah proses tangkis, seperti reaksi peradangan, pelepasan mediator dan demam.

* Reaksi peradangan dan fagositosis. Kulit 

yang terluka merupakan pintu masuk bagi 

kuman yang memicu  suatu reaksi peradangan dengan pembengkakan, nyeri dan 

kemerah-merahan. Serentak sel-sel defensif 

seperti makrofag dan monosit, dimobilisasi untuk menyingkirkan zat asing ini melalui 

fagositosis. Makrofag bersentuhan dengan 

virus atau kuman, melekat padanya dan lalu 

mengurungnya. 

* Pelepasan mediator. Di samping itu juga 

sel-sel lain (granulosit, mastcell) turut berperan dengan membentuk sitokin dan mediator lain

yang mempermudah reaksi tangkis. Sebagai contoh dapat disebut histamin yang 

memicu  dilatasi pembuluh setempat dan 

peningkatan permeabilitas dindingnya. sebab  

itu, lekosit dapat lebih mudah bergerak ke 

lokasi infeksi untuk melakukan kerjanya. 

Catatan: bila histamin terbentuk berlebihan, maka timbullah reaksi hipersensitasi dan 

alergi, lihat Bab 51).

* Demam. Reaksi tangkis aspesifik lain 

yaitu  demam yang sering kali timbul pada 

infeksi dengan mikroorganisme. Makrofag 

antara lain membentuk interleukin-1 yang 

menstimulasi pusat suhu di otak. Pada kenaikan suhu tubuh dengan beberapa derajat di atas normal (37° C), perbanyakan mikroorganisme sangat menurun, sedangkan 

aktivitas sel-sel tangkis justru ditingkatkan. 

Oleh kaena itu bila suhu badan tidak meningkat terlampau tinggi, demam sebetulnya 

lebih baik jangan ditekan dengan obat 

(antipiretika).

C2. Tangkisan spesifik

Tangkisan khas ini dilakukan oleh limfosit-T 

dan -B yang bekerjasama secara erat, pada 

mana limfo-T4 merupakan poros dari imunitas spesifik. Makrofag merombak antigen

(protein) yang telah “ditangkapnya” menjadi 

peptida. Kemudian peptida diikat sebagai 

kompleks dengan molekul MHC pada membrannya (lihat di bawah ini). 

Presentasi dari antigen. Kompleks-MHC 

yang terbentuk disajikan pada limfo-B dan 

limfo-T yang dapat “mengenali” antigen. 

T-helpercells diaktivasi dan melalui khususnya IL-1 mendorong pembentukan antibodies 

oleh B-cells. Bila antigen yang dipresentasikan yaitu  virus, sel-sel sitotoksik diaktivasi. 

Kuman ditangani terutama melalui rute 

MHC-II dan antibodies.

*Antigen Presenting Cells (APC). Selain makrofag, juga monosit, dendrosit dan selLangerhans berkhasiat mengikat antigen 

pada MHC-nya. Bila perlu sel-sel ini menguraikan antigen menjadi peptida kecil, yang 

kemudian bersama molekul-HLA disajikan 

pada T4-helpercells dan B-cells. Sebagai 

akibat limfo-T dan limfo-B memperbanyak 

diri yang disusul oleh maturasi selanjutnya.

* Major Histocompatibility Complex (MHC)

yaitu  kelompok protein pada permukaan 

semua sel berinti dari manusia dan hewan 

yang unik bagi sesuatu individu. Eritrosit

tidak memiliki inti dan tidak pula antigen 

MHC, melainkan sejenis antigen lain. Atas 

dasar antigen khas tersebut, eritrosit dibagi dalam kelompok darah A, B, AB,dan O 

(Landsteiner, Nobel-prize 1930).

Fungsi sebagai ‘marker’. MHC yaitu  

spesifik bagi setiap pasien  dan berdasar  

pada sistem tangkis dapat membedakan selsel sendiri dan sel-sel asing. sebab  tidak ada 

dua pasien  dengan MHC identik, sedangkan ada  berjuta-juta antigen-HLA yang 

berbeda, maka hal ini menjadi masalah 

sangat besar pada transplantasi organ. Bila 

MHC pasien dan MHC donor berbeda terlalu 

banyak mengenai antigen transplantasinya, yaitu molekul-molekul HLA-nya, maka akan 

terjadi penolakan transplantat. MHC juga 

dinamakan cell marker (penanda sel) spesifik.

Human Leukocyte Antigen-complex (HLA) 

yaitu  istilah yang dipakai bagi MHC 

manusia, sebab  pertama kali ditemukan 

pada lekosit. Sistem-HLA terdiri dari berjutajuta jenis antigen, yang ada  di berbagai sel 

dari tubuh manusia. Setiap individu memiliki 

antigen-HLA-nya sendiri yang spesifik. HLA 

yaitu  esensial bagi pengenalan imunologis 

dan reaksi tangkis berikutnya. Bila sel terinfeksi, molekul HLA yang ada  di bagian 

luar sel mempertunjukkan fragmen peptida 

yang dapat dikenali oleh T-killercells dan 

antibodies. 

* Kelas HLA/MHC. HLA ada  dalam dua 

kelas, yakni kelas-1 dan kelas-2.

– Antigen HLA kelas-1 ada  (‘diekspresikan’) pada membran luar semua sel 

berinti (termasuk trombosit, terkecuali 

eritrosit), juga pada sel-sel tumor. Berperan 

pada pengenalan sel yang terinfeksi. Sel 

sitotoksik hanya dapat memusnahkan 

zat asing, bila disajikan serentak dengan 

antigen HLA-1 dari tubuh sendiri. – Antigen HLA kelas-2 hanya ada  

(‘diekspresikan) terbatas, yaitu hanya 

pada membran dari sel-sel APC. Terutama 

berfungsi untuk memungkinkan pengenalan antigen oleh T-helpercell, yang lalu 

disusul oleh proliferasi dan diferensiasi; 

dengan demikian reaksi tangkis dipacu. 

Juga efektif terhadap mikroorganisme 

yang lebih besar (kuman). Setelah menangkap dan mengikat antigen, makrofag menyajikannya pada limfo-T4, yang 

mendorong sintesis dari banyak sel sitotoksik untuk memusnahkan kuman 

tersebut.

Penolakan transplantasi. Setelah suatu organ 

ditransplantasikan, penolakan dapat terjadi 

dengan antigen HLA memegang peranan 

penting. Pada penolakan akut, T-cells yang 

bekerja terhadap antigen HLA-2 dari donor 

menginfiltrasi ke dalam transplantat. Penolakan dapat dihindari dengan pemberian 

segera suatu imunosupresivum. Pada penolakan kronis imunitas humoral dengan 

B-cells berperan penting. Fungsi organ yang 

ditransplantasikan lambat-laun memburuk, 

sehingga perlu disingkirkan sebab  tidak 

dapat ditanggulangi lagi oleh imunosupresiva.

Limfo-B dapat mengenali berbagai jenis 

antigen (protein, lipida, polisakarida) yang 

terikat sebagai MHC pada membran atau juga 

yang terlarut dalam darah. Setelah antigen 

disajikan, limfo-B akan mengikat diri pada 

kompleks makrofag-antigen dan melalui 

sejumlah isyarat kimiawi diubah menjadi 

sel-sel plasma. Sel-sel ini dapat mensintesis 

antibodies (imunoglobulin) khas yang mengikat antigen dan selanjutnya mengaktivasi 

sistem komplemen (lihat di bawah D). 

Sistem ini kemudian mendatangkan sel-sel 

neutrofil untuk memusnahkan antigen bersama dengan makrofag yang diaktivasi oleh 

limfokin. Pada saat sistem imun mendeteksi 

zat asing, maka sistem lain dapat diberikan 

informasi, khususnya otak dan sistem neuroendokrin. Dengan demikian, suatu infeksi 

selalu disusul oleh meningkatnya sekresi 

hormon hipofisis dan anak-ginjal.

Limfo-T melalui reseptornya mengenali 

kompleks antigen dalam hubungannya dengan struktur molekul-MHC-nya sendiri. 

Oleh sebab  itu antigen yang tidak terikat 

dengan MHC pada permukaan APC, tidak 

dapat dikenalinya. Lihat gambar.

C3. Pengenalan antigen asing

Penting sekali bahwa sistem tangkis spesifik

tubuh dapat membedakan antara sel-sel 

sendiri dengan sel-sel asing. Bila tidak, sel 

tangkis dapat menyerang dan merusak 

organ tubuh sendiri. Limfo-T4 bersifat virusspesifik, artinya dapat mengenali secara khas 

suatu virus. Pengenalan terjadi pada waktu 

T-cell bersentuhan dengan suatu sel terinfeksi (bukan sel asli sendiri) yang mengandung 

antigen virus, dalam kombinasi dengan antigen 

HLA sendiri pada permukaannya (Zinkernagel & Doherty, pemenang Nobel-prize Ilmu 

Kedokteran 1996). 

D. SISTEM TANGKIS USUS

Di samping kedua sistem defensif ini di 

atas, tubuh juga masih memiliki berbagai alat 

tangkis alamiah untuk mencegah infeksi oleh 

mikroorganisme, yaitu:

a. kulit merupakan barrier mekanis terhadap infeksi. Lagi pula sel-sel kelenjar 

tertentu dalam kulit memproduksi asam 

laktat dan asam lemak yang dapat mematikan kuman.

b. paru-paru. Lendir yang terbentuk di 

paru-paru dapat menangkap jasad renik. 

Pergerakan bulu getar (cilia) mengangkutnya ke bagian atas alat pernapasan 

dan kemudian menyingkirkannya lewat 

bersin atau batuk.

c. liur dan air mata mengandung enzim 

bakterisid (lysozym) yang berkhasiat 

melarutkan dinding kuman.

d. usus dan flora komensal.

Flora usus dan fungsinya

Sejak beberapa tahun para ahli imunologi 

mulai menyadari bahwa selain organ dari 

sistem reticulo-endothelial (RES: amandel, kelenjar limfa, thymus, limpa), saluran usus 

juga merupakan organ imunologi yang sangat penting bagi daya tahan tubuh. Di 

samping fungsinya untuk pencernaan dan 

sintesis vitamin B/K, usus dengan luas 

permukaan total dari ±400 m2

 sebetulnya 

merupakan organ imun terbesar dari tubuh. 

Di sini terjadi ±80% imunitas-perolehan, maka 

sistem imun usus yang berfungsi baik yaitu  

esensial bagi daya tahan tubuh. Untuk ini 

keseimbangan mikroflora usus yang hidup 

bersama (symbiosis) memegang peranan penting.

Mikroflora, dysbiose dan usus “bocor”.

Flora dalam usus besar terdiri dari 400-500 

jenis kuman, yang seluruhnya bisa berjumlah sampai 100 milyar jasad renik dengan 

berat total lebih dari 200 g! Flora dapat digolongkan dalam kelompok jasad renik “baik”

yang tidak merugikan tuan rumah dan 

jasad renik “buruk” yang potensial bersifat 

patogen. Antara kedua jenis jasad renik ini 

ada  keseimbangan. Bila flora “baik” disingkirkan, contoh  akibat antibiotik broadspectrum, kuman atau fungi patogen menjadi dominan (kolonisasi), yang a.l. dapat menimbulkan diare atau kandidiasis. Sistem 

imun usus (GALT) tidak dapat menanggulangi lagi invasi zat-zat asing, dengan akibat efek buruk terhadap daya tahan tubuh.

GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) atau 

MIS (Mucosa Immune System) terdiri dari 

seluruh selaput lendir usus. Tersebar di sepanjang usus ada  banyak kelompok jaringan limfa (pelat Peyer) dan simpul limfa. 

GALT termasuk sistem ketahanan setempat 

yang menjadi bagian dari ketahanan sistemik 

total dan merupakan barrier imunologik

terhadap zat-zat asing.

Dinding usus secara kontinu bersentuhan 

dengan antigen potensial, yaitu molekul makanan, kuman, toksin, parasit dan bermacammacam alergen. Antigen ini tidak dapat 

menembus lapisan epitel dari mukosa yang 

utuh. Namun, akibat kerusakan kecil atau 

adanya celah di antara sel-selnya, antigen 

dapat masuk ke lapisan di bawah epitel 

(lamina propria), di mana ada  jaringan 

limfoid. Masuknya selalu diiringi sel-sel 

transpor khusus, yaitu M-cells, yang dalam membrannya memiliki molekul MHC 

kelas-II. Dengan demikian, M-cells dapat 

melakukan presentasi antigen, artinya beberapa partikel daripadanya dipindahkan 

ke permukaan sel antigen dan “diletakkan 

di atas semacam tempat penyajian” (= molekul MHC-II). Akibat presentasi ini, selsel-T dapat mengenali antigen ini dan 

mencetuskan sejumlah reaksi imun untuk 

memusnahkannya. Respons imun GALT 

ini mencakup reaksi seluler dan humoral 

(pembentukan IgA), namun  juga beberapa 

mekanisme tangkis non-spesifik lainnya. Di samping limfo-T, sel lain dari GALT (dendrit dan makrofag) dapat berfungsi sebagai 

Antigen Presenting Cells.

Bila ada  banyak “lubang” pada epitel 

mukosa (permeabilitasnya meningkat), maka 

banyak molekul sampah besar dapat melintasi dinding. sebab  sistem Galt tidak mampu 

menahannya lagi, zat-zat ini mencapai sirkulasi dan dapat mengakibatkan reaksi alergi.

Probiotika yaitu  kuman hidup non-patogen yang diasup sebagai suplemen makanan dan berkhasiat memperbaiki keseimbangan mikrobiologi dalam saluran cerna 

tuan-rumah, terutama keseimbangan antara 

jumlah kuman “baik” (khususnya Lactobacillus = basil laktat) dan kuman patogen 

(E. coli, Enterokok, stafilokok, dan lain-lain). 

Kuman aerob membutuhkan oksigen yang 

mendifusi dari darah ke usus, sedangkan 

basil laktat termasuk kuman anaerob, dapat 

hidup tanpa oksigen. 

Kuman “baik”terdiri dari terutama Lactobacillus dan Bifidobacterium. Kuman ini 

hidup dari lendir usus dan dari serat nabati 

(selulosa, pektin, dan lain-lain) yang sampai 

di usus besar sebagai sampah yang tidak 

dapat dicernakan oleh enzim. Basil anaerob ini 

membentuk asam laktat (dan asam asetat), 

yang menstimulasi peristaltik dan penting 

sekali bagi penyerapan Ca dari makanan. 

Lagi pula, dalam lingkungan asam, kuman 

dan fungi patogen tidak dapat memperbanyak diri. Mikroba ini juga melepaskan asam 

lemak, yang merupakan “makanan” bagi 

sel epitel dari dinding usus. Oleh sebab  itu 

selaput lendir dan GALT dapat berfungsi 

baik untuk melawan masuknya antigen ke 

dalam tubuh (darah), antara lain dengan 

membentuk imunoglobulin (IgA). 

Khasiatnya. Probiotika berkhasiat memperkuat sistem imun dengan meningkatkan 

jumlah limfo-B dalam pelat Peyer, yang 

merupakan pusat dari sistem ketahanan di 

usus halus. Juga dengan meningkatkan produksi gama-interferon (IF-γ ) oleh limfo-T 

dengan efek pembentukan NK-cells juga 

meningkat.

Efek lainnya yaitu  antidiare dan menurunkan kadar kolesterol darah. Juga berkhasiat antitumor pada hewan percobaan 

(kanker usus besar) dengan mencegah pembentukan nitrosamin yang bersifat karsinogen.

pemakaian