Gambar 4.13. Ikatan hidrogen antar basa purin dan pirimidin pada polinukleotida
Asam-asam nukleat dihidrolisis secara acak oleh nuklease dan dihasilkan campuran
polinukleotida. Campuran ini dipecah lebih lanjut oleh fosfodiesterases
(eksonuklease) menjadi campuran mononukleotida. Nukleotidase dari pankreas
menghasilkan 3’nukleotida sedangkan nukleotidase lisosom menghasilkan
5’nukleotida.
71
Nukleotida dihidrolisis oleh nukleotidase dan dihasilkan nukleosida dan Pi.
Nukleosida yang dihasilkan dapat diserap oleh usus. Di beberapa jaringan,
nukleosida mengalami fosforolisis oleh nucleosida fosforilase dan dihasilkan basa
dan ribosa 1-P (atau deoksiribosa 1-P). R 1-P dan R 5-P harus dalam keadaan
seimbang (equilibrium), maka gula fosfat dapat digunakan unntuk membentuk
nukleotida atau dimetabolisme melalui jalur heksana monofosfat (Hexose
Monophosphate Pathway). Basa purin dan pirimidin dapat didegradasi atau
diselamatkan (salvaged) untuk pembentukan nukleotida. Molekul RNA mengalami
pergantian (turnover) dan dapat menjadi sumber nukleotida. DNA tidak mengalami
pergantian tetapi sebagian dapat dipotong sebagai bagian dari proses perbaikan
(repair process).
Nuklease (nucleodepolymerase atau polynucleotidase) yaitu suatu enzim yang
menguraikan ikatan diesterfosfat (phosphodiester bond) antar monomer dari asam
nukleat. Nuklease bisa memotong salah satu atau kedua untai asam nukleat (DNA)
pada target urutan nukleotida tertentu. Enzim sangat penting dalam reparasi DNA
secara de novo. Gangguan atau kelainan pada nuklease tertentu dapat
menyebabkan ketidakstabilan genetik atau immunodefisiensi. Nuklease juga sangat
penting dan bermanfat dalam molecular cloning. Dibedakan dua macam nuklease,
yaitu eksonuklease yang menguraikan asam-asam nukleat dari ujungnya; dan
endonuklease yang memotong pada tengah molekul targetnya. Selanjutnya enzim
tsb dapat dikategorikan sebagai deoksiribonuklease dan ribonuklease. Yang pertama
berfungsi untuk DNA sedangkan yang kedua untuk RNA (Wikipedia).
Suatu nuklease harus melekat pada bagian tertentu dari asam nukleat (Site
recognition) sebelum memotong bagian tsb. Nuklease dapat melekat pada bagian
spesifik dari DNA atau non spesifik. Endonuklease yang non spesifik dapat
merusak DNA karena pelekatannya yang tidak spesifik yang berarti setiap bagian
bisa dilekati dan dipotong. Misal EcoRV, BamHI, dan PvuII.
Nuklease yang spesifik (site-specific nuclease) melekat lebih kuat daripada yang non
spesifik. Pelekatan nuklease (sequence specific nuclease) tsb spesifik pada bagian
DNA yang memiliki urutan tertentu nukleotida dengan urutan tertentu (spesifik).
Enzim tsb juga dinamakan enzim restriksi. Ada banyak jenis sequence specific
72
nuclease, lebih dari 900 enzim restriksi. Sebagian bersifat sequence specifik. Enzim
tsb diisolasi dari lebih dari 230 strain bakteri. Enzim restriksi yang pertama ditemukan
yaitu HindII.
Enzim restriksi ini umumnya dinamakan berdasarkan asal nya. Huruf pertama
berasal dari huruf pertama genus, dua huruf selanjutnya berasal dari species sel
prokarion yang menghasilkannya. Misal EcoRI berasal dari Escherichia coli RY13,
sedangkan HindII berasal dari Haemophilus influenzae strain Rd. Angka atau nomer
berikutnya menandakan urutan penemuannnya, misal EcoRI, EcoRII.
Tabel 4.1. contoh enzim restriksi yang pola potongnya rata (blunt end)
Enzim Sumber Sekuens yang dikenali Potong
HindII Haemophilus influenzae
5'–GTYRAC–3'
3'–CARYTG–5'
5'–GTY RAC–3'
3'–CAR YTG–5'
R = A atau G; Y = C atau T
Tabel 4.2. Contoh enzim yang pola potongnya runcing (sticky end)
Enzim Sumber Sekuens yang dikenali Potong
HindIII Haemophilus influenzae 5'–AAGCTT–3'
3'–TTCGAA–5'
5'–A AGCTT–3'
3'–TTCGA A–5'
EcoRI Escherichia coli 5'–GAATTC-3'
3'–CTTAAG–5'
5'–G AATTC–3'
3'–CTTAA G–5'
BamHI Bacillus amyloliquefaciens 5'–GGATCC–3'
3'–CCTAGG–5'
5'–G GATCC–3'
3'–CCTAG G–5'
73
Gambar 1.14. Pola potong DNA oleh HindII
Endonuklease atau restriction endonuclease dapat melekat pada urutan atau
sequence recognition spesifik dari molekul DNA, dan kemudian memotongnya.
Dikenal dua cara memotong, yaitu blunt ends dan sticky ends.
Staggered cutting menghasilkan ptongan DNA yang blunt end. Banyak endonuklease
memotong DNA yang tidak simetris atau berlawanan satu sama lain, melainkan
terjadi ktergantungan (overhangs). Misal nuklease EcoRI memiliki recognition
sequence 5'—GAATTC—3'. Jika enzim melekat pada sequence ini, maka terjadi
pemotongan antara G dngan A. jik telaah terpotong maka setiap ragmen memiliki
ikatan hidrogen yang lemah, sehingga mudah terpisah. masing-masing fragmen
memiliki penojolan 5’ dan tersusun dari basa yang tak berpasanngan.
Jenis enzim yang lin memotong DNA dengan menghasilkan ujung 3’. Ujung 3’ dan 5’
sering dinamakan ujung sticky end sebab mereka cenderung berikatan denganurutan
komplemen basa.. dengan perkatan lain, jika sejmlah uurutan basa yang tak
berpasangan 5'—AATT—3' bertemu dengan urutan basa lain yang juga tak
berrpasangan 3'—TTAA—5' keduanya akan berikatan satu sama lain. Keduanya
melekat (sticky) satu sma lain. Enzim ligase kemudian mennghubungkan kerangka
fosfat kedua molekul tsb. Meganuklease yaitu nuklease yang memiliki recognition
site yang panjang, sekitar 12 sd 40 pasangan basa.
74
Nukleotidase mengkatalisis hidrolisis nukleotida menjadi nukleosida dan fosfat. Misal
adenosin monofosfat diuraikan menjadi adenosin; guanosin monofosfat menjadi
guanosin.
Nukleotida + H2O → nukleosida + fosfat
Nukleotidase sangat penting dalam peruraian asam nukleat yang dikonsumsi.
Berdasarkan hasil akhir peruraiannya, dapat dibedakan dua kategori, yaitu
EC 3.1.3.5: 5'-nucleotidase - NT5C, NT5C1A, NT5C1B, NT5C2, NT5C3
EC 3.1.3.6: 3'-nucleotidase - NT3
5'-Nukleotidase memotong fosfat dari ujung 5’ molekul ribosa. Berdasarkan lokasinya
dalam sel, dikenal
5'-nucleotidase membran (membrane-bound 5'-nucleotidase):
menggunakan adenosin monofosfat sebagai substrat dan berperan
dalam penyelamatan nukleotida (salvage of preformed nucleotide)
dan transduksi signal (signal transduction) dengan melibatkan
reseptor purinergik.
5'-nucleotidase larut (soluble 5'-nucleotidase).
Nukleotidase yang larut (soluble form) dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi
mdN : mitochondrial 5'-3'-pyrimidine nucleotidase.
cdN : cytosolic 5'-3'-pyrimidine nucleotidase
cN-I : cytosolic nucleotidase(cN) yang menggunakan AMP
sebagai substrat
cN-II : dapat menggunakan IMP dan/atau GMP sebagai substrat.
cN-III : pirimidin 5'-nukleotidase.
Nukleotidase juga berperan dalam berbagai fungsi komunikasi antar sel, reparasi
asam nukleat, jalur penyelamatan purin (purine salvage pathway) untuk sintesis
nukleotida, transduksi signal, transport membran dlsb.
75
4.6. Penutup
Jalur biosintesis asam nukleat dapat menjadi sasaran atau target untuk
pengendalian atau penghambatan pertumbuhan sel-sel yang sedang cepat
membelah seperti sel-sel kanker atau bakteri infeksi.
BAB 5. NUTRISI
NUKLEOTIDA DAN
EKSKRESI ASAM URAT
Garis besar
a. Kandungan nukleotida pada makanan
b. Kebutuhan tubuh akan nukleotida
c. Peruraian asam nukleat dalam lambung
d. Proses percernaan di usus
e. Penyerapan nukleotida oleh usus
f. Mikrobiota usus pengurai asam nukleat
g. Ekskresi asam urat
5.1. Kandungan nukleotida (purin) pada makanan
Tubuh manusia dapat memperoleh asam nukleat dari tiga sumber, yaitu
biosintesis asam nukleat (sintesis de novo), penyelamatan nukleotida (salvage) baik
purin maupun pirimidin, dan dari makanan (Gambar 5.1.). Tidak banyak informasi
tentang nukleotida pada makanan. Lebih banyak informasi yang tersedia untuk
protein, lemak, dan komponen makanan lainnya. Kandungan nukleotida tertinggi
80
ada pada makanan yang mempunyai densitas sel yang tinggi dan aktif secara
matabolik. Hal ini berarti bahwa makanan yang berasal dari hewan lebih tinggi
kandungan nukleotidanya daripada tanaman, kecuali biji. Susu juga banyak
mengandung banyak nukleotida.
Tabel 5.1. memuat kandungan purin dan RNA berbagai makanan dan tidak
memuat kadar pirimidin. Kadar pirimidin diperkirakan kurang lebih sama dengan
purin. Dari tabel tsb dapat diketahui bahwa beberapa jenis makanan mengandung
purin dalam kadar yang tinggi, misal hati, jantung, ikan kecil, ikan laut (shell fish), dan
biji kacang-kacangan.
Jeroan dan produk hewani merupakan sumber makanan yang kaya akan
nukleotida, setelah itu baru biji-bijian, mushroom dan sayur. Beberapa makanan
mengandung sedikit nukleotida. Makanan tsb biasanya yaitu makanan yang telah
mengalami proses pemurnian, misal gula, tepung dan minyak sayur. Tidak atau
belum ada rekomendasi tentang jumlah nukleotida yang aman untuk dikonsumsi.
Sebagian besar pangan yang banyak mengandung nukleotida telah jarang
dikonsumsi. Jeroan seperti hati, babat dan jantung yang dulu merupakan makanan
populer sekarang dihindari. Konsumsi daging sapi juga cenderung berkurang.
Asam nukleat atau nukleotida yang dikonsumsi akan mengalami
pencernaan. Nukleotida yaitu biomolekul yang penting bagi semua proses
kehidupan dalam tubuh manusia. Yang paling banyak dikenal yaitu DNA dan RNA.
Keduanya berperan dalam banyak fungsi seluler. Pentingnya peran DNA dan RNA
membuat tubuh mampu menghasilkan molekul tsb, secara langsung maupun
penyelamatan (salvage) dan daur ulang nukleotida dalam tubuh (
Tabel 5.1. kandungan purin beberapa makanan
Jenis makanan Kadar (mg/100 g) Jenis makanan Kadar (mg/100 g)
Daging Sayuran
Daging sapi 120 Bayam 57
Daging Ayam 175 Brokoli 81
Daging Ikan 60 Asparagus 23
Daging Kanbing 182 Kol 22
Jeroan Bunga kol 51
Hati sapi 197 Wortel 17
Ginjal sapi 213 Buncis 37
Jantung sapi 171 Asparagus 23
Otak sapi 162 Biji-bijian
Seafood Melinjo 222
Salmon 170 Kacang tanah 79
Sarden 399 Kedelai 80
Udang 234 Kacang merah 55
Tuna 142 Hazzel nut 37
5.2. Kebutuhan tubuh akan nukleotida
Tentu manusia tidak dapat menghindari sama sekali keberadaan nukleotida
dalam makanan yang dikonsumsinya. Keberadaannya mungkin tidak sangat
essensial. Ketidakhadirannya juga tidak memicu penyakit defisiensi
nukleotida. Dalam jumlah terbatas, keberadaan nukleotida diperkirakan memiliki
peran bagi kesehatan lambung dan sistem lainnya.
Berapa banyak ketiga sumber nukleosida berkontribusi tidak jelas meskipun
orang sehat mampu membuat dan mendaur ulang secukupnya sesuai dengan
kebutuhannya. Kebutuhan nukleotida meningkat seiring dengan luka pada saluran
cerna, pertumbuhan yang cepat, penurunan asupan protein, atau jika sistem immun
diaktivasi. Sumber nukleotida yang sering dilupakan yaitu makanan kita. Tubuh kita
mampu menyerap dan memanfaatkannya.
Sel-sel sistem immun dapat memerlukan kebutuhan nukleotidanya selama
periode proliferasi cepat dalam melakukan respon immun dan memilih melakukan
jalur salvage dan makanan. Efek nukleotida pada immunitas manusia terbatas pada
individu sehat. Asupan nukleotida diperlukan saat olahraga yang intens. Hal ini
menjelaskan bahwa peningkatan asupan nukleotida jangka panjang dapat
83
meningkatkan respon immun dan menutup respon hormon yang terkait dengan
kondisi stres fisiologis.
Jika nukleotida tidak digunakan dan dieksresikan, nukleotida mempunyai
efek transient misal peningkatan sirkulasi darah ke perut. Bayi yang diberi asupan
suplemen nukleotida menunjukkan peningkatan aliran darah ke usus halus. Hal ini
mungkin karena adenosin menjadi pemicu peningkatan aliran darah ke usus halus.
Adenosin juga berperan sebagai anti-inflamasi karena diabsorpsi oleh permukaan
perut melalui interaksi dengan receptor A2a pada sel-sel T.
Rasanya tak lengkap membahas pengaruh kesehatan dari makanan tanpa
membahas peran bakteri usus. Bayi yang diberi makanan dengan tambahan
nukleotida telah mengurangi kasus diare, kemungkinan karena terjadi peningkatan
pertumbuhan Bifidobacterium, yang diperkirakan membantu memproteksi bayi dari
infeksi perut. Penambahan nukleotida telah menunjukkan meningkatan komposisi
mikrobiota dari formula makanan bayi. Pengaruh dari diet nukleotida pada orang
dewasa belum diketahui dengan pasti. Tidak mengherankan bahwa air susu ibu
merupakan sumber yang baik untuk nukleotida untuk pertumbuhan bayi dan yang
baik untuk kesehatan dan perkembangan bayi. Menarik juga untuk mengetahui
perbedaan kadar nukleotida air susu ibu pada malam dan siang hari yang membantu
bayi untuk tidur pada malam hari. Banyak formula makanan bayi yang ditambah
nukleotida.
Sebagian besar pangan fermentasi mempunyai kadar purin yang rendah dan
diperkirakan juga rendah pirimidin. Hal ini menarik karena bakteri sangat kecil dan
genomnya juga sangat kecil dibandingkan dengan eukarion jadi kemungkinan tidak
sekedar tidak menambah dalam kuantitas total.
Apakah yang terjadi jika kita kekurangan asupan purin dan pirimidin? Berapa
kebutuhan tubuh akan nukleotida? Sintesis purin dan pirimidin de novo berasal dari
asam amino dan molekul kecil lainnya. Keduanya berada dalam pembentukan dan
pemasukan molekul ribosa. Pada sintesis purin, 5-fosfo-ribosil-1-fosfat (PRPP).
Tetapi untuk pirimidin, pemasukan terjadi pada tahap akhir setelah pembentukan
cincin pirimidin.
84
Gout yaitu penyakit arthritis yang menimbulkan nyeri, terjadi jika kadar
asam urat dalam darah sehingga menimbulkan kristal yang dibentuk dan
terakumulasi pada sendi. Asam urat dihasilkan jika tubuh menguraikan purin. Purin
dibentuk dalam tubuh, tetapi dapat diperoleh dari makanan. Asam urat dikeluarkan
dari tubuh melalui urin. Diet gout mungkin bisa menurunkan kadar asam urat dalam
darah. Diet gout tidak termasuk pengobatan, tetapi dapat mengurangi risiko
terjadinya gout yang menimbulkan nyeri sendi dan menimbulkan kerusakan sendi.
Pengobatan juga diperlukan untuk mengobati nyeri dan menurunkan kadar asam
urat.
Penyakit gout telah lama dikaitkan dengan konsumsi yang berkelebihan dari
daging, seafood, dan alkohol. Kondisi ini umumnya dilakukan oleh orang kaya yang
mampu memiliki kebiasaan makan tsb. Dokter jaman dulu sudah menganjurkan agar
mengendalikan diet untuk manajemen gout. Selama bertahun-tahun, pengobatan
gout diarahkan pada pengurangan semua makanan yang kandungan purinnya tinggi
atau agak tinggi. Untuk itu sering ditemui daftar makanan yang harus dihindari
walaupun kadang sulit dihindari.
Peran diet dalam manajemen gout sangat penting. Beberapa makanan harus
dihindari tetapi tidak berarti bahwa semua makanan yang mengandung purin
dihindari. Beberapa makan harus disertakan dalam diet untuk mengontrol kadar
asam urat.
Pasien gout disarankan mengikuti pola diet tertentu. Prinsip umum untuk diet
gout sangat penting untuk dipahami agar dapat tercapai diet yang sehat dan
seimbang. Hal-hal yang disarankan antara lain
Mengurangi berat badan (Weight loss).
Mengkonsumsi karbohidrat yang kompleks. Misal buah, sayuran, biji utuh.
Menghindari roti putih, cake, permen, minuman yang manis dan produk
yang kandungan fruktosanya tinggi.
Minum cukup air minum, 8 s/d 16 gelas.
Mengurangi konsumsi lemak jenuh dari daging merah, ternak unggas, dan
dairy product yang tinggi lemak
85
Mengkonsumsi protein dari daging tanpa lemak, ikan dan unggas sebanyak
113 s/d 170 gram. Protein juga dapat diperoleh dari dairy products yang low-
fat atau fat-free, misal low-fat yogurt atau susu skim yang dapat mengurangi
kadar asam urat.
Mengkonsumsi sayuran walaupun kandungan purinnya tinggi, karena
sayuran yang tinggi kandungan purinnya tidak meningkatkan resiko gout atau
serangan gout kambuhan.
Mengurangi atau tidak mengkonsumsi jeroan, misal hati, ginjal, dan roti manis
(sweetbread) yang tinggi kandungan purin dan dapat meningkatkan kadar
asam urat dalam darah.
Mengurangi atau tidak mengkonsumsi seafood yang tinggi kandungan
purinnya, misal ikan teri, haring, sarden, remis (kerang), kembung dan tuna.
Mengurangi atau tidak konsumsi minuman beralkohol karena dapat
meningkatkan produksi asam urat.
Mengkonsumsi cukup vitamin C, kopi, dan buah cherries.
5.3. Peruraian asam nukleat dalam lambung
DNA dan RNA merupakan polimer yang tersusun dari nukleotida yang
berikatan satu sama lain dengan ikatan fosfodiester. Semua hewan dan tanaman
memiliki genom sehingga praktis semua makanan mengandung asam nukleat.
Sistem percernaan dimiliki kemampuan untuk menguraikan dan menyerapnya. Asam
nukleat dicernakan mulai lambung oleh getah lambung (gastric juice), kemudian
masuk ke usus dimana pancreatic ribonuclease dan deoksiribonukleatase
disekresikan pankreas menghidrolisis ikatan fosfodiester rantai polinukleotida.
Oligonukleotida yang dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut oleh pancreatic fosfodiestrase
sehingga dihasilkan mononukleotida dengan fosfat pada karbon 5’ atau 3’ dari ribosa.
Senyawa tsb kemudian diuraikan lagi sehingga dihasilkan basa bebas sebelum
diserap. Basa purin dapat dikonversi menjadi asam urat oleh enzim yang ada di
mukosa usus. Mononukleotida 3’ dan 5’ dan basa bebas diserap oleh usus melalui
transport aktif. Asam urat juga dapat diserap oleh enterocyte dan dieksresikan
melalui urin (Gambar 5.2 dan 5.3.).
86
Saat kita memakan makanan yang mengandung nukleotida, tubuh kita bisa
menguraikan dan mengabsorsinya. Nukleotida biasa dimakan bersama dengan
protein dalam makanan karena adanya nukleoprotein. Peruraian terjadi di usus halus
oleh enzim protease dan nuklease. Enzim ini menguraikan menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil dan sebagian besar diserap kedalam sel saluran cerna, hampir 90%
diserap.
Gambar 5.5. Skema pencernaan asam nukleat
Pencernaan (ingestion) asam nukleat sebagai suplemen makanan atau
makanan termodifikasi genetik menarik perhatian para peneliti. Asam nukleat
pertama-tama masuk dalam perut/lambung. Asam nukleat dicernakan atau diuraikan
oleh cairan lambung. Dilaporkan juga bahwa pepsin yang dikenal menguraikan
protein juga dapat menguraikan asam nukleat serta menghasilkan fragmen
terforforilasi 3’ dengan menggunakan situs aktif enzim yang sama dengan yang
digunakan untuk menguraikan protein. Tetapi ada yang berpendapat bahwa
peruraian asam nukleat dimulai di usus dan pepsin hanya mennguraikan protein. Jadi
metabolisme asam nukleat dan enzimologi pepsin memerlukan penelitian lebih
dalam.
90
Jaringan pertama yang mengabsorbsi nukleotida dari makanan dan
memanfaatkannya yaitu perut (gut). Sel-sel perut tidak mengandalkan supplai
nukleotida dari hati yang menghasilkan molekul tsb dari scratch yang secara
metabolik mahal dan sel-sel yang cepat membelah cepat mengalami kesulitan untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri. Hanya 5% dari nukleotida yang diserap
dimanfaatkan untuk sintesis DNA atau RNA, 25-50% nya tetap tinggal di sel-sel perut.
Gambar 5.6. Pengaruh asam lambung pada DNA
Karena asam nukleat ada dalam setiap sel, maka sejumlah asam
nukleat dapat dikonsumsi bersama makanan. Asam-asam nukleat didegradasi dalam
saluran cerna menjadi nukleotida oleh berbagai enzim nuklease dan fosfodiesterase.
Nukleotida tsb kemudian dikonversi menjadi nukleosida oleh nukleotidase dan
fosfatase.
NMP + H2O → nukleosida + Pi
Nukleosida dihidrolisis oleh nukleosidase atau nukleosida fosforilase dan
melepaskan basa purin. Pentosa dilepaskan dalam reaksi-reaksi ini dan dapat
menjadi sumber energi bagi metabolisme.
91
Percobaan pemberian makanan dengan teknik radioaktif membuktikan
bahwa asam-asam nukleat yang radioaktif menunjukkan sedikitnya nukleotida yang
diserap dari makanan menjadi bagian dari asam nukleat seluler. Penemuan ini
memperkuat pendapat bahwa secara de novo jalur biosintesis nukleotida yaitu
sumber utama prekursor asam nukleat. Basa yang terserap sebagian besar
diekskresikan. Asam-asam nukleat seluler mengalami degradasi yang diikuti dengan
daur ulang secara berkesinambungan.
5.4. Proses percernaan di usus
Sel-sel epitelium permukaan dalam saluran gastrointestinum yaitu sel-sel
yang mampu menyerap atau menelan nukleotida. Enterocytes memetabolisme atau
mentransport nukleotida ke sel-sel lainnya. Nukleotida mungkin memengaruhi
ekspressi gen pada enterocytes. Nukleotida dan nukleosida secara efisien diserap
oleh sel-sel neoplastik (Caco-2) dan dimetabolisme selama proses absorpsi oleh
monolayer epithelium. Pada sel-sel yang jinak, sumber nukleotida lebih sedikit kecil
dari pada enterocyte sel-sel neoplastik. Akibatnya proliferasi sel-sel yang tidak ganas
lebih tergantung pada suplai eksternal nukleotida.
Diferensiasi sel memiliki aktivitas brush border enzyme (sukrose, laktase,
dan alkaline fosfatase). Nukleotida meningkatkan ekspresi brush border enzymes
dalam sel-sel karsinoma hanya jika stress karena kekurangan glutamin. Nukleotida
tidak hanya menjadi substrat untuk absorpsi intestinum tetapi juga mempengaruhi
diferensiasi enterocyte.
Permukaan usus halus memiliki banyak lipatan (chrystal folds) dan villi dan
mikrovilli sel-sel epiteliumnya dan membentuk brush border. Enzim-enzim usus
melekat pada tepi apikal (lumen) sel-sel epitelium (enterocyte) di brush border. Hal
ini diperlukan agar tidak ikut tercuci atau terbawa oleh arus dengan chyme.
Enterocyte terspesialisasi untuk absorpsi makanan, dibedakan menjadi
permukaan apikal atau lumnal dimana pencernaan final dan absorpsi dilakukan, dan
permukaan basal/lateral dimana produk-produk pencernaan dilewatkan ke cairan
intersisial. Mekanisme transport dari ke dua permukan tsb berbeda permukaan apikal
ditandai oleh banyaknya mikrovilli yang menambah banyak area pemukaan yang
92
tersedia untuk absorpsi. Serupa dengan ini yaitu unstirred layer dari mukus bahwa
produk pencernaan harus melakukan penetrasi sebelum diabsorpsi.
Enzim-enzim terdiri dari beberapa peptidase, beberapa enzim untuk
peruraian disakarida menjadi monosakarida, dan lipase. Enzim-enzim tsb beroperasi
saat substrat diabsorpsi melalui epitelium. RNA dan DNA diuraikan oleh enzim-enzim
pankreas di mukosa usus. Pankreas: Ribonuklease dan Deoksiribonuklease. Mukosa
usus: Nuklease. Basa nukleat diabsorbsi secara transport aktif, pentosa diserap
seperti halnya gula lainnya.
5.5. Penyerapan nukleotida oleh usus
Nukleotida diserap melalui sistem transport aktif. Transport aktif berbeda
dengan difusi dan difusi terfasilitasi. Transport aktif memerlukan energi. Kecuali itu
transport aktif juga dapat menyerap molekul tertentu yang konsentrasi internalnya
lebih tinggi daripada konsentrasi eksternalnya. Transport aktif banyak ditemukan di
usus dimana konsentrasi nutrient internalnya dalam sel sudah sangat tinggi.
Transport aktif menggunakan protein karier juga tetapi hanya berfungsi jika tersedia
energi dalam bentuk ATP (Gambar 5.7.)
Nucleoside transporters (NTs) yaitu sekelompok membran transport
protein yang mentransport substrat seperti adenosine melewati membrane sel.
Dikenal dua tipe nucleoside transporters, yaitu concentrative nucleoside
transporters (CNTs; SLC28) dan equilibrative nucleoside transporters (ENTs;
SLC29).
Gambar 5. 7. Skema perbandingan sistem absorpsi difusi, difusi terfasilitasi, dan
transport aktif
93
Gambar 5.8. Model transport nukleosida yang dilakukan oleh Na+ dependent
nucleoside
transporters (CNT) dan equilibrative nucleoside transporters
(ENT)
Nuc: nukleosida; NBTL: nitrobenbylthioinosine
Tabel 5.2. Karakteristik transporter nukleosida pada manusia
Nama gen/
protein
Lokasi
kromosomal
gen
Residu
asam
amino
Distribusi jaringan
SLC29A1/hENT1 6p21.1-p21.2 465 Sering muncul, plasenta,
hepar, jantung, limpa, ginjal,
paru-paru, usus besar dan
otak
SLC29A2/hENT2 11q13 465 Sering muncul, melimpah di
otot skelet
SLC29A3/hENT3 10q22.1 475 Sering muncul, membran
intraseluler
SLC29A4/hENT4 7p22.1 530 Sering muncul
SLC28A1/hCNT1 15q25-q26 650 Jejunum, ginjal, hepar, usus
halus, otak
SLC28A2/hCNT2 15q15 658 Ginjal, hepar, usus halus,
jejunum, usus besar, rektum,
jantung, otak, plasenta,
pankreas, limpa, otot skelet
SLC28A3/hCNT3 9q22.2 691 Sumsum tulang belakang,
pankreas, trakhea, kelenjar
payudara, plasenta, usus
halus, paru-paru, ginjal,
hepar, prostat, testis
94
5.6. Mikrobiota usus pengurai asam nukleat
Dilaporkan bahwa mikrobiota usus pada pasien gout berbeda dengan orang
sehat. Pada pasien gout ditemukan Bacteroides caccae dan Bacteriodes
xylanisolvens, dan tidak mengandung Faecalibacterium prausnitzii dan
Bifidobacterium psudocatenulatum (Guo et al., 2016). Pada pasien gout, degradasi
purin mengalami gangguan dan biosintesis asam butirat. Mikrobiota usus penderita
gout menyerupai pasien diabetes. Oleh karena itu indeks mikrobia dapat digunakan
sebagai strategi dalam diagnosis gout.
Gambar 5.7. Identifikasi perbedaan genera individu sehat dan pasien gout
A. Cladogram
B. Histogram
C. Merah : sehat
D. Hijau : gout
95
Gambar 5.8. koefisien korelasi ranking Spearman antara jumlah relatif
mikrobiota usus sampai tingkat famili dan genus dengan
metabolit-metabolit yang ada di fekal pada individu sehat
sebagai kontrol dengan pasien gout
5.7. Ekskresi asam urat oleh ginjal dan GTI
Pergantian purin dan pirimidin dari jaringan yang tidak diselamatkan
(salvaged) dikatabolisme dan diekskresikan. Purin yang diserap dari asupan
makanan juga akan dikatabolisme. Katabolisme purin dan pirimidin yang terjadi
kurang bermanfaat dibandingkan dengan katabolisme asam-asam amino yang
karena tidak banyak energi yang dihasilkan dari katabolisme purin dan pirimidin.
Katabolisme pirimidin menghasilkan beta-alanin dan produk akhir katabolisme purin,
yaitu asam urat, dapat berfungsi sebagai scavenger (antioksidan) untuk oksigen
reaktif.
96
Gambar 5.7. Struktur kimia asam urat
Asam urat yang terhimpun di darah dieksresikan terutama melalui ginjal,
sekitar 98%. Sisanya, sebagian kecil diekskresikan melalui saluran cerna (2%).
Asam urat bersifat sulit larut air. Ginjal paling bertanggungjawab mengeluarkannya
dari darah/tubuh. Hal ini dimungkinkan karena ginjal mampu mengionisasinya dalam
keadaan cukup sodium, sehingga dihasilkan atau dibentuk garam, monosodium urat.
Secara klinis monosodium urat dinamakan asam urat.
Asam urat yang dikeluarkan ke usus akan diuraikan (Uricolysis) oleh bakteri
usus sehingga dihasilkan CO2 dan ammonia. .
Asam urat +4 H2O →4 NH4 + + 3 CO2 + asam glioksilat
5.8. Penutup
Asupan asam nukleotida lewat makanan tak terhindarkan. Asam nukleat
akan dicernakan sampai nukleotida dalam usus dan kemudian diserap secara aktif.
Belum diketahui batas bawah yang aman untuk kadar urat apalagi diketahui bahwa
asam urat dapat berfungsi sebagai antioksidan dan neuroproteksi. Ada kekuatiran
bahwa kekurangan kadar urat dapat meningkatkan resiko terserang penyakit
neurodegenerasi, misal Parkinson’s disease, Alzheimer’s dementia dan multiple
sclerosis.
Diet
Jalur penyelamatan
(salvage)
Purin
IMP, AMP,GMP
Katabolisme purin
Asam urat
Uricolysis
Di saluran cerna
Ekskresi melalui
ginjal
Sintesis de novo
98
BAB 6. GENETIKA
HIPERURISEMIA DAN
GOUT
Garis besar
a. Faktor keturunan dalam hiperurisemia dan gout
b. Peran beberapa lokus gen transporter urat pada ginjal
c. Epigenetika gout
6.1. Faktor keturunan dalam Gout dan hiperurisemia
Gout yaitu jenis penyakit artritis yang kronis. Penyakit ini ditandai dengan
tingginya kandungan asam urat dalam darah yang memicu inflamasi yang
menimbulkan rasa nyeri. Para pakar berusaha menemukan gen-gen yang
bertanggungjawab atau terkait dengan serangan inflamasi tsb. Berbagai
polimorfisme dalam ATP-binding cassette transporter ABCC2 (ATP-binding cassette
transporter isoform C2) yang pertama kali dikenal sebab keterlibatannya sebagai
obat terapi drug efflux.
102
Gout merupakan gangguan yang progresif disebabkan oleh gangguan
metabolisme asam urat sehingga kadar urat dalam darah tinggi dan pembentukan
kristal urat yang terakumulasi di sendi-sendi. Kadang pasien hiperurisemia tidak
menunjukkan gejala tsb. Sejumlah pasien mempunyai darah dengan kadar asam urat
yang tinggi tetapi tidak mengalami gout.
Urat merupakan metabolit akhir dari metabolisme purin, baik karena
makanan atau endogen. Makanan yang mengandung sedikit purin, yang terutama
dihasilkan di hati dan usus halus. Sepertiga urat dieksresikan melalui saluran
pencernaan dan dua pertiga melalui ginjal, meskipun 90% urat yang difilter oleh ginjal
diserap kembali.
Kadar urat yang tinggi dan gout disebabkan oleh berbagai faktor: genetik,
nutrisi, obat, gender, usia dan lingkungan. Sekitar 90% pasien hiperurisemia
mengalami gangguan ekskresi urat oleh ginjal sedangkan 10% karena produksi urat
yang berlebihan. Produksi urat yang berlebihan dapat disebabkan oleh faktor-faktor
tertentu (acquired), misal memakan makanan yang mengandung banyak purin,
kelebihan berat badan, mengkonsumsi banyak fruktosa, dan minum alkohol. Dua
yang terakhir meningkatkan degradasi ATP menjadi AMP, suatu prekursor asam
urat.
Dilaporkan bahwa laki-laki memiliki resiko dua kali lebih tinggi daripada
wanita untuk mengalami gout. Orang yang berusia lebih dari 65 tahun juga
merupakan populasi yang paling dipengaruhi. Juga dilaporkan bahwa resiko yang
tinggi juga dialami oleh orang yang migrasi ke Negara-negara Barat dibandingkan
mereka yang tinggal di negaranya sendiri. Mungkin karena faktor nutrisi dan gaya
hidup.
Riwayat keluarga dapat memengaruhi resiko terjadinya gout, tetapi belum
dapat dipastikan seberapa tinggi perannya. Dalam banyak kasus ditemukan adanya
gen ganda (multiples genes) yang mengendalikan kadar asam urat, sehingga
penurunan gout menjadi sangat bervariasi. Kecuali defisiensi gen HGPRT yang
mempunyai pola penurunan terkait kromosom X (x-linked inheritance pattern).
103
Tabel 6.1. Daftar sindrom Mendelian yang terkait dengan hiperurisemia dan gout
Penyakit Lokus Pewarisan Gen Fenotip
Sindrom perubahan
metabolisme purin
berhubungan dengan
HPRT
berhubungan dengan
PRPS
Xq26-
q27.2
Xq22-q24
XD
XD
Hypoxanthine
guanine
phosphoribosyl
transferase (HPRT
I)
Phosporibosyl
pyrophosphate
synthetase 1
(PRPS1)
Hiperurisemia, gout,
disfungsi neurologi
Hiperurisemia, gout
Sindrom kelebihan sel
mati dan generasi urat
Penyakit penyimpanan
glikogen tipe 1a
Penyakit penyimpanan
glikogen tipe 1b
Penyakit penyimpanan
glikogen tipe III
Penyakit penyimpanan
glikogen tipe V
Penyakit penyimpanan
glikogen tipe VII
17q21
11q23
1q21
11q13
12q13.3
AR
AR
AR
AR
AR
Glucose 6
phosphate
Glucose six
phosphate
transporter
Glycogen
debranching
enzyme
Muscle glycogen
phosphorylase
Muscle
phosphofructokinas
e
Gangguan pertumbuhan,
hipoglikemia,
hepatomegali,
hiperurisemia, gout,
asidosis laktat
Gangguan pertumbuhan,
hipoglikemia,
hepatomegali,
hiperurisemia, gout,
asidosis laktat
Hiperurisemia dini, gout
Hiperurisemia dini, gout
Hiperurisemia dini, gout
Sindrom penurunan
ekskresi asam urat oleh
ginjal
Penyakit kista ginjal
meduler, tipe 1
Penyakit kista ginjal
meduler, tipe 2
Nefropati hiperuricemic
remaja keluarga
1q21
16p12.3
16p12.3
AD
AD/AR
AD
Unknown
Uromodulin
Uromodulin
Variable penetrance:
disfungsi ginjal, hipertensi,
gout
Disfungsi ginjal progresif,
variable hyperuricemia,
gout dini
Disfungsi ginjal progresif,
variable hyperuricemia,
gout dini
XD : X-linked Dominant ; AD : Autosommal Dominant; AR : Autosommal Recessive
104
URAT-1(urate anion exchange transporter), yang mentransport urat dari
lumen tubular ginjal ke sel-sel epitelium, purine nucleoside phosphorylase (PNP),
yaitu suatu enzim yang berfungsi dalam jalur salvage purin dan
phosphodiesterase-4 (PDE4) memediasi inflamasi. Faktor genetik dalam
hiperurisemia dan gout yaitu gen tunggal yaitu hypoxanthine guanine
phosphoribosyl transerase (HPRT).
Peningkatan produksi urat dapat disebabkan oleh gangguan genetika dapat
berupa aktivitas berlebihan dari enzim fosforiosil pirofosfat sintetase (PRPP
sintetase) dan defisiensi enzim HGPRT dengan pola penurunan terkait kromosom X.
Gangguan lain yang sering terjadi yaitu Severe Combined Immunodeficiency
(SCID) yang menyebabkan terjadinya defisiensi adenosin deaminase yang penting
untuk pemecahan purin. Penyakit lain yang dikenal yaitu Van Gierkel, merupakan
penyakit yang berkenaan dengan penyimpanan glikogen tipe I (GSDI). Penyakit
genetik ini disebabkan oleh defisiensi enzim glukosa-6-fosfatase. Hal ini dapat
menyebabkan hiperurisemia.
6.2. Peran beberapa gen transporter urat pada ginjal
Faktor keturunan menentukan sekitar 63% kadar urat di serum.
Pengetahuan genetika gout sementara ini terbatas pada adanya mutasi genetik yang
langka. Perkembangan peralatan analisis molekuler saat ini memungkinkan
penyelidikan genom manusia dan penemuan sejumlah temuan penting, termasuk
“genome-wide association studies” (GWAS) yang mengembangkan teknik penelitian
untuk mengidentifikasi polimorfisme DNA dan mengkaitkannya dengan kesehatan
dan penyakit. Sejak tahun 2008, GWAS mengidentifikasi DNA yang terkait dengan
konsentrasi asam urat dalam serum.
Sejumlah Urat transporter berperan baik dalam sekresi urate tubular dan
postsecretory reabsorption, yang keduanya menentukan ekskresi urat (net urate
excretion). Ekskresi asam urat di ginjal memerlukan transporter membran yang
spesifik karena kristal asam urat tidak larut air, yaitu urate transporter channel
(URAT) terutama URAT1 dan organic anion transporter (OAT1 dan OAT2). Proses
ini terutama terjadi di tubulus proksimalis. Urat masuk ke sel tubulus proksimal dari
pembuluh kapiler peritubulus melalui OAT1 dan OAT3 yang terletak di membran
105
basolateral. Setelah itu, urat akan diekskresikan ke lumen melalui transporter
SLC17A1 dan SLC17A3, multidrug resistance protein 4 (MRP4), dan ATP-binding
cassette G2 (ABCG2) (Gambar 6.1). Setelah itu, urat akan direabsorpsi kembali ke
dalam sel dengan bantuan urate transporter 1 (URAT1), OAT4, dan OAT10, yang
terletak di membran lumen, dan dari sel akan ditransport kembali ke pembuluh kapiler
lewat glucose transporter 9 (GLUT9) yang terletak di membran basolateral (Gambar
6.1).
Gambar 6.1. Skema proses input-output asam urat pada
sel epithelium tubules ginjal
Para peneliti menentukan fungsi beberapa gen-gen pada lokus tertentu dan
kaitannya dengan kadar urat dan gout, bersama dengan atau terkait dengan “single
nucleotide polymorphisms” (SNPs) dari masing-masing gen. Empat lokus yang
terkait dengan gout berperan sebagai transporter urat yang terletak pada sel-sel
epitelium tubulus proksimal ginjal (renal proximal tubules) (Gambar 6.2). Keempat
lokus tsb yaitu
GLUT9
Lokus ini sangat terkait dengan gout dan juga berperan sebagai transporter
glukosa (glucose transporter 9, GLUT9). GLUT9 juga dikenal sebagai karier larutan
106
(solute carrier 2A9 , SLC2A9). Berbeda dengan tiga lokus lainnya yang menentukan
peningkatan resiko terjadinya gout, GLUT9 menentukan pengurangan resiko.
Transporter GLUT9 terekspressi terutama di hati dan ginjal tetapi juga di chondrocyte
dari “human cartilage” yang mendeposit urat. Awalnya transporter ini diidentifikasi
sebagai glucose/fructose transporter , kemudian dilaporkan bahwa SLC2A9 juga
mampu untuk mentransport urat dalam reabsorpsi oleh ginjal. SLC2A9 membentuk
dua isoform yang dibedakan oleh panjangnya “cytoplasmic domain” nya dan oleh
letaknya di apical atau basolateral di sel-sel epitelium ginjal (renal epithelial cell).
Beberapa variants SLC2A9 terkait dengan hipourisemia dan rendahnya resiko gout.
Ekspressi dari kedua isoform tsb memicu pengurangan reabsorpsi dan
peningkatan ekskresi asam urat.
Kecuali sejumlah transporter tsb diatas, GLUT9 (glucose transporter 9) juga
berperan penting dalam reabsorpsi. Isoform pendeknya, the short isoform, S-GLUT9,
ada di membran apikal sedangkan isoform panjangnya, the long isoform, L-
GLUT9, ada di membran basolateral dan berperan dalam efflux basolateral dari
urate. Single nucleotide polymorphisms (SNPs) dari GLUT9 dan URAT1 terkait
masing masing dengan penurunan dan peningkatan resiko gout. Beberapa SNPs
GLUT9 terkait dengan penurunan reabsorpsi urat sehingga memicu
hipourisemia. Mekanisme SNPs URAT1 yang menimbulkan hiperurisemia dan gout
belum diketahui.
URAT1 (urate anion exchange transporter)
Lokus ini terkait dengan gout karena mengkode pembentukan transporter
urat (URAT1) yang juga dinamakan solute carrier 22A12. Transporter ini berfungsi
sebagai penukar anion organik-urat (urate-organic anion exchanger). Dalam hal ini,
re-absorpsi yang dipicu oleh kandungan laktat dan anion organik lainnya yang tinggi
kadar intraselulernya. URAT1 terletak di membran apikal sel-sel ginjal dan
merupakan salah satu transporter yang penting dalam reabsorbsi urat. SNPs URAT1
dapat menimbulkan kondisi kondisi hipourisemia. Beberapa mutasi pada gene
URAT1 menimbulkan keadaan hiperurisemia dan gout.
Dalam reabsorpsi pada ginjal, the apical urate-anion exchanger URAT1
berperan sangat penting dalam homeostasis urat dan diperkirakan mampu
melakukan reabsorpsi hingga 50%. OAT4 dan OAT10 (Organic Anioin Transporter 4
107
dan 10) juga merupakan mediator apikal reabsorpsi. Dalam mekanisme sekresi urat,
transporter anion OAT1 and OAT3 (Organic Anion Transporter 1 and 3), yang
ada di membran basolateral, mampu mentransport urat tergantung dari gradien
untuk pertukaran anion.
NPT1 (sodium phosphate transport protein 1 atau solute carrier
17A1).
Lokus ini terkait dengan gout dan mengkode protein transport sodium fosfat
(NPT1, atau solute carrier 17A1), yang lokasinya di membran apikal dari tubule
proksimal ginjal (apical membrane of renal proximal tubule). Tranporter NPT1
merupakan suatu transporter yang dikendalikan oleh voltasi (Voltage-driven urate
transporter) dan berperan dalam sekresi urat. Varian proteinnya memicu
penurunan aktivitas transport urat dibandingkan dengan protein aslinya (wild-type)
Beberapa SNPs lainnya pada gene NPT1 juga terkait dengan peningkatan resiko
gout pada manusia.
Pada membran apikal, ada empat transporter yang berperan dalam
sekresi, yaitu UAT (uric acid transporter), NPT1 (sodium phosphate transport protein
1), dan ATP-binding cassette transporters MRP4 (multidrug resistance related protein
4) dan ABCG2 (ATP-binding cassette transporter isoform G2).
ABCG2
Lokus atau gen ABCG2 menghasilkan transporter yang awalnya dikenal
sebagai penentu resistensi pada khemoterapi, tetapi transporter tsb kemudian
diketahui terkait gout (ABCG2 SNPs). Oleh karena itu, protein ini dapat menjadi target
penting untuk terapi klinik. Berbagai varian ABCG2 dan NPT1 yang mengalami
gangguan fungsi terkait dengan peningkatan resiko terserang gout, karena
menurunkan ekskresi urat sehingga memicu hiperurisemia.
Varian ABCG2 terkait dengan gout . ABCG2 diidentifikasi sebagai salah satu
lokus yang terkait dengan kadar urat dan gout. Suatu missense ABCG2 C421A SNP
(Q141K) yang mengganti glutamin dengan lisin, meningkatkan kadar urat dan gout,
terutama memiliki efek yang lebih kuat pada laki-laki daripada perempuan. ABCG2
yang dikenal sebagai pompa efflux xenobiotik (xenobiotic efflux pump), juga dapat
mentransport urat. Mutasi Q141K mengurangi transport urat dan berkontribusi dalam
108
timbulnya kasus gout. C376T (Q126X) yaitu mutasi missense yang mengkode
suatu stop codon dan bukan glutamin, yang mencegah ekspressi ABCG2. Pasien
dengan variant Q126X mengalami peningkatan resiko gout. Kapasitas transport urat
hilang pada sel-sel yang ditransfeksi dengan variant Q126X. Polimorfisme Q141K
mengurangi efflux urat hingga setengahnya. Kombinasi dua SNPs memicu
pengurangan fungsi protein hingga 75%.
ABCG2 yaitu anggota dari ATP-binding cassette (ABC) transporter family.
Strukturnya terdiri dari satu intracytoplasmic ATP binding domain, diikuti oleh enam
transmembrane domain. ABCG2 yaitu suatu transporter yang memerlukan energi
(energy-dependent efflux transporter) yang harus dalam keadaan dimer agar dapat
berfungsi, dan berada sebagai suatu tetramer atau oligomer tingkat tinggi (higher
order oligomer). Transporter ini terutama diekspressikan dalam placenta dan sel-sel
punca hematopoietic (hematopoietic stem cells), tetapi juga ditemukan pada otak,
testis, sistem pencernaan, hati, ginjal dan kelenjar susu selama laktasi. Transporter
ini dapat mentransport sejumlah senyawa khemotherapeutik, misal antivirus,
antibiotik, karsinogen, toksin keluar dari sel, tetapi juga mentransport sejumlah
senyawa endogen, misal steroid, porfirin, heme dan vitamin, punya fungsi fisiologis,
misal pengendalian bioavailabilitas oral (oral bioavailability), proteksi pada blood-
brain barrier dan maternal-fetal barrier, drug elimination, dan normal stem cell
protection.
6.3. Epigenetika gout
Epigenetika yaitu suatu studi tentang perubahan dalam organisme
yang disebabkan oleh modifikasi ekspressi gen. Epigenetika dapat digunakan
untuk menghentikan gout. Gen bukan merupakan satu-satunya faktor yang
menimbulkan gout. Para peneliti berusaha untuk melakukan pendekatan
epigenetika untuk menghentikan gout.
Salah satu proses terjadinya epigenetika yaitu metilasi DNA, yaitu
proses modifikasi kimia dengan pelekatan gugus metil. Metilisasi DNA dapat
membuat gen tertentu diam (tidak berfungsi). Diperkirakan bahwa pendekatan
epigenetika dapat digunakan sebagai pendekatan pencegahan dan pengobatan
berbagai penyakit termasuk gout.
Suatu saat DNA-guided medicine dapat membantu dokter dalam
pengobatan pasien. Faktor lingkungan juga ikut menentukan. Perubahan
110
epigenetika dalam aktivitas gen tidak mengubah kode genetik yang dapat
diturunkan dari generasi ke generasi. Faktor epigenetika dianggap penting
dalam perkembangan penyakit, meskipun perannya dalam gout dan
hiperurisemia belum diketahui.
Dalam epigenetika dikenal proses metilasi DNA, suatu modifikasi
kimia dengan melekatkan gugus metil pada base tertentu penyusun sekuen
DNA. Faktor genetik dan faktor epigenetika berperran dalam penentuan tingkat
kadar asam urat dalam serum.
Pendekatan berdasarkan epigenetika mungkin dapat menjadi dasar
bagi pengobatan gout. Faktor epigenetika diketahui terkait dengan penyakit
inflamasi kronis (chronic inflammatory disease), sindrom metabolik dan penyakit
kardiovaskular. “Diharapkan untuk penelitian arthritis (Arthritis research) dapat
ditemukan cara baru pencegahan penyakit. Diharapkan suatu saat para peneliti
dapat melokalisasi daerah genetik (genetic region) yang spesifik untuk penyakit
gout.
Arthritis gout merupakan tipe penyakit inflamasi dan immun.
Prevalensi gout diperkirakan akan terus meningkat. Belum banyak penelitian
tentang variasi genetik DNA methyltransferases (DNMTs) yang memengaruhi
ekspressi gen yang menentukan patogenesis gout. Polimorfisme DNMT1
rs2228611 kemungkinan berperan dalam pathogenesis gout.
6.4. Penutup
Faktor genetika ikut berperan dalam timbulnya penyakit gout. Faktor
ini bisa disebabkan oleh faktor keturunan atau perubahan yang terjadi karena
proses polimorfisme. Proses epigenetika juga diperkirakan dapat berperan
dalam munculnya penyakit gout.
BAB 7. TATALAKSANA
HIPERURISEMIA DAN
GOUT
Garis besar
a. Epidemiologi dan faktor risiko
b. Patogenesis hiperurisemia
c. Patofisiologi inflamasi pada gout
d. Faktor risiko
e. Perjalanan penyakit gout
f. Pemeriksaan penunjang
g. Gout dan pseudogout
h. Tatalaksana
Di antara purin dan pirimidin, abnormalitas purin yaitu hal yang lebih sering
terkait dengan penyakit manusia, termasuk gout, lysch-nyhan syndrome, adenosine
deaminase deficiency (ADA) dan purine nucleotide phosphorylase deficiency (PNP).
Penyakit yang terkait dengan metabolisme pirimidin, yaitu orotic aciduria, sangat
jarang terjadi. Pada bab ini akan dibahas dua kondisi yang sering dihadapi, yaitu
hiperurisemia dan gout.
114
7.1. Epidemiologi dan Faktor Risiko
Gout yaitu tipe artiritis yang paling sering terjadi. Di Inggris, prevalensi gout
meningkat dari 1.4% menjadi 2.49% dari tahun 1999 ke 2012. Di Amerika Serikat,
prevalensi gout mencapai 3.9% dan pola peningkatan seperti di Inggris juga dapat
ditemukan. Adapun di Indonesia, menurut data Riskesdas 2013, prevalensi
hiperurisemia (campuran dari gout dan hiperurisemia asimptomatik) yaitu sebesar
11.9%. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain ialah meningkatnya komorbiditas
yang dapat menyebabkan hiperurisemia, seperti hipertensi, obesitas, sindrom
metabolik, diabetes melitus tipe 2, dan penyakit ginjal kronik.
7.2. Patogenesis Hiperurisemia
Pertama, perlu ditekankan bahwa hiperurisemia tidak sama dengan gout.
Hiperurisemia yaitu keadaan dimana kadar asam urat serum pada darah lebih
tinggi dari normal. Sementara itu, gout yaitu sebuah penyakit sistemik yang ditandai
dengan penumpukan kristal monosodium urate (monosodium urate cyrstals).
Dengan kata lain, meskipun betul bahwa kondisi hiperurisemia harus terjadi supaya
gout dapat timbul, tidak semua orang dengan hiperurisemia menderita gout. Data
menunjukkan bahwa hanya 5% orang dengan kadar asam urat di atas 9 mg/dl
menderita gout. Dengan demikian, maka timbul hipotesa bahwa faktor genetik
memegang peranan penting dalam terjadinya gout.
Secara garis besar, patogenesis hiperurisemia dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu akibat produksi asam urat berlebihan dan eksresi yang inadekuat,
dimana mayoritas kasus (90%) diakibatkan oleh ekskresi yang terganggu sehingga
memicu penumpukan asam urat (Tabel 7.1)
115
Tabel 7.1. Daftar penyebab hiperurisemia
Meningkatnya produksi asam urat
(5%-10% pasien)
Menurunnya ekskresi asam urat
(90%-100% pasien)
Cacat enzimatik secara genetik
Defisiensi HGPRT, defisiensi
glukosa-6 fosfat,superaktivitas
PRPP sintetase
Penyebab dapatan
Asupan makanan : diet tinggi
purin/ekstrak pankreas
Obesitas
Meningkatnya jumlah jaringan
(tumor), gangguan proliferasi
limfoma
Ekskresi otot kuat
menyebabkan meningkatnya
jumlah ATP
Meningkatnya ATP yang
diinduksi oleh alkohol
Kemoterapi
Penyebab genetik
Down syndrome
Penyakit ginjal polisistik
(Polycystic kidney disease)
Penyebab dapatan
Penurunan fungsi ginjal
yang menurun
Penghambatan sekresi urat
tubular : anion kompetitif
(seperti ketoasidosis dan
laktat asidosis)
Peningkatan reabsorpsi
tubular urat : dehidrasi,
kelaparn, resistensi insulin
(sindrom metabolik)
Obat : aspirin dosis rendah,
thiazide diuretik, ethambutol,
niacin
Gejala neurophati
a. Hiperurisemia akibat produksi berlebihan asam urat
Seperti dijelaskan di atas, mekanisme ini hanya menyebabkan 10% dari
kasus hiperurisemia. Mekanisme ini dapat didasari oleh asupan purin yang
berlebihan dari diet, peningkatan biosintesis purin, dan defisiensi enzim yang
terlibat dalam metabolisme asam urat (Tabel 7.2).
116
Tabel 7. 2. Gangguan metabolisme purin
Gangguan Defek Komentar
Early-onset Gout Superaktivitas PRPP
sintase
Hiperurisemia
Lysch Nyhan syndrome Tidak ada HGPRT Hiperurisemia
Severe Combined
Immunodeficiency (SCID)
Defisiensi ADA Kadar AMP tinggi
Van Gierke’s disease Defisiensi Glucose-6-
PTPase
Hiperurisemia
Kelley-Seemiller syndrome HGPRT (partial
deficiency)
Hiperurikaemia
Nephrolithiasis
Xanthinuria Xanthine oksidase Hiporukaemia
Xanthine stones
Peningkatan produksi urat dapat disebabkan oleh peningkatan pergantian
nukleoprotein dalam kondisi hematologik (misal limfoma, leukemia, anemia hemolitik)
dan dalam kondisi dimana terjadi peningkatan kecepatan proliferasi seluler dan
kematian sel (misal psoriasis, kemoterapi). Obesitas juga dapat menyebabkan
produksi asam urat yang berlebih karena leptin ditemukan menyebabkan
peningkatan urat pada serum. Dengan demikian, pengurangan berat badan dan
olahraga sangat berguna dalam menurunkan urat pada serum dan risiko gout.
Gangguan genetika dapat berupa aktivitas berlebihan dari enzim fosforiosil pirofosfat
sintetase (PRPP sintetase), sindrom Lysch-Nyhan, dimana terjadi defisiensi enzim
HGPRT, Severe Combined Immunodeficiency (SCID), dan penyakit Van Gierkel
yang memengaruhi peningkatan produksi urat.
b. Ekskresi asam urat yang inadekuat
Ekskresi asam urat yang inadekuat diperkirakan menyebabkan sekitar 90%
kasus hiperurisemia. Sebanyak dua pertiga dari total ekskresi urat dilakukan melalui
ginjal, sedangkan sisanya lewat saluran gastrointestinal (GI). Berkurangnya fungsi
sekretorik dari transporter ABCG2 memicu ekskresi asam urat lewat saluran
GI menurun sehingga berimbas pada meningkatnya kadar asam urat serum dan
ekskresi melalui ginjal.
117
Agen diuretik dapat menyebabkan hiperurisemia melalui efek langsung dan tidak
langsung yang didasari oleh pengaruh agen ini terhadap transporter yang terlibat
dalam eksreksi urat oleh ginjal. Efek langsung dicapai melalui mekanisme counter-
ion terhadap urat pada agen diuretik, misal thiazide yaitu menyebabkan
berkurangnya sekresi urat ke lumen dan meningkatkan kadar asam urat di darah.
Efek tidak langsung yaitu akibat dari deplesi volume relatif yang disebabkan oleh
agen diuretik. Bertambahnya pengeluaran cairan dan garam tubuh menyebabkan
terjadinya kekurangan cairan dan garam relatif. Hipotesa ini didukung oleh
pengamatan yang telah dilakukan mengenai pemuatan cairan dan garam, sehingga
hiperurisemia yang telah terjadi akan teratasi. Namun, mekanisme yang mendasari
proses ini belum dimengerti dengan baik.
Selain itu, obat golongan urikosurik, seperti probenecid, benzboramone, dan
sulfinpyrazone, yang sering dipakai untuk pengobatan gout juga bekerja pada
transporter yang terlibat pada proses di atas, tepatnya dengan cara menghambat
aktivitas URAT1, yang berakibat pada penurunan reabsorpsi sehingga semakin
banyak urat yang dibuang lewat urin. Sebaliknya, pirazinamide, nikotinat, dan laktat
meningkatkan aktivitas URAT1 sehingga berimbas pada meningkatnya reabsorpsi
dan asam urat serum.
Beberapa obat, seperti aspirin, juga dapat memengaruhi aktivitas URAT1 secara
dose-dependent. Aspirin dosis rendah memiliki sifat anti-urikosurik, sementara dosis
tinggi justru bersifat urikosurik. Konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan
hiperurisemia karena terjadi peningkatan katabolisme purin di hati. Hal ini
menyebabkan hiperlacticacidemia yang memblokir sekresi urat ke tubulus ginjal.
7.3. Patofisiologi Inflamasi Pada Gout
Begitu hiperurisemia terjadi, maka kristal MSU akan perlahan-lahan terdeposit
di berbagai bagian tubuh, termasuk pada sendi. Proses ini diawali oleh respon imun
innate (non-sepsifik) dimana makrofag yang berada pada celah sendi akan
memfagositosis kristal MSU (Gambar 7.1) Proses internalisasi MSU ke dalam
makrofag akan membentuk protein scaffold yang dikenal dengan nama inflamasom
NLRP3 di sitosol makrofag. Inflamasom yaitu protein dengan berat molekul yang
tinggi yang berkontribusi dalam konversi IL-1β (Interleukin-1β) inaktif menjadi IL-1β
aktif. Yang menarik yaitu bahwa selain inflamasom, diperlukan juga kostimulus
118
berupa asam lemak bebas atau polisakarida. Dengan demikian, asam lemak bebas
yaitu hal yang sangat penting dalam patofisiologi gout.
IL-1β kemudian akan menempel ke reseptor IL-1β di sel endotel dan aktivasi
reseptor ini akan menyebabkan transkripsi sitokin dan kemokin proinflamasi yang
akan menyebabkan inflamasi lanjutan. Selain itu, influks neutrofil ke dalam celah
sendi juga berperan serta dalam pelepasan IL-1β yang terus menerus dan inflamasi
yang menyertainya. Dengan demikian, IL-1β yaitu faktor yang memegang peranan
utama dalam inflamasi pada gout.
Proses yang terjadi dalam waktu lama ini perlahan-lahan akan menyebabkan
destruksi sendi dan deposit kristal MSU akan menumpuk dan menjadi tofus.
119
Gambar 7. 1. Patofisiologi inflamasi pada gout
7.4. Faktor Risiko
Faktor risiko gout mencakup:
a. Jenis kelamin dan usia, yaitu pria dan usia menengah
b. Diet yang banyak mengandung purin seperti makanan laut, minuman
manis, bir
c. Penyakit sistemik lainnya seperti hiperurisemia, obesitas, keganasan,
hipertensi, hipertrigliseridemia, hiperkolestrolemia
d. Riwayat keluarga, faktor genetik diduga berpengaruh pada perkembangan
gout
e. Pengobatan yaitu diuretik, aspirin
f. Riwayat operasi atau trauma baru (recent)
120
7.5. Perjalanan Penyakit Gout
Berdasarkan guideline tahun 2015 yang diterbitkan oleh American College
of Rheumatology (ACR) dan European League Against Rheumatism (EULAR), gout
didefinisikan sebagai deposisi kristal monosodium urate monohydrate (MSU) di
cairan sinovial dan jaringan lainnya. Gout yaitu tipe peradangan sendi (artritis)
inflamatorik yang paling sering sering terjadi. Penyakit ini lebih sering ditemukan
pada pria usia pertengahan.
Secara klinis, perjalanan penyakit gout dapat dibagi menjadi empat fase,
yaitu fase hiperurisemia asimptomatik, serangan gout akut, fase interkritikal, dan
gout tofus kronik.
Fase 1. Hiperurisemia asimptomatik (Asymptomatic hyperuricemia)
Seperti yang telah disinggung di atas, semua pasien gout pasti mengalami
hiperurisemia, walaupun tidak semua pasien hiperurisemia akan mengalami gout.
Pada fase pertama ini, pasien tidak mengalami gejala apapun dan seringkali kondisi
ini ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan asam urat serum (>7mg/dl).
Fase 2. Serangan gout akut (Acute gouty attack)
Sesuai dengan istilahnya, pada fase ini terjadi serangan nyeri ekstrem yang
timbul secara mendadak dan biasanya terjadi pada satu sendi (monoartikuler) dan
bersifat self-limitting. Tanda-tanda kardinal inflamasi seperti kemerahan, panas,
nyeri, bengkak, dan fungsi yang menurun akan terlihat jelas. Bila terjadi pada sendi
besar, seperti lutut, maka tanda di kulit mungkin tidak begitu prominen, tetapi
bengkak dan nyeri akan tetap masif.
Predileksi serangan akut ini yaitu di metacarpophalangeal (MCP) I pada
ekstremitas bawah (jempol kaki), yang disebut sebagai podagra. Sendi lain yang
dapat terkena ialah tarsal dan metatarsal, pergelangan kaki, lutut, pergelangan
tangan, MCP lainnya, dan interfalangeal di jari-jari tangan. Panggul dan bahu juga
dapat terkena, meskipun jarang. Kolumna vertebrae juga dapat terkena, meskipun
sangat jarang. Peradangan jaringan lunak seperti bursitis olekranon dan tendonitis
achilles juga dapat terjadi.
121
Meskipun sering terjadi secara monoartikuler, artritis pada lebih dari satu
sendi juga sering terjadi. Kebanyakan terjadi pada kasus jangka panjang yang tidak
diobati atau pada wanita post-menopause. Gejala konstitusional seperti demam,
sakit kepala, dan malaise juga dapat terjadi. Bila gejala ini terjadi, maka penanganan
harus dilakukan sesuai tatalaksana artritis septik sampai terbukti bukan. Artitis septik
pun mungkin dapat terjadi pada sendi yang terkena gout dengan adanya deposisi
MSU. Karena itu, kasus dengan setting seperti demikian harus ditangani dengan
sangat hati-hati. Patut diingat pula bahwa gout juga dapat terjadi secara ringan tanpa
gejala inflamasi yang sangat menonjol.
Fase 3. Periode Interkritikal (Intercritical period)
Fase ini terjadi setelah gejala akut reda setelah tatalaksana seperti NSAID
atau kolkisin. Pada periode ini tidak didapatkan adanya gejala, meskipun serangan
juga dapat terjadi, dan dapat menjadi semakin sering, bila penanganan hiperurisemia
tidak optimal.
Fase 4. Gout tofus kronik (Chronic tophaceous gout)
Penanganan yang tidak adekuat atau bahkan tidak adanya tatalaksana yang
dilakukan akan berlanjut ke deformitas sendi yang ditandai oleh tofus yang dapat
diraba. Tofus yaitu massa dapat teraba karena akumulasi kristal MSU dalam
jumlah masif. Tofus dapat muncul di sendi telinga, jaringan subkutis, atau kulit, dan
merupakan manifestasi dari penyakit yang kronik dan tidak ditangani dengan baik.
Secara makroskopis, tofus tampak sebagai massa putih berkapur. Tofus dapat
memicu destruksi dan deformitas sendi serta erosi tulang seiring dengan
pertumbuhan tofus ke dalam tulang. Patut diingat bahwa tofus harus dibedakan
dengan nodul lainnya seperti nodul rheumatoid, osteoarthritic Heberden’s and
Boucahrd’s nodules, dan limpoma. Biopsi jarum dapat dengan mudah membedakan
tofus dari nodul lainnya.
Di negara berkembang, dimana pemeriksaan penunjang tidak dapat selalu
dilakukan, diagnosis gout berdasarkan seluruhnya pada klinis. Namun, ketika
dibandingkan dengan pemeriksaan baku emas, yaitu deposit kristal MSU di sendi,
pemeriksaan klinis saja menunjukkan sensitivitas dan spesifitas yang rendah.
122
Di kasus yang atipikal, seperti keterlibatan multisendi atau lokasi yang atipikal,
penemuan MSU menjadi suatu keharusan. Di sisi lain, peningkatan asam urat serum
dan tampilan klinis podagra biasanya dapat langsung menegakkan diagnosa gout.
Pada kasus dimana ada kecurigaan artitis septik, maka analisa cairan sendi
dianjurkan.
7.6. Pemeriksaan Penunjang
7.6.1. Pemeriksaan Laboratorium
Seperti telah ditekankan di atas, penemuan hiperurisemia atau asam urat
serum di atas batas normal pada hasil laboratorium tidak selalu berarti gout.
Penelitian menunjukkan bahwa di antara pasien dengan kadar asam urat serum
antara 7-7.9 mg/dl, hanya 0.09% yang akan menderita gout setiap tahunnya. Bahkan
di antara pasien dengan asam urat serum >9 mg/dl, hanya 0.5% yang akan
menderita gout. Selain itu, penting untuk diingat bahwa saat serangan gout akut,
asam urat serum dapat turun ke nilai normal dan bahwa gout juga dapat terjadi pada
pasien dengan nilai asam urat serum normal.
Pemeriksaan baku emas untuk gout ialah penemuan kristal MSU pada
pemeriksaan cairan sinovial menggunakan polarized light microscopy. Namun,
mikroskop konvensional pun sudah dapat membedakan MSU dari kristal lain kristal
CPPD (calcium pyrophosphate dehydrate). Kristal MSU dapat ditemukan di semua
fase gout. Sampel sebaiknya diperiksa dalam kurun waktu 6 jam (dapat ditunda
sampai 24 jam bila dimasukkan ke dalam pendingin dengan suhu 4oC) untuk
menghindari hasil false negative.
Di bawah mikroskop konvensional, kristal MSU akan tampak seperti jarum
dengan berbagai ukuran dan dapat jelas terlihat pada pembesaran 600x. Hal ini
membedakan kristal MSU dari kristal CPPD yang ada pada pseudogout, yang
berbentuk jajaran genjang (rhomboid). Pemeriksaan menggunakan polarized filter
microscope akan lebih jelas membedakan kedua jenis kristal ini, dimana kristal MSU
akan menunjukkan sifat birefringent atau birefraktif yang dan tampak bercahaya di
latar belakang yang berwarna gelap dan tampak kuning ketika disejajarkan secara
parallel terhadap aksis kompensator yang berwarna merah. Sementara itu, kristal
123
CPPD akan menunjukkan birefringence yang positif dan tampak berwarna biru ketika
disejajarkan terhadap aksis kompensator.
Gambar 7.2. Kristal MSU dan CPPD
Selain kristal MSU, jumlah leukosit juga dapat diperiksa pada pemeriksaan
cairan sinovial. Pada serangan akut gout, dapat terjadi leukositosis hingga 50.000
sel/µl dan kebanyakan bentuknya polimorfik. Selain itu, nilai glukosa akan normal,
terlebih bila dibandingkan dengan sepsis artritik, dimana nilai glukosa akan turun
karena dikonsumsi oleh bakteri.
Analisa jumlah asam urat pada urin dalam sampel urin 24 jam berguna untuk
menentukan etiologi dari hiperurisemia. Bila ada asam urat di urin lebih dari 800
mg/24 jam, maka hasil ini mengindikasikan bahwa pasien ini memiliki produksi
asam urat yang berlebihan, sehingga ekskresi dari ginjal meningkat. Pada pasien
seperti ini, agen farmakologi yang lebih tepat ialah inhibitor xanthine oksidase
ketimbang golongan urikosurik. Pemeriksaan fungsi ginjal perlu dilakukan secara
berkala pada pasien seperti itu karena risiko batu ginjal yang lebih tinggi.
7.6.2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis memegang peranan penting dalam diagnosa dan
follow-up gout.
Radiologi konvensional
Pada stadium awal, pemeriksaan ini kurang bermanfaat karena
sebagian besar tidak akan menunjukkan abnormalitas. Mungkin dapat
tampak pembengkakan jaringan yang minimal di sekitar sendi yang
terkena. Namun, tanda seperti erosi tulang atau tofus akan sulit dinilai.
Pada gout tofus kronik, hasil yang dapat ditemui yaitu
124
1. Tofus, tampak nodul jaringan lunak yang padat di daerah artikular
atau perartikular
2. Deposit kristal MSU di bagian kartilago
3. Pentempitan celah sendi pada kasus yang lanjut
4. Erosi tulang, tampak lesi berbatas tegas pada daerah intraartikular
atau juxtaartikular dengan tepi yang menggantung (overhanging
margin). Biasanya terlihat di dekat tofus karena erosi ini yaitu
hasil dari ‘invasi’ tofus ke tulang, dan
5. Osteopenia periartikular biasanya tidak ditemukan
Ultrasonografi
ada gambaran yang tidak spesifik dan spesifik untuk gout.
Gambaran tidak spesifik pada gout mencakup cairan sinovial yang
mengandung agregat dengan berbagai ekogenisitas, yang memberi
kesan bahwa mungkin ada kristal MSU yang terlarut, dan erosi
tulang.
Gambaran spesifik yang dapat diperlihatkan oleh ultrasonografi yaitu
1. Double contour sign (ditandai dengan garis hiperekoik pada
batas superfisial dari kartilago hialin sendi)
2. Tofus dan agregatnya, gambaran wet sugar clumps dengan
bentuk oval atau ireguler
Magnetic resonance imaging (MRI)
CT scan, baik conventional CT scan ataupun dual-energy CT
7.7. Kriteria Diagnosa
Kriteria yang digunakan dalam diagnosa gout yaitu kriteria tahun 2015 yang
dikembangkan oleh ACR dan EULAR (Tabel 7.3). Pada kriteria ini, ada tiga
tahap diagnosa yang perlu dilakukan, yaitu:
a. Tahap 1
Tahap ini dinamakan entry criterion, yaitu memasukkan pasien ke dalam
kemungkinan menderita gout bila didapati minimal satu episode bengkak,
nyeri, atau tenderness di sebuah sendi perifer atau bursa. Dengan kata
lain, bila tidak didapati hal di atas, maka diagnosa gout tidak layak untuk
dipertimbangkan.
125
b. Tahap 2
Tahap berikutnya yaitu mencari adanya kristal MSU di sendi atau bursa
yang simptomatik atau di tofus. Bila ditemukan, maka diagnosa gout bisa
langsung ditegakkan.
c. Tahap 3
Tahap ini merupakan tahap terakhir, dimana klinisi dapat memberikan
skoring berdasarkan gejala yang tertera pada tabel. Hal yang menarik pada
skoring terbaru ini ialah adanya skor minus pada 2 kategori, yaitu bila tidak
didapatkan kristal MSU pada cairan sinovial atau bila asam urat serum <4
mg/dl. Hal ini menekankan bahwa ketiadaan dua penemuan ini
menandakan rendahnya kemungkinan terjadi gout.
Skor maksimum ialah 23 dan skor ≥8 menunjukkan seseorang positif menderita
gout.
126
Tabel 7.3. Kriteria Diagnosa Gout 2015 Menurut ACR-EULAR
7.8. Gout dan Pseudogout
Gout and pseudogout yaitu dua tipe artritis yang keduanya disebabkan
oleh deposisi kristal. Perbedaan yang mendasarinya yaitu bahwa pada
pseudogout, kristal yang terdeposisi ialah kalsium pirofosfat (CPPD), dengan
perbedaan morfologi seperti yang dijelaskan di bagian pemeriksaan penunjang di
127
atas. Secara klinis, pseudogout sangat mirip dengan gout akut, dimana terjadi
serangan rasa nyeri yang mendadak dengan disertai tanda-tanda inflamasi yang
nyata. Perbedaannya ialah predileksi pseudogout yaitu pada lutut, pergelangan
tangan, atau metatarsofalangeal pertama, meskipun tidak menutup kemungkinan
pada sendi-sendi dimana gout kerap terjadi.
7.9. Tatalaksana
Tatalaksana yaitu sesuai dengan panduan tatalaksana hiperurisemia dan
gout akut dari American College of Rheumatology tahun 2012 dan British Society of
Rheumatology tahun 2017 (Lampiran 1). Kedua panduan ini merupakan yang
terakhir dikeluarkan oleh masing-masing organisasi dan Informasi dari kedua
panduan akan diintegrasikan dalam pembahasan berikut.
Perlu diingat bahwa sistem panduan ini, dan hampir seluruh bukti ilmiah jaman
sekarang, menggunakan tiga level rekomendasi sesuai dengan bukti yang ada,
yaitu:
a. Level A, didukung oleh >1 randomized clinical trial dan/atau meta-analysis
yang berkualitas
b. Level B, didukung oleh 1 randomized clinical trial atau beberapa studi
nonrandomized
c. Level C, berdasarkan konsensus, opini ahli, studi kasus, atau panduan
kesehatan (standard of care)
7.9.1. Tatalaksana Gout Akut
Sendi yang terkena serangan akut disarankan untuk diistirahatkan, dielevasikan,
dan diberikan suasana dingin (misal kompres dengan es) (Lampiran I). Setelah itu,
terapi simptomatik, yaitu
NSAID (Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs) dengan dosis maksimal,
atau
Kolkisin dengan dosis 2-4x0.5 mg/hari (BSR) atau 1.2 mg diikuti 0.6 mg 1
jam kemudian (ACR/EULAR)
Meskipun NSAID lebih sering digunakan pada praktek sehari-hari, tidak ada
literatur yang memperlihatkan superiortas NSAID terhadap kolkisin. Kortikosteroid
128
oral atau injeksi secara intraartikular dan intramuskular juga dapat digunakan.
Namun, data yang menunjukkan efikasinya belum banyak tersedia sehingga NSAID
dan kolkisin tetap disarankan terlebih dahulu. Dengan demikian, pemilihan obat
dapat sesuai dengan preferensi pasien dan/atau dokter. Kortikosteroid oral dapat
dimulai dengan dosis setara prednisone 0.5 mg/kgBB/hari selama 5-10 hari dan
dihentikan atau diturunkan perlahan-lahan.
Di sini ada sedikit perbedaan pada panduan ACR/EULAR dan BSR.
Panduan BSR menganjurkan terapi kombinasi dua atau lebih ketiga obat di atas bila
pengobatan monoterapi tidak memberikan hasil yang adekuat. Sementara itu,
panduan ACR/EULAR menganjurkan untuk melihat derajat nyeri. Bila derajat nyeri
yaitu ringan-sedang (skor VAS ≤6), pengobatan monoterapi dianjurkan. Namun,
bila skor VAS nyeri sudah di atas 6, maka langsung dianjurkan pemberian terapi
kombinasi.
Patut dicatat bahwa kombinasi NSAID dan kortikosteroid sistemik kurang
dianjurkan karena dikhawatirkan bersifat toksik terhadap saluran cerna. Kombinasi
yang dianjurkan yaitu kolkisin dan NSAID, kortikosteroid oral dan kolkisin, atau
injeksi intraartikular kortikosteroid dengan pilihan apapun lainnya.
NSAID perlu dihindari pada pasien dengan insufisiensi renal, ulkus peptikum,
riwayat pendarahan saluran cerna atas, dan perforasi. Pada pasien demikian, dapat
dipertimbangkan pemberian NSAID yang lebih spesifi, yaitu inhibitor COX-2 seperti
celecoxib dan etoricoxib. Selain itu, obat gastroprotektif perlu diresepkan bersama
dengan NSAID. Kolkisin dikontraindikasikan pada pasien dengan eGFR <10
ml/min/1.73m2 dan dosisnya perlu dikurangi pada pasien dengan eGFR 10-50
ml/min/1.73m2 dan pasien geriatri. Penggunaan kolkisin pasien yang mengkonsumsi
inhibitor CYP4503A4 poten, seperti simetidin, ketokonazol, eritromisin, dan
fluoksetin, juga harus diperhatikan dengan hati-hati. Koadministrasi dengan statin
juga patut diperhatikan karena adanya laporan miopati dan rabdomiolisis.
Bila respon dirasa adekuat, maka lanjutkan ke penatalaksanaan gout
lanjutan (lihat bagian berikut). Bila respon tidak adekuat, maka diagnosis gout harus
kembali dipastikan dan pastikan pengobatan maksimal telah dilakukan. Bila masih
tidak adekuat, maka dapat dipertimbangkan untuk memberikan agen biologik
129
inhibitor IL-1, seperti anakinra, canakinumab, dan rilonacept. Meskipun terapi ini
belum tersedia secara luas dan baru disetujui oleh beberapa organisasi, berbagai uji
klinis menunjukkan efek yang menjanjikan.
7.9.2. Tatalaksana Gout Kronik
Setelah serangan akut teratasi, maka langkah berikutnya yaitu (Lampiran II)
1) Memastikan diagnosa gout sesuai pembahasan di atas
2) Setelah diagnosis gout ditetapkan, maka langkah ini disarankan ketika
menghadapi semua pasien gout, yang mencakup
a. Edukasi pasien untuk diet dan modifikasi gaya hidup (Tabel 7.4)
b. Pertimbangkan adanya penyebab sekunder hiperurisemia
(komorbiditas penyerta)
c. Pertimbangkan eliminasi pengobatan tidak esensial yang
menyebabkan hiperurisemia, misal niasin untuk hiperlipidemia,
thiazid untuk hipertensi, dan inhibitor kalsineurin (seperti siklosporin
dan takrolimus). Tentu saja bila obat ini dirasa esensial,
khususnya thiazid dalam penatalaksanaan hipertensi, maka obat
ini tidak perlu dihentikan.
d. Evaluasi beban penyakit, hal ini mencakup tofus yang palpabel serta
frekuensi dan keparahan dari gejala dan keluhan (baik kronik
maupun akut)
130
Tabel 7.4. Rekomendasi diet dan modifikasi gaya hidup
Tabel 7.5. Penyebab sekunder hiperurisemia
Rekomendasi khusus tenteang komorbiditas daftar pasien gout
Sesuai untuk dipertimbangkan dalam evaluasi klinis, dan jika diindikasikan
secara klinis untuk mengevaluasi (bukti C untuk semua)
Obesitas, faktor makanan
Asupan alkohol berlebihan
Hipertensi
Hiperlipidemia, faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk penyakit arteri
koroner atau stoke
Urat serum-meningkatnya pengobatan
Riwayat urolithiasis
Ginjal kronis, glomerulus, atau penyakit ginjal interstisial (misal, nefropati
analgesik, penyakit ginjal polikistik
Pada kasus tertentu, potensi genetik, atau produksi asam urat tinggi
karena sebab tertentu (misal, kesalahan metabolisme purin atau
psoriasis, myeloproliferatif, atau penyakit limpoproliferatif, masing-masing
Menyebabkan keracunan
131
3) Menentukan indikasi untuk tatalaksana secara farmakologik (ULT-Urate
Lowering Therapy), yaitu adanya artritis gout dan salah satu atau beberapa
dari gejala berikut, yaitu tofus (baik secara klinis ataupun radiologis),
serangan akut yang sering (≥2x/tahun), gagal ginjal kronik stadium 2 atau
lebih buruk, dan riwayat batu ginjal.
4) Bila ada indikasi untuk agen farmakologi, maka pertimbangkan agen
farmakologi di bawah ini. Target pengobatan yaitu asam urat serum
≤6mg/dl
Lini pertama yaitu inhibitor xanthine oksidase (XOI), yaitu
allopurinol atau febuxostat.
Direkomendasikan untuk memulai dengan dosis 100
mg/hari atau 50 mg/hari bagi pasien dengan gangguan ginjal kronik
kelas 4 atau lebih buruk (Level B), yang dapat dititrasi setiap 2-5
minggu sampai mencapai dosis pemeliharaan yang optimal (Level
C). Dianjurkan untuk memulai dengan dosis rendah karena cukup
tingginya angka kejadian hipersensitivitas terhadap allopurinol,
seperti sindrom Steven Johnson dan nekrolisis toksik epidermal,
terutama pada awal pemberian allopurinol. Faktor risiko untuk
kejadian hipersensitivitas ini yaitu penggunaan thiazid dan
kelainan fungsi ginjal.
Data menunjukkan bahwa dosis pemeliharaan sampai lebih
300 mg relatif aman, meskipun ada kelainan ginjal, selama
monitor reguler akan hipersensitivitas obat dan kejadian simpang
seperti pruritus, ruam kemerahan, fungsi hati, dan eosinofilia. (Level
B). Dosis maksimal allopurinol yang dianjurkan yaitu 800 mg/hari
sementara untuk fexobustat yaitu 120 mg/hari.
Penapisan (screening) untuk HLA-B*5801 pada pasien
dengan risiko tinggi, khususnya pada pasien ras Korea dengan GGK
stadium 3 atau lebih buruk, serta etnis Han Cina dan Thai irespektif
terhadap fungsi ginjal (Level A). Fexobustat dapat dipertimbangkan
bila allopurinol menimbulkan efek samping atau hipersentivitas dan
bila titrasi naik allopurinol tidak berhasil (Level C).
Bila ada kontraindikasi atau intoleransi terhadap XOI, maka
golongan urikosurik dapat digunakan. Yang direkomendasikan untuk
132
pilihan pertama dari golongan ini ialah probenecid (Level B).
Namun, pada pasien dengan creatinine clearance <50 ml/menit,
probenecid tidak dianjurkan (Level C). Pada kasus demikian, obat
lain dengan efek urikosurik, meskipun tidak terdaftar secara formal
(digunakan secara off-label), yaitu fenofibrat dan losartan (Level B).
ada beberapa kontraindikasi bagi penggunaan probenecid,
yaitu riwayat batu ginjal, dan hiperurisemia pada urin. Seperti yang
telah dijelaskan di atas, kenaikan asam urat pada urin menandakan
produksi asam urat endogenous yang meningkat, sehingga tidak
tepat bila diberikan urikosurik (Level C). Maka itu, dianjurkan untuk
memeriksa kadar asam urat pada urin saat awal pengobatan dan
sebagai monitor (Level C).
5) Sebagai catatan yaitu hal-hal berikut:
Pasien dengan gout dan riwayat batu ginjal disarankan untuk minum
minimal 2 liter air per hari.
Pertahankan dan teruskan regimen optimal yang dapat mencapai
asam urat serum <6 mg/dl
Setelah serangan akut teratasi dan pasien telah memulai terapi ULT,
disarankan untuk memberikan profilaksis berupa kolkisin-0.5-0.6 mg
sebanyak 1-2 kali per hari. Hal ini disarankan karena tingginya
serangan gout pada awal inisiasi ULT.
Bila monoterapi XOI tidak berhasil mencapai asam urat <6 mg/dl,
maka dapat dipertimbangkan kombinasi dengan urikosurik. (Level
B)
Bila kombinasi XOI dan urikosurik dengan dosis maksimal tidak
berhasil mencapai target, atau bila beban penyakit sangat berat,
maka dapat diptertimbangkan pemberian pegloticase. Pegloticase
yaitu sebuah novel agent berupa rekombinan DNA dan urat
oksidase yang terpegilasi (pegylated1 urate oxidase enzyme) yang
telah disetujui untuk pengobatan lini ketiga yang diberikan secara
11 Pegylation yaitu proses penambahan gugus PEG (polyethylene glycol) pada sebuah
produk dengan tujuan menyamarkan produk ini dari diserang oleh sistem kekebalan
tubuh seseorang untuk mengurangi kemungkinan imunogenisitas.
133
intravena. Namun, belum ada data perihal dosis maksimal serta
durasi pengobatan yang optimal.
Daftar obat-obatan untuk penanganan hiperurisemia dan gout dapat dilihat pada
Tabel 7.5.
Tabel 7.5. Obat yang digunakan dalam penanganan gout
Mekanisme
Pengobatan gout akut
Obat
NSAIDs
Kolkisin
Kortikosteroid
COX-2 inhibitor
- Penghambat proses IL-1β
- Down-regulasi tirosin kinase dan fosfolipase
pada neutrofil
- Penghambatan kemotaksis, produksi
superoksida anion, adhesi ke substrat seluler,
mobilisasi, dan pelepasan lisosomal enzim
- Gangguan mikrotubulus
Mencegah aktivasi faktor transkripsi proinflamasi
dengan menghambat sitokin-sitokin inflamasi,
enzim, reseptor dan molekul adhesi
Obat dalam
pengembangan
Anakinra
Rilonacept
Canakinumab
Antagonis reseptor IL-1
Reseptor larut IL-1
Antibodi monoklonal anti-IL-1
Manajemen hiperurisemia
jangka panjang
Obat
Allopurinol
Febuxostat
Sulphinpyrazone
Probenecid
Benzbromarone
XO inhibitor
XO inhibitor
URAT1 inhibitor
URAT1 inhibitor
URAT1 inhibitor
Obat dalam
pengembangan
Lesinurad
Arhalofenate
Levotofisopam
RDEA3170
BCX4208
Pegloticase
Pegadricase
DHNB
URAT1 inhibitor
URAT1 inhibitor
URAT1 inhibitor
URAT1 inhibitor
Purin nukleosida fosforilase inhibitor
Pegilasi uricase
Pegilasi uricase
XO inhibitor
134
Oleh karena perannya yang unik dan sedikit lebih kompleks dibanding
dengan pengobatan lain, kolkisin akan dibahas secara singkat. Kolkisin menimbulkan
berbagai efek, sesuai dengan tabel 7.5 di atas. Kolkisin akan menghambat
pembentukan mikrotubul yang berimbas pada disrupsi aktivasi inflamasom,
kemotaksis yang bersifat microtubule-based, dan fagositosis. Hal ini dapat terlihat
dari blokade E-selectin, sebuah adhesion molecule yang diperlukan neutrofil agar
bisa menempel ke endothelium. Sebagai akibatnya, migrasi neutrofil akan berkurang
dan mengurangi inflamasi. Di samping itu, berkurangnya inflamasom akan
menyebabkan berkurangnya kadar IL-1 yang memegang peranan sentral dalam
inflamasi pada gout (lihat bagian patofisiologi inflamasi pada gout 7.3).
Untuk memberikan gambaran tentang penatalaksanaan gout pada perbagai
jenis kasus, ACR/EULAR memberikan beberapa contoh kasus, mulai dari yang
paling ringan sampai paling berat, beserta pengobatannya, yang dapat dilihat pada
lampiran III dan IV.
7.9.3. Tatalaksana Hiperurisemia Asimptomatik
Perlu dipastikan bahwa tidak pernah terjadi serangan akut, riwayat batu ginjal,
atau tidak ditemukannya deposit kristal MSU. Sampai saat ini tidak ada panduan
khusus untuk menangani hiperurisemia asimptomatik. Tidak ada bukti ilmiah yang
cukup untuk memulai terapi farmakologis, namun sebagian besar ahli tetap
menyarankan diet dan perubahan gaya hidup untuk mengurangi asam urat serum.
Hiperurisemia yang tidak terkontrol, bersama dengan adanya faktor risiko seperti
obesitas, diet yang tidak teratur, dan penggunaan tiazid, dapat menyebabkan
hiperurisemia menjadi gout akut.
7.10. Terapi Masa Depan dan Alternatif (Terapi Biologik)
Terapi biologik yaitu terapi yang menargetkan sebuah elemen spesifik
pada sistem immun dapat yang berperan penting dalam patogenesis sebuah
penyakit. Prinsip terapi ini telah diterapkan pada penyakit seperti artritis rematoid,
psoriatik artiritis, psoriasis, dermatitis atopik, dan systemic lupus erythematosus,
khususnya pada kasus yang tidak merespon terhadap terapi konvensional.
Beberapa sitokin seperti interleukin-1 (IL-1), IL-8 dan TNF-α berperan dalam
patogenesis gout, namun tampaknya, seperti yang dijelaskan di atas, IL-1β mediator
kunci. Percobaan dengan hewan menunjukkan bahwa monosit dan makrofag
menghasilkan IL-1β sebagai respon pada kristal MSU, dan penghambatan IL-1
memicu supressi inflamasi gout.
Uji klinis pada manusia dilakukan dengan menguji IL-1 antagonist yang diberi
nama Anankira pada pasien gout akut yang gagal dengan pengobatan NSAIDs,
kolkisin atau kortikosteroid. Anakinra diberikan secara subcutan selama tiga hari dan
dapat menghilangkan nyeri tanpa efek samping. Namun, anakinra relatif masih mahal
harganya.
Obat lain yang berfungsi sebagai penghambat IL-1 yaitu rilonacept
(reseptor IL-1 terlarut yang mengikat IL-1 secara langsung dan mencegah
pengikatannya dengan reseptor aslinya) dan canakinumab (antibodi monoklonal
terhadap IL-1β). Studi awal menunjukkan bahwa keduanya lebih efektif dari
kortikosteroid untuk mengatasi rasa nyeri dengan cepat. Keduanya juga efektif dalam
mengatasi serangan akut gout pada pasien yang menggunakan allopurinol dalam
jangka panjang.
Hiperurisemia dan gout yaitu dua penyakit, yang meskipun berada dalam
spektrum yang sama, membutuhkan penanganan yang berbeda. Gout yaitu tipe
artiritis yang paling sering terjadi dan pengobatan harus dilakukan terus menerus
agar mempertahankan asam urat serum yang ideal. Manajemen gout tidak terbatas
hanya pada terapi farmakologis tetapi juga perlu memperhatikan faktor lain seperti
diet dan aktivitas fisik dan mengontrol komorbiditas. Terapi baru yang sedang
dikembangkan, yaitu pegloticase dan agen biologik, dapat berguna di masa depan,
terutama di pasien dengan gout kronik dan akut yang tidak merespon terhadap
pengobatan konvensional.
Latihan soal
A. Skenario
Seorang laki-laki berusia usia 45 tahun datang dengan keluhan nyeri
mendadak pada jempol kaki kanannya. Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien
kompos mentis dan tekanan darah pasien yaitu 140/90, pernapasan 24x/menit,
nadi 110x/menit, suhu tubuh afebris. Skor pada skala nyeri yaitu 8 dan pada
pemeriksaan ditemukan hiperemis dan edema hebat. Pasien memiliki riwayat
hipertensi yang terkontrol dengan tiazid dan riwayat batu ginjal 10 tahun lalu dan
sudah dioperasi. Buatlah rencana penatalaksanaan dari tahap akut sampai
lanjutan dan jelaskan rationale pemilihan terapi ini .




































