Tampilkan postingan dengan label tiroid. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tiroid. Tampilkan semua postingan

tiroid

 







 

“HUBUNGAN KADAR TSH TERHADAP KADAR FT4 PADA PASIEN 

TIROID ” 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penyakit gangguan tiroid menempati urutan kedua terbanyak dalam daftar 

penyakit metabolic sesudah  diabetes mellitus (DM). Penyakit atau kelainan tiroid yaitu  

suatu kondisi kelainan pada seseorang akibat adanya gangguan kelenjar tiroid. TSH 

merupakan faktor primer yang mengendalikan pertumbuhan sel tiroid dan sintesis serta 

sekresi hormon tiroid. Sekresi TSH dirangsang oleh kadar T3 dan T4 yang rendah dan 

oleh hormon TRH (Thyroid Releasing Hormone) hipotalamus dihambat oleh kenaikan 

kadar T3 dan T4. T3 dan T4 yang bersirkulasi dalam plasma yang sebagian besar diikat 

dengan protein, Thyroid Binding Globulin (TBG) dan sebagian kecil dalam bentuk bebas 

yaitu Free Triiodotironine (FT3) dan Free Thyroxine (FT4). Hormon yang bebas (FT3 

dan FT4) merupakan fraksi yang aktif secra metabolik perlu diketahui secara kuantitatif. 

Saat ini pengukuran kadar hormon bebas harus merupakan bagian dari pemeriksaan 

status kelenjar tiroid yang lengkap. 

Tujuan dari penelitian ini yaitu  menganalisis kadar TSH, FT4 dan 

membuktikan adanya hubungan antara keduanya pada pasien gangguan tiroid.. 

Pemeriksaan ini menggunakan metode ELISA dengan prinsip kompetitif EIA dan 

sandwich. Sampel berupa serum pasien gangguan tiroid di RSUD Bangkalan dan 

Laboratorium Farmalab selama bulan Oktober-November 2017. 

Dari 30 sampel didapatkan hasil rata-rata kadar TSH sebesar 1,9 mIU/L dan rata- 

rata kadar FT4 sebesar 2,8 ng/dl. Selanjutnya dilakukan uji Kolmogorov–Smirnov dan 

uji Spearrman’s didapatkan hasil apabila variabel satu nilainya naik(tinggi) maka 

variabel yang lain turun (rendah). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang 

berlawanan arah antara kadar TSH dan kadar FT4, apabila kadar TSH meningkat maka 

kadar FT4 menurun, begitu pun sebaiknya. 

 

Penyakit gangguan tiroid menempati urutan kedua terbanyak dalam daftar penyakit 

metabolic sesudah  diabetes mellitus (DM). Perempuan lebih banyak menderita penyakit 

tiroid dibandingkan laki-laki. Prevalensi hipotiroid di Indonesia belum diketahui secara 

pasti. Riset Kesehattan Dasar (Riskesdas) 2007 melakukan pemeriksaan kadar TSH 

sebagai salah satu penunjang diagnostic gangguan tiroid (Pusat Data Kemenkes RI, 

2015). 

Penyakit atau kelainan tiroid yaitu  suatu kondisi kelainan pada seseorang akibat 

adanya gangguan kelenjar tiroid, baik berupa perubahan bentuk maupun perubahan 

fungsi. Dua kelainan fungsional utama pada tiroid yaitu pembentukan hormon tiroid 

yang berlebihan (Hipertiroidisme) dan defisiensi produksi hormon (Hipotiroidisme) 

(Crosby dkk, 2016). 

Kelenjar tiroid mensekresi tiroksin dan triyodotironin, yang mempunyai efek nyata 

pada kecepatan metabolism tubuh. Kekurangan atau kehilangan hormone tirois akan 

menyebabkan penurunan laju metabolisme tubuh dan sekresi tiroksin yang berlebihan 

dapat menyebabkan laju metabolism basal meningkat (Wibowo, 2013). Kelenjar tiroid 

merupakan organ khusus terbesar untuk fungsi endokrin dalam tubuh manusia (Neal, 

2005). 

Thyroid Stimulating Hormone (TSH), merupakan hormon glikoprotein, disekresi oleh 

hipofisis anterior (Hardjoeno dkk, 2003). TSH merupakan faktor primer yang 

mengendalikan pertumbuhan sel tiroid dan sintesis serta sekresi hormon tiroid, TSH 

utuh ditemukan dalam serum. Kadar serum dari TSH yaitu  sekitar 0,5-5 mU/L 

meningkat pada hipotiroidisme dan menurun pada hipertiroidisme, baik karena endogen 

ataupun akibat asupan hormon tiroid per oral berlebihan. TSH menstimulasi penyerapan 

iodida dari aliran darah dan mestimulasi sintesis tiroglobulin. Selain itu TSH juga 

menstimulasi sintesi sodium iodine sympoter (NIS) yang yang berfungsi untuk 

mengiodisasi tiroglobulin membentuk hormon tiroid. Residu tirosin di tiroglobulin pada 

membran apikal akan mengalami iodinasi yang dikatalis oleh TPO dan H2O2 

selanjutnya dua pasangan iodotirosin akan bergabung membentuk T4 dan T3. Selain 

itu TSH juga menstimulasi penyerapan folikel tiroglobulin dan sekresi hormon tiroid 

pada darah. Tiroglobulin yang teriodisasi akan diserap kembali ke sel folikel 

melewati membran apical dan akan terdegradasi membentuk T3/T4 pada lisosom, 

kemudian T3/T4 ini akan disekresikan pada membran basal (Wibowo dkk, 2013). 

Kelenjar tiroid mensekresi dua hormon teriodinasi yang disebut Triiodotironin 

(T3) dan Tiroksin (T4) yang bertanggungjawab untuk pertumbuhan, perkembangan, 

fungsi dan pemeliharaan jaringan tubuh yang optimal (Neal, 2005). Hormon tiroid 

unik karena mengandung 59-65% unsur iodin. Tironin yang diiodinisasi diturunkan 

dari iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin dalam triglobulin membentuk mono 

dan diiodotirosin, yang digabungkan membentuk T3 atau T4 (Sylvia dkk, 2006). 

Sekresi TSH dirangsang oleh kadar T3 dan T4 yang rendah dan oleh hormon TRH 

(Thyroid Releasing Hormone) hipotalamus dan dihambat oleh kenaikan kadar T3 

dan T4. Jika salah satu komponen dalam segitiga hipotalamus-hipofisis-tiroid rusak 

akan mengakibatkan produksi T3 dan T4 berkurang (hipotiroidisme) atau berlebihan 

(hipertiroidisme) (Hardjoeno dkk, 2003). 

Hormon Thyroksine (T4) dan Triiodotironine (T3) ini mempengaruhi seluruh sel 

organ tubuh. T3 dan T4 yang bersirkulasi dalam plasma yang sebagian besar diikat 

dengan protein, Thyroid Binding Globulin (TBG) dan sebagian kecil dalam bentuk 

bebas yaitu Free Triiodotironine (FT3) dan Free Thyroxine (FT4). Hormon yang 

bebas (FT3 dan FT4) merupakan fraksi yang aktif secra metabolik perlu diketahui 

secara kuantitatif. Hormon yang terikat dan yang bebas berada dalam keseimbangan 

reversibel (Hardjoeno dkk, 2003). T3 dan T4 yang tidak terikat atau bebas 

berinteraksi dengan reseptor intrasel dan akhirnya menyebabkan peningkatan 

metabolisme karbohidrat dan lemak serta meangsang sintesis protein pada beragam 

tipe sel (Kumar, 2007). Saat ini pengukuran kadar hormon bebas sudah menjadi 

bagian dari pemeriksaan yang terinci terhadap tiroid. Pengukuran T3 bebas (FT3/ 

Free Triiodotironine) atau T4 bebas (FT4/ Free Tetraiodotironine) secara langsung 

sulit dilakukan karena jumlah keduanya sangat sedikit yaitu 0,04% dari T4 dan 0,4% 

dari T3 (Ronald dkk, 2004). 

Tes fungsi tiroid bertujuan untuk membantu menentukan status tiroid. Saat ini 

pengukuran kadar hormon bebas harus merupakan bagian dari pemeriksaan status 

kelenjar tiroid yang lengkap. Kadar TSH serum mencerminkan kelenjar hipofisis 

anterior yang memantau kadar dari FT4 sirkulasi. Kadar FT4 yang tinggi mensupresi 

TSH dan FT4 yang rendah meningkatkan pelepasan TSH (Ronald, 2004). Penelitian 

fungsi tiroid masih diperlukan mengingat data yang terbatas. Fungsi tiroid pada 

variabel penelitian ini menggunakan TSH dan free T4 

 

   2.1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Tiroid 

Kelenjar tiroid memiliki dua buah lobus yang satu dengan lainnya 

dihubungkan oleh istmus yang tipis dibawah kartilago krikoidea di leher (Sylvia, 

2006). Istmus kelenjar tiroid terletak tepat dibawah kartilago tiroid, dipertengahan 

antara opeks kartilago tiroid (“adam’s appel”) dan insisura suprasternum. Masing-

masing berbentuk buah pir dan berukuran panjang sekitar 2,5- 4 cm, lebar 1,5-2 cm, 

dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar pada orang normal, seperti ditentukan dengan 

pemeriksaan ultrasonik, bervariasi tergantung pada asupan iodin dan makanan, 

umur dan berat badan, tetapi pada orang dewasa beratnya sekitar 10-20g. 

Pertumbuhan keatas dan kelenjar tiroid dibatasi oleh perlekatan dari muskulus 

stremotiroid ke kartilago tiroid. Namun pertumbuhan ke posterior dan kebawah 

tidak terhambat, sehingga pembesaran tiroid atau goiter, sering kali akan meluas ke 

posterior dan interior atau malah substernal. Potongan melintang dari leher setinggi 

ismus tiroid memperlihatkan hubungan dan kelenjar tiroid dengan trakea, esofagus, 

arteri karotis, dan vena jugularis. Kelenjar tiroid mempunyai suplai darah yang 

kaya. Aliran darah ke kelenjar tiroid yaitu  sekitar 5ml/g/menit, pada 

hipertiroidisme, aliran darah ke kelenjar ini meningkat dengan nyata. 

 

 

2.2 Struktur Dari Hormon Tiroid 

Hormon tiroid unik karena mengandung 59-65% unsur iodin. Tironin yang 

diiodinisasi diturunkan dari iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin dalam triglobulin 

membentuk mono dan diiodotirosin, yang digabungkan membentuk T3 atau T4. 

 

 

 2.3 Fungsi Hormon Tiroid 

Hormon tiroid mempengaruhi metabolisme energi dasar sel target, yaitu 

meningkatkan sintesis protein dan fosforilasi oksidatif di dalam mitokondria. 

Hasilnya yaitu  peningkatan metabolisme sel, disertai peningkatan siklus 

pergantian karohidrat dan lipid serta mobilisasi kalsium di dalam tulang 

(Chandrasoma, 2005). 

 

 2.4 Biosintesis dan Metabolisme Hormon-Hormon Tiroid 

Iodium merupakan unsur pokok dalam pembentukan hormon tiroid, maka harus 

slalu tersedia iodium yang cukup dan berkesinambungan. Iodium dalam makanan 

berasa dari makanan laut, susu, daging, telur,air minum,garam beriodium dan 

sebagainya (Sudoyo, 2006). Biosintesis hormon tiroid merupakan suatu urutan 

langkah-langkah proses yang diatur oleh enzim-enzim tertentu. Langkah-langkah 

ini  yaitu  : 

1. Penangkapan iodida 

7  

 

2. Oksidasi iodida menjadi iodium 

3. Organifikasi iodium menjadi monoiodotirosin dan diiodotirosin 

4. proses penggabungan prekursor yang teriodinasi 

5. Penyimpanan 

6. Pelepasan hormon 

(Francis, 1998) 

Penangkapan iodida oleh sel-sel folikel tiroid merupakan suatu proses aktif dan 

membutuhkan energi. Energi ini didapatkan dari metabolisme oksidatif dalam kelenjar. 

iodida yang tersedia untuk tiroid berasal dari iodida dalam makanan atau air yang 

dilepaskan pada deiodinasi hormon tiroid atau bahan-bahan yang mengalami iodinasi. 

Tiroid mengambil dan mengonsentrasikan iodida 20 hingga 30 kali kadarnya dalam 

plasma, iodida diubah menjadi iodium, dikatalis oleh enzim iodida peroksidase. Iodium 

kemudian digabungkan dengan molekul tirosin, yaitu proses yang dijelaskan sebagai 

organifikasi iodium. Proses ini terjadi pada interfase sel koloid. Senyawa yang terbentuk 

monoiodotirosin dan diiodotirosin, kemudian digabungkan sebagai berikut :  dua 

molekul diiodotirosin membentuk tiroksin (T4/ Tetraiodotironine), satu molekul 

diiodotirosin dan satu molekul monoiodotirosin membentuk triiodotirosin (T3). 

Penggabungan senyawa-senyawa ini dan penyimpanan hormon yang dihasilkan 

berlangsung dalam triglobulin. Pelepasan hormon dari tempat penyimpanan terjadi 

dengan masuknya tetes-tets koloid kedalam sel-sel folikel dengan proses yang disebut 

pinositosis. Didalam sel-sel ini triglobulin dihidrolisis dan hormon dilepaskan kedalam 

sirkulasi. Berbagai langkah yang dijelaskan ini  dirangsang oleh tirotropin/ TSH 

(Thyroid Stimulating Hormone). Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat 

pada protein plasma : globulin pengikat tiroksin (TBG/ Thyroid Binding Globulin), 

prealbumin pengikat tiroksin (TBPA/ Thyroid Binding Pre Albumin) dan albumin 

pengikat tiroksin (TBA/ Thyroid Binding Albumin). Dari ketiga protein pengikat 

tiroksin, TBG mengikat tiroksi yang paling spesifik. Selain itu, T4 mempunyai afinitas 

yang lebih besar terhadap protein pengikat ini dibandingkan dengan T3. Akibatnya T3 

lebih mudah berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa 

aktivitas metabolik T3 lebih besar. Kebanyakan hormon dalam sirkulasi terikat pada 


 

protein-protein ini  dan hanya sebagian kecil saja (kurang dari 0,05%) berada 

dalam bentuk bebas. 

Homon yang bebas merupakan fraksi yang aktif secara metabolik perlu diketahui 

secara kuantitatif. Hormon yang terikat dan yang bebas dalam keseimbangan 

reversibel. (Sylvia, 2006) 

Thyroid Stimulating Hormone (TSH) merupakan hormon glikoprotein, disekresi 

oleh anterior. Hormon ini merangsang sintesis dan sekresi hormon T3 dan T4. Sekresi 

TSH dirangsang oleh kadar T3 dan T4 yang rendah dan oleh hormon TRH (Thyroid 

Releasing Hormone) dari hipotalamus, dan dihambat oleh kenaikan kadar T3 dan T4. 

Mekanisme umpan balik ini mempertahankan kadar hormon tiroid secara dinamis. 

Jika salah satu komponen dalam segitiga hipotalamus-hipofisis-tiroid rusak akan 

mengakibatkan produksi T3 dan/atau T4 berkurang atau berlebihan. Tes fungsi tiroid 

bertujuan untuk membantu menentukan status tiroid. TSHS (Thyroid Stimulating 

Hormone Sensitive) yaitu  TSH generasi ketiga yang dapat mendeteksi TSH pada 

kadar yang sangat rendah dan dilanjutkan dengan tes FT4 bila dijumpai TSHS yang 

abnormal. FT4 lebih sensitif daripada FT3 dan lebih banyak digunakan untuk 

konfirmasi hipotiroidisme sesudah  dilakukan tes TSHS. (Hardjoeno, 2003) 

Kadar TSH serum mencerminkan kelenjar hipofisis anterior yang memantau 

kadar dari FT4 sirkulasi. Kadar FT4 yang tinggi mensupresi TSH dan FT4 yang 

rendah meningkatkan pelepasan TSH.

       2.5 Thyroid Binding Globulin (TBG) 

Konsentrasi protein pengikat mempengaruhi kadar T3 dan T4 serum, tetapi 

status tiroid fisiologik tercermin hanya oleh jumlah hormon aktif bebas yang ada. 

Apabila kadar T3 dan T4 total abnormal, kita perlu mengevaluasi protei pengikat 

tiroid yang utama yaitu TBG. Estrogen meningkatkan jumlah TBG dalam serum, 

sedangkan androgen dan glukokortiroid menekan sintesis TBG. Konsentrasi TBG 

yang rendah dan hasil penyerapan yang tinggi dijumpai apabila kadar protein 

keseluruhan rendah, seperti pada penyakit hati yang parah atau pada penyakit-

penyakit yang menyebabkan pengeluaran protein misalnya sindrom nefrotik. 

Pemberian heparin menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dalam sirkulasi 

dari penguraian trigliserida oleh pengaktifan lipoprotein lipase pasca heparin. 

Asam-asam lemak bebas ini kemudian mengikat TBG dan menggeser hormon 

tiroid. Uji penyerapan T3 sangat peka terhadap pemberian heparin sehingga didapat 

hasil tinggi palsu (Ronald, 2004). 

 

           2.6 Thyroid Stimulating Hormone (TSH) 

TSH atau tirotropin merupakan suatu glikoprotein yang disintesis dan 

disekresikan oleh tirotrop dari kelenjar hipofisis anterior. Aktivitas tiroid diatur oleh 

kebutuhan tubuh akan beredar dalam sirkulasi kurang, hipotalamus menghasilkan 

TRH, yang memicu peningkatan kadar TSH untuk merangsang sekresi tiroid. 

Pengukuran TSH memberikan informasi mengenai fungsi tiroid dan hipofisis. Angka-

angka TSH diberikan dalam satuan aktivitas internasional dengan rentang normal 

sekitar 0,5-5,0 μu/ml. Kecenderungan mutakhir pada pemeriksaan TSH menekankan 

pentingnya batas bawah rentang ini untuk membedakan TSH dalam jumlah kecil 

untuk deteksi depresi TSH, yang terjadi pada hipertiroidisme dan hipotiroidisme 

sekunder. 

 

2.7 Hormon Bebas 

Status tiroid fisiologik sedikit dipengaruhi oleh perubahan kadar TBG walaupun 

nilai hormon total yang diukur abnormal (Ronald, 2004). T3 dan T4 yang tidak terikat 

atau bebas berinteraksi dengan reseptor intrasel dan akhirnya menyebabkan 

11  

peningkatan metabolisme karbohidrat dan lemak serta meangsang sintesis protein pada 

beragam tipe sel (Kumar, 2007). Saat ini pengukuran kadar hormon bebas sudah 

menjadi bagian dari pemeriksaan yang terinci terhadap tiroid. Pengukuran T3 bebas 

(FT3/ Free Triiodotironine) atau T4 bebas (FT4/ Free Tetraiodotironine) secara 

langsung sulit dilakukan karena jumlah keduanya sangat sedikit yaitu 0,04% dari T4 

dan 0,4% dari T3 

 

2.8 Tes-Tes Fungsi Tiroid 

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan tes-tes 

fungsi tiroid. Tes-tes berikut ini sekarang digunakan untuk mendiagnosis penyakit 

tiroid: 

1. Kadar total tiroksin dan triyodotironin serum 

2. Tiroksin bebas 

3. Kadar TSH serum 

4. Ambilan yodium radiosotop 

 

Immunoassay otomatis digunakan secara luas untuk mengukur T3 dan T4 

secara terpisah. Antibodi pada pemeriksaan ini bersifat sangat spesifik, sehingga 

dalam pengukuran tidak ad reaksi silang yang bermakna antara T3 dan T4 (Ronald, 

2004). Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara 

metabolik aktif. Kadar TSH dapat diukur dengan RIA (Radioimunoasai) (Sylvia, 

2006). Immunoassay untuk TSH telah menjadi sangat spesifik untuk TSH melalui 

penggunaan antibody monoklonal. Umumnya, pemeriksaan-pemeriksaan TSH 

telah sangat distandarisasi serta tersedia pada immunoanalyzer otomatis dengan 

waktu pemeriksaan di bawah 1 jam (Ronald, 2004). Terdapat kadar yang tinggi 

pada pasien dengan hipotiroidisme primer yaitu pasien yang memiliki kadar 

tiroksin rendah akibat timbal balik peningkatan pelepasan TSH hipofisis. 

Sebaliknya kadar akan berada dibawah normal pada pasien dengan peningkatan 

autonom pada fungsi tiroid (hipertiroidisme). 

Tes ambilan yodium radioaktif (123 I [RAI]) digunakan untuk mengukur 

kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. Pasien 

12  

menerima dosis RAI yang akan ditangkap oleh tiroid dan dipekatkan sesudah  

melewati 24 jam. Kemudian radioaktivitas yang ada dalam kelenjar tiroid ini  

dihitung. Normalnya, jumlah radioaktif yang diambil berkisar dan 10% hingga 35% 

dari dosis pemberian. (Sylvia, 2006) 

 

    2.9 Hubungan Kelenjar Tiroid dan Kelenjar-Kelenjar Endokrin Lain 

Peningkatan hormon tiroid meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar 

kelenjar endokrin lain, tetapi peningkatan hormon tiroid juga meningkatkan 

kebutuhan jaringan akan hormon-hormon. Misalnya, peningkatan sekresi tiroksin 

meningkatkan kecepatan metabolisme glukosa diseluruh bagian tubuh dan karena 

itu menyebabkan kebutuhan peningkatan sekresi insulin yang sesuai oleh pankreas. 

Hormon tiroid juga meningkatkan banyak aktivitas metabolisme yang berhubungan 

dengan pembentukan tulang dan sebagai akibatnya peningkatan kebutuhan akan 

hormon paratiroid. Akan tetapi, selain efek-efek umum ini, hormon tiroid 

mempunyai efek relatif spesifik pada korteks adrenal dan pada gonad 

- Korteks Adrenal 

Kortikosteroid dan adrenocorticotropin hormon (ACTH) menghambat tiroid dengan 

cara meningkatkan klirens iodium dan menghambat TSH hipofisis. 

- Gonad 

Kadar tiroid normal diperlukan sekali untuk pengeluaran LH hipofisis, menstruasi 

ovulator, fertilitas, dan kehidupan fetus. Kebanyakan hormon tiroid akan menghambat 

menarche, meningkatkan fertilitas dan kematian fetus. Pada hipoiroidisme terjadi 

menstruasi anovulator dengan menoragia, sedangakan pada hipertiroidisme terjadi 

hipomenorea dan ovulatoar (Aru, 2006). 

 

2.10 Nilai Kimiawi Darah 

Hormon-hormon tiroid mempengaruhi pembentukan, penguraian, dan 

metabolisme antara jaringan lemak dan lemak dalam darah, dan kelainan fungsi  

endokrin tercermin dalam perubahan kadar lemak. Pada hipertiroidisme, penguraian 

dan ekskresi meningkat lebih besar daripada sintesis, sehingga kadar kolesterol, 

13  

fosfolipid, dan trigliserida dalam sirkulasi turun. Hipotiroidisme memperlambat 

katabolisme lebih besar daripada pengaruhnya pada sintesis, dan miksedema biasanya 

disertai oleh hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia. Peningkatan kadar kolesterol 

serum mungkin merupakan indikator awal hiotiroidisme. Namun hipotiroidisme akibat 

kegagalan hipofisis tidak menyebabkan peningkatan lemak. Pada pasien yang jelas 

mengalami hipotiroidisme, kadar kolesterol serum yang normal seyogyanya 

mengarahkan perhatian kita ke hipofisis. Pada hipotiroidisme yang berat, kadar enzim- 

enzim terkait otot di dalam serum cenderung meningkat. Nilai kreatin kinase (CK) dan 

laktat dehidrogenase (LDH) total meningkat sedang dan pemisahan isoenzim-isoenzim 

memperlihatkan bahwa sumber enzim yaitu  oto rangka. Pada hipotiroidisme, protein 

cairan spinalis (terutama albumin) meningkat sampai 50 sampai 200 mg/dL 

 

2.11 Penyakit Gangguan Tiroid 

Dua kelainan fungsional utama pada tiroid : 

1. Pembentukan hormon tiroid yang berlebihan (Hipertiroidisme) 

2. Defisiensi produksi hormon (Hipotiroidisme) 

 

Hipertiroidisme 

Hipertiroidisme biasanya terjadi pada usia sekitar tiga puluh dan empat 

puluh dan lebih sering ditemukan pada perempuan daripada laki-laki. Tiroid 

mungkin menghasilkan hormon dalam jumlah berlebihan dari bagian-bagian 

nodular lokal jaringan hiperfungsi (Marc, 2003). Lebih dari 95% kasus 

hipertiroidisme disebabkan oleh penyakit Graves, suatu penyakit tiroid autoimun 

yang antibodinya merangsang sel- sel untuk menghasilkan hormon berlebihan 

yang ditandai dengan adanya autoantibodi kelas IgG di dalam serum yang 

ditujukan untuk melawan receptor TSH pada sel tiroid. Kombinasi antibodi 

dengan receptor menyebabkan stimulasi sel untuk menghasilkan hormon tiroid. 

Penyebab hipertiroidisme lain yang jarang selain penyakit Graves yaitu :  

(1) toksisitas pada struma multinodular, (2)adenoma folicular fungsional atau 

karsinoma, (3)adenoma hipofisis penyekresi-tirotropin (hipertiroidisme hipofisis), 

(4)tumor sel benih, misal koriokarsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan 

mirip TSH) atau teratoma (yang mengandung jaringan tiroid fungsional), 

(5)tiroiditis (baik tipe subakut dan Hashimoto), yang keduanya dapat berhubungan 

dengan hipertiroidisme sementara pada fase awal (Chandrasoma, 2005). 

Ciri-ciri dari hipertiroidisme : gelisah, intoleransi panas, penurunan berat 

badan, meningkatnya frekuensi gerakan usus, meningkatkan keringat, kelelahan, 

tremor, palpitasi, kulit hangat lembab, rambut halus, hiper-refleksi, osteoporosis, 

hipotensi dan pembesaran tiroid (Mansjoer, 2001). Pada pemeriksaan 

laboratoriumnya yaitu  T3 dan T4 tinggi disertai peningkatan T4 bebas, sedangkan 

kadar TSH tertekan sampai tidak dapat terukur. 

 

Hipotiroidisme 

Hipotiroidisme disebabkan oleh kelainan structural atau fungsional 

yang mengganggu pembentukan hormone tiroid dalam jumlah memadai. 

Hipotiroidisme dibagi menjadi 2 kategori primer dan sekunder, bergantung 

pada apakah hipotiroidismenya disebabkan oleh kelainan instrinsik pada 

kelenjar tiroid atau akibat kelainan pada hipotalamus atau hipofisis. ( 

Kumar, 2007). Sebagian besar kasus hipotiroidisme primer disebabkan oleh 

tiroiditis Hashimoto yaitu suatu penyakit peradangan autoimun yang 

infiltrasi limfosit dan destruksi kelenjar tiroidnya dikaitkan dengan 

antitiroglobulin atau antibody mikrosomal sel antitiroid (Sylvia, 2006). 

Sebagian besar pasien tiroiditis Hashimoto mengalami pembesaran tiroid 

secara bertahap yang dapat meningkatkan kecurigaan neoplasma. 

Tergantung pada usia, hipotiroidisme di klasifikasikan yaitu kretinisme dan 

miksedema. Jika defisiensi terjadi sejak lahir, penurunan sekresi hormone 

tiroid mengakibatkan kretinisme, suatu penyakit yang jarang terjadi pada 

masa anak tetapi diagnosis ini penting karena pada banyak kasus pemberian 

tiroksin segera sesudah  lahir dapat mencegah akibat yang berat. Penyebab 

kretinisme yaitu  : 1)kegagalan perkembangan tiroid, 2)kegagalan sintesis 

hormon karena defisiensi iodium berat sewaktu hamil, 3)kegagalan sintesis 

hormon karena bahan makanan (goitrogen) yang menhambat sintesis 

hormone, 4)kegagalan sintesis hormone karena defisiensi enzim resesif 

autosomal. Jika terjadi pada saat dewasa akan mengakibatkan miksedema, 

yaitu adanya deposisi mukopolisakarida yang semakin banyak didalam 

jaringan penyambung. Penyebab miksedema yaitu  : 1)tiroiditis auto imun 

Hashimoto, 2)kegagalan hipofisis, 3)hipotiroidisme iatrogenic, 4)penyebab 

makanan (Chandrasoma, 2005). Pada defisiensi tiroid hipometabolisme 

generalisata. Biasanya terjadi letargi, konstipasi, kulit dan rambut kering 

dan pada perempuan pramenopause, perdarahan haid yang berlebihan. 

Gejala-gejala ini sedemikian tidak spesifik sehingga tidak menunjukkan 

adanya gangguan tiroid (Ronald, 2004). 

Ciri-ciri lain yang lebih spesifik hipotiroidisme antara lain : 

kelemahan, mialgia, sakit kepala, depresi, intoleransi dingin, berat badan 

bertambah, konstipasi, kuku rapuh, hiporefleksi, hipertensi diastolik, bicara 

lambat dan hilangnya 1/3 luar alis mata. Pemeriksaan laboratoriumnya 

yaitu  penurunan T3 dan T4, penurunan kadar FT4, sedangkan terjadi 

peningkatan pelepasan TSH yang menyebabkan pembesaran tiroid. (

 4.5 Devinisi Operasional Variabel 

a. Kadar TSH yaitu nilai Thyroid Stimulating Homone pada darah 

pasien dengan diagnosa tiroid yang diukur dengan satuan 

mIU/L. 

b. Kadar FT4 yaitu nilai Free Thyroxine pada darah pasien dengan diagnose 

tiroid yang diukur dengan satuan ng/dl 

c. Pasien tiroid yaitu pasien yang telah didiagnosa tiroid. 

 4.6 Metode Pengumpulan Data 

 

Metode pengumpulan data penelitian dilakukan secara observasional 

laboratorium dengan analisa data 

 

     4.7 Teknik Analisis Data 

Dari data yang diperoleh akan dilakukan uji normalitas yang selanjutnya 

diuji dengan uji statistik yaitu uji korelasi Spearman’s 

                4.7.1.Prosedur Pemeriksaan Darah 

                    Pemeriksaan TSH 

Persiapan pasien: dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan 

yang mengandung Iodium dan obat-obatan yang dapat 

mempengaruhi hasil tes, 

Persiapan sampel: sampel serum dapat disimpan selama 4 hari pada 

suhu 2 8oC, 30 hari pada suhu -20oC, 

Prinsip pemeriksaan TSH (Sanwich): TSH dalam spesimen direaksikan 

dengan monoclonal anti TSH antibodi dalam jumlah berlebihan 

yang terikat pada dinding fase padat (well). Enzim konjugat 

berlabel anti TSH dalam jumlah berlebihan ditambahkan untuk 

membuat ikatan kuat dalam waktu dan suhu tertentu. Enzim 

berlabel anti TSH yang tidak terikat dipisahkan dengan cara 

dicuci. Substrat ditambahkan untuk membentuk produk cromogen 

yang berwarna biru (berisi sampel, standart, control, anti TSH, 

konjugat, substrat) dalam waktu dan suhu tertentu. Dengan 

penambahan larutan penyetop yang bersifat asam, reaksi 

21  

dihentikan dan warna akan berubah menjadi kuning. Intensitas 

warna yang terjadi sebanding dengan kadar TSH dan diukur 

melalui absorban pada panjang gelombang 450 nm. 

Alat : alat yang digunakan yaitu Immunoanalyzer, Pipet volumetrik dan Well,  

Reagen: reagen yang digunakan yaitu  reagen TSH kit. 

 

Prosedur pemeriksaan TSH: 

Sebanyak 50 µl standart,control,serum test dimasukka ke dalam well,  

ditambahkan  100 µl konjugat  warna  merah,  digoyang  20  detik  dan ditutup 

dengan paraffin.  Kemudian diinkubasi 60 menit pada suhu 20-250C, lalu dibuang 

larutan kemudian dicuci 5 kali dengan 300 µl larutan pencuci (WASH), sisa larutan 

dituang dengan membalik platel pada tissue, kemudian ditambahkan 100 µl SUB, 

digoyang 20 detik, diinkubasi 15 menit pada suhu 20-250C (Hindarkan dari cahaya), 

ditambahkan 100 µl STOP, lalu digoyang 20 detik dan ukur absorban pada 450 & 630 

nm, pemeriksaan dilakukan dalam waktu 30 menit. 

 

Nilai Normal : 0,4 – 6,2 mIU/l 

 

       Pemeriksaan FT4 

Persiapan pasien: pasien tidak memerlukan persiapan khusus 

Persiapan sampel: sampel yang digunakan serum. Sampel dapat 

digunakan dalam 48 jam pada 2-80C, 30 hari pada -20oC 

Prinsip pemeriksaan FT4 (Kompetitif EIA): 

FT4 dalam specimen dan T4 dalam konjugat direaksikan dengan anti T4 dalam 

jumlah berlebihan yang terikat pada dinding fase padat (microwell) secara 

kompetitif. Anti T4 yang tidak terikat sesudah  diinkubasikan kemudian 

dipisahkan dengan cara dicuci. Substrat ditambahkan untuk membentuk 

produk chromogen yang berwarna biru (berisi sampel, standart, control, anti 

T4, konjugat, substrat) dalam waktu dan suhu tertentu. Dengan penambahan 

larutan penyetop yang bersifat asam, warna akan berubah menjadi kuning dan 

diukur pada panjang gelombang 450 nm, alat: Immunoanalyzer, pipet 

volumetrik dan Well dan reagen yang digunakan yaitu  reagen FT4 kit. 

 

 

22  

 

Prosedur pemeriksaan FT4: 

Dimasukkan 50 µl standart, control, serum test ke dalam well, 

ditambahkan 100 µl konjugat warna hijau, digoyang 20 detik, ditutup dengan 

parafilm, diinkubasi 60 menit 20-250C, larutan dibuang, kemudian dicuci 3 kali 

dengan 300 µl larutan pencuci (WASH), sisa larutan dibuang dengan 

membalik plate pada tissue, ditambahkan 50 µl SA + 50 µl SB, digoyang 20 

detik, diinkubasi 15 menit pada 20-250C, hindarkan dari cahaya, sesudah  

diinkubasi, tambahkan 50 µl STOP lalu digoyang 20 detik, absorban diukur 

pada 450 & 630 nm, pemeriksaan dilakukan dalam waktu 10 menit. 

 

Nilai normal: dewasa: 1,4 (0,8 – 2,0) ng / dl dan wanita hamil: 1,5 (0,8 – 2,2) ng /dl 

22  

 


                 5.1.1 Deskripsi hasil 

sesudah  dilakukan pemeriksaan kadar TSH dan FT4 pada pasien tiroid di 

Bangkalan, maka didapatkan hasil pemeriksaan seperti yang tertera pada tabel 

4.1 sebagai berikut: 

Tabel 5.1 Hasil Kadar TSH dan FT4 

 

Kode 

Pasien 

TSH (mIU/L) FT4 (ng/dl) 

1. 2.0 1.1 

2. 1.4 1.0 

3. 0.9 0.8 

4. 3.3 16.0 

5. 1.6 0.9 

6. 1.2 1.3 

7. 0.5 1.2 

8. 18.0 1.0 

9. 1.7 1.2 

10. 3.7 1.4 

11. 0.5 1.2 

12. 2.4 1.1 

13. 1.1 1.1 

14. 1.1 16.0 

15. 2.7 1.1 

16. 1.2 1.3 

17. 2.9 0.9 

18. 0.8 1.7 

23  

 

Kode 

Pasien 

TSH (mIU/L) FT4 (ng/dl) 

19. 0.4 1.5 

20. 0.2 1.5 

21. 1.0 18.0 

22. 0.8 1.2 

23. 1.3 1.0 

24. 1.7 1.2 

25. 0.5 1.4 

26. 1.5 1.3 

27. 0.7 1.5 

28. 0.8 3.6 

29. 0.5 1.2 

30. 0.6 1.4 

 

Berdasarkan tabel 4.1 hasil pemeriksaan kadar Thyroid Stimulating 

Homone (TSH) dapat dilihat hasil yang bervariasi. Nilai yang paling 

rendah/batas bawah nilai normal yaitu  0,2 mIU/L dan nilai tertinggi yaitu  

18,0 mIU/L dengan nilai normal 0,4 

– 6,2 mIU/L, hasil pemeriksaan kadar Free Thyroxine (FT4) dapat dilihat hasil 

yang bervariasi. Nilai yang paling rendah/batas bawah nilai normal yaitu  0,8 

ng/dl dan nilai tertinggi yaitu  18,0 ng/dl dengan nilai normal 0,8 – 2,0 ng/dl. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

24  

  

  

 

Dari tabel hasil pemeriksaan yang telah diperoleh, dapat digambarkan dengan grafik 

 

20 

18 

16 

14 

12 

Nilai Kadar 10 

 

No. Pasien 

 

Gambar 4.1 Grafik hasil pemeriksaan kadar Thyroid Stimulating 

Hormone(TSH) dan Free Thyroxine (FT4) 

 

 

      5.2 Pembahasan 

Dari hasil uji Kolmogorov–Smirnov didapat Sig(P) untuk kadar TSH = 

0,011 untuk Sig(P) untuk kadar FT4 = 0,000 pada α = 0,05. Pada kadar TSH Sig(P) 

0,011 < α 0,05 maka hipotesis nol ditolak, artinya : data tidak berdistribusi normal. 

Pada kadar  FT4 Sig(P) 0,000 pada α 0,05, karena P 0,000 < α 0,05 maka hipotesis 

nol ditolak, artinya : data tidak berdistribusi normal. Karena data tidak berdistribusi 

normal maka uji korelasi yang digunakan yaitu  korelasi Spearman’s untuk 

mengetahui ada tidaknya hubungan antara kadar TSH dengan kadar FT4 pada 

penderita gangguan tiroid. 

Dari hasil uji didapat hasil -0,386 signifikan pada α =0,05 nilai ini mendekati -1 

berarti korelasi yang terjadi cukup (>0,25 – 0,5). Tanda negatif pada koefisien 

korelasi hanya menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi berlawanan arah, 

artinya apabila variabel satu nilainya naik(tinggi) maka variabel yang lain turun 

(rendah). 

Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan hasil kadar TSH yang tinggi disertai 

penurunan kadar FT4, kadar TSH rendah disertai peningkatan kadar FT4,tetapi 

didapatkan pula hasil kadar TSH normal disertai peningkatan kadar FT4, kadar 

TSH tinggi tetapi kadar FT4 normal,serta kadar kedua-duanya dalam batas normal. 

Apabila kadar TSH tinggi, kadar FT4 rendah maka pasien mengalami 

25  

hipotiroidisme, jika kadar FT4 rendah dan kadar TSH tinggi maka pasien 

mengalami hipertiroidisme. Keadaan ini  dipengaruhi oleh asupan iodium 

dalam tubuh yang nantinya masuk ke dalam kelenjar tiroid. Sedangkan 

kemungkinan-kemungkinan lainnya yaitu kadar TSH normal tetapi FT4 tinggi, 

kadar TSH tinggi tetapi kadar FT4 normal bisa terjadi akibat kerusakan dan 

pengaruh dari organ atau kelenjar lainnya. 

Sesuai dengan hasil diatas dan sesudah  dilakukan analisa data didapatkan bahwa 

data kadar TSH dan kadar FT4 tidak berdistribusi normal sehingga dapat dilanjutkan 

dengan uji statistik yaitu uji korelasi Spearman’s. Dari uji statistik korelasi 

Spearman’s diperoleh bahwa ada hubungan antara kadar TSH dengan kadar FT4, 

korelasi yang terjadi yaitu  hubungan berlawanan arah yang artinya apabila variabel 

satu nilainya naik maka variabel yang lain nilainya turun, yaitu apabila kadar TSH 

naik maka kadar FT4 turun dan begitu sebaliknya. 

Mekanisme hormonnya yaitu hormon Tiroksine (T4) dan Triiodotironine (T3) ini 

mempengaruhi seluruh sel organ tubuh. T3 dan T4 yang bersirkulasi dalam plasma 

yang sebagian besar diikat dengan protein, Thyroid Binding Globulin (TBG) dan 

sebagian kecil dalam bentuk bebas (Free Triiodotironine/FT3 dan Free 

Thyroxine/FT4). Hormon yang bebas (FT3 dan FT4) merupakan fraksi yang aktif 

secara metabolik perlu diketahui secara kuantitatif. Hormon yang terikat ini 

merupakan hormon glikoprotein, disekresi oleh hipofisis anterior. Sekresi TSH 

dirangsang oleh kadar T3, T4, FT3 dan FT4 yang rendah oleh hormon TRH (Thyroid 

Releasing Hormone) hipotalamus. Sedangkan TSH akan dihambat/disupresi oleh 

kenaikan kadar T3, T4, FT3 dan FT4, ini sesuai dengan pernyataan Hardjoeno pada 

tahun 2003. 

 

5.3 Luaran Yang Dicapai 

Publikasi ilmiah pada jurnal Nasional ber-ISSN dan ESSN 

26  

 


 

 6.1 Rencana jangka pendek: 

Publikasi ilmiah pada jurnal nasional ber-ISSN dan ESSN 

 

          6.2 Rencana jangka panjang: 

Dapat dijadikan informasi dan pengetahuan dalam bidang kesehatan tentang         

               hubungan kadar TSH terhadap kadar FT4 pada pasien tiroid 

27  

 


 

 7.1 Kesimpulan 

Berdasarkan hasil maka diperoleh: 

1. Hasil pemeriksaan kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dengan nilai 

rata-ratanya 1,9 mIU/L 

2. Hasil pemeriksaan kadar Free Thyroxine (FT4) dengan nilai rata-ratanya 2,8 

ng/dl 

3. Terdapat hubungan antara kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) 

dengan kadar Free Thyroxine (FT4). Hubungan yang terjadi yaitu  

berlawanan arah yang artinya apabila variabel satu nilainya naik maka 

variabel yang lain nilainya turun yaitu apabila kadar Thyroid Stimulating 

Hormone (TSH) tinggi maka kadar Free Thyroxine (FT4) rendah/batas 

bawah normal dan apabila kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) 

rendah/batas bawah normal maka kadar Free Thyroxine (FT4) tinggi. 

  

1. Bagi masyarakat khusunya pasien tiroid untuk melakukan pemeriksaan tiroid 

lengkap sehingga dapat tertangani dengan baik. 

2. Bagi peneliti selanjutnya, seiring dengan perkembangan teknologi di bidang 

kesehatan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut 

28