Tampilkan postingan dengan label Idiot 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Idiot 2. Tampilkan semua postingan

Idiot 2



 yang 

berkaitan dengan struktural. Lebih dari 75% bayi baru lahir yang 

mengunjungi klinik memiliki masalah saluran cerna termasuk 

kesulitan memberi makan maupun gangguan perkembangan 

saluran cerna. Adanya penyempitan saluran cerna dan gangguan 

pembentukan sebagian saluran cerna dapat memicu  

sumbatan di usus. Salah satu kelainan saluran cerna yang sering 

dijumpai pada anak Sindrom Down dibanding anak sehat yaitu  

penyakit Hirschsprung. Sekitar 12% anak dengan Sindrom Down 

mengalami penyakit Hirschprung. Penelitian Amiel J pada tahun 

2008 menunjukkan bahwa Hirschprung mengandung gen DSCAM 

yang diekspresikan di lekukan neural yang berhubungan dengan 

sistem saraf usus. Hirschprung merupakan bentuk dari obstruksi 

usus bawah yang disebabkan tidak adanya sel ganglion mesentrik 

normal pada bagian kolon. Pada anak dengan Hirschprung, tidak 

adanya sel ganglion memicu  kegagalan usus untuk relaksasi 

secara normal. Gelombang peristaltik tidak dapat berjalan pada 

bagian aganglionik dan tidak didapatkan defekasi normal yang 

akhirnya dapat memicu  obstruksi fungsional.54,55 Manifestasi 

Hirschsprung berupa pembesaran perut, berat badan sulit naik, 

muntah, dan sulit buang air besar. Keluarnya kembali isi perut (refluk 

saluran cerna) juga sering menjadi penyebab ketidaknyamanan 

pasca pemberian makan sebab  pada dasarnya anak dengan 

Sindrom Down jarang menghabiskan waktu dalam posisi duduk 

dan juga adanya penurunan tonus otot di ujung bawah esofagus.56 

Penelitian Berrocal dkk (1999), mengungkapkan stenosis duodenum 


36

dan anus imperforata terdapat pada anak dengan Sindrom Down. 

Distensi abdominal, kegagalan pasase mekonium, enterokolitis, dan 

muntah bilious merupakan manifestasi klinis yang tampak dalam 

beberapa hari setelah kelahiran. Bayi dengan atresia duodenum atau 

stenosis duodenum menunjukkan gejala muntah bilious setelah 

periode neonatus. Bila dibiarkan tidak diatasi, akan memicu  

dehidrasi berat dan ketidakseimbangan elektrolit. Anus imperforata 

merupakan defek kelahiran dimana rektum mengalami malformasi 

dan berhubungan dengan peningkatan anomali spesifik lain seperti 

anomali tulang belakang, atresia ani, anomali kardiovaskular, fistula 

trakeoesofagus, esofagus atresia, defek pada ginjal dan anggota 

gerak.57 Penelitian Berrocal dkk (1999), mengungkapkan bahwa 

terdapat gangguan pada 10 gen non HSA21 terkait dengan penyakit 

anus imperforata.54,55

5.5 INFEKSI DAN GANGGUAN SISTEM PERTAHANAN TUBUH

Anak Sindrom Down lebih mudah terkena infeksi dibandingkan 

anak normal. Adanya kelainan sistem pertahanan tubuh (imunitas) 

berkaitan dengan Sindrom Down dihubungkan dengan proses 

metabolik atau kekurangan nutrisi yang akan menjadi faktor 

predisposisi pencetus infeksi. Faktor lain yang berpengaruh di 

antaranya kelainan struktur anatomi (misalnya saluran telinga 

sempit) dan kembalinya isi perut ke mulut dapat berperan dalam 

peningkatan kejadian infeksi saluran napas atas. Oleh sebab itu, anak 

dengan Sindrom Down tetap memerlukan imunisasi tepat waktu 

sesuai jadwal seperti anak pada umumnya untuk memperkuat 

sistem kekebalan di dalam tubuh. 58

5.6 MASALAH NEUROLOGI 

Pasien Sindrom Down memiliki risiko lebih besar untuk 

menderita penyakit Alzheimer. Setelah umur 50 tahun, risiko 

untuk berkembangnya demensia meningkat pada pasien Sindrom 

Down mencapai hampir 70%. Ada berbagai macam variasi gen yang 

dilaporkan dapat memicu  onset dini penyakit Alzheimer.59,60 


Masalah Kesehatan Anak Sindrom Down 37

Beberapa gen yang dideskripsikan yaitu  amyloid precursor protein 

(APP), beta secretase 2 (BACE2), Phosphatidylinositol binding clathrin 

assembly protein (PICALM), dan Apolipoprotein E (APOE). APP 

merupakan protein membran integral yang bekerja pada sinaps dari 

neuron dan trisomi. Protein ini cenderung membuat peningkatan 

frekuensi demensia pada individu Sindrom Down. BACE2 mengkode 

enzim beta secretase 2 yang terlibat dalam penyakit Alzheimer. Gen 

APP dan BACE2 terletak pada kromosom 21.61,62

Selain penyakit Alzheimer, penelitian oleh Jones EL pada tahun 

2013 mengungkapkan adanya hubungan antara umur dan prevalensi 

kejang pada SD, dengan puncak kejadian kejang pada masa bayi 

dan berulang pada dekade keempat atau kelima dalam hidupnya. 

Penurunan kejadian kejang menurun selama masa dewasa. Spasme 

infantil yaitu  tipe kejang yang paling sering muncul pada bayi dan 

dapat terkontrol dengan steroid atau antikonvulsan lainnya. Angka 

kejadian kejang yang meningkat tidak hanya akibat perkembangan 

otak yang abnormal, namun dapat terjadi akibat adanya defek 

jantung, infeksi, maupun gangguan neurotransmiter.62 Gangguan 

autis lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa dengan SD. Angka 

kejadian autisme pada populasi umum yaitu  15 tiap 10.000 populasi 

dengan prevalensi SD sekitar 5-10%.63

5.7 GANGGUAN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN 

Anak SD seringkali mengalami gangguan pendengaran, baik 

sensorineural maupun konduktif. Semua bayi dengan SD perlu 

dievaluasi dengan Auditory Brainstem Response Test (ABR) atau dengan 

Transient Evoked Otoacoustic Emission Test.64 Obstruksi saluran napas 

yaitu  masalah yang berat pada anak dan dewasa dengan SD. Gejala 

yang muncul meliputi bunyi napas mendengkur, posisi tidur yang 

kurang lazim (duduk atau membungkuk sampai kepala menyentuh 

lutut), kelelahan di siang hari, atau adanya perubahan perilaku. 

Gejala-gejala tersebut harus dievaluasi dengan baik untuk mencari 

apakah terdapat obstructive sleep apnea. Sinusitis dengan sekret 


38

nasal yang purulen sering juga ditemui pada anak dengan SD dan 

memerlukan tata laksana segera.65

5.8 GANGGUAN PENGLIHATAN

Anak dengan SD memiliki lipatan mata epikantus. Hal ini 

disebabkan oleh bagian luar canthus lebih tinggi dari pada bagian 

dalam, sehingga mata terlihat sipit dan agak ke atas, secara klinis 

memberikan kesan seperti ras Mongol. Karakteristik pada mata 

lainnya yaitu  dapat ditemukannya bintik putih pada iris yang 

dinamakan brushfield spots. Kelainan mata yang lain dapat berupa 

strabismus, nistagmus, kelainan refraksi, dan katarak kongenital. 

Katarak kongenital yaitu  masalah serius pada bayi dengan SD 

yang ditandai dengan tidak adanya red reflex, terdapat nistagmus 

dan strabismus.66

Gambar 5.1 Brushfield spots. Brushfield spots merupakan salah satu ciri 

Sindrom Down. (Sumber: Gammon. Stoel C, 2001)


39

6.1 PERTUMBUHAN ANAK DENGAN SINDROM DOWN

Beberapa penelitian terdahulu telah membahas tentang 

pertumbuhan linier anak dengan Sindrom Down yang menunjukkan 

pertumbuhan tertinggal mulai dari kehidupan prenatal.67 Cronk 

(1978) meneliti 90 anak usia 0-36 bulan dengan Sindrom Down dan 

mendapati bahwa rata-rata berat dan panjang badan saat lahir lebih 

rendah antara 0,5-1,0 SD daripada kelompok kontrol. Pada usia 3 

tahun, 30% anak dengan Sindrom Down memiliki panjang badan 

kurang dari persentil ketiga, 60% berada antara persentil ketiga dan 

kesepuluh, serta sisanya sebanyak 10% tumbuh normal.68

Cronk dkk (1988) juga meneliti 730 anak usia 1 bulan-18 tahun 

dengan Sindrom Down dan berdasarkan 4650 kali pengamatan, 

mereka menyimpulkan bahwa anak dengan Sindrom Down yang 

menderita kelainan jantung bawaan derajat sedang sampai berat, 

tinggi badannya lebih pendek 2 cm pada anak laki-laki dan 1,5 cm 

PERTUMBUHAN ANAK 

DENGAN SINDROM DOWN

BAB 6


40

pada anak perempuan sampai usia 8 tahun sedang berat badannya 

lebih ringan 3 kg mulai dari umur 3 bulan sampai 8 tahun untuk 

setiap jenis kelamin.69

Penelitian ini juga menghasilkan kurva pertumbuhan spesifik 

untuk Sindrom Down, di mana panjang badan lebih pendek dan 

kecepatan pertumbuhan lebih lambat terjadi pada waktu dan 

besaran yang bervariasi, sehingga bila di-plot pada kurva NCHS, 

maka anak dengan Sindrom Down tidak akan berada pada persentil 

yang sama. Pertambahan berat anak dengan Sindrom Down lebih 

cepat daripada pertambahan tinggi badannya sehingga sering terjadi 

overweight pada usia 36 bulan.69

Pertumbuhan lambat dan kekurangan hormon gonad yaitu  

salah satu ciri khas Sindrom Down. Rata-rata kecepatan pertambahan 

tinggi maksimal yaitu  8,5 cm per tahun untuk laki-laki dan 7,3 cm 

per tahun untuk perempuan. Usia rata-rata saat puncak kecepatan 

pertumbuhan yaitu  12,3 tahun untuk laki-laki dan 10,8 tahun 

untuk perempuan, lebih rendah bila dibandingkan anak sehat.70

Perawakan pendek yaitu  karakteristik sebagian besar anak 

dengan Sindrom Down. Rata-rata tinggi di kebanyakan usia ada 

di sekitar persentil kedua dari populasi umum. Penyebab utama 

dari keterlambatan pertumbuhan hingga kini masih belum 

diketahui. Beberapa kondisi yang dapat memicu  keterlambatan 

pertumbuhan yaitu penyakit jantung bawaan, sumbatan jalan napas 

terkait henti napas saat tidur (sleep apnea), kelainan saluran cerna, 

kekurangan hormon tiroid, dan kekurangan nutrisi sebab  masalah 

dalam pemberian makan. Didapatkan juga peningkatan kejadian 

kelebihan berat badan maupun obesitas, terutama di masa remaja 

dan dewasa.71

Pada pola pertumbuhan Sindrom Down, terdapat penurunan 

kecepatan pertumbuhan dari lahir hingga remaja, khususnya di usia 

sekitar 6 bulan hingga 3 tahun dan saat masa pubertas. Anak dengan 

sindrom Down mencapai tinggi maksimal di usia yang relatif muda, 

yaitu 16 tahun untuk laki-laki dan 15 tahun untuk perempuan.57

Individu dengan Sindrom Down memiliki sistem tulang dan 

otot yang berbeda dengan individu normal. Untuk struktur oral, 


Pertumbuhan Anak dengan Sindrom Down 41

sistem tulang dicirikan dengan ketiadaan atau pengurangan tulang 

pertumbuhan, rongga mulut yang lebih kecil, dan posisi lidah 

yang lebih belakang. Perbedaan-perbedaan ini dalam hal ukuran 

dan struktur lidah memengaruhi produksi konsonan lidah. Lebih 

lanjut, otot wajah yang lemah membatasi pergerakan bibir yang 

akan memengaruhi produksi dari konsonan bibir dan huruf hidup 

yang bulat. Hipotonisitas umum yang memengaruhi pergerakan 

lidah dan bibir akan terlibat dalam semua aspek pada produksi 

bicara. Apabila terdapat salah satu dari faktor tersebut, maka akan 

berdampak pada gangguan pergerakan motorik terkait bicara dan 

berefek negatif pada kemampuan artikulasi dan fonatori pada anak 

dengan Sindrom Down.66,71

Sistem saraf dari individu dengan Sindrom Down juga memiliki 

ciri yang berbeda termasuk perbedaan anatomi pada sistem saraf 

pusat dan perifer, ukuran dan berat yang lebih rendah, sulkus yang 

lebih kecil dan sedikit, gyrus temporosuperior yang lebih sempit, 

neuron korteks yang lebih sedikit, densitas neuron yang menurun, 

mielinisasi neuron yang terlambat, struktur dendrit yang abnormal, 

dan gangguan membran sel. Suatu hipotesis menyatakan bahwa 

perbedaan-perbedaan ini terkait dengan gangguan pada ketepatan, 

kecepatan, konsistensi, dan efisiensi dari pergerakan saat bicara.4,72

Perawakan pendek merupakan tanda kardinal anak dengan SD. 

Retardasi pertumbuhan sudah terjadi sejak masa prenatal. Setelah 

lahir, penurunan kecepatan pertumbuhan paling banyak terjadi 

saat anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun. Beberapa kondisi yang 

memicu  terlambatnya pertumbuhan yaitu  penyakit jantung 

bawaan, defisiensi hormon tiroid, penyakit celiac, obstuksi saluran 

napas atas, dan defisiensi zat gizi akibat kesulitan makan. Pubertas 

muncul lebih awal dan terjadi gangguan percepatan pertumbuhan 

(growth support).73 Penelitian yang dilakukan Arifiyah pada tahun 

2017 mengungkapkan, penilaian tinggi badan berdasarkan usia 

didapatkan sebagian besar memiliki perawakan pendek sebesar 

46,5% dan sangat pendek sebesar 24,4% anak, sedangkan penilaian 

lingkar kepala hampir semua mikrosefal. Arah garis pertumbuhan 

normal didapatkan pada 75,6% anak.74 Batubara pada tahun 2006 


42

memaparkan mengenai kurva pertumbuhan anak-anak Sindrom 

Down di Indonesia, rata-rata minimum untuk anak usia 6-12 tahun 

yaitu  96-128 cm untuk anak perempuan dan 96-125 cm untuk anak 

laki-laki.75

 Penelitian yang dilakukan oleh Kimura dkk (2003), pada anak 

SD Jepang didapatkan hasil nilai tengah tinggi badan anak SD 

sebelum pubertas yaitu  sekitar -2SD lebih rendah dibandingkan 

anak normal. Percepatan pertumbuhan terjadi pada 1 tahun lebih 

awal. 72

Faktor yang memengaruhi pertumbuhan anak dengan Sindrom 

Down yaitu  faktor internal atau herediter, antara lain jenis kelamin, 

ras, suku bangsa, serta faktor lingkungan yang meliputi lingkungan 

pranatal, postnatal, dan faktor hormonal. Faktor hormonal yang 

berperan dalam tumbuh kembang anak yaitu somatotron (growth 

hormon) berperan dalam memengaruhi pertumbuhan tinggi 

badan dengan menstimulasi terjadinya proliferasi sel kartigo dan 

sistem skeletal. Selain itu, hormon tiroid berfungsi menstimulasi 

metabolisme tubuh, glukokortikoid menstimulasi pertumbuhan sel 

interstisial dari testis untuk memproduksi testosteron dan ovarium 

untuk memproduksi estrogen untuk menstimulasi perkembangan 

seks.57,72 

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Thiel (2002) menunjukkan 

bahwa faktor nutrisi dapat berperan dalam menambah tinggi badan 

anak SD. Penambahan Harrell’s formula yang terdiri atas HAP Caps, 

flaxseed oil, dan N,N-dimethylglycine ke dalam diet anak SD, didapatkan 

hasil peninggian tinggi badan pada anak-anak tersebut. Meskipun 

demikian, American College of Medical Genetics menyatakan 

bahwa tidak ditemukan bukti ilmiah manfaat suplementasi vitamin, 

mineral, asam amino, hormon, maupun kombinasi enzim pada 

perkembangan mental anak dengan SD.76

Grafik pertumbuhan standar tidak boleh digunakan untuk 

anak-anak dengan Sindrom Down. Kurva pertumbuhan yang 

saat ini dipakai di Indonesia yaitu  kurva pertumbuhan yang 

dibuat berdasarkan data anak SD di Amerika Serikat oleh Cronk 

dkk (1988). Parameter pertumbuhan seperti berat badan, tinggi 


Pertumbuhan Anak dengan Sindrom Down 43

badan, dan lingkar kepala dicantumkan pada kurva pertumbuhan 

khusus anak SD. Beberapa grafik pertumbuhan Sindrom Down 

telah dipublikasikan di Amerika, Sesilia, dan Belanda. Grafik 

pertumbuhan yang sering digunakan di seluruh dunia yaitu  grafik 

pertumbuhan Sindrom Down yang berasal dari Amerika. 69 

Pemeriksaan rutin setiap bulan pada anak Sindrom Down 

dapat mengidentifikasi penyebab kelainan pertumbuhan serta risiko 

kelebihan berat badan dan obesitas. Kurva pertumbuhan yaitu  

sarana yang berguna untuk memonitor pertumbuhan anak. Namun, 

pola pertumbuhan anak Sindrom Down berbeda dengan populasi 

umum, oleh sebab  itu penting untuk menggunakan kurva khusus 

untuk Sindrom Down.71

Evaluasi pertumbuhan anak dengan Sindrom Down mutlak 

diperlukan. Oleh sebab itu, diperlukan kemampuan dasar awal 

untuk mengukur berat badan, panjang badan atau tinggi badan, 

lingkar kepala, dan menentukan usia anak secara benar. Berikut 

yaitu  penjelasan langkah-langkah sistematis untuk pengukuran 

antopometri dan menentukan usia anak.77

6.2 LANGKAH-LANGKAH PENGUKURAN ANTOPOMETRI77

Langkah Pertama: Menentukan usia

Usia menjadi acuan kita dalam menentukan posisi anak di 

dalam kurva pertumbuhan. Pada usia <2 tahun, bila bayi lahir 

kurang bulan maka digunakan usia koreksi. Usia koreksi dihitung 

dengan cara mengurangi usia kehamilan cukup bulan (40 minggu) 

dengan usia kehamilan saat bayi lahir.

Contoh 1: An. Adam lahir prematur dengan usia kehamilan 32 

minggu. Saat ini Adam berusia 8 bulan. 

 sebab  Adam masih berusia < 2 tahun maka dihitung usia 

koreksi.

 Usia koreksi Adam = 8 bulan – (40 minggu-32 minggu)

 = 8 bulan – 2 bulan = 6 bulan


44

Contoh 2: An. Putri lahir prematur dengan usia kehamilan 28 

minggu. Saat ini Putri berusia 2 tahun 6 bulan.

 Usia Putri >2 tahun sehingga Putri tidak memerlukan usia 

koreksi.

Langkah Kedua: Mengukur berat badan, panjang badan/tinggi 

badan, dan lingkar kepala

Cara mengukur berat badan anak

1. Pengukuran dengan menggunakan timbangan bayi

- Anak usia 0-2 tahun dapat diukur dengan menggunakan 

timbangan bayi

- Sebelum ditimbang, sebaiknya baju, kaos kaki, topi, dan aksesori 

lain dilepas lebih dulu

- Timbangan diletakkan di permukaan datar, keras, dan tidak 

mudah bergerak

- Pastikan posisi jarum di angka nol

- Baringkan bayi di atas timbangan

- Lihat di mana posisi jarum berhenti

- Bacalah dengan teliti angka yang ditunjuk

- Bila bayi terus bergerak, bacalah angka di tengah antara 

gerakan jarum ke kanan dan ke kiri.

2. Pengukuran dengan menggunakan timbangan injak

- Letakkan timbangan injak di lantai datar dan tidak mudah 

bergoyang

- Pastikan posisi jarum berada di angka nol

- Sebaiknya menggunakan pakaian yang ringan

- Lepaskan kaos kaki, alas kaki, topi atau bawaan lain yang 

berat.

- Biarkan anak berdiri di atas timbangan injak tanpa 

dipegangi


Pertumbuhan Anak dengan Sindrom Down 45

- Perhatikan jarum timbangan atau angka yang tertera pada 

timbangan sampai berhenti

- Baca dengan teliti angka timbangan atau angka yang ditunjuk 

oleh jarum timbangan

- Bila anak terus bergerak, bacalah angka di tengah antara 

gerakan jarum ke kanan dan ke kiri.

Cara mengukur panjang badan/tinggi badan

1. Posisi berbaring

- Sebaiknya pengukuran panjang badan dilakukan oleh dua 

orang

- Baringkan bayi di atas meja/alas datar

- Posisikan kepala bayi menempel pada angka nol

- Pemeriksa 1: Memegang kepala bayi dengan kedua tangan 

agar ujung kepala bayi menempel di angka nol

- Pemeriksa 2: Tangan kiri menekan lutut bayi agar lurus dan 

tangan kanan menekan batas kaki ke telapak kaki

- Kemudian pemeriksa 2 membaca angka yang ditunjuk oleh 

bagian terluar kaki bayi di tepi luar pengukur

2. Posisi berdiri

- Lepaskan sandal, sepatu, atau topi yang dipakai

- Posisikan anak berdiri tegak dan menghadap ke depan

- Posisi punggung, pantat, dan tumit menempel di tiang 

pengukur

- Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-

ubun

- Baca dengan teliti angka yang ditunjuk di batas atas 

pengukur


46

Cara menentukan lingkar kepala

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 6.1 Cara mengukur lingkar kepala dan ubun-ubun besar. 

(Sumber: Harris SR, 2003).

1. Siapkan pita pengukur (meteran) yang tidak elastis

2. Pemantauan lingkar kepala sebaiknya dilakukan bersama 

dengan ukuran ubun-ubun besar.

3. Lingkarkan pita pengukur pada daerah glabella (frontalis) 

atau supra orbita bagian anterior menuju oksiput pada bagian 

posterior. Kemudian tentukan hasilnya.

4. Sedangkan ubun-ubun besar diukur dengan rata-rata ukuran 

anteroposterior dan transversal. 

5. Cantumkan hasil pengukuran pada kurva lingkar kepala.

Langkah Ketiga: Memilih Grafik yang Sesuai dengan Usia dan Jenis 

Kelamin

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) membuat 

kurva pertumbuhan untuk anak Sindrom Down di Amerika untuk 

membantu memonitor pertumbuhan anak. Kurva dibedakan dalam 

kelompok usia 0-3 tahun dan 2-20 tahun untuk masing-masing jenis 

kelamin.


Pertumbuhan Anak dengan Sindrom Down 47

CS260242-A

Growth Charts for Children with Down Syndrome

Birth to 36 months: Boys

Weight-for-age percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.2 Grafik berat badan menurut umur untuk anak laki-laki Sindrom 

Down usia 0-36 bulan.


48

CS260242-A

Growth Charts for Children with Down Syndrome

Birth to 36 months: Boys

Length-for-age percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.3 Grafik panjang/tinggi badan menurut umur untuk anak laki-laki 

Sindrom Down usia 0-36 bulan.


Pertumbuhan Anak dengan Sindrom Down 49

CS260242-A

Growth Charts for Children with Down Syndrome

Birth to 36 months: Boys

Head circumference-for-age percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.4 Grafik lingkar kepala menurut umur untuk anak laki-laki Sindrom 

Down usia 0-36 bulan.


50

CS260242-A

Growth Charts for Children with Down Syndrome

0 to 36 months: Boys

Weight-for-length percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.5 Grafik berat badan terhadap panjang atau tinggi badan untuk anak 

laki-laki Sindrom Down usia 0-36 bulan.


Pertumbuhan Anak dengan Sindrom Down 51

CS260242-B

Growth Charts for Children with Down Syndrome

Birth to 36 months: Girls

Weight-for-age percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.6 Grafik berat badan terhadap umur untuk anak perempuan Sindrom 

Down usia 0-36 bulan.


52

CS260242-B

Growth Charts for Children with Down Syndrome

Birth to 36 months: Girls

Length-for-age percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.7 Grafik panjang atau tinggi badan terhadap umur untuk anak 

perempuan Sindrom Down usia 0-36 bulan.


Pertumbuhan Anak dengan Sindrom Down 53

CS260242-B

Growth Charts for Children with Down Syndrome

Birth to 36 months: Girls

Head circumference-for-age percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.8 Grafik lingkar kepala terhadap umur untuk anak perempuan 

Sindrom Down usia 0-36 bulan.


54

CS260242-B

Growth Charts for Children with Down Syndrome

0 to 36 months: Girls

Weight-for-length percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.9 Grafik berat badan terhadap panjang atau tinggi badan untuk anak 

perempuan Sindrom Down usia 0-36 bulan.


Pertumbuhan Anak dengan Sindrom Down 55

CS260242-A

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Growth Charts for Children with Down Syndrome

2 to 20 years: Boys

Weight-for-age percentiles

Gambar 6.10 Grafik berat badan terhadap umur untuk anak laki-laki Sindrom 

Down usia 2-20 tahun.


56

CS260242-A

Growth Charts for Children with Down Syndrome

2 to 20 years: Boys

Height-for-age percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.11 Grafik tinggi badan terhadap umur untuk anak laki-laki Sindrom 

Down usia 2-20 tahun.


Pertumbuhan Anak dengan Sindrom Down 57

CS260242-A

Growth Charts for Children with Down Syndrome

2 to 20 years: Boys

Head circumference-for-age percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.12 Grafik lingkar kepala terhadap umur untuk anak laki-laki Sindrom 

Down usia 2-20 tahun.


58

CS260242-B

Growth Charts for Children with Down Syndrome

2 to 20 years: Girls

Weight-for-age percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.13 Grafik berat badan terhadap umur untuk anak perempuan 

Sindrom Down usia 2-20 tahun.


Pertumbuhan Anak dengan Sindrom Down 59

CS260242-B

Growth Charts for Children with Down Syndrome

2 to 20 years: Girls

Height-for-age percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.14 Grafik tinggi badan terhadap umur untuk anak perempuan 

Sindrom Down usia 2-20 tahun


60

CS260242-B

Growth Charts for Children with Down Syndrome

2 to 20 years: Girls

Head circumference-for-age percentiles

Name        

Record

Published October 2015. 

Source: Zemel BS, Pipan M, Stallings VA, Hall W, Schgadt K, Freedman DS, Thorpe P. Growth Charts for Children with Down Syndrome in the U.S. Pediatrics, 2015. 

Gambar 6.15 Grafik lingkar kepala terhadap umur untuk anak perempuan 

Sindrom Down usia 2-20 tahun.


61

 tentu berbeda 

dengan perkembangan anak sehat. Ekspresi pada kromosom 

yang berlebih memicu  penurunan jumlah saraf pada sistem 

saraf pusat, keterlambatan mielinisasi, gangguan pengaturan 

siklus sel, dan memicu  produksi protein berlebihan serta 

neurotransmisi yang tidak normal. Adanya beberapa kondisi tersebut 

memicu  anak dengan Sindrom Down memiliki gangguan 

komunikasi, konsentrasi, ingatan, kemampuan melaksanakan 

tugas, perkembangan motorik, dan kontrol tubuh. Kim dkk (2012), 

melakukan pendataan profil perkembangan motorik dan kognitif 

anak dengan Sindrom Down. Berdasarkan penelitian tersebut, 

anak dengan Sindrom Down memiliki kemampuan motorik dan 

membutuhkan waktu pencapaian level perkembangan dua kali lipat 

lebih lama dibandingkan anak normal. Hampir semua anak dengan 

Sindrom Down memiliki gangguan intelektual derajat sedang dan 

perkembangan kognitif serta motorik yang tidak berhubungan satu 

PERKEMBANGAN ANAK DENGAN 

SINDROM DOWN

BAB 7


62

dengan lainnya. Beberapa perbedaan level pencapaian perkembangan 

pada anak dengan Sindrom Down dan anak sehat telah diteliti oleh 

Kim dkk (2012) dan dijelaskan pada tabel 7.1.78 

Tabel 7.1  Perbedaan tingkat pencapaian perkembangan anak dengan Sindrom 

Down dan anak sehat

Parameter Anak Sindrom Down Anak Sehat Perbedaan

Kontrol kepala 6.1 ± 2.6  3.0  3.1

Tengkurap 8.8 ± 3.1  5.0  3.8

Duduk sendiri 11.9 ± 3.3  6.0  5.9

Creeping 13.9 ± 3.5  8.0  5.9

Merangkak 18.1 ± 5.0  8.5  9.6

Cruising 22.3 ± 7.2  9.2 13.1

Jalan sendiri 28.0 ± 8.3 12.1 15.9

(Sumber: Kim HI, et al., 2017)

Berdasarkan tabel 7.1 didapatkan bahwa dari 78 anak Sindrom 

Down yang diteliti, rata-rata pencapaian level perkembangan antara 

lain: 6.1±2.7 bulan untuk kontrol kepala, 8.76±3.1 bulan untuk 

tengkurap, 12.0±3.3 bulan untuk duduk sendiri, 14.0±3.5 bulan 

untuk creeping, 18.1±5.0 bulan untuk merangkak, 22.3±7.2 bulan 

untuk cruising, dan 28.0±8.3 untuk kemampuan berjalan sendiri. 

Dibandingkan dengan anak sehat, anak dengan Sindrom Down 

dapat mengikuti perkembangan sesuai anak normal namun dicapai 

dalam jangka waktu hingga 2 kali lipat lebih lama.78

Studi lain yang dilakukan oleh Rao dkk (2016) mengetahui 

kemampuan respons anak normal dan anak dengan Sindrom Down 

terhadap tugas yang diberikan pada usia 9-12 tahun. Studi tersebut 

melibatkan 40 anak normal yang sedang masa perkembangan, 

26 anak dengan Sindrom Down, dan 37 anak dengan kelainan 

perkembangan lainnya. Pada studi ini dilakukan eksperimen untuk 

mengukur waktu respons dan kekuatan respons terhadap tugas 

yang diberikan. Berdasarkan studi ini didapatkan bahwa kelompok 

anak dengan Sindrom Down dan kelainan perkembangan lainnya 


 63

memiliki kemampuan respons terhadap kerumitan tugas lebih 

rendah.79

Telah banyak didokumentasikan bahwa anak dengan Sindrom 

Down memiliki karakteristik defisit kognitif, masalah wicara, 

dan masalah perkembangan motorik.81 Salah satu hal yang unik 

dari karakteristik Sindrom Down yaitu  hipotonia general dan 

kelemahan sendi sebab  hipotonia, yang merupakan akibat dari 

perjalanan neuropatologi Sindrom Down. Neuropatologi yang 

terjadi yaitu  otak kecil dan batang otak yang lebih kecil dan 

penurunan mielinisasi dari belahan otak, ganglia basalis, otak 

kecil, dan batang otak di tahun pertama kehidupan. Faktor-faktor 

inilah yang memicu  keterlambatan motorik dan postural, 

serta defisit proses sensoris dan integrasi sensoris sebab  hambatan 

dari pengalaman sensoris pertama. Telah didokumentasikan juga 

bahwa bayi Sindrom Down yang berusia 3 bulan sepenuhnya dapat 

menuntaskan tugas perkembangan. Hambatan baru terjadi setelah 

usia 6 bulan. Oleh sebab  itu, intervensi dini diharapkan dapat 

mengatasi hambatan tersebut.83 Pendekatan yang paling umum 

untuk proses  yaitu  

dengan menggunakan beberapa area perkembangan, yaitu kognitif, 

bahasa, motorik, sensorik, dan sosial.84

7.1 PERKEMBANGAN KOGNITIF

Disabilitas intelektual dikenali sebagai salah satu karakteristik 

yang prominen pada Sindrom Down. Sebaliknya, Sindrom Down 

yaitu  etiologi genetik terbesar dari disabilitas intelektual (DI). 

Tingkat keparahan DI pada individu dengan Sindrom Down 

bervariasi dari nilai Intelligence Quotient (IQ) 30 hingga 70, dengan 

rata-rata nilai IQ sebesar 50.81 Fungsi kognitif seringkali berubah 

sepanjang hidup dan dipengaruhi oleh beberapa faktor komorbid, 

di antaranya gangguan sensoris, kejang, autisme, gangguan tidur 

serta kondisi medis dan psikiatris lainnya.84

Silverstein dkk (1982) menyimpulkan bahwa beberapa anak 

dengan Sindrom Down akan mengalami retardasi mental yang 


64

sangat berat, mayoritas akan mengalami retardasi mental derajat 

sedang (IQ 35-50) sampai berat (IQ 20-35), sedang minoritasnya akan 

mengalami retardasi mental ringan (IQ 50-70) sampai intelegensi 

normal.85

Hodapp dan Zigler (1990) menyatakan bahwa pada usia antara 

16-40 minggu, rata-rata IQ anak dengan Sindrom Down yaitu  

antara 71-75. Namun menjadi 69 pada usia 1 tahun dan 58 pada usia 

18 bulan. Jadi, terdapat penurunan IQ seiring dengan bertambahnya 

usia. Anak dengan IQ antara 55-80 diklasifikasikan sebagai anak 

dengan retardasi mental yang dapat dididik, dan diharapkan dapat 

mengikuti pendidikan formal minimal kelas 3 dan kadang-kadang 

dapat mengikuti pendidikan dasar sampai 6 tahun. Sedangkan 

anak dengan IQ 25-55 diklasifikasikan sebagai anak yang dapat 

dilatih.86

Penelitian di bidang neurosains menunjukkan bahwa memang 

ada perbedaan yang mendasar dalam hal struktur dan cara kerja otak 

anak dengan Sindrom Down dengan anak normal. Namun masih 

sangat jauh untuk dapat membuat hubungan yang langsung antara 

kelainan otak spesifik dengan berkurangnya perkembangan kognisi. 

Contoh, imaturitas yang ditemukan pada lobus frontal dan temporal 

apakah berhubungan langsung dengan berkurangnya memori.87

7.2  PERKEMBANGAN BAHASA

Komunikasi tidak hanya berarti bicara, namun juga ekspresi 

wajah, senyuman, bahasa tubuh, bahasa isyarat, dan bahasa yang 

menggunakan sistem komputer. Orang berkomunikasi untuk saling 

memahami. Perkembangan bahasa dan bicara anak dengan Sindrom 

Down biasanya lebih lambat. Mereka mengalami kesulitan berbicara 

secara spontan disebab kan perbedaan anatomi dan ketulian sebab  

otitis media. 88,89

Miller dkk (1987), meneliti 56 anak dengan Sindrom Down, 

mendapati bahwa tidak ada keterlambatan sampai masa di mana 

anak seharusnya sudah dapat mengucapkan kata-kata pertama 

mereka. Pada umur di atas 18 bulan, 60-75% anak dengan Sindrom 


 65

Down mengalami keterlambatan, sedangkan 25-40% anak tidak akan 

mengalami keterlambatan. Ia juga menemukan bahwa kebanyakan 

anak dengan Sindrom Down lebih lambat mengucapkan kata 

pertama mereka, kosakata mereka juga bertambah dengan lambat 

walaupun mereka menggunakan 2 frase sebagaimana dilakukan 

oleh anak normal, namun mereka kesulitan dalam menguasai 

keterampilan berbicara dengan tata bahasa yang baik.90

Bray dan Woolnough pada tahun 1988 juga mendapati bahwa 

anak dengan Sindrom Down berbicara dengan cara tersendat-sendat, 

seperti bahasa telegraf yang pendek-pendek, contohnya anak akan 

berbicara “pergi berenang Ayah” daripada “saya pergi berenang 

bersama Ayah tadi pagi”. Cara bicara yang tersendat-sendat 

seperti bahasa telegraf dan juga cara pengucapan yang jelek akan 

mengakibatkan anak dengan Sindrom Down sulit dipahami, 

khususnya bila mereka berbicara dengan orang yang asing dengan 

mereka.91

Miller dkk (1991), meneliti perbandingan antara 44 anak dengan 

Sindrom Down dengan 46 anak normal yang sedang berkembang 

pada tahap yang sama dengan usia mental 12-27 bulan dan mendapati 

bahwa anak dengan Sindrom Down berbicara lebih sedikit seiring 

dengan peningkatan umur mental mereka daripada kelompok anak 

lain. Walaupun demikian, jika dikombinasikan dengan bahasa 

isyarat, maka perbedaan ini menjadi tidak lagi bermakna.92,93

Keterlambatan perkembangan bahasa umumnya berkaitan 

dengan keterlambatan kognitif general. Disosiasi bahasa dan 

keterampilan kognitif yang terjadi pada anak yang sedang 

berkembang terdiri atas dua bentuk, yaitu: 1. hanya gangguan 

bahasa spesifik ekspresif saja; 2. gangguan bahasa spesifik reseptif 

dan ekspresif.

Perkembangan bahasa pada anak Sindrom Down terdiri atas 2 

periode utama, yaitu:

a. Periode Sensorimotor (Usia mental 0-2)

 Pada anak dengan Sindrom Down, perkembangan sensoris 

motoris (seperti yang dinilai dengan “Piagetian Tasks of Object 

Permanence”) sering tampak mendekati normal di tahun 


66

pertama, terhambat di tahun kedua, dan makin terhambat di 

usia 2–4 tahun. Kelemahan signifikan dalam kemampuan 

komunikasi, berdampak pada kemampuan bersosialisasi 

di kehidupan sehari-hari. Perkembangan bunyi suara lebih 

terhambat sebab  merupakan aspek gabungan perhatian dan 

komunikasi prelinguistik. Anak Sindrom Down lebih sering 

memerhatikan wajah rekan sosial daripada mainan yang tidak 

bersuara. Intervensi di periode pembelajaran bahasa ini bisa 

menggunakan tanda (sign) yang membuat anak Sindrom Down 

menjadi komunikator. Penggunaan tanda kata secara khusus 

menurun seiring waktu dan mulai muncul kata yang diucapkan 

di usia prasekolah.

b. Periode Preoperasional (Usia Mental 2-7)

 Orang tua yang diwawancara menggunakan “Vineland Scales” 

menunjukkan bahwa bahasa ekspresif lebih lemah dibandingkan 

bahasa reseptif sejak usia 24 bulan. Keterampilan komunikasi 

umumnya menurun seiring dengan kemampuan untuk hidup 

sehari-hari dan bersosialisasi. Mervis dan Bertrand memeriksa 

pembelajaran kata-kata baru untuk objek yang tidak bernama 

oleh anak Sindrom Down. Didapatkan hasil kemampuan untuk 

mengategorikan objek (pada periode sensoris motoris) berkaitan 

dengan kemampuan anak untuk memetakan dengan cepat 

nama objek baru, menggeneralisasikan, dan untuk membuat 

perkembangan leksikal cepat. 

Anak Sindrom Down belajar kata-kata baru lebih cepat dengan 

prototipe dari masing-masing kategori konsep. Pemetaan cepat dari 

satu kata baru setelah kata lainnya dari beberapa paparan pada 

anak dan remaja dengan Sindrom Down sebaik anak lain dengan 

usia mental yang sama, termasuk memori tentang kejadian yang 

melibatkan objek baru tersebut. Pembelajaran memproduksi kata 

kerja untuk suatu aktivitas yang baru lebih sulit dibanding kata 

benda dengan objek yang nyata.94 


 67

Tabel 7.2  Perbandingan perkembangan bahasa anak Sindrom Down dan anak 

dengan perkembangan normal.

Perkembangan Bahasa

Usia Kronologis Anak 

Sindrom Down

Perkembangan Normal

Tersenyum 2,9 bulan 2 bulan

Kata pertama 21,82 bulan 10 bulan

2 kata 23 bulan 12 bulan

5-7 kata 31 bulan 18 bulan

(Sumber: Russell DC, et al., 2016) 

7.3 PERKEMBANGAN MOTORIK

Pada anak dengan Sindrom Down, pola perkembangan 

motorik kasar maupun halus mengikuti pola yang sama dengan 

perkembangan anak normal, namun tonggak perkembangannya 

dicapai pada waktu yang lebih lambat. Menurut Sacks & Sandy 

(2000), ada beberapa alasan mengapa anak dengan Sindrom Down 

mengalami keterlambatan perkembangan motorik, antara lain faktor 

kognisi, hipotoni, kekuatan otot yang berkurang, sendi dan ligament 

yang longgar, serta faktor susunan tangan.1,86,88

Di awal tahun 1920-an, dipercaya bahwa perkembangan motorik 

berkembang dari motorik kasar ke motorik halus serta dari kontrol 

proksimal ke distal. Kontrol postur tubuh bagian atas berkaitan 

dengan perkembangan motorik halus dari ekstremitas yang lebih 

bawah.34 Ekstremitas atas digunakan untuk transisi kontrol postur 

tubuh seperti menggerakkan tubuh dari satu posisi ke posisi 

lain. Untuk melakukan transisi ini, diperlukan kekuatan badan 

dan ekstremitas atas. Perkembangan dan pemeliharaan stabilitas 

postural (perkembangan motorik kasar) yaitu  proses kompleks 

yang melibatkan multisistem seperti sistem sensoris, sistem saraf 

pusat yang memproses dan mengkoordinasikan gerakan motorik, 

serta sistem vestibular. Informasi sensoris dari somatosensoris, 

visual, dan vestibular berperan untuk orientasi kepala dan posisi 


68

badan di ruang dan kontrol postur dengan koordinasi gerakan. 

Sistem visual dan somatosensoris mengumpulkan informasi dari 

lingkungan (misalnya posisi badan terhadap objek yang lain), sistem 

vestibular, dan mengumpulkan informasi dari badan vestibular di 

telinga.95

Penelitian telah membuktikan bahwa anak dengan Sindrom 

Down mempunyai kesulitan memproses informasi yang diterima 

oleh saraf mereka untuk kemudian dikoordinasikan membentuk 

gerakan. Proses ini memakan waktu yang lebih lama. Semakin 

kompleks keterampilan yang diberikan, maka semakin lama pula 

waktu yang dibutuhkan oleh anak untuk menerjemahkan perintah 

ke dalam aksi. Hal ini dibuktikan oleh Frith dkk (1974) yang 

mendapati bahwa ketika anak dengan Sindrom Down diperintah 

untuk menjejakkan kaki lebih cepat, yang dilakukan oleh anak-anak 

tersebut yaitu  menjejakkan kaki lebih keras. Jadi walaupun otot 

dapat melakukan gerakan, namun gerakan tersebut terjadi lebih 

lambat, lebih lemah, dan tidak terkoordinasi dengan baik.86,88,96,97

Hipotoni berarti lemahnya tonus otot, yang dapat dilihat dengan 

jelas ketika masih bayi. Saat diangkat, bayi dengan Sindrom Down 

akan terasa floppy atau seperti ragdoll. Jika ditelentangkan, kepalanya 

akan ke samping dengan tangan terjulur menjauhi badan dan 

kakinya akan saling menjauh. Hipotoni dapat beragam derajatnya 

dari ringan, sedang, sampai berat, serta dapat berkurang bahkan 

menghilang seiring dengan umur, namun dapat juga menetap 

selama hidup. Hipotoni akan memicu  gangguan motorik kasar 

dan halus. Sebagai contoh, hipotoni akan membuat otot perut sulit 

untuk menahan keseimbangan saat berdiri, sehingga kompensasinya 

anak akan berdiri dengan bersandar pada meja. Kekuatan otot yang 

berkurang dapat ditingkatkan dengan latihan. Jika tidak, maka anak 

akan mengompensasi kelemahan otot tersebut dengan gerakan 

yang lebih mudah. Contoh ketika anak akan berdiri, namun sebab  

kelemahan badan dan kakinya, maka anak hanya akan mengakukan 

lututnya. 86,88,96,97

Pada anak dengan Sindrom Down, ligamen juga tersusun lebih 

longgar, sehingga memicu  kisaran gerak yang lebih luas dan 


 69

fleksibel. Contohnya yaitu  pada sendi paha, di mana anak dapat 

duduk dengan betis bersilangan, kedua lutut rata pada alas, dan 

kedua kaki pada lutut. Telapak kaki yang datar dan tanpa arkus, 

sehingga sulit untuk mempertahankan keseimbangan. Sendi ibu 

yang longgar, memicu  kesulitan memegang objek yang kecil. 

86,88,96,97

Tangan anak dengan Sindrom Down berukuran lebih kecil, 

pendek dan tebal, beberapa anak bahkan tidak mempunyai 

persendian yang normal. Susunan tangan demikian membuat anak 

sulit untuk belajar duduk, sebab mereka tidak dapat bertelekan pada 

tangan kecuali jika mereka agak sedikit membungkuk ke depan. 

Jika jatuh ke samping, mereka harus jatuh lebih jauh agar dapat 

bangun kembali dengan bertelekan pada tangan. Berikut ini yaitu  

tabel yang menggambarkan bahwa terdapat keterlambatan dalam 

menguasai keterampilan motorik kasar bila dibandingkan antara 

anak dengan Sindrom Down dengan anak normal.98

Keterlambatan perkembangan sistem motorik kasar tampak 

jelas pada Sindrom Down. Setiap anak dengan Sindrom Down 

memiliki pola dan kecepatannya sendiri. Empat pola tonus otot dan 

fungsi motor pada bayi dengan Sindrom Down telah diteliti oleh 

Daunhauer dan Fidler pada tahun 2011, yaitu tipe 1 (15-25%), bayi 

memiliki tonus otot yang serupa dan mencapai tahap perkembangan 

seperti kontrol kepala, menyangga beban dengan bantuan kaki, dan 

mengangkat torso dengan lengan pada usia 4 bulan dalam posisi 

telungkup. 82

Tipe 2 dan 3 (50-60%), bayi menunjukkan perbedaan antara 

fungsi motorik tubuh atas dan bawah. Bayi tipe 2 memiliki 

punggung atas, leher, bahu, dan lengan yang kuat, namun tidak 

dapat menyangga beban dengan kakinya. Sedangkan, bayi tipe 3 

memiliki kaki dan torso bagian bawah yang kuat, namun torso atas, 

leher, kepala, bahu, dan lengan yang lemah. 80 Tipe 4 (15-25%), bayi 

lemah secara keseluruhan, dengan lengan dan kaki yang lemah. Tipe 

ini sering disertai dengan kelainan kardiovaskular. Keempat pola 

tonus otot ini bermanfaat untuk memberikan jenis aktivitas serta 

harapan terhadap kemampuan anak nantinya, yang memerlukan 


70

keterlibatan orang tua selama intervensi. Perbedaan dari tipe 

tonus otot dapat memperkirakan lamanya intervensi dibutuhkan, 

khususnya tonus otot tipe 4. 82 

Tabel 7.3  Perbandingan perkembangan motorik anak Sindrom Down dan anak 

dengan perkembangan normal. 

Perkembangan Motorik

Usia Kronologis pada 

Sindrom Down

Perkembangan 

Normal

Menegakkan kepala 3,5-3,95 bulan 3 bulan

Membalik badan dari tengkurap 5,7 – 6,83 bulan 7 bulan

Merayap 12,5 – 12,9 bulan 8 – 10 bulan

Merangkak 17,3 bulan 10 bulan

Berdiri sendiri 21,5 bulan 12 bulan

Berjalan 22,72 – 26,09 bulan 12 – 18 bulan

Tangan ke mulut (finger feeding) 24,3 bulan 9 bulan

(Sumber: Russell DC, et al., 2016) 

Keterampilan motorik halus berkembang dari perlakuan 

terhadap material permainan. Bermain yaitu  kegiatan primer 

anak. Oleh sebab  itu, ketiadaan permainan eksploratif akan 

menghambat perkembangan motorik halus. Keterampilan motorik 

halus melibatkan koordinasi mata-tangan, keseimbangan, lateralitas, 

aktivitas visual motor, dan waktu respons.99 Apabila anak Sindrom 

Down memiliki kesempatan untuk memperbaiki kontrol posturnya, 

fungsi independen tangan dapat membantu untuk bermain dan 

aktivitas sehari-hari.100 

Anak dengan Sindrom Down memiliki keterampilan motorik 

halus yang lebih terganggu dibandingkan motorik kasar dengan 

masalah akurasi dan waktu untuk menyelesaikan tugas yang 

memerlukan koordinasi bilateral. Kemampuan motorik halus 

kurang dapat melumpuhkan anak Sindrom Down, terutama dalam 

perkembangan kognitif. Keterampilan fungsional ini diperlukan 

untuk menulis dan menangkap informasi dari huruf.82


 71

7.4 PERKEMBANGAN SENSORIS

Bayi dengan Sindrom Down memiliki keterlambatan proses 

sensoris. Didapatkan efek stimulasi vestibular dan kombinasi 

stimulasi vestibular sehingga terapi sensoris integrasi dan terapi 

neurodevelopmental bermanfaat pada anak Sindrom Down. Teori 

sensoris integrasi mengeksplorasi potensi hubungan antara proses 

neural yang meliputi penerimaan (receiving), pendataan (registering), 

modulasi (modulation), pengaturan (organizing), integrasi input 

sensoris (integrating sensory input), dan perilaku (resulting adaptive 

behavior). Anak yang tidak dapat memproses informasi sensoris 

dari lingkungannya dapat bereaksi dengan tingkah laku yang tidak 

tepat.99 Perkembangan sensoris menggabungkan seluruh indra, 

tidak hanya penglihatan dan pendengaran. Indra taktil diperlukan 

untuk gerakan tubuh, khususnya tangan. Ketika tidak ada sensoris 

di tangan, koordinasi motorik halus terganggu. Hal ini dapat 

memicu  keterlambatan perkembangan kognitif. 82

7.5 PERKEMBANGAN SOSIAL

Di banyak negara barat, telah ada peningkatan kesempatan 

untuk hidup normal bagi anak dengan disabilitas, namun perhatian 

terhadap hal ini masih kurang di negara-negara dengan pendapatan 

perkapita rendah. Proporsi anak usia sekolah dasar dengan disabilitas 

yang masuk ke kelas regular di Amerika Serikat berkisar antara 

30-70% dengan variasi sesuai dengan kebijakan daerah. Di New 

South Wales, Australia, setidaknya setengah anak dengan Sindrom 

Down yang lahir di tahun 1970-an menerima pendidikan dasar 

seperti anak dengan perkembangan normal. Sedangkan di Inggris, 

anak-anak tersebut dimasukkan dalam sekolah khusus. Penelitian 

di Amerika maupun Jepang menyatakan bahwa pemisahan tersebut 

dapat mempersempit kesempatan anak-anak Sindrom Down untuk 

berpartisipasi penuh dalam komunitas. 102 

Konteks di mana interaksi sosial tersebut berlangsung dapat 

memengaruhi kualitas dari interaksi. Anak usia prasekolah dengan 

disabilitas ringan menunjukkan interaksi sosial yang lebih sering 


72

dan tingkatan yang lebih tinggi untuk permainan sosial ketika 

mereka bermain dengan anak normal. Anak usia prasekolah dengan 

disabilitas lebih independen akan berinteraksi lebih banyak jika 

mengikuti kelas dengan karakteristik serupa (misalnya ukuran kelas 

dan jenis kegiatan) dibandingkan dengan kelas yang didesain untuk 

anak tanpa disabilitas. 102

Sigman dan Ruskin melaporkan bahwa keterlambatan pada 

bahasa tidak berhubungan dengan keterlambatan nonverbal lainnya 

atau keterampilan bermain pada anak Sindrom Down. Bahkan, 

mereka menemukan bahwa anak usia prasekolah dengan Sindrom 

Down lebih responsif terhadap penampakan emosi orang dewasa 

dan secara rutin menginisiasi interaksi sosial dengan orang dewasa. 

Frekuensi interaksi sosial dini dengan orang dewasa berhubungan 

dengan keterlibatan ke kelompok sosial serupa di masa kecil 

sebelumnya. Observasi di tempat bermain dan kelas menunjukkan 

bahwa anak sebaya menerima lebih dari 70% ajakan bermain dari 

anak Sindrom Down, dan anak Sindrom Down menerima banyak 

ajakan bermain dari sekelilingnya mencapai 73%. Walaupun anak 

Sindrom Down memiliki keterlambatan kognitif dan bahasa 

ekspresif, kemampuan nonverbal termasuk memberikan perhatian 

dan respons sosial akan membantu mengatasi keterlambatan pada 

kognisi dan bahasa dalam kompetensi sosialnya. Banyak anak 

dengan Sindrom Down yang dilaporkan memiliki sahabat baik, 

termasuk teman dari kelompok normal.82 

Alton (2001) menyatakan bahwa perkembangan sosial pada anak 

dengan Sindrom Down biasanya baik, mereka dapat beradaptasi 

secara sosial dengan lebih baik bila dibandingkan dengan anak 

lain yang juga mempunyai masalah kognisi dan komunikasi. Hal 

ini dapat membantu mereka dalam berpartisipasi pada kegiatan 

lingkungan. Komplikasi yang paling sering dijumpai akibat 

terganggunya perkembangan kognisi dan juga bahasa yaitu  

anak akan lebih berisiko mengalami masalah sosial dan perilaku. 

Anak yang perkembangan kognisinya terganggu akan mengalami 

kesulitan dalam berhubungan sosial dan pengendalian diri terhadap 

perilakunya. Beberapa anak dengan Sindrom Down mengalami 


 73

kecemasan yang besar sehingga memerlukan suatu ritual tertentu 

yang dapat mengurangi kecemasan mereka.88,103

Buckley (2002) menyatakan bahwa anak dengan Sindrom Down 

akan lebih mudah belajar melalui melihat, meniru, dan kemudian 

mengerjakan. Pemahaman mereka akan lebih baik melalui partisipasi, 

latihan, dan umpan balik daripada melalui penjelasan. Anak dengan 

Sindrom Down perlu berteman dengan 2 macam kelompok orang: 

mereka akan belajar banyak dari anak normal dan akan mengalami 

kepuasan serta keberhasilan bila mereka bergaul dengan teman yang 

juga Sindrom Down.103

Secara umum, berikut ini yaitu  tonggak perkembangan 

motorik kasar, motorik halus, komunikasi, aspek personal, dan aspek 

sosial pada anak dengan Sindrom Down, dengan mengetahuinya 

lebih dini, maka diharapkan keterlambatan pada tiap aspek dapat 

segera diidentifikasi untuk kemudian ditindaklanjuti.104


74

8.1 DEFINISI DAN WAKTU PEMBERIAN INTERVENSI

Intervensi yaitu  program terapi, latihan, dan aktivitas sistematis 

yang didesain untuk mengatasi keterlambatan perkembangan yang 

spesifik untuk anak dengan Sindrom Down.103 

Intervensi dini meliputi variasi dari program edukasi dan terapi 

yang ditujukan untuk keluarga dan anak dengan keterlambatan 

perkembangan, khususnya program intervensi dini yang ditujukan 

untuk bayi dan anak usia kurang dari 3 tahun dan beberapa intervensi 

dini hingga usia 6 tahun. Usia awal intervensi tergantung dari jenis 

disabilitas, namun umumnya dimulai segera setelah keterlambatan 

atau faktor risiko diketahui. Intervensi meliputi banyak pilihan 

layanan dan program yang bertujuan untuk memelihara maupun 

memaksimalkan perkembangan anak. Tujuan utama intervensi 

dini yaitu  memaksimalkan kompetensi peserta di seluruh 

domain perkembangan serta untuk mencegah dan meminimalkan 

INTERVENSI TUMBUH KEMBANG 

ANAK DENGAN SINDROM DOWN

BAB 8


Intervensi Tumbuh Kembang Anak dengan Sindrom Down 75

keterlambatan. Proses intervensi ini juga membantu keluarga untuk 

menghadapi tantangan sehari-hari di rumah dan di warga . 106

Secara umum, intervensi dini menggunakan teknik yang 

diambil dari fisioterapi, terapi okupasional, psikologi perkembangan, 

dan pendidikan. Baru sedikit perhatian diberikan pada nutrisi, 

walaupun telah diketahui bahwa perkembangan kognitif pada anak 

yang disusui ibunya lebih baik secara signifikan dibanding dengan 

yang diberi formula.104 Intervensi dini meliputi deteksi dini, intervensi 

berpusat pada anak dan keluarga, dan dukungan psikologis untuk 

orang tua dan interdisipliner yang terdiri atas dokter, dokter anak, 

dokter komunitas, petugas medis yang berkunjung ke rumah, terapis 

okupasional, fisioterapis, terapis bicara, dan pekerja sosial. Kunci 

sukses dari intervensi dini yaitu  kolaborasi dari anggota tim dan 

pengasuh dalam pengaturan di rumah.82

Program intervensi dini ditujukan untuk anak-anak kecil yang 

memiliki atau berisiko mengalami keterlambatan perkembangan. 

Tiga kelompok risiko yang sudah diidentifikasi, yaitu 1) Anak 

dengan faktor risiko lingkungan yang dirugikan secara fisik maupun 

sosial yang dapat membatasi pertumbuhan dan perkembangan; 2) 

Anak dengan faktor risiko biologis yang mengalami keterlambatan 

perkembangan (misalnya prematuritas, sindrom fetal alkohol, dan 

asfiksia); dan 3) Anak yang telah didiagnosis memiliki kondisi medis 

yang memiliki efek terhadap perkembangan (misalnya Sindrom 

Down).107

Salah satu yang sering diperdebatkan yaitu  terminologi “dini” 

pada intervensi dini. Dini dapat memiliki dua arti, dini sejak awal 

hidupnya, dan dini sejak munculnya suatu kondisi. Masing-masing 

memiliki keuntungan dan kerugiannya sendiri terhadap intervensi. 

Keuntungan dari memulai intervensi sejak dini yaitu  otak masih 

sangat plastis di periode ini. Otak plastis khususnya di fase setelah 

migrasi neuron dalam saat pertumbuhan dendrit dan sinaps sangat 

aktif. Plastisitas otak yang tinggi berada pada usia 2-3 bulan sebelum 

dan 6-8 bulan setelah usia matang.108 Umumnya intervensi pada anak 

dengan gangguan perkembangan dimulai lebih lambat ketika mulai 


76

ada gangguan. Keuntungan dari memulai intervensi lebih lambat di 

antaranya yaitu  intervensi dapat diterapkan ke anak yang memang 

membutuhkan dan tujuan dari intervensi dapat diformulasikan lebih 

mudah. Kerugian yang paling penting yaitu  intervensi tersebut 

relatif dimulai ketika otak sudah tidak plastis lagi.106 

8.2 INTERVENSI MOTORIK

Anak dengan Sindrom Down memiliki kombinasi pola respons 

otot primitif yang terpadu dan terkoordinasi lebih terpusat. Hal ini 

disebabkan sebab  mielinisasi dari neuron desendens dari otak dan 

neuron batang otak, dan pengurangan keduanya di pusat saraf yang 

lebih tinggi, seperti korteks motorik, ganglia basalis, cerebelum, 

dan batang otak. Berdasarkan pengamatan perilaku perkembangan 

mental, penelitian terkait intervensi dini untuk anak dengan Sindrom 

Down dengan berbagai teknik rangsangan dapat memberikan hasil 

yang bervariasi.81,109

Semakin cepat diagnosis dibuat, semakin cepat intervensi 

dapat dimulai. Perubahan patologis jumlah neuron, perubahan 

ukuran cerebrum, gangguan maturasi dari sistem saraf pusat, dan 

proses patofisiologi mengarah pada keterlambatan perkembangan 

motorik, khususnya setelah usia 6 bulan. Kemampuan anak untuk 

mengembangkan kemampuan motorik setelah usia 6 bulan dapat 

berkembang lebih lambat dibandingkan fungsi lain sebab  anak 

dengan Sindrom Down membutuhkan lebih banyak waktu dan 

usaha dibandingkan anak dengan perkembangan normal (misalnya 

keterampilan antigravitasi seperti berdiri).110

Anak Sindrom Down umumnya mulai berjalan lebih lambat 

satu tahun dibandingkan anak normal. Keterlambatan ini yaitu  

bagian dari tahapan keterlambatan yang memicu  perbedaan 

antara anak Sindrom Down dengan anak normal. Berjalan yaitu  

keterampilan yang menonjol untuk anak kecil sebab  dampak multi 

dimensionalnya, pengaruhnya terhadap fungsi kognitif, sosial, dan 

perkembangan motorik. Ketika anak dengan Sindrom Down mulai 

berjalan, kesempatan untuk berinteraksi dan bermain dengan anak 


Intervensi Tumbuh Kembang Anak dengan Sindrom Down 77

seusianya meningkat dengan signifikan. Permainan yang melibatkan 

aktivitas motorik menyediakan eksplorasi dan kesempatan untuk 

fungsi kognitifnya berkembang.111

Sebuah penelitian yang membandingkan efektifivas dua 

jenis intervensi motorik, Neuro Developmental Treatment (NDT) dan 

Developmental Skills pada anak Sindrom Down dengan keterlambatan 

motorik terkait hipotonisitas dan palsi serebral dengan keterlambatan 

motorik berpola motorik atipikal. NDT dikembangkan di Inggris 

untuk terapi anak dengan palsi serebral dan dewasa dengan stroke 

dengan cara mengasuh anak untuk menghambat tonus abnormal 

dan memfasilitasi reaksi otomatis, seperti righting dan keseimbangan 

untuk mencapai pola gerak normal. Intervensi Developmental Skill 

berfokus pada pembelajaran tahapan perkembangan motorik 

normal pada tingkatan selanjutnya yang lebih tinggi. Strategi 

instruksional cenderung mengarah ke perilaku alamiah, di mana 

anak didorong untuk terlibat dalam latihan atau kegiatan bermain 

terstruktur dengan target spesifik. Dari penelitian ini, didapatkan 

hasil bahwa Developmental Skills lebih efektif pada anak dengan 

Sindrom Down, sedangkan NDT lebih efektif pada anak dengan 

palsi serebral. Efek dari intervensi tidak sepenuhnya berdasar pada 

jenis intervensinya, namun dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti 

pelatihan intervensionis, frekuensi latihan, tingkat komprehensif 

program, dan keterlibatan orang tua. Rata-rata perkembangan 

motorik tidak berubah selama intervensi, baik bagi penerima terapi 

NDT maupun Developmental Skills. Perbedaan dampak motorik yang 

bermakna yaitu  kontribusi dari jumlah sesi.112

Intervensi olahraga dan aktivitas fisik telah banyak diteliti 

memberi manfaat terhadap ketahanan otot dan kardiovaskular, 

meningkatkan kekuatan, dan menurunkan persentasi lemak tubuh 

pada individu dengan Sindrom Down. Sebuah systematic review 

oleh Hardee dan Fetters (2017) terhadap 525 peserta dari 19 studi 

pada usia kurang dari 18 tahun, memberikan hasil bahwa intervensi 

olahraga dapat mendukung aktivitas sehari-hari.113

Terdapat peningkatan bukti yang menyatakan bahwa anak 

Sindrom Down menunjukkan perbedaan dalam pemro