Tampilkan postingan dengan label paparan logam 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label paparan logam 2. Tampilkan semua postingan

paparan logam 2

 



banyak dan paling rentan terhadap  racun ini sehingga jantung dan otak 

dianggap sensitif terhadap efek  racun sianida dan karbon monoksida.

Sebaliknya, beberapa  racun lebih selektif dan terutama beracun untuk 

jenis sel atau sistem organ tertentu. Misalnya, herbisida paraquat khusus 

menargetkan  paru-paru melalui penyerapan selektif oleh transporter 

diamina/poliamina. Setelah di  paru-paru, paraquat mudah mengalami 

reaksi  oksidasi- reduksi yang menghasilkan  radikal bebas. Hal ini dapat 

mengakibatkan  fibrosis  paru-paru dan akhirnya  kematian, karena kapasitas 

pernapasan berkurang. Paparan pada manusia kurang dari tiga gram 

paraquat telah terbukti mematikan. Dengan cara analog yang dopaminergik, 

neurotoxin MPTP (1-metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahydropyridine) diubah di otak 

sehingga menjadi metabolit MPP beracun +(1-metil-4-phenylpyridinium), 

yang kemudian diangkat ke neuron  dopamin oleh transporter  dopamin. 

Sekali di dalam neuron  dopamin, MPP + dapat terkonsentrasi dalam 

 mitokondria dan dapat mengurangi ATP seluler sehingga mengakibatkan 

 kematian neuron  dopamin.

Racun lainnya secara khusus dirancang untuk menargetkan sistem 

organ tertentu, seperti halnya dengan insektisida. Kebanyakan insektisida 

dirancang untuk membunuh serangga melalui hyper excitation dari sistem 

saraf. Misalnya, metabolit okson insektisida organofosfat (malation dan 

temefos) diprediksi mempunyai efek fisiologis yang menghambat  enzim 

acetylcholinesterase. Sayangnya, manusia memiliki  enzim acetylcholinesterase 

yang sama dengan serangga yang ditargetkan untuk pemberantasan, 

sehingga menimbulkan kemungkinan yang dapat membahayakan manusia. 

34 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

Insektisida organofosfat sering disebut sebagai organofosfat, pertama kali 

disintesis oleh Gerhardt Schrader, di Jerman, sebelum Perang Dunia II. 

Schrader berkepentingan untuk mengembangkan pestisida yang efektif, 

toksisitas tinggi, dan volatilitas dari beberapa senyawa awal sebagai agen 

senjata  kimia. Setelah perang, kepentingan organofosfat sebagai insektisida 

diperbarui. Setelah melarang pestisida organoklorin pada 1970an, 

organofosfat menjadi kelas utama pestisida dengan berbagai kegunaan 

dalam  pertanian dan rumah tangga. 

Baru-baru ini, misalnya, insektisida malation organofosfat digunakan 

di kota New York untuk memerangi nyamuk yang diduga membawa 

virus West Nile. Insektisida organofosfat mengerahkan toksisitas mereka 

dengan menghambat  enzim acetylcholinesterase dan meningkatkan tingkat 

neurotransmitter Acetylcholine.

Hal ini menyebabkan hiperstimulasi reseptor kolinergik dalam sistem 

saraf pusat dan perifer, yang mengarah ke tanda-tanda karakteristik 

 keracunan kolinergik: hipersekresi (termasuk diare dan kelebihan produksi 

air liur, air mata, dan urine), konstriksi pupil, dan spasme saluran udara. 

Dengan intoksikasi akut, organofosfat menyebabkan  kematian melalui 

depresi pusat pernapasan otak dan kelumpuhan diafragma.

Organofosfat memberikan contoh yang baik dalam kesehatan 

 lingkungan. Banyak dari mereka sangat beracun dan memiliki kegunaan 

terbatas. Namun, kelas pestisida ini telah membantu mengurangi  penyakit 

yang ditularkan serangga dan kerugian tanaman terkait serangga 

selama lima puluh tahun terakhir. Semua contoh sebelumnya merupakan 

toksisitas akut, yang sering terjadi pada  dosis tinggi. Namun, manusia lebih 

sering terkena  racun tingkat rendah untuk jangka waktu yang lama, dan 

meningkatkan kemungkinan toksisitas kronis yang bertentangan dengan 

toksisitas akut. Contoh toksisitas kronis adalah pengembangan emfisema 

atau  kanker  paru-paru karena beberapa tahun merokok. Dalam situasi ini, 

senyawa yang terkandung dalam asap rokok tidak segera menyebabkan 

hasil  toksik akut. Namun, tahun  paparan senyawa dalam asap rokok dapat 

memenuhi pertahanan pelindung tubuh dan mengakibatkan kerusakan 

pada  paru-paru. 

35Pendahuluan

Contoh lain adalah hasil yang mungkin dari  paparan jangka panjang dari 

bahan  kimia Acrylamide, yang sering digunakan sebagai agen waterproofing 

dan untuk menghilangkan padatan dari air, seperti di pabrik pengolahan 

limbah. Acrylamide adalah neurotoxicant yang menyerang saraf sensorik 

dan motorik, terutama di ekstremitas, dan dapat menyebabkan kerusakan 

setelah sekali  paparan  dosis tinggi. Namun, setelah dibuktikan pada hewan 

laboratorium dan beberapa individu yang pekerjaannya terekspos oleh 

acrylamide jangka panjang,  paparan acrylamide dengan  dosis rendah pun 

dapat mengakibatkan kerusakan yang serupa. Pada tahun 2002, perhatian 

yang cukup besar diikuti oleh laporan media dan didapatkan informasi 

bahwa acrylamide terdapat dalam kentang goreng (Gorman, 2002). Penelitian 

selanjutnya oleh Becalski et al. (2003) menemukan bahwa asam amino 

dan glukosa dalam kentang goreng, dapat bergabung untuk membentuk 

acrylamide. 


37

PAPARAN LOGAM

PAPARAN LOGAM DALAM TUBUH

Polusi yang memapar  lingkungan maupun tubuh manusia di antaranya 

berasal dari  erosi alamiah dari  logam yang terkandung mineral dan sebagai 

hasil aktivitas manusia seperti mining, smelting, fossil fuel combustion, and 

industrial application of metals, termasuk laboratorium yang memproses 

Denture dengan bahan dasar tuangan  logam untuk bidang kedokteran 

Gigi. Paparan yang paling tinggi biasanya terjadi di tempat kerja. Selain itu 

senyawa  logam dapat larut dalam air dan akan mudah diserap oleh sayuran 

dan dikonsumsi oleh binatang.

Paparan dari bermacam-macam toksikan melalui udara, air, dan 

makanan dalam bentuk makanan tambahan, pestisida, dan  polutan dapat 

mengalami fase  eksposisi yang tersusun dari proses  absorpsi awal dan 

fraksi toksin ke dalam bentuk substansi yang aktif. Substansi tersebut akan 

mengalami fase toxocyrtetic, di mana substansi tersebut akan didistribusikan 

pada beberapa organ tubuh melalui darah. Sebagian akan dideposit pada 

 lemak, sebagian dikeluarkan atau terjadi transformasi biologi (Gambar 6).

Logam campur untuk kedokteran gigi didefinisikan sebagai  logam 

yang mengandung dua atau beberapa unsur sekurang-kurangnya satu di 

antaranya adalah  logam dan semuanya sama-sama larut dalam keadaan 

dicairkan. Meskipun ada beberapa kemiripan antara karakteristik  logam 

murni dengan  logam campur, penambahan  logam lain pada  logam murni 

dalam hubungannya dengan aspek-aspek dasar tertentu, hasilnya akan 

lebih kompleks, yang masih belum dipertimbangkan dewasa ini. Sebagai 

contoh, sebagian besar  logam campur memadat pada beberapa kisaran 

temperatur, bukan pada satu temperatur, seperti  logam murni. Di dalam 

kisaran temperatur ini, terdapat 2 macam fase yaitu fase padat dan cair. 

Adanya lebih dari satu  logam menyebabkan terjadinya reaksi tertentu 

pada keadaan padat yang tidak dapat terjadi pada  logam murni, dan hal 

38 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

ini secara langsung memengaruhi sifat  logam campur. Dari sudut pandang 

biokompatibilitas,  logam campur yang dominan  nikel mengandung sejumlah 

kecil berilium (1,8% wt), suatu unsur yang relatif beracun.

Logam campur dapat diklasifikasikan menurut:

1. Penggunaan (digunakan sebagai inlay,  logam penuh,  mahkota dan 

 jembatan,  restorasi  logam-keramik,  gigi tiruan sebagian lepasan, dan 

 implan).

2. Unsur utamanya ( emas,  paladium,  perak,  nikel, kobalt, atau  titanium).

3. Kandungan  logam mulia (sangat mulia, mulia, atau dominan  logam 

dasar).

TEMPAT LOGAM BEKERJA

EKSKRESI LOGAM DAN METABOLITNYA 

TEMPAT EKSKRESI: GINJAL,SALURAN 

CERNA, KULIT, DAN PARU PARU

DARAH

BEBAS LOGAM                MENGIKAT 

DEPOT PENYIMPANAN JARINGAN

BIOTRANSFORMASI LOGAM

KULIT, SALURAN CERNA/TRACTUS 

DISGESTIVUS, DAN PARU-PARU

ABSORPSI 

PAPARAN LOGAM 

Gambar 6.  Jalur metabolik untuk bahan  kimia asing. (Sumber: Berniyanti et al., 

2008)

39Paparan Logam

4. Tiga unsur utama ( emas- paladium- perak,  paladium- perak- timah,  nikel-

kromium-berilium, kobalt-kromium-molibdenum,  titanium-alumunium-

vanadium, atau besi- nikel-kromium).

5. Sistem fase yang dominan.

Restorasi yang menggunakan  logam tuangan dikatakan sebagai 

restorasi rigid yaitu restorasi yang dibuat di laboratorium dental dengan 

menggunakan model cetakan gigi yang dipreparasi kemudian disemenkan 

pada gigi. Restorasi ini membutuhkan kunjungan berulang dan penempatan 

tumpatan sementara (Megremis et al., 2003).

Komposisi restorasi rigid ada tiga jenis, yaitu  high  noble  alloy,  noble  alloy, 

dan  base  noble  alloy. Bahan yang paling sering digunakan dalam pembuatan 

 protesa yang berasal dari  logam adalah base  metal  alloy (Radi et al., 2002). 

Bahan ini menggantikan  high  noble  alloy karena harga bahan tersebut yang 

semakin naik. Base  metal  alloy tidak mengandung  emas, platinum, atau 

palladium, komposisinya dibagi menjadi 2 bagian ditinjau dari bahan yang 

digunakan, yaitu Co-Cr alloys dan  Ni-Cr alloys (McCabe dan Walls, 2008). 

Nikel ditemukan oleh A. F. Cronstedt pada tahun 1751, merupakan 

 logam berwarna putih keperak-perakan yang berkilat, keras dan mulur, 

tergolong dalam  logam peralihan, sifat tidak berubah bila terkena udara, 

tahan terhadap  oksidasi, dan mempunyai kemampuan mempertahankan 

sifat aslinya di bawah suhu yang ekstrim (Cotton dan Wilkinson, 1989). Nikel 

bersifat liat, dapat ditempah dan sangat kukuh, melebur pada 1455°C, serta 

bersifat sedikit magnetis (Vogel, 1985). Nikel merupakan senyawa yang 

tidak memiliki karakteristik bau atau rasa, terdapat di udara, menetap di 

tanah atau dikeluarkan dari udara dalam hujan. Sumber utama  nikel adalah 

asap tembakau, knalpot mobil, pupuk, superfosfat, pengolahan makanan, 

dihidrogenasi  lemak-minyak, limbah  industri, peralatan masak  stainless 

steel, pengujian perangkat nuklir, baking powder, pembakaran bahan bakar 

minyak, perawatan gigi dan  jembatan. 

Nikel sebagai pelapis  logam tahan karat digunakan dalam berbagai 

aplikasi komersial dan  industri, seperti: pelindung baja ( stainless steel), 

pelindung tembaga,  industri baterai, elektronik, aplikasi  industri pesawat 

terbang,  industri tekstil, turbin pembangkit listrik bertenaga gas, pembuat 

magnet kuat, pembuatan alat-alat laboratorium (NiChrom), kawat lampu 

listrik, katalisator  lemak, pupuk  pertanian, dan berbagai fungsi lain (Mokdad 

40 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

et al., 2005). Walaupun reaktif dengan  oksigen,  nikel tidak mengalami 

korosi. Kondisi yang menguntungkan ini membuat  nikel dapat digunakan 

secara luas dalam pengolahan baja. Baja yang dibuat dengan campuran 

 nikel memiliki tingkat ketahanan korosi yang lebih tinggi dari baja biasa. 

Campuran dari  nikel, krom, dan besi dapat menghasilkan baja tahan karat 

yang biasa disebut Stainless Steel.

Kata kromium berasal dari Bahasa Yunani (chroma) yang berarti warna. 

Dalam bahan  kimia, kromium dilambangkan dengan Cr. Logam berat kromium 

(Cr) merupakan  logam berwarna abu-abu, tahan terhadap  oksidasi pada suhu 

tinggi, mengkilat, keras, bersifat paramagnetik, dan mempunyai bentuk 

senyawa-senyawa berwarna. Sumber-sumber kromium yang berkaitan 

dengan aktivitas manusia dapat berupa limbah atau buangan  industri sampai 

buangan rumah tangga (Palar, 2008; Widowati et al., 2008).

Kromium telah dimanfaatkan secara luas dalam kehidupan manusia. 

Logam ini banyak digunakan sebagai bahan pelapis pada bermacam-macam 

peralatan, mulai dari peralatan rumah tangga sampai mobil. Kromium juga 

banyak dibentuk menjadi  alloy. Bentuk  alloy dari kromium sangat banyak 

dan juga mempunyai fungsi pemakaian yang sangat luas dalam kehidupan 

(Palar, 2008). Persenyawaan lain dapat dibentuk dengan menggunakan 

 logam kromium, seperti senyawa-senyawa kromat dan dikromat sangat 

banyak digunakan oleh perindustrian. Kegunaan yang umum dikenal 

dari senyawa-senyawa kromat dan dikromat antara lain litografi, tekstil, 

penyamakan, pencelupan, fotografi, zat warna, sebagai bahan peledak, dan 

sebagai geretan (korek api) (Palar, 2008).

Menurut Oxtoby et al. (2003), kromium dapat digunakan untuk: 

pengerasan baja; pembuatan Stainless Steel; pembentukan  alloy karena 

sifatnya yang meningkatkan kekuatan, kekerasan, dan resistensi  logam; 

plating (menyepuh  logam) agar menghasilkan permukaan yang keras; 

pencegahan korosi; pemberian warna hijau pada kaca zamrud; aplikasi medis 

seperti Cr-51 dalam pengukuran volume darah dan kelangsungan hidup sel 

darah merah; pembuatan batu permata yang berwarna yang diperoleh dari 

kristal aluminium oksida yang dimasukkan ke dalam kromium; pencelupan, 

pewarnaan (dyes and pigment), dan pengawetan kayu. Selain itu, kromium 

juga dapat dimanfaatkan sebagai pigmen (khususnya krom kuning); pigmen 

merah untuk cat minyak (khususnya senyawa PrCrO4); bahan baku dalam 

pembuatan kembang api; mordant dalam  industri tekstil; katalis seperti 

41Paparan Logam

K2Cr2O7 yang merupakan agen  oksidasi dan digunakan dalam analisis 

kuantitatif serta penyamakan  kulit. Dalam bidang biologi, kromium juga 

memiliki peran penting dalam  metabolisme glukosa. 

Co merupakan bahan yang jarang ditemukan, namun terdistribusi 

secara luas di  lingkungan. Dengan titik leleh yang tinggi dan resistensinya 

terhadap  oksidasi, alloys digunakan di banyak  industri manufaktur 

terutama untuk pembuatan artificial joint prosthesis. (De Smet et al., 2008). 

Co digunakan secara luas sebagai bahan  alloy bersamaan dengan  Ni, Cr, Mo, 

dan elemen bahan lain. Logam- logam ini terdapat pada berbagai barang 

yang beroperasi dengan temperatur yang tinggi. Co juga digunakan sebagai 

bagian dari bahan pembuat magnet, bahan pengikat pada produksi tungsten 

carbide karena kekuatannya serta shock resistance-nya, bahan pada drill bits 

dan alat-alat permesinan. Co secara artificial dapat memproduksi isotop 

yang biasanya digunakan pada x-ray untuk menginspeksi struktur internal 

dari suatu bahan atau material. Cobalt oxide digunakan pada  industri kaca 

dan keramik. Katalis Co juga dipakai di berbagai  industri (Clayton dan 

Clayton, 1994).

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa  paparan debu Co yang berasal 

dari tempat kerja biasanya terjadi pada  industri pembuat tungsten carbide 

dan telah diketahui pula terjadi pada diamond polishers (Lahaye et al., 1994) 

serta Dental technician (Sherson et al., 1990). Co sebenarnya merupakan 

elemen kofaktor esensial dari makanan yang mengandung komponen B12 

(cyanocobalamin), di mana setiap molekul dari vitamin tersebut mengandung 

satu atom cobalt (De Smet et al., 2008).

Penelitian terhadap 1000 pemilik laboratorium gigi pada tahun 1978 

mengungkapkan bahwa hanya 29% dari mereka yang menggunakan  logam 

campur  Ni-Cr atau Co-Cr untuk restorasi  logam cor atau  logam keramik. 

Pada tahun 1980 dam 1981, persentase laboratorium yang menggunakan 

 alloy  logam dasar ini meningkat menjadi 66% dan 70% karena tidak 

stabilnya harga  logam mulia pada saat itu. Sebagian besar laboratorium 

gigi lebih memilih  alloy  Ni-Cr dibanding  alloy  Ni-Co-Cr. Alloy  Ni-Cr-Be populer 

meskipun terdapat risiko toksisitas dari  logam Berilium (Be) dan  alergi 

dari  logam  Ni. 

Kebanyakan  alloy  Ni-Cr digunakan untuk pembuatan  mahkota gigi 

tiruan sebagian cekat yang mengandung  Ni sebesar 61–81% wt, Cr sebesar 

11–27% wt, dan Mo sebesar 2–5% wt (Anusavice, 2004).

42 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

OXIDATIVE  DNA DAMAGE AKIBAT PAPARAN LOGAM 

Beberapa dari elemen  logam berat tidak bermanfaat secara fisiologis 

bagi manusia.  Pb, Hg, dan Cd merupakan contoh utama  logam beracun 

tersebut, sedangkan  logam yang lainnya penting bagi proses  biokimia pada 

manusia. Misalnya, Zn merupakan kofaktor penting untuk beberapa reaksi 

enzimatis pada manusia, vitamin B12 mempunyai atom Co pada intinya, dan 

hemoglobin mengandung atom Fe. Begitu juga copper, manganese, selenium, 

chromium, dan molybdenum yang merupakan kelompok trace elements yang 

penting bagi nutrisi pada manusia. Elemen  metal lainnya yang digunakan 

untuk pengobatan, seperti aluminum, bismuth, gold, gallium, lithium, dan 

silver merupakan bagian dari kelengkapan pengobatan di bidang media. 

Beberapa dari elemen ini mempunyai efek yang berbahaya jika digunakan 

dalam jumlah tertentu atau jika mekanisme penghilangannya terganggu. 

Toksisitas dari  logam tergantung dari beberapa faktor. Gejala spesifik 

bervariasi tergantung pada seberapa besar  logam yang diabsorpsi dan 

apakah berupa  paparan akut atau kronis. Umur dari seseorang juga 

memengaruhi toksisitas. Misalnya, seseorang yang masih muda lebih peka 

terhadap pengaruh  paparan  Pb yang mereka serap dibandingkan dengan 

persentase  Pb yang mereka konsumsi. Hal tersebut juga akan berbeda pada 

orang dewasa karena otak mereka lebih plastis dan bahkan  paparan yang 

singkat akan memengaruhi proses perkembangannya. 

Rute  paparan juga sangat penting, elemen  merkuri relatif inert 

(lembam) pada saluran pencernaan dan juga diabsorpsi secara jelek 

melalui  kulit, sehingga inhalasi atai injeksi  merkuri elemental mempunyai 

efek yang buruk. Sebagian elemen dapat memberikan dampak  racun yang 

berbeda tergantung pada bentuk kimianya. Sebagai contoh, barium sulfat 

pada dasarnya non  toksik, di mana garam barium secara cepat diserap dan 

menyebabkan hypokalemia yang berpotensi fatal. 

Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap 

kesehatan manusia. Efek  toksik dari  logam berat mampu menghalangi 

kerja  enzim sehingga mengganggu  metabolisme tubuh, menyebabkan 

 alergi, bersifat  mutagen,  teratogen, ataupun  karsinogen. Logam yang 

memediasi pembentukan  radikal bebas dapat menyebabkan bermacam-

macam perubahan pada  DNA, meningkatkan peroksidasi lipid, mengubah 

keseimbangan kalsium dan sulfihidril.

43Paparan Logam

Logam juga memicu terjadinya  keracunan dan  kanker dengan 

penekanan pada  oksigen dan nitrogen reaktif.  ROS merupakan konsekuensi 

dari proses normal tubuh seperti  metabolisme dan merupakan konsekuensi 

dari interaksi sumber-sumber  toksik bahan-bahan penyebab  kanker, obat-

obat tertentu, dan radiasi.  ROS dapat diproduksi dari sumber-sumber 

endogenous seperti  mitokondria, peroksisom, dan aktivasi sel radang 

(Klaunig dan Kamendulis 2004); dan sumber-sumber eksogenus termasuk 

agen-agen  lingkungan, serta dari pabrik  farmasi dan bahan-bahan  kimia. 

Akumulasi  ROS akan menyebabkan stres oksidatif dan akan menginduksi 

ketidakseimbangan sel redoks. Copper (Cu),  chromium (Cr), dan  cobalt (Co) 

mengalami siklus reaksi redoks, sedangkan pada grup  logam kedua, mercury 

(Hg), cadmium (Cd), dan nickel ( Ni), rute utama terjadinya  keracunan adalah 

adanya deplesi glutathione dan terikat pada grup sulfhidril dari  protein. 

Ketidakseimbangan antara terbentuknya  ROS dengan kapasitas pertahanan 

antioksidan dapat memengaruhi komponen sel utama,  lemak,  protein, dan 

 DNA (Gambar 8).

 ROS akan bereaksi dengan komponen asam  lemak dari membran sel 

sehingga terjadi reaksi berantai yang dikenal dengan peroksidasi  lemak 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

DNA LEMAK 

DISFUNGSI 

PROTEIN 

KERUSAKAN 

MEMBRAN 

LOGAM TOKSIK 

MUTAGENESIS 

KARSINOGENESIS 

KEMATIAN 

SEL 

ROS 

OKSIDASI 

PROTEIN 

PEROKSIDASI 

LEMAK 

OKSIDASI ASAM 

NUKLEAT 

PERBAIKAN 

DNA 

KERUSAKAN SISTEM 

PERTAHANAN ANTIOKSIDAN 

HILANGNYA STATUS SISTEM 

THIOL 

Gambar 7.  ROS dari  logam dan perannya dalam perkembangan  kematian sel.

44 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

yang mengarah pada terbentuknya  MDA. Lipid merupakan salah satu target 

utama dari  radikal bebas. Lipid  peroksidase dibentuk oleh serangan radikal 

pada residu polysaturated fatty acid dari fosfolipid, selanjutnya bereaksi 

dengan  logam redoks.

Peroksidasi lipid merupakan proses degradasi oksidatif asam  lemak 

yang bersifat autokatalitik kompleks, akibat reaksi asam  lemak tak jenuh 

ganda penyusun fosfolipid membran sel dengan senyawa  oksigen reaktif, 

membentuk hidroperoksida. Peroksidasi  lemak tersebut akan menyebabkan 

terputusnya rantai asam  lemak menjadi berbagai senyawa  toksik dan 

menyebabkan kerusakan pada membran sel (Yunus, 2001). Proses ini 

berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi 

(Winarsi, 2007).

Lipid dinyatakan sebagai LH dan biasanya berupa asam  lemak tak 

jenuh ganda. Peroksidasi asam  lemak tak jenuh merupakan reaksi rantai 

 radikal bebas yang diinisiasi oleh abstraksi atom hidrogen pada gugus 

SUMBER SUMBER 

ENDOGEN

MITOKONDRIA, 

PEROKSISOM, DAN

SITOKROM P450

SUMBER SUMBER 

EKSOGEN

LAMPU UV,SITOKIN 

INFLAMASI, DAN

PATOGEN

ANTIOKSIDAN

VITAMIN E,

SELENIUM 

LYCOPENE

GREEN TEA

SNPS

PERBAIKAN 

DNA, ENZIM 

OKSIDASI

ROS

STRES OKSIDATIF

KERUSAKAN DNA

PROTEIN RNA DAN 

LEMAK

MENGUBAH 

EKSPRESI GEN

KROMOSOM TIDAK 

STABIL MUTASI 

GEN

KARSINOGENESIS

Gambar 8.  ROS dan perannya dalam perkembangan  kanker.

45Paparan Logam

metilen rantai asam  lemak.  Inisiasi peroksidasi lipid dapat dipicu oleh 

senyawa  kimia yang mampu mengekstraksi atom hidrogen. Radikal bebas 

reaktif seperti radikal •OH dan singlet oxygen dapat memulai peroksidasi 

lipid sebagaimana yang digambarkan dalam reaksi di bawah ini:

LH +  oksidan L• +  oksidan-H (inisiasi) 

L-H + •OH H2O + L•

L• + O2 LOO•

LOO• + L-H L• + LOOH

 Inisiasi menyebabkan ekstraksi molekul hidrogen dari grup metilen 

lipid yang menghasilkan radikal lipid (L•). Radikal lipid bereaksi dengan O2 

dan selanjutnya membentuk radikal lipid peroksil (LOO•) yang bertindak 

sebagai inisiator selanjutnya. Radikal ini dapat bereaksi dengan asam  lemak 

lainnya sehingga memicu reaksi rantai.

Hidrogen peroksida lipid yang terbentuk (LOOH) merupakan senyawa 

yang tidak stabil. Adanya  logam katalisator seperti Fe dapat melanjutkan 

reaksi propagasi membentuk radikal lain yang lebih aktif. Reaksi propagasi 

dapat terhenti oleh keberadaan antioksidan pemutus rantai (Winarsi, 2007). 

Kecepatan reaksi propagasi ditentukan oleh energi disosiasi ikatan karbon-

hidrogen rantai lipid sebagaimana tertulis di bawah ini:

L• + O2 LOO• (propagasi) 

LOO• + LH L• + LOOH (propagasi) 

Radikal karbon yang terbentuk pada reaksi inisiasi cenderung 

menjadi stabil baik melalui reaksi dengan radikal karbon maupun radikal 

lain yang terbentuk pada tahap propagasi. Tiga belas reaksi peroksidasi 

lipid, selain dipicu oleh katalis besi, juga dapat dipicu dan menghasilkan 

berbagai  ROS. Apabila proses tersebut tidak diredam oleh scavenger alamiah, 

maka kerusakan akan terjadi pada berbagai struktur penting asam  lemak 

tak jenuh pada membran fosfolipid. Selain itu, kerusakan peroksidatif 

tersebut dapat dirambatkan oleh reaksi rantai berulang. Peroksidasi lipid 

menghasilkan berbagai produk akhir yang bersifat radikal dan juga merusak 

makromolekul lain di sekitarnya maupun non radikal. Berikut disajikan 

reaksi yang terjadi pada proses peroksidasi lipid:

46 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

L• + L• produk non radikal (terminasi) 

L• + LOO• produk non radikal (terminasi)

Produk tersebut antara lain lipid hidroperoksida, 4-hydroxy-2-alkenal 

(4-hydroxynoneal/HNE, acrolein dan crotonaldehyde) dan dicarbonyls ( MDA 

dan glyoxal) (Evans dan Cooke, 2006). Umumnya produk peroksidasi lipid ini 

diukur melalui kadar  MDA dan etana (Winarsi et al., 2007).  MDA merupakan 

metabolit dari salah satu indikator yang paling sering digunakan sebagai 

indikasi peroksidasi  lemak (Nielsen et al., 1997).

Radikal bebas dan hasil  oksidasi akan bereaksi dengan kompleks 

molekul di dalam sel terutama  kromosom, kemudian rantai  kromosom 

menjadi terputus dan susunan basa nukleotida berubah. Perubahan 

tersebut mengakibatkan terjadinya modifikasi atau kerusakan pada 

Deoxyribonucleic Acid ( DNA), dan memengaruhi informasi genetik yang 

terkandung di dalamnya. Apabila sel tidak dapat melakukan perbaikan, 

maka akan terjadi gangguan perbaikan  DNA dan berujung pada  kematian sel 

( piknosis,  karioreksis, dan  kariolisis). Enzim selanjutnya akan tidak mampu 

mengenali molekul  DNA dan memicu terbentuknya sel lain yang tidak dapat 

dikendalikan pertumbuhannya atau terjadi  mutasi sel yang akan menjurus 

ke arah keganasan (sel  kanker). 

Deteksi kerusakan  DNA biasanya diketahui sudah terlambat, pada 

saat itu  kanker sudah mengalami metastasis (stadium tertentu). Adanya 

perkembangan ilmu dengan metode baru untuk mendeteksi secara dini 

terjadinya  kanker, salah satunya dengan cara mengidentifikasi produk reaksi 

yang terbentuk ketika spesies reaktif secara kimiawi berinteraksi dengan 

 DNA, mulai dikembangkan. Produk tersebut adalah  DNA adduct, merupakan 

bagian dari genotoksisitas dan  biomarker (penanda biologis) yang dapat 

digunakan sebagai indikasi terjadinya kerusakan  DNA ( genotoksik) akibat 

 paparan senyawa-senyawa  karsinogen/ mutagen dalam jangka panjang. 

Senyawa yang dihasilkan selain dari kerusakan  DNA adalah  8-OHdG yang 

merupakan bentuk modifikasi basa guanin  DNA pada posisi C-8 akibat 

adisi radikal hidroksil dan dapat digunakan sebagai salah satu indikator 

toksisitas suatu bahan tertentu. Keberadaan  8-OHdG dalam darah atau urine 

menggambarkan tingkat kerusakan oksidatif yang terjadi pada  DNA.

Mengetahui secara tepat bagaimana efek atau kerusakan  DNA dan 

akibatnya yang dapat sangat merusak tubuh adalah sangat penting. 

47Paparan Logam

Pengertian atau mekanisme bagaimana pengaruh ini terjadi secara 

tepat penting untuk mencegah kerusakan atau mengetahui bagaimana 

menghentikan reaksi oksidatif yang dapat menyebabkan kerusakan tubuh 

pada tingkat tertentu. 

Studi yang dilakukan oleh Kumar et al. (2010) dan Ishikawa et al. 

(2008) menunjukkan peranan penting reactive oxygen species dalam 

perkembangan tumor. Gambar 8 mengilustrasikan keluaran dari spesies 

 oksigen reaktif ketika tidak diimbangi oleh pertahanan dari antioksidan 

sel. Stres oksidatif akan menyebabkan kerusakan  DNA,  protein, dan atau 

lipid yang akan berujung pada terjadinya perubahan pada ketidakstabilan 

 kromosom,  mutasi genetik, dan atau modulasi sel pertumbuhan yang 

selanjutnya menjadi  kanker. 

Rasio terjadinya  kanker pada  teknisi gigi akibat  paparan sampai 

sekarang belum pernah dilakukan evaluasi, walaupun sebagian senyawa 

yang terdapat pada alloys yang digunakan seperti chromium, nickel, dan 

cobalt bersifat  karsinogenik. Bahan-bahan seperti cobalt–chromium–nickel 

alloys yang digunakan dalam membuat  jembatan atau  mahkota juga 

berpotensi menyebabkan kerusakan sitogenetik pada  teknisi gigi, terkait 

dengan lymphocytes dan exfoliated sel hidung. Alloys atau methyl methacrylate 

atau keduanya bertanggung jawab pada perkembangan olfactory disorder 

secara persisten pada pekerja laboratorium (Torbica dan Krstev, 2006). 

KARSINOGENESIS KIMIA

Kanker yang timbul akibat dari adanya  paparan bahan  kimia telah 

diketahui sejak ratusan tahun. Kanker secara  patologis didefinisikan sebagai 

pertumbuhan sel yang tidak terkendali, yang mencerminkan perubahan 

dalam genom sel atau ekspresi gen (atau keduanya). Bahan  kimia akan 

menimbulkan terjadinya karsinogenesis yang akan terus berkembang 

secara bertahap. 

Tahap pertama disebut inisiasi. Tahap ini bersifat ireversibel 

baik dalam perubahan genotipe maupun fenotipe sel. Pada fase ini, sel 

akan bergerak untuk menuju ke tahap selanjutnya atau justru hancur. 

Kehancuran biasanya dikarenakan  kematian sel yang telah terprogram 

(sel mematikan diri). Pada tahap inisiasi,  karsinogen  kimia biasanya akan 

melalui mekanisme  genotoksik dan langsung merusak  DNA. Namun, dapat 

48 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

juga terjadi kemungkinan bahwa  DNA tidak dirusak secara langsung, akan 

tetapi jalur transduksi sinyalnya diubah, sehingga fenotipe akan berubah. 

Bahan  kimia yang bekerja dengan cara ini disebut epigenetik. 

Tahap kedua adalah tahap promosi. Tahap ini melibatkan faktor-

faktor yang memfasilitasi pertumbuhan sel dan replikasi, seperti faktor 

makanan dan hormonal. Promosi tidak diperlukan untuk semua  karsinogen 

 kimia dan tidak seperti inisiasi, promosi bersifat reversibel. Contoh dari 

agen promosi adalah  hormon estrogen. Hormon ini akan mengaktifkan 

jalur ekspresi gen pada organ target seperti payudara, dan karena  hormon 

ini pula dapat terjadi peningkatan pertumbuhan tumor. Contoh promotor 

lainnya yaitu berbagai bahan  kimia yang dapat menghambat  kematian sel 

dan biasanya akan menghentikan aktivitas sel penginisiasi. 

Tahap ketiga adalah tahap perkembangan/progresif. Perkembangan 

bersifat ireversibel, menyebabkan perubahan morfologi dalam struktur 

genom dan terjadinya pertumbuhan/replikasi pada sel yang telah mengalami 

perubahan. Tahap terakhir adalah metastasis. Sel yang telah berubah 

tersebut kemudian menyebar dari tempat asalnya menuju ke jaringan 

lain untuk memengaruhi serta mengubah jaringan tersebut dari bentuk 

aslinya.

Banyak  karsinogen  kimia yang telah terdeteksi keberadaannya oleh 

tubuh yang akan melakukan bioaktivasi untuk memberi efek kerusakan. 

Contoh pada benzo(a)pyrene, yang harus dikonversi menjadi metabolit 

epoksida untuk merusak  DNA. Contoh  karsinogen  kimia lainnya adalah 

 logam (misal arsenik, kromium, dan  nikel), mineral (misal asbes), senyawa 

alifatik (misal formalin dan vinil klorida), dan senyawa aromatik (misal 

emisi oven kokas dan naphthylamine).

Meskipun banyak bahan  kimia yang berpotensi untuk memicu 

terjadinya  kanker, namun sejumlah mekanisme pertahanan dapat 

dilakukan guna mengurangi kerusakan sel. Banyak sistem  enzim yang 

dapat mendetoksifikasi bahan  toksik reaktif sebelum bahan  toksik tersebut 

berikatan dengan molekul target. Mekanisme perbaikan  DNA seringkali 

dapat memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh  racun/bahan  toksik. 

Jika  DNA tidak diperbaiki, maka sel tersebut akan mematikan diri agar tidak 

sampai terjadi replikasi pada  DNA yang telah berubah tersebut. Akhirnya, 

sistem kekebalan tubuh dapat mencari dan menghancurkan sel-sel yang 

49Paparan Logam

telah bertransformasi dari keadaan aslinya yang sebelumnya lolos dari 

mekanisme pertahanan lainnya.

PEMBAGIAN TRANSFORMASI METABOLIK SECARA KLASIK

Ada 4 kategori yaitu  oksidasi,  reduksi,  hidrolisis, dan  konjugasi. 

Transformasi terjadi pada tiga kelompok reaksi awal, yang dikenal sebagai 

reaksi fase I. Pada fase ini, terjadi peningkatan polaritas substrat dan 

juga peningkatan atau penurunan toksisitas. Konjugasi merupakan satu-

satunya reaksi pada fase II, kelompok polar ditambahkan pada produk 

yang dihasilkan dari reaksi fase I. Kebanyakan bahan  kimia sudah dapat 

ditangani pada dua tahap ini, meskipun beberapa di antaranya ada yang 

langsung menuju ke fase  konjugasi. 

Oksidasi adalah reaksi biotransformasi yang paling umum. Ada dua 

jenis reaksi  oksidasi, yaitu penambahan langsung  oksigen pada karbon, 

nitrogen, sulfur, atau ikatan lainnya, dan dehidrogenasi. Sebagian besar 

reaksi dilakukan oleh  enzim mikrosomal, meskipun terdapat pula  enzim 

 mitokondria dan sitoplasma. 

Reduksi merupakan biotransformasi yang jarang terjadi dibanding 

 oksidasi, tetapi tetap terjadi terutama pada zat yang mengalami kelebihan 

potensi redoks pada tubuh. Konjugasi mengakibatkan bergabungnya toksin 

dengan unsur nomal tubuh. Hasilnya adalah molekul tersebut menjadi 

lebih rendah kadar toksiknya dan lebih polar sehingga dapat lebih mudah 

diekskresi. Namun,  konjugasi juga dapat berbahaya jika terjadi secara 

berlebihan dan menghilangkan unsur penting tubuh. 

Hidrolisis adalah reaksi umum pada berbagai jalur  biokimia. Ester 

dihidrolisis menjadi asam dan alkohol, serta amida dihidrolisis menjadi 

asam dan amina. Berbagai kombinasi dari reaksi ini dapat digunakan untuk 

menangani toksin yang sama. 

Jalur  metabolisme pada beberapa toksin sangat bervariasi, tergantung 

di spesies mana toksin itu berada, sehingga biasanya untuk mengetahui 

bagaimana reaksi toksin tersebut pada manusia, maka dilakukan suatu 

studi pada hewan yang memang memiliki karakterisitik jalur  metabolisme 

mirip dengan manusia. Sistem  enzim yang paling menonjol untuk 

melakukan reaksi pada fase I adalah sistem sitokrom 450, juga dikenal 

50 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

sebagai sistem oksigenasi fungsi campuran. Enzim ini ditemukan dalam 

retikulum endoplasma pada hepatosit dan sel-sel lain. Dalam beberapa tahun 

terakhir, kemajuan dalam bidang biologi molekuler telah sangat memperluas 

pemahaman mengenai sitokrom P450. Puluhan gen P450 yang berbeda 

telah diidentifikasi dan diurutkan serta telah dikategorikan ke dalam 

delapan kelompok berbeda, dan sebagian besar fungsi spesifiknya juga telah 

diidentifikasi. Misalnya,  enzim CYP1A1 yang mengatur aktivitas Polycyclic 

Aromatic Hydrocarbons (PAHs);  enzim CYP2D6 yang bertanggung jawab 

untuk memetabolisme obat seperti obat beta-blocker, tricyclic antidepressant 

dan debrisoquine; dan  enzim CYP2E1 yang berfungsi untuk bioaktivasi pada 

vinil klorida, metilen klorida, dan uretan. Enzim  SOD mengatalisis perubahan 

superoksida menjadi hidrogen peroksida dan  oksigen. Superoksida adalah 

suatu  radikal bebas yaitu molekul yang memilki elektron tak berpasangan. 

Oleh karena itu sangat reaktif dan reaktivitasnya dapat melukai molekul di 

dalam tubuh.

Penemuan ini telah membantu untuk menjelaskan “mengapa orang 

mengalami aktivitas  metabolisme yang berbeda setelah terkena  paparan 

zat toksin yang sama. Polimorfisme dalam gen yang mengode berbagai 

 protein P450 telah terbukti menghasilkan fenotipe metabolik yang 

berbeda. Misalnya, seseorang dengan fenotipe CYP2D6 akan memiliki 

sedikit metaboliser untuk debrisoquine yang akan menimbulkan risiko 

merugikan terhadap berbagai reaksi obat, sedangkan apabila terdapat 

banyak metaboliser maka akan meningkatkan risiko  kanker tulang, yang 

diakibatkan oleh produk metabolit  karsinogen yang dihasilkan.

Setiap sistem  enzim memiliki kapasitas yang terbatas. Ketika jalur 

yang umumnya selalu dilewati mengalami saturasi (kejenuhan), maka 

substrat yang tersisa dapat ditangani dan dilewatkan pada jalur alternatif 

(sebagian besar substrat dapat dimetabolisme oleh lebih dari satu sistem 

 enzim). Namun, pada beberapa kasus, ketika sebuah jalur  metabolisme 

yang umumnya dilewati mengalami kejenuhan, maka substrat yang belum 

termetabolisme akan bertahan di dalam tubuh dan memberi efek  toksik. 

Salah satu bentuk saturasi  enzim adalah penghambatan kompetitif. Hal 

ini mungkin menjadi mekanisme pada toksisitas, seperti saat pestisida 

organofosfat berkompetisi dengan asetilkolin untuk berikatan dengan 

molekul cholinesterase, atau saat  logam seperti berilium bersaing dengan 

magnesium dan mangan untuk berikatan dengan  enzim ligan. 

51Paparan Logam

Penghambatan kompetitif bagaimanapun juga, penting untuk 

memetabolisme toksin. Misalnya, metil alkohol yang dioksidasi oleh  enzim 

alkohol dehidrogenase menjadi  racun formaldehida pada saraf mata. Proses 

ini dapat dicegah dengan pemberian etanol dalam  dosis besar, yang kemudian 

akan berkompetisi untuk berikatan dengan situs  enzim dan memperlambat 

pembentukan metabolit beracun. Obat fomepizole juga bekerja dengan cara 

yang sama, secara selektif menghambat dehidrogenasi alkohol. Obat ini telah 

digunakan untuk mengobati  keracunan yang diakibatkan oleh etilena glikol, 

mencegah pembentukan metabolit  racun asam glikolat dan asam oksalat.

Sistem  enzim yang memetabolisme  xenobiotik bersifat tidak statis. 

Ketika kebutuhan tinggi, maka sintesis  enzim dapat ditingkatkan, hal ini 

disebut dengan induksi  enzim. Hasil dari peningkatan aktivitas  enzim dapat 

membantu  respons  organisme dalam menanggapi  paparan berikutnya, tidak 

hanya untuk  xenobiotik saja melainkan untuk zat yang serupa juga. DDT 

dan metil kolinesterase adalah contoh dari zat yang diketahui berfungsi 

untuk memacu kerja  enzim metabolik. Manusia memiliki kapasitas yang 

bervariasi dalam melakukan biotransformasi pada berbagai jalur. Dua jenis 

perbedaan yang telah disebutkan yaitu induksi  enzim genetik. Faktor-faktor 

lain juga menjelaskan adanya perbedaan antar individu dalam melakukan 

 metabolisme; di antaranya adalah kesehatan umum, status gizi, dan 

penggunaan obat-obatan.

PERLUNYA MENGUKUR OXIDATIVE  DNA DAMAGE

Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom, atau molekul yang 

mempunyai elektron bebas yang tidak berpasangan di lingkaran luarnya, 

dan reaktif spesies lainnya yang secara konstan dihasilkan secara in vivo 

dan menyebabkan  oxidative  DNA damage pada  biomolekul. Proses ini terjadi 

dan dikontrol hanya oleh keberadaan sistem repair dan multiple antioksidan 

serta penggantian kerusakan lipid dan  protein (Grune dan Davies, 1997; 

Halliwell dan Gutteridge, 1999).  DNA adalah target  oksidasi biologis penting 

dan secara luas sudah diketahui bahwa kerusakan akibat  oxidative  DNA 

damage secara terus menerus merupakan kontributor terhadap umur 

perkembangan  kanker seperti  kanker kolon, payudara, rektum, dan prostat 

(Halliwell dan Gutteridge, 1999; Ames et al., 1993). 

52 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

Kerusakan  DNA karena  oksigen reaktif, klorin, dan spesies nitrogen 

menghasilkan multiplikasi  oksidasi dasar yang berbeda dan produk 

modifikasi dasar lain yang diperbaiki oleh sistem  enzim yang kompleks. 

Tidak ada kesepakatan atau ketentuan besaran produk  oksidasi purine dan 

pirimidin yang bertahan di  DNA dan tidak dapat diperbaiki. Sebagai contoh, 

nilai untuk level 8-hydroxylated guanine pada cellular  DNA pada beberapa 

studi adalah = 0,1/105 guanin dan pada studi yang lain = 100/105 guanin 

(Ames et al., 1993). Data terakhir pada tingkat kerusakan produk akibat 

 oksidasi  DNA pada  DNA seluler konsisten dengan konsep bahwa kerusakan 

dasar  oksidasi  DNA adalah kontributor utama pada risiko perkembangan 

 kanker. Reactive oxygen species pastinya merangsang perkembangan tumor 

dengan mekanisme tambahan, termasuk dampak pada proliferasi sel, 

pencegahan apoptosis, damage pada  DNA repair enzymes, kerusakan pada 

 DNA polimerase menuju pada penurunan replikasi yang tepat, dan ikatan 

produk akhir peroksidasi lipid pada dasar  DNA untuk menciptakan lesi 

mutagenik. 

Efek mutagenik dari produk yang dihasilkan oleh serangan dari 

spesies reaktif residu deoxyribose pada  DNA sangat berharga untuk 

dipertimbangkan. Jika kita menganggap bahwa kerusakan langsung pada 

basa  DNA karena spesies reaktif memberikan kontribusi yang signifikan 

pada perkembangan  kanker, maka agen yang dapat menurunkan jumlah 

kerusakan seharusnya juga mengurangi risiko perkembangan  kanker. 

Jadi, kerusakan langsung pada basa  DNA atau steady state  oxidative  DNA 

damage pada sel manusia sangat penting sebagai “surrogate marker” atau 

 biomarker) untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada perkembangan 

 kanker di kemudian hari. Sudah sangat dikenal bahwa inflamasi kronis, 

merokok, dan diet kaya  lemak, serta kurang buah dan sayur berhubungan 

dengan meningkatnya insiden terjadinya  kanker. Inf lamasi kronik 

meningkatkan  oksidasi  DNA damage pada sel manusia. Merokok, diet tinggi 

 lemak, dan  karsinogen lainnya akan mempercepat pembentukan  8-OHdG 

pada binatang. Sedangkan konsumsi kecambah brussel pada manusia dan 

tikus, dan diet jus tomat atau sayuran pada manusia sehat dapat menurunkan 

 oxidative  DNA damage. Secara kontras, suplemen karoten tidak menurunkan 

 oxidative  DNA damage pada manusia, hal tersebut sesuai dengan fakta bahwa 

suplemen karoten tidak memberikan efek antikanker. Oleh karena itu, data 

data baru yang tersedia walaupun masih sangat terbatas, tentang bagaimana 

53Paparan Logam

 oxidative  DNA damage dipengaruhi oleh kondisi yang dikenal memengaruhi 

perkembangan  kanker dan membenarkan penggunaan  oxidative  DNA 

damage sebagai  biomarker terjadinya  penyakit  kanker.


55

LOGAM DALAM TUBUH

Kelainan neurologis adalah penyebab utama komplikasi kesehatan di 

kalangan populasi lanjut usia. Bagi banyak orang, kemunduran progresif 

sistem saraf yang terkait dengan  penyakit  Parkinson, sering berujung pada 

hilangnya kebebasan. Dengan produksi  dopamin terhambat, penyebab utama 

perkembangan  penyakit  Parkinson disebabkan oleh kemerosotan kelenjar 

di otak yang dikenal dengan kandungan nigra. Akibatnya, individu yang 

menderita  penyakit  Parkinson akan mengalami gejala termasuk  tremor, 

kekakuan, dan ketidakstabilan dengan duduk dan berjalan. Sementara kita 

tahu  substantia nigra adalah pusat pengembangan  penyakit  Parkinson, tidak 

banyak yang diketahui tentang mengapa  substantia nigra mulai menghambat 

produksi  dopamin atau mulai memburuk. Ada beberapa penyedia layanan 

kesehatan yang sangat percaya bahwa pengembangan  penyakit  Parkinson 

dapat dikaitkan sebagian terhadap  paparan  logam berat yang lama. 

Faktanya, untuk individu dengan  paparan lebih dari 20 tahun terhadap 

 logam berat, tampaknya terdapat korelasi antara  paparan tersebut dan 

peningkatan kejadian perkembangan  penyakit  Parkinson.

Sementara tubuh secara alami dapat membersihkan  logam berat 

dari aliran darah, bila terkena  logam berat yang berulang dan konsisten, 

tampaknya ada peningkatan risiko kejadian  penyakit  Parkinson. Dalam 

konsep ini diyakini bahwa, apabila  logam berat mengekspos secara berulang 

dan konsisten, maka dapat menyebabkan pembentukan  radikal bebas dan 

mengakibatkan kemunduran sistem saraf. Bila kemerosotan ini mulai sering, 

 substantia nigra adalah kelenjar yang paling terpengaruh, walaupun banyak 

aspek lain dari sistem saraf pusat yang mungkin dapat terganggu. Jika Anda 

bekerja dalam profesi yang berbahaya terhadap  lingkungan, atau hanya 

menangani bahan  kimia berbahaya di rumah, maka penting bagi anda untuk 

memahami risiko kesehatan apa yang ada di cakrawala. Ketika dihadapkan 

dengan komplikasi yang terkait dengan  paparan  logam berat yang berulang 

56 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

dan konsisten, maka terdapat risiko untuk mengembangkan komplikasi 

tersebut di kemudian hari.

Toksisitas yang semakin besar seringkali terkait dengan tingginya 

partisipasi dan aksinya sebagai katalis dalam menghasilkan  ROS. Akumulasi 

 ROS menyebabkan stres oksidatif dan akan menginduksi ketidakseimbangan 

sel redoks. Ketidakseimbangan antara terbentuknya  ROS dengan kapasitas 

pertahanan antioksidan dapat memengaruhi komponen sel utama, yaitu 

 lemak. Radikal hidroksil (OH-) merupakan molekul yang paling reaktif 

dan dapat bereaksi dengan  protein, asam nukleat, dan lipid serta molekul 

lain sehingga dapat mengubah struktur serta menimbulkan kerusakan 

jaringan. 

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Berniyanti et al. (2016) 

pada  MDA, dihasilkan nilai mean dan simpangan baku (SD) cukup tinggi 

sekitar 8,34 ± 6,82 menggambarkan aktivitas  radikal bebas di dalam sel 

sebagai salah satu petunjuk terjadinya stres oksidatif akibat  radikal bebas. 

 MDA merupakan metabolit dari salah satu indikator yang paling sering 

digunakan sebagai indikasi peroksidasi  lemak (Nielsen et al., 1997). Senyawa 

ini terbentuk akibat degradasi  radikal bebas OH terhadap asam  lemak tak 

jenuh yang nantinya ditransformasi menjadi radikal yang sangat reaktif. 

Proses terbentuknya  MDA dapat dijelaskan sebagai berikut,  radikal bebas 

 oksigen O2* diproduksi melalui proses enzimatik dan non enzimatik. Sel-

sel tubuh yang dapat membentuk  radikal bebas  oksigen dan  H2O2 adalah 

sel polymorfonuclear, monosit, dan makrofag. Kadar  MDA diukur dengan 

menggunakan spektrofotometri. Kadar  MDA dapat diperiksa baik di dalam 

plasma, jaringan, maupun urine. 

Pada uji beda antara akumulasi  paparan  logam dengan  MDA 

menunjukkan nilai berbeda yang sangat signifikan, sedangkan pada uji 

hubungan yang dilakukan antara akumulasi  paparan  logam berat dan  MDA 

didapatkan korelasi yang yang kuat dalam bentuk linier positif dengan 

koefisien korelasi sebesar 0,80. Kadar  MDA pada orang normal kurang dari 

1,03 nmol/ml dan dua kali nilai tersebut adalah  patologis. 

Tingginya konsentrasi  logam, sangat terkait dengan pembentukan 

 radikal bebas. Selain itu, juga akan menghasilkan berbagai produk akhir 

yang bersifat radikal dan juga merusak makromolekul lain di sekitarnya. 

Kerusakan peroksidatif tersebut dapat dirambatkan oleh reaksi rantai 

berulang. Apabila proses tersebut tidak terendam oleh scavenger alamiah, 

57Logam dalam Tubuh

maka kerusakan akan terjadi pada berbagai struktur penting asam  lemak tak 

jenuh pada membran fosfolipid. Akumulasi  paparan ini akan menghasilkan 

 radikal bebas reaktif, seperti radikal •OH dan singlet oxygen yang mampu 

menginisiasi terjadinya peroksidasi  lemak. Stres oksidatif akan terjadi 

apabila  ROS yang dihasilkan lebih besar dibandingkan yang dapat diredam 

oleh mekanisme pertahanan sel. Apabila senyawa-senyawa tersebut tidak 

diredam, maka  oksigen akan berbalik menjadi  racun bagi tubuh. Enzim 

 SOD dikatakan mampu memperbaiki efek tekanan (stres) oksidatif, yaitu 

mengatalisis perubahan superoksida menjadi hidrogen peroksida dan 

 oksigen (Farombi et al., 2007).

Pembentukan secara langsung maupun tidak langsung pada  organisme 

hidup, mampu menginduksi produksi  ROS.  ROS yang terdiri dari superoksida 

(O2),  radikal bebas hidroksil (OH2), dan hidrogen peroksida ( H2O2) serta 

radikal peroksil (RCOO).  ROS terus menerus dibentuk dalam jumlah besar di 

dalam sel melalui jalur  metabolisme tubuh yang merupakan proses biologis 

normal karena berbagai rangsangan, misalnya  logam, radiasi, tekanan 

parsial  oksigen (pO2) tinggi,  paparan zat-zat  kimia tertentu, infeksi maupun 

inflamasi. Semua  ROS merupakan  oksidan kuat dengan derajat berbeda-

beda. 

Terbentuknya  ROS dalam jumlah banyak tanpa diimbangi oleh jumlah 

antioksidan dapat memicu terjadinya kondisi stres oksidatif. Stres oksidatif 

pada molekul  DNA menyebabkan terjadinya modifikasi atau kerusakan 

pada struktur  DNA dan memengaruhi informasi genetik yang terkandung 

di dalamnya. Apabila sel tidak dapat melakukan perbaikan, maka akan 

terjadi gangguan perbaikan  DNA dan berujung pada  kematian sel ( piknosis, 

 karioreksis, dan  kariolisis).

Radikal bebas yang terbentuk akan bereaksi dengan  SOD dan ion Cu2+ 

menjadi  H2O2.  H2O2 ini banyak diproduksi di  mitokondria dan mikrosom 

dan dapat menembus membran sel.  SOD adalah  enzim yang mengatalisis 

 SOD menjadi O2 dan  H2O2.  SOD merupakan  enzim penting dalam pertahanan 

sel terhadap  paparan  oksigen. Oksigen diperlukan untuk mempertahankan 

hidup, namun proses  metabolisme  oksigen dalam sel akan menciptakan 

unsur-unsur destruktif yang disebut  radikal bebas. Radikal bebas atau 

 oksidan, secara  kimia tidak seimbang karena membawa elektron bebas 

yang dapat merusak molekul dalam sel kita ketika mencoba untuk mencapai 

keseimbangan dan dapat berpotensi merusak sel itu sendiri. 

58 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

Pada stres oksidatif,  radikal bebas  oksigen yang terbentuk tentu 

berlebihan, begitu juga dengan  H2O2 berlebihan, sehingga sistem proteksi 

tubuh seperti  enzim  katalase dan glutathione peroxidase tidak dapat lagi 

menetralkan semua  radikal bebas  oksigen yang terbentuk. Selanjutnya, 

jika  H2O2 bereaksi dengan Fe2+ dan Cu2+, maka terbentuklah  radikal bebas 

hidroksil melalui reaksi  Fenton dan  Haber-Weiss. Radikal hidroksil adalah 

spesies yang sangat reaktif. Membran sel terdiri dari banyak komponen 

penting yaitu fosfolipid, glikolipid (keduanya mengandung asam  lemak 

tak jenuh), dan kolesterol. Asam  lemak tak jenuh ini sangat peka terhadap 

radikal hidroksil.

Kemampuan radikal hidroksil ini akan membentuk reaksi rantai 

dengan satu atom hidrogen dari membran sel dan terbentuk peroksida lipid. 

Kelanjutan dari reaksi ini adalah terputusnya rantai asam  lemak menjadi 

senyawa aldehida yang memiliki daya perusak yang tinggi terhadap sel-sel 

tubuh antara lain malondialdehid, 4-hidroksinenal, etana, dan pentana. 

Demikian pula dengan  DNA dan  protein juga mengalami kerusakan yang 

seringkali cukup hebat (Yoshikawa dan Naito, 2002). 

Hasil pemeriksaan  8-OHdG dalam  serum darah sampel pada penelitian 

(Berniyanti et al., 2016) menunjukkan hasil rerata konsentrasi  8-OHdG 

yang cukup tinggi dibandingkan dengan hasil rerata konsentrasi  8-OHdG 

pada kondisi normal. Pada uji korelatif antara akumulasi kontak  logam 

dengan konsentrasi  8-OHdG didapatkan nilai negatif, tetapi pada uji statistik 

dengan Independent Sample t Test didapatkan α = 0.00, Ho diterima. Pada 

uji ini, didapatkan perbedaan yang signifikan antara akumulasi kontak 

dengan amalgam dan  8-OHdG. Hasil ini menunjukkan bahwa sudah ada 

perbedaan yang signifikan antara akumulasi kontak  logam dengan  8-OHdG, 

tetapi akumulasi kontak  logam yang menunjukkan korelasi semakin besar 

akumulasi semakin tinggi  8-OHdG belum terbukti. 

Dampak yang timbul akibat tingginya akumulasi  logam ditunjukkan 

dengan perbedaan yang sangat signifikan antara akumulasi  logam dengan 

kadar  8-OHdG, walaupun tidak pada korelasinya. Proses perbaikan  DNA 

atau RNA repair kemungkinan dapat terjadi atau memerlukan penelitian 

lebih lanjut untuk sampel yang lebih besar atau lebih lama  paparan. 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Matsui et al. (2000) pada 

pasien penderita  kanker stadium II yang sedang mengalami pengobatan 

juga didapatkan korelasi yang negatif, di mana diduga proses pengobatan 

59Logam dalam Tubuh

berperan dalam perbaikan  DNA dan menurut,  8-OHdG berperan pada fase 

awal karsinogenesis.

 8-OHdG diekskresikan secara normal oleh tubuh sebagai salah satu 

cara perbaikan  DNA yang mengalami kerusakan akibat  ROS (Endogenous). 

Semakin tinggi  paparan pada sumber  ROS, maka semakin tinggi pula tingkat 

kerusakan  DNA yang terjadi. Paparan jangka panjang dengan mekanisme 

perbaikan yang tidak efektif dapat meningkatkan probabilitas kerusakan 

 DNA yang berujung pada pembentukan  kanker. Dengan dilakukannya 

deteksi dini terhadap risiko tersebut, kerusakan  DNA dapat dicegah lebih 

lanjut sehingga tidak mengakibatkan terjadinya  kanker.

Enzim selanjutnya akan tidak mampu mengenali molekul  DNA 

dan memicu terbentuknya sel lain yang tidak dapat dikendalikan 

pertumbuhannya atau terjadi  mutasi sel yang akan lebih menjurus ke 

arah keganasan (sel  kanker). Oxidative  DNA damage dimediasi oleh spesies 

 oksigen reaktif dan berperan penting dalam terjadinya beberapa  penyakit 

termasuk  kanker (Merzenich et al., 2001). 

Kasus  kanker baru di seluruh dunia menurut international agency 

untuk riset  kanker, pada tahun 2008, terjadi sebanyak 12,7% dengan angka 

 kematian sebesar 7,6 juta. Kanker  paru-paru merupakan kejadian yang 

paling banyak (16,5% total kasus) pada kaum pria dan menjadi penyebab 

terbesar (22,5)  kematian. Kanker pada tahun 2008 yang dapat dikaitkan 

dengan faktor genetik hanya 5–10% dari total  kanker, di mana sisanya 90–

95% dipengaruhi oleh faktor  lingkungan dan cara hidup (life style). Faktor 

gaya hidup mencakup aktivitas merokok, diet, (daging merah dan makanan 

yang digoreng), alkohol,  paparan  kimia,  polutan  lingkungan, infeksi, stres, 

obesitas, dan aktivitas fisik (Anand et al., 2008). Faktor-faktor penyebab 

tersebut dapat menghasilkan spesies reaktif yang akan berinteraksi dengan 

makromolekul seperti  DNA,  protein, dan lipid. 

Fabrizio et al. (2007) melakukan studi  epidemiologi dan klinis pada 27 

 teknisi gigi yang bekerja di sekolah  teknisi gigi di Roma, serta melakukan 

pemeriksaan neurologis dan menggali riwayat pekerjaan secara rinci di 

klinik. Hasilnya, dari 14 subjek yang menjalani pemeriksaan neurologis, 

4 subjek mengalami  tremor postural dan 1 subjek didiagnosis  penyakit 

 Parkinson, di mana memicu terbentuknya sel lain yang tidak dapat 

dikendalikan pertumbuhannya (sel  kanker). Pembentukan stres oksidatif 

60 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

merupakan salah satu indikator untuk melihat efek toksisitas dari  logam 

berat. 

Penelitian yang dilakukan oleh Chudobova et al. (2013) tentang  logam, 

dalam hal ini Cr,  Ni, dan Co dapat meningkatkan stres oksidatif. Stres 

oksidatif mempunyai efek yang spesifik terhadap sel, termasuk kerusakan 

oksidatif pada lipid,  protein, dan  DNA. Pembentukan senyawa  8-OHdG adalah 

hasil  oksidasi terhadap nukleosida  DNA dan merupakan salah satu indikator 

kerusakan  DNA oleh suatu bahan  karsinogenik. Kerusakan oksidatif  DNA 

dapat dinyatakan sebagai kerusakan terhadap basa dan ikatan fosfodiester 

 DNA akibat ketiadaan perbaikan dari Base Excision Repair (BER) dan 

 enzim- enzim pengubah kerusakan basa oksidatif seperti  DNA glikosilase, 

hidroksimetil urasil glikosilase dan 8-oxoG  DNA glikosilase (Lunec et al. 

2002). Terjadinya kerusakan  DNA pada sel dapat berakibat pada  kematian sel 

ataupun  mutasi sel. Kematian sel atau yang dikenal dengan istilah  nekrosis 

ditandai dengan perubahan pada inti sel yang berupa  piknosis,  karioreksis, 

dan  kariolisis (Alvarez, 2010). Salah satu cara untuk melihat  mutasi  DNA 

adalah dengan cara pemeriksaan aberasi  kromosom (Asharani et al., 2009). 

Pemeriksaan aberasi  kromosom dapat dilakukan dengan menggunakan uji 

 mikronukleus. Terbentuknya  mikronukleus merupakan indikasi terjadinya 

aktivitas mutagenik yang dapat merusak  kromosom dan akhirnya akan 

memicu terjadinya  kanker (Sumpena, 2009). 

Oksidasi lipid paling banyak terjadi di membran sel, terutama asam 

 lemak tidak jenuh yang merupakan komponen penting penyusun membran 

sel. Pengukuran tingkat  oksidasi lipid diukur dengan menjumlahkan produk 

akhir, yaitu  MDA yang merupakan produk  oksidasi asam  lemak tidak jenuh 

dan bersifat  toksik terhadap sel. Pengukuran kadar  MDA merupakan 

pengukuran aktivitas  radikal bebas secara tidak langsung sebagai indikator 

stres oksidatif. Pengukuran ini dilakukan dengan tes Thiobarbituric 

Acid Reactive Substances test (TBARS test). Dari uraian di atas, tingginya 

toksisitas oleh  paparan  logam Cr,  Ni, dan Co pada  teknisi gigi di tempat kerja; 

deteksi pembentukan  MDA; pembentukan senyawa senyawa  8-OHdG; dan 

pembentukan  mikronukleus sel untuk dapat melihat terjadinya  nekrosis 

sel dapat digunakan sebagai  biomarker toksisitas  paparan  logam Co,  Ni, dan 

Cr dalam upaya mendapatkan Kit diagnostik untuk pencegahan  penyakit, 

utamanya adalah  penyakit  kanker.

61Logam dalam Tubuh

NIKEL

Pengertian Nikel

Nikel adalah unsur  logam berwarna putih  perak, bersifat lentur, 

unsur dengan nomor atom 28, berlambang  Ni, dan bobot atom 58,71. Nikel 

ditemukan oleh Axel Fredrik Cronstedt pada tahun 1751 dalam mineral yang 

disebutnya kupfernickel (nikolit). Nikel adalah komponen yang ditemukan 

banyak dalam meteorit dan menjadi ciri komponen yang membedakan 

meteorit dari mineral lainnya (Bell, 2018). Nikel merupakan garam dan 

alkali-alkali persenyawaan anorganik yang penting yaitu  nikel oksida (NiO), 

 nikel hidroksida ( Ni(OH)2),  nikel subsulfida (Ni3S2),  nikel sulfat (NiSO4), dan 

 nikel klorida (NiCl2).

Sifat Nikel

Nikel memiliki beberapa, yaitu sifat berwarna putih keperak-perakan; 

mudah ditempa; sedikit feromagnetik; merupakan konduktor yang agak 

baik terhadap panas dan listrik; tahan karat; dalam keadaan murni,  nikel 

bersifat lembek, akan tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan  logam 

lainnya dapat membentuk baja tahan karat yang keras; mempunyai titik 

lebur tinggi dan aliran rendah. Nikel tergolong dalam grup  logam besi kobalt 

yang dapat menghasilkan  alloy yang sangat berharga. Terpapar dengan 

 logam  nikel dan senyawa  nikel yang terlarut tidak boleh melebihi 0,05 mg/

cm3 (selama 8 jam kerja per hari–40 jam kerja per minggu). Uap dan debu 

 nikel sulfida berisiko  karsinogenik.

Kegunaan Nikel

Beberapa kegunaan  nikel di antaranya untuk pembuatan baja tahan 

karat sebagai selaput penutup barang-barang yang dibuat dari besi atau 

baja; alat-alat laboratorium Fisika dan Kimia yang digunakan dalam bentuk 

paduan atau campuran untuk pembuatan alat-alat yang dipakai dalam 

 industri mobil dan pesawat terbang;  alloy tembaga- nikel berbentuk tabung 

yang banyak digunakan untuk pembuatan instalasi proses penghilangan 

garam untuk mengubah air laut menjadi air segar, membuat uang koin; baja 

 nikel untuk melapisi senjata dan ruangan besi (deposit di bank);  nikel yang 

sangat halus digunakan sebagai katalis untuk menghidrogenasi minyak 

62 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

sayur (menjadikannya padat); electroplating (lapisan listrik): sebagai 

bahan tahan asam dan campuran magnetik serta pita magnetik; untuk 

pembedahan dan  protesa gigi; untuk pigmen cat. 

Efek Kesehatan dari Pekerjaan yang Terpajan dengan Nikel dan 

Persenyawaannya

Mayoritas produksi  nikel digunakan untuk pembuatan stainless baja, 

paduan  nikel, dan besi cor  nikel yang terdiri dari benda-benda seperti 

koin, peralatan listrik, peralatan, mesin, persenjataan, perhiasan, tuangan 

dengan bahan dasar  alloy dalam bidang  prostetik gigi dan peralatan rumah 

tangga. Senyawa  nikel digunakan juga untuk electroplating electroforming, 

baterai alkali  nikel- kadmium, pewarna mordant, katalis, dan elektronik 

peralatan. Nikel mengandung paduan  logam, baja bedah (0,5–30%  Ni),  emas 

putih (10–15%  Ni),  perak Jerman (10–15%  Ni), solders, hard-gold plating, 

dan sterling silver. Sebagai hasil dari peningkatan konsumsi produk  nikel 

yang mengandung senyawa  nikel yang dilepas ke  lingkungan pada semua 

tahap produksi dapat menjadi faktor berbahaya bagi kesehatan manusia. 

Konsentrasi rata-rata dari total  nikel dalam air minum berkisar antara 3–7 

μg/dm3 tetapi kandungan di dalam pembuluh darah akan meningkat jika 

mengandung pelapisan  nikel yang berkarat.

Paparan manusia terhadap  lingkungan yang sangat tercemar  nikel 

menyebabkan berbagai efek  patologis. Kegiatan minum air dan makanan 

adalah sumber utama pemaparan pada manusia. Berikut beberapa efek 

kesehatan yang terpajan dengan Nikel dan persenyawaannya: meningkatnya 

risiko  kanker paru,  kanker sinus nasal,  kanker laring,  kanker lambung, 

risiko sarkoma; iritasi kronis saluran pernapasan atas dengan manifestasi 

sebagai rinitis, sinusitis, perforasi septum nasi, dan kehilangan sensasi 

penciuman (anosmia);  fibrosis;  pneumokoniosis;  asma; peningkatan 

kerentanan infeksi pernapasan;  dermatitis kontak  alergi; efek  toksik akut 

akibat pajanan terhadap  nikel karbonil.

Sumber Pencemaran Nikel

Nikel didistribusikan secara luas di  lingkungan, dan dapat ditemukan 

di udara, air, dan tanah. Sumber alami  nikel atmosfer dihapus adalah debu 

dari emisi vulkanik dan pelapukan batuan dan tanah. Tingkat  nikel di 

63Logam dalam Tubuh

udara ambien sekitar 6–20 ng/m3, tetapi tingkat  Ni hingga 150 ng/m3 dapat 

berada di udara jika terkontaminasi oleh sumber antropogenik. Nikel dalam 

air berasal dari siklus biologis dan senyawa  nikel solubilisasi dari tanah, 

serta dari sedimentasi  nikel dari atmosfer. Air yang tidak terkontaminasi 

biasanya mengandung sekitar 300 ng  Ni/dm-3. Tanah  pertanian mengandung 

sekitar 3–1000 mg  Ni/kg-1 tanah, tetapi konsentrasi  Ni dapat mencapai 

hingga 24.000–53.000  Ni/kg-1  Ni di tanah dekat kilang  logam dan lumpur 

kering, masing-masing. Pada pH < 6,5; senyawa  nikel dalam tanah relatif 

mudah larut, sedangkan pada pH > 6,7; sebagian besar  nikel ada sebagai 

hidroksida tidak larut.

Cara Pemaparan Nikel

Berikut beberapa sumber pencemaran yang berasal dari  nikel: 

menghirup udara atau debu yang mengandung bahan senyawa  nikel; 

menggunakan perhiasan  emas yang dilapisi bahan  nikel; bekerja di tempat 

 industri yang banyak mengandung bahan  nikel tanpa menggunakan alat 

pelindung seperti masker, respirator, ventilasi, maupun penekan debu.

Nikel dalam Laboratorium Gigi

Nikel adalah suatu unsur  kimia umum di banyak paduan  logam dasar 

gigi, seperti yang digunakan untuk crown,  protesa gigi tetap, gigi palsu 

parsial lepasan, dan beberapa peralatan ortodontik. Nikel juga digunakan 

dalam berbagai jenis file endodontik, meskipun durasi  paparan melalui 

penggunaan file jauh lebih pendek. Penggunaan paduan berbasis  nikel untuk 

fixed orthodontic di Amerika Serikat (AS) telah meningkat selama 30 tahun 

terakhir dan penggunaannya saat ini mencapai 30 dan 50% (Annusavice 

et al., 2013).

Nikel memiliki aplikasi terbatas pada paduan gigi berbasis  emas dan 

 paladium, namun merupakan komponen umum pada paduan dental  alloy. 

Nikel memiliki titik leleh 1453°C dan massa jenis 8,91 g/cm3. Bila digunakan 

dalam jumlah kecil dengan paduan berbasis  emas,  nikel memutihkan  alloy 

dan meningkatkan kekuatan dan kekerasannya (Sakaguchi dan Powers, 

2012).

Nikel dapat memasuki tubuh melalui inhalasi, oral, dan  absorpsi di 

 kulit. Jumlah  nikel yang diserap oleh saluran pencernaan tergantung pada 

64 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

jenis  nikel pada makanan, isi, dan daya serap. Biasanya hanya 1–2% dari 

 nikel yang tertelan diserap. Asupan harian  nikel telah diperkirakan berada 

di kisaran 35–300 mg perhari (Valko et al., 2005).

Nikel tidak hancur dalam tubuh, namun bentuk kimianya dapat diubah. 

Metabolisme  nikel paling tepat dilihat mengingat pengikatannya untuk 

membentuk ligan dan pengangkutannya ke seluruh tubuh (Das et al., 2008). 

Tidak ada alat kedokteran gigi yang benar-benar aman. Keamanan  alloy nickel 

adalah relatif, pemilihan dan penggunaan alat atau bahan kedokteran gigi 

didasarkan pada asumsi bahwa keuntungan penggunaannya jauh melebihi 

risiko biologis yang diketahui. Bahan kedokteran gigi mengandung banyak 

komponen yang berbahaya bagi  teknisi gigi, salah satunya adalah  nikel. 

Nikel dan senyawanya juga merupakan risiko utama bagi kesehatan. 

Salah satu risiko terjangkit  paparan  nikel adalah kontak  alergi  dermatitis. 

Dermatitis akibat kontak dengan cairan  nikel sudah dilaporkan sejak tahun 

1889. Penghirupan, penelanan, dan kontak  kulit dengan  nikel atau  logam 

campur yang mengandung  nikel seperti nickel-chromium ( Ni-Cr), nickel-cobalt-

chromium ( Ni-Co-Cr),  nikel-chromium-berryllium ( Ni-Cr-Be) sering terjadi 

karena  nikel ditemukan pada sumber-sumber  lingkungan seperti udara.

Karena kekhawatiran akan potensi  karsinogenik dari  nikel, National 

Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menganjurkan 

Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mengadopsi suatu 

standar untuk membatasi suatu pemajanan pekerja terhadap  alloy  nikel di 

laboratorium atau kantor sampai 15 μg/m3 (udara) yang ditentukan sebagai 

suatu konsentrasi rata-rata menurut ukuran waktu kerja 10 jam (40 jam 

kerja dalam seminggu). Sedangkan standar OSHA yang ada menentukan 

konsentrasi rata-rata menurut ukuran waktu kerja sampai 8 jam adalah 

1000 μg/m3.

Namun, potensi risiko  karsinogenik dari  nikel sangat kecil terjadi 

pada pasien dan dokter gigi dibandingkan  teknisi gigi. Karena pemajanan 

terhadap uap  nikel teknisi lebih besar dan lebih lama, oleh karena itu  teknisi 

gigi harus mendapatkan fasilitas perlindungan yang memadai sehingga 

risiko tersebut dapat diminimalkan.

Toksisitas Nikel dalam Tubuh

Pembuangan limbah yang mengandung  Ni mengakibatkan pencemaran 

 Ni pada tanah, air, dan tanaman. Kadar  nikel di perairan tawar alami adalah 

65Logam dalam Tubuh

0,001– 0,003 mg/L. Pada perairan laut berkisar antara 0,005–0,007 mg/L. 

Untuk melindungi kehidupan  organisme akuatik, kadar  nikel sebaiknya 

tidak melebihi 0,025 mg/L. Untuk air minum, kadar  nikel < 0,1 mg/L. Nikel 

dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh. Nikel cukup berperan bagi 

kesehatan tubuh sehingga tubuh dapat memproduksi sel darah merah dan 

hemoglobin sintesis. 

Nikel merupakan zat gizi esensial yang berfungsi menstabilkan 

struktur asam nukleat dan  protein serta sebagai kofaktor berbagai  enzim. 

Nikel juga berperan mengatur kadar lipid dalam jaringan dan dalam sintesis 

fosfolipid. Selain itu,  nikel juga merupakan aktivator  enzim non spesifik 

Tetapi, apabila  nikel terdapat dalam jumlah yang terlalu tinggi, maka dapat 

berbahaya untuk kesehatan manusia. Pada umumnya orang dapat terpapar 

 nikel di tempat kerja dalam produksi atau proses yang menggunakan bahan 

 nikel atau dapat juga melalui kontak dengan perhiasan yang mengandung 

 nikel,  stainless steel, serta peralatan masak yang mengandung  nikel atau 

bahan asam tembakau. 

Nikel mempunyai efek merugikan bagi kesehatan yang bergantung 

pada rute  paparan (inhalasi, oral, atau  kulit) dan dapat diklasifikasikan 

menurut efek sistemik, imunologis, neurologis, reproduksi, perkembangan, 

atau  karsinogenik setelah akut (01 hari), subklinis (10–100 hari), dan periode 

 paparan kronis (100 hari atau lebih) (Das et al., 2008).

Penghirupan  nikel karbonil yang tidak disengaja umumnya 

menyebabkan efek toksiksitas akut dalam dua tahap, segera dan tertunda. 

Gejala langsung meliputi sakit kepala, vertigo, mual, muntah, insomnia, 

mudah tersinggung, yang biasanya berlangsung beberapa jam, diikuti 

dengan interval asimtomatik 12 jam sampai 5 hari. Kemudian gejala yang 

tertunda muncul sesak dada, batuk tidak produktif, dyspnoea, sianosis, 

takikardia, palpitasi, berkeringat, gangguan penglihatan, vertigo, kelemahan, 

dan kelambanan. Toksisitas subkronis dalam evaluasi pengelasan paduan 

 nikel tinggi, dilaporkan bahwa  paparan  nikel 6 jam terhadap  nikel (0,07–

1,1 mg  nikel/m3) menyebabkan peningkatan iritasi saluran napas dan 

mata, sakit kepala, dan kelelahan. Paparan inhalasi kronis sebagian besar 

melibatkan  paparan kerja terhadap debu  nikel atau uap  nikel akibat paduan 

 nikel las. Umumnya,  paparan inhalasi kronis pada debu  nikel dan aerosol 

berkontribusi pada gangguan pernapasan seperti  asma, bronkitis, rinitis, 

sinusitis, dan  pneumokoniosis (Das et al., 2008).

66 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

Bahaya yang berhubungan dengan  paparan terhadap  nikel di 

 lingkungan kerja telah mengakibatkan gangguan fungsi tubuh terutama 

yang berasal dari inhalasi. Paparan  nikel dapat terjadi melalui inhalasi, oral, 

dan kontak  kulit. Manusia pada umumnya mengonsumsi makanan sebesar 

150 mg/hari, rata-rata penyerapan  nikel dari makanan pada orang dewasa 

sebesar 100–300 mg/hari.

Jumlah relatif  nikel yang diserap oleh  organisme tidak hanya ditentukan 

oleh jumlah yang terhirup, tertelan, atau dikelola, tetapi juga ditentukan oleh 

karakteristik fisik dan  kimia dari senyawa  nikel. Kelarutan merupakan 

faktor penting dalam semua rute penyerapan setelah penyerapan  nikel 

karbonil berhubungan secara umum dengan penyerapan  nikel senyawa 

larut dan penyerapan  nikel senyawa tidak larut. Nikel karbonil merupakan 

senyawa  nikel paling cepat dan benar-benar diserap baik oleh hewan 

maupun manusia (Grimsrud et al., 2002).

Keracunan oleh  nikel terdapat dalam tiga bentuk. Pertama, 

penghirupan debu  nikel yang menyebabkan tumor ganas  paru-paru. Nilai 

Ambang Batas (NAB) untuk  nikel karbonil adalah 0,001 ppm atau 0,007 mg/

m3. Kedua, oleh karena menghirup persenyawaan  nikel karbonil semacam 

gas yang sangat beracun dan dapat mengakibatkan  kematian oleh karena 

hemorrhagic bronchopneumonia. Ketiga, kontak dengan larutan, larutan 

garam  nikel, yang terjadi di tempat pengolahan bijih atau galvanisasi yang 

mengakibatkan  dermatitis.

Inhalation exposure adalah kondisi pemaparan  nikel saat bekerja, 

pernapasan menjadi rute utama masuknya ke dalam tubuh manusia. 

Menghirup senyawa  nikel ( nikel partikulat) relatif tidak larut, aerosol yang 

berasal dari larutan  nikel dan bentuk gas yang mengandung  nikel (misalnya: 

 nikel karbonil) (Duda dan Blaszczyk, 2008). Menghirup partikulat  nikel 

adalah suatu proses penyerapan  nikel melalui pernapasan dalam bentuk 

partikulat yang dipengaruhi oleh tiga proses di  paru-paru yaitu proses 

deposisi, clearance mukosiliar, dan clearance  alveolar. Pola pengendapan di 

saluran pernapasan berhubungan dengan ukuran partikel yang menentukan 

sejauh mana partikel dipengaruhi oleh sedimentasi dan difusi. 

Pada manusia, sekitar 20–35% dari  nikel kurang larut melalui inhalasi 

( nikel oksida dan  nikel subsulfida) yang ditahan di  paru-paru diserap 

ke dalam darah, sisanya tertelan, ekspektorasi, atau tetap di saluran 

pernapasan. Senyawa larut lebih mudah diserap dari saluran pernapasan, 

67Logam dalam Tubuh

yang ditandai dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada  nikel kemih yang 

ditemukan pada pekerja yang terpapar, misalnya  nikel klorida atau  nikel 

sulfat dibandingkan dengan mereka yang terkena senyawa  nikel kurang 

larut. Nikel karbonil dalam  toksikologi menempati posisi khusus karena 

cairannya mudah menguap dan merupakan senyawa liposoluble. Nikel 

karbonil adalah satu-satunya senyawa  nikel yang menyebabkan gejala akut 

 keracunan ketika dihirup (Herring et al., 2012).

Paparan akut  nikel  dosis tinggi melalui inhalasi dapat 

mengakibatkan kerusakan berat pada  paru-paru dan ginjal, serta gangguan 

gastrointestinal berupa mual, muntah, dan diare. Paparan kronis  nikel 

secara inhalasi dapat mengakibatkan gangguan pada alat pernapasan, 

berupa  asma, penurunan fungsi  paru-paru, dan bronkitis.

Tingginya kadar  nikel dalam jaringan tubuh manusia dapat 

mengakibatkan munculnya berbagai efek samping, yaitu akumulasi 

 nikel pada kelenjar pituitari yang dapat mengakibatkan depresi sehingga 

mengurangi sekresi  hormon prolaktin di bawah normal. Akumulasi  nikel 

pada pankreas dapat menghambat sekresi  hormon insulin. Konsumsi 

makanan yang mengandung  nikel sebesar 600 mg/hari sudah menunjukkan 

toksisitas pada manusia (Sharma, 2013).

Oral exposure adalah penyerapan  nikel dari saluran pencernaan 

yang terjadi setelah konsumsi makanan, minuman, atau air minum, yang 

tertelan mengikuti mukosiliar dari saluran pernapasan. Kebersihan individu 

yang buruk dan beberapa  paparan di tempat kerja dapat berkontribusi 

terhadap terjadinya  paparan melalui  rongga mulut (oral exposure). Tingkat 

penyerapan  nikel pada saluran pencernaan tergantung pada bentuk  kimia 

dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi diet, atau interaksi 

dengan elemen lainnya. Senyawa  nikel terlarut (yaitu  nikel sulfat) lebih baik 

daripada senyawa  nikel yang tidak larut yang diserap setelah konsumsi 

(dan atau inhalasi). Kontribusi dari senyawa yang sukar larut untuk 

penyerapan  nikel total mungkin lebih signifikan setelah masuk melalui 

mulut dibandingkan setelah  paparan inhalasi karena mereka lebih larut 

dalam cairan asam lambung (Foxall, 2009).

Nikel diabsorpsi alat pencernaan dalam jumlah kecil. Nikel kemudian 

ditransportasikan dalam plasma yang berikatan dengan albumin, asam 

amino, dan polipeptida. Ekskresi  nikel terjadi melalui urine setelah 4–5 hari 

terpapar  nikel. Paparan  nikel per oral sebagian besar akan diekskresikan 

68 Biomarker Toksisitas Paparan Logam Tingkat Molekuler

melalui feses. Absorpsi  nikel dalam makanan sebesar 1–10%. Ekskresi  nikel 

dalam feses akan mengikat sesuai dengan peningkatan intake  nikel dalam 

makanan.

Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan gastrointestinal 

adalah komposisi diet. Manusia tertelan  nikel sulfat dalam air minum 

atau makanan, pada  dosis antara 12 dan 50 mg/kg berat badan (satu 

pengobatan). Rata-rata penyerapan  nikel sebesar 27 (± 17%) dari  dosis air 

(lebih besar) dibandingkan dengan rata-rata penyerapan  nikel sebesar 0,7 

(± 0,4%) dari  dosis yang sama dalam makanan. Peneliti juga melaporkan 

bahwa penyerapan  nikel dapat ditekan dengan zat pengikat atau chelating, 

inhibitor kompetitif, atau reagen redoks. Di sisi lain, penyerapan  nikel dapat 

ditingkatkan oleh zat yang meningkatkan pH, kelarutan,  oksidasi atau oleh 

chelating agen yang diserap secara aktif. Misalnya, asam askorbat, asam 

sitrat, dan pektin (dari jus jeruk) dapat memengaruhi penyerapan jejak 

mineral; tanin (dalam teh dan kopi) dapat menghambat penyerapan zat 

besi dan  seng; asam askorbat dapat menekan penyerapan  nikel; dan agen 

pengompleks seperti EDTA series dapat menekan plasma  nikel. Beberapa 

penulis telah menyarankan bahwa status gizi besi dapat memengaruhi 

penyerapan  nikel (Heck dan Douthitt, 1982).

Dermal exsposure adalah penyerapan  nikel melalui  kulit secara 

kuantitatif dalam patogenesis  dermatitis kontak yang disebabkan oleh 

hipersensitivitas  nikel (Foxall, 2009). Paparan  nikel lewat  kulit secara kronis 

dapat menimbulkan gejala antara lain  dermatitis  nikel berupa eksema ( kulit 

kemerahan, gatal) pada jari-jari, tangan, pergelangan tangan, serta lengan. 

Durasi  paparan  nikel secara langsung pada  kulit yang berlangsung lama 

inilah yang menentukan terjadinya  alergi kontak. 

Hipersensitivitas terhadap sulfat  nikel tampak pada indeks stimulasi 

limfosit pada kultur sel mononuklear darah tepi (SMDT) yang distimulasi 

dengan alergen sulfat  nikel. Uji tempel terhadap  nikel, kadar IFN-γ, dan 

kecemasan beck anxiety inventory (BAI) secara statistik (P < 0,05) merupakan 

faktor risiko terjadinya  dermatitis numularis (DN). Alergi terhadap  nikel 

berperan sebagai faktor risiko timbulnya  dermatitis numularis yang 

ditunjukkan dengan hasil uji tempel, indeks stimulasi limfosit, dan kadar 

sitokin IFN-γ.

69Logam dalam Tubuh

Distribusi Nikel dalam Tubuh

Tingkat  nikel dalam cairan biologis, rambut, dan beberapa bahan 

lain meningkat pada orang dengan  paparan yang meningkat dan menurun 

dengan cepat ketika  paparan dikurangi atau dihentikan. Pengukuran  nikel 

terutama dalam  serum, urine, atau rambut dapat berfungsi sebagai indeks 

dari  paparan. Kisaran normal konsentrasi  nikel dalam cairan tubuh atau 

jaringan ( serum, darah, paru, dan ginjal) tidak secara signifikan dipengaruhi 

oleh usia, jenis kelamin, atau kehamilan (Duda dan Blaszczyk, 2008).

Sasaran Organ yang Terpapar Nikel

Kulit dan saluran pernapasan adalah organ target utama pada 

pemaparan  nikel dalam pekerjaan. Kulit adalah senyawa yang memiliki 

potensi sensitivitas yang kuat yang dimanifestasikan oleh iritasi, eksim, 

dan  dermatitis kontak  alergi. Asupan  dosis rendah  nikel dapat menimbulkan 

 dermatitis  alergi pada individu yang peka (Cot, 2003). 

Selain efek  karsinogenik pada  paru-paru dan rongga hidung, yang 

berhubungan dengan  paparan  nikel terhadap pernapasan lainnya adalah 

epitel displasia (mungkin mewakili lesi prakanker), perubahan  patologis 

nasofaring ( erosi septum hidung, perforasi, dan ulserasi), hyperplastic atau 

polypoid rhinitis, hiposmia dan anosmia, sinusitis kronis atau bronkitis, 

penurunan kapasitas residual paru, peningkatan frekuensi pernapasan, 

 pneumokoniosis,  fibrosis, dan  alergi  asma (Grimsrud, 2002).

Teratogenisitas Nikel

Hanya sedikit data yang tersedia pada reproduksi dan perkembangan 

efek  nikel dalam manusia. Paparan inhalasi dapat meningkatkan aborsi 

spontan dan malformasi struktural. Transfer transplasenta adalah di mana 

 nikel telah terbukti dapat melewati plasenta manusia. Konsentrasi terukur 

segera setelah melahirkan telah ditemukan di berbagai jaringan janin 

(misalnya hati, ginjal, otak, jantung,  paru-paru, otot rangka, dan tulang) dan 

dalam  serum tali pusat, dengan konsentrasi rata-rata dari 12 bayi baru yang 

lahir adalah 3 ± 1,2 ug/L dan identik dalam  serum ibu.  Transfer plasenta 

dipengaruhi oleh usia kehamilan dan ketersediaan  n