Tampilkan postingan dengan label Obat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Obat. Tampilkan semua postingan

Obat

 



  

Kesalahan terapi (medication errors) sering terjadi di praktek umum maupun rumah 

sakit. Kesalahan yang terjadi bisa karena peresepan yang salah, dan itu terjadi karena 

kesalahan dalam proses pengambilan keputusan. Setiap langkah mulai dari 

pengumpulan data pasien (anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan 

penunjang lainnya) berperan penting untuk pemilihan obat dan akhirnya penulisan 

resep. Kesalahan pemilihan jenis obat, dosis, cara pemakaian, penulisan yang sulit 

dibaca merupakan faktor yang bisa meningkatkan kesalahan terapi. Penyebab hal ini 

multifaktorial, antara lain faktor dokter, faktor pasien dan juga faktor-faktor yang lebih 

tinggi misalnya aturan dan sistem pelayanan kesehatan yang tersedia di suatu wilayah 

atau negara. Atas latar belakang ini, World Health Organization (WHO) sejak tahun 90-

an telah memperkenalkan sistem pembelajaran yang dikembangkan terutama untuk 

dokter yaitu Guide to Good Prescribing. 

 

Pemberian obat yang ditujukan untuk mengobati penyakit atau kumpulan gejala 

(sindroma) merupakan salah satu langkah penting dalam pengobatan. Pengobatan, 

seperti halnya penelitian yang baik dimulai dari penetapan masalah, membuat 

hipotesis, pengujian hipotesis dan verifikasi hasil. Diagnosis yang tepat berdasarkan 

kumpulan gejala yang tampak dan menetapkan tujuan terapi kemudian dipilih 

tindakan atau terapi yang paling tepat, efektif dan aman. Setelah pilihan ditentukan, 

pasien harus mendapat penjelasan tentang pilihan tersebut. Selanjutnya 

tindakan/terapi dapat dimulai dan hasilnya harus dipantau serta diverifikasi apakah 

telah sesuai dengan tujuan terapi. Apabila hasil menunjukkan perbaikan atau sesuai 

dengan tujuan terapi maka terapi bisa diteruskan atau kalau tidak berhasil dihentikan, 

terapi perlu dikaji ulang. 

 

Algoritma terapi yang runtut dan rasional perlu dipelajari oleh setiap dokter dan harus 

menjadi kebiasaan bagi mereka. Bahkan dokter pun harus selalu disegarkan kembali 

ingatannya tentang peresepan yang rasional. 

 

 

 

 

 

 

TERAPI RASIONAL 

 

Di kalangan kedokteran istilah terapi rasional seringkali ditanggapi secara “sinis”, 

karena terapi yang rasional seakan-akan susah diterapkan dalam praktek, karena 

meskipun telah begitu banyak upaya dilakukan diberbagai bidang, baik pendidikan 

dokter dan spesialis, hukum dan etika kedokteran (mediko-legal), sistem asuransi, 

namun tetap saja angka kesalahan medis (medical error) tetap tinggi, bahkan semakin 

meningkat. Ada enam faktor yang mempengaruhi pola penggunaan obat atau terapi 

yang rasional yaitu: 

1. Pengaturan obat (regulasi, law enforcement) 

2. Pendidikan (formal dan informal) 

3. Pengaruh industri obat (iklan, insentif) 

4. Informasi/prescribing information,  

5. Sistem pelayanan kesehatan (asuransi, jaminan kesehatan, dll.) 

6. Sosio-kultural (hubungandokter-pasien yang cenderung patrilinia) 

Keenam faktor tersebut saling terkait satu sama lain, sehingga tidak mudah membuat 

praktik terapi dan pengobatan yang irasional menjadi rasional. Buku pedoman 

penulisan resep ini mengacu pada pendekatan yang dianjurkan oleh WHO lewat buku 

pedoman terapi (Guide to good prescribing). 

 

1. MENETAPKAN MASALAH PASIEN 

Keluhan yang disampaikan pasien harus digali lebih dalam saat anamnesis. Anamnesis 

yang baik sangat membantu penegakan diagnosis yang tepat setelah ditambah data 

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain. Bila 

masalah jelas maka diagnosis (kerja) menjadi lebih mudah, karena bila diagnosis sudah 

ditegakkan, maka tujuan terapi lebih mudah ditetapkan. 

 

Data anamnesis dan pemeriksaan yang lengkap akan membantu membangun 

hipotesisberdasarkan patofisiologi penyakit. Dengan mengenal patofisiologi dapat 

diusahakan untuk mengembalikan ke keadaan fisiologis melalui pilihan terapi yang 

sesuai. 

 

2. MENETAPKAN TUJUAN TERAPI 

Bila diagnosis (kerja) dapat ditegakkan maka tujuan terapi pun dapat dibuat dengan 

tegas, karena dari sinilah ditentukan apa yang diharapkan bila terapi diberikan pada 

pasien. Contoh di bawah ini memberikan gambaran tentang tujuan terapi. 

 

Pasien 1. 

Anak usia 3 tahun dengan status kurang gizi, menderita diare encer disertai muntah 

selama empat hari. Anak tersebut tidak buang air kecil selama 24 jam. Pada 

pemeriksaan tidak ditemukan demam (suhu 36,8 oC), nadi 135 kali per menit dan 

turgor rendah. Tujuan terapi: Rehidrasi untuk mencegah semakin parahnya dehidrasi. 

 

Pasien 2 

Mahasiswi  19 tahun mengeluh mual dan sakit kepala. Dari anamnesis selanjutnya juga 

didapatkan bahwa ia mengalami keluhan tidak haid selama 3 bulan. Pemeriksaan fisik 

dan pemeriksaan penunjang tes kehamilan menunjukkan ia hamil tiga bulan.Tujuan 

terapi: Konseling kehamilan. 

 

Pasien 3 

Tuan Y usia 40 tahun, mengeluh sering pusing dan tegang bagian leher sejak dua hari. 

Tekanan darah 140/95 mmHg, Nadi 80 x/menit. Paru, jantung, hati dan ginjal dalam 

batas normal, dan Body Mass Index (BMI): 27 kg/m2. Diagnosis kerja: Hipertensi 

Esensial grade I.Tujuan terapi: Mencegah end-organ failure dengan menurunkan 

tekanan darah mendekati optimal. 

                                                                                                         8 

 

3. MENELITI KECOCOKAN TERAPI-PRIBADI (PERSONAL 

THERAPY) 

Dari keadaan pasien dipilih (rangkaian) terapi-P yang paling cocok agar tujuan terapi 

tercapai dengan mempertimbangkan efektifitas, keamanan, kecocokan dan biaya. Bila 

Pasien-3 diambil sebagai contoh, maka pengaturan diet dan upaya penurunan berat 

badan bisa dianjurkan meskipun tetap diperlukan terapi dengan obat anti hipertensi 

yang tersedia saat ini. 

 

Dasar Pemilihan Terapi-P 

Dalam pemilihan dan pengambilan keputusan tentang terapi non-obat maupun obat 

harus dipertimbangkan faktor kemanjuran (efficacy), keamanan (safety), kecocokan 

(suitability) dan biaya (cost). Terapi non-obat yang biasanya dipikirkan dan dianjurkan 

kepada pasien menyangkut perubahan gaya hidup (life style) termasuk perubahan 

pola makan (mengurangi asupan karbohidrat, lemak atau protein), perubahan pola 

minum (mengurangi konsumsi alkohol), berhenti merokok, meningkatkan kegiatan 

olahraga, dst). Upaya terapi terhadap berbagai kondisi penyakit dapat dilihat dari 

sumber yang menyajikan hasil penelitian meta-analisis atau systematic-reviews 

(evidence-based medicine/EBM). 

 

Langkah itu dapat dimulai dengan contoh kasus di bawah ini. 

 

Tuan P umur 55 tahun, selama tiga bulan ini mengeluh nyeri dada yang disertai sesak 

nafas yang timbul bila melakukan kegiatan fisik. Nyeri dada tidak berkurang saat 

istirahat. Pasien merupakan perokok sejak usia 15 tahun, dapat menghabiskan satu 

bungkus rokok setiap hari. Sejak 1bulanyang lalu berhenti merokok. Ibu meninggal 

akibat serangan jantung. Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan alkohol maupun 

obat – obatan narkotika.. 

• Pada auskultasi: bising di atas ArteriKarotis Dekstra dan Arteri Femoralis 

Dekstra. Tekanan darah: 130/86 mmHg, Nadi: 78/mnt, teratur, berat badan 

normal. 

• EKG : STEMI Inferior 

• Diagnosis: Angina Pektoris Unstable 

 Patofisiologi ? 

 Tujuan pengobatan ? 

 Obatnya apa? 

 

 

                                                                                                         9 

 

Tujuan Pengobatan: 

Dalam menentukan tujuan pengobatan patofisiologi penyakit perlu diketahui dan 

menjadi dasar untuk pengobatan non-farmakologik maupun farmakologik. Sebagai 

contoh dari kasus di atas dengan diagnosis kerja angina pektoris maka bisa ditelusuri 

hal sebagai berikut misalnya etiologi angina pektoris yaitu arteriosklerosis parsial 

pembuluh koroner, tujuan mengatasi serangan secepatnya dan hal itu merupakan 

strategi untuk meningkatkan pasokan O2, menurunkan kebutuhan O2 miokard sebagai 

akibat dari penurunan beban hulu (preload), kontraktilitas, frekuensi deyut jantung, 

atau beban hilir (afterload). 

 

Maka senyawa farmakologis yang bisa memenuhi tujuan tersebut adalah: (1) Nitrat 

organik, (2) Penghambat reseptor beta, (3)Penyekat kanal kalsium. 

 

Tabel 1. Tempat Kerja Obat Anti Angina Pektoris 

 

 Beban Hulu 

(Preload) 

Kontraktilitas Efek Denyut 

Jantung 

Beban Hilir 

(Afterload) 

Nitrat ++ - - ++ 

Penghambat Reseptor 

Beta 

+ ++ ++ ++ 

Penyekat Kanal Calsium + ++ ++ ++ 

 

Selanjutnya dibandingkan ketiga kelompok obat tersebut dalam hal kemanjuran, 

keamanan, kecocokan dan biaya (Lihat Tabel 2). 

 

Tabel 2. Perbandingan Ketiga Kelompok Obat Anti Angina Pektoris 

 

 Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya 

Nitrat 

Organik 

Farmakodinamik: 

Vasodilatasi perifer. 

Farmakokinetik: 

Metabolisme lintas 

pertama. Absorbsi di 

saluran cerna bervariasi 

Efek samping: Sakit 

kepala, flushing, 

takikardi 

Kontraindikasi: Gagal 

jantung, hipotensi, TTIK 

 

Sediaan: injeksi, tablet 

sublingual, semprot 

mulut 

Beta-

Blocker 

Farmakodinamik: 

Menurunkan 

kontraktilitas jantung 

Farmakokinetik: 

Menembus sawar darah 

otak 

Efek samping: 

Hipotensi, CHF, Sinus 

badikardi, memicu 

asma, akral dingin, 

hipoglikemia, impotensi 

Kontraindikasi: 

Hipotensi, CHF, 

bradikardi, AV Block, 

Asma bronkial, Raynaud 

Disease, DM 

Sediaan cepat : injeksi 

Penyekat 

Kanal 

Calsium 

Farmakodinamik: 

Vasodilatasi koroner dan 

perifer (afterload) 

Takikardi, pusing, wajah 

memerah, hipotensi, 

CHF 

Sediaan cepat : injeksi ++ 

                                                                                                         10 

 

Dari perbandingan di atas disepakati bahwa kelompok obat yang terpilih adalah 

golongan nitrat organik, dan selanjutnya kita perbandingkan masing-masing obat di 

golongan ini (dapat dilihat dari DOEN, ISO, MIMS atau Formularium yang tersedia) 

(Lihat Tabel 3). 

 

Tabel 3. Perbandingan antar Obat dalam Kelompok Nitrat Organik 

 

 Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya (Rp) 

Gliseril Trinitrat 

Kapsul 2,5 mg 

Tablet 5 mg 

 

0,5-7 jam 

1-24 jam 

Tidak ada 

perbedaan 

Tidak ada 

perbedaan 

 

 

1810 

Isosorbid Dinitrat 

Tab Sublingual 5 mg 

Tab Oral 10 mg 

Tab Oral (Retard) 20-40 mg 

 

2-30 menit 

0,5-4 jam 

0,5-10 jam 

   

100-150 

180-210 

368-400 

Isosorbid Mononitrat 

Tab Oral 20 mg 

Kapsul Retard 

 

0,5-4 jam 

   

350-550 

836 

 

Dari Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa untuk kondisi pasien itu tampaknya isosorbid 

dinitrat yang paling cocok, maka akhirnya pilihan obat-P jatuh pada isosorbid dinitrat. 

Proses pemilihan obat-P dapat dirangkum sebagai berikut: 

 

1. TETAPKAN DIAGNOSIS 

Angina Pectoris Stabil (penyumbatan parsial Arteri Koronaria) 

2. TETAPKAN TUJUAN TERAPI  

Merupakan keadaan emergency, perlu penanganan sesegera mungkin. Kurangi 

kebutuhan miokardium terhadap oksigen dengan cara menurunkan beban 

preload, kontraktilitas, heart rate, serta afterload. 

3. SUSUN DAFTAR KELOMPOK OBAT YANG EFEKTIF 

 Nitrat  

 Beta Blocker 

 Calsium Canal Blocker 

4. PILIH KELOMPOK OBAT YANG EFEKTIF BERDASARKAN KRITERIA 

Tabel 4. Rangkuman Pemilihan Obat-P (Kasus Pasien dengan Angina Pektoris) 

 Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya 

Nitrat + + ++ + 

Beta Blocker + + - - 

Calsium Canal Blocker + + - - 

                                                                                                         11 

 

 

5. PILIH OBAT- P 

Tabel 5. Pemilihan Obat-P (Kasus Pasien dengan Angina Pektoris) 

 Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya 

Gliseril Trinitrat 

(Tablet) 

+ ± + + 

Isosorbid Dinitrat 

(Tablet) 

+ ± ++ - 

Isosorbid Dinitrat 

(Semprot) 

+ ± + ± 

Isosorbid Mononitrat 

(Tablet) 

+ ± + ± 

 

6. KESIMPULAN 

Zat aktif, bentuk sediaan  : ISDN, tablet sublingual 5 mg 

Dosis : 5 mg, dapat diulang 1-3 menit jika nyeri menetap 

Lama pengobatan : Sesuai rencana terapi 

 

Tampaknya langkah yang ditempuh cukup lama, namun bila hal ini dibiasakan ketika 

sedang kepaniteraan atau pun residensi/internship maka kita pun akan terbiasa 

melakukan proses di atas dengan mudah dan cepat. Sehingga setiap saat daftar obat-

P kita akan semakin bertambah sejalan dengan kasus-kasus yang semakin sering kita 

tangani. 

 

4. MULAI PENGOBATAN 

Setelah sampai pada kesimpulan dan keputusan tentang obat yang paling cocok untuk 

pasien dan kasus yang kita hadapi, maka langkah berikut adalah memulai pengobatan 

dengan menuliskan resep yang merupakan suatu “instruksi” kepada apoteker untuk 

menyediakan/menyiapkan obat yang dibutuhkan tadi. Dalam mata rantai pengobatan 

rasional, pasien pun berhak mendapatkan informasi dari apoteker dan perawat (atau 

petugas kesehatan yang bertanggung-jawab untuk hal itu) tentang obat, dosis, cara 

penggunaan, efek samping, dll. 

 

 

                                                                                                         12 

 

5. PENJELASAN TENTANG OBAT, CARA PAKAI, 

PERINGATAN 

Setelah resep ditulis, kita harus menjelaskan tentang berbagai hal kepada pasien yaitu: 

1. Efek obat: Efek utama obat yang menjadi dasar pilihan kita untuk mengatasi 

permasalahan/diagnosis perlu dijelaskan kepada pasien, misalnya gejala 

demam dan pusing akan berkurang atau hilang. 

2. Efek samping: Demikian pula efek samping yang mungkin muncul akibat 

menggunakan obat. Namun perlu bijaksana, agar pasien tidak justru menjadi 

takut karenanya, yang penting pasien tahu dan bisa mengantisipasi bila efek 

samping itu muncul, misalnya hipoglikemia akibat obat anti diabetes, 

mengantuk akibat anti-histamin, dll. 

3. Instruksi: Pasien harus jelas tentang saat minum obat, cara minum obat, 

misalnya obat diminum 3 kali (pagi, siang dan malam, sesudah/sebelum 

makan, dengan cukup air, dst.), cara menyimpannya, apa yang harus 

dilakukan bila ada masalah dst. Antibiotika misalnya harus diminum sampai 

habis sesuai dengan jumlah yang diresepkan, sedangkan beberapa obat 

digunakan hanya bila diperlukan saja. Ada obat yang diminum secara 

bertahap dengan dosis berangsur-angsur naik dan setelah itu berangsur-

angsur turun (kortikosteroid). 

4. Peringatan: terkait dengan efek samping, misalnya tidak boleh mengemudi 

dan menjalankan mesin karena efek kantuk obat. 

5. Kunjungan berikutnya: jadwal kunjungan berikutnya ke dokter (untuk 

evaluasi dan monitor terapi). 

6. Sudah jelaskah semuanya?: Pasien perlu ditanya apakah semua informasi 

yang diberikan telah dimengerti dengan baik. Pasien bisa diminta untuk 

mengulang segenap informasi yang telah disampaikan. 

 

6. PANTAU (HENTIKAN) PENGOBATAN 

Manjurkah pengobatan Anda? 

a. Ya, dan pasien sembuh: Hentikan pengobatan 

b. Ya, tapi belum selesai: Adakah efek samping serius? 

 Tidak: pengobatan dapat dilanjutkan 

 Ya: Pertimbangkan kembali dosis atau pilihan obat 

c. Tidak dan pasien belum sembuh: Teliti ulang semua langkah: 

 Diagnosis tepat? 

 Tujuan pengobatan benar? 

                                                                                                         13 

 

 Obat-P cocok untuk pasien ini? 

 Obat diresepkan dengan benar? 

 Instruksi kepada pasien benar? 

 Apakah efek dipantau dengan benar? 

 

  

PERESEPAN IRRASIONAL 

Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah yang kadang-kadang terjadi 

karena maksud baik dan perhatian dokter. Peresepan irrasional dapat dikelompokkan 

menjadi: 

1. Peresepan mewah, yaitu pemberian obat baru dan mahal padahal tersedia obat 

tua yang lebih murah yang sama efektif dan sama amannya, penggunaan 

simtomatik untuk keluhan remeh sehingga dana untuk penyakit yang berat 

tersedot, atau penggunaan obat dengan nama dagang walaupun tersedia obat 

generik yang sama baiknya. 

2. Peresepan berlebihan, yaitu yang mengandung obat yang tidak diperlukan, 

dosis terlalu tinggi, pengobatan terlalu lama, atau jumlah yang diberikan lebih 

dari yang diperlukan. Terdapat beberapa jenis obat yang paling banyak 

diberikan kepada pasien tanpa indikasi yang tepat dan jelas. Golongan obat 

tersebut adalah antibiotik, kortikosteroid, obat penurun berat badan, 

antikolesterol, multivitamin, dan tonikum, vasodilator, obat untuk 

memperbaiki metabolisme otak, dan sediaan dermatologis. 

3. Peresepan salah, yaitu obat yang diberikan untuk diagnosis yang keliru, obat 

yang dipilih untuk suatu indikasitertentu tidak tepat, peneyediaan (di apotik, 

rumah sakit) salah, atau tidak disesuaikan dengan kondisi medis, genetik, 

lingkungan, dan faktor lain yang ada pada saat itu. 

4. Polifarmasi, yaitu penggunaan dua atau lebih obat padahal satu obat sudah 

mencukupi atau pengobatan setiap gejala secara terpisahpadahal pengobatan 

terhadap penyakit primernya sudah dapat mengatasi semua gejala. 

5. Peresepan kurang, yaitu tidak memberikan obat yang diberikan, dosis tidak 

mencukupi, atau pengobatan terlalu singkat. 

 

 

 

 

                                                                                                         14 

 

TEKNIK PENULISAN RESEP 

 

Pemberian terapi dengan obat oleh dokter secara tidak langsung akan ditulis dalam 

selembar kertas yang disebut sebagai lembar resep atau blangko resep. Resep dalam 

arti yang sempit adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan 

kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tetentu dan 

menyerahkannya kepada pasien. Kenyataannya resep merupakan perwujudan akhir 

dari kompetensi pengetahuan dan keahlian dokter dalam menerapkan 

pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. 

 

Resep dituliskan dalam kertas resep dengan ukuran yang ideal yaitu lebar 10-12 cm 

dan panjang 15-18 cm. Resep harus ditulis dengan lengkap sesuai dengan PerMenKes 

no. 26/MenKes/Per/I/81 Bab III tentang Resep dan KepMenKes No. 

28/MenKes/SK/U/98 Bab II tentang RESEP, agar dapat dibuatkan/diambilkan obatnya 

di apotik. 

 

 

KAIDAH-KAIDAH PENULISAN RESEP 

Setelah menetapkan diagnosis kerja, maka dokter akan menentukan terapi salah 

satunya terapi dengan obat. Untuk menuliskan suatu resep banyak hal yang meminta 

perhatian dokter : 

1. Satuan berat untuk obat 1 gram (1 g) tidak ditulis 1 gr, (gr = grain = 65 mg). 

2. Angka dosis tidak ditulis sebagai perhitungan decimal. 

3. Jumlah obat yang diterima pasien ditulis dengan angka romawi. 

4. Nama obat ditulis dengan jelas. 

5. Obat sama dengan nama dagang yang berbeda dimungkinkan 

bioavailabilitasnya berbeda. 

6. Harus hati-hati bila akan memberikan beberapa obat seara bersamaan, 

pastikan tidak ada inkompatibilatas/interaksi yang merugikan. 

7. Dosis diperhitungkan dengan tepat. 

8. Dosis disesuaikan dengan kondisi organ. 

9. Terapi dengan obat (narkotika) diberikan hanya untuk indikasi yang jelas. 

10. Ketentuan tentang obat ditulis dengan jelas. 

11. Hindari pemberian obat terlalu banyak. 

12. Hindari pemberian obat dalam jangka waktu lama. 

13. Edukasi pasien untuk cara penggunaan obat khusus, atau tuliskan dalam 

kertas yang terpisah dengan resep obat. 

14. Ingatkan kemungkinan yang berbahaya apabila pasien minum obat yang lain. 

15. Beritahu efek samping obat. 

16. Lakukan recording pada status pasien. 

                                                                                                         15 

 

 

Dalam resep yang lengkap harus tertulis (Lihat Gambar 2) : 

1. Identitas dokter : nama, nomor SIP (Surat Ijin Praktek), alamat praktek/ 

alamat rumah dan nomor telpon dokter 

2. Nama kota dan tanggal dibuatnya resep 

Nomor 1 dan nomor 2 sudah tercetak pada kertas lembar resep.  

3. Ditulis simbol R/ (Recipe = harap diambil), diberi istilah superscriptio. 

Ada hipotesis R/ berasal dari tanda Yupiter (dewa mitologi Yunani). Hipotesis 

lain R/ berasal dari tanda Ra = mata keramat dari dewa Matahari Mesir kuno. 

4. Nama obat serta jumlah atau dosis, diberi istilah inscriptio. 

Merupakan inti resep dokter. Nama obat ditulis nama generik atau nama 

dagang (brandname) dan dosis ditulis dengan satuan microgram, miligram, 

gram, mililiter, %. 

5. Bentuk sediaan obat yang dikehendaki, diberi istilah subscriptio. 

6. Signatura, disingkat S, umumnya ditulis aturan pakai dengan bahasa Latin. 

7. Diberi tanda penutup dengan garis, ditulis paraf. 

8. Pro: nama penderita. Apabila penderita anak, harus dituliskan umur atau 

berat badan agar apoteker dapat mencek apakah dosisnya sudah sesuai. 

                                                                                                         16 

 

 

 

Gambar 2. Contoh Penulisan Resep 

 

  

                                                                                                         17 

 

CATATAN : 

 

Pada saat menulis resep  : 

1. Hindari penulisan nama kimia, tulis nama latin atau generiknya. 

2. Apabila dalam satu lembar resep terdiri lebih dari satu R/, maka : tiap R/ 

dilengkapi dengan signa (S), dan tiap R/ diparaf atau ditandatangani dokter 

penulisnya. 

3. Dokter yang bijaksana akan memperhatikan keadaan sosio-ekonomi pasien, 

maka pemilihan obat dapat ke obat generik atau obat brand-name. 

 

 

Gambar 3. Bagian – Bagian Resep 

                                                                                                         18 

 

BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO) 

 

Bentuk Sediaan Obat diperlukan agar mudah pengaturan dosisnya, stabil, tidak mudah 

rusak, mudah digunakan (bau dan rasa dapat ditutupi), praktis dan dapat 

menghasilkan efek yang optimal. Berdasarkan konsistensinya BSO dapat dibagi 

menjadi BSO padat (serbuk, kapsul, tablet), semi padat (salep, krim, jelly), cair (solutio, 

sirup, suspensi, emulsi). 

Setiap BSO mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda-beda sehingga perlu 

difahami spesifikasi dari suatu BSO. 

 

A. BSO PADAT 

1. Pulvis (serbuk tidak terbagi) dan Pulveres (serbuk terbagi). 

Biasanya berupa campuran obat yang halus, kering dan homogen. Bau dan rasa 

obat tidak dapat ditutupi.  

2. Granul 

Berupa gumpalan kecil yang terdiri dari obat dan bahan tambahan. Lebih stabil 

dari serbuk. Digunakan dengan cara dicampur atau dilarutkan dengan air. 

3. Kapsul 

BSO yang berupa cangkang terbuat dari gelatin, sehingga lebih mudah ditelan. 

Kapsul mempunyai berbagai macam ukuran. Ada 2 macam kapsul yaitu kapsul 

gelatin keras (dapat dibuka dan ditutup), berisi serbuk atau granul dan kapsul 

gelatin lunak berisi bahan cair seperti minyak. 

4. Tablet 

BSO yang dibuat dengan cara dicetak, terdiri dari bahan obat dengan beberapa 

bahan tambahan seperti bahan pengisi, pengembang, perekat, pelicin, dan 

penghancur. Ada bermacam-macam jenis tablet: 

a. Tablet  

Mempunyai macam-macam bentuk dan ukuran, ada yang berlapis dan 

digunakan dengan cara ditelan. 

b. Tablet salut gula = dragee 

Diberi salut gula, memberikan penampilan yang menarik, digunakan dengan 

cara ditelan. 

c. Tablet salut selaput/salut film 

Diberi salut tipis dari polimer, pecahnya tablet di lambung bagian bawah, 

untuk menghindari iritasi dan digunakan dengan cara ditelan. 

d. Tablet salut enteric 

                                                                                                         19 

 

Disalut dengan lapisan yang tidak pecah oleh asam lambung sehingga 

pecahnya tablet di usus, absorbsi obat di usus. Dapat menghindari iritasi 

lambung dan digunakan dengan cara ditelan. 

e. Tablet sublingual 

Tablet yang disisipkan di bawah lidah dan diabsorbsi mukosa mulut sehingga 

memberikan respon terapi yang cepat. 

f. Tablet kunyah = chewable 

Tablet yang harus dikunyah dulu, agar efek lokal di lambung cepat. Rasanya 

enak sehingga cocok untuk anak-anak. 

g. Tablet hisap = lozenges/troches 

Tablet yang dihisap di mulut untuk pengobatan lokal pada rongga mulut. 

h. Tablet sisip/tablet vagina 

Tablet yang disisipkan di vaginal untuk pengobatan lokal. 

i. Tablet effervescent 

Tablet yang dapat menghasilkan gas atau berbuih agar rasanya segar, 

digunakan dengan cara dilarutkan air, kemudan diminum. 

j. Tablet atau kapsul pelepasan terkendali/lepas lambat 

Dirancang dapat melepaskan obat perlahan-lahan sehingga kerja obat 

diperpanjang. Tablet lepas lambat dapat mengurangi frekuensi pemberian 

obat dan kepatuhan pasien meningkat. Istilah yang digunakan retard, 

controlled-release, prolonged-release, prolongedaction, time-release, 

extended-release, slow-release, delayed-release, timespan, MR (Modification 

– Release). 

5. Sediaan padat yang dimasukkan ke dalam lubang tubuh. BSO ini akan melunak, 

melarut karena pengaruh suhu tubuh. BSO ini digunakan untuk pengobatan lokal 

maupun sistemik. 

a. Supositoria (rektal) 

b. Ovula (supositoria vaginal) 

 

 

 

Gambar 4. Sediaan Obat Ovula dan Supositoria 

                                                                                                         20 

 

B. BSO SEMI SOLID 

Digunakan dengan cara dioleskan pada kulit untuk pengobatan topikal, karena obat 

dapat meresap ke dalam kulit. Perkembangan teknologi membuat bahan kimia 

sebagai bahan tambahan yang dapat meresapkan obat sampai ke sirkulasi 

darah/sistemik dikenal sebagai sistem transdermal. 

1. Salep = unguenta = oinment 

Digunakan dengan cara dioleskan pada kulit. Salep untuk mata diberi nama 

occulenta dan BSO ini harus steril. Ada berbagai macam jenis bahan pembawa 

salep. 

2. Krim 

Mudah menyebar di kulit, memberikan absorbsi obat yang baik. Sediaan ini 

disukai pasien dan dokter karena mudah dibersihkan dan memberi rasa 

dingin. 

3. Jel = Gel = Jelly 

Sediaan semi solid yang jernih, terbuat dari bahan pengental dan air sehingga 

rasanya dingin dan apabila kering meninggalkan selaput tipis. 

 


 

C. BSO CAIR 

Sediaan cair dapat berupa larutan atau suspensi. Sediaan cair untuk oral dapat sebagai 

larutan/solutio, sirup, eliksir, suspensi, emulsi. Diminum dengan menggunakan sendok 

teh (5 ml) atau sendok makan (15 ml). Sediaan cair untuk bayi dikenal sebagai sediaan 

oral-drops atau tetes dengan menggunakan alat penetes/ pipet. Sediaan cair untuk 

obat luar atau topikal dikenal sebagai lotio, solutio, kompres (epithema). 

Macam-macam BSO cair : 

1. Solutio 

Larutan yang mengandung bahan obat terlarut. Apabila digunakan untuk 

topikal dapat disebut sebagai lotio atau lotion. 

2. Sirup 

BSO cair yang diminum mengandung pemanis, secara fisik dapat berupa 

larutan atau suspensi. Sering digunakan untuk anak-anak. 

3. Eliksir 

Larutan obat dalam air yang mengandung gula dan alkohol 6 – 19%. Fungsi 

alkohol untuk membantu kelarutan obat dan memberi rasa segar. 

4. Guttae (tetes) 

BSO cair yang cara pengunaannya dengan cara diteteskan menggunakan 

pipet biasa atau pipet volume. 

Ada beberapa guttae: guttae ophthalmic (tetes mata), Guttae auric (tetes 

telinga), guttae nasales (Tetes hidung), guttae orales (drops) 

5. Clysma 

BSO cair digunakan dengan cara dimasukkan ke rektal. 

6. Potio = obat minum, tidak memperhatikan rasa. 

7. Litus oris = tutul mulut 

 

Gambar 6. Sediaan Obat Cair 

  

                                                                                                         22 

 

D. BSO PARENTERAL 

BSO yang steril, bebas pirogen dan cara pemberiannya dengan disuntikkan. Apabila 

volumenya besar disebut infus dan apabila volumenya kecil disebut injeksi. 

 

E. BSO SPRAY, INHALASI, AEROSOL. 

a. Spray 

Larutan dengan tetesan kasar atau zat padat terbagi yang halus digunakan 

dengan cara disemprotkan pada topikal, hidung, faring atau kulit. 

b. Inhalasi 

Obat diberikan lewat nasal atau mulut dengan cara dihirup, untuk 

pengobatan pada bronchus atau pengobatan sistemik lewat paru. Aksinya 

cepat karena tidak melewati lintas utama di hepar.  

c. Aerosol 

Produk farmasetik dalam wadah yang diberi tekanan. Cara penggunaan 

dengan menekan tutup botol yang diberi pengatur dosis. Obat yang 

disemprotkan berbentuk kabut halus. 

 

  

 

F. BSO PRODUK BIOLOGI 

Sediaan yang bahan aktifnya berupa mikroorganisme hirup, berasal dari manusia atau 

hewan. Digunakan untuk pencegahan atau pengobatan penyakit. Contohnya macam-

macam vaksin, antisera dan imunoglobulin. 

 

G. BSO ADVANCED TECHNOLOGY 

BSO yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga untuk pelepasan tablet tidak 

diperlukan air. Ada sistem penghantaran obat yang baru dengan fase lliberasi obat 

sangat cepat, konsentrasi puncak kadar obat dalam plasma cepat, sehingga diperoleh 

respon obat yang dikehendaki. Contohnya : BSO Fast-dissolving, orodisperse (oros), 

fast-melting. 

 

 

  

                                                                                                         24 

 

DAFTAR SINGKATAN PENULISAN RESEP 

 

Daftar singkatan yang paling umum dipakai dan boleh dipakai, terbagi atas :  

Bentuk Sediaan  

 

NO NAMA 

SINGKATAN 

KEPANJANGAN ARTI 

1 Emuls emulsum Emulsi 

2 Inj injectio Obat suntik 

3 Sol solutio Larutan 

4 Susp suspensio Suspensi 

5 Syr syrupus Sirup 

6 Garg gargarisma Obat kumur 

7 Gtt auric Guttae auriculares Obat tetes telinga 

8 Gtt nasal Guttae nasales Obat tetes hidung 

9 Gtt opthl Guttae ophthalmicae Obat tetes mata 

10 Amp ampule Ampul 

11 Fl flacon Botol kecil 

12 Sup suppositorum Suppsoitoria 

13 Cr cream  Krim 

14 Cap/caps capsule  Kapsul 

15 Tab tabulae Tablet 

16 Pulv Pulvis/pulveres Serbuk / serbuk 

terbagi 

17 nebul nebula Obat semprot 

 

Frekuensi  

NO NAMA 

SINGKATAN 

KEPANJANGAN ARTI 

1 1 dd / sdd Semel de die Satu kali sehari  

2 2 dd / bdd Bis de die Dua kali sehari 

3 3 dd / tdd Ter de die Tiga kali sehari 

4 4 dd / qdd Quarter de die Empat kali sehari 

5 Oh Omni hora Setiap jam  

 

                                                                                                         25 

 

Waktu Pemberian 

NO NAMA 

SINGKATAN 

KEPANJANGAN ARTI 

1 ac  Ante coenam Sebelum makan 

2 dc  Durante coenam Saat sedang makan 

3 pc  Post coenam  Setelah makan 

4 hs  Hora somni Sebelum tidur 

5 an  Ante noctum Sebelum tidur 

6 m et v Mane et vespere Pagi dan sore 

7 prn  Pro renata Bila perlu 

 

 

Penggunaan 

  

NO NAMA 

SINGKATAN 

KEPANJANGAN ARTI 

1 ue  Usus externum Obat luar 

2 up  Usus propius Untuk dipakai sendiri 

3 imm  Im mane medicine Diberikan kepada 

dokter 

4 Pro Inj Pro Injectio Untuk disuntikkan  

 

Lain-lain 

NO NAMA 

SINGKATAN 

KEPANJANGAN ARTI 

1 dext  dextra Kanan 

2 sin  sinister  Kiri 

3 R/ recpe  Ambillah 

4 S signa  Tandailah 

5 ad ad  Sampai dengan 

6 mf  Misce fac Campur dan buatlah 

7 iter  iter  Di ulang  

 

  

                                                                                                         26 

 

TABEL ANGKA ROMAWI 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

                                                                                                         27 

 

DAFTAR SINGKATAN YANG TIDAK BOLEH DIPAKAI 

 

NO SINGKATAN 

YANG 

DILARANG 

ARTI KESALAHAN 

INTERPRETASI 

PENULISAN YANG BENAR 

1 U Unit 0 dan 4 Unit 

2 IU International Unit IV dan IO International Unit 

3 CC Centimeter Cubik Unit mL 

4 µg Microgram Mg Mcg 

5 IJ Injeksi IV Injeksi 

6 IN Intranasal Im atau Iv Intranasal 

7 SC, SQ, Subq Subcutaneus  Sl (Sub Lingual) Subcut atau subcutan 

8 X.O mg X mg XO mg Jangan menulis angka “0” 

di belakang koma decimal 

(mg) 

9 .X mg I.X mg X mg Harus menggunakan 

“0” sebelum koma decimal 

(O, X mg) 

10 MS Morfin Sulfat Magnesium Morfin Sulfat 

11 MSO4 Morfin Sulfat Sulfat  

12 MgSO4 Magnesium Sulfate Morfin Sulfat Magnesium Sulfate 

13 AZT Zidovudine 

(retrovir) 

Azatropine 

Atau 

Aztreduran 

Zidovudine (retrovir) 

14 CPZ Compazine Chlorpromazin Camparazine 

(Prochlorperazin) 

15 HCT Hideocortisone Hydrochlorothiazi

de 

Hidrocortison 

16 OD, OS, OU Mata kanan, mata 

kiri, tiap mata 

Telinga kanan, 

telinga kiri, tiap 

telinga 

Mata kanan, mata kiri, tiap 

mata 

17 od  Once daily / 1 x 

sehari 

Mata kanan Sekali sehari