Tampilkan postingan dengan label kanker serviks. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kanker serviks. Tampilkan semua postingan

kanker serviks

 

 



Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. 

Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk 

silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium 

uteri eksternum. 

 

Epidemiologi 

 

Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 

454.000 kasus1. Data ini didapatkan dari registrasi kanker 

berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data otopsi verbal dari 

187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari 

kanker serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. 

Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks, dan 

46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di 

negara sedang berkembang.2 

 

Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke-

7 secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke-  

6 di negara kurang berkembang) dan urutan ke-8 sebagai penyebab 

kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan angka 

mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan 

tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju 

atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia kanker serviks 

menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari 

Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%. 

 

Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita 

penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 

penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks. 

 

Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari 

penderitanya dan keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi 

sektor pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Oleh sebab itu 

peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama dalam 

bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap 

pihak yang terlibat. 

 

FAKTOR RISIKO 

 

Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human 

Papilloma Virus) sub tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan  

18. Adapun faktor risiko terjadinya kanker serviks antara lain: 

aktivitas seksual pada usia muda, berhubungan seksual dengan 

multipartner, merokok, mempunyai anak banyak, sosial ekonomi 

rendah, pemakaian pil KB (dengan HPV negatif atau positif), penyakit 

menular seksual, dan gangguan imunitas. 



PATOFISIOLOGI 

 

 

 

Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik 

pada lapisan epitel serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks  

(NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS).3 

 

Selanjutnya setelah menembus membran basalis akan berkembang 

menjadi karsinoma mikroinvasif dan invasif.  

Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrining4, 

sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi diagnostik. 

 

Klasifikasi Lesi Prakanker hingga Karsinoma Invasif 

 

Terlampir Tabel klasifikasi lesi prakanker hingga karsinoma invasif 

serviks uteri. Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai 

skrining, sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi 

diagnostik.  

Klasifikasi Sitologi   Klasifikasi Histopatologi 

Bethesda5 classification, 2015  WHO6 classification, 2014 

Squamous lesion   Squamous cell tumors 

A. Atypical squamous cells (ASC) and precursor  

 

 Atypical squamous   cells   – A. Squamous intraepithelial 

 undetermined significance lesions   

 (ASC-US)     

 

 Low-grade  squamous 

 

 Atypical squamous   cells   – intraepithelial lesion 

 cannot  exclude  a  high-grade (LSIL)   

 squamous  intraepithelial lesion 

 

 High-grade squamous 

 (ASC-H)     intraepithelial lesion 

B. Squamous  intraepithelial lesion (HSIL)   

 (SIL)     B. Squamous cell carcinoma 

  Low-grade   squamous    

 intraepithelial lesion (LSIL)     

  High-grade  squamous    

 intraepithelial lesion (HSIL)    

 - With features suspicious for   

 invasion        

C. Squamous cell carcinoma     

Glandular lesion   Glandular   tumours   and 

A. Atypical     precursor   

 

 Endocervical   cells   (NOS,   or A. Adenocarcinoma in situ 

 specify in comments)  B. Adenocarcinoma   

  Endometrial cells (NOS, or specify 

in comments)

  

  Glandular cells (NOS, or specify in 

comments)

  

B. Atypical  

  Endocervical cells, favor neoplastic

  

 

Klasifikasi Sitologi Klasifikasi Histopatologi 

Bethesda5 classification, 2015 WHO6 classification, 2014 

  Glandular cells, favor neoplastic

  

C. Endocervical adenocarcinoma in 

situ (AIS) 

D. Adenocarcinoma 

  Endocervical

  

  Endometrial

  

  Extrauterine

  

  Not otherwise specified (NOS)

  

 

Other epithelial tumors  

A. Adenosquamous 

carcinoma  

B. Adenoid basal carcinoma 

C. Adenoid cystic carcinoma  

D. Undifferentiated 

carcinoma  

Neuroendocrine tumors  

A. Low-grade 

neuroendocrine tumor  

B. High-grade 

neuroendocrine 

carcinoma 

 

 

DETEKSI DINI  

Deteksi lesi pra kanker terdiri dari berbagai metode :  

1. Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology /LBC ),  

2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA),  

3. Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI),  

4. Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture) 

 

 

DIAGNOSIS 

 

Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinik. 

 

 

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 

 

Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah 

menjadi kanker invasif, gejalan yang paling umum adalah perdarahan 

(contact bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan.  

Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang mejladi nyeri pinggang 

atau perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke 

arah lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. 

Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ 

yang terkena, misalnya: fistula vesikovaginal, fistula rektovaginal, 

edema tungkai. 

 

Pemeriksaan Penunjang
 

 

Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks, 

sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan , 

CT scan atau MRI, PET scan. Kecurigaan metastasis ke kandung 

kemih atau rektum harus dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik. 

Konisasi dan amputasi serviks dianggap sebagai pemeriksaan klinik. 

Khusus pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi dilakukan hanya pada 

kasus dengan stadium IB2 atau lebih. 

 

Stadium kanker serviks didasarkan atas pemeriksaan klinik oleh karena 

 

 

itu pemeriksaan harus cermat kalau perlu dilakukan dalam narkose. 

Stadium klinik ini tidak berubah bila kemudian ada penemuan baru. 

Kalau ada keraguan dalam penentuan maka dipilih stadium yang 

lebih rendah. 

 

 

DIAGNOSIS BANDING7

  

1. Adenokarsinoma Endometrial  

2. Polip Endoservikal  

3. Chlamydia trachomatis atau Infeksi menular seksual lainnya 

pada wanita dengan: 

 

   Keluhan perdarahan vagina, duh vagina serosanguinosa, 

nyeri pelvis  

   Serviks yang meradang dan rapuh (mudah berdarah, 

terutama setelah berhubungan seksual).  

 

 

KLASIFIKASI HISTOLOGI DAN STADIUM8

  

Klasifikasi Stadium menurut FIGO  

 0   Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)   

  I   Karsinoma  serviks  terbatas  di  uterus  (ekstensi  ke  korpus   

    uterus dapat diabaikan)   

  IA   Karsinoma  invasif  didiagnosis  hanya  dengan  mikroskop.   

    Semua  lesi  yang  terlihat  secara  makroskopik,  meskipun   

    invasi hanya superfisial, dimasukkan ke dalam stadium IB   

  IA1   Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0 mm    

    atau kurang pada ukuran secara horizontal   

  IA2   Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0mm   

        

 

    dengan penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang   

 IB   Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara  

    mikroskopik lesi lebih besar dari IA2   

 IB1   Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0   

    cm atau kurang   

 IB2   Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar  

    lebih dari 4,0 cm   

 II   Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding  

    panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina   

 IIA   Tanpa invasi ke parametrium   

 IIA1   Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0   

    cm atau kurang   

 IIA2   Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar  

    lebih dari 4,0 cm   

 IIB   Tumor dengan invasi ke parametrium   

 III   Tumor meluas ke dinding panggul/ atau mencapai 1/3 bawah  

    vagina dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal  

 IIIA   Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai  

    dinding panggul   

 IIIB   Tumor  meluas  sampai  ke  dinding  panggul  dan  /  atau  

    menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal   

 IVA   Tumor  menginvasi  mukosa  kandung  kemih  atau  rektum  

    dan/atau meluas keluar panggul kecil (true pelvis)   

 IVB   Metastasis  jauh  (termasuk  penyebaran  pada  peritoneal,  

    keterlibatan  dari  kelenjar  getah  bening  supraklavikula,  

    mediastinal, atau para aorta, paru, hati, atau tulang)  

       

 

 

Penyebaran ke korpus uterus tidak mempengaruhi stadium. 

Penumbuhan ke dinding panggul pendek dan induratif, kalau tidak 

nodular dimasukkan sebagai stadium IIB, bukan stadium IIIB. 

Induratif sulit dibedakan apakah proses kanker ataukah peradangan. 

Penemuan postoperasi dicatat tetapi tidak merubah stadium yang 

ditetapkan praoperasi. 

 

Standar Pemotongan Makroskopik Kanker Serviks 

 

Standar operasi pada kanker serviks yang operabel adalah 

histerektomi radikal yang mengangkat organ uterus, serviks, vagina, 

parametrium kanan dan kiri, salphingo-oforektomi bilateral, serta 

limfadenektomi kelenjar getah bening regional. 

Konisasi serviks  

1. Operator memberi tanda pada arah jam 12 (tanda benang)  

2. Dokter SpPA memotong spesimen konisasi pada bagian 

puncak (1 kupe) serta 12 kupe potongan lain sesuai arah 

jarum jam (lihat gambar) dan memberi tanda tinta pada bagian 

tepi sayatan konisasi. 

 

Gambar konisasi serviks 

 

Histerektomi Radikal 

 

Hal yang perlu diperhatikan pada saat pemotongan jaringan 

diantaranya adalah:  

1. Massa tumor serviks, disertai kupe invasi terdalam.  

2. Invasi tumor ke arah kavum uteri.  

3. Batas sayatan distal vagina. Bila klinisi mengirim batas sayatan 

vagina sebagai jaringan terpisah, wajib diberikan penandaan 

khusus.  

4. Parametrium bilateral.  

5. Kelenjar getah bening 

 

 

Klasifikasi histopatologik 

 

Klasifikasi histopatologik sesuai dengan klasifikasi WHO 2014. 

 

1. Tipe histopatologik 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2. Derajat Histologik 

 

GX Derajat tidak dapat ditentukan 

  

G1 Diferensiasi baik 

  

G2 Diferensiasi sedang 

  

G3 Diferensiasi buruk atau tidak berdiferensiasi 

  

 

Pemeriksaan lain sebagai opsional seperti CT scan, MRI, 

limfoangiografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, fine needle 

aspiration (FNA) bermanfaat untuk rencana pengobatan tetapi tidak 

merubah stadium klinik. Persiapan pengobatan perlu pemeriksaan 

darah tepi lengkap, kimia darah. Pemeriksaan faktor pembekuan 

darah diperlukan bila rencana pengobatan dengan operasi. Petanda 

tumor SCC (untuk skuamosa) atau CEA atau Ca-125 

(untuk adenokarsinoma) merupakan pemeriksaan opsional. 

 

 

TATALAKSANA 

 

Tatalaksana Lesi Prakanker 

 

Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan 

kesehatan, sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia dan 

sarana prasarana yang ada.  

Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana 

terbatas dapat dilakukan program skrining atau deteksi dini dengan 

tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara single 

visit approach atau see and treat program, yaitu bila didapatkan 

 

temuan IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan pengobatan 

sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang 

sudah terlatih.  

Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal 

direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan 

kolposkopi. Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop 

Excision Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of 

the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan diagnostik 

maupun sekaligus terapeutik.  

Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas sayatan, maka 

bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi total. 

 

Temuan abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi :  

   LSIL   (low   grade   squamous   intraepithelial   lesion),   

dilakukan  LEEP  dan observasi 1 tahun.  

   HSIL(high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan 

LEEP dan observasi 6 bulan  

 

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks:  

1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal  

Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi 

dengan N2O dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. 

Metode tersebut ditujukan untuk destruksi lokal lapisan epitel 

serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada 

fase penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel 

skuamosa yang baru. 

 

a. Krioterapi  

Krioterapi  digunakan  untuk  destruksi  lapisan  epitel  serviks 

dengan metode pembekuan atau freezing hingga sekurang-

kurangnya -20oC selama 6 menit (teknik Freeze-thaw-freeze) 

dengan menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan 

bioselular akan terjadi dengan mekanisme: (1) sel‐ sel 

mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2) konsentrasi elektrolit 

dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi 

kompleks lipid protein; (4) status umum sistem mikrovaskular. 

 

b. Elektrokauter 

 

Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau 

radiofrekuensi dengan melakukan eksisi Loop diathermy 

terhadap jaringan lesi prakanker pada zona transformasi. 

Jaringan spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi 

anatomi untuk konfirmasi diagnostik secara histopatologik 

untuk menentukan tindakan cukup atau perlu terapi lanjutan. 

 

c. Diatermi Elektrokoagulasi  

Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih 

luas dan efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi 

harus dilakukan dengan anestesi umum. Tindakan ini 

memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai 

kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, 

terutama jika lesi tersebut sangat luas. 

 

d. Laser 

 

Sinar laser (light amplication by stimulation emission of 

radiation), suatu muatan listrik dilepaskan dalam suatu 

 

 

tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan 

gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang 

mempunyai panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis 

yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam dua 

bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar 

dari mukosa serviks menguap karena cairan intraselular 

mendidih, sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik 

terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau 

sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran. 

 

Tatalaksana Kanker Serviks Invasif  

Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ) 

 

Konisasi (Cold knife conization).  

Bila margin bebas, konisasi sudah adekuat pada yang 

masih memerlukan fertilitas.  

Bila tidak tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi.  

Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi total  

Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai 

tatalaksana kanker invasif. 

 

Stadium IA1 (LVSI negatif) 

 

Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat) 

apabila fertilitas dipertahankan.(Tingkat evidens B) 

 

Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi atau simple 

histerektomi. Histerektomi Total apabila fertilitas tidak 

dipertahankan 

Stadium IA1 (LVSI positif) 

 

Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi 

pelvik apabila fertilitas dipertahankan. 

 

Bila operasi tidak dapat dilakukan karena 

kontraindikasi medik dapat dilakukan Brakhiterapi 

 

Stadium IA2,IB1,IIA1  

Pilihan : 

 

1. Operatif.  

Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik.  

(Tingkat evidens 1 / Rekomendasi A)  

Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila terdapat faktor 

risiko yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium, batas 

sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion, LVSI dan 

faktor risiko lainnya.  

Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT) bila metastasis KGB 

saja. Apabila tepi sayatan tidak bebas tumor / closed margin, 

maka radiasi eksterna dilanjutkan dengan brakhiterapi.  

2. Non operatif  

Radiasi (EBRT dan brakiterapi)  

Kemoradiasi (Radiasi : EBRT dengan kemoterapi konkuren 

dan brakiterapi)  

Stadium IB 2 dan IIA2 

 

Pilihan : 

 

1. Operatif (Rekomendasi A)  

Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi 

 

Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan 

hasil patologi anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi 

atau kemoterapi. 

 

2. Neoajuvan kemoterapi  (Rekomendasi C) 

 

Tujuan dari Neoajuvan Kemoterapi adalah untuk 

mengecilkan massa tumor primer dan mengurangi risiko 

komplikasi operasi. 

 

Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan 

hasil patologi anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau 

kemoterapi. 

 

Stadium IIB  

Pilihan : 

 

1. Kemoradiasi (Rekomendasi A)  

2. Radiasi (Rekomendasi B)  

3. Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C) 

 

Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi 

dan pelvik limfadenektomi. 

 

4. Histerektomi ultraradikal, laterally extended 

parametrectomy (dalam penelitian) 

 

Stadium III A 

III B 

1. Kemoradiasi (Rekomendasi A)  

2. Radiasi (Rekomendasi B) 

 

 

 

Stadium IIIB dengan CKD  

1. Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan  

2. Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau  

3. Radiasi 

 

 

 

Stadium IV A tanpa CKD 

 

1. Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, 

direkomendasi terlebih dahulu dilakukan kolostomi, 

dilanjutkan :  

2. Kemoradiasi Paliatif, atau  

3. Radiasi Paliatif 

 

 

 

Stadium IV A dengan CKD, IVB  

1. Paliatif  

2. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi 

paliatif dapat dipertimbangkan. 

 

 

 

DUKUNGAN NUTRISI 

 

Pasien kanker serviks berisiko mengalami malnutrisi dan kaheksia 

kanker, sehingga perlu mendapat terapi nutrisi adekuat, dimulai dari 

skrining gizi, dan apabila hasil skrining abnormal (berisiko malnutrisi), 

dilanjutkan dengan diagnosis serta tatalaksana nutrisi umum dan 

khusus. 

 

Tatalaksana nutrisi umum mencakup kebutuhan nutrisi umum 

(termasuk penentuan jalur pemberian nutrisi), farmakoterapi, 

aktivitas fisik, dan terapi nutrisi operatif (lihat lampiran). Pasien 

kanker serviks dapat mengalami gangguan saluran cerna, berupa 

diare, konstipasi, atau mual-muntah akibat tindakan pembedahan 

serta kemo- dan atau radio-terapi. Pada kondisi-kondisi tersebut, 

dokter SpGK perlu memberikan terapi nutrisi khusus, meliputi 

edukasi dan terapi gizi serta medikamentosa, sesuai dengan 

masalah dan kondisi gizi pada pasien. 

 

Penyintas kanker sebaiknya memiliki BB ideal dan menerapkan pola 

makan yang sehat, tinggi buah, sayur dan biji-bijian, serta rendah 

lemak, daging merah, dan alkohol dan direkomendasikan untuk 

terus melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan secara teratur dan 

menghindari gaya hidup sedenter (Rekomendasi tingkat A). 

 

REHABILITASI MEDIK 

 

Rehabilitasi medik bertujuan untuk mengoptimalkan pengembalian 

kemampuan fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari serta 

meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara aman & efektif, 

sesuai kemampuan fungsional yang ada. 

 

Pendekatan rehabilitasi medik dapat diberikan sedini mungkin sejak 

sebelum pengobatan definitif diberikan dan dapat dilakukan pada 

berbagai tahapan & pengobatan penyakit yang disesuaikan dengan 

tujuan penanganan rehabilitasi kanker: preventif, restorasi, suportif 

 

atau paliatif. 

 

EDUKASI 

 

Topik Edukasi kepada Pasien 

 

  Kondisi   Informasi dan Anjuran saat Edukasi   

 

         

 

  1. Nutrisi       Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara pemberian   

 

     nutrisi sesuai dengan kebutuhan   

 

         Edukasi untuk memiliki BB ideal dan menerapkan   

 

     pola makan yang sehat, tinggi buah, sayur, dan biji-   

 

     bijian, serta rendah lemak, daging merah, dan   

 

     alkohol; dan direkomendasikan untuk terus   

 

     melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan secara   

 

     teratur dan menghindari gaya hidup sedenter.   

 

         

 

  

2. Metastasis 

  

    Kemungkinan fraktur patologis sehingga pada 

   

      

 

         

 

    10  

 

 9–

1

 

 

pada tulang 

  

pasien yang berisiko diedukasi untuk berhati-hati 

 

 

    

 

    saat aktivitas atau mobilisasi.  

 

        Mobilisasi menggunakan alat fiksasi eksternal  

 

    dan/atau dengan alat bantu jalan dengan  

 

    pembebanan bertahap  

 

      

 

 

3. Lainnya 

  

    Anjuran untuk kontrol rutin pasca pengobatan 

  

    

 

        Anjuran untuk menjaga pola hidup yang sehat  

 

      

 

 

 

 

PROGNOSIS12

  

Angka kesintasan 5 tahun, berdasarkan AJCC tahun 201012 

adalah sebagai berikut. 

 

 

Stadium 

  

Kesintasan 

 

 

    

 

    5 tahun  

 

 0   93%  

 

 I   93%  

 

 IA   80%  

 

 IIA   63%  

 

 IIB   58%  

 

 IIIA   35%  

 

 IIIB   32%  

 

 IVA   16%  

 

 IVB   15%  

 

       

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

11 

Algoritma Diagnosis Deteksi Dini dan Tata Laksana (Program Skrining) 

 

 

 

 

TINGKAT KOMUNITAS 

 

 

 

TINGKAT YANKES PRIMER /  

SEKUNDER 

 

 

 

Target skrining: Wanita sudah menikah usia 30-50 tahun 

 

 

 

Konseling tentang kanker leher rahim, penyebab, faktor risiko, 

deteksi dini, penanganannya, dan pencegahannya 

 

 

Tes IVA 

 

 

IVA ( - )  IVA ( + )  Curiga kanker 

     

 

Diulang 3-5 tahun 

 

 

Luas lesi < 75%  Luas lesi > 75% 

   

 

Krioterapi 

 

 

Kontrol skrining 

tiap tahun 

 

 

 

 

 

RUJUK  

Ke RS / Obgin 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

12 

Algoritma deteksi dini (program skrining) dengan Tes IVA 

 

 

 

 

 

TINGKAT KOMUNITAS 

 

 

 

TINGKAT YANKES PRIMER /  

SEKUNDER 

 

 

 

 

 

Target skrining: Wanita sudah menikah usia 30-50 tahun 

 

 

 

Konseling tentang kanker leher rahim, penyebab, faktor risiko, 

deteksi dini, penanganannya, dan pencegahannya 

 

 

Tes Pap 

 

 

 Pap normal    Pap abnormal     Ditemukan sel karsinoma  

 

                    

 

                    

 

 

Diulang 3-5 tahun     RUJUK        

 

    

Kolposkopi        

 

              

 

             

    Makroskopik  

             

 

                 kanker invasif 

 

   

Hasil normal   

Hasil abnormal        

 

            

 

                    

 

                    

 

                    

  

Lesi derajat rendah 

 

LEEP 

 

Lesi derajat tinggi/ KIS 

 

LLETZ 

 

Kontrol 1 tahun 

        

 

 Tepi sayatan bebas tumor   Tepi sayatan tidak bebas  

 

     

 

   

 

 

tumor 

 

 

    

 

     

 

         

 

         

 

    Konisasi/   RUJUK 

 

    histerektomi total   Ke RS / Obgin 

 

         

 

          

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

14 

PRINSIP RADIOTERAPI  

Gy (post RE 50 Gy) atau 4x7 Gy (post RE 45 Gy), preskripsi 

pada permukaan ovoid  

2. Pada bentuk dini, diberikan radiasi eksterna 

saja terhadap whole pelvis 

 

 

b.Stadium I-IIA tanpa pembedahan 

 

Indikasi radiasi : 

 

   Stadium Ib2, IIA ukuran tumor > 4cm  

   Indeks obesitas > 70 %  

   Usia > 65 tahun  

   Kontra indikasi anestesi   

Pasien menolak pembedahan Bentuk dan dosis radiasi : 

 

1. Diberikan radioterapi dalam bentuk radiasi 

eksterna whole pelvis sebagai terapi primer dengan dosis 45-

50 Gy, 1,8-2Gy per fraksi, 5 fraksi per minggu, diikuti dengan 

brakiterapi intrakaviter 3x7 Gy (post RE 50 Gy) atau 4x7 Gy 

(post RE 50  

Gy).  

2. Kemoterapi dapat diberikan bersamaan 

dengan radiasi sebagai radiosensitiser (kemoradiasi) 

 

c. Stadium IIB-IIIA, IIIB 

 

Indikasi radiasi : 

 

15 

 Radioterapi Definitif/Radikal 

a.Stadium I-IIA pasca operasi 

Radioterapi pasca bedah diberikan sebagai terapi ajuvan 

bila memenuhi kriteria tersebut dibawah ini 

Indikasi Radiasi : 

    Batas sayatan positif atau close 

margin 

    Karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi sedang-

buruk     Karsinoma adenoskuamosa 

    Adenokarsinoma 

    Invasi limfovaskuler 

positif 

    Invasi kelenjar getah bening 

pelvis 

Bentuk dan dosis radiasi 

1. Pada keadaan dimana batas sayatan tidak bebas tumor atau 

pada close margin, diberikan radioterapi dalam bentuk radiasi 

eksterna whole pelvis dengan dosis 45-50 Gy, 1,8-2Gy per fraksi 

5 fraksi per minggu, diikuti dengan brakiterapi ovoid 3x7 

 Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam 

tatalaksana kanker serviks. Radioterapi dalam tatalaksana kanker 

serviks dapat diberikan sebagai terapi kuratif definitif, ajuvan 

post-operasi, dan paliatif. 

 

Sebagai terapi primer pada stadium IIB-IIIB Bentuk dan dosis 

radiasi : 

 

1. Diberikan radioterapi dalam bentuk radiasi eksterna whole 

pelvis sebagai terapi primer dengan dosis 45-50 Gy, 1,8-2Gy 

per fraksi, 5 fraksi per minggu, diikuti dengan brakiterapi 

intrakaviter 3x7 Gy (post RE 50 Gy) atau 4x7 Gy (post RE 45 

Gy).  

2. Kemoterapi dapat diberikan bersamaan dengan radiasi 

sebagai radiosensitiser (kemoradiasi)  

3. Apabila masih terdapat residu parametrium setelah 50 Gy, 

dapat diberikan tambahan booster radiasi eksterna di daerah 

parametrium dengan dosis 15-20 Gy, atau brakiterapi 

interstitial, atau kombinasi intrakaviter dan interstitial 

 

d.Stadium IVA dengan respon baik 

 

Indikasi radiasi : 

 

   Stadium IVA yang menunjukkan respon baik dari tumor yang 

menginfiltrasi kandung kemih atau rektum setelah radiasi 

eksterna dosis 40 Gy  

 

Bentuk dan dosis radiasi : 

 

1. Bila respon baik, radioterapi dilanjutkan sampai dengan dosis 

45-50 Gy, diikuti dengan brakiterapi intrakaviter 3x7 Gy atau  

4x7 Gy. 

2. Kemoterapi dapat diberikan bersamaan dengan radiasi 

sebagai radiosensitiser (kemoradiasi)  

3. Bila tidak berespon atau respon tumor < 50 % radiasi 

dihentikan dan dianjurkan untuk pemberian kemoterapi dosis 

penuh 

 

 

Radiasi paliatif 

 

Indikasi radiasi : 

 

   Stadium IVA dengan respon buruk setelah 40 Gy  

   Stadium IVB paliatif pada tumor primer atau lokasi metastasis  

 

Bentuk dan dosis radiasi : 

 

1. Radioterapi paliatif bertujan untuk mengurangi gejala dengan 

dosis 40 Gy pada tumor primer bila terdapat perdarahan, 

atau pada tempat metastasis dengan dosis ekivalen 40 Gy 

untuk memperbaiki kualitas hidup.  

2. Radiasi dapat diberikan bersamaan dengan kemoterapi 

 

 

 

 

Jadwal radiasi/ kemoradiasi 

 

Radiasi 

 

RE: 25x200 cGy .......................................... BT: 3x700 cGy 

 

 

 

16 

Atau  25x180 cGy ...................................... BT: 4x700 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

cGy 

 

Bila tidak ada fasilitas brakiterapi, agar dirujuk atau dilanjutkan 

dengan radiasi eskterna tanpa kemoterapi sensitizer dengan dosis 

20 Gy dengan lapangan kecil atau 3D conformal RT.  

Pengobatan kemoterapi dengan platinum based mingguan akan 

diberikan intravena selama satu kali seminggu dengan dosis 30 

mg/m2 yang diberikan 3-6 jam sebelum diberikan jadwal radiasi 

eksterna.  

Rekurensi 

 

Indikasi radiasi : 

 

   Pasca pembedahan dengan rekurensi lokal/metastasis jauh  

   Pasca radioterapi dengan rekurensi lokal/metastasis jauh  

   Radioterapi diberikan dengan tujuan kuratif  

 

Bentuk dan dosis radiasi : 

 

1. Radioterapi pada tumor rekuren pasca operasi tanpa riwayat 

radiasi pelvis sebelumnya diberikan dengan target volume 

lokoregional, total dosis 50 Gy diikuti dengan brakiterapi  

2. Radioterapi pada tumor rekuren dengan riwayat radiasi pelvis 

sebelumnya, diberikan pada area terbatas dengan 

mempertimbangkan dosis kumulatif pada organ kritis. Dosis 

total diberikan 40-50 Gy per fraksi seminggu atau 2-3 kali 

brakiterapi intrakaviter atau interstitial hingga total dosis 50-  

60 Gy,kemoterapi diberikan secara konkomitan. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

17 

Penapisan Gizi dan Diagnosis Malnutrisi 

 

Skrining awal dilakukan oleh perawat. Apabila hasil skrining 

abnormal (berisiko tinggi malnutrisi), maka dilakukan diagnosis 

dan terapi nutrisi lebih lanjut oleh dokter spesialis gizi klinik (SpGK). 

Syarat pasien kanker membutuhkan terapi nutrisi adalah: 

 

Rekomendasi tingkat A 

 

Syarat pasien kanker yang membutuhkan terapi nutrisi:  

  Skrining gizi dilakukan untuk mendeteksi gangguan nutrisi, 

gangguan asupan nutrisi, serta penurunan berat badan (BB) 

dan indeks massa tubuh (IMT) sedini mungkin.

  

  

  Skrining gizi dimulai sejak pasien didiagnosis kanker dan diulang 

sesuai dengan kondisi klinis pasien.

  

  

  Pada pasien dengan hasil skrining abnormal, perlu dilakukan 

penilaian objektif dan kuantitatif asupan nutrisi, kapasitas 

fungsional, dan derajat inflamasi sistemik.

  

 

 

Rekomendasi tingkat A 

 

  Disarankan untuk melakukan skrining rutin pada semua pasien 

kanker lanjut, baik yang menerima maupun tidak menerima 

terapi antikanker, untuk menilai asupan nutrisi yang tidak 

adekuat, penurunan BB, dan IMT yang rendah, dan apabila 

berisiko, maka dilanjutkan dengan asesmen gizi.

  

 

Diagnosis 

 

Diagnosis malnutrisi dapat ditegakkan sesuai rekomendasi 

ESPEN 2015: 

 

- Pilihan 1: IMT <18,5 kg/m2 

- Pilihan  2:  Penurunan  BB  yang  tidak  direncanakan  >10% dalam 

 

kurun waktu tertentu atau penurunan berat badan >5% 

dalam waktu 3 bulan, disertai dengan salah satu pilihan 

berikut:  

1. IMT <20 kg/m2 pada usia <70 tahun atau IMT <22 

kg/m2 pada usia ≥70 tahun  

2. Fat free mass index (FFMI) <15 kg/m2 untuk 

perempuan atau FFMI <17 kg/m2 untuk laki-laki 

 

Selain diagnosis malnutrisi, dapat ditegakkan diagnosis 

kaheksia apabila tersedia sarana dan prasarana yang 

memungkinkan, berdasarkan kriteria pada Kotak 1. 

 

Adanya penurunan BB 5% dalam 12 bulan atau 

kurang (atau IMT < 20 kg/m2) 

 

Ditambah 

 

3 dari 5 gejala berikut ini: 

 

1. Berkurangnya kekuatan otot  

2. Fatigue  

3. Anoreksia 

 

18 

4. Indeks massa bebas lemak rendah  

5. Laboratorium abnormal:  

  Peningkatan petanda inflamasi (IL-6 >4pg/dL, 

CRP >5 mg/L )

  

  Anemia (Hb < 12g/dL)

  

  

  Hipoalbuminemia (<3,2g/dL)

  

 

Terapi nutrisi pada pasien kanker serviks perlu dilakukan 

secara individual sesuai dengan kondisi pasien. 

 

1. Kebutuhan nutrisi umum: 

 

a. Kebutuhan energi 

 

Idealnya, kebutuhan energi ditentukan dengan kalorimetri 

indirek, namun apabila tidak tersedia, dapat dihitung dengan 

formula standar, misalnya rumus Harris Benedict yang 

ditambahkan dengan faktor stres dan aktivitas, tergantung dari 

kondisi dan terapi yang diperoleh pasien saat itu. 

Penghitungan kebutuhan energi pada pasien kanker juga dapat 

dilakukan dengan rumus rule of thumb: 

 

   Pasien ambulatory : 3035 kkal/kg 

 BB/hari  

   Pasien bedridden : 2025 kkal/kg 

 BB/hari  

   Pasien obesitas : menggunakan berat badan 

 ideal  

 

Pemenuhan energi dapat ditingkatkan sesuai 

dengan kebutuhan dan toleransi pasien. 

 

Rekomendasi tingkat A 

  Direkomendasikan, untuk tujuan praktis, bahwa kebutuhan 

energi total pasien kanker, jika tidak diukur secara individual, 

diasumsikan menjadi agak mirip dengan subyek sehat dan 

berkisar antara 2530 kkal/ kg BB/hari.

  

  

  Selama menjalani terapi kanker, perlu dipastikan bahwa pasien 

mendapat nutrisi adekuat.

  

 

   

Makronutrien  

   Kebutuhan protein: 1.22,0 g/kg BB/hari, pemberian 

 protein perlu disesuaikan dengan fungsi ginjal dan hati. 

   Kebutuhan lemak: 2530% dari energi total untuk 

 pasien kanker secara umum (rekomendasi tingkat A). 

 

3550% dari energi total untuk pasien kanker stadium 

lanjut dengan penurunan BB (rekomendasi tingkat A). 

 

   Kebutuhan karbohidrat (KH) : sisa dari perhitungan protein 

dan lemak  

 

 

b. Mikronutrien 

 

Direkomendasikan pemberian vitamin dan mineral sebesar 

satu kali angka kecukupan gizi (AKG) (Rekomendasi tingkat  

A).  

c. Cairan 

 

21 

Kebutuhan cairan pada pasien kanker umumnya sebesar: 

 

   Usia kurang dari 55 tahun : 3040 mL/kg BB/hari 

   Usia 55−65 tahun : 30 mL/kg BB/hari 

 

   Usia lebih dari 65 tahun : 25 mL/kg BB/hari  

 

 

Pasien kanker yang menjalani radio- dan atau kemo-terapi 

rentan mengalami dehidrasi, sehingga kebutuhan cairan 

dapat berubah, sesuai dengan kondisi klinis pasien. 

 

d. Nutrien spesifik 

 

Pemberian nutrient spesifik pada pasien kanker serviks 

adalah:  

1. Branched-chain amino acids (BCAA) dapat diberikan pada 

pasien kanker lanjut yang tidak merespons terapi nutrisi 

standar (Rekomendasi tingkat D).  

2. Suplementasi asam lemak omega-3 atau minyak ikan 

disarankan pada pasien kanker yang berisiko mengalami 

penurunan BB (Rekomendasi tingkat D).  

3. Penggunaan probiotik gabungan Lactobacillus acidophilus 

dan Bifidobacterium bifidum pada pasien kanker serviks 

yang mendapat terapi radiasi dapat mengurangi insidens 

radiasi enteritis (Level 2 evidence), sedangkan penelitian 

lain menyatakan bahwa Lactobacillus casei tidak efektif 

dalam mengurangi radiasi enteritis (Rekomendasi tingkat 

D).  

4. Pemberian glutamin selama radioterapi untuk mencegah 

diare atau enteritis diinduksi radioterapi tidak 

direkomendasi (Rekomendasi tingkat A).  

2. Jalur pemberian nutrisi 

 

Rekomendasi pemilihan jalur nutrisi dapat dilihat pada Box, 

sedangan pemilihan jalur pemberian nutrisi dapat dilihat pada 

Bagan. 

 

Rekomendasi tingkat A 

 

  Direkomendasikan intervensi gizi untuk meningkatkan asupan 

oral pada pasien kanker yang mampu makan tapi malnutrisi 

atau berisiko malnutrisi, meliputi saran diet, pengobatan gejala

  

 

22 

  

dan  gangguan  yang  menghambat  asupan  makanan,  dan 

  

Direkomendasikan untuk mempertahankan atau 

 

    

 

  menawarkan ONS.      meningkatkan aktivitas fisik pada pasien kanker selama dan  

        

 

   Direkomendasikan pemberian nutrisi  enteral  jika  nutrisi  oral  setelah pengobatan untuk membantu pembentukan massa otot, 

 

  tetap tidak memadai meskipun telah dilakukan intervensi gizi,   fungsi fisik, dan metabolisme tubuh (Rekomendasi tingkat A). 

 

  dan pemberian nutrisi parenteral apabila nutrisi enteral tidak    

 

  cukup atau memungkinkan.    5. Terapi nutrisi operatif  

 

  Direkomendasikan untuk memberikan   edukasi   tentang 

 

 

  

a.   Prapembedahan  

  bagaimana mempertahankan fungsi menelan kepada pasien   

 

     

 

  yang menggunakan nutrisi enteral.   

    Makanan padat dapat diberikan hingga 6 jam dan 

 

        

 

   Nutrisi parenteral tidak dianjurkan secara umum untuk pasien   makanan cair hingga 2 jam sebelum induksi anestesi. 

 

  radioterapi; nutrisi parenteral  hanya diberikan apabila nutrisi  

    Jika klinis dan fasilitas memungkinkan, pasien dapat  

  oral  dan  enteral  tidak  adekuat  atau  tidak  memungkinkan,   

 

    

diberikan karbohidrat oral prapembedahan pada 

 

  misalnya enteritis berat, mukositis berat atau obstruktif massa   

 

  kanker kepala-leher/esofagus.    pasien non-diabetes, sedangkan pada pasien  

        

 

        diabetes, karbohidrat oral diberikan bbersama  

        

 

        dengan obat diabetes (Rekomendasi tingkat A) 

  

3. Farmakoterapi 

 

Pasien kanker yang mengalami anoreksia memerlukan 

terapi multimodal, yang meliputi pemberian obat-obatan, 

seperti progestin dan kortikosteroid (rekomendasi tingkat D), 

serta siproheptadin (rekomendasi tingkat E) sesuai dengan 

kondisi pasien. 

 

4. Aktivitas fisik 

 

b. Pascapembedahan 

 

   Pasien dapat diberikan nutrisi secara dini berupa 

makanan biasa, sedangkan ONS diberikan untuk 

mendukung pencapaian nutrisi total 

(Rekomendasi tingkat A).  

  

   Pemasangan NGT tidak rutin dilakukan 

pascapembedahan (Rekomendasi tingkat A).  

 

23 

Bagan Pemilihan Jalur Nutrisi 

 

 

Pemilihan jalur nutrisi 

 

 

 

 

 

 

Asupan 75100% Asupan 5075% Asupan <60% dari 

dari kebutuhan dari kebutuhan kebutuhan 

  Tidak dapat makan selama 

  57 hari atau lebih. 

  Saluran cerna berfungsi 

 

 

 

 

 

Edukasi dan ONS Jalur enteral 

terapi gizi   

 

 

 

 

pipa nasogastrik/gastrostomi 

 

 

 

 

 

 

Asupan <50% dari kebutuhan 

Tidak dapat makan selama 57 

hari atau  

lebih  

Saluran cerna tidak berfungsi 

optimal (ileus,fistula high output, 

diare berat) 

 

 

Jalur parenteral 

 

 

 

 

 

 

<7 hari: >7 hari: 

parsial parenteral total 

parenteral dengan 

 pemasangan 

 central venous   

24

 

 cathether 

 (CVC) 

PRINSIP REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN KANKER SERVIKS 

 

Disabilitas pada Pasien Kanker Serviks 

 

Kedokteran fisik dan rehabilitasi memerlukan konsep fungsi dan 

keterbatasan dalam penanganan pasien. Pada kanker serviks, 

penyakit dan penanganannya dapat menimbulkan gangguan fungsi 

pada manusia sebagai makhluk hidup seperti ganguan fisiologis, 

psikologis ataupun perilaku yang berpotensi mengakibatkan 

terjadinya keterbatasan dalam melakukan aktivitas (disabilitas) dan 

partisipasi sosial dalam kehidupan sehari-hari.9–11,13,14

 

 

Kanker serviks dan penanganannya (operasi, kemoterapi, dan 

radioterapi) dapat menimbulkan disabilitas pada organ serviks itu 

sendiri maupun sistem organ lainnya, termasuk kelemahan 

umum dan sindrom dekondisi.15

 

 

Disfungsi traktus urinarius bawah: bladder dysfunction pasca radikal 

histerektomi ditemukan pada 42,2% kasus (70-85% pada studi 

retrospektif), sebagai efek dari adanya cedera saraf pada reseksi 

luas struktur pelvis & vagina. Gangguan fungsi berkemih yang timbul 

dapat berupa kesulitan mengeluarkan urin dengan aliran yang tidak 

lancar, serta tidak lampias saat berkemih. Pada sebagian kecil pasien 

dapat bersifat asimtomatik.16 Deteksi dini ataupun pencegahan 

terhadap gangguan berkemih perlu dilakukan karena walaupun 

 

ringan, gangguan fungsi miksi ini dapat mempengaruhi kualitas 

hidup seseorang.16,17

 

 

Keterbatasan Aktivitas 

 

1. Gangguan fungsi berkemih: retensi urin pada hipo / 

atonia bladder pada pasca histerektomi radikal.18,19 

 

2. Nyeri pada pascaoperasi, metastasis jaringan di rongga pelvis 

dan sekitarnya, metastasis tulang dan pembengkakan tungkai  

3. Gangguan mobilisasi pada kasus:9–11,13,14 

 

   Pembengkakan / limfedema tungkai dengan atau tanpa 

Deep Vein Thrombosis (DVT) pada disfungsi drenase limfatik  

  

   Nyeri, akibat efek tindakan & penanganan, metastasis tulang, 

cedera medula spinalis, tirah baring lama dan fatigue  

  

4. Gangguan fungsi kardiorespirasi pada metastasis paru, infeksi, 

tirah baring lama, efek tindakan & penanganan  

5. Impending / sindrom dekondisi akibat tirah baring lama  

6. Gangguan fungsi otak pada metastasis dan hendaya otak 

 

7. Gangguan sensoris pasca tindakan, pada hendaya otak, 

dan cedera medula spinalis  

8. Gangguan fungsi psiko-sosial-spiritual9–11,13,14 

 

25 

 

 

Hambatan Partisipasi 

 

1. Gangguan aktivitas sehari-hari  

2. Gangguan prevokasional dan okupasi  

3. Gangguan leisure  

4. Gangguan seksual pada disabilitas9–11 

 

 

 

Pemeriksaan/Asesmen 

 

   Uji fungsi berkemih  

   Asesmen nyeri  

   Pengukuran lingkar tungkai  

   Evaluasi ortosis dan alat bantu jalan  

   Uji kemampuan fungsi dan perawatan  

 

(Barthel Index, Karnofsky Performance Scale) 

 

- Pemeriksaan kedokteran fisik dan rehabilitasi komprehensif

9–11

 

 

 

Pemeriksaan Penunjang  

• Pemeriksaan darah, urinalisa (LEVEL 4)17  

• Urodinamik, sistografi (sesuai indikasi)  

• USG Doppler tungkai (sesuai indikasi)  

• Rontgen toraks 

• Bone scan, Spot foto  

• CT scan / MRI (sesuai indikasi) 

 

 

Tujuan Tatalaksana 

 

   Memperbaiki dan mengembalikan kemampuan berkemih  

   Pengontrolan nyeri  

   Minimalisasi edema tungkai  

   Meningkatkan dan memelihara fungsi kardiorespirasi  

   Memperbaiki fungsi sensoris  

  

   Proteksi fraktur yang mengancam (impending fracture ) 

dan cedera medula spinalis  

  

   Mengoptimalkan kemampuan mobilisasi dengan 

prinsip konservasi energi dan modifikasi aktivitas  

   Memaksimalkan pengembalian fungsi otak sesuai hendaya  

  

   Meningkatkan kualitas hidup dengan 

memperbaiki kemampuan aktivitas fungsional  

  

   Memelihara dan atau meningkatkan fungsi psiko-sosial-spiritual9–

11,13–15

  

 

 

Tatalaksana Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Pasien Kanker Serviks 

 

A. Sebelum Tindakan (operasi, kemoterapi, dan radioterapi) 

 

 

 

26 

 

1. Promotif: peningkatan fungsi fisik , psikososial spiritual & 

kualitas hidup 

 

2. Preventif terhadap keterbatasan / gangguan fungsi yang 

dapat timbul 

 

3. Penanganan terhadap keterbatasan / gangguan fungsi yang 

sudah ada 

 

 

B. Pasca Tindakan (operasi, kemoterapi dan radioterapi) 

 

1. Penanggulangan keluhan nyeri 

 

Nyeri yang tidak diatasi dengan baik dan benar 

dapat menimbulkan disabilitas. 

 

   Edukasi farmakoterapi, modalitas Kedokteran Fisik 

dan Rehabilitasi  

  

   Edukasi pasien untuk ikut serta dalam penanganan  

  

nyeri memberi efek baik pada pengontrolan nyeri 

(Level 1).9,20–22

  

 

Rekomendasi  

Pasien sebaiknya diberi informasi dan instruksi tentang nyeri 

dan penanganan serta didorong berperan aktif dalam 

penanganan nyeri.19

 

(Rekomendasi B) 

- Terapi medikamentosa sesuai prinsip tatalaksana nyeri World  

Health Organization (WHO) (Level 4) & WHO analgesic 

ladder (Level 2).19

 

- Terapi Non Medikamentosa Modalitas Kedokteran Fisik dan

 

 

Rehabilitasi 

Trans  Electrical  Nerve  Stimulation  (TENS)  (LEVEL 

1)9,19 

Mengoptimalkan pengembalian mobilisasi dengan 

modifikasi aktifitas aman dan nyaman dengan atau 

tanpa alat bantu jalan dan atau dengan alat fiksasi 

eksternal serta dengan pendekatan psikososial-

spiritual 

 

2. Preventif terhadap gangguan fungsi yang dapat terjadi: 

gangguan berkemih, mobilisasi, edema tungkai dan 

sindrom dekondisi pada tirah baring lama 

 

3. Penanganan gangguan fungsi / disabilitas yang ada 

(Lihat Butir C) 

 

 

C. Tatalaksana Gangguan Fungsi / Disabilitas 

 

1. Tatalaksana Hipo / Atonia Bladder Pasca Histerektomi 

Radikal 

 

 

 

 

 

 

27 

Rekomendasi  

Pasien dengan inkontinensia urin sebaiknya diberi informasi 

dan penjelasan tentang pilihan-pilihan penanganan yang 

sesuai.  

(REKOMENDASI D)

17

 

 

Kateterisasi intermiten adalah gold standard/ standar terapi 

pada gangguan pengosongan kandung kemih.23

  

(REKOMENDASI A)

24

 

 

Edukasi pasien dan keluarga untuk melakukan program 

kateterisasi intermiten mandiri25 di rumah, dengan prinsip 

aseptik dengan frekuensi kateterisasi 4-6 kali sehari.  

(REKOMENDASI B) 

 

- Penggunaan kateter intermiten mandiri lebih dapat diterima 

oleh pasien karena lebih tidak mengganggu pada malam 

hari, lebih bebas digunakan pada siang hari, dan 

 

memberikan rasa tidak nyaman yang minimal bila 

dibandingkan dengan kateter suprapubik (LEVEL 1)25 

- Intravesical electro stimulation23 meningkatkan sensasi 

pengisian kandung kemih dan dorongan pengosongan serta 

memperbaiki kontrol volitional detrusor (LEVEL 3)24 

- Medikamentosa : tidak terbukti mengatasi hipo/ atonia 

bladder (LEVEL 2-A)24 

 

2. Tatalaksana Tungkai Bengkak / Limfedema Ekstremitas 

Bawah 

 

Penanganan ditujukan untuk pengontrolan tungkai bengkak dan 

komplikasi / keluhan serta pengembalian fungsi tungkai terkena, 

dengan prinsip:26

 

 

- Edukasi pencegahan timbulnya edema dan atau peningkatan 

edema: hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada tungkai  

dengan gangguan drenase limfatik akibat tumor ataupun tindakan 

operasi dan fibrosis pasca radiasi27–29 

- Reduksi edema dengan manual lymphatic drainage (MLD) dan 

kompresi eksternal, serta kompresi garmen dengan balutan / 

stocking  

- Terapi gerak/ aktivitas motorik dan latihan pernafasan27

  

- Pembalutan dapat diberikan pada limfedema dengan Deep Vein 

Thrombosis / DVT tungkai11,26–28

 

 

   Atasi komplikasi / penyulit : DVT, nyeri, infeksi, limforrhoea, 

psiko-sosial-spiritual, dll  

 

 

3. Tatalaksana Gangguan Mobilisasi, pada kasus : 

 

b. Nyeri pada limfedema tungkai, metastasis tulang dan cedera 

medula spinalis. Tatalaksana medikamentosa & non-

medikamentosa lihat butir B.1 diatas  

c. Limfedema tungkai dengan atau tanpa Deep Vein 

Thrombosis. Tatalaksana lihat butir 2  

d. Tirah baring lama dengan impending / sindrom dekondisi, 

kelemahan umum dan fatigue. Tatalaksana lihat butir 4 

 

28 

e. Metastasis tulang dengan fraktur mengancam (impending 

fracture) dan atau dengan fraktur patologis serta cedera 

medula spinalis. Tatalaksana:  

f. Edukasi pencegahan fraktur patologis  

g. Mobilisasi  aman  dengan  alat  fiksasi  eksternal  dan  atau  

dengan  alat  bantu  jalan  dengan  pembebanan  bertahap.  

Pemilihan alat sesuai lokasi metastasis tulang11,13,14  

h. Gangguan kekuatan otot pada gangguan fungsi otak. 

Tatalaksana lihat butir 7 

 

4. Kelemahan umum, fatigue dan tirah baring lama dengan 

impending / sindrom dekondisi. Tatalaksana sesuai 

gangguan fungsi & hendaya yang terjadi : 

 

   Pencegahan sindrom dekondisi dengan latihan: pernapasan, 

lingkup gerak sendi, penguatan otot dan stimulasi listrik 

 

fungsional (Electrical Stimulation/ES/NMES) dan latihan 

ketahanan kardiopulmonar serta ambulasi.9–11,13,14 

 

• Pelihara kemampuan fisik dengan latihan aerobik bertahap  

sesuai kemampuan fisik yang ada.30

  

- • Pelihara kestabilan emosi antara lain dengan cognitive 

behavioral therapy (CBT)30

 

- • Pelihara kemampuan beraktivitas dengan modifikasi aktivitas 

hidup30

  

5. Gangguan Fungsi Kardiorespirasi pada metastasis paru, infeksi 

dan efek tindakan serta tirah baring lama. Tatalaksana sesuai 

gangguan fungsi yang terjadi pada hendaya paru dan jantung: 

retensi sputum, gangguan pengeluaran riak, dan gangguan 

 

penurunan kebugaran. Modifikasi dan adaptasi aktifitas 

diperlukan untuk dapat beraktivitas dengan aman9–11,13,14 

 

6. Gangguan somatosensoris pasca operasi dan poli-neuropati 

akibat kemoterapi / CIPN, serta pada cedera medula spinalis. 

 

Tatalaksana sesuai gangguan fungsi yang terjadi pada hendaya 

neuromuskular 9–11,13,14 

 

7. Gangguan fungsi otak pada metastasis dan hendaya otak. 

Tatalaksana sesuai tatalaksana stroke like syndrome)9–11,13,14  

8. Evaluasi dan Tatalaksana Kondisi Sosial dan Perilaku Rawat  

9. Adaptasi Aktivitas Kehidupan Sehari-hari 

 

10. Rehabilitasi Prevokasional dan Rehabilitasi Okupasi  

11. Rehabilitasi Medik Paliatif9–11,13,14