Tampilkan postingan dengan label ostearthritis lutut. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ostearthritis lutut. Tampilkan semua postingan

ostearthritis lutut

 







Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit peradangan sendi 

yang paling sering ditemukan. Diperkirakan 15% dari 

seluruh populasi terkena dampak penyakit ini. OA dianggap 

merupakan suatu kondisi kegagalan organ (sendi sinovium) 

dibandingkan suatu kondisi penyakit kartilago atau tulang. 

Saat ini OA merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab 

disabilitas di negara berkembang. Insiden dan prevalensi OA 

semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Pandangan dan pemahaman yang benar terhadap gejala 

dan tanda OA sangat penting bagi seorang dokter, untuk 

menghindari misinterpretasi dari penyakit ini. Kesalahan 

diagnosis dapat mengakibatkan terapi yang tidak diperlukan 

atau tidak tepat. Pemberian terapi Non-Steroid Anti-

Inflammation Drugs (NSAID) pada kerusakan mekanis yang 

terjadi pada OA dapat efektif mengurangi gejala, namun 

tidak dapat menghentikan proses yang mendasari terjadinya 

OA tersebut. Sehingga diperlukan terapi multi-modalitas 

untuk dapat mengatasi masalah terkait OA secara paripurna. 

Berbagai modalitas terapi saat ini banyak tersedia, termasuk 

8

yang tergolong dalam kategori Complementary and Alternative 

Medicine (CAM). Namun tentunya seorang klinisi harus 

berpedoman pada Evidence Based Medicine (EBM) dalam 

memberi  terapi. Dalam hal ini, cara pandang seorang 

klinisi dalam penatalaksanaan OA, baik pencegahan, 

diagnostik dan terapi yaitu  hal yang penting.


1. DEFINISI 

Osteoarthritis (OA) (dari kata latin osteo : tulang, arthro : 

sendi, itis: inflamasi) merupakan proses terjadinya inflamasi 

kronik pada sendi sinovium, dan kerusakan mekanis pada 

kartilago sendi dan tulang. Berlangsungya proses perlunakan 

dan disintegrasi tulang rawan sendi secara progresif, disertai 

dengan pertumbuhan baru tulang dan tulang rawan pada 

perbatasan sendi (osteofit). Terjadinya pembentukan kista 

dan sklerosis pada tulang sub-chondral, disertai sinovitis 

ringan dan fibrosis kapsuler. 

Kasus OA seringkali disebut sebagai penyakit weight-bearing 

joint (misal pinggul dan lutut). Karena sebagian besar 

pembebanan pada sendi sinovium bukan dari massanya 

melainkan dari kontraksi pada otot periartikular. Suatu 

kondisi yang juga dapat mengakibatkan gangguan pada otot 

periartikular. Karenanya kasus OA lebih tepat dianggap 

sebagai penyakit load-bearing joint. 

Semua pasien memiliki sendi yang berisiko mengalami OA, 

namun peluang untuk terjadinya OA tergantung kepada 

abnormalitas struktur, dan kemampuan untuk melindungi 

sendi dari tekanan mekanis yang berlebihan.

1

10

Gam

bar 1. A

natom

i Sendi Lutut (Properti Pribadi)

1

11

2. ANATOMI

Sendi yaitu  penghubung 2 tulang agar dapat digerakkan. 

Sendi terdiri atas beberapa struktur diawali dengan:

1.  Sendi synovial (diatrodial) terletak pada ujung dari 

dua tulang yang saling berhubungan.

2. Kartilago artikular yang sangat halus (friksi minimal) 

menutupi ujung tulang yang saling meluncur satu 

sama lain. Dapat terjadi cedera yang memicu  

rasa nyeri, degenerasi dan disfungsi

3. Tulang Subkondral: tulang tebal penyokong dan 

terdapat langsung dibawah kartilago artikular. 

Gambaran pada foto polos x-ray berupa radio-opaque 

dan memiliki hipodense (hitam) pada MRI

4. Synovium: membran dalam yang memanjangi kapsula 

sendi; penghasil cairan synovial (filter plasma); 

plica (lipatan) synovial terbuat nomal namun dapat 

menjadi patologik.

Kata Kunci : 

OA yaitu  penyakit gangguan sendi tersering

Merupakan kondisi kronik dari sendi sinovium 

yang memicu  nyeri dan kaku dan kadang 

dengan inflamasi dan  pembengkakan

Hasil dari hilangnya kartilago dan termasuk juga 

struktur dari sendi

1

12

5.  Kapsula : bagian lapisan luar, mengelilingi dan 

menyokong  ujung kedua tulang pada orientasi yang 

tepat; penebalan pada kapsul (ligamentum kapsular) 

menjaga stabilitas sendi

6.  Cairan synovial : plasma ultrafiltrasi ; mengandung 

asam hialuronik, lubrikan, proteinase, dan kolagenase; 

fungsi: 1. Lubrikasi sendi, 2. Nutrisi untuk kartilago 

artikular (Meniskus, TFCC), 3. Evaluasi laboratorium 

penting untuk penilaian proses intraartikular.

7.  Lain-lain : sendi kadang memiliki struktur tambahan, 

termasuk ligamentum (ACL, PCL), tendon (bisep, 

popliteal), penyokong struktur (meniscus, TFCC, 

diskus artikularis).

Kartilago

1. Hialin: terdapat di kartilago artikular pada sendi 

synovial, mengandung kolagen tipe II.

2. Serat Kartilago: terdapat di meniscus, TFCC, 

diskus vertebral, diskus artikulars (sendi 

akromikroklavikular); mengandung kolagen tipe I.

(Netter’s concise orthopedic anatomy 2nd ed., 

Basic science, 2010. Pg. 16)

3. FISIOLOGI SENDI LUTUT

Sendi lutut merupakan sendi yang sangat kompleks, yang 

dapat bergerak dan memungkinkan seseorang berjalan, dan 

1

13

juga dapat menahan beban tubuh dalam proporsi yang besar. 

Sendi lutut dikatakan sebagai sendi engsel karena struktur 

dan lingkup gerak sendi yang menyerupai engsel.

Fungsi dasar sendi lutut yaitu :

1. memberi  stabilitas untuk tumpuan berat badan;

2. Memungkinkan terjadinya mobilitas/gerakan pada 

tungkai;

3. Meneruskan/mentransmisi beban dari tubuh bagian 

atas dan paha ke tungkai bawah.

Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi lutut yaitu  fleksi 

dan ekstensi, dan pada beberapa posisi tertentu, rotasi 

eksternal dan internal juga dapat dilakukan. Gerakan rotasi 

sendi lutut dapat terjadi saat sendi sedikit fleksi. Gerakan ini 

terjadi terutama antara tibia dan meniskus, dan paling bebas 

bergerak saat tungkai bawah fleksi pada sudut tertentu 

terhadap paha. Posisi istirahat/netral sendi lutut yaitu  

sedikit fleksi (10°).

Pada posisi ekstensi penuh, atau saat posisi berdiri, sendi 

lutut bersifat lebih rigid/kaku karena kondilus medial tibia, 

yang lebih besar daripada kondilus lateral, berada di depan 

kondilus femoral medial, sehingga mengunci sendi. Langkah 

pertama gerakan fleksi dari sendi lutut yang ekstensi penuh 

yaitu  membuka kunci sendi atau rotasi internal. Gerakan 

ini terjadi karena kerja otot popliteus, yang berasal dari 

sisi lateral kondilus lateral femur, melewati kapsul sendi di 

1

14

bagian posterior, dan masuk di belakang proksimal tibia. 

Lingkup gerak sendi lutut berkisar 0-140°.

Saat tubuh berdiri dalam posisi tegak, berat badan akan 

menumpu pada garis vertikal yang akan jatuh melewati tepat 

bagian tengah sendi lutut. Hal itu memicu  terjadinya 

overekstensi sendi lutut. Namun hal ini dapat dicegah 

dengan adanya daya tegang dari ligamen krusiatum anterior, 

popliteal oblik, dan kolateral.

Gerakan fleksi dan ekstensi sendi lutut berbeda dengan 

tipikal sendi engsel lainnya, karena pada sendi lutut:

a. aksis saat sendi bergerak tidak tetap, tetapi berpindah 

ke depan saat gerakan ekstensi dan ke belakang saat 

gerakan fleksi;

b. awal gerakan fleksi dan akhir gerakan ekstensi juga 

diikuti oleh gerakan rotasi yang berkaitan dengan 

fiksasi tungkai pada posisi yang memberi  stabilitas 

optimal.

Otot utama yang bekerja pada sendi lutut yaitu :

a. ekstensor  otot quadriceps femoris (rektus femoris, 

vastus medialis, vastus lateralis, vastus intermedialis);

b. fleksor  otot hamstring, yang dibantu oleh otot 

gracilis, gastrocnemius, dan sartorius;

c. rotator medial  otot popliteus.

1

15

Ekstensi tungkai pada paha merupakan hasil kerja otot 

quadriceps femoris. Sedangkan gerakan fleksi dihasilkan 

oleh kerja otot biceps femoris, semitendinosus, dan 

semimembranosus, yang dibantu kerja otot gracilis, 

sartorius, gastrocnemius, popliteus, dan plantaris. Gerakan 

rotasi eksternal dapat terjadi karena otot biceps femoris, 

dan rotasi internal disebabkan oleh otot popliteus, 

semitendinosus, semimembranosus, sartorius, dan gracilis. 

Otot popliteus bekerja terutama pada permulaan gerakan 

fleksi sendi lutut. Karena kontraksi otot tersebut, tungkai 

akan bergerak rotasi internal, atau jika  tibia dalam posisi 

terkfiksasi, paha akan bergerak rotasi eksternal.

Gerakan rotasi sendi lutut dapat terjadi karena adanya 

gerakan berputar antara proksimal tibia dengan kondilus 

femoral dan pergeseran meniskus yang mengikuti gerakan 

kondilus femoral. Rotasi sendi lutut hanya dapat terjadi 

jika  sendi lutut dalam keadaan fleksi. Luas lingkup rotasi 

eksternal lebih besar daripada rotasi internal. Gerakan rotasi 

eksternal dibatasi oleh tegangan pasif otot popliteus.

Saat pergerakan terjadi, meniskus juga ikut bergeser dan 

bergerak ke posterior saat gerakan fleksi dan ke anterior 

saat gerakan ekstensi. Saat gerakan rotasi, meniskus akan 

mengikuti gerakan kondilus femoral. Pergeseran meniskus 

akan bertambah jika  sendi dalam kondisi menahan 

beban.

1

16

Stabilitas sendi lutut bergantung pada kekuatan otot dan 

ligamen yang menyusunnya. Dari kedua organ tersebut, 

otot merupakan faktor yang lebih penting. jika  otot 

quadriceps femoris terbentuk baik, maka fungsi sendi 

lutut akan terjaga meskipun ada cedera ligamen. Ligamen 

memberi  kekuatan dan stabilitas pada sendi lutut.

1. Ligamen kolateral medial  memberi  stabilitas di 

dalam sendi lutut;

2. Ligamen kolateral lateral  memberi  stabilitas di 

luar sendi lutut;

3. Ligamen krusiatum anterior  membatasi rotasi dan 

gerakan tibia ke depan, stabilisasi anteromedial sendi 

lutut saat ekstensi;

4. Ligamen krusiatum posterior  membatasi gerakan 

tibia ke belakang dan stabilisasi anterolateral sendi lutut 

saat fleksi.

Patella berfungsi sebagai protektor sendi dan mengurangi 

friksi antara tulang dan otot penyusun sendi lutut. Selain 

itu, patella juga dapat meningkatkan tumpuan mekanik 

otot quadriceps. Meniskus berfungsi sebagai shock-absorber 

dan bantalan sendi lutut. Meniskus dapat menahan beban 

sampai 40-70% dari beban yang diberikan pada sendi lutut. 

Meniskus juga memberi  struktur tibial plateau yang lebih 

dalam/kokoh sebagai bagian dari stabilitas sendi. Selain 

meniskus, terdapat cairan sendi sinovial yang juga berfungsi 

1

17

sebagai shock-absorber dan mengurangi friksi. Bursa sendi 

juga memiliki fungsi untuk mengurangi friksi saat sendi 

lutut bergerak.

4. INSIDEN

Penyakit degeneratif merupakan tipe artritis tersering 

dibanding penyakit artritis lainnya. Di Amerika, diperkirakan 

orang berumur di atas 60 tahun, 25% perempuan dan 15% 

pria akan memiliki gejala yang berkaitan dengan penyakit 

sendi degeneratif. Setelah berumur di atas 5 tahun, lebih dari 

80% wanita dan pria akan terkena.

1

18

5. ETIOLOGI 

a. Umum, berbagai macam OA dimulai dengan masalah 

mekanik pada sendi. 

b. OA merupakan manifestasi dari upaya penyembuhan 

sendi dan memperbaiki biomekanik abnormal sendi.

c. Proses OA dapat memicu  nyeri sendi tetapi 

sering mengarah ke kondisi stabil, nyeri sendi yang 

minimal. 

6. KLASIFIKASI OA

OA diklasifikasikan sebagai OA primer (idiopatik) dan OA 

sekunder karena sebab lain.

OA primer (idiopatik) merupakan OA yang terjadi akibat 

proses degeneratif yang berlangsung seiring bertambahnya 

usia. Proses perusakan tulang rawan sendi ini dapat 

dipercepat pada orang-orang yang mempunyai faktor risiko 

genetik, ataupun pada orang-orang yang aktivitasnya 

mempergunakan sendi-sendinya secara berlebihan. Obesitas 

merupakan salah satu faktor risiko yang mempercepat 

degenerasi pada sendi-sendi weight-bearing, terutama pada 

sendi lutut.

OA primer dapat terlokalisir pada sendi-sendi tertentu, dan 

biasanya digolongkan sesuai sendi yang terkena dampaknya, 

misalnya OA lutut, OA sendi panggul, OA sendi tangan dan 

1

19

kaki. Jika OA primer melibatkan beberapa sendi, maka dapat 

disebut sebagai OA generalisata primer.

OA dapat terjadi sekunder akibat adanya penyakit, 

deformitas, ataupun mekanisme trauma yang mengubah 

microenvironment pada sendi dan mempercepat kerusakan 

dari tulang rawan sendi.

Kondisi-kondisi yang dapat memicu  OA sekunder 

antara lain:

Masalah Kasus

Kelainan kongenital 

pada sendi

• clubfeet 

• displasia sendi panggul

Infeksi dari sendi • septik artritis, TBC sendi

Inflamasi non-spesifik 

pada sendi

• artritis rheumatoid 

• ankylosing spondylitis

Artritis metabolik • gout, pseudogout

Hemartrosis berulang • Hemophilia

Trauma pada sendi • fraktur mayor

• robekan meniscus 

• trauma minor berulang 

(stress okupasional pada 

sendi)

Deformitas/

malalignment pada 

sendi 

• genu valgum 

• genu varum

Instabilitas sendi • robeknya atau laxity dari 

ligamen, 

• subluksasi

• kapsul sendi yang teregang

1

20

Faktor Patogenik Osteoartritis

Diagram 1. Faktor Patogenik Osteoarthritis 

(Netter’s concise orthopedic anatomy 2nd ed., 

Basic science, 2010.)

1

21

7. PATOFISIOLOGI

Komposisi matriks ekstraseluler pada tulang rawan sendi 

berperan penting dalam menyokong fungsi sendi sebagai 

penahan beban mekanik. Degradasi komponen matriks 

merupakan mekanisme utama terjadinya OA, dimana terjadi 

kerusakan matriks ekstraselular pada tulang rawan sendi, 

sehingga tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana mestinya. 

Gambar 2.  Skema Patofisiologi OA

Kartilago Artikular

Perubahan awal biokimia pada penyakit sendi degeneratif 

selalu diawali dari kartilago artikular, dimana hilangnya 

proteoglikan dari matrix sehingga kartilago melunak 

(chondromalacia) dan hilangnya elastisitas normal yaitu 

kemampuannya untuk shock absorbing. Ditambah kandungan 

kolagen berkurang sehingga mudah terjadi friksi dari fungsi 

sendi. Hal ini memicu  lapisan tangensial kartilago 

1

22

berakselerasi dan bagian vertikal dalamnya berpisah, dengan 

konsekuensinya terjadi fissuring dan fibrillation. 

Karakteristik fenomena pada OA banyak disebabkan aktivitas 

selular dan metabolik pada kartilago, tidak saja bertambah 

selularitas sel tetapi kondrosit tua sekali lagi mengalami 

pemisahan melewati proses mitosis sel. Hal ini mengaktifkan 

kondrosit mensintesa proteoglikan dan kolagen lebih 

cepat. Namun, kandungan proteglikan berkurang karena 

kerusakan progresif oleh protease lisosomal (cathepsin) dan 

metaloproteinase netral seperti kolagenase.

Pada bagian tengah permukaan sendi lutut, dimana 

letak stress dan friksi paling besar, tulang subkondral 

mengalami eburnasi dan hipertrofi. Eburnasi yaitu  suatu 

proses dimana permukaan sendi yang harusnya dilapisi 

oleh kartilago artikuler, namun kartilago tersebut terkikis 

sampai tulang subkondral. Sehingga tulang subkondral 

menjadi permukaan sendi, yang kemudian menjadi halus 

dan mengkilat seperti gading. Proses hipertrofi tulang 

subkondral akan memberi  gambaran radiografik densitas 

tinggi (sklerotik). Sedangkan pada bagian pinggir/perifer 

permukaan sendi lutut, stress yang diterima minimal. Hal ini 

memicu  tulang subkondral menjadi atrofi dan nampak 

gambaran radiografik densitas rendah (osteoporotik). 

Redistribusi stress biomekanik pada sendi akan 

memicu  remodeling tulang subkondral. Tulang akan 

terkikis pada bagian sentral tetapi terdeposit (oleh osifikasi 

1

23

endokondral lapisan dalam kartilago) di bagian perifer. 

Kejadian demikian akan memperparah inkongruenitas sendi 

dan siklus degenerasi.

Oleh sebab tersebut di atas tulang subkondral merupakan 

patogenik mayor penting pada OA. Pada OA awal, dimana 

ditandai dengan stasis meduler aliran darah, pembengkakan 

vena dan hipertensi intraosseus. Tekanan yang berlebihan 

dan beban yang tinggi, terutama pada sendi yang menjadi 

tumpuan beban tubuh seperti panggul, akan memicu  

fraktur mikro (fraktur mikro dalam kalsifikasi tulang rawan 

dan kerusakan pada tulang rawan artikular hialin dan tulang 

subkondral, dan terbentuknya lesi kistik pada sumsum 

tulang subkondral). Hal ini dikarenakan adanya degenerasi 

mukoid dan fibrinosa jaringan lokal akibat mikrofraktur 

trabekula. Vaskularitas yang meningkat karena reaksi tulang 

dalam ruang tertutup tersebut menjadi faktor penyebab 

timbulnya keluhan nyeri. Studi lainnya mengatakan bahwa 

pada fraktur tulang berkaitan dengan pengaktifan kembali 

pusat sekunder penulangan (osifikasi), dan osifikasi 

endokondal, dan keduanya memicu  penipisan tulang 

rawan artikular hialin dari bawah dan karena itu keduanya 

memainkan peran penting dalam etiopatogenesis kerusakan 

struktural OA.

1

24

Gambar 3. Mekanisme Osteoartritis – faktor kausal 

(a) pada sendi normal gaya didistribusikan secara mer-

ata. Gambar selanjutnya menunjukan 3 cara kartilago 

dapat rusak : (b) deformitas meningkatkan stress pada 

area yang terlokalisasi dengan beban terkonsentrasi 

pada satu titik; (c) kartilago yang sudah melemah akibat 

penyakit tidak dapat menahan tahanan  walaupun 

beban normal.; (d) jika tulang subartikular tidak normal, 

maka tidak dapat menopang kartilago secara adekuat.

Membran Sinovial dan Kapsul Fibrosa

Fragmen kecil dari kartilago mati yang terlepas dapat 

mengambang di cairan sinovial sebagai benda asing (loose 

bodies). Namun biasanya fragmen tersebut cenderung 

menempel pada membran sinovial sehingga memicu  

reaksi hipertrofi dan efusi sinovial. Cairan sinovial pada 

kondisi efusi demikian mengandung musin yang lebih tinggi 

1

25

dan memberi  gambaran viskositas yang meningkat. 

Kapsul fibrosa akan menebal dan fibrotik, yang akan 

memicu  keterbatasan gerak sendi.

Gambar 4. Perbandingan kondisi lutut normal dan 

kondisi Osteoarthritis Lutut

8.  GEJALA DAN TANDA KLINIS

Gelaja klinis

Diagnosis klinis dari OA umumnya meliputi rasa nyeri 

dan kekakuan pada sendi, disertai mobilitas sendi yang 

berkurang, tanpa adanya presentasi sistemik seperti demam. 

(Creamer & Hochberg, 1997; Goncharov, 2011).

Keterlibatan pada sendi melibatkan beberapa pola yang 

berbeda, gejala klinis dapat berasal dari satu atau dua sendi 

weightbearing joints (sendi panggul atau sendi lutut), pada 

sendi interfalangeal (terutama pada wanita) atau pada sendi 

apapun yang pernah mengalami trauma atau deformitas 

(misalnya displasia kongenital osteonekrosis atau fraktur 

intra-articular). Riwayat keluarga juga sering ditemukan pada 

pasien dengan OA poliartikular. 

Nyeri sendi yaitu  gejala yang paling sering timbul. Rasa nyeri 

tersebut dapat terlokalisir, diffuse, atau bahkan referred pain 

di tempat yang jauh, misalnya nyeri pada OA sendi panggul 

juga dapat dirasakan hingga sendi lutut. Nyeri biasanya timbul 

perlahan-lahan dan memberat dalam dalam hitungan bulan 

ataupun tahun. Rasa nyeri tersebut bertambah berat dengan 

1

27

aktivitas fisik dan membaik dengan istirahat. Pada stadium lanjut, 

nyeri yang hebat bahkan dapat dirasakan saat istirahat. Sumber 

rasa nyeri dapat berasal dari radang pada sinovium, periosteum, 

ligamen, atau otot, ataupun tekanan pada tulang subkondral 

akibat kongesti vascular akibat dan hipertensi intraosseus. Nyeri 

tidak berasal dari tulang rawan karena struktur tersebut avaskuler 

dan sangat sedikit mendapat suplai saraf.

Kekakuan pada sendi sering ditemukan pada OA. pada 

stadium awal penyakit, rasa kaku sering timbul pada periode 

pasien sedang inaktif, misalnya dirasakan pada saat bangun 

tidur, namun durasi kaku sendi tersebut lebih singkat artritis 

reumatoid.  Seiring dengan waktu, kekakuan sendi dapat 

menjadi progresif dan konstan. 

Bengkak sendi dapat terjadi secara intermitten (menandakan 

adanya efusi sendi) ataupun kontinyu (dengan penebalan 

kapsuler atau osteofit besar) 

Deformitas dapat berasal dari kontraktur kapsular atau 

instabilitas sendi, tapi selalu ingat bahwa deformitas dapat 

terjadi sebelum OA dan sekaligus dapat menjadi faktor yang 

berkontribusi terhadap terjadinya OA. 

Penurunan fungsi sendi seringkali merupakan gejala yang 

memicu  distress pada pasien. Kaki menjadi pincang, 

kesulitan dalam naik tangga, ketidakmampuan berjalan jauh, 

atau keterbatasan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dapat 

menjadi alasan pasien untuk mencari pertolongan medis.

1

28

Tanda Klinis

a. Pembengkakan sendi: sendi perifer (terutama jari-jari 

tangan, pergelangan, lutut, dan jari-jari kaki). Terjadi 

akibat efusi. 

b. Tell-tale scars menandakan adanya abnormalitas 

sebelumnya, dan muscle wasting menandakan adanya 

disfungsi sendi dalam jangka waktu yang lama.

c. Deformitas mudah ditemukan pada sendi yang 

terekspose, misalnya pada sendi lutut atau sendi 

metatarsofalangeal pada ibu jari kaki. Deformitas 

pada sendi panggul seringkali tidak terlihat. 

d. Nyeri tekan lokal sering ditemukan, dan pada cairan 

sendi superfisial, synovial thickening atau osteofit dapat 

ditemukan.

e. Pergerakan sendi terbatas pada arah tertentu dan 

kadang dengan nyeri pada gerak sendi yang ekstrim

f. Krepitasi dapat dirasakan pada sendi (paling sering 

pada sendi lutut) ketika menggerakkan sendi secara 

pasif.

g. Instabilitas sendi sering ditemukan pada stadium 

lanjut dari destruksi komponen sendi, tapi juga dapat 

dideteksi pada stadium awal dengan tes khusus. 

Instabilitas dapat terjadi akibat hilangnya lapisan 

tulang atau tulang rawan, kontraktur kapsular 

asimmetris, dan/atau kelemahan otot. 

1

29

h. Sendi-sendi lain harus selalu diperiksa, untuk mencari 

tanda-tanda kelainan sistemik. Pemeriksaan terhadap 

sendi lain juga membantu untuk mengetahui apakah 

adanya problem tambahan terhadap sendi utama yang 

mengalami OA (misalnya adanya lumbar stiffness, atau 

instabilitas sendi lutut yang memperberat kondisi OA 

pada sendi panggul). 

i.  Kemampuan untuk menjalani aktivitas sehari-hari harus 

dinilai.. Gambaran radiologis tidak selalu berkorelasi 

dengan derajat nyeri ataupun kapasitas fungsional 

pasien. Yang harus dinilai misalnya apakah pasien 

dengan OA lutut dapat naik turun tangga, atau 

bangkit dengan mudah dari kursi, apakah pasien 

menjadi pincang atau menggunakan walking stick.

TANDA – TANDA CARDINAL OSTEOARTHRITIS

Penyempitan ruang sendi

Sklerosis subchondral 

Osteofit marginal

Kista subchondral

Bone remodelling

 

1

30

Tabel 1. Etiologi Nyeri Sendi pada pasien dengan      

osteoarthritis (OA)

Jaringan Mekanisme Nyeri

Tulang subkondral Hipertensi medular, 

mikrofraktur

Osteofit Peregangan saraf tepi di 

periosteum

Ligamen Peregangan

Enthesis Inflamasi

Kapsula Sendi Inflamasi, distensi

Otot periartikular Spasme

Sinovium Inflamasi

Secara radiografis, OA didefinisikan menurut kriteria 

Kellgren-Lawrence. Sistem ini membagi OA menjadi 5 

level dari 0 hingga 4, berdasarkan ada tidaknya osteofit, 

penyempitan celah sendi, kista, deformitas, dan sklerosis. 

(Kellgren & Lawrence, 1963). 

Magnetic resonance imaging (MRI) juga merupakan metode 

diagnostik visual yang lebih sensitif daripada gambaran 

radiografis konvensional (Huner & Felson, 2006).

Pemeriksaan Radiologi pada penderita OA menggunakan 

kriteria penilaian Kellgren-Lawrence Grading Scales sebagai 

berikut:

1

31

Tabel 2.1 Kellgren-Lawrence Grading Scales untuk 

penilaian derajat OA

Kelas Klasifikasi Deskripsi

0 Normal Tidak tampak OA

I Meragukan Penyempitan ruang sendi masih meragukan 

dan kemungkinan lipping osteophytic

II Ringan Osteofit definitif – ruang antar sendi normal

III Sedang Multipel osteofit sedang

Penyempitan ruang antar sendi

Beberapa sklerosis dan kemungkinan 

deformitas kontur tulang. 

IV Berat Osteofit besar

Penyempitan ruang sendi yang terlihat jelas

Sklerosis berat

Deformitas kontur tulang

1

32

9. DIAGNOSIS BANDING

Osteoarthritis Rheumatoid Arthritis

Definisi Penyakit sendi 

kronik, pelunakan 

progresif kronik 

diikuti pertumbuhan 

kartilago dan tulang 

pada margin sendi 

(osteofit) dan fibrosis 

kapsular.

Penyakit autoimun 

memicu  inflamasi 

sendi seluruh tubuh 

memicu  fatigue 

dan nyeri. Sinovitis 

kronik dan formasi 

pannus mengakibatkan 

degenerasi permukaan 

artikular dan destruksi 

sendi pada akhirnya.

 Kekakuan Pagi/setelah periode 

tidak bergerak; < 30 

menit

Lebih panjang 

(>60menit) pada pagi 

hari

Gejala ter-

lokalisir

Ya, terbatas pada 

sendi yg terkena

Tidak

Nyeri Memburuk dengan 

aktivitas / setelah 

penggunaan lama 

(khususnya aktivitas 

beban berat)

Memburuk setelah 

tidak beraktivitas lama; 

biasanya membaik 

dengan aktivitas

Tanda Perabaan dapat 

hangat, nyeri sendi, 

deformitas tidak 

progresif

Hangat, nyeri sendi 

hebat dengan 

deformitas progresif 

(deviasi jari-jari ulnar)

Simetris Kadang-kadang Sering

Nyeri 

Tekan

Tidak biasa Hampir seluruh ruang 

sendi terekspos

Inflamasi Tidak biasa Sering

1

33

Instabili-

tas

Kadang-kadang; 

menekuk/instabilitas 

sendi berakibat 

menurunnya ROM 

dan jatuh.  

Tidak Sering

Penyakit 

multi

system

Tidak Sering fatique, demam, 

kedinginan, turun berat 

badan, mulut dan mata 

kering

Radiologi Kallgren Lawrance 

Grading Scale

Penyempitan ruang 

sendi

Osteopenia

Erosi tulang/ sendi

Diagnosa banding lainnya yang perlu diingat yaitu 

pada kasus gout yang merupakan penyakit deposisi 

kristal urat monosodium di sendi/sinovium. Dari hasil 

laboratorium didapatkan peningkatan serum asam urat, 

analisa synovial: Kristal birefingrent negatif. Gout 

mempunyai tanda tipikal yaitu artritis monoartikular (MTPJ 

pertama,unilateral); gejala dapat self-limiting. Tatalaksana 

berupa pemberian indometasin (NSAID) dan kolkisin. 

1

34

Algoritma Penilaian pasien dengan nyeri sendi

(Patient Safe Care, 2002)

35

BAB 2

TINDAKAN 

PREVENTIF

1. PENCEGAHAN PRIMER

OA merupakan penyakit sendi yang insidennya meningkat 

seiring dengan usia. Namun, ada beberapa faktor risiko yang 

dapat memicu terjadinya OA atau mempercepat progresivitas 

kerusakan tulang rawan sendi.

Beberapa faktor risiko OA meliputi:

Faktor risiko sistemik:

1. Genetik: beberapa individu memiliki kelainan 

genetik dengan kerusakan tulang rawan sendi 

yang lebih progresif dibandingkan individu 

lainnya

2. Penuaan: dimana kartilago menua, 

memperlihatkan berkurangnya selularitas, 

menurunnya konsentrasi proteoglycan, dan 

menghilangnya elastisitas. 

3. Jenis kelamin: OA lebih sering ditemukan pada 

wanita

2 TINDAKAN PREVENTIF

36

Faktor risiko lokal:

1. Obesitas

2. Cedera/ operasi

3. Cedera stress repetisi

4. Gangguan mekanik akibat adanya kondisi 

yang melatarbelakangi (pasca trauma, 

displasia sendi, pekerjaan, densitas tulang, 

obesitas, terkait pekerjaan dengan beban 

berat, obesitas, dll)

Sebagai pencegahan primer dari OA maka beberapa hal yang 

harus diperhatikan yaitu  mencegah faktor-faktor risiko 

tersebut untuk berkembang menjadi kerusakan tulang rawan 

sendi yang permanen.

_______________________________:

1. Sujata Sovani M Shawn P. Grogan. Osteoarthritis. 

Detection, Pathophysiology, and Current/ Future 

Treatment Strategies.

2. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries 

of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Lippincott 

Williams & Wilkins, 1999.

2TINDAKAN PREVENTIF

37

2. PENCEGAHAN SEKUNDER

Bagi pasien-pasien yang sudah menderita OA, ada beberapa 

latihan dan edukasi yang direkomendasikan untuk 

mengurangi gejala dan memperbaiki kualitas hidup. 

1. Latihan terapeutik dengan beban yang ringan 

direkomendasikan untuk mempertahankan luas gerak 

sendi dan menguatkan otot-otot disekeliling sendi 

yang mengalami OA.

2. Untuk OA lutut direkomedasikan penurunan 

berat badan. Hal ini berguna untuk mengurangi 

progresivitas OA sekaligus juga berguna untuk 

kesehatan

3. Edukasi pasien untuk dapat memahami kondisi 

penyakit mereka, dan menganjurkan untuk terus aktif 

dan mempertahankan mobilitasnya, karena bila sendi 

tidak digunakan akan dapat memicu  imobilitas 

lebih lanjut.

Sumber:

1. Usatine RP, Smith MA, Mayeaux EJ, Chumley H, 

Tysinger J. 2009. The Color Atlas of Family Medicine. 

McGraw Hill.

BAB 3

38

PENGOBATAN 

KOMPREHENSIF

Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk penyakit 

sendi degeneratif. Hal ini dikarenakan lesi patologisnya 

berkaitan dengan proses penuaan dan cenderung progresif 

dan permanen. Tata laksana OA tergantung dari sendi yang 

terlibat, stadium penyakit, tingkat keparahan gejala, usia 

pasien dan kebutuhan fungsi keseharian pasien.

Prinsip dasar tata laksana OA:

1. Untuk membantu pasien memahami dasar 

perjalanan penyakit;

2. Untuk memberi  dukungan psikologis;

3. Untuk mengontrol nyeri;

4. Untuk menekan reaksi inflamasi (pada membran 

sinovial);

5. Untuk mendorong pasien menjadi aktif secara fisik 

sesuai dengan kemampuan agar mempertahankan 

fungsi sendi dan mencegah deformitas;

6. Untuk memperbaiki deformitas yang terjadi;

7. Untuk meningkatkan fungsi;

8. Untuk memperkuat otot yang lemah;

9. Menghindari over-treatment dengan obat 

farmakologis yang berpotensi bahaya bagi pasien; 

dan

10. Untuk merehabilitasi pasien secara individual.


39

Sampai saat ini, belum ada obat-obatan yang dapat mengobati 

efek dari OA. Tata laksana yang diberikan bertujuan 

simtomatik. Secara garis besar, tata laksana OA bertujuan 

untuk: (1) menjaga kemampuan bergerak dan kekuatan otot; 

(2) melindungi sendi dari overload beban; (3) menghilangkan 

nyeri; dan (4) modifikasi aktivitas sehari-hari.

Secara garis besar, tata laksana OA dapat dibagi menjadi dua 

kelompok besar, yaitu tata laksana non-operatif dan operatif. 

Jenis tata laksana OA sangat beragam dan dapat dilihat pada 

Tabel 1.

Tabel 1. Modalitas tata laksana Osteoartritis.

Tata Laksana Non-Operatif Tata Laksana Operatif

Modalitas Non-Farmakologis

Modifikasi gaya hidup

Edukasi

Modifikasi aktivitas

Penurunan berat badan

Penggunaan alat bantu 

berjalan

Rehabilitasi

Penggunaan sepatu dan 

orthosis

Penggunaan brace

Modalitas Farmakologis

Analgesik

Obat anti-inflamasi non-

steroid (NSAID/OAINS)

Analgesik topikal

Terapi intra-artikuler

Kortikosteroid

Hyaluronat

Artroskopi, debridement, lavage

Osteotomi

Tibial

Femoral

Artroplasti

Unicondylar knee 

replacement

Total knee replacement

Artrodesis

Artroplasti reseksi

Defek fokal kondral simtomatik

Artroskopi, debridement, 

lavage

Teknik stimulasi sumsum 

tulang

Implantasi kondrosit 

autologus

Autograft atau allograft 

osteokondral

Transplantasi meniscal allograft

3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF

40

1. TATA LAKSANA NON-OPERATIF

Edukasi

Intervensi yang paling penting pada kasus OA yaitu  

edukasi. Nyeri dan disabilitas merupakan hal yang paling 

dominan pada pasien OA, dan dapat ditangani dengan 

program edukasi yang baik. Literatur mengatakan bahwa 

edukasi pasien OA dapat meningkatkan pola hidup sehat, 

status kesehatan, dan penggunaan alat bantu pada pasien.

Fisioterapi dan Terapi Fisik

Dasar tata laksana pada kasus awal yaitu  fisioterapi, yang 

ditujukan untuk menjaga mobilitas sendi dan meningkatkan 

kekuatan otot. Program latihan fisik terapeutik juga telah 

terbukti dapat meningkatkan kemampuan fungsional 

dan memberi  efek analgesik pada pasien OA. Program 

yang diberikan dapat berupa latihan aerobik dan latihan 

penguatan otot lokal. Tetapi harus selalu diingat untuk 

menghindari aktivitas yang meningkatkan loading impact. 

Modalitas lain dapat berupa pemijatan dan pemberian 

energi panas. Namun modalitas ini hanya dapat mengurangi 

nyeri dan bertahan untuk waktu singkat, sehingga terapi 

perlu dilakukan berulang.

Hal-hal penting yang berhubungan dengan latihan fisik 

terapeutik untuk pasien OA panggul dan lutut yaitu : 


41

(1) terapi latihan fisik harus disesuaikan secara individu 

dan terpusat pada pasien dengan mengingat faktor usia, 

komorbiditas, dan mobilitas keseluruhan; (2) agar efektif, 

program latihan harus meliputi edukasi untuk mendukung 

perubahan pola hidup positif dengan peningkatan aktivitas 

fisik; (3) latihan fisik berkelompok atau individual terhitung 

sama efektif, tergantung kenyamanan pasien; (4) kepatuhan 

merupakan prediktor utama outcome jangka panjang; (5) 

strategi untuk meningkatkan dan menjaga kepatuhan 

harus digunakan; dan (6) peningkatan kekuatan otot dan 

proprioseptif karena program latihan dapat memperlambat 

progresi OA

Mengurangi Beban

Kondisi overweight atau obese merupakan faktor risiko 

penting terjadinya OA pada ekstremitas bawah. Studi 

epidemiologi menunjukkan bahwa penurunan berat badan 

berhubungan dengan menurunnya risiko timbulnya gejala 

OA lutut. Melindungi sendi dari beban yang berlebihan dapat 

memperlambat rusaknya kartilago. Hal ini juga efektif untuk 

mengurangi nyeri. Tindakan yang dapat dilakukan yaitu  

mengurangi berat badan pada pasien obese, menggunakan 

sepatu dengan shock-absorbent, dan menghindari aktivitas 

naik tangga.

3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF

42

Obat-Obatan Analgesik

Menghilangkan nyeri yaitu  penting, tetapi tidak semua 

pasien membutuhkan terapi medikamentosa. Obat yang 

dapat digunakan yaitu  analgesik sederhana seperti 

parasetamol. Jika tidak memberi  perbaikan, maka dapat 

diberikan obat anti-inflamasi non-steroid.

OA biasanya tampak sebagai proses inflamasi ketika pasien 

datang berobat. Hal yang mendasarinya tidak selalu berkaitan 

dengan inflamasi, melainkan karena proses mekanik. Pasien 

datang berobat seringkali karena keluhan nyeri dengan 

atau tanpa inflamasi dan ROM (Range-of-Movement) yang 

terbatas. Kebanyakan terapi medikamentosa ditujukan 

untuk respon simtomatik.

Tabel 2. Obat-obatan untuk nyeri dan/atau inflamasi.

Analgesik Sederhana Asetaminofen

Tramadol

Agen Topikal Capsaicin

Nonsteroidal anti-

inflammatory drugs (NSAID)

COX-2 selective inhibitors

Injeksi glukokortikoid intra-

artikuler

Injeksi asam hyaluronat intra-

artikuler

Analgesik opioid

Nutraceuticals Glukosamin

Khondroitinsulfat

Terapi eksperimental Inhibitor 

metalloproteinase


43

Tabel 3. Obat anti-inflamasi non-steroid.

NSAID Dosis

Waktu 

Paruh 

(jam)

Asam Karboksilat

Asam Asetilsalisilat 2.4-6 gram/24 jam dalam 

4-5 dosis terbagi

4 – 15

Asam Asetilsalisilat 

dengan buffer

2.4-6 gram/24 jam dalam 

4-5 dosis terbagi

Salisilat dengan 

lapisan enteric

2.4-6 gram/24 jam dalam 

4-5 dosis terbagi

Salsalat 1.5-3 gram/24 jam, dalam 2 

dosis terbagi

4 – 15

Diflunisal 0.5-1.5 gram/24 jam, dalam 

2 dosis terbagi

7 – 15

Kholin magnesium 

trisalisilat

1.5-3 gram/24 jam, dalam 2 

dosis terbagi

4 – 15

Asam Proprionik

Ibuprofen 4 x 200-400 mg 1.5 – 2

Naproksen 2 x 250-350 mg 13

Fenoprofen 4 x 300-600 mg 3

Ketoprofen 3 x 75 mg 2

Flurbiprofen 2-3 x 100 mg 3 – 9

Derivat Asam Asetat

Indometasin 3-4 x 25-50 mg 3 – 11

Tolmetin 400 mg, 600 mg, 800 mg, 

800-2400 mg/24 jam

1 – 1.5

Sulindac 2-3 x 150-200 mg 13 – 16

Diklofenak 3 x 50 mg, 2 x 75 mg 1 – 2

3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF

44

Etodolac 2 x 200-300 mg, max 1200 

mg/24 jam

2 – 4

Fenamat

Meklofenamat 3-4 x 50-100 mg 2 – 3

Asam Mefenamat 4 x 250 mg 2

Asam Enolic

Piroxicam 4 x 10-20 mg 30 – 86

Naphthylkanones

Nabumetone 2 x 500 mg, bisa 

ditingkatkan 1500 mg/24 

jam

19 – 30

Coxib

Celecoxib 2 x 100 mg 11

Penggunaan NSAID dan Aspirin dosis rendah

OA biasa terjadi pada usia lanjut (contoh : populasi berisiko 

MI dan stroke, dan para pengguna low-dose aspirin sebagai 

terapi pencegahan  propilaksis primer dan sekunder). 

Kombinasi aspirin dan NSAID dapat merusak lapisan 

mukosa gaster dan faktor risiko mayor untuk gastropati, 

oleh sebab itu indikasi penggunaan gastroprotektif pada 

pasien dengan OA yang mengkonsumsi NSAID.

Pada pemberian analgesik, perlu diingat akan adanya efek 

samping yang ditimbulkan, seperti berikut:

1. Gastrointestinal

a. Mual, muntah, dispepsia, diare, konstipasi.


45

b. Iritasi mukosa lambung, erosi superfisial, ulkus 

peptikum, adanya darah pada feses.

c. Perdarahan gastrointestinal mayor.

d. Erosi usus halus; induksi pembentukan 

diafragma pada usus halus.

e. Hepatotoksisitas, hepatitis.

2. Renal

a. Glomerulopati, nefritis interstisial, perubahan 

aliran plasma renal yang memicu  

penurunan laju filtrasi glomerulus; 

mempengaruhi natriuresis yang diinduksi 

diuretik; menghambat pengeluaran renin; 

memicu  edema.

b. Perubahan fungsi tubuler.

3. Sistem saraf pusat

a. Sakit kepala, confusion, halusinasi, reaksi 

depersonalisasi, depresi, tremor.

b. Meningitis aseptik, tinitus, vertigo, neuropati, 

ambliopia toksik, deposit tranparan kornea 

transient.

4. Hematologi

a. Anemia, depresi sumsum tulang.

b. Penurunan agregasi platelet.

5. Hipersensitivitas

a. Asma, urtikaria, ruam, fotosensitivitas, 

sindrom Stevens-Johnson.

6. Lain-lain

a. Interaksi obat: obat anti diabetik oral, warfarin, 

diuretik.

3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF

46

Terapi Intra-Artikuler

Meskipun pemberian steroid intra-artikuler memberi  

hasil yang baik pada artritis reumatoid dan artropati 

inflamasi lain, penggunaannya dalam terapi osteoartritis 

masih kontroversial. Sebagian besar ahli saat ini 

mempertimbangkan terapi kortikosteroid intra-artikuler 

pada kasus osteoartritis dengan penggunaan yang sesuai dan 

tepat. Terapi steroid intra-artikuler selalu dianggap sebagai 

terapi tambahan dari program tata laksana konvensional.

Prinsip dasar terapi intrasinovial pada OA yaitu  memasuki 

ruang sendi, aspirasi cairan, dan memasukkan suspensi 

kortikosteroid yang menekan inflamasi dan sangat efektif 

memberi  rasa nyaman pada pasien untuk jangka waktu 

yang panjang. Pemberian terapi intra-artikuler, sebaiknya 

diikuti dengan istirahat total selama 3 hari dan diikuti 

dengan penggunaan alat bantu berjalan (tongkat, kruk, atau 

walker) selama 3 minggu untuk jalan jarak jauh. Mengurangi 

nyeri dengan mempertahankan atau mengembalikan fungsi 

gerak sendi merupakan tujuan utama terapi.

Indikasi pemberian kortikosteroid intrasinovial yaitu :

1. Untuk meringankan nyeri dan menekan inflamasi 

sinovitis.

2. Untuk memberi  terapi tambahan pada satu 

atau dua sendi yang tidak responsif terhadap terapi 

sistemik lain.


47

3. Untuk memfasilitasi program terapi fisik dan 

rehabilitatif atau prosedur orthopaedi korektif.

4. Untuk mencegah laksitas kapsuler dan ligamen (efusi 

lutut masif).

5. Untuk memberi  efek sinovektomi medis.

6. Untuk mengobati pasien yang unresponsif atau 

intoleran terhadap terapi sistemik oral.

7. Untuk mengobati efusi akut yang timbul karena 

deposisi kristal.

Sedangkan kontraindikasi relatif terapi intra-artikuler 

yaitu :

1. Infeksi (lokal atau sistemik)

2. Terapi antikoagulan

3. Efusi hemoragik

4. Dibetes melitus tidak terkontrol

5. Destruksi dan/atau deformitas sendi tingkat lanjut

6. Overnutrisi ekstrim

Komplikasi yang dapat terjadi dari terapi intra-artikuler 

yaitu :

1. Infeksi

2. Radang post-injeksi

3. Sinovitis karena deposisi kristal

4. Atrofi kutaneus (lokal)

5. Artropati steroid (jarang)

3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF

48

Tabel 4. Kortikosteroid yang digunakan untuk 

injeksi intra-artikuler

Jenis mg/

mL

Dosis

Hydrocortisone tebutate (hydrocortone TBA) 50 25–100

Betamethasone acetate and betamethasone 

sodium phosphate (Celestone Soluspan)

6 1.5

Methylprednisolone acetate (DepoMedrol) 20 4 – 40

Triamcinolone acetonide  (Kenalog 40) 40 5 – 40

Triamcinolone diacetate (Aristocort Forte) 40 5 – 40

Triamcinolone hexacetonide (Aristospan) 20 5 – 40

Tidak semua injeksi intra-artikuler memberi  hasil yang 

sama pada setiap kasus. Faktor-faktor yang mempengaruhi 

respon terhadap injeksi intra-artikuler yaitu  ukuran sendi, 

volume cairan sinovial, pemilihan preparasi kortikosteroid, 

dosis dan teknik, tingkat keparahan dan perluasan sinovitis, 

dan aktivitas setelah injeksi.

2. TATA LAKSANA OPERATIF

Destruksi sendi progresif, dengan nyeri, instabilitas, dan 

deformitas (terutama pada sendi penahan beban tubuh) 

yang semakin parah, biasanya membutuhkan tindakan 

operatif. Tindakan operatif yang efektif untuk salah satu 

sendi belum tentu sesuai untuk sendi yang lain. 


49

jika  tata laksana OA non-operatif tidak mampu untuk 

mengatasi nyeri dan fungsi lutut terganggu, intervensi 

operatif dapat dipertimbangkan. Penentuan waktu dan jenis 

prosedur yang akan dilakukan membutuhkan keterampilan 

dan kooperasi yang baik antara pasien dan dokter. Pasien 

dengan OA simtomatik lanjut dengan keluhan nyeri yang 

tidak dapat diatasi oleh terapi medis dan aktivitas sehari-

harinya terbatas secara progresif sebaiknya dipertimbangkan 

untuk terapi operatif.

Tindakan operatif yang dapat dilakukan termasuk artroskopi 

dan rekonstruksi sendi. Pilihan rekonstruksi sendi yaitu  

osteotomi, replacement, dan artrodesis. Penggantian 

(replacement) sendi dapat berupa unikopartemen atau total 

(total knee arthroplasty).

Artroskopi biasanya diindikasikan sebagai prosedur pertama 

pada pasien yang seringkali mengeluhkan nyerri akut atau 

subakut. Gejala mekanis karena robekan kartilago artikuler 

yang tidak stabil, robekan meniscus, atau adanya loose bodies 

merupakan indikasi umum untuk dilakukan artroskopi dan 

debridement. Untuk mendapatkan prognosis yang baik 

setelah artroskopi dan debridement, maka syarat pasien 

yaitu  tidak boleh ada malalignment, instabilitas ligamen, 

dan artritis tahap akhir/lanjut.

Osteotomi diindikasikan untuk arthritis unikompartemen 

dengan malalignment atau untuk malunion post-trauma di 

3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF

50

sekitar lutut dengan nyeri artritis genu. Artroplasti genu 

unikompartemen diindikasikan untuk pasien dengan 

kebutuhan fisik yang tidak terlalu tinggi dan arthritis pada 

satu kompartemen. Artroplasti (total knee replacement) 

diindikasikan pada pasien yang bukan merupakan kandidat 

artroplasti atau osteotomi, pada pasien dengan keterlibatan 

arthritis yang lebih difus, dan untuk jika  osteotomi atau 

unicompartmental knee replacement tidak berhasil. Sedangkan 

artrodesis paling sering diindikasikan untuk pasien yang 

tidak berhasil dengan artroplasti.

Artroskopi

Pada kasus OA, kartilago artikuler dan sinovium yang 

berdegenerasi mengeluarkan sitokin proinflamasi (seperti 

IL-1, TNF-alfa, TGF-alfa). Sitokin tersebut menginduksi 

kondrosit untuk mengeluarkan enzim litik yang 

memicu  degradasi kolagen tipe 2 dan proteoglikan. 

Lavage dan debridement per artroskopi dapat membersihkan 

mediator inflamasi tersebut. 

Debridement sendi, menghilangkan osteofit, kartilago 

tags dan loose bodies, dapat memberi  hasil yang cukup 

memuaskan. Teknik ini sebelumnya sempat ditinggalkan, 

namun saat ini sudah sering dipakai kembali dalam bentuk 

artroskopi. Untuk kasus defek kartilago terlokalisir juga 

dapat dilakukan graft dengan kondrosit autologus.


51

Osteotomi

Jika tanda dan gejala semakin parah, maka pada beberapa 

sendi (panggul dan lutut) dapat dilakukan osteotomi 

realignment. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan 

biomekanik sendi, terutama kesejajarannya. Indikasi ideal 

untuk tindakan ini yaitu  pasien usia di bawah 50 tahun 

dengan genu varus dan osteoarthritis yang terlokalisir 

di kompartemen medial. Tindakan ini dapat dilakukan 

jika sendi masih stabil dan mobile, dan gambaran x-ray 

menunjukkan bagian mayor dari permukaan artikuler 

(gambaran radiografik celah sendi) masih terjaga baik. Rasa 

nyeri bisa berkurang secara drastis, hal ini dikarenakan (1) 

dekompresi vaskuler tulang subkondral, dan (2) redistribusi 

tekanan beban ke bagian sendi dengan kerusakan lebih 

sedikit. Setelah redistribusi beban, fibrokartilago dapat 

tumbuh menutupi tulang yang terekspos.

Artroplasti

Artroplasti atau rekonstruksi sendi terdiri dari artroplasti 

reseksi dan artroplasti pengganti dengan prosthesis sendi. 

Untuk OA pada panggul dan lutut, total joint replacement 

(artroplasti) telah memperbaiki tingkat kualitas hidup 

jutaan pasien. Tindakan ini diindikasikan pada pasien usia 

lanjut dengan destruksi sendi progresif. Tindakan yang 

dilakukan yaitu  prosedur penggantian permukaan sendi 

3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF

52

dengan komponen metal kondiler femur dan lempeng metal 

polietilen pada proksimal tibia. 

Artrodesis

Artrodesis atau fusi sendi diindikasikan jika kekakuan 

sendi dapat diterima pasien dan sendi pada sisi berlawanan 

diperkirakan tidak akan terkena hal yang sama. Tindakan 

ini dapat menghilangkan nyeri secara permanen tetapi 

kehilangan fungsi pergerakan secara permanen. Tindakan 

ini hanya diindikasikan pada kasus dimana artroplasti tidak 

dapat dilakukan atau terdapat kontraindikasi.

3. PEDOMAN TATA LAKSANA OSTEOARTHRITIS (AAOS)

Referensi pedoman tata laksana osteoarthritis yang sering 

diaplikasikan dalam praktek sehari-hari diantaranya 

pedoman yang diterbitkan oleh American Academy of 

Orthopaedic Surgeons (AAOS). Pedoman terbaru AAOS 

untuk tata laksana osteoarthritis, berdasarkan prinsip 

Evidence Based Medicine (EBM) yang dikeluarkan pada tahun 

2013, memberi  rekomendasi sebagai berikut:

Tata Laksana Konservatif

1. Setiap pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik 

sangat disarankan mengikuti:

program manajemen diri;


53

latihan fisik aerobik low-impact dan kekuatan 

otot;

edukasi neuromuskular;

aktivitas fisik yang sesuai dengan pedoman.

2. Untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik 

dan indeks massa tubuh ≥25, disarankan untuk 

mengurangi berat badan.

3. Penggunaan modalitas tata laksana berikut untuk 

pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik tidak 

disarankan:

a. Akupuntur

b. Agen fisik, termasuk modalitas elektro-

terapeutik

c. Terapi manual

4. Penggunaan valgus directing force brace (medial 

compartment unloader) untuk pasien dengan 

osteoarthritis lutut simtomatik belum 

direkomendasikan.

5. Penggunaan sol sepatu yang lebih tebal di sisi 

lateral untuk pasien dengan osteoarthritis lutut 

kompartemen medial simtomatik tidak disarankan.

6. Penggunaan glukosamin dan kondroitin untuk 

pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik tidak 

direkomendasikan.

3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF

54

Tata Laksana Farmakologi

1. Penggunaan Analgetik

a. Penggunaan obat anti inflamasi non-steroid 

(OAINS/NSAID; oral atau topikal) atau 

tramadol untuk pasien dengan osteoarthritis 

lutut simtomatik sangat direkomendasikan.

b. Penggunaan asetaminofen, opioid, atau 

plester penghilang nyeri pada pasien dengan 

osteoarthritis lutut simtomatik belum dapat 

direkomendasikan.

Tata Laksana Prosedural

1. Penggunaan kortikosteroid intrartikuler untuk 

pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik belum 

dapat direkomendasikan.

2. Penggunaan asam hyaluronat pada pasien 

dengan osteoarthritis lutut simtomatik tidak 

direkomendasikan.

3. Injeksi growth factor dan/atau plasma kaya platelet 

untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik 

belum dapat direkomendasikan.

4. Lavage jarum pada pasien dengan osteoarthritis 

lutut simtomatik tidak disarankan.

5. Artroskopi dengan lavage dan/atau debridement pada 


55

pasien dengan diagnosis primer osteoarthritis lutut 

simtomatik tidak direkomendasikan.

6. Menisektomi parsial per-artroskopi pada pasien 

dengan osteoarthritis lutut dan robek meniskus 

belum dapat direkomendasikan.

7. Osteotomi tibia proksimal untuk membentuk valgus 

pada pasien osteoarthritis lutut kompartemen 

medial simtomatik boleh dilakukan oleh tenaga 

medis dengan persyaratan tertentu.

8. Berdasarkan konsensus, penggunaan alat 

interposisional free-floating (un-fixed) pada pasien 

osteoarthritis lutut kompartemen medial simtomatik 

tidak perlu dilakukan.

Rekomendasi di atas tidak bersifat baku dan kaku. 

Penatalaksanaan pasien tetap harus berdasarkan 

pertimbangan ahli medis dan kondisi pasien itu sendiri serta 

ketersediaan fasilitas dan kelengkapan layanan kesehatan.

Referensi

1. Solomon, Louis, et.al. Apley’s System of Orthopaedics 

and Fractures. 8th Ed. Oxford University Press Inc, 

2001.

2. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries 

of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Lippincott 

Williams & Wilkins, 1999.

3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF

56

3. Moskowitz, Roland W. et.al. Osteoarthritis: Diagnosis 

and Medical/Surgical Management. 4th Ed. Lippincott 

Williams& Wilkins, 2007.

4. American Academy of Orthopaedic Surgeons Board 

of Directors. Treatment of Osteoarthritis of the Knee, 

Evidence-Based Guideline 2nd Edition. May 18th,2013.

57

BAB 4

SUPLEMENTASI         

UNTUK 

OSTEOARTRITIS

1. OBAT-OBAT PENUNJANG DAN ALTERNATIF

Pasien OA dinilai sebagai pengguna terapi penunjang 

dan alternatif karena tingginya konsumsi glukosamin. 

Glukosamin yaitu  amino-monosakarida dan salah 

satu bahan dasar unit disakarida dari glikosaminoglikan 

kartilago sendi. Kadar glukosamin berkurang pada 

kartilago osteoartritik, sehingga konsumsi glukosamin 

sebagai suplemen banyak digunakan. Namun, kegunaan 

glukosamin sebagai terapi OA sebagai penghilang rasa nyeri 

atau modifikasi penyakit, masih dianggap kontroversial. 

Seringkali sediaan glukosamin digunakan bersama 

kondroitin sulfat dan MSM.

4 SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS

58

Glukosamin

Glukosamin merupakan monosakarida (2-amino-2-deoxy-D-

glucose; C6H14NO5) yang diproduksi tubuh manusia secara 

normal sebagai precursor penting dalam biosintesis protein 

dan lipid. Glukosamin merupakan komponen penting dalam 

sintesis proteoglikan sebagai substrat utama. Glukosamin 

disintesis secara in vivo dari glukosa dan digunakan 

untuk memproduksi rantai glikosaminoglikan yang akan 

membentuk proteoglikan. Kartilago terdiri dari matriks 

serat kolagen dan proteoglikan. Proteoglikan merupakan 

kompleks molekuler yang menarik air, membuat tekanan 

positif pada kartilago dan memberi  kemampuan untuk 

menahan beban. Pada osteoarthritis, terjadi kerusakan 

pada susunan kolagen, konten air kartilago meningkat dan 

proteoglikan kartilago menurun.

Glukosamin digunakan sebagai agen untuk membantu 

meringankan gejala dan meunda progresi OA. Rasionalisasi 

penggunaannya didasarkan pada hipotesis bahwa OA 

berkaitan dengan defisiensi local pada beberapa substansi 

natural penting dan glukosamin dapat berperan sebagai 

substrat untuk perbaikan kartilago dengan menstimulasi 

sintesis proteoglikan oleh kondrosit. Glukosamin terdapat 

pada bahan makanan eksoskeleton binatang laut seperti 

kerang dan kepiting.

4SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS

59

Glukosamin oral akan diserap sebanyak 90%. Namun 

setelah melalui metabolisme, bioavailabilitas yang didapat 

hanya 25%. Sedangkan jika melalui akses intravena akan 

didapatkan bioaktivitas 96%. Glukosamin dapat dikonsumsi 

dalam bentuk sulfat atau hidroklorida. Garam glukosamin 

terionisasi di lambung, membuat glukosamin dapat 

diabsorpsi di usus halus. Metabolit glukosamin diekskresikan 

predominan melalui urin. Kadar glukosamin dalam plasma 

akan mencapai puncak pada 4 jam setelah pemberian dan 

kembali ke baseline setelah 48 jam.

.

Cara kerja glukosamin sebagai terapi OA:

1. Memenuhi kebutuhan substrat dasar penyusun 

proteoglikan;

2. Meningkatkan sintesis proteoglikan;

3. Menghambat sitokin interleukin-1β (IL-1β);

4. Menghambat protease (matriks 

metalloproteinase dan kolagenase)

5. Mengurangi produksi prostaglandin E2 (PGE2);

6. Mempengaruhi ikatan nuclear factor κB (NFκB).

Glukosamin merupakan obat yang aman dan efektif 

mengatasi gejala untuk OA namun aksinya dinilai lambat. 

Dosis glukosamin yang sering digunakan yaitu  1500 mg/

hari, bisa dalam 3 dosis terbagi.

4 SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS

60

Penggunaan glukosamin jika dibandingkan dengan obat 

anti-inflamasi non-steroid (OAINS) akan menimbulkan efek 

samping yang lebih sedikit. Namun dalam hal mengurangi 

nyeri dan bengkak, OAINS memberi  efek positif dalam 

waktu yang lebih cepat. Glukosamin dapat membantu 

mengurangi nyeri setelah penggunaan 8 minggu.

Penelitian menunjukkan bahwa respon terbaik dari 

penggunaan glukosamin akan terjadi pada pasien dengan 

turnover kartilago paling tinggi atau pada kondisi penyakit 

paling aktif. Penggunaan glukosamin jangka panjang dapat 

membantu menunda progresi OA, dan dapat dikatakan 

sebagai agen disease-modifying untuk OA. Suatu penelitian 

menunjukkan bahwa pada pemeriksaan X-ray tidak terdapat 

penyempitan celah sendi yang signifikan setelah pemberian 

glukosamin 2 tahun. Hal ini diikuti dengan perbaikan nyeri 

dan fungsi fisik, sehingga kemungkinan untuk dilakukan 

tindakan operatif lebih rendah.

Kondroitin

Kondroitin yaitu  molekul glikosaminoglikan yang terdapat 

pada kartilago dan jaringan ikat. Kondroitin bersifat hidrofilik 

dan larut dalam air, membentuk cairan viskus serupa 

dengan sodium hyaluronat. Kondroitin sulfat penting untuk 

integritas structural dan fungsional sendi, karena merupakan 

substansi mayor pembentuk glikosaminoglikan (GAGs) pada 

4SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS

61

kartilago artikuler. Kondroitin diketahui dapat membantu 

menjaga viskositas sendi, menstimulasi perbaikan kartilago 

dan menghambat enzim yang mendegradasi kartilago. 

Secara klinis, hal ini dapat memberi  hasil berkurangnya 

nyeri dan meningkatnya mobilitas sendi pada pasien OA dan 

memperlambat destruksi sendi.

Penggunaan glukosamin dan kondroitin dipercaya dapat 

memberi  efek simtomatik dan preventif karena 

komponen tersebut memiliki kemampuan untuk menjaga 

dan menyusun kembali kartilago, sehingga meringankan 

nyeri sendi kronik dan memperlambat progresi degenerasi 

sendi. Kondroitin didapatkan dari bahan makanan hewani, 

termasuk trakea sapi dan kartilago hiu.

Cara kerja kondroitin sebagai terapi OA yaitu :

1. Memenuhi kebutuhan substrat dasar penyusun 

proteoglikan;

2. Meningkatkan sintesis proteoglikan oleh 

kondrosit;

3. Menghambat sitokin;

4. Menghambat protease (kolagenase);

5. Meningkatkan viskositas cairan synovial;

6. Meningkatkan mineralisasi dan perbaikan 

tulang.

4 SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS

62

Kondroitin bermolekul lebih besar dan absorpsinya 

tidak sebaik glukosamin. Absorpsi kondroitin oral masih 

controversial karena alasan berat molekulnya yang besar 

dapat melalui mukosa lambung dan/atau usus masih 

diragukan. Kondroitin sulfat diabsorpsi di usus halus 

dalam jumlah rendah (<10%), sedangkan pada bagian distal 

berfungsi sebagai prebiotic dan didegradasi oleh enzim 

di flora usus menjadi di- dan monosakarida. Konsentrasi 

plasma maksimal terjadi 1-5 jam setelah pemberian oral. 

Bioavailabilitas diestimasi 12-13%

Kondroitin memberi  hasil positif setelah pemakaian 3 

bulan. Memperbaiki nyeri dan fungsi mobilitas. Dosis yang 

biasa digunakan 800-1000 mg/hari. Gambaran radiologis 

celah sendi setelah pemberian kondroitin lebih dari 3 bulan 

menunjukkan tidak ada penyempitan, jika dibandingkan 

dengan pasien yang tidak mendapat kondroitin.

Dasar dari pemberian glukosamin dan kondroitin pada 

pasien OA yaitu  untuk memenuhi kebutuhan substrat 

penyusun proteoglikan. Namun  belum dapat dipastikan 

bahwa pada pasien OA terjadi kekurangan substrat penyusun 

proteoglikan tersebut. Hal yang lebih dapat diterima yaitu  

glukosamin dan kondroitin mendorong sintesis proteoglikan 

oleh kondrosit dan menghambat enzim degradatif yang 

memicu  penghancuran kartilago.